lap. lnkap revisi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui gerakan
pembangunan nasional berwawasan kesehatan yang menjadi salah satu
strategi dalam perwujudan Indonesia sehat 2010 dan merupakan salah satu
tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia. Pemenuhan kesehatan
juga tertuang dari tujuan pendirian bangsa Indonesia yang terdapat dalam
pembukaan undang-undang dasar. Salah satu indikator kesehatan adalah
pemenuhan gizi masyarakat.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tidak pernah lepas dari
bangsa Indonesia. Sejarah kemerdekaan tidak lepas dari peran fital
pesantren. Tengok saja perang padri yang dipelopori oleh pesanten yang
dipimpin Tuanku Imam Bonjol. Pesantren awalnya merupakan sarana
pembelajaran dan penyebaran agama islam berdasarkan kesadaran akan
pentingnya berdakwah oleh ulama. Pada perjalanannya pesantren tidak
hanya tempat dakwah dalam arti pengajaran dan pembelajaran ajaran
agama saja. Tetapi, pesantren menjadi pembentukan karakter pemuda
muslim dan tidak hanya mengajarkan hal keagamaan saja tetapi juga
mengajarkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Sehingga, pesantren
mempunyai peran penting dalam peningkatan kualitas pemuda yang
menjadi cermin kualitas bangsa.
Untuk itu, guna menggapai kualitas pemuda tersebut dibutuhkan status
kesehatan yang baik bagi para pemuda dalam hal ini para murid di
1
2
pesantren. Salah satu unsur pemenuhan status kesehatan adalah
pemenuhan gizi masyarakat. Pemenuhan gizi merupakan kebutuhan dasar
manusia dalam bentuk makanan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas fisik (Sumardjan, 1989). Menurut Direktorat Bina Gizi
Masyarakat (1991), makanan yang baik kualitas dan kuantitasnya
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental.
Dalam kaitannya dengan prestasi Sumardjan (1989), menjelaskan bahwa
orang yang tidak terpenuhi kebutuhan gizinya tidak mungkin mencapai
prestasi yang tinggi.
Untuk memenuhi kebutuhan gizi santri maka diperlukan penyelenggaraan
makanan di pesantren. Untuk menyelenggarakan pemenuhan makanan
diperlukan manajemen yang baik. Karena, apabila pengelolaan gizi
institusi (dalam hal ini pesantren) baik, maka pangan yang tersedia bagi
seseorang maupun kelompok akan tercukupi dengan baik pula (Uripi dkk,
1993). Penyelenggaraan makanan di pesantren menjadi sangat penting
dengan fakta bahwa mobilisasi masyarakat pesantren yang cukup tinggi.
Pondok pesantren hidup selama 24 jam, dengan pola 24 jam tersebut,
menjadikan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan,
sosial kemasyarakatan, atau sebagai lembaga pengembangan potensi umat
(Nawawi, 2006). Sehingga memerlukan cakupan energi yang cukup.
Oleh karena itu, penulis tertarik mengetahui gambaran penyelenggaraan
makanan di pesantren.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
3
Mengetahui gambaran penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren
Al-ittihad Cianjur
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh informasi gambaran Pondok Pesantren Al-ittihad
b. Diperoleh informasi tentang penyelenggaraan makanan di Pondok
Pesantren Al-ittihad
c. Diperoleh informasi tentang input penyelenggaraan makanan di
Pondok Pesantren Al-ittihad
d. Diperoleh informasi tentang proses penyelenggaraan makanan di
Pondok Pesantren Al-ittihad
e. Diperoleh informasi tentang output penyelenggaraan makanan di
Pondok Pesantren Al-ittihad
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mengerti dan memahami permasalahan kesehatan masyarakat di
tempat kerja
b. Dapat mengaplikasikan teori yang telah didapat selama kuliah
c. Dapat mengembangkan potensi diri dan skill
d. Mendapatkan pengalaman bekerja dalam tim
2. Bagi Institusi
Dapat membantu Pondok pesantren dalam memecahkan masalah
kesehatan masyarakat pesantren
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
4
a. Terlaksananya Tri Dharma Perguruan tinggi (akademik, penelitian,
dan pengabdian masyarakat)
b. Terbina jaringan kerja sama yang berkelanjutan dengan institusi
magang
D. Ruang Lingkup
Kegiatan magang ini akan dilaksanakan selama 28 hari kerja dari tanggal
28 Februari 2011 sampai 25 Maret 2011 di Pondok Pesantren Al-ittihad
Cianjur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pesantren
Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para
santri”, sedangkan pondok berarti “rumah atau tempat tinggal sederhana
yang terbuat dari bambu”. Di samping itu, “pondok” mungkin juga berasal
dari bahasa Arab “fanduk” yang berarti “hotel atau asrama”. Ada
beberapa istilah yang ditemukan dan sering digunakan untuk menunjuk
jenis pendidikan Islam tradisional khas Indonesia atau yang lebih terkenal
dengan sebutan pesantren. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura,
umumnya dipergunakan istilah pesantren atau pondok. Di Aceh dikenal
dengan istilah dayah atau rangkung atau meunasah, sedangkan di
Minangkabau disebut surau. Menurut Abdurrahman Wahid (2007),
“pondok pesantren mirip dengan akademi militer atau biara (monestory,
5
convent) dalam arti bahwa mereka yang berada di sana mengalami suatu
kondisi totalitas.”
Adapun pengertian secara terminologi, dapat dikemukakan beberapa
pendapat yang mengarah pada definisi pesantren. Abdurrahman Wahid
(2007), memaknai pesantren secara teknis, a place where santri (student)
live, sedangkan Abdurrahman Mas’oed (2004), menulis the word
pesantren stems from “santri” which means one who seeks Islamic
knowledge. Usually the word pesantren refers to a place where the santri
devotes most of his or her time to live in and acquire knowledge. Kata
pesantren berasal dari “santri” yang berarti orang yang mencari
pengetahuan islam, yang pada umumnya kata pesantren mengacu pada
suatu tempat, di mana santri menghabiskan kebanyakan dari waktunya
untuk tinggal dan memperoleh pengetahuan.
Pesantren yang merupakan “bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia
didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan jaman. Hal ini bisa dilihat
dari perjalanan sejarah, bila diruntut kembali sesungguhnya pesantren
dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah islamiyah, yakni
menyebarkan dan mengembangkan ajaran islam sekaligus mencetak
kader-kader ulama atau da’i.
Dalam pertumbuhannya, pondok pesantren telah mengalami beberapa fase
perkembangan. Hasil penelitian LP3S Jakarta, telah mencatatkan 5 macam
pola fisik pondok pesantren, sebagai berikut.
1. Pondok pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah Kiai.
Pondok pesantren seperti ini masih bersifat sederhana sekali, di
6
mana Kiai masih mempergunakannya untuk tempat mengajar,
kemudian santri hanya datang dari daerah sekitar pesantren itu
sendiri.
2. Pondok pesantren selain masjid dan rumah Kiai, juga telah
memiliki pondok atau asrama tempat menginap para santri yang
datang dari daerah-daerah yang jauh.
3. Pola ketiga ini, di samping memiliki kedua pola tersebut di atas
dengan sistem weton dan sorogan, pondok pesantren ini telah
menyelenggarakan sistem pendidikan formal seperti madrasah
4. Pola ini selain memiliki pola-pola tersebut di atas, juga telah
memiliki tempat untuk pendidikan ketrampilan, seperti peternakan,
perkebunan dan lain-lain.
5. Dalam pola ini, di samping memiliki pola keempat tersebut, juga
terdapat bangunan-bangunan seperti: perpustakaan, dapur umum,
ruang makan, kantor administrasi, toko, dan lain sebagainya.
Pondok pesantren tersebut telah berkembang atau bisa juga disebut
pondok pesantren pembangunan
B. Penyelenggaraan makanan
Menurut Moehyi (1992), makanan merupakan salah satu kebutuhan utama
manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan makanan merupakan suatu
keharusan, baik di lingkungan keluarga maupun luar keluarga.
Penyelenggaraan di luar lingkungan keluarga diperlukan oleh sekelompok
orang karena berbagai hal sehingga tidak dapat makan bersama dengan
keluarganya di rumah. Mereka itu terdiri dari para karyawan pabrik atau
7
perusahaan, pekerja perkebunan, para prajurit, orang sakit, penghuni
asrama atau panti asuhan, narapidana, dan sebagainya. mereka
memerlukan pelayanan makanan di luar rumah yang diselenggarakan
secara khusus.
1. Pengertian
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan adalah suatu
proses menyediakan makanan dalam jumlah besar dengan alasan
tertentu. Sedangkan Depkes (2003), menjelaskan bahwa
penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai pendistribusian makanan kepada konsumen
dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian makanan yang tepat melalui beberapa kegiatan termasuk
pencatatan, pelaporan, dan evaluasi.
2. Jenis Penyelenggaraan makanan
a. Berdasarkan Waktu Penyelenggaraan
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan berdasarkan
waktu dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu penyelenggaraan
makanan hanya satu kali saja, baik berupa makanan lengkap atau
hanya berupa makanan kecil (snack food). Yang termasuk kedalam
jenis ini adalah penyelenggaraan untuk pesta atau jamuan makan
atau snack pada acara tertentu.
Kemudian penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka
waktu tidak terbatas, biasanya adalah makanan lengkap, baik untuk
satu kali makan atau setiap hari seperti penyelenggaraan makanan
8
untuk asrama, panti asuhan, rumah sakit dan kampus dan yang
terakhir adalah penyelenggaraan makanan dalam keadaan darurat
yang persediannya dilakukan untuk jangka waktu tertentu seperti
kebakaran, tsunami, dll (Moehyi, 1992).
b. Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan
Penyelenggaraan makanan yang dibedakan berdasarkan tempat
memasak dan menyajikan makanan terdiri dari 2 jenis yaitu jasa
boga, bersifat komersial, makanan jadi diangkut ke tempat lain
untuk dihidangkan seperti ketempat jamuan makan pesta
perkawinan, rapat, kantin atau kafetaria pusat industri. Jasa boga
yang biasanya melayani keluarga biasanya mengantar makanan
dengan menggunakan tempat atau wadah yang disebut rantang
(Moehyi, 199).
Penyelenggaraan makanan selanjutnya adalah penyelenggaraan
makanan institusi yaitu bentuk penyelenggaraan makanan yang
tempat memasak dan menyajikan makanan berada pada satu
tempat. Jenis penyelenggaraan makanan ini biasanya bersifat non
komersial, seperti panti asuhan, asrama, lembaga pemasyarakatan
(Moehyi, 1992).
c. Berdasarkan Sifat Penyelenggaraan
Sifat penyelenggaraan makanan kelompok dapat dibedakan
menjadi 2 kelompok yaitu penyelenggaraan makanan yang bersifat
komersial dan non komersial (Moehyi, 1992).
3. Tujuan Penyelenggaraan Makanan
9
Menurut Nursiah, dkk (1990), setiap pengelolaan makanan di berbagai
institusi menganut tujuan yang hampir sama yaitu dengan tujuan agar
institusi dapat menyediakan makanan yang berkualitas tinggi,
dipersiapkan dan dimasak dengan baik, pelayanan cepat, tepat dan
murah, gizi seimbang dengan menu yang bervariasi, harga tepat dan
layak, fasilitas cukup dan nyaman, dan standar kebersihan dan sanitasi
yang tinggi.
4. Prinsip Penyelenggaraan Makanan
Untuk mencapai tujuan dibutuhkan penerapan prinsip yaitu strategi
yang menetapkan masukan (input) meliputi tenaga, dana, fasilitas,
bahan makanan, prosedur. Kemudian dilanjutkan dengan proses yang
meliputi penyusunan anggaran, perencanaan menu, penyusunan
kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan
bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan dan
pengolahan, pendistribusian, pelaporan, dan evaluasi. Dimana selama
proses berlangsung dilakukan pengawasan dan pengendalian dan yang
terakhir adalah keluaran (output) yaitu makanan yang memenuhi syarat
gizi dan sanitasi, cita rasa dan pelayanan yang baik (depkes, 2000).
Menurut Depkes (1998), dalam pelaksanaan penyelenggaraan
makanan, pimpinan pondok pesantren menetapkan ketentuan/peraturan
makanan untuk santri atas dasar kecukupan gizi yang dianjurkan oleh
Depkes RI dan dana yang tersedia. Ketetapan atau peraturan makanan
mencakup 9-10 macam bahan makanan yang biasa dikonsumsi.
10
Berdasarkan ketetapan bahan makanan yang dibeli, mengecek cara
persiapan dan pemasakan serta menilai mutu makanan yang dihasilkan.
C. Input
1. Ketenagaan dan Pengorganisasian
Untuk penyelenggaraan makanan dalam jumlah banyak seperti asrama
perlu ada organisasi yang dikelola yang terdiri atas ketua, pengurus,
dan anggota. Sebagai ketua atau pemimpin diharapkan menmpunyai
pengetahuan manajemen gizi penyelenggaraan makanan yang meliputi
pengetahuan ilmu gizi dasar, pengetahuan tentang pengadaaan bahan
pangan, termasuk penyimpanan, pengolahan, penghidangan, evaluasi
dan pelaporan. Sebagai pengurus diharapkan terampil dalm mengelola
keuangan, pembelanjaan bahan pangan dan alat, penyimpanan bahan
pangan, dan pengolahan bahan pangan. Sebagai anggota sebaiknya
dipilih yang terampil dalam pelaksanaan pengolahan bahan pangan.
(Tarwodjo, 1998)
Menurut Depkes (2007), organisasi harus mempunyai tujuan yang
jelas. Tujuan organisasi dapat dipahami semua orang di dalam
organisasi tersebut. Sehingga, masing-masing dapat menghayati peran
dan fungsi dalam mencapai tujuan, tujuan yang sudah cocok dan
diterima semua orang di dalamnya, harus ada penjabaran yang jelas
dari tugas pokok dan fungsi, harus ada pembagian habis tugas, prinsip
organisasi, integrasi dan sinkronisasi, prinsip kontinuitas, prinsip
kesederhanaan, adanya fleksibilitas, prinsip pendelegasian secara jelas,
pengolompokan tugas/kegiatan sehomogen mungkin, adanya satu
11
kesatuan arah, adanya satu kesatuan perintah, adanya keseimbangan
antara wewenang dan tanggung jawab, adanya distribusi tugas yang
wajar, pola dasar organisasi harus relatif permanen.
Menurut Depkes (2007), penyelenggaraan makanan kelompok perlu
dikelola oleh suatu organisasi yang dipimpin atau dikepalai oleh
seorang ahli atau yang berpengalaman dalam bidang penyelenggaraan
makanan, dibantu oleh beberapa tenaga sesuai dengan kebutuhan yang
mempunyai keahlian dalam bidang masing-masing. Ketenagaan
merupakan titik yang paling lemah dalam penyelenggaraan makanan,
baik yang bersifat komersial maupun non komersial. Terutama yang
bergerak di bagian asrama, tenaga juru masak dipilih hanya
berdasarkan kepada pengalaman semata (Moehyi, 1992).
Menurut Moehyi (1992), waktu kerja para karyawan harus
diperhitungkan agar dapat melakukan pekerjaan dengan efektif dan
efesien. Jam keja yang telalu lama akan membuat pekerja merasa
kelelahan, jam kerja tidak melebihi kemampuan pekerja yaitu antara 6
sampai 7 jam perhari. Setiap pekerja terutama yang bekerja di ruang
pengolahan harus diberi cukup waktu istirahat karena temperatur agak
tinggi dapat mempercepat kelelahan.
Menuru Tawodjo (1998), waktu yang digunakan untuk menyelesaikan
tugas pengadaan makanan sangat bergantung pada keadaan tempat,
alat, tenaga, disamping penyediaan bahan makanan yang akan diolah,
cara kerja, dan keterampilan yang dimiliki petugas.
2. Sarana
12
Pengelolaan makanan dapat berjalan lancar bila ruang dapur, peralatan,
perlengkapan, serta sarana sanitasi tersedia dalam jumlah memadai
(Depkes, 2007).
a. Dapur
1) Letak dapur
Kepmenkes (2003) tentang persyaratan umum letak dapur
menjelaskan bahwa dapur harus memiliki jarak minimal
500 meter dari sumber pencemaran seperti tempat sampah
umum, WC umum, bengkel cat, dan sumber pencemaran
lainnya. Pengertian jauh jarak itu sangat relatif bergantung
kepada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti
aliran angin dan air. Secara pasti ditentukan jarak minimal
50 meter sebagai batas terbang lalat rumah.
Menurut Depkes (2003), beberapa hal yang perlu
diperhatikan mengenai letak tempat penyelenggaraan
makanan suatu institusi, antara lain seperti mudah dicapai
dari semua ruang agar pelayanan dapat diberikan dengan
baik dan merata untuk semua konsumen, kebisingan dan
keributan di tempat pengolahan tidak mengganggu ruang
lain di sekitarnya, mudah dicapai kendaraan dari luar untuk
memudahkan pengiriman bahan makanan sehingga perlu
mempunyai jalan langsung dari luar, tidak dekat dengan
tempat pembuangan sampah, ruang cuci (laundry) dan
13
lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan,
mendapat udara dan sinar yang cukup.
2) Bangunan dapur
Menurut Tarwodjo (1998) tempat penyelenggaraan gizi
kuliner adalah suatu ruangan yang digunakan untuk
menjalankan semua kegiatan yang bertalian dengan gizi
makanan. Kegiatan itu dimulai dari perencanaan segala
sesuatunya sampai distribusi atau menghidangkan makanan
yang telah dimasak.
Fasilitas fisik penyelenggaraan makanan mencakup
ruangan untuk menerima dan menyimpan bahan makanan,
ruang menyiapkan dan membersihkan bahan makanan,
ruang memasak dan membagi makanan jadi, ruang mencuci
dan menyimpan makanan, ruang tata usaha dan pegawai
(ruang ganti pakaian, locker, kamar mandi/WC, dan ruang
istirahat), ruang menyajikan makanan atau ruang makan,
serta meja penyajian makanan (Depkes, 2007).
Menurt Tarwodjo (1998), dapur yang baik adalah bila
perlengkapan dapur tersebut diatur sedemikian rupa
sehingga arus kerjanya baik dan teratur, yaitu dimulai dari
bagian penyimpanan ke bagian persiapan dan pencucian,
kemudian ke bagian memasak dan selanjutnya ke bagian
menghidangkan atau disrtribusi makanan (storage-sink-
cooking-serving).
14
Luas dapur yang optimal untuk menjalankan
penyelenggaraan makanan tentu sangat ideal. Namun,
belum ada yang menetapkan standar luas dapur. Hal ini
bergantung kepada jumlah makanan yang diproduksi dan
jenis peralatan yang digunakan. Jika dapur menggunakan
peralatan canggih, maka tidak diperlukan dapur yang luas.
Namun ada juga yang menentukan dengan cara
memperhitungkan persentase dari seluruh bangunan rumah.
Sangat sulit untuk mempertahankan produksi makanan
yang baik dan bermutu tinggi serta aman bila ruang
penyelenggaraaan makanan sempit dan kurang memadai
(Tarwodjo, 1998).
Ruang gerak penyelenggaraan makanan perlu
diperhitungkan agar selama bekerja tidak selalu berdesakan
dan bersentuhan sehingga tidak bebas untuk menjalankan
tugasnya. Luas ruangan yang diperlukan bagi
penyelenggara makanan di berbagai institusi berbeda-beda,
tergantung ada jumlah orang yang diberi makan (Depkes,
2007).
Bila ruang cukup luas, sebagian dapat digunakan untuk
menyelesaikan atau menghidangkan makanan dan lemari
untuk meletakan bahan makanan atau masakan matang dan
menyimpan alat-alat untuk memasak.
3) Konstruksi
15
Lantai dapur harus dipilih yang khusus untuk lantai dapur
yaitu yang tidak licin, mudah dibersihkan agak kasar, yang
tidak mudah dibakar, anti lalat dan serangga lain, tidak
mudah kotor, tahan panas dan benturan, serta menarik.
Beberapa contoh bahan bangunan dapur misalnya tegel
porselen, teraso, keramik, marmer, formika, dan faco
(Tarwodjo, 1998).
Warna dapur hendaknya memberi sinar terang, warna itu
dapat menangkap sinar lain dan dapat mereflesikan
kembali. Warna dinding sebaiknya warna yang tidak
disukai lalat. Warna putih sebesar 89% selebihnya dipilih
warna terang lain. (Tarwodjo, 1998).
Penghawaan dilengkapi dengan alat pengeluaran udara
panas dan bau-bauan (exhauster) yang dipasang setinggi
dua meter dari lantai, tungku dapur dilengkapi sungkup,
pertukaran udara diusahakan dengan ventilasi yang dapat
menjamin kenyamanan, menghilangkan debu dan asap.
Limbah juga harus dipikirkan agar memenuhi standar
kesehatan higien dan sanitasi, cukup persedian air bersih.
Sebaiknya di dekat pintu masuk dapur ada tempat cuci
tangan dan serbet bersih (Tarwodjo, 1998).
4) Bentuk dapur
Bentuk dapur ada tiga macam yang dapat disesuaikan
denagan ketiga pusat kerja. Bentuk L, berbentuk dua
16
dinding atau dua bagian saling berhubungan. Bentuk U,
berbentuk tiga dinding atau tiga bagian yang saling
berhubungan bentuk lorong yaitu terdiri atas dua dinding
atau dua bagian yang saling berhadapan. Kemudian bentuk
satu garis yaitu berbentuk satu dinding atau satu counter.
Dapat juga hanya berupa satu meja panjang di satu sisi
tempat ketiga pusat kerja itu berada (Tarwodjo, 1998).
5) Jenis bangunan dapur
Ruang yang digunakan untuk menjalankan kegiatan gizi
kuliner. Dilihat dari perkembangn tekhnologi dalam bidang
gizi makanan, terdapat empat macam dapur yaitu dapur
tradisional, dapur modern, dapur sangat modern, dan dapur
yang canggih. (Tarwodjo, 1998).
Dapur memiliki 5 tingkatan peralatan yang dimiliki yaitu
tingkatan sederhana yang memiliki dinding terbuat dari
anyaman bambu dilapisi seng, lantai dari tanah, tungku
terbuat dari batu merah, alat makan terbuat dari plastik, dan
bahan makanan terbuat dari kayu. Kemudian tingkat
sederhana II yang berdinding separuh tembuk dan separuh
anyaman bambu. Lantai semen atap genteng. Bahan baku
kayu atau arang, alat makan terbuat dari plastik, kayu,
anyaman. Kemudian tingkatan sedang yaang memiliki
dinding tembok dilapisi keramik atau marmer berwarna dan
bermotif, lantai keramik, alat masak terbuat dari kompor
17
gas, model kompor meja atau kabinet, dapur dilengkapi
dengan exhaust fan, cerobong asap dan lemari es.
Kemudian tingkat modern memiliki dinding, atap, dan
lantai yang terbuat dari tembok, berlapis keramik marmer
yang berkualitas tinggi dengan warna dan motif yang
serasi. Dapur dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong
asap. Alat masak dioperasikan menggunakan listrik atau
gas. Alat makan dan minum terdiri dari bahan bakar
berkualiatas baik (Tarwodjo, 1998).
6) Arus kerja
Menurut Depkes (2003), arus kerja adalah urutan-urutan
kegiatan kerja dalam memproses bahan makanan menjadi
hidangan, yang meliputi gerak dari penerimaan bahan
makanan, persiapan, pemasakan, dan pembagian/distribusi
makanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain
seperti pekerjaan sedapat mungkin dilakukan searah atau
satu jurusan, pekerjaan dapat lancar sehingga energi dan
waktu dapat dihemat, bahan tidak dibiarkan lama sebelum
diproses, jarak yang ditempuh pekeja sependek mungkin,
tidak bolak-balik, ruang dan alat dapat dipakai seefektif
mungkin dan ongkos produksi dapat ditekan.
b. Bagian penerimaan
Apabila tidak ada ruangan khusus tempat penerimaan bahan
makanan, sebaiknya perlu disediakan tempat khusus penerimaan
18
bahan makanan yang letaknya mudah dijangkau dari kendaraan
(untuk pengiriman), dekat tempat penyimpanan dan persiapan
bahan makanan (Depkes, 2003). Tempat/ruang penerimaan bahan
makanan ini digunakan untuk menerima dan mengecek kualitas
serta kuantitas bahan makanan. Luas ruangan tergantung dari
jumlah bahan makanan yang akan diterima (Depkes, 2003).
c. Bagian penyimpanan
Tempat penyimpanan bahan makanan terdiri dari dua jenis yaitu
penyimpanan bahan makanan segar dan penyimpanan bahan
makanan kering. Syarat utama untuk menyimpan bahan makanan
kering adalah ruangan khusus kering, tidak lembab, pencahayaan
cukup, ventilasi dan sirkulasi udara baik. Suhu ruangan dianjurkan
19-20°C. Dalam penempatan barang, bahan makanan harus
disusun beraturan dan setiap jenis bahan makanan diberi pembatas.
Luas tempat pendingin ataupun gudang bahan makanan tergantung
pada jumlah bahan makanan yang akan disimpan, cara pembelian
bahan makanan, dan frekuensi pemesanan bahan. Untuk
penyimpanan bahan kering dianjurkan pada suhu 10-12°C, dan
penyimpanan bahan makanan segar antara 0-4°C (Depkes, 2007).
d. Bagian persiapan
Termasuk bagian pencucian dan tempat untuk mempersiapkan
bahan makanan yang akan dimasak. Dibutuhkan persiapan air dan
19
saluran pembuangan yang lancar. Bak cuci dan meja persiapan
dipilih yang kuat, mudah dibersihkan, dan tidak mudah kotor
ditimpa noda. Meja persiapan biasanya dilengkapi dengan lemari
untuk tempat menyimpan alat-alat persiapan memasak agar dapat
mudah dicapai. Kemudian bagian pemasakan dan menghidangkan
sebagai bagian atau ruang untuk memasak bahan makanan yang
dipersiapkan, seperti kompor atau tungku, oven, dan cerobong asap
(Tarwodjo, 1998).
Menurut Depkes (2007), ruangan persiapan dekat dengan ruang
penyimpanan serta pemasakan, ruang harus cukup luas untuk
menampung bahan, alat, pegawai, dan alat transportasi. Lantai
dengan konstruksi yang kuat, tidak licin, kedap air, rata, tahan
asam, serta bebas binatang pengerat.
e. Bagian pengolahan
Tempat pemasakan dilengkapi cerobong asap di atas kompor,
biasanya makanan dikelompokan menurut kelompok bahan
makanan yang dimasak. Misalnya makanan biasa dan makanan
khusus. Faktor yang harus diperhatikan yaitu ruang pengolahan
makanan hendaknya mudah dicapai dari semua unit pelayanan
sehingga distribusi makanan dapat berjalan dengan lancar dan tepat
waktu, terletak strategis sehingga terhindar gangguan oleh kegiatan
pemasakan makanan ataupun gangguan lainnya, mudah dicapai
kendaraan dari luar institusi dalam rangka pengadaan bahan
makanan, memiliki sinar pergantian udara yang cukup dan
20
pemandangan yang nyaman, tidak berdekatan dengan tempat
sampah, ataupun lingkungan lingkungan yang dapat mencemarkan
makanan. Ruangan persiapan hendaknya dekat dengan ruang
penyimpanan serta pemasakan, ruang harus cukup luas untuk
menampung bahan, alat, pegawai, dan alat transportasi. Lantai
dengan konstruksi yang kuat, tidak licin, kedap air, rata, tahan
asam, serta bebas binatang pengerat (Depkes, 2007).
Dapur yang dibangun di bangunan induk mempunyai kelebihan
mudah dicapai, praktis dan dapat sambil mengawasi ruangan lain.
Kelemahannya bau masakan yang tajam dan asap yang timbul
dapat menjalar keruangan lain. Untuk mencegahnya dapur perlu
ventilasi atau lubang angin, dan penyedot serta cukup penerangan.
Di bagian lantai dapur perlu ada saluran-saluran untuk membuang
atau mengalirkan air bila lantai dicuci (dipel). Bila dapur dibangun
di luar bangunan induk kemungkinan bau tajam tidak tercium ke
ruangan lain namun berarti jauh dari ruangan lain, jauh dari
pengawasan, jauh dari ruang makan, dan kurang praktis (Tarwodjo,
1998).
f. Bagian pencucian peralatan
Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan,
menyediakan fasilitas pengering/rak dan penyimpanan sementara,
dilengkapi alat untuk mengatasi sumbatan dan vektor, dilengkapi
air mengalir dalam jumlah cukup, disediakan sabun dan lap
pengering yang bersih (Tarwodjo, 1998).
21
g. Tempat pembuangan sampah
Diperlukan tempat yang cukup untuk menampung sampah dan
harus segera dikosongkan begitu terkumpul (Depkes, 2007).
h. Peralatan
Menurut Tarwodjo (1998), pengadaan alat dapat dikelompokkan
menjadi 4 macam yaitu :
1) Alat pengolahan bahan makanan
a) alat persiapan memasak
b) alat memasak
2) Alat penghidangan makanan
3) Alat makan dan minum
4) Alat dapur elektronik
3. Dana
Menurut Depkes (1998), dana yang disediakan untuk penyelenggaraan
makanan dipesantren adalah mengacu pada kebijakan pimpinan
pesantren yang dapat memenuhi semua kebutuhan gizi santri sehingga
dapat menghasilkan makanan yang bermutu. Ciri-ciri penyelenggaraan
makanan institusi adalah tidak mencari keuntungan, dana yang
diperlukan untuk penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan
jumlahnya sehingga penyelenggaraan makanan disesuaikan dengan
dana yang tersedia. Penyelenggaraan makanan institusi sering
mendapat masalah karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki
seperti keterbatasan dana sehingga kualitas bahan makanan yang
digunakan sering tidak begitu baik, tidak ada untung rugi sehingga cita
22
rasa makanan kurang diperhatikan dan makanan kurang bervariasi
sehingga terdapat sisa makanan dalam jumlah cukup banyak, yang
terakhir adalah tidak adanya pengaturan standar porsi kebutuhan
makanan sehingga porsi makanan tidak sesuai dengan kebutuhannya
(Moehyi, 1992).
4. Bahan makanan
Menurut Depkes (1998), dalam pelaksanaan penyelenggaraan
makanan, pimpinan pondok pesantren menetapkan ketentuan/peraturan
makanan untuk santri atas dasar kecukupan gizi yang dianjurkan oleh
Depkes RI dan dana yang tersedia. Ketetapan atau peraturan makanan
mencakup 9-10 macam bahan makanan yang biasa dikonsumsi.
5. Kebijakan atau prosedur
Menurut Depkes (1998), pengadaan makanan di pesantren memiliki
ketetapan atau peraturan mengenai makanan santri yang mengandung
zat gizi sesuai dengan anjuran Depkes RI dan dana yang tersedia, juga
mengenai syarat higiene dan sanitasi yang diberlakukan sepanjang
kegiatan penyelenggaraaan makanan.
D. Proses penyelenggaraan makanan
Kegiatan dalam penyelenggaraan makanan dapat dikelompokan menjadi
kelompok kegiatan perencanaan menu dan pengadaan bahan makanan,
pengolahan dan penyiapan makanan, distribusi dan penyajian makanan
pada konsumen, dan penunjang seperti ketatausahaan, pemeliharaan
kebersihan walaupun kelompok kegiatan tersebut bergerak di bidang yang
23
berbeda-beda, namun merupakan satu rangkaian kerja yang saling
berkaitan satu sama lain dalam mencapai tujuan kegiatan (Depkes, 2003).
Menurut Depkes (1998), dalam pelaksanaan penyelenggaraan makanan,
pimpinan pondok pesantren menetapkan ketentuan/peraturan makanan
untuk santri atas dasar kecukupan gizi yang dianjurkan oleh Depkes RI
dan dana yang tersedia. Ketetapan atau peraturan makanan mencakup 9-10
macam bahan makanan yang biasa dikonsumsi. Berdasarkan ketetapan
bahan makanan yang dibeli, mengecek cara persiapan dan pemasakan serta
menilai mutu makanan yang dihasilkan.
1. Perencanaan menu
Perencanaan menu merupakan kegiatan yang kritis, artinya menu yang
ditampilkan mempunyai dampak pada kegiatan penyelenggaraan
makanan selanjutnya. Selain itu, perencanaan menu akan mejadi faktor
penentu dan citra dari institusi penyelenggaraan makanan. Tujuan
perencanaan menu adalah tersedianya menu sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan makanan (Depkes, 2007).
a. Langkah penyusunan menu
1) Mengumpulkan sebanyak mungkin menu yang dapat disajikan
agar dapat menyusun menu yang bervariatif
2) Menetapkan siklus menu
3) Membuat pola menu
4) Membuat master menu
5) Memasukan menu yang telah dikumpulkan kedalam master
menu
24
6) Melakukan evaluasi sebulan sekali
b. Faktor-faktor perencanaan menu
Menurut Moehyi (1992), faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan menu antara lain :
1) kebutuhan gizi penerima makanan
Makanan yang disajikan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi
penerima makanan tersebut. Dengan berpedoman pada susunan
hidangan 4 sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk,
hewani dan nabati, sayur yang terbuat dari sayur mayur dan
buah-buahan maka menu yang disajikan dapat memenuhi zat
gizi penerimanya.
2) kebiasaan makanan dan sosial budaya
Anak-anak yang tinggal dipesantren berasal dari kelompok
masyarakat yang berbeda-beda, baik adat istiadat, kepercayaan,
kebiasaan, dan nilai-nilai yang mereka anut. Faktor tersebut
membentuk tingkah budaya manusia dalam hal makanan dan
cara makan serta akseptabilitas pangan. Oleh karena itu,
pemilihan jenis makanan dan macam hidangan yang disajikan
harus dipilih sedemikian rupa sehingga tidak terlalu mengarah
kepada pilihan atau kesukaan satu kelompok masyarakat
tertentu.
3) Makanan harus bervariasi
Baik jenis masakan yang disajikan maupun bahan makanan
dasar yang digunakan harus bervariasi. Satu jenis masakan
25
yang dihidangkan berkali-kali dalam jangka waktu yang
singkat akan membosankan konsumen. Begitu juga
penggunaan bahan makanan dasar untuk membuat masakan
berkali-kali dalam jangka waktu yang singkat akan membuat
penerima merasa jenuh.
4) Biaya yang tersedia
Biaya yang tersedia untuk menyelenggarakan makanan harus
diperhitungkan dalam penyusunan menu. Pada
penyelenggaraan makanan institusi, biasanya sudah ditetapkan
biayanya dalam anggaran biaya tahunan. Makanan yang
disajikan harus disesuaikan dengan jumlah anggaran yang
tersedia.
5) Iklim/musim dan keadaan pasar
Penyesuaian menu juga harus memperhatikan iklim dan musim
karena ada jenis-jenis bahan makanan yang hanya mudah
didapat pada musim atau iklim tertentu. Tersedia atau tidak
tersedianya bahan makanan tertentu akan sangat mempengaruhi
harga pasar.
6) Peralatan untuk mengolah makanan
Jenis masakan tertentu yang merupakan peralatan khusus untuk
memasaknya sebaiknya tidak disediakan jika institusi itu tidak
memiliki peralatan tersebut. Demikian juga masak-masakan
yang memerlukan penanganan khusus dan memakan waktu
hendaknya dihindarkan.
26
2. Pengadaan bahan makanan
Menurut Depkes (2007), pembelian bahan makanan merupakan
serangkaian kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi/kualitas
bahan makanan sesuai ketentuan yang berlaku di institusi yang
bersangkutan. Pembelian bahan makanan merupakan prosedur penting
untuk memperoleh bahan makanan, biasanya terkait dengan produk
yang benar, jumlah yang tetap, waktu yang tepat dan harga yang benar.
Adapun prosedur yang sering dilakukan adalah seperti pembelian
langsung ke pasar, pembelian dengan musyawarah, pembelian yang
akan datang, pembelian tanpa tanda tangan, dan pembelian melalui
tender.
Menurut Yulianti dan Santoso (1995), dalam pembelian bahan pangan
untuk keperluan institusi makanan banyak hal yang perlu
dipertimbangkan, karena bahan pangan yang digunakan merupakan
salah satu faktor menentukan nilai dari makanan yang akan
dihidangkan. Selain itu, agar ketersediaan pangan di institusi dapat
tercukupi dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, kuantitas bahan
pangan yang dibutuhkan didasarkan pada jumlah orang yang dilayani
dan besarnya porsi yang akan dihidangkan. Sehingga penentuan
kuantitas yang tepat sangat diperlukan untuk kegiatan pembelian bahan
makanan.
Menurut Wirakusumah (1990), pembelian bahan makanan tergantung
dari anggaran yang tersedia, dapat dipesan atau dibeli menurut macam,
kualitas, harga, dan jumlah yang dibutuhkan. Pembelian bahan
27
makanan dapat dilakukan dengan secara langsung dipasar atau melalui
suplier berdasarkan hasil pelelangan dengan sistem kontrak. Pengertian
tender menurut Uripi (1993), adalah cara pembelian resmi dan
mengikuti prosedur pembelian yang telah dijabarkan dalam keputusan
presiden (institusi), peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
pemerintah daerah, ataupun penanggung jawab tertentu yang lain.
Sebelum dilakukan kontrak, suplier menyerahkan daftar harga barang-
barang yang ditawarkan. Setelah terjadi kesesuaian harga dan kedua
belah pihak telah menandatangani kontrak maka pihak suplier tidak
dapat mengubah lagi harga selama kontrak berjalan walaupun pasaran
terjadi kenaikan atau penurunan harga. Kontrak berisi perjanjian
menurut persyaratan-persyaratan seperti barang-barang yang dipesan
tidak sesuai dengan ketentuan maka harga dikurangkan atau
dibatalkan.
Menurut Wirakusumah (1990), banyak manfaat yang di peroleh
dengan cara pembelian langsung, yaitu barang-barang terpilih cepat
dan jumlah yang diperoleh tepat tanpa perantara. Adapun kerugian
cara satu ini adalah harga dapat sangat berbeda karena tidak ada
kontrol, pemborosan waktu dan tidak praktis untuk skala besar.
Metode ini merupakan cara yang paling sederhana dan sering
dilakukan pada penyelenggaraan makanan yang berskala kecil.
Menurut Depkes (2007), pemesanan bahan makanan adalah
penyusunan permintaan bahan makanan berdasarkan menu atau
pedoman menu dan rata-rata jumlah konsumen dan dengan
28
memperhitungkan kebutuhan bahan makanan yang ada agar terbentuk
daftar pesanan bahan makanan sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan. Pemesanan dapat dilakukan sesuai kurun waktu tertentu
(harian, mingguan, bulanan).
Frekuensi pembelian dan pesanan dapat dilakukan just in time yang
disesuaikan dengan siklus menu yang berlaku. Adapun perkiraan
waktu pemesanan atau kapan bahan makanan antara lain seperti bahan
makanan segar, lauk pauk seperti daging, sayuran, buah, dapat
dilakukan satu hari sebelumnya. Bahan makanan segar sayuran daun
diterima 2-3 jam sebelum dimasak. Buah-buahan, makanan siap saji
diterima 2-3 jam sebelum digunakan. Bahan makanan kering dapat
dipesan frekuensi 11/2-2 kali putaran siklus menu.
3. Penyerahan dan penerimaan bahan makanan
Menurut Depkes (2007), penerimaan bahan makanan merupakan suatu
kegiatan meliputi pemeriksaan, penelitian, pencatatan, dan pelaporan
macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai
dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan. Menurut Mukri
(1990), penerimaan bahan makanan dibagi menjadi dua yaitu langsung
dan tidak langsung, penerimaan langsung adalah penerima bahan
makanan dan langsung diperiksa setelah itu disimpan, sedangkan
penerimaan tidak langsung adalah penerimaan bahan oleh petugas unit
selanjutnya disalurkan ke bagian penyimpanan. Menurut Bartono dan
Rupino (2005), petugas unit penerima hanya bertugas menerima dan
29
menentukan barang tersebut diterima atau tidak, dengan memeriksa
kualitas dan kuantitas barang tersebut.
4. Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan bahan makanan merupakan suatu tata cara menata,
menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan basah
baik kualitas maupun kuantitas digudang bahan makanan kering dan
basah serta pencatatan dan pelaporannya. Fungsi dari penyimpanan
bahan makanan adalah menyelenggarakan pengurusan bahan makanan
agar setiap waktu diperlukan dapat melayani dengan tepat, cepat, dan
aman digunakan dengan cara yang efisien (Depkes, 2007).
Prinsip dasar dalam penyimpanan bahan makanan adalah : tepat
tempat, tepat waktu, tepat mutu, tepat jumlah dan tepat nilai. Sesuai
jenis bahan makanan gudang operasional dapat dibedakan menjadi dua
yaitu ;
a. Gudang bahan makanan kering
Merupakan tempat penyimpanan bahan makanan kering yang
tahan lama seperti beras, gula, tepung-tepungan, kacang hijau,
minyak, kecap, makanan dalam kaleng, dan lain-lain.
Menurut Depkes (2003), syarat utama untuk menyimpan bahan
makanan kering adalah bahan makanan harus ditempatkan secara
teratur menurut macam, golongan ataupun urutan pemakaian bahan
makanan, menggunakan bahan yang diterima terlebih dahulu
(FIFO=First In First Out), kartu/buku penerimaan, stok dan
pengeluaran bahan makanan harus segera diisi dan diletakkan pada
30
tempatnya, gudang dibuka pada waktu yang telah ditentukan,
semua bahan makanan ditempatkan dalam tempat tertutup,
terbungkus rapat, dan tidak berlubang, diletakkan diatas rak
bertingkat yang cukup kuat dan tidak menempel pada dinding,
pintu harus selalu terkunci pada saat tidak ada kegiatan serta
dibuka pada waktu-waktu yang ditentukan, suhu ruangan harus
kering sebaiknya berkisar antara 19-21° C, pembersihan ruangan
secara periodik, dua kali seminggu, penyemprotan ruangan dengan
insektisida hendaknya dilakukan secara periodik dengan
mempertimbangkan keadaan ruangan, semua lubang yang ada
digudang harus berkasa, serta bila terjadi kerusakan oleh binatang
pengerat harus segera diperbaiki.
b. Gudang bahan makanan segar
Menurut Depkes (2007), gudang bahan makanan segar yang
merupakan tempat penyimpanan bahan makanan yang masih segar
seperti daging, ikan unggas, sayuran dan buah. Bahan makanan
tersebut umumnya mudah rusak, sehingga perlu dilakukan tindakan
untuk memperlambat kerusakan terutama disebabkan oleh
mikroba.
Pengelompokan bahan makanan segar sesuai dengan suhu
penyimpanan adalah :
1) Penyimpanan segar (fresh cooling), bahan makanan disimpan
dalam lemari pendingin yang bersuhu sekitar 1-4 C untuk suhu
cair, untuk sayuran segar berkisar antara 10-15 C.
31
2) Penyimpanan dingin (chilly), bahan makanan disimpan dalam
lemari es dengan suhu antara (-5)-0 C. Suhu yang dibutuhkan
untuk penyimpanan daging, ikan atau unggas lebih dari satu
hari.
3) Penyimpanan beku (frezeer), suhu untuk penyimpanan ini
sangatlah dingin yaitu sekitar (-10) C. Dapat untuk menyimpan
daging dalam waktu lama.
Menurut Depkes (2007), setiap jenis bahan makanan segar memilki
suhu penyimpanan tertentu yang optimal untuk menjaga kualitas.
Syarat-syarat penyimpanan diruangan atau lemari pendingin,antara
lain (Depkes, 2003), suhu, tempat harus betul-betul sesuai dengan
keperluan bahan makanan. Agar tidak menjadi rusak. Pengecekan
terhadap suhu dilakukan dua kali sehari dengan pembersihan
lemari es/ruangan dingin setiap hari. Pencairan es pada lemari es
harus segera dilakukan setelah terjadi pengerasan. Pada beberapa
tipe lemari es pencairan es dilakukan oleh alat otomatis dalam alat
pendingin tersebut. Semua bahan makanan yang akan dimasukan
kedalam lemari/pendingin sebaiknya dibungkus dengan plastik
atau kertas timah, tidak menempatkan bahan makanan yang
berbau, khusus sayuran suhu penyimpanan harus betul-betul
diperhatikan. Untuk buah-buahan, ada yang tidak memerlukan
pendingin, perhatikan buah tersebut sebelum dimasukan ke dalam
lemari/ruang pendingin.
5. Persiapan
32
Perlakuan terhadap bahan makanan sebelum proses pemasakan disebut
persiapan bahan makanan. Dalam proses persiapan termasuk proses
pencucian, pemotongan, pengerisan, perendaman, penggilingan,
penumbukan, pengadukan, pengasaman, atau kegiatan lain dengan
tujuannya adalah tersedianya racikan dari berbagai macam bahan
makanan untuk berbagai macam hidangan dalam jumlah yang sesuai
dengan menu yang diguanakan, standar porsi dan jumlah konsumen,
kemudian untuk racikan bumbu sesuai dengan standar bumbu atau
standar resep yang berlaku, menu dan jumlah konsumen (Depkes,
2007).
Persiapan bahan makanan memperhatikan prinsip mempertahankan
kandungan zat gizi yang hilang saat dimasak, menyiangi, dan mencuci
bahan makanan kemudian memotongnya sesuai resep dan
mencampurkan bumbu sesuai dengan petunjuk, mempersiapkan bahan
makanan dan bumbu mungkin waktunya dengan pemasakan (Depkes,
2007).
Pertimbangan dalam persiapan bahan makanan adalah peralatan seperti
peralatan mekanik yang dapat membantu pekerjaan pengupasan,
pencucian, penghalusan, pencapuran, alat pencingcang dan pemarud.
Kapasitas peralatan hendaknya disesuaikan dengan jumlah bahan
makanan yang dipersiapkan (Depkes, 2007).
Untuk mempercepat waktu saat persiapan bahan makanan, terutama
jika jumlah bahan makanan yang akan dimasak cukup banyak.
Misalnya, lebih dari 100 porsi setiap hari, sebaiknya digunakan mesin
33
seperti mesin pemotong sayur, pemotong daging, pemarut kelapa,
pengupas kentang, penggiling daging, mesin pengocok, mesin pemeras
dan sebagainya akan sanagat membantu mempercepat persiapan bahan
makanan (Moehyi, 1992).
6. Pengolahan
Pengolahan bahan makanan yaitu suatu kegiatan mengubah atau
memasak bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap
dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi publik. Proses
pemasakan sangat berbeda antara pengolahan institusi dengan
pengolahan rumah tangga karena jumlahnya yang lebih banyak.
Diperlukan tahap-tahap yang berbeda agar dapat menjaga kualitas cita
rasa makanan. Cita rasa yang dimaksud adalah ditinjau dari aspek
penampilan dan rasa. Tujuan tahap pengolahan makanan adalah agar
mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan, meningkatkan
nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa,
keempukan, dan penampilan makanan, bebas dari bahan potensial dan
zat yang berbahaya bagi tubuh (Hardy, 2009).
Dalam pemasakan dilakukan proses pemasakan menggunakan media
air, lemak, udara, atau kombinasi (Tarwodjo, 1998). Tahap ini
diperlukan keahlian dan kecermatan dalam memasak dengan baik
(Hardy,2009).
Prasyaratnya adalah tersedianya siklus menu, peraturan penggunaan
bahan tambahan makanan, bahan makanan yang akan diolah, peralatan
34
mengolah bahan makanan, standar resep, proses pengolahan aturan
penilaian makanan.
Pengawasan pada makanan meliputi temperatur yaitu mengatur besar
kecilnya api dan waktu. Yaitu ketepatan waktu pemasakan agar
tercapainya pematangan yang tepat dan rasa yaitu mengontrol bumbu-
bumbu, penggunaan gula dan garam dimana setiap koki memiliki indra
pengecap yang berbeda kemampuannya.
Pada pemasakan dalam jumlah banyak, untuk mempertahankan agar
bahan makanan tidak hancur, tingkat pematangan merata, dan juga
mencegah kontaminasi bahan terhadap mikroorganisme pembusuk,
maka beberapa bahan makanan perlu dilakukan pemasakan awal. Yang
pertama adalah blanching, memasukan bahan dalam air mendidih
dengan waktu sekitar tiga menit, kemudian langsung diangkat dan
didinginkan. Berfungsi agar mengeluarkan darah dan lemak seperti
pada ayam dan ikan, memperoleh warna yang lebih cerah untuk
sayuran dan buah, menginfeksikan enzim bahan, membunuh
mikroorganisme, mempermudah pengulitan seperti tomat, dsb.
Menurut Hardy (2009), ada beberapa teknik memasak seperti :
a. Menggoreng, yaitu salah satu cara mematangkan makanan dalam
minyak goreng yang cukup banyak diatas api panas yang tinggi
atau sedang. Makanan yang digoreng baru diangkat bila sudah
mencapai tingkat kegaringan yang diinginkan.
b. Menumis, yaitu teknik memasak dengan sedikit minyak goreng,
mentega, dan margarin. Bahan makanan dan bumbu-bumbu diaduk
35
sampai tingkat kematangan yang diinginkan. Masakan yang telah
melalui proses ini hasilnya akan lebih harum dan sedap. Dam
prosesnya menumis tidak memakan waktu lama karena pada
umumnya bahan makanan yang ditumis adalah bahan makanan
yang cepat matang, seperti sayuran dan daging sapi dalam yang
diiris tipis-tipis.
c. Memanggang dan membakar, memanggang adalah memasak bahan
makanan dalam oven hingga tingkat kematangan yang diinginkan.
Proses memanggang biasanya membutuhkan waktu lama karena
masakan dimasak dengan menggunakan api yang kecil. Sedangkan
membakar adalah memasak bahan makanan langsung diatas bara
api hingga matang. Bara yang paling sering digunakan untuk
membakar adalah arang dari batok kelapa.
d. Merebus adalah teknik memasak bahan makanan dalam air
mendidih hingga matang. Agar gizi yang terkandung dalam bahan
makanan tidak banyak hilang sewaktu direbus, didihkan airnya
terlebih dahulu, lalu masukan bahan makanan.
e. Mengukus, teknik memasak bahan makanan dengan uap air yang
berasal dari air mendidih. Proses ini biasanya berlangsung dalam
panci, pengukus, dandang dan langseng. Makanan yang dikukus
biasanya akan terasa lebih sedap dan tidak memiliki kandungan air
berlebih karena air yang terkandung akan jatuh kebawah.
7. Pendistribusian dan Penyajian Makanan
36
Menurut Depkes (2007), distribusi dapat diartikan sebagai subsistem
atau komponen dalam sistem penyelenggaraan makanan yang
mempunyai kegiatan penerimaan hidangan, penungguan, penyajian,
pelayanan, pencucian alat dan pembuangan sampah. Merupakan
rangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi
dan jenis makanan konsumen yang dilayani. Artinya termasuk
kegiatan hidangan yang telah dikemas dengan alat tertentu diterima,
disimpan sementara sampai waktu makan, disajikan dengan lat-alat
makan atau disampaikan kepada konsumen dengan cara
menyampaikan hidangan yang telah ditata kepada konsumen.
Prasyarat seperti tersedianya peraturan pemberian makanan termasuk
standar makanan dan standar porsi yang ditetapkan, tersedianya
makanan sesuai ketentuan kebutuhan konsumen, tersedianya peralatan
makan, tersedianya sarana dan prasarana distribusi makanan,
tersedianya tenaga pramusaji, tersedianya jadwal distribusi makanan
diruang produksi.
Distribusi makanan terbagi menjadi dua macam, yaitu sentralisasi dan
desentralisasi. Sentralisasi adalah suatu cara mengirim hidangan
makanan dimana telah diporsi untuk setiap konsumen. Hidangan-
hidangan telah diporsi didapur pusat. Keuntungan cara ini adalah
tenaga lebih hemat biaya dan pengawasan, pengawasan dapat
dilakukan dengan mudah dan teliti, makanan dapat disampaikan
langsung ke konsumen, ruangan konsumen terhindar dari keributan
37
pada waktu pembagian makanan serta bau masakan, pekerjaan dapat
dilakukan dengan lebih cepat.
Kelemahan cara ini memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan
makanan yang lebih banyak, adanya tambahan biaya untuk peralatan,
perlengkapan, serta pemeliharaan, makanan sampai ke konsumen
sudah agak dingin, makanan sampai sudah tercampur serta kurang
menarik, akibat perjalanan dapur utama ke dapur ruangan.
Kemudian cara desentralisasi adalah pengiriman hidangan dengan
menggunakan alat-alat yang ditentukan dalam jumlah porsi lebih dari
satu, kemudian diruang distribusi disajikan untuk setiap konsumen.
Sistem desentralisasi mempunyai syarat yaitu adanya pantry yang
mempunyai alat-alat pendingin, pemanas, dan alat-alat makan.
Keuntungan cara ini yaitu memerlukan tenaga lebih banyak diruangan
dan pengawasan secara menyeluruh agak sulit, makanan dapat rusak
bila petugas lupa untuk menghangatkan kembali, besar porsi sukar
diawasi, pengawasan harus lebih banyak dilakukan, ruangan konsumen
dapat terganggu oleh keributan pembagian makanan serta bau masakan
(Depkes, 2007).
Langkah-langkah pendistribusian dan pelayanan makanan, antara lain
(Depkes, 2000):
a. Setelah makanan matang, tempelkan dalam wadah tertutup agar
tidak terkontaminasi dari kuman penyakit
38
b. Wadah yang dipakai harus tidak melunturkan bahan berbahaya ke
dalam makanan, setiap wadah dipakai hanya untuk satu jenis
makanan dan ditutup.
c. Suhu penyimpanan untuk makanan basah harus diatas 600° C atau
di bawah 100° C.
d. Waktu tunggu sebelum makanan disantap adalah :
1) Makanan yang akan disimpan kurang dari 4 jam dapat
disimpan pada suhu ruang
2) Makanan yang akan disimpan lebih dari 4 jam harus disimpan
pada suhu dingin (dibawah 10° C) dan dipanaskan sebelum
dimakan atau disimpan pada suhu panas (di atas 60° C)
e. Makanan segera didistribusikan keruang makan
E. Output penyelnggaraan makanan
Output penyelenggaraan makanan yaitu makanan yang memenuhi syarat
gizi dan sanitasi, cita rasa dan pelayanan yang baik (Depkes, 2000).
Menurut Moehyi (1992), apapun makanan yang akan disajikan sebagai
makanan manusia haruslah mememnuhi dua syarat utama yaitu cita rasa
makanan harus memuaskan konsumen dan makanan harus aman dalam arti
tidak mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat mengganggu
kesehatan tubuh yang memakan makanan tersebut.
1. Pemenuhan zat gizi
39
Kebutuhan zat gizi remaja berdasarkan AKG 2004 dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel. 1 Angka Kecukupan Gizi Remaja
No Kelompok umur
Ene
rgi
(Kka
l)
Pro
tein
(g
)
Vit
.
A
(RE
)
Vit
.
C
(mg)
Kal
sium
(m
g)
Fos
for
(mg)
Fe
(mg)
Sen
g (m
g)
Laki-laki
10-12 th 2050 50 600 50 1000 1000 13 14
13-15 th 2400 60 600 75 1000 1000 19 17.4
16-18 th 2600 67 600 90 1000 1000 15 17
Perempuan10-12 th 2050 50 600 50 1000 1000 20 12.6
13-15 th 2350 57 600 65 1000 1000 26 15.5
16-18 th 2200 50 600 75 1000 1000 26 14
2. Cita rasa makanan
Menurut Moehyi (1992), cita rasa makanan ditimbulkan oleh
terjadinya rangsangan terhadap berbagai indra dalam tubuh manusia
terutama indra penglihatan, penciuman, dan pengecap. Makanan yang
memiliki cita rasa tinggi adalah makanan yang disajikan menarik,
berbau sedap, dan terasa lezat. Cita rasa makanan mencakup dua aspek
utama yaitu penampilan makanan dan rasa makanan waktu dimakan.
3. Tampilan makanan
Menurut Moehyi (1992), tampilan makanan mencakup beberapa faktor
seperti warna makanan menarik dan sesuai, konsistensi atau tekstur
makanan enak dan memberi rangsangan pada indra, bentuk makanan
40
yang menarik saat disajikan, porsi makanan yang cukup, dan
penempatan makanan dan peralatan makan yang baik.
4. Warna makanan
Menurut Moehyi (1992), warna makanan memegang peranan utama
dalam tampilan makanan. Untuk mendapatkan warna makanan yang
sesuai dan menarik harus digunakanan teknik memasak tertentu.
Tekhnik memasak dapat dipelajari melalui kursus memasak atau buku-
buku memasak. Ataupun menggunakan zat pewarna yang berasal dari
bahan alami seperti daun-daunan dan zat pewarna sintetis yang dapat
dibeli di warung dan apotek. Sedapat mungkin hindari penggunaan zat
warna sintesis karena banyak zat warna yang dapat membahayakan
kesehatan manusia. Kementrian Kesehatan RI telah menetapkan jenis
zat warna yang boleh digunakan untuk memberi warna makanan dan
minuman yang dimuat dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.722/Menkes/per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan.
5. Porsi makanan
Penyelenggsrssn makanan jasa boga harus memperhatikan faktor ini
walaupun dalam resep makanan indonesia, porsi baku makanan belum
mendapatkan perhatian. Potongan daging, ayam, atau ikan yang terlalu
kecil atau terlalu besar akan merugikan tampilan makanan. Pentingnya
porsi makanan bukan saja berkenaan dengan perencanaan dan
penghitungan pemakaian makanan.
6. Konsistensi/tekstur makanan
41
Tekstur makanan akan memberikan cita rasa makanan karena semakin
empuk makanan maka semakin nikmat karena makanan empuk dapat
dikunyah sempurna. Keempukan makanan ditentukan oleh mutu bahan
makanan dan tekhnik memasak
7. Rasa makanan
Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa
makanan setelah tampilan makanan itu sendiri. Apabila makanan yang
disajikan merangsang syaraf melalui indra penglihatan sehingga
mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan. Maka
berlanjut ke tahap selanjutnya yaitu menggunakan indra pengecap.
Faktor bumbu masakan dan bahan penyedap yang digunakan pada
masakan. Bumbu berasal dari bahan alami sedangkan penyedap
biasanya berasal dari bahan buatan yang harus diperhatikan batas
pemakaiannya, tetapi ada juga penyedap yang bersal dari bahan alami.
8. Suhu makanan
Kenikmatan masakan akan bertambah dengan temperatur makanan
yang sesuai. Karena, temperatur makanan saat penyajian berperan
dalam cita rasa makanan. Makanan yang terlalu panas atau terlalu
dingin akan mengurangi saraf pengecap terhadap masakan (Moehyi,
1992).
BAB III
ALUR DAN JADWAL KEGIATAN
A. Alur kegiatan
42
B. Jadwal kegiatan
Tabel. 2 Kegiatan Harian Magang
No Hari/tanggal Waktu kegiatan ket
Senin, 28 februari 2011
17.00-17.45
20.30-21.15
Silaturahmi dengan pimpinan pondok pesantren dan pembinmbing lapangan
Silaturahmi dengan pegawai dapur dan ustadz koordinator dapur
1 jam 30
mnt
selasa, 1 maret 2011
06.30-07.30
08.00-10.00
13.00-14.00
19.30-20.30
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati dan ikut persiapan makanan
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
5 jam
rabu, 2 maret 2011
05.00-07.00
08.00-10.00
13.00-14.00
Mengamati dan ikut belanja bahan makanan
Mengamati dan ikut persiapan makanan
Mengamati dan ikut
7 jam
Tahap awal
Mengajukan surat izin magangMendapat surat izin magangMelakukan kunjungan ke pontren
Pelaksanaan
kegiatan
magang
Observasi lapanganMengikuti kegiatanMelakukan wawancara
Tahap akhir
Penyusunan laporanKonsultasi dengan pembimbing lapanganPersiapan sidang
43
16.00-17.00
19.30-20.30
mendistribusikan makan siang putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
kamis, 3 maret 2011
06.30-07.30
13.00-14.00
16.00-17.00
19.30-20.30
20.30-21.00
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
Silaturahmi dengan osis smp/sma/smk ponpes
4 jam 30
mnt
jumat, 4 maret 2011
05.00-07.00
08.00-10.00
13.00-14.00
19.30-20.30
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
Mengamati dan ikut belanja bahan makanan
Mengamati dan ikut persiapan makanan
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
8 jam
sabtu, 5 maret 2011
06.30.07.30
09.00-09.30
19.30-20.30
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati pengolahan makanan
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
3 jam 30
mnt
44
21.00-22.00 Berdiskusi dengan bagian kesehatan osis smp/sma/smk ponpes
minggu, 6 maret 2011
08.00-09.00
13.00-14.00
Kajian literatur Mengamati dan ikut
mendistribusikan makan siang putra
2 jam
senin, 7 maret 2011
06.30-07.30
13.00-14.00
14.00-15.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Mengamati tempat penyimpanan bahan makanan
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
5 jam
selasa, 8 maret 2011
05.00-06.00
09.00-10.0013.00-14.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
20.30-21.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati UKS Mengamati dan ikut
mendistribusikan makan siang putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Berdiskusi dengan ustadz koordinator dapur
6 jam
rabu, 9 maret 2011
05.00-06.00
08.00-10.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
19.30-20.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut persiapan makanan
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
6 jam
45
kamis, 10 maret 2011
05.00-06.00
06.30-07.30
13.00-14.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
5 jam
jumat, 11 maret 2011
05.00-06.00
06.00-06.30
13.00-14.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
19.30-20.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati penerimaan bahan makanan (tahu)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
5 jam 30
mnt
sabtu, 12 maret 2011
06.30-07.30
08.00-09.00
09.00-10.00
13.00-14.00
20.00-21.00
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati pencucian bahan makanan
Mengamati pembuangan sampah
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Berdiskusi dengan bagian kesehatan osis ponpes
5 jam
minggu, 13 maret 2011
09.00-10.00 Kajian literatur
1 jam
senin, 14 maret 2011
05.00-06.00 Ngajar nagaji (menggantikan ustadz
6 jam
46
08.00-09.00
13.00-14.00
17.00-18.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut persiapan makanan
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Berdiskusi dengan pembimbing lapangan
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
selasa, 15 maret 2011
05.00-06.00
06.30-07.30
09.00-10.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
20.30-22.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati dan ikut persiapan makanan
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Penyuluhan santri
7 jam
rabu, 16 maret 2011
05.00-06.00
06.30-07.30
13.00-14.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
5 jam
kamis, 17 maret 2011
05.00-06.00
06.30-07.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
5 jam
47
13.00-14.00
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
jumat, 18 maret 2011
05.00-06.00
18.30-19.30
16.00-17.00 & 18.30-
19.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan)
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
4 jam
sabtu, 19 maret 2011
06.360-07.30
13.00-14.00
18.30-19.30
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan pagi putra
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan malam putra
3 jam
minggu, 20 maret 2011
09.00-10.00 Kajian literatur
1 jam
senin, 21 maret 2011
10.00-11.00
13.00-14.00
05.00-06.00, 16.00-17.00,
& 18.30-19.30
Berdiskusi dengan coordinator dapur
Mengamati dan ikut mendistribusikan makan siang putra
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
5 jam
selasa, 22 maret 2011
05.00-06.00, 16.00-17.00,
& 18.30-19.30
08.00-08.30
09.00-10.00
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
Mengambil data santri di skolah
Memberikan kuisoner pada santri
4 jam 30
mnt
rabu, 23 maret 05.00-06.00, Ngajar nagaji 5
48
2011
16.00-17.00, & 18.30-
19.30
09.00-11.00
(menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
Ikut menginventarisir peralatan
jam
kamis, 24 maret 2011
05.00-06.00, 16.00-17.00,
& 18.30-19.30
17.00-18.00
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
Berdiskusi dengan pembimbibng lapangan
4 jam
jumat, 25 maret 2011
05.00-06.00, 16.00-17.00,
& 18.30-19.30
20.00-20.30
Ngajar nagaji (menggantikan ustadz yang sedang berhalangan
Pamitan
3 jam 30
mnt
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Pondok Pesantren Al-ittihad
1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Al-ittihad, Karang Tengah Cianjur
Tahun 1997 bagi Bapak H. Acep Badruddin BA (saudagar sukses di
Jakarta) merupakan tahun pencerahan batin. Karena, disamping sukses
dalam menjalani kehidupan di Jakarta, juga sukses mengelola Yayasan
Budi Mulia di Jakarta yang bergerak di bidang pendidikan formal dan
informal (RA, TKA, TPA, MDA). Kesuksesan tersebut membuat
beliau berfikir tentang tanah wakaf mertuanya H. Mahfud yang
berlokasi di Rawabango, Karangtengah, Cianjur.
Setelah lama merenung, Pak H. Acep Badruddin yang beristrikan
(Almh) Hj. Mimin Rukmini memutuskan (ber’azam) untuk mendirikan
pondok pesantren dengan pertimbangan bahwa beliau mempunyai
49
menantu yang kompeten dalam bidang kepesantrenan yang bernama
K.H. Kamali Abd. Ghani yang menikah dengan putri ketiga beliau Dra.
Hj. Ety Muflihah. Kemudian Pak H. Acep Badruddin menyampaikan
maksud dan ‘azam tersebut kepada KH. Kamali dengan penuh
keseriusan dan berhati-hati (khawatir menantunya tersebut kurang
berkenan. Karena, kondisi dan posisi nya saat itu sedang berada dalam
puncaknya).
Dengan kegalauan rasa dan kebimbangan hati diiringi dengan perasaan
haru bercampur bahagia, KH. Kamali Abd. Gani menyambut ‘azam
mertuanya dengan keikhlasan dan keteguhan dan bermodalkan itu pula
beliau, istri, dan kedua anaknya berangkat ke Cianjur, lokasi tanah
yang akan dibangun pesantren.
Juli 1997, atas dorongan dari beberapa orangtua siswa yang ingin
menyekolahkan putra-putrinya di pesantren diiringi semangat ingin
mewujudkan impian (membina pesantren). Maka, dengan bermodalkan
empat lokal kelas, enam siswa/santri (Siti Usbah, Hikmah Handayani,
Faisal Karnaen, Nana Supriatna, Neneng Sri Maryati, dan Irma Laila),
dan tiga orang ustadz alumni Pondok Pesantren Darurrahman Jakarta
(Teguh Santoso, Hendri Irawan, dan Adib Sulistio) resmilah kegiatan
pesantren dimulai dengan segala kesederhanaan dan kesahajaan.
Pondok pesantren yang awal berdirinya bermodalkan 11.000 meter itu
diberi nama Al-ittihad sebagai wujud kebersamaan, persaudaraan, dan
persatuan keluarga yang telah menyetujui tanah miliknya disekeliling
50
pesantren sebagai warisan dari orangtuannya diwakafkan untuk
pengembangan dan pembanagunan pesantren.
Pesantren Al-ittihad didirikan dengan membawa misi suci yakni
mengembangan ilmu pengetahuan, keagamaan, keagamaan yang
berorientasi penguasaan kitab salaf (kitab kuning) sebagai ciri pokok
pesantren, bahasa arab, dan bahasa inggris. Dengan misi seperti itu,
pesantren mengalami perkembangan dari tahun ke tahun.
Perkembangan pesantren lebih nampak setelah hadirnya Drs. Aguslani
Muslih ZA (seorang aktivis dan organisator di berbagai organisasi
antra lain : PMII, BKPRMI, KNPI, MUI, ICMI, DMI, NU) yang
diamanahi menjadi kepala SMP.
Karakteristik perkembangan pesantren Al-ittihad dari masa ke masa
a. Periode Awal (1997-1998), pesantren memiliki santri enam orang
seperti disebut terdahulu. Lembaga pendidikan formal baru ada
SLTP yang saat itu dikepalai oleh ust. Iyus dari pesantren Al-
barkah Bojongmeron Warujajar Cianjur. Masa ini dapat disebut
sebagai masa perjuangan.
b. Periode 1998-1999, dapat dikategorikan sebagai masa pencerahan
bagi pesantren dan SLTP Al-ittihad. Pada priode ini kepala SLTP
Al-ittihad dipegang oleh Drs. Aguslani Muslih ZA M.Ag, dengan
dua kelas murid (22 orang kelas satu dan enam orang kelas dua).
Drs. Aguslani Muslih ZA M.Ag bersama ustadz yang lain (atas
dorongan pimpinan pesantren) terus berjuang tanpa lelah dalam
mensosialisasikan eksistensi Al-ittihad kepada masyarakat Cianjur
51
(sebab santri saat itu didominasi oleh santri dari Bekasi dan
Jakarta). Berkat perjuangannya, kemudian pada tanggal 15 april
1999 diselenggarakan upacara peresmian gedung pesantren dan
SLTP sekaligus menggelar tablig akbar dengan mubalig KH.
Syukron Ma’mun (pimpinan Ponpes Darurrahman Jakarta tempat
KH. Kamali Abd. Gani mengabdi sebelum hijrah ke Cianjur)
c. Perioda 1999/2000 , adalah masa kemajuan pertama pesantren dan
SLTP Al-ittihad. Sebab, di samping sudah mulai terdengar olen
masyarakat kabupaten Cianjur juga masa pertama kali SLTP Al-
ittihad mengukuti ujian nasional dan lulus 100%. Untuk
melanjutkan pendidikan pesantren agar berkesinambungan maka,
pada periode ini pesantren mendirikan SMU yang dikepalai oleh
Dra. Hj. Ety Muflihah. Pada masa ini santri bersal dari berbagai
daerah dengan jumlah 300an orang .
d. Periode 2000/2001, adalah masa kemajuan II terutama setelah
pimpinan pesantren ( KH. Kamali Abd. Ghani) terpilih menjadi
ketua tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdatul Ulama kab. Cianjur .
awalnya masih ada sebagian komunitas masyarakat yang bertanya-
tanya mengenai paham yang di anut pesantren Al-ittihad. Setelah
beliau menjadi ketua PCNU, masyarakat semangkin yakin
mengirimkan putra-putrinya menimba ilmu di pesantren Al-itihad.
Pada periode ini jumlah santri mencapai 600an orang.
e. Periode 2001-2002, adalah masa penggambaran jaringan
komunikasi lintas sektoral atau intransi. Pada masa ini, pendidikan
52
formal di lingkungan pesantren khususnya SMP menerima bantuan
dana pembangunan fisik dari pemerintah Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan dalam program Imbalswadaya.
f. Periode 2002-2003, adalah masa lanjutan dari priode sebelumnya.
Bila pada 2001-2002 pesantren mendapat bantuan Imbalswadaya,
maka pada priode ini pesantren mendapat dana hibah Belanda.
Karena pengolahan dana hibah tersebut dinilai sukses, maka kepala
SMP Al-ittihad menerima piagam penghargaan dari bupati Cianjur
sebagai Kepala SMP terbaik dalam mengelola dana hibah Belanda
tahun 2003.
g. Periode 2003-2004, adalah masa pengembangn pendidikan formal
dilingkungan pesantren dengan didirikannya SMK kecil. Berawal
dari adanya informasi dari Depdiknas Pusat yang bersumber dari
Drs. Azam Zubaidi, M.Pd. yang disampaikan via kepala SMP lalu
pimpinan pesantren merespon rencana pendirian SMK tersebut.
Yang diserahkan kepada Hilman Mawardi M.Pd sebagai kepala
SMK dan kemudian merangkap menjadi Kepala SMA setelah Dra.
Hj. Ety Muflihah menyerahkannya. Sehingga pada periode ini
ponpes Al-ittihad memiliki pendidikan formal RA, SMP, SMA,
dan SMK.
h. Periode 2004-2005 adalah masa seksesi kepala SMP dari Drs.
Aguslani Muslih ZA M.Ag kepada ust. Hendri Irawan S.Pdi.
i. Priode 2005-2006, adalah masa reoptimalisasi program dan kinerja
kepala sekolah SMP,SMA, dan SMK mulai meningkat dan berhasil
53
dengan adanya pelebaran area pesantren dan pembangunan gedung
bertingkat dan aula serbaguna.
j. Periode 2006-2007, masa ini masih merupakan masa pembangunan
k. Perode 2007-2008, sekembalinya Drs. Aguslani Muslih ZA M.Ag
pasca konsentrasi di instansi Depag Profinsi selama tiga tahun
menjabat dan diposisikan kembali menjadi kepala sekolah SMA.
Pada masa ini, popularitas dan kualitas Al-ittihad semakin
terangkat dengan diraihnya beberapa prestasi gemialang
diantaranya :
Juara I pop islam PHBI se-Kabuten Cianjur.
Juara I MTQ Syahril Quran se-Kabupaten Cianjur
Juara Umum III Wukuf Pramuka se-Jawa Barat
l. Periode 2008-2009, konsistensi pendidikan internal Al-ittihad dan
mempertahankan kultur Ahlu sunah wal jamaahnya. Periode ini
lebih prosfektif dengan dibukanya jurusan Analis Kimia bagi SMK
dan dicetuskanya SMA sebagai Rintisan Sekolah Standar Nasional
(RSSN). Prestasi pada periode ini antara lain:
Juara I kaligrafi se- Jawa Barat
Juara I festival qosidah se-Cianjur
Juara umum I pramuka se- kab. Cianjur
Juara I MSQ se- kab Cianjur
Tropy bergilir DPRD kab. Cianjur
m. Periode 2009-20010 adalah periode konsentrasi mutu pendidikan.
Prestasi pada masa ini antara lain :
54
Juara III pidato Bhs. Inggris se- Jawa Barat (tropi dinas
pemuda dan olahraga jabar)
Juara I kaligrafi se- Jawa Barat
Juara harapan II tolak peluru se- Jawa Barat
Juara I tolak peluru tk. Sekolah se- kab. Cianjur
Juara I atletik tk. Pesantren se- kab. Cianjur
Juara III MSQ tk. Sekolah se- kab. Cianjur
2. Visi Misi Pondok Pesantren Al-ittihad
a. Visi
Mencetak insan religious, berwawasan global yang menguasai
ilmu agama, pengetahuan, dan tekhnologi.
b. Misi
Menjadikan SMP/SMA/SMK Pondok Pesantren Al-ittihad
sebagai wahana pembinaan cendikiawan muslim kaffah.
3. Lembaga Pendidikan Pondok Pesantren Al-ittihad
Dengan bersandarkan pada visi yang diusung diatas membuat pondok
pesantren Al-ittihad mencoba mengkombinasikan sistem pendidikan
kepesantrenan dengan kurikulum pesantren salaf dan modern juga
Kemenag disatukan dengan kegiatan sekolah formal yang berdasar
pada kurikulum Kemendiknas. Hal ini membuat pesantren Al-ittihad
55
membawahi beberapa lembaga pendidikan yang berintegrasi dengan
pesantren yaitu :
a. Taman Kanak-kanak Al-ittihad
b. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-ittihad
c. Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-ittihad
d. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan Rekayasa Peranti
Lunak (RPL) dan Analisis Kimia Al-ittihad
Semua lembaga tersebut berada dalam satu naungan Yayasan Budi
Mulia dan berada di kompleks pondok pesantren Al-ittihad
4. Karakteristik Santri
Persebaran santri dapat dilihat dalam table. 3.
Table. 3 Persebaran Santri Pesantren Al-ittihad
No
Tk. Pendidikan
Jumlah Santri
JumlahPersen
(%)Laki-laki
Perempuan
1 SMP 485 485 970 50.4 2 SMA 168 327 495 25.7 3 SMK 214 245 459 23.9
Jumlah867 1057
1924 100Dari tabel terlihat bahwa santri Al-ittihad yang terbanyak berada di
tingkat pendidikan SMP dengan 50.4 % dan jumlah santri putri lebih
banyak dari putra dengan 55 % santri putri.
B. Penyelenggaraan Makanan Pondok Pesantren Al-ittihad
1. Sistem Penyelenggaraan Makanan Pondok Pesantren Al-ittihad
56
Sistem penyelenggaraan makanan di pondok pesantren belum
mempunyai standar tersendiri sehingga penulis menggunakan sistem
penyalenggaraan makanan institusi nonprofit sebagai sandaran teori
pembanding. Hal ini dikarenakan pondok pesantren termasuk pada
institusi yang menyelenggarakan makanan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi makanan para santri tanpa
memperhitungkan keuntungan seperti lembaga pemasyarakatan, panti
asuhan, panti werda, dan lainnya. Menurut Moehyi (1992),
penyelengaraan makanan adalah suatu proses menyediakan dalam
jumlah besar dengan alasan tertentu.
Penyelenggaraan makanan di pondok pesantren Al-ittihad merupakan
penyelenggaraan makanan di luar keluarga karena terdapat
sekolompok orang yang memerlukan makanan tetapi tidak dapat
bersama keluarganya. Sehingga, santri pondok pesantren memerlukan
penyelenggaraan makanan tersendiri yang dilakukan oleh pondok
pesantren Al-ittihad. Penyelenggaraan makanan di pondok pesantren
Al-ittihad bersifat dapur umum, yang mengelola seluruh makan pokok
bagi santri/santriwati, ustadz/ustadzah, beserta karyawan yang ada di
lingkungan pesantren. Sedangkan untuk tambahan jajanan tersedia di
kantin-kantin yang ada di sekitar pesantren sebagai makanan alternatif.
a. Jenis Penyelenggaraan Makanan Dapur Umum
1) Berdasar Waktu Penyelenggaraan
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan
berdasarkan waktu dibedakan menjadi tiga kelompok,
57
yaitu penyelenggaraan makanan satu kali saja,
penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka
waktu tak terbatas dan penyelenggaraan makanan
darurat. Berdasarkan teori tersebut penyelenggaraan
makanan di pesantren termasuk jenis penyelenggaraan
tetap karena melayani kebutuhan makanan lengkap
setiap hari dan setiap waktu makanan
2) Berdasar Tempat Penyelenggaraan
Penyelenggaraan makanan berdasarkan tempat
memasak dan menyajikan makanan terdiri dari dua
jenis yaitu jasa boga yang bersifat komersil, dan
penyelenggaraan makanan istitusi yang tempat
memasak dan menyajikan masih dalam satu tempat,
biasanya bersifat non-komersial seperti asrama,
lembaga pemsyarakata, dan panti asuhan (Moehyi,
1992). Berdasarkan teori tersebut penyelenggaraan
makanan pesantren termasuk penyelenggaraan
makanan institusi karena memiliki tempat pemasakan
dan penyajian dalam satu tempat.
3) Berdasar Sifat Penyelenggaraan
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan
berdasarkan sifat terbagi pada penyelenggaraan
makanan komersial dan non-komersial.
Penyelenggaraan makanan pesantren bersifat non-
58
komersial karena penyelenggaraan makanan pesantren
merupakan fasilitas yang diberikan pesantren kepada
santri tanpa mengharapkan keuntungan.
b. Tujuan Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan pesantren mempunyai tujuan hampir
sama dengan penyelenggaraan makanan institusi pada
umumnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-
hari yang cukup, aman, bervariasi bagi sanri, para guru, dan
karyawan Pondok Pesantren Al-ittihad. Tetapi masih belum
memenuhi tujuan pemenuhan gizi seimbang. Selain itu, pada
kenyataan di lapangan dari hasil kuisoner dari para santri
bahwa tujuan penyelenggaraan makan di pesantren belum
terpenuhi termasuk menyediakan makanan yang cukup, dan
bervariasi. Oleh karena itu, sebaiknya pemenuhan gizi
seimbang lebih diperhatikan dan dimasukan ke dalam tujuan
penyelenggaraan makan dan pemenuhan tujuan yang sudah
ditetatapkan juga diperhatikan.
c. Prinsip Penyelenggaraan Makanan Dapur Umum
Menurut Depkes (2000), sistem penyelenggaraan makanan
terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu input terdiri dari sumber
daya manusia dan pengorganisasian, dana, bahan makanan,
sarana, dan kebijakan instansi. Proses terdiri dari perencanaan
menu, pembelian bahan makanan, penerimaan bahan makanan,
penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan,
59
pendistribusian makanan, pencatatan, dan evaluasi. Terakhir
adalah output yang terdiri dari makanan yang memenuhi
kebutuhan gizi dan memiliki cita rasa yang baik.
Penyelenggaraan makanan di pondok pesantren juga mengikuti
prinsip-prinsip tersebut hanya ada beberapa prinsip yang belum
terpenuhi. Karena tujuan penyelenggaraan makanan di pondok
pesantren memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari yang
cukup, aman, bervariasi bagi sanri, para guru, dan karyawan
Pondok Pesantren Al-ittihad.
2. Input Penyelenggaraan Makanan Dapur Umum
a. Ketenagaan dan Pengorganisasian
Menurut tarwodjo (1998), organisasi penyelenggaraan makanan
terdiri dari ketua, pengurus, dan anggota. Ketua sebagai pimpinan
diharapkan memiliki pengetahuan manajmen gizi penyelenggaraan
makanan yang meliputi pengetahuan ilmu gizi dasar, pengetahuan
tentang pengadaan makanan, termasuk penerimaan, penyimpanan,
persiapan, pengolahan, penyajian, evaluasi, dan pelaporan.
Sedangkan pengurus diharapkan terampil dalam mengelola
keuangan, pembelanjaan bahan makanan dan alat, penyimpanan
bahan makanan, dan pengolahan bahan makanan. Untuk anggota
60
sebaiknya orang-orang yang mempunyai keterampilan dalam
pelaksanaan pengolahan bahan makanan.
Penyelenggaraan makanan pondok pesantren melayani 1.680
konsumen. Organisasi ini memiliki pengurus yang bertanggung
jawab langsung pada pimpinan pesantren melalui ketua
penyelenggaraan makanan pesantren yaitu istri pimpinan
pesantren, yang bertanggung jawab dan mengelola keungan.
Kemudian terdapat koordinator umum dapur yang bertanggung
jawab langsung mengenai pelaksanaan kegiatan dapur termasuk
mengontrol penerimaan, persiapan, pengolahan, sampai
pendistribusian, juga bertanggung jawab terhadap perawatan alat
dan melaporkan semua yang berkaitan dengan kegiatan dapur
langsung pada pimpinan pesantren. Ada pula penanggung jawab
pengadaan bahan makanan dan peralatan termasuk mengontrol
harga pasar dan lain-lain, bertanggung jawab langsung pada
pimpinan pesantren. Jumlah tenaga kerja dapur pesantren Al-
ittihad hingga saat ini ada 14 orang.
Tidak ada ketentuan khusus mengenai latar belakang pendidikan
tenaga kerja. Hanya ibu pimpinan pesantren saja selaku pimpinan
penyelenggaraan makanan yang lulusan starta satu, itu pun bukan
bidang gizi ataupun tata boga. Sedangkan tenaga kerja lainnya
termasuk koordinator umum dan koordiantor pengadaan bahan
makanan merupakan lulusan SMP/SMA ataupun pesantren.
Pemilihan tenaga kerja tidak berdasarkan pada kreteria khusus
61
hanya berdasar pada kedekatan atau kekerabatan saja. Berdasarkan
hal itu, sebaiknya diadakan pelatihan mengenai penyelenggaraan
makanan gizi kepada seluruh tenaga kerja agar memiliki
pengetahuan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan makanan.
Kegiatan penyelenggaan makanan diawasi langsung oleh ibu
pimpinan pesantren selaku ketua umum penyelenggaraan makanan
santri, satu orang ustadz bertugas sebagai koordinator umum
penyelenggaraan makanan, satu orang bertugas dalam pengadaan
barang, tiga orang bertugas dalam pemasakan, dan sepuluh orang
bertugas dalam pendistribusian. Sedangkan penyiapan dilakukan
semua tenaga kerja dapur.
Tabel. Jumlah tenaga kerja dapur pesantren Al-ittihad
Tenaga Kerja Jumlah Tenaga Kerjakoordinator umum
1
Bagian pemasakan
3
Bagian pengadaan barang
1
Bagian pendistribusian
9
Ket. * Bagian pemasakan digabung antara pemasakan nasi dan lauk * Bagian persiapan adalah seluruh bagian selain bagian pemasakan
Suatu organisasi harus memiliki tujuan yang jelas dan dapat
dipahami semua orang sehingga semua anggota dapat menghayati
peran dan fungsi masing-masing. Tujuan yang telah sesuai dan
dapat diterima oleh anggota harus memiliki penjabaran yang jelas
62
mengenai tugas dan fungsi, pembagian habis tugas, prinsip
organisasi, integrasi dan sinkronisasi, prinsip kontinuitas, prinsip
kesederhanaan, fleksibilitas, prinsip pendelegasian yang jelas,
pengelompokan tugas/kegiatan sehomogen mungkin, kesatuan
arah, kesatuan perintah, keseimbangan antara wewenang dan
tanggung jawab, tugas wajar, dan pola organisasi relatif permanen.
Organisasi penyelenggaraan makanan ponpes Al-ittihad sudah
memiliki tujuan yang jelas yaitu menyediakan makanan yang
cukup, aman, dan bervariasi bagi seluruh masyarakat pondok
pesantren. Tetapi, tidak seluruh anggota dapur memahami seluruh
tujuan dan prinsip-prinsip organisasi tidak dapat terpenuhi
seluruhnya. Hanya pada pelaksanaannya prinsip organisasi sudah
terlaksa walau tidak secara efektif.
Menurut Moehyi (1992), waktu kerja para karyawan harus
diperhitungkan agar dapat melakukan pekerjaan dengan efektif dan
efesien. Jam keja yang telalu lama akan membuat pekerja merasa
kelelahan, jam kerja tidak melebihi kemampuan pekerja yaitu
antara 6 sampai 7 jam perhari. Setiap pekerja terutama yang
bekerja di ruang pengolahan harus diberi cukup waktu istirahat
karena temperatur agak tinggi dapat mempercepat kelelahan.
Waktu bekerja para tenaga kerja di dapur pesantren sangat beragam
rata-rata dalam kisaran 7-8 jam kerja kecuali bagian pemasakan
mempunyai jam kerja lebih dari 8 jam karena tugas bagian ini tidak
dipisah antara pemasak nasi dan lauk/pauk. Hal ini akan berakibat
63
kelelahan pada tenaga kerja. Oleh karena itu, sebaiknya pesantren
menambah tenaga kerja bagian pemasakan dan dipisahkan antara
pemasakan nasi dan lauk/pauk.
Tabel.4. Waktu kerja tenaga dapur
Tenaga Kerja Waktu Kerja
Tugas
koordinator umum
07.00-12.0013.00-20.00
Mengawasi para karyawan dalam bekerja
Menentukan jumlah kebutuhan dan jumlah makanan jadi
Mengajar (bila ada jam pelajaran dan mengaji)
Bagian pemasakan nasi
03.00-05.3006.30-09.0012.00-14.30
Memasak nasi untuk sarapan Memasak nasi untuk makan
siang Memasak nasi untuk makan
malam
Bagian pemasakan lauk
16.00-16.3009.30-11.00
Memasak lauk/sayur untuk sarapan
Memasak lauk/sayur untuk makan siang
Memasak lauk/sayur untuk makan malam
Bagian persiapan
07.00-10.00
Mempersiapkan bahan untuk diolah untuk sarapan
Mempersiapkan bahan untuk diolah untuk makan siang
Mempersiapkan bahan untuk diolah untuk makan malam
Bagian pengadaan barang
05.00-06.3017.00-18.00
Membeli bahan makanan (lauk/sayur, bumbu, dll)
Membeli peralatan (bila dibutuhkan)
Memantau harga Membeli kekurangan bahan
makanan (bila dibutuhkan, dilakukan sore hari)
Bagian pendistribusian
06.30-07.3013.00-14.0018.30-19.30
Mendistribusikan makan pagi Mendistribusikan makan siang Mendistribusikan makan
malam
64
b. Sarana
Sarana penyelenggaraan makanan di pondok pesantren Al-ittihad
mencakup ruang tidur karyawan, WC, ruang pengolahan, rak
penyimpanan beras, ruang pencucian, ruang makan ustadz, ruang
pembagian makan santriwan, ruang pembagian santriawati, ruang
penyimpanan alat, peralatan masak dan makan, dan mobil
pengadaan barang.
Menurut Depkes (2003), faktor-faktor yang harus diperhatilan
dalam sarana penyelenggaraan makanan adalah letak, kontruksi,
perlengkapan dapur penyelengaraan makanan. Sedangkan
Tarwodjo (1998), berpendapat bahwa faktor yang harus
diperhatikan selain hal-hal di atas adalah arus kerja dan ventilasi
dan bentuk dapur.
Pengelolaan makanan dapat lancar bila ruang dapur, perlatan,
perlengkapan, serta sanitasi tersedia dalam jumlah memadai
(Depkes, 2007). Fasilitas fisik penyelenggaraan makanan
mencakup ruangan untuk menerima dan menyimpan bahan
makanan, menyiapkan dan membersihkan bahan makanan, ruang
memasak dan membagi makanan jadi, ruang mencuci dan
menyimpan makanan, ruang tata usah dan pegawai (ruang
mengganti pakaian, locker, kamar mandi, dan ruang istirahat),
ruang menyajikan makanan atau ruang makan, dan meja penyajian
makanan. Maka, pondok pesantren Al-ittihad masih memiliki
65
banyak kekurangan dalam hal fasilitas fisik antara lain: tidak ada
ruang penerimaan khusus, tidak ada ruang penyimpanan bahan
makanan segar, tidak mempunyai ruang khusus untuk persiapan,
ruang penyimpanan makanan jadi, juga ruang pegawai belum
memadai. Hal ini dapat berpengaruh besar pada kinerja karyawan
yang dapat disebabkan kenyamanan saat beristirah ataupun bekerja
para karyawan kurang. Oleh karena itu, pembangunan fasilitas fisik
harus terus dilakukan secara bertahap.
Bentuk dapur ada tiga macam yang dapat disesuaikan dengan
ketiga pusat kerja. Bentuk L, berbentuk dua dinding atau dua
bagian saling berhubungan. Bentuk U, berbentuk tiga dinding
atautiga bagian yang saling berhubungan bentuk lorong yaitu
terdiri atas dua dinding atau dua bagian yang saling berhadapan.
Kemudian bentuk satu garis yaitu berbentuk satu dinding atau satu
counter. Dapat juga hanya berupa satu meja panjang di satu sisi
tempat ketiga pusat kerja itu berada. (Tarwodjo, 1998). Dapur
pondok pesantren Al-ittihad berbentuk satu garis atau satu counter.
Dilihat dari perkembangn teknologi dalam bidang gizi makanan,
terdapat empat macam dapur yaitu dapur tradisional, dapur
modern, dapur sangat modern, dan dapur yang canggih. (Tarwodjo,
1998). Dapur Pesantren Al-ittihad termasuk dapur tradisional
karena masih banyak keterbatasan.
1) Ruang Penerimaan
66
Pesantren Al-ittihad tidak memiliki ruang khusus
untuk menerima bahan makanan. Penerimaan
dilakukan di tempat persiapan makanan langsung. Hal
ini sesuai dengan saran dari Depkes (2003), apabila
tidak ada ruang khusus penerimaan bahan makanan,
sebaiknya disediakan tempat yang mudah dijangkau
kendaraan dan dekat dengan ruang persiapan dan
pengolahan. Karena tempat penerimaan dilakukan di
tempat persiapan yang mudah dijangkau oleh
kendaraan dan dekat dengan ruang pengolahan.
2) Ruang Penyimpanan
Dapur pesantren Al-ittihad tidak memiliki ruang
penyimpanan spesifik, dapur pesantren hanya
memiliki rak kayu penyimpanan beras di dalam ruang
pengolahan dan ruang penyimpanan bahan kering. Hal
ini dapat dikarenakan tidak ada bahan makanan yang
disimpan lebih dari satu hari. Bahan makanan
didatangkan harian.
3) Ruang Persiapan
Pesantren Al-ittihad tidak memiliki ruang persiapan
bahan makanan yang khusus. Persiapan bahan
makanan dilakukan di luar ruangan dekat ruang
pengolahan dan dekat tempat pencucian. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah distribusi bahan
67
makanan yang siap diolah. Persiapan dilakukan secara
manual menggunakan talenan dan baskom atau bak
besar.
Menurut Tarwodjo (1998), bagian persiapan termasuk
bagian pencucian dan tempat untuk mempersiapkan
bahan makanan yang akan dimasak. Dibutuhkan
persiapan air dan saluran pembuangan yang lancar.
Bak cuci dan meja persiapan dilih yang kuat, mudah
dibersihkan, dan tidak mudah kotor ditimpa noda.
Meja persiapan biasanya dilengkapi dengan lemari
untuk tempat menyimpan alat-alat persiapan memasak
agar dapat mudah dicapai. Kemudian bagian
pemasakan dan menghidangkan sebagai bagian atau
ruang untuk memasak bahan makanan yang
dipersiapkan, seperti kompor atau tungku, oven, dan
cerobong asap. Dapur Pesantren tidak memilki
ruangan khusus persiapan sehingga tidak memiliki
lemari peralatan. Peralatan persiapan disimpan di
ruang penyimpanan alat. Saluran air di dapur
pesantren baik hanya saluran pembuangannya tidak
lancar dan sering tersendat. Ketidakadaan ruang
khusus ini berakibat pula pada kualias higien dan
kebersihan ketika proses persiapan bahan makanan.
Karena persiapan dilakukan di luar ruangan yang
68
lantainya masih berupa tanah/plester yang tidak rata.
Sehingga kemungkinan noda mengenai bahan
makanan sangat terbuka.
4) Ruang pengolahan
Menurut Depkes (2007), tempat pemasakan
dilengkapi cerobong asap di atas kompor, biasanya
makanan dikelompokan menurut kelompok bahan
makanan yang dimasak. Misalnya makanan biasa dan
makanan khusus. Faktor yang harus diperhatikan yaitu
ruang pengolahan makanan hendaknya mudah dicapai
dari semua unit pelayanan sehingga distribusi
makanan dapat berjalan dengan lancar dan tepat
waktu, terletak strategis sehingga terhindar gangguan
oleh kegiatan pemasakan makanan ataupun gangguan
lainnya, mudah dicapai kendaraan dari luar institusi
dalam rangka pengadaan bahan makanan, memiliki
sinar pergantian udara yang cukup dan pemandangan
yang nyaman, tidak berdekatan dengan tempat
sampah, ataupun lingkungan lingkungan yang dapat
mencemarkan makanan. Ruangan persiapan
hendaknya dekat dengan ruang penyimpanan serta
pemasakan, ruang harus cukup luas untuk
menampung bahan, alat, pegawai, dan alat
transportasi. Lantai dengan konstruksi yang kuat,
69
tidak licin, kedap air, rata, tahan asam, serta bebas
binatang pengerat.
Ruang pemasakan/pengolahan di pesantren hanya ada
satu ruangan dan digunakan untuk pengolahan nasi
dan lauk pauk. Semua pemasakan dilakukan
dilakukan di ruang pengolahan kecuali untuk telur
dilakukan di dapur keluarga pimpinan dengan
menggunakan wajan kecil di kompor gas. Ruang
pengolahan mudah dijangkau dari semua unit dan
bersipat sentral. Ruangan sangat luas cukup untuk
menampung pegawai, bahan dan peralatan. Lantai
masih terbuat dari semen yang kurang rata. Sehingga,
sering ada genangan air kecil dalam ruangan. Fentilasi
dan sinar matahari masuk dengan sangat baik. Oleh
karena itu, lantai ruang pengolahan hendaknya
dikramik agar mudah di bersihkan, tidak mengundang
binatang pengerat, dan tidak licin. Karena, keadaan
lantai yang licin akan sangat berpotensi mengundang
binatang pengerat dan mengakibatkan terjadi
kecelakaan ketika bekerja (terpeleset, jatuh, dan lain-
lain).
5) Ruang pendistribusian
Ruang pendistribusian makanan jadi di dapur pondok
pesantren Al-ittihad berupa tempat penyimpanan
70
termos nasi yang terbuat dari batu bata yang dilapisi
kramik agar mudah dibersihkan dan tempat
penyimpannan lauk/sayur yang terbuat sama seperti
termpat nasi. Keduanya berbentuk persegi panjang
ukuran 2-3 meter x 60 cm disusun membentuk L agar
mudah dalam mengantri makanan dimulai dari
pengambilan nasi dan pembagian lauk/sayur. Ruang
ini berada diluar bangunan utama dapur untuk santri
putri dan untuk santri putra berada di dekat asrama
putra dan akan dipindahkan ke tempat yang lebih
dekat ke dapur utama. Hanya saja untuk putri jalan
menuju dan dari tempat distribusi hanya satu melalui
pinggir bangunan rumah pimpinan pesantren.
Sehingga antara santri yang telah mengambil dan
yang mau mengambil makan sering bertabrakan dan
mengakibatkan antrian kian lama. Sedangkan untuk
putra tidak memiliki kendala tersebut, hanya belum
rapi antriannya. Hal ini sebaiknya dirapihkan agar
dapat mengefektifkan waktu pengambilan makan dan
tidak mengganggu waktu belajar.
Pondok pesantren belum memiliki tempat makan
secara khusus. Hal ini mengakibatkan santri makan di
mana saja dan mengotori tempat tersebut. Oleh karena
itu, perlu diadakan tempat makan khusus untuk santri
71
atau minimal dilakukan kebijakan agar santri makan
di satu tempat tidak di mana-mana. Agar dapat
meminimalisir tingkat kekotoran.
6) Tempat pembuangan sampah sementara
Tempat pembuangan sampah hanya berupa kantung-
kantung plastik besar dan ditaruh beberapa meter dari
tempat pengolahan yang akan di angkut oleh petugas
kebersiahan pesantren pagi dan sore. Hal ini sudah
cukup sesuai dengan anjuran Depkes.
c. Dana
Dana untuk penyelenggaraan makanan di dapur pesantren didapat
dari iuran siswa sebesar Rp. 220.000,00 perbulan. Pendanaan
dilakukan melalui system subsidi silang karena pihak pesantren
tidak terlalu memberatkan dalam hal pembayaran spp. Sehingga
banyak santri yang belum membayar iuran. Hal ini menjadi salah
satu kendala. Karena tidak optimalnya pemakaian dana yang
terbatas. Dalam pelaksanaannya dana iuran tersebut tidak hanya
diguanakan untuk memenuhi penyelenggaraan makanan saja tetapi
juga digunakan untuk kepentingan lain. Hal ini dikarenakan focus
pesantren masih pada pembangunan fasilitas hunian dan
pembelajaran. Hal ini memperbarat kendala pendanaan dalam
penyelenggaraan makanan di pesantren Al-ittihad yang
mengakibatkan kurang fasilitas penyelenggaraan makanan dan
kurangnya variasi makanan. Oleh karena itu, sebaiknya sistem ini
72
dikaji ulang. Pendanaan untuk penyelenggaraan makanan
sebaiknya dipisah dan menjadikan perbaikan penyelenggaraan
makanan dijadikan sebagai salah satu fokus pembangunan
pesantren.
d. Peraturan
Terdapat beberapa yang diberlakukan oleh pengurus dapur
pesantren Al-ittihad baik untuk santri, karyawan, dan ustadz.
1) Peraturan bagi santri
Makan sesuai jadwal
Dilarang makan bersama
Dilarang memakai dan membawa alat dapur
Dilarang berisik saat mengantri
2) Peraturan bagi guru
Dilarang memakai/membawa alat-alat dapur tanpa
seijin ibu pimpinan
3) Peraturan bagi karyawan
Ada disaat jam kerja
3. Proses Penyelenggaraan Makanan
a. Perencanaan Menu
Penyelenggaraan makanan yang dibuat oleh dapur pesantren Al-
ittihad adalah siklus menu 7 hari. Menu ini dirancang oleh ketua
penyelenggaraan makanan dengan pertimbangan anggota dapur,
tidak ada yang berlatar belakang pendidikan tata boga. Siklus ini
73
bersifat fleksibel dimana menu bisa berubah dalam kondisi tertentu
seperti ada acara-acara besar keagamaan maupun kepesantrenan.
Menurut Depkes (2000), Langkah penyusunan menu adalah
mengumpulkan sebanyak mungkin menu yang dapat disajikan,
menetapkan siklus menu, membuat pola menu, membuat master
menu, memasukan menu yang telah dikumpulkan kedalam master
menu, melakukan evaluasi sebulan sekali.
Perencenaan menu di dapur pesantren Al-ittihad cukup baik hanya
saja beberapa langkah tidak dilakukan ataupun tidak efektif
dilakukan seperti tidak ada master menu dan tidak dilakukan
evaluasi secara berkala. Hal ini mengakibatkna kurang dinamisnya
menu di pesantren Al-ittihad. Oleh karena itu hendaknya evaluasi
dilakukan agar diketahui tingkat penerimaan konsumen terhadap
makanan yang dihidangkan. Selain itu master menu perlu dibuat
agar apabila petugas bagian pemasakan tidak ada dapat digantikan
oleh yang lain.
Menurut Moehyi (1992), dalam merencanakan menu perlu
diperhatikan kebutuhan gizi penerima, kebiasaan makan dan sosial
budaya, makanan harus bevariasi, biaya, iklim dan keadaan pasar,
tenaga dan peralatan, juga tekhnik dan cara pemasakan.
Perencanaan menu di dapur pesantren Al-ittihad telah
mempertimbangkan beberapa komponen diantaranya kebiasaan
makan, biaya keadaan pasar, tenaga perlatan, dan cara pemasakan.
Hanya saja perencanaan menu belum mempertimbangkan
74
kebutuhan gizi santri. Hal ini dikarenakan tujuan penyelenggaraan
makanannya yang belum memerhatiakan aspek gizi dan tidak
adanya tenaga ahli gizi/tata boga di pesantren Al-ittihad.
b. Pengadaan /Pembelian Bahan Makanan
Pengadaan bahan makanan dilakukan berdasarkan kebutuhan
bahan makanan yang berada dalam menu makanan. Perhitungan
jumlah kebutuhan bahan makanan diperhitungkan melalui
perhitungan jumlah santri dikalikan kebutuhan bahan makanan.
Pengadaan bahan makanan dilakukan dengan membeli secara
langsung ke pasar terdekat dari pesantren dan memasok ke
pemasok yang ditunjuk. Pembelian langsung ke pasar dilakukan
setiap pagi hari berdasar menu makanan hari tersebut. Pembelian
dilakukan oleh satu orang pegawai khusus yang bertugas bersama
sopir dengan menggunakan mobil untuk membawa bahan makanan
yang telah dibeli dari pasar. Bahan makanan yang dibeli dari pasar
berupa bahan makanan segar seperti sayuran, bumbu dan bahan-
bahan segar lainnya.
Untuk memilih pemasok bahan makanan tidak ada kriteria atau
kualifikasi tertentu hanya berdasarkan pada kedekatan dan
kepercayaan saja. Dalam pembelian bahan makanan tidak
dilakukan dengan perjanjian tertulis. Hanya bila ada barang yang
rusak akan diganti dengan barang baru. Perjanjian jual beli
berdasarkan asas kepercayaan. Bahan makanan yang dipasok
antara lain, beras, tahu, tempe, ayam, dll. Perjanjian jual beli
75
menjadi penting sebagai standar dalam kualifikasi bahan makanan
dan menghindari kecurangan.
Dalam pembelian ke pasar petugas pembeli juga bertugas
memantau harga pasar sehingga bila ada harga yang melonjak
tinggi akan diganti dengan bahan makanan lain yang lebih murah.
c. Penerimaan Bahan Makanan
Menurut Depkes (2000), penerimaan bahan makanan merupakan
kegiatan meliputi pemeriksaan, penelitian, pencatatan, dan
pelaporan macam, kulitas dan kuantitas bahan makanan yang
diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah
ditetapkan. Penerimaan di dapur ponpes Al-ittihad belum sesuai
dengan ketentuan dari Depkes karena tidak dilakukan pencatatan
dan pelaporan. sebagai usaha mempertahankan kualitas bahan
makanan dengan membandingkan dengan standar dalam perjanjian
jual beli. Juga sebagai bahan evaluasi di kemudian hari. Oleh
karena itu, pencatatan dan pelaporan harus dilakukan.
d. Penyimpanan Bahan Makanan
Hal yang harus diperhatikan pada tahap penyimpanan bahan
makanan di dapur adalah jenis bahan makanan. Terdapat perbedaan
untuk penyimpanan bahan makanan kering dengan bahan makanan
basah. Untuk menyimpan bahan makanan dapur ponpes al-ittihad
hanya mempunyai satu tempat penyimpanan bahan makann kering
dan tidak mempunyai tempat penyimpanan bahana makanan segar.
1) Penyimpanan Bahan Makanan Kering
76
Ruang penyimpanan bahan makanan kering di dapur
ponpes al-ittihad yaitu ruang penyimpanan beras berupa
rak kayu. Rak ini berada dalam satu ruangan di dalam
ruang produksi/ pengolahan makanan dan ruang
penyimpanan bahan kering yang disimpan agak lama
seperti bumbu-bumbu, kecap dan lain-lain.
2) Penyimpanan Bahan Makanan Basah
Ponpes Al-ittihad tidak mempunyai ruang khusus
penyimpanan bahan makanan basah karena bahan
makanan segar segera disiapkan setelah diterima.
e. Persiapan Bahan Makanan
Persiapan bahan makanan dilakukan sebelum pengolahan.
Kegiatan ini dilakukan di luar ruangan pengolahan. Hal ini
disebabkan karena dapur ponpes Al-ittihad tidak memiliki ruang
khusus untuk persiapan, juga mengefesien waktu karena tempat
yang berdekatan dengan tempat pengolahan. Kegiatan persiapan
dapat termasuk pencucian, pengupasan, pemotongan, penumbukan,
pengirisan, juga perendaman. Seluruh kegiatan persiapan dilakukan
secara manual oleh seluruh pegawai dapur ponpes Al-ittihad.
Untuk bumbu dalam jumlah besar dipesan langsung dari pasar.
Sedangkan bumbu dalam jumlah kecil dibuat sendiri baik
menggunakan ulekan ataupun alat penggiling (mixer).
Hal ini sesuai dengan pendapat moehyi (1992) yang mengatakan
bahwa perlakuan sebelum pengolahan makanan disebut persiapan
77
bahan makanan. Kegiatan persiapan dapat termasuk pencucian,
pengupasan, pemotongan, penumbukan, pengirisan, juga
perendaman, atau kegiatan lainnya.
Dapur ponpes Al-ittihad tidak memiliki standar resep atau standar
bumbu karena peracikan bumbu dilakukan oleh pegawai yang
bertanggung jawab dan berpengalaman dalam pemasakan
makanan. Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Moehyi
(1992) yang berpendapat bahwa dalam setiap kegiatan persiapan
bahan makanan harus mempunyai standar resep. Sebaiknya dapur
ponpes Al-ittihad membuat standar resep atau standar bumbu agar
dapat melakukan persiapan bahan makanan dan menghindari
kekeliruan saat pengolahan makanan. Dan juga memudahkan
pemasakan bila bagian pemaskan tidak hadir.
f. Pengolahan Bahan Makanan
Bahan makanan yang telah disiapkan kemudian dilakukan
pemasakan. Dapur ponpes Al-ittihad hanya memiliki satu ruang
pemasakan. Terdapat lima tungku di ruang pemasakan, tiga tungku
untuk masak nasi dan dua tungku untuk memasak lauk/pauk.
Pemasakan nasi dilakukan dua kali dalam sehari, siang hari yang
dipertukan untuk nasi makan siang dan makan malam dan malam
hari untuk nasi makan pagi. Sedangkan pemasakan lauk/pauk
dilakukan sebelum waktu dihidangkan kecuali untuk sarapan pagi
dilakukan malam hari untuk menu-menu yang memiliki ketahanan
yang baik dan membutuhkan waktu yang cukup lama (tidak
78
mungkin bias dibuat cepat). Tetapi untuk menu yang dapat dibuat
cepat dilakukan pagi hari sebelum dihidangkan seperti nasi goreng,
mie goreng, dan lainnya.
Pemasakan dilakukan dengan menggunakan dandang besar
maupun wajan besar. Pemasakan dilakukan baik dengan media air
ataupun media lemak (minyak sayur). Hal ini sesuai dengan
pendapat Tarwodjo (1998). Kegiatan ini dilakukan oleh pegawai
khusus pemasakan yang mempunyai pengalaman memasak yang
cukup lama.
Lauk/pauk yang dimasak sesuai dengan siklus menu yang telah
ada. Siklus ini bersipat tetap kecuali bila ada acara tertentu. Tetapi
siklus menu ini tidak disertai dengan standar menu dan standar
resep oleh karena itu penentuan jumlah bahan dan bumbu
dilakukan dan berdasarkan pertimbangan pegawai dapur saja. Hal
ini tidak sesuai dengan prasyarat sebelum pengolahan yang
mengharuskan institusi memiliki standar menu dan standar resep
selain dengan siklus menu. Oleh karena itu, sebaiknya ponpes
membuat standar menu dan standar resep agar mempermudahkan
pengolahan dan tepat rasa.
g. Pendistribusian dan Penyajian Makanan
Makanan setelah masak lalu ditempatkan dalam termos-termos
untuk nasi dan bak besar untuk lauk/pauk, yang kemudian
didistribusikan sesuai waktu makan. Makanan didistribusikan oleh
petugas yang bertugas. Makanan didistribusikan ke asrama santri
79
putra dan putri dan ruang makan ustadz/ustadzah. Di dekat dapur
terdapat tempat distribusi makanan putri sedangkan untuk putra di
tempatkan di sekitar asrama putra. Sedangkan untuk
ustadz/ustadzah di sediakan ruang makan tersendiri.
Pendistribusian belum begitu rapih, peralatan distribusi masih
kurang dan tidak memiliki tempat makan yang baik dan khusus.
Sehingga, para santri makan di mana saja. Pendistribusian masih
manual yaitu dengan membawa termos nasi atau tempat lauk
secara manual.
4. Output Penyelenggaraan Makanan
a. Standar Gizi Makanan
Secara umum pemenuhan gizi di pesantren Al-ittihad masih kurang
dengan hanya protein yang tercukupi secara baik bahkan berlebih
termasuk vitamin A dan lemak. Hal ini dapat dikarenakan variasi
menu yang tidak berubah dan berimbang. Tahu tempe menjadi
pilihan utama menu dan media minyak kelapa sawit menjadi cara
pemasakan yang sering digunakan. Hal ini menjadikan asupan
yang tidak berimbang. Kekurangan energi dicukupi oleh para santri
dikantin-kantin sekolah sebagai penyelenggaraan makanan
alternatif. Makanan ini cukup menghendel kecukupan sebesar 10
% kebutuhan energi. Sehingga kekurangan energi para santri
mejadi 10-20 % kebutuhan. Untuk kebutuhan vitamin sangat
kurang tetapi kantin menyediakan kebutuhan buah untuk
mencukupi kebutuhan gizi mikro terutama vitamin. Hanya saja
80
masih terkendala uang jajan santri yang tidak merata. Sehingga
tidak semua santri mendapatkan kecukupan dari makanan
alternatif. Oleh karena itu, pesantren sebaiknya memberikan
sumber gizi mikro kepada santri, sedangkan untuk kebutuhan
energy dapat dicukupi dari kantin.
1) Pemenuhan Kebutuhan Gizi Santri Putra
Gamabaran pemenuhan gizi santri putra dapat dilihat di
tabel
Table. 5 Persentasi Pemenuhan Kebutuhan Gizi Santri
Putra Pondok Pesantren Al-ittihad tahun 2011
No Kelompok umur
Ene
rgi
(Kka
l)
Pro
tein
(g
)
Vit
. A
(RE
)
Vit
. C
(mg)
Kal
sium
(m
g)
Fos
for
(mg)
Fe
(mg)
Sen
g (m
g)
Pemenuhan kebutuhan per 7 hari
1540.2 41.7 1598.4 5.6 141.9 507 6.6 5.3
Laki-laki10-12 th 2050 50 600 50 1000 1000 13 14Persentasi pemenuhan (%)
67 122.7 177.6 6.2 12.9 40.6 54.7 59
13-15 th 2400 60 600 75 1000 1000 19 17.4Persentasi pemenuhan (%)
57.1 90.7 145.3 5.6 11.8 40.6 54.7 55.9
16-18 th 2600 67 600 90 1000 1000 15 17Persentasi pemenuhan (%)
61.6 69.5 145.6 5.6 11.8 40.6 54.7 53.1
2) Pemenuhan Kebutuhan Gizi Santri Putri
Gamabaran pemenuhan gizi santri putra dapat dilihat di
tabel
81
Table. 6 Persentasi Pemenuhan Kebutuhan Gizi Santri
Putri Pondok Pesantren Al-ittihad tahun 2011
No Kelompok umur
Ene
rgi
(Kka
l)
Pro
tein
(g
)
Vit
. A
(RE
)
Vit
. C
(mg)
Kal
sium
(m
g)
Fos
for
(mg)
Fe
(mg)
Sen
g (m
g)
Pemenuhan kebutuhan per 7 hari
1282 41.7 295.2 5.6 140.1 505 6.6 5.3
Perempuan10-12 th 2050 50 600 50 1000 1000 20 12.6Persentasi pemenuhan (%)
77 119.2 177.4 6.2 12.9 40.6 43.7 75.4
13-15 th 2350 57 600 65 1000 1000 26 15.5Persentasi pemenuhan (%)
70 92.7 159.8 5.6 11.8 40.6 43.7 75.9
16-18 th 2200 50 600 75 1000 1000 26 14Persentasi pemenuhan (%)
77 90.7 177.6 5.6 11.8 40.6 43.7 75.9
b. Cita Rasa Makanan
1) Penampilan Makanan
a) Warna Makanan
Dari 170 responden di semua tingkat
pendidikan baik laki-laki maupun
perempuan berpendapat bahwa warna
makanan di ponpes al-ittihad sering tidak
menarik dengan persentase 70 %. Hal ini
akan mengurangi gairah makan para santri.
Oleh karena itu, warana harus diperhatikan
82
dengan menggunakan bahan makanan yang
lebih variatif. Selengkapnya dapat dilihat
pada grafik di bawah ini.
2%
70%
16%
11% 1%
Warna Makanan
Selalu Tidak Menarik
Sering Tidak Menarik
Sering Menarik selalu MenarikLainnya
Grafik. 1 persentsi warna makanan menurut santri
Pontren Al-ittihad 2011
b) Konsistensi atau Tekstur
Dari 170 responden di semua tingkat
pendidikan baik laki-laki maupun
perempuan berpendapat bahwa konsistensi
atau tekstur makanan di ponpes al-ittihad
keras dengan persentase 51 %. Tekstur yang
keras ini akan menyusahkan dalam
mencernanya. Sehingga perlu diperhatikan.
Selengkapnya dapat dilihat pada grafik di
bawah ini.
83
51%
37%
9%4%
Tekstur Makanan
KerasCukupTerlalu LunakLainnya
Grafik. 2 persentsi tekstur makanan menurut santri
Pontren Al-ittihad 2011
c) Bentuk dan Porsi Makanan
Dari 170 responden di semua tingkat
pendidikan baik laki-laki maupun
perempuan berpendapat bahwa porsi
makanan di ponpes al-ittihad sedikit dengan
persentase 59 %. Porsi yang terlalu sedikit
akan sangat berpengaruh terhadap jumlah
nutria yang dicerna selain proporsi yang
terlalu kecil ataupun terlalu besar merusak
nilai estetika sehingga nafsu untuk memakan
makanan tersebut kurang. Selengkapnya
dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
84
59%
41%
Porsi Makanan
SedikitCukup
Grafik. 3 persentsi porsi makanan menurut santri
Pontren Al-ittihad 2011
d) Rasa Makanan
(1) Rasa Makanan
Dari 170 responden di semua
tingkat pendidikan baik laki-
laki maupun perempuan
berpendapat bahwa rasa
makanan di ponpes al-ittihad
sering tidak enak dengan
persentase 52,4 %. Rasa
sangat menentukan sekali
dalam nilai estetika. Masakan
yang enak akan banyak
dimakan dan meningkatkan
nafsu makan. Selengkapnya
dapat dilihat pada grafik di
bawah ini.
85
9%
52%
24%
13% 2%
Rasa Makananselalu tidak enaksering tidak enaksering enakselalu enaklainnya
Grafik. 4 persentsi rasa makanan menurut santri
Pontren Al-ittihad 2011
(2) Suhu Makanan
Dari 170 responden di semua
tingkat pendidikan baik laki-
laki maupun perempuan
berpendapat bahwa suhu
makanan di ponpes al-ittihad
sering hangat dengan
persentase 51 %. Suhu ini
sudah baik Karena masakan
yang terlalu panas atau dingin
akan mengurangi cita rasa
masakan. Selengkapnya dapat
dilihat pada grafik di bawah
ini.
86
4%22%
37%
36%
1%
Suhu Makananselalu dinginsering dinginsering hangatselalu hangatlainnya
Grafik. 5 persentsi suhu makanan menurut santri
Pontren Al-ittihad 2011
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pondok pesantren Al-ittihad didirikan atas dasar keinginan kuat H.
Acep Badruddin dan asas kebersamaan keluarga dalam mewujudkan
pondok pesantren sehingga diberi nama Al-ittihad yang berarti
persatuan. Pembangunan pesantren dilakukan secara bertahap oleh
pimpinan pesantren K.H. Kamali Abd. Ghani dimulai dari hanya
sebatas pengajian dimushalla hingga pembangunan gedung pertama
yang menjadi modal awal pendirian pesantren dan sekolah. Sampai
datanglah para santri pertama. Sejarah pesantren Al-ittihad secara garis
besar dibagi dua priode, perjuangan dan pengembangan. Perjuangan
dimulai dari masa perintisan, peresmian, hingga masa pengembangan
awal. Masa pengembangan dimulai dari telah berdirinya pesantren
dengan lembaga pendidikan SMP dan SMA hingga berdirinya SMK
hingga sekarang. Visi pesantren Al-ittihad adalah “Mencetak insan
87
religious, berwawasan global yang menguasai ilmu agama,
pengetahuan, dan tekhnologi”. Lembaga pendidikan yang dinaungi
oleh pesantren Al-ittihad adalah TK/RA, SMP, SMA, dan SMK. santri
Al-ittihad yang terbanyak berada di tingkat pendidikan SMP dengan
50.4 % dan jumlah santri putri lebih banyak dari putra dengan 55 %
santri putri.
2. Jenis penyelenggaraan makanan di pesantren Al-ittihad berdasarkan
waktunya adalah tetap karena menyediakan makanan setiap hari dan
tiap waktu makan. Berdasarkan tempat penyelenggaraan makanan
pesantren Al-ittihad merupakan penyelenggaraan makanan institusi
karena memiliki tempat pengolahan dan penyajian dalam satu tempat.
Sedangkan menurut sifatnya penyelenggaraan makanan di pesantren
merupakan penyelenggaraan non komersial karena penyelenggaraan
makanan merupakan fasilitas santri tanpa memperhitungkan
keuntungan. Tujuan penyelenggaraan makanan di pesantren adalah
memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari yang cukup, aman,
bervariasi bagi sanri, para guru, dan karyawan Pondok Pesantren Al-
ittihad. Aspek gizi belum termasuk di dalamnya.
3. Input penyelenggaraan makanan di dapur pesantren Al-ittihad adalah
Pemilihan tenaga kerja tidak mempunyai kriteria khusus hanya
berdasarkan kekerabatan dan kedekatan saja. Bagian-bagian yang ada
dalam penyelenggaraan makanan pesantren Al-ittihad adalah
koordiantor umum, bagian pengadaan barang, bagian persiapan, bagian
pemasakan, dan bagian pendistribusian makanan. fasilitas fisik Pondok
88
pesantren Al-ittihad masih memiliki banyak kekurangan antara lain:
tidak ada ruang penerimaan khusus, tidak ada ruang penyimpanan
bahan makanan segar, tidak mempunyai ruang khusus untuk persiapan,
ruang penyimpanan makanan jadi, juga ruang pegawai belum
memadai. Dana untuk penyelenggaraan makanan tidak optimal karena
menggunakan system subsidi silang. Tata tertib yang terdapat di dapur
pesantren Al-ittihad berkaitan dengan santri, para guru/ustadz, dan
pegawai.
4. Proses penyelenggaraan makanan di pesantren Al-ittihad adalah
perencanaan menu belum mempertimbangkan aspek gizi santri dan
tidak dilakuakan evaluasi sehingga menu cenderung monoton,
pengadaan barang dilakukan secara langsung ke pasar dan pemasok
yang dipercaya. Penerimaaan di dapur ponpes Al-ittihad tidak
melakukan pencatatan dan pelaporan. Penyimpanan hanya berupa rak
penyimpanan beras dan penyimpanan bumbu-bumbu (termasuk
kecap), tidak memiliki ruang penyimpanan bahan makanan segar.
Persiapan tidak memerhatikan kebersihan dan kehigienisan karena
belum mempunyai ruang khusus. Pengolahan belum mempunyai
setandar resep, bumbu atau pengolahan. Pendistribusian silakukan
manual melalui pengangkatan, belum rapih dan belum mempunyai
tempat makan yang baik.
5. Output penyelenggaraan makanan pesantren Al-ittihad adalah makanan
yang disajiakan belum memenuhi kebutuhan gizi santri baik mikro
ataupun makro. Dari hasil angket responden didapatkan bahwa secara
89
umum makanan yang disajikan memiliki warna yang sering tidak
menarik, tekstur keras, porsi sedikit, rasa sering tidak enak, dan suhu
sering hangat.
B. Saran
1. Menjadikan pemenuhan menjadi salah satu tujuan penyelenggaraan
makanan dan memenuhi tujuan lain yang telah ditetapkan.
2. Mengadakan pelatihan penyelenggaraan makanan pada tenaga kerja
dapur dan menambah tenaga pemasakan dan dipisahkan antara
pemasak nasi dan lauk.
3. Melengkapi sarana penyelenggaraan makanan secara bertahap seperti
pembuatan ruang persiapan, ruang penyimpanan, mengkramik lantai
ruang pengolahan, dan lainnya dan memperbaiki saran yang telah
rusak.
4. Mengakaji ulang sistem pendanaan subsidi silang. Dan menjadikan
pembangunan sistem dan fasilitas penyelenggaraan makanan menjadi
fokus pembangunan pesantren
5. Mempertimbangkan aspek gizi dalam perencanaan menu dan
melakukan evaluasi menu. Membuat standar menu dan resep.
6. Membuat kriteria bahan untuk dipasok dan menggunakan surat
perjanjian. Juga membuat laporan penerimaan bahan makanan
7. Memerhatikan kebersihan dan kehigienisan saat persiapan bahan
makanan
8. Menyediakan peralatan dan tempat pendistribusian yang sistematis.