laporan
TRANSCRIPT
TUGAS BESAR PENYEDIAAN AIR MINUM II
JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH
“Kecamatan Trenggalek”
Disusun Oleh:
NAMA NIM
Eka Nur Indah Sari (1209045001)
Dwi Afria Puji Utami (1209045045)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan unsur alam yang keberadaan paling besar di muka bumi ini. Air juga
merupakan salah satu kebutuhan utama bagi makhluk hidup. Kebutuhan akan air semakin
meningkat seiring bertambahnya kebutuhan air untuk irigasi, sumber energi, produksi
industri, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan banyaknya kebutuhan manusia akan air
minum terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sumber-sumber air konvensional yang berupa air permukaan semakin tidak mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Oleh karena itu, untuk mendapatkan air bersih
dilakukan beberapa cara mengolah air permukaan (air sungai, danau) agar dapat digunakan
sebagai air bersih sesuai standard kesehatan dan alternatif lain untuk mendapatkan air
bersih dilakukan adalah dengan membuat sumur bor. Semakin terbatasnya sumber air
baku maupun penurunan mutu air baku itu sendiri sehingga perlu adanya proses
pengolahan tertentu yang memerlukan biaya tinggi untuk memenuhi persyaratan kualitas
air minum. Kendala ini semakin terasa di daerah yang padat penduduknya seperti di kota
besar termasuk Kota Trenggalek.
Di Kota Trenggalek terdapat banyak industri pengolahan, baik industri besar maupun
industri-industri kecil. Banyaknya kegiatan industri tersebut menambah kebutuhan air di
Kota Probolinggo. Begitu juga dengan bertambahnya jumlah penduduk di kota ini yang
diduga tidak hanya berasal dari dalam Kota Trenggalek, tetapi juga berasal dari kota-kota
lain. Hal ini juga harus diimbangi dengan perbaikan sistem penyaluran yang baik sehingga
sistem penyaluran air bersih baik untuk industri maupun domestik dapat tersalur ke
konsumen dengan baik. Melalui pembuatan jaringan atau sistem perpipaan maka dapat
diatasi permasalahan kebutuhan air bersih untuk suatu daerah yang letaknya cukup jauh
dari sumber air. Hal utama yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan pembuatan
jaringan atau sistem perpipaan ini adalah jumlah kepadatan penduduk, kondisi fisik daerah
perencanaan, keadaan topografinya, tata guna lahan dan kemungkinan perkembangannya
di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan adanya perencanaan jaringan
distribusi air untuk wilayah Kota Trenggalek.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui jumlah kebutuhan air bersih masyarakat Kota Trenggalek tahun 2037.
2. Merencanakan jaringan distribusi air bersih kepada masyarakat Kecamatan Kongbeng
tahun 2037.
1.3 Ruang Lingkup
Batasan atau ruang lingkup dalam perencanaan sistem distribusi air minum ini adalah:
1. Daerah Pelayanan
Daerah pelayanan ditentukan dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi,
kepadatan penduduk, dan kemungkinan pengembangan serta tata guna lahan. Daerah
pelayanan adalah sebagian dari daerah proyek yang benar-benar mendapatkan
pelayanan. Daerah yang dilayani adalah kota Trenggalek, yang terdiri dari 5 kelurahan.
2. Proyeksi Penduduk dan Fasilitas Umum
Jumlah penduduk dan fasilitas umum diproyeksikan hingga 30 tahun kedepan untuk
mengetahui dan memenuhi jumlah kebutuhan air yang harus didistribusikan pada tahun
yang direncanakan tersebut.
3. Alternatif Pemilihan Jaringan Distribusi Air Minum
4. Jaringan distribusi air minum menggunakan sistem melingkar atau loop yang
direncanakan disesuaikan dengan kondisi jalan yang ada dan perkembangan daerah
pelayanan.
5. Perhitungan Kebutuhan Air
Kebutuhan air dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dan fasilitas umum
pada tahun perencanaan yang meliputi kebutuhan domestik dan non domestik termasuk
juga untuk kebocoran.
6. Perhitungan Dimensi Pipa
Dimensi pipa direncanakan sesuai dengan kebutuhan air pada tahun perencanaan,
7. Gambar-Gambar
Gambar-gambar yang diperlukan dalam perencanaan sistem distribusi air minum ini
adalah:
a. Peta daerah
b. Peta daerah pelayanan
c. Peta pembagian blok
d. Peta jaringan pipa induk dan tapping
e. Detail Junction dan bangunan pelengkap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Jaringan Perpipaan
2.1.1 Permodelan/Simulasi Perpipaan
Perpipaan adalah merupakan salah satu sarana yang ada untuk menghubungkan dari satu
simpul ke simpul yang lain untuk menghantarkan aliran air atau debit antara simpul
tersebut. Kapasitas untuk pengaliran sangat tergantung dari beberapa faktor yang ada
antara lain besar pipa dan tekanan yang diberikan untuk pengaliran. Semakin besar pipa
semakin besar kapasitas pipa dan sebaliknya semakin kecil tekanan yang di butuhkan.
Dalam bentuk investasi yang semakin besar pipa semakin mahal harganya dalam biaya
namun semakin kecil tekanan dibutuhkan untuk pengaliran semakin murah biaya
operasional perencanna diameter pipa dapat dengan dasar:
a. Asumsi kecepatan aliran
Secara ringkas besar diameter pipa dapat dicarai dengan mengasumsikan terlebih
dahulu kecepatan aliran, kemudian debit rencana yang akan mengalir melalui dalam
pipa dibagian kecepatan akan didapatkan luas penampang rencana yang berdasarkan
ulasan ini akan didapatkan luas penampang rencana, berdasarkan ulasan ini kana
didapat diameter
b. Asumsi kehilangan tekanan sepanjang pipa
Dalam perencanaan pipa distribusi asumsi kecepatan yang dipakai adalah antara 0,8
m/dt sampai dengan 1,5 m/dt. Sedangkan pada perpipaan pompa dapat lebih tinggi
yaitu sampai 2,5 m/dt. Jaringan perpipaan merupakan suatu rangkaian pipa yang saling
terhubung satu sama lain secara hidrolis, sehingga apabila di satu pipa mengalami
perubahan debit aliran maka akan terjadi penyebaran pengaruh ke pipa-pipa yang lain.
Pipa yang tergabung dalam suatu jaringan pipa dapat dibedakan satu dengan yang lain dari
segi:
a. Panjang pipa
b. Diameter pipa
c. Jenis pipa
d. Kedudukan pipa dalam jaringan, yang diyatakan dengan nomor pipa dan node (titik
atau simpul) yang dihubungkan oleh pipa
Aspek penting dalam mengkonstruksi sebuah jaringan pipa adalah keterangan yang
terdapat dalam setiap node dan pipa. Keterangan tersebut terdiri dari :
a. untuk keterangan aspek fisik (panjang pipa, diameter pipa, ketinggian node dll)
b. keterangan karakteristik hidrolis (debit, tekanan, head loss dll)
Dari aspek hidrolis node yang perlu diindentifikasi yaitu :
a. Debbit tapping (dalam pengambilan air dari pipa distribusi) yang berdasarkan dari
hasil perhitungan untuk kebutuhan air berih dalam satu block layanan
b. Tekanan air yaitu hasil dari perhitungan tekanan air dan head loss berdasarka dat
elevasi
Aspek hidrolis node yang perlu diidentifikasi adalah :
a. Debit aliran dalam pipa yang berdasarkan prinsip kontinuitas debit
b. Tekanan air dalam pipa yang berdasarkan prinsip kontinuitas energi
Karakteristik hidrolis terbagi dua yaitu sebagai berikut :
a. Berdasarkan prinsip kontinuitas debit à Qin = Qout
b. Berdasarkan prinsip kontinuitas tekanan à hj 1 = hj 2
Untuk sistematis yang dikeahui Q (debit air) maka dapat diketahui/ ditentukan
perhitungan penyebaran aliran disetiap pipa diamana adanya jaringan yang berkaitan
dengan memperhatikan karakterristik hidrolis dari pipa ( dimana selalu ada hubungan
antara Q dan hL). Dengan di ketahuinya hL maka H (tekanan disetiap node) dapat
diperhitungkan juga.
Model perhitungan/simulasi hidrolis jaringan pipa dapat dilakukan dengan metode
“Perataan (adjustent)” yang diperkenalkan oleh Hardy Cross (1936)
3.6.4 Kebutuhan Daya Pompa
Jika pompa menaikkan zat cair dari kolam satu ke kolam lain dengan selisih elevasi
muka air H2 seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.3 maka daya yang digunakan oleh
pompa untuk menaikkan zat cair setinggi Hs adalah sama dengan tinggi H2 ditambah
dengan kehilangan tenaga selama pengaliran dalam pipa tersebut. Kehilangan tenaga
adalah ekivalen dengan penambahan tinggi elevasi, sehingga efeknya sama dengan jika
pompa menaikkan zat cair setinggi H = H2 + ∑hf. Dalam gambar tersebut tinggi kecepatan
diabaikan sehingga garis tenaga berimpit dengan garis tekanan.
Gambar 3.1 Pipa dengan Pompa
Kehilangan tenaga terjadi pada pengaliran pipa 1 dan 2 yaitu sebesar hf1 dan hf2.
Pada pipa 1 yang merupakan pipa isap, garis tenaga (dan tekanan) menurun sampai
dibawah pipa. Bagian pipa dimana garis tekanan di bawah sumbu pipa mempunyai tekanan
negatif. Sedang pipa 2 merupakan pipa tekan.
2.2 Kriteria Desain (Unit Air Baku, Unit Produksi dan Unit Distribusi)
3.7.1 Unit Air Baku
Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih disebut dengan
bangunan penangkap air atau intake. Kapasitas intake ini dibuat sesuai dengan debit yang
diperlukan untuk pengolahan. Menurut Al-Layla (1978) beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam penentuan lokasi intakeyaitu :
a. Intake harus berlokasi pada tempat dimana tidak akan terjadi aliran deras yang
memungkinkan intake rusak sehingga berakibat pada penyediaan air baku yang
tersendat.
b. Tanah di daerah intake harus stabil.
c. Area sekitar intake harus bebas dari halangan atau rintangan.
d. Untuk menghindari kemungkinan kontaminasi, intake harus berlokasi beberapa
jauh dari bak.
e. Intake harus berada di bagian upstream (hulu) suatu kota.
Bangunan intake, coarse dan fine screen harus dibangun di lokasi yang tidak akan
terjadi banjir. Selain itu harus aman dari gerusan dan deposisi endapan. Coarse yang
digunakan sebagai fine screen harus tersedia agar material yang terapung tidak memasuki
sistem. Mengingat adanya fluktuasi pada permukaan air sungai, inlet harus dipasang pada
berbagai variasi. Jika fluktuasi pada musim kemarau dan penghujan sangat tinggi dan
sungai menjadi selalu hampir kering saat kemarau, air harus disimpan dengan membangun
ambang kecil di seberang sungai. Ditinjau dari air baku yang akan di ambil maka intake
dibedakan :
1. Air Baku dari Air Permukaan
a. River Intake
Digunakan untuk menyadap air baku yang berasal dari sungai atau danau.
b. Direct Intake
Direct intake dipakai apabila muka air dari air baku sangat dalam. Bentuk ini lebih
mahal biayanya dibandingkan tipe lainnya. Tipe intake ini dapat dipakai dalam
kondisi :
Sumber air dalam misal sungai dan danau
Tanggul sangat resisten terhadap erosi dan sedimentasi.
c. Canal Intake
Dipakai bila air baku disadap dari kanal. Suatu bak memiliki bukaan dibangun pada
satu sisi pada tanggul kanal, yang dilengkapi saringan kasar. Dari bak air dialirkan
melalui pipa yang memiliki ujung berbentuk bell mouth yang tertutup saringan
parabola.
d. Reservoir Intake (DAM)
Reservoir intake digunakan untuk air baku yang diambil dari danau, baik yang
alamiah atau buatan (beton). Bangunan ini dilengkapi dengan beberapa inlet dengan
ketinggian yang bervariasi untuk mengatasi adanya fluktuasi muka air. Dapat juga
dibuat menara intake yang terpisah dengan dam pada bagian upstream. Jika air
dibagian reservoir dapat mengalir secara gravitasi ke pengolahan, maka tidak
diperlukan pemompaan dari menara.
Air permukaan seperti air sungai, air rawa, air danau, air irigasi, air laut dan sebagainya
adalah merupakan sumber air yang dapat dipakai sebagai bahan air bersih dan air
minum tetapi perlu pengolahan. Air permukaan sifatnya sangat mudah terkotori dan
tercemar oleh bahan pengotor dan pencemar yang mengapung, melayang, mengendap
dan melarut di air permukaan. Karena sifatnya yang demikian maka sebelum diminum
air permukaan perlu diolah terlebih dahulu sampai benar-benar aman dan memenuhi
syarat sebagai air bersih atau air minum (Maula, 2010).
2. Air Baku dari Mata Air (Spring Intake atau Broncaptering)
Digunakan untuk mengambil air dari mata air,dalam pengumpulannya, hendaknya
dijaga supaya kondisi tanah tidak terganggu (Anonim2, 2010). Di daerah pegunungan
atau perbukitan sering terdapat mata air. Air mata air berasal dari air hujan yang masuk
meresap kedalam tanah dan muncul keluar tanah kembali karena kondisi batuan
geologis didalam tanah. Kondisi geologis mempengaruhi kwalitas air mata air, pada
umumnya kwalitasnya baik dan bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari, tetapi harus
dimasak sebelum diminum (Maula, 2010).
3. Air Baku dari Air Hujan
Air hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara yang ketika
turun melarutkan benda-benda diudara yang dapat mengotori dan mencemari air hujan
seperti: gas (O2, CO2, N2, dll), jasat renik, debu, kotoran burung, dll. Bagaimana
mendapatkan air hujan, caranya dengan menampung air hujan dari talang/genteng
rumah kedalam bak penampungan. Untuk mengindari bahan-bahan pengotor dan
pencemar yang berasal dari talang/genteng dan udara caranya adalah waktu awal
penampungan air hujan 15 menit setelah hujan turun. Di bawah talang diberi saringan
dari ijuk/kerikil/pasir. Sebelum diminum air harus dimasak dahulu (Maula, 2010).
Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas dari air hujan adalah
sebagai berikut :
a. Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat mineral.
b. Air hujan pada umumnya bersifat lebih bersih.
c. Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di udara seperti
NH3, CO2 agresif, ataupun SO2. Adanya konsentrasi SO2 yang tinggi di udara yang
bercampur dengan air hujan akan meyebabkan terjadinya hujan asam.
Dari segi kuantitas, air hujan tergantung pada besar kecilnya curah hujan. Sehingga air
hujan tidak mencukupi untuk persediaan umum karena jumlahnya berfluktuasi. Begitu
pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, ait hujan tidak dapat diambil secara terus
menerus karena tergantung pada musim. Pada musim kemarau kemungkinan air akan
menurun karena tidak ada penambahan air hujan (Anonim3, 1990).
4. Air Baku dari Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang meresap dan tertahan di dalam bumi. Air tanah
dapat dibagi menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Bagaimana mendapatkan
air tanah caranya adalah dengan mengebor atau menggali. Macam sumur untuk
mendapatkan air tanah adalah:
a. Sumur Gali, adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara menggali dan
menaikkan airnya dengan ditimba.
b. Sumur Pompa Tangan adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara mengebor
dan menaikkan airnya dengan pompa dengan tenaga tangan.
c. Sumur Pompa Listrik adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara mengebor
dan menaikkan airnya dengan dipompa dengan tenaga listrik (Maula, 2010).
Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada waktu air melalui
lapisan-lapisan tanah. Secara praktis air tanah adalah bebas dari polutan karena berada
di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa air tanah dapat
tercemar oleh zat-zat yang menggangu kesehatan seperti kandungan Fe, Mn, kesadahan
yang terbawa oleh aliran permukaan tanah. Bila ditinjau dari kedalaman air tanah maka
air tanah dibedakan menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal
mempunyai kualitas lebih rendah daripada kualitas air tanah dalam. Hal ini disebabkan
air tanah dangkal lebih mudah mendapat kontaminasi dari luar dan fungsi tanah sebagai
penyaring lebih sedikit.
Dari segi kuantitas, apabila air tanah dipakai sebagai sumber air baku bersih adalah
relatif cukup. Tetapi bila dilihat dari segi kontinuinitasnya maka pengambilan air tanah
harus dibatasi, karena dikhawatirkan dengan pengambilan yang secara terus menerus
akan menyebabkan penurunan muka air tanah. Karena air di alam merupakan rantai
yang panjang menurut siklus hidrologi, maka bila terjadi penurunan muka air tanah
kemungkinan kekosongannya akan diisi oleh air laut. Peristiwa itu biasa disebut intrusi
air laut. Kondisi ini telah banyak dijumpai khususnya di daerah-daerah dekat pantai atau
laut seperti Jakarta dan Surabaya (Anonim3, 1990).
Analisa kualitas air permukaan pada setiap bagian penampang di titik pengambilan
air sangat penting bagi penetapan lokasi intake, terutama intake langsung. (Sutrisno, 2004).
Sehingga perlu dilakukan perhitungan untuk mengetahui diameter pipa intake untuk unit
air bakunya. Rumus untuk menghitung diameter pipa intake menggunakan rumus
perhitungan debit air, yaitu:
Q = A . V
Keterangan :
Q = debit air (m3/detik)
A = Luas penampang pipa (m2)
V = Volume air (m/detik)
3.7.2 Unit Produksi
Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk
mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan
adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum, maka akan didapatkan
suatu air minum yang memenuhi standar air minum yang telah ditentukan (Sutrisno, 2004).
Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara, yakni :
1. Pengolahan lengkap atau complete treatment process, yaitu air akan mengalami
pengolahan lengkap, baik fisik, kimiawi dan bakteriologi. Pada pengolahan cara ini
biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor/keruh. Pada hakekatnya, pengolahan
lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu :
a. Pengolahan fisik
Yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan
kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar-
kadar zat organic yang ada dalam air yang akan diolah.
b. Pengolahan kimia
Yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia untuk
membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya : dengan pembubuhan kapur
dalam proses pelunakan dan sebagainya.
c. Pengolahan bakteriologi
Yaitu suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri-bakteri
yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara/jalan membubuhkan kaporit
(zat desinfektan) (Sutrisno, 2004).
2. Pengolahan sebagian atau partial treatment process, misalnya diadakan pengolahan
kimiawi dan/atau pengolahan bakteriologi saja. Pengolahan ini pada lazimnya untuk :
a. Mata air bersih
b. Air dari sumur yang dangkal/dalam (Sutrisno, 2004).
Adapun unit-unit pengolahan air minum terdiri dari :
1. Bangunan Penangkap Air
Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk
menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat dimanfaatkan.
Adapun bentuk dan konstruksi ini bergantung kepada jenis dan macam sumber air
yang kita tangkap.
Fungsi dari bangunan penangkap air ini sangat penting artinya untuk menjaga
kontinuitas pengaliran. Sedangkan penanganan bangunan penangkap air ini
ditunjukkan terhadap :
a. Kontinuitas
Pencatatan tingkah laku (keadaan) dari sumber asal air.
Pencatatan debit air pada setiap saat, sehingga dengan demikian akan dapat
mengetahui fluktuasi dari kuantitas air yang masuk.
Mengontrol/memeriksa peralatan pencatatan debit serta peralatan lainnya
(misalnya : pompa, saringan, pintu air) untuk menjaga kontinuitas debit
pengaliran.
b. Kualitas
Hal ini penting terutama terhadap kemungkinan pencemaran sumber asal air
yang kita ambil.
Pemeriksaan kualitas air pada sumber air secara periodik.Dengan demikian akan
dapat diketahui ada tidaknya pencemaran (Sutrisno, 2004).
2. Bangunan Pengendap Pertama
Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan
partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi. Pada proses ini tidak ada
pembunuhan zat/bahan kimia. Untuk instalansi penjernihan air minum, yang air
bakunya cukup jernih, tetapi sadah, bak pengendap pertama tidak diperlukan.
Penanganan pada unit ini terutama ditunjukkan terhadap :
a. Aliran air
Harus dijaga supaya aliran air pada unit ini laminar (tenang), dengan demikian
pengendapan secara gravitasi tidak terganggu. Hal ini dapat kita lakukan dengan
mengatur pintu air masuk dan keluar pada unit ini.
b. Unit instalansi
Hasil pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan pada dasar
bak. Untuk menjaga pada unit ini adalah terbentuknya lumpur pada dasar bak.
Untuk menjaga efektivitas ruang pengendapan dan pencegahan pembusukan
lumpur endapan, maka secara periodic lumpur endapan harus kita keluarkan.
Peralatan untuk pembuangan lumpur harus dikontrol/diperiksa setiap saat agar
supaya tetap dapat bekerja secara sempurna.
Selain pembuangan lumpur secara periodik tanpa mengganggu jalannya proses,
maka bak endapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan harus kita
keluarkan secara total (Sutrisno, 2004).
3. Pembubuh Koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses
pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendapkan dengan sendirinya
(secara gravimetris). Sesuai dengan nama unit ini, maka unit ini berfungsi untuk
membubuhkan koagulan secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dengan dosis yang
tepat).
Alat pembubuh koagulan yang banyak kita kenal sekarang, dapat dibedakan dari cara
pembubuhannya :
a. Secara gravitasi, dimana bahan/zat kimia (dalam bentuk larutan) mengalir dengan
sendirinya karena gravitasi.
b. Memakai pompa (dosering pump); pembubuhan bahan/zat kimia dengan bantuan
pemompaan.
Disini perlu kita perhatikan pada pembubuhan koagulan, adalah perpipaan yang
mengalirkan bahan/zat kimia supaya tidak tersumbat. Maka perlu pemeriksaan secara
teliti terhadap peralatan-peralatannya. Bahan/zat kimia yang dipergunakan sebagai
koagulan adalah aluminium sulfat. Biasanya disebut sebagai tawas. Bahan ini banyak
dipakai, karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Bahan ini paling ekonomis
(murah) dan mudah didapat pada pasaran serta mudah disimpan. Bentuknya serbuk,
kristal dan koral (Sutrisno, 2004).
4. Bangunan Pengaduk Cepat
Unit ini untuk meratakan bahan/zat kimia (koagulan) yang ditambahkan agar dapat
bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat. Cara pengadukan :
a. Alat mekanis : motor dengan alat pengaduknya.
b. Penerjun air : dengan bantuan udara bertekanan.
Yang perlu diperhatikan dalam pengadukan cepat adalah alat/cara pengadukannya,
supaya mendapat pengadukan yang sempurna dan sesuai dengan yang kita inginkan
(Sutrisno, 2004).
5. Bangunan Pembentuk Flok
Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat
diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/zat koagulan yang
kita bubuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok-flok (partikel yang lebih besar dan bisa
mengendap dengan gravitasi) :
a. Kekeruhan pada baku air.
b. Tipe dari suspended solid.
c. pH.
d. Alkalinity.
e. Bahan koagulan yang dipakai.
f. Lamanya pengadukan.
Pada unit ini kita usahakan supaya tak terbentuk endapan flok (Sutrisno, 2004).
6. Bangunan Pengendap Kedua
Unit ini berfungsi untuk mengendapkan flok yang terbentuk pada unit bak pembentuk
flok. Pengendapan disini dengan gaya berat flok sendiri (gravitasi). Penanganan unit
bak pengendap kedua sama dengan pada unit bak pengendapan pertama (Sutrisno,
2004).
7. Bangunan Penyaring
Dalam proses penjernihan air minum diketahui 2 macam filter :
a. Saringan pasir lambat (slow sand filter).
b. Saringan pasir cepat (rapid sand filter).
Dari bentuk bangunan saringannya, dikenal 2 macam :
a. Saringan yang bangunannya terbuka (gravity filter).
b. Saringan yang bangunannya tertutup (presure filter).
Effluent dari bak pengendap (sedimentation basin) mengalir ke filter, gumpalan-
gumpalan dan lumpur (flok) tertahan pada lapisan atas filter. Pada saat-saat tertentu
dimana hilangnya tekanan (loos of head) dari air di atas saringan terlalu tinggi, yaitu
karena adanya lapisan lumpur pada bagian atas dari saringan, maka saringan akan
dicuci kembali (back wash) dengan air bertekanan dari bawah (Sutrisno, 2004).
8. Reservoir
Air yang telah melalui filter sudah dapat dipakai untuk air minum. Air tersebut telah
bersih dan bebas dari bakteriologi dan ditampung pada bak reservoir (tandon) untuk
diteruskan pada konsumen. Untuk keperluan terbanyak pada jam 16.00-18.00
diperlukan tandon minimum 10% debit/harinya (Sutrisno, 2004).
9. Pemompaan
Perlu diingat bahwa dalam hal ini, makin kecil tekanan udara makin cepat kecepatan
menguap air, dan penyerapan air dipengaruhi temperature. Oleh karena itu, daya isap
pompa masih dikurangi dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Tekanan uap jenuh dari air.
b. Kehilangan tekanan karena gesekan dengan pipa (Hazen William).
c. Tergantung tekanan udara luar.
Tiga hal tersebut menentukan daya hidup pompa (Sutrisno, 2004).
3.7.3 Unit Distribusi
Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air melalui sistem
distribusi perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) ke daerah pelayanan
(konsumen).
Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa faktor yang dapat harus
diperhatikan antara lain adalah :
a. Daerah layanan dan jumlah penduduk yang akan dilayani ini meliputi wilayah IKK
(ibukota kecamatan) atau wilayah kabupaten/kotamadya. Jumlah penduduk yang
dilayani tergantung pada :
1. Kebutuhan
2. Kemauan/Minat
3. Kemampuan atau tingkat sosial ekonomi masyarakat sehingga dalam satu
daerah layanan belum tentu semua pendudu terlayani.
b. Kebutuhan air adalah debit air yang harus disediakan untuk distribusi daerah
pelayanan.
c. Letak topografi daerah Layanan, yang akan menentukan sistem jaringan dan pola
aliran yang sesuai.
d. Jenis Sambungan Sistem
Jenis sambungan dalam sistem distribusi air bersih dibedakan menjadi :
Sambungan Halaman : yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa indik/pipa
utama ke tiap-tiap rumah/halaman.
Sambungan Rumah : yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa induk/pipa
utama ke masing-masing utilitas rumah tangga.
Hidran Umum: merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara komural
pada suatu daerah tertentu untuk melayani 100 orang dalam setiap hidran
umum.
Terminal air : adalah distribusi air melalui pemgiriman tangki-tangki air yang
diberikan pada daerah-daerah kumuh, daerah terpencil atau daerah yang rawan
air bersih.
Kran Umum : merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara komural
pada kelompok masyarakat tertentu, yang mempunyai minat tetapi kurang
mampu dalam membiayai penyambungan pipa ke masing-masing rumah.
Biasanya 1 (satu) kran umum dipakai untuk melayani kurang lebih 20 orang
(Anonim3, 1990).
3.4.3.2 Pola Sistem Distribusi
Setelah reservoir, bagian kedua adalah pola perpipaan sistem distribusi. Bisa
dikatakan, inilah sistem yang padat modal, mahal investasinya karena mencapai 70% dari
sistem keseluruhan. Ada dua bentuk dasar sistem distribusi. Kerangka, layout atau pattern
ini dinamai sesuai dengan pola koneksi antar pipa dan node-nya.
a. Pola Cabang (Branch System)
Yang pertama ialah pola cabang. Pada kerangka ini ada bagian pipa utama atau pokok
dan ada bagian pipa cabang. Ciri khasnya, ujung-ujung pipa berupa “titik-titik mati”
(dead end) dan aliran airnya hanya menuju ke satu arah, tidak bisa berbalik arah. Pola
“ujung mati” ini bisa dibagi menjadi banyak sektor dan subsektor yang pasokan airnya
dilayani oleh satu pipa cabang. Karena pasokan airnya per sektor atau subsektor maka
perhitungan diameter pipanya menjadi sederhana, hanya ditentukan oleh jumlah
penduduk (populasi) di sektor tersebut.
Keunggulan sistem ini ialah sederhana dalam pemasangan dan mudah dihitung
dimensi pipanya, lebih ekonomis karena diameter pipanya lebih kecil daripada sistem
lain dan pipanya lebih pendek. Apabila ada perluasan jaringan pipa, pola cabang ini
dapat diubah menjadi pola lingkaran atau campuran. Selain beberapa keunggulan
tersebut, kerangka sistem ini pun memiliki kelemahan. Dalam keadaan darurat,
misalnya pipa bocor atau putus, seluruh daerah di hilirnya akan putus pasokan airnya.
Dapat terjadi “rebutan” air antara satu sektor dan sektor lainnya, terutama ketika “jam
puncak” atau terjadi kebakaran. Karena alirannya searah, maka endapan di ujung-
ujung pipa menjadi banyak dan memadat. Ujung pipa ini harus dilengkapi dengan
katup penguras sehingga perlu banyak blow off atau wash out dan harus diposisikan di
dekat selokan atau sungai. Endapan harus dibersihkan secara periodik.
Dalam branch system ini reservoir diletakkan di bagian tertinggi daerah distribusi atau
bisa juga di bagian tengah untuk daerah yang relatif datar. Sangat ideal diterapkan di
daerah yang topografinya menurun secara teratur dengan slope kecil. Setiap titik
cabang perlu dilengkapi dengan valve (katup) untuk mengatur aliran di percabangan
dan juga untuk menutup aliran ketika terjadi kerusakan atau reparasi pipa.
Berikutnya ialah merencanakan diameter pipa. Debit yang digunakan adalah debit jam
puncak. Ada faktor puncak yang harus dikalikan dengan debit rerata dan ini
bergantung pada jumlah penduduknya. Jumlah penduduk mempengaruhi
keserempakan penggunaan air di suatu daerah dalam satu sistem perpipaan di seluruh
sektor. Keserempakan ini berbanding terbalik dengan jumlah penduduk. Makin banyak
penduduknya, faktor keserempakan pun mengecil.
b. Pola Cincin (Circle System)
Pola selanjutnya adalah sistem cincin, lingkaran. Disebut juga sistem tertutup, closed
system atauring, circle system. Ciri khasnya berbentuk lingkaran dan tiada titik mati
karena semua pipa saling berhubungan. Air yang mengalir keluar dari reservoir akan
bertemu di suatu titik di dalam pipa. Arah alirannya dapat berubah-ubah bergantung
pada besar-kecilnya pemakaian air di suatu sektor. Dengan demikian, kekurangan air
di suatu sektor dapat dipasok oleh sektor lainnya. Dalam kondisi darurat, misalnya ada
pipa bocor, putus atau diperbaiki, sektor yang lain dapat terus mengalirkan air yang
berasal dari sektor-sektor lainnya yang tidak putus/bocor.
Selain keunggulan, ada juga kelemahan sistem cincin/lingkaran ini. Sistem cincin
perlu pipa lebih panjang daripada sistem cabang tetapi diameternya bisa sama
ukurannya. Jadi, biaya investasinya lebih mahal. Sistem hanya cocok untuk daerah
yang relatif datar agar aliran airnya bisa bolak-balik. Dengan kata lain, sistem tertutup
ini belum tentu dapat diterapkan di sembarang daerah dengan topografi naik turun
secara acak, terjal dan luas. Ini berbeda dengan sistem cabang yang dapat dipasang di
daerah yang datar maupun yang miring atau menurun (terutama yang kecil slope-nya).
Untuk merencanakan diameter pipa, semua daerah diasumsikan berada dalam kondisi
jam puncak dengan satu faktor puncak (peak factor). Setiap titik (node) berada dalam
kondisi setimbang (balanced). Umumnya digunakan formula Hardy Cross tetapi
bukan untuk menentukan diameter pipanya secara langsung melainkan untuk mengatur
kesetimbangan tekanannya (balanced energy). Diameter pipanya ditentukan dengan
anggapan bahwa seluruh sektor atau daerah layanan dalam kondisi aliran puncak.
Seperti pada sistem cabang, katup juga harus dilengkapi di dalam sistem ini tetapi
tidak selalu di ujung pertemuan pipa atau titik akhir. Bisa juga dipasang di tengah-
tengah pipa atau di bagian terendah jaringan (Cahyana, 2010).
BAB IIGAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN
2.1 Gambaran Umum
Gambar 2.1 Peta Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang
terletak di bagian selatan dari wilayah Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Trenggalek
sebagian besar terdiri dari tanah pegunungan dengan luas meliputi 2/3 bagian luas wilayah.
Sedangkan sisa-nya (1/3 bagian) merupakan tanah dataran rendah. Kabupaten Trenggalek
terbagi menjadi 14 Kecamatan da 157 desa. Hanya sekitar 4 Kecamatan yang mayoritas
desanya dataran, yaitu Kecamatan Trenggalek, Kecamatan Pogalan, Kecamatan Tugu dan
Kecamatan Durenan. Sedangkan 10 Kecamatan lainnya mayoritas desanya Pegunungan.
Menurut luas wilayahnya, 4 Kecamatan yang luas wilayahnya kurang dari 50,00 Km².
Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Gandusari, Durenan, Suruh, dan Pogalan.
Sedangkan 3 Kecamatan yang luasnya antara 50,00 Km² – 100,00 Km² adalah Kecamatan
Trenggalek, Tugu, dan Karangan. Untuk 7 Kecamatan lainnya mempunyai luas diatas
100,00 Km².
Gambar 2.2 Peta Kecamatan Trenggalek
2.2 Aspek Fisik
2.2.1 Luas dan Batas Wilayah Administratif
Gambar 2.3 Batas Kelurahan Kabupaten Trenggalek
Kabupaten Trenggalek dengan luas wilayah 1.261,40 Km2 pada tahun 2009 menurut hasil
registrasi penduduk akhir tahun sebesar 675.765 jiwa. Jumlah penduduk ini naik sebesar
0,6 persen bila dibandingkan dengan keadaan akhir tahun sebelumnya. Dari jumlah seluruh
penduduk tersebut sebanyak 49,85 persen merupakan penduduk laki-laki dan 50,15 persen
penduduk perempuan.
Perkembangan jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 1971 sebanyak 512.425 jiwa,
tahun 1980 sebanyak 564.525 jiwa, tahun 1990 sebanyak 624.051 jiwa dan tahun 2000
sebanyak 649.883 jiwa. Jika dibandingkan jumlah penduduk tahun 2009 dengan hasil
sensus tahun 2000 terjadi pertumbuhan penduduk sebesar 3,98 persen selama 10 tahun
terakhir. Berikut ini adalah perkembangan indikator kependudukan berdasarkan hasil
registrasi BPS Kabupaten Trenggalek.
Adapun berdasarkan sebaran penduduk pada tahun 2009 menunjukkan bahwa Kecamatan
Panggul merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu 86.594 jiwa.
Namun jika dilihat dari kepadatannya, Kecamatan Pogalan dan Trenggalek memiliki
kepadatan penduduk tertinggi, masing-masing 1.389 jiwa/km2 dan 1.205 jiwa/km2.
Sedangkan Kecamatan Bendungan merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk
yang terendah, yaitu 315 jiwa/km2. Kabupaten Trenggalek terdiri dari 14 kecamatan, 152
desa dan 5 kelurahan, 555dusun/lingkungan, 1.287 rukun warga dan 4.490 rukun tetangga.
Dari 14 kecamatan hanya 5 kecamatan yang mayoritas desanya berupa dataran, yaitu
Kecamatan Trenggalek, Kecamatan Karangan, Kecamatan Pogalan, Kecamatan Tugu dan
Kecamatan Durenan. Sedangkan 9 kecamatan lainnya mayoritas desanya berupa
pegunungan.
Tabel 2.1 Jumlah Desa, Dusun dan Luas Kecamatan di Kabupaten Trenggalek
No Kecamatan DusunJumlah
Desa/Kelurahan
Jumlah
DusunLuas (Km²)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Panggul
Munjungan
Watulimo
Kampak
Dongko
Pule Pule
Karangan
Suruh
Gandusari
Durenan
Pogalan
Trenggalek
Tugu
Bendungan
Wonocoyo
Munjungan
Prigi
Bendoagung
Dongko
Pule
Karangan
Suruh
Gandusari
Kendalrejo
Ngadirenggo
Ngantru
Gondang
Dempyong
17
11
12
7
10
10
12
7
11
14
10
8
15
8
66
44
33
23
53
35
32
26
54
47
33
35
45
29
131,56
154,80
154,44
79,00
141,20
118,12
50,92
50,72
54,96
57,16
41,80
61,16
74,72
90,84
Jumlah 152 555 1261,40
Wilayah daratan Kabupaten Trenggalek dibagi menjadi 3 bagian wilayah yaitu:
1. Wilayah Bagian Utara: Wilayah Utara Kabupaten Trenggalek terdiri dari dataran
pegunungan yang cukup subur, namun tanah kritisnya juga cukup luas yang terletak di
Kecamatan Bendungan.
2. Wilayah Bagian Tengah: Wilayah Bagian Tengah Kabupaten Trenggalek terdiri dari
dataran rendah yang subur (pertanian) yang terletak di lembah sungai. Wilayah ini
membentang sepanjang Kecamatan Tugu sampai Kecamatan Durenan.
3. Wilayah Bagian Selatan: Wilayah Bagian Selatan Kabupaten Trenggalek terdiri dari
pegunungan yang relatif tandus (Batuan Kapur) dengan topografi wilayah
bergelombang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Panggul sampai wilayah di sepanjang
Pantai Selatan.
Tabel 2.2 Batas Wilayah Kabupaten Trenggalek
No Bagian Berbatas dengan
1. Utara Kabupaten Ponorogo dan Tulungagung
2. Timur Kabupaten Tulungagung
3. Selatan Samudra Hindia
4. Barat Kabupaten Ponorogo dan Pacitan
Secara Administratif, Kabupaten Trenggalek mempunyai batas-batas wilayah administrasi
yaitu bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Ponorogo.
Bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung. Bagian Selatan berbatasan
dengan Samudera Selatan. Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Ponorogo.
2.2.2 Geografi dan Topografi
Secara geografis Kabupaten Trenggalek berada diantara koordinat 111°24-112°11’ Bujur
Timur dan 7°53’-8°34’ Lintang Selatan. Kabupaten Trenggalek juga mempunyai wilayah
kepulauan yang tersebar di Kawasan Selatan Kabupaten Trenggalek. Jumlah pulau yang
berada di wilayah Kabupaten Trenggalek sebanyak 57 pulau, yang keseluruhannya masih
belum berpenghuni. Pulau terluar dari wilayah Kabupaten Trenggalek adalah Pulau
Panikan dan Pulau Sekel yang belum diketahui luasnya. Sedangkan luas wilayah laut (Zone
Ekonomi Eksklusif) ± 35.558 km², termasuk 57 pulau kecil tidak berpenghuni. Pulau -
pulau di wilayah Kabupaten Trenggalek,
Tabel 2.3 Nama Pulau di Kabupaten TrenggalekNo. Nama Pulau Wilayah No. Nama Pulau Wilayah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Kelompok Kidul
Sasah
Cigar
Ales
Anak Cigar
Panikan
Watupayung
Percak
Percak Wetan
Percak Tengah
Percak Kulon
Kalongan
Kalongan Cilik
Klompok Lor
Prenjono
Prenjono Wetan
Prenjono Kulon
Weru
Watuprau
Endasbajul
Kapulogo
Kempong
Watugampiran
Teang
Teang Lor
Teang Kidul
Godo
Godo Cilik
Jaran
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Munjungan
Panggul
Panggul
Panggul
Panggul
Panggul
Panggul
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
54
55
Karang
Malang
Kuyon
Konyelan
Banyutarung
Panggul
Sruwi Lor
Sruwi Kidul
Segunung
Karangpegat
Watudukun
Ngembeng
Watulajer
Sruwi
Benggolo
Siklopo
Sosari
Sosari Cilik
Sosari Lor
Solimo Wetan
Solimo Tengah
Solimo Kulon
Solimo
Boyolangu
Tamengan
Anakan
Mbatang Watulimo
Babatan
Sekel
Panggul
Panggul
Panggul
Panggul
Panggul
Panggul
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Watulimo
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek, 2012
Kabupaten Trenggalek secara ketinggian tempat terdiri dari 2/3 wilayah pegunungan dan
1/3 lainnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai dengan 690 meter di
atas permukaan air laut. Dua pertiga wilayah Kabupaten Trenggalek yang merupakan
kawasan pegunungan dataran rendah memiliki ketinggian antara 0 hingga di atas 100 meter
di atas permukaan laut, dan ketinggian tersebut 53,8 % berketinggian 100-500 m.
Kabupaten Trenggalek sebagian besar bertopografi terjal lebih dari 40% seluas ± 28.378 ha
yang merupakan daerah rawan bencana longsor. Sebagian besar lahan ini merupakan lahan
kritis yang rentan mengalami gerakan tanah. Kawasan ini tersebar di beberapa kecamatan
diantaranya Kecamatan Bendungan , Pule, Dongko, Watulimo, Munjungan dan Kecamatan
Panggul. Luas dataran rendah dengan tingkat kemiringan antara 0-15% adalah ± 42.291 ha.
Kawasan yang bertopografi datar sebagian sebagian besar terletak di Kabupaten
Trenggalek bagian utara meliputi Kecamatan Trenggalek, Karangan, Pogalan, Durenan,
dan Tugu. Kondisi kelerengan lahan di Kabupaten Trenggalek dapat diuraikan bahwa
terdapat kondisi yang variatif dan datar hingga sangat curam, yaitu dengan kemiringan
tanah 0%-7% untuk wilayah dataran rendah dan 7-40% untuk wilayah pegunungan.
Hal inilah yang menyebabkan penguasaan penduduk atas tanah terkonsentrasi pada
wilayah yang memiliki tingkat kelerengan lahan yang terkategori datar pada tanah-tanah
yang lebih memiliki kemiringan lahan lebih dan 15% pemanfaatan tanah dilakukan dengan
terasering. Kemiringan suatu lahan berkaitan dengan kepekaan terhadap erosi tanah.
Kondisi kemiringan tanah di Kabupaten Trenggalek dibedakan menjadi 4 (empat) kelas
kemiringan, yang seluruhnya memiliki karakteristik yang berbeda sehingga dalam
pemanfaatannya juga perlu dibedakan berdasarkan fungsinya, misalnya kawasan lindung.
2.2.3 Hidrologi
Secara hidrologis, Kabupaten Trenggalek terdiri atas 28 sungai dengan panjang antara 2
km hingga 41,50 km dengan debit air antara 674 m³/detik (Kali Jati) sampai dengan 20.394
m³/detik (Kali Munjungan). Dengan debit air sungai yang relatif tinggi merupakan indikasi
tingkat erosi yang cukup tinggi. Untuk pemanfaatan potensi aliran sungai tersebut baik
untuk air bersih maupun irigasi diperlukan pembangunan lebih banyak bangunan
penampung air, baik bendungan, embung, dan dam. Adapun sumber air di Kabupaten
Trenggalek pada tahun 2011 tecatat sejumlah 318 sumber air.
Sumber air di Kabupaten Trenggalek mengalami penurunan, baik jumlah maupun
debitnya. Sumber-sumber air tersebut perlu mendapatkan perhatian dengan menjaga
kelestarian alam, terutama area di sekitar sumber mata air sebagai kawasan lindung. Pada
umumnya Kabupaten Trenggalek memiliki 2 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yaitu
DAS yang arah alirannya menuju ke Kali Brantas dan DAS yang arah alirannya bermuara
ke Samudra Hindia. Pada wilayah Kabupaten Trenggalek terdapat banyak aliran sungai,
baik besar maupun kecil. Dibagian utara terdapat 2 sungai besar yang mengalir ke selatan,
yaitu Sungai Bagong dan Sungai Pinggir. Sungai Ngasinan merupakan muara beberapa
sungai yang cukup besar, yaitu dari utara Sungai Bagong yang bermuara di Kelurahan
Tamanan dan Sungai Prambon yang bermuara di Kecamatan Tugu, dan barat Sungai
Pinggir yang bermuara di Kecamatan Tugu dan dari selatan Sungai Nglongah (Mlinjon)
yang bermuara di Kecamatan Trenggalek. Sebelum masuk Dam Dawung menyatu dengan
Sungai Munjungan. Sungai-sungai yang berada di DAS Brantas sebagian besar digunakan
untuk irigasi, dan sebagian masuk ke PLTA Niyama. Sedangkan di bagian selatan terdapat
sungai besar yang mengalir ke Samudra Indonesia, yaitu Sungai Gedangan berhulu di
Kecamatan Pule, Dongko dan Panggul; Sungai Konang di Kecamatan Dongko dan
Panggul. Sungai Tumpak Nongko di Kecamatan Munjungan. Sungai Ngemplak di
Kecamatan Watulimo.
Tabel 2.4 Nama, Panjang dan Debit Air Sungai
No Nama SungaiPanjang
Sungai (Km)
Debit Air (m3/detik)
2010 2011
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Bagong
Sukun
Prambon
Kedungmoro
Klumutan
Jolok
Ngasinan
Klitik
Munjungan
22,5
11
13,5
8,5
4
2,25
41,5
7,25
5,5
2.275
Tidak ada alat ukur
705
185
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
3.064
Tidak ada alat ukur
2.030
2.518
Tidak ada alat ukur
1.353
58
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
4.793
Tidak ada alat ukur
3.554
No Nama SungaiPanjang
Sungai (Km)
Debit Air (m3/detik)
2010 2011
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Anjok
Darungan
Ngepeh
Duren
Mlinjo
Jati
Tawing
Gedangan
Konang
Ngulung
Bungur
Craken
Tumpak Nongko
Songo
Karanggandu
Bubuk
Ngemplak
Sowan
Dongko
2
4,5
8
7,5
19
15
27
36
17
6
2
5
14
4
3,5
2
10.5
5.5
13.5
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
451
Tidak ada alat ukur
869
634
8.567
5 396
130
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
1.337
Tidak ada alat ukur
1.921
1.086
1.086
9.326
705
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Tidak ada alat ukur
Sumber : Dinas PU Bina Marga dan Pengairan, 2012
2.2.4 Klimatologi
Kabupaten Trenggalek berada di sekitar garis khatulistiwa, maka seperti kabupaten-
kabupaten lainnya di Jawa Timur yang mempunyai perubahan iklim sebanyak 2 jenis
setiap tahunnya yakni musim kemarau dan musim penghujan. Bulan September - April
merupakan musim penghujan, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei-Agustus.
Namun akhir-akhir ini dengan perubahan anomail cuaca maka siklus hujan menjadi tidak
menentu. Jumlah hari hujan di Kabupaten Trenggalek rata-rata 164 hari hujan pada tahun
2011 dengan rata-rata curah hujan sebanyak 11 mm.
Tabel 2.5 Rata-rata Curah Hujan 2009 s/d 2011
KecamatanHari Hujan (Hari) Rata-rata Curah
Hujan (Mm)
2009 2010 2012 2009 2010 2012
Panggul
Munjungan
Watulimo
Kampak
Dongko
Pule
Karangan
Suruh
Gandusari
Durenan
Pogalan
Trenggalek
Tugu
Bendungan
111
116
-
124
122
95
88
-
101
-
91
105
197
122
195
168
-
294
215
171
181
-
177
-
141
186
285
220
156
225
-
178
225
219
141
-
100
-
87
130
202
151
24.91
31,59
-
11,92
17,44
21,51
14,09
-
12,57
-
16,65
12,19
15,59
15,52
20
45
-
10
21
23
14
-
11
-
21
21
18
20
10
8
-
22
11
10
10
-
10
-
7
10
13
11
Rata-rata 9,64 212 164 17,63 20 11
2.2.5 Geologi
Secara geologis, Kabupaten Trenggalek memiliki beberapa batuan induk. Jenis batuan
induk yang ada di Kabupaten Trenggalek antara lain:
a. Miosenne sedimentary: di semua kecamatan
b. Miosenne limostone: Kecamatan Panggul, Watulimo, Dongko dan Karangan
c. Andesit: Kecamatan Munjungan, Watulimo, Pogalan dan Karangan
d. Liat dan Pasir (Alluvium): di semua kecamatan kecuali Dongko, Pule dan Bendungan
e. Undifferentioned Vulcanik: di Kecamatan Bendungan
Struktur tanah di Kabupaten Trenggalek meliputi andosol dan latosol di bagian utara.
Batuan Mediteran, grumosol dan regusol yang terletak di bagian timur. Batuan mediteran
di bagian selatan dan batuan alluvial di bagian barat kabupaten. Susunan explorasi tanah
terdiri dari lapisan tanah andosol dan latosol, mediteran, grumosol, dan regosol, alluvial
dan mediteran. Lapisan tanah alluvial terbentang di sepanjang aliran sungai di bagian
wilayah timur dan merupakan lapisan tanah yang subur, luasnya berkisar antara 10%
hingga 15% dari seluruh wilayah. Pada bagian lain, yaitu bagian selatan, barat laut dan
utara, tanahnya terdiri dari lapisan mediteran yang bercampur dengan lapisan grumosol dan
latosol. Lapisan tanah ini sifatnya kurang daya serapnya terhadap air sehingga
menyebabkan lapisan tanah ini kurang subur.
Tabel 2.6 Kondisi Geologis Kabupaten Trenggalek
Jenis Tanah
Bagian Utara
Bagian Timur
Bagian Barat
Bagian Selatan
Andosol dan Latosol
Mediteran, Grumosol dan Regusol
Alluvial
Mediteran
2.3 Demografi
Data penduduk sebagaimana data yang lain sangat diperlukan dalam perencanaan dan
evaluasi pembangunan, terlebih lagi penduduk sebagai sumberdaya manusia adalah subyek
sekaligus obyek pembangunan. Menurut data BPS hasil dari registrasi penduduk akhir
tahun 2011 sebesar 813.418 jiwa. Dari jumlah seluruh penduduk tersebut sebanyak 50,52
persen merupakan penduduk laki-laki. Jumlah penduduk ini naik sebesar 1,04 % bila
dibandingkan dengan keadaan akhir tahun 2010. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk
selama 1 dasawarsa terakhir sebesar 0,38 %.
Potensi sumber daya manusia dalam satu daerah juga dapat diketahui melalui indicator
jumlah penduduk berusia produktif (15-64 tahun). Berdasarkan data BPS, dalam tahun
2011, tercatat sebesar 435.917 jiwa termasuk dalam usia produktif dan sebesar 213.966
jiwa termasuk usia tidak produktif sehingga menghasilkan angka dependency ratio sebesar
49. Hal ini berarti setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 49 jiwa penduduk yang
tidak produktif. Jumlah penduduk mengandung dua konsekuensi bila dikaitkan dengan
pembangunan, yaitu menjadi subyek dan obyek pembangunan. Sehingga, dalam banyak
hal besarnya penduduk merupakan potensi dan modal dasar pembangunan apabila peranan
keduanya bias diwujudkan. Kabupaten Trenggalek dengan luas wilayah 1.216,40 Km²
pada tahun 2011 menurut hasil registrasi penduduk akhir tahun sebesar 813.418 jiwa.
Jumlah penduduk ini naik sebesar 1,04 persen bila dibandingkan dengan keadaan akhir
tahun sebelumnya. Dari jumlah seluruh penduduk tersebut sebanyak 49,85 persen
merupakan penduduk laki-laki dan 50,15 persen penduduk perempuan.
Adapun berdasarkan sebaran penduduk pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Kecamatan
Panggul merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu 88.410 jiwa.
Namun jika dilihat dari kepadatannya, kecamatan Pogalan dan Trenggalek memiliki
kepadatan penduduk tertinggi, masing-masing 1.421 jiwa/km² dan 1.211 jiwa/km².
Sedangkan Kecamatan Bendungan merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk
yang terendah, yaitu 323 jiwa/km².
Tabel 2.7 Kepadatan Penduduk Geografis
No KecamatanLuas
(Km2)Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk
(Km2)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Panggul
Munjungan
Watulimo
Kampak
Dongko
Pule
Karangan
Suruh
Gandusari
Durenan
Pogalan
Trenggalek
Tugu
Bendungan
131,56
154,80
154,44
79,00
141,20
118,12
50,92
50,72
54,96
57,16
41,80
61,16
74,72
90,84
88.410
55.646
76.377
40.389
72.611
60.578
54.894
28.673
57.195
59.704
59.406
74.039
56.143
29.353
672
359
495
511
514
513
1.078
565
1.041
1.044
1.421
1.211
751
323
Jumlah 1.261,40 813.418 645
2.4 Tata Guna Lahan
a. Pertanian
Lahan pertanian pada tahun 2011 khususnya area sawah di Kabupaten Trenggalek
sebesar 12.230 Ha atau 9,69 persen dari total luas wilayah. Area sawah di Kabupaten
Trenggalek terdiri dari sawah irigasi teknis seluas 3.758 ha, sawah setangah teknis
seluas 3,291 ha dan sawah tadah hujan seluas 993 ha. Produksi padi sawah tahun 2011
mengalami penurunan sebesar 4,97 persen dibandingkan tahun 2010 dengan rata-rata
produksi 58,17 kw/ha. Selain padi hasil pertanian di Kabupaten Trenggalek yang
potensial adalah jagung, ubi kayu, ubi-ubian, kacang tanah dan kacang kedelai.
Produksi ubi kayu terus mengalami peningkatan sampai tahun 2011 sebesar 350.463 ton
dengan kenaikan produksi 6,8% dibandingkan produksi tahun sebelumnya. Selain ubi
kayu komoditas pertanian yang mengalami peningkatan produksi adalah ubi jalar.
Pengembangan tanaman perkebunan di Kabupaten Trenggalek dituntut untuk tetap
memperhatikan keseimbangan aspek ekonomi, ekologi dan social yang merupakan
indicator pengelolaan sumber daya perkebunan dan kehutanan yang lestari.
Jenis komoditi perkebunan yang cukup potensial dan merupakan tanaman unggulan di
Kabupaten Trenggalek antara lain adalah tebu, kelapa, dan coklat. Produksi tanaman
perkebunan yang mempunyai kontribusi tersbesar adalah produksi kelapa dan tebu
masing-masing dengan produksi sebesar 10.690,75 ton dan 3.948,5 ton di tahun 2011.
Dari total luas hutan 62.024,50 Ha tedapat 17.988,40 ha hutan lindung, dan 44.036,10
ha hutan produksi, setrta hutan wisata seluas 64,3 ha. Produksi dibidang kehutanan
diantaranya adalah getah pinus, selama 2011 tercatat produksi getah pinus sebesar 6.850
ton.
b. Peternakan
Dilihat dari populasi ternak selama 2011, jumlah ayam ras petelor menempati urutan
pertama untuk ternak yang dibudidayakan masyarakat dengan jumlah 1.399.194 ekor,
disusul ayam buras dengan populasi 575.682 ekor, berikutnya ayam ras pedaging,
kambing dan itik. Sapi perah dengan populasi 5.405 ekor sebagian besar terdapat di
Kecamatan Bendungan. Dari sejumlah sapi perah tersebut menghasilkan susu sebanyak
8.030.000,00 liter selama tahun 2011.
c. Perikanan
Trenggalek memiliki pelabuhan ikan terbesar pada wilayah pantai selatan pulau jawa
setelah Pelabuhan ikan Cilacap. Pengembangan potensi perikanan mulai direalisasikan
dengan pembangunan Pelaabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Pantai Prigi
kedepannya akan dikembangkan menjadi Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) yang
didukung dengan pengembangan Jalan Lintas Selatan (JLS).
Jumlah rumah tangga perikanan tercatat 5.772 rumah tangga terdiri dari 2.068 rumah
tangga perikanan laut dan 3.754 rumah tangga perikanan darat. Rumah tangga perikanan
laut terdapat pada 3 kecamatan yaitu Panggul, Munjungan dan Watulimo. Untuk
produksi ikan darat tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 22,16 persen dari tahun
sebelumnya, dimana produksi ikan lele menempati urutan pertama produksi terbesar
yaitu 2.053,28 ton, disusul gurame 368,91 ton diurutan kedua.
Berdasarkan kondisi wilayah Kabupaten Trenggalek yang berada di pesisir selatan Jawa
Timur dengan daerah pantainya maka Kabupaten Trenggalek berpotensi untuk
dikembangkan menjadi kawasan minapolitan baik berbasis perikanan tangkap maupun
perikanan budidaya. Potensi perikanan budidaya yang dapat dikembangkan di
Kabupaten Trenggalek adalah budidaya ikan nila dan lele di Desa Sumurup Kecamatan
Bendungan sebagai pusat kegiatan minopolitan serta budidaya ikan lele di Desa
Sambirejo Kecamatan Trenggalek sebagai kawasan hinterland.
d. Pariwisata
Potensi pengembangan wisata di Kabupaten Trenggalek terbesar hampi di seluruh
kecamatan, namun jumlah obyek wisata yang layak jual di Kabupaten Trenggalek
sebanyak tujuh obyek wisata, terdiri dari obyek pariwisata pantai, pemandian/kolam
renang dan goa, yaitu Pantai Pelang di Kecamatan Panggul, Kolam Renang Tirta Jwalita
di Kecamatan Trenggalek, empat obyek wisata di Kecamatan Watulimo yaitu Goa
Lawa, Pantai Damas, Pantai Prigi, Pantai Pasir Putih Karanggongso serta Pemandian
Tapan. Obyek wisata di Kabupaten Trenggalek dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu
obyek wisata alam, obyek wisata budaya dan obyek wisata minat khusus.
e. Industri
Trend perkembangan industri kecil, menengah dan kerajinan selama periode 2009-2011
mengalami fluktuasi. Tahun 2011 jumlah industri kecil mencapai 546 unit, meningkat
56,9 % disbanding tahun 2009. Namun dibandingkan tahun 2010 jumlah industri kecil
di Kabupaten Trenggalek mengalami penurunan.
f. Pertambangan
Kabupaten Trenggalek sebenarnya memiliki kekayaan tambang yang tersebar di
beberapa lokasi tetapi belum dikembangkan secara optimal. Potensi tambang terbesar di
Kabupaten Trenggalek pada tahun 2011 adalah marmer sebesar 708,548 juta ton yang
tersebar di Kecamatan Panggul sebesar 173 juta ton, Kacamatan Dongko sebesar 394
juta ton, Kecamatan Bendungan sebesar 127 juta ton. Selain marmer, potensi tambang
lainnya adalah andesit diorite sebesar 157 juta ton yang tersebar di seluruh kecamatan
kecuali Kecamatan Gandusari.
BAB III PERHITUNGAN PROYEKSI PENDUDUK DAN
KEBUTUHAN AIR BERSIH
3.1 Perhitungan Proyeksi Penduduk
Tabel 3.1 Data Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Trenggalek
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
1999 122892 - -
2000 123704 812 0.0066
2001 124474 1582 0.0127
2002 124998 2106 0.0168
2003 125556 2664 0.0212
2004 125929 3037 0.0241
2005 126240 3348 0.0265
2006 127178 4286 0.0337
2007 127454 4562 0.0358Sumber: BPS Kota Trenggalek
3.1.1 Metode Rata-Rata (Aritmatik)
Tabel 3.2 Perhitungan Proyeksi Penduduk dengan Metode AritmatikTahun Jumlah Penduduk (Jiwa) x x2 y y2 x.y
1999 122892 0 0 0 0 02000 123704 1 1 812 659344 8122001 124474 2 4 1582 2502724 31642002 124998 3 9 2106 4435236 63182003 125556 4 16 2664 7096896 106562004 125929 5 25 3037 9223369 151852005 126240 6 36 3348 11209104 200882006 127178 7 49 4286 18369796 300022007 127454 8 64 4562 20811844 36496
Jumlah 36 204 22397 74308313 122721
3.1.2 Metode Berganda (Geometrik)
Tabel 3.3 Perhitungan Proyeksi Penduduk dengan Metode GeometrikTahun Jumlah Penduduk (Jiwa) X x2 y y2 x.y
1999 122892 1 1 11.7190612 137.3364 11.719062000 123704 2 4 11.72564689 137.4908 23.451292001 124474 3 9 11.73185214 137.6364 35.195562002 124998 4 16 11.73605302 137.7349 46.944212003 125556 5 25 11.74050715 137.8395 58.702542004 125929 6 36 11.74347354 137.9092 70.460842005 126240 7 49 11.74594014 137.9671 82.221582006 127178 8 64 11.75334296 138.1411 94.026742007 127454 9 81 11.75551079 138.192 105.7996
Jumlah 45 285 105.6513878 1240.247 528.5214
3.1.3 Metode Selisih Kuadrat (Least Square)
Tabel 3.4 Perhitungan Proyeksi Penduduk dengan Metode Least SquareTahun Jumlah Penduduk (Jiwa) x x2 y y2 x.y
1999 122892 1 1 122892 15102443664 1228922000 123704 2 4 123704 15302679616 2474082001 124474 3 9 124474 15493776676 3734222002 124998 4 16 124998 15624500004 4999922003 125556 5 25 125556 15764309136 6277802004 125929 6 36 125929 15858113041 7555742005 126240 7 49 126240 15936537600 8836802006 127178 8 64 127178 16174243684 10174242007 127454 9 81 127454 16244522116 1147086
Jumlah 45 285 1128425 1.41501E+11 5675258
3.1.4 Hasil Perhitungan Proyeksi Penduduk dengan Metode Terpilih
Tabel 3.5 Perbandingan 3 Metode
HASIL KORELASI 3 METODE
Aritmatik 0.93 No
Geometrik 0.89 No
Last Square 0.98 Use
Jadi, metode yang digunakan dalam proyeksi penduduk kota Trenggalek adalah metode
Least Square karena memiliki nilai kolerasi yang paling mendekati angka 1
Rumus Metode Least Square
Dimana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun proyeksi yang diinginkan (jiwa)
a, b = koefisien Least Square
n = kurun waktu
Tabel 3.6 Perhitungan Rata-Rata Penduduk dengan Metode Least Square
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) y x x.y x2
1999 122892 1 122892 12000 123704 2 247408 42001 124474 3 373422 92002 124998 4 499992 162003 125556 5 627780 252004 125929 6 755574 362005 126240 7 883680 492006 127178 8 1017424 642007 127454 9 1147086 81
Jumlah 1128425 45 5675258 285Rata-rata 125380.56 5 630584.22 31.67
Perhitungan nilai a
Perhitungan nilai b
Tabel 3.7 Proyeksi Penduduk dengan Metode Least SquareTahun x Jumlah Penduduk (y)
1999 1 1228922000 2 1237042001 3 1244742002 4 1249982003 5 1255562004 6 1259292005 7 1262402006 8 1271782007 9 1274542008 10 1281422009 11 1286942010 12 1292462011 13 1297982012 14 1303512013 15 1309032014 16 1314552015 17 1320072016 18 1325592017 19 1331122018 20 1336642019 21 1342162020 22 1347682021 23 1353202022 24 1358732023 25 136425
Tahun x Jumlah Penduduk (y)
2024 26 1369772025 27 1375292026 28 1380822027 29 1386342028 30 1391862029 31 1397382030 32 1402902031 33 1408432032 34 1413952033 35 1419472034 36 1424992035 37 1430522036 38 1436042037 39 144156
Proyeksi Penduduk 2008 - 2015
Dimana: a = 122619.472 dan b = 552.217
P2008 = 122619.472 + (552.217 x 10)
= 128142
P2009 = 122619.472 + (552.217 x 11)
= 128694
P2010 = 122619.472 + (552.217 x 12)
= 129246
P2011 = 122619.472 + (552.217 x 13)
= 129798
P2012 = 122619.472 + (552.217 x 14)
= 130351
P2013 = 122619.472 + (552.217 x 15)
= 130903
P2014 = 122619.472 + (552.217 x 16)
= 131455
P2015 = 122619.472 + (552.217 x 17)
= 132007
Proyeksi Penduduk 2016 - 2037
Dimana: a = 122619.472 dan b = 552.217
P2016 = 122619.472 + (552.217 x 18)
= 132559
P2017 = 122619.472 + (552.217 x 19)
= 133112
P2018 = 122619.472 + (552.217 x 20)
= 133664
P2019 = 122619.472 + (552.217 x 21)
= 134216
P2020 = 122619.472 + (552.217 x 22)
=134768
P2021 = 122619.472 + (552.217 x 23)
= 135320
P2022 = 122619.472 + (552.217 x 24)
= 135873
P2023 = 122619.472 + (552.217 x 25)
= 136425
P2024 = 122619.472 + (552.217 x 26)
= 136977
P2025 = 122619.472 + (552.217 x 27)
= 137529
P2026 = 122619.472 + (552.217 x 28)
= 138082
P2027 = 122619.472 + (552.217 x 29)
= 138634
P2028 = 122619.472 + (552.217 x 30)
= 139186
P2029 = 122619.472 + (552.217 x 31)
=139738
P2030 = 122619.472 + (552.217 x 32)
= 140290
P2031 = 122619.472 + (552.217 x 33)
= 140843
P2032 = 122619.472 + (552.217 x 34)
=141395
P2033 = 122619.472 + (552.217 x 35)
=141947
P2034 = 122619.472 + (552.217 x 36)
=142499
P2035 = 122619.472 + (552.217 x 37)
= 143052
P2036 = 122619.472 + (552.217 x 38)
= 143604
P2037 = 122619.472 + (552.217 x 39)
= 144156
Proyeksi Penduduk Per Kelurahan
1. Kelurahan Tamanan
Kelurahan Tamanan Tahun 2015
Kelurahan Tamanan Tahun 2017
Kelurahan Tamanan Tahun 2037
2. Kelurahan Ngantru
Kelurahan Ngantru Tahun 2015
Kelurahan Ngantru Tahun 2017
Kelurahan Ngantru Tahun 2037
3. Kelurahan Kelutan
Kelurahan Kelutan Tahun 2015
Kelurahan Kelutan Tahun 2017
Kelurahan Kelutan Tahun 2037
4. Kelurahan Surodakan
Kelurahan Surodakan Tahun 2015
Kelurahan Surodakan Tahun 2017
Kelurahan Surodakan Tahun 2037
5. Kelurahan Sumbergedong
Kelurahan Sumbergedong Tahun 2015
Kelurahan Sumbergedong Tahun 2017
Kelurahan Sumbergedong Tahun 2037
Tabel 3.8 Proyeksi Penduduk per Kelurahan Kota Trenggalek
No. KelurahanJumlah
Penduduk (2008)
Jumlah Penduduk
(2015)
Jumlah Penduduk
(2017)
Jumlah Penduduk
(2037)
1 Tamanan 19849 20447 20618 22329
2 Ngantru 34392 35429 35725 38689
3 Kelutan 12180 12547 12652 13702
4 Surodakan 47289 48715 49123 53198
5 Sumbergedong 32959 33953 33980 37077
Jumlah 146308 151091 152098 164995
3.2 Perhitungan Proyeksi Fasilitas
Proyeksi Fasilitas Per Kelurahan Kota Trenggalek
Rumus :
Diketahui :
∑Pn = Jumlah Penduduk pada tahun 2037
∑Po = Jumlah Penduduk pada tahun proyeksi 2008
∑Fn = Jumlah fasilitas pada tahun yang diinginkan 2037
∑Fo = Jumlah fasilitas pada awal proyeksi 2008
Proyeksi Fasilitas Kelurahan Tamanan
1. Fasilitas Sekolah
2. Fasilitas Kesehatan
Rumah Sakit = 0 → 0
Puskesmas = 52
Apotek = 1
3. Fasilitas Ibadah
Masjid dan Mushola
Gereja
4. Fasilitas Industri
Industri hasil pertanian dan kehutanan
Industri logam, mesin elektronika, dan aneka
Tabel 3.9 Proyeksi Fasilitas Kelurahan Tamanan
Kelurahan Jenis Fasilitas 2008 2037
Tamanan
Sekolah 36 40
Kesehatan
Rumah Sakit 0 0
Puskesmas 52 58
Apotek 1 1
IbadahMasjid, Mushola 146 164
Gereja 2 2
Industri
Industri hasil
pertanian dan
kehutanan
29 33
Industri logam,
mesin elektronika,
dan aneka
5 6
Tabel 3.10 Proyeksi Fasilitas Kelurahan Ngantru
Kelurahan Jenis Fasilitas 2008 2037
Ngantru
Sekolah 63 71
Kesehatan
Rumah Sakit 0 0
Puskesmas 92 103
Apotek 2 3
IbadahMasjid, Mushola 257 289
Gereja 2 3
Industri
Industri hasil
pertanian dan
kehutanan
0 0
Industri logam,
mesin elektronika,
dan aneka
49 55
Tabel 3.11 Proyeksi Fasilitas Kelurahan Kelutan
Kelurahan Jenis Fasilitas 2008 2037
Kelutan
Sekolah 22 25
Kesehatan
Rumah Sakit 0 0
Puskesmas 33 37
Apotek 1 1
IbadahMasjid, Mushola 91 102
Gereja 0 0
Industri Industri hasil 11 12
pertanian dan
kehutanan
Industri logam,
mesin elektronika,
dan aneka
0 0
Tabel 3.12 Proyeksi Fasilitas Kelurahan Surodakan
Kelurahan Jenis Fasilitas 2008 2037
Surodakan
Sekolah 87 98
Kesehatan
Rumah Sakit 0 0
Puskesmas 127 143
Apotek 3 3
IbadahMasjid, Mushola 354 398
Gereja 3 3
Industri
Industri hasil
pertanian dan
kehutanan
13 15
Industri logam,
mesin elektronika,
dan aneka
0 0
Tabel 3.13 Proyeksi Fasilitas Kelurahan Sumbergedong
Kelurahan Jenis Fasilitas 2008 2037
Sumbergedong
Sekolah 60 67
Kesehatan
Rumah Sakit 0 0
Puskesmas 89 100
Apotek 2 2
IbadahMasjid, Mushola 247 278
Gereja 1 1
Industri
Industri hasil
pertanian dan
kehutanan
12 13
Industri logam,
mesin elektronika,
dan aneka
0 0
3.3 Perhitungan Pembagian Blok Pelayanan
Tabel 3.14 Pembagian Blok Pelayanan Berdasarkan Gambar
Blok KelurahanTerlayani (%) Blok (%) Jumlah
Penduduk 2037 Luas (Km2)
Luas (Ha)
Jumlah Penduduk Terlayani
Luas Terlayani (Ha)
1 2 3 4 5 61 Surodakan 80 11 53198 5.6 560 42558 61.602 Surodakan 80 12 53198 5.6 560 42558 67.20
3Ngantru 80 4 38689 13.28 1328 30951 53.12
Surodakan 80 17 53198 5.6 560 42558 95.20TOTAL 73510 148.32
4 Surodakan 80 9 53198 5.6 560 42558 50.405 Ngantru 80 11 38689 13.28 1328 30951 146.086 Sumbergedong 80 5 37077 18.24 1824 29662 91.207 Sumbergedong 80 12 37077 18.24 1824 29662 218.888 Sumbergedong 80 16 37077 18.24 1824 29662 291.849 Ngantru 80 7 38689 13.28 1328 30951 92.9610 Sumbergedong 80 7 37077 18.24 1824 29662 127.68
11Ngantru 80 13 38689 13.28 1328 30951 172.64Tamanan 80 2 22329 15.56 1556 17863 31.12
TOTAL 48814 203.7612 Kelutan 80 8 13702 8.48 848 10962 67.8413 Kelutan 80 9 13702 8.48 848 10962 76.32
3.4 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik
Tabel 3.15 Kebutuhan Air Domestik
Blok Kelurahan
Terlayani(%)
Blok(%)
Jumlah Penduduk
2037
Luas(km2)
Luas(Ha)
Jumlah Penduduk Terlayani
Luas Terlayani
(Ha)
Sambungan Rumah (SR) Kran Umum (KU) Q Domestik
(l/det)Penduduk Terlayani
Q (l/det)
Jumlah SR
(unit)Penduduk Terlayani
Q (l/det)
Jumlah KU
(unit)1 2 3 4 5 6
1 Surodakan 80 11 53198 5.6 560 42558 61.60 34047 59.11 5674 8512 2.96 85 62.062 Surodakan 80 12 53198 5.6 560 42558 67.20 34047 59.11 5674 8512 2.96 85 62.06
3Ngantru 80 4 38689 13.28 1328 30951 53.12 24761 42.99 4127 6190 2.15 62 45.14
Surodakan 80 17 53198 5.6 560 42558 95.20 34047 59.11 5674 8512 2.96 85 62.06TOTAL 73510 148.32 58808 102.10 9801 14702 5.10 147 107.20
4 Surodakan 80 9 53198 5.6 560 42558 50.40 34047 59.11 5674 8512 2.96 85 62.065 Ngantru 80 11 38689 13.28 1328 30951 146.08 24761 42.99 4127 6190 2.15 62 45.146 Sumbergedong 80 5 37077 18.24 1824 29662 91.20 23729 41.20 3955 5932 2.06 59 43.267 Sumbergedong 80 12 37077 18.24 1824 29662 218.88 23729 41.20 3955 5932 2.06 59 43.268 Sumbergedong 80 16 37077 18.24 1824 29662 291.84 23729 41.20 3955 5932 2.06 59 43.269 Ngantru 80 7 38689 13.28 1328 30951 92.96 24761 42.99 4127 6190 2.15 62 45.1410 Sumbergedong 80 7 37077 18.24 1824 29662 127.68 23729 41.20 3955 5932 2.06 59 43.26
11Ngantru 80 13 38689 13.28 1328 30951 172.64 24761 42.99 4127 6190 2.15 62 45.14Tamanan 80 2 22329 15.56 1556 17863 31.12 14291 24.81 2382 3573 1.24 36 26.05
TOTAL 48814 203.76 39052 67.80 6509 9763 3.39 98 71.1912 Kelutan 80 8 13702 8.48 848 10962 67.84 8769 15.22 1462 2192 0.76 22 15.9913 Kelutan 80 9 13702 8.48 848 10962 76.32 8769 15.22 1462 2192 0.76 22 15.99
Keterangan Tabel:
(1) = Presentase suatu desa/kelurahan dilayani (%)
(2) = Presentase suatu desa/kelurahan yang dilayani dalam satu blok (%)
(3) = Jumlah penduduk pada tahun proyeksi yang diinginkan (jiwa)
(4) = Luas wilayah pada tahun proyeksi yang diinginkan (Ha)
(5) = (2).(3)
= Jumlah penduduk terlayani pada tahun proyeksi yang diinginkan (jiwa)
(6) = (2).(4)
= Luas wilayah terlayani pada tahun proyeksi yang diinginkan (Ha)
Presentase suatu desa/kelurahan dilayani (%) berdasarkan kepadatan penduduk: 60,
70, 80 %.
Setiap daerah perencanaan akan memiliki kriteria tertentu.
Persentase tersebut ditentukan untuk tahun perencanaan dan diproyeksi untuk tahun
proyeksi (2037)
Proyeksi dilakukan dengan cara memprediksi perkembangan wilayah dalam daerah
tersebut
Pada perencanaan kebutuhan air domestik, digunakan fasilitas perpipaan yang terdiri dari
Sambungan Rumah (SR) dan Kran Umum (KU). Berdasarkan jumlah penduduk pada
tahun perencanaan (263518 jiwa) maka kriteria perencanaan adalah sebagai berikut:
Sambungan Rumah (SR) = 150 liter/orang/hari
Kran Umum (KU) = 30 liter/orang/hari
Untuk kebutuhan air domestik, persentase penduduk yang terlayani pada tahun
kedepan berbeda-beda tiap kelurahannya karena didasarkan pada kepadatan penduduk
pada kelurahan tersebut.
Sambungan rumah akan digunakan untuk melayani 70% dari penduduk yang
terlayani dan kran umum adalah sisanya yaitu, sebanyak 30% dari penduduk yang
terlayani.
3.5 Perhitungan Kebutuhan Air Non Domestik
Kebutuhan dasar air non domestik ditentukan oleh banyaknya konsumen non domestik
yang berupa fasilitas-fasilitas antara lain sebagai berikut:
Perkantoran (pemerintah dan swasta)
Pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi)
Tempat-tempat ibadah (masjid, gereja, dll)
Kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll)
Komersial (Toko, Hotel, Bioskop, dll)
Umum (Terminal, Pasar, dll)
Industri
Tabel 3.16 Kebutuhan Air Non Domestik Fasilitas Sekolah
Blok KelurahanPersentase
Terlayani
Persentase
Blok
Jumlah Fasilitas
Sekolah 2037
Jumlah Fasilitas
Sekolah Terlayani
Q Fasilitas
Sekolah (l/hari)
Q Fasilitas Sekolah
(l/detik)
1 Surodakan 100 33% 98 32 22400 0.26
2 Surodakan 100 33% 98 32 22400 0.26
3Ngantru 100 24% 71 17 53120 0.61
Surodakan 100 33% 98 32 22400 0.26
TOTAL 169 49 75520 0.87
4 Surodakan 100 33% 98 32 22400 0.26
5 Ngantru 100 24% 71 17 53120 0.61
6 Sumbergedong 100 22% 67 15 72960 0.84
7 Sumbergedong 100 22% 67 15 72960 0.84
8 Sumbergedong 100 22% 67 15 72960 0.84
9 Ngantru 100 24% 71 17 53120 0.61
10 Sumbergedong 100 22% 67 15 72960 0.84
11Ngantru 100 24% 71 17 53120 0.61
Tamanan 100 13% 40 5 62240 0.72
TOTAL 111 22 115360 1.34
12 Kelutan 100 8% 25 2 33920 0.39
13 Kelutan 100 8% 25 2 33920 0.39
Tabel 3.17 Kebutuhan Air Non Domestik Fasilitas Kesehatan
Blok KelurahanPersentase
Terlayani
Persentase
Blok
Jumlah Fasilitas
Kesehatan 2037
Jumlah Fasilitas
Kesehatan Terlayani
Q Fasilitas
Kesehatan (l/hari)
Q Fasilitas
Kesehatan (l/detik)
1 Surodakan 100 32% 146 47 473689 5.48
2 Surodakan 100 32% 146 47 473689 5.48
3Ngantru 100 23% 105 25 245000 2.84
Surodakan 100 32% 146 47 473689 5.48
TOTAL 251 72 718689 8.32
4 Surodakan 100 32% 146 47 473689 5.48
5 Ngantru 100 23% 105 25 245000 2.84
6 Sumbergedong 100 23% 102 23 231200 2.68
7 Sumbergedong 100 23% 102 23 231200 2.68
8 Sumbergedong 100 23% 102 23 231200 2.68
9 Ngantru 100 23% 105 25 245000 2.84
10 Sumbergedong 100 23% 102 23 231200 2.68
11Ngantru 100 23% 105 25 245000 2.84
Tamanan 100 13% 59 8 77356 0.90
TOTAL 164 32 322356 3.73
12 Kelutan 100 8% 38 3 32089 0.37
13 Kelutan 100 8% 38 3 32089 0.37
Tabel 3.18 Kebutuhan Air Non Domestik Fasilitas Ibadah
Blok KelurahanPersentase
Terlayani
Persentase
Blok
Jumlah Fasilitas
Ibadah 2037
Jumlah Fasilitas
Ibadah Terlayani
Q Fasilitas
Ibadah (l/hari)
Q Fasilitas Ibadah
(l/detik)
1 Surodakan 100 32% 401 130 389349 4.51
2 Surodakan 100 32% 401 130 389349 4.51
3Ngantru 100 23% 291 68 205039 2.37
Surodakan 100 32% 401 130 389349 4.51
TOTAL 692 198 594387 6.88
4 Surodakan 100 32% 401 130 389349 4.51
5 Ngantru 100 23% 291 68 205039 2.37
6 Sumbergedong 100 23% 279 63 188477 2.18
7 Sumbergedong 100 23% 279 63 188477 2.18
8 Sumbergedong 100 23% 279 63 188477 2.18
9 Ngantru 100 23% 291 68 205039 2.37
10 Sumbergedong 100 23% 279 63 188477 2.18
11Ngantru 100 23% 291 68 205039 2.37
Tamanan 100 13% 166 22 66722 0.77
TOTAL 457 91 271760 3.15
12 Kelutan 100 8% 102 8 25191 0.29
13 Kelutan 100 8% 102 8 25191 0.29
Tabel 3.19 Kebutuhan Air Non Domestik Fasilitas Industri
Blok KelurahanPersentase
Terlayani
Persentase
Blok
Jumlah Fasilitas
Industri 2037
Jumlah Fasilitas
Industri Terlayani
Q Fasilitas
Industri (l/hari)
Q Fasilitas
Industri (l/detik)
1 Surodakan 100 10% 13 1 16250 0.19
2 Surodakan 100 10% 13 1 16250 0.19
3 Ngantru 100 42% 55 23 290865 3.37
Surodakan 100 10% 13 1 16250 0.19
TOTAL 68 25 307115 4.56
4 Surodakan 100 10% 13 1 16250 0.19
5 Ngantru 100 42% 55 23 290865 3.37
6 Sumbergedong 100 9% 12 1 13846 0.16
7 Sumbergedong 100 9% 12 1 13846 0.16
8 Sumbergedong 100 9% 12 1 13846 0.16
9 Ngantru 100 42% 55 23 290865 3.37
10 Sumbergedong 100 9% 12 1 13846 0.16
11 Ngantru 100 42% 55 23 290865 3.37
Tamanan 100 30% 39 12 146250 1.69
TOTAL 94 35 437115 5.06
12 Kelutan 100 8% 11 1 11635 0.13
13 Kelutan 100 8% 11 1 11635 0.13
3.6 Perhitungan Kebutuhan Total
Kebutuhan Air Bersih Total = Q Domestik+Q Non Domestik
Kebocoran air = 30% x Q Air Bersih Total
Q Harian Rata-Rata = Q Domestik + Q Non Domestik + Q Kebocoran Air
Kebutuhan air hari maksimum (Qhm)
Qhm = Fhm x Q Harian Rata-Rata
Fhm (Faktor harian maksimum) = 115% - 150%
Untuk perencanaan ini digunakan Fhm = 140%
Kebutuhan air jam puncak (Qjp)
Qjp = Fjp x Q Harian Rata-Rata
Fjp (Faktor jam puncak) = 150% - 225 %
Untuk perencanaan ini digunkan Fjp = 206%
Kebutuhan Air Total = Qjp
Kebutuhan air harian maksimum diinterpolasi antara range populasi dengan range
faktor harian maksimum sedangkan kebutuhan air jam maksimum diinterpolasi antara
range populasi dengan range faktor jam maksimum
Range Populasi Kota Metropolitan = 2.000.000 – 1.000.000
= 1.000.000 jiwa
Range Populasi Kota Kecil = 20.000 jiwa
Range Populasi Kota Sedang = 500.000 – 100.000
= 400.000 jiwa
Dipilih populasi Kota Sedang karena jumlah penduduk 2037 termasuk dalam range
Kota Sedang. Range Faktor Harian Maksimum = 1,5 – 1,1
Faktor harian maksimum (fhk)
Range Faktor Jam Maksimum (fjm) = 2,25 – 1,5
Faktor Jam Maksimum (fjm) =
Qharian maksimum = 1,4 x Qrata harian
Qjam maksimum = 2,06 x Qrata harian
Contoh:
Blok I
Q Domestik = 62,06 liter/detik
Q Non Domestik = 10,44 liter/detik
Q Air Bersih Total = 72,50 liter/detik
Kebocoran air = 30% x 72,50 liter/detik
= 21,75 liter/detik
Q Harian Rata-Rata = 62,06 liter/detik + 10,44 liter/detik + 21,75 liter/detik
= 94,25 liter/detik
Qhm = 1,4 x 94,25 liter/detik
= 131,94 liter/detik
Qjp = 2,06 x 94,25 liter/detik
= 194,14 liter/detik
Blok XIII
Q Domestik = 15,99 liter/detik
Q Non Domestik = 1,19 liter/detik
Q Air Bersih Total = 17,18 liter/detik
Kebocoran air = 30% x 17,18 liter/detik
= 5,15 liter/detik
Q Harian Rata-Rata = 15,99 liter/detik + 1,19 liter/detik + 5,15 liter/detik
= 22,33 liter/detik
Qhm = 1,4 x 22,33 liter/detik
= 31,27 liter/detik
Qjp = 2,06 x 22,33 liter/detik
= 46,01 liter/detik
Tabel 3.20 Kebutuhan Air Total
Blok Kelurahan Terlayani (%)
Blok (%)
Jumlah Penduduk 2037
Luas (Km2)
Luas (Ha)
Q Domestik
Total (l/detik)
Q Non Domestik
Total (l/detik)
Q Air Bersih Total
(l/detik)
Q Kebocoran
(l/detik)
Q Harian
Rata-rata (l/det)
Q Harian Max
(l/det)
Q Jam Max
(l/det)1 2 3 4
1 Surodakan 80 11 53198 5.6 560 62.06 10.44 72.50 21.75 94.25 131.94 194.14
2 Surodakan 80 12 53198 5.6 560 62.06 10.44 72.50 21.75 94.25 131.94 194.14
3 Ngantru 80 4 38689 13.28 1328 45.14 9.19 54.33 16.30 70.63 98.88 145.50
Surodakan 80 4 53198 5.6 560 62.06 10.44 6.6 1.98 8.58 230.82 17.67TOTAL 18.88 1888 107.20 19.63 60.93 18.28 79.21 110.89 163.17
4 Surodakan 80 9 53198 5.6 560 62.06 10.44 72.50 21.75 94.25 131.94 194.14
5 Ngantru 80 11 38689 13.28 1328 45.14 9.19 54.33 16.30 70.63 98.88 145.50
6 Sumbergedong 80 5 37077 18.24 1824 43.26 5.86 49.12 14.74 63.86 89.40 131.55
7 Sumbergedong 80 12 37077 18.24 1824 43.26 5.86 49.12 14.74 63.86 89.40 131.55
8 Sumbergedong 80 16 37077 18.24 1824 43.26 5.86 49.12 14.74 63.86 89.40 131.55
9 Ngantru 80 7 38689 13.28 1328 45.14 9.19 54.33 16.30 70.63 98.88 145.50
10 Sumbergedong 80 7 37077 18.24 1824 43.26 5.86 49.12 14.74 63.86 89.40 131.55
11 Ngantru 80 13 38689 13.28 1328 45.14 9.19 54.33 16.30 70.63 98.88 145.50
Tamanan 80 2 22329 15.56 1556 26.05 4.08 30.13 9.04 39.17 54.84 80.69
TOTAL 28.84 2884 71.19 13.27 84.46 25.34 109.80 153.72 226.19
12 Kelutan 80 8 13702 8.48 848 15.99 1.19 17.18 5.15 22.33 31.27 46.01
13 Kelutan 80 9 13702 8.48 848 15.99 1.19 17.18 5.15 22.33 31.27 46.01
BAB IV
PERENCANAAN PIPA
4.1 Analisis Jaringan Pipa Induk dengan Menggunakan Epanet
Sistem jaringan distribusi air yang ada pada Kecamatan Trenggalek dimodelkan sebagai
suatu sistem jaringan distribusi air dengan sotfware Epanet. Karakteristik model
jaringan Epanet meliputi komponen fisik jaringan dan komponen non-fisik jaringan.
Gambar 4.1 Blok distribusi air pada Kecamatan Trenggalek
4.1.1 Setting Komponen Fisik Jaringan
Epanet memodelkan sebuah sistem distribusi air berupa serangkaian jalur - jalur yang
dihubungkan dengan titik-titik. Sebuah jalur bisa mewakili pipa dan pompa. Sedangkan
titik mewakili Junction (persimpangan) dan reservoir. Gambar 4.2 menggambarkan
bagaimana obyek-obyek dihubungkan satu dengan yang lain hingga membentuk sistem
jaringan distribusi air di wilayah Kecamatan Trenggalek. Pada model seperti gambar
4.2, reservoir dan pompa ditambahkan pada sistem jaringan yang sesungguhnya ketiga
komponen tersebut tidak ada. Wilayah Kecamatan Trenggalek merupakan bagian kecil
dari sistem jaringan perpipaan PDAM Kabupaten Trenggalek yang tersebar diseluruh
wilayah tersebut.
Gambar 4.2 Komponen Fisik Jaringan Distribusi Air Kecamatan Trenggalek
a. Junctions (persimpangan)
Junction (berupa node) adalah titik pada jaringan dimana link-link bertemu satu
dengan yang lain dan dimana air masuk dan keluar pada jaringan. Input data utama
yang diperlukan oleh Junction adalah ketinggian diatas beberapa referensi (biasanya
rata-rata permukaan laut), kebutuhan air (rata-rata pengeluaran air dari jaringan),
inisial kualitas air Output hasil perhitungan untuk Junction adalah head hidrolik
(internal energi persatuan unit fluida), tekanan, dan kualitas air. Karakteristik
Junction yang lain:
Menampung demand yang berubah-ubah terhadap waktu
Menampung berbagai kategori demand yang ditugaskan kepadanya
Mempunyai demand yang negatif yang mengindikasikan air memasuki jaringan
Menjadi sumber kualitas air dari unsur pokok yang memasuki jaringan.
Sebagai emiter (node pemancar air) dimana terjadi aliran air memancar yang
bergantung pada besarnya tekanan
Gambar 4.3 Setting Karakteristik Untuk Junctions (node) 3
b. Reservoir
Reservoir adalah node yang merepresentasikan sebuah sumber eksternal yang tidak
terbatas atau bak penampungan yang mensuplai air diseluruh jaringan. Biasanya
dimodelkan seperti danau, sungai atau akuifer air bawah tanah. Reservoir juga dapat
menjadi titik sumber kualitas air. Yang menjadi input utama untuk sebuah reservoir
adalah head hidrolik (atau ketinggian permukaan air jika reservoir tidak berada
dalam tekanan) dan inisial analisis kualitas air. Dikarenakan reservoir adalah titik
batasan pada sebuah jaringan, head dan kualitas air pada reservoir tidak dapat
dipengeruhi oleh apapun yang terjadi didalam jaringan. Oleh karena itu reservoir
tidak memiliki hasil perhitungan sebagai output. Sungguhpun demikian head sebuah
reservoir dapat dirancang bervariasi terhadap waktu dengan adanya penugasan
berdasar pola waktu tertentu. Gambar 4.4 adalah contoh setting nilai karakteristik
untuk Reservoir.
Gambar 4.4 Setting Karakteristik Untuk Reservoir
c. Pipa
Daftar Diameter Pipa Yang Digunakan (mm)
20 75 180 400 800
25 90 200 450 900
32 110 225 500 1000
40 125 280 560 1200
50 140 315 630 1400
63 160 355 710 1600
Pipa adalah link/saluran yang menyalurkan air dari dari satu titik ke titik yang lain
dalam sebauh jaringan. Epanet mengasumsikan semua pipa penuh berisi air pada
setiap saat. Arah aliran adalah dari ujung yang memiliki head hidrolik terbesar
(energi internal tiap berat air) menuju ke head yang lebih kecil. Parameter input
pada prinsip hidrolik untuk pipa adalah:
Awal dan akhir node
Diameter
Panjang
Koefisien kekasaran (untuk menentukan headloss)
Status (terbuka, tertutup, atau memiliki katup)
Parameter status akan menyebabkan pipa menjadi shutoff valves (gerbang/gate) dan
check valves (yang menyebabkan aliran hanya terjadi dalam satu arah). Input
kualitas air untuk untuk pipa terdiri dari:
Koefisien reaksi Bulk
Koefisien reaksi Wall
Output hasil perhitungan untuk pipa adalah:
Rata-rata aliran
Kecepatan dan Headloss
Faktor friksi Darcy-Weisbach
Tingkat reaksi rata-rata (yang melewati sepanjang pipa)
Kualitas air rata-rata (yang melewati sepanjang pipa)
Kehilangan head hidrolik dengan mengalirnya air sepanjang pipa dikarenakan
adanya friksi terhadap dinding pipa dapat dihitung menggunakan salah satu dari
ketiga formula berikut ini:
Hazen-Williams formula
Darcy-Weisbach formula
Chezy-Manning formula
Formula Hazen-Williams adalah yang paling umum digunakan sebagai formula
headloss di US. Formula ini tidak bisa digunakan untuk jenis liquid yang lain selain
air dan dikembangkan khusus untuk aliran jenis turbulent. formula Darcy-Weisbach
secara teori paling tepat. Formula ini dapat diaplikasikan untuk semua jenis aliran
dan semua jenis liquid. formula Chezy-Manning lebih sering digunakan untuk tipe
aliran terbuka. Gambar 4.5 adalah contoh setting nilai karakteristik untuk pipa P1.
Gambar 4.5 Setting Karakteristik Untuk Pipa P1
d. Pompa
Pompa adalah link yang memberikan energi kepada fluida sehingga dengan
demikian menaikkan head hidrolik. Parameter input untuk sebuah pompa adalah
awal dan akhir node yang dihubungkannya dan bentuk kurvanya (kombinasi antara
head dan aliran yang dihasilkan oleh pompa). Sebagai pengganti kurva pompa
tersebut, dapat digunakan peralatan yang memiliki energi konstan, yang mampu
mensuplai sejumlah energi yang konstan (horspower atau kilowatt) terhadap fluida
untuk seluruh kombinasi head dan aliran.
Parameter output dari pompa juga berupa head dan aliran. Aliran yang melalui
pompa adalah satu arah dan Epanet tidak dapat mengoperasikan diluar batas range
kurva pompa tersebut. Variabel kecepatan pompa dapat juga ditetapkan dengan
menentukan setting kecepatannya yang dapat berubah pada suatu tipe kondisi
tertentu. Maksudnya kurva pompa original dapat mensupplai program sehingga
memiliki setting kecepatan relatif terhadap 1. jika kecepatan pompa ganda maka
kecepatan relative akan menjadi 2, jika dijalankan pada kecepatan setengah
kecepatan relatif akan menjadi 0,5, demikian juga dengan yang lainnya. Perubahan
kecepatan pompa akan menggeser posisi dan bentuk kurva pompa.
Sebagaimana pada pipa, pompa dapat dihidupkan dan dimatikan pada presettime
atau jika kondisi tertentu terjadi pada jaringan. Operasi sebuah pompa dapat juga
diditetapkan dengan adanya penugasan terhadap pola waktu sesuai setting kecepatan
relatif. Epanet dapat juga menghitung konsumsi energi dan biaya dari pompa. Setiap
pompa dapat ditugaskan dengan menetapkan efisiensi kurva dan daftar biaya
energinya. Jika hal ini tidak tersedia maka setting pilihan energy secara umum yang
akan digunakan. Aliran yang melalui pompa adalah satu arah. Jika kondisi system
membutuhkan head yang lebih besar dari kapasitas head pompa, Epanet akan
mematikan pompa. Jika lebih dari aliran maksimal yang dibutuhkan, Epanet akan
memperhitungkan kurva pompa sesuai dengan aliran yang dibutuhkan, bahkan bila
produksi headnya ternyata negatif, pada kedua kasus ini sebuah warning
permasalahan akan ditampilakan. Gambar 4.6 adalah contoh setting nilai
karakteristik untuk pompa.
Gambar 4.6 Setting Karakteristik Untuk Pompa
4.1.2 Setting Komponen Non-Fisik
Sebagai tambahan untuk komponen non fisik, Epanet menggunakan tiga jenis informasi
untuk obyek – kurva, pola, dan kontrol – yang mengambarkan kondisi kerja dan aspek
operasi dari sebuah sistem distribusi.
a. Kurva
Kurva adalah obyek berupa pasangan data yang merepresentasikan sebuah hubungan
antara dua kuantitas. Dua atau lebih obyek dapat dibentuk menjadi satu kurva. Model
Epanet dapat menjalankan tipe-tipe kurva berikut ini:
Kurva pompa
Kurva efisiensi
Kurva volume
Kurva headloss
Sebuah kurva pompa menggambarkan hubungan antara head dan aliran rata-rata
yang dapat dihasilkan pada setting kecepatan nominal. Head adalah besarnya head
yang diberikan pada air oleh pompa dan diplotkan pada sumbu vertikal (Y) pada
kurva dalam satuan feet (meter). Aliran rata-rata diplotkan pada kurva sebagai sumbu
horizontal (X) dalam satuan unit aliran. Sebuah kurva pompa yang valid harus
memiliki peningkatan head dengan penurunan aliran ratarata. Epanet akan
menggunakan bentuk kurva yang berbeda tergantung pada jumlah titik yang
disediakan.
Gambar dibawah ini adalah kurva pompa yang digunakan dalam simulasi jaringan
distribusi air dalam pipa di wilayah Kecamatan Trenggalek. Pompa tersebut disetting
dengan masukan berupa aliran sebesar 998.7 LPS karena dengan aliran sebesar itu
akan menghasilkan Head pompa sebesar 10 feet. Nilai head tersebut dihasilkan dari
persamaan head untuk pompa head = 13.33 - 3.343 E - 006 (Flow)^2. Gambar 4.7
adalah contoh setting nilai karakteristik untuk kurva pompa.
Gambar 4.7 Kurva Pompa Pada Sistem Jaringan Wilayah Kecamatan Trenggalek
4.2 Analisis Output Epanet
Agar dapat mewakili sistem jaringan seperti kondisi yang sesungguhnya maka model
jaringan perpipaan juga harus disetting seperti kondisi yang sesungguhnya. Besarnya
pemakaian air di Kecamatan Trenggalek diketahui dari perhitungan proyeksi dan
pembagian blok pada kelurahan tersebut. Terdapat 13 blok pada keseluruhan dan luas
dan debit yang berbeda - beda. Dari hasil tersebut diperoleh informasi bahwa terjadi
variasi aliran air yang masuk ke jaringan wilayah setiap blok yang mana aliran tersebut
ternyata menyesuaikan dengan jumlah pemakaian air oleh pelanggan. Hasil perhitungan
tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Tabel Pembagian Blok Pelayanan Berdasarkan Gambar
Blok KelurahanTerlayani (%) Blok (%) Q Total
(l/detik)
Q Harian Max
(l/detik)
Q Jam Max
(l/detik)1 2
1 Surodakan 80 11 80.68 112.95 166.202 Surodakan 80 12 252.20 353.09 519.54
3 Ngantru 80 4 230.21 322.29 474.23Surodakan 80 4 209.22 292.91 431.00
4 Surodakan 80 9 80.68 112.95 166.205 Ngantru 80 11 230.21 322.29 474.236 Sumbergedong 80 5 184.78 258.70 380.65
Blok KelurahanTerlayani (%) Blok (%) Q Total
(l/detik)
Q Harian Max
(l/detik)
Q Jam Max
(l/detik)1 2
8 Sumbergedong 80 16 172.46 241.45 355.279 Ngantru 80 7 174.90 244.87 360.30
10 Sumbergedong 80 7 184.78 258.70 380.65
11 Ngantru 80 13 174.90 244.87 360.30Tamanan 80 2 162.41 227.37 334.56
12 Kelutan 80 8 20.79 29.10 42.8213 Kelutan 80 9 61.44 86.01 126.56
Jumlah 2392.13 3348.98 4927.79
Untuk menggambarkan sumber air yang masuk kedalam sistem jaringan di wilayah blok
- blok tersebut, disimulasikan dengan sebuah pompa yang memompakan air dari sebuah
reservoir (sumber air alam). Jumlah produksi air yang dihasilkan oleh pompa adalah
tetap, sedangkan jumlah air yang dialirkan dari tiap node menuju jaringan perpipaan
berubah-ubah sesuai dengan variasi pemakaian air oleh pelanggan. Setiap 1 node
mewakili 1 blok yang dilayani, sehingga total air yang mengalir (disupplai) untuk
jaringan wilayah tersebut dapat diketahui. Gambar dibawah menunjukkan bagaimana
air dari sumber dialirkan sampai ke sistem jaringan.
Gambar 4.8 Peta Wilayah Kecamatan Trenggalek Dalam Epanet
Gambar 4.9 Blok Distribusi Air Kecamatan Trenggalek
Gambar 4.10 Jaringan perpipaan distribusi air dalam software EPANET 2.0
Setelah simulasi dijalankan maka akan diperoleh nilai output pada Junction berupa
actual demand, total head dan tekanan. Actual demand merupakan demand
sesungguhnya pada suatu Junction dengan adanya penerapan multiplier. Total head air
pada suatu Junction berubah-ubah dipengaruhi oleh besarnya energi dari sumber awal.
Dengan semakin menjauhi sumber air maka head yang dikirim akan semakin kecil
karena adanya energi friksi (pengurangan energi karena adanya gesekan) antara air
dengan pipa.
Reservoir digambarkan sebagai sumber air di alam yang jumlahnya tidak terbatas.
Sehingga dari reservoir ini air dipompakan untuk langsung didistribusikan ataupun
dialirkan menuju bak penampungan. Walaupun total head reservoir disetting sama
dengan elevasi Junction akan tetapi air masih tetap bisa dialirkan dari reservoir menuju
ke Junction karena antara keduanya dihubungkan dengan pompa yang selain
memompakan air juga sekaligus menambah head air yang dikirim. Dikarenakan
reservoir adalah titik batasan pada sebuah jaringan, head dan kualitas air pada reservoir
tidak dapat dipengeruhi oleh apapun yang terjadi didalam jaringan. Oleh karena itu
reservoir tidak memiliki hasil perhitungan sebagai output. Dengan demikian head
sebuah reservoir dapat dirancang bervariasi terhadap waktu dengan adanya penugasan
berdasar pola waktu tertentu.
Setting pada pipa meliputi panjang pipa, diameter pipa dan koeffisien kekasaran.
Selama air mengalir dalam pipa maka akan terjadi pengurangan head air (headloss)
yang disebabkan oleh gesekan atau friksi antara air dan pipa, besarnya gesekan ini
tergantung pada koefisien kekasaran pipa. Output untuk pipa setelah running simulasi
berupa debit aliran, kecepatan aliran, unit headloss dan faktor friksi.
Pompa adalah link yang memberikan energi kepada fluida sehingga dengan demikian
menaikkan head hidrolik. Parameter intput untuk sebuah pompa adalah awal dan akhir
node yang dihubungkannya dan bentuk kurvanya (kombinasi antara head dan aliran
yang dihasilkan oleh pompa). Parameter output dari pompa juga berupa head dan aliran.
Aliran yang melalui pompa adalah satu arah dan epanet tidak dapat mengoperasikan
diluar batas range kurva pompa tersebut.
a. Output Network Table pada Q total (l/detik)
Gambar 4.11 Curva Editor pada Q total (l/detik)
Gambar 4.12 Run Status pada Qtotal (l/detik)
Gambar 4.13 Network Table – Node pada Q total (l/detik)
Gambar 4.14 Network Table – Links pada Qtotal (l/detik)
Contoh debit aliran untuk pipa P1 pada Qtotal (l/detik) sebesar 686.46 LPS dengan
velocity 1.73 m/s. Aliran ini seragam sepanjang pipa. Unit headloss sebesar 3.97 m/km
adalah besarnya headloss aliran pada suatu pipa. Sedangkan faktor friksi sebesar 0.018
adalah besarnya faktor gesekan antara air dan pipa yang menyebabkan pengurangan
head air. Untuk Junctions 3 misalnya dengan elevasi 25 meter diperoleh output actual
demand sebesar 70 LPS nilai ini diperoleh dari adanya base demand sebesar 70 LPS.
Total energy yang masih bisa dikirim hingga dititik tersebut sebesar 43.06 m dan
tekanan aliran air sebesar 18.00 m. Energi dan tekanan sebesar itu masih cukup besar
untuk bisa mengalirkan air sampai pada konsumen. Junctions 2, junctions 10, junctions
14, junctions 23, junctions 24 tidak memiliki base demand karena pada junctions
tersebut tidak ada melayani blok. Setting reservoir berupa total head sebesar 35 m
menggambarkan ketinggian air yang akan didistribusikan datas permukaan laut.
Walaupun total head reservoir disetting sama dengan elevasi junction akan tetapi air
masih tetap bisa dialirkan dari reservoir menuju ke junction karena antara keduanya
dihubungkan dengan pompa yang selain memompakan air juga sekaligus menambah
head air yang dikirim. Kemudian ditambahkan 1 pompa dengan flow 998.7 l/detik dan
head 10 m yang digambarkan pada kurva (Gambar 4.11). Diameter yang digunakan
pada Qtotal adalah 710mm, 630mm, 500mm, 450mm, 400mm, 355mm, 315mm,
225mm, 200mm.
b. Output Network Table pada Q Harian (l/detik)
Gambar 4.15 Curve 1 pada Qharian (l/detik)
Gambar 4.16 Curve 2 pada Qharian (l/detik)
Gambar 4.17 Run Status pada Qharian (l/detik)
Gambar 4.18 Network Table – Node pada Q harian (l/detik)
Gambar 4.19 Network Table – Links pada Qharian (l/detik)
Contoh debit aliran untuk pipa P1 pada Qharian (l/detik) sebesar 961.98 LPS dengan
velocity 2.43 m/s. Unit headloss sebesar 7.43 m/km adalah besarnya headloss aliran
pada suatu pipa. Sedangkan faktor friksi sebesar 0.018 adalah besarnya faktor gesekan
antara air dan pipa yang menyebabkan pengurangan head air. Untuk junctions 3
misalnya dengan elevasi 25 meter diperoleh output actual demand sebesar 98.00 LPS
nilai ini diperoleh dari adanya base demand sebesar 98 LPS. Total energy yang masih
bisa dikirim hingga dititik tersebut sebesar 41.34 m dan tekanan aliran air sebesar 16.34
m. Energi dan tekanan sebesar itu masih cukup besar untuk bisa mengalirkan air sampai
pada konsumen. Junctions 2, junctions 10, junctions 14, junctions 23, junctions 24
tidak memiliki base demand karena pada junctions tersebut tidak ada melayani blok.
Setting reservir berupa total head sebesar 30 m menggambarkan ketinggian air yang
akan didistribusikan datas permukaan laut. Walaupun total head reservoir disetting
sama dengan elevasi junction akan tetapi air masih tetap bisa dialirkan dari reservoir
menuju ke junction karena antara keduanya dihubungkan dengan pompa yang selain
memompakan air juga sekaligus menambah head air yang dikirim. Pada jaringan pipa
ini digunakan 2 pompa, pompa 1 dengan flow 1.398 l/detik dan nilai head 15 m
diletakkan diantara reservoir dan node 1 untuk melayani blok 1, blok 2, blok 3, blok 4,
blok 5, blok 6, blok 7, blok 8, blok 9, blok 11. Pompa 2 dengan flow 62 l/detik dan nilai
head 5 m diletakkan diantara node 27 dan node 28 pompa ini untuk melayani blok 13
dan 14 (Gambar 4.15 dan Gambar 4.16). Diameter yang digunakan pada Qharian adalah
1000mm, 900mm, 800mm, 710mm, 630mm, 500mm, 450mm, 355mm, 225mm,
200mm.
c. Output Network Table pada Qjam max (l/detik)
Gambar 4.20 Curve 1 pada Qjam max (l/detik)
Gambar 4.21 Curve 2 pada Qjam max (l/detik)
Gambar 4.22 Run Status pada Qjam max (l/detik)
Gambar 4.23 Network Table – Node pada Q jam max (l/detik)
Gambar 4.24 Network Table – Links pada Qjam max (l/detik)
Contoh debit aliran untuk pipa P1 pada Qjam max (l/detik) sebesar 1.846,45 LPS
dengan velocity 1.20 m/s. Aliran ini seragam sepanjang pipa. Unit headloss sebesar 0.91
m/km adalah besarnya headloss aliran pada suatu pipa. Sedangkan faktor friksi sebesar
0.018 adalah besarnya faktor gesekan antara air dan pipa yang menyebabkan
pengurangan head air. Untuk junctions J2 misalnya dengan elevasi 25 meter diperoleh
output actual demand sebesar 145.00 LPS nilai ini diperoleh dari adanya base demand
sebesar 145 LPS. Total energy yang masih bisa dikirim hingga dititik tersebut sebesar
49.63 m dan tekanan aliran air sebesar 24.63 m. Energi dan tekanan sebesar itu masih
cukup besar untuk bisa mengalirkan air sampai pada konsumen. Junctions 1, junctions
8, junctions 9, junctions 14, junctions 15 tidak memiliki base demand karena pada
junctions tersebut tidak ada melayani blok. Setting reservoir berupa total head sebesar
35 m menggambarkan ketinggian air yang akan didistribusikan datas permukaan laut.
Walaupun total head reservoir disetting sama dengan elevasi junction akan tetapi air
masih tetap bisa dialirkan dari reservoir menuju ke junction karena antara keduanya
dihubungkan dengan pompa yang selain memompakan air juga sekaligus menambah
head air yang dikirim. Pada jaringan pipa ini digunakan 2 pompa, pompa 1 dengan
flow 2.057 l/detik dan nilai head 15 m diletakkan diantara reservoir dan node 1 untuk
melayani blok 1, blok 2, blok 3, blok 4, blok 5, blok 6, blok 7, blok 8, blok 9, blok 11.
Pompa 2 dengan flow 92 l/detik dan nilai head 5 m diletakkan diantara node 27 dan
node 28 pompa ini untuk melayani blok 13 dan 14 (Gambar 4.20 dan Gambar 4.21).
Diameter yang digunakan pada Q jam max adalah 1400mm, 1200mm, 1000mm,
900mm, 800mm, 630mm, 500mm, 450mm, 355mm, 315mm, 280mm, 160mm.