lapkas lipoma

34
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meninngkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis jaune” yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mengkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg %. 1 Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan 1

Upload: edward-culles-sanchez

Post on 19-Jan-2016

115 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tumor jinak jaringan lemak

TRANSCRIPT

Page 1: Lapkas Lipoma

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang

meninngkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai

akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah

merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis “jaune” yang berarti

kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan

melihat sklera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar

antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat

dengan nyata maka bilirubin mengkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%.1

Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang

dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting,

meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari

jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan

metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik

abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik.

Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan perbaikan

lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak

membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya

membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk

pengobatan. 2

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus

biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan

yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 –

1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan

bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan,

adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang

terlihat pada tubuh pasien.3

1

Page 2: Lapkas Lipoma

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang

dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak

terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin.

Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam

sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–glucuronyl transferase mengkonjugasikan

bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk

membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan

bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan

kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah

menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal.

Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh

ginjal didalam urin.4

Umumnya diagnosis ikterus obstruktif secara klinik ditegakkan dengan

cara imaging. Pemeriksaan ultrasonografi mudah membedakan penyebab ikterus

ekstra hepatik atau intra hepatic dengan melihat pelebaran dari saluran empedu

dengan ketepatan 95%. Tindakan biopsi umumnya hanya dilakukan untuk

evaluasi dari ikterus intra hepatik. Pada kasus tertentu tidak selalu mudah untuk

menegakkan diagnosis ikterus obstruktif ektrahepatik atau intra hepatik. Kadang-

kadang saluran empedu tidak terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk

menentukan letak obstruksi, karena bagian distal saluran empedu sukar terlihat

pada 30-50% kasus, sehingga dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dengan

tindakan biopsi hepar dalam memastikan diagnosis ikterus obstruktif

ekstrahepatik.8,13-16 Berikut ini dilaporkann sebuah kasus ikterus obstruktif yang

mula-mula tidak bisa ditegakkan diagnosisnya dengan imaging, tetapi kemudian

akhirnya diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi.1

2

Page 3: Lapkas Lipoma

BAB 2

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. RH

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Meunasah Mee. Muara 2.

Agama : Islam

Suku Bangsa : Aceh

Status : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal masuk RSMS : 08 Februari 2014

Tanggal periksa : 12 Februari 2014

No.RM : 05.50.01

I. ANAMNESIS

1. Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas

2. Keluhan tambahan : Mual, muntah, tidak nafsu makan, tidak ada

nafsu makan kurang lebih 5 hari.

3. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Cut Meutia pada tanggal 08 Februari

2014, dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas. Keluhan tersebut

dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan memberat 2 jam SMRS. Setelah di

rawat 3 hari pasien mengeluh sekujur tubuh serta matanya menguning.

Pasien selama ini hanya mengeluh rasa sakit pada perut kanan atas dan

menjalar sampe kebelakang, sakit bertambah terutama jika pasien makan

makanan yang mengandung banyak lemak. Pasien juga mengeluh mual,

lemas, muntah, BAK ( coklat seperti teh), BAB (-) selama 8 hari.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan yang sama : 1 minggu yang lalu

3

Page 4: Lapkas Lipoma

b. Riwayat Hipertensi : disangkal

c. Riwayat DM : disangkal

d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

f. Riwayat penyakit hati : 20 tahun yang lalu pernah

mengalami kulit kuning

g. Riwayat Alergi : disangkal

h. Riwayat Asthma : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat Hipertensi : disangkal

b. Riwayat DM : disangkal

c. Riwayat penyakit jantung : disangkal

d. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

e. Riwayat penyakit hati : disangkal

f. Riwayat penyakit stroke : disangkal

g. Riwayat Alergi : disangkal

h. Riwayat Asthma : disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang, Kooperatif

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign : TD : 120/80 mmHg

N : 96 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36,60C

A. Status Generalis

1. Pemeriksaan kepala

Bentuk kepala : Mesocephal, Simetris, Venektasi Temporal (+/+)

Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi

merata.

Mata : Simetris, Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik

+/+, Refleks Pupil +/+ Normal, Isokor, diameter

4

Page 5: Lapkas Lipoma

3/3 mm, Edema Palpebra +/+

Telinga : discharge -/-, deformitas -/-

Hidung : discharge -/-, deformitas -/-, NCH -/-

Mulut : bibir kering -/-, bibir pucat -/-, Lidah Sianosis -/-

2. Pemeriksaan leher

Deviasi trakea (-), tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar

lymponodi, JVP 5+2 cm, Hepato jugular refluks +

3. Pemeriksaan Toraks

a. Paru

Inspeksi : Dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-),

Retraksi (-), Pulsasi Epigastrium (-), Pulsasi

Parasternal (-)

Palpasi : Vokal Fremitus paru kanan = paru kiri

Ketinggalan gerak (-)

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : SD vesikuler, RBH -/-, RBK -/-, Wh -/-

b. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak nampak

Palpasi : Ictus Cordis tampak SIC VI

Perkusi : Redup

Auskultasi : S1>S2, Iregular, Murmur (-), Gallop (-)

4. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Perut datar, Venektasi (-), Spider Nevi (-)

Auskultasi : Bising Usus

Perkusi : Pekak hepar

Palpasi : Hepar/Lien tidak teraba, NT tekan pada

Perut kanan atas , murphy sign (+)

5. Pemeriksaan ekstermitas

Superior : Edema (-/-), Jari Tabuh (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis -/-

Inferior : Edema (-/-), Jari Tabuh (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis -/-

5

Page 6: Lapkas Lipoma

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium tanggal 9 Februari 2014

Darah lengkap

Hb : 10,7 g% ↓ (13-18 g%)

LED : 22 mm/Jam ↑ ( < 15 mm/Jam)

Leukosit : 5,6 x 103/mm3 ( 4-11 x 103/mm3 )

Hematokrit : 34,8 % ↓ (37 – 47 %)

Eritrosit : 4,1 x 106/mm3 ↓ (4,5 – 6,5 x 106/mm3)

Trombosit : 375 x 103/mm3 (150– 450 x 103/mm3)

MCV : 85 fL (76 – 96 fL)

MCH : 26,3 pg ↓ (27 – 31 pg)

MCHC : 30,8 % (30 – 35 %)

RDW : 13,5 % (11,5 – 14,5 %)

Kimia Klinik

SGOT : 41 U/L ↑ ( < 33 U/L )

SGPT : 26 U/L ( < 40 U/L )

Bilirubin Total : 13,24 mg/dL ↑ ( < 1,3 mg/dL )

Bilirubin Direk : 11,27 mg/dL ↑ ( < 0,5 mg/dL )

Sero Imunologi

HBsAg : negatif (negatif)

IV. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Cut Meutia pada tanggal 08 Februari

2014, dengan keluhan utama nyeri perut kanan atas. Keluhan tersebut

dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan memberat 2 jam SMRS. Setelah

di rawat 3 hari pasien mengeluh sekujur tubuh serta matanya

menguning. Pasien selama ini hanya mengeluh rasa sakit pada perut

kanan atas dan menjalar sampe kebelakang, sakit bertambah terutama

jika pasien makan makanan yang mengandung banyak lemak. Pasien

juga mengeluh mual, lemas, muntah, BAK (coklat seperti teh), BAB

6

Page 7: Lapkas Lipoma

(-) selama 8 hari. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan nyeri tekan pada

perut kanan atas dan murphy sign (+),

V. FOLLOW UP

09/02/2014 S:nyeri perut kanan atas, mual, muntah, tidak nafsu makan, BAK seperti air teh, BAB tidak ada selama 5 hariO:TD 120/80 mmHgN 80 ×/menitRR 24 ×/menitS 36,3 ° C

IVFD RL 20 gtt/i

Cairan Nutrisi 1 flash/ hari

Inj. Ranitidine 50 mg / 12jam

Inj. Ondancentron 4mg/ 12jam

Mucogard Syrp 3 x C1

10/02/2014 S:nyeri perut kanan atas, mual, muntah, tidak nafsu makan, BAK seperti air teh, BAB tidak ada selama 6 hariTD 120/80 mmHgN 84 ×/menitRR 20 ×/menitS 36,6 ° C

Hb : 10,7 g%LED : 22 mm/jamEritrosit : 4,1 x 106/mm3

Hematokrit : 34,8 %MCH : 26,3 pg

IVFD RL 20 gtt/i

Cairan Nutrisi 1 flash/ hari

Inj. Ranitidine 50 mg / 12jam

Inj. Ondancentron 4mg/ 12jam

Mucogard Syrp 3 x C1

11/02/2014 S:nyeri perut kanan atas, mual, muntah, tidak nafsu makan, BAK seperti air teh, BAB tidak ada selama 7 hari, mata dan kulit kuningO:TD 120/80 mmHgN 88 ×/menitRR 24 ×/menitS 36,5 ° C

IVFD RL 20 gtt/i

Cairan Nutrisi 1 flash/ hari

Inj. Ranitidine 50 mg / 12jam

Inj. Ondancentron 4mg/ 12jam

Mucogard Syrp 3 x C1

12/10/2011 S:nyeri perut kanan atas,

IVFD RL 20 gtt/i

7

Page 8: Lapkas Lipoma

mual, muntah, tidak nafsu makan, BAK seperti air teh, BAB tidak ada selama 8 hari, mata dan kulit kuningOTD 125/85 mmHgN 72 ×/menitRR 20 ×/menitS 36 ° C

SGOT: 41 U/LBilirubin total:13,24 mg/dLBilirubin direct:11,27 mg/dL

Cairan Nutrisi 1 flash/ hari

Inj. Ranitidine 50 mg / 12jam

Inj. Ondancentron 4mg/ 12jam

Mucogard Syrp 3 x C1

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis

Obstruksi Jaundice ec. - Ca Caput Pancreas- CBD Stone- Ca Ampulla Vateri

VII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium darah rutin, elektrolit, glukosa darah

sewaktu, ureum, dan kreatinin serial untuk monitoring

2. Foto Toraks PA

3. EKG

4. USG

5. CT-scan

6. ERCP

7. MRCP

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada kasus ini yang dianjurkan adalah :

1. Non Farmakologis

a. Bed rest : batasi aktivitas fisik

b. Pengaturan kalori harian 40-45 kkal/kgBB/hari.

c. Protein 1,25 - 1,/kgBB/hari

d. Diet rendah lemak

8

Page 9: Lapkas Lipoma

2. Farmakologi

a. IVFD RL 20 gtt/i

b. Cairan Nutrisi 1 flash/ hari

c. Inj. Ranitidine 50 mg / 12jam

d. Inj. Ondancentron 4mg/ 12jam

e. Mucogard Syrp 3 x C1

3. Tindakan Bedah

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam

a. Sklera Ikterik b. Rontgen Thoraxb.

c. EKG

Interprestasi

- CTR : 48%, tidak kardiomegali- EKG : Sinus Rhytme

9

Page 10: Lapkas Lipoma

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Jaundice (Ikterik)

3.1.1 Definisi Jaundice

Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan

sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Jaundice

(berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin

untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran

mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan

tersebut.1

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus

biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan

yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 –

1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan

bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan,

adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang

terlihat pada tubuh pasien.2

3.1.2. Klasifikasi Jaundice

Klasifikasi umum jaundice: pre-hepatik, hepatik dan post-hepatik.

Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak

pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice

ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit

(jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik.2

3.2. Obstruksi Jaundice

Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu.

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran

misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu

empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam

10

Page 11: Lapkas Lipoma

lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau

anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan

saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.5

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara

lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan

striktur sfingter papila vater.6

3.2.1 Etiologi Obstruksi Jaundice

Penyebab terjadinya jaundice obstruktif adalah adanya obstruktif post

hepatik yang antara lain disebabkan oleh 6 :

1. Obstruksi dalam lumen saluran empedu

* Batu

* Parasit (ascaris)

2. Kelainan di dinding saluran empedu

* Atresia bawaan

* Striktur traumatic

* Tumor saluran empedu

3. Penekanan saluran empedu dari luar

* Tumor caput pancreas

* Tumor ampula Vateri

* Pankreatitis

* Metastasis di dalam ligamentum hepaoduodenale

11

Page 12: Lapkas Lipoma

Penyebab dari jaundice obstruktif dibedakan menjadi 3 macam seperti yang

tampak pada gambar di atas, yaitu :

1. Sering

* Batu CBD

* Ca caput pancreas

* Malignant porta hepatic lymph nodes

2. Infrequent

* Ca ampuler

* Pankreatitis

* Liver secondaries

3. Jarang

* Benign striktur – iatrogenic, trauma

* Kolangitis berulang

* Sindroma Mirizzi

* Sclerosing cholangitis

* Atresia bilier

* Choloedochal cyste

12

Sirosis hepatis Abs

es

hepar

Carsinoma

StrikturCa Caput

Batu

Ascaris

Page 13: Lapkas Lipoma

3.2.2. Manifestasi Klinik1,2,6

Tanda dan gejala yang timbul antara lain:

* Ikterus

Hal ini disebabkan penumpukkan bilirubin terkonjugasi yang ada dalam

darah yang merupakan pigmen warna empedu.

* Nyeri perut kanan atas

Nyeri yang dirasakan tergantung dari penyebab dan beratnya obstruktif.

Dapat ditemui nyeri tekan pada perut kanan atas maupun kolik bilier.

* Warna urin gelap (Bilirubin terkonjugasi)

Urin yang berwarna gelap karena adanya bilirubin dalam urin.

* Feces seperti dempul (pucat/akholis)

Hal ini disebabkan karena adanya sumbatan aliran empedu ke usus yang

mengakibatkan bilirubin di usus berkurang atau bahkan tidak ada sehingga

tidak terbentuk urobilinogen yang membuat feces berwarna pucat.

* Pruritus yang menetap

Adanya pruritus menunjukkan terakumulasinya garam empedu di

subkutan yang menyebabkan rasa gatal.

* Anoreksia, nausea dan penurunan berat badan

Gejala ini menunjukkan adanya gangguan pada traktus gastrointestinal.

* Demam dan rigors

* Pembesaran hepar dan kandung empedu (Courvoisier sign)

3.2.3. Patofisiologi Obstruksi Jaundice

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk

pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen,

obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam

komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan

berbagai hormon.2

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan

komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di

usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi

13

Page 14: Lapkas Lipoma

sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai

usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi,

mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi

vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan,

seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau

osteomalasia.2

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa

bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi

sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan,

pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena

malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya

esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak

terpengaruh.3

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,

disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan

asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas

dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi

mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu

hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal

bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.1

3.2.4. Diagnosa Obstruksi Jaundice

Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah

melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati.

1. Anamnesis

Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan

feses, rasa gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan

berkurang, pekerjaan, adanya kontak dengan pasien ikterus lain,

alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan

pembedahan.2

14

Page 15: Lapkas Lipoma

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa,

mencari tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema

palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi

dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia

hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya

sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan

oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier).5

Hukum Courvoisier : “Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak

mungkin disebabkan oleh batu kandung empedu”.

Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor

pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau

limfadenopati portal.7

Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul

disebabkan oleh gangguan pada sel-sel hati atau disebabkan adanya

hambatan pada saluran empedu.1

Diagnosa klinis untuk pemeriksaan jaundice obstruktif antara lain : 2

a. Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal

= 0,1-0,3 mg/ml.

b. Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml),

Normal = 0,2-0,8 mg/ml.

c. Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin

(konsentrasi tinggi dalam darah).

d. Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan

hati untuk mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4

mg/hari.

e. Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280

mg/hari, karena tidak mencapai usus.

f. Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat

diekskresi ke kandung empedu secara normal.

g. Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol

mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.

15

Page 16: Lapkas Lipoma

h. Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit,

sehingga menimbulkan pruritus.

i. Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan

penurunan absorbsi vitamin K.

3.2.5. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk

serum bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan

hitung sel darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi

ketika ada peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan

konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik)

atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk)

terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya

16

IkterusCek Urobilin & Bilirubin

Urobilin –Bilirubin urin+ +Bilirubin Direct >

Urobilin +Bilirubin urin + Bilirubin Direct +Bilirubin Indirect +

Urobilin ++Bilirubin urin -Bilirubin Direct NBilirubin Indirect >

Obstruksi:- Intra hepatic

- Extra hepatic

Parenkim- HepatitisCirrhosis Hepatoma

Hemolitik

USG:Bile duct dilatation

Intra hepatal : hepatitisExtra hepatal

CT scanPTCERCP MRI

TumorBatu

Gambar Flow chart pasien dengan ikterus

Page 17: Lapkas Lipoma

ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya

meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya

berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 – 8

mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi

bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier

parsial.1

Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin

disebabkan oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang

jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin.

Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin

yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin

lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-

sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses

menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen

usus (pigmen tidak dapat mencapai usus).8

2. Hematologi

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin

terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada

kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu

hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna

ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat

10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai

normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan

kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali

fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.1

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat

pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun

penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak

percabangan hepatobilier lainnya.3

3. Pencitraan1

Tujuan dibuat pencitraan adalah:

17

Page 18: Lapkas Lipoma

a. memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah

jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),

b. untuk menentukan level obstruksi,

c. untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,

d. memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang

mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).

I. USG

Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat

membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan

penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan

lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang

melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan

sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran

kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak

ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab

ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran

empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.1

Pada pemeriksaan USG akan memperlihatkan ukuran duktus biliaris,

mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan

informasi lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung

empedu, perubahan parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan

akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang

berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga

dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang

mengelilinginya.1

II. Pemeriksaan Radiologi1,5

a. Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena

sebagian besar batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat

digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan

oleh sel hati yang sakit.

b. CT-scan : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung

empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan

18

Page 19: Lapkas Lipoma

antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT

dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.

c. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography) dan

PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography) : menyediakan

visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan

bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier,

pankreatitis dan perdarahan.

d. EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti

staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan

berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem

pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging

tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi

striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa

digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.

e. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography):

merupakan teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan

sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien

dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik

dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP.

Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

3.2.6. Penatalaksanaan Obstruksi Jaundice

Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.

Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan

kolestasis intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus

pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif

terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat

garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat,

hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin

K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.1

Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis

yang ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan.

19

Page 20: Lapkas Lipoma

Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini

dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak

dalam diet dengan medium chain trigliceride.1

Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi

bakteri dengan pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan

terapi pembedahan. Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada

fase dini dari ikterus obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang

efektif bila dilakukan pada penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya

pengingkatan risiko gangguan fungsi ginjal.6

Terapi pembedahan untuk mengembalikan fungsi aliran empedu dari hepar

ke duodenum adalah melakukan drenase interna yang dilakukan secara langsung

dengan menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus. Bila hal ini tidak

memungkinkan karena keadaan penderita terlalu lemah untuk dilakukan

pembedahan besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase

eksterna dengan melakukan pemasangan pipa saluran melalui kulit ditembuskan

ke hepar sampai ke saluran empedu (Percutaneous Transhepatal Drainage).

Apabila keadaan penderita sudah stabil kembali, maka ppenderita harus segera

dilakukan pembedahan interna (DI).6

3.2.7. Komplikasi

Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah

gagal ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca

drenase interna sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang

mempunyai risiko kematian tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang

mengalami tindakan pembedahan sering mengalami komplikasi pasca operatif.

Komplikasi ini berhubunga dengan endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2

mekanisme yang pertama, tidak adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang

bersifat “detergen like” sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa

usus. Dengan tidak adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus

gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus sehingga terjadi over growth

bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat menyebabkan translokasi

bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua, ikterus

20

Page 21: Lapkas Lipoma

obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance of

endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi.6

Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus

obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi

optimal untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan

terjadinya gagal ginjal akut pada pembedahan ikterus obstruktif dengan

melakukan ekspansi volume cairan dari intaseluler menuju ekstraseluler dan

menurunkan terjadinya endotoksinemia.6

Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer,

perdarahan gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan

gagal ginjal akut (GGA).6

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Secara umumnya, ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau

jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh

bilirubin yang meninngkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Obstruksi

jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran

empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya

21

Page 22: Lapkas Lipoma

tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik).Pengobatan ikterus sangat

bergantung penyakit dasar penyebabnya.

4.2 Saran

Disarankan pasien dengan Obstruktif Jaundice agar sentiasa mengamalkan

cara hidup yang sehat dengan memakan makanan sesuai diet untuk usia dan tidak

mengkonsumsi alcohol dan rokok yang berlebihan. Pasien juga harus merujuk

lebih awal lagi ke rumah sakit jika terdapat kelainan pada mereka.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary

System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari

2001: 322 (7278): 91–94. Available from :

22

Page 23: Lapkas Lipoma

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388 [diakses

pada tanggal 10 April 2011].

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

4. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit.

Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G,

Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta

: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

5. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of

Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

6. Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principle’s of

Internal Medicine 16th. New York: Mc Graw Hills Publishing. 1880-1890

7. Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam:

Cermin Dunia Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigas

trik.html [diakses pada tanggal 10 April 2011].

23