lap bc bku 2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
downloaddddddTRANSCRIPT

Judul Buku : “ ETIKA SEDERHANA UNTUK SEMUA “
Pengarang : Dr. PHIL EKA DARMAPUTERA
Penerbit : PT BPK GUNUNG MULIA
Kota Penerbit : JAKARTA
Rangkuman :
BAB I
PERKENALAN PERTAMA
Manusia tidak mau menerima secara pasif begitu saja, baik keadaan dirinya
maupun lingkungannya. Ia ingin tahu segala sesuatu. Bila keadaan yang diketahuinya itu
tidak sesuai dengan yang diingininya, maka ia akan berusaha keras utnuk mengubahnya. Dan
kalau ternyata itu tidak mungkin, maka ia akan mengubah diri atau menyesuaikan diri. Inilah
kunci peradaban manusia.
Manusia tidak betah hidup dalam rahasia dan dengan akalnya ia akan
berusaha mencari tahu hukum-hukum alam yang berlaku. Kenyataan menunjukkan bahwa
manusia membutuhkan dua hal akal (ilmu) dan iman (agama). Keduanya tidak perlu
bersaingan, sebab masing- masing mempunyai fungsi-fungsi sendiri di dalam kehidupan
manusia.
Manusia memiliki kesadaran etis yaitu kesadaran tentang norma- norma yang
ada pada diri manusia. Manusia akan berusaha untuk melakukan apa yang ia anggap benar,
baik, dan tepat. Kesadaran etis belum dapat disebut etika. Kesadaran etis muncul secara
spontan tanpa disadari sepenuhnya. Sedangkan etika merupakan tindakan yang sadar dan

sengaja. Ketika kesadaran etis dimunculakan ke permukaan,dibahas secara sadar dan
disusun secara teratur, maka pada waktu itulah kita berhadapan dengan etika. Sebab itulah
etika adalah ilmu mengenai norma yang mengatur tingkah laku manusia. Etika adalah prinsip
– prinsip moral. Prinsip-prinsip etis itu relatif bersifat langgeng dan universal, namun etika
bersifat dinamis karena membicarakan tingkah laku manusia yang selalu berinteraksi.

BAB II
PERSOALAN KITA
Keharusan yang hipotesis adalah keharusan yang bersifat kondisional,
berlaku untuk memenuhi kondisi atau syarat tertentu. Sedangkan keharusan etis adalah
keharusan yang tidaki kondisional. Ia bersifat mutlak dalam kondisi apapun juga. Keharusan
seperti ini disebut keharusan kategoris.
Cara berpikir deontologis adalah cara berpikir etis yang mendasarkan diri
pada prinsip, hukum norma obyektif yang dianggap harus berlaku mutlak dalam kondisi
apapun juga. Sedangkan cara berpikir etis yang teologis adalah tidak berpikir menurut
kategori benar atau salah melainkan menurut kategori baik dan jahat. Etika Kristen bertolak
pada hukum kasih, pada hakekatnya deontologist namun dalam prakteknya lebih bersifat
teologis. Di satu pihak cara pikir teologis dapat menghindarkan kita dari pemikiran yang
kaku, namun bahaya pada akhirnya dapat menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Pada prinsipnya, etika deontologist maupun teologis tidak memperhitungkan
situasi dan kondisi. Keduanya bersifat universal. Konteks situasi dan kondisi tertentu harus
diperhitungkan secaraa seksama dalam mengambil suatu keputusan. Itulah yang disebut cara
pengambilan keputusan etis yang konstektual. Kelemahan terbesar dari etika kontekstual
adalah dengan mudah terjebak dalam etika yang situasional sebab situasi menjadi
pertimabangan pokok satu-satunya. Keputusan etis apapun yang kita lakukan tidak pernah
sempurna. Kita harus selalu melakukannya dengan penuh kerendahan hati, bahkan dengan
pengakuan dosa.

BAB III
NILAI NILAI ETIS
Sukses secara etis berarti sukses sebagai manusia. Baik secaraetis, berarti
selaras dengan hakekat manusiawi kita yang utuh. Etika adalah tentang nilai-nilai yang
menyangkut keyakinan tentang yang benar, yang baik, dan yang tepat. Nilai adalah sesuatu
yang dijunjung tinggi. Yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Tetapi nilai itu
lebih dari sekedar keyakinan. Nilai selalu menyangkut tindakan. Nilai seseorang diukur
melalui tindakan. Itulah sebabnya etika menyangkut nilai
Menurut seorang psikolog, ada tujuh hal yang membuat sesuatu itu
merupakan nilai dalam arti yang sebenarnya. Pertama, nilai adalah sesuatu yang kita hargai
dan junjung tinggi. Kedua, bahwa kita bersedia untuk mengakui dan menyatakan di depan
orang lain. Ketiga, nilai itu anda pilih bebas tidak dengan terpaksa. Keempat, nilai yang
sesungguhnya adalah nilai yang anda pilih setelah anda mempertimbangkannya dengan sadar.
Kelima, nilai itu anda pilih secara bebas dan sadar dari banyak pilihan yang ada. Keenam dan
ketujuh, nilai itu anda nyatakan melalui tindakan, dan bukan hanya melalui tindakan yang
terus menerus.
Di dalam hidup kita, tak selalu apa yang kita ingini walaupun dengan segenap
hati dapat terjadi. Tanpa kesediaan untuk berkompromi kita tak mungkin dapat hidup. Sebab
dalam kehidupan ini kejahatan begitu berbaur dengan kebaikan. Nilai yang fungsional adalah
nilai yang telah dikompromikan dengan keadaan. Tetapi kita juga tahu bahwa ada orang-
orang yang tidak bersedia untuk berkompromi dan hanya bersedia untuk hidup dengan nilai
murni yang disebut nilai ideal.

Persoalan etis adalah persoalan bagaimana meniti jalan di antara yang
funngsional dan ideal. Bagaimana kita dapat menjadi fungsional dalam tindakan tetapi tetap
ideal di dalam semangat. Di kehidupan etis kita tidak dapat hanya memilih salah satunya
yang ideal atau fungsional. Kehidupan etis adalah pergumulan yang dianamis dan kreatif
yang berjalan setiap saat untuk menjembatani keduanya. Secara singkat, tindakan kita disebut
etis apabila berakar dari totalitas dan setia kepada kemanusiaan. Tidak etis bila bertentangan
dengan kemanusiaan.

BAB IV
KESADARAN ETIS ITU BERTUMBUH
Ilmu tidak dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan etis, tetapi bukan
tidak bermanfaat. Etika juga harus memanfaatkan temuan-temuan ilmu lain. Menurut
Lawrence Kohlberg kesadaran etis manusia bertumbuh menurut enam jenjang. Jenjang
kesadaran etis tidak mempunyai kaitan dengan penilaian etis. Kohlberg membagi jenjang
kesadaran etis ke dalam tiga tahapan besar, yaitu moralitas pra konvensional, moralitas
konvensional, dan moralitas purna konvensional.
Moralitas pra konvensional ( kekanak-kanakan ) terbagi menjadi 2 jenjang.
Pertama yaitu jenjang yang paling awal dari kesadaran etis seseorang sebagai kesadaran yang
berorientasi pada “ hukuman”. Kedua, tinadakan moral seseorang memang masih kekanak-
kanakan. Tapi sudah lebih rasional. Motivasi utama dalam tindakan moral pada jenjang kedua
ini adalah bagaimana mencapai kenikmatan sebanyak-banyaknya dan mengurangi kesakitan
sedapat-dapatnya. Nilai moral bersifat instrumental.
Moralitas Konvensional ( orang tua ), jenjang ketiga terarah kepada
bagaimana menyenangkan orang lain. Jenjang keempat, seseorang sudah berhasil menembus
tembok-tembok kelompok yang sempit untuk berpegang pada yang lebih luas lagi.
Moralitas purna konvensional ( dewasa ), focus terhadap diri sendiri tidak
lagi bergantung pada faktor luar. Jenjang kelima, orang menyadari bahwa hukum-hukum
yang ada sebenarnya tidak lain adalah kesepakatan-kesepakatan antar manusia yang
menghasilkan hukum. Jenjang keenam, perkembangan pemikiran moral seseorang mencapai
puncaknya yaitu pantang mengkhianati suara hati nurani dan keyakinan tentang apa yang
benar dan yang baik.

BAB V
ETIKA ITU PENJARA
Penjara sosial yang dimaksud disini adalah masyarakat dimana kita hidup itu
sebenarnya adalah belenggu. Menurut Edward Stevens, setiap orang telah termakan oleh
propaganda masyarakat dimana mereka hidup. Tapi propaganda yang baik adalah yang
diterima tanpa tahu bahwa itu adalah propaganda.
Penjara ekonomi, di dalam masyarakat ekoonomi adalah struktur bawah yang
member bentuk corak pada semua yang ada pada struktur atas. Oleh karena itu ajaran agama,
sistim politik, corak budaya bahkan struktur masyarakat, sebenarnya tak lain adalah
pencerminan belaka dari system ekonomi yang ada dibaliknya.
Mary Douglas menyatakan bahwa masyarakat manusia pada hakekatnya
dibagi menjadi empat tipe. Tipe pertama, adalah tipe masyarakat yang amat menonjolkan
faktor kelompok. Tipe kedua, sepenuhnya bertolak belakang dari tipe pertama karena factor
individu sangat ditonjolkan. Tipe ketiga, tipe masyarakat dimana faktor kelompok maupun
individu sama-sama mendapatkan penekanan. Tipe keempat, yaitu tipe masyarakat yang tidak
menekankan baik faktor kelompok maupun factor individu.

BAB VI
ETIKA ADALAH PERAN
Kebebasan adalah kenyataan yang ada pada setiap kita. Kebebasan itu
bukanlah sebuah konsep abstrak yang ada diluar manusia. Ia merupakan kenyataan yang ada
di dalam diri setiap orang, tidak diluarnya. Kebebasan itu begitu nyata. Tindakan berbicara
lebih keras dari kata-kata. Siapa kita ditentukan oleh apa yang kita lakukan, bukan oleh apa
yang kita cita-citakan. Siapa kita sekarang ini adalah buah dari tindakan-tindakan yang kita
ambil secara bebas pada waktu lalu. Tindakan itulah yang menentukan identitas saya
sekarang.
Manusia adalah suatu organism dengan susunan yang rumit. Satu bagian
berubah, pengaruhnya akan terasa pada seluruh bagian. Setiap perubahan selalu menuntut
penataan kembali dari seluruh peri kehidupan seseorang. Suatu tindakan dapat disebut
tindakan etis bukan hanya karena tindakan itu sendiri tapi juga oleh apa yang mendorong dan
menjadi motivasi tindakan tersebut. Sikap etis adalah keberanian dan kesungguhan di dalam
mengambil keputusan mengenai yang benar dan yang baik, dan kesediaan untuk memikul
seluruh resiko dari keputusan itu.

BAB VII
ETIKA ADALAH RASA
Ada orang yang membagi manusia menjadi dua kelompok. Pertama, rasio
cenderung pada etika kognitif. Kedua, rasa cenderung terarah pada etika yang emotif. Satu-
satunya hukum yang berlaku universal adalah hukum kasih. Kasih adalah nilai etis yang
utama dan pokok, bahkan satu-satunya norma etis. Setiap tindakan yang lahir dari kasih
adalah baik dan benar dan tepat.
Dalam bahasa Yunani ada tiga ungkapan untuk kasih. Pertama, philia yaitu
kasih pershabatan yang saling member dan menerima. Kedua, eros yaitu kasih asmara, kasih
karena menerima. Ketiga, agape yaitu kasih yang sejati dan universal, ingin member yang
terbaik bagi yang dikasihi.
Pernyataan adalah kumpulan kata-kata yang mengandung makna. Pernyataan
ada dua jenis. Yang pertama menyangkut kebenaran yaitu pernyataan yang proporsional.
Yang kedua menyangkut perasaan, bukan proporsional tetapi bersifat emotif.
Etika adalah sikap dan keyakinan yang jalin menjalin menjadi satu. Pertama,
sikap mempengaruhi keyakinan yang membentuk dimensi yang emotif dan rasional dalam
etika. Kedua, keyakinan juga mempengaruhi sikap yang disebut dimensi yang rasional dalam
etika. Keyakinan etis lahir melalui pertimbangan-pertimbangan dan penalaran-penalaran yang
rasional.

BAB VIII
ETIKA ADALAH AKAL
Tibalah kita sekarang pada terminal terakhir sebelum kita menyelesaikan wisata karya
penjelajahan kita ke wilayah-wilayah etika.
Kita harus belajar dari ilmu psikologi.Lawrence Kohlberg mengingatkan bahwa
etika bukanlah sesuatu yang statis.Bahwa kesadaran moral itu berkembang dan
bertumbuh.Namun demikian,Kohlberg sebenarnya juga hendak
mengatakan,bahwa kesadaran moral seseorang itu mencapai puncak
perkembangannya,ketika seseorang benar-benar mandiridalam arti yang seluas-
luasnya.
Etika juga mesti belajar dari ilmu sosiologi.Mksudnya ialah,agar kita tidak
terlalu cepat bermimpi seolah-olah mengambil keputusan etis dengan bebas
adalah perkara gampang.
Yang paling menentukan di dalam perubahan itu,sebenarnya bukanlah kemampuan
tetapi kemauan.Tekad yang menggumpal dan keberanian memikul resiko.Penjara sosial-
ekonomil-budaya tentu merupakan kenyataan yang tak dapat diremehkan.Barang siapa
meremehkannya adalah bodoh.Ibarat membenturkan kepala ke tembok.Tetapi penjara yang
jauh lebih sulit untuk diterobos adalah penjara ciptaan sendiri.Yaitu sikap menyerah,tidak
mampu dan tidak berdaya.
Joshep Fletcher,dengan Etika Situasinya yang sempat menghebohkan itu,mengatakan
bahwa patokanuniversala itu ada,yaitu Hukum Kasih.”Kasihilah Allahmu dan
sesamamu!”.Tetapi justru oleh karena Kasih merupakan patokan etis universal yang satu-

satunya,maka selain kasih tak ada lagi patokan-patokan etis lain yang bersifat mutlak dan
universal.
Kognitif bukan Emotif.Tidak semua orang,tentu saja,setuju dengan pandangan
ini.Menurut orang yang tidak setuju ini,etika itu adalah soal akal bukan soal rasa.Mengambil
keputusan etis dan melakukan penilaian etis,adalah tindakan kognitif bukan
emotif.Menyangkut otak,bukan hati.
Hukum kodrat.Alam semesta mempunyai hukum-hukumnya.Ini dapat diketahui melaui
akal.Tidak sekaligus,tetapi lambat laun secara akumulatif.Tugas etika adalah merumuskan
kaidah-kaidah bagi tindakan manusia agar sesuai dengan tata kodrati yang berlaku.
Obyektivisme dengan begitu mengagungkan tiga nilai yang dianggapnya paling utama,yaitu :
AKAL
Sebab akal dianggap sebagai satu-satunya alat yang terbaik yang ada pada
manusiauntuk ada dan “survive”.
TUJUAN YANG JELAS DAN GAMBLANG
Untuk ada dan “survive”
HARGA DIRI ATAU RASA PERCAYA DIRI
Keyakinan dan kepastian pada diri sendiri bahwa saya mampu untuk berfikir
dan pantas untuk tetap hidup.

BAB IX
ETIKA KRISTEN
Etika Kristen merupakan suatu yang terbuka dan dinamis bergerak di dalam ruang dan
waktu.
Etika Kristen dengan etika lainnya ialah Iman Kristiani yang dipakai untuk menjadi
asumsi dasar di dalam melakukan penilaian etis.
Etika Kristen bukanlah untuk orang Kristen,melainkan etika oleh orang Kristen.
Etika Kristen bertitik tolak pada anthropologi Kristen.Yaitu,pemahaman mengenai
siapa manusia itu di dalam terang iman kristiani.Dan anthropologi Kristen bertitik-
tolak pada teologi Kristen.
Potensi kejahatan itu harus ada karena :
1. Potensi kejahatan itu menunjuk kepada keterbatasan manusia
2. Potensi kejahatan menunjuk pada kebebasan manusia
Kejatuhan manusia ke dalam dosa berarti bahwa yang potensial itu kini menjadi
factual.
Kejatuhan manusia mempunyai tiga dimensi,yaitu :
1. Individual,yaitu harkat dan martabat manusi secara perorangan telah jatuh.
2. Fungsional,yaitu tingkah laku manusia.bahkan perkataan jalan
pemikirannya,tak lagi sejalan dengan apa yang seharusnya.
3. Relasional,yaitu dosa itu juga telah menyusup dan merasuk seluruh
hubungan-hubungan manusiawi yang ada.
Kejatuhan manusia memang berarti ia tak lagi mampu mengendalikan bahkan dirinya
sekalipun.

Hidup di dalam Kristus,oleh karenanaya berarti hidup di dalam realisme yang
berpengharapan.Realisme,oleh karena kita menyadari betapa ringkihnya kita dan
betapa rawannya keadaan.Tetapi berpengharapan,karena selalu terbuka kemungkinan.
Secara etis bila kita memahami manusia sebagai makhluk ciptaan bahkan sebagai
gambar Allah yang baik,tetapi yang jatuh ke dalam dosa,dan kemudian dibenarkan di
dalam Yesus Kristus dan dikuduskan melalui karya Roh Kudus artinya :
1. Bahwa manusia adalah makluk ciptaan dan gambar Allah yang baik
berarti,bahwa kebaikan eksistensi manusia bahkan seluruh alam ciptaan harus
menjadi asumsi dasar positif dalam setiap pertimbangan dan penilaian etis
kita.
2. Bahwa manusia adalah mahluk ciptaan yang telah jatuh ke dalam dosa
berarti,bahwa kedosaan manusia dan rusaknya seluruh alam ciptaan harus
menjasi asumsi dasar negatif dalam setiap pertimbangan.
3. Bahwa manusia yang pendosa itu telah dibenarkan dan dikuduskan
berarti,bahwa pergumulan etis kita selalu bergerk di antara kemungkinan dan
keterbatasan.
BAB X

ASUMSI DASAR POSITIF
Asumsi Dasar Positif harus dapat dipertanggungjawabkan secara teologis alkitabiah.Ia
merupakan kristalisasi dari asumsi-asumsi teologis yang paling pokok,dan yang digali
dari kesaksian Alkitab secara menyeluruh.
Asumsi Dasar Positif dasar ini harus dapat dipertanggungjawabkan menurut penalaran
yang umum,sehingga paling sedikit secara hipotesis ia dapat dipahami dan diterima
secara universal.
Ada empat dasar yang ingin diusulkan sebagai Asumsi Dasar Positif :
1. Bahwa eksistensi semua ciptaan itu baik;
2. Bahwa kehidupan perorangan(individu) harus dihormati;
3. Bahwa seluruh umat manusia itu satu;
4. Bahwa semua orang itu sederajat.
Secara umum dapat dikatakan,bahwa asumsi dasar kita adalah bahwa semua tindakan
manusia seharusnya mencerminkan dan mengaminkan kebaikan itu.
Seluruh tindakan kita hanya dapat dipertanggungjawabkan secara etis,apabila ia
bertitik-tolak dari penghargaan yang sungguh dan tulus terhadap kehidupan setiap
individu.
Secara etis bila kita mengatakan bahwa seluruh umat manusia dipersatukan di dalam
Allah berarti bahwa tidak mungkin lagi kita memperlakukan siapa pun sebagai orang-
orang asing,betapapun misalnya kita menaruh hormat setinggi-tingginya terhadap
orang asing.Setiap orang dan semua orang adalah sesama anggota keluarga besar
umat manusia.Setiap masalah kini menjadi “masalah keluarga”.

Persamaan mutlak itu mustahil,oleh karena secara alamiah setiap oarang itu berbeda
dari pada yang lain.
Persamaan mutlak juga tidak dianjurkan.Bahkan sebaliknya yang harus kta katakan
adalah,bahwa justru oleh karena kita ingin memperjuangkan kesamaan semua
orang,maka seringkali dibutuhkan tindakan dan perlakuan yang berbeda.

BAB XI
ASUMSI DASAR NEGATIF
Etika pada dasarnya tidak mengenal pengecualian.Bahwa stiap pengecualian hanya
salah atau jahat.Bahwa pengecualian hanya mempunyai arti praktis,tetapi tidak
mempunyai makna prinsifal yang dapat,pantas dan perlu diperhitungkan.
KEFANAAN MANUSIA
Allah menghargai kefanaan manusia,dengan menjadikan DiriNya yang kekal itu
menjadi manusia yang pana.Ia yang tidak terbatas itu,membatasi DiriNya.
Kefanaan manusia juga berarti bahwa ia tak pernah mampu secara sempurna
melaksanakan asumsi-asumsi dasar positifnya sendiri.
KEDOSAAN MANUSIA
Dosa merupakan tema yang sentral di dalam seluruh pemberitaan Alkitab setiap kali
ia berbicara tentang siapa manusia itu.Bahwa dosa adalah suatu kenyataan yang
universal.Bahwa semua orang telah berdosa dan kurang kemuliaan Allah.
Universalitas dosa juga dapat dipahami dari sudut lain.Yaitu,dari kebebasan
manusia.Selama manusia mempunyai kebebasan untuk memilih yang baik,selama itu
pula ia juga mempunyai kebebasan yang sama untuk memilih yang jahat.
Dua hal yang dapat kita katakan :
1. Anugerah Allah yang menghasilkan pembenaran (Justification)
2. Anugerah Allah yang menghasilkan pengudusan (Sunctification)

IMPLIKASI ETIS
Kebebasan berpendapat harus dijamin,oleh karena secara teologis kita harus
mengatakan,bahwa Roh Kudus dapat bekerja di dalam dan melalui setiap orang.
Kebebasan untuk berbeda pendapat bukan saja harus dilindungi tetapi juga harus
dirangsang dan didorong,oleh karena dari kekayaan pendapat itu lah setiap kali
seluruh masyarakat memperpoleh kemungkinan untuk mencari dan menemukan
sesuatu yang lebih benar dan lebih baik dan lebih tepat.
Memperhitungkan Asumsi Dasar Negatif tidak berarti mengurangi kadar etis dari
keputusan kita.Ia tidak menjadikan keputusan kita menjadi “kurang etis”.

BAB XII
JAHAT TAPI APA BOLEH BUAT
Masalah yang sama muncul,ketika orang-orang Kristen pertama harus berhadapan
dengan kenyataan yang pahit dari perbudakan,peperangan,penjajahan,penindasan,dan
sebagainya.Mereka bukan tidak tahu bahwa semua itu salah dan jahat.Barangkali
mereka lebih menyadarinya dari pada kita yang hidup di jaman modern ini.
Pada awal sejarahnya,pemikir-pemikir Kristen cenderung untuk bersikap perfeksionis
dan menolak kompromi.
Kenyataan adalah bahwa di dalam perkembangannya,terutama setelah kekristenan
mempunyai kedudukan yang resmi di masyarakat.
Kenyataan hidup manusia yang belum sepenuhnya bebas dari pengaruh kuasa dosa
adalah hidup yang penuh ambiguitas.Manusia yang harus mengambil keputusan di
dalam kehidupan yang penuh dengan ambiguitas itu,adalah manusia yang penuh
keterbatasan.Oleh karena itu,etika yang perfeksionistis,yang membutakan diri
terhadap ambiguitas ini,akan merupakan sesuatu yang indah tapi tidak berfaedah.
Etika yang fungsional dan operasional harus mempunyai ruang untuk keterbatasan
manusia.Bahwa betapapun ia mau,ia tidak pernah mampu melakukan yang benar,yang
baik dan yang tepat.
Mengambil keputusan etiis selalu membawa manuia kepada ketegangan dan
kegelisahan.Ketegangan antara yang ideal dan yang fungsional,kegelisahan,bahwa
yang “paling” ternyata selalu “belum”

TUGAS AGAMA
LAPORAN BACA BUKU
“ ETIKA SEDERHANA UNTUK SEMUA“
Nama :
KRISSAESHA NOVERA SUHIN
NIM :
10 2008 034
Kelompok :
A – 4
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA 2008