lapoaran pendahuluan mioma
DESCRIPTION
LAPOARAN PENDAHULUANMIOMA UTERIA. PENGERTIANMyoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat dan otot uterus yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma ataupun fibroid. (Wiknjosastro, 1999)Myoma uteri adalah tumor jinak rahim disertai jaringan ikatnya, sehingga dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominant dan lunak serta otot rahimnya dominant. (Manuaba, 1998)Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel-sel polos. Tumor ini mengandung sejumlah jaringan ikat yang berbeda yang mungkin terjadi dari sel-sel otot polos yang telah mengalami degenerasi di dalam uteri. (www.medicastore.com)Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga leiomioma uteri atau uterin fibroid. Dikenal dua tempat asal myoma uteri yaitu servik uteri dan korpus uteri. Yang ada pada servik uteri hanya ditemukan dalam 3%, sedangkan pada korpus uteri 97% myoma uteri banyak di terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa myoma uteri terjadi sebelum menarche. (Prawirohardjo, Sarwono, 1994).B. ETIOLOGIEtiologi dari myoma uteri belum jelas, tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot yang belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi dengan teori ini sukar diterapkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen dan menyebabkan myoma, sedangkan pada wanita lain tidak. Padahal kita ketahui bahwa estrogen dihasilkan oleh semua wanita. Juga pada beberapa wanita dengan myoma dapat terjadi ovulasi yang menghasilkan progesterone yang sifatnya antiestrogenic. Percobaan pada binatang dengan penyuntikan estrogen dapat menimbulkan tumor myoma uterus tetapi sifatnya agak berbeda dengan myoma biasa. Walaupun myoma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschultz yang mengutarakan bahwa terjadi myoma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang, terus menerus oleh estrogen.C. PATOFISIOLOGIMyoma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalia. Myoma terdiri atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat dan dikelilingi kapsul yangn tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian dktus Muller, tetapi paling sering terjadi pada miometrium. Disini beberapa tumor dapat timbul secara serentak. Unkuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong hingga sebesar bola kaki.Penyebab terjadinya myoma uteri tidak diketahui. Tumor ini mungkin berasal dari sel otot yangn normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bkan dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh estrogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk tumor dengan berat 10 kg atau lebih. Namun sekarang, sudah jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula tumor berada intramural, tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah. Setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi disekresi dalam jumlah yangn banyak, maka myoma cenderung mengalami atrofi. Jika tumor dipotong, akan menonjiol diatas miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu-abu keputihan, tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin dan melingkar-lingkar di dalam matriks jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik, dan serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi yang sama. Antara tumor dan miometrium normal, terdapat pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah ke dalam myoma.Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-bebrkas oleh jaringan ikat. Karena seluruh suplai darah myoma berasal dari beberapa pembbuluh dTRANSCRIPT
LAPOARAN PENDAHULUAN
MIOMA UTERI
A. PENGERTIAN
Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan ikat dan otot uterus
yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma,
leiomioma ataupun fibroid. (Wiknjosastro, 1999)
Myoma uteri adalah tumor jinak rahim disertai jaringan ikatnya, sehingga dalam
bentuk padat karena jaringan ikatnya dominant dan lunak serta otot rahimnya dominant.
(Manuaba, 1998)
Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel-sel polos. Tumor ini
mengandung sejumlah jaringan ikat yang berbeda yang mungkin terjadi dari sel-sel otot
polos yang telah mengalami degenerasi di dalam uteri. (www.medicastore.com)
Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut
juga leiomioma uteri atau uterin fibroid. Dikenal dua tempat asal myoma uteri yaitu
servik uteri dan korpus uteri. Yang ada pada servik uteri hanya ditemukan dalam 3%,
sedangkan pada korpus uteri 97% myoma uteri banyak di terdapat pada wanita usia
reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa
myoma uteri terjadi sebelum menarche. (Prawirohardjo, Sarwono, 1994).
B. ETIOLOGI
Etiologi dari myoma uteri belum jelas, tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot
yang belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi
dengan teori ini sukar diterapkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen dan
menyebabkan myoma, sedangkan pada wanita lain tidak. Padahal kita ketahui bahwa
estrogen dihasilkan oleh semua wanita.
Juga pada beberapa wanita dengan myoma dapat terjadi ovulasi yang
menghasilkan progesterone yang sifatnya antiestrogenic. Percobaan pada binatang
dengan penyuntikan estrogen dapat menimbulkan tumor myoma uterus tetapi sifatnya
agak berbeda dengan myoma biasa.
Walaupun myoma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil penelitian
Miller dan Lipschultz yang mengutarakan bahwa terjadi myoma uteri tergantung pada
sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang,
terus menerus oleh estrogen.
C. PATOFISIOLOGI
Myoma merupakan tumor yang paling umum pada traktus genitalia. Myoma terdiri
atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan untaian jaringan ikat dan dikelilingi
kapsul yangn tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian dktus Muller, tetapi paling
sering terjadi pada miometrium. Disini beberapa tumor dapat timbul secara serentak.
Unkuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong hingga sebesar bola kaki.
Penyebab terjadinya myoma uteri tidak diketahui. Tumor ini mungkin berasal dari
sel otot yangn normal, dan otot imatur yang ada di dalam miometrium atau dari sel
embrional pada dinding darah uteri. Apapun asalnya, tumor dimulai dari benih-benih
multiple yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat
lambat tetapi progresif (bertahun-tahun, bkan dalam hitungan bulan), di bawah pengaruh
estrogen sirkulasi, dan jika tidak terdeteksi dan diobati dapat membentuk tumor dengan
berat 10 kg atau lebih. Namun sekarang, sudah jarang karena cepat terdeteksi. Mula-mula
tumor berada intramural, tetapi ketika tumbuh dapat berkembang ke berbagai arah.
Setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi disekresi dalam jumlah yangn banyak,
maka myoma cenderung mengalami atrofi. Jika tumor dipotong, akan menonjiol diatas
miometrium sekitarnya karena kapsulnya berkontraksi. Warnanya abu-abu keputihan,
tersusun atas berkas-berkas otot jalin menjalin dan melingkar-lingkar di dalam matriks
jaringan ikat. Pada bagian perifer serabut otot tersusun atas lapisan konsentrik, dan
serabut otot normal yang mengelilingi tumor berorientasi yang sama. Antara tumor dan
miometrium normal, terdapat pseudokapsul, tempat masuknya pembuluh darah ke dalam
myoma.
Pada pemeriksaan dengan mikroskop, kelompok-kelompok sel otot berbentuk
kumparan dengan inti panjang dipisahkan menjadi berkas-bebrkas oleh jaringan ikat.
Karena seluruh suplai darah myoma berasal dari beberapa pembbuluh darah yang masuk
dari pseudokapsul, berarti pertumbuhan tumor tersebut selalu melampaui suplai
darahnya. Ini menyebabkan degenerasi, terutama pada bagian tengah myoma. Mula-mula
terjadi degenerasi hialin, atau klasifikasi dapat etrjadi kapanpun oleh ahli ginekologi pada
abad ke-19 disebuut sebagai “batu rahim”. Pada kehamilan dapat terjadi komplikasi
jarang (degenerasi merah). Ini diikuti ekstravasasi darah diseluruh tumor, yang
memberikan gambaran seperti daging sapi mentah. Kurang dari 0,1% terjadi perubahan
tumor menjadi sarcoma.
Jika myoma terletak sub endometrium, mungkin disertai dengan menorhagia. Jika
perdarahan yang hebat menetap, mungki akan mengalami anemia.saat uterus
berkontraksi, dapat timbul nyeri. Myoma sub endometrium yang bertangkai dapat
menyebabkan persisten dari uterus.
Dimanapun posisinya di dalam uterus, myoma besar dapat menyebabkan gejala
penekanan pada panggul, disuria, sering kencing dan konstipasi atau nyeri punggung jika
uterus yang membesar menekan rectum.
D. MANIESTASI KLINIS
1) Perdarahan abnormal
a. Menoragia
b. Menometroragia
c. Metroragia
2) Terasa nyeri
a. Torsi bertangkai
b. Submukosa myoma terakhir
c. Infeksi pada myoma
3) Pendesakan
a. Gangguan miksi dan defekasi
b. Perasaan tidak nyaman di bagian bawah
4) Menimbulkan infertilitas
Penekanan saluran tuba oleh myoma uteri
5) Sering abortus
Gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim melalui plasenta
6) Gejala sekunder
a. Anemia karena perdarahan
b. Uremia, desakan ureter menimbulkan gangguan fungsi ginjal
E. KOMPLIKASI
1. Pertumbuhan lemiosarkoma
Myoma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar,
namun tiba-tiba menjadi besar apabila hal itu terjadi setelah menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada saatnya tangkai pada myoma uteri subserosum mengalami putaran. Jika
proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan
nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomen akut.
3. Nekrosis dan infeksi
Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang
dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina. Dalam hal ini
kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Haemoglobin : turun
Albumin : turun
Lekosit : turun/meningkat
Eritrosit : turun
2. USG
Terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher
Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi
Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,
5. Rontgen
Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
6. ECG
Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan mioma uteri adalah dengan tindakan pembedahan yaitu
miomektomi dan atau histerektomi.
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Melaksanakan pengkajian secara lengkap yang berhubungan dengan myoma uteri
submukosum kepada klien, kemudian dari hasil pengkajian tersebut dapat disimpulkan analisa
guna menentukan perawatan selanjutnya.
Pengambilan data dikelompokkan menjadi dua data, yaitu :
a. Data subjektif
Adalah data yang diperoleh dari pernyataan klien, meliputi :
Biodata
Adalah hal yang berkaitan dengan identitas klien untuk penderita myoma uteri submukosum
yang perlu diperhatikan dalam mengkaji adalah umur klien, karena kasus myoma uteri banyak
terjadi pada wanita dengan usia 35-45 tahun.
Keluhan utama
Keadaan yang dirasakan oleh klien yang paling utama. Untuk myoma uteri submukosum yang
paling banyak adalah nyeri perut bagian bawah dan perdarahan abnormal.
Riwayat penyakit sekarang
Mulai kapan klien merasakan adanya keluhan, dan usaha apa saja yang telah dilakukan untuk
mengatasi keadaan ini.
Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga untuk kasus myoma uteri submukosum yang perlu
dikaji adalah keluarga yang pernah atau sedang menderita penyakit yang sama (myoma),
karena kasus myoma uteri submukosum dapat terjadi karena faktor keturunan.
Riwayat penyakit yang lalu
Apakah klien sudah pernah sakit berat sampai opname di rumah sakit, serta apakah klien
pernah mengalami operasi.
Riwayat kesehatan klien
Menarche pada usia berapa, haid teratur atau tidak, siklus haid berapa hari, lama haid, warna
darah haid, HPHT kapan, terdapat sakit waktu haid atau tidak. Pada riwayat haid ini perlu
dikaji karena pada kasus myoma uteri, perdarahan yang terjadi kebanyakan perdarahan diluar
siklus haid. Maka dengan kita mengetahui siklus haid klien, maka kita dapat membedakan
dengan jenis perdarahan yang lain sebagai akibat perjalanan myoma uteri.
Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu
Hamil dan persalinan berapa kali, anak hidup atau mati, usia, sehat atau tidak, penolong siapa,
nifas normal atau tidak. Pada riwayat ini perlu dikaji karena myoma uteri submukosum lebih
sering terjadi pada wanita nulipara.
Riwayat KB
Untuk mengetahui jenis KB yang dipakai oleh klien apakah menggunakan KB hormonal. Jika
memakai KB jenis hormonal khususnya estrogen mempengaruhi perkembangan myoma
tersebut menjadi lebih berbahaya
Keadaan psikologis
Untuk mengetahui keadaan psikologis klien pada penyakitnya, karena myoma uteri
submukosum penerima dan keadaan psikologi klien yang baik akan sangat membantu
pemberian terapi.
Pengetahuan klien tentang penyakitnya
Untuk mengatahui sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita. Pada kasus
myoma uteri submukosum perlu sekali mengetahui tentang penyakitnya, serta pengobatan apa
saja yang diterima, sehingga klien menjadi siap fisik dan mental dalam melaksanakan
program terapi yang diberikan.
Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1. Pola nutrisi
Pola makan sehari-hari sebelum sakit dan setelah sakit apakah ada perbedaan, bagaimana
nafsu makannya ada perubahan atau tidak, sehari berapa kali jumlahnya, jenis makanan
yang dimakan tidak untuk kebutuhan tubuh. Begitu juga dengan kebiasaan setiap harinya
berapa banyak jumlahnya, jenis air yang diminum karena pada kasus myoma uteri jika
mendapat terapi kemoterapi kebanyakan nafsu makan akan menurun dan terjadi mual dan
muntah sebagai efek samping dari pengobatan tersebut.
2. Pola eliminasi
BAK dan BAB apakah ada kelainan sebelum dan sesudah, dihubungkan dengan kasus
myoma uteri, pengkajian ini untuk mengetahui sejauh mana kelainan pada system
eliminasi ini kebanyakan terganggu.
3. Pola istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur sebelum dan setelah sakit apakah ada, berapa jam waktu istirahat pada
malam hari, kalau ada gangguan yang dirasakan.
4. Pola seksual
Bagaimana pola seksual selama ini, frekwensi setiap minggu berapa kali, ada tidaknya
keluhan yang terjadi setelah melakukan hubungan seksual yang sesuai dengan gejala
myoma uteri, yaitu perdarahan post coital.
5. Pola aktifitas pekerjaan
Bagaimana aktifitas pekerjaan sebelum sakit dan sesudah apakah ada gangguan saat
melakukan pekerjaan, apakah beban penyakit yang dirasakan.
6. Pola kebersihan diri dan lingkungan
Bagaimana uaha klien dalam menjaga kebersihan, bagaimana keadaan lingkungan klien
tinggal.
7. Peran pola hubungan
Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan sekitarnya, termasuk juga hubungan
dengan dokter selama berada di rumah sakit. Pola ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh
mana penerimaan klien terhadap saran yang diberikan.
8. Pola pertahanan diri
Bagaimana cara klien dalam menghadapi penyakitnya.
b. Data objektif
Yaitu data yang bisa diukur dilihat dan didengar. Pada kasus ini kondisi klien cukup lemah
dari perjalanan yang sudah cukup lama.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan klien secara umum, lemas, kesadarannya. Pada kasus myoma
uteri, perdarahan yang menyebabkan keadaan umum penderita lemah.
Tanda vital
Tensi, suhu, respirasi, pernapasan normal atau tidak karena tanda dan gejala klien dengan
myoma uteri, yaitu klien dapat menjadi takikardi, takipneu, hipotensi/hipertensi.
Status present
Kepala : apakah ada kerontokan pada rambut karena pada kasus myoma uteri yang disertai
dengan nutrisi bisa menyebabkan rambut menjadi rontok
Mata: melihat bagaimana keadaan konjungtiva anemis tidak karena pada kasus myoma
uteri terjadi perdarahan banyak yang berakibat klien menjadi anemia dengan ditandai
konjungtiva anemis
Mulut : apakah ada stomatitis atau tidak, karena myoma uteri yang disertai dengan
kurangnya vitamin C menyebabkan timbulnya stomatitis
Gigi : keadaan gusi apakah ada caries atau tidak, gingivitis karena pada kasus myoma uteri
dengan kurangnya nutrisi bisa menyebabkan gingivitis
Leher : apakah ada kelenjar yang membesar, karena myoma uteri terjadi
ketidakseimbangan hormone bisa juga menyebabkan pembesaran pada kelenjar tiroid
Jantung: apakah sering terasa sakit dan berdebar-debar pada kaus myoma uteri biasanya
menyebabkan takikardi sehingga jantung berdebar
Abdomen : bagaimana keadaan perut, tegang atau lemas, ada nyeri tekan atau tidak, teraba
massa di perut bagian bawah atau tidak, karena pada kasus myoma uteri biasanya ada
nyeri tekan dan teraba massa bagian bawah
2. Diagnosa Keperawatan
Sebelum penatalaksanaan :
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan torsi bertangkai
Gangguan keseimabngan cairan berhubungan dengan oliguria
Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan frekwensi berkemih dan disuria
Gangguan pola eliminasi : BAB berhubungan dengan penekanan rectum
Resti infeksi berhubungan dengan perforasi myoma akibat solusio plasenta
Gangguang pola napas berhungan dengan dispneu
Resti gangguan poerfusi jaringan berhubungan dengan syok hipovolemik
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pembentukan ATP
Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, diagnosis dan
penatalaksanaan
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit,
diagnosis dan penatalaksanaan
Sesudah penatalaksanaan :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi
Risiko tinggi perubahan nutrisim kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
dari pembedahan
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan terhadap mikroorganisme dan
penurunan sel imun
RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Gangguan rasa nyaman
(nyeri) berhubungan
dengan torsi bertangkai
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam diharapkan klien
mennunjukkan nyeri
berkurang.
Kriteria hasil :
a. Klien menyatakan nyeri
hilang dan terkontrol
b. Klien merasa nyaman
c. Ekspresi wajah tidak
menunjukkan menahan
sakit seperti meringis,
mengerutkan dahi,
menggigit bibir
d. Kualitas nyeri
menunjukkan skala 0-3
e. Tidak melakukan perilaku
distraksi dengan
menentukan kegiatan yang
Mandiri :
Kaji sumber nyeri dan sifat
nyeri/ketidaknyamanan
Anjurkan penggunaan teknik relaksasi
dan pernapasan terkontrol
Kaji stress psikologis klien/perasaan
dan respon emosional terhadap kajian
Berikan lingkungan yang tenang dan
aktifitas untuk mengalihkan rasa nyeri
Membantu dalam menentukan
respon keperawatan yang tepat.
Tingkat ketidaknyamanan
berkenaan dengan aktivitas
uterus dapat lebih intensif pada
klien dengan hipoksia
miometrium yang dapat
dihubungkan dengan pelepasan
plasenta (abtrupsio plasenta)
Mengurangi rasa nyeri
Ansietas sebagai respon terhadap
situasi darurat dapat
memperberat derajat
ketidaknyamanan karena
sindrom ketegangan, takut nyeri
Dapat membantu dan
menurunkan tinhkat ansietas dan
karenanya mereduksi
berulang atau gelisah
f. Respon otomptik tidak
menunjukkan :
o Diaporesis
o TD stabil 120/80 mmHg
o Pola napas efektif 24x/mnt,
tidak dispnea
o Nadi : 80-100x/mnt
o Suhu : 36,5-37,5 derajat
celcius
intruksikan klien menggunakan
metode relaksasi, distraksi, jelaskan
prosedur.
Berikan tindakan kenyamanan (mis :
masase gosokan punggung, sacrum,
sandaran bantal, berikan kompres
jeruk)
Kolaborasi :
Berikan narkotik/sedative, berikan
obat-obatan pra operatif bila prosedur
pembedahan diindikasikan
ketidaknyamanan
Meningkatkan relaksasi,
menurunkan tegangan dan
ansietas, serta meningkatkan
koping dan control klien
Meningkatkan kenyamanan akan
menurunkan risiko komplikasi
pembedahan
2. Gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit
berhubungan dengan
oliguria
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam diharapkan klien
menunjukkan
keseimbangan cairan dan
elektrolit adekuat.
Kriteria hasil :
a. Turgor kulit baik
b. Haluaran urin normal : 30-
50ml/jam
c. Mukosa mulut : lembab
d. Peningkatan saliva
e. TTV :
TD: N (120/80mmHg)
Suhu : 36-37,5
RR : 16-20x/mnt
N : 80-100x/mnt
Ht : N (37-47)
Mandiri :
Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi
perdarahan ; timbang dan hitung
pembalut, simpan bekuan dan jaringan
untuk dievaluasi ulang oleh dokter
Pantau masukan dan haluaran urin ;
perhatikan berat jenis urin
Kaji bibir dan membrane mukosa oral
dan derajat salvasi
Posisikan klien dengan tepat,
terlentang dan panggul ditinggikan
Catat TTV, pengisian kapiler pada
Perkirakan kehilangan darah,
arterial versus vena, dan adanya
bekuan-bekuan membantu
membuat diagnosa banding dan
menentukan kebutuhan
penggantian
Penurunan haluaran urin dan
peningkatan berat jenis urin
menunjukkan dehidrasi. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat
menunjukkan dengan haluaran
30-50ml/jam atau lebih besar
Membrane mukosa/bibir yang
kering dan penurunan saliva
adalah indicator lanjut dari
dehidrasi
Menjamin keadekuatan darah
yang tersedia untuk otak,
peninggian panggul menghindari
komplikasi
Membantu menentukan beratnya
dasar kuku, warna membran
mukosa/kulit dan susu, ukur tekanan
sentral bila ada
Kolaborasi :
Berikan infuse 1 atau 2 IV dari cairan
isotonic atau elektrolit dengan kateter
18G atau melalui jalur vena sentral.
Berikan darah lengkap atau produk
darah sesuai indikasi
Pantau pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi (Ht dan Hb)
kehilangan darah meskipun
sianosis dan perubahan pada TD,
nadu, adalah tanda-tanda lanjut
dari kehilangan sirkulasi
terjadinya syok
Perlu untuk infuse cepat atau
multiple dari cairan atau produk
darah untuk meningkatkan
volumr sirkulasi dan mencegah
pembekuan
Membantu dalam menentukan
jumlah kehilangan darah. Setiap
ml darah membawa 0,5 mgHb
3. Gangguan pola eliminasi
urin berhubungan
dengan peningkatan
frekwensi berkemih dan
disuria
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam diharapkan klien
menunjukkan pola eliminasi
urin kembali normal.
Kriteria hasil :
a. Kantong kemih kosong
Mandiri :
Perhatikan pola berkemih dan awasi
haluaran urin
Palpasi kantong kemih
Berikan informasi tentang tanda/gejala
ISK. Tekankan perlunya melaporkan
tanda-tanda infeksi ke petugas
Dapatmengidentifikasi jumlah
urin
Mengetahui distensi pada
kantong kemih
Ibu yangn ISK berespon baik
pada tindakan setelah diberikan
informasi
b. Klien berkemih secara
teratur dan tuntas
c. Haluaran urin normal 30-
50 ml/jam
kesehatan serta tidak meminum obat
sampai pemberitahuan selanjutnya
Anjurkan untuk mempraktikan latihan
Kegel (pengencangan perineum)
sepanjang hari
Memperbaiki dukungan organ
pelvis, menguatkan dan
meningkatkan elastisitas otot
pubokoksigeus; lebih
mengontrol perkemihan
4. Gangguan popla
eliminasi BAB
berhubungan dengan
penekanan rektum
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam diharapkan klien
menunjukkan pola eliminasi
(BAB) normal/seperti
biassa.
Kriteria hasil :
a. Klien dapat kembali BAB
seperti biasa
b. Tidak adanya massa dalam
abdomen
c. Klien tidak mengeluh
adanya hemoroid saat
Mandiri :
Auskkultasi adanya bising usus,
perhatikan kebiasaan pengosongan
normal
Kaji adanya hemoroid
Berikan laksatif, pelunak feses,
supositoria, atau enema
Mengevaluasi fungsi usus
Perdarahan atau nyeri hemoroid
dapat meningkatkan
kemungkinan bahwa klien akan
menunda defekasi, yang akan
memperberat
Untuk mengembalikan
kebiasaan defekasi normal dan
mencegah atau stress perineal
selam pengosongan
defekasi
5. Resti gangguan perfusi
jaringan berhubungan
dengan syok
hipovolemik
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 1x24 jam
diharapkan klien
menunjukkan perfusi
jaringan adekuat.
Kriteria hasil :
a. TTV normal
b. Kulit hangat, kering
c. Tidak terdapat sianosis
Mandiri :
Pantau TTV
Pantau jumlah perdarahan
Pantau suhu kulit, palpasi denyut nadi
perifer
Kolaborasi :
Beri terapi IV produk darah sesuai
indikasi
Berikan obat-obatan anti embolik
sesuai dengan indikasi
Merupakan indicator dari
volume sirkulasi fungsi organ
Perdarahan lebih mengacu pada
hipovolemia
Kulit dingin lembab, denyut nadi
lemah menunjukkan penurunan
sirkulasi perifer
Volume sirkulasi, mendukung
terjadinya perfusi jaringan
Membalikkan aliran darah vena
dan mencegah aliran darah statis
menurunkan risiko trombosis
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN SETELAH PENATALAKSANAAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi Rasional
1. Kerusakan integritas
kulit berhubungan
dengan luka insisi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
diharapkan klien dapat
mencapai pemulihan luka
dengan criteria hasil :
a. Pemulihan jaringan
dengan baik
b. Tidak terjadi komplikasi
(infeksi)
Mandiri :
Beri pengutan pada balutan
awal/penggantian sesuai indikasi.
Gunakan teknik aseptic yang kuat
Secara hahti-hati lepaskan perekat
(sesuai arah pertumbuhan rambut)
dan pembalut pada waktu mengganti
Gunakan perekat yang halus/silk
(hipoalergik atau perekat
montgoumery/elastis untuk
membalut luka yang membutuhkan
pergantian balutan yang sering)
Periksa tegangan balutan. Beri
perekat pada pusat insisi ke tepi luar
dari balutan luka. Hindari menutup
kasa seluruh ekstremitas
Periksa luka secara teratur, catat
karakteristik dan integritas kulit
Lindungi luka dari perlukaan
mekanis dan kontaminasi
Mengurangi risiko trauma kulit
dan gangguan pada luka
Menurunkan risiko terjadinya
trauma kulit atau abrasi dan
memberikan perlindungan
tambahan untuk kulit atau
jaringan yang halus
Dapat mengganggu atau
membendung sirkulasi pada
luka sekaligus bagian distal dari
ekstremitas
Pengenalan akan adanya
2. Risiko tinggi perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
efek dari pembedahan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam, klien tercukupi
kebutuhan nutrisinya,
dengan criteria hasil :
Pantau tanda-tanda vita dengan
sering, perhatikan demam, takikardi
Kolaborasi :
Gunakan korset pada abdominal bila
dibutuhkan
Irigasi luka; Bantu dengan
melakukan debridemen sesuai
kebutuhan
Mandiri :
Pantau masukan makanan setiap hari
Ukur berat badan dan ketebalan
llipatan kulit trisep (pengukuran
antropometrik lainnya sesuai
kegagalan proses penyembuhan
luka/berkembangnya
komplikasi secara didni dapat
mencegah terjadinya kondisi
yang lebih serius
Mungkin indikatif terjadinya
infeksi yang menunjang
perlambatan pemulihan luka
dan pemisahan luka/dehisens
Memberi pengencangan
tambahan pada insisi yang
berisiko tinggi
Membuang jaringan
nekrotik/luka eksudat untuk
meningkatkan penyembuhan
Mengidentifikasi kekurangan
nutrisi atau kebutuhan terapi
Membantu dalam identifikasi
malnutrisi protein kalori,
a. Peningkatan berat badan
b. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
c. Pengungkapan
pemahaman tentang
nutrisi
d. Turgor kulit baik
e. TTV stabil
indikasi)
Kontrol factor lingkungan (mis : bau
tidak sedap). Hindari makanan yang
manis, berlemak dan pedas
Ciptakan suasana makan yang
menyenangkan
Identifikasi pasien yang mengalami
mual yang diantisipasi
Dorong penggunaan teknik
relaksasi, visualisasi bimbingan
imajinasi, latihan sedang sebelum
makan
Kolaborasi :
Berikan diet tinggi karbohidrat dan
tinggi protein, dengan masukan
cairan adekuat
khususnya bila berat badan dan
pengukuran antropometrik
kurang dari normal
Lingkungan dapat mengurangi
rasa mual atau muntah
Meningkatkan selera makan
klien
Mual atau muntah psikogenik
terjadi sebelum pembedahan
dimulai secara umum tidak
berespon terhadap obat
antiemetik
Mencegah/menurunkan awitan
mual dan kemungkinan klien
meningkatkan masukan oral
Memberikan nutrient cukup
untuk memperbaiki energi,
mencegah penggunaan otot,
meningkatkan regenerasi
jaringan/penyembuhan, dan
Berikan multivitamin, mis : B12 dan
susu
Berikan antiemetik pada jadwal
regular sebelum/selama dan setelah
pemberian antineoplastik
Evaluasi keefektifan antiemetik
Rujuk ke ahli gizi
keseimbangan elektrolit
Menggantikan kehilangan
vitamin karena
malnutrisi/anemia
Mual atau muntah menurunkan
kemampuan dan efek samping
psikologis dari pembedahan
yang menimbulkan stress
Individual berespon secara
berbeda pada semua obat.
Antiemetik firstine mungkin
tidak bekerja, memerlukan
perubahan atau kombinasi
terapi obat
Berguna untuk program diet
individu untuk memenuhi
kebutuhan individu dan
menurunkan masalah berkenaan
dengan malnutrisi protein/kalori
dan defisiensi mikronutrien
3. Risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 1x24
Mandiri :
Control infeksi, sterilisasi, dan Tetapkan mekanisme yang
dengan pemajanan
terhadap
mikroorganisme,
penurunan sel imun
jam, klien tidak
mengalami infeksi akibat
komplikasi penyakit,
dengan criteria hasil :
a. Mencapai penyembuhan
luka tepat waktu bebas
eksudat purulen
b. Tidak demam
prosedur/kebijakan aseptic
Pantau suhu tubuh
Tekankan pentingnya hygiene oral
Uji kesterilan semua peralatan
Ulangi studi laboratorium untuk
dirancang untuk mencegah
infeksi
Identifikasi dini proses infeksi
memungkinkan terapi yang
tepat untuk dimulai dengan
segera
Terjadinya stomatitis
meningkatkan risiko
infeksi/pertumbuhan sekunder
Benda-benda yang dipaket
mungkin steril, meskipun
demikian setiap benda harus
secara teliti diperiksa
kesterilannya, adanya
kerusakan pada pemaketan,
efek lingkungan pada paket dan
teknik pengiriman sterilisasi
paket/tanggal kadaluarsa,
nomor lot/seri harus
didokumentasikan jika perlu
Peningkatan SDP akan
mengindikasikan adanya infeksi
kemungkinan infeksi sistemik
Periksa kulit untuk memeriksa
adanya infeksi yang terjadi
Identifikasi gangguan pada teknik
aseptic dan atasi dengan segera pada
waktu terjadi
Kolaborasi :
dimana prosedur operasi akan
mengurangi atau munculnya
infeksi sistemik/organ. Dimana
mungkin dapat menyebabkan
kontra indikasi dari prosedur
pembedahan dan/atau anestesi
Gangguan pada integritas kulit
atau dekat dengan lokasi
operasi atau sumber
kontaminasi luka.
Menggunting/bercukur secara
berhati-hati adalah imperative
untuk mencegah abrasi
Kontaminasi dengan
lingkungan/kontak personal
akan menyebabkan daerah yang
steril menjadi tidak steril
sehingga dapat meningkatkan
risiko infeksi
Dapat digunakan pada intra
operasi untuk mengurangi
Lakukan irigasi luka yang banyak
Dapatkan specimen
kultur/pewarnaan Gram
Berikan antibiotic sesuai petunjuk
jumlah bakteri pada lokasi dan
pembersihan luka debris, mis :
tulang, jaringan iskemik,
kintaminan usus, toksin
Identifikasi segera tipe-tipe
organisme infeksi dengan
pewarnaan Gram, yang
memungkinkan diperlukannya
pengobatan yang sesuai pada
waktu identifikasi yang lebih
khusus melalui kultur dapat
diperoleh dalam waktu
beberapa hari/jam
Dapat diberikan secara
profilaksis bila dicurigai
terjadinya infeksi atau
kontaminasi