laporan aas (genius siregar)

48
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Percobaan Pratikum Penentuan kadar dari suatu unsur senyawa kimia dengan AAS. 1.2. Prinsip Kerja Praktikum Dengan mengukur intensitas radiasi yang di teruskan ( Transmittancy ) atau yang serap ( Absorbancy ) berdasarkan panjang gelombang tertentu maka konsentrasi unsur dalam larutan dapat di ketahui. 1.3. Landasan Teori 1.3.1. Recovery ion logam untuk pemisahan logam-logam berharga dari pengotor-pengotornya Pendahuluan Proses pemisahan logam memainkan peran yang penting saat ini, mulai dari pengendalian pencemaran logam berat hingga pemisahan logam-logam berharga dari pengotor- pengotornya dan bagi keperluan analisa.

Upload: gnius-chemical-zhereg-art

Post on 02-Aug-2015

324 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan AAS (Genius Siregar)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan Pratikum

Penentuan kadar dari suatu unsur senyawa kimia dengan AAS.

1.2. Prinsip Kerja Praktikum

Dengan mengukur intensitas radiasi yang di teruskan ( Transmittancy )

atau yang serap ( Absorbancy ) berdasarkan panjang gelombang tertentu

maka konsentrasi unsur dalam larutan dapat di ketahui.

1.3. Landasan Teori

1.3.1. Recovery ion logam untuk pemisahan logam-logam berharga dari

pengotor-pengotornya

Pendahuluan

Proses pemisahan logam memainkan peran yang penting saat

ini, mulai dari pengendalian pencemaran logam berat hingga pemisahan

logam-logam berharga dari pengotor-pengotornya dan bagi keperluan analisa.

Proses pemisahan logam dari limbah dilakukan untuk mengurangi

pencemaran dan memanfaatkan logam sisa, terutama logam berat. Logam

berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada

bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Pencemaran logam

berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena

merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum (Dindinhm, 2006).

Recovery ion logam juga dimanfaatkan untuk pemisahan logam-logam

berharga dari pengotor-pengotornya. Anwar, 2006, telah mempelajari

Page 2: Laporan AAS (Genius Siregar)

pemisahan ion logam perak dari limbah fotografi.

Salah satu metode untuk recovery ion logam ini adalah pemisahan

dengan membran cair (Cleij, dkk, 1997). Dalam teknik membran cair,

senyawa pembawa memainkan fungsi penting. Senyawa pembawa sebagai

fasilitator merupakan hal penentu dalam kinerja pemisahan dari fase

umpan. Senyawa pembawa yang baik adalah yang mempunyai

kemampuan ekstraksi yang tinggi melalui pembentukan kompleks yang stabil

didalam membran, mempunyai selektifitas pemisahan yang tinggi

terhadap spesies tertentu, serta memiliki kelarutan dan koefisien difusi

yang baik dalam pelarut organik (membran) yang sesuai dan dapat dipakai

dalam jumlah relatif sedikit (Bartsch dan Way,1996). Selain itu pula,

keselektifan senyawa pembawa terhadap ion logam tertentu ditentukan

oleh gugus aktif yang ada pada senyawa pembawa tersebut. Senyawa

pembawa ini akan membentuk kompleks dengan ion logam melalui ikatan

kimia antara gugus aktif dengan ion logam, pembentukan ini didasarkan pada

teori HSAB (Hard and Soft Acids Bases), teori ini menyatakan bahwa secara

umum ion-ion asam logam keras (seperti logam alkali, alkali tanah, dan

Cr3+) lebih kuat kompleksnya dengan basa keras (seperti RO-), ion asam

logam lunak (seperti Cd2+) akan membentuk kompleks yang lebih kuat

dengan basa lunak (seperti RS-), dan ion asam logam borderline seperti Cu2+

dengan basa borderline (seperti piridin) (Cahyono, 2007).

Senyawa pembawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah

poli(metil tiazol etil eugenoksi asetat) (PMTEEA). PMTEEA memiliki gugus

tiazol yang mengandung atom N dan S yang selektif terhadap ion logam1

tertentu. Kartikawati, 2007 telah meneliti kemungkinan penggunaan

polieugenol yang banyak memiliki gugus OH (basa keras) sebagai carrier

untuk memisahkan ion logam Cr3+ dan Cahyono, 2007 telah meneliti

Page 3: Laporan AAS (Genius Siregar)

bahwa senyawa pembawa dengan gugus aktif N selektif terhadap ion logam

Cu2+ dengan persen transport 87,54%. Hal ini dikarenakan gugus aktif N

berikatan jenuh merupakan ligan basa borderline yang selektif terhadap ion

logam asam borderline (Cu2+).

Pada penelitian ini diharapkan gugus aktif N yang merupakan ligan

basa borderline akan selektif terhadap Cu2+ yang termasuk dalam ion logam

asam borderline sedangkan gugus aktif S yang merupakan ligan basa lunak

akan selektif terhadap ion logam Cd2+ yang termasuk dalam ion logam asam

lunak juga.

Metode membran cair yang digunakan adalah Bulk Liquid Membrane

(BLM), Keuntungan metode ini adalah mempunyai selektifitas dan efisiensi

sistem yang tinggi, mengurangi jumlah pelarut dan pemisahan sejumlah ion

dapat dilakukan secara kontinyu dalam satu unit operasi. Keuntungan lain

adalah pengoperasian yang sederhana dan biaya pengoperasian yang murah

(Misra dan Gill, 1996).

Poli(metil tiazol etil eugenoksi asetat) (PMTEEA) disintesis dari bahan dasar

eugenol yang merupakan komponen utama minyak cengkeh dengan kandungan

sekitar 80 90% (Guenther, 1948). Cengkeh merupakan tanaman yang

melimpah di Indonesia tetapi dari segi ekonomi dan pemanfaatannya masih

sangat terbatas dan sebagian untuk komoditas eksport minyak daun cengkeh

(Anwar, 1994).

Bahan Dan metode

Polimer hasil sintesis, digunakan sebagai senyawa pembawa dalam recovery

logam berat dengan teknik membran cair ruah (BLM). Campuran logam

Page 4: Laporan AAS (Genius Siregar)

masing-masing 30 ppm yang mengandung Cr3+, Cu2+, dan Cd2+ dengan

variasi pH = 5 dan pH = 7 sebagai fasa umpan dan HCl sebagai fasa

penerima. pH fasa penerima dibuat konstan, yaitu pH = 1. Secara kuantitatif,

logam berat yang tersisa maupun yang terambil ditentukan dengan AAS.

Sintesis Poliegunol

5 gram eugenol dimasukkan dalam labu leher tiga kemudian ditambahkan 1

mL BF3-dietileter. Campuran diaduk menggunakan stirer selama 4 jam dan

setiap 1 jam sekali dilakukan penambahan BF3-dietileter sebanyak 0.25 mL.

Setelah reaksi tersebut berlangsung selama 4 jam, polimerisasi dihentikan

dengan menambahkan 1 mL metanol.

Gel yang terbentuk kemudian dilarutkan dengan dietil eter dan dicuci dengan

akuades hingga pH netral. Larutan tersebut kemudian dikeringkan dengan

menambahkan Na2SO4 anhidrat. Setelah benar- benar bebas dari air,

larutan diuapkan pada suhu kamar. Endapan yang terbentuk dilarutkan dengan

akuades, dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang didapat dianalisis

dengan FTIR dan NMR 1H.

Sintesis Asam Poli ( Eugenoksi Asetat )

Diaduk selama kurang lebih 30 menit, dan ditambahkan 12,5 mL larutan

asam kloroasetat 50% (50 gram dalam 100 mL air) sedikit demi sedikit

dengan Sebanyak 5 gram polieugenol dimasukkan kedalam labu didih

ukuran 100 mL, lalu ditambahkan larutan NaOH 33 % (33 gram NaOH dalam

100 mL) sebanyak 17,5 mL. Selanjutnya campuran pipet tetes sambil terus

diaduk. Campuran dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 80-90 oC.

Pemanasan dilakukan selama 2 jam, kemudian didinginkan dan diasamkan

dengan HCl 6 M sampai pH

Page 5: Laporan AAS (Genius Siregar)

Selanjutnya diekstraksi dengan dietileter sebanyak 3 kali masing-

masing 50 mL. Ekstrak eter digabung dan diekstraksi dengan natrium

bikarbonat 5% b/v sebanyak 3 kali masing-masing 30 mL, kemudian lapisan

air diasamkan dengan HCl 6 M sampai pH = 1. selanjutnya dilakukan

penyaringan, pengeringan dan penimbangan. Hasil yang didapat dianalisis

dengan FTIR dan NMR 1H.

Sintesis Poli (Metil Tiazol Etil Eugenoksi Asetat) (PMTEEA)

Sejumlah 3 g polieugenoksi asetat dimasukkan kedalam labu leher

tiga ukuran 100 mL dengan peralatan tambahan (corong penambah,

refluks). Polieugenoksi asetat tersebut ditambahkan 3 mL tionil klorida

secara tetes demi tetes. Kemudian campuran direfluks selama 150 menit dalam

penangas air hangat (40 oC), lalu dibiarkan dingin. Selanjutnya kedalam

campuran ditambahkan 2,5 mL tiazoletanol tetes demi tetes dan direfluks

kembali dalam penangas air hangat (40 oC) selama 6 jam. Setelah dingin

hasil yang didapat dilarutkan dalam kloroform dan dicuci dengan air. Hasil

ekstraksi dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat, disaring kemudian

dievaporasi untuk menghilangkan pelarut yang tersisa. Selanjutnya hasil yang

didapat dianalisis dengan FTIR dan NMR 1H.

Pengukuran Berat Molekul dari PMTEEA

Sebanyak 1,5 gram polieugenol dilarutkan dalam 15 mL metanol, dan

dibuat variasi konsentrasi larutan melalui pengenceran dengan metanol:

0,1 g/mL, 0,01 g/mL, dan 0,001 g/mL. Kemudian dilakukan pengukuran

waktu alir pelarut murni, yaitu metanol (t0) dan masing-masing larutan

polieugenol menggunakan viskometer, sehingga diperoleh t0, t1, t2, dan t3.

Melalui perhitungan, diperoleh viskositas relatif (ηrel) dan viskositas spesifik

Page 6: Laporan AAS (Genius Siregar)

(ηsp). Kemudian dibuat kurva viskositas tereduksi dengan konsentrasi.

Selanjutnya grafik tersebut diektrapolasi ke konsentrasi nol, sehingga akan

diperoleh viskositas intrinsik. Dengan persamaan Mark-Houwink-

Sakurada [η] = KMva (Rosenthal, 1990), maka dapat dihitung massa molekul

relatif polieugenol dengan harga K = 11x10-3 dan a = 0,725 (Brandrup, 1975).

Gambar 2.1 Rangkaian alat penelitian BLM

Hasil

Proses polimerisasi eugenol merupakan proses polimerisasi adisi

kationik, hal ini dikarenakan gugus vinil dari polieugenol mengalami

reaksi adisi. Reaksi polimerisasi menggunakan katalis BF3 ini terjadi

melalui tahapan: inisiasi, propagasi, dan terminasi.

Pada tahap inisiasi, katalis asam lewis BF3-dietileter menyebabkan

reaksi adisi. Karbokation terbentuk karena adanya pemutusan ikatan rangkap

pada gugus vinil dari eugenol. Karbokation ini mengalami penataan ulang

yaitu terjadi pergeseran hibrida- 1,2 yang menghasilkan karbokation lebih

stabil.

Page 7: Laporan AAS (Genius Siregar)

Pada tahap propagasi, terjadi pembentukan rantai dari monomer

eugenol. Proses ini berkelanjutan sampai diperoleh rantai monomer yang

panjang. Dalam tahap ini terjadi penataan ulang intermolekuler dari

karbokation. Penataan ulang karbokation terjadi dengan geseran hibrida-

1,2. hal tersebut dibuktikan hilangnya puncak pergeseran kimia δ = 3,2 ppm

(duplet) pada spektra polimer 1H NMR.

Pada tahap terminasi dilakukan penambahan metanol untuk

menghentikan pertumbuhan rantai. Hasil polimerisasi ini diperoleh

persentase dari setiap 5 gram eugenol adalah 70-80 %.

Gambar

3.1 Reaksi Polimerisasi Eugenol

Gambar 3.2: Spektra polieugenol hasil sintesis

Page 8: Laporan AAS (Genius Siregar)

Gambar 3.3: spektra eugenol hasil sintesis

Dari polimerisasi. Secara fisik dapat dilihat bahwa polimer yang

dihasilkan berwujud padat.spektra tersebut terlihat bahwa serapan gugus

olefin (1638,16 cm-1) dan serapan gugus vinil (996,25 cm-1) hilang. Hal ini

berarti telah terjadi reaksi adisi terhadap ikatan rangkap pada eugenol yang

menunjukkan telah terjadi

Bukti lain adalah spektra 1H NMR berikut ini, hilangnya pergeseran

kimia δ = 5,2 ppm pada monomer yang merupakan sinyal hidrogen yang

terikat pada vinil dan munculnya δ = 1 ppm pada spektra polimer, yang

merupakan sinyal atom hidrogen yang terikat pada tulang punggung polimer

(-CH2-CH2-). Hal ini menguatkan telah terjadinya reaksi polimerisasi adisi

Sintesis Asam Poli ( Eugenoksi Asetat)

Polieugenol yang diperoleh memiliki gugus fenol, alil dan metoksi.

Hal inimenjadikan polieugenol dapat disintesis menjadi senyawa lain berupa

asam poli (eugenoksi asetat). Eugenol memiliki gugus hidroksi yang dapat

bereaksi dengan basa membentuk garam polieugenolat. Proton dalam OH

ini mudah lepas karena bentuk anionnya terstabilkan oleh resonansi cincin

benzena. Penambahan NaOH berlebih dimaksudkan agar diperoleh garam

semaksimal mungkin kemudian garam natrium polieugenolat ini direaksikan

dengan asam kloroasetat membentuk asam poli(eugenoksi asetat).Kemudian

dimurnikan dengan dietil eter untuk menghilangkan pengotor-

Page 9: Laporan AAS (Genius Siregar)

pengotornya yang bersifat nonpolar dan diekstraksi dengan natrium karbonat

untuk menghilangkan pengotor-pengotornya yang bersifat polar. Hasil

sintesis ini diperoleh asam poli(eugenoksi asetat) sebesar 4,53 gram dengan

rendemen 90,6%.

Gambar 3.6: Spektra FTIR asam poli(eugenoksi asetat)

Pada spektra FTIR nampak gugus karbonil asam yang ditunjukkan pada pita

1739 cm-1. Hal ini menandakan telah terjadi reaksi karboksilasi dengan

adanya gugus asetat pada polieugenol. Sedangkan spektra 1H NMR sebagai

berikut:

Page 10: Laporan AAS (Genius Siregar)

Gambar 3.7: Spektra 1H NMR senyawa asam poli(eugenoksi asetat)

Sintesis Poli(Metil Tiazol Etil Eugenoksi Asetat)

Senyawa ini dibuat dari asam poli(eugenoksi asetat) yang diesterkan namun

dikarenakan reaksi esterifikasi bersifat reversibel maka digunakan tionil

klorida dengan pengubahan asam poli(eugenoksi asetat) menjadi klorida

asam, kemudian klorida asam yang terbentuk direaksikan dengan alkohol (4-

Meth yl-5-Thiazoletanol). Hasilnya berupa padatan berwarna coklat

kehitaman sebanyak 2,9361 gram dengan rendemen hasil sebanyak 97,9%.

Berikut mekanisme reaksi yang terjadi

Gambar 3.8: Mekanisme reaksi sintesis PMTEEA

Pengukuran Berat Molekul Polimer

Page 11: Laporan AAS (Genius Siregar)

v

Penentuan berat molekul relatif polimer ini berdasarkan pengukuran waktu

alir masing-masing larutan. Penentuan viskositas instrinsik ηsp/C = [η]+k

[η]2 C (Rosenthal, 1990) sehingga intersep merupakan viskositas

instrinsik [η].

Massa molekul rata-rata dihitung dengan persamaan Mark-Houwink-

Sakurada, [η] = KM a (Hartomo,1993), dengan harga K = 11 x 10-3 dan a=

0,725 (Bandrup dan immergut, 1975). Dari perhitungan diperoleh massa

molekul rata-rata dari polieugenol adalah 979 dengan derajat pengulangan n

6sedangkan massa molekul rata-rata dari poli(metil tiazol etil eugenoksi

asetat) adalah 9782 dengan derajat pengulangan n 28. Hal tersebut

menunjukkan bahwa telah terjadi pemutusan rantai polimer dalam masa

sintesis dari polieugenol menjadi polimetil tiazol etil eugenoksi asetat.

Transport Campuran Ion logam Dengan Teknik BLM

Menggunakan Senyawa Carrier Polieugenol Bergugus Aktif S dan N

Pada aplikasi ini, digunakan 0,7 gram PMTEEA sebagai senyawa

pembawa yang dilarutkan dalam 30 mL kloroform, dengan fasa umpan

berupa campuran ion logam Cu2+, Cd2+ dan Cr3+ yang dilarutkan dalam

senyawa buffer dengan variasi pH = 5 dan pH = 7 sedangkan fasa penerima

larutan HCl pH = 1. Proses recovery ini menggunakan metode BLM yang

didasarkan pada pembentukan kompleks stabil antara ligan dengan atom

pusat. Proses BLM dilakukan selama 24 jam dengan pengadukan yang

kontinyu.

Page 12: Laporan AAS (Genius Siregar)

Gambar 3.11: Alat BLM

Dari tabel 3.3 nampak setelah proses pengadukan selama 24 jam

terjadi penurunan pH pada fasa umpan dan kenaikan pH pada fasa penerima.

Hal ini karena pada saat terjadi kontak antara fasa umpan dan membran,

senyawa pembawa akan membentuk kompleks dengan ion logam,

selanjutnya akan dibawa ke lapisan antarmuka membran-fasa penerima.

Pada lapisan ini senyawa pembawa melepaskan ion logam yang diikat dan

digantikan dengan H+ untuk selanjutnya bermigrasi ke lapisan antarmuka

membran-fasa umpan untuk dilepaskan kembali dan digantikan dengan ion

logam. Proses ini terjadi berulang-ulang sampai tidak ada ion logam yang

dapat dipertukarkan. Menurut Hiratani dan kasuga (1996), mekanisme

transport ion- ion logam dari fasa umpan ke fasa penerima melalui

membran kloroform seperti terlihat pada gambar 3.12 dibawah ini

Transport Ion Logam Pada Fasa umpan pH = 5 dan pH = 7

Pada penelitian ini digunakan 0,7 gram PMTEEA yang dilarutkan dalam

kloroform sebagai fasa membran dan fasa umpan dengan variasi pH = 5 dan pH

= 7 untuk menguji selektifitas dan efektifitas dari transport ion logam pada

pengaruh konsentrasi umpan. Variasi pH = 5 dan pH = 7 digunakan karena

semua ion logam dapat terekstraksi pada pH mendekati netral (Hiratani,

dkk, 1992). Selain itu, berdasarkan penelitian Boon, 2006 yang menyatakan

kebanyakan reaksi pembentukan kompleks membutuhkan tingkat keasaman

Page 13: Laporan AAS (Genius Siregar)

yang sangat rendah atau sedikit basa sebagai kondisi untuk mendapatkan

ekstraksi yang sempurna. Hasil transport campuran ion logam diperlihatkan

pada gambar 3.13 dan tabel 3.6.

Ligan PMTEEA mempunyai gugus aktif S dan N, berdasarkan teori

HSAB pearson (1963) yang menyatakan secara umum ion-ion logam keras

(seperti logam alkali, alkali tanah, dan Cr3+) lebih kuat kompleksnya

dengan atom donor keras (seperti RO-), ion logam lunak (seperti Cd2+)

akan membentuk kompleks yang lebih kuat dengan atom donor lunak, dan

ion logam borderline seperti Cu2+ dengan atom donor borderline seperti

piridin, maka seperti telah diketahui bahwa gugus aktif S merupakan basa

lunak sehingga berikatan kompleks kuat dengan Cd2+ sedangkan gugus

aktif N merupakan basa borderline sehingga berikatan kompleks kuat dengan

Cu2+. Cahyono, 2007, telah melakukan penelitian menggunakan eugenol

bergugus aktif N selektif terhadap Cu2+ kemudian Cd2+ dan Cr3+. Teori

HSAB pula yang melatarbelakangi transport selektif gugus OH dari

polieugenol terhadap ion logam Cr3+ (Kartikawati, 2007).

Gambar 4.13 mengilustrasikan pengaruh pH terhadap selektifitas transport

ion logam, persen transport paling besar adalah Cd2+ kemudian Cu2+ dan

Cr3+. Atom Cd2+ tertransport paling besar pada pH = 5 dan pH = 7

dikarenakan atom S pada gugus tiazol mempunyai afinitas yang besar

terhadap Cd2+ dibandingkan dengan atom N terhadap Cu2+. Atom

nitrogen pada gugus tiazol kurang bersifat basa dibandingkan dengan atom

S sehingga atom S lebih kuat mengikat ion logam Cd2+ dalam

membentuk kompleks dari pada atom N dengan ion logam Cu2+, hal ini mirip

dengan penelitian yang dilakukan Boon, 2006, yang menggunakan

Page 14: Laporan AAS (Genius Siregar)

senyawa dithizone (mengandung gugus aktif S dan N) untuk mengekstraksi

ion logam Ag+ dari limbah semikonduktor (Lampiran F). Ag+ dan Cd2+

termasuk kedalam golongan asam lunak yang dapat membentuk kompleks

kuat dengan basa lunak (seperti SR2) (Saito, 1996).

Selain itu, persen transport ion logam pada pH = 7 sedikit lebih besar dari

pada pH = 5. Hal ini terjadi karena kebanyakan reaksi pembentukan

kompleks, membutuhkan tingkat keasaman yang sangat rendah atau sedikit

basa sebagai kondisi untuk mendapatkan ekstraksi yang sempurna (Boon,

2006). Dari penelitian yang diperoleh persen transport Cd2+ meningkat

bersamaan dengan meningkatnya pH umpan.

1.3.2. Spektrophotometer

Atomatic absorption spectroscopy (AAS) adalah suatu teknik

instrumentasi yang penting dalam analisa kualitas dan kwantitas senyawa logam

dan nonlogam dalam material organik dan anorganik. Secara khusus AAS

adalah suatu teknik analisa untuk menetapkan konsentrasi suatu unsur logam

dalam sebuah sampel. Penyerapan atom adalah teknik untuk menentukan

konsentrasi logam tertentu elemen dalam sampel. Peristiwa serapan atom

pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis hitam pada

spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada

bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Wals di tahun 1955.

Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik

atau metode analisis spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit dan memakan

waktu, kemudian segera digantikan dengan spektroskopi serapan atom atau

atomic absorption spectroscopy (AAS). Metode ini sangat cocok untukanalisis

zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan

dibandingkan metode spektroskopi emisi konvensional.

Pada metode konvensional, emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila

eksitasi dilakukan secara termal, maka ia bergantung pada temperatur sumber.

Page 15: Laporan AAS (Genius Siregar)

Selain itu eksitasi termal, tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara serentak pada

berbagai jenis pada suatu campuran dapat terjadi.Sedangkan dengan nyala,

eksitasi unsur-unsur dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat

dimungkinkan. Tentu saja perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi

terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar karena metode

serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak tergantung pada

temperatur. Metode serapan sangat spesifik. Logam-logam yang membentuk

campuran kompleks dapat dianalisis dan itu tidak selalu diperlukan sumber

energi yang besar.

Memang selain dengan metode serapan atom, unsur- unsur dengan energi

eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-

unsur dengan energi eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan fotometri

nyala. Untuk analisis dengan garis spektrum resonansi antara 400-800 nm,

fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm metode AAS

lebih disukai dariAAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow

Cathoda). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama.

Suatu perubahan temperatur nyala akan mengganggu proses eksitasi,

sehingga analisis dalam fotometri nyala dapat bervariasi hasilnya. Dari segi

biaya operasi, AAS lebih mahal dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan

bahwa metode fotometri dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.

Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap

cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat

unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm,

sedang kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai

cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik

suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih

banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke

tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam .

Page 16: Laporan AAS (Genius Siregar)

Dalam analisa AAS sampel harus kita uraikan dalam bentuk netral

terikat dasar dan atom-atom netral yang berada dalam keadan dasar dan atom-

atom netral yang berada dalam keadan dasar ini harus didispersikan sedemikian

rupa dalam berkas sinar (radiasi) jumlah atom yang datang dari lampu katoda

berongga sehingga jumlah atom tersebut mempunyai hubungan yang dapat

terulang/timbal balik dengan konsentrasi unsur tersebut didalam larutan sampel.

Untuk memperoleh nyala api gas yang memenuhi syarat untuk AAS ini,

digunakan alat pembakar yang berbentuk khusus dimana lubangnya berbentuk

memenjang. Sebagai gas pembakar dan oxidant yang dapat digunakan adalah :

1.Acetylen - Udara

2.Acetylen - N2O

3.Acetylen - Oksigen

4.H2 -Udara

5.H2 - N2O

6.H2 -Oksigen

7.Propana -Udara.

Pemilihan kombinasi gas pembakar dengan oxidant digunakan sesuai

dengan kebutuhan. Misalnya saja pemilihan propana dengan udara pada

temperatur 1250C digunakan untuk atomisasi unsur yang sudah diatomkan

seperti Na, K, Cu, Pb, dan Zn. Untuk AAS ini kita membutuhkan sumber radiasi

yang memberikan spektrum yang terdiri dari puncak/garis radiasi yang sempit

yang lebarnya 0,02 Ao. Dan lebar panjang gelombang radiasi tersebut harus

lebih sempit dari lebar pita puncak serapan. Sumber radiasi yang biasa

digunakan yaitu :

1.Lampu katoda berongga (hallow catode tube).

2.Tabling awa muatan gas (Gaseous discharge tube).

Lampu katoda berongga terdiri dari: Tabung kaca tertutup yang

mengandung satu katoda dan satu anoda. Katoda tersebut selinder berongga

yang terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisa atau hanya

permukaan saja yang dilapisi dengan unsur yang akan diperiksa.

Page 17: Laporan AAS (Genius Siregar)

Hukum Beer’S

Beberapa hal dapat terjadi apabila suatu radiasi elektromagnetik

dilewatkan melalui suatu cell. Sebagian dari insiden radiasi dapat dapat

dipantulkan (refleksi) dari arah semula. Radiasi dapat tersebar (scattered) oleh

dinding cell atau partikel yang terdapat dalam sampel. Sebagian lagi radiasi

dapat diabsorbsi oleh dinding cell dan oleh sampel dalam cell.

Luminescence

Luminescence dapat terjadi ketika sebuah elektron yang tereksitasi pada

tingkat tinggi kembali ketingkat energi yang lebih rendah sambil melepaskan

energi radiasi. Radiasi yang dipancarkan memiliki panjang gelombang yang

karakteristik dari beda tingkat energi elektron dari dua tingkat elektron.

Konfigurasi elektron yang paling stabil bagi suatu atom atau molekul terjadi

apabila elektron-elektron dalam atom atau molekul – molekul tersebut

menempati tingkat elektron terendah yang tersedia.Suatu molekul atau atom

dengan konfigurasi elektron demikian disebut berada dalam groundstate. Setelah

suatu atom atau molekul menerima radiasi maka akan diabsorbsi radiasi tersebut

dan menyebabkan elektron tereduksi diklasifikasikan jadi dua yaitu fluorescence

dan phosphorescence yang terjadi pada saat suatu elektron transisi dari tingkat

eksitasi ke tingkat normal.

Radiasi elektromagnetik dipancarkan dari sumber hallow cathode lamp

pada panjang gelombang yang diperlukan dalam daerah ultraviolet visible dan

diteruskan melalui cell yang mengandung atom dari sampel. Absorbsi terjadi di

dalam cell. Radiasi yang tidak terabsorbsi diteruskan melaui suatu

monokromator dan masuk kedalam detektor yang merubah radiasi

elektromagnetik. Signal listrik diperkuat oleh amplifier jika perlu dikirimkan ke

rekorda yang mencatatkan hasil antara lain persen transmittansi, absorbansi.

Ditinjau dari hubungan antara konsentrasi dan absorbansi, maka hukum

lambbert-beer dapat digunakan jika sumbernya adalah monokromatis. Pada

Page 18: Laporan AAS (Genius Siregar)

AAS panjang gelombang garis absorpsi resonansi identik dengan garis-garis

emisi disebabkan keserasian transsisinya. Untuk bekerja pada panjang

gelombang ini diperlukan suatu monochromator celah yang menghasilkan lebar

puncak sekitar 0,002-0,005 nm.

Cell

Cell yang dipakai dalam AAS memiliki dua fungsi yaitu mengkonversi

sampel poliatomic menjadi monoatomic serta menahan sampel cukup lama

untuk dilewati oleh radiasi elektromagnetik sehingga dapat dideteksi oleh

detektor. Flame yang sering dipakai dalam AAS dan hingga sekarang ini

merupakan dan yang terpopuier dari semua cell.

1.3.3. Spektrophotometer Serapan Atom

Spektroskopi penyerapan atom (AAS) menentukan kehadiran logam

dalam cairan sampel. Meliputi logam Fe, Cu, Al, Pb, Ca, Zn, Cd, dan banyak

lagi. Ini juga mengukur konsentrasi logam dalam sampel. Khas konsentrasi

berkisar pada angka rendah mg / L jangkauan. Seperti konsentrasi naik,

absorbansi naik. Peneliti dapat membuat kurva kalibrasi standar dengan

menjalankan berbagai konsentrasi pada AAS dan mengamati absorbansinya.

Atom-penyerapan (AA) menggunakan spektroskopi penyerapan cahaya untuk

mengukur konsentrasi gas-fase atom. Karena biasanya sampel cairan atau

makanan padat, maka atom atau ion analyte harus menguap dalam api atau

grafit furnace. Atom menyerap cahaya ultraviolet atau terlihat dan membuat

transisi elektronik yang lebih tinggi tingkat energi. Analyte konsentrasi yang

ditentukan dari jumlah penyerapan. Menerapkan hukum Beer-Lambert

langsung dalam spektroskopi AA sulit karena variasi dalam atomisasi efisiensi

dari matriks sampel, dan nonuniformity konsentrasi dan panjang jalan analyte

atom (dalam tungku grafit AA). Konsentrasi pengukuran biasanya ditentukan

Page 19: Laporan AAS (Genius Siregar)

dari kurva kerja setelah kalibrasi instrumen dengan standar yang diketahui

konsentrasi. Penyerapan atom ada dua metode untuk menambahkan energi

termal untuk sebuah sampel. Sebuah AAS tungku grafit menggunakan tabung

grafit dengan arus listrik yang kuat untuk memanaskan sampel. Dalam api AAS,

kita aspirasi sampel ke dalam api menggunakan nebuliser. Api adalah berbaris

di seberkas cahaya dari panjang gelombang yang sesuai. Nyala api (energi

panas) menyebabkan atom untuk mengalami transisi dari tanah negara untuk

negara bersemangat pertama. Ketika atom membuat transisi, mereka menyerap

beberapa cahaya dari sinar. Semakin pekat larutan, semakin banyak energi

cahaya yang diserap.

Untuk mendapatkan hasil terbaik di AA, instrumental dan parameter

kimia dari sistem harus ditujukan ke arah produksi negara netral atom dari unsur

bunga. Metode umum adalah untuk memperkenalkan sebuah sampel cairan ke

dalam api. Setelah pendahuluan, larutan sampel tersebar ke semprot yang baik,

yang spray kemudian partikel-partikel garam desolvated ke dalam api dan

partikel-partikel yang kemudian menguap menjadi atom netral, ion molekuler

spesies dan spesies. Semua proses konversi ini terjadi di daerah didefinisikan

secara geometris dalam api.

Karena itu penting untuk mengatur parameter instrumen sedemikian

rupa sehingga cahaya dari sumber (biasanya sebuah lampu katoda cekung)

adalah diarahkan melalui daerah api yang berisi jumlah maksimum atom netral.

Cahaya yang dihasilkan oleh lampu katoda cekung dipancarkan dari atom

gembira unsur yang sama yang akan ditentukan. Oleh karena itu, energi radiasi

berhubungan langsung dengan panjang gelombang yang diserap oleh sampel

atomized. Metode ini menyediakan baik sensitivitas dan selektivitas karena

unsur-unsur lain dalam sampel umumnya tidak akan menyerap panjang

gelombang yang dipilih dan dengan demikian, tidak akan mengganggu

pengukuran. Untuk mengurangi gangguan latar belakang, panjang gelombang

Page 20: Laporan AAS (Genius Siregar)

kepentingan terisolasi oleh monochromator ditempatkan di antara sampel dan

detektor.

Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas

penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya

diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber

cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang

mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi

kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya.

Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan

terjadi eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap

panjang gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke

tingkat yang lebih tingggi.

1.3.4. Regresi

Analisis regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk

menentukan hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel yang

lain. Variabel "penyebab" disebut dengan bermacam-macam istilah : variabel

penjelas, variabel eksplanatorik, variabel independen, atau secara bebas variabel

X (karena seringkali digambarkan dalam grafik sebagai absis, atau sumbu X).

Variabel terkena akibat dikenal sebagai variabel yang dipengaruhi, variabel

dependen, variabel terikat, atau variabel Y. Kedua variabel ini dapat

merupakan variabel acak (random), namun variabel yang dipengaruhi harus selalu

variabel acak.

Analisis regresi adalah salah satu analisis yang paling populer dan luas

pemakaiannya. Hampir semua bidang ilmu yang memerlukan analisis sebab-

akibat boleh dipastikan mengenal analisis ini.

Jenis-jenis Persamaan Regresi :

a. Regresi Linier : - Regresi Linier Sederhana

Page 21: Laporan AAS (Genius Siregar)

- Regresi Linier Berganda

b. Regresi Nonlinier : - Regresi Eksponensial

- Regresi Parabola

1.3.5. Korelasi

Dalam teori probabilitas dan statistika, korelasi, juga disebut koefisien

korelasi, adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linier antara

dua peubah acak (random variable). Korelasi merupakan teknik analisis

yang  termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan

(measures of association). Pengukuran asosiasi  merupakan istilah umum yang

mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk

mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian banyak teknik-

teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat populer

sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product Moment dan Korelasi Rank

Spearman. Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi lain,

seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman-Kruskal, Somer,

dan Wilson.

Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua

variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya

Pearson data harus berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal

menggunakan skala ordinal; Chi Square menggunakan data nominal. Kuat lemah

hubungan diukur diantara jarak (range) 0 sampai dengan 1. Korelasi mempunyai

kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai

koefesien korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi

negatif, korelasi  disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefisien korelasi

ialah suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika

koefisien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat

ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika  koefesien korelasi diketemukan

+1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan

linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika  koefesien korelasi

Page 22: Laporan AAS (Genius Siregar)

diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau

hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif.

BAB II

PROSEDUR KERJA

2.1. Alat dan bahan

a. Alat yang digunakan

1. Sumber sinar

2. Atomizer

3. Detector

4. Tabung Asetilena

5. Spektrofotometer serapan atom

6. Labu ukur

7. Erlenmeyer

Page 23: Laporan AAS (Genius Siregar)

b. Bahan yang digunakan

1. Larutan logam Pb 2,000 ppm

2. Larutan logam Pb 4,000 ppm

3. Larutan logam Pb 6,000 ppm

4. Larutan logam Pb 8,000 ppm

5. Blanko

6. Larutan sampel

2.2. Prosedur kerja

Sebelum menekan power swidth

1. Memutar tombol Display switch ke check.

2. Menekan tombol Scan speed switch ke manual.

3. Menekan tombol Expansi knop skala 1,00 (x1).

4. Menekan tombol A.A Zero skala 10,00.

5. Menekan tombol Mode ke FE.

6. Menekan tombol Lamp current ke skala 0.

7. Memutar tombol FE Zero ke arah jarum jam (habis).

Sebelum mengalirkan gas

1. Memilih gas yang akan digunakan.

2. Membuang air pada tangki air , bila di atas level yang ditentukan

(memperhatikan volume tangki sedikit di atas garis strip).

Page 24: Laporan AAS (Genius Siregar)

3. Memutar tombol Pressure Control (PC) berlawanan arah jam sampai

%.

4. Menekan tombol Flame Monitor dari ON ke OFF.

5. Menekan tombol Level monitor untuk Udara-C2H2 ke atas.

6. Mengatur Flow gas yang dipakai yaitu udara.

Menghidupkan lampu katoda

1. Menekan tombol Power switch ke ON.

2. Memasang lampu dan menyesuaikan ke tempatnya.

3. Melonggarkan sekrupnya dan mengaturnya sehingga posisi lampu

lurus ke poros optikalnya.

4. Menyesuaikan lampu current menurut yang dikehendaki.

5. Setelah mengatur panjang gelombang dan menepatkan slit width pada

posisi lampu sehingga skala meteran maksimum.

6. Setelah pemanasan 10 menit, lampu dapat digunakan untuk analisa.

Pengaturan slit width dan panjang gelombang

1. Melakukan pengaturan seperti pada cara kerja sebelum penekanan

power swidth.

2. Mengatur slit swidth menurut yang dikehendaki.

3. Mengatur AA Zero antara 3 dan 5-4-3.

4. Menepatkan dengan FE Zero control, sehingga skala meteran

pembacaan di bawah 100 (=80) lampu Z monitor seperti padam.

5. Memutar perlahan-lahan panjang gelombang sehingga diperoleh harga

maksimum pada skala pembacaan.

Ignisi

1. Memperhatikan kembali skala-skala pengaliran gas, menyesuaikan

dengan tabel.

Page 25: Laporan AAS (Genius Siregar)

2. Memutar flow kontrol sesuai arah jarum jam (habis) dan akan terlihat

knop warna merah.

3. Menekan ignisi sehingga terbentuk nyala.

4. Mengatur nyala sehingga tingginya sesuai dengan memutar pengatur

knop udara dan C2H2.

Pengukuran

1. Memutar mode switch dari FE ke AA.

2. Sambil mengaspirasikan solvent (air) display ke check dan

menepatkan dengan AA Zero sehingga skala meteran menunjukkan

antara 0-100 (=75). Maka, zero monitor menjadi padam.

3. Memutar display ke average 1, jika pada saat itu skala meteran di luar

normal (-) maka menekan zero set.

4. Sambil mengaspirasikan air, check sinar zero monitor jika tidak terang

maka menekan zero set, secara terus-menerus mengaspirasi solvent

sehingga zero set menjadi padam. Jika sinar zero monitor terang

mengaturnya dengan AA Zero dengan mengaspirasi solvent (air)

sehingga air menjadi padam dan menekan zero set.

5. Mengaspirasi sampel dan menekan “average start”.

6. Sesudah “average start” padam, menghentikan aspirasi dan menekan

“zero set” membaca skala pembacaan absorbansi.

Pemadaman nyala

1. Mengaspirasi air-10 untuk memebersihkan burner.

2. Memutar OFF pressure monitor dan flame monitor.

3. Menutup kran C2H2 dan udara (OFF).

4. Memutar pressure control sesuai lawan arah jarum jam (3/4 habis).

5. Menekan extinguish sampai skala meteran 0 berhenti nyala.

6. Mengatur:

o Expansi ke 1

o Display check ke check 1

Page 26: Laporan AAS (Genius Siregar)

o Mode switch ke FE 2

7. Memutar lamp current ke 0 untuk memadamkan lampu katoda.

8. Menekan power ke OFF.

BAB III

GAMBAR RANGKAIAN

3.1. Gambar Peralatan

\

Page 27: Laporan AAS (Genius Siregar)

3.2. Gambar Rangkaian

3.3. Keterangan Gambar Rangkaian

Page 28: Laporan AAS (Genius Siregar)

BAB IV

DATA PENGAMATAN

Label Cons Abs

Standard 1 2,000 0,005

Standard 2 4,000 0,012

Standard 3 6,000 0,039

Standard 4 8,000 0,088

Sampel 3,801 0,019

Page 29: Laporan AAS (Genius Siregar)

BAB V

PENGOLAHAN DATA

5.1. Perhitungan Regresi Linier Sederhana

Label Konsentrasi

X

Absorbansi

Y

XY X² Y²

1 2,000 0,005 0,01 4 0,000025

2 4,000 0,012 0,048 16 0,000144

3 6,000 0,039 0,234 36 0,001521

4 8,000 0,088 0,704 64 0,007744

Ʃ 20 0,144 0,996 120 0,009434

Page 30: Laporan AAS (Genius Siregar)

n (ΣXY) – (ΣX)(ΣY)

n (ΣX2) – (ΣX)2

4 (0,996) – (20)(0,144)

4 (120) – (20)2

3,984 – 2,88

480 – 400

= 0,0138

(ΣY)( ΣX2) – (ΣX)( ΣXY)

n(ΣX2) – (ΣX)2

= (0,144)(120) – (20)(0,996)

4(120) – (20)2

= 17,28 – 19,92

480 – 400

= - 0,033

Maka,

Y = a + bx

Y = - 0,033 + 0,0138x

Pengujian Sampel

Y = a + bx

Y = - 0,033 + 0,0138x

0,019 = - 0,033 + 0,0138x

0,019 + 0,033 = 0,0138x

0,052 = 0,0138x

x = 0,052

0,0138

x = 3,7681

b = = =

=

=

a =

Page 31: Laporan AAS (Genius Siregar)

5.2. Perhitungan Koefisien Korelasi

n(ΣXY) – (ΣX)(ΣY)

√[n(ΣX2) – (ΣX)2][(nΣY2) – (ΣY)2]

4 (0,996) – (20)( 0,144)

√[4(120) – (20)2][(4(0,009434) – (0,144)2]

3,984 – 2,88

√(80)(0,017)

1,104

1,1662

0,9467

Kurva Kalibrasi

r =

=

=

=

=

Page 32: Laporan AAS (Genius Siregar)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 33: Laporan AAS (Genius Siregar)

6.1. Kesimpulan

1. Persamaan Regresi linear yang didapat dari percobaan ini adalah Y = -

0,033 + 0,0138x

2. Nilai koefisien korelasi yang didapat dari percobaan ini adalah r = 0,9467,

hal ini menunjukkan adanya hubungan linear yang sangat baik antara

konsentrasi (X) dengan absorbansi (Y).

3. Nilai R² yang didapat yaitu sebesar R2 = 0.8962 atau 89.62 %, ini berarti

bahwa 89,62 % di antara keragaman absorbansi (Y) dapat dijelaskan oleh

hubungan linearnya dengan konsentrasi (X) atau dapat disimpulkan bahwa

absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi.

4. Konsentrasi sampel yang didapat dari perhitungan regresi adalah 3,7681.

6.2. Saran

Hendaknya langkah-langkah proses praktikum lebih dijelaskan secara

lengkap dan seksama untuk membantu praktikan lebih memahami praktikum

lebih maksimal dan dapat dilakukan dengan baik menggunakan alat yang

bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 34: Laporan AAS (Genius Siregar)

______________ . 2012. Penuntun Praktikum Kimia Analisa Instrument. Medan:

PTKI

Barus, Adil. 2012. Chemistry Diktat Kimia Analisa Instrument. Medan : PTKI

Fajriyanto. 2008. Jurnal: Panel Dinding Bangunan Ramah Lingkungan Dari

Komposit Limbah Pabrik Kertas (Sludge), Sabut Kelapa dan Sampah

Plastik: Pengaruh Komposit Bahan dan Beban Pengempaan Terhadap

Kuat Lentur (Bending). Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.