lapak metalo aditia

51
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK PENGUJIAN METALOGRAFI & JOMINY ADTIA AULIA 1106052455 KELOMPOK A5 Laboratorium Metalurgi Fisik 1

Upload: aditia-aulia

Post on 12-Aug-2015

105 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan akhir

TRANSCRIPT

Page 1: Lapak metalo aditia

LAPORAN AKHIRPRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK

PENGUJIAN METALOGRAFI & JOMINY

ADTIA AULIA 1106052455

KELOMPOK A5

Laboratorium Metalurgi Fisik

Departemen Metalurgi dan Material FTUI

2012

1

Page 2: Lapak metalo aditia

DAFTAR ISI

2

Page 3: Lapak metalo aditia

COVER...............................................................................................................................1

KARTU PRAKTIKUM .....................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB I PREPARASI SAMPEL

I.1 MOUNTING....................................................................................................4

I.2 GRINDING......................................................................................................8

I.3 POLISHING....................................................................................................10

I.4 ETSA...............................................................................................................12

I.5 PERBESARAN FOTO DAN ANALISA STRUKTUR MIKRO...................16

I.6 PERCOBAAN JOMINY...............................................................................22

BAB II TULISAN PERBAIKAN UJIAN TUGAS

TAMBAHAN.....................................................................................................................25 A

BAB III PEMBAHASAN

III.I PREPARAI SAMPEL

III.1.1 HASIL MOUNTING.................................................................................26

III.1.2 HASIL PENGAMPLASAN GRINDING..................................................26

III.1.3 HASIL PEMOLESAN (POLISHING) .....................................................27

III.1.4 HASIL ETSA.............................................................................................29

III.2 PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO

III.2.1 HASIL FOTO SAMPEL 1.........................................................................30

III.2.1.1 PEMBAHASAN.....................................................................................30

III.2.2 HASIL FOTO SAMPEL 2.........................................................................32

III.2.2.1 PEMBAHASAN.....................................................................................32

III.2.3 HASIL FOTO SAMPEL 3........................................................................33

III.2.3.1 PEMBAHASAN.....................................................................................33

III.2.4 HASIL FOTO SAMPEL 4.........................................................................34

III.2.4.1 PEMBAHASAN.....................................................................................34

III.3. PERCOBAAAN JOMINY

III.3.1 GRAFIK DAN HASIL PERHITUNGAN.................................................35

BAB IV KESIMPULAN & SARAN

IV.1 KESIMPULAN...........................................................................................38

BAB I

3

Page 4: Lapak metalo aditia

LAPORAN AWAL METALOGRAFI DAN JOMINY

MODUL 1

Preparasi / Persiapan sampel (mounting, amplas, poles, dan etsa)

1.1 Persiapan Sampel Metalografi

Prosedur dasar persiapan sampel metalografi :

1. Penentuan ukuran sampel, tergantung pada sifat material dan

informasi yang akan didapat. Umumnya bervariasi antara 5-30 mm

dan ketebalan lebih kecil dari dimensi tersebut.

2. Mounting sample, dilakukan jika ukuran sampel terlalu kecil.

3. Amplas kasar, umumnya untuk menghaluskan permukaan yang

tergores cukup dalam pada proses pemotongan.

4. Amplas halus, dilakukan dengan amplas berpartikel SiC yang

memiliki ukuran antara 400-1000 mesh.

5. Poles kasar, dilakukan dengan menggunakan partikel alumina atau

intan dengan besar partikel sekitar 5 mikrometer. Proses ini

digunakan untuk menghilangkan goresan yang masih tersisa dari

proses amplas.

6. Poles halus, untuk menghilangkan goresan yang amat halus dengan

menggunakan partikel alumina atau intan dengan besar partikel

kurang dari 1 mikrometer.

7. Etsa, dilakukan pada sampel yang te;ah dikeringkan setelah poles

halus dengan menggunakan zat kimia yang bersifat asam atau

basa. Setelah proses ini sampel siap diamati dengan mikroskop

optik

1.2 Mounting

1.2.1 Tujuan Percobaan

Percobaan bertujuan untuk menempatkan sampel pada

suatu media, untuk memudahkan penanganan sampel yang

berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel.

1.2.2 Dasar teori

4

Page 5: Lapak metalo aditia

Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk

yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika

dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh

adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal

tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan

penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus

ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum

syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :

Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material dan zat etsa)

Sifat eksoterimis rendah

Viskositas rendah

Penyusutan linier rendah

Sifat adhesi baik

Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel

Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk

ketidakteraturan yang terdapat pada sampel

Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan

mounting harus kondusif

5

Page 6: Lapak metalo aditia

Gambar 1. beberapa teknik Mounting

(1) (2)

Bentuk hasil mounting: (1) tampak samping (2) tampak atas

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan

material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada

umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik.

Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur

dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih

mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan

bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun

bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik

(lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras.

Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan

thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material

ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.

Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena

dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (±1490C) pada

mold saat mounting.

1.2.3. Metodologi Penelitian

1.2.3.1 Alat dan Bahan :

Cetakan

Alat khusus compression mounting

sampel pengujian

resin, hardener (castable mounting)

6

Page 7: Lapak metalo aditia

bubuk bakelit ( compression mounting)

1.2.3.2 Flowchart Proses Pengujian

a. Castable Mounting

b. Compression Mounting

7

Siapkan cetakan

Tutupi salah satu bagian ujung silinder dengan isolasi

Letakan sampel pada dasar cetakan

Siapkan resin 1/3 bagian cetakan)

Campur resin (15 tetes hardener)

Tuangkan ke dalam cetakan

Biarkan selama 25-30 menit hingga resin mengeras

Keluarkan mounting dari cetakan

Persiapakan sampel Pengaturan piston

Peletakkan permukaan sampel

Pengaturan tekanan piston

Penuangan bubuk bakelitMensetting alat mounting

Page 8: Lapak metalo aditia

1.3 Pengampelasan / Grinding

1.3.1 Tujuan Percobaan

Untuk meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan

cara menggosokan sampel pada kain abrasi/amplas.

1.3.2 Dasar teori

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah

terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini

harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan.

Pengamplasn dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang

ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan

pengamplasan harus dilakukan dengan nomor mesh yang rendah

(hingga 150 mash) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga

600mash). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada

kekerasan permukaan dan kedalaman yang ditimbulkan oleh

pemotongan. Lihat tabel berikut :

Jenis alat potong

Ukuran kertas

amplas (grit)

untuk

pengamplasan

pertama

8

Jalankan alat ( Tekanan konstan, ± 5 menit)

Pasang balok pendingin

Penurunan tekanan hingga 1 atm

Pengeluaran sampel

Page 9: Lapak metalo aditia

Nyalakan dengan kecepatan rendah

Tambahkan air secara kontinu pada permukaan

kertas

Amplas sampel

Tambah kecepatan putaran

Ubah arah pengamplasan (45o atau 90o terhadap arah sebelumnya)

Lakukan pengamplasan dengan kertas amplas bergrit lebih tinggi

Gergaji pita 60 – 120

Gergaji abrasif 120 – 240

Gergaji kawat / intan

kecepatan rendah320 – 400

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah

pemberian air. Air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil

kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat mengubah struktur

mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan

perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450

atau 900 terhadap arah sebelumnya.

1.3.3 Metodologi Penelitian

1.3.3.1 Alat dan Bahan

- mesin amplas.

- sampel pengujian

- kertas amplas ukuran grit 120 dan grit 200

- air

1.3.3.2 Flowchart Proses Pengujian

9

Page 10: Lapak metalo aditia

1.4 Pemolesan / Polishing

1.4.1 Tujuan Percobaan

Pemoleasan bertujuan untuk mendapatkan permukaan

sampel yang halus dan tanpa gores seperti kaca tanpa gores.

1.4.2. Dasar teori

Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop

harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau

bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk

dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan

secara acak oleh permukaan sampel. Hal ini dapat dijelaskan pada

gambar berikut :

Permukaan halus Permukaan kasar

Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih

dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3

metode pemolesan antara lain, yaitu :

1. Pemolesan Elektrolit Kimia

10

Page 11: Lapak metalo aditia

Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan

elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan,

terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus

yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan

tinggi terjadi proses pemolesan. Adapun keuntungan dari

pemolesan elektrolit kimia ini adalah kehalusan permukaan bebas

goresan, sulit dicapai secara mekanik, untuk logam yang sulit

dipoles secara meknik;

amat lunak, amat keras, waktu yang dibuthkan jauh lebih efisien

dari poles mekanik.

Akan tetapi kelemahan dari pemolesan ini adalah larutan

elektrolit bersifat korosif, dan bersifat eksplosif, untuk logam 2 fase,

sulit karena ada 2 macam fase dengan potensial yang bagian pinggir

sampel mounting lebih cepat terserang daripada bagian tengah, dan

sampel yang dimounting harus dilubang agar konduktif

2. Pemolesan Kimia Mekanis

Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan

mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel

pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum

digunakan. Hal yang harus diperhatikan pada poles mekanik adalah

gerakan cuplikan, tekanan poles, pencucian, pengeringan, dan

penyimpanan

3. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)

Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis

pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia,

tembaga, kuningan, dan perunggu.

1.4.3 Metodologi Penelitian

1.4.3.1 Alat dan bahan

- mesin poles

-alumina

11

Page 12: Lapak metalo aditia

- sampel pengujian,

- kain poles

1.4.3.2 Flowchart Proses Pengujian

1.5 Etsa

1.5.1 Tujuan Percobaan

1) Mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan

bantuan mikroskop optik setelah terlebih dahulu dilakukan

proses etsa pada sampel.

2) Mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa

serta aplikasinya.

3) Dapat melakukan preparasi sampel metalografi secara baik

dan benar.

1.5.2 Dasar teori

Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas

butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan

pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel

sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan

tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan

zat etsa sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa

yang tepat. Ada dua jenis etsa, yaitu etsa kimia dan etsa elekrolitik.

12

Pasang kain poles pada mesin poles

menyalakan mesin dengan

kecepatan rendah

Lakukan pemolesan

Tuangkan alumina

menambah alumina Letakkan sampel pada permukaan kain poles

Page 13: Lapak metalo aditia

1. Etsa kimia

Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan

kimia dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri

sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.

Contohnya yaitu :

a. Nitrid acid/nital: asam nitrit + alkohol 95 % (khusus untuk

baja karbon) yang bertujuan untuk mendapatkan fasa

perlit dan ferit dari martensit.

b. Picral: asam picric + alkohol (khusus baja) yang bertujuan

untuk mendapatkan perlit, dan feritdari martensit.

c. Ferric chloride: Ferric chloride + HCl + air untuk melihat

struktur SS, austenitic nikel dan paduan tembaga.

d. Hydrofluoric acid : HF + air untuk mengamati struktur pada

aluminium dan paduannya.

Dalam melakukan etsa kimia ada beberapa hal yang harus

diperhatikan :

a. waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4–30 detik),

b. setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan

alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

2. Elektro etsa ( Etsa Elektrolit)

Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektro

etsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik

serta waktu pengetsaan. Adapun prinsip dasar etsa elektrolitik sebagai

berikut.

a. Prinsip reaksi reduksi dan oksidasi. Reduksi pada ktoda dan oksidasi

pada anoda. Diberikan tegangan dari luar, cuplikan sebagai anoda

dan katoda dari logam lain yang lebih inert, misal platina atau

logam lain yang lebih elektronegatif dibanding cuplikan.

b. Diperlukan potensial kimia yang lebih rendah daripada poles

elektrolitik

c. Kecenderungan tergantung afinitas deret volta, dengan hydrogen

volta dianggap nol.

13

Page 14: Lapak metalo aditia

d. Prinsip adalah korosi dengan masing-masing elemen struktur mikro

mempunyai laju korosi yang berbeda.

Etsa jenis ini biasanya untuk stainless steel karena dengan etsa

kimia susah untuk mendapatkan detail strukturnya. Hubungan kuat arus

dan tegangan dalam etsa dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini,

dimana kurva tersebut terbagi menjadi beberapa daerah karakteristik .

1.5.3 Metodologi Penelitian

1.5.3.1 Alat dan Bahan

a. blower/ dryer

b. Cawan gelas

c. Pipet

d. Alat elektro-etsa (rectifier, amperemeter, penjepit sampel

konduktif.

e. Zat etsa : FeCl3, nital 2%, HF 0.5% dan asam oksalat (H2C2O4)

15 g/100 ml air)

f. Air, alkohol, tissue.

1.5.3.2 Flowchart Proses Pengujian

Etsa Kimia

14

Sampel Dibersihkan

Pengetsaan

Pembersihan sampel

Pengeringan (dengan blower)

Dilap dengan tissue

+ zat etsa

+ alkohol

Page 15: Lapak metalo aditia

Etsa Elektrolitik

1.6 DAFTAR PUSTAKA

- Modul Praktikum Material Teknik (Metalografi dan Jominy). 2011.

Depok : Laboratorium Metalografi dan HST Departemen Metalurgi

dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia

- Callister, William D. Materials Science and Engineering An

Introduction 6th Edition. 2004. Canada : John Wileys & Sons, Inc.

15

Penyusunan alat dan bahan

Penentuan daerah etsa

Pengaturan besarnya arus

Bilas dengan air dan HNO3

Keringkan dengan hair dryer

Page 16: Lapak metalo aditia

MODUL 2

Pembuatan F oto dan A nalisa S truktur M ikro

2.1 Tujuan Pecobaan

1. Mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur

2. Menganalisa struktur mikro dan sifat-sifatnya

3. Mengenali fasa-fasa dalam struktur mikro

2.2 Dasar Teori

Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik

mikrostruktur suatu logam dan paduannya serta hubungannya dengan

sifat-sifat logam dan paduannya tersebut. Ada beberapa metode yang

dipakai : yaitu mikroskop (optik maupun elektron), difraksi (sinar-X,

elektron dan neutron), analasis (X-ray fluoresence, elektron

mikroprobe) dan juga stereometric metalografi. Pada praktikum

metalogradi ini digunakan metode mikroskop optik.

Pengamatan metalografi dengan mikroskop umumnya dibagi

menjadi dua, yaitu :

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan

perbesaran 10 – 100 kali

2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan

perbesaran diatas 100 kali

Sebelum dilakukan pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop

maka diperlukan proses-proses persiapan sampel. Langkah-langkah

persiapan sampe untuk mikroskop telah diterangkan dalam modul

sebelumnya.

2.2.1Mikrostruktur

2.2.1.1 Mikrostruktur Baja Karbon

Struktur yang terdapat pada material adalah tergantung pada

komposisi unsur-unsur pembentuk, yang dapat dilihat dari

16

Page 17: Lapak metalo aditia

diagram fasa. Contoh fasa pada baja dapat dilihat pada diagram

fasa Fe-Fe3C.

Gambar Diagram Fe – Fe3c.

Baja didefinisikan sebagai material ferrous dengan kadar

karbon kurang dari 2,14%. Baja karbon dibagi menjadi 2 yaitu,

baja hipoeutektoid dan baja hipereutektoid, dengan kadar karbon

0,8% sebagai batas. Pada kadar karbon 0,8% akan terbentuk

fasa perlit, yaitu fasa yang terbentuk lamel-lamel yang

merupakan paduan antara ferit sebagai matriksnya dan sementit

sebagai lamelnya. Fasa ferit merupakan fasa yang terbentuk

17

Page 18: Lapak metalo aditia

dengan kadar karbon maksimum 6,67%. Sementara ferit pada

kadar karbon maksimum 0,02%.

Fasa yang ada pada temperatur ruang pada diagram tersebut

didapat dengan metode pendinginan kontinyu yang amat lambat,

struktur yang terbentuk adalah struktur stabil. Fasa yang didapat

dengan pendinginan yang tidak kontinyu, akan mendapat

struktur yang metastabil seperti martensit atau bainit.

2.2.1.1.1 Mikrostruktur Baja Karbon pada Heat &

Surface Treatment

Perlakuan panas adalah rangkaian siklus pemanasan dan

pendinginan terhadap material logam dalam keadaan padat,

yang bertujuan untuk menghasilkan sifat-sifat (mekanis, fisik,

dan kimia) yang diinginkan. Dasar dari perlakuan panas baja

adalah transformasi fasa dan dekomposisi austenit. Ada

beberapa macam proses perlakuan panas yaitu annealing,

spherodisasi, normalisasi, tempering, dan quenching. Masing-

masing memiliki proses maupun media pendingin yang berbeda.

Dasar dari transformasi fasa pada heat treatment adalah

diagram TTT (transformation Temperature Time) dan CCT

(Continuous Cooling Transformation). Perlakuan panas ini akan

menyebabkan pembentukan fasa martensit dan bainit.

Perlakuan permukaan adalah suatu perlakuan yang

menghasilkan terbentuknya kulit lapisan pada permukaan logam

dimana lapisan tersebut memiliki sifat-sifat lebih baik

dibandingkan dengan bagian dalam logam. Bebeapa contoh

kasus perlakuan permukaan yaitu karburisasi, nitridisasi,

sianidisasi, karbonitridisasi, flame hardening, dan induction

hardening. Sampe yang digunakan disini merupakan hasil

karburisasi dimana terjadi difusi karbon ke dalam permukaan

logam Fe akibat reaksi dekomposisi :

CO ↔ CO2 + C(Fe)

18

Page 19: Lapak metalo aditia

2.2.1.2 Mikrostruktur Besi Tuang

Besi tuang pada dasarnya merupakan perpaduan antara besi

dan karbon, dimana pada diagram Fe-Fe3C terlihat bahwa besi

tuang mengandung kadar karbon lebih besar dibandingkan

dengan yang dibutuhkan untuk menjenuhkan austenit pada

temperatur eutektik, yaitu pada renang 2,14 – 6,67%. Secara

komersial besi tuang yang dipakai adalah besih tuang dengan

kadar karbon 2,5 – 4%, karena kadar karbon yang terlalu tinggi

membuat besi tuang sangat rapuh. Secara metalografi besi

tuang dibagi dalam 4 tipe yang didasarkan pada variabel kadar

karbon, kadar pengotor dan paduan, serta proses perlakuan

panasnya. Tipe-tipe tersebut antara lain :

Besi tuang putih; merupakan besi tuang dimana semua kadar

karbonnya terpadu dalam bentuk sementit.

Besi tuang melleable; dimana hampir semua karbonnya

dalam bentuk partikel tak beraturan yang dikenal dengan

karbon temper. Besi tuang melleable diperoleh dengan

memberikan perlakuan panas pada besi tuang putih

Besi tuang kelabu; dimana semua atau hampir semua

karbonnya dalam bentuk flake.

Besi tuang nodular; dimana semua atau hampir semua

karbonnya dalam bentuk spheroidal. Bentuk spheroidal ini

terjadi akibat adanya penambahan elemen paduan khusus

yang dikenal sebagai nodulizer.

2.2.1.3 Mikrostruktur Baja Perkakas

Pada umumnya semua baja dapat digunakan sebagai baja

perkakas. Namun istilah baja perkakas dibatasi hanya pada baja

dengan kualitas tinggi yang mampu digunakan sebagai perkakas.

Ada beberapa macam klasifikasi yang digunakan untuk baja

perkakas. Tingginya kualitas baja perkakas diperoleh dari

penambahan paduan-paduan seperti Cr, W, dan Mo, ditambah

perlakuan-perlakuan khusus. Mikrostruktur yang dihasilkan pada

19

Page 20: Lapak metalo aditia

umumnya adalah matriks martensit dengan adanya parikel-

partikel karbida, grafit, serta presipitat.

Kalsifikasi baja perkakas berdasarkan AISI (american Iron and

Steel Institute) dibagi dalam 7 kelompok utama :

GRUP SIMBOL TIPEWater-hardening WShock-resisting S

Cold-workO Oil hardeningA Medium alloy air-hardeningD High-carbon high-chromium

Hot-work HH1 – H19 : Chromium baseH20 – H39 : Tungsten baseH40 – H59 : Molybdenum base

Mold P

P1–P19 : termasuk dalam karbon rendahP20-P39 : termasuk tipe lain Low-alloy

Special-purposeL Karbon-tungstenF

2.2.1.4 Mikrostruktur Panduan Alumunium

Mikrostruktur hampir semua paduan alumunium terdiri dari kristal

utama padatan alumunium (biasanya berbentuk dendritik) ditambah

dengan produk hasil reaksi dengan paduan. Elemen paduan yang tidak

berada dalam keadaan padat biasanya membentuk fasa campuran pada

eutektik, kecuali silikon yang muncul sebagai produk utama. Pada paduan

alumunium-silikon, eutektik terjadi pada sekitar 12% Si.

2.2.1.5 Mikrostruktur Panduan Tembaga

Paduan tembaga yang akan dibahas di sini adalah paduan

tembaga dengan elemen dasar seng. Kuningan merupakan paduan

tembaga seng, dengan elemen-elemen lainnya seperti timbal, timah dan

alumunium. Pada diagram fasa Cu-Zn, kelarutan senga dalam larutan

padatan fasa α meningkat dari 32,5% pada temperatur 903 oC ke 39%

20

Page 21: Lapak metalo aditia

pada temperatur 454 oC. Fasa α berbentuk FCC, sementara fase β

berbentuk BCC.

2.2.1.6 Mikrostruktur Material Hasil Lasan

Fasa yang terbentuk sebagai hasil proses las pada baja akan

membentuk fasa sesuai dengan kecepatan pendinginan dari fasa γ

(austenit). Semakin dekat dengan daerah fusi, temperatur baja semakin

tinggi, dan kecepatan pendinginan akan semakin tinggi.

Daerah pada produk las dimulai dari daerah logam las :

a. Daerah logam las (daerah fusi); daerah logam filler yang cair

bercampur dengan logam induk yang dipanaskan sampai

temperatur cair. Bentuknya butir columbar dan widmanstatten,

yaitu bentuk memanjang karena logam cair mendapat

pendinginan yang amat cepat, seperti struktur produk cor.

b. Daerah pertumbuhan butir, dimana logam induk yang tidak

mencair akan membesar karena pemanasan yang amat tinggi

akibat proses pengelasan.

c. Daerah penghalusan butir (daerah rekristalisasi), karena

temperatur sedikit lebih rendah dari daerah b, austenit

mengalami rekristalisasi, pembentukan butir baru yang lebih

halus, pada pendinginan akan terjadi ferit dan perlit yang lebih

halus.

d. Daerah transisi, waktu proses welding sebagian fasa austenit

sebagian masih ferit, jadi waktu pendinginan, terdapat campuran

feri baru dan ferit yang ada sebelumnya. Daerah b, c, dan e

disebut daerah terpengaruh panas (Heat Affected Zone).

e. Daerah tak terpengaruh panas (Unaffected Zone), fasa logam

induk yang tidak berubah karena tidak terkena panas pada

pengelasan.

2.4 DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Lapak metalo aditia

- Modul Praktikum Material Teknik (Metalografi dan Jominy). 2011.

Depok : Laboratorium Metalografi dan HST Departemen Metalurgi

dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia

- Callister, William D. Materials Science and Engineering An

Introduction 6th Edition. 2004. Canada : John Wileys & Sons, Inc.

MODUL 3

Percobaan Jominy

3.1 Tujuan

1. Mendapatkan antara jarak permukaan dengan pendingin

langsung dengan kekerasan bahan (kemampukerasan bahan).

2. Memperoleh hubungan antara kecepatan pendinginan dengan

fasa yang terbentuk, serta mendapatkan sifat kekerasan dari

fasa tersebut.

3.2 Dasar Teori

Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan

mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut Perlakuan

Panas (Heat Treatment). Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang

berbeda-beda misalnya dengan media pendingin yang berbeda, air, udara

atau minyak akan mangalami perubahan struktur mikro yang berbeda.

Setiap struktur mikro misalnya fasa martensit, bainit, ferit, dan perlit

22

Page 23: Lapak metalo aditia

merupaka hasil transformasi fasa dari fasa austenit. Masing-masing fasa

tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan yang berbeda-beda dimana

untuk setiap paduan bahan dapat di lihat pada diagram Continous Cooling

Transformation (CCT) dan Time Temperature Transformation (TTT)

diagram. Masing-masing fasa di atas mempunyai nilai kekerasan yang

berbeda. Pendinginan yang cepat akan menghasilkan struktur martesit

yang keras, sedangkan pendinginan yang lambat akan menghasilkan

struktur:

1. Bainit bawah : struktur seperti jarum seperti martensit

2. Bainit atas : struktur seperti perlit dengan sifat lapisan tidak

jelas

3. Perlit halus: struktur perlit halus dengan lapisan ferit dan

cementit

4. Perlit kasar: kekerasan dari martensit sampai pearlit makin

menurun

Oleh karena itu, dengan pengujian Jominy maka dapat diketahui laju

pendinginan yang berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang

berbeda.

Distribusi kekerasan yang disebabkan perlakuan panas

Kekerasan adalah salah satu faktor penting dalam membentuk suatu

material maka akan lebih ekonomis apabila spesifikasi material

23

Page 24: Lapak metalo aditia

didasarkan atas perlakuan panas material tersebut. Oleh karena itu,

diperlukan suatu tes yang dapat yang dapat memprediksikan kemampu-

kerasan dari baja tersebut. Tes yang sangat luas dipakai ialah end-quench

hardenability tes atau jominy test. Tes ini telah distandarkan oleh ASTM,

SAE, dan AISI. Untuk percobaan ini diperlukan : 1 inchi sampel yang

bundar dan panjangnya 4 inchi, dipanaskan sampai suhu austenit. Setelah

itu sampel tadi diangkat dan diletakan pada tempat yang stabil dan

diberikan udara dari bawah sampel dan semua bagian dari sampel harus

mendapatkan pendinginan yang rata. Setelah 10 menit waktu

pendinginan maka sampel tadi diangkat dan dipindahkan. Setelah itu

dihitung kekerasannya dan hasilnya digambarkan dalam kurva kekerasan

antara nilai kekerasan berbanding lurus dengan jarak dari tempat

berakhirnya quenched.

Fitur yang sangat penting dalam Jominy Test ialah setiap bagian dari

sampel akan merespon pendinginan yang diperlukan. Adalah derajat

pendinginan yang menentukan terbentuknya martensite. Kurva Jominy

dapat digunakan untuk memplot profile kekerasan dari suatu bagian.

Makin lambat laju pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang

ditampilkan dan kekerasan makin turun. Penambahan kadar karbon atau

paduan atau bertambah besarnya ukuran butir akan menyebabkan grafik

bergeser ke kanan sehungga memudahkan pembentukan struktur

martensit. Pergeseran grafik ke kanan juga menggambarkan sifat

kemampukerasan bahan tersebut.

3.3 Metodologi Penelitian

3.3.1 Alat dan Bahan

- Batang baja sebagai benda uji, dengan d=2,5 cm, L= 10 cm

- Oven mUffle temperatur makx 11000C

- Kran air dengan tekanan cukup

- Amplas

- Alat penguji kekerasan Brinell

- Mikroskop pengukur jejak

24

Page 25: Lapak metalo aditia

3.3.2Flow Chart Pengujian

3.4 Daftar Pustaka

- Modul Praktikum Material Teknik (Metalografi dan Jominy). 2011.

Depok : Laboratorium Metalografi dan HST Departemen Metalurgi

dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia

- Callister, William D. Materials Science and Engineering An

Introduction 6th Edition. 2004. Canada : John Wileys & Sons, Inc.

25

Page 26: Lapak metalo aditia

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Pengujian Metalografi

III.1.1 HASIL MOUNTING

Mounting bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam penanganan

material yang berukuran kecil dan tidak beraturan. Dengan melakukan

mounting sampel menjadi mudah dipegang tanpa merusak sampel.

Pecobaan mounting ini tidak harus selalu digunakan dalam setiap

percobaan metalografi, jika ukuran sampel sudah dinilai besar dan

beraturan maka proses mounting tidak perlu dilakukan.

Ada dua metode mounting yaitu Castable Mounting dan Compression

Mounting. Media yang digunakan dalam mounting harus lah sesuai

dengan material dan jenis reagen etsa yang digunakan.

Hasil mounting berupa sampel yang terdapat di dasar mounting yang

berbentuk silinder. Sampel yang telah dimounting akan lebih mudah

26

Page 27: Lapak metalo aditia

diamplas dan dipoles. Mounting lebih ditujukan untuk sampel berukuran

kecil. Pada percobaan ada 4 sampel yang telah dimounting, yaitu CuSn

(perunggu), low C steel (besi dengan kadar karbon rendah), AlSi

(alumunium-silikon), dan BTN (besi tuang nodular). Sampel ferrous adalah

low C steel dan BTN, sedang sampel non ferrous adalah CuSn.

III.1.2 HASIL PENGAMPLASAN ATAU GRINDING

Setelah proses mounting selesai maka sampel siap untuk memasuki

proses pengamplasan (grinding). Pada grinding (pengamplasan) kita

memulai pengamplasan material dengan menggunakan amplas yang kasar, dan

kemudian dilanjutkan dengan amplas yang sudah agak sedikit halu, dan

keumdian dengan amplas yang halus.

Proses pengamplasan ini bertujuan untuk menghaluskan permukaan

material yang akan diuji, pengamplasan dilakukan dengan cara mengamplas

dengan satu arah. Kemudian jika sudah terlihat garis-garis satu arah, maka

amplas diganti denga amplas yang sedikit halus, dengan menggantii sudut

pengamplasan sebesar 90o, kemudian jika sudah terlihat garis yang satu arah

yang berbeda dengan yang pertama, kemudian menggunakan amplas yang

halus, dengan perubahan sudut amplas sebesar 90O. Setelah selesai maka

material akan terlihat halus.

Untuk sampel baja, pengamplasan dilakukan dengan menggunaka mesh

yang lebih kecil dahulu. Dalam praktikum, kami menggunakan amplas dengan

mesh 1000 dan 1500. Untuk sampel baja, pengamplasan di awali dari mesh yang

lebih kecil dahulu untuk mendapatkan hasil pengamplasan yang rata dan sedikit

goresan / kerataan permukaan sampel yang mendekati rata sempurna.

Sedangkan untuk sampel CuZn, pengamplasan dilakukan dengan

menggunakan amplas dengan mesh 1500. Hal ini dikarenakan untuk sampel

baja nitriding atau carburizing, memiliki strukur yang relatif lebih keras

dibandingkan CuZn. Sehingga dalam proses pengamplasan (grinding)

menggunakan mesh yang lebih kecil dahulu.

27

Page 28: Lapak metalo aditia

Gambar Mesin Amplas

III.1.3 HASIL PEMOLESAN (POLISHING)

Setelah proses pengamplasan (grinding) dilakukan, proses

selanjutnya adalah pemolesan (polishing). Proses polishing ini bertujuan

agar pemukaan sampel yang telah diamplas menjadi lebih halus dan

mengkilap seperti halnya cermin. Selain itu polishing juga bertujuan untuk

menghilangkan goresan-goresan yang terdapat pada permukaan sampel

hasil dari proses grinding.

Dalam proses grinding terdapat dua jenis alat yang berbeda, yaitu

alat polishing untuk material ferrous dan non ferrous. Selain alat polishing,

proses ini juga membutuhkan zat Alumina Al2O3. Alumina merupakan zat

penghalus yang sangat halus sekal sehingga dapat menghaluskan

permukaan sampel menjadi sangat halus dan mengkilap. Dalam

penggunaannya zat alumina digunakan beriringan dengan air

secukupnya. Untuk pemolesan alumina pada permukaan material maka

kita membutuhkan kain beludru yang dipasang pada alat pemutar poles.

Dikarenakan material ferrous dan non-ferrous harus dipisahkan,

maka sampel Besi Tuang Kelabu, Medium C, dan Nitriding yang tergolong

paduan ferrous dipoles pada satu alat poles yang sama sedangkan Cu-Ni

yang tergolong Non-ferrous dipoles pada alas poles yang berbeda.

28

Page 29: Lapak metalo aditia

Selama proses pemolesan mesin pemutar di putar dengan kecepatan

yang dianggap cukup sehingga tidak menyulitkan dalam proses

pemegangan sampel. Selain itu selama proses pemolesan kain beludru

tidak boleh kering karena dapat menggores permukaan yang telah halus.

Setelah proses pemolesan selesai, material ferrous akan

menghasilkan pemukaan yang lebih mengkilap dibandingkan dengan

material non ferrous.

III.1.4 HASIL ETSA

Proses selanjutnya setelah pemolesan selesai adalah etsa. Proses

etsa bertujuan untuk memebersiahan permukaan sampel dari butiran-

butiran yang dapat mengganggu pengamatan.

Pada percobaan kali ini kita menggunakan etsa kimia. Maka dari itu

diperlukan pembedaan cairan untuk sampel ferrous dengan sampel non-

ferrous. Untuk sampel ferrous (BTK, Medium C, Nitriding) menggunakan

cairan Nital Acid selama 5-10 detik sedangkan untuk sampel non-ferrous

menggunakan cairan Ferric Chloride selama 10-15 detik.

29

Page 30: Lapak metalo aditia

Setalah diberi cairan etsa kemudian sampel dibilas menggunakan

alkohol. Alkohol berfungsi untuk menghentikan laju reaksi sementara dari

zat etsa. Pada saat pemberian zat etsa pada masing-masing sampel harus

dipehatikan lama waktu yang digunakan, karena jika terlalu lama zat etsa

menyentuh permukaan sampel akan membuat permukaan sampel

menjadi gosong.

Jika pada saat etsaterjadi kesalahan prosedur maka percoban harus

mengulang dari proses pengamplasan kembali. Hal ini dikarenakan

permukaan sampel telah menjadi kotor. Maka dari itu sangat dibutuhkan

ketelitian kerja pada percobaan kali ini.

Reagen Etsa Material Waktu etsa

Nitrid Acid ( Nital) Baja karbon 5-10 detik

Picric Acid (Picral)

1. Semua Jenis Baja

Karbon:

a. Annealed

b. Normalized

c. Quenched

d. Tempered

e. Spherodized

f. Austempered

2. Low alloy steel

Beberapa detik

hingga 1 menit

Ferric Chloride

Hydrochloric Acid

1. Stainless Steel

2. Austenitic Nickel

3. Paduan Tembaga

10-15 detik

Ammonium Hydroxide

Hydrogen Peroxide

Tembaga dan

paduannya

Kurang lebih

1menit

30

Page 31: Lapak metalo aditia

Hydrofluoric AcidAluminium dan

paduannya< 5 detik

III.2 PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO

III.2.1 HASIL FOTO SAMPEL 1

Foto Hasil Percobaan Foto Literatur

Nama: Low carbon

steel

Nama: Low carbon steel

Perbesaran: 500x Perbesaran: 500x

III.2.1.1 PEMBAHASAN

Low carbon steel mengandung kadar C sebanyak kurang dari

0,25 wt%. Dari foto hasil percobaan di atas, terdapat 2 fasa dalam

low carbon steel, yaitu ferrite dan perlite. Area butir yang lebih

terang adalah ferrite. Hal ini disebabkan karena pada fasa ini

masih lebih dominan kandungan besi (Fe). Sedangkan area butir

yang lebih gelap adalah fasa pearlite. Area butir ini lebih gelap

karena terdapat banyak kandungan karbon yang bercampur

dengan besi.

31

Page 32: Lapak metalo aditia

Baja ini tidak bisa dikeraskan dengan cara perlakuan panas

(martensit) hanya bisa dengan pengerjaan dingin. Sifat

mekaniknya lunak, lemah dan memiliki keuletan dan ketangguhan

yang baik. Serta mampu mesin (machinability) dan mampu las nya

(weldability) baik.

Low carbon steel terletak kurang dari 0.25 wt%. Jadi pada diagram

fasa di atas, low carbon steel terdapat di dalam kotak berwarna abu-abu.

Diagram Fasa

Menurut Callister dalam buku “Material Sciene and

Engineering”, medium steel carbon diaplikasikan untuk:

0,05 % - 0,20 % C : automobile bodies, buildings,

pipes, chains, rivets, screws, nails.

32

PearliteFerrite

Page 33: Lapak metalo aditia

0,20 % - 0,30 % C : gears, shafts, bolts, forgings,

bridges, buildings.

III.2.2 HASIL FOTO SAMPEL 2

Foto Hasil Percobaan Foto Literatur

Nama: AlSi Nama: AlSi

Perbesaran: 500x Perbesaran: 500x

III.2.2.1 PEMBAHASAN

Salah satu aplikasi paduan aluminium silikon ini adalah piston.

Piston merupakan komponen sepeda motor yang berfungsi

sebagai penekan udara masuk dan penerima hentakan

pembakaran pada ruang bakar silinder liner, sehingga diperlukan

sifat mekanis yang baik dalam pengaplikasiannya. Sifat mekanis

tersebut didapat kan dengan penambahan jumlah silikon pada

aluminium tersebut.

Campuran Silikon dalam Aluminium jenis ini menghasilkan

keuntungan-keuntungan seperti sifat mampu cor yang baik,

mudah dilakukan proses permesinan, dan ketahanan terhadap

korosi yang baik. Untuk meningkatkan mampu cor yang baik dan

meningkatkan ketangguhannya, paduan Al-Si ini juga dapat

ditambahkan unsur-unsur lain seperti Cu, Mg, atau Ni. Paduan Al-

Si adalah material yang digu nakan hampir 85-90% dari total

Aluminium paduan produk casting.

Paduan aluminium dengan silikom hingga 15% akan

memberikan kekerasan dan kekuatan tensil yang cukup besar

33

Page 34: Lapak metalo aditia

hingga mencapai 525 Mpa pada aluminium paduan yang

dihasilkan pada perlakuan panas. Jika konsentrasi silikon lebih

tinggi dari 15%, tingkat kerapuhan logam akan meningkat secara

drastis akibat terbentuknya kristal granula silika.

III.2.3 HASIL FOTO SAMPEL 3

Foto Hasil Percobaan Foto Literatur

Besi Tuang Nodular (Nodular Cast Iron)

III.2.3.1 PEMBAHASAN

Nodular Cast Iron adalah perpaduan besi tuang kelabu. Nodular

Cast Iron atau biasa disebut dengan besi tuang nodular tersusun atas

ferrite, perlite, dan grafit.

Besi tuang nodular memiliki ketangguhan, keuletan, dan kekuatan

yang tinggi. Karena besi tuang nodular memiliki keuletan yang tingga,

besi tuang ini juga biasa disebut dengan ductile cast iron.

Terdapat perbedaan foto hasil percobaan dengan literature

dikarenakan praktikan yang kurang sempurna melakukan preparasi

sampel.

III.2.4 HASIL FOTO SAMPEL 4

34

Page 35: Lapak metalo aditia

Foto Literatur

Keterangan : NitridingPerbesaran : 500 xEtsa : Nital

Keterangan : NitridingPerbesaran : 200 xEtsa : Nital

III.2.4.1 PEMBAHASAN

Baja Nitriding adalah baja yang mengalami proses nitridisasi,

yaitu pelapisan baja dengan bahan paduan Nitrit. Pada gambar ini,

kita akan melihat bahwa base metal pada foto hasil percobaan

adalah bagian dengan campuran warna hijau dan kuning.

Sementara itu, bagian yang mengalami nitridisasi berwarna hitam,

dan bagian yang berwarna bening adalah bagian mounting.

Bila ditambahkan dengan nitrit, sifat baja akan berubah.

Perubahan yang terjadi antara lain adalah kekerasan permukaan

yang bertambah, ketahanan terhadap tempering dan kekerasan

pada temperatur tinggi. Selain itu, fatigue dari bahan juga akan

bertambah dan sensitifitas terhadap takikan fatigue rendah.

Penambahan ini juga akan membuat material baja yang dilapisi

lebih tahan korosi untuk material non stainless steel, dan stabilitas

dimensi yang tinggi.

Untuk proses nitridisasinya, pelapisan nitrogen dilakukan pada

temperature 500 – 590oC pada fase ferit. Ada tiga metode untuk

35

Page 36: Lapak metalo aditia

mendapatkan baja nitridisasi, yaitu gas nitriding, salt – bath

nitriding, dan powder nitriding. Prinsipnya menggunakan absorpsi

nitrogen pada permukaan baja.

Sementara itu, dalam industri, aplikasi yang dapat kita lihat

penggunaannya adalah pada gear , piston, rem, dan laher otomotif

III.4 PERCOBAAN JOMINY

III.4.1 TABEL DAN PERCOBAAN JOMINY

Hasil percobaan :

Beban (P) : 187,5 kg

Diameter bola (D): 3mm

Titik pengujian ke- (dari

sumber air)

jarak dari

sumber air (mm)

d (diameter jejak

indentasi) (mm)

BHNBHN Rata-

Rata

1 20 0.69 494.9627

339.9166

2 30 0.73 441.4784

3 40 0.70 480.7284

4 50 0.78 385.8419

5 60 0.84 331.7409

6 70 0.89 294.7570

7 80 0.91 281.6407

8 90 0.94 263.5124

9 100 1.02 222.7400

10 110 1.07 201.7635

36

Page 37: Lapak metalo aditia

20 30 40 50 60 70 80 90 100 1100

100

200

300

400

500

600

BHN vs Jarak

BHN

III.4.2 CONTOH PERHITUNGAN

Dengan data yang di peroleh maka kita dapat menghitung kekerasan

pada lokasi kjejak dengan menggunakan rumus :

h BHN= 2 P

(πD )(D−√D2−d2)

Untuk titik jejak ke 10, d=1,20 mm; D = 3mm; P = 187,5 kg

h BHN= 2 P

(πD )(D−√D2−d2)

h BHN= 2x 187,5

(227X 3) (3−√32−1,202 ) = 158,83

III.4.3 PEMBAHASAN GRAFIK

Berdasarkan grafik yang dihasilkan dari percobaan jominy akan

didapatkan hubungan antara jarak permukaan dengan pendinginan

langsung dengan kekerasan bahan serta hubungan antara kecepatan

pendinginan dengan fasa yang terbentuk serta mendapatkan sifat

kekerasan dari fasa tersebut.

Dari grafik, besar beban yang dipakai adalah 187.5 kg. Setelah kita

melihat grafik tersebut, kita dapat mengetahui bahwa semakin jauh jarak

besi dari quenching, maka kekerasan akan semakin kecil. Hal ini

dikarenakan daerah yang paling dekat dengan end-quenching

37

Page 38: Lapak metalo aditia

membentuk fase martensite yang lebih stabil dibandingkan jarak

terhadap quenching yang lebih jauh, mengakibatkan kekerasan material

berkurang.

Selain itu, jika dihubungkan dengan temperatur, pada temperatur

austenite, material akan berubah fasa menjadi fasa martensite bila

didinginkan secara tiba – tiba. Hal ini membuat kekerasan material

bertambah.

Bila dikaitkan dengan kurva pendinginan, maka fasa yang terbentuk

bila pendinginan dilakukan tiba – tiba adalah fase martensite. Bila

didinginkan agak lebih cepat, terbentuk fase cementite. Setelah itu, bila

didinginkan sedikit lebih lama, akan membentuk fasse ferrite. Sementara

itu, bila didinginkan secara normal, akan kembali membentuk fase

austenite

Bila kita melihat aplikasi dari percobaan Jominy di dunia industry, bila

ingin didapatkan fase yang kuat serta tangguh dan sesuai dengan

keperluan fungsinya, maka akan digunakan percobaan ini untuk

membentuk fase martensitenya.

38

Page 39: Lapak metalo aditia

BAB IV

KESIMPULAN & SARAN

IV.1 KESIMPULAN

IV.1.1 PREPARASI SAMPEL

IV.1.1.1 MOUNTING

Dalam penangan sampel yang berukuran sangat kecil, proses

mounting sangat membantu. Terdapat beberpa kemungkinan pada

kesalahan mounting yang menimbulkan cacat bubble, tacky tops, dan

discoloration.

IV.1.1.2 PENGAMPLASAN (GRINDING)

Pengamplasan dilakukan agar permukaan sampel menjadi rata.

Penggunaan kertas amplas harus disesuaikan dengan permukaan dengan

tingkat kehalusan permukaan. Setiap pergantian ukuran grit kertas

amplas maka arah pengamplasan digeser 45-90 derajat dari arah semula.

IV.1.1.3 PEMOLESAN (POLISHING)

Pemolesan bertujuan untuk menjadikan permukaan sampe halus dan

mengkilap seperti kaca, sehingga permukaan dapat diamati dengan jelas

pada ukuran mikro. Zat alumina sangat membantu sekali dalam proses

pemolesan.

IV.1.1.4 ETSA

Etsa merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan abatas

butuir secara selektif. Zat yang digunakan etsa harus sesuai dengan

sampel yang digunakan.

IV.1.2 PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO

Pada pengamatan hasil sampel yang telah selesai dari tahap

preparasi sampel, perlu digunakan mikroskop dengan perbesaran yang

sesuai. Struktur mikro yang dimiliki suatu material akan mempengaruhi

sifat mekanisnya

39

Page 40: Lapak metalo aditia

IV.1.3 PECOBAAN JOMINY

Semakin cepat suatu material didinginkan dari suhu kritisnya maka

semakin banyak martensit yang terbentu kemudian jika semakin lama

waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan suatu material dari suhu

kritinya maka semakin banyak fase ferrit yang terbentuk.Semaik banyak

maetensit menunujukkan semaik kerasnya suatu material sedangkan

ferrit menunjukkan semakuin lunaknya suatu material.

IV.2 SARAN

Menurut saya sebaiknya proses pengamplasan sebaiknya dimulai dari

permukaan kasar sehingga para mahasiswa dapat melakukan proses

pengamplsan secara seksama. Kemudian pada percobaan waktu yang

dibutuhkan untuk memanaskan sampel sampai suhu yang ditentukan

kurang lama.

40

Page 41: Lapak metalo aditia

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

PENGANTAR MATERIAL TEKNIK; BONDAN T. SOFYAN;2010; Salemba

Teknika; Jakarta

http://prajadillaatos.blogspot.com/2010/01/percobaan-metalografi-

terhadap suatu.html

http://www.scribd.com/doc/80871482/dokumen-153-Modul-3

http://www.sv.vt.edu/classes/MSE2094_NoteBook/96ClassProj/examples/

cu_ni.jpg

http://pojoklistrik.blogspot.com/2012/03/proses-pembuatan-besi-baja.html

http://www.codere.ch/E/nitriding.php?onglet=processes

41