lapak farkol lokomotor
DESCRIPTION
pengujian efek lokomotor pada mencitTRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR
KELOMPOK 1
(Selasa/07.00-10.00)
Selasa, 15 Maret 2011/
Putri Aryuni 260110100001 (Pembahasan)
Hana Nopia 260110100002 (Pembahasan)
Sri Rahyu Evrilia 260110100003 (Perhitungan dan Grafik)
Aprilya Eka Pratiwi 260110100004 (Tujuan, Prinsip, Alat, Bahan, Prosedur)
Veni Alviany 260110100005 (Pembahasan)
Ahmad Hanif S. 260110100006 (Editor dan Kesimpulan)
Ulfa Tri Wahyuni 260110100007 (Teori dasar)
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012
PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR
I. Tujuan Percobaan
Mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan percobaan yang
dimasukkan ke dalam “roda putar” (wheel cage) , berdasarkan pengamatan jumlah
putaran roda
II. Prinsip
Jumlah putaran yang dihasilkan dari pergerakan hewan percobaan (mencit)
dalam roda putar menunjukkan aktivitas lokomotor yang dipengaruhi oleh obat
depresan dan stimulan
III. Teori Dasar
Sistem saraf pusat (SSP) adalah bagian dari sistem saraf yang
mengkoordinasi kegiatan dari semua bagian tubuh hewan bilaterian-yaitu, semua
hewan multiseluler kecuali simetris radial spons dan binatang seperti ubur-ubur.
Pada vertebrata, sistem saraf pusat yang ditutupi dalam meninges. Ini berisi
sebagian besar sistem saraf dan terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang.
Bersama-sama dengan sistem saraf perifer memiliki peran fundamental dalam
kontrol perilaku. SSP adalah yang terkandung dalam dorsal rongga, dengan otak
di dalam rongga tengkorak dan tulang belakang di rongga tulang belakang. Otak
dilindungi oleh tengkorak, sedangkan sumsum tulang belakang dilindungi oleh
tulang belakang. Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah
sebagai berikut:
1. Durameter; terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan tengkorak
sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang mudah
dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan duramater
terdapat rongga epidural.
2. Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya seperti sarang
labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor
cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran
araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk
melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3. Piameter. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan
lipatan-lipatan permukaan otak (Dewoto, 2007).
Walaupun otak dan sumsum tulang belakang mempunyai materi sama
tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak di bagian luar atau
kulitnya (korteks) dan bagian putih terletak di tengah. Pada sumsum tulang
belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-kupu, sedangkan
bagian korteks berupa materi putih. Otak dan sumsum tulang belakang
mempunyai 3 materi esensial yaitu:
1. badan sel yang membentuk bagian materi kelabu (substansi grissea)
2. serabut saraf yang membentuk bagian materi putih (substansi alba)
3. sel-sel neuroglia, yaitu jaringan ikat yang terletak di antara sel-sel saraf di
dalam sistem saraf pusat (Neal, 2005).
Dalam sel saraf, energi dialihkan dengan penghantaran saraf yang
melibatkan proses elektrik murni. Proses hantaran sinaptik melibatkan pengalihan
energi dari ujung cabang akson pada neuron yang satu ke neuron yang lain yang
tidak saling berhubungan penghantaran impuls saraf melalui sambungan sinaptik
adalah suatu proses kimia. Perubahan aktivitas listrik disebabkan oleh perubahan
permeabilitas membran sel pascasinaptik, dan ini disebabkan pula oleh pelepasan
transmiter. Bila zat transmiter bereaksi dengan reseptor pascasinaptik, zat itu
dapat menimbulkan eksitasi atau hambatan. Kerja transmiter itu meningkatkan
atau menurunkan secara selektif penghantaran ion atau permeabilitas membran
terhadap ion (Sukandar, 2010).
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek
yang sangat luas. Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas
SSP secara spesifik atau secara umum. Beberapa kelompok obat memperlihatkan
selektivitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik yang khusus mempengaruhi
pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain.
Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP
yang bersifat umum sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma.
Pembagian obat dalam kelompok yang merangsang dan kelompok yang
menghambat SSP tidak tepat, karena psokofarmaka misalnya menghambat fungsi
bagian SSP tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain. Obat yang
mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dapat bersifat merangsang atau
mendepresi. Berdasarkan kegunaan terapeutiknya, obat SSP dapat dibagi dalam
tiga golongan :
1. Depresi SSP umum
Obat-obat ini menimbulkan efeknya dengan mendepresi secara tak selektif
struktur sinaptik, termasuk jaringan prasinaptik, termasuk jaringan
prasinaptik dan prasinaptik. Obat-obat ini menstabilkan membran neuron
dengan mendepresi struktur pascasinaptik, disertai dengan pengurangan
jumlah transmiter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaptik.
2. Perangsang DDP umum
Obat-obat ini melakukan kerjanya secara tak selektif dengan salah satu
mekanisme berikut : merintangi hambatan pascasinaptik atau mengeksitasi
neuron secara langsung. Eksitasi neuron secara langsung dapat dicapai
dengan mendepolarisasi sel prasinaptik, meningkatkan pelepasan
prasinaptik akan transmiter, melemahkan kerja transmiter, melabilkan
membran neuron atau menurunkan waktu pulih sinaptik.
3. Obat-obat SSP selektif
Obat golongan ini dapat berupa depresan atau perangsang. Kerja melalui
berbagai mekanisme, dan mencakup obat antikejang, pelemas otot yang
bekerja sentral, analgetika dan sedativa(Tjay, 2002).
Psikostimulansia dapat meningkatkan aktivitas spikis. Senyawa ini dapat
menghilangkan rasa kelelahan dan penat, serta meningkatkan kemampuan
berkonsentrasi dan kapasitas yang bersangkutan. Senyawa ini tidak memiliki
khasiat antipsikotik. Ketergntungan fisik tidak begitu kuat, sedangkan
ketergantungan psikis bervariasi dari lemah (kofein) sampai sangat kuat
(amfetamin, kokain). Toleransi dapat terjadi misalnya pada amfetamin(Sukandar,
2010).
Obat-obat depresi SSP umum dapat menimbulkan ketergantungan psikis
maupun fisik. Taraf ketergantungan dan toleransinya berbeda-beda, karena
masing-masing memiliki mekanisme kerja sendiri. Pada umumnya,
ketergantungan sudah dapat timbul setelah 2 minggu penggunaan kontinu. Gejala
withdrawal serius terutama timbul pada barbiturat dibandingkan senyawa
benzodiazepam. Insidepresi penyalahgunaan senyawa barbiturat, benzodiazepin,
dan sejenisnya melampaui daripada opioida(Tjay, 2007).
Secara kualitatif benzodiazepin mempunyai efek yang hampir sama,
namun secara kuantitatif spektrum farmakodinamik serta data farmakokinetik
yang berbeda. Hal ini yang menyebabkan aplikasi terapi golongan ini sangat luas.
Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik dan antikonvulsi
dengan potensi yang berbeda-beda (Andrianto, 2008)
Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini
pada SSP dengan efek utama: sedasi, hiposis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Walaupun benzodiazepin
mempengaruhi aktivitas saraf pada semua tingkatan, namun beberapa derivat yang
lain pengaruhnya lebih besar dari derivatnya yang lain, sedangkan sebagian lagi
memiliki efek yang tak langsung. Penggolongan benzodiazepin :
Obat-obat long-acting antara lain klordiazepoksida, diazepam, nitrazepam,
dan flurazepam. Obat-obat ini dirombak antara lain dengan jalan
demetilasi dan hodrolsilasi menjadi metabolit aktif desmetildiazepam dan
hidroksidiazepam.
Obat-obat short-acting : oksazepam, lorazepam, lormetazepam,
temazepam, loprazolam dan zopiclon. Obat-obat ini dimetabolisasi tanpa
menghasilkan metabolit aktif yang memiliki kerja panjang. Obat ini layak
digunakan sebagai obat tidur karena tidak berkumulasi saat penggunaan
berulang kali dan jarang menimbulkan efek sisa, sebaliknya risiko yang
lebih besar akan reboundinsomnia dan lebih cepat menimbulkan gejala
abstinensi.
Obat-obat ultra-short acting : triazolam, midazolam, dan estazolam. Risiko
akan efek abstinensi dan rebound-insomnia lebih besar lagi pada obat-
obat ini sehingga setidaknya jangan digunakan labih lama dari 2 minggu
(Muchtaridi,2008).
Barbiturat sejak lama digunakan sebagai hipnotika dan sedativa, tetapi
penggunaannya dalam tehun-tahun terakhit sangat menurun karena adanya obat-
obat dari kelompok benzodiazepin yang lebih aman. Yang merupakan
pengecualian adalah fenobarbital, yang memiliki sifat antikonvulsif dan tiopental
yang masih banyak digunakan sebagai anestetikum i.v. (Mutchler, 1991).
Barbital digunakan sebagai obat pereda untuk siang hari dalam dosis yang
lebih rendah dari dosisnya sebagai obat tidur. Faktor-faktor yang membatasi
penggunaan barbiturat dan menyebabkan penggunaannya terdesak oleh
benzodiazepin adalah :
Toleransi dan ketergantungan cepat timbul menyangkut sifat
menidurkannya pada dosis berulang laki dan lebih ringan mengenai
khasiat anti-epilepsinya.
Stadium REM (dengan mimpi) dipersingkat, yang berefek pasien
mengalami tidur kurang nyaman.
Efek paradoksal dapat terjadi dalam dosis rendah pada keadaan nyeri,
yakni justru eksitasi dan kegelisahan
Overdise barbital menimbulkan depresi sentral, dengan penghambatan
pernapasan berbahaya, koma, dan kematian(Mutchler, 1991).
Akibat induksi-enzim barbital juga mempercepat perombakan obat-obat
lain, yang metabolisasinya berlangsung oleh sistem enzim yang sama, misalnya
derivat kumarin, antikonseptiva oral, dan siklosporin. Sebaliknya efek barbital
diperkuat oleh asam valproat(Mutchler, 1991).
Ada indikasi kuat bahwa terjadinya toleransi dan ketergantunga berkaitan
erat dengan aktivasi dari sistem dopaminerg di otak. Semua zat yang bersifat
adiksi berkhasiat meningkatkan jumlah dopamin secara akut yang dihubungkan
dengan efek eufori, labilitas emosional, kekacauan dan histeri. Lebih dari sepuluh
neurotransmiter lain antaranya noradrenalin dan serotonin, memegang peranan
pula pada adiksi tetapi pengaruhnya jauh lebih ringan. Kadar dopamin yang
terlalu tinggi dapat mengakibatkan halusinasi dan psikosis akut(Mansjoer, 1999).
Kafein
Khasiat : kafein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek
menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk juga daya
konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertingg,prestasi otak dan
suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan
dan singkat daripada amfetamin. Kafein juga berefek inotrop
positif terhadap jantung, vasodilatasi perifer dan diuresis.
Efek samping : bila diminum lebih dari 10 cangkir kopi dapat
berupa debar jantung, gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah,
ingatan berkurang dan sukar tidur.
Dosis : pada rasa letih 1-3dd 100-200 mg, sebagai adjuvans
bersama analgetik 50 mg sekali, bersama ergotamin pada migrain
100 mg(Depkes RI,1979)
Di antara obat depresan sedatif/hipnotik yang menimbulkan efek ketagihan
adalah kumpulan barbiturat, benzodiazepin, kloral hidrat, glutetimid, metakualon,
dan meprobamat (Mansjoer, 1999).
Obat barbiturat merupakan satu kumpulan obat yang seringkali
dipreskripsikan oleh doctor untuk menciptakan rasa tenang dan membuat
penderita merasa mengantuk agar mudah tidur. Sebanyak lebih kurang 2500
terbitan asid barbiturik telah dapat disintesiskan, tetapi hanya lebih kurang 15
sahaja yang berguna untuk tujuan pengubatan. Dosis terapeutik yang kecil dapat
menenangkan perasaan resah, dan untuk dosis yang lebih besar dapat membantu
sesorang untuk tidur selam 20 hingga 60 menit. Namun, apabila dosis
ditingkatkan lagi, maka akan terjadi koma dan kemudian pernafasan akan terhenti
(Mansjoer, 1999).
Benzodiazepin, yang merupakan satu lagi kumpulan depresan dikenali
sebagai trankuilizer (penenang) ringan atau minor, sedatif, hipnotik, atau
antigelugut. Zat ini mempunyai kemampuan mengurangi rasa resah, tegang, dan
kejang otot, serta dapat menghasilkan sedasi dan mencegah atau menghentikan
gelugut. Benzodiazepin yang digunakan secara luas adalah klordiazepoksid
(librium), klonazepam (Clonopin), klorazepat (Dalmane), lorazepam (Ativan),
oksazepam (Serax), dan prazepam (Verstam) (Mansjoer, 1999).
IV. Alat dan Bahan
Hewan Percobaan
mencit putih jantan dengan berat antara 20-25 gram.
Bahan
obat depresan atau stimulant yang diuji
larutan suspensi gom arab 1-2%
Alat
alat suntik 1 ml
sonde oral mencit
stopwatch
timbangan mencit
alat roda putar (wheel cage)
V. Prosedur
Pengujian dilakukan dengan “ metode roda putar”(wheel cage method)
yang dimodifikasi dengan prosedur sebagai berikut : Pertama-tama Hewan dibagi
atas dua kelompok, yang terdiri atas kelompok kontrol dan kelompok obat uji
1(depresan) dan Kelompok obat uji 2(stimulan). Kemudian semua hewan dari
setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya yaitu kelompok 1
atau kontrol diberi larutan suspensi gob arab 1-2%, kelompok 2 atau uji depresan
diberi obat fenobarbital dan kelompok 3 atau uji stimulan diberi obat kafein
dengan pemberian dosis sesuai ketentuan.Lalu 30 menit kemudian mencit
dimasukkan ke dalam alat “roda putar” dan aktivitas mencit dicatat selama 30
menit dengan interval 5 menit. Setelah itu data yang diperoleh dianalisis secara
statistik berdasarkan analisis variasi dan kebermaknaan perbedaan lama waktu
tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok uji 1 dan uji 2 dianalisis
dengan Student test.Lalu data disajikan dalam bentuk table atau grafik.
VI. Data Pengamatan dan Perhitungan
Kel. UjiKelompo
k
Banyak Putaran Jumla
h5' 10' 15' 20' 25' 30'
Kontrol
Negatif
(PGA)
1 5 15 44 40 36 8 148
2 14 0 1 24 28 37 104
3 33 28 18 46 39 33 197
4 44 32 2 0 0 18 96
Jumlah 96 75 65 110 103 96 545
Rata-rata24,0
018,75
16,2
5
27,5
0
25,7
5
24,0
0136,25
Uji I
(
Fenobarbital)
1 2 5 0 5 0 3 15
2 51 66 46 26 4 6 199
3 64 57 29 0 0 0 150
4 15 9 15 10 13 29 91
Jumlah 132 137 90 41 17 38 455
Rata-rata 33,0 34,25 22,5 10,2 4,25 9,50 113,75
0 0 5
Uji II
(Kaffein)
1 50 45 47 60 53 62 317
2 78 104 101 89 95 60 527
3 59 62 69 107 76 106 479
4 41 61 50 23 6 23 204
Jumlah 228 272 267 279 230 251 1527
Rata-rata57,0
068,00
66,
75
69,
75
57
,50
62,7
5381,75
TOTAL 456 484 422 430 350 385 2527
Grafik Jumlah Putaran terhadap waktu
5 10 15 20 25 300
10
20
30
40
50
60
70
80
2418.75 16.25
27.5 25.75 24
33 34.25
22.5
10.254.25
9.5
57
68 66.75 69.75
57.562.75
PGAFENOBARBITALKAFEIN
KEL 1 KEL 2 KEL 3 KEL 40
20406080
100
Grafik Jumlah Putaran Terhadap Kelompok
PGAFENOBARBITALKAFEIN
Kelompok
Jumlah Putaran
Perhitungan Semua kelompok
% stimulasi = ∑ putaran kontrol - ∑ putaran kafein
x 100 %
∑ putaran kontrol
% depresan = ∑ putaran kontrol - ∑ putaran fenobarbital
x 100 %
∑ putaran kontrol
% stimulasi kelompok 1 = 148 - 317
x 100 %
148
= - 114,18 %
% stimulasi kelompok 2 = 104 - 527
x 100 %
104
= - 406, 73 %
% stimulasi kelompok 3 = 197 – 479
x 100 %
197
= -143,15 %
% stimulasi kelompok 4 = 96 – 204
x 100 %
204
= - 52,94 %
% stimulasi rata – rata = -114,18 % - 406,73% - 145,15 % - 52,94 %
4
= - 187,25 %
% depresan kelompok 1 = 148 – 15
x 100 %
148
= 89,86 %
% depresan kelompok 2 = 104 – 199
x 100 %
104
= - 91,3 %
% depresan kelompok 3 = 197 – 150
x 100 %
197
= 23,85 %
% depresan kelompok 4 = 96 – 91
x 100 %
96
= 5, 2 %
% depresan rata – rata = 89,86 % - 91,3 % + 23,85 % + 5,2 %
4
= 27,61 %
1. Uji Anava
t = 3, r = 4, N = t . r = 3 . 4 = 12
Hipotesis
Ho : t1 = 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap
mencit.
H1 : t1 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang berbeda terhadap
mencit.
Tabel Anava
Sumber Variasi Dk Jk KT Fhit
Rata-rata 1 88690 , 681 88690,681
Fhit =
PE
=8,93
Waktu (blok) 5 967 , 736 193,547
Pemberian obat (perlakuan) 2 29466 ,78 14733,39
Kekeliruan eksperimen 10 3299,056 329,9056
Kekeliruan subsampling 54 33733,57 624,6957
TOTAL 72 156157,8
Perhitungan :
Dk
Rata-rata = 1
Waktu = (b-1) = 6 - 1 = 5
Pemberian obat = (p-1) = 3 - 1 = 2
Kekeliruan eksperimen = (b-1)(p-1) = 5 x 2 = 10
Total = 3 x 4 x 6 = 72
Kekeliruan subsampling = 72 - (1+5+2+10) = 54
Jk
Ry= J2
n=25272
72=88690 ,681
By=4562+4842+4222+4302+3502+3852
3 x 4−88690 , 681=967 , 736
Py=5452+4552+15272
4 x 6−88690 , 681=29466 ,78
Sb=962+752+652+ .. .+2302+2512
4−88690 ,681=33733,57
Ey = Sb – (By+Py)
=33733,57 – (967,736+29466,78)
= 3299,056
∑ y2=52+142+332+442+.. .+602+1062+232=152151
Sy = y2 – Ry – Sb
= 152151 – 88690,68 – 33733,57
= 29726,75
Dengan α = 5% = 0.05
Ftabel = F(2.10) = 4,1
Fhitung =
PyEy
=29466 ,783299,056
=8,931883
Fhit > Ftabel , maka Ho ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari efek
pemberian obat-obat tersebut.
VII. Pembahasan
Dalam percobaan ini ingin mengetahui efek obat terhadap aktivitas
lokomotor mencit yang dimasukkan ke dalam “roda putar” (wheel cage),
berdasarkan pengamatan jumlah putaran roda.
Gerak dasar lokomotor merupakan salah satu domain dari gerak dasar
fundamental (fundamental basic movement), di samping gerak dasar non-
lokomotor dan gerak dasar manipulatif. Gerak dasar lokomotor diartikan sebagai
gerakan atau keterampilan yang menyebabkan tubuh berpindah tempat, sehingga
dibuktikan dengan adanya perpindahan tubuh (traveling) dari satu titik ke titik
lain. Gerakan-gerakan tersebut merentang dari gerak yang sifatnya sangat alamiah
mendasar seperti merangkak, berjalan, berlari, dan melompat, hingga ke gerakan
yang sudah berupa keterampilan khusus seperti meroda, guling depan, hingga
handspring dan back-handspring.
Lokomotor berasal dari kata loko “gerak”, dan motor “penggerak”. Jadi,
lokomotor adalah gerak yang dilakukan oleh penggerak. Organ-organ yang
terlibat dalam lokomotor yaitu tulang, otot, saraf, dan darah atau pembuluh.
Tulang berfungsi sebagai pemberi bentuk tubuh, alat gerak, melindungi organ-
organ tubuh, dan sebagai tempat pembuatan sel-sel darah terutama sel darah
merah. Otot merupakan suatu organ yang memungkinkan tubuh dapat bergerak,
gerak sel terjadi karena sitoplasma merubah bentuk. Saraf merupakan penghantar
informasi, koordinasi dan pengaturan untuk mengontrol dan mengintegrasikan
aktivitas tubuh. Fungsinya adalah menerima stimulus dari lingkungan, mengubah
stimulus menjadi impuls, dan sebagai tempat berlangsungnya semua proses
keiwaan dan psikis. Darah merupakan suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam
pembuluh darah yang berwarna merah beredar di dalam tubuh karena adanya
kerja jantung. Fungsi darah sebagai alat pengangkut, pertahanan tubuh, dan
menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Obat uji yang digunakan adalah fenobarbital (obat antidepresan) dan
kafein (obat stimulant). Fenobarbital termasuk golongan barbiturat, obat yang
bersifat hipnotik sedatif, selain itu juga merupakan anestetik parenteral, pelemas
otot, antiepilepsi dan anticemas (antiansietas). Sedangkan kafein merupakan
senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid. Kafein bekerja di dalam
tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf. Peranan utama
kafein di dalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap
terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi.
Obat stimulan biasanya bekerja merangsang susunan saraf pusat melalui 2
mekanisme yaitu mengadakan blokade sistem penghambatan dan meningkatkan
perangsangan sinaps. Kafein dapat berfungsi sebagai stimulan (perangsang)
karena kafein bekerja pada susunan saraf pusat dengan meningkatkan
perangsangan sinaps yaitu terutama pada korteks serebri. Selain itu, kafein juga
dapat memberikan rangsangan pada medula oblongata sehingga pusat vasomotor
dan pusat pernapasan pun ikut terangsang. Akan tetapi tekanan darah tidak naik,
hal ini terjadi karena pada saat bersamaan, terjadi juga dilatasi pembuluh kulit,
ginjal dan koroner, akibat kerjanya di sistem saraf perifer. Rangsangan pada pusat
vasomotor oleh kafein disebabkan adanya kostriksi pembuluh darah otak dan
turunnya tekanan liquor.
Meningkatnya perangsangan sinaps oleh kafein mengakibatkan kondisi
tubuh menjadi siaga dan kemampuan psikis pun akan meningkat. Dengan
pemberian secara per oral, kafein akan diabsorpsi dengan cepat dan sempurna
sehingga efek kafein dapat dengan cepat dirasakan.
Sedangkan obat antidepresan biasanya bekerja pada sistem GABA, yaitu
dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Barbiturat dalam
seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam
korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada
reseptor ini, barbiturat akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi
antara aktivitas farmakologi berbagai barbiturat dengan afinitasnya pada tempat
ikatan. Dengan adanya interaksi barbiturat, afinitas GABA terhadap reseptornya
akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya
reseptor GABA, saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih
banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida
menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya,
kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Sebagai hewan percobaan mencit yang digunakan harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu: bersifat homogen baik dari segi galur, berat, umur dan
jenis kelaminnya karena akan mempengaruhi dosisnya. Jenis kelamin mencit yang
digunakan pada percobaan ini adalah mencit jantan karena mencit betina tidak
stabil. Mencit betina mengalami menstruasi dan pada saat menstruasi maka
hormonnya akan meningkat sehingga mempengaruhi kondisi psikologisnya.
Kenaikan hormon ini juga akan berpengaruh pada efek obat. Dengan alasan inilah
mencit betina jarang digunakan sebagai hewan percobaan.
Pada percobaan ini akan mencit dibagi menjadi tiga kelompok. Pertaman-
tama ketiga kelompok mencit ditimbang bobot badannya, Lalu diberi tanda
dengan spidol pada ekornya. Mencit I 26,5 g, mencit II 24 g dan mencit III 21 g,
hal ini dilakukan untuk perhitungan dosis obat yang nantinya akan diberikan
kepada masing-masing mencit. Kelompok pertama adalah mencit yang hanya
diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 1-2 % saja tanpa penambahan obat-
obatan yang lain, kelompok ini digunakan sebagai kelompok kontrol. Kelompok
yang kedua adalah kelompok mencit yang diberikan obat fenobarbital secara per
oral. Kelompok ketiga adalah kelompok mencit yang diberi obat kafein secara per
oral pula.
Pada awalnya untuk mencit diberikan obat fenobarbital dan kafein masing-
masing untuk mencit II dam III secara per oral, kemudian didiamkan selama 30
menit sebelum dimasukan ke dalam roda putar dan diamati jumlah putaran roda
selang 5 menit selama 30 menit waktu pengamatan. Proses didiamkannya mencit
setelah diberikan obat adalah agar obat tersebut dapat diabsorpsi terlebih dahulu
oleh mencit, sehingga efeknya akan lebih terlihat pada saat mencit diletakkan ke
dalam roda putar.
Pada kelompok pertama (I), yaitu kelompok kontrol, pada kelompok ini
mencit hanya diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 3 % saja, sehingga
mencit pada kelompok ini bekerja alami tanpa ada pengaruh obat, sehingga
kelompok-kelompok yang lain dapat dibandingkan dengan kelompok kontrol ini.
Aktivitas mencit (jumlah putarannya) yaitu: menit ke 5= 5, menit ke 10= 14,
menit ke 15= 44, menit ke 20= 40, menit ke 25= 36 dan menit ke 30= 8. Hal ini
menunjukkan aktivitas mencit berlangsung normal, respon saraf terhadap gerak
pada otot yang di aplikasikan dalam bentuk gerak berlari dalam roda putar.
Puncak aktivitas terdapat pada menit ke 15 dan selanjutnya menurun.
Pada mencit kedua yang diberikan obat uji depresan yaitu fenobarbital
jumlah putarannya yaitu: menit ke 5= 2, menit ke 10= 5, menit ke 15= 0, menit ke
20= 5, menit ke 25= 0 dan menit ke 30= 3 Jumlah putarannya sewajarnya di
bawah mencit pertama yang diberikan kontrol negatif, karena mencit kedua
diberikan fenobarbital sebagai depresan. Hal ini mungkin disebabkan efek obat
fenobarbital pada mencit telah berkurang atau tidak ada. Karena mencit kedua
terlambat dimasukkan ke dalam roda putar untuk diukur aktivitasnya,
keterlambatan ini disebabkan terbatasnya alat roda putar yang digunakan ada 2
untuk 3 mencit. Jadi mencit kedua menunggu lebih lama untuk dimasukkan ke
dalam roda putar karena dipakai oleh mencit 1 dan mencit 3. Maka efek obat yang
seharusnya diaplikasikan dalam roda putar telah berkurang terlebih dahulu saat
dimasukkan ke roda putar.
Sedangkan pada mencit ketiga yang diberi kafein, menunjukkan aktivitas
yang lebih tinggi dibandingkan mencit kontrol negatif yang diberi PGA. Jumlah
putaran yang dilakukan mencit pada roda putar yaitu: menit ke 5= 50, menit ke
10= 45, menit ke 15= 47, menit ke 20= 60, menit ke 25= 53 dan menit ke 30= 62.
Jumlah putarannya menunjukkan aktivitas mencit meningkat dengan pemberian
kafein.
Kemudian setelah diperoleh data putaran permenit, dihitung persen
stimulasi dan persen depresan semua kelompok dengan menggunakan rumus
berikut:
% stimulasi = ∑ putaran kontrol - ∑ putaran kafein
x 100 %
∑ putaran control
% depresan = ∑ putaran kontrol - ∑ putaran fenobarbital
x 100 %
∑ putaran control
Diperoleh hasil %stimulasi kelompok 1 yaitu -114,18%, %stimulasi
kelompok 2 yaitu -403,73%, %stimulasi kelompok 3 yaitu -143,15%, dan
%stimulasi kelompok 4 yaitu -52,94%. Kemudian dijumlahkan keseluruhan
dibagi 4 hasilnya yaitu -187,25%. Hal yang sama juga dilakukan untuk persen
depresan dan mendapatkan hasil rata-rata yaitu sebesar 27,61%.
Berdasarkan percobaan kali ini dapat dilihat pengaruh pemberian obat
fenobarbital maupun kafein pada mencit. Berdasarkan pengujian data secara
statistika, dimana Fhit > Ftabel sehingga pernyataan Ho yang menyatakan bahwa
seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap mencit, ditolak. Dapat
dilihat bahwa pemberian fenobarbital ataupun kafein memberikan efek signifikan
yang berbeda terhadap mencit apabila dibandingkan dengan kontrol.
Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi jumlah putaran. Yang
sangat mempengaruhi dari absorpsi obat adalah berat badan mencit, karena
berpengaruh pada luasnya daerah absorpsi dan tentu saja sangat mempengaruhi
absorpsi obat. Perbedaan jumlah pada tiap bagian ini dipengaruhi bagaimana
ketersediaan obat dalam mencit. Semakin lama obat dalam mencit akan bekerja
sampai puncaknya dan kemudian lama-lama efeknya akan menurun karena
ketersediaan obat makin berkurang.
Pada percobaan kali ini, mencit yang tidak diberikan obat uji tidak terlalu
memberikan efek atau pengaruh yang signifikan terhadap perubahan aktivitas
yang ditunjukkan dengan peningkatan atau penurunan jumlah putaran roda putar.
Sedangkan untuk mencit yang diberikan obat uji berupa fenobarbital, seiring
dengan berjalannya waktu pengamatan ternyata aktivitas mencit perlahan
mengalami penurunan, hal tersebut di tunjukkan dengan berkurangnya jumlah
putaran roda putarnya. Penurunan aktivitas pada mencit ini disebabkan karena
fenobarbital termasuk golongan barbiturat, obat yang bersifat hipnotik sedatif
sehingga mengakibatkan mencit perlahan mengalami rasa sedasi yang cukup kuat
dan apabila dosisnya ditingkatkan maka kemungkinan mencit tersebut akan
tertidur atau tidak melakukan aktivitas apapun. Untuk mencit yang diberikan obat
kafein ternyata mengalami peningkatan aktivitas yang cukup signifikan ditandai
dengan peningkatan jumlah putaran rodanya. Kafein meningkatan kerja
psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa
peningkatan energi. Dengan demikian maka mencit akan terus aktif bergerak
selama efek obat tersebut masih ada namun seiring dengan berjalannya waktu
pengamatan maka lama-lama efeknya akan menurun karena ketersediaan obat
makin berkurang di dalam tubuh mencit. Hal ini ditandai dengan berkurangnya
jumlah putaran roda.
VII. Kesimpulan
Pemberian fenobarbital dan kafein mempengaruhi aktivitas hewan uji
berdasarkan jumlah putaran roda yang dihasilkan. Kafein meningkatkan kerja
psikomotorik mencit sedangkan fenobarbital menurunkan kerja psikomotorik
mencit. Waktu absorpsi obat juga berpengaruh pada percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto. 2008. Sistem Saraf Pusat. Dapat diakses pada http://medicastore.com/
[diakses tanggal 26 April 2012]
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ke 3. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta.
Dewoto, Hedi R. 2007. Analgesik Opiod dan Antagonis-Farmakologi dan Terapi
edisi 5. Fakultas kedokteran-UI. Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aescullapius. Jakarta.
Muchtaridi. 2008. Lokomotor Mencit. Dapat diakses pada
http://farmasi.ugm.ac.id/ [diakses tanggal 26 April 2012]
Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Penerbit ITB. Bandung.
Neal, M.J. 2005. At A Glance Farmakologi Medis. Penerbit Buku EGC. Jakarta.
Sukandar, Elin Yulinah, dkk. 2010. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI. Jakarta.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting edisi keenam.
PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya edisi kelima. PT. Elex Media
Komputindo. Jakarta.