labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di...
DESCRIPTION
bibir sumbingTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang
meliputi hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan
menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu
keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya
sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi
umum, lainnya dengan anestesi lokal/regional.
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa
tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi
dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan
suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi
riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik,
obat-obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-
kemungkinan yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang
mungkin timbul pada pasca anestesi.
Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang
dapat dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan
pengawasan ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan
sadar dan kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi.
Anestesi juga dibedakan menjadi anestesi obstetri, geriatri dan pediatri, Semua
prinsisp dasar anestesi dapat diterapkan pada anak, akan tetapi karena anatomi dan fisiologi
anak-anak yang berbeda dari dewasa, maka dapat menimbulkan masalah terutama pada
neonates dan anak-anak dengan berat badan kurang dari 15kg.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Usia : 12 bulan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Kampung Kramat RT 14/05
Tanggal Masuk RS : 6 Januari 2014
II. Anamnesis
Pasien anak 12 bulan, datang ke poli spesialis dengan keluhan menderita
sumbing sejak lahir. Ketika meminum susu tidak tersedak. Riwayat ibu saat hamil ANC
teratur, kontrol di dokter tetapi obat yang diberikan jarang diminum, masa kehamilan 42
minggu, lahir pervaginam dengan vacum, berat badan lahir 4 kg, tidak ada kelainan yang
ditemukan, hanya ibu pasien yang merasa bibir pasien tidak seperti normal. Anak ke tiga dari
3 bersaudara, usia ibu saat hamil 29 tahun. Riwayat sakit saat hamil disangkal. Saudara
kandung tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 60 cm
BMI :
2
Tanda tanda vital
Tekanan darah : 80/50 mmhg
Nadi : 120 x/menit
Suhu : 36,4 C
Pernafasan : 24 x/menit
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Hidung : Simetris, liang hidung lapang, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Simetris, liang telinga lapang, MT intak +/+, sekret -/-
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), bau pernafasan (-),
gerak sendi temporo mandibula baik
Gigi geligi : Gigi palsu (-), gigi goyang (-), gigi depan menonjol (-)
Rongga mulut : Labioschisis (+), terlihat palatum mole dan durum, terlihat
tonsil dan uvula
(Mallampati I), oral hygiene baik.
Leher : Leher pendek (-), gerak vertebra servikal baik, KGB tidak
teraba membesar
Thorax : Bentuk simetris, gerak dinding dada simetris kanan dan kiri
Cor : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vocal fremitus simetris, sonor (+/+), suara nafas vesikuler
normal, Ronki (-/-), wheezing (-/-)
3
Abdomen : Datar, teraba supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4x/menit,
nyeri tekan titik Mcburney (+),psoas sign (+), rovsing sign (+),
obturator sign (+), defense mucsular (-), timpani.
Ekstremitas : Akral hangat (+) Edema (–)
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
H2TL
o Hb : 12,3 gr/dl
o Ht : 38,5 %
o Leukosit : 12000 /uL
o Trombosit : 336.000 /uL
Kimia Klinik
o GDS : 79 mg/dl
o Ureum : 26 mg/dl
o Kreatinin :0,53 mg/dl
AGD dan elektrolit
o Natrium : 139 mmol/L
o Kalium : 4,8 mmol/L
o Clorida :106 mmol/L
III. RESUMESeorang pasien anak 12 bulan laki-laki, datang ke poli spesialis dengan keluhan
menderita sumbing sejak lahir. Ketika meminum susu tidak tersedak. Riwayat ibu saat hamil
ANC teratur, kontrol di dokter tetapi obat yang diberikan jarang diminum, masa kehamilan
42 minggu, lahir pervaginam dengan vacum, berat badan lahir 4 kg, tidak ada kelainan yang
ditemukan, hanya ibu pasien yang merasa bibir pasien tidak seperti normal. Anak ke tiga dari
3 bersaudara, usia ibu saat hamil 29 tahun. Riwayat sakit saat hamil disangkal. Saudara
kandung tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan keluhan/kelainan lain. Pada hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan jumlah leukosit yang meningkat.
4
IV. DIAGNOSA KERJALabioschisis
V. KESIMPULANBerdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan:
Diagnosa perioperatif:
Status operatif : ASA 2
Jenis operasi : Labioplasty
Jenis anestesi : Anestesi Umum
5
BAB III
LAPORAN ANESTESI
A. Pre Operatif
Informed Consent (+)
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 102 x/menit
RR : 24 x/menit
Terpasang infus di tangan kiri KA.EN 1B dan RL
Diberikan premedikasi Fortanes 2mg dan SA 0,01mg secara IV
B. Monitoring Tindakan Operasi :
Jam Tindakan Tekanan
Darah
(mmHg)
Nadi
(x/menit)
Saturasi
O2 (%)
16.35 - Pasien masuk ke kamar
operasi, dan dipindahkan
ke meja operasi.
Pemasangan monitoring
tekanan darah, nadi, saturasi
O2.
Infus KA.EN 1B terpasang
pada tangan kiri.
70/55 145 100
6
16.40 Kondisi terkontrol 77/45 140 100
16.45 Dilakukan induksi dengan
Proanest 20mg secara IV
Dalam beberapa saat pasien
teranestesi secara umum.
75/46 140 100
16.50 Diberikan Ecron 1mg secara
IV
Dilakukan pemasangan ETT
no.3,5
Maintenance dengan:
o O2 5L/m
o N2O 1.5L/m
o Isoflurane 3.5L/m
75/50 148 100
16.55 Diberikan Fentanyl 25mg
secara IV
75/50 140 100
17.00-
17.10
Kondisi terkontrol 75/50 149 100
17.15 Operasi labioplasty dimulai 75/50 149 100
17.20 Diberikan Fentanyl 25mg
secara IV
78/50 145 100
17.25 Diberikasn Dexamethasone
2,5mg secara IV
78/50 148 100
17.30 Kondisi terkontrol 60/30 150 100
17.35 Kondisi terkontrol 65/30 140 100
7
17.40-
17.50
Kondisi terkontrol 65/30 155 100
17.55 Kondisi terkontrol 65/40 150 100
18.00 Kondisi terkontrol 65/35 145 100
18.05 Kondisi terkontrol 70/30 155 100
18.10 Kondisi terkontrol 70/30 150 100
18.15 Kondisi terkontrol 70/30 155 100
18.20 Kondisi terkontrol 68/40 150 100
18.25 Kondisi terkontrol 68/45 150 100
18.30 Diberikan Dexamethasone
2,5mg secara IV
70/45 145 100
18.35 Operasi labioplasty selesai 75/40 148 100
18.40 Kondisi terkontrol 78/40 150 100
18.45 Kondisi terkontrol 80/40 150 100
18.50 Kondisi terkontrol 80/40 150 100
18.55 Diberikan Kaltopren Sup ½
kapsul
80/40 150 100
19.00 Pasien bisa menangis dan
menggerakan seluruh anggota
geraknya
85/41 100
C. INTRAOPERATIF ( 7 JANUARI 2014)
8
Tindakan Operasi : Labioplasty.
Tindakan Anestesi : General Anestesi.
Lama Operasi : 80 menit (17.15-18.35).
Lama Anestesi : 135 menit (16.45-19.00).
Teknik Anestesi : Preoksigenasi 6L/m, premedikasi dengan Fortanes dan SA 0,01mg,
induksi, ETT no.3,5, Cuff +, Kinking, Guedel -.
Posisi : Supine
Pernafasan : Kontrol.
Infus : KA.EN 1B dan Ringer Laktat pada tangan kiri.
Premedikasi : Fortanes 2mg dan SA 0,01mg
Induksi : Proanes 20mg
Rumatan : - O2 5L/m
- N20 1.5L/m
- Isoflurane 3,5L/m
Medikasi : - Proanes 20mg
- Ecron 1mg
- Fentanyl 50mg
- Dexamethasone 5mg
- Kaltopren Sup ½ kapsul
Cairan : Cairan Masuk : KA.EN 1B 100cc + RL 100cc.
D. POST OPERATIF
9
- Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke bangsal A
- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran : compos mentis
TD : 80/45 mmHg
Nadi : 150x/min
- RL 800 mL/ 24 jam
Penilaian pemulihan kesadaran
Gambar 1. Steward Score
Nilai yang didapat lebih dari 5, boleh pindah ke ruang A.
BAB IV
10
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis labioschisis dengan ASA 2, yakni pasien dengan penyakit sistemik ringan atau
sedang. Pasien dianjurkan untuk melakukan operasi Labioplasty. Menjelang operasi pasien
tampak sakit ringan, tenang, kesadaran compos mentis.
Premedikasi yang diberikan Fortanest 2 mg, Fortanest berisi Midazolam
mempotensiasi GABA (penghambat neurotransmitter) dengan memperkuat ikatan GABA-
reseptor sehingga menyebabkan penurunan respon saraf. Midazolam memiliki efek sedasi,
induksi tidur yang cepat dan anti konvulsan serta relaksasi otot. Obat ini memiliki awitan aksi
30 detik-1 menit, efek puncak 3-5 menit, dan lama aksi 15-80.
Selain itu diberikan Sulfas Atropine 0,01 mg (dosis premedikasi 0,01-0,02mg/kgBB).
Sulfas Atropine merupakan antikolinergik yaitu obat yang memblokade neurotransmiter
asetilkolin dengan cara inhibisi kompetititf. Obat omo menghinhibisi tonus parasimpatis,
dengan konsekuensi menurunkan tonus otot polos di saluran certam aluran kemih dll.
Jenis anestesi yang dilakukan yaitu anestesi umum dengan Proanest 20 mg (dosis 2-
2,5/kgBB).proanest berisi Propofol yang merupakan obat dengan efek induksi sedasi sadar,
pemeliharaan dari anestesia. Awitan aksi 40 detik, efek puncak 1 menit, dan lama aksinya 5 –
10 menit. Propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA.
Lalu diberikan Ecrone 1 mg (Vecuronium Bromida), merupakan obat pelumpuh otot
(dosis 0,08 – 01mg/kgBB) Obat ini bersifat memblok reseptor asetilkolin pada otot, tetapi
tidak menyebabkan depolarisasi pada membran otot. Lama kerjanya 30 menit dan
membutuhkan waktu 3 menit untuk mencapai efek total.
Setelah itu diberikan Fentanyl 50 µg (dosis 1-3µg/kgBB). Fentanyl memiliki
kekuatan 100x morfin distributifnya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi
fraksi terbesar dirusak di paru dimetabolis oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasi dan
sisa metabolismenya dikeluarkan melalui urin efek depresi napasnya lebih lama dibanding
dengan efek analgesiknya (kurang lebih 30 menit) karena itu hanya digunakan untuk anestesi
pembedahan tidak untuk pasca bedah
11
Diberikan Dexamethasone 5,0 mg, dexamethasone adalah obat golongan steroid yang
mekanisme kerjanya berhubungan dengan mencegah pembentukan prostaglandin dan
merangsang pelepasan endorphin, yang mempengaruhi mood dan tingkat ketenangan.
Mekanisme kerja dexamethasone dengan inhibisi pelepasan asam arachidonat, modulasi
substansi yang berasal dari metabolisme asam arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3.
Dexamethasone mempunyai efek antiemetik. Dexamethasone memiliki waktu kerja yang
lama sekitar dua jam dan sangat baik diberikan sebagai profilaksis saat sesudah induksi
dibandingkan saat selesai anestesi untuk mencegah PONV (Post Operative Nausea and
Vomiting) . Dexamethasone mempunyai waktu paruh 36-72 jam. Dexamethasone
mempunyai efek yang sama pada anak-anak dan dewasa. Dosis dexamethasone 4-10 mg
untuk dewasa , dan 150ug/KgBB untuk anak-anak. Dexamethasone di metabolisme di hepar
dan diekskresikan melalui ginjal.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan N20 1,5 lpm, O2 5 lpm, dan
isoflurane 3,5 lpm vol% dengan cara inhalasi dengan mesin anesthesia. Isofluran merupakan
Isomer dan enfluran dengan efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih anestesia
dengan isoflurane cepat. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga
banyak digunakan. N20 bersifat anestetik lemah tetapi analgesik digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri. Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan tiap 5 menit secara efisien dan
terus menerus, dan pemberian cairan intravena KA-EN 1B dan Ringer Laktat.
Terapi cairah intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :
Berat Badan pasien 8 kg
12
Kebutuhan Cairan Basal (M) :
4 ml x 8 kg = 32 ml/jam
Total : 32 ml/jam
Kebutuhan cairan operasi (O) :
Operasi ringan = 0-2 ml/kg
2 ml x 8kg = 16 ml
Kebutuhan cairan puasa (P)
Kebutuhan cairan basal x lama puasa (jam)
32 ml x 6 jam = 192 ml
Pemberian cairan jam pertama :
Kebutuhan cairan basal + Kebutuhan cairan operasi + 50% kebutuhan cairan puasa =
32 ml + 16 ml + 192 ml = 290 ml
Dibulatkan menjadi 300ml
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Labioschisis
I. DEFINISI
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah
pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada
bahagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir
memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika
celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.
II. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan
berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan
factor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti
melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan
mengalami labioschisis. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis
meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat
labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama
asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih
cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis.8
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:
- Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas
(pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan
Zn)
- Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
- Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
- Faktor genetik
14
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan
maksilaris) pecah kembali.
III. KLASIFIKASI
Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :
- Komplit
- Inkomplit
Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :
- Unilateral
- Bilateral
IV. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain :
- Masalah asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya
labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu
atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek
menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap
lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin
dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga
dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada
palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya
membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan
tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan
masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
- Masalah Dental
15
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang
berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari
celah bibir yang terbentuk.
- Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan
penutupan tuba eustachius.
- Gannguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat
menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada
yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum,
kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara
mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk
menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", and terapi bicara (speech therapy)
biasanya sangat membantu.
V. PENATALAKSANAAN
Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh “team labiopalatoschisis” yang terdiri
dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi,
psikoloog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya
diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan.12 Ada tiga tahap
penatalaksanaan labioschisis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi
Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima
tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang
dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi
berat badan lebih dari 10 pounds atausekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih
16
dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus
diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah
parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu
dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar
sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi
tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi
minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak
untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah Selain itu celah
pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk
menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang
yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat
dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat
operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak
sempurna.Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
2. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah
soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan
oleh seorang ahli bedah Usia optimal untukoperasi bibir sumbing (labioplasty) adalah
usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6
bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf
bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir
tetap menjadi kurang sempurna.
Gambar 3. Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan sudut celah pada bibir
dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura. (D) bagian atas bibir
disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai kebawah untuk menutup celah secara
keseluruhan.
Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 – 20 bulan mengingat anak
aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah
usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi
suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang
salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila
17
gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk
gusi dilakukan pada saat usia 8–9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
3. Tahap setelah operasi.
Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari
tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan
memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing
luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus
untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang
ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya
untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi
bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak
sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.
VI. PROGNOSIS
Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/ disembuhkan.
Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan
hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik
pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana
mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara
yangberkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah
berbicara pada anak labioschisis.
VII. Anastesi pada anak
Semua prinsisp dasar anestesi dapat diterapkan pada anak, akan tetapi karena anatomi dan
fisiologi anak-anak yang berbeda dari dewasa, maka dapat menimbulkan masalah terutama
pada neonates dan anak-anak dengan berat badan kurang dari 15kg.
Perbedaan anatomi dan permasalahannya
Anak-anak mempunyai proporsi ukuran kepala yang lebih besar, sehingga dibutuhkan posisi
yang berbeda , kadang dibutuhkan bantal di bawah bahu untuk melapangkan jalan napas dan
laringoskopi. Laring pada anak-anak juga berbeda dengan dewasa. Pada orang dewasa tempat
18
tersempit dari aliran udara adalah pada tingkat pita suara, sedangkan pada anak-anak tempat
tersempit ada di bawah pita suara yaitu kartilago krikoidea. Jalan napas terbentuk sirkuler
pada potongan melintang, sehingga dapat digunakan pipa endotrakea tanpa balon. Kebocoran
kecil di sekitar pipa dapat di tanggulangi dengan tampon yang di basahi oleh air atau salin;
jangan menggunakan paraffin cair (minyak mineral), karena dapat mencederai paru-paru.
Jangan menggunakan pipa dengan balon bila diameter interna kurang dari 0,6 mm.
Obat anastesi intravena:
- Secara umum neonates membutuhkan dosis lebih rendah, sedangkan bayi
membutuhakn dosis yang lebih besar.
- Propofol belum di rekomendasikan penggunaanya untuk anak di bawah usia 3 tahun
walaupun sudah banyak digunakan, bahkan pada neonates.
- Hamper semua obat induksi IV menyebabkan hipotensi, kecuali ketamin
- Proporsi curah jantung yang mencapai otak lebih besar pada neonates dibandingkan
pada anak yang lebih besar, sehingga dosis untuk induksi intravena pada neonates
menjadi lebih kecil.
- Fungsi ginjal dan hati yang belum sempurna menyebabkan eksresi obat lebih lambat
sehingga interval dosis yang diberikan harus lebih lambat untuk menghindari toksis
Obat intravena Dosis inisial Laju infuse ug/kg/menit
propofol 1-2mg/kg 100-200ug/kg/menit
ketamine 1-2mg/kg 25-100ug/kg/menit
Midazolam 0,5-1 mg/kg per oral
atau per rektal
0,1-0,2 mg/kg IV atau
IM
0,2 mg/kg
intranasal
Diazepam 0,2mg/kg per oral atau
per rektal
thiopental 3-5 mg/kg
19
Obat anastesi inhalasi
- MAC obat anastesi inhalasi lebih besar pada anak yang lebih muda dan menurun
sejalan dengan meningkatnya usia, namun neonates membutuhkan konsentrasi yang
lebih kecil dibandingkan dengan bayi. Obat anestesi inhalasi yang dibutuhkan pada
bayi 30% lebih besar dari normal, namun batas keamanan antara efek anesthesia yang
adekuat dan depresi system kardiovaskuler dan respirasi lebih sempit dibandingkan
pada dewasa.
- Obat anastesi inhalasi lebih cepat mencapai otak sehingga lebih mudah untuk
melakukan induksi anastesia. Begitu pula dengan waktu pulih yang lebih cepat.
- Nefrotoksik yang disebabkan karena ion fluoride sebagai hasil metabolism
sevoflurance jarang terjadi pada anak karena hasil metabolitnya tidak pernah
mencapai kadar toksis.
Obat pelumpuh otot
- Bayi premature mempunyai masa otot lebih sedikit
- Reseptor asetil kolin mempunyai subtype (fetal) yang berbeda
- Bayi premature menunjukan terjadi kelelahan pascatetanik dalam 15-20 menit
- Respon EMG berkurang pada neonates aterm sampai 12 minggu PCA
- Reseptor pada NMJ belum matang dan jumlah masih sedikit pada neonates dan bayi.
- Dosis obat pelumpuh otot tergantung dari volum cairan ekstra sel. Volum cairan
ekstraselular relative konstan (6-8 L/m2)
- Suksinilkolin:
o kebutuhan dosis yang lebih (mg/kg).
o pada neonates, aktifitas di reseptor NMJ berkurang.
o Sering terjadi bradikardi dan hiperkalemia (luka bakar, AMD, myopati)
o Sering terjadi myoglubinuria
o Onset cepat (<1menit)
o Pulih sadar cepat
o Dapat diberikan IM.
20
- Pelumpuh otot non depol:
o Neonates dan bayi lebih sensitive
o Masa kerjanya lebih panjang, karena reseptor dan serabut ototnya belum
matang.
o Eliminasi lebih lama
Obat analgetik opioid
- Neonatus lebih sensitive terhadap analgetik opioid karena pusat pernapasanyang
belum matur, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya sleep apnue
- Albumin dan 1 acid glycoprotein adalah dua protein utama yang meningkat opioid.
Kedua protein ini mengalami perubahan jumlah dan kematangan sesuai dengan
penambahan usia.
- Sering terjadi bradikardi dan hipotensi pada pemberian opioid
- Efek samping opioid, seperti depresi pernapasan dan sedasi sering terjadi pada bayi
Fentanyl mcg/kg/hr Morphine
mcg/kg/hr
Pain level populasi
1 5-10 Severe Preterm
newborn0,5 2-5 moderate
0.5 1-2 Mild
1-2 10-20 Severe Term
Newborn0,5-1 5-10 moderate
0-0,5 2-5 Mild
1-2 15-30 Severe Older infant
1 10-20 moderate
0-1 5-10 Mild
Premedikasi
21
Tujuan utama premedikasi pada anak adalah untuk memfasilitasi perpisahan dengan orang
tua yang tidak nyaman, sehingga kecemasan pada saat indikasi berkurang. Obat premedikasi
yang dapat diberikan yang paling sering adalah midazolam, ketamin, dan klonidin.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Bustami N, Joni R, Zahari A. Bibir Sumbing di Kabupaten 50 Kota dan Solok,
Sumatra Barat. Padang : Ilmu Bedah FK Universitas Andalas/ RSUP Dr M
Jamil.1997.
2. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG. Cleft Lip And Palate, Introduction.
Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WB
Saunders.
3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal Dan Tingginya Prevalensi
Sumbing Bibir/Langit-Langit Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa
Tenggara Timur (Laporan Pendahuluan). Disitasi dari : http://www.kalbe.co.id
/files/cdk/files/18.html. Pada tanggal 15 November 2009.
4. Webmaster. Bibir sumbing. Disitasi dari : http://www.klikdokter.com/
illness/detail/104.htm. Pada tanggal 15 November 2009. Perbaharuan terakhir
: Januari 2008.
5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta :
EGC.2005.
6. Webmaster. Cleft Lip. Disitasi dari : http://www.allianceforsmiles.org
/?q=content/what-cleft-lip-cleft-palate.htm. Pada tanggal : 16 November 2009.
Perbaharuan terakhir : Juli 2008.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Cleft Lip and Cleft Palate.
Disitasi dari : http://cdc.gov/ncbddd/bd/cleft.htm. Pada tanggal : 16 November
23
2009. Perbaharuan terakhir : April 2009.
8. Webmaster. Cleft Lip and Palate. Disitasi dari : http://www.healthofchild
ren.com/C/Cleft-Lip-and-Palate.html?Comments[do]=mod&Comments[id]
=4.htm. Pada tanggal : 13 November 2009. Perbaharuan terakhir : Janurai
2009.
9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam :
Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius – FK UI. 2005.
10. Webmaster. Cleft Lip and Cleft Palate. Disitasi dari :
http://www.wrongdiagnosis.com/c/cleft_palate/book-diseases-7a.htm. Pada
tanggal : 16 November 2009. Perbaharuan terakhir : januari 2009.
11. The Cleft Palate Foundation. Cleft Lip and Palate (Orofacial Cleft). Disitasi
dari : http://www.obfocus.com/high-risk/birthdefects/cleft%20lip%20and
%20cleft%20palate.htm . Pada tanggal : 14 November 2009. Perbaharuan
terakhir : Juli 2008.
12. Cleft Lip and Palate Association (CLAPA). Case study : Facts About Cleft Lip
and Palate Surgey. Disitasi dari : http://www.opsa-charity.org/case-study.html.
Pada tanggal : 15 November 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2006.
13. Nawasasi L. Sumbing, Kapan Harus Dioperasi ?. Disitasi dari :
http://lakshminawasasi.blogspot.com/sumbing-kapan-harus-dioperasi_
06.html . Pada tanggal : 11 November 2009. Perbaharuan terakhir :
Januari 2009
14. Kaneshiro NK. Cleft Lip Repair – Series. Disitasi dari :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100010_4.htm . Pada
24
tanggal : 15 November 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2009.
25