laoran praktikum biologi manusia
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Fisiologi dan anatomi ManusiaTRANSCRIPT
ACARA I
TES KETAJAMAN PENGLIHATAN (VISUS )
I. TUJUAN :
Menguji ketajaman penglihatan.
II. MEKANISME KERJA :
Tes Ketajaman Penglihatan
1. Naracoba berdiri sejauh 6 meter dari optotip snellen
2. Menutup mata kiri naracoba, kemudian dengan panduan petunjuk yang
dipegang oleh penguji, naracoba membaca huruf-huruf pada optotip
snellenn
3. Menanyakan kepada naracoba tentang ketajaman penglihatanya
(sebelum diperiksa ) dan mencatatnya
4. Langkah kerja sama dengan no. 3 hanya diganti menutup mata kanan
IV. HASIL PENGAMATAN :
1. Data Naracoba Tes Ketajaman Penglihatan:
NO Nama Visus mata kanan Visus mata kiri
1. Rini Budiutami 6/5 6/5
2 Nur Rohmah M 6/9 6/6
3 Ngadiyah 6/9 6/6
4 Aluh Hapsari 6/6 6/5
5 Nur Iswantoro 6/15 6/20
V. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini yaitu tes ketajaman penglihatan para praktikan
melakukan percobaan dengan menggunakan optotip snellen, yaitu alat yang
digunakan untuk menguji ketajaman penglihatan yang dilihat dari jarak 6 meter.
Pada optotip snellen terdapat huruf-huruf yang besarnya bertingkat dari besar sampai
kecil. Pengukuran ketajaman mata diindikasikan dengan angka, dengan urutan visus
1
mata dari jelek ke paling baik yaitu 6/60, 6/30, 6/20, 6/15, 6/12, 6/9, 6/6, 6/5,dan 6/3.
Mata mempunyai daya akomodasi, yaitu kemampuan mata dalam mengatur besarnya
cahaya atau sinar yang masuk kedalam mata (lensa mata), agar cahaya tersebut dapat
tepat jatuh didepan retina. Bila mata kehilangan daya akomodasinya maka dapat
menyebabkan terjadinya cacat penglihatan, seperti miopia dan hipermetropia.
Berdasar data hasil percobaan maka dapat diketahui bahwa naracoba 1-4
mempunyai penglihatan yang normal, sedangkan naracoba 6 (Nur Iswantoro)
kemungkinan menderita miopi. Karena pada jarak 6 meter, jarak deret huruf yang
masih dapat dibaca hanya mencapai 6/15 pada mata kanan dan 6/20 pada mata kiri.
Mata mempunyai bagian yang berfungsi sebagai alat optik dan bagian yang
berfungsi sebagai alat indera. Bagian yang berfungsi sebagai alat optik antara lain
kornea yang merupakan bagian depan yang transparan dan tidak tembus cahaya,
kamera okuli anterior yang terletak antara kornea dan iris, lensa yang merupakan
benda transparan bikonveks dan terletak persis di belakang iris, dan korpus vitreum
merupakan daerah sebelah belakang biji mata mulai dari lensa hingga retina. Retina
adalah lapisan saraf pada mata, yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-
sel saraf, batang, dan kerucut. Semua termasuk dalam konstruksi retina, yang
merupakan jaringan saraf halus yang mengantarkan impuls saraf dari luar menuju
diskus optik, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata.
Pembentukan bayangan pada retina memerlukan 4 proses dasar, yaitu refraksi
cahaya, akomodasi lensa, konstriksi pupil, dan konvergensi bola mata. Pada keadaan
normal, pada jarak 6 meter, berkas sinar yang masuk ke dalam mata akan dibiaskan
sedemikian rupasehingga membentuk bayangan benda yang dilihat tepat pada retina,
mata dalam keadaan relaks atau tanpa akomodasi. Kelainan refraksi adalah akibat
kerusakan pada akomodasi visual, entah itu sebagai akibat perubahan biji mata,
maupun kelainan pada lensa. Pada hipermetropi atau rabun jauh, terjadi bila bola
mata terlalu pendek atau lensa mata terlalu lemah ( pipih ). Pada hipermetropi ini
sinar sejajar yang datang akan difokuskan di belakang retina. Untuk dapat melihat
dengan jelas, maka benda yang dilihat harus digeser menjauhi mata, yang berarti
menggeser titik fokus bayangan supaya jatuh tepat pada retina. Hipermetropi dapat
dikoreksi dengan lensa yang mempunyai daya mengumpulkan sinar (lensa
cembung). Pada miopi atau penglihatan dekat dapat terjadi bila bola mata terlalu
2
panjang atau lensa mata terlalu kuat ( cembung ). Tanpa bantuan lensa ( kacamata ),
sinar sejajar yang datang dari benda yang jauh akan jatuh pada fokus di depan retina.
Untuk dapat melihat dengan jelas maka benda yang dilihat harus didekatkan ke mata,
yang berarti pula menggeser fokus bayangan ke belakang sehingga jatuh tepat pada
retina. Miopi dapat dikoreksi dengan lensa yang mempunyai daya menyebarkan sinar
(lensa cekung ). Astigmatisme, terdapat pada mata normal yang memiliki kornea dan
atau lensa yang permukaannya tidak rata. Benda yang dilihat menjadi kabur sebab
sinar yang jatuh pada bagian kornea atau bagian lensa yang berbeda akan dibelokkan
kearah yang berbeda-beda. Astigmatisme dapat ditolong dengan lensa silindris. Pada
presbiopi disebabkan kekenyalan lensa telah menurun, sehingga akomodasi lensa
tidak lagi dapat berjalan. Bayangan benda dekat jatuh di belakang retina. Supaya
dapat melihat dengan jelas, maka benda yang dilihat harus digeser menjauhi mata,
atau dibantu dengan lensa cembung ( konfeks ).
Apabila pada jarak 6 meter ada beberapa huruf yang tidak terlihat, maka
kemungkinan naracoba mengalami miopi atau rabun jauh (lensa mata cembung atau
cekung) Kelainan miopi ini biasa terjadi pada mata kanan saja, kiri saja, atau kedua
mata. Mata yang rabun jauh dapat dibantu dengan menggunakan lensa (kaca mata)
cembung, sedangkan pada rabun dekat dapat dibantu dengan menggunakan lensa
cekung. Dari hasil percobaan diatas setiap para naracoba memiliki visus yang
berbeda-beda. Kebanyakan visus mata yang paling tajam terletak pada visus mata
bagian mata kiri. Disamping dengan bantuan lensa, digunakan suatu metode untuk
mengurangi daya refraksi kornea yang disebut keratotomy radial. Keratotomi radial
dilakukan dengan mengadakan operasi kecil untuk membuat permukaan kornea lebih
datar dengan maksud untuk mengurangi daya refraksinya.
VI. KESIMPULAN :
1. Mata mempunyai bagian yang berfungsi sebagai alat optic. Pada hasil data
yang diperoleh, ketajaman penglihatan mata setiap praktikan berbeda-beda,
yang kebanyakan lebih peka pada mata bagian kiri. Kelainan karena bayangan
jatuh di depan retina disebut miopi, dan dapat dibantu dengan lensa cekung.
Sedangkan kelainan karena bayangan jatuh di belakang retina disebut
hipermetropi, dan dapat dibantu dengan lensa cembung.
3
ACARA II
TES BUTA WARNA
I. TUJUAN :
Mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna.
II. MEKANISME KERJA :
A. Mengumpulkan benang
1. Naracoba diminta untuk memasangkan lima helai benang dengan warna
yang sama tetapi diacak
2. Jika pasangan benag tersebut sama/ sesuai pasangannya berarti naracoba
tidak mengalami buta warna yang serius
3. Hasil dicatat pada tabel
B. Kartu Ischihara
1. Alat uji Ischihara’s test for colour-blindness diletakkan pada jarak 75 cm
dari naracoba
2. berturut-turut penguji menunjukkan satu persatu gambar dan kesempatan
untuk setiap satu gambar tidak lebih dari 3 detik
3. Naracoba diminta untuk menemukan angka-angka dari kompisisi warna
pada kartu Ischihara yang berjumlah 14 gambar warna
4. Hasilnya ditulis pada tabel dan jawaban naracoba dibandingkan dengan
jawaban dari orang normal (pada kunci jawaban)
III. HASIL PENGAMATAN :
2. Data Naracoba Tes Benang warna-warni:
No Warna Benang
Hasil Perolehan
Rini Aluh
1. Biru muda 5 sama 5 sama
2. Biru tua 5 sama 5 sama
3. Hijau muda 5 sama 5 sama
4
4. Hijau tua 5 sama 5 sama
5. Merah 5 sama 5 sama
6. Coklat Muda 5 sama 5 sama
7. Coklat Tua 5 sama 5 sama
8. Ungu tua 5 sama 5 sama
3. Data Naracoba Tes Buta warna :
Gb.No.
Manusia Normal
Jawaban
Maya Ngadiyah
1. 12 12 12
2. 8 8 8
3. 5 5 5
4. 29 29 29
5. 74 71 71
6. 7 7 7
7. 45 43 45
8. 2 2 2
9. -- -- --
10. 16 16 16
11. Dpt mrnt Dpt mrnt Dpt mrnt
12. 35 35 35
13. 96 96 96
14. Dpt mrnt Dpt mrnt Dpt mrnt
IV. PEMBAHASAN
Buta warna adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan
adanya kelainan persepsi warna. Kelainan ini diakibatkan oleh tidak adanya
sekelompok sel kerucut penerima warna pada retina. Setiap mata yang normal
mengandung sekitar 3 juta sel kerucut. Sel kerucut mengandung fotopigmen yang
sensitif terhadap sinar terang dan sinar berwarna yang berbeda-beda. Fotopigmen
yang berada dalam sel kerucut akan mengurai bila terkena sinar berwarna.
5
Penguraian fotopigmen akan menurunkan pembebasan zat transmiter kimia yang
berarti menghilangkan hambatan pada sel bipolar, dan pada sel bipolar akan timbul
impuls. Setiap jenis sel kerucut akan merespon secara optimal hanya kepada panjang
gelombang spektrum warna yang sesuai dengannya. Sel kerucut warna merah akan
merespon panjang gelombang warna merah, sel kerucut warna hijau akan merespon
panjang gelombang warna hijau dan sel kerucut warna biru akan merespon panjang
gelombang warna biru. Untuk sinar kuning memiliki panjang gelombang antara sinar
merah dan hijau. Jadi sinar kuning akan menstimulus sel kerucut merah dan hijau
dan impuls yang disampaikan oleh kedua macam sel kerucut tersebut akan
diinterpretasikan oleh otak sebagai warna kuning. Orang yang mengalami kelainan
sel kerucut ini tidak atau kurang mampu membedakan dua warna yang berbeda,
sehingga sering disebut buta warna.
Pada percobaan ini kita melakukan tes buta warna pada seseorang. Tes ini
dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna atau tidak.
Buta warna adalah kelainan yang disebabkan oleh tidak adanya sekelompok sel
kerucut penerima warna pada retina, yang mengakibatkan kelainan persepsi warna,
sehingga orang tidak atau kurang mampu membedakan dua warna yang berlainan.
Tes buta warna dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan kartu
Ischihara dan dengan membedakan benang warna-warni. Pada percobaan
mengumpulkan atau membedakan benang warna-warni, naracoba memisahkan
masing-masing warna sesuai dengan warna yang ditentukan. Tes buta warna juga
dilakukan dengan kartu Ischihara, kartu Ischihara adalah kartu warna-warni (merah,
hijau, dan biru) dengan pada setiap kartu terdapat garis dan angka yang berwana
merah, hijau dan biru. Cara menggunakannya, yaitu dengan menunjukkan kartu-
kartu tadi kepada naracoba, kemudian setiap naracoba menyebutkan atau
menggambarkan garis dan angka (berapa) yang berwarna.. Penguji kemudian
mencatat jawaban yang benar dan salah. Bila kesalahan naracoba dalam menjawab
pertanyaan sebesar 25% ,dapat dikatakan naracoba buta warna parsial. Sedangkan
kesalahan jawaban >50% mengindikasikan naracoba buta warna total. Dari data
diatas yang telah didapatkan ternyata para naracoba tidak mengalami adanya buta
warna parsial ataupun total, jadi semua naracoba normal.
6
Buta warna sebenarnya merupakan gangguan herediter yang lazim diderita
pria daripada wanita. Buta warna bervariasi antara buta warna satu warna tertentu
( buta warna parsial sampai buta warna total ). Terjadinya buta warna ini disebabkan
oleh tidak adanya atau ada tapi sedikit sel kerucut warna merah dan hijau. Bila tidak
ada sel kerucut merah, maka warna merah akan nampak hijau. Bila tidak ada sel
kerucut hijau, maka benda hijau akan nampak merah. Bila ketiga macam sel kerucut
( warna merah, hijau dan biru ) tidak ada, maka semua benda akan nampak hitam,
dan seseorang akan menderita buta warna total.
V. KESIMPULAN :
Buta warna adalah suatu kelainan dimana orang tidak bisa membedakan
warna suatu benda yang berwana. Dari pengujian atau percobaan tes buta warna yang
telah dilakukan ternyata para naracoba tidak mengalami buta warna, baik tes
mengumpulkan benang warna-warni maupun kartu Ischihara.
7
ACARA III
SISTEM SKELETON
I. TUJUAN :
Mahasiswa dapat melakukan pengamatan dan menerangkan struktur anatomi
sistim skeleton.
II. MEKANISME KERJA :
1.Menyiapkan kerangka manusia dengan membuka selubungnya
2.Mengamati bagian-bagian rangka
3.Merinci bagian-bagian tulang yang menyusun bagian tubuh dan
menghitung jumlahnya serta mendeskripsikan bentuknya secara singkat
III. HASIL PENGAMATAN :
1. Kepala (Cranium)
Terdiri : -os. Ocipitalis - voramen mentalis
-os. Frontalis - voramen infra orbitalis
-os. Parietalis - prosescus stilonideus
-os. Temporalis - prosescus koronoideus
-os. Zygomaticus - sutura sagitalis
-os. Maxilaris - sutura squamata
-os. Mandibularis - caput mandibula
-os. sphenoidalis
- voramen orbitalis
2. Cervix ( 7 ) - voramen intervertebralis
3. Thorax ( 12 ) - corpus vertebrae - prosesus articulatio
4. Lumbal ( 4 ) - discus intervertebralis vertebra superior
5. Sakrum (4 ) - prosescus trasversus - prosesus articulatio
6.Cocxidea ( 1 ) - prosescus spinosus vertebra inferior
8
7. Sternum : - manubrium sternae - clavicularis (1 psg )
- prosescus xypoideus - scapularis :
- costa verra (6 psg ) - acromion
- costa spuria (4 psg ) - prosesus coracoideus
- costa fluxtuantes (2 psg ) - cavitas glennoidalis
8. Humerus : - caput humeri - carpal
- os tuberalis - metacarpal
- epicondoloideus lateralis - palanges
- epicondoloideus medialis - cervic radii
- fossa olecranon - radius (atas)>articulatio
- olecranon sircum verensia radii
- ulna (bwh)>alecranon
9. Coxae (kanan-kiri): - simpisis pubis - rongga pelvis
- os. Ilium - os. pubis
- os. Ichium - voramen orboratorius
10. Femur : - caput femoris
- trochanter - os. tibialis (besar)
- acetabulum - os. fibularis (kecil)
- epicondoloideus leteralis - calcaneus (tungkak)
- epicondoloideus medialis - tarsal (5)
- frossa intercondoloidea - metatarsalia
- patella - phalanges
IV. PEMBAHASAN
Gambar pada lampiran
Rangka tubuh manusia tersusun dari 206 tulang yang saling bersendi membentuk
suatu system rangka. Tulang-tulang tersebut umumnya merupakan tulang-tulang
yang dapat dipisahkan, namun ada beberapa tulang yang telah tumbuh menjadi satu.
Rangka manusia termasuk endoskeleton ( rangka dalam ). Sistem skeleton manusia
terdiri dari 2 kelompok tulang yaitu :
1. Skeleton axiale terdiri atas tulang-tulang kepala, leher, dan badan.
Skeleton axiale disusun oleh :
9
a. Cranium, terdiri atas ossa cranii ( mengelilingi otak ) dan ossa facialis
( muka ).
b. Columnna vertebralis ( tulang belakang ).
c. Dua belas pasang costa ( tulang iga ).
d. Sternum ( tulang dada ).
e. Os hyoideum, tulang kecil di leher.
2. Skeleton appendicculare terdiri atas anggota badan atas dan bawah.
Skeleton appendicculare untuk tiap anggota badan ( extermitas ) terdiri atas
a. Cingulum, menghubungkan extermitas dengan skeleton axiale.
b. Tulang-tulang extermitas.
Berdasarkan bentuknya, tulang rangka dikelompokkan menjadi :
1. Tulang panjang atau tulang pipa ( ossa longa ), yaitu tulang yang memiliki
ukuran panjang lebih besar daripada tebalnya / lebarnya. Contoh : tulang
paha, tulang betis, tulang kering, tulang lengan atas, tulang radius, dan tulang
ulna. Setiap tulang panjang terdiri dari :
a. Diafisis, yaitu bagian tengah berbentuk seperti pipa, tersusun dari
jaringan tulang kompak.
b. Epifisis, yaitu bagian kedua ujung tulang panjang yang berbentuk
gembungan.
2. Tulang pendek, yaitu tulang yang memiliki panjang kurang lebih sama
dengan lebar / tebalnya. Contoh : tulang-tulang pergelangan tangan
( metacarpal ) dan tulang-ttulang pergelangan kaki ( metatarsal )
3. Tulang pipih, yaitu tulang-tulang yang berbentuk lebar pipih, biasanya bagian
dalam tersusun dari tulang spongiosa dan bagian luar merupakan tulang
kompak, sehingga kuat dan ringan. Contoh : tulang dahi, tulang ubun-ubun,
dan tulang dada.
4. Tulang tidak beraturan, yaitu tulang-tulang yang tidak dimasukkan ke dalam
3 golongan diatas. Contoh : tulang wajah, dan ruas-ruas tulang belakang.
Berdasarkan jaringan penyusunnya, tulang dibedakan menjadi :
1. Tulang kompak
2. Tulang spongiosa
10
3. Tulang rawan ( tulang rawan hialin, tulang rawan elastis, dan tulang rawan
fibrosa )
Kegunaan tulang ialah :
1. Menentukan bentuk dasar tubuh.
2. Mentransmisikan berat badan.
3. Membentuk system pengungkit persendian sehingga memungkinkan untuk
bergerak.
4. Melindungi struktur-struktur vital dari kerusakan, misalnya cranium melindungi
otak.
5. Tempat menghasilkan sel-sel darah, yaitu di medulla osseum (sumsum tulang),
yang terdapat di bagian dalam tulang.
V. KESIMPULAN :
Kerangka manusia terdiri dari 206 tulang dan terbagi menjadi :
1. Skeleton axiale meliputi tulang-tulang kepala, leher dan badan.
2. Skeleton appendicculare meliputi anggota badan atas dan bawah.
Masing-masing tulang mempunyai bentuk dan fungsi yang berbeda. Fungsi tulang
antara lain :
1. Menentukan bentuk dasar tubuh
2. Mentransmisikan berat badan
3. Membentuk sistem pengungkit persendian memungkinkan untuk bergerak.
4. Melindungi struktur-struktur vital dari kerusakan,misalnya cranium
melindungi otak.
5. Tempat menghasilkan sel-sel darah (sumsum tulang).
11
ACARA V
TES KETAJAMAN PENDENGARAN
I. TUJUAN :
Memahami persepsi bunyi dan ketajaman pendengaran.
II. MEKANISME KERJA :
A. Pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan arloji
1. Menutup telinga kanan naracoba dengan kapas dan menutup kedua mata
( dipejamkan )
2. Penguji memasang arloji di dekat telinga kiri naracoba, kemudian
menjauhkannya pelan-pelan sampai naracoba tidak mendengar lagi.
Mengukur dan mencatat jarak arloji dengan telinga. Kemudian arloji
didekatkan sampai naracoba mendengar lagi.
3. Mengulangi percobaan lima kali, kemudian melakukan untuk telinga kanan
dan mencatat pada lembar kerja
4. Membandingkan hasil telinga kanan dan kiri
B. Pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan garpu tala menurut Rinne
1. Menggetarkan garputala dan meletakkan di puncak kepala naracoba dan
mencatat waktu antara naracoba mendengar sampai tidak mendengar lagi
2. Pada saat naracoba tidak mendengar suara garputala dipuncak kepala,
penguji memindahkan garputala ke depan telinga kanan dan mencatat
waktu antara naracoba mendengar sampai tidak mendengar bunyi garputala
3. Mengulangi percobaan lima kali dan mencatat hasilnya di lembar kerja
4. Melakukan percobaan yang sama untuk telinga kiri
5. Membandingkan hasil yang diperoleh untuk telinga kanan dan kiri
C. Pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan garputala menurut Weber
1. Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan di puncak kepala
naracoba
12
2. Naracoba menutup salah satu telinga luarnya, penguji menanyakan pada
telinga mana suara garputala terdengar lebih keras, jika ternyata pada telinga
yang ditutup terdengar lebih meras maka dikatakan ada lateralisasi
3. Melakukan percobaan untuk kedua telinga
4. Membandingkan hasil yang diperoleh untuk kedua telinga
III. HASIL PERCOBAAN :
1. DATA NARACOBA
Nama : Rini Budiutami
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : 48 kg
2. DATA HASIL PERCOBAAN
a. Percobaan arloji
Letak jam Suara jam mulai Pada jarak (cm)
Telinga kanan Telinga kiri
Dijauhkan Tidak terdengar
60 66
60 72
61 63
66 65
67 71
Didekatkan Terdengar
70 67
67 66
71 64
68 69
69 67
13
b. Percobaan garputala menurut Rinne
Letak jam Waktu hantar ( detik )
Telinga kanan Telinga kiri
Di puncak kepala
2,5 2,5
2,5 1,5
2,5 2,5
2,5 3
2 2,5
Didepan telinga
3 1,5
1,5 1
2 2
2 2
2 2
c. Percobaan garputala menurut Weber
Penutupan telinga Lateralisasi
KananAda
Ada
KiriAda
Ada
Frekuensi garpu tala : 512 Hz
IV. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini praktikan melakukan tes ketajaman pendengaran. Tes
pendengaran dilakukan dengan beberapa cara, antara lain pemeriksaan ketajaman
pendengaran dengan arloji, pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan garputala
(percobaan Weber) dan percobaan Rinne. Percobaan ini memerlukan konsentrasi dan
14
tempat yang sepi agar praktikan dapat mendeteksi atau mendengar dengan baik tanpa
ada gangguan (suara motor dll). Pada percobaan dengan menggunakan arloji
naracoba menutup mata dan salah satu telinganya, kemudian arloji dijauhkan sampai
tidak mendengar dan dicatat jaraknya, setelah itu arloji didekatkan lagi sampai
naracoba mendengar lagi suara arloji kemudian dicatat jaraknya. Pada telinga yang
normal, suara arloji dapat didengar pada jarak beberapa meter. Pada percobaan Rinne
garputala digetarkan dan diletakkan di puncak kepala, kemudian dicatat waktu
dimana naracoba tidak mendengar lagi suara garputala. Pada saat naracoba tidak
mendengar suara garputala, penguji dengan segera memindahkan garputala ke salah
satu telinga, maka naracoba akan mendengar suara garputala lagi, kemudian dicatat
waktu antara naracoba mendengar sampai tidak mendengar suara garputala lagi.
Percobaan Rinne ini digunakan untuk membandingkan antara konduksi melalui
tulang dan udara. Pada keadaan normal, konduksi melalui udara 85-90 detik,
konduksi melalui tulang 45 detik. Tes Rinne positif artinya pendengaran penderita
baik juga pada penderita tuli persepsi ( saraf ). Sedangkan tes Rinne negatif artinya
pada penderita tuli konduksi dimana jarak waktu konduksi tulang mungkin sama atau
bahkan lebih panjang.
Pada percobaan Weber, praktikan menguji apakah terjadi lateralisasi atau
tidak, dengan cara garputala yang sudah digetarkan diletakkan di puncak kepala,
kemudian naracoba menutup salah satu lubang telinga luarnya. Jika pada telinga
yang ditutup suara garputala terdengar lebih keras daripada telinga yang terbuka,
maka dikatakan ada lateralisasi.
Pada percobaan Weber pada telinga naracoba terjadi lateralisasi kanan dan
lateralisasi kiri. Pada penderita tuli konduktif akan terdengar terang / baik pada
telinga yang sakit. Misalnya telinga kanan yang terdengar baik / terang disebut
Weber lateralisasi ke kanan. Begitupula bila yang terjadi lateralisasi kiri. Telinga
berfungsi untuk merubah gelombang suara menjadi impuls, yang kemudian akan
dijalarkan ke pusat pendengaran di otak. Telinga terdiri dari tiga bagian , yaitu
telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga dalam merupakan tempat dua
system sensori yang berbeda kokhlea yang mengandung reseptor yang mampu
mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf, sehingga kita bias mendengar, dan
organ vestibular yang mengandung alat-alat keseimbangan. Telinga luar, terdiri dari
15
daun telinga dan aurikula, dan saluran telinga luar. Bagian dalam saluran telinga luar
mengandung kelenjar yang menghasilkan minyak telinga atau serumen yang
berfungsi “ menangkap “ debu dan mencegah infeksi. Telinga tengah, terletak di
dalam tulang temporalis, terdiri dari membrane timpani dan tiga tulang
pendengaran : maleus, inkus, stapes. Membran timpani berfungsi menerima getaran
suara dari luar, yang selanjutnya akan diteruskan ke telinga dalam melalui tulang-
tulang pendengaran. Stapes akan berhubungan dengan telinga dalam melalui jendela
lonjong ( fenestra ovalis ). Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring
melalui saluran eustakius. Telinga dalam, juga disebut labirin, merupakan struktur
yang kompleks, terdiri dari serangkaian rongga-rongga tulang dan saluran
membranosa yang berisi cairan. Saluran-saluran membranosa membentuk labirin
membranosa dan berisi cairan endolimfe, sedangkan rongga-rongga tulangyang di
dalamnya berada labirin membranosa disebut labirin tulang ( labirin osseosa ).
Telinga dalam terdiri dari kokhlea dan organ vestibular.
Getaran suara yang diterima oleh membrane timpani dan diteruskan ke
kokhlea melalui tulang pendengaran akan menggetarkan jendela lonjong, dan getaran
ini akan menimbulkan gelombang cairan perlimfe di dalam saluran vestibular dan
saluran timpani. Suara yang kita dengar mempunyai frekuensi yang berbeda-beda,
mulai dari frekuensi rendah sampai frekuensi tinggi. Membran basilaris mempunyai
lebar dan fleksibilitas yang berbeda-beda pula. Membran basilaris di dekat jendela
lonjong sempit dan lebih kaku. Daerah ini berfungsi menerima dan merespon getaran
yang berfrekuensi tinggi. Membran basilris di tengah lebih lebar dan lebih fleksibel,
dan berfungsi menerima dan merespon getaran berfrekuensi sedang. Daerah
membrane basilaris paling ujung adalah lebar dan paling fleksibel, Daerah ini
berfungsi menerima dan merespon getaran berfrekuensi rendah.
V. KESIMPULAN :
Bunyi adalah suatu getaran suara yang di hasilkan oleh suatu benda yang
bergetar. Telinga dibagi dalam tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. Tes pendengaran dilakukan untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli
saraf. Tes yang dilakukan pada percobaan ini yaitu tes dengan arloji, tes Rinne dan
tes Weber.
16
ACARA VI
WAKTU REAKSI
I. TUJUAN :
Agar mahasiswa mampu melakukan pengukuran waktu reaksi dan memahami
penggunaan waktu reaksi dalam kehidupan sehari-hari.
II. MEKANISME KERJA :
1. Rangsang sentuhan
1. Naracoba memegang stop watch tekan pada tangan kiri dan menutup mata.
Penguji juga memegang stop watch yang sama
2. Peneliti menekan stopwatch bersamaan dengan menyentuh tangan kiri
naracoba. Naracoba menekan stop watch jika mendapat sentuhan .
Perbedaan antara waktu penekanan stop watch oleh peneliti dan naracoba
merupakan waktu reaksi sederhana
3. Untuk mengukur waktu reaksi tersebut pada stop watch, maka penguji dan
dan naracoba menghentikan stop watch secara serentak, sehingga
perbedaan waktu dapat dibaca
2. Rangsang suara
Dengan cara yang sama dengan percobaan 1, tetapi pada percobaan ini yang
akan diberikan adalah rangsang suara. Naracoba menekan stop watch bila
mendengar suara stop watch, bukan sentuhan.
3.Rangsang cahaya
Cara percobaan seperti percobaan 1, tapi pada percobaan ini yang diberikan
cahaya lampu baterai yang disorotkan ke mata nara coba.
III. HASIL PENGAMATAN :
1. DATA NARACOBA
Nama : Nur Iswantoro
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
17
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 50 kg
2. DATA PERCOBAAN
Jenis Rangsangan Waktu reaksi pada rangsangan
Sentuhan
0,4
0,2
0,2
0,4
0,4
Suara
0
0,4
0,2
0,4
0,4
Cahayas
0,4
0,4
0,6
0,4
0,2
IV. PEMBAHASAN
Waktu reaksi dapat dipakai untuk membantu diagnosis suatu penyakit yang
menyangkut saraf, misalnya penyakit akibat kelelahan kerja, ketagihan obat, dll.
Pada keadaan fisiologis waktu reaksi berbada-beda sesuai dengan umur
seseorang. Pada anak-anak waktu reaksi lebih cepat daripada orang dewasa. Hal
tersebut dikarenakan panjang saraf pada anak lebih pendek sedang kcepatan
konduksinya hamper sama ( Magladery, 1959, cit. Elliot. 1970 ). Waktu reaksi
menjadi panjang ( lamban ) misalnya pada kelelahan, ketegangan mental, kedudukan
dan dalam keadaan bimbang ( menimbang-nimbang untuk menentukan pikiran ).
18
Sebaliknya waktu reaksi menjadi pendek ( cepat ) misalnya karena kenaikan
intensitas rangsangan dan latihan.
Ada dua macam waktu reaksi dapat akan diukur, yaitu :
3. Waktu reaksi sederhana
4. Waktu reaksi pilihan
Waktu reaksi sederhana hanya menunjukkan waktu antara saat orang mulai
menerima rangsangan, misalnya mendengar bunyi atau melihat suatu benda, sampai
orang tersebut bereaksi terhadap rangsangan tersebut.Sedang yang dimaksud dengan
waktu reaksi pilihan dari mulai mendapat rangsangan yang telah ditentukan
sebelumnya dan reaksi terhadap rangsangan tersebut.
Pada percobaan waktu reaksi, praktikan mengukur waktu reaksi dari beberapa
rangsangan, yaitu rangsang sentuhan, rangsang suara dan rangsang cahaya. Pada
rangsang sentuhan, naracoba diberi sentuhan, kemudian dicatat perbedaan waktu
antara naracoba dan penguji. Pada rangsang suara dan rangsang cahaya caranya sama
dengan rangsang sentuhan, tapi pada rangsang suara yang diberikan adalah suara
stopwatch dan pada rangsang cahaya yang diberikan adalah cahaya dari lampu
senter. Waktu reaksi yang dihasilkan dari ketiga rangsang berbeda-beda. . Dari hasil
percobaan yang telah dilakukan, waktu reaksi yang tercepat adalah pada rangsang
sentuhan, dilanjutkan dengan rangsang cahaya, dan waktu reaksi yang paling lama,
yaitu pada rangsang suara. Yang mempengaruhi waktu reaksi antara lain kondisi
fisik dan mental seseorang. Kondisi fisik misalnya kelelahan, latihan dan lain-lain.
Sedangkan kondisi mental antara lain ketegangan mental, kebimbangan dan lain-lain.
Berdasar hasil percobaan, maka dapat diketahui bahwa untuk rangsang
sentuhan naracoba mempunyai waktu reaksi yang ragamnya dua yaitu 0,2 detik dan
0,4 detik, demikian juga untuk rangsang suara. Sedangkan untuk rangsang cahaya
kemungkinan menjadi terlatih karena berawal dari 0,4 detik menjadi 0,6 detik, dan
menjadi 0,4 detik yang kemudian membaik menjadi 0,2 detik.
V. KESIMPULAN :
Berdasarkan percobaan diatas, dapat diketahui bahwa rangsangan yang
berbeda akan menghasilkan waktu reaksi yang berbeda pula. Waktu reaksi pada
19
rangsang sentuhan paling cepat daripada rangsang cahaya dan suara. Kondisi
seseorang sangat mempengaruhi waktu reaksinya.
ACARA VII
PENGUKURAN DAN PENGATURAN SUHU BADAN
I. TUJUAN :
Mengukur suhu badan di berbagai tempat di badan, membuktikan bahwa suhu
badan manusia tidak atau sedikit dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
II. MEKANISME KERJA :
1. Menempatkan termometer secara berturut-turut untuk setiap lokasi 5
menit,di bawah lidah, ketiak kanan, dan ketiak kiri. Membaca dan
mencatat suhu badan yang diperoleh dari pengukuran tersebut dan
membandingkan hasil pengukuran.
2. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan, mula-mula menentukan suhu
badan pada keadaan kontrol, kemudian naracoba berkumur dengan air es
selama 1 menit dan mengukur suhu badan seperti pengukuran diatas.
Setelah itu naracoba berkumur dengan air hangat selama 5 menit dan
mengukur suhu badannya lagi.
III. HASIL PENGAMATAN :
1. DATA NARACOBA :
Nama : Aluh Hapsari
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : 43 kg
2. DATA PENGAMATAN :
a. Di berbagai tempat di badan
Tempat Suhu Badan (0 C)
20
pengukuran di Normal Kumur di air es Kumur air hangat
1. Bawah lidah 37 38,1 38,2
2. Ketiak kanan 37,8 37,8 37,3
3. Ketiak kiri 36,6 36,6 36,1
IV. PEMBAHASAN
Pada percoban ini, praktikan mengukur suhu badan di berbagai tempat di
badan yaitu di bawah lidah, ketiak kanan dan ketiak kiri naracoba. Pengukuran suhu
menggunakan termometer. Pengukuran suhu dilakukan pada keadaan normal, setelah
berkumur air es dan setelah berkumur air hangat. Setelah dilakukan pengukuran,
hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengukuran suhu di bawah lidah, ketiak
kanan dan ketiak kiri terdapat perbedaan. Suhu di bawah lidah 37 oC, di ketiak kanan
37,8 oC , dan di ketiak kiri 36,6 oC. Pada keadaan awal suhu dibawah lidah 37 oC ,
setelah berkumur dengan air es suhunya 38,1 oC , dan setelah berkumur dengan air
hangat suhunya 38,2 oC. Sedang diketiak kanan setelah berkumur air es suhunya tetap
yaitu 37,8 oC, tetapi setelah berkumur dengan air hangat suhunya menjadi 37,3 oC.
Untuk ketiak kiri, suhu setelah berkumur air es juga tetap yaitu 36,6 oC dan setelah
berkumur air hangat menjadi 36,1 oC.
Pada pengukuran suhu dibawah lidah menunjukkan perubahan antara suhu
sebelum dan sesudah berkumur dengan air es maupun dengan air hangat. Perubahan
ini kemungkinan adalah pengaruh pengaturan panas tubuh walaupun perubahan suhu
yang terjadi hanya 1 oC. Jadi pada saat berkumur dengan air es suhu tidak turun tetapi
sedikit meningkat karena respon terhadap lingkungan dingin. Untuk ketiak kanan
maupun kiri, setelah berkumur dengan air es tidak terjadi perubahan suhu (sama
dengan suhu mula-mula). Akan tetapi, setelah berkumur dengan air hangat suhu
dikedua ketiak turun 0,5 oC. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suhu badan
kurang lebih tetap. Pengaruh suhu lingkungan tidak ada atau hanya sedikit sekali.
Tetapnya suhu badan manusia disebabkan oleh adanya pusat pengaturan panas.
Di kulit terdapat berbagai macam reseptor, diantaranya termoreseptor.
Apabila suhu lingkungan naik diatas suhu tubuh, maka perubahan suhu tubuh ini
akan diterima oleh termoreseptor yang selanjutnya akan menyampaikan impulsnya
21
ke pusat pengatur suhu di hipotalamus. Hipotalamus kemudian menyampaikan
impulsnya ke kapiler-kapiler darah di bawah kulit dan juga ke kelenjar keringat.
Impuls yang sampai ke kapiler darah menyebabkan untuk dilatasi ( melebar ), yang
memungkinkan darah banyak mengalir ke permukaan kulit. Sedangkan impuls dari
hipotalamus yang sampai ke kelenjar keringat menyebabkan kelenjar keringat untuk
mengekskresikan keringat ke permukaan kulit untuk diuapkan. Penguapan keringat
ini memerlukan panas, dan panas diambil dari panas darah dalam kapiler di bawah
kulit. Dengan demikian tubuh terhindar dari kenaikan suhu akibat pengaruh suhu
lingkungan tersebut. Apabila suhu lingkungan turun sampai di bawah suhu tubuh,
maka kulit akan merespon sebaliknya dari respon diatas, yaitu pembuluh akan
mengalami kontriksi dan kelenjar keringat menghentikan mengeluarkan keringat.
Dengan demikian tidak akan terjadi penguapan, dan tidak terjadi pengambilan panas
dari panas tubuh, sehingga suhu tubuh tidak ikut turun.
Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas tubuh .
Persarafan vaso motorik mengendalikan arteriol kutan dengan dua cara yaitu vaso
dilatasi dan vaso konstriksi. Pada vaso dilatasi arteriol memekar, kulit menjadi lebih
panas, dan kelebihan panas cepat terpancar dan hilang, dan juga hilang karena
kelenjar keringat bertambah aktif dan karena itu terjadi penguapan cairan dari
permukaan tubuh. Pada vaso konstriksi pembuluh darah dalam kulit mengerut, kulit
menjadi pucat dan dingin, keringat hampir dihentikan dan hilangnya panas dibatasi.
Dengan pengendalian ini pelepasan panas ditambah atau dikurangi sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Panas dilepas dengan berbagai cara :
1. Dengan penguapan. Jumlah keringat yang dibuat tergantung dari banyaknya darah
yang mengalir melalui pembuluh dalam kulit.
2. Dengan pemancaran, panas dilepas pada udara sekitarnya.
3. Dengan konduksi, panas dialihkan ke benda yang disentuh.
4. Dengan konveksi ( pengaliran ) Karena mengalirnya udara yang telah panas, maka
udara yang menyentuh permukaan tubuh diganti dengan udara yang lebih dingin.
V. KESIMPULAN :
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa suhu
tubuh hanya sedikit atau hampir tidak dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Hal ini
22
yang menyebabkan manusia digolongkan makhluk homoiterm. Suhu manusia tetap
karena adanya pusat pengaturan panas.
ACARA VIII
PERASAAN KULIT
I. TUJUAN :
Mengetahui berbagai macam reseptor yang terdapat di kulit.
II. MEKANISME KERJA :
1. Naracoba meletakkan tangan kirinya tengkurap di meja dan menutup kedua
matanya
2. Penguji membuat gambar bujur sangkar di punggung tangan kiri naracoba dengan
ukuran 2 cm x 2 cm, kemudian membaginya menjadi 16 bujur sangkar dengan
sisi 0,5 cm
3. Dengan menggunakan jarum, penguji mencari titik-titik yang memberi kesan
tekanan. Naracoba mengatakan ya jika merasakan rangsangan sebagai tekanan.
Penguji menandai titik-titk tersebut
4. Untuk mencari titik-titik yang memberi kesan panas dan dingin penguji
menggunakan kawat tembaga yang telah direndam dalam air panas dan air es.
Dengan cara yang sama dengan mencari tekanan penguji mencari titik panas dan
dingin
5. Dengan cara yang sama penguji mencari titik sakit
III. HASIL PERCOBAAN :
1. DATA NARACOBA :
Nama : Aluh Hapsari
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : 43 kg
23
2. DATA PERCOBAAN
:
Naracoba Rasa sakit Sentuhan Panas Dingin
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Rini 16 100 % 13 81,25% 13 81,25% 16 100 %
Maya 16 100 % 10 62,5% 14 87,5% 16 100 %
Aluh 16 100 % 15 93,75% 16 100% 16 100 %
Ngadiyah 16 100 % 16 100 % 15 93,75% 16 100 %
Luthfi 16 100 % 16 100 % 14 87,5% 16 100 %
Nur Is 16 100 % 16 100 % 13 81,25% 16 100 %
IV. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini praktikan melakukan percobaan untuk mengetahui
reseptor-reseptor yang ada di kulit dengan pemberian stimulus. Perangsangan
reseptor-reseptor itu akan memberikan berbagai kesan / perasaan. Stimulus yang
diberikan yaitu tekanan, panas, dingin dan rasa sakit. Suatu reseptor mungkin bagian
dari sel-sel saraf aferen, misalnya ujung-ujung saraf di bawah kulit. Ciri fungsional
sel saraf adalah kemampuannya untuk menimbulkan dan merambatkan sinyal listrik.
Pada dasarnya sinyal listrik timbul karena perubahan potensial membran akibat
adanya rangsangan. Secara umum, setiap tipe reseptor sangat sensitif terhadap satu
jenis stimulus tertentu saja, yaitu stimulus khususnya dari pada terhadap stimuli yang
lain. Meskipun kebanyakan reseptor tidak akan merespon stimulus selain stimulus
khususnya namun ada beberapa reseptor ( walau secara lemah ) stimulus diluar
stimulus khususnya. Suatu reseptor dapat berfungsi sebagai pengubah bentuk energi,
yaitu mengubah energi stimulus khususnya menjadi energi elektrokimia impuls saraf,
atau sebagai potensial aksi. Apabila stimulus yang mengenai reseptor tidak cocok,
maka reseptor tidak akan merspon, artinya tidak akan terjadi potensial reseptor yang
selanjutnya tidak terjadi potensial aksi yang dirambatkan pada saraf aferen, sehingga
hasil gambaran pemetaan setiap rangsang berbeda. Berdasarkan bentuk energi
stimulusnya reseptor diklasifikasikan :
1. Khemoreseptor, yaitu reseptor yang sensitif terhadap zat-zat kimia khusus.
24
2. Mekanoreseptor, yaitu reseptor yang sensitif terhadap energi mekanik, misalnya
reseptor untuk tekanan.
3. Fotoreseptor, yaitu reseptor yang sensitif terhadap energi cahaya.
4. Termoreseptor, yaitu reseptor yang sensitif terhadap suhu.
5. Nosiseptor atau reseptor sakit, yaitu reseptor yang sensitif terhadap kerusakan
jaringan, seperti kerusakan jaringan akibat tertusuk, terbakar, dsb.
Pada kulit terdapat berbagai macam reseptor. Reseptor-reseptor itu mempunyai
kepekaan yang berbeda terhadap berbagai macam rangsang. Ciri fungsional sel saraf
adalah kemampuannya untuk menimbulkan dan merambatkan sinyal listrik. Pada
dasarnya sinyal listrik timbul karena perubahan potensial membran akibat adanya
rangsangan. Zat pemancar saraf (neurutransmiter) biasanya berupa asetilkolin atau
noradrenalin. Agar supaya pengaruh interaksi zat pemancar dengan reseptor
pascasinas tidak berlangsung terus, maka zat pemancar akan diuraikan oleh enzim
esterase yang ada pada membran pascasinaps menjadi senyawa yang tidak aktif.
Misalnya bila zat pemancar berupa asetilkolin, maka asetilkoli akan dipecah oleh
asetilkolin-estrase menjadi asetat dan kolin yang tidak reaktif lagi. Berdasarkan
strukturnya, reseptor indera umum dibaga dua kelompok, yaitu ujung saraf telanjang
dan ujung saraf berkapsul.
Ujung saraf telanjang, merupakan dendrit dari saraf sensoris. Reseptor ini
bertanggung jawab paling tidak terhadap tiga sensasi : sakit, suhu, dan sentuhan
ringan ( rabaan ). Ujung saraf berkapsul, merupakan ujung saraf yang dibungkus oleh
lebih dari satu lapisan sel. Reseptor berkapsul pertama dan terbesar adalah badan
Paccini, terletak pada lapisan kulit terdalam, merupakan reseptor tekanan. Reseptor
berkapsul kedua yaitu badan Meissner, lebih kecil dari badan Paccini, berbentuk
oval, terdiri dari dua atau tiga ujung dendrit yang berspiral dan dibungkus oleh
kapsul yang tipis.
Badan Meissner terletak di dalam dermis tepat di bawah epidermis, dan
diduga merupakan mekanoreseptor yang merespon terhadap sentuhan
ringan.Reseptor berkapsul ketiga dan keempat adalah badan Krause dan badan
Ruffini. Diduga badan Krause merupakan reseptor dingin dan badan Ruffini
merupakan reseptor panas. Namun ada ahli yang menganggap kedua reseptor
tersebut hanya merupakan bentuk lain dari badan Meissner yang merupakan reseptor
25
rabaan, dan menurut mereka reseptor panas dan dingin adalah ujung-ujung saraf
telanjang.
Rabaan ditentukan oleh dua mekanoreseptor yang secara anatomi berbeda.
Reseptor pertama terletak pada pangkal dari rambut kulit, yang merupakan ujung
saraf telanjang yang membelit pangkal rambut. Mekanoreseptor yang kedua adalah
cawan Merkel. Cawan Merkel merupakan sel-sel kecil berbentuk cawan pada ujung-
ujung saraf telanjang, yang terletak pada lapisan luar kulit dan menerima stimulus
tekanan ringan pada kulit. Berdasar data percobaan diketahui bahwa jumlah saraf
reseptor umtuk masing–masing rangsang pada tiap individu adalah berbeda-beda.
V. KESIMPULAN :
Dalam kulit terdapat berbagai macam reseptor yang untuk setiap individu
akan berbeda jumlahnya. Reseptor-reseptor itu mempunyai kepekaan yang berbeda
terhadap berbagai macam rangsang. Pada percobaan ini rangsang yang diberikan
adalah rangsang tekanan reseptornya mekanoreseptor, rangsang panas dan dingin
reseptornya termoreseptor,dan rangsang rasa sakit reseptornya nosiseptor.
26
ACARA IX
TES KEHAMILAN ( HCG )
I. TUJUAN :
Menentukan kehamilan dengan menggunakan ada tidaknya HCG dalam urine
wanita dengan memakai teknik imunologik.
II. MEKANISME KERJA :
1. Meneteskan dengan pipet tetes urine yang tersedia diatas lempeng obyek,
pipet jangan sampai menyentuh lempeng obyek
2. Meneteskan setetes setum anti HCG pada tetesan urine.
3. Mencampur / mengaduk dengan lidi sampai rata, serum anti HCG kurang
lebih 10 adukan / selama 30 detik
4. Mengamati campuran apakah terjadi glutinasi atau tidak, jika terjadi maka
urin tidak mengandung HCG (-), jika terjadi, maka urin mengandung
HCG (+)
III. HASIL PENGAMATAN :
1. Data naracoba :
Nama : Rini Budiutami
Umur : 21 tahun
Tinggi : 157 cm
Berat badan : 47 kg
Umur kehamilan : 2 bulan 14 hari
Hasil tes : terjadi aglutinasi ( + )
2. Data pembanding :
Nama : Nur Rohmah Mayasari
Umur : 22 tahun
Tinggi :157 cm
Hasil: tidak hamil
Hasil tes : tidak terjadi aglutinasi ( - )
27
IV. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini praktikan menguji urine wanita yang sedang hamil. Uji /
tes yang dilakukan yaitu tes HCG. Selama kehamilan dalam urin wanita terdapat
HCG. HCG diekskresikan mulai dari 20 hari pertama setelah hari perama menstruasi
terakhir ( 8 hari setelah ovulasi ). Sintesa HCG terjadi di sel-sel sinsisiotrofoblas
plasenta. Trofoblas fetal pada wanita menghasilkan gonadotropin korionik manusia
( Human Chorionic Gonadotropin = HCG ). Berbagai spesies lain diperkirakan
menghasilkan senyawa yang sama. HCG umum dipergunakan untuk percobaan
karena lebih mudah tersedia dibanding yang berasal dari pituitari. Terdiri dari dua
sub unit yang secara kimia tidak sama yang disebut rantai dan pada struktur
glikoproteinnya. Tiap rantai hanya memiliki aktivitas biologi yang kecil, tetapi bila
keduanya dikombinasikan, aktivitas akan pulih kembali. HCG merupakan
glikoprotein yang lebih besar dibandingkan glikoprotein pituitari ( TSH, FSH, LH,
prolaktin, dan ACTH ), tetapi menjadi lebih banyak residu gula dibandingkan dengan
glikoprotein pituitari. Sifat-sifat khusus HCG diisolasi adalah terjadinya degradasi
terutama rantai samping KHnyadapat terjadi selama pembentukan urine. Konsentrasi
HCG terus meningkat sampai mencapai puncaknya yaitu kira-kira 60 hara sampai 80
hari kehamilan. Penemuannya dapat dilakukan dengan teknik imunologik.
Urine wanita hamil ditemukan adanya HCG, sejak 20 hari pertama setelah
hari pertama menstruasi ( 8 hari setelah ovulasi ), konsentrasi HCG akan meningkat
pada hari ke 60 sampai 80 kehamilan, dan mengalami penurunan dan konstan setelah
minggu ke 12. Pada uji HCG (+) oleh naracoba merupakan urine dari kehamilan hari
ke-74, sehingga dipastikan konsentrasi HCG pada urine cukup besar. Fungsi HCG
yaitu mempertahankan korpus luteum yang sekresinya berupa progesteron. Sintesa
HCG terjadi di sel-sel sinsisiotrofoblas. Pada saat konsentrasi HCG menurun, sekresi
steroid plasenta telah mencapai aras yang tinggi.. Tes yang digunakan yaitu dengan
teknik imunologik, karena lebih cepat dan lebih sensitif. Pengujian kehamilan
dilakukan dengan meneteskan urine yang akan dites, kemudian urin tersebut ditetesi
antiserum HCG. Setelah ditunggu beberapa saat (2 menit setelah reaksi), maka pada
urine tersebut akan terlihat menggumpal / terjadi aglutinasi. Hasil ini menunjukkan
28
bahwa urine positif mengandung HCG. Pada urine orang yang tidak hamil, setelah
ditetesi antiserum HCG dan ditunggu beberapa saat, tidak akan terjadi aglutinasi /
penggumpalan. Hasil ini menunjukkan bahwa urine tersebut negatif ( tidak
mengandung HCG ). Sehingga jelas perbedaan antara urine orang yang sedang hamil
dan urine orang yang tidak hamil. Tes kuantitatif biasanya digunakan pada kelainan
dalam pengeluaran HCG, misalnya mola hidatidosa atau kariokarsinoma.
VI. KESIMPULAN :
Tes kehamilan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
melakukan tes HCG. Tes HCG menggunakan urine wanita hamil dan serum anti
HCG. Pada wanita hamil urinnya mengandung HCG dan pada wanita yang tidak
hamil urinnya tidaak mengandung HCG. Tes kehamilan positif pada urine yang telah
ditetesi serum terjadi aglutinasi / penggumpalan, dan negatif jika tidak terjadi
aglutinasi.
29
ACARA X
TES TEKANAN DARAH AKIBAT TERPAPAR DINGIN
I. TUJUAN :
Memahami proses mekanisme kenaikan darah karena paparan dingin.
II. MEKANISME KERJA :
1. Sesudah naracoba duduk, manset tensimeter dipasang pada lengan atas kanan
2. Naracoba duduk dengan santai di kursi selama kurang lebih 10 menit
3. Kemudian tekanan darah diukur tiga kali. Tekanan distolenya yang terukur
paling rendah yang dipakai untuk perbandingan
4. Memasukkan tangan kiri dalam air es, kemudian mengukur tekanan darah tiga
kali, dan membandingkan tekanan diastole yang rendah dengan tekanan
diastole yang terendah yang terukur sebelum tangan dimasukkan dalam air es
III. HASIL PERCOBAAN :
NO Nama
naracoba
Perbedaan
Diastole
Umur Kelamin TB
(cm)
BB Tekanan diastol
Biasa Es
1 Ngadiyah 70-63= 7 21 permp 149 48 kg 63 70
2 Luthfi 76-61=15 21 laki 175 55 kg 61 76
3 Maya 79-72=7 22 peremp 157 49 kg 72 79
IV. PEMBAHASAN
Mekanisme perkembangan hipertensi esensial yang diketahui dengan jelas
sampai sekarang ialah melalui :
1. Vasokontriksi yang terlalu sering dan atau terlalu lama yang disebabkan oleh
jawaban sistem saraf simpatis yang berlebihan terhadap pacuan dari luar.
30
2. Vasokontriksi karena timbulnya ion Ca di dalam sitoplasma otot polos di
tunika media akibat kelainan membran yang genetik; dan
3. Hipervolemi (galur tikus MHS) yang disebabkan oleh kelainan ginjal yang
genetik, yang meretensi ion Ca dan air. Hipervolemi menyebabkan naiknya
curah jantung dan ini menaikkan tekanan darah. Kenaikan tekanan darah
karena hipervolemi ini akan menekan dinding vasa darah (menaikkan tekanan
transmural), sehingga secara myogenik otot vasa darah akan berkontraksi dan
terjadilah vasokontriksi.
Kedua hal ini lama-lama akan menyebabkan hipertrofi otot polos di tunika
media, sehingga dinding vasa menjadi lebih tebal. Jika vasa dengan dinding
berkontraksi maka tingkat pengecilan lumen menjadi jauh lebih kecil daripada kalau
dinding vasa tidak tebal pada tingkat kontraksi yang sama. Dengan demikian akibat
vasokontriksi yang tebal ialah kenaikan tekanan darah yang lebih tinggi daripada
yang tidak tebal.
Vasokontriksi umum dapat ditimbulkan secara refleks dengan memasukkan
satu tangan di dalam air dingin. Kalau hal ini menyebabkan kenaikan tekanan darah
yang tinggi maka ini berarti bahwa :
1. saraf simpatis mengadakan jawaban yang berlebihan, dan atau
2. dinsing vasa darah sudah mulai menebal yang mennadai adanya permulaan
hipertensi.
Kedua hal ini dapat menerangkan terjadinya hipertensi yang manifes di kemudian
hari.
Pada percobaan ini praktikan mengukur tekanan darah naracoba pada
keadaan normal dan setelah diberi paparan dingin, saat tekanan darah (diastol)
tangan kanan diukur, tangan kiri sudah dimasukkan kedalam air es (diukur tiga kali)
kemudian tekanan diastolenya dibandingkan antara pengukuran dalam keadaan biasa
dan setelah diberi paparan dingin pada tangan kiri dan membandingkan hasilnya
pada ketiga naracoba tersebut. Percobaan ini dinamakan cold pressure test. Apabila
perbedaan diastole naracoba dibawah 10 mmHg, maka disebut hiporeaktor. Jika
perbedaan diastole berkisar antara 10 –19 mmHg, maka disebut normoreaktor. Dan
bila perbedaan diatas 20 mmHg, maka diaebut hipereaktor. Dari hasil percobaan ke
tiga naracoba diatas, tekanan diastole mengalami kenaikan setelah diberi paparan
31
dingin. Hal itu berarti paparan dingin dapat mempengaruhi kenaikan tekanan darah
yang disebabkan karena dinding kasa darah sudah mulai menebal. Naracoba
Ngadiyah dan Maya termasuk hiporeaktor karena selisih tekanan diastolenya
dibawah 10 mmHg, sedangkan naracoba Luthfi termasuk normoreaktor karena
selisih tekanan diastolenya 15 mmHg (antara 10-19 mmHg). Selain itu kondisi fisik
seseorang juga dapat mempengaruhi tekanan darah.
V. KESIMPULAN :
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
paparan dingin dapat mempengaruhi kenaikan tekanan darah. Mekanisme
perkembangan hipertensi esesial adalah melalui :
1. Vasokonstruksi yang terlalu sering atau terlalu lama.
2. Vasokonstruksi karena timbulnya ion Ca dalam sitoplasma otot polos.
3. Hipervolemi yang disebabkan oleh kelainan ginjal yang genetik, yang meretensi
ion Ca dalam air.Air dingin menyebabkan adanya kenaikan tekanan darah yang
disebabkan dinding kasa darah sudah menebal.
32
ACARA XI
MENGUKUR “VOLUME” DAN “KAPASITAS” PARU
I. TUJUAN :
Mengukur “ volume” dan “ kapasitas” paru
II. MEKANISME KERJA :
1. Pengkuran volume tidal
* Menarik napas secara biasa, kemudian menghembuskan secara biasa pula
ke spirometer
2. Pengukuran volume cadangan inspirasi
* Menarik napas sedalam-dalamnya, kemudian menghembuskan ke dalam
spirometer sampai batas ekspirasi biasa
3. Pengukuran volume cadangan ekspirasi
* Menarik napas secara biasa, kemudian menghembuskan napas ke dalam
spirometer sampai tak mampu lagi
4. Pengukuran kapasitas inspirasi
* Menarik napas sedalam-dalamnya, kemudian menghembuskan ke dalam
spirometer sampai batas ekspirasi biasa (reflektoris)
5. Pengukuran kapasitas vital
* Menarik napas sedalam-dalamnya, kemudian menghembuskan napas
sebanyak-banyaknya sampai tak mampu lagi ke dalam spirometer
III. HASIL PERCOBAAN :
NO Nama Vol. Tidal(ml)
Vol. Cadangan ekspirasi
(ml)
Vol. Cadangan inspirasi
(ml)
Kapasitas Vital
(ml)1 Muh Luthfi 300 2550 1350 4200
2 Aluh H 100 1250 1100 2400
3 Rini B 300 1200 600 2100
33
4 Nur Is 300 1400 1200 2900
5 Maya 200 1650 600 2450
6 Ngadiyah 200 1500 1700 2400
IV. PEMBAHASAN DAN DISKUSI :
Banyaknya udara yang keluar masuk paru dapat diukur dengan spirometer
sederhana. Hasil pengukuran dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang disebut
volume dan kapasitas paru. Selama proses bernapas normal, kira-kira 500 ml udara
bergerak ke saluran napas dalam setiap inspirasi, dan jumlah yang sama bergerak
keluar dalam setiap ekspirasi. Hanya kira-kira 350 ml volume tidal benar-benar
mencapai alveoli, sedangkan yang 150 ml tetap berada di hidung, faring trakhea,dan
bronkhi, yang disebut volume udara mati. Udara total yang diambil selama satu
menit disebut volume menit respirasi. Dengan bernapas sangat kuat, kita dapat
menghisap lebih dari 500 ml udara. Kelebihan udara yang dihirup ini, yang disebut
volume udara cadangan inspiratori. Bila kita melakukan inspirasi normaldan
kemudian melakukan ekspirasi sekuat-kuatnya, kita akan dapat mendorong keluar
1200 ml udara, volume udara ini disebut volume udara cadangan ekspiratori.
Sesudah volume udara cadangan ekspiratori dihembuskan, sejumlah udara masih
tetap berda dalam paru, karena tekanan intrapleural lebih rendahsehingga udara yang
tinggal ini dipakai untuk mempertahankan agar alveoli tetap sedikit menggembung,
juga beberapa udara masih tetap ada pada saluran udara pernapasan.
Udara ini disebut udara residu. Dengan membuka rongga dada
memungkinkan tekanan intrapleural seimbang dengan tekanan tekanan atmosfer,
yang memaksa keluarnya beberapa volume udara residu. Udara yang masih tinggal
dalam paru disebut volume udara minimal. Kapasitas paru dapat dihitung dengan
menjumlah semua volume udara paru. Kapasitas inspiratori adalah keseluruhan
kemampuan inspiratori paru, yaitu jumlah volume udara tidal dan volume udara
cadangan inspiratori. Kapasitas residu fungsional adalah jumlah volume udara
residudan volume udara cadangan ekspiratori. Kapasitas vital adalah volume udara
34
cadangan inspiratori + volume udara tidal + volume udara cadangan ekspiratori, dan
kapasitas total paru merupakan jumlah semua volume udara.
Pada percobaan ini, praktikan mengukur volume tidal, volume cadangan
inspirasi, volume cadangan ekspirasi, dan kapasitas vital. Pengukuran menggunkan
alat yang disebut spirometer. Dari alat tersebut praktikan tinggal meniupkan atau
menghemuskan nafas/ udara ke mulut spirometer tetapi saat melakukan hembusan
nafas ke mulut spirometer lubang hidung ditutup agar udara yang dihembuskan ke
spirometer tidak keluar lewat hidung melainkan tertuju ke mulut. Yang setelah
menghembuskan udara, pada kertas grafik akan tercetak gambar atau skala garis
naik keatas. Volume tidal yaitu volume udara yang keluar-masuk paru-paru pada
pernafasan biasa. Besarnya udara pernafasan dibawah kondisi istirahat rata-rata 500
ml. Volume Cadangan ekspirasi adalah volume udara tambahan yang masih dapat
dihembuskan keluar paru setelah ekspirasi biasa. Besarnya rata-rata 1000 ml.
Volume Cadangan Inspirasi yaitu udara maksimum yang dihirup setelah ekspirasi
biasa. Dari data diatas dapat dikatakan bahwa setiap praktikan mempunyai volume
tidal dan yang lainnya tidaklah sama, baik laki-laki atau perempuan. Tapi dari data
diatas volume vital paru-paru yang paling banyak adalah laki-laki. Perbedaan
tersebut dapat disebabkan oleh aktifitas sehari-hari para praktikan. Mungkin dalam
praktikum ini terjadi kesalahan yang dapat disebabkan karena pada tabung ,rongga
pipa spirometer terdapat uap alkohol saat mulut spirometer dibersihkan dengan
alkohol sehingga saat melakukan penarikan nafas , uap alkohol terhirup oleh
praktikan yang dapat menyebabkan paraktikan batuk sehingga hasilnya kurang baik
karena penarikan nafas tidak optimal.
V. KESIMPULAN :
Pertukaran volume udara selama bernapas dan kecepatan respirasi diukur
dengan spirometer. Diantara volume udara pulmonari yang dipertukarkan dalam
ventilasi adalah volume tidal, cadangan inspirasi, cadangan ekspirasi, kapasitas vital.
Volume dan kapasitas paru-paru sangat dipengaruhi oleh aktifitas naracoba sehari-
hari.
35
ACARA IV
REFLEKS
I. TUJUAN
Memahami pengertian refleks
II. MEKNISME KERJA
1. Refleks lutut
Naracoba duduk bertumpamg kaki (kaki kanan diatas) dan
mengalihkan perhatiannya disekelilingnya.
Penguju memeukul ligamentum patella kaki kanan naracoba (kaki
yang tertumpang di atas) dengabn martil refleks.
Amati gerak refleks yang terjadi, catat..
2. Refleks tumit.
Naracoba berdiri dengan kaki kiri di bengkokkan dan diletakkan
pada kursi. Naracoba mengalihkan perhatiannya ke sekeliling.
Penguju memukul tendo Achilles kaki kiri naracoba (yang
dibegkokkan) dengan martil refleks.
Amati dan catat gerak reflek yang terjadi.
3. Refleks biseps
Lengan kanan naracoba diluruskan secara pasif dan diletakkan di
atas meja. Naracoba mengalihkan perhatiannya ke sekeliling.
Penguji memukul tendo m. biseps brakii lengan tersebut dengan
martil refleks.
Amati dan catat gerak reflek yang terjadi.
4. Refleks triseps
Lengan kiri naracoba dibengkokkan secara pasif dan diletakkan
diatas meja. Naracoba mengalihkan perhatiannya disekeliling.
36
Penguji memukul tendo m. triseps brakii lengan dengan martil
refleks.
Amati dan catat gerak reflek yang terjadi.
4. Refleks mengejap
Naracoba membuka kedua matanya dan mengarahkan
pandangannya ke titik yang jauh.
Penguju menyentuh permukaan kornea mata kanan naracoba
dengan ujung kapas yang telah dibasahi dengan aquades.
Amati dan catat gerak reflek yang terjadi.
IV. HASIL PERCOBAAN
Naracoba : Aluh Hapsari
Macam Refleks Kanan Kiri Ada Tidak ada
Refleks lutut _
Refleks tumit _ _
Refleks triseps _ _
Refleks biseps _ _
Refleks mengejap _
V. PEMBAHASAN
Gerak refleks adalah gerakan yang tidak disadari, yang timbul akibat adanya
rangsangan. Gerakan refleks ini ada yang monosimpatik dan ada yang polosinaptik.
Lintasan implusnya selain melalui susunan saraf tepi, juga mencakup susunan saraf
pusat. Refleks juga merupakan respo bawaan paling sederhana yang dijumpai pada
hewan yang mempunyai sistem saraf. Suatu refleks adalah respon otomatis dari
sebuah tubuh terhadap suatu implus. Respon itu terbawa sejak lahir, artinya sifatnya
diteentukan oleh reseptor, saraf, dan efektor yang diwariskan.
Refleks sentakan lutut, merupakan refleks rentangan. Contohnya bila pada
tempurung lutut kaki dipukul dengan menggunakan palu berkepala karet, maka
refleks yang akan terjadi adalah berupa tendangan kaki bawah yang tiba-tiba. Respon
37
ini cukup otomatis. Respon ini memerlukan tali spinal yang bekerja dengan baik,
tetapi otak tidak perlu berperan.
Bila seseorang mengarahkan pada suatu tendon yang menyisipi suatu
ekstensor yang terdapat didepan paha menuju kaki bawah. Dengan memeukul tendon
ini maka otot paha merentang. Hal ini mengaktifkan reseptor-reseptor rentang
terdapat didalam otot. Reseptor ini trdiri atas ujung-ujung yang terbungkus
disekeliling serebut otot khusus yang disebut serabut gelendong. Seluruh struktur itu
disebut gelendong otot.
Merentangkan serabut gelendong memicu serangkian impuls pada neuron indera
(disebut neuron I-a) yang melekat padanya. Impuls-impuls ini di teruskan ke tali
spinal. Akson I-a bercabang didalam tali spinal dan membentuk beberapa macam
sinaps. Dari percobaan yang telah dilakukan, bahwa refleks adalah suatu gerakan
yang tidak disadari akibat adanya rangsangan. Gerakan refleks tidak dibantu dengan
peranan otak, jadi bekerja secara otomatis (yang disebut dengan respon).Dari
kesemua naracoba baik tes refleks lutut kanan, refleks lutut kiri, refleks triseps kiri,
refleks biseps kanan, refleks kejap mata kanan bekerja secara baik dan normal.
Ringkasnya, kita menemukan bahwa mesin refleks rentang memberikan
mekanisme pengendalian yang teratur dengan baik, yang :
1. mengarahkan kontraksi refleks otot,
2. menghambat kontraksi otot-otot antagonis,
3. terus-menerus memonitor keberhasilan yang denganya perintah-perintah
dari otak diteruskan, dan dengan cepat dan secara otomatis membuat setip
penyesuaian.
VI. KESIMPULAN
Refleks adalah suatu gerakan yang tidak disadari akibat adanya rangsangan.
Gerakan refleks tidak dibantu dengan peranan otak, jadi bekerja secara otomatis
(yang disebut dengan respon). Gerakan refleks ini ada yang monosimpatik dan ada
yang polosinaptik. Lintasan implusnya selain melalui susunan saraf tepi, juga
mencakup susunan saraf pusat.
38
DAFTAR PUSTAKA
John w. Kimball . 1983, Biologi edisi kelima , Jakarta, Erlangga.
Pearce, Evelyn C. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Rahayu, Tutik. 2000. Buku Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia.
Yogyakarta: FMIPA UNY
Rahayu, Tutik. 2004. Buku Petunjuk Praktikum Biologi Manusia Dan Gizi. Yogyakarta : FMIPA UNY
Soewolo, dkk. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: UNM Malang
Soewolo .2000. Pengantar Fisiologi Hewan : Jakarta :Proyek Pengembangan Guru Sekolah Menengah IBRD Loan No.3979 Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
39