lapak bioper 3

31
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ikan sebagai mahluk hidup didalam kehidupannya membutuhkan bahan makanan seba sumber energi dan gizi yang diperlukan dalam melakukan aktifitasnya yan pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi yang dilakukannya. Pada habitat al yaitu perairan bebas sumber makanan yang diperlukan ikan telah tersedia dengan s pada kondisi terkait dengan pola rantai makanan yang ada di perairan tersebut. K pakan di perairan bebas memungkinkan ikan untuk memilih dan mencari sumber makan yang dibutuhkannya tanpa terbatas ruang dan waktu, sedangkan ikan yang dalam suatu petakan tambak relatif tidak mempunyai alternatif lain dala mencari sumber makanan karena ruang gerak dan habitatnya dibatasi oleh petakan t Situasi ini mengarahkan ikan dalam suatu kondisi ketergantungan pakan yang di su luar lingkungannya, karena ketersediaan pakan alami yang ada di dalam semakin menipis dengan bertambahnya ukuran ikan dan bahkan pada waktu tertentu a mengakibatkan habisnya pakan alami tersebut. Besarnya populasi ikan dalam suatu antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ad yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang (food habits), mudahnya tersedia makanan, lama masa pengambilandan cara memakan dalam populasi tersebut (feeding habits). Jadi kebiasan makan dan cara memakan i secara alami bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup. Makana digunakan oleh ikan tadi akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebalikny makanan yang diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan pada b tiap individu ikan ikutserta keberhasilan hidupnya (survival). Adanya makanan dalam perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik lingkungan seperti suhu, cahaya, luas permukaan. Kita juga harus mengetahui bagaimana tingkat trofik, luas relung preponderance dari ikan agar dapat mengetahui secara pasti bagaimana fo habits spesies ikan tersebut di suatu lingkungan. Pengelompokan ikan berdasarkan kepada bermacam-macam makanan yang dimakan, ikan dapat dibagi menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit dan monophagic yait yang makanannya terdiri dari atas satu macam makanan saja (Effendie, 1997).

Upload: annisa-rizki-ramadhani

Post on 21-Jul-2015

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ikan sebagai mahluk hidup didalam kehidupannya membutuhkan bahan makanan sebagai sumber energi dan gizi yang diperlukan dalam melakukan aktifitasnya yang mencakup pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi yang dilakukannya. Pada habitat alaminya yaitu perairan bebas sumber makanan yang diperlukan ikan telah tersedia dengan sendirinya pada kondisi terkait dengan pola rantai makanan yang ada di perairan tersebut. Ketersediaan pakan di perairan bebas memungkinkan ikan untuk memilih dan mencari sumber makanan yang dibutuhkannya tanpa terbatas ruang dan waktu, sedangkan ikan yang dibudidayakan dalam suatu petakan tambak relatif tidak mempunyai alternatif lain dalam memilih dan mencari sumber makanan karena ruang gerak dan habitatnya dibatasi oleh petakan tambak. Situasi ini mengarahkan ikan dalam suatu kondisi ketergantungan pakan yang di suplai dari luar lingkungannya, karena ketersediaan pakan alami yang ada di dalam perairan tersebut semakin menipis dengan bertambahnya ukuran ikan dan bahkan pada waktu tertentu akan mengakibatkan habisnya pakan alami tersebut. Besarnya populasi ikan dalam suatu perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia. Dari makanan ini ada beberapa factor yang berhubungan dengan populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia (food habits), mudahnya tersedia makanan, lama masa pengambilandan cara memakan ikan dalam populasi tersebut (feeding habits). Jadi kebiasan makan dan cara memakan ikan itu secara alami bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup. Makanan yang telah digunakan oleh ikan tadi akan mempengaruhi sisa persediaan makanan dan sebaliknya dari makanan yang diambilnya akan mempengaruhi pertumbuhan, kematangan pada bagi tiaptiap individu ikan ikut serta keberhasilan hidupnya (survival). Adanya makanan dalam perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang dan luas permukaan. Kita juga harus mengetahui bagaimana tingkat trofik, luas relung dan indeks preponderance dari ikan agar dapat mengetahui secara pasti bagaimana food and feeding habits spesies ikan tersebut di suatu lingkungan. Pengelompokan ikan berdasarkan kepada bermacam-macam makanan yang dimakan, ikan dapat dibagi menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan, stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit dan monophagic yaitu ikan yang makanannya terdiri dari atas satu macam makanan saja (Effendie, 1997). 1

Hubungan panjang-berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan akan memijah. Fekunditas ini sering disebut fekunditas mutlak/individu, proses dimana ikan akan memijah tiap tahun akan selalu berlainan dimana gonad yang besar dikeluarkan terlebih dahulu dan yang kecil pada tahap berukutnya. Proses fekunditas dipengaruhi oleh faktor luar berupa makanan, suhu, oksigen terlarut, dan lingkungan serta faktor dalam berupa hormon dan komposisi telur. Akibat dari dua faktor ini maka mass fekunditas yang terjadi pada ikan akan mengalami perkembangan telur akibat dari pertambahan kuning telur, hidrasi, dan terbentuknya lapisan minyak. 1.2.Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pertumbuhan ikan dan mendapatkan hasil maksimal. Untuk mengetahui perbandingan ikan yang matang gonad dan belum, mengetahui waktu pemijahan ikan. Mengetahui status ikan (akan memijah, baru memijah atau selesai memijah). Mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad secara kuantitatif. Mengetahui jumlah telur matang sebelum dikeluarkan pada saat waktu ikan memijah. Mengetahui kebiasaan/ tabiat makan ikan.

1.3.Kegunaan Kegunaan dari praktikum kali ini adalah agar praktikan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang ilmu Biologi Perikanan dari teori yang diperoleh dengan praktikum yang dilakukan, terutam tentang hubungan panjang-berat, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan studi kebiasaan makan ikan. 1.4.Waktu dan Tempat Praktikum kali ini dilaksanakan pada : Hari, tanggal Jam Tempat : Rabu, 9 Mei 2012 : 12.30-14.30 : Laboratorium FHA, Laboratorium MSP, Laboratorium Akuakultur FPIK

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) Nilem (Osteochilus vittatus) adalah sejenis ikan air tawar anggota suku Cyprinidae. Ikan herbivora ini diketahui menyebar di Asia Tenggara: Tonkin, Siam Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra, dan Jawa. Nilem merupakan ikan budidaya untuk konsumsi, terutama di Jawa. Kini, nilem juga diintroduksi ke beberapa danau di Sulawesi. Ikan nilem dapat mencapai panjang tubuh 32 cm. Di Jawa Barat, ikan nilem memiliki popularitas sedikit di bawah ikan mas. Pada umumnya, ikan nilem dapat dipelihara pada daerah dengan ketinggian sekitar 150-800 m dpl. Ikan nilem adalah ikan organik yang artinya tidak membutuhkan pakan tambahan atau pellet. Ikan nilem termasuk ikan pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora). Larva yang baru menetas biasanya memakan jenis zooplankton (hewan yang berukuran kecil atau mikro yang hidup diperairan dan bergerak akibat arus perairan) yaitu rotifer. Sedangkan benih dan ikan dewasa memakan tumbuh-tumbuhan air seperti chlorophyceae, characeae, ceratophyllaceae, polygonaceae (Susanto, 2006). Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan herbivore, yaitu memakan makanan yang berupa makanan nabati, antara lain yaitu alga filamen dan plankton lainnya. Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara memakan (feeding habits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan. Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan itu hidup. Tujuan mempelajari kebiasaan makanan (food habits) ikan dimaksudkan untuk mengetahui pakan yang dimakan oleh setiap jenis ikan. Ikan nilem merupakan ikan air tawar yang banyak terdapat diperairan umum terutama diperairan mengalir atau agak tergenang serta kaya akan oksigen terlarut. Ikan nilem mempunyai bentuk tubuh pipih, mulut dapat disembulkan, posisi mulut terletak diujung (terminal), sedangkan posisi sirip terletak di belakang sirip dada (abdominan). Ikan nilem tergolong ikan bersisik lingkaran (silkoid), rahang atas sama pajang atau lebih pajang dari diameter mata. Permulaan sirip punggung berhadapan dengan sisik garis ke8 sampai garis rusuk ke-10, bentuk sirip dubur agak tegak. Sisirp perut tidak mencapai dubur (Saanin, 1980). Saanin (1984) menyatakan bahwa cirri-ciri ikan nilem adalah badan memajang, pipih kesamping kompres. Panjang baku 2,5 sampai 3 kali tinggi badan. Mulut dapat disambulkan dengan bibir berkerut. Sungut ada dua pasang, permukaan sirip punggung 3

terletak dibelakang permulaan sirip dada. Sisik pada Linea Lteralis (LL) 33-36 buah. Sirip ekor bercagak kedalam.

2.1.1.Klasifikasi Ikan

Kerajaan: Animalia Filum: Kelas: Ordo: Famili: Genus: Chordata Actinopterygii Cypriniformes Cyprinidae Osteochilus

Spesies: O. vittatus Nama binomial: Osteochilus vittatus

2.1.2 Morfologi Ikan Nilem Ikan nilem atau Silver Shark minnow Familia Cyprinidae, Genus Osteochilus, Species Osteochilus vittatus mempunyai ciri morfologi antara lain bentuk tubuh hampir serupa dengan ikan mas. Bedanya, kepala ikan nilem relatif lebih kecil. Pada sudut-sudut mulutnya, terdapat dua pasang sungut peraba. Warna tubuhnya hijau abu-abu. Sirip punggung memiliki 3 jari-jari keras dan 12-18 jari-jari lunak. Sirip ekor berbentuk cagak dan simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari-jari keras dan 8 jari-jari lunak. Sirip dada terdiri dari 1 jari-jari keras dan 13-15 jari-jari lunak. Jumlah sisik pada gurat sisi ada 33-36 keping. Dekat sudut rahang atas ada 2 pasang sungut peraba. Menurut Djuhanda (1982), lengkung insang pada ikan nilem berupa tulang rawan yang sedikit membulat dan merupakan tempat melekatnya filamen-filamen insang. Arteri branchialis dan arteri epibranchialis terdapat pada lengkung insang di bagian basal pada kedua filamen insang pada bagian basalnya. Tapis insang berupa sepasang deretan batang-

4

batang rawan yang pendek dan sedikit bergerigi, melejat pada bagian depan dari lengkung insang. Ikan nilem memiliki gelembung renang untuk menjaga keseimbangan di dalam air.

2.1.3.Habitat Ikan Nilem Ikan nilem (Osteochilus vittatus) hidup di perairan yang jernih. Oleh karena itu, ikan ini dapat ditemukan di sungai-sungai. Populasi ini hanya cocok dipelihara di daerah sejuk, yang tingginya diatas permukaan air laut mulai dari 150m 1000m, tetapi yang paling baik adalah di daerah setinggi 800m, dengan suhu air optimum 180C 280C (Soeseno, 1985).

2.1.4.Food and Feeding Habits Ikan Nilem Ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan herbivore, yaitu memakan makanan yang berupa makanan nabati, antara lain yaitu alga filamen dan plankton lainnya. Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara memakan (feeding habits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan itu didapatkan oleh ikan. Kebiasaan makanan dan cara memakan ikan secara alami bergantung pada lingkungan tempat ikan itu hidup. Tujuan mempelajari kebiasaan makanan (food habits) ikan dimaksudkan untuk mengetahui pakan yang dimakan oleh setiap jenis ikan. Ikan nilem merupakan ikan air tawar yang banyak terdapat diperairan umum terutama diperairan mengalir atau agak tergenang serta kaya akan oksigen terlarut. Ikan nilem mempunyai bentuk tubuh pipih, mulut dapat disembulkan, posisi mulut terletak diujung (terminal), sedangkan posisi sirip terletak di belakang sirip dada (abdominan). Ikan nilem tergolong ikan bersisik lingkaran (silkoid), rahang atas sama pajang atau lebih pajang dari diameter mata. Permulaan sirip punggung berhadapan dengan sisik garis ke8 sampai garis rusuk ke-10, bentuk sirip dubur agak tegak. Sisirp perut tidak mencapai dubur (Saanin, 1980). Saanin (1984) menyatakan bahwa cirri-ciri ikan nilem adalah badan memajang, pipih kesamping kompres. Panjang baku 2,5 sampai 3 kali tinggi badan. Mulut dapat disambulkan dengan bibir berkerut. Sungut ada dua pasang, permukaan sirip punggung terletak dibelakang permulaan sirip dada. Sisik pada Linea Lteralis (LL) 33-36 buah. Sirip ekor bercagak kedalam. Kebiasaan makanan ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan pemakan fitoplankton dan detritus. Makanan alami lainnya biasanya berupa plankton, baik fitoplankton atau zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme bentos dan ikan maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme yang dipelihara. Pencernaan makanan pada ikan adalah suatu proses tentang pakan yang dicerna kemudian dihaluskan 5

menjadi molekul-molekul atau butiran-butiran mikro (lemak) yang sesuai untuk diabsorpsi melalui dinding gastrointestinal ke dalam aliran darah (Zonneveld dkk. 1991). Sistem pencernaan pada ikan menyangkut saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Ikan herbivora panjang total ususnya melebihi panjang total badannya. Panjangnya dapat mencapai lima kali panjang total badannya, sedangkan panjang usus ikan karnivora lebih pendek dari panjang total badannya dan panjang total ikan omnivora hanya sedikit lebih panjang dari total badannya. Secara ekologis pengelompokan makanan alami sebagai plankton, nekton, benthos, perifiton, epifiton dan neuston, di dalam perairan akan membentuk suatu rantai makanan dan jaringan makanan (Mudjiman 1989). Menurut Goldman dan Horne (1983), produksi ikan dan biomassa ikan ditentukan oleh kualitas dan produktivitas plankton dan bentos yang dimanfaatkan sebagai pakan, bukan ditentukan oleh biomassa total kedua jenis pakan tersebut.

2.2.Pertumbuhan Ikan Panjang tubuh sangat berhubungan dengan berat tubuh. Hubungan panjang dengan berat seperti hukum kubik yaitu bahwa berat sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Namun, hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan bebeda-beda.. Hubungan tadi tidak selamanya mengikuti hukum kubik tetapi dalam suatu bentuk rumus yang umum yaitu: W = cLn dimana W = berat L = panjang, c & n = konstanta Rumus umum tersebut bila ditranformasikan ke dalam logaritma, maka kita akan mendapatkan persamaan : log W = log c + n log L, yaitu persamaan linier atau persamaan garis lurus. Harga n ialah harga pangkat yang harus cocok dari panjang ikan agar sesuai dengan berat ikan. Menurut Carlander (1969) dalam Effendie (1997) harga eksponen ini telah diketahui dari 398 populasi ikan berkisar 1,2 4,0 namun kebanyakan dari harga n tadi berkisar dari 2,4 3,5. Cara yang dapat digunakan untuk menghitung panjang berat ikan ialah dengan 6

menggunakan regresi yaitu dengan menghitung dahulu logaritma dari tiap-tiap panjang dan berat ikan atau dengan mengikuti jalan pendek seperti dikemukakan oleh Carlander (1968) yaitu dengan mengadakan pengkelasan berdasarkan logaritma. Dasar perhitungan dari cara tersebut adalah sama namun metoda yang dikemukakan oleh Carlender lebih pendek dan dapat dipakai tanpa menggunakan mesin hitung. Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang berat ini ialah kita dapat menduga berat dari panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang ikan mengenai pertumbuhan kemontokan dan perubahan dari lingkungan serta baik digunakan terutama untuk ikan-ikan yang besar. Namun, kelemahan dari perhitungan ini yaitu hanya berlaku untuk sementara waktu saja (Renthal, P & J. Stegen, 2005). Pertumbuhan secara sederhana dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu dimana proses biologis yang kompleks yang banyak mempengaruhinya. Pertumbuhan dalam individu ialah pertambahan jaringan akibat dari pembelahan sel secara mitosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input dari energi dan asam amino (protein) berasal dari makanan (Effendie, 2002). Bilamana harga n sama dengan 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak berubah bentuknya. Pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Pertumbuhan demikian seperti telah dikemukakan ialah pertumbuhan isometrik. Sedangkan apabila n lebih besar atau lebih kecil dari 3 dinamakan pertumbuhan. Kalau harga kurang dari 3 menunjukkan keadaan ikan yang kurus dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan beratnya. Kalau harga n lebih besar dari 3 menunjukkan ikan itu montok. Nilai praktis yang didapat dari perhitungan panjang berat ini ialah kita dapat menduga berat panjang ikan atau sebaliknya, keterangan tentang ikan mengenai pertumbuhan, kemontokan, perubahan lingkungan (Effendi, 2002). Makanan sendiri digunakan tubuh untuk metabolisme, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagian-bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang sudah tidak dipakai dan apabila ada bahan yang tidak berguna akan dikeluarkan daritubuh. Dalam hubungan dengan waktu pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan mutlak yaitu ukuran rata-rata ikan pada waktu tertentu dan pertumbuhan nisbi yaitu panjang atau berat yang dicapai satu periode waktu tertentu dibandingkan dengan panjang atau berat pada awal periode (Effendie, 1997).

7

Hubungan panjang dan berat ikan memberikan suatu petunjuk keadaan ikan baik itu dari kondisi ikan itu sendiri dan kondisi luar yang berhubungan dengan ikan tersebut. Kecepatannya dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya adalah keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Pada keturunan yang berasal dari alam sangat sulit dikontrol, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik, ikan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang bebeda pada tingkatanumur dimana waktu muda pertumbuhannya cepat, dan ketika tua menjadi lamban,dan parasit dan penyakit sangat berpengaruh bila yang diserang adalah organ-organ pencernaan. Faktor luar yang utama ialah makanan dan suhu perairan. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan tersebut, sedangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh (Effendie, 2002). Sifat pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua yaitu isometric dimana pertumbuhan panjang dan berat ikan seimbang dan alometric dimana pertumbuhan panjang dan berat ikan tidak seimbang (Effendie, 2002). Smith (1996) dalam Arteaga et al (1997), menyatakan analisis hubungan panjang berat dari suatu populasi ikan mempunyai beberapa kegunaan, yaitu memprediksi berat suatu jenis ikan dari panjang ikan yang berguna untuk mengetahui biomassa populasi ikan tersebut. Parameter yang digunakan untuk memprediksi hubungan panjang berat suatu populasi ikan dapat dibandingkan dengan populasi ikan di badan air yang lain, parameter pendugaan antara kelompok-kelompok ikan untuk mengidentifikasi keadaan suatu populasi suatu jenis ikan berdasarkan ruang dan waktu. Faktor-faktorpertumbuhan ikan: Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya ialah keturunan, seks, umur, parasit dan penyakit. a) Faktor keturunan pada ikan yang dipelihara dalam kultur, mungkin dapat dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhannya, namun di alam tidak ada kontrol yang dapat diterapkan. b) Penyakit dan parasit juga mempengaruhi pertumbuhan terutama kalau yang diserang itu alat pencernaan makanan atau organ lain yang vital sehingga efisiensi berkurang karena kekurangan makanan yang berguna untuk pertumbuhan. Namun sebaliknya dapat terjadi pada ikan yang diserang oleh parasit tidak begitu hebat menyebabkan pertumbuhan ikan itu lebih baik daripada ikan normal atau tidak diserang parasit tadi.

8

Hal ini terjadi karena ikan tersebut mengambil makanan lebih banyak dari biasanya sehingga terdapat kelebihan makanan untuk pertumbuhan. Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut dan amonia, salinitas dan fotoperiod. Faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor-faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah dan kualitas makanan, umur dan tingkat kematian mempengaruhi laju pertumbuhan ikan. a) Suhu. Salah satu faktor lingkungan yang sangat penting dalam mempengaruhi laju pertumbuhan. Moyle & Cech (1988) mengemukakan adanya hubungan yang erat antara suhu dari pertumbuhan optimal dengan preferensi perilaku. Di daerah yang bermusim 4 kalau suhu perairan turun di bawah 10C ikan perairan panas yang berada di daerah tadi akan berhenti mengambil makanan atau mengambil makanan hanya sedikit sekali untuk keperluan mempertahankan kondisi tubuh. Jadi walaupun makanan berlebih pada waktu itu, pertumbuhan ikan akan terhenti atau lambat sekali. Pada suhu optimum apabila ikan itu tidak mendapat makanan tidak pula dapat tumbuh. Untuk daerah tropik suhu perairan berada dalam batas kisar optimum untuk pertumbuhan. Oleh karena itu apabila ada ikan dapat mencapai ukuran 30 Cm dengan berat 1 Kg dalam satu tahun di perairan tropik, maka ikan yang sama spesiesnya di daerah bermusim empat ukuran tadi mungkin akan dicapai dalam waktu dua atau tiga tahun. Setiap spesies ikan suhu optimum untuk pertumbuhannya tidak sama, oleh karena itu dalam kultur ikan agar tercapai tujuan suhu optimum dari perairan tadi ada kolam yang diberi tanaman untuk memberi bayangan pada perairan dan ada pula yang tidak. b) Ketersediaan sumberdaya makanan juga berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya seperti suhu, dalam mempengaruhi pertumbuhan ikan secara musimam. Sebagai contoh, pertumbuhan (penambahan panjang) populasi ikan Lepomis macrochirus pada musim yang berbeda, pertumbuhan ikan yang cepat selama persediaan makanan melimpah. Tingkat pertumbuhan yang cepat ketika makanan melimpah dimungkinkan karena peningkatan suhu perairan. Di daerah tropik makanan merupakan faktor yang lebih penting dari pada suhu perairan. Bila keadaan faktor-faktor lain normal, ikan dengan makanan berlebih akan tumbuh lebih pesat. Untuk ikan satu keturunan yang sukses dari satu pemijahan, pertamatama memerlukan makanan yang berukuran sama. Anak ikan yang lemah dan tidak berhasil mendapatkan makanan akan mati sedangkan yang kuat terus mencari makanan dan pertumbuhannya baik. Jumlah individu yang terlalu banyak dalam perairan yang tidak 9

sebanding dengan keadaan makanan akan terjadi kompetisi terhadap makanan itu. Keberhasilan mendapatkan makanan akan menentukan pertumbuhan. Oleh karena itu akan didapatkan ukuran yang bervariasi dalam satu keturunan.

2.3.Food & Feeding Habit Dilihat dari kebiasaan makan (feeding habit), ikan dibagi dalam tiga golongan, yaitu ikan yang biasa makan di dasar, ikan yang biasa makan di tengah perairan dan ikan yang biasa makan di permukaan. Kebiasaan makanan ikan nilem (Osteochilus vittelus) merupakan ikan pemakan fitoplankton dan detritus. Makanan alami lainnya biasanya berupa plankton, baik fitoplankton atau zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme bentos dan ikan maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme yang dipelihara. Pencernaan makanan pada ikan adalah suatu proses tentang pakan yang dicerna kemudian dihaluskan menjadi molekul-molekul atau butiran-butiran mikro (lemak) yang sesuai untuk diabsorpsi melalui dinding gastrointestinal ke dalam aliran darah (Zonneveld dkk. 1991). Sistem pencernaan pada ikan menyangkut saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Ikan herbivora panjang total ususnya melebihi panjang total badannya. Panjangnya dapat mencapai lima kali panjang total badannya, sedangkan panjang usus ikan karnivora lebih pendek dari panjang total badannya dan panjang total ikan omnivora hanya sedikit lebih panjang dari total badannya. Secara ekologis pengelompokan makanan alami sebagai plankton, nekton, benthos, perifiton, epifiton dan neuston, di dalam perairan akan membentuk suatu rantai makanan dan jaringan makanan (Mudjiman 1989). Menurut Goldman dan Horne (1983), produksi ikan dan biomassa ikan ditentukan oleh kualitas dan produktivitas plankton dan bentos yang dimanfaatkan sebagai pakan, bukan ditentukan oleh biomassa total kedua jenis pakan tersebut. Kebiasaan makan ikan (food habits) adalah kualitas dan oleh kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan (feeding habits) adalah waktu tempat dan cara makanan itu didapatkan ikan (Nur, 1997 dalam Effendi 2002). Tidak keseluruhan makanan yang ada dalam suatu perairan dimakan oleh ikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi dimakan atau tidaknya suatu zat makanan oleh ikan diantaranya yaitu ukuran makanan ikan, warna makanan dan selera makan ikan terhadap makanan tersebut. Sedangkan jumlah makanan yang dibutuhkan oleh ikan tergantung pada kebiasaan makan, kelimpahan makanan, nilai konversi makanan serta kondisi makanan ikan tersebut (Beckman, 1962 dalam Yasidi dkk, 2005). 10

Untuk mengusahakan penangkapan, pemeliharaan dan peternakan ikan dengan sukses, seringkali diperlukan pengetahuan praktis tentang jenis makanan yang disukai ikan bersangkutan, baik masih berupa anak-anak, maupun setelah dewasa. Untuk itu diperlukan penelitian tentang makanan dan kebiasaan makan ikan, yang didasarkan atas pemeriksaan isi lambung dan usus ikan yang bersangkutan. Dari hasil studi ini kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan apakah ikan yang bersangkutan itu herbivore, karnivora atau omnivore. Apakah jenis-jenis makanan pokoknya dan apa saja yang menjadi makanan sambilannya. Ada lima cara yang dapat digunakan mempelajari makanan dan kebiasaan makanan ikan yaitu a. Metode jumlah Berdasarkan metode ini, maka persentase jumlah setiap organisme makanan adalah sebagai berikut: Misal Organisme A = Jumlah Organisme A pada lambung ikan Jumlah semua organisme pada lambung ikan b. Metode frekuensi kejadian Metode ini dilakukan dengan cara: mencatat jumlah ikan yang ususnya kosong dan mencatat keberadaan organisme pada masing-masing ikan yang ususnya berisi makanan (Effendie 2002). Model rumus frekuensi kejadian: N= Vd/Vi x n n = jumlah individu jenis ke-i yang ditemukan pada contoh N= jumlah total dugaan individu jenis ke-i dari ikan ke-i Vd= volume pengenceran Vi= volume tetes yang diamati (1 tetes 0,05 ml) c. Metode perkiraan tumpukan dengan persen d. Metode volumerik dan metode grafimetrik (Soesono, 1977). Berdasarkan metode ini, maka persentase setiap organisme makanan adalah sebagai berikut: Misal Organisme A = Volume rata-rata organisme A Jumlah semua volume rata-rata e. Indeks Relatif Penting Penggabungan dari metode jumlah, volumerik dan frekuensi kejadian menghasilkan peramaan sebagai berikut :

11

IRP = (N + V) F Dimana : IRP = Indeks Relatif Penting (%) N = Persentase jumlah satu macam makanan V = Persentase volume satu macam makanan F = Frekuensi kejadian satu macam makanan f. Indeks Bagian Terbesar (Index of Preponderance) Indeks bagian terbesar merupakan penggabungan dari metode frekuensi kejadian dengan metode volumerik yang dikemabangkan oleh Naraja dengan Jhingran dalam Effendie (2002) menghasilkan persamaan :

Ii =

Vi x Oi x100 % viOi

Ii= indeks preponderance Vi= persentase volume makanan jenis ke-i Oi= persentase frekuensi kejadian makanan ke-i Indeks ini untuk mengevaluasi kebiasaan ikan. Metode ini dianggap baik walaupun mempunyai kelemahan seperti apabila frekuensi kejadian macam-macam makanan sama, maka indeksnya harus sebanding dengan volumenya atau terjadi sebaliknya. Indeks ini dapat pula menunjukkan mana yang merupakan pakan utama, pakan tambahan, atau pakan pelengkap.

Beberapa faktor yang mempengaruhi makanan atau ada tidaknya suatu zat makanan oleh ikan yaitu ukuran makanan, warna makanan, selera ikan terhadap makanan tersebut. Jumlah makanan yang dibutuhkan oleh ikan tergantung dari kebiasaan makan, kelimpahan makan, suhu dan kondisi umur ikan (Effendi, 2002) Dalam pengelompokan ikan berdasarkan makanannya, ada ikan sebagai pemakan plankton, pamakan tumbuuhan, ikan buas dan ikan pemakan campuran. Berdasarkan jumlah variasi dari makanan yang macamnya sedikit atau sempit dan ikan monophagus yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu jenis saja (Effendi, 1997). Kebiasaan makanan ikan (food habits) adalah berkaitan dengan kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Kebiasaan makan (feeding habits) adalah berkaitan dengan jenis dan cara ikan mencari makanan serta berhubungan dengan indera dan system fisiologi. 12

Kebiasaan makan ikan seringkali overlap sehingga untuk mempelajari kebiasaan makan ikan sampelnya harus dalam jumlah besar dan diambil dari berbagai lokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang sama spesies dan ukurannya memiliki kebiasaan makan yang berbeda bila diambil dari perairan yang berbeda. Setelah mengetahui index of preponderance, kita bisa mengetahui bagaimana tingkat trofik dan luas relung bagi spesies ikan tersebut. Berdasarkan Pauly & Christensen (1998) dalam Baisre (2000), nilai tingkat torfik tersebut adalah kontribusi berat dari tiap makanan yang berbeda. Estimasi tingkat trofik jenis ikan dihitung berdasarkan Caddy & Sharp (1986) dengan rumus: Tt= 1+ Tti x Ii 100 Dimana: Tt= tingkat trofik; Tti= tingkat trofik kelompok makanan ke-i; dan Ii= indeks preponderance kelompok makanan ke-i Luas relung dievaluasi berdasarkan makanan yang dikonsumsi oleh ikan dan dihitung dengan menggunakan indeks Levin (Hespenheide, 1977): Bj= ( Pi2 )-1 Dimana: Bj= luas relung; dan Pi= proporsional kelompok pakan ke-i yang dikonsumsi oleh ikan ke-j. 2.4.Perkembangan Gonad 2.4.1.Fekunditas Fekunditas adalah semua telur-telur yang akan dikeluarkan pada waktu ikan melakukan pemijahan. Dengan mengetahui fekunditas dapat ditaksir jumlah ikan yang akan dihasilkan dan juga dapat ditentukan jumlah ikan dalam kelas umur tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas anatara lain perbandingan induk betina dan jantan. Faktor yang memegang peranan dalam mortalitas, factor genetic serta respons terhadap makanan (Yasidi dkk, 2005). Jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas mutlak atau fekunditas total. Dalam ovarium biasanya ada dua macam ukuran telur, yaitu telur yang berukuran besar dan yang berukuran kecil. Ada telur yang berukuran besar akan dikeluarkan tahun ini, dan telur yang berukuran kecil akan dikeluarkan pada tahun berikutnya, tetapi sering terjadi apabila kondisi perairan baik telur yang sekecilpun akan dikeluarkan menyusul telur yang besar (Nickolsky dalam Effendi, 1979). 13

Fekunditas ikan merupakan aspek yang berhubungan dengan dinamika populasi, sifat-sifat rasial, produksi dan persoalan stok rekruitmen (Bagenal, 1978 dalam effendi 1997). Fekunditas merupakan kemampuan reproduksi ikan yang ditunjukkan dengan jumlah telur yang ada dalam ovarium ikan betina. Secara tidak langsung melalui fekunditas ini kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Oleh karena itu ada faktor-faktor lain yang memegang peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi reproduksi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies tersebut di alam. Menurut Bagenal (1967), untuk ikan-ikan tropik dan sub-tropik, definisi fekunditas yang paling cocok mengingat kondisinya ialah jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan dalam ratarata masa hidupnya. Parameter ini relevan dalam studi populasi dan dapat ditentukan karena kematangan tiap-tiap ikan pada waktu pertama kalinya dapat diketahui dan juga statistik kecepatan mortalitasnya dapat ditentukan pula dalam pengelolaan perikanan yang baik. Nikolsky (1969) menyatakan bahwa kapsitas rproduksi dari pemijahan populasi tertentu untuk mengetahuinya harus menggunakan fekunditas populasi relatif misalnya fekunditas populasi relatif dari seratus, seribu atau sepuluh ribu individu dari kelompok umur tertentu. Jumlah ikan dalam tiap-tiap kelas umur dikalikan fekunditas rata-rata dari umur itu. Hasil yang didapat dari menjumlahkan semua kelompok umur memberikan fekunditas relatif. Fekunditas ini dapat berbeda dari tahun ke tahun karena banyak individu yang tidak memijah tiap-tiap tahun. Apabila dalam satu tahun terdapat individu dalam jumlah banyak akan menyebabkan fekunditas rendah pada tahun yang lainnya. 2.4.2.TKG Tingkat kematangan gonad (TKG) adalah tahap tertentu perkembangan godan sebelum dan sesudah ikan itu berpijah (Lagler dkk, 1962 dalam Effendi, 2002). Kematangan gonad ikan dapat digunakan untuk menentukan perbandingan anatara ikan yang telah masak gonadnya dengan yang belum dalam suatu peraiaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi saat ikan pertama kali mencapai matang gonad antara lain adalah perbedaan spesies, umur dan ukuran serta sifat-sifat fisiologi individu. Sedangkan faktor luar yang berpengaruh adalah suhu, arus, adanya individu yang berbeda jenis klelamin dan tempat berpijah yang sesuai. Pengamatan kematangan gonad ini dilakukan dengan dua cara, pertama cara histology dilakukan di laboratorium dan kedua dapat dilakukan di Laboratorium atau di lapangan. Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi 14

ialah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapatb dilihat. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan dari pada ikan jantan karena perkembangan diameter telur yang terdapat dalam gonad lebih mudah dilihat dari pada sperma yang terdapat di dalam testes (Effendi, 1997). Sebelum ikan memijah gonad akan semakin bertambah berat diikuti dengan semakin bertambah besar ukurannya termasuk diameter telurnya. Berat gonad akan mencapai maksimum pada saat ikan akan berpijah, kemudian berat gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung sampai selesai. Peningkatan ukuran gonad atau perkembangan ovarium disebabkan oleh perkembangan stadia oosit, pada saat ini terjadi perubahan morfologi yang mencirikan tahap stadianya. Pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan pertambahan pada jantan sebesar 5-10%. Dasar yang dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan cara morfologi adalah bentuk, ukuran panjang dan berat, warna dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat. Kesteven membagi tingkat kematangan gonad dalam beberapa tahap yaitu: a. Dara. Organ seksual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung, testes dan ovarium transparan, dari tidak berwarna sampai abu-abu. Telur tidak terlihat dengan mata biasa. b. Dara Berkembang. Testis dan ovarium jernih, abu-abu merah. Panjangnya setengah atau lebih sedikit dari panjang rongga bawah. Telur satu persatu dapat terlihat dengan kaca pembesar. c. Perkembangan I. Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, berwarna kemerah-merahan dengan pembuluh kapiler. Gonad mengisi kira-kira setengah ruang ke bagian bawah. Telur dapat terlihat seperti serbuk putih. d. Perkembangan II. Testis berwarna putih kemerah-merahan, tidak ada sperma kalau bagian perut ditekan. Ovarium berwarna oranye kemerah-merahan. Telur dapat dibedakan dengan jelas, bentuknya bulat telur. Ovarium mengisis kira-kira dua pertiga ruang bawah. e. Bunting. Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis berwarna putih, keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya. Telur bentuknya bulat, beberapa dari telur ini jernih dan masak. f. Mijah. Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan di perut. Kebanyakan telur berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tinggal dalam ovarium. g. Mijah/Salin. Gonad belum kosong sama sekali, tidak ada telur yang bulat telur. h. Salin. Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah. Beberapa telur sedang ada dalam keadaan dihisap kembali. 15

i. Pulih Salin. Testis dan ovarium berwarna jernih, abu-abu merah. (Begenel & Braum (1968) dalam Effendie, 1997). Davis (1977) yang dikutip oleh Forberg (1982) menyatakan bahwa jika kondisi di sekitarnya tidak mendukung untuk perkembangan, maka oosit akan mengalami degradasi atau kegagalan untuk diovulasikan. Oosit demikian dikenal sebagai oosit atresia dan akan diabsorbsi kembali oleh jaringan ovarium. Pada ikan, gonadotropin berfungsi mengatur kematangan gonad dengan mengatur sintesis hormon steroid gonad (Nagahama, 1987 dalam Zairin, et al., 1996) Lebih lanjut dikatakan bahwa hormon yang dapat digunakan untuk indikator aktivitas dan kematangan gonad yaitu testoteron dan estradiol-17b. Kandungan hormon ini di dalam plasma darah meningkat selama proses vitellogenesis. Hal ini terlihat pada pengujian ikan balashark (Balantiochelius melanopterus Blkr.) dalam wadah budidaya bahwa konsentrasi testoteron dan estradiol-17b memuncak pada bulan Desember (musim hujan) kemudian turun, sehingga menunjukkan bahwa proses pematangan gonad ikan balashark terlambat dimulai. Pada tahap pertumbuhan tersier (Germinal Vesicle break Down), ditandai dengan adanya germinal vesikel yang mengadakan migrasi ke arah perifer oosit, sementara itu pembungkus inti sel akan memisahkan diri, kromosom akan memadat dan meneruskan perkembangannya pada tahap metaphase meiosis I diikuti oleh pengeluaran polar bodi I, sedangkan kromosom sisa mulai memasuki metaphase meiosis II. 2.4.3.IKG Dengan nilai indeks kematangan gonad (IKG) akan sejalan dengan perkembagna gonad, indeks kematangan gonad akan semakin bertambah besar dan nilai akan mencapai kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan (Effendie, 1979). Di dalam proses

reproduksi sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad semakin bertambah berat dibarengi dengan semakin bertambah besar ukurannya termasuk garis tengah telurnya. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat ikan akan berpijah, kemudian berat gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang berlangsung sampai selesai (Anonim 2001).

Indeks kematangan gonad (IKG) adalah suatu nilai dalam persen merupakan hasil dari perbandingan antara berat gonad dengan berat ikan termasuk gonadnya dikalikan dengan 100 % (Effendi, 2002)

16

Indeks Kematangan Gonad (IKG) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan dikalikan 100 persen (Effendie, 1979 dalam Hadiaty, 2000). IKG = Wg / W x 100% Wg = berat gonad ; W = berat tubuh ikan Pengamatan yang diperoleh dari gambaran histologis dari bentuk oosit dan ukuran oosit dapat memberikan informasi lebih jelas tentang tingkatan aktivitas reproduksi (Tyler et al., 1991). Indeks Kematangan Gonad atau Gonado somatic Index (GSI) akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Adakalanya IKG dihubungkan dengan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad, sehingga akan tampak hubungan antara perkembangan di dalam dengan di luar gonad. Nilai IKG akan sangat bervariasi setiap saat tergantung pada macam dn pola pemijahannya. Penghitungan indeks kematangan gonad selain menggunakan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan, dapat juga dengan mengamati perkembangan garis tengah telur yang dikandungnya hasil dari pengendapan kuning telur selama proses vitellogenesis. Perkembangan gonad akan diikuti juga dengan semakin membesarnya pula garis tengah telur yang dikandung di dalamnya. Sebaran garis tengah telur pada tiap tingkat kematangan gonad akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut.

17

BAB III PROSEDUR PRAKTIKUM 3.1.Alat & Bahan Praktikum A. Alat 1. Alat tulis (kertas dan pulpen) 2. Penggaris 3. Timbangan Digital 4. Cawan petri 5. Mikroskop 6. Kaca objek & cover glass 7. Peralatan untuk membedah : Pinset (forceps) untuk menjepit Ikan Pisau bedah (scalpel) untuk membedah ikan Jarum tusuk Cawan Petri Gunting bedah Baki

B. Bahan 1. Aquades 2. Ikan Nilem

3.2.Prosedur Kerja 3.2.1.Food And Feeding Habits Berikut adalah langkah-langkah dalam kerja praktikum ini: 1. Membedah ikan lalu mengeluarkan usus ikan. 2. Mengamati usus ikan lalu mengukur panjang usus ikan. 3. Mengeluarkan isi usus ikan lalu encerkan dengan akuades. 4. Mengambil setetes isi usus yang sudah diencerkan dan teteskan diatas pipet glass. 5. Mengamati sampel isi usus ikan di bawah mikroskop 6. Mencatat apa saja yang terdapat pada isi usus ikan. 3.2.2.Relasi Panjang dan Berat Mengukur total length ikan dari ujung kepala sampai ujung ekor. 18

Mengukur standar length ikan dari ujung kepala sampai pangkal ekor. Menimbang berat ikan.

3.2.3.IKG Membedah perut ikan lalu mengeluarkan gonadnya. Menimbang berat gonad ikan dan catat. Membandingkan dengan berat ikan. Jika nilai IKG diatas 19% dilakukan pengamatan fekunditas dengan mengambil akuades sebanyak 100 ml lalu memasukkan gonad ikan. Hitung pertambahan aquades sebagai V1 kemudian mengambil sampel telur ikan dari bagian anterior, tengah, dan posterior lalu memasukkannya kembali dalam akuades. Hitung pertambahan aquades sebagai V2. Membagi telur-telur ke dalam petri disk kemudian menghitungnya. Menjumlahkannya sebagai nilai N2 dan menghitung fekunditas ikan nilem dengan metode volumetri: V1 x V2 = N1 x N2 N1 = N2 x V2 V2 3.2.4. TKG 1. Membedah perut ikan lalumengeluarkannya untuk diamati kedaannya. 2. Setelah diamati, membandingkan kematangan gonadnya dengan gonad dibandingkan dengan skala yang telah ada.

19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Pengamatan 4.1.1.Tabel Food And Feeding Habits Kelompok 21Asal Ikan Waktu Sampling : Pkl 01.00 WIB Jenis Ikan : Nilem Pjg No 1 (cm) Tl= 17 Brt (gr) 69 Jenis Makanan Serasah Tumbuhan Sl= 13,5 Usus= 21 Cathypna sp. Bacillaria sp. Jumlah 25 100 25 25 25 13,9 8,3 94,90 Tetramastix sp. Nitzchia sp. 25 50 3,3 25 100 25 16,7 1 100 2 50 3 100 Tgl Pengamatan : 9 Mei 2012 Pengamat : Annisa Rizki Ramadhani, M. Ansiri, M. Bagja D Ikhsan (kelompok 21) Lapang Pandang 4 75 5 6 25 7 8 100 9 25 52,7 Jumlah

4.1.2.Tingkat Kematangan Gonad Menurut hasil analisis kami ikan nilem yang kami teliti memiliki TKG yaitu Bunting, berdasarkan ketentuan Kesteven (Bagenal & Brown 1948). Organ seksual mengisi ruang bawah. Testis berwarna putih, keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya. 4.1.3. Indeks Kematangan Gonad Dik. : berat gonad = 6,57 g berat ikan tanpa gonad = 62,43 g

maka,

20

4.1.4.Data Kelas Pertumbuhan Ikan Nilem (Relasi Panjang Dan Berat)Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 l 18 15,5 13,5 15,7 18,5 13,2 15 17,5 14 13,1 14 17 14,5 14 12,5 17 12,5 15,5 13,5 17,2 13,5 14 13 14 Total w 119 77 65 109,43 116 62 87 86 64 67,7 67,5 140 66,9 70 53,51 105,5 55,6 72 65 117 69 59,2 55,5 81 log l 1,255272505 1,190331698 1,130333768 1,195899652 1,267171728 1,120573931 1,176091259 1,243038049 1,146128036 1,117271296 1,146128036 1,230448921 1,161368002 1,146128036 1,096910013 1,230448921 1,096910013 1,190331698 1,130333768 1,235528447 1,130333768 1,146128036 1,113943352 1,146128036 28,04318097 log w 2,075546961 1,886490725 1,812913357 2,039136399 2,064457989 1,792391689 1,939519253 1,934498451 1,806179974 1,830588669 1,829303773 2,146128036 1,825426118 1,84509804 1,728434951 2,02325246 1,745074792 1,857332496 1,812913357 2,068185862 1,838849091 1,772321707 1,744292983 1,908485019 45,32682215 log l2 1,575709062 1,416889552 1,277654428 1,430175979 1,605724189 1,255685935 1,38319065 1,54514359 1,313609474 1,248295148 1,313609474 1,514004548 1,348775637 1,313609474 1,203211577 1,514004548 1,203211577 1,416889552 1,277654428 1,526530543 1,277654428 1,313609474 1,240869792 1,313609474 32,82932253 l2 324 240,3 182,3 246,5 342,3 174,2 225 306,3 196 171,6 196 289 210,3 196 156,3 289 156,3 240,3 182,3 295,8 182,3 196 169 196 5363 log l2 2,51054501 2,380663396 2,260667537 2,391799305 2,534343457 2,241147862 2,352182518 2,486076097 2,292256071 2,234542591 2,292256071 2,460897843 2,322736004 2,292256071 2,193820026 2,460897843 2,193820026 2,380663396 2,260667537 2,471056894 2,260667537 2,292256071 2,227886705 2,292256071 56,08636194 log l x log w 2,605377034 2,245549708 2,049197186 2,438602511 2,616022798 2,008507402 2,28105164 2,40465518 2,070113506 2,045264174 2,09661634 2,640700927 2,119991484 2,114718592 1,895937605 2,489508807 1,914190012 2,210841745 2,049197186 2,555302466 2,078513222 2,031307596 1,943043573 2,187368186 53,09157888

log a log b a b

1,815127764 0,062894285 65,33227241 1,155830858

21

Jika b= 3 maka Isometrik b 3 maka Allometrik b > 3 maka pertambahan berat > pertambahan panjang b < 3 maka pertambahan panjang> pertambahan berat Hasilnya adalah jika b = 1,155 maka b = allometrik dan pertambahan panjang> pertambahan berat.

4.1.5.Analisis Data Index of Preponderance Kelompok 21Daerah Mata Jaring (Inci) No. Jenis Ikan PT/B (cm/gr) Jenis Pakan I A. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 B. 10 11 C. 12 13 14 15 16 17 18 19 D. 20 FITOPLANKTON Chlorophyceae Actinastrum sp. Ankisthrodesmus sp. Chlorella sp. Coelastrum sp. Crucigenia sp. Kircneriella sp. Scenedesmus sp. Ulothrix sp. Volvox sp. Cyanophyceae Merismopedia sp. Oscillatoria sp. Bacillariophyceae Bacillaria sp. Diatoma sp. Gyrozigma sp. Melosira sp. Navicula sp. Nitzschia sp. Synedra sp. Gomphonema sp. Desmidiaceae Cosmarium sp. 0 0,00 0,00 0,00 3,30 8,30 1 0 0 0 0 1 0 0 8,30 0,00 0,00 0,00 0,00 3,30 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 830,00 0,00 0,00 0,00 0,00 330,00 0,00 0,00 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 12,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 12,22 8,75 0,00 0,00 0,00 0,00 3,48 0,00 0,00 0,00 0,00 s Vi Oi Vi.Oi IP

22

21 22 E. 23 24 II A. 25 26 B. 27 28 29 30

Closterium sp. Hyalotheca sp. Dinophyceae Ceratium sp. Peridinium sp. ZOOPLANKTON Rotifera Tetramastix sp. Cathypna sp. Crutacea Cladocera Bosmina sp. Ceriodaphnia sp. Daphnia sp. Simocephalus sp. Copepoda 16,70 13,90

0 0

0,00 0,00

0,00 0,00

0,00 0,00

0,00 0,00 0,00

0 0

0,00 0,00

0,00 0,00

0,00 0,00

0,00 0,00 32,24 32,24

1 1

16,70 13,90

100,00 100,00

1670,00 1390,00

17,60 14,65

0,00 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 52,70 1 0,00 52,70 0,00 100,00 0,00 5270,00 0,00 55,53 0,00 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0,00 94,90 0,00 0,00 0,00 0,00 500,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9490,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00

31 III. IV 32 V. VI 33 34 VIII VIII

Cyclops sp. Serasah Tumbuhan Annelida Tubifex Ikan Insecta Insecta Chironomus sp. Pelet Detritus Jumlah total

94,90

Fitoplankton Zooplankton Tumbuhan Annelida Ikan Insecta

12,22 32,24 55,53

Chlorophyceae Cyanophyceae Bacillariophyceae

0,00 0,00 12,22 0,00 0,00 32,24

0,00 Desmidiceae0,00 0,00 Dinophyceae Rotifer

23

Pelet Detritus

0,00 0,00 100,00

Cladocera Copepoda

0,00 0,00

4.1.6.Tingkat TrofikJenis Ikan Nilem Nilai Ttp Fitoplan kton 12,2 1 Tumbu han 55,5 1 1 1 Detrit us Pel et Kelompok Makanan Zooplan larva Anneli kton Insecta da 32,2 2 2 2 2 2,5 2,5 3 Molus ca Inse cta Krusta cea Ika n Tingkat Trofik 2,32

Pada analisis data yang kami lakukan, ikan nilem yang diteliti kelompok kami memiliki tingkat trofik sebesar 2,32. Nilai tingkat trofik tersebut adalah kontribusi berat dari tiap makanan yang berbeda. 4.1.7.Luas RelungNilem FITOPLANKTON ZOOPLANKTON Serasah Tumbuhan Ikan Krustacea Annelida Insecta Larva Insecta Molusca Pelet Detritus 12,22 32,24 55,53 Pi = qi/Q

Pi^2

0,1222 0,01493284 0,3224 0,10394176 0,5553 0,30835809 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,42723269

Luas Relung LevinBi = 1/ Pi

2,3406 StandarisasiBA = (B - 1) / (N - 1)

0,335224

Pada analisis data dari hasil penelitian isi usus ikan nilem yang dilakukan kelompok kami didapatkan nilai luas relung sebesar 2,34. Luas relung menggambarkan berapa besar luas jangkauan ikan dalam mencari makanannya. 4.2.Pembahasan 4.2.1.Grafik Index Of Preponderance (Data Kelas)

Index Of Propenderance1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Ikan Mas 1 Ikan Mas 2 Ikan Mas 3 Ikan Mas 4 Ikan Mas 5 Ikan Mas 6 Ikan Mas 7 Ikan Mas 8 Ikan Mas 9 Ikan Mas 10 Ikan Mas 11 Ikan Mas 12 Ikan Mas 13 Ikan Mas 14 Ikan Mas 15 Ikan Mas 16 Ikan Mas 17 Ikan Mas 18 Ikan Mas 19 Ikan Mas 20 Ikan Mas 21 Ikan Mas 22 Ikan Mas 23 Ikan Mas 24 Fitoplankton Tumbuhan Detritus Pelet Zooplankton Larva Insecta Annelida Molusca Insecta Krustacea

Berdasarkan grafik Index of Propenderance diatas dapat disimpulkan bahwa ikan Nilem adalah hewan herbivora. Fitoplankton, tumbuhan, detritus dan pelet merupakan makanan utama ikan Nilem bila dilihat dari grafik diatas. Pada kelompok kami yaitu kelompok 21 kami menemukan fitoplankton, sedikit zooplankton dan serasah tumbuhan didalam usus ikan Nilem. Kebiasaan makanan ikan nilem (Osteochilus vittatus) merupakan ikan pemakan fitoplankton dan detritus. Makanan alami lainnya biasanya berupa plankton, baik fitoplankton atau zooplankton, kelompok cacing, tumbuhan air, organisme bentos dan ikan maupun organisme lain yang berukuran lebih kecil daripada organisme yang dipelihara. Pencernaan makanan pada ikan adalah suatu proses tentang pakan yang dicerna kemudian dihaluskan menjadi molekul-molekul atau butiranbutiran mikro (lemak) yang sesuai untuk diabsorpsi melalui dinding gastrointestinal ke dalam aliran darah.

25

4.2.2.Grafik Tingkat Trofik (Data Kelas)

Tingkat Trofik3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Ikan Mas 1 Ikan Mas 2 Ikan Mas 3 Ikan Mas 4 Ikan Mas 5 Ikan Mas 6 Ikan Mas 7 Ikan Mas 8 Ikan Mas 9 Ikan Mas 10 Ikan Mas 11 Ikan Mas 12 Ikan Mas 13 Ikan Mas 14 Ikan Mas 15 Ikan Mas 16 Ikan Mas 17 Ikan Mas 18 Ikan Mas 19 Ikan Mas 20 Ikan Mas 21 Ikan Mas 22 Ikan Mas 23 Ikan Mas 24 Tingkat Trofik

Tingkat trofik menggambarkan kontribusi berat dari makanan yang berbeda telah digambarkan pada grafik diatas. Grafik diatas menunjukkan nilai tingkat trofik dari 2- 2,48. Pada kelompok 21 yaitu kelompok kami diketahui bahwa tingkat trofiknya sebesar 2,32.

26

4.2.3.Grafik Luas Relung (Data Kelas)

Luas RelungIkan Mas 24 Ikan Mas 23 Ikan Mas 22 Ikan Mas 21 Ikan Mas 20 Ikan Mas 19 Ikan Mas 18 Ikan Mas 17 Ikan Mas 16 Ikan Mas 15 Ikan Mas 14 Ikan Mas 13 Ikan Mas 12 Ikan Mas 11 Ikan Mas 10 Ikan Mas 9 Ikan Mas 8 Ikan Mas 7 Ikan Mas 6 Ikan Mas 5 Ikan Mas 4 Ikan Mas 3 Ikan Mas 2 Ikan Mas 1 0 1 2 3 4 Luas Relung

Pada grafik luas relung diatas diketahui bahwa luas relung ikan nilem yang kami teliti memiliki besaran sekitar 1 3,79. Luas relung menggambarkan luas tempat ikan nilem tersebut mencari makanan. Kelompok kami yaitu kelompok 21 mendapatkan hasil luas relung sebesar 2,34.

27

4.2.4. Tabel Data IKG Dan TKG (Data Kelas)Kelompok Panjang SL (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 18 15,5 13,5 15,7 18,5 13,2 15 17,5 14 13,1 14 17 14,5 14 12,5 17 12,5 15,5 13,5 17,2 TL (cm) 22 17,8 17 25,5 20,5 16,7 19 19 17,5 14,8 18,5 70 17,5 15,5 16,3 21 16 17 17 24,2 123 90 137 87 125 134,5 94 120 79,5 Panjang Usus (cm) Pertumbuhan Berat (gram) Berat Badan 119 77 65 109,43 116 62 87 86 64 67,7 67,5 140 66,9 70 53,51 105,5 55,6 72 65 117 Berat Gonad 10,06 5,39 6 12,3 19 5,1 2,05 3,3 6,3 8,5 6,35 42,77 5,6 5,9 4,19 16,7 4,09 3,5 6,52 20,68 Mijah Mijah Mijah Mijah Mijah Mijah Perkembangan II Bunting Mijah Bunting Bunting Mijah Bunting Bunting Bunting Mijah Dara Bunting Mijah Mijah 10,37% 8,60% 11,11% 12,68% 0,20% 8,96% 2,84% 4,64% 10,79% 0,14% 10,38% 43,98% 9,14% 9,20% 8,49% 18,80% 7,94% 5,10% 11,14% 17,67% 0,08 0,06 0,08 Jenis Kelamin TKG IKG Diameter Telur (mm) (Butir) TT TT TT TT 18414 TT 2067 9994 TT TT TT TT TT TT TT 57240 TT 1016 TT 63000 Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora Fekunditas Jenis Pakan

28

21 22 23 24

13,5 14 13 14

17 16,5 16 18

21

69 59,2 55,5 81

6,57 4,67

Bunting Mijah Mijah Mijah

10,52% 8,56% 8,3`% 4,18%

TT TT TT 717,85

Herbivora Herbivora Herbivora Herbivora

3,25

Pada tabel data kelas diatas dapat disimpulkan bahwa ikan nilem di masing-masing kelompok kondisi kematangan gonadnya berbedabeda. Ada yang TKG nya masih dara namun ada yang TKG nya sudah siap mijah. Indeks kematangan gonadnya pun bervariasi sehingga dapat disimpulkan bahwa kematangan gonad ikan nilem tidak ditentukan oleh musim atau waktu tertentu. Ikan nilem hampir selalu bisa memijah sepanjang tahun jika kondisi perairan memungkinkan. Lalu pada data diatas jika melihat dari panjang ususnya ikan nilem merupakan ikan herbivor. Kemungkinan usus ikan nilem yang diteliti, ususnya bisa panjang akibat ikan nilem sering mengkonsumsi tumbuhan & fitoplankton yang tersedia diperairan tempat mereka tinggal, sehingga ikan nilem harus mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Pada kelompok 21 yaitu kelompok kami, ikan nilem yang kami teliti memiliki TKG bunting dan IKG sebesar 10,52%.

29

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan Indeks Of Propenderance pada kelompok kami, Ikan Nilem jenis makanan utamanya adalah fitoplankton dan serasah tumbuhan. Sedangkan makanan yang lain merupakan makanan tambahan ataupun pelengkap. Ikan Nilem termasuk Herbivor. Tingkat trofik sebesar 2,32 Luas relung sebesar 2,34 Ikan mas yang digunakan pada saat praktikum masih dalam keadaan dara/belia, artinya masih belum memunginkan untuk memijah. Dilihat dari hasil praktikum, ikan yang kami gunakan fekunditasnya tidak terdeteksi dikarenakan berkelamin jantan dengan IKG 10,52 %.. TKG ikan jantan yang kami teliti yaitu Bunting, karena pada saat diteliti organ seksual mengisi ruang bawah. Testis berwarna putih, keluar tetesan sperma kalau ditekan perutnya.

5.2 Saran Dalam praktikum selanjutnya diharapkan praktikan menjalankan prosedur praktikum dengan baik dan benar supaya dapatkan juga akurat sehingga memperoleh hasil pengolahan data yang tepat. Karena pada praktikum kali ini masih terdapat kesalahan pada saat prosedur praktikum, baik itu kesalahan pada saat melakukan pengukuran, pengumpulan data, penghitungan dan pengolahan data.

30

DAFTAR PUSTAKA

Taofiqurohman, A. dkk. 2007. Studi Kebiasaan Makanan Ikan (food Habit) Ikan Nilem (Osteochilus vittatus) Di Tarogong Kabupaten Garut. Laporan Penelitian Peneliti Muda (LITMUD) UNPAD. Universitas Padjajaran. Bandung

Subagja, J. dkk. 2006. Pelestarian Ikan Nilem (Osteochilus vittatus C.V) Melalui Teknologi Pembenihannya. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Bogor

Anhar, M. dkk. 2008. Cara Makan dan Kebiasaan Makan Inak Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Nilem (Osteochilus vittatus). Program Kreativitas Mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Bogor

Wijaya, R. Penggunaan Multi Asam Amino Esensial Sebagai Eko-Nutrien Pada Pemeliharaan Larva Ikan Nilem (Osteochillus vittatus C. V.). Universitas Jenderal Soedirman. Fakultas Sains dan Teknik. Purwokerto

31