labiapalatokisis edit

50
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan refarat ini dengan baik. Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas refarat tentang Sinusistis yang telah dipercayakan oleh Dr. Yuswandi Affandi Sp. THT dan Dr. Ivan Djajalaga Sp. THT-KL selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan refarat ini. Pada refarat ini, kami mengangkat pembahasan mengenai refarat tentang tindakan invasive pada sinusitis. Tak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada teman- teman yang telah membantu menyelesaikan refarat ini. Kami menyadari bahwa pembuatan refarat kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang berkenan bagi para pembaca. Kami pun siap menerima segala kritik dan saran yang konstruktif supaya di kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk memaksimalkan keterampilan kami dalam pembuatan refarat selanjutnya. Akhir kata, semoga refarat ini dapat berguna bagi para pembaca. Karawang,September 2012 1

Upload: mimi-suhaini-sudin

Post on 09-Feb-2016

111 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Labiapalatokisis Edit

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah

dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan refarat ini dengan baik.

Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas refarat tentang Sinusistis yang

telah dipercayakan oleh Dr. Yuswandi Affandi Sp. THT dan Dr. Ivan Djajalaga Sp. THT-KL

selaku pembimbing kami dalam menyelesaikan refarat ini. Pada refarat ini, kami mengangkat

pembahasan mengenai refarat tentang tindakan invasive pada sinusitis. Tak lupa juga

mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan refarat ini.

Kami menyadari bahwa pembuatan refarat kami ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu kami memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang berkenan bagi

para pembaca. Kami pun siap menerima segala kritik dan saran yang konstruktif supaya di

kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk memaksimalkan keterampilan

kami dalam pembuatan refarat selanjutnya.

Akhir kata, semoga refarat ini dapat berguna bagi para pembaca.

Karawa

ng,September 2012

Penulis

1

Page 2: Labiapalatokisis Edit

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 1

Daftar isi …………………………………………………………………………. 2

BAB I Pendahuluan……………………………………………………………… 3

BAB II Tinjauan Pustaka

Embriologi…………………………………………………………………. 4

Anatomi …..……………………………………………………………….5-6

Labioschisis ……...…………………………………………………………. 7-10

Palatoschisis………………………………………………………………..11-16

Teknik-tknik operasi ……………..………………………………………. 17-27

Komplikasi ………………………………………………………………….. 28-30

Pencegahan ……………………………………………………………….. 30-33

Prognosis…………………………………………………………………… 33

BAB III Penutup…………………………………………………………………..34

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...35-36

2

Page 3: Labiapalatokisis Edit

BAB I

PENDAHULUAN

Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah

tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah.

Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa.1 Fogh Andersen di

Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup.

Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta

Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.2 Insiden

bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan- kawan di propinsi Nusa

Tenggara Timur antara April 1986 sampai November 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus

bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta

penduduk.3

Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana

atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa kehamilan,

mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah cavitas nasalis,

sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschisis,

anak biasanya pada waktu minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi

pada bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut yaitu hard palate

atau bagian belakang dari langitan mulut yang lunak yaitu soft palate.1,2

Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan

sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan

anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan

audiolog.4

3

Page 4: Labiapalatokisis Edit

BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

EMBRIOLOGI

Jaringan-jaringan wajah, termasuk didalamnya bibir dan palatum berasal dari migrasi,

penetrasi, dan penyatuan mesenkimal dari sel-sel cranioneural kepala. Ketiga penonjolan utama

pada wajah (hidung, bibir, palatum) secara embriologi berasal dari penyatuan processus fasialis

bilateral.3

Embriogenesis palatum dapat dibagi dalam dua fase terpisah yaitu pembentukan palatum

primer yang akan diikuti dengan pembentukan palatum sekunder. Pertumbuhan palatum dimulai

kira-kira pada hari ke-35 kehamilan atau minggu ke-4 kehamilan yang ditandai dengan

pembentukan processus fasialis. Penyatuan processus nasalis medialis dengan processus

maxillaries, dilanjutkan dengan penyatuan processus nasalis lateralis dengan processus nasalis

medialis, menyempurnakan pembentukan palatum primer. Kegagalan atau kerusakan yang

terjadi pada proses penyatuan processus ini menyebabkan terbentuknya celah pada palatum

primer.

Pembentukan palatum sekunder dimulai setelah palatum primer terbentuk sempurna,

kira-kira minggu ke-9 kehamilan. Palatum sekunder terbentuk dari sisi bilateral yang

berkembang dari bagian medial dari processsus maxillaries. Kemudian kedua sisi ini akan

bertemu di midline dengan terangkatnya sisi ini. Ketika sisi tersebut berkembang kearah

superior, proses penyatuan dimulai. Kegagalan penyatuan ini akan menyebabkan terbentuknya

celah pada palatum sekunder.4

4

Page 5: Labiapalatokisis Edit

ANATOMI

Gambar : Anatomi palatum

Palatum terdiri atas palatum durum dan palatum molle (velum) yang bersama-sama

membentuk atap rongga mulut dan lantai rongga hidung. Processus palatine os maxilla dan

lamina horizontal dari os palatine membentuk palatum durum. Palatum molle merupakan suatu

jaringan fibromuskuler yang dibentuk oleh beberapa otot yang melekat pada bagian posterior

palatum durum. Terdapat enam otot yang melekat pada palatum durum yaitu m. levator veli

palatine, m. constrictor pharyngeus superior, m.uvula, m.palatopharyngeus, m.palatoglosus dan

m.tensor veli palatini.3

Ketiga otot yang mempunyai konstribusi terbesar terhadap fungsi velopharyngeal adalah

m.uvula, m.levator veli palatine, dan m.constriktor pharyngeus superior. M.uvula berperan dalam

mengangkat bagian terbesar velum selama konstraksi otot ini. M.levator veli palatine mendorong

5

Page 6: Labiapalatokisis Edit

velum kearah superior dan posterior untuk melekatkan velum kedinding faring posterior.

Pergerakan dinding faring ke medial, dilakukan oleh m.constriktor pharyngeus superior yang

membentuk velum kearah dinding posterior faring untuk membentuk sfingter yang kuat.

M.palatopharyngeus berfungsi menggerakkan palatum kearah bawah dan kearah medial.

M.palatoglossus terutama sebagai depressor palatum, yang berperan dalam pembentukan venom

nasal dengan membiarkan aliran udara yang terkontrol melalui rongga hidung. Otot yang terakhir

adalah m.tensor veli palatine. Otot ini tidak berperan dalam pergerakan palatum. Fungsi utama

otot ini menyerupai fungsi m.tensor timpani yaitu menjamin ventilasi dan drainase dari tuba

auditiva.3

Suplai darahnya terutama berasal dari a.palatina mayor yang masuk melalui foramen

palatine mayor. Sedangkan a.palatina minor dan m.palatina minor lewat melalui foramen

palatine minor. Innervasi palatum berasal dari n.trigeminus cabang maxilla yang membentuk

pleksus yang menginervasi otot-otot palatum. Selain itu, palatum juga mendapat innervasi dari

nervus cranial VII dan IX yang berjalan disebelah posterior dari pleksus.

6

Page 7: Labiapalatokisis Edit

A. Labioschisis

DEFINISI

Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah

pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bahagian

bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari

bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada

kedua sisi disebut labioschisis bilateral.6

Gambar 1. Bayi dengan Labioschisis.7

B. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan

berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan faktor-

faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa

7

Page 8: Labiapalatokisis Edit

40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis.

Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis

pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi

alkohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama

kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan

labioschisis.8

Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:

- insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas (pada

gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)

- Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal

- Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.

- Faktor genetik

Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya

mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan

maksilaris) pecah kembali.

C. KLASIFIKASI

Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :9,10

- Komplit

- Inkomplit

Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :6

- Unilateral

- Bilateral

8

Page 9: Labiapalatokisis Edit

Gambar 2. Klasifikasi Labioschisis.6

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain :6,7,11

- Masalah asupan makanan

Meupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya

labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau

dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan

kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek

menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih

banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat

membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat

membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum

biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan

penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan

kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian

makan/ asupan makanan tertentu.

9

Page 10: Labiapalatokisis Edit

- Masalah Dental

Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang

berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area dari celah

bibir yang terbentuk.

- Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena

terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan

penutupan tuba eustachius.

- Gannguan berbicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan

otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga

nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi

(hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-

otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat

kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/

kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", and terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat

membantu.

10

Page 11: Labiapalatokisis Edit

B. Palatoschisis

DEFINISI

Palatoschisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karena kegagalan dua

sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik.2

ETIOLOGI

Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi palatoschisis

bersifat multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum berhubungan dengan faktor

herediter dan faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.4

Faktor Genetik

Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir telah diketahui tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957) mengatakan sejumlah kasus yang telah dilaporkan dari seluruh dunia tendensi keturunan sebagai penyebab kelainan ini diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar genetik terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen yang dominan dan resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena :

Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio terhadap terjadinya celah.

Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi kongenital yang ganda.

Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan anomali kongenital yang lain.4,5

Faktor Non-Genetik

Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya celah bibir :

a. Defisiensi nutrisi

11

Page 12: Labiapalatokisis Edit

Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama.

a. Zat kimia

Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti thalidomide dan phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi steroid.

b. Virus rubella

Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.5

Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu :

Kurang daya perkembangan

Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent

Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang dapat menganngu foetus

Gangguan endokrin

Pemberian hormon seks, dan tyroid

Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan

Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya celah mulut, tetapi intensitas dan waktu terjadinya lebih penting dibandingkan dengan jenis faktor lingkungan yang spesifik.

d. Trauma

Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya hipothalamus adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.

12

Page 13: Labiapalatokisis Edit

INSIDEN

Insidens dari berbagai tipe cleft di laporkan oleh Veau. Insidens secara keseluruhan dari

cleft di laporkan oleh Fogh Andersen yakni 1 dari 655 kelahiran dan oleh Ivy yakni 1 dari 762

kelahiran, dimana lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan perempuan. Peningkatan

resiko palatoschisis bertambah seiring dengan meningkatnya usia maternal dan adanya riwayat

keluarga yang menderita penyakit bawaan yang sama. Faktor etnik juga mempengaruhi angaka

kejadian palatoschisis. Palatoschisis paling sering ditemukan pada ras Asia dibandingkan ras

Afrika. Insiden palatoschisis pada ras Asia sekitar 2,1/1000, 1/1000 pada ras kulit putih, dan

0,41/1000 pada ras kulit hitam. Menurut data tahun 2004, di Indonesia ditemukan sekitar 5.009

kasus cleft palate dari total seluruh penduduk . Palatoschisis yang tanpa labioschisis memiliki

rasio yang relatif konstan yaitu 0,45-0,5/1000 kelahiran. Tipe yang paling sering adalah uvula

bifida dengan insiden sekitar 2% dari populasi. Setelah itu diikuti oleh palatoschisis komplit

unilateral kiri. 2,4,5

Gambar :jenis-jenis kelainan pada palatum

PATOFISIOLOGI

13

Page 14: Labiapalatokisis Edit

Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi

velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi.

Kesemuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan

nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal, dan

gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung

menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.2,4

Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya

pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan dengan

timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien dengan palatoschisis. Mekanisme

velopharyngeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai modulator

aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal coupling. (Manipulasi

anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses dilakukan pada awal

perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan normal).4,5

KLASIFIKASI

Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu :

Golongan I : Celah pada langit-langit lunak (gambar 1).

Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen insisivum (gambar

2).

Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada satu sisi (gambar 3).

Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang alveolar dan bibir pada dua sisi (gambar 4).6

14

Page 15: Labiapalatokisis Edit

15

Page 16: Labiapalatokisis Edit

Gambar 1. A. Celah pada langit-langit lunak saja. B. Celah pada langit-langit lunak dan keras. C. Celah yang meliputi langit-langit dan lunak keras juga alveolar pada satu sisi. D. Celah yang meliputi langit lunak dan keras juga alveolar dan bibir pada dua sisi. (Young & Greg. Cleft lip and palate. http://www2.utmb.edu/otoref/Grnds/Cleft-lip-palate-9801/Cleft-lip-palate-9801. 2 December 2011.)X

Klasifikasi dari American Cleft Association (1962) yaitu :

1. Celah langit-langit primer

Celah bibir : unilateral, median atau bilateral dengan derajat luas celah 1/3, 2/3 dan 3/3.

Celah alveolar dengan segalavariasinya.

2. Celah langit-langit sekunder

Celah langit-langit lunak dengan variasinya.

Celah langit-langit keras dengan variasinya.

3. Celah mandibula

Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Kernahan dan Stark (1958), yaitu:

Group I : Celah langit-langit primer. Dalam grup ini termasuk celah bibir, dan kombinasi celah bibir dengan celah pada tulang alveolar. Celah terdapat dimuka foramen insisivum.

Group II : Celah yang terdapat dibelakang foramen insisivum. Celah langit langit lunak dan keras dengan variasinya.Celah langit-langit sekunder.

Group III : Kombinasi celah langit-langit primer (group I) dengan langit-langit sekunder (group II).4,6

16

Page 17: Labiapalatokisis Edit

Penatalaksanaan

a. Labioschisis

Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh “team labiopalatoschisis” yang terdiri

dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi,

psikoloog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan

sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan

pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan.12 Ada tiga tahap penatalaksanaan

labioschisis yaitu :13

1. Tahap sebelum operasi

Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima

tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang

dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi

berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih

dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus

diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah

parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu

dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar

sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi

menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup

diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau

tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu

celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik

untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh

kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla)

akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada

saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak

sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.13

2. Tahap sewaktu operasi

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal

kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh

seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3

17

Page 18: Labiapalatokisis Edit

bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan

sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir

sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap

menjadi kurang sempurna.

Teknik Operasi :

A. Operasi Labioplasty

Operasi celah bibir satu sisi (cheiloraphy unilateral) dilakukan pada kelainan CLP/L------

atau CLP/ La----- atau CLP/LAHS--- atau CLP/---SHAL. Teknik operasi yang umum dipakai

adalah teknik millard, cara ini menggunakan rotation advancement flap dari segmen lateral dan

menyisipkannya ke subkutan vermillion tipis untuk membuat sentral vermillion sedikit menonjol

dan dapat menghilangkan kolobama. Flap ini disebut flap Djo. Bila celah bibir inkomplit maka

Cheiloraphy dilakukan sama seperti penanganan celah komplit. Disamping itu dasar vestibulum

nasi juga harus dibuat pada waktu yang sama.1

Beberapa prosedur bedah yang lain adalah Le Mesurier quadrilateral flap repair,

Randall-Tenison triangular flap repair, Skoog and Kernahan-Bauer and lower lip Z-plasty

repairs.

Pada teknik Hagedorn-LeMesurier, elemen bibir medial diperpanjang dengan

memasukan flap quadrilateral yang dihasilkan dari elemen bibir lateral. Sedangkan Pada teknik

Skoog, elemen bibir medial diperpanjang dengan memasukan dua flap triangular yang dihasilkan

dari elemen bibir. 12

Dua teknik yang sering digunakan yaitu teknik rotasi Millard dan teknik Triangular.

Teknik triangular dikembangkan oleh Tennison dan kawan-kawan dengan menggunakan flap

triangular dari sisi lateral, dimasukkan ke sudut di sisi medial dari celah tepat diatas batas

vermillion, melintasi collum philtral sampai ke puncak cupid. Triangle ini menambah panjang di

sisi terpendek dari bibir. Teknik ini menghasilkan panjang bibir yang baik tetapi jaringan parut

yang terbentuk tidak terlihat alami. 1,4

18

Page 19: Labiapalatokisis Edit

Gambar 7. Variasi Teknik operasi yang

digunakan pada unilateral cleft lip.

(dikutip dari kepustakaan 3)

Teknik Millard membuat dua flap yang berlawanan dimana pada sisi medial dirotasi ke

bawah dari kolumella untuk menurunkan titik puncak ke posisi normal dan sisi lateral

dimasukkan ke arah garis tengah untuk menutupi defek pada dasar kolumela. Keuntungan dari

teknik rotasi Millard adalah jaringan parut yang terbentuk pada jalur anatomi normal dari collum

philtral dan ambang hidung.

19

Page 20: Labiapalatokisis Edit

A B C

D E FGambar 8 : A. Anatomi bibir dan hidung, B. Desain Cheiloraphy Unilateral, C. Flap Muskulus vermilion Lateral

(Flap DJO), D. Back cut incision, E. Mempertemukan flap lateral dan medial F. Hasil cheiloraphy unilateral

(dikutip dari kepustakaan Marsuki)

Operasi celah bibir dua sisi dapat dilakukan untuk celah yang ditulis lokasinya dengan

cara otto kriens sebagai CLP/LAHSHAL atau CLP/la---al atau kombinasi lain. Sering pada

cheiloraphy bilateral ditemukan keadaan premaksilanya yang sangat menonjol, ini menyulitkan

ahli bedah karena otot-otot bibir tidak bisa secara langsung dipertemukan atau bila dipaksakan

akan terjadi ketegangan dan berakibat jahitan lepas beberapa hari kemudian. Djohansjah

mengajurkan pada keadaan tersebut otot tidak perlu dipaksakan dipertemukan di tengah, cukup

kulit dan subkutan yang dijahitkan. Menempelkan saja pada tepi probelium. Otot tersebut dapat

dijahit sekunder kelak bila keadaan luka sudah tenang dan stabil, diperkirakan satu tahun (setelah

fase 3 penyembuhan luka selesai), pada celah bibir bilateral dewasa probeliumnya relatip kecil

maka perlu tambahan segmen kulit untuk memperpanjang probeliumnya. Bila didapatkan celah

bibir bilateral inkomplit maka cheilorapy dilakukan sebagai komplit.1

20

Page 21: Labiapalatokisis Edit

A B C

D E FGambar 9: A. Desain Cheiloraphy Bilateral, B. Insisi pada Cheiloraphy Bilateral, C. Membebaskan otot, D.

Penjahitan mukosa, E. Wedge Excision, F. Hasil Cheiloraphy bilateral

(Dikutip dari kepustakaan 1)

b. Palatoschisis

Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis

khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari

intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih

dahulu sebelum diperbaiki.7

Perawatan Umum Pada Cleft Palatum

Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi

dengan cleft palate yakni:

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena

ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan

menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat

21

Page 22: Labiapalatokisis Edit

mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari

cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot

khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar

keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat

pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak

cukup. Botol susu dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam

bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat

dipasangkan obturator untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu,

atau dengan sendok dengan posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-

langit yang terbelah atau memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai

dot yang memiliki selang yang panjang untuk mencegah aspirasi.7

b. Pemeliharaan jalan nafas

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan

retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus

genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau

total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)

c. Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi

pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah.

Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran.

Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran

tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena

cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah

sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.5,7

2. Terapi bedah

Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi,

dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara

yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses

22

Page 23: Labiapalatokisis Edit

penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat

berfungsi dengan baik.6,8

A. Operasi Palatoplasty

Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah

palatum, yaitu:

1. Teknik Von Langenbeck

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Von Langenbeck. Teknik ini menggunakan

flap bipedikel mukoperiostal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk kelainan yang ada,

dasar flap ini di sebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah

paIatum.14

Gambar 10. Teknik Von Langenbeck

(Dikutip dan kepustakaan 14)

23

Page 24: Labiapalatokisis Edit

Indentasi medial yang tipis ke tuberositas maksilaris ditandai dengan tinta pewarna

(gentian violet). Dan titik ini, garis dan tinta pewarna diperpanjang sepanjang pterygomaksilaris

menuju ke sendi tonsilar anterior. Tanda tinta pewarna sekarang memanjang ke depan menuju

batas medial dan alveolus, secara lateral dan foramen palatina mayor, melengkung sedikit secara

medial untuk menyesuaikan dengan daerah alveolar, dan berakhir pada daerah gigi taring dan

palatum. Tanda dibuat pada kedua sisi. Hubungan antara lapisan oral dan nasal sepanjang tepi

celah dapat juga ditandai dengan tinta pewarna.

Anestesi lokal misalnya 1% lidokain, disuntikkan untuk hemostasis dan peningkatan

bagian terbesar dan jaringan. Anestesi menyebar dengan mudah jika disuntikkan antara tepi

celah dengan bagian lateral dan daerah yang direncanakan untuk diinsisi. Jika tingkatan yang

tepat didapatkan, larutan akan menyebar sepanjang jaringan ke dalam bagian belahan dan uvula.

Anestesi lokal tambahan disuntikkan ke dalam separuh posterior dan garis insisi lateral

sepanjang pterygomaksilanis.

lnsisi dibuat di bagian lateral dan garis dengan menggunakan pisau no 15 yang

diperdalam dengan gunting pediatrik Metzenbaum sehingga pain nitar process terlihat. Tendon

dan otot tensor veli palatini terdorong kearah posterior dan processus hamular. Tepi celah diinsisi

atau dipotong dengan pisau no. 11 sementara ujung dan uvula dipegang pelan dengan forsep.

Hal yang penting untuk melakukan insisi ke dalam mukoperiosteum oral pada bagian

apeks dan celah untuk memastikan bahwa bagian yang bagus dan jaringan yang kuat tersedia

untuk kebutuhan penutupan lapisan nasal yang sempit di area apeks ini. Penggunaan

mukoperiosteurn oral akan mencegah kerusakan dan mukosa nasal yang tipis pada daerah mi.

Mukoperiosteum oral antara celah dan insisi lateral diangkat dengan forceps dan dental

kuret. Hal ini akan memudahkan flap bipedikel untuk digerakkan secara media/satu sama lain

pada garis tengah, Lapisan nasal dan mukoperiosteum diangkat secara bilateral untuk

memudahkan lapisan nasal kira-kira ke tengah tanpa tarikan (tension). Fibromuskulatur

tambahan pada tepi posterior dan palatum durum diinsisi yang akan memudahkan mukosa untuk

meregang. Lapisan nasal, mulai dari apeks celah bagian anterior dijahit dengan catgut.

Penjahitan juga dilakukan sepanjang palatum molle menuju dasar dan uvula.

24

Page 25: Labiapalatokisis Edit

2. Teknik Wardill V-Y push-back

Teknik V-Y push back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum

unipedikel dengan dasarnya di sebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial

sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah

panjang palatum yang diperbaiki.1

A B

Gambar 11: A. Desain insisi. B. Flap mukoperiosteal (Dikutip dan kepustakaan 3)

Kepala penderita dalam posisi hiperekstensi dengan cara menyanggah bantal di punggung

sehingga posisi palatum tampak datar. Kemudian dilakukan desinfeksi dan pemasangan rink.

Dengan menggunakan tinta pewarna, digambarkan rencana insisi flap.1

A B C

Gambar 12: A. pembebasan flap. B. arteri palatine mayor yang keluar daui foramen palatine. C. membebaskan mukosa. (Dikutip dan kepustakaan 1)

25

Page 26: Labiapalatokisis Edit

Tindakan selanjutnya adalah menginsisi menggunakan pisau no 15 di bagian lateral pada

garis yang dibuat sampai menembus periosteum. Flap diangkat dan tulang dengan respatoriuni

ke arah medial. Dibuat irisan di tepi medial lalu mukosa dibebaskan dengan gunting mengarah

ke permukaan nasal. Kemudian dilakukan pembebasan flap mukoperiosteal dengan mendorong

ke belakang sehingga tampak arteri palatina keluar dan foramen palatina. Perlekatan mukosa oral

di dekat foramen palatina dibebaskan dan arteri palatina mayor menggunakan gunting yang

dilakukan sampai flap dapat bergerak ke medial tanpa tegangan. Perlu berhati-hati agar arteri

palatina mayor tidak putus. Ujung otot yang melekat pada sisi posterior tulang palatum

dibebaskan dan mukosa nasal dan oral sehingga dapat digeser sampai posterior dan otot tersebut

dipertemukan di tengah. Mukosa nasal dilepas dan perlekatannya dengan tulang palatum

menggunakan respatonium dan posterior ke arah anterior sampai mukosa tersebut dapat bebas ke

medial.1

Gambar 13. A. penjahitan uvula dan mukosa nasal. B. penjahitan otot.

(Dikutip dan kepustakaan 1)

Penjahitan dimulai dari daerah uvula kemudian mukosa nasal dengan simpul ke arah

nasal. Otot dijahit dengan ujung simpul pendek. Mukosa dijahit dengan matras horisontal dan

simpulnya intraoral. Pada palatum durum, jahitan dipertautkan ke mukosa nasal agar flap

tersebut melekat dan tidak jatuh mengikuti lidah. Sisi lateral dan flap yang terbuka diberi

surgicel atau spongostan untuk membantu hemostasis.1

26

Page 27: Labiapalatokisis Edit

3. Teknik Double opposing Z-plasty

Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan

membuat suatu fungsi dan m.levator. teknik ini merupakan cara penutupan palatum dengan satu

tahap. 14

Gambar 14. Double opposing Z-plasty.

(Dikutip dan kepustakaan 14)

4. Teknik Velar closure

Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek, dimana palatum molle ditutup (pada umur

6-8 bulan) dan palatum durum dibiarkan terbuka dan kemudian akan ditutup pada umur 12-15

tahun. 14

5. Teknik Palatoplasty two-flap

Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap

pedikel dengan dasarnya diposterior yang meluas sampai keseluruh bagian celah alveolar. Flap

ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan. 14

27

Page 28: Labiapalatokisis Edit

Gambar 15: Palatoplasty two flap (dikutip dari kepustakaan 14)

Terapi bicara (speech therapy) diperlukan setelah operasi palatoraphy, untuk melatih

bicara benar dan meminimalkan timbulnya suara sengau. Bila setelah palatoraphy dan terapi

bicara masih terdapat suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara

nasal dan biasanya dilakukan pada usia 5-6 tahun.

Pada usia anak 8-9 tahun ahli orthodontik memperbaiki lengkung alveolus sebagai

persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastik melakukan

operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus. Evaluasi

28

Page 29: Labiapalatokisis Edit

perkembangan selanjutnya, sering didapatkan hipoplasia pertumbuhan maksilla sehingga terjadi

wajah cekung. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan cara operasi advancement osteotomi Le Fort

I pada usia 17 tahun dimana tulang-tulang Wajah telah berhenti pertumbuhannya.1,14

KOMPLIKASI

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan

bicara, dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial.9

Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:

a. Obstruksi jalan nafas

Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan

komplikasi yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini

timbul sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli

anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani kondisi

ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena perubahan pada

dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil. Pada beberapa

instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan palatum telah

sempurna.

b. Perdarahan

Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya

darah yang diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication.

Because of the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk

dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total volume

darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung trombosit sangat

penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa intraoperatif dari

oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa terjadi. Untuk

menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung mucosa seharusnya

diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.

29

Page 30: Labiapalatokisis Edit

c. Fistel palatum

Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan

operasi, atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum

dapat timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni

sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan

dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua cara.

Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk menutup

defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk terapi

pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan alasan utama

gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun posterior

yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika supply darah

telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre menunggu

sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk memperbaiki

fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah anterior bisa

dibutuhkan untuk melakukan penutupan.

d. Midface abnormalities

Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan

terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada

beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan berkurangnya

demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau tingginya yang

abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab dari hipoplasia,

apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut pada pertumbuhan

primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien dengan cleft palate

unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah orthognathic. LeFort I

osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface yang menghasilkan suatu

maloklusi dan deformitas dagu.

e. Wound expansion

Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini

terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada

30

Page 31: Labiapalatokisis Edit

saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang

terpisah.

f. Wound infection

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki

pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma

yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang

pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.

g. Malposisi Premaksilar

Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.

h. Whistle deformity

Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan

retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari

segmen lateral otot orbikularis

i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir

Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis

yang penting lengkung.

PENCEGAHAN

1. Menghindari merokok

Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu. 25 Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia

31

Page 32: Labiapalatokisis Edit

15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002). 10

2. Menghindari alkohol

Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.

3. Nutrisi

Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus.30

a. Asam Folat

Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut.

Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.

b. Vitamin B-6

Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi

32

Page 33: Labiapalatokisis Edit

celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya celah.

c. Vitamin A

Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional.

4. Modifikasi Pekerjaan

Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam

industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.

5. Suplemen Nutrisi

Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya.

PROGNOSIS

33

Page 34: Labiapalatokisis Edit

Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara

sehingga diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara

lambat atau hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.8,10

BAB III

PENUTUP

Kelainan labioschisis dan palatoschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat

dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi

saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan.

Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis

yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara

yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah

berbicara pada anak dengan labio-palatoschisis.8

34

Page 35: Labiapalatokisis Edit

DAFTAR PUSATAKA

1. Bustami N, Joni R, Zahari A. Bibir Sumbing di Kabupaten 50 Kota dan Solok,

Sumatra Barat. Padang : Ilmu Bedah FK Universitas Andalas/ RSUP Dr M

Jamil.1997.

2. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG. Cleft Lip And Palate, Introduction.

Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WB

Saunders.

3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal Dan Tingginya Prevalensi

Sumbing Bibir/Langit-Langit Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa

35

Page 36: Labiapalatokisis Edit

Tenggara Timur (Laporan Pendahuluan). Disitasi dari : http://www.kalbe.co.id

/files/cdk/files/18.html. Pada tanggal 15 November 2009.

4. Webmaster. Bibir sumbing. Disitasi dari : http://www.klikdokter.com/

illness/detail/104.htm. Pada tanggal 15 November 2009. Perbaharuan terakhir

: Januari 2008.

5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta :

EGC.2005.

6. Webmaster. Cleft Lip. Disitasi dari : http://www.allianceforsmiles.org

/?q=content/what-cleft-lip-cleft-palate.htm. Pada tanggal : 16 November 2009.

Perbaharuan terakhir : Juli 2008.

7. Centers for Disease Control and Prevention. Cleft Lip and Cleft Palate.

Disitasi dari : http://cdc.gov/ncbddd/bd/cleft.htm. Pada tanggal : 16 November

2009. Perbaharuan terakhir : April 2009.

8. Webmaster. Cleft Lip and Palate. Disitasi dari : http://www.healthofchild

ren.com/C/Cleft-Lip-and-Palate.html?Comments[do]=mod&Comments[id]

=4.htm. Pada tanggal : 13 November 2009. Perbaharuan terakhir : Janurai

2009.

9. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam :

Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius – FK UI. 2005.

10. Webmaster. Cleft Lip and Cleft Palate. Disitasi dari :

http://www.wrongdiagnosis.com/c/cleft_palate/book-diseases-7a.htm. Pada

tanggal : 16 November 2009. Perbaharuan terakhir : januari 2009.

11. The Cleft Palate Foundation. Cleft Lip and Palate (Orofacial Cleft). Disitasi

dari : http://www.obfocus.com/high-risk/birthdefects/cleft%20lip%20and

%20cleft%20palate.htm . Pada tanggal : 14 November 2009. Perbaharuan

terakhir : Juli 2008.

12. Cleft Lip and Palate Association (CLAPA). Case study : Facts About Cleft Lip

and Palate Surgey. Disitasi dari : http://www.opsa-charity.org/case-study.html.

Pada tanggal : 15 November 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2006.

13. Nawasasi L. Sumbing, Kapan Harus Dioperasi ?. Disitasi dari :

http://lakshminawasasi.blogspot.com/sumbing-kapan-harus-dioperasi_

36

Page 37: Labiapalatokisis Edit

06.html . Pada tanggal : 11 November 2009. Perbaharuan terakhir :

Januari 2009

14. Kaneshiro NK. Cleft Lip Repair – Series. Disitasi dari :

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100010_4.htm . Pada

tanggal : 15 November 2009. Perbaharuan terakhir : Januari 2009

37