labioplasti bilateral menggunakan metode straight line

28
LABIOPLASTI DENGAN TEHNIK VEAU III SRAIGHT LINE CLOSURE PADA LABIOSHIZIC BILATERAL I. PENDAHULUAN Celah bibir bilateral merupakan celah bibir pada kedua sisi premaksila baik komplit atau inkomplit sehingga pada keadaan ini tidak ada sisi yang normal sebagai pembandingnya.Celah ini disebabkan tidak terjadinya penyatuan komponen medial nasal dengan komponen labial prosesus maksilaris, oleh karena gagalnya pertumbuhan prosesus nasalis medialis. Pada keadaan ini hal yang perlu diperhatikan adalah penonjolan dari premaksila yang disebabkan karena pusat penulangan di dalam poros vomer premaksila sehingga mendorong premaksila yang menyebabkan protrusi. Disamping itu karena terputusnya muskulus orbikularis oris menyebabkan gerakan lidah tidak terhambat sehingga menambah protrusi premaksila. Untuk mengurangi protrusi dari premaksila dilakukan usaha berupa traksi dengan pita karet pada usia 2 – 4 minggu. (Smith,1983; Bertz,1991; Reinisch and Bresnick,1998) Insidensi terjadinya celah bibir bilateral bervariasi, dan kemungkinan penyebabnya sama dengan celah bibir lainnya belum diketahui dengan pasti, tetapi faktor genetik sangat berpengaruh. Disamping itu perlu mempertimbangkan faktor lingkungan termasuk nutrisi, 1 1

Upload: radiannasution

Post on 28-Sep-2015

17 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Labioplasti Bilateral Menggunakan Metode Straight Line

TRANSCRIPT

LABIOPLASTI BILATERAL MENGGUNAKAN METODE STRAIGHT LINE

PAGE 12

LABIOPLASTI DENGAN TEHNIK VEAU III SRAIGHT LINE CLOSURE PADA LABIOSHIZIC BILATERALI. PENDAHULUAN

Celah bibir bilateral merupakan celah bibir pada kedua sisi premaksila baik komplit atau inkomplit sehingga pada keadaan ini tidak ada sisi yang normal sebagai pembandingnya.Celah ini disebabkan tidak terjadinya penyatuan komponen medial nasal dengan komponen labial prosesus maksilaris, oleh karena gagalnya pertumbuhan prosesus nasalis medialis. Pada keadaan ini hal yang perlu diperhatikan adalah penonjolan dari premaksila yang disebabkan karena pusat penulangan di dalam poros vomer premaksila sehingga mendorong premaksila yang menyebabkan protrusi. Disamping itu karena terputusnya muskulus orbikularis oris menyebabkan gerakan lidah tidak terhambat sehingga menambah protrusi premaksila. Untuk mengurangi protrusi dari premaksila dilakukan usaha berupa traksi dengan pita karet pada usia 2 4 minggu. (Smith,1983; Bertz,1991; Reinisch and Bresnick,1998)

Insidensi terjadinya celah bibir bilateral bervariasi, dan kemungkinan penyebabnya sama dengan celah bibir lainnya belum diketahui dengan pasti, tetapi faktor genetik sangat berpengaruh. Disamping itu perlu mempertimbangkan faktor lingkungan termasuk nutrisi, faktor kultural, pengguguran kandungan, dll. (Reinisch and Bresnick,1998)

Labioplasti pada celah bibir bilateral lebih sulit bila dibandingkan dengan celah bibir yang unilateral karena mengingat pada keadaan celah bibir bilateral tidak ada sisi normal sebagai patokan. Hasil yang diinginkan pada suatu tindakan labioplasti celah bibir bilateral adalah suatu bibir yang tidak terlalu teregang ke arah transversal atau terlalu panjang ke arah vertikal, penyambungan muskulus orbikularis oris yang baik, white skin roll yang jelas, vermillion yang berisi, dan cupids bow yang kedudukan baik terhadap filtrum. (Smith,1983; Bertz, 1991)

Berbagai macam metode koreksi celah bibir bilateral telah dikembangkan, salah satu tehnik yang paling sering digunakan dalam mengoreksi celah bibir bilateral adalah tehnik straigh line VEAU III, yang akan dibahas dalam referat ini.

II. ANATOMI CELAH BIBIR BILATERAL

Keparahan celah bilateral tergantung celahnya komplit atau inkomplit. Pada celah inkomplit bilateral, defek kurang begitu parah karena masih terdapat kontinuitas maksila. Pada umumnya celah inkomplit menunjukan alveolar yang utuh dan sedikit protrusi dari premaksila. Sering terlihat suatu celah inkomplit pada satu sisi dan celah komplit pada sisi lainnya. (Reinisch and Bernisck,1998)

Celah bibir bilateral komplit sering ditandai dengan protrusi premaksila dan diskontinuitas premaksila dan maksila. Premaksila melekat dengan septum kartilago melalui otot septopremaksila. Karena septum kartilago tumbuh ke bawah dan ke depan, premaksila diproyeksikan ke depan. Selanjutnya proyeksi ke depan disebabkan oleh pertumbuhan pada sutura vomeropremaksila yang terjadi pada penderita celah bibir bilateral. Protrusi premaksila yang abnormal tidak tertahan oleh kontak segmen maksila. Selain itu, protrusi premaksila disebabkan juga karena tidak ada adanya orbikularis oris dan tekanan serta kontinuitas bibir. Pada penderita ini kadang-kadang terdapat benih gigi incisivus permanen, kadang-kadang tidak ada. (Sando and Jurkiewencz,1990)

Prolabium pada celah bibir bilateral komplit berbeda dengan segmen sentral bibir normal. Prolabium tidak memiliki jaringan otot dan hanya tersusun oleh jaringan ikat kolagen. Kulit prolabium juga kurang berkembang dan tidak ada filtrum kolum. Hal ini disebabkan karena tidak adanya insersi otot-otot orbikularis, levator labii superior dan nasalis di dalam prolabium. Tidak adanya white skin roll dan vermillion yang hipoplastis disebabkan tidak adanya serabut-serabut-serabut orbikularis oris pada prolabium. Sulkus labialis sering juga tidak ada dalam hubungannya dengan prolabium dan premaksila karena perlekatan langsung langsung prolabium dengan gingiva premaksila. (Sando and Jourkiewicz,1990)

Gambar 1 : Celah bibir bilateral (Malek,2001)

Pada celah bilateral komplit,serabut-serabut otot dari muskulus orbikularis oris berjalan transversal dari komisura menuju garis tengah, membelok ke atas sepanjang tepi celah. Serabut-serabut otot berakhir pada bagian medial dasar kolumela dan berinsersi di dalam periosteum maksila. Ke arah lateral, serabut-serabut orbikularis berinsersi pada dasar alae. Pada celah inkomplit, otot-otot bervariasi menurut keparahan celah. Pada celah inkomplit yang dalam, seringkali hanya berupa lapisan jaringan lunak pada dasar celah. Pada celah yang lebih dangkal, serabut-serabut orbikularis superior berjalan melewati dasar celah melewati prolabium. (Reinisch and Bernisck,1998)

Gambar 2 : Struktur otot pada celah bibir bilateral (Reinisch et al,1998))

Vaskularisasi pada celah bibir bilateral, pada bagian bibir lateralis disuplai oleh arteri labialis superior serta ramus ascendens a, labialis superior yang merupakan cabang a. facialis. Sedangkan pada filtrum dan premaksila mendapat darah dari Aa. Nasalis posterior septi dan sebagian dari a. lateralis nasi serta ramus terminalis arteria ethmoidalis anterior. Inervasinya sama dengan anatomi normal yaitu untuk orbikularis oris berasal dari cabang-cabang sensoris mentalis dan infra orbitalis dari N. trigeminalis. Inervasi motorik dari cabang zigomatikus dan bukalis dari N. Fasialis. (Malek, 2001)

Gambar 3 : Vaskularisasi dan Inervasi pada celah bibir bilateral (Malek,2000)

Defek hidung pada celah bibir lateral lebih banyak disebabkan oleh hubungan premaksila dan maksila yang tidak harmonis. Premaksila tumbuh ke depan, dasar alae menjadi terputar dalam arah anteroposterior karena tidak adanya perkembangan maksila ke depan. Selain itu hilangnya kontinuitas otot-otot orbikularis pada segmen lateral cenderung menarik bagian medial dan kartilago lateral inferior, menyebabkan lengkung alae menurun ke bawah dan kaudal. Pada celah bibir bilateral sering tidak adanya dasar hidung, kolumela yang pendek dan puncak hidung yang lebar. Kolumela yang pendek disebabkan oleh distraksi kartilago lateral inferior. Tepi krura medial menjadi terpisah dari ujung septum nasal. Puncak hidung yang lebar disebabkan oleh pemisahan dari kartilago lateral inferior (Reinisch and Bresnick,1998)

III. RENCANA PERAWATAN

Dalam merencanakan suatu perawatan terlebih dahulu dilakukan evaluasi dan diagnosa dalam menentukan tingkat keparahan defek. Evaluasinya dapat berupa, apakah celahnya komplit atau inkomplit, ukuran dan posisi premaksila, ukuran dan posisi prolabium, ruang intraalveolar, panjang kolumela, intak tidaknya alveolus, defek pada hidung dan pembuatan foto prabedah serta pembuatan cetakan rahang untuk menentukan rencana operasi reposisi segmen premaksila dan penggunaan alat prabedah. (Cronin et al, 1990; Reinisch et al, 1998). Tujuan perbaikan celah bibir bilateral adalah untuk merekonstruksi bibir dan hidung yang dapat diterima secara kosmetik serta fungsinya. Efisiensi bedah harus menjadi prioritas sehingga hasil bedah yang baik dapat diperoleh dengan jumlah operasi yang sedikit mungkin.

Beberapa prinsip-prinsip dalam perbaikan celah bibir bilateral sebagai berikut : (Byrd,1991; Bertz,1991; Reinisch et al, 1998)

1. Prolabium digunakan untuk membentuk bagian sentral bibir atas, sedangkan ketinggian vertikal ditambah dengan jaringan dari segmen bibir lateral. Akan tetapi hal ini dapat menghasilkan bibir yang terlalu panjang atau terlalu pendek. Selain perbaikan lebih awal pada prolabium dapat mengakibatkan kemampuan pertumbuhan prolabium baik tinggi ataupun lebarnya tidak dapat diketahui.

2. Vermillion prolabium yang tipis diputar kebawah sebagai atas, vermillion sentral dibentuk dari flap vermillion-otot dari segmen bibir lateral, serta white skin roll dan tuberkel.

3. Reposisi premaksila yang sangat protrusif, dengan cara bedah atau non bedah, menyebabkan perbaikan menjadi lebih baik dan lebih mudah karena tidak adanya ketegangan. Pada celah bibir bilateral yang melibatkan premaksila dan lengkung maksila harus dilakukan perawatan prabedah berupa traksi dengan alat external elastic band (dipakai pada usia 1 sampai 6 minggu), alat prostetik (fixed palatal appliance) yang berguna untuk mengendalikan posisi premaksila dan mempertahankan lebar segmen maksila di belakangnya. Selain itu dapat pula menggunakan alat ortodontik (Dynamic palatal appliances) yang digunakan segera setelah lahir apabila lengkung maksila kolaps. Hal ini bertujuan menggerakkan maksila ke arah lateral. Jika ukuran premaksila terlalu lebar dan protrusi, dapat dilakukan reseksi dan retropositioning atau pemotongan vomer (tehnik operasi setback). Untuk celah yang begitu lebar dapat dilakukan lip adhesi.

4. Penanganan pada otot orbikularis oris dimana segmen lateral bibir seharusnya digabungkan bersama di tengah dan di bawah prolabium untuk memberi fungsi otot orbikularis oris dan membentuk tuberkel, serta membantu menarik prolabium ke arah posteroanterior.

5. Penutupan celah alveolus maksila dapat dilakukan dengan flap mukoperiosteal lokal apabila lebar celah berkisar 1-2 mm dengan tujuan untuk stabilisasi lengkung. Bone graft diindikasikan untuk menstabilisasi premaksila jika tidak menyatu pada kedua sisi. Bone graft dapat dibutuhkan oleh ortodontis untuk menggerakkan gigi ke dalam celah atau untuk memberikan dukungan kontur alar base.

6. Operasi pemanjangan kolumela dilakukan pada usia sekitar 18 bulan. Kolumela tidak dapat dikoreksi pada waktu bersamaan dengan operasi primer penutupan celah bibir bilateral, karena suplai darah ke prolabium hanya berasal dari arteri septal (tenous blood supply). Oleh karena itu koreksi kolumela dilakukan pada saat dilakukannya prosedur operasi sekunder. Pada celah bibir bilateral inkomplit pembentukan kolumela ini dapat dilakukan 1 tahun setelah operasi awal, sedangkan pada celah komplit sebaiknya dilakukan pada waktu usia anak masuk sekolah taman kanak-kanak. Tetapi Reinisch dkk,1998 bahwa pemanjangan kolumela dapat dilakukan pada saat operasi pertama bersama dengan dilakukannya lip adhesi sebelum operasi penutupan definitif. Juga beberapa ahli bedah menyimpan flap kulit bagian lateral prolabium (fork flap) untuk pemanjangan kolumela pada operasi definitif.

IV. TEHNIK OPERASI

Terdapat bermacam tehnik untuk penutupan celah bibir bilateral, yang mana dapat dikategorikan dalam tiga kelompok besar, tergantung pada besarnya keperluan terhadap prolabium. (Reinisch et al, 1998)

1. Perbaikan celah dengan menyatukan kedua segmen lateral di tengah tanpa menggunakan prolabium sebagai segmen medial bibir. Sedangkan prolabium digunakan untuk memperpanjang kolumela. Tehnik ini mempunyai kekurangan antara lain hilangnya filtrum dan cupids bow yang asli.

2. Perbaikan celah dengan menggunakan prolabium untuk membentuk segmen medial bibir atas, akan tetapi prolabium mempunyai beberapa kelemahan, selain hilangnya filtrum dan cupids bow juga dapat menghambat pertumbuhan prolabium.

3. Perbaikan celah dengan menambahkan jaringan di bawah prolabium, yaitu dengan menambahkan otot dan mukosa dari segmen lateral. Tehnik ini dapat memberikan gambaran filtrum, sulkus bibir sentral, vermillion sentral dan kontinuitas otot.

Pada tehnik VEAU III flap lateral vermillion harus dirancang untuk mendapatkan panjang dan ketebalan yang cukup untuk membentuk bagian vermillion yang baru dari bibir mengatasi kekurangan otot daro prolabium. Tinggi bibir didapat dengan menyesuaikan posisi dan pemotongan panjang bibir lateral. Adapun prosedur tehnik operasinya sebagai berikut:

- Sterilisasi daerah kerja dengan alkohol dan desinfektan.

Penentuan titik-titik sebagai pola insisi, yaitu :

1. Titik x adalah titik tengah prolabium

2. Titik 1 dan 1 adalah 4-5 mm sebelah lateral dari titik x pada sisi kulit atau batas vermillion

3. Titik 2 dan 2 adalah titik yang memungkinkan untuk dijangkau pada penutupan celah pada dasar hidung

4. Titik 3 dan 3 ditempatkan pada titik terendah dari kolumela mengikuti medial crura

5. Titik 4 dan 4 ditempatkan sejauh mungkin ke bawah pada sisi vermillion pada lateral bibir yang perlu untuk membuat perluasan dari 2-4

6. Titik 5 dan 5 ditempatkan pada sebelah lateral vermilion mengikuti titik 4 dan 4 seperti pada perluasan 4-5 (4-5) sama dengan 1-6 (1-6)

7. Titik 6 dan 6 ditempatkan pada prolabium vermilion dibawah titik 1 dan 1 potongan dari 1-6 (1-6) akan membuka vermillion ke sudut.

Gambar 4 : Penentuan titik-titik sebagai pola insisi (Smith,1983)

Jika jarak bibir lateral terlalu panjang untuk prolabium, titik 2 dan 2 mungkin dapat diturunkan dan jaringan dipotong horizontal dan dipotong lebih atas pada elemen bibir sebelah lateral dengan apeks ditempatkan di bawah dasar alar dan ditandai sebelah lateralnya

Gambar 5 : Wedge excision (Smith,1983)

Penyuntikan daerah yang diinsisi dengan lidokain 1% yang mengandung epinefrin 1 : 100.000 atau 1 : 200.000 sebagai hemostasis dan memberikan volume pada jaringan.

Dilakukan insisi pertama pada titik 6 memisahkan kulit dan jaringan prolabium. Insisi ini untuk menyediakan kulit dan tepi vermillion yang akan dilipat ke arah lateral dari sisi celah, dan untuk mendapatkan jaringan mukosa yang akan digunakan untuk menutupi celah. Insisi ini menggunakan pisau no. 15

Gambar 6 : Insisi pertama pada titik 6 (Smith,1983)

Dilakukan insisi kedua pada titik 6 dan 6 bagian yang memisahkan vermillion dan bagian prolabium dilakukan ke arah bawah 1-2 mm dari mukokutaneus junction. Insisi ini untuk mendapatkan sulkus bibir dan ruangan untuk mendapat vermillion lateral flap mukosa. Insisi ini menggunakan pisau no.15.

Gambar 7 : Insisi kedua pada titik 6 dan 6 (Smith, 1983)

Dilakukan insisi ketiga dari titik 3 ke 6 menembus kulit dan membuka jalan ke prolabium untuk mendapatkan kulit-tepi vermillion untuk dilipat ke arah lateral ke sisi yang celah dan mendapat jaringan mukosa yang akan digunakan untuk menutup celah. Insisi ini menggunakan pisau no.15, dilanjutkan dengan pemotongan pada prolabium selain untuk perluasan insisi dari 3 ke 3 ke septum juga unutk menaikkan flap medial sedikit yang akan digunakan menutup nostril.

Gambar 8 : Insisi 3 ke 6 menembus kulit (Smith,1983)

Dilakukan insisi pada kulit dan batas kulit - vermillion ditandai 2-4, 2-5, dan 4-5 menggunakan pisau no.15.

Memisahkan jaringan kulit dan sedikit puncak vermillion dari vermillion lateral

Gambar 9 : Insisi pada kulit dan batas kulit-vermillion serta pemisahan jaringan kulit dan sedikit puncak vermillion dari vermillion lateral (Smith,1983)

Pemotongan sisa jaringan yang tebal dari titik 2 ke titik 4 menggunakan pisau no 11, jaringan merupakan flap lateral vermillion. Dua insisi tambahan yang diperlukan pada bibir lateral, satu untuk memperluas insisi ke belakang titik 2 sepanjang sisi celah palatal untuk mengangkat flap pada lateral celah yang digunakan untuk menutup dasar hidung. Insisi kedua pada lateral membebaskan sisi pada sulkus labial kulit ditandai dari 2-4, 2-5 dan 4-5 dengan pisau nomor 15 dan kemudian dilanjutkan dengan pemotongan menggunakan pisau no.15. Tindakan ini akan menghasilkan flap lateral vermillion. Dilakukan cara yang sama pada sisi yang berseberangan.

Gambar 10 : Pembuatan flap lateral vermillion (Smith,1983)

Dilakukan insisi lagi dari titik 3 ke belakang sepanjang margin antero lateral dari alveolus prolabium ke tepi bawah septum ke arah mukoperiosteal flap yang bebas, yang akan dijahitkan ke atas untuk mendapat dasar nostril medial. Pada sisi palatal terlihat insisi dari titik 3 ke belakang sepanjang margin naterolateral dari alveolus prolabium ke tepi inferior dari septum ke flap mukoperiosteal yang akan dijahitkan untuk mendapat dasar nostril medial.

Insisi selanjutnya dari titik 2 ke belakang sepanjang tepi bawah segmen maksila lateral untuk menaikkan flap mukoperiosteal untuk mendapatkan dasar nostril sebelah lateral. Insisi pada sulkus labial diperluas dari titik 2 ke lateral untuk mendapatkan pelepasan elemen bibir lateral. Selanjutnya dilakukan hal yang sama pada titik 2.

Gambar 11 : Insisi untuk mendapatkan dasar nostril medial dan dasar nostril lateral

(Smith,1983)

Penutupan dasar nostril dengan membawa flap mukoperiosteal lateral dan flap mukoperiosteal medial ke atas ke dasar nasal. Jaringan ditutup dengan jahitan matras dengan tepi bebas dijahit ke dasar nostril. Penjahitan dilakukan dengan benang catgut chromin no 4-0 dan jarum cutting lingkaran. Flap jaringan dinaikkan ke medial menutupi permukaan lateral premaksila.

Gambar 12 : Penutupan dasar nostril (Smith,1983)

Flap jaringan diangkat ke medial menutupi permukaan lateral dari premaksila. Penarikan ke medial sesedikit mungkin karena flap mukoperiosteal lateral mudah menjangkau flap septum sehingga dapat lebih mudah ditarik. Setelah dilakukan penutupan dasar nostril, bibir dihubungkan dengan jahitan otot dan mukosa menggunakan benang cutgut chromin 4-0, sedangkan kutannya dijahit dengan nilon 6-0. Flap trianguler vermillion yang tipis disilangkan pada tepi inferior prolabium.

Gambar 13 : Penjahitan otot, mukosa dan kulit (Smith,1983)

- Pembersihan luka operasi, diletakkan suparatul di atasnya dan penutupan luka operasi.

V. PERAWATAN PASKA BEDAH

Tujuan perawatan paska bedah adalah untuk mencapai tujuan pembedahan yang telah dilakukan. Perawatan paska bedah memegang peranan penting pada keberhasilan hasil pembedahan. Setiap hari luka bekas operasi dibersihkan dengan NaCl 0,9% dan diolesi dengan solcoseryl dan ditutup dengan supratul, dan hal ini dilakukan setiap hari sampai jahitan dilepas yaitu hari ke 5 sampai hari ke 7 paska operasi.V. KESIMPULAN

Labioplasti pada celah bibir bilateral lebih sulit bila dibandingkan dengan celah bibir yang unilateral karena mengingat pada keadaan celah bibir bilateral tidak ada sisi normal sebagai patokan. Hasil yang diinginkan pada suatu tindakan labioplasti celah bibir bilateral adalah suatu bibir yang tidak terlalu teregang ke arah transversal atau terlalu panjang ke arah vertikal, penyambungan muskulus orbikularis oris yang baik, white skin roll yang jelas, vermillion yang berisi, dan cupids bow yang kedudukan baik terhadap filtrum.

Pada pasien-pasien yang memiliki premaksila dengan protrusif yang ekstrem dapat dilakukan perawatan prabedah dengan penggunaan eksternal elastic band, alat prostetik, dan alat ortodontik pada prolabium, yang digunakan usia bayi 1 sampai 6 minggu.

Keberhasilan perawatan celah bibir bilateral tergantung dari beberapa faktor, antara lain kondisi umum pasien, waktu dilakukan, ketrampilan operator, tehnik yang digunakan, perawatan paska operasi serta komplikasi yang terjadi.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Bertz E J, 1991, Repair of Bilateral Cleft Lip. In Hudson,J.W. Managemant of Cleft Lip and Palate . Oral and Maxillofacial Surgery Clinics of North America, Vol. 3, No.3, August 1991, WB Saunders Company, Philadhelphia, p:551-557

Byrd H.S., 1991, Cleft Lip, In Smith J.W and Aston S.J., Grabb and Smiths Plastic Surgery, 4thed, Boston, Little Brown and Company, p:271-286

Cronin T.D. et al, 1990, Bilateral Cleft, In: Mc Carthy, J.G., Plastic Surgery, Vol.4., 1sted, Philadelphia ; WB Saunders, p: 2653-2661

Fara M, 1990, Anatomy of Unilateral and Bilateral Cleft Lip, In: Bardach J and Morris H.L., Multidisiplinary Management of Cleft Lip and Palate, 1sted, Pholadelphia, WB Saunders Company, p: 134-144

Malek R, 2001, Cleft Lip and Palate, Lesion, Pathophysiology and Primary Treatment, Martin Dunitz, United Kingdom, London.

Reinisch J.F. and Bresnick S.D., 1998, Bilateral Cleft Lip Deformity, In: Bentz M.L. Pediatric Plastic Surgery, 1sted, Stamford: Appleton and Lange, p:63-75

Sando W.C and Jurkiewicz M.J., 1990, Cleft Lip, In: Juerkiewicz M.J. et al, Plastic Surgery, Principles and Practice, Vol.1, 1sted, St Louis, Mosby, p:60-97

Soebondo D, 1981, Sumbing Bibir dan Langit-langit, Tesis Penyesuaian Belajar Bedah Plastik RS. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Smith H.W., 1983, The Atlast of Cleft Lip and Cleft Palate Surgery, 1sted, New York: Grune and Stratton, p:123-128

LABIOPLASTI DENGAN TEHNIK VEAU III SRAIGHT LINE CLOSURE PADA LABIOSHIZIC BILATERAL

Oleh :

Rahmat Babuta,drg

Pembimbing :

Alwin Kasim,drg., SpBM

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

PERJAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN

BANDUNG

2003PAGE 12