landasan teori strategi public relations public...

34
9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 STRATEGI PUBLIC RELATIONS 2.1.1 Pemahaman tentang Public Relations 2.1.1.1 Definisi Strategi Menurut J L Thompson (1995) yang dikutip dari Oliver (2007, p.2) mendefinisikan strategi sebagai cara untuk mencapai sebuah hasil akhir: hasil akhir menyangkut tujuan dan sasaran organisasi dan strategi kompetitif untuk masing-masing aktivitas. Menurut penulis definisi strategi adalah sebuah cara atau taktik dalam mencapai sebuah tujuan dan sasaran pada obyek aktivitas yang ingin dicapai. 2.1.1.2 Definisi Public Relations Menurut Public Relations Society Of America (PRSA) yang dikutip dari Lattimore, Baskin, Heiman dan Toth (2010, p.4) bahwa Public Relations merupakan sebuah fungsi kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian tujuan sebuah organisasi, membantu mendefinisikan filosofi, serta memfasilitasi perubahan organisasi. Para praktisi Public Relations berkomunikasi dengan

Upload: vuanh

Post on 22-Apr-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 STRATEGI PUBLIC RELATIONS

2.1.1 Pemahaman tentang Public Relations

2.1.1.1 Definisi Strategi

Menurut J L Thompson (1995) yang dikutip dari Oliver (2007,

p.2) mendefinisikan strategi sebagai cara untuk mencapai sebuah hasil

akhir: hasil akhir menyangkut tujuan dan sasaran organisasi dan strategi

kompetitif untuk masing-masing aktivitas.

Menurut penulis definisi strategi adalah sebuah cara atau taktik

dalam mencapai sebuah tujuan dan sasaran pada obyek aktivitas yang

ingin dicapai.

2.1.1.2 Definisi Public Relations

Menurut Public Relations Society Of America (PRSA) yang

dikutip dari Lattimore, Baskin, Heiman dan Toth (2010, p.4) bahwa

Public Relations merupakan sebuah fungsi kepemimpinan dan

manajemen yang membantu pencapaian tujuan sebuah organisasi,

membantu mendefinisikan filosofi, serta memfasilitasi perubahan

organisasi. Para praktisi Public Relations berkomunikasi dengan

10

masyarakat internal dan eksternal yang relevan untuk mengembangkan

hubungan yang positif serta menciptakan konsistensi antara tujuan

organisasi dengan harapan masyarakat. Mereka juga mengembangkan,

melaksanakan, mengevaluasi program organisasi yang mempromosikan

pertukaran pengaruh serta pemahaman diantara konstituen organisasi dan

masyarakat.

Menurut kamus Institut of Public Relations (IPR) terbitan bulan

November 1978 yang dikutip dari Edy Sahputra dan Faulina (2011, p.3)

disebutkan bahwa “Praktik humas atau Public Relations adalah

keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan

berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat

baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap

khalayaknya”.

Penulis juga menambahkan definisi Public Relations menurut

Frank Jefkin yang dikutip dari Edy Sahputra dan Faulina (2011, p.3)

bahwa Public Relations adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan

komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam atau ke luar, antara suatu

organisasi dengan segenap khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-

tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.

Menurut penulis definisi Public Relations adalah sebuah fungsi

kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian tujuan

sebuah organisasi, serta memfasilitasi perubahan organisasi. Sehingga

11

upaya yang dilakukan dapat berjalan sesuai dengan terencana dan

berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat

baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap

khalayaknya sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan spesifik yang

berlandaskan pada saling pengertian.

2.1.1.3 Tujuan Public Relations

Menurut Kusumastuti (2002, p.20-p.21) yang dikutip dari

Ardianto (2009, p.27-p.28) menjelaskan bahwa taktik PR serupa dengan

tujuan komunikasi, yakni adanya penguatan dan perubahan pengetahuan,

perasaan, dan perilaku komunikan (penerima pesan). Praktik PR juga

bertujuan untuk membentuk dan mempertahankan perasaan, serta

perilaku positif masyarakat luas terhadap organisasi, lembaga, atau

perusahaan. Tujuan praktik PR adalah membuat publik dan organisasi,

lembaga, atau perusahaan saling mengenal baik kebutuhan, kepentingan,

harapan, maupun budaya masing-masing.

Menurut Scott M. Cultip & Allen H. Center (1932, p.139) yang

dikutip dari Edy Sahputra dan Faulina (2011, p.47-p.48) bahwa dari

sekian banyak hal yang dijadikan tujuan PR sebuah perusahaan, beberapa

hal yang pokok diantaranya, antara lain :

12

1. Untuk mengubah citra umum di mata khalayak

sehubungan dengan adanya kegiatan-kegiatan baru yang

dilakukan oleh perusahaan.

2. Untuk meningkatkan bobot kualitas para calon pegawai.

3. Untuk menyebarluaskan suatu cerita sukses yang telah

dicapai oleh perusahaan kepada masyarakat dalam rangka

memperoleh pengakuan.

4. Untuk memperkenalkan perusahaan kepada masyarakat

luas, serta membuka pasar-pasar baru.

5. Untuk mempersiapkan dan mengkondisikan masyarakat

bursa saham atas rencana perusahaan untuk menerbitkan

saham baru atau saham tambahan.

6. Untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan itu

dengan khalayaknya, sehubungan telah terjadinya suatu

peristiwa yang mengakibatkan kecaman, kesangsian, atau

salah paham di kalangan khalayak terhadap niat baik

perusahaan.

7. Untuk mendidik para pengguna atau konsumen agar mereka

lebih efektif dan mengerti dalam memanfaatkan produk-

produk perusahaan.

13

8. Untuk meyakinkan khalayak bahwasannya perusahaannya

mampu bertahan atau bangkit kembali setelah terjadinya

suatu krisis.

9. Untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan

perusahaan dalam menghadapi resiko pengambilalihan

(take over) oleh pihak lain.

10. Untuk menciptakan identitas perusahaan yang baru.

11. Untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas dan

partisipasi para pemimpin perusahaan, organisasi dalam

kehidupan sosial sehari-hari.

12. Untuk mendukung keterlibatan suatu perusahaan sebagai

sponsor dari suatu acara.

13. Untuk memastikan bahwasannya para politisi benar-benar

memahami kegiatan-kegiatan atau produk perusahaan yang

positif, agar perusahaan yang bersangkutan terhindar dari

peraturan, undang-undang, dan kebijakan pemerintah yang

merugikan.

14. Untuk menyebarluaskan kegiatan-kegiatan riset yang telah

dilakukan perusahaan agar masyarakat luas mengetahui

betapa perusahaan itu mengutamakan kualitas dalam

berbagai hal.

14

Menurut penulis bahwa tujuan Public Relations adalah membuat

publik dan organisasi, lembaga, atau perusahaan saling mengenal baik

kebutuhan, kepentingan, harapan, maupun budaya masing-masing

sehingga mampu meningkatkan citra perusahaan/lembaga yang

bersangkutan dengan kepentingan perusahaan dan publik dapat berjalan

secara harmonis.

2.1.1.4 Peran Public Relations

Menurut Broom dan Smith (Dozier, 1992) yang dikutip dari Edy

Sahputra dan Faulina (2011, p.25-p.27) Peran PR merupakan salah satu

kunci penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi.

Ada beberapa fungsi dominan yang harus dilaksanakan seorang PR sejati

antara lain berperan sebagai:

1. Technician Communication

Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai teknisi

komunikasi. Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya

menyebutkan keahlian komunikasi dan jurnalistik, sebagai syarat. Teknisi

komunikasi disewa untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan,

menulis news release, dan feature, mengembangkan isi web dan

menangani kontak media. Praktisi yang melakukan peran ini biasanya

tidak hadir di saat manajemen mendefinisikan problem dan memilih

solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan komunikasi dan

15

mengeimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara

menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun merek tidak

hadir saat diskusi tentang kebijakan baru, atau keputusan manajemen

baru, merekalah yang diberi tugas untuk menjelaskannya kepada

karyawan dan pers.

2. Expert Prescriber Communications

Ketika para praktisi mengambil peran sebagai pakar atau ahli orang

lain akan menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR dan

solusinya. Manajemen puncak menyerahkan PR di tangan para ahli dan

manajemen biasanya mengambil peran pasif saja. Praktisi yang

beroperasi sebagai praktisi pakar bertugas untuk mendefinisikan problem,

mengembangkan program, dan bertanggung jawab penuh atas

implementasinya.

3. Communication Facilitator

Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai

pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator

komunikasi bertindak sebagai perantara (liason), interpreter, dan

mediator antara oragnisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi

dua arah dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan

dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka.

Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan oleh baik itu

16

manajemen maupun publik untuk membuat keputusan demi kepentingan

bersama. Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi ini

bertindak sebagai sumber informasi dan agen kontak resmi antara

organisasi dan publik. Mereka menengahi interaksi, menyusun agenda

mendiagnosis dan memperbaiki kondisi-kondisi yang mengganggu

hubungan komunikasi diantara kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi

menempati peran di tengah-tengah dan berfungsi sebagai penghubung

antara organisasi dan publik.

4. Fasilitator Pemecah Masalah

Ketika praktisi melakukan peran ini, mereka berkolaborasi dengan

manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka

menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi dan

musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai

program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain untuk

dan organisasi untuk mengaplikasikan PR dalam proses manajemen

bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan problem organisasional

lainnya.

Menurut penulis bahwa peran Public Relations adalah sebagai:

1. Technician Communication

Karena PR bertugas untuk menulis dan mengedit newsletter

karyawan, menulis news release, dan feature, mengembangkan isi

17

web dan menangani kontak media. Praktisi yang melakukan peran ini

biasanya tidak hadir di saat manajemen mendefinisikan problem dan

memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan komunikasi

dan mengeimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui

secara menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan.

2. Fasilitator Pemecah Masalah

Karena secara praktisnya, PR itu berkolaborasi dengan

manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah.

Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi

dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian

sampai program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer

lain untuk dan organisasi untuk mengaplikasikan PR dalam proses

manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan masalah-

masalah dalam organisasi.

2.1.1.5 Fungsi Public Relations

Menurut Cultip, Centre dan Canfield (1992) yang dikutip dari Edi

Sahputra dan Faulina (2011, p.31) merumuskan fungsi Public Relations

sebagai berikut:

1. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan

bersama (fungsi melekat pada manajemen lembaga/organisasi).

18

2. Membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan

publiknya yang merupakan khalayak sasaran.

3. Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini,

persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap organisasi yang

diwakilinya atau sebaliknya.

4. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran

kepada pimpinan manajemen demi tercapainya tujuan dan manfaat

bersama.

5. Menciptakan komunikasi dua arah dan timbal balik, dan mengatur

arus informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke publiknya atau

sebaliknya, demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak.

Menurut pendapat penulis bahwa fungsi Public Relations, sebagai

berikut:

a. Menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan

bersama.

b. Melayani keinginan publiknya dan menyumbangkan saran kepada

pimpinan / atasan dari pihak manajemen demi tercapainya tujuan dan

manfaat bersama.

c. Menciptakan komunikasi dua arah dan timbal balik yang baik dan

mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari organisasi ke

19

publiknya atau sebaliknya sehingga dapat menciptakan citra positif

bagi keduanya.

2.1.1.6 Strategi Public Relations

Public Relations profesional dalam pengelolaan sasaran/target

yang hendak dicapainya melakukan pengadopsian tehnik-tehnik

Management of Objective (MBO) dan Management by Objective of Result

(MOR) untuk membantu kualitas nilai Public Relations dalam suatu

organisasi.

MBO dapat memberikan profesional Public Relations dengan

sumber umpan yang sangat kuat. MBO dan MOR berhubungan dengan

hasil-hasil Public Relations untuk penentuan target awal manajemen.

Adapun poin-poin dalam MBO menurut Sholeh Soemirat dan

Elvinaro Ardianto (2003, p.98) adalah sebagai berikut:

1. Spesifikasi tujuan-tujuan organisasi dengan mencapai target

penampilan organisasi.

2. Konferensi antara superior dan subordinate (bawahan) untuk

menyepakati terhadap pencapaian tujuan.

3. Kesepakatan antara atasan dan bawahan pada target yang konsisten

dengan tujuan-tujuan organisasi.

4. Pengkajian secara periodik oleh atasan dan bawahan untuk menilai

kemajuan pencapaian tujuan.

20

Adapun kunci penggunaan MBO secara efektif dalam tugas

Public Relations dapat di pecah ke dalam tujuan tahap secara kritis:

1. Memiliki batasan dan misi kerja.

2. Menetapkan kunci areal keberhasilan (hasil) dalam jangka waktu

tertentu, berupaya dan berkepribadian.

3. Identifikasi faktor-faktor menentukan tindakan pada target yang

telah ditentukan.

4. Meletakan target/menetapkan hasil yang akan dicapai.

5. Persiapan perencanaan secara taktis untuk mencapai target khusus,

termasuk:

• Pemrograman untuk memantapkan suatu rangakaian tindakan

untuk mengikutinya.

• Penjadwalan waktu yang dibutuhkan bagi setiap tahapan

• Penganggaran untuk menugaskan sumber daya yang dperlukan

bagi pencapaian tujuan

• Pemantapan pertanggung jawaban secara individu untuk

pencapaian target/sasaran

• Pengkajian dan rekonsiliasi (perdamaian) melalui suatu prosedur

testing untuk membawa kemajuan.

6. Pemantapan keputusan dan peraturan untuk mengikutinya.

7. Pemantapan prosedur untuk menangani pekerjaan

21

Menurut penulis, strategi yang tepat untuk dijalankan oleh seorang Public

Relations antara lain: membuat spesifikasi tujuan-tujuan organisasi dengan

mencapai target penampilan organisasi, konferensi antara superior dan

subordinate (bawahan) untuk menyepakati terhadap pencapaian tujuan.,

membuat kesepakatan antara atasan dan bawahan pada target yang konsisten

dengan tujuan-tujuan organisasi, mengkaji secara periodik oleh atasan dan

bawahan untuk menilai kemajuan dari tujuan yang ingin dicapai.

2.1.2 Pengertian Brand

Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p.275) bahwa merek (brand) adalah

sebuah nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau kombinasi semua ini,

yang menunjukkan identitas pembuat atau penjual produk atau jasa. Konsumen

memandang merek sebagai bagian penting dari produk, dan penetapan merek

bisa menambah nilai bagi suatu produk.

Menurut Shimp (2003, p.298-p.299) bahwa sebuah merek adalah

rancangan unik perusahaan, atau merek dagang (trademark), yang membedakan

penawarannya dari kategori produk pendatang lain. Nama merek yang baik dapat

membangkitkan perasaan berupa kepercayaan, keyakinan, keamanan, kekuatan,

kecepatan, status dan asosiasi lain yang diinginkan. Nama yang dipilih untuk

suatu merek: (1) mempengaruhi kecepatan konsumen menyadari suatu merek,

(2) mempengaruhi citra merek, sehingga (3) memainkan peran penting dalam

pembentukan ekuitas merek. Meraih kesadaran konsumen atas suatu nama

merek adalah aspek awal yang kritikal dari peningkatan ekuitas merek.

22

Menurut penulis, definisi brand atau merek adalah sebuah nama,

istilah, tanda, lambang atau desain, atau kombinasi semua ini, yang

membedakan identitas pembuat atau penjual produk atau jasa dengan penjual

produk atau jasa lainnya. Nama merek biasanya dapat membangkitkan perasaan

berupa kepercayaan, keyakinan, keamanan, kekuatan, kecepatan, status dan

bentuk asosiasi lain yang diinginkan.

2.1.3 Pengertian Ekuitas Merek

Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p.282) bahwa ekuitas merek

(brand equity) adalah pengaruh diferensial positif bahwa jika pelanggan

mengenal nama merek, pelanggan akan merespons produk atau jasa.

Menurut Supranto dan Limakrisna (2011, p.132) bahwa “brand equity”

merupakan nilai yang ditentukan oleh konsumen pada suatu merek di atas dan

diluar karakteristik/atribut fungsional dari produk. “Brand equity” juga disebut

reputasi merek.“Brand equity” didasarkan pada posisi produk dari merek.

Seorang konsumen yang percaya bahwa suatu merek menunjukkan

penampilan/kinerja superior, sangat menyenangkan untuk dipergunakan dan

diproduksi oleh perusahaan yang sangat memperhatikan masalah sosial,

kemungkinan besar akan bersedia membayar harga yang tinggi (premium price),

bisa menjadi loyal dengan membeli berkali-kali, mengajak orang lain membeli

dan memberitahukan kepada orang lain tentang kebaikan merek tersebut. Jadi

salah satu sumber nilai ekonomi dari citra merek yang positif sebagai akibat

23

perilaku konsumen terhadap item yang tersedia dengan nama merek yang

terkenal.

Menurut penulis, ekuitas merek adalah nilai yang ditentukan oleh

konsumen pada suatu merek di atas dan diluar karakteristik/atribut fungsional

dari produk. Brand equity” merupakan reputasi merek yang didasarkan pada

posisi produk dari merek tertentu.

2.1.4 Elemen dari Ekuitas Merek

Dalam model Aaker yang dikutip dari Tjiptono (2011, p.97-p.98), brand

equity diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat,

meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan

aset merek yang berkontribusi pada penciptaan brand equity ke dalam empat

dimensi: brand awareness, perceived quality, brand associations, dan brand

loyalty. (Lihat Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Elemen Brand Equity Versi David Aaker

Brand Equity

Brand Awareness

Perceived Quality

Brand Associations

Brand Loyalty

24

Dalam model Aaker, Brand Equity diformulasikan dari sudut pandang

manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku

konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan

brand equity ke dalam empat dimensi: brand awareness, perceived quality,

brand associations, brand loyalty .

a. Brand Awareness : kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat

bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.

b. Perceived Quality : merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan

atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived

quality didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau

pakar) terhadap kualitas produk.

c. Brand Associations : segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap

sebuah merek. Brand associations berkaitan erat dengan dengan brand

image, yang didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan makna

tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman

konsumsi atau eksposur dengan merek spesifik.

d. Brand Loyalty : “The attachment that a customer has to a brand” Sementara

itu, model Keller lebih berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Ia

mengembangkan model ekuitas merek berbasis pelanggan (CBBE =

Customer-Based Brand Equity). Asumsi pokok model ini adalah bahwa

kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat

25

dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari

pengalamannya sepanjang waktu. Berdasarkan model ini, sebuah merek

dikatakan memiliki customer-based brand equity. Apabila pelanggan

bereaksi secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk tersebut

dipasarkan manakala mereknya diidentifikasi, dibandingkan bila nama

mereknya tidak teridentifikasi (misalnya, jika nama fiktif atau versi produk

tanpa merek digunakan).

2.1.5 Brand Loyalty

2.1.5.1 Definisi Brand Loyalty

Menurut Tjiptono (2011, p.110) Brand strength atau brand

loyalty, yaitu ukuran menyangkut seberapa kuat konsumen “terikat”

dengan merek tertentu. Ukuran ini sekaligus merefleksikan permintaan

relatif konsumen terhadap sebuah merek.

(SCMS Journal of Indian Management, April-June, 2011 : 113).

According to Aaker (1991) brand loyalty reflects how likely a customer

will be to switch to another brand, especially when that brand makes a

change, either in price or product features. David Aaker also suggests

that brand loyalty leads to brand equity, which leads to business

profitability. Aaker divides brand equity into five major asset categories:

brand name awareness, perceived quality, brand associations, brand

loyalty and other proprietary brand assets.

26

Definisi di atas diterjemahkan sebagai berikut, menurut Aaker

(1991) loyalitas merek mencerminkan seberapa besar kemungkinan

pelanggan akan beralih ke merek lain, terutama ketika merek yang

membuat perubahan, baik dalam harga atau fitur produk. David Aaker

juga menunjukkan bahwa loyalitas merek mengarah ke ekuitas merek,

yang menyebabkan profitabilitas bisnis. Aaker membagi ekuitas merek

menjadi lima kategori aset utama: kesadaran merek, persepsi kualitas,

asosiasi merek, loyalitas merek dan aset merek eksklusif.

Menurut penulis bahwa definisi dari brand loyalty adalah

seberapa besar kemungkinan pelanggan akan beralih ke merek lain,

terutama ketika merek yang membuat perubahan, baik dalam harga atau

fitur produk. Pada umumnya loyalitas merek akan berpengaruh terhadap

perilaku pembelian konsumen, tingkat frekuensi pembelian dan kepuasan

konsumen terhadap suatu produk.

2.1.5.2 Manfaat Brand Loyalty

Menurut Surachman (2008, p.10-p.11) bahwa merek perusahaan

dengan basis pelanggan yang loyal terhadap sesuatu dapat mengurangi

biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan

pelanggan jauh lebih murah daripada mendapatkan pelanggan baru.

Keuntungan kedua, loyalitas merek yang tinggi dapat

meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak

27

pengecer di garis depan untuk memajang produk merek tersebut dibagian

paling depan raknya karena mereka mengetahui bahwa para pelanggan

akan mencantumkan merek-merek tersebut dalam daftar belanjanya.

Keuntungan ketiga, dapat menarik minat pelanggan baru karena

mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek terkenal

minimal dapat mengurangi resiko.

Keuntungan keempat, loyalitas merek memberikan waktu kepada

perusahaan pemegang merek untuk cepat merespon gerakan-gerakan

pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul

maka pelanggan yang loyal akan memberi waktu pada perusahaan

tersebut agar memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau

menetralkannya.

(SCMS Journal of Indian Management, April-June, 2011 : 114 ).

There are many advantages of brand loyalty. According to Delgado-

Ballester and Munuera-Aleman (2001) the interest in brand loyalty

derives from the value that loyalty generates to companies in terms of:

♦ A substantial entry barrier to competitors,

♦ An increase in the firm’s ability to respond to competitive threats,

♦ Greater sales and revenue, and

♦ A customer base less sensitive to the marketing efforts of competitors.

28

Further, Rowley (2005) identifies the benefits of brand loyalty as:

♦ Lower customer price sensitivity,

♦ Reduced expenditure on attracting new customers, and

♦ Improved organizational profitability.

Definisi di atas diterjemahkan sebagai berikut, bahwa ada banyak

keuntungan dari loyalitas merek. Menurut Delgado-Ballester dan Munuera-

Aleman (2001) bagian perusahaan loyalitas merek berasal dari nilai yang

menghasilkan loyalitas kepada perusahaan dalam hal:

• Sebuah penghalang yang cukup besar masuk ke pesaing,

• Peningkatan kemampuan perusahaan untuk merespon ancaman

kompetitif,

• Lebih penjualan dan pendapatan, dan

• Sebuah basis pelanggan kurang sensitif terhadap upaya pemasaran

kompetitor.

� Selanjutnya, Rowley (2005) mengidentifikasi manfaat dari loyalitas merek

sebagai:

• Menurunkan harga sensitivitas bagi pelanggan,

• Mengurangi pengeluaran untuk menarik pelanggan baru, dan

• Peningkatan profitabilitas organisasi

29

Menurut penulis, manfaat dari mengetahui brand loyalty antara lain:

bahwa dengan loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan perdagangan.

Loyalitas yang kuat akan meyakinkan pihak pengecer di garis depan untuk

memajang produk merek tersebut dibagian paling depan raknya karena mereka

mengetahui bahwa para pelanggan akan mencantumkan merek-merek tersebut

dalam daftar belanjanya. Loyalitas merek juga dapat menarik minat pelanggan

baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek

terkenal minimal dapat mengurangi resiko.

2.1.5.3 Tingkatan Brand Loyalty

(SCMS Journal of Indian Management, April-June, 2011 : 113). Figure

1 shows a general overview of how brand equity spawns value and provides the

different ways in which the brand equity assets create value. Moreover, brand

equity creates value not only for the customer but also for the firm. Finally, for

assets or liabilities to inspire brand equity, they must be linked to the name and

symbol of the brand, and if there is a change in name or symbol, this may cause

some or all assets and liabilities to be affected. Customer-based brand equity is

defined as the discrepancy effect of brand knowledge on consumer reaction to

the marketing of the brand.

Definisi di atas diterjemahkan sebagai berikut, bahwa gambaran umum

tentang bagaimana menumbuhkan nilai ekuitas merek dan menyediakan cara

yang berbeda dimana aset ekuitas merek yang menciptakan nilai. Selain itu,

ekuitas merek menciptakan nilai tidak hanya untuk pelanggan tetapi juga bagi

30

perusahaan. Akhirnya, untuk aktiva atau kewajiban untuk menginspirasi ekuitas

merek, mereka harus dikaitkan dengan nama dan simbol merek, dan jika ada

perubahan nama atau simbol, ini dapat menyebabkan beberapa atau semua aktiva

dan kewajiban akan terpengaruh. Pelanggan berbasis ekuitas merek didefinisikan

sebagai efek perbedaan pengetahuan merek pada reaksi konsumen terhadap

pemasaran merek.

Menurut Aaker yang dikutip dari Nugroho (2002, p.53) yang menjelaskan

tentang tingkatan dari brand loyalty, yang masing-masing tingkatan

menunjukkan perbedaan tantangan pemasaran yang berbeda untuk ditangani dan

dimanfaatkan.

Loyalitas konsumen terhadap suatu merek seringkali merupakan tolak

ukur utama dari ekuitas merek yang bersifat sentral dalam pemasaran, karena

secara langsung berkaitan dengan fungsi keuntungan. Menggambarkan tentang

mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain. Aaker juga membedakan

lima tingkap sikap pelanggan terhadap suatu merek dari terendah sampai

tertinggi yaitu:

1. Switcher (berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan

sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi

frekuensi untuk memindahkan pembelinya dari suatu merek ke merek-

merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama

31

sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan

ini, merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan

yang sangat kecil dalam keputusannya pembelian. Ciri yang paling

nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka yang membeli suatu

produk karena harganya murah.

2. Habitual Buyer (Pembeli yang berdasarkan kebiasaan)

Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini, dapat

dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang

dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan

dalam mengonsumsi merek produk tersebut. Pada tingkatan ini, pada

dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan

untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama

ketika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun sebagai

pengorbanan lain, Dapat disimpulkan, bahwa pembeli ini dalam memilih

suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila

mereka mengonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja

merek memindahkan pembelinya ke merek lain dengan menanggung

switching cost atau (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang,

atau resiko, kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek.

32

Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat

loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang

harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan

menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar kompensasinya

(switching cost loyal).

4. Liking The Brand (Pembeli yang menyukai merek)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan

pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada

tingkatan ini, dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek.

Rasa suka pembeli bisa saja disadari oleh asosiasi yang terkait dengan

simbol, rangkaian, pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik

yang dialami pribadi maupun oleh karena kerabatnya ataupun

disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Meskipun demikian,

seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit

diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan dalam

sesuatu yang spesifik.

5. Committed Buyer (Pembeli yang setia)

Pada tahapan ini, pembeli merupakan pelanggan yang setia.

Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek

dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka

dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi

33

mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu

aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan

merekomendasikan merek tersebut kepada pihak lain.

(Adi Nugroho (Jakarta, Studio Press) 2002 halaman 53)

Menurut penulis bahwa tingkatan brand loyalty yang paling sesuai

dengan penelitian ini bahwa satisfied buyer karena pembeli merek masuk

dalam kategori puas bila mereka mengonsumsi merek tersebut, meskipun

demikian mungkin saja merek memindahkan pembelinya ke merek lain

dengan menanggung switching cost atau (biaya peralihan) yang terkait

dengan waktu, uang, atau resiko, kinerja yang melekat dengan tindakan

mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk

dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan

yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan

menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar kompensasinya (switching

cost loyal).

Pada tahapan committed buyer, pada umumnya pembeli merupakan

pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna

suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting dalam

pemenuhan kebutuhan hidup dari mereka.

34

Gambar 2.2 David A. Aaker, Managing Brand Equity, Capitalizing on the value of a

brand name, hal 40.

Committed

Buyer

Liking The Brand

Satisfied Buyer

Habitual Buyer

Switcher

35

Gambar 2.3 “Figure 1: How Brand Equity generates Value (Adapted from

Aaker)”

36

Brand Loyalty :

1. Reduced marketing cost

2. Trade leverage

3. Attracting new customer

4. Time to respond competitive threats

Penjelasan tentang loyalitas merek sebagai berikut ini:

� Loyalitas Merek:

1. Mengurangi biaya pemasaran

2. Memanfaatkan dagang

3. Menarik pelanggan baru

4. Waktu untuk merespon ancaman kompetitif

2.2 Hubungan Public Relations dengan Brand Loyalty

2.2.1 Public Relations dengan Brand Loyalty

Menurut Luky S dan Sumarto (2010, p.57-p.58) yang dikutip dari

Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis Vol.10 No. 1 Maret 2010, menyatakan

bahwa hubungan Public Relations dengan brand loyalty yaitu pelanggan

akan terus menerus mencoba berbagai macam merek sebelum

menemukan merek yang benar-benar cocok. Kepuasan pelanggan akan

tetap merupakan bagian yang sangat penting dalam kesetiaan merek.

37

Kesetiaan merek biasanya mengakibatkan repeat buying dan

recommended buying. Jika pelanggan puas akan performance suatu

merek maka akan membeli terus merek tersebut, menggunakannya

bahkan memberitahukan pada orang lain akan kelebihan merek tersebut

berdasarkan pengalaman pelanggan dalam memakai merek tersebut. Jika

pelanggan puas akan suatu merek tertentu dan sering membeli produk

tersebut maka dapat dikatakan tingkat kesetiaan merek itu tinggi,

sebaliknya jika pelanggan tidak terlalu puas akan suatu merek tertentu

dan cenderung untuk membeli produk dengan merek yang berbeda-beda

maka tingkat kesetiaan merek rendah.

Kepuasan pelanggan perlu dipelihara dan ditingkatkan agar

dapat menciptakan dan mempertahankan kesetiaan terhadap merek. Bila

pelanggan memperoleh kepuasan dari pembeliannya akan suatu produk

maka hal tersebut akan menciptakan sikap positif terhadap merek

tersebut sehingga pelanggan akan melakukan pembelian.

Menurut penulis bahwa dari kesetiaan merek biasanya

mengakibatkan repeat buying dan recommended buying. Jika pelanggan

puas akan performance suatu merek maka akan membeli terus merek

tersebut, menggunakannya bahkan memberitahukan pada orang lain akan

kelebihan merek tersebut berdasarkan pengalaman pelanggan dalam

memakai merek tersebut. Apabila pelanggan memperoleh kepuasan dari

38

pembelian suatu produk, tentunya akan menciptakan sikap positif

terhadap merek tersebut sehingga pelanggan akan melakukan pembelian.

2.2.2 Strategi Manajemen Kualitas Pelayanan Hotel

Menurut Sulastiyono (2008, p.13-p.14) menjelaskan bahwa

strategi manajemen dan strategi persaingan pada dasarnya bertujuan

untuk dapat meningkatkan kinerja hotel. Adapun strategi manajemen dan

persaingan akan berkaitan dengan upaya-upaya berikut:

1. Peningkatan kemampuan pengelola untuk menggunakan teknik-teknik

manajemen pengelolaan yang dapat meningkatkan volume penjualan,

mengurangi tingkat kegagalan produksi (seperti tingkat pembatalan

pemesanan kamar atau no-show)

2. Meningkatkan produktivitas pelayanan yang mana pelayanan pada

dasarnya adalah suatu aktivitas ekonomi yang menghasilkan waktu,

tempat, bentuk, dan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang diperlukan

oleh seseorang. Perubahan terhadap kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-

keningan tamu, harus diikuti dengan perubahan-perubahan cara bekerja

individu-inidividu dalam organisasi. Suatu kultur kerja baru perlu

diciptakan untuk mengantisipasi perubahan melalui: peningkatan

keterlibatan karyawan dalam proses pembuatan keputusan, menetapkan

standar pelayanan yang tinggi, dan meningkatkan komunikasi intern dan

ekstern. Menciptakan atau membangun kelompok-kelompok kerja adalah

39

cara yang tepat. Karena melalui pembentukan kelompok kerja tersebut,

setiap anggota kelompok akan selalu berusaha untuk menjaga

kerjasamanya, dan sesama anggota akan selalu

mempertanggungjawabkan pekerjaannya masing-masing.

3. Memperluas penetrasi pasar, kemudian memberikan harga jual produk

yang kompetitif dengan tujuan peningkatan dan memelihara penjualan.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan yield management.

Menurut Sulastiyono (2008, p.42) yang menyatakan bahwa usaha

dalam meningkatkan standar pelayanan berarti juga meningkatkan kualitas

pelayanan, untuk meningkatkan standar pelayanan lebih dari yang diinginkan

oleh tamu dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:

1. Meningkatkan standar pelayanan dengan meningkatkan atau menambah

komponen-komponen produk-produk nyata yang berarti juga akan

meningkatkan biaya,

2. Adalah dengan cara meningkatkan komponen-komponen produk tidak

nyata, yang dapat dikatakan tanpa adanya penambahan biaya. Hal

tersebut, dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sopan santun, sifat

penuh perhatian dan bersahabat, memberikan suatu yang berkenaan

dengan meningkatkan harga diri ataupun status tamu, mengantisipasi

40

kebutuhan-kebutuhan atau keluhan-keluhan tamu dengan cepat,

menawarkan sesuatu untuk dikerjakan dan sebagainya.

Menurut penulis, bahwa penulis setuju dengan pendapat dari teori yang

dikemukakan oleh Sulastiyono: bahwa strategi manajemen dan strategi

persaingan pada dasarnya bertujuan untuk dapat meningkatkan kinerja hotel,

antara lain: dengan meningkatkan kemampuan pengelola untuk menggunakan

teknik-teknik manajemen pengelolaan yang dapat meningkatkan volume

penjualan, mengurangi tingkat kegagalan produksi meningkatkan produktivitas

pelayanan yang mana pelayanan pada dasarnya adalah suatu aktivitas ekonomi

yang menghasilkan waktu, tempat, bentuk, dan kebutuhan-kebutuhan psikologis

yang diperlukan oleh seseorang dan memperluas penetrasi pasar.

41

Gambar 2.4 Kerangka Teori

42

Gambar 2.5 Kerangka Pikir

Strategi Public Relations

Tingkatan Brand Loyalty

1. Spesifikasi tujuan-tujuan organisasi dengan mencapai target penampilan organisasi.

2. konferensi antara superior dan subordinate (bawahan) untuk menyepakati terhadap pencapaian tujuan..

3. kesepakatan antara atasan dengan bawahan pada target yang konsisten dengan tujuan-tujuan organisasi.

4. pengkajian secara periodik oleh atasan dan bawahan untuk menilai kemajuan pencapaian tujuan .

1. Switcher.

2. Habitual Buyer.

3. Satisfied Buyer.

4. Liking The Brand.

5. Commited Buyer.