lap tahunan dapen 2011

157

Upload: devidoy

Post on 18-Oct-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

finance

TRANSCRIPT

  • iKata Pengantar

    Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya Laporan Tahunan Dana Pensiun 2011 ini akhirnya dapat kami terbitkan. Buku yang ada di hadapan para pembaca ini merupakan sebuah edisi khusus, dengan berbagai kekhususan terkait dengan isi maupun saat peluncurannya.

    Berbeda dengan buku laporan tahunan pada periode-periode sebelumnya, selain menyajikan gambaran mengenai perkembangan industri Dana Pensiun yang dilihat dari aspek-aspek seperti pertumbuhan jumlah dana pensiun, jumlah peserta, kekayaan, dan investasi, laporan tahunan ini menyajikan pula gambaran mengenai dinamika kebijakan bagi industri dana pensiun selama 20 tahun terakhir sejak diundangkannya Undang-Undang Dana Pensiun pada tahun 1992 hingga tahun 2012.

    Tahun 2012 merupakan tahun peralihan dimana Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan akan bertransformasi menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada awal tahun 2013. Dengan demikian, fungsi pengaturan dan pengawasan dana pensiun akan beralih pula ke OJK. Untuk itu, edisi buku laporan tahunan ini dimaksudkan untuk menyediakan gambaran mengenai rekaman perjalanan upaya pembinaan, pengaturan dan pengawasan yang telah dilakukan selama ini.

    Harapan kami, melalui laporan tahunan ini para pembaca sekalian dapat memperoleh gambaran yang utuh mengenai perkembangan industri Dana Pensiun di Indonesia selama dua dasawarsa terakhir, dan sekaligus mendapatkan informasi mengenai pembinaan dan pengawasan Dana Pensiun selama ini.

    Jakarta, Oktober 2012

    Dumoly F. Pardede Kepala Biro Dana Pensiun

  • HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • iii

    Potret Dana Pensiun Indonesia

    Perjalanan Dua Dekade Dana Pensiun

    Arah Kebijakan Investasi Dana Pensiun Dari Waktu Ke Waktu

    Dinamika Kebijakan Pendanaan Dana Pensiun

    Perkembangan Kebijakan Pengawasan Dana Pensiun

    Menuju Tata Kelola Dana Pensiun Yang Lebih Baik

    Transformasi Sistem Informasi Dana Pensiun

    Metamorfosis Lembaga Pengawas Dana Pensiun

    Menuju Integrasi Pengawasan Sektor Keuangan Melalui OJK

    Perjalanan Panjang Amandemen Undang-Undang Dana Pensiun

    Meneropong Tren Global Dana Pensiun

    Program Pensiun Dalam Kerangka Sistem Jaminan Sosial Nasional

    1

    3

    11

    15

    19

    21

    25

    29

    31

    33

    35

    37

    Daftar IsI

    Kata Pengantar i

    Daftar Isi iii

    Daftar Istilah V

    Lampiran 41

    Direktori DPPK 51

    Direktori DPLK 67

    Terima Kasih 71

  • HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • vDaftar IstIlahAKTIVA BERSIH : Total aktiva Dana Pensiun tidak termasuk piutang jasa lalu (past service) yang belum jatuh tempo dikurangi dengan seluruh kewajiban kecuali kewajiban aktuaria yang dihitung oleh aktuaris.

    AKTUARIS : Aktuaris yang bekerja pada perusahaan konsultan aktuaria yang telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang usaha perasuransian.

    ARAHAN INVESTASI : Kebijakan investasi yang ditetapkan oleh pendiri atau oleh pendiri dan dewan pengawas, yang harus dijadikan pedoman bagi pengurus Dana Pensiun dalam melaksanakan investasi.

    DANA PENSIUN : Badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun.

    DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN (DPLK) : Dana Pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja mandiri.

    DANA PENSIUN PEMBERI KERJA (DPPK) : Dana Pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang mempekerjakan karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

    DPPK PPIP: Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti.

    DPPK PPMP: Dana Pensiun Pemberi Kerja yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti.

    DEFISIT : Kewajiban aktuaria lebih besar dari kekayaan.

    IURAN NORMAL: Iuran yang diperlukan dalam satu tahun untuk mendanai bagian dari nilai sekarang manfaat pensiun yang dialokasikan pada tahun yang bersangkutan.

    IURAN TAMBAHAN : Iuran yang disetor oleh pemberi kerja dalam rangka melunasi defisit pendanaan Dana Pensiun.

    KEWAJIBAN AKTUARIA : Kewajiban Dana Pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa Dana Pensiun terus berlangsung sampai dipenuhinya seluruh kewajiban kepada peserta dan pihak yang berhak.

    KEWAJIBAN SOLVABILITAS : Kewajiban dana pensiun yang dihitung berdasarkan anggapan bahwa dana pensiun dibubarkan pada tanggal perhitungan aktuaria.

    LAPORAN AKTUARIS: Laporan hasil perhitungan aktuaris mengenai kondisi pendanaan Dana Pensiun.

    LAPORAN BERKALA: Laporan yang wajib disampaikan oleh Dana Pensiun kepada Menteri Keuangan secara berkala, terdiri dari laporan keuangan, laporan investasi, laporan teknis dan laporan aktuaris.

  • vi

    LAPORAN TEKNIS: Laporan yang menyajikan informasi kepesertaan dan kegiatan operasional Dana Pensiun selama periode satu tahun.

    MANFAAT PENSIUN : Pembayaran berkala yang dibayarkan kepada peserta pada saat dan dengan cara yang ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun.

    MITRA PENDIRI : Pemberi kerja yang ikut serta dalam suatu DPPK.

    PESERTA MANDIRI : Seorang pekerja atas usaha sendiri, bukan karyawan dari orang atau badan, yang ikut dalam kepesertaan program pensiun di DPLK.

    PENDIRI : Orang atau badan yang mendirikan Dana Pensiun Pemberi Kerja DPPK atau bank/perusahaan asuransi jiwa yang mendirikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan.

    PENSIUNAN : peserta Dana Pensiun yang telah memperoleh hak atas manfaat pensiun, baik pensiun normal, cacat maupun dipercepat.

    PERATURAN DANA PENSIUN: Peraturan yang berisi ketentuan yang menjadi dasar penyelenggaraan program pensiun.

    PESERTA : Setiap orang yang memenuhi persyaratan peraturan dana pensiun.

    PROGRAM PENSIUN IURAN PASTI (PPIP) : Program pensiun yang iurannya ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta sebagai manfaat pensiun.

    PROGRAM PENSIUN MANFAAT PASTI (PPMP) : Program pensiun yang manfaatnya ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun.

    RASIO PENDANAAN : Hasil bagi kekayaan untuk pendanaan oleh kewajiban aktuaria.

    SURPLUS : Kelebihan kekayaan atas kewajiban aktuaria.

  • 1Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (selanjutnya disebut UU Dana Pensiun), industri Dana Pensiun terus tumbuh dan menunjukan perannya dalam perekonomian Indonesia. Indikator pertumbuhan industri Dana Pensiun diantaranya dapat terlihat dari pertumbuhan aset, investasi dan peserta yang terus bertambah. Sepanjang 20 tahun ini, pemerintah terus berupaya untuk menumbuhkan industri Dana Pensiun, antara lain melalui penyusunan dan penyempurnaan berbagai peraturan, kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta pemberian fasilitas perpajakan.

    Gross Domestic Product dan Aset Dana Pensiun

    Gross Domestic Product (GDP) Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini menandakan adanya perbaikan dan pertumbuhan terhadap perekonomian Indonesia. Seiring dengan

    pertumbuhan tersebut, aset Dana Pensiun juga terus tumbuh dan berkembang. Namun demikian, peningkatan jumlah aset Dana Pensiun masih belum mencapai hasil yang signifikan bila

    dibandingkan dengan tingkat GDP Indonesia. Hal ini terlihat dari persentase aset Dana Pensiun terhadap GDP yang rata-rata hanya sekitar 2% sejak tahun 1997 sampai dengan 2011.

    Sebagai gambaran, di negara-negara maju seperti Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat aset Dana Pensiun di tiga negara tersebut memiliki proporsi yang sangat besar terhadap GDP, yaitu 88,68%; 64,66%; dan 72,67%. Namun tidak seperti di Indonesia, di negara-negara tersebut, Dana Pensiun sebagai suatu lembaga keuangan telah cukup lama beroperasi dan dikenal oleh warganya. Sementara itu di negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, proporsi aset Dana Pensiun di kedua negara tersebut terhadap GDPnya mencapai lebih dari 50%. Berbeda dengan Indonesia, di negara-negara tersebut, program pensiun merupakan program yang bersifat wajib dan harus diikuti oleh semua warganya.

    Investasi Dana Pensiun di Pasar Modal Indonesia

    Investasi merupakan salah satu bagian penting dari pengelolaan Dana Pensiun. Hingga 10 tahun pertama keberadaan Dana Pensiun, instrumen investasi berbentuk deposito merupakan instrumen yang paling mendominasi portofolio investasi Dana Pensiun. Pada saat itu hasil tingkat suku bunga deposito dianggap masih dapat mencukupi kebutuhan pemenuhan target Dana Pensiun sebagaimana ditetapkan dalam arahan investasi Dana Pensiun.

    Potret Dana PensIun InDonesIa

    Progress lies not in enhancing what is, but in advancing toward what will be.

    -Khalil Gibran-

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    2

    Seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia, tingkat suku bunga deposito perlahan-lahan turun mengikuti kebijakan Bank Indonesia yang terus menurunkan suku bunga acuan yaitu suku bunga Bank Indonesia. Dengan menurunnya tingkat suku bunga deposito, pengurus Dana Pensiun mau tidak mau mulai melirik instrumen lain sebagai alternatif pilihan penempatan investasi Dana Pensiun.

    Meningkatnya industri pasar modal Indonesia yang ditandai dengan peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan dari Bursa Efek Indonesia juga membuat industri Dana Pensiun semakin tertarik untuk menanamkan investasinya di pasar modal. Tingkat kepercayaan Dana Pensiun terhadap kondisi pasar modal Indonesia terlihat dengan semakin meningkatnya porsi investasi Dana Pensiun di pasar modal. Harapan untuk semakin memperbesar industri Dana Pensiun, secara tidak langsung juga dapat mendorong pertumbuhan industri pasar modal di Indonesia.

    Aset Dana Pensiun dan Lembaga Keuangan Lain

    Dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya seperti perbankan, perusahaan perasuransian, dan perusahaan pembiayaan, aset industri Dana Pensiun menempati posisi terakhir. Salah satu indikasi penyebabnya adalah skema program yang masih bersifat sukarela. Jika dibandingkan dengan jumlah pemberi kerja/perusahaan yang ada di Indonesia, hanya sedikit jumlah pemberi kerja yang secara sukarela mendirikan Dana Pensiun untuk karyawannya. Demikian pula halnya dengan tenaga kerja yang menjadi peserta Dana Pensiun. Dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang ada, yang telah mengikuti program pensiun dan terdaftar sebagai peserta Dana Pensiun masih sangat sedikit. Di sisi lain, pengetahuan masyarakat terhadap Dana Pensiun sebagai salah satu lembaga keuangan yang ada di Indonesia juga masih sangat rendah bila dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya seperti perbankan, perusahaan perasuransian dan perusahaan pembiayaan.

    Dana Pensiun Indonesia dan Negara Lain

    Di beberapa negara, program pensiun ada yang bersifat wajib dan ada yang tidak. Pada beberapa negara maju seperti Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat, program pensiun bersifat sukarela. Meski demikian, di negara-negara tersebut program pensiun merupakan program tambahan selain dari program wajib yang sebelumnya telah disediakan oleh negara. Selain itu, keberadaan industri Dana Pensiun di negara-negara tersebut telah berlangsung cukup lama, sehingga Dana Pensiun cukup memiliki peran penting dalam perekonomian di negara tersebut.

    Berbeda dengan Inggris, Kanada, dan Amerika Serikat, yang memiliki kebijakan program pensiun sukarela, di Malaysia dan Singapura, program pensiun yang tersedia adalah program pensiun yang bersifat wajib. Di negara-negara tersebut, program pensiun merupakan program nasional dimana perusahaan dan pekerja diwajibkan untuk mengiur setiap bulannya dengan besaran iuran yang telah ditentukan. Sebagai contoh di Singapura, pekerja diwajibkan mengiur sebesar 20% dari gaji yang diterima. Karena itu tidak mengherankan jika persentase aset Dana Pensiun terhadap GDPnya sangat besar dan jauh melampaui kondisi yang terjadi di Indonesia.

    Sementara itu di Indonesia program pensiun bersifat sukarela. Hingga 20 tahun setelah diterbitkannya UU Dana Pensiun, jumlah pekerja yang tercatat memiliki program pensiun di Indonesia baru sekitar 5% dari jumlah tenaga kerja yang tersedia di pasar. Proporsi aset Dana Pensiun terhadap GDP pun rata-rata hanya 2%. Satu hal yang pasti, upaya pengembangan industri Dana Pensiun masih menjadi tugas besar pemerintah yang perlu mendapat dukungan kita semua.

    (NU/NPD/LM)

  • 3Perjalanan Dua DekaDe Dana PensIun

    Disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun menandai lahirnya industri Dana Pensiun 20 tahun yang lalu. Dibandingkan dengan pertumbuhan industri keuangan lainnya seperti perbankan, perasuransian, dan perusahaan pembiayaan, keberadaan industri Dana Pensiun memang belum terasa signifikan

    di dalam perekonomian nasional. Masa 20 tahun adalah bukan masa yang singkat, selama kurun waktu tersebut telah banyak perkembangan dan perubahan yang terjadi di dalam perkembangan industri Dana Pensiun.

    Sebelum UU Dana Pensiun Disahkan

    Sebelum 1992, dikenal lembaga bernama Yayasan Dana Pensiun. Lembaga ini dibentuk

    oleh perusahaan (pemberi kerja) yang menyelenggarakan suatu program dalam rangka pembayaran uang pensiun bagi karyawan yang memasuki usia pensiun. Dalam perjalanannya, bentuk kelembagaan berupa Yayasan ini dinilai kurang tepat sebagai wadah pengelolaan dana untuk kepentingan pensiun. Hal ini disebabkan oleh adanya campur tangan pendiri yang dapat dengan bebas memuat ketentuan mengenai pengelolaan dana tanpa adanya pengawasan dan campur tangan Pemerintah. Hal itulah yang kemudian menjadi dasar diperlukannya penyusunan Undang-Undang yang mengatur perlunya ada badan hukum tersendiri yang diperkenankan untuk mengelola Dana Pensiun. Lahirnya UU Dana Pensiun memberikan jaminan kepastian terhadap penyelenggaraan program pensiun dalam suatu wadah yang memiliki status badan hukum.

    UU Dana Pensiun Disahkan Tahun 1992

    Pengesahan UU Dana Pensiun mengharuskan Yayasan Dana Pensiun yang ada untuk segera disesuaikan menjadi badan hukum Dana Pensiun. Di pertengahan bulan Desember 1992, tercatat 194 Yayasan Dana Pensiun yang mengajukan permohonan untuk disesuaikan kelembagaannya menjadi Dana Pensiun. Dari jumlah tersebut 41% diantaranya merupakan yayasan yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 45% merupakan yayasan yang didirikan oleh perusahaan swasta dan sisanya sebanyak 14% adalah yayasan yang didirikan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sampai dengan tahun 1996, pembentukan Dana Pensiun masih diwarnai dengan proses penyesuaian dari Yayasan Dana Pensiun menjadi Dana Pensiun, dan seluruhnya berbentuk DPPK.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    4

    Banyaknya jumlah pembentukan DPPK yang terjadi pada saat itu didasari oleh beberapa faktor, antara lain:

    1) Banyaknya perusahaan yang berbentuk BUMN dan BUMD yang berusaha untuk mendukung cita-cita pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

    2) Tingginya tuntutan pekerja swasta terhadap perusahaan untuk menyediakan jaminan atas hari tua mereka;

    3) Kesadaran para pemilik modal untuk menjaga kesetiaan pekerja yang berkualitas karena pada masa tersebut tenaga kerja terdidik masih sedikit.

    Banyaknya pendirian DPPK tersebut ternyata berjalan seiring dengan banyaknya penyelenggaraan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) dibandingkan dengan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Tidak dapat dipungkiri hal itu terjadi karena didasari oleh adanya kecenderungan pemberi kerja untuk meniru kebiasaan pada sistem pensiun Pemerintah dan kemudian mengadopsinya ke dalam sistem kepegawaiannya sendiri.

    Hal baru dari diterbitkannya UU Dana Pensiun adalah mengenai pendirian Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). DPLK memang sengaja diperkenalkan sebagai bentuk alternatif penyediaan program pensiun bagi masyarakat umum bila tempatnya bekerja tidak menyediakan program pensiun. Pada perkembangannya, DPLK kini lebih menjadi alternatif bagi perusahaan yang tidak mendirikan DPPK namun tetap ingin menyediakan program pensiun bagi karyawannya.

    Pendirian DPLK untuk pertama kalinya terjadi pada tahun 1993. Sampai dengan akhir tahun 2011, jumlah DPLK yang tersedia hanya terdiri atas 25 DPLK. Dari jumlah tersebut sebanyak 18 DPLK didirikan oleh perusahaan Asuransi Jiwa dan sisanya sebanyak 7 DPLK didirikan oleh Bank. Kurangnya minat institusi Bank atau Perusahaan Asuransi Jiwa untuk mendirikan DPLK kemungkinan disebabkan oleh masih adanya permasalahan internal di dalam perusahaan, seperti masalah infrastruktur dan marketing. Selain itu, informasi kepada masyarakat mengenai keberadaan DPLK dan manfaatnya juga dirasakan masih sangat kurang.

    Pertumbuhan Entitas Dana Pensiun dan Tren Program Pensiun

    Seiring dengan perkembangannya, jumlah Dana Pensiun juga mengalami perubahan. Hingga pertengahan tahun 2012, Dana Pensiun yang berstatus aktif berjumlah 272 Dana Pensiun, terdiri dari 247 DPPK dan 25 DPLK. Secara entitas, sejak diterbitkannya UU Dana Pensiun sampai dengan saat ini, DPPK PPMP memang merupakan mayoritas bentuk penyelenggaraan Dana Pensiun di Indonesia. Namun demikian, khusus untuk DPPK PPMP, jumlahnya dalam 10 tahun terakhir ini mengalami penurunan yang cukup signifikan

    sebagai akibat pembubaran Dana Pensiun. Beberapa alasan utama yang diterima Biro Dana Pensiun terkait pembubaran tersebut antara lain alasan efisiensi, kebijakan induk perusahaan,

    hingga pembubaran pemberi kerja/ perusahaan.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    5

    Ditinjau dari perspektif program pensiun, dari 247 DPPK yang ada di tahun 2011, 206 diantaranya menyelenggarakan PPMP (83%) dan sisanya menyelenggarakan PPIP (17%). Meski seperti terlihat besar, jumlah pemberi kerja yang program pensiunnya menggunakan skema PPMP tersebut sebenarnya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah pemberi kerja yang menggunakan skema PPIP. Mari kita hitung. Dari jumlah 206 DPPK PPMP, dapat diartikan sebanyak 206 perusahaan pemberi kerja yang merupakan Pendiri DPPK menggunakan skema PPMP. Dengan tambahan sekitar 1.376 pemberi kerja yang merupakan Mitra Pendiri dari beberapa DPPK, maka jumlah pemberi kerja yang memiliki program pensiun melalui DPPK secara total menjadi 1.582 pemberi kerja. Sekarang bandingkan jumlah tersebut dengan jumlah pemberi kerja yang penyelenggaraan program pensiunnya melalui DPLK. Data terakhir yang berhasil dihimpun Biro Dana Pensiun mencatat bahwa jumlah pemberi kerja yang menyediakan program pensiun bagi karyawannya melalui DPLK berjumlah 3.355. Data tersebut merupakan jumlah per akhir tahun 2011.

    Meningkatnya jumlah pemberi kerja yang menyelenggarakan PPIP juga ditunjukkan dari sejumlah DPPK PPMP yang beralih menjadi DPPK PPIP. Selama periode 2005 2011 tercatat sebanyak 8 DPPK PPMP telah beralih menjadi DPPK PPIP. Tambahan lagi, beberapa pemberi kerja yang telah memiliki DPPK PPMP, telah menutup kepesertaan bagi karyawan barunya dengan mengalihkannya sebagai peserta di DPLK atau dengan membentuk DPPK baru dengan skema iuran pasti.

    Tren peningkatan penyelenggaraan program pensiun dengan skema iuran pasti tersebut

    sesungguhnya tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga terjadi di negara-negara lain di dunia. Salah satu alasan yang melatarbelakangi pertumbuhan PPIP adalah karena semakin panjangnya usia harapan hidup seseorang, sehingga hal tersebut dianggap memperberat beban pendanaan pemberi kerja.

    Pertumbuhan Peserta Dana Pensiun

    Kesadaran masyarakat akan pentingnya perencanaan keuangan di hari tua nampaknya masih perlu terus ditumbuhkan. Sampai dengan akhir tahun 2011, jumlah peserta Dana Pensiun telah mencapai 3.082.708 orang atau bertambah sebanyak 264.711 orang dari tahun sebelumnya yang berjumlah 2.817.997 orang. Secara persentase, kenaikan jumlah peserta Dana Pensiun pada tahun 2011 adalah sebanyak 9,39%. Kenaikan tersebut tentu sangat menggembirakan, karena pada beberapa tahun sebelumnya kenaikan tersebut hanya sekitar 5%. Meski kenaikan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dari kenaikan tahun sebelumnya, jumlah tersebut ternyata baru mewakili 5,06% dari sebagian tenaga kerja di Indonesia yang masuk dalam status pekerjaan utama seperti Berusaha Sendiri, Berusaha dengan Buruh Tetap dan Buruh/Karyawan/Pegawai, yang berjumlah 60.905.202 orang1. Kecilnya proporsi tenaga kerja yang menjadi peserta Dana Pensiun termasuk jumlah pemberi kerja yang menyediakan program pensiun bagi karyawannya, baik dalam bentuk DPPK maupun yang melalui DPLK, memberikan sinyal positif bahwa potensi untuk mengembangkan industri Dana Pensiun masih sangat besar.

    1 http://www.bps.go.id/ Tabel Penduduk 15 tahun Ke atas dengan Status Pekerjaan Utama Bulan Agustus 2011.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    6

    Berkurangnya jumlah DPPK berdampak pada tingkat pertumbuhan jumlah peserta DPPK. Selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, tingkat pertumbuhan peserta DPPK per tahun hanya di bawah 3% atau rata-rata per tahun hanya sebesar 1,1%. Sebaliknya, tingkat pertumbuhan peserta DPLK per tahun selalu berada di atas 8% atau rata-rata per tahunnya sebesar 11,5%. Oleh karena itu, sejak tahun 2010, jumlah peserta DPLK telah melampaui jumlah peserta DPPK.

    Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah peserta DPLK pada akhir tahun 2011 bertambah sebanyak 234.625 orang atau meningkat sebanyak 16,35%. Sedangkan jumlah peserta DPPK hanya bertambah sebanyak 30.086 orang atau meningkat sebesar 2,17%. Dari data juga terlihat bahwa peningkatan jumlah peserta DPLK lebih dipicu oleh penambahan jumlah peserta mandiri daripada penambahan jumlah peserta kelompok. Hal ini sangat menggembirakan karena mengindikasikan adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya perencanaan pensiun untuk hari tua mereka nanti.

    Pertumbuhan Aset Dana Pensiun

    Tidak seperti pertumbuhan jumlah Dana Pensiun, secara umum pertumbuhan aset Dana Pensiun dapat dikatakan tumbuh secara positif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, nilai aset Dana Pensiun hanya sebesar Rp91,17triliun. Pada akhir tahun 2011, nilai tersebut telah mencapai Rp141,58triliun atau naik lebih dari 50% dalam kurun waktu lima tahun.

    Dalam perjalanannya, selama kurun waktu 20 tahun, industri Dana Pensiun telah mengalami dua

    kali guncangan akibat krisis keuangan global. Krisis pertama terjadi sekitar tahun 1997 1998. Krisis ini sangat berdampak bagi banyak perusahaan di Indonesia, termasuk beberapa perusahaan yang memiliki Dana Pensiun. Tapi bagi industri Dana Pensiun, krisis ini di sisi lain membawa berkah. Bagaimana tidak, pada masa itu, sebagian besar alokasi aset Dana Pensiun ditempatkan dalam bentuk deposito, dan pada masa itu, tingkat suku bunga deposito perbankan di Indonesia sangat tinggi hingga mencapai 70% per tahun.

    Krisis kedua terjadi pada tahun 2008. Krisis yang pertama kali muncul di Amerika Serikat sebagai akibat permasalahan subprime mortgage, akhirnya juga menyentuh pasar modal di Indonesia. Namun demikian, dengan berbagai pendekatan yang dilakukan oleh Biro Dana Pensiun dan Bapepam dan LK, krisis tersebut dapat diatasi dengan baik oleh industri Dana Pensiun, terbukti dengan kecilnya tingkat penurunan aset yang hanya sekitar 1% dari total aset Dana Pensiun.

    Dua kali peristiwa krisis ekonomi yang menghadang Dana Pensiun, dua kali pula industri Dana Pensiun mengalami peningkatan aset yang cukup signifikan setelah krisis-krisis tersebut

    berlalu. Akhir tahun 1998, nilai aset Dana Pensiun mencapai Rp22,2triliun atau meningkat sekitar 37% dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp16,2triliun. Demikian pula kondisi yang terjadi pada akhir tahun 2009, satu tahun setelah krisis ekonomi 2008, nilai aset Dana Pensiun bahkan menembus angka Rp100triliun atau tepatnya mencapai Rp112,51triliun. Meningkat hampir 24,5% dari tahun sebelumnya yang berjumlah Rp90,35triliun.

    Mengacu pada nilai aset Dana Pensiun sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2011, rata-rata pertumbuhan aset Dana Pensiun per tahun mampu mencapai angka 17%. Sangat diharapkan pertumbuhan industri Dana Pensiun dapat meningkat lagi di masa mendatang, sehingga peranan Dana Pensiun dalam perekonomian nasional pun meningkat.

    Sebagaimana halnya jumlah entitas Dana Pensiun yang mayoritas berbentuk DPPK, nilai aset terbesar Dana Pensiun pada tahun 2011 juga

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    7

    dimiliki oleh DPPK, yaitu sebesar Rp119,84triliun, dimana dari nilai tersebut, sebesar Rp106,47triliun merupakan milik DPPK PPMP dan sisanya milik DPPK PPIP.

    Namun demikian, meskipun nilai aset DPPK PPMP relatif lebih tinggi dibandingkan DPPK PPIP maupun DPLK, tingkat pertumbuhan aset DPPK PPMP ternyata jauh lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan aset DPPK PPIP maupun DPLK. Selama kurun waktu 15 tahun, pertumbuhan aset DPPK PPMP per tahun rata-rata adalah sebesar 15,02%, sedangkan pertumbuhan aset DPPK PPIP dan DPLK mencapai 35,19% dan 34,36%.

    Pertumbuhan Investasi Dana Pensiun

    Investasi merupakan komponen terbesar dalam penilaian aset Dana Pensiun. Pada tahun 2007, nilai investasi Dana Pensiun adalah sebesar Rp87,91triliun. Pada akhir tahun 2011, nilai tersebut telah mencapai Rp137,13triliun atau meningkat 56% dalam 5 tahun terakhir.

    Sebagai komponen terbesar dalam aset Dana Pensiun, proporsi investasi terhadap aset Dana Pensiun per tahun rata-rata mencapai 95,6%. Dengan proporsi demikian, maka sudah pasti bila terjadi perubahan yang siginifikan terhadap nilai

    investasi Dana Pensiun, maka perubahan tersebut juga akan berdampak langsung terhadap nilai aset Dana Pensiun.

    Dalam kurun waktu 1997-2003, pengelolaan investasi Dana Pensiun dapat dikatakan masih sangat konservatif. Hal ini terlihat dari besarnya proporsi deposito dalam investasi Dana Pensiun. Sebagai gambaran, pada tahun 2002, proporsi investasi dalam bentuk deposito mencapai 70% dari total investasi Dana Pensiun. Namun demikian, dengan semakin turunnya tingkat suku bunga deposito, mulai tahun 2003 penempatan investasi dalam bentuk deposito secara perlahan-lahan bergerak turun. Pada posisi akhir tahun 2011, proporsi investasi dalam bentuk deposito berkurang menjadi hanya sebesar 25,33% dari total investasi Dana Pensiun.

    Sejak tahun 2001, Dana Pensiun terlihat mulai mencoba untuk berinvestasi dalam bentuk surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Besarnya tingkat pengembalian yang dijanjikan pemerintah serta rasa aman terhadap produk investasi yang dikeluarkan pemerintah, membuat Dana Pensiun semakin mantap untuk menempatkan dananya dalam bentuk surat berharga negara. Selanjutnya, sejak tahun 2004 surat berharga negara mendominasi portofolio investasi Dana Pensiun dengan proporsi penempatan berada di kisaran 20% hingga 30% dari total investasi Dana Pensiun.

    Selain surat berharga negara, Dana Pensiun juga terlihat mulai berani untuk melakukan penempatan investasi di pasar modal, khususnya obligasi, saham dan reksadana. Jika pada periode sebelum tahun 2003 proporsi investasi Dana Pensiun pada instrumen pasar modal hanya berada dibawah 20%, maka sejak tahun 2003 sampai dengan akhir tahun 2011, porsi tersebut terus meningkat hingga di atas 50% dari total investasi Dana Pensiun. Terlebih lagi dengan dibukanya kesempatan bagi Dana Pensiun untuk berinvestasi dalam bentuk efek beragun aset (KIK EBA) dan Sukuk. Penambahan jenis-jenis investasi baru tersebut diharapkan akan semakin memperluas diversifikasi portofolio

    investasi Dana Pensiun, yang secara langsung juga berdampak terhadap perkembangan aset Dana Pensiun. Namun demikian, hal yang harus tetap diperhatikan oleh pengelola Dana Pensiun adalah faktor keamanan dan risiko yang mungkin timbul dari investasi-investasi tersebut.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    8

    Ditinjau dari kinerja investasinya, pencapaian Return on Investment (ROI) tertinggi pernah dicapai Dana Pensiun pada tahun 1998. Perolehan ROI tersebut merupakan dampak dari tingginya tingkat suku bunga deposito yang diperoleh Dana Pensiun pada saat itu. Namun sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, rata-rata per tahunnya adalah sekitar 10% hingga 20%, kecuali ROI tahun 2008. Akibat krisis tahun 2008, ROI Dana Pensiun di tahun tersebut mencapai titik terendahnya.

    Dana Pensiun Dengan Kepemil ikan Investasi Di Atas Rp 100milyar

    Jika mengacu pada data per akhir Desember 2011, dari 270 Dana Pensiun, terdapat 118 Dana Pensiun yang terdiri dari 113 DPPK dan 15 DPLK, yang masing-masing memiliki total investasi di atas Rp100milyar. Dari 118 Dana Pensiun tersebut, nilai akumulasi investasinya mencapai Rp132,62triliun atau 96,71% dari total investasi Dana Pensiun. Dengan demikian, jumlah terbesar Dana Pensiun, yaitu sebanyak 152 Dana Pensiun hanya berkontribusi 3% saja terhadap keseluruhan investasi Dana Pensiun.

    Pendanaan Dana Pensiun

    Salah satu ukuran kesehatan Dana Pensiun adalah tingkat pendanaan. Hal ini terutama berlaku bagi Dana Pensiun dengan skema PPMP. Sementara itu, untuk Dana Pensiun dengan skema PPIP tidak mengenal istilah tingkat pendanaan. Pada skema PPIP besar dana yang ada di tiap account peserta itulah yang akan menjadi hak peserta sebagai manfaat pensiun.

    Untuk Dana Pensiun yang berskema PPMP, perhitungan pendanaan sedikit lebih rumit,

    karena perhitungan tersebut harus dilakukan secara cermat oleh seorang aktuaris. Dalam ketentuan pendanaan yang berlaku, ada tiga tingkatan dalam menentukan kualitas pendanaan, yaitu tingkat satu, tingkat dua, dan tingkat tiga. Tingkat satu merupakan tingkat paling aman bagi Dana Pensiun. Pada tingkat ini nilai kekayaan Dana Pensiun sudah melampaui nilai Kewajiban Aktuaria yang harus dibayarkan oleh Dana Pensiun Pensiun. Tingkat dua adalah tingkat dimana kekayaan Dana Pensiun sama dengan Kewajiban Solvabilitas Dana Pensiun, dengan asumsi Dana Pensiun dibubarkan pada tanggal perhitungan aktuaria tersebut dilakukan. Sedangkan tingkat ketiga adalah kondisi dimana kekayaan Dana Pensiun kurang dari kewajibannya, baik Kewajiban Aktuaria maupun Kewajiban Solvabilitasnya.

    Karena UU Dana Pensiun telah menetapkan kepada Dana Pensiun yang berskema PPMP untuk melakukan perhitungan aktuaris sekurang-kurangnya sekali dalam tiga tahun, lebih lanjut Menteri menetapkan bahwa kekayaan Dana Pensiun yang dapat dipergunakan dalam perhitungan pendanaan adalah berupa kekayaan bersih Dana Pensiun dikurangi dengan:

    a. Kekayaan dalam sengketa pengadilan;

    b. Iuran, yang sampai dengan tanggal perhitungan aktuaria belum disetor ke Dana Pensiun lebih dari 3 bulan sejak tanggal jatuh tempo;

    c. Kekayaan yang ditempatkan di luar negeri;

    d. Kekayaan yang dikategorikan sebagai piutang lain-lain dan aktiva lain-lain;

    e. Selisih lebih nilai investasi dari batasan investasi per pihak; dan

    f. Selisih lebih nilai investasi dari batasan per jenis untuk tanah, bangunan, serta tanah dan bangunan.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    9

    Melihat kepada profil kualitas pendanaan DPPK

    PPMP di tahun 2011, dari 247 DPPK PPMP, sebanyak 83 Dana Pensiun memiliki kualitas pendanaan tingkat satu, sebanyak 74 Dana Pensiun memiliki kualitas pendanaan tingkat dua, dan sebanyak 46 Dana Pensiun memiliki kualitas pendanaan tingkat tiga. Profil tersebut di atas diperoleh berdasarkan

    laporan aktuaris terakhir yang dimiliki oleh Dana Pensiun, dimana sebanyak 63%nya didasarkan pada pada valuasi aktuaris tahun 2011. Sedangkan sisanya, yaitu sebanyak 24% didasarkan pada valuasi aktuaris tahun 2010 dan 13% didasarkan pada valuasi aktuaris tahun 2009.

    Selain penilaian kualitas pendanaan Dana Pensiun, laporan aktuaris juga memberikan informasi lain seperti Rasio Pendanaan dan Rasio Solvabilitas.

    Rasio Pendanaan (RP) adalah hasil bagi antara nilai kekayaan Dana Pensiun untuk pendanaan dengan nilai Kewajiban Aktuaria Dana Pensiun. Ketentuan Menteri terkait pendanaan menetapkan bahwa jika nilai Rasio Pendanaan ini telah mencapai 120% atau lebih, maka kelebihan kekayaan (surplus) yang dimiliki oleh Dana Pensiun wajib digunakan oleh pemberi kerja sebagai iuran normal.

    Dari data profil pendanaan DPPK PPMP, sebanyak

    14% Dana Pensiun memiliki Rasio Pendanaan lebih dari 120%, sebanyak 68% Dana Pensiun memiliki Rasio Pendanaan antara 75% sampai dengan 100%, dan hanya sebanyak 5% Dana Pensiun yang memiliki nilai Rasio Pendanaan kurang dari 50%.

    Rasio Solvabilitas (RS) adalah hasil bagi antara nilai kekayaan Dana Pensiun untuk pendanaan dengan nilai Kewajiban Solvabilitas.

    Dari data profil pendanaan DPPK PPMP, sebanyak

    78% Dana Pensiun memiliki Rasio Solvabilitas lebih dari 100%, dan hanya 4% Dana Pensiun yang memiliki nilai Rasio Solvabilitas kurang dari 50%.

    Masih terkait dengan pendanaan, dalam melakukan perhitungan pendanaan Dana Pensiun, aktuaris menggunakan beberapa asumsi, baik asumsi ekonomis (tingkat bunga) dan demografi

    (Tabel Mortalita). Dari data laporan aktuaris yang terkompilasi terlihat bahwa mayoritas Dana Pensiun menggunakan asumsi tingkat bunga antara 9% hingga 10%, yaitu sebanyak 58% Dana Pensiun, dan hanya 7% Dana Pensiun yang menggunakan asumsi tingkat bunga di bawah 8%.

    Selain asumsi tingkat bunga, asumsi lain yang sangat penting digunakan aktuaris adalah penggunaan Tabel Mortalita. Dari ketiga tahun valuasi aktuaris tersebut di atas diperoleh data bahwa mayoritas Dana Pensiun menggunakan Tabel Mortalita GAM dan CSO.

    Selain kedua asumsi tersebut, metode perhitungan yang digunakan aktuaris dalam valuasi juga memiliki peran yang penting. Dari berbagai metode perhitungan yang ada, metode attained age normal ternyata lebih banyak digunakan oleh aktuaris dalam melakukan valuasi aktuaria.

    (AR/NPD/LM)

    Progress is impossible without change,and those who cannot change their minds cannot change anything.

    -George Bernard Shaw-

  • HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 11

    Salah satu kegiatan dari proses bisnis Dana Pensiun yang turut berperan dalam meningkatkan ketersediaan aset bagi peserta Dana Pensiun adalah kegiatan investasi. Kegiatan yang berada pada tahap kedua setelah iuran diterima ini dapat menjadi alat ukur keberhasilan bukan saja Dana Pensiun secara keseluruhan tetapi juga mengukur keberhasilan para pengurus yang mengelolanya. Namun jika keberhasilan yang diukur dari tingkat kinerja investasi maka pada satu titik dapat menyebabkan pengurus melakukan segala upaya termasuk melakukan kegiatan investasi yang kurang memperhatikan risiko, kehati-hatian, dan kepentingan pemangku utama Dana Pensiun, yaitu peserta. Pada akhirnya, pencapaian sasaran kinerja investasi tanpa rambu-rambu yang jelas akan seperti laju kendaraan yang tidak memperhatikan tata tertib lalu lintas.

    Biro Dana Pensiun sebagai wakil pemerintah dalam mengawasi dan membina industri Dana Pensiun berkepentingan untuk memberikan rambu-rambu yang jelas termasuk dalam kegiatan investasi Dana Pensiun. Dalam kurun waktu 20 tahun sejak UU Dana Pensiun diterbitkan, Kementerian Keuangan telah beberapa kali mengeluarkan peraturan terkait investasi Dana Pensiun dan perubahan-perubahannya. Perubahan ini mencerminkan bahwa kegiatan investasi Dana Pensiun bukanlah sesuatu yang statis melainkan kegiatan yang dinamis mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan Dana Pensiun. Selain itu, perubahan juga menutup ruang bagi pemerintah untuk secara dogmatis menetapkan ketentuan bagi Dana Pensiun dalam berinvestasi. Pemerintah justru membuka peluang-peluang baru yang datang dari industri Dana Pensiun maupun dari perkembangan jenis-jenis investasi itu sendiri. Hanya satu yang mungkin tidak akan pemerintah ubah, yaitu dalam memastikan bahwa investasi dilakukan dengan memperhatikan risiko, kehati-hatian, dan kepentingan peserta Dana Pensiun.

    Periode 1992-1996

    Periode ini merupakan periode konsolidasi internal di Biro Dana Pensiun (saat itu disebut Direktorat Dana Pensiun). Selain itu, pada periode ini kegiatan-kegiatan di Biro Dana Pensiun lebih fokus pada penyesuaian yayasan yang mengelola program pensiun menjadi badan hukum Dana Pensiun. Namun demikian, pada periode ini pemerintah mulai merasakan perlunya pengaturan terkait pengelolaan Dana Pensiun termasuk pengaturan investasi Dana Pensiun. Akhirnya, kurang lebih 10 bulan setelah UU Dana Pensiun diterbitkan, Menteri Keuangan pertama kalinya mengeluarkan pengaturan mengenai investasi Dana Pensiun, yaitu KMK Nomor 231 tahun 1993.

    Arah KebIjakan InvestasI Dana PensIun DarI Waktu Ke Waktu

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    12

    Secara umum KMK tersebut memuat 5 (lima) kelompok investasi yang dapat dipilih oleh Dana Pensiun, yaitu pasar modal, surat berharga pasar uang, penempatan langsung, surat pengakuan hutang, dan property dalam bentuk tanah dan bangunan. Terdapat pula pembatasan investasi per pihak, yaitu maksimum 10% dan batasan investasi per jenis terutama untuk tanah dan bangunan yaitu 2% untuk setiap unit tanah dan bangunan. Sekitar dua tahun kemudian, KMK tersebut diganti dengan KMK Nomor 78 tahun 1995.

    KMK Nomor 78 tahun 1995 antara lain mengecualikan batasan maksimum investasi per pihak sebesar 10% untuk penempatan deposito dan sertifikat deposito, khususnya bagi Dana

    Pensiun yang berlokasi di daerah. Untuk investasi pada tanah dan bangunan, batas maksimum penempatannya menjadi 15% dari total investasi. Selain itu, bagi Dana Pensiun yang memiliki investasi tanah dan bangunan di luar negeri sebelum UU Dana Pensiun ditetapkan, Dana Pensiun dimaksud dapat tetap memperhitungkan penempatan tersebut sebagai investasi dengan prasyarat bahwa Dana Pensiun memiliki rencana dan jangka waktu penyesuaian.

    Untuk lebih meningkatkan keamanan aset Dana Pensiun, Menteri Keuangan mengeluarkan peraturan mengenai kewajiban Dana Pensiun untuk menyusun laporan keuangan dan laporan portofolio investasi, yaitu KMK Nomor 76 tahun 1995.

    Periode 1997-2001

    Awal tahun 1997, Menteri Keuangan menerbitkan perubahan pertama atas KMK Nomor 78 tahun 1995, yaitu KMK Nomor 93 tahun 1997. Perubahan signifikan dalam KMK tersebut adalah

    adanya penambahan jenis investasi baru, yaitu reksadana.

    Perubahan politik di Indonesia yang terjadi pada periode 1997-1999, akhirnya juga berdampak pada perekonomian Indonesia. Kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah menyebabkan biaya ekonomi menjadi tinggi. Akhirnya inflasi dan tingkat suku

    bunga juga terus merangkak naik. Bagi Dana

    Pensiun, kenaikan tingkat suku bunga ini jelas sangat menguntungkan. Bagaimana tidak? Pada saat itu, porsi investasi Dana Pensiun di pasar uang mencapai 70,72% dari total investasi Dana Pensiun. Sudah pasti, kenaikan tingkat suku bunga tersebut memicu peningkatan kinerja pengurus dalam pengelolaan investasi. Puncak keberhasilan tersebut terlihat pada akhir tahun 1998 yang ditandai dengan kinerja investasi dibanding aset yang mencapai 26,11%.

    Kisruh politik Indonesia pada periode tersebut juga berpengaruh terhadap strategi yang dilakukan oleh pemerintah terutama untuk memperkuat sektor perbankan. Pada pertengahan tahun 1999, pemerintah melakukan restrukturisasi perbankan antara lain dengan menggabungkan Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) menjadi Bank Mandiri. Penggabungan ini secara langsung mempengaruhi investasi Dana Pensiun yang dibatasi per pihak. Untuk mengakomodasi hal tersebut, Menteri Keuangan mengeluarkan KMK Nomor 499 tahun 1999. Poin penting dari KMK ini adalah diperkenankannya pelampauan batas investasi 10% per pihak hasil penggabungan keempat Bank tersebut dengan jangka waktu penyesuaian selama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penggabungan.

    Semakin berkembangnya aset Dana Pensiun dan adanya restrukturisasi perbankan di atas menyebabkan industri meminta dilakukannya peningkatan batas maksimum terutama investasi per pihak dan perluasan jenis investasi untuk Dana Pensiun. Menteri Keuangan akhirnya merespon hal tersebut dengan mengeluarkan KMK Nomor 296 tahun 2000. Perubahan utama dalam KMK tersebut adalah perubahan batas maksimum investasi per pihak dari 10% menjadi 20%.

    Tahun berikutnya, Menteri Keuangan menerbitkan perubahan atas KMK tersebut dengan mengeluarkan KMK Nomor 45 tahun 2001. Dalam perubahan tersebut ada penambahan dua jenis instrumen investasi baru yaitu sertifikat

    Bank Indonesia (SBI) dan surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    13

    Periode 2002-2006

    Setelah 10 tahun Dana Pensiun di Indonesia beroperasi, investasi Dana Pensiun semakin bervariasi dan tidak hanya terfokus di pasar uang. Sebagai contoh, pada tahun 2005, investasi Dana Pensiun di pasar uang khususnya deposito berjangka turun drastis dibandingkan periode 1997-2001. Sebaliknya investasi di pasar modal terutama obligasi dan surat berharga pemerintah mendominasi investasi Dana Pensiun (52,15%). Kondisi ini menjadi salah satu alasan bagi pemerintah untuk kembali melakukan evaluasi terhadap peraturan terkait investasi Dana Pensiun.

    Untuk itu, Menteri Keuangan melakukan perubahan-perubahan penting terkait investasi Dana Pensiun, yaitu melalui penerbitan KMK Nomor 511 tahun 2002. KMK ini merupakan pengganti dua KMK sebelumnya, yaitu KMK Nomor 296 tahun 2000 dan KMK Nomor 45 tahun 2001. Perubahan signifikan dalam KMK ini antara

    lain adalah penyebutan jenis investasi secara satu per satu dan tidak berdasarkan kelompok, penghapusan instrumen investasi surat berharga pasar uang dan penambahan variasi investasi properti menjadi tanah, bangunan, atau tanah dan bangunan. Guna mendorong perekonomian nasional, batasan investasi untuk surat berharga pemerintah dapat dilakukan lebih dari 20%. Untuk mengurangi risiko Dana Pensiun, diatur juga pembatasan maksimum per jenis untuk

    penempatan langsung dan atau surat pengakuan utang dari 20% menjadi 10% terhadap total investasi Dana Pensiun.

    Perubahan lain adalah adanya pengaturan kembali tentang penilaian investasi Dana Pensiun. Sejalan dengan pengawasan Dana Pensiun yang lebih melihat risiko Dana Pensiun, dalam peraturan baru ini diatur pengendalian dan good governance pengelolaan investasi Dana Pensiun yang didalamnya mengatur laporan investasi Dana Pensiun, penilaian kinerja investasi, dan transparansi pengelolaan investasi. Dalam KMK ini juga diatur sanksi administratif berupa denda bagi Dana Pensiun yang melakukan pelanggaran terhadap keterlambatan atas penyampaian laporan investasi tahunan.

    Untuk memberikan pedoman dalam penyusunan laporan investasi sebagaimana diminta pada KMK Nomor 511 tahun 2002, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor 2344 tahun 2003.

    Periode 2007-2012

    Pada periode ini terjadi penggabungan dua institusi di Kementerian Keuangan, yaitu Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal, menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam dan LK). Bergabungnya dua lembaga ini mengakibatkan perubahan nama Direktorat Dana Pensiun menjadi Biro Dana Pensiun. Penggabungan ini sedikit banyak mempengaruhi Biro Dana Pensiun terutama dengan semakin terbukanya informasi terkait industri pasar modal.

    Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 2008 ikut memukul pasar modal di Indonesia. Akibatnya nilai saham dan obligasi ikut terkoreksi. Untuk mengurangi risiko menurunnya aset Dana Pensiun, akhirnya diterbitkan Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor PER-08 tahun 2008. Peraturan ini membuka peluang bagi Dana Pensiun untuk mengubah pengelompokkan obligasi dari diperdagangkan/tersedia untuk dijual ke kelompok dimiliki hingga jatuh tempo.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    14

    Seiring dengan krisis di pasar modal dan kondisi investasi Dana Pensiun secara umum, Menteri Keuangan akhirnya mengeluarkan peraturan terbaru mengenai investasi Dana Pensiun, yaitu PMK Nomor 199 tahun 2008. PMK ini sekaligus menggantikan Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor PER-08 tahun 2008 dan KMK Nomor 511 tahun 2002.

    Perubahan utama PMK ini antara lain adalah dihapuskannya surat pengakuan utang dari daftar instrumen investasi Dana Pensiun, penambahan instrumen investasi baru bagi Dana Pensiun seperti kontrak opsi saham, efek beragun aset dari KIK2 EBA3

    dan unit penyertaan DIRE4 berbentuk KIK. Peraturan ini juga memuat pengaturan yang lebih detil terkait pengertian afiliasi, syarat tambahan

    untuk instrumen investasi tertentu, dan unsur-unsur lain yang terkait dengan manajemen dan pengendalian investasi Dana Pensiun. Untuk pengaturan mengenai penilaian investasi Dana Pensiun diterbitkan Ketua Bapepam dan LK menerbitkan Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor PER-01 tahun 2009.

    Adanya tambahan instrumen investasi baru bagi Dana Pensiun secara tidak langsung akan mempengaruhi penyusunan laporan, baik laporan keuangan maupun laporan investasi. Untuk mengakomodasi hal tersebut, akhirnya Ketua Bapepam dan LK menerbitkan Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor PER-01 tahun 2010.

    Perjalanan 20 tahun bukanlah perjalanan pendek bagi Biro Dana Pensiun dalam menyediakan peraturan terkait investasi Dana Pensiun. Namun, dari perkembangan kebijakan investasi tersebut, perjalanan 20 tahun tersebut bukanlah akhir dari upaya pemerintah dalam membina Dana Pensiun, terutama untuk memastikan bahwa investasi yang dilakukan Dana Pensiun harus tetap memperhatikan risiko, kehati-hatian dan kepentingan peserta. Evaluasi akan terus dilakukan untuk mengurangi hal-hal yang dianggap sudah tidak sesuai, menambah atau memperbaiki pengaturan investasi dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan keamanan pengelolaan aset Dana Pensiun. Tentu saja dalam proses ini masukan dari stakeholder Dana Pensiun menjadi sangat penting.

    (AH/NPD/DS)

    2 KIK: Kontrak Investasi Kolektif 3 EBA: Efek Beragun Aset 4 DIRE: Dana Investasi Real Estat

  • 15

    Pendanaan adalah suatu proses pemupukan dana yang dilakukan dalam rangka memenuhi suatu kewajiban. Kewajiban Dana Pensiun adalah memberikan kesinambungan penghasilan bagi pesertanya pada saat purna bakti atau disebut manfaat pensiun. Dengan skema pendanaan, suatu program pensiun dimungkinkan untuk membentuk suatu akumulasi dana yang dibutuhkan guna memelihara kesinambungan penghasilan peserta program pensiun di hari tua.

    Pemenuhan kewajiban pendanaan ini dapat dilakukan oleh pemberi kerja saja atau oleh pemberi kerja dan karyawan. Jika pemberi kerja mengikutsertakan partisipasi karyawan dalam pemenuhan kewajiban pendanaan tersebut, maka hal itu disebut contributory system. Sebaliknya, jika kewajiban tersebut ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja tanpa mengikutsertakan partisipasi dari karyawan, maka hal itu disebut non-contributory system.

    Besar kecilnya kewajiban atas manfaat pensiun yang dijanjikan oleh perusahaan sangat tergantung dari desain programnya. Apabila desain programnya menjanjikan manfaat pensiun yang besar maka kewajibannya tentu akan sangat

    besar, dan sebaliknya apabila desain programnya menjanjikan manfaat pensiun yang kecil maka kewajibannya akan kecil juga. Dalam memenuhi kewajiban atas manfaat pensiun, pemberi kerja dapat melakukannya secara angsuran atau sekaligus.

    Untuk memberikan payung hukum kepada pemberi kerja dalam rangka pemenuhan kewajiban manfaat pensiun sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun, beberapa pengaturan terkait pendanaan, khususnya DPPK telah diterbitkan.

    Pendanaan dan Solvabi l i tas

    Pengaturan pendanaan dan solvabilitas bagi DPPK pertama kali diterbitkan pada tahun 1995, yaitu KMK Nomor 77 tahun 1995. KMK ini diterbitkan untuk memberikan jaminan terpeliharanya kesinambungan penghasilan peserta pada saat pensiun atau kepada pihak yang berhak bila peserta meninggal dunia. Jaminan ini dilakukan melalui mekanisme pemupukan dana yang dilakukan dengan cara penyetoran iuran. Pemupukan dana yang teratur dan terarah diharapkan dapat menjamin kelangsungan penyelenggaraan program pensiun.

    DInamIka kebIjakan PenDanaan Dana PensIun

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    16

    KMK ini mengatur pola pendanaan untuk DPPK, baik PPMP maupun PPIP dengan penekanan pada PPMP. Yang menarik pada KMK ini adalah bahwa pemupukan dana tidak diperkenankan untuk dilakukan sesegera mungkin, artinya pemenuhan kekurangan pendanaan harus dilakukan secara bertahap dan tidak diperkenankan dilakukan secara sekaligus. Dalam perhitungan posisi pendanaan, diatur pula kriteria aset Dana Pensiun yang dapat diakui untuk perhitungan pendanaan (admitted asset), atau dikenal dengan istilah aset untuk pendanaan.

    Perkembangan perekonomian Indonesia pada akhirnya mengubah kebijakan pemerintah terhadap pengaturan pendanaan Dana Pensiun, yaitu dengan dikeluarkannya KMK Nomor 510 tahun 2002 yang sekaligus mencabut KMK Nomor 77 tahun 1995. Fokus pengaturan KMK tersebut adalah penetapan aset untuk pendanaan yang tidak lagi memperhitungkan akun-akun tertentu sebagai admitted asset tetapi menggunakan konsep net asset dikurangi dengan non-admitted asset. Hal ini sejalan dengan konsep matching asset-liabilities. Berbeda dengan KMK sebelumnya yang tidak memperkenankan adanya pemenuhan pendanaan dari pemberi kerja secara sekaligus, maka pada KMK Nomor 510 ini pengaturan tersebut diubah yaitu dengan memfasilitasi adanya pemberi kerja yang memiliki dana berlebih dan bermaksud melunasi kekurangan pendanaan secara sekaligus. KMK ini juga memberikan keleluasaan tersebut dengan tetap mengatur maksimum lamanya masa angsuran.

    Pengaturan lain adalah tidak diperbolehkannya lagi adanya perubahan asumsi aktuaria dan atau metode perhitungan aktuaria yang memberikan keuntungan actuarial gain bagi pemberi kerja untuk melunasi defisit. Hal ini ini dilakukan untuk

    mengantisipasi banyaknya pemberi kerja yang telah mempengaruhi aktuaris dalam penetapan asumsi aktuaria yang bertujuan untuk mengurangi beban pendanaan pemberi kerja.

    Selain pengaturan di atas, KMK ini juga meminta adanya analisis terhadap perubahan surplus atau defisit yang terjadi di dalam setiap laporan

    aktuaris Dana Pensiun. Analisis ini bertujuan agar

    penyebab terjadinya defisit atau surplus dimaksud

    dapat diketahui dengan jelas.

    Untuk DPPK yang memiliki Mitra Pendiri, KMK ini mengenalkan istilah baru dalam perhitungan aktuaris, yaitu perhitungan sharing-cost dan non-sharing cost. Pada perhitungan sharing-cost, tanggung jawab pembiayaan program pensiun ditanggung secara merata dengan semua pemberi kerja yang ada di dalam DPPK. Sedangkan pada perhitungan non-sharing cost, masing-masing pemberi kerja dalam DPPK menanggung sendiri pendanaan yang menjadi tanggung jawabnya.

    Pengaturan lain adalah terkait dengan perubahan program pensiun dari PPMP ke PPIP. KMK ini mengatur syarat pendanaan yang harus dipenuhi oleh Pendiri DPPK apabila yang bersangkutan bermaksud mengubah program pensiun. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menjamin hak-hak peserta yang diperoleh selama kepesertaannya sampai pada saat perubahan program pensiun terjadi.

    Tiga tahun setelah KMK Nomor 510 tahun 2002 diterapkan, dilakukan penyempurnaan terhadap KMK tersebut dengan diterbitkannya PMK Nomor 113 tahun 2005. PMK ini tidak sepenuhnya mengganti Nomor 510 tahun 2002, namun hanya berisi perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam KMK tersebut.

    Beberapa perubahan ketentuan dimaksud antara lain mengenai perpanjangan jangka waktu pelunasan defisit yang diperhitungkan sebagai

    kekurangan solvabilitas dari 3 tahun menjadi paling lama 5 tahun, percepatan masa pelunasan sisa defisit Pra Undang-Undang bagi pemberi kerja

    dengan pembayaran secara sekaligus, dan adanya kewajiban bagi aktuaris untuk memuat proyeksi kewajiban aktuaria.

    Kebi jakan Iuran dan Manfaat

    Selain pengaturan pendanaan dan solvabilitas, pengaturan mengenai besar iuran dan manfaat pensiun juga sangat penting mengingat iuran merupakan sumber pembiayaan program pensiun yang pada gilirannya nanti akan menjadi sumber dalam pembayaran manfaat pensiun.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    17

    Untuk memberikan kepastian hukum dan dalam rangka mewujudkan pendanaan yang terarah dan terpadu, untuk pertama kalinya Menteri Keuangan mengeluarkan kebijakan mengenai iuran dan manfaat pensiun, yaitu KMK Nomor 230 tahun 1993. KMK ini mengatur ketentuan mengenai rumus manfaat pensiun, baik sekaligus maupun bulanan. Pengaturan tersebut mencakup pula batasan maksimum faktor penghargaan pertahun masa kerja, jumlah penghasilan dasar pensiun (PhDP) yang dapat diakui, dan pengakuan masa kerja yang dapat diperhitungkan dalam penetapan besar manfaat pensiun. Sampai dengan saat ini, besar ketentuan maksimum manfaat pensiun yang dapat diberikan adalah 80% dari PhDP untuk perhitungan manfaat pensiun yang menggunakan rumus bulanan atau 80 kali PhDP untuk perhitungan manfaat pensiun yang menggunakan rumus sekaligus.

    Untuk pengaturan besar iuran ke Dana Pensiun, ada perbedaan pengaturan antara DPPK dan DPLK. Untuk DPPK PPMP, besar iuran peserta harus ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun. Besar maksimum iuran tersebut adalah 3 atau 3% kali faktor penghargaan per tahun masa kerja kali PhDP per tahun. Sedangkan besar iuran pemberi kerja tergantung dari hasil perhitungan aktuaris.

    Untuk DPPK PPIP, besar iuran pemberi kerja dan iuran peserta harus ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun dengan maksimum iuran sebanyak-banyaknya 20% kali PhDP per tahun. Dalam hal peserta turut mengiur, iuran peserta sebanyak-banyaknya 60% dari iuran pemberi kerja.

    Untuk iuran ke DPLK, jika pada KMK Nomor 230 tahun 1993 terdapat pembatasan maksimum terhadap iuran ke DPLK, maka dengan

    diterbitkannya PMK Nomor 91 tahun 2005, batasan tersebut akhirnya dihapus.

    Terkait dengan pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus, UU Dana Pensiun memang memperkenankan pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus. Namun demikian, kebijakan pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus tersebut harus tetap mempertimbangkan kemampuan pendanaan dari pemberi kerja.

    Untuk itu, pada KMK Nomor 230 tahun 1993, batas maksimum pembayaran manfaat pensiun yang dapat dibayarkan secara sekaligus adalah Rp100ribu per bulan atau Rp12juta jika dihitung dengan rumus sekaligus.

    Lima tahun kemudian, batas maksimum tersebut diubah menjadi Rp300ribu per bulan atau Rp36juta jika dihitung dengan rumus sekaligus, yaitu dengan dikeluarkannya KMK Nomor 343 tahun 1998.

    Tahun 2002, KMK 343 tersebut diubah dengan KMK Nomor 231 dan batas maksimum pembayaran manfaat pensiun per bulan juga diubah menjadi Rp400ribu. Untuk batas maksimum pembayaran maksimum dengan rumus sekaligus besarnya tetap sebesar Rp36juta.

    Tiga tahun kemudian, yaitu dengan diterbitkannya PMK Nomor 91 tahun 2005, batas maksimum tersebut diubah menjadi Rp750ribu per bulan atau Rp100juta jika dihitung dengan rumus sekaligus.

    Pada awal tahun 2012, batas maksimum tersebut kembali diubah menjadi diubah menjadi Rp1.500.000 per bulan atau Rp500juta jika dihitung dengan rumus sekaligus.

    (AS/NPD/DS)

    Money is not the only answer, but it makes a difference.

    -Barack Hussein Obama-

  • HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 19

    Untuk mewujudkan penyelenggaraan Dana Pensiun yang berdaya guna dan berhasil guna, sesuai dengan amanat Pasal 50 dan Pasal 52 UU Dana Pensiun Biro Dana Pensiun melakukan pengawasan terhadap industri Dana Pensiun. Ada dua jenis kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Biro Dana Pensiun, yaitu kegiatan analisis dan kegiatan pemeriksaan. Kegiatan analisis dilaksanakan dengan melakukan penelaahan terhadap dokumen-dokumen laporan yang disampaikan oleh Dana Pensiun kepada Biro. Kegiatan tersebut disebut juga desk audit atau off-site analysis. Sedangkan kegiatan pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan terhadap Dana Pensiun secara langsung atau disebut juga on-site analysis.

    Sebelum Tahun 1996

    Awal dilakukannya kegiatan pengawasan dimulai pada saat Dana Pensiun mulai menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada Menteri Keuangan. Hal itu dimulai sekitar tahun 1994. Pada saat itu, kegiatan pengawasan lebih terfokus pada kegiatan off-site analysis. Sementara itu, kegiatan on-site analysis baru mulai dilaksanakan sekitar tahun 1995. Cakupan pengawasan pada saat itu

    meliputi pengelolaan aset dan pengawasan atas penyelenggaraan program pensiun baik dari segi keuangan maupun operasional.

    Periode 1997 - 2001

    Pada periode ini, kegiatan on-site analysis menitikberatkan pada compliance based analysis. Basis ini mempertegas kegiatan on-site analysis untuk melakukan pengujian atas kepatuhan Dana Pensiun dengan ketentuan perundangan yang berlaku di bidang Dana Pensiun. Pada periode ini, kegiatan on-site analysis terhadap suatu Dana Pensiun dilakukan secara berkala, sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun.

    Awal tahun 2000, kegiatan off-site analysis dikembangkan, yaitu dengan melakukan evaluasi terhadap semua laporan berkala yang disampaikan Dana Pensiun kepada Biro. Proses evaluasi tersebut menghasilan indikasi risiko suatu Dana Pensiun. Jika Dana Pensiun terindikasi cukup berisiko, maka Biro akan melakukan analisis yang lebih mendalam terhadap kondisi Dana Pensiun dimaksud. Hasil kegiatan analisis mendalam ini menjadi bahan masukan untuk kegiatan on-site analysis.

    Periode 2002 - 2005

    Guna meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan on-site analysis, sekaligus mengatasi terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam kegiatan tersebut, kebijakan pengaturan atas kegiatan on-site analysis yang sebelumnya diatur dalam KMK Nomor 40 tahun 1997 dicabut dan diganti dengan KMK Nomor 512 tahun 2002. Salah satu dampak dari pengaturan baru tersebut adalah dimungkinkannya kegiatan on-site analysis dilakukan tanpa harus menunggu jangka waktu 5 tahun.

    Perkembangan KebIjakan Pengawasan Dana PensIun

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    20

    Tahun 2005 Direktur Jenderal Lembaga Keuangan menerbitkan ketentuan mengenai bentuk dan susunan laporan keuangan Dana Pensiun melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor 2345 tahun 2005. Keputusan tersebut menandai adanya standarisasi pelaporan keuangan khusus bagi Dana Pensiun yang berbeda dengan industri keuangan lainnya. Standar ini semakin mempermudah kegiatan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Dana Pensiun.

    Periode 2005 - 2007

    Untuk menstandarisasi kegiatan on-site analysis, pada tahun 2005 diterbitkan Pedoman Manajemen dan Operasional Pemeriksaan Langsung Dana Pensiun. Pedoman manajemen memuat petunjuk mengenai penyusunan rencana kerja pemeriksaan, pengawasan pemeriksan, evaluasi kinerja pemeriksaan dan dokumentasi pemeriksaan. Sedangkan pedoman operasional memuat prosedur kegiatan on-site analysis dan pelaporan.

    Pada periode ini, kegiatan on-site analysis mulai mengarah pada pendekatan berbasis risiko (risk based approach), meski dalam praktiknya porsi terbesar masih dilaksanakan berdasarkan compliance based. Adapun pengujian terhadap substansi materi analisis meliputi 5 modul, yaitu investasi, iuran, manfaat pensiun, perkiraan penting dan kepengurusan.

    Sementara itu, jika sebelum tahun 2007 kegiatan off-site analysis hanya dilakukan terhadap Dana Pensiun secara terbatas, dengan kata lain tidak setiap entitas Dana Pensiun dapat dianalisis pada tahun tersebut. Sejak tahun 2007, semua Dana Pensiun sudah dapat dianalisis secara sederhana. Analisis sederhana ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi sederhana berplatform access project. Dengan menggunakan aplikasi ini, semua Dana Pensiun dapat ketahui nilai risiko awalnya. Adapun sumber data yang digunakan dalam aplikasi tersebut adalah data laporan berkala terakhir Dana Pensiun yang diterima Biro Dana Pensiun.

    Periode 2008 - sekarang

    Periode ini merupakan era baru terhadap kegiatan pengawasan industri Dana Pensiun. Di tahun 2008,

    Biro Dana Pensiun telah mengambil kebijakan strategis terkait pembinaan dan pengawasan Dana Pensiun, yaitu dengan mengubah fokus pengawasan yang semula menekankan pada kepatuhan Dana Pensiun terhadap ketentuan perundangan, menjadi aspek risiko yang terdapat dalam penyelenggaraan Dana Pensiun. Pendekatan ini diambil karena dilatarbelakangi oleh semakin beragamnya risiko pengelolaan kekayaan Dana Pensiun. Adapun pedoman pelaksanaan dari sistem pengawasan berbasis risiko tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala Biro Dana Pensiun Nomor KEP-02 tahun 2008.

    Pada periode ini kegiatan pengawasan, baik off-site dan on-site analysis dilakukan atas dasar pertimbangan risiko. Untuk melaksanakan kegiatan ini Biro Dana Pensiun menggunakan pendekatan Sistem Pemeringkatan Risiko (SPERIS). Sistem ini diadaptasi dari pengawasan berbasis risiko yang dilakukan oleh Australian Prudential Regulatory Authority (APRA). Dalam SPERIS, fokus pengujian risiko penyelenggaraan Dana Pensiun bertujuan untuk memastikan potensi tingkat kegagalan Dana Pensiun dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta dan pihak yang berhak lainnya. Untuk memenuhi pengujian tersebut, Biro Dana Pensiun menetapkan sembilan aspek risiko yang menjadi lingkup pengujian yaitu aspek desain dan strategi, kepengurusan, tata kelola, operasional dan manfaat pensiun, pengelolaan aset, kinerja, legal dan pendanaan.

    Guna menselaraskan kegiatan tersebut, pedoman manajemen dan operasional pemeriksaan langsung Dana Pensiun diubah, yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor PER-05 tahun 2008 dan Keputusan Kepala Biro Dana Pensiun Nomor KEP-03 tahun 2008. Inti dari penyempurnaan pedoman tersebut adalah memasukan aspek pertimbangan risiko dalam setiap kegiatan perencanaan pemeriksaan, organisasi pemeriksaan, standar pemeriksaan, lingkup pemeriksaan, prosedur pemeriksaan dan pelaporan pemeriksaan.

    (HW/NPD/NU)

  • 21

    Kepengurusan dan tata kelola memegang peranan penting dan fundamental dalam menentukan keberhasilan penyelenggaran program pensiun. Melalui kepengurusan yang kompeten, berintegritas serta amanah, penyelenggaraan Dana Pensiun diharapkan dapat berjalan dengan baik. Demikian pula tata kelola, semakin meningkatnya dana kelolaan Dana Pensiun, semakin meningkat pula risiko penyelenggaraan Dana Pensiun. Untuk itu, penyelenggaraan Dana Pensiun harus dapat diselenggarakan sesuai dengan praktik yang berlaku umum serta menerapkan prinsip-prinsip Good Pension Fund Govenance (GPFG).

    Kepengurusan

    Diterbitkannya UU Dana Pensiun pada tahun 1992 menjadi tonggak pertama dalam meletakkan dasar-dasar kepengurusan Dana Pensiun yang modern dibandingkan dengan kepengurusan ala yayasan pada masa sebelumnya. UU Dana Pensiun memperkenalkan struktur organisasi kepengurusan Dana Pensiun yang terdiri dari pengurus dan dewan pengawas. Pengurus merupakan organ eksekutif yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Dana Pensiun, sementara

    dewan pengawas merupakan organ yang berperan sebagai pengawas pelaksanaan tugas pengurus. UU Dana Pensiun juga mengatur hal-hal pokok lainnya terkait kepengurusan seperti mekanisme penunjukan pengurus dan dewan pengawas, tugas dan tanggung jawab pengurus dan dewan pengawas, keanggotaan dewan pengawas, dan sanksi adminstratif dan pidana terkait pengelolaan Dana Pensiun. Pada tahun yang sama, Pemerintah juga menerbitkan PP Nomor 76 tahun 1992 dan PP Nomor 77 tahun 1992 yang antara lain mengatur lebih lanjut mengenai kepengurusan Dana Pensiun.

    Sejumlah milestones penting dari upaya dan inisiatif Biro Dana Pensiun selama 20 tahun ini dalam rangka meningkatkan profesionalisme kepengurusan Dana Pensiun. tersebut adalah sebagai berikut:

    Periode 1993 - 2003

    Setahun setelah diundangkannya UU Dana Pensiun, Menteri Keuangan menerbitkan KMK Nomor 229 tahun 1993 yang mengatur persyaratan bagi kepengurusan Dana Pensiun, khususnya

    menuju tata kelola Dana PensIun yang lebIh baIk

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    22

    DPPK. Sepuluh tahun berikutnya, KMK tersebut disempurnakan, yaitu dengan diterbitkannya KMK Nomor 513 tahun 2002 yang mengatur hal yang sama, namun berlaku tidak hanya bagi DPPK tapi juga untuk pelaksana tugas pengurus DPLK. Pelaksana tugas pengurus DPLK merupakan pegawai yang ditunjuk oleh pendiri DPLK untuk menjalankan tugas pengurus di DPLK. Dalam hal ini, persyaratan untuk menjadi pelaksana tugas pengurus DPLK adalah sama dengan persyaratan sebagai pengurus DPPK.

    Periode 2004 2010

    Tahun 2004 merupakan milestone penting dalam pengembangan kepengurusan Dana Pensiun. Pada tahun ini Direktur Jenderal Lembaga Keuangan mengeluarkan KEP-4263 tahun 2004 yang mengatur persyaratan pengetahuan di bidang Dana Pensiun bagi pengurus dan pelaksana tugas pengurus DPLK dan tata cara pemenuhannya. Melalui keputusan ini, setiap pengurus wajib mengikuti dan lulus sertifikasi pengetahuan dasar

    di bidang Dana Pensiun yang diselenggarakan oleh Lembaga Standar Profesi Dana Pensiun (LSPDP). Adapun lembaga ini dibentuk bersama oleh ADPI dan ADPLK.

    Disamping kewajiban untuk memiliki sertifikat

    pengetahuan dasar di bidang Dana Pensiun, pengurus juga diwajibkan untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan melalui keikutsertaan dalam seminar, pelatihan, penulisan artikel dan sebagainya. Setiap kegiatan tersebut akan menjadi angka kredit dalam rangka pemenuhan minimal kredit poin yang ditetapkan oleh Lembaga Standar Profesi Dana Pensiun.

    Seiring dengan perkembangan industri Dana Pensiun dan besarnya dana kelolaan Dana Pensiun menjadikan tanggung jawab pengurus semakin besar. Untuk itu, kebutuhan akan pengurus yang memiliki kompetensi dan integritas tinggi menjadi hal yang sangat penting. Dalam kerangka itu Menteri Keuangan menerbitkan PMK Nomor 37 tahun 2010 yang mengatur penilaian uji kemampuan dan kepatutan bagi calon pengurus DPPK dan calon pelaksana tugas pengurus DPLK.

    Sebagai pelaksanaannya, Ketua Bapepam dan LK menerbitkan Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor PER-02 tahun 2010 yang mengatur kriteria Dana Pensiun yang pengurus atau pelaksana tugas pengurusnya wajib mengikuti uji penilaian kemampuan dan kepatutan.

    Periode 2011 saat in i

    Sebagai kelanjutan dari rangkaian pengaturan uji penilaian kemampuan dan kepatutan di atas, Ketua Bapepam dan LK menerbitkan Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor PER-03 tahun 2011. Peraturan tersebut berisi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan uji penilaian kemampuan dan kepatutan calon pengurus DPPK dan calon pelaksana tugas pengurus DPLK. Bulan Mei 2011 merupakan kali pertama penilaian uji kemampuan dan kepatutan tersebut mulai dilaksanakan.

    Tata Kelola

    GPFG merupakan proses dan struktur yang digunakan oleh Dana Pensiun untuk mendorong pengembangan lembaga, pengelola sumberdaya dan risiko secara efisien dan efektif, serta

    pertanggungjawaban pengurus Dana Pensiun kepada peserta, pendiri/pemberi kerja dan pihak terkait lainnya. GPFG dapat juga digunakan sebagai salah satu tolok ukur kinerja pengurus dalam mengelola Dana Pensiun yang dilakukan dengan cara melakukan assesment (penilaian) baik secara internal maupun eksternal (pihak independen).

    Prinsip GPFG terdiri dari lima prinsip yaitu kemandirian, transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran. Kelima prinsip tersebut memberikan pegangan yang kuat bagi Dana Pensiun untuk menyelenggarakan kegiatannya. Sebagai pendorong Dana Pensiun untuk dapat melakukan penyusunan tata kelola dimaksud Ketua Bapepam-LK menerbitkan Keputusan Bapepam dan LK Nomor KEP-136/BL tahun 2006. Keputusan tersebut memuat pedoman penyusunan tata kelola Dana Pensiun. Pedoman ini bersifat umum, standar dan fleksibel,

    mengingat kondisi masing-masing Dana Pensiun berbeda.

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    23

    Terkait dengan penerapan GPFG tersebut, Pendiri harus menetapkan pedoman umum dan pedoman operasional atas penerapan GPFG di Dana Pensiun. Pedoman tersebut harus dilaksanakan oleh pengurus dan secara rutin harus dievaluasi oleh dewan pengawas.

    (HG/NPD)

    In the successful organization, no detail is too small to escape close attention.

    -Lou Holtz-

  • HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 25

    Untuk mendukung kegiatan pembinaan dan pengawasan Dana Pensiun, kegiatan pengumpulan dan pengolahan data menjadi faktor penting bagi Biro Dana Pensiun. Data merupakan informasi yang penting bagi biro dan industri Dana Pensiun. Oleh karena itu, mekanisme pengumpulan data secara cepat, tepat, dan akurat menjadi alasan utama bagi biro dalam mengembangkan teknologi informasi untuk industri Dana Pensiun. Hal yang tidak kalah penting adalah pengolahan data. Kegiatan pengolahan data harus dapat memberikan layanan distribusi informasi yang cukup kepada stakeholder, baik secara internal maupun eksternal. Itu semua tidak terlepas dari teknologi informasi yang terus dikembangkan Biro Dana Pensiun.

    Sampai dengan tahun 2002

    Sejak kewajiban penyampaian laporan Dana Pensiun ditetapkan pada tahun 1995, sejak itulah tuntutan terhadap pengumpulan dan pengolahan data laporan untuk keperluan offsite analysis,

    onsite analysis, dan statistik mulai muncul. Pada saat itu Biro Dana Pensiun mulai merintis pembangunan database dan aplikasi sederhana yang digunakan untuk kegiatan pengumpulan data. Proses pengumpulan data tersebut dilakukan sendiri oleh Biro Dana Pensiun dengan cara memasukkan data laporan keuangan Dana Pensiun ke dalam aplikasi. Proses pengolahan data selanjutnya dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Kendala yang dihadapi pada saat itu adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menyediakan data yang dapat segera diolah. Hal tersebut terjadi karena jumlah sumber daya

    manusia yang menangani tidak sebanding dengan banyaknya data yang harus diinput.

    Sejak Tahun 2002 sampai dengan saat in i

    Kemajuan teknologi informasi dan perkembangan industri Dana Pensiun pada akhirnya juga berdampak terhadap kegiatan proses pengumpulan data dan penyebaran informasi yang terjadi di Biro Dana Pensiun. Pada saat ini mulai terbentuk suatu tim yang bertugas untuk melakukan penyempurnaan terhadap sistem informasi dan jaringan di Biro Dana Pensiun. Hasil-hasil yang telah dicapai antara lain adalah pelaporan digital, website, dan pendaftaran secara online.

    transformasI sIstem InformasI Dana PensIun

    One machine can do the work of fifty ordinary men. No machine can do the work of one extraordinary man

    -Elbert Hubbard-

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    26

    Pelaporan digital (e-report ing)

    Guna mengatasi kendala yang terjadi dalam proses pengumpulan data, pada tahun 2002 mulai dilakukan uji coba penyampaian laporan keuangan dan laporan aktuaris secara elektronik. Dengan mempertimbangkan keragaman teknologi informasi yang dimiliki Dana Pensiun akhirnya diputuskan untuk menggunakan media yang paling sederhana yang kiranya dapat diimplementasikan oleh seluruh Dana Pensiun. Media yang digunakan pada saat itu adalah formulir elektronik yang disusun dengan menggunakan MS Excel. Formulir tersebut dikenal sebagai data elektronik. Untuk memperoleh data elektronik tersebut, setiap Dana Pensiun dapat mengunduhnya langsung melalui website atau menghubungi langsung Biro Dana Pensiun. Data yang telah diisi Dana Pensiun disampaikan kembali ke Biro Dana Pensiun dengan menggunakan disket atau melalui email. Landasan hukum penggunaan data elektronik tersebut adalah Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: KEP-4777 tahun 2003.

    Walaupun telah banyak dilakukan sosialisasi, penerapan kebijakan penyampaian data laporan berkala secara elektronik tidak seketika berjalan mulus. Untuk itu, Pada tahun 2007 Biro Dana Pensiun melakukan penyempurnaan terhadap formulir data elektronik dimaksud. Pada tahun tersebut, bekerja sama dengan Pusat Informasi dan Teknologi (Pusintek) Kementerian Keuangan, berhasil dibangun aplikasi Data Elektronik versi 1.0. Berbeda dengan format sebelumnya, media penyampaian data ke Biro tidak hanya dapat dilakukan melalui email, atau disket, namun juga dapat dilakukan melalui File Transfer Protocol

    (FTP). Untuk versi yang pertama ini, aplikasi hanya menyediakan menu pengisian data laporan keuangan saja.

    Setelah terbit kewajiban penyampaian laporan teknis pada tahun 2007, aplikasi versi pertama tersebut dikembangkan lagi menjadi aplikasi Data Elektronik versi 2.0. Versi kedua ini dikeluarkan pada tahun 2008. Dalam versi kedua ini terdapat penambahan menu baru berupa pengisian data untuk laporan aktuaris dan laporan teknis. Sejak tahun itu pula, istilah Data Elektronik ditransformasi menjadi Data Digital Dana Pensiun (D3P). Pada tahun yang sama, jalur baru pengiriman D3P melalui website diperkenalkan, yaitu melalui alamat website http://d3p.depkeu.go.id.

    Selanjutnya pada tahun 2009, diluncurkan kembali aplikasi D3P versi 3.0. Aplikasi ini dikeluarkan menyusul diterbitkannya PMK Nomor 199 tahun 2008. Pada versi ketiga ini, terdapat menu baru yaitu untuk pengisian data investasi bulanan.

    Tahun 2010, bersamaan dengan diterbitkannya Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor PER-01 tahun 2010, diluncurkan aplikasi D3P versi 4.0. Pada versi ini terdapat penambahan menu baru, yaitu menu pengisian data laporan investasi.

    Dengan demikian, sejak tahun 2002 sampai dengan saat ini, proses pelaporan Dana Pensiun juga sudah menerapkan e-reporting. Dengan adanya penyampaian data laporan berkala secara elektronik, teknologi informasi di internal Biro Dana Pensiun juga dituntut untuk menjadi lebih

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    27

    baik. Database Biro Dana Pensiun yang sebelumnya sangat sederhana ditransformasi menjadi database menengah dengan menggunakan teknologi yang lebih maju. Demikian pula halnya dengan aplikasi pengolahan data yang digunakan di internal Biro Dana Pensiun. Beberapa aplikasi-aplikasi pengolahan yang semula menggunakan desktop application, secara bertahap beralih menjadi web based application. Komunikasi internal juga menjadi hal penting, karenanya seluruh komputer yang ada di Biro Dana Pensiun sudah terkait dalam suatu jaringan yang terintegrasi.

    Website

    Sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi yang terjadi di awal tahun 2000, Biro Dana Pensiun (saat itu bernama Direktorat Dana Pensiun) membuka situs web Direktorat Dana Pensiun yang beralamat http://www.djlk.depkeu.go.id. Dengan adanya situs tersebut penyampaian

    dan penyebaran informasi Dana Pensiun kepada masyarakat dan pelaku industri Dana Pensiun menjadi lebih cepat.

    Sekitar akhir tahun 2006, setelah penggabungan Bapepam dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, website tersebut berintegrasi ke dalam website Bapepam dan LK dengan perubahan alamat menjadi http://www.bapepamlk.depkeu.go.id.

    Online Register ing

    Pada tahun 2011, bersama dengan Pusintek, Biro Dana Pensiun membangun sistem pendaftaran secara online bagi calon peserta uji kemampuan dan kepatutan pengurus Dana Pensiun. Dengan sistem tersebut, calon pengurus yang akan mengikuti uji tersebut dapat mengisi formulir pendaftaran sesuai format yang telah ditetapkan. Situs ini dapat diakses via http://fpdapen.depkeu.go.id.

    (RR/NPD/NU)

  • HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

  • 29

    Seiring dengan perkembangan industri lembaga keuangan, pengaturan terhadap industri lembaga keuangan juga mengalami perubahan. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan diterbitkannya beberapa perundangan yang mengatur industri lembaga keuangan, seperti UU Perbankan, UU Perasuransian, dan UU Dana Pensiun. Ketiga UU tersebut lahir pada tahun 1992.

    Proses terbentuknya Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan diawali dengan dikeluarkannya KEPRES Nomor 170 tahun 1966 dan Keputusan Presidium Kabinet nomor 75/U/KEP/11/1966 tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen - Departemen Kabinet Ampera. Melalui dua Keppres tersebut Departemen Keuangan ditetapkan memiliki beberapa unit eselon I dan

    metamorfosIs lembaga PengawasDana PensIun

    salah satu diantaranya adalah Direktorat Jenderal Keuangan. Dalam perkembangannya, melalui KEPRES Nomor 70 tahun 1972, Direktorat Jenderal Keuangan berubah nama menjadi Direktorat Jenderal Moneter. Selanjutnya, nama Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan diperkenalkan pertama kali pada saat dikeluarkannya KEPRES Nomor 35 tahun 1992 yang membagi Direktorat Jenderal Moneter menjadi dua, yaitu Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Milik Negara.

    Pada tahun 1992, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan membawahi beberapa Direktorat dan salah salah diantaranya adalah Direktorat Dana Pensiun. Direktorat ini mempunyai fungsi pengaturan dan pengawasan di bidang industri Dana Pensiun. Pada saat itu, Direktorat Dana Pensiun memiliki 4 Sub Direktorat, yaitu Sub Direktorat Dana Pensiun Pemberi Kerja, Sub Direktorat Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Sub Direktorat Analisis Penyelenggaraan Program dan Sub Direktorat Pemeriksaan dan Pelayanan Pengaduan. Dua Sub Direktorat yang pertama berperan besar dalam proses penyesuaian badan hukum dari yayasan menjadi Dana Pensiun dan pembentukan Dana Pensiun. Sedangkan dua Sub Direktorat lainnya berperan dalam proses kegiatan pengawasan. Di awal periode tersebut, kegiatan Direktorat Dana Pensiun lebih terkonsentrasi pada proses pengesahan yayasan Kesejahteraan Karyawan dan Yayasan Dana Pensiun menjadi badan hukum Dana Pensiun. Hal itu terjadi karena pada awal diterbitkannya UU Dana Pensiun terdapat lebih dari seratus yayasan yang harus segera disesuaikan menjadi Dana Pensiun sesuai dengan amanat UU Dana Pensiun. Bersamaan dengan itu, Direktorat Dana Pensiun

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    30

    juga mulai menyusun perangkat pengawasan dalam bentuk regulasi, baik melalui keputusan Menteri maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

    Tahun 2005, Menteri Keuangan menggabungkan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK)5. Penggabungan ini merupakan implementasi dari Road Map Departemen Keuangan dan Kebijakan Sektor Keuangan yang telah mencanangkan adanya integrasi pengawasan sektor jasa keuangan non bank.

    Di bawah naungan Bapepam dan LK, Direktorat Dana Pensiun berubah nama menjadi Biro Dana Pensiun. Biro ini mempunyai fungsi pengawasan dan pengaturan di bidang industri Dana Pensiun. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Biro Dana Pensiun memiliki 5 Bagian yaitu Bagian Kelembagaan Dana Pensiun, Bagian Analisis Penyelenggaraan Program Dana Pensiun, Bagian Pemeriksaan Dana Pensiun, Bagian Pengembangan dan Pelayanan Informasi Dana Pensiun, serta Bagian Analisis, Evaluasi, dan Pelaporan Pengelolaan Dana Program Pensiun Pegawai Negeri Sipil.

    Kecuali Bagian Analisis, Evaluasi, dan Pelaporan Pengelolaan Dana Program Pensiun Pegawai Negeri Sipil, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, keempat bagian di atas secara umum melakukan kegiatan pembinaan dan pengawasan terhadap industri Dana Pensiun. Sedangkan Bagian Analisis, Evaluasi, dan Pelaporan Pengelolaan Dana Program Pensiun Pegawai Negeri Sipil, secara khusus mendapat mandat Menteri Keuangan untuk melakukan kegiatan pengawasan terhadap pengelolaan dana iuran pegawai negeri sipil yang diadministrasikan oleh PT Taspen (Persero).

    Sekitar akhir tahun 2011 lalu, DPR menetapkan UU Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan diterbitkannya UU

    tersebut, maka sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan Dana Pensiun akan beralih dari Menteri Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

    Dengan ditetapkannya UU OJK ini maka pengaturan dan pengawasan Dana Pensiun yang selama ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam UU Dana Pensiun akan beralih ke OJK. Hal-hal yang yang akan beralih untuk diatur dan diawasi oleh OJK di sektor Dana Pensiun antara lain meliputi proses permohonan pengesahan Peraturan Dana Pensiun baik dalam rangka pembentukan atau pendirian maupun perubahan peraturan, ketentuan-ketentuan prudensial seperti pengaturan tentang investasi Dana Pensiun, iuran dan manfaat pensiun, pendanaan dan solvabilitas Dana Pensiun, penyampaian laporan berkala Dana Pensiun, pemeriksaan Dana Pensiun, dan proses pembubaran Dana Pensiun.

    Selain hal tersebut di atas, OJK tidak hanya dapat melakukan pemeriksaan tetapi juga memiliki wewenang penyidikan, memberikan perintah tertulis kepada Dana Pensiun dan atau pihak tertentu, dan menunjuk pengelola statuter.

    Sesuai dengan ketentuan di masa transisi yang diatur dalam UU OJK, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Dana Pensiun akan beralih dari Kementerian Keuangan ke OJK per 31 Desember 2012. Sisa waktu sejak pengesahan UU OJK sampai dengan tanggal peralihan tersebut merupakan waktu yang sangat penting dalam mempersiapkan pengawasan Dana Pensiun oleh OJK. Berbagai penyesuaian kemungkinan besar akan dilakukan, diantaranya penyesuaian struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, persiapan sumber daya manusia, penyesuaian terkait teknologi informasi dan persiapan penganggarannya. UU OJK mengamanatkan secara rinci persiapan yang harus dilakukan, sehingga pada waktu peralihannya nanti OJK dapat segera beroperasi secara efektif.

    (SLA/NPD/AS)

    5 KMK Nomor 606 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

  • 31

    Tanggal 22 November 2011 DPR akhirnya mengesahkan UU Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kehadiran OJK ini merupakan salah satu respon terhadap perkembangan sistem keuangan yang semakin kompleks, dinamis dan saling terkait antar masing-masing subsektor keuangan, baik dalam hal produk maupun kelembagaan, serta kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan sebagai akibat dari konglomerasi pemilikan pada lembaga jasa keuangan. Perkembangan tersebut menimbulkan permasalahan lintas sektoral di industri jasa keuangan yang menuntut upaya penyelesaian yang lebih komprehensif dan terintegrasi.

    Hal lain yang tidak kalah penting yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang ini

    adalah, amanat Pasal 34 UU Nomor 23 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Ketentuan tersebut mengamanatkan pembentukaan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen yang mencakup pengawasan sektor perbankan, pasar modal, industri keuangan non bank, dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

    Sebagai suatu lembaga baru yang independen, OJK diharapkan mampu bertindak secara kredibel, profesional, dan akuntabel di dalam menjalankan fungsinya, sehingga mampu mewujudkan kegiatan sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

    Dalam struktur organisasinya, OJK akan dipimpin oleh Dewan Komisioner yang terdiri atas 9 (sembilan) orang anggota. Dalam menyusun kebijakan dan pengaturan, Dewan Komisioner menetapkannya secara kolektif dan kolegial. Tugas pengawasan akan dilakukan oleh masing-masing Kepala Eksekutif yang terdiri dari Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

    UU OJK pada pokoknya mengatur mengenai organisasi dan tata kelola dari lembaga pengatur dan pengawas kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga

    menuju IntegrasI Pengawasan sektor keuangan melaluI ojk

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    32

    Jasa Keuangan Lainnya. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa

    keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya terkait jasa keuangan, diatur dalam Undang-Undang sektoral tersendiri.

    Dalam rangka perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pencegahan kerugian dengan meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya bila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat. OJK juga berwenang melakukan pembelaan hukum dengan mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta aset milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak

    yang menyebabkan kerugian pada konsumen atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat pelanggaran peraturan perundang-udangan di sektor jasa keuangan.

    Seluruh pelaksanaan ketentuan tersebut akan dilaksanakan oleh OJK dengan sistem checks and balances. Kepala Eksekutif yang bertugas mengawasi sehari-hari kegiatan pengawasan kepada Lembaga Jasa Keuangan akan dimonitor dan diawasi oleh seluruh Dewan Komisioner dengan asas kolektif dan kolegial. Disamping itu dalam struktur OJK nantinya akan dilengkapi dengan Dewan Audit yang diketuai oleh salah satu anggota Dewan Komisioner dan didukung oleh komite-komite termasuk komite audit yang diketuai oleh Wakil Ketua Anggota Dewan Komisioner. Selain melalui struktur organisasi, sistem checks and balances OJK tercermin dari akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh OJK seperti penyampaian laporan ke DPR dan Presiden serta kewajiban diaudit oleh BPK.

    (IWW/NPD/AS)

  • 33

    UU Dana Pensiun lahir dengan semangat untuk mencapai kesinambungan penghasilan bagi masyarakat dan memupuk dana pembangunan nasional. Dalam perjalanannya, Undang-Undang tersebut dirasa belum dapat mendorong pertumbuhan Dana Pensiun di Indonesia. Selama kurun waktu dua puluh tahun, akumulasi kekayaan Dana Pensiun hanya mencapai sekitar 2% dari GDP Indonesia. Sementara dari sisi cakupan peserta, hingga akhir tahun 2011 Dana Pensiun hanya mencakup sekitar tiga juta orang

    Perjalanan Panjang amanDemen unDang-unDang Dana PensIun

    atau sekitar 5% dari total tenaga kerja Indonesia yang bekerja sebagai karyawan maupun pekerja mandiri. Kenyataan ini memicu penetapan strategi pengembangan industri Dana Pensiun, termasuk di antaranya melalui perubahan UU Dana Pensiun6.

    Izin prakarsa perubahan UU Dana Pensiun diusulkan dan disetujui pada tahun 2001. Sejak itu, proses penyusunan amendemen UU Dana Pensiun dilakukan secara intensif. Dalam proses penyusunan amendemen UU Dana Pensiun, diskusi dengan para narasumber dan pelaku industri dilakukan baik melalui rapat maupun kegiatan sosialisasi. Pada tahun 2003, RUU tentang Perubahan UU Dana Pensiun disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bagian dari paket RUU sektor jasa keuangan.

    Perkembangan proses penyusunan amendemen UU Dana Pensiun tidak lepas dari perkembangan proses penyusunan RUU sektor jasa keuangan. Pada tahun 2005, DPR mengembalikan paket RUU sektor jasa keuangan kepada pemerintah, termasuk didalamnya adalah RUU tentang Perubahan UU Dana Pensiun. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah selanjutnya melakukan penyempurnaan terhadap RUU yang ada.

    6 Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor KEP-84/ BL/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Dana Pensiun dan Master Plan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non-Bank

  • Laporan Tahunan Dana Pensiun: edisi khusus 20 tahun Undang-Undang Dana Pensiun

    34

    Penyempurnaan dilakukan, baik dari sisi materi maupun redaksi, khususnya untuk disesuaikan dengan UU Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan7. Pada tahun 2009, perubahan UU Dana Pensiun ditetapkan sebagai salah satu RUU prioritas program legislasi n