laporan aas (genius siregar)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan Pratikum
Penentuan kadar dari suatu unsur senyawa kimia dengan AAS.
1.2. Prinsip Kerja Praktikum
Dengan mengukur intensitas radiasi yang di teruskan ( Transmittancy )
atau yang serap ( Absorbancy ) berdasarkan panjang gelombang tertentu
maka konsentrasi unsur dalam larutan dapat di ketahui.
1.3. Landasan Teori
1.3.1. Recovery ion logam untuk pemisahan logam-logam berharga dari
pengotor-pengotornya
Pendahuluan
Proses pemisahan logam memainkan peran yang penting saat
ini, mulai dari pengendalian pencemaran logam berat hingga pemisahan
logam-logam berharga dari pengotor-pengotornya dan bagi keperluan analisa.
Proses pemisahan logam dari limbah dilakukan untuk mengurangi
pencemaran dan memanfaatkan logam sisa, terutama logam berat. Logam
berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada
bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Pencemaran logam
berat merupakan permasalahan yang sangat serius untuk ditangani, karena
merugikan lingkungan dan ekosistem secara umum (Dindinhm, 2006).
Recovery ion logam juga dimanfaatkan untuk pemisahan logam-logam
berharga dari pengotor-pengotornya. Anwar, 2006, telah mempelajari
pemisahan ion logam perak dari limbah fotografi.
Salah satu metode untuk recovery ion logam ini adalah pemisahan
dengan membran cair (Cleij, dkk, 1997). Dalam teknik membran cair,
senyawa pembawa memainkan fungsi penting. Senyawa pembawa sebagai
fasilitator merupakan hal penentu dalam kinerja pemisahan dari fase
umpan. Senyawa pembawa yang baik adalah yang mempunyai
kemampuan ekstraksi yang tinggi melalui pembentukan kompleks yang stabil
didalam membran, mempunyai selektifitas pemisahan yang tinggi
terhadap spesies tertentu, serta memiliki kelarutan dan koefisien difusi
yang baik dalam pelarut organik (membran) yang sesuai dan dapat dipakai
dalam jumlah relatif sedikit (Bartsch dan Way,1996). Selain itu pula,
keselektifan senyawa pembawa terhadap ion logam tertentu ditentukan
oleh gugus aktif yang ada pada senyawa pembawa tersebut. Senyawa
pembawa ini akan membentuk kompleks dengan ion logam melalui ikatan
kimia antara gugus aktif dengan ion logam, pembentukan ini didasarkan pada
teori HSAB (Hard and Soft Acids Bases), teori ini menyatakan bahwa secara
umum ion-ion asam logam keras (seperti logam alkali, alkali tanah, dan
Cr3+) lebih kuat kompleksnya dengan basa keras (seperti RO-), ion asam
logam lunak (seperti Cd2+) akan membentuk kompleks yang lebih kuat
dengan basa lunak (seperti RS-), dan ion asam logam borderline seperti Cu2+
dengan basa borderline (seperti piridin) (Cahyono, 2007).
Senyawa pembawa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
poli(metil tiazol etil eugenoksi asetat) (PMTEEA). PMTEEA memiliki gugus
tiazol yang mengandung atom N dan S yang selektif terhadap ion logam1
tertentu. Kartikawati, 2007 telah meneliti kemungkinan penggunaan
polieugenol yang banyak memiliki gugus OH (basa keras) sebagai carrier
untuk memisahkan ion logam Cr3+ dan Cahyono, 2007 telah meneliti
bahwa senyawa pembawa dengan gugus aktif N selektif terhadap ion logam
Cu2+ dengan persen transport 87,54%. Hal ini dikarenakan gugus aktif N
berikatan jenuh merupakan ligan basa borderline yang selektif terhadap ion
logam asam borderline (Cu2+).
Pada penelitian ini diharapkan gugus aktif N yang merupakan ligan
basa borderline akan selektif terhadap Cu2+ yang termasuk dalam ion logam
asam borderline sedangkan gugus aktif S yang merupakan ligan basa lunak
akan selektif terhadap ion logam Cd2+ yang termasuk dalam ion logam asam
lunak juga.
Metode membran cair yang digunakan adalah Bulk Liquid Membrane
(BLM), Keuntungan metode ini adalah mempunyai selektifitas dan efisiensi
sistem yang tinggi, mengurangi jumlah pelarut dan pemisahan sejumlah ion
dapat dilakukan secara kontinyu dalam satu unit operasi. Keuntungan lain
adalah pengoperasian yang sederhana dan biaya pengoperasian yang murah
(Misra dan Gill, 1996).
Poli(metil tiazol etil eugenoksi asetat) (PMTEEA) disintesis dari bahan dasar
eugenol yang merupakan komponen utama minyak cengkeh dengan kandungan
sekitar 80 90% (Guenther, 1948). Cengkeh merupakan tanaman yang
melimpah di Indonesia tetapi dari segi ekonomi dan pemanfaatannya masih
sangat terbatas dan sebagian untuk komoditas eksport minyak daun cengkeh
(Anwar, 1994).
Bahan Dan metode
Polimer hasil sintesis, digunakan sebagai senyawa pembawa dalam recovery
logam berat dengan teknik membran cair ruah (BLM). Campuran logam
masing-masing 30 ppm yang mengandung Cr3+, Cu2+, dan Cd2+ dengan
variasi pH = 5 dan pH = 7 sebagai fasa umpan dan HCl sebagai fasa
penerima. pH fasa penerima dibuat konstan, yaitu pH = 1. Secara kuantitatif,
logam berat yang tersisa maupun yang terambil ditentukan dengan AAS.
Sintesis Poliegunol
5 gram eugenol dimasukkan dalam labu leher tiga kemudian ditambahkan 1
mL BF3-dietileter. Campuran diaduk menggunakan stirer selama 4 jam dan
setiap 1 jam sekali dilakukan penambahan BF3-dietileter sebanyak 0.25 mL.
Setelah reaksi tersebut berlangsung selama 4 jam, polimerisasi dihentikan
dengan menambahkan 1 mL metanol.
Gel yang terbentuk kemudian dilarutkan dengan dietil eter dan dicuci dengan
akuades hingga pH netral. Larutan tersebut kemudian dikeringkan dengan
menambahkan Na2SO4 anhidrat. Setelah benar- benar bebas dari air,
larutan diuapkan pada suhu kamar. Endapan yang terbentuk dilarutkan dengan
akuades, dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang didapat dianalisis
dengan FTIR dan NMR 1H.
Sintesis Asam Poli ( Eugenoksi Asetat )
Diaduk selama kurang lebih 30 menit, dan ditambahkan 12,5 mL larutan
asam kloroasetat 50% (50 gram dalam 100 mL air) sedikit demi sedikit
dengan Sebanyak 5 gram polieugenol dimasukkan kedalam labu didih
ukuran 100 mL, lalu ditambahkan larutan NaOH 33 % (33 gram NaOH dalam
100 mL) sebanyak 17,5 mL. Selanjutnya campuran pipet tetes sambil terus
diaduk. Campuran dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 80-90 oC.
Pemanasan dilakukan selama 2 jam, kemudian didinginkan dan diasamkan
dengan HCl 6 M sampai pH
Selanjutnya diekstraksi dengan dietileter sebanyak 3 kali masing-
masing 50 mL. Ekstrak eter digabung dan diekstraksi dengan natrium
bikarbonat 5% b/v sebanyak 3 kali masing-masing 30 mL, kemudian lapisan
air diasamkan dengan HCl 6 M sampai pH = 1. selanjutnya dilakukan
penyaringan, pengeringan dan penimbangan. Hasil yang didapat dianalisis
dengan FTIR dan NMR 1H.
Sintesis Poli (Metil Tiazol Etil Eugenoksi Asetat) (PMTEEA)
Sejumlah 3 g polieugenoksi asetat dimasukkan kedalam labu leher
tiga ukuran 100 mL dengan peralatan tambahan (corong penambah,
refluks). Polieugenoksi asetat tersebut ditambahkan 3 mL tionil klorida
secara tetes demi tetes. Kemudian campuran direfluks selama 150 menit dalam
penangas air hangat (40 oC), lalu dibiarkan dingin. Selanjutnya kedalam
campuran ditambahkan 2,5 mL tiazoletanol tetes demi tetes dan direfluks
kembali dalam penangas air hangat (40 oC) selama 6 jam. Setelah dingin
hasil yang didapat dilarutkan dalam kloroform dan dicuci dengan air. Hasil
ekstraksi dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat, disaring kemudian
dievaporasi untuk menghilangkan pelarut yang tersisa. Selanjutnya hasil yang
didapat dianalisis dengan FTIR dan NMR 1H.
Pengukuran Berat Molekul dari PMTEEA
Sebanyak 1,5 gram polieugenol dilarutkan dalam 15 mL metanol, dan
dibuat variasi konsentrasi larutan melalui pengenceran dengan metanol:
0,1 g/mL, 0,01 g/mL, dan 0,001 g/mL. Kemudian dilakukan pengukuran
waktu alir pelarut murni, yaitu metanol (t0) dan masing-masing larutan
polieugenol menggunakan viskometer, sehingga diperoleh t0, t1, t2, dan t3.
Melalui perhitungan, diperoleh viskositas relatif (ηrel) dan viskositas spesifik
(ηsp). Kemudian dibuat kurva viskositas tereduksi dengan konsentrasi.
Selanjutnya grafik tersebut diektrapolasi ke konsentrasi nol, sehingga akan
diperoleh viskositas intrinsik. Dengan persamaan Mark-Houwink-
Sakurada [η] = KMva (Rosenthal, 1990), maka dapat dihitung massa molekul
relatif polieugenol dengan harga K = 11x10-3 dan a = 0,725 (Brandrup, 1975).
Gambar 2.1 Rangkaian alat penelitian BLM
Hasil
Proses polimerisasi eugenol merupakan proses polimerisasi adisi
kationik, hal ini dikarenakan gugus vinil dari polieugenol mengalami
reaksi adisi. Reaksi polimerisasi menggunakan katalis BF3 ini terjadi
melalui tahapan: inisiasi, propagasi, dan terminasi.
Pada tahap inisiasi, katalis asam lewis BF3-dietileter menyebabkan
reaksi adisi. Karbokation terbentuk karena adanya pemutusan ikatan rangkap
pada gugus vinil dari eugenol. Karbokation ini mengalami penataan ulang
yaitu terjadi pergeseran hibrida- 1,2 yang menghasilkan karbokation lebih
stabil.
Pada tahap propagasi, terjadi pembentukan rantai dari monomer
eugenol. Proses ini berkelanjutan sampai diperoleh rantai monomer yang
panjang. Dalam tahap ini terjadi penataan ulang intermolekuler dari
karbokation. Penataan ulang karbokation terjadi dengan geseran hibrida-
1,2. hal tersebut dibuktikan hilangnya puncak pergeseran kimia δ = 3,2 ppm
(duplet) pada spektra polimer 1H NMR.
Pada tahap terminasi dilakukan penambahan metanol untuk
menghentikan pertumbuhan rantai. Hasil polimerisasi ini diperoleh
persentase dari setiap 5 gram eugenol adalah 70-80 %.
Gambar
3.1 Reaksi Polimerisasi Eugenol
Gambar 3.2: Spektra polieugenol hasil sintesis
Gambar 3.3: spektra eugenol hasil sintesis
Dari polimerisasi. Secara fisik dapat dilihat bahwa polimer yang
dihasilkan berwujud padat.spektra tersebut terlihat bahwa serapan gugus
olefin (1638,16 cm-1) dan serapan gugus vinil (996,25 cm-1) hilang. Hal ini
berarti telah terjadi reaksi adisi terhadap ikatan rangkap pada eugenol yang
menunjukkan telah terjadi
Bukti lain adalah spektra 1H NMR berikut ini, hilangnya pergeseran
kimia δ = 5,2 ppm pada monomer yang merupakan sinyal hidrogen yang
terikat pada vinil dan munculnya δ = 1 ppm pada spektra polimer, yang
merupakan sinyal atom hidrogen yang terikat pada tulang punggung polimer
(-CH2-CH2-). Hal ini menguatkan telah terjadinya reaksi polimerisasi adisi
Sintesis Asam Poli ( Eugenoksi Asetat)
Polieugenol yang diperoleh memiliki gugus fenol, alil dan metoksi.
Hal inimenjadikan polieugenol dapat disintesis menjadi senyawa lain berupa
asam poli (eugenoksi asetat). Eugenol memiliki gugus hidroksi yang dapat
bereaksi dengan basa membentuk garam polieugenolat. Proton dalam OH
ini mudah lepas karena bentuk anionnya terstabilkan oleh resonansi cincin
benzena. Penambahan NaOH berlebih dimaksudkan agar diperoleh garam
semaksimal mungkin kemudian garam natrium polieugenolat ini direaksikan
dengan asam kloroasetat membentuk asam poli(eugenoksi asetat).Kemudian
dimurnikan dengan dietil eter untuk menghilangkan pengotor-
pengotornya yang bersifat nonpolar dan diekstraksi dengan natrium karbonat
untuk menghilangkan pengotor-pengotornya yang bersifat polar. Hasil
sintesis ini diperoleh asam poli(eugenoksi asetat) sebesar 4,53 gram dengan
rendemen 90,6%.
Gambar 3.6: Spektra FTIR asam poli(eugenoksi asetat)
Pada spektra FTIR nampak gugus karbonil asam yang ditunjukkan pada pita
1739 cm-1. Hal ini menandakan telah terjadi reaksi karboksilasi dengan
adanya gugus asetat pada polieugenol. Sedangkan spektra 1H NMR sebagai
berikut:
Gambar 3.7: Spektra 1H NMR senyawa asam poli(eugenoksi asetat)
Sintesis Poli(Metil Tiazol Etil Eugenoksi Asetat)
Senyawa ini dibuat dari asam poli(eugenoksi asetat) yang diesterkan namun
dikarenakan reaksi esterifikasi bersifat reversibel maka digunakan tionil
klorida dengan pengubahan asam poli(eugenoksi asetat) menjadi klorida
asam, kemudian klorida asam yang terbentuk direaksikan dengan alkohol (4-
Meth yl-5-Thiazoletanol). Hasilnya berupa padatan berwarna coklat
kehitaman sebanyak 2,9361 gram dengan rendemen hasil sebanyak 97,9%.
Berikut mekanisme reaksi yang terjadi
Gambar 3.8: Mekanisme reaksi sintesis PMTEEA
Pengukuran Berat Molekul Polimer
v
Penentuan berat molekul relatif polimer ini berdasarkan pengukuran waktu
alir masing-masing larutan. Penentuan viskositas instrinsik ηsp/C = [η]+k
[η]2 C (Rosenthal, 1990) sehingga intersep merupakan viskositas
instrinsik [η].
Massa molekul rata-rata dihitung dengan persamaan Mark-Houwink-
Sakurada, [η] = KM a (Hartomo,1993), dengan harga K = 11 x 10-3 dan a=
0,725 (Bandrup dan immergut, 1975). Dari perhitungan diperoleh massa
molekul rata-rata dari polieugenol adalah 979 dengan derajat pengulangan n
6sedangkan massa molekul rata-rata dari poli(metil tiazol etil eugenoksi
asetat) adalah 9782 dengan derajat pengulangan n 28. Hal tersebut
menunjukkan bahwa telah terjadi pemutusan rantai polimer dalam masa
sintesis dari polieugenol menjadi polimetil tiazol etil eugenoksi asetat.
Transport Campuran Ion logam Dengan Teknik BLM
Menggunakan Senyawa Carrier Polieugenol Bergugus Aktif S dan N
Pada aplikasi ini, digunakan 0,7 gram PMTEEA sebagai senyawa
pembawa yang dilarutkan dalam 30 mL kloroform, dengan fasa umpan
berupa campuran ion logam Cu2+, Cd2+ dan Cr3+ yang dilarutkan dalam
senyawa buffer dengan variasi pH = 5 dan pH = 7 sedangkan fasa penerima
larutan HCl pH = 1. Proses recovery ini menggunakan metode BLM yang
didasarkan pada pembentukan kompleks stabil antara ligan dengan atom
pusat. Proses BLM dilakukan selama 24 jam dengan pengadukan yang
kontinyu.
Gambar 3.11: Alat BLM
Dari tabel 3.3 nampak setelah proses pengadukan selama 24 jam
terjadi penurunan pH pada fasa umpan dan kenaikan pH pada fasa penerima.
Hal ini karena pada saat terjadi kontak antara fasa umpan dan membran,
senyawa pembawa akan membentuk kompleks dengan ion logam,
selanjutnya akan dibawa ke lapisan antarmuka membran-fasa penerima.
Pada lapisan ini senyawa pembawa melepaskan ion logam yang diikat dan
digantikan dengan H+ untuk selanjutnya bermigrasi ke lapisan antarmuka
membran-fasa umpan untuk dilepaskan kembali dan digantikan dengan ion
logam. Proses ini terjadi berulang-ulang sampai tidak ada ion logam yang
dapat dipertukarkan. Menurut Hiratani dan kasuga (1996), mekanisme
transport ion- ion logam dari fasa umpan ke fasa penerima melalui
membran kloroform seperti terlihat pada gambar 3.12 dibawah ini
Transport Ion Logam Pada Fasa umpan pH = 5 dan pH = 7
Pada penelitian ini digunakan 0,7 gram PMTEEA yang dilarutkan dalam
kloroform sebagai fasa membran dan fasa umpan dengan variasi pH = 5 dan pH
= 7 untuk menguji selektifitas dan efektifitas dari transport ion logam pada
pengaruh konsentrasi umpan. Variasi pH = 5 dan pH = 7 digunakan karena
semua ion logam dapat terekstraksi pada pH mendekati netral (Hiratani,
dkk, 1992). Selain itu, berdasarkan penelitian Boon, 2006 yang menyatakan
kebanyakan reaksi pembentukan kompleks membutuhkan tingkat keasaman
yang sangat rendah atau sedikit basa sebagai kondisi untuk mendapatkan
ekstraksi yang sempurna. Hasil transport campuran ion logam diperlihatkan
pada gambar 3.13 dan tabel 3.6.
Ligan PMTEEA mempunyai gugus aktif S dan N, berdasarkan teori
HSAB pearson (1963) yang menyatakan secara umum ion-ion logam keras
(seperti logam alkali, alkali tanah, dan Cr3+) lebih kuat kompleksnya
dengan atom donor keras (seperti RO-), ion logam lunak (seperti Cd2+)
akan membentuk kompleks yang lebih kuat dengan atom donor lunak, dan
ion logam borderline seperti Cu2+ dengan atom donor borderline seperti
piridin, maka seperti telah diketahui bahwa gugus aktif S merupakan basa
lunak sehingga berikatan kompleks kuat dengan Cd2+ sedangkan gugus
aktif N merupakan basa borderline sehingga berikatan kompleks kuat dengan
Cu2+. Cahyono, 2007, telah melakukan penelitian menggunakan eugenol
bergugus aktif N selektif terhadap Cu2+ kemudian Cd2+ dan Cr3+. Teori
HSAB pula yang melatarbelakangi transport selektif gugus OH dari
polieugenol terhadap ion logam Cr3+ (Kartikawati, 2007).
Gambar 4.13 mengilustrasikan pengaruh pH terhadap selektifitas transport
ion logam, persen transport paling besar adalah Cd2+ kemudian Cu2+ dan
Cr3+. Atom Cd2+ tertransport paling besar pada pH = 5 dan pH = 7
dikarenakan atom S pada gugus tiazol mempunyai afinitas yang besar
terhadap Cd2+ dibandingkan dengan atom N terhadap Cu2+. Atom
nitrogen pada gugus tiazol kurang bersifat basa dibandingkan dengan atom
S sehingga atom S lebih kuat mengikat ion logam Cd2+ dalam
membentuk kompleks dari pada atom N dengan ion logam Cu2+, hal ini mirip
dengan penelitian yang dilakukan Boon, 2006, yang menggunakan
senyawa dithizone (mengandung gugus aktif S dan N) untuk mengekstraksi
ion logam Ag+ dari limbah semikonduktor (Lampiran F). Ag+ dan Cd2+
termasuk kedalam golongan asam lunak yang dapat membentuk kompleks
kuat dengan basa lunak (seperti SR2) (Saito, 1996).
Selain itu, persen transport ion logam pada pH = 7 sedikit lebih besar dari
pada pH = 5. Hal ini terjadi karena kebanyakan reaksi pembentukan
kompleks, membutuhkan tingkat keasaman yang sangat rendah atau sedikit
basa sebagai kondisi untuk mendapatkan ekstraksi yang sempurna (Boon,
2006). Dari penelitian yang diperoleh persen transport Cd2+ meningkat
bersamaan dengan meningkatnya pH umpan.
1.3.2. Spektrophotometer
Atomatic absorption spectroscopy (AAS) adalah suatu teknik
instrumentasi yang penting dalam analisa kualitas dan kwantitas senyawa logam
dan nonlogam dalam material organik dan anorganik. Secara khusus AAS
adalah suatu teknik analisa untuk menetapkan konsentrasi suatu unsur logam
dalam sebuah sampel. Penyerapan atom adalah teknik untuk menentukan
konsentrasi logam tertentu elemen dalam sampel. Peristiwa serapan atom
pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis hitam pada
spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada
bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Wals di tahun 1955.
Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrofotometrik
atau metode analisis spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit dan memakan
waktu, kemudian segera digantikan dengan spektroskopi serapan atom atau
atomic absorption spectroscopy (AAS). Metode ini sangat cocok untukanalisis
zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan metode spektroskopi emisi konvensional.
Pada metode konvensional, emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila
eksitasi dilakukan secara termal, maka ia bergantung pada temperatur sumber.
Selain itu eksitasi termal, tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara serentak pada
berbagai jenis pada suatu campuran dapat terjadi.Sedangkan dengan nyala,
eksitasi unsur-unsur dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat
dimungkinkan. Tentu saja perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi
terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar karena metode
serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak tergantung pada
temperatur. Metode serapan sangat spesifik. Logam-logam yang membentuk
campuran kompleks dapat dianalisis dan itu tidak selalu diperlukan sumber
energi yang besar.
Memang selain dengan metode serapan atom, unsur- unsur dengan energi
eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-
unsur dengan energi eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan fotometri
nyala. Untuk analisis dengan garis spektrum resonansi antara 400-800 nm,
fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara 200-300 nm metode AAS
lebih disukai dariAAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow
Cathoda). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama.
Suatu perubahan temperatur nyala akan mengganggu proses eksitasi,
sehingga analisis dalam fotometri nyala dapat bervariasi hasilnya. Dari segi
biaya operasi, AAS lebih mahal dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan
bahwa metode fotometri dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya. Misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm,
sedang kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai
cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik
suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih
banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke
tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-macam .
Dalam analisa AAS sampel harus kita uraikan dalam bentuk netral
terikat dasar dan atom-atom netral yang berada dalam keadan dasar dan atom-
atom netral yang berada dalam keadan dasar ini harus didispersikan sedemikian
rupa dalam berkas sinar (radiasi) jumlah atom yang datang dari lampu katoda
berongga sehingga jumlah atom tersebut mempunyai hubungan yang dapat
terulang/timbal balik dengan konsentrasi unsur tersebut didalam larutan sampel.
Untuk memperoleh nyala api gas yang memenuhi syarat untuk AAS ini,
digunakan alat pembakar yang berbentuk khusus dimana lubangnya berbentuk
memenjang. Sebagai gas pembakar dan oxidant yang dapat digunakan adalah :
1.Acetylen - Udara
2.Acetylen - N2O
3.Acetylen - Oksigen
4.H2 -Udara
5.H2 - N2O
6.H2 -Oksigen
7.Propana -Udara.
Pemilihan kombinasi gas pembakar dengan oxidant digunakan sesuai
dengan kebutuhan. Misalnya saja pemilihan propana dengan udara pada
temperatur 1250C digunakan untuk atomisasi unsur yang sudah diatomkan
seperti Na, K, Cu, Pb, dan Zn. Untuk AAS ini kita membutuhkan sumber radiasi
yang memberikan spektrum yang terdiri dari puncak/garis radiasi yang sempit
yang lebarnya 0,02 Ao. Dan lebar panjang gelombang radiasi tersebut harus
lebih sempit dari lebar pita puncak serapan. Sumber radiasi yang biasa
digunakan yaitu :
1.Lampu katoda berongga (hallow catode tube).
2.Tabling awa muatan gas (Gaseous discharge tube).
Lampu katoda berongga terdiri dari: Tabung kaca tertutup yang
mengandung satu katoda dan satu anoda. Katoda tersebut selinder berongga
yang terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisa atau hanya
permukaan saja yang dilapisi dengan unsur yang akan diperiksa.
Hukum Beer’S
Beberapa hal dapat terjadi apabila suatu radiasi elektromagnetik
dilewatkan melalui suatu cell. Sebagian dari insiden radiasi dapat dapat
dipantulkan (refleksi) dari arah semula. Radiasi dapat tersebar (scattered) oleh
dinding cell atau partikel yang terdapat dalam sampel. Sebagian lagi radiasi
dapat diabsorbsi oleh dinding cell dan oleh sampel dalam cell.
Luminescence
Luminescence dapat terjadi ketika sebuah elektron yang tereksitasi pada
tingkat tinggi kembali ketingkat energi yang lebih rendah sambil melepaskan
energi radiasi. Radiasi yang dipancarkan memiliki panjang gelombang yang
karakteristik dari beda tingkat energi elektron dari dua tingkat elektron.
Konfigurasi elektron yang paling stabil bagi suatu atom atau molekul terjadi
apabila elektron-elektron dalam atom atau molekul – molekul tersebut
menempati tingkat elektron terendah yang tersedia.Suatu molekul atau atom
dengan konfigurasi elektron demikian disebut berada dalam groundstate. Setelah
suatu atom atau molekul menerima radiasi maka akan diabsorbsi radiasi tersebut
dan menyebabkan elektron tereduksi diklasifikasikan jadi dua yaitu fluorescence
dan phosphorescence yang terjadi pada saat suatu elektron transisi dari tingkat
eksitasi ke tingkat normal.
Radiasi elektromagnetik dipancarkan dari sumber hallow cathode lamp
pada panjang gelombang yang diperlukan dalam daerah ultraviolet visible dan
diteruskan melalui cell yang mengandung atom dari sampel. Absorbsi terjadi di
dalam cell. Radiasi yang tidak terabsorbsi diteruskan melaui suatu
monokromator dan masuk kedalam detektor yang merubah radiasi
elektromagnetik. Signal listrik diperkuat oleh amplifier jika perlu dikirimkan ke
rekorda yang mencatatkan hasil antara lain persen transmittansi, absorbansi.
Ditinjau dari hubungan antara konsentrasi dan absorbansi, maka hukum
lambbert-beer dapat digunakan jika sumbernya adalah monokromatis. Pada
AAS panjang gelombang garis absorpsi resonansi identik dengan garis-garis
emisi disebabkan keserasian transsisinya. Untuk bekerja pada panjang
gelombang ini diperlukan suatu monochromator celah yang menghasilkan lebar
puncak sekitar 0,002-0,005 nm.
Cell
Cell yang dipakai dalam AAS memiliki dua fungsi yaitu mengkonversi
sampel poliatomic menjadi monoatomic serta menahan sampel cukup lama
untuk dilewati oleh radiasi elektromagnetik sehingga dapat dideteksi oleh
detektor. Flame yang sering dipakai dalam AAS dan hingga sekarang ini
merupakan dan yang terpopuier dari semua cell.
1.3.3. Spektrophotometer Serapan Atom
Spektroskopi penyerapan atom (AAS) menentukan kehadiran logam
dalam cairan sampel. Meliputi logam Fe, Cu, Al, Pb, Ca, Zn, Cd, dan banyak
lagi. Ini juga mengukur konsentrasi logam dalam sampel. Khas konsentrasi
berkisar pada angka rendah mg / L jangkauan. Seperti konsentrasi naik,
absorbansi naik. Peneliti dapat membuat kurva kalibrasi standar dengan
menjalankan berbagai konsentrasi pada AAS dan mengamati absorbansinya.
Atom-penyerapan (AA) menggunakan spektroskopi penyerapan cahaya untuk
mengukur konsentrasi gas-fase atom. Karena biasanya sampel cairan atau
makanan padat, maka atom atau ion analyte harus menguap dalam api atau
grafit furnace. Atom menyerap cahaya ultraviolet atau terlihat dan membuat
transisi elektronik yang lebih tinggi tingkat energi. Analyte konsentrasi yang
ditentukan dari jumlah penyerapan. Menerapkan hukum Beer-Lambert
langsung dalam spektroskopi AA sulit karena variasi dalam atomisasi efisiensi
dari matriks sampel, dan nonuniformity konsentrasi dan panjang jalan analyte
atom (dalam tungku grafit AA). Konsentrasi pengukuran biasanya ditentukan
dari kurva kerja setelah kalibrasi instrumen dengan standar yang diketahui
konsentrasi. Penyerapan atom ada dua metode untuk menambahkan energi
termal untuk sebuah sampel. Sebuah AAS tungku grafit menggunakan tabung
grafit dengan arus listrik yang kuat untuk memanaskan sampel. Dalam api AAS,
kita aspirasi sampel ke dalam api menggunakan nebuliser. Api adalah berbaris
di seberkas cahaya dari panjang gelombang yang sesuai. Nyala api (energi
panas) menyebabkan atom untuk mengalami transisi dari tanah negara untuk
negara bersemangat pertama. Ketika atom membuat transisi, mereka menyerap
beberapa cahaya dari sinar. Semakin pekat larutan, semakin banyak energi
cahaya yang diserap.
Untuk mendapatkan hasil terbaik di AA, instrumental dan parameter
kimia dari sistem harus ditujukan ke arah produksi negara netral atom dari unsur
bunga. Metode umum adalah untuk memperkenalkan sebuah sampel cairan ke
dalam api. Setelah pendahuluan, larutan sampel tersebar ke semprot yang baik,
yang spray kemudian partikel-partikel garam desolvated ke dalam api dan
partikel-partikel yang kemudian menguap menjadi atom netral, ion molekuler
spesies dan spesies. Semua proses konversi ini terjadi di daerah didefinisikan
secara geometris dalam api.
Karena itu penting untuk mengatur parameter instrumen sedemikian
rupa sehingga cahaya dari sumber (biasanya sebuah lampu katoda cekung)
adalah diarahkan melalui daerah api yang berisi jumlah maksimum atom netral.
Cahaya yang dihasilkan oleh lampu katoda cekung dipancarkan dari atom
gembira unsur yang sama yang akan ditentukan. Oleh karena itu, energi radiasi
berhubungan langsung dengan panjang gelombang yang diserap oleh sampel
atomized. Metode ini menyediakan baik sensitivitas dan selektivitas karena
unsur-unsur lain dalam sampel umumnya tidak akan menyerap panjang
gelombang yang dipilih dan dengan demikian, tidak akan mengganggu
pengukuran. Untuk mengurangi gangguan latar belakang, panjang gelombang
kepentingan terisolasi oleh monochromator ditempatkan di antara sampel dan
detektor.
Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas
penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya
diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber
cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang
mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi
kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya.
Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan
terjadi eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap
panjang gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke
tingkat yang lebih tingggi.
1.3.4. Regresi
Analisis regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk
menentukan hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel yang
lain. Variabel "penyebab" disebut dengan bermacam-macam istilah : variabel
penjelas, variabel eksplanatorik, variabel independen, atau secara bebas variabel
X (karena seringkali digambarkan dalam grafik sebagai absis, atau sumbu X).
Variabel terkena akibat dikenal sebagai variabel yang dipengaruhi, variabel
dependen, variabel terikat, atau variabel Y. Kedua variabel ini dapat
merupakan variabel acak (random), namun variabel yang dipengaruhi harus selalu
variabel acak.
Analisis regresi adalah salah satu analisis yang paling populer dan luas
pemakaiannya. Hampir semua bidang ilmu yang memerlukan analisis sebab-
akibat boleh dipastikan mengenal analisis ini.
Jenis-jenis Persamaan Regresi :
a. Regresi Linier : - Regresi Linier Sederhana
- Regresi Linier Berganda
b. Regresi Nonlinier : - Regresi Eksponensial
- Regresi Parabola
1.3.5. Korelasi
Dalam teori probabilitas dan statistika, korelasi, juga disebut koefisien
korelasi, adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linier antara
dua peubah acak (random variable). Korelasi merupakan teknik analisis
yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan
(measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang
mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk
mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian banyak teknik-
teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat populer
sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product Moment dan Korelasi Rank
Spearman. Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi lain,
seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman-Kruskal, Somer,
dan Wilson.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua
variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya
Pearson data harus berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal
menggunakan skala ordinal; Chi Square menggunakan data nominal. Kuat lemah
hubungan diukur diantara jarak (range) 0 sampai dengan 1. Korelasi mempunyai
kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai
koefesien korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi
negatif, korelasi disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefisien korelasi
ialah suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika
koefisien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat
ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien korelasi diketemukan
+1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan
linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika koefesien korelasi
diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau
hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif.
BAB II
PROSEDUR KERJA
2.1. Alat dan bahan
a. Alat yang digunakan
1. Sumber sinar
2. Atomizer
3. Detector
4. Tabung Asetilena
5. Spektrofotometer serapan atom
6. Labu ukur
7. Erlenmeyer
b. Bahan yang digunakan
1. Larutan logam Pb 2,000 ppm
2. Larutan logam Pb 4,000 ppm
3. Larutan logam Pb 6,000 ppm
4. Larutan logam Pb 8,000 ppm
5. Blanko
6. Larutan sampel
2.2. Prosedur kerja
Sebelum menekan power swidth
1. Memutar tombol Display switch ke check.
2. Menekan tombol Scan speed switch ke manual.
3. Menekan tombol Expansi knop skala 1,00 (x1).
4. Menekan tombol A.A Zero skala 10,00.
5. Menekan tombol Mode ke FE.
6. Menekan tombol Lamp current ke skala 0.
7. Memutar tombol FE Zero ke arah jarum jam (habis).
Sebelum mengalirkan gas
1. Memilih gas yang akan digunakan.
2. Membuang air pada tangki air , bila di atas level yang ditentukan
(memperhatikan volume tangki sedikit di atas garis strip).
3. Memutar tombol Pressure Control (PC) berlawanan arah jam sampai
%.
4. Menekan tombol Flame Monitor dari ON ke OFF.
5. Menekan tombol Level monitor untuk Udara-C2H2 ke atas.
6. Mengatur Flow gas yang dipakai yaitu udara.
Menghidupkan lampu katoda
1. Menekan tombol Power switch ke ON.
2. Memasang lampu dan menyesuaikan ke tempatnya.
3. Melonggarkan sekrupnya dan mengaturnya sehingga posisi lampu
lurus ke poros optikalnya.
4. Menyesuaikan lampu current menurut yang dikehendaki.
5. Setelah mengatur panjang gelombang dan menepatkan slit width pada
posisi lampu sehingga skala meteran maksimum.
6. Setelah pemanasan 10 menit, lampu dapat digunakan untuk analisa.
Pengaturan slit width dan panjang gelombang
1. Melakukan pengaturan seperti pada cara kerja sebelum penekanan
power swidth.
2. Mengatur slit swidth menurut yang dikehendaki.
3. Mengatur AA Zero antara 3 dan 5-4-3.
4. Menepatkan dengan FE Zero control, sehingga skala meteran
pembacaan di bawah 100 (=80) lampu Z monitor seperti padam.
5. Memutar perlahan-lahan panjang gelombang sehingga diperoleh harga
maksimum pada skala pembacaan.
Ignisi
1. Memperhatikan kembali skala-skala pengaliran gas, menyesuaikan
dengan tabel.
2. Memutar flow kontrol sesuai arah jarum jam (habis) dan akan terlihat
knop warna merah.
3. Menekan ignisi sehingga terbentuk nyala.
4. Mengatur nyala sehingga tingginya sesuai dengan memutar pengatur
knop udara dan C2H2.
Pengukuran
1. Memutar mode switch dari FE ke AA.
2. Sambil mengaspirasikan solvent (air) display ke check dan
menepatkan dengan AA Zero sehingga skala meteran menunjukkan
antara 0-100 (=75). Maka, zero monitor menjadi padam.
3. Memutar display ke average 1, jika pada saat itu skala meteran di luar
normal (-) maka menekan zero set.
4. Sambil mengaspirasikan air, check sinar zero monitor jika tidak terang
maka menekan zero set, secara terus-menerus mengaspirasi solvent
sehingga zero set menjadi padam. Jika sinar zero monitor terang
mengaturnya dengan AA Zero dengan mengaspirasi solvent (air)
sehingga air menjadi padam dan menekan zero set.
5. Mengaspirasi sampel dan menekan “average start”.
6. Sesudah “average start” padam, menghentikan aspirasi dan menekan
“zero set” membaca skala pembacaan absorbansi.
Pemadaman nyala
1. Mengaspirasi air-10 untuk memebersihkan burner.
2. Memutar OFF pressure monitor dan flame monitor.
3. Menutup kran C2H2 dan udara (OFF).
4. Memutar pressure control sesuai lawan arah jarum jam (3/4 habis).
5. Menekan extinguish sampai skala meteran 0 berhenti nyala.
6. Mengatur:
o Expansi ke 1
o Display check ke check 1
o Mode switch ke FE 2
7. Memutar lamp current ke 0 untuk memadamkan lampu katoda.
8. Menekan power ke OFF.
BAB III
GAMBAR RANGKAIAN
3.1. Gambar Peralatan
\
3.2. Gambar Rangkaian
3.3. Keterangan Gambar Rangkaian
BAB IV
DATA PENGAMATAN
Label Cons Abs
Standard 1 2,000 0,005
Standard 2 4,000 0,012
Standard 3 6,000 0,039
Standard 4 8,000 0,088
Sampel 3,801 0,019
BAB V
PENGOLAHAN DATA
5.1. Perhitungan Regresi Linier Sederhana
Label Konsentrasi
X
Absorbansi
Y
XY X² Y²
1 2,000 0,005 0,01 4 0,000025
2 4,000 0,012 0,048 16 0,000144
3 6,000 0,039 0,234 36 0,001521
4 8,000 0,088 0,704 64 0,007744
Ʃ 20 0,144 0,996 120 0,009434
n (ΣXY) – (ΣX)(ΣY)
n (ΣX2) – (ΣX)2
4 (0,996) – (20)(0,144)
4 (120) – (20)2
3,984 – 2,88
480 – 400
= 0,0138
(ΣY)( ΣX2) – (ΣX)( ΣXY)
n(ΣX2) – (ΣX)2
= (0,144)(120) – (20)(0,996)
4(120) – (20)2
= 17,28 – 19,92
480 – 400
= - 0,033
Maka,
Y = a + bx
Y = - 0,033 + 0,0138x
Pengujian Sampel
Y = a + bx
Y = - 0,033 + 0,0138x
0,019 = - 0,033 + 0,0138x
0,019 + 0,033 = 0,0138x
0,052 = 0,0138x
x = 0,052
0,0138
x = 3,7681
b = = =
=
=
a =
5.2. Perhitungan Koefisien Korelasi
n(ΣXY) – (ΣX)(ΣY)
√[n(ΣX2) – (ΣX)2][(nΣY2) – (ΣY)2]
4 (0,996) – (20)( 0,144)
√[4(120) – (20)2][(4(0,009434) – (0,144)2]
3,984 – 2,88
√(80)(0,017)
1,104
1,1662
0,9467
Kurva Kalibrasi
r =
=
=
=
=
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Persamaan Regresi linear yang didapat dari percobaan ini adalah Y = -
0,033 + 0,0138x
2. Nilai koefisien korelasi yang didapat dari percobaan ini adalah r = 0,9467,
hal ini menunjukkan adanya hubungan linear yang sangat baik antara
konsentrasi (X) dengan absorbansi (Y).
3. Nilai R² yang didapat yaitu sebesar R2 = 0.8962 atau 89.62 %, ini berarti
bahwa 89,62 % di antara keragaman absorbansi (Y) dapat dijelaskan oleh
hubungan linearnya dengan konsentrasi (X) atau dapat disimpulkan bahwa
absorbansi dipengaruhi oleh konsentrasi.
4. Konsentrasi sampel yang didapat dari perhitungan regresi adalah 3,7681.
6.2. Saran
Hendaknya langkah-langkah proses praktikum lebih dijelaskan secara
lengkap dan seksama untuk membantu praktikan lebih memahami praktikum
lebih maksimal dan dapat dilakukan dengan baik menggunakan alat yang
bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
______________ . 2012. Penuntun Praktikum Kimia Analisa Instrument. Medan:
PTKI
Barus, Adil. 2012. Chemistry Diktat Kimia Analisa Instrument. Medan : PTKI
Fajriyanto. 2008. Jurnal: Panel Dinding Bangunan Ramah Lingkungan Dari
Komposit Limbah Pabrik Kertas (Sludge), Sabut Kelapa dan Sampah
Plastik: Pengaruh Komposit Bahan dan Beban Pengempaan Terhadap
Kuat Lentur (Bending). Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.