lapkas lbp

33
LAPORAN KASUS LOW BACK PAIN DISUSUN OLEH: 1. Uli Ririn Marpaung (07310284) 2. Sisca Afril Lenny (08310289) 3. Yogi Oktiandi (08310331) PEMBIMBING: dr. Luhu A Tapiheru, Sp.S BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RUMAH SAKIT HAJI

Upload: yogi-oktiandi

Post on 01-Dec-2015

102 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

LOW BACK PAIN

DISUSUN OLEH:

1. Uli Ririn Marpaung (07310284)2. Sisca Afril Lenny (08310289)3. Yogi Oktiandi (08310331)

PEMBIMBING:

dr. Luhu A Tapiheru, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT HAJI

MEDAN

2013

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PRIBADI

NAMA : Ny. Sapriani

JENIS KELAMIN : Perempuan

USIA : 36 tahun

SUKU BANGSA : INA / Batak

AGAMA : Islam

ALAMAT : Jl. Letda Suyono Gg.Subur No.2

STATUS : Menikah

PEKERJAAN : Ibu Rumah Tangga

TANGGAL MASUK : 14 Maret

TANGGAL KELUAR : -

ANAMNESIS / ALLOANAMNESIS

Keluhan Utama : Sakit Pinggang

Telaah :

Os mengeluh sakit pada pinggang sejak ± 5 hari yang lalu. OS tiba-tiba mengeluh sakit pinggang setelah mengambil dan mengangkat taperware. Sakit makin lama dirasakan bertambah, sakit dirasakan di pinggang kanan dan kiri. OS juga mengeluh sakit jika bergerak. OS menyangkal adanya nyeri kholik pada daerah pinggang. OS juga menyangkal adanya sakit kepala, kebas pada anggota gerak tubuh. BAK dan BAB normal.

Riwayat Penyakit Terdahulu : -

Riwayat Pengguna Obat : -

ANAMNESIS TRAKTUS

Traktus Sirkulatorius : Normal

Traktus Respiratorius : Normal

Traktus Digestivus : Normal

Traktus Urogenitalis : Normal

Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : -

Intoksikasi & Obat-obatan : -

ANAMNESIS KELUARGA

Faktor Herediter : -

Faktor Familier : -

Lain-lain : -

ANAMNESIS SOSIAL

Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal

Imunisasi : Tidak Ditanyakan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Perkawinan dan Anak : Menikah / 3 anak

PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan Darah : 120/80 mmhg

Nadi : 96 x/menit

Frekuensi Nafas : 20 x/menit

Temperatur : 36,9 ˚C

Kulit dan Selaput Lendir : Normal

Kelenjar dan Getah Bening : Normal

Persendian : Normal

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan Posisi : Normal

Pergerakan : Normal

Kelainan Panca Indera : Normal

Kelenjar Parotis : Normal

Desah : -

Dan Lain-lain : -

RONGGA DADA DAN ABDOMEN Rongga Dada Abdomen

Inspeksi : Normal Normal

Perkusi : Normal Normal

Palpasi : Normal Normal

Auskultasi : Normal Normal

GENITALIA

Toucher : Tidak Dilakukan

STATUS NEUROLOGI

SENSORIUM : Compos Mentis

KARNIUM

Bentuk : Bulat

Fontanella : Tertutup

Palpasi : +

Perkusi : Cracked Pot Sign (-)

Auskultasi : -

Transiluminasi : Tidak Dilakukan

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku Kuduk : Negatif (-)

Tanda kernig : Negatif (-)

Tanda Laseque : Negatif (-)

Tanda Brudzinski I : Negatif (-)

Tanda Brudzinski II : Negatif (-)

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : -

Sakit Kepala : -

Kejang : -

SARAF OTAK / NERVUS KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmia : Normal Normal

Anosmia : - -

Parosmia : - -

Hiposmia : - -

NERVUS II Oculi Dextra Oculi Sinistra

Visus : Normal Normal

Lapang pandang

Normal : Normal Normal Menyempit : - - Hemianopsia : - - Scotoma : - -

Refleks Ancaman : + +

Fundus Oculi

Warna : Tidak Dilakukan Batas : Tidak Dilakukan Ekskavasio : Tidak Dilakukan Arteri : Tidak Dilakukan Vena : Tidak Dilakukan

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

Gerakan Bola Mata : Normal Normal

Nistagmus : - -

Pupil

Lebar : Isokor Isokor Bentuk : Bulat Bulat Refleks Cahaya Langsung : Miosis Miosis Refleks Cahaya Tidak Langsung: Normal Normal Rima Palpebra : Normal Normal Deviasi Konjugate : - - Fenomena Doll’s Eye : - - Strabismus : - -

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

Membuka dan Menutup Mulut : Normal Normal Palpasi Otot Maseter&Temporalis: Normal Normal Kekuatan Gigitan : Normal Normal

Sensorik

Kulit : Normal Normal Selaput Lendir : Normal Normal

Refleks Kornea

Langsung : + + Tidak Langsung : + +

Refleks Maseter : Normal

Refleks Bersin : Normal

NERVUS VII Kanan Kiri

Motorik

Mimik : Normal Normal Kerut Kening : Normal Normal Menutup Mata : Normal Normal Meniup Sekuatnya : Normal Normal Memperlihatkan Gigi : Normal Normal Tertawa : Normal Normal

Sensorik

Pengecapan 2/3 Depan Lidah : Normal Normal Produksi Kelenjar Ludah : Normal Normal Hiperakusis : - - Refleks Stapedial : + +

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

Pendengaran : Normal Normal Test Rinne : Tidak Dilakukan Test Weber : Tidak Dilakukan Test Schwabach : Tidak Dilakukan

Vestibularis

Nistagmus : - Reaksi Kalori : Tidak Dilakukan Vertigo : - Tinnitus : -

NERVUS IX, X

Pallatum Mole : Normal

Uvula : Normal / Medial

Disfagia : -

Disartria : -

Disfonia : -

Refleks Muntah : +

Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : Normal

NERVUS XI

Mengangkat Bahu : +

Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : Normal

NERVUS XII

Lidah

Tremor : - Atrofi : - Fasikulasi : -

Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Normal

Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Normal

SISTEM MOTORIK

Trofi : -

Tonus Otot : Baik

Kekuatan Otot :ESD: E: 55555 ESS: E:55555

F:55555 F:55555

EID: E:55555 EIS: E:55555

F:55555 F:55555

Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Terganggu

Gerakan Spontan Abnormal

Tremor : - Khorea : - Ballismus : - Mioklonus : -

Atetosis : - Distonia : - Spasme : Otot Pinggang Tic : - Dan lain-lain : -

TEST SENSIBILITAS

Eksteroseptif : Normal

Propioseptif : Normal

Fungsi Kortikal untukn Sensibilitas

Stereognosis : Normal Pengenalan Dua Titik : Normal Grafestesia : Normal

REFLEKS Kanan Kiri

Refleks Fisiologis

Biceps : Normal Normal Triceps : Normal Normal Radioperiost : Normal Normal APR : Normal Normal KPR : Normal Normal Strumple : Normal Normal

Refleks Patologis

Babinski : - - Oppenheim : - - Chaddock : - - Gordon : - - Schaefer : - - Hoffman – Tromner : - - Klonus Lutut : - - Klonus Kaki : - -

Refleks Primitif : Normal

KOORDINASI

Lenggang : Normal

Bicara : Normal

Menulis : Normal

Percobaan Apraksia : -

Mimik : Normal

Test Telunjuk-Telunjuk : Normal

Test Telunjuk-Hidung : Normal

Diadokhokinesia : Normal

Test Tumit-Lutut : Normal

Test Romberg : Tidak Dilakukan

VEGETATIF

Vasomotorik : Normal

Sudomotorik : Normal

Pilo – Erektor : Tidak Dilakukan

Miksi : Normal

Defekasi : Normal

Potensi dan Libido : Normal

VERTEBRAE

Bentuk

Normal : Normal Scoliosis : - Hiperlordosis : -

Pergerakan

Leher : Normal Pinggang : Terganggu

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER

Laseque : -

Cross Laseque : -

Test Lhermitte : Tidak Dilakukan

Test Naffziger : -

GEJALA – GEJALA SEREBERAL

Ataksia : -

Disartria : -

Tremor : -

Nistagmus : -

Fenomena Rebound : -

Vertigo : -

Dan Lain-lain : -

GEJALA – GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tremor : -

Rigiditas : -

Bradikinesia : -

Dan Lain-lain : -

FUNGSI LUHUR

Kesadaran Kualitatif : Baik

Ingatan Baru : Baik

Ingatan Lama : Baik

Orientasi

Diri : Baik Tempat : Baik Waktu : Baik Situasi : Baik

Intelegensia : Normal

Daya Pertimbangan : Baik

Reaksi Emosi : Normal

Afasia

Ekspresif : Normal Represif : Normal

Apraksia : -

Agnosia

Agnosia Visual : - Agnosia Jari-jari : - Akalkulia : - Disorientasi Kanan-Kiri : -

KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Hasil pemeriksaan menunjukan tidak ada kelainan pada perangsangan radikuler yang menunjukan gangguan nervus spinalis.

DIAGNOSA BANDING

LBP (Low Back Pain) et causa spasmae otot

HNP (Hernia Nukleus Pulposus)

Osteoathritis

Osteoporosis

DIAGNOSA KLINIS

DIAGNOSA FUNGSIONAL : Low Back pain

DIAGNOSA ETIOLOGIK : Low Back pain et causa Spasmae Otot

DIAGNOSA ANATOMIK : Low Back Pain (lumbago)

DIAGNOSA KERJA : Low Back pain et causa Spasmae Otot

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen (Foto Lumbal Sacral AP Lateral)

Aligment Vertebrae Lumbo Sacral Baik.

Foramen Intervertebrae Baik.

Discus, Pedicle, processus Normal.

Kesan : Tak Tampak Kelainan.

PENATALAKSANAAN

Inf. RL 20 tts/jam

Ketrolac 1/8jam

Ranitidin 1/12jam

Dexametasone 18/8jam

Paracetamol 500mg 3xII

Myonel 3xI

ANJURAN

Bed Rest

Kurangi Aktivitas Berat

Hindari aktivitas angkat beban agar tidak menimbulkan kontraksi otot pinggang.

PROGNOSIS

Jika nyeri pinggang akibat spasmae otot, istirahat dalam beberapa hari dapat sembuh sendiri dengan bed rest.

LOW BACK PAIN

Definisi

Low back Pain dipersepsikan ketidak nyamanan berhubungan dengan

lumbal atau area sacral pada tulang belakang atau sekitar jaringan. ( Randy

Mariam,1987 ).

Low Back Pain terjadi dilumbal bagian bawah,lumbal sacral atau daerah

sacroiliaca (L4-L5 dan L5-S1), biasanya dihubungkan dengan proses

degenerasi dan ketegangan musulo (Prisilia Lemone,1996).

Low Back Pain adalah nyeri kronik didalam lumbal,biasanya disebabkan

oleh terdesaknya para vertebral otot, herniasi dan regenerasi dari nucleus

pulposus,osteoartritis dari lumbal sacral pada tulang belakang (Brunner,1999).

Klasifikasi

Low Back Pain menurut perjalanan kliniknya dibedakan menjadi dua

yaitu:

a. Acute low back pain

Rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang waktunya

hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri

ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan

karena luka traumatic seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri

dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak

jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan

yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat

masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri

pinggang acute terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.

b. Chronic low back pain

Rasa nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan atau rasa nyeri yang

berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset

yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back

pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses

degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

Etiologi

1. Perubahan postur tubuh biasanya karena trauma primer dan sekunder.

a. Trauma primer seperti : Trauma secara spontan, contohnya

kecelakaan.

b. Trauma sekunder seperti : Adanya penyakit HNP, osteoporosis,

spondilitis, stenosis spinal, spondilitis,osteoartritis.

2. Ketidak stabilan ligamen lumbosacral dan kelemahan otot.

3. Prosedur degenerasi pada pasien lansia.

4. Penggunaan hak sepatu yang terlalu tinggi.

5. Kegemukan.

6. Mengangkat beban dengan cara yang salah.

7. Keseleo.

8. Terlalu lama pada getaran.

9. Gaya berjalan.

10. Merokok.

11. Duduk terlalu lama.

12. Kurang latihan (oleh raga).

13. Depresi /stress.

14. Olahraga (golp,tennis,sepak bola).

Penyebab lain dari nyeri pinggang antara lain :

1. Gangguan ginjal

Gangguan ginjal yang sering dihubungkan dengan nyeri pinggang

antara lain infeksi ginjal, batu ginjal, dan perdarahan pada ginjal akibat

trauma. Diagnosa ditegakan berdasarkan pemeriksaan kencing, dan

pemeriksaan radiologi.

2. Kehamilan

Wanita hamil sering mengalami nyeri pinggang sebagai akibat dari

tekanan mekanis pada tulang pinggang dan pengaruh dari posisi bayi dalam

kandungan. 

3. Masalah pada organ reproduksi

Beberapa masalah pada organ reproduksi perempuan yang dapat

menimbulkan nyeri pinggang antara lain kista ovarium, tumor jinak rahim dan

endometriosis.

4. Tumor

Nyeri pinggang bisa pula disebabkan oleh karena tumor, baik tumor

jinak maupun ganas. Tumor dapat terjadi lokal pada tulang pinggang atau

terjadi di tempat lain tetapi mengalami metastase atau penyebaran ke tulang

pinggang.

Faktor Resiko

Faktor risiko terjadinya LBP adalah usia, kondisi kesehatan yang

buruk, masalah psikologik dan psikososial, artritis degeneratif, merokok,

skoliosis mayor (kurvatura >80o), obesitas, tinggi badan yang berlebihan, hal

yang berhubungan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi dalam waktu

lama, duduk atau berdiri berjam-jam (posisi tubuh kerja yang statik), getaran,

mengangkat, membawa beban, menarik beban, membungkuk, memutar, dan

kehamilan.

1. Faktor Umur

Nyeri pinggang merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan umur.

Secara teori, nyeri pinggang atau nyeri punggung bawah dapat dialami oleh

siapa saja, pada umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini jarang

dijumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini mungkin berhubungan

dengan beberapa faktor etiologik tertentu yag lebih sering dijumpai pada umur

yang lebih tua. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur

dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima.1 Bahkan

keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur

sekitar 55 tahun.

2. Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan

nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya jenis

kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang,

karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat

mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat

menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen

sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

3. Faktor Indeks Massa Tubuh

a. Berat Badan

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko

timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi

penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat

memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.

b. Tinggi Badan

Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh

sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior untuk

mengangkat beban tubuh.

c. Pekerjaan

Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas

mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat

diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan

keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli pasar

yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari.

Mengangkat beban berat lebih dari 25 kg sehari akan memperbesar

resiko timbulnya keluhan nyeri pinggang.

4. Aktivitas / Olahraga

Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang

sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi

kebiasaan. Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat

beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang, misalnya,

pada pekerja kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi punggung yang tidak

tertopang pada kursi, atau seorang mahasiswa yang seringkali

membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. Posisi berdiri yang salah

yaitu berdiri dengan membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang

salah seperti tidur pada kasur yang tidak menopang spinal. Kasur yang

diletakkan di atas lantai lebih baik daripada tempat tidur yang bagian

tengahnya lentur. Posisi mengangkat beban dari posisi berdiri langsung

membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah, seharusnya

beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.

Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan, beberapa

aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1

jam dalam sehari, melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton

lebih dari 2 jam dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak

tangga dalam sehari, berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat pula

meningkatkan resiko timbulnya nyeri pinggang.

Manifestasi Klinik

a. Perubahan dalam gaya berjalan.

Berjalan terasa kaku.

Tidak bias memutar punggung.

Pincang.

b. Persyarapan

Ketika dites dengan cahaya dan sentuhan dengan peniti,pasien merasakan

sensasi pada kedua anggota badan,tetapi mengalami sensasi yang lebih

kuat pada daerah yang tidak dirangsang.

Tidak terkontrol Bab dan Bak.

c. Nyeri.

Nyeri punggung akut maupun kronis lebih dari dua bulan.

Nyeri saat berjalan dengan menggunakan tumit.

Nyeri otot dalam.

Nyeri menyebar kebagian bawah belakang kaki.

Nyeri panas pada paha bagian belakang atau betis.

Nyeri pada pertengahan bokong.

Nyeri berat pada kaki semakin meningkat.

Pasien biasanya mengeluh nyeri punngung akut maupun nyeri

punggung kronis dan kelemahan. Selama wawancara awal kaji lokasi

nyeri, sifatnya dan penjalarannya sepanjang serabut saraf (sciatica), juga

dievaluasi cara jalan pasien, mobilitas tulang belakang, refleks, panjang

tungkai, kekuatan motoris dan persepsi sensoris bersama dengan derajat

ketidaknyamanan yang dialaminya. Peninggian tungkai dalam keadaan

lurus yang mengakibatkan nyeri menunjukkan iritasi serabut saraf.

Pemeriksaan fisik dapat menemukan adanya spasme otot

paravertebralis (peningkatan tonus otot tulang postural belakang yang

berlebihan) disertai hilangnya lengkungan lordotik lumbal yang normal

dan mungkin ada deformitas tulang belakang. Bila pasien diperiksa dalam

keadaan telungkup, otot paraspinal akan relaksasi dan deformitas yang

diakibatkan oleh spasme akan menghilang.

Kadang-kadang dasar organic nyeri punggung tak dapat

ditemukan. Kecemasan dan stress dapat membangkitkan spasme otot dan

nyeri. Nyeri punggung bawah bisa merupakan manifestasi depresi atau

konflik mental atau reaksi terhadap stressor lingkungan dan kehidupan.

Bila kita memeriksa pasien dengan nyeri punngung bawah, perawat perlu

meninjau kembali hubungan keluarga, variable lingkungan dan situasi

kerja

Patofisiologi

Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus

menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri

disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif

dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak

semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas

nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak

terasa bagi orang lain.

Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang

berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak,

dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri

merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat

dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh

darah local. Sel-sel mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut

ini mengakibatkan pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan

vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang

lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf

dan dengan organ internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat

meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin,

asetilkolin dan substansi P. Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat

meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain

dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah

endorfin dan enkefalin yang ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam

system saraf pusat.

Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses

sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system

assenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor

nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena

adanya interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi nyeri.

Patofisiologi Pada sensasi nyeri punggung bawah dalam hal ini kolumna

vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang yang elastik yang tersusun

atas banyak unit vertebrae dan unit diskus intervertebrae yang diikat satu sama

lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligamen dan otot paravertebralis.

Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas

sementara disisi lain tetap dapat memberikanperlindungan yang maksimal

terhadap sum-sum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan

menyerap goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh

membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks

sangat penting ada aktifitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan

melemahkan struktur pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah

struktur dan peregangan berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat

nyeri punggung.

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia

bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago

dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat

dan tak teratur. Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab nyeri

punggung biasa. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S6, menderita stress

paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau

kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar

dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf

tersebut

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium:

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat laju endap

darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

2. Pungsi Lumbal (LP) :

LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan

akan terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat

albumin yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal.

3. Pemeriksaan Radiologis :

Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-

kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis,

perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral

kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan

melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level

neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. Mielografi

berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien yang

sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal.

CT mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat

dengan lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada

pasien yang menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan

tindakan operasi terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan

menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah

ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang

paling terkena.

MRI sangat berguna bila:

a. vertebra dan level neurologis belum jelas

b. kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak

c. untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi

d. kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

Elektromiografi (EMG) dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan

elektrofisiologis / neurofisiologis sangat berguna pada diagnosis sindroma

radiks.

Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :

a. Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks

b. Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer

c. Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks

Pemeriksaan EMG adalah suatu pemeriksaan yang non-invasif, Motor Unit

Action Potentials (MUAP) pada iritasi radiks terlihat sebagai :

a. Potensial yang polifasik

b. Amplitudo yang lebih besar dan

c. Durasi potensial yang lebih panjang, pada otot-otot dari segmen yang

terkena.

Pada kompresi radiks, selain kelainan-kelainan yang telah disebut diatas,

juga ditemukan aktivitas spontan pada pemeriksaan EMG berupa fibrilasi di

otot-otot segmen terkena atau di otot paraspinal atau interspinal dari miotoma

yang terkena. Sensifitas pemeriksaan EMG untuk mendeteksi penderita

radikulopati lumbal sebesar 92,47%.

EMG lebih sensitif dilakukan pada waktu minimal 10-14 hari setelah onset

defisit neurologis, dan dapat menunjukkan tentang kelainan berupa

radikulopati, fleksopati ataupun neuropati.

Elektroneurografi (ENG) dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf

perifer tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik

(Nerve Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan

pengukuran dari refleks dengan masa laten panjang seperti F-wave dan H-

reflex. Pada gangguan radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-kadang

bisa menurun bila telah ada kerusakan akson dan juga bila ada neuropati secara

bersamaan.

Penatalaksanaan

Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6

minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus

tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2

sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal

lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian

kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk lututnya

atau berbaring miring dengan lutu dan panggul ditekuk dan tungkai dan sebuah

bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap dihindari karena akan

memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien perlu dirawat untuk penanganan

“konservatif aktif” dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten dengan 7 sampai 13

kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi

otot tersebut.

Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.

Terapi bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra

merah, kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan

sirkulasi , gangguan perabaan dan trauma merupakan kontra indikasi kompres

panas. Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan masalah

kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi perifer

massif yang timbul. Gelombang ultra akan menimbulkan panas yang dapat

meningkatkan ketidaknyamanan akibat pembengkakan pada stadium akut

Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik

narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan

penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami

spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat antiinflamasi, seperti aspirin

dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri.

Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan

mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia.

Penatalaksanaan yang terbaik adalah menghilangkan penyebabnya

(kausal), walaupun bagi pasien yang terpenting adalah menghilangkan rasa

sakitnya (simptomatis). Jadi kita menggunakan kombinasi antara pengobatan

kausal dan simptomatis. Untuk mencari penyebab yang tepat disamping

pemeriksaan foto rontgen poros tulang belakang, kadang-kadang diperlukan

pemeriksaan khusus misalnya Scanning, MRI, dll.

Pada LBP karena tegang otot dapat dipergunakan SIRDALUD

(Tizanidine) yang berfungsi untuk mengendorkan kontraksi otot tersebut

(muscle relaxan). Untuk pengobatan simptomatis lainnya kadang-kadang

memerlukan campuran antara obat-obat analgesic, anti inflamasi, NSAID,

penenang, dll. Apabila dengan pengobatan biasa tidak berhasil mungkin

fisioterapi (rehabilitasi) dengan alat-alat khusus maupun dengan traksi (tulang

belakang ditarik). Tindakan operasi mungkin diperlukan apabila pengobatan

dengan fisioterapi ini tidak berhasil misalnya pada HNP atau pada pengapuran

yang berat. Jadi penatalaksanaan LBP ini memang cukup kompleks.

Disamping berobat pada Neurolog (spesialis Penyakit Saraf), mungkin juga

diperlukan untuk berobat ke internist. Bedah Saraf, Bedah Orthopedi bahkan

mungkin perlu konsultasi pada Psikiater atau Psikolog.

Daftar Pustaka

Lumbantobing SM, Tjokronegoro A, Junada A. Nyeri Pinggang Bawah.

Jakarta.  Fakultas . Kedokteran Universitas Indonesia. 1983

Nursamsu, Handono Kalim. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri

Pinggang. Malang. Lab./SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Brawijaya.

2004

Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta. EGC. 2002