lap akhir farter 2 ima omi

40
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II IMA Anterior + OMI Inferior pro DCA+PCI Disusun Oleh Kelas A/Kelompok 3 Rara Amalia Fadiah (G1F010003) Ifa Muttiatur R. (G1F010011) Tika Pratiwi (G1F010019) Adibah (G1F010027) Anisa Dewi R. (G1F010037) Yurissa Karimah (G1F010049) Desy Nawangsari (G1F010067) Taufik Hidayat (G1F010073) Diah Nurhidayati (G1F010077) Aldi Permadi (G1F010079) UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: rara-amalia-fadiah

Post on 01-Dec-2015

108 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II

IMA Anterior + OMI Inferior pro DCA+PCI

Disusun Oleh

Kelas A/Kelompok 3Rara Amalia Fadiah (G1F010003)Ifa Muttiatur R. (G1F010011)Tika Pratiwi (G1F010019)Adibah (G1F010027)Anisa Dewi R. (G1F010037)Yurissa Karimah (G1F010049)Desy Nawangsari (G1F010067)Taufik Hidayat (G1F010073)Diah Nurhidayati (G1F010077)

Aldi Permadi (G1F010079)

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2013

Page 2: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

PRAKTIKUM 2

IMA Anterior + OMI Inferior pro DCA+PCI

I. Dasar Teori

Beberapa pendapat tentang pengertian IMA (Infark Miokard Akut)

sebagai berikut.

a. Infark miokard akut adalah proses rusaknya jaringan akibat suplay

darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang

(Brunner and Suddath, 2002).

b. Infark Miokard Akut adalah kematian jaringang miokard diakibatkan

oleh kerusakan darah koroner miokard ,karena ketidakadekuatan aliran

darah (Carpenito, 2000).

c. Infark Miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung

yang diakibatkan karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih

arteri koroner (Doengos, 2000).

d. Infark Miokard Akut adalah kematian jaringan otot jantung ditandai

adanya sakit dada yang khas,lama sakitnya lebih dari 30 menit,tidak

hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina (Anonim, 2001).

Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa infark miokard

akut adalah iskemia atau nekrosis miokard yang disebabkan karena

penurunan aliran darah ke otot jantung. Menurut Noer, (1999) disebabkan

oleh

a.   Faktor penyebab

1. Suplay oksigen kejantung berkurang yang disebabkan oleh;

a.   Faktor pembuluh darah : Artherosklerosis, Spasme, Arteritis

b.   Faktor Sirkulasi : Hipotensi, Stenosis Aorta, Insufisiensi

c. Faktor darah : Anemia, Hipoksemia, Polisitemia

2.   Curah jantung yang meningkat, misal aktifitas, emosi, makan yang

terlalu banyak, anemia.

3.   Kebutuhan oksigen Miokard meningkat pada kerusakan

miokard,hipertropi miokard.

Page 3: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

b. Faktor predisposisi

1. Faktor biologis yang tidak dapat diubah

a. Usia lebih dari 40 tahun

b. Jenis kelamin

c. Hereditas

d. Ras

2. Faktor resiko yang dapat diubah

a. Mayor ;Hiperlipidemia, hipertensi, perokok berat, DM, obesitas,

diet tinggi lemak.

b. Minor ;Aktifitas fisik,pola kepribadian tipe A (emosional,

agresif ambisius, kompetitif).

Akut Miokard Infark (AMI) adalah suatu keadaan dimana otot

jantung tiba-tiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan

mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya plak

(Kabo, 2008). Menurut Corwin (2009) AMI adalah kematian sel-sel

miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. 

Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat

suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang

(Brunner and Sudarth, 2002). Infark miocard akut adalah nekrosis miocard

akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (Suyono, 1999). Sedangkan

menurut Tjokonegoro dan Utama (1996) AMI adalah nekrosis miokard

akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa AMI adalah

adanya sumbatan/plak di arteri koroner sehingga menyebabkan kematian

sel-sel miokardium akibat aliran darah dan oksigen keotot jantung

terganggu.

PENYEBAB AKUT MIOKARD INFARK

Terlepasnya suatu plak aterosklerosis dari salah satu arteri koroner,

dan kemudian tersangkut dibagian hilir yang menyumbat aliran darah

keseluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh dan dapat

menyebabkan infark miokardium. Infark miokardium juga dapat terjadi

Page 4: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

apabila lesi trombotik yang melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi

cukup besar untuk menyumbat secara total aliran darah ke bagian  hilir,

atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga

kebutuhan oksigennya tidak dapat terpenuhi (Corwin, 2000).

Umumnya AMI didasari oleh adanya aterosklorosis pembuluh

darah koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat

penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada

plaque aterosklorosis yang tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur

plaque pada arteri koroner dengan stenosis ringan (50-60%). Kerusakan

miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan

ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,

proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai

beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non

infark mengalami dilatasi. Secara morfologis, AMI dapat transmural atau

sub-endokardial. AMI dapat trasmural mengenai seluruh dinding miokard

dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada

AMI sub-endokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding

ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens seperti

AMI transmural. AMI sub-endokardial dapat regional (terjadi pada

distribusi lebih dari satu arteri koroner) (Tjokonegoro and Utama, 1996).

Old Infark Miokard adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh

karena sumbatan arteri koroner (Hudak and Gallo, 1997). Sumbatan terjadi

oleh karena adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga

menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. Aterosklerotik adalah

suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang

disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding arteri.

Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri

bagiuan distal (Hudak and Gallo, 1997).

Page 5: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

II. Patofisiologi

IMA (Infark Miokard Akut)

(Silbernagl, 2000).

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya

aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah.

Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di

dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam

lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen

mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi

(Ramrakha, 2006).

Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus

tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan

disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas

menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel

tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric

oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-

proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi

Page 6: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam

migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.

Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi

makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja

mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan

kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor

pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika

media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah

bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma

matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit

ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis.

Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi

dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price, 2006).

Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh

formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk

keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan

manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap

kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh

sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner

desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke

jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam

fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke

subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.

Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal

arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi

dan berelaksasi (Selwyn, 2005).

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas

metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme

asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar

oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa

Page 7: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini

mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel

menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.

Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel

(<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir

pada infark miokard (Selwyn, 2005).

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di

arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST

(STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak

menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat

terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya

terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005).

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen

ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.

Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya

tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim,

2001).

Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial

(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri

koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8

jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu

yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian

miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu

berbeda-beda (Selwyn, 2005).

Page 8: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

III. Guideline Terapi

GUIDELINE TERAPI INFARK MIOKARD AKUT

a. Pemilihan Beta-Blocker sebagai terapi IMA OMI

b. Pemilihan Statin sebagai terapi pencegahan peningkatan kolesterol pada

pasien infark miokard

Page 9: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

c. Pemilihan statin setelah penggunaan PCI (Percutaneous Coronary

Intervention)

(Zhang, 2009).

d. Pemilihan kombinasi tiga antiplatelet (klopidogrel, cilostazol, dan aspirin)

setelah pemasangan DES PCI

Terapi dengan menggunakan statin setelah PCI akan menurunkan resiko kematian dan hasil ini mendukung penggunaan rutin terapi statin setelah PCI

Page 10: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

(Arief, 2010).

IV. Kasus dan DFP

a. Kasus

Inisial pasien : M.Wachid

Umur/BB : 49 tahun

MRS : 16 Maret 2009

Riwayat social : JPS

Keluhan Utama :Nyeri ulu hati (Agustus 2008), sesak -,

berdebat, batuk-, maag-, tidak tidur dengan sati bantal, tidak terbangun

karea sesak.

Diagnosis : IMA anterior + OMI inferior pro DCA +

PCI

Riwayat penyakit : HT + obat tidak teratur, DM –

Riwayat pengobatan : RSAL

Terapi ISDN 3x5 mg

Clopidogrel 1x1 tab

Tromboaspilet 1x1 tab

Bisoprolol 5 mg, ½-0-½

Simvastatin 0-0-10

b. Data Klinik

Page 11: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

DATA

KLINIK

NILAI

NORMAL

18/3 19/3

(10.30)

19/3

(14.30)

KET

TD 120/80 150/90 130/90 120/80 ↑

Suhu Afebris Afebris Afebris -

Nadi 60 - 100 85 80 88

RR 16 - 20 20 16 -

GCS 456 456 456 -

(Tatro, 2003).

Keterangan:

Tekanan darah naik pada tanggal 18/3 dan 19/3 (10.30)

c. Data Laboratorium

DATA LAB NILAI

NORMAL

18/3 19/3 KET

Hb 12,1 – 15,3 14,1 14,1 ↔

WBC 3800 – 9800 12900 12900 ↑

Platelet 150 - 450 437 497 ↔, ↑

OT/PT 11-47 / 7-53 17/5 17/15 ↔

BUN 8 – 25 12,4 12,4 ↔

PPT 11,5 - 14,5 12,6 12,6 ↔

APTT 28 - 41 28,8 - ↔

HbSAg - - -

Na 135 - 147 142 142 ↔

K 3,5 - 5 4,4 - ↔

Cr 0,5 - 1,7 1,31 - ↔

RBC 4,3 -5,9x1012 1,31 - ↓

Hct 40,7 – 50,3% 41,7% - ↔

Cl 95 - 110 107 - ↔

LED <15 20 - ↑

(Tatro, 2003).

Tanggal 18/3:

Page 12: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

- PCI dengan stant DES biomatrix 3,0x2,4mm di proximal LAD

- LM normal

- LAD stenosis 90% di proximal LAD (dkt septal) dengan underfilling

ke distal LAD

- LCX, RCA normal

- PCI di LAD 2 minggu kemudian

Tanggal 19/3: cardiomegali 60%

Keterangan:

WBC naik pada tanggal 18 dan 19 Maret 2009

Platelet naik pada tanggal 19 Maret 2009

RBC turun pada tanggal 18 Maret 2009

LED naik pada tanggal 18 Maret 2009

d. Jadwal Penggunaan Obat dari Dokter

OBAT RUTE DOSIS TANGGAL PEMBERIAN

OBAT

16/3 17/3 18/3 19/3 20/3

O2 nasal 4 lt/m - - + + +

PZ IV 20 tts/mnt - - + 7 tts -

ASA PO 1x100 mg + + + + +

Clopidogrel PO 1x 75 mg + + + + +

ISDN PO 3x5 mg + + + + +

Bisoprolol PO 2,5-02,5 + + + + +

Simvastatin PO 0-0-20 mg + + + + +

Fluimucyl PO 2x600 mg - - + + -

Ceftriaxon,

sblm DCA

tunda

IV 2x1 gr + - - - -

Ceftriaxon IV 2x1 gr - + - - -

Co- enzim Q PO 1-0-0 + + - - -

Rehidrasi IV 2000 + - - - -

Page 13: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

cc/hari

e. DRP (Drug Related Problem)

N

O

PROBLEM PAPARAN

PROBLEM

REKOMENDASI

1. Obat tanpa

indikasi

a. Fluimucyl

b. Rehidrasi

Mengandung N-

Asetilsistein

berfungsi sebagi

obat batuk

Merupakan salah

satu terapi untuk

dehidrasi,

mengandung NaCl.

Pada kasus ini pasien

tidak mengalami

dehidrasi

Pada kasus ini pasien tidak

mengeluhkan batuk,

sehingga pengobatan

dihilangkan.

Terapi ini dihilangkan,

cukup dengan PZ yang

dipakai mulai hari

pertama.

2. Penambahan obat Setelah dilakukan

PCI lebih baik

diberikan 3

antiplatelet.

Ditambah platelet lain

yaitu cilostazol karena

terapi dengan 3 antiplatelet

memberikan efek lebih

baik pada pasien pasca

pemasangan DES

dibandingkan bila

diberikan 2 antiplatelet.

f. Jadwal Penggunaan Obat Rekomendasi Kelompok

OBAT RUTE DOSIS TANGGAL PEMBERIAN

OBAT

16/3 17/3 18/3 19/3 20/3

Page 14: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

O2 nasal 4 lt/m - - + + +

PZ IV 20 tts/mnt + + + 7tts/

mnt

7tts/

mnt

ASA PO 1x100 mg + + + + +

Clopidogrel PO 1x 75 mg + + + + +

ISDN PO 3x5 mg + + + + +

Bisoprolol PO 2,5-02,5 + + + + +

Simvastatin PO 0-0-20 mg + + + + +

Ceftriaxon IV 2x1 gr - - + + +

Co- enzim Q PO 1-0-0 + + - - -

Cilostazol PO 2x100 mg - - + + +

g. Monitoring

PARAMETER NILAI

NORMAL

JADWAL

16/3 17/3 18/3 19/3 20/3

TD 120/80 + + + + +

Plt 150 - 450 + +

WBC 3,8-9,8x109 + + +

Fungsi ginjal + + +

Kolesterol + + +

Pendarahan Tidak terjadi

pendarahan

+ + + + +

Keterangan :

1. Tekanan darah pasien dimonitoring setiap hari, diharapkan tidak ada

kenaikan diatas normal setelah diberikan terapi obat.

2. Monitoring pendarahan dilakukan karena pada kasus ini digunakan 3

antiplatelet yang dikhawatirkan akan menimbulkan resiko

pendarahan.

3. Monitoring jumlah platelet dilakukan agar jumlah platelet tetap

berada pada kisaran nilai normal karena jika jumlah platelet terlalu

besar di dalam tubuh dapat menyebabkan pembentukan blot clot

Page 15: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

yang dapat menutup aliran pembuluh darah. Jika platelet dalam

jumlah kecil dapat menyebabkan pedarahan.

4. Monitoring WBC dilakukan karena adanya peningkatan WBC yang

menandakan adanya infeksi di dalam tubuh sehingga diharapkan

nilai WBC selalu berada dalam rentang normal.

V. Pembahasan

Kasus ini membahas tentang Tuan Wahid (49 tahun) masuk rumah

sakit tanggal 16 Maret 2009 dengan riwayat sosial JPS mengeluhkan nyeri

ulu hati sejak Agustus 2008, berdebar, tidak tidur dengan satu bantal, tidak

terbangun karena sesak dan didiagnosis Infark Miokard Anterior dan Old

Miokard Infark inferior pro DCA dan PCI.

Pasien melakukan pemeriksaan baik data klinik maupun data

laboratorium selama dirawat di rumah sakit. Berikut adalah penjelasan data

klinik dan data laboratorium dari Tuan Wahid. Tekanan darah pasien naik

pada tanggal 18/3 dan 19/3 (10.30 WIB) yaitu masing-masing sebesar

150/90 dan 130/90, normalnya 120/80 mmHg. Tekanan darah pasien naik

karena pasien memiliki riwayat hipertensi.

WBC (White Blood Cell) pasien pada tanggal 18 dan 19 Maret 2009

naik (12.900) karena normalnya adalah 3800-9800. WBC atau leukosit

adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang

berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai infeksi sebagai bagian

dari siste kekebalan tubuh. WBC naik kemungkinan karena pada tanggal

18/3 dilakukan pemasangan PCI pada pasien yang menyebabkan WBC

meningkat sebagai suatu respon imun adanya benda asing yang masuk ke

dalam tubuh.

Platelet pasien pada tanggal 19 Maret 2009 naik (497) karena

normalnya adalah 150 – 450. Platelet atau trombosit adalah komponen sel

darah yang berfungsi dalam proses menghentikan perdarahan dengan

membentuk gumpalan. Platelet naik pada tanggal 19/3 kemungkinan akibat

dari pemasangan PCI pada pasien. RBC (Red Blood Cell) pasien pada

tanggal 18 Maret 2009 turun (1,31) karena normalnya 4,3 -5,9x1012. RBC

Page 16: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

atau eritrosit adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi

membawa oksigen ke jaringan tubuh. RBC pasien turun menunjukan bahwa

pasien hipoksia karena pasien memiliki riwayat hipertensi.

LED (Laju Endap Darah) pasien pada tanggal 18 Maret 2009 naik

(20) karena normalnya adalah <15. Led untuk mengukur kecepatan endap

eritrosit (sel darah merah) dan menggambarkan komposisi plasma serta

perbandingannya antara eritrosit (sel darah merah) dan plasma. Peningkatan

LED terjadi pada infeksi lokal atau sistemik (menyeluruh), trauma, infeksi

kronis, operasi. LED pasien meningkat kemungkinan karena infeksi yang

didukung dengan kenaikan WBC.

Drug Related Problem

1. Problem : Pemilihan obat tanpa indikasi

a. Fluimucyl mengandung N-asetyl sistein yang digunakan sebagai terapi

penyakit saluran pernafasan yang ditandai dengan adanya sekret

mukoid dan mukopurulen, seperti pada bronkhitis akut, brokhitis

kronis dan akut berulang, pulmonari emfiosema (Anonim, 2000).

Sedangkan dalam kasus pasien tidak mengeluhkan ataupun dalam data

lab tidak mengarah bahwa pasien mengidap batuk ataupun penyakit

yang diindikasikan dari obat tersebut sehingga terapi fluimucyl

ditiadakan.

b. Rehidrasi digunakan untuk terapi dehidrasi, sedangkan dilihat dari

keluhan maupun data laboratorium pasien tidak mengalami dehidrasi,

selain itu untuk pemenuhan cairan elektrolit pasien sudah diberikan

infus PZ yang berisi NaCl, sehingga terapi rehidrasi kami hilangkan.

2. Problem : Penambahan Terapi

Penambahan terapi cilostazol sebagai terapi antiplatelet

digunakan karena dalam penelitian yang dilakukan oleh Irfan Arief

dalam National Cardiovascular Center Harapan Kita menyebutkan bahwa

setelah pemasangan Drug-eluting Stent (DES) penggunaan terapi 3

antiplatelet lebih baik dalam hal menurunkan angka kejadian infark

Page 17: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

miokard serta trombosis karena stent dibandingkan dengan terapi 2

antiplatelet.

Informasi Obat

1. Infus PZ

Infus PZ merupakan infus yang berisi cairan elektrolit berupa

NaCl 0,9% yang memiliki indikasi untuk hipovolemia, dehidrasi, jalan

masuknya obat, dan mengganti kekurangan cairan ekstraseluler. Infus

PZ diberikan kepada pasien untuk pemenuhan cairan elektrolit pasien

selama dirawat di rumah sakit selain itu sebagai jalan masuk obat yang

diberikan secara injeksi. Infus PZ diberikan dengan dosis 7 tetes/menit

dan digunakan selama MRS. Dalam terapi ini tidak terjadi interaksi

dengan obat lain. Efek samping dari infus PZ adalah udem apabila

digunakan secara berlebihan (Lacy, et al., 2009).

2. Ceftriaxon

Ceftriaxon merupakan antibiotik golongan sefalosporin yang

mempunyai spektrum luas. Efektif terhadap mikroorganisme gram

positif dan gram negatif. Indikasi untuk infeksi-infeksi yang disebabkan

oleh patogen yang sensitif terhadap ceftriaxon: infeksi saluran nafas,

infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang,

sendi dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, infeksi genital

(termasuk gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksi pada pasien

dengan gangguan pertahanan tubuh (Anonim, 2013). Antibiotik

diberikan karena pasien menggunakan PCI dan DCA yang merupakan

terapi Infark Miokard yaitu dengan jalan memasukan suatu alat

kedalam tubuh pasien sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan suatu

infeksi bagi pasien sehingga untuk menanggulangi timbulnya infeksi

yang dialami pasien maka diberikan antibiotik ceftriaxon. Ceftriaxon

diberikan dengan dosis 2 gram per hari dan diberikan 1 x sehari,

ceftriaxon diberikan sebelum pemasangan PCI dan DCA.

3. Cilostazol

Page 18: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

Cilostazol merupakan inhibitor  phosphodiesterasetipe 3.

Cilostazol bekerja dengan cara memperlebar arteri yang menyuplai

darah ke kaki. Obat ini juga mengurangi kemampuan platelet (partikel

dalam darah yang menyebabkan penggumpalan darah) untuk melekat

(Anonim, 2013). Cilostazol diberikan sebagai terapi tambahan

antiplatelet pada pasien karena dalam suatu penelitian yang dilakukan

oleh Irfan Arief dalam National Cardiovascular Center Harapan Kita

menyebutkan bahwa setelah pemasangan Drug-eluting Stent (DES)

stent ini merupakan alat yang tedapat di dalam PCI, penggunaan terapi

3 antiplatelet lebih baik dalam hal menurunkan angka kejadian infark

miokard serta trombosis karena stent dibandingkan dengan terapi 2

antiplatelet. Dosis cilostazol 100 mg siberikan 2 x sehari dan diberikan

setalah dilakukan pemasangan PCI pada pasien.

4. Co-enzim Q

Merupakan suplemen makanan yang mengandung antioksidan.

Penggunaan co enzim pada kasus ini adalah sebagai antioksidan yang

digunakan untuk menetralkan radikal bebas pada keadaan hipertensi

yang menyebabkan penurunan NO (nitric oxide) sehingga NO tetap

diproduksi oleh tubuh. Selain itu penggunaan coenzim ini bisa sebagai

angen antihipertensi dan bisa mengcover efek samping yang

ditimbulkan oleh penggunaan statin (simvastatin) yang akan

menyebabkan miophaty atau myalgia (Wyman et al., 2010).

5. Clopidogrel

Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat

gangguan aliran darah ke otot jantung yang menurun secara mendadak

setelah okulasi trombus. Adanya trombus akan menyebabkan terjadinya

sumbatan di pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan dan

penurunan aliran darah (aterosklerosis). Pada lokasi munculnya plak

memicu aktifitas trombosit sehingga memproduksi dan melepaskan

tromboksan A2 yang merupakan faktor pembekuan darah sehingga

diperlukan obat antiplatelet. Berdasarkan data laboratorium, kadar

platelet pasien menurun pada hari kedua yang mengindikasikan adanya

Page 19: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

pendarahan. Antiplatelet yang digunakan dalam terapi kasus ini adalah

kombinasi ASA dan clopidogrel. Clopidogrel bekerja dengan

menghambat agregasi platelet secara irreversible dengan menghambat

protein P2Y12, salah satu subtipe dari reseptor ADP (adenosin

diphosphat) platelet. Subtipe tersebut sangat penting untuk agregasi

trombosit dan ikatan silang dengan fibrin (mekanisme penggumpalan

darah). Blokade reseptor ini akan menghambat agregasi trombosit

dengan cara menghambat aktivasi jalur glikoprotein IIB/IIIA. (Tatro,

2003).

Clopidogrel memiliki indikasi diantaranya untuk penyakit

aterosklerosis, IMA, dan angina. Dosis yang diberikan yaitu dosis lazim

1x75 mg/hari secara PO pada malam hari. Obat ini diberikan selama

MRS. Efek sampingnya adalah edema, hipertensi, sakit kepala, ruam

kulit, dispepsia, mual, muntah, diare, ISPA, batuk, bronkitis, dan lemas.

Penggunaan double antiplatelet ini harus dimonitoring (Tatro, 2003).

6. ASA

ASA merupakan obat antitrombosit yang dapat menghambat

agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan

trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri. ASA

bermanfaat untuk mencegah kambuhnya IMA (infark miokard akut),

sebagai antitrombosit dosis yang paling banyak dianjurkan adalah PO

160 sampai 325 mg/hari. Dosis dalam terapi: 1 x 100 mg (sudah aman).

Efek samping aspirin misalnya rasa tidak enak diperut, mual dan

perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari

tidak lebih dari 325 mg/hari (Lacy, 2009). Penggunaan ASA dalam

kasus ini untuk mencegah terbentuknya plak-plak arterosklerosis,

namun penggunaannya harus dimonitoring bila digunakan bersamaan

dengan antiplatelet lain.

7. Simvastatin

IMA biasanya terjadi karena aterosklerosis, yaitu penyempitan

pembuluh darah karena penumpukan asam lemak di dinding pembuluh

darah. Hal ini bisa disebabkan karena terjadinya glikoneogenesis

Page 20: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

dengan memecah lemak menjadi glukosa atau hiperlipidemia sehingga

lemak disimpan dalam bentuk asam lemak dan menyebabkan

penyumbatan pembuluh darah. Dalam kasus ini tidak terdapat

pemeriksaan terhadap kadar lipid pasien. Namun, karena pada pasien

IMA dan OMI kemungkinan memang terjadinya hiperlipidemia juga

besar, pasien diberi obat simvastatin yang bekerja dengan

meningkatkan pengeluaran kolesterol dari darah dan menurunkan

produksi kolesterol dengan menghambat enzim 3-Hidroksi-3-

metilglutaril koenzim A reduktase (HMG Co-A reduktase) yang

mengkatalisis perubahan HMG Co-A menjadi asam mevalonat yang

merupakan langkah awal dari sintesa kolesterol. Simvastatin digunakan

secara PO dengan dosis 1x2,5 mg/hari sebelum tidur selama MRS,

penggunaan obat ini pada malam hari terkait dengan metabolisme

kolesterol terbanyak terjadi pada malam hari. Ketika mengonsumsi obat

ini, pasien tidak boleh minum minuman beralkohol. Efek samping obat

ini diantaranya mual, muntah, diare, konstipasi, dispepsia, hepatitits,

demam (Tatro, 2003).

8. Bisoprolol

Obat ini termasuk golongan β bloker, (penghambat

adrenoreseptor bloker) yang efektif untuk pengobatan angina.

Bisoprolol merupakan cardioselective pada dosis yang rendah dan lebih

mengikat kuat pada β1-receptors dibandingkan pada β2-receptors. Obat

golongan ini kecil pengaruhnya dalam menimbulkan gangguan

pernafasan, karena hanya menghambat β1 yang terdapat pada jantung,

sehingga akan kecil kemungkinan menganggu β2 yang terdapat banyak

di saluran pernafasan, sehingga akan lebih aman digunakan (Dipiro et

al, 2009).

Bisoprolol merupakan golongan beta bloker yang kardioselektif

yang mempunyai sifatnya relatif dan hanya ada pada dosis rendah dan

hilang pada dosis tinggi. Dosis yang digunakan yaitu PO 5 to 20 mg.

Dosis tergantung pada individu setiap pasien yang diberikan mulai dari

dosis 2.5 mg/hari, pasien mendapakatan dosis 2,5 mg 2 kali sehari. Pada

Page 21: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

kasus ini pemberian bisoprolol digunakan menurunkan kerja jantung

sehingga mampu menurunkan tekanan darah pasien. Efek samping yang

ditimbulkan Hypotension, bradycardia, CHF, Insomnia, depresi, sakit

kepala, mata kering, konstipasi, mulut kering, susah kencing,

berkurangnya kreatinin dan BUN, thrombocytopenic purpura,

Hyperglycemia, hypoglycemia, Bronchospasm, dyspnea (Lacy, 2009).

9. ISDN

ISDN merupakan salah satu vasodilator yang diindikasikan

untuk terapi dan pencegahan angina pectoris, untuk gagal jantung

congestive. Pada kasus ini pemberiannya ditujukan sebagai vasodilator

karena pasien telah mengalami IMA dan OMI. Efek samping:yang

dimunculkan sakit kepala, sehingga seringkali dosisnya dibatasi. Efek

samping yang lebih serius adalah hipotensi dan pingsan. Refleks

takikardi pun seringkali terjadi. Dosis tinggi yang diberikan jangka

panjang bisa menyebabkan methemoglobinemia sebagai akibat oksidasi

hemoglobin (Neal, 2006).

Cara pemakaian. ISDN adalah digunakan 3 kali sehari masing2

1 tablet (5mg) yang diberikan secara sublingual untuk mencegah

metabolisme lintas pertama digunakan untuk mengobati serangan

angina akut. Mekanisme dari ISDN yaitu stimulasi pelepasan cGMP

intraceluler dalam elaksasi otot polos dari arteri dan vena. Menurunkan

tekanan ventrikel kiri(preload) dan dilatasi arteri dapat menurunkan

resistensi arteri(afterload).sehingga dapat menurunkan keutuhan

oksigen dengan menurunkan tekanan ventrikel kiri dan resistnsi

vaskuler sistemik dengan dilatasi arteri (Lacy, 2009).

Penggunaan obat ini digunakan untuk menangani infark miokard

akut dan old miokard infark yang diderita pasien. Obat ini merupakan

first line dalam mengatasai nyeri pada jantung, atau bisa juga karena

Heart Attack. Efek utamanya adalah menyebabkan vasodilatasi perifer,

terutama pada vena, dengan bekerja pada otot polos vaskuler yang

mencakup pembentukan nitrat oksida dan peningkatan cGMP

intraseluler. Akibatnya terjadi penumpukan darah dalam pembuluh

Page 22: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

berkapasitas vena yang menurunkan aliran balik vena dan menurunkan

volume ventrikel. Penurunan distensi dinding jantung menurunkan

kebutuhan oksigen dan nyeri cepat hilang. Obat ini bekerja selama

sekitar 30 menit. ISDN tetap kami pakai, sebab ISDN lebih berguna

dalam mencegah serangan daripada menghentikan serangan yang sudah

terjadi (Neal, 2006).

10. Oksigen

O2 nasal diberikan untuk memberikan bantuan oksigen karena

pasien mengalami sesak yang diakibatkan karena asupan darah yang

diperlukan tubuh berkurang karena adanya penyempitan pembuluh

darah arteri sehingga menyebabkan pasien mengalami hipoksia

(oksigen yang diperlukan tubuh berkurang) (Anonim, 2003). Walaupun

pasien tidak mengeluhkan sesak dan tidak ada data laboratorium yang

mendukung, namun secara umum pasien yang mengalami IMA dan

OMI membutuhkan oksigen lebih sehingga kebutuhan oksigen tiap

organ dapat terpenuhi. Cara pemakaian oksigen diberikan melalui

sungkup muka atau selang kecil yang dimasukkan ke dalam lubang

hidung. Efek samping yang tidak diinginkan bila pemakaian oksigen

secara terus menerus adalah iritasi hidung, ketoksikan oksigen dalam

paru, dan mengurangi pergerakan respirasi (Lacy, 2009).

Terapi Non Farmakologi

1. Relaksasi

2. Giuded imagery

3. Terapi musik (latihan nafas dalam musik)

4. Distraksi (pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus

yang lain), jenis teknik distraksi antara lain:

a. Distraksi visual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran,

melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.

b.  Distraksi pendengaran

Page 23: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara

burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih

musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan

diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga

diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu

seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).

Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart. Dari

sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik

Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan.

Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat

ketegangan emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya

dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka

mengistilahkan sebagai “Efek Mozart”.

Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang

tinggi pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan

memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak. Yang tak

kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan musik Mozart itu

sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak

dapat digunakan (Andreana, 2006).

c. Distraksi pernafasan

Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus

pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi

perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan

kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan

dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan

klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap

gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga

terbentuk pola pernafasan ritmik.

Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk

melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan

lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan

melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.

Page 24: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

d. Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu,

melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan

perangko, menulis cerita.

e. Tehnik pernafasan

Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang.

f. Imajinasi terbimbing

Adalah kegiatan pasien membuat suatu bayangan yang

menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut

serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian

terhadap nyeri

5. Message

6. Aplikasi panas dingin (stimulasi kulit kompres hangat atau dingin)

7. Aromaterapi (metode yang menggunakan minyak atsiri untuk

meningkatkan kesehatan fisik dan emosi. Minyak atsiri adalah

minyak alami yang di ambil dari tanaman aromatik).

8. Hypnosis

9. Relaksasi

10. Perbanyak istirahat

11. Olahraga ringan dan teratur

12. Hindari tempat tinggi, terlalu panas atau lembab dan penerbangan

jarak jauh.

(Hidayat, 2006).

VI. Jawaban Pertanyaan

1. Apakah pemasangan DCA dan PCI pada pasien tidak menimbulkan rasa

sakit?

Sebelum tindakan pemasangan DCA dan PCI pada pasien dilakukan

anestesi sehingga mengurangi rasa sakit.

2. Kapan DCA dan PCI digunakan pada pasien?

Page 25: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

Penggunaan DCA dan PCI untuk IMA yang sudah akut. Selain itu

pasien dalam kasus ini sudah mengalami OMI, sehingga penggunaan

DCA dan PCI untuk meningkatan kualitas hidup pasien.

3. Mengapa digunakan 3 antiplatelet?

Penggunaan 3 antiplatelet hanya digunakan pada awal penggunaan PCI

untuk mengatasi agregasi platelet yang muncul karena penggunaan PCI

dapat menyebabkan agregasi platelet.

VII. Kesimpulan

1. Pasien didiagnosis IMA anterior + OMI inferior pro DCA + PCI

2. Obat-obat yang digunakan:

R/ O2 nasal 4 lt/mnt

Infus PZ 20 tts/mnt

ASA 1x100 mg

Clopidogrel 1x75 mg

ISDN 3x5 mg

Bisoprolol 2,5-0-2,5

Simvastatin 0-0-25

Ceftriazon 2x1 gr

Co-ennzimQ 1-0-0

Cilostazol 2x100 mg

Page 26: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, Informularium Obat Nasional Indonesia (IONI), Depkes RI, Jakarta.

Anonim, 2013, Cilostazol, http://reference.medscape.com/drug/pletal-cilostazol-342136#90, , diakses tanggal 13 April 2013.

Antman, E. M., Braunwald, E., 2005, ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In: Kasper, D. L., Fauci, A. S., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson, J. L., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16 th ed, McGraw-Hill 1449-1450, USA.

Arif, Irfan, 2010, Setelah Pemasangan Drug Elluting Stent (DES), Tiga antiplatelet Lebih Baik, National Cardiovascular Center, Hrapan Kita, Jakarta.

Dipiro, Joseph T., Barbara G. Wells, et al., 2009, Pharmacotherapy Handbook 7th Edition, McGraw Hill Companies, USA.

Hidayat, A. A. A., 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Kalim, H., 2001, Diagnostik dan Stratifikasi Risiko Dini Sindrom Koroner Akut. Dalam: Kaligis, R.W.M., Kalim, H., Yusak, M., Ratnaningsih, E.,

Page 27: Lap Akhir Farter 2 IMA OMI

Soesanto, A.M. (eds). Penyakit Kardiovaskular dari Pediatrik sampai Geriatrik. Jakarta: Balai Penerbit RS Jantung Harapan Kita, 227-228.

Price, A. S., Wilson M. L., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa: dr. Brahm U., Jakarta.

Ramrakha, Punit S., Jonathan Hill, 2006, Oxford Handbook of Cardiology (Oxford Handbook), Oxford University Press, UK.

Selwyn, A. P., Braunwald E., 2005, Ischemic Heart Disease, In: Kasper, D. L., Fauci, A. S., Longo, D. L., Braunwald, E., Hauser, S. L., Jameson, J. L., eds., Harrison’s.

Silbernagl, Stefan, Florian Lang, 2000, Color Atlas of Pathopysiology, Thieme Flexibook, New York.

Tatro, David S., Pharm D, 2003, A to Z Drug Facts, 5th edition, Wolters Kluwer Health, Inc., USA.

Wyman, M., Leonard, M., Morledge, T., 2010, Coenzyme Q10: A Therapy for Hypertension and Statin-induced Myalgia, Clevel and Clinic Journal of Medicine 77 (7) 435-442.

Zhang, Z. J., Marroquin, O. C., Weissfeld, J. L., Stone, R. A., Mulukutia, S. R., Williams, D. O., Selzer, F., and Kip, K. E., 2009, Beneficial effects of Statins After Percutaneus Coronary Intervention, Eur J. Cardiovasc Prev Rehabil, 16 (4): 445-450, Departement of epidemiology, School of Public Health, Shanghai Jiao University, Shanghai, Cina.