laporan agroforestry 3

13

Click here to load reader

Upload: adibahri

Post on 24-Jun-2015

453 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Uploaded from Google Docs

TRANSCRIPT

Page 1: laporan agroforestry 3

http://adibahri.wordpress.com

PENERAPAN AGROFORESTRI PADA PENGELOLAAN HUTAN

BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KESATUAN PEMANGKUAN

HUTAN (KPH) BLITAR PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

Disusun Oleh :

Kelompok XI

ADI DZIKRULLAH E44070050

IZZUDIN E44070052

ARIF BUDI PURNOMO E44070055

WIWIT SETIADI E44070059

RAHMAD PRASETYA E44070061

LABORATORIUM SILVIKULTUR

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: laporan agroforestry 3

1 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Alih guna lahan kehutanan menjadi lahan pertanian di lahan perhutani

yang dilakukan oleh oknum masyarakat, serta Pencurian kayu dari dalam kawasan

hutan Perum Perhutani telah menjadi permasalahan besar yang menjadi salah satu

penyebab penurunan hasil (kayu) Perum Perhutani dari tahun ke tahun. Hal

tersebut terjadi karena adanya kesenjangan ekonomi di masyarakat sekitar hutan.

Sebagian kalangan akademisi maupun pemerhati kehutanan berpendapat bahwa

yang menjadi akar permasalahannya antara lain dikarenakan kurangnya kajian

kehutanan yang mengikutsertakan masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan.

selama ini kajian yang dilakukan hanya terfokus pada masalah teknik dan biofisik.

Perhutanan sosial telah menjadi kebijakan kehutanan yang dilandasi kesadaran

bahwa masyarakat sekitar hutan termasuk dalam elemen pokok kajian kehutanan,

melalui upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan yang salah satu

nya adalah program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

Salah satu penerapan dari program PHBM adalah dengan sistem

agroforestri, dengan mengikutsertakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

mengelola lahan hutan dan ikut serta menjaga tegakan hutan. Sebagai upaya

implementasi program PHBM, Perum Perhutani KPH Blitar, Unit II Jawa Timur

bersama dengan masyarakat sekitar kawasan hutan menerapkan sistem

agroforestri di lahan kawasan hutan Perum Perhutani. Identifikasi komponen

agroforestri yang diterapkan di KPH Blitar dilakukan sebagai upaya dalam

membantu menganalisis setiap bentuk penerapan agroforestri yang dijumpai di

lapangan dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat yang dapat diperoleh

masyarakat, serta dapat menjadi model/rujukan dalam implementasi sistem

agroforestri.

Page 3: laporan agroforestry 3

2 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

1.2. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai

berikut :

1) Mengidentifikasi komponen agroforestri di Perum Perhutani KPH Blitar

2) Menjelaskan fungsi komponen agroforestri di Perum Perhutani KPH Blitar

3) Menjelaskan Persyaratan tumbuh komponen agroforestri di Perum

Perhutani KPH Blitar.

Page 4: laporan agroforestry 3

3 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agroforestri

Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan terpadu (aspek sosial dan

ekologi) yang dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman

pertanian dan ternak (hewan), baik secara bersama-sama ataupun bergiliran,

sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal

secara berkelanjutan (Nair 1993 dalam Rifa’i 2010)

Andayani (2005) dalam Rifa’i (2010) menyatakan bahwa agroforestri

dapat diartikan sebagai suatu bentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem

nilai masyarakat yang berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari.

Oleh karena itu, agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk

seperti :

1. Agrisilvicultur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan

pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil

pertanian dari hutan.

2. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola

untuk menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak.

3. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk

memproduksi hasil hutan, hasil pertanian secara bersama dan sekaligus

memelihara hewan ternak.

4. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana

berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk

menghasilkan kayu tetapi juga dedaunan dan buah-buahan yang dapat

digunakan sebagai bahan makanan manusia maupun dijadikan

makanan ternak.

Page 5: laporan agroforestry 3

4 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

2.2. Pertumbuhan Jati

Jati (Tectona Grandis L. F) merupakan suatu jenis tanama n yang cukup

mendominasi hutan di Indonesia. Tanaman ini sangat baik dibudidayakan di

Indonesia, karena kondisi alam yang tropis. Jenis tanaman ini sangat potensial

dikembangkan pada hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi, hutan

pegunungan, hutan tanaman industri, lahan kering tidak produktif, lahan basah

tidak produktif, lahan pertanian dan perkebunan. (Departemen Kehutanan dan

Perkebunan Direktorat Jendral Rehabilitasi La han dan Perhutanan Sosial, 1999).

Jati dapat tumbuh pada ketinggian < 700 meter di atas permukaan air laut,

dengan curah hujan minimum 750 mm/tahun, optimum 1000-1500 mm/tahun dan

maksimum 2500 mm/tahun, suhu udara yang dibutuhkan tanaman jati minimum

13-17o C dan suhu maksimum 39-43o C (Yana Sumarna, 2001) . Curah hujan

secara fisik dan fisiologis berpengaruh terhadap sifat gugurnya daun deciduous

dan kualitas produk kayu. Pada daerah yang mempunyai kemarau yang panjang,

jati akan mernggugurkan daunnya dan lingkaran tahun yang terbentuk tampak

artistik. Kayu jati ini memiliki teras yang lebih kuat sehingga dikelompokkan

dalam jenis kayu mewah (fancy wood) atau kayu kelas I. Sedangkan pada daerah

yang sering turun hujan atau curah hujannya tinggi tanaman jati tidak

menggugurkan daun dan lingkaran tahunnya kurang menarik sehingga produksi

kayunya tergolong kelas II-III. Tanaman Jati genjah dengan pola monokultur

mampu menghasilkan ± 294,9 m3 pada umur 15 tahun dengan jumlah penanaman

sekitar 400 pohon (telah dikurangi tanaman yang mati atau rusak) sedangkan

untuk tanaman Jati konvensional baru bisa dilakukan pemanenan pada umur 50

tahun dengan volume produksi ± 417 m3 (Yana Sumarna, 2001).

Tanaman jati merupakan tanaman keras yang memiliki jaringan kuat dan

dalam. Selain itu tanaman jati mampu menahan lapisan tanah atas akibat erosi

atau dengan kata lain tanaman jati dapat menahan laju erosi. Sedang dilihat dari

segi konservasi tanaman tersebut dapat membantu dalam penyelamatan hutan,

tanah da n air. Dipandang dari segi ekonomi tanaman jati akan memberi nilai

tambah baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah setempat karena

Page 6: laporan agroforestry 3

5 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

permintaan akan tanaman jati sangat tinggi baik untuk pasaran domestik maupun

ekspor.

2.3. Pertumbuhan Jeruk

Jeruk sudah tumbuh di Indonesia sejak ratusan tahun lalu, baik secara

alami maupun dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia merupakan

peninggalan Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika

dan Italia. Jeruk memiliki banyak spesies dari 6 genus, di antaranya Microciturs,

Citrus, Fortunella, Cymedia, Poncirus, dan Eremocirus.

Syarat tumbuh jeruk yang harus diperhatikan di antaranya suhu optimum

25 -30° C serta curah hujan 1.900-2.400 mm/tahun dengan rata-rata 2-4 bulan

basah dan 3-5 bulan kering. Tanah yang cocok bertekstur gembur, berpasir,

hingga lempung berliat dengan kedalaman efektif lebih dari 60 cm. Tingkat

keasaman tanah (pH) yang optimum sekitar 5--7. jeruk manis cocok ditanam di

daerah dengan ketinggian 7001-300 m dpl serta iklim relatif kering dan berada di

tempat terbuka. Jeruk besar sebaiknya dibudidayakan di dataran rendah dengan

ketinggian 70--600 m dpl, sedangkan jeruk keprok pada ketinggian 100—1.300 m

dpl.

Kondisi lahan yang akan ditanami harus bebas dari tanaman jeruk yang

sakit, minimal dua tahun sebelum tanam. Lokasi harus bersih dari tanaman

pembawa vektor CVPD, yakni Diaphorina Citri dan dari tanaman lain yang

disukai hama tersebut, seperti kemuning dan tapak dara. Lokasi kebun harus

berjarak minimum 3 km dari tanaman atau kebun jeruk yang sudah terserang

CVPD.

2.4. Pertumbuhan Vanili

Tanaman panili atau si Emas Hijau merupakan komoditi yang

menjanjikan. Namun tidak semua panili berharga “emas”, hanya kualitas

terbaiklah yang diberikan harga istimewa. Vanili (Vanilla planifolia) adalah

tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk

ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong. Tanaman vanili dikenal

pertama kali oleh orang-orang Indian di Meksiko,Negara asal tanaman tersebut.

Page 7: laporan agroforestry 3

6 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

Sampai saat ini vanili dikenal sebagai salah satu komoditas perkebunan

yang banyak dikembangkan petani. Hal ini disebabkan oleh karena komoditas ini

memiliki harga jual yang relatif cukup tinggi dibanding komoditas sejenis. Seiring

dengan perkembangan tersebut namun kurang didukung oleh teknologi seperti

budidaya dan pasca panen. Kedua aspek ini sangat penting untuk diperhatikan

karena dikenal sebagai sumber kelemahan yang bersifat mendasar untuk

diperbaiki.

Teknologi budidaya yang perlu diperbaiki antara lain : pembersihan dan

pengolahan tanah (cara dan frekwensi), pohon pelindung (jenis), stek (sumber,

ukuran, dan umur), penanaman (jarak tanam, metode penjarangan), penyerbukan

(waktu, metode, kwalitas dan kwantitas) pemupukan (metode, bahan, dan

frekwensi), pemberantasan hama/penyakit (jenis, metode, waktu), pemeliharaan

(sanitasi) dan panen (umur, kwantitas, peralatan dan metode)

Sampai saat ini vanili (Vanilla planifolia ANDREWS) merupakan salah

satu komoditas pertanian yang masih cukup prospektif untuk dikembangkan.

Vanili memiliki harga jual yang relatif lebih tinggi dibanding komoditas lain

khususnya di sub sektor perkebunan. Sebagai komoditas bernilai ekonomis tinggi

perkembangannya telah meyebar dihampir seluruh Indonesia. Bali yang lebih

dikenal sebagai sentra produksi selama ini telah digeser oleh Sulawesi Utara.

Panili dapat hidup di iklim tropis, curah hujan 1000-3000 mm/tahun,

cahaya matahari + 30%-50%, suhu udara optimal 200C-250C, kelembaban udara

sekitar 60%-80%, ketinggian tempat 300-800 m dpl. Tanah gembur, ringan yaitu

tipe tanah lempung berpasir (sandy loam) dan lempung berpasir kerikil (gravelly

sandy loam), mudah menyerap air, pH tanah + 5,7 - 7.

2.5. Pertumbuhan Papaya

Tanaman pepaya termasuk jenis tanaman tropis basah, oleh karenanya

dimana pun hampir di seluruh wilayah tanah air kita dapat ditanami tanaman

pepaya, namun demikian untuk idealnya kita bisa mencari daerah-daerah yang

sangat cocok untuk membudidayakan tanaman pepaya agar tanaman pepaya dapat

menghasilkan buah yang maksimal dan berkualitas baik, yang pada akhirnya

dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi kita. Oleh karena itu sebelum

Page 8: laporan agroforestry 3

7 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

memulai membudidayakan tanaman pepaya kiranya perlu memperhatikan hal-hal

sebagai berikut :

Tanaman pepaya memiliki adaptasi terhadap lingkungan sehingga pepaya

dapat tumbuh mulai 0-1.000 m dpl bahkan sampai ketinggian 1.500 m dpl,

namun idealnya ketinggian tanah tidak kurang atau lebih antara 600-700 m

dpl, umumnya pepaya yang dihasilkan diatas 700 m dpl buahnya kurang

baik demikian lupa yang ditanam di bawah 600 m dpl. Seperti terlihat

pada gambar di bawah.

Tinggi air tanah tidak lebih dari 50-150 cm dari permukaan tanah, oleh

karena itu hindari menanam pepaya di bekas persawahan ini akan

mengakibatkan akar akan tergenang air terus menurus dan akar akan

membusuk yang pada akhirnya tanaman akan mati. Akar bila tergenang 2-

3 hari mengakibatkan pohon pepaya akan mati.

Keadaan tanah yang ideal adalah tanah-tanah latosol/laterit merah, ringan

dan gembur dengan pH mendekati netral (6-7) serta subur banyak

mengandung bahan organik (humus). Tanah yang lembab akan baik untuk

pertumbuhan pohon pepaya.

Iklim. Tanaman pepaya sangat peka terhadap iklim kritis terutama

terhadap suhu dan kelembaban. Tanaman papaya memerlukan

pencahayaan penuh 100%, artinya harus langsung terkena sinar

matahari/tempat terbuka, suhu udara berkisar 22-26°C.

Curah hujan antara 1.000-2.000 mm pertahun. Daerah yang lembab dan

curah hujan cukup tinggi produksi buah akan baik demikian pula terhadap

daerah yang mempunyai curah hujan merata sepanjang tahun akan lebih

baik terhadap pertumbuhan tanaman pepaya.

Angin sangat berperan dalam penyerbukan tanaman pepaya karena akan

menerbangkan tepung sari. Namun demikian angin yang terlalu keras akan

mengakibatkan pohon tumbang.

Page 9: laporan agroforestry 3

8 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

2.6. Syarat tumbuh Nanas (Ananas comosus)

Berdasarkan Bappenas (2000) Tanaman nanas dapat tumbuh pada keadaan

iklim basah maupun kering, baik tipe iklim A, B, C maupun D, E, F. Tipe iklim A

terdapat di daerah yang amat basah, B (daerah basah), C (daerah agak basah), D

(daerah sedang), E (daerah agak kering) dan F (daerah kering). Pada umumnya

tanaman nanas ini toleran terhadap kekeringan serta memiliki kisaran curah hujan

yang luas sekitar 1000-1500 mm/tahun. Akan tetapi tanaman nanas tidak toleran

terhadap hujan salju karena rendahnya suhu. Tanaman nanas dapat tumbuh

dengan baik dengan cahaya matahari rata-rata 33-71% dari kelangsungan

maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2000 jam. Suhu yang sesuai untuk

budidaya tanaman nanas adalah 23-32 derajat C, tetapi juga dapat hidup di lahan

bersuhu rendah sampai 10 derajat C.

Pada umumnya hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian

cocok untuk tanaman nanas. Meskipun demikian, lebih cocok pada jenis tanah

yang mengandung pasir, subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik

serta kandungan kapur rendah. Derajat keasaman yang cocok adalah dengan pH

4,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung kapur (pH lebih dari 6,5) menyebabkan

tanaman menjadi kerdil dan klorosis. Sedangkan tanah yang asam (pH 4,5 atau

lebih rendah) mengakibatkan penurunan unsur Fosfor, Kalium, Belerang,

Kalsium, Magnesium, dan Molibdinum dengan cepat. Air sangat dibutuhkan

dalam pertumbuhan tanaman nanas untuk penyerapan unsur-unsur hara yang

dapat larut di dalamnya. Akan tetapi kandungan air dalam tanah jangan terlalu

banyak, tidak becek (menggenang). Hal yang harus diperhatikan adalah aerasi dan

drainasenya harus baik, sebab tanaman yang terendam akan sangat mudah

terserang busuk akar. Kelerengan tanah tidak banyak berpengaruh dalam

penanaman nanas, namun nanas sangat suka jika ditanam di tempat yang agak

miring, sehingga begitu ada air yang melimpah, begitu cepat pula tanah tersebut

menjadi kering. Nanas cocok ditanam di ketinggian 800-1200 m dpl.

Pertumbuhan optimum tanaman nanas antara 100-700 m dpl.

Page 10: laporan agroforestry 3

9 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) antara masyarakat

Kelurahan Jeguk Blitar dan KPH Blitar – Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

menggunakan sistem agroforestri dengan tanaman pokok jati (Tectona grandis)

dan jeruk keprok (Citrus reticulata), pepaya (Carica papaya), vanili (Vanilla

planifolia), dan lada (Piper nigrum). Sistem pengelolaan yang lebih dominan dan

telah mempunyai hasil adalah perpaduan antara jati dengan pepaya dan jeruk.

Luasan area yang dimanfaatkan sebagai PHBM dengan sistem agroforestri adalah

sebagai berikut:

Tabel 1 Luasan area agroforestri

Agroforestri Luas area (ha)

Petani Telah Panen Tota

Jeruk Keprok 0.25 12.3 250

Pepaya 0.25 143 143

Total luasan 393

Tujuan adanya agroforestri adalah adanya kemandirian pangan dan

ekonomi pada masyarakat sekitar hutan, khususnya masyarakat Kelurahan Jeguk

Blitar. Nilai ekonomi yang dihasilkan dari PHBM dengan sistem agroforestri

adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Hasil agroforestri secara ekonomi

Agroforestti Luas total (Ha) Produksi (Kg) Pendapatan (Rp)

Jeruk Keprok 250 12500 12.000.000,00

Pepaya 143 254000 226.000.000,00

Total 393 238.000.000,00

Page 11: laporan agroforestry 3

10 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

*tabel di atas merupakan perhutungan sekali panen dengan asumsi semua luasan area telah masuk

dalam masa panen. Total pendapatan yang diperoleh adalah: Rp 1.322.000.000,00 (jeruk keprok),

dan Rp 32.544.000.000,00 (pepaya dengan perhitungan total siklus panen selama empat tahun)

Perhitungan pendapatan untuk petani, perhutani, dan pemerintah daerah

berdasarkan kesepakatan yang telah ditetapkan, yaitu 70% untuk petani, 20%

untuk Perhutani, dan Pemerintah Daerah sebesar 10%. Hasil perhitungan adalah

sebagai berikut.

3.2. Pembahasan

Komponen pokok kehutanan yang menyusun pola agroforestri di KPH

Blitar terdiri atas tegakan campuran tanaman jenis Tectona grandis, sedangkan

komponen pokok pertanian yang diterapkan adalah tanaman vanili (Vanilla

planifolia Andrews), pepaya, nanas, lada, dan jeruk keprok. Dengan

mengkombinasikan antara tanaman kehutanan dan tanaman pertanian seperti yang

diterapkan pada sistem agroforestri di KPH Blitar, turut menghadirkan komponen

– komponen lainnya seperti komponen lingkungan abiotik (abiotic) dan

komponen lingkungan (abiotic) budaya (culture).

Komponen lingkungan abiotik yang ada diantaranya adalah air, tanah,

dan iklim. Sedangkan komponen lingkungan budaya antara lain, teknologi dan

informasi tentang agroforestri, budi daya tanaman pertanian di dalam kawasan

hutan, serta alokasi sumberdaya. Keseluruh komponen tersebut akan saling

bereaksi dan berinteraksi yang akan membentuk satu sistem yang akan

menampilkan suatu respon terhadap suatu kondisi.

Pemilihan sistem agroforestri harus menyesuikan dengan keadaan

lingkungan yang ada. Faktor iklim dan keadaan tanah adalah faktor dominan yang

menentukan komponen atau kombinasi agroforestri yang dibutuhkan. Hasil dari

agroforestri pepaya dan jeruk sebagai kombinasi tumpang sari dengan jati

menunjukkan hasil yang baik. Parameter yang dapat dilihat adalah produksi yang

dihasilkan dapat maksimal.

Secara sosial budaya, adanya program PHBM ini memberikan

kesempatan kepada masyarakat kelurahan Jeguk dalam meningkatkan ketahanan

pangan. Sistem agroforestri memberikan peluang kepada masyarakat untuk

Page 12: laporan agroforestry 3

11 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

melakukan interaksi yang intensif antara petani satu dengan yang lain dan juga

terhadap pihak perhutani dan pemerintah, dalam hal ini adalah pemerintah daerah.

Pemilihan komponen tanaman pertanian dilakukan melalui musyawarah

para pihak yang terlibat dalam PHBM. Latar belakang dalam pemilihan pepaya

dan jeruk adalah adanya harga jual jeruk dan pepaya yang tinggi. Selanjutnya

terdapat pergeseran paradigma, yaitu bukan sekedar untuk memenuhi kecukupan

pangan dan harian, tetapi pada pertimbangan tanaman yang memiliki nilai

ekonomi dengan harga jual yang tinggi.

Niliai ekonomi yang diperoleh masyarakat cukup tinggi. Dengan

kesempatan yang diperoleh masyarakat dalam pengelolaan hutan sebesar 0.25 Ha

(Tabel 1), petani memperoleh kesempatan dalam meningkatkan penghasilannya.

Nilai ekonomi tersebut didapatkan dari dua sumber, yaitu pengelolaan hutan

dengan agroforestri (sebagai petani pesanggem) dan pendapatan dari partisipasi

(persentasi pembagian hasil) dari penjagaan tanaman hutan jati.

Page 13: laporan agroforestry 3

12 | K e l o m p o k 1 1

http://adibahri.wordpress.com

BAB V. DAFTAR PUSTAKA

http://agro.agroprima.com. Syarat Ideal Tumbuh Tanaman Papaya. 27 September

2010. Pukul 19:55 WIB.

Listyanto A. 2008. Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jati di

Kecamatan Padas Kabupatan Ngawi [skripsi]. Surakarta: Fakultas,

Geografi Universitas Muhammadyah Surakarta.

Maulana A. 2009. Teknik Budidaya Tanaman Vanili [skripsi]. Makasar: Jurusan

Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasaniddin.

Prihatman kemal. 2000. Budidaya pertanian: Nanas ( Ananas comosus). Jakarta:

Bappenas.

Redaksi Agro Media Pustaka. 2006. Buku pintar Budi Daya Tanaman Buah

Unggul Indonesia. Jakarta: Agromedia pustaka.

Rifa’I M. 2010. Pertumbuhan Tanaman Pokok Gmelina arborea Roxb. Pada

Beberapa Pola Agroforestri di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi,

Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut

Pertanian Bogor.