lapfix_ske.d_grup.6_blok.7

Upload: vmajestica

Post on 05-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    1/36

    1

    Skenario D Blok 7 (Nona S)

    Nona S, umur 17 tahun datang ke RSMH dengan keluhan utama timbul bintik-bintik merah

    di kaki dan tangan 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, panas sejak 1 minggu yang lalu,pendarahan dari hidung (+) 2 kali, 2 hari yang lalu. Satu tahun yang lalu penderita sering

    mengeluh nyeri sendi yang hilang timbul terutama pada jari tangan dan kaki. Penderita

    mengeluh demam timbul yang tidak terlalu tunggi, rambut sering rontok, sariawan sering

    timbul di langit langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri, muka kemerahan terutama daerah

    pipi bila terkena matahari. Nona S minum obat nyeri bila keluhan muncuk tetapi tidak ada

    perubahan.

    Pemeriksaan fisik : keadaan umum sakit sedang, sensorium kompos mentis, HR :100x/menit,

    reguler,RR:24x/menit, temperature 38,5ocelcius dan tensi darah 130/80 mmhg.

    Pemerikaan spesifik : petechiae di kaki dan tangan, stomatitis (+) , kemerahan di pipi (+),

    bengkak di sendi tangan dan kaki (+)

    Pemeriksaan lab: HB : 8,5 gr%, WBC : 2600/ mm3, trombosit : 40.000, Rt : 7%, LED : 105

    mm/hr, ureum 36 mg/dl, kreatinin 1,2 mg/dl

    2.3 Paparan

    I. KLARIFIKASI ISTILAH

    1. Bintik-bintik merah (petechiae) : ada titik-titik merah pada kulit akibat

    keluarnya sejumlah kecil darah.

    2. Pendarahan dari hidung (epitaksis) : pendarahan dari hidung akibatnya pecahanya

    pembuluh darah kecil.

    3. Sariawan : luka pada selaput lendir rongga mulut

    4. Stomatis : sariawan yang banyak pada rongga mulut

    5. Rt : Retikulosit

    6. Kreatinin : Bentuk anhidrida keratin , hasil akhir sebagai

    indicator diagnostik fungsi ginjal.

    7. Ureum : Analisis urea dalam darah

    8. Rambut rontok : Rambut yang lepas sendiri dari folikelnya

    karena adanya kerusakan dari pangkal akar

    rambut.

    9. Malar rash : Erupsi kulit yang meliputi hidung dan daerah

    sekitarnya , pada pipi berbentuk kupu2 .

    10.

    Petechiae : Bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah

    kecil darah.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    2/36

    2

    11. Stomatitis : Radang generalisata mukosa mulut

    II. IDENTIFIKASI MASALAH

    1. Nona S, 17 tahun datang je RSMH dengan keluhan timbul bintik-bintik merah di kaki

    dan tangan sejak 2 minggu yang lalu

    2. Penderita mengalami pendarahan hidujg 2 kali 2 hari yang lalu

    3. Nona S sering mengeluh nyeri sendi yang hilang timbul terutama pada jari tangan dan

    kaki.

    4. Penderita mengeluh demam timbul yang tidak terlalu tunggi, rambut sering rontok,

    sariawan sering timbul di langit langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri, muka

    kemerahan terutama daerah pipi bila terkena matahari.

    5. Pemeriksaan fisik : ditemukan sakit sedang dan temperatur 38,5o

    celcius dan tensi

    darah 130/80. Yang lain dalam batas normal.

    6. Pemerikaan spesifik : petechiae di kaki dan tangan, stomatitis (+) , kemerahan di pipi

    (+), bengkak di sendi tangan dan kaki (+)

    7. Pemeriksaan lab: HB : 8,5 gr%, WBC : 2600/ mm3 , trombosit : 40.000, Rt : 7%,

    LED : 105 mm/hr, ureum 36 mg/dl, kreatinin 1,2 mg/dla

    III.ANALISIS MASALAH

    1) a. apa penyebab timbulnya bintik merah di kaki dan tangan nona S?

    - Adanya kompleks autoimun di sirkulasi

    - Vaskulitasi

    - Penurunan ketahanan kapiler darah

    b. bagaimana patogenesis dari timbulnya bintik merah di kaki dan tangan?

    Kompleks autoimun di sirkulasi Pelepasan mediator inflamasi Vaskulitis

    (radang pada pembuluh darah) Ketahanan pembuluh darah menurun

    Memudahkan terjadinya ruptur

    Nona S tekanan darah tinggi tekanan intravascular meningkat sedangkan

    ketahanan kapiler menurun rupture pembuluh kapiler dan vena intradermal

    petechiae tampak bintik-bintik merah keunguan di kulit

    2) a. Bagaimana anatomi rongga hidung?

    1. Hidung Luar

    Hidung luar berbentuk piramid dengan bagianbagiannya dari atas ke bawah :

    1. Pangkal hidung (bridge)

    2. Dorsum nasi

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    3/36

    3

    3. Puncak hidung

    4. Ala nasi

    5. Kolumela

    6. Lubang hidung (nares anterior)

    Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

    kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan

    M. Nasalis pars allaris. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai

    radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang

    yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

    - Superior : os frontal, os nasal, os maksila

    - Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan

    kartilago alaris minor

    1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.

    Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).

    2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris

    interna, cabang dari A. Karotis interna)

    3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

    Persarafan :

    1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)

    2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

    2. Kavum NasiBatasbatas kavum nasi :

    Posterior : berhubungan dengan nasofaring

    Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan

    sebagian os vomer

    Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,

    bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian

    ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.

    Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra

    dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit,

    jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari

    kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.

    Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid,

    konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.

    Perdarahan :

    Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina

    yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang

    merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak

    submukosa yang berjalan bersamasama arteri.

    Persarafan :

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    4/36

    4

    1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.

    Etmoidalis anterior

    2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum

    masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor

    menjadi N. Sfenopalatinus.

    Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,

    tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat

    anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian

    belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup

    besar antara lain dari arteri sphenopalatina.

    b. Bagaimana etiologi pendarahan di hidung?

    Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput

    mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah

    Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian

    anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang

    kaya anastomosis.

    Penyebab lokal Penyebab sistemik

    1. Trauma jari 1. Hemofilia

    2. Masuknya benda asing

    dalam rongga hidung2. Hipertensi

    3. Sinusitis kronik 3. Leukemia

    4. Rhinitis 4. Penyakit liver (mis. Sirosis)

    5. Keganasan dalam rongga

    hidung

    5. Obat-obatan (aspirin, antikoagulan,

    dan obat antiinflamasi nonsteroid)

    6. Polip 6. Disfungsi trombosit

    7. Inhalasi zat iritan (mis.

    Asap rokok)

    7. Trombositopenia (jumlah trombosit

    berkurang)

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    5/36

    5

    8. Deviasi septum

    9. Trauma

    10. Kelainan pembuluh

    darah atau teleangiektasia

    c. Bagaimana patogenesis pendarahan di hidung ?

    Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput

    mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah

    Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian

    anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang

    kaya anastomosis.

    Terdapat 2 sumber perdarahan, yaitu bagian anterior dan bagian posterior.Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (yang paling

    banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri etmoidalis

    anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan

    keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.

    Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri

    etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang

    menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan

    biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.

    Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan

    sistemik.

    1.) Lokal

    a. Trauma

    b. Infeksi

    c. Neoplasma

    d. Kelainan congenital

    e. Pengaruh lingkungan

    2.)

    Sistemik

    a. Kelainan darah

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    6/36

    6

    b. Defisiensi vitamin c dan k

    c. Alkoholisme

    3) a. Bagaimana anatomi sendi tangan dan kaki?

    Sendi anggota gerak atas Sendi sterno klavikularis

    Sendi akromium kalvikular

    Sendi humero scapular

    Sendi humero radial

    Sendi radio ulnari

    Sendi pergelangan dan telapak kaki : articulatio subtalaris (sendi posterior

    anatara talus dan calcaneus), articulatio talocalcaneonaviculare (sendi anterior antara

    talus dan calcaneus dan mengikutkan os naviculare), articulatio calcaneocuboidea,

    articulatio metatarsophalangeae

    - Articulotiones tarsometatarsales dan intermetatarsales:

    Articulotiones tarsometatarsales dan intermetatarsales adlah sendi-sendi sinovial

    dengan jenis plana. Tulang-tulang dihubungkan oleh ligamentum dorsalis plantaris

    dan interosseus. Articulatio tarsometatarsalia ibu jari mempunyai rongga sendi yang

    terpisah.

    - Articulationes metatarsophalangeae dan interphalangeae:

    Articulationes metatarsophalangeae dan interphalangeae mirip dengan yang terdapat

    pada tangan. Ligamentum transversum profunda menghubungkan sendi-sendi

    kelima jari kaki. Gerakan abduksi dan adduksi jari-jari yang dilakukan oleh mm.

    Interossei hanya sedikit dan berlangsung dari garis tengah jari kedua dan bukan jari

    ketiga seperti pada tangan

    b. Bagaimana patofisiologi nyeri sendi tangan dan kaki?

    Trombositopenia dan anemia => nekrosis jaringan sendi => penumpukan sel MN

    (fagositosis/ pembersihan debris) => saraf-saraf terjepit => nyeri sendi

    c. Apa makna nyeri sendi yang hilang timbul pada tagan dan kaki sejak 1 tahun yang

    lalu?

    Mekanisme nyeri hilang timbul:Limfosit B sinovial produksi IgG abnormal produksi faktor rheumatoid

    pembentukan kompleks imun pada sinovial dan atau kartilago aktivasi

    komplemen jalur klasik dan alternatif respon inflamasi arthitis.

    Keadaan ini menunjukkan bahwa telah terjadi peradangan kronis dalam tubuh

    Nona S.

    4) a. Bagaimana patogenesis demam hilang timbul?

    Demam tidak terlalu tinggi dan hilang timbul yang terjadi dalam kasus ini

    bukanalah disebabkan oleh antigen benda asing yang masuk ke dalam tubuh

    penderita. Mekanisme demam dalam kasus ini diakibatkan oleh terhambatnya

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    7/36

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    8/36

    8

    Sakit sedang Sehat Dapat dilihat bahwa Nona S

    mengalami suatu gejala penyakit

    yang tidak terlalu berat.

    Sensorium kompos

    mentis

    kompos mentis kesadaran normal, sadar

    sepenuhnya, respon lingkunganbaik, dapat menjawab semua

    pertanyaan tentang keadaan

    sekelilingnya.

    HR (Heart Rate) :

    100x/menit

    60-100x/menit Dalam batas maksimun untuk

    kategori normal (kemungkinan

    sudah terjadi peningkatan denyut

    nadi)

    Regular reguler Bunyi denyut jantung teratur

    RR (Respirasi Rate) :

    24x/menit

    18-24x/menit Normal

    Temperature : 38,5

    C

    36,5 C37,2 C artinya tidak normal, Suhu tubuh

    Nona S dan termasuk tipe

    demam febris.

    Tekanan darah :

    130/80 mmHg

    120/80 mmHg Ada peningkatan sistolik yang

    mungkin disebabkan oleh

    kenaikan suhu tubuh.

    b. Mengapa temperatur tinggi dan tensinya naik?Dalam kasus ini, tekanan darah pada Nona S naik dikarenakan suhu tubuh

    yang meningkat. Setiap kenaikan suhu tubuh sebesar 1C, maka denyut nadi akan

    meningkat sebanyak 8x/menit sehingga tekanan darah juga ikut meningkat.

    Dan ketika suhu tubuh yang meningkat dideteksi oleh thermoreseptor di kulit

    dan membran mukosa kemudian impuls ini akan disampaikan ke pusat pengaturan di

    preotic area yaitu di hipotalamus anterior sebagai pusat penurun suhu. Lalu

    hipotalamus akan menyampaikan impuls saraf yang menstimulasi sistem saraf

    parasimpatis untuk vasodilatasi pembuluh darah kulit di seluruh tubuh.Vasodilatasi

    ini menyebabkan aliran darah menjadi lambat tetapi banyak, curah jantung (CO)menurun, tekanan darah menurun tetapi volume dan aliran darah hangat kekulit

    meningkat sehingga panas tubuh bisa berkurang dan suhu kembali normal.

    6) a. Bagaimana intrepretasi pemeriksaan spesifik nona S?

    Hasil Pemeriksaan

    fisik secara spesifik

    Normal Interpretasi

    petechiae di kaki dan

    tangan (+)

    Tidak ada petechiae di

    kaki dan tangan

    Tidak normal

    Stomatitis (+) Tidak ada Stomatitis Tidak normal

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    9/36

    9

    (+)

    Kemerahan dipipi

    (malar rash) (+)

    Tidak normal tidak normal karena reaksi

    autoimun + fotosensitifitas sinar

    UV

    Bengkak disendi

    tangan dan kaki (+)

    Tidak normal terjadi peradangan daerah sendi

    * memenuhi 4 dari 11 syarat penegakkan diagnosis SLE berdasarkan ACR (American

    College of Rheumatology)

    b. Bagaimana patogenesis dari bengkak di sendi & siku?

    Kompleks imun mengendap sel T masuk membran synovial terbentuk pannus

    (elemen dekstruktif pada arthritis) menghancurkan sendi

    7) a. Bagaimana intrepretasi pemeriksaan laboratorium?

    Hasil Pemeriksaan

    laboratorium

    Normal Interpretasi

    Hb: 8,5 gr % 11,516,5 gr/dl Anemia

    WBC : 2600/mm3 500010.000/mm3 Leucopenia

    Trombosit: 40.000 150.000

    400.000/mm3

    Reaksi autoimun terjadi

    reaksi imun kompleks sistemik

    trombosit mudah pecah danrusak Trombositopenia

    Rt (Retikulosit) : 7 % 0,5-1,5 % atau

    tidak terdapat

    retikulosit

    Tidak normal menjadi penyebab

    lisis pada eritrosit / anemia.

    LED : 105mm/hour 020 mm/hour) Tidak normal / terjadi

    peningkatan laju endap darah

    berarti sudah terjadi inflamasi

    yang sangat akut

    Ureum 36 mg/dl 20-40 mg/dl Normal

    Aktivasi kom lemen C 5 a

    Permeabilitas vaskular meningkat Menarik sel PMN yang

    memfagositosis ANA

    Degranulasi mast cell dan

    pembebasan radikal O2, leukotrin,

    enzim lisosomal, prostaglandin,

    collagenous, dan stromlysin

    Inflamasi dan kerusakan jaringan

    (erosi rawan sendi dan tulang)

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    10/36

    10

    Kreatinin 1,2 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl Normal

    Dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat didiagnosis bahwa Nona S juga menderita

    pansitopenia

    b. Apa gambaran umum dari penyakit yang di derita Nona S?

    Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit otoimun yang terjadi karena

    produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan

    manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan

    ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik

    diselangi episode remisi.

    Etiologi

    Genetik, lingkungan hormon dianggap sebagai etiologi SLE, yang mana ketiga

    faktor saling terkait erat. Faktor lingkungan dan hormon berperan sebagai pencetus

    penyakit pada invidu peka genetik. Faktor lingkungan yang di anggap sebagai

    pencetus antara lain infeksi, sinar ultraviolet, pemakaian obat2 an, stres mental

    maupun fisik.

    Berbagai gen di duga berperan pada SLE. Sehingga manifestasi klinis SLE sangat

    heterogen. Perbedaan gen berperan pada manifestasi SLE. HLADR2 lebih

    menunjukkan gejala lupus nefritis yang menonjol, sedangkan pada HLA-DR3 lebih

    menunjukkan gejala muskuloskeletal.

    Patogenesis

    Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi Proses diawali dengan

    faktor pencetus yang ada di lingkunagan, dapat pula infeksi, sinar ultraviolet ataubahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respons imun di dalam tubuh

    yaitu

    1. Sel T dan B menjadi otoreaktif

    2. Pembentukan sitokin yang berlebihan

    3. Hilangnya regulator kontrol pada sisitem imun, antara lain

    1. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun sitokin

    di dalam tubuh

    2. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis

    3.

    Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karenaadanya mimikri molekul

    Akibat proses tersebut , maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam tubuh

    yang di sebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi2 yang membentuk

    kompleks imun . kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan /organ yang

    akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan

    Antibodi2 yang terbentuk pada SLE sangat banyak, antara lain Antinuclear

    antibodi (ANA), anti double staranded DNA (ds DNA), anti-ss A (Ro), anti-ss B

    (La), antiribosomal P antibody, anti Sm, sd-70

    Selain itu hilangnya kontrol sistem imun pada patogenesis lupus juga diduga

    berperan pada timbulnya gejala klinis pada SLE.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    11/36

    11

    Diagnosis

    Tabel 1. KriteriaAmerican College of Rheumatology untukSLE

    Kriteria Definisi

    Ruam malar Ruam kemerahan pada pipi, biasanya tidak mengenai lipatannasolabial (hidung-bibir)

    Ruam discoid Ruam kemerahan yang meninggi dengan lapisan kulit kering di

    atasnya.

    Fotosensitivitas Ruam kulit yang timbul akibat terkena sinar matahari.

    Sariawan Timbul sariawan di mulut atau tenggorok, biasanya tidak nyeri.

    Artritis Nyeri sendi pada setidaknya dua sendi disertai dengan

    pembengkakan, merah, dan penumpukan cairan.

    Serositis Nyeri saat menarik napas, kelainan pada suara napas saat Anda

    menarik napas (diperiksa oleh dokter), dan kelainan pada EKG

    (rekam jantung).

    Kelainan ginjal Air seni berbusa atau berdarah

    Kelainan saraf Kejang atau perubahan kepribadian tiba-tiba tanpa penyebab

    yang jelas.

    Kelainan darah Anemia, dapat diikuti dengan berkurangnya jumlah sel darah

    putih dan trombosit.

    Kelainan

    imunologi

    Terdapat antibodi lain yang seharusnya tidak terdapat dalam

    tubuh (diperiksa oleh dokter).

    ANA

    (antinuclear

    antibody)

    Terdapat antibodi terhadap inti sel yang seharusnya tidak

    terdapat dalam tubuh.

    Jika memenuhi 4 dari 11 kriteria di atas baik bersamaan maupun bertahap, maka

    pasien didiagnosis positif menderita SLE.

    c. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?

    Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LESAntimalaria

    Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO sebagai garam sulfat (maksimal 400

    mg/hari)

    Kortiko-steroid

    Prednison

    Dosis harian(1 mg/kg/hari); prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5

    mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah harian (0.5

    mg/kg)/hari yg digunakan bersama methylprednisolone dosis tinggi intermitten

    (30 mg/kg/dosis, maksimum mg) per minggu

    Obat imuno-supresif

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    12/36

    12

    Siklofosfamid

    500-750 mg/m2

    IV 3 kali sehari selama 3 minggu. maksimal 1 g/m2. Harus

    diberikan IV dengan infus terpasang, dan dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14

    hari mengikuti setiap dosis (lekosit dimaintenance > 2000-3000/mm3)

    Azathioprine

    1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari

    Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)

    Naproxen

    7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 500-1000 mg/hari

    Tolmetin

    15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 1200-1800 mg/hari

    Diclofenac

    < 12 tahun : tak dianjurkan

    > 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari

    Suplemen Kalsium dan vitamin DKalsium karbonat

    < 6 bulan : 360 mg/hari

    6-12 bulan : 540 mg/hari

    1-10 bulan : 800 mg/hari

    11-18 bulan : 1200 mg/hari

    Calcifediol

    < 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu

    > 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu

    Anti-hipertensi

    Nifedipin

    0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap 4-8 jam.

    Enalapril

    0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu,

    maksimum 0.5 mg/kg/hari

    Propranolol

    0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam 3-7 hari

    dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari

    d. Apa komplikasi dari kasus ini?

    Komplikasi LES pada anak meliputi:

    Hipertensi (41%)Gangguan pertumbuhan (38%)

    Gangguan paru-paru kronik (31%)

    Abnormalitas mata (31%)

    Kerusakan ginjal permanen (25%)

    Gejala neuropsikiatri (22%)

    Kerusakan muskuloskeleta (9%)

    Gangguan fungsi gonad (3%).

    e. Bagaimana diagnosis banding dalam kasus ini?1. Rheumatoid Arthritis

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    13/36

    13

    Pasien SLE sering mengeluh mengalami peradangan di arthtritis, pola ini mirip

    RA walaupun tidak simetris.

    2. Antiphospolipid sindrom

    3. Systemic Sclerosis

    Fenomena raynaud hadir pada semua penderita sistemik sclerosis tapi padapenderita SLE fenomena raynaud juga ditemukan tetapi tidak membisul.

    4. MCTD ( mixed connective tissue damage)

    Dicirikan sebagai kombinasi manifestasi serupa pada SLE

    5. Adults still disease

    Manifestasi hamper mirip dengan SLE

    g. Apa prognosis dari kasus ini?

    LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab kematian

    dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi maligna,

    kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Insidens LES pada anak secarakeseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang terjadi

    pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena

    dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan

    usia.Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih

    tinggi dibandingkan dengan penduduk berkulit putih.

    IV.HIPOTESIS

    Nona S, 17 tahun menderita SLE yang disertai dengan pansitopenia yang disebabkan

    oleh reaksi autoimun.

    V. KERANGKA KONSEP

    Genetik Drug-

    Lingkungan Hormon

    Clearance apoptosis cell

    Mutasi HLA-D

    Gangguan MHC kelas II

    AutoantigenTerbentuknya bleb

    Apoptosis abnormal

    Dibawa ke sel

    Kegagalan self-tolerance

    Dibaca oleh APC

    Dibawa ke sel

    Pengeluaran anti-nuclear & anti-

    SitokinSinar UV

    SLE

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    14/36

    14

    VI.LEARNING ISSUES & KETERBATASAN PENGETAHUAN

    1. SLE (Systemic Lupus Erithomatosus)

    2. Anatomi Rongga Hidung

    3. Anatomi Sendi Tangan dan Kaki

    4. Pemeriksaan Fisik

    5. Pemeriksaan Spesifik

    6. Pemeriksaan Laboratorium

    7. Pansitopenia

    Learning Issue What I know What I dont know What I have to

    prove

    Source

    1. SLE Definisi

    Etiologi

    Gejala

    Mekanisme

    terjadinya gejala

    Patogenesis

    Pemeriksaan fisik

    Pemeriksaan

    penunjang

    Nona S menderita

    SLE

    Text-

    book &

    journal2. Anatomi rongga Anatomi Kapiler-kapiler Hubungan SLE

    Merusak DNA sel

    Kompleks

    DNA-

    Malar rash

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    15/36

    15

    hidung (batas

    hidung dan

    kapiler)

    rongga hidung

    secara umum

    Batas batas

    permukaan

    hidung

    dengan gejala

    epistaksis yang

    terjadi pada nona

    S

    3.

    Anatomi sendikaki dan tangan

    (artikulatio dan

    kapiler darah)

    Anatomi sendikaki dan

    tangan secara

    umum

    Kapiler-kapiler

    Anatomi sendi

    secara detail.

    Hubungan SLEdengan nyeri

    sendi pada tangan

    dan kaki

    4. Pemeriksaanfisik

    Definisi Cara

    Pemeriksaan

    Interpretasi

    Hasil pemeriksaan

    fisik dengan

    gejala SLE

    5. PemeriksaanSpesifik

    Definisi Cara

    pemeriksaan

    interpretasi

    Hasil pemeriksaan

    spesifik dengan

    gejala SLE

    6. PemeriksaanLab

    Definisi Cara

    Pemeriksaan

    Interpretasi

    Hasil pemeriksaan

    lab dengan gejala

    SLE

    7. Pansitopenia Definisi Penyebab

    Patogenesis

    Hubungan SLE

    dengan terjadinya

    pansitopenia pada

    Nona S

    BAB III

    SINTESIS

    1. SLE (Systemic Lupus Erithomatosus)Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit otoimun yang terjadi karena

    produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan

    manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai

    oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi

    episode remisi.

    Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%.

    Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja.

    Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat

    seiring dengan pertambahan usia.

    Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi

    dibandingkan dengan penduduk berkulit putih.

    Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit

    diduga, tidak dapat diobati, dan sering berakhir dengan kematian. Kelainan tersebutmerupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologik, seperti disregulasi sistem imun,

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    16/36

    16

    pembentukan kompleks imun dan yang terpenting ditandai oleh adanya antibodi

    antinuklear, dan hal tersebut belum diketahui penyebabnya. yang berkaitan dengan

    manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai

    oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi

    episode remisi.Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang

    seluruh tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh,

    penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi

    overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak

    antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh

    sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan

    kekebalan tubuh berlebihan).

    Pada penderita penyakit lupus, antibodi yang berlebihan bisa masuk ke seluruh jaringan

    dengan dua cara yaitu :

    Pertama, antibodi bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah

    merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya

    kekurangan sel darah merah atau anemia.

    Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi),

    membentuk ikatan yang disebut kompleks imun, yaitu gabungan antibodi dan antigen

    mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan

    menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-

    sel radang (fagosit) Tetapi, dalam keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi

    dengan baik. Malah sel-sel radang tadi bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim,

    yang menimbulkan peradangan di sekitar kompleks. Hasilnya, proses peradangan akanberkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya,

    hal ini akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam jangka

    panjang fungsi organ tubuh akan terganggu.

    Jenis penyakit Lupus ini memiliki tiga macam bentuk, yang pertama yaitu Cutaneus

    Lupus, seringkali disebut discoid yang memengaruhi kulit. Kedua, Systemic Lupus

    Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru,

    darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan syaraf. Ketiga, Drug Induced

    Lupus (DIL), timbul karena menggunakan obat-obatan tertentu. Setelah pemakaian

    dihentikan, umumnya gejala akan hilang dan biasanya odipus (orang hidup dengan

    lupus) akan menghindari hal-hal yang dapat membuat penyakitnya kambuh dengan :

    1.Menghindari stress

    2.Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari

    3.mengurangi beban kerja yang berlebihan

    4.menghindari pemakaian obat tertentu.

    PATOGENESIS

    Etiologi penyakit LES masih belum terungkap dengan pasti tetapi diduga

    merupakan interaksi antara faktor genetik, faktor yang didapat dan faktor lingkungan.

    Gangguan imunitas yang ditandai oleh persistensi limfosit B dan T yang bersifat

    autoreaktif. Autoantibodi yang terbentuk akan berikatan dengan autoantigen

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    17/36

    17

    membentuk kompleks imun yang mengendap berupa depot dalam jaringan.

    Akibatnya akan terjadi aktivasi komplemen sehingga terjadi reaksi inflamasi yang

    menimbulkan lesi di tempat tersebut.

    Faktor keluarga yang kuat terutama pada keluarga dekat. Resiko meningkat 25-

    50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic, diduga menunjukkankaitannya dengan faktor genetik. Penyakit lupus disertai oleh petanda penyakit

    genetik seperti defisiensi herediter komplemen (seperti C1q, C1r, C1s, C4 dan C2)

    dan imunoglobulin (IgA), atau kecenderungan jenis fenotip HLA (-DR2 dan -

    DR3). Faktor imunopatogenik yang berperan dalam LES bersifat multipel,

    kompleks dan interaktif.

    Jumlah sel B meningkat pada pasien dengan lupus yang aktif dan menghasilkan

    peningkatan kadar antibodi dan hipergamaglobulinemia.Jumlah sel B yang

    memproduksi IgG di darah perifer berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Aktivasi

    sel B poliklonal disebabkan oleh antigen eksogen, antigen yang merangsang

    proliferasi sel B atau abnormalitas intrinsik dari sel B. Antibodi IgG anti-dsDNA

    dengan afinitas tinggi juga merupakan karakteristik, yang disebabkan oleh

    hipermutasi somatik selama aktivasi sel B poliklonal yang diinduksi oleh faktor

    lingkungan seperti virus atau bakteri.

    Selain memproduksi autoantibodi, sel B juga mempengaruhi presentasi antigen

    dan respon diferensiasi sel Th. Gangguan pengaturan produksi autoantibodi

    disebabkan gangguan fungsi CD8+, natural killer cell dan inefisiensi jaringan

    idiotip-anti idiotip. Imunoglobulin mempunyai struktur tertentu pada bagian

    determinan antigenik yang disebut idiotip, yang mampu merangsang respons

    pembentukan antibodi anti idiotip. Sebagai respons tubuh terhadap peningkatankadar idiotip maka akan dibentuk anti idiotip yang bersifat spesifik terhadap

    berbagai jenis struktur determin antigen sesuai dengan jenis idiotip yang ada.

    Secara teoritis mungkin saja salah satu dari anti idiotip mempunyai sifat spesifik

    antigen diri hingga dengan pembentukan berbagai anti idiotip dapat timbul

    aktivitas autoimun. Persistensi antigen dan antibodi dalam bentuk kompleks imun

    juga disebabkan oleh pembersihan yang kurang optimal dari sistem

    retikuloendotelial. Hal ini disebabkan antara lain oleh kapasitas sistem

    retikuloendotelial dalam membersihkan kompleks interaksi antara autoantibodi

    dan antigen yang terlalu banyak. Dengan adanya kadar autoantibodi yang tinggi,

    pengaturan produksi yang terganggu dan mekanisme pembersihan kompleks imun

    yang terganggu akan menyebabkan kerusakan jaringan oleh kompleks imun.

    Selama perjalanan penyakit lupus tubuh membuat beberapa jenis autoantibodi

    terhadap berbagai antigen diri. Di antara berbagai jenis autoantibodi yang paling

    sering dijumpai pada penderita lupus adalah antibodi antinuklear (autoantibodi

    terhadap DNA, RNA, nukleoprotein, kompleks protein-asam nukleat). Umumnya

    titer anti DNA mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit lupus.

    Beberapa antibodi antinuklear mempunyai aksi patologis direk, yaitu bersifat

    sitotoksik dengan mengaktifkan komplemen, tetapi dapat juga dengan

    mempermudah destruksi sel sebagai perantara bagi sel makrofag yang mempunyai

    reseptor Fc imunoglobulin. Contoh klinis mekanisme terakhir ini terlihat sebagai

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    18/36

    18

    sitopenia autoimun. Ada pula autoantibodi tertentu yang bersifat membahayakan

    karena dapat berinteraksi dengan substansi antikoagulasi, diantaranya

    antiprotrombinase, sehingga dapat terjadi trombosis disertai perdarahan. Antibodi

    antinuklear telah dikenal pula sebagai pembentuk kompleks imun yang sangat

    berperan sebagai penyebab vaskulitis. Autoantibodi pada lupus tidak selalu berperan pada patogenesis ataupun bernilai

    sebagai petanda imunologik penyakit lupus. Antibodi antinuklear dapat ditemukan

    pada bukan penderita lupus, atau juga dalam darah bayi sehat dari seorang ibu

    penderita lupus. Selain itu diketahui pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat

    ditularkan secara pasif dengan serum penderita lupus.

    Adanya keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis LES didasarkan pada

    adanya kompleks imun pada serum dan jaringan yang terkena (glomerulus renal,

    tautan dermis-epidermis, pleksus koroid) dan aktivasi komplemen oleh kompleks

    imun menyebabkan hipokomplemenemia selama fase aktif dan adanya produk

    aktivasi komplemen.

    Beberapa kompleks imun terbentuk di sirkulasi dan terdeposit di jaringan,

    beberapa terbentuk insitu (suatu mekanisme yang sering terjadi pada antigen

    dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA). Komponen C1q dapat terikat langsung

    pada dsDNA dan menyebabkan aktivasi komplemen tanpa bantuan autoantibodi.

    Kompleks imun menyebabkan lesi inflamasi melalui aktivasi kaskade komplemen.

    Akibatnya terdapat faktor kemotaktik (C3a, C5a), adanya granulosit dan makrofag

    sehingga terjadi inflamasi, seperti vaskulitis. Beberapa faktor terlibat dalam

    deposit kompleks imun pada LES, antara lain banyaknya antigen, respon

    autoantibodi yang berlebih dan penurunan pembersihan kompleks imun karenainefisiensi atau kelelahan sistem retikuloendotelial. Penurunan fungsi ini dapat

    disebabkan oleh penurunan reseptor komplemen CR1 pada permukaan sel. Pada

    lupus nefritis, lesi ginjal mungkin terjadi karena mekanisme pertahanan di daerah

    membran basal glomerulus, yaitu ikatan langsung antara antibodi dengan

    membran basal glomerulus, tanpa intervensi kompleks imun.

    Pasien dengan LES aktif mempunyai limfositopenia T, khususnya bagian CD4+

    yang mengaktivasi CD8+ (T supressor) untuk menekan hiperaktif sel B. Terdapat

    perubahan (shift) fenotip sitokin dari sel Th0 ke sel Th2. Akibatnya sitokin

    cenderung untuk membantu aktivasi sel B melalui IL-10, IL-4, IL-5 dan IL-6.

    Autoantibodi yang terdapat pada LES ditujukan pada antigen yang terkonsentrasi

    pada permukaan sel apoptosis. Oleh karena itu abnormalitas dalam pengaturan

    apoptosis mempunyai peranan penting dalam patogenesis LES. Pada LES terjadi

    peningkatan apoptosis dari limfosit. Selain itu, terjadi pula persistensi sel

    apoptosis akibat defek pembersihan (clearance). Kadar C1q yang rendah

    mencegah ambilan sel apoptosis oleh makrofag. Peningkatan ekspresi Bcl-2 pada

    sel T dan protein Fas pada CD8+ mengakibatkan peningkatan apoptosis dan

    limfositopenia.

    Meskipun hormon steroid (sex hormone) tidak menyebabkan LES, namun

    mempunyai peranan penting dalam predisposisi dan derajat keparahan penyakit.

    Penyakit LES terutama terjadi pada perempuan antara menarche dan menopause,

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    19/36

    19

    diikuti anak-anak dan setelah menopause. Namun, studi oleh Cooper dkk

    menyatakan bahwa menarche yang terlambat dan menopause dini juga dapat

    mendapat LES, yang menandakan bahwa pajanan estrogen yang lebih lama bukan

    risiko terbesar untuk mendapat LES.

    Adanya defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatan hormon estrogenmerupakan karakteristik pada LES. Anak-anak dengan LES juga mempunyai

    kadar hormon FSH (Follicle-stimulating hormone), LH (Luteinizing hormone) dan

    prolaktin yang meningkat. Pada perempuan dengan LES, juga terdapat

    peningkatan kadar 16 alfa hidroksiestron dan estriol. Frekuensi LES juga

    meningkat saat kehamilan trimester ketiga dan postpartum. Pada hewan percobaan

    hormon androgen akan menghambat perkembangan penyakit lupus pada hewan

    betina, sedangkan kastrasi prapubertas akan mempertinggi angka kematian

    penderita jantan.

    Fakta bahwa sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui faktor predisposisi

    genetiknya belum dapat diungkapkan secara jelas, menunjukkan faktor lingkungan

    juga berpengaruh. Infeksi dapat menginduksi respon imun spesifik berupa

    molecular mimicry yang mengacau regulasi sistem imun.

    Gambaran klinis

    Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang tidak

    spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat badan

    menurun.

    Manifestasi sistem muskulo skeletal

    Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang di tandai

    dengan sendi yang bengkok, kemerahan yang kadanga kadang disertai efusi, sendi sendi

    yang sering tekena antara lain sendi jari2 tangan, siku, bahu, dan lutut. Artritis pada SLE

    kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah artritis pada SLE sifatnya

    nonerosif

    Sistem mukokutaneus

    1. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE,

    yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di

    tandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di

    pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular, fotosensitif,

    papulodermatitis, bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut

    kutaneus ini bersifat fotosensitif

    2. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema , psoriatik LE,

    pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat

    hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh tanpa meninggalkan

    scar.

    3. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa bercak

    kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekuren

    pada lesi yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    20/36

    20

    hiperpigmentasi pada daerah tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang

    sering menimbulkan kebotakan yang irreversible. Daun telinga leher , lengan dan

    wajah juga sering terkena panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan

    inflamasi pada lapisan bawah dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran

    klinisnyaberupa nodul yang sangat dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm.Hanya di temukan sekitar 2 % pada penderita SLE

    4. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70% pasien .

    manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena

    . bentuknya bermacam macam antara lain :

    1. Urtikaria

    2. Ulkus

    3. Purpura

    4. Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan epidermal junction

    5. Splinter hemorrhage

    6.

    Eritema periungual

    7. Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan

    8. Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai .pada umumnya biopsi pada

    tempat ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis

    9. Raynould phenomenon. Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini adanya

    vasospasme, yang di tandai dengan sianosis yang berubah menjadi bentuk kemerahan

    bila terkena panas. Kadanga disertai dengan nyeri. Raynould phenomenon ini sangat

    terkait dengan antibodi U1 RNP

    10. Alopesia. Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan aktifitas

    penyakitbiasnya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut. Kerontokan rambutbiasanya di mulai pada garis rambut depan. Pada keadaan tertentu bisa menimbulkan

    alopecia yang menetap di sebabkan oleh diskoid lupus yang meninggalkan jaringan

    parut

    11. Sklerodaktili. Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan

    pada tangan akibat dari perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi pada 7% pasien

    12. Nodul rheumatoid. Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan adanya

    reumatoid like artritis

    13. Perubahan pigmentasi. Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang

    terpapar sinar matahari

    14. Kuku. Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada kutikula kuku

    15. Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum molle atau durum

    mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri

    Gambaran histopatologis kutaneus lupus yaitu didapatkannya kompleks imn yang

    berbentuk seperti pita pada daerah epidermal junction (lupus band)

    Manifestasi pada paru

    Dapat berupa pnemonitis, pleuritis, atau pun pulmonary haemorrhage, emboli paru,

    hipertensi pulmonal, pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi pleura, atau friction

    rub pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang di jumpai biasanya jernih dengan kadar

    protein

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    21/36

    21

    Manifestasi pada jantung

    Dapat berupa perikarditis, efusi perkardium, miokarditis, endokarditis, kelainan katup

    penyakit koroner, hipertensi , gagal jantung , dan kelainan konduksi. Manifestasi jantung

    tersering adalah kelainan perikardium berupa perikarditis dan efusi perikardium 66%,yang jarang menimbulkan komplikasi tamponade jantung, menyusul kelainan

    miokardium berupa miokarditis yang di tandai dengan pembesaran jantung dan

    endokardium berupa endokarditis yang di kenal dengan nama Libmn Sachs endokarditis,

    sering sekali asimptomatis tanpa di sertai dengan bising katup. Yang sering terkena

    adalah katup mitral dan aorta

    Manifestasi hematologi

    Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah bentuk anemia karena penyakit

    kronis, anemia hemolitik autoimun hanya di dapatkan pada 10 % penderita. Selain

    anemia juga dapat di jumpai leukopenia, limphopenia, nitropenia, trombopenia

    Manifestasi pada ginjal

    Dikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai hampir 50 % dan

    melibatkan kelainan glomerulus. Gambaran klinisnya bervariasi dengan tergantung

    derajat kerusakan pada glomerulus dapat berupa hematuri, protein uria, seluler cast,.

    Berdasarkan kriteria WHO secara histopatologi di bedakan menjadi 5 klas. Sebanyak

    0,5% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronis. Lupus nefritis ini merupakan

    petanda prognosis jelek

    Manifestasi sistem gastrointestinal

    Dapat berupa hepatosplenomegali non spesifik, hepatitis lupoid, keradangan sistem

    saluran makanan (lupus gut), kolitis

    Manifestasi klinis pada sistem saraf pusat

    Juga sangat bervariasi, mulai dari depresi sampai psikosis, kejang, stroke, dan lain2.

    Untuk memudahkan diagnosis American College Rheumatology mengelompokkan

    menjadi 19 sindrom. Gambaran klinis lupus serebral di kelompokkan dalam 3 bagian

    yaitu fokla, difus, dan neuropsikiatrik.

    KLASIFIKASI

    Kriteria klasifikasi LES mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh American

    College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982 dan dimodifikasi pada tahun

    1997.

    Kriteria diagnosis pada anak berdasarkan kriteria tersebut mempunyai sensitivitas

    96% dan spesifisitas 100%.

    Meskipun sebagian besar penderita LES mempunyai ANA, namun titer yang

    rendah atau moderat mempunyai spesifisitas yang rendah. Sedangkan penderita

    yang mempunyai antibodi terhadap dsDNA dan Sm hampir pasti juga mempunyai

    ANA.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    22/36

    22

    Kriteria klasifikasi lupus eritematosus sistemik

    Kriteria ACR 1982 Kriteria ACR 1997

    Ruam malar (butterfly)

    Ruam lupus diskoidFotosensitivitas

    Ulserasi mukokutaneus oral atau

    nasal

    Artritis nonerosif

    Nefritis

    Proteinuria > 0,5 gr/hari

    Sel silinder

    Ensefalopati

    Seizure

    Psikosis

    Pleuritis atau perikarditis

    Sitopenia

    Imunoserologi positif

    Antibodi terhadap dsDNA

    Antibodi terhadap nuklear antigen

    Sm

    Sediaan sel LE positif

    Uji biologis positif palsu untuk

    sifilis

    Uji antibodi antinuklear positif

    Ruam malar (butterfly)

    Ruam lupus diskoidFotosensitivitas

    Ulserasi mukokutaneus oral atau nasal

    Artritis nonerosif

    Nefritis

    Proteinuria > 0,5 gr/hari

    Sel silinder

    Ensefalopati

    Seizure

    Psikosis

    Pleuritis atau perikarditis

    Sitopenia

    Imunoserologi positif

    Antibodi terhadap dsDNA

    Antibodi terhadap nuklear antigen Sm

    Antibodi antifosfolipid positif,

    berdasar :

    1. antibodi antikardiolipin IgG atau

    IgM

    2.

    antikoagulan lupus3. uji serologi positif palsu untuk sifilis

    selama 6 bulan, dikonfirmasi dengan

    uji imobilisasi Treponema pallidum

    atau uji absorpsi antibodi treponemal

    fluorescent

    Uji antibodi antinulkear positif

    (Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)

    GEJALA KLINIK/SYMPTOM

    Kulit: sebesar 2 sampai 3% lupus discoid terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Sekitar

    7% Lupus diskoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun, sehingga perlu dimonitor

    secara rutin Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear

    (ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan.

    Serositis (pleuritis dan perikarditis): gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan

    pemeriksaan fisik dan radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial.

    Ginjal: Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus nefritis.

    Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya LES.

    Berdasarkan klasifikasi WHO, urutan jenis lupus nefritis yang terjadi pada anak

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    23/36

    23

    berdasarkan prevalensinya adalah: (1) Klas IV, diffuse proliferative glomerulonephritis

    (DPGN) sebesar 40%-50%; (2) Klas II, mesangial nephritis (MN) sebesar 15%-20%; (3)

    Klas III, focal proliferative (FP) sebesar 10%-15%; dan (4) Klas V, membranous pada >

    20%.

    Hematologi: Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia,trombositopenia, dan lekopenia.

    Pneumonitis interstitialis: Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit

    dikenali dan sering tidak dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai

    tahap lanjut.

    Susunan Saraf Pusat (SSP): Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral

    global dengan kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan

    kehilangan memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi

    ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan metabolik. Trombosis vena serebralis bisanya

    terkait dengan antibodi antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga,

    konfirmasi dengan CT Scan perlu dilakukan.

    Arthritis: Dapat terjadi pada lebih dari 90% anak dengan LES. Umumnya simetris,

    terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap

    terapi dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Berbeda dengan JRA,

    arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional dengan hasil

    pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya

    perubahan pada tulang sendi.Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun

    kemudian dapat menjadi LES.

    Fenomena Raynaud: Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dankembali hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah

    dan aktivasi komplemen lokal.

    PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSIS

    1. Tidak ada gejala atau tanda-tanda tunggal yang cukup untuk menegakkan

    diagnosa. Bila seorang anak diduga LES pemeriksaan laboratorium yang dapat

    dilakukan meliputi pemeriksaan indikator inflamasi, uji autoantibodi (khususnya

    ditujukan pada antigen nuklear), pemeriksaan untuk evaluasi keterlibatan organ

    dan pemeriksaan untuk memantau efek terapi, termasuk toksisitas obat.

    2. Secara umum anjuran pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah Analisis darah

    tepi lengkap (darah besar dan LED), Sel LE, Antibodi antinuclear (ANA), Anti-

    dsDNA (anti DNA natif), Autoantibodi lain (anti SM, RF, antifosfolipid,

    antihiston, dll), Titer komplemen C3, C4 dan CH50, Titer IgM, IgG, IgA,

    Krioglobulin, Masa pembekuan, Serologi sifilis (VDRL), Uji Coombs,

    Elektroforesis protein, Kreatinin dan ureum darah, Protein urin (total protein

    dalam 24 jam), Biakan kuman, terutama dalam urin dan foto rontgen dada.

    3. Mengingat banyaknya pemeriksaan yang dilakukan bila tidak terdapat berbagai

    macam komplikasi atau karena pertimbvangan biaya maka maka dapat dilakukan

    permeriksaan awal yang penting seperti darah lengkap dan hitung jenis, trombosit,

    LED, ANA, urinalisis, sel LE dan antibodi anti-ds DNA.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    24/36

    24

    4. Berbagai kriteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang

    paling banyak dianut adalah kriteria menurut American College of Rheumatology

    (ACR) (Tabel 30-7). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari

    11 kriteria ACR tersebut.

    Kriteria diagnosis lupus menurut ACR (American College of Rheumatology)*

    No Kriteria Definisi

    1 Bercak malar

    (butterfly rash)

    Eritema datar atau menimbul yang menetap di daerah

    pipi, cenderung menyebar ke lipatan nasolabial

    2 Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul dengan adherent

    keratotic scaling dan follicular plugging, pada lesi

    lama dapat terjadi parut atrofi

    3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar

    matahari, pada anamnesis atau pemeriksaan fisik4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri

    5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian

    perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau

    efusi

    6 Serositif a. Pleuritis

    Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction

    rub atau terdapat efusi pleura pada pemeriksaan fisik

    atau

    b. Perikarditis

    Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial

    friction rub atau terdapat efusi perikardial pada

    pemeriksaan fisik

    7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan

    +3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan

    atau

    b. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau

    campuran

    8 Gangguan saraf Kejang

    Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik

    (uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan

    elektrolit)

    atau

    Psikosis

    Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik

    (uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan

    elektrolit)

    9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah

    Anemia hemolitik dengan retikulositosis

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    25/36

    25

    Leukopenia < 4000/mm3

    pada > 1 pemeriksaan

    Limfopenia < 1500/mm3

    pada > 2 pemeriksaan

    Trombositopenia < 100.000/mm3

    tanpa adanya

    intervensi obat

    10 Gangguanimunologi

    Terdapat salah satu kelainanAnti ds-DNA diatas titer normal

    Anti-Sm(Smith) (+)

    Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan

    kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang

    abnormal

    antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes

    standar

    tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan

    dikonfirmasi dengan ditemukannya Treponema

    palidum atau antibodi treponema

    11 Antibodi

    antinuklear

    Tes ANA (+)

    *Empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas

    (Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)

    KOMPLIKASI

    Komplikasi LES pada anak meliputi:

    Hipertensi (41%)

    Gangguan pertumbuhan (38%)

    Gangguan paru-paru kronik (31%)

    Abnormalitas mata (31%)

    Kerusakan ginjal permanen (25%)

    Gejala neuropsikiatri (22%)

    Kerusakan muskuloskeleta (9%)

    Gangguan fungsi gonad (3%).

    PENATALAKSANAAN

    Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan

    organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang

    sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan

    serologis. Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter laboratorium

    yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.

    Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps.

    Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orang tua dan anak

    penting dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi dan

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    26/36

    26

    konseling memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani penyakit

    multisistem pada anak dan remaja, dan harus meliputi ahli reumatologi anak,

    perawat, petugas sosial dan psikologis. Nefrologis perlu dilibatkan pada awal

    penyakit untuk pengamatan yang optimal terhadap komplikasi ginjal. Demikian

    pula keterlibatan dermatologis dan nutrisionis juga diperlukan. Perpindahan terapike masa dewasa harus direncanakan sejak remaja.

    Diet seimbang dengan masukan kalori yang sesuai. Dengan adanya kenaikan berat

    badan akibat penggunaan obat glukokortikoid, maka perlu dihindari makanan

    junk food atau makanan mengandung tinggi sodium untuk menghindari

    kenaikan berat badan berlebih. Penggunaan tabir surya dengan kadar SPF lebih

    dari 15 perlu diberikan pada anak jika berada di luar rumah, karena dapat

    melindungi dari sinar UVB. Pencegahan infeksi dilakukan dengan cara imunisasi,

    karena risiko infeksi meningkat pada anak dengan LES. Pemberian antibiotik

    sebagai profilaksis harus dihindari dan hanya diberikan sesuai dengan hasil kultur.

    Terdapat beberapa patokan untuk penatalaksanaan infeksi pada penderita lupus,

    yaitu 1) diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit infeksi, terutama infeksi

    bakterial, 2) sebelum dibuktikan penyebab lain, demam disertai leukositosis

    (leukosit >10.000) harus dianggap sebagai gejala infeksi, 3) gambaran radiologi

    infiltrat limfositik paru harus dianggap dahulu sebagai infeksi bakterial sebelum

    dibuktikan sebagai keadaan lain, dan 4) setiap kelainan urin harus dipikirkan dulu

    kemungkinan pielonefritis

    . Lupus diskoid

    Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim luocinonid

    5% lebih efektif dibadingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan

    hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.

    Serositis lupus (pleuritis, perikarditis)

    Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal),

    antimalaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.

    Arthritis lupus

    Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan pengawasan

    ketat terhadap gangguan ginjal dan antimalaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia

    dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin).

    Miositis lupus

    Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison dosis 1-2

    mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai normal,

    dosis di tapering offsecara hati-hati dalam 2-3 tahun sampai mencapai dosis efektif

    terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian

    harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5

    mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg), metrotreksat atau azathioprine.

    Fenomena Raynaud

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    27/36

    27

    Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin; alfa 1

    adrenergic-receptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.

    Lupus nefritis

    Tidak ada terapi khusus pada klas I dari klasifikasi WHO. Lupus nefritis kelas II

    (mesangial) mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi minimal.Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karena menggambarkan perubahan status

    penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis kelas III (focal proliferative

    Nefritis/FPGN) memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN, khususnya

    bila ada lesi focal necrotizing. Pada Lupus nefritis kelas IV (DPGN) kombinasi

    kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena ternyata lebih baik dibandingkan bila

    hanya dengan prednison. Siklofosfamid intravena telah digunakan secara luas baik

    untuk DPGN maupun bentuk lain dari lupus nefritis. Azatioprin telah terbukti

    memperbaiki outcomejangka panjang untuk tipe DPGN. Prednison dimulai dengan

    dosis tinggi harian selama 1 bulan, bila kadar komplemen meningkat mencapai

    normal, dosis di tapering offsecara hati-hati selama 4-6 bulan. Siklofosfamid

    intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar

    lekositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkn tergantung

    pada jumlah lekositnya (normalnya 3.000-4.000/ml). Pada Lupus nefritis kelas V

    regimen terapi yang biasa dipakai adalah (1). monoterapi dengan kortikosteroid. (2).

    terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A, (3). sikofosfamid,

    azathioprine,atau klorambusil. Proteinuria sering bisa diturunkan dengan ACE

    inhibitor. Pada Lupus nefritis kelas V tahap lanjut. pilihan terapinya adalah dialisis

    dan transplantasi renal.

    Gangguan hematologisUntuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah

    kortikosteroid, imunoglobulin intravena, anti D intravena, vinblastin, danazol dan

    splenektomi. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimbangkan adalah

    kortikosteroid, siklfosfamid intravena, danazol dan splenektomi.

    Pneumonitis interstitialis lupus

    Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.

    Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting

    Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid

    intravena.

    1. Penggunaan dosis rendah harian kortikosteroid dengan dosis tinggi intermitten

    intravena disertai suplementasi vitamin D dan kalsium bisa mempertahankan

    densitas mineral tulang. Fraktur patologis jarang terjadi pada anak SLE. Resiko

    fraktur bisa dicegah dengan intake kalsium dan program exercise yang lebih baik.

    Melalui program alternate, efek samping steroid pada pertumbuhan bisa

    dikurangi. Sebelum menetapkan efek obat, penyebab endokrin seperti tiroiditis

    dan defisiensi hormon pertumbuhan harus dieksklusi. Nekrosis avaskuler bisa

    terjadi pada 10-15% pasien LES anak yang mendapat steroid dosis tinggi dan

    jangka panjang.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    28/36

    28

    Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LES

    Antimalaria

    Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO sebagai garam sulfat (maksimal 400 mg/hari)

    Kortiko-steroidPrednison

    Dosis harian(1 mg/kg/hari); prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari,

    tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah harian (0.5 mg/kg)/hari yg digunakan

    bersama methylprednisolone dosis tinggi intermitten (30 mg/kg/dosis, maksimum

    mg) per minggu

    Obat imuno-supresif

    Siklofosfamid

    500-750 mg/m2

    IV 3 kali sehari selama 3 minggu. maksimal 1 g/m2. Harus diberikan

    IV dengan infus terpasang, dan dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14 hari mengikuti

    setiap dosis (lekosit dimaintenance > 2000-3000/mm3)

    Azathioprine

    1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari

    Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)

    Naproxen

    7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 500-1000 mg/hari

    Tolmetin

    15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 1200-1800 mg/hariDiclofenac

    < 12 tahun : tak dianjurkan

    > 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari

    Suplemen Kalsium dan vitamin D

    Kalsium karbonat

    < 6 bulan : 360 mg/hari

    6-12 bulan : 540 mg/hari

    1-10 bulan : 800 mg/hari

    11-18 bulan : 1200 mg/hari

    Calcifediol

    < 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu

    > 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu

    Anti-hipertensi

    Nifedipin

    0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap 4-8 jam.

    Enalapril

    0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu,

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    29/36

    29

    maksimum 0.5 mg/kg/hari

    Propranolol

    0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam 3-7 hari

    dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari

    PROGNOSIS

    Penyakit lupus berevolusi secara spontan dengan bangkitan serangan diselingi

    oleh fase remisi, dengan masa dan kualitas yang bervariasi. Menurut Sibley,

    bangkitan diartikan sebagai eksaserbasi atau perkembangan tanda atau keluhan

    baru yang memerlukan perubahan terapi. Fase remisi sebetulnya merupakan

    bentuk klinis yang kurang ganas dengan gangguan predominan pada sendi dan

    kulit. Beberapa faktor telah dikenal dapat menimbulkan bangkitan aktivitas lupus

    di luar masa evolusi spontan, yaitu pajanan sinar ultraviolet, infeksi, beberapa

    jenis obat tertentu seperti misalnya antibiotik yang membentuk siklus aromatik

    (penisilin, sulfa, tetrasiklin), garam emas, fenotiazin, dan antikonvulsan, serta

    kehamilan.

    Pada masa reaktivasi yang mendadak, gambaran penyakit berubah bervariasi dari

    bentuk yang semula jinak dapat menjadi ganas dengan komplikasi viseral.

    Sebaliknya, bentuk yang ganas dapat dikontrol atau seperti sembuh di bawah

    pengobatan.

    LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab

    kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal,

    hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Tetapi

    belakangan ini kematian tersebut semakin menurun karena perbaikan carapengobatan, diagnosis lebih dini, dan kemungkinan pengobatan paliatif seperti

    hemodialisis lebih luas.

    Penyebab kematian lain dapat ditimbulkan oleh efek samping pengobatan,

    misalnya pada penyakit ateromatosa (infark miokard, gagal jantumg, aksiden

    vaskular serebral iskemik) akibat kortikoterapi; atau neoplasma (kanker,

    hemopati) akibat pemakaian obat imunosupresan; atau oleh keadaan defisiensi

    imun akibat penyakit lupus. Frekuensi kejadian ini makin meningkat karena

    harapan hidup (survival) penderita lupus lebih panjang.

    Infeksi dan sepsis merupakan penyebab kematian utama pada lupus, bukan hanya

    akibat kortikoterapi tetapi juga karena defisiensi imun akibat penyakit lupusnya

    sendiri. Pengurangan risiko infeksi hanya dapat dilakukan dengan pencegahan

    terhadap semua sumber infeksi serta deteksi dini terhadap infeksi.

    Secara skematis evolusi penyakit lupus memperlihatkan 2 puncak kejadian

    kematian, yaitu satu puncak prekoks akibat komplikasi viseral yang tidak

    terkontrol, dan satu puncak lain yang lebih jauh akibat komplikasi kortikoterapi.

    Tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%.

    Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama

    10 tahun sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa

    organ tubuhnya secara jangka panjang dan menetap.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    30/36

    30

    Predisposisi Genetik

    Predisposisi genetik merupakan faktor terpenting pada terjadinya LES. Kurang lebih 75

    % LES dari berbagai etnik mempunyai kelompok HLA : DR2, DR3, DR4, atau DR8.

    Beberapa gen pada orang AfrikaAmerika berhubungan dengan LES yaitu Fcy

    reseptor IIA, IIIA dan RHB yang berpredisposisi terjadinya nefritis lupus.Walaupun wanita terbanyak menderita penyakit otoimun akan tetapi pada umumnya

    berbagai penyakit otoimun tidak berbeda tingkat keparahannya dengan laki-laki.

    Hormonal endogenous pada wanita tidak selalu dapat menerangkan terjadinya penyakit

    otoimun akan tetapi faktor-faktor lainnya misal hormonal yang berlebih, faktor

    kromosom X dan Y, faktor khronobiotik dan variasi biologis wanita (kehamilan dan

    menstruasi) merupakan kondisi yang juga dapat menerangkan prevalensi tinggi pada

    wanita.

    Pengaruh Lingkungan

    Pengaruh sinar matahari/ultra violet sebagai faktor yang dapat meningkatkan eksaserbasi

    LES mekanismenya dapat dijelaskan. Dengan cara perubahan pada struktur DNA dermis

    yang akan menginduksi apoptosis keratinosit dan sel lainnya di kulit.

    Beberapa peneliti mengemukakan adanya hubungan antara Ebstein Barr virys (EBV)

    dengan LES. Infeksi EBV akan mengaktivasi sel B limfosit yang secara genetik akan

    membentuk otoantibodi Nuklear antigen pada EBV (EBNA) adalah salah satu molekul

    EBV yang dapat membuat rentetan pada partikel Ro. Disamping itu berbagai partikel

    toksin dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi sistem imun serta respon inflamasi.

    Paparan lingkungan dapat mempengaruhi beberapa tahun sebelum bermanifestasi LES.

    Salah satu contoh paparan dengan silika dapat terjadi 13,6 tahun sebelum manifestasiklinik LES. Berbagai penelitian mengemukakan bahwa terjadinya onset lupus dapat

    terjadi pada dekade ke III dan ke IV.

    Perubahan Sistem Imun pada Lupus

    Ada dua sistem imun yang berpengaruh pada sel T dan sel B untuk pembentukan

    otoantibodi yaitu sistem imun innate dan adaptive. Adanya pengaruh internal dan

    eksternal termasuk infeksi dan berbagai antigen (self antigen) akan mengaktifkan sistem

    innate immunity melalui sel dendritik yang ada di berbagai jaringan tubuh misal di kulit,

    saluran pernapasan, saluran cerna, dan kelenjar getah bening perifer. Aktivasi berbagai

    patogen tersebut melalui Toll Like Receptor (TLR) yang tersebar di sel dendritik

    jaringan sel patogen yang mampu mengaktifkan sel melalui TLR disebut Pathogen

    associated molecular patterns (PAMPs). Pada sel dendritik LES sub famili TLR ialah

    TLR 9 sedangkan sel B akan mengikat rentetan dari DNA (CpG DNA sequence). Pada

    sel dendritik LES di jaringan dan sirkulasi akan diaktivasi oleh CpG DNA, seterusnya

    imun kompleks DNA tersebut akan berikatan dengan TLR9 sedangkan anti DNA akan

    berikatan dengan Fc Ry RIIA pada sel dendritik yang akhirnya mekanisme tersebut akan

    mengaktifkan sistem imunitas innate. Berbagai sub famili TLR mengenal virus ss/ds

    RNA yaitu TLR 3,7 dan 8. Sedangkan kompleks dari RNA akan mengikat TLR 7. Ikatan

    dan mekanisme tersebut akan menghasilkan penglepasan IFN alfa dan sitokin lainnya

    yang akan mengaktifkan sel dendritik dan monosit / makrofag. Rentetan ini akan

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    31/36

    31

    mengaktifkan sel T terutama Th 1 melalui APC (antigen-presenting Cell) dan

    mengaktifkan sel B yang akan memproduksi otoantibodi. Rentetan kejadian tersebut

    akan mengaktifkan imunitas adaptif. Aktivasi sistem imun adaptif akan berjalan dengan

    cara mengaktifkan CD4 yang secara bersamaan dengan sel B (yang menghasilkan

    antibodi dan kaskade terbentuknya kompleks imun) yang dapat merusak rentetankejadian tersebut.

    Autoantibodi

    Data terakhir mengemukakan bahwa hampir 85 % penderita LES akan diawali adanya

    autoantibodi yang diperkirakan telah muncul 23 tahun sebelum gejala klinis muncul.

    Beberapa penulis mengemukakan bahwa urutan pemeriksaan adalah tes ANA lalu ds

    DNA & antifosfolipid dan bila masih diperlukan untuk menunjang diagnosis adalah

    pemeriksaan anti-Sm dan anti-RNP. ANA sering dipakai sebagai pemeriksaan penyaring

    untuk penyakit autoimun. Sering sekali dari deteksi awal pemeriksaan ANA dapat

    mengetahui beberapa penyakit autoimun kususnya penyakit rematik dan LES. Dalam

    upaya untuk mengetahui beberapa penyakit maka pemeriksaan yang lebih khusus dengan

    immunofluorescence dapat membantu pendekatan penyakit pada penyakit autoimun.

    2. Anatomi Rongga HidungBagian hidung dalam terdiri atas struktur yang

    membentang dari os.internum di sebelah

    anterior hingga koana di posterior, yang

    memisahkan rongga hidung dari nasofaring.

    Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral

    terdapat konka superior, konka media, dan

    konka inferior. Celah antara konka inferior

    dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,

    berikutnya celah antara konka media dan

    inferior disebut meatus media dan sebelah atas

    konka media disebut meatus superior.

    Pada bagian depan septum terdapat anastomosis

    dari cabang-cabang a.sfenopalatina,a.etmoid

    anterior, a.labialis superior, dan a.palatina

    mayor yang disebut pleksus Kiesselbach

    (Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya

    superfisial dan mudah cidera oleh trauma,

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    32/36

    32

    sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung) terutama pada anak.

    Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

    arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang

    berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,

    sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga keintracranial.

    3. Anatomi Sendi Tangan dan KakiANATOMI SENDI PADA JARI

    TANGAN DAN KAKI

    Sendi anggota gerak atas

    Sendi sterno klavikularis

    Sendi akromium kalvikular

    Sendi humero scapular

    Sendi humero radial

    Sendi radio ulnari

    Sendi pergelangan dan telapak kaki :

    articulatio subtalaris (sendi posterior

    anatara talus dan calcaneus), articulatio

    talocalcaneonaviculare (sendi anterior antara

    talus dan calcaneus dan mengikutkan os

    naviculare), articulatio calcaneocuboidea,

    articulatio metatarsophalangeae

    - Articulotiones tarsometatarsales dan

    intermetatarsales:

    Articulotiones tarsometatarsales dan

    intermetatarsales adlah sendi-sendi sinovial

    dengan jenis plana. Tulang-tulang dihubungkan

    oleh ligamentum dorsalis plantaris dan

    interosseus. Articulatio tarsometatarsalia ibu jari

    mempunyai rongga sendi yang terpisah.

    -Articulationes metatarsophalangeae dan

    interphalangeae:

    Articulationes metatarsophalangeae dan

    interphalangeae mirip dengan yang terdapat pada

    tangan. Ligamentum transversum profunda

    menghubungkan sendi-sendi kelima jari kaki. Gerakan abduksi dan adduksi jari-jari yang

    dilakukan oleh mm. Interossei hanya sedikit dan berlangsung dari garis tengah jari kedua

    4. Pemeriksaan Fisik5. Pemeriksaan Spesifik

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    33/36

    33

    Pemeriksaan spesifik atau tambahan adalah pemeriksaan yang dilakukan jika

    informasi yang diperoleh melalui anamnesis, inspeksi dan pemeriksaan fungsi belum

    cukup untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit atau problematik fisioterapi terhadap

    penderita. Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mengungkap ciri khusus serta jenis

    gangguan dari suatu struktur atau jaringan tertentu. Yang dimaksud dalam pemeriksaanspesifik seperti, palpasi, pemeriksaan neurologis, stabilitas sendi, ROM, MMT, panjang

    otot, mengukur kapasitas pernapasan, pemeriksaan medis lainnya (laboratorium, dll).

    a. Palpasi

    Merupakan pemeriksaan khusus dengan jalan meraba dengan tangan pada struktur

    jaringan tertentu melalui jaringan kulit seperti, connective tissue, kulit,

    musculotendinogen, arthrogen, saraf, pembuluh darah dan jaringan articular lainnya.

    Tujuan Palpasi

    1. Untuk mengetes kelainan sensasi kulit , otot, temperature, dan kelembaban kulit

    2. Untuk menentukkan letak dan perbedaan bentuk struktur jaringan yang normal dan

    yang tidak normal.

    3. Untuk meraba ketegangan otot (tonus otot), udem dan pembuluh darah

    b.Pemeriksaan neurologis

    Pemeriksaan neurologis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui

    keadaan saraf. Beberapa bentuk pemeriksaan neurologis antara lain:

    1. Animal segmental tes

    a. Tes motorik, misalnya fleksi elbow untuk segmental C5-6

    b. Tes sensorik, misalnya dermatom, myotom

    2. Tes reflex seperti KPR, APR, Babinsky, reflex biceps dan lain-lain

    3. Entrapment tes, misalnya kompresi, phalent, traksi, dll.4. Propriosensor tes, biasanya dilakukan pada sendi

    5.Electrical diagnostic

    6. Membedakan bentuk benda, dua titik dan lain-lain.

    c.Tes stabilitas sendi

    Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan sendi baik dalam keadaan pasif

    maupun dalam keadaan aktif. Apakah sendi tersebut dalam keadaan stabil, hypomobile,

    atau hypermobile. Adapun cara melakukan pemeriksaan tersebut antara lain:

    1. Untuk gerakan pasif : Traksi translasi dan stress tes (gapping tes), Posisi sendi dalam

    keadaan LPP, jika tidak stabil disebut pasif instabilitas

    2. Untuk gerakan aktif: Posisi sendi LPP, penderita melakukan gerakan isometric dan

    melawan tahanan dari segala arah yang diberikan oleh pemeriksa atau dengan

    menggunakan berat tubuh penderita sendiri. Jika tida stabil disebut aktif instabil.

    d.Tes Range of Movement (ROM)

    Tes ini bertujuan untuk mengetahui gerakan sendi dengan menggunakan alat bantu

    Geniometer. Dalam literature telah ditetapkan criteria normal ROM untuk masing-

    masing persendian, meskipun demikian variasi ROM untuk tiap individu perlu

    dipertimbangkan.

    e.Muscle testing (MMT)

    Muscle testing yang dimaksud adalah isotonic manual muscle testing. Sama seperti

    dengan ROM, nilai normative kekuatan otot telah tercantum didalam literature.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    34/36

    34

    f.Mengukur panjang otot

    Otot adalah suatu jaringan kontraktil. Kelenturan otot sangat mempengaruhi kualitas

    suatu gerakan. Pada tubuh ada 2 kelompok otot yaitu kelompok otot postural dan

    kelompok otot fasis. Otot postural banyak berfungsi untuk aktivitas yang berlangsung

    lama misalnya lari jarak jauh, serta memelihara postur tubuh. Kelompok otot inicenderung memendek. Contohnya, otot rectus femoris, gastrocnemius. Sementara otot

    pasis cenderung terulur, untuk itu maka perlu dilakukan pengukuran panjang otot.

    g.Mengukur kapasitas pernapasan

    Sirkulasi O2 dan CO2 pada mekanisme pernapasan sangat penting artinya, terutama yang

    berhubungan dengan kondisi chest serta kapasitas fisik dan kemampuan fungsional tubuh

    pada umumnya. Oleh karena itu, perlu mengukur maksimal ekspirasi, insppirasi dan

    residual respiratory pernafasan.

    h.Pemeriksaan Medis lainnya

    Pemeriksaan medis lainnya berupa informasi hasil laboratorium, rontgent, pemeriksaan

    psikis, serta pemeriksaan medis lainnya (yang dilakukan oleh ahlinya). Hasil

    pemeriksaan ini sering diperlukan oleh fisioterapis untuk membantu menetapkan

    aktualitas penyakit dan atau problematic fisioterapi.

    Setelah seluruh rangkaian assessment selesai, maka langkah selanjutnya adalah

    menetapkan diagnosis, planning, intervention dan reevaluasi. Tanpa melupakan

    koordinasi, komunikasi dan dokumentasi sesuai standar praktek fisioterapi.

    6. Pemeriksaan Laboratorium1.

    Pemeriksaan Laju Endap Darah ( LED )

    Cara Pemeriksaan:

    1. Menghisap larutan natrium sitrat 3,8% dengan spuit sampai angka 150 pada tabung

    westergreen.

    2. Mengisap darah itu dengan spuit sebanyak 1,6 ml darah sehingga mendapatkan 2,0

    ml campuran.

    3. Masukanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik.

    4. Menghisap campuran darah itu ke dalam pipet wistergreen sampai garis bertanda 0

    mm.

    5. Memasang pipet itu dalam keadaan tegak lurus di rak westergreen, diamkan selama

    60 menit.

    6. Membaca tingginya lapisan plasma dalam millimeter dan melaporkan angka itu

    sebagai laju endap darah.

    2. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin

    Cara Pemeriksaan:

    1. Mengisi tabung pengencer dengan HCL 0,1 N sebanyak 5 tetes.

    2. Menghisap darah dengan pipet Hb sampai angka 20 jangan sampai ada

    gelembung udara yang ikut terhisap.

    3.

    Menghapus darah yang ada pada ujung pipet.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    35/36

    35

    4. Menuangkan darah ke dalam tabung pengencer, membilas dengan HCL bila masih

    ada darah dalam pipet.

    5. Mendiamkan kurang lebih 1 menit.

    6. Menambahkan aquadest tetes demi tetes, mengaduk dengan batang kaca pengaduk.

    7.

    Membandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standar.8. Persamaan campuran dengan batang standar harus dicapai dalam waktu 3-5 menit

    setelah darah tercampur dengan HCL.

    9. Bila warna sudah sama, penambahan aquades dihentikan, membaca kadar Hb pada

    skala berwarna kuning yang ada di tabung pengencer.

    Pemeriksaan Jumlah Leukosit

    Cara pemeriksaan:

    1. Bilik hitung dicari dengan mikroskop, mencari kotak dipojok bilik hitung.

    2. Menghisap darah dengan menggunakan pipet leukosit sampai angka 1 (pada

    pengenceran = 10 kali).

    3. Menghapus darah yang melekat pada ujung pipet.

    4. Kemudian dengan pipet yang sama menghisap larutan turk sampai garis skala 11.

    5. Hati-hati jangan sampai ada gelembung gas.

    6. Mengangkat pipet dari ujung cairan pipet dengan ujung jari lalu melepaskan karet

    penghisap.

    7. Mengocok dengan arah horizontal selama 15-30 detik.

    8. Membuang 3 tetesan pertama.

    9. Menuang pada bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup dan diletakkan

    di mokroskop.10. Melakukan penghitungan sel leukosit dengan pembesaran obyektif 10x atau 40x.

    7. PansitopeniaPansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.

    Penurunan sel darah (anemia) ditandai dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan

    hematokrit.

    Kelainan sel darah merah

    Penurunan sel darah merah (Hemoglobin) menyebabkan penurunan jumlah oksigen

    yang dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan,

    dispnea, takikardia, ekstremitas dingin dan pucat.

    Kelainan sel darah putih

    Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah putih

    ( leukosit) kurang dari 4500-10000/mm3. penurunan sel darah putih ini akan

    menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi.

    Kelainan trombosit

    Kelainan ketiga setelah anemia dan leukopenia yaitu trombositopenia,

    trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3.

  • 8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7

    36/36

    akibat dari trombositopenia antara lain ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan

    saluran kemih, perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna.