kurita

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar jernih yang mengisi ruang vitreus (ruang antara lensa dan retina). Korpus vitreus disusun hampir seluruhnya oleh air (98%) dan mengandung elektrolit, serat- serat kolagen dan asam hialuronat. Korpus vitreus melekat pada seluruh permukaan retina. Di tengah korpus vitreus berjalan sisa suatu saluran yang berisi cairan dikenal sebagai kanal hialoidea, yang semula mengandung arteri hialodea pada masa janin. Badan vitreus berfungsi untuk memelihara bentuk dan kekenyalan bola mata. 1-5 Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV) merupakan keadaan di mana primary vitreous embrionik (sistem arterial hyaloid termasuk tunica vasculosa lentis posterior) mengalami persistensi. 4 PHPV adalah akibat dari perkembangan yang tidak normal dari primary vitreous yang bertahan hingga periode pembentukan secondary vitreous, berhubungan dengan hiperplasia element mesodermal yang terkandung dalam primary vitreous dan sistem arteri hyaloid. 6,7 Normalnya, primary vitreous ini mengalami penurunan sejalan dengan perkembangan kapsul posterior lensa 1

Upload: kilroy-vincent-sterling

Post on 06-Aug-2015

87 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Kurita tata

TRANSCRIPT

Page 1: Kurita

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Korpus vitreus merupakan suatu agar-agar jernih yang mengisi ruang

vitreus (ruang antara lensa dan retina). Korpus vitreus disusun hampir

seluruhnya oleh air (98%) dan mengandung elektrolit, serat-serat kolagen

dan asam hialuronat. Korpus vitreus melekat pada seluruh permukaan retina.

Di tengah korpus vitreus berjalan sisa suatu saluran yang berisi cairan

dikenal sebagai kanal hialoidea, yang semula mengandung arteri hialodea

pada masa janin. Badan vitreus berfungsi untuk memelihara bentuk dan

kekenyalan bola mata. 1-5

Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV) merupakan keadaan

di mana primary vitreous embrionik (sistem arterial hyaloid termasuk tunica

vasculosa lentis posterior) mengalami persistensi.4 PHPV adalah akibat dari

perkembangan yang tidak normal dari primary vitreous yang bertahan

hingga periode pembentukan secondary vitreous, berhubungan dengan

hiperplasia element mesodermal yang terkandung dalam primary vitreous

dan sistem arteri hyaloid.6,7 Normalnya, primary vitreous ini mengalami

penurunan sejalan dengan perkembangan kapsul posterior lensa di akhir

bulan kedua kehamilan. Sejarahnya, kelainan ini dirujuk sebagai persistent

hyperplastic primary vitreous (PHPV), tetapi dalam beberapa tahun terakhir

secara anatomi lebih akurat disebut persistent fetal vasculature (PFV).5,8

Berdasarkan letak sistem arterial yang mengalami persistensi, PHPV

diklasifikasikan menjadi PHPV anterior dan PHPV posterior maupun

gabungan anterior dan posterior. Strategi terapi dan prognosis untuk

manajemen PHPV anterior dan PHPV posterior sangat berbeda.4-6,9

PHPV merupakan salah satu penyebab leukokoria yang sering

ditemukan pada anak. Pada sebuah artikel penelitian tahun 2003 mengenai

diagnosis leukokoria di University Eye Hospital di Cluj-Napoca, Rumania,

dicantumkan bahwa dua persen kasus penderita leukokoria unilateral

1

Page 2: Kurita

maupun bilateral yang dirawat di rumah sakit tersebut memiliki hubungan

dengan persistent hyperplastic primary vitreous.10 Sebuah artikel penelitian

lain yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Jerman pada Januari 1999

sampai Juni 2005 menyebutkan bahwa 18 persen penyebab leukokoria pada

anak adalah malformasi (persistent hyperplastic primary vitreous,

coloboma, anomali diskus, dan kombinasi abnormalitas perkembangan).11

Sebuah penelitian serupa yang dilakukan di Lahore general Hospital,

Lahore, Pakistan, mendapatkan hasil 4,2 persen penyebab leukokoria pada

anak antara 1 Januari 1999 sampai 31 Desember 200 adalah persistent

hyperplastic primary vitreous.12

Persistensi sistem vaskular fetal ini termasuk malformasi okular

kompleks yang membutuhkan diagnosis dini dan manajemen terbaik. Hal

ini dikarenakan persistent hyperplastic primary vitreous merupakan salah

satu penyebab sering leukokoria pada anak. Leukokoria pada anak

membutuhkan perhatian secepatnya karena sejumlah anak dengan keadaan

patologi ini memiliki ancaman terhadap kehidupannya maupun gangguan

penglihatan permanen.10-12

1.2 Tujuan

Tujuan dari telaah ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran

mengenai persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV) yang meliputi

definisi, klasifikasi, proses embriologi normal vitreous sampai terbentuknya

kelainan ini, dan gejala-gejala klinis yang dapat menuntun kita untuk curiga

akan kehadiran kelainan ini sehingga penegakan diagnosis cepat dilakukan

dan manajemen terapi segera dilakukan.

2

Page 3: Kurita

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Vitreous

Vitreous menempati 80% dari volume total mata. Vitreous mengisi

ruang antara lensa dan retina, dan terdiri atas air, matriks serat kolagen tiga

dimensi dan gel asam hialuronat sehingga bola mata tetap bulat. Sembilan

puluh delapan persen dari vitreous tersusun atas air dan sisanya merupakan

jaringan kolagen dan hyaluronic acid, yang memberikan konsistensi pada

vitreous seperti agar, karena kedua komponen tersebut mempunyai potensi

yang sangat besar untuk menyerap air. Vitreous merupakan suatu jaringan

seperti kaca bening, tidak berwarna dan tembus pandang, di dalamnya

terdapat sel-sel bundar atau bercabang-cabang yang mungkin berasal dari

sel darah putih. Vitreous berperan mengisi ruang untuk meneruskan sinar

dari lensa ke retina. Nutrisinya didapat dari badan siliar, koroid, dan retina,

oleh karena vitreous sendiri tidak mengandung pembuluh darah. Arteri

hialoidea yang semula ada di dalamnya, menghilang pada bulan-bulan akhir

kehidupan fetus, kadang-kadang terdapat sisanya berupa benang atau bercak

hitam. Kanalis hialoid juga bisa mengeras dan merupakan suatu pipa kecil

kelabu yang berjalan dari pollus posterior lensa ke papil.1-5

Gambar 1: Vitreus terdiri atas matriks serat kolagen tiga dimensi dan gel asam hialuronat13

3

Page 4: Kurita

Permukaan luar vitreous, dikenal sebagai korteks, ditutupi oleh

membran haloid yang merupakan massa yang kental dan tidak berstruktur.

Korteks berkontak dengan lensa (korteks vitreous anterior) dan memiliki

daya lekat yang berbeda-beda ke permukaan retina (korteks vitreous

posterior). Hubungan dengan lensa menghilang dengan bertambahnya umur.

Hubungan vitreous dengan lensa, zonula Zinnii, badan siliar dan retina tidak

erat, terkecuali pada tempat tertentu yang disebut basis viterous (vitreous

based) yaitu daerah lensa, pars plana badan siliar, retina di belakang ora

serata, makula, papil saraf optik. Pada tempat basis vitreous terdapat serat-

serat fibril kolagen yang menyebabkan terdapatnya hubungan yang erat. 1-3.13

Gambar 2: Korteks vitreous melekat pada lensa terutama pada permukaan retina dengan derajat keeratan yang bervariasi13

Proses penuaan, peradangan, perdarahan, trauma, dan proses-proses

lain sering menyebabkan kontraksi matriks kolagen vitreous. Korteks

vitreous posterior kemudian memisahkan diri dari retina pada daerah yang

perlekatannya lemah dan dapat menimbulkan traksi pada daerah-daerah

yang perlekatannya lebih kuat. Sebenarnya, vitreous tidak pernah lepas dari

basisnya. Vitreous juga melekat pada nervus optikus dan dengan keeratan

yang kurang pada makula dan pembuluh-pembuluh retina. Perlekatan ke

daerah makula adalah salah satu faktor yag bermakna dalam patogenesis

membran epimakula dan lubang makula.2,3

4

Page 5: Kurita

2.2 Embriologi

Perkembangan vitreous dapat dibagi menjadi tiga fase:

1. Fase pertama (bulan pertama kehamilan; ukuran fetus 5 – 13 mm dari

cranium sampai coccyx): Primary vitreous mulai dibentuk pada periode

ini. Fase ini ditandai dengan masuknya mesenkim ke dalam optic cup

melalui fisura koroidal embrio. Ruang antara vesikel lensa dan lapisan

dalam optic cup terisi oleh fibril-fibril, sel-sel mesenkim, dan saluran

pembuluh darah dari sistem hyaloid. Elemen-elemen ini bersama

membentuk primary vitreous.1,4

Gambar 3: Perkembangan vitreous dan regresi sistem hyaloid15

5

Page 6: Kurita

Vascular primary vitreous mencapai perkembangan maksimum di

usia dua bulan kehamilan. Fungsi utama dari primary vitreous adalah

menyuplai nutrisi untuk perkembangan lensa. Sesuai dengan fungsinya

sebagai penyuplai nutrisi, primary vitreous sebagian besar terdiri dari

pleksus vaskular, tunica vasculosa lentis anterior dan posterior, yang

menutupi permukaan anterior dan posterior lensa. Pleksus vaskular ini

berasal dari arteri hyaloid dan percabangannya. Sistem vaskular dan

primary vitreous ini mengalami penurunan sejalan dengan perkembangan

kapsul posterior lensa di akhir bulan kedua kehamilan.

Gambar 4: Skematik suplai pembuluh darah sementara fase embrio

2. Fase kedua (bulan kedua kehamilan; ukuran fetus 14 – 70 mm dari

cranium ke coccyx): Secondary vitreous mulai terbentuk selama periode

ini. Perkembangannya dimulai segera setelah primary vitreous benar-

benar matang. Badan vitreous yang avaskular ini terdiri dari hyalocyte

dan serat kolagen tipe II yang diduga berasal dari derivat sel mesenkim

primary vitreous yang berdiferensiasi menjadi monosit. Dalam

perkembangan normal, secondary vitreous berkembang untuk menekan

primary vitreous sentral menjadi kanal sentral residu (hyaloid canal atau

Cloquet’s canal). Konten asam hyaluronic di dalam vitreous sangat

rendah selama perinatal dan meningkat setelah lahir. 1,4

6

Page 7: Kurita

Gambar 5: Gambaran normal mata janin usia 8 minggu kehamilan, tunica vasculosa lentis dan arteri hyaloid mulai mengalami regresi dan akan menghilang saat full term.9

3. Fase ketiga (bulan ketiga kehamilan; ukuran fetus 71 – 110 mm dari

cranium ke coccyx): Tertiary vitreous berkembang dari struktur yang

telah ada di secondary vitreous. Secondary vitreous masih ada. Serat-

serat zonula berbentuk ligament suspensorium pada lensa berkembang

selama periode ini. 1,4

2.3 Definisi dan Etiologi

Sistem vaskular embrionik di badan vitreous dan lensa normalnya

berpisah, hanya meninggalkan hyaloid canal. Sistem vaskular yang

persisten menunjukkan suatu persistent fetal vasculature (PFV).4 PFV

merupakan hasil dari kegagalan regresi komplek vaskular hyaloid dan

merupakan penyebab umum katarak pada infant. Sejarahnya, kelainan ini

dirujuk sebagai persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV), tetapi

dalam beberapa tahun terakhir secara anatomi lebih akurat disebut persistent

fetal vasculature (PFV).5,8 Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV)

merupakan keadaan di mana primary vitreous embrionik (sistem arterial

hyaloid termasuk tunica vasculosa lentis posterior) mengalami persistensi. 4

PHPV adalah akibat dari perkembangan yang tidak normal dari primary

vitreous yang bertahan hingga periode pembentukan secondary vitreous,

berhubungan dengan hiperplasia element mesodermal yang terkandung

dalam primary vitreous dan sistem arteri hyaloid.6,7

7

Page 8: Kurita

Persistent hyperplastic primary vitreous telah dijelaskan memiliki

hubungan dengan fetal alcohol syndrome, fetal hydantoin syndrome, dan

midline congenital cranial defects. PHPV adalah penyakit kongenital non

herediter, unilateral (90%) dan dapat menimbulkan dampak yang serius

pada penglihatan. PHPV bilateral biasanya berhubungan dengan kondisi

sistemik dan suatu sindrom, seperti trisomi 13, 15, 18, dan 21. Katarak

ipsilateral, retinal detachment, perdarahan retina, dan displasia retina adalah

temuan umum yang berhubungan dengan PHPV. Katarak progresif sering

terjadi, terkadang menjadi katarak yang komplet. Kelainan lain yang

berhubungan dengan PFV/PHPV adalah elongasi prosesus siliari, prominent

pembuluh darah radial iris, dan persisten arteri hyaloid. 7, 13-15

Gambar 6: Terlihat eksudat biru subretina yang mengisi kavitas vitreous sekitar retinal detachment (panah 1). Fibrovaskular (panah 2). Jaringan mesenkim melekat pada prosesus

siliaris yang mengalami elongasi dan dislokasi sentral

Gambar 7: Displasia retina di belakang lensa (panah 5). Sinekia anterior (panah 4)

8

Page 9: Kurita

2.4 Klasifikasi

1. PHPV anterior

PHPV anterior hadir sebagai masa retrolental. Arteri hyaloid dan

membran fibrovaskular berada di belakang lensa 3. Varian ini merupakan

varian yang lebih sering, pupil putih (leukocoria atau amaurotic cat’s

eye) akan ditemukan segera setelah lahir. Hal ini disebabkan masa

keputihan dari jaringan ikat posterior lensa. Tingkat keparahan perubahan

lensa bergantung pada tingkat keparahan PHPV yang pada akhirnya

menentukan tingkat kerusakan penglihatan. Pada kasus ekstrim, lensa

menyerupai membran opak (membranous cataract), sedangkan pada

kasus jarang, jaringan lemak akan berkembang (lipomatous

pseudophakia), dan lebih jarang lagi adalah jaringan kartilago yang

berkembang di lensa. Jaringan parut retrolenticular akan menarik

prosesus siliaris ke tengah, dan akan terlihat di pupil. Pertumbuhan mata

akan terhambat yang menyebabkan microphthalmos, sayangnya drainase

aquos humor juga terganggu yang menyebabkan buphthalmos

(hydrophthalmos).4,6,9

Tabel 1. Karakterirtik PHPV anterior6

Leukokoria Microphthalmia KatarakElongasi prosesus siliarisBilik mata depan yang dangkalMembran fibrivaskular retrolentarPerdarahan intralenticularDilatasi pembuluh darah irisGlaucomaStrabismusEctropion uveaColoboma iridis

9

Page 10: Kurita

Gambar 8(kiri): Mild mcrophthalmic eye with PHPV on right side. Gambar 9 (kanan): Eye with PHPV membrane containing elongated cilliary processes and clear lens6

Gambar 10 (kiri):Intralenticular hemorrhage secondary to PHPV. Gambar 11 (kanan):

PHPV pada anak laki-laki usia 4 bulan, tampak katarak sekunder akibat massa retrolental.5,6

Gambar 12: PHPV anterior9

10

Page 11: Kurita

PHPV anterior dapat menyebabkan kebutaan pada kasus yang

parah. Lensectomy dan pengangkatan membran fibrovaskular retrolental

akan mencegah glaukoma sudut tertutup, namun pertumbuhan katarak

sekunder adalah hal yang sering. Ambliopia adalah tantangan serius

pasca operasi pada penderita PHPV anterior.5

PHPV anterior harus didiagnosis banding dengan penyebab

leukocoria lainnya. Retinoblastoma adalah penyakit yang paling penting

dipirkan sebagai diagnosis banding PHPV anterior. Tidak seperti PHPV

anterior, retinoblastoma biasanya tidak jelas saat lahir, paling sering

bilateral, dan hampir tidak pernah berhubungan dengan microphthalmus

atau katarak. PHPV berada di anterior mata sejak lahir; retinoblastoma

tidak terlihat di anterior fundus setelah lahir. Pemeriksaan tambahan

seperti echography diagnostik dan x-ray untuk melihat kalsifikasi dalam

retinoblastoma dapat membantu membedakan kedua penyakit ini.5

2. PHPV posterior

PHPV dapat terjadi karena adanya PHPV anterior atau dapat

berupa temuan tersendiri.5

Gambar 13: PHPV posterior9

11

Page 12: Kurita

Gambar 14: PHPV posterior dan campuran anterior-posterior9

PHPV posterior merupakan vasculature hyaloid persisten di diskus

optikus. Papilla Bergmeister adalah massa putih terisolasi mengandung

sisa-sisa arteri hyaloid pada diskus optik. Sisa primary vitreous dapat

membentuk membran epiretinal yang menghasilkan berbagai penampilan

dari lipatan falsiform untuk ablasio retina tractional. Hipolasia saraf optik

mungkin terlihat.9 Penurunan tajam penglihatan tergantung dengan

tingkat kerusakan retina.4

PHPV posterior harus dibedakan dari prematuritas retinopati,

toxocariasis occular, golongan vitreoretinopathy eksudatif.5

Tabel 2. Karakterirtik PHPV posterior6

Leukokoria Microphthaalmia Retinal foldTractional retinal detachment of posterior poleHipoplastic nervus optikusDisplatic nervus optikusVitreous membranes and stalkPigment maculopathyHipoplastik makulaLensa yang jernihStrabismus

2.5 Diagnosis

Diagnosis definitif biasanya memungkinkan berdasarkan gambaran

klinik dan pemeriksaan ultrasound.4 PHPV adalah kelainan perkembangan

12

Page 13: Kurita

jinak pada bola mata di mana arteri hyaloid embrionik gagal mengalami

regresi secara normal, sehingga menyebabkan perkembangan lentikular

abnormal dan perubahan sekunder pada retina dan bola mata. Tantangan

pada pemeriksaan kelainan ini adalah membedakannya dengan kelainan

intraokular lainnya yang paling sering yaitu retinblastoma. Sonografi, CT,

dan MRI telah digunakan secara tunggal maupun kombinasi dalam

menegakkan diagnosis kelainan ini.7

Primary vitreous adalah pembuluh darah embrionik mata yang

memberikan nutrisi untuk perkembangan lensa dan retina selama masa

gestasi. Arteri hyaloid merupakan arteri utama dari percabangan ini.

Pergantian primary vitreous dengan secondary vitreous atau vitreous

dewasa dimulai pada kehamilan bulan kedua. Ophthalmologist secara rutin

menggunakan B-mode sonography untuk menilai intraorbital. Baru-baru ini,

radiologist telah menggunakan color Doppler untuk menilai gambaran

orbital. Studi terbaru melaporkan kegunaan MRI yang sangat potensial.7

Temuan patologi

Secara histologi, lensa dan massa retrolental berpindah ke anterior

menyempitkan ruang bilik mata depan. Massa retrolenticular yang terdiri

dari jaringan ikat vaskular longgar melekat ke permukaan posterior lensa,

yang tidak memiliki kapsul poterior. Lebih ke arah posterior lagi, massa

primary vitreous tertutupi oleh massa retina displastik.7

Gambar 15: (kiri) Fotomikrograf menunjukkan massa retrolental. (kanan) fotomikrograf menunjukkan massa retina displastik7

13

Page 14: Kurita

Temuan CT-scan

Baik viterous maupun massa terjadi peningkatan atenuasi

dibandingkan bola mata normal. Tidak ditemukan kalsifikasi pada gambaran

CT-scan. Konfigurasi lesi dari bentuk massa retrolental irreguler sampai

bentuk pita jaringan lunak linier yang memnjang dari lensa posterior sampai

ke retina. Postkontras menunjukkan hipervaskularisasi vitreous.7

Gambar 16: Gambaran pencitraan PHPV di bola mata kiri7

Temuan MRI

Gambaran PHPV pada MRI bervariasi dari bentuk tubular sepanjang

poterior retina ke posterior lensa, sampai bentuk triangular “wine glass”

dan massa irreguler retrolentar. 7, 18

14

Page 15: Kurita

Gambar 17: Bilateral PHPV pada seorang anak laki-laki usia 5 bulan7

Gambar 18: PHPV yang melibatkan bilik mata depan pada penderita laki-laki usia 4 bulan.16

15

Page 16: Kurita

Temuan USG prenatal

Sebuah laporan kasus menunjukkan keberhasilan mendiagnosis PHPV

prenatal menggunakan pemeriksaan ultrasound yang dikonfimrasi dengan

laporan histologi postmortem. Pemeriksaan ultrasound dilakukan pada usia

kehamilan 23 minggu. Penampang coronal mata janin menunjukkan lensa

ekogenik bilateral yang menunjukkan suatu katarak, dan pada penampang

tranversal mata janin menunjukkan penebalan aneh dari sambungan arteri

hyaloid dan lensa. Hasil ini dikonfimrasi pada pemeriksaan potmortem yang

menunjukkan lensa sferis dan kecil pada kedua mata dengan perubahan ke

arah katarak dan jaringan mesenkim yang mengandung permbuluh darah

yang melekat pada permukaan posterior, sesuai dengan gambaran PHPV.

Penyempitan sudut antara iris dan kornea menunjukkan glaukoma intra

unterin.17

Gambar 19: penebalan sambungan arterial hyaloid – lensa17

Gambar 20: Hasil pemeriksaan mata post mortem17

16

Page 17: Kurita

2.6 Diagnosis banding

Penyebab-penyebab leukocoria harus dipirkan sebagai diagnosis

banding PHPV. Retinoblastoma, diagnosis banding yang sangat penting

yang dapat dibedakan dengan pemeriksaan ultrasound dan CT-scan. Pada

pemeriksaan retinoblastoma ditemukan massa intraokular yang mengalami

kalsifikasi.4

Gambar 21: Tabel diagnosis banding leukokoria4

2.7 Penatalaksanaan

Manajemen PHPV dilakukan atas dasar keterlibatan segmen anterior

dan posterior. PHPV posterior memiliki outcome visual yang tidak terlalu

baik dalam beberapa penelitian terdahulu. Kelainan ini biasanya tidak

dilakukan terapi konservatif atau pembedahan dengan tujuan perbaikan

tajam penglihatan. Pembedahan dilakukan atas indikasi komplikasi seperti

kolaps progresif bilik mata depan, peningkatan tekanan intraokular

17

Page 18: Kurita

sekunder, perdarahan vitreous, dan retinal detachment present atau

imminent. Tujuan pembedahan hanya untuk mempertahankan ketajaman

penglihatan yang ada. Waktu yang tepat untuk dilakukan pembedahan

dengan tujuan perbaikan visus disesuaikan dengan periode perkembangan

visus anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dini diagnosis ditegakkan

dan semakin cepat intervensi dilakukan maka semakin maksimal hasil yang

bisa dicapai dalam memperbaiki visus penderita. 4

Goal dalam terapi PHPV

1. Menghindari komplikasi dari PHPV yang tidak diterapi, tersering adalah

glaukoma.

2. Memberikan pasien sebuah pupil yang berwarna hitam sehingga mata

penderita terlihat seperti normal. Lensektomi untuk membuang lensa

katarak dan membranektomi dianjurkan untuk menghasilkan pupil yang

normal. Pada penderita yang tidak memungkinakn, penggunaan lensa

kontak untuk memberikan warna pupil yang normal dapat

dipertimbangkan.

3. Rehabilitasis visus mungkin dilakukan dengan mata yang memiliki

struktur normal setelah lansektomi dan membranektomi. Pada penderita

ini, kutub posterior memiliki anatomi yang masih normal. Penggunaan

lensa kontak afakia dan terapi ambliopia adalah penuntun untuk

mencapai tujuan ini.

2.8 Prognosis

Prognosis kelainan ini secara primer tergantung pada tingkat

keparahan penyakit. Pembedahan yang adekuat dapat menyelamatkan mata

dan kekuatan tajam penglihatan meskipun pada tingkat yang sangat rendah.

Nilai visual setelah terapi umumnya tidak terlalu baik. Mata yang

terkena seringkali hanya mampu melihat lambaian tangan atau persepsi

sinar saja. Keterlibatan segmen posterior menyebabkan prognosis semakin

buruk.4

18

Page 19: Kurita

Bab III

KESIMPULAN

Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV) merupakan keadaan di

mana primary vitreous embrionik (sistem arterial hyaloid termasuk tunica

vasculosa lentis posterior) mengalami persistensi. PHPV adalah akibat dari

perkembangan yang tidak normal dari primary vitreous yang bertahan hingga

periode pembentukan secondary vitreous, berhubungan dengan hiperplasia

element mesodermal yang terkandung dalam primary vitreous dan sistem arteri

hyaloid. Normalnya, primary vitreous ini mengalami penurunan sejalan dengan

perkembangan kapsul posterior lensa di akhir bulan kedua kehamilan.

Untuk menegakkan diagnosis PHPV, dilakukan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan imaging. Selain itu, pendeteksian persistent hyperplastic

primary vitreous ini bisa dilakukan semenjak dalam kandungan dengan

pemeriksaan ultrasonografi. Ada dua klasifikasi PHPV, yaitu PHPV anterior dan

PHPV posterior, di mana prognosis PHPV anterior lebih baik daripada PHPV

posterior. Temua klinis yang khas pada PHPV adalah leukokoria sejak lahir sama

halnya retinoblastoma yang juga memiliki leukokoria. Untuk itu, perlu

pemeriksaan lanjut untuk membedakannya.

Semakin cepat terdeteksi adanya PHPV, semakin cepat pula rencana

tindakan yang akan diambil sehingga diharapkan hasil maksimum dalam

perbaikan visus penderita.

19

Page 20: Kurita

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P. 2010. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughn & Asbury Oftalmologi Umum (edisi 17). Terjemahan oleh: Pendit BU, Susanto D (editor). EGC. Jakarta, Indonesia, hal:14, 26.

2. Ilyas S. 2009. Ilmu Penyakit Mata (edisi 3). Balai Penerbit FKUI. Jakarta, Indonesia, hal: 9.

3. Wijana N. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal. Jakarta, Indonesia, hal: 213.

4. Spraul CW, Lang GK. 2000. Vitreous Body. Dalam: Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook. Stuttgart, Jerman, hal: 279-287.

5. Liesegang TI, Skuta GL, Cantor, LB, et al. 2008. Retina and Vitreous (Section 12). American Academy of Ophthalmology.

6. Pollard ZF. 1997. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous: Diagnosis, treatment and Results. Tr. Am. Ophth. Soc. Vol. XCV, 1997.

7. Kaste SC, Jenkins III JJ, Meyer D, et al. 1994. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous of The Eye: Imaging Findings with Pathologic Correlation. AJR 1994; 162; 437-440.

8. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et al. 2012. Pediatric Ophthalmology and Strabismus (Section 6). American Academy of Ophthalmology.

9. Sehu KW, Lee WR. 2005. Ophthalmic Pathology An Illistrated guide for clinicians. Blackwell Publishing. Massachusetts, USA, hal: 128-130.

10. Funariu I. 2003. Leukokoria. Diagnosis and Treatment. Oftalmologia. 2003; 58(3): 35-8.

11. Meier P, Sterker I, Tegetmeyer H. 2006. Leucocoria in Childhood. Klin Monbl Augenheilkd. 2006 Jun; 223 (6): 521-7.

12. Haider S, Qureshi W, Ali A. 2008. Lukocoria in Cjildren. J Pediatr ophthalmol Strabismus, 2008 May-Jun; 45 (3): 179-80.

13. Charles S, Edward WO. 2003. Vitreous. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughn & Asbury’s General Ophthalmology (edisi 16). Mc Graw-Hill Companies. Amerika Serikat.

14. Charles S, Edward WO. 2003. Vitreus. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughn & Asbury Oftalmologi Umum (edisi 17). Terjemahan oleh: Pendit BU, Susanto D (editor). EGC. Jakarta, Indonesia, hal:178-179.

15. Liesegang TI, Skuta GL, Cantor, LB, et al. 2008. Fundamentals and Priciples of ophthalmology (Section 2). American Academy of Ophthalmology.

16. Castillo M, Wallace DK, Mukherji SK, et al. 1997. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous Involving the Anterior Eye. AJNRAm J Neuroradiol 1997; 18: 1526-8.

20

Page 21: Kurita

17. Katorza E, Rosner M, Zalel Y, et al. 2008. Prenatal Ultrasonographic Diagnosis of Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Ultrasound Obstet Gynecol 2008; 32: 226-228.

18. Lameen H, Sndronikou S, Ackermann C, et al. 2006. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous Versus retinal Detachment. SA J Radiol 2006; 24: 24-5.

19. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et al. 2012. Lens and Cataract (Section 11). American Academy of Ophthalmology.

21