lapkas fam.docx

33
A. IDENTITAS Nama : Nn. R A Usia : 20 tahun No.CM : 12654258 Jenis Kelamin : Perempuan BB : 42 kg Alamat : KP Cigaluh 002/001 Santanamekar Kel. Cisayong Kab. Tasikmalaya Diagnosis pre operasi : Fibro Adenoma Mammae Sinistra Jenis Operasi : Biopsi Ekstirpasi Jenis Anestesi : General Anestesi Tanggal masuk : 28-10-2012 Tanggal Operasi : 29-10-2012 B. ANAMNESIS Keluhan utama : benjolan di payudara kiri Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Tasikmalaya dengan keluhan benjolan di payudara sebelah kiri sejak 4 tahun yang lalu, keluhan yang dirasakan terus menerus membesar. Benjolan tidak dirasakan nyeri, namun bila di tekan pasien mengatakan nyeri pada benjolan tersebut. Riwayat penyakit dahulu:

Upload: intan-wulansari

Post on 12-Aug-2015

70 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

REFERAT

TRANSCRIPT

Page 1: lapkas fam.docx

A. IDENTITAS

Nama : Nn. R A

Usia : 20 tahun

No.CM : 12654258

Jenis Kelamin : Perempuan

BB : 42 kg

Alamat : KP Cigaluh 002/001 Santanamekar Kel. Cisayong

Kab. Tasikmalaya

Diagnosis pre operasi : Fibro Adenoma Mammae Sinistra

Jenis Operasi : Biopsi Ekstirpasi

Jenis Anestesi : General Anestesi

Tanggal masuk : 28-10-2012

Tanggal Operasi : 29-10-2012

B. ANAMNESIS

Keluhan utama : benjolan di payudara kiri

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Tasikmalaya dengan

keluhan benjolan di payudara sebelah kiri sejak 4 tahun yang lalu, keluhan

yang dirasakan terus menerus membesar. Benjolan tidak dirasakan nyeri,

namun bila di tekan pasien mengatakan nyeri pada benjolan tersebut.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengeluhkan penyakit serupa sejak 4 tahun yang lalu yang dirasakan

hilang timbul.

- R. Asma disangkal

- R. Alergi obat dan makanan disangkal

- R. DM disangkal

- R. Operasi sebelumnya disangkal

Page 2: lapkas fam.docx

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan

pasien.

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap debu dan udara

dingin. Alergi makanan dan obat-obatan (-).

Riwayat pengobatan:

Pasien pernah berobat ke dokter sebelumnya namun belum di lakukan

operasi.

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

2. Kesadaran : Compos mentis

3. Berat Badan : 42 kg / gizi kesan cukup

4. Tanda Vital T : 100/60 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 36 C

5. Status generalis

Kepala : Normocephal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : DBN

Mulut : DBN

Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), tiroid tidak membesar, JVP tidak

meningkat

Thorak : bentuk normal, simetris, cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : peristaltik (+) N, supel, NT (-), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)

Page 3: lapkas fam.docx

6. Status Lokalis mammae dextra region kiri atas

- Inspeksi : Terlihat adanya benjolan, tidak terlihat kemerahan

- Palpasi : Teraba benjolan dengan diameter 4x3x2 cm, konsistensi kenyal,

mobile, batas tegas, nyeri tekan(-), panas (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hb : 12,5 g/dl

Ht : 37 %

Leukosit : 9600

Trombosit : 262.000

BT : 1’’

CT : 3’’

Gol. darah : B

LED : 17/29

GDS : 85

E. DIAGNOSA

Fibroadenoma mammae sinistra

F. KESIMPULAN

Berdasakan pemeriksaan fisik, pasien diklasifikasikan dalam ASA (I)

pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi.

G. PENATALAKSANAAN

Terapi Operatif : Biopsi Eksterpasi dengan anastesi umum

I. TINDAKAN ANESTESI (NARKOSE UMUM)

a. Pre-operatif

1. Persiapan Operasi

a. Persetujuan operasi tertulis ( + )

b. Puasa 9 jam

Page 4: lapkas fam.docx

c. Pasang IV line

2. Jenis Anestesi : General anestesi

b. Intra Operatif

- Tindakan Operasi : Biopsi ektirpasi

- Tindakan Anestesi : Anestesi umum

- Teknik Anestesi : LMA, balance anesthesia, inhalasi,

controlled respiration, semi closed

- Posisi : Supine

- Obat Anestesi : 1. Fentanyl : 1-3 µg/kgBB

42-126µg100 µg

2. Propofol : 2-2,5mg/kgBB

84-105mg100mg

- LMA : 1. Tube: LMA 4 cuff (+)

- Ventilasi :- Gas Flow : O2 3 L

N2 O 3 L

- TV : 252-336 ml

- Volatile agent :sevofluran 1,5- 2 vol%

Langkah-langkah Anestesi

a. Jam 08.50 pasien masuk kamar operasi, saturasi dan monitor

dipasang, pemberian premedikasi dengan ondansetron IV line 4

mg.

b. Jam 09.00 dilakukan induksi dengan fentanyl 100 µg dan propofol

100 mg, tunggu sampai pasien tertidur dan setelah reflek bulu

mata menghilang segera kepala diekstensikan, face mask

didekatkan pada hidung dengan O2 3l /menit, N2O 3l /menit,

sevofluran 2 vol%, kemudian diinjeksikan Atracurium 20 mg

melalui akses IV line sesudah pasien tenang dilakukan

Page 5: lapkas fam.docx

pemasangan LMA tube no. 4 cuff (+), balon LMA dikembangkan.

Injeksi Dexametason 5 mg.

c. Jam 09.15 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 5 menit.

Kemudian diberikan infus RL 500cc.

d. Jam 10.00 Ekstubasi setelah napas spontan normal kembali.

Oksigen diberikan terus ( 5-6 L ) selama 2-3 menit.

e. Operasi selesai penderita dipindah ke ruangan

Page 6: lapkas fam.docx

TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan

atau dipraktikkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan,

karena dengan anestesi ini jalan nafas dapat terus dipertahankan dan nafas

dapat dikontrol.1

Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu

hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang

bersifat sementara dan reversible yang diakibatkan oleh obat anestesi. Dalam

memberikan obat–obat pada penderita yang akan menjalani operasi maka

perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, atau

pemeliharaan.2

1. Persiapan Pra Anestesi

Salah satu hal yang sangat penting dalam tindakan anestesi adalah

kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani anestesi dan

pembedahan, baik elektif dan darurat. Tujuan persiapan pra anestesi adalah

untuk mempersiapkan mental dan fisik secara optimal, merencanakan dan

memilih tehnik serta obat – obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan

kehendak pasien, menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA

(American Society Of Anesthesiology).3

1. Macam-macam teknik anestesi :

No. Teknik Resevoir bag Valve Rebreathing Soda lime

1. Open _ _ _ _

2. Semi open + + _ _

3. Semi closed + + + +

4. Closed + + + +

Keterangan :

Rebreathing ( - ) = CO2 langsung ke udara kamar.

Page 7: lapkas fam.docx

Rebreathing ( + ) = CO2 langsung ke udara kamar & sebagian dihisap

lagi.

Rebreathing ( + ) = CO2 dihisap lagi.

Pada kasus ini dipakai semi closed anestesi karena mempunyai

beberapa keuntungan :

1). Konsentrasi inspirasi relatif konstan.

2). Konservasi panas dan uap.

3). Menurunkan polusi kamar.

4). Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar.

2. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American

Society Anesthesiology), yaitu

3. ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir : 4, tanpa kelainan faali, biokimia dan psikiatri. Angka mortalitas mencapai

2 %.

ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang

karena penyakit bedah maupun proses patofisiolgis.

Angka mortalitas mencapai 16 %.

ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat

sehingga aktivitas harian terbatas . Angka mortalitas

mencapai 36 %.

ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara

langsung mengancam kehidupannya dan tidak selalu

sembuh dengan operasi. Angka mortalitas mencapai

68 %.

ASA 5 : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.

Tindakan operasi hampir tidak ada harapan.Tidak ada harapan hidup

dalam 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Angka mortalitas mencapai

98 %.

Pada kasus ini pasien merupakan ASA 1, karena pasien tidak memiliki

gangguan kelainan sistemik, dan sehat organik, fisik, fisiologis, biokimia,

dan psikologis.

Page 8: lapkas fam.docx

2. Premedikasi Anestesi

Tujuan premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi dan

mengurangi jumlah obat – obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk

menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah

pemberian obat sebelum anestesi dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan

sebelum pasien dibawa ke ruang operasi.4

Tindakan premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain untuk

memberikan rasa nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan

analgesia, mencegah muntah, memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat

– obat anestesi, menekan reflek – reflek yang tidak diinginkan, mengurangi

sekresi kelenjar saluran nafas.

Obat –obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :

1. Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat, Benzodiazepin, Transquilizer.

2. Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentanil.

3. Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.

4. Anti kolinergik : Atropin, Skopolamin.

3. Induksi

Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai

tercapainya stadium pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan

tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam

stadium anestesi setelah induksi.4

Macam-macam stadium anestesi :

Stadium I (analgesia) : mulai pemberian zat anestesi sampai dengan

hilangnya kesadaran

mengikuti perintah, rasa sakit hilang.

Stadium II ( Delirium ) : mulai hilangnya kesadaran sampai dengan

permulaan stadium bedah.

gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak

teratur, midriasis, takikardi.

Stadium III (Pembedahan) :

Page 9: lapkas fam.docx

1. Tingkat 1 : nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut

kehendak, nafas dada dan perut seimbang.

2. Tingkat 2 : nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak

bergerak, pupil mulai melebar, mulai relaksasi otot.

3. Tingkat 3 : nafas perut lebih dari nafas dada, relaksasi otot sempurna.

4. Tingkat 4 : nafas perut sempurna, tekanan darah menurun, midriasis

maksimal, reflek cahaya ( - )

Stadium IV. (Paralisis) : nafas perut melemah, tekanan darah tidak

terukur, denyut nadi berhenti dan

meninggal.

Untuk induksi pada kasus ini digunakan Propofol.

Propofol

Propofol merupakan derivat isoprofilfenol yang digunakan untuk induksi

dan pemeliharaan anestesi umum. Propofol secara kimia tidak ada

hubungannya dengan anestesi IV lain. Pemberian IV ( 2 mg/kg BB )

menginduksi anestesi secara cepat seperti Tiopental. Anestesi dapat

dipertahankan dengan infus Propofol yang berkesinambungan dengan Opiat,

N2 dan atau anestesi inhalasi lain.4

Propofol menurunkan tekanan arterial sistemik, dan kembali normal

dengan intubasi trekea. Propofol tidak menimbulkan aritmia, atau iskemik otot

jantung, tidak merusak fungsi hati dan ginjal. 5

Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari Tiopental, mempunyai

induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, sehingga berguna pada

pasien rawat jalan yang memerlukan prosedur cepat dan singkat.5

Sediaan : ampul atau vial 20 ml ( 200 mg ), tiap ml mengandung 10 mg

Propofol.

Dosis : 1,5 – 2 mg/kgBB iv (anak)

2 – 2,5 mg/kgBB iv (dewasa)

Propofol yang digunakan dalam kasus ini 50 mg.

Page 10: lapkas fam.docx

4.Pemeliharaan

Maintenance atau pemeliharaan adalah pemberian obat untuk

mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada

kasus ini menggunakan Sevofluran, N2O, dan O2.(5)

a. Sevofluran

Sevofluran (Ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari

anestesi lebih cepat dibanding dengan isofluran. Baunya tidak menyengat

dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi.

Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan

aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada

laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan, sevofluran

cepat dikeluarkan oleh badan.

Walaupun dirusak oleh soda lime namun belum ada laporan

membahayakan terhadap tubuh manusia.

b. Dinitrogen Oksida/Gas Gelak/N2O

Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi.

Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium

induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak

mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu operasi abdomen dan ortopedi

perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan

analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini

terjadi karena Dinitrogen Oksida mendesak oksigen dengan ruangan–

ruangan tubuh. Hipoksia difus dapat dicegah dengan pemberian oksigen

konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan

biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen.

Perbandingan N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40 % ; 70% :

30% atau 50% : 50%.4

5. Terapi Cairan

Page 11: lapkas fam.docx

Dalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus diperhatikan

dengan serius, terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :

1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama

operasi.

2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. (6)

Perhitungan Kebutuhan cairan yang digunakan :

BB = 42 kg

Puasa 6 jam

Iwl sedang = 4

Maintenece = 10 x 4 = 40

10 x 2= 20

22 x 1 = 22

82 cc

Puasa = 6 x 82 = 492

IWL = 4 x 42 = 168

Kebutuhan cairan 1 jam pertama = 1 x puasa + maintenence + IWL

2

= 1 x 492 + 82 + 168 = 496 ml = 1 flabot

2

Kebutuhan cairan 2 jam berikutnya = 1 x puasa + maintenence + IWL

4

= 1 x 492 + 82 + 168 = 373 ml

4

6. Obat tambahan yang digunakan

Dexametason 5 mg : anti-inflamasi dan menghambat mekanisme

bronkokonstriktor

7. Pemulihan

Page 12: lapkas fam.docx

Pasca anetesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan

anestesi yang biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu

ruangan untuk observasi pasien pasa operasi atau anestesi.Ruang pulih sadar

adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih

memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi

atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi

atau pengaruh anestesinya.1

Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak,

ventilasinya cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak.

Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena

spasme laring, pasca bedah dini juga dapat terjadi muntah yang dapat

menyebabkan aspirasi.1

Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien

belum sadar dapat terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang

berkepanjangan adalah akibat dari pengaruh sisa obat anestesi, hipotermi, atau

hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan hiperkarbi terjadi pada pasien dengan

gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah adalah

akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban

jantung dan sangat berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung.4

LARINGEAL MASK AIRWAY (LMA)

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan

hilangnya pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas.

LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan

pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam pharing dan

membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring.

A. Desain dan Fungsi

Page 13: lapkas fam.docx

Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain

untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk

ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15

cm H2O) tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus,

infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan besar.6

Dibawah ini tabel berbagai ukuran LMA dengan volume cuff yang

berbeda yang tersedia untuk pasien-pasien ukuran berbeda.7

B. Macam-macam LMA

LMA dapat dibagi menjadi 3:8

1. Clasic LMA

2. Fastrach LMA

3. Proseal LMA

4. Flexible LMA

1) Clasic LMA

Page 14: lapkas fam.docx

Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management

yang dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk

ventilasi facemask maupun intubasi ET. LMA juga memegang peranan

penting dalam penatalaksanaan difficult airway. Jika LMA dimasukkan

dengan tepat maka tip LMA berada diatas sfingter esofagus, cuff samping

berada di fossa pyriformis, dan cuff bagian atas berlawanan dengan dasar

lidah. Dengan posisi seperti ini akan menyebabkan ventilasi yang efektif

dengan inflasi yang minimal dari lambung.

2) LMA Fastrach ( Intubating LMA )

LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang

melengkung( diameter internal 13 mm ) yang dilapisi dengan silicone,

connector 15 mm, handle, cuff, dan suatu batang pengangkat epiglotis.

Perbedaan utama antara LMA clasic dan LMA Fastrach yaitu pada tube baja,

handle dan batang pengangkat epiglottic.8 Nama lain dari Intubating LMA :

Fastrach.Laryngeal mask yang dirancang khusus untuk dapat pula melakukan

intubasi tracheal. Sifat ILMA : airway tube-nya kaku, lebih pendek dan

diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA. Ujung proximal ILMA terdapat

metal handle yang berfungsi membantu insersi dan membantu intubasi, yang

memungkinkan insersi dan manipulasi alat ini. Di ujung mask terdapat

”pengangkat epiglotis”, yang merupakan batang semi rigid yang menempel

pada mask. ILMA didesign untuk insersi dengan posisi kepala dan leher yang

netral.4 ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan patologi

Page 15: lapkas fam.docx

esofagus bagian atas karena pernah dilaporkan kejadian perforasi esofagus.

Intubasi pada ILMA bersifat ”blind intubation technique”. ILMA memegang

peranan penting dalam managemen kesulitan intubasi yang tidak terduga.

Juga cocok untuk pasien dengan cedera tulang belakang bagian cervical. Dan

dapat dipakai selama resusitasi cardiopulmonal.

3) LMA Proseal

LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan

keuntungan lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi

tekanan positif. Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang

berhubungan dengan rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal

terdapat pemisahan antara saluran pernafasan dengan saluran gastrointestinal,

dengan penyatuan drainage tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus

atau memfasilitasi suatu jalur tubeorogastric untuk dekompresi lambung.

4) Flexible LMA

Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway

tube terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat

yang memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa

menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher,

maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan yang baik terhadap

laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan

Page 16: lapkas fam.docx

untuk pembedahan nasal dan pembedahan intraoral, termasuk tonsilektomy.

Airway tube fLMA lebih panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan

resistensi tube dan work of breathing. Ukuran fLMA : 2 – 5. Insersi fLMA

dapat lebih sulit dari cLMA karena flexibilitas airwaytube. Mask dapat ber

rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah kebelakang.

C. Tehnik Anestesi LMA

Indikasi8:

1. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk Airway

management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET

menjadi suatu indikasi.

2. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak

diperkirakan.

3. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak

sadarkan diri.

Kontraindikasi8:

1. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada

emergency adalah pengecualian ).

2. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena

seal yang bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran

pada tekanan inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung.

Tekanan inspirasi puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O untuk

meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan lambung.

3. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka

waktulama.

4. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi

dapat memicu terjadinya laryngospasme.

Efek Samping8:

Page 17: lapkas fam.docx

Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok,

dengan insidensi 10 % dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff

LMA. Efek samping yang utama adalah aspirasi.

Tehnik Induksi dan Insersi

Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang

lebih besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk

keberhasilan selama pergerakan insersi cLMA dimana jika kurang dalam

sering membuat posisi mask yang tidak sempurna.9 Sebelum insersi, kondisi

pasien harus sudah tidak berespon dengan mandibula yang relaksasi dan tidak

berespon terhadap tindakan jaw thrust. Tetapi, insersi cLMA tidak

membutuhkan pelumpuh otot.

Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu pemakaian pelumpuh otot.

Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di klinik, dan

pemakaian pelumpuh otot akan mengurangi trauma oleh karena reflex

proteksi yang ditumpulkan, atau mungkin malah akan meningkatkan trauma

yang berhubungan dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika manuver

jaw thrust tidak dilakukan.10

Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat

menekan refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa

batuk atau terjadinya gerakan. Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the

cuff akan menstimulasi dinding pharing akan menyebabkan peningkatan

tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat

ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar propofol yang berpengaruh

pada tonus simpatis jantung.10

Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah pemberian

induksi thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk mendalamkan

anestesi atau dengan penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke

oropharing. Untuk memperbaiki insersi mask, sebelum induksi dapat

diberikan opioid beronset cepat (seperti fentanyl atau alfentanyl). Jika

diperlukan, cLMA dapat di insersi dibawah anestesi topikal. Insersi dilakukan

Page 18: lapkas fam.docx

dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy dan akan lebih mudah jika

dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi.

Cuff cLMA harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior

diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum dilakukan insersi.

Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi lebih

menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tehnik ini akan

menurunkan resiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa

pharing.10

Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan

satu tangan men-stabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang

lain memegang cLMA. Tindakan ini terbaik dilakukan dengan cara menaruh

tangan dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi ringan pada tulang

belakang leher bagian atas. cLMA dipegang seperti memegang pensil pada

perbatasan mask dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute

masuknya makanan. Selama insersi, cLMA dimajukan ke arah posterior

sepanjang palatum durum kemudian dilanjutkan mengikuti aspek posterior-

superior dari jalan nafas. Saat cLMA ”berhenti” selama insersi, ujungnya

telah mencapai cricopharyngeus (sfingter esofagus bagian atas) dan harusnya

sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi harus dilakukan dengan satu

gerakan yang lembut untuk meyakinkan ”titik akhir” ter-identifikasi.9

Cuff harus di inflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit

pernafasan. Lima tes sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan

posisi cLMA9:

1. ”End point” yang jelas dirasakan selama insersi.

2. Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.

3. Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff diinflasi.

4. Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah.

5. Cuff cLMA tidak tampak dimulut. Jumlah udara yang direkomendasikan

untuk inflasi cuff tergantung dari pembuat LMA yang bervariasi sesuai

dengan ukuran cLMA.

Page 19: lapkas fam.docx

Penting untuk dicatat bahwa volume yang direkomendasikan adalah

volume yang maksimum. Biasanya tidak lebih dari setengah volume ini yang

dibutuhkan. Volume ini dibutuhkan untuk mencapai sekat bertekanan rendah

dengan jalan nafas. Tekanan didalam cuff tidak boleh melebihi 60 cmH2O.

Inflasi yang berlebihan akan meningkatkan resiko komplikasi

pharyngolaryngeal, termasuk cedera syaraf (glossopharyngeal, hypoglossal,

lingual dan laryngeal recuren) dan biasanya menyebabkan obstruksi jalan

nafas.9

Setelah cLMA di insersikan, pergerakan kepala dan leher akan membuat

perbedaan kecil terhadap posisi cLMA dan dapat menyebabkan perubahan

padatekanan intra cuff dan sekat jalan nafas. N2O jika digunakan akan

berdifusi kedalam cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff sama dengan

tekanan campuran gas anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan

tekanan didalam cuff pada 30 menit pertama sejak pemberian N2O. Tekanan

cuff yang berlebihan dapat dihindari dengan mem-palpasi secara intermiten

pada pilot ballon.9

Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-bagging

dengan lembut. Yang perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat

bertekanan rendah sekitar laryng dan tekanan jalan nafas diatas sekat ini

akan menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan nafas. Dengan lembut,

ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa adanya

suara ribut pada jalan nafas atau kebocoran udara yang dapat terdengar.

Saturasi oksigen harus stabil. Jika kantung reservoir tidak terisi ulang

kembali seperti normalnya, ini mengindikasikan adanya kebocoran yang

besar atau obstruksi jalan nafas yang partial, jika kedua hal tadi terjadi maka

cLMA harus dipindahkan dan di insersi ulang. Pemakaian LMA sendiri

dapat juga menimbulkan obstruksi.11

Untuk itu diperlukan suatu algoritme untuk memfasilitasi diagnosis dan

penatalaksanaan obstruksi jalan nafas dengan LMA. cLMA harus diamankan

dengan pita perekat untuk mencegah terjadinya migrasi keluar. Saat

dihubungkan dengan sirkuit anestesi, yakinkan berat sirkuit tadi tidak

Page 20: lapkas fam.docx

menarik cLMA yang dapat menyebabkan pergeseran. Sebelum LMA

difiksasi dengan plaster, sangat penting mengecek dengan capnograf,

auskultasi, dan melihat gerakan udara bahwa cuf telah pada posisi yang tepat

dan tidak menimbulkan obstruksi dari kesalahan tempat menurun pada

epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA untuk menutupi laring dan

penggunaan elektif alat ini di kontraindikasikan dengan beberapa kondisi

dengan peningkatan resiko aspirasi. Pada pasien tanpa faktor predisposisi,

resiko regurgitasi faring rendah.

D. Maintenance ( Pemeliharaan )

Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang

dewasa sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14

cmH2O. Tekanan diatas 20 cmH2O harus dihindari karena tidak hanya

menyebabkan kebocoran gas dari cLMA tetapi juga melebihi tekanan sfingter

esofagus. Pada tekanan jalan nafas yang rendah, tekanan gas keluar lewat

mulut, tetapi pada tekanan yang lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus dan

lambung yang akan meningkatkan resiko regurgitasi dan aspirasi.9

Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang

lama kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan

nafas dan akses ke jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat

tube trakea. Untungnya ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah

sebagaimana anak-anak secara umum mempunyai paru-paru dengan

compliance yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA secara umum

sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa. Selama

fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas yang

bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat

terjadi jika anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir

sirkuit anestesi harus tampak dan dimonitoring dengan alarm yang tepat harus

digunakan selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-kejadian ini

Page 21: lapkas fam.docx

terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana untuk

melepas jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian posisi telah

dilakukan, sambungkan kembali ke sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan

nafas.9

E. Tehnik Extubasi

Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien

bangun dan mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex

proteksi jalan nafas telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada

pahryng secara umum tidak diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan

meningkatkan komplikasi jalan nafas seperti laryngospasme. Saat pasien

dapat membuka mulut mereka, cLMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi akan

terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat

dihisap saat cLMA ditarik jika pasien tidak dapat menelan sekret tersebut.

Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika

cLMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika cLMA

ditarik dalam kondisi masih ”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi jalan

nafas dan hypoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan

terjadinya laryngospasme.9

F. Komplikasi Pemakaian LMA

cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena

regurgitasi isi lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA

pada pasien-pasien yang punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti :

pasien yang tidak puasa, emergensi, pada hernia hiatus simtomatik atau

refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese.

Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 %

dimana insidensi ini mirip dengan kisaran yang pernah dilaporkan yaitu

antara 21,4 %- 30 % ( Wakeling et al ), 28,5 % ( Dingley et al ) dan sampai

42 %.11

Page 22: lapkas fam.docx

Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan

nafas yang lebih kecil dibandingkan dengan ET. Namun clasic LMA

mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan

rendah (rata-rata 18 – 20cmH2O).11 sehingga jika dilakukan ventilasi kendali

pada paru, akan menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada jalan nafas

akan berhubungan dengan meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung.

Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak memberikan perlindungan pada kasus

regurgitasi isi lambung. Proseal LMA berhubungan dengan kurangnya

stimulasi respirasi dibandingkan ET selama situasi emergensi pembiusan.

ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA

selama ventilasi kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan

50% dibandingkan clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan

mengurangi kebocoran dari jalan nafas.11

Sebagai tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir

inflasi lambung dan dapat menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal

ini terjadi.