l iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · pengkajian paripurna pasien geriatri,...

210
L i i

Upload: doantruc

Post on 24-Mar-2019

365 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

�L ii

Page 2: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

dr. Lili Legiawati, Sp.KK (K)

SIP. 01.01.0.11.0723156009/07 .2022

Tips Praktis Menangani Masalah Kesehatan

Pasien Geriatri

Tim Editor:

Purwita Wijaya Laksmi

Risca Marcelena

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 3: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2016 Tips Praktis Menangani Masalah Kesehatan Pasien Geriatri

Tim Editor: Purwita Wijaya Laksmi, Risca Marcelena © 2016 Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Cabang Jakarta

vii + 202 halaman 15 x 23 cm

ISBN: 978-979-19931-6-6

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan se­bagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apa pun juga tanpa seizin penulis dan penerbit.

Diterbitkan pertama kali oleh Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Cabang Jakarta Jakarta, September 2016 email: [email protected]

Redaktur pelaksana: Sri Herawati

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 4: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

AuliaRizka

Dewa Pu tu Pramantara

Edy Rizal Wachyudi

!GP Suka Aryana

I Nyoman Astika

Lili Legiawati

Martina Wiwie

Nina Kemala Sari

Noto Dwimartutie

Novira Widajanti

Siti Setiati

Vera

Penulis

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Divisi Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

Divisi Geriatri Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelarnin FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Departemen Psikiatri FKUI/RS. Dr. Cipto MangUnkusumo Jakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUnair /RSU Dr. Soetomo Surabaya

Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Universitas Kristen Maranatha Bandung

111

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 5: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Kata Pengantar

Pasien usia lanjut membutuhkan pendekatan khusus baik dari

aspek diagnosis dan terapi, karena karakteristiknya yang khusus

pula, seperti multipatologi, malnutrisi dan tampilan klinisnya yang

atipikal. Pendekatan khusus ini yang secara umum dinamakan

Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien

usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek medik

saja. Kemampuan untuk melakukan pendekatan yang berbeda ini

merupakan suatu hal yang hams dipelajari dan dilatih oleh para

klinisi yang melayani pasien usia lanjut pada praktek sehari-hari.

Buku ini memuat kumpulan tulisan ilmiah para pembicara

terkait Temu Ilmiah Geriatri yang mengusung tema "Tips Praktis

Menangani Masalah Kesehatan Pasien Geriatri" . Tulisan tersebut

diharapkan dapat menjadi bekal pengetahuan masyarakat profesi

kesehatan dalam menjawab tantangan pelayanan kesehatan bagi

kaum usia lanjut di Indonesia. Selain itu, abstrak penelitian pada

orang usia lanjut di Indonesia juga ditampilkan· agar dapat mem­

berikan wawasan data lokal terkait penelitian orang usia lanjut dan

diharapkan dapat menjadi acuan bagi perkembangan penelitian

selanjutnya di Indonesia.

v

Semoga bermanfaat

Jakarta, September 2016

Tim Editor

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 6: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Daftar Isi

The Iceberg Phenomenon of Malnutrition in Elderly . . . . . . . . . . . . . 1

Keselamatan Pasien Geriatri : Panggilan untuk Bertindak. . . . . 14

Guideline for Dyslipidemia Management:

Focus on Adults and Elderly . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

Peranan Obat Herbal pada Insomnia Usia Lanjut . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38

Update Herpes Zoster dan Neuralgia Pasca-Herpes. . . . . . . . . . . . . . 52

Masalah Berkemih Spesifik pada Perempuan Usia Lanjut. . . . 59

Stratifikasi Pasien Usia Lanjut Risiko Tinggi di

Instalasi Gawat Darurat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 69

Pengembangan Pelayanan Rawat Rumah Pasien Geriatri:

Pengalaman RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90

Peranan Nutrisi pada Perbaikan Komplikasi yang Um um

pada Pasien Geriatri: Fokus pada Frailty. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 102

Peran Protein dan Suplementasinya pada Usia Lanjut . . . . . . . . . . 119

Diagnosis dan Terapi Demensia pada Usia Lanjut. . . . . . . . . . . . . . . . . 124

Demensi - Perawatan Pasca Diagnosis

dan Dukungan Lingkungan . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . .. . . . . . . .. . . . . . . .. . . . . . . .. . . . . . . . . . 133

Vaksinasi Influenza Quadrivalent pada Usia Lanjut. . . . . . . . . . . . . . 139

Kumpulan Abstrak Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 143

vu

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 7: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

The Iceberg Phenomenon of Malnutrition in Elderly

Siti Setiati, Robby Pratomo Putra

Introduction

The elderly population is growing rapidly in various

parts of the world including in Indonesia. This phenomenon

is due to the decrease of birth rates and increase of life span.

The life expectancy in Indonesia is expected to increase from

67.8 years in 2000-2005 to 73.6 years in 2020-2025. According

to World Health Organization (WHO), the proportion of

elderly people will rise to 22% of the world population, and in

2050 there will be 2 billion people aged 60 years and older. In

2002, Indonesia was ranked 6th as the most populous elderly

people, and expected to raise to rank 5th in 2025. The increase

of elderly people will be followed by the emergence of various

problems in health care and services, with malnutrition as one

of the problems.

Nutrition is an important aspect for health, physical

function, age longevity, and quality of life. When the nutritional

needs of an individual is not adequate, it will cause a condition

called malnutrition. Malnutrition is often undiagnosed in the

elderly, which results in failure to meet nutritional needs of this

population. One of the risk factors is health workers do not care

for malnutrition screening in the elderly. Several diseases in the

elderly including chronic degenerative diseases are associated

with malnutrition such as: hypertension, stroke, cardiovascular

diseases, demensia, diabetes, etc.

The elderly are prone to malnutrition due to several causes

of aging process such as: decrease of physical activity, decrease

of lean body mass, decrease of protein turnover, decrease of

taste sensation, decrease of stomach compliance, etc. Therefore,

1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 8: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

early screening of nutritional status in elderly is important

for better outcomes of malnutrition treatment in the elderly.

However, attempts to provide the elderly with adequate

nutrition encounter many problems such as: nutritional

requirements are not well defined, inconsistent nutrient needs

due to aging with some components increasing while some

components decreasing.

Malnutrition is classified into two types which are:

undernutrition and overnutrition, but sometimes the term

malnutrition is often referred to undernutrition only. The

undernutrition type consists of: protein energy malnutrition

(PEM), low BMI, and wasting syndrome. The overnutrition

type, on the other hand, consists of: obesity, dyslipidemia, and

hypervitaminosis. However, there is a certain time while the

component of undernutrition is also found in overnutrition

patients. Such as when the elderly with obesity has an

unbalanced diet, comorbid disease, or low physical activity,

may also becomes lack of protein.

One of the main effects of malnutrition is a condition/

d isease called sarcopenia. This disease has several factors

that has association of causal effect with each other such as:

immobilization, decrease in protein reserves due to anorexia

or normal aging, falls, hospitalization, in which all of these will

cause decrease in capacity of protein synthesis to fight other

diseases or traumas and may cause death in the individual.

Indonesia is an archipelago country consists of more

than 17,000 islands. There are 33 provinces, 440 districts, and

72,000 villlages currently. There are more than 250 million

people from 300 ethnic groups to date. The elderly population

comprises more than half of the population, and the proportion

of elderly increases while children decreases. Despite the

general improvements in health and social services, health and

nutrition problems still exist in various forms due to geographic,

demographic, and cultural variations. We will present several

data about nutrition problems in the elderly from various

2

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 9: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

researches in Indonesia compared with other countries, in

various aspects such as: epidemiology of undernutrition and

overnutrition, etiology and risk factors, and prognostic factors/

predictors related to nutritional status. The modified version

of systematic review steps were conducted to search for the

data, such as: defining the scope, gathering evidence, selecting

evidence, and presenting the data results. We also describe the

diagnosis, prevention, and management of malnutrition in the

elderly, and the role of protein supplementation in this article.

Epidemiology of Undernutrition

Prevalence of undernutrition in community setting in

other country was found in a study conducted by Schilp J,

et al., which is a cross sectional study in Netherlands with

3959 elderly aged 65 years and alders as participants, differed

into three groups: com unity dwelling individuals, home care

residents, and GP clinic patients. They found out that the

prevalence of undernutrition was high in Dutch community

elderly, with the highest in home care residents (34 .8 % )

compared to community (10.7%) and GP clinic (11.8%).

Prevalence of undernutrition in hospital setting in other

country was found in a study conducted by Cerri AP, et al.,

which is a prospective observational study in S. Gerardo

Hospital Italy with 103 elderly inpatients as participants.

They found out that the prevalence of undernutrition was

high (43.6% ), while the rest of the participants was in the risk

of undernutrition (56.4 % ), and none of them was in normal

nutritional status.

The prevalence of undernutrition in Indonesian elderly

was found in three studies conducted by Setiati S, et al .

Two studies reported that the prevalence of undernutrition

was 2.14% and 2.50% respectively in hospital setting. The

third study measured nutritional status in community

setting using geriatric nutritional risk index other than mini

3

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 10: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

nutritional assessment, so there is no malnutrition category

in the prevalence of the participants but only normal and

risk of undernutrition. Nonetheless, the prevalence of risk of

undernutrition was high (9.8% ) .

For the prevalence of overnutrition in Indonesian elderly,

we found the data from two studies which was conducted

by Setiati S, et al. and Sari K, et al. The former found that the

prevalence of overnutrition was high in hospital setting, with

the prevalence of overweight was 22.51 % and obesity was

22.08% . While study conducted by Sari K, et al. reported that

the prevalence of overnutrition was also high in community

setting (19.7% ), but this number is still lower when compared

to hospital setting.

Etiology and Risk Factors of Undernutrition

A systematic review conducted by Tamura BK, et al.

reported that the most associated factors with poor nutrition in

the nursing home patients were: impaired function, demensia,

swallowing difficulties, poor oral intake, and older age. The

most associated factors with weight loss were: depression, poor

oral intake, etc. The most associated factors with low BMI were:

immobility, female gender, etc.

Another systematic review conducted by Pols-Vijlbrief R,

et al. found out that there were 37 determinants that can cause

protein energy malnutrition in community dwelling older

adults. The strongest evidence for association with protein

energy malnutrition was poor appetite while moderate evidece

were edentulousness, no diabetes, hospitalization, and poor

self reported health.

We found three studies in Indonesia about the risk factors

of undernutrition and overnutrition in elderly. A study

conducted by Kusumayanti IGA, et al. found that the significant

risk factors for undernutrition in hospital setting were: energy

intake, length of hospital stay, disease types, and food forms.

4

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 11: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

On the other hand, a study conducted by Wijaya AM, et al.

found that in community setting, the significant risk factor for

having undernutrition in elderly was oral health status, where

bad oral health status will increase the risk by 1 .797 times of

having undernutrition. The risk factors for overnutrition were

found by Sari K, et al. in a study in community setting, such as:

female gender, living in urban area, and living with caregiver.

Prognostic Factors/Predictors Related to Nutritional

Status

A study conducted by Budiningsari RD, et al. in hospitalized

elderly found that there was a relationship between the effect

of nutritional status changes in length of hospital stay and

costs of hospital care. The decreasing nutritional status from

better status to poorer one was found to be the highest risk to

the increase in length of hospital stay and hospital care costs,

compared to increasing from poorer to better nutritional status.

Setiati S, et al. in their study found that there is an increased

risk of having poor quality of life in subjects with risk of

undernutrition. Another risk factors of having poor quality of

life were found to be gender and number of chronic diseases.

In another study, Setiati S, et al. found that subjects with

undernutrition increased the risk of having frailty, falls, and

hospitalization with the highest risk score was for frailty (OR/

RR: 3.75, 1 .51, and 2.02 respectively).

Diagnosis of Malnutrition in Elderly

Diagnosis of nutritional problem must be determined

by history taking, physical examination, and adjunctive

examinations (such as scoring form, laboratory examination,

or others). In order to prevent underdiagnosis of nutritional

problem in an elderly, a comprehensive geriatric assessment

must be conducted, in which the components consist of

5

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 12: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

screening, assessment, and monitoring of nutritional status.

Screening of nutritional status consists of: mini nutritional

assessment (MNA) complete and short form, malnutrition

screening tool (MST), and subjective global assessment (SGA).

Assessment of nutritional status consists of: evaluation of

nutrition, anthropometry, biochemical, and clinical status

to find the cause and mechanism of malnutrition. Finally,

monitoring of nutritional status consists of: reassessment of the

nutritional status and planning nutritional care for the patient.

History taking and risk identification was aimed to evaluate

the problems in mouth cavity, change in skin condition, pain

or bone fractures. Physical examination was conducted to find

loss of subcutaneous fat, loss of muscle mass, and the presence

of edema in ankle, sacrum, or ascites. After taking history

and doing physical examination, an assessment of nutritional

status with MNA should be conducted which comprises of

four aspects : anthropometric measurements (BMI, upper

arm circumference, calf circumference), food intake, global

assessment (lifestyle, medications, mobility, acute stress, etc.),

and subjective assessment (patient perception about health

and nutrition).

Prevention

There are several ways to prevent malnutrition in the

elderly including: measuring body weight and screening of

nutritional status in every v isits; administer balanced and

variable diet with texture based on patient's ability; give solid

food with low portion when in low appetite; screening for

muscle mass loss, increase of fat, edema, even when in stable

weight; screening for cognitive and mental impairment, fall

risk, and polypharmacy; be cautious for probability of specific

nutrition deficiency; check for vitamin Bl2, vitamin D, folic

acid, and blood glucose if needed.

6

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 13: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Management

The management of malnutrition in an elderly patient is

inseparable from the adequate assessment of the patient. An

elderly with a weight loss of more than 5% in 1 month must

be confirmed whether or not the calorie intake is adequate, the

adequacy of accessibility to food, and is there a malabsorption

syndrome or not. Accessing the food accessibility must be

accounted for several factors such as: social factors, needs

for caregiver, problems in oral or swallowing ability (dental

problem, anorexia, depression, drugs, etc.). If in the assessment

we found malabsorption, then we must treat the specific

diseases causing the malabsorption (e.g. metabolism disorder,

endocrinopathy, malignancy, etc.) .

The selection of nutritional administration support is based

on the ability to have oral intake. If the patient is able to have

oral intake, then give nutritional support orally and monitor.

But if the patient is not able to have oral intake, evaluate the

gastrointestinal tract function. If the function is good, then

give enteral nutrition for the patient for long term (more

than 6 weeks) or short term (less than 6 weeks) depending on

the tools that are going to be used. On the other hand if the

gastrointestinal function is not good, give parenteral nutrition

for long term or short term depending on peripheral or central

venous access.

Monitoring of enteral nutrition in elderly patient could be

done by various indicators such as: any distended or discomfort

feeling in the abdomen, input and output of fluid volume

every day, gastric residual every 4 hours if needed, signs and

symptoms of edema or dehydration every day, output and

consistency of feces every day, body weight 3 times a week,

nutritional status adequacy 2 times a week, serum electrolyte,

BUN, creatinine 2 times a week, blood glucose, magnesium,

phosphorus every week or as needed.

7

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 14: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

The Role of Protein Supplementation in Elderly

Reduction of muscle mass and functional capacity is an

inevitable consequence of aging. This puts the elderly for the

risk of sarcopenia and frailty condition. Several consensus

states minimum protein intake is: 1-1.5 g/kg/ day to gain health

benefits. However, about 33% of older adults fail to meet this

requirement. Therefore, increasing and optimizing protein

intake is essential for this population, especially for the elderly

with catabolic stressors (illness, physical inactivity, injury).

When exercise ability is limited, protein could be one of the

few options to preserve muscle mass and function.

An article created by Paddon-Jones D, et al. about protein

and healthy aging stated that throughout adult life, consuming

adequate amount of high quality protein at each meal, in

combination with physical activity, may prevent onset or

slow progression of sarcopenia. The recommendations are as

follows: consuming 25-30 g protein at breakfast, lunch, dinner

may provide sufficient protein for effective muscle protein

anabolism, including variety of high quality proteins at each

meal improves post prandial muscle protein synthesis, and

performing physical activity in close to temporal proximity to

a protein-rich meal may enhance muscle anabolism.

A review article from Landi F, et a l . about protein

intake and muscle health in old age recommend the elderly

to consume high proportion of essential amino acids (e.g.

lean meat, dairy products, leucine rich foods like: soybeans,

peanuts, etc.) to overcome anabolic resistances found in older

age. The protein dosage recommendation is: 1-1.2 g/ kg/ day

to preserve healthy aging muscles, 1 .2-1 .5 g/kg/ day to combat

acute or chronic diseases, and 2 g/ kg/ day for elderly with

severe illness or malnutrition. They also found that consuming

meat 4-5 times a week is recommended to prevent sarcopenia.

Another result they found is that nutritional supplementation

with leucine and P-hydroxy P-methylbutyrate has been shown

8

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 15: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

to improve muscle strength and body composition in elderly

with inadequate intake of proteins.

Rondanelli M, et al. conducted an RCT study with 130

sarcopenic elderly inpatient at St. Margherita Hospital, Italy.

They used whey protein, essential amino acids, and vitamin

D combined with regular and controlled physical activity for

the intervention group compared to placebo group in 12 weeks

period. They found that in intervention group, there was an

increase in fat free mass and strength, as well as other aspects

contributed in sarcopenic elderly compared to placebo group.

A similar result was also found in an RCT study conducted

by Zdzieblik D, et al. in 53 sarcopenic elderly men in community

setting. They administered collagen peptides for intervention

group compared to placebo in control group, while both of the

groups had 12 weeks guided resistance training program. The

result was all subjects showed higher levels of fat free mass

(FFM), bone mass (BM), isokinetic quadriceps strength (IQS),

sensory motor control (SMC), and lower fat mass (FM) after 12

weeks training, but with significantly more pronounced effect

in intervention group.

In Indonesia, the study about protein supplementation

in specific elderly subjects was still lacking. We only found

several studies about snakehead fish supplementation in

chronic diseases such as: HIV/ AIDS, TB, and ischemic stroke.

A study by Pattiha A, which was an RCT in 36 subjects with

HIV/ AIDS patients showed that there was a higher pre albumin

and albumin levels in intervention group with snakehead fish

extract 3x4 capsules each day compared to placebo group after

21 days follow up, but no significant difference in CD4 levels.

Therefore, snakehead fish extract can be given early in HIV/

AIDS patients to prevent further declining albumin levels

which could lead to further malnutrition status.

A study by Paliliewu N, et al . about snakehead fish

supplementation capsules did not influence nutrition status,

but showed a promising future for accelerated beneficial

9

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 16: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

therapeutic effect of TB drugs by improving cytokine response

after 12 weeks period in 36 pulmonary TB patients.

Finally, a study by Retnaningsih, which was an RCT in 61

acute ischemic stroke conscious patients, showed a significant

increase in albumin, transthyretin, transferrin, total antioxidant

status, and decrease in malondialdehyd and National Institute

of Health Stroke Scale (NIHSS) in 1 week period in intervention

group compared to placebo group. With the improvement of

protein status, snakehead fish extract could be recommended

as a part of management in early attacks of ischemic stroke

to prevent malnutrition as well as for better clinical outcome.

Conclusions

Malnutrition in the elderly remains one of the health

problems that is associated with several communicable and

non-communicable diseases. Malnutrition is often undiagnosed

properly by health care workers due to lack of cautiousness.

Epidemiology of malnutrition in Indonesia is similar with other

countries, where the prevalence of malnourished or the risk of

malnutrition is higher in hospital than community. Several risk

factors for malnutrition: cognitive and functional impairment,

swallowing difficulties, older age, etc . The screening,

assessment, and monitoring of nutritional status is inseperable

from CGA. Optimizing protein intake and regular exercise

are fundamental components to ensure adequate nutritional

status in elderly. The role of protein supplementation in elderly

warrants further research in Indonesia.

10

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 17: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

References

1. Lipschitz Da. Nutrition. In Geriatric Medicine, An Evidence Based Approach, Cassel CK, Leipzig RM, Cohen HJ, Larson EB, Meier DE (eds). Springer; 2003. p.1009-21 .

2. Shahar S, Fun SW, Pa WC, Chik W. A prospective study on malnutrition and duration of hospitalization among hospitalized geriatric patients admitted to surgical and medical wards of hospital university Kebangsaan Malaysia. Maj Nutr. 2002;8(1):55-62.

3. Nutrition for older persons. [internet] . Cited August 31th 2016. Available from: http://www.who.int/ nutrition/ topics/ ageing/ en/indexl .html.

4. Ferrucci L, Studenski S. Clinical Problems of Aging. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th Edition. USA; 2012.

5. Sari NK. Gangguan Nutrisi Pada Usia Lanjut. Setiati S, et al. Buku Ajar llnm Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI. Jakarta; 2015.

6. Schilp J, et al. High prevalence of undernutrition in Dutch community dwelling older individuals. Nutrition. 2012;28:1151-1156.

7. Donini LM, et al. Malnutrition in elderly: social and economic determinants. The Journal of Nutrition, Health, and Aging. 2013;17:1 .

8. Bell CL, et al. Malnutrition in the nursing home. Lippincott Williams and Wilkins. 2014.

9. Cerri AP, et al. Sarcopenia and malnutrition in acutely ill hospitalized elderly : prevalence and outcomes. Clinical Nutrition. 2014;30:1-7.

10. Setiati S, et al. Cut-off of anthropometry measurement and nutritional status among elderly outpatient in Indonesia: multi­center study. Acta Medica lndonesiana. 2010;42(4):224-230. -(hospital settingl)

11 . Setiati S, et al. Indonesia frailty, aging, and quality of life (INA­FRAGILE) longitudinal study 2013-2015. In press. - (hospital setting 2)

12. Setiati S, Harimurti K, Dewiasty E, Istanti R. Predictors and scoring system for health related quality of life in Indonesian

1 1

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 18: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

community d welling elderly population. Acta Medica Indonesiana. 2011;43(4):237-242. -(community setting)

13. Sari K, Mansyur M. Female, live in urban, and the existence of a caregiver increased risk over nutrition in elderly: an Indonesian national study 2010. Health Science Indones. 2012;3(1):9-14.

14. Tamura BK, Bell CL, Masaki KH, Amelia EJ. Factors associated with weight loss, low BMI, and malnutrition among nursing home patients: a systematic review. JAMDA. 2013;14:649-655.

15. Pols-Vijlbrief R, Wijnhoven HAH, Schaap LA, Terwee CB, Visser M. Determinants of protein-energy malnutrition in community dwelling older adults: a systematic review of observational studies. Ageing Research Reviews. 2014;18:112-131.

16 . Vanderwee K, Clays E, Bocquaert I, Gobert M, Folens B, Defloor T. Malnutrition and associated factors in elderly hospital patients: a Belgian cross-sectional, multi-center study. Clinical Nutrition. 2010;29:469-476.

17. Kusumayanti lGA, Hadi H, Susetyowati. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian malnutrisi pasien dewasa di ruang raw at inap rumah sakit. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2004;1(1) :9-1 7.

18. Wijaya AM, Pramantara !DP, Pangastuti R. Status kesehatan oral dan asupan zat gizi berhubungan dengan status gizi lansia. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2012;8(3) :151-157.

19. Budiningsari RD, Hadi H. Pengaruh perubahan status gizi pasien dewasa terhadap lama raw at inap dan biaya rumah sakit. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2004;1(1):35-44.

20. Konsensus Pengelolaan Nutrisi pada Orang Usia Lanjut. PERGEMI. 2012.

21 . Mini nutritional assessment. [internet]. Cited September 1st 2016. Available from: https:/ / www.mna-elderly.com/forms/mini/ mna_mini_english.pdf.

22. Mini nutritional assessment. [internet] . Cited September 1st 2016. Available from: http:/ / www.mna-elderly.com/ forms/ MNA_english.pdf.

23. Paddon-Jones D, Leidy H. Dietary protein and muscle in older persons. Curr Opin Clin Nutr Metab Care. 2014;17(1 ):5-11 .

12

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 19: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

24. Paddon-Jones D, et al. Protein and healthy aging. Am J Clin Nutr. 2015;101 (Suppl):1339S-45S.

25. Landi F, et al. Protein intake and muscle health in old age: from biological plausibility to clinical evidence. Nutrients. 2016;8:295.

26. N o w s o n C, O ' C onnell S . Protein requirements and recommendations for older people: a review. Nutrients. 2015;7:6874-6899.

27. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75 tahun 2013. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. 2013.

28. Rondanelli M, et al. Whey protein, amino acids, vitamin D with physical activity increases fat free mass and strength, functionality, and quality of life and decreases inflammation in sarcopenic elderly. Am J Clin Nutr. 2016.

29. Zdzieblik D, et al . Collagen peptide supplementation in combination with resistance training improves body composition and increases muscle strength in elderly sarcopenic men: a randomised controlled trial. British Journal of Nutrition. 2015;114:1237-1245.

30. Paddon-Jones D, Leidy H. Dietary protein and muscle in older persons. Curr Opin Clin Nutr Metab Care. 2014;17(1):5-11 .

31. Pattiha A. The benefits of snakehead fist extract on levels of prealbumin, albumin, and CD4 in HIV/ AIDS patients. Thesis. Faculty of Medicine Universitas Hasanuddin. 2011 .

32. Paliliewu N , Datau EA, Matheos JC, Surachmanto EE. Channa striatus capsules induces cytokine conversion in pulmonary TB patients. J Exp Integr Med. 2013;3(3) :237-242.

33. Retnaningsih. The effects of snakehead fish extract in protein status, antioxidant and oxidative stress, and clinical outcome in acute ischemic stroke. Thesis. Faculty of Medicine Universitas Diponegoro. 2014.

13

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 20: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Keselamatan Pasien Geriatri: Panggilan untuk Bertindak

Ni na Kemala Sari

Pendahuluan

Usia lanjut memiliki kerentanan yang unik terhadap

medical error yang harus menjadi perhatian, Rekomendasi

yang mencakup implementasi pendekatan sistemik untuk

memperbaiki keselamatan pasien-pasien geriatri sangat

kritis. Karena itu pemahaman terperinci gerakan keselamatan

pasien sangat krusial jika para geriatrisien terns meningkatkan

pelayanan bagi usia lanjut.

Tulisan ini mayoritas merupakan saduran dari sebuah

review article oleh Dionyssios Tsilimingras, Amy K. Rosen, serta

Dan R. Berlowitz yang bertajuk Patient SafehJ in Geriatrics: A Call

for Action yang dimuat dalam Journal of Gerontology: MEDICAL

SCIENCES tahun 2003.

Mengingat hubungan erat antara keselamatan pasien dan

geriatri, penting sekali agar geriatrisien mendapatkan cara

yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang

keselamatan pasien dan memulai upaya-upaya penerapan

praktek-praktek yang aman saat memberikan perawatan usia

lanjut. Perlu dilakukan evaluasi terhadap 3 isu utama. Pertama,

hubungan antara penuaan dengan medical error. Kedua, perlu

dipertimbangkan bahwa berbagai Sindrom Geriatri adalah

medical error. Ketiga, pengembangan laporan berbasis bukti

dari IOM dan AHRQ (AgenctJ for Healthcare Research and Qualiti;)

tentang praktek-praktek keselamatan dengan menampilkan

rekomendasi spesifik untuk perbaikan perawatan pasien

geriatri.

14

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 21: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

1. Penuaan dan Medical error

Usia lanjut merupakan kelompok yang beris iko

mengalami medical error. Medical error didefinisikan

sebagai kegagalan melakukan tindakan yang direncanakan

atau menggunakan rencana yang salah untuk mencapai

tujuan. Error tidak selalu menyebabkan cedera. Error yang

menyebabkan cedera pada pasien sering disebut sebagai

kejadian tidak diharapkan yang dapat dicegah. Kejadian

tidak diharapkan adalah cedera yang lebih disebabkan

oleh manajemen medik daripada penyakit atau kondisi

yang mendasari. Kejadian tidak diharapkan tidak selalu

dapat dicegah seperti reaksi obat yang tidak diketahui

pada pasien yang menerima obat yang sesuai untuk

pertama kalinya. Jika reaksi obat terjadi pada pasien yang

telah diketahui memiliki reaksi alergi pada obat tertentu,

kejadian tidak diharapkan dalam hal ini disebut kelalaian.

Kelalaian didefinisikan sebagai kegagalan pemberi

layanan memenuhi standar pelayanan yang secara masuk

akal diharapkan dari dokter rata-rata.

Kejadian tidak diharapkan yang berhubungan dengan

usia lanjut telah didokumentasikan dengan baik dalam

literatur oleh berbagai peneliti hingga Harvard Medical

Practice Study (HMPS) .

HMPS meneliti secara acak lebih dari 30.000 pasien

yang dirawat di rumah sakit pada tahun 1984 pada 51

rumah sakit di New York. Kejadian tidak diharapkan

yang berhubungan dengan terapi terjadi pada 3,7% pasien

dengan 27,6% kejadian tidak diharapkan yang disebabkan

oleh kelalaian. Lebih dari 70% kejadian tidak diharapkan

menyebabkan disabilitas yang terjadi kurang dari 6 bulan

dimana 2,6% menyebabkan disabilitas permanen dan

13,6% menyebabkan kematian.

HMPS menyampaikan bahwa pasien-pasien berusia

65 tahun ke atas mengisi 27% populasi yang dirawat di

rumah sakit ta pi 47% dari yang mengalami kejadian yang

tidak diharapkan.

15

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 22: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

16

Angka kejadian tidak diharapkan meningkat dengan

bertambahnya usia, menempatkan pasien berusia 65 tahun

ke atas memiliki risiko 2 kali lipat mengalami kejadian

tidak diharapkan dibandingkan pasien yang berusia di

antara 16 hingga 44 tahun.

Stu di yang dilakukan oleh AHRQ menunjukkan bahwa

insiden keselamatan pasien tertinggi yang berhubungan

dengan error ditemukan pada usia 65 sampai dengan 74

tahun. Sebuah studi peningkatan mutu di antara pasien­

pasien usia lanjut berisiko tinggi di rumah sakit pendidikan

menemukan lebih dari separuh komplikasi kejadian tidak

diharapkan sebenarnya secara potensial dapat dicegah

dan perawatan di bawah standar berhubungan dengan

komplikasi yang lebih banyak.

Errors of omission juga sering terjadi pada usia lanjut.

Sebagai contoh: kurangnya utilisasi obat-obat pada

pasien dengan penyakit jantung koroner terjadi pada

berbagai setting pelayanan. Alasan mengapa usia lanjut

sering mengalami kjadian tidak diharapkan masih belum

jelas. Ada dua kemungkinan mekanisme yang harus

dipertimbangkan. Pertama, usia lanjut memiliki lebih

banyak penyakit yang berkontribusi pada lama rawat

yang lebih panjang di rumah sakit dan meningkatnya

pajanan terhadap berbagai obat dan prosedur. Kedua,

orang usia lanjut kerap rapuh. Kerapuhan (frail ty)

merupakan sindrom biologis penurunan cadangan faali

dan daya tahan terhadap stresor yang menyebabkan

penurunan kumulatif berbagai sistem fisiologi tubuh

dan menyebabkan kerentanan terhadap kejadian tidak

diharapkan. Akibatnya, stres dari berbagai macam pro­

sedur dan terapi medik membuat usia Ian jut lebih mungkin

mengalami kejadian tidak diharapkan. Meningkatnya

predileksi terhadap medical error dan kejadian tidak

diharapkan m ungkin merupakan satu mekanisme dimana

frailhj menjadi prediktor mortalitas.

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 23: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

2. Sindrom Geriatri sebagai Medical error

Isu sentral dalam perawatan pasien geriatri adalah

manajemen berbagai kondisi medik yang umum terjadi

yang disebut sebagai Sindrom Geriatri seperti jatuh,

delirium, ulkus dekubitus, dan intake kurang. Sindrom

Geriatri ini cenderung terjadi bila kemampuan kompensasi

usia lanjut terganggu oleh efek akumulasi berbagai

gangguan sistem organ. Dinyatakan oleh Tsilimingras

dan kawan-kawan bahwa seringkali Sindrom Geriatri

ini harus dipandang sebagai medical error untuk 3 alasan

berikut. Pertama, Sindrom Geriatri berhubungan dengan

meningkatnya mortalitas. Sebagai contoh, insiden cedera

yang tidak diharapkan dimana paling sering disebabkan

oleh jatuh, menempati urutan keenam teratas penyebab

kematian pada usia 65 tahun ke atas. Terjadinya delirium

pada pasien usia lanjut yang dirawat di rumah sakit

dihubungkan dengan tingkat mortalitas 25% hingga

33 % . Tingkat mortalitas penghuni perawatan kronik

dengan ulkus dekubitus sebesar 26% selama periode

follow up 6 bulan. Intake kurang juga berhubungan dengan

buruknya outcome klinik dan merupakan indikator risiko

peningkatan mortalitas. Tingkat mortalitas berhubungan dengan intake kurang pada penghuni panti rawat werda

sebesar 48% selama periode follow up 6 bulan.

Kedua, literatur memperlihatkan bahwa Sindrom

Geriatri ini di ban yak kasus dapat dicegah. Contoh, sebuah

riset pencegahan jatuh menyimpulkan bahwa jatuh secara

potensial dapat dicegah jika dilakukan strategi pencegahan

yang optimal.

Strategi pencegahan optimal intake kurang mencakup

adanya panduan klinik yang dapat membantu pencegahan

malnutrisi di perawatan kronik atau pemberian megestrol

asetat untuk mencegah kehilangan berat badan lebih jauh

dan meningkatkan selera, asupan kalori, kenikmatan

makan, dan berat badan pada pasien-pasien panti rawat

17

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 24: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

18

werda. Studi lainnya menyarankan bahwa insiden

Sindrom Geriatri dapat diturunkan dengan menerapkan

kebijakan sistemik di level lokal dan nasional. Sindrom

Geriatri juga dapat diturunkan atau dicegah dengan

strategi edukasi staf dan intervensi multikomponen.

Ketiga, pencegahan Sindrom Geriatri sering mem­

bu tuhkan pendekatan s is tem . Pendekatan s istem

menerapkan seperangkat elemen yang saling tergantung

(termasuk manusia dan non manusia) yang berinteraksi

untuk mencapai tujuan bersama. Berbagai studi pada

perawatan geriatri menggunakan pendekatan sistem

dan menunjukkan perbaikan hasil perawatan melalui

perubahan pemberian layanan. Contoh yang menonjol

dalam perawatan geriatri adalah implementasi Acute Care

for the Elderly Units (ACE Units). ACE Units mempromosikan

fungsi kemandirian pasien geriatri dengan mencegah

kontribusi lingkungan fisik dan proses-proses perawatan

dalam menurunkan status fungsional pasien. Jadi, dengan

cara ini, dapat mengurangi efek prediktor penurunan

status fungsional seperti usia, komorbiditas, status

fungsional dasar, dan gangguan kognitif. Elemen-elemen

kunci dari ACE Unit adalah pengkondisian lingkungan,

perawatan berpusat pada pasien (patient centered care)

yang menekankan kemandirian, discharge-planning yang

menyiapkan lingkungan rumah saat pulang, dan evaluasi

perawatan secara intensif untuk meminimalisir efek

samping prosedur dan obat-obatan.

Pengkondisian lingkungan di ACE Unit ini mencakup

disain struktur seperti karpet, handrails, lorong yang

kosong dari benda dan sekat-sekat, jam dan kelender

yang besar, kursi toilet yang dapat dinaikturunkan, dan

handle pintu untuk fungsi kemandirian usia lanjut. Tanpa

perubahan s istemik spesifik tersebut, seorang klinisi

tidak dapat berbuat banyak untuk meningkatkan kualitas

perawatan usia lanjut.

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 25: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Inisiatif-inisiatif sistemik lainnya adalah penerapan

program kehidupan usia lanjut di rumah sakit dan inter­

vensi multikomponen untuk menurunkan delirium.

Pendekatan sistemik ini memiliki target faktor-faktor risiko

spesifik seperti gangguan kognitif untuk menurunkan

kejadian delirium.

Program intervensi multifaktor yang mencakup eva­

luasi obat-obatan, edukasi, latihan gaya berjalan dan kete­

rampilan transfer, perubahan bahaya lingkungan, latihan

pengua tan, dan modifikasi perilaku menurunkan kejadian

jatuh di rumah sebesar 31 % .

Program reduksi risiko jatuh multifaktor yang men­

cakup edukasi risiko jatuh, program latihan di rumah,

konseling nutrisi, dan edukasi bahaya lingkungan mem­

perbaiki hasil perawatan pada usia lanjut di masyarakat.

Intervensi gizi kurang berupa pemberian makan

selama 2 hari atau 6 porsi makanan dengan bantuan

makan one-on-one di panti rawat werda secara signifikan

meningkatkan asupan makan per oral dan asupan cairan

selama waktu makan pada 50% peserta.

Upaya lainnya memperlihatkan bahwa program

edukasi staf dapat menurunkan kejadian ulkus dekubitus.

Program edukasi yang melibatkan tim dokter dan perawat

menurunkan kejadian ulkus decubitus sebesar 63% dengan

memperhatikan pengkajian dini dan melakukan teknik­

teknik preventif sederhana.

Studi-studi ini menekankan bahwa hanya upaya

seorang klinisi saja jarang untuk dapat mencegah

kejadian Sindrom Geriatri. Instruksi mengubah posisi

tiap 2 jam untuk prevensi ulkus dekubitus, atau mem­

promosikan pasien tidur dalam lingkungan yang tenang

untuk mencegah delirium, tidak akan efektif jika tidak

didukung oleh sistem di rumah sakit tersebut. Karena

itu, keberhasilan reduksi Sindrom Geriatri membutuhkan

konstruksi lingkungan yang mendukung praktek-praktek

19

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 26: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

terbaik guna rnewujudkan setting perawatan yang lebih

aman dan lebih sehat untuk usia lanjut.

Rekomendasi untuk Peningkatan Keselamatan

Perawatan Geriatri

Berbagai rekornendasi untuk praktek yang efektif

dan arnan diusulkan oleh IOM dan AHRQ. Rekornendasi­

rekornendasi ini fokus pada disain sistern perawatan kesehatan

yang lebih aman dengan integrasi rnetode-rnetode keselamatan

yang telah terbukti untuk mencegah dan meminimalkan

medical error. Tentunya rekomendasi-rekomendasi ini

dapat dan harus diterapkan bagi pasien geriatri. Selain itu,

Tsilimingras dkk telah mengidentifikasi dan mengembangkan

enam rekomendasi spesifik yang diyakini akan meningkatkan

keselamatan perawatan geriatri. Keenam rekomendasi spesifik

tersebut rnencakup deteksi dan pelaporan Sindrorn Geriatri,

identifikasi kegagalan sistem bila terjadi Sindrom Geriatri,

dibuatnya unit perawatan khusus geriatric, rnemperbaiki

kontinuitas perawatan, rnenurunkan kejadian efek samping

obat yang idak diharapkan, dan rneningkatkan prograrn­

program pelatihan geriatri.

Deteksi dan Pelaporan Sindrom Geriatri

Deteksi dan pelaporan medical error sangat vital yang harus

diaposi di pelayanan geriatri. Geriatrisien harus mendeteksi

dan rnelaporkan Sindrorn Geriatri yang telah ada sebelumnya

dan yang baru yang akan rnernarnpukan rnereka untuk

memberikan rencana terapi segera. Praktek ini kemudian

akan membantu geriatrisien untuk memeriksa kegagalan

sistemik yang rnendasari yang menirnbulkan Sindrom

Geriatri yang baru. Jika Sindrom Geriatri tidak terdeteksi

atau tidak dilaporkan, identifikasi kegagalan sistemik dan

inisiasi perhatian medis segera tidak akan terjadi. Kegagalan

20

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 27: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

identifikasi kegagalan sistemik dan inisiasi perhatian medis

segera akan menyebabkan terhindarnya bahaya bagi usia

lanjut.

ldentifikasi Kegagalan Sistem Bila Terjadi Sindrom

Geriatri

Sekali geriatrisien mendeteksi dan melaporkan Sindrom

Geriatri, penting untuk mengidentifikasi kegagalan sistem

yang mendasarinya. Pada artikel terbaru, komite keselamatan

pasien menangkap adanya kegagalan proses dan pengambilan

keputusan setelah memeriksa error dalam rantai kejadian

klinik yang dimulai dengan keputusan perawatan aw al hingga

ke kejadian tidak diharapkan yang menyebabkan error.

Rantai peristiwa klinik beruntun bisa mencakup faktor

manusia seperti alasan bahwa dokter tidak mengenali

adanya Sindrom Geriatri dan mengapa instruksi dokter tidak

dilakukan tepat waktu oleh staf non dokter untuk mencegah

Sindrom Geriatri.

Faktor-faktor lainnya adalah faktor-faktor teknis yang

mencakup sistem komputer dan faktor-faktor organisasi.

Dengan menggarisbawahi sekuens kegiatan klinis yang

menimbulkan Sindrom Geriatri, geriatrisien akan dapat

mengidentifikasi kegagalan sistemik dan mengembangkan

solusi untuk perbaikan outcome perawatan.

Menyiapkan Unit Khusus Geriatri

Berbagai studi memperlihatkan bahwa outcome pasien­

pasien usia lanjut lebih baik di lingkungan yang disesuaikan

dengan kebutuhan spesifik mereka.

Lingkungan ini telah berhasil mengurangi penurunan

status fungsional dan Sindrom Geriatri dengan membuat

perubahan spesifik di rumah sakit. Lingkungan ini unik

karena diarahkan untuk intervensi spesifik tidak hanya untuk

21

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 28: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

pasien yang status fungsionalnya sudah turun ta pi juga untuk

mencegah penurunan status fungsional karena hospitalisasi.

Gillick mengambil konsep ini lebih jauh dengan menya­

rankan kreasi rumah sakit geriatri untuk terapi berbagai

problem medik dan bedah dan untuk perawatan rehabilitasi.

Karena itu, para geriatrisien perlu mendorong upaya-upaya

penetapan adanya unit khusus geriatri untuk perawatan usia

lanjut.

Memperbaiki Kontinuitas Perawatan

Diskontinuitas perawatan sering terjadi bila informasi

medik seperti alergi obat atau kegagalan obat terapi sebelum­

nya tidak terkomunikasikan dari farmasi rawat jalan ke raw at

inap saat pasien dirawat di rumah sakit.

Perbaikan informas i antara rawat j alan dan rawat

inap adalah praktek keselamatan yang penting yang akan

menurunkan kejadian tidak diharapkan.

Diskontinuitas perawatan sering akibat serah terima

pasien antar dokter yang tidak terstruktur. Sebuah studi

menemukan bahwa kejadian tidak diharapkan yang dapat

dicegah 6 kali lebih mungkin terjadi saat serah terima tidak

terstruktur. Sebuah studi lainnya menyimpulkan bahwa

terdapat lebih sedikit kejadian tidak diharapkan setelah

menerapkan intervensi yang mencakup program sign out

dengan komputer secara terstruktur

Petersen dkk menyarankan serah terima terstruktur

dengan komputer yang mencakup resume kondisi medi, data

laboratorium terbaru, status resusitasi, daftar masalah, alergi

obat, dan follow-up untuk transfer informasi yang efisien.

Tidak adekuatnya transfer informasi juga disebabkan

oleh resume discharge yang tidak terstruktur dan waktu yang

dibutuhkan untuk ditransfer dari pemberi layanan rawat inap

ke rawat jalan. Studi-studi menunjukkan bahwa penerapan

resume pulang terstandar dan penggunaan resume pulang

22

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 29: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

yang dihasilkan dari data dasar daripada resume pulang

yang didiktekan meningkatkan mutu kandungan informasi

clan menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk transfer

inf ormasi ini.

In-efisiensi lainnya dalam transfer informasi medik juga

terlihat pada proses perencanaan pulang. Proses discharge

planning terstruktur merupakan elemen kunci Unit ACE.

Proses discharge planning ini fokus pada kepulangan awal,

penilaian rencana clan kebutuhan pulang oleh perawat pada

saat masuk, clan keterlibatan dini pekerja social clan perawat

pasien di rumah.

Tsilimingras menyarankan bahwa proses perencanaan

pulang komprehensif juga harus mencakup adanya manajer

discharge terlatih pada semua kepulangan dari ruma sakit.

Manajer discharge akan bertanggung jawab untuk mentransfer

semua informasi discharge ke pasien atau keluarga pasien,

seperti daftar obat-obatan clan jadwal kontrol ke dokter,

tes laboratorium, clan prosedur medik. Selain itu, manajer

discharge akan membuat transisi perawatan yang seamless ke

pusat rehabilitasi. Karena itu, proses discharge komprehensif

akan menjamin bahwa semua informasi yang diperlukan

rumah sakit clan pasien tersedia clan dipahami dengan baik

sebelum pasien pulang.

Penelitian retrospektif di Boston, Massachuset pada

10 .371 pasien memperlihatkan bahwa penyebab readmisi

dalam 30 hari mayoritas tidak berhubungan dengan diagnosis

primer pada perawatan sebelumnya namun berkaitan dengan

penyakit-penyakit komorbid itasnya . Tiga komorbiditas

tersering yang menyebabkan rehospitalisasi adalah neoplasma,

penyakit ginjal kronik, clan gaga! jantung kronik. Oleh karena

itu, discharge planning juga harus mempersiapkan program­

program tatalaksana penyakit-penyakit komorbid secara detil

clan spesifik.

23

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 30: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Reduksi Kejadian Akibat Obat yang Tidak Diharapkan

Diperkirakan 1 juta pasien yang dirawat di rumah sakit

mengalami kejadian akibat obat yang tidak diharapkan. Upaya

segera yang dapat dilakukan adalah menerapkan computerized

physician order entry (CPOE) dan computerized medication alert

monitors.

Sis tern ini dapat menurunkan kesalahan peresepan hingga

lebih dari 50% . Implementasi CPOE dan computerized alert

monitors secara khusus akan memberikan manfaat bagi usia

lanjut dimana kejadian akibat obat yang tidak diharapkan

paling sering terjadi.

Pencegahan kejadian akibat obat yang tidak diharapkan

juga untuk pasien yang tinggal di rumah yang berisiko karena

polifarmasi. Sebuah studi menunjukkan bahwa polifarmasi

harus dipertimbangkan sebagai penanda risiko hospitalisasi.

Perbaikan Program Pelatihan Geriatri

Seperti disampaikan di atas, seorang dokter paling ahli

pun tidak akan dapat memberikan perawatan geriatric optimal

bila struktur sistem tidak dibuat sesuai kebutuhan. Advokasi

sistem tersebut tidak mudah dan membutuhkan advokasi

serta keahlian manajemen yang bukan merupakan bagian dari

program pelatihan geriatri saat ini.

Instruksi dalam program pelatihan geriatri harus

menekankan rekomendasi yang disebutkan di sini dan terns

menekankan keterampilan perawatan berfokus pada pasien

dan praktek berbasis bukti. Integrasi rekomendasi baru ini

dan keterampilan geriatri pada program pendidikan geriatri

saat ini akan meningkatkan implementasi praktek-praktek

keselamatan dan menghindari timbulnya Sindrom Geriatri.

24

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 31: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Kesimpulan

Keyakinan Tsilimingras bahwa geriatri harus diingat

sebagai sebuah spesialisasi keselamatan pasien. Telah

diperlihatkan hubungan kuat antara geriatri dan keselamatan

pasien dan telah jelas didefinisikan kebutuhan untuk

memperbaiki perawatan pasien geriatri. Perbaikan perawatan

dapat dicapai dengan mengambil rekomendasi keselamatan

pasien yang telah diterima secara luas seperti satu yang

disebutkan di sini, menurunkan kejadian medical error.

Sekali rekomendasi keselamatan ini diambil dan digunakan

secara efektif, kejadian Sindrom Geriatri dapat diturunkan.

Geriatrisien hams menyadari bahwa rekomendasi keselamatan

sangat kritis untuk meningkatkan mu tu perawatan geriatri.

Selain terhadap penyakit primer saat perawatan,

discharge planning juga harus mempersiapkan secara khusus

komorbiditas yang mendasari sehingga readmisi dapat

dicegah.

Daftar Pustaka:

1 . Tsilimingras D , Rosen AK, Berlowitz DR. Patient Safety in Geriatrics: A Call for Action. Journal of Gerontology: MEDICAL SCIENCES. 2003;.58A(9): 813-819

2. Causes and pattens of readmissions in patients with common·

comorbidities: a retrospective cohort study. Harvard Medical School. BMJ. 2014.

25

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 32: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Guideline for Dyslip idemia Management:

Focus on Adults and Elderly

Siti Setiati , Robby Pratomo Putra

Introduction

Dyslipidemia is defined as a disorder of lipoprotein

metabol is m including l ipoprotein overprod uction or

deficiency. The disorder may be manifested as elevation of total

cholesterol (TC), the "bad" low density lipoprotein cholesterol

(LDL-C), and triglyceride (TG) concentrations, while decrease

in the " good" high density lipoprotein cholesterol (HDL-C) in

the blood.

The prevalence of dyslipidemia is still high in China,

as reported in a study that was conducted by Sun GZ, et al.

involving 11,956 subjects aged more than 35 years. They found

that among the study population, 16.4% had high TC, 13.8%

had low HDL-C, 7.6% had high LDL-C, and 17.3% had high

TG concentrations. Further analysis showed that 36.9% of the

population had at least one type of dyslipidemia. On the other

hand, Indonesia had higher numbers in terms of dyslipidemia

prevalence. According to Basic National Health Research

(Riskesdas) in 2013, there were 35.9% of adults with high TC,

22.9% with low HDL-C, 15.9% with high LDL-C, and 11 .9%

with high TG concentrations.

Dyslipidemia remains one of the important modifiable

risk factors for the development of atherosclerosis and

cardiovascular disease (CVD) besides diabetes mellitus (DM),

hypertension, peripheral arterial disease, physical inactivity,

heavy smoking, and older age.

Cardiovascular disease is a major cause of morbidity

and mortality in both developed and developing countries.

26

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 33: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

With rapid socioeconomic development, CVD has reached

epidemic proportions in developing countries in recent years.

Indonesia, as one of the developing countries, had CVD in its

top 10 most prevalent death causing diseases, especially in the

elderly who contributed for more than 80% deaths caused by

CVD. Therefore, due to the reason that dyslipidemia and CVD

are causally related, the effort to decrease the prevalence and

burden from CVD can be done by treating dyslipidemia. An

effective management of dyslipidemia, by pharmacological

treatment or lifestyle changes is known to reduce the rate of

CVD morbidity and mortality. This article will combine several

of the most used guidelines for d yslipidemia management with

focus on adults and elderly population.

Dyslipidemia Screening

Screening of dyslipidemia is indicated for these patients:

1 . All adults men (;;::: 40 years) and women (;;::: 50 years or post

menopause).

2. Patients with clinical signs or increased risk of CVD [DM,

chronic kidney disease (CKD), peripheral arterial disease

(PAD), hypertension (HT)].

3. Patients with autoimmune chronic inflammatory

conditions [rheumatoid arthritis (RA), systemic lupus

erytematosus (SLE), and psoriasis].

4. Patients with clinical signs of genetic dyslipidemias

(xanthoma, xanthelasma, and, premature arcus cornealis).

5. Patients consuming antiretroviral therapies.

6. Children came from severe dyslipidemia patients.

7. Patients with history of premature CVD in family members.

The suggested analysis used for baseline lipid evaluation

include: TC, TG, HDL-C, LDL-C (calculated with Friedewald

Formula unless TG are elevated > 400 mg/ dL or with a direct

method), and non HDL-C. When avaialble, apoB can be

considered as an equivalent to non HDL-C. Additional lipid

27

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 34: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

evaluation that may be considered include: Lp(a), apoB:apoAl

ratio, and non HDL-C:HDL-C ratio.

The direct methods for HDL-C and LDL-C evaluation are

widely used and reliable in patients with normal lipid levels.

However, these methods are not reliable in hypertriglyceridemia

condition. The use of non HDL-C may overcome the problem,

but still dependent on the correct analysis of HDL-C. ApoB, on

the other hand, may be an alternative to non HDL-C analysis.

It is accurate with small variations and it is recommended

when available.

Conventionally, blood samples for lipid analysis have

been drawn in fasting state of the patient. However, recently

a data has been shown that fasting and non fasting state blood

sampling gave similar results for TC, LDL-C, and HDL-C.

Only TG that had higher plasma level in non fasting state

because its level is affected by food consumed. Nonetheless,

to further characterize severe dyslipidemias and for follow up

patients with hypertriglicerydemia, fasting state sampling is

recommended.

Dyslipidemia Management

Both recent g u i d el ines produced by European

Atherosclerosis Society (EAS) with European Society of

Cardiology (ESC) and American College of Cardiology (ACC)

with American Heart Association (AHA) emphasized the

importance of lowering LDL-C to prevent CVD in the treatment

of dyslipidemia. This is supported by the data from a trial

called Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC), which

involved 15,792 residents aged 45-64 years in USA and found

that relative coronary heart disease (CHD) risk increased

progressively with LDL-C levels.

As with most kinds of diseases, there are two types of

management in dyslipidemia, which are: non-pharmacological

therapies ( l ifestyle modification) and pharmacological

28

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 35: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

therapies (drugs). The regiment for administering dyslipidemia

therapies includes these four steps:

1 . Determine the goal for dyslipidemia treatment (primary

or secondary prevention).

2. Conduct lifestyle modifications for primary and secondary

prevention.

3. Give pharmacological treatment for primary prevention.

4. Give pharmacological treatment for secondary prevention.

Determine The Goal

There are several criterias of patients to be categorized to

have primary prevention, which are:

1 . Patients with LDL-C levels � 190 mg/ dL. 2. Patients with DM, aged 40-75 years, and LDL-C levels

between 70-189 mg/ dL, or

3. Patients without DM, aged 40-75 years, LDL-C levels

between 70-189 mg/ dL, but the es timated 10 year

atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD) risk is �

7.5%.

ACC/ AHA has developed a calculator to estimate the

absolute risk of cardiovascular events in 10 years based from

data of representative population samples, which is called

"10 years ASCVD risk" . The calculator includes various

important parameters such as: gender, age, race, HDL-C, TC,

DM, treatment of hypertension, systolic blood pressure, and

smoker. If a 10 years ASCVD risk is 10%, it means that among

100 patients with the entered risk factor profile, then 10 people

would be expected to have heart attack or stroke in the next 10

years. The calculator can be accessed on the internet via http:/ /

tools.acc.org/ ASCVD-Risk-Estimator/ .

The secondary prevention, on the other hand, also has

several criterias as follows:

1 . Patients with confirmed coronary heart disease (CHD)

including: myocardial infarction and prior coronary

revascularization.

29

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 36: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

2. Patients with other cardiovascular d isease (CVD)

including: stroke, transient ischemic attack, and peripheral

artery disease.

3 . Patients with combinations of risk factors, resulting a 10

year ASCVD risk more than 20% .

4. Patients with CKD (estimated GFR < 45 ml/min/1 .73m2

5 . Patients with DM, who are risk equivalent of having CVD.

Lifestyle Modification

Lifestyle modification is the foundation of ASCVD risk

reduction, both prior to or in combination with drug therapies.

The lifestyle modification steps consist of:

1 . Maintain healthy normal weight by decreasing weight for

overweight patients.

o Adhere to a heart healthy diet

o Consume dietary pattern that emphasizes intake

of vegetables, fruits, whole grains, low fat dairy

products, poultry, fish, legumes, and limits intake of

sweets, sugar sweetened beverages, red meats.

o Aim for dietary pattern that achieves 5-6% of calories

from saturated fat.

o Reduce percent of calories from saturated fat.

o Reduce percent of calories from trans fat.

o Limit sodium intake to less than 2400 mg/ day to lower

blood pressure.

2. Increase physical activity by aerobic exercise.

o Recommended frequency is 3-5 days every week.

o Recommended intensity is between 50-80% exercise

capacity.

o Minimum exercise duration is 20-60 minutes.

o Examples of aerobic exercises are: walking, treadmill,

cycling, rowing, and stair climbing.

3. Stop smoking completely.

4. Limits alcohol consumption to moderate level (20 g/ day

30

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 37: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

or 2 units for men and 10 g/ day or 1 unit for women).

5. Consume dietary supplements (phytosterols, red yeast rice,

dietary fiber, soy protein, n-3 unsaturated fatty acids).

Pharmacological Treatment for Primary Prevention

When a pharmacologic agent is required for the treatment

in primary prevention, a statin is the preferred medication. If

statin is not tolerated or a particular LDL-C goal is not achieved

on a statin alone, it is recommended not to add a nonstatin lipid

lowering drug first before intensifying. Statin is beneficial to

these four group of patients:

1 . Patients with clinical ASCVD (ACS, history of MCI, stable,

or unstable angina).

2. Patients with primary elevation of LDL-C 2'. 190 mg/ dL.

3. Patients with DM, aged 40-75 years, LDL-C 70-189 mg/

dL, and without clinical ASCVD.

4. Patients without DM or clinical ASCVD, LDL-C 70-189

mg/ dL, but 10 years ASCVD risk 2'. 7.5% .

Statin i s differed into three levels based on its potency to

lower LDL-C, which is: high intensity, moderate intensity, and

low intensity statin therapy (see Table 1 ) .

The American College of Cardiology and American

Heart Association (ACC/ AHA) has made the following

recommendations about statin therapy, as follows:

1 . Adults 2'. 21 years with primary LDL-C 2'. 190 mg/ dL

should be treated with high intensity statin therapy unless

contraindicated. Use maximum tolerated statin intensity

if not tolerated.

2. If LDL-C is still 2'. 190 mg/ dL, intensify statin therapy to

achieve 2'. 50% of LDL-C reduction.

3. If LDL-C is still 2'. 190 mg/ dL after maximum intensity

of statin, consider addition of non-statin drugs such as:

fibrates, nicotinic acid, cholesterol absorption inhibitors,

bile acid sequestrants, or PCSK9 inhibitors.

31

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 38: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Table 1. Three levels of statin therapy and their example drugs.

High Intensity Statin Therapy

Moderate Intensity Statin Therapy

Low Intensity Statin Therapy

Daily dose Daily dose Daily dose lowers LDL-C by approximately � 50%

lowers LDL-C by approximately 30-50%

lowers LDL-C by approximately < 30%

Atorvastatin 40-80 mg

Atorvastatin 10-20 mg

Simvastatin 10 mg

Rosuvastatin 20-40 mg

Rosuvastatin 5-10 mg Pravastatin 10-20 mg

Simvastatin 20-40 mg Lovastatin 20 mg

Pravastatin 40-80 mg Fluvastatin 20-40 mg

Lovastatin 40 mg Pitavastatin 1 mg

Fluvastatin 80 mg

Pitavastatin 2-4 mg

Another recommendations have been made for adults aged

40-75 years, without known CVD, and LDL-C 70-189 mg/ dL,

which comprise of:

1 . Patients without DM: • Treat patients with 10 years ASCVD risk � 7.5% with

moderate to high intensity statin therapy. • Treat patients with 10 years ASCVD risk 5-7.5% with

moderate intensity statin therapy.

2. Patients with DM:

32

• Treat patients with moderate to high intensity statin

therapy. • Consider treating patients with 10 years ASCVD risk

� 7.5 % with high intensity statin therapy. • For adults > 75 years, evaluate potential statin therapy

for ASCVD benefits and adverse effects, as well as

drug to drug interactions and patient preferences

when initiate, continue, or intensify statin therapy.

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 39: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pharmacological Treatment for Secondary Prevention

The secondary prevention used the same drug as primary

prevention, which is statin therapy. The high intensity statin

therapy is recommended to be used in patients aged � 75

years and no safety concerns regarding the use of therapy. In

addition, patients with known CVD or at similar risk of having

CVD, should be treated with high intensity statin therapy

regardless of baseline LDL-C levels. A data has shown that

atorvastatin 80 mg daily reduced mortality in acute coronary

syndrome patients and it is recommended as an initial therapy.

On the contrary, patients aged > 75 years or there are safety

concerns regarding the use of statin therapy, should be treated

with moderate intensity statin therapy.

Treatments are also given based on the risk of having CVD

events, whether it has high risk or low risk (stable CVD). The

recommendations are as follows:

1 . Patients with very high risk of having CVD events (e.g.

established coronary heart disease; multiple major risk

factors especially DM; severe and poorly controlled risk

factors especially heavy smoking; multiple risk factors of

the metabolic syndrome especially TG � 200 mg/ dL, non

HDL-C � 130 mg/ dL, and HDL-C < 40 mg/ dL; or acute

coronary syndrome) should be treated with maximum

intensity of statin therapy, if patients do not achieve �

50% reduction in LDL-C, until LDL-C below 70 mg/ dL.

Additional non statin drug is rational if LDL-C remains

above goals.

2. Patients with low risk of having CVD events (stable CVD)

should also be treated with maximum intensity of statin

therapy, if patients do not achieve � 50% reduction in

LDL-C, until LDL-C below 100 mg/ dL. The addition of

non statin drug is recommended if LDL-C remains above

goals.

33

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 40: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Monitoring Statin Therapy

Monitoring statin therapy response and adverse effects is

recommended to be done in 4-12 weeks after initiation of statin,

then 3-12 months as indicated. Adherence to medication and

lifestyle regimens are required for ASCVD risk reduction and

need to be reemphasized before addition of non statin drug

in statin intolerant and unresponsive patients. When initiating

statin therapy, also remember to always consider the possibility

that patients might experience adverse effects. After association

of adverse effects with statin therapy has been established and

they have been resolved, patients should be given lower dose

of the same statin or other alternative appropriate statin until

statin and dose that have no adverse effects identified.

The risk of statin adverse effects might increase in these

populations: • Patients with multiple or serious comorbidities (e.g .

impaired renal or hepatic function). • Patients with history of previous statin intolerance or

muscle disorders. • Patients with unexplained ALT levels elevation more than

3 times the normal value. • Patients' characteristics or concomitant use of drugs

affecting statin metabolism. • Patients more than 75 years.

Management of Statin Adverse Effects

The most common adverse effects in statin therapy are:

muscle symptoms and hepatotoxicity. Muscle symptoms

comprise of: pain, tenderness, stiffness, cramping, weakness,

or fatigue, and it is recommended to evaluate and treat them

in patients taking statin therapy. If the muscle symptoms are

unexplained, severe, and develop during statin therapy, it is

recommended to promptly discontinue the statin and evaluate

34

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 41: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

the possibility of rhabdomyolisis by checking creatinine

kinase (CK), creatinine, and myoglobinuria. However, if

the muscle symptoms are just mild to moderate, there is no

need to evaluate CK, creatinine, and myoglobinuria. Instead,

discontinue the statin and evaluate other possible conditions

such as: hypothyroidism or steroid myopathy which might

cause similar muscle symptoms. When muscle symptoms

resolved, give original or lower dose of the same statin and

once the statin is tolerated, gradually increase the dose. If

after 2 months without statin therapy, muscle symptoms are

unresolved, consider other possible conditions causing muscle

symptoms. Resume statin at original dose if muscle symptoms

are caused by other possible conditions.

Hepatotoxicity symptoms might also arise in patients on

statin therapy, such as: unusual fatigue or weakness, loss of

appetite, abdominal pain, dark colored urine, and yellowing

skin or sclera. It is recommended to measure baseline levels

of hepatic transaminase (ALT) levels before initiating statin

therapy, 8-12 weeks after treatment, but no need for routine

examination if no signs of hepatotoxicity. However, if ALT

elevates during statin therapy but still less than 3 times upper

limit of normal value, it is allowed to continue statin therapy

but recheck ALT levels in 4-6 weeks. Otherwise, if ALT levels

rise to more than 3 times upper limit of normal value, then it

is recommended to stop statin and recheck ALT levels in 4-6

weeks. If ALT remains elevated, find other possible conditions.

Statin can be given cautiously when ALT has returned to

normal.

Management of Dyslipidemia in Elderly

The proportion of patients with MCI in > 85 years has

increased several fold . Targetting the elderly population

with risk reduction is important since CVD or subclinical

atherosclerosis is common and dyslipidemia is frequent in this

35

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 42: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

group of people. A high TC level is a significant risk factor for

CAD mortality, especially in elderly. Therefore, decreasing

TC is associated with decreasing CAD mortality with HR 0.85

in elderly.

The most important way for primary prevention in order

to prevent CVD in elderly is promoting healthy lifestyle and

reduction of risk factors early in life. Initiation of statin in

primary prevention for elderly requires consideration of:

comorbidities, safety considerations, drug-drug interactions,

priorities of care, risk reduction benefits, and patient

preferences.

For secondary prevention, the use of statin is recommended

for elderly with established CVD in the same way as for

younger patients, but with moderate intensity . However, the

elderly are less likely to be prescribed lipid lowering drugs, or

adhere to statin therapy than younger subjects. Cost, adverse

effects, coronary events occurring despite being on lipid

lowering drugs and the wrong perception that the drug is not

beneficial are among the reasons for non adherence. Improving

patient understanding of CV risk, the medication regimen,

and potential benefits of persistence with statin therapy may

enhance adherence.

Conclusions

Dyslipidemia is one of the risk factors of cardiovascular

disease, which increases its risk in the adults and elderly

population. Treating dyslipidemia also means to treat or prevent

cardiovascular disease. There are two types of dyslipidemia

management: non pharmacological (healthy lifestyle) and

pharmacological therapies. Steps in dyslipidemia management

are: determine goals, lifestyle modification, and pharmacological

treatment for primary and secondary intervention. Statin is

the most preferred drug for pharmacological treatment and

it is differed into: high, moderate, and low intensity based on

36

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 43: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

LDL-C reduction. Treatment of dyslipidemia in elderly with

CVD is not different with younger people but with several

considerations. Monitoring response and side effects of statin

is regularly needed.

References:

1. Danial M, Rababah E, Sbeihi S. Dyslipidemia ATP4 guidelines. 2014.

2. Catapano AL, et al. 2016 ESC/EAS guidelines for the management of dyslipidaemias. European Heart Journal. 2016.

3. Bhatt DL et al. Clopidogrel added to aspirin versus aspirin alone in secondary prevention and high-risk primary prevention: rationale and design of the clopidogrel for high atherothrombotic risk and ischemic stabilization, management, and avoidance (CHARISMA) trial. Am Heart J. 2004;140:263-268.

4. Libby P. Current concepts of the pathogenesis of the acute coronary syndromes. Circulation. 2001;104:365-372.

5. Drouet L. Atherothrombosis as a systemic disease. Cerebrovasc Dis. 2002;13(Suppl 1) :1-6.

6. Catapano AL, et al. 2016 ESC/EAS guidelines for the management of dyslipidaemias. European Heart Journal. 2016.

7. Anderson TJ, et al. 2016 Canadian Cardiovascular Society guidelines for the management of dyslipidemia for the prevention of cardiovascular disease in the adult. Canadian Journal of Cardiology. 2016.

8 . Stone NJ, et al . 2013 ACC/ AHA guideline on the treatment of blood cholesterol to reduce atherosclerotic cardiovascular risk in adults. Circulation. 2013.

9. Sharrett AR, et al. Coronary heart disease prediction from lipoprotein cholesterol levels, triglycerides, lipoprotein(a), apolipoproteins A-I and B, and HDL density subfractions. Circulation. 2001;104(10) :1108-13.

37

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 44: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pendahuluan

Peranan Obat Herbal pada Insomnia Usia Lanjut

IGP Suka Aryana

Insomnia adalah merupakan gejela su byektif ketidakpuasan

atau kurang adekuatnya kecukupan tidur. Insiden insomnia

pada usia lanjut sekitar 5%, rerata sama antara perempuan

clan laki-laki, serta meningkat pada usia lebih dari 85 tahun.

Prevalensi yang dilaporkan di Amerika dan beberapa negera

maju lainnya antara 30-60% . Gejala tipikal ganguan tidur pad a

usia lanjut termasuk kesulitan mulai atau mempertahankan

tidur, bangun pagi buta dan mengantuk sepanjang hari.

Insomnia membuat kelelahan fisik dan mental, bahkan menjadi

lebih mudah marah. Gangguan tidur memiliki dampak negatif

terhadap kualitas hidup sehingga meningkatkan kejadian

kecelakaan. 1-3 Buruknya kualitas tidur berhubungan juga

dengan penurunan daya ingat, konsentrasi, serta kemampuan

psikomotor. Gangguan tidur meningkatkan risiko jatuh bahkan

anka rnortalitas menjadi meningkat. Kurang tidur juga dapat

menurunkan kadar leptin, meningkatkan grelin sehingga

meningkatkan nafsu makan dan rasa la par. Hal ini berakibat

pada peningkatan tekanan darah dan hsCRP, yang merupakan

predictor risiko kematian kardiovaskular. Lama tidur 6 jam

a tau kurang juga dapat meningkatkan prevalensi diabetes dan

intoleransi glukosa. 2,4

Fisiologis

Secara fisiologis ada 2 faktor yang secara primer mengon­

trol tidur yaitu: total kualitas tidur (rerata 8 jam dalam sehari)

dan irama sirkandian sleepiness dan alertness . Kebutuhan

38

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 45: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

tidur dan pattern tidur pada usia lanjut memang mengalami

perubahan tetapi gangguan tidur pada usia lanjut bukan suatu

yang normal pada proses penuaan. Apakah pada usia lanjut

memanng kebutuhan tidur yang menurun ataukah tidak

tercapainya waktu tidur yang dibutuhkan masih memerlukan

penelitian yang lebih jauh. Saat ini belum ada baku emas

menentukan berapa banyak waktu yang dibutuhkan tidur

untuk usia lanjut, sangat tergantung dari persepsi pasien dan

status fungsionalnya. 4

Progresi tidur sepanjang malam disebut sleep architecture,

yang dapat digambarkan dalam histogram tidur atau

hypnogram. Sleep architecture terdiri dari 3 segmen yaitu:4

1 . Segmen l light sleep (stadium 1 dan 2)

2. Segmen 2 deep sleep (stadium 3 dan 4)

3. Segmen 3 REM sleep

Stadium 1-2 mengawali tidur, masih belum dalam dan

mudah dibangunkan. Masuk ke stadium 3 disebut sebagai

delta sleep dan staium 4 disebut sebagai slow wave sleep. Stadium

1-4 ini disebut sebagai nonREM sedangkan segmen 3 disebut

sebagai REM sleep. Periode tidur dihitung dari stadium 3-4

(50%) dan REM sleep (50% ). Kita akan mengalami stadium REM

dan nonREM secara periodik setiap 90-120 menit. i,5

Gangguan Tidur Akibat Penuaan

Pada proses penuaan sleep architecture akan mengalami

perubahan. Usia lanjut akan sulit memulai tidurnya, total

waktu tidur dan tidak yang efektif menjadi lebih sedikit, delta

wave dan sws nya menurun, fase tidur akan terpotong pendek­

pendek serta lebih ban yak terjaga saat masa tidurnya.

Perubahan sirkandian tidur secara alami banyak usia

lanjut adalah lebih awal ke tempat tidur dan terbangun juga

lebih awal. Faktor yang berpengaruh adalah gangguan pada

kualitas tidur dimana waktu REM-nya lebih awal tetapi tidak

bertahan lama. 4'6

39

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 46: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pada usia lanjut juga didapatkan kesulitkan untuk tetap

terjaga sepanjang harinya sehingga mudah muncul nap serta

frekuensinya juga sering. Beberapa instrument yang dapat

digunakan untuk mengevaluasi keadaan ini seperti Multiple

Sleep Latency Test, yang mengukur kemampuan subyek untuk

tidur dalam waktu 4/5 sampai 20 menit. Instrumen lain yang

dapat digunakan adalah Epworth sleepiness scale. 4

Awake REM Stage 1 Stage 2 Stage 3

Stage 4

Awake REM Stage 1 Stag" 2 Stag" 3

Stage 4

2 3

2 3

4 5 6 Hours of sleep

Elderly

4 5 6 Hours of $leep

Garn.bar 1 . Pola tidur usia dewasa dan usia lanjut4

Etiologi

7 8

7 8

Insomnia diklasifikan menjadi transien (beberapa malam

saja), akut (kurang dari % minggu) dan kronik (lebih dari

% minggu) . Insomnia transien atau akut biasanya tidak ada

riwayat gangguan tidur sebelumnya dan sering dihubungkan

dengan adanya faktor risiko yang sangat mudah diidentifikasi.

Beberapa faktor pencetus seperti kondisi medis akut, masuk

rumah sakit (kondisi lingkungan), obat-obatan, je t lag,

stress psikis yang bersifat akut. Insomnia kronik biasanya

40

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 47: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

berhubungan dengan kondisi medis yang bersifat kronis,

prilaku yang salah, serta kondisi lingkungan dan juga beberapa

obat-obatan. Penyebab Insomnia kronik dapat dilihat di tabel

1 . 4,7

Klasifikasi

Primary specific sleep disorders: Circadian rhythm disorders

Physical illness

Table 1 Penyebab kronik insomnia4

Keterangan

Advanced sleep phase syndrome Delayed sleep phase syndrome 1 . Sleep apnea (obstrnctive, central, or mixed) 2. Restless leg syndrome Periodic limb movement disorders (nocturnal myoclonus) 3. REM, behavior disorder

Pain: arthritis, musculoskeletal pain, other painful conditions Cardiovascular: heart failure, nocturnal breathlessness, nocturnal angina Pulmonary: chronic obstrnctive pulmonary disease, allergic rhinitis (nasal obstrnction) Gastrointestinal: gastroesophageal reflux disease, peptic ulcer disease, constipation, diarrhea, prnritus ani Urinary: nocturia and urinan1 retention, incomplete bladder emptying, incontinence Central nervous system: stroke, Parkinson disease, A lzheimer disease, seizure disorder Psychiatric illness: anxiety, depression, psychosis, demensia, delirium

41

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 48: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Behavioral Environmental Medications

Pruritus dan Menopause (hot flushes) Daytime nap, early retirement to bed, use of bed for other activities (eg, reading and watching television), heavy meals, lack of exercise, and sedentary lifestyle Noise, light and other disturbances, extreme temperatures, uncomfortable bedding, and lack of exposure to sunlight Central nervous system stimulants: sympathomimetics, caffeine, nicotine, antidepressant, amphetamines, ephedrine, phenylpropanolamine Phenytoin Antidepressants: bupropion, selective serotonin reuptake inhibitors, venlafaxine Anti-Parkinsonian agents: levodopa Decongestants: pseudoephedrine Bronchodilators: theophylline Cardiovascular: B-blockers, diuretics Antihypertensives: clonidine, methyldopa, corticosteroids Histamines, H2 blockers: cimetidine Anticholinergics Alcohol Herbal remedies Stimulant laxative

Tatalaksana Insomnia

Tujuan utama terapi adalah menurunkan morbiditas serta

memperbaiki kualitas hidup. Penatalaksanaan dilakukan

secara komprehensif ditujukan untuk memperbaiki faktor

risiko insomnia, serta mencegah komplikasi yang bisa muncul

akibat insomnia. Tatalaksana yang optimal akan memperbaiki

produktifitas pasien, perbaikan fungsi kognitif, menurunnya

penggunaan layanan kesehatan dan menurunnya kejadian

kecelakaan. 3•7

Langkah-langkah tatalaksana pasien Insomnia. 3 1 . Mengkaj i riwayat tidur: pastikan pasien mengalami

insomnia, identifikasi gejala (onset, lama, pola tidur,

dan derajat beratnya), evaluasi tidur - bangun dalam 24

42

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 49: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

jam, review sleep diary, melakukan interview terhadap

pasangan, identifikasi gangguan tidur dalam keluarga.

2. ldentifikasi penyebab: Gangguan tidur primer,penyakit

medis, penyakit psikiatri, gangguan prilaku, lingkungan,

dan obat-obatan

3. Mengkaji efek personal dan social dari gangguan tidur

4. Tatalaksana: anamnesis danpemeriksaan fisik kompre­

hensif, pemeriksaan penunjang yang diperlukan, berikan

tatalaksana sesuai, diskusikan target terapi yang ingin

dicapai dengan pasien, (sleep hygiene, non-farmakologi

dan farmakologi terapi.

5. Rujuk ke spesialis/ subspesialis yang pakar bidang

insomnia jika diperlukan.

Terapi non-farmakologi

Insomnia ilebih sering tidak tertangani dnegan baik.

Intervensi secara non-farmakologi juga jarang dipraktekan.

Insomnia menjadi terabaikan disbanding keluhan lain seperti

nyeri, sesak nafa, panas dan lain-lain. Insomnia sering dianggap

sebagai problem ikutan yang muncul akibat problem utama

yang lain seperti nyeri, sesak dan panas tersebut. Obatilah

penyakit primernya. Insomnia bukan merupakan penyakit

utama, tetapi tidak jarang pengobatan terhadap penyakit

utama sering menimbukan insomnia. Misalnya melakukan

pengaturan dosis atau memasukan obat pada saat jam tidur

pasien akan menurunkan kualitas tidur pasien. Konseling

tentang insomnia sangat dibutuhkan untuk mengetahui

kondisi pasien sesungguhnya, Adanya ansietas dan depresi

akan mudah terdeteksi saat konseling dan harapan pasien

ditoleransikan sesuai dengan keadaan yang ada. 7

lntervensi sleep hygiene merupakan langkah awal

terbaik yang hams dilakukan dan terns dilakukan walaupun

telah mendapatkan pengobatan farmakologi bahakan saat

dinyatakan sembuhpun tetap dilaksanakan untuk mencegah

kekambuhannya. Melakukan aktivitas seperti berjalan dan

43

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 50: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

terkena paparan sinar matahari sangat baik untuk insomnia.

Mengontrol suhu ruangan, ventilasi yang adekuat, suasana

gelap saat tidur juga sangat membantu kualitas tidur. 7

Intervensi prilaku ditujukan untuk mengubah prilaku

yang tidak baik yang dapat mengganggu tidur. Relaksasi,

membatasi waktu tidur dan terapi kogniif akan sangat

m embantu . Relaksasi menimbulkan rasa nyaman dan

mengurangi rasa cemas. Restriksi tidur digunakan untuk

pasien yang menghabiskan waktu lama di tempat tidur. Tera pi

dilaksanakan 4-6 minggu akan dapat memperbaiki jam tidur

lebih berkualitas. Terapi stimulus dan control digunakan untuk

menguarngi pasien yang menggunakan tempat tidur untuk

aktivitas seksual a tau tidur pada jam yang tidak seharusnya.

Tera pi kognitif ditujukan untuk menjelaskan ke pasien bahwa

tidur kurang dari 8 jam semalam tidan berarti tidak sehat,

Jadi bila pasien tidak bisa tidur, bangunlah lakukan aktiifitas

seperti mandi, membaca atau lainnya dan kembali ketempat

tidur bila sudah mengantuk. 3•7

Terapi farmakologi

Ada 5 prinsip dasar dalam pengobatan insomnia yaitu:

1 . Gunakan dosis rendah tetapi efektif

2. Gunakan dosis intermiten

3. Gunakan obat berkerja pendek

4 . Penurunan dosis dilakukan secara berrtahap untuk

menghindari efek rebund

5. Pemilihan obat tergantung dari derajat beratnya gejala

kemampuan aktivitas dan kualitas hidup

Pemberian obat diharapkan mampu memperbaiki

tidur saat diawal mulai tidur, mampu mempertahankan

kedalaman tidur dan terasa segar dan sehat saat bangun pagi.

Tatalaksana insomnia sebaiknya secara konfrehensif dengan

terus menerapkan intervensi non-farmakologi. Intervensi

farmakologi pada insomnia berpotensi menjadi ketidak

sesuaian dosis, interaksi obat dengan obat lain dan dengan

44

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 51: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

tubuh pasien sendiri. dapat menimbulkan respon obat yang

tidak diinginkan. 3.7.s

Benzodiazepines

Benzod iazep in m e m perba ik i insomnia dengan

menurunkan REM sleep, sleep latency dan mengurangi kejadian

terbangun di malam hari. Penyerapan benzodiazepine tidak

dipengaruhi oleh usia tetapi penurunan masa otot dan

protein menyebabkan kadar obat bebas menjadi lebih tinggi

dan waktuparuhnya memanjang. Obat benzodiazepine kerja

panjang hams dihindari. Rebound insomnia dapat terjadi

dalam waktu 1-2 minggu saat obat dihentikan. Walaupun

diberikan yang kerja pendek, hati-hati dengan efek penurunan

kemampuan psikomotor dan memori serta efek hipnotik.

Golongan benzodiazepine sering dihubungkan dengan adanya

ketergantungan obat, sempoyongan, sedasi, jatuh, fraktur dan

kecelakaan. Temazepam, adalah obat yang sering digunakan

untuk insomnia dengan waktu paruh 8-25 jam dengan dosis

15-30 mg pada malam hari. 4•7

Non-Benzodiazepine

Zolpidem. Zolpidem adalah obat hipnotik yang bekerja

terikat secara selektif di reseptor omega-1 subclass of BZD di

otak. Zolpidem tidak berpengaruh pada sleep architecture. Obat

ini masih memiliki efek hamper sama dengan BZD termasuk

efek rebound dan adiksinya.

Zaleplon. Zaleplon obat baru yang juga bekerja pada

reseptor omega-1 subclass BZD secara elektif. Obat ini bekerja

pada memulai tidur dengan waktu paruh 1 jam. Dosis 5-10 mg,

belum ada laporan tentang efek rebound dan adiksi.

Zopiclone. Zopiclone adalah golongan cyclopyrrolone

yang bekerja pada reseptor GABA. Obat ini diabsorsi baik

secara oral dan dimetabolisme di hati. Obat ini memiliki efek

sebagai antikonvulsan, antiansietas, myorelaksan dan poten

sebagai sedative hipnotik. Zopiclone 7. 5 mg saat waktu tidur

45

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 52: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

dapat menurunkan sleep latency dan menurunkan kejadian

terbangun di malam hari. Total lam tidur meningkat secara

um um walaupun tidak mengubah sleep architecture. Zopiclone

sepertinya menimbulkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari,

penurunan memori jangka pendek dan jangka panjang.

Eszopiclone. Eszopiclone adalah golongan terbaru non­

BZD merupakan antiinsomnia. Sebuah studi randomized

double-blinded yang dilakukan Scharf,pada 231 pasien usia

lanjut (rerata umur: 72. 3 � + / - tahun), menunjukan bahwa

eszopiclone (2 mg) secara bermakna memperbaiki sleep

latency, kualitas, deep sleep, meningkatkan waktu tidur dan

menurunkan waktu terbangun. Eszopiclone juga menurunkan

jumlah dan lama naps. Beberapa efek samping yang mungkin

muncul adalah sakit kepala. Metaanalisis yang dilakukan

pada 5 randomized-controlled trials menunjukan keamanan dan

efektivitas obat ini pada usia lanjut.3A,7

Antidepresan

Trazodone. Trazodone adalah tergolong nontricyclic

antidepressantdengan efek sedasi dan hipnotik Trazodone

sebagai obat sedative antidepresan d i laporkan dapat

meningkatkan SWS biasanya sering digunakan untuk pasien

depresi dengan insomnia. Dosis rendah trazodone digunakan

untuk pasien insomnia yang kontraindikasi pengunaan BZD.

MT1/MT2 Receptor Agonist. Ramelteon adalah obat baru

yang disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) untuk

terapi insomnia kronik pada usia lanjut. Obat ini bekerja

secara selektif sebagai agonis reseptor melatonin di MT1 dan

MT2. Sebuah randomized double-blind study dengan 829 pasien

(rerata umur 72. 4 tahun) dengan Insomnia primer kronik.

Merekan diberikan ramelton 4 mg, 8 mg, a tau placebo selama

5 weeks. Pasien secara bermakna didapatkan perbaikan berupa

penurunan sleep latency dalam 1 minggu (P =. =O. 009) dan

minggu ke 5 (P<. 001), waktu tidur secara total juga meningkat

tanpa disertai efek samping dan withdrawalY

46

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 53: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Obat Tan pa Resep

Alkohol. Alkohol sering digunakan untuk dapat sebagai

pemicu tidur tetapi sering mempakan penyebab gangguan

tidur. Alkohol menyebabkan penumnan onset latency sleep,

meningkatkan SWS, danmenumnkan REM sleep selama bagian

awal dari malam tersebut. Kemudian akan terjadi penurunan

kadar alkohol sehingga selanjutnya meningkatkan jumlah

REM sleep yang mengalami rebound dan terjadilah pemotongan

waktu dan fase tidur dan akan terbangun lebih awal pada pagi

harinya.4

Antihistaminik. Antihistaminik seperti diphenhydramine

mungkin digunakan karena obat ini memiliki efek sedasi.

Obat ini berhubungan dengan terjadinya gangguan kognitif,

sempoyongnan dan efek antikolnergik. Bel um ada data bahwa

antihistamin dapat memperbaiki insomnia . Obat ini juga

tergolong obat yang hams dihindari pada usia lanjut karena

banyak memiliki efek samping.

Melatonin. Studi efikasi dalam sekala besar tentang

melatonin masih jarang. Sudah ada beberapa studi kecil yang

dilakukan menunjukan efikasi obat ini tetapi studi lebih banyak

lagi untuk dapat mengetahui efikasi dan efek samping, waktu

min um dan dosis yang tepat dari penggunaan obat ini.4•7•8

Peranan Obat Herbal pada Insomnia

Sistem pengobatan dengan menggunakan tanaman sudah

lama dikenal sejak ribuan tahun silam . Beberapa contoh

seperti sistem pengobatan di China, Tibet dan Ayurveda

di India, suku-suku asli di Afrika, Amerika utara dan

selatan menggunakan tanaman dalam system pengobatan.

Karakteristik dari obat herbal adalah memeiliki efek yang

lebih lemah dibandingkan dengan obat modern/ sintetik. Oleh

karena itu dalam penggunaan hams melihat tingkat keparahan

penyakit. Obat herbal biasanya ditujukan untuk penyakit yang

tidak spesifik dengan tingkat keparahan ringan dan lebih

47

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 54: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

cocok lagi untuk memelihara kondisi kesehatan. Obat herbal

juga cenderung memiliki waktu kerja yang lebih lama, efek

yang ingin didapatkan akan tercapai dalam waktu beberapa

minggu pemakaian. Obat herbal walalupun belum banyak

uji klinisnya tetapi masih dipercaya karena telah digunakan

ribuan tahun sebelumnya oleh leluhur kita dan sampai saat

inipun masih digunakan.8

Obat herbal sekarang menjadi suatu bagian integral dari

kesadaran masyarakat dan dipertimbangkan menjadi suatu

bagian yang sangat dibutuhkan disamping obat modern.

Aspek penting yang harus diperhatikan dari obat herbal

adalah kasiat. Obat herbal harus memiliki kasiat yang lebih

kuat dibandingkan dengan placebo. Untuk mengetahui kasiat

obat tersebut harus menggunakan data/literature ilmiah yang

valid. Badan POM (pengawas Obat dan Makanan) membagi

obat tradisional menjadi 3 golongan yaitu:8

1 . Obat tradisional Uamu) adalah sediaan yang dibuat dengan

menggunakan tehnologi sederhana, dengan tingkat

pembuktian keamanan dan khasiat emperik

2. Obat herbal terstandar (OHT) adalah sediaan herbal

yang telah terbukti aman dan telah mengalami uji khasiat

(praklinik). Pada produk ini bahan baku yang digunakan

telah terstandarisasi.

3 . Fitofarmaka adalah sediaan yang dibuat dengan tehnologi

baik dan khasiat telah dibuktikan secara praklinik dan

klinik.

Beberapa obat herbal yang digunakan untuk insomnia

antara lain adalah valerian, chamomile, hops, kava-kava, dan

passionflower. Obatherbal ini telah terbukti dapat meningkatkan

kualitas tidur usia lanjut. Walaupun studi randomized controlled

trials lebih banyak baru dilakukan pada valerian tetapi efikasi

dan keamanan obat herbal lain memerlukan lebih banyak

studi lagi.8•9

Rafuma (nama latin : Apocynum ventum L. ) adalah

tumbuhan l iar di China yang banyak digunakan oleh

48

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 55: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

masyarakat China daunya untuk membuat teh hamper sama

dengan teh yang diminum di Jepang. Sejak tahun 1960-1970

efek farmakologi dari rafuma diteliti dan dipublikasikan.

Rafuma yang mengandung bahan aktif flavone glycoside

(Hyperoside and Isoquercitrin) memiliki beberapa efek penting.

Farmakologi efek obat ini antara lain: antidepresan, antiasietas,

antistress, serta efek relaksasi . Bila dikombinasi dengan

GABA akan dapat menurunkan protein stres chromogranin

Asehingga dapat memperbaiki gejala insomnia. Obat herbal

ini juga berfungsi sebagai antioksidan dan antihipertensi.

Studi klinis penggunaan obat herbal ini selama 8 minggu

dapat meningkatkan konsentrasi serotonin sehingga dapat

menurunkan skor HAM-D dan CGI sebagai petanda stres dan

depresi. Perbaikan depresi, kecemasan, stress akan membantu

perbaikan dari kualitas tidur pasien. Keamanan penggunaan

obat ini yang dilakukan selama 12 minggu tidak didapatkan

adanya efek samping baik secara pemeriksaan fisik maupun

pemeriksaan laboratorium darah hematologi kimia maupun

urinalisis. 9-13

Ringkasan

Insomnia prevalensinya sangat tinggi pada usia lanjut.

Insomnia pada usia lanjut bukan keadaan yang normal terjadi

akibat proses penuaan. Insomnia merupakan gejala subyektif

yang sering diabaikan. Tenaga medis lebih fokus pada keluhan

lain serti panas, sesak dan nyeri sehingga tidak jarang keluhan

ini tidak terdiagnosis dan tidak ditangani. Padahal insomnia

merupakan keluhan penting yang berdampak besar seperti

peningkatan morbiditas lain, depresi, diabetes, bahkan

kejadian kardiovaskular. Insomnia meningkatkan penggunaan

fasilitas kesehatan dan berisiko terjadinya jatuh dan kecelakaan

pada usia lanjut. Tatalaksana yang komprehensif sangat

dibutuhkan untuk mengatasi segala faktor risiko insomnia

dan mencegah komplikasinya. Pangkajian komprehensif

49

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 56: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

meliputi pemeriksaan fisik dan anamnesis mencangkup

riwayat penyakit, pengobatan, pemeriksaan darah, radiologi

lain yang diperlukan. Terapi sebaiknya dimemfokuskan pada

nonfarmakologi terapi disamping farmakologi. Intervensi

prilaku juga penting. Golongan obat yang Non BZD lebih

dinjurkan dari pada BZD. Penggunaan obat lain seperti

antidepresan, melatonin atau golongan lain dapat diberikan

dengan tetap melihat efikasi dan keamanan dari obat tersebut.

Obat herbal dapat menjadi pilihan awal karena cenderung

memiliki efek samping yang ringan dengan tetap melihat

sejauh mana studi telah dikerjakan pada obat tersebut. Obat

herbal dengan kandungan venetron dapat menjadi pilihan

karena bekerja sebagai GABA agonis, meningkatkan serotonin

sehingga tidak saja dapat memperbaiki gejala depresi, ansietas

tetapi juga gejala insomnia. Obat herbal ini diharapkan dapat

memperbaiki kualitas tidur pasien usia lanjut sehingga usia

lanjut menjadi lebih berkualitas dan produktif.

Daftar Pustaka

1 . Galimi R, Insomnia in the elderly: a n update and future challenges. G Gerontol 2010;58:231-247

2. Richter K, Myllymaeki J, Scharold-Schaefer S Tomova I, Mayrer R, Niklewski G, Treating Comorbid Insomnia in Older Adults via Cognitive-Behavioural Treatment, Bright Light and Exercise. Health, 2014, 6, 960-968

3. McCall WV, Sleep in the Elderly: Burden, Diagnosis, and Treatment. Prim Care Companion J Clin Psychiatry 2004;6:9-20

4. Kamel NS, Gammack J K, Insomnia in the Elderly: Cause, Approach, and Treatment, The American Journal of Medicine (2006) 119, 463-469

5. Attele AS, Xie JT, and Yuan CS, Treatment of Insomnia: An Alternative Approach. Altern Med Rev 2000;5(3):249-259

6. Shub D, Darvishi R, Kunik M, Non-pharmacologic treatment of insomnia in persons with demensia, Geriatrics. 2009;64(2):22-26

7. Roepke SK and Israel SA, Sleep disorders in the elderly. Indian J Med Res 2010;131 :302-310

50

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 57: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

8. Neubauer DN, Sleep Problems in the Elderly,Am Fam Physician. 1999;59(9):25512558.

9. Butterweck V, N ishibe AS, Sasaki BT,And Uchida M, Antidepressant Effects of Apocynum venetum Leaves in a Forced Swimming Test Biol. Pharm. Bull. 2001 :24(7);848 -851

10. Zheng M, Liu C, Fan Yand Shi D. Involvement Of Serotonergic System In the Antidepressant-Like Effect Of Hyperoside From Apocynum Venetum Leaves Lat. Am. J. Pharm. 2012:31 (7): 984-9.

11 . Yan SX, Lang JL, Song YY, Wu YZ, Lv MH, Zhao X, et al . Studies on Anti-Depressant Activity of Four Flavonoids Isolated from Apocynum venetum Linn (Apocynaceae) Leaf in Mice Trop J Pharm Res, December 2015; 14(12): 2269

12. Yoto A, Ishihara S, Yang JL, Butterweck V, Yokogoshi H. The Stress Reducing Effect Ofy-Amino Butyric Acid And Apocynum Venetum Leaf Extract On Changes In Consentration Of Salivary Chramogranin A Japanese Journal of Physiological Anthropology 2009;14:3.

13. Murakami T, Kishi AA, Matsuda AH, Hattori AM, and Yoshikawa M . Medicinal Foodstuffs. XXIV. 1 ) Chemical Constituents of the Processed Leaves of Apocynum venetum L. : Absolute Stereostructures of Apocynosides I and I I . Chem. Pharm. Bull. 2001;49(7) :845 - 848.

51

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 58: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pendahuluan

Update Herpes Zoster dan Neuralgia Pasca-Herpes

Li l i Legiawati

Herpes zoster (HZ) atau shingles merupakan reaktivasi

v irus varisela zoster yang bersifat laten pada ganglia

sensoris. Secara klinis HZ dapat didiagnosis dengan adanya

ruam vesikuler yang nyeri dengan distribusi unilateral

dan dermatomal. Penuaan diketahui sebagai faktor risiko

primer HZ. Neuralgia pascaherpes (NPH) pada distribusi

saraf kutan dapat muncul dari 30 hari hingga 6 bulan setelah

lesi HZ sembuh. Berdasarkan Centers for Disease Con trol and

Preven tion (CDC) 2016, vaksin untuk mencegah HZ dan NPH

direkomendasikan untuk individu berusia 60 tahun ke atas.

Definisi

Bertahun-tahun setelah pajanan inisial terhadap virus

varisela zoster yang menyebabkan varisela zoster, HZ

dapat terjadi akibat reaktivasi virus tersebut. Herpes zoster

merupakan ruam vesiku ler dengan nyeri, yang dapat

menyebabkan disabilitas dan bertahan dalam hitugan bulan

sampai tahun. Walaupun kerap kali bersifat swasirna, HZ

dapat berkembang menjadi serius dalam bentuk NPH. Sebagai

komplikasi kronik HZ tersering, NPH menyebabkan nyeri

neuropatik yang paling um um ditemukan setelah infeksi.

NPH adalah nyeri neuropatik kompleks akibat kerusakan

saraf perifer berkelanjutan selama terjadinya HZ. Secara

konvensional, NPH didefinisikan sebagai nyeri dermatomal

yang bertahan setidaknya 90 hari setelah munculnya ruam

HZ. Skala Likert menjelaskan bahwa intensitas nyeri klinis

52

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 59: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

NPH minimal ditentukan dengan skor > 40 (skor 0 tanpa nyeri,

hingga skor 100 untuk nyeri paling berat).

Epidemiologi

Insidens HZ ditentukan oleh faktor-faktor yang mem­

pengaruhi hubungan pejamu dengan virus. Seperti yang

terlihat pada Gambar l, faktor risiko utama terjadinya HZ

beserta komplikasinya adalah usia 50 tahun ke atas karena

pada rentang usia tersebut, terdapat penurunan imunitas

seluler spesifik terhadap virus varisela zoster. Estimasi insidens

keseluruhan HZ adalah sekitar 3.4-4.82 per 1 .000 orang per

tahun, yang meningkat menjadi lebih dari 1 1 per 1 .000 orang

per tahun pada individu berusia 80 tahun atau lebih. Jarang

dilaporkan kematian akibat HZ. Angka kematiannya berkisar

dari 0 sampai 0 .47 per 1 00.000 per orang per tahun dan

mayoritas kematian ditemukan pada yang berusia 60 tahun

atau lebih.

Annual incidence (per 1000 person yt'ars)

1 5

1 0

5

�Au�1ralia -++-Israel -+-Germany �Taiwan

0 1 0

..... Canada ...,. France ""*" Italy -+- Japan - Netherlands - Spain ... UK US

20 30 40 Age (years)

so 60 70 80

Gambar 1 . Insiden tahunan per 1.000 orang per tahun pada be­

berapa negara6

53

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 60: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Patogenesis

Ketika infeksi primer virus varisela zoster atau cacar air

sudah teratasi, partikel virus akan tetap berada di akar dorsal

a tau ganglia sensoris dan bersifat dorman. Pada periode la ten

ini, mekanisme imunologis pejamu menghambat replikasi

v irus, tetapi virus varisela zoster akan tereaktivasi jika

mekanisme imunologis pejamu melemah. Saat mengalami

reaktivasi, virus varisela zoster akan bermultiplikasi dan

menyebar pada ganglia, menyebabkan nekrosis dan inflamasi

neuronal, lalu berjalan di sepanjang saraf sensori dan terlepas

pada saraf akhir di kulit, hingga akhirnya menyebabkan ruam

vesikuler dan neuralgia.

Manifestasi Klinis

Pada umumnya HZ tidak menular seperti varisela

zoster dan mengenai individu dewasa berusia 20-50 tahun.

Gejala prodromal yang d itemukan berupa letih, nyeri

kepala, fotofobia, sensasi kulit abnormal, dan terkadang

demam. Gejala-gejala ini dapat dirasakan 1-5 hari sebelum

ruam muncul. Sensai kulit abnormal yang dikeluhkan dapat

berupa gatal, rasa terbakar, hiperestesia, dan nyeri berat.

Gambaran klinis tipikal dari HZ adalah vesikel berkelompok

di atas kulit yang berwarna kemerahan dan agak bengkak.

Vesikel berkelompok ini biasanya terdapat hanya pada satu

sisi tubuh, terbatas pada kulit yang mempunyai persarafan

dermatomal yang sama. Munculnya vesikel dapat didahului

atau bersamaan dengan rasa nyeri.9

Gambaran klinis HZ pada usia lanjut menyebabkan

nyeri prodromal yang lebih hebat dan lebih lama, serta nyeri

akut yang lebih hebat. Selain itu, ruam kulit dapat menjadi

atipikal, memiliki gambaran yang lebih berat, diseminata,

multidermatom, dengan perjalanan penyakit yang lebih

54

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 61: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

panjang. Kornplikasi pada usia lanjut juga lebih sering terjadi

dan dapat rnelibatkan kornplikasi neurologik (terutarna NPH),

kutan, okular, dan viseral.

Diagnosis

Jika gejala yang rnuncul pada fase prodrornal adalah rasa

nyeri, penegakkan diagnosis akan rnenjadi sulit. Diagnosis HZ

akan rnenjadi rnudah untuk ditegakkan jika ruarn kulit dan

nyeri rnuncul bersarnaan. Diagnosis harus dapat ditegakkan

sesegera rnungkin (dalarn kurun waktu 72 jam setelah ruarn

rnuncul), agar tata laksana dapat dirnulai secepatnya untuk

rnencapai hasil yang optimal. Garnbaran klinis klasik dari HZ

yang dapat rnenjadi acuan penegakkan diagnosis: • Gejala prodrornal: nyeri yang berlangsung beberapa hari

atau rninggu sebelurn ruarn kulit rnuncul dan terasa di

derrnatorn yang terlibat • Ruam kulit : unilateral, dermatomal, berkelompok,

biasanya rnulai sebagai erupsi rnakulopapular dan rnenjadi

vesikel dengan krusta setelah 7-10 hari, sern buh dalarn 2-4

minggu • Nyeri herpetik: sensasi terbakar, sensasi tertusuk, nyeri

yang rnendalarn, kesernutan, gatal, dapat bertahan sarnpai

30 hari dari awal munculnya ruarn.

Jika tidak diternukan ruarn kulit pada kasus dengan suspek

HZ, konfirmasi reaktivasi virus varisela dengan pemeriksaan

PCR, kultur, atau direct antigen staining.9

Tata laksana

Tujuan tata Jaksana HZ adalah rnengharnbat replikasi

virus, rnencegah penyebaran lesi kulit dan kornplikasi,

mengurangi nyeri, serta rnencegah NPH. Patut diketahui

bahwa usila dengan HZ merniliki risiko lebih tinggi untuk

55

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 62: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

mengalami NPH, sehingga tujuan tata laksana HZ pada usila

adalah mengeliminasi rasa nyeri dan disabilitas.

Tera pi utama HZ adalah antiviral, dapat berupa asiklovir,

valasiklovir, dan famsiklovir. Antiviral harus diberikan

segera setelah diagnosis ditegakkan. Hasil terapi paling baik

didapatkan jika antiviral diberikan dalam 72 jam setelah

ruam muncul. Selain itu, risiko NPH juga menurun bermakna

jika antiviral segera diberikan dalam 72 jam pertama pada

kasus HZ. Terapi yang direkomendasikan untuk pasien

berusia kurang dari 50 tahun adalah terapi sirntomatik atau

asiklovir 800 mg per oral sebanyak 5 kali per hari selama 7

hari. Sedangkan, untuk pasien berusia di atas 50 tahun atau

dengan komplikasi oftalrnikus, pilihan terapinya dapat berupa

asiklovir, valasiklovir (1 g per oral sebanyak 3 kali per hari

selama 7 hari), atau famsiklovir (500 mg per oral sebanyak 3

kali per hari selama 7 hari). Untuk pasien imunokompromais

berat, dapat diberikan asiklovir 5-10 mg/ kg IV sebanyak 3

kali per hari selama 7-10 hari. Selain itu, jika pasien resisten

terhadap asiklovir, dapat diberikan foscarnet 40 mg/ kg IV,

sebanyak 3 kali per hari hingga sembuh.

Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid dapat

mereduksi nyeri akut HZ pada pasien usila. Ada pula terapi

tambahan lain untuk mengontrol nyeri, antara lain analgesik,

opioid, antidepresan trisiklik, dan capsaicin.10

Mengenai pencegahan HZ, CDC dan Prevention Advison;

Committee on Immunization merekomendasikan pemberian

vaksin HZ pada individu di atas 60 tahun, tanpa kontraindikasi

dan tanpa mempertimbangkan riwayat infeksi virus varisela

zoster. Berdasarkan rekomendasi Australian Technical Advison;

Group on Immunisation (ATAGI), bagi individu yang sudah

terkena HZ, sebaiknya menerirna vaksin HZ minimal satu tahun

setelah episode akut HZ. Kontraindikasi vaksin HZ adalah

alergi pada komponen vaksin, hamil, dan imunodefisiensi

primer atau d idapat (keganasan hematologi, HIV/ AIDS

dengan CD4 � 200 sel/ mm3, riwayat baru saja menjalani

56

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 63: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

transplantasi sel punca, dan dalam terapi imunosupresif atau

imunomodulator).

Daftar Pustaka

1 . F ashner J , B e l l A L . H e r p e s zoster and p ostherpetic neuralgia: prevention and management. Am Fam Physician. 2011;83(12):1432-37.

2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Shingles (herpes zoster) [Internet] . Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention (CDC); 2016 Aug [cited 2016 Sept 20]. Available from: http : / / www.cdc. gov/ shingles/ about/ prevention­treatment.html

3. Johnson RW, Rice ASC, Solomon CG. Postherpetic neuralgia. N Engl J Med. 2014;371 :1526-33.

4. Jensen TS, Baron R, Haanpaa M, Kalso E, Loeser JD, Rice AS, et al. A new definition of neuropathic pain.Pain. 2011;152:2204-5.

5. Dworkin RH, Turk DC, Peirce-Sandner S, McDermott MP, Farrar JT, Hertz S, et al. Placebo and treatment group responses in postherpetic neuralgia vs. painful diabetic peripheral clinical trials in the REPORT database. Pain. 2010;150:12-6.

6. Johnson RW, Alvarez-Pasquin M, Bijl M, Franco E, Gaillat J, Clara JG, et al. Herpes zoter epidemiology, management, and disease and economic burden in Europe: a multidisciplinary perspective. TherAdv Vaccines.2015;3( 4):109-20.

7. Bricout H, Haugh M, Olatunde 0, Gil-Prieto R. Herpes zoster­associated mortality in Europe: a systematic review. BMC Public Health.2015;15:466.

8. Chua JV, Chen WH. Herpes zoster vaccine for the elderly: boosting immunity. Aging Health. 2010;6(2) :169-76.

9. Sampathkumar P, Drage LA, Martin DP. Herpes zoster (shingles) and postherpetic neuralgia.Mayo Clin Proc. 2009;84(3):274-80.

10. Johnson RW, Wasner G, Saddier P, Baron P. Herpes zoster and postherpetic neuralgia: optimizing management in the elderly patient. Drugs Aging. 2008;25(12):991-1006.

11. Opstelten W, EekhofJ, Neven AK, Verheji T. Treatment of herpes zoster. Can Fam Physician. 2008;54(3):373-7.

57

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 64: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

12. Tseng HF, Smith N, Harpaz R, Bialek SR, Sy LS, Jacobsen SJ . Herpes zoster vaccine in older adults and the risk of subsequent herpes zoster.JAMA. 2011;305(2) :160-6.

13. Morrison VA, Oxman MN, Levin MJ, Schmader KE, Guateli JC, Betts RF, et al. Safety of zoster vaccine in elderly adults following documented herpes zoster.J Infect Dis. 2013;208:559-63.

58

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 65: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Masalah Berkemih Spesifik pada Perempuan Usia Lanjut

Novira Widaja nti

Pendahuluan

Penuaan dikaitkan dengan menurunnya fungsi fisiologis

di hampir setiap sistem organ. Proses menua mengakibatkan

perubahan anatomis dan fisiologis pada sistem urogenital.

Pada proses menua, kandung kemih menunjukkan aktivitas

detrusor yang berlebihan, gangguan kontrakti litas, atau

kombinasi keduanya.1

Gejala pada saluran kemih bagian bawah seperti urgensi,

frekuensi, nokturia dan inkontinensia sering dijumpai

seiring bertambah usia, sekitar 30-50% orang usia lanjut

mengalami hal tersebut. Keluhan inkontinensia yang dirasakan

mulai dari episode sesekali keluar sejum lah kecil urin

hingga inkontinensia terus menerus dan inkontinensia urin

berbarengan inkontinensia fekal. Selain itu, banyak orang usia

lanjut yang tidak mengalami inkontinensia namun mengalami

gejala saluran kemih bagian bawah seperti urgensi, frekuensi,

dan nokturia yang mengganggu.2•3

Studi populasi menunjukkan bahwa inkontinensia lebih

sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan sekitar 10%

dari sernua wanita menderita inkontinensia urin (IU) . Angka

prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia, dan pada

lebih dari 20% populasi wanita berusia minimal 70 tahun.2 Data

studi inkontinensia urin menggunakan 2765 kuesioner di 6 RS

Pendidikan di Indonesia tahun 2008-2011 menunjukkan data

yang serupa, prevalensi inkontinensia urin sebesar 13%, dan

prevalensi inkontinensia urin pada usia .:'.'.. 60 tahun sebesar

22% . Inkontinensia urin tipe stres dan urgensi banyak dijumpai

pada orang usia lanjut.4

59

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 66: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Inkontinensia urin dirasakan oleh banyak wanita tetapi

tidak selalu dilaporkan ke dokter. Pada wanita usia lanjut,

inkontinensia urin dapat menyebabkan penolakan dari

kerabat dan dapat menjadi faktor penting dalam keputusan

menempatkan orang us ia l anjut d i panti perawatan .

Inkontinensia urin, kandung kemih hiperaktif, dan gejala

saluran kemih bagian bawah adalah kondisi yang berdampak

pada kesejahteraan dan kualitas hidup.2•3•4

Proses Berkemih dan Penuaan

Pada proses berkemih diperlukan keutuhan struktur dan

fungsi komponen saluran kemih yang baik, kognitif, fisik,

motivasi, dan lingkungan. Proses berkemih merupakan proses

dinamis yang merupakan rangkaian fisiologis berturutan dari

fase penyimpanan dan fase pengosongan. Proses berkemih

normal dikendalikan oleh mekanisme volunter dan involunter.

Mekanisme volunter mengontrol sfingter uretra eksternal dan

otot dasar panggul, sedangkan detrusor kandung kemih

dan sfingter uretra internal berada di bawah kontrol sistem

saraf otonom. Ketika detrusor berelaksasi maka akan terjadi

proses pengisian kandung kemih, sebaliknya jika detrusor

berkontraksi maka proses berkemih -pengosongan kandung

kemih- akan berlangsung. Kontraksi detrusor disebabkan

oleh aktivitas saraf parasimpatis yang dipicu asetilkolin

pada reseptor muskarinik. Sfingter uretra internal diatur

oleh aktivitas saraf simpatis yang dipicu oleh noradrenalin,

sehingga uretra tertutup. Apabila terjadi perubahan pada

mekanisme normal ini maka akan menyebabkan proses

berkemih terganggu.1•3

Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomis dan fisiologis

sistem urogenital bagian bawah. Perubahan tersebut berkaitan

dengan menurunnya kadar estrogen pada wanita dan hormon

androgen pada pria. Perubahan yang terjadi ini dapat berupa

peningkatan fibrosis dan kandungan kolagen pada dinding

60

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 67: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

kandung kemih yang mengakibatkan fungsi kontraktil

kand ung kemih tidak efektif lagi. Pada otot uretra terjadi a trofi

mukosa, perubahan vaskularisasi pada lapisan submukosa,

menipisnya otot uretra yang akan menyebabkan berkurangnya

tekanan penutupan uretra dan tekanan outflow. Melemahnya

otot dasar panggul juga menyebabkan perubahan fungsi dan

kekuatan otot. Secara keseluruhan perubahan yang terjadi

pada sistem urogenital bagian bawah akibat proses menua

merupakan faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya

inkontinensia urin.1-3

lnkontinensia Urin pada Wanita Usia Lanjut

Faktor urologi, neurologis, psikologis, dan faktor fung­

sional saling berinteraksi menyebabkan inkontinensia urin.

Secara keseluruhan, proses menua sendiri berkontribusi

terhadap peningkatan prevalensi inkontinensia.3'5

Dua manifestasi dasar inkontinensia adalah: tipe akut

dan kronik. Pada IU akut, mengacu pada kondisi mendadak

mengalami IU dan umumnya adalah sekunder suatu kondisi

yang mendasari seperti infeksi saluran kemih, operasi,

sembelit, obat-obatan, perburukan fungsi kognisi, dan kelainan

metabolik. Penyebab IU akut juga dapat memperburuk IU

kronik oleh karena itu perubahan gejala pada IU kronik

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.3,5

Inkontinensia kronik terjadi akibat hasil dari satu atau

kombinasi dari dua kelainan mendasar pada fungsi saluran

urogenital bagian bawah:31) . kegagalan untuk menyimpan urin

oleh karena kandung kemih hiperaktif atau lemahnya tahanan

saluran keluar; dan/ a tau 2). kegagalan pegosongan kandung

kemih, yang disebabkan oleh lemahnya kontraksi otot detrusor

kandung kemih atau tahanan saluran keluar meningkat.3

Pada IU kronis dapat dikelompokkan menjadi empat

kategori dasar: urgensi berupa ketidakmampuan menunda

berkemih setelah sensasi berkemih muncul), stres (keluarnya

61

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 68: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

sejumlah kecil urin akibat peningkatan tekanan intra­

abdomen), overflow (akibat pengosongan kandung kemih tidak

sempurna), dan inkontinensia fungsional (ketidakmampuan

untuk sampai ke kamar mandi pada waktunya) .3•5

Inkontinensia stres umum dijumpai pada wanita usia

lanjut, terutama pada klinik rawat jalan. Gejala-gejala

inkontinensia stres sangat spesifik: kebocoran urin bertepatan

dengan peningkatan tekanan intra abdominal yang disebabkan

oleh batuk, bersin, tertawa, atau aktivitas olahraga. Bila tidak

mengganggu tidak diperlukan pengobatan khusus, namun

pada inkontinensia stress yang berat dan mengganggu dapat

menyebabkan penderita terpaksa tetap berada di rumah.

Pada wanita usia lanjut, penyebab yang paling sering adalah

kelemahan otot dasar panggul, hipermobilitas saluran keluar

kandung kemih dan uretra serta akibat kurangnya estrogen,

obesitas, persalinan per vaginam sebelumnya, dan/ a tau

pembedahan.3

Inkontinensia urgensi dapat disebabkan oleh berbagai

gangguan neurologis seperti stroke, demensia, parkinsonisme,

cedera spinal cord, atau perubahan kondisi daerah urogenital

seperti akibat tumor, batu, a tau divertikel. Inkontinensia tipe

urgensi ditandai dengan keinginan berkemih mendadak

yang tidak mampu untuk menahan kebocoran urin. Jumlah

urin yang keluar bervariasi tergantung pada kemampuan

dan fungsi sfingter saat mencegah kontraksi kandung kemih.

The Standardisation Subcommittee of the International Continence

Sociehj (ICS) menyatakan bahwa kandung kemih hiperaktif

(Over Active Bladder) sebagai sindrom dari disfungsi saluran

kemih bagian bawah, yaitu ditandai dengan urgensi, dengan

atau tanpa inkontinensia, biasanya disertai dengan frekuensi

dan nokturia.6 Kandung kemih hiperaktif terjadi akibat

kontraksi detrusor yang timbul mendadak. menyebabkan jenis

inkontinensia ini. Hal ini jarang terjadi pada wanita.5

Terlepas dari keluhan gejala jenis IU, kebocoran urin

pada orang usia lanjut dapat disebabkan atau diperburuk oleh

62

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 69: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

kondisi komorbiditas, obat-obatan, dan gangguan fungsional.

Orang dengan IU biasanya memiliki beberapa gejala saluran

kencing bagian bawah, berupa keluhan saat berkemih seperti

frekuensi (pasien mengeluhkan terlalu sering berkemih);

nokturia (hams terbangun dua kali atau lebih pada malam

hari untuk berkemih); aliran lambat (persepsi penurunan

pancaran urin); aliran intermiten (pancaran urin yang tersendat

saat berkemih); hesitasi (kesulitan memulai pancaran urin);

straining (upaya pada saat memulai, mempertahankan atau

meningkatkan pancaran urin); dan rasa tak lampias saat

pengosongan kandung kemih. Gejala saluran kemih bagian

bawah pada orang usia lanjut kurang spesifik, terutama

frekuensi (dapat akibat peningkatan asupan cairan dan/ a tau

peningkatan diuresis oleh banyak sebab) dan nokturia (dapat

disebabkan oleh poliuria nokturnal atau gangguan tidur

primer) .6•7

Pengkajian paripurna inkontinensia yang dilakukan

sebisa mungkin meminimalkan tindakan invasif. Perlu

dipertimbangkan tingkat kognitif ketika melakukan pengkajian

dan pemerikasaan fisik umum.8 Evaluasi IU pada orang

usia lanjut mempertimbangkan banyak faktor, mengenali

komorbiditas, status fungsional, dan obat-obatan yang

berpotensi sebagai etiologi IU (Tabel 1 ) . Langkah pertama

adalah secara aktif melakukan penapisan skrining IU, karena

50% dari orang yang terkena IU tidak mengungkapkan gejala

kepada dokter. Anamnesis awitan IU, frekuensi, volume,

waktu, dan faktor atau hal yang terkait IU pada pasien dan/

a tau pelaku rawat tentang akibat IU terhadap kualitas hid up.

Pertanyaan sederhana yang dapat membantu menentukan jenis

gejala IU adalah, "Apakah Anda mengalami 'mengompol' saat

batuk, bersin, a tau mengangkat beban?" (untuk IU stres) dan

"Apakah Anda mengalami dorongan kuat dan tiba-tiba untuk

berkemih yang tidak dapat ditahan sebelum mencapai toilet?"

(untuk UI urgensi) . Pada wanita, pertanyaan-pertanyaan ini

paling bermanfaat untuk diagnosis IU urgensi atau pada IU

63

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 70: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

stres; namun pertimbangkan pula adanya stres fisiologis.7,8

Beberapa kuesioner telah tersedia untuk rnenentukan jenis

inkontinensia urin kronis. Salah satu kuesioner yang banyak

digunakan adalah 3 Inkontinence Questioner (3IQ). Kuesioner

ini rnerninta pasien rnenjawab tiga pertanyaan pilihan ganda

tentang jika, kapan, dan seberapa sering pasien rnengalarni

kebocoran urine. Masing-masing pilihan jawaban tersebut

merupakan petunjuk dari gejala tipe Inkontinensia urin yang

terjadi. Kuesioner ini telah divalidasi sehingga cukup akurat

dalam mengkategorikan inkontinensia urin pada wanita usia

lanjut, sensitivitas 86%, spesifisitas 60% untuk menentukan

inkontinensia stres dan sensitivitas 75% dan spesifisitas 77%

untuk inkontinensia urgensi.9•10

Pemeriksaan fisik harus meliputi penilaian kognitif dan

fungsional serta fokus pada kondisi kornorbiditas potensial

yang terkait dengan IU. Colok dubur pada wanita dilakukan

untuk ev-aluasi neurologis mencakup evaluasi integritas

sacral cord dengan sensasi perineum, anal "wink" (kontraksi

sfingter anal ketika kulit perirectal disentuh) dan refleks

bulbocavernosus (kontraksi anal sphincter ketika klitoris a tau

glans disentuh), evaluasi mukosa vagina pada atrofi yang

parah, dan pemeriksaan dalam panggul mencakup evaluasi

untuk prolaps organ panggul (sistokel, rektokel, prolaps

rahim) saat mengejan. Pemeriksaan dalam ginekologis yang

telah lama tidak dilakukan dan pengalaman tidak nyaman

yang pernah dialami merupakan masalah sensitif yang perlu

dipertimbangkan pada wanita usia lanjut. Demikian pula

tindakan prosedur pemeriksaan vagina dan pemasangan

kateter urine harus dilakukan dengan penjelasan dan alasan

klinis yang tepat karena dapat sebagai pemicu pengalaman

ernosional yang traumatis. Pada gangguan kognitif berat,

penilaian pengkajian secara klinis lebih diandalkan sebagai

pengganti pemeriksaan invasif. Metode non-invasif untuk

pengumpulan data harus digunakan bila memungkinkan,

seperti pencitraan ultrasound portabel dari kandung kemih

64

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 71: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

bukannya kateterisasi uretra langsung dalam memperkirakan

sisa urin pasca berkemih. Perlu pula dipertimbangkan tingkat

energi pad a usia lanjut yang sudah menurun maka diperlukan

bantuan dari pengasuh lain untuk membantu dalam posisi,

saat di toilet, dan perolehan spesimen.7•8

Pemeriksaan penunjang urinalisis direkomendasikan

untuk semua pasien IU, terutama untuk mencari hematuria

(dan glukosuria pada penderita diabetes). Piuria dan/atau

bakteriuria dapat merupakan bakteriuria asimtomatik pada

wanita tanpa keluhan disuria, demam, atau tanda-tanda

lain dari infeksi saluran kemih, terutama jika IU tidak akut.

Pemeriksaan PVR (pos t void residual/ volume residu pasca

berkemih) masih menjadi kontroversi pada orang usia lanjut.7

Penjelasan kepada pasien hams menekankan bahwa hasil

penilaian akan lebih memahami alasan untuk inkontinensianya.

Bahwa hasil pemeriksaan dapat mengidentifikasi masalah

medis potensial yang dapat diobati, dan merupakan cara

sederhana untuk membuat kondisi fisik dan kualitas hidup

yang lebih nyaman.8

Scientific Committee of the First International Consultation

on Incon tinence memberikan panduan untuk tata laksana

inkontinensia urin pada usia lanjut (Garn bar 1). Pada usia lanjut

dengan inkontinensia akut maka penyebab harus diidentifikasi

dan dikoreksi. Singkatan DIAPPERS (Delirium, Infection urinan;,

A trophic Vaginitis atau Urethritis, Pharmaceutical, Psychologic

Disorders, Endocrine disorders, Restricted mobilih;, Stool impaction)

dapat digunakan untuk mengingat penyebab inkontinensia.

Identifikasi pula seberapa jauh kondisi inkontinensia

mengganggu pasien dan pelaku rawat. Tentukan bagaimana

motivasi pasien, seberapa jauh pasien dapat kooperatif,

pertimbangkan komorbiditas pasien, serta bagaimana

prognosis dan harapan hidup pasien.3•11

Tata laksana awal pada wanita dengan inkontinensia

urgensi adalah koreksi terhadap defisiensi estrogen dan

pengobatan untuk infeksi saluran kencing. Tata laksana pada

65

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 72: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

inkontinensia stres adalah pelvic-floor exercises. Biofeedback,

dan pelvic-floor s timu la tion . Pada inkontinensia urgensi

diberikan pelvic-floor exercises, bladder retraining, dan obat anti

muskarinik. Pada individu usia lanjut yang dinilai fit/ robust

dapat dipertimbangkan berbagai macam terapi inkontinensia

seperti halnya pada individu muda. Namun, pada setiap

orang usia lanjut terlepas dari kondisi frail atau disabilitas

harus diberikan kesempatan agar berkemih 'normal'. Tujuan

dalam tata laksana adalah kemandirian berkemih, individu

dapat tetap kering dengan bantuan pelaku rawat, berkemih

terkontrol, dan pasien tetap kering dengan penggunaan alat

bantu dan perangkat yang tepat. Untuk mencapai kondisi

tersebut diperlukan pertanyaan spesifik mengenai kemampuan

kognitif, mobilitas, aktivitas sehari-hari, dan tingkat dukungan

yang tersedia.3•11

Clirllcal 8SGQ&SrllM( ) OIAPPERS -De!rium - lnfectiori (UTIJ - Alropi<: va:ginltis - Prutrmac8utleaft> - E>1cess ftuJ<:IS - Rest1k:tedmoblltty -Stool (coostipallori}

locontinence on Pfl�l ac;tivi!.y

- �·'·� - Urinary cJla!)I aod symptom � -Asseu quulity of life and des lie for trea!rnttnl

lnoon� with voicllng syrntoms/

retenlion

- Physical eowSirninatiOll: abdominal. fecial, sacral nt'u�lcal and ot!!JlrOfJ'tfl sta\!Js -+ If •trophic. trHt and reaueH

- Coogt1 te&t to demoriatrnlfl! 51ntSS lnoontlnence - Urinalysis !. urhe cuhure � if Infected. trN:t and RhHM - Assess PVR' by abdomiflal e.umi�iofl

(QP(iooal: by ullrasonography)

Stress Urge incontinence

·overflow" incontinence

111COf!ti™f1Cf: il:iSOClilfO witfr • P&1n - HMll't"l&UJtia - Recurrent infection - Pelvic rn3$$ - PeMc il'radiaUon • Pelvic5Ul'gery

Comp1<:amg conc:iiUalsand faaor - CNS dl$e&-sti • Muscul06k.eleta1

Gambar 1 . Tatalaksana inkontinensia urin pada orang usia lanjut

frail

UTI=urinary-tract infection; CNS=central nervous system;

ADL=activities of daily living.

66

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 73: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pada tata laksana konservatif, bantuan saat berkemih

dan pengaturan berkemih dapat membantu kemandirian.

Pengendal ian berkemih secara sosia l ada lah dengan

penggunaan perangkat, diapers, dan kateter bila mungkin

diperlukan. Jika pasien memerlukan pemeriksaan lanjut dan

perawatan spesialistik khusus, maka dilakukan rujukan.3•9•11

Ringkasan

Faktor usia bukanlah penyebab inkontinensia urin, nam un

usia lanjut berkontribusi terhadap terjadinya inkontinensia

urin. Secara keseluruhan perubahan yang terjadi pada sistem

urogenital bagian bawah akibat proses menua merupakan

faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya Inkontinensia

urin. Pengkajian inkontinensia urin pada usia lanjut harus

dilakukan secara paripurna, meliputi anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan fungsi kognitif, mobilitas, faktor lingkungan,

urinalisis, serta pertimbangan pemeriksaan penunjang lain

untuk mencari penyebab inkontinensia urin. Pilihan tata

laksana disesuaikan dengan jenis IU dan potensi yang ada

pada usia lanjut tersebut.

Daftar Pustaka

1 . Siroky MB . The Aging Bladder. Rev Urol. 2004, 6(suppl l):S3-S7.

2. Milson I. Lower urinary tract symptoms in women . Current Opinion in Urology 2009, 19:337-41

3. Johnson TM, Ouslander JG. Incontinence. In: Hazzard's Geriatric Medicine and Gerontology. Eds: Halter JB, Ouslander Jg, Studenski S, Tinetti ME, High KP, Asthana S. Eds. 6th ed. The McGraw-Hill Co 2009: 718-30.

4. Sumardi Rl, Mochtar CA, Junizaf, Santoso BI, Setiati S, Nuhonni SA, Trihono PP, Rahardjo HE, Syahputra FA. Prevalence of urinary incontinence, risk factors and its impact: multivariate analysis from Indonesian nationwide survey. Acta Med Ind ones. 2014; 46(3):175-82.

67

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 74: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

5. Chang HJ, Lynm C, Glass RM. Urinary incontinence in older women , JAMA, 2010; 303(21): 2208.

6. Abrams P, Cardozo L, Fall M, Griffiths D, Rosier P, Ulmsten U, Van Karrebroeck P, Victor A, Wein A. The standardisation of terminology in lower urinary tract function: report from the standardization sub-committee of the International Continence Society. Urology. 2003; 61:37-49.

7. Kuchel GA, DuBeau CE. Urinary incontinence in the elderly. In: Geriatric Nephrology Curriculum. American Society of Nephrology. 2009: 1 -8.

8. Lekan-Rutledge D. Urinary incontinence strategies for frail elderly women. Urol Nurs. 2004, 24(4) : 1-16 .

9. Khandelwal C, Kistler C. Diagnosis of urinary incontinence. Am Fam Physc. 2013; 87(8): 1-7 .

10. Rogers RG. Urinary stress incontinence in women. NEngl J Med. 2008; 358: 10

11 . Scientific Committee of the First International Consultation on Incontinence. Assessment and treatment of urinary incontinence. Lancet. 2000; 355: 2153-58.

68

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 75: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Stratifikasi Pasien Usia Lanjut Risiko Tinggi di lnstalasi Gawat

Darurat

Aul ia Rizka, Aminah Ahmad Alaydrus

Latar Belakang

Perbaikan sistem kesehatan menyebabkan jumlah populasi

usia lanjut (usila) meningkat di seluruh belahan dunia,

termasuk di Indonesia. Populasi usila di Indonesia pada tahun

1950 - 1990 adalah sekitar 6 % dan mengalami kenaikan menjadi

8% pada tahun 2007. Proyeksi peningkatan populasi usila ini

akan mencapai 13% pada tahun 2025 dan menjadi 25% pada

tahun 2050.1

Perubahan demografi ini juga membawa perubahan

terhadap pola kunjungan pasien ke rumah sakit, yang akan

mulai didominasi oleh pasien usila. Berbagai unit pelayanan

termasuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) juga harus bersiap

memberikan pelayanan kepada pasien usila dengan jumlah

kunjungan yang lebih banyak. Pengguna layanan gawat

darurat di Amerika Serikat sebagian besar adalah pasien usila.1

Hampir 25% dari orang berusia di atas 65 tahun setidaknya

mengunjungi IGD sekali setahun clan 8 % di antaranya

menjalani kunjungan berulang.1

Data dari IGD Rumah Sakit Um um Pusat Nasional Cipto

Mangunkusumo (RSCM) pada tahun menunjukkan terdapat

3.211 (15%) kunjungan pasien usia lanjut dari 21.341 kunjungan

seluruh pasien selama tahun 2015. Jumlah proporsi kunjungan

pasien usila hingga sampai pada kuartal 1 tahun 2016 saja

ternyata meningkathingga mencapai 18%. Diagnosis terbanyak

pada pasien usila yang datang ke IGD RSCM adalah infeksi,

disusul dengan stroke. Dari seluruh pasien usila yang datang

69

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 76: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

ke IGD, 23% di antaranya rneninggal dalarn 30 hari setelah

kunjungan di IGD. Angka rnortalitas ini terhitung sangat tinggi

bila dibandingkan data dari negara lain yang berkisar 0,8-8% .2

Proporsi pasien usila yang rneningkat ini tentu disertai

konsekuensi lain, yaitu bahwa layanan kesehatan yang

diberikan di IGD hams rarnah untuk pasien usila dan sesuai

dengan kebutuhan pasien usila . Pasien usila memiliki

karakteristik khusus yang membedakannya dengan pasien

kelompok usia lain, yaitu mereka biasanya datang dengan

rnasalah kesehatan yang kornpleks, berada lebih lama di

IGD untuk rnenjalani prosedur diagnostik yang lebih banyak

karena presentasi klinisnya atipikal, dan rnemiliki kebutuhan­

kebutuhan khusus tertentu selarna kunjungan. Pasien usila

yang datang ke IGD sebagian besar rnerniliki penyakit kronik

yang lebih dari satu, misalnya diabetes, hipertensi, stroke,

dernensia, dan penyakit Parkinson. Penurunan toleransi

terhadap aktivitas fisik dan kebugaran kardiovaskular juga

akan rneningkatkan kerentanan untuk mengalarni penyakit

akut. Hal ini akan diperberat dengan konsekuensi polifarrnasi

yang arnat sering dijurnpai pada populasi ini.3,4

Penyedia layanan kesehatan gawat darurat baik dokter

rnaupun perawat merniliki tanggung jawab untuk dapat

rnembuat keputusan tepat apakah akan rnerawat atau

rnernulangkan pasien usila yang datang ke IGD. Salah satu

sistern akreditasi rurnah sakit bertaraf internasional yang telah

dan sedang diupayakan pencapaiannya oleh banyak rumah

sakit di Indonesia, yaitu standar Join t Committee In ternational

(JCI) dalarn standar Assesment of Patien t (AOP) menuntut

adanya pengkajian pada populasi khusus pasien yang datang

ke IGD, terrnasuk pasien usila.5

Epidemiologi

Pola kunjungan pasien IGD di berbagai negara dilaporkan

berubah, seiring dengan transisi dernografi yang rnenyebabkan

70

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 77: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

pasien usila menjadi lebih banyak jumlahnya. Di Amerika

Serikat, kunjungan pasien usila di IGO meningkat hingga 34 %

dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Secara keseluruhan

dari berbagai penelitian, didapatkan bahwa pasien usila

yang datang ke IGO mencapai 7-11 % dari seluruh pasien.

Pasien usila mengunjungi IGO lebih sering dibanding pasien

dewasa. Sebuah data dari beberapa rumah sakit di Amerika

menunjukkan bahwa rerata kunjungan tahunan di IGO untuk

pasien yang berusia di atas 65 tahun adalah 49 per 100 orang,

sedangkan untuk pasien di atas 75 tahun didapatkan angka

rerata 60 per 100 orang, yang keduanya jauh melampaui rerata

kunjungan pasien usia dewasa, yaitu 41 per 100 orang.10-12

Data yang didapat dari RSCM juga lebih kurang sesuai

dengan data tersebut. Cata tan dari Unit Rekam Medik RSCM

menunjukkan bahwa pada tahun 2015, kunjungan pasien usila

mencapai 15% dari total kunjungan dan meningkat menjadi

18% pada kuartal pertama tahun 2016 . Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan

populasi pasien usila di IGO RSCM.2

Pasien usila memiliki risiko 2,5-4,6 kali lebih tinggi untuk

perawatan dan peningkatan risiko 5 kali lipat untuk perawatan

ICU. Mereka juga lebih sering mengalami misdiagnosis

karena presentasi klinisnya yang tidak khas sehingga sering

pula dipulangkan tanpa diketahui masalah kesehatan yang

sesungguhnya.13-16

Hal lain yang lebih khusus adalah bila dibandingkan

kelompok usia lain yang mengunjungi IGO, pasien usila

mengalami peningkatan risiko untuk mengalami luaran

buruk selama perawatan, di antaranya adalah kematian, lama

raw at yang lama, kunjungan berulang ke IGO, dan perawatan

ulang. Pasien usila juga biasanya menghabiskan biaya yang

lebih banyak untuk berobat di IGO dan setelah kunjungan

ini, sebagian dari mereka akan kemudian terpaksa tinggal di

panti wreda.17•18

71

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 78: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Karakteristik Pasien Usia Lanjut yang Datang ke IGD

Sebuah penelitian di IGD RS tersier di Irlandia terhadap

633 pasien mendapatkan bahwa sekitar sepertiga pasien di IGD

tersebut datang dengan presentasi klinis atipikal. Presentasi

klinis atipikal yang paling sering ditemukan adalah infeksi

tanpa disertai demam. Pasien yang paling sering muncul

dengan presentasi klinis yang atipikal, yaitu pasien dengan

infeksi saluran kemih (ISK) komplikata dan pasien dengan

demensia.14

Pasien usila biasanya mengalami berbagai penyakit kronik

yang prevalensinya meningkat seiring dengan bertambahnya

usia, misalnya penyakit jantung iskemik, diabetes, hipertensi,

CVD, demensia dan penyakit Parkinson. Peningkatan

survivor pasien usila dengan penyakit kronik menyebabkan

peningkatan jumlah pasien dengan berbagai komorbiditas

yang saling tumpang-tindih dan kenaikan risiko penyakit yang

akut. Penurunan toleransi terhadap latihan dan kebugaran

kardiovaskular juga menyebabkan peningkatan kerentanan.

Hal ini juga diperberat dengan adanya polifarmasi.16

Berbagai luaran buruk yang terjadi pada pasien usila yang

telah disebutkan di atas disebabkan oleh karakteristik khusus

yang dimiliki pasien populasi ini. Terdapat setidaknya enam

keadaan khusus yang membedakan seorang pasien usila yang

sedang menjalani perawatan di IGD.19

1. Sindrom frailty

72

Frailh; atau kerapuhan merupakan bagian penting dari

sindrom geriatri, yaitu berbagai tanda dan gejala yang

sering dialami seorang usila.20-22 Karakteristik fenotip usila

yang frail adalah pasien usila yang mengalami minimal

tiga tanda, yaitu penurunan kekuatan otot (yang diukur

dengan kekuatan genggam tangan), aktivitas fisik yang

rendah, kemampuan motorik yang kurang (ditandai

dengan kecepatan berjalan yang melambat), kelelahan

dan penurunan berat badan . Sindrom frailty ini akan

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 79: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

meningkatkan risiko seorang usila untuk mengalami

berbagai macam penyakit, kejadian jatuh, perawatan

ulang, disabiltas, dan kematian.2

Perjalanan klinis sindrom frai l ty juga bervariasi

antarindividu. Pasien usila dengan sindromfrailhj dapat

datang ke IGO dengan gejala nonspesifik maupun dengan

sindrom Jrailhj yang klasik, misalnya jatuh, delirium,

imobilitas, atau inkontinensia . Penelitian kualitatif

menunjukkan bawa dokter di IGO merasa kurang

nyaman bila hams menata laksana pasien usila dengan

kasus kompleks. Mungkin hal ini menjadi alasan seorang

pasien usila dipulangkan sebelum diagnosis pastinya

diidentifikasi. 23-29

Pasien usila memiliki berbagai komorbiditas yang

menyebabkan pengkajian menjadi lebih kompleks

sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini

menjadi penyulit pada setting layanan gawat darurat

seperti IGO di mana komponen waktu menjadi hal yang

sangat menentukan. Anamnesis pada pasien usila dapat

menyita ban yak waktu karena hams dilakukan sistematis,

termasuk la tar belakang sosial dan obat yang dikonsumsi,

yang terkadang tidak mudah diperoleh.30-31

Bagian triage yang biasanya berada di bagian depan

IGO merupakan bagian pen.ting untuk menentukan

kasus yang hams mendapat prioritas dan manajemen

lebih dahulu karena mengancam nyawa. Sayangnya

pada populasi usila, triage tidak selalu berhasil untuk

mengidentifikasi berbagai kompleksitas masalah yang

menyebabkan pasien dirawat. Pengkajian gangguan

kognitif, masalah fungsional, dan lingkungan tempat

tinggal tetap hams ditentukan di triage. Pasien usila yang

menderita sindrom frailty membutuhkan pendekatan

interdisiplin untuk tata laksananya sehingga pendekatan

paripurna pasien geriatri (P3G) seharusnya tetap perlu

d ikerjakan. 27-29

73

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 80: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Gangguan status fungsional seperti penurunan

kemampuan untuk mengu rus diri sendiri dapat

menyebabkan penurunan kemandirian dan peningkatan

risiko perawatan. Lebih penting lagi, penurunan fungsi

dapat merupakan petunjuk adanya penyakit dasar

sehingga disimpulkan bahwa penurunan status fungsional

berhubungan dengan peningkatan kematian. Klinisi

juga hams melakukan intervensi untuk memperbaiki

gangguan status fungsional, misalnya pada keadaan

imobilitas, agar risiko mortalitas dapat diturunkan. Situasi

di IGD terkadang menyulitkan untuk melakukan evaluasi

status fungsional yang menyeluruh, misalnya dengan

menggunakan indeks Barthel atau Lawton. Waktu yang

diperlukan untuk melakukan anamnesis juga akan lama

sehingga aloanamnesis dengan keluarga dan pelaku rawat

akan sangat membantu dalam menentukan seberapa besar

gangguan fungsional yang terjadi.29-32

2. Gangguan kognitif

Penilaian fungsi ko gni tif seorang pasien usila sang at pen ting

untuk dilakukan di IGD. Identifikasi adanya demensia

atau delirium sangat menentukan penatalaksanaan

selanjutnya sehingga harus selalu dikerjakan. Gangguan

fungsi kognitif pada pasien usila berhubungan dengan

ketergantungan terhadap pelaku rawat dan penurunan

kepatuhan berobat. Selain itu, gangguan kognitif berat

juga dapat menyebabkan penurunan status fungsional.33•34

3 . Polifarmasi

74

Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan 4 obat

atau lebih. Pasien usi la yang biasanya menderita

berbagai penyakit sangat rentan mengalami polifarmasi.35

Polifarmasi meningkatkan risiko terjadinya efek samping

akibat interaksi antarobat. Efek samping obat yang serius

merupakan alasan dari 10% kunjungan pasien usila ke

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 81: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

IGO. Pengenalan polifarmasi sejak awal memberikan

kesempatan untuk mengintervensi atau melakukan

edukasi pada pasien dan keluarganya mengenai cara

pemantauan penggunaan obat di rumah.35-36

4. Jatuh

Jatuh merupakan salah satu penyebab utama pasien usia

lanjut datang ke IGO. Sekitar 1 dari 3 orang yang berusia di

atas 65 tahun mengalami jatuh setiap tahunnya, sedangkan

1 dari 2 orang di atas 80 tahun di Amerika Serikat jatuh

setidaknya sekali dalam satu tahun. Jatuh merupakan

alasan admisi 15-30% pasien usila ke IGO clan fraktur

akibat jatuh terjadi pada 20% pasien. Bahkan pada pasien

yang tidak mengalami akibat serius, jatuh menyebabkan

penurunan status fungsional pada sekitar 50% pasien.37

Prediktor jatuh meliputi riwayat jatuh pada tahun

sebelumnya, jatuh di ruangan tertutup dan tidak mampu

berdiri setelah jatuh. Jatuh merupakan penanda frailty

dan indikasi untuk melakukan pengkajian yang lebih

dalam dan rujukan ke tim interdisiplin. Pasien di atas

65 tahun yang mengalami jatuh hams mendapatkan

penilaian multifaktorial yang meliputi penilaian kognitif,

inkontinensia, obat, masalah mobilitas, instabilitas

postural, dan gangguan penglihatan.38

Salah satu konsekuensi jatuh yang paling penting

adalah fraktur femur. Risiko kematian akibat fraktur

femur pada pasien usila dengan frailhj dapat mencapai

25% dalam 1 tahun pertama. Selain menyebabkan akibat

serius, jatuh juga merupakan konsekuensi dari masalah

kesehatan yang berat untuk usila, misalnya sepsis, masalah

jantung, clan perubahan pengobatan.38

5. Ketergantungan pada pelaku rawat

Komponen lain yang sangat penting dalam menentukan

keberhasilan perawatan pasien usila yang masuk IGO

75

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 82: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

adalah pelaku rawat. Pelaku rawat dapat memberikan

informasi penting terkait riwayat kesehatan pasien di

masa lalu dan mengkonfirmasi mengenai pemberian obat­

oba tan. Pada pasien usila yang datang dalam keadaan

medik yang berat atau pasien yang frail, keterangan

pelaku rawat memberikan gambaran mengenai riwayat

penurunan status fungsional pasien pada beberapa bulan

atau tahun terakhir, penurunan berat badan yang tidak

direncanakan, gangguan status kognitif, dan peningkatan

kerentanan mengalami infeksi. Pelaku rawat juga dapat

memberikan gambaran mengenai harapan pasien

terhadap kesehatannya apabila pasien datang dalam

keadaan delirium.39

Peran Pengkajian Paripurna Pasien Usia Lanjut (PJG)

di IGD

Sindrom geriatri adalah sebuah terminologi yang sering

digunakan untuk merujuk pada kondisi kesehatan seorang

pasien usila yang tidak selalu sesuai dengan pendekatan sistem

organ dan seringkali memiliki penyebab yang multifaktorial.

Beberapa hal di antaranya adalah gangguan kognitif, delirium,

inkontinensia, malanutrisi, jatuh, gangguan berjalan, Iuka

tekan, gangguan tidur, dan gangguan sensorik. Kondisi ini

sangat umum ditemukan pada pasien usila dan seringkali

memiliki akibat pada kualitas hidup serta menyebabkan

disabilitas. Sindrom geriatri ini dapat didentifikasi dengan

baik menggunakan P3G.19

Upaya P3G adalah proses diagnostik dan tata laksana yang

mengidentifikasi masalah medis, psikososial, dan keterbatasan

fungsional seorang usila yang frail sehingga kemudian dapat

dikembangkan perencaan terkoordinasi (care plan) yang

paling sesuai untuk pasien tersebut. Secara um um, P3G terdiri

dari beberapa tahapan, yaitu pengumpulan data, diskusi

76

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 83: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

dengan tim dengan melibatkan pasien dan atau keluarga,

pengembangan rencana tata laksana selanjutnya, implementasi

dan pemantauan tata laksana yang telah disepakati tersebut.4041

Berbagai model P3G telah dikembangkan pada berbagai

setting layanan kesehatan. Komponen utama yang harus

dievaluasi pada P3G adalah kapasitas fungsional, risiko

jatuh, fungsi kognitif, mood, polifarmasi, dukungan sosial

dan keuangan, serta preferensi terhadap tujuan pengobatan.

Komponen tambahan lain yang clapat clievaluasi, misalnya

status nutrisi a tau penurunan berat baclan, inkontinensia urin,

gangguan penglihatan atau pendengaran, aspek keagamaan,

dan masalah seksual. Berbagai komponen utama clan tambahan

ini dapat clievaluasi dengan menggunakan berbagai instrumen

yang telah divaliclasi untuk kemudian digabungkan datanya.

Kondisi yang kerap kali ditemui pada pasien usia lanjut

misalnya penurunan status fungsional dan clemensia seringkali

ticlak clikenali oleh dokter sehingga muncul penyulit yang

seharusnya bisa clicegah.

Berbagai metaanalisis telah menyimpulkan bahwa P3G

meningkatkan cleteksi clan clokumentasi masalah geriatri

namun kemampuan P3G untuk memperbaik i luaran

(misalnya menurunkan perawatan , lama rawat, clan kematian)

tergantung pada model P3G spesifik yang dan setting unit

pelayanannya. Beberapa metaanalisis terhadap uji klinis acak

telah mengevaluasi lima model penerapan P3G pada setting

layanan yang berbecla-beda, misalnya perawatan rumah, unit

layanan akut, post hospital discharge, unit rawat jalan, clan unit

rawat inap. Manfaat P3G untuk perawatan rumah clan unit

rawat akut suclah cliketahui efektivitasnya untuk beberapa

luaran namun data manfaat pacla post hospital discharge, unit

rawat jalan, clan konsultasi rawat inap masih kontroversial.4041

Dalam konteks layanan gawat darurat, sebuah telaah

sistematik terhadap 8 penelitian terkait efisiensi P3G clan 14

penelitian mengenai instrumen skrining menyimpulkan bahwa

P3G di IGO efisien untuk memperbaiki status fungsional

77

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 84: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

dan readrnisi ke IGD pada pasien risiko tinggi. Karena

P3G rnernbutuhkan waktu yang lama untuk diaplikasikan

secara rutin, d iperlukan suatu instrurnen skrining yang

lebih sederhana untuk rnenentukan pasien rnana yang akan

rnendapat rnanfaat P3G paling banyak. Telaah sisternatik

tersebut rnenyirnpulkan bahwa skrining yang dilakukan

pada pasien risiko tinggi lebih efisien dibanding skrining

berdasarkan usia dan P3G yang dilakukan di IGD yang diikuti

dengan intervensi yang sesuai akan rnernperbaiki luaran.42

l nstrumen Penapisan Pasien Usia Lanjut Risiko Tinggi

di IGD

Layanan gawat darurat rnensyaratkan waktu yang singkat

dalarn pengkajian awal sehingga tidak rnenunda tata laksana

kegawatdaruratan yang harus dilakukan. Spektrurn pasien

usila yang datang ke IGD sangat luas, rnulai dari pasien usila

yang sebelumnya rnandiri dan datang dengan satu rnasalah

kesehatan akut hingga seorang pasien usila yang frail dengan

berbagai kornorbiditas dan penyulit. Kernarnpuan untuk

rnernbedakan pasien usila yang rnerniliki risiko tinggi untuk

rnendapatkan luaran yang buruk sangat penting agar pasien

kelornpok ini dapat ditangani dengan lebih tepat dengan

pendekatan interdisiplin dan kerja sarna tirn yang baik sejak

awal dan luaran yang buruk tersebut dapat dicegah.

Alur layanan di IGD sangat bergantung pada pengkajian

awal yang rnernbagi pasien rnenjadi kelornpok risiko berat,

sedang, dan ringan . Sayangnya tidak sernua instrurnen

penapisan yang baik perforrnanya untuk rnendeteksi frailty

dan berbagai akibat terkait frailty serta beratnya penyakit

dapat diaplikasikan dengan rnudah di IGD. Oleh karena

itu, d ikernbangkan berbagai instrurnen penapis untuk

rnernbedakan pasien usila yang rnerniliki risiko luaran buruk.

Terdapat sebuah telaah sisternatik dengan kualitas

baik yang dilakukan oleh Carpenter43 dkk. untuk rnenentukan

78

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 85: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

kemampuan prognostik semua instrumen penapis yang ada

saat ini dalam memprediksi luaran buruk jangka pendek (1-12

bulan setelah kunjungan ke IGD). Kata kunci yang digunakan

pada telaah sistematik ini adalah IGD, pasien di atas 60 tahun,

penapisan dan luaran buruk yang meliputi penurunan status

fungsional, readmisi ke rumah sakit, perawatan di panti wreda

setelah keluar dari rumah sakit, dan kematian. Telaah ini

berhasil mendapatkan 34 artikel mengenai 7 instrumen yang

ada saat ini untuk tujuan tersebut. Dari ketujuh instrumen

yang ada saat ini, dua instrumen penapisan, yaitu ISAR clan

TRST lebih unggul dibanding instrumen lainnya. Berdasarkan

telaah sistematik oleh Bisset, TRST clan ISAR merupakan

instrumen yang aspek psikometriknya telah banyak dibuktikan

kualitasnya, baik dalam konteks penilaian predictive validiti;,

content validiti;, criterion validiti;, interrater reliabiliti;, test-retest

reliabiliti;, dan manfaat klinisnya.44

1 . Triage Risk Stratification Tool (TRST)

TRST merupakan instrumen yang derivasi awalnya

dikembangkan di Amerika Serikat, dari sebuah penelitian

terhadap 650 pasien usia di atas 65 tahun yang datang ke

IGD RS pendidikan. TRST terdiri 6 hal yang harus diisi oleh

staf yang bekerja di triage IGD, yaitu mengenai gangguan

kognitif, kesulitan berjalan, riwayat jatuh a tau kesulitan

transfer, tinggal sendiri, mengonsumsi 5 atau lebih obat,

riwayat perawatan atau riwayat kunjungan ke IGD, clan

penilaian staf IGD terhadap hal-hal lain yang dianggap

penting, misalnya masalah nutrisi/ penurunan berat

badan, kegagalan dalam penyesuaian, defisit sensorik,

inkontinensia, masalah dengan obat-obatan, depresi/

gangguan afek dan lain-lain. Skar lebih dari sama dengan

2 dikatakan positif.45

TRST telah diperiksa pada 14 penelitian melibatkan

7.016 pasien. Penelitian mengenai TRST menilai akurasi

prognostik instrumen ini terhadap kedatangan kembali

79

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 86: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

ke IGD dalam 30 hari dan 120 hari, penurunan status

fungsional dalam 30 dan 90 hari, dan perawatan ulang

dalam 30 dan 180 hari. Sebuah penelitian melaporkan

a kurasi prognostik TRST untuk penurunan status

fungsional dengan luaran activihj of daily living (ADL) a tau

instrumental activihj of daily living (IADL) namun ternyata

kemampuan prediksinya tidak berubah secara bermakna

dengan perubahan definisi tersebut.45-46

Metaanalisis yang dilakukan oleh Carpente43 ini

menggunakan batas lebih dari sama dengan 2. Pada

penelitian ini, pooled estimate Likelihood Ratio (LR) positif

dan LR negatif untuk semua luaran buruk menunjukkan

bahwa heterogenitasnya rendah. Metaanalisis in i

menyimpulkan bahwa TRST tidak cukup akurat dalam

memprediksi kedatangan kembali ke IGD, penurunan

status fungsional, dan perawatan ulang. Luaran mortalitas

dan lama rawat tidak diteliti pada metaanalisis ini.

2. Kuesioner Identification of Senior At Risk (ISAR)

80

ISAR merupakan instrumen skrining yang derivasinya

dilakukan di terhadap 1 .673 pasien berusia di atas 65

tahun yang datang ke IGD pada 4 RS di Quebec, Kanada.

4749 Instrumen ini terdiri dari 3 bagian: • Bagian pertama yang berisi mengenai orientasi

pasien terhadap tern pat dan waktu serta ketersediaan

informan ,yang sebaiknya adalah keluarga atau

pelaku rawat, yang mengerti mengenai keadaan

pasien. Apabila pasien dalam keadaan disorientasi

tern pat dan waktu, informan yang akan diminta untuk

melengkapi ISAR. • Bagian inti, yaitu kuesioner ISAR yang terdiri dari

enam pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak, yang

ditanyakan oleh staf IGD pada pasien a tau informan.

Keenam pertanyaan ini meliputi status fungsional

sebelum pasien sakit dan setelah pasien sakit, riwayat

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 87: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

perawatan, adanya gangguan memori yang serius,

gangguan penglihatan, dan polifarmasi. • Bagian kedua adalah bagian penilaian. Bila minimal 2

pertanyaan pada bagian kuesioner dijawab Ya, hasil

penapisan ISAR positif. Sedangkan, nilai kurang dari

2 berarti negatif.

Hingga saat ini, ISAR telah diteliti pada 19 penelitian di

berbagai negara terhadap 14.440 pasien. Telaah sistematik

Bisset mengenai psikometrik ISAR menyimpulkan bahwa

berdasarkan berbagai domain psikometrik yang telah

diteliti, misalnya validitas kriteria, validitas prediktif,

reliabilitas intrarater clan interrater, ISAR lebih baik

dibanding instrumen lain. Kemam puan ISAR mem prediksi

mortalitas juga paling baik dibanding instrumen lain,

dengan Area Under Curve (AUC) 75% , yang dianggap

sudah cukup baik untuk suatu instrumen prognostik.44

Telaah sistematik lain oleh Carpenter43 menunjukkan

bahwa ISAR telah divalidasi kemampuan prognostiknya

terhadap kedatangan kembali pada 30 dan 180 hari ke

IGD, penurunan status fungsional 30-90 hari, dan readmisi

pada 30-180 hari . Metaanalisis Carpenter43 tersebut

menyimpulkan bahwa meskipun instrumen ini lebih

baik di banding yang lain, ISAR tidak dapat memprediksi

penurunan status fungsional, kedatangan kembali ke IGD,

dan readmisi.

Telaah sistematik mengenai validitas prediktif ISAR

yang dilakukan oleh Yao49 terhadap hasil dari 10 penelitian

juga menyatakan bahwa bentuk original ISAR belum cukup

baik untuk memprediksi luaran buruk seperti mortalitas

dan luaran lain. Rekomendasi dari telaah sistematik ini

adalah melakukan modifikasi terhadap berbagai variabel

pada ISAR yang sesuai dengan karakteristik rumah sakit

masing-masing misalnya usia a tau mengubah cut off yang

digunakan. so

Dua grup peneliti telah berusaha melakukan rnodifikasi

81

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 88: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

82

terhadap ISAR. Graf46 melakukan modifikasi dengan

mengubah 4 hal, yaitu 1) pertanyaan kedua mengenai

peningkatan ketergantungan diubah menjadi peningkatan

ketergantungan dalam 24 jam, 2) pertanyaan ketiga

mengenai riwayat perawatan dalam 6 bulan terakhir

diubah menjadi riwayat perawatan selama 1 malam dalam

6 bulan terakhir, 3) pertanyaan ketiga mengenai gangguan

penglihatan dengan a tau tanpa kacamata diubah menjadi

gangguan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan

kaca ma ta, serta 4) pertanyaan keempat yaitu polifarmasi

d iubah menjadi 6 atau lebih. Bolanos47 melakukan

modifikasi hanya dengan mengubah pertanyaan mengenai

polifarmasi menjadi 6 obat atau lebih. Kedua modifikasi

tersebut tidak banyak mempengaruhi kemampuan

prognostik ISAR.

Apabila dibandingkan dengan TRST yang ni lai

psikometriknya relati f sama baik, ISAR memil iki

setidaknya dua kelebihan. Kelebihan pertama, yaitu

berdasarkan setidaknya dua hasil penelitian (penelitian

Salvi dan Buurman), ISAR memiliki kemampuan prediksi

mortalitas yang lebih baik. Kelebihan ISAR yang kedua

adalah karena enam hal yang dinilai seluruhnya berupa

kuesioner tanpa melibatkan penilaian atau rekomendasi

dari staf IGO yang memeriksa pasien seperti pada poin

keenam TRST sehingga ISAR dapat digunakan oleh

semua staf IGO baik dokter maupun perawat yang belum

memiliki pengetahuan khusus di bidang geriatri. Beberapa

penilaian pada TRST misalnya kegagalan penyesuaian

dan defisit sensorik dan kolom "lain-lain" membutuhkan

pengetahuan khusus di bidang geriatri dalam mengisinya.

Hal ini juga dapat menjadi kekurangan dari ISAR karena

informasi yang diberikan bersumber dari informasi pasien

atau keluarga saja sehingga sangat tergantung pada

pengetahuan pasien atau pelaku rawat.50

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 89: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Tabel 1. ISAR Bagian 1 - Sumber informasi

(Contreng salah satu kotak dan lanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai)

u Pasien memiliki orientasi waktu dan Pasien melengkapi tempat yang baik ISAR

0 Pasien memiliki orientasi waktu dan Pasien melengkapi tern pat yang baik, namun tidak dapat ISAR dengan bantuan melengkapi ISAR karena alasan tertentu informan (tidak dapat membaca, gangguan fisik . . . )

Pasien tidak memiliki orientasi waktu dan Informan melengkapi tempat yang baik, informan tersedia ISAR

[ Pasien tidak memiliki orientasi waktu dan Penapisan positif tern pat yang baik, informan tidak tersedia

0 Kondisi medis pasien tidak stabil Penapisan tidak dapat dilakukan, tunda

Nama informan: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Telepon: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

1 .

2.

3.

4.

5.

6.

Jawablah pertanyaan berikut ini dengan jawaban ya a tau tidak

Hanya untuk digunakan RS

Sebelum mengalami keluhan yang membuat Bapak/ Ibu datang ke IGD, apakah Bapak/ Q YA

01

Ibu membutuhkan bantuan untuk melakukan 0 TIDAK 00 kegiatan sehari-hari?

Setelah mengalami keluhan tersebut, apakah Bapak/ lbu memerlukan bantuan yang lebih dari biasanya?

Apakah Bapak/lbu pernah dirawat di rumah sakit selama satu malam atau lebih, dalam 6 bulan terakhir?

C YA 01 D TIDAK __

00

D YA 01 D TIDAK __

00

Apakah Bapak/lbu dapat melihat dengan jelas? D YA 00 D TIDAK ITT

Apakah Bapak/lbu memiliki masalah ingatan D YA 01 yang serius? D TIDAK 00 Apakah Bapak/lbu meminum lebih dari tiga D YA 01 macam obat setiap hari? J TIDAK 00

83

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 90: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hanya dijawab oleh informan

7. A pakah pasien sering tampak bingung sejak 0 YA 01 pasien keluhan tersebut? ::_, TIDAK Do

Tabel 2. TRST lnstruksi: lsilah tanda centang Dpada kotak yang tersedia sesuai dengan temuan atau kecurigaan adanya temuan berikut ini:

1. n Riwayat gangguan kognitif (daya ingat yang buruk atau gangguan orientasi).

2. LJ Kesulitan saat berjalan/ berpindah, atau adanya riwayat jatuh baru-baru lfU

3. I' Mengonsumsi 5 atau lebih obat­obatan

4. D Riwayat perawatan di IGD dalam kurun waktu 30 hari terakhir atau rawat inap dalam kurun waktu 90 hari terakhir

5. D Tinggal sendiri/ tidak ada orang yang merawat

6. [J Rekomendasi profesional staf IGD menunjukkan adanya:

D Masalah nutrisi/penurunan berat D lnkontinensia badan

L' Kegagalan dalam penyesuaian D Masalah dengan obat-obatan

D Defisit sensorik !J Depresi/ gangguan afek

D Lain-lain

Skor >=2 menunjukkan pasien memiliki risiko tinggi untuk meng­alami luaran buruk (kematian, lama rawat panjang, rehospitalisasi)

84

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 91: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Kesimpulan

Pasien usia lanjut yang d atang ke IGD memil ik i

peningkatan risiko berbagai luaran buruk misalnya kematian,

rehospitalisasi, dan lama rawat yang panjang. Meskipun

P3G merupakan pendekatan yang harus dilakukan di setting

layanan manapun, keterbatasan waktu dan sumber daya

manusia merupakan tantangan besar di IGD. Oleh karena itu,

stratifikasi risiko menggunakan instrumen penapis, seperti

ISAR dan TRST, menjadi sangat penting agar pasien dengan

risiko tinggi dapat terdeteksi sejak awal dan tertata laksana

dengan paripurna.

Daftar Pustaka

1 . Abikusno N. Older population in Indonesia : trends, issues, and policy responses. United Nation Population Fund Indonesia and Country Technical Services Team for East and South-East Asia. Diunduh dari http://unfpa.org/webdav /site/ asiapacific/ shared/Publications pada 22 April 2016.

2. Unit Rekam Medik. Data Kunjungan Pasien IGD RSCM 2015.

3. Steiner C, Barrett M, Hunter K (2010) Hospital Readmissions and Multiple Emergency Department Visits, in Selected States, 2006-2007. Statistical Brief #90. Agency for Healthcare Research and Quality, Rockville.

4. Committee on Quality of Health Care in America. Crossing the Quality Chasm - A New Health System for the 21st Century. Washington, DC: National Academy Press; 2001

5. JCI accreditation standards for hospital.5th edition. Diunduh dari http : / / www.jointcommissioninternational .org/ jci­accredi ta ti on-standards-for-hos pi tals-Sth-edi tion-english­version-pdf-book-/ pada tanggal 18 Juni 2016

6. Buurman BM, van den Berg W, Korevaar JC, Milisen K, de Haan RJ, de Rooij SE. Risk for poor outcomes in older patients discharged from an emergency department: feasibility of four screening instruments. Eur J Emerg Med. 2011;18:215-220.

85

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 92: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

7. McCusker J, Bellavance F, Cardin S, Trepanier S, Verdon J, Ardman 0. Detection of older people at increased risk of adverse health outcomes after an emergency visit: the ISAR screening tool. J Am Geriatr Soc. 1999;47:1229-1237.

8. Aminzadeh F, Dalziel WB. Older adults in the emergency department: a systematic review of patterns of use, adverse outcomes, and effectiveness of interventions. Ann Emerg Med. 2002;39:238-247

9. Kurniawan J. Faktor-faktor prognosis mortalitas usia lanjut yang dirawat di ruang rawat akut geriatri [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2008

1 0. Pitts SR, Niska RW, Xu J, Burt CW. National hospital ambulatory medical care survey: 2006 emergency department summary. Natl Health Stat Report. 2008;7:1-38.

1 1 . C. The 2012 Ageing Report. http:/ /ec.europa.eu/ economy_ finance/publications/ european_economy /2012/pdf/ ee-2012-2_en.pdf. 201 2 (16 February 2014, date last accessed) .

12. Chenore T, Pereira Gray DJ, Forrer J, Wright C, Evans PH. Emergency hospital admissions for the elderly: insights from the Devon Predictive Model. J Public Health 2013; 35:616-23.

13. OCAG. Office of the Comptroller and Auditor General Special Report 70: Emergency Departments (Summary of Findings). http:/ / www.audgen.gov.ie/viewdoc.asp?DoclD=l 199. 2014 (16 February 2014, date last accessed).

14. Briggs R, Coughlan T, Collins R, O'Neill D, Kennelly SP. Nursing home residents attending the emergency depart- ment: clinical characteristics and outcomes. QJM 2013; 106:803-8.

15. Kennelly SP, Morley D, Coughlan T, Collins R, Rochford M, O'Neill D. Knowledge, skills and attitudes of doctors towards assessing cognition in older patients in the emergency de­partment. Postgrad Med J 2013; 89:137-41 .

16. Newton JL, Marsh A, Frith J, Parry S. Experience of a rapid access blackout service for older people. Age Ageing 2010; 39:265-8

1 7. Imison C, Poteliakhoff E, Thompson J. Older people and emergency bed use. Exploring variation. Ideas that change helathcare. London: The King's Fund, 2012.

1 8. Jayadevappa R. Quality of emergency department care for elderly. Emerg Med 2011; 1 : e107.

86

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 93: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

7. McCusker J, Bellavance F, Cardin S, Trepanier S, Verdon J, Ardman 0. Detection of older people at increased risk of adverse health outcomes after an emergency visit: the ISAR screening tool. J Am Geriatr Soc. 1999;47:1229-1237.

8. Aminzadeh F, Dalziel WB. Older adults in the emergency department: a systematic review of patterns of use, adverse outcomes, and effectiveness of interventions. Ann Emerg Med. 2002;39:238-247

9. Kurniawan J. Faktor-faktor prognosis mortalitas usia lanjut yang dirawat di ruang raw at akut geriatri [Tesis] . Jakarta: Universitas Indonesia; 2008

10. Pitts SR, Niska RW, Xu J, Burt CW. National hospital ambulatory medical care survey: 2006 emergency department summary. Natl Health Stat Report. 2008;7:1-38.

11 . C. The 2012 Ageing Report. http:/ /ec.europa.eu/ economy_ finance/ publications/ european_economy / 2012/ pdf / ee-2012-2_en.pdf. 201 2 (16 February 2014, date last accessed).

12. Chenore T, Pereira Gray DJ, Forrer J, Wright C, Evans PH. Emergency hospital admissions for the elderly: insights from the Devon Predictive Model. J Public Health 2013; 35:616-23.

13. OCAG. Office of the Comptroller and Auditor General Special Report 70: Emergency Departments (Summary of Findings). http:/ / www.audgen.gov.ie/viewdoc.asp?DoclD=l 199. 2014 (16 February 2014, date last accessed) .

14. Briggs R, Coughlan T, Collins R, O'Neill D, Kennelly SP. Nursing home residents attending the emergency depart- ment: clinical characteristics and outcomes. QJM 2013; 106:803-8.

15. Kennelly SP, Morley D, Coughlan T, Collins R, Rochford M, O'Neill D. Knowledge, skills and attitudes of doctors towards assessing cognition in older patients in the emergency de­partment. Postgrad Med J 2013; 89:137-41.

16. Newton JL, Marsh A, Frith J, Parry S. Experience of a rapid access blackout service for older people. Age Ageing 2010; 39:265-8

17. Imison C, Poteliakhoff E, Thompson J. Older people and emergency bed use. Exploring variation. Ideas that change helathcare. London: The King's Fund, 2012.

18. Jayadevappa R. Quality of emergency department care for elderly. Emerg Med 2011; 1 : e107.

86

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 94: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

19. Ellis G, Marshall T. Comprehensive geriatric assessment in emergency department. Clinical Interventions in Aging 2014;9:2033-43.

20. Fried LP, Hadley EC, Walston JD, Newman A, Hirsch CH, Gottdiener JS et al. Frailty in older adults: evidence of a phenotype. J Gerontol A Biol Sci Med Sci 2001;56A:Ml-Mll

21. Fried LP, Hadley EC, Walston JD, Newman A, Guralnik JM, Studenski S, Harris TB et al. From bedside to bench: research agenda for frailty. Sci Aging Knowledge Environ 2005;e 24.

22. Lipsitz LA. Dynamics of stability : the physiologic basis of functional health and frailty. J Gerontol A Biol Sci Med 2001;57:115:25.

23. Imison C, Poteliakhoff E, Thompson J . Older people and emergency bed use. Exploring variation. Ideas that change healthcare. London: The Kings Fund, 2012. Available from: http:/ / www.kingsfund.org.uk/ sites/ files/ kf/ field/ field_ publication_file/ older-people-and-emergency- bed-use­aug-2012.pdf. Accessed August 26, 2014.

24. McCusker J, Bellavance F, Cardin S, Belzile E, Verdon J. Predic­tion of hospital utilisation among elderly patients during 6 months after an emergency department visit. Ann Emerg Med. 2000;36(5): 438-445.

25. Sager MA, Franke T, Inouye SK, et al. Functional outcomes of acute medical illness and hospitalisation in older persons. Arch Intern Med. 1996;156:645-652.

26. Grief CL. Patterns of ED use and perceptions of the elderly regarding their emergency care: a synthesis of recent research. J Emerg Med. 2007; 22:1527-1531.

27. Carlson JE, Zocchi KA, Bettencourt DM, et al. Measuring frailty in the hospitalised elderly: concept of functional homeostasis. Am J Phys Med Rehabil. 1998;77(3):252-257.

28. Wells JL, Seabrook JA, Stolee P, Borrie MJ, Knoefel F; State of the art in geriatric rehabilitation. 1. Review of frailty and comprehensive geriatric assessment. Arch Phys Med Rehabil. 2003;84:890-897.

29. McNamaraR,RosseauE,SandersAB.Geriatricemergencymedicine: a survey of practiticing emergency physicians. Ann Emerg Med. 1992; 21:796-801.

87

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 95: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

30. Cooper R, Kuh D, Hardy R. Objectively measured physical capabil- ity levels and mortality: systematic review and meta­analysis. BMJ. 2010;341 (7774):639.

31 . Colin C, Wade DT, Davies S, Horne V. The Barthel ADL index: a reliability study. Int Disabil Studies. 1988;1 0:61-63.

32. Schumacher JG. Emergency medicine and older adults: continu­ing challenges and opportunities. Am J Emerg Med. 2005;23(4): 556-560.

33. Hustey F, Meldon S, Smith M, Lex C. The effect of mental status screening on the care of elderly emergency department patients. Ann Emerg Med. 2003;41 (5):678-684.

34. 42. Swain DG, Nightingale PG. Evaluation of a shortened version of the abbreviated mental test in a series of elderly patients. Clin Rehabil. 1997; 1 1 (3):243-248.

35. Viktil KK, Blix HS, Moger TA, Reikvam A Polypharmacy as com­monly definedis an indicator of limited value in the assessment of drug-related problems. Br J Clin Pharmacol. 2007;63(2):187-195.

36. Hohl CM, Dankoff J, Colacone A, Afilalo M. Polypharmacy, adverse drug-related events, and potential adverse drug interactions in elderly patients presenting to the emergency department. Ann Emerg Med. 2001; 38:666-671 .

37. The Gold Standards Framework. Available from: http:/ /www. goldstan- dardsframework.org.uk. Accessed May 1, 2014.

38. Rubenstein LZ. An overview of comprehensive geriatric assessment: rationale, history, program models, basic components. In: Rubenstein LZ,Wieland D, Bernabei R, eds. Geriatric Assessment Technology: The State of the Art. New York, NY: Springer; 1995.

39. Osterweil D, Brummel-Smith K, Beck JC, eds. Comprehensive Geriatric Assessment. New York, NY: McGraw Hill; 2000.

40. Graf CE,Zekry D. Efficiency and applicability of comprehensive geriatric assessment in emergency department: a systematic review. Aging Clin Exp Res 2011;23:244-54.

41. Graf CE, Giannelli SY, Herrmann FR, Sarasin FP, Michel J and Zekry D, Chevalley T. Identifi- cation of older patients at risk of unplanned readmission after discharge from the emer- gency department Comparison of two screen- ing tools. Swiss Med Wkly 2012; 141.

88

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 96: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

42. Cousins G, Bennett Z, Dillon G, Smith SM and Galvin R. Adverse outcomes in older adults at- tending emergency department: systematic review and meta-analysis of the Triage Risk Stratification Tool. Eur J Emerg Med 2013; 20: 230-239.

43. Carpenter C, Shelton E. Risk Factors and Screening Instruments to Predict Adverse Outcomes for Undifferentiated Older Emergency Department Patients: A Systematic Review and Meta-analysis. Academic Emergecy Medicine 2015;22:1-21

44. Bisset M, Cussit A. Functional Assesment Utilised in Emergency Department: a Systematic Review. Age and Ageing 2013;42:163-72.

45. McCusker J, Bellavance F, Cardin S, Trepanier S, Verdon J and Ardman 0. Detection of older people at increased risk of adverse health out- comes after an emergency visit: the ISAR screening tool. J Am Geriatr Soc 1999; 47: 1229-1237

46. Bolanos M, Villalobos X, Huang AR. The use of the ISAR screening tool in San Jose, Costa Rica. J Am Geriatr Soc 2010;58:S28.

47. Inouye SK. Delirium in the hospitalized older patients. Clin Geriatr Med. 1998;14(4):745-764.

48. Chong MS, Chan M, Tay L, Yoong Ding Y. Outcomes of an innovative model of acute delirium care: the geriatric monitoring unit (GMU). Clin lnterv Aging. 2014;9:603-612.

49. Yao J, Fang }. A systematic review of the identification of seniors at risk (ISAR) tool for the prediction of adverse outcome in elderly patients seen in the emergency department. international Journal of Clinical and Experimental Medicine. 2015;8(4) :4778-4786.

50. Dwimartutie N. Model Prediksi Mortalitas 30 hari pasien usia lanjut di ruang rawat akut geriatric menggunakan Domain P3G. [Tesis] . Jakarta: Universitas lndonesia; 2014.

51. Han JH, Shintani A, Eden S, et al. Delirium in the emergency depart- ment: an independent predictor of death within 6 months. Ann Emerg Med. 2010;56(3) :244-252.

52. Armstrong SC, Cozza KL, Watanabe KS. The misdiagnosis of delirium. Psychosomatics. 1997;38:433-439.

53. Inouye SK, Foreman M D , Mion LC, Katz KH, C ooney LM Jr. Nurses' recognition of delirium and its symptoms: comparison of nurse and researcher ratings. Arch Intern Med. 2001;161 (20):2467-2473.

89

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 97: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pengembangan Pelayanan Rawat Rumah Pasien Geriatri:

Pengalaman RSUP Dr. Sardj ito Yogyakarta

Dewa Putu Pramantara S.

Pengantar

Populasi usia lanjut (usila) adalah suatu populasi heterogen

yang disebabkan oleh variasi intra- dan interindividu pada

proses menua dan perbedaan pola hidup.1 Heterogenitas

segmen kehidupan terakhir ini mencakup: status fungsional,

morbiditas, mortalitas, dan "support system" masing-masing

individu. Secara klinis populasi usila dapat dibedakan menjadi

usia lanjut (60-70 tahun) dan usia lanjut risiko tinggi (� 70

tahun)2; usia lanjut nonfrail (tidak rapuh) dan usia lanjut frail

(rapuh).3 Keragaman tersebut berpengaruh terhadap variasi

setting pelayanan kesehatan yang diberikan.4

Pelayanan home care (rawat rumah) merupakan salah satu

jenis pelayanan pasien geriatri di samping pelayanan rawat

jalan, rawat inap, rawat darurat, dan rawat siang.4 Secara

umum pelayanan rawat rumah merujuk kepada pelayanan

diagnostik, terapeutik, dan sosial yang diberikan kepada pasien

di rumahnya.5 Pelayanan ini dapat berupa kunjungan perawat

untuk mengecek tanda vital atau kunjungan dokter.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi

dengan persentase populasi usila tertinggi di Indonesia, yaitu

mencapai 2 kali lipat persentase populasi usila nasional.6 Sekitar

5% dari populasi usila mengalami disabilitas dan hambatan.

Penelitian Freedman dkk. memperoleh angka keterbatasan

aktivitas sehari-hari, baik fisik maupun instrumental, sekitar

1-2% pada usilayang tidak kawin.7 Penempatan pasien usila

90

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 98: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

dengan kondisi klinik dan kebutuhan spesifik yang dikaitkan

dengan ragam layanan yang ada merupakan sebuah proses

unik yang disebut placement. Pada tulisan ini, akan dibahas

pelayanan rawat rumah pada pasien geriatri dari aspek

pelayanan pengelolaan di Unit Home Care RSUP Dr. Sardjito.

Pembahasan

Konsep Rawat Rumah dan Prospeknya

Wieland dkk.mendefinisikan program rawat rumah

sebagai suatu komponen pelayanan kesehatan komprehensif

yang memberikan pelayanan kesehatan kepada individu dan

keluarganya di rumah sebagai upaya promosi kesehatan,

mempertahankan dan memulihkan status kesehatannya,

atau meminimalkan efek penyakit dan keterbatasan .

Pelayanan kesehatan yang diberikan harus direncanakan,

dikoordinasikan, dan dilaksanakan oleh institusi atau agensi

meliputi: pelayanan medik, tindakan keperawatan, perawatan

gigi, fisioterapi, terapi bicara, terapi okupasi, nutrisi, pelayanan

laboratorium, dan alat bantu kesehatan. Konsep ini berbeda

dengan pelayanan kesehatan yang diberikan secara individual

oleh dokter, perawat, dan fisioterapis dalam bentuk kunjungan

rumah.8

Penatalaksanaan pasien geriatri di rumah berdasarkan

konsep di atas sesuai dengan karakteristik masalah kesehatan

usila yang sebagian besar sangat kompleks (complex medicine).9

Dalam situasi klinik yang kompleks tersebut, diperlukan

pengetahuan, keputusan klinik, dan keterampilan pemecahan

masalah medik yang baik. Program rawat rumah tentunya

melibatkan berbagai disiplin ilmu dan petugas medis. Staf

perawat, fisioterapis, terapis okupasional, ahli gizi, pekerja

sosial, dan ahli farmasi bekerja sama sebagai sebuah tim dengan

pendekatan multidisiplin-interdisiplin10 • Dokter spesialis

berperan sebagai konsultan medik (medical advisor), sedangkan

dokter keluarga berperan memberikan pelayanan medis

91

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 99: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

langsung pada masyarakat. Peran keluarga dan masyarakat

juga penting dalam memberikan dukungan untuk tercapainya

tujuan perawatan di rumah sesuai dengan kebutuhan masing­

masing pasien. 11 Perkembangan program rawat rumah ke

depannya ditentukan oleh perubahan demografi, beban biaya

pelayanan rumah sakit, dan kemajuan teknologi pelayanan

kesehatan di rumah. Indikatornya antara lain:1 1

1 . peningkatan populasi usila yang konsisten dari tahun ke

tahun,

2. kebijakan efisiensi pembiayaan rumah sakit yang

menyebabkan lama rawat inap tidak terlalu lama (sicker

and sooner discharge for acute care),

3. berkurangnya ketersediaan pemberi pelayanan informal,

dan

4. kemajuan di bidang teknologi kesehatan yang dapat

diberikan di rumah.

Di Jepang telah d irekomendasikan beberapa jenis

pelayanan kesehatan di rumah yang berteknologi tinggi

(high-technique home care therapy), antara lain dialisis peritoneal

(con tinuous a m bu la tory peri toneal dia lysis, CAPO), home

hemodialysis, home oxygen therapy, home mechanical ventilation,

dan home constant positive pressure ventilatory support. Dari

indikator di atas, dapat diprediksi bahwa di Indonesia pun

akan terjadi peningkatan permintaan perawatan pasien di

rumah dan semakin bervariasinya pelayanan kesehatan yang

dapat diberikan di rumah.

Tujuan Rawat Rumah

Berdasarkan konsep rawat rumah, keragaman layanan

yang dapat diberikan, dan keterlibatan multidisiplin, beragam

pula tujuan program rawat rumah. Tujuan umum program

rawat rumah, antara lain meningkatkan/ mempertahankan/

memulihkan status kesehatan, meminimalkan efek penyakit

dan keterbatasan yang dialami, mengeluarkan biaya lebih

murah daripada perawatan institusi, serta menyesuaikan/

92

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 100: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

memenuhi pilihan pasien dan keluarganya . 12 .TBerbagai

tujuan program rawat rumah dapat d i lihat dari sudut

pandang pihak-pihak yang terkait di dalamnya, seperti

pemberi pelayanan, pembiayaan, konsumen, dan masyarakat.

Contohnya Medicare, sebagai agen yang menanggung biaya

perawatan kesehatan mmah di Amerika Serikat, membuat

program rawat rumah untuk perawatan pascaakut yang

bertujuan memulihkan kondisi pasien seperti sebelum sakit.

Saat ini Medicare memfokuskan perawatan individu di mmah

untuk menghindari perawatan institusi serta perawatan

kronik dari dukungan medik berteknologi tinggi hingga

pemenuhan kebutuhan nonmedik yang bertujuan untuk

memaksimalkan status fungsional pasien sehingga mampu

hid up di lingkungannya yang terbatas.13Kajian oleh Thompson

mengenai tujuan rawat mmah di Kanada menjabarkan bahwa

untuk memaksimalkan efektivitas program rawat rumah

dalam mempertahankan dan memperbaiki status kesehatan,

hams ditetapkan tujuan disertai bukti yang jelas mengenai

efektivitas tersebut. 14 Tujuannya hams berbasis kan pasien

(patient/client-centered) dan hams dibedakan antara kuratif,

suportif, dan preventif.

Jika program rawat rumah memberikan perawatan

kuratif, luaran yang diharapkan adalah pemulihan fungsi

akibat kehilangan sementara atau pembatasan penumnan

fungsi akibat kondisi akut yang dapat disembuhkan (curable).

Perawatan kuratif di mmah tersebut melibatkan dua aspek,

yaitu cost minimization dan cost effectiveness. Jika perawatan yang

diberikan bersifat suportif, tujuannya adalah mempertahankan

tingkat kemandirian yang optimal selama mungkin. Muncul

pula pertanyaan mengenai perbandingan biaya perawatan

untuk mencapai luaran tertentu dan seberapa jauh dampaknya

terhadap status kesehatan pelaku rawat informal. Untuk

perawatan yang bersifat preventif, belum terbukti bahwa

program rawat mmah lebih efektif dibandingkan perawatan

di institusi. Perlu diperhatikan bahwa, untuk mencapai tujuan

93

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 101: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

tersebut, tidakSsetiap pasien layak mendapat perawatan

di rumah. Diperlukan pedoman praktis berupa pengkajian

komprehensif di rumah (geriatric assessment in the home) dan

discharge planning.14

Pedoman Praktis Penatalaksanaan Pasien Usia Lanjut di

Rumah

1. Melakukan pengkajian komprehensif.

94

Pasien yang akan menclapatkan program rawat rumah

dapat berasal dari rumah sakit (post acu te model), rujukan

klinik praktik dokter, clan rumah pasien tersebut. Untuk

menclapatkan manfaat clari program Rawat-Rumah,

semua pasien di atas harus cl ilakukan pengkajian

komprehensif. Pengkajian ini mencakup 4 dimensi yaitu:

asesmen tentang status kesehatan, lingkungan termasuk

resiko ancaman keselamatan pasien, sosial, dan interaksi

pasien dengan lingkungannya13•14 • Tujuan dilakukannya

pengkajian komprehensif adalah: memperbaiki akurasi

diagnosis, petunjuk dalam menentukan intervensi

dalam rangka memulihkan atau mempertahankan status

kesehatan, rekomendasi l ingkungan yang optimal,

prediksi terhadap tujuan perawatan, dan monitoring

perubahan klinik14. Peranan dokter dalam melakukan

pengkajian kom prehensif adalah sentral, menginga t dokter

yang akan menentukan apakah pasien akan mendapat

manfaat maksimal clari Rawat-Rumah, perencanaan

perawatan yang komprehensif, target perawatan yang

rasional dan dapat dievaluasi, jenis tenaga kesehatan

yang akan memberi pelayanan, clan menentukan

perkiraan biaya dalam rangka mencapai target (goals)

yang telah ditetapkan13•14• Di samping dokter, perawat

yang sudah terlatih dapat melakukan pengkajian dan

merencanakan perawatan tetapi hams dikoordinasikan

clengan perencanaan yang dibuat oleh dokter). Salah satu

contoh model pengkajian komprehensif pasien Rawat-

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 102: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Rumah Geriatrik yang dipakai luas oleh beberapa negara

adalah Minimum Data Set-Home Care (MDS - HC) yang

mencakup area-area domain sebagai berikut15:

• Kognitif • Kontinen • Komunikasi/Pendengaran • Diagnosis

• Penglihatan • Kondisi Kesehatan

• Perilaku/Behaviour • Tindakan Prevensi

• Fungsi Sosial • Nutrisi/Hidrasi

• Dukungan Informal • Status Dental • Status Fungsional Fisik • Kondisi Kulit

• Pelayanan Yang Dipakai • Asesmen Lingkungan • Medikasi

Mini Data Set-Home Care ini dikeluarkan oleh inter RAI

Overview Committee yang dilengkapi pula dengan Client

Assessment Protocols (CAPs) yang memberikan petunjuk

umum untuk melakukan pengkajian khusus terhadap

problem-problem tertentu misalnya yang berkaitan

dengan inkontinensia, roboh, ulcus dekubitus, nyeri,

depresi dan cemas, dan lain-lain.

2. Memahami rawat rumah sebagai satu kom ponen

pelayanan komprehensif.

Terkait dengan perawatan suportif pada pasien geriatrik

yang memiliki masalah penyakit kronik, sangat penting

memahami interaksi dan transisi perawatan dalam konsep

perawatan kronik berkesinambungan seperti terlihat

dalam gambar berikut:

95

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 103: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Acute Care

Gambar 1 . Perawatan kronik berkesinambungan. Tanda panah

menunjukkan perawatan transisi. Diambil dari Lawrence (2004)

96

Keberhasilan perawatan transisi dari masing-masing

jenis layanan memerlukan koordinasi dan informasi

yang jelas dan solid. Fenomena yang umum dijumpai

adalah terhentinya perawatan berkesinambungan karena

terputusnya informasi tentang perencanaan perawatan

komprehensif yang sudah dibuat terhadap pasien dan

tidak adanya koordinasi antar pemberi pelayanan di

masing-masing tempat perawatan. Konsep transisi

perawatan memerlukan kesinambungan tim pemberi

pelayanan, perawatan medik oleh dokter termasuk dokter

keluarga dan konsultan seiring dengan transisi perawatan

pasien dari perawatan berbasiskan institusi hingga

rawat rumah dan perawatan berbasiskan komunitas .

Evaluasi terhadap pelaksanaan program perawatan yang

direncanakan dan target perawatan yang ditetapkan serta

timbulnya masalah baru akan menuntun tercapainya

proses transisi perawatan yang baik.

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 104: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

3. Memahami jenis layanan kesehatan yang dapat diberikan

di rumah.

Boal dan Loengard mengelompokkan pelayanan rawat

rumah menjadi Skilled Home Care, Personal Care, dan Home

Visit.

Nursing

Skilled Home Care

Physical, Speech and

Occupational Therapy

Home Care

Home Attendant Services

Home Based Primary Care

lntermltten Home Visits

Gambar 2. Home Care

Masing-masing kelompok layanan kesehatan memiliki

beberapi kegiatan, seperti perawatan ulkus dekubitus,

ulkus stasis, penanganan nyeri, dan lain-lain. Day dkk

membuat daftar layanan rawat rumah sebagai berikut13: • Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) • Terapi fisik, bicara, dan okupasi • Flebotomi •

Pemeriksaan penunjang seperti Rontgen, USG,

Echocardiography

Pelayanan nutrisi yang meliputi nutrisi parenteral dan

enteral

In fos seperti antibiotik parenteral , transfus i ,

kemoterapi, hidrasi

Pelayanan sosial yang meliputi evaluasi usia lanjut

terlantar dan pemberian makan

Evaluasi keselamatan pasien dan caregiver di rumah

(Home Safety Evaluation)

97

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 105: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Program rawatrumah memanfaatkan teknologi kedokteran

yang terns berkembang dan mengalami modifikasi

menjadi High-Technique Home Care T11erapy10• Pelayanan

kesehatan berteknologi tinggi mengakibatkan keterlibatan

dokter spesialis dan konsultan menjadi penting dalam

program Rawat-Rumah. Dapat dipahami bahwa biaya

Rawat-Rumah makin meningkat dari tahun ke tahun. Isu

biaya -manfaat program layanan kesehatan Rawat-Rumah

merupakan hal penting dibandingkan layanan berbasis

institusi.

4. Peranan Dokter dalam Penatalaksanaan Pasien Geriatrik

di Rumah.

98

Walaupun sejarah kedokteran mencatat peran dokter

dalam perawatan pasien di rumah mengalami pasang

surut, tampaknya peran dokter ini akan semakin dominan

seiring dengan indikator atau prediktor perkembangan

Rawat-Rumah ke depan16 . Peranan dokter meliputi

pelayanan kesehatan primer berbasis rumah, pelayanan

intermiten pada penanganan problem akut seperti

pemberian antibiotik parenteral, sebagai manager

kasus, sebagai konsultan medik, sebagai edukator dan

komunikator dalam kerja tim13•16. Untuk dapat memenuhi

peran di atas, dokter hams mempunyai pengetahuan dan

ketrampilan sebagai berikut: • Pengetahuan tentang sumber daya dan jenis

layanan kesehatan yang efektif diberikan, kebijakan

pembiayaan, placement pasien, mampu berkolaborasi

dengan tenaga medik dan paramedik lainnya dalam

tim • K e tr a m p i l a n d a l a m m e l a k u k a n p e n g k aj i a n

komprehensif d i rumah dan menilai keamanan,

adaptasi lingkungan fisik dan psikososial, kompetensi,

motivasi, tingkat stres dan beban pelaku rawat

(caregivers)

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 106: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

• Kemampuan mengevaluasi ou tcomes yang rasional,

kornunikasi, supervisi dan mengintegrasikan layanan

kesehatan di rumah dengan komponen layanan lain

sebagai satu kontinyuitas17•

service dan sebagian kecil didanai oleh institusi bukan

asuransi. Tidak sernua dilakukan perencanaan perawatan

dan mungkin sebagian besar melalui house call services

5. Pengalarnan Pengernbangan Pelayanan Rawat Rumah di

RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

Berdasar konsep-konsep yang telah d isarnpaikan

sebelurnnya, kondisi dernografi DIY yang prosentase

usia lanjutnya tinggi dan l uas w ilayah yang keci l

memungkinkan pengembangan rawat rumah di RSUP Dr.

Sardjito. Kami memulainya dari KSM Geriatri kemudian

berubah menjadi Poli Home Care kemudian berubah

menjadi Unit Home Care RSUP Dr. Sardjito di bawah

langsung Direksi. Saat ini surnber daya rnanusia Unit ini

terdiri dari 5 Dokter Urnum, 6 Perawat, 4 Fisioterapis, 1

Ahli Gizi, 5 Staf. Kegiatan pelayanannya dimulai dengan

pendaftaran pasien, alo-anarnnesis untuk mernbuat

RTS (Rencana Tindakan Sementara) Awal, kemudian

kunjungan dokter um urn sebagai DPJP untuk melakukan

asesmen dalarn rangka membuat Rencana Tindakan

Sementara Lanjutan. Dari RTS lanjutan diimplementasikan

dengan kunjungan petugas sesuai kesepakatan dan

didiskusikan dalam rangka membuat Rencana Pelayanan

Kornprehensif yang berlaku 3 bulan lalu dilakukan

evaluasi tentang target yang direncanakan. Pernbiayaan

pelayanan ini bersifat mandiri, tidak dijangkau oleh JKN.

99

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 107: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Kesimpulan

Merawat pasien usia lanjut di rumah hams memenuhi

syarat-syarat: profesional, ada perencanaan perawatan,

target penanganan, memenuhi kaidah biaya-manfaat,

perlu dilakukan oleh tim. Pedoman praktis yang dilakukan

meliputi : ketrampilan pengkajian komprehensif pasien

yang direncanakan Rawat-Rumah, membuat perencanaan

perawatan yang rasional, memberikan layanan yang terbukti

efektif, evaluasi berkala, memahami peran dokter dalam

program Rawat-Rumah mencakup sebagai edukator,

komunikator dalam tim, konsultan medik, dan case manager.

Hampir 60% pasien geriatrik yang dirawat-rumah menunjukan

tingkat ketergantungan berat a tau total.

Daftar Pustaka

1 . WHO. 1989. Health of the Elderly, Jeneva

2. Dep. Kes. RI. 1999. Pedoman Pelayanan Kesehatan Usia Lnjut di Rumah Sakit Umum, Jakarta

3. Old, J . L. & Woolley, D. 2014. Frailty dalam R. J . Ham, P.D. Sloane, G. A. Warshaw, J . F. Potter & E. Flaherty (eds): Ham's PrimaryCare Geriatric. A Case- Based Approach. 6th Ed. Elsevier pp 323-332

4. Martono, H. & Pramantara, D. P. 2006 Pelayanan Kesehatan, Sosial dan Kesejahteraan pada Lanjut Usia dalam A. W. Sudoyo B. Setiyohadi I. Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati (eds): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II I, Pusat Penerbitan IPD FK UI pp 1443-1449

5. Hayashi, J. & Leff, B. 2014 Home Care dalam R. J. Ham. P. D. Sloane, G. A. Warshaw, J.F Potter & E Fkaherty 9 eds): Ham's Primary Care Geriatric. A Case-Based Approach 6th. Ed. Elsivier pp 142-147

6. Dep. Sos. 2003. Pedoman Aksi Nasional untuk Kesejahteraan Lanjut Usia, Jakarta

100

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 108: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

7. Freedman, V. A., Anykan, H., Wolf, D . A . & Marcotte, J . E. 2004 Disability and Home Care Dynamics Older Un maried Americanos J of Gerontology vol No 1, 525- 533.

8. Wieland, D., Ferrell, B.A. & Rubenstein, L.Z. 1991. Geriatric Home Health Care, Conceptual and Demographic Consideration dalam B.A. Ferrell & L.Z. Rubenstein (Eds): Geriatric Home Care, W.B. Saunders Comp. Philadelphia, pp. 645-664.

9. Lavizzo-Mourey, R. Schwab, E.P., Raziano, D.B. & Forciea, M.A. 2004 The Art and Practice of Geriatries dalam M.A. Forciea, E.P. Schwab, D.B. Raziano, R. Lavizzo Mourey (Eds): Geriatric Secrets 3rd Ed. Mosby, Philadelphia pp.1-6.

10. Shirotani, N. 1999. Trend and Scope of Home Care Therapy. Asian Med. J. 42(5): 225-31

1 1 . Rodebush, P.H., Waltrip, L.L. & Baker, G.D. 2001 . Home Health Care, The Case Manager's Training Manual, pp. 201-216.

12. Thompson, L.G. 2004. Clear goals, Solid Evidence, Integrated System, Realistic Role, / / E:\ Geriatry\ www.longwoods.com. html

13. Day, H., Kinosian, B. & Yudin, J. 2004. Home Care dalam M.A. Forciea, E.P. Schwab, D.B. Raziano, R. Lavizzo Mourey (Eds): Geriatric Secrets 3rd Ed. Mosby, Philadelphia pp. 293-298

14. Gallo, ].J. Fulmer, T:Paveza, G.J. & Reichel, W. 2000. Handbook of Geriatric Assesment 3rd Ed. An Aspen Publication, Maryland.

15. Morris, J .N., Bernabei, R., Ikegami, N. et al. 1996. RAI-Home Care Assestment Manual, inter RAI Corp., Washington.

16. Boal, J. & Loengard, A.2007. Home Care dalam R.J. Ham P.O. Sloane, G.A. Warshaw, M.A. Bernard, E . Flaherty (Eds): Primary Care Geriatries A Case-Based Approach 5th Ed. Mosby Elsevier, Philadelphia pp 172-177

17. Keenan, J .M. & Hepburn, KW. 1991 . The Role of Physicians in Home Health Care dalam B.A. Ferrell & L.Z. Rubenstein (Eds): Geriatric Home Care, W.B. Saunders Comp. Philadelphia, pp 665-675.

18. Hayashi, J . & Leff, B. 2014 Home Care dalam R. J. Ham, P. D. Sloane, G.A. Warshaw, J. F. Flaherty (Eds): Ham's Primary Care Geriatric 6 th Ed. Elsevier, Philadelphia pp. 142-147

19. Laporan Tahunan Unit Home care RSUP Dr Sardjito 2014.

101

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 109: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Peranan Nutrisi pada Perbaikan Komplikasi yang Umum pada

Pasien Geriatri: Fokus pada Frailty

I Nyoman Astika

Pendahuluan

Peningkatan usia akan menyebabkan perubahan pada

sistem tubuh, salah satunya adalah sindrom kerentaan atau

sering disebut dengan frailh;. Proses degenerasi pada lansia

menyebabkan perubahan struktur dan penurunan fungsi

sistem tubuh yang dapat memberikan dampak gangguan

kesehatan1• Adanya gangguan fisiologis, penurunan fungsi,

gangguan kognitif, gangguan afektif, dan gangguan psikososial

seiring dengan bertambahnya usia, dapat mengakibatkan

frailhj pada lansia1•2• Hal inilah yang menjadikan frailhj sebagai

suatu komplikasi yang um um terjadi pada usia lansia.

Pada studi Frail ty Instrument for Primary Care of the

Survey of Health, Ageing and Retirement in Europe (SHARE FI)

menyebutkan prevalensi frailty pada pasien usia tua (lebih

dari 65 tahun) adalah 17%, sedangkan pre-frail sebesar 42,3% .

Prevalensifrail menurut The Cardiovascular Health Study sebesar

7% pada usia lanjut diatas 65 th dan mencapai 30% pada usia

diatas 80 tahun3. Di Indonesia, Setiati dkk 4, mendapatkan

prevalensi frailhj pada 270 pasien usia Ian jut raw at jalan sebesar

27,4 % dan pre frail sebesar 71,l % .

Melihat tren epidemiologi yang meningkat demikian

tajam, terapi clan pencegahan terhadap frailty merupakan

tantangan besar yang hams segera mendapatkan perhatian

penting. Sangat penting bagi para klinisi untuk mencari

faktor risiko frailhj sehingga dapat dilakukan manajemen clan

pencegahan yang tepat5.

102

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 110: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Salah satu faktor resiko dari frailhj adalah sarkopenia.

Sarkopenia merupakan suatu penurunan massa otot,

kekuatan dan terganggunya kemampuan otot itu sendiri.

Kondisi malnutrisi sendiri termasuk penyebab utarna kondisi

sarkopenia, status gizi kurang maupun berlebih 5.

Oleh karena patogenesis rnalnutrisi dan frailhj yang terkait

dan seringnya gejala ini rnuncul secara bersama-sama maka

diperlukan manajernen nutrisi yang baik untuk rnencegah

ataupun terapi pada frailhj itu sendiri.

Definisi Frailty

Hingga kini belum ada konsensus mengenai definisi

pasti sindrorn kerapuhan. Secara sederhana, kerapuhan

didefinisikan sebagai peningkatan kerentanan terhadap hal­

hal yang rnerugikan kesehatan. Kesamaan dari opini-opini

yang ada adalah adanya gangguan fisiologis pasien yang

menyebabkan penurunan fungsi tubuh yang berat6• Fried

dkk 7 menjabarkan kerapuhan sebagai suatu sindroma klinis

yang meliputi kelernahan (weakness), kelelahan (exhaustion),

kelarnbatan berjalan (slow walking speed), aktifitas fisik yang

rendah (decreased physical activiy), dan penurunan berat badan

yang tidak direncanakan (uninten tional weight loss) yang

mengakibatkan penurunan kurnulatif sistem kompleks dan

menghasilkan kerentanan untuk terserang penyakit.

Patogenesis Frailty

Kelemahan dan kelelahan rnerupakan sentral dari seluruh

definisi dari kerentaan yang telah dikernukakan oleh para

ahli. Sarkopenia (kehilangan massa otot) dikatakan seperti

komponen kunci dari kerapuhan ini. Para peneliti banyak

melakukan penelitian dan rnenarik beberapa hipotesis yang

berhubungan dengan patofisiologi terjadinya kerapuhan

diantaranya adalah perubahan sistern neuro-endokrin,

103

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 111: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

inflamasi kronik, perubahan sistem muskuloskeletal, malnutrisi

dan berbagai etiologi kompleks multifaktorial lainnya seperti

yang dapat dilihat pada gambar 1 . 8

Etiologilfaktor risiko

Proses rneooa

Genetik

Gaya hidup I-+

Mekanisme potensial Fenotif frailty

Luaran kesehatan

lnftamasi kronik

Molekul/sitokin

lmUOt'aktivasi jal:ll: inf lam a ton

t lnf&ksi CMV

kronik

Sistem intermediet

Muskuloske!elal

Kelemaf\an berat lladan Jalllh

Endol<rin Kete;ailan Henoaya - - ·�� ya� -

Kanfiovas.kular rendah Ketergann.mgan Hma:l>ogil<

Performa yang Kematan ------ ;ambaj

Gambar 1 . Bagan Patogenesis Kerapuhan pada Usia Lanjut8

Sarkopenia

Sarkopenia merupakan komponen utama pada frailty,

dimana hampir sebagian besar individu usia lanjut yang

mengalami frailty juga mengalami sarkopenia. Sarkopenia

merupakan sindrom yang ditandai dengan kehilangan

massa dan kekuatan dari otot rangka yang bersifat progresif

dan menyeluruh, dimana dapat berakibat buruk seperti

ketidakmampuan fisik, kualitas hidup yang buruk bahkan

kematian9.

Berdasarkan European Working Group on Sarcopenia in

Older People (EWGSOP) diagnosis sarkopenia ditegakkan

apabila memenuhi kriteria massa otot yang rendah disertai

dengan salah satu kriteria yaitu rendahnya kekuatan otot atau

penampilan fisik yang lemah9• Derajat sarkopenia bervariasi

pada penderita usia lanjut dan tergantung pada ban yak faktor,

antara lain: olahraga, berbagai penyakit akut dan kronik,

104

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 112: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

obat-obatan, sekresi hormon pertumbuhan dan faktor-faktor

neuroendokrin. Penderita lanjut usia dengan jumlah jaringan

otot yang paling sedikit akan merupakan penderita yang lebih

rapuh terhadap berbagai morbiditas lain10•

Stress oksidatif merupakan mekanisme utama yang terlibat

dalam patogenesis sarkopenia; otot yang menua menunjukkan

kerusakan oksidatif pada DNA, protein dan lipid. Malnutrisi,

anoreksia, ambilan nutrien antioksidan dan antiinflamasi yang

tidak adekuat (khususnya selenium, vitamin E, karotenoid,

dan PUFA) berkontribusi terhadap kejadian sarkopenia dan

penurunan fungsi fisik pada geriatri11 .

Penurunan alpha motor neuron

t Myostalln

Gangguan pengaturan sitokin

katabollk

Malnutrisi, anoreksia

Gambar 2. Etiologi Sarkopenia

Hubungan Nutrisi dengan Frailty

Honnon terkait usia: (GH/IGF-1 , Testosteron,

DHEAS, Estrogen)

Sedentary

Nutrisi sangat erat kaitannya dengan kejadian frailty

terutama jika terjadi malnutrisi maka resiko terjadinya frailty

akan meningkat. Istilah malnutrisi dapat berarti kekurangan

atau kelebihan nutrisi serta defisiensi nutrien tertentu12.

Malnutrisi kerap d itemui pada pasien lanjut usia dan

prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Sekitar

16% dari populasi >65 tahun dan 2% dari >85% tergolong

sebagai malnutrisi. Angka tersebut diperkirakan akan terus

meningkat dalam 30 tahun ke depan12•

105

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 113: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Salah satu penyebab malnutrisi pada usia lanjut adalah

adanya peningkatan kejadian anoreksia. Penyebab utama dari

mekanisme anoreksia pada penuaan masih belum dimengerti

sepenuhnya12. Sejauh ini terdapat beberapa perubahan yang

diduga menjadi penyebab, antara lain menurunnya daya

cium dan kecap, peningkatan aktivitas sitokin, pemanjangan

masa pengosongan lam bung, perubahan hormon dan sensorik

distensi lambung (lihat Gambar 3) .

Perubahan fisiologis terkait menua ! Energy expenditure

� I Hormonal Sitokin

J Pengecap dan perasa

Perubahan saluran cerna

Anoreksla terkalt menua

/ ! Aktivitas jasmani

� Perubahan patologis terkait menua

Med is Obat-obatan Psikologis Sosial

Gambar 3. Patofisiologi anoreksia pada penuaan

Malnutrisi berhubungan dengan penurunan berat badan

yang terjadi seiring bertambahnya usia. Penurunan berat

badan memiliki banyak penyebab dan faktor resiko dimana

etiologi dari penurunan berat badan sering disingkat menjadi

MEALS-ON-WHEELS yaitu Medications (digoxin, theophylinne,

psychotropics), Emotions (depresi), Alcoholism & anorexia tardive,

La te-life paranoia, Swallowing problems, Oral problems, No

money (kemiskinan), Wandering (demensia), Hyperthyroidism

& Hyperparathyroidism, Entry problems (ma/absorption), Eating

problems, Low-salt & low-cholesterol diet, Shopping problems12•

Malnutrisi , anoreksia dan penurunan berat badan

secara bersama-sama dengan peningkatan stress oksidatif

106

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 114: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

akan menyebabkan gangguan pengaturan sistern neuro­

endokrin dan dirnediasi oleh aktivasi inflarnasi kronik akan

menyebabkan anemia dan sarkopenia. Sarkopenia akan

berlanjut rnenjadi frailhj dan rneningkatkan resiko rnortalitas

pada usia lanjut13.

Pemlcu

Stres oksidatif 1 radikal bebas

Penyakit kronik CHF, hipertensi, kanker

Fisiologl Lua ran

Gambar 4. Masalah nutrisi dan hubungannya dengan frailh/3•

Manajemen Nutrisi pada Frailty

Pencegahan dan tata laksana utarna adalah perbaikan

nutrisi dan aktivitas fisik. Kedua intervensi tersebut harus

berjalan bersarna oleh karena asupan nutrisi tanpa aktivitas

fisik yang cukup akan rnenjadi kelebihan kalori yang akan

dikonversi menjadi lernak. Begitu pula sebaliknya aktivitas

fisik tanpa dibarengi dengan pernberian nutrisi yang adekuat

akan rnenyebabkan keseimbangan protein negatif dan

menyebabkan degradasi otot dan mernperberat sarkopenia4•14.

Metode Penapisan Risiko Malnutrisi

Instrurnen penapisan yang sudah tervalidasi dan direko­

rnendasikan antara lain adalah Malnutrition Universal Screening

Tool (MUST) . Instrurnen tersebut sudah rneliputi panduan

untuk rencana tata laksana dan sudah urnurn digunakan

baik rumah sakit maupun layanan primer. Metode tersebut

107

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 115: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

mengelompokkan risiko malnutrisi menjadi rendah, sedang

dan tinggi, berdasarkan 3 komponen antara lain IMT, riwayat

penurunan berat badan tanpa sebab dan keadaan penyakit

akut. Metode tersebut memiliki validitas prediktif yang cukup

tinggi pada pasien rawat inap. Metode MUST relatif lebih

cepat dan singkat dibandingkan metode lainnya dan telah

direkomendasikan oleh National lnstitue of Clinical Excellence

(NICE), British Association for Parental and En teral and Nutrition

(BAPEN) dan British Dietitian Association (BDA)15•

Metode skrining lainnya antara lain The Mini Nutritional

Assesmen t (MNA). Metode MNA membutuhkan sekitar

15 menit untuk mengisi 18 pertanyaan dan terbukti dapat

memprediksi morbiditas dan mortalitas pada studi d i

Denmark15• Selama analisis MNA dan frailty pada geriatri,

terdapat perbedaan statistik bermakna antara risiko malnutrisi

dan terjadinya sindrom frail ti;. Terdapat risiko malnutrisi pada

2,2% pasien non-frail, 12,2% pada pre-frail dan 46.9% pasien

frail (p< 0.001)15•

Terdapat beberapa pemeriksaan fisik yang dapat menjadi

indikator nutrisi, antara lain IMT dan tebal lipatan kulit. Risiko

penyakit mulai meningkat pada pasien underweight dan

obesitas. Semakin jauh nilai IMT dari nilai ideal maka semakin

tinggi risiko morbiditas dan mortalitas. Pada pemeriksaan

lansia, pemeriksaan IMT harus memperhitungkan selisih

tinggi badan akibat kemungkinan fraktur kompresi vertebral,

perubahan postur dan tonus otot. Pada keadaan tersebut,

tinggi badan sebaiknya dinilai berdasarkan segmen tubuh

tertentu seperti, lengan, tungkai bawah, a tau bentangan lengan.

Pemeriksaan IMT dapat menjadi rancu pada asites dan edema,

sehingga sebaiknya diperlukan pemeriksaan lainnya15•

Selain IMT, pengukuran lipat kulit dapat diperiksa

bersama dengan lingkar lengan atas untuk menghitung

lingkar otot lengan yang berkorelasi dengan masa non-lemak.

Lingkar lengan atas merupakan indikator yang baik pada

pasien dengan kondisi sakit (>23 cm pada pria, >22 cm pada

108

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 116: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

wanita). Pemeriksaan tersebut berkorelasi dengan mortalitas

pada rawat inap berkepanjangan15•

Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan dalam menilai

risiko malnutrisi. Meskipun demikian, hingga saat ini belum

ada biomarka tunggal yang dapat menjadi metode skrining

risiko malnutrisi. Pemeriksaan laboratorium lebih bertujuan

untuk pemeriksaan detail dan pemantauan. Pemeriksaan

yang dapat dilakukan antara lain albumin, transferin, dan

kompleks prealbumin-tiroksin . Albumin memiliki masa

paruh yang panjang sehingga tidak mengalami perubahan

pada awal awitan malnutrisi dan bukan pil ihan utama

untuk mendeteksi adanya defisiensi protein dan energi akut.

Transferin merupakan alternatif untuk keadaan akut karena

memiliki perubahan yang lebih dini. Namun, nilai transferin

dipengaruhi oleh kehamilan, defisiensi besi, hipoksia, infeksi

kronik dan penyakit hepar15•

Intervensi Nutrisi Pada Frailhj

Beberapa studi pada kondisi malnutrisi yang tersembunyi

memperlihatkan hasil yang positif dengan perbaikan massa

otot dan fungsinya setelah intervensi nutrisi. Berdasarkan

pemikiran di atas, pada tahun 201 0, the Society for Sarcopenia,

Cachexia, and Wasting Disease mengadakan diskusi untuk

membahas rekomendasi nutrisi untuk mencegah dan terapi

sarkopenia. Dalam diskusi tersebut selain dibahas mengenai

peranan sentral dari latihan fisik, juga membahas pentingnya

asupan nutrisi yang cukup baik kalori, beberapa nutrien

penting termasuk protein, asam amino, vitamin D, antioksidan

dan asam lemak omega 3 16•

109

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 117: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Genetik

Kondisi medis Resistensi insulin ! aliran darah

Gaya hidup - tingkat aktivltas fisik rendah

Gambar 5. Hubungan antara protein dan vitamin D dengan sar­

copenia dan frailty17

a. Protein dan asam amino

110

Data epidemiologi menyebutkan bahwa usia lanjut

merupakan kelompok yang berisiko tinggi terjadi

kekurangan asupan protein. Dilaporkan 32-41 % wanita

dan 22-38% pria usia lebih dari 50 tahun mengkonsumsi

protein kurang dari jumlah yang d irekomendasikan

(0,8 g/kg berat badan/hari) dan tidak ada individu usia

lanjut yang memenuhi asupan protein sesuai Acceptable

Macronutrient Distribution Range (AMDR) 35% dari total

energi yang dibutuhkan. Selain itu, ekstraksi asam amino

oleh splanchnicus akan menurun pada usia tua, sehingga

akan menurunkan konsentrasi asam amino di perifer.

Yang terakhir adalah penurunan kemampuan otot dalam

mengatur sintesis protein terhadap respon anabolik. Oleh

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 118: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

karena terjadi ban yak penurunan fungsi organ pada usia

lanjut, jumlah protein sesuai anjuran mungkin tidak cukup

untuk mencegah terjadinya sarkopenia16•

Asupan protein 1 g/kg berat badan/hari dikatakan

merupakan angka minimum yang dibutuhkan untuk

menjaga massa otot pada usia lanjut. Pola makan juga

sangat penting untuk optimalisasi metabolisme protein

di otot. Suatu studi oleh Amal dkk, memperlihatkan

pemberian diet protein sebesar 80% (1 g/kg berat badan/

hari) pada sekali jadwal makan dikatakan lebih efektif

dalam memperbaiki retensi protein di seluruh tubuh jika

dibandingkan dengan jumlah protein yang sama yang

diberikan pada em pat kali jadwal makan. Namun, asupan

tinggi protein pada sekali jadwal makan cukup sulit untuk

diterapkan pada usia lanjut terlebih dalam jangka panjang.

Oleh karena itu tetap disarankan untuk memberikan diet

tinggi protein sepanjang hari dengan total kebutuhan

1-1 ,5 g/kgbb/hari, sekitar 25-30 g protein kualitas tinggi

setiap kali makan. Jumlah asupan protein yang dapat

memengaruhi sintesis protein di otot adalah sebesar 1,5

g/kgbb/hari16.

Korn posisi asam .amino pad a diet protein berpengaruh

besar terhadap potensi anabolik otot. Asam amino esensial

merupakan stimulus primer untuk sintesis protein.

Leusin dikatakan sebagai asam amino yang mengatur

sintesis protein di otot, oleh karena kemampuannya

untuk mengaktivasi jalur rapamisin dan menghambat

proteasome. Usia lanjut sebaiknya mengkonsumsi protein

yang mengandung asam amino esensial yang tinggi, ter­

masuk daging tanpa lemak, produk susu, daging sapi,

dan makanan yang tinggi leusin (kacang kedelai, whey,

cowpea, kacang-kacangan). Individu usia lanjut yang men­

jalani latihan resistensi disarankan untuk mengkonsumsi

suplemen yang mengandung protein cepat seperti

whey atau asam amino 2-3 jam sebelum latihan untuk

meningkatkan terjadinya hipertrofi otot karena latihan16•

111

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 119: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Disimpulkan secara umum peningkatan asupan

protein sangat diperlukan pada usia lanjut, namun masih

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menetapkan

jumlah protein yang optimal, tipe dan waktu pemberian

protein dan asam amino esensial serta bagaimana efek

jangka panjang pemberian suplemen ini.

b. Vitamin D

112

V i t a m i n D merupakan prohormon sekostero id

yang umumnya berada di kulit, melalui fotolisis 7

dehidrokolesterol oleh sinar UV atau yang diperoleh

dari makanan. Vitamin D yang berasal dari eksogen

maupun endogen akan mengalami hidroksilasi di liver

clan kemudian di ginjal. Pada usia lanjut kadar vitamin

D akan menurun oleh karena asupan makanan yang

kurang, berkurangnya paparan matahari, berkurangnya

kemampuan kul it untuk s intesis v itamin D, serta

terganggunya fungsi ginjal sehingga konversi vitamin D

juga terganggu. Di Amerika Serikat clan Eropa, 40-100%

individu usia lanjut mengalami defisiensi vitamin D16.

Beberapa studi menunjukkan bahwa kadar vitamin

D (25-hidroxyvitamin D) yang rendah meningkatkan

resiko kejadian frailtt; pada laki-laki (OR=4,94) dan pada

perempuan (OR=l,43) . Suplementasi vitamin D untuk

usia lanjut dapat meningkatkan fungsi otot, menurunkan

insiden jatuh, clan memengaruhi komposisi serta morfologi

otot. Oleh karena itu disarankan untuk mengukur kadar

25 hidroksi vitamin D pada semua pasien sarkopenia dan

untuk meresepkan vitamin D 800 IU (20µg) per hari pada

individu dengan kadar yang sangat rendah, yaitu kurang

dari 100 nmol/L. Konsumsi makanan yang kaya vitamin D

seperti minyak ikan salmon, mackerel, herring clan minyak

ha ti ikan cod, tuna dan hiu clan makanan lain yang sudah

difortifikasi dengan vitamin D seperti susu, roti, yogurt,

keju juga disarankan untuk diberikan pada sarkopenia18•

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 120: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

c. Antioksidan

Terkait dengan teori radikal bebas yang ban yak berperan

dalam mempercepat penuaan, hampir semua kondisi

akibat penuaan termasuk sarkopenia, merupakan efek

penumpukan dari oksidan, dimana kerusakan oksidatif

yang dit imbulkan berupa penurunan massa dan

fungsi otot dan penurunan mobilitas. Beberapa studi

memperlihatkan hubungan yang positif antara status

antioksidan dengan fungsi fisik pada populasi usia lanjut.

Pada Chianti studi, menunjukkan semakin tinggi kadar

karotenoid, berhubungan dengan penurunan risiko

imobilisasi dan penurunan kekuatan otot. Hasil yang

hampir sama juga ditemukan pada pemberian selenium,

vitamin E dan vitamin C. Dengan berdasar pada hasil ini

maka rasional untuk memberikan suplemen antioksidan

untuk mengatasi sarkopenia dan Jrailh/6•

SOCIAL & BEHAVIORAL FACTORS

Smoking, dietary quality, exercise. obesity, etc.

ANTIOXIDANTS

Carotenoids, ascorbate. plant polyphenols, selenium, antioxidant

enzymes. uric actd, etc.

OXIDATIVE DAMAGE

SKELETAL MUSCLE

Protein carbonyls lipid peroxidation

oxidative DNA damage

011cct Muscle 0.-.magc

INFLAMMATORY

PATHWAY

NF-kB. AP-1

Transcription factors

DECLINE IN PHYSICAL PERFORMANCE

Muscle strength, walking speed

Gambar 7. Peran antioksidan dalam Sarcopenia dan Frailh/9

113

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 121: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Namun kondisi fisiologis tidak sejalan, dimana oksidan

juga memiliki peranan penting pada signal sel dan adaptasi

terhadap berbagai tekanan. Misalnya selama latihan

yang sedang, oksidan dapat menstimulasi mitokondria

biogenesis, meningkatkan antioksidan dan meningkatkan

kapasitas untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi .

Suatu metaanalisis memperlihatkan peningkatan risiko

kematian dengan pemberian antioksidan baik pada

individu yang sehat maupun dengan berbagai penyakit,

sehingga perlu dibatasi penggunaan antioksidan yang

tidak terkontrol.

Hingga saat in i belum ada bukti i l miah yang

menyarankan pemberian antioksidan untuk mencegah

dan terapi sarkopenia. Begitu pula rekomendasi dari

Society for Sarcopenia, Cachexia, and Wasting Disease tidak

memasukkan antikos idan dalam penatalaksanaan

sarkopenia, walaupun ditemukan defisiensi terhadap

antioksidan. Walaupun demikian tetap disarankan untuk

mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan seperti

buah dan sayuran oleh karena dibutuhkan nutrien pen ting

lainnya seperti vitamin, mineral dan serat16.

d . Asam lemak omega 3

114

Asam lemak omega 3 merupakan asam lemak tak jenuh

ganda dengan banyak potensi yang menguntungkan

termasuk pada sarkopenia. Hal ini ditunjukkan dari

hubungan positif antara konsumsi ikan berlemak yang

merupakan sumber asam lemak omega terbaik dengan

kekuatan menggenggam pada 0,43 kg dan 0,48 kg pada pria

dan wanita. Bukti terbaru juga memperlihatkan dengan

suplementasi asam lemak omega 3 akan memperbaiki

anabolisme protein otot dan menurunkan level sitokin

proinflamasi pada usia lanjut.16

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 122: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

e. Mikronutrien Lainnya

Suatu studi potong lintang berdasarkan data dari Women 's

Health and Aging Studies menunjukkan bahwa perempuan

dengan frailhj memiliki defisiensi satu atau lebih vitamin

dibandingkan dengan perempuan dengan pre-frail dan

non-frail2°) . Studi oleh Semba dkk yang menganalisis

peranan vitamin A, D, E, B6, Bl2, karotenoids, asam

folat, zincdan selenium pada frailhj menunjukkan bahwa

penurunan kadar karotenoids, alpha-tocopherol dan

25-hidroxyvitamin D berhubungan dengan peningkatan

resiko menjadi frailty21 • Studi lain juga menemukan

perbedaan konsentrasi mikronutrien (vitamin D, A, E, B6,

B12) yang signifikan antara pasien frail dan non-frail22•

Direkomendasikan konsumsi vitamin B6 adalah sebesarl .1

mg untuk laki-laki dan 1 ,3 mg u ntuk perempuan.

Vitamin B12 direkomendasikan untuk diberikan sebesar

2 microgram per hari melalui suplementasi. besi yang

berlebihan akan bertindak sebagai prooksidan. Besi

hanya diberikan jika memang terdapat anemia defisiensi

besi. Rekomendasi asupan perhari pada wanita di atas

usia 51 tahun menurun, yaitu 8 mg23. Saat ini belum ada

bukti penelitian yang menunjukkan hubungan antara

suplementasi kalsium dengan kejadian frailhj akan tetapi

mengingat kalsium berperan penting dalam kejadian

osteoporosis maka pemberian kalsium pada usia lanjut

tetap direkomendasikan. Rekomendasi asupan kalsium

perhari1200 mg setelah usia 50 tahun pada wanita women,

1200 mg setelah usia 70 pada laki laki. Asupan vitamin D

yang disarankan adalah 20u/hari untuk usia di atas 70

tahun24•

Kesimpulan

Frail ty adalah suatu komplikasi yang umum terjadi

pada usia lanjut dan angka kejadiannya semakin meningkat.

Diperlukan pencegahan dan penanganan yang tepat terhadap

115

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 123: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

frailhj agar tidak menimbulkan luaran yang buruk. Malnutrisi

sebagai salah faktor risiko dari frailty harus mendapatkan

perhatian serius . Malnutrisi pada fra ilty berhubungan

dengan kejadian sarkopenia yang juga merupakan salah

satu manifestasi dari frailty. Penatalaksanaan nutrisi pada

frailty mencakup penilaian status gizi dan intervensi dengan

memberikan suplementasi makronutrien dan mkironutrien.

Daftar Pustaka

1 . Miguel, R.C., Dias, R.C., Dias, J.M., Silva, S.L., Filho, P.R., Ribeiro, T.M. 2012. Frailty syndrome in the community dwelling elderly with osteoarthritis. Rev Bras Reumatol; 52(3): 331-347.

2. Levers, M.J., Estabrooks, C.A., Ross, K. 2006. Factors contributing to frailti;: literature review. J Adv Nurs; 56: 282-291 .

3. Domer T, Lackinger C. Haider S, et al . Nutritional Intervention and Physical Training in Malnourished Frail Community­dwelling Elderly Persons Carried out by Trained Lay "buddies": Study Protocol of a Randomized Controlled Trial. BMC Public Health. 2013; 13: 1471-2458

4. Setiati S, Seto E, Sumantri S. Frailty profile of elderly outpatient in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. In press. 2013.

5. Domer T, Lackinger C. Haider S, et al. Nutritional Intervention and Physical Training in Malnourished Frail Community­dwelling Elderly Persons Carried out by Trained Lay "buddies": Study Protocol of a Randomized Controlled Trial. BMC Public Health. 2013:13;1232;1471-2458.

6 . Laly, F . , Crome, P. 2007. Understanding frailty. Postgrad Med J ; 83: 16-20.

7. Fried, LP., Tangen, C.M., Walston, J., et al. 2001 . Frailhj in older adults: evidence for a phenotype. J Gerontol A Biol Sci Med Sci; 56(3): M146-M156.

8. Xujiao C, Genxiang M and Sean XL. Frailty syndrome: an overview. Clinical intervention in aging. 2014; 9: 433-41.

9. Noran N, Hairi, Bulgiba A, Hiong T, Mudla I. Sarcopenia in Older People. Available from http/ / www.intechopen.com. Accessed: September 1 9th 201 6.

116

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 124: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

10. Janssen I, Heymsfield SB, Ross R. Low relative skeletal muscle mass (sarcopenia) in older persons is associated with functional impairment and physical disability. J Am Geriatr Soc 2002;50:889-96.

11. Amarya Shilpa, Singh Kalyani, Sabharwal Manisha. Changes during aging and their association with malnutrition. Journal of Clinical Gerontology & Geriatrics. 2015:6; 78-84.

12. Ahmed T dan Hboubi N. Assessment and management of nutrition in older people and its importance to health. CJinjcal Interventions in Aging. 2010;5:207-16.

13. Walston J. Fmilti;. J Am Geriatr Soc. 2006;54:991-1001 .

14. Labra C, Pinheiro CG, Maseda A. Effects of physical exercise interventions in frail older adults: a systematic review of randomized controlled trials. BMC geriatrics 2015; 15: 154-165.

15. Wilkinson T dan McLeod S. Strategies to improve nutrition in elderly people. Dalam: Prescription Foods. 20-34.

16. Calvani R, M icchelf A , Landi F . C urrent nutritional recommendation and novel dietary strategies to manage sarcopenia. The J of Frailty and Aging. 2013; 2(1): 38-53.

17. Cruz-Jentoft AJ, Landi F, Topinkova E. Understanding sarcopenia as a geriatric syndrome. Curr opin Clin Nutr Metab Care 2010;13:1-7.

18. Jaroch A, Kedziora K. Nutritional status of frail elderly. Prog Health Sci. 2014; 4(2): 144-149.

19. Ershker WB. A gripping reality: oxidative stress, inflammation, and the pathway to frailty. Journal of Applied Physiology 2007; 103(1): 3-5.

20. Michelon E, Blaum C, Semba RD, et al. Vitamin and carotenoid status in older women: associations with the frailty syndrome. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2006;61 :600-607.

21. Semba RD, Bartali B, Zhou J, et al. Low serum micronutrient concentrations predict frail ti; among older women living in the community. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2006;61 :594-599.

22. Shardell M, Hicks G, Miller R, Kritchevsky S, Andersen D, Bandinelli S, Cherubini A, Ferrucci L. Association of Low Vitamin D Levels with the Frail ti; Syndrome in Men and Women. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2009 Jan;64(1):69-75

117

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 125: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

23. Hui Sian Tay, Roy L. Soiza. Systematic Review and Meta­Analysis: What Is the Evidence for Oral Iron Supplementation in Treating Anaemia in Elderly People? Drugs and Aging. 2015: 32; 149-158

24. Smit E, Winters-Stone K, Loprinzi P, Tang A, Crespo C. Lower Nutritional Status and Higher Food Insufficiency in Frail Older US Adults. Br J Nutr. 2013: 110(1);172-8.

118

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 126: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Peran Protein dan Suplementasinya pada Usia Lanjut

Noto Dwi martutie

Pendahuluan

Proses penuaan ditandai dengan adanya perubahan pada

seluruh organ tubuh termasuk perubahan komposisi tubuh.

Sejalan dengan proses penuaan, maka tubuh kehilangan

massa otot dan digantikan oleh massa lemak. Perubahan

protein total tubuh terjadi sejalan juga dengan proses menua,

dimana manifestasi yang tampak adalah penurunan massa

otot. Selain massa otot, terjadi pula penurunan protein lain

sepeti jaringan organ, komponen darah dan sel imun, yang

selanjutnya berkontribusi terhadap gangguan penyembuhan

Iuka, kehilangan elastis i tas kulit dan gangguan dalam

menghadapi infeksi.

Kondisi kehilangan massa otot disertai penurunan

kekuatan dan fungsi otot yang dikenal dengan sarkopenia

menjadi manifestasi yang ditemukan pada usia lanjut yang

berdampak pada penurunan status fungsional, meningkatkan

risiko jatuh, menjadi determinan disabilitas dan mortalitas.

Tanpa adanya kondisi sakit atau trauma, sarkopenia sendiri

menyebabkan penurunan massa otot 3-8% setiap dekade.

Stressor katabolik seperti penyakit akut atau kronik, trauma,

dan aktivitas fisik dapat secara sendiri atau bersamaan dengan

kondisi malnutrisi atau kondisi kurang asupan protein

menyebabkan kehilangan mass a tu buh be bas lemak (lean body

mass) yang lebih besar lagi.

119

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 127: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Asupan protein dan kebutuhan protein pada usia

Ian jut

Bila dibandingkan usia dewasa yang lebih muda, usia

lanjut umumnya asupan makanya lebih sedikit termasuk juga

lebih sedikit asupan protein. Di Eropa, pada populasi usia

lanjut di komunitas didapatkan hingga 10% yang mendapatkan

asupan makan kurang memenuhi asupan protein yang

direkomendasikan, bahkan pada usia lanjut di institusi

seperti panti raw at werdha didapatkan prevalensi yang lebih

tinggi hingga 35% . Di sisi lain, usia lanjut membutuhkan

lebih banyak protein dibandingkan dewasa muda. Adanya

ketidakseimbangan antara asupan protein dan kebutuhan

protein ini mengakibatkan kehilangan massa otot akibat

gangguan kronik ketidakseimbangan antara sintesis dan

degradasi protein. Akibat lanjutnya adalah banyak usia lanjut

yang kehilangan massa otot dan kekuatan sehingga timbul

disabilitas fisik.

Banyak faktor yang menyebabkan usia lanjut tidak

mendapatkan atau mengkonsumsi protein adekuat. Faktor­

faktor tersebut bisa berupa predisposisi genetik penyebab

nafsu makan rendah, perubahan fisiologis dan kondisi

medis penyebab anoreksia, gangguan fisik dan mental yang

membatasi aktivitas usia lanjut untuk menyiapkan makanan,

serta keterbatasan finansial dan sosial.

Banyak faktor juga yang menjadi penyebab kebutuhan

protein yang tinggi pada usia lanjut. Pada usia lanjut, ditemu­

kan juga adanya kondisi resistensi anabolik yaitu suatu

resistensi yang timbul terhadap efek positif asupan protein

dalam mensintesis protein tubuh. Mekanisme yang mendasari

resistensi anabolik dan kebutuhan yang tinggi terhadap

asupan protein adalah peningkatan sequestrasi asam amino di

splannik, penurunan availabilitas asam amino post prandial,

penurunan perfusi otot postprandial, penurunan ambilan asam

amino oleh otot, penurunan sinyal anabolik sintesis protein,

120

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 128: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

dan penurunan kapasitas digestif. Usia lanjut membutuhkan

protein yang lebih tinggi juga berkaitan denganpeningkatan

kondisi metabolisme inflamasi seperti gagal jantung, PPOK,

penyakit ginjal kronik yang menjalani dialisis.

Otot yang lama tidak terpakai (prolonged disuse), seperti

pada imobilisasi/bed rest, mengakibatkan perubahan sintesis

dan pemecahan protein yang selanjutnya menimbulkan

atrofi otot. Atrofi otot ini dapat disebabkan imobilisasi akibat

penyakit akut a tau kronik serta juga karena gaya hid up tidak

sehat dimana didapatkan inaktivitas fisik. Imobilisasi lebih dari

10 hari menyebabkan penurunan sintesis protein basal dan

post prandial terutama pada usia lanjut. Selain itu didapatkan

peningkatan pemecahan protein otot yang turut berkontribusi

terhadap atrofi otot. Bila asupan protein tidak memenuhi

kebutuhan maka hasilnya berupa balans nitrogen negatif dan

penurunan kadar protein terutama protein otot.

Peran Suplementasi Protein

Mekanisme protein mem pengaruhi otot adalah melalui

stimulasi sintesis protein otot dan atau mensupresi pemecahan

protein dengan cara mengabsorbsi asam amino yang dikon­

sumsi melalui makanan. Asam amino esensial terutama asam

amino leusin, merupakan stimulator poten sintesis protein

otot Data menunjukkan bahwa dibandingkan dengan usia

dewasa muda, usia lanjut kurang responsif terhadap asupan

protein dan asam amino dengan dosis atau kadar yang rendah.

Namun kurangnya respon ini ternyata dapat diatasi dengan

meningkatkan konsumsi protein dan asam amino esensial

yang lebih tinggi. Asupan sejumlah kecil asam amino esensial

(2.5, 5 a tau 10 gram) meningkatkan sintesis protein rniofibrilar,

namun asupan dengan dosis yang lebih tinggi (20-40 gram)

ternyata tidak menunjukkan efek tambahan terhadap sintesis

protein pada subyek usia lanjut dan usia muda.

Suplementasi protein menunjukkan beberapa efek

121

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 129: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

rnenguntungkan terhadap otot. Studi rnenunjukkan efek

rnenguntungkan suplernentasi protein dalarn rnenurunkan

nyeri, inflarnasi dan kerusakan pada ototjika dikonsurnsi setelah

sesi olahraga. Studi Cochrane rnenunjukkan suplernentasi

protein dan energi rneningkatkan berat badan dan penurunan

rnortalitas pada usia lanjut yang berisiko malnutrisi.

Rekomendasi Asupan Protein

Kelornpok studi khusus PROT-AGE (PROT-AGE Study

Grup) dan ESPEN (European Society for Clinical Nu trition

and Metabolism) rnemberikan beberapa rekomendasi terkait

asupan protein pada usia lanjut. Asupan protein yang

direkomendasikan oleh untuk usia lanjut sehat untuk

mernpertahankan rnassa otot adalah 1 - 1 ,2 gram/kg BB/hari,

lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein pada orang

dewasa rnuda. Untuk setiap makan direkomendasikan asupan

protein/ asam amino yang lebih tinggi juga yaitu 25-30 gram

protein setiap rnakan dan rnengandung 2,5-2,8 gram leucine.

Pada harnpir kebanyakan usia lanjut dengan penyakit akut

a tau kronik bahkan rnernbutuhkan asupan protein yang lebih

tinggi (1,2-1,5 gram/kgBB/hari), usia lanjut dengan penyakit

berat a tau trauma atau dengan malnutrisi dapat mernbutuhkan

protein sebanyak 2 gram/kg BB/hari. Usia lanjut dengan

penyakit ginjal berat yang belum menjalani dialysis (eGFR

< 30) mernbutuhkan asupan protein yang lebih dibatasi .

Kegiatan jasmani atau olahraga sepanjang dapat dilakukan,

direkomendasikan untuk dilakukan bersarnaan dengan

peningkatan asupan protein. Resistance training disarankan

untuk dilakukan bila mernungkinkan.

122

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 130: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Simpulan

Asupan protein yang adekuat dibutuhkan bagi usia

lanjut terutama untuk mempertahankan massa otot mencegah

sarkopenia. Rekomendasi asupan protein untuk usia lanjut

sehat dalam mempertahankan massa otot adalah 1 - 1,2 gram/

kg BB/hari disertai juga dengan kegiatan jasmani.

Daftar pustaka

1 . Chernoff R . Protein a n d older adults . J Am C o l l Nutr . 2004;23(Suppl):627S-630S.

2. JonesDP, Campbell W, Jacques P, Kritchevsky S, Moore L, Rodriguez NR, et al. Protein and healthy aging. Am J Clin Nu tr 2015;101 (Suppl):1339S-45S.

3. Deutz NP, Bauer J, Barazzoni R, Biolo G, Boirie Y, Westphal A, et al. Protein intake and exercise for optimal muscle function with aging: Recommendations from the ESPEN Expert Group. Clinical Nutrition 2014;33: 929-936

4. Bauer, J . ; Biolo, G.; Cederholm, T.; Cesari, M.; Cruz-Jentoft, A.J.; Morley, J .E.; Phillips, S.; Sieber, C.; Stehle, P.; Teta, D.; et al. Evidence-based recommendations for optimal dietary protein intake in older people: A position paper from the PROT-AGE Study Group. J. Am. Med. Dir. Assoc. 2013, 14, 542-559.

5. Baum JI, Kim IY, Wolfe RR. Protein consumption and the elderly : what is the optimal level of intake ? Nutrients 2016;8:359

6. Wolfe R. The role of dietary protein in optimizing muscle mass, function and health outcomes in older individuals. Br J Nutr 2012;108:S88-S93

7. Milne AC, Potter J, Avenell A. Protein and energy supplementation in elderly people at risk from malnutrition. Cochrane Database Syst Rev. 2009;(3):CD003288.

123

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 131: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Diagnosis dan Terapi Demensia pada Usia Lanjut

Martina Wiwie Setiawan

Pendahuluan

Seiring dengan peningkatan usia hara pan hid up di dunia,

termasuk di Indonesi, maka prevalensi demensia meningkat

dengan cepat. Menurut laporan ADI pada tahun 2015, setiap

tiga detik ada satu kasus demensia baru terdiagnosis di dunia.1

Jumlah kasus demensia di Indonesia tidak diketahui secara

pasti, namun diperkirakan saat ini 1 ,2 juta orang. Penelitian

Nasrun 2 mendapatkan 3,5% kasus demensia pada orang

berusia 45-75 tahun di Jabotabek pada tahun 2007.

Demensia pada Usia Lanjut (lansia)

Penelitian penurunan fungsi kognitif di tiga wilayah yaitu

Borobudur, Sumedang dan Jakarta tahun 2009, mendapatkan

jumlah lansia yang telah mengalami penurunan kognitif

sebanyak 38,9% .3 Sedangkan penelitian Surveymeter tahun

2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta menemukan 20,1 % orang

dengan demensia pada usia lanjut (>60 tahun)4, jumlah ini jauh

lebih tinggi dari rerata prevalensi demensia di negara lain yang

berkisar antara 3-7 persen.

Usia menua merupakan faktor risiko utama untuk terjadi­

nya demensia yang tak dapat dihindarkan. Semua orang

akan bertambah terus usianya sementara organ otak akan

mengalami degenerasi atau pengerutan sehingga beberapa

fungsi otak akan menurun, seperti daya ingat, atensi,

visuospasial dan kalkulasi; sedangkan fungsi berbahasa dan

judgment tetap bertahan sampai usia 100 tahun.5 Penelitian

Nasrun 2 pada tahun 2007 mendapatkan diabetes, depresi

124

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 132: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

dan dislipidemia merupakan faktor risiko terjadinya Hendaya

Kognitif Non Demensia (HKND) pada orang berusia 45-75

tahun di Jabotabek.2

Faktor keturunan (genetik) merupakan potensi yang

diwariskan (kerentanan genetik) tetapi penyandangnya tidak

selalu akan menjadi demensia. Pengaruh lingkungan dan gaya

hidup (sedentary, merokok, olah-raga atau exercise, minum

alkohol berlebih a tau red wine terbatas, konsumsi anti-oksidan,

mikronutrien, dan lain-lain) berperan dalam mengurangi

risiko demensia. 6 Modifikasi faktor-faktor ini dapat mencegah

timbulnya demensia atau setidaknya akan menunda onset

(awitan) demensia.

Dalam upaya mecegah demensia, Kementrian Kesehatan

mencanangkan akronim CERDIK untuk penyakit tidak menular

(PTM) seperti diabetes melitus, hipertensi, hiperkolesterol,

obesitas dan lain-lain yang juga telah diadopsi dan dimodifikasi

yaitu:

C: untuk eek kesehatan fisik dan mental, jangan ragu

mengecek kondisi a tau status mental terkini untuk mengetahui

kondisi dasar kinerja otak (fungsi kognitif) yang penting untuk

tetap mandiri dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari­

hari (AKS) .

E: Enyahkan asap rokok, jangan merokok karena nikotin

meskipun dapat menstimulasi kerja otak namun ada sejumlah

zat lain dalam rokok (tar dan zat berbahaya lainnya) yang

mengakibatkan kerusakan jaringan dan fungsi otak dalam

jangka panjang.

R: untuk Rutin beraktivitas fisik, mental dan sosial

memberikan manfaat untuk mencegah demensia.6•7 Aktivitas

yang dilaporkan bermanfaat mengurangi risiko demensia

antara lain latihan keseimbangan/ koordinasi Carol, tari

poco-poco, dan taichi chuan.7 Aktivitas rutin terstruktur dan

terukur seperti olah raga berjalan kaki selama 30 menit dengan

frekuensi dua kali seminggu mengurangi risiko demensia

sebesar 30% (ADI WHO 2015).8

125

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 133: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

D: untuk Diet seimbang berarti makan dengan komposisi

nutrisi dan gizi yang baik, cukup kalori dan protein serta

vitamin (mikronutrien) . Asupan gizi terbaik adalah dengan

mengonsumsi makanan alami dengan olahan minimal, tanpa

zat pengawet, perisa dan pewarna yang berbahaya bagi

kesehatan.

I: Istirahat cukup, tidur nyenyak memelihara kesehatan

otak. Ketika seseorang tidur nyenyak akan terbentuk neuronal

growth hormone yang berguna untuk memperbaiki fungsi otak

(neuro-plastisitas) sehingga kapasitas otak yang menurun

dapat dipertahankan a tau bahkan diperbaiki.

K: untuk kendalikan stres, lakukan relaksasi-rekreasi dan

capailah keseimbangan dalam hid up. Meditasi dan mindfulness

dalam keseharian dapat memberikan perasaan nyaman dan

pengendalian diri yang mengakibatkan seseorang tidak mudah

mengalami stres ketika berhadapan dengan berbagai kesulitan

hid up (sumber stressor) di samping sikap hid up pasrah setelah

berupaya, menjalani hidup seperti air yang mengalir serasi

dengan alam semesta.9

Masalah Diagnosis Demensia

Diagnosis demensia mengacu ke DSM V, disebut Major

Cognitive Disorder10 mensyaratkan adanya tiga ranah (domain)

kognitif yang terganggu dibandingkan performa kognitif

sebelumnya, meliputi ranah fungsi memori serta area kognitif

lain (berbahasa, atensi, visuospasial, judgment/ daya-pikir,

eksekutif dan lain-lain) yang mengganggu fungsi aktivitas

kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia, diagnosis mengacu pada pedoman peng­

golongan diagnosis gangguan jiwa ke-3 (PPDGJ 3)11 yang juga

mengacu pada International Classification Diseases (ICD 10); yang

mensyaratkan minimal 2 area kognitif terganggu, salah satunya

adalah memori, yang mengakibatkan gangguan fungsi sosial

dan pekerjaan individu.

126

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 134: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Problem dalam mendiagnosis demensia adalah ODD

tidak mampu menyampaikan keluhannya secara utuh, dan

orang sekitarnya/keluarga mengeluh sesuai dengan persepsi

masing-masing yang kadang mengandung bias. Dalam hal ini

diperlukan sumber informasi terpercaya dan akurat seperti

anggota keluarga yang serumah atau asisten rumah tangga

yang sehari-harinya mendampingi pasien. Selain anamnesis

dan alo-anamnesis tentu saja diperlukan pemeriksaan

fisik, mental, situasi keluarga dan laboratorium, termasuk

penunjang diagnostik spesifik yang perlu untuk penegakkan

diagnosis dan mencari etiologi demensia.

Di layanan primer, dokter diharapkan mampu mencurigai

sindrom demensia sehingga mampu melakukan tata-laksana

awal (bila perlu) dan melakukan rujukan untuk konfirmasi

diagnosis demensia dan arahan terapi (obat dan non-obat).

Untuk pasien yang sudah didiagnosis demensia, dapat

dilakukan follow-up pemeliharaan kesehatan, pemberian obat

dan pemantauan komplikasi akibat demensia sambil selalu

berdialog dengan tempat merujuk (RS sekunder dan tersier) .12

Persoalan yang ada saat ini adalah masih kurangnya SDM

(sumber daya manusia) yang kompeten untuk mendeteksi

dini sehingga diperlukan pelatihan keterampilan mendeteksi

gejala demensia secara pro-aktif. Deteksi dini dapat dilakukan

dalam berbagai kegiatan masyarakat dengan mengerahkan

tokoh, kader, relawan yang berminat dan berpengetahuan

tentang demensia.

Terapi untuk Demensia: Antara Harapan dan

Kenyataan

Terapi untuk demensia, baik demensia Alzheimer

maupun jenis lainnya pada saat ini bersifat simtomatik, artinya

mengobati gejala (yang dianggap bermasalah) bukan mengatasi

sumber penyakit sehingga penyakit dapat dihilangkan dan

pasien kembali ke keadaan sedia kala. Di Indonesia ada

127

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 135: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

beberapa jenis obat untuk memperbaiki fungsi memori dan

aktivitas harian, yaitu obat golongan penghambat asetil kolin

esterase seperti donepezil, galantamine dan rivastigmine.

Jenis lainnya adalah obat golongan NMDA (N Methyl D

Aspartat) yaitu memantine.13 Efek samping obat-obat ini hams

dipantau dan jika tidak tampak manfaat dari pemberian obat,

dokter hams mempertimbangkan untuk menghentikan obat.

Peresepan obat anti-demensia hams dengan indikasi sudah

didiagnosis demensia.

Obat simtomatik lainnya adalah dengan beberapa obat

psikotropik (anti psikotik atau antidepresi) dengan target

memperbaiki " gangguan perilaku pada demensia" (GPPD)

a tau behavior and psychological symptoms of demensia (BPSD) yang

merupakan gejala perifer a tau komplikasi demensia. GPPD ini

seringkali menjadi sumber stres bagi keluarga atau care giver

sehingga mendorong mereka membawa pasien ke mmah sakit

atau ke panti perawatan.

Untuk mengatasi gejala BPSD/GPPD hams diutamakan

intervensi non farmakologis seperti terapi orientasi, terapi

reminiscence, stimulasi-rehabilitasi kognitif, terapi seni, terapi

gerak, terapi warna, terapi pijat/ akupuntur, clan lain-lain.

Bila intervensi nonfarmakologis tidak berhasil, dapat dicoba

pemberian obat psikotropik dengan pengawasan psikiater.

Terapi yang sedang dikembangkan sudah banyak, namun

sampai kini belum memuaskan hasilnya. Pada tahun 2000, plak

amiloid berhasil dihilangkan dari otak tikus namun ketika

diujicobakan pada manusia gaga!. Kemudian dikembangkan

obat yang dapat memodifikasi proses pembentukan plak

amiloid di otak atau menghentikan proses hiperfosforilasi

protein tau (disease modift;ing), yang akhirnya ditemukan

obat yang dianggap efektif untuk menghentikan proses

patofisiologi penyakit Alzheimer dari kelompok monoclonal

an tibody (adenuzumab, bapinuzumab, solanuzumab clan lain­

lain), obat-obat ini telah menunjukkan mampu memperbaiki

neuroplastisitas otak pada kelompok mild cognitive impairment

128

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 136: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

namun belum jelas pada penyakit Alzheimer. Terapi untuk

demensia Alzheimer di masa depan masih perlu cligali lebih

lanjut karena kompleksnya patofisiologi yang rnelibatkan

protein, inflarnasi, oksiclasi, bahkan infeksi. Efikasi clan tolerabilitas obat MLC601 yang berasal clari

tumbuhan dan hewan dibandingkan dengan rivastigrnine yang

diukur dengan MMSE clan ADAS-Cog clalam rentang waktu

18 bulan, dilaporkan hasilnya baik untuk Alzheimer clerajat

ringan sedang.14 Penelitian NEURITES untuk MLC901 pada

Vascular Cognitive Impairment menyatakan obat ini potensial

sebagai standar terapi untuk rnemperbaiki kognisi pasca stroke

di Asia.15

Tera pi alternatif kornplementer antara lain adalah Taichi,

musik, seni tari, seni suara, stimulasi sensorik clan lain-lain.

Gerakan dalam sholat, jika clilakukan clengan benar merupakan

terapi alternatif untuk fisik dan rnentaljjiwa yang sakit. Hal

ini terbukti pacla beberapa kasus pengamatan antara lain pada

ibu hamil.16

Hara pan bagi ODD dan keluarganya aclalah diternukannya

obat yang mampu mencegah atau memulihkan kembali fungsi

otak yang rusak agar kernandirian dan harga diri sebagai

manusia dapat dipertahankan di bagian akhir kehidupan.

Untuk itu diperlukan banyak riset, penelitian terkait fungsi

dan jaringan otak manusia yang berkembang sejak dalam

kandungan sampai usia lanjut. Fasilitas dan dana untuk riset

di bidang neurosains perlu clitingkatkan untuk mencapai cita­

cita mendapatkan obat untuk penyakit yang rnasih menjadi

tantangan di dunia dan di Indonesia. Perawatan bagi orang

clemensia merupakan bagian penting yang perlu d ihayati

filosofinya, untuk clipraktikan terhadap ODD dengan rnernakai

prinsip person centered care.17

129

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 137: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Penutup

Masalah diagnosis demensia bagi klin isi merupakan

hal yang penting untuk d ikuasai sesuai kompetensi staf

medik mengingat demensia seringkali tidak dikenali sebagai

gangguan (dianggap wajar) sehingga terlambat didiagnosis

dan diberikan intervensi. Meskipun obat untuk demensia

jenis Alzheimer belum ada, namun intervensi segera setelah

diagnosis perlu diberikan agar perjalanan penyakit dapat

d itunda keparahannya. Beberapa jenis demensia yang

reversible dan pseudo-demensia dapat dipulihkan kembali

kondisi kognitifnya. Intervensi yang terlambat mengakibatkan

percepatan proses penyakit, apalagi jika tetjadi komplikasi fisik

dan mental (gangguan perilaku/ psikiatrik).

Obat untuk menghentikan patofis iologi penyakit

Alzheimer saat ini telah berhasil diidentifikasi, penelitian

sedang berlangsung dan pada saatnya nanti dapat diterapkan

pada orang dengan kondisi prademensia atau HKND.

Pengobatan dengan terapi sel punca d i masa kini juga

tengah berlangsung dengan hasil yang masih belum dapat

diambil kesimpulan pasti. Perawatan demensia yang optimal

berorientasi pada kebutuhan dan kenyamanan pas ien

demensia adalah hal nyata yang dapat kita lakukan saat ini

agar kualitas hidup ODD dan keluarganya dapat diupayakan

sebaik mungkin.

Rujukan

1 . Alzheimer Disease International (ADI) . World Alzheimer Report 2015.

2. Nasrun MWS. Deteksi Dini hendaya kognitif pada prademensia: studi epiderniologi klinik, psikornetrik, klinis dan radiologik magnetik resonans spectroscopy pada penyandang DM T2. Thesis Universitas Indonesia, 2007.

3. Hogervost E, Sajimin T, Kusdhany L, Kreager P, Rahardjo T.

130

Hormones, cognitive function and demensia (book chapter) Cambridge University Press. 2009.

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 138: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

4. Suriastini NW, Turana Y, Witoelar F, Soepraptilah B, Wicaksono TY, Dwi E. SurveyMeter-Unika Atmajaya-Alzheimer Indonesia. Two of Ten Elderly have demensia when entering Age of 70 years old: evidence from demensia study in yogyakarta. Survey Meter Newsletter, brief research, 2015.

5. Sadavoy. Geriatric Psychiatry text book, 2003.

6. Kementrian kesehatan RI. P2P Keswa dan napza. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Demensia. 2016 In press.

7. Nasrun MWS. Manfaat aktivitas di usia lanjut untuk kesehatan dan kualitas hidup dalam the dancing leader 3.0 Taichi untuk perawat, membangun keluarga dan rumah sehat, editor Jusuf Sutanto, penerbit buku kompas, 2013, hal 63-70

8. ADI. World Alzheimer Report 2014. Prevention of Demensia.

9. Jusuf Sutanto. The dancing leader 4.1 jalan air, membangun kesehatan melalui neuro-education, dalam gerak, pikiran dan musik. Penerbit buku Kompas, 2016.

10. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder V. 5th ed.2013

1 1 . Departemen Kesehatan R.I . Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. PPDGJ III (pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III). 1993

12. www.nhs.uk/ conditions/ demensia-guide/ p

13. Warner J, Hacking D. Mental health care for older adults. In: Psychiatry in primary care. Casey PR, Byng P, Eds .. Cambridge University Press. p 243-58

14. Ali Amini Harandi dkk. Efficacy and tolerability of MIC601 in patients with mild to moderate alzheimer disease who were unable to tolerate or failed to benefit from treatment with rivastigmine. British Journal of Medicine and Medical Research 3(2):341-350, 2013.

15. Christopher LH Chen, Kamran Ikram, Qiu Angi, Wong Tien Yin, Annabel Chen, Narayanaswamy Venketasubramanian. Cerebrovasc Dis 2013; 35(suppl 1) 23-29. DOI: 10 .1159/000346234

16 . Khalid Fauzi Abbas. Dahsyatnya Energi Gerakan Shalat bagi Perkembangan Kesehatan dan Kecerdasan Janin. Penerbit Sabi!, 2015.

131

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 139: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

17. Martina WS Nasrun dkk. Dasar-dasar perawatan Demensia.

132

Perkumpulan Asuhan Demensia Indonesia. Intema publishing, Jakarta 2016. In press

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 140: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Demensi - Perawatan Pasca Diagnosis

dan Dukungan Lingkungan

Vera

Target penatalaksanaan pasien demensia bukanlah

kesembuhan, karena demensia mempakan penyakit yang

ireversibel. Target penatalaksanaan yang hams dimengerti

oleh tenaga medis maupun keluarga pasien demensia adalah

mempertahankan status kognitif dan status fungsional atau

kemandirian pasien sehingga tercapai kualitas hidup yang

baik bagi pasien, pelaku rawat, keluarga, serta meminimalkan

biaya perawatan kesehatan pasien demensia.

Demensia - Perawatan pasca diagnosis dan dukungan

lingkungan Dalam rangka mencapai target tersebut, ada lima

prinsip penatalaksanaan pasien demensia setelah diagnosis

ditegakkan. Kelima prinsip tersebut adalah edukasi keluarga

dan pelaku rawat, mengobati penyakit kronik, nutrisi dan

cairan yang cukup, memelihara kesehatan rongga mulut, serta

la tihan fisik.

Edukasi keluarga dan pelaku rawat mempakan hal utama

yang hams dilakukan oleh dokter segera setelah diagnosis

demensia ditegakkan karena keluarga pasien demensia

seringkali merasa tertekan dan bingung menghadapi ulah

pasien demensia bila mereka tidak mengerti. Materi edukasi

tersebut meliputi target penatalaksanaan pasien, strategi

merawat pasien demensia, dan perawatan akhir hidup (end

of life care).

Keluarga pasien demensia seringkali mempunyai hara pan

berlebihan terhadap target penatalaksanaan. Mereka berharap

ada obat yang dapat menyembuhkan demensia sehingga

fungsi kognitif pasien dapat pulih kembali seperti sediakala.

Sangatlah penting bagi dokter untuk membicarakan target

133

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 141: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

penatalaksanaan yang realistis bagi pasien dengan keluarga

agar keluarga tidak kecewa dan cendemng doctor-shopping.

Keluarga diharapkan dapat bekerja sama dengan dokter dalam

menangani pasien demensia.

Dalam rangka menentukan strategi yang tepat merawat

pasien demensia, dokter hams mengetahui tingkatan demensia

pasien dan kebiasaan pasien sebelum sakit. Penting untuk

di ingat bahwa pasien demensia akan cendemng gelisah

(agitasi) bila tidak merasa nyaman. Faktor-faktor yang dapat

menyebabkan pasien demensia merasa tidak nyaman adalah

la par, ha us, nyeri, sulit buang air kecil/ buang air besar, dan

bingung (akibat tidak mengerti bagaimana cara mengerjakan

suatu hal). Bila keluarga sudah mengerti hal-hal tersebut,

keluarga akan mengusahakan agar kebutuhan pasien selalu

terpenuhi dan pasien merasa nyaman, sehingga episode agitasi

dapat berkurang.

Bagi sebagian keluarga, isu end of life care dianggap tabu

untuk dibicarakan sebelum waktu ajal hampir tiba. Untuk

kenyamanan pasien maupun keluarga, isu ini hams dibicarakan

segera setelah diagnosis demensia ditegakkan karena beberapa

alasan. Alasan pertama adalah untuk menyadarkan anggota

keluarga lainnya bahwa usia penderita demensia tidaklah

lama sehingga secara tidak langsung mendorong mereka

ikut peduli dan membantu merawat pasien demensia. Alasan

kedua adalah agar idak menimbulkan perselisihan di antara

keluarga yang biasa merawat pasien demensia dan keluarga

tidak pernah merawat saat ada keputusan medis yang hams

d isetujui . Keluarga yang tidak pernah merawat pasien

cendemng menginginkan hid up pasien diperpanjang dengan

menggunakan alat-alat medis, sementara keluarga yang biasa

merawat pasien biasanya mengharapkan pasien senyaman

mungkin, bukan sekedar memperpanjang umur.

Penyakit kronik pada pasien demensia yang biasanya

sudah usila adalah hipertensi . Menurut Ngandu dkk. ,

pengendalian tekanan darah dapat mempertahankan status

134

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 142: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

kognitif 1 .260 lansia Finlandia selama periode penelitian dua

tahun.1 Oleh karena itu, hipertensi pada pasien demensia

haruslah diobati namun target tekanan darahnya tidak boleh

terlalu rendah. Masello dkk. melakukan penelitian terhadap

172 pasien (62% demensia, 32% MCI) yang diikuti selama

sembilan bulan. Ternyata tekanan sistolik yang terlalu rendah

menyebabkan perburukan fungsi kognitif sehingga tekanan

sistolik yang dianjurkan antara 130-145 mmHg.2 Mengingat

pasien demensia sering menolak minum obat, dokter harus

memilih obat antihipertensi kerja panjang sehingga tidak perlu

diberikan beberapa kali dalam sehari.

Kebutuhan nutrisi dan cairan pada pasien demensia

seringkali tidak terpenuhi karena tidak ada keluarga yang

membantu menyediakan makanan atau minuman, nafsu

makan turun akibat perubahan fungsi hipotalamus, higiene

oral buruk sehingga banyak gigi yang tanggal atau infeksi

(abses dental), serta disfagia.3 Untuk memenuhi asupan

makanan dan minuman yang adekuat pada pasien demensia,

ada beberapa strategi yang dapat diajarkan pada keluarga.

Keluarga diminta membantu menyiapkan makanan untuk

pasien demensia dalam kondisi dipotong kecil-kecil, berbau

sedap, warna-warni agar mengundang selera. Makan bersama

dengan anggota keluarga yang lain dapat meningkatkan

asupan makanan pasien. Meskipun tidak haus, minum hams

sering ditawarkan oleh keluarga.4 Pada pasien demensia lanjut

a tau pasien demensia dengan disfagia, perlu dipertimbangkan

pemasangan selang nasogastrik a tau PEG. Penggunaan selang

makan dapat menimbulkan ketidaknyamanan sehingga pasien

sering berusaha mencabut selang tersebut. Untuk menghindari

pencabutan selang makan, pasien akan diikat sedemikian

sehingga risiko timbulnya ulcus dekubitus meningkat.5

Menurut Bassim dkk. yang mengadakan penelitian

terhadap 143 lansia yang tinggal di panti jompo, usila yang

tidak dibantu untuk membersihkan mulutnya mempunyai

risiko tiga kali lipat lebih besar untuk meninggal akibat

135

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 143: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

pneumonia.6 Oleh karena itu, sangatlah penting bagi keluarga

untuk memperhatikan kesehatan mulut dan membantu pasien

demensia untuk membersihkan mulutnya. Untuk pasien yang

sudah tidak mempunyai gigi, dapat dibersihkan dengan kassa

yang dibasahi oleh klorheksidin (chlorhexidine). Klorheksidin

topikal bersifat sebagai bakterisidal sekaligus fungisidal, dapat

berikatan dengan mukosa membentuk lapisan yang tidak

diserap secara sistemik sehingga lebih unggul daripada obat

kumur lainnya.7

Latihan fisik pada pasien demensia sangatdianjurkankarena

dapat mengurangi keluhan nyeri sendi dan mempertahankan

kebugaran pasien. Menurut metaanalisis yang dilakukan oleh

Barretoa dkk. latihan fisik dapat meminimalkan timbulnya

agitasi pada pasien demensia meskipun tidak menurunkan

angka mortalitas pasien demensia. Latihan fisik yang dianjur­

kan adalah yang disukai oleh pasien. Untuk memancing ke­

inginan pasien untuk bergerak, dapat digunakan musik atau

lagu yang dikenal oleh pasien. Pasien demensia tahap lanjut

cenderung diam karena tidak mengerti bagaimana harus

bergerak sehingga akhirnya pasien jatuh ke dalam kondisi

imobilisasi dengan segala konsekuensinya. Pada pasien se­

perti itu dianjurkan untuk tetap melakukan latihan fisik,

yang sebagian besar dibantu oleh keluarga untuk mencegah

kontraktur.

Untuk memperoleh dukungan dari masyarakat sekitar

tern pat tinggal pasien demensia, sangatlah pen ting agar mereka

mengetahui apa itu demensia. Edukasi masyarakat mengenai

demensia dapat diberikan dalam bentuk penyuluhan di balai

pertemuan sekitar rumah pasien demensia ataupun dalam

bentuk brosur. Untuk ruang lingkup yang lebih luas, dapat

dilakukan penyuluhan masyarakat dalam bentuk acara radio.

Sehubungan dengan seringnya keluarga pasien demensia

menderita depresi dan cemas menghadapi perilaku pasien

demensia, sangatlah penting untuk meringankan beban

merawat mereka agar tidak terjadi elderly abuse. Ada beberapa

cara yang bisa ditempuh untuk meringankan beban merawat:

136

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 144: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

1) melibatkan anggota keluarga lain untuk bergantian merawat

pasien demensia, 2) menitipkan pasien demensia pada fasilitas

geriatric day care (GDC) yang dapat diadakan oleh masyarakat

asalkan aktivisnya sudah dilatih secara khusus mengenai

bagaimana merawat pasien demensia, dan 3) berkumpul

bersama keluarga pasien demensia lainnya sehingga mereka

dapat saling berbagi pengalaman dan pengetahuan mengenai

demensia.

Daftar Pustaka

1 . Ngandu T, Lehtisalo J , Solomon A , et al. A 2 year multidomain intervention of diet, exercise, cognitive training, and vascular risk monitoring versus control to prevent cognitive decline in at-risk elderly people (FINGER): a randomised controlled trial. Lancet 2015; 385 (9984) : 2255-63.

2. Mossello E, Pieraccioli M, Nesti N, Bulgaresi M, Lorenzi C, Caleri V, et al. Effects of low blood pressure in cognitively impaired elderly patients treated with antihypertensive drugs. JAMA Intern Med 2015 Apr;175(4):578-85.

3. Harwood RH. Feeding decisions in advanced demensia. J R Coll Physicians Edinb 2014; 44:232-7.

4. Volkert D, Chourdakis M, Irving GF, Frilhwald T, Landie F, Suominen MH. ESPEN guidelines on nutrition in demensia. Clinical Nutrition 2015; 34: 1052-73.

5. American Geriatrics Society Feeding Tubes in Demensia Position Statement. J Am Geriatr Soc 2014; 62:1590-3.

6. Bassim CW, Gibson G, Ward T, Paphides BM, Denucci DJ. Modification of the risk of mortality from pneumonia with oral hygiene care. J Am Geriatr Soc 2008; 56:1601-7.

7. Hoffmann T, Bruhn G, Richter S, Netuschil L, Brecx M. Clinical controlled study on plaque and gingivitis reduction under long­term use of low-dose chlorhexidine solutions in a population exhibiting good oral hygiene. Clin Oral Investig 2001; 5: 89-95.

8. Barretoa P, Demougeota L, Pillard F, Lapeyre-Mestred E, Rollanda Y. Exercise training for managing behavioral and psychological symptoms in people with demensia: A systematic review and meta-analysis. Ageing Research Reviews 2015; 24: 274-85.

137

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 145: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Vaksinasi Influenza Ouadrivalent pada Usia Lanjut

Edy Rizal Wachyudi

Pengantar

Pandemi yang terjadi antara tahun 1918-1919 adalah

pengalaman besar dan pahit terkait influenza. Tragedi akibat

influenza (flu Spanyol; influenza tipe A, subtipe HlNl) yang

menyebabkan kematian 20 hingga 100 juta orang. Namun

peristiwa ini pula yang mendorong para ahli menemukan

sumber penyebab dan upaya-upaya guna mengantisipasi

berulangnya tragedi.1

Inf luenza ada lah masalah kesehatan yang perlu

penanganan yang baik. Penyakit yang disebabkan oleh virus

ini akan menjadi beban keluarga, masyarakat, negara bahkan

dunia bila tidak dikelola dengan benar. Sekitar 3-5 juta kasus

influenza menjadi barat/ parah dengan jumlah kematian

hingga 500.000 orang per tahun, yang memperl ihatkan

tingginya angka rawat inap dan kematian. Belum lagi akibat

lainnya, seperti berkurang atau hilangnya produktivitas yang

pasti berpengaruh pada ekonomi.2

Vaksinasi influenza merupakan satu-satunya modalitas

promosi kesehatan yang tersedia saat ini untuk mencegah

infeksi dan komplikasi influenza. Vaksinasi merupakan

modalitas yang aman dan efektif untuk d igunakan pada

kelompok risiko tinggi. Penggunaan vaksinasi influenza

sebagai vaksinasi tahunan pada usia lanjut (usila) yang

merupakan salah satu kelompok risiko tinggi, sudah menjadi

rekomendasi dunia. Indonesiapun melalui satgas imunisasi

dewasa dan Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia

(Pergemi) sudah mengeluarkan rekomendasi yang sama. 3A

Efektivitas vaksin influenza pada usila terbukti baik

138

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 146: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

terutama dalam mencegah beratnya penyakit yang diderita,

kejadian komplikasi lain yang dapat terjadi dan menurunkan

semua penyebab kematian pada kelompok usila ini.4

Efektivitas Vaksinansi Influenza pada Usia lanjut

Setelah vaksinasi influenza diberikan, pada orang dewasa

muda yang sehat akan terjadi proses pembentukan antibodi

dengan kadar protektif terhadap jenis v irus yang diwakili

dalam vaksin. Bahkan mungkin lebih luas lagi, dapat juga

terjadi perlindungan terhadap banyak varian dari influenza

terkait. Hal ini akan berbeda prosesnya bila vaksin tersebut

diberikan pada kelompok risiko tinggi (diantaranya usila),

dengan pembentukan antibodi pasca vaksinasi yang pasti lebih

rendah. Namun pada keadaan seperti ini; vaksin influenza

yang diberikan pada usila masih cukup efektif untuk mencegah

parahnya penyakit serta komplikasi lain dari influenza

daripada mencegah infeksi influenza itu sendiri.5

Dari systematic review diketahui bahwa; Efektivitas vaksin

influenza pada kelompok dewasa muda sehat di masyarakat

adalah 59%, sedangkan pada usila 43% .4

Respons imun yang lebih rendah pada usila, diketahui

terjadi karena adanya proses penuaan pada sistem imun, yang

dikenal dengan istilah imunosenesens. Proses inilah yang

menyebabkan menurunnya jumlah antibodi spesifik pada

respon imun humoral.6

Selain imunosenesens, ada beberapa faktor lain yang dapat

mempengaruhi respon imun pasca-vaksinasi, seperti: kecocokan

vaksin dengan virus yang beredar, gangguan fungsional,

defisiensi zat nutrisi, adanya penyakit kardiovaskular dan paru

serta titer prevaksinasi. Dari seluruh faktor yang berpengaruh,

kecocokan vaksin dan virus yang beredar menjadi hal yang

pertama hams dipenuhi.7

139

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 147: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Perkembangan Vaksin Influenza

Upaya yang telah d ilakukan untuk mendapatkan

kecocokan vaksin clan virus yang beredar mengalami perbaikan

dari waktu kewaktu. Diawali dengan evaluasi dari kejadian

Pandemi yang terjadi hingga evaluasi epidemiologi yang saat

ini rutin dilakukan. Evaluasi risiko clan penyebaran strain

baru saat ini didasarkan pada analisis yang cermat dari data

epidemiologi diantaranya dari idenlifikasi antigen dari strain

yang berpotensi patogen. Proses seleksi sangat terkoordinasi,

berkesinambungan clan terus-menerus sepanjang tahun

dengan melibatkan data virus dan informasi epidemiologi dari

enam WHO Collaborating Center (WHOCCs), yaitu Atlanta,

Beijing, London, Melbourne, Memphis dan Tokyo.

Bila d ilihat perkembangan awalnya v irus influenza

manusia, pertama kali dapat d iisolasi pada tahun 1 933.

Penemuan ini merangsang dilakukannya penelitian-penelitian

lain terkait influenza, termasuk tentang vaksin Influenza. 1

Influenza adalah virus RNA yang tergolong dalam famili

Orthomyxoviridae yang memiliki kemampuan berevolusi.

Virus influenza yang bersirkulasi di dunia selalu bermutasi

secara konstan melalui mekanisme antigenic drift dan antigenic

shift. Perubahan-perubahan yang selalu terjadi pada virus

influenza, membutuhkan penyesuaian dari vaksin yang akan

diberikan.8

Virus influenza tipe A; A/PR8 (HlNl) adalah virus yang

pertama kali terdeteksi dan diisolasi di Puerto Rico. Pada saat

yang sama, berkembang pula vaksin influenza monovalen

guna mengatasi virus ini. Pada tahun 1940 (atau 6-7 tahun

berikutnya) kembali ditemukan dan diisolasi; virus influenza

berbeda yang kemudian dikenal sebagai virus influenza tipe

B. Pada kondisi seperti ini berkembanglah vaksin influenza

yang bivalen. Perubahan akibat kemampuan evolusi virus

influenza terns berlangsung clan vaksinpun mengalami

penyempurnaan, hingga saat ini kita mengenal adanya vaksin

influenza quadrivalen. (Ii.hat gambar-1 ) .

140

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 148: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

lsolatiOl1 , . H1N1 stn1ln

(PR8)

19.33 1940

loolaUon B strain

Bivalent v"""lna .,,�2

(HlN1 + B)

1940 BiYiM!mt vaccne

fH2N2 + 8)

Re.appearance ofH1N1

Appearance BIYamagata

Appearance BIVlctorla

1968 1978 1987 •990 2013 Nee<! lo< a

QU3d.rivalent V<tOCU19

8N<ffant vaccine ln 1970 .

(H3N2 + B) Trl\lalen! vaco1ne (H1N1 •H3N2+BI

2002 C<x:in:ulation of 2 B i1ra11,.

I- H1N1 - B - H2N2 . . . . �3N2 . . . . . BMctOOli - • - &'Y•mag•la I Gambar 1 : Perubahan Virus dan Penyempurnaan Vaksin Influenza

Dalam beberapa tahun terakhir, virus influenza B mewakili

sekitar 23% dari jenis virus influenza yang beredar di seluruh

dunia. Proporsi ini dapat meningkat hingga 90% selama

beberapa musim, karena itu keberadaannya saat ini menjadi

penting dan diperhitungkan sebagai penyebab penyakit

influenza musiman.9 Bahkan sejak tahun 2000-an v irus

influenza B telah menyirnpang rnenjadi dua garis keturunan

antigenik berbeda (Victoria dan Yamagata) yang beredar

bersamaan. Hal inilah yang mendasari vaksin influenza

quadrivalen dikembangkan.

Simpulan

Efektivitas vaksin influenza pada usila rnasih terbukti baik

terutama dalam mencegah kejadian komplikasi lain terkait

influenza.

Multifaktorial yang dapat mempengaruhi respon imun

pasca vaksinasi. Kecocokan vaksin dengan virus yang beredar,

seperti penggunaan vaksin influenza quadrivalen adalah salah

satu yang akan mempertahankan a tau memperbaiki efektivitas.

141

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 149: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Daftar Pustaka

1 . Smith W, Andrewes CH, Laidlaw PP. A virus obtained from influenza patients. Lancet 1933; 222: 66-68.

2. Thompson WW, Shay DK, Weintraub E, Brammer L, Bridges CB, Cox NJ, Fukuda K. Influenza-associated hospitalizations in the United States. JAMA 2004;292:1333-40.

3. The Indonesian society of medical gerontology. N ational consensus on geriatric immunization 201 1 . Acta Med Indones­Indones J Intern Med. 201 2;44:78-91.

4. Jefferson T, Di Pietrantonj C, Al-Ansary LA, Ferroni E, Thorning S, Thomas RE. Vaccines for preventing influenza in the elderly. Cochrane Database Syst Rev. 2010;2:CD004876.

5. Australian government department of health. Influenza vaccine. In: The Australian Immunisation Handbook. 1 0th edition 2013. Commonwealth of Australia 2013.

6. Jenewein B, Wolf AM, Pfister G, Tzankov A, Grubeck-Loebenstein B. Age-related loss of nai:Ve T cells and dysregulation of T-cell/ B­cell interactions in human lymph nodes. Immunology. 2005 Jan;114;1 :37-43.

7. Muszkat M, Friedman G, Dannenberg HD, Greenbaum E, Lipo M, Heymann Y, et al. Response to influenza vaccination in community and in nursing home residing elderly: relation to clinical factors. Exp Gerontol. 2003 Oct;38;10:1199-203.

8. Tosh PK, Jacobson RM, Poland GA. (2010). Influenza vaccines: from surveillance through production to protection. Mayo Clin Proc, 85(3).

9. Caini S, Huang QS, Ciblak MA, et al. Epidemiological and virological characteristics of influenza B: results of the Global Influenza B Study. Influenza Other Respir Viruses. 2015 Aug; 9(Suppl 1): 3-12.

142

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 150: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

PERH IMPUNAN GERONTOLOGI M EDIK INDONESIA CABANG JAKARTA (PERGEMI JAVA)

umpu latl Abstrak Penelitia1

Tem u l lmiah Geriatri 2016

Hotel Le G randeur Jakarta 1-2 OktobeJ 2016

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose

Page 151: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Besaran R isiko H ipoalbumin pada Pasien

Geriatri dengan Skar Mini Nutritional Assessment Short-Form (MNA-SF) Rendah yang

D i rawat d i RSUP Prof.Dr.R.O Kandou Manado

Lestari N, Lasut P, Hendratta C , R a u E , Mandang V, J im E

D ivisi Geriatri, Bagian l l m u Penyakit Da lam

Fakultas Kedoktera n U n iversitas Sam Ratulangi Ma nado

Latar Belakang: Pasien geriatri yang menjalani rawat

inap sering mengalami malnutrisi. Satu dari enam orang

usia lanjut dapat mengalami malnutrisi (WH0,2015 ) .

Albumin serum merupakan prediktor malnutrisi protein dan

indikator prognostik yang penting namun pemeriksaan ini

tidak rutin dilakukan. MNA-SF dapat menjadi deteksi dini

untuk mengetahui apakah seorang usia lanjut mempunyai

risiko mengalami malnutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui apakah skor MNA-SF dapat menjadi prediktor

hipoalbuminemia pada pasien usia lanjut.

Metode: Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan

studi potong lintang. Sampel adalah pasien usia lanjut 2'.. 60 tahun yang menjalani rawat inap di RSUP Prof.DR.RD.

Kandou Manado sejak bulan Juli 2016 sampai Agustus 2016

dan bersedia mengikuti penelitian. Pasien dengan gangguan

kogniti f, gangguan mental dan koma, serta kesulitan

berkomunikasi dieksklusi. Hubungan antara skor MNA-SF

dengan albumin serum menggunakan uji korelasi Pearson

sementara besaran resiko hipoalbumin dianalisa dengan uji

Chi-Square.

Hasil: Dari 40 subjek penelitian didapatkan 24 (60%) subjek

laki-laki dan 1 6 (40% ) subjek perempuan. Pada penelitian

didapatkan usia rerata 70,12 ± 7,82, rerata indeks massa tubuh

144

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 152: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

21,64 ±6,51, rerata MNA 8,40 ± 2,78, dan rerata albumin 3,08

± 0,53. Berdasarkan skor MN A-SF diketahui risiko malnutrisi

52,5% dan sebesar 32,5% mengalami malnutrisi berat. Terdapat

korelasi positif antara skor MNA-SF dengan nilai albumin

serum (p=0,013, r=0,389) dengan risiko relatif hipoalbumin

7,714.

Simpulan: Terdapat korelasi positif antara skor MN A-SF

dengan nilai albumin serum. Skar MN A-SF yang rendah dapat

memprediksi besaran risiko hipoalbumin pada pasien geriatri.

Kata kunci: MN A-SF, Malnutrisi, Lansia, Albumin serum

145

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 153: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Stud i Epidemiologi Kerapuhan pada Usia Lanjut

di Desa Pedawa, Kabupaten Buleleng Bal i

I B Putrawan , I GP Suka Arya na, RA Tuty Kuswardh a n i ,

I Nyoman Asti ka, N i Ketut R o i Purnami

Divisi Geriatri Bagian/SMF l l m u Penyakit Dalam FK U N U D/

RSU P Sanglah

Pendahuluan: Kerapuhan a tau frail didefinisikan sebagai

sindrom multidimensi dan ditandai hilangnya cadangan

fungsional tubuh termasuk energi, kemampuan fisik, kognitif

dan kesehatan yang berkaitan dengan usia. Dengan adanya

sindrom kerapuhan ini, seorang usia lanjut memiliki risiko

yang lebih tinggi untuk terkena luaran yang buruk. Saat

ini, belum banyak studi yang dilakukan untuk mencari

epidemiologi kerapuhan pada usia lanjut di Indonesia terutama

di komunitas.

Metode: Penelitian ini menggunakan potong lintang.

Subyek penelitian adalah usia lanjut yang tinggal di Desa

Pedawa dan dilakukan teknik stratified random sampling.

Kerapuhan dinilai berdasarkan kriteria Fried's Frailhj Phenohjpe.

Sampel juga dinilai status fungsionalnya dengan memakai

Barthel's ActivihJ Daily Living dan kualitas hidupnya dengan

memakai European Qualihj of Life Five Dimensions-Visual Analog

Scale (EQ5D-VAS) Questionnaire.

Hasil: Seratus tujuh belas orang usia lanjut didapatkan

sebagai sampel dengan 54 orang laki-laki (46,2%) dan 63 orang

perempuan (53,8%) dengan rerata usia 69.16 (60-97) tahun.

Berdasarkan kriteria Fried's Frailty Phenotype, didapatkan

prevalensi frail sebesar 29,1 %, pre-frail sebesar 67,5% dan

non-frail sebesar 3,4 % . Pad a frail dan pre-frail didapatkan

perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu masing­

masing 61,8 % dan 51,9% sedangkan laki-laki lebih ban yak pada

146

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 154: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

non-frail dengan 75% . Sampel berusia < 75 tahun lebih ban yak

mengalami frail dan pre-frail (58,8% dan 79,7%) dibandingkan

dengan usia � 75 tahun (41,2% dan 20,3 %) . Sebagian besar

sampel dengan status fungsional mandiri, masing-masing

52,9% pada frail, 93,7% pada pre-frail dan 100% pada non­

frail. Rerata nilai EQ5D-VAS pada kelompok frail adalah

63.82±12, pada pre-frail adalah 68,67±12.8 dan pada non-frail

adalah73.75±4.8.

Kesimpulan: Prevalensi kerapuhan pada usia lanjut

d i Desa Pedawa cukup tinggi d ibandingkan penelitian

sebelumnya. Kerapuhan lebih banyak terjadi pada perempuan

dengan sebagian besar masih memiliki status fungsional

mandiri tetapi dengan kualitas hid up yang lebih rendah.

Kata Kunc i : kerapuhan, usia lanjut, Fried's Frailty

Phenotype, ADL, EQ5D-V AS

147

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 155: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Status Nutrisi Sebagai Prediktor Lama Rawat

lnap pada Pasien Lanjut Usia di RSUP Sanglah

Made N opriantha*, IGP Suka Arya na**, N K R o i Purnami**,

IB Putrawan**, I N Astika**, RA Tuty Kusward hani**

* Prog ra m Studi l lmu Penyakit Dalam

** D ivisi Geriatri,

FK U N U D/RS U P Sanglah

Latar belakang: Penduduk lanjut usia rawan mengalami

gizi kurang dan diperparah oleh adanya penyakit degeneratif.

Lansia yang menderita malnutrisi mengalami penurunan

kekebalan tubuh sehingga lebih berisiko terkena infeksi,

akibatnya lama perawatan menjadi lebih panjang. Disamping

itu lansia dengan malnutrisi juga beresiko terhadap beberapa

komplikasi penyakit yang mempengaruhi kualitas hid up dan

meningkatnya risiko kematian.

Tuj u a n : Tujuan dar i penelitian ini ada lah untuk

mengetahui penggunaan status nutrisi dengan Mini Nutritional

Assesmen t (MNA) sebagai prediktor lama rawat pada pasien

usia lanjut yang dirawat inap di RSUP Sanglah.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian berbasis

rumah sakit dengan pendekatan Kohort retrospektif. Data

diperoleh dari rekam medis pasien lansia (umur > 60) yang

pernah dirawat inap oleh Divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam

RSUP Sanglah dari Januari 2016 sampai Mei 201 6. Data dari

rekam medik dikumpulkan memuat informasi mengenai

umur, jenis kelamin, diagnosis, tanggal masuk rumah sakit,

tanggal keluar rumah sakit, lama rawat inap, status nutrisi dan

faktor komorbid. Hubungan antara status nutrisi dengan lama

rawat inap dievaluasi dengan menggunakan analisis survival

dengan lama rawat > 15 hari sebagai luaran klinis.

148

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 156: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hasil: Prevalensi malnutrisi pada pasien geriatri yang

dirawat inap di RSUP Sanglah sebesar 1 5 % . Terdapat

perbedaan signifikan rata-rata rawat inap di RSUP Sanglah

berdasarkan status nutrisi (p<0.001) . Status nutrisi (r=0.771,

p=0.001) dan faktor komorbid terbukti (r=0.823, p=0.001)

sebagai faktor risiko lama rawat inap namun tidak signifikan

terhadap umur dan jenis kelamin. Dari kurva Kaplan-Meier

terlihat survival rate pasien dengan malnutrisi paling rendah

dibandingkan dengan status nutrisi lainnya.

Simpulan: Status nutrisi terbukti sebagai prediktor

lama rawat inap pada pasien geriatri, dimana pasien dengan

malnutrisi memiliki lama raw at inap paling lama.

Kata Kunci: status nutrisi, lansia, rawat inap, M ini

Nutritional Assesment

149

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 157: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Anal isis Faktor Kelainan Kogn itif pada Lansia

d i Dusun Polosiyo, Poncosari, Srandakan,

Bantul , Daerah lstimewa Yogyakarta

Dimas Satya Hendarta

Staf Akademi k Progra m Studi Pend i d i kan Dokter Fakultas

Kedoktera n U n iversitas Is lam I ndonesia

Latar Belakang: Berdasarkan data Statistik Penduduk

Lanjut Usia (Lansia) yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik

Republik Indonesia (2014), hasil Survei Sosial Ekonomi

Nasional (Susenas) tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah

lansia di Indonesia mencapai 20,24 ju ta orang atau sekitar 8,03%

dari seluruh penduduk. Menurut Departemen Kesehatan,

jumlah tersebut termasuk dalam lima besar negara dengan

jumlah lansia terbanyak di dunia dan diperkirakan pada tahun

2025 nanti Indonesia akan menjadi negara dengan penduduk

lansia terbesar di dunia dengan populasi mencapai 36 juta

jiwa. Dengan peningkatan populasi tersebut, angka kejadian

berbagai masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia

dapat meningkat, diantaranya adalah kelainan kognitif. Untuk

menunjang berbagai upaya pencegahan terjadinya kelainan

kognitif yang dapat menyebabkan hambatan bagi kualitas

hidup lansia, analisis faktor kelainan kognitif pada lansia

perlu dilakukan

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan kelainan kognitif

pada lansia di Dusun Polosiyo, Poncosari, Srandakan, Bantul,

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Metode: Penelitian yang dilakukan adalah penelitian

observasional dengan rancangan cross-sectional (belah lintang)

terhadap populasi lansia d i Dusun Polosiyo, Poncosari,

150

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 158: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Srandakan, Bantul, DIY. Analisis data menggunakan uji

statistik Chi-Square Test untuk mengetahui hubungan antara

karakteristik subjek penelitian dengan kelainan kognitif.

Hasi l : Proporsi kelainan kognitif lansia pada Dusun

Polosiyo, Poncosari, Srandakan, Bantul, DIY sebesar 62,5% (25

dari 40 orang lansia). Sebanyak 22,5% (9 orang) diantaranya

termasuk dalarn dugaan Mild Cognitif Impairment (skor

MMSE 24-28), 20% (8 orang) termasuk dalam Probabilitas

Kognitif Terganggu/Dugaan Demensia (skor MMSE 17-23),

dan 20% (8 orang) sisanya mengalami Gangguan Kognitif

Definitif (skor M MSE 0-16) . Terdapat hubungan antara

kelainan kognitif dengan tekanan darah (hipertensi) pada

lansia (p=0,023, p<0,05).

Simpulan: Proporsi kelainan kognitif lansia pada Dusun

Polosiyo, Poncosari, Srandakan, Bantu!, DIY sebesar 62,5% dari

populasi lansia. Terdapat hubungan antara kelainan kognitif

dengan tekanan darah (hipertensi) pada lansia (p=0,023,

p<0,05).

Kata Kunci: Kelainan Kognitif, Lansia

151

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 159: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hubungan antara Sarkopenia dan

Asupan Nutrisi dan Aktivitas Fisik Lansia

d i Desa Pedawa Kabupaten S ingaraja Bal i

Tjok Prima Dewi P. , I GA Suka Aryan a , RA Tuty Kuswa rdhani ,

I Nyoman Astika, IB Putrawa n , N i Ketut Rai Purnami

Divisi Geriatri Progra m Studi l l m u Penyakit Dalam

U niversitas U d ayana/RS U P Sanglah

Denpasar, Bal i

Latar belakang: Sarkopenia adalah suatu sindrom

dengan karakteristik berupa penurunan secara progresif dan

generalized dari massa otot skeletal dan kekuatan otot disertai

dengan risiko terjadinya disabititas, penurunan kualitas hid up

dan kernatian. Asupan nutrisi yang rendah dan aktivitas fisik

kurang adalah faktor yang dihubungkan dengan sarkopenia.

Tujuan: Mengetahui hubungan anatara sarkopenia dan

asupan nutrisi dan aktivitas fisik

Metode: Penelitian ini menggunakan potong lintang

analitik. Subyek penelitian adalah usia lanjut yang tinggal

di Desa Pedawa dan dilakukan teknik stratified random

sampling. Sarcopenia dinilai dengan penurunan massa otot

skeletal disertai dengan penurunan kekuatan otot dan atau

penurunan perfoma statu . Penilaian massa otot dengan

Bioimpedance Analysis (BIA) yaitu dengan nilai normal

adalah 23,9-29,9%, dikatakan menurun jika nilai BIA kurang

dari 23,9% . Sedangkan kekuatan otot dinilai dengan Hand grip

strength dengan nilai turun bila laki-laki dibawah 30 kg/

m2 dan perempuan dibawah 20 kg/ m2. Penilaian status

performa menggunakan kecepatan berjalan yaitu lambat

bila laki-laki kurang dari 7 detik dan perempuan kurang

dari 6 detik. Asupan makanan dinilai dengan recall 24 jam

152

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 160: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

kemudian dianalisis dengan nutrisi survey dan terbagi menjadi

protein, karbohidrat dan lemak dalam satuan gram dan kalori

kemudian didapatkan kalori nutrisi total. Aktifitas fisik dengan

recall 24 jam aktivitas yang terbagi menjadi bergerak, diam dan

tidur dalam satuan jam. Lalu dihitung dengan menggunakan

Metabolic Equivalent Task (MET). Data dianalisis menggunakan

SPSS Vl6.0.

Hasil: Dari 117 orang usia lanjut didapatkan 54 orang

laki-laki (46,2%) dan 63 orang perempuan (53,8%) dengan

64,1 % adalah usia 65 tahun keatas. Dari 117 sampel didapatkan

prevalensi sarkopenia pada orang usia lanjut sebesar 70,9% .

Terdapat perbedaan prevalensi sarkopenia pada umur < 65

tahun adalah 28,92% dan � 65 tahun adalah 70.08% (p=0,014).

Pada hasil penelitian didapatkan perbedaan prevalensi

sarkopenia pada laki-laki sebesar 53,01 % dan perempuan

46,99% (p=0,02) . Menggunakan uj i Chi-square antara

sarkopenia asupan nutrisi dengan nilai p adalah 0,032 dan

nilai p adalah 0,037 antara sarkopenia dengan total kalori

aktifitas fisik.

Simpulan: Terdapat hubungan antara sarkopenia dengan

asupan nutrisi dan aktivitas fisik.

Kata kunci: sarkopenia, asupan nutrisi, aktivitas fisik, BIA,

Handgrip strength

153

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 161: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Ageism; Membudaya, Mendarah Daging,

D iskriminatif

Leonard Kencana

B luecross Medi ka

Setiap pasien dan manusia memiliki hak hukum untuk

bebas dari diskriminasi. Hak Pasien dalam UU No 44 /

2009 tentang Rumah Sakit (Pasal 32 UU 44/ 2009) adalah

memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa

diskriminasi. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan

terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit,

golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya).1 Tahun

2011, 34,5% penduduk di negara-negara eropa mengalami

diskriminasi di kategori usia. Ageism merupakan aplikasi

diskriminasi stereotipe sistemik terhadap orang lain karena

usia.3 Layaknya diskriminasi lain, ageism juga tegak dan

merajalela karena adopsi stereotipe yang dianggap lazim di

dalam kehidupan bermasyarakat.

Satu hingga tiga juga penduduk Amerika yang berusia

lebih dari 65 tahun telah terluka, diekploitasi, a tau dilecehkan

oleh seseorang yang mereka andalkan sebagai pelindung a tau

penjaga. Kira-kita 2%-10% penduduk lansia mengalami abuse.

Bukankah sebagian besar penduduk muda yang mendukung

diskriminasi pada penduduk usia tua akan menjadi tua suatu

hari nanti dan kemudian ketika mereka tua diskriminasi yang

mereka percaya akan menjadi senjata makan tuan? Jonson

dan kawan-kawannya menemukan bahwa sebagian besar

penduduk muda percaya bahwa ketika mereka tua, kualitas

diri dan kualitas hidup mereka akan lebih baik daripada

generasi penduduk tua saat ini.8

Salah satu cara mengenal praktek ageism dalam dunia

kedoktran adalah melalui bahasa. Terdapat dua gaya bahasa

yang menyudutkan dan merendahkan pasien usia tua yakni

gaya bahasa infantilizing14 dan patronizing15. Infantilizing

154

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 162: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

merupakan gaya bahasa yang rnenempatkan lawan bicara

dalarn spektrum dan kornpetensi anak-anak atau kekanakan.

Patronizing juga bisa diartikan sebagai gaya bahasa yang

merninirnalkan superioritas pribadi atau ide atau perasaan

atau keinginan lawan bicara. Caya bahasa Infantilizing dan

patronizing seringkali dianggap sebagai sopan santun tanpa

ditelisik makna tersirat dan konsekuensi perilaku akibat

kalirnat-kalimatnya.

155

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 163: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Komposisi Tubuh: D istribusi lndeks Massa

Bebas Lemak (FFMI) dan lndeks Massa Lemak

Tubuh (BFMI) Pada Usia Lanjut d i Posyandu

Lansia Kelurahan Pekauman Kota Banjarmasin.

Wiwit Agung, I Dewa PutuPra mantara

Prog ram Pendid ika n Sp II Sub Divisi Geriatri/

Bagian Penyakit D a l a m RSU P D r. Sard j ito Yogya karta

Pendahuluan: Aging berhubungan dengan perubahan

komposisi tubuh. Pada usia lanjut lean mass menurun dan

lemak tubuh meningkat. Perubahan ini berpengaruh terhadap

kesehatan dan fungsi fisik usia lanjut. Indeks massa tubuh

berpengaruh terhadap risiko kesehatan dan kematian 1. Indeks

massa tubuh rendah dan tinggi meningkatkan risiko kesehatan

dan kematian, dan terdapat hubungan antara massa bebas

lemak (Free Fat Mass/FFM) dan massa lemak tubuh (Body Fat/

BF). Pengukuran indeks massa bebas lemak (FFMI; kg/m2)

dan indeks lemak massa tubuh (BFMI; kg/m2) merupakan

pengukuran komposisi tubuh yang lebih baik. FFMI dan BFMI

terhadap usia, jenis kelamin dan populasi tertentu lebih tepat

dan informatif2.

Tujuan: Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui

gambaran FFM, FFMI, BF, BFMI dan pada subyek dengan BMI

rendah, normal, overweight dan obesitas.

Metode: Kami mengukur kadar FFM dan BF terhadap

61 subyek di kota Banjarmasin. Pengukuran memakai BIA

Tanita SC 330 untuk mengukur FFMI, BFMI, dan BF. Analisa

statistik: data disajikan dengan uji deskriptif dan beda rerata

dengan ANOV A.

Hasil: didapatkan 61 pasien, usia rata-rata perempuan

156

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 164: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

67,29+6.23 tahun (n.=42 =66,7%) dengan rerata usia laki-laki

68,74+5,57 (n=19=30,2% ) . Rerata FFM perempuan: 31,95+4,63

kg, laki-laki: 39,71+5,52kg, rerata FFMI perempuan: 14,79+1,52

kg, laki-laki: 16.55+2.26 kg, rerata massa lemak (BF) perempuan

15,66+6,72 kg, sedang laki-laki 9,96+5,01 kg, hasil rerata BFMI:

indeks massa lemak perempuan: (kg/ m2) 7,26+3,08, laki-laki

4,19+2,16 kg. Rerata massa otot, M MI, FFM, FFMI, body fat

dan BFMI menurun seiring dengan peningkatan BMI dengan

p < 0,05.

S impulan : Terdapat penurunan massa otot, FFM,

FFMI, body fat, BFMI seiring dengan peningkatan BMI dan

peningkatan usia. BMI berkorelasi kuat terhadap FFMI dan

BFMI.

157

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 165: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Penurunan Gromerular Filtration Rate (GFR)

Pada Lanjut Usia

Par jaman R. * , Marfianti E . **

* Program Studi Pendidikan Dokter,

Fakultas Kedokteran U niversitas Is lam I ndonesia

** Departemen l l m u Penyakit Dalam,

Progra m Studi Pendidikan Dokter,

Faku ltas Kedoktera n U n iversitas Is lam I n donesia

Latar Belakang: Secara global populasi lanjut usia di

dunia semakin meningkat. Beberapa fungsi organ mengalami

kemunduran dengan bertambahnya usia . Fungsi ginjal

rnenurun dengan bertambahnya usia, tetapi penurunan ini juga

berhubungan dengan rneningkatnya prevalensi penyakit yang

berperan sebagai faktor risiko penyakit ginjal. Fungsi ginjal

yang rnenurun akan rneningkatkan morbiditas, rnortalitas,

dan disabilitas dalam sosial. Seringkali Geriatri rnerniliki

permasalahan kesehatan yang kornplek, sehingga faktor-faktor

yang menyebabkan fungsi ginjal rnemburuk sating beririsan.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

faktor-faktor yang memengaruhi penurunan GFR Gromerular

Filtration Rate pada lanjut usia.

Metodologi : Penelitian dilakukan dengan menggunakan

rancangan penelitian potong lintang (cross-sectional study) .

Penelitian dilakukan di Posyandu Lanjut Usia di Daerah

Kecamatan Kotagede Yogyakarta. Waktu penelitian rnulai

bulan 1 Juli sampai 1 September 2011 . Subyek adalah orang

lanjut usia di posyandu lanjut usia di wilayah kerja Kecamatan

Kotagede Yogyakarta . Subyek dicatat data umur, jenis

kelarnin, berat badan, tinggi badan, tekanan darah dan riwayat

158

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 166: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

diabetes melitus. Kemudian subyek diambil darahnya untuk

dilakukan pemeriksaan kreatinin untuk pengukuran laju

filtrasi glomerulus. Analisis statistik menggunakan chi-square.

Analisis dinyatakan bermakna bila P<0,05.

Hasil: Total subyek dalam penelitian adalah 35 pasien

dengan usia rata-rata 67.66 tahun (68.6% laki-laki). Beberapa

kategori yang dimasukkan sebagai faktor risiko adalah usia,

jenis kelamin, tekanan darah, riwayat diabetes mellitus dan

index masa tubuh. Selanjutnya, analisis dilakukan dengan

menggunakan chi-square dan fisher exact test. Pada populasi

dengan tekanan darah tinggi, didapatkan penurunan LFG

yang lebih besar dibandingkan tekanan darah yang normal

(OR 6.6, CI = 1 .18-37.03, P= 0.022). Sedangkan untuk kategori

lain tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap

penurunan LFG.

Simpulan: Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan

yang signifikan dari tekanan darah tinggi terhadap penurunan

LFG. Sedangkan untuk kategori lain, seperti usia, jenis kelamin,

IMT, dan riwayat diabetes mellitus tidak menunjukkan

hubungan terhadap penurunan LFG.

Kata kunci: Faktor-faktor yang mempengaruhi - Laju

Filtrasi Glomerulus - Lanjut usia

159

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 167: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hubungan antara Gangguan Fungsi Kognitif, Depresi dan Kualitas Hidup Penduduk Usia Lanjut

di Desa Pedawa, Kabupaten Singaraja, Bal i

Pande M a d e Jun iarta*, IGP Suka Aryana**,

Made Diah Lestari*** RA Tuty Kuswardhani**,

N yoman Asti ka**, IB Putrawa n**, Roi Purnami**

**Divisi Geriatri Program Studi l lm u Penyakit Dalam,

***Prog ram Studi Psi kologi U n iversitas Udaya na/RSUP

Sanglah Denpasar, Bal i

Latar B el ak ang: Gangguan fungsi kognitif banyak

dijumpai pada penduduk usia lanjut (�60 tahun). Bertambahnya

usia akan berdampak pada meningkatnya risiko penyakit,

disabilitas, dan gangguan fungsional yang berasosiasi dengan

fungsi kognitif dan rendahnya kualitas hid up pada penduduk

usia lanjut. Selain itu depresi pada usia lanjut juga dilaporkan

sering terjadi dan menimbulkan dampak negatif terkait angka

mortalitas dan kualitas hidup.

Tujuan: studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara gangguan fungsi kognitif, depresi dan kualitas hidup

penduduk Desa Pedawa, Kabupaten Singaraja, Bali.

Metode: Studi ini merupakan studi cross-sectional yang

dilakukan pada tanggal 13-14 Agustus 2016 pada penduduk

Desa Pedawa, Kabupaten Singaraja, dengan sampel berjumlah

117 orang. Penilaian gangguan fungsi kognitif menggunakan

kuis ioner A bbrevia ted Men tal Tes t (AMT) dan depresi

menggunakan kuisioner Geriatric Depression Scale-15 (GDS-

15). Sedangkan kualitas hidup dinilai menggunakan kuisioner

EQ5D. Sampel diperoleh menggunakan metode consecutive

sampling dan data yang diperoleh dianalisis menggunakan

SPSS versi 1 6.0.

160

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 168: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hasil : Karateristik sampel didapatkan sebanyak 54 orang

(46,2%) pria dan sebanyak 63 (53,8%) adalah wanita. Sampel

dengan gangguan fungsi kognitif didapatkan pada 64 orang

(54,7%) dan tan pa gangguan kognitif sebanyak 53 orang

(45,3%) . Pada skrinning depresi didapatkan sampel dengan

depresi sebanyak 24 orang (20,5 % ) dan tan pa depresi sebanyak

93 orang (79,5% ) . Sedangkan hasil analisis kualitas hid up

sampel didapatkan sampel dengan kualitas hid up baik, sedang

dan buruk berturut-turut sebanyak 35 orang (29,9% ), 66 orang

(56,4%), dan 16 orang (13,7%) . Hubungan antara gangguan

kognitif dan kualitas hidup dianalisis menggunakan uji Chi­

Square dengan nilai p=0,03. Sementara hubungan antara

depresi dan kualitas hid up dianalisis menggunakan uji Fisher

dengan nilai p=0,52. Sedangkan hubungan antara gangguan

kognitif dan depresi dianalisis menggunakan uji Chi-Square

dengan nilai p=0,00.

S impulan : Terdapat hubungan bermakna antara

gangguan fungsi kognitif dengan kualitas hidup dan depresi

pada penduduk Desa Pedawa, Kabupaten Singaraja, Bali.

Kata kunci: Gangguan fungsi kognitif, Depresi, Kualitas

hidup, Usia Lanjut.

161

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 169: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Prediktor Terhadap Status Fungsional Pasien

d i Pol ik l in ik Geriatri RSUD

Makiyatu l M, Yud h i H N, Bayu BW, Fatichati B

D ivisi Geriatri l l m u Penyakit Dalam

FK U n iversitas Sebelas Maret/RS D r. Moewardi Solo

Latar belakang: Populasi lanjut usia yang terns meningkat

dengan problem mutipel patologi menyebabkan status

fungsional menjadi fokus pentin g dalam melakukan

tatalaksana baik di raw at inap ataupun rawat jalan. Beberapa

hal terkait dengan status fungsional, misalnya usia, penyakit

multipel yang diderita, pengobatan sampai pada dukungan

sosial dan lingkungan perlu dievaluasi dalam tatalaksana

pasien di poliklinik geriatri.

Tujuan: Mengetahui prediktor terhadap status fungsional

pada pasien di poliklinik geriatri RSUD Dr.Moewardi.

Metode: Penelitian ini dengan jumlah sampel 159 pasien

rawat jalan poliklinik geriatri. Metodologi penelitian dengan

kohort retrospektif.

Hasil : Usia rata-rata 68,843 ± 6,421 , dengan status

fungsional mandiri 132 pasien (83,02% ) . Kualitas hid up dengan

instrumen EQSDSL 0,819 ± 0,319. Hasil analisis univariat

menunjukkan hubungan bermakna status fungsional dengan

jenis kelamin laki-laki (OR=0,613, p= 0,153), domisili di luar

kota (OR =l,142, p= 0,010), pasangan hidup yang sudah

meninggal (OR=0,740, p= 0,136), lama berobat lebih dari 2

tahun (OR= 0,281, p= 0,178), interval kontrol poli lebih lama

dari satu bulan (OR=l,194, p=0,028), berpendapat bahwa

poliklinik geriatri nyaman (OR=0,288, p=0,248), kepatuhan

meminum obat (OR=l,875, p=0,027), jumlah penyakit lebih

dari 2 (OR=0,727, p=0,101), status fungsional sebelumnya

162

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 170: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

(OR= 2,839, p= 0,000), kualitas hidup (OR=2,097, p =0,000)

serta visual analoge scale (VAS) (OR=0,097, p=0,000) . Hasil

analisis multivariat menunjukkan bahwa status fungsional

sebelumnya (OR =4,497, p=0,000), pasangan hidup yang

sudah meninggal (OR= 3,511, p= 0,032), dan VAS (OR=0,196,

p=0,002) merupakan prediktor status fungsional pasien di

poliklinik geriatri.

Simpulan. Riwayat status fungsional sebelumnya,

pasangan hid up yang sudah meninggal dan VAS merupakan

prediktor status fungsional pada pasien poliklinik geriatri.

Kata Kunci: prediktor, status fungsional, geriatri

163

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 171: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Prel iminary Report

Profi l Resistensi Antibiotik Pada Usia Lanjut

Rawat lnap d i RSUP Sanglah Denpasar

Periode Jul i -September 20 1 6

J effry l * IGP Suka Aryana*, Roi Purnami*, I B putrawan*,

I Nyoman Asti ka*, RA Tuty Kusward hani* , Dwi Fatmawati**,

Sri Budayanti**

* Divisi Geriatri, Bagian/SMF l l m u Penyakit Dalam,

** Bagia n/SMF Mikrobiologi

Faku ltas Kedoktera n U n iversitas Udaya na/

RSUP Sa nglah Denpasar

Pendahuluan: Penyakit infeksi lebih sering dialami oleh

pasien usia lanjut karena pada populasi usia lanjut memiliki

kerentanan terhadap infeksi yang lebih tinggi dibandingkan

pasien lain, namun infeksi pada usia lanjut sulit dikenali,

sehingga penggunaaan antibiotik menjadi lebih tinggi. Inilah

yang menjadi dasar besarnya angka resistensi antibiotik

pada usia lanjut. Penelitian ini sebagai laporan awal yang

menggambarkan profil resistensi antibiotik pada usia lanjut.

Metode: Penelitian ini bersifat observasional potong

lintang. Populasi adalah pasien geriatri yang berumur lebih

dari 60 tahun terdiagnosis infeksi (sepsis, infeksi saluran kemih,

pneumonia, dan dasar Iuka) yang menjalani rawat inap di

RSUP sanglah dan dilakukan kultur dan uji resistensi antibiotik

sebelum diberikan antibiotik periode Juli-September 2016.

Hasil : Didapatkan sebanyak 51 sampel yang terdiri

atas 29 pasien sepsis, 15 pasien ISK, 11 pasien pneumonia,

3 pasien Iuka dan 6 pasien infeksi lain (meningoencefalitis,

ophtalmitis) . Pada pasien sepsis didapatkan jenis bakteri

terbanyak adalah Staphylococcus sp, Bacillus sp. Antibiotik

164

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 172: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

yang sensitif didapatkan Vancomicin, Tetrasiklin, Linezolid,.

Antibiotik yang resisten didapatkan Levofloxacin, Gentamicin,

Eritromicin. Pada pasien ISK, jenis bakteri terbanyak adalah

Acinetobacter Baumanii, Staphylococcus aureus, Eschericia

coli, Enterococcus faecalis. Antibiotik yang sensitif didapatkan

Amikacin, Gentamicin dan Ciprofloxacin. Antibiotik yang

resisten didapatkan Ampicillin, Trirnetoprirn/Sulfametoksazol.

Pada pasien pneumonia, jenis bakteri terbanyak adalah

Staphylococcus sp, Pseudomonas aeruginosa, Pneumonia

spp. Antibiotik yang sensitif didapatkan Cefixime, Amikacin.

Antibiotik yang resisten didapatkan Ampicillin. Pada pasien

dengan dasar Iuka, jenis bakteri yang ditemukan adalah

Staphylococcus sp, Proteus hauseri. Antibiotik yang sensitif

diantaranya Ceftriaxone, Levofloxacin. Pada pasien infeksi

lainnya, jenis bakteri yang ditemukan Serratia rubidaea,

Streptococcus viridian Alpha Hem. Antibiotik yang sensitif

diantaranya ceftazidime.

Simpulan : Pada pasien sepsis d idapatkan bakteri

Staphylococcus sp sebagai agen penyebab terbanyak, dengan

hasil uji resistensi antibiotik, antibiotik yang sensitif adalah

Vancomicin dan antibiotik yang resisten eritromicin. Pada

pasien ISK didapatkan sebagai bakteri penyebab terbanyak

adalah Acinetobacter baumanii, antibiotik yang sensitif

adalah Ciprofloxacin dan antibiotik yang resisten adalah

Trimetropim/Sulfametoksazol . Pada pasien pneumonia

didapatkan bakteri Pseudomonas aeruginosa, antibiotik yang

sensitif adalah Amikacin dan antibiotik yang resisten adalah

ampicillin.

Kata kunci: geriatri, antibiotik, resistensi, kultur, infeksi

165

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 173: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Gambaran Kadar Natrium Awai Pasien Usia

Lanjut dengan Pemakaian Naso Gastic Tube

(NGT) d i Ruang Rawat lnap Geriatri RSCM

Dhi Ajeng Kusuma Wicitra S .Gz, RD

l nsta lasi Gizi RSU PN Ci pto Mangunkusumo

Latar Belakang: Pada usia lanjut yang sehat terdapat

penurunan natrium sekitar lmEq/L per dekade dari nilai

rata-rata 140 mEq/ L pada usia dewasa muda. Sering kali

hiponatremia merupakan pertanda dari penyakit berat yang

mendasari dengan prognosis buruk dan mortalitas tinggi.

Kadar natrium serum rendah mempengaruhi angka kematian

selama pemantauan 30 hari paska infark miokard akut secara

tidak bermakna. Banyak pasien yang mendapat dukungan

nutrisi melalui NGT akan mengalami hiponatremia intermitten

atau persisten karena rendahnya kandungan natrium dalam

diet terse but.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran

kadar natrium awal pasien usia lanjut dengan pemakaian NGT

di Ruang rawat inap Geriatri RSCM

Metode: Desain penelitian ini adalah cross sectional

dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling.

Subjek penelitian adalah semua pasien usia lanjut yang masuk

untuk di rawat di ruang rawat akut geriatri RSCM pada bulan

Mei - Agustus 2016 dengan pemakaian NGT.

Hasil: Didapatkan 68 subjek usia lanjut yang terdiri atas 27

(39.8%) subjek laki-laki dan 41 (60.2%) subjek perempuan yang

menggunakan NGT. Sebagian besar subjek (69,1 % ) termasuk

dalam kriteria usia lanjut (60-74 tahun) dan hanya 30.9%

termasuk dalam kriteria usia lanjut tua (75-90 tahun). Nilai rata-

166

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 174: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

rata kadar natrium awal masuk adalah sebesar 129.9 mEq/L.

Didapatkan 33 (48,5%) subjek dengan kadar natrium rendah

dan normal, serta 2 (3%) subjek dengan kadar natrium tinggi.

Simpulan: Pasien usia lanjut yang menggunakan NGT saat

awal masuk memiliki data nilai natrium normal dan rendah

sebanyak 33 orang (48.5%) dan terdapat 2 orang dengan nilai

natrium tinggi (3 % ) dengan nilai rata-rata kadar natrium

termasuk rend ah yaitu sebesar 129,9 mEq/L.

167

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 175: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Korelasi antara Derajat Del ir ium

dengan lnsiden Kematian pada Pasien Geriatri

yang d i Rawat d i RSUP Sanglah

Dian Pritasari Jeger, Yosef Samon S u g i , IGP S u k a Arya na,

RA Tuty Kuswa rdhani , Nyoman Asti ka, I B Putrawan,

Ra i Purnami

Divisi Geriatri Progra m Studi l l m u Penyakit Dalam

U niversitas Udayana/RSU P Sang l a h Den pasa r, Bal i

Latar belakang: Delirium merupakan gangguan perhatian

dan kognitif akut yang terjadi pada pasien usia tua. Gangguan

tersebut biasanya sangat serius, sering tidak dikenali, dan

biasanya sangat fatal . Penegakan diagnosis memerlukan

penilaian kognitif yang lengkap dan riwayat adanya gejala yang

timbul secara akut (1 ) . Meskipun diberikan penatalaksanaan

terhadap penyebabnya, pasien dengan delirium tidak selalu

pulih (2) . Penelitian ini menentukan korelasi antara derajat

delirium dengan insiden kematian pada pasien geriatri yang

dirawat di RSVP Sanglah.

Metode: Selama bulan November 2014 sampai Februari

2015, pasien medis usia di atas 60 tahun secara konsekutif

dilakukan penyaringan untuk delirium. Pasien tersebut diikuti,

kemudian ditentukan luaran yang buruk, yaitu kematian saat

dirawat. Hubungan antara derajat keparahan delirium dengan

luaran klinis dievaluasi uji Chi-Square. Risiko ditentukan

dengan menggunakan Odd Ratio (OR) dan 95% Confidence

Interval (CI) .

Hasil : Prevalensi delirim pada pasien geriatri di RSVP

Sanglah sebesar 48.6% (delirium ringan), 27.8% (delirium

sedang) dan 23.6% (delirium berat) . Terdapat perbedaan

168

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 176: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

signifikan antara derajat delirium dengan kematian (p=0.017,

CI 95% 0.00 - 0.118).

Simpulan: Terdapat hubungan signifikan antara derajat

delirium dengan insiden kematian pada pasien lansia yang

dirawat inap di RSUP Sanglah.

Daftar Pustaka

1 . Inouye SK, Westerndorp RG, Saczynski JS. Delirium in

elderly people. The Lancet. 2014;383(9920):911-922.

2. Dasgu pta M, Brymer C. Prognosis of del ir ium in

hospitalized elderly: worse than we though. International

Journal of Geriatric Psychiatry . 2014;29(5):497-505.

169

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 177: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Perbedaan Pengaruh Terapi Elektroakupunktur

dan Transcutaneus Electrical Nerve

Stimulation Terhadap Kadar 8 - Endorphin

Plasma dan Visual Analogue Scale pada Pasien

Geriatri dengan Osteoatritis

N urudh i n A, Erwi ndo, Arifi n ZA

Divisi Reumatologi KSM l l m u Penyakit Dalam

RS Dr Moewardi/FK U NS

Latar Belakang: Osteoartritis (OA) merupakan penyakit

rematik dengan angka morbiditas dan cacat fisik yang tinggi

dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pada geriatri.

Penatalaksanaan osteoartritis meliputi non farmakologis,

farmakologis dan pembedahan yang ditujukan terutama

untuk mengurangi rasa nyeri. Akupunktur dan Transcutaneous

elec trical nerve s timula tion (TENS) termasuk terapi non

farmakologis dengan efek samping minimal yang dapat

meningkatkan kadar p-endorphin plasma sehingga nyeri

dapat dikurangi

Tujuan: Untuk membuktikan adanya perbedaan pengaruh

terapi Elektroakupunktur (EA) dan Transcutaneus electrical nerve

stimulation (TENS) terhadap kadar p-endorphin plasma dan

visual analogue scale (VAS) pada pasien nyeri lutut osteoatritis.

Metode: Jenis penelitian uji klinis dengan Randomized

Con trol Tria l (RCT), melibatkan 40 pasien geriatri, 20

pasien diberikan EA, 20 pasien diberikan TENS. Dilakukan

pemeriksaan data variabel - variabel penelitian sebelum dan

sesudah perlakuan. Analisa statistic dengan uji t berpasangan

dengan SPSS.20 for windows. Nilai signifikansi yang dipakai

p<0,05

170

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 178: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hasil: Pada kelompok EA terdapat peningkatan kadar p ­

endorphin plasma dan penurunan VAS (p=O,OOldan p=0,001).

Kelompok TENS terhadap peningkatan kadar p - endorphin

plasma dan penurunan VAS (p=0,097 dan p=0,001) . EA lebih

meningkatkan kadar p - endorphin plasma dibandingkan

TENS (p=0,038). Tidak ada perbedaan EA dan TENS terhadap

penurunan VAS (p=0,539).

Simpulan: Pada pasien geriatric dengan osteoarthritis,

EA dan TENS meningkatkan B endorphin dan menurunkan

VAS. EA lebih menurunkan p-endorphin dibandingkan TENS.

Kata kunci : Geriatri, Osteoarthritis, Akupunktur,

Transcutaneus electrical nerve stimulation, p-endorphin

plasma, visual analogue scale.

171

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 179: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Tingginya Angka Preva lensi Hipotensi

O rtostatik pada Populasi Geriatri dengan

H ipertensi di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar,

Kabupaten S ingaraja, Propinsi Bal i

pada Bulan September 20 1 6

J a n u a r Raya GA Mudamakin, IGP Suka Aryana,

RA Tuty Kuswa rd hani Suastika, N yoman Asti ka, IB Putrawa n,

Ketut Ro i Purnam i , Made Putra Swi Anta ra, Adelia Yasmin

Divisi Geriatri, Bagia n l lmu Penyakit Dalam

F K U N U D/RS U P Sanglah Denpasar

Latar Belakang : Hipotensi ortostatik d idefinisikan

sebagai penurunan tekanan darah sistolik paling sedikit 20

mmHg atau tekanan darah diastolik penurunan minimal 10

mmHg dalam waktu tiga menit berdiri. Kejadian hipotensi

ortostatik makin meningkat seiring dengan pertambahan usia,

satu penelitian menunjukkan kejadian hipotensi ortostatik

pada usia ;;:: 60 tahun adalah 17,3% . Faktor risiko terjadinya

hipotensi ortostatik pada lanjut usia adalah: Hipertensi (60% ),

diabetes mellitus (22%) dan atrial fibrilasi (5,9% ) . Kejadian

hipotensi ortostatik pada lanjut usia yang mendapatkan terapi

antihipertensi oral adalah hal yang perlu mendapat perhatian

secara khusus, karena hal tersebut dapat meningkatkan risiko

terjadinya jatuh (Falls) pada lanjut usia.

Tujuan: Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui

angka prevalensi hipotensi ortostatik pada populasi lanjut

usia dengan hipertensi di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar,

Kabupaten Singaraja pada bulan September 2016.

Metode: Rancangan penelitian yang digunakan adalah

crossectional deskriptif dengan variabel penelitian berupa

usia, tekanan darah dalam posisi tidur, duduk, dan berdiri.

172

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 180: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pengarnbilan sarnpel dilakukan dengan teknik consecu tive

sampling. Data diperoleh dari hasil anamnesis dan perneriksaan

fisik di Balai Desa Padawa, dianalisis dengan menggunakan

Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 16.0.

Hasil: Hasil penelitian rnenunjukkan bahwa dari 1 17

sarnpel, 54 (46,2%) adalah laki-laki dan 63 (53,8%) adalah

perernpuan. Rentang usia adalah 60 s/ d 97 tahun. Didapatkan

angka prevalensi hipotensi ortostatik sistolik adalah 39 orang

(32,8 % ) dan dari jurnlah ini, yang rnengalarni hipertensi sistolik

adalah 30 orang (76,9% ). Angka prevalensi hipotensi ortostatik

diastolik adalah 48 orang (40,3%) dan dari jumlah ini, yang

rnengalarni hipertensi diastolik adalah 34 orang (70,8% ) .

Simpulan: Populasi lanjut usia dengan hipertensi lebih

berisiko untuk terjadinya hipotensi ortostatik.

Kata kunci: Hipotensi ortostatik, hipertensi, lanjut usia

173

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 181: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pengaruh Pemberian Suplementasi Zink

terhadap Kadar Albumin Serum dan

Hemoglobin pada Lansia

Meutia Setyowati Maha nani Lestari , E rwin Prasetyo Ardy,

Amal l ia N Setyawati, Dwi Ngestin ingsih

D ivisi Geriatri, Departemen l lmu penya kit Dalam,

Fakultas Kedokteran U n iversitas D i ponegoro, Semarang

Latar belakang: Lansia rentan mengalami penurunan

albumin dan hemoglobin akibat defisiensi nutrisi, degenerasi

organ, serta peningkatan oksidan dalam tubuh. Zink adalah

mikromineral esensial yang berperan sebagai kofaktor

enzim, hepatoprotektor, antioksidan serta penyusun ALA

dehydrogenase, sebuah metalloenzim penting pada sintesis

heme. Pemberian suplementasi zink diharapkan dapat

meningkatkan kadar albumin dan hemoglobin lansia.

Tujuan: Membuktikan pengaruh pemberian suplementasi

zink terhadap kadar albumin dan hemoglobin serum pada

lansia.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental

dengan pre and post test control group design . Sampel adalah

lansia berusia diatas 60 tahun yang tinggal di Unit Rehabilitasi

Sosial Pucang Gading Semarang. Sebanyak 31 lansia yang

setuju mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok

perlakuan (16 orang) diberi suplemen zink 40 mg perhari dan

senam lansia, sedangkan kelompok kontrol (15 orang) diberi

placebo dan senam lansia. Pemberian suplementasi dilakukan

setiap hari selama delapan minggu sedangkan senam lansia

dua kali seminggu selama delapan minggu . Sebelum dan

setelah penelitian, dilakukan analisa kadar albumin dan

174

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 182: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

hemoglobin serum. Uji statistik menggunakan Wilcoxon dan

paired t-test.

Hasil: Kadar albumin pada kedua kelompok penelitian

mengalami kenaikan. Pada kelompok perlakuan kadar albumin

meningkat sebesar 0,5 ± 0,23 g/ dL (p<0,001) sedangkan pada

kelompok kontrol meningkat sebesar 0,2 ± 0,61 g/ dL (p=

0,175). Peningkatan kadar hemoglobin hanya ditemukan pada

kelompok perlakuan, yaitu sebesar 0,7 ± 0,14 (p=0,002). Pada

kelompok kontrol, kadar hemoglobin turun sebesar 0,2 ± 0,66

(p=0,667).

S i m pu l a n : Pemberian suplementas i z ink d a p a t

meningkatkan kadar albumin dan hemoglobin serum lansia.

Kata kunci: Lansia, Zink, Albumin, Hemoglobin

175

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 183: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pengaruh Pemberian Al lopurinol terhadap

Penurunan Transforming Factor- D pada Pasien

Lansia dengan Gagal Jantung Kongestif

Yu l ius Setiad i , Frans Wantania, Edward J i m , Martino Sutrisno,

Jeffrey Ongkowi jaya , Ceci l ia Hend ratta,

Pear la Lasut, B isuk PS

Bagian l l m u Penyakit Da lam FK U NSRAT Manado

Latar Belakang: Fibrosis jantung bertanggung jawab

terhadap terjadinya gagal jantung. Penurunan ekspresi

TGF-Pl berdarnpak pada penurunan fibrosis pada miokard.

Pengobatan allopurinol dapat rnenurunkan regulasi TGF- pl

pada hewan coba. Efek ini dikaitkan dengan penurunan secara

signifikan dari fibrosis jantung. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pernberian allopurinol dalam terapi

pasien lansia dengan CHF terhadap TGF- pl .

Metode: Penelitian ini bersifat uji klinik terbuka dengan

kontrol yang dilakukan di Poliklinik Jantung RSUP Prof RD

Kandou Manado. Sampel penelitian adalah pasien lansia laki­

laki CHF fungsional kelas II-III yang dinilai sesuai kriteria

Framingham, dengan tekanan darah <160/90 mmHg.

Hasil : Penelitian ini dilakukan terhadap 26 pasien lansia

dengan CHF. Terdapat hubungan tidak bermakna antara kadar

TGF- pl sebelurn dan sesudah 2 bulan pernberian allopurinol

dalarn terapi CHF (p=0.100), terdapat perbedaan rerata yang

berrnakna kadar TGF-Pl antara subjek dengan pernberian

allopurinol dalam terapi CHF dan subjek kontrol dalam terapi

CHF (p=0.027).

Simpulan: Pada penelitian ini ditemukan penurunan

rerata TGF-Pl pada kelornpok perlakuan sebelurn diberikan

176

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 184: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

allopurinol dibandingkan sesudah 2 bulan pemberian

allopurinol pada subjek laki-laki lansia CHF (walaupun tidak

bermakna secara statistik) . Terdapat perbedaan bermakna

selisih penurunan TGF-Pl antara kelompok kontrol dan

perlakuan pada subjek laki-laki lansia CHF.

Kata kunci : Gagal Jantung Kongestif, Lansia, TGF- p,

Allopurinol.

177

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 185: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hubungan Rasia Neutrofi l /Limfosit dan Frai lty

pada Pasien Penyakit Jantung Koroner

Usia Lanjut

Hendra Gunawan, Novira Widaja nti* ,

Hadiq F irdausi*, J usri l chwani*

*Divisi Geriatri - Departemen l lmu Penyakit Da lam

Fakultas Kedokteran U niversitas Ai r langga -

RSU D D r. Soetomo Surabaya

Pendahuluan: Frailty adalah faktor risiko independen

terhadap morbiditas dan mortalitas pada populasi usia lanjut.

Berdasarkan patofisiologinya, Frailty meliputi perubahan

sistem imun dan status inflamasi, yaitu inflamasi kronik.

Manifestasinya berupa peningkatan sitokin proinflamasi

dan hitung leukosit total. Hubungan rasio neutrofil/ limfosit

(RNL) sebagai parameter inflamasi dengan frailty pada pasien

penyakit jantung koroner (PJK) usia lanjut di Indonesia belum

pernah dilaporkan.

Tujuan: Menilai korelasi RNL danfrailty pada pasien PJK

usia lanjut.

Metode: Penelitian potong lintang dilakukan sejak Juli­

Agustus 2016 pada 41 pasien PJK usia lanjut di RSUD Dr.

Soetomo Surabaya. Pengukuran RNL dilakukan saat awal

admisi sedangkan frailty dinilai dengan skor FI-40. Subjek

terbagi dalam robust (kelompok I), pre-frail (kelompok II), clan

frail (kelompok III). Uji hipotesis clilakukan dengan Spearman' s

correlation test dan penentuan nilai ambang RNL clilakukan

clengan kurva ROC (perangkat lunak SPSS v22.0) .

Hasil : Rerata usia pasien 66,62 tahun (SD 5,87) clan

mayoritas aclalah laki-laki (72,5% ) . Distribusi pasien pacla

178

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 186: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

kelompok I, II, dan III adalah 14,6 % , 63,4 %, dan 22,0 % .

Didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik ter­

hadap jumlah neutrofil, limfosit, dan RNL pada kelompok I,

II, dan III [5.835 (3.890-8.180), 6.780 (4.440-30.300), 7.760 (5.450-

18.000), p<0,04; 2.355 (1 .130-6.450), 1 .745 (1 .010-5.700), 1 .220

(850-1.750), p<0,00; 3,15 (1,09-3,94), 3,72 (2,35-6,32), 6,36 (4,26-

21,43), p<0,00] . Nilai RNL memiliki korelasi positif dengan skor

FI-40 (r: 0,69, p<0,00). Nilai ambang RNL untuk menentukan

frailty pada pasien PJK usia lanjut adalah 4,26 (ABK 0,91,

p<0,00, IK 95% 0,89-0,99, sensitivitas 87,5%, spesifisitas 68,7% ).

Simpulan: RNL memiliki korelasi positif dan sensitif

terhadap status frailty pada pasien PJK usia lanjut.

Kata Kunci: Penyakit Jantung Koroner, Usia Lanjut, Frailty,

Rasio Neutrofil Limfosit (RNL)

179

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 187: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hubungan H ipertensi dengan Penurunan

Kogn itif Berdasarkan Mini Mental State Examination (MMSE) pada Usia Lanjut d i

Posyandu Lansia Kotagede, Yogyakarta

N a bi la L .M*, Agustin A . F. * , Marfianti E . **

* Program Studi Pendidikan Dokter,

Fakultas Kedoktera n U n iversitas Is lam I ndonesia

** Departemen l l m u Penyakit Dalam,

Program Studi Pendidikan Dokter,

Faku ltas Kedoktera n U n iversitas Is lam I ndonesia

Latar Belakang: Sernakin bertarnbahnya waktu, populasi

lanjut usia sernakin rneningkat. Masalah yang ditirnbulkan

pun sernakin rneningkat. Hal ini berhubungan dengan proses

degeneratif, salah satunya yaitu gangguan fungsi kognitif.

Penyebab dari gangguan fungsi kognitif berrnacarn-rnacarn.

Hipertensi rnerupakan salah satu penyebab yang dapat

rnernpengaruhi fungsi kognitif seseorang, karena dengan

adanya hipertensi aliran darah ke otak dapat terganggu.

Tuj uan : Penelitian ini bertujuan untuk rnengetahui

hubungan hipertensi dengan penurunan kognitif berdasarkan

MMSE pada lanjut usia di posyandu lansia kotagede.

Metodologi: Penelitian dilakukan dengan rnenggunakan

rancangan penelitian potong lintang (cross-sectional study) .

Data dari populasi di Posyandu Lanjut Usia di Daerah Keca­

rnatan Kotagede Yogyakarta. Subyek yang dipilih dilakukan

wawancara dan perneriksaan hipertensi dan dinyatakan

hipertensi atau tidak. Kernudian dilakukan perneriksaan fungsi

kognitif dengan MMSE. Fungsi kognitif dinyatakan normal bila

nilai MMSE lebih dari 25, dan dinyatakan rnenurun apabila

180

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 188: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

nilai MMSE kurang dari 25. Data dianalisis menggunakan chi­

square. Analisis dinyatakan bermakna bila P<0,05.

Hasil: Subyek penelitian ini sebanyak 35 pasien yang

terdiri dari 68.6% laki-laki dan 31 .4% perempuan. Rata-rata usia

pasien 67.66 tahun. Total subyek penelitian dengan hipertensi

sebanyak 27 orang clan dengan gangguan kognitif sebanyak 5

orang. Dari hasil analasis statistik tidak didapatkan hubungan

yang signifikan antara hipertensi dengan penurunan fungsi

kognitif, karena p didapatkan 1 .728 (p>0.05).

Simpulan: Penelitian ini menunjukkan tidak adanya

hubungan yang signifikan antara tekanan darah tinggi dengan

penurunan fungsi kognitif.

Kata kunci: Hipertensi - Penurunan Fungsi Kognitif -

MMSE - Lanjut Usia

181

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 189: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Perbandingan Pencapaian Target Tekanan

Darah pada Pasien Hipertensi Tanpa

Komp l ikasi Usia Pra Lansia dan Lansia

di FKTP Kl in ik DK

Muhammad Kharisma*, Muhammad Kautsa r**

* Dokter, staff pengajar U n iversitas Is lam I ndonesia

** Dokter muda FK U n iversitas Is lam I ndonesia

Pendahuluan: Hipertensi primer pada lansia merupakan

salah satu penyakit degeratif yang banyak ditemukan

dengan peningkatan prevalesi seiring bertambahnya usia.

Ketidakpatuhan pengobatan sering ditemukan pada pasien

lansia. Saat ini pasien hipertensi tanpa komplikasi wajib

ditangani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)

berkaitan dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) sejak tahun 2014.

Tujuan: Membandingkan tercapainya target tekanan

darah pasien hipertensi tanpa komplikasi pada pra lansia dan

lansia di FKTP Klinik DK Sleman, DI Yogyakarta.

Metode : Penelitian dengan metode cross sectional

dilakukan terhadap pasien hipertensi tanpa komplikasi dengan

usia di atas 45 tahun. Sampel yang digunakan seluruh pasien

hipertensi tanpa komplikasi yang terdata di FKTP Klinik DK,

Sleman, DI Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui

data sekunder terhadap kunjungan terakhir pasien selama

Agustus 2014 - Agustus 2016. Data dianalisis dengan fischer

exact test.

Hasil : Dari hasil penelitian terdapat 106 pasien hipertensi

tanpa komplikasi yang terdiri dari 32 pasien pra lansia dan

74 pasien lansia. Pada pra lansia sebanyak 6 pasien tidak

182

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 190: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

mencapai target tekanan darah sedangkan pada lansia

sebanyak 16 pasien. Tidak ada perbedaan yang bermakna

terhadap pencapaian target tekanan darah pada pasien

usia pra lansia dan lansia (PR = 1,14 atau CI: 95% ; p > 0,05.

Pengendalian hipertensi primer tentunya dapat dikendalikan

pada klinik pratama dan fasilitas kesehatan tingkat pertama

lain. Namun demikian pada penelitain lain menyebutkan usia

lanjut merupakan faktor risiko tidak tercapainya pengendalian

hipertensi.

Simpulan: Tidak terdapat perbedaan signifikan antara

pengendalian tekanan darah pada pra lansia dan lansia

penderita hipertensi pada tahap layanan primer Klinik DK,

Sleman, Yogyakarta. Fasilitas Tingkat primer dapat menjaga

kualitasnya serta dukungan pemerintah dalam penyediaan

obat dan jenis terapi hipertensi.

Kata Kunci: Hipertensi, Usia lanjut, layanan primer

183

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 191: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hubungan antara Penyakit D iabetes Mel l itus

tipe II dengan Kekuatan Genggam Tangan

pada Pasien Usia Lanjut

Faris Ja isyi Umam, Siti Setiati

Fakultas Kedokteran U n iversitas I ndonesia, Ja ka rta

Pendahuluan. Diabetes mellitus (DM) tipe II merupakan

penyakit kronis yang menjadi masalah di Indonesia. Prevalensi

DM tipe II terbesar berada pada kelompok usia lanjut. Hal

ini dapat menimbulkan berbagai risiko karena DM tipe II

berkaitan dengan terjadinya sarcopenia; kondisi penurunan

massa dan kekuatan otot. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan DM tipe II pada pasien usia lanjut

dengan Kekuatan Genggam Tangan (KGT) yang mewakili

kekuatan otot tangan.

Metode. Desain penelitian ini adalah cross-sectional .

Sebanyak 1 64 pasien usia lanjut poliklinik rawat jalan

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo diikutsertakan dalam

penelitian ini. Variabel yang dikumpulkan meliputi penyakit

DM tipe II sebagai variabel independen, kekuatan genggam

tangan sebagai variabel dependen, serta status nutrisi, usia,

hipertensi, dan dislipidemia sebagai variabel perancu. Kriteria

KGT menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Asian

Working Group for Sarcopenia (AWGS). Analisis statistik

yang digunakan adalah analisis bivariat uji chi square untuk

mengetahui hubungan OM tipe II dengan KGT, serta analisis

multivariat uji regresi logistik untuk mengetahui hubungan

variabel-variabel dengan KGT.

Hasil . Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 40,9%

pasien menderita penyakit DM tipe II. Hasil uji analisis

bivariat, mendapatkan adanya hubungan yang bermakna

184

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 192: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

antara penyakit OM tipe II dengan KGT yang lemah (OR,

2,331; 95% CI, 1 ,154-4,710; p:0,017) . Pada analisis multivariat

didapatkan variabel yang memiliki hubungan yang bermakna

dengan KGT adalah DM tipe II (OR, 4,052; 95% Cl, 1,776-9,245;

p:0,001), status nutrisi (OR, 2,369; 95% Cl, 1 ,155-4,860; p:0,019),

dan usia (OR, 3,338; 95% Cl, 1 ,547-7,203; p:0,002).

Simpulan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara penyakit OM tipe 11, status

nutrisi, dan usia dengan kekuatan genggam tangan pada

pasien lanjut usia.

Kata kunci: pasien usia lanjut, diabetes mellitus tipe 11, kekuatan genggarn tangan

185

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 193: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Profil Kasus Pasien Geriatri yang Datang

ke Un it Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta pada Hari L ibur Tahun Baru, Natal

dan Lebaran Tahun 20 1 5

I rma Surya ni*, Probosuseno**

* Residen l l m u Penyakit D a l a m di U niversitas Gadjah Mada/

RSU P Dr. Sardj ito Yogya ka rta

** Konsultan Geriatri, Bagian l l m u Penyakit Dalam

RSU P D r. Sa rdj ito Yogyaka rta

Latar belakang: Kondisi sosial masyarakat mengalami

perubahan saat berlangsung hari libur nasional. Terjadi

perubahan pola aktivitas, diet, maupun mobilisasi masyarakat

yang dapat memperngaruhi profil pasien yang datang ke

Rumah Sakit karena terjadinya peningkatan kasus-kasus

penyakit tertentu. Hal ini membutuhkan kesiapan Rumah Sakit

dalam menangani pasien khususnya pasien geriatri mengingat

kemungkinan terdapat perbedaan pola jenis penyakit yang

harus ditangani dibandingkan saat di luar hari libur Nasional.

Pengetahuan mengenai profil kasus UGO pada saat hari libur

nasional dapat digunakan untuk mempersiapkan penanganan

yang memadai sebelum hari libur nasional tiba.

Hari libur Tahun baru, Natal, dan Lebaran merupakan

hari-hari l ibur nasional yang bisa diambil contoh dalam

penanganan kasus UGO pada saat hari libur mengingat pada

hari-hari ini terjadi perubahan kondisi sosial masyarakat yang

cukup signifikan dibandingkan hari biasa.

Tujuan: Memberikan gambaran karakteristik pasien dan

jenis kasus penyakit dalam (khususnya pasien geriatri) yang

datang ke Unit Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito pada hari

libur tahun baru, Natal, dan Lebaran.

186

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 194: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Metode : Penelitian ini bersifat deskriptif dan retrospektif.

Data diambil dari register pasien yang datang ke UGO RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta dan dirujuk dan dikonsulkan ke bagian

penyakit dalam pada saat hari libur tahun baru, Natal, dan

Lebaran tahun 2015 . Data yang diperoleh kemudian dijabarkan

untuk memberikan gambaran mengenai profil pasien yang

datang ke UGO pada saat hari libur Nasional.

Hasil: Jumlah pasien yang dikonsulkan ke bagian penyakit

dalam pada hari libur tahun baru, Natal, dan Lebaran adalah

masing-masing 22, 21, dan 14 orang. Jenis kasus terbanyak pada

tahun baru adalah tropmed dengan 6 kasus (27% ), pada hari

Natal adalah kardiologi sebanyak 7 kasus (33 % ), dan pada hari

Lebaran adalah hemato-onkologi, tropmed, dan kardiologi,

masing-masing sebanyak 3 orang (masing-masing 21 % ) .

Pasien geriatri yang datang sebanyak 7, 6, dan 8 orang

pada hari libur tahun baru, Natal, dan Lebaran. Pasien ini

menempati proporsi sebesar 32%, 28%, dan 57% dari semua

pasien yang datang hari itu. Jenis diagnosis terbanyak pasien

geriatri adalah kasus tropmed (43%) pada tahun baru, kasus

paru (67%) pada hari Natal, dan kasus kardio (50%) pada hari

Lebaran. Tidak ada satu jenis kasus geriatri yang terdapat

pada ketiga hari libur. Jenis dan jumlah kasus yang ada juga

bervariasi pada ketiganya. Tidak terdapat pola yang seragam

mengenai jenis penyakit pada ketiga hari libur ini.

Simpulan: Jenis kasus yang datang pada saat hari libur

tahun baru, Natal, dan Lebaran bervariasi, dan kasus geriatri

menernpati proporsi yang cukup signifikan.

Kata kunci: Profil kasus geriatri, hari libur nasional, UGO

RS Sardjito.

187

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 195: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Senior Caring Education Program for

Church Volunteers

Vera, Maria Linawati Sihotang

Department of I nternal Med icine,

Mara natha C h ristian U n iversity, Bandung - I ndonesi a .

Introduction: Senior health awareness is very low in

Indonesian community, so most Indonesian senior citizens do

not see doctors until the disease becomes more complicated and

costly. Thus, it is important to raise senior health awareness

in the community.

Methods: A half-day education program was given to 91

church volunteers. The program comprised of both lecture

on geriatric syndromes and practice demonstration of senior

caring at home. Participants were asked to fill in questionnaires,

pretest, and post-test.

Results : 60% participants had higher than high school

education, but only 8% participants read senior health article

weekly or more often. Although only young church volunteers

were invited to join the program, 30% participants were aged

60-70 years old. None of the participants had medical education

background. All participants volunteered in various church

services, but only 40% participants directly served senior

church members. Pretest score of 50% participants was less

than 60, while post-test score of 90% participants at the end

of the program was more than 60, indicating that participants

understood the material well .

Conclusions: A half day education program on senior

caring may increase the knowledge of senior health care among

church volunteers. Further study is needed to measure the

effectiveness of such program in reducing health care cost for

senior Indonesian citizens.

Keywords: education, caring, senior, volunteer

188

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 196: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hubungan Frai lty terhadap Skor Timi

pada Pasien Usia Lanjut PJK Stemi

di Huang ICCU RSUD Dr. Soetomo

Mamluatul Karimah, Novira Widajanti

Departemen l l m u Penyakit D a l a m - Divisi Geriatri

Faku ltas Kedoktera n U n iversitas Air langga -

RSU D d r. Soetomo, Sura baya, I ndonesia

Latar Belakang: Frailty merupakan suatu kondisi biologis

yang mencerminkan penurunan kondisi fisiologis dan

kerentanan terhadap stressor. Frailty dihubungkan dengan

resiko tinggi mortalitas. Peran frailty pada penyakit jantung

koroner belum sepenuhnya diketahui. Pada pasien penyakit

jantung koroner skor TIMI dihubungkan dengan mortalitas.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan frailty terhadap

skor TIMI pada pasien lanjut usia dengan penyakit jantung

koroner.

Bahan dan Metode: Penelitian analitik cross sectional

pada pasien lanjut usia dengan penyakit jantung koroner

yang dirawat di Ruang ICCU RSUD Dr. Soetomo periode Juli

2016 sampai September 2016 . Skor frailty dinilai dengan Fi40.

Analisis data statistik menggunakan uji beda ANOV A dan uji

korelasi pearson untuk mengevaluasi hubungan antara frail

dengan skor TIMI pada pasien lanjut usia dengan penyakit

jantung koroner.

Hasil: Pada 44 subjek penelitian didapatkan laki-laki

31 (70,5%) dan wanita 13(29,5% ) . Untuk usia media 67 tahun

(60-85 tahun). Sebesar 52,3% subjek memiliki diabetes mellitus,

84,l % hipertensi, 29,5% dislipidemia dan merokok 43,2% .

Subjek yang masuk kategori robust 15,9%, prefrail 59,1 % dan

189

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 197: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

frail 25% . Skor TIMI 5 paling banyak dijumpai 31,8%. Dijumpai

mortalitas sebesar 9 % . Berdasarkan hasil uji beda analisis

varian didapatakn perbedaan skor TIMI antar kelompok

robust, prefrail dan frail (p<0,05). Analisis posthoc menujukan

didapatkan perbedaan skor TIMI antara robust, prefrail dan

frail (p<0,05). Uji korelasi pearson menunjukan hubungan

anatara frailty dan skor TIMI, r 0,4 (p<0,05).

Simpulan: Didapatkan hubungan frailty terhadap skor

TIMI pada pasien Ian jut usia dengan penyakit jantung koroner.

Kata Kunci: Acute myocardial infarction; elderly, frailty,

TIMI score.

190

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 198: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hubungan antara Lama Menderita

Diabetes Mel l itus (OM) tipe 2 dengan Gangguan Fungsi Kognitif

pada Pasien PROLANIS d i Ngemplak Sleman

Fery Luvita Sari, Agus Ta ufiqurrah m a n

Staf pengajar, Departemen l l m u Penyakit Sa raf, Faku ltas

Kedokteran U n iversitas Is lam I ndonesia Yogyakarta .

Latar belakang: Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan

metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat

gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein karena

kerusakan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. DM

tipe 2 merupakan tipe diabetes terbanyak di seluruh dunia,

sekitar 90% kasus. DM meningkatkan resiko komplikasi

mikrovaskuler dan makrovaskuler. Selain itu terdapat

komplikasi yang merupakan kombinasi dari mikro dan

makrovaskuler seperti gangguan fungsi kognitif. Hubungan

antara lama menderita DM tipe 2 dengan ganggguan fungsi

kognitif belum banyak diteliti. Kami melakukan penelitian

pada pasien anggota PROLANIS (Program Pengelolaan

Penyakit Kronis) di Ngemplak Sleman.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan

antara lama menderita DM tipe 2 dengan gangguan fungsi

kognitif pada pasien anggota PROLANIS di Ngemplak Sleman.

Metode: Rancangan penelitian menggunakan metode

cross sectional dengan pengambilan sampel secara consecutive

sampling. Subyek penelitian adalah pasien yang menderita DM

tipe 2 anggota PROLANIS di Ngemplak, Sleman. Instrumen

yang digunakan adalah MMSE (Mini Mental State Examination).

UJi statistik menggunakan Chi Square dari program SPSS

16.0 for Windows. Hasil dianggap bermakna secara statistik

191

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 199: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

apabila p<0,05.

Hasil: Hasil uji statistik menunjukkan nilai signifikansi

0,046 yang berarti bahwa terdapat hubungan antara lama

menderita DM tipe 2 dengan gangguan fungsi kognitif.

Simpulan: Terdapat hubungan antara lama menderita

DM tipe 2 dengan gangguan fungsi kognitif. Sernakin lama

pasien rnenderita DM tipe 2, maka sernakin tinggi resiko terjadi

gangguan fungsi kognitif.

Kata Kunci: lama menderita DM tipe 2, gangguan fungsi

kognitif, MMSE, PROLANIS, Ngemplak, Steman.

192

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 200: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Hubungan Depresi dengan Tingkat Kadar Gu la

Puasa Pada Penderita D iabetes Mel l itus T ipe I I

Pada Kelompok Prolanis Dokter Keluarga

d i Daerah lstimewa Vogyakarta

Eska Agustin PS*, Soewadi**, Moetrarsi SKF***

* Staf Bagian Psi kiatri FK U l l

* * Professor Psi kiatri FK U l l * * * Staf Pengajar Psikiatri FK U l l

Latar Be lakang: Diabetes Mellitus adalah gangguan

metabolisme secara kronis dengan berbagai penyebab

ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai gangguan

karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi

insulin. Prevalensi diabetes melitus tipe II terus meningkat di

kawasan Asia-Pasifik. Indonesia menduduki urutan keempat

jumlah penderita diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat,

China dan India. Sedangkan prevalensi penderita DM tertinggi

di Indonesia adalah di Yogyakarta sebesar 2,6% . Komplikasi

diabetes dapat menyebabkan kehidupan sehari-hari yang lebih

sulit sehingga menimbulkan kesedihan yang berkepanjangan.

Tujuan: untuk mengetahui hubungan depresi dengan

kadar gula darah puasa pada penderita DM tipe 2.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian Analitik

desain Cross Sectional. Subjek penelitian adalah lansia penderita

Diabetes Mellitus di kelompok Prolanis dokter Keluarga

Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik mendapatkan sampel

adalah dengan cara konsekutif sampling. Subjek penelitian

adalah kelompok prolanis penderita D M di Kelompok

Proplanis Dokter Keluarga di Daerah Istimewa Yogyakarta

pada bulan Agustus 2016. Instrumen yang digunakan adalah

193

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 201: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

instrumen GDS dan pemeriksaan kadar gula sewaktu. Data

penelitian dianalisis dengan uji korelasi spearman.

Hasil: Dalam penelitian ini menunjukkan ada 27 subjek

yang terdiri dari 17 laki-laki(63%) dan 10 perempuan (37%).

Sebagian besar subjek berpendidikan Sarjana sebesar 48%,

SLTA 26%, SLTP 22%, SD 4%. Hampir sebagian besar pasien

berstatus sudah menikah sebanyak 96% dan 4% saja yang

berstatus Janda/ duda. Dan sebagian besar status pekerjaan

PNS/ pensiunan sebesar 78% dan yang bukan PNS sebesar

22% . Dan dari keseluruhan subjek didapatkan skor SDG>4

sebesar 78 % dan skor SDG<4 sebesar 22 % . Yang menarik pad a

penelitian ini, justru tingkat depresi lebih tinggi pada subjek

yang subjek GDP terkontrol dibandingkan pada GDP tidak

terkontrol.

Uji hipotesis menunjukkan angka koefesien korelasi

spearman -0,119 dan p=0,555. Hal ini menunjukkan adanya

korelasi negative antara depresi dengan kadar gula darah

puasa penderita DM dengan korelasi sangat lemah.

Simpulan: Tidak ada hubungan hubungan depresi dengan

kadar gula darah puasa pada penderita DM tipe 2.

Kata Kunci: Depresi, DM, Kadar Gula Darah Puasa.

194

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 202: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Geriatric Depression Scale pada Lanjut Usia

(Lansia) yang Kehi langan Pasangan Hidup

di Panti Jompo Mi l ik Pemerintah dan Swasta

di Kota Palembang

Fa isya r A, Ag usti na A, Riviati N, J u naid i A R

Divisi Geriatri Depa rtemen Penyakit D a l a m FK U NSRI

RSU P Mohammad Hoesin Pa lembang

Pendahuluan: Depresi merupakan gangguan mental yang

paling sering terjadi pada Lansia, terutama pada kelompok

Lansia yang telah kehilangan pasangan hidup. Panti jompo

merupakan salah satu alternatif hunian bagi Lansia yang telah

kehilangan pasangan hid up, baik panti jompo milik pemerintah

maupun swasta. Perbedaan tempat tinggal dilaporkan menjadi

faktor prediktor independen terjadinya depresi pada Lansia.

Oleh karena itu, skrining depresi dengan Geriatric Depression

Scale sangat diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah

mengetahui perbedaan skor Geriatric Depression Scale pada

Lansia yang kehilangan pasangan hidup di panti jompo

pemerintah dan swasta di Kata Palembang.

Metode: Desian penelitian ini adalah cross-sectional.

Penelitian ini dilakukan pada Lansia yang kehilangan

pasangan hidup di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai milik

pemerintah (P) dan Pan ti Werdha Dharma Bakti milik swasta

(S) pada November 2015. Sampel penelitian 13 orang dari panti

S dan 30 orang dari panti P. Data yang dikumpulkan berupa

karakteristik dan skor Geriatric Depression Scale subjek yang

didapatkan melalui wawancara. Hasil yang diperoleh dianalisa

menggunakan uji statistik Chi-square dan Fisher's Exact Test.

Hasi l : Dari penelitian didapatkan bahwa proporsi

kejadian depresi Lansia yang kehilangan pasangan hidup di

195

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 203: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pan ti Werdha Dharma Bakti (8.3% ), lebih besar dibandingkan

proporsi kejadian depresi Lansia yang kehilangan pasangan

hidup di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai (0%) . Dari hasil

uji statistik didapatkan perbedaan yang bermakna antara skor

Geriatric Depression Scale Lansia yang kehilangan passangan

hidup di Panti P dan Panti S (p=0,04 OR = 6,429)

Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna antra skor

Geriatric Depression Scale Lansia yang kehilangan pasangan

hidup di panti jompo milik pemerintah dan milik swasta di

Kata Palembang. Lansia yang kehilangan pasangan hidup

di panti milik pemerintah beresiko 6 kali lebih besar terkena

depresi dibandingkan Lansia yang kehilangan pasangan hidup

di panti jompo milik swasta.

Kata Kunci: depresi, Lansia, skor Geriatric Depression Scale,

panti jompo

196

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 204: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Korelasi Status Nutrisi dengan Kekuatan

Genggaman Tangan pada Pasien Geriatri

Deasy Nata l ia, Roza Mulyana, Rose Dinda Martin i

S u b Bagian Geriatri l l m u Penyakit Dalam/

Fakultas Kedoktera n U n iversitas Andalas,

RS. d r. M . D jami l Padang

Latar belakang: Malnutrisi pada pasien geriatri sering

diabaikan karena merupakan salah satu karakteristik pasien

geriatri sehingga terjadi keterlambatan dalam melakukan

intervensi. Salah satu dampak malnutrisi adalah menurunnya

fungsi o tot yang mengakibatkan menurunnya sta tus

fungsional, meningkatkan risiko jatuh, immobilisasi, hilangnya

kemandirian sehingga menurunkan kualitas hid up.

Tuj uan: Mengetahui korelasi status nutrisi dengan

kekuatan genggaman tangan pada pasien geriatri.

Metode: Desain penelitian potong lintang melibatkan

60 pasien geriatri yang kontrol ke Poliklinik Geriatri Ilmu

Penyakit Dalam RS dr. M Djamil Padang dari Maret-Juni 2015.

Pemeriksaan status nutrisi menggunakan Mini Nutritional

Assessment, kekuatan genggaman tangan menggunakan Jamar

hand grip dynamometer.

Hasil : Terdapat korelasi yang bermakna antara skor MNA

dengan kekuatan genggarnan tangan (p=0,001) dengan arah

korelasi positif dan kekuatan korelasi yang lernah (r=0,37) .

Simpulan: Terdapat korelasi positif yang bermakna antara

skor MNA dengan kekuatan genggarnan tangan pada pasien

geriatri.

Kata kunci: Geriatri, status nutrisi, kekuatan genggaman

tang an.

197

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 205: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Cardirespi ration Endurance of E lderly Patient

Post Myocard Infarct

Melinda H a ri n i , Siti Annisa N uhoni, Wan a ran i Aries

Physica l Medici ne a n d Rehabi l itation Department

of Ci pto Mangun kusumo Hospita l

Background: After acute myocardial infarction (AMI),

patient ussualy has lower endurance cardiorespiration. Cardiac

rehabilitation in AMI patient is important in order to improve

cardiorespiration endurance supporting independent activity

daily living (ADL) and return to work.

Obj ective s : Compare cardiorespiration endurance

between elderly and adult patient post AMI.

Methods: It was analytic descriptive study, cross-sectional

design. Respondents are outpatients in Integrated Cardiac

Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital that meet the

inclusion and exclusion criteria, who were willing to follow

the research program and sign an agreement to participate

in the study after being given an explanation of the purpose

and benefits of the research program. Patients participated in

cardiac rehabilitation phase II-III and did six minutes walk

test (6MWT).

Result: Eighty patients participated in this study, forty

eight patients are elderly and thirty one patients are adult.

There is no significance difference (p=0,29) in 6MWT distance

between elderly (395 m) and adult (441 m) patients.

Conclusion: Elderly patient can reach same 6MWT

distance with adult patient.

Keyword: Myorcard infarct, six minutes walk test, cardiac

rehabilitation.

198

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 206: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Pain Symptoms in Outpatient Geriatric

Rehabi l itation RSUPN Cipto Mangun kusumo

Andi Da la l ntan , Siti Ann isa Nuhonn i

Departement of Rehabi l itation Medicine,

RSU PN Cipto Mangunkusumo,

Facu lty of Medicine, U n iversitas I ndonesia , J a ka rta , I ndonesia

Objectives: By IASP (International Association Society of

Pain), pain is an unpleasant sensory and emotional experience

associated with actual or potential tissue damage, or described

in terms of such damage. The musculoskeletal disorders is

the major disabling conditions among elderly population. The WHO has specifically identified major disabling MSK

conditions included non specific extremity pain, Osteoarthritis

(OA), Osteoporosis, Rheumatoid Arthritis (RA) and Back

Pain. These problems makes a loss of mobility and physical

independence, and also psychological problems and can

reduces the Quality of Life of this population.

Purpose: Specially, the objective was to estimate the

prevalence of musculoskeletal pain among geriatric patient.

Method: Restrospective study. All of outpatient were

included from clinic of geriatric rehabilitation RSUPN Cipto

Mangunkusumo, January-June 2016.

Results: Total 965 patient come to outpatient clinic of

geriatric rehabilitation RSUPN Cipto Mangnunkusumo from

January-June 2016. We found 873 (90%) patient with pain

disability, and 92 (10%) patient no pain symptoms. Average

ages from 60-96 years old. More woman than man. And we

found 873 (90%) patients experienced pain disability, and

92 (10%) patients did not come with complaints of pain. Of

the 873 patients with pain disability, there were 16 (1 .83%)

199

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 207: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

who complained neck pain, 149 (17.1 % ) patients complained

shoulder pain, 80 (9.2%) with a wrist and hand pain, 236 (27

% ) with back pain, 12 (1 .37%) with complained hip pain, 338

(38.7%) with knee pain, about 42 (4.81 % ) with complained

Ankle and foot pain.

Conclusions : It is seen that patients who come for

rehabilitaion management almost all had complaints of pain,

especially in musculoskeletal disabilities. This trend is shown

to lead to loss of mobility and activity of daily living all this

geriatric patients. And its importance we give comprehensive

management rehabilitation.

200

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 208: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

Korelasi Kadar Gu la Darah

dengan Status Fungsi Kogn itif Berdasarkan

Skor M in i Mental State Examination (MMSE)

pada Populasi Lanjut Usia

Agustin AF*, Marfia nti E**

* Prog ra m Studi Pendid ikan Dokter,

Fakultas Kedoktera n U n iversitas Is lam I ndonesia

** Depa rtemen l l m u Penya kit Dalam,

Program Studi Pendid ikan Dokter,

Faku ltas Kedokteran U n iversitas Is lam I ndonesia

Latar Belakang: Populasi lanjut usia cenderung meningkat

dibandingkan kelompok usia lainnya (8,9 % di Indonesia

dan 13,4% di dunia pada tahun 2013). Dari aspek kesehatan,

kelompok lansia akan mengalami penurunan derajat kesehatan

baik secara alamiah maupun akibat penyakit. Penurunan

fungsi kognitif pada lansia dapat disebabkan oleh salah

satunya kelainan metabolik. Diabetes mellitus yang ditandai

dengan peningka tan kadar gula dalam darah meru pakan salah

satu faktor resiko yang mempengaruhi penurunan fungsi

kognitif pada lansia.

Tuj uan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

korelasi kadar gula darah dengan skor MMSE pada populasi

lansia.

Metodologi : Penelitian dilakukan di Posyandu Lanjut

Usia di Daerah Kecamatan Kotagede Yogyakarta pada bulan

Juli hingga September 2011 . Penelitian ini merupakan studi

observasional dengan pendekatan potong lintang (cross­

sectional study). Subyek adalah orang lanjut usia di posyandu

lanjut usia di wilayah kerja Kecamatan Kotagede Yogyakarta.

Subyek dicatat data umur dan jenis kelamin, kemudian subyek

201

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 209: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan kadar gula

darah sewaktu dan fungsi kognitif dinilai dengan melakukan

tes M MSE . Analisis statistik menggunakan uji korelasi

nonparametrik Spearman. Analisis dinyatakan bermakna bila

p<0,05.

Hasil: Jumlah subyek dalam penelitian adalah 35 orang

dengan usia rata-rata 67.66 tahun (68.6% laki-laki). Selanjutnya

analisis menggunakan uji nonparametrik Spearman didapatkan

hasil p=0,984 (p >0,05) .

Simpulan: Penelitian ini menunjukkan tidak adanya

korelasi kadar gula darah dengan penurunan fungsi kognitif

pada lansia.

Kata Kunci: Lanjut usia, kadar gula darah, gangguan

fungsi kognitif, skor MMSE.

202

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM" for internal-private use, not for commercial purpose

Page 210: L iistaff.ui.ac.id/system/files/users/lili.legiawati/... · Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri, menganalisis seorang pasien usia lanjut dari berbagai aspek tidak terbatas pada aspek

"Only scanned for Departemen Kulit dan Kelamin FKUI-RSCM"

for internal-private use, not for commercial purpose