lapkas bedah

72
BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah 1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006). 2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002). 3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002). 4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2002). 5. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008)

Upload: menthari

Post on 10-Apr-2016

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

lapkas

TRANSCRIPT

Page 1: LAPKAS BEDAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian

Ada beberapa pengertian fraktur menurut para ahli adalah

1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga

fisik (Price dan Wilson, 2006).

2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis

dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang

dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).

3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat

dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti

osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2002).

4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri,

pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi

(Doenges, 2002).

5. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula

yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian

pergelangan kaki ( Muttaqin, 2008)

Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris

adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan

luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada

tulang tibia dan fibula.

B. Klasifikasi fraktur

1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang

dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:

a. Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

Page 2: LAPKAS BEDAH

tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh)

tanpa komplikasi.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan

keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak

sekitarnya.

2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

subkutan.

3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian

dalam dan pembengkakan.

4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan

ancaman sindroma kompartement.

b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang

memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat

masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.

Derajat patah tulang terbuka :

1) Derajat I

Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.

2) Derajat II

Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.

3) Derajat III

Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:

Page 3: LAPKAS BEDAH

a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang

lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang

dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.

b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )

Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu

sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green

stick.

Menurut Price dan Wilson ( 2005) kekuatan dan sudut dari tenaga

fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan

apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap

terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap

tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan

mekanisme trauma ada 5 yaitu:

a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.

c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan

oleh trauma rotasi.

d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang kea rah permukaan lain.

e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot

pada insersinya pada tulang.

Page 4: LAPKAS BEDAH

4. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara lain:

a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama.

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk

pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung

dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang

membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk

melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan

tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan

Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :

Gambar 1: Anatomi Tulang

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi

tubuh dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka

tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan

mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas

206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan

darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama

garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi

sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan

Page 5: LAPKAS BEDAH

elastis (Price dan Wilson, 2006).

Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan

pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang

antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta

tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).

a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha)

OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan

di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar

tulang pelvis.

b. Tulang Femur ( tulang paha)

Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada

bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk

kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari

kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan

trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat

dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis.

Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang

tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.

c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang

membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya

terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki

luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat

11

Page 6: LAPKAS BEDAH

pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan

tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus

medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.

Gambar 2 : Anatomi tulang tibia dan fibula

Sumber : www.adam.com

d. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)

Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki,

terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus,

kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.

e. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)

Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang

masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan

perantara sendi.

f. Falangus (ruas jari kaki)

Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri

dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian

ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebu t

tulang bijian (osteum sesarnoid).

12

2. Fisiologi

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran

dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,

ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan

struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan

Page 7: LAPKAS BEDAH

dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit

dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen

tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid

melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif

menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar

fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan

kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali

memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di

dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat

pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus

metastasis kanker ke tulang.

Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu

lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas

adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan

matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit,

osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-enzim proteolotik

yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral

tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:

1. Sebagai kerangka tubuh.

Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.

2. Proteksi

Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya

otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru

Page 8: LAPKAS BEDAH

terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulangtulang kostae

(iga).

13

3. Ambulasi dan Mobilisasi

Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh

dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit

yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ;

sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot

yang melekat padanya.

4. Deposit Mineral

Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain.

Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh

5. Hemopoesis

Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk

menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam

sumsum merah tulang tertentu.

C. Etiologi

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:

1. Cidera atau benturan

2. Fraktur patologik

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi

lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

3. Fraktur beban

Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang

baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima

Page 9: LAPKAS BEDAH

dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan

lari.

D. Patofisiologis

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia

luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,

14

2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat

patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga

biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat

setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi

menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas

osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut

callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami

remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah

atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang

tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan

mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol

pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi

darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf

maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment

(Brunner dan Suddarth, 2002 ).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan

Page 10: LAPKAS BEDAH

ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan

fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak

seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare,

2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita

komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya

kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di

imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri

(Carpenito, 2007).

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen

tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan

meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri

merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak

mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan

selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).

15

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan

warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di

imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

Page 11: LAPKAS BEDAH

bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur

menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan

membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak

dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

integritas tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan yang lainya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai

akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini

biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera

(Smelzter dan Bare, 2002).

F. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus

dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi,

retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk

menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat

16

fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk

yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.

Page 12: LAPKAS BEDAH

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)

Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi

fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi

seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang

sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat

dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.

Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan

lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan

perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin

sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer,

2002).

3. Retensi (Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,

fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi

kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat

dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna

meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,

atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi

intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi

fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk

menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga

pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan

distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain

Page 13: LAPKAS BEDAH

dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau

kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga

dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer,

2000).

17

Gambar 3 : Pemasangan OREF pada tibia dan fibula

Sumber : www.google.com

Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang

diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona

trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan

rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk

menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary

treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive

treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang

dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).

4. Rehabilitasi

Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk

menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan,

harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk

mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer,

2000).

18

G. Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005)

Page 14: LAPKAS BEDAH

antara lain:

1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,

sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

a. Syok

Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak

kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias

menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra

sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas,

thoraks, pelvis dan vertebra.

b. Sindrom emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam

pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari

tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi

stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan

terjasinya globula lemak pada aliran darah.

c. Sindroma Kompartement

Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot

kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa

disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia

yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan

yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena

edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah

(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).

d. Kerusakan Arteri

Page 15: LAPKAS BEDAH

Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi,

CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan

dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi

splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan

pembedahan.

19

e. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk

ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias

juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin

dan plat.

f. Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di

awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare,

2001).

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,

delayed union, dan non union.

a. Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah

sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka

penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan

dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan

Page 16: LAPKAS BEDAH

pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

b. Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan

dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed

union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan

waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan

karena penurunan suplai darah ke tulang.

c. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih

pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.

20

Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan

Wilson, 2006).

H. Pengkajian Fokus

Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk

pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai

macam meliputi:

a. Riwayat penyakit sekarang

Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris,

pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah

tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,

perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma

Page 17: LAPKAS BEDAH

lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi

akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan

trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur

adalah kecelakaan lalu lintas darat.

b. Riwayat penyakit dahulu

Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah

tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu

seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga

tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki

sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit

diabetes menghambat penyembuhan tulang.

c Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah

salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis

yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang

cenderung diturunkan secara genetik.

d. Pola kesehatan fungsional

1) Aktifitas/ Istirahat

21

Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena

(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari

pembengkakan jaringan, nyeri)

2) Sirkulasi

a. Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri atau

Page 18: LAPKAS BEDAH

ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)

b. Takikardia (respon stresss, hipovolemi)

c. Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang

cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.

d. Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.

3) Neurosensori

a. Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot

b. Kebas/ kesemutan (parestesia)

c. Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,

krepitasi (bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/

hilang fungsi.

d. Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)

4) Nyeri / kenyamanan

a. Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada

area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ), tidak ada

nyeri akibat kerusakan syaraf .

b. Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)

5) Keamanan

a. Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna

b. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tibatiba).

6) Pola hubungan dan peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat

karena klien harus menjalani rawat inap.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Page 19: LAPKAS BEDAH

22

Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan

kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa ketidak

mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan

pandangan terhadap dirinya yang salah.

8) Pola sensori dan kognitif

Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal

fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami

gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.

9) Pola nilai dan keyakinan

Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi

dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel nyeri dan

keterbatasan gerak yang di alami klien.

23

D. Pathways Teori

Kecelakaan

Trauma eksternal lebih dari kekuatan tulang

Tulang tidak mampu menahan trauma

Fraktur

Fiksasi Eksterna Pergeseran fragmen tulang Trauma Jaringan

yang patah

Perubahan penampilan Anestesi OREF Luka terbuka

dan penurunan fungsi tubuh

Peristaltik Trauma jaringan Penurunan pertahanan

Page 20: LAPKAS BEDAH

utama tubuh

Nafsu makan Kekuatan otot dan kemampuan

gerak kurang Jalan masuk organisme

Sumber: Doengoes (2002), Smeltzer (2002),

Muttaqin (2008)

Nyeri

akut

Gangguan mobilitas fisik Resiko infeksi

Resiko ketidak

seimbangan nutrisi

kurang dari

Kebutuhan tubuh

HDR

Kerusakan

Integritas kulit

Defisit perawatan diri

24

I. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien

fraktur antara lain:

1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur

2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur dan

mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi)

Page 21: LAPKAS BEDAH

atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh

pada trauma multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress

normal setelah trauma.

4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal.

5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfuse multiple, atau cedera hati.

K. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara

(1999) adalah

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen

tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress,

ansietas.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan

status metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan

oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor

kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak

nyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas,

penurunan kekuatan / tahanan.

25

4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi

tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit,

insisi pembedahan.

Page 22: LAPKAS BEDAH

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi

atau gibs pada ekstrimitas

6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan

dengan intake yang tidak adekuat.

7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.

L. Fokus Intervensi dan Rasional

Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito

(2007), Doenges (2002), dan Yosep (2007) antara lain :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan

fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/

immobilisasi, stress, ansietas.

a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu

beradaptasi dengan nyeri yang di alami.

b. Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.

c. Intervensi :

1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.

Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga

kooperatif.

2) Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.

Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan

skala nyeri.

3) Jelaskan pada klien penyebab nyeri.

Rasional: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan

klien tentang nyeri.

Page 23: LAPKAS BEDAH

4) Observasi tanda- tanda vital.

Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien.

26

5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian

analgetik.

Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana

analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan

status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan

oleh terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan,

turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah

kerusakan kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu.

b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus,

kemerahan, luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda

vital dalam batas normal atau dapat di toleransi.

c. Intervensi :

1) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.

Rasional: mengetahui sejauhmana perkembangan luka

mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.

2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan

luka.

Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan

mempermudah intervensi.

Page 24: LAPKAS BEDAH

3) Pantau peningkatan suhu tubuh.

Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi

sebagai adanya proses peradangan.

4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka

dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.

Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat

penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,

misalnya debridement.

27

Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak

menyebar luas pada area kulit normal lainya.

6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari

tergantung kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi

infeksi.

7) Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.

Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan

mikroorganisme pathogen pada daerah yang beresiko terjadi

infeksi.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidak

nyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas,

dan penurunan kekuatan/ tahanan.

a. Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal

Page 25: LAPKAS BEDAH

b. Kriteria hasil : klien mampu melakukan pergerakan dan

perpindahan, mempertahankan mobilitas optimal yang dapat

ditoleransi dengan karakteristik :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat bantu

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan

pengawasan dan pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

c. Intervensi

1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan

peralatan.

Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan

aktifitas apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.

28

3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

4) Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan

pasif.

5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan

perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan

Page 26: LAPKAS BEDAH

mobilitas pasien.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons

inflamasi tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/

kerusakan kulit, insisi pembedahan.

a. Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol

b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka

bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas

normal atau dapat ditoleransi.

c. Intervensi :

1) Pantau tanda-tanda vital

Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama

bila suhu tubuh meningkat.

2) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.

Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme

pathogen.

3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,

kateter, drainase luka, dll.

Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.

4) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan

darah, seperti Hb dan leukosit.

Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari

normal bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.

29

Page 27: LAPKAS BEDAH

Rasional: antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme

pathogen.

5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor(kolaboratif): traksi

atau gibs pada ekstrimitas

a. Tujuan : tidak terjadi defisit perawatan diri

b. Kriteria hasil :tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut

lembab, kulit utuh

c. Intervensi :

1) Berikan bantuan pada AKS sesuai kebutuhan, ijinkan pasien

untuk merawat diri sesuai dengan kemampuannya.

Rasional: AKS adalah fungsi-fungsi dimana orang normal

melakukan tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Merawat untuk kebutuhan dasar orang lain membantu

mempertahanka harga diri.

2) Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas ekstrimitas

untuk mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap

kering pada saat mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai

pesanan untuk instruksi berjalan dengan kruk untuk ambulasi

dan dapat menggunakannya secara tepat.

Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban

yang berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat

menyebabkan lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk

mendorong dirinya sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik

adalah sepesialis latihan yang membantu pasien dalam

Page 28: LAPKAS BEDAH

rehabilitasi mobilitas.

6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan

dengan intake yang tidak adekuat.

a. Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh

b. Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada

30

c. Intervensi:

1) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang

dibutuhkan

Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien

2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama

waktu makan

Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.

3) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering

Rasional: untuk mengurangi rasa mual.

4) Kaji factor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti anoreksi

dan mual

Rasional: menyediakan informasi mengenai factor lain yang dapat

di ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan masukan diet.

5) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual

Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.

7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.

a. Tujuan: memperbaiki konsep diri

b. Kriteria hasil: pasien tidak minder dan malu dengan keadaan sekarang

Page 29: LAPKAS BEDAH

c. Intervensi:

1) Kaji respon dan reaksi pasien serta keluarga terhadap penyakit dan

penangananya

Rasional: Mengetahui bagaimana tanggapan pasien dan keluarga

terhadap penyakitnya sekarang.

2) Kaji hubungan pasien dengan anggota keluarganya

Rasional: Mengetahui adanya masalah dalam keluarga.

3) Kaji pola koping pasien dan keluarga pasien

Rasional: Mengetahui cara penyelesaian masalah dalam keluarga

4) Diskusikan peran memberi dan menerima kasih sayang,

kehangatan dan kemesraan.

31

Rasional: seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap

individu tergantung pada tahap maturasi.

Page 30: LAPKAS BEDAH

BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : KF

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 14 tahun

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Laikit Dusun 2

Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

MRS : 25 November 2015 jam 18.30 WITA

B. ANAMNESIS

Anamnesis utama

Anamnesis diberikan oleh penderita

Page 31: LAPKAS BEDAH

Keluhan utama

Luka dan nyeri pada kaki kanan

Riwayat penyakit sekarang

Luka dan nyeri pada kaki kanan di alami pasien +/- 3 jam SMRS.

Awalnya pasien sedang membonceng di sepeda motor, kemudian datang

motor dari arah berlawanan menabrak motor yang ditumpangi pasien

sehingga pasien terjatuh dengan kaki kanan membentur pembatas jalan.

Riwayat pingsan (-), muntah (-), alkohol (-), helm (-), pasien kemudian

berobat ke RS Walanda Maramis dan kemudian dirujuk ke RSUP Prof

Kandou.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit hipertensi, ginjal, hati disangkal penderita.

Riwayat keluarga

Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/60 mmHg

Nadi : 88x/m

Respirasi : 22x/m

Suhu badan : 36.7°C

Page 32: LAPKAS BEDAH

Berat Badan : 46 kg

Tinggi Badan : 148 cm

Kepala

Kepala hematoma regio temporal sinistra uk. 2x2 cm. Kedua

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Telinga berbentuk normal

dan tidak ada secret yang keluar dari telinga. Hidung berbentuk normal

dengan kedua septum intak, tidak ada secret yang keluar dari hidung. Pada

gigi ditemukan adanya karies dentis. Tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring

tidak hiperemis.

Leher

Trakea letak tengah. Tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar

getah bening di leher.

Dada

Hemithoraks dextra : VE, sinistra : VE

Jantung

Bunyi jantung I dan II normal, bising jantung tidak ada.

Paru-paru

Suara pernapasan vesikuler, tidak ditemukan adanya ronkhi dan

wheezing di kedua lapangan paru.

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : BU (+) normal

Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), Rovsing sign (-), Blumberg

sign (-), Psoas sign (-), Obturator sign (-)

Perkusi : Tympani

Ekstremitas

Page 33: LAPKAS BEDAH

Superior :

Siku kanan uk. 3x2 cm

Kiri uk. 3x2 cm

Inferior :

Paha kanan = kiri robek, tepi tidak rata uk. 10x4 cm

Paha kiri = VE +/- uk. 5x6 cm

Cruris kiri = VE +/- uk. 10x3 cm

Refleks

Refleks fisiologis positif normal, tidak terdapat refleks patologis.

Kulit

Turgor kulit (+) normal.

Pemeriksaan Laboratorium ( 26 November 2015 )

Hematologi

MCH : 30 pg

MCHC : 37 g/dl

MCV : 82 fl

Leukosit : 22800 /uL

Eritrosit : 5.18 106/uL

Hemoglobin : 15,6 gr/dL

Hematokrit : 42.5 %

Trombosit : 299 103/uL

EKG ( 26 November 2015 )

Kesan : dalam batas normal

Page 34: LAPKAS BEDAH

D. RESUME MASUK

Laki-laki, 14 tahun MRS tanggal 26 November 2015 di IRDB RSUP

Prof Kandou Manado dengan keluhan luka dan nyeri pada kaki kanan di

alami pasien +/- 3 jam SMRS. Awalnya pasien sedang membonceng di

sepeda motor, kemudian datang motor dari arah berlawanan menabrak

motor yang ditumpangi pasien sehingga pasien terjatuh dengan kaki kanan

membentur pembatas jalan. Riwayat pingsan (-), muntah (-), alkohol (-),

helm (-).

E. DIAGNOSIS KERJA

Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

F. SIKAP/ TERAPI/ RENCANA

- IVFD Nacl 0,9 % 20 gtt/mnt

- Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

- Ranitidine 1 mg 2x1 IV

- Ketorolac 1 mg 3x1 IV

- Konsultasi divisi orthopedi

- Debridement + Pasang long leg cast

G. LAPORAN OPERASI

- Penderita tidur terlentang dengan spinal anastesi

- Dilakukan luka dengan

- Dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi, dipersempit dengan

duh steril

- Tampak luka di kaki kanan, luka diperlebar keluar

Tanggal Operasi : 26 November 2015

Page 35: LAPKAS BEDAH

Operasi mulai : 05.40 WITA

Operasi selesai : 07.00 WITA

Lama operasi : 1 jam 20 menit

KU post Operasi : T : 120/80 mmHg, N : 78x/menit, R : 18x/menit, S :

37,00C

Perdarahan : +/- 100 cc

Diagnose Post Op : Post debridement ec fraktur tibia fibula dextra 1/3

tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 gr 2x1 IV

Ketorolac 1 amp 3x1 IV

X – Foto cruris dextra ( foto control ) AP/lateral

Cek lab 2 jam post operasi

Hasil Laboratorium Post operasi ( 26 November 2015 )

MCH : 30 pg

MCHC : 37 g/dl

MCV : 82 fl

Leukosit : 22800 /uL

Eritrosit : 5.18 106/uL

Hemoglobin : 15,6 gr/dL

Hematokrit : 42.5 %

Trombosit : 299 103/uL

FOLLOW UP RUANGAN

Page 36: LAPKAS BEDAH

27 November 2015

Keluhan : Nyeri pada kaki kanan

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,5 0C

Diagnosis : Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka

grade II

Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Rencana ORIF ( Menunggu kepastian

keluarga )

28 November 2015

Keluhan : Nyeri pada luka bekas operasi

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/60 mmHg

Nadi : 84x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,7 0C

Diagnosis : Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka

grade II

Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Page 37: LAPKAS BEDAH

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Rencana ORIF ( Menunggu kepastian

keluarga )

29 November 2015

Keluhan : -

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 84x/menit

Respirasi : 24x/menit

Suhu badan : 36,6 0C

Diagnosis : Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka

grade II

Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Rencana ORIF ( Menunggu kepastian

keluarga )

30 November 2015

Keluhan : -

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88x/menit

Respirasi : 22x/menit

Page 38: LAPKAS BEDAH

Suhu badan : 36,6 0C

Diagnosis : Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka

grade II

Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Rencana ORIF ( Menunggu kepastian

keluarga )

1 Desember 2015

Keluhan : nyeri ( - )

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,6 0C

Diagnosis : Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka

grade II

Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Rencana ORIF tunggu alat

EKG

X-Foto thoraks dan ekspertisi

Cek laboratorium

Page 39: LAPKAS BEDAH

Hasil Laboratorium, 1 Desember 2015

Hematologi

MCH : 30.4 pg

MCHC : 36.7 g/dl

MCV : 82.7 fl

Leukosit : 16800 /uL

Eritrosit : 4.15 106/uL

Hemoglobin : 12.6 gr/dL

Hematokrit : 34.3 %

Trombosit : 305 103/uL

Kimia Klinik

Ureum : 17 mg/dL

Creatinin : 0.8 mg/dL

GDS : 72 mg/dL

Chlorida : 93.9 mEq/L

Kalium : 3.54 mEq/L

Natrium : 133 mEq/L

2 Desember 2015

Keluhan : Nyeri luka kaki kanan

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respirasi : 24x/menit

Suhu badan : 36,6 0C

Diagnosis : Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka

grade II

Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Page 40: LAPKAS BEDAH

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Rencana ORIF elektif Jumat, 4 Desember

2015

3 Desember 2015

Keluhan : Nyeri luka kaki kanan

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 78x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,4 0C

Diagnosis : Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka

grade II

Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Rencana ORIF elektif Jumat, 4 Desember

2015

4 Desember 2015

Keluhan : Nyeri luka kaki kanan

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 78x/menit

Respirasi : 20x/menit

Page 41: LAPKAS BEDAH

Suhu badan : 36,4 0C

Diagnosis : Fraktur tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka

grade II

Sikap : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Ketorolac 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Rencana ORIF elektif hari ini

LAPORAN OPERASI, 4 DESEMBER 2015

- Penderita tidur terlentang di meja operasi

- Asepsis dan antisepsis lapangan operasi

- Cuci luka pada bagian fraktus

- Reduksi fraktur dengan bone tang

- Posisi kaki flexi pada genu

- Buka pada patellar tendon masukkan awl

- Direamer mulai dari #6 sampai #11

- Di insersi interlocking #9

- Dipasang locking screw

- Dengan C-arm terpasang back

- Luka operasi ditutup lapis demi lapis

- Operasi selesai

Tanggal Operasi : 4 Desember 2015

Operasi mulai : 09.30 WITA

Operasi selesai : 13.45 WITA

Lama operasi : 4 jam

KU post Operasi : T: 110/70, N: 76, R: 22, S: 36,50C

Diagnosa Post Op : Post interlocking nail tibia dextra ec fraktur tibia

fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Page 42: LAPKAS BEDAH

Metilprednisolon 2x125 IV

Ketorolac 3x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Drips ketorolac 2 amp IV in Nacl 0,9% 500 cc

20 gtt/menit

Rawat Luka operasi

Hasil Laboratorium Post OP, 4 Desember 2015 jam 18.58 WITA

Hematologi

MCH : 34.3 pg

MCHC : 38.4 g/dl

MCV : 89.4 fl

Leukosit : 28100 /uL

Eritrosit : 2.71 106/uL

Hemoglobin : 9.3 gr/dL

Hematokrit : 24.2 %

Trombosit : 375 103/uL

Follow Up Ruangan

5 Desember 2015

Keluhan : Nyeri ( + )

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,5 0C

Diagnosis : Post interlocking nail tibia dextra ec fraktur

tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Page 43: LAPKAS BEDAH

Metilprednisolon 2x125 IV

Ketorolac 3x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Drips ketorolac 2 amp IV in Nacl 0,9% 500

cc 20 gtt/menit

Rawat Luka

Foto kontrol

6 Desember 2015

Keluhan : Nyeri ( + )

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 85x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,5 0C

Diagnosis : Post interlocking nail tibia dextra ec fraktur

tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Metilprednisolon 2x125 IV

Ketorolac 3x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Drips ketorolac 2 amp IV in Nacl 0,9% 500

cc 20 gtt/menit

Rawat Luka

PL : tunggu hasil foto control

7 Desember 2015

Keluhan : Nyeri ( + )

Page 44: LAPKAS BEDAH

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 85x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,5 0C

Diagnosis : Post interlocking nail tibia dextra ec fraktur

tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ketorolac 3x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Pro transfuse PRC 1 bag / hari sampai

HB>10

PL : tunggu hasil foto control

8 Desember 2015

Keluhan : Nyeri ( + )

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 78x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,7 0C

Diagnosis : Post interlocking nail tibia dextra ec fraktur

tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Page 45: LAPKAS BEDAH

Rawat Luka

Pro transfuse PRC 1 bag / hari sampai

HB>10

9 Desember 2015

Keluhan : Nyeri ( + )

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,5 0C

Diagnosis : Post interlocking nail tibia dextra ec fraktur

tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Pro transfuse PRC 1 bag / hari sampai

HB>10

10 Desember 2014

Keluhan : Nyeri ( + )

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 85x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,5 0C

Page 46: LAPKAS BEDAH

Diagnosis : Post interlocking nail tibia dextra ec fraktur

tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Rawat Luka

Cek DL

11 Desember 2015

Keluhan : Nyeri ( + ) berkurang

Pemeriksaan fisik : Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respirasi : 20x/menit

Suhu badan : 36,5 0C

Diagnosis : Post interlocking nail tibia dextra ec fraktur

tibia fibula dextra 1/3 tengah terbuka grade II

Terapi : IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr 2x1 IV

Ranitidine 1 mg 3 x 1 IV

Rawat luka

Cek DL

Page 47: LAPKAS BEDAH

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Diagnosis

Laki-laki, 14 tahun MRS tanggal 26 November 2015 di IRDB RSUP

Prof Kandou Manado dengan keluhan luka dan nyeri pada kaki kanan di

alami pasien +/- 3 jam SMRS. Awalnya pasien sedang membonceng di

sepeda motor, kemudian datang motor dari arah berlawanan menabrak

motor yang ditumpangi pasien sehingga pasien terjatuh dengan kaki kanan

membentur pembatas jalan. Riwayat pingsan (-), muntah (-), alkohol (-),

helm (-).

Pada pemeriksaan fisik

Page 48: LAPKAS BEDAH