laju pertumbuhan dan produksi biomassa daun enhalus …repository.umrah.ac.id/661/1/artikel dina...
TRANSCRIPT
1
Laju Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daun Enhalus acoroides Dan
Thalassia hemprichii Di Perairan Kampung Bugis Kabupaten Bintan
Dina Septilia Riyani1, Febrianti Lestari, Tri Apriadi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan produksi
biomassa daun lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii yang
dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2017 di perairan Kampung Bugis,
Kabupaten Bintan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak menggunakan
software archGis 10.3. Metode untuk laju pertumbuhan lamun dengan metode
pemangkasan daun lamun dengan memilih daun lamun yang dikira usia sedang.
Untuk biomassa daun lamun, pemangkasan daun awal sebagai biomassa alami dan
biomassa akhir setelah 60 hari. Laju pertumbuhan daun lamun Enhalus acoroides
setelah 60 hari sebesar 0,964 cm/hari dan Thalassia hemprichii sebesar 0,191
cm/hari. Biomassa daun lamun Enhalus acoroides yang tertinggi pada saat
pengambilan akhir sebesar 11,92 gbk/m2 dan Thalassia hemprichii sebesar 3,50
gbk/m2. Dari hasil analisis regresi dan korelasi dapat diketahui bahwa Nitrat
menunjukkan nilai positif dengan pertumbuhan lamun jenis Enhalus acoroides
dengan tingkat hubungan rendah dan jenis Thalassia hemprichii dengan Fosfat
dan DO menunjukkan nilai positif dengan tingkat hubungan rendah.
Kata kunci: Bintan, Biomassa, Enhalus acoroides, Pertumbuhan, Thalassia
hemprichii.
2
PENDAHULUAN
Perairan Kampung Bugis merupakan salah satu wilayah pesisir yang terletak di
daerah. Kelurahan Tanjung Uban Utara di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan
Riau. Dari beberapa ekosistem laut yang dimiliki perairan Kampung Bugis salah
satunya adalah padang lamun.
Padang lamun secara ekologi berperan penting dalam menunjang kehidupam
dan perkembangan biota yang hidup di laut dangkal (Asriyana & Yuliana 2012).
Beberapa biota akuatik hidup bergantung pada padang lamun, baik sementara
maupun sepanjang hidup yang merupakan habitat, daerah pemijahan, daerah
pengasuhan, tempat mencari makan dan daerah pembesaran biota. Menurut Azkab
(1988) ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang
paling produktif. Kondisi padang lamun berpengaruh terhadap biota – biota
tersebut. Jika ekosistem lamun dalam kondisi baik, maka kehidupan biota-biota
tersebut akan optimal. Berdasarkan hasil praktik lapang Riyani (2017) jenis lamun
yang mendominasi di Perairan Kampung Bugis yaitu Enhaluss acoroides dan
Thalassia hemprichii. Salah satu aspek biologi yang sangat berperan dan
mempunyai keterkaikan erat dengan produktivitas lamun adalah pertumbuhan
lamun. Laju pertumbuhan yang tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang
tinggi. Daun lamun merupakan bagian yang lebih cepat mengalami pertumbuhan
dibandingkan dengan rhizoma, maka pengukuran biomassa lamun dapat dijadikan
pendekatan dalam perkiraan produksi biomassa secara keseluruhan.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka saat ini
belum ada penelitian terkait laju pertumbuhan dan produksi biomassa lamun di
perairan Kampung Bugis. Dengan demikian, dilakukan penelitian mengenai laju
pertumbuhan dan produksi biomassa daun lamun Enhalus acoroides dan
Thalassia hemprichii di perairan Kampung Bugis.
BAHAN DAN METODE
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari 2017-Januari 2018. Berlokasi di
Perairan Kampung Bugis. Pengukuran laju pertumbuhan daun dilakukan di
lapangan, sedangkan sampel daun lamun untuk biomassa, sampel kualitas air dan
substrat dilakukan analisis di Laboraturium FIKP UMRAH dan analisis
konsentrasi Nitrat dan Fosfat dilakukan di BPBL Batam.
B. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Multitester, Current
meter, Turbidymeter, Handfaktometer, Kolorimeter, Spekrofotometer, GPS,
Timbangan analitik, Plot 1 m x 1 m, Sieve net, Oven, Plot 1 x 1 m, Jangka Sorong,
Botol sampel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Asam sulfat
(H2SO4).
C. Prosedur Penelitian
3
1. Penentuan Titik Sampling
Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode random sampling, dengan
menggunakan software visual sampling plan dengan Ar.Gis 10.3 citra google eart
2016. Wilayah penelitian di bagi 31 titik di sepanjang perairan Kampung Bugis.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
2. Pengolahan Data
Pengambilan data di lokasi perairan Kampung Bugis meliputi kerapatan lamun,
pengambilan daun lamun, dan parameter fisika, kimia, dan substrat yang di
jelaskan sebagai berikut:
a. Kerapatan Lamun
Pengamatan kerapatan lamun dilakukan dengan meletakkan plot 1x1m pada
titik sampling yang telah ditentukan. Kemudian hitung jumlah tegakan jenis
lamun E. acoroides dan T. hemprichii di dalam petakan plot. Kemudian
dimasukkan ke dalam rumus perhitungan kerapatan lamun (English et al, 1997):
Ki =
Keterangan:
Ki = Kerapatan jenis
ni = Jumlah total tegakan
A = Luas total area pengambilan sampel
b. Pengambilan Contoh Daun Lamun
Pengambilan data pengukuran pertumbuhan daun lamun menggunakan metode
penandaan, yaitu dengan cara mengguntinng atau memangkas daun lamun Zieman
(1974), (Erftermeijer et al, 1993). Memangkas daun lamun dengan memilih daun
4
yang berusia sedang (tidak tua, tidak muda) 1 tegakan lamun jenis E. acoroides
dan T. hemprichii dalam plot. Pemotongan atau pemangkasan dilakukan dengan
jarak 1 cm dari seludang daun lamun dan diberi tanda dengan kabel ties pada
rhizoma lamun tersebut pada tiap titik sampling. Supriadi et al (2006), Jangka
hidup daun lamun diamati bersamaan pertumbuhan. Jangka hidup daun lamun
merupakan lama waktu yang dihitung sejak penandaan suatu daun sampai setelah
waktu yang di tentukan (60 hari). Setelah data daun lamun didapatkan kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Supriadi et al, 2006):
P =
Keterangan:
P = Pertumbuhan Panjang (cm) Pt = Panjang akhir daun (cm)
P0 = Panjang awal daun (cm) t = Waktu (hari)
Pengambilan data biomassa daun lamun dilakukan dengan mengambil sampel
sebanyak 2 kali. Pertama, pada saat penandaan daun lamun sebagai berat awal
(berat alami). Kemudian, pada saat setelah 60 sebagai berat akhir. Kemudian
sampel yang sudah di dapat di masukan ke dalam oven (65 oC) selama 48 jam
hingga sampel lamun benar-benar kering. Sampel lamun yang telah kering
diletakkan di atas almunium foil dan ditimbang menggunakan timbangan analitik
dengan ketelitian 0,01. Produksi biomassa daun lamun dihitung dengan
menggunakan rumus (Brower 1989 dalam Zulfikar 2016).
P = W x D
Keterangan:
P = Produksi biomassa lamun (gbk/m2)
W = Berat lamun setelah pengeringan (g)
D = Kerapatan lamun (ind/m2)
c. Parameter Kualitas Perairan
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada saat pasang di 31 titik
pengamatan lamun. Adapun parameter yang diukur yaitu: suhu, kecepatan arus,
kekeruhan, DO, pH, salinitas, nitrat, fosfat, jenis substrat dan BOT. Pengukuran
dilakukan sebagai data penunjang untuk melihat kondisi Perairan Kampung
Bugis. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal penelitian dan
akhir penelitian (60 hari).
D. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan dan
produksi biomassa daun lamun E. acoroidesdan T. hemprichii adalah analisis
statistik deskriptif. Sedangkan, hubungan antar pertumbuhan daun lamun dengan
kandungan nutrien (nitrat, fosfat, BOT) dan DO menggunakan analisis regresi
berganda dengan bantuan SPSS versi 21.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Wilayah Perairan Kampung Bugis adalah salah satu daerah di Kelurahan Tanjung Uban
Utara, Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan. Kelurahan Tanjung Uban
Utara sendiri terdiri dari Kampung Bugis dan Kampung Sakera dengan luas
wilayah ± 4558 Km2, berada pada ketinggian 4 m di atas permukaan laut,
memiliki topografi pantai yang landai dengan panjang pantai ± 500 m dengan
curah hujan berkisar 200 mm/tahun. Secara administratif Kampung Bugis
memiliki batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Laut China Selatan,
Sebelah Selatan : Kelurahan Tanjung Uban Selatan,
Sebelah Barat : Kelurahan Tanjung Uban Kota,
Sebelah Timur : Desa Sebong Pereh dan Desa Lancang Kuning
B. Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun digambarkan dengan satuan ind/m2
yaitu dengan menghitung
total tegakan jenis lamun E. acoroides dan T. hemprichii dan membandingkan
dengan luasan area yang disampling. Kerapatan jenis lamun di perairan Kampung
Bugis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerapatan jenis lamun di perairan Kampung Bugis
Berdasarkan hasil perhitungan nilai kerapatan lamun yang dilakukan, diperoleh
hasil yaitu jenis lamun T. hemprichii memiliki kerapatan tertinggi yang mencapai
36,29 ind/m² dibandingkan jenis lamun E. acoroides dengan nilai 28,10 ind/m². Hasil ini dikarenakan menurut hasil penelitian Ballesteros et al. (2007), pada jenis
lamun E. acoroides menunjukkan bahwa alga merah Lophocladialallemandii
yang tumbuh sebagai epifit pada lamun Posidonia oceanica dapat mengurangi
kerapatan lamun, biomassa daun lamun, dan tingkat kelangsungan hidup lamun
tersebut.Nilai kerapatan lamun mengacu pada skala kondisi padang lamun
menurutBraun – Blanquet, nilai kerapatan jenis lamun yang berkisar 25-75 ind/m² termasuk kategori jarang (Haris & Gosari, 2012).
Nilai kerapatan yang rendah dipengaruhi oleh kondisi substrat yang cenderung
kasar yaitu dengan tipikal berpasir (Tabel 2). Umumnya kerapatan lamun paling
tinggi adalah tipikal substrat halus yang lebih banyak mengandung bahan nutrien.
Bahan nutrien dimanfaatkan oleh lamun untuk tumbuh. Tipikal substrat agak
6
kasar maupun kasar kurang mengandung nutrien bagi lamun. Hal ini sesuai
dengan hasil analisis tipe substrat perairan Kampung Bugis yaitu memiliki tipe
substrat berpasir.
C. Laju Pertumbuhan Daun Lamun
Laju pertumbuhan daun lamun jenis E. acoroides dan T. hemprichiidi perairan
Kampung Bugis per 15 hari pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Laju Pertumbuhan Lamun Per 15 Hari
Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa laju pertumbuhan daun lamun
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hasil pengukuran diperoleh rata-
rata laju pertumbuhan daun lamun jenis E. acoroides adalah 0,694 cm/hari. Nilai
tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian Azkab dan Kiswara
(1994) di Teluk Kuta, Lombok Selatan yaitu berkisar 0,647 cm/hari. Hal ini
diduga karena daerah Kampung Bugis memiliki pantai yang landai, dengan tipe
substrat berpasir yang memungkian untuk tempat tumbuh dan berkembang
terutama jenis E.acoroides hampir dijumpai di semua tipe substrat, juga memiliki
nilai kekeruhan yang rendah (Tabel 2), sehingga cahaya masih menembus ke
dalam laut untuk lamun melakukan proses fotosintesis dan kandungan nitrat yang
cukup tinggi (Tabel 2) yang memengaruhi pertumbuhan daun lamun di perairan
Kampung Bugis. Dan pada jenis lamun T. hemprichii memiliki nilai rata-rata
sebesar 0,191 cm/hari, lebih rendah bila di bandingkan dengan penelitian Azkab
dan Kiswara (1994) di Teluk Kuta, Lombok Selatan, yang kecepatan
pertumbuhannya sebesar 0,406 cm/hari.
Hasil analisis data yang di dapati adalah nilai rata-rata laju pertumbuhan jenis
lamun E.acoroides lebih tinggi dari jenis T. hemprichii. Perbedaan kecepatan
pertumbuhan daun lamun baik terhadap jenis yang sama maupun jenis yang
berbeda dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti kondisi fisiologi dan
metabolisme, secara faktor eksternal, seperti zat-zat hara (nutrient) dan tingkat
kesuburan perairan, (Kordi 2011). Hal ini didukung oleh pendapat Lanuru (2011),
Lamun jenis E. acoroides memiliki daun yang lebih tebal, lebar dan panjang,
sehingga memiliki ruang fotosintesa yang lebih besar per individunya
dibandingkan jenis lamun T.hemprichii yang memiliki panjang daun hingga 1
meter.
7
D. Produksi Biomassa Daun Lamun
Biomassa adalah hasil perhitungan berat kering daun E.acoroides dan
T.hemprichii pada persatuan luasan pengamatan (m2). Nilai rata-rata biomassa
kedua jenis lamun dapat dilihat pada Tabel 1 .
Tabel 1. Hasil Produksi Daun Lamun
No
Jenis Lamun
Jenis Pengambilan
Biomassa Alami
(gbk/m2)
Biomassa 60 hari
(gbk/m2)
1 Enhalus acoroides 10,71 11,19 2 Thalassia hemprichii 2,92 3,50
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis lamun E.acoroides memiliki nilai rata-
rata sebesar 11,19 gbk/m2 lebih besar dibandingkan dengan nilai rata-rata berat
biomasa daun T.hemprichii 3,50gbk/m2
di perairan Kampung Bugis. Hasil dari
pengukuran rata -rata biomasa daun kedua jenis lamun sama-sama menunjukkan
berat biomasa lamun setelah 60 hari lebih besar dari pada berat biomasa alami.
Hal ini dikarena kan penggunaan metode penandaan sampel yaitu dengan cara
menggunting atau memangkas daun lamun (Zieman et al. 1974), yang memilih
daun yang dikira berumur sedang, yang diduga kurang dari 60 hari. Hal yang
sama dinyatakan penelitian Irawan (2017), di perairan bagian utara dan timur
pulau Bintan mengatakan bahwa morfologi E.acoroides dengan daunnya yang
lebar dan panjang menyebabkan lebih banyak biomassa yang dapat disimpan.
Menurut Irawan (2017), dalam perhitungan stok karbon teramati bahwa padang
lamun yang kerapatannya lebih tinggi tidak berarti memiliki standing stock atau
biomassa yang lebih tinggi juga. Hal ini karena adanya perbedaan morfologi daun
tiap jenis lamun yang dapat memengaruhi kerapatannya.Lamun berukuran besar
seperti E. acoroides memiliki biomassa yang besar untuk pertegakanya, sehingga
walaupun kerapatannya rendah kandungan biomassanya tinggi. Sebaliknya lamun
yang berukuran lebih kecil memiliki biomassa yang rendah untuk pertegakanya,
sehingga walaupun kerapatanya lebih tinggi, kandungan biomassanya lebih
rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di perairan Kampung
Bugis jenis lamun yang berukuran besar E.acoroides memiliki nilai biomassa
lebih besar dari jenis lamun berukuran kecil T. hemprichii.
E. Parameter Kualitas Perairan
Kondisi lingkungan perairan memengaruhi kehidupan lamun baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sejumlah parameter lingkungan perairan
menggambarkan kualitas perairan yang dapat mendukung keberadaan lamun.Hasil
pengukuran parameter lingkungan perairan disajikan dalam Tabel 2.
8
Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Perairan Kampung Bugis
No. Parameter Satuan Hasil Rata – Rata Baku Mutu*
Awal Akhir
Fisika
1 Suhu (°C) 28,50 ± 0,5 28,62 ± 0,4 28 – 30 2 Kecepatan Arus (m/s) 0,17 ± 0,09 0,12 ± 0,07 -
3 Kekeruhan (NTU) 0,38 ± 0,39 0,93 ± 1,06 < 5 Kimia 4 DO mg/L 6,4 ± 0,5 7,0 ± 0,3 >5
5 pH - 7,76 ± 0,09 7,95 ± 0,18 7 – 8,5
6 Salinitas (0/00) 32 ± 1 33 ± 1 33 – 34
7 Nitrat mg/L 2,803 ± 0,42 0,067 ± 0,14 0,008 8 Fosfat Mg/L 0,010 ± 0,013 0,034 ± 0,079 0,015
Substrat 9 Tipe Substrat - Berpasir 10 BOT (%) 11,04 ± 4,33 13,24 ± 6,96 -
Sumber data:Data Penelitian (2017)
*KEPMEN LH No 51 Tahun 2004 Lampiran III
Bedasarkan Tabel di atas diketahui hasil pengukuran suhu di perairan
Kampung Bugis pada area lamun sebesar 29°C. Dengan besar kecepatan arus rata-
rata sebesar 0,15 m/s. Nilai kekeruhan sebesar 0,7 NTU. Kandungan salinitas
sebesar 33 0/00. Nilai DO secara keseluruhan dengan rata-rata 6,7 mg/L. Nilai
derajat keasaman (pH) nilai rata-rata awal sebesar 7,75 dan nilai rata-rata pH akhir
sebesar 7,95. Kandungan kadar nitrat sebesar 1,737 mg/L. Kandungan kadar
fosfat sebesar dengan rata-rata 0,022 mg/L. Hasil analisis tipe substrat di perairan
Kampung Bugis adalah tipe substrat berpasir dengan fraksi sand sebanyak 86,7%,
gravel 13,3%. Dan Kandungan BOT (Bahan Organik Terlarut) nilai rata-rata
sebesar 12,14%.
F. Hubungan Nitrat, Fosfat, BOT, DO terhadap Laju Pertumbuhan Daun
Lamun
Pertumbuhan lamun di perairan di pengaruhi oleh parameter kualiatas air
seperti Nitrat, Fosfat, BOT, dan oksigen terlarut (DO). Untuk melihat hubungan
antara parameter dengan laju pertumbuhan dengan kedua jenis lamun dapat
menggunakan persamaan regresi linear berganda, Sedangkan untuk melihat
keeratan hubungan antar parameter terhadap jenis lamun dengan melihat nilai
koefesien korelasi.
Regrasi dan korelasi nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan
lamun E. acoroides di jelaskan pada model regresi berikut:
Y = 0,373 – 0,028 X1 + 0,169 X2 – 0,001 X3 – 0,033 X4
Keterangan:
Y = variabel terikat (Laju pertumbuhan E. acoroides)
X = varibel bebas (X1= nitrat, X2= fosfat, X3 = BOT, X4 = DO)
9
Nilai koefisien dan korelasi nitrat terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (r =
-0,028) menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat hubungan rendah sehingga
diduga peningkatan nilai nitrat dapat menurunkan laju pertumbuhan E. acoroides.
Nilai koefisien fosfat terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (r = 0,169)
menunjukkan nilai positif, maka dapat diduga setiap peningkatan fosfat dapat
memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan E. acoroides. Nilai koefisien BOT
terhadap laju pertumbuhan E. acoroides (-0,001) menunjukkan nilai negatif, maka
dapat diduga setiap peningkatan BOT dapat memengaruhi penurunan laju
pertumbuhan E. acoroides. Nilai koefisien DO terhadap laju pertumbuhan E.
acoroides (-0,033) menunjukan nilai negatif, maka dapat diduga setiap
peningkatan BOT dapat memengaruhi penurunan laju pertumbuhan E. acoroides.
Besarnya pengaruh nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan lamun
E. acoroides yaitu sebesar 0,394 dengan tingkat hubungan rendah yang
menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lamun E. acoroides dipengaruhi oleh
faktor lain. Hal ini diduga karena wilayah lokasi penelitian merupakan perairan
laut terbuka, sehingga tidak terkontrol yang memengaruhi pertumbuhan lamun.
Regresi dan korelasi nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju pertumbuhan
lamun T. hemprichii di jelaskan pada model regresi berikut:
Y = -0,022 + 0,006 X1 - 0,041 X2 – 0,0000899 X3 + 0,004 X4
Keterangan:
Y = variabel terikat (Laju pertumbuhan T. hemprichii)
X = varibel bebas (X1= nitrat, X2= fosfat, X3 = BOT, X4 = DO)
Nilai koefisien dan korelasi nitrat terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (r =
0,006) menunjukkan korelasi positif dengan tingkat hubungan rendah sehingga
diduga peningkatan nilai nitrat dapat menurunkan laju pertumbuhan T.
hemprichii. Nilai koefisien fosfat terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (-
0,041) menunjukkan nilai negatif , maka dapat diduga setiap penurunan fosfat
dapat memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan T. hemprichii. Nilai koefisien
BOT terhadap laju pertumbuhan T. hemprichii (-0,0000899) menunjukan nilai
negatif, maka dapat diduga setiap peningkatan BOT dapat memengaruhi
penurunan laju pertumbuhan T. hemprichii. Nilai koefisien DO terhadap laju
pertumbuhan T. hemprichiii (0,004) menunjukan nilai positif, maka dapat diduga
setiap peningkatan DO dapat memengaruhi peningkatan laju pertumbuhan T.
hemprichii namun. Besarnya pengaruh nitrat, fosfat, BOT, dan DO terhadap laju
pertumbuhan lamun T.hemprichii yaitu sebesar 0,251 dengan tingkat hubungan
rendah yang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan lamun T.hemprichii
dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini diduga karena wilayah lokasi penelitian
merupakan perairan laut lepas, sehingga tidak terkontrol yang memengaruhi
pertumbuhan lamun.
G. Aspek Pengelolaan
Berdasarkan hasil penelitian laju pertumbuhan antara jenis lamun E. acoroides
dan T. hemprichii di perairan Kampung Bugis adalah terdapat adanya perbedaan
yang membuktikan jenis lamun E. acoroides lebih cepat tumbuh dan
menghasilkan produksi biomassa daun lamun lebih besar dari jenis lamun T.
10
hemprichii. Kandungan nutrien (nitrat, fosfat, BOT) di perairan Kampung Bugis
tergolong mesotrofik. Agar perairan tidak mengalami eutrofik maka perlu untuk
dilakukan pengelolaan yaitu dengan melibatkan tiga pelaku utama: pemerintah,
masyarakat pesisir, dan peneliti. Peningkatan pemahaman dengan cara sosialisasi
mengenai penting menjaga kestabilan lingkungan perairan agar keberlangsungan
kebaikan perairan tetap tergaja sehingga memberikan manfaat kembali ke pada
masyarakat.
Pemanfaatan padang lamun di perairan Kampung Bugis cukup tinggi,
diantaranya kegiatan masyarakat seperti berkarang mencari biota ekonomis,
memasang bubu dan nelayan mencari ikan di kawasan tersebut. Dari kegiatan
tersebut dapat mengkawatirkan keberadaan lamun. Salah satu upaya untuk
menjaga keberadaan padang lamun tetap ada, dengan cara transplantasi lamun di
perairan Kampung Bugis. Berdasarkan kajian penelitian yang diperoleh dari dua
jenis lamun yang dominan di perairan Kampung Bugis, jenis E. acoroides lebih
cocok untuk dilakukan tranplantasi lamun di perairan Kampung Bugis.Selain
cepat tumbuh, jenis lamun ini mampu hidup di berbagai tipe substrat sehingga
adaptasinya tinggi dan juga banyak manfaat untuk memecah ombak agar tidak
terjadi abrasi di sepanjang pantai perairan Kampung Bugis.
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan daun jenis lamun Enhalus acoroides lebih tinggi dari pada
pertumbuhan daun lamun Thalassia hemprichii.
2. Produksi biomassa daun lamun alami dan biomassa setelah 60 harijenis
lamun Enhalus acoroides lebih besar dari pada jenis lamun Thalassia
hemprichii.
3. Hubungan laju pertumbuhan daun lamun jenis Enhalus acoroides dengan
nitrat menunjukkan nilai positif dengan tingkat hubungan rendah dan jenis
Thalassia hemprichii dengan fosfat dan DO menunjukkan nilai positif dengan
tingkat hubungan rendah.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kajian mengenai laju
pertumbuhan dan produksi biomassa tidak hanya diukur dari dimensi panjang
saja, tetapi perlu di ukur dari dimensi lebar, dimensi bobot daun lamun dan tingkat
kerentanan lamun agar data penelitian selanjutnya lebih rinci dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Alie, K. 2010. Pertumbuhan dan Biomassa Lamun Thalassia hemprichii di
Perairan Pulau Bone Batang, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Sains
MIPA 16 (2): 105-110.
Asriyana.,Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta.
11
Azkab, M. H. 1987. Peranan Lamun di Perairan Laut Dangkal. Oseana 11(1): 12-
23.
Azkab, M. H. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di Pari
Pulau Seribu Teluk Jakarta: Biologi, Budidaya, Oseanografi, Geologi dan
Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi-LIPI, Jakarta.
Azkab, M. H., Wawan Kiswara. 1994. Pertumbuhan dan Produksi Lamun di
Teluk Kuta, Lombok Selatan. Lembaga Ilmu Kelautan Pengetahuan Indonesia
1(1) 36-37.
Azkab. M. H. 1999. Pedoman Iventarisasi Lamun. Oseana 24(1): 1-16.
Azkab, M. H., Hutomo M.2000. Struktur dan Fungsi pada Komunitas
Lamun. Oseanografi 25(3): 9-17.
Ballesteros, E., E. Cebrian., Alcoverro. T. 2007. Mortality of shoots of Posi
Posidonia oceanica following meadow invasion by the red alga Lophocladia
lallemandii. Botanica Marina 50(1):8-13.
Christon., O. S. D., Noir, P. P. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap
Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun Enhalus acoroides di Pulau Pari
Kepulauan Seribu Jakarta. Ilmu Kelautan dan Perikanan 1(3): 287-294.
Erftermeijer.1994. Differences in Nutrient Concentration and Resources between
Seagress Comunities on Carbonateand Terigenous Sediments in South
Sulawesi, Indonesia.Marine Sciene 5(4) :403-419
English, S., Wilkinson, C.,Baker, V. 1997. Survey Manual of Tropical Marine
Resources 2nd
Edition. Townsville: Australia Institute of Marine Science.
Gosari, B. J. A., Haris. A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Lamun di
Kepulauan Spermonde. Ilmu Kelautan dan Perikanan 22(3): 156-162.
Irawan, A. 2017. Potensi Cadangan dan Serapan Karbon oleh Padang Lamun di
bagian Utara dan Timur Pulau Bintan. LIPI 2(3): 1-79.
Kiswara, W. 1992.Vegetasi Lamun (seagrass) di rataan terumbu Pulau Pari,
Pulau-Pulau Seribu Jakarta. Oseanologi di Indonesia 25:31-49.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Baku Mutu AirLaut
untuk Biota untuk Air Laut.
Kordi, K. G. 2011. Ekosistem Lamun (seagrass) fungsi, potensi pengelolaan.
Rineka Cipta: Jakarta.
12
Lanuru, M. 2011. Bottom Sediment Characteristics Affecting the Success of
Seagrass (Enhalus acoroides) Transplantation in the Westcoast of South
Sulawesi (Indonesia).3rd International Conference on Chemical, Biological
and Environmental Engineering. IACSIT Singapore. 20.
Mustafa, A. 2015. Kandungan Nitrat dan Fosfat Sebagai Faktor Tingkat
Kesuburan Perairan Pantai. DISPOTEK 6(1):1-8.
Rahman, A. A., Nur, A., I., Ramli, M. 2016. Studi Laju Pertumbuhan Lamun
(Enhalus acoroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten
Konawe Selatan. Ilmu Kelautan dan Perikanan 1(1): 10-16.
Riniatsih, I. 2016. Distribusi Jenis Lamun Dihubungkan Dengan Sebaran Nutrien
Perairan di Padang Lamun Teluk Awur Jepara.Kelautan Tropis 19(2):101-107.
Sakey. W. F., Wagey. B. T., Gerung. S. 2015. Variasi Morfometrik Pada
Beberapa Lamun di Perairan Semenanjung Minahasa. Pesisir dan Laut Tropis
1(1):1-8.
Simon, P., Hairati, A., Malik S. Abdul. 2015. Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen
Terlarut dan pH Kaitannya Dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau
Buru.Pesisirdan Laut 1(1):1-9.
Supradi., Soedarma, D., Kaswadji, R. F. 2006. Beberapa Aspek Pertumbuhan
Lamun Enhalus acoroides (Linn.F) Royle di Pulau Barang Lompo
Makassar.Biosfera 23(1): 1-8.
Supriyadi, I. H., Kuriandewa, T.E., 2008. Seagrass Distribution at Small Islands:
Derawan Archipelago, East Kalimantan Province, Indonesia. Oseanologi
danLimnologi34(1):83-99.
Tangke, U. 2010. Ekosistem Padang Lamun (Manfaat, Fungsi, dan Rehabilitasi).
UMMU-Ternate.Ilmiah Agribisnis dan Perikanan 3(1):1-9.
Tasabaramo. I. A., Kawaroe. M., Rappeo. R. A., 2015. Laju Pertumbuhan
Penutupan, dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang
ditansplantasi Secara Monospesies dan Mulitispesies. 7(2):757-770.
Ulqodry, T. Z., Yulisman., Syahdan. M., Santoso. 2010. Karaketeristik dari
Sebaran Nitrat, Fosfat dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa Jawa
Tengah. Penelitian Sanis 13(1): 35-41.
Vatria, B. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia yang Dapat Menyebabkan
Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya.
Ilmu Kelautan dan Perikanan 9(1): 47-54.
13
Wangkanusa, M.S., Kondoy. K. F., Rondonuwu. A. B. 2017. Identifikasi
Kerapatan dan Karakter Morfometrik Lamun Enhalus acoroides pada Substrat
yang Berbeda di Pantai Tongkeina Kota Manado. Ilmiah Platax 5(2):1-8.
Wicaksono, S.G., Widianingsih. dan S.T. Hartati. 2012. Struktur Vegetasi dan
Kerapatan Jenis Lamun di Perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten
Jepara. Marine Research 1(2): 1-7.
Zieman, J.C., N.G Wetzed. 1974. Productivity in Seagress: Methods and Rates in
Handbook of Seagress Biology: an ecosystem perspective (R.C. Phillips and
C.P. McRoy eds.) Garland Publ.Inc. New York.: 87-115.
Zulfia, N., Aisyah. 2011. Status Trofik Perairan Rawa Pening Ditinjau Dari
Kandungan Unsur Hara (NO3 dan PO4) Serta Klorofil-a. Bawal 5(3 ): 189-199.
Zulfikar. A., Hartoko., Hendrarto. 2016. Distribusi Dan Kandungan Karbon Pada
Lamun (Enhalus Acoroides) Di Pulau Kemujan Taman Nasional Karimunjawa
Berdasarkan Citra Satelit Distribution And Carbon Biomass Of Seagrass
(Enhalus Acoroides) In Kemujan Island Karimunjawa NationalPark Based On
Satellite. Mquares 5(4): 165-172