lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

Upload: anonymous-wscycixrs

Post on 23-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    1/18

    Laporan Kasus

    Seorang Wanita dengan Intoksikasi Digitalis

    Oleh:

    Gunawan Yoga

    Pembimbing:

    Prof. DR. Dr. Reggy Lefrandt Sp JP(K)

    DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

    MANADO

    2016

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    2/18

    2

    Pendahuluan

    Digitalis atau digoksin merupakan golongan obat yang banyak digunakan

    untuk gagal jantung dengan/atau fibrilasi atrial. Digoksin merupakan satu-satunya

    obat oral inotropik positif yang tidak memiliki efek meningkatkan laju jantung.

    Digoksin merupakan obat yang sangat ideal terutama pada negara-negara

    berkembang menimbang harganya yang murah dan mudah didapat. Berbagai studi

    menunjukkan penggunaan digoksin yang tepat dapat memberikan perbaikan klinis

    dengan menurunkan angka hospitalisasi pada gagal jantung kronis. Digoksin

    memiliki rentang terapeutik yang sempit sehingga beresiko menyebabkan overdosis

    yang menyebabkan intoksikasi. Prevalensi intoksikasi digoksin di US sekitar 1%

    pada pasien rawat jalan dan 0.4% pada pasien rawat inap, yang mendapat peresepandigoksin dengan perkiraan angka kematian sekitar 0.6%. Sebagian besar pasien yang

    mengalami intoksikasi berusia diatas 55 tahun, terutama diatas 71 tahun. Diagnosis

    utama pada intoksikasi mengacu pada pemeriksaan kadar serum digoksin (SDC),

    namun seringkali ketersediaanya tidak luas sehingga anamnesa, pemeriksaan fisik

    dan elektrokardiografi merupakan modalitas utama dalam diagnosis-nya pada daerah

    yang berkembang, sedangkan prinsip penanganannya pada perbaikan hemodinamik,

    pencegahan absorbsi gastrointestinal lebih lanjut, penggunaan antidot serta terapi

    terhadap komplikasi dan kelainan penyerta. Berikut akan dilaporkan seorang wanita

    tua dengan gagal jantung yang mendapat digoksin dan mengalami intoksikasi kronis

    setelah penggunaan 2 bulan yang ditangani secara holistik hingga tercapai perbaikan

    klinis yang signifikan.

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    3/18

    3

    Laporan Kasus

    Seorang wanita, Ny. YD, usia 78 tahun, ras asia, pekerjaan ibu rumah tangga,

    diantar ke instalasi gawat darurat RS Aloei Saboe Gorontalo dengan kesadaran

    menurun. Dari heteroanamnesa didapatkan kesadaran menurun dirasakan oleh

    keluarga sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), diawali setelah buang air

    kecil lalu pasien merasa pusing berputar, penglihatan kabur, mual-muntah 2 kali sisa

    makanan dan cairan, dan dada berdebar-debar, keluhan seperti ini tidak pernah

    dirasakan sebelumnya. Setelah beberapa saat penurunan kesadaran disertai dengan

    kelemahan seluruh anggota gerak, dan saat dipanggil atau diberi rangsangan nyeri

    pasien tidak memberi respon. Riwayat penyakit dahulu hipertensi, dan pernah berobatsebelumnya karena sesak nafas berulang terutama jika beraktivitas kurang lebih 2

    bulan SMRS, riwayat saat ini sedang mengkonsumsi obat; kaptopril 1x25mg ,

    furosemide 1x40mg, dan digoksin 1x0.25mg yang sudah rutin sejak 2 bulan SMRS.

    Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak lemas, kesadaran menurun GCS 9

    (E3V4M2), terkadang mengerang, berat badan 40kg, tinggi badan 150cm, BMI 17.78

    kg/m2. Kondisi umum tampak sakit berat, nadi 20-30 kali/menit ireguler, tekanan

    darah 160/100 mmHg, suhu badan 36,5 C dan pernafasan 18 kali/menit dengan

    saturasi oksigen 92%. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tekanan vena

    jugular 5+3 cm, turgor kulit menurun. Pada pemeriksaan dada simetris, iktus kordis

    teraba pada sela iga V linea mid-klavikularis sinistra, perkusi batas jantung kiri pada

    ruang sela iga V linea midklavikularis sinistra, sedangkan batas jantung kanan 1 jari

    lateral linea parasternal dekstra, pada auskultasi bunyi jantung I dan II normal, tidak

    ditemukan adanya bising jantung, BJ III dan IV tidak terdengar. Pada pemeriksaan

    paru pernafasan vesikular, tidak ditemukan adanya ronkhi. Pada pemeriksaan

    abdomen tampak datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising usus normal

    10x/menit. Ekstrimitas teraba hangat, tidak terdapat jari tabuh dan edema. Tidak

    tampak kecurigaan adanya lateralisasi.

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    4/18

    4

    Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) awal pertama menunjukkan bradiaritmia

    dengan gambaran sinus arrest dengan laju ventrikel 20x/menit, axis QRS 80o,

    gelombangQ pada sandapan V1-V4, ST depresi downslopping pada sandapan V5,

    horizontal slopping pada V6, I, dan AVL. Gambaran EKG serial menunjukkan

    bradiaritmia dengan total AV-blok dengan morfologi yang sama dengan EKG

    sebelumnya, sehingga disimpulkan suspek intoksikasi digitalis dengan diffensial

    diagnosa(DD) iskemia miokard DD proses sentral + old myocard infarction antero-

    septal segments +tall T wavesuspek hiperkalemia.

    Pada pemeriksaan laboratorium awal didapatkan kadar hemoglobin 12,5 g/dL,

    leukosit 8000/mm3, trombosit 172.000/L, SGOT 38 u/L, SGPT 38 u/L, kreatinin

    1,47 mg/dL (GFR 33,8 ml/menit), ureum 39 mg/dL, gula darah sewaktu 106 mg/dL,asam urat 6,5 mg/dl, total kolesterol 170 mg/dL, LDL 98 mg/dL, HDL 40 mg/dL,

    trigliserida 159 mg/dL, natrium 130 mmol/L, kalium 4,87 mmol/L, klorida 104.5

    mmol/L. Produksi urin saat 24 jam awal tidak ada.

    Diagnosis klinis pada saat itu mengarah pada suatu penurunan kesadaran et causa

    bradiaritmia dengan gangguan hemodinamik, dengan etiologi suspek suatu

    intoksikasi digitalis kronis dengan diagnosis diferensial (DD) iskemia miokard atau

    iskemia cerebral + gagal jantung kronis et causa penyakit jantung koroner (infark

    miokard lama segment anteroseptal) + anuria ec susp gagal ginjal akut pre-renal dd

    kronis + sindrom dispepsia.

    Penangan awal pasien diberikan oksigen masker 60% (6 liter per menit) hingga

    tercapai saturasi > 95%, loading cairan 500cc dilanjutkan lanjut 1000cc/24jam,

    injeksi sulfat atropin 0.5 mg dilanjutkan dengan pemberian dobutamin dosis 5-10

    mcg/kg/menit, aminophillin iv 20 mg/jam, tablet salbutamol 3x4mg, clopidogrel

    1x75mg, ranitidin iv 2x150mg, preparat activated charcoal-attapulgite 3x1 tablet,

    diberikan diet cair tinggi kalori tinggi protein 6x200cc (@300kkal).

    Pada perawatan hari ke-2 didapatkan perbaikan kesadaran GCS 12 (E3V4M5),

    pernafasan spontan, selama perawatan muntah 1 kali, hemodinamik relatif tetap,

    tekanan darah 140/70, nadi 30x/menit, SpO2 98% (O2 60%), pernafasan 14x/menit,

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    5/18

    5

    produksi urin 400cc/24 jam (diuresis 0.4cc/kg/jam). Pemeriksaan fisik tidak

    didapatkan perubahan yang signifikan, turgor kulit cukup, pemeriksaan jantung dan

    paru tetap, ekstrimitas tetap. Diagnosis klinis tetap penurunan kesadaran et causa

    bradiaritmia dengan gangguan hemodinamik, dengan suspek intoksikasi digitalis

    kronis DD iskemia miokard atau iskemia cerebral + gagal jantung kronis et causa

    penyakit jantung koroner (infark miokard lama segment anteroseptal) + sindrom

    dispepsia. Terapi dilanjutkan dengan pemberian dobutamin dosis 5-10 mcg/kg/menit,

    aminophillin iv 20 mg/jam, tablet salbutamol 3x4mg, clopidogrel 1x75mg, ranitidin

    iv 2x150mg, diet cair tinggi kalori tinggi protein 6x200cc (@300kkal).

    Pada perawatan hari ke-3 didapatkan perbaikan kesadaran GCS 15 (E4V5M6),

    pernafasan spontan, selama perawatan muntah (-) dengan perbaikan hemodinamik,tekanan darah 100/80, nadi 68x/menit, SpO2 98% (oksigen nasal), pernafasan

    14x/menit, produksi urin 1200cc/24jam (diuresis 1cc/kg/jam). Pemeriksaan fisik tidak

    didapatkan perubahan yang signifikan, turgor kulit cukup, pemeriksaan jantung dan

    paru tetap, ekstrimitas tetap. Ekokardiografi menunjukkan dimensi atrium dan

    ventrikel kiri dilatasi, fungsi sistolik LV menurun dengan fraksi ejeksi 37% (simpson

    biplane), 48% (teich), terdapat hipokinetik berat segmen basal mid anteroseptal,

    basalmid anterior, basalmid anterolateral, hipokinetik ringan segmen basalmid

    inferoseptal, disfungsi diastolik gangguan relaksasi (E/A

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    6/18

    6

    dobutamin dosis 5 mcg/kg/menit, aminophillin iv 20 mg/jam, tablet salbutamol

    3x4mg, clopidogrel 1x75mg, ranitidin iv 2x150mg, diet lunak tinggi kalori tinggi

    protein 1800kkal/hari.

    Pada perawatan hari ke-4 kesadaran GCS 15 (E4V5M6) kontak adekuat,

    pernafasan spontan, hemodinamik stabil, tekanan darah 110/80, nadi 84x/menit,

    SpO2 96% , pernafasan 16x/menit, diuresis 1cc/kg/jam. Pemeriksaan fisik tidak

    didapatkan perubahan yang signifikan, turgor kulit normal, pemeriksaan jantung dan

    paru tetap, ekstrimitas tetap. Diagnosis klinis post penurunan kesadaran et causa

    bradiaritmia dengan gangguan hemodinamik, dengan etiologi intoksikasi digitalis

    kronis + gagal jantung kronis et causa penyakit jantung koroner (infark miokard lama

    segment anteroseptal) + sindrom dispepsia. Terapi dilanjutkan tablet salbutamol3x4mg, clopidogrel 1x75mg, ramipril 1x2.5mg, diet tinggi kalori tinggi protein

    1800kkal/hari.

    Pada perawatan hari ke 5, kesadaran GCS 15 (E4V5M6) kontak adekuat,

    mobilisasi (+) mandiri, pernafasan spontan, hemodinamik stabil, tekanan darah

    110/80, nadi 88x/menit, SpO2 96% , pernafasan 16x/menit. Pemeriksaan fisik tidak

    didapatkan perubahan, turgor kulit normal, pemeriksaan jantung dan paru tetap,

    ekstrimitas tetap. Dengan perbaikan klinis yang cukup adekuat dan stabil, pada

    perawatan hari ke 5 pasien diperbolehkan rawat jalan, dengan terapi clopidogrel

    1x75mg, ramipril 1x5mg, dan dianjutkan untuk berobat teratur guna optimalisasi

    medikamentosa gagal jantung dan penyakit jantung koronernya.

    Diskusi

    Digitalis atau dikenal dengan digoksin merupakan golongan obat yang banyak

    digunakan untuk gagal jantung dengan/atau fibrilasi atrial. Digoksin merupakan satu-

    satunya obat oral inotropik yang tidak meningkatkan angka kematian jangka panjang

    pada gagal jantung kronis, dengan efek samping yang sedikit jika digunakan dengan

    dosis tepat. Selain itu digoksin mudah digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat

    gagal jantung lainnya, termasuk dengan golongan penyekat angiotensin, beta-bloker,

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    7/18

    7

    dan antagonis aldosteron.1

    Digoksin merupakan obat yang sangat ideal terutama pada

    negara-negara berkembang menimbang harganya yang murah dan mudah didapat.2

    Studi PROVED menunjukkan pasien-pasien gagal jantung dengan fungsi sistolik

    menurun yang sebelumnya mendapat digoksin dan dihentikan memiliki peningkatan

    resiko 2 kali perburukan gagal jantung, penurunan baik kapasitas aktivitas dan fraksi

    ejeksi ventrikel kiri setelah 12 minggu, dibandingkan dengan pasien yang terus

    mendapat digoksin.3 Studi lain yaitu DIG trial, dengan sampel 6800 pasien gagal

    jantung dengan EF

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    8/18

    8

    pasien rawat inap, yang mendapat peresepan digoksin. Studi lain mengatakan

    intoksikasi digoksin terjadi pada 48.5 pasien dari 100.000 peresepan.7,12,18

    The

    American Association of Poison Control Centersmelaporkan 25 kematian dari 3761

    kejadin (0.6%) intoksikasi pada tahun 2013.8 Data menunjukkan sebagian besar

    pasien yang mengalami intoksikasi pada usia diatas 55 tahun, namun dapat terjadi

    pula pada usia muda.9Studi di Jepang menunjukkan pasien usia tua terutama diatas

    71 tahun memiliki resiko besar mengalami toksisitas walaupun tanpa disertai

    peningkatan kadar serum digoksin, hal ini masih belum dapat dijelaskan, dan diduga

    sebagai dampak perubahan farmakodinamik seiring penambahan usia.10

    Umumnya

    pasien usia tua khususnya geriatri memiliki komplians pengobatan kronis yang

    rendah jika tidak disertai pengawasan, hal ini dapat terkait penurunan fungsi kognitifyang tidak jarang menjadi masalah baik pengobatan yang tidak efektif ataupun

    berlebihan, sehingga penggunaan obat-obatan seperti digoksin pada pasien seperti ini

    sangat rentan terjadi intoksikasi karena memiliki rentang dosis terapi yang sempit.

    Proses influks natrium saat intoksikasi menyebabkan peningkatan depolarisasi

    fase IV, yang menurunkan restingmembranepotential threshold, dan meningkatkan

    automaticity yang rentan terjadi aritmiadigoksin(pro-aritmik). Sebagian besar kasus

    intoksikasi digitalis berupa AV-blok dan ekstrasystole, namun kombinasi dari supresi

    resting membranepotential threshold dan eksitasi tersebut sangat memungkinkan

    untuk terjadi aritmia jantung.11

    Pompa Na-K-ATPase terdapat tidak hanya pada

    miosit, namun terdapat pula pada gastrointestinal, sistem saraf dan penglihatan,

    sehingga intoksikasi dapat memberikan manifestasi sistemik lain termasuk gangguan

    gastro-intestinal, gangguan sistem saraf dan gangguan penglihatan yang bersamaan

    dengan gangguan irama jantung.12

    Gangguan gastro-intestinal disebabkan oleh

    rangsangan nervus vagus dengan gejala yang sering terjadi ialah nausea, mual

    muntah, diare, nyeri perut, dan anoreksia, sedangkan gangguan sistem saraf meliputi

    letargi, kelemahan, vertigo, dan kebingunan (confusion), sedangkan gejala visual,

    tampak gambaran halo berwarna kuning pada sekeliling obyek (xanthopsia),

    penglihatan kabur, diplopia, dan scotoma.18

    Tanda elektrokardiografi yang khas pada

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    9/18

    9

    intoksikasi digoksin yang terlihat pada segmen ST-T, adanya bentuk sagging atau

    downsloppingdengan upward concavity yang juga dikenal dengan reverse tick atau

    hockey sticksign, namun tanda ini tidak sensitif pada semua kasus. Tanda lain

    adanya gangguan irama, yang dapat berupa bradikardi dengan blok jantung dan/atau

    peningkatan automaticity ventrikel. Digoksin juga dapat menyebabkan pemendekan

    interval QT pada beberapa kasus.25

    Keluhan utama yang membawa pasien ini MRS ialah adanya gejala pre-

    sinkop disertai dengan penurunan kesadaran yang seringkali merupakan manifestasi

    klinis gangguan hemodinamik dari irama bradiaritmia. Pada pemeriksaan terdapat

    gangguan gastro-intestinal dan penglihatan yang mendukung suatu gejala sistemik

    dari intoksikasi digoksin, tanda lain dari EKG yang mendukung suatu intoksikasiselain dari bradiaritmia dengan blok, terlihat pada gambaran depresi segmen ST-T

    pada lead prekordial, dan pemendekan interval QT. Kemungkinan diagnosis lain pada

    pasien ini ialah : 1. suatu proses sentral atau stroke akut yang memberikan gambaran

    klinis yang mirip pada awalnya, suatu penurunan kesadaran, peningkatan tekanan

    darah dengan faktor faktor resiko yang cukup mendukung, namun adanya bradi-

    aritmia, riwayat penggunaan digoksin, dan tidak ditemukannya adanya lateralisasi

    dan reflek-reflek patologis, serta perbaikan kesadaran tanpa disertai defek neurologis

    cukup kuat untuk menyingkirkan diagnosis adanya stroke akut; 2. Intoksikasi beta-

    bloker atau antagonis kalsium yang kemungkinan sangat kecil dimana pasien tidak

    mengkonsumsi obat-obatan golongan tersebut; 3. Penyakit jantung iskemik akut yang

    dapat menyebabkan aritmia dengan gangguan hemodinamik, walaupun didukung

    dengan faktor resiko yang kuat, hasil pemeriksaan elektrokardiografi adanya depresi

    segmen ST dan ekokardiografi yang menunjukkan adanya segmen segmen

    hipokinetik pada teritori LAD dan LCX, data klinis meliputi tidak adanya angina

    khas, fluktuasi laju jantung, keterkaitan RCA pada ekokardiografi, dan perubahan

    morfologi elektrokardiografi serial yang signifikan, yang lebih menunjang bukan

    suatu kondisi iskemik yang akut; 4. Hipoglikemia dengan kesadaran menurun, yang

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    10/18

    10

    kemungkinannya kecil tanpa didapatkan riwayat diabetes dan penggunaan obat-obat

    golongan sulfonilurea sebelumnya.

    Intoksikasi digitalis dapat terjadi pada penggunaan akut dengan dosis berlebih

    atau pada penggunaan kronis akibat akumulasi kadar digoksin dalam darah.2 Selain

    itu dapat disebabkan oleh penurunan toleransi terhadap digoksin, sehingga

    memungkinkan terjadi intoksikasi dengan kadar digitalis yang normal.13

    Usia tua,

    wanita, dan BMI rendah juga memberi kontribusi pada peningkatan kadar serum

    digoksin dan meningkatkan resiko toksisitas.14

    Eliminasi digoksin sebagian besar

    melalui ginjal (60-80%), sehingga gangguan ginjal merupakan faktor resiko kuat

    penyebab intoksikasi, faktor lain meliputi gangguan kadar kalium (hipokalemia dan

    hiperkalemia), hipomagnesium dan penggunaan obat-obatan lain yang membutuhkanp-glikoprotein untuk eliminasi misalnya, verapamil, diltiazem, amiodarone,

    quinidine, ketoconazole, doxorubicin, erithromycin, chlaritomycin, dan

    spironolakton.13,18,19

    Pengukuran kadar serum digoksin tidak hanya bermanfaat untuk

    menentukan diagnosis intoksikasi digoksin tapi juga dalam penyesuaian dosis terapi

    dalam kaitan mengurangi kejadi intoksikasi.15

    Dosis efektif penggunaan digoksin

    relatif terhadap konsentrasi dalam serum, secara umum nilai rujukan terapi antara 0.5-

    1ng/mL, untuk laki-laki antara 0.5-0.8ng/mL,19

    sedangkan data dari studi DIG

    menunjukkan kadar digoksin yang terbukti menguntungkan untuk wanita dengan

    gagal jantung yaitu 0.5-0.9 ng/mL dalam menurunkan morbiditas, namun pada kadar

    >1.2 ng/mL meningkatkan resiko kematian sebesar 1.33 (95% confidence interval,

    1,001-1,76. P=0.049).16

    Rekomendasi yang saat ini sering dipakai antara 0.7-1.1

    ng/mL. Pada pasien tanpa gangguan ginjal (GFR>90 ml/menit) dapat diberikan dosis

    oral awal 0.25mg yang dievaluasi setelah 5 hari, sedangkan pada GFR 30-59

    ml/menit dosis digoksin dimulai dengan 0.125mg dan dievaluasi setelah 4 hari,

    sedangkan untuk GFR < 30 ml/menit penggunaan digoksin harus diberikan dengan

    sangat hati-hati.17

    Selain usia, jenis kelamin, dan rendahnya BMI, faktor resiko

    terjadinya intoksikasi pada pasien ini adanya penurunan fungsi ginjal, dengan

    estimasi GFR 34 ml/menit(CKD-EPI) pemberian digoksin pada pasien ini kurang

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    11/18

    11

    sesuai dengan dosis rujukan. Pemeriksaan kadar serum digoksin tidak dapat

    dilakukan pada pasien ini oleh karena keterbatasan sarana penunjang, namun

    berdasarkan anamnesa, fisik diagnostik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini

    cukup untuk menyingkirkan diagnosis diferensial dalam menegakkan diagnosis

    intoksikasi digitalis.

    Prinsip penanganan intoksikasi digoksin meliputi terapi suportif umum

    terhadap hemodinamik, penghentian digoksin, pencegahan absorbsi gastrointestinal

    lanjut, pemberian antidot, digoxin-specific antibody fragments (DSFab), dan terapi

    terhadap komplikasi, misalnya aritmia dan imbalans elektrolit, dan kelainan

    penyerta.12,18

    Tidak jarang pasien intoksikasi ditemukan dengan deplesi volume

    cairan akibat penggunaan obat bersama dengan diuretik oral, sehingga perlumendapat cairan intravena, suplemental oksigen umumnya diberikan bila SpO2 5-5.5 mEq/L).12,19

    Walaupun data menunjukkan penggunaan antidote sebagian besar bermanfaat pada

    toksisitas akut, penggunaan pada toksisitas kronis dapat juga bermanfaat pada yang

    memiliki kriteria indikasi tersebut. Dalam prakteknya beberapa senter

    merekomendasikan penggunaan DSFab pada SDC >10ng/mL untuk kasus toksisitas

    akut, sedangkan pada toksisitas kronis untuk SDC >4ng/mL.12,22

    Pada toksisitas

    kronis, peningkatan SDC biasanya tidak fluktuatif sehingga umumnya dengan gejala

    yang tidak mengancam jiwa, pada kasus seperti ini biasanya digunakan setengah

    dosis DSFab. Terdapat 2 macam DSFab yang tersedia saat ini, Digibind dan DigiFab

    di US. Dalam 1 vial Digibind (38mg) atau DigiFab (40mg) mampu untuk mengikat

    sekitar 0.5mg kadar digoksin dalam serum.12

    Pasien ini tidak mendapat DSFab,

    karena ketersediaan obat, pun bila tersedia jenis obat tersebut, pemeriksaan kadar

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    13/18

    13

    serum digoksin diperlukan pada kasus yang dicurigai toksisitas kronis seperti ini guna

    menentukan perlunya pemberian DSFab, seringkali pada kasus geriatri dengan

    toksisitas kronis didapatkan kadar serum yang relatif normal, oleh karena itu pada

    toksisitas kronis DSFab tidak rutin digunakan kecuali pada toksisitas akut dan/atau

    kasus yang mengancam jiwa, misalnya pada aritmia ventrikular.

    Penanganan suportif secara holistik dari pengaturan gizi hingga pendekatan

    terapi prinsip untuk masalah utama dan penyerta pada pasien telah dilakukan demi

    mencapai perbaikan klinis pada pasien ini, walaupun tidak dapat tercapai dengan

    cepat akibat ketersedianya DSFab, pemantauan selama perawatan didapatkan

    perbaikan defek neurologis dan hemodinamik yang signifikan tanpa disertai defek

    baru akibat komplikasi dari terapi yang diberikan, sehingga pasien dapat rawat jalanpada hari perawatan ke-5 dan dianjurkan untuk pengobatan berkala. Perhatian khusus

    pada pasien ini sama dengan penanganan pasien geriatri pada umumnya, motivasi

    pada keluarga harus diberikan untuk memperhatikan intake dan komplians terhadap

    pengobatan yang baik.

    Ringkasan

    Telah dilaporkan seorang wanita tua dengan presentasi khas intoksikasi

    digitalis, dimana ditemukan gejala klasik intoksikasi berupa gangguan hemodinamik

    akibat adanya blok, gangguan visual dan gastro-intestinal. Digoksin merupakan

    golongan obat kardiovaskuler yang dulunya merupakan obat utama pada gagal

    jantung, dengan rentang terapeutik yang sempit, digoksin seringkali menyebabkan

    overdosis yang menyebabkan intoksikasi. Diagnosis intoksikasi memerlukan

    pemeriksaan kadar serum digoksin, namun pada pasien ini cukup dengan anamnesis,

    fisik diagnostik dan elektrokardiografi serial, walaupun demikian pemeriksaan kadar

    serum digoksin juga penting guna menentukan keperluan penggunaan antidot jika

    tersedia. Penggunaan digoksin pada pasien ini kurang tepat baik dari segi indikasi

    waktu maupun dosis, sehingga pada saat kontak pertama dengan pasien ini obat

    tersebut segera dihentikan, dan diberikan terapi suportif guna memperbaiki profil

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    14/18

    14

    hemodinamik terlebih dahulu. Prinsip pengobatan selanjutnya mengacu pada

    pencegahan absorbsi gastrointestinal lebih lanjut, dan terapi terhadap komplikasi

    diberikan, sedangkan pemberian antidot, digoxin-specific antibody fragments

    (DSFab) tidak dapat diberikan karena ketidak-tersediaan itu pada senter kami saat

    pasien MRS. Perbaikan klinis didapat setelah perawatan hari ke-3 dan stabilisasi

    dilanjutkan hingga pasien dapat rawat jalan pada hari ke-5.

    SUMMARY

    It has been reported an elderly woman with a typical presentation of digitalis

    intoxication, in which the classic symptoms of intoxication were found such

    hemodynamic disturbances due to the AV-block, visual and gastro-intestinaldisturbances. Digoxin is a cardiovascular drug classes used to be the main drug for

    heart failure, but with a narrow therapeutic range, digoxin often lead to an overdose

    that causes intoxication. Gold standard diagnosis requires serum digoxin levels, but in

    this patient, history taking, signs, physical diagnostic and serial electrocardiography

    performed were helpful enough to check out the differential diagnoses, however

    examination of serum digoxin levels is also important to determine the need for the

    use of an antidote if available. The use of digoxin in these patients is less precise in

    terms of both time and dosage indications, so that at first medical contact with these

    patients the drug is stopped immediately, and given supportive therapy in order to

    improve the hemodynamic profile in advance. Subsequent treatment principles refers

    to the prevention of further gastrointestinal absorption, and treatment of

    complications is given, while antidote, digoxin-specific antibody fragments (DSFab)

    could not be granted because of unavailability of it on our center. Clinical

    improvement was obtained after the 3rd day of treatment and stabilized until the 5th

    day.

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    15/18

    15

    Daftar Pustaka

    1. Eichhorn EJ, Gheorghiade M. Digoxin. Prog Cardiovasc Dis. 2002;44: 251266.

    2.

    Gheorghiade M, Van Veldhuisen DJ, Colucci WS. "Contemporary use of digoxin in themanagement of cardiovascular disorders".2006. Circulation 113 (21): 255664.

    doi:10.1161/circulationaha.105.560110. PMID 16735690.

    3. Uretsky BF, Young JB, Shahidi FE, Yellen LG, Harrison MC, Jolly MK. Randomized study

    assessing the effect of digoxin withdrawal in patients with mild to moderate chronic congestive

    heart failure: results of the PROVED trial: PROVED Investigative Group. J Am Coll Cardiol.

    1993; 22:955962.

    4. Digitalis Investigation Group. The effect of digoxin on mortality and morbidity in patients with

    heart failure: the Digitalis Investigation Group. N Engl J Med. 1997;336:525533

    5.

    European Society of Cardiology. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and

    chronic heart failure 2012 The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and

    Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology. 2012. European Heart

    Journal 33, 17871847 doi:10.1093/eurheartj/ehs104.

    6. Gheorghiade M, Braunwald E. Reconsidering the role for digoxin in the management of acute

    heart failure syndromes. JAMA. 2009; 302(19):2146-2147

    7. Aarnoudse AL, Dieleman JP, Stricker BH. Age- and gender-specific incidence of hospitalisation

    for digoxin intoxication.Drug Saf. 2007;30:431-436.

    8. Mowry JB, Spyker DA, Cantilena Jr LR, et al. 2013 annual report of the American Association

    of Poison Control Centers National Poison Data System (NPDS): 31st annual report. Clin

    Toxicol (Phila). 2014;52:1032-1283.

    9. Ordog GJ, Benaron S, Bhasin V, et al. Serum digoxin levels and mortality in 5100 patients. Ann

    Emerg Med.1987;16:32-39.

    10. Miura T, Kojima R, Sugiura Y, et al. Effect of aging on the incidence of digoxin toxicity Ann

    Pharmacother. 2000;34:427-432.

    11. Ma G, Brady WJ, Pollack M, et al. Electrocardiographic manifestations: digitalis toxicity. J

    Emerg Med 2001;20(2):14552.

    12. Kanji S, MacLean RD. Cardiac Glycoside Toxicity More Than 200 Years and Counting. Crit

    Care Clin 28 (2012) 527535.

    13. Bain BJ. Acute poisoning. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Goldman's Cecil Medicine. 24th ed.

    Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2011: Chapter 110.

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    16/18

    16

    14. Yang EH, Shah S, Criley JM. Digitalis toxicity: a fading but crucial complication to recognize.

    April 2012. The American Journal of Medicine 125 (4): 33743.

    doi:10.1016/j.amjmed.2011.09.019. PMID 22444097

    15. Lewis RP. Clinical use of serum digoxin concentrations. Am J Cardiol 1992;69(18):97G-107G.

    16. Adams KF, Patterson JH, Gattis WA, et al. Relationship of serum digoxin concentration to

    mortality and morbidity in women in the digitalis investigation group trial: a retrospective

    analysis. J Am Coll Cardiol. 2005;46:497-504.

    17. Rahimtoola SH. Digitalis therapy for patients in clinical heart failure. Circulation.

    2004;109:2942-2946.

    18. Phillips S. BMJ Best Practice : Digoxin Overdose. 2015. Cited on Januari 10th

    2016.http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/338/highlights/overview.html

    19. Opie L.Drugs for the heart 8thedition. 2012. Chapter VI : Heart Failure Pp203-5.

    20. Pasnoori VR, Leesar MA. Use of aminophylline in the treatment of severe symptomatic

    bradycardia resistant to atropine.Cardiol Rev. 2004 Mar-Apr;12(2):65-8.

    21. Antman EM, Wenger TL, Butler VP, et al. Treatment of 150 cases of lifethreatening digitalis

    intoxication with digoxin-specific Fab antibody fragments. Final report of a multicenter study.

    Circulation 1990;81(6):174452.

    22. Lapostolle F, Borron SW, Verdier C, et al. Assessment of digoxin antibody use in patients with

    elevated serum digoxin following chronic or acute exposure. Intensive Care Med

    2008;34(8):144853.

    23. Ibanez C, Carcas AJ, Frias J, et al. Activated charcoal increases digoxin elimination in patients.

    Int J Cardiol. 1995;48:27-30.24. Critchley JA, Critchley LA. Digoxin toxicity in chronic renal failure: treatment by multiple dose

    activated charcoal intestinal dialysis. Hum Exp Toxicol 1997; 16(2):7335.

    25. Surawicz B, Knilans T. Chous Electrocardiography in Clinical Practice (6th edition), Saunders

    2008.

    26. Gheorghiade M1, Adams KF Jr, Colucci WS. Digoxin in the management of cardiovascular

    disorders. Circulation. 2004 Jun 22;109(24):2959-64.

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    17/18

    17

    Lampiran :

    Lampiran 1. Elektrokardiografi pasien saat MRS (hari-1)

    Lampiran 2. Hasil ekokardiografi

  • 7/24/2019 lapkas intoksikasi digitalis edit2.pdf

    18/18

    18

    Lampiran 3. EKG saat perawatan hari ke-4.

    Lampiran 4. EKG saat rawat jalan

    Foto pasien saat perawatan hari ke-3