lapfix_ske.d_grup.6_blok.7
TRANSCRIPT
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
1/36
1
Skenario D Blok 7 (Nona S)
Nona S, umur 17 tahun datang ke RSMH dengan keluhan utama timbul bintik-bintik merah
di kaki dan tangan 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, panas sejak 1 minggu yang lalu,pendarahan dari hidung (+) 2 kali, 2 hari yang lalu. Satu tahun yang lalu penderita sering
mengeluh nyeri sendi yang hilang timbul terutama pada jari tangan dan kaki. Penderita
mengeluh demam timbul yang tidak terlalu tunggi, rambut sering rontok, sariawan sering
timbul di langit langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri, muka kemerahan terutama daerah
pipi bila terkena matahari. Nona S minum obat nyeri bila keluhan muncuk tetapi tidak ada
perubahan.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum sakit sedang, sensorium kompos mentis, HR :100x/menit,
reguler,RR:24x/menit, temperature 38,5ocelcius dan tensi darah 130/80 mmhg.
Pemerikaan spesifik : petechiae di kaki dan tangan, stomatitis (+) , kemerahan di pipi (+),
bengkak di sendi tangan dan kaki (+)
Pemeriksaan lab: HB : 8,5 gr%, WBC : 2600/ mm3, trombosit : 40.000, Rt : 7%, LED : 105
mm/hr, ureum 36 mg/dl, kreatinin 1,2 mg/dl
2.3 Paparan
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Bintik-bintik merah (petechiae) : ada titik-titik merah pada kulit akibat
keluarnya sejumlah kecil darah.
2. Pendarahan dari hidung (epitaksis) : pendarahan dari hidung akibatnya pecahanya
pembuluh darah kecil.
3. Sariawan : luka pada selaput lendir rongga mulut
4. Stomatis : sariawan yang banyak pada rongga mulut
5. Rt : Retikulosit
6. Kreatinin : Bentuk anhidrida keratin , hasil akhir sebagai
indicator diagnostik fungsi ginjal.
7. Ureum : Analisis urea dalam darah
8. Rambut rontok : Rambut yang lepas sendiri dari folikelnya
karena adanya kerusakan dari pangkal akar
rambut.
9. Malar rash : Erupsi kulit yang meliputi hidung dan daerah
sekitarnya , pada pipi berbentuk kupu2 .
10.
Petechiae : Bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah
kecil darah.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
2/36
2
11. Stomatitis : Radang generalisata mukosa mulut
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Nona S, 17 tahun datang je RSMH dengan keluhan timbul bintik-bintik merah di kaki
dan tangan sejak 2 minggu yang lalu
2. Penderita mengalami pendarahan hidujg 2 kali 2 hari yang lalu
3. Nona S sering mengeluh nyeri sendi yang hilang timbul terutama pada jari tangan dan
kaki.
4. Penderita mengeluh demam timbul yang tidak terlalu tunggi, rambut sering rontok,
sariawan sering timbul di langit langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri, muka
kemerahan terutama daerah pipi bila terkena matahari.
5. Pemeriksaan fisik : ditemukan sakit sedang dan temperatur 38,5o
celcius dan tensi
darah 130/80. Yang lain dalam batas normal.
6. Pemerikaan spesifik : petechiae di kaki dan tangan, stomatitis (+) , kemerahan di pipi
(+), bengkak di sendi tangan dan kaki (+)
7. Pemeriksaan lab: HB : 8,5 gr%, WBC : 2600/ mm3 , trombosit : 40.000, Rt : 7%,
LED : 105 mm/hr, ureum 36 mg/dl, kreatinin 1,2 mg/dla
III.ANALISIS MASALAH
1) a. apa penyebab timbulnya bintik merah di kaki dan tangan nona S?
- Adanya kompleks autoimun di sirkulasi
- Vaskulitasi
- Penurunan ketahanan kapiler darah
b. bagaimana patogenesis dari timbulnya bintik merah di kaki dan tangan?
Kompleks autoimun di sirkulasi Pelepasan mediator inflamasi Vaskulitis
(radang pada pembuluh darah) Ketahanan pembuluh darah menurun
Memudahkan terjadinya ruptur
Nona S tekanan darah tinggi tekanan intravascular meningkat sedangkan
ketahanan kapiler menurun rupture pembuluh kapiler dan vena intradermal
petechiae tampak bintik-bintik merah keunguan di kulit
2) a. Bagaimana anatomi rongga hidung?
1. Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagianbagiannya dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
3/36
3
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan
M. Nasalis pars allaris. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai
radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang
yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :
- Superior : os frontal, os nasal, os maksila
- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan
kartilago alaris minor
1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A.
Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris
interna, cabang dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)
Persarafan :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)
2. Kavum NasiBatasbatas kavum nasi :
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan
sebagian os vomer
Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal,
bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian
ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum.
Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra
dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit,
jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari
kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela.
Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid,
konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.
Perdarahan :
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina
yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang
merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak
submukosa yang berjalan bersamasama arteri.
Persarafan :
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
4/36
4
1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.
Etmoidalis anterior
2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum
masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor
menjadi N. Sfenopalatinus.
Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat
anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian
belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup
besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
b. Bagaimana etiologi pendarahan di hidung?
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput
mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah
Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian
anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang
kaya anastomosis.
Penyebab lokal Penyebab sistemik
1. Trauma jari 1. Hemofilia
2. Masuknya benda asing
dalam rongga hidung2. Hipertensi
3. Sinusitis kronik 3. Leukemia
4. Rhinitis 4. Penyakit liver (mis. Sirosis)
5. Keganasan dalam rongga
hidung
5. Obat-obatan (aspirin, antikoagulan,
dan obat antiinflamasi nonsteroid)
6. Polip 6. Disfungsi trombosit
7. Inhalasi zat iritan (mis.
Asap rokok)
7. Trombositopenia (jumlah trombosit
berkurang)
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
5/36
5
8. Deviasi septum
9. Trauma
10. Kelainan pembuluh
darah atau teleangiektasia
c. Bagaimana patogenesis pendarahan di hidung ?
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput
mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah
Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian
anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang
kaya anastomosis.
Terdapat 2 sumber perdarahan, yaitu bagian anterior dan bagian posterior.Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (yang paling
banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri etmoidalis
anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan
keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri
etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang
menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan
biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan
sistemik.
1.) Lokal
a. Trauma
b. Infeksi
c. Neoplasma
d. Kelainan congenital
e. Pengaruh lingkungan
2.)
Sistemik
a. Kelainan darah
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
6/36
6
b. Defisiensi vitamin c dan k
c. Alkoholisme
3) a. Bagaimana anatomi sendi tangan dan kaki?
Sendi anggota gerak atas Sendi sterno klavikularis
Sendi akromium kalvikular
Sendi humero scapular
Sendi humero radial
Sendi radio ulnari
Sendi pergelangan dan telapak kaki : articulatio subtalaris (sendi posterior
anatara talus dan calcaneus), articulatio talocalcaneonaviculare (sendi anterior antara
talus dan calcaneus dan mengikutkan os naviculare), articulatio calcaneocuboidea,
articulatio metatarsophalangeae
- Articulotiones tarsometatarsales dan intermetatarsales:
Articulotiones tarsometatarsales dan intermetatarsales adlah sendi-sendi sinovial
dengan jenis plana. Tulang-tulang dihubungkan oleh ligamentum dorsalis plantaris
dan interosseus. Articulatio tarsometatarsalia ibu jari mempunyai rongga sendi yang
terpisah.
- Articulationes metatarsophalangeae dan interphalangeae:
Articulationes metatarsophalangeae dan interphalangeae mirip dengan yang terdapat
pada tangan. Ligamentum transversum profunda menghubungkan sendi-sendi
kelima jari kaki. Gerakan abduksi dan adduksi jari-jari yang dilakukan oleh mm.
Interossei hanya sedikit dan berlangsung dari garis tengah jari kedua dan bukan jari
ketiga seperti pada tangan
b. Bagaimana patofisiologi nyeri sendi tangan dan kaki?
Trombositopenia dan anemia => nekrosis jaringan sendi => penumpukan sel MN
(fagositosis/ pembersihan debris) => saraf-saraf terjepit => nyeri sendi
c. Apa makna nyeri sendi yang hilang timbul pada tagan dan kaki sejak 1 tahun yang
lalu?
Mekanisme nyeri hilang timbul:Limfosit B sinovial produksi IgG abnormal produksi faktor rheumatoid
pembentukan kompleks imun pada sinovial dan atau kartilago aktivasi
komplemen jalur klasik dan alternatif respon inflamasi arthitis.
Keadaan ini menunjukkan bahwa telah terjadi peradangan kronis dalam tubuh
Nona S.
4) a. Bagaimana patogenesis demam hilang timbul?
Demam tidak terlalu tinggi dan hilang timbul yang terjadi dalam kasus ini
bukanalah disebabkan oleh antigen benda asing yang masuk ke dalam tubuh
penderita. Mekanisme demam dalam kasus ini diakibatkan oleh terhambatnya
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
7/36
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
8/36
8
Sakit sedang Sehat Dapat dilihat bahwa Nona S
mengalami suatu gejala penyakit
yang tidak terlalu berat.
Sensorium kompos
mentis
kompos mentis kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, respon lingkunganbaik, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
HR (Heart Rate) :
100x/menit
60-100x/menit Dalam batas maksimun untuk
kategori normal (kemungkinan
sudah terjadi peningkatan denyut
nadi)
Regular reguler Bunyi denyut jantung teratur
RR (Respirasi Rate) :
24x/menit
18-24x/menit Normal
Temperature : 38,5
C
36,5 C37,2 C artinya tidak normal, Suhu tubuh
Nona S dan termasuk tipe
demam febris.
Tekanan darah :
130/80 mmHg
120/80 mmHg Ada peningkatan sistolik yang
mungkin disebabkan oleh
kenaikan suhu tubuh.
b. Mengapa temperatur tinggi dan tensinya naik?Dalam kasus ini, tekanan darah pada Nona S naik dikarenakan suhu tubuh
yang meningkat. Setiap kenaikan suhu tubuh sebesar 1C, maka denyut nadi akan
meningkat sebanyak 8x/menit sehingga tekanan darah juga ikut meningkat.
Dan ketika suhu tubuh yang meningkat dideteksi oleh thermoreseptor di kulit
dan membran mukosa kemudian impuls ini akan disampaikan ke pusat pengaturan di
preotic area yaitu di hipotalamus anterior sebagai pusat penurun suhu. Lalu
hipotalamus akan menyampaikan impuls saraf yang menstimulasi sistem saraf
parasimpatis untuk vasodilatasi pembuluh darah kulit di seluruh tubuh.Vasodilatasi
ini menyebabkan aliran darah menjadi lambat tetapi banyak, curah jantung (CO)menurun, tekanan darah menurun tetapi volume dan aliran darah hangat kekulit
meningkat sehingga panas tubuh bisa berkurang dan suhu kembali normal.
6) a. Bagaimana intrepretasi pemeriksaan spesifik nona S?
Hasil Pemeriksaan
fisik secara spesifik
Normal Interpretasi
petechiae di kaki dan
tangan (+)
Tidak ada petechiae di
kaki dan tangan
Tidak normal
Stomatitis (+) Tidak ada Stomatitis Tidak normal
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
9/36
9
(+)
Kemerahan dipipi
(malar rash) (+)
Tidak normal tidak normal karena reaksi
autoimun + fotosensitifitas sinar
UV
Bengkak disendi
tangan dan kaki (+)
Tidak normal terjadi peradangan daerah sendi
* memenuhi 4 dari 11 syarat penegakkan diagnosis SLE berdasarkan ACR (American
College of Rheumatology)
b. Bagaimana patogenesis dari bengkak di sendi & siku?
Kompleks imun mengendap sel T masuk membran synovial terbentuk pannus
(elemen dekstruktif pada arthritis) menghancurkan sendi
7) a. Bagaimana intrepretasi pemeriksaan laboratorium?
Hasil Pemeriksaan
laboratorium
Normal Interpretasi
Hb: 8,5 gr % 11,516,5 gr/dl Anemia
WBC : 2600/mm3 500010.000/mm3 Leucopenia
Trombosit: 40.000 150.000
400.000/mm3
Reaksi autoimun terjadi
reaksi imun kompleks sistemik
trombosit mudah pecah danrusak Trombositopenia
Rt (Retikulosit) : 7 % 0,5-1,5 % atau
tidak terdapat
retikulosit
Tidak normal menjadi penyebab
lisis pada eritrosit / anemia.
LED : 105mm/hour 020 mm/hour) Tidak normal / terjadi
peningkatan laju endap darah
berarti sudah terjadi inflamasi
yang sangat akut
Ureum 36 mg/dl 20-40 mg/dl Normal
Aktivasi kom lemen C 5 a
Permeabilitas vaskular meningkat Menarik sel PMN yang
memfagositosis ANA
Degranulasi mast cell dan
pembebasan radikal O2, leukotrin,
enzim lisosomal, prostaglandin,
collagenous, dan stromlysin
Inflamasi dan kerusakan jaringan
(erosi rawan sendi dan tulang)
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
10/36
10
Kreatinin 1,2 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl Normal
Dari hasil pemeriksaan laboratorium dapat didiagnosis bahwa Nona S juga menderita
pansitopenia
b. Apa gambaran umum dari penyakit yang di derita Nona S?
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit otoimun yang terjadi karena
produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan
manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan
ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik
diselangi episode remisi.
Etiologi
Genetik, lingkungan hormon dianggap sebagai etiologi SLE, yang mana ketiga
faktor saling terkait erat. Faktor lingkungan dan hormon berperan sebagai pencetus
penyakit pada invidu peka genetik. Faktor lingkungan yang di anggap sebagai
pencetus antara lain infeksi, sinar ultraviolet, pemakaian obat2 an, stres mental
maupun fisik.
Berbagai gen di duga berperan pada SLE. Sehingga manifestasi klinis SLE sangat
heterogen. Perbedaan gen berperan pada manifestasi SLE. HLADR2 lebih
menunjukkan gejala lupus nefritis yang menonjol, sedangkan pada HLA-DR3 lebih
menunjukkan gejala muskuloskeletal.
Patogenesis
Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi Proses diawali dengan
faktor pencetus yang ada di lingkunagan, dapat pula infeksi, sinar ultraviolet ataubahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respons imun di dalam tubuh
yaitu
1. Sel T dan B menjadi otoreaktif
2. Pembentukan sitokin yang berlebihan
3. Hilangnya regulator kontrol pada sisitem imun, antara lain
1. Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun sitokin
di dalam tubuh
2. Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
3.
Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen karenaadanya mimikri molekul
Akibat proses tersebut , maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam tubuh
yang di sebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi2 yang membentuk
kompleks imun . kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan /organ yang
akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan
Antibodi2 yang terbentuk pada SLE sangat banyak, antara lain Antinuclear
antibodi (ANA), anti double staranded DNA (ds DNA), anti-ss A (Ro), anti-ss B
(La), antiribosomal P antibody, anti Sm, sd-70
Selain itu hilangnya kontrol sistem imun pada patogenesis lupus juga diduga
berperan pada timbulnya gejala klinis pada SLE.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
11/36
11
Diagnosis
Tabel 1. KriteriaAmerican College of Rheumatology untukSLE
Kriteria Definisi
Ruam malar Ruam kemerahan pada pipi, biasanya tidak mengenai lipatannasolabial (hidung-bibir)
Ruam discoid Ruam kemerahan yang meninggi dengan lapisan kulit kering di
atasnya.
Fotosensitivitas Ruam kulit yang timbul akibat terkena sinar matahari.
Sariawan Timbul sariawan di mulut atau tenggorok, biasanya tidak nyeri.
Artritis Nyeri sendi pada setidaknya dua sendi disertai dengan
pembengkakan, merah, dan penumpukan cairan.
Serositis Nyeri saat menarik napas, kelainan pada suara napas saat Anda
menarik napas (diperiksa oleh dokter), dan kelainan pada EKG
(rekam jantung).
Kelainan ginjal Air seni berbusa atau berdarah
Kelainan saraf Kejang atau perubahan kepribadian tiba-tiba tanpa penyebab
yang jelas.
Kelainan darah Anemia, dapat diikuti dengan berkurangnya jumlah sel darah
putih dan trombosit.
Kelainan
imunologi
Terdapat antibodi lain yang seharusnya tidak terdapat dalam
tubuh (diperiksa oleh dokter).
ANA
(antinuclear
antibody)
Terdapat antibodi terhadap inti sel yang seharusnya tidak
terdapat dalam tubuh.
Jika memenuhi 4 dari 11 kriteria di atas baik bersamaan maupun bertahap, maka
pasien didiagnosis positif menderita SLE.
c. Bagaimana penatalaksanaan dari kasus ini?
Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LESAntimalaria
Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO sebagai garam sulfat (maksimal 400
mg/hari)
Kortiko-steroid
Prednison
Dosis harian(1 mg/kg/hari); prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5
mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah harian (0.5
mg/kg)/hari yg digunakan bersama methylprednisolone dosis tinggi intermitten
(30 mg/kg/dosis, maksimum mg) per minggu
Obat imuno-supresif
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
12/36
12
Siklofosfamid
500-750 mg/m2
IV 3 kali sehari selama 3 minggu. maksimal 1 g/m2. Harus
diberikan IV dengan infus terpasang, dan dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14
hari mengikuti setiap dosis (lekosit dimaintenance > 2000-3000/mm3)
Azathioprine
1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari
Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)
Naproxen
7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 500-1000 mg/hari
Tolmetin
15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 1200-1800 mg/hari
Diclofenac
< 12 tahun : tak dianjurkan
> 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari
Suplemen Kalsium dan vitamin DKalsium karbonat
< 6 bulan : 360 mg/hari
6-12 bulan : 540 mg/hari
1-10 bulan : 800 mg/hari
11-18 bulan : 1200 mg/hari
Calcifediol
< 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu
> 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu
Anti-hipertensi
Nifedipin
0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap 4-8 jam.
Enalapril
0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu,
maksimum 0.5 mg/kg/hari
Propranolol
0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam 3-7 hari
dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari
d. Apa komplikasi dari kasus ini?
Komplikasi LES pada anak meliputi:
Hipertensi (41%)Gangguan pertumbuhan (38%)
Gangguan paru-paru kronik (31%)
Abnormalitas mata (31%)
Kerusakan ginjal permanen (25%)
Gejala neuropsikiatri (22%)
Kerusakan muskuloskeleta (9%)
Gangguan fungsi gonad (3%).
e. Bagaimana diagnosis banding dalam kasus ini?1. Rheumatoid Arthritis
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
13/36
13
Pasien SLE sering mengeluh mengalami peradangan di arthtritis, pola ini mirip
RA walaupun tidak simetris.
2. Antiphospolipid sindrom
3. Systemic Sclerosis
Fenomena raynaud hadir pada semua penderita sistemik sclerosis tapi padapenderita SLE fenomena raynaud juga ditemukan tetapi tidak membisul.
4. MCTD ( mixed connective tissue damage)
Dicirikan sebagai kombinasi manifestasi serupa pada SLE
5. Adults still disease
Manifestasi hamper mirip dengan SLE
g. Apa prognosis dari kasus ini?
LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab kematian
dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi maligna,
kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Insidens LES pada anak secarakeseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang terjadi
pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena
dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan
usia.Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih
tinggi dibandingkan dengan penduduk berkulit putih.
IV.HIPOTESIS
Nona S, 17 tahun menderita SLE yang disertai dengan pansitopenia yang disebabkan
oleh reaksi autoimun.
V. KERANGKA KONSEP
Genetik Drug-
Lingkungan Hormon
Clearance apoptosis cell
Mutasi HLA-D
Gangguan MHC kelas II
AutoantigenTerbentuknya bleb
Apoptosis abnormal
Dibawa ke sel
Kegagalan self-tolerance
Dibaca oleh APC
Dibawa ke sel
Pengeluaran anti-nuclear & anti-
SitokinSinar UV
SLE
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
14/36
14
VI.LEARNING ISSUES & KETERBATASAN PENGETAHUAN
1. SLE (Systemic Lupus Erithomatosus)
2. Anatomi Rongga Hidung
3. Anatomi Sendi Tangan dan Kaki
4. Pemeriksaan Fisik
5. Pemeriksaan Spesifik
6. Pemeriksaan Laboratorium
7. Pansitopenia
Learning Issue What I know What I dont know What I have to
prove
Source
1. SLE Definisi
Etiologi
Gejala
Mekanisme
terjadinya gejala
Patogenesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
penunjang
Nona S menderita
SLE
Text-
book &
journal2. Anatomi rongga Anatomi Kapiler-kapiler Hubungan SLE
Merusak DNA sel
Kompleks
DNA-
Malar rash
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
15/36
15
hidung (batas
hidung dan
kapiler)
rongga hidung
secara umum
Batas batas
permukaan
hidung
dengan gejala
epistaksis yang
terjadi pada nona
S
3.
Anatomi sendikaki dan tangan
(artikulatio dan
kapiler darah)
Anatomi sendikaki dan
tangan secara
umum
Kapiler-kapiler
Anatomi sendi
secara detail.
Hubungan SLEdengan nyeri
sendi pada tangan
dan kaki
4. Pemeriksaanfisik
Definisi Cara
Pemeriksaan
Interpretasi
Hasil pemeriksaan
fisik dengan
gejala SLE
5. PemeriksaanSpesifik
Definisi Cara
pemeriksaan
interpretasi
Hasil pemeriksaan
spesifik dengan
gejala SLE
6. PemeriksaanLab
Definisi Cara
Pemeriksaan
Interpretasi
Hasil pemeriksaan
lab dengan gejala
SLE
7. Pansitopenia Definisi Penyebab
Patogenesis
Hubungan SLE
dengan terjadinya
pansitopenia pada
Nona S
BAB III
SINTESIS
1. SLE (Systemic Lupus Erithomatosus)Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit otoimun yang terjadi karena
produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan
manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai
oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi
episode remisi.
Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%.
Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja.
Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat
seiring dengan pertambahan usia.
Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk berkulit putih.
Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit
diduga, tidak dapat diobati, dan sering berakhir dengan kematian. Kelainan tersebutmerupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologik, seperti disregulasi sistem imun,
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
16/36
16
pembentukan kompleks imun dan yang terpenting ditandai oleh adanya antibodi
antinuklear, dan hal tersebut belum diketahui penyebabnya. yang berkaitan dengan
manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai
oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi
episode remisi.Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang
seluruh tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh,
penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi
overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak
antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh
sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan
kekebalan tubuh berlebihan).
Pada penderita penyakit lupus, antibodi yang berlebihan bisa masuk ke seluruh jaringan
dengan dua cara yaitu :
Pertama, antibodi bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah
merah yang menyebabkan selnya akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya
kekurangan sel darah merah atau anemia.
Kedua, antibodi bisa bergabung dengan antigen (zat perangsang pembentukan antibodi),
membentuk ikatan yang disebut kompleks imun, yaitu gabungan antibodi dan antigen
mengalir bersama darah, sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan
menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-
sel radang (fagosit) Tetapi, dalam keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi
dengan baik. Malah sel-sel radang tadi bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim,
yang menimbulkan peradangan di sekitar kompleks. Hasilnya, proses peradangan akanberkepanjangan dan akan merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Selanjutnya,
hal ini akan terlihat sebagai gejala penyakit. Kalau hal ini terjadi, maka dalam jangka
panjang fungsi organ tubuh akan terganggu.
Jenis penyakit Lupus ini memiliki tiga macam bentuk, yang pertama yaitu Cutaneus
Lupus, seringkali disebut discoid yang memengaruhi kulit. Kedua, Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru,
darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan syaraf. Ketiga, Drug Induced
Lupus (DIL), timbul karena menggunakan obat-obatan tertentu. Setelah pemakaian
dihentikan, umumnya gejala akan hilang dan biasanya odipus (orang hidup dengan
lupus) akan menghindari hal-hal yang dapat membuat penyakitnya kambuh dengan :
1.Menghindari stress
2.Menjaga agar tidak langsung terkena sinar matahari
3.mengurangi beban kerja yang berlebihan
4.menghindari pemakaian obat tertentu.
PATOGENESIS
Etiologi penyakit LES masih belum terungkap dengan pasti tetapi diduga
merupakan interaksi antara faktor genetik, faktor yang didapat dan faktor lingkungan.
Gangguan imunitas yang ditandai oleh persistensi limfosit B dan T yang bersifat
autoreaktif. Autoantibodi yang terbentuk akan berikatan dengan autoantigen
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
17/36
17
membentuk kompleks imun yang mengendap berupa depot dalam jaringan.
Akibatnya akan terjadi aktivasi komplemen sehingga terjadi reaksi inflamasi yang
menimbulkan lesi di tempat tersebut.
Faktor keluarga yang kuat terutama pada keluarga dekat. Resiko meningkat 25-
50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic, diduga menunjukkankaitannya dengan faktor genetik. Penyakit lupus disertai oleh petanda penyakit
genetik seperti defisiensi herediter komplemen (seperti C1q, C1r, C1s, C4 dan C2)
dan imunoglobulin (IgA), atau kecenderungan jenis fenotip HLA (-DR2 dan -
DR3). Faktor imunopatogenik yang berperan dalam LES bersifat multipel,
kompleks dan interaktif.
Jumlah sel B meningkat pada pasien dengan lupus yang aktif dan menghasilkan
peningkatan kadar antibodi dan hipergamaglobulinemia.Jumlah sel B yang
memproduksi IgG di darah perifer berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Aktivasi
sel B poliklonal disebabkan oleh antigen eksogen, antigen yang merangsang
proliferasi sel B atau abnormalitas intrinsik dari sel B. Antibodi IgG anti-dsDNA
dengan afinitas tinggi juga merupakan karakteristik, yang disebabkan oleh
hipermutasi somatik selama aktivasi sel B poliklonal yang diinduksi oleh faktor
lingkungan seperti virus atau bakteri.
Selain memproduksi autoantibodi, sel B juga mempengaruhi presentasi antigen
dan respon diferensiasi sel Th. Gangguan pengaturan produksi autoantibodi
disebabkan gangguan fungsi CD8+, natural killer cell dan inefisiensi jaringan
idiotip-anti idiotip. Imunoglobulin mempunyai struktur tertentu pada bagian
determinan antigenik yang disebut idiotip, yang mampu merangsang respons
pembentukan antibodi anti idiotip. Sebagai respons tubuh terhadap peningkatankadar idiotip maka akan dibentuk anti idiotip yang bersifat spesifik terhadap
berbagai jenis struktur determin antigen sesuai dengan jenis idiotip yang ada.
Secara teoritis mungkin saja salah satu dari anti idiotip mempunyai sifat spesifik
antigen diri hingga dengan pembentukan berbagai anti idiotip dapat timbul
aktivitas autoimun. Persistensi antigen dan antibodi dalam bentuk kompleks imun
juga disebabkan oleh pembersihan yang kurang optimal dari sistem
retikuloendotelial. Hal ini disebabkan antara lain oleh kapasitas sistem
retikuloendotelial dalam membersihkan kompleks interaksi antara autoantibodi
dan antigen yang terlalu banyak. Dengan adanya kadar autoantibodi yang tinggi,
pengaturan produksi yang terganggu dan mekanisme pembersihan kompleks imun
yang terganggu akan menyebabkan kerusakan jaringan oleh kompleks imun.
Selama perjalanan penyakit lupus tubuh membuat beberapa jenis autoantibodi
terhadap berbagai antigen diri. Di antara berbagai jenis autoantibodi yang paling
sering dijumpai pada penderita lupus adalah antibodi antinuklear (autoantibodi
terhadap DNA, RNA, nukleoprotein, kompleks protein-asam nukleat). Umumnya
titer anti DNA mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit lupus.
Beberapa antibodi antinuklear mempunyai aksi patologis direk, yaitu bersifat
sitotoksik dengan mengaktifkan komplemen, tetapi dapat juga dengan
mempermudah destruksi sel sebagai perantara bagi sel makrofag yang mempunyai
reseptor Fc imunoglobulin. Contoh klinis mekanisme terakhir ini terlihat sebagai
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
18/36
18
sitopenia autoimun. Ada pula autoantibodi tertentu yang bersifat membahayakan
karena dapat berinteraksi dengan substansi antikoagulasi, diantaranya
antiprotrombinase, sehingga dapat terjadi trombosis disertai perdarahan. Antibodi
antinuklear telah dikenal pula sebagai pembentuk kompleks imun yang sangat
berperan sebagai penyebab vaskulitis. Autoantibodi pada lupus tidak selalu berperan pada patogenesis ataupun bernilai
sebagai petanda imunologik penyakit lupus. Antibodi antinuklear dapat ditemukan
pada bukan penderita lupus, atau juga dalam darah bayi sehat dari seorang ibu
penderita lupus. Selain itu diketahui pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat
ditularkan secara pasif dengan serum penderita lupus.
Adanya keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis LES didasarkan pada
adanya kompleks imun pada serum dan jaringan yang terkena (glomerulus renal,
tautan dermis-epidermis, pleksus koroid) dan aktivasi komplemen oleh kompleks
imun menyebabkan hipokomplemenemia selama fase aktif dan adanya produk
aktivasi komplemen.
Beberapa kompleks imun terbentuk di sirkulasi dan terdeposit di jaringan,
beberapa terbentuk insitu (suatu mekanisme yang sering terjadi pada antigen
dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA). Komponen C1q dapat terikat langsung
pada dsDNA dan menyebabkan aktivasi komplemen tanpa bantuan autoantibodi.
Kompleks imun menyebabkan lesi inflamasi melalui aktivasi kaskade komplemen.
Akibatnya terdapat faktor kemotaktik (C3a, C5a), adanya granulosit dan makrofag
sehingga terjadi inflamasi, seperti vaskulitis. Beberapa faktor terlibat dalam
deposit kompleks imun pada LES, antara lain banyaknya antigen, respon
autoantibodi yang berlebih dan penurunan pembersihan kompleks imun karenainefisiensi atau kelelahan sistem retikuloendotelial. Penurunan fungsi ini dapat
disebabkan oleh penurunan reseptor komplemen CR1 pada permukaan sel. Pada
lupus nefritis, lesi ginjal mungkin terjadi karena mekanisme pertahanan di daerah
membran basal glomerulus, yaitu ikatan langsung antara antibodi dengan
membran basal glomerulus, tanpa intervensi kompleks imun.
Pasien dengan LES aktif mempunyai limfositopenia T, khususnya bagian CD4+
yang mengaktivasi CD8+ (T supressor) untuk menekan hiperaktif sel B. Terdapat
perubahan (shift) fenotip sitokin dari sel Th0 ke sel Th2. Akibatnya sitokin
cenderung untuk membantu aktivasi sel B melalui IL-10, IL-4, IL-5 dan IL-6.
Autoantibodi yang terdapat pada LES ditujukan pada antigen yang terkonsentrasi
pada permukaan sel apoptosis. Oleh karena itu abnormalitas dalam pengaturan
apoptosis mempunyai peranan penting dalam patogenesis LES. Pada LES terjadi
peningkatan apoptosis dari limfosit. Selain itu, terjadi pula persistensi sel
apoptosis akibat defek pembersihan (clearance). Kadar C1q yang rendah
mencegah ambilan sel apoptosis oleh makrofag. Peningkatan ekspresi Bcl-2 pada
sel T dan protein Fas pada CD8+ mengakibatkan peningkatan apoptosis dan
limfositopenia.
Meskipun hormon steroid (sex hormone) tidak menyebabkan LES, namun
mempunyai peranan penting dalam predisposisi dan derajat keparahan penyakit.
Penyakit LES terutama terjadi pada perempuan antara menarche dan menopause,
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
19/36
19
diikuti anak-anak dan setelah menopause. Namun, studi oleh Cooper dkk
menyatakan bahwa menarche yang terlambat dan menopause dini juga dapat
mendapat LES, yang menandakan bahwa pajanan estrogen yang lebih lama bukan
risiko terbesar untuk mendapat LES.
Adanya defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatan hormon estrogenmerupakan karakteristik pada LES. Anak-anak dengan LES juga mempunyai
kadar hormon FSH (Follicle-stimulating hormone), LH (Luteinizing hormone) dan
prolaktin yang meningkat. Pada perempuan dengan LES, juga terdapat
peningkatan kadar 16 alfa hidroksiestron dan estriol. Frekuensi LES juga
meningkat saat kehamilan trimester ketiga dan postpartum. Pada hewan percobaan
hormon androgen akan menghambat perkembangan penyakit lupus pada hewan
betina, sedangkan kastrasi prapubertas akan mempertinggi angka kematian
penderita jantan.
Fakta bahwa sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui faktor predisposisi
genetiknya belum dapat diungkapkan secara jelas, menunjukkan faktor lingkungan
juga berpengaruh. Infeksi dapat menginduksi respon imun spesifik berupa
molecular mimicry yang mengacau regulasi sistem imun.
Gambaran klinis
Manifestasi klinis SLE sangat luas.awalnya di tandai dengan gejala klinis yang tidak
spesifik antara lain: lemah, lesu, panas mual nafsu makan turun dan berat badan
menurun.
Manifestasi sistem muskulo skeletal
Dapat berupa artalgia yang hampir di jumpai sekitar 70% atau atritis yang di tandai
dengan sendi yang bengkok, kemerahan yang kadanga kadang disertai efusi, sendi sendi
yang sering tekena antara lain sendi jari2 tangan, siku, bahu, dan lutut. Artritis pada SLE
kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah artritis pada SLE sifatnya
nonerosif
Sistem mukokutaneus
1. Kutaneus lupus akut: malar rash (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE,
yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan di
tandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di
pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular, fotosensitif,
papulodermatitis, bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut
kutaneus ini bersifat fotosensitif
2. Kutaneus lupus subakut simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema , psoriatik LE,
pitiriasis dan makulo papulo fotosensitif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat
hubungannya dengan antibody Ro lesi subakut umumnya sembuh tanpa meninggalkan
scar.
3. Kutaneus lupus kronis. Bentuk yang klasik adalah lupus dikoid yang berupa bercak
kemerahan denga kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekuren
pada lesi yang kronik ditan dai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
20/36
20
hiperpigmentasi pada daerah tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang
sering menimbulkan kebotakan yang irreversible. Daun telinga leher , lengan dan
wajah juga sering terkena panikulitis lupus atau lupus profundus di tandai dengan
inflamasi pada lapisan bawah dari dermis dan jaringan subkutan. Gambaran
klinisnyaberupa nodul yang sangat dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3cm.Hanya di temukan sekitar 2 % pada penderita SLE
4. Nonspesifik kutaneus lupus ; vaskulitis cutaneus. Ditemuka hampir pada 70% pasien .
manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena
. bentuknya bermacam macam antara lain :
1. Urtikaria
2. Ulkus
3. Purpura
4. Bulosa, bentuk ini akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan epidermal junction
5. Splinter hemorrhage
6.
Eritema periungual
7. Nailfold infar bentuk vaskulitis dari arteriol atau venul pada tangan
8. Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai .pada umumnya biopsi pada
tempat ini menunjukkan leukosistoklasik vaskulitis
9. Raynould phenomenon. Gambaran khas dari raynouls phenomenon ini adanya
vasospasme, yang di tandai dengan sianosis yang berubah menjadi bentuk kemerahan
bila terkena panas. Kadanga disertai dengan nyeri. Raynould phenomenon ini sangat
terkait dengan antibodi U1 RNP
10. Alopesia. Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkai dengan aktifitas
penyakitbiasnya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut. Kerontokan rambutbiasanya di mulai pada garis rambut depan. Pada keadaan tertentu bisa menimbulkan
alopecia yang menetap di sebabkan oleh diskoid lupus yang meninggalkan jaringan
parut
11. Sklerodaktili. Di tandai dengan adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan
pada tangan akibat dari perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi pada 7% pasien
12. Nodul rheumatoid. Ini dikaitkan dengan antibodi Ro yang positif dan adanya
reumatoid like artritis
13. Perubahan pigmentasi. Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang
terpapar sinar matahari
14. Kuku. Manifestasinya bisa berupa nail bed atrofy atau telangektasi pada kutikula kuku
15. Luka mulut (oral ulcer) luka pada mulut yang terdapat pada palatum molle atau durum
mukosa pipi, gusi dan biasanya tidak nyeri
Gambaran histopatologis kutaneus lupus yaitu didapatkannya kompleks imn yang
berbentuk seperti pita pada daerah epidermal junction (lupus band)
Manifestasi pada paru
Dapat berupa pnemonitis, pleuritis, atau pun pulmonary haemorrhage, emboli paru,
hipertensi pulmonal, pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi pleura, atau friction
rub pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang di jumpai biasanya jernih dengan kadar
protein
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
21/36
21
Manifestasi pada jantung
Dapat berupa perikarditis, efusi perkardium, miokarditis, endokarditis, kelainan katup
penyakit koroner, hipertensi , gagal jantung , dan kelainan konduksi. Manifestasi jantung
tersering adalah kelainan perikardium berupa perikarditis dan efusi perikardium 66%,yang jarang menimbulkan komplikasi tamponade jantung, menyusul kelainan
miokardium berupa miokarditis yang di tandai dengan pembesaran jantung dan
endokardium berupa endokarditis yang di kenal dengan nama Libmn Sachs endokarditis,
sering sekali asimptomatis tanpa di sertai dengan bising katup. Yang sering terkena
adalah katup mitral dan aorta
Manifestasi hematologi
Manifestasi kelainan hematologi yang terbanyak adalah bentuk anemia karena penyakit
kronis, anemia hemolitik autoimun hanya di dapatkan pada 10 % penderita. Selain
anemia juga dapat di jumpai leukopenia, limphopenia, nitropenia, trombopenia
Manifestasi pada ginjal
Dikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai hampir 50 % dan
melibatkan kelainan glomerulus. Gambaran klinisnya bervariasi dengan tergantung
derajat kerusakan pada glomerulus dapat berupa hematuri, protein uria, seluler cast,.
Berdasarkan kriteria WHO secara histopatologi di bedakan menjadi 5 klas. Sebanyak
0,5% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronis. Lupus nefritis ini merupakan
petanda prognosis jelek
Manifestasi sistem gastrointestinal
Dapat berupa hepatosplenomegali non spesifik, hepatitis lupoid, keradangan sistem
saluran makanan (lupus gut), kolitis
Manifestasi klinis pada sistem saraf pusat
Juga sangat bervariasi, mulai dari depresi sampai psikosis, kejang, stroke, dan lain2.
Untuk memudahkan diagnosis American College Rheumatology mengelompokkan
menjadi 19 sindrom. Gambaran klinis lupus serebral di kelompokkan dalam 3 bagian
yaitu fokla, difus, dan neuropsikiatrik.
KLASIFIKASI
Kriteria klasifikasi LES mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh American
College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982 dan dimodifikasi pada tahun
1997.
Kriteria diagnosis pada anak berdasarkan kriteria tersebut mempunyai sensitivitas
96% dan spesifisitas 100%.
Meskipun sebagian besar penderita LES mempunyai ANA, namun titer yang
rendah atau moderat mempunyai spesifisitas yang rendah. Sedangkan penderita
yang mempunyai antibodi terhadap dsDNA dan Sm hampir pasti juga mempunyai
ANA.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
22/36
22
Kriteria klasifikasi lupus eritematosus sistemik
Kriteria ACR 1982 Kriteria ACR 1997
Ruam malar (butterfly)
Ruam lupus diskoidFotosensitivitas
Ulserasi mukokutaneus oral atau
nasal
Artritis nonerosif
Nefritis
Proteinuria > 0,5 gr/hari
Sel silinder
Ensefalopati
Seizure
Psikosis
Pleuritis atau perikarditis
Sitopenia
Imunoserologi positif
Antibodi terhadap dsDNA
Antibodi terhadap nuklear antigen
Sm
Sediaan sel LE positif
Uji biologis positif palsu untuk
sifilis
Uji antibodi antinuklear positif
Ruam malar (butterfly)
Ruam lupus diskoidFotosensitivitas
Ulserasi mukokutaneus oral atau nasal
Artritis nonerosif
Nefritis
Proteinuria > 0,5 gr/hari
Sel silinder
Ensefalopati
Seizure
Psikosis
Pleuritis atau perikarditis
Sitopenia
Imunoserologi positif
Antibodi terhadap dsDNA
Antibodi terhadap nuklear antigen Sm
Antibodi antifosfolipid positif,
berdasar :
1. antibodi antikardiolipin IgG atau
IgM
2.
antikoagulan lupus3. uji serologi positif palsu untuk sifilis
selama 6 bulan, dikonfirmasi dengan
uji imobilisasi Treponema pallidum
atau uji absorpsi antibodi treponemal
fluorescent
Uji antibodi antinulkear positif
(Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)
GEJALA KLINIK/SYMPTOM
Kulit: sebesar 2 sampai 3% lupus discoid terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Sekitar
7% Lupus diskoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun, sehingga perlu dimonitor
secara rutin Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear
(ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan.
Serositis (pleuritis dan perikarditis): gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan
pemeriksaan fisik dan radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial.
Ginjal: Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus nefritis.
Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya LES.
Berdasarkan klasifikasi WHO, urutan jenis lupus nefritis yang terjadi pada anak
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
23/36
23
berdasarkan prevalensinya adalah: (1) Klas IV, diffuse proliferative glomerulonephritis
(DPGN) sebesar 40%-50%; (2) Klas II, mesangial nephritis (MN) sebesar 15%-20%; (3)
Klas III, focal proliferative (FP) sebesar 10%-15%; dan (4) Klas V, membranous pada >
20%.
Hematologi: Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia,trombositopenia, dan lekopenia.
Pneumonitis interstitialis: Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit
dikenali dan sering tidak dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapai
tahap lanjut.
Susunan Saraf Pusat (SSP): Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral
global dengan kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan
kehilangan memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi
ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan metabolik. Trombosis vena serebralis bisanya
terkait dengan antibodi antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga,
konfirmasi dengan CT Scan perlu dilakukan.
Arthritis: Dapat terjadi pada lebih dari 90% anak dengan LES. Umumnya simetris,
terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap
terapi dibandingkan dengan kelainan organ yang lain pada LES. Berbeda dengan JRA,
arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional dengan hasil
pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya
perubahan pada tulang sendi.Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun
kemudian dapat menjadi LES.
Fenomena Raynaud: Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dankembali hangat. Terjadi karena disposisi kompleks imun di endotelium pembuluh darah
dan aktivasi komplemen lokal.
PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSIS
1. Tidak ada gejala atau tanda-tanda tunggal yang cukup untuk menegakkan
diagnosa. Bila seorang anak diduga LES pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan meliputi pemeriksaan indikator inflamasi, uji autoantibodi (khususnya
ditujukan pada antigen nuklear), pemeriksaan untuk evaluasi keterlibatan organ
dan pemeriksaan untuk memantau efek terapi, termasuk toksisitas obat.
2. Secara umum anjuran pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah Analisis darah
tepi lengkap (darah besar dan LED), Sel LE, Antibodi antinuclear (ANA), Anti-
dsDNA (anti DNA natif), Autoantibodi lain (anti SM, RF, antifosfolipid,
antihiston, dll), Titer komplemen C3, C4 dan CH50, Titer IgM, IgG, IgA,
Krioglobulin, Masa pembekuan, Serologi sifilis (VDRL), Uji Coombs,
Elektroforesis protein, Kreatinin dan ureum darah, Protein urin (total protein
dalam 24 jam), Biakan kuman, terutama dalam urin dan foto rontgen dada.
3. Mengingat banyaknya pemeriksaan yang dilakukan bila tidak terdapat berbagai
macam komplikasi atau karena pertimbvangan biaya maka maka dapat dilakukan
permeriksaan awal yang penting seperti darah lengkap dan hitung jenis, trombosit,
LED, ANA, urinalisis, sel LE dan antibodi anti-ds DNA.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
24/36
24
4. Berbagai kriteria diagnosis klinis penyakit lupus telah diajukan akan tetapi yang
paling banyak dianut adalah kriteria menurut American College of Rheumatology
(ACR) (Tabel 30-7). Diagnosis LES ditegakkan bila terdapat paling sedikit 4 dari
11 kriteria ACR tersebut.
Kriteria diagnosis lupus menurut ACR (American College of Rheumatology)*
No Kriteria Definisi
1 Bercak malar
(butterfly rash)
Eritema datar atau menimbul yang menetap di daerah
pipi, cenderung menyebar ke lipatan nasolabial
2 Bercak diskoid Bercak eritema yang menimbul dengan adherent
keratotic scaling dan follicular plugging, pada lesi
lama dapat terjadi parut atrofi
3 Fotosensitif Bercak di kulit yang timbul akibat paparan sinar
matahari, pada anamnesis atau pemeriksaan fisik4 Ulkus mulut Ulkus mulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri
5 Artritis Artritis nonerosif pada dua atau lebih persendian
perifer, ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau
efusi
6 Serositif a. Pleuritis
Riwayat pleuritic pain atau terdengar pleural friction
rub atau terdapat efusi pleura pada pemeriksaan fisik
atau
b. Perikarditis
Dibuktikan dengan EKG atau terdengar pericardial
friction rub atau terdapat efusi perikardial pada
pemeriksaan fisik
7 Gangguan ginjal a. Proteinuria persisten > 0,5 g/hr atau pemeriksaan
+3 jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan
atau
b. Cellular cast : eritrosit, Hb, granular, tubular atau
campuran
8 Gangguan saraf Kejang
Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik
(uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan
elektrolit)
atau
Psikosis
Tidak disebabkan oleh obat atau kelainan metabolik
(uremia, ketoasidosis atau ketidakseimbangan
elektrolit)
9 Gangguan darah Terdapat salah satu kelainan darah
Anemia hemolitik dengan retikulositosis
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
25/36
25
Leukopenia < 4000/mm3
pada > 1 pemeriksaan
Limfopenia < 1500/mm3
pada > 2 pemeriksaan
Trombositopenia < 100.000/mm3
tanpa adanya
intervensi obat
10 Gangguanimunologi
Terdapat salah satu kelainanAnti ds-DNA diatas titer normal
Anti-Sm(Smith) (+)
Antibodi fosfolipid (+) berdasarkan
kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang
abnormal
antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes
standar
tes sifilis (+) palsu, paling sedikit selama 6 bulan dan
dikonfirmasi dengan ditemukannya Treponema
palidum atau antibodi treponema
11 Antibodi
antinuklear
Tes ANA (+)
*Empat dari 11 kriteria positif menunjukkan 96% sensitivitas dan 96% spesifisitas
(Dikutip dengan modifikasi dari Petty dan Laxer, 2005)
KOMPLIKASI
Komplikasi LES pada anak meliputi:
Hipertensi (41%)
Gangguan pertumbuhan (38%)
Gangguan paru-paru kronik (31%)
Abnormalitas mata (31%)
Kerusakan ginjal permanen (25%)
Gejala neuropsikiatri (22%)
Kerusakan muskuloskeleta (9%)
Gangguan fungsi gonad (3%).
PENATALAKSANAAN
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan
organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang
sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan
serologis. Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter laboratorium
yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.
Penyakit LES adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps.
Terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orang tua dan anak
penting dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi dan
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
26/36
26
konseling memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani penyakit
multisistem pada anak dan remaja, dan harus meliputi ahli reumatologi anak,
perawat, petugas sosial dan psikologis. Nefrologis perlu dilibatkan pada awal
penyakit untuk pengamatan yang optimal terhadap komplikasi ginjal. Demikian
pula keterlibatan dermatologis dan nutrisionis juga diperlukan. Perpindahan terapike masa dewasa harus direncanakan sejak remaja.
Diet seimbang dengan masukan kalori yang sesuai. Dengan adanya kenaikan berat
badan akibat penggunaan obat glukokortikoid, maka perlu dihindari makanan
junk food atau makanan mengandung tinggi sodium untuk menghindari
kenaikan berat badan berlebih. Penggunaan tabir surya dengan kadar SPF lebih
dari 15 perlu diberikan pada anak jika berada di luar rumah, karena dapat
melindungi dari sinar UVB. Pencegahan infeksi dilakukan dengan cara imunisasi,
karena risiko infeksi meningkat pada anak dengan LES. Pemberian antibiotik
sebagai profilaksis harus dihindari dan hanya diberikan sesuai dengan hasil kultur.
Terdapat beberapa patokan untuk penatalaksanaan infeksi pada penderita lupus,
yaitu 1) diagnosis dini dan pengobatan segera penyakit infeksi, terutama infeksi
bakterial, 2) sebelum dibuktikan penyebab lain, demam disertai leukositosis
(leukosit >10.000) harus dianggap sebagai gejala infeksi, 3) gambaran radiologi
infiltrat limfositik paru harus dianggap dahulu sebagai infeksi bakterial sebelum
dibuktikan sebagai keadaan lain, dan 4) setiap kelainan urin harus dipikirkan dulu
kemungkinan pielonefritis
. Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal. Krim luocinonid
5% lebih efektif dibadingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan
hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.
Serositis lupus (pleuritis, perikarditis)
Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal),
antimalaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.
Arthritis lupus
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan pengawasan
ketat terhadap gangguan ginjal dan antimalaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia
dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin).
Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan prednison dosis 1-2
mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai normal,
dosis di tapering offsecara hati-hati dalam 2-3 tahun sampai mencapai dosis efektif
terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian
harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5
mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg), metrotreksat atau azathioprine.
Fenomena Raynaud
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
27/36
27
Standar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya nifedipin; alfa 1
adrenergic-receptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
Lupus nefritis
Tidak ada terapi khusus pada klas I dari klasifikasi WHO. Lupus nefritis kelas II
(mesangial) mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi minimal.Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karena menggambarkan perubahan status
penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis kelas III (focal proliferative
Nefritis/FPGN) memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN, khususnya
bila ada lesi focal necrotizing. Pada Lupus nefritis kelas IV (DPGN) kombinasi
kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena ternyata lebih baik dibandingkan bila
hanya dengan prednison. Siklofosfamid intravena telah digunakan secara luas baik
untuk DPGN maupun bentuk lain dari lupus nefritis. Azatioprin telah terbukti
memperbaiki outcomejangka panjang untuk tipe DPGN. Prednison dimulai dengan
dosis tinggi harian selama 1 bulan, bila kadar komplemen meningkat mencapai
normal, dosis di tapering offsecara hati-hati selama 4-6 bulan. Siklofosfamid
intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar
lekositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkn tergantung
pada jumlah lekositnya (normalnya 3.000-4.000/ml). Pada Lupus nefritis kelas V
regimen terapi yang biasa dipakai adalah (1). monoterapi dengan kortikosteroid. (2).
terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A, (3). sikofosfamid,
azathioprine,atau klorambusil. Proteinuria sering bisa diturunkan dengan ACE
inhibitor. Pada Lupus nefritis kelas V tahap lanjut. pilihan terapinya adalah dialisis
dan transplantasi renal.
Gangguan hematologisUntuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini adalah
kortikosteroid, imunoglobulin intravena, anti D intravena, vinblastin, danazol dan
splenektomi. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimbangkan adalah
kortikosteroid, siklfosfamid intravena, danazol dan splenektomi.
Pneumonitis interstitialis lupus
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.
Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid
intravena.
1. Penggunaan dosis rendah harian kortikosteroid dengan dosis tinggi intermitten
intravena disertai suplementasi vitamin D dan kalsium bisa mempertahankan
densitas mineral tulang. Fraktur patologis jarang terjadi pada anak SLE. Resiko
fraktur bisa dicegah dengan intake kalsium dan program exercise yang lebih baik.
Melalui program alternate, efek samping steroid pada pertumbuhan bisa
dikurangi. Sebelum menetapkan efek obat, penyebab endokrin seperti tiroiditis
dan defisiensi hormon pertumbuhan harus dieksklusi. Nekrosis avaskuler bisa
terjadi pada 10-15% pasien LES anak yang mendapat steroid dosis tinggi dan
jangka panjang.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
28/36
28
Obat-obat yang sering digunakan pada penderita LES
Antimalaria
Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO sebagai garam sulfat (maksimal 400 mg/hari)
Kortiko-steroidPrednison
Dosis harian(1 mg/kg/hari); prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari,
tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah harian (0.5 mg/kg)/hari yg digunakan
bersama methylprednisolone dosis tinggi intermitten (30 mg/kg/dosis, maksimum
mg) per minggu
Obat imuno-supresif
Siklofosfamid
500-750 mg/m2
IV 3 kali sehari selama 3 minggu. maksimal 1 g/m2. Harus diberikan
IV dengan infus terpasang, dan dimonitor. Monitor lekosit pada 8-14 hari mengikuti
setiap dosis (lekosit dimaintenance > 2000-3000/mm3)
Azathioprine
1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari
Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)
Naproxen
7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 500-1000 mg/hari
Tolmetin
15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis maksimal 1200-1800 mg/hariDiclofenac
< 12 tahun : tak dianjurkan
> 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari
Suplemen Kalsium dan vitamin D
Kalsium karbonat
< 6 bulan : 360 mg/hari
6-12 bulan : 540 mg/hari
1-10 bulan : 800 mg/hari
11-18 bulan : 1200 mg/hari
Calcifediol
< 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu
> 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu
Anti-hipertensi
Nifedipin
0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap 4-8 jam.
Enalapril
0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu,
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
29/36
29
maksimum 0.5 mg/kg/hari
Propranolol
0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3 dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam 3-7 hari
dengan dosis biasa 1-5 mg/kg/hari
PROGNOSIS
Penyakit lupus berevolusi secara spontan dengan bangkitan serangan diselingi
oleh fase remisi, dengan masa dan kualitas yang bervariasi. Menurut Sibley,
bangkitan diartikan sebagai eksaserbasi atau perkembangan tanda atau keluhan
baru yang memerlukan perubahan terapi. Fase remisi sebetulnya merupakan
bentuk klinis yang kurang ganas dengan gangguan predominan pada sendi dan
kulit. Beberapa faktor telah dikenal dapat menimbulkan bangkitan aktivitas lupus
di luar masa evolusi spontan, yaitu pajanan sinar ultraviolet, infeksi, beberapa
jenis obat tertentu seperti misalnya antibiotik yang membentuk siklus aromatik
(penisilin, sulfa, tetrasiklin), garam emas, fenotiazin, dan antikonvulsan, serta
kehamilan.
Pada masa reaktivasi yang mendadak, gambaran penyakit berubah bervariasi dari
bentuk yang semula jinak dapat menjadi ganas dengan komplikasi viseral.
Sebaliknya, bentuk yang ganas dapat dikontrol atau seperti sembuh di bawah
pengobatan.
LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab
kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal,
hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Tetapi
belakangan ini kematian tersebut semakin menurun karena perbaikan carapengobatan, diagnosis lebih dini, dan kemungkinan pengobatan paliatif seperti
hemodialisis lebih luas.
Penyebab kematian lain dapat ditimbulkan oleh efek samping pengobatan,
misalnya pada penyakit ateromatosa (infark miokard, gagal jantumg, aksiden
vaskular serebral iskemik) akibat kortikoterapi; atau neoplasma (kanker,
hemopati) akibat pemakaian obat imunosupresan; atau oleh keadaan defisiensi
imun akibat penyakit lupus. Frekuensi kejadian ini makin meningkat karena
harapan hidup (survival) penderita lupus lebih panjang.
Infeksi dan sepsis merupakan penyebab kematian utama pada lupus, bukan hanya
akibat kortikoterapi tetapi juga karena defisiensi imun akibat penyakit lupusnya
sendiri. Pengurangan risiko infeksi hanya dapat dilakukan dengan pencegahan
terhadap semua sumber infeksi serta deteksi dini terhadap infeksi.
Secara skematis evolusi penyakit lupus memperlihatkan 2 puncak kejadian
kematian, yaitu satu puncak prekoks akibat komplikasi viseral yang tidak
terkontrol, dan satu puncak lain yang lebih jauh akibat komplikasi kortikoterapi.
Tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama
10 tahun sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa
organ tubuhnya secara jangka panjang dan menetap.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
30/36
30
Predisposisi Genetik
Predisposisi genetik merupakan faktor terpenting pada terjadinya LES. Kurang lebih 75
% LES dari berbagai etnik mempunyai kelompok HLA : DR2, DR3, DR4, atau DR8.
Beberapa gen pada orang AfrikaAmerika berhubungan dengan LES yaitu Fcy
reseptor IIA, IIIA dan RHB yang berpredisposisi terjadinya nefritis lupus.Walaupun wanita terbanyak menderita penyakit otoimun akan tetapi pada umumnya
berbagai penyakit otoimun tidak berbeda tingkat keparahannya dengan laki-laki.
Hormonal endogenous pada wanita tidak selalu dapat menerangkan terjadinya penyakit
otoimun akan tetapi faktor-faktor lainnya misal hormonal yang berlebih, faktor
kromosom X dan Y, faktor khronobiotik dan variasi biologis wanita (kehamilan dan
menstruasi) merupakan kondisi yang juga dapat menerangkan prevalensi tinggi pada
wanita.
Pengaruh Lingkungan
Pengaruh sinar matahari/ultra violet sebagai faktor yang dapat meningkatkan eksaserbasi
LES mekanismenya dapat dijelaskan. Dengan cara perubahan pada struktur DNA dermis
yang akan menginduksi apoptosis keratinosit dan sel lainnya di kulit.
Beberapa peneliti mengemukakan adanya hubungan antara Ebstein Barr virys (EBV)
dengan LES. Infeksi EBV akan mengaktivasi sel B limfosit yang secara genetik akan
membentuk otoantibodi Nuklear antigen pada EBV (EBNA) adalah salah satu molekul
EBV yang dapat membuat rentetan pada partikel Ro. Disamping itu berbagai partikel
toksin dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi sistem imun serta respon inflamasi.
Paparan lingkungan dapat mempengaruhi beberapa tahun sebelum bermanifestasi LES.
Salah satu contoh paparan dengan silika dapat terjadi 13,6 tahun sebelum manifestasiklinik LES. Berbagai penelitian mengemukakan bahwa terjadinya onset lupus dapat
terjadi pada dekade ke III dan ke IV.
Perubahan Sistem Imun pada Lupus
Ada dua sistem imun yang berpengaruh pada sel T dan sel B untuk pembentukan
otoantibodi yaitu sistem imun innate dan adaptive. Adanya pengaruh internal dan
eksternal termasuk infeksi dan berbagai antigen (self antigen) akan mengaktifkan sistem
innate immunity melalui sel dendritik yang ada di berbagai jaringan tubuh misal di kulit,
saluran pernapasan, saluran cerna, dan kelenjar getah bening perifer. Aktivasi berbagai
patogen tersebut melalui Toll Like Receptor (TLR) yang tersebar di sel dendritik
jaringan sel patogen yang mampu mengaktifkan sel melalui TLR disebut Pathogen
associated molecular patterns (PAMPs). Pada sel dendritik LES sub famili TLR ialah
TLR 9 sedangkan sel B akan mengikat rentetan dari DNA (CpG DNA sequence). Pada
sel dendritik LES di jaringan dan sirkulasi akan diaktivasi oleh CpG DNA, seterusnya
imun kompleks DNA tersebut akan berikatan dengan TLR9 sedangkan anti DNA akan
berikatan dengan Fc Ry RIIA pada sel dendritik yang akhirnya mekanisme tersebut akan
mengaktifkan sistem imunitas innate. Berbagai sub famili TLR mengenal virus ss/ds
RNA yaitu TLR 3,7 dan 8. Sedangkan kompleks dari RNA akan mengikat TLR 7. Ikatan
dan mekanisme tersebut akan menghasilkan penglepasan IFN alfa dan sitokin lainnya
yang akan mengaktifkan sel dendritik dan monosit / makrofag. Rentetan ini akan
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
31/36
31
mengaktifkan sel T terutama Th 1 melalui APC (antigen-presenting Cell) dan
mengaktifkan sel B yang akan memproduksi otoantibodi. Rentetan kejadian tersebut
akan mengaktifkan imunitas adaptif. Aktivasi sistem imun adaptif akan berjalan dengan
cara mengaktifkan CD4 yang secara bersamaan dengan sel B (yang menghasilkan
antibodi dan kaskade terbentuknya kompleks imun) yang dapat merusak rentetankejadian tersebut.
Autoantibodi
Data terakhir mengemukakan bahwa hampir 85 % penderita LES akan diawali adanya
autoantibodi yang diperkirakan telah muncul 23 tahun sebelum gejala klinis muncul.
Beberapa penulis mengemukakan bahwa urutan pemeriksaan adalah tes ANA lalu ds
DNA & antifosfolipid dan bila masih diperlukan untuk menunjang diagnosis adalah
pemeriksaan anti-Sm dan anti-RNP. ANA sering dipakai sebagai pemeriksaan penyaring
untuk penyakit autoimun. Sering sekali dari deteksi awal pemeriksaan ANA dapat
mengetahui beberapa penyakit autoimun kususnya penyakit rematik dan LES. Dalam
upaya untuk mengetahui beberapa penyakit maka pemeriksaan yang lebih khusus dengan
immunofluorescence dapat membantu pendekatan penyakit pada penyakit autoimun.
2. Anatomi Rongga HidungBagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os.internum di sebelah
anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral
terdapat konka superior, konka media, dan
konka inferior. Celah antara konka inferior
dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,
berikutnya celah antara konka media dan
inferior disebut meatus media dan sebelah atas
konka media disebut meatus superior.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis
dari cabang-cabang a.sfenopalatina,a.etmoid
anterior, a.labialis superior, dan a.palatina
mayor yang disebut pleksus Kiesselbach
(Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisial dan mudah cidera oleh trauma,
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
32/36
32
sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung) terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,
sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga keintracranial.
3. Anatomi Sendi Tangan dan KakiANATOMI SENDI PADA JARI
TANGAN DAN KAKI
Sendi anggota gerak atas
Sendi sterno klavikularis
Sendi akromium kalvikular
Sendi humero scapular
Sendi humero radial
Sendi radio ulnari
Sendi pergelangan dan telapak kaki :
articulatio subtalaris (sendi posterior
anatara talus dan calcaneus), articulatio
talocalcaneonaviculare (sendi anterior antara
talus dan calcaneus dan mengikutkan os
naviculare), articulatio calcaneocuboidea,
articulatio metatarsophalangeae
- Articulotiones tarsometatarsales dan
intermetatarsales:
Articulotiones tarsometatarsales dan
intermetatarsales adlah sendi-sendi sinovial
dengan jenis plana. Tulang-tulang dihubungkan
oleh ligamentum dorsalis plantaris dan
interosseus. Articulatio tarsometatarsalia ibu jari
mempunyai rongga sendi yang terpisah.
-Articulationes metatarsophalangeae dan
interphalangeae:
Articulationes metatarsophalangeae dan
interphalangeae mirip dengan yang terdapat pada
tangan. Ligamentum transversum profunda
menghubungkan sendi-sendi kelima jari kaki. Gerakan abduksi dan adduksi jari-jari yang
dilakukan oleh mm. Interossei hanya sedikit dan berlangsung dari garis tengah jari kedua
4. Pemeriksaan Fisik5. Pemeriksaan Spesifik
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
33/36
33
Pemeriksaan spesifik atau tambahan adalah pemeriksaan yang dilakukan jika
informasi yang diperoleh melalui anamnesis, inspeksi dan pemeriksaan fungsi belum
cukup untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit atau problematik fisioterapi terhadap
penderita. Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk mengungkap ciri khusus serta jenis
gangguan dari suatu struktur atau jaringan tertentu. Yang dimaksud dalam pemeriksaanspesifik seperti, palpasi, pemeriksaan neurologis, stabilitas sendi, ROM, MMT, panjang
otot, mengukur kapasitas pernapasan, pemeriksaan medis lainnya (laboratorium, dll).
a. Palpasi
Merupakan pemeriksaan khusus dengan jalan meraba dengan tangan pada struktur
jaringan tertentu melalui jaringan kulit seperti, connective tissue, kulit,
musculotendinogen, arthrogen, saraf, pembuluh darah dan jaringan articular lainnya.
Tujuan Palpasi
1. Untuk mengetes kelainan sensasi kulit , otot, temperature, dan kelembaban kulit
2. Untuk menentukkan letak dan perbedaan bentuk struktur jaringan yang normal dan
yang tidak normal.
3. Untuk meraba ketegangan otot (tonus otot), udem dan pembuluh darah
b.Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui
keadaan saraf. Beberapa bentuk pemeriksaan neurologis antara lain:
1. Animal segmental tes
a. Tes motorik, misalnya fleksi elbow untuk segmental C5-6
b. Tes sensorik, misalnya dermatom, myotom
2. Tes reflex seperti KPR, APR, Babinsky, reflex biceps dan lain-lain
3. Entrapment tes, misalnya kompresi, phalent, traksi, dll.4. Propriosensor tes, biasanya dilakukan pada sendi
5.Electrical diagnostic
6. Membedakan bentuk benda, dua titik dan lain-lain.
c.Tes stabilitas sendi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan sendi baik dalam keadaan pasif
maupun dalam keadaan aktif. Apakah sendi tersebut dalam keadaan stabil, hypomobile,
atau hypermobile. Adapun cara melakukan pemeriksaan tersebut antara lain:
1. Untuk gerakan pasif : Traksi translasi dan stress tes (gapping tes), Posisi sendi dalam
keadaan LPP, jika tidak stabil disebut pasif instabilitas
2. Untuk gerakan aktif: Posisi sendi LPP, penderita melakukan gerakan isometric dan
melawan tahanan dari segala arah yang diberikan oleh pemeriksa atau dengan
menggunakan berat tubuh penderita sendiri. Jika tida stabil disebut aktif instabil.
d.Tes Range of Movement (ROM)
Tes ini bertujuan untuk mengetahui gerakan sendi dengan menggunakan alat bantu
Geniometer. Dalam literature telah ditetapkan criteria normal ROM untuk masing-
masing persendian, meskipun demikian variasi ROM untuk tiap individu perlu
dipertimbangkan.
e.Muscle testing (MMT)
Muscle testing yang dimaksud adalah isotonic manual muscle testing. Sama seperti
dengan ROM, nilai normative kekuatan otot telah tercantum didalam literature.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
34/36
34
f.Mengukur panjang otot
Otot adalah suatu jaringan kontraktil. Kelenturan otot sangat mempengaruhi kualitas
suatu gerakan. Pada tubuh ada 2 kelompok otot yaitu kelompok otot postural dan
kelompok otot fasis. Otot postural banyak berfungsi untuk aktivitas yang berlangsung
lama misalnya lari jarak jauh, serta memelihara postur tubuh. Kelompok otot inicenderung memendek. Contohnya, otot rectus femoris, gastrocnemius. Sementara otot
pasis cenderung terulur, untuk itu maka perlu dilakukan pengukuran panjang otot.
g.Mengukur kapasitas pernapasan
Sirkulasi O2 dan CO2 pada mekanisme pernapasan sangat penting artinya, terutama yang
berhubungan dengan kondisi chest serta kapasitas fisik dan kemampuan fungsional tubuh
pada umumnya. Oleh karena itu, perlu mengukur maksimal ekspirasi, insppirasi dan
residual respiratory pernafasan.
h.Pemeriksaan Medis lainnya
Pemeriksaan medis lainnya berupa informasi hasil laboratorium, rontgent, pemeriksaan
psikis, serta pemeriksaan medis lainnya (yang dilakukan oleh ahlinya). Hasil
pemeriksaan ini sering diperlukan oleh fisioterapis untuk membantu menetapkan
aktualitas penyakit dan atau problematic fisioterapi.
Setelah seluruh rangkaian assessment selesai, maka langkah selanjutnya adalah
menetapkan diagnosis, planning, intervention dan reevaluasi. Tanpa melupakan
koordinasi, komunikasi dan dokumentasi sesuai standar praktek fisioterapi.
6. Pemeriksaan Laboratorium1.
Pemeriksaan Laju Endap Darah ( LED )
Cara Pemeriksaan:
1. Menghisap larutan natrium sitrat 3,8% dengan spuit sampai angka 150 pada tabung
westergreen.
2. Mengisap darah itu dengan spuit sebanyak 1,6 ml darah sehingga mendapatkan 2,0
ml campuran.
3. Masukanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik.
4. Menghisap campuran darah itu ke dalam pipet wistergreen sampai garis bertanda 0
mm.
5. Memasang pipet itu dalam keadaan tegak lurus di rak westergreen, diamkan selama
60 menit.
6. Membaca tingginya lapisan plasma dalam millimeter dan melaporkan angka itu
sebagai laju endap darah.
2. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin
Cara Pemeriksaan:
1. Mengisi tabung pengencer dengan HCL 0,1 N sebanyak 5 tetes.
2. Menghisap darah dengan pipet Hb sampai angka 20 jangan sampai ada
gelembung udara yang ikut terhisap.
3.
Menghapus darah yang ada pada ujung pipet.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
35/36
35
4. Menuangkan darah ke dalam tabung pengencer, membilas dengan HCL bila masih
ada darah dalam pipet.
5. Mendiamkan kurang lebih 1 menit.
6. Menambahkan aquadest tetes demi tetes, mengaduk dengan batang kaca pengaduk.
7.
Membandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standar.8. Persamaan campuran dengan batang standar harus dicapai dalam waktu 3-5 menit
setelah darah tercampur dengan HCL.
9. Bila warna sudah sama, penambahan aquades dihentikan, membaca kadar Hb pada
skala berwarna kuning yang ada di tabung pengencer.
Pemeriksaan Jumlah Leukosit
Cara pemeriksaan:
1. Bilik hitung dicari dengan mikroskop, mencari kotak dipojok bilik hitung.
2. Menghisap darah dengan menggunakan pipet leukosit sampai angka 1 (pada
pengenceran = 10 kali).
3. Menghapus darah yang melekat pada ujung pipet.
4. Kemudian dengan pipet yang sama menghisap larutan turk sampai garis skala 11.
5. Hati-hati jangan sampai ada gelembung gas.
6. Mengangkat pipet dari ujung cairan pipet dengan ujung jari lalu melepaskan karet
penghisap.
7. Mengocok dengan arah horizontal selama 15-30 detik.
8. Membuang 3 tetesan pertama.
9. Menuang pada bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup dan diletakkan
di mokroskop.10. Melakukan penghitungan sel leukosit dengan pembesaran obyektif 10x atau 40x.
7. PansitopeniaPansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Penurunan sel darah (anemia) ditandai dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan
hematokrit.
Kelainan sel darah merah
Penurunan sel darah merah (Hemoglobin) menyebabkan penurunan jumlah oksigen
yang dikirimkan ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan,
dispnea, takikardia, ekstremitas dingin dan pucat.
Kelainan sel darah putih
Kelainan kedua setelah anemia yaitu leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah putih
( leukosit) kurang dari 4500-10000/mm3. penurunan sel darah putih ini akan
menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon inflamasi.
Kelainan trombosit
Kelainan ketiga setelah anemia dan leukopenia yaitu trombositopenia,
trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit dibawah 100.000/mm3.
-
8/2/2019 LapFix_Ske.D_Grup.6_Blok.7
36/36
akibat dari trombositopenia antara lain ekimosis, ptekie, epistaksis, perdarahan
saluran kemih, perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran cerna.