kumpulan makalah pengantar ilmu...

634
KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN Editor: Prof. Dr. Ir. Adnan Kasry PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2016

Upload: others

Post on 18-Sep-2019

147 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

KUMPULAN MAKALAH

PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN

Editor:

Prof. Dr. Ir. Adnan Kasry

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 2: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process
Page 3: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

ii

KATA PENGANTAR

Kumpulan makalah ini merupakan himpunan makalah Mahasiswa Magister

Program Studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Riau. Setiap makalah

merupakan bagian dari mata kuliah Pengantar Ilmu Lingkungan.

Setiap makalah yang dihimpun dalam buku ini telah melalui “editing” beberapa

kali. Persetujuan akhir untuk dimuat dalam kumpulan makalah Pengantar Ilmu

Lingkungan diperoleh setelah diseminarkan. Tanggung jawab ini berada pada masing-

masing mahasiswa, sedangkan dosen (editor) mengarahkan dan mengoreksi sampai

selesai.

Semoga kumpulan makalah ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Terima kasih.

Pekanbaru, Desember 2016

Editor

Prof. Dr. Ir. Adnan Kasry

Page 4: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iii

DAFTAR ISI

Halaman

TIM PENYUSUN MAKALAH……………………………………………….. i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………….... iii

I. PENGELOLAAN AIR

1. Pemanfaatan Mineral Lempung sebagai Koagulan untuk Pengolahan Air

Gambut Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar (Ardiansyah

Hamid)………………………………………………………………………

2. Pemanfaatan Campuran Arang Sekam Padi dan Karbon Aktif untuk

Menurunkan Kesadahan dan Besi (Fe) Air dari Sungai Jurong-Duri

(Welman Afero Simbolon).............................................................................

II. PEMANFAATAN TANAH

1. Pemanfaatan Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) sebagai

Subtitusi Bahan Baku Batubata di Kecamatan Minas Kabupaten Siak

Provinsi Riau (Budi Harsana)……………....................................................

2. Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut dengan Pengembangan Perkebunan

Sagu di Perkebunan Rakyat Pulau Bengkalis (Fery Dasmono

Harianja)………………………….................................................................

3. Perbaikan Kualitas Tanah pada Penggunaan Lahan terhadap Tingkat

Erosi DAS Siak pada Kecamatan Tualang Kabupaten Siak (Jerri

Fendri)……………………………..........................................................

4. Perbaikan Lingkungan Tempat Tumbuh Tanaman dalam Rangka

Menaikkan Produksi Kayu melalui Pemupukan Tanah Ultisol di HTI PT.

RAPP Kabupaten Kuantan Singingi (Wahyudi)…………............................

Page 5: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iv

III. PENCEMARAN

1. Perancangan Penerapan Proses Produksi Bersih pada Industri Tahu di

Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu (Amalia Prafitra

Harman)………………………………………..............................................

2. Penanggulangan Limbah Cair Pabrik Pulp dan Kertas PT. RAPP terhadap

Perbaikan Kualitas Sungai Kampar di Pangkalan Kerinci Kabupaten

Pelalawan Riau (Barkatul Aulia)……………………………………….......

3. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Bintang Air

(Cyperus Alternifolius, L.) dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran

Bawah Permukaan (SSF-Wetlands) di Komplek Perumahan PT. CPI–Duri

(Indra Kamil)………………………….........................................................

4. Pencegahan Pencemaran Air Sungai Bunut oleh Limbah Industri Karet PT.

Bakrie Sumatera Plantation Bunut Factory terhadap Persawahan di

Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan (Nazri

Zulfadjrin)………………………………………………………………......

5. Pemanfaatan Air Lindi Limbah Domestik pada Bioremidiasi Tanah

Terkontaminasi Minyak Bumi di PT. Chevron Pacific Indonesia Pematang

Duri (Saleh)…………………………………………………………………

6. Penurunan Pendengaran Pemotong Rumput Akibat Kebisingan Mesin

Pemotong Rumput di Kecamatan Mandau–Duri (Sonny

Pratama)………….........................................................................................

7. Peningkatan Kebutuhan Kapasitas Pengolahan Air Lindi di Tempat

Pemrosesan Akhir Sampah Rumah Tangga Muara Fajar Kecamatan

Rumbai Pesisir Pekanbaru (Wilyanda)…………………………………......

IV. EKOWISATA

1. Percepatan Restorasi Ekosistem dan Perlindungan Keanekaragaman

Hayati Dikawasan Restorasi Ekosistem Pulau Padang Kabupaten

Kepulauan Meranti (Dibyo Kuswiyono)……………………………………

2. Peningkatan Kegiatan Masyarakat Dalam Pelestarian Fungsi Ekosistem

Mangrove di Kota Dumai (Fika Yulia Rachmah)………………………......

Page 6: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

v

3. Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Kawasan Hutan Taman Raya

Sultan Syarif Hasyim Kecamatan Minas Kabupaten Siak (Resarizki

Utami)………………………………………………………………………

V. PETERNAKAN

1. Pemanfaatan Itik sebagai Pengganti Pestisida dalam Membasmi Hama dan

Gulma Desa Pulau Ingu Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

(Wilia Elvionita)………………………………………………………….....

Page 7: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PERANCANGAN PENERAPAN PROSES PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRITAHU DI KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU

Oleh :AMALIA PRAFITRA HARMAN

NIM. 1510248383

PROGRAM STUDI ILMU LIGNKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 8: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini pembangunan di Indonesia mendasarkan pada konsep pembangunan yang

berkelanjutan, dimana mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang ada. Prinsip

pembangunan berkelanjutan salah satunya adalah dengan menerapkan efisiensi dan

konservasi terhadap penggunaan sumberdaya alam, mengurangi limbah yang terbentuk dan

energi yang dipakai. Industri yang berkembang saat ini tak mampu lagi terkontrol dengan

baik, pada satu sisi ini merupakan kebangkitan perekonomian rakyat namun disisi lain

memprihatinkan karena kurang memperhatikan lingkungan. Namun seiring berjalannya waktu

paradigma tentang end of pipe pada suatu industri mulai berubah menjadi zero waste.

Menurut Herlambang (2002), Zero waste dapat diartikan sebagai konsep untuk

mengupayakan agar suatu kegiatan itu menghasilkan limbah dalam jumlah yang sekecil-

kecilnya, bahkan tidak menghasilkan limbah sama sekali. Upaya ini disebut sebagai

minimisasi limbah. Dalam minimisasi limbah terdapat tiga hal yang harus dilakukan, yaitu

perubahan bahan baku industri, perubahan proses produksi, dan daur ulang limbah. Bila

dalam proses produksi ini masih menghasilkan limbah, maka upaya minimisasi dilakukan

dengan daur ulang atau pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan. Limbah yang dibuang

ke lingkungan hanyalah limbah yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan kembali.

Seperti industri pengolahan lainnya, industri tahu juga menghasilkan limbah baik yang

padat ataupun cair. Limbah padat kebanyakan digunakan untuk pakan ternak sehingga tidak

begitu mempengaruhi lingkungan, namun limbah cair pada industri tahu ini memberikan

dampak terhadap lingkungan berupa bau dan bila dibuang kesungai maka akan menyebabkan

pencemaran. Dengan demikian industri tahu ini memerlukan pengolahan limbah untuk

mengurangi beban pencemar.

Di Kabupaten Indragiri Hulu terdapat 52 buah industri tahu skala kecil dan menengah.

Dari keseluruhan industri tahu tersebut belum ada industri yang memiliki Instalasi Pengolahan

Air Limbah ataupun industri yang menerapkan produksi bersih dalam proses produksi dan

upaya penanganan limbah industri nya. Para Pengrajin tahu tidak mengetahui manfaat dari

produksi bersih apabila mereka menerapkannya pada setiap proses produksinya. Para

Page 9: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

223

Pengrajin tahu di Kabupaten Indragiri Hulu melakukan proses produksi berdasarkan

kebiasaan pendahulunya, atau bisa dikatakan selama proses pembuatan tahu tidak ada inovasi

dan kreativitas pengrajin untuk merubah atau mengambangkan proses produksi agar proses

produksi lebih optimal. Dengan jumlah industri tahu yang cukup banyak tentunya hal ini

menjadi dampak yang cukup besar pada lingkungan, dikarenakan proses yang tidak optimal

sehingga menghasilkan limbah yang akan mencemari lingkungan.

1.2. Permasalahan

Pendekatan akhir-pipa (end-of-pipe) yang digunakan sebagai salah satu strategi untuk

melindungi lingkungan bukanlah cara yang cukup efektif dalam hemat-biaya yang bagi

banyak kalangan usaha menjadi faktor penting dalam kelangsungan industrinya. Oleh karena

itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process yang preventif dengan

penekanan bahwa pencemaran seharusnya tidak boleh terjadi ataupun dapat diminimalkan

melalui produksi bersih.

Pertumbuhan Industri tahu di Kabupaten Indragiri Hulu dari tahun ke tahun semakin

menigkat. Dari hasil peninjauan secara langsung semua industri tahu di Kabupaten Indragiri

Hulu masih menerapkan pendekatan end-of-pipe untuk limbah cair nya, bahkan ada beberapa

industri yang sama sekali belum mengolah limbah cairnya dan secara langsung membuang ke

lingkungan. Permasalahan lain yang muncul pada pendekatan end-of-pipe treatment adalah

pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus berlanjut, karena

dalam prakteknya terdapat berbagai kendala, terutama masih rendahnya penaatan dan

penegakan hukum, masih lemahnya perangkat peraturan yang tersedia, serta masih rendahnya

tingkat kesadaran para Pengrajin tahu untuk mengelola industri mereka yang berbasis

lingkungan.

Kendala-kendala yang menjadi penyebab belum adanya indutri tahu di Kecamatan

Rengat yang menerapkan proses produksi bersih yang menimbulkan masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan Pemerintah daerah Kabupaten Indragiri Hulu

tentang produksi bersih kepada pengusaha industri tahu

Page 10: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

224

2. Kurangnya kesadaran dan komitmen pihak pengusaha pemilik industri tahu di Kecamatan

Rengat yang belum mengenal dan menjalankan produksi bersih yang berwawasan

lingkungan.

3. Kurangnya kepedulian dan dukungan dari Pemeritah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu

dalam pelaksanaan penerapan produksi bersih untuk industri tahu.

Page 11: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

1

II. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUTRI TAHU DI KABUPATEN

INDRAGIRI HULU.

2.1 Kedelai dan Tahu

Menurut para ahli botani, kedelai merupakan tanaman yang berasal dari Manchuria

dan sebagian Cina, di mana terdapat banyak jenis kedelai liar. Kemudian menyebar ke

daerah-daerah tropika dan subtropika. Setelah dilakukan pemuliaan, dihasilkan jenis-jenis

kedelai unggul yang dibudidayakan (Uransyah dan Madya, 2011). Kedelai merupakan

tanaman semusim dan termasuk tanaman basah.

Menurut Rukman dan Yuniarsih (1996), kedudukan kedelai dalam sistematik

tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyleddonae

Ordo : Polypetales

Famili : Leguminosae

Sub-Famili : Papilonoideae

Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merill

Kacang kedelai terkenal dengan nilai gizinya yang kaya. Kacang kedelai merupakan

protein lengkap, dan merupakan salah satu makanan yang mengandung 8 asam amino yang

penting dan diperlukan oleh tubuh manusia. Tidak seperti makanan lain yang

mengandung lemak jenuh dan tidak dapat dicerna yang terdapat pada sebagian besar makanan

hewan, kacang kedelai tidak mengandung kolesterol, mempunyai rasio kalori yang rendah

dibandingkan protein dan bertindak sebagai makanan yang tidak menggemukkan bagi

penderita obesitas.

Page 12: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

226

Kacang kedelai juga mengandung kalsium, zat besi, protein, potasium dan

phosphorous. Kacang kedelai juga kaya akan vitamin B kompleks. Kacang kedelai juga

mengandung protein tinggi, makanan berkalsium tinggi. Kacang-kacangan dan biji-bijian

seperti kacang kedelai merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang

sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam

proteinnya tidak selengkap protein hewani. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada

varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras,

jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai

mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim

kering.

Sebagai bahan makanan, banyak orang tidak mengetahui kualitas kacang kedelai.

Padahal diantara jenis kacang-kacangan yang lain, kedelai merupakan sumber protein,

lemak, vitamin, mineral, dan serat paling baik. Kedelai juga mampu membantu menjaga

kesehatan ginjal, jantung, diabetes, rematik, anemia, hipertensi, diare, dan hepatitis. Kedelai

mempunyai banyak kegunaan bagi manusia. Kegunaan kedelai sebagai sumber protein

nabati, yang dapat diperoleh dengan caramengolah kedelai menjadi berbagai jenis makanan,

seperti tahu, tempe, tauco,kecap,dan susu kedelai.

Alasan utama kedelai diminati masyarakat luas di dunia antara lain karena dalam biji

kedelai terkandung gizi yang tinggi. Kandungan gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan

kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Disamping itu, kadar asam amino kedelai termasuk paling

lengkap.

Kedelai muncul sebagai salah satu sumber makanan alternatif yang kaya protein

untuk konsumsi manusia. Berikut ini adalah beberapa manfaat utama kedelai (Adisarwanto,

2005) :

1. Soy protein (protein kedelai) adalah protein tanaman. Kacang kedelai mengandung

protein lengkap dan salah satu protein yang terbaik di antara semua sumber protein yang

mudah dicernakan. Kacang kedelai juga mengandung sedikit atau tidak berlemak dan

hampir tidak ada kolesterol.Untuk orang-orang yang tidak tahan dengan laktosa akan

senang mengetahui bahwa kacang kedelai tidak mengandung galaktosa.

Page 13: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

227

2. Menjadi tanaman protein, kacang kedelai bebas dari steroids dan tidak mengandung

antibiotik protein hewani. Bahan ini juga bebas dari parasit yang mencemari

beberapa produk. Kedelai juga bebas dari sumber penyakit seperti sapi gila maupun

penyakit mulut dan kuku.

3. Vegetarian (pemakan sayuran) sangat suka dengan kedelai karena mampu

menyediakan protein jika tidak lebih baik sebagai sumber protein dibanding

dengan sumber protein hewani. Memberikan kandungan protein yang lebih

baik dan lebih mudah dicerna setara dengan kebanyakan, suplemen, protein.

4. Kacang kedelai sangat serbaguna. Kacang kedelai sangat serbaguna. Berbagai masakan,

terutama Asia yang mengenali nilai dari kacang kedelai ini. Berbagai bahan makanan

yang alami,sedap dan lezat semua berbahan kedelai, misalnya : Tahu, puding kedelai,

Soya susu, pengganti daging.

5. Untuk mengatasi masalah kelaparan dunia, telah diusulkan budi daya kedelai secara

besar-besaran. Kedelai sangat mudah untuk tumbuh dan panen, mereka akan tumbuh

hampir di mana saja dan menghasilkan banyak dalam waktu singkat. Telah

dilaporkan bahwa banyak petani telah mengganti seluruh tanaman dengan kacang

kedelai.

6. Bahan makanan pengganti yang baik kedelai mengandung kadar lemak yang rendah dan

dapat digunakan sebagai pengganti sumber protein lain. Bila memasak, Anda dapat

menggunakan tepung kedelai sebagai pengganti tepung terigu untuk bahan alternatif

rendah lemak.

7. Sangat dianjurkan lebih mengkonsumsi protein alami daripada protein buatan jika

memungkinkan, Protein buatan sebagai makanan biasanya memiliki beberapa risiko

yang menyertainya. Penggunaan terbaik atas kedelai dikarenakan kedelai ini rendah

lemak dan cocok untuk diet protein tinggi.

8. Produk kedelai dapat dimasukkan ke dalam aneka jus dan minuman. Karena bebas

laktosa, orang-orang yang tidak tahan dengan laktosa masih akan bias

mengkonsumsi.

Page 14: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

228

9. Produk kedelai juga dapat menjadi sumber bahan gizi lain seperti saponins, isoflavon,

dan phytosterol. Saponins membantu mendukung sistem kekebalan tubuh. Bila

bergabung dengan kolesterol untuk menghindari peningkatan penyerapan kolesterol

dalam tubuh. Phytosterols juga membantu mengurangi penyerapan kolesterol dalam

tubuh dengan cara yang sama dengan saponins lakukan.

10. Isoflavon merupakan antioksidan yang kuat dan mampu mencegah efek radikal

bebas dalam tubuh. Dapat mencegah banyak tanda-tanda penuaan dan telah dikenal

untuk membantu mencegah kanker. Hal ini membuat kedelai menjadi sumber protein

ajaib. Isoflavon,bersama dengan vitamin A, C dan E adalah pertahanan

terdepan dalam memerangi penyakit tersebut mereka juga menangkis efek dari

polusi dan stres.

11. Tidak seperti sumber protein lain, kedelai cukup aman untuk dikonsumsi dalam

jumlah besar. Sementara alergis terhadap produk kedelai memang ada, tetapi

merupakan kasus yang jarang sekali.

Tabel. 1. Kandungan gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan kedelai

Kandungan GiziKedelai Basah

(gram)Kedelai Kering

(gram)

Kalori (Kal) 286,00 331,00

Protein (gram) 30,20 34,90

Lemak (gram) 15,60 18,10Karbohidrat(gram) 30,10 34,80Kalsium (mgram) 196,00 227,00

Fospor (mgram) 506,00 585,00

Zat Besi (mgram) 6,90 8,00Vitamin A (S.I) 95,00 110,00Vitamin B1 (mgram) 0,93 1,07

Vitamin C - -

Air (gram) 20,00 10,00Bagian yang dapat dimakan(%)

100,00 100,00

Sumber : Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1997).

Page 15: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

229

Tahu merupakan bahan makanan yang berbahan baku kedelai. Kata tahu berasal dari

bahasa Cina yaitu tao-hu atau teu-hu. Kata tao yang berarti kedelai, sementara hu berarti

lumat atau menjadi bubur. Di Jepang, tahu dikenal dengan nama tohu, sedangkan dalam

bahasa Inggris disebut soybean curda atau tofu.

Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), tahu merupakan konsentrat protein kedelai.

Tahu merupakan produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat melalui proses

pengolahan kedelai (Glytine sp.) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tanpa

bahan lain yang diizinkan.

Di Indonesia tahu sudah sangat merakyat dan sudah menjadi makanan pokok ataupun

makanan tambahan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Mudjajanto (2005)

menyatakan bahwa jumlah Pengrajin tahu di Indonesia sudah tersebar dan menjadi industri

yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Indonesia pun telah menjadi salah satu

produsen tahu terbesar di dunia. Di Indonesia tahu sangat mudah didapatkan baik di pasar

tradisional maupun di supermarket. Tahu adalah produk pangan yang dihasilkan dari

kedelai yang dihaluskan hingga menjadi sari dan diperas. Ekstrak kedelai yang didapatkan

kemudian dipadatkan atau dicetak sesuai ukuran. Tahu adalah makanan rendah kalori

namun tinggi protein.

Berikut beberapa manfaat tahu bagi kesehatan adalah (Hamid, 2012) :

1. Kandungan protein tahu yang tinggi

Manfaat tahu yang pertama adalah tahu memilili kandungan protein tinggi yang baik

untuk tubuh manusia yang membutuhkan protein agar dapat berfungsi dengan baik.

Protein tak hanya bisa didapat dari daging, banyak protein nabati yang bisa kita

dapat salah satunya pada tahu.

2. Sumber protein untuk penderita asam urat

Penelitian yang dilakukan untuk mempelajari pengaruh tahu menunjukkan bahwa,

manfaat tahu memiliki sumber protein yang baik, terutama untuk penderita rematik

atau memiliki kadar asam urat yang tinggi.

Page 16: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

230

3. Rendah kolesterol

Manfaat tahu dapat menurunkan kadar kolesterol tinggi yang merupakan salah satu

penyebab terserang penyakit jantung. Banyak masyarakat mencoba menghindari

mengonsumsi makanan berlemak seperti gorengan, dan santan. Tahu dapat

mengurangi tingkat kolesterol dalam tubuh, karena tahu akan menyerap minyak

goreng dan cairan lain yang terakumulasi dalam tubuh yang dapat menyebabkan

penyakit.

4. Mencegah anemia

Manfaat tahu bagi kesehatan termasuk mengurangi resiko anemia. Sebuah studi

yang dilakukan di Cina yang menyelidiki hubungan antara anemia dan tahu

menunjukkan, bahwa tahu terbukti menurunkan risiko anemia pada golongan orang

dewasa.

5. Tahu memiliki sifat antikanker

Manfaat tahu mengandung isoflavon yang bermanfaat untuk mengurangi risiko

terkena kanker. Penelitian tentang asupan kedelai dan kanker endometrium

menunjukkan, bahwa konsumsi produk seperti tahu yang lebih tinggi dapat

mengurangi risiko kanker endometrium pada wanita pasca menopause.

6. Tahu bermanfaat baik bagi kardiovaskular

Asupan makanan yang tepat akan memberikan peran yang sangat penting untuk

menjaga kesehatan jantung. Konsumsi rutin produk kedelai seperti tahu dapat

menurunkan kadar kolesterol dan lemak jenuh dalam tubuh.

7. Sumber kalsium

Tahu merupakan sumber kalsium yang baik. Kalsium merupakan kunci dari

pembentukan tulang. Hal ini tidak mudah untuk mendapatkan nutrisi ini atau

mineral dalam jumlah yang tepat. Inilah sebabnya mengapa asupan tahu dianjurkan,

karena mengandung kalsium yang tinggi. Kurangnya kalsium dalam tubuh dapat

menyebabkan osteoporosis, efek penuaan lebih cepat karena tulang rapuh dan minim

pembentukan tulang baru. Setiap orang rentan terhadap efek penuaan pada beberapa

Page 17: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

231

hal dalam hidup, tetapi efek dari penuaaan ini dapat diperlambat dengan melakukan

beberapa langkah, salah satunya adalah dengan mengonsumsi tahu, yaitu yang akan

membuat tulang menjadi kuat dan kokoh.

8. Mengandung zat besi

Zat Besi yang terkandung dalam tahu memiliki zat yang berperan penting dalam

memasok oksigen ke seluruh bagian tubuh. Ini secara tak langsung adalah kegunaan

dari hemoglobin, yang bertugas untuk mengangkut oksigen ke setiap bagian dari

tubuh. Tahu merupakan sumber zat besi yang baik, dan dengan demikian akan

membantu dalam melaksanakan sirkulasi oksigen dalam tubuh.

Pemanfaatan kedelai menjadi tahu ini memang tidak sia-sia karena kandungan gizi

yang terdapat di dalam tahu cukup tinggi dan mengandung Asam Amino yang

dibutuhkan tubuh manusia ( Santoso, 1993). Komposisi Asam Amino yang terkadung

dalam tahu seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Asam Amino yang terkandung dalam tahu

No. Asam AminoJumlah

(mg/g nitrogen total)1 Nitrogen 1,382 Isoleusin 3603 Leusin 6184 Lisin 4605 Metionin 1086 Sistin 1087 Fenilalanin 4438 Treonin 2359 Triptopan 13310 Valin 36411 Arginin 34212 Hisditin 19113 Alanin 18914 Asam Aspartat 61215 Asam Glutamat 111316 Glisin 21217 Prolin 29718 Serin 266

Sumber : Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1997)

Page 18: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

232

Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01-3142-1992 dapat dilihat pada Tabel. 3.

Tabel 3. Syarat Mutu Tahu

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan1 Bau - Normal

Rasa - NormalWarna - Putih bersih atau kuning bersihPenampakan

-Normal tidak berlendir dan tidak

berjamur2 Abu % (b/b) Maks 1,03 Protein % (b/b) Min 9,04 Serat kasar % (b/b) Maks0,15 Bahan tambahan

makanan -Sesuai SNI 01-0222-1995 dan

Peraturan Men.Kes No722/Men.Kes/ Per/ IX/ 1988

6 Cemaran mikroba - -Angka lempengtotal

Koloni/gMaks. 1,0 x 106

Escherichia coli APM/gSalmonella /25 g - Negatif

Sumber : Badan Standarisasi Nasional,(1992)

2.2. Proses Pembuatan Tahu

Proses pembuatan tahu terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan susu kedelai dan

penggumpalan proteinnya. Koswara (1992) mengemukakan bahwa susu kedelai dibuat

dengan merendam kedelai dalam air bersih. Perendaman dimaksudkan untuk melunkan

struktur kedelai sehingga mudah digiling dan memberikan dispersi dan suspensi bahan padat

kedelai lebih baik pada waktu ekstraksi. Perendaman juga dapat mempermudah pengupasan

kulit kedelai akan tetapi perendaman yang terlalu lama dapat mengurangi total padatan.

Kedelai yang telah direndam kemudian dicuci, digiling dengan alat penggiling bersama-sama

air panas (80°C) dengan perbandingan 1:10. Bubur kedelai yang dihasilkan selanjutnya

disaring dan filtratnya di didihkan selama 30 menit pada suhu 100–110°C. Susu kedelai yang

dihasilkan kemudian digumpalkan. Zat penggumpal yang dapat digunakan adalah, asam

laktat, asam asetat dan batu tahu (CaSO4), dan CaCl2.

Page 19: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

233

Menurut Santoso (1993), tahapan proses pembuatan tahu sebagai berikut:

1. Pembersihan. Biji kedelai dibersihkan dari kotoran, misalnya kerikil, butiran tanah,

kulit, ataupun batang kedelai.

2. Perendaman. Kedelai direndam selama 6-8 jam sampai mengembang.

3. Pencucian. Kedelai yang telah direndam, dibersihkan dari kotoran yang tersisa lalu

tiriskan.

4. Penggilingan. Penggilingan kedelai dilakukan setelah proses pengupasan kulit

kedelai. Selalu dilakukan penyiraman selama proses penggilingan dengan memakai

air sedikit demi sedikit (sebaiknya digunakan air mendidih untuk mempertinggi

rendeman dan sekaligus menghilangkan bau langu kedelai). Tampung bubur

kedelai dalam wadah anti karat, misalnya wadah berbahan plastik, aluminium, atau

stainless steel.

5. Perebusan Bubur Kedelai. Perebusan dilakukan pada api besar. Pada proses

perebusan akan terbentuk busa pada permukaan bubur kedelai maka segera disiram

air bersih dingin secukupnya secara merata di seluruh permukaan atau minyak

goreng sebanyak 0,5 liter.

6. Penyaringan. Dalam keadaan panas bubur kedelai disaring dengan penambahan air

panas sekitar 100 liter hingga diperoleh air penyaringan yang jernih. Hasil saringan

ditampung dalam bak penggumpalan. Adapun ampas bubur kedelai dimasukan

kedalam wadah tersendiri untuk dijadikan pakan ternak.

7. Penggumpalan Protein Sari Kedelai. Cairan sari kedelai yang masih panas (± 700C)

dicampur pelan-pelan dan sedikit demi sedikit dengan bahan penggumpal yang

sebelumnya telah disiapkan. Proses penggumpalan terjadi selama 5-15 menit.

Dimana cairan kedelai yang semula berwarna putih susu akan pecah dan di

dalamnya terbentuk butiran-butiran protein yang akhirnya akan bergabung

membentuk gumpalan dan mengendap ke dasar bak (bakal tahu). Setelah itu, cairan

akan menjadi bening. Bila demikian berarti seluruh protein sudah menggumpal dan

mengendap. Secepatnya cairan bening dipindahkan ke tempat penyimpanan cairan

bekas.

Page 20: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

234

8. Pencampuran. Bahan tambahan dilakukan pencampuran bahan tambahan (garam,

pengawet, perasa sintetis) segera dituang sedikit demi sedikit ke dalam bubur

kedelai sambil diaduk agar tercampur rata. Kegiatan pencampuran ini harus

dilakukan secara cepat sebelum suhu bubur kedelai mengalami penurunan suhu.

9. Pencetakan. Tahu Dalam keadaan hangat, bubur kedelai dimasukan kedalam

cetakan yang beralaskan kain saring halus. Dibiarkan bubur tahu dalam cetakan

selama 10-15 menit atau sampai cukup keras (tidak hancur bila diangkat) dan air

yang menetes dari cetakan sedikit. Potong tahu sesuai dengan ukuran yang

dikehendaki. Potongan-potongan tahu dapat direndam dalam air dingin dalam bak

yang terbuat dari logam tahan karat.

10. Produk Tahu. Produk tahu siap untuk dilakukan tahapan finishing dengan

pewarnaan, pengemasan, pasteurisasi, dan penggorengan untuk mempertahankan

mutu tahu. Untuk memperpanjang daya simpan tahu dapat ditambahkan bahan

pengawet seperti:

1. Natrium benzoat dengan dosis 1 g/liter air rendeman tahu.

2. Vitamin C dengan dosis 1 g/liter air rendeman tahu.

3. Tahu dapat dibungkus dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan kemudian

direbus/dikukus selama 3 menit. Tahu dapat disimpan selama 4-7 hari, dalam

almari es dapat bertahan selama 8 hari (selama kan/tong plastik tidak dibuka).

2.3. Limbah Industri Tahu

Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang

terbuang karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat

dikonsumsi. Nohong (2010) menyatakan bahwa limbah tahu terdiri atas dua jenis yaitu

limbah cair dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi

mencemari lingkungan. Limbah ini terjadi karena adanya sisa air tahu yang

tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang tidak

sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tidak sedap bila

dibiarkan.

Page 21: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

235

Menurut Kaswinarni(2007), limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi 2

(dua) bentuk limbah, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan

tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat

lain yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan

ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses awal (pencucian) bahan

baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi tidak begitu banyak (0,3% dari

bahan baku kedelai). Sedangkan limbah padat yang berupa ampas tahu terjadi pada proses

penyaringan bubur kedelai. Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar 25-35% dari

produk tahu yang dihasilkan.

Selanjutnya Kaswinarni (2007) menjelaskan limbah cair pada proses produksi tahu

berasal dari proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi

tahu, penyaringan dan pengepresan atau pencetakan tahu. Sebagian besar limbah cair

yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari

gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang

tinggi dan dapat segera terurai. Limbah ini sering dibuang secara langsung tanpa

pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan.

Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang tinggi terutama

protein dan asam-asam amino. Sugiharto (1994) menyatakan bahwa adanya senyawa-

senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD,

dan TSS yang tinggi. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah industri cair

tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik tersebut dapat berupa protein,

karbohidrat dan lemak. Senyawa protein memiliki jumlah yang paling besar yaitu mencapai

40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%. Bertambah lama bahan-bahan organik

dalam limbah cair tahu, maka volumenya semakin meningkat.

Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah cair tahu adalah oksigen (O2), hidrogen

sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2), dan metana (CH4). Gas-gas tersebut

berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tersebut

(Herlambang, 2005).

Limbah cair tahu mengandung bahan organik berupa protein yang dapat terdegradasi

menjadi bahan anorganik. Effendi (2003) menjelaskan bahwa degradasi bahan organik

melalui proses oksidasi secara aerob akan menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih stabil.

Page 22: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

236

Dekomposisi bahan organik pada dasarnya melalui dua tahap yaitu bahan organik diuraikan

menjadi bahan anorganik. Bahan anorganik yang tidak stabil mengalami oksidasi menjadi

bahan onorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit dan

nitrat

Limbah yang dihasilkan dari sistem pengolahan limbah cair harus memenuhi baku

mutu limbah cair sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia

Nomor 05 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah yaitu lampiran ke XVIII tentang Baku

Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/Kegiatan Pengolahan Kedelai.

Secara umum karakteristik air buangan dapat digolongkan atas sifat fisika, kimia, dan

biologi. Akan tetapi, air buangan industri biasanya hanya terdiri dari karakteristik fisika dan

kimia. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri tahu

adalah (Kaswinarni, 2007):

1. Parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-lain.

2. Parameter kimia, dibedakan atas kimia organik dan kimia anorganik.

Kandungan organik (BOD, COD, TOC) oksigen terlarut (DO), minyak atau lemak,

nitrogen total, dan lain-lain. Sedangkan kimia anorganik meliputi: pH, Pb, Ca, Fe, Cu, Na,

sulfur, dan lain-lain.

Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting antara lain:

1. Padatan Tersuspensi

Yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut dalam air. Padatan

tersuspensi sangat berhubungan erat dengan tingkat kekeruhan air. Effendi (2003)

menyatakan kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di

dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang

tersuspensi dan terlarut. Semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut,

maka air semakin keruh.

Page 23: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

237

2. Derajat Keasaman (pH)

Menurut Kaswinarni (2007) air limbah indutri tahu sifatnya cenderung asam, pada

keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah untuk menguap. Hal ini

mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau busuk. pH sangat

berpengaruh dalam proses pengolahan air limbah. Baku mutu yang ditetapkan

sebesar 6-9. Pengaruh yang terjadi apabila pH terlalu rendah adalah penurunan

oksigen terlarut. Oleh karena itu, sebelum limbah diolah diperlukan pemeriksaan

pH serta menambahkan larutan penyangga agar dicapai pH yang optimal.

Nilai pH merupakan faktor pengontrol yang menentukan kemampuan biologis

mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Lavens dan Sorgeloos (1996)

menyatakan bahwa niilai pH yang terlalu tinggi misalnya, akan mengurangi

aktifitas fotosintesis mikroalga. Proses fotosintesis merupakan proses mengambil

CO2 yang terlarut di dalam air, dan berakibat pada penurunan CO2 terlarut dalam

air. Penurunan CO2 akan meningkatkan pH. Dalam keadaan basa ion bikarbonat

akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam

sehingga keadaan menjadi netral. Sebaliknya dalam keadaan terlalu asam, ion

karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan melepaskan ion

hidrogen oksida yang bersifat basa, sehinggga keadaan netral kembali, dapat dilihat

pada reaksi berikut :

HCO3 H+ + CO3¯

CO3¯ + H2O HCO3¯ + OH-

3. Nitrogen-Total (N-Total)

Menurut Herlambang (2005) nitrogen total yaitu campuran senyawa kompleks

antara lain asam-asam amino, gula amino, dan protein (polimer asam amino).

Ammonia (NH3) merupakan senyawa alkali yang berupa gas tidak berwarna dan

dapat larut dalam air. Pada kadar dibawah 1 ppm dapat terdeteksi bau yang sangat

menyengat. Kadar NH3 yang tinggi dalam air selalu menunjukkan adanya

pencemaran. Ammonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap

organisme akuatik. Toksisitas ammonia terhadap organisme akuatik akan

meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu (Effendi,

Page 24: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

238

2003). Pada lingkungan asam atau netral, NH3 ada dalam bentuk ion NH4+. Pada

lingkungan basa, NH3 akan dilepas ke atmosfer

Senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair tahu akan terurai

oleh mikroorganisme menjadi karbondioksida (CO2), air serta ammonium,

selanjutnya ammonium akan dirubah menjadi nitrat. Proses perubahan ammonia

menjadi nitrit dan ahirnya menjadi nitrat disebut proses nitrifikasi. Untuk

menghilangkan ammonia dalam limbah cair sangat penting, karena ammonia

bersifat racun bagi biota akuatik (Herlambang, 2005).

Reaksi penguraian organik:

Senyawa organik + O2 CO2 + H2O + NH3

Reaksi Nitrifikasi:

2NH3 + + 3O2 2NO2 + 4H + 2H2O

2NO2 + O2 2NO3 + energi

4. BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Merupakan parameter untuk menilai jumlah zat organik yang terlarut serta

menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh aktifitas mikroorganisme

dalam menguraikan zat organik secara biologis di dalam limbah cair. Limbah cair

industri tahu mengandung bahan-bahan organik terlarut yang tinggi

(Wardana,2004).

Menurut Effendi (2003), BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh

organisme untuk memecah bahan buangan organik di dalam suatu perairan.

Konsentrasi BOD yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyak oksigen yang

diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik. Nilai BOD yang tinggi

menunjukkan terdapat banyak senyawa organik dalam limbah, sehingga banyak

oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan senyawa

organik. Nilai BOD yang rendah menunjukkan terjadinya penguraian limbah

organik oleh mikroorganisme (Zulkifli dan Ami, 2001).

Page 25: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

239

Penguraian bahan organik secara biologis oleh mikroorganisme menyangkut reaksi

oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). proses penguraian

bahan organik dapat digambarkan sebagai berikut (Hanum, 2002):

Zat Organik + O2 → CO2 + H2O (CHONSP)

5. COD (Chemical Oxygen Demand)

Disebut juga kebutuhan oksigen kimiawi, merupakan jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh oksidator (misal kalium dikhormat) untuk mengoksidasi seluruh

material baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam air. Jika kandungan

senyawa organik maupun anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di dalam

air dapat mencapai nol, sehingga tumbuhan air, ikan-ikan, hewan air lainnya yang

membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup (Wardana,2004).

Menurut Kaswinarni (2007), BOD (Biological Oxygen Demand) adalah oksigen

yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia.

Nilai BOD bermanfaat untuk mengetahui apakah air limbah tersebut mengalami

biodegradasi atau tidak, yakni dengan membuat perbandingan antara nilai BOD dan

COD. Dalam waktu 5 hari (BOD5), oksidasi organik karbon akan mencapai 60%-

70% dan dalam waktu 20 hari akan mencapai 95%. Pengukuran BOD paling tidak

memerlukan waktu 5 hari. Jika nilai antara BOD dan COD sudah diketahui, kondisi

air limbah dapat diketahui.

2.4 Dampak Limbah Cair Tahu

Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri tahu

adalah gangguan terhadap kehidupan biotik, turunnya kualitas air perairan akibat

meningkatnya kandungan bahan organik. Herlambang (2002) mengungkapkan bahwa

aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks menjadi molekul

organik yang sederhana. Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga

apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera diganti oleh

oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh aerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban

organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk

dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana.

Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan

Page 26: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

240

menimbulkan gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak

nyaman dan menimbulkan bau.

Menurut Kaswinarni (2007), limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan

tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan

menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau

menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan

baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan, air limbah akan

berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini

mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat

dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan

ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan

gangguan kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit

lainnya, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak

baik.

2.5 Konsep Produksi Bersih

Perlindungan lingkungan yang selama ini dilakukan oleh industri-industri hanya

ditekankan pada usaha penanganan dan pembuangan limbah. Suprihatin (1999) menyatakan

salah satu caranya adalah membangun instalasi pengolahan. Perlindungan seperti ini

disebut konsep End of Pipe Treatment (EOP), dimana pada konsep ini limbah dilihat

sebagai sesuatu yang sudah terjadi dan berusaha ditangani agar tidak mencemari lingkungan

Pada dasarnya pendekatan End Of Pipe telah memberikan sumbangan yang nyata bagi

pencegahan pencemaran lingkungan,tetapi konsep ini mempunyai kekurangan antara lain

dibutuhkan biaya yang relatif besar untuk membangu instalasi pengolahan limbah, serta

teknik yang cukup canggih.

Selain tuntuan perlindungan lingkungan juga perlu untuk melihat tuntutan aspek

ekonomi. Pencegahan pencemaran lingkungan beberapa tahun terakhir ini menurut

Suprihatin (1999), dilakukan sejak pada sumber asalnya, yaitu sejak awal dari proses dalam

industrinya sendiri, sehingga bahan buangan yang dihasilkan sesedikit mungkin dan jika

mungkin ditiadakan sama sekali (zero emission).

Page 27: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

241

Menurut Visvanathan dan Kumar (1999), produksi bersih adalah penerapan strategi

lingkungan yang berkesinambungan, terpadu dan bersifat preventif, dan merupakan strategi

bisnis untuk mendapatkan sumber daya, proses produksi, produk atau penyediaan jasa dengan

efisiensi yang tinggi meningkatkan keuntungan dan mengurangi resiko bagi manusia dan

lingkungan.

Pendekatan terbaru itu disebut produksi bersih (cleaner production). Teknik-teknik

produksi bersih dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Teknik Produksi Bersih (USAID, 1997)

Selanjutnya menurut UNEP (2001), bahwa lingkup produksi bersih untuk proses

produksi, produk, dan jasa adalah sebagai berikut:

Page 28: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

242

1. Proses produksi, produksi bersih termasuk penghematan bahan dan energi,

pengeliminasian bahan baku beracun, pengurangan kuantitas dan kadar racun

semua ernisi dan limbah sebelum emisi dan limbah tersebut meninggalkan proses.

2. Produk, strategi difokuskan pada pengurangan dampak negative sepanjang

keseluruhan masa dari produksi, yaitu dari ekstraksi bahan baku sampai

pembuangan akhir produk

3. Jasa, difokuskan pada menggabungkan hal-hal yang berhubungan dengan

lingkungan ke dalam desain dan pelayanan jasa

Dalam produksi bersih, limbah yang dihasilkan dalam keseluruhan proses produksi

adalah indikator ketidak efisienan proses produksi, sehingga bilamana dilakukan optimasi

proses, limbah yang dihasilkan juga akan berkurang.

Keberhasilan penerapan produksi bersih ,menurut Purwanto (2003) ada beberapa cara,

antara lain : menerapkan house keeping yang baik, modifikasi peralatan, substitusi bahan

baku, modifikasi produk, dan inovasi teknologi yang digunakan. Dari semua cara tersebut

yang paling penting dalam mencapai keberhasilan penerapan produksi bersih adalah

mengurangi penyebab timbulnya limbah dan dampak yang tidak diinginkan bagi lingkungan,

antaralain :

1. Recovery hasil samping dari limbah

2. Recycle dari limbah dengan atau tanpa pengolahan

3. Reuse dari limbah

Keuntungan yang didapat dari suatu industri apabila menerapkan konsep produksi

bersih adalah mengurangi biaya produksi, mengurangi limbah yang dihasilkan, meningkatkan

produktivitas, mengurangi konsumsi energi, meminimisasi masalah pembuangan limbah

(termasuk penanganan limbah), dan memperbaiki nilai produk samping.

Keuntungan-keuntungan dari segi ekonomi dan lingkungan tersebut dapat terwujud

dengan cara sebagai berikut (Park, 2014) :

1. Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan bahan baku, sehingga akan

mengurangi biaya bahan baku

Page 29: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

243

2. Meminimisasi limbah, sehingga akan mengurangi biaya penanganan dan

pembuangan limbah

3. Mengurangi atau mengeliminasi kebutuhan akan penanganan dengan konsep

EOP

4. Memperbaiki teknologi produksi memperbaiki kualitas manajemen

5. Meningkatkan penghargaan pekerja terhadap perlindungan lingkungan

6. Memperbaiki kinerja dan meningkatkan produktivitas

7. Meningkatkan citra perusahaan dan menambah keuntungan yang kompetitif di

pasar.

2.6. Analisis Finansial Industri Tahu

Analisis finansial mutlak diperlukan untuk mendirikan suatu usaha atau industri.

Dalam melakukan analisis tersebut terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain

modal investasi, modal kerja,dan penyusutan.

1. Net Present Value (NPV)

Menurut Kadariah, Karlina, dan Gray (1999), NPV adalah metode yang

digunakan untuk menghitung selisih antara jumlah seluruh penerimaan (benefit)

dengan jumlah seluruh biaya (cost) dalam bentuk nilai yang berlaku kini (present

value).

n

0tti)(1

Ct-BtNPV

Dimana : Bt = benefit social brutto pada tahun ke-t

C = biaya social brutto sehubungan dengan proyek pada tahun ke-t

i = tingkat suku bunga (%)

n = umur ekonomis proyek.

Page 30: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

244

2. Internal Rate of Return (IRR)

IRR adalah nilai discount factor rate i yang membuat nilai NPV dari proyek sama

dengan nol (Ibrahim, 1998).

1221

11 ii

NPVNPV

NPViIRR

x

Dimana: i1= tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1

i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

3. Net Benefit CostRatio (Net B/C)

Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif

dengan jumlah present value yang negatif (Kadariah, 1988).

n

0tt

n

0tt

i)(1Bt-Ct

i)(1Ct-Bt

B/CNet

4. Payback Period (PBP)

PBP adalah suatu jangka waktu untuk mengembalikan jumlah investasi dari

usaha yang direncanakan (Ibrahim,1998).

p

n

0i

n

0i1-pi

1-p B

B-ITPBP

Dimana: Tp-1 = tahun sebelum terdapat PBP

Ii = jumlah investasi yang telah di discount

Bp-1 = jumlah benefit yang telah di discount sebelum PBP

Bp = benefit pada PBP berada

5. Break Even Point

Menurut Widjaja (1998),suatu usaha dikatakan break even (BE) apabila setelah

dilakukan perhitungan rugi-labadari suatu periode kerja atau dari suatu kegiatan

usaha tertentu, tetapi juga tidak menderita kerugian.

Page 31: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

245

VC-p

TCBEP (Rp) kontribusi

TCBEP (unit)

Dimana : TC = jumlah biaya tetap yang ditanggung oleh proyek tiap

masa operasi tertentu

p = harga jual yang direncanakan untuk setiap satuan produk

VC = Jumlah biaya tidak tetap per satuan produk

2.7. Perancangan Penerapan Produksi Bersih pada Industri Tahu di Kabupaten

Indragiri Hulu

Industri kecil pembuatan tahu di Kabupaten Indragiri Hulu terus berkembang.

Teknologi yang digunakan pada proses produksi pembuatan tahu nya masih sangat

sederhana, banyak mengandalkan tenaga manusia, dan proses kurang optimal. Mulai dari

proses pencucian, penggilingan, dan pengepresan dilakukan oleh tenaga manusia.

Penghematan biaya merupakan salah satu faktor penting dalam daya saing, akibatnya

banyak kalangan dunia usaha kurang bergairah untuk mengelola lingkungan. Karenanya

diperlukan perubahan strategi, dari pendekatan akhir pipa ke pencegahan pencemaran yang

membantu mengurangi terbentuknya limbah dan memfasilitasi semua pihak untuk mengelola

lingkungan secara hemat biaya serta mampu memberi keuntungan baik finansial maupun non

finansial. Strategi pengelolaan lingkungan yang mempunyai potensi tersebut adalah Produksi

Bersih.

Dalam rangka menciptakan green industry dan meningkatkan daya saing industri

tahu maka perlu dikaji alternatif- alternatif strategi produksi bersih yang dapat diterapkan di

industri kecil tahu. Tujuannya adalah mendapatkan alternatif strategi produksi bersih dan

aplikasinya untuk industri kecil tahu khususnya di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri

Hulu. Perancangan penerapan produksi bersihnya meliputi identifikasi proses produksi, status

produksi bersih pada industri tahu dan peluang penerapan lebih lanjut, dan cara memperbaiki

efisiensi produksi melalui penerapan produksi bersih ( Anas et al, 2008).

Perancangan penerapan produksi bersih didasarkan pada dua aspek yaitu teknis dan

aspek finansial. Proses produksi tahu pada umumnya terdiri dari pemilihan kedelai,

penimbangan kedelai, perendaman, pencucian, penggilingan, ekstraksi, penyaringan,

Page 32: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

246

pemasakan, penggumpalan, pemisahan whey, pembungkusan, pengepresan, pemasakan,

dan pengemasan. Pada proses pembuatan tahu di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri

Hulu ini memiliki perbedaan dari pembuatan tahu di Industri tahu lain, yaitu terdapat

penambahan garam dan bawang putih untuk menambah sedap produk tahu. Bahan baku

berupa kedelai dan proses-proses tersebut menggunakan banyak air. Keluaran proses

produksi selain tahu, juga dihasilkan limbah cair dan limbah padat yang berupa ampas

tahu.

Berdasarkan pengamatan langsung pada industri tahu di Kecamatan Rengat

Kabupaten berikut adalah urutan proses produksi nya:

1. Pemilihan kedelai

Dalam pembuatan tahu, pemilihan kedelai akan sangat menentukan hasil akhir

dari produksi tahu yang akan dibuat. Di industri tahu ini, produsen menggunakan

kedelai import dengan kualitas I yang ditandai dengan: warna dan ukuran kedelai

seragam, mengkilat dan kulitnya tidak berkerut.

2. Penimbangan kedelai

Proses pembuatan tahu dilakukan secara batch dengan kapasitas 25 kg sekali

proses. Perendaman Kedelai hasil penimbangan kemudian direndam dengan air

sebanyak kurang lebih tiga kali berat kedelai selama empat jam.

3. Pencucian dan Perendaman

Pencucian kedelai bertujuan untuk melunakkan struktur sel kedelai sehingga

mudah untuk digiling sehingga menghasilkan dispersi dan suspensi bahan padat

kedelai lebih baik pada waktu ekstraksi. Perendaman juga bertujuan untuk

mempermudah proses penggilingan sehingga hasil bubur dari penggilingan

tersebut dapat kental. Selanjutnya kedelai yang telah direndam akan dilakukan

proses pencucian dalam air yang mengalir. Setelah dicuci kedelai kemudian

digiling dengan menggunakan mesin sehingga menjadi bentuk bubur

kedelai.Kedelai rendaman dibuang airnya lalu dicuci dengan air sebanyak empat

kali. Setiap pencucian menggunakan 60 Liter air.

Page 33: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

247

4. Penggilingan

Penggilingan merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan tahu. Kedelai

yang telah direndam, selanjutnya digiling menggunakan mesin penggiling kedelai/

blender. Pada saat penggilingan ditambah air sebanyak dua kali berat kedelai.

5. Ekstraksi

Kedelai yang telah digiling kemudian direbus untuk mendenaturasi protein dari

kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan asam. Kedelai

giling kemudian ditambah air mendidih sebanyak enam kali berat kedelai, sambil

diaduk selama 5-10 menit.

6. Penyaringan

Selanjutnya kedelai yang telah diekstraksi, disaring terus menerus sehingga

didapatkan ampas yang disebut ampas kering. Ampas tadi disisihkan dan biasanya

dimanfaatkan untuk makanan ternak atau pembuatan dasar tempe gembus. Setelah

disaring, cairan yang berwarna putih susu tadi dilakukan pemasakan dengan

menggunakan uap bertekanan. Penyaringan menggunakan kain sivon,

menghasilkan filtrat dan ampas tahu.

7. Pemasakan

Pemasakan menggunakan uap air bertekanan langsung ke dalam filtrat. Pemasakan

dilakukan selama 15 – 30 menit. Volume masakan yang dihasilkan 700 L.

8. Penggumpalan

Setelah dilakukan pemasakan sampai suhu 70o C, ditambah dengan asam cuka/

jantu untuk mengendapkan dan menggumpalkan protein sehingga dapat

memisahkan whey dengan gumpalan.

9. Pemisahan whey dan gumpalan protein.

Masakan yang telah digumpalkan dengan cara memasukkan saringan dari bambu

lalu air yang ada didalam saringan diambil dengan gayung. Endapan yang ada

Page 34: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

248

tadi merupakan bahan utama untuk mencetak tahu yang akan diakhir dengan proses

pencetakan dan pengepresan.

10. Pembungkusan

Gumpalan protein kemudian dibungkus dengan kain. Tiap bungkus berisi 120 g,

lalu dipadatkan sampai berbentuk kotak.

11. Pengepresan

Setelah benar-benar padat, bungkus kain dibuka kemudian ditiriskan untuk

selanjutnya dilakukan pemasakan dengan penambahan bawang dan garam

12. Penggaraman

Pemasakan tahu dilakukan selama 5 menit dalam air mendidih yang sudah diberi

bumbu bawang putih dan garam. Selanjutnya tahu ditiriskan dan kemudian di

lakukan pengemasan.

Penerapan Produksi Bersih perlu disosialisasikan pada industri tahu karena dapat

membantu pencegahan dan menurunkan dampak lingkungan melaui siklus hidup produk.

Siklus hidup produk dimulai dari penyediaan bahan baku hingga menjadi produk dan

sampai pada pembuangan akhir. Strategi produksi bersih yang dapat diterapkan pada inidustri

ini meliputi strategi dengan melihat proses dan melihat produk akhir. Strategi dengan melihat

proses berupa pencegahan kerusakan pada bahan baku, meminimumkan penggunaan energi,

menghilangkan penggunaan bahan baku yang berbahaya dan beracun serta mengurangi kadar

racun yang terkandung di emisi dan limbah sebelum meinggalkan proses. Strategi pada

produk akhir dilakukan dengan mengurangi dampak lingkungan sepanjang daur hidup

produk mulai dari pembuatan produk hingga pembuangan akhir.

Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu belum ada satu Industri pun yang

sudah mulai menerapkan Produksi Besih pada tahapan proses produksinya. Untuk

perancangan penerapan produksi bersih pada industri tahu di Kecamatan Rengat Kabupaten

Indragiri Hulu dapat mulai melakukan perancangan teknis. Perancangan teknis dalam

penerapan produksio bersih meliputi (Afmar, 1999):

1. Mengurangi penggunaan air.

Page 35: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

249

Mengurangi penggunaan air akan berdampak baik bagi jumlah air limbah yang

dikeluarkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penggunaan air cucian ke

kedelai rendam dapat digunakan kembali sebagai air pencuci pertama pada

kedelai rendam di industri tahu. Hal ini tidak banyak berpengaruh pada kualitas

produk tahu jika dibandingkan dengan penggunaan air tanpa daur ulang.

2. Good house keeping

Good house Keeping atau pengaturan tata letak yang baik dilakukan untuk

menjaga lingkungan sekitar dari tindakan-tindakan yang dapat mengotori.

Ruang produksi yang bersih dapat mendukung pada produkstivitas. Ceceran air

untuk proses produksi dan buburan kedelai merupakan salah satu hal yang

dapat menyebabkan lingkungan kotor dan licin. Selain itu pemborosan

energi menjadi sesuatu yang sangat penting karena air dimasak dengan energi dan

buburan juga dihasilkan dengan melibatkan energi. Sebagian besar industri

kecil dan menengah memiliki lantai tanah. Aspek teknis untuk menjaga

kebersihan adalah hal penting untuk diperhatikan, dan ini memerlukan kesadaran

tenaga kerja dan pemilik usaha.

3. Memperbaiki alur tata cara proses

Upaya untuk memperbaiki alur tata cara proses operasi seharusnya dilakukan.

Perbaikan ini diharapkan memberikan dampak pada efektifitas waktu produksi.

Produksi dapat terus dilaksanakan setiap hari dengan pengaturan waktu masing-

masing proses operasi secara tepat. Perbaikan ini dapat juga dilakukan dengan

pembuatan SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam pelaksanaan proses

operasi. SOP ini menjadi dasar bagi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

Secara teknis hal ini agak mudah dilaksanakan, namun untuk industri kecil sangat

sulit diimplementasikan.

4. Modifikasi peralatan

Modifikasi peralatan di industri kecil pembuatan tahu ini sangat penting

dilakukan. Efisiensi dan efektifitas dalam proses menjadi alasan untuk dilakukan

hal ini. Peralatan penyaringan dan pengeresan masih menggunakan tenaga

manusia sehingga kadar cairan/ fitrat tahu yang terbuang masih tinggi. Sebaiknya

Page 36: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

250

proses ini perlu dilakukan modifikasi peralatan penyaringan dengan tenaga

mesin press sehingga dapat mengurangi tenaga kerja penyaringan dan

mengurangi hasil produksi yang terbuang. Sebaiknya mulai diupayakan membuat

digester dan instalasi pemanfaatan biogas, karena limbah yang dihasilkan industri

tahu dapat menghasilkan biogas yang jika tidak dimanfaatkan akan mencemari

lingkungan. Pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar proses di industri tahu

dapat mengurangi penggunaan bahan bakar yang sehari – hari digunakan oleh

industri tahu ini yaitu minyak solar.

5. Penggunaan kembali air pemasakan

Air pemasakan yang sudah dibubuhi garam dan bawang bisa digunakan

kembali untuk memasak tahu lagi.

6. Perbaikan alur tata cara proses operasi

Perbaikan alur tata cara proses operasi juga dapat memberikan kontribusi

keuntungan karena ada efiisiensi waktu dan tenaga para pekerja dalam

pembuatan tahu.

7. Modifikasi tungku

Pada saat ini pabrik tahu ini masih menggunakan minyak solar untuk

menggerakkan mesin penghasil uap. Diharapkan penggunaan bahan bakar gas

methan bisa diterapkan di industri ini. Hal ini perlunya modifikasi tungku pada

mesin penghasil uap. Penggantian bahan bakar dari minyak solar menjadi gas

methan diharapkan dapat mengurangi biaya bahan bakar secara signifikan.

8. Pembuatan cerobong asap

Pembuatan cerobong asap ini dilakukan bertujuan agar asap yang keluar tidak

mengganggu lingkungan sekitar.

Dari rangkaian tahapan perancangan penerapan produksi bersih tersebut belum ada

tahapan kegiatan yang diterapkan pada industri tahu di Kecamatan Rengat. Tingkat kesadaran

pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat dan kemampuan finansial pengusaha tahu yang

menjadi kendala di dalam penanganan limbah industri tahu. Hal ini menunjukkan juga bahwa

Page 37: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

251

pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat ini belum mengenal produksi bersih. Pada

kenyataannnya produksi bersih (cleaner production) menjadi strategi yang potensial

diterapkan pada industri, karena ada peran aktif pelaku industri, nilai tambah langsung,

dan pengurangan resiko lingkungan.

Masalah utama pada pengusaha tahu Kecamatan Rengat terletak pada bidang

“compliance” atau pentaatan regulasi serta tingkat kesadaran untuk menjaga keseimbangan

lingkungan yang masih sangat rendah. Hal tersebut disebabkan semakin banyak limbah yang

dihasilkan, semakin banyak dibutuhkan usaha pengolahan dan pembuangan. Untuk

pengolahan limbah cair diperlukan penambahan peralatan pengendalian limbah akan

meningkatkan biaya investasi dan hal tersebut kurang diminati oleh kalangan industri karena

akan meningkatkan biaya produksi dan harga jual.

Pemahaman pelaku industri tahu di Kecamatan Rengat terhadap produksi bersih

masih rendah, karena kurangnya sosialisasi tentang produksi bersih dan keterbatasan akses

teknologi dan informasi. Perilaku ekonomi penguasaha industri tahu dalam mengelola usaha

yang berwawasan lingkungan biasanya disesuaikan dengan kemampuan sumber daya yang

dimiliki, baik sumber daya berupa bahan baku maupun sumber daya manusia pelaku

usahanya.

Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu ternyata kurang perduli terhadap

pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh industri-industri tahu di Kecamatan Rengat.

Padahal dalam upaya mencapai tujuan pemabngunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan ,penerapan produksi bersih untuk industry termasuk industri tahu telah lama

dicanangkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Protocol Kyoto. Protokol Kyoto

disusun berdasarkan prinsip "Tanggung Jawab Bersama yang Dibedakan" (Common but

Differentiated Responsibilities Principle), sebagaimana tercantum dalam prinsip ketujuh

Deklarasi Rio yang berarti bahwa semua negara mempunyai semangat yang sama untuk

menjaga dan melindungi kehidupan manusia dan integritas ekosistem bumi, tetapi dengan

kontribusi yang berbeda disesuaikan dengan kemampuannya.

Page 38: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

III. DAMPAK PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI TAHU DI

KABUPATEN INDRAGIRI HULU

Penerapan produksi bersih pada Indutri tahu di Kecamatan Rengat jika dijalankan dan

tidak dijalankan akan memberikan dampak-dampak dalam aspek ekonomi, sosial budaya,

kesehatan dan Lingkungan.

3.1. Aspek Ekonomi

1. Bagi Pengusaha Tahu

Seperti industri pengolahan lainnya, industri tahu di Kecamatan Rengat juga

menghasilkan limbah baik yang padat ataupun yang cair. Limbah padat kebanyakan

digunakan untuk pakan ternak sehingga tidak begitu mempengaruhi lingkungan, namun

limbah cair pada industri tahu ini memberikan dampak terhadap lingkungan berupa bau dan

bila dibuang kesungai maka akan menyebabkan pencemaran. Dengan demikian industri tahu

ini memerlukan pengolahan limbah untuk mengurangi beban pencemar.

Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri tahu di Kecamatan Rengat Kabupaten

Indragiri Hulu masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya

industri-industri ini adalah industri skala kecil sampai menegah yang mengalirkan langsung

air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Keadaan ini akibat masih

banyaknya pengrajin tahu tingkat perekonomiannya yang masih rendah, sehingga pengolahan

limbah akan menjadi beban yang cukup berat bagi mereka. Pengolahan limbah cair industri

tahu bisa dilakukan dengan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sehingga

membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menjalankannya, sedangkan keuntungan dan

modal yang dimiliki pengusaha industri skala kecil sampai menengah tidak cukup besar.

Untuk mengatasi masalah pembangunan IPAL limbah cair industri tahu adalah para

pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat mulai menerapkan produksi bersih. Jadi dari

segi aspek ekonomi jika pengusaha industri tahu belum menerapkan produksi bersih akan

berdampak negatif yaitu pihak pengusaha harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk

membangunan IPAL agar limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.

Permasalahan lain pada industri tahu yang juga bisa mempengaruhi proses

kelangsungan produksi adalah mulai dari input yaitu pemilihan bahan baku, pemakaian

sumber daya air yang berlebihan, alat dan prasarana yang kurang ramah lingkungan.

Page 39: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

253

Tentunya ini akan dapat menyebabkan pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan

biaya operasional dan dapat menurunkan kualitas produksi tahu itu sendiri.

Penerapan produksi bersih akan memberi keuntungan ekonomi pada industri tahu di

Kecamatan Rengat, sebab didalam produksi bersih terdapat strategi pencegahan pencemaran

pada sumbernya sehingga dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk

pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan. Dampak dari

pencegahan pencemaran melalui teknologi peroduksi bersih akan mengurangi biaya-biaya

yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan sekitar industri. Dengan penerapan produksi

bersih berarti meningkatkan efisiensi dalam baik pemakaian bahan baku maupun penggunaan

energi, dari sisi ekonomi berarti bisa menghemat dan meminimalkan berbagai biaya terkait

bahan baku dan bahan bakar untuk proses produksi. Misalnya dengan mengganti bahan bakar

dengan gas methan yang dihasilkan dari biogas limbah tahu. Penghematan penggunaan air

juga merdampak mengurangi kerja pompa sehingga dapat menurunkan biaya pemakaian

listrik.

Penerapan produksi bersih secara berkelanjutan secara tidak langsung juga berdampak

memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui

konservasi sumber daya, bahan baku dan energi nya.

2. Bagi Masyarakat di Kecamatan Rengat

Tahu merupakan makanan tradisional dengan kandungan gizi yang baik, berbahan

dasar kedelai dan sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat.Selain mengandung gizi

yang baik, pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana. Rasanya enak serta harganya

terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Seiring dengan pertambahan penduduk di Kabupaten Indragiri Hulu dan

meningkatnya ekonomi masyarakat secara langsung akan meningkatkan kebutuhan

masyarakat terhadap produk hasil olahan kedelai ini. Meningkatnya kebutuhan tahu

memberikan peluang berdirinya pabrik-pabrik tahu yang makin tumbuh dan berkembang di

semua daerah di Indonesia tidak terkecuali di Kabupaten Indragiri Hulu.

Industri Tahu di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu telah memberikan

kontribusi yang nyata bagi masyarakat sekitar , dimana masyarakat yang tinggal di sekitar

pabrik tahu kebanyakan berprofesi yang berkaitan dengan industri tahu seperti pengusaha

Page 40: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

254

tahu, pekerja pabrik tahu, pedagang tahu besar maupun eceran. Dalam konteks Ekonomi,

Industri tahu telah memberikan sumbangsih yang nyata dalam menggerakan ekonomi lokal

dan daerah khususnya di Kabupaten Indragiri Hulu.

Penerapan produksi bersih pada Industri tahu meniadakan limbah sebagai output.

Limbah padat dari industri tahu bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak ataupun tempe

gembus dan alternatif lain yakni pembuatan nata de soya. Jika penerapan produksi bersih ini

berjalan optimal bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar industri tahu

di Kecamatan Rengat sehingga secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat

sekitar. Dalam pemanfaatan kembali limbah padat industri tahu tersebut akan membutuhkan

tenaga kerja yang lebih banyak dan tenaga baru untuk mebantu dalam proses pengolahannya.

Bahkan bisa dapat menumbuhkan industri rumah tangga baru dari pemanfaatan limbah padat

industri tahu tersebut.

3.2. Aspek Sosial Budaya

1. Bagi pengusaha tahu

Pada proses perebusan kedele dilakukan dengan menggunakan tungku sederhana

tanpa dilengkapi dengen cerobong asap. Kondisi seperti ini, menyebabkan perajin tahu sering

mendapat teguran negatif dari warga sekitar karena asap yang dihasilkan tersebar sampai

daerah sekitar, apalagi proses pembuatan tahu dilakukan pada saat masyarakat masih

beraktifitas di pagi dan siang hari. Hal ini akan menimbulkan banyak konflik social diantara

pengusaha industri tahu dan masyarakat sekitar. Permasalahan lain yang bisa memicu konflik

sosial adalah para pengrajin tahu belum punya pengetahuan tentang cara-cara penanganan

limbah tahu seperti limbah ampas tahu dan limbah cair sering membuat bau tak sedap dan

lingkungan dan lingkungan menjadi tampak kumuh. Masyarakat sekitar industri tahu akan

sulit untuk menerapkan budaya hidup sehat.

Konflik sosial dan budaya akan bisa teratasi jika pengusaha tahu mau memulai

menerapkan produksi bersih pada proses produksinya. Dampak yang terjadi dirasakan jika

pengusaha tahu menerapkan produksi bersih adalah memberikan kesempatan pada pengrajin

tahu memahami tentang menerapkan budaya bersih dan sehat bagi pemilik usaha dan pekerja-

pekerjanya serta lingkungan di sekitar industri tersebut. Dalam penerapan produksi bersih

semua langkah kerja lebih mendahulukan kebersihan dan keselamatan pekerja.

Page 41: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

255

2. Bagi masyarakat Kecamatan Rengat

Dibalik semua nilai ekonomi yang dihasilkan dari produk tahu ternyata keberadaan

pabrik tahu juga salah satu sumber pencemar dimana industri ini merusak lingkungan karena

masih menggunakan kayu bakar dan membuang limbah cairnya ke lingkungan. Selama ini,

industri tahu di Kecamatan Rengat masih membuang limbah cairnya begitu saja ke drainase

dan sungai. Padahal, limbah hasil pemrosesan kedelai yang menjadi bahan baku tahu itu

masih memiliki keasaman, Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biological Oxygen

Demand (BOD) yang tinggi. Tingkat COD adalah kebutuhan oksigen kimiawi di air untuk

bereaksi dengan limbah. Adapun BOD adalah kebutuhan oksigen oleh mikro-organisme

untuk memecah bahan buangan di air, sehingga jika limbah tahu dibuang di lahan atau tanah

akan mengalami proses pembusukan dan akan terurai dan menghasilkan gas metan. Keadaan

ini menyebabkan ketidakseimbangan kandungan unsur hara tanah. Selain itu limbah tahu

yang dibuang sembarangan akan memicu konflik sosial di antara masyarakat di sekitar

pabrik. Limbah Tahu akan mengalami pembusukan dan tentunya akan menghasilkan bau

yang tidak sedap sehingga masyarakat di sekitar industri tahu merasa terganggu dan

mengadukan kasus ini kepada aparat desa maupun Badan Lingkungan Hidup Kabupaten

Indragiri Hulu.

Dampak dari penerapan produksi bersih di kecamatan Rengat dari segi sosial budaya

salah satunya adalah mampu meniadakan konflik sosial akibat pencemaran limbah tahu.

Beberapa kasus yang sering terjadi akibat dari belum diterpakannya produksi bersih adalah

limbah gas yang sangat menggagu bagi masyarakat sekitar industri dan limbah cair yang

tidak dikelola dengan baik dan dibuang langsung ke lingkungan. Dengan adanya penerapan

produksi bersih ini masalah limbah sudah teratasi dengan demikian konflik sosial yang

mungkin terjadi bisa dihindari.

3. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu

Limbah industri tahu baik padat, cair , ataupun gas yang belum dikelola sebelum

dibuang ke lingkungan akan meyebabkan banyak masyarakat sekitar industri tahu yang

melaporkan ke pihak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Indragiri Hulu. Kasus-kasus

pengaduan akibat limbah industri tahu yang terus terjadi yang dilaporkan oleh masyarakat ini

setiap tahunnya selalu muncul. Jika masyarakat melaporkan kasus tersebut Pihak Badan

Lingkungan Hidup Kabupaten Indragiri Hulu biasanya langsung menindaklanjuti pengaduan

Page 42: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

256

tersebut dengan turun ke lapangan atau dengan memberikan teguran secara lisan dan tertulis

kepada pengusaha pemilik industri tahu.

Penerapan produksi bersih bisa meniadakan semua limbah yang muncul akibat proses

produksi tahu jika diterapkan secara optimal. Dengan demikian semua kasus pencemaran

yang meresahkan masyarakat yang tinggal di sekitar area industri tidak akan muncul.

3.3. Aspek Lingkungan dan Kesehatan

Pengrajin tahu di Kecamatan rengat jumlah nya setiap tahun semakin meningkat. Hal

ini tentunya akan menimbulkan dampak yang cukup besar baik secara ekonomi, sosial dan

yang terpenting bagi lingkungan. Kapasitas produksi industri tahu ini akan menentukan

banyaknya limbah yang terbentuk baik yang berupa limbah padat (ampas tahu) dari

penyaringan, emisi gas buang pada saat melakukan pemasakan ataupun limbah cair yang

berasal dari proses perendaman, pencucian, penyaringan dan tahapan-tahapn proses produksi

yang lain. Limbah-limbah yang dihasilkan indutri tersebut sangat berpotensi mencemari

lingkungan apabila dibuang langsung tanpa adanya pengolahan. Sementara itu semua

Industri tahu di Kecamatan Regat belum ada yang menerapkankan upaya pengolahan air

limbah

Pengrajin tahu tidak mengetahui manfaat dari produksi bersih apabila mereka

menerapkannya pada setiap proses produksinya. Para pengrajin tahu di Kecamatan Rengat ini

masih melakukan proses produksi berdasarkan kebiasaan pendahulunya, atau bisa dikatakan

selama proses pembuatan tahu tidak ada inovasi dan kreatifitas pengrajin untuk merubah atau

mengambangkan proses produksi agar proses produksi lebih optimal dan ramah lingkungan.

Dengan jumlah pengrajin di Kecamatan Rengat yang terus meningkat tentunya menjadi

dampak yang sangat besar pada lingkungan, dikarenakan proses yang tidak optimal sehingga

menghasilkan limbah yang akan berdampak mencemari lingkungan

Produksi Bersih jika diterapkan secara optimal oleh pengusaha tahu di kecamatan

Rengat sangat memebrikan perubahan yang sigifikan terutama untuk kesehatan dan

lingkungan sekitar.

Page 43: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

257

1. Bagi pengusaha tahu

Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh limbah yang sebelumnya tidak dikelola oleh

pengusaha tahu di Kecamatan rengat bisa diminimalisir jika pengusaha tahu memiliki

komitmen yang kuat untuk menjalankan produksi bersih ini. Segala bentuk pencemaran yang

mungkin muncul sudah terkendali. Baik pencemaran udara yang disebabkan oleh limbah gas,

pencemaran tanah akibat limbah cair yang dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Dampak nya terhadap lingkungan adalah lingkungan industri dan sekitar industri menjadi

bersih dan sehat.

2. Bagi masyarakat Kecamatan Rengat

Dampak positif juga akan dirasakan masyarakat sekitar indutri tahu di Kecamatan

Rengat. Lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi lebih sehat dan bersih,masyarakat lebih

merasa nyaman tanpa terganggu oleh limbah-limbah yang sebelum produksi bersih

diterapkan oleh pengusaha tahu. Jadi masyarakat sekitar industri pun terhindar dari berbagai

macam penyakit yang bisa diakibatkan dari limbah.

3. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu.

Pelaksanaan program produksi bersih lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan

peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat daripada pengaturan secara command control.

Pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah

saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Jadi

dampak yang diberikan kepada pihak Pemeritah daerah jika Industri tahu di kecamatan

Rengat mulai menerapkan produksi bersih adalah mendukung regulasi pengendalian limbah

industri dan mendukung berbagai program Pemerintah daerah dalam menjaga dan

melestarikan lingkungan khususnya di Kabupaten Indragiri Hulu. Penerapan produksi bersih

juga membantu Pemerintah daerah untuk mensuksekan solialisasi produksi bersih dan ramah

lingkungan yang setiap tahun di selenggarakan oleh Pemerintah Daerah melalui Badan

Lingkungan Hidup kabupaten Indragiri Hulu.

Page 44: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

IV. PENINGKATAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI

TAHU DI KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU

4.1. Meningkatkan Sosialisasi Produksi Bersih dalam Industri Tahu kepada Pengusaha

Industri tahu

Strategi yang bisa diterapkan dalam mensosialisasikan produksi bersih kepada

pengusaha tahu di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri hulu adalah :

1. Menggalakkan kegiatan sosialisasi dan pelatihan produksi bersih agar dapat

meningkatkan kesadaran pengusaha terhadap isu-isu lingkungan dan meningkatkan

motivasi untuk terlibat dalam mempertahankan kualitas lingkungan. Pemeritah daerah

juga bisa memberikan pendampingan kelompok untuk konsultasi, penyelesaian masalah,

dan pengawasan terhadap kemajuan pelaksanaan program produksi bersih

2. Meningkatkan peran Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu dalam

mengkoordinasikan keterlibatan berbagaoi pihak baik swasta, lembaga pembiayaan,

lembaga penelitian atau perguruan tinggi, media massa, dan masyarakat untuk

mensukseskan program produksi bersih

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu mendorong peningkatan kreativitas

pengusaha industri tahu melalui sarana rembug warga untuk pemberdayaan industri kecil

melalui beberapa Dinas terkait yang bersifat bottom-up.

Dalam kegiatan sosialisasi produksi bersih, Pemerintah daerah bisa melaksanakan

pembinaan teknis dengan cara memberikan bantuan tenaga ahli, melaksanakan proyek-

proyek percontohan serta menyebarluaskan informasi mengenai teknologi bersih melalui

seminar, penyuluhan, website, pendidikan dan latihan.

4.2 Menumbuhkan kesadaran dan komitmen pihak pengusaha pemilik industri tahu di

Kecamatan Rengat

Dalam upaya menumbuhkan kesadaran terhadap pembangunan yang berwawasan

lingkungan seyogyanya dilakukan secaraterus-menerus dan berkesinambungan. Karena

pengelolaan lingkungan hidup bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, tetapi juga

menjadi tanggung jawab semua pihak, terutama pihak pengusaha industri tahu. Disamping

itu seluruh lapisan masyarakat juga harus dapat berperan serta mencegah dan menanggulangi

proses dan akibat pencemaran lingkungan tersebut melalui produksi bersih ini. Kesadaran

Page 45: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

259

akan pentingkan pengelolaan lingkungan harus sejak dini ditumbuhkan pada pengusaha

industri tahu di Kecamatan Rengat. Para pengusaha industri tahu harus dibekali dengan

pengetahuan dan wawasan tentang penerapan produksi bersih untuk tahapan produksinya.

Pihak Pemerintah Daerah kabupaten Indragiri Hulu juga harus proaktif dalam menyebarkan

informasi terkait penerapan produksi bersih ke kalangan pengusaha industri tahu. Kegiatan

yang wajib di lakukan pihak Pemerintah adalah mensosialisasikan dan mempromosikan

konsep Produksi Bersih kepada pengrajin tahu di Kecamatan Rengat secara kontinyu. Dengan

berbekal informasi dan dukungan tersebutlah diharapkan kesadaran dan komitmen yang

tinggi dari pihak pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat untuk mulai menerapkan

produksi bersih akan berjalan.

Pihak pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat harus terus didorong agar tetap

memiliki komitmen yang tinggi dalam memulai penerapan produksi bersih pada unit

usahanya, di sebabkan karena untuk tahap awal mebutuhkan biaya tambahan yang cukup

besar namun pada akhir nya tetap akan memperoleh keuntungan yang lebih besar

dibandingkan dengan cara-cara konvensional.

Langkah-langkah pendahuluan yang bisa diterapkan bagi pengusaha indutri tahu

dalam penerapan produksi bersih adalah (Dwi, 2006) :

1. Perencanaan

Pada langkah ini industri menyiapkan perencanaan, dan strategi produksi bersih.

Pihak industri juga melakukan identifikasi hambatan dan penyelesaiannya.

Program yang akan dijalankan dikomunikasikan ke semua pekerja.

2. Kajian dan Identifikasi Peluang.

Melakukan pemetaan proses atau membuat diagram alir proses sebagai alat untuk

memahami aliran bahan, energi dan sumber timbulan limbah. Identifikasi peluang

peluang Produksi Bersih didasarkan pada temuan hasil kajian dan tinjauan

lapangan berupa kemungkinan peningkatan efisiensi dan produktivitas,

pencegahan dan pengurangan timbulan limbah langsung dari sumbernya.

Page 46: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

260

3. Implementasi

Membuat perencanaan waktu pelaksanaan secara konkrit dan rencana tindakan

yang dilakukan. Agar implemetasi dapat dipantau kemajuannnya maka perlu

dikembangkan indikator kinerja efisiensi, lingkungan, dan kesehatan dan

keselamatan kerja.

4. Pemantauan, Umpan Balik, Modifikasi

Mengumpulkan dan membandingkan data sebelum dan sesudah tindakan Produksi

Bersih digunakan untuk mengukur kinerja yang telah dicapai, apakah sesuai

dengan rancangan ataukah tidak. Pada saat pemantauan dilakukan

pendokumentasian program. Melakukan tinjauan ulang secara periodik

pelaksanaan Produksi Bersih, dan kaitkan dengan sasaran usaha.

5. Perbaikan Berkelanjutan

Hal yang tak kalah penting adalah merayakan keberhasilan, mempertahankan

target telah dicapai, dan selanjutnya mengimplementasikan untuk peluang lainnya.

Produksi Bersih pada dasarnya adalah bagian dari pekerjaan dan bukan suatu

program sehingga industri akan melakukan perbaikan berkelanjutan.

4.3. Dukungan Pemeritah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu

Banyak upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu

untuk mendukung terlaksananya penerapan produksi bersih pada Industri tahu di Kecamatan

Rengat, antara lain :

1. Dukungan dari pihak Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu berupa pinjaman

lunak untuk pembangunan IPAL biogas dan semua unit pendukung berjalannya

produksi bersih, dan pengadaan-pengadaan sarana dan prasarana pendukung

penerapan produksi bersih

2. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dan peran serta masyarakat

pelaku usaha industri tahu di tingkat sektoral dan daerah melalui pelatihan dan

workshop penerapan produksi bersih.

Page 47: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

261

3. Memfasilitasi kemitraan ,kerjasama dengan partisipasi aktif dalam penerapan

produksi bersih diantara pengusaha industri tahu baik di forum nasional maupun

internasional;

4. Meningkatkan pertukaran informasi dan mengembangkan jejaring kerja dengan

seluruh pemilik usaha industri tahu se Kecamatan Rengat

5. Menyelenggarakan pelatihan, seminar, lokakarya yang berhubungan dengan

Produksi Bersih;

6. Mengkaji, mengembangkan dan menerapkan Produksi Bersih secara terus

menerus melalui koordinasi, komunikasi, benchmarking, edukasi dan diseminasi

informasi pada seluruh aktivitas di semua sektor serta sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

7. Menciptakan program bersama yang melibatkan seluruh pengusaha/pengrajin

tahu dalam rangka penerapan Produksi Bersih.

Dalam peningkatan penerapan produksi bersih ini seluruh pihak-pihak yang

berkepentingan haruslah dilibatkan dan diikutsertakan dalam pengembangan produksi bersih.

Pemerintah Daerah juga harus menyediakan fasilitas dalam keberlangsungan program

produksi bersih ini agar semua berjalan sesuai dengan keinginan. Keberhasilan dalam

penerapan produksi bersih bisa tercapai dengan menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi

aktif semua pihak dalam implementasi produksi bersih dan semua perangkat manajemen

lingkungan yang diperlukan berdasarkan prinsip kemitraan, yakni Pemerintah Daerah

Kabupaten Indragiri Hulu, pengusaha industri tahu dan masyarakat..

Agar penerapan produksi bersih tetap dijalankan oleh pengusaha industri tahu pihak

Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu harus lebih proaktif dalam melakukan

pengawasan atau peninjauan langsung ke industri-industri tahu di Kecamatan Rengat. Pihak

Pemerintah harus secara intensif dan rutin memberikan informasi terkait teknologi penerapan

produksi bersih pada pengusaha industri tahu khususnya di Kecamatan Rengat Kabupaten

Indragiri Hulu. Jadi jika pengusaha industri tahu tersebut mengalami kendala langsung bisa

diberikan solusi dari pihak pemerintah Daerah sebagai fasilitator pencapaian penerapan

produksi bersih. Pihak Pemerintah daerah juga bisa memberikan insentif kepada pengusaha

industri tahu misalnya dalam bentuk penghargaan khusus atau bantuan berupa uang agar

Page 48: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

262

pengusaha industri tahu lebih termotivasi dalam menerapkan produksi bersih pada industri

nya.

Page 49: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Afmar, M. 1999. Faktor Kunci dan Efektif Penerapan Cleaner Production di Industri.Prosiding Seminar teknik Kimia Soehadi Reksowardojo. Jurusan Teknik Kimia danHimpunan Mahasiswa Teknik Kimia ITB. Bandung.

Anas M. Fauzi, A. Rahmawakhida, dan Y. Hidetoshi, 2008. Kajian Strategi Produksi BersihDi Industri Kecil : Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara. Jurnal TeknikPertanian 18(2): 60-65.

Djajadiningrat, S.T., 2001. Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan untukGenerasi Masa Depan. Studio Tekno Ekonomi ITB. Bandung.

Dwi. N dan I. Susanti, 2006. Studi Penerapan Produksi Bersih. Program Studi TeknikLingkungan. 1(1) : 18-19.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan LingkunganPerairan. Cetakan Kelima. Kanisius. Yogjakarta.

Hamid. M, 2012. Kandungan dan Manfaat Tahu. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hanum, F, 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air Minum, FakultasTeknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.Medan.

Herlambang, A, 2002, Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu, Pusat Pengkajiandan Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT) dan Badan Pengendalian DampakLingkungan. Samarinda.

Kadariah, L.Karina dan C. Gray, 1999. Pengantar Evaluasi Proyek Lembaga PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu, Tesis,Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidakditerbitkan)

Lavens, P. P. Sorgeloos. 1996. Manual on The Production and use Live Food forAquaculture. Laboratory of aquaculture and artemia reference center. University ofGhent. Ghent

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1997a. Daftar Komposisi Bahan Makanan.Departemen Kesehatan Kementerian Republik Indonesia. Jakarta

___________________________________. 1997b. Komposisi Asam Amino yangTerkandung dalam Tahu. Direktorat Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta.

Mudjajanto. E. S. 2005. Tahu Makanan Favorit Yang Keamanannya Perlu Diwaspadai.Universitas Brawijaya, Malang

Nohong. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu sebagai Bahan Penyerap Logam Krom, Kadmiundan Besi Dalam Air Lindi TPA. Jurnal Pembelajaran Sains. Jurusan Kimia FMIPAUniversitas Haluoleo. Kendari.6(2):257-269.

Page 50: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

264

Park, H.S, 2014, Methodological Aspects Of Applying Eco-Efficiency Indicators ToIndustrial Symbiosis Networks. Journal of Cleaner Production. 64(1): 478–485

Purwanto, 2003, Implementation of Cleaner Production in the Small Medium Industries, CaseStudy in the Metal and Electroplating. National Conference on Clener Production,Bandung.

Rukmana, R. dan Yuniarsih, 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta

SNI 01-3142-1998. Syarat Mutu Tahu.

Suprapti, L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius. Yogyakarta.

Suprihatin, 2009. Beban Pencemaran Limbah Cair Tahu dan Analisis Alternatif StrategiPengelolaannya. Jurnal Furifikasi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Shurtleff, W dan A, Aoyagi. 1984. Tofu and Soymilk Production. In The Book ofTofu.Acraft and Technical Manual. New Age Foods Study Center, Lafayette.

Sugiharto, 1994. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia. Jakarta.

United Nation Environtment Program (UNEP), 2001. Cleaner Production dalam CleanerProduction home page http://unep.org diakses tanggal 27 Juli 2016.

Uransyah dan W, Madya. 2011. Manfaat Kedelai. Balai Besar Pelatihan Pertanian.Binuang.Tapin.

United States Agency for International Development (USAID). 1997. PanduanPengintegrasian Produksi Bersih ke dalam Penyusunan Program KegiatanPembangunan Depperindag. Jakarta.

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Cetakan keempat. Penerbit ANDI.Yogyakarta.

Zulkifli. A. Ami, 2001. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Tahu dengan Rotating BiologicalContactor (RBC) pada Skala Laboratorium. Limnotek. 8(1): 21-34.

Page 51: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

265

Lampiran 1. Peta Provinsi Riau

Page 52: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

266

Lampiran 2. Peta Kabupaten Indragiri Hulu

Page 53: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

267

Lampiran 3. Peta Kecamatan Rengat

Page 54: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PEMANFAATAN MINERAL LEMPUNG SEBAGAI KOAGULANUNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT DESA RIMBO PANJANG

KABUPATEN KAMPAR

Disusun Oleh:

ARDIANSYAH HAMID1510248354

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU

2016

Page 55: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mineral lempung merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia yang

berlimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut merupakan

potensi alam yang sangat menjanjikan bagi pendayagunaan di bidang sumberdaya

alam. Secara geologis mineral lempung adalah keluarga silikat yang berbentuk

kristal dengan struktur berlapis oktahedral dan tetrahedral. Mineral lempung

umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan batu bata, genteng, dan

keramik. Keanekaragaman pemanfaatan lempung juga terlihat sebagai adsorben,

katalis, penukar kation atau anion (Wijaya et al, 2002) dan koagulan (Jaya, 2009).

Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan aspek kimia dari lempung perlu

digiatkan.

Provinsi Riau memiliki potensi mineral lempung yang cukup banyak.

Menurut Andriyani (2010), daerah - daerah dengan kandungan lempung yang

banyak di Riau seperti, Desa Lipat Kain Kabupaten Kampar, Desa Sukamaju

Kabupaten Indragiri Hulu, Desa Kulim Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru, dan

Desa Cengar Kabupaten Kuantan Singingi. Perbedaan lokasi ditemukannya

lempung menyebabkan perbedaan jenis mineral lempung yang dikandungnya

(Jaya, 2009). Kandungan oksida Al pada lempung berpotensi untuk dijadikan

sebagai koagulan (Ramdhani, Mahmud dan Suwondo, 2010). Koagulan berbasis

Al sudah banyak dikenal dan dipakai dalam proses pengolahan air karena mampu

mengikat partikel-partikel koloid, zat organik dan pengotor di dalam air.

Lempung yang dipakai untuk koagulan dapat diperoleh dari tepi sungai,

rawa-rawa, ataupun di sekitar daerah gambut (Jaya, 2009). Untuk memperoleh

koagulan dari lempung dapat dilakukan dengan cara pelindian dengan

menggunakan asam seperti H2SO4 dan HCl. Pelindian lempung dengan asam

sulfat (H2SO4) menyebabkan kation Al dari lempung akan terekstraksi

membentuk koagulan cair Al2(SO4)3. Koagulan yang mudah dibuat adalah

koagulan cair karena proses produksi yang mudah dan cepat (Diana dan

Notodarmojo, 2010) sehingga bisa digunakan dalam pengolahan air dan limbah

(Diyannisa dan Sukandar, 2010). Koagulan digunakan dalam proses koagulasi -

flokulasi. Koagulasi adalah peristiwa pengendapan partikel-partikel koloid

Page 56: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

sehingga fase terdispersinya terpisah dari medium pendispresinya. Koagulasi

disebabkan hilangnya kestabilan untuk mempertahankan partikel agar tetap

tersebar di medium pendispersi. Koagulasi dapat dilakukan dengan penambahan

zat elektrolit (koagulan) dengan cara mekanik (pemanasan, pendinginan /

pengadukan).

Selain memiliki kekayaan mineral lempung, Indonesia merupakan negara

peringkat keempat di dunia yang memiliki lahan gambut yang terluas di dunia

setelah Kanada, Rusia dan Amerika Serikat dengan luas 26.000.000 Ha. Provinsi

Riau khususnya, terdapat lahan gambut seluas ± 4,3 juta Ha (Yusnimaret al.

2010). Sumber air yang tersedia pada lahan gambut tersebut adalah air gambut.

Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah rawa dengan

ciri–ciri berwarna merah kecoklatan, mengandung asam humus serta tingginya

zat organik dan logam besi (Kusnaedi, 2006 ).

Tanah gambut mengandung tiga komponen senyawa humat yaitu asam humat,

asam fulvat dan humin. Keberadaan senyawa humat di daerah gambut

menyebabkan penurunan kualitas air. Hal ini disebabkan karena senyawa humat

dapat memberikan warna yang khas pada air gambut yaitu warna kuning sampai

coklat kemerah-merahan (Suherman dan Sumawijaya, 2013). Kandungan senyawa

humat dalam air gambut menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme air

sehingga menyebabkan air gambut berbau apabila bahan organik tersebut terurai

secara biologis. Selain itu, ikatan antara asam humat dan dengan ion logam besi

dan mangan menyebabkan kandungan logam dalam air menjadi tinggi sehingga

dapat menyebabkan kematian jika dikonsumsi dalam waktu yang lama (Mu’min,

2002). Untuk mengurangi kandungan asam humat dalam air gambut, perlu

dilakukan suatu metoda pengolahan air seperti proses koagulasi-flokulasi.

Ketersediaan air bersih yang minim dan kondisi lingkungan yang tidak

kondusif, merupakan masalah pokok bagi penduduk di daerah gambut. Setiap hari

warga menggunakan air gambut untuk mencuci dan mandi secara langsung tanpa

diolah terlebih dahulu. Hal ini jika dilakukan terus-menerus akan mempengaruhi

kesehatan dan menyebabkan timbulnya penyakit kulit dan diare (Yusnimar et al.

2010). Hasil penelitian Rini et al (2009), menunjukkan bahwa air gambut Desa

Page 57: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4

Rimbo Panjang berwarna merah kecoklatan, berbau, rasa asam, pH 4,357 dan

kandungan asam humat sebesar 0,2923 gram.

Berdasarkan parameter tersebut, jelas bahwa air gambut Desa Rimbo

Panjang tidak sesuai menurut Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990

tentang Persyaratan Air Bersih. Salah satu cara pengolahan air adalah dengan

proses koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan cair. Keuntungan metode

koagulasi-flokulasi adalah koagulan yang ditambahkan dapat mengikat partikel-

partikel koloid dan partikel tersuspensi dalam air yang tidak dapat mengendap

dengan sendirinya menjadi mikroflok. Selanjutnya, mikroflok yang terbentuk

akan berkembang menjadi makroflok dengan bantuan pengadukan lambat

sehingga bisa diendapkan melalui proses sedimentasi.

Pemanfaatan lempung sebagai koagulan cair ini merupakan suatu topik

yang sangat bagus untuk dibahas karena daerah Riau khususnya, memiliki banyak

potensi mineral lempung yang belum termanfaatkan sampai hari ini. Lempung

tersebut berpotensi untuk pengolahan air gambut.

1.2. Perumusan Masalah

Sumber daya mineral lempung khususnya di daerah Provinsi Riau,

merupakan salah satu kekayaan alam yang masih belum di manfaatkan

sepenuhnya oleh masyarakat. Salah satu pemanfaatan mineral lempung dalam

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai koagulan. Ini disebabkan

karena mineral lempung memiliki kandungan logam Al yang cukup tinggi

sehingga dapat mengikat partikel-partikel koloid dan pengotor dalam air dan

limbah. Salah satu bentuk penggunaan koagulan adalah dalam proses pengolahan

air di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar.

Kawasan Rimbo Panjang merupakan kawasan gambut sehingga air yang

ditemukan adalah air gambut. Karakteristik air gambut seperti warna merah

kecoklatan, berbau dan berasa, kadar TDS, TSS dan zat organik yang tinggi

sehingga air gambut Desa Rimbo Panjang tidak layak untuk dikonsumsi dan

digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan koagulan dari mineral

lempung dalam proses koagulasi air gambut ternyata belum memberikan hasil

yang memuaskan terhadap kualitas air gambut . Ini dibuktikan dengan kualitas air

Page 58: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

gambut setelah koagulasi masih belum sesuai standar baku air minum dan air

bersih. Ini mungkin disebabkan oleh:

1. Kualitas koagulan yang dihasilkan kurang bagus, karena belum

diketahuinya karakteristik koagulan yang dihasilkan.

2. Teknikkoagulasi – flokulasi tidak cocok untuk pengolahan air gambut

Desa Rimbo Panjang.

3. Dosis optimal dalam pengolahan air gambut Desa Rimbo Panjang yang

belum diketahui dengan pasti.

4. Koagulan yang dihasilkan dari mineral lempung tidak murni koagulan

berbasis Al, karena masih mengandung logam – logam lain, sehingga

dapat mengganggu proses koagulasi – flokulasi air gambut.

Page 59: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

II. PEMANFAATAN MINERAL LEMPUNG SEBAGAI KOAGULANUNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT DESA RIMBO PANJANGKABUPATEN KAMPAR

2.1. Lempung

Lempung adalah mineral alam yang berasal dari keluarga silikat dengan

struktur berlapis yang terdiri dari lapisan tetrahedral dan oktahedral serta

mempunyai ukuran partikel < 0,002 mm dengan warna kecoklat-coklatan.

Berdasarkan kandungan mineralnya, lempung dapat dibedakan menjadi beberapa

jenis seperti kaolinit, illit, monmorillonit, halosit dan lain-lain.

Struktur dasar lempung terdiri dari satu atau dua lapisan silikon dioksida

dengan satu lapisan aluminium oksida. Lapisan silika, unit dasarnya adalah silika

tetrahedron (Anonimus, 2016a) (Gambar 1.a). Pada struktur silika tetrahedron,

satu atom silikon berikatan dengan empat atom oksigen. Lapisan dari silika

tetrahedron ini akan membentuk struktur tetrahedral. Pada alumina, unit dasarnya

adalah oktahedron (Anonimus, 2016a) (Gambar 1.b). Struktur oktahedron

alumina terbentuk dari satu atom alumina berikatan dengan enam hidroksi.

Lapisan dari oktahedron alumina ini akan membentuk struktur oktahedral (Qodari,

2010). Lapisan tetrahedral silika dan oktahedral alumina dari lempung berikatan

melalui gaya Van Der Wall, gaya elektrostatis dan ikatan hidrogen. Lapisan yang

satu dengan lainnya mempunyai ruang (interlayer) yang diisi oleh kation, molekul

air dan molekul lainnya. Berikut ini gambar unit tetrahedron dan oktahedron.

Gambar.1. Struktur: a). Tetrahedron silika b). Oktahedron alumina

(Sumber: Anonimus, 2016a)

(a (b

Page 60: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

2.2. Koagulasi–Flokulasi

Partikel-partikel kotoran dalam air baku dengan diameter berukuran

10-2 mm masih bisa dipisahkan dengan pengendapan biasa tanpa proses kimia

(Kusnaedi, 2006). Tetapi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil dari 10-2 mm

sulit untuk dipisahkan dengan pengendapan biasa tanpa bahan dan proses kimia.

Ini karena partikel-partikel tersebut masih tetap lolos ketika penyaringan. Salah

satu metoda yang sering digunakan dalam proses pengolahan air adalah koagulasi-

flokulasi karena dapat mengikat partikel koloid yang tidak dapat mengendap

dengan sendirinya sehingga bisa diendapkan dalam proses sedimentasi.

Koagulasi-flokulasi merupakan cara mendestabilkan partikel koloid dalam

dua tahap. Pertama, dengan mengurangi gaya elektrostatis sehingga menurunkan

nilai potensial zeta dari koloid. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel

koloid dinamakan potensial zeta. Ketika dua partikel koloid yang bermuatan

negatif berdekatan, maka gaya elektrostatik partikel koloid akan lebih besar dari

gaya Van Der Wall sehingga terjadi tolak-menolak antar partikel. Akibatnya,

partikel koloid semakin stabil dan potensial zeta menjadi semakin tinggi.

Kestabilan partikel koloid dapat dihilangkan dengan menurunkan potensial zeta

sehingga gaya tolak-menolak menjadi semakin berkurang.

Menurut Risdianto (2007), salah satu cara untuk menurunkan potensial

zeta adalah dengan menambahkan koagulan. Penambahan koagulan menyebabkan

kation masuk ke dalam permukaan elektrokinetik sehingga mereduksi potensial

zeta. Pada akhirnya, gaya tolakan antar partikel menjadi berkurang. Adanya gaya

Van Der Wall menyebabkan partikel koloid akan menjadi flok-flok yang masih

kecil atau mikroflok dengan bantuan pengadukan cepat. Akibat pengadukan

cepat, koloid dan partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil karena terurai

menjadi partikel bermutan positif dan negatif. Pembentukan ion positif dan negatif

juga dihasilkan dari penguraian koagulan. Selanjutnya akan terbentuk ikatan

antara ion positif dari koagulan seperti Al+3dengan ion negatif dari partikel seperti

OH- dan ion positif dari partikel misal Ca+2 dengan ion negatif dari koagulan

seperti SO4-2 yang menyebabkan terbentuknya inti flok. Tahap kedua yaitu

flok-flok yang masih kecil akan bergabung dan saling bertumbukan dengan

pengadukan lambat yang disebut dengan proses flokulasi.

Page 61: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

Pada proses ini mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel

menjadi flok-flok yang lebih besar (makroflok) sehingga dapat diendapkan.

Proses penggumpalan ini tergantung dari waktu dan pengadukan.

Proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Khasanah,

2008) :

1. Dosis koagulan

Kebutuhan dosis koagulan dalam pengolahan air tergantung pada jenis air

keruhnya. Air dengan tingkat kekeruhan tinggi membutuhkan dosis

koagulan yang sesuai sehingga proses pengendapan partikel koloid

berlangsung dengan baik. Untuk menentukan dosis koagulan yang tepat

pada proses koagulasi dapat digunakan metoda Jar Test.

2. Derajat keasaman

Suatu larutan dikatakan asam atau basa dapat dilihat dari derajat

keasamannya. Derajat keasaman turut berpengaruh dalam proses

koagulasi. Jenis koagulan yang dipakai berkaitan dengan derajat keasaman

dari air uji. Pemilihan koagulan yang tepat sesuai dengan derajat keasaman

air akan membantu proses koagulasi.

3. Kecepatan pengadukan

Pengadukan pada proses koagulasi bertujuan untuk mendispersikan

koagulan dengan air, menggabungkan koagulan dengan partikel-partikel

koloid dalam air dan mempercepat terbentuknya makroflok. Pengadukan

yang cepat di awal proses koagulasi akan membuat koagulan terdispersi

secara sempurna dengan air.

4. Jenis koagulan

Pemilihan jenis koagulan harus sesuai dengan jenis koloid yang

terkandung dalam air baku. Jenis koagulan biasanya mempunyai muatan

ion yang berlawanan dengan muatan ion air. Ini bertujuan supaya tidak

terjadi tolak menolak antara partikel koloid sehingga flok yang diinginkan

terbentuk.

Berikut ini penerapan beberapa dosis koagulan yang digunakan dalam

pengolahan air (Tabel 1):

Page 62: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

Tabel 1. Penerapan dosis koagulan (Risdianto, 2007)

Namakimia

Nama lain Rumus kimia Beratmolekul

Wujud Rentang

Dosis(mg/l)

Aluminium

Sulfat

Alum

Alum cair

Al2(SO4)3.18H2O

Al2(SO4)3. 55H2O

599,77

1235,71

Padat

Cair

75-200

Ferri

Sulfat

Besi (III)sulfat

Ferri sulfatcair

Fe2(SO4)3. 9H2O

Fe2(SO4)3.45H2O

562,02

1064,64

Padat

Cair

Ferro

Sulfat

Copperas FeSO4. 7H2O 278,02 Kristal 70-200

Salah satu sifat partikel koloid dalam medium polar adalah memiliki

muatan listrik pada permukaannya. Ion partikel-partikel koloid yang bermuatan

sejenis menyebabkan terjadinya tolak-menolak antarpartikel sehingga timbul

lapisan rangkap listrik atau electric double pada antarmuka partikel terdispersi

dengan medium pendispersinya. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3:

Gambar. 2. Lapisan rangkap listrik permukaan partikel koloid

(Sumber: Anonimus, 2016b)

Keterangan: a : Partikel koloid bermuatan negatif

b : Lapisan stern yang terdiri dari kation

c : Lapisan difusi terdiri dari kation dan anion

d : Lapisan anion dan kation dalam air

Page 63: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

2.2.1. Koagulan

Koagulan adalah zat kimia yang dapat mengikat partikel-partikel koloid

dan pengotor pada proses koagulasi. Menurut Siregar (2009), koagulan bertindak

sebagai larutan elektrolit untuk mendestabilkan partikel koloid. Pada prinsipnya

penambahan koagulan untuk menetralkan kelebihan muatan negatif partikel

kotoran sehingga mempermudah penggabungan partikel menjadi agregat yang

lebih besar dan bisa diendapkan. Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium

sulfat, feri sulfat, fero sulfat dan poli aluminium klorida. Berikut ini gambar

proses koagulasi-flokulasi dengan bantuan koagulan(Gambar 2):

Gambar 3. Proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan (Risdianto, 2007)

Penelitian Jaya (2009) menggunakan lempung sebagai koagulan dalam

penjernihan air gambut dengan parameter warna, bau, rasa, pH, logam Fe dan

logam Mn. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan lempung sebagai

koagulan dapat merubah karakteristik air gambut yang awalnya berwarna merah

kecoklatan, berbau amis dan terasa asam menjadi tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak berbau. Koagulan lempung memberikan hasil yang baik bagi pH air yang

awalnya 4,49 berubah menjadi 7,13. Begitu juga untuk parameter logam Fe dan

Mn yang awalnya 0,15 mg/L dan 0,013 mg/L berubah menjadi 0,009 mg/L.

Perubahan karakteristik air gambut di atas menunjukkan bahwa lempung dapat

bermanfaat sebagai koagulan dalam penjernihan air gambut.

Page 64: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

2.2.2. Koagulan aluminium sulfat

Aluminium sulfat (Al2(SO4)3.18H2O) atau lebih dikenal dengan nama

tawas merupakan salah satu koagulan yang umum digunakan karena harganya

murah dan mudah didapat. Menurut (Risdianto,2007) alkalinitas yang ada di

dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium

hidroksida sesuai dengan reaksi:

Al2(SO4)3.18H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 2 Al(OH)3 +3 CaSO4 + 6 CO2 + 18 H2O

Koagulan alum jika ditambahkan ke dalam air akan mudah larut dan

bereaksi dengan HCO3- menghasilkan aluminium hidroksida yang mempunyai

muatan positif. Sementara itu partikel-partikel koloid yang terdapat dalam air

baku bermuatan negatif dan sukar mengendap karena adanya gaya tolak-menolak

antar partikel koloid tersebut. Hidroksida aluminium yang terbentuk bermuatan

positif sehingga akan terjadi tarik-menarik antar partikel koloid yang bermuatan

negatif dengan partikel aluminium hidroksida yang bermuatan positif. Akibatnya

akan terbentuk gumpalan partikel yang semakin besar, berat dan cepat

mengendap.

Aluminium sulfat ada dalam bentuk padat dan cair yang bersifat ampoter.

Alum padat mempunyai berat jenis sekitar 1,62 g/L dalam bentuk butiran kasar

dengan warna putih terang. Akhir-akhir ini alum cair banyak diproduksi orang

karena pengerjaannya lebih mudah. Koagulan ini banyak dipakai karena flok yang

dihasilkan stabil dan efektif untuk air baku dengan kekeruhan yang tinggi. Air

dengan perbedaan karakteristik kimiawi dan biologi yang besar, berhasil diolah

dengan baik ketika menggunakan koagulan berbasis aluminium.

Menurut Winarni (2003), penggunaan alum sebagai koagulan dalam

penjernihan air baku yang mengandung asam humat telah memberikan hasil yang

memuaskan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alum dapat menjernihkan air

pada rentang pH 6,5–7,0 yang disebabkan munculnya presipitat Al(OH)3 yang

mendorong bekerjanya mekanisme sweep coagulation atau penjebakan partikel

tersuspensi dan partikel koloid ke dalam presipitat Al(OH)3. Proses ini akan

menghasilkan flok berukuran besar sehingga menghasilkan penurunan kekeruhan

dengan efisiensi yang tinggi.

Page 65: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

2.3. Air Gambut

Air gambut adalah air permukaan dari tanah gambut. Tanah gambut

terbentuk ketika bagian-bagian tumbuhan terhambat pembusukannya pada lahan

berawa karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di daerah

tersebut. Struktur tanahnya yang lembut dan mempunyai pori-pori yang dapat

menahan air, sehingga air pada lahan gambut tersebut dinamakan air gambut.

Air gambut berwarna merah kecoklatan karena mengandung partikel

koloid dari senyawa asam humus serta logam Fe dan Mn. Asam humus dapat

dibagi atas tiga macam, yaitu (Alqadrie, Sudarmadji dan Yunianto, 2000) :

1. Asam fulvat

Asam fulvat memiliki berat molekul yang lebih rendah dari asam humat yaitu

1000 sampai 10.000 g/mol. Berbeda dengan asam humat, asam fulvat larut dalam

berbagai suasana pH baik asam maupun basa. Warna asam humat mulai dari

kuning sampai coklat kuningan (Gambar 6).

Gambar 4. Struktur asam fulvat (Anonimus, 2016c)

2. Asam humat

Asam humat terbentuk dari tanaman dan binatang yang telah mati dan

terurai. Asam humat tersebar sebagai senyawa organik yang terdapat di dalam

tanah, sedimen danau dan rawa. Asam humat dalam suasana basa akan larut

sedangkan dalam suasana asam akan mengendap. Asam humat memiliki bobot

molekul yang tinggi sebesar 10.000 sampai 100.000 g/mol dan mengandung

asam amino, peptida dan senyawa alifatik. Asam humat memiliki warna yang

bervariasi, mulai dari coklat pekat sampai abu-abu pekat (Gambar. 7).

Page 66: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

Gambar 5. Struktur asam humat

(Anonimus, 2016d)

3. Humin

Humin merupakan jenis asam humus yang mempunyai berat molekul

paling besar yaitu 100.000 sampai 10.000.000 g/mol. Intensitas warna humin juga

paling tinggi, dari coklat gelap sampai hitam. Humin tidak larut dalam suasana

asam ataupun basa.

2.3.1. Karakteristik air gambut

Karakteristik air gambut sangat spesifik dan bergantung pada lokasi, jenis

tanah gambut, usia gambut, ketebalan gambut dan cuaca. Oleh karena itu,

karakteristik air gambut setiap daerah berbeda (Gambar 8).

Karakteristik kimia air gambut antara lain (Kusnaedi, 2006):

- pH 2-5

- Kandungan zat organik tinggi

- Kekeruhan rendah

- Tingkat kesadahan rendah

- Kandungan garam mineral relatif tinggi seperti, Fe+3 dan Cu+2

Karakteristik fisika air gambut antara lain:

- Warna merah kecoklatan

- Rasanya asam

- Berbau

- Ditemukan pada daerah gambut

Page 67: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

Gambar 8. Air Gambut (Anonimus, 2016e)

2.3.2. Pengolahan Air Gambut tradisional

Salah satu metode pengolahan air gambut tradisional adalah menggunakan

tong (tangki) pengaduk, pompa, aerasi dan saringan dari pasir atau disingkat

model TP2AS. Metoda ini dirancang untuk keperluan rumah tangga sehinggacara

pembuatan dan pengoperasiannya mudah serta biayanya cukup murah. Tahapan

proses pengolahan adalah terdiri dari beberapa tahap yaitu: Netralisasi, Aerasi,

Koagulasi, Pengendapan dan Penyaringan (Said dan Widayat, 2013):

1. Netralisasi adalah mengatur keasaman air agar menjadi netral.

2. Aerasi adalah mengontakkan udara dengan air baku agar kandungan zat

besi dan mangan dalam air bereaksi dengan oksigen yang ada dalam udara

membentuk senyawa besi dan senyawa mangan yang bisa diendapkan.

3. Koagulasi adalah pembubuhan bahan kimia agara partikel koloid dan

pengotor dalam dalam air menggumapal.

4. Pengendapan yakni setelah proses koagulasi, pengotor akan menggumpal

menjadi agregat yang lebih besar.

5. Penyaringan, agar endapan tersaring yang keluar air bersih.

2.4. Parameter Kualitas Air

Air untuk konsumsi atau keperluan rumah tangga harus bersih. Beberapa

parameter kualitas air bisa dilihat dari warna, bau, rasa, pH, kekeruhan, TSS, TDS

dan lain-lain. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan yang

berbahaya bagi kesehatan (Kusnaedi, 2006).

Page 68: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan, asam

humus ataupun buangan industri (Ginting, 2008). Air yang baik untuk diminum

tidak berbau bila dicium dari jarak jauh ataupun dekat. Menurut Kusnaedi (2006),

air yang berbau disebabkan zat-zat organik yang sedang mengalami proses

dekomposisi oleh mik roorganisme air sehingga menghasilkan gas-gas seperti

sulfida atau amoniak. Secara fisik, air dapat dirasakan oleh lidah. Air yang terasa

asam, asin atau pahit menunjukkan kualitas air yang tidak baik. Rasa asin dapat

disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa

asam disebabkan adanya asam organik seperti asam humat.

Derajat keasaman air minum harus netral, tidak bersifat asam ataupun

basa. Air murni mempunyai pH 7. Jika pH air gambut kecil dari 7, berarti air

bersifat asam, sedangkan bila pH air lebih besar dari 7 berarti bersifat basa atau

pahit (Kusnaedi, 2006). Tingkat keasaman air tergantung pada tinggi rendahnya

konsentrasi ion hydrogen dalam air. Air yang memenuhi syarat untuk konsumsi

mempunyai pH antara 6,5-7,5 (Whardana, 2001). Air yang keruh disebabkan

adanya partikel koloid yang terdispersi dalam air. Menurut Ginting (2008),

partikel koloid akan mengalami penghamburan jika terkena cahaya. Ini

disebabkan partikel koloid memiliki ukuran molekul yang cukup besar

dibandingkan larutan sejati. Peristiwa ini dinamakan efek tyndal. Kekeruhan pada

air akan menimbulkan dampak kurang memuaskan dalam penggunaan dan

mengganggu estetika. Selain itu juga dapat menghalangi masuknya sinar matahari

ke dalam air.

Menurut Alaerts dan Santika (1987), zat padat tersuspensi adalah zat padat

atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air, dapat berupa komponen hidup

ataupun komponen tak hidup dan juga partikel-partikel anorganik seperti tanah

liat, lumpur, bakteri, plankton, dan organisme lainnya. Keberadaan zat padat

tersuspensi dalam air menyebabkan kualitas air tidak bagus dan mengganggu

estetika. Sedangkan zat padat terlarut dapat berupa zat organik ataupun zat

anorganik. Zat organik terlarut bisa berasal dari proses pembusukan tumbuh-

tumbuhan seperti asam humat. Zat anorganik dapat berasal dari pertanian, ataupun

limbah industri misalnya kalsium, posfat, nitrat. Zat tersebut dapat berhubungan

dengan air melalui atmosfer, permukaan ataupun di dalam tanah.

Page 69: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

2.5. Pemanfaatan Mineral Lempung sebagai Koagulan untuk PengolahanAir Gambut di Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar

Mineral lempung memiliki kandungan alumina yang cukup tinggi

(Muhdarina, 2010). Hal tersebut memungkinkan bahwa lempung berpotensi

menjadi koagulan ataupun koagulan bantu karena aluminium berperan dalam

proses koagulasi. Koagulan dari mineral lempung bisa dimanfaatkan untuk

pengolahan air dan limbah. Luas lahan gambut di Provinsi Riau sekitar 4,3 juta

Ha (Yusnimaret al, 2010). Air yang tersedia di lahan gambut tersebut adalah air

gambut. Salah satu daerah yang mayoritas daerah gambut adalah Desa Rimbo

Panjang, Kabupaten Kampar. Masyarakat yang tinggal di daerah Rimbo Panjang

sulit untuk memperoleh air bersih untuk mandi, mencuci dan air minum karena

karakteristik air gambut yang berwarna merah kecoklatan, pH asam serta

memiliki kandungan zat organik yang cukup tinggi (Riniet al, 2009) sehingga air

gambut di Desa Rimbo Panjang tidak layak untuk digunakan sebagai sumber air

bersih ataupun air minum.

Berdasarkan karakteristik mineral lempung yang memiliki kadar

aluminium yang cukup tinggi, maka bisa dikembangkan menjadi koagulan cair

untuk pengolahan air gambut di Desa Rimbo Panjang. Koagulan cair ini dapat

mengikat partikel – partikel koloid, pengotor-pengotor dan zat organik yang

terkandung di dalam air gambut melalui proses koagulasi-flokulasi. Setelah proses

koagulasi air gambut dengan koagulan, diharapkan karakteristik air gambut

seperti parameter warna, pH, TDS, TSS dan zat organik sudah sesuai dengan

standar air minum sehingga layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat di Desa

Rimbo Panjang.

Jika air gambut sudah dikoagulasi dengan koagulan cair dari mineral

lempung, ternyata hasil olahannya tidak memuaskan dan karakteristik air gambut

seperti pH, warna, TDS, TSS dan zat organik tidak sesuai dengan standar air

minum, maka air gambut hasil olahan bisa dimanfaatkan oleh warga untuk

kepentingan lainnya seperti untuk mencuci, mandi, pertanian ataupun perikanan.

Dengan demikian, air gambut hasil koagulasi tetap bisa dimanfaatkan oleh warga

Desa Rimbo Panjang walaupun tidak masuk dalam standar air minum.

Page 70: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

Tidak optimalnya hasil olahan air gambut bisa disebabkan dosis koagulan

ketika proses koagulasi yang belum pas ataupun koagulan yang dihasilkan belum

layak (not pure) untuk dijadikan koagulan dalam pengolahan air gambut.

Koagulan dari mineral lempung memang berbasis Al, tetapi masih terdapat

logam-logam lainnya di dalam mineral lempung sehingga koagulan juga

mengandung banyak logam. Ini juga bisa menjadi faktor tidak memuaskannya

hasil koagulasi air gambut. Selain itu, teknik koagulasi-flokulasi mungkin tidak

cocok untuk pengolahan air gambut menjadi air bersih ataupun air minum.

Karakteristik koagulan dari mineral lempung yang dihasilkan belum

diketahui seutuhnya. Karena mineral lempung mempunyai banyak jenis dantipe

sehingga koagulan yang dihasilkan masih ambigu. Ini merupakan salah satu faktor

yang bisa menghambat buruknya kualitas air gambut hasil koagulasi dengan

koagulan cair.

Page 71: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

III. DAMPAK PEMANFAATAN LEMPUNG SEBAGAI KOAGULAN

UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT DI DESA RIMBO

PANJANG KABUPATEN KAMPAR

3.1 Dampak Ekonomi

Dampak ekonomi bagi masyarakat Desa Rimbo Panjang bila lempung tidak

digunakan dalam pengolahan air gambut adalah warga masyarakat Rimbo Panjang

akan membeli air bersih terus menerus untuk memenuhi keperluan air minum dan

memasak. Kondisi ini akan mengakibatkan bertambahnya biaya rumah tangga

warga masyarakat Desa Rimbo Panjang dalam hal pemenuhan air bersih. Kondisi

ini dialami oleh semua masyarakat di Desa Rimbo Panjang. Tidak adanya sarana

air bersih di Desa Rimbo Panjang, menjadikan daerah tersebut kurang maju dan

kurangberkembang.

Dampakekonomi bagi masyarakat Desa Rimbo Panjang dan Pemerintah Daerah

Kabupaten Kampar bila penggunaan lempung sebagai koagulan cair untuk

pengolahan air gambut adalah:

1. Kualitas air gambut akan menjadi sedikit lebih baik dari sebelumnya.

Awalnya air gambut murni yang digunakan langsung digunakan untuk

keperluan sehari-hari, sekarang bisa menggunakan air olahan air gambut

hasil koagulasi walaupun belum sesuai standar air minum.

2. Air gambut hasil koagulasi dengan koagulan, bisa juga dimanfaatkan

untuk aktifitas perikanan. Ini akan membuka peluang usaha baru di lahan

gambut. Jika menggunakan air gambut murni untuk perikanan, maka ikan

tidak akan berkembang dengan baik.

3. Terciptanya suatu produk baru yang juga bernilai ekonomis dari

pemanfaatan mineral lempung yaitu koagulan. Mineral lempung yang pada

awalnya tidak berharga dan tidak diperdulikan sekarang bisa

dikembangkan untuk produk koagulan.

4. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar, jika kualitas air bersih sudah

tercapai di Desa Rimbo Panjang, maka tidak ada lagi krisis air bersih di

Kabupaten Kampar sehingga iklim investasi akan semakin bagus. Ini

berarti, tingkat perekonomian warga Kabupaten Kampar akan semakin

baik.

Page 72: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

3.2 Dampak Sosial Budaya

Bila mineral lempung tidak digunakan dalam pengolahan air gambut di Desa

Rimbo Panjang, berarti masih minimnya pemanfaatan dan pemberdayaan terhadap

mineral lempung sedangkan Provinsi Riau kaya akansumber daya mineral

lempung. Pengolahan lempung yang masih minim dikarenakan kurangnya

kreatifitas dan ilmu pengetahuan warga tentang pemanfaatan mineral lempung.

Bila mineral lempung digunakan sebagai koagulan, maka akan menambah

wawasan dan pola pikir masyarakat bahwa mineral lempung tidak sekedar bahan

untuk membuat batu bata, genteng ataupun bahan yang tidak berguna. Akan tetapi

bisa juga dikembangkan menjadi suatu produk koagulan. Dengan demikian, akan

memotivasi masyarakat Desa Rimbo Panjang untuk menemukan atau

mengembangkan sesuatu yang ada di sekitarnya menjadi produk yang lebih

bernilai untuk kehidupan sehari-hari.

3.3. Dampak Lingkungan dan Kesehatan

Bila tidak digunakan lempung dalam pengolahan air gambut, maka warga

masyarakat Desa Rimbo Panjang akan menggunakan air gambut murni untuk

keperluan sehari-harinya seperti mandi dan mencuci. Mereka terpaksa

menggunakan air gambut karena hanya itu air yang tersedia di daerah

tersebut.Keberadaan air gambut tidak sepenuhnya merusak sistem lingkungan,

akan tetapi, dengan tersedianya air gambut akan mengurangi daya fungsi lahan di

lingkungan tersebut. Contohnya, di daerah Rimbo Panjang hanya cocok dibuka

lahan pertanian nenas, sedangkan untuk pertanian padi, sayuran dan kacang-

kacangan tidak bisa. Sektor lainnya, seperti perikanan dan perumahan juga tidak

berkembang, karena daerahnya yang berawa – rawa.

Kebutuhan masyarakat Desa Rimbo Panjang akan air bersih, memaksa

mereka untuk mencari alternatif sendiri untuk pengolahan air gambut. Salah

satunya dengan teknik koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan dari mineral

lempung. Bila digunakan mineral lempung untuk pengolahan air gambut,

dampaknya terhadap lingkungan adalah Provinsi Riau yang awalnya kaya akan

sumber daya mineral lempung, lama kelamaan jumlahnya akan semakin sedikit,

akibat eksploitasi sumber daya mineral. Disatu sisi kita memang memanfaatkan

Page 73: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

sumber daya alam, akan tetapi kita juga menguras sumber daya alam tersebut.

Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dan pengawasan dalam eksploitasi

sumber daya alam supaya tidak terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan.

Bila warga masyarakat Desa Rimbo Panjang menggunakan air gambut

untuk kehidupan sehari-hari, memang dampaknya bagi kesehatan tidak langsung

dapat dilihat, akan tetapi dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang lama

seperti penyakit kulit, gatal-gatal, diare dan lain-lain. Ini disebabkan karena air

gambut mengandung bakteri, logam Fe dan zat organik asam humat. Jika

terakumulasi dalam waktu yang lama dalam tubuh,akan berdampak buruk bagi

kesehatan.

Akan tetapi, dengan penggunaan lempung untuk pengolahan air

gambut,tingkat kesehatan masyarakat Desa Rimbo Panjang akan lebih baik,

karena kualitas air yang digunakan lebih baik dari air gambut sebelumnya. Air

gambut yang diolah menggunakan koagulan dari mineral lempung memang belum

seutuhnya menghasilkan kualitas air yang bersih. Akan tetapi, lebih baik dari pada

menggunakan air gambut secara langsung.

Page 74: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

IV. UPAYA PENYEMPURNAAN PENGOLAHAN AIR GAMBUTDENGAN MEMANFAATKAN LEMPUNG SEBAGAI KOAGULANCAIR di DESA RIMBO PANJANG KAB. KAMPAR

Berikut ini upaya penyempurnaan pengolahan air gambut dengan

memanfaatkan lempung sebagai koagulan di Desa Rimbo Panjang Kabupaten

Kampar, yaitu:

4.1 Kualitas koagulan yang dihasilkan kurang bagus, karena belum diketahuinya

karakteristik koagulan yang dihasilkan.

Kandungan logam Al dalam mineral lempung memang cukup tinggi, sehingga

berpotensi untuk dijadikan koagulan. Koagulan yang dihasilkan dari mineral

lempung juga berbeda – beda, tergantung kepada karakteristik lempungnya.

Sebagaimana diketahui, ada banyak jenis mineral lempung seperti bentonite,

montmorillonite, illite dan lain sebagainya. Berbeda jenis lempungnya, maka

koagulan yang dihasilkan juga akan berbeda. Oleh karena itu, sebelum mineral

lempung dijadikan sebagai koagulan untuk proses koagulasi air gambut,

setidaknya kita mengetahui karakteristik dari mineral lempung tersebut.

4.2 Teknik koagulasi – flokulasi tidak cocok untuk pengolahan air gambut

Desa Rimbo Panjang.

Salah satu teknik pengolahan air adalah koagulasi flokulasi. Metoda ini dengan

memanfaatkan koagulan sebagai pengikat partikel – partikel koloid dan pengotor

di dalam air. Akan tetapi, teknik koagulasi – flokulasi untuk pengolahan air

gambut Desa Rimbo Panjang, belum memberikan hasil yang memuaskan karena

hasil koagulasi yang masih di luar standar Persyaratan Air Bersih ataupun Air

Minum. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik pengolahan air yang lebih bagus

dan modern dibandingkan dengan teknik koagulasi-flokulasi. Salah satu teknik

pengolahan air yang lebih canggih adalah dengan menggunakan membran. Ini

disebabkan karena membran dapat mengikat dan menyaring partikel-partikel

koloid dan pengotor dengan ukuran mikrometer sampai nanometer sehingga

kualitas air gambut akan lebih bagus dibandingkan ketika menggunakan koagulan.

Page 75: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

4.3 Dosis optimal dalam pengolahan air gambut Desa Rimbo Panjang yang

belum diketahui dengan pasti.

Dalam proses pengolahan air dengan metoda koagulasi-flokulasi, salah satu faktor

yang ikut berpengaruh adalah dosis koagulan. Takaran koagulan yang

ditambahkan ke dalam air gambut akan berpengaruh terhadap kualitas air gambut.

Jika dosis koagulan yang diberikan kurang, maka kualitas air gambut tidak akan

sesuai yang diharapkan, begitu juga ketika dosis yang diberikan berlebihan, maka

tidak akan terbentuk agregat sehingga air gambut tidak akan bersih. Oleh karena

itu, dosis kagulan harus sesuai dengan kondisi air gambut, sehingga proses

pengendapan partikel-partikel koloid dan pengotor berlangsung dengan baik.

Untuk itu, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk penentuan dosis

koagulan optimal dalam pengolahan air gambut. Salah satu metoda penentuan

dosis koagulan yang tepat adalah dengan menggunakan metoda Jar Test

(Khasanah, 2008).

4.4 Koagulan yang dihasilkan dari mineral lempung tidak murni koagulanberbasis Al.

Mineral lempung tersusun dari berbagai jenis logam seperti Al, Fe, Ca, Mg dan

lai-lain. Logam Al memiliki kandungan yang lebih banyak dari logam lainnya.

Pemanfaatan mineral lempung sebagai koagulan berbasis Al memang belum tepat,

karena masih mengandung logam-logam lain, sehingga koagulan ini belum murni.

Kondisi ini dapat mengganggu proses koagulasi – flokulasi air gambut sehingga

hasil yang didapat tidak memuaskan. Ini disebabkan, tidak semua logam

berpotensi untuk dijadikan sebagai koagulan. Oleh karena itu, jika ingin

menjadikan mineral lempung sebagai koagulan berbasis Al, maka logam Al harus

diekstraksi dari mineral lempung sehingga hanya logam Al saja yang terkandung

di dalam koagulan. Ekstraksi logam Al dari mineral lempung dapat dilakukan

menggunakan asam sulfat ataupun asam klorida, sehingga akan dihasilkan

koagulan aluminium sulfat atau aluminium klorida.

Page 76: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan S.S. Santika, 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional,Surabaya

Alqadrie, R.W.N, Sudarmadji dan T. Yunianto, 2000. Pengolahan Air Gambutuntuk Persediaan Air Bersih.Teknosains. 13(2): 193-204.

Andriyani, F. 2010. Studi Kesetimbangan Adsorpsi Cu(II) pada Lempung-KegginTerpilar. Skripsi. Jurusan kimia Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam Universitas Riau, Pekanbaru. (Tidak diterbitkan)

, 2016a. http://www.google.co.id.imgres/tetrahedronsilica. Diakses pada 30

Mei 2016

, 2016b. http://www.google.co.id.imgres/oktahedronalumina. Diakses pada

30 Mei 2016

, 2016c. http://www.google.co.id/imgres/struktur/asam/fulvat. Diakses pada

30 Mei 2016

, 2016d. http://www.google.co.id/imgres/struktur/asam/humat. Diakses

pada 30 Mei 2016

, 2016e. http://www.google.co.id/imgres/air/gambut. Diakses pada 30 Mei

2016

, 2016f. http://www.google.co.id/imgres/peta/provinsi/riau. Diakses pada

15Agustus 2016

, 2016g. http://www.google.co.id/imgres/peta/kabupaten/kampar. Diakses

pada 15Agustus 2016

, 2016h. googlemaps. Diakses pada 3September 2016

Diana, R.M dan Notodarmojo., 2010. Studi Awal Pemanfaatan LempungPaminggir sebagai Koagulan Cair.Laporan Penelitian. Program StudiTeknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. ITB, Bandung

Diyannisa, T dan Sukandar., 2010. Potensi Pemanfaatan Limbah Abu Aluminiumsebagai Koagulan. Laporan Penelitian. Program Studi Teknik Lingkungan.ITB, Bandung

Ginting, P., 2008. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. YramaWidya, Bandung.

Jaya, A.R., 2009. Penggunaan Lempung Sebagai Bahan Tambah Koagulan padaInstalasi Sederhana Penjernihan Air Gambut. JurnalPROTEKSI. 48: 1-7

Khasanah, U. 2008. Efektifitas Biji Kelor (Moringa Oleifera) sebagai KoagulanFosfat dalam Limbah Cair Rumah Sakit. Skripsi. Jurusan Kimia FST UINMalang, Malang. (Tidak diterbitkan)

Page 77: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

Kusnaedi., 2006. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. PenebarSwadaya, Jakarta.

Menkes RI, 1990. Keputusan Menkes RI No.416/Menkes/per/XI/1990 tentangPersyaratan Air Bersih. Departemen Kesehatan. Jakarta

Muhadrina., 2011. Characterisation of Natural and Pillared Cengar Clays andTheir Adsorption Properties on Heavy Metals. Dissertation. UniversitasKebangsaan Malaysia, Malaysia. (Tidak diterbitkan)

Mu’min, B, 2006.Pengaruh Pretreatmen Adsorbsi Powdered Actived Carbonterhadap Kinerja Membran Ultrafiltrasi dalam Mengolah Air GambutMenjadi Air Minum. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin

Numluk, P and A. Chaisena, 2012. Sulfuruc Acid and Ammonium SulfatLeaching of Alumina from Lampang Clay. E-journal Chemistry. 9(3):1364-1372.

Qodari, M,. 2010. Karakterisasi Lempung dari Daerah Pangedangan Kec TurenKab Malang dan Daerah Getaan Kec Pagelaran Kab Malang. Skripsi.Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam NegeriMalang, Malang (Tidak diterbitkan)

Ramdhani, W.P, Mahmud, dan P. Soewondo, 2010. Kadar Aluminium (Al) danBesi (Fe) dalam Proses Pembuatan Koagulan Cair dari Lempung LahanGambut.Laporan Penelitian. Program Studi Teknik Lingkungan FakultasTeknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung

Rini, H. Nurdin, H. Suyani, dan T.B. Prasetyo, 2009, Pemberian Fly Ash padaLahan Gambut untuk Mereduksi Asam Humat dan Kaitannya terhadapKalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Jurnal TEROKA. 9(2).

Risdianto, D., 2007. Optimasi Proses Koagulasi-Flokulasi untuk Pengolahan AirLimbah Industri Jamu. Tesis. Program Pascaesarjana.UniversitasDiponegoro, Semarang (Tidak diterbitkan)

Said, N.I dan W. Widayat, 2013. Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakitdengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob. Pusat Teknologi LingkunganDeputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BadanPengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta

Siregar, S.A., 2009. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius, Yogyakarta

Suherman, D dan N. Sumawijaya. 2013. Menghilangkan Warna dan Zat OrganikAir Gambut dengan Metoda Koagulasi Flokulasi Suasana Basa.RisetGeologi dan Pertambangan, 23(2):127-139.

Wardhana, A.W., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi, Yogyakarta.

Wijaya, K.,A.S. Pratiwi, S. Sudionodan E. Nurahmi, 2002. Studi KestabilanTermal dan Asam Lempung Bentonit. Indonesian Journal of Chemistry.2(1): 20-25.

Page 78: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

Yatno, H., 2009. Perencanaan Pengolahan Air Bersih Kecamatan Perbaungan.Tugas Akhir. Fakultas Teknik – Universitas Sumatera Utara, Medan(Tidak diterbitkan)

Yusnimar, A. Yelmida, E. Yenie, H.S. Edward, dan Drastinawati., 2010.Pengolahan Air Gambut dengan Bentonit. Jurnal Sains dan Teknologi 9:77-81.

Page 79: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

26

Lampiran 1. Peta Provinsi Riau

Sumber: Anonimus, 2016f

: Desa Rimbo Panjang

Page 80: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

27

Lampiran 2. Peta Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Sumber: Anonimus, 2016g

: Desa Rimbo Panjang

Page 81: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

28

Lampiran 3. Peta Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

Sumber: Anonimus, 2016h

: Desa Rimbo Panjang

Page 82: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PEMANFAATAN TANAH TERKONTAMINASI MINYAKBUMI (TTM) SEBAGAI SUBTITUSI BAHAN BAKUBATUBATA DI KECAMATAN MINAS KABUPATEN

SIAK PROVINSI RIAU

OLEH

BUDI HARSANANIM. 1510248368

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 83: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

58

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Laskmono (2014), lapangan Minas yang berlokasi di Cekungan

Sumatera Tengah adalah lapangan minyak terbesar yang pernah ditemukan di

Asia Tenggara.Lapangan ini ditemukan tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun

1952. Lapangan Minas menghasilkan jenis minyak ringan yang dikenal di dunia

dengan nama Minyak Mentah Ringan Sumatera (Sumatran Light Crude, SLC).

Minyak mentah (crude oil) merupakan campuran beragam senyawaan

hidrokarbon. Di dalamnya termasuk bahan organik yang mengandung belerang,

oksigen, dan nitrogen. Selain itu juga terdapat bahan anorganik berupa logam

seperti nikel, besi dan tembaga. Dalam proses penambangan minyak bumi akan

dihasilkan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Limbah lumpur

minyak bumi misalnya, merupakan hasil samping yang tidak mungkin dihindari

dalam proses penambangan minyak bumi yang menyebabkan pencemaran

terhadap lingkungan.

Menurut Darmawan (2005), minyak mentah sampai dengan saat ini masih

menjadi pasokan utama untuk memenuhi kebutuhan energi bagi seluruh negara.

Untuk Indonesia kebutuhan ini terus meningkat dengan laju 3,5% setiap tahunnya.

PT Caltex Pacific Indonesia salah satu perusahaan ekplorasi dan produksi energi

di Indonesia, yang telah beroperasi di Sumatra setidaknya selama 80 tahun sejak

1924 telah menyumbang tidak kurang dari 40% produksi energi nasional.

Selama kurun waktu beroperasinya PT Caltex Pacific Indonesiayang

kemudian dilanjutkan oleh PT. Chevron Pacific Indonesia menggunakan

Page 84: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

59

teknologi terbaik yang berwawasan lingkungan telah diterapkan oleh perusahaan

tersebut dalam upaya eksplorasi dan produksi minyak mentah. Namun karena

secara alami tidak terdapat sebuah proses yang memiliki aras kesangkilan (level of

efficiency) sempurna 100% maka adalah lumrah bahwa terdapat hasil samping

dari kegiatan eksplorasi dan produksi minyak mentah. Hasil samping berupa

limbah selama ini telah dikelola dengan baik oleh PT Caltex Pacific Indonesia

dengan menempatkannya pada areal khusus sehingga dampak negatif terhadap

lingkungan dapat diminimalkan.

Sejaktahun 1952 mulaiberproduksisumurminyakMinasmerupakanhal yang

biasamenggunakanminyakmentahsebagaibahanpembuatanjalandandikenaldenganj

alanminyak.Padamasaitutidakdiketahuibahwaminyakmentahmerupakanbahan

yang berbahayadanmerupakanhal yang biasa di industry pertambangan untuk

membuang sisa minyak bumi untuk pembuatan jalan, kelebihan kapasitas

produksi dan sisa minyak operasi.Tidak ada aturan sebelumnya yang

menyebutkan bahwa apabila ada objek yang terkena minyak mentah merupakan

bahan berbahaya dan menjadi B3. Di Indonesia baru ada peraturan mengenai

tanah terkontaminasi minyak bumi pada tahun 1994 dengan PP No.19 Tahun 1994

jo PP No.12 Tahun 1995 tentang Limbah B3 dan semenjak itu dilarang membuat

jalan menggunakan minyak mentah. Apabila kita perhitungkan sejak tahun 1952

sampai tahun 1994 selama lebih dari 40 tahun melakukan kontaminasi minyak

mentah dengan tanah merupakan hal yang wajar.

Page 85: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

60

Kegiatan operasi industri perminyakan yang meliputi eksplorasi, produksi,

pengolahan atau pemurnian dan penimbunan bahan bakar minyak (BBM)

berpotensi menghasilkan limbah minyak bumi yang berupa lumpur minyak (oil

sludge), BBM yang tercecer dan bahan kimia lainnya (Syafrul, Rosjayati, dan

Windi. 2002). Minyak bumi juga dianggap limbah dalam konteks ia didefinisikan

sebagai bahan tak bernilai ekonomis dan sulit memperlakukan larutan yang

mengandung minyak dan air terkontaminasi dengan pasir dan partikel halus lain.

Penanggulangan pencemaran akibat limbah minyak bumi dapat dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu secara fisika, kimia, dan biologi. Upaya pengolahan

limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi dapat dilakukan

salah satunya adalah dengan pemanfaatan sebagai alternatif bahan baku

pembuataan batu bata. Proses solidifikas/stabilisasi pada prinsipnya adalah

mengubah sifat fisika dan kimia limbah B3 dengan caramenambahkan bahan

mengikat (cement) membentuk senyawamonolit dengan struktur yang kompak

agar supaya pergerakan limbah B3 terhambat atau dibatasi, daya larut diperkecil

sehingga daya racunnya limbah B3 tersebut berkurang sebelum limbah B3

tersebut ditimbun atau dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan Tanah Terkontaminas

Minyak Bumi (TTM) sebagai bahan substitusi pembuatan batu bata merupakan

proses stabilisasi dengan menggunakan tanah liat sebagai bahan pengikat.

Salah satu kebutuhan dalam membangun sebuah rumah adalah batu bata,

saat ini seiring dengan berkembangnya teknologi terutama dalam bidang rekayasa

teknik sipil dan bangunan, penelitian akan bahan bangunan alternatif terus

digalakkan, salah satunya dengan memanfaatkan tanah terkontaminasi minyak

Page 86: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

61

bumi sebagai bahan substitusi pembuatan batu-bata. Namun dalam proses

pembuatan batu bata dari Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi menimbulkan

beberapa masalah.

1.2 Rumusan Masalah

Banyaknya tanah yang terkontaminasi karena operasi masa lalu, dimana kita

belum mempunyai aturan sehingga perlu dilakukan pembersihan tanah

terkontaminasi minyak bumi.Volume Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi

(TTM) di Minas diperkirakan sekitar 1,6 juta m3dan belum memadainya kapasitas

pengolahan tanah terkontaminasi minyak bumi secara biologis melalui fasilitas

Soil Biormediation Facility (SBF),Pembuatan batu bata menggunakan bahan baku

alternatif TTM menjadi solusi dalam pengelolaan limbah B3, oleh karena itu

berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam pembahasan ini

adalah sebagai berikut:

1) Belum diketahuinya komposisi optimum campuran TTM, tanah liat dan

surfactantpada pembuatan batu bata denganmenggunakan bahan subsitusi

TTM.

2) Belum adanya pilot plant pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan

baku subsitusi TTM.

3) Belum adanya sosialisasi dalam upaya pemanfaatan TTM sebagai bahan baku

substitusi pembuatan batu bata.

Page 87: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

62

II. PEMANFAATAN TANAH TERKONTAMINASI MINYAK BUMISEBAGAI SUBTITUSI BAHAN BAKU BATU BATA DIKECAMATAN MINAS

2.1 Definisi Batu Bata

Menurut Siregar (2010), batu bata adalah bahan bangunan yang telah lama

dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan yang

berfungsi untuk bahan bangunan konstruksi. Batu bata terbuat dari tanah liat yang

telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya kemudian dibakar sampai

warna kemerah-merahan. Tanah liat termasuk hidrosilikat alumina dan dalam batu

bata keadaan murni mempunyai rumus senyawa Al2O3.2SiO2.2H2O banyak

digunakan untuk aplikasi teknik sipil seperti dinding pada bangunan perumahan,

bangunan gedung, pagar, saluran dan pondasi. Batu bata umumnya dalam

konstruksi bangunan memiliki fungsi sebagai bahan non-struktural, di samping

berfungsi sebagai struktural. Fungsi struktural, batu bata dipakai sebagai

penyangga atau pemikul beban yang ada diatasnya seperti pada konstruksi rumah

sederhana dan pondasi. Sedangkan pada bangunan konstruksi tingkat

tinggi/gedung, batu bata berfungsi sebagai non-stuktural yang dimanfaatkan untuk

dinding pembatas dan estetika tanpa memikul beban yang ada diatasnya.

Sedangkan menurut Munir (2008), batu bata terbutat dari tanah liat yang memiliki

komposisi kimia sebagai berikut:

1. Silika (SiO2), silika dalam bentuk sebagai kuarsa jika memiliki kadar

yangtinggi akan menyebabkan tanah liat menjadi pasiran dan mudah slaking,

kurang plastis dan tidak begitu sensitif terhadap pengeringan dan pembasahan.

Page 88: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

63

2. Alumina (Al2O), terdapat dalam mineral lempung, feldspar dan mika.

3. Fe2O3, komponen besi ini dapat menguntungkan atau merugikan

tergantungjumlahnya dan sebar butirannya. Makin tinggi kadar besi tanah liat,

makin rendah temperatur peleburan tanah liat. Mineral besi yang berbentuk

kristaldengan ukuran yang besar dapat menyebabkan cacat pada

permukaanproduknya seperti pada batu bata atau keramik.

4. CaO (kapur), terdapat dalam tanah liat dalam bentuk batu kapur dan bertindak

sebagai pelebur bila temperatur pembakarannya mencapai lebih dari 1100C.

5. MgO, terdapat dalam bentuk dolomite, magnesit atau silikat

bergunameningkatkan kepadatan produk hasil pembakaran.

6. K2O dan Na2O, alkali ini menghasilkan garam-garam larut setelahpembakaran.

Dapat menyebabkan penggumpalan kolorid dan dalampembakaran dapat

bertindak sebagai pelebur yang baik.

7. Organik, bahan-bahan yang bertindak sebagai protektor koloid dan menaikkan

keplastisan, misalnya : humus, bitumen dan karbon.

Secara lengkap komposisi tanah liat sebagai bahan baku pembuatan batu bata

dapat di lihat pada Tabel 1

Page 89: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

64

Tabel 1 Komposisi Kimia Tanah Liat

No Unsur Kimia Jumlah (%)

1 SiO2 59,14

2 Al2O3 15,34

3 Fe2O3 + FeO 6,88

4 CaO 5,08

5 Na2O 5,08

6 MgO 3,84

7 K2O 1,13

8 H2O 1,15

9 TiO2 1,05

10 Lain-lain 2,9

Sumber : Simanjuntak, 2011

2.1.1 Sifat fisis batu bata

Sifat fisis batu bata adalah sifat yang ada pada batu bata tanpa adanya

pemberian beban atau perlakuan apapun. Sifat fisis batu bata (Civil Engeneering

Materials, 2001), antara lain adalah:

1. Densitas atau Kerapatan Batu Bata

Densitas adalah massa atau berat sampel yang terdapat dalam satu satuan

volume. Densitas yang disyaratkan untuk digunakan adalah 1,60 gr/cm3 - 2,00

gr/cm3. Persamaan yang digunakan dalam menghitung densitas atau

kerapatanbatu bata adalah :

Page 90: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

65

2. Warna Batu Bata

Warna batu bata tergantung pada warna bahan dasar tanah, jenis campuran

bahan tambahan kalau ada dan proses berlangsungnya pembakaran.

Standarwarna batu bata adalah orange kecoklatan.

3. Dimensi atau Ukuran Batu Bata

Dimensi batu bata yang disyaratkan untuk memenuhi hal diatas adalah batu

bata harus memiliki ukuran panjang maksimal 16 in (40 cm), lebar

berkisarantara 3 in – 12 in (7,50 cm – 30,0 cm) dan tebal berkisar antara 2 in –

8 in (5cm – 20 cm).

4. Tekstur dan Bentuk Batu Bata

Bentuk batu bata berupa balok dengan ukuran panjang, lebar, tebal yang telah

ditetapkan. Permukaan batu bata relatif datar dan kesat tapi tak jarang

berukuran tidak beraturan.

2.1.2 Sifat Mekanis Batu Bata

Menurut CivilEngeneering Materials(2001), sifat mekanis batu bata adalah

sifat yang ada pada batu bata jika dibebani atau dipengaruhi dengan perlakuan

tertentu. Sifat teknis batu bata, antara lain adalah :

1. Kuat Tekan Batu Bata

Kuat tekan batu bata adalah kekuatan tekan maksimum batu bata per

satuan luas permukaan yang dibebani. Standar kuat tekan batu bata yang

disyaratkanoleh ASTM C 67-03 adalah sebesar 10,40 MPa. Persamaan yang

digunakandalam menghitung kuat tekan batu bata :

Page 91: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

66

2. Modulus of Rupture Batu Bata

Modulus of rupture adalah modulus kegagalan dari batu bata akibat diberi

beban maksimum. Standar modulus of rupture batu bata yang disyaratkan

olehASTM C 67-03 adalah sebesar 3,50 MPa. Persamaan yang digunakan

dalammenghitung modulus of rupture batu bata adalah:

3. Penyerapan (absorbtion) Batu Bata

Penyerapan (absorbtion) adalah kemampuan maksimum batu bata

untukmenyimpan atau menyerap air atau lebih dikenal dengan batu bata yang

jenuhair. Standar penyerapan (absorbtion) batu bata yang disyaratkan oleh

ASTM C67-03 adalah masing-masing maksimum 13 % dan 17 %. Persamaan

yangdigunakan dalam menghitung penyerapan (absorbtion) batu bata adalah :

1). Cold Water Absorption

2). Boiling Water Absorption

Page 92: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

67

3). Koefisien Kejenuhan

Koefisien kejenuhan adalah perbandingan antara cold water absorption

dengan boiling water absorption. Persamaannya adalah :

4. Initial Rate of Suction (IRS) dari Batu Bata

Initial Rate of Suction (IRS) adalah kemampuan dari batu bata dalam

menyerap air pertama kali dalam satu menit pertama. Hal ini sangat berguna

pada saatpenentuan kadar air untuk mortar. Standar initial rate of suction

(IRS) batubata yang disyaratkan oleh ASTM C 67-03 adalah minimum 30

gr/mnt/30 in2.Persamaan yang digunakan dalam menghitung initial rateof

suction (IRS) batubata adalah :

2.1.3 Jenis-jenis batu bata

Menurut Siregar (2010), jika disesuaikan dengan bahan pembuatannya, secara

umum batu batadigolongkan dalam dua jenis:

1. Batu Bata Tanah Liat

Bata biasa memiliki warna permukaan yang tidak menentu. Bata ini

digunakan untuk dinding dan ditutup dengan semen. Bata biasa

seringkalidisebut dengan bata merah. Batu bata dari tanah liat terdiri dari dua

macam, yaitu :

Page 93: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

68

1). Bata merah

Bata merah adalah suatu unsur bangunan yang terbuat dari tanah liat

dengan atau tanpa bahan tambahan seperti serbuk gergaji, sekam padi atau

pasir. Tanah liat ini dicetak berbentuk balok–balok, lalu dibakar dengan

temperatur 1050° C untuk mengeraskannya, sehingga tidakdapat hancur lagi

bila direndam dalam air. Penimbunan dilapangan harus diberi lantai dengan

jarak 30 cm daripermukaan tanah. Bata disusun berdiri arah lebarnya dan

disusunberselang–seling empat buah–empat buah. Ketinggian penyusunan

max2 m ini untuk memudahkan dalam pengambilan. Di atasnya

ditutupdengan kain terpal atau plastik agar air hujan tidak terserap oleh

batamerah.

2). Super bata

Super bata adalah bahan bangunan yang bentuk dan kegunaannya sama

dengan bata merah. Super bata juga terbuat dari tanah liat dan dicampur

dengan pasir halus. Pembuatannya melalui proses mekanis, oleh karenanya

super bata mempunyai permukaan halus dengan ukuran yangsama. Biasanya

bata ini dibuat tidak penuh, tapi berlobang sehingga dapat menghemat bahan

baku dan menghasilkan ikatan yang kuatdengan mortar. Karena Super bata

mempunyai permukaan yang halus,maka pada pemakaiannya kita tidak

memerlukan plesteran lagi. Karena bentuknya yang bervariasi, maka dapat

pemasangannya dapat dibuat lebih artistik. Super bata sering disebut batu

muka dan memiliki permukaan yang baik, licin dan mempunyai warna atau

corakyang sama. Bata muka biasa disebut sebagai bata imitasi.

Page 94: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

69

3). Batu Bata Pasir-Kapur

Sesuai dengan namanya, batu bata ini dibuat dari campuran kapur dan

pasir dengan perbandingan 1 : 8 atau campuran lain serta air yangditekankan

ke dalam campuran sehingga membentuk bata yang sangatpadat. Biasa

digunakan untuk bagian dinding yang terendam air dan memerlukan kekuatan

tinggi. Batu bata jenis ini terdiri dari dua macam yaitu :

(1). Batu cetak

Batu cetak adalah suatu bahan bangunan yang diproduksi oleh

masyarakat kita, terbuat dari trash dan kapur dengan perbandingan 5 : 1.

Banyak keuntungan yang dapat kita ambil dari pemakaian batu cetakini,

umpamanya untuk pemasangan 1 m2 dinding lebih sedikit jumlah batu yang

diperlukan, dan juga mengurangi keperluan mortar sampai 30– 50 %. Berat

pasangan jauh lebih ringan dari konstruksi bata merah yaitu bisa 50 % lebih

ringan, karena bentuk batu cetakan yang beraneka macam dan menarik,

sehingga dinding tidak usah diplester. Komposisi mortar untuk pemasangan

batu cetak ini harus sama dengan komposisi bahan batu cetak itu sendiri,

sehingga dapat menghasilkan ikatan yang baik antara mortar dan batu cetak.

(2).Batako press.

Batako press ini terbuat dari adukan kapur, pasir, tras dan semen,

pencetakannya dengan mesin press, dibuat berlobang untuk menghemat

bahan dan juga untuk isolasi suara dan panas. Dan biasanya tembok sebelah

luar tidak diplester lagi, kecuali bagian dalam dinding.

Page 95: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

70

2.2 Minyak Bumi

Menurut Laksmono (2014), minyak bumi merupakan bahan bakar yang

dihasilkan oleh alam dari fosil-fosil yang terpendam berjuta-juta tahun. Fosil

adalah sisa tulang-belulang binatang atau sisa tumbuhan zaman purba yang telah

membatu dan tertanam di bawah lapisan tanah. Minyak bumi (petroleum) adalah

campuran yang kompleks, terutama terdiri dari hidrokarbon bersama-sama dengan

sejumlah kecil komponen yang mengandung sulfur, oksigen, dan nitrogen dan

sangat sedikit komponen yang mengandung logam.

Proses pembentukan minyak bumi dan gas ini memakan waktu jutaan tahun.

Minyak dan gas yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori bagaikan air

dalam batu karang. Minyak dan gas dapat pula bermigrasi dari suatu daerah ke

daerah lain, kemudia terkonsentrasi jika terhalang oleh lapisan yang kedap.

Walaupun minyak bumi dan gas alam yang terbentuk di dasar lautan, banyak

sumber minyak dan gas yaang terdapat di daratan. hal ini terjadi karena

pergerakan kulit bumi, sehingga sebagian lautan menjadi daratan.

Menurut Darmawan (2005), struktur hidrokarbon yang ditemukan dalam

minyak mentah adalah alkana (parafin), sikloalkana (napten), dan aromatik.

Proporsi dari ketiga tipe hidrokarbon sangat tergantung pada sumber minyak

bumi.Pada umumnya alkana merupakan hidrokarbon yang terbanyak tetapi

kadang-kadang mengandung sikloalkana sebagai komponen yang terbesar,

sedangkan aromatik selalu merupakan komponen yang paling sedikit. Untuk

memisahkan fraksi-fraksi dalam minyak bumi dapat dilakukan dengan cara

distilasi bertingkat. Setelah melalui distilasi bertingkat minyak bumi akan terpisah

Page 96: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

71

menjadi gas, bensin, kerosin, solar dan lain-lain. Hasil distilasi tersebut digunakan

untuk menggerakan berbagai mesin, seperti: mobil, pesawat, mesin diesel dan

lain-lain, untuk keperluan industri, aspal dan sebagainya.

2.3 Pencemaran Minyak Bumi.

Menurut Darmawan (2005), pencemaran minyak bumi (crude oil) dapat

terjadi di udara, tanah dan air. Pencemaran minyak bumi pada tanah dianggap

sebagai kontaminan yang dapat mengurangi produktivitas tanah. Kecemasan

bahwa pencemaran ini akan menjadi masalah di masa yang akan datang adalah hal

yang sangat beralasan mengingat bentuk,sifat dan jumlahnya semakin besar/luas

serta terus mengalami peningkatan.Hidrokarbon adalah pencemar udara yang

dapat berupa gas, cairan maupun padatan. Dinamakan hidrokarbon karena

penyusun utamanya adalah atom karbon dan atom hidrogen yang dapat terikat

(tersusun) secara ikatan lurus (ikatan rantai) yang dikelompokkan kedalam

senyawa Alkana antara lain etana, propana, pentana, oktana atau terikat secara

ikatan cincin (ikatan tertutup) misalnya Benzena dan Siklo heksana.

Jumlah atom karbon (atom C) dalam senyawa karbon akan menentukan

bentuknya, apakah akan berbentuk gas, cairan ataukah padatan. Pada suhu kamar

umumnya hidrokarbon suku rendah (jumlah atom C sedikit 1 sampai 4 misalnya

metana, etana, propane, butana) akan berbentuk gas, hidrokarbon, suku menengah

(jumlah atom C sedang 5 sampai 15 misalnya pentana, heksana, heptana, oktana,

nonona, dekana, propa dekana, penta dekana) akan berbentuk cairan dan

hidrokarbon suku tinggi (jumlah atom C banyak lebih dari 15 misalnya heksa

dekana, okta dekana, eta kontana, propa kontana) akan berbentuk padatan.

Page 97: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

72

Hidrokarbon masih dapat dibagi lagi berdasarkan jumlah ikatan rangkap yang

ada pada hidrokarbon. Hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap sering

disebut hidrokarbon tak jenuh karena jumlah atom hidrogennya kurang bila

dibandingkan dengan kelompok senyawa alkana tersebut di atas. Hidrokarbon

yang memiliki ikatan rangkap 2 disebut kelompok senyawa alkena dengan rumus

molekul CnH2n (Metena, Etena, Pentena, Oktema), sedang bila ikatan rangkap 3

disebut alkuna dengan rumus molekul CnH2n-2 (Etuna, Butuna, Heptuna,

Dekuna).

Menurut Wardhana(2001), sebenarnya Hidrokarbon (HC) dalam jumlah

sedikit tidak begitu membahayakan kesehatan manusia, walaupun HC bersifat

toksik. Namun kalau HC berada di udara dalam jumlah banyak dan tercampur

dengan bahan pencemar lain maka sifat toksiknya akan meningkat. Sifat toksik

HC akan lebih tinggi kalau berupa bahan tercemar gas, cairan dan padatan. Ini

dikarenakan HC padatan dan HC cairan akan terbentuk ikatan-ikatan baru dengan

bahan pencemar lainnva. Ikatan baru ini sering disebut dengan Polycyclic

Aromatik Hydrocarbon yang disingkat PAH.Sumber utama timbulnya PAH

adalah gas buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil. Toksisitas HC tergantung

pada senyawa penyusun HC. Pada umumnya senyawa HC aromatik lebih beracun

daripada HC alifatik maupun alisiklik (Munawar, 2005).

Hidrokarbon aromatik polisiklis (PAH) merupakan homolog dari benzene

yang memiliki 3 atau lebih cincin aromatis terfusi. PAH merupakan senyawa

organik beracun dari kelas yang paling mudah menyebar dan serentak. PAH

bersifat hidrofobik dan sering terjerab pada benda-benda partikel dalam air dan

Page 98: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

73

sedimen. Banyak PAH bersifat racun dan beberapa diantaranya terbukti

karsinogenik (Rittmann dan Carty 2001).Selain itu, air yang telah tercemari

karena minyak juga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam

cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat yang beracun, seperti senyawa

benzene, senyawa toluene dan lain sebagainya (Wardhana, 2001).

2.4 Pencemaran Tanah oleh Minyak Bumi.

Menurut Laksmono (2014), pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan

kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Oleh karena

itu pencemaran tanah oleh minyak bumi berarti keadaan dimana minyak bumi

hasil industri hulu dan hilir yang mencemari dan merubah lingkungan tanah alami.

Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan–bahan

industri minyak bumi, dan zat kimia aditif industri hulu dan hilir minyak,

kemudian dapat berlanjut menembus air permukaan tanah tercemar kedalam

lapisan sub-permukaan. Jika suatu zat berbahaya telah mencemari permukaan

tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk k edalam tanah.

Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia

beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada

manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.

Kontaminan dalam tanah adalah bahan kimia yang dapat diakibatkan oleh

kegiatan manusia. Kontaminan dapat masuk ketanah secara sengaja dan tidak

disengaja. Kesengajaan seperti aplikasi pestisida, kegiatan pengeboran minyak

bumi baik secara modern maupun tradisional, serta contoh tidak sengajaan seperti

tumpahan minyak karena kecelakaan dan kebocoran pipa distribusi. Kontaminan

Page 99: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

74

tanah juga disebut sebagai limbah berbahaya atau pencemar (pollutant) tanah,

terdiri atas berbagai macam bahan kimia (Laskmono, 2014) termasuk :

1. Larutan mengandung klor, seperti triklorotilena (TCE) dan

tetracloroetilena(PCE)

2. Bahan peledak, seperti 2,4,6-trinitrotoluena (TNT)

3. Logam seperti kromium dan timbal

4. Radionukleida seperti plutonium

5. Pestisida, seperti atrazin, benlat dan mathion.

6. BTEX (benzene, toluene, ethyl benzene, xylema)

7. PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon) seperti kreosol.

8. PCB (polychlorinated biphenyl), seperti campuran aroclor

Menurut Kristanto (2002), limbah B3 harus diolah terlebih dahulu sebelum

dibuang jika mengandung bahan pencemar yang mengakibatkan rusaknya

lingkungan, atau paling tidak berpotensi menciptakan pencemaran. Dalam suatu

proses pengolahan limbah, harus dibuat perkiraan terlebih dahulu dengan

mengidentifikasi sumber pencemaran, fungsi dan jenis bahan, sistem pengolahan

kualitas dan jenis buangan, serta fungsi B3. Dengan mengacu pada prakiraan

tersebut, maka dibuat program pengendalian dan penanggulangan pencemaran

mengingat limbah, baik dalam jumlah besar maupun kecil, dalam jangka panjang

ataupun pendek akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada lingkungan

Menurut Laksmono(2014),limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut: korosif, mudah terbakar, reaktif, “leachate” beracun,

dan mudah menular (limbah rumah sakit). Limbah atau tumpahan minyak bumi

Page 100: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

75

menjadi masalah pencemaran sebab limbah ini digolongkan menjadi limbah

berbahaya dan beracun.Dalam proses penambangan minyak bumi tentunya akan

ada limbah-limbah yang di hasilkan,secara terus - menerus.Limbah lumpur

minyak bumi merupakan produk yang tidak mungkin dihindari oleh setiap

perusahaan pertambangan minyak bumi dan menyebabkan pencemaran terhadap

lingkungan

Menurut Darmawan (2005), salah satu faktor yang menjadi dasar pencemaran

terhadap lingkungankarena minyak bumi mempunyai komponen hidrokarbon atau

Total petroleum Hydrocarbon (TPH) yaitu senyawa organik yang terdiri atas

hidrogen dan karbon contohnya benzene, toluene, ethylbenzena dan isomer

xylema.Total petroleum Hydrocarbon (TPH) ialah merupakan pengukuran

konsentrasi pencemar hidrokarbon minyak bumi dalam tanah atau serta seluruh

pencemar hidrokarbon minyak dalam suatu sampel tanah yang sering dinyatakan

dalam satuan mg hidrokarbon/kg tanah

Lumpur minyak bumi termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),

jika mengacu pada PP No. 85 tahun 1999 Tentang Limbah B3, dalam peraturan

tersebut ditegaskan bahwa setiap produsen yang menghasilkan limbah B3 hanya

diizinkan menyimpan limbah tersebut paling lama 90 hari sebelum diolah dan

perlu pengolahan secara baik sehingga tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup dapat dilakukan dengan pengurangan, penyimpanan,

pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.

Page 101: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

76

Menurut Atalas dan Bartha (1997), pencemaran minyak bumi di tanah

merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan manusia. Minyak bumi yang

mencemari tanah dapat mencapai lokasi air tanah, danau atau sumber air yang

menyediakan air bagi kebutuhan domestik maupun industri sehingga menjadi

masalah serius bagi daerah yang mengandalkan air tanah sebagai sumber utama

kebutuhan air bersih atau air minum. Pencemaran minyak bumi, meskipun dengan

konsentrasi hidrokarbon yang sangat rendah sangat mempengaruhi bau dan rasa

air tanah.Pada setiap kegiatan penambangan di sumur bor (cutting) tersebut,

terdapat tumpahan minyak pada lahan sekitar akibat proses pengangkutan minyak,

baik melalui pipa, alat angkut, maupun ceceran akibat proses pemindahan.

Menurut Prihatiningsih(2003), pada tanah yang tercemar minyak bumi,

contoh saja di daerah pertambangan Bojonegoro jika di analisis kandungan nutien,

mengandung unsur makro untuk karbon (C) 8,53% (sedang), Nitrogen (N) 0,20%

(rendah), Fosfor (P) 0,01% (sangat rendah), Kalium (K) 0,22 % (sedang) dan

kadar TPH yaitu 41.200 mg/kg. Dari hasil analisis ini, tanah tidak baik untuk

pertumbuhan tanaman dan pertanian karena hara N tergolong rendah dan senyawa

hidrokarbon tergolong tinggi.Salah satu upaya secara biologis untuk mengatasi

tanah tercemar hidrokarbon adalah dengan melakukan bioremediasi. Bioremediasi

merupakan alternatif yang dilakukan dimana tanah yang tercemar dibersihkan

dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi

kontaminan yang bersifat ramah terhadap lingkungan karena tanah yang sudah

tercemar umumnya tidak dapat ditanami.

Page 102: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

77

2.5 Pemanfaatan Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi untuk Bahan BakuBatu Bata di Kecamatan Minas

Sejak tahun 1952 mulai berproduksi Sumur Minyak Minas merupakan hal

yang biasa menggunakan minyak mentah sebagai bahan pembuatan jalan dan

dikenal dengan jalan minyak. Pada masa itu tidak diketahui bahwa minyak

mentah merupakan bahan yang berbahaya dan merupakan hal yang biasa di

industri pertambangan untuk membuang sisa minyak bumi untuk pembuatan

jalan, kelebihan kapasitas produksi dan sisa minyak operasi (Gambar 1). Tidak

adanya aturan yang menyebutkan bahwa apabila ada objek yang terkena minyak

mentah merupakan bahan berbahaya dan menjadi B3. Di Indonesia baru ada

peraturan mengenai tanah terkontaminasi minyak bumi pada tahun 1994 dengan

PP No.19 Tahun 1994 jo PP No.12 Tahun 1995 tentang Limbah B3 dan semenjak

itu dilarang membuat jalan menggunakan minyak mentah.

Gambar 1. Jalan Duri Dumai tahun 1958Sumber : Perpustakaan CPI

Page 103: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

78

Apabila kita perhitungkan sejak tahun 1952 sampai tahun 1994 selama lebih

dari 40 tahun melakukan kontaminasi minyak mentah dengan tanah merupakan

hal yang wajar dan diperkirakan ada sekitar 1.6 juta m3 tanah yang

terkena/terpapar minyak bumi yang menurut Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun

1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang

Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), lumpur minyak bumi

termasuk ke dalam kategori limbah B3 (kode D 206 dari sumber yang spesifik).

Oleh karena itu lumpur minyak bumi tidak bisa langsung dibuang ke lingkungan

atau dibakar `karena dapat mencemari lingkungan, sehingga pengelolaan harus

dilakukan yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya dan

beracun lumpur minyak agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan untuk

mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan (Syafrul et al. 2002).

Menurut Chaney (2009), bentuk kontaminasi berupa berbagai unsur dan

substansi kimia berbahaya yang mengganggu keseimbangan fisik, kimia, dan

biologi tanah, seperti kontaminasi oleh logam berat seperti kadmium (Cd), seng

(Zn), plumbum (Pb), kuprum (Cu), kobalt (Co), selenium (Se), dan nikel (Ni)

menjadi perhatian serius karena dapat menjadi potensi polusi pada permukaan

tanah maupun air tanah dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya melalui air,

angin, penyerapan oleh tumbuhan bioakumulasi pada rantai makanan. Hal itu

dapat menimbulkan gangguan pada manusia, hewan, dan tumbuhan, misalnya

penyakit pada manusia akibat pencemaran kadmium dan keracunan pada hewan

ternak akibat kontaminasi selenium dan molibdenumharus dipulihkan

Page 104: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

79

Menurut Laksmono (2014), prinsip pemanfaatan limbah B3 bertujuan untuk

menghasilkan produk yang dapat digunakan sebagai berikut :

1) Substitusi bahan baku,

2) Sumber energi/bahan bakar

3) Bahan baku.

4) Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang aman bagi kesehatan

manusia dan lingkungan hidup.

Pemanfaatan limbah B3 menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

wajib mempertimbangkan hal - hal sebagai berikut :

1) Pemenuhan kelengkapan administrasi dan teknis perizinan

2) Prinsip aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan

3) Jenis, jumlah & karakteristik limbah B3 yang dimanfaatkan.

4) Hasil analisis laboratorium terhadap limbah yang akan dimanfaatkan (misal

hasil analisis : total konsentrasi logam berat, unsur halogen, LOI atau fixed

carbon, nilai kalori).

5) Perlakuan limbah B3 sebelum dimanfaatkan.

6) Komposisi limbah B3 yang akan dimanfaatkan.

7) Proses kegiatan pemanfaatan LB3.

8) Hasil pemanfaatan limbah B3 memenuhi mutu produk sesuai SNI

9) Tidak digunakan sebagai bahan urugan, pembenah tanah, road base jalan

yang tanpa adanya perlakuan/treatment.

10) Melakukan pengelolaan limbah B3 (sisa/residu) yang dihasilkan dari

kegiatanpemanfaatan.

Page 105: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

80

11) Memiliki alat pengendali pencemaran (udara dan air).

12) Melakukan pemantauan/monitoring kinerja alat pengendali pencemaran dan

pemenuhan baku mutu air limbah serta TBT (trial burn test) untuk

pemenuhan baku mutu emisi udara dan ambient.

13) Melakukan uji emisi tambahan parameter dioxin dan furan dengan frekuensi

1 x dalam 3 (tiga) tahun apabila limbah yang dimanfaatkan mengandung

unsur halogen dan wajib memenuhi baku mutu sebagaimana Kepdal

03/bapedal/09/1995Tentang Persyaratan Teknis PengelolaanLimbah B3.

14) Melakukan pemantauan air tanah dan memenuhi baku mutu/standar untuk air

bersih sesuai Permenkes No. 416/1990 tentang Syarat-syarat Pengawasan

Kualitas Air.

Menurut Suwargana (2015), skala prioritas pemanfaatan limbah B3 dimulai

dari pemanfaatan secara reuse, kemudian dengan cara recycle dan terakhir dengan

cara recovery. Kegiatan pemanfaatan limbah B3 tersebut dilakukan dengan

mengutamakan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta

perlindungan lingkungan hidup dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.

Pemanfaatan Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) dalam pembuatan batu bata

diharapkan dapatmemberikan solusi masalah terhadap limbah industri minyak dan

gas bumi di Kecamatan Minas. Namun dalam upaya Pemanfaatan Tanah

Terkontaminasi Minyak (TTM) sebagai bahan baku pembuatan batu bata

menemui kendala-kendala yaitu :

Page 106: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

81

1. Belum diketahuinya komposisi optimum campuran TTM, tanah liat dan

surfactant pada pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan subsitusi

TTM.

Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) mengandung senyawa silika-alumina

aktif yangdapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar dan adanya

air pada kadartertentu dapat membentuk senyawa stabil yang mempunyai sifat

mengikat. Selain airdipakai dalam proses reaksi pengikatan material yang

digunakan untuk pembuatan batubata juga dapat mempermudah pencetakan batu

bata. (Puskim, 2014). Dengan adanya persamaan kandungan silika dan senyawa

penyusun batu bata, maka terdapat potensi untuk menggunakan Tanah

Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) sebagai bahan pengganti tanah liat pada

batu bata. Apabila Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) akan digunakan sebagai

bahan baku pembuatan batu bata maka, semestinya memiliki komposisi yang

identik dengan tanah liat sebagai baku utamanya.

Menurut Kamali (2014), Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM)

memiliki kandungan silika dan kadar oksida yang merupakan mineral dasar yang

dapat digunakan dalam pembuatan batu bata. Dari segi ekonomi, material ini

dapat memperkecil biaya produksi karena harga material tanah liat dapat ditekan

dengan menggunakan Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM). Batu bata

terbuat dari tanah liat dengan atau campuran bahan lain. Batu Bata yang baik

sebagian besar terdiri dari silika dan alumina, sedangkan Tanah Terkontaminasi

Minyak Bumi (TTM) memang mengandung silika dan alumina, namun

Page 107: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

82

ketidakseragaman komposisinya dan adanya komponen organik berupa crude oil

akan mempengaruhi sifat mekanis (kuat tekan) batu bata.

Komponen utama tanah liat yaitu Silika, Alumina, dan Kalsium Oksida

(CaO) menjadi faktor utama dalam pembentukan batu bata. Persentase

penggantian tanah liat denganTanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM)

merupakan permasalahan utama dalam penerapan sebagai bahan substitusi tanah

liat untuk pembuatan batu bata.

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman (PUSKIM)

Bandung (2012), salah satu metoda pemanfaatan tanah terkontaminasi minyak

bumi ialah sebagai subtitusi bahan baku pembuatan produk batu bata. Tahapan

proses pemanfaatan tanah terpapar minyak bumi dilakukan dengan syarat-syarat

sebagai berikut :

1) Limbah B3 (TTM) sebelum dimanfatkan harus memenuhi kriteria :

(1) Nilai kandungan total oksida SIO2,Al2O3,Fe2O3 dan CaO paling sedikit 50

% (lima puluh persen).

(2) Nilai Loss of Ignation (LoI) paling banyak 10% (sepuluh persen)

(3) Sifat Plastis rendah

(4) Susut kering kurang dari 10 % (sepuluh persen)

2) Limbah B3 (TTM) dihancurkan dengan mesin hammer mill untuk memperoleh

ukuran yang homogen.

3) Limbah B3 (TTM) dan material lainnya dicampur dalam blending pit dengan

bahan baku tanah liat.

Page 108: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

83

4) Hasil campuran yang telah homogen dibawa dengan menggunakan belt

conveyor menuju mesin pencetakan.

5) Cetakan bata merah kemudian dibakar pada fasilitas tunnel kiln dengan suhu

8000 C (delapan ratus derajat celcius)

6) Kadar garam kurang dari 50% (lima puluh persen)

Batu bata yang telah diproduksi akan dilakukan beberapa pengujian yang

meliputi parameter – parameter sebagai berikut :

1) Moisture content,

2) Keasaman, pH (Potential of Hydrogen),

3) Nutritions - Nitrate-Nitrogen (N03-N), Phophorous (PO4-P),

4) Toxicity Characteristic Leachete Procedure (TCLP)

5) Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Puskim Bandung, sifat

mekanis khususnya kuat tekan batu bata berbahan baku TTM memiliki kelemahan

yaitu kuat tekan berada pada nilai 50 - 60 kg/cm2mendekati nilai batu bata tingkat

III, Kekuatan tekan adalah kemampuan produk batu bata untuk menerima gaya

tekan persatuan luas, sehingga kuat tekan tersebut mengidentifikasikan mutu

produk batu bata. Semakin tinggi nilai kuat tekan produk batu bata akan semakin

tinggi pula mutu produk tersebut.

Menurut Standar batu bata di Indonesia menurut Yayasan Dana Normalisasi

Indonesia (YDNI) Nomor NI-101 dalam Suseno, et al (2012), berdasarkan mutu

batu bata dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas sebagai berikut :

Page 109: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

84

1). Batu bata mutu tingkat I dengan kuat tekan rata-rata lebih besar dari 100

kg/cm2 dan ukurannya tidak ada yang menyimpang.

2). Batu bata mutu tingkat II dengan kuat tekan rata-rata antara 100 kg/cm2

sampai 80 kg/cm2 dan ukurannya yang menyimpang satu buah darisepuluh

benda percobaan.

3). Batu bata mutu tingkat III dengan kuat tekan rata-rata antara 80 kg/cm2sampai

60 kg/cm2 dan ukurannya menyimpang dua buah dari sepuluh benda

percobaan.

Menurut Siregar (2010), untuk mendapatkan kekuatan dan kekerasan yang

tinggi diperlukan kapur (CaO) dan oksida besi (Fe2O3) dengan konsentrasi 5-8%,

karena rendahnya konsentrasi dua senyawa tersebut bisa menghalangi ikatan

antara komponen-komponen TTM. Disamping itu rendahnya pasir silika dapat

menambah penyusutan dan akan menyebabkan keretakan pada batu batatersebut.

Kebersihan bahan baku adalah bahan tersebut tidak mengandung zat organik,

garam sulfat, lemak, lumpur dan sebagainya. Bahan organik dan lemak akan

menghambat pengikatan tanah dengan pasir sehingga proses ikatan tersebut tidak

sempurna dan akan menurunkan kekuatan bata bata tersebut. Adanya garam sulfat

dalam keadaan basahdapat masuk ke pori-pori adukan dan akan membentuk

kristalgips yang mengembang volumenya dan dapat menyebabkan keretakan batu

bata.

Selanjutnya menurut Suseno et al, (2010), Tanah Terkontaminasi Minyak

Bumi (TTM) memiliki kandungan Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida

Page 110: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

85

(Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3), Kapur (CaO), Magnesium Oksida (MgO), dan

senyawa organik baik yang berasal dari pembusukan vegetasi ataupun dari crude

oil. Oksida-oksida tersebut merupakan mineral dasar dalam pembentukan

kekuatan batu bata selama proses pengeringan dan pembakaran. Tingginya

senyawa organik baik yang berasal dari pembusukan vegetasi ataupun dari crude

oil dapat mempengaruhi kuat tekan batu bata.

Menurut Siregar (2012), bahan dasar dari batu bata terdiri dari TTM yang

berkisar antara 50-65 %, pasir yang berkisar antara 35-50 %, dan air secukupnya,

sampai diperoleh campuran yang bersifat plastis sehingga mudah dicetak.

Keberadaan tanah liat masih diperlukan dalam pembuatan batu bata dari TTM

karena untuk mensubstitusi kekurangan senyawa silika dan alumina. Di samping

penambahan surfaktan sebagai agent untuk memperbaiki sifat plastis dan

mencegah retak pada saat pengeringan dan pembakaran. Secara lengkap tahapan

pembuatan batu bata menggunakan bahan substitusi Tanah Terkontaminasi

Minyak Bumi sebagai berikut (Gambar 2).

Page 111: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

86

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Batu Bata dari TTMSumber : PUSKIM Bandung, 2012

Menurut Suseno et al, (2012), pada saat air ditambahkan dalam tanah liat

atau bahan substitusi Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM), setiap

senyawa-senyawa tersebut diatas mengalami reaksi hidrasi dan mempunyai andil

masing-masing dalam pembentukan ikatan. Hanya kalsium silikat yang

mempunyai sumbangsih terhadap kekuatan ikatan, dimana tricalcium silicate

berperan sebagai pembentukan kekuatan awal (7 hari pertama), sedangkan

dikalsium silikat reaksinya lambat dan mempunyai kontribusi dalam pembentukan

kekuatan pada tahap berikutnya.

Page 112: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

87

Menurut Suseno et al, (2010), pada pembuatan batu bata dengan bahan baku

TTM kekurangan pasir (silika) akan mengakibatkan menurunnya kuat tekan pada

batu bata. Pasir digunakan untuk menghindari penyusutan, retak-retak, dan

pelengkungan dimensinya pada saat pengeringan dan pembakaran. Kapur dan

oksida besi berperan sebagai fluks yang membantu butiran pasir meleleh dan

mengikat partikel tanah liat secara bersamaan pada saat pembakaran, oksida besi

juga memberikan warna merah pada bata yang bersamaan dengan oksida

magnesium akan memberikan warna kuning.

2. Belum adanya pilot plant pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan

baku subsitusi TTM.

Menurut Simanungkalit, (2013), memasuki tahun 2012, penduduk Indonesia

telah berjumlah sekitar 250 juta jiwa. Dimana dari angka tersebut tercatat 57 juta

sebagai kepala keluarga. Apabila satu keluarga memiliki rumah sendiri, maka

diperlukan 57 juta unit rumah, namun kenyataannya hanya tercatat 51 juta unit

rumah, sehingga masih terdapat kekurangan (backlog) 6 juta unit rumah. maka

diperlukan sebanyak 950.000 unit rumah baru, artinya pada tahun 2012 diperlukan

950.000 unit rumah baru. Kalau angka tersebut ditambah dengan backlog di atas,

berarti pada tahun 2012 terdapat kekurangan 6,95 juta unit rumah. Saat ini rata-

rata pembangunan rumah hanya sekitar 350.000 unit per tahun. Karena itulah

maka setiap tahunnya mengalami kekurangan 600.000 unit rumah.

Menurut Susenoet al. (2012), batu bata merupakan salah satu bahan material

sebagai bahan pembuat dinding rumah atau bangunan. Batu bata terbuat dari tanah

liat yang telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya kemudian dibakar

Page 113: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

88

sampai warna kemerah-merahan. Tanah liat termasuk hidrosilikat alumina dan

dalam keadaan murni mempunyai rumus senyawa Al2O3.2SiO2.2H2O.

Menurut Laksmono, (2014), volume Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi

(TTM) 1,6 juta m3 belum terkelola optimal, sehingga saat ini pengolahannya

dilakukan secara biologis melalui soil bioremediation facility (SBF) dan

diserahkan kepada pihak ketiga yang telah memiliki ijin dari Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Selama ini PT. Chevron Pacific

Indonesia menanggulangi Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) dengan

melakukan pengolahan secara biologis melalui soil bioremediation facility (SBF).

Remediasi yang diartikan sebagai perbaikan lingkungan secara umum diharapkan

dapat menghindari resiko-resiko yang ditimbulkan oleh kontaminasi logam yang

berasal dari alam (geochemical) dan akibat ulah manusia (anthropogenic).

PT. Chevron Pacific Indonesia dalam melakukan pengelolaan dampak

pencemaran tersebut telah membangun dua unit pilot plant Central Mud

Treatment Facility (CMTF) di Minas Field yang merupakan sebuah fasilitas

dalam mengolah lumpur hasil pengeboran sumur minyak dan apabila telah

diproses, maka produknya aman bagi lingkungan hidup. Lumpur minyak bumi

termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), jika mengacu pada PP No.

85 tahun 1999 tentang Limbah B3, dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa

setiap produsen yang menghasilkan limbah B3 hanya diizinkan menyimpan

limbah tersebut paling lama 90 hari sebelum diolah dan perlu pengolahan secara

baik sehingga tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.

Page 114: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

89

Keterbatasan volume dan waktu siklus yang lama (4-6 bulan) soil

bioremediation facility (SBF) dalam memproses Tanah Terkontaminasi Minyak

Bumi (TTM), disamping itu untuk membangung satu soil bioremediation facility

(SBF) membutuhkan lahan yang cukup luas, biaya pengolahan dan harus

memenuhi perundang-undangan yang berlaku, maka pengolahan secara biologis

dianggap membutuhkan biaya yang cukup besar dalam pembangunan dan

pengoperasiannya.

Upaya untuk memanfaatkan Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM)

sebagai bahan baku batu bata masih mengalami kendala terutama belum adanya

pilot plant yang dapat dijadikan model dalam mendorong terbentuknya Usaha

Kegiatan Masyarakat (UKM) produksi batu bata berbahan baku TTM belum ada

di Kecamatan Minas. Menurut Suseno et al. (2012) dalam suatu pemberdayaan

masyarakat perlu adanya model atau contoh sehingga masyarakat melihat secara

langsung upaya pemanfaatn limbah B3.

Bagi PT. Chevron Pacific Indonesia masalah pencemaran tanah yang

diakibatkan tumpahan minyak mendapat perhatian yang serius. Belum adanya

pilot plant pembuatan batu batu berbahan baku Tanah Terkontaminasi Minyak

Bumi (TTM) dapat menghambat upaya pengelolaan limbah B3 melalui upaya

pemanfaatan Pengelolaan terbaik terhadap tanah terkontaminasi minyak bumi

dilakukan dengan cara pemanfaatan, maka dari itu definisi pemanfaatan limbah

B3 menurut Suwargana (2015) adalah sebagai berikut :

Page 115: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

90

1) Penggunaan kembali (Reuse), adalah penggunaan kembali limbah B3 dengan

tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi

dan/atau secara thermal

2) Daur ulang (Recycle) adalah mendaur ulang komponen-komponen yang

bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi,dan/atau

secara thermal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang

berbeda.

3) Perolehan kembali (Recovery) adalah perolehan kembali komponen-komponen

yang bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara thermal

yang bertujuan untuk mengubah Limbah B3

3. Belum adanya sosialisasi dalam upaya pemanfaatan TTM sebagai bahan baku

substitusi pembuatan batu bata.

Limbah Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) yang berada di

Kecamatan Minas diperkirakan memiliki volume 1,6 juta m3 dan apabila tidak

dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran lingkungan sekitar.

masyarakat Kecamatan Minas masih beranggapan bahwa limbah tersebut hanya

memilki dampak negatif terhadap lingkungan. Persepsi masyarakat memahami

terhadap dampak tersebut dipandang belum ada upaya dalam menangani masalah

tersebut dengan cara melakukan penanganan melalui pengolahan yang baik

misalnya menjadi produk yang bermanfaat dengan kata lain limbah yang

menimbulkan masalah tersebut masih memiliki nilai ekonomi yang sangat

membantu bagi pihak PT. Chevron Pacific Indonesia maupun masyarakat sekitar,

Page 116: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

91

seperti menambah pendapatan dan mengurangi pengangguran karena terbukanya

lapangan pekerjaan.

Kurangnya sosialisasi tentang pengelolaan limbah B3 di Kecamatan Minas

membentuk persepsi negatif masyarakat bahwa selama ini limbah Tanah

Terkontaminasi Minyak Bumi hanya mencemari dan berdampak negatif terhadap

lingkungan khususnya perkebunan dan pertanian. Masalah pencemaran TTM di

Kecamatan Minas bisa merembet ke arah dimensi sosial yaitu maraknya unjuk

rasa yang menuntut lahan yang terkontaminasi supaya dibersihkan.

Menurut Kotler (2001), persepsi merupakan proses individu dalam memilih

masukan-masukaninformasi untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki

arti. Persepsi meliputisemua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami

informasi mengenai lingkungannya.Proses pemahaman ini melalui penglihatan,

pendengaran, penyentuhan perasaan dan penciuman. Jika informasi berasal dari

suatu situasi yang telah diketahui seseorang, maka informasi tersebutakan

mempengaruhi cara seseorang mengorganisasikan persepsinya. Hasil

pengorganisasianpersepsinya mengenai suatu informasi dapat berupa pengertian

tentang suatu obyek tersebut.

Page 117: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

92

III. DAMPAK PEMANFAATAN TANAH TERKONTAMINASI MINYAKMENTAH (TTM) SEBAGAI SUBTITUSI BAHAN BAKUBATUBATA.

3.1 Aspek Ekonomi

3.1.1 Bila tidak dilakukan pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan

baku batu bata

Pada area perkebunan dan pertanian yang tercemar minyak bumi di

Kecamatan Minas memiliki pengaruh penurunan terhadap timgkat produktivitas

panen yang dihasilkan, khususnya kelapa sawit. Dalam jangka panjang multiflier

effectterhadap mata pencaharian yaitu terganggunya aktifitas usaha perkebunan

dan pertanian masyarakat Minas di area lahan terkontaminasi minyak buni (TTM)

yang selanjutnya mendorong masyarakat untuk melakukan perubahan dalam mata

pencahariannya. Berkurangnya pendapatan hasil panen perkebunan dan pertanian

membawa perubahan mata pencaharian terjadi dalam beberapa bentuk meliputi

masyarakat yang bertahan pada mata pencaharian perkebunan kelapa sawit akan

mencoba menekuni bidang lain seperti jasa perdagangan bahan bangunan dan

perbengkelan.

Bagi Pemerintah Daerak Kabupaten Siak, sektor perekonomian di suatu

daerah sangat dipengarui dimensi sosial yang terjadi di masyarakat

tersebut.Dimensi sosialterakit terjadinya konflik sosial seperti unjuk rasa yang

marak terjadi antara warga sekitar Minas FieldterhadapPT. Chevron Pacific

Indonesia sehinggadapat mempengaruhi volume produksiMinas field . Jika

dibiarkan akan mengurangi penerimaan pajak minyak dan gas bumi bagi

Page 118: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

93

Pemerintah Daerak Kabupaten Siak karena sebagian besar Penerimaan Asli

Daerah dari sektor minyak dan gas bumi.

Bagi PT. Chevron Pacific Indonesia bila tidak dilakukan pemanfaatan

TTM sebagai bahan baku substitusi pembuatan batu bata dapat mempengaruhi

ketuntasan upaya pembersihan lahan terkontaminasi minyak bumi yang tentunya

akan memperbesar biaya pengolahan TTM, karena selama ini hanya

mengandalkan soil bioremediation facility(SBF). Biaya pengolahan TTM

menggunakan soil bioremediation facility(SBF)menjadi lebih mahal karena dalam

satu siklus memerlukan waktu pemrosesan 4 – 6 bulan.

3.1.2 Bila dilakukan pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan baku

batu bata

Dengan adanya pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan baku batu

bata, dampak ekonomi pencemaran yang dirasakan masyarakat meliputi dampak

terhadap mata pencaharian dan penyerapan tenaga kerja. Dalam

perkembangannya juga terdapat penambahan usaha yang digeluti masyarakat

Minas, salah satunya usaha pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan

substitusi TTM tersebut. Terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat

Kecamatan Minas terkait usaha pembuatan batu bata memberikan dampak positif

bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan dibuatnya pemanfaatan tanah

terkontaminasi minyak menjadi batu bata membuka peluang usaha bagi

masyarakat sekitar Minas karena dekat dengan sumber bahan baku.

Bagi Pemerintah Daerak Kabupaten Siak adanya usaha pembuatan batu

Page 119: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

94

bata dengan menggunakan bahan substitusi TTM memiliki dampak

menggeliatnya sektor ekonomi daerah, yang secara tidak langsung meningkatkan

kesejateraan masyarakat melaluiterbukanya lapangan pekerjaan bagi khususnya

masyarakat Kecamatan Minas. Pemerintah Daerak Kabupaten Siakmemiliki

tambahan potensi ekonomi dari sisi penambahan penerimaan pendapatan asli

daerah yang berasal dari pengurusan perijinan pendirian usaha-usaha baru.

Bagi PT. Chevron Pacific Indonesia melalui pemanfaatan TTM sebagai

bahan baku substitusi pembuatan batu bata dapat meningkatkan efektifitas dan

efisiensi pengolahan TTM terkait dengan faktor biaya pengolahan menjadi lebih

menjadi rendah serta dapat menghasilkan barang atau produk yang bermanfaat

bagi masyarakat Kecamatan Minas.

3.2 AspekSosial

3.2.1 Bila tidak dilakukan pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan

baku batu bata

Tanah yang tercemar minyak bumi dapat mengalami kerusakan struktur

tanah dan perubahan sifat tanah baik fisika maupun kimia. Dampak yang lebih

lanjut dapat terjadi penurunan produktivitas tanaman akibat terhambatnya

pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan hasil

pertanian dan perkebunan. Hal-hal tersebut akan memicu terjadinya konflik sosial

seperti unjuk rasa yang marak terjadi antara warga sekitar Minas Field. konflik

sosial yang terjadi di masyarakat Kecamatan Minas mempengaruhi hubungan dan

interaksi sosial antar warganya yang pada akhirnya akan membuat kehidupan

masyarakat menjadi tidak harmonis. Kemungkinan lain adalah meningkaynya

Page 120: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

95

pengangguran di kalangan masyarakat.

Bagi Pemerintah Kecamatan Minas, masalah banyaknya pengangguran,

tingginya angka kejahatan, seringnya unjuk rasa, dan tidak harmonisnya

kehidupan masyarakat akan memberikan dampak negatif bagi nilai investasi yang

akan ditanamkan oleh calon investor khususnya pada sektor perkebunan kelapa

sawit dan migas. Agar perusahaan dapat berjalan dengan, umumnya pengusaha

yang akan menanamkan investasinya akan selalu melihat faktor-faktor sosial

seperti angka kejahatan dan tingkat keharmonisan kehidupan warga setempat.

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Siak berlarut-larutnya persoalan

pencemaran tumpahan minyak di Kecamatan Minas, mungkin akan berkembang

menjadi konflik multidimensi, khususnya dimensi sosial. Maraknya aksi unjuk

rasa di Kecamatan Minas akan menciptakan konflik sosial antara masyarakat yang

pro dan kontra terkait lahan yang telah terkontaminasi minyak bumi. Konflik

sosial yang berkepanjangan akan memberikan citra negatif bagiPemerintah

Daerah Kabupaten Siak karena dianggap kurang peduli dan tanggap terhadap

pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Bagi PT. Chevron Pacific Indonesia bila tidak dilakukan pemanfaatan

TTM sebagai bahan baku substitusi pembuatan batu bata dapat menurunkan

produktivitas kerja perusahaan karena sering terjadinya konflik sosial seperti

unjuk rasa yang marak terjadi antara warga sekitar Minas Field. Penghentian

operasi PT. Chevron Pacific IndonesiaMinas Field sering terjadi karena unjuk

rasa dari warga yang lahannya terkontaminasi minyak bumi

Page 121: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

96

3.2.2 Bila dilakukan pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan baku batu

bata

Dampak yang terjadi pada bidang ekonomi akan memberikan dampak

langsung bagi kehidupan sosial masyarakat di Kecamatan Minas. Usaha

pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan substitusi TTM tersebut akan

membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kecamatan Minas terkait usaha

pembuatan batu bata memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat

dan menurunnya angka pengangguran. Seiring dengan menurunnya angka

pengangguran akan berbanding lurus dengan penurunan angka

kejahatan.Penanggulangan tumpahan minyak bumi yang cepat,tepat, dan benar

dapat mereduksi kemungkinan konflik sosial antara warga dan perusahaan

kontraktor di area Minas.

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Siak, kepedulian dan kesungguhan

PT. Chevron Pacific Indonesia dalam melakukan pengelolaan lahan

terkontaminasi minyak bumi dapat meredam aksi unjuk rasa di Kecamatan Minas

yang dapat menciptakan konflik sosial di masyarakat. Kehidupan masyarakat

yang tenang dan tentram secara tidak langsung dapat meningkatkan nilai

investasi, karena umumnya calon investor yang akan menanamkan modalnya

melihat dari aspek sosial kehidupan masyarakatnya. Terbukanya lapangan

pekerjaan di Kecamatan Minas akan menurunkan angka kejahatan di salah satu

wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Siak yaitu Kecamatan Minas.

Pemanfaatan TTM sebagai bahan baku substitusi pembuatan batu bata

sebagai alternatif teknologi pengolahan bagi PT. Chevron Pacific Indonesia akan

Page 122: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

97

memberikan ketenangan bagi para karyawannya karenaberkurangnya aksiunjuk

rasa yang marak terjadi antara warga sekitar Minas Field. Kegiatan operasi PT.

Chevron Pacific IndonesiaMinas Fielddalam memproduksi minyak bumi bagi

Indonesia akan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa tergangu oleh kegiatan

unjuk rasa yang marak terjadi antara warga sekitar Minas Field.

3.3 Aspek Lingkungan dan Kesehatan

3.3.1 Bila tidak dilakukan pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan

baku batu bata

Permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Indonesia

merupakan isu yang penting untuk ditangani mengingatmasih rendahnya

kesadaran dalam pelestarian lingkungan.Begitu juga yang terjadi di Kecamatan

Minas dengan banyaknya lahan yang terkontaminasi oleh minyak bumi,resiko

pencemaran minyak bumi yang cukup tinggi merupakan ancaman tersendiri bagi

lingkungan tanah. Hal ini berkenaan dengan kegiatan produksi minyak dan dan

gas bumi di Kecamatan Minas. Kerusakan lahan perkebunan dan pertanian di

Kecamatan Minas akan mempengaruhi lingkungan dan kesehatan masyarakat

setempat.

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Siak terkait pencemaran akibat Tanah

Terkontaminasi Minyak Bumi akan memiliki dampak panjang bagi lingkungan

hidup. Masyarakat umum akan menganggap Pemerintah Daerah Kabupaten Siak

kurang peduli terhadap pengelolaan lingkungan hidup dalam upaya meminimalisir

dampak akibat tumpahan minyak di wilayahnya. Derajat kesehatan dan

lingkungan hidup di Kabupaten Siak menjadi negatif dipandang oleh masyarakat

Page 123: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

98

umum khususnya pemerintah pusat. Menurut Syafrul et al. (2002) pengaruh

minyak dan turunannya terhadap tumbuhan dapat dibagi menjadi beberapa

macam, yaitu :

1) Mengakibatkan kematian terhadap hewan atau tumbuhan

2) Menghambat pertumbuhan dengan cara mengurangi ukuran sel dan

menghambat pembelahan sel

3) Merangsang pertumbuhan sel yang terus menerus karena bersifat

karsinogenik

4) Menghambat proses pengikatan karbondioksida dan oksigen.

Bagi PT. Chevron Pacific Indonesia apabila tidak dilakukan pengelolaan

dampak pencemaran tumpahan minyak (oil spill) melalui pemanfaatan Tanah

Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) sebagai bahan baku pembuatan batu bata,

maka akan merusak citra perusahaan peduli lingkungan baik di Indonesia maupun

di dunia internasional. Memburuknya kualitas lingkungan hidup akibat

pencemaran tersebut tentunya akan merugikan bagi kesehatan masyarakat

setempat.

3.3.2 Bila dilakukan pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan baku batu

bata

Permasalahan pencemaran lingkungan yang terjadi di Kecamatan Minas

memerlukan penanganan yang tepat dan inovatif agar memberikan hasil

meningkatnya kualitas lingkungan hidup. Pemanfaatan TTM sebagai bahan baku

substitusi pembuatan batu bata dalam rangka upaya program recycle yang

Page 124: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

99

digalakkan PT. Chevron Pacific Indonesia, meskipun secara alami tanah

mempunyai kemampuan untuk menguraikan materi limbah minyak bumi melalui

“prosesfisika, kimia dan mikrobiologi yang kompleks namun membutuhkan

waktu yang cukup lama.

Sesuai dengan petunjuk dari Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, seyogyanya pengolahan TTM menggunakan asas recycle atau daur

ulang. Recyclebertujuan untuk mengubah limbah B3menjadi produk yang dapat

digunakan dan harus juga aman bagilingkungan Disamping itu dengan

pemanfaatan limbah B3 sekaligus dapat mengurangi jumlah limbah B3,

penghematan sumber daya alam dan meminimisasi potensidampak negatif

terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Recycle adalah mendaur

ulangkomponen-komponen yang bermanfaat melalui proses tambahansecara

fisika, kimia, biologi, dan/atau secara termal yangmenghasilkan produk yang

sama atau produk yang berbeda.

Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Siak seperti yang diamanatkan dalam

UUPPLH No. 32 Tahun 2009 Pasal 63 ayat 2 “melakukan pembinaan dan

pengawasan ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadap

ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan” terkait

pencemaran akibat Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi menjadi dasar dalam

upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kecamatan Minas.

Pemulihanfungsi tanah terkontaminasi terkontaminasi minyak bumi memiliki

dampak positif bagi derajat lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat.

Page 125: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

100

Pembersihan tumpahan minyak yang dilakukan oleh PT. Chevron Pacific

Indonesia sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup di area Minas

Field dan kawasan sekitar. Dengan dibersihkannya lahan perkebunan dan

pertanian dari TTM akan berdampak positif bagi berkurangnya lahan yang

tercemar dan pulihnya kondisi tanah.Peningkatan hasil perkebunan dan pertanian

merupakan dampak jangka panjang pemulihan lahan terkontaminasi minyak bumi

dan kualitas lingkungan hidup.

Upaya pembersihan tumpahan minyak memiliki dampak positif bagi

kesehatan dan lingkungan masyarakat, karena sebaran Total Petroleum

Hydrocarbon (TPH) sebagai komponen utama Tanah Terkontaminasi Minyak

Bumi (TTM dapat menyebar ke sungai-sungai yang masih dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk keperluan domestik. Sebaran Total Petroleum Hydrocarbon

(TPH) yang mungkin meresap ke dalam air bawah tanah (aquifer) dapat

diminamlisir melalui upaya pembersihan lahan Terkontaminasi Minyak Bumi

(TTM) yang terpadu dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Page 126: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

101

IV. UPAYA OPTIMALISASI PEMANFAATAN TANAH TERCEMARMINYAK BUMI (TTM) SEBAGAI BAHAN BAKU SUBSTITUSIBATU BATA

4.1 Menjalin Kerja Sama Penelitian Dengan Lembaga Penelitian Pemerintah

diIndonesia Terkait Komposisi Optimum pada Pembuatan Batu Bata

dengan Menggunakan Bahan Subsitusi TTM.

VolumeTanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM)yang diperkirakan sekitar

1,6 juta m3, maka perlu adanya upaya untuk memanfaatkan limbah padat tersebut.

Hingga saat ini TTM tersebut belum banyak dimanfaatkan untuk keperluan

industri bahan bangunan dan berbagai pemanfaatan lainnya. TTM yang berasal

dari limbah industri eksplorasi minyak bumi, sampai saat ini masih belum

ditemukan penggunaan yang tepat, sedangkan produksi limbah TTM ini semakin

meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu penelitian tentang penggunaan

TTM yang tepat terus berkembang, hal ini disebabkan TTM memiliki potensi

untuk dibuat bahan bangunan dengan mutu yang baik namun biaya produksinya

relatif murah.

Sejak Tahun 2012, PT. Chevron Pacific Indonesiatelah menjalin kerjasama di

bidang penelitian dengan Puslitbang Permukiman (Puskim) Bandung atau pusat

penelitian dan pengembangan permukiman yang merupakan institusi penelitian

dan pengembangan di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian

Pekerjaan Umum. Puskim telah melakukan berbagai penelitian di bidang

permukiman, pengembangan teknologi bangunan dan lingkungan permukiman,

standarisasi, pengujian, dan lain lain. Berbagai produk keluaran Puskim telah

banyak dimanfaatkan dalam pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah,

Page 127: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

102

swasta, maupun masyarakat luas. Kedua belah pihak sepakat dan setuju untuk

melakukan kerjasama kegiatan penelitian dan pengembangan tentang pemanfaatan

Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) sebagai sebagai bahan baku batu

bata. Kerjasama ini sebagai wujud komitmen, dan kepedulian PT. Chevron Pacific

Indonesia terhadap pelestarian lingkungan hidup melalui penerapan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang tepat guna dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Program ini telah dirintis sejak tahun 2012 - 2014memberikan hasil bahwa TTM

dapat dijadikan sebagai alternatif bahan substitusi pembuatan batu bata.

Pada prinsipnya pembuatan batu bata dari TTM merupakan proses

solidifikas/stabilisasi adalah mengubah sifat fisika dan kimia limbah B3 dengan

caramenambahkan bahan mengikat (cement) membentuk senyawamonolit dengan

struktur yang kompak agar supaya pergerakan limbah B3 terhambat atau dibatasi,

daya larut diperkecil sehingga daya racunnya limbah B3 tersebut berkurang

sebelum limbah B3tersebut ditimbun atau dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan

TTM sebagai bahan substitusi pembuatan batu bata merupakan proses stabilisasi

dengan menggunakan tanah liat sebagai bahan pengikat.

Menurut Susenoet al (2012), kualitas batu bata sangat dipengaruhi oleh

kekuatan tekan batu bata yang akan bertambah dengan naiknya umur batu bata.

Kekuatan batu bata akan naik secara cepat (linier) dan akanmencapai maksimun

pada umur 28 hari dan setelah itu kenaikanakan kecil, walaupun pada kasus-

kasus tertentu, kekuatan tekan batu bata akan terus bertambah sampai beberapa

bulan kedepan. Untukitu kekuatan tekan batu bata dihitung setelah umur

mencapai 28 hari. Dengan pertimbangan diatas maka pada kesimpulan hubungan

Page 128: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

103

kuat tekan dengan komposisi bahan produk batu bata inihanya ditekankan pada

umur produk batu bata setelah 28 hari. Dari hasil percobaan kuat tekan pada

beberapa komposisi pemanfaatan TTM untuk pembuatan produk batu batamaka

diperoleh kuat tekan optimum dengan komposisi bahan95 % TTM, 3 % tanah liat,

dan 2 % surfaktan dalam pembuatan produk batu bata pada umur 28 hari.

4.2Pembuatan Pilot Plant Pemanfaatan TTM sebagai Alternatif Bahan BakuSubstititusi Pembuatan Batu Bata.

Dalam rangka ikut menunjang program pemerintah tentang pemanfaatan

limbah B3 (recycle), makaPT. Chevron Pacific Indonesia

berinisiatifmengembangkan TTMsebagai bahan baku substitusi pembuatan batu

bata di Kecamatan Minas.Berkaitan dengan hal PT. Chevron Pacific

Indonesiabekerja sama dengan PT. Pria Putra Restu Ibu AbadiMojokerto

memproduksi batu bata di fasilitaspilotplantproduksi bata bata dengan tujuan

untuk dapat digunakan sebagai modelpembuatan batu bata menggunakan bahan

baku TTM.Kapasitas produksi PT. Pria Putra Restu Ibu Abadi Mojokertodapat

menghasilkan 5.000 batu bata/hari. Pada tahap berikutnya proses pembuatan batu

bata akan dibuat di UKM yang berada di wilayah Kecamatan Minas.Di

Kecamatan Minas perlu dibangun fasilitas produksi batu bata di Kecamatan Minas

agarpengolahan TTM dapat berlangsung lebih efektif dan efisien karena dekat

dengan sumber baku.

Page 129: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

104

4.3 Sosialisasi dalam Upaya Pemanfaatan TTM sebagai Bahan BakuSubstitusi Pembuatan Batu Bata.

Dalam mennyikapi permasalahan Limbah Tanah Terkontaminasi Minyak

Bumi (TTM) yang berada di Kecamatan Minas membutuhkan pemahaman

masyarakat bahwa limbah tersebut tidak selamanya terbuang, merugikan

lingkungan/kesehatan, namun apabila dikelola dengan baik dapat memberikan

manfaat ekonomi bagi kehidupan masyarakat setempat. Pemerintah Daerah

Kabupaten Siak dan PT. Chevron Pacific Indonesia bersama-sama melakukan

sosialisasi yang terus-menerus dan konsisten diharapkan dapat membuka pikiran

masyarakat tentang manfaat dari pengolahan TTM menjadi batu bata.

Sosialisasi melalui pemberdayaan masyarakat dalam pembuatan batu bata

dari TTM, sosialisasi dilakukan agar masyarakat tahu, mau, dan mampu untuk

berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui pemanfaatan

TTM menjadi batu bata. Perubahan persepsi masyarakat dalam memahami

terhadap dampak tersebut dipandang belum ada upaya dalam menangani masalah

tersebut dengan cara melakukan penanganan melalui pengolahan yang baik

misalnya menjadi produk yang bermanfaat dengan kata lain limbah yang

menimbulkan masalah tersebut masih memiliki nilai ekonomi yang sangat

membantu bagi pihak PT. Chevron Pacific Indonesia maupun masyarakat sekitar,

seperti menambah pendapatan dan mengurangi pengangguran karena terbukanya

lapangan

Page 130: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2001. Civil Engeneering Materials. Ohio

Anonymous, 2006. American Standard Testing and Material C. Toronto.

Atlas, R dan M.R. Barta, 1997. Microbiology Ecology Fundamental andAplication. Addition Weslwy Publishing. Toronto

BPS, 2013. Pekanbaru dalam Angka. Pekanbaru

Chaney, (2009). Profil Kelarutan Limbah Minyak Bumi Dalam Air AkibatPengaruh Surfaktan Nonionik dan Laju Pengadukan, Jurnal ChemistryProgramme. Vol. 11 No. 5, April 2009: hal 2-4.

Darmawan, 2005. Efektifitas Bioremediasi Pada Tanah yang Tercemar MinyakBumi di Minas PT.Chevron Pasific Indonesia. Minas.

Kamali, L. 2014. Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai Bahan Aditif PembuatanBatu Bata. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Guna Darma. Jakarta.(Tidak diterbitkan).

Kementerian LH dan K RI, 2014. Workshop Pengelolaan Limbah B3. Jakarta

Kotler, P. A. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Diterjemahkan oleh Herman.Erlangga. Jakarta.

Kristianto. P, 2002. Ekologi Industri. Andi. Yogyakarta.

Laksmono, R, 2014. Bahan Pelatihan Teknologi Bioremediasi, Bandung. (Tidakditerbitkan)

Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi. Diterjemahkan oleh Vivin AndhikaYuwono; ShekarPurwanti; Th. Arie Prabawati; dan Winong Rosari. Andi.Yogyakarta

Mulyani, H. 2014. Optimasi Perancangan Model Pengomposan, TIM Jakarta

Munawar, 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah dengan MetodeBiostimulasi di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Tesis. ProgramPascasarjana. Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. (Tidakditerbitkan).

Munir, 2008. Pemanfaatan Abu Batubara (Fly Ash) untuk Hollow Block yangBermutu dan Aman Bagi Lingkungan. Tesis. Program PascasarjanaUniversitas Diponegoro. Semarang. (Tidak diterbitkan).

Prihatiningsih, 2003. Pengaruh penambahan Sulfat terhadap penyisihan LogamTimbal (Pb) pada Reaktor Biologi Anaerob. Jurnal Ilmu Lingkungan.Universitas Merdeka. Malang. Vol. 11 No. 5, Juli 2003: hal 1-4.

Page 131: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

106

PT.CPI, 2015. Dokumen KA ANDAL. Pekanbaru

Puskim, 2014. Workshop Pemanfaatan Tanah Terkontaminasi Minyak Bumisebagai Bahan Baku Bata. Jakarta

Rakhmat, J. 1989. Psikologi Komunikasi.Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rittmann, B.Edan P.L.McCarty, 2001. Environmental Biotechnology: Principlesand Applications. McGraw-Hill. Toronto.

Simanjuntak, R, 2011 Pemanfaatan Fly Ah Sebagai Bahan Aditif Pembuatan BatuBata. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.Medan.(Tidak diterbitkan).

Siregar, N. 2010. Perbaikan Sifat Mekanis Batu Bata Tradisional MenggunakanAditif. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.(Tidak diterbitkan).

Suseno, H, Prastumi, Susanti, L dan Setyowulan, 2012. Pengaruh PenggunaanBottom Ash Sebagai Pengganti Tanah Liat pada Campuran Bata TerhadapKuat Tekan. Jurnal Rekayasa Sipil. Universitas Brawijaya. Malang. Vol. 6No. 3, Juli 2012: hal 1-4

Suwargana.I, 2015. Pemanfaatan dan Pengolahan Limbah B3 dalam seminarSosialisasi Peraturan Pemerintah No.101 tahun 2014 tentang PengelolaanLimbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta

Syafrul, H, Rosjayati dan F.M.Windi, 2002.Penerapan Bioremediasi sebagaiAlternatif PengolahanLimbah Oil Sludge. Laporan KementerianLingkunganHidup. Serpong.

Wardhana, W.A, 2001. Dampak PencemaranLingkungan. Andi. Yogyakarta.

Page 132: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

107

Lampiran 1. Peta Propinsi Riau

Sumber : Pekanbaru dalam Angka 2012

Kecamatan Minas

Page 133: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

108

Lampiran 2. Peta Kabupaten Siak

Sumber : Draft Dokumen Amdal PT.CPI, 2015

Kecamatan Minas

Page 134: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

109

Lampiran 3. Peta Lokasi Pengolahan TTM

Sumber : Draft Dokumen Amdal PT.CPI, 2015

LOKASI PENGOLAHAN TTM

Page 135: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PERCEPATAN RESTORASI EKOSISTEM

DAN PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

DI KAWASAN RESTORASI EKOSISTEM PULAU PADANG

KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI

DIBYO KUSWIYONO1510248191

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU

2016

Page 136: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

ii

DAFTAR ISIHalaman

DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................iv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................v

I. PENDAHULUAN ..............................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah .....................................................................................3

II. PERCEPATAN RESTORASI EKOSISTEM DAN PERLINDUNGAN

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN RESTORASI

EKOSISTEM PULAU PADANG .....................................................................4

2.1 Keanekaragaman Hayati .............................................................................4

2.2 Restorasi Ekosistem ....................................................................................7

2.3 Keanekaragaman Hayati di Kawasan Restorasi Ekosistem

Pulau Padang ................................................................................................10

2.4 Kegiatan Restorasi Ekosistem dan Perlindungan

Keanekaragaman Hayati di Pulau Padang ...................................................15

III. DAMPAK PERCEPATAN RESTORASI EKOSISTEM DAN

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN

RESTORASI EKOSISTEM PULAU PADANG ...............................................21

3.1 Aspek Ekonomi ............................................................................................21

3.2 Aspek Sosial dan Budaya ...........................................................................23

3.3 Aspek Lingkungan dan Kesehatan ...............................................................23

Page 137: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iii

IV. PERCEPATAN RESTORASI EKOSISTEM DAN PERLINDUNGAN

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN RESTORASI

EKOSISTEM PULAU PADANG ......................................................................25

4.1 Klaim Lahan atau Perambahan Lahan .........................................................25

4.2 Terganggunya Akses Masyarakat terhadap Sumber Daya Hutan ...............26

4.3 Penebangan Liar, Perburuan Satwa Liar dan Kebakaran Hutan .................28

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................30

LAMPIRAN ....................................................................................................................32

Page 138: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Jenis-jenis vegetasi pada kawasan restorasi ekosistem di Pulau Padang...................13

2. Patroli perlindungan hutan pada kawasan restorasi ekosistem di Pulau Padang ......16

3. Penataan areal kerja pada kawasan restorasi ekosistem di Pulau Padang ................17

Page 139: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Propinsi Riau .....................................................................................................34

2. Peta Kabupaten Kepulauan Meranti .........................................................................35

3. Peta Pulau Padang .....................................................................................................36

4. Peta Kawasan Restorasi Ekosistem Pulau Padang ....................................................37

Page 140: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dogma lama bahwa hutan adalah penyedia kayu telah menjadikan hutan di

Indonesia rusak parah.Tidak saja kerugian ekonomi yang terjadi namun kerugian sosial,

potensi hilangnya jasa lingkungan dan keragaman hayati.Pengelolaan pada hutan

produksi harusnya bukan untuk kayu semata tetapi harus meliputi prinsip keberlanjutan,

produktivitas, konektivitas, keaslian dan keragaman hayati.Koreksi terhadap

pengelolaan hutan produksi dari komuditas kayu, saat ini dilakukan melalui perbaikan

yang dikenal dengan upaya restorasi ekosistem di wilayah hutan produksi yang diatur

lewat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem yang selanjutnya

disingkat IUPHHK-RE.IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk

membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem

penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan

pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman,

pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk

mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan

topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli sehingga tercapai keseimbangan

hayati dan ekosistemnya (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2010).

Kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia saat ini ditujukan untuk

menyeimbangkan dan menyelaraskan pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan

lingkungan serta upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang dilakukan melalui

penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.Restorasi ekosistem merupakan

salah satu bentuk upaya dalam pengurangan emisi karbon dari kegiatan deforestasi dan

degradasi hutan, peningkatan konservasi stok karbon melalui konservasi, penerapan

pengelolaan hutan lestari dan pengayaan simpanan karbon (REDD+). Dalam

pengelolaannya akan fokus pada pemanfaatan jasa-jasa lingkungan khususnya jasa

lingkungan penyerapan dan penyimpanan karbon serta pemanfaatan hasil hutan bukan

kayu (HHBK) melalui mekanisme kolaborasi dengan masyarakat sekitar.

Page 141: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

Salah satu bentuk usaha pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan RI) untuk

menjaga kelestarian hayati kawasan hutan di Pulau Padang adalah dengan Penetapan

Kelompok Hutan Tasik Tanjung Padang seluas 4.925 Ha sebagai kawasan hutan dengan

fungsi sebagai kawasan suaka margasatwa melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan

Perkebunan Nomor 349/Kpts-II/1999.

Selain pemerintah, perhatian yang sama juga dilakukan oleh pihak swasta untuk

mengembalikan unsur biotik (flora dan fauna) serta unsur abiotik (tanah, iklim dan

topografi) pada kawasan hutan produksi yang telah terdegradasi melalui kegiatan

restorasi ekosistem sehingga tercapai keseimbangan hayati. PT Gemilang Cipta

Nusantara merupakan pemegang IUPHHK-RE seluas 20.450 Ha pada kawasan hutan di

Pulau Padang berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 825/Menhut-II/2013

tanggal 19 November 2013.

Bekas operasional HPH yang pernah ada di wilayah Pulau Padang menyisakan

kerusakan hutan yang cukup signifikan, selain itu kawasan hutan Pulau Padang

mempunyai tingkat kerentanan dan ancaman yang tinggi akibat perubahan lahan dari

hutan ke penggunaan lain, pertanian dan perkebunan. Ditambah lagi dengan adanya

penebangan liaroleh masyarakat, hal ini terlihat dari kondisi ekosistem hutan dan

keanekaragaman hayati saat ini kurang baik.Meningkatnya ancaman terhadap

kelestarian kawasan hutan Pulau Padang juga merupakan ancaman terhadap kelestarian

keanekaragaman hayati di dalamnya.

Kegiatan restorasi ekosistem Pulau Padang oleh PT Gemilang Cipta Nusantara

memiliki potensi untuk menciptakan sebuah model konservasi dan proteksi atas

ekosistem hutan rawa gambut di Pulau Padang yang inovatif dan kreatif, yaitu menjalin

dukungan komersial untuk meningkatkan kemampuan menjaga ekosistem hutan rawa

gambut tersebut, baik secara fisik maupun sosial. Model komersial baru tersebut adalah

melalui jasa lingkungan hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon untuk

mengelola areal melalui restorasi ekosistem. Dengan model ini akan menciptakan

sebuah sistem yang mandiri dimana hasil penjualan karbon akan digunakan untuk

mendanai kegiatan restorasi ekositem dan program pemberdayaan masyarakat di sekitar

areal IUPHHK-RE.

Page 142: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

1.2 Perumusan Masalah

PT Gemilang Cipta Nusantara merupakan pemegang IUPHHK-RE seluas

20.450 Ha pada kawasan hutan di Pulau Padang berdasarkan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 825/Menhut-II/2013 tanggal 19 November 2013. Pengelolaan

IUPHHK-RE oleh PT Gemilang Cipta Nusantara di Pulau Padang Kabupaten

Kepulauan Meranti Provinsi Riau bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan ekosistem

hutan rawa gambut berkelanjutan guna tercapainya keseimbangan hayati dan ekosistem

serta memberikan manfaat secara ekonomi, sosial dan lingkungan.

Meskipun secara formal areal SM Tasik Tanjung Padang dan IUPHHK-RE PT

Gemilang Cipta Nusantara merupakan kawasan hutan negara, namun terdapat berbagai

permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan kawasan hutan tersebut yang berpotensi

menjadi konflik sosial antara lain:

1. Perambahan lahan (klaim lahan).

Pemanfaatan lahan pada kawasan hutan oleh masyarakat lokal untuk budidaya

pertanian dan perkebunan sudah sejak lama terjadi, hal ini ditandai dengan

dijumpai hamparan sagu di areal restorasi ekosistem Pulau Padang.

2. Terganggunya akses masyarakat terhadap sumber daya hutan.

Kegiatan mayarakat dalam memanfaatkan sumber daya hutan yang tidak ramah

lingkungan dapat menimbulkan kerusakan hutan,seperti perambahan lahan,

penebangan liar dan perburuan satwa liar.

3. Penebangan liar.

Kebijakan setempat memberikan hak kepada setiap KK untuk mengambil kayu

untuk keperluan bangunan sendiri dengan jumlah tertentu dapat menimbulkan

kerusakan hutan.

4. Perburuan satwaliar.

Perburuan satwa liar oleh masyarakat terhadap satwa dilindungi seperti rusa dan

kancil biasa dilakukan untuk pesta pernikahan.

5. Kebakaran hutan.

Kebakaran hutan biasa pada musim kemarau akibat dari pembukaan lahan untuk

perkebunan.

Page 143: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4

II. PERCEPATAN RESTORASI EKOSISTEM DAN PERLINDUNGAN

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN RESTORASI

EKOSISTEMPULAU PADANG

2.1 Keanekaragaman Hayati

Menurut Setiadi (2015), keanekaragaman hayati merupakan suatu konsep yang

mengacu kepada adanya keanekaragaman variasi atau perbedaan antar dan di dalam

dunia makhluk hidup, konsep ini biasa digunakan untuk mengambarkan jumlah,

keanekaragaman dan variabilitas makhluk hidup. Keanekaragaman hayati meliputi

keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem.Keanekaragaman hayati atau

biodiversityadalah jumlah dari gen-gen, spesies atau jenis dan ekosistem yang ada di

suatu daerah.

Indonesia dengan luas hutankurang lebih 120 juta ha dan luas teritorial termasuk

lautan merupakan komunitas yang paling kaya keanekaragaman spesies flora dan fauna

serta sumber dari keanekaragaman plasma nutfah endemik yang dapat dimanfaatkan

untuk masa kini dan masa mendatang.Semakin banyak keanekaragaman spesies dan

semakin besar populasinya maka bertambah pula variasi genetik dan semakin besar

pilihan pemanfaatan plasma nutfahnya. Dari segi luas, hutan tropis Indonesia

menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Zaire dan mempunyai kekayaan 10%

tumbuhan berbungadi dunia, 12% dari seluruh mamalia di dunia, 16% dari jumlah reptil

dan amfibi di dunia, 17% dari populasi burung di dunia serta lebih dari 25% dari

seluruh ikan laut dan ikan air tawar yang ada di dunia.

Vegetasi hutan tropis dan biota laut di daerah tropis merupakan pabrik biomassa

yang tinggi secara alami.Cahaya matahari yang ada hampir sepanjang tahun disertai

curah hujan yang banyak dan distribusinya hampir sepanjang tahun memungkinkan

areal hidup yang luasuntuk semua jenis organisme flora, fauna dan

mikroorganisme.Hutan alami yang utuh disamping mempunyai fungsi hidrologi juga

merupakan sumber plasma nutfah flora, fauna dan mikroorganisme.Di samping

peranannya untuk berbagai bioindustri, keanekaragaman hayati tropis juga dapat

menjadi objek wisata dan wisata ilmiah.

Page 144: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

Menurut Satari (1994), berdasarkan variasi geografi, sejarah geologi, topografi

dan tipe iklim, Indonesia memiliki 14 ekosistem hutan tropis yang akan sangat

berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati.Ekosistem hutan tropis di Indonesia

adalah sebagai berikut:

1. Hutan pantai (beach forest), menyebar sepanjang pantai yang tidak tergenang

oleh pasang dan surutnya air laut, tanah biasa berpasir, berbatu dan jenis tanah

umumnya regosol. Jenis tumbuhan yang hidup antara lain, Baringtonia asiatica,

Hibiscus tiliaceusdanCasuarina equisetifolia.

2. Hutan mangrove (mangrove forest), menyebar sepanjang pantai yang berlumpur

dan dipengaruhi oleh pasang dan surutnya air laut, jenis tumbuhan yang hidup

antara lain, Aviceneamarine, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorhyza dan

Nipa fruticans.

3. Hutan rawa (swamp forest), menyebar di sepanjang muara sungai yang selalu

atau secara berkala dipengaruhi oleh limpahan air sungai dan hujan, jenis tanah

alluvial, gleyhumus dan hydromorfik. Jenis tumbuhan yang hidup antara lain,

Alstonia shcolaris, Elaeocarpus grandiflora dan Oncosprema tigillaria.

4. Hutan rawa gambut (peat swamp forest), berada di atas lahan gambut yang

tebalnya bisa lebih dari 1 meter, jenis tanah organosol dengan pH rendah, jenis

tumbuhan yang hidup antara lain, Gonystylus bancanus, Artocarpus rigidus dan

Strobia javanica.

5. Hutan hujan dataran rendah (lowland rainforest), merupakan ekosistem hutan

terluas di Indonesia dengan luas 65,4 juta hektar, mempunyai keragaman hayati

paling kaya, jenis tanah podsolik, latosol, alluvial, jenis tumbuhan yang hidup

antara lain, Shoreastenoptera, Shorea javanica, Dryobalanops aromatica,

Hopea sangal dan Kompassia malacensis.

6. Hutan hujan pegunungan rendah (submontane forest), penyebaran pada

ketinggian 1.000-2.000 meter di atas permukaan laut, luas sekitar 10 juta hektar,

jenis tumbuhan yang hidup antara lain, Litsea sp, Cinamomum burmanii dan

Cryptocarya tomensosa.

Page 145: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

7. Hutan pegunungan tinggi (montane forest), penyebaran pada ketinggian di atas

2.000 meter, luas 3 juta hektar, jenis tumbuhan yang biasa hidup antara lain,

Podocarpus latifolius, Podocarpus amara, Litsea robusta dan Litsea angulata.

8. Hutan musim (mansoon forest), penyebaran pada dataran rendah sampai dengan

ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut, luas 17.000 hektar, jenis tanah

grumosol, jenis tumbuhan yang biasa hidup antara lain, Tectona grandis,

Dalbergialatifolia, Casia fiscula, Casuarina junghuniana dan Casuarina

montana.

9. Hutan kerangas (heat forest), jenis tanah podsol, pasir kuarsa yang sarang, pH

rendah, banyak dijumpai di Singkep, Bangka, Belitung, Kalimantan Tengah,

jenis tumbuhan yanghidup antara lain, Baeckea frutecens, Dacyidium elatum

dan Eurycoma longifolia.

10. Hutan tanah kapur (forest on limestone), terdapat di atas tanah kapur dengan

luas 7,9 juta hektar, terdapat di daerah Papua, Maluku, Sulawesi, jenis tumbuhan

antara lain, Pangium edule, Antidesma bunius dan Kalanechoe pinnata.

11. Hutan batuan ultrabasa (forest on ultrabasic rocks), terdapat pada daerah batu-

batuan yang banyak mengandung mineral magnesium, besi, aluminium, tersebar

di Sulawesi, NTT, Maluku, Papua, jenis tumbuhan yang biasa hidup antara lain,

Horsfiedia sylvestris, dan Knema palembanica.

12. Hutan tepi sungai (riparian forest), tersebar di sepanjang sungai dan jenis

tumbuhannya merupakan vegetasi rawa musiman, jenis tumbuhan yang biasa

dijumpai antara lain, Metroxylon sagu, Eucalyptus deglupta dan Nipa frutescens.

13. Hutan savanna (savanah forest), terdapat pada tanah regosol, mediteran yang

kurang hujan, menyebar di NTT, jenis tumbuhan yang biasa hidup adalah,

Borassus flabilier, Corypha utan, Corypha gebanga, Eucalyptus alba dan

rumput-rumputan anggota Graminae.

14. Hutan bambu dan sagu (bamboo and sago forest), tersebar di daerah Papua,

Jawa, Sumatera, jenis tumbuhan yang sering dijumpai antara lain, Metroxylon

sagu dan Bambusa sp.

Page 146: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

Ekosistem hutan yang beraneka ragam selain menghasilkan flora yang berbeda

keanekaragamannya juga memiliki fauna yang berbeda keragamannya juga. Demikian

pula dengan ekosistem perairan yang ada di laut dan air tawar mempunyai

keanekaragaman hayati yang berbeda-beda.Jumlah spesies hayati yang hidup di laut

diperkirakan lebih sedikit dibandingkan dengan ekosistem daratan.Hutan hujan dataran

rendah Sumatera merupakan habitat paling kaya akan keanekaragaman hayati, sekaligus

merupakan habitat yang sangat terancam di muka bumi ini. Dari sekitar 16 juta hektar

hutan Sumatera pada tahun 1900, saat ini hanya tersisa 500 ribu hektar saja. Padahal,

menurut CEPF (2002) hutan daratan rendah Sumatera paling sedikit menjadi tempat

bagi 582 jenis burung (14 endemik), 210 jenis mamalia (16 jenis endemik), 300 jenis

ampibi dan reptil (69 jenis endemik), 270 jenis fauna air tawar (42 jenis endemik), 17

marga tumbuhan endemik. Proses deforestasi telah menghilangkan sebagian besar

habitat sebagai tempat tinggal berbagai jenis fauna seperti Harimau Sumatera, Gajah,

dll. Pembalakan liar tidak terkendali diyakini telah menghilangkan potensi

keanekaragaman hayati yang belum sempat diketahui manfaatnya.Selain

keanekaragaman hayati yang tidak tergantikan, saat ini semakin dipahami bahwa hutan

tropis Sumatera merupakan salah satu paru-paru dunia dalam menyerap dan menyimpan

karbon dioksida yang berbahaya serta melepaskan oksigen yang diperlukan kehidupan

di bumi.

2.2 Restorasi Ekosistem

Selama ini hutan produksi dikenal sebagai kawasan hutan yang diijinkan untuk

dieksploitasi demi usaha pemanfaatan kayu komersial.Sebaliknya, kawasan konservasi

diperuntukan untuk perlindungan berbagai kekayaan plasma nutfah. Eksploitasi hutan

alam telah dilakukan secara masif sejak tahun 1967 hingga mencapai puncak pada

dekade 1990-an. Paradigma ini mulai bergeser sejak munculnya Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor 159 Tahun 2004 tentang Restorasi Ekosistem di Hutan Alam

Produksi. Menyadari bahwa eksploitasi hutan alam telah menyebabkan degradasi

lingkungan dan kawasan maka upaya restorasi ekosistem (RE) ditujukan untuk

Page 147: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

mengembalikan unsur biotik (flora dan fauna) serta unsur abiotik (tanah, iklim dan

topografi) pada kawasan hutan produksi sehingga tercapai keseimbangan hayati.

Meskipun upaya serupa juga dilakukan di negara-negara lain, di Indonesia RE

berbeda. Pertama karena upaya pemulihan dilakukan di hutan produksi bukan di hutan

konservasi atau hutan lindung seperti yang dilakukan di negara lain dan kedua karena

upaya RE dilakukan oleh investor dalam bentuk area konsesi usaha. Dari izin RE,

investor masih dapat memanfaatkan kayu, hasil hutan non kayu, jasa lingkungan seperti

air dan pariwisata.Izin RE yang disebut dengan IUPHHK-RE ternyata banyak menarik

minat dan perhatian investor. Berbeda dengan IUPHHK-HA (hutan alam) yang

memiliki maksimum izin 55 tahun, maka IUPHHK-RE memiliki izin konsesi hingga 60

tahun dan dapat diperpanjang hingga 35 tahun.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian

Kehutanan, IUPHHK-RE mendapat alokasi seluas 2.695.026 Ha dan sampai dengan

bulan September 2014 telah terdapat 13 unit areal RE yang diterbitkan izinnya dengan

total luas meliputi 519.505Ha. Izin IUPHHK-RE pertama di Indonesia dikenal dengan

nama Hutan Harapan diberikan kepada PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia) pada

tahun2007 di Sumatera Selatan yang disponsori oleh konsorsium Burung Indonesia.Izin

IUPHHK-RE yang terbit setelah itu adalah PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia) di

Jambi tahun 2010, PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia di Kalimantan Timur

tahun 2010, PT Ekosistem Katulistiwa Lestari di Kalimantan Barat tahun 2011, PT

Gemilang Cipta Nusantara di Riau tahun 2012, PT Rimba Raya Conservation di

Kalimantan Tengah tahun 2013, PT Sipef Biodiversity Indonesia di Bengkulu tahun

2013, PT Rimba Makmur Utama di Kalimantan Tengah tahun 2013,PT Gemilang Cipta

Nusantara di Riau tahun 2013, PT Karawang Ekawana Nugraha di Sumatera Selatan

tahun 2013, PT Sinar Mutiara Nusantara di Riau tahun 2014, PT Global Alam

Nusantara di Riau tahun 2014 dan PT The Best One Unitimber di Riau tahun 2014.

Menurut Kartodihardjo (2014), semua unit area IUPHHK-RE yang berada di

Provinsi Riau merupakan bagian dari Restorasi Ekosistem Riau (RER). RER

merupakan lembaga nirlaba yang didirikan oleh Grup APRIL pada tahun 2012 untuk

melindungi dan mengembalikan lahan gambut yang penting secara ekologis di

Page 148: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

landscape Semenanjung Kampar dan Pulau Padang dalam menjalankan tanggung jawab

sosial, ekonomis dan lingkungan secara berkelanjutan. RER memiliki komitmen untuk

turut aktif dalam pembangunan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable

forest management) melalui restorasi ekositem dan mendukung upaya pemerintah

dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan

mengoptimalkan hasil hutan bukan kayuserta jasa-jasa lingkungan yang berkontribusi

positif terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Restorasi ekosistem mungkin masih terdengar asing di kalangan penggiat

konservasi karena ini merupakan inovasi di bidang pelestarian sumber daya alam yang

relatif baru diperkenalkan meskipun sebenarnya kajian-kajian tentang RE telah lama

dilakukan.Salah satu kajian restorasi yang cukup intensif di Asiadilakukan oleh Forest

Restoration Research Unit of Chiang Mai University Thailand yang didirikan pada

tahun 1994.Lembaga ini telah memulai upaya dalam melakukan kajian dan aplikasi

teknik-teknik restorasi hutan rusak di daerah Thailand Utara (Forru.org).Restorasi

ekosistem merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan dan memperbaiki kondisi

ekosistem hutan sebagai habitat bagi berbagai keanekaragaman hayati yang terkandung

di dalamnya (Elliot, Clewell dan Rieger, 1995). Restorasi dapat didefinisikan sebagai

proses yang intensif dalam membantu pemulihan dan pengelolaan integritas ekologi

suatu ekosistem yang rusak termasuk berbagai variabel keragaman hayati penting,

srtuktur dan proses-proses ekologi konteks sejarah dan kewilayahan serta kelestarian

praktek-praktek budaya (Clewell et al, 2006; Perrow dan Davy, 2002).

Untuk kepentingan pemulihan kondisi ekosistem sehingga terpulihkan pula

perlindungan proses-proses jasa lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati,

restorasi ekosistem merupakan pilihan terbaik.Restorasi ekosistem secara ringkas dapat

didefinisikan sebagai kegiatan mengembalikan kembali ekosistem hutan asli yang ada

sebelum terjadi deforestasi.Namun perlu dipahami bahwa restorasi ekosistem tidak

dapat mengembalikan semua jenis flora dan fauna yang pernah hidup di hutan asli

sebelum deforestasi dalam satu tahapan.Tujuan utama restorasi ekosistem adalah

mengembalikan struktur dan fungsi ekosistem awal dengan cara menanam jenis-jenis

pohon kunci yang memainkan peranan penting di dalam ekologi hutan alam.

Page 149: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

Kesuksesan kegiatan restorasi dapat diukur dengan kembalinya struktur kanopi yang

bertingkat, pertambahan jumlah jenis yang kembali (terutama jenis-jenis langka atau

jenis-jenis kunci), peningkatan kondisi tanah dan pulihnya populasi flora dan fauna

tertentu (Elliot, Clewell dan Rieger, 2006).

2.3 Keanekaragaman Hayati di Kawasan Restorasi Ekosistem Pulau Padang

Pulau Padang merupakan salah satu gugusan pulau-pulau kecil di pantai timur

Pulau Sumatera dan berada di wilayah Provinsi Riau (Lampiran 1).Pulau Padang secara

administrasi berada di dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti (Lampiran

2).Kecamatan yangberada di Pulau Padang adalah Kecamatan Merbau dan Tasik Putri

Puyu (Lampiran 3). PT Gemilang Cipta Nusantara merupakan pemegang IUPHHK-RE

seluas 20.450 Ha pada kawasan hutan di Pulau Padang berdasarkan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 825/Menhut-II/2013 tanggal 19 November 2013. Letak geografis

berada pada 102°16' - 102°25' BT dan 1°04'25" - 1°16'30" LU. Kawasan Restorasi

Ekosistem Pulau Padang berada pada kelompok hutan Pulau Padang, DAS Dedap,

Melibur, Mengkopot dan Tebis Panjang, batas areal IUPHHK-RE PT Gemilang Cipta

Nusantara adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : SM Tasik Tanjung Padang

- Sebelah Timur : IUPHHK HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper

- Sebelah Selatan :IUPHHK HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper

- Sebelah Barat : IUPHHK HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper

IUPHHK-REPT Gemilang Cipta Nusantara memiliki komitmen untuk turut aktif

dalam pembangunan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forest

management) melalui restorasi ekositem dan mendukung upaya pemerintah dalam

rangka pengurangan emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan

mengoptimalkan hasil hutan bukan kayu serta jasa-jasa lingkungan yang berkontribusi

positif terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Page 150: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

2.3.1 Kondisi Ekonomi

Menurut Koniah (2015), mata pencaharian utama penduduk di sekitar areal

restorasi ekosistem adalah petani sedangkan mata pencaharian lain meliputi PNS,

TNI/POLRI, nelayan, pensiunan dan wiraswasta.Pemenuhan kebutuhan pangan bagi

penduduk merupakan prioritas bagi suatu daerah untuk mengurangi ketergantungan dari

daerah lain. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan

Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2013, tanaman bahan makanan di Kecamatan

Merbau yang mempunyai produksi paling besar adalah ketela pohon dengan produksi

228 ton dengan luas panen 19 hektar, produksi jagung 85 ton dengan luas panen 8

hektar dan produksi ketela rambat22 ton dengan luas panen 4 hektar. Pada sektor

perkebunan rakyat, tanaman perkebunan yang memiliki produktivitas terbesar adalah

sagu.Sagu (Metroxylon sagu) merupakan salah satu sumber penghasilan utama bagi

penduduk lokal sehingga banyak dijumpai hamparan sagu di areal hutan Pulau Padang

terutama pada areal yang mudah dijangkau melalui jalan darat maupun sungai.Produksi

sagu di kecamatan ini mencapai 13.185 ton dengan luas 5.203 hektar, karet sebanyak

1.418 ton dengan luas 2.180 hektar, kelapa sebanyak 178 ton dengan luas 536 hektar

dan pinang sebanyak 6,5 ton dengan luas 10,5 hektar.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan

Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2013, tanaman bahan makanan di Kecamatan

Tasik Putri Puyu yang mempunyai produksi paling besar adalah ketela pohon dengan

produksi 156 ton dengan luas panen 13 hektar dan produksi jagung 108 ton dengan luas

panen 14 hektar. Pada sektor perkebunan rakyat, tanaman perkebunan yang memiliki

produktivitas terbesar adalah sagu. Produksi sagu di kecamatan ini mencapai 23.805 ton

dengan luas 3.106 hektar, karet sebanyak 2.114 ton dengan luas 3.571 hektar, kelapa

sebanyak 437 ton dengan luas 715 hektar dan pinang sebanyak 7,48 ton dengan luas 13

hektar.

2.3.2 Kondisi Sosial dan Budaya

Berdasarkan data monografi Kecamatan Merbau tahun 2013, terdapat 10 desa/

kelurahan yang berada di dalam wilayahnya yaitu Desa Lukit, Desa Meranti Bunting,

Page 151: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

Desa Tanjung Kulim, Desa Pelantai, Desa Mekarsari, Kelurahan Teluk Belitung, Desa

Bagan Melibur, Desa Mayangsari, Desa Anak Kamal dan Desa Sungai Tengah. Jumlah

penduduk di Kecamatan Merbau pada tahun 2013 tercatat sebanyak 14.277 jiwa, luas

wilayah 436 km²sehingga kepadatan penduduk adalah 33 jiwa per km².

Berdasarkan data monografi Kecamatan Tasik Putri Puyu tahun 2013, terdapat

10 desa/ kelurahan yang berada di dalam wilayahnya yaitu Desa Mengkirau, Desa

Mengkopot, Desa Tanjung Pisang, Desa Selat Akar, Desa Bandul, Desa Kudap, Desa

Dedap, Desa Mekar Delima, Desa Putri Puyu dan Desa Tanjung Padang. Jumlah

penduduk di Kecamatan Tasik Putri Puyu pada tahun 2013 tercatat sebanyak 16.447

jiwa, luas wilayah 551 km² sehingga kepadatan penduduk adalah 30 jiwa per km².

Menurut Koniah (2015), penduduk asli di wilayah sekitar restorasi ekosistem

adalah Suku Melayu, Jawa, Banjar, Tionghoa dan Akit (suku asli atau tertua yang

mendiami Pulau Padang). Dari suku-suku yang ada di Pulau Padang beragam pulau seni

budaya dan tradisi yang dimiliki sesuai dengan adat-istiadat masing-masing, suku

melayu memiliki tradisi berbalas pantun dan pencak silat yang sering dijumpai pada

acara pernikahan.Selain itu ada juga kesenian Tari Zapin dengan 6 orang penari yang

diiringi oleh alat musik gambus, kompang dan biola.Biasanya kesenian ini dapat

dijumpai dalam acara pernikahan dan suguhan tamu kehormatan.Selain tari-tarian, Suku

Melayu juga masih melestarikan olah raga tradisi Gasing.Gasing adalah salah satu alat

permainan rakyat yang terbuat dari teras kayu, dibuat menyerupai telur dan sering

dijumpai pada acara permainan rakyat di perayaan HUT RI.

Suku Akit (suku asli) mempunyai kesenian berupa Tari Gendong yang berasal

dari Desa Selat Akar, tarian ini tergolong unik karena sebelum tarian dimulai sang batin

atau orang yang dituakan di suku mereka terlebih dahulu membakar kemenyan serta

mnyiapkan bertih atau beras kuning. Tari Gendong biasa diperagakan pada malam hari

dalam acara sakral di Suku Akit, seperti pernikahan, pengobatan tradisional,

menjauhkan wabah penyakit dari kampung, dan penyambutan tamu kehormatan.Suku

Tionghoa memiliki kesenian bermain barongsai yang diiringi alat musik berupa

gendang, kompang dan gong.Selain itu terdapat pula tradisi buang ancak, tradisi ini

sudah terbilang lama dan tidak memandang suku.Ancak adalah salah satu tradisi untuk

Page 152: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

pengobatan secara ritual dan tradisional, untuk bela kampong atau netau.Di Desa Putri

Puyu terkenal dengan legenda Cinta Raja Terubuk dan Putri Puyu yang Tidak

Kesampaian serta dari Desa Dedap terdapat cerita Dedap Durhaka dan Pulau Dedap.

2.3.3 Kondisi Lingkungan

Menurut Anonim (2013), tipe ekosistem yang ditemukan di kawasan Restorasi

Ekosistem Pulau Padang adalah hutan rawa dan hutan gambut. Ciri-ciri hutan rawa

adalah tidak terpengaruh iklim, kondisi tanah yang selalu tergenang air tawar, terdapat

dibelakang hutan payau, tanah rendah, tajuk terdiri dari beberapa strata dan terutama

terdapat di Sumatera dan Kalimantan mengikuti sungai-sungai besar. Pohon-pohon

yang terdapat di hutan rawa mencapai tinggi 20-40 meter, antara lain Adina sp, Alstonia

sp, Dillenia sp, Dyera sp, Pterocarpus sp, Eugenia sp, Ficus retusa, Gluta renghas,

Metroxylon sp, Pandanus sp, Parkia sp, Sapotaceae spdan Shorea sp (Gambar 1).

Gambar 1.Jenis-jenis vegetasipada kawasan restorasi ekosistem di Pulau Padang

Ciri-ciri hutan gambut adalah iklim selalu basah, tanah tergenang air gambut,

lapisan gambut 1-20 meter, tanah rendah, terdapat di Sumatera Selatan, Jambi dan Riau.

Jenis-jenis pohon yang terdapat di hutan gambut, antara lain Alstonia sp, Ammora sp,

Page 153: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

Anisoptera sp, Calophyllum sp, Campnosperma sp, Cratoxylon sp, Dryobalanops sp,

Durio carinatus, Eugenia sp, Gonystylus sp, Koompassia malaccensis sp, Litsea sp,

Melanorrohea sp, Pandanus sp, Parastemon sp, Payena sp, Palaquinum sp,

Pholidocarpus sp, Sapotaceae divers, Shorea sp, Tetramerista glabra, Tristania sp,

dll.Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi kawasan ini adalah paku cebuk

(Nephrolepis radicans).

Keanekaragaman jenis satwa liar pada berbagai tipe habitat bervariasi

berdasarkan kelas satwa liarnya.Secara umum jenis burung memiliki keanekaragaman

jenis yang tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya.Sebaran lokal satwa liar di berbagai

tipe habitat secara umum adalah acak dan acak mengelompok.Jenis satwa liar yang

memiliki sebaran lokal acak adalah jenis-jenis satwa liar yang pola hidupnya soliter

sedangkan satwa liar dengan pola hidup berkelompok umumnya mempunyai sebaran

lokal dengan pola acak berkelompok.Jenis satwa liar dengan pola sebaran berkelompok

adalah babi hutan (Sus barbatus), berang-berang (Lutra sp), monyet ekor panjang

(Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), kelelawar (Pteropus sp) dan hampir

sebagian besar burung mempunyai pola sebaran berkelompok.Jenis satwa liar soliter

(berpasangan dan atau disertai anak) antara lain burung elang ikan, beruang madu,

binturong, musang, kijang, kancil, napu dan trenggiling.

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan ini termasuk ke

dalam tipe A dengan nilai Q antara 0-14,3%. Musim kemarau berkisar pada bulan

Januari sampai dengan bulan Agustus sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan

September sampai dengan bulan Desember.Berdasarkan data dari stasiun cuaca PT

RAPP Pulau Padang pada tahun 2012, curah hujan rata-rata bulanan di kawasan ini

berkisar antara 32-364 mm/ bulan dengan curah hujan tahunan sebesar 2.482 mm/

tahun.Hari hujan bulanan di kawasan ini berkisar antara 4-20 hari dengan jumlah hari

hujan tahunan sebesar 141 hari.Suhu udara rata-rata bulanan di kawasan ini antara 29-

35 derajat Celcius, suhu rata-rata tahunan sebesar 32 derajat Celcius.Suhu udara

bulanantertinggi terjadi pada Juni sebesar 35 derajat Cecius sedangkan terendah terjadi

pada bulan November dan Desember sebesar 29 derajat Celcius.Kelembaban udara rata-

rata bulanan di kawasan ini antara 59-74%, kelembaban rata-rata tahunan sebesar

Page 154: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

67%.Kelembaban udara bulanan tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember

sebesar 74% sedangkan terendah terjadi pada bulan September sebesar 59%.

Seluruh Kecamatan Merbau dan Tasik Putri Puyu terdiri dari daratan dan rawa-

rawa dengan struktur tanah organosol yang terdapat di sepanjang pantai yang ditumbuhi

hutan bakau dengan kondisi landai dan merupakan endapan lumpur.

2.4 Kegiatan Restorasi Ekosistem dan Perlindungan Keanekaragaman

HayatidiPulau Padang

Kegiatan restorasi ekosistem dan perlindungan keanekaragaman hayati di Pulau

Padang dapat diuraikan sebagai berikut (Anonim, 2013):

1. Perlindungan Hutan

Perlindungan hutan merupakan usaha menjaga kelestarian sumber daya alam

dan kesinambungan pengusahaan hutan dengan melaksanakan kegiatan pencegahan

terhadap gangguan hutan, seperti penebangan liar, perambahan hutan, perburuan satwa

liar, kebakaran hutan, pengendalian hama dan penyakit, perlindungan terhadap jenis-

jenis satwa dan tumbuhan alam yang dilindungi beserta habitatnya dan pencegahan

terhadap penurunan kandungan air dari hutan rawa gambut. Penanggulangan yang

efektif terhadap gangguan hutan akan terasa jika bentuk penanggulangan berupa upaya

pencegahan. Upaya penanggulangan berupa pemberantasan akan lebih sulit karena

perubahan yang terjadi pada hutan sebagai akibat tekanan faktor pengganggu akan sulit

dipulihkan. Beberapa langkah yang dianggap memiliki prospek yang baik sebagai

upaya untuk mencegah timbulnya gangguan-gangguan hutan, yaitu pencegahan

perambahan hutan, pencegahan penebangan liar, pencegahan perburuan liar dan

pencegahan kebakaran hutan (Gambar 2).

Page 155: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

Gambar 2. Patroli perlindungan hutan pada kawasan restorasi ekosistem di Pulau Padang

2. Zonasi

Pembagian areal ke dalam zonasi bertujuan untuk mengatur kegiatan

perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan restorasi ekosistem sesuai dengan

karakteristik kondisi biofisik zonasinya sehingga pelaksanaan kegiatan tersebut dapat

berjalan sesuai dengan azas kelestarian dan lingkungan.Sebagai areal yang diperuntukan

sebagai kawasan restorasi ekosistem maka areal kerja dibagi ke dalam tiga zona

pengelolaan, yaitu kawasan lindung, kawasan produksi dan kawasan tidak untuk

produksi.

3. Penataan Areal Kerja

Kegiatan penataan areal kerja adalah memberi tanda batas yang nyata di

lapangan pada blok kerja tahunan dan petak kerja sehingga pelaksanaan kegiatan

pengelolaan kawasan restorasi ekosistem dapat dilaksanakan dengan baik pada blok

kerja dan petak kerja yang dimaksud. Tujuan penataan areal kerja adalah untuk

mengatur kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan agar

Page 156: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

pelaksanaan kegiatan restorasi ekosistem dapat dapat berjalan sesuai dengan azas

kelestarian (Gambar 3).

Gambar 3.Penataan areal kerja pada kawasan restorasi ekosistem di Pulau Padang

4. Inventarisasi Hutan

Kegiatan inventarisasi potensi hutan ditujukan untuk mengetahui kondisi dan

potensi hutan dari kawasan restorasi ekosistem.Dari kegiatan inventarisasi hutan ini

diharapkan dapat diperoleh data potensi tegakan sebagai dasar perhitungan potensi

karbon hutan serta gambaran awal areal-areal yang terdegradasi sebagai dasar kegiatan

pengayaan hutan (restorasi).

5. Pembukaan Wilayah Hutan Terbatas

Pembukaan wilayah hutan adalah kegiatan yang merencanakan penyediaan

sarana prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan restorasi ekosistem yang

akan dilakukan di blok RKT, seperti pembuatan perumahan, pos jaga, persemaian,

gudang, tempat ibadah, sarana penanggulangan kebakaran hutan dan lain-lain.

Page 157: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

18

6. Rehabilitasi Kanal

Rehabilitasi kanal adalah kegiatan penutupan kanal liar (canal blocking) dengan

tujuan untuk menutup akses masuk ke wilayah yang dimohon dan menghilangkan

kemungkinan penggunaan kanal-kanal tersebut sebagai sarana transportasi kegiatan

illegal.Selain itu penutupan kanal liar juga diharapkan dapat mencegah emisi karbon

yang keluar dari lahan gambut yang terbuka akibat keberadaan kanal.

7. Penerimaan Tenaga Kerja

Keberadaan IUPHHK-RE ini direncanakan dapat membuka kesempatan kerja

bagi masyarakat setempat untuk dapat bekerja pada perusahaan ini dan dapat membuka

peluang berusaha bagi anggota masyarakat setempat lainnya yang tidak dapat turut

bekerja pada unit manajemen ini.

8. Pembuatan Persemaian

Pembuatan persemaian bertujuan untuk menyediakan bibit siap tanam dari biji/

bibit yang diambil dari lapangan maupun tempat lain.

9. Pengayaan (Restorasi)

Pengayaan adalah kegiatan penanaman pada areal yang kurang cukup

mengandung permudaan jenis denhan tujuan untuk memperbaiki komposisi jenis,

penyebaran pohon dan nilai tegakan.Meningkatkan potensi sumber daya hutan melalui

kegiatan restorasi dengan tumbuhan asli setempat yang didukung oleh teknologi dan

pengalaman yang mumpuni, kerja sama dengan masyarakat dan para pemangku

kepentingan dalam upaya restorasi dengan memperhatikan kearifan lokal dan nilai-nilai

yang dianut oleh masyarakat.

10. Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar tanaman muda mampu tumbuh

menjadi tegakan akhir dengan kerapatan dan tingkat pertumbuhan yang optimal,

Page 158: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

kegiatan perawatan meliputi pembersihan gulma (penyiangan) dan penyulaman

tanaman yang mati.

11. Kelola Sosial

Kegiatan kelola sosial pada prinsipnya bertujuan untuk membantu peningkatan

kapasitas dan akses masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui

kegiatan produktif dan berkelanjutan sekaligus membangun hubungan yang harmonis

dan saling menguntungkan antara perusahaan dengan masyarakat.Kelola sosial bukan

saja merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social

responsibility) melainkan menjadi alternatif pembagian manfaat dari kegiatan restorasi

ekosistem kepada masyarakat sekitar yang sangat penting untuk mendukung kelestarian

pengelolaan hutan dari aspek sosekbud.Kegiatan restorasi ekosistem diharapkan mampu

memberikan manfaat kawasan untuk penelitian dan pengembangan, ekowisata dan jasa

lingkungan.

Berdasarkan hasil kegiatan restorasi ekosisistem dan perlindungan

keanekaragaman hayati di Pulau Padang, ternyata ditemukan berbagai kendala yang

akhirnya menjadi masalah. Masalah yang muncul dari kegiatan tersebut mencakup:

1. Perambahan lahan (klaim lahan).

Meskipun secara formal areal IUPHHK-RE PT Gemilang Cipta Nusantara di

Pulau Padang merupakan kawasan hutan negara namun seringkali terdapat klaim oleh

masyarakat setempat terhadap kawasan hutan negara tersebut.Pemanfaatan lahan pada

kawasan hutan oleh masyarakat lokal untuk budidaya pertanian dan perkebunan sudah

sejak lama terjadi, hal ini ditandai dengan dijumpai hamparan sagu di areal restorasi

ekosistem Pulau Padang.

2. Terganggunya akses masyarakat terhadap sumber daya hutan.

Kegiatan mayarakat dalam memanfaatkan sumber daya hutan yang tidak ramah

lingkungan dapat menimbulkan kerusakan hutan, seperti perambahan lahan,

penebangan liar dan perburuan satwa liar.

Page 159: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

3. Penebangan liar.

Penebangan liar masih terlihat di beberapa lokasi dalam kawasan restorasi

ekosistem, hal ini diperparah dengan adanya kebijakan setempat yang memberikan hak

kepada setiap KK untuk mengambil kayu untuk keperluan bangunan sendiri dengan

jumlah tertentu.Dampak dari penebangan liar ini tidak saja menimbulkan kerugian

secara ekonomi tetapi juga kerugian ekologi terkait dengan rusaknya hutan sehingga

rentan terhadap kebakaran, kekeringan, banjir dan hilangnya sumber keanekaragaman

hayati.

4. Perburuan satwa liar.

Perburuan satwa liar oleh masyarakat terhadap satwa dilindungi seperti rusa dan

kancil biasa dilakukan untuk pesta pernikahan.

5. Kebakaran hutan.

Kebakaran hutan atau lahan gambut merupakan cerminan dari sistem

pengelolaan hutan yang mengabaikan sifat-sifat dan lingkungan gambut yaitu kering

dan mudah terbakar.Kebakaran hutan ini kebanyakan dilakukan secara sengaja terkait

dengan pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Kebakaran hutan sangat

merugikan baik secara ekonomi maupun ekologis, yaitu gangguan kesehatan

masyarakat akibat asap dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Page 160: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

21

III. DAMPAK PERCEPATAN RESTORASI EKOSISTEM DAN

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN

RESTORASI EKOSISTEM

PULAU PADANG

3.1 Aspek Ekonomi

Potensi ekonomi kawasan hutan dapat diidentifikasi dengan melihat manfaat

yang diperoleh masyarakat dari kawasan tersebut, manfaat itu sendiri dapat bersifat

positif maupun negatif terhadap kelestarian sumber daya hutan.Apabila tidak ada

kegiatan restorasi ekosistem maka akan muncul potensi kawasan yang bersifat negatif,

yaitu munculnya berbagai permasalahan dan gangguan terhadap kawasan hutan seperti

perambahan lahan, penebangan liar dan kebakaran hutan. Kebakaran hutan sangat

merugikan baik secara ekonomi maupun ekologis, yaitu gangguan kesehatan

masyarakat akibat asap dan hilangnya keanekaragaman hayati. Kerugian kesehatan

karena pencemaran udara yang sangat buruk paling dirasakan oleh masyarakat

selanjutnya pemerintah daerah dan perusahaan. Masyarakat mengeluarkan biaya

tambahan untuk pengobatan anggota keluarganya, pemerintah daerah mengeluarkan

dana APBD di luar program kerja untuk pelayanan kesehatan masyarakat dan

perusahaan menambahkan dana khusus untuk kegiatan pengobatan missal akibat bahaya

asap kebakaran hutan dan lahan.

Sulitnya lapangan pekerjaan yang ada serta tidak adanya modal untuk mengolah

lahan mengakibatkan masalah ekonomi (keuangan) menjadi masalah cukup serius di

wilayah Pulau Padang. Permasalahan tersebut menyebabkan konflik sosial akan rentan

terjadi, termasuk konflik lahan.Kemiskinan merupakan cerminan dari kondisi awal

masyarakat di sekitar kawasan restorasi ekosistem Pulau Padang karena rendahnya

produktivitas sumber daya hutan dan sumber daya manusia yang tersedia.Kondisi

tersebut semakin diperparah oleh keterbatasan sarana dan prasarana penunjang

perekonomian seperti infrastruktur jalan, akses pasar, pelayanan sarana produksi,

pelayanan publik, alat transportasi dan komunikasi.Tingkat kemiskinan masyarakat di

sekitar kawasan restorasi ekosistem Pulau Padang cukup tinggi dengan pendapatan

Page 161: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

penduduk tergolong rendah karena hanya mengandalkan potensi ekonomi kawasan

hutan dari manfaat yangdiperolehnya.Permasalahan kemiskinan menjadi penting

mengingat kerusakan sumber daya hutan terkait dengan keberadaan penduduk di sekitar

kawasan restorasi ekosistem Pulau Padang.

Apabila terdapat kegiatan restorasi ekosistem maka program pemberdayaan dan

peningkatan kapasitas masyarakat di sekitar kawasan restorasi ekosistem Pulau Padang

akan dilaksanakan dalam kerangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatdan

pelestarian serta perlindungan keanekaragaman hayati. Pemberian insentif sebagai

kompensasi atas upaya pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati kawasan

restorasi ekosistem perlu dilembagakan sehingga rasa keadilan dapat dipenuhi.

IUPHHK-RE PT Gemilang Cipta Nusantara memiliki komitmen untuk turut

aktif dalam pembangunan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forest

management) melalui restorasi ekositem dan mendukung upaya pemerintah dalam

rangka pengurangan emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan

mengoptimalkan hasil hutan bukan kayu serta jasa-jasa lingkungan yang berkontribusi

positif terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.

Kegiatan restorasi ekosistem Pulau Padang akan meningkatkan pemanfaatan

potensi kawasan hutan yang bersifat positif bagi masyarakat, yaitupemanfaatan kawasan

hutan untuk ekowisata, sumber plasma nutfah, jasa lingkungan, hasil hutan bukan kayu

(madu, rotan, jamur, buah-buahan dan sayur-sayuran), laboratorium alam untuk

kepentingan pemuliaan pohon melalui ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kegiatan restorasi ekosistem juga akan menimbulkan dampak positif berupa

peningkatan kesempatan kerja, peluang berusaha, pembangunan sarana dan prasarana

penunjang perekonomian, seperti infrastruktur jalan, akses pasar, pelayanan sarana

produksi, listrik, pelayanan publik, alat transportasi dan komunikasi serta peningkatan

pendapatan masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

Kegiatan restorasi ekosistem juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

perekonomian masyarakat berupa berkurangnya akses ekonomi masyarakat terhadap

sumber daya hutan yang tidak ramah lingkungan, seperti perambahan lahan,

penebangan liar dan perburuan satwa liar.

Page 162: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

3.2 Aspek Sosial dan Budaya

Apabila tidak ada kegiatan restorasi ekosistem maka kondisi sosial dan budaya

masyarakat Pulau Padang tetap terjaga dengan baik tetapi dalam usaha pengembangan

masih terkendala dengan keterbatasan sarana dan prasarana transportasi, komunikasi,

pendidikan, kedudayaan dan keagamaan.

Apabila terdapat kegiatan restorasi ekosistem dapat menimbulkan dampak

negatif pada komponen sosialdan budaya berupa keresahan masyarakat dan konflik

sosial akibat kegiatan prakontruksi yang belum tersosialisasi secara jelas, kecemburuan

sosial terhadap tenaga pendatang, masuknya budaya baru dari tenaga pendatang dan

konflik kepentingan terhadap sumber daya hutan dan lahan yang tidak tertangani

dengan baik.

Kegiatan restorasi ekosistem juga akan menimbulkan dampak positif pada

komponen sosial dan budaya berupa terjaganya budaya masyarakat lokal melalui

program gotong-royong (employee volunteering), pembangunan sarana dan prasarana

pendidikan, keagamaan, bea siswa, lomba menulis budaya Pulau Padang, pembinaan

sanggar kesenian, perpustakaan, bantuan perayaan hari besar keagamaan dan perayaan

HUT RI yang dikelola oleh perusahaan bersama pemerintah daerah.

3.3 Aspek Lingkungan dan Kesehatan

Apabila tidak terdapat kegiatan restorasi ekosistem maka kerusakan kawasan

hutan di Pulau Padang akanberlangsung sangat masif seiring dengan maraknya alih

fungsi hutan untuk peruntukan lain, perambahan hutan dan penebangan liar. Dampak

dari kegiatan tersebut tidak saja menimbulkan kerugian secara ekonomi tetapi juga

kerugian ekologi terkait dengan rusaknya hutan sehingga rentan terhadap kebakaran,

kekeringan, banjir dan hilangnya sumber keanekaragaman hayati.Kebakaran hutan

sangat merugikan baik secara ekonomi maupun ekologis, yaitu gangguan kesehatan

masyarakat akibat asap dan hilangnya keanekaragaman hayati. Usaha pencegahan dan

larangan yang dilakukan oleh pemerintah belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Untuk kepentingan pemulihan kondisi ekosistem sehingga terpulihkan pula

perlindungan proses-proses jasa lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati,

Page 163: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

restorasi ekosistem merupakan pilihan terbaik.Restorasi ekosistem secara ringkas dapat

didefinisikan sebagai kegiatan mengembalikan kembali ekosistem hutan asli yang ada

sebelum terjadi deforestasi.Namun perlu dipahami bahwa restorasi ekosistem tidak

dapat mengembalikan semua jenis flora dan fauna yang pernah hidup di hutan asli

sebelum deforestasi dalam satu tahapan. Tujuan utama restorasi ekosistem adalah

mengembalikan struktur dan fungsi ekosistem awal dengan cara menanam jenis-jenis

pohon kunci yang memainkan peranan penting di dalam ekologi hutan alam.

Apabila terdapat kegiatan restorasi ekosistem diperkirakan akan menimbulkan

dampak negatif pada komponen fisika, kimia dan biologi berupa peningkatan erosi,

sedimentasi, penurunan kualitas air, hilangnya vegetasi dan fragmentasi habitat satwa

liar akibat pembukaan wilayah hutan serta pembangunan sarana prasarana. Namun

lambat laun kegiatan restorasi ekosistem akan menimbulkan dampak positif pada

komponen biologi yakni pulihnya ekosistem hutan yang rusak, yaitu dengan adanya

kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman serta pengaman sehingga dampak

negatif terhadap erosi dan sedimentasi akan terpulihkan.

Kondisi kesehatan masyarakat di sekitar kawasan restorasi ekosistem Pulau

Padang sangat ditentukan oleh adanya sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia

pada masing-masing daerah.Berdasarkan data monografi Kecamatan Merbau dan Tasik

Putri Puyu tahun 2013terlihat bahwa sarana dan prasarana kesehatan pada kedua

kecapatan tersebut masih sangat terbatas dan kurang memadai. Dengan adanya kegiatan

restorasi ekosistem diharapkan akan menimbulkan dampak positifpada kesehatan

masyarakat lokal melalui program penyuluhan kesehatan, bahaya asap kebakaran hutan

terhadap kesehatan masyarakat dan pencegahan kebakaran hutan, pelatihan tenaga

medis, pengobatan massal, bantuan paket gizi untuk balita, bantuan sembako bagi

masyarakat kurang mampu, bantuan ambulance laut untuk transportasi kesehatan

masyarakat serta pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di setiap desa sekitar

kawasan restorasi.

Page 164: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

IV. OPTIMALISASI PERCEPATAN RESTORASI EKOSISTEM DAN

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN

RESTORASI EKOSISTEM PULAU PADANG

4.1 Klaim Lahan atau Perambahan Lahan

Meskipun secara formal areal IUPHHK-RE PT Gemilang Cipta Nusantara di

Pulau Padang merupakan kawasan hutan negara namun seringkali terdapat klaim oleh

masyarakat setempat terhadap kawasan hutan negara tersebut.Keberadaan klaim atau

perambahan lahan apabila pada kenyataannya memang ada dan dapat dibuktikan maka

harus dilakukan upaya khusus untuk menyelesaikan melalui mekanisme yang baik,

transparan dan saling menguntungkan agar diperoleh jaminan kepastian areal kerja

secara sosial dalam jangka panjang. Kegiatan restorasi ekosistem PT Gemilang Cipta

Nusantara diharapkan tidak semata-mata berpegang pada izin yang diterbitkan oleh

pemerintah tetapi juga akan melakukan proses sosial untuk menyelesaikan

permasalahan lahan terkait dengan penggunaan lahan dan atau klaim wilayah oleh

masyarakat setempat.

Menurut pendapat penulis, berbagai langkah yang harus dilaksanakan dalam

penyelesaian masalah lahan adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi sumber dan akar masalah dari konflik lahan tersebut.

2. Menunjuk personil dari unit manajemen yang dapat melakukan pendekatan

kepada masyarakat.

3. Menunjuk mediator yang disetujui oleh masyarakat.

4. Melakukan pendekatan kepada masyarakat yang mengajukan klaim serta

meminta kepada masyarakat menunjuk perwakilan dalam penyelesaian masalah

lahan tersebut.

5. Menghubungi pihak pemerintah setempat, lembaga adat atau tetua masyarakat

setempat sebagai saksi terhadap kesepakatan yang dihasilkan.

6. Membuat jadwal perundingan yang telah disetujui oleh masyarakat/ wakil

masyarakat dan melaksanakan perundingan untuk memperoleh penyelesaian

konflik lahan tersebut.

Page 165: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

26

7. Membuat kesepakatan penyelesaian lahan yang ditanda tangani oleh wakil unit

manajemen, wakil masyarakat dan saksi.

8. Hasil perundingan yang dicapai merupakan kesepakatan yang menguntungkan

kedua belah pihak.

Menurut Hariadi (2014), permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan restorasi

ekosistem saat ini bukan lagi melulu masalah teknis kehutanan seperti penanaman dan

pemeliharaan tetapi yang lebih penting adalah menempatkan persoalan sosial.

Pengelolaan hutan harus berubah dari definisi fisik ke interaksi sosial dan pola ruang

sehingga solusi yang diambil harus mencari model usaha yang kontekstual sesuai

kondisi lapangan. Hal utama dari restorasi ekosistem berada di tingkat manajemen unit

jika penetapan lokasi izin tumpang tindih maka akan menimbulkan konflik sosial.

4.2 Terganggunya Akses Masyarakat terhadap Sumber Daya Hutan

Kegiatan restorasi akan mengurangi akses ekonomi masyarakat Pulau Padang

terhadap sumber daya hutan yang tidak rama lingkungan, seperti perambahan lahan,

penebangan liar dan perburuan satwa liar. Menurut pendapat penulis, kegiatan kelola

sosial merupakan salah satu kegiatan untuk meminimalkan dampak sosial, ekonomi dan

budaya yang ditimbulkan oleh kegiatan restorasi ekosistem serta menentukan

keberhasilan kegiatan pengelolaan secara keseluruhan dalam jangka panjang.Kelola

sosial bukan saja merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (corporate

social responsibility) melainkan menjadi alternatif pembagian manfaat dari kegiatan

restorasi ekosistem kepada masyarakat sekitar yang sangat penting untuk mendukung

kelestarian pengelolaan hutan dari aspek sosekbud.

Kegiatan kelola sosial pada prinsipnya bertujuan untuk membantu peningkatan

kapasitas dan akses masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui

kegiatan produktif dan berkelanjutan sekaligus membangun hubungan yang harmonis

dan saling menguntungkan antara perusahaan dengan masyarakat.Hal ini dimaksudkan

agar kegiatan kelola sosial menjadi kegiatan yang benar-benar memberikan manfaat

nyata dan berkelanjutan baik bagi peningkatan kapasitas, pemberdayaan dan

kesejahteraan masyarakat setempat maupun kelestarian sumber daya hutan.

Page 166: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

27

Untuk itu pemilihan alternatif kegiatan kelola sosial dilakukan melalui proses

PRA (partisipatory rural appraisal) guna mengetahui potensi, masalah dan kebutuhan

yang ada di masyarakat serta disinkronkan dengan rencana pembangunan desa yang

telah disusun oleh pemerintah desa bersama pemerintah daerah.

Secara garis besar tahapan penyusunan rencana kegiatan kelola sosial meliputi

studi awal sosial ekonomi dan budaya, PRA, sinkronisasi dengan rencana pembangunan

desa dan pemerintah daerah, penyusunan program kelola sosial, pelaksanaan kegiatan

kelola sosial, kaji ulang/ evaluasi, perbaikan terus-menerus dan pelaporan. Tahapan

perencanaan kelola sosial sudah dimulai pada tahap kontruksi bersamaan dengan

penyusunan rencana pengelolaan hutan secara keseluruhan.

Beberapa alternatif kegiatan kelola sosial yang dapat dikembangkan antara lain

pemberdayaan tenaga kerja lokal baik sebagai karyawan tetap maupun tidak tetap, kerja

sama pelaksanaan kegiatan restorasi ekosistem (pembangunan sarana prasarana, rental

alat transportasi, pembibitan, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan tanaman)

dengan lembaga usaha masyarakat desa sekitar, kerja sama pengamanan dengan

kelembagaan masyarakat desa sekitar, pembangunan/perbaikan sarana dan prasarana

penting desa seperti sekolah, sarana kesehatan, jalan, instalasi air bersih, sanitasi

lingkungan, pelatihan dan pengembangan usaha-usaha produktif seperti perikanan,

peternakan, pertanian di lahan pekarangan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu,

industri rumah tangga, pemanfaatan kawasan untuk ekowisata dan jasa lingkungan

sesuai potensi sumber daya hutan serta kapasitas masyarakat, bea siswa, pendidikan dan

pelatihan konservasi sumber daya hutan termasuk pengamanan hutan dan konservasi

flora dan fauna dilindungi dan lain-lain.

Berbagai bentuk alternatif kegiatan kelola sosial tersebut harus didiskusikan

dahulu dengan masyarakat serta dianalisis sejauh mana alternatif tersebut benar-benar

dibutuhkan oleh masing-masing desa serta disinkronkan dengan rencana pembangunan

desa yang telah disusun pada masing-masing desa.

Page 167: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

28

4.2 Penebangan Liar, Perburuan Satwa Liar dan Kebakaran Hutan

Menurut pendapat penulis, kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan harus

dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat sebagai bagian dari sistem perlindungan

yang integratif.Konsep ini menempatkan masyarakat bukan sebagai ancaman melainkan

diberi peranan dalam menjaga kelestarian kawasan tersebut dengan kearifan lokal dalam

menjaga hutan dan ekosistemnya.Upaya penanggulangan berupa pemberantasan akan

lebih sulit karena perubahan yang terjadi pada hutan sebagai akibat tekanan faktor

pengganggu akan sulit dipulihkan.Berbagai langkah yang harus dilaksanakan dalam

kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan di kawasan restorasi ekosistem Pulau

Padang adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi tentang pelaksanaan kegiatan restorasi ekosistem, tata batas konsesi,

perlindungan dan pengamanan hutan serta pencegahan dan penanggulangan

kebakaran hutan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Meranti, Kecamatan

Tasik Putri Puyu, Kecamatan Merbau, penegak hukum, para pemangku

kepentingan dan masyarakat di sekitar kawasan restorasi ekosistem Pulau

Padang.

2. Sosialisasi tentang hukum dan nilai ekologi spesies langka dan dilindungi

kepada masyarakatdi sekitar kawasan restorasi ekosistem Pulau Padang .

3. Pemasangan papan nama, himbauan, peringatan dan larangan untuk melindungi

kawasan restorasi ekosistem Pulau Padang.

4. Pelatihan kepada karyawan dan masyarakat di sekitar kawasan restorasi

ekosistem Pulau Padang tentang pengelolaan hutan alam lestari.

5. Mencari alternatif kegiatan agar tidak terjadi pemanfaatan terhadap spesies

langka dan dilindungi oleh masyarakat di sekitar kawasan restorasi ekosistem

Pulau Padang.

6. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal dan kerja samadalam kegiatan

perlindungan dan pengamanan hutan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah

Kabupaten Meranti.

Page 168: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

29

7. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar kawasan restorasi

ekosistem Pulau Padang tentang manfaat keberadaan hutan sebagai penyangga

kehidupan masyarakat.

8. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat di sekitar kawasan restorasi

ekosistem Pulau Padang agar tidak melakukan kegiatan yang dapat mengancam

kelestarian hayati di kawasan restorasi ekosistem, seperti penebangan liar,

perburuan satwa liar dan membakar lahan.

9. Menjalin kerja sama dengan pemuka masyarakat di sekitar kawasan restorasi

ekosistem Pulau Padang dalam menjaga sumber daya hutan.

10. Apabila terjadi penebangan liar, perburuan satwa liar dan kebakaran lahan maka

pihak perusahaan segera melaporkan kepada instansi terkait.

11. Menyiapkan sarana dan prasarana perlindungan hutan, seperti menara pemantau,

pos jaga, sarana transportasi untuk patroli dan peralatan damkar bekerja sama

denganmasyarakat di sekitar kawasan restorasi ekosistem Pulau Padang.

12. Patroli rutin baik darat, air dan udara.

13. Pembentukan dan pelatihan kelompok masyarakat peduli api (MPA) di sekitar

kawasan restorasi ekosistem Pulau Padang.

14. Insentif kepada desa-desa sekitar kawasan restorasi ekosistem yang berhasil

mencegah kebakaran hutan di wilayahnya melalui program Desa Bebas Api.

Menurut Effendy (2013), masalah utama yang dihadapi dalam kegiatan restorasi

ekosistem adalah perambahan lahan, penebangan liar (illegal logging), perburuan liar

dan kebakaran hutan. Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan merupakan usaha

menjaga kelestarian sumber daya alam dan kesinambungan pengusahaan hutan dengan

melaksanakan kegiatan pencegahan terhadap gangguan hutan, seperti pencurian/

penebangan liar, perambahan hutan, perburuan satwa liar, kebakaran hutan,

pengendalian hama dan penyakit, perlindungan terhadap jenis-jenis satwa dan

tumbuhan alam yang dilindungi beserta habitatnya dan pencegahan terhadap penurunan

kandungan air dari hutan rawa gambut. Penanggulangan yang efektif terhadap

gangguan hutan akan terasa jika bentuk penanggulangan berupa upaya pencegahan.

Page 169: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

30

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan

Lingkungan Hidup IUPHHK-RE PT Gemilang Cipta Nusantara pada Kelompok

Hutan Pulau Padang, Selat Panjang

CEPF.2002. Sundaland Hotspot Briefing Book.Critical Ecosystem Partnership Fund.

Institut Pertanian Bogor, Bogor

Clewell, A., J. Rieger and J. Munro. 2005. Guidelines for Developing and Managing

Ecological Restoration Projects. 2nd Edition. Society for Ecological Restoration

International. Chiang Mai University, Bangkok

Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kepulauan Meranti,

2013. Data Produktivitas Lahan di Kecamatan Merbau dan Tasik Putri Puyu.

Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti, Selat Panjang

Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan RI, 2014. Data Izin

IUPHHK-RE di Indonesia. Kementerian Kehutanan, Jakarta

Elliot, A. Clewell and J. Rieger. 1995. Research Needs for Restoring the Forests of

Thailand. Chiang Mai University, Bangkok. 43:179-184

__________________________. 2006. Menanami Hutan. Prinsip-Prinsip dan Praktek

untuk Merestorasi Hutan Tropis, FORRU Thailand. Diterjemahkan oleh William

Martthy. FORRU dan Harapan Rainforest. Chiang Mai University, Bangkok

Hendroyono, B. 2013. Tantangan Kegiatan Restorasi Ekosistem. Makalah pada Seminar

Internasional Ecosystem Restoration in the Tropics, tanggal 28 November 2013.

Institut Pertanian Bogor, Bogor

Kartodihardjo, H. 2014. Restorasi Ekosistem Upaya Memulihkan Kondisi Hutan.

Harian Riau Pos, Pekanbaru

Koniah, 2015.Budaya dan Tradisi Masyarakat Pulau Padang. Gemilang Cipta

Nusantara, Pangkalan Kerinci

Page 170: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

31

Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI. 1999. Keputusan Menteri Kehutanan dan

Perkebunan Nomor 349/Kpts-II/1999 tentang Penetapan Kelompok Hutan Tasik

Tanjung Padang seluas 4.925 Ha sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi sebagai

Kawasan Suaka Margasatwa. Kementerian Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta

Menteri Kehutanan RI. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-

II/2010 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem.

Kementerian Kehutanan, Jakarta

Pemerintah Kecamatan Merbau, 2013. Data Monografi Kecamatan Merbau, Belitung

Pemerintah Kecamatan Tasik Putri Puyu, 2013. Data Monografi Kecamatan Tasik Putri

Puyu, Bandul

Perrow, M.R. and A.J. Davy. 2002. Handbook of Ecological Restoration. Volume 1.

Principle of Restoration. Cambridge University Press, London

Satari,G. 1994. Indonesia Aset Nasional bagi Kesejahteraan Rakyat.Makalah pada

Lokakarya Keanekaragaman Hayati Tropika Indonesia. Institut Pertanian Bogor,

Bogor

Setiadi, D. 2015. Pengantar Ilmu Lingkungan. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor

Sumardja, E.2013. Tantangan Kegiatan Restorasi Ekosistem Harapan Rainforest PT

Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI).Makalah pada Seminar Internasional

Ecosystem Restoration in the Tropics, tanggal28 November 2013. Institut

Pertanian Bogor, Bogor

Page 171: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

32

LAMPIRAN

Page 172: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process
Page 173: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process
Page 174: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process
Page 175: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process
Page 176: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT DENGAN

PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SAGU DI PERKEBUNAN RAKYAT

PULAU BENGKALIS

OLEH:

Fery Dasmono Harianja

NIM: 1510248451

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 177: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

111

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Hardjowigeno (1986), gambut terbentuk dari timbunan sisa-

sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum.

Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh

kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan

rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah

gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang

disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses

pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses

pedogenik.

Kadar air tanah gambut berkisar 100 sampai dengan 1.300% dari berat

keringnya (Mutalib, 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air

sampai 13 kali bobo tnya. Pada musim kering yang berkepanjangan gambut

mudah sekali kering dan membuatnya mudah terbakar. Penanggulangan

kebakaran pada lahan gambut sangat sulit diatasi terutama pada lahan

gambut yang memiliki ketebalan tinggi.

Penggunaan lahan gambut sebagai lahan perkebunan rakyat tanpa

peduli dengan ketinggian air dalam tanah gambut menyebabkan tanah

gambut menjadi mudah kering dan akhirnya mudah terbakar. Ketinggian air

tanah gambut cepat turun dikarenakan teknologi pengolahan pertanian yang

menggunakan drainase yang membuat air tanah gambut keluar menuju laut.

Dilain pihak ada tuntutan ekonomi masyarakat yang membutuhkan

pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian akibat keterbatasan

lahan yang non gambut yang sudah dimanfaatkan.

Pulau Bengkalis sebagian besar dibentuk dari tanah gambut. Selama

lahan gambut tidak dirubah fungsinya menjadi lahan pertanian dan

perkebunan maka kebakaran di lahan gambut tersebut relatif tidak terjadi.

Hal ini disebabkan drainase yang digunakan dalam perkebunan tersebut telah

Page 178: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

112

membuat lahan gambut menjadi mudah kering dan akhirnya mudah sekali

terbakar. Sehingga diperlukan komoditas perkebunan yang tidak

memerlukan drainase tetapi juga tinggi nilai ekonomisnya.

Komoditas perkebunan yang cocok untuk masyarakat di Pulau Bengkalis

yang tinggal di lahan gambut dengan memperhatikan aspek peningkatan

ekonomi masyarakat sekitar dan aspek ketahanannya terhadap resiko

kebakaran lahan adalah sagu. Sagu mampu hidup dan berkembang secara

baik tanpa drainase dan memiliki nilai ekonomi.

Kebakaran lahan gambut terjadi di dalam lapisan lahan gambut yang

kering sehingga susah dipadamkan mengingat ketebalan lahan gambut di

Pulau Bengkalis ada yang mencapai 12 meter. Apabila kebakaran lahan

gambut terjadi maka kepulan asap akan sangat berdampak negatif seluruh

aspek kehidupan masyarakat.

1.2. Masalah

1. Kerusakan lahan gambut di Pulau Bengkalis akibat perubahan fungsi

lahan gambut menjadi perkebunan yang memiliki drainase sangat

rawan kebakaran dan belum juga mendapat perlakuan konservasi.

2. Kurang termotivasinya masyarakat pekebun di Pulau Bengkalis untuk

membudiyakan sagu sebagai tanaman yang tanpa memakai drainase.

3. Kurangnya perhatian Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam mencegah

kekeringan di lahan gambut akibat perubahan fungsi lahan gambut

menjadi perkebunan yang memiliki drainase sehingga rentan terbakar

pada saat musim kemarau.

Page 179: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

113

II. PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT DENGAN

PERKEBUNAN SAGU DI PULAU BENGKALIS

2.1. Gambut

2.1.1. Pengertian Gambut

Menurut Agus dan Subiksa (2008) bahwa lahan gambut adalah lahan

yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik C-organik > 18%) dengan

ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk

dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi

lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak

dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang

drainasenya buruk.

Sedangkan menurut Hardjowigeno (1986) bahwa gambut terbentuk

dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk

maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi

terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang

menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan

tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan

proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses

pedogenik.

2.1.2. Pembentukan dan klasifikasi gambut

Tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols yaitu tanah

yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis (BD) dalam keadaan

lembab<0,1 g cm-3 dengan tebal>60 cm atau lapisan organik dengan BD>0,1

g cm-3 dengan tebal>40 cm (Soil Survey Staff, 2003). Gambut

diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda; dari

tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya.

Page 180: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

114

Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi (van de

Meene, 1982 dalam Noor, 2001):

1. Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan

bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila

diremas kandungan seratnya < 15%.

2. Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk,

sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarma coklat, dan bila

diremas bahan seratnya 15 – 75%.

3. Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan

asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75%

seratnya masih tersisa.

Proses pembentukan gambut di daerah cekungan lahan basah:

1. Pengisian danau dangkal oleh vegetasi lahan basah,

2. Pembentukan gambut topogen, dan

3. pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen

Sedangkan berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan

menjadi:

1. Gambut eutrofik adalah gambut yang subur yang kaya akan bahan

mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relatif

subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipengaruhi oleh sedimen

sungai atau laut.

2. Gambut mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki

kandungan mineral dan basa-basa sedang .

3. Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin

mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut dan gambut tebal yang jauh

dari pengaruh lumpur sungai biasanya tergolong gambut oligotrofik.

Gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan

oligotrofik (Radjagukguk, 1997). Gambut eutrofik di Indonesia hanya sedikit

Page 181: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

115

dan umumnya tersebar di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai.

Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan

basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut.

Gambut di Sumatra relatif lebih subur dibandingkan dengan gambut di

Kalimantan.

Menurut Agus dan Subiksa (2008) berdasarkan lingkungan

pembentukannya, gambut dibedakan atas:

1. Gambut ombrogen yaitu gambut yang terbentuk pada lingkungan yang

hanya dipengaruhi oleh air hujan.

2. Gambut topogen yaitu gambut yang terbentuk di lingkungan yang

mendapat pengayaan air pasang.

Sedangkan berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi:

1. Gambut dangkal (50 – 100 cm),

2. Gambut sedang (100 – 200 cm),

3. Gambut dalam (200 – 300 cm), dan

4. Gambut sangat dalam (> 300 cm)

Selanjutnya juga menurut Agus dan Subiksa (2008) berdasarkan proses

dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi:

1. Gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan

mendapat pengayaan mineral dari air laut

2. Gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak

dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan

3. Gambut transisi adalah gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah

tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.

Page 182: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

116

2.1.3. Karakteristik lahan gambut

Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk

pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan

beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering

tidak balik (irriversible drying). Kadar air tanah gambut berkisar antara 100

– 1.300% dari berat keringnya (Mutalib et al., 1991). Artinya bahwa gambut

mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya.

Dengan demikian, sampai batas tertentu, kubah gambut mampu

mengalirkan air ke areal sekelilingnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan

BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya

rendah (Nugroho, Gianinazzi and Widjaja-Adhi, 1997). BD tanah gambut

lapisan atas bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g cm-3 tergantung pada tingkat

dekomposisinya.

Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD

lebih rendah dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran

sungai bisa memiliki BD > 0,2 g cm-3 (Tie and Lim, 1991) karena adanya

pengaruh tanah mineral. Volume gambut akan menyusut bila lahan gambut

didrainase, sehingga terjadi penurunan permukaan tanah (subsiden).

Menurut Agus dan Subiksa (2008) selain karena penyusutan volume,

subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2

tahun pertama setelah lahan gambut didrainase, laju subsiden bisa mencapai

50 cm. Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2 – 6 cm tahun-1

tergantung kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase. Adanya

subsiden bisa dilihat dari akar tanaman yang menggantung).

Selanjutnya menurut Agus dan Subiksa (2008) rendahnya BD gambut

menyebabkan daya menahan atau menyangga beban (bearing capacity)

menjadi sangat rendah. Hal ini menyulitkan beroperasinya peralatan

mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan

Page 183: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

117

pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman perkebunan seperti

karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali doyong atau bahkan roboh.

Agus dan Subiksa (2008) juga menjelaskan pertumbuhan seperti ini

dianggap menguntungkan karena memudahkan bagi petani untuk memanen

sawit. Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik.

Gambut yang telah mengering, dengan kadar air < 100 cm). Dasar

pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif

lebih tinggi dan memiliki risiko lingkungan lebih rendah dibandingkan

gambut dalam. Lahan gambut dengan kedalaman 1,4 - 2 m tergolong sesuai

marjinal (kelas kesesuaian S3) untuk berbagai jenis tanaman pangan. Faktor

pembatas utama adalah kondisi media perakaran dan unsur hara yang tidak

mendukung pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan yang mampu

beradaptasi antara lain padi, jagung, kedelai, ubikayu, kacang panjang dan

berbagai jenis sayuran lainnya

2.1.4. Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut

Ekosistem gambut merupakan penyangga hidrologi dan cadangan

karbon yang sangat penting bagi lingkungan hidup. Oleh karenanya,

ekosistem ini harus dilindungi agar fungsinya dapat dipertahankan sampai

generasi mendatang.

Aspek legal mengenai konservasi lahan gambut diatur dalam Peraturan

Pemerintah No.71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Ekosistem Gambut. Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang

dimaksud dalam Peraturan Pemerintah no 71 tahun 2014 adalah upaya

sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi Ekosistem

Gambut dan mencegah terjadinya kerusakan Ekosistem Gambut yang

meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,

pengawasan, dan penegakan hukum.

Page 184: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

118

Menurut Pasal 9 dalam Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2014 bahwa

fungsi ekosistem gambut dapat dibagi 2 fungsi yaitu :

1. Fungsi lindung ekosistem gambut

2. Fungsi budidaya ekosistem gambut

Fungsi ekosistem gambut ditetapkan paling sedikit 30 % (tiga puluh per

seratus) dari seluruh luas Kesatuan Hidrologis Gambut serta terletak pada

puncak kubah gambut dan sekitarnya. Dan yang menetapkan fungsi

eksosistem gambut ini adalah menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Sedangkan menurut Widjaja-Adhi (1997) bahwa agar wilayah

ekosistem lahan gambut dibagi menjadi dua kawasan yaitu: kawasan non-

budidaya dan kawasan budidaya. Kawasan non-budidaya terdiri dari (1) jalur

hijau sepanjang pantai dan tanggul sungai dan (2) areal tampung hujan yang

luasnya minimal 1/3 dari seluruh kawasan. Kawasan yang dijadikan sebagai

areal tampung hujan adalah bagian kubah gambut (peat dome) sehingga

harus menjadi kawasan konservasi. Kubah gambut berfungsi sebagai

penyimpan air (resevoir) yang bisa mensuplai air bagi wilayah di sekitarnya,

terutama pada musim kemarau, baik untuk air minum maupun usaha tani.

Pada musim hujan kawasan ini berfungsi sebagai penampung air yang

berlebihan sehingga mengurangi risiko banjir bagi wilayah di sekitarnya. Hal

ini dimungkinkan karena gambut memiliki daya memegang air sangat besar

yaitu sampai 13 kali bobot keringnya. Perlindungan terhadap kawasan

tampung hujan akan menjamin kawasan sekitarnya menjadi lebih produktif.

Menurut pasal 23 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun

2014 bahwa kerusakan ekosistem gambut dengan fungsi lindung apabila

melalui kriteria baku yaitu:

1. Terdapat drainase buatan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung

yang ditetapkan

2. Tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa dibawah lapisan gambut

Page 185: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

119

3. Terjadi pengurangan luas dan/atau volume tutupan lahan di ekosistem

gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan

Dan pada Pasal 23 ayat 2 dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun

2014 kerusakan ekosistem dengan fungsi budidaya dinyatakan rusak apabila

memenuhi krteria baku kerusakan sebagai berikut:

1. Muka air tanah dilahan gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat) meter

dibawah permukaan gambut;dan/atau

2. Tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa dibawah lapisan gambut.

Kondisi yang dimaksud kerusakan pada ekosistem dengan fungsi

budidaya menurut Pasal 24 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun

2014 bahwa dikecualikan terhadap ekosistem gambut dengan ketebalan

kurang dari 1 m (satu meter).

2.1.5. Bahaya dan resiko kebakaran di lahan gambut

Pembakaran dalam pengertian ini didefiniskan sebagai tindakan

kesengajaan membakar yang dilakukan masyarakat dalam mengelola lahan

untuk kegiatan pertanian / perladangan mereka. Sedangkan kebakaran

didefinisikan sebagai suatu proses pembakaran yang menyebar secara bebas,

tidak tertekan yang mengkonsumsi bahan bakar seperti : serasah, rumput,

humus, ranting-ranting kayu mati, tiang, gulma, semak, dedaunan serta

pohon-pohon segar (Dharmawan, 2003).

Kebakaran lahan menurut Perda Provinsi Kalimantan Barat Nomor 6

Tahun 1998, didefinisikan sebagai “suatu keadaan dimana lahan dilanda api

sehingga mengakibatkan kerugian obyek pengembangan ilmu pengetahuan,

ekonomi dan atau ekologis/ lingkungan hidup”.

Pembukaan lahan dengan cara bakar sampai saat ini masih terus

dilakukan. Kegiatan pembukaan lahan yang kurang bijaksana, yang dilakukan

masyarakat lebih dikarenakan kondisi sosial ekonomi dan adanya anggapan

bahwa abu sisa pembakaran bisa menjadi pupuk. Disamping itu belum

Page 186: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

120

adanya teknologi pembukaan lahan yang murah, mudah dan secepat api juga

masyarakat melakukan pembakaran ketika mempersiapkan lahannya untuk

usaha pertanian atau perkebunan.

Selain itu, adanya perusahaan Hutan Tanaman Industri dan

Perkebunan yang memanfaatkan masyarakat secara sembunyi-sembunyi

melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, agar biaya pembukaan

lahan dapat ditekan, juga telah memicu terjadinya kebakaran lahan dan

kebun. Atas hal tersebut diatas pada dasarnya masyarakat petani/peladang,

pengusaha hutan tanaman industri dan perkebunan besar meningkatkan

resiko kebakaran hutan dan lahan dan dampak buruk yang diakibatkannya

termasuk terjadinya bencana asap.

Kebakaran yang tidak terkendali menyebabkan api menjalar kemana-

mana, terlebih lagi terjadi pada lahan gambut. Kebakaran lahan gambut lebih

berbahaya dibandingkan dengan kebakaran pada lahan kering (tanah

mineral). Selain kebakaran vegetasi dipermukaan, lapisan gambut juga

terbakar dan bertahan lama, sehingga menghasilkan asap tebal akibat

pembakaran yang tidak sempurna.

Limin (2006) menyatakan bahwa kedalaman lapisan gambut terbakar

rata-rata 22,03 cm (variasi antara 0 dan 42,3 cm) namun pada titik tertentu

kebakaran lapisan mencapai 100 cm. Oleh karena itu pemadaman kebakaran

pada lahan gambut sangat sulit dan memerlukan banyak air. Untuk

memadamkan total seluas satu meter persegi lahan gambut diperlukan air

sebanyak 200 – 400 liter. Terdapat sembilan ciri kebakaran pada lahan

gambut :

1) Kebakaran vegetasi di atas lapisan gambut

2) Lapisan gambut terbakar tergantung kedalaman air tanah

3) Kebakaran pada lapisan gambut sulit dipadamkan dan bertahan lama

4) Kebakaran menghasilkan asap tebal karena terjadi pembakaran tak

sempurna

Page 187: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

121

5) Api dapat merambat melalui lapisan bawah, walaupun vegetasi di atasnya

belum terbakar atau masih segar

6) Banyak pohon tumbang dan pohon mati tetapi masih berdiri tegak

7) Terdapat vegetasi yang mudah terbakar

8) Bekas kebakaran gambut ditutupi arang

9) Penyemprotan air pada gambut yang sedang terbakar tidak hingga padam

total, akan menyebabkan produk asap semakin tebal.

2.1.6. Perkebunan sagu pada lahan gambut

Pohon sagu merupakan nama umum untuk tumbuhan genus

Metroxylon. Sagu (Metroxylon spp) termasuk tumbuhan monokotil dari

famili Palmae, marga Metroxylon dan ordo Spadiciflorae (Ruddie et al.,

1976 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Metroxylon berasal dari bahasa

Yunani yang terdiri dari dua suku kata, yaitu Metra berarti isi batang atau

empelur dan xylon yang berarti xylem (Flach, 1977). Sagu berkembangbiak

melalui tunas, akar atau biji sehingga tumbuh membentuk rumpun dan

berkelompok (Louhenapessy dan Notohadiprawiro. 1993).

Tanaman sagu merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah

khatulistiwa, di daerah tepi pantai dan sepanjang aliran sungai pada garis

lintang antara 10˚ LU dan 10˚ LS dan pada ketinggian 300 sampai 700 meter

di atas permukaan laut (dpl), mempunyai curah hujan lebih dari 2000 mm

per tahun ( Harsanto, 1986).

Selanjutnya menurut Harsanto (1986) bahwa jumlah curah hujan yang

menguntungkan bagi pertumbuhan sagu diduga antara 2000 sampai 4000

mm per tahun, tersebar merata sepanjang tahun dengan temperatur rata-rata

24˚C sampai 30˚C. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara

24,50 sampai 29,0oC dan suhu minimal 15oC, dengan kelembaban nisbi 90% .

Page 188: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

122

Sagu dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40%.

Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya adalah 60%.

Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai pengaruh

pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air

segar. Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang

berlumpur, dimana akar napas tidak terendam, kaya mineral dan bahan

organik, air tanah berwarna cokelat dan bereaksi agak asam (Flach, 1977).

Selanjutnya dikatakan habitat yang demikian cocok untuk pertumbuhan

mikroorganisme yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman sagu. Pada

tanah-tanah yang tidak cukup mengandung mikroorganisme pertumbuhan

sagu kurang baik. Selain itu pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya

unsur hara yang disuplai dari air tawar terutama unsur P, K, Ca, dan

Mg. Apabila akar napas sagu terendam terus menerus, maka pertumbuhan

sagu terhambat dan pembentukan aci atau karbohidrat dalam batang juga

terhambat.

Selain kondisi tersebut, sagu juga dapat tumbuh pada tanah-tanah

organik akan tetapi sagu yang tumbuh pada kondisi tanah demikian

menunjukkan berbagai gejala kekahatan beberapa unsur hara tertentu yang

ditandai dengan kurangnya jumlah daun dan umur sagu akan lebih panjang

yaitu sekitar 15 sampai 17 tahun (Flach, 1977). Sagu banyak juga yang

tumbuh dengan baik secara alamiah pada tanah liat yang berwarna dan kaya

akan bahan-bahan organik seperti di pinggir hutan mangrove atau

nipah. Selain itu, sagu juga dapat tumbuh dengan tanah vulkanik, latosol,

andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe

tanah lainnya (Manan et al., 1984 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992).

Selanjutnya menurut Haryanto dan Pangloli (1993) bahwa tanaman sagu

membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat

mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair

tawar atau daerah rawa yang bergambut di daerah sepanjang aliran sungai,

Page 189: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

123

sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu

tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat

> 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah

pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi.

Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah

kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu

tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang

paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan

bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.

Lingkungan tumbuh tanaman sagu secara umum:

1. Berlumpur

2. Kaya mineral

3. Kaya bahan organik

4. Air tanah berwarna coklat, dan

5. Bereaksi agak masam pada pH 5,5-6,5

Menurut Turukay (1986), 43% luasan sagu terdapat dilahan kering yang

lembab, 30% dirawa dan sisanya ditepi sungai. Menurut Louhennapessy dan

Notohadiprawiro (1993) habitat asli sagu ialah tepi parit atau sungai yang

becek serta berlumpur tetapi secara berkala mengering. Dan menurut Flach

(1977) pada lahan kering yang lembab, tanaman sagu kalah bersaing dengan

tumbuhan hutan lainnya, akibatnya jumlah anakan berkurang namun

demikian kadar patinya tinggi

Tanaman sagu merupakan tanaman yang berkembangbiak dengan

menghasilkan anakan. Dalam satu indukan tanaman sagu mampu

menghasilkan anakan yang cukup banyak. Pada umur 4-5 tahun, anakan sagu

mulai membentuk batang, kemudian pada sekitar batang bagian bawah

tumbuh tunas-tunas yang berkembang menjadi anakan (sucker) (Bintoro,

Page 190: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

124

2008). Kemudian Flach (1986) mengatakan, pada kondisi tanaman yang baik

setiap 3-4 tahun dua anakan akan berkembang menjadi pohon.

Selanjutnya Flach (1986) mengemukakan lima fase pertumbuhan

sagu 1) fase awal yaitu dari perkecambahan sampai dua tahun pertama; 2)

fase roset yang dimulai dari dua daun pertama sampai daun dewasa pertama

yakni 3,5 – 4 tahun; 3) fase pertumbuhan batang; 4) fase pembentukan buah;

5) fase pembentukan buah.

Louhennapessy dan Notohadiprawiro (1993) membagi enam fase

pertumbuhan yaitu fase semai/anakan; fase sapihan; fase tihang; fase pohon

dan fase masak tebang dan fase lewat masa tebang, sedangkan fase masak

tebang terdiri atas fase putus duri, fase daun pendek, fase jantng dan fase

sirih buah.

Komponen yang paling domonan dalam aci sagu adalah pati

(karbohidrat). Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuh-

tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam setiap

100 gram aci terdiri dari 355 kal kalori, 0,7 gr protein, 0,2 gr lemak, 84,7 gr

karbohidrat, 14 gr air, 13 mg fosfor, 11 mg kalsium, 1,5 gr besi (Haryanto dan

Pangloli , 1992).

Komponen yang paling domonan dalam aci sagu adalah pati

(karbohidrat). Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuh-

tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Komposisi kimia dalam setiap

100 gram aci terdiri dari 355 kal kalori, 0,7 gr protein, 0,2 gr lemak, 84,7 gr

karbohidrat, 14 gr air, 13 mg fosfor, 11 mg kalsium, 1,5 gr besi (Haryanto dan

Pangloli , 1992).

Pati sagu memiliki granula yang berbentuk elips agak terpotong dengan

ukuran granula sebesar 20-60 mm dan suhu gelatinisasinya berkisar 60-72oC.

Sedangkan menurut (Haryanto dan Pangloli, 1992) suhu gelatinisasi pati

sekitar 72-90oC.

Page 191: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

125

Pati sagu mengandung sekitar 27 persen amilosa dan sekitar 73

persen amilopektin. Rasio amilosa akan mempengaruhi sipat pati itu sendiri.

Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan

cenderung meresap lebih banyak air (higroskopis).Amilosa mempunyai

struktur lurus dengan ikatan (1-4)α – glukosa,

sedangkan amilopektin mempunyai ikatan (1-6)α – glukosa seperti yang

disajikan bercabang (Harsanto, 1986).

Selanjutnya menurut Harsanto (1986) sagu merupakan tanaman

penghasil karbohidrat yang paling produktif. Tabungan karbohidrat di hutan

sagu Indonesia mencapai 5 juta ton pati kering per tahun, setara dengan 3

juta kiloliter bioetanol. Mengingat habitat sagu di lahan payau dan tergenang

air maka pengembangan sagu sebagai sumber energi bioetanol tidak akan

membahayakan ketahanan pangan. Sekitar Danau Sentani, Kabupaten

Jayapura, Papua. Di tempat tersebut dijumpai keragaman plasma nutfah sagu

yang paling tinggi. Areal sagu terluas terdapat di Papua (1,2 juta ha) dan

Papua Nugini (1,0 juta ha) yang merupakan 90% dari total areal sagu dunia.

Tanaman sagu tersebar di wilayah tropika basah Asia Tenggara dan Oseania,

terutama tumbuh di lahan rawa, payau atau yang sering tergenang air. Batang

sagu ditebang menjelang tanaman berbunga, saat kandungan patinya

tertinggi. Setelah sumber tepung sagu yang utama adalah Metroxylon sagu,

yang ditemukan Asia Bagian tenggara dan Guinea Baru; lain jenis, termasuk

M. salomonense dan M. amicarum ditemukan di Melanesia dan Micronesia

di mana itu lebih sedikit penting secara ekonomis sebagai sumber sagu untuk

dikonsumsi.

Tepung Sagu atau Metroxylon memiliki karbohidrat yang hampir murni

dan mempunyai sangat kecil protein, vitamin, atau mineral. Seratus gram

dari sagu kering menghasilkan 355 kalori, mencakup suatu rata-rata 94 gram

karbohidrat, 0.2 gram protein, 0.5 gram dari serabut berkenaan dg aturan

makan, 10mg zat kapur, 1.2mg besi/ setrika, dan sedikit karotein, thiamine,

Page 192: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

126

dan cuka asorbik. Sagu dapat disimpan untuk minggu atau bulan, walaupun

umumnya disepakati dimakan segera setelah itu diproses.

Menurut Alfons (2006), luas areal sagu potensial di Maluku

diperkirakan sebesar 31.360 ha. Jumlah pohon masak tebang untuk kondisi

hutan sagu di Indonesia adalah 8–36 pohon/ha dimana untuk kondisi hutan

sagu di Maluku rata-rata pohon sagu masak tebang berbagai jenis sagu adalah

20 pohon/ha dan rataan produksi tiap pohon adalah 220 kg, sehingga dalam

luasan satu ha dapat diproduksi 4400 kg tepung sagu (Louhenapessy dan

Notohadiprawiro 1993). Dari jumlah produksi tepung sagu diperoleh limbah

padat berupa ampas sagu dalam jumlah yang besar dengan perbandingan

tepung sagu dan ampas sagu 1 : 6. Hal ini berarti potensi ampas sagu tersedia

cukup besar yaitu 1.320 kg per pohon yang terdiri dari campuran ampas dan

sisa pati yang tidak terekstraksi.

Louhenapessy dan Notohadiprawiro (1993) juga menyatakan bahwa pe

ngolahan bagian dalam batang pohon sagu menjadi bagian-bagian kecil

dengan menggunakan parut yang terbuat dari bahan kayu dan paku sebagai

mata parut. Pada masyarakat Akit di Pulau Rupat alat tersebut dikenal

dengan sebutan pahut sagu. Masyarakat Mentawai di Pulau Siberut mencacah

bagian dalam batang pohon sagu dengan alat yang disebut kukuilu. Alat ini

berbentuk segitiga yang terbuat dari kayu yang diikat satu sama lain dengan

menggunakan tali dari kulit kayu. Pemrosesan sari/pati sagu dan

pengeringan. Pati sagu dikeluarkan dari parutan sagu dengan cara diinjak-

injak dengan kaki. Kegiatan tersebut di Pulau Lingga disebut diirik, sehingga

alatnya disebut juga alat pengirik yang terdiri dari langgar atau pelantar

terbuat dari kayu lait, dan diberi dasar tikar sebagai wadah tempat sagu.

Biasanya di dekat alat pengirik dipasang timba air yang berfungsi untuk

menyiram parutan sagu yang diinjak-injak, yang terdiri dari bambu, tali,

timba, dan batu pemberat. Selanjutnya pati sagu ditampung dengan ube atau

Page 193: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

127

uba (penampung). Alat tersebut berbahan kayu dan berbentuk menyerupai

perahu pencalang. Pada ujungnya dibuat lobang tempat keluar air. Apabila

uba dipenuhi air, sementara pengirikan masih berlangsung, maka air akan

keluar melalui lubang tersebut, sedangkan pati sagu mengendap pada dasar

uba. Hasil sagu irikan diambil dari dalam uba. Karena sagu yang dihasilkan

masih kotor maka dimasukkan ke tempayan yang 2/3 diisi air laut kemudian

diaduk sehingga ampas kotoran lainnya naik ke permukaan dan pati sagu

mengendap di dasar tempayan.

Menurut Harsanto (1986) bahwa Pembuatan suspensi pati dilakukan

dengan langkah memasukkan aci sagu ke dalam tangki suspensi dan

ditambah dengan air sampai suspensi pati mencapai konsentrasi 35 % bahan

kering. Kemudian pH diatur menjadi 6,0-6,5 dengan penambahan

CH3COOH. Selanjutnya suspensi pati ditambah termamyl 60 L dengan dosis

satu liter (1L) untuk setiap ton bahan baku atau 0,001 ml/gram aci, sambil di

aduk agar setiap bagian yang terkandung merata (Harsanto, 1986). Untuk

mendapatkan aci sagu, maka dari empelur batang sagu diperlukan ekstraksi

aci dengan bantuan air sebagai perantara. Sebelumnya empelur batang

dihancurkan terlebih dahulu dengan ditokok atau diparut. Ditinjau dari cara

alat yang digunakan, cara ekstraksi sagu yang dilakukan di daerah-daerah

penghasil sagu di Indonesia saat ini dikelompokkan secara tradisonal,

ekstraksi semi mekanis dan ekstraksi secara mekanis.

Selanjutnya menurut Harsanto (1986) bahwa suatu kawasan yang

tertutup rapat vegetasi termasuk vegetasi sagu akan mengakibatkan intensitas

curah hujan yang tinggi namun dengan aliran permukaan yang kecil. Dengan

demikian air yang tersedia bagi makhluk hidup dikawasan tersebut menjadi

lebih banyak. Apabila tegakan sagu mendominiasi pinggiran sungai akan

berakibat aliran permukaan tidak masuk kedalam sungai tetapi akan

dihambat sehingga aliran permukaan tersebut akan merembes kedalam tanah

Page 194: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

128

kemudian menjadi air tanah. Tegakan sagu yang rapat memiliki kemampuan

untuk membersihkan limbah industri dan limbah domestik.

Sagu yang memiliki kemampuan tumbuh di daerah yang berlumpur dan

daerah air yang pasang surut Flach (1977), sehingga tidak memerlukan

drainase lahan gambut yang membuat lahan gambut menjadi kering. Oleh

karenanya tanah yang tetap dalam kondisi basah ini dapat mencegah

terbakarnya lahan gambut.

2.1.7. Tinggi muka air akibat konversi hutan gambut menjadi lahan

perkebunan

Tinggi muka air gambut setelah konversi hutan gambut menjadi lahan

perkebunan akan menurun dikarenakan drainase yang digunakan pada lahan

perkebunan. Sistem drainase untuk masing-masing jenis perkebunan berbeda

beda karena syarat tumbuh dari tanaman akan ketinggian muka air tanah

berbeda.

Menurut Agus dan Subiksa (2008) bahwa pengembangan kawasan

lahan gambut dalam skala luas memerlukan jaringan saluran drainase yang

dilengkapi dengan pintu air untuk mengendalikan muka air tanah di seluruh

kawasan. Dimensi saluran primer, sekunder, dan tersier disesuaikan dengan

luas kawasan dan jenis komoditas yang dikembangkan. Tanaman pangan dan

sayuran pada umumnya memerlukan drainase yang dangkal (sekitar 20 – 30

cm). Tanaman tahunan memerlukan saluran drainase dengan kedalaman

berbeda-beda. Tanaman sagu dan nipah tidak memerlukan drainase, tetapi

tetap memerlukan sirkulasi air. Tanaman karet memerlukan saluran drainase

mikro sekitar 20 cm, tanaman kelapa sedalam 30-50 cm, sedangkan tanaman

kelapa sawit memerlukan saluran drainase sedalam 50-80 cm.

Page 195: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

129

Tanaman sagu yang tidak memerlukan drainase untuk tumbuh dan

berkembang di lahan gambut sangat cocok untuk di budidayakan di lahan

gambut sehingga lahan gambut tetap terjaga dalam keadaan basah.

2.2. Pencegahan Kebakaran Lahan Gambut dengan

Pengembangan Perkebunan Sagu di Pulau Bengkalis

2.2.1. Lahan gambut di Pulau Bengkalis

Kabupaten Bengkalis memiliki luas 7.773,93 km2 yang terdiri dari 8

kecamatan. 8 kecamatan itu adalah Mandau, Pinggir, Bukit Batu, Siak Kecil,

Rupat, Rupat Utara, Bengkalis, Bantan (Lampiran 1, 2, dan 3).

Pulau Bengkalis terletak pusat pemerintahan Kabupaten Bengkalis. Di

pulau ini terdapat dua kecamatan yaitu Kecamatan Bengkalis dan Kecamatan

Bantan. Luas Wilayah Pulau Bengkalis yaitu 938 km2 dengan rincian

kecamatan Bengkalis seluas 514 km2 dan Kecamatan Bantan seluas 424km2.

Sehingga total luas wilayah pulau bengkalis 938km2 (BPS, 2016). Data luas

wilayah Pulau Bengkalis dapat dillihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas wilayah Pulau Bengkalis

No Kecamatan Luas (km2) Persentase (%)

1 Bengkalis 514.00 54,80

2 Bantan 424,40 45,20

Total 938,40 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Bengkalis (2016)

Pulau Bengkalis termasuk ke dalam Kerusakan Hutan Gambut (KHG)

prioritas yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kependudukan yaitu seluas 90.686 Ha. Lima lokasi KHG yang ada di

Indonesia adalah seperti terlihat pada Tabel 2.

Page 196: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

130

Tabel 2. Inventarisasi Karakteristik Ekosistem Gambut pada 5 KHG Prioritas

di Propinsi Riau dan Kalimantan Barat

No Nama KHG Propinsi Kabupaten Luas

(Ha)

1 KHG Kammpar – Sungai Gaung

(Okt-Des 2015)

Riau

Pelalawan, Indragiri

Hulu, Indragiri Hilir 407.513

2 KHG Sungai Gaung- Sungai

Batang Tuaka

(Okt-Des 2015)

Indragiri Hulu,

Indragiri Hilir

319.964

3 KHG Pulau Tebing Tinggi

(Okt-Des 2015)

Kepulauan Meranti 137.932

4 KHG Pulau Bengkalis

(Agustus 2015)

Pulau Bengkalis 90.686

5 KHG Sungai Kapuas – Sungai

Terentang

(September 2015)

Kalimantan

Barat

Kuburaya 23.501

Sumber : Menteri Lingkungan Hidup dan Kependudukan (2015)

Ditetapkannya Pulau Bengkalis sebagai lima prioritas ini membuat

Pulau Bengkalis menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah dalam

melakukan konservasi lahan gambut yang rusak.

Inventarisasi dan pemetaan lahan gambut dilakukan guna untuk

mengetahui luas lahan gambut dan kedalaman gambutnya dan di inventarisir

juga luas dan peta lahan gambut yang lindung dan budidaya baik yang dalam

kondisi alami maupun rusak. Pemetaan lahan gambut di Pulau Bengkalis

dapat dilihat pada Gambar 1 di Lampiran 4 dan Gambar 2 pada Lampiran 5.

Pada Gambar 1 pada Lampiran 4 terlihat bahwa kedalaman gambut yang

rendah banyak terdapat di pinggir pulau sedangkan kedalaman yang tinggi

cenderung berada ditengah. Jumlah kedalaman yang memiliki persentase

paling tinggi adalah kedalamaan 0 sampai 100cm yaitu sebesar 16,26 persen

Page 197: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

131

dan yang paling rendah persentasenya adalah gambut pada kedalaman 600

sampai 700cm yaitu sebesar 4,42 persen. Sedangkan kedalaman gambut yang

terdalam adalah dengan kedalaman diatas 1200 cm yaitu berjumlah 14,54

persen. Gambut dengan kedalaman tertinggi tentunya memiliki resiko

kebakaran yang tinggi karena media gambut yang tebal akan membuat api

kebakaran menjadi besar dan susah untuk dipadamkan.

Sedangkan pada gambar pada Gambar 2 Lampiran 5 dapat terlihat

bahwa kecenderungan semakin ke tengah pulau kedalaman gambut semakin

tinggi menyebabkan bentuknya seperti kubah. Ada 3 zona kubah gambut yang

terdapat di pulau bengkalis. Kubah – kubah gambut itu dapat dilihat pada

gambar yang terdapat pada Gambar 2 pada Lampiran 5.

Luas indikatif fungsi lindung dan fungsi budidaya ekosistem gambut di

KHG Pulau Bengkalis dapat dilihat pada Tabel 3. Dapat diketahui bahwa

konsesi lahan gambut budidaya yang rusak adalah seluas 21.830 Ha atau

24,10% dan konsesi lahan gambut lindung adalah seluas 50.521 Ha atau

55,78%. Sedangkan secara keseluruhan lahan gambut yang rusak adalah

72.351 Ha atau 79,89%.

Luasan lahan gambut yang terbagi menjadi lahan gambut konsesi

budidaya dan lindung. Secara visualisasi gambar dapat kita lihat letak

indikatif fungsi lindung dan fungsi budidaya lahan gambut didalam Gambar 3

pada Lampiran 6.

Kerusakan lahan yang gambut yang terjadi di Pulau Bengkalis sudah

berada pada level yang parah karena lebih besar dari jumlah lahan yang tidak

rusak. Kerusakan lahan gambut ini akan terus bertambah jika tidak ada

dilakukan usaha – usaha konservasi lahan gambut yang rusak tersebut.

Kerusakan lahan gambut ini harus segera mendapat penanganan serius dari

pemerintah untuk dicari jalan keluarnya.

Page 198: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

132

Tabel 3. Luas Indikatif Fungsi Lindung dan Fungsi Budidaya EkosistemGambut di KHG Pulau Bengkalis, Propinsi Riau.

Kecamatan Karakteristik EkosistemGambut

Areal Konsesi LuasTotal(Ha)

Prosentase (%)Non

konsesiPT.MAS

PT.RRL

Bantan

Budidaya Gambut Baik /Alamiah

4.935 0 71 5006 5,53

Budidaya Gambut Rusak/Terganggu

10.630 0 2.613 13.243 14,62

Lindung Gambut Baik/Alamiah

1.224 779 612 2.615 2,89

Lindung Gambut Rusak/Terganggu

12.618 1.517 7.360 21.495 23,73

Total Bantan 29.047 2.296 10.656

42.359 46,77

Bengkalis

Budidaya Gambut Baik /Alamiah

2.661 58 266 2985 3,30

Budidaya Gambut Rusak/Terganggu

8.441 99 77 8.587 9,48

Lindung Gambut Baik/Alamiah

3.427 3.680 499 7.606 8,40

Lindung Gambut Rusak/Terganggu

18.443 8.464 1.937 29.026 32,05

Total Bengkalis 32.941 12.483 2.779 48.203 53,23Total KHG Pulau Bengkalis 62.348 14.779 13.435 90.563 100,00

Sumber: 5 Kerusakan Hutan Gambut Prioritas di Propinsi Riau dan

Kalimantan Barat (KLHK, 2015)

Menurut pasal 23 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun

2014 bahwa kerusakan ekosistem gambut dengan fungsi lindung apabila

melalui kriteria baku yaitu:

1. Terdapat drainase buatan di ekosistem gambut dengan fungsi lindung

yang ditetapkan

2. Tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa dibawah lapisan gambut

3. Terjadi pengurangan luas dan/atau volume tutupan lahan di ekosistem

gambut dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan

Dan menurut Pasal 23 ayat 2 dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun

2014 kerusakan ekosistem dengan fungsi budidaya dinyatakan rusak apabila

memenuhi krteria baku kerusakan sebagai berikut:

Page 199: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

133

1. Muka air tanah dilahan gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat) meter

dibawah permukaan gambut;dan/atau

2. Tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa dibawah lapisan gambut

Maka untuk itu Pemerintah Kabupaten Bengkalis harus mengupayakan

penutupan yang drainase perkebunan liar yang berada di kawasan fungsi

lindung dan mengkonservasinya dengan tanaman asli pada gambut.

Dan untuk fungsi budidaya yang rusak yaitu muka air tanah gambut

harus dipertahankan jangan melebihi 0,4 (nol koma empat) meter dibawah

permukaan gambut. Mempertahankan muka air tanah gambut ini dengan

membudidayakan tanaman yang mampu tumbuh pada lahan gambut yang

memiliki daya tumbuh pada keadaan tersebut.

2.2.2.Perkebunan sagu di Pulau Bengkalis

Pulau Bengkalis memiliki luas lahan sebesar 938km2 . Dan berada pada

5m dpl yang terdapat beberapa sungai yaitu sungi meskom, alam, seliau,

bengkalis, jangkang, liong dan kembung (BPS Kabupaten Bengkalis, 2016).

Luas lahan perkebunan di Bengkalis berjumlah 28.466,9 ha.

Sedangkan perkebunan sagu yang ada di pulau bengkalis adalah 2.793 ha

atau 9,8 % dari seluruh lahan pertanian yang ada. Dan jika di bandingkan

dengan luas pulau bengkalis perkebunan sagu hanya berkisar 0,3% dari luas

Pulau Bengkalis. Pada Tabel 4 dapat kita ketahui distribusi luas

perkebunan di Pulau Bengkalis.

Tabel 4. Luas Perkebunan di Pulau Bengkalis

Kecamatan Karet KelapaSawit

Kelapa Sagu Kopi Pinang Total

Bengkalis 4.803,0 396,0 7.283,0 2.452 6,0 149,0 15.089

Bantan 7.447,0 4.371,0 7.283,0 341,0 107,0 355 19.904

Total 12.250 4.767 14.566 2.793 113 504 34.993

Sumber : BPS, 2016

Page 200: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

134

Sedangkan jumlah produksi sagu di Pulau Bengkalis yaitu 14.864

ton. Jadi produktivitas hasil sagu di Pulau Bengkalis adalah 5,32 ton/ha

(Tabel 5).

Tabel 5. Jumlah Produksi Hasil Perkebunan di Pulau Bengkalis

Kecamatan Karet Kelapa

Sawit

Kelapa Sagu Kopi Pinang Total

Bengkalis 4.297,0 3082,7 2.138,0 9254,5 - 119,9 44.498.8

Bantan 9.965,0 63.066,7 35.856,0 5610,0 24,0 1.528,0 80.193.7

Total 14.262,2 93.893,9 0 14.864,5 24 1.647,9

Sumber : BPS, 2016

2.2.3.Pencegahan kebakaran dengan pengembangan sagu di Pulau

Bengkalis

Selamet (2008) menyatakan bahwa cara terbaik untuk mecegah

kebakaran di lahan-lahan gambut adalah dengan cara mengkonversi mereka

kedalam keadaan alaminya dan memberikan perhatian khusus dalam

pengelolaan air yang baik, pemanfaatan lahan yang sesuai dan pengelolaan

hutan yang lestari. Artinya drainase dan konversi hutan rawa gambut harus

dicegah. Apabila gambut menjadi kering secara berlebihan, mereka akan

kehilangan secara permanen sifat-sifat alaminya yang menyerupai spon dan

tidak dapat direhabilitasi kembali. Lahan-lahan gambut yang terdegradasi ini

harus dikelola untuk mencegah mereka menjadi padang rumput atau semak

belukar yang mudah terbakar secara teratur dan karenanya mejadi sumber

kebakaran untuk daerah sekitarnya. Penggunaan api di kawasan gambut oleh

masyarakat lokal hanya dapat dicegah apabila sumber penghidupan alternatif

disediakan. Saat ini belum jelas sumber penghidupan alternatif tersebut.

Page 201: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

135

Tentunya sumber penghidupan alternatif itu adalah tanaman budidaya

perkebunan yang mampu hidup di tanah gambut yang basah dan bernilai

ekonomi lebih tinggi yaitu sagu.

Saat ini sagu bukan merupakan pilihan primadona pekebun di Pulau

Bengkalis. Terlihat dari luas perkebunan yang ada di Pulau bengkalis bahwa

hanya 7,98% saja dari total luas lahan perkebunan di Pulau Bengkalis dan

pekebun justru lebih luas menanam kelapa sawit yaitu sebesar 41,62% (BPS

Kabupaten Bengkalis,2016).

Selama ini belum ada dukungan pemerintah untuk mengembangkan

perkebunan yang berjenis tanaman yang tidak menggunakan drainase.

Pemerintah harus mencari jenis tanaman perkebunan yang tidak

menggunakan drainase dan merupakan tanaman asli untuk daerah lahan

gambut. Jika tanaman asli gambut ditanam di lahan gambut maka proses

adaptasi tanaman terhadap lingkungan sangat cepat dan proses perlakuan

perawatan tidak sulit.

Menurut Flach (1977), sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang

mempunyai pengaruh pasang surut, terutama bila air pasang tersebut

merupakan air segar. Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah

daerah yang berlumpur, dimana akar napas tidak terendam, kaya mineral dan

bahan organik, air tanah berwarna cokelat dan bereaksi agak asam.

Sedangkan menurut Haryanto dan Pangloli (1992) bahwa tanaman sagu

membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat

mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair

tawar atau daerah rawa yang bergambut di daerah sepanjang aliran sungai,

sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu

tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat

> 70% dan bahan organik 30%.. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang

Page 202: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

136

memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah

yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.

Dan menurut Louhennapessy dan Notohadiprawiro (1993) habitat asli

sagu ialah tepi parit atau sungai yang becek serta berlumpur tetapi secara

berkala mengering.

Berdasarkan uraian dalam bab ini dapat ditarik kesimpulan yang

merupakan masalah yang belum ada jalan keluarnya, yaitu:

1. Kerusakan lahan gambut di Pulau Bengkalis akibat perubahan fungsi

lahan gambut menjadi perkebunan yang memiliki drainase sangat rawan

kebakaran dan belum juga mendapat perlakuan konservasi. Secara

keseluruhan lahan gambut yang rusak di Pulau Bengkalis adalah 72.351 Ha

atau 79,89% dari total lahan yang ada di Pulau Bengkalis.

2. Kurang termotivasinya masyarakat pekebun untuk membudidayakan sagu

sebagai tanaman yang tidak memakai drainase dikarenakan umur panen

sagu yang relatif lama yaitu berkisar 12 tahun baru mulai panen perdana

dan panen berikutnya setiap tahun. Waktu panen yang terlalu lama ini

membuat para petani kurang sabar menunggu karena tuntutan ekonomi

harian mereka menjelang sagu bisa di panen. Oleh karenanya pekebun

lebih memilih tanaman perkebunan yang relatif lebih cepat panen seperti

kebun sawit yang hanya membutuhkan waktu yang relatif lebih cepat.

3. Kurangnya perhatian Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam mencegah

kekeringan di lahan gambut akibat perubahan fungsi lahan gambut

menjadi perkebunan yang memiliki drainase sehingga rentan terbakar

pada musim kemarau. Hal ini terlihat bahwa kebijakan untuk bantuan-

bantuan budidaya tanaman perkebunan yang selama ini diberikan

Pemerintah Kabupaten Bengkalis hanya jenis tanaman perkebunan seperti

kelapa sawit, karet dan kelapa. Seperti diketahui bahwa jenis tanaman ini

memerlukan drainase sehingga membuat lahan gambut kering pada

musim kemarau. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Bengkalis harus

Page 203: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

137

mengarahkan tanaman perkebunan yang tidak menggunakan drainase

seperti sagu. Karena bahwa menurut pendapat para ahli bahwa sagu sangat

cocok dan merupakan tanaman asli daerah gambut yang basah, berlumpur

dan mampu tumbuh di daerah gambut yang memiliki keasaman yang

tinggi. Untuk itu, Pemerintahan Kabupaten Bengkalis dalam usahanya

untuk mencegah kebakaran di lahan gambut dengan pengembangan

perkebunan sagu di Pulau Bengkalis adalah merupakan cara yang sangat

baik. Karena sagu bisa mempertahankan gambut tetap basah namun bisa

juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai peningkatan perekonomian.

Page 204: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

138

III. DAMPAK PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT

DENGAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SAGU DI PULAU

BENGKALIS

3.1. Aspek Ekonomi

Pengembangan perkebunan sagu di Pulau Bengkalis ini jika dilakukan

akan berpengaruh secara ekonomi bagi masyarakat dan Pemerintahan

Kabupaten Bengkalis yaitu:

1. Menambah penghasilan masyarakat yang berkebun sagu

2. Menambah penghasilan masyarakat yang berkecimpung dalam olahan

dan perdagangan hasil sagu seperti tepung sagu, mie sagu, roti, bahan

baku industri makanan, bahan bakar biofuel, bahan baku penyedap

makanan, bahan baku gula cair, bahan baku plastik ramah lingkungan

yang dapat terurai didalam tanah, pakan ternak dan sebagai bahan baku

berbagai industri lainnya

3. Menambah Penghasilan Asli Daerah Kabupaten Bengkalis.

4. Menambah jumlah ketersediaan bahan makanan pokok yang tersedia

bagi masayarakat Pulau Bengkalis dan sekitarnya

5. Meningkatnya produksi sagu sehingga Pemerintah Kabupaten Bengkalis

tidak harus memikirkan ketersediaan beras sebagai bahan makanan

pokok.

Sedangkan jika pencegahan kebakaran di lahan gambut ini tidak

dilakukan maka dampak yang akan ditimbulkan pada lahan gambut dalam

aspek ekonomi yaitu:

1. Menurunnya nilai ekonomis lahan gambut akibat kerusakan akibat

kekeringan dan kebakaran.

2. Kebakaran berikutnya akan mudah terjadi dan tentunya akibat asap

kebakaran mengganggu sistem perekonomian masyarakat.

Page 205: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

139

3.2. Aspek Sosial Budaya

Dampak yang timbul dari pencegahan kebakaran lahan gambut

pengembangan budidaya sagu di Pulau Bengkalis terhadap aspek sosial

budaya adalah:

1. Muncul budaya masyarakat dalam menjaga lingkungan ekosistem

gambut sebagai ekosistem yang diperlukan untuk kelestarian kehiduan di

masa dating.

2. Muncul budaya pemanfaatan sagu sebagai sumber kebutuhan bahan

pokok yang murah dan bersahabat dengan lingkungan.

Dampak sosial budaya yang akan timbul dikalangan masyarakat apabila

pencegahan kekeringan lahan gambut yang dapat memicu kebakaran ini tidak

dilakukan adalah:

1. Timbulnya perasaan kecemasan di kalangan masyarakat akan terjadinya

kebakaran pada musim kering karena lahan gambut kering mudah

terbakar

2. Hilangnya lahan gambut yang asri sebagai tempat untuk menambah ilmu

pengetahuan bagi generasi penerus.

3. Hilangnya tempat rekreasi masyarakat misalnya tempat untuk

memancing ikan dan menikmati suasana alam yang asri dan sejuk.

3.3. Aspek Lingkungan dan Kesehatan

Dampak yang akan dirasakan pada aspek lingkungan dari pencegahan

kebakaran lahan gambut dengan pengembangan perkebunan sagu di Pulau

Bengkalis adalah:

1. Terhindarnya lahan gambut dari kekeringan lahan yang mengakibatkan

kebakaran lahan gambut yang tentunya dapat merusak struktur dan

fungsi lahan gambut.

2. Terhindarnya kebakaran lahan gambut yang dapat menimbulkan asap

yang mencemari udara yang dapat mengganggu habitat flora dan fauna

Page 206: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

140

yang ada di lahan gambut yang tentunya dapat menggangu rusaknya

kesetimbangan alam.

3. Terhindarnya kebakaran lahan gambut yang menyebabkan terbuangnya

emisi karbon ke udara yang dapat menimbulkan perubahan iklim.

Dampak yang akan dirasakan dalam aspek lingkungan apabila

pencegahan kebakaran ini tidak dilakukan adalah:

1. Ekosistem gambut akan semakin rusak.

2. Tidak berfungsinya lahan gambut sebagai penyimpan karbon dan air.

3. Keanekaragaman hewan dan tumbuh–tumbuhan di lahan gambut

terancam hilang.

Dan dari aspek kesehatan pencegahan kebakaran dengan pengembangan

sagu di lahan gambut dapat memberikan dampak yaitu:

1. Memberikan alternatif sumber pangan karbohidrat non beras sehingga

dapat mencukupi kebutuhan pangan nasional.

2. Tercegahnya perubahan iklim akibat emisi karbon yang dapat

menimbulkan pemanasan global yang berpengaruh terganggunya

kesehatan tubuh akibat suhu yang semakin ekstrim.

Sedangkan apabila pencegahan kekeringan lahan gambut yang dapat

memicu kebakaran tidak dilakukan maka dampak yang akan timbul dalam

aspek kesehatan adalah:

1. Kebakaran lahan gambut akan mudah terjadi dan akan menimbulkan

asap kebakaran yang tebal yang dapat mengganggu kesehatan

masyarakat.

2. Hilangnya sumber air di lahan gambut kering yang dimanfaatkan masyrakat

untuk kebutuhan sehari hari yang dapat menurunkan kualitas kesehatan

karena kekurangan kebutuhan air rumah tangga.

Page 207: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

141

IV. MAKSIMALSASI PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN

GAMBUT DENGAN PERKEBUNAN SAGU DI PULAU

BENGKALIS

4.1. Konservasi Lahan Gambut yang Rusak dengan Pengembangan

Perkebunan Sagu

Menurut data dari KLHK (2016) bahwa lahan gambut yang rusak dan

terganggu di Pulau Bengkalis untuk fungsi budidaya yaitu 21.830 Ha dan

untuk fungsi gambut lindung adalah 50.521 Ha. Maka total lahan gambut

yang rusak dan terganggu di Pulau Bengkalis adalah berjumlah 72.531 Ha

atau 79,89%.

Kondisi lahan gambut fungsi lindung yang rusak ini, seperti yang

dijelaskan pada pasal 23 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun

2014 bahwa kerusakan ekosistem gambut dengan fungsi lindung apabila

adalah terdapat dainase, sedimen berpirit dan berkurangnya tutupan lahan.

Maka untuk itu harus dilakukan penutupan drainase pada lahan gambut

tersebut dan mengkonservasinya dengan tanaman yang mampu tumbuh

tanpa drainase. Keadaan yang demikian akan mencegah terjadinya

kekeringan lahan yang mengakibatkan mudahnya lahan gambut terbakar.

Sedangkan kondisi lahan gambut fungsi budidaya yang rusak ini, seperti

yang dijelaskan pada pasal 23 ayat 2 dalam Peraturan Pemerintah No 71

Tahun 2014 kerusakan ekosistem dengan fungsi budidaya dinyatakan rusak

apabila muka air tanah dilahan gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat)

meter dibawah permukaan gambut (keadaan ini tidak berlaku untuk gambut

yang ketebalan dibawah 1 meter) ;dan/atau tereksposnya sedimen berpirit

dan/atau kwarsa dibawah lapisan gambut.

Page 208: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

142

Maka dari keadaan itu lahan gambut yang terdapat pada fungsi budidaya

sebaiknya membudidayakan tanaman yang mampu tumbuh dengan baik

pada keadaan lahan gambut yang tetap basah untuk menjaga lahan gambut

tidak menjadi kering, rusak dan mudah terbakar. Menurut para ahli bahwa

sagu mampu tumbuh pada lahan gambut dengan keadaan seperti itu dan sagu

juga merupakan tanaman asli daerah gambut yang basah dan sagu juga

merupakan tanaman asli dari lahan gambut.

Sagu juga memilik potensi ekonomi yang tinggi karena produk sagu yang

dihasilkan dapat digunakan menjadi bahan-bahan kebutuhan hidup manusia.

Hasil dari perkebunan sagu yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup

masyarakat sangatlah banyak. Tentunya hal ini membuat sagu memiliki

potensi ekonomi yang tinggi. Manfaat sagu untuk kebutuhan masyarakat itu

adalah:

1. Daunnya yang dijadikan atap rumah tradisional alami yang ramah

lingkungan,

2. Tulang daunnya (pelepah) dapat dijadikan dinding,

3. Lidinya dapat dibuat sapu,

4. Kulit batangnya dapat dijadikan lantai.

5. Apabila setelah diparut, kemudian parutan tersebut diolah lebih jauh,

maka limbahnya yang berupa serat dapat dijadikan makanan ternak,

media tumbuh untuk jamur atau media berbagai tanaman pertanian.

6. Pati sagu dapat dimanfaatkan untuk dibuat berbagai macam makanan

seperti beras analog, kue, mie, roti, biskuit, bahan baku industri

makanan, bahan baku penyedap makanan, bahan baku gula cair.

7. Pati sagu uga dapat digunakan lebih lanjut sebagai bahan bakar biofuel.

Page 209: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

143

4.2. Peranan Masyarakat dalam Pengembangan Perkebunan Sagu

Selain manfaat konservasi sagu juga dapat bermanfaat bagi peningkatan

perekonomian masyarakat pekebun sagu dan masyarakat sekitarnya.

Memang sagu membutuhkan waktu yang panjang untuk sampai bisa di panen

tetapi setelah kebun sagu dapat dipanen maka untuk selanjutnya hanya

tinggal melakukan perawatan ringan dan memanen hasilnya setiap tahun.

Jika dibandingkan dengan jenis perkebunan yang lain, hasil sagu juga

tidak kalah menguntungkan. Namun yang menjadi berat karena selama

waktu menunggu sagu dapat dipanen yaitu berkisar 10 tahun, pekebun

kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tentunya hal ini bisa disiasati agar masyarakat pekebun sagu dapat

membudidayakan kebun sagunya dan kebutuhan hidupnya selama 10 tahun

menunggu kebun dapat di panen yaitu :

1. Pekebun dapat menanami dengan tanaman tumpang sari, contohnya

seperti nenas yang relatif cepat untuk panen.

2. Memanfaatkan kesempatan apabila ada dukungan dari pemerintah

untuk pekebun sagu dalam memberikan kompensasi atau kredit lunak

bagi pekebun sagu selama 10 tahun mejelang sagu dapat dipanen.

4.3. Peranan Pemerintah dalam Pengembangan Perkebunan Sagu

Selama ini Pemerintah Kabupaten Bengkalis memberikan bantuan

untuk masyarakat pekebun kecil dalam pengembangan perkebunan yaitu

pembagian bibit tanaman perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit dan karet.

Jenis tanaman ini di lahan gambut memerlukan drainase yang besar dan

modal pengelolaan yang tinggi karena memerlukan pemupukan yang lebih

banyak.

Page 210: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

144

Sering sekali pengelolaan gagal karena pekebun kecil yang kekurangan

modal sehingga lahan menjadi terlantar dan tidak terurus yang membuat

lahan gambut rawan kebakaran.

Untuk itu diharapkan pemerintah mengarahkan pengembangan

perkebunan kearah perkebunan yang bersifat konservasi dan memiliki nilai

ekonomi yang tnggi. Pemerintah dapat mengupayakan pengembangan

perkebunan sagu untuk menanggulangi permasalahan ini.

Usaha pengembangan perkebunan sagu ini memerlukan dukungan

peran serta dari berbagai pihak sehingga pengembangan mengalami

kemajuan pesat dan sesuai yang diharapkan. Peranan pemerintah dalam

merangsang pengembangan perkebunan sagu di Pulau Bengkalis adalah :

1.. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang rehabilitasi lahan

gambut dengan tanaman sagu dan sekaligus bermanfaat ekonomi kepada

masyarakat

2. Memberikan bantuan bibit sagu gratis bagi para pekebun sagu.

3. Memberikan modal atau kredit tanpa bunga kepada masyarakat khusus

untuk menanam sagu dan pengolahan hasil sagu.

4. Merangsang tumbuhnya industri hilir sagu dengan cara memberikan

bantuan peralatan dan bimbingan teknis penggunaan peralatan

pengolahan.

5. Merangsang para peneliti untuk melakukan penelitian terhadap tanaman

sagu yang berbasis berbasis lingkungan dan peningkatan produktivitas

tanaman sagu. Penelitian yang bertemakan perkebunan sagu dan

pengembangan industri hilir sagu sehingga sagu dapat dimanfaatkan

dengan sangat baik dibidang pangan dan bio energi.

6. Merangsang atau menghimbau para pengusaha untuk menjalankan bisnis

dalam bidang konservasi lahan gambut seperti

- Membuat perkebunan sagu yang berbasis kelestarian lingkungan dan

ekowisata.

Page 211: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

145

- Membuat kilang sagu untuk menerima hasil sagu dari petani sagu.

- Memasarkan hasil olahan sagu kepada konsumen sehingga harga sagu

lebih bersaing.

Page 212: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

146

DAFTAR PUTAKA

Agus, F dan I.G.M Subiksa. 2008. Lahan Gambut Potensi untuk Pertanian

dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry

Centre (ICRAF). Bogor.

Alfons,J. B. dan S.Bustaman. 2006. Prospek dan Arah Pengembangan Sagu di

Maluku.BPTP Maluku, Ambon.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Bengkalis dalam

Angka 2016, Bengkalis.

Bintoro. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor

Dharmarwan H., H, Subagjo dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi

Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah,

Bogor.

Flach, M. 1977. Sago Palm, Metroxylon sago Rottb. IPGRI. Rome.

______1986. Yield Potential of The Sago Palm, Metroxylon sago Its

Realisation. First International Sago Symposium., 5-7 Juli 1986.In Pp

157-177 . ? . Kuching.

Hardjowigeno, S. 1986. Sumber Daya Fisik Wilayah dan Tata Guna Lahan:

Histosol. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harsanto, P.B. 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.

Haryanto, B. dan P, Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius,

Bogor.

Louhennapessy J.E dan T. Notohadiprawiro. 1993. Potensi Sagu dalam

Penganekaragaman Bahan Pokok Ditinjau dari Persyaratan Lahan. Pp 99-

106. Dalam Tim Fakultas Pertanian UNPATTI (Eds). Prosiding

Symposium Sagu Nasional. Ambon. 12-13 Oktober, 1992. Fakultas

Pertanian UNPATTI, Ambon.

Page 213: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

147

Limin, S. H. 2006. Pemanfaatan Lahan Gambut dan Permasalahannya.

Makalah pada Workshop Gambut dengan Tema : Pemanfaatan Lahan

Gambut untuk Pertanian, Tepatkah? , 22 November 2006,?, Jakarta.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kependudukan. 2016. 5 KHG Prioritas di

Propinsi Riau dan Kalimantan Barat, Jakarta

Mutalib, A., J.S. Lim, M.H. Wong and L. Koonvai. 1991. Characterization,

Distribution and Utilization of Peat in Malaysia. Proc. International

Symposium on Tropical Peatland. 6-10 May 1991. ?. Kuching.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Kanisius.

Jakarta.

Nugroho, K., G. Gianinazzi and I P. G. Widjaja-Adhi. 1997. Soil Hidraulic

Properties of Indonesian Peat. pp. 147-156. In J.O. Rieley and S.E. Page

(Eds.). Biodiversity and Sustainability of Tropical Peat and Peatland.

Samara Publishing Ltd. Cardigan.

Pemerintahan Kabupaten Bengkalis. 2016. Kecamatan Kabupaten Bengkalis,

Bengkalis. Alamat Web http://bengkaliskab.go.id/statis-12-kecamatan-

bengkalis.html . Diakses tanggal 19 Agustus 2016.

Presiden Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah No 71. 2014

Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Sekretariat

Negara, Jakarta.

Radjagukguk, B. 1997. Peat Soil of Indonesia: Location, Classification, and

Problems for Sustainability. pp. 45-54 J.O. In Rieley and S.E. Page (Eds.).

Biodiversity and Sustainability of Tropical Peat and Peatland. Samara

Publishing Ltd. Cardigan.

Page 214: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

148

Saripedia.com. 2010. Peta 34 Propinsi Indonesia Terbaru,?. Alamat Web

https://saripedia.wordpress.com/2010/11/18/peta-34-provinsi-

indonesia-terbaru-12/. Diakses tanggal 19 Agustus 2016.

Selamat, B. 2008. Manajemen Hidrologi di Lahan Gambut, Medan. Alamat

Web:https://www.researchgate.net/publication/42320274_Manajemen_

Hidrologi_di_Lahan_Gambut. Diakses tanggal 19 Agustus 2016.

Soil Survey Staff. 2003. Key to Soil Taxonomy. 9th Edition. United States

Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.

Washington DC.

Tie, Y.L. and J.S. Lim. 1991. Characteristics and Classification of Organic Soils

in Malaysia. Proc. International Symposium on Tropical Peatland. 6-10

May 1991. ? . Kuching.

Turukay, B.1986. The Role of Sago Palm in the Development of Integrated

Farm System in Maluku Province of Indonesia. Pp 7-15 In N Yamada and

K. Kainuma(Eds) Proc. The 3rd Int. Sago Symposium. May 1985, ?. Tokyo.

Widjaja-Adhi, I P.G. 1997. Developing Tropical Peatlands For Agriculture. pp.

45-54. In J.O. Rieley and S.E. Page (Eds.). Biodiversity and Sustainability

of Tropical Peat and Peatland. Proceedings of the International

Symposium on Biodiversity, Environmental Importance and Sustainability

of Tropical Peat and Peatlands, Palangka Raya, Central Kalimantan 4-8

September 1999. Samara Publishing Ltd, Cardigan.

Page 215: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

149

Lampiran 1. Peta Propinsi Riau

Sumber: Saripedia.com, 2010

Page 216: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

150

Lampiran 2. Peta Kabupaten Bengkalis

Sumber: BPS Kabupaten Bengkalis, 2016

Page 217: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

151

Lampiran 3. Pulau Bengkalis

Sumber: Pemerintahan Kabupaten Bengkalis, 2016

Page 218: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

152

Gam

bar

1. P

eta

Ked

alam

an G

ambu

t di P

ulau

Ben

gkal

is

Sum

ber

: Men

teri

Lin

gkun

gan

Hid

up d

anK

epen

dudu

kan,

201

5

Lam

pira

n 4

Page 219: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

153

Gam

bar

3. P

eta

Kub

ah G

ambu

t Di P

ulau

Ben

gkal

is

Sum

ber

: Men

teri

Lin

gkun

gan

Hid

up d

anK

epen

dudu

kan,

201

5

Lam

pira

n 5

Page 220: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

154

Gam

bar

3. P

eta

Indi

kati

f Fun

gsi L

indu

ng d

an B

udid

aya

di P

ulau

Ben

gkal

is

Lam

pira

n 6

Sum

ber

: Men

teri

Lin

gkun

gan

Hid

up d

an K

epen

dudu

kan,

201

5

Page 221: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PENINGKATAN KEGIATAN MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN

FUNGSI EKOSISTEM MANGROVE DI KOTA DUMAI

OLEH

FIKA YULIA RACHMAH

1510248190

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 222: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iv

I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar belakang..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3

II PENINGKATAN KEGIATAN MASYARAKAT DALAM

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE DI KOTA DUMAI .... 4

2.1 Ekosistem Mangrove .......................................................................... 4

2.2 Pemanfaatan dengan Pelestarian Ekosistem Mangrove...................... 7

2.3 Kegiatan Masyarakat dalam Pelestarian Ekosistem Mangrove diKota Dumai........................................................................................ 8

III DAMPAK PENINGKATAN KEGIATAN MASYARAKAT DALAM

PELESTARIAN EKOSISTEM DI KOTA DUMAI............................ 13

3.1 Dampak Ekonomi .............................................................................. 15

3.2 Dampak Sosial dan Budaya ................................................................ 16

3.3 Dampak Lingkungan dan Kesehatan ................................................. 16

IV OPTIMALISASI PENINGKATAN KEGIATAN MASYARAKAT

DALAM PELESTARIAN EKOSISTEM DI KOTA DUMAI............ 18

4.1 Ketidakjelasan Instansi yang Bertanggung Jawab dalam Kawasan

Pesisir Kota Dumai ............................................................................ 18

4.2 Terus Berlangsungnya Penebangan Liar Hutan Mangrove di Kota

Dumai................................................................................................ 20

4.3 Ketidakmampuan Pemko Dumai dalam Mengatasi Pemanfaatan

Kawasan Pesisir Kota Dumai............................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 22

LAMPIRAN.................................................................................................... 25

Page 223: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis-Jenis Mangrove Sejati di Sekitar Muara Sungai Dumai ................... 11

2. Jenis-Jenis Mangrove Asosiasi di sekitar muara Sungai Dumai ................. 12

Page 224: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Propinsi Riau .................................................................................. 26

2. Peta Kota Dumai .................................................................................... 27

3. Peta Ekosistem Mangrove Dumai .......................................................... 28

Page 225: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

1

I. PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Adanya berbagai perubahan kondisi dan kualitas lingkungan tentunya akan

bisa berpengaruh buruk terhadap manusia. Beragam bentuk kerusakan

lingkungan, seperti pencemaran udara, pencemaran air, dan menurunnya kualitas

lingkungan akibat bencana alam, banjir, longsor, kebakaran hutan, krisis air

bersih. Hal ini lama kelamaan akan dapat berdampak global pada lingkungan,

khususnya bagi kesehatan masyarakat sendiri.

Upaya menata dan memelihara kelestarian lingkungan, tidak hanya

mengandalkan pemerintah saja, namun lebih jauh masyarakat pun mempunyai

peranan penting dalam upaya mewujudkan hal itu. Diantaranya yaitu dengan pola

pendidikan melalui berbagai penyuluhan-penyuluhan tentang pentingnya menata

dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.

Wilayah Kota Dumai terletak pada posisi koordinat 101o23’37” –

101o28’13” BT dan 01o23’00” – 01o24’23” LU (Hanif,2011). Wilayahnya terdiri

dari tanah rawa bergambut dengan kedalaman 0–0,5 m dan beberapa kilometer ke

arah Selatan terdapat daratan rendah dengan kemiringan 0–5 %. Memiliki luas

1.772,38 km2 terdiri dari 5 kecamatan dan 32 kelurahan. Kelima kecamatan

tersebut yaitu Kecamatan Dumai Barat dengan luas 120 km2, Kecamatan Dumai

Timur dengan luas 59 km2 dan Kecamatan Bukit Kapur dengan luas 250 km2,

Kecamatan Medang Kampai 373 dan Kecamatan Sungai Sembilan 970,38 km2.

Perairan pesisir Kota Dumai merupakan bagian dari selat Rupat, selat ini

terletak antara daratan pulau Sumatera dengan pulau Rupat. Bagian utara dan

timur selat Rupat berhubungan langsung dengan selat Malaka maka pada musim-

Page 226: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

musim kondisi di selat Malaka akan merambat masuk ke perairan pesisir Kota

Dumai melalui ujung utara dan timur selat Rupat, sehingga pada beberapa bagian

pesisir terutama bagian timur dan utara terjadi abrasi pantai akibat aksi gelombang

besar yang merambat dari selat Malaka (Hanif, 2011).

Melihat definisi, pengertian, ciri-ciri, fungsi dan manfaat hutan bakau

tersebut kita seharusnya bisa berbangga diri menjadi negara dengan luas kawasan

hutan mangrove terluas di dunia. Berdasarkan data FAO yang dirilis tahun 2007,

walau hanya memiliki hutan bakau seluas 3,062,300 ha, luas hutan bakau di

Indonesia mencapai 19% dari total hutan bakau di seluruh dunia. Ini telah

menjadikan Indonesia sebagai negara dengan luas hutan bakau paling luas di

dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).Bahkan menurut Arobaya dan

Wanma (2006), Indonesia memiliki 27% dari total hutan mangrove dunia atau

setara dengan 4,25 juta ha. Data hampir sama dikeluarkan Kementerian

Kehutanan (2006) yakni seluas 4,3 juta ha.

1.2 Rumusan Masalah

Kegiatan konservasi Ekosistem Mangrove di Kota Dumai pada awalnya

tidak mendapat respon yang hangat dari masyarakat setempat, akan tetapi berkat

usaha yang sungguh-sungguh akhirnya pada saat ini banyak masyarakat yang

mulai peduli terhadap kegiatan konservasi ekosistem mangrove yang berasal dari

kelompok masyarakat golongan tua, pemuda bahkan anak-anak. Salah satu

diantaranya adalah kelompok Pecinta Alam Bahari (PAB). Berdasarkan kondisi

Ekosistem Mangrove Dumai dan kegiatan pelestarian fungsi Ekosistem

Mangrovenya, dapat dikemukakan ada tiga masalah yang ditemukan yaitu :

Page 227: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

1. Ketidakjelasan instansi mana di Kota Dumai yang bertanggung jawab terhadap

kawasan pesisir dan ekosistem mangrove yang menyulitkan keikutsertaan

masyarakat dalam pelestarian ekosistem mangrove.

2. Terus berlangsungnya penebangan liar hutan mangrove

3. Pemerintah Kota Dumai belum mampu mengatasi pemanfaatan kawasan

pesisir Kota Dumai untuk berbagai peruntukan.

Page 228: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4

II. PENINGKATAN KEGIATAN MASYARAKAT DALAM

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE DI KOTA DUMAI

2.1 Ekosistem Mangrove

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan

timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan

menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.

Ekosistem menurut Wikipedia (2016) merupakan suatu sistem ekologi

yang terbentuk oleh hubungan timbal. Matahari sebagai sumber dari semua

energi yang ada. Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang

bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan

beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi

lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada

Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-sama

dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga

keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Hal ini mengarah pada kenyataan

bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat

berbeda dengan planet lain dalam tata surya (Wikipedia, 2016a)

Indonesia menjadi negara dengan hutan mangrove paling luas di dunia.

Menurut Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2006), luas hutan bakau

Indonesia mencapai 4,3 juta ha. Sedang menurut FAO (2007) pada tahun 2005

Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3 juta ha.

Definisi lingkungan hidup, dikutip dari Undang-Undang No.32 Tahun

2004 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan

Page 229: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk

hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan kehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan

terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan

mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang meliputi

perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan

penegakan hukum (PPLH UNHAS, 2012)

Definisi hutan bakau (mangrove) menurut Steenis (1978) adalah vegetasi

hutan yang tumbuh diantara garis pasang dan surut. Sedangkan Nybakken

(1988) memberi definisi hutan mangrove sebagai sebutan umum yang digunakan

untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropis yang didominasi oleh

beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai

kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (UNESCO, 2016) (Gambar 1).

Gambar 1. Ekosistem Mangrove (Sumber: Wikimedia,2016a)

Menurut Soerianegara (1990) hutan mangrove mempunyai pengertian

sebagai hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daearah teluk

Page 230: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

dan di muara sungai yang dicirikan oleh: 1) tidak terpengaruh iklim; 2)

dipengaruhi pasang surut; 3) tanah tergenang air laut; 4) tanah rendah pantai; 5)

hutan tidak mempunyai struktur tajuk; 6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri

dari api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.),

lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.) (Anonimus,

2009).

Secara umum hutan bakau atau mangrove mempunyai definisi sebagai

hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak di garis pantai

dan dipengaruhi oleh pasang-surut air, laut tepatnya di daerah pantai dan sekitar

muara sungai. Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat

penting bagi ekosistem hutan, air dan alam sekitarnya. Fungsi atau manfaat

hutan bakau dapat ditinjau dari sisi fisik, biologi maupun ekonomi.

(Wikipedia,2016a)

Manfaat dan fungsi hutan mangrove secara fisik antara lain:

Penahan abrasi pantai.

Penahan intrusi (peresapan) air laut ke daratan.

Penahan badai dan angin yang bermuatan garam.

Penambat bahan-bahan pencemar (racun) diperairan pantai.

Manfaat dan fungsi hutan bakau secara biologi antara lain:

Tempat hidup biota laut, baik untuk berlindung, mencari makan, pemijahan

maupun pengasuhan.

Menurunkan kandungan karbondioksida (CO2) di udara (pencemaran udara).

Sumber makanan bagi spesies-spesies yang ada di sekitarnya.

Tempat hidup berbagai satwa lain semisal kera, buaya, dan burung.

Page 231: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

Manfaat dan fungsi hutan bakau secara ekonomi antara lain:

Tempat rekreasi dan pariwisata.

Sumber bahan kayu untuk bangunan dan kayu bakar.

Penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kepiting, dan lainnya.

Bahan penghasil obat-obatan seperti daun Bruguiera sexangula yang dapat

digunakan sebagai obat penghambat tumor.

Sumber mata pencarian masyarakat sekitar seperti dengan menjadi nelayan

penangkap ikan dan petani tambak (wikipedia, 2016b).

2.2 Pemanfaatan dan Pelestarian Ekosistem Mangrove

Konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai telah diatur melalui,

Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Sempadan

pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat

penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan

hutan mangrove adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat hutan

mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan

lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang

tertinggi kearah daratan.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan dan melestarikan

hutan mangrove antara lain:

1. Penanaman kembali mangrove sebaiknya melibatkan masyarakat. Modelnya

dapat masyarakat terlibat dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan

serta pemanfaatan hutan mangrove berbasis konservasi. Model ini

memberikan keuntungan kepada masyarakat antara lain terbukanya peluang

kerja sehingga terjadi peningkatan pendapatan masyarakat.

Page 232: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

2. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir : pemukiman, vegetasi, dll.

Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan

sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.

3. Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan

memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab.

4. Ijin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi.

5. Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan local tentang konservasi

6. Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir

7. Program komunikasi konservasi hutan mangrove

8. Penegakan hukum

9. Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat.

Artinya dalam memperbaiki ekosistem wilayah pesisir masyarakat sangat

penting dilibatkan yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pesisir. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa konsep-

konsep lokal (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya perlu

ditumbuh-kembangkan kembali sejauh dapat mendukung program ini.

2.3 Kegiatan Masyarakat dalam Pelestarian Ekosistem Mangrove di Kota

Dumai

Dalam pelestarian ekosistem memang kegiatan ini pada awalnya tidak

mendapat respon yang hangat dari masyarakat setempat, akan tetapi berkat usaha

yang sungguh-sungguh akhirnya saat ini banyak masyarakat yang mulai peduli

terhadap kegiatan konservasi ekosistem mangrove yang berasal dari kelompok

masyarakat golongan tua, pemuda bahkan anak-anak.

Page 233: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

Ketua PAB (Pecinta Alam Bahari) juga mengatakan bahwa adanya peran

dari badan Internasional yang juga ikut dalam usaha konservasi. Yakni badan

Internasional dari Negara Jepang memberikan bantuan beasiswa kepada Ketua

PAB bersekolah di Bali untuk belajar Ilmu Konservasi. PAB juga memiliki

beberapa program jangka menengah dan jangka panjang. Kegiatan jangka panjang

yakni kegiatan konservasi yang berkelanjutan dan program jangka menengah

yakni pembuatan arboretum, edukasi mangrove dan ekowisata.

Target spesies dari kegiatan konservasi ini adalah dari golongan fauna,

yakni : Udang, Rama-rama, Lokan, Lutung, dan spesies endemik lainnya. Selain

itu target flora dalam konservasi adalah hampil seluruh jenis bakau, baik bakau

sejati maupun bakau asosiasi. Berdasarkan data dari Lembaga Swadaya

Masyarakat Pecinta Alam Bahari dan Sekolah Alam Bandar Bakau Dumai.

Keberadaan hutan mangrove di Muara Sungai Dumai, terdapat pada area seluas

lebih kurang 11,5 hektar (Lampiran 1, 2 dan 3)

Berdasarkan hasil pendataannya setidaknya terdapat 16 jenis yang

dikategorikan sebagai mangrove sejati dari 8 family/ keluarga. Serta sejumlah 22

jenis mangrove ikutan/ asosiasi. Sedangkan berdasarkan total keberadaan hutan

mangrove yang berada di pesisir Kota Dumai, terdapat 23 jenis mangrove sejati

dan 22 jenis mangrove ikutan/ asosiasi. Jumlah ini merupakan setengah dari jenis

mangrove sejati di Indonesia (47 jenis) (Tabel 1 dan 2).

Dengan beranekaragamnya flora dan fauna di kawasan konservasi

tersebut, membuat kawasan tersebut memiliki nilai ekowisata yang cukup

menjanjikan. PAB sendiri juga sudah mulai mengelola kawasan tersebut tidak

Page 234: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

hanya sekedar dijadikan kawasan konservasi tetapi juga menjadi kawasan

ekowisata, baik wisata alam maupun seni.

Dalam hal usaha konservasi ini, PAB pasti juga menemukan kendala-

kendala yang menemukan masalah. Adapun kendala-kendala tersebut berupa dari

Pemerintah Kota Dumai yaitu adanya ketidak jelasan terhadap dinas mana yang

bertanggung jawab terhadap kawasan pesisir dan ekosistem hutan mangrove di

Kota Dumai yakni antara Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Dinas

Lingkungan Hidup. Selain itu masih adanya beberapa kasus pencurian dan

penebangan liar terhadap pohon-pohon mangrove mulai dari alasan ekonomi

hingga sosial budaya yang belum dapat diatasi. Hal ini tentu sangat berpengaruh

terhadap kelangsungan keberadaan ekosistem mangrove, termasuk upaya

pelestarian fungsinya.

Pemerintah Kota Dumai yang diwakili oleh Dinas Perikanan,

Perternakan dan Kelautan Kota Dumai menjelaskan terdapat beberapa kendala

dalam usaha konservasi di Dumai yakni, adanya penebangan liar pohon-pohon

mangrove secara ilegal oleh masyarakat Dumai sendiri. Adanya kepentingan-

kepentingan yang harus dihadapi dalam pemanfaatan wilayah pesisir sebagai

sektor industri, ekonomi dan pembangunan-pembangunan yang seharusnya

diatasi melalui tata ruang wilayah Kota Dumai. Dalam hal ini Pemko Dumai

masih belum mampu mengatasinya yang tentu sangat berpengaruh terhadap

keberadaan dan pelestarian ekosistem mangrove di sepanjang kawasan pesisir

Kota Dumai.

Page 235: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

Tabel 1. Jenis-Jenis Mangrove Sejati di Sekitar Muara Sungai Dumai

No. Jenis Famili Nama Lokal

1. Avicenia alba Avicenniaceae Api-api putih

2. Avicenia marina Avicenniaceae Api-api jambu

3. Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae Tumu

4. Bruguiera parviflora Rhizophoraceae Lenggadai

5. Ceriop tagal Rhizophoraceae Tengar

6. Gymnanthera paludosaAsclepiadaceae

Kacang-kacang,

kacang laut

7. Heritiera littoralis Sterculiaceae Dungun

8. Lumnitzera littorea Combretaceae Teruntum, sesop merah

9. Lumnitzera racemosa Combretaceae Susup, teruntum bunga putih

10. Rhizophora apiculata Rhizophoraceae Bakau kecil, minyak,bakau putih

11. Rhizophora stylosa Rhizophoraceae Bakau, bakau merah

12. Rhizophora mucronata Rhizophoraceae Bakau, belukap, bakau kurap

13. Scyphiphorahydrophyllacea

Rubiaceae Cingam

14. Sonneratia alba Sonneratiaceae Perepat

15. Sonneratia ovata Sonneratiaceae Kedabu

16. Xylocarpus granatum Meliaceae Nyireh bunga

Sumber: Anonimus (2011b)

Page 236: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

Tabel 2. Jenis-Jenis Mangrove Asosiasi di sekitar muara Sungai Dumai

No. Jenis Famili Nama Lokal

1. Akasia mangium Mimosaceae Akasia

2. Calophylum inophyllum Guttiferae Gurah

3. Cerbera manghas Apocynaceae Bintan, buta-buta

4. Clerodendrum inerme Verbenaceae Kayu tulang, keranji

5. Derris trifoliata Leguminosae Tuba laut

6. Ficus microcarpa Moraceae Beringin, kayu ara

7. Flacourtia rukam Flacourtiaceae Rukam

8. Flagellaria indica Flagellariaceae Rotandini, rotan tikus

9. Hibiscus tiliaceus Malvaceae Waru, baru-baru

10. Ipomoea pes-caprae Convolvulaceae Katang-katang,daun barah

11. Melastoma cadidum Melastomataceae Senduduk

12. Morinda citrifolia Rubiaceae Mengkudu

13. Pandanus tectorius Pandanaceae Pandan laut

14. Pandanus odoratissima Pandanaceae Pandan tikar

15. Passiflora foetida Passifloraceae Seletup bulu, rambut-rambut

16. Sesuvium portulacastrum Aizoaceae Rumput gelang

17. Spinifex littoreus Gramineae Gulung-gulung

18. Stachytarpheta jamaicensis Verbenaceae Ekor kuda

19. Terminalia cattapa Combretaceae Ketapang

20. Thespesia populnea Malvaceae Waru laut

21. Vitex pubescens Verbenaceae Leban kampung

22. Wedelia biflora Asteraceae Serunai laut

Sumber: Anonimus (2011a)

Page 237: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

III.DAMPAK PENINGKATAN KEGIATAN MASYARAKAT DALAM

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE DI KOTA DUMAI

3.1 Dampak Ekonomi

Bila dilakukan peningkatan kegiatan masyarakat dalam pelestarian

ekosistem mangrove di Kota Dumai maka memiliki dampak ekonomi bagi

masyarakat dan Pemerintah Kota Dumai seperti dibawah ini :

1. Membuka lapangan kerja baru dalam bentuk pengelolaan tambak, mencari

tiram, kepiting serta ikan lainnya di sekitar hutan Mangrove.

2. Usaha penangkaran bibit tanaman Mangrove yang dikelola secara

kelompok, baik laki-laki maupun wanita kemudian dijual dan hasilnya

dikelola bersama.

3. Sebagai penyedia bibit mangrove.

4. Memberikan Kontribusi kepada desa dalam hal perbaikan sarana dan

prasarana jalan aspal, musholla, tratak dan lain-lain.

Jika tidak dilakukannya peningkatan kegiatan masyarakat dalam pelsetarian

ekosistem mangrove di Kota Dumai juga memiliki dampak sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat : menimbulkan biaya meninggikan pondasi rumah, jalan,

infrastruktur yang lain.. Hilangnya mata pencaharian masyarakat sebagai

petani tambak akibat rob.

2. Bagi Pemko Dumai : pengubahan fungsi hutan mangrove menjadi fungsi

lain secara tidak wajar akan mengakibatkan timbulnya keadaan yang tidak

sesuai dengan kaifah pembangunan yang berkelanjutan. Seperti rusaknya

infrastruktur yang telah dibangun, biaya pengelolaan kota akan bertambah,

akibat rob berdampak lanjutan pada pengelolaan kota menjadi lebih mahal.

Ketid

Page 238: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

3.2 Dampak Sosial dan Budaya

Bila dilakukan penigkatan kegiatan masyarakat dalam pelestarian

ekosistem mangrove di Kota Dumai maka memiliki dampak sosial dan budaya

bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Dumai seperti dibawah ini :

1. Tersedianya lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau berupa kawasan hutan

Mangrove.

2. Lingkungan yang hijau, suasana akan menjadi nyaman dan sejuk bagi warga

yang ada di kawasan tersebut.

3. Aktivitas warga yang mengelola lahan tambaknya dapat kembali berjalan

normal.

4. Menjadi contoh bagi desa-desa pesisir lainnya yang mempunyai geografis yang

sama

5. Warga mulai mempunyai kesadaran untuk menjaga pelestariannya.

6. Hasil pembibitan selain dipakai sendiri juga dijual untuk kesejahteraan

anggota.

7. Terciptanya suasana lingkungan yang sejuk sekaligus memberi contoh bagi

masyarakat tentang pentingnya melestarikan lingkungan hidup.

Jika tidak dilakukannya peningkatan kegiatan masyarakat dalam pelestarian

ekosistem mangrove di Kota Dumai juga memiliki dampak sosial dan budaya

seperti tumpang tindihnya masyarakat dan Pemko Dumai dalam lingkungan sosial

dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan

keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat

Page 239: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan

ditaati oleh segenap anggota masyarakat.

Dengan pendekatan sosial merupakan upaya meningkatkan dan

menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat dalam upaya mencegah

kerusakan ekosistem wilayah pantai.

3.3 Dampak Lingkungan dan Kesehatan

Bila dilakukan peningkatan kegiatan masyarakat dalam pelestarian ekosistem

mangrove di Kota Dumai maka memiliki dampak lingkungan dan kesehatan bagi

masyarakat dan Pemerintah Kota Dumai seperti dibawah ini :

1. Petani dapat memanfaatkan kembali lahannya yang rusak akibat erosi.

2. Mangrove akan menjadi benteng pantai yang dapat menahan erosi akibat

pukulan ombak atau arus pasang surut dan sebagai stabilisator garis pantai.

3. Terwujudnya Ruang Terbuka Hijau atau Hutan Mangrove.

4. Terciptanya udara sejuk dan sehat.

5. Karena tanaman Mangrove tumbuh bagus, maka lingkungan akan stabil, dan

pepohonan tumbuh rindang dan indah.

Jika tidak dilakukannya peningkatan kegiatan masyarakat dalam pelestarian

ekosistem mangrove di Kota Dumai juga memiliki dampak lingkungan bagi

masyarakat bagi dan Pemko Dumai seperti pantai rusak dan habitat akuatik rusak.

Sedangkan dampak bagi kesehatan seperti menurunnya kandungn karbondioksida

(CO2) dam pencemaran udara (O2).

Page 240: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

IV. OPTIMALISASI PENINGKATAN KEGIATAN MASYARAKATDALAM PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE DI KOTA DUMAI

4.1 Ketidakjelasan Instansi yang Bertanggung Jawab dalam KawasanPesisir Kota Dumai

Untuk meminimalisasi rusaknya ekosistem mangrove diperlukan

berbagai upaya dengan model pelestarian yang tepat untuk mencapai

keberhasilan. Hal ini penting dilakukan, karena upaya yang dilakukan instansi

terkait sering kali mengalami kegagalan. Upaya pelestarian yang bersifat

topdown yang mengesampingkan unsur masyarakat ternyata mengakibatkan

ketidak berhasilan. Padahal keberadaan masyarakt sekitar hutan mangrove

sangat berpengaruh terhadap kelestarian ekosistem mangrove.

Aktivitas yang dilakukan dalam pelestarian ekosistem mangrove

dilakukan secara kolaboratif yang mengakomodasi berbagai kepentingan,

dimana terjadi interaksi baik antara masyarakat, pemerintah dan pihak lain

sesuai dengan pepran dan wewenang masing-masing dan selanjutnya masyarakat

dapat menjadi subjek yang mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi secara

aktif dalam berbagai tahap seperti perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan

ekosistem mangrove dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove.

Beberapa hasil identifikasi di kawasan ekosistem hutan mangrove,

terdapat beberapa komponen utama yang berperan terhadap kelangsungan

ekosistem mangrove, yaitu:

1. Masyarakat : dipengaruhi karakterisktik sosial ekonomi dan persepsi

masyararakat terhadap keberadaan ekosistem mangrove, masyarakat

memanfaatkan hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tindakan pemanfaatan yang dilakukan dapat berpenagaruh positif (

Ketid

Page 241: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

pemanfaatan terkendali) maupun negatif terhadap kelestarian ekosistem

mangrove.

2. Pemerintah : berperan sebagai unit pelaksana teknis yang bertanggung

jawab secara langsung terhadap kelestarian ekosistem mangrove di

kawasan bandar bakau, sehingga dalam perannya sangat dipengaruhi oleh

kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki serta kebijakan-kebijakan

yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

3. Lembaga swadaya masyarakat : memegang peranan penting dalam

keberhasilan pelestarian ekosistem mangrove di bandar bakau. LSM

berperan dalam memfasilitasi motivator dalam upaya menyatukan dan

mensinergikan kepentingan-kepentingan masyarakat.

Pelaksanaan program evaluasi yang dilakukan oleh masyarakat sendiri

dengan difasilitasi dan mendapat pendampingan dari pihak tertentu. Output hasil

dari pelaksanaan program-program kegiatan diatas diharapkan dapat terciptanya

kelestarian ekosistem hutan mangrove meningkatkan kondisi sosial ekonomi

masyarakat dan masyarakat menjadi beffuer terhadap kegiatan yang merusak

ekosistem mangrove. Usulan saya agar adanya kepastian instansi yang

bertanggung jawab dalam mengelola kawasan pesisir Kota Dumai. Seperti

badan-badan dibawah naungan Pemerintahan Pusat yakni Dinas Kehutanan,

Dinas Kelautan dan Perikanan (Pemerintah Kota) Pemerintah Pusat atau Pihak

lainnya.

Page 242: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

18

4.2 Terus Berlangsungnya Penebangan Liar Hutan Mangrove di Kota

Dumai

Banyak terjadi penebangan hutan mangrove secara liar disebabkan

karena aturan hukum yang kurang tegas dan banyak alasan lain yang

mempengaruhi kurang terjaganya kelestarian hutan mangrove seperti tingkat

kesadaran masyarakat yang rendah sehingga upaya untuk menjaga

kelestarian hutan mangrove tidak ada.

Permasalahan-permasalahan yang ada seperti penebangan pohon

mangrove untuk kayu arang seperti itu tidak lagi populer di Kota Dumai karena

sudah adanya konversi bahan bakar gas untuk keperluan rumah tangga yang telah

menjangkau masyarakat pedesaan sekalipun. Masalah yang timbul dari

penebangan pohon mangrove kini beralasan kebudayaan yakni festival gasing.

Gasing yang terbaik menggunakan pokok kayu bakau karena dinilai sangat keras

dan tidak mudah pecah ketika diadu pada lomba festival gasing.

Oleh sebab itu marak sekali pencurian dan penebangan pohon bakau.

Namun dengan diplomasi kepada pihak pemerintah yang menyelenggarakan

kegiatan tersebut, maka syarat yang ditetapkan untuk mengikuti lomba tersebut

adalah bahan dasar kayu yang digunakan untuk pembuatan gasing tidak boleh dari

kayu bakau, sehingga tidak ada lagi penebangan pohon bakau dengan alasan

kebudayaan.

Pelihara lingkungan mulai dari hal terkecil, misalnya dengan tidak

menggunakan sumber alam semena-mena dan belajarlah untuk tidak hanya

menerima dan menggunakannya saja, melainkan kita juga harus memberi.

Page 243: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

Memberi disini dalam artian bahwa kita juga harus melakukan penanaman

kembali.

4.3 Ketidakmampuan Pemko Dumai dalam Mengatasi Pemanfaatan

Kawasan Pesisir Kota Dumai

Ketidakmampuan Pemko Dumai dalam menata dan memelihara kelestarian

lingkungan sangat disayangkan. Melalui pola pendidikan berbagai penyuluhan

tentang pentingnya menata memelihara kelestarian lingkungan hidup seharusnya

pemerintah mampu untuk upaya mewujudkan masyarakat yang peduli dalam

melestarikan ekosistem mangrove. Mengingat beberapa dekade terakhir ini Kota

Dumai merupakan salah satu kawasan yang berkembang.

Kegiatan rehabilitasi pada hutan mangrove yang telah rusak menurut

masyarakat perlu dilakukan. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran yang baik

dari masyarakat tentang fungsi hutan mangrove. Untuk membangun komitmen

masyarakat dalam pelaksanaan program dan menjadikan masyarakat sebagai

subyek yang berpartisipasi aktif dalam program pelestarian ekosistem mangrove.

Pengelolaan perairan pesisir adalah bagian integral dari wilayah pesisir

yang merupakan daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan, dimana

secara biofisik batas dari wilayah pesisir ke arah darat masih dipengaruhi oleh

berbagai aktivitas lautan, seperti intrusi air laut, pasang surut dan angin laut.

Sementara ke arah laut masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan seperti; aliran

sungai, sedimentasi akibat penggundulan hutan, pencemaran limbah dari aktivitas

pertanian, industri dan lainnya. Sehingga perairan pesisir sangat berhubungan erat

dengan sistem sungai (daerah aliran sungai) yang merupakan penghubung

ekosistem darat (up land) dengan ekosistem lautan.

Page 244: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

Batas perairan pesisir sebenarnya hanya berupa garis khayal, karena

tergantung karakter biofisik suatu daerah, sehingga pada tiap-tiap daerah akan

sangat berbeda, karena batas wilayah perairan pesisir bisa masuk sampai ke hulu

sungai dimana aktivitas lautan masih mempengaruhinya, begitu pula batas

perairan pesisir akan semakain jauh menuju laut lepas dimana masih dipengaruhi

berbagai aktivitas daratan baik secara alami maupun oleh aktivitas antropogenik

yang dibawa oleh aliran sungai.

Untuk itu, dalam melakukan pengelolaan perairan pesisir harus

mengutamakan 3 prinsip keterpaduan; Prinsip-1, yaitu keterpaduan antar

ekosistem darat dan laut, dimana harus mempertimbangkan berbagai dampak

biofisik dan sosial-ekonomi yang terkait antara ekosistem darat dan lautan, karena

merupakan satu kesatuan ekologi yang tidak bisa dilepas pisahkan. Artinya

ancaman dan kerusakan terhadap ekosistem daratan akan berimplikasi negatif

terhadap ekosistem lautan, begitu pula sebaliknya.

Prinsip ke-2, yaitu keterpaduan antar sektor dan atau stakeholder, karena

berbagi sektor yang terkait dengan pengelolaan perairan pesisir tidak bisa berjalan

sendiri-sendiri dalam melakukan aktivitasnya, apalagi perairan pesisir merupakan

pusat pemanfaatan dan kegiatan dari berbagai sektor yang berhubungan dengan

daratan maupun lautan, seperti jasa transportasi laut, industri galangan kapal,

perikanan, pertambangan, pariwisata, kehutanan, pertanian, dan industri

manufaktur di daratan. Sehingga dibutuhkan kerjasama dan koordinasi untuk

menghindari arogansi masing-masing sektor dalam mengimplementasikan

program pembangunannya. Selain itu stakeholder terkait seperti pihak pemerintah,

swasta, akademisi, LSM dan masyarakat perlu diakomodir bersama-sama dalam

Page 245: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

21

penentuan kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan perairan pesisir, laut

dan pulau-pulau kecil untuk penyamaan persepsi.

Prinsip ke-3, yaitu Keterpaduan antar level pemerintahan, baik pusat

maupun daerah, dimana harus ada komunikasi 2 arah dan kerjasama yang

harmonis antar level pemerintahan, agar tidak terjadi kesalahan dan ketidak

akuratan dalam melakukan perencanaan dan pengimplementasian berbagai

program pembangunan. Tanpa adanya penataan dan pengelolaan kawasan

perairan pesisir dan lautan secara terpadu, maka akan memberikan ekses negatif

bagi keberlanjutan kawasan perairan pesisir dan laut beserta sumberdaya alamnya

di masa-masa yang akan datang.

Page 246: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

DAFTAR PUSTAKA

Abrahamsz, A.dan M.A, Tuapattinaja, 2005. Evaluasi Kawasan Konservasi HutanMangrove di Desa Passo. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu perikanan dankelautan. Universitas Pattimura. Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan(Ichthyos) 4:(93-98).

Anonimous, 2009. (http//:mbojo.wordpress.com/2009/01/01/hutan-mangrove-dan—luasannya-di-Indonesia)

--------------, 2010. Konsep Pemberdayaan. Bahan Bacaan bagi FasilitatorPNPM-LMP (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat LingkunganMandiri Perdesaan). Wildlife Conservation Society. Bogor.

--------------, 2011a (http//:mangrovedumai.blogspot.com/2011/06/hutan-mangrove-muara-sungai-dumai.html)

-------------, 2011b (http//:mangrovedumai.blogspot.com/2011/06/hutan-mangrove-muara-sungai-dumai.html)

Arsyad, M. dan Thaha. 2003. Konservasi Energy Gelombang melalui RumpunBakau: Rhizophora. Jurnal Penelitian Enjiniring . Fakultas TeknikUniversitas Hasanuddin. 9:251-264.

Badan Lingkungan Hidup Bengkulu Utara. 2011. Laut Pesisir danPantai. http://blhbu.net/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Alaut-pesisir-pantai&catid=10&Itemid=18. Diakses pada tanggal 15Februari 2011.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bengkulu Utara IbukotaArga Makmur. 2009. Laporan Akhir Workshop Arga Makmur BengkuluUtara, 23-27 Februari 2009.

Dahuri, R., J Rais, S.P. Ginting dan M.J.Sitepu. 2008. Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Damayanti, E. 2004. Kesalahan Pengelolaan Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil: Kebingungan Tenurial. Makalah Dipresentasikan dalamKonferensi Internasional tentang Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alamdi Indonesia yang Sedang Berubah:”Mempertanyakan Kembali BerbagaiJawaban”, 11-13 Oktober 2004, Jakarta.

Darwanto, H. 2009. Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan BerbasiskanMasyarakat Terpencil. Bappenas, Jakarta.

Page 247: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

FAO,2007. http://www.unesco.org/csi/intro/mangrove.htm Diakses padaSeptember 2016

Gunarto. 2004. Konservasi Mangrove sebagai Pendukung Sumber HayatiPerikanan Pantai. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian. 23:15-21.

Hanif, A. 2011. Kota Dumai dan Kawasan Konservasi Mangrove. Loka KawasanKonservasiPerairanNasional.http://www.kp3k.kkp.go.id/lkkpn/index.php?option=com_content&view=article&id=123:kota-dumai-dan-kawasan-konservasi-mangrove&catid=31:beranda&Itemid=28. Diakses tanggal 6Desember 2016

Heriyanto,2012 http://teguhheriyanto.blogspot.co.id/2012/11/upaya-konservasi-ekosistem-mangrove-di.html diakses bulan november 2012

Mile, M Y. 2007. Pengembangan Species Tanaman Pantai untuk Rehabilitasi

dan Perlindungan Kawasan Pantai Pasca Tsunami. Jurnal Info Teknis.

Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Ciamis.1(2) hal : 55

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Pt Gramedia,

Jakarta

Nurahmah, Y. 2007. Teknis Perbanyakan Tanaman Cemara Laut (Casuarina

equisetiafolia) pada Media Pasir. Jurnal Info Teknis. Balai Besar

Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Ciamis.5(1)v-v

Nurmalasari, Y. 2002. Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir BerbasisMasyarakat. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:pkWPWJtSr_MJ:www.stmikim.ac.id/userfiles/jurnal%2520yessy.pdf+&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESi2lrQ6xOhp2GEMbs2BFqSjFxWoHqt9wSTR5_BN0FR4IjXOikTH094aOl7F_ablcft611d6dyywT8m0Lkd9ji6JcypKtgdrPsxlqBXJ5XW6nhBlnrHK_Ksm2vPqUAsjGG42jaE&sig=AHIEtbSqLXfm86_ahRo7oCuH3Hh3b7mUGw. Diakses tanggal 15 Februari 2011.

Presiden RI 1990-1997 Jakarta, 2000. Nomor : 32 Tahun 1990 Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, Sekretariat Negara,Jakarta

------------------,1999. Undang- Undang Nomor 32 tahun 1999 tentang Perlindundan danPengelolaan Lingkungan Hidup, Sekretariat Negara,Jakarta

Page 248: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

Purnamasari, L. 2009. Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan

Berkelanjutan. https://uwityangyoyo.wordpress.com. Diakses pada tanggal

15 Februairi 2001.

PPLH UNHAS, 2012.

http://unhas.ac.id/pplh/wpconten/upload/2012/12/uu_2009_32PPH_1Pdf.

Diakses Desember 2012

Republika newsroom, 2009. Kesadaran Masyarakat Jaga Kelestarian

Lingkungan Hidup Rendah, Jakarta

Rusyadi, D. R, Monintja, T. H, Purwaka. M. F. A,Sondita.J, Haluan. 2008.Evaluasi Keserasian Peraturan Daerah dan Kebijakan Nasional TentangRetribusi dan Konservasi di Bidang Perikanan Tangkap. Mangrove Pesisir.Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta. 8 (1-12).

Soerianegara, I.1990 .http://mbojo.wordpress.com/2009/01/01/hutan-mangrove-dan-luasannya-di-indonesia diakses tanggal 18 Februari 2011

Steenis, C.G.G. J. Van, G., 1978. Flora Untuk Sekolah Indonesia. Terjemahan.Surjowinoto,Moeso & Soenarto Hardjosuwarno. PT. Pradnaya Paramita :Jakarta.

Taridala, S.A.A. 2010. Kesadaran Masyarakat dan Kelestarian LingkunganHidup. Kendari Pos, Halaman 4, Kendari

UNESCO, 2016. http//:www.unesco.org/csi/intro/mangrove.htm diakses pada 18

Februari 2011

Widagdo, B. 2011. Membangun Kesadaran Melestarikan Lingkungan.Ranselmerah. 25-01-2011.

Wikipedia,2016a. http://id.wikipedia.org/wiki/konservasi diakses pada bulan juni2011

------------,2016b. http://id.wikipedia.org/wiki/konservasi

.

Page 249: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

LAMPIRAN

Page 250: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

26

Lampiran 1. Peta Propinsi Riau

Page 251: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

27

Lampiran 2. Peta Kota Dumai

Page 252: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

28

Lampiran 3. Peta Ekosistem Mangrove Dumai

Page 253: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMAN HIAS

BINTANG AIR (Cyperus alternifolius, L.) DALAM SISTEM LAHAN BASAH

BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-Wetlands) di KOMPLEK

PERUMAHAN PT. CPI - DURI

Disusun Oleh

INDRA KAMIL

NIM : 1510248475

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 254: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... v

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3

II PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMANHIAS Cyperus alternifolius, L. DALAM SISTEM LAHAN BASAHBUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-Wetlands) diKOMPLEK PERUMAHAN PT. CPI- DURI

2.1 Air Limbah Domestik................................................................................. 4

2.1.1 Pengertian air limbah domestik .......................................................... 4

2.1.2 Kualitas air limbah domestik .............................................................. 5

2.2 Lahan Basah Buatan................................................................................... 7

2.2.1 Gambaran umum ................................................................................ 7

2.2.2 Sistem Lahan Basah Buatan ............................................................... 8

2.3 Sistem Aliran Bawah Permukaan (SSF- Wetland)..................................... 10

2.3.1 Prinsip Dasar pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah

Permukaan.......................................................................................... 11

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Sistem Lahan Basah Aliran Bawah

Permukaan (SSF- Wetlands) .............................................................. 15

2.4 Tanaman Hias ”Bintang Air” (Cyperus alternifolius) .............................. 17

2.5 Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias

Cyperus alternifolius dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran

Bawah Permukaan di Perumahan PT. CPI- Duri ...................................... 18

2.5.1 Lokasi Komplek Perumahan PT. CPI- Duri ....................................... 18

2.5.2 Pengolahn Air Limbah Domestik di Perumahan PT. CPI- Duri ........ 19

Page 255: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iii

III.DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKANTANAMAN HIAS Cyperus alternifolius, L. DALAM SISTEM LAHANBASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-Wetlands) diKOMPLEK PERUMAHAN PT. CPI- DURI

3.1 Dampak Ekonomi....................................................................................... 21

3.2 Dampak Sosial Budaya ................................................................................ 22

3.3 Dampak Lingkungan dan Kesehatan............................................................ 22

IV. UPAYA PENYEMPURNAAN PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIKMENGGUNAKAN TANAMAN HIAS Cyperus alternifolius, L. DALAMSISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN(SSF-Wetlands) di KOMPLEK PERUMAHAN PT. CPI- DURI

4.1 Sistem dan Teknis Pengolahn Air Limbah Menggunakan Sistem

Lahan Basah ....................................................................................... ........ 24

4.2 Pembuatan Sistem Pengolahan Air lImbah Menggunakan Lahan

Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan ........................................... ........ 24

4.3 Aplikasi Sistem di Perumahan PT. CPI........................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

LAMPIRAN...........................................................................................................

Page 256: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi tingkat pencermaran Air Limbah Domestik ......................... ........ 6

2.2 Peranan media, tanaman dan mikroorganisme terhadap zat polutan dalam SSF

Wetland .......................................................................................................... 14

2.3 Kharakteristik media dalam SSF Wetlands..................................................... 15

2.4 Kinerja lahan basah buatan aliran bawah permukaan berdasarkan jenis media

yang digunakan .............................................................................................. 16

2.5 Data pengolahan air limbah menggunakan sistem aliran bawah permukaan

menggunakan tanaman hias Cyperus alternifolius......................................... 20

Page 257: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Fluktuasi Debit Air Limbah Rumah Tangga................................................... 5

2.2 Tranformasi karbon dalam lahan basah buatan............................................... 8

2.3 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan .................................................................... 9

2.4 Tipe Wetlands berdasarkan jenis tanaman yang digunakan ........................... 10

2.5 Tanaman “Bintang Air” (Cyperus alternifolius) ........................................... 17

2.6 Peta Lokasi Komplek Perumahan PT. CPI- Duri ........................................... 18

Page 258: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Peta Propinsi Riau................................................................................................... 26

2 Peta Kabupaten Bengkalis....................................................................................... 27

3 Peta Komplek Perumahan PT. CPI ......................................................................... 28

Page 259: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan dasar manusia dan sumberdaya yang perlu dijaga

kelestariannya untuk kepentingan manusia dan lingkungan. Ketidakseimbangan

antara ketersediaan air dan kebutuhan serta penggunaannya oleh manusia

menyebabkan ketersediaan air merupakan satu masalah yang diperhitungkan,

sehingga diperlukan perhatian dan penanganan yang serius. Selain faktor

ketidakseimbangan, faktor pencemaran limbah juga merupakan hal yang perlu

diperhatikan. Seringkali limbah dibuang begitu saja ke sungai atau dengan

penanganan yang kurang memadai. Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi

masyarakat dan lingkungan. Salah satu agen utama pencemar lingkungan perairan

adalah limbah domestik (limbah rumah tangga), yang memerlukan perlakuan

pengolah limbah sebelum dipergunakan.

Limbah cair domestik adalah air yang telah dipergunakan dan berasal dari

rumah tangga atau pemukiman termasuk di dalamnya adalah yang berasal dari

kamar mandi, tempat cuci, WC, serta tempat memasak (Sugiharto, 1987).

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 tentang

Baku Mutu Air Limbah Domestik, maka parameter kunci untuk air limbah domestik

adalah BOD, TSS, pH, serta Lemak dan Minyak. Berbagai upaya telah dilakukan

untuk mengurangi dampak pencemaran limbah domestik namun mengalami beberapa

kendala, diantaranya adalah mahalnya alat atau instalasi pengolahan limbah sehingga

sulit dijangkau oleh masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan biaya

murah dan ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan tumbuhan air untuk

menanggulangi jumlah pencemar dengan cara menyerap, mengumpulkan dan

mendegradasi bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat dalam limbah tersebut

yang kita kenal dengan phytoremediasi.

Teknik phytoremediasi didefinisikan sebagai teknologi pembersihan,

penghilangan atau pengurangan zat pencemar dalam tanah atau air dengan

menggunakan bantuan tanaman (Chussetijowati, 2010). Mekanisme kerja

phytoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu: fitoekstraksi, fitovolatilisasi,

Page 260: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

fitodegradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan interaksi dengan mikroorganisme

pendegradasi polutan (Kelly, 1997).

Sistem Lahan Basah Aliran Bawah Permukaan (Sub Surface Flow –

Wetlands) merupakan salah satu sistem pengolahan air limbah jenis Lahan Basah

Buatan (Constructed Wetlands), dimana prinsip kerja sistem pengolahan limbah

tersebut dengan memanfaatkan simbiosis antara tumbuhan air dengan

mikroorganisme dalam media di sekitar sistem perakaran (Rhizosphere) tanaman

tersebut. Bahan organik yang terdapat dalam air limbah akan dirombak oleh

mikroorganisme menjadi senyawa lebih sederhana dan akan dimanfaatkan oleh

tumbuhan sebagai nutrient, sedangkan sistem perakaran tumbuhan air akan

menghasilkan oksigen yang dapat digunakan sebagai sumber energi/katalis untuk

rangkaian proses metabolisme bagi kehidupan mikroorganisme. Setiap jenis tanaman

akan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk menghasilkan oksigen,

sehingga kondisi aerob pada daerah rhizosphere untuk tiap-tiap jenis tanaman akan

menjadi faktor pembatas terhadap kehidupan mikroorgaisme. Bagi jenis bakteri

aerob, konsentrasi oksigen merupakan faktor pembatas, sehingga suasana aerob pada

daerah rhizosphere tersebut yang menyebabkan mikroorganisme yang dapat

bersimbiosis dengan masing – masing jenis tanaman akan spesifik.

Berdasarkan rata-rata kondisi iklim Indonesia yang potensial untuk

mendukung pertumbuhan dan transpirasi tanaman sepanjang tahun, maka

pengolahan air limbah menggunakan sistem tersebut diprakirakan dapat berjalan

dengan optimal. Disamping itu, murahnya biaya konstruksi maupun biaya

operasional merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan upaya pengolahan air

limbah secara berkelanjutan.

Dengan mempertimbangkan beberapa aspek tersebut diatas, maka sistem

Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands) merupakan

alternatif yang cukup baik dalam rangka mengolah air limbah domestik, terutama

pada areal pemukiman, seperti komplek perumahan atau real-estate. Namun

demikian, kebutuhan lahan yang cukup luas untuk sistem Lahan Basah Buatan

Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands) akan menjadi hambatan dalam penerapan

sistem tersebut untuk pengolahan air limbah kawasan perumahan di wilayah

perkotaan. Untuk itu diperlukan upaya optimalisasi penggunaan lahan, sehingga

Page 261: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

pemanfaatan lahan untuk IPAL tersebut dapat dilaksanakan secara efisien.

Alternatif penggunaan tanaman hias dalam sistem Lahan Basah Buatan Aliran

Bawah Permukaan (SSF-Wetlands) merupakan salah satu upaya dalam rangka

mengoptimalkan kebutuhan lahan, dimana lahan pengolah air limbah dapat

dimanfaatkan juga sebagai taman, sehingga sistem pengolah air limbah tersebut

tidak perlu ditempatkan pada lahan tersendiri, namun dapat memanfaatkan lahan

yang diperuntukan sebagai taman di kawasan perumahan tersebut.

Komplek perumahan PT. CPI-Duri merupakan perumahan untuk karyawan

PT. CPI yang bekerja di area Duri- Riau. Perumahan PT. CPI memiliki 11 komplek

yang berada dalam lingkungan PT. CPI- Duri serta mempunyai fasilitas penunjang

seperti tempat olah raga, arena bermain, supermarket dll. Pengolahan air limbah

perumahan PT. CPI dilakukan secara sederhana yaitu dimasukan ke dalam septic

tank dan kemudian dialirkan ke lagoon. Selain pengelolaannya yang sulit, air

limbah perumahan akan bercampur dengan air hujan sehingga terjadi pengenceran.

Hal ini kurang efektif dalam pengolahan air limbah komplek perumahan. Alternatif

lain pengolahan air limbah komplek perumahan sebelum dibuang ke lagoon diolah

menggunakan tanaman hias Bintang Air Cyperus Alternifolius menggunakan sistem

Lahan Basah Buatan Aliran Permukaan. Penggunaan sistem ini, mampu

menurunkan sumber pencemar air limbah berdasarkan peraturan Mentri

Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

Selain itu, sistem Lahan Basah Buatan Aliran Permukaan merupakan metode

pengolahan air limbah sederhana yang ramah lingkungan dengan biaya yang relatef

lebih murah.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang terjadi jika limbah domestik perumahan PT. CPI diolah

menggunakan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-

Wetlands) menggunakan tanaman hias jenis Cyperus alternifolius.

1. Sistem dan teknis pengolahan air limbah menggunakan sistem lahan basah

2. Pembuatan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan dan

penggunaan tanaman hias jenis Cyperus alternifolius

3. Aplikasi sistem ini di PT. CPI- Duri

Page 262: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

II. PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMANHIAS Cyperus alternifolius, L. DALAM SISTEM LAHAN BASAH BUATANALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-Wetlands) di KOMPLEKPERUMAHAN PT. CPI- DURI

2.1 Air Limbah Domestik

2.1.1 Pengertian air limbah domestik

Air limbah adalah cairan buangan dari rumah tangga, industri maupun tempat

– tempat umum lain yang mengandung bahan – bahan yang dapat membahayakan

kehidupan manusia maupun makhluk hidup lain serta mengganggu kelestarian

lingkungan (Metcalf dan Eddy, 1993).

Air limbah domestik, menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor

112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik disebutkan pada Pasal 1

ayat 1, bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau

kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran,

perniagaan, apartemen dan asrama.

Menurut Hammer (1986), berdasarkan sumbernya air limbah domestik dapat

berasal dari area pemukiman, motel dan hotel, sekolah, restaurant, rumah

sakit, terminal, perkantoran maupun bioskop. Secara prinsip air limbah domestik

terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu air limbah yang terdiri dari air buangan tubuh

manusia yaitu tinja dan urine (black water) dan air limbah yang berasal dari

buangan dapur dan kamar mandi (gray water), yang sebagian besar merupakan

bahan organik ( Veenstra, 1995).

Debit air limbah yang dihasilkan akan sangat tergantung dengan jenis

kegiatan dari masing – masing sumber air limbah, sehingga flutuasi harian

akan sangat bervariasi untuk masing – masing kegiatan. Sedangkan fluktuasi harian

pada suatu kawasan perumahan faktor yang mempengaruhi cukup komplek,

mengingat aktivitas harian pada suatu kawasan perumahan akan sangat tergantung

pada sosial- budaya maupun tingkat ekonomi dari penghuninya.

Menurut Hindarko (2003), bahwa fluktuasi harian untuk air limbah yang

berasal dari perumahan juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan panjang

jaringan pipa/saluran yang ada. Namun demikian, secara umum akan membentuk

pola bahwa debit puncak terjadi dua kali, yaitu pada saat pagi dan sore hari, seperti

pada Gambar 2.1

Page 263: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

Gambar 2.1 Fluktuasi Debit Air Limbah Rumah Tangga(Sumber : Hindarko, 2003)

2.1.2 Kualitas air limbah domestik

Kualitas suatu air limbah akan dapat terindikasi dari kualitas parameter

kunci, dimana konsentrasi parameter kunci tidak melebihi dari standard baku mutu

yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat air

limbah domestik kandungan terbesar adalah bahan organik, maka parameter

kunci yang umum digunakan adalah BOD, COD dan lemak/minyak. Berdasarkan

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu

Air Limbah Domestik, maka parameter kunci untuk air limbah domestik adalah

BOD, TSS, pH serta Lemak dan Minyak.

Menurut Hammer (1986), kualitas air limbah dari masing – masing kegiatan

dapat bervariasi, namun rata- rata kualitas air limbah domestik adalah sebagai

berikut :

- MLSS = 240 mg/L - Total N = 35 mg/L

- MLVSS = 180 mg/L - Total P = 10 mg/L

- BOD = 200 mg/L

Sedangkan air limbah domestik jenis gray water yang dibuang tanpa diolah,

menurut Veenstra (1995), mempunyai kharakteristik sebagai berikut :

- BOD520 = 110 – 400 mg/L

- COD = 150 – 600 mg/L

Page 264: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

- TSS = 350 – 750 mg/L

- Tidak mengandung bahan berbahaya seperti logam berat dan bahan

kimia toksik.

Konsentrasi rata – rata untuk parameter tersebut menurut Sundstrom dan

Klei dalam Sugiharto (1987) adalah sebagai berikut :

- BOD520 = 250 mg/L

- COD = 500 mg/L

- TSS = 500 mg/L

Dari hasil penelitian di perumahan ITS – Sukolilo-Surabaya oleh Tangahu

dan Warmadewanthi (2001), bahwa rata – rata kharakteristik limbah rumah tangga

adalah sebagai berikut :

- pH = 6,92

- BOD5 = 195 mg/L

- COD = 290 mg/L

- TSS = 480 mg/L

- Suhu = 29 oC

Menurut Rump dan Krist (dalam Effendi, 2003), bahwa air limbah domestik

dapat diklasifikasikan tingkat pencemarannya berdasarkan kualitas parameter

air limbah, yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat pencemaran Air Limbah Domestik

No Parameter Tingkat Pencemaran

Berat Sedang Ringan1 Padatan Total (mg/l) 1.000 500 200

2 Padatan Terendapkan (ml/l) 12 8 43 BOD (mg/l) 300 200 1004 COD (mg/l) 800 600 4005 N Total (mg/l) 85 50 256 Amonia-N (mg/l) 30 30 157 Klorida (mg/l) 175 100 158 Alkalinitas (mg/l CaCO3) 200 100 509 Minyak dan Lemak 40 20 0

Sumber : Rump dan Krist dalam Effendi, 2003

Page 265: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

Adapun persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia sesuai

dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku

Mutu Air Limbah Domestik, adalah sebagai berikut :

- pH = 6 – 9

- BOD = 100 mg/L

- TSS = 100 mg/L

- Lemak & Minyak = 10 mg/L

2.2 Lahan Basah Buatan

2.2.1 Gambaran umum

Sistem lahan basah buatan (Constructed wetland) merupakan proses

pengolahan limbah yang meniru/ aplikasi dari proses penjernihan air yang terjadi

dilahan basah/rawa (wetland), dimana tumbuhan air (hydrophita) yang tumbuh di

daerah tersebut memegang peranan penting dalam proses pemulihan kualitas air

limbag secara alami (self Purification). Menurut Hammer (1986) pengolahan limbah

system wetland didefenisikan sebagai sstem pengolahn yang memasukan faktor

utama, yaitu:

Area yang tergenangi air dan mendukung kehidupan tumbuhan air sejenis

hydrophyta.

Media tempat tumbuh berupa tanah yang selalu digenangi air (basah)

Media bisa juga bukan tanah, tetapi media yang jenuh dengan air.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan penelitian, maka definisi tersebut

disempurnakan oleh Metcalf dan Eddy (1993), menjadi “Sistem yang termasuk

pengolahan alami, dimana terjadi aktivitas pengolahn sedimentasi, filtrasi, transfer

gas, adsorpsi, pengolah kimiawi dan biolgis, karena aktifitas mikroorganisme dalam

tanah dan aktivitas tanaman”.

Prinsip pengolahan limbah dalam lahan basah buatan untuk menguraikan

limbah dalam bentuk Particulate Organic Carbon (POC), Dissolved Organic

Carbon (DOC), Dissolved Inorganic Carbon (DIC), Volatile Organic Carbon

(VOC), dan Particulate Inorganic Carbon (PIC) berlangsung secara aerobic.

Oksigen berasal dari udara yang masuk ke dalam air, fitoplankton dan tanaman air

Page 266: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

yang berada dalam lahan basah buatan. Mikroorganisme pada lahan basah buatan

berperan dalam melakukan transformasi karbon. Hasil dari penguraian bahan organic

tersebut akan dimanfaatkan oleh fitoplankton dan tanaman air. Dengan demikian

terjadilah pengurangan pencemar (US EPA, 1999). Gambar 2.2 memperlihatkan

secara teoritis trasformasi karbon dalam suatu lahan basah buatan.

Menurut Mengzhi (2009), lahan basah buatan memiliki karakteristik

performa yang baik, biaya pengoperasian dan investasi yang minimum, sangat

ekonomi dan bermanfaat bagi masyarakat dalam menanganani air limbah, secara

mekanisme, penyisihan polutan merupakan dasar yang penting pada desain teknik

lahan basah buatan, dan dapat memberikan keandalan dalam desain rekasaya dan

operasi. Aplikasi lahan basah buatan saat ini telah banyak digunakan di berbagai

negara baik untuk mengolah limbah cair domestik maupun non domestik. Di

beberapa negara seperti Turki, Ceko, Amerika, Kanada dan Negara lain, lahan basah

buatan digunakan untuk mengolah lindi.

Gambar 2.2 Transformasi karbon dalam lahan basah buatanSumber : Environmental Protection Agency, (1999)

2.2.2 Sistem Lahan Basah Buatan

Dalam Lahan Basah Buatan terdapat dua sistem yang dikembangkan saat ini

yaitu Free Water Surface System (FWS) dan Sub-Surface Flow System (SSF) seperti

terlihat pada Gambar 2.3 (Crites dan Techobanoglous, 1998). Free Water Surface

System (FWS) disebut juga rawa buatan dengan aliran di atas permukaan tanah. Sub-

Page 267: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

Surface Flow System (SSF) disebut juga rawa buatan dengan aliran di bawah

permukaan tanah. Air limbah mengalir melalui tanaman yang ditanam pada media

berpori. Secara konsep SSF baik untuk diterapkan pada skala yang kecil seperti

perumahan individual, komunal, taman, sekolah dan fasilitas publik serta area

komersial. Karena pengaliran air di bawah permuaan batuan, larva dan nyamuk tidak

dapat berkembang biak. Namun secara ekonomis konsep FWS baik untk diterapkan

pada permukiman skala besar dan system industry (Metcalf dan Eddy, 1991, Crites

dan Tchobanoglous, 1998).

Gambar 2.3 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan

Proses pengolahan yang terjadi pada system ini adalah filtrasi, adsorbs oleh

mikroorganisme, dan adsorbs oleh akar-akar tanaman terhadap bahan organic dalam

tanah (Novotny dan Olem, 1994).

Sedangkan klasifikasi Lahan Basah Buatan (Constructed

Wetlands) berdasarkan jenis tanaman yang digunakan, terbagi menjadi tiga

kelompok, yaitu (Suriawiria, 1993):

1. Sistem yang menggunakan tanaman makrofita mengambang atau sering disebut

dengan Lahan Basah sistem Tanaman Air Mengambang (Floating Aquatic Plant

System).

2. Sistem yang menggunakan tanaman makrofita dalam air (Submerged) dan

umumnya digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan tipe Aliran Permukaan

(Surface Flow Wetlands).

3. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam atau

Page 268: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

sering disebut juga amphibiuos plants dan biasanya digunakan untuk Lahan

Basah Buatan tipe Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Wetlands) SSF-

Wetlands.

Pada Gambar 2.4 dapat dilihat secara rinci perbedaan penggunaan

tanaman dari ketiga jenis sistem Lahan Basah tersebut.

Gambar 2.4 Tipe Wetlands berdasarkan jenis tanaman yang digunakan

2.3 Sistem Aliran Bawah Permukaan (SSF – Wetland)

Sistem Aliran Bawah Permukaan (Sub Surface Flow - Wetlands) merupakan

sistem pengolahan limbah yang relatif masih baru, namun telah banyak diteliti dan

dikembangkan oleh banyak negara dengan berbagai alasan. Menurut Tangahu dan

Warmadewanthi (2001), bahwa pengolahan air limbah dengan sistem tersebut lebih

dianjurkan karena beberapa alasan sebagai berikut :

- Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian limbah industri

termasuk logam berat.

- Efisiensi pengolahan tinggi (80 %).

- Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak

membutuhkan ketrampilan yang tinggi.

Page 269: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

Alasan lain yang lebih teknis dikemukakan oleh Haberl dan Langergraber

(2002), bahwa berdasarkan pendekatan teknis maupun efektivitas biaya, sistem

tersebut lebih banyak dipilih dengan alasan sebagai berikut :

- Sistem wetlands seringkali pembangunannya lebih murah dibandingkan dengan

alternatif sistem pengolahan limbah yang lainnya.

- Biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah dan waktu

operasionalnya secara periodik, tidak perlu secara kontinyu.

- Sistem Wetlands ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap fluktuasi debit

air limbah.

- Mampu mengolah air limbah dengan berbagai perbedaan jenis polutan

maupun konsentrasinya.

- Memungkinkan untuk pelaksanaan pemanfaatan kembali & daur ulang (reuse

and recycling) airnya.

2.3.1 Prinsip Dasar pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan

Mengacu dari definisi Wetlands dari Met Calf dan Eddy (1993), maka proses

pengolahan limbah pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan

(SSF-Wetlands) dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologi. Proses secara

fisik yang terjadi adalah proses sedimantasi, filtrasi, adsorpsi oleh media tanah

yang ada. Menurut Wood (dalam Tangahu & Warmadewanthi, 2001), dengan

adanya proses secara fisik ini hanya dapat mengurangi konsentrasi COD & BOD

solid maupun TSS, sedangkan COD & BOD terlarut dapat dihilangkan dengan

proses gabungan kimia dan biologi melalui aktivitas mikroorganisme maupun

tanaman.

Hal tersebut dinyatakan juga oleh Haberl dan Langergraber (2002), bahwa

proses eliminasi polutan dalam air limbah terjadi melalui proses secara fisik, kimia

dan biologi yang cukup komplek yang terdapat dalam asosiasi antara media,

tumbuhan makrophyta dan mikroorganisme, antara lain:

• Pengendapan untuk zat padatan tersuspensi

• Filtrasi dan pretipitasi kimia pada media

• Transformasi kimia

Page 270: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

• Adsorpsi dan pertukaran ion dalam permukaan tanaman maupun media

• Transformasi dan penurunan polutan maupun nutrient oleh mikroorganisme

maupun tanaman

• Mengurangi mikroorganisme pathogen

Mekanisme penyerapan polutan pada Lahan Basah Buatan, menurut USDA

and ITRC (dalam Halverson, 2004) menyebutkan bahwa secara umum melalui

proses abiotik (Fisik dan kimia) atau biotik (mikrobia dan tanaman) dan gabungan

dari kedua proses tersebut. Proses pengolahan awal (primer) secara abiotik, antara

lain melalui :

Settling dan sedimentasi, efektif untuk menghilangkan partikulat dan padatan

tersuspensi.

• Adsorpsi dan absorpsi, merupakan proses kimiawi yang terjadi pada tanaman,

substrat, sediment maupun air limbah, yang berkaitan erat dengan waktu retensi

air limbah.

• Oksidasi dan reduksi, efektif untuk mengikat logam-logam B3 dalam Lahan

Basah Buatan.

• Photodegradasi/oxidasi, degradasi (penurunan) berbagai unsur polutan yang

berkaitan dengan adanya sinar matahari.

• Volatilisasi, penurunan polutan akibat menguap dalam bentuk gas.

Proses secara biotik, seperti biodegradasi dan penyerapan oleh tanaman juga

merupakan bentuk pengurangan polutan seperti halnya pada proses abiotik.

Beberapa proses pengurangan polutan yang dilakukan oleh mikrobia dan tanaman

dalam Lahan Basah, antara lain sebagai berikut :

• Biodegradasi secara Aerobik/anaerobik, merupakan proses

metabolisme mikroorganisme yang efektif menghilangkan bahan organik

dalam Lahan Basah

• Phyto-akumulasi, proses s pengambilan dan akumulasi bahan

anorganik oleh tanaman.

• Phyto-stabilisasi, merupakan bentuk kemampuan sebagian tanaman untuk

memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman.

• Phyto-degradasi, tanaman dapat menghasilkan enzim yang dapat memecah

Page 271: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses

transpirasi.

• Rhizo-degradasi, akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan

dari hasil degradasi bahan organik yang dilakukan oleh mikrobia.

• Phyto-volatilisasi / evapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi pada daun

tanaman terhadap bahan-bahan yang bersifat volatil.

Proses penurunan polutan dalam bentuk bahan organik tinggi, merupakan

nutrient bagi tanaman. Melalui proses dekomposisi bahan organik oleh jaringan akar

tanaman akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penyediaan C, N, dan

energi bagi kehidupan mikrobia (Handayanto, dan Hairiah, 2007).

Brix ( dalam Khiatuddin, 2003), menyatakan bahwa dibawah permukaan

tanah, akar tumbuhan akuatik mengeluarkan oksigen, sehingga terbentuk zona

rizosfer yang kaya akan oksigen diseluruh permukaan rambut akar. Oksigen tersebut

mengalir keakar melalui batang setelah berdufusi dari atmosfir melalui pori-pori

daun. Pendapat tersebut diperkuat dengan penyataan Tangahu dan

Warmadewanthi (2001), bahwa pelepasan oksigen di sekitar akar (rizosfer) tersebut

sangat dimungkinkan karena jenis tanaman hydrophyta mempunyai ruang antar

sel atau lubang saluran udara (aerenchyma) sebagai alat transportasi oksigen

dari atmosfer ke bagian perakaran.

Menurut Reed, et al.(dalam Khiatuddin, 2003), diperkirakan, oksigen yang

dilepas oleh akar tanaman air dalam 1 hari berkisar antara 5 hingga 45 mg/M2 luas

akar tanaman. Percobaan yang dilakukan oleh Brix, et al. di Australia menemukan

bahwa tanaman-tanaman air mampu memasok oksigen ke dalam tanah dibawah

permukaan air dalam kisaran 0,2 – 10 cm3 O2 /menit tiap batangnya

(Khiatuddin, 2003).

Menurut Amstrong (dalam Tangahu dan Warmadewanthi, 2001), bahwa

jumlah oksigen yang dilepaskan oleh tanaman Hydrophyta sebesar 12 g O2/m2/hari,

dengan sistem perakaran tiap batangnya mempunyai 10 akar adventif, dimana tiap

akar adventif berisi 600 akar lateral. Sedangkan menurut Hindarko (2003),

menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman, kadar oksigen yang dipasok melalui

Page 272: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

daun, batang maupun akar tanaman yang terdapat dalam SSF-Wetlands rata-rata

sebesar 20 g O2/m2/hari.

Pelepasan oksigen oleh akar tanaman air menyebabkan air/tanah disekitar

rambut akar memiliki oksigen terlarut yang lebih tinggi dibandingkan

dengan air/tanah yang tidak ditumbuhi tanaman air, sehingga memungkinkan

organisme mikro pengurai seperti bakteri aerob dapat hidup dalam lingkungan lahan

basah yang berkondisi anaerob (Khiatuddin, 2003). Menurut Suriawiniata (1993),

kelompok mikroorganisme yang berada di daerah rhizosphere atau sering disebut

mikroba rhizosfera, tidak hanya jenis bakteri, namun juga beberapa jenis dari

kelompok jamur. Mikroba rhizosfera ini hidup secara simbiosa disekitar akar

tanaman dan kehadirannya secara khas tergantung pada akar tanaman tersebut.

Peranan media, tanaman maupun mikroorganisme yang terdapat dalam sistem

pengolahan limbah SSF-Wetlands tersebut, berdasarkan tiga komponen utama zat

polutan dapat digambarkan dalam Tabel 2.2 :

Tabel 2.2 Peranan Media, Tanaman dan Mikroorganisme terhadap pengurangan zat

polutan dalam SSF Wetlands.

Polutan Lokasi Proses

BOD5 Akar

Media

Media

Peruraian oleh mikrobia

Peruraian oleh mikrobia

Pengendapan

Nitrogen Daun

Algae di saluran air

Akar tanaman

Tanah, Media

Volatilisasi (sbg N2 dan N2O)

Nitrifikasi

Denitrifikasi

Pengendapan

Phospor Akar

Akar

Media

Media

Peruraian oleh mikrobia

Penyerapan

Sedimentasi

Adsorpsi

Sumber : Anonim, 1998

Page 273: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi Sistem Lahan Basah Aliran

Bawah Permukaan (SSF-Wetlands)

Dalam proses pengolahan air limbah dengan Sistem ini, terdapat empat

faktor / komponen yang mempengaruhi kinerja sistem tersebut, yaitu (Wood dalam

Tangahu dan Warmadewanthi, 2001) :

1. Media

Media yang digunakan dalam reaktor Lahan Basah Aliran Bawah Permukaan

(SSF-Wetlands) secara umum dapat berupa tanah, pasir, batuan atau bahan – bahan

lainnya, namun khusus pada penelitian ini menggunakan batuan pasir. Tingkat

permeabilitas dan konduktivitas hidrolis media tersebut sangat berpengaruh terhadap

waktu detensi air limbah, dimana waktu detensi yang cukup akan memberikan

kesempatan kontak antara mikroorganisme dengan air limbah, serta oksigen yang

dikeluarkan oleh akar tanaman

Pada Tabel 2.3, disajikan kharakteristik media yang umum digunakan pada

sistem Lahan Basah Buatan Aliran bawah Permukaan yang terbagi menjadi lima tipe,

yaitu :

Tabel 2.3 Kharakteristik media dalam SSF Wetlands

NoTipe

MediaDiameter butiran

(mm)Porositas

(η)

KonduktivitasHidrolik

(ft/d)

1 Medium sand 1 0,30 1640

2 Coarse sand 2 0,32 3280

3 Gravelly sand 8 0,35 16.400

4 Medium gravel 32 0,40 32.800

5 Coarse gravel 128 0,45 328.000Sumber : Crites dan Tchobanoglous (1998).

Page 274: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

Peranan utama dari media pada Lahan Basah Buatan Aliran

Bawah Permukaan (SSF-Wetlands) tersebut adalah :

- Tempat tumbuh bagi tanaman

- Media berkembang-biaknya mikroorganisme

- Membantu terjadinya proses sedimentasi.

- Membantu penyerapan (adsorbsi) bau dari gas hasil biodegradasi

Sedangkan peranan lainnya adalah tempat terjadinya proses transformasi

kimiawi, tempat penyimpanan bahan – bahan nutrien yang dibutuhkan oleh

tanaman. Menurut Watson et. a l. (dalam Khiatuddin, 2003) menyebutkan bahwa

kinerja SSF wetlands berdasarkan media yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

2.4:

Tabel 2.4 Kinerja Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaanberdasarkan jenis media yang digunakan

No. Jenis MediaProsentase Pengurangan Polutan

BOD SS Coliform

1. Kerikil 55 – 96 51 – 98 99

2. Tanah 62 – 85 49 – 85 -

3. Pasir 96 94 100

4. Tanah Liat 92 91 -

Sumber : Khiatuddin. (2003).

2. Tanaman

Jenis tamanan yang sering digunakan untuk Lahan Basah Buatan Aliran

Bawah Permukaan adalah jenis tanaman air atau tanaman yang tahan hidup diair

tergenang (Submerged plants atau amphibiuos plants).

Pada umumnya tanaman air tersebut dapat dibedakan menjadi 3 tiga tipe/

kelompok, berdasarkan area pertumbuhannya didalam air. Adapun ketiga tipe

tanaman air tersebut adalah sebagai berikut :

1) Tanaman yang mencuat ke permukaan air, merupakan tanaman air yang

memiliki sistem perakaran pada tanah di dasar perairan dan daun berada jauh

diatas permukaan air.

Page 275: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

o Divisi : Tracheophyta

o Klas : Angiospremae

o Sub-Klas : Monocotyledoneae

o Familia : Cyperaceae

o Genus : Cyperus

o Spesies : Cyperus alternifolius, L.

2) Tanaman yang mengambang dalam air, merupakan tanaman air yang

seluruh tanaman (akar, batang, daun) berada didalam air.

3) Tanaman yang mengapung di permukaan air, merupakan tanaman air yang

akar dan batangnya berada dalam air, sedangkan daun diatas permukaan air.

Dari beberapa jenis tanaman amphibiuos plants tersebut yang merupakan

tanaman hias dan memiliki nilai estetika. Salah satunya adalah "Bintang Air"

(Cyperus alternifolius), sehingga penerapan terhadap jenis tersebut untuk

pengolahan limbah sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai taman atau sering

disebut sebagai Taman Pengolah Limbah (Waste water Garden).

2.4 Tanamana Hias "Bintang Air" (Cyperus alternifolius)

Adapun klasifikasi tanaman "Bintang Air" (Cyperus alternifolius)

adalah sebagai berikut (Gambar 2.5) :

Gambar 2.5 Tanaman "Bintang Air" (Cyperus alternifolius)

(Lukito, 2004) Tanaman ini mempunyai tangkai berbentuk segitiga, dengan

panjang batang dewasa 0,5 - 1,5 meter. Tangkai menyangga daun yang berbentuk

sempit dan datar, mengelilingi ujung tangkai secara simetris membentuk pola

melingkar mirip cakram. Panjang daun 12 – 15 Cm dan pada bagian tengah – tengah

daun tumbuh bunga-bunga kecil bertangkai, berwarna kehijauan.

Lemke, (1999) menyebutkan bahwa tanaman tersebut merupakan tanaman

hias yang berasal dari Madagaskar dan merupakan jenis lain dari tanaman Papyrus

yang berasal dari sungai Nil. Dapat tumbuh cepat dilingkungan basah (berair),

Page 276: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

18

dengan variasi ketinggian tanaman 0,5 – 1,5 meter. Berkembang biak setiap bulan

secara vegetatif melalui sistem perakaran maupun secara generatif melalui biji yang

terletak diujung batang pada pangkal daun.

Tanaman “bintang Air” merupakan jenis tanaman phytoremediasi yang mampu

menyerap bahan pencemar air limbah. Selain mampu menyerap bahan pencemar,

tanaman “Bintang Air” mudah didapat dilingkungan sekitar. Metode yang dilakukan

sederhana dan murah serta ramah lingkungan.

2.5 Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus

alternifolius dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan

di Perumahan PT. CPI- Duri

2.5.1 Lokasi Komplek Perumahan PT. CPI- Duri

Komplek perumahan PT. CPI Duri terletak di duri kecematan Mandau

kabupaten Bengkalis. Gambar 2.6 merupakan peta komplek perumahan PT. CPI

Duri:

Gambar 2.6 Peta Lokasi Komplek Perumahan PT. CPI Duri

Komplek Perumahan

PT. CPI Duri

Page 277: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

2.5.2 Pengolahan Air Limbah Domestik di Perumahan PT. CPI-Duri

Di dalam dokumen Agenda-21 Indonesia disebutkan, bahwa wilayah

pemukiman kota merupakan salah satu penyumbang utama terhadap pencemaran

sungai, dimana sekitar 60% sampai dengan 70% pencemaran sungai disebabkan

oleh limbah domestik (Anonim, 1997). Salah satu contoh kasus yang pernah dimuat

pada Harian Pikiran Rakyat edisi 15 Oktober 1997, bahwa tingkat pencemaran air

Sungai Citarum saat ini sudah mencapai 80-100% di atas ambang batas. Penyebab

utama pencemaran ini adalah limbah domestik (40%), limbah industri (30%) dan

sisanya limbah pertanian, peternakan atau limbah lainnya.

Dari hasil pengolahan air limbah menggunakan sistem lahan basah di bawah

permukaan menggunakan tanaman hias Cyperus alternifolius terdapat pada tabel 2.5

(Supradata, 2005).

Tebel 2.5. Data pengolahan air limbah menggunakan Sistem aliran bawah

permukaan menggunakan tanaman hias Cyperus alternifolius

No.

Waktutinggal

(hari)

BOD

(mg/l)

COD

(mg/l)

TSS

(mg/l)

Pagi* Sore** Pagi* Sore** Pagi* Sore**

1.

2.

3.

4.

5.

6.

0

1

2

3

4

5

279,51

91,91

52,63

26,25

14,34

14,18

161,76

74,67

42,22

24,19

16,14

10,08

405,00

142,44

85,72

41,12

31,68

24,62

318,06

151,36

68,74

38,74

20,20

12,12

280,00

120,00

84,00

56,00

36,00

24,00

215,00

98,00

53,00

32,00

16,00

7,00

Sumber : Supradata, 2005

Berdasarkan data diatas, sistem pengolahan air limbah menggunakan sistem

aliran dibawah permukaan menggunakan tanaman hias mampu menurunkan

parameter sumber pencemar air limbah. Untuk itu, perencanaan pengolahan air

limbah menggunakan sistem ini akan di aplikasi di PT. CPI duri, tapi terdapat

Page 278: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

beberapa masalah diantaranya:

1. Perizinan kepada PT. CPI –duri

2. Sistem dan teknis pengolahan air limbah menggunakan sistem ini.

3. Pembuatan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan dan

penggunaan tanaman hias jenis Cyperus alternifolius

4. Aplikasi sistem ini di PT. CPI- Duri

Page 279: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

III. DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKANTANAMAN HIAS Cyperus alternifolius, L. DALAM SISTEM LAHANBASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-Wetlands) diKOMPLEK PERUMAHAN PT. CPI- DURI

3.1 Dampak Ekonomi

Air limbah domestik yang dihasilkan dari perumahan PT. CPI jika ditinjau

secara langsung, jika tidak diolah akan menyebabkan:

1. Berpengaruh terhadap penyedot septic tank dikarenakan septic tank perumahan

cepat meluber akan banyak permintaan jasa untuk sedot septic tank. Jadi dampak

ekonomi yang terasa jika air limbah tidak diolah yaitu jasa penyedot septic tank

Jika air limbah domestik diolah menggunakan Lahan Basah Buatan Aliran

bawah Permukaan dengan menggunakan tanaman hias merupakan salah satu cara

untuk mengurangi kadar parameter pencemar khususnya air limbah domestik.

Potensi dampak ekonomi bagi warga sekitar menggunakan sistem ini diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya permintaan pembuatan sistem lahan basah dibawah permukaan.

Semakin tinggi permintaan, maka semakin besar peluang pekerjaan untuk

masyarakat sekitar komplek PT. CPI Duri.

2. Terbuka lapangan usaha seperti budi daya tanaman hias Cyperus alternifolius dan

pemanfaatan tanaman hias Cyperus alternifolius secara optimal.

3. Air hasil dari penerapan sistem lahan basah aliran bawah permukaan bisa

dimanfaatkan sebagai air penyiram tanaman, sehingga tidak menggunakan air

PDAM atau Sumur Bor (listrik)

3.2 Dampak Sosial Budaya

Jika sistem ini tidak digunakan, akan menimbulkan beberapa masalah pada

masyarakat yaitu sebagai berikut :

1. Kebiasaan dari masyarakat akan kurangnya kepedulian terhadap pencemaran

lingkungan tidak akan berubah.

2. Masyarakat tidak memahami pengolahan limbah air menggunakan tanaman hias

Jika menerapkan sistem ini di Komplek Perumahan PT. CPI-Duri akan

mengubah kondisi sosial budaya warga komplek seperti:

1. Masyarakat sadar akan menjaga pencemaran lingkungan, mengurangi

Page 280: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

pemakaian air secara berlebihan, serta tidak terjadi konflik akibat dari

pembuangan air limbah yang tidak bertanggung jawab.

2. Menambah ilmu masyarakat dalam menggunakan tanaman hias sebagai salah

satu metode pengolahan limbah

3.3 Dampak Lingkungan dan Kesehatan

Dampak lingkungan dan kesehatan jika air limbah tidak diolah yaitu:

1. Air limbah menjadi cepat meluber dan terjadi bau tidak sedap

2. Menjadi tempat berkembangbiaknya pembawa penyakit seperti tikus, kecoa dll.

Menurut Mengzhi (2009), Lahan Basah Buatan memiliki karakteristik

performa yang baik, biaya pengoperasian dan investasi yang minimum, sangat

ekonomi dan bermanfaat bagi masyarakat dalam menanganani air limbah, secara

mekanisme, penyisihan polutan merupakan dasar yang penting pada desain teknik

lahan basah buatan, dan dapat memberikan keandalan dalam desain rekasaya dan

operasi. Aplikasi Lahan Basah Buatan saat ini telah banyak digunakan di berbagai

Negara baik untuk mengolah limbah cair domestic maupun non domestic. Dengan

demikian, lahan basah buatan ini merupakan sistem pengolahan air limbah yang

ramah lingkungan. Dampak lingkungan lain yang terjadi diantaranya berkurang

jentik nyamuk pada air limbah, tumbuh dan berkembang biota-biota perairan jika air

limbah dialirkan ke badan air setelah dilakukan pengolahan, serta air limbah

domestik memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Selain itu, tanaman hias

sebagai Phytoremediasi juga memperindah tempat pengolahan air limbah Lahan

Basah Buatan.

Ditinjau dari segi kesehatan, adapun manfaat metode ini adalah :

1. Membantu untuk meningkatkan sanitasi perumahan karena pembuangan air

limbah domestik sesuai dengan sanitasi yang diharapkan, tidak menyebarnya

bau air limbah ke lingkungan sekitar

2. Mengurangi berbagai macam penyakit yang ditimbulkan akibat dari vektor-

vektor yang berkembang dari air limbah seperti tikus.

Ditinjau dari dampak negatifnya, pengolahan air limbah menggunakan tanaman

hias diantaranya adalah tidak bisa mengontrol keberadaan kandungan bahan

pencemar setelah dilakukan pengolahan. Maksudnya disini yaitu, penggunaan bahan

Page 281: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

teknik phytoremdiasi tidak bisa menganalisa seberapa besar polutan yang akan kita

buang kelingkungan. Selanjutnya akan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang

banyak dari akar-akar tanaman hias tersebut. Kemudian dampak negative lainnya

yaitu berkembang biak tanaman ini sehingga akan menjadi limbah yang dapat

mencemari lingkungan.

Page 282: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

IV. UPAYA PENYEMPURNAAN PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIKMENGGUNAKAN TANAMAN HIAS Cyperus alternifolius, L. DALAMSISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN(SSF-Wetlands) di KOMPLEK PERUMAHAN PT. CPI- DURI

4.1 Sistem dan Teknis Pengolahan Air Limbah Menggunakan Sistem Lahan

Basah

Upaya yang dilakukan agar sistem dan teknis pengolahan air limbah

menggunakan sistem lahan basah diketahui dan digunakan dengan baik, pihak-

pihak terkait melakukan sosialisasi ke warga perumahan supaya mengerti dan

paham tentang sistem pengolahan air limbah menggunakan sistem ini. Kemudian

warga diberikan pemahaman mengenai pentingnya menjaga lingukungan.

4.2 Pembuatan Sistem Pengolahan Air Limbah Menggunakan Lahan Basah

Buatan Aliran Bawah Permukaan

Pembuatan sistem pengolahan air limbah menggunakan lahan basah buatan

aliran bawah permukaan memerlukan bahan dan material. Ini merupakan kendala

yang harus dipecahkan agar sistem ini bisa berfungsi dengan baik. Maksudnya yaitu

material dan bahan yang diperlukan harus disiapkan dengan cukup, serta orang yang

membuatnya harus mengerti dengan fungsi dan kinerja alat. Untuk itu perlu ada

pelatihan khusus mengenai cara pembuatan sistem ini.

4.3 Aplikasi Sistem di Perumahan PT. CPI

Untuk aplikasi sistem ini dilingkungan perumahan PT. CPI, ada beberpa

upaya yang harus dilakukan, diantaranya sebagai berikut

1. Sosialisasi warga perumahan PT. CPI

Agar Sistem ini digunakan baik, pihak-pihak terkait melakukan sosialisasi ke

penghuni perumahab supaya mengerti dan paham tentang sistem pengolahan air

limbah menggunakan tanaman hias ini. Kemudian warga diberikan pemahaman

mengenai pentingnya menjaga lingkungan

2. Peran Pemerintah

Berdasarkan kharakteristiknya terdapat 2 (dua) jenis air limbah domestik,

yaitu jenis black water yang berasal dari WC dan umumnya ditampung dalam

septic- tank, sedangkan yang satunya adalah jenis grey water yang berasal dari

Page 283: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

kegiatan mencuci, mandi dan memasak, yang umumnya langsung dibuang ke

saluran drainase maupun perairan umum. Walaupun air limbah jenis grey water

sebagian besar merupakan bahan organik yang mudah terdegradasi, namun secara

kuantitas cenderung semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah

penduduk. Dari berbagai literatur menyebutkan bahwa antara 60 % - 70 % air yang

digunakan oleh masyarakat kota, akan terbuang sebagai air limbah, sedangkan air

limbah tersebut akan masuk ke badan sungai tanpa ada upaya pengolahan terlebih

dahulu.

Untuk mengantisipasi potensi dampak tersebut, maka perlu upaya minimasi

limbah. Kebijakan pemerintah dalam rangka menekan jumlah air limbah domestik

yang dihasilkan sangat diperlukan agar air limbah yang dibuang tidak mencemari

lingkungan. Serta pemerintah setempat memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai

pemantau dan pengawas harus meningkatkan kegiatan-kegiatan pemantauan dan

pengawasan tersebut, sehingga dapat memastikan air limbah yang dibuang tidak

mencemari lingkungan.

Page 284: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Untuk Tesis, Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang

Edd y dan Metcalf, 1993. Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse,

McGraw- Hill Comp.

Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Haberl, R., and H. Langergraber., 2002, Constructed Wetlands: A Chance to

Solve Wastewater Problems in Developing Countries. Wat. Sci. Technol.

40:11–17.

Halverson, V., 2004. Review of Constructed Subsurface Flow vs. Surface Flow

Wetlands, U.S. Department of Energy, Springfield.

Khiatuddin, M., 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa

Buatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kurniadhie, D., 1999. Pengolahan Air Limbah dengan Menggunakan Tumbuhan

Air, Download internet : www.bio.unigiessen.de. Diakses pada tanggal 3

September 2016.

Lemke, C., 1999. Plant of the Week ; Cyperus alternifolius Umbrella Plant,

Download internet : www.ou.edu.com.

Lukito A., 2004, Merawat dan Menata Tanaman Air, Agro Media Pustaka,

Jakarta.

Schultz, M., 2000. Rootzone Soil Filters, Australian Wetlands, Australia.

Sugiharto, 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah, UI-PRESS, Jakarta.

Supradata. 2005, Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias

Cyperus alternifolius, L. dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah

Permukaan (SSF- Wetlands), Tesis Pasca sarjana Undip.

Suriawiria, U., 1993, Mikrobiologi Air, Alumni, Bandung.

Page 285: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

Lampiran 1 Peta Propinsi Riau

Page 286: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

Lampiran 2 Peta Kabupaten Bengkalis

Keterangan : = Kabupaten Bengkalis

Page 287: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

Lampiran 3 Komplek Perumahan PT. CPI- Duri

Komplek Perumahan PT. CPI Duri

Page 288: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PERBAIKAN KUALITAS TANAH PADA PENGGUNAAN

LAHAN TERHADAP TINGKAT EROSI DAS SIAK PADA

KECAMATAN TUALANG KABUPATEN SIAK

Disusun Oleh :

Jerri Fendri

NIM. 1510248278

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 289: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan bagian dari kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan

organik. Tanah sangat penting pernannya bagi kehidupan di bumi karena tanah

mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus

sebagai penopang akar.

Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) menyatakan bahwa tanah merupakan

tubuh alam tiga dimensi yang merupakan tempat aktivitas semua makhluk termasuk

tempat tumbuhnya tanaman. Tanah mempunyai karakteristik yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman yang kan diusahakan. Klasifikasi tanah dan evaluasi lahan

meruapakan salah satu cara untuk mengetahui kecocokan suatu lahan untuk

mengembangkan tanaman pertanian.

Tanah memiliki sifat yang bervariasi yaitu terdiri dari sifat fisik,kimia dan

biologi. Dengan bervariasinya sifat-sifat tersebut, maka tingkat kesuburan pada

berbagai jenis tanah berbeda-beda pula, karena kesuburran suatu tanah tergantung

pada sifat-sifat tersebut. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai

karakteristik tanah sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan potensinya. Secara

umum kualitas tanah (soil quality) didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk

berfungsi dalam suatu ekosistem dalam hubungannya dengan daya dukungnya

terhadap tanaman dan hewan, pencegahan erosi dan pengurangan akan terjadinya

pengaruh negatif terhadap sumberdaya air dan udara

Sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia, dengan kedalaman sekitar

20-30 meter, sungai ini sangat padat dilayari kapal-kapal besar, kargo, tanker

maupun speedboat. Sungai yang memiliki panjang ± 300 kilometer merupakan urat

nadi pelayaran, aktivitas dan kehidupan masyarakat. Aliran sungai ini sumber

kehidupan yang cukup bagi masyarakat yang bermukim di aliran itu

Reski (2014) menyatakan cakupan DAS Siak meliputi Kabupaten Rokan Hulu,

Kampar, Pekanbaru, Siak dan Bengkalis. Dari keseluruhan wilayah DAS Siak terbagi

menjadi dua bagian wilayah yaitu bagian hulu dan hilir. Bagian hulu dari DAS Siak

Page 290: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

157

adalah Sungai Tapung Kanan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu

dan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, dan Sungai Tapung Kiri yang

termasuk dalam wilayah Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan Kecamatan Tapung

Kiri Kabupaten Kampar. Kedua sungai menyatu di daerah Palas (Kabupaten

Kampar) dan dekat Kota Pekanbaru pada Sungai Siak Besar. Bagian hilir dari DAS

Siak adalah pada Sungai Siak Besar yang terletak di desa Palas (Kabupaten Kampar)

Kota Pekanbaru, Perawang (Kabupaten Siak), Kota Siak Sri Indrapura dan bermuara

di Tanjung Belit (Sungai Apit, Kabupaten Siak) dan Kecamatan Bukit Batu

(Kabupaten Bengkalis).

DAS Siak membentuk suatu wilayah sub DAS. Kawasan hulu DAS terdiri dari

dua sub DAS utama yaitu Sub DAS Tapung Kiri luas 329.861,51 hektar dan Sub

DAS Tapung Kanan luas 148.033,30 hektar dengan anak sungai utama yaitu Sungai

Tapung Kiri dan Sungai Tapung Kanan, kawasan tengah DAS adalah Sub DAS

Mandau (92.355,42 ha) dan kawasan hilir DAS meliputi Sub DAS Siak Hilir luas

65.653,84 hektar.

DAS Siak termasuk DAS kritis, kawasan rawan bencana banjir dan longsor,

terjadi berbagai pencemaran, erosi dan pendangkalan. Kejadian banjir di Provinsi

Riau akibat meluapnya Sungai Siak dan anak-anak sungainya merupakan indikator

adanya perubahan ekosistem pada DAS tersebut. Perubahan ekosistem tersebut

disebabkan oleh wilayah dalam DAS Siak merupakan daerah yang potensial

berkembang bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Kondisinya kini terancam

bukan hanya hilangnya habitat alami sungai berupa bermacam ikan khas Riau akibat

menurunnya kualitas air, tetapi juga runtuhnya tebing sungai karena abrasi.

Berbagai macam aktivitas manusia yang dilakukan di sempadan sungai

diperkirakan mempunyai pengaruh dalam tingkat erosi pada DAS Siak terutama pada

Kecamatan Tualang Kabupaten Siak. Pada daerah ini terdapat beberapa penggunaan

lahan yang berbeda. Jika terjadi erosi di Das Siak- Tualang maka hal ini menarik

untuk dibahas

Page 291: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

158

1.2. Rumusan Masalah

Penggunaan lahan yang berbeda akan mempengaruhi kualitas dari tanah pada

areal tersebut. Masing-masing penggunaan lahan mempunyai dampak yang berbeda

terhadap lingkungan. Pada sempadan sungai DAS Siak terutama pada kecamatan

Tualang ditemukan berbagai penggunaan lahan. Untuk memperbaiki kualitas tanah

pada masing-masing penggunaan lahan diperlukan cara yang berbeda.

Data lahan yang ada di Kabupaten Siak pada tahun 2004 menunjukkan bahwa

penggunaan lahan yang terbesar di Kabupaten Siak adalah penggunaan lain-lain

seluas 231.152,45 hektar atau sekitar 33,7% dan seluruh lahan yang ada. Selanjutnya

seluas 158.339,08 hektar atau sekitar 23,1% berupa hutan negara, 143.375,85 hektar

atau sekitar 20,9% untuk perkebunan, dan seluas 133.022,95 hektar atau

sekitar19,4% sementara tidak diusahakan.

Potensi gambut di Kabupaten Siak ini mempunyai wilayah yang cukup luas

daerah penyebarannya. Penyebaran lahan gambut ini menempati satuan morfologi

dataran rendah. Daerah kawasan gambut terletak di sekitar daerah Libo ke arah utara

dan barat, daerah sekitar Lubuk Dalam ke arah timur hingga daerah Zamrud, daerah

Kec, Sei Apit dan daerah Perawang.

Dengan melihat tata guna lahan ini perhatian perlu diberikan terhadap adanya

rawa seluas 5.133 hektar (0,7%), tambak seluas 13,787 hektar (2%) dan

kolam/empang seluas 499,83 hektar (0,1%). Mengingat luasnya lahan gambut

maupun pengaruh air asin yang ada, tidak semua wilayah yang ada dapat

dimanfaatkan bagi kegiatan pembangunan.

Penggunaan lahan di Kecamatan Tualang belum bisa dikatakan sesuai dengan

regulasi yang sudah dibuat pemerintah. Perkembangan pesat daerah ini menjadi salah

satu faktor semakin meningkatnya konversi lahan di Kecamatan Tualang terutama

pada Daerah Aliran Sungai Siak. Masyarakat Kecamatan Tualang juga memainkan

peranan penting dalam penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai Siak. Dalam

makalah ini ada dua pokok permasalahan yang mendasar yaitu dari sisi masyarakat

dan dari sisi pemerintahan di Kecamatan Tualang Kabupaten Siak. Pertama,

pengetahuan masyarakat dinilai sangat minim dalam pengelolaan lahan yang

Page 292: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

159

memperhatikan aspek lingkungan sehingga dampak yang bisa diakibatkan oleh

kegiatan ini meningkat signifikan. Kedua, pengawasan dan pengontrolan penggunaan

lahan dari Pemerintah Kecamatan Tualang masih sangat rendah. Penggunaan lahan

yang tidak terkendali ini akan memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan

erosi pada DAS Siak.

Page 293: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

II PERBAIAKAN KUALITAS TANAH PADA BEBERAPA

PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT EROSI DAS SIAK DI

KECAMATAN TUALANG KABUPATEN SIAK

2.1. DAS Siak

Daerah Aliran sungai DAS Siak merupakan DAS keempat terbesar di Riau

setelah DAS Kampar, Rokan dan Indragiri. Sungai Siak memiliki panjang 345 km

(yang bisa dilayari 240 km), luas DAS 11.026 Km2 , memiliki fluktuasi debit yang

tinggi, Q maks 1700 m3/detik, Q min 45 m3/detik dan Q normal 200-300 m3/detik

(Kimpraswil Riau, 2004). Sungai ini memiliki kedalaman rata-rata antara 8 hingga

12 meter (Bappenas, 2006). Perbandingan Qmaks/Qmin : 37,8, yang berarti

bahwa pada musim hujan, air sangat berlebihan yang menyebabkan terjadinya banjir

sementara pada musim kemarau air sangat kurang dan dibawah batas lestari sungai

(Departemen PU, 2005).

Topografi wilayah DAS Siak relatif datar, ketinggian permukaan rata-rata 0-2

m dpl, kemiringan berkisar 0-5 %. Variasi 2 – 40 % di bagian hulu. Secara garis

besar ketinggian bagian hulu DAS Siak dikategorikan menjadi empat golongan yaitu:

antar 1–10 m dpl, 1-25 m dpl, 25-100 m dpl, 100-500 m dpl. Jenis tanah di DAS Siak

bagian hulu terbagi menjadi dua yaitu organosol gley humus dan podsolik merah

kuning, bertekstur halus (liat), sedang (lempung) dan kasar (pasir), dengan

kedalaman topsoil antara 30-60 cm dan >90 cm dari atas permukaan tanah

(Departemen PU, 2005).

Sungai ini menjadi sangat penting sebagai jalur pelayaran dan

perdagangan di Riau karena menghubungkan langsung dengan Kota Pekanbaru, Ibu

Kota Provinsi Riau. Jumlah penduduk yang tinggal di sepanjang DAS Siak yang

pada tahun 2004 mencapai lebih dari 1 juta orang, yang tersebar di Kota Pekanbaru

693.912 orang, kabupaten Siak 286.245 orang, sisanya berada di wilayah kabupaten

Rokan Hulu, Kampar dan Bengkalis (Bappenas, 2006). DAS Siak memegang

beberapa peranan penting, antara lain:

Page 294: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

161

1. Menjadi sumber air minum bagi masyarakat Pekanbaru, Siak, Kampar, Rokan

Hulu dan Bengkalis.

2. Dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti areal pertanian, perikanan, rekreasi,

industri, dan transportasi.

Saat ini lalu lintas pelayaran di Sungai Siak sangat padat, terutama dilalui

oleh kapal-kapal besar seperti tanker, kargo, dan speedboat. Hasil penelitian Fakultas

Teknik Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa abrasi yang terjadi setiap

tahunnya mencapai 7,3 m. Di beberapa tempat, rumah warga yang 30 tahun lalu

berada kira-kira 50 meter dari pinggiran sungai, kini berada tepat di bibir tebing dan

terancam ambruk seperti yang telah terjadi pada bangunan- bangunan lain

sebelumnya. Meskipun sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia, namun

saat ini terjadi penumpukan sedimen di dasar sungai yang telah mencapai ketinggian

8 meter. Hal ini mengindikasikan adanya erosi yang sangat besar di bagian hulu

sungai. Menurut Departemen PU (2005) adanya sedimen dapat mengganggu

pelayaran terutama saat muka air surut di musim kemarau. Di lain pihak, dalam

musim hujan dapat terjadi bahaya banjir karena berkurangnya kapasitas sungai dalam

menampung aliran air.

Selanjutnya menurut Departemen PU (2005), sistem daerah aliran sungai

Siak terdiri dari 4 Sub DAS utama. Cakupan DAS Siak meliputi Kabupaten Rokan

Hulu, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten

Siak, dari keseluruhan wilayah DAS Siak terbagi menjadi dua bagian wilayah

yaitu bagian hulu dan hilir dari masing- masing sungai. Adapun wilayah-wilayah

yang tercakup dalam masing-masing bagian DAS Siak adalah :

1. Bagian Hulu

Bagian hulu dari DAS Siak adalah dari dua sungai yaitu Sungai Tapung Kanan

(Sub DAS Tapung Kanan) yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu

dan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, dan Sungai Tapung Kiri (Sub

DAS Tapung Kiri) yang termasuk dalam wilayah Tandun Kabupaten Rokan Hulu

dan Kecamatan Tapung Kiri Kabupaten Kampar. Kedua sungai menyatu di daerah

Palas (Kabupaten Kampar) dan dekat Kota Pekanbaru pada Sungai Siak Besar.

2. Bagian Hilir

Bagian hilir dari DAS Siak adalah pada Sungai Siak Besar (Sub DAS Siak Besar)

Page 295: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

162

yang terletak di desa Palas (Kabupaten Kampar) - Kota Pekanbaru – Kota

Perawang (Kabupaten Siak) – Kota Siak Sri Indrapura dan bermuara di Tanjung

Belit (Sungai Apit, Kabupaten Siak).

2.2. Tanah dan Kualitas Tanah

Tanah adalah salah satu sistem bumi, yang bersamaan dengan sistem bumi

yang lain yaitu air dan atmosfer, menjadi inti, fungsi, perubahan dan kemantapan

ekosistem. Tanah berkedudukan khas dalam masalah lingkungan hidup, merupakan

kimia lingkungan dan membentuk landasan hakiki bagi manusia (Notohadiprawiro,

1998). Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat berfungsi penting dalam

kelangsungan hidup mahluk hidup. Bukan hanya fungsinya sebagai tempat

berjangkarnya tanaman, penyedia sumber daya penting dan tempat berpijak tetapi

juga fungsinya sebagai suatu bagian dari ekosistem. Selain itu, tanah juga merupakan

suatu ekosistem tersendiri. Penurunan fungsi tanah tersebut dapat menyebabkan

terganggunya ekosistem di sekitarnya termasuk juga di dalamnya juga manusia.

Perkembangan peradaban manusia telah menyebabkan tanah mengalami

penurunan fungsinya sebagai pendukung kehidupan manusia akibat adanya bahan-

bahan yang dapat merusak sebagai hasil aktivitas manusia. Diterangkan oleh

Sutanto (2005), terdapat tiga fungsi tanah terhadap bahan pencemar, yaitu sebagai

penyaring (filter), penyangga dan proses alih rupa (transformation). Walaupun

dengan kemampuan memperbaiki dirinya sendiri, tetapi proses perbaikan

tetaplah membutuhkan waktu. Selama proses tersebut berlangsung, mahluk hidup

dan lingkungan sekitar juga harus melakukan proses pemulihan. Dibutuhkan daya

dan usaha yang lebih untuk tanah dan lingkungannya untukmenjadi stabil kembali.

Mutu lingkungan selalu dilihat dari sisi mutu air air dan udara. Orang dapat

menghargai air dan udara yang bersih dan segar. Dibandingkan dengan penghargaan

terhadap air dan udara, penghargaan kebanyakan orang terhadap tanah tetap

rudimeter / elementer (James, 1995 dalam Notohadiprawiro, 1998). Sudah ada

peraturan perundang-undangan mengenai baku mutu air dan udara, akan tetapi

sampai sekarang belum ada yang mengatur baku mutu tanah.

Page 296: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

163

Dari segi pandangan lingkungan, tanah merupakan sistem pendukung utama

kegiatan manusia. Pernyataan ini dapat dibenarkan dengan bukti-bukti sebagai

berikut (Notohadiprawiro, 1998) :

1. Tanah merupakan penentu utama kemajuan ekosistem terestrik karena berlaku

sebagai sumber, pengalihragam dan penyedia hara tumbuhan, serta sebagai

penyedia air bagi tumbuhan yang dialihragamkan dari atmosfer. Maka tanah

menjadi penentu kapasitas lahan dalam produkasi biomassa berguna

(pertanian, kehutanan).

2. Tanah merupakan suatu mozaik reactor atau pabrik mini pendaur ulang sisasisa

tumbuhan dan hewan. Jumlah reactor atau pabrik mini dimaksud nyaris tanpa

batas sehingga kemampuan tanah mendaur ulang sisa-sisa organik juga nyaris

tanpa batas. Maka tanah menjadi pelaksana alami konsep swasembada bahan

dan energi berkenaan dengan pemantapan sistem lingkungan hidup.

3. Tanah berkemampuan membersihkan limbah dari bahan atau zat pencemar

yang dikandungnya dengan jalan menyaring, menyerap atau mengurai. Dengan

demikian tanah berkesanggupan bertindak sebagai pelaku sanitasi lingkungan

hidup.

4. Tanah merupakan mata rantai kunci dan sistem penyangga dalam daur

hidrologi bumi. Maka tanah berperan besar dalam penyediaan air.

Menurut Wander et al. (2002), kualitas tanah adalah kapasitas dari suatu tanah

dalam suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan manuasia

atau ekosistem alami dalam waktu yang lama. Fungsi tersebut adalah

kemampuannya untuk mempertahankan pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan

serta hewan atau produktivitas biologis, mempertahankan kualitas udara

dan air atau mempertahankan kualitas lingkungan, serta mendukung kesehatan

tanaman,hewan dan manusia. Tanah berkualitas membantu hutan untuk tetap sehat

danmenumbuhkan tumbuhan yang baik atau lansekap menarik. Sedangkan degradasi

tanah adalah penurunan kualitas tanah.

Seybold et.al (1996) menyatakan bahwa kualitas tanah mengintegrasikan

komponen fisik, kimia dan biologi tanah serta interaksinya. Kualitas tanah menjadi

kapasitas spesifik suatu tanah untuk berfungsi secara alami atau dalam batasan-

batasan ekosistem yang terkelola untuk menopang produktivitas hewan dan

Page 297: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

164

tumbuhan, memelihara atau meningkatkan kualitas udara dan air, serta mendukung

tempat tinggal dan kesehatan manusia. Dari berbagai takrif mutu tanah tersebut dapat

disimpulkan bahwa secara sederhana mutu tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk

berfungsi.

Larson and Piece (1994) menyatakan bahwa kualitas tanah sebagian besar

ditentukan oleh kemampuan tanah untuk menampilkan berbagai fungsi

intrinsik dan ekstrinsik. Kualitas tanah menggambarkan kesesuaian sifat-sifat

fisik, kimia dan biologi tanah yang secara bersama-sama berfungsi sebagai : (1)

media untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas biologi, (2) pengatur dan pembagi

aliran air dan penyimpanannya dalam lingkungan, dan (3) penyangga lingkungan

dari perusakan oleh senyawa berbahaya.

Peta pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wialayah

Provinsi Riau 2001-2015 menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang di wilayah DAS

Siak bagian hulu sebagian besar merupakan kawasan budidaya dalam bentuk

peruntukan perkebunan besar, kawasan hutan produksi, kawsan perkebunan

rakyat, kawasan permukiman, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian

lahan basah dan sebagian kecil kawasan htan lindung. Di bagian hilir sungai

sebagian besar berupa kawasan hutan produksi, perkebunan besar dan sebagian

lagi berupa kawasan perkotaan (Pekanbaru, Perawasng dan Siak Sri Indrapura).

Pemanfaatan lainnya berupa kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian

lahan kering, dan kawasan hutan resapan air.

Diperkirakan sekitar 43% dari permukaan bumi yang bervegetasi telah

mengalami penurunan kapasitasnya dalam menyediakan kebutuhan yang

menguntungkan bagi manusia karena keputusan penggunaan lahan yang tidak

sesuai (Seybold et al. 1996).

Degradasi tanah akan mengawali keseluruhan proses degradasi lingkungan.

Degradasi lingkungan adalah semua perubahan atau gangguan terhadap lingkungan

yang bersifat merusak atau tidak dikehendaki. Sedangkan degradasi lahan (tanah, air,

dan vegetasi) adalah bagian dari degradasi lingkungan.

Purwanto (2002) berpendapat bahwa indikator kualitas tanah harus mencakup

kisaran situasi ekologi dan sosioekonomi yaitu :

Page 298: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

165

1. Mempunyai korelasi yang erat dengan proses-proses alami dalam ekosistem

(dan bermanfaat dalam modeling berorientasi proses).

2. Mengintegrasikan sifat dan proses fisik, kimia dan biologi dan bermanfaat

sebagai input untuk memperkirakan sifat atau fungsi tanah yang sukar untuk

diukur secara langsung.

3. Relatif murah dan mudah digunakan untuk memperkirakan kualitas tanah

pada kondisi lapangan, baik oleh spesiais/ilmuwan maupun petani.

4. Harus cukup peka untuk menggabarkan pengaruh iklim dan peng elolaan

terhadap kualitas tanah dalam jangka panjang, namun tidak begitu peka

terhadap pola cuaca jangka pendek.

5. Bersifat universal, namun menggambarkan pola spasial dan temporal.

6. Apabila mungkin, juga merupakan komponen dari database tanah saat ini.

2.3. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan pertanian menurut Haikal (2004 dalam Suripin, 2004)

biasanya dibedakan berdasar komoditas yang diusahakan seperti sawah, tegalan,

kebun dan sebagainya. Penggunaan lahan di luar pertanian dapat dibedakan dalam

penggunaan perkotaan, pedesaan, pemukiman, industri, rekreasi dan lain sebagainya.

Penggunaan lahan ini sifatnya sangat dinamis sewaktu-waktu bisa berubah.

Perubahannya dapat disebabkan oleh bencana alam dan lebih sering disebabkan oleh

campur tangan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhannya. Peningkatan

jumlah penduduk dapat berarti pula peningkatan kebutuhan akan lahan baik untuk

pertanian maupun pemukiman. Peningkatan kebutuhan lahan ini akan diimbangi

dengan mengintensifkan penggunaan lahan maupun perluasan. Kedua usaha ini

merubah lahan baik berupa luasan maupun jenisnya.

Berbagai tipe penggunaan lahan dijumpai di permukaan bumi, masing--

masing tipe memiliki kekhususan tersendiri. Tipe penggunaan lahan secara umum

meliputi pemukiman, kawasan budidaya pertanian, padang penggembalaan,

kawasan rekreasi dan lainnya.

Selanjutnya menurut Haikal (2004 dalam Suripin, 2004) mengelompokkan

jenis penggunaan lahan sebagai berikut : (1) pemukiman, berupa kombinasi antara

Page 299: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

166

jalan, bangunan, tegalan / pekarangan dan bangunan itu sendiri (kampung dan

emplasemen) ; (2) kebun, meliputi kebun campuran dan kebun sayuran merupakan

daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran, baik dengan

pola acak maupun teratur sebagai pembatas tegalan ; (3) tegalan, merupakan daerah

yang ditanami umumnya tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami

umumnya tanaan semusim adalah padi gogo, singkong, jagung, kendang, kedelai dan

kacang tanah ; (4) sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai

tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga

beberapa hari sebelum panen ; (5) hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh

vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang rimbun,

besar serta lebat ; (6) lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi

maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia ; (7) semak belukar adalah daerah

yang ditutupi oleh pohon baik pohon alami maupun yang dikelola dengan dengan

tajuk yang relatif kurang rimbun.

Suatu tanah harus menyediakan suatu lingkungan yang bebas dari faktor-

faktor penghambat seperti kemasaman atau kebasaan ekstrim, organismeorganisme

penyebab penyakit, substansi beracun, garam-garam belebih atau lapisan-lapisan

yang tidak dapat ditembus (Foth, 1994). Selanjutnya Foth (1994) menerangkan lebih

rinci bahwa pertumbuhan tanaman tergantung tanah sebagai penyedia air da hara.

Sehingga tanah harus menyediakan suatu lingkungan mendukung sehingga akar-

akarnya dapat berfungsi. Hal ini membutuhkan ruang pori untuk perpanjangan akar,

oksigen untuk respirasi akar dan CO2 yang dihasilkan dapat terdifusi keluar dan tidak

terlonggok di dalam tanah. Ketidakhadiran faktor pengkambat (misalnya alumunium)

atau perubahan suhu yang tajam serta patogen-patogen adalah hal penting. Salah satu

fungsi tanah yang penting adalah untuk mendukung pertumbuhan.

Pembatas utama penggunaan sumber tanah untuk produksi pertanian

adalah kekurangan air (28%), cekaman mineral (23%), kedalaman efektif yang

dangkal (22%), kelebihan air (10%) dan suhu tanah yang dingin (6%). Tanah yang

tidak mempunyai pembatas berat hanya sekitar 11%. Lahan yang sekarang

dibudidayakan merupakan lahan yang terbaik di dunia, dibandingkan yang tidak

digunakan, sedangkan lahan subur berpotensial dapat mempunyai pembatas yang

lebih besar dari pada yang ada (Foth, 1984).

Page 300: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

167

Sifat fisik tanah yang perlu diperhatikan adalah terjadinya masalah degradasi

struktur tanah akibat fungsi pengelolaan (Sanchez, 1992). Selain itu Foth (1984)

menerangkan bahwa walaupun pada lahan budidaya yang tidak tererosi, bahan

organik hilang secara cepat. Hal tersebut ditemukan di Missouri Agricultural

Experiment Station, bahwa sebagai hasil budidaya lebih dari 60 tahun, tanah pada

keadaan yang tidak tererosi, bahan orgnik hilang sepertiganya, kehilangan tersebut

lebih besar pada awal budidaya dibandingkan budidaya selanjutnya. Kehilangan

bahan organik sekitar 25% pada 20 tahun awal, sekitar 10% pada 20 tahun kedua dan

hanya sekitar 7% pada 20 tahun ketiga. Dalam kata lain, taraf keseimbangan baru

hampir tercapai setelah sekitar 60 tahun.

Beberapa praktik pengelolaan misalnya penggunaan tanaman penutup dan

penambahan bahan organik dapat menghasilkan pengaruh positif pada kualitas tanah.

Praktik pengelolaan tanah lainnya, seperti pengolahan tanah ketika basah

berpengaruh kurang baik pada kualitas tanah karena meningkatkan pemadatan.

Hutan mengusik tanah paling sedikit, tetapi pengelolaan tanah masih

menjadi perhatian. Ketika pohon-pohon dipanen setelah penanaman selama

beberapa waktu, peralatan penebangan memotong penutupan pohon dan

memampatkan tanah. Hasilnya adalah peningkatan erosi dan tanah menjadi kurang

sesuai untuk pertumbuhan tanaman baru yang dibibitkan. Perhatian lainnya

termasuk pemilihan pohon terbaik untuk tiap jenis tanah dan menjamin keadaan

yang baik untuk bibit yang baru

2.4. Erosi

Menurut Harjadi dan Agtriariny (1997), erosi tanah adalah hilangnya tanah

atau bagian-bagian tanah dari suatutempat yang diangkut oleh air atau angin ke

tempat yang lain. Dapat juga diartikan pemecahan agregat tanah oleh air hujan

dan pengangkutan partikel tanah oleh limpasan permukaan dari suatu tempat ke

tempat yang lain yang lebihrendah. Dalam hal ini terjadinya erosi tanah berlangsung

dua proses penting yang perlu dicermati, yaitu adanya pemisahan dan pengangkutan

partikel-partikel ataubahan-bahan lainnya. Proses erosi tersebut terjadi dari lereng

atas selanjutnya diendapkan pada lereng bawah dalam bentuk sedimentasi. Erosi

tersebut pada mulanya merupakan kejadian alamiah oleh suatu proses geologi yang

Page 301: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

168

belum begitu membahayakan bagi pelestarian pemanfaatan lahan. Selanjutnya

dengan semakin banyaknya campur tangan manusia sebagai pemanfaatan lahan,

maka erosi yang terjadi semakin mengganggu keseimbangan dan tidak

mempedulikan asas kelestarian. Sehingga laju erosi yang terjadi jauh melebihi

kecepatan proses pembentukan tanah. Kerusakan fisik yang diakibatkan erosi sulit

untuk diperbaiki (Nugroho, 2002).

Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan jumlah tanah hilang maksimum yang

akan terjadi pada suatu lahan bila pengelolaan tanaman dan konservasi tidak

mengalami perubahan (Mangunsukardjo, 1999).

Suripin (2002) menyatakan, secara keseluruhan terdapat lima faktor yang

mempengaruhi besarnya laju erosi, yaitu: iklim, tanah, topografi, vegetasi dan

kegiatan manusia. Perubahan tataguna lahan dan praktek pengelolaan DAS

juga mempengaruhi terjadinya erosi, sedimentasi dan pada gilirannya akan

mempengaruhi kualitas air. Besarnya erosi memperhitungkankedua faktor tersebut,

sedangkan faktor yang lain dianggap satu disebut dengan erosi potensial. Daerah

yang memiliki perubahan iklim yang besar seperti daerah kering, hujan tidak lagi

menjadi faktor dominan terjadinya erosi. Daerah kering memiliki intensitas hujan

yang kecil namun ketika hujan turun kuantitasnya akan sangat besar. Daerah kering

pertumbuhan vegetasi penutupan lahannya terhambat sehingga dengan demikian

potensi terhadap erosi sangat besar.

Arsyad (1989) menyatakan bahwa secara umum erosi merupakan fungsi dari

iklim, topografi, vegetasi, tanah dan aktivitas manusia. Perubahan yang terjadi

pada salah satu faktor tersebutakan mempengaruhi besarnya erosi dan sedimentasi:

1. Iklim ( Hujan )

Faktor iklim yang paling menentukan dalam hal ini adalah hujan yang

dinyatakan dalam ”nilai indeks erosivitas hujan”.

Salah satu unsur iklim yang sangat penting mempengaruhi proses erosi

adalah hujan. Hujan dengan intensitas tinggi akan memberikan daya pukul air

hujan terhadap butiran tanah semakin tinggi. Hujan akan menyebabkan erosi

apabilaintensitasnya cukup tinggi dan jumlahnya banyak dalam jangka waktu

yang relatif lama. Selain itu ukuran butir hujan sangat berperan dalam

menentukanerosi. Energi kinetik air hujan yang merupakan penyebab utama

Page 302: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

169

dalampenghancuran agregat-agregat tanah besarnya tergantung pada diameter

airhujan, sudut datang dan kecepatan jatuhnya. Kecepatan jatuh butir-butir hujan

ditentukan oleh ukuran butir dan angin. Energi kinetik mencapai maksimal

pada intensitas 50 – 100 mm/jam dan > 250 mm/jam., sehinggga kekuatan

untuk merusak tanah juga semakin besar.

2. Topografi

Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume limpasan

permukaan. Unsur topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah panjang

dan kemiringan lereng. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air

yang terakumulasi dan melintas di atasnya menjadi lebih besar. Pengaruh

panjang lereng bervarisi, tergantung bentuknya, yaitu cekung, cembung atau

datar.

Sedangkan pengaruh kemiringan lebih besar dibandingkan pengaruh panjang

lereng karena pergerakan air serta kemampuannya memecahkan dan membawa

partikel tanah akan bertambah dengan bertambahnya sudut kemiringan.

Peningkatan kemiringan lereng menyebabkan kemampuan tanah untuk

meresapkan air hujan semakin rendah, sehingga lebih banyak air yang mengalir

di permukaan. Hal ini menyebabkan tanah dan bagian bawah lereng mengalami

erosi lebih besar daripada bagian atas lereng.

3. Vegetasi

Keberadaan vegetasi akan mempengaruhi besarnya erosi yang terjadi, melalui

fungsinya melindungi tanah terhadap pukulan langsung oleh tenaga butir -butir

air hujan.

Peranan vegetasi dalam mengurangi erosi melalui :

1). Intersepsi dan absorpsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi

air hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Namun sebaliknya

tinggi tanaman / tajuk mempunyai pengaruh yang berlawanan, makin

tinggi tajuk dari permukaan tanah, energi kinetik yang ditimbulkan dari

(akumulasi) butir hujan (setelah intersepsi mencapai titik jenuh, sehingga

ukurannya menjadi besar) akan semakin besar sehingga erosivitasnya

semakin besar.

2). Penyebaran akar dalam mempengaruhi struktur tanah.

71

Page 303: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

170

Perakaran tanaman akan memanta pkan agregat tanah serta memperbesar

porositas tanah disekitarnya. Perakaran dapat menembus lapisan tanah serta

menghasilkan eksudat yang menjadi perekat antar tanah sehingga

membentuk ikatan antar butir tanah yang akan membentuk struktur tanah.

3). Penghasil bahan organik dari seresah yang merupakan : pelindung tanah

dari pukulan butiran air hujan dan limpasan permukaan, perbaikan struktur

tanah, dan menjadi salah satu sumber energi fauna tanah untuk

aktivitasnya.

4. Tanah

Kepekaan tanah terhadap laju erosi tergantung sifat-sifat tanah itu sendiri

yang dinyatakan sebagai faktor ”erodibilitas tanah”. Erodibilitas tanah

dipengaruhi oleh texture, struktur, permeabilitas dan kandungan bahan

organik. Nilainya berkisar antara 0,0 hingga 0,99. makin tinggi nilainya,

berarti tanah makin mudah tererosi,

Laju erosi tergantung pada ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar

karena pukulan air hujan dan limpasan permukaan, serta kemampuan tanah

untuk menyerap air hujan, sehingga akan menentukan volume air permukaan

yang mengikis dan mengangkut hancuran tanah.

Menurut Arsyad (1989), sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah :

1.) Tekstur tanah

Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel

tanah dan tanah dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama

tanah adalah pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Di lapangan tanah

terbentuk oleh kombinasi ketiga unsur tersebut di atas. Misalnya, tanah dengan

unsur dominan liat, ikatan antar partikel-partikel tanah tergolong kuat sehingga

tidak mudah tererosi.Hal yang sama juga berlaku untuk tanah dengan unsur

dominan pasir (tanah dengan tekstur kasar), kemungkinan untuk terjadinya erosi

pada jenis tanah ini besar dan, dengan demikian menurunkan laju air larian.

Sebaliknya pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit

unsur organik, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya erosi.

Page 304: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

171

2.) Unsur organik

Bahan organik berfungsi sebagai perekat antara butir tanah sehingga

memantapkan agregat tanah. Unsur organik terdiri atas limbah tanaman dan

hewan sebagai hasil proses dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki

struktur tanah dan bersifat meningkatkan permeabilitas tanah, kapasitas

tampung air tanah, dan kesuburan tanah. Kumpulan unsure organik di atas

permukaan tanah dapat menghambat kecepatan air larian, ddengan demikian

menurunkan potensi terjadinya erosi.

3.) Struktur tanah

Struktur tanah adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat.

Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah.

Misalnya, struktur tanah granuler dan lepas mempunyai kemampuan besar

dalam meloloskan air larian, dan dengan demikian menurunkan laju air larian

dan memacu pertumbuhan tanaman.

4.) Permeabilitas tanah

Permeabilitas tanah meninjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan

air. Struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian

dalam menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas

tinggi menaikkan infiltrasi, dengan demikian menurunkan laju air larian.

5. Manusia

Manusia menentukan apakah tanah yang diusahakan akan rusak atau menjadi

lebih baik. Manusia yang memperlakukan tanah tanpa mengindahkan kaidah

konservasi tanah dan air menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat.

Faktor kegiatan manusia memegang peranan yang sangat penting terutama

dalam usaha-usaha pencegahan erosi, sebab manusia dapat memperlakukan

faktor-faktor penyebab erosi lainnya, kecuali faktor iklim.

Nungroho et al (2002) menyatakan bahwa erosi merupakan proses yang

diawali dengan pukulan butir-butir air hujan terhadap tanah, diikuti dengan

pengangkutan partikel-partikel tanah tersebut dan pengendapannya. Dewasa ini

proses erosi berjalan cepat karena adanya eksploitasi sumberdaya lahan yang

Page 305: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

172

lebih intensif sebagai akibat adanya tuntutan kebutuhan yang semakin tinggi. Selain

disebabkan oleh jumlah penduduk yang meningkat, kebutuhan hidup manusia juga

semakin meningkat, didorong adanya modernisasi. Sumberdaya alam (lahan)

menjadi salah satu tumpuan untuk mencukupi kebutuhan hidup tersebut. Oleh karena

itu, degradasi lahan merupakan proses sebab dan akibat yang terjadi.

Selanjutnya menurut Nugroho et al (2002), erosi menimbulkan dampak

terhadap lingkungan, tidak terbatas pada wilayah on site tetapi dapat juga meluas

hingga wilayah off site. Seringkali erosi berdampak meluas di dalam suatu kawasan

daerah aliran sungai (DAS). Dampak langsung, misalnya menurunnya tingkat

kesuburan tanah, menyempitnya lahan pertanian dan kehutanan produktif serta

meluasnya lahan kritis. Dampak tidak langsung dapat berupa polusi kimia dari

pupuk dan pestisida, serta sedimentasi yang dapat menurunkan kualitas perariran

sebagai sumber air permukaan maupun sebagai suatu ekosistem. Dampak selanjutnya

adalah penanganan erosi yang semakin berat akan diperlukan waktu yang lebih lama

serta biaya semakin mahal. Dampak yang ditimbulkan oleh erosi tidak

menguntungkan bagi kegiatan pemanfaatan lahan baik pada lahan pertanian

maupun pada kawasan hutan. Erosi yang terjadi akan menghilangkan lapisan top soil

dan mengurangi ketebalan tanah sehingga tingkat produktivitas lahan dan kemampuan

penggunaan lahan menurun. Beberapa alasan di atas menjadi dasar pertimbangan untuk

segera dilakukan evaluasi besarnya erosi untuk mengetahi tingkat erosinya dan

meminimalisir kerusakan Sumber Daya Alam.

Dalam Ilmu Lingkungan, antara organisme dan lingkungan terjalin

hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Tanpa lingkungan organisme tidak

mungkin ada, sebaliknya lingkungan tanpa organisme, tidak berarti apa-apa. Di

samping itu ada persyaratan dalam mengatur kehidupan organisme yaitu

(Setyono, 2008) :

1. Lingkungan itu harus dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kehidupan.

2. Lingkungan itu tidak dapat mempengaruhi hal yang bertentangan dengan

kehidupan organisme.

Tanah merupakan komponen lingkungan hidup yang secara mutlak harus

dilindungi atau dihindarkan dari dampak yang merugikan, harus dipertahankan

dan ditingkatkan fungsinya. Oleh karena itu konservasi tanah menjadi suatu

Page 306: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

173

Penilaian kualitas tanah dapat melalui penggunaan sifat tanah kunci atau

indikator yang menggambarkan proses penting tanah. Selain itu juga,

penilaiannnya dengan mengukur suatu perubahan fungsi tanah sebagai tanggapan

atas pengelolaan, dalam konteks peruntukan tanah, sifat-sifat bawaan dan

pengaruh lingkungan seperti hujan dan suhu (Ditzler and Tugel, 2002 dalam

Andrewet al. 2004).

2.5. Perbaikan Kualitas Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan terhadap

Tingkat Erosi DAS Siak pada Kecamatan Tualang Kabupaten Siak

Kualitas tanah sangat penting untuk diperbaiki apabila tanah sudah

terdegradasi. Kualitas tanah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Kualitas

tanah yang baik dapat memenuhi nutrisi yang diperlukan tanaman. Selain itu

diperlukan tambahan seperti pupuk, obat-obatan dan pengairan. Karakter tanah yang

baik sebagai media tanaman untuk tumbuh yaitu tanah yang gembur atau tanah yang

memiliki lumpur. Tanah seperti ini memiliki semua komponen yang baik (air, udara,

serta mikroorganisme yang hidup di dalamnya.

Perbaikan kualitas tanah sangat diperlukan dalam menyeimbangkan kembali

kondisi dan kualitas tanah. Kualitas tanah yang terus mengalami penurunan selama

beberapa tahun belakangan cukup memberikan kontribusi besar dalam hilangnya

keseimbangan lingkungan di daerah Tualang.

Untuk memperbaharui kembali kondisi kualitas tanah dan lahan dalam

mengimbangi perubahan iklim global yang disebabkan oleh rusaknya lingkungan

hidup maka perlu mengevaluasi kemampuan tanah untuk kembali kepada tingkat

penampilan semula, jika tanah tersebut mengalami degradasi atau terjadi penurunan

sifat-sifatnya dalam konteks dimensi waktu dan nilai.

Ada bermacam cara yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah

(Suprayogo et al,2001) , antara lain :

1. Rehabilitasi terhadap degradasi sifat fisik tanah

Degradasi sifat fisik tanah umumnya disebabkan memburuknya struktur

tanah, sehingga upaya perbaikan sifat tersebut mengarah terhadap perbaikan struktur.

Penggunaan gambut terhumifikasi rendah memiliki pengaruh lebih besar daripada

gambut terhumifikasi tinggi dalam menurunkan kompaktibilitas tanah. Upaya

Page 307: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

174

perbaikan sifat fisik tanah utamanya dalam pemantapan agregat tanah yang memiliki

tekstur lepas menggunakan polimer organik.

2. Rehabilitasi degradasi sifat kimia dan biologi tanah

Rehabilitasi pada tanah terdegradasi yang dicirikan dengan penurunan sifat

kimia dan biologi tanah umumnya tidak terlepas dari penurunan kandungan bahan

organik tanah, sehingga amelioran yang umum digunakan berupa bahan organik

sebagai agen resiliensi. Pemberian bahan organik jerami atau mucuna sebanyak 10

Mg ha-1 dapat memperbaiki sifat-sifat tanah Typic Haplohumult (Gajruk) yaitu:

meningkatkan aktivitas mikroba, meningkatkan pH H2O, meningkatkan selisih pH,

meningkatkan pH NaF (mendorong pembentukan bahan anorganik tanah yang

bersifat amorf), meningkatkan KTK pH 8,2 atau KTK variabel yang tergantung pH,

menurunkan Aldd dan meningkatkan C-organik tanah.

Penurunan Aldd selain disebabkan oleh kenaikan pH dan pengikatan oleh

bahan-bahan tanah bermuatan negatif, juga disebabkan pengkhelatan senyawa

humik. Peranan asam fulvik jauh lebih tinggi dibandingkan asam humik sekitar tiga

kalinya (Winarso, 1996).

Bahan organik sebagai bahan rehabilitasi juga didapat dari limbah, misalnya

kelapa sawit mampu meningkatkan pH tanah, kandungan P, K, Mg, dan KTK tanah.

Amelioran lain yang umum digunakan pada tanah-tanah tropika adalah kapur.

Menurut Ahn (1993) pengapuran umumnya ditujukan untuk menetralkan Aldd

terutama pada tanaman yang peka terhadap keracunan Al. Biasanya meningkatkan

pH tanah hingga 5,5, sedangkan bila karena keracunan Mn, maka pH perlu dinaikkan

hingga 6,0.

Hampir sama dengan provinsi-provinsi lainnya di Sumatera, di Riau

terjadi konversi lahan yang tinggi yang secara intensif telah merusak hutan

terutama di DAS Siak. Demikian pula usaha-usaha perkebunan, telah mengkonversi

lahan cukup luas dari hutan menjadi lahan-lahan perkebunan. Selain itu

dengan adanya pemekaran wilayah, secara tidak langsung mempengaruhi

perubahan tata guna lahan di DAS Siak (Departemen PU, 2005).

Page 308: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

175

Tabel 1. menunjukkan komposisi tata guna lahan di DAS Siak yang berada di

wilayah kabupaten Siak (lokasi pengambilan sampel hingga muara sungai).

Tabel 1. Komposisi tata guna lahan DAS Siak di wilayah Kabupaten Siak tahun 2006

No Deskripsi Persentase (%)

1 Pemukiman 3,542 Industri 0,423 Persawahan 0,824 Tanah Kering 59,865 Perkebunan 10,266 Hutan 15,737 Lahan Kosong, Rusak 4,528 Perairan dan lainnya 4,99

Sumber: Regionalinvestment, (2007)

Dari data diatas dapat terlihat komposisi penggunan lahan DAS Siak yang

didominasi oleh lahan kering, hutan dan perkebunan.

Pengunaan lahan yang banyak didominasi lahan kering dan perkebunan akan

memicu peningkatan erosi pada daerah sekitar sehingga akan berdampak langsung

pada DAS Siak yang menjadi hilir aliran air permukaan. Pemerintah Kecamatan

Tualang sebagai pengawas dalam pengembangan penggunaan lahan di daerah

tersebut belum maksimal dalam melakukan pengontrolan kepada masyarakat. Hal ini

terlihat dengan berkembang pesatnya penggunaan lahan sebagai perkebunan

beberapa tahun belakang ini.

Di Indonesia kebijakan penataan ruang diatur dalam Undang-undang Nomor

26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Tata ruang dilakukan secara terpadu,

menyeluruh, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan

berkelanjutan.

Untuk mengendalikan penurunan kualitas tanah ada beberapa cara yang bisa

dilakukan (Sinukaban et al,1994)

Pengendalian secara vegetatif :

1. Sistem Pertanaman Lorong

Sistem pertanaman lorong adalah suatu sistem dimana tanaman pangan ditanam

pada lorong diantara barisan tanaman pagar. Sistem ini sangat bermanfaat dalam

mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi dan merupakan sumber bahan

Page 309: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

176

organik dan hara terutama unsur N untuk tanaman lorong. Teknologi budidaya

lorong telah lama dikembangkan dan diperkenalkan sebagai salah satu teknik

konservasi lahan kritis untuk pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada

lahan kritis/kering di daerah tropika basah namun belum diterapkan secara luas

oleh petani.

Pada budidaya lorong konvensional tanaman pertanian ditanam pada lorong-

lorong diantara barisan tanaman pagar yang ditanam menurut kontur. Barisan

tanaman pagar yang rapat diharapkan dapat menahan aliran permukaan serta erosi

yang terjadi pada areal tanaman budidaya, sedangkan akarnya yang dalam dapat

menyerap unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam untuk kemudian

dikembalikan ke permukaan melalui pengembalian sisa tanaman hasil pangkasan

tanaman pagar.

2. Sistem Pertanaman Strip Rumput

Konservasi lahan kritis dengan sistem pertanaman strip rumput hampir sama

dengan pertanaman lorong tetapi tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput

dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 meter atau lebih. Semakin lebar

strip semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan

ternak. Penanaman rumput pakan ternak di dalam jalur strip. Penanaman

dilakukan menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang seling agar

rumput dapat tumbuh baik dan usahakan penanaman dilakukan pada awal musim

hujan. Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya di tengah antara barisan tanaman

pokok.

3. Tanaman Penutup Tanah

Tanaman ini merupakan tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan dengan

tanaman pokok. Manfaat tanaman penutup antara lain untuk menahan atau

mengurangi daya perusak bulir-bulir hujan yang jatuh dan aliran air diatas

permukaan tanah, menambah bahan organik tanah (melalui batang, ranting dan

daun mati yang jatuh), serta berperan melakukan transpirasi yang mengurangi

kandungan air tanah.

Page 310: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

177

Peranan tanaman penutup tanah adalah mengurangi kekuatan disperasi air hujan,

mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan

memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah sehingga mengurangi erosi. Penyiangan

intensif dapat menyebabkan tergerusnya lapisan atas tanah. Untuk menghindari

persaingan antara tanaman penutup tanah dengan tanaman pokok pada konservasi

lahan kritis dengan teknik ini dapat dilakukan dengan penyiangan melingkar (ring

weeding). Tanaman penutup tanah yang digunakan dan sesuai untuk sistem

pergiliran tanaman harus memenuhi syarat diantaranya harus mudah diperbanyak

(sebaiknya dengan biji), memiliki sistem perakaran yang tidak menimbulkan

kompetisi berat bagi tanaman pokok tetapi memiliki sifat mengikat tanah yang

baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, tumbuh cepat

dan banyak menghasilkan daun, toleransi terhadap pemangkasan, resisten

terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, mudah diberantas jika tanah akan

digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya,

sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah dan tidak memiliki sifat-sifat yang

tidak menyenangkan seperti berduri atau sulur yang membelit.

4. Mulsa

Mulsa adalah bahan-bahan (sisa panen, plastik dan lain-lain) yang disebar atau

digunakan untuk menutup permukaan tanah. Bermanfaat untuk mengurangi

penguapan serta melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan

yang akan mengurangi kepadatan tanah. Mulsa dapat berupa sisa tanaman,

lembaran plastik dan batu. Mulsa sisa tanaman terdiri dari bahan organik sisa

tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun

dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan

tanah setebal 2 s/d 5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.

5. Pengelompokan Tanaman dalam Suatu Bentang Alam (landscape)

Pengelompokan Tanaman dalam Suatu Bentang alam (landscape) mengikuti

kebutuhan air yang sama sehingga irigasi dapat dikelompokkan sesuai kebutuhan

tanaman. Teknik konservasi lahan kritis seperti ini dilakukan dengan cara

mengelompokkan tanaman yang memiliki kebutuhan air yang sama dalam

satulandscape. Pengelompokkan tanaman tersebut akan memberikan kemudahan

Page 311: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

178

dalam melakukan pengaturan air. Air irigasi yang dialirkan hanya diberikan sesuai

kebutuhan tanaman sehingga air dapat dihemat.

6. Penyesuaian Jenis Tanaman dengan Karakteristik Wilayah

Teknik konservasi ini dilakukan dengan cara mengembangkan kemampuan dalam

menentukan berbagai tanaman alternatif yang sesuai dengan tingkat kekeringan

yang dapat terjadi dimasing-masing daerah. Sebagai contoh tanaman jagung yang

hanya membutuhkan air 0,8 kali padi sawah akan tepat jika ditanam sebagai

pengganti padi sawah untuk antisipasi kekeringan. Pada daerah hulu DAS yang

merupakan daerah yang berkemiringan tinggi penanaman tanaman kehutanan

menjadi komoditas utama.

7. Penentuan Pola Tanam yang Tepat

Baik untuk areal yang datar maupun berlereng penentuan pola tanam disesuaikan

dengan kondisi curah hujan setempat untuk mengurangi devisit air pada musim

kemarau. Hasil penelitian Gomez (1983) menunjukkan bahwa pada lahan dengan

kemiringan 5% dengan pola tanam campuran ketela pohon dan jagung akan dapat

menurunkan run off dari 43% menjadi 33% dari curah hujan dibandingkan dengan

jagung monokultur. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan besar kebutuhan air

tiap jenis vegetasi. Besarnya kebutuhan air beberapa jenis tanaman dapat menjadi

acuan dalam membuat pola tanam yang optimal.

Pengendalian erosi secara mekanis :

Yang termasuk dalam pegendalian ini adalah pembuatan guludan searah dengan

garis kontur, serta pembuatan terasering. Pembuatan terasering akan membantu lahan

agar tidak terkikis secara cepat.

Pengendalian secara vegetatif lebih ekonomis daripada pengolahan dan pembuatan

terasering dan pembuatan guludan searah garis kontur, karena biaya dan tenaga kerja

lebih mudah dan murah pada pengendalian vegetatif.

Page 312: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

III DAMPAK PERBAIKAN KUALITAS TANAH PADA BEBERAPA

PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT EROSI DI DAS SIAK

KECAMATAN TUALANG

3.1. Aspek Ekonomi

1.) Jika tidak dilakukan perbaikan kualitas tanah masyarakat Kecamatan Tualang

Kabupaten Siak tidak akan bisa mengoptimalkan penggunaan lahan pada daerah ini.

Kegiatan pertanian yang dilakukan tidak memberikan hasil yang memuaskan dan

bahkan cendererung menurun.

Bagi pihak swasta, apabila kualitas tanah di daerah ini tidak dilakukan perbaikan maka

pihak swasta akan kesulitan mengembangkan usahanya di daerah ini karena

perkembangan daerah yang tergolong rendah.

Bagi pihak Pemerintahan akan sangat berpengaruh apabila kualitas tanah diperbaiki. Jika

tidak dilakukan perbaikan maka daerah ini tidak akan memiliki potensi perkembangan

yang baik. Hal ini dapat menjadi penurunan income daerah itu dan menjadi masyarakat

sulit untuk berkembang karena mayoritas masyarakat masih menggunaakan lahan dalam

sektor pertanian.

2.) Bagi masyarakat Kecamatan Tualang Kabupaten Siak perbaikan kualitas tanah ini akan

banyak memberikan manfaat.. Jika ditinjau dari aspek ekonomi, dampak perbaikan

kualitas tanah pada beberapa pengunaan lahan di DAS Siak Kecamatan Tualang akan

memberikan keuntungan kepada masyarakat selaku pengguna lahan pada daerah

tersebut karena setiap usaha/ kegiatan yang akan mereka kembangkan pada daerah

tersebut akan maksimal dan memperoleh produktivitas yang tinggi. Perbaikan kualitas

tanah ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat terutama masyarakat yang mata

pencaharian utamanya berasal dari pertanian atau perkebunan.

Bagi pihak swasta, perbaikan kualitas tanah ini diprediksi akan membantu

mengoptimalkan produksi terutama pihak-pihak yang bergerak di bidang perkebunan.

Biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan kualitas tanahpun dapat dikurangi.

Bagi pemerintah perbaikan kualitas lahan ini tentu akan membantu pemerintah dalam

mengembangkan potensi daerah tersebut menjadi areal perkebunan sehingga akan

menjadi aset penting pada daerah tersebut.

Page 313: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

180

3.2. Aspek Sosial dan Budaya

1.) Apabila perbaikan kualitas tanah tidak dilaksanakan maka daerah ini diperkirakan

tidak dapat berkembang lagi. Selama ini industri masih merupakan salah satu aspek

yang tidak terpisahkan dari Kecamatan Tualang ini. Jika sektor pertanian tidak

dikembangkan dan dikelola dengan baik maka harapan untuk dapat mengembangkan

sektor pertanian dan perkebunan di daerah ini menjadi hilang.

Dan pemerintah tidak dapat mengembangkan potensi daerah tersebut sebagai daerah

perkebunan atau pertanian yang maju.

2.) Jika perbaikan kualitas lahan dilakukan didaerah ini dapat diprediksi bahwa daerah ini

akan berkemkembang dengan pesat. Apalagi sektor pertanian masih menjadi salah

satu mata pencaharian masyarakat secara umum. Perkembangan daerah ini akan

meningkatkan interaksi sosial dan pergeseran budaya pada daerah tersebut.

Bagi pemerintahan perbaikan kualitas tanah pada daerah ini akan sangat bermanfaat

dalam perencanaan. Selain itu pemerintah dapat menyusun kegiatan-kegiatan

pengembangan wilayah tersebut. Perbaiakan kualitas tanah pada beberapa pengunaan

lahan juga dapat membantu masyarakat terhindar dari konflik vertikal yang

disebabkan oleh permasalahan pemanfaatan lahan. Pemerintah juga dapat

menjalankan kebijakannya dengan mengarahkan masyarakat Kec Tualang dalam

pemanfaatan lahan sekitar DAS Siak.

3.3. Aspek Lingkungan dan Kesehatan

1.) Apabila perbaikan kualitas tanah ini tidak dilaksanakan maka berbagai dampak

negatif akan muncul. Pada daerah itu sendiri potensi erosi yang kan muncul akan

semkin meningkat seiring dengan semikin turunnya kualitas lahan tersebut. Ditambah

dengan semakin banyaknya aktivitas yang dilakukan pada lahan tersebut.

Masyarakat yang berdomisili di daerah dengan kualitas tanah yang buruk juga dapat

merasakan efek dari degradasi lingkungan ini. Seperti genangan-genangan yang

muncul pada lahan tertentu, maka akan membawa berbagai macam penyakit dan

dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat.

Kekeringan merupakan salah satu dampak yang juga muncul karena degradasi

kualitas tanah. Kekeringan adalah ketersediaan air tanah sudah tidak dapat lagi

Page 314: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

181

mendukung pertumbuhan tanaman dan makhluk hidup lainnya.

Jika terjadi penurunan nilai kualitas tanah, berarti pemerintahan kecamatan dan

kabupaten belum dapat menjalankan tugasnya dalam pengelolaan lingkungan hidup

terutama pengembangan pengguanaan lahan yang memperhatikan aspek aspek

lingkungan.

2.) Jika perbaikan kualitas lahan dilakukan di daerah ini maka otomatis kualitas

lingkungan pada daerah itu menjadi meningkat. Hal ini dapat membuat masyarakat

yang tinggal di lingkungan terhindar dari potensi datangnya berbagai penyakit.

Instansi pemerintahan sebagai pengelola lingkungan dapat menjaga kestabilan

pemanfaatan lahan dengan terus memperhatikan nilai-nilai lingkungan. Pemerintahan

daerah juga harus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat jika perbaikan kualitas

tanah ini terlaksana. Pemanfaatan lahan sesuai dengan arahan dan bimbingan dari

sektor inilah yang diperlukan masyarakat dalam memaksimalkan potensi tanah

tersebut.

Page 315: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

IV OPTIMALISASI/PENINGKATAN PERBAIAKAN KUALITAS

TANAH TERHADAP TINGKAT EROSI DI KECAMATAN TUALANG

KABUPATEN SIAK

Untuk menghindari dan mencegah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh

pengelolaan lahan tertentu. serta mencegah peningkatan tingkat erosi yang

memungkinkan terjadi dari pengelolaan lahan itu, diperlukan pengelolaan lahan secara

terpadu. Peranan masyarakat dan pemerintah dinilai masih menjadi masalah sehingga

memberikan kontribusi yang besar dalam terjadinya penurunan kualitas tanah pada

Kecamatan Tualang.

4.1. Peran Masyarakat dalam Menjaga Kualitas Tanah di Kecamatan Tualang

Masyarakat di Kecamatan Tualang pada umumnya tidak mengetahui

dengan jelas cara pengolahan lahan dengan memperhatikan aspek lingkungan.

Kebanyakan dari masyarakat ini melakukan pengolahan lahan berdasarkan

pengalaman yang pernah mereka dapatkan. Hal ini menjadi permasalahan

tersendiri dalam pengoptimalan potensi lahan yang ada. Penulis berpendapat

bahwa informasi ini seharusnya bisa didapatkan oleh masyarakat dari pihak

Pemerintah, baik itu tingkat Kecamatan maupun tingkat Kabupaten.

Menurut penulis dengan memahami cara pengelolaan lahan dan pengunaan

lahan sesuai dengan arahan dari pihak pemerintah, masyarakat dapat menerapkan

pola penggunaan lahan yang sesuai dengan kriteria lahan pada daerah yang mereka

tempati. Hal ini sangat membantu dalam mengurangi penurunan kualitas lahan

yang berkorelasi dengan tingkat erosi pada DAS Siak.

4.2. Peran Pemerintahan dalam Melakukan Pengawasan dan Pengelolaan

Penggunaan Lahan yang Berdampak Langsung kepada DAS di Kecamatan

Tualang

Peran Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam pengelolaan DAS Siak tidak

terlepas dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan DAS. Menurut penulis implementasi Peraturan Pemerintah No 37

tahun 2012 sampai tahun 2013 di Provinsi Riau belum ada.

Melihat kenyataan DAS di Provinsi Riau semakin kritis, maka pengelolaan

Page 316: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

183

DAS harus mendapatkan perhatian yang khusus dengan membentuk wadah

kordinasi tersendiri. Berdasarkan. Peran Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam

pengelolaan DAS Siak tidak terlepas dari Peraturan Pemerintah Nomor 37

Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS. Lemahnya implementasi Peraturan

Pemerintah ini diperkirakan disebabkan kurangnya sosialisasi Pemerintah Daerah

terkait peraturan pengelolaan DAS.

Peran Pemerintah Provinsi Riau dalam pengelolaan DAS Siak di tahun 2011

sudah mulai meningkat dengan membuatnya suatu Rencana Pengelolaan DAS

Terpadu Siak. Rencana pengelolaan DAS Terpadu ini merupakan rencana jangka

panjang 15 tahun, rencana pengelolaan DAS Terpadu diharapkan dapat

membantu mewujudkan pengelolaan DAS Terpadu melalui pendekatan “Satu DAS,

Satu Rencana, dan Satu Sistem Pengelolaan Terpadu (One watershed one plan one

integrated management).”secara umum tujuan pengelolaan DAS terpadu adalah

sebagai berikut:

1. Mewujudkan kondisi tata air DAS yang optimal meliputi kuantitas,

kualitas, dan distribusi menurut ruang dan waktu;

2. Mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung

dan daya tampaung lingkungan DAS secara berkelanjutan;

3. Mewujudkan kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif para pihak dalam

mewujudkan DAS yang lebih baik.

4. Mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan DAS Terpadu Siak tidak hanya melibatkan peran pemerintah

tetapi peran masyarakat dan peran swasta juga terlibat. Monitoring berbagai

kegiatan dalam upaya pelestarian ekosistem DAS Siak tidak hanya dilakukan oleh

pemerintah tetapi melibatkan seluruh elemen masyarakat yang ada di DAS Siak.

Kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan DAS Siak

harus ditunjang dengan pemahaman masyarakat itu sendiri terhadap program-

program pengelolaan DAS Siak.

Peran Badan Lingkungan Hidup berdasarkan Keputusan Gubernur Riau

Nomor 12 Tahun 2003 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai Siak Provinsi

Riau ini termasuk dalam peran ideal (ideal role), peran ideal dari Badan Lingkungan

Hidup tersebut melakukan pengawasan dan pemantauan air sungai Siak secara

Page 317: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

184

berkoordinasi dan pelaksanaannya mengacu kepada Peraturan Pemerintah

Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air. Dalam melaksanakan pengawasan Badan Lingkungan Hidup

berkoordinasi dengan instansi terkait dan melaporkan hasil pengawasan kepada

Gubernur. Peran Badan Lingkungan Hidup dalam melakukan tugas pengawasan

termasuk ke dalam peran Badan Lingkungan Hidup yang seharusnya (expected

role).

Apabila setiap bagian, baik itu masyarakat, pihak swasta maupun

pemerintahan dapat menjalankan peran dan fungsi masing-masing dengan baik

maka penurunan kulitas tanah pada tutupan lahan sekitar DAS Siak dapat dicegah

sehingga tingkat erosi di DAS Siak Kecamatan Tualang tidak terjadi.

Page 318: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Ahn, P.M. 1993. Tropical Soils and Fertilizer Use.Longman Science & Technical. 263p.

Andrew, S. S., D.L .Karlenand C. A Cambardella. 2004, The Soil Management

AssesmentFramework : A Quantitative Soil Quality Evaluation Method. Soil.

Sci. Soc. Am. J. 68 (6): 1945-1962

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.InstitutPertanian Bogor. Bogor.

Asdak, C. 1995. HidrologidanPengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press.

Yogyakarta

Bappenas.2006.KajianPengembangandanPengelolaanIrogasiRawa di Sumatera.

http://air.bappenas.go.id, diaksestanggal 28 Juli 2016.

DepartemenPekerjaanUmum, 2005. PenataanRuang Daerah Aliran Sungai (DAS)

SiakProvinsi Riau.PaparanMenteriPekerjaanUmum. Seminar Penyelamatan

dan Pelestarian DAS Siak.PemdaPropinsi Riau danFordasSiak.Pekanbaru.

Ditzler, C.A and Tugel, A J. 2002. Soil Quality Field Tools: Experience of USDA-

NRCS Soil Quality Institute. Agron. J. 94(1): 33-38.

Foth, 1994.Dasar - DasarIlmu Tanah. Erlangga, Jakarta.

Harjadi, B. dan S. Agtriariny.1997. Erodibilitas Lahan dan Toleransi Erosi pada

Berbagai Variasi Tekstur Tanah.BuletinPengelolaan DAS (3).

Hardjowigeno, S. danWidiatmaka.2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tata guna Lahan. GadjahMada University Press.Yogyakarta.

Haekal. 2004. Model Estimasi Debit Aliran Sungai Berdasarkan Perubahan

Penggunaan Lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Program Studi Ilmu

Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Karlen, DL., MJ. Mausbach, JW. Doran,RG. Cline, RF. Harris, & GE. Schuman.

1996.

Larson, W.E., and F.J. Pierce. 1994. The Dynamics of Soil Quality as AMeasure of

Sustainable Management. In J.W. Doran, D.C. Coleman, D.F. Bezdicek, and

B.A. Stewart (Eds.) Defining Soil Quality for A Sustainable Environment.

SSSA Spec. Pub. No. 35.ASA, CSSA, and SSSA, Madison, WI.

Mangunsukardjo,K. 1999. Kajian Geomorfologis untuk Perencanaan Penggunaan

Lahan di DAS Oyo, Gunung Kidul, DIY. Majalah Geografi Indonesia

13(23):1-11

Page 319: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

186

Nugroho, S.P., S. Adidan H. Soewandito. 2002. Pengaruh Perubahan Penggunaan

Lahan Terhadap Aliran Permukaan, Sedimen dan Unsur Hara. Jurnal Sains

dan Teknologi BPPT. 4(5):227-231.

Notohadiprawiro. T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Purwanto, 2002.Biota Tanah SebagaiIndikatorKualitas Tanah.TugasDalam Mata

KuliahDegradasiSumberDayaLahandanLingkunganUniversitasBrawijaya.

Malang. (tidakditerbitkan)

Reski, L, 2014. PeranPemerintah Daerah Provinsi Riau DalamPengelolaan DAS

Siak, JurnalPenelitian. JurusanIlmuPemerintahan, UniversitasRiau.1(1):68-79.

Sanchez, P.A. 1992. SifatdanPengelolaan Tanah Tropika.Terjemahan.ITB.Bandung.

Setyono, P. 2008. CakrawalaMemahamiLingkungan. Percetakan UNS. Surakarta.

Seybold, C. A., M. J. Mausbach, D.L.Karlen, and H.H.Rogers. 1996. Quantification

Of Soil Quality. In: The Soil Quality Institude (Ed.). The Soil Quality.Concept.

USA: USDA Natural Resources Conservation ServiceSoil Quality: Concept,

Rationale and Research Needs. Soil.Sci.Am.J.16(2): 387-404.

Suprayogo, D., Widianto,. P. Purnomosidi, R. H. Widodo, F. Rusiana, Z. Z. Aini, N.

Khasanah, dan Z. Kusumah.2001. Degradasi Sifat Fisik Tanah sebagai Akibat

Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Sistem Kopi Momokultur: Kajian

Perubahan Makro Porositas Tanah. Jurnal Penelitian Pertanian Universitas

Brawijaya: 60-68.

Suripin, 2004.SistemDrainase yang Berkelanjutan.Andi Offset, Yogyakarta.

Sutanto, 2005.Dasar-dasarIlmu Tanah KonsepdanKenyataan.Kanisius, Yogyakarta.

Wander, M.W., G. L. Walter, T. M. Nissen, G. A. Bollero, S. S. Andrews, and D. A. C.

Grant. 2002. Soil Quality: Science and Process. Agron. J. 94 (1): 23‐32.

Winarso, S. 1996. Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Pengkhelatan Aluminium

oleh Senyawa-Senyawa Humik pada Typic Haplohumult. Tesis IPB. Bogor.

Winarso, S. 2009. Pengaruh Kombinasi Senyawa Humik dan CaCO3 terhadap Alumunium

dan Fosfat Typic Paleudult Kentrong Banten. J. Tanah Trop. 14 (2): 89 – 95.

Page 320: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

187

LAMPIRAN 1. PETA PROVINSI RIAU

Sumber : Bakosurtanal / Badan Informasi Geospasial

Page 321: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

188

LAMPIRAN 2. PETA KABUPATEN SIAK

Sumber : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Siak

Page 322: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

189

LAMPIRAN 3. PETA DAS SIAK

Sumber : Google

Page 323: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PENCEGAHAN PENCEMARAN AIR SUNGAI BUNUT OLEH LIMBAH

INDUSTRI KARET PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATION BUNUT

FACTORY TERHADAP PERSAWAHAN DI KECAMATAN RAWANG

PANCA ARGA , KABUPATEN ASAHAN

NAZRI ZULFADJRIN

1510248542

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU

2016

Page 324: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

ii

DAFTAR ISIHalaman

DAFTAR ISI............................................................................................................................ iiDAFTAR TABEL.................................................................................................................... iiiDAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................ ivI . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 11.2 Perumusan Masalah ...................................................................................................... 1

II. PENCEMARAN AIR SUNGAI BUNUT OLEH PABRIK KARET PT. BAKRIESUMATERA PLANTATION TERHADAP PERSAWAHAN KECAMATANRAWANG PANCA ARGA, KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA2.1 Sungai dan Pencemaran Air Sungai.............................................................................. 32.2 Limbah Pabrik Karet .................................................................................................... 52.3 Pabrik Karet PT. Bakrie Sumatera Plantation .............................................................. 62.4 Irigasi di Kecamatan Rawang ...................................................................................... 92.5 Pencemaran Air Sungai Bunut oleh Limbah Pabrik Karet PT. Bakrie

Sumatera Plantation terhadap Irigasi di Kecamatan Rawang, Kabupaten AsahanSumatera Utara .......................................................................................................... 10

III.DAMPAK PENCEGAHAN PENCEMARAN AIR SUNGAI BUNUT OLEH LIMBAHPABRIK KARET PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATION TERHADAPPERSAWAHAN DI KECAMATAN RAWANG PANCA ARGA, KABUPATENASAHAN3.1 Aspek Ekonomi ......................................................................................................... 123.2 Aspek Sosial .............................................................................................................. 123.3 Aspek Lingkungan dan Kesehatan ............................................................................ 13

IV. UPAYA PENCEGAHAN AIR SUNGAI BUNUT OLEH LIMBAH PABRIK KARETPT BAKRIE SUMATERA PLANTATION TERHADAP PERSAWAHAN DIKECAMATAN RAWANG PANCA ARGA, KABUPATEN ASAHAN SUMATERAUTARA4.1 Kapasitas Kolam Pengolahan Limbah Cair PT. Bakrie Sumatera Plantation

Memperhitungkan Kondisi Pada Hari Hujan ........................................................... 15

4.2 Air Limbah Bercampur dengan Air Sungai yang Masuk ke PersawahanMempengaruhi Produksi Padi..................................................................................15

4.3 PT. Bakrie Sumatera Plantation sebagai Pemilik Pabrik Karet tidak Mengantisipasiterjadinya Pencemaran Akibat Luapan Lumpur yang Merugikan Masyarakat diKecamatan Rawang Panca Arga ............................................................................16

4.4 Pemkab Asahan Belum Mengetahui Terjadinya Limpahan Air LimbahKolam Pabrik Karet PT. Bakrie Sumatera Plantation yang MempengaruhiProduksi Padi............................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................21LAMPIRAN.........................................................................................................................22

Page 325: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Baku mutu air limbah bagi usaha datau kegiatan industri karet .......................................... 7

2 Hasil pengujian air limbah PT. Bakrie Sumatera Plantation ............................................ 17

Page 326: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Provinsi Sumatera Utara ........................................................................................22

2. Peta Kabupaten Asahan .................................................................................................23

3. Peta Kecamatan Rawang Panca Arga ............................................................................24

Page 327: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPerkembangan industri yang sangat pesat pada zaman ini banyak

menimbulkan permasalahan lingkungan. Masalah yang paling utama yangdihadapi oleh industri sekarang adalah pencemaran lingkungan yang bersumberdari pembuangan limbah hasil kegiatan industri yang dibuang kesungai.Dalamrangka menghindari terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih luas oleh limbahindustri yang tidak diolah terlebih dahulu, maka pemerintah mengeluarkan suatukebijakan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup.

PT Bakrie Sumatera Plantation bergerak di bidang usaha perkebunan danindustri karet. Dalam proses pengolahan hasil kebun, PT. Bakrie memiliki pabrikyang salah satunya berlokasi di Kelurahan Bunut, Kecamatan Kisaran Barat,Kabupaten Asahan. PT Bakrie memiliki empat pabrik karet yang berada di dalamlingkungan yang sama yaitu pabrik karet crumb rubber 1, crumb rubber 2, BSR,dan cenex (lateks pekat) yang mengolah karet/latex. Sedangkan satu pabrikkhusus untuk mengolah limbah dari keempat pabrik tersebut. Dalam prosespengolahan karet, digunakan zat-zat kimia seperti asam formiat, NH3, TZ, danlain-lain yang jika terbuang dengan limbah cair maka akan mencemari sungai.

Berdasarkan penelitian oleh Sundari (2016), limbah hasil pengolahan industrikaret PT.Bakrie Sumatera Plantation yang dibuang ke sungai Bunut sudah diolahterlebih dahulu di Instalasi Pengolahan Limbah. Pengolahan limbah PT. BakrieSumatera Plantation menggunakan metode lumpur aktif sebelum masuk ke sungaiBunut, sehingga dihasilkan air limbah yang tidak melebihi baku mutu ketikadibuang ke sungai Bunut. Ketika hujan, masyarakat sekitar sungai Bunutmenyatakan air sungai menjadi keruh dan sedikit kehitaman. Keruhnya air sungaimembuat khawatir para petani padi yang menggunakan sumber air irigasi darisungai Bunut terhadap pertumbuhan tanaman padi yang ditanam.

1.2. Perumusan Masalah

Dewasa ini permintaan pasar terhadap karet terus meningkat setiap tahun.Keadaan ini mendorong pabrik karet untuk terus meningkatkan produktivitas sertakualitas karet yang dihasilkan. Selain permintaan yang menguntungkan, industrikaret menyumbangkan banyak permasalahan terhadap lingkungan yang harusdiperhatikan. Adapun masalah yang dapat dirumuskan adalah:1. Kapasitas kolam pengolahan limbah cair PT. Bakrie Sumatera Plantation tidak

memperhitungkan kondisi pada hari hujan.2. Air limbah bercampur dengan air sungai yang masuk ke persawahan

mempengaruhi produksi padi.

Page 328: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

3. PT. Bakrie Sumatera Plantation sebagai pemilik pabrik karet tidakmengantisipasi terjadinya pencemaran akibat luapan lumpur yang merugikanmasyarakat di Kecamatan Rawang Panca Arga.

4. Pemda Kabupaten Asahan belum mengetahui terjadinya limpahan air limbahkolam pabrik karet PT. Bakrie Sumatera Plantation yang mempengaruhiproduksi padi.

Page 329: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

II. PENCEMARAN AIR SUNGAI BUNUT OLEH PABRIK KARET PT.BAKRIE SUMATERA PLANTATION TERHADAP PERSAWAHANKECAMATAN RAWANG PANCA ARGA, KABUPATEN ASAHAN

2.1 Sungai dan Pencemaran Air Sungai

2.1.1 Pengertian Sungai

Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 35 Tahun 1991 tentang Sungaidisebutkan bahwa sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringanpengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dankirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Sungai juga bisadiartikan sebagai bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari tanah disekitarnya dan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke laut, danau, rawaatau ke sungai yang lain. Menurut Syarifuddin (2000), sungai adalah bagian daripermukaan bumi yang karena sifatnya, menjadi tempat air mengalir. Dapatdisimpulkan bahwa sungai adalah bagian dari daratan yang menjadi tempat aliranair yang berasal dari mata air atau curah hujan.

Adapun menurut Ramimohtarto (2004), sungai adalah aliran air tawar yangbergerak melalui saluran alami yang kedua pinggirnya dibatasi oleh tanggulsungai dan bermuara ke laut, danau, atau sungai lain (sungai induk). Sungaiadalah bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari tanah disekitarnyadan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke laut, danau, rawa atau kesungai yang lain. Secara umum setiap aliran sungai dibagi menjadi tiga bagian,yakni bagian hulu, bagian tengah dan hilir.

2.1.2 Pencemaran Air Sungai

Menurut Azwir (2006), sungai merupakan salah satu sumber daya alamyang bersifat mengalir, sehingga perlakuan air di hulu akan memberi dampak dihilir. Pencemaran di hulu akan menyebabkan pencemaran di hilir dan pelestariandi hulu akan bermanfaat di hilir. Sungai sangat bermanfaat bagi manusia dan jugabermanfaat bagi biota air

Pencemaran sungai dapat terjadi karena pengaruh kuaitas air limbah yangmelebihi baku mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleh debit airlimbah yang dihasilkan. Indikator pencemaran sungai selain secara fisik dan kimiajuga dapat secara biologis, seperti kehidupan plankton. Organisme plankton yanghidup di perairan terdiri atas fitoplankton dan zooplankton mempunyaikarakteristik seperti hewan termasuk diantaranya adalah organisme yangtergolong protozoa, cladocerans, dan copepoda. Fitoplankton menghasilkan energimelalui proses fotosintesis menggunakan bahan organik dengan bantuan sinarmatahari. Zooplankton adalah konsumen pertama yang memperoleh energi dan

Page 330: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4

makanan dari fitoplankton. Menurut Tanjung (1993), Plankton merupakan salahsatu indikator terhadap kualitas air akibat pencemaran.

Berdasarkan definisinya, pencemaran air diindikasikan dengan turunnyakualitas air sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsisesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebutadalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untukmenentukan telah terjadinya pencemaran air.

Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (Designatedbenefical water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yangmungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itupenetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukan perludisesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelasair).Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikankondisi airnya, maka beban pencemar yang dapat ditenggang oleh air penerimasehungga sesuai dengan baku mutu air dan tetap berfungsi sesuai denganperuntukannya

Kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untukmembuktikan apakah air itu layak untuk dikonsumsi. Penetapan standar sebagaibatas mutu minimal yang harus dipenuhi telah ditentukan oleh standarinternasional, standar nasional, maupun standar perusahaan. Di dalam PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011 tentang Kualitas danPengendalian Pencemaran Air disebutkan bahwa mutu air telah diklasifikasikanmenjadi empat kelas, yang terdiri dari :

1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk baku air minum, danuntuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengankegiatan tersebut.

2. Kelas dua air yag diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarana/saranarekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk irigasi sawah,dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaantersebut.

3. Kelas tiga, yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan airtawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lain yangpersyaratan mutu air sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas empat, air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yangsama dengan kegunaan tersebut.

Pencemaran sungai di banyak wilayah di Indonesia telah mengakibatkanterjadinya krisis air bersih. Kurangnya kesadaran warga sekitar serta lemahnyapengawasan pemerintah dan keengganan mereka untuk melakukan penegakan

Page 331: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

hukum yang benar menjadikan masalah pencemaran sungai menjadi hal yangkronis yang semakin lama semakin parah.

2.2 Limbah Pabrik Karet

Menurut Prastiwi (2010), industri karet remah berbahan baku lateks kebunmenghasilkan limbah cair yang bersumber dari proses koagulasi, penggilingan,peremahan, dan pencucian. Limbah cair industri karet remah berwarna putihkeruh, mengandung padatan tersuspensi, terlarut maupun terendap. Limbah cairindustri karet remah bersifat asam dengan nilai pH berkisar 4,2-6,3. Hal inidisebabkan oleh penggunaan asam formiat pada proses koagulasi lateks.

Limbah cair industri karet remah memiliki nilai COD tinggi yangmengindikasikan bahwa padatan yang terdapat pada limbah cair industri karetremah merupakan senyawa organik. COD merupakan jumlah oksigen yangdiperlukan untuk mendegradasi bahan organik secara kimia di dalam air limbahsedangkan BOD merupakan parameter yang menentukan jumlah oksigen yangdiperlukan untuk mendegradasi bahan organik secara biologis di dalam air limbah.

Menurut Utomo (2012), air limbah pabrik karet remah berbahan bakulateks kebun memiliki nilai COD berkisar 3.000-5.000 mg/L dan BOD 2.300-2.700 mg/L dengan rasio COD:BOD sekitar 1,5 sehingga tergolong limbah yangmudah terurai secara biologis. Selain itu, air limbah pabrik karet berbahan bakulateks kebun mengandung senyawa nitrogen sebesar 100-300 mg/L N-NH3 danfosfor sebesar 20 mg/L P-PO4,Senyawa-senyawa tersebut berperan padaterjadinya pengkayaan badan air (eutrofikasi).

Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikankondisi airnya akan dapat dihitung berapa beban pencemar yang dapat ditenggangoleh air penerima sehingga sesuai dengan baku mutu air dan tetap berfungsi sesuaidengan peruntukanya. Kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan denganpengujian untuk membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi.

Penetapan standar sebagai batas mutu minimal yang harus dipenuhi telahditentukan oleh standar Internasional, Standar Nasional, maupun standarperusahaan. Di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah telah ditetapkan standarbaku mutu limbah industri karet (Tabel 1).

Page 332: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

Tabel 1. Baku mutu air limbah usaha atau kegiatan industri karet

Parameter

Lateks PekatKaret bentuk

kering

kadar palingtinggi (mg/l)

Bebanpencemaranpaling tinggi(kg/ton)

kadarpalingtinggi(mg/l)

Bebanpencemaranpaling tinggi(kg/ton)

BOD 100 4 60 2,4

COD 250 10 200 8

TSS 100 4 100 4

Amonia Total 15 0,6 5 0,2

Nitrogen Total(sebagai N) 25 1 10 0,4

pH 6,0-9,0 6,0-9,0

Debit limbahPaling Tinggi 40 m3 Per ton produk karet

40 m3 Per tonproduk karet

Sumber: MenLH (2014)

2.3 Pabrik Karet PT. Bakrie Sumatera Plantation

Pabrik PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk (PT.BSP,Tbk) pabrik Bunut,berlokasi di Kelurahan Bunut, Kecamatan Kota Kisaran Barat, KabupatenAsahan, Sumatera Utara (Lampiran 1, 2 dan 3). Menurut PT. BSP (2015),perusahaannya memiliki empat pabrik yang mengolah lateks/karet kebun menjadimasing-masing satu produk utama dan satu areal khusus mengolah limbah. PT.Bakrie Sumatera Plantations, Tbk (PT. BSP, Tbk) memiliki areal perkebunanyang tersebar di beberapa daerah yaitu Tanah Raja Estate, Sei Baleh Estate,Gurach Batu Estate, Kuala Piasa Estate, Aek Silabat Estate, dan Serbangan Estate.Pabrik dan Perkebunan PT. BSP, Tbk yang semula adalah NV HollandAmericanshe Plantage Maattschappij (NV HAPM) didirikan pada tanggal 17 Mei1911 yang merupakan hak pemerintah Amerika. Pada tahun 1917 NV. HAPMmembentuk sebuah departemen khusus untuk meneliti tanaman dan penyakit sertamencari obatnya. Departemen tersebut diberi nama Plantation Research

Page 333: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

Department (PRD) dan berlokasi di Bunut Kisaran. Kemudian pada tanggal 21April 1986, saham-saham PT. Uniroyal Sumatera Plantations dibeli oleh Bakriedan Brothers dan status PT. Uniroyal berubah dari PMA menjadi PMDN.Berdasarkan Surat Keputusan Departemen Dalam NegeriNo.N66/HGU/DA/85/A/G tertanggal 30 Januari 1998 keputusan menentukan hakguna usaha atas nama PT. USP sejak Bakrie Nusantara Corperations yangmerupakan anak perusahaan pertama dalam lingkup Bakrie Group yang go public.

PT. Bakrie Sumatera Plantation memiliki pabrik pengolahan karet diKelurahan Bunut, Kecamatan Kisaran Barat, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.PT. Bakrie Sumatera Plantation memiliki empat pabrik pengolahan karet dan satupabrik pengolahan limbah.

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru.Berbagai olahan karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan karetremah digolongkan menjadi dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan lumpserta gumpalan mutu rendah. Pengolahan karet remah dengan bahan baku lateksyaitu sebagai berikut (Steyamidjaja, 2011):1. Pembekuan lateks

Proses pembekuan (koagulasi) dilaksanakan dalam bak- bak pembekuan.Lateks kebun dlam bak dibubuhi dengan asam semut 1% + melase 0,36%.Untuk memperoleh karet remah yang berwarna putih selain koagullan danmelase, dibubuhkan juga larutan Natrium-bisulfit ke dalam bak pembekuandengan konsentrasi 0,05% dalam waktu 18-24 jam aka terbentuk bekuan/koagulan yang siap digiling atau diremahkan.

2. PeremahanKoagulum dari bak pembekuan yang berukuran 45cm x 23cm x 23cmdimasukkan kedalam mesin pisau berputar (rotarry cutter) yang dilengkapidengan saringan yang berlubang dengan ukuran 1,6 – 1,9 cm. Remah-remahyang terbentuk, setelah melalui saringan akan diterima dalam kotak-kotakpengering. Pada peremahan ini air pencuci dibutuhkan sebanyak 5 literpermenit. Air pencuci memudahkan proses peremahan dan untukmembersihkan rema-remah tersebut.

3. PengeringanRemah-remah dari mesin perema diterima dalam kotak-kotak pengeringan,kotak-kotak ini kemudian dimasukkan kedalam mesin pengering Unidryer ataualat pengering lorong. Suhu dalam lorong Unidryer adalah 70-100 oC, lamapengeringan membutuhkan waktu empat jam dengan kapasitas 400 kg/jam .Kotak didalam lorong pengeringan berjalan perlahan-lahan dari pangkalmenuju ke ujung.

Page 334: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

4. PengempaanRemah-remah yang keluar dari mesin-mesin pengering unidryer berada dalamkotak-kotak. Remah-remah kemudian diangkat dan deletakkan diatas mejayang tersedia, kemudian dimasukkan kedalam mesin pengempa.

5. PembungkusanSetelah bongkahan keluar dari mesin pengempa, bongkahan tersebut harusdidiamkan dahulu selama 8-12 untuk menurunkan suhu bongkahan.Bongkahan yang sudah dingin kemudian dibungkus dengan plastik politeinuntuk SIR (Standard Indonesia Rubber) yang tebalnya antara 0,02-0,04 mm.Selanjutanya bongkahan tersebut dipak dalam bentuk pallet dan dibungkusdengan plastik hitam yang tebalnya 0,1 mm. Bagan Proses pembuatan karet remahdapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Bagan Proses Pembuatan Karet Remah

Sumber: Sundari (2016)

Page 335: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

2.4 Irigasi di Kecamatan Rawang Panca Arga dan Limbah Cair PabrikKaret

Besar kecilnya produktivitas padi dipengaruhi kualitas air pada irigasi.Irigasi di Kecamatan Rawang Panca Arga bersumber dari air sungai Bunut yangbercampur dengan limbah cair industri pabrik karet PT. Bakrie SumateraPlantation. Air Sungai bunut yang terkontaminasi oleh limbah cair PT. BakrieSumatera Plantation mengalir ke saluran irigasi dan masuk ke areal persawahan.

Hotmix (2014) menyatakan bahwa Kabupaten Asahan memiliki luas lahansawah tahun 2010 mencapai 12.010 ha, dimana 5.714 ha beririgasi dan 6.296 hatadah hujan. Areal sawah beririgasi terluas berada di Kecamatan Rawang PancaArga (3.257 ha). Pada tahun 2011 produktivitas padi mengalami penurunansebesar 1,22 kw/ha dari tahun 2010 dengan produktivitas sebesar 47,61 kw/ha,pada tahun 2012 produktivitas padi meningkat kembali sebesar 51,81 kw/ha, danpada tahun 2013 produktivitas padi mengalami peningkatan lagi sebesar 55,5kw/ha, sehingga bila dirata-ratakan produksi padi mencapai 6,5-7 ton/ha. Untukmenjaga kondisi lahan persawahan agar tetap berproduksi dengan baik, sertameningkatkan produksi padinya, yaitu dengan berbagai keterbatasan daya dukunglahan dan penerapan teknologi khususnya (manajemen irigasi) untuk kawasanlahan irigasi maka perlu diketahui sampai sejauh mana potensi produksi padi yangada pada lahan sawah irigasi di Kecamatan Rawang Panca Arga dalam araspencapaian padi yang maksimal.

Kecamatan Rawang Panca Arga sebagai daerah penghasil produksi paditerbesar di Kabupaten Asahan, perlu dikaji jaringan irigasi yang menjadi sumberair untuk meningkatkan produksi padi. Dalam kurun waktu 2009-2013 diperolehhasil bahwa keandalan jaringan irigasi belum cukup baik. Rata-rata nilai nisbahlahan irigasi teknis dengan semi teknis dan sederhana 0,35, rata-rata nilai nisbahluas panen dengan luas lahan beririgasi 1,9 dan rata-rata nilai aras pencapaianproduksi padi 56,75%.

Limbah cair pabrik karet merupakan senyawa bahan organik. MenurutWidyaningrum (1989) “Limbah pabrik karet mengandung unsur hara danberperan dalam memacu pertumbuhan padi”. Bahan Organik yang terkandungdalam limbah karet seperti Nitrat (NH3), Nitrogen (N) juga diperlukan olehtanaman. Kelebihan unsur hara mengakibatkan tidak stabilnya pertumbuhantanaman padi yang pada akhirnya mempengaruhi produksi tanaman padi parapetani di Kec. Rawang Panca Arga.

Page 336: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

2.5 Pencemaran Air Sungai Bunut oleh Limbah Pabrik Karet PT. BakrieSumatera Plantation terhadap Irigasi di Kecamatan Rawang

Sundari (2016) menyatakan, hasil pengujian air limbah PT. BakrieSumatera Plantation di Laboratorium Lingkungan Hidup Kab. Asahan dapatdilihat dalam Tabel 2

Tabel 2. Hasil pengujian air limbah PT Bakrie Sumatera Plantation

1

In Let Out let1 pH 7,04 7,89 6,0-9,02 BOD mg/L 1215 15 603 COD mg/L 1520 23 2004 TSS mg/L 230 12 1005 Ammonia(NH3-N) mg/L 14,6 2,1 56 Nitrogen Total (sbg N) mg/L 19,8 5,2 10

No. ParameterHasil Analisa

Baku mutuSatuan

Sumber: UPT Laboratorium Lingkungan Kab. Asahan (2016)

Hasil pengujian yang diukur di saluran outlet menunjukkan bahwaparameter fisik (TSS) dan parameter kimia (pH, BOD, COD, Ammonia (NH3 –N),Nitrogen Total sesuai dengan standar baku mutu Permen LH No. 5 Tahun 2014tentang Baku Mutu Air Limbah.

. Sebagai pelaku kegiatan industri karet yang menghasilkan limbah hasilproduksi, PT. Bakrie Sumatera Plantation sudah melakukan pengendalian limbahcair melalui pengolahan air limbah. Salah satu pengolahan limbah cair karet PT.Bakrie Sumatera Plantation yaitu menggunakan kolam lumpur aktif. Kolamlumpur aktif mengandung banyak zat pengurai untuk mengurai bahan organikyang masih baru.

Tata letak kolam pengolahan air limbah yang berada dekat dengan sungaimemungkinkan air kolam meluap ketika hujan dan masuk ke sungai. Pada hasilpengujian air limbah, limbah yang memenuhi standar baku mutu air limbahberada di outlet setelah melewati proses pengolahan pada kolam lumpur.Sedangkan pada kolam pengolahan, air limbah masih berada di atas baku mutu airlimbah. Air kolam lumpur yang bercampur dengan air sungai membuat air sungaimenjadi keruh dan kehitaman. Air kolam yang mengandung bahan organikseperti nitrat bercampur dengan air sungai dan masuk ke saluran irigasi yang akanmengairi sawah. Menurut Rauf,et al. (2000). Kelebihan unsur hara jugaberpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, misalnya kelebihan unsur N dapatmenyebabkan menurunnya kualitas bulir, pertumbuhan vegetatif memanjang

Page 337: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

(lambat panen), dan padi mudah rebah. Tergangunya pertumbuhan vegetatiftanaman membuat produksi tanaman padi masyarakat di Kecamatan RawangPanca Arga menurun. Menurunnya produksi padi di Kecamatan Rawang PancaArga akan berdampak pada pendapatan ekonomi masyarakat yang sebagian besarsebagai petani.

Terjadinya limpahan air limbah dalam kolam pengolahan pada musim hujandapat dikatakan kurang memperhitungkan kapasitas kolam. Limpahan air limbahindustri karet PT. Bakrie Sumatera Plantation ini selanjutnya masuk ke sungaiBunut yang menjadi sumber air irigasi persawahan sehinga menyebabkanproduksi padi masyarakat di Kecamatan Rawang Panca Arga menurun. Kondisidemikian tidak diantisipasi oleh PT. BSP dikarenakan perusahaan kurangmemperdulikan dampak yang terjadi akibat kapasitas kolam yang kurang efektif.Selain itu, Pemda Kabupaten Asahan besar kemungkinan tidak mengetahui haltersebut, sehingga Pemda Kabupaten Asahan belum dapat mengambil tindakan.Seharusnya Pemda Kabupaten Asahan sudah mengetahui akibat dari terjadinyalimpahan air limbah yang mengandung unsur N masuk ke persawahan sehinggamempengaruhi pertumbuhan padi akibat kelebihan unsur hara.

Page 338: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

III. DAMPAK PENCEGAHAN PENCEMARAN AIR SUNGAI BUNUTOLEH LIMBAH PABRIK KARET PT. BAKRIE SUMATERAPLANTATION TERHADAP PERSAWAHAN DI KECAMATANRAWANG PANCA ARGA KABUPATEN ASAHAN

3.1 Aspek Ekonomi

Sungai selain sebagai sumber air juga dimanfaatkan oleh masyarakatsebagai mata pencarian dengan memanfaatkan sungai untuk kegiatan pertanian.Masuknya limbah pabrik karet ke sungai Bunut tentu mempengaruhi kondisilingkungan sungai Bunut. Sungai Bunut dijadikan sumber air irigasi olehmasyarakat di Kecamatan Rawang untuk mengairi sawah dan usaha perikanan.Apabila tidak dilakukan pencegahan pencemaran oleh limbah PT. BakrieSumatera Utara terhadap sungai Bunut tentu akan berdampak kepada turunnyakualitas air sungai sebagai sumber air irigasi persawahan. Turunnya kualitas airtentu akan berdampak terhadap hasil produksi padi dan hasil produksi ikan disungai Kecamatan Rawang Panca Arga. Sedikitnya hasil panen tentu akan sedikitjuga hasil pendapatan yang diperoleh para petani. Dampak pada Pemkab Asahanapabila produksi padi menurun akan berdampak pada tidak cukupnya kebutuhanberas di Kabupaten Asahan sehingga Pemkab harus mensubsidi beras untukmemenuhi kebutuhan di Kabupaten Asahan.

Pencegahan pencemaran sungai Bunut oleh limbah pabrik karet PT. BakrieSumatera Plantation apabila dilakukan akan berpengaruh terhadap kegiatan usahamasyarakat di Kecamatan Rawangp Panca Arga. Dengan adanya pencegahanpencemaran sungai, keadaan air sungai akan lebih baik sehingga dapat menunjangusaha masyarakat di Kecamatan Rawang Panca Arga. Keuntungan yang didapatapabila kualitas air sungai yang masuk ke persawahan dalam keadaan baik tentumembuat produksi padi dan ikan menjadi maksimal sehingga dapat menambahpendapatan petani serta terpenuhinya kebutuhan beras untuk Kabupaten Asahan.Dengan melakukan pencegahan pencemaran air limbah ke sungai Bunut pihakperusahaan tidak perlu mengeluarkan dana untuk perbaikan kolam dankemungkinan mengeluarkan biaya kompensasi untuk mebantu kehidupanmasyarakat petani.

3.2 Aspek Sosial

Terjadinya pencemaran sungai berdampak kepada kondisi sosialmasyarakat Kecamatan Rawang. Selain berdampak langsung terhadap lingkunganjuga dapat berdampak kepada keadaan sosial masyarakat sekitar sungai. Dampaksosial yang terjadi jika PT Bakrie Sumatera Plantation tidak menjaga air limbahyang masuk ke sungai Bunut oleh limbah pabrik karetnya tentu akanmenimbulkan konflik antara masyarakat dengan PT. Bakrie Sumatera Plantation.

Page 339: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

Timbulnya konflik ini tentu dapat merugikan kedua pihak. Kerugian yangdiperoleh oleh PT. Bakrie Sumatera Plantation memungkinkan terjadinya protesdari masyarakat agar pabrik ditutup. Ditutupnya pabrik karet menyebabkanhilangnya pekerjaan masyarakat yang bekerja di pabrik tersebut. Jika sungaimasih tercemar tentu akan terjadi konversi lahan padi dari padi irigasi menjadipadi tadah hujan. Konversi ini menyebabkan masyarakat hanya dapat menanampadi pada hari hujan sehingga produktivitas padi di Kecamatan Rawang PancaArga menurunn. Turunnya produksi akibat pencemaran juga berpengaruh kepadaPemerintah Daerah sebagai pendukung usaha tani. Pemerintah Daerah akanberupaya menjaga kesejahteraan petani guna menaikkan pendapatan daerah.Upaya Pemerintah daerah tidak tercapai karena masalah pencemararn yangmenggangu pendapatan petani. Hal ini membuat Pemerintah Daerahmengeluarkan biaya dan tenaga untuk mendukung petani agar kegiatan usaha tanidapat berjalan dengan lancar, seingga pendapatan petani dan daerah meningkat.

Kondisi sosial yang terjadi bila dilakukakan upaya pencegahaanpencemaran sungai Bunut oleh limbah pabrik karet PT. Bakrie SumateraPlantation maka lingkungan sungai menjadi bersih sehingga timbulnya rasanyaman bagi masyarakat yang tinggal di sekitar sungai Bunut. Rasa nyamanmenggunakan sungai dan irigasi tentu akan mennimbulkan interaksi sosial antarasetiap warga pada saat beraktivitas sehari-hari seperti mandi dan cuci. Selain itukondisi lingkungan sungai yang bersih dapat memberikan peluang lapanganpekerjaan seperti usaha pertanian dan perikanan. Produksi padi meningkat denganadanya usaha masyarakat memanfaatkan sungai sebagai usaha akan menyebabkannaiknya pendapatan masyarakat di Kecamatan Rawang Panca Arga..

3.3 Aspek Lingkungan dan Kesehatan

Dampak terhadap lingkungan yang timbul akibat pencemaran sungai bunutterhadap irigasi persawahan adalah meningkatknya pertumbuhan biota air akibatbanyaknya bahan organik yang terkandung.Limbah cair industri karetmengandung senyawa nitrogen dan fosfor. Menurut Garno (2012), apabila tidakdilakukan pencegahan pencemaraan sungai kandungan senyawa nitrogen danfosfor menjadi tinggi sehingga menimbulkan peningkatan nutrien pada air sungai.Peningkatan nutrien yang berkelanjutan dalam konsentrasi tinggi pada akhirnyaakan menyebabkan badan air menjadi sangat subur dan menimbulkan gangguanbagi badan air. Peningkatan kesuburan air yang berlebihan disebabkan olehmasuknya nutrien dalam badan air terutama dapat menimbulkan eutrofikasi padabadan sungai dan kondisi tanah persawahan tidak seimbang dengan kebutuhantanaman padi yang dapat menyebabkan produksi padi menurun. Eutrofikasimenyebabkan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan air sehingga terjadipenurunan kadar oksigen terlarut dalam badan air. Rendahnya kandungan oksigen

Page 340: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

terlarut dalam air berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan akuatik lainnyadan kalau tidak ada sama sekali oksigen terlarut mengakibatkan munculnyakondisi anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika.

Dampak bagi kesehatan apabila tidak dilakukan pencegahan pencemaranlimbah cair pabrik karet terhadap masyarakat yang memanfaatkan air sungaiadalah timbulnya penyakit. Dampak kesehatan dari sungai yang tercemar yaitutimbulnya penyakit gatal pada kulit, diare, dan penyakit lainnya. Bahan organikyang terkandung dalam limbah karet apabila kelamaan bebas di lingkunganmengakibatkan bau busuk apabila denyawa tersebut, dan. Sundari (2016),sebagian masyarakat yang bermukim di daerah sungai Bunut mengalami ganguankulit seperti gatat dan memerah pada saat menggunakan air untuk mandi danmencuci.

Bila dilakukan upaya pencegahan pencemaran sungai Bunut oleh pabrikkaret PT. Bakrie Sumatera Plantatiom dapat meminimalisir dampak kerusakanakibat pencemaran limbah cair industri. Kualitas limbah yang memenuhi bakumutu air limbah akan menjaga kualitas air sungai tetap terjaga. Terjaganyakualitas air dapat menjaga kehidupan biota air di sungai Bunut sehinggaterjaganya ekosistem di persawahan yang airnya bersumber dari sungai Bunut.Lingkungan sungai yang terjaga dari pencemaran akan menyebabkan air sungaidan lingkungan sungai menjadi bersih sehingga mencegah timbulnya penyakitpada masyarakat di sekitar sungai Bunut.

Page 341: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

IV. UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN AIR SUNGAI BUNUT OLEHLIMBAH PABRIK KARET PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATIONTERHADAP PERSAWAHAN DI KECAMATAN RAWANG PANCAARGA, KABUPATEN ASAHAN

4.1 Kapasitas Kolam Pengolahan Limbah Cair Pabrik Karet PT. BSP Tidakmemperhitungkan pada saat hujan

Limbah cair sebelum dibuang kesungai harus diolah agar sesuai denganstandar baku mutu yang telah ditetapkan. Salah satu upaya agar limbah sesuaidengan standart yang ada dengan cara pengolahan limbah menggunakan lumpuraktif. Lumpur aktif berguna sebagai pengurai bahan organik yang terdapat padalimbah karet. Setelah limbah terurai dan sesuai dengan baku mutu, air limbahkemudian dapat dibuang ke sungai.

Keruhnya air sungai Bunut disebabkan oleh naiknya endapan lumpurpada kolam pengolahan limbah pada saat hujan yang bercampur dengan airsungai. Meluapnya air kolam dapat disebabkan oleh hujan dan luapan airsungai pada saat banjr yang masuk ke kolam. Aliran air sungai dimanfaatkansebagai sumber air untuk irigasi persawahan. Air sungai mengalir ke persawahanmelalui saluran irigasi. Kandungan bahan organik pada lumpur dapatmempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi.

Menurut saya upaya untuk mencegah naiknya endapan lumpur danluapan kolam salah satunya yaitu memperbesar kapasitas kolam untukmenampung air kolam pada saat hujan dan penambahan jumlah kolampengolahan dan memberi tanggul di pinggir kolam agar pada saat sungai Bunutbanjir air tidak masuk ke kolam lumpur yang mengakibatkan kolam lumpurmeluap.

4.2 Air Limbah Bercampur Dengan Air Sungai Yang Masuk KePersawahan Mempengaruhi Produksi Padi

Air sungai yang bercampur dengan endapan lumpur tentu mengandungbahan organik yang berlebih. Bahan organik yang berlebih akan mempengaruhipertumbuhan tanaman yang berdampak pada hasil produksi tanaman padi.

Limbah pabrik karet dapat dimanfaatkan sebagai pemacu pertumbuhanberbagai jenis tanaman, karena dalam limbah cair pabrik karet mengandung unsurhara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Selain itu limbah pabrik karet dapatberperan dalam memacu pertumbuhan tanaman padi (Widyaningrum, 1989). Airlimbah yang dimanfaatkan tentu sesuai dengan kebutuhan unsur hara padatanaman padi itu sendiri. Salah satu cara untuk menurunkan bahan yang

Page 342: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

terkandung dalam limbah karet yaitu menggunakan tanaman A. Microphylla padakolam pengolahan limbah. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan olehYulianti dan Mudyantini (2005) dengan membiakkan tanaman A. microphyllamuda berumur 2 hari selama 7 hari dan diisi air limbah dengan konsentrasi yangtelah ditetapkan. Azolla microphylla berpengaruh dalam memperbaiki kualitaslimbah cair pabrik karet terutama untuk menurunkan suhu, BOD, dan TSS. Hasilpercobaan pemberian limbah cair pabrik karet hasil fitoremediasi dengan A.microphylla berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativaLinn.).

Menurut saya limbah cair pabrik karet yang mengandung bahan organik dapatdimanfaatkan oleh perusahaan menjadi pupuk organik. Pemanfaatan limbahmenjadi pupuk organik dapat menambah keuntungan bagi pihak perusahaan tanpaharus dibuang kesungai. Pembuatan pupuk organik disesuaikan dengankandungan unsur hara untuk tanaman perkebunan karet di PT. BSP atau padatanaman lain.

4.3 PT. Bakrie Sumatera Plantation tidak Mengantisipasi TerjadinyaPencemaran Akibat Luapan Lumpur yang Merugikan Masyarakat diKecamatan Rawang Panca Arga

Menurut saya perusahaan dari awal harus merancang tata letak yang sesuaiuntuk kolam pengolahan limbah cair industri karet. Posisi kolam sebaiknya jauhdari sungai agar saat air sungai meluap air tidak langsung masuk ke kolampengolahan limbah. Penentuan posisi yang baik dalam pengolahan limbahmerupakan hal yang sangat penting karena karena diperlukan biaya yang besaruntuk memperbaiki kesalahan akibat tata letak kolam lumpur pengolahan limbah.

Untuk mengantisipasi terjadinya pencemaran akibat lumpur yang meluapperusahaan sebaiknya mengecek secara rutin permukaan air kolam. Karenaapabila permukaan air kolam dangkal pada saat hujan, lumpur yang ada di kolamakan bercampur dengan air hujan sehingga lumpur akan ikut terbawa pada saluranpembuangan limbah dan masuk ke sungai. Pengecekan kapasitas kolam dankandungan bahan pencemar yang keluar dari outlet sangat penting agarperusahaan dapat dapat melestarikan lingkungan sehingga perusahaan dapat terusmeemanfaatkan sumber daya yang ada di Kabupaten Asahan.

4.4 Pemkab Asahan Belum Mengetahui Terjadinya Limpahan Air LimbahKolam Pabrik Karet PT. Bakrie Sumatera Plantation yangMempengaruhi Produksi Padi.

Menurut saya Pemkab Asahan harus mengirim tim untuk memantaukondisi sungai Bunut akibat limpahan lumpur dari kolam pengolahan pada saat

Page 343: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

hujan. Pemantauan dari Pemkab Asahan kepada perusahaan dapat memberikansolusi dan jalan keluar dari masalah luapan kolam lumpur. Hasil survey danpengecekan dapat dijadikan acuan untuk melakukan tindakan yang akan diberikankepada perusahaan apabila terjadinya dampak pencemaran dari limbah lumpurterhadap sungai dan persawahan.

Pemkab Asahan dapat memberikan sanksi sesuai Peraturan dan Undang-Undang yang berlaku apabila perushaan tidak menjaga kandungan limbah cairyang berpotensi mencemari lingkungan sungai dan persawahan. Pemkab Asahanharus memberikan sosialisai kepada petani padi tentang kualitas air dan tandatanda air tercemar yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padisehingga ketersediaan beras di Kabupaten Asahan dapat terjaga.

Page 344: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sunngai Tapung Kiri oleh Limbah Industri Kelapa Sawit PT.Peputra Masterindo di Kabupaten Kampar. Universitas Diponegoro, Semarang

Hotmix. 2014. Kajian Potensi Produksi Pada Daerah Irigasi Sungai Bunut di Kecamatan Rawang PancaArga Kabupaten Asahan. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Iriyanto. 2013. Limbah cair Karet. https://iriyanto120492.wordpress.com ( diakses tanggal 22 Agustus2016)

Kristanto, P. 2002. Ekologi Indusri. ANDI, Yogyakarta.

Menteri Lingkungan Hidup RI. 2014. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentangBaku Mutu Air Limbah. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta

PT. Bakrie Sumatera Plantation. 2015. Laporan Tahunan, Medan

Prastiwi, N. 2010. Pengelolaan Limbah Industri Karet. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

Presiden RI. 1999. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Sungai. Sekretariat Negara,Jakarta.

_________. 2009. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan PengelolaanLingkungan Hidup. Sekretariat Negara, Jakarta.

_________. 2011. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2011 tentang Kualitas dan PengendalianPenccemaran Air. Sekretariat Negara. Jakarta

Ramimohtarto, K. 2004. Meroplankton Laut. Djambatan, Jakarta.

Rauf A.W, SyamsudinT dan Sihombing S.R. 2000. Peranan pupuk N, P, dan K pada Tanaman Padi.Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Koya Barat, Irian Jaya

Steyamidjaja, D. 2011. Budidaya Tanaman Karet. Kanisius, Yogyakarta.

Sundari, K. 2016. Analisa Sistem Pengolahan Limbah Cair Pabrik Karet PT. Bakrie Sumatera PlantationTBK dan Kualitas Air Sungai Bunut serta Gangguan Kulit pada Masyarakat di Kelurahan BunutKota Kisaran. Universitas Sumatera Utara, Medan

Syarifuddin dan Muhadi. 2000. Sains Geografi. Bumi Aksara, Jakarta.

Tanjung, N. 1993. Pencemaran Air. Karya Anda, Surabaya.

Utomo, S. 2012. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Rineka Cipta, Bandung

Widyaningrum, D.Y. 1989. Usaha Pemanfaatan Limbah Pabrik Karet Getas, Salatiga untuk PemupukanTanaman Padi (Oryza sativa) dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Enzim Nitrat Reduktase.Skripsi., Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta (Tidak diterbitkan)

Page 345: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

Widyaningsih. 2012. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.

Wisnu. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset, Yogyakarta.

Yulianingtyas, B. dan S.F.N. Qomariyah. 1994. Pemanfaatan Azolla microphylla sebagai BiofilterLimbah Industri. Agronomi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta

Yulianti,Winarno dan Mudyantini. 2005. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Karet PTPN IX Kebun BatuJamus Karanganyar Hasil Fitoremediasi dengan Azolla microphylla Kaulf untuk PertumbuhanTanaman Padi (Oryza sativa Linn.). Biosmart 7: 125-130

Page 346: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Provinsi Sumatera Utara

Page 347: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

ampiran 2. Peta Kabupaten Asahan

Page 348: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

Lampiran 3. Peta Kecamatan Rawang Panca Arga

Page 349: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

ii

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR ISI.............................................................................................................. iiDAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ...... iii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ...... iv

I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang ................................................................................. ....... 1

1.2 Permasalahan .................................................................................. ....... 2

II. MANFAATAN AIR LINDI LIMBAH DOMESTIK PADA BIOREMIDIASI TANAHTERKONTAMINASI MINYAK BUMI DI PT CHEVRON PACIFICINDONESIA DURI

2.1 Air Lindi Limbah Domestik.......................................................................... 4

2.2 Bioremidiasi pada Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi............................. 4

2.3 Sumber Energi dan Nutrisi Tanah

2.3.1 Sumber energi ......................................................................... ...... 9

2.3.2 Nutrisi tanah.................................................................................... 10

2.3.3 Nutrisi mineral/anorganik................................................................. 10

2.4 Mikroba Tanah.......................................................................................... 13

2.5 Pemanfaatan Air Lindi pada Bioremidiasi Tanah Terkontaminasi

Minyak Bumi di PT Chevron Pacific Indonesia Duri ......................... .... 15

III. DAMPAK PEMANFAATAN AIR LINDI LIMBAH DOMESTIK PADABIOREMIDIASI TANAH TERKONTAMINASI MINYAK BUMI DI PT CPI DURI

3.1 Aspek Ekonomi....................................................................................... 17

3.2 Aspek Sosial-Budaya.............................................................................. 18

3.3 Lingkungan dan Kesehat......................................................................... 19

IV. UPAYA PENYEMPURNAAN KEGIATAN PEMANFAATAN AIR LINDI LIMBAHDOMESTIK PADA BIOREMIDIASI TANAH TERKONTAMINASI MINYAKBUMI DI PT CPI DURI

4.1 Mengurangi Timbunan Tanah Terkontaminasi yang belum diolah ....... 21

4.2 Konflik dengan Masyarakat.................................................................... 22

4.3 Kesulitan Perizinan Tempat Pengolah.................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ .... 23

LAMPIRAN ............................................................................................................. 25

Page 350: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Lokasi Pengolahan Tanah Terkontaminasi .…………........................................ 7

2. Proses Pengolahan Tanah Terkontaminasi …………........................................ 8

Page 351: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman1. Peta Propinsi Riau……………………………………….…….…............………….. 25

2. Peta Kabupaten Bengkalis.………………............................................................ 26

3. Peta Areal PT Chevron Pacific Indonesia............................................................ 27

Page 352: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

1

I. PENDAHULUAN1.1. Latar belakang

Minyak bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin petrus – karang

dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental,

berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan

atas dari beberapa area di kerak bumi. Penyumbang terbesar APBN +/- 60% dari

total pendapatan negara dan 50% nya didapat dari Bumi Lancang Kuning Riau.

Dalam proses pengangkatan minyak bumi dari dalam perut bumi seringkali disertai

dengan tumpahan minyak berupa lumpur minyak bumi yang tidak mungkin dihindari

pada setiap aktivitas penambangan minyak bumi oleh PT Chevron Pacific Indonesia

(CPI) dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Sebab lumpur minyak

bumi mempunyai kandungan bahan berbahaya dan beracun, contohnya benzene,

toluene, ethylbenzena dan isomer xylema

Tanah dan air yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak lingkungan

serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah dan air yang terkontaminasi limbah

minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai

dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003 tentang “Tata Cara dan Persyaratan Teknis

Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi

Secara Biologis”. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan

terhadap tanah yang terkontaminasi minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah

penyebaran dan penyerapan minyak kedalam tanah.

Upaya pengolahan limbah B3 di tanah telah banyak dilakukan dengan

menggunakan teknik ataupun metode konvensional dalam mengatasi pencemaran

seperti dengan cara membakar (incineration), menimbun (landfill), menginjeksikan

kembali sludge keformas minyak (slurry fracture injection) dan memadatkan limbah

(solidification). Teknologi-teknologi ini dianggap kurang efektif dari segi biaya (cost

effective technology), waktu (time consuming) dan juga keamanan (risk).

Bioremediasi yang didefinisikan sebagai proses penguraian limbah

organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan

mengontrol, dan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Apabila ditinjau dari

aspek komersil teknologi ini relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang

lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik pengolahan limbah jenis B3 dengan

bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri)

sebagai agen bioremediator. Proses biodegradasi dapat dilakukan dengan cara:

Page 353: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

Seeding, dengan mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous

(bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous

bioaugmentasi

Feeding, memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan

aerasi (bioventing).

Landfarming adalalah aplikasi pencampuran tanah terkontaminasi dengan

permukaan tanah yang tidak terkontaminasi. Secara khusus dilakukan pada

petak kedap air yang telah disediakan.

PT CPI dalam proses bioremediasi menggunakan metode land farming.

Tanah yang terpapar minyak bumi dikumpulkan dari tempat-tempat produksi dibawa

ketempat pengolahan yang telah disediakan. Sebelum diolah dilakukan terlebih

dahulu pengujian kandungan minyak mentahnya melalui test TPH (Total Petroleum

Hydrocarbon) tentang persyaratan konsentrasi kandungan hidrokarbon yang dapat

diolah secara biologis. Sesuai dengan Kepmen KLH no. 128/2003, tanah yang

mengandung TPH maksimal 15% dinilai efektif untuk diolah dengan proses

bioremediasi. Dari hasil tes inisiasi di lapangan didapatkan kandungan TPH

sebelum dilakukan pengolahan adalah 4% sampai dengan 5%.

Kemampuan atau kapasitas pengolahan yang dimiliki oleh PT CPI di wilayah

Utara sebesar 17,000 m3/tahun dengan siklus pengolahan dua kali setahun yang

terbagi di tiga tempat yaitu Duri, Bangko dan Libo sesuai dengan izin yang diberikan

oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Untuk pengolahan tanah yang terpapar minyak dengan kandungan TPH >

15% dilakukan oleh pihak ketiga, Holcym, PPLI dan Semen Padang.Jumlah tanah

yang terpapar minyak saat ini di PT CPI berkisar 1,000,000 m3

1.2. PermasalahanProyek Bioremediasi PT CPI di Sumatera merupakan bagian dari komitmen

perusahaan dalam melindungi lingkungan di semua wilayah operasi di Indonesia.

Sebelum proyek bioremediasi ini dilaksanakan, PT CPI telah melakukan studi

laboratorium sejak tahun 1994 dan menjalankan pengujian skala lapangan sejak

tahun 1997. Keduanya membuktikan bahwa teknologi bioremediasi ex-situ

Landfarming merupakan cara yang paling efektif dan efisien untuk diterapkan dalam

pengelolaan limbah. Dan telah dievaluasi serta disetujui oleh badan-badan

pemerintah yang berwenang, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan

badan pemerintah pengatur pengelolaan minyak dan gas, BPMIGAS.

Page 354: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

Proyek bioremediasi ini telah dilaksanakan oleh PT CPI sejak

2003. Meskipun demikian permasalahan yang timbul di lapangan menunjukan

bahwasanya dengan waktu satu siklus pengolahan yang membutuhkan waktu 3

sampai dengan 4 bulan masih kurang efektif sehingga:

1. Masih tingginya timbunan tanah terkontaminasi yang belum diolah apabila

terkena limpasan air hujan akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah

dan air yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia.

2. Meskipun secara hukum proses ini tidak bermasalah namun dapat memicu

konflik dengan masyarakat dan hal ini dapat mengganggu kelancaran

operasional dari perusahaan.

3. Sulit mendapatkan izin perluasan tempat pengolahan kontaminan

Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan tersebut diperlukan strategi

untuk percepatan waktu proses bioremidiasi di PT CPI dalam pemulihan tanah

terkontaminasi minyak mentah dengan memanfaatkan air lindi limbah domestik atau

dengan perluasan areal pengolahan tanah oleh PT CPI.

Page 355: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4

II. MANFAAT AIR LINDI LIMBAH DOMESTIK PADA BIOREMIDIASI TANAHTERKONTAMINASI MINYAK BUMI DI PT CHEVRON PACIFIC INDONESIADURI

2.1. Air Lindi Limbah DomestikMenurut Rilawati (dalam Damanhuri, 2004), air lindi adalah cairan yang

merembes melalui tumpukan sampah dengan membawa materi terlarut atau

tersuspensi dari hasil proses dekomposisi materi sampah atau dapat pula

didefinisikan sebagai limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke

dalam timbunan sampah melarutkan dan membilas materi terlarut, termasuk materi

organik hasil proses dekomposisi biologis.

Leachate (air lindi) yang dihasilkan dari sampah domestik umumnya

mempunyai karakteristik kandungan bahan organik yang tinggi, selama ini

penanganan air lindi dari sampah domestik adalah dengan cara ditampung dan

diolah di sistem pengolahan. Hal ini biasanya dilakukan di tempat pembuangan

akhir sampah yang yang ada fasilitas pengumpul air air lindi serta instalasi

pengolahan air lindi, ketika dibuang ke lingkungan agar tidak mencemari

lingkungan. Karakteristik air lindi limbah domestik PT CPI seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik air lindiParameter Satauan Hasil Tes Parameter Satuan Hasil TesArsenBesiBariumCadmiumChromiumCobalCopperSeleniumTimbalManganSO4FluorideNH3 - N

mg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/L

< 0.010.760.35

0.0030.016< 0.010.02

< 0.010.040.05

21.00< 0.500.35

CyanideSulfidePhospateChlorideNO2 – NpHSuhuTDSTSSCODPhenolOilBOD

mg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/Lmg/L

-°C

mg/Lmg/Lmg/Lug/Lmg/L

0.0090.023ND

10.140.099.98NA119507698

< 4.68.20

Sumber : Laboratorium PT CPI (TS Laboratory), Des, 2015

2.2. Bioremidiasi pada Tanah Terkontaminasi Minyak bumiMenurut Suhardi, (2016). Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi

atau “remediate” yang artinya menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi

dimaksudkan sebagai penggunaan mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah

lingkungan atau untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah,

Page 356: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih

dan alamiah. Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan” bahan

kimia berbahaya tertentu, terutama organik, misalnya berbagai jenis minyak bumi.

Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang tidak berbahaya

misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon

minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri

inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang

tercemar limbah minyak bumi.

Faktor utama bagaimana bioremidiasi dilakukan agar mikroba dapat

membersihkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikroba yang

sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti

suhu, pH, nutrient dan jumlah oksigen.

Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan

Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak

Bumi secara Biologis. Disini dicantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan

menggunakan mikroba lokal.

Pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi

untuk terjadinya bioproses secara alamiah. Dalam teknologi bioremediasi dikenal

dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan biostimulai dan

bioaugmentasi. Biostimulasi ádalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan

mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan

lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya

sumber Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat

sedikit, maka harus ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata

10^3 cfu/gram tanah sehingga bioproses dapat dimulai (Suhardi, 2016). Mikroba

yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar

kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan

kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Penambahan mikroba

dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi.

Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikroba tumbuh,

berkembang dan “memakan” polutan tersebut (atau memanfaatkan karbon dari

polutan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang

dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara

umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.

Page 357: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

Dengan demikian, perencanaan teknis (engineering design) yang benar memegang

peranan penting untuk mendapatkan proses bioremediasi yang efektif.

Dalam aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum

diterapkan yaitu biopile dan landfarming. Pada teknik biopile, tanah tercemar

ditimbun diatas lapisan kedap air dan suplai udara yang diperlukan oleh mikroba

dilakukan dengan memasang perpipaan untuk aerasi (pemberian udara) dibawah

tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang diujung perpipaan sehingga

semua bagian tanah yang mengandung mikroba dan polutan berkontak dengan

udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter.

Teknik landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar

diatas lapisan kedap air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan

kontak mikroba dengan udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah

yang diolah terkontak dengan udara maka secara berkala hamparan tanah tersebut

di balikkan. Nama landfarming digunakan karena proses pembalikan tanah yang

dilakukan sama dengan pembalikan tanah pada saat persiapan lahan untuk

pertanian. Menurut Thapa, Kumar dan Ghimire (2012), Bioremediasi sangat aman

untuk digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada

dilingkungan (tanah). Mikroba ini adalah mikroba yang tidak berbahaya bagi

lingkungan atau masyarakat. Bioremediasi juga dikatakan aman karena tidak

menggunakan/ menambahkan bahan kimia dalam prosesnya. Nutrien yang

digunakan untuk membantu pertumbuhan mikroba adalah pupuk yang digunakan

dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. Karena bioremediasi mengubah bahan

kimia berbahaya menjadi air (H2O) dan gas tidak berbahaya (CO2), maka senyawa

berbahaya dihilangkan seluruhnya. Teknologi bioremediasi banyak digunakan pada

pencemaran di tanah karena beberapa keuntungan menggunakan proses alamiah /

bioproses. Tanah atau air tanah yang tercemar dapat dipulihkan ditempat tanpa

harus mengganggu aktivitas setempat karena tidak dilakukan proses pengangkatan

polutan. Teknik ini disebut sebagai pengolahan in-situ.

Teknik bioremediasi yang diterapkan di PT CPI teknik ex-situ/landfarming

yaitu proses pengolahan dilakukan ditempat yang direncanakan dan tanah tercemar

/ polutan diangkat ke tempat pengolahan yang telah disediakan di Desa Pematang

Duri (Gambar 1.). Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan

tergantung pada faktor jenis dan jumlah senyawa polutan yang akan diolah, ukuran

dan kedalaman area yang tercemar, jenis tanah dan kondisi setempat dan teknik

yang digunakan. Jenis minyak mentah ringan (light crude sesuai nomor API ) yang

Page 358: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

diolah dengan teknik biopile bioaugmetnasi dan konsentrasi pengolahan sesuai

dengan yang ditetapkan oleh Kepmen LH 128/2003 yaitu max 15% memerlukan

waktu 4 – 6 bulan. Sedangkan minyak mentah berat (heavy crude) akan

memerlukan waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini bervariasi dari satu area

tercemar dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan dalam rentang 4

bulan sampai 1 tahun. Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa proses

bioremediasi berhasil dan selesai adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak bumi

(TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk saat ini baru menggunakan parameter TPH

saja karena kegiatan yang menerapkan teknologi bioremediasi masih terbatas pada

industri migas. Proses Bioremidiasi di PT CPI seperti pada terlihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Lokasi Pengolahan Tanah Terkontaminasi

Page 359: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

Gambar 2. Proses Pengolahan Tanah Terkontaminasi

Menurut Suhardi (2016) biaya yang diperlukan untuk melakukan

bioremediasi berada pada rentang US $25 – 75 per ton tanah olahan, tergantung

pada kondisi pencemaran. Harga ini masih lebih murah dibandingkan dengan

menggunakan teknik pengolahan lainnya misalnya insinerasi yang bisa mencapai 4

sampai 10 kali lipatnya. Bioremediasi sebagai teknologi yang dapat digunakan untuk

membersihkan berbagai jenis polutan bukan berarti tanpa keterbatasan.

Bioremediasi tidak dapat diaplikasikan untuk semua jenis polutan, misalnya untuk

pencemaran dengan konsentrasi polutan yang sangat tinggi sehingga toksik untuk

mikroba atau untuk pencemar jenis logam berat misal kadmium dan Pb.

Dimasa yang akan datang, penerapan teknologi bioremediasi di Indonesia

akan berkembang tidak hanya terbatas pada pemulihan lahan tercemar minyak

bumi di industri migas, tetapi juga pencemaran di industri otomotif, SPBU dan

industri lainnya seperti pertanian. Dengan demikian, polutan targetnya bukan

hidrokarbon minyak bumi saja tetapi juga senyawa inorganik lainnya seperti

pestisida. Pendekatan molekular misalnya identifikasi mikroba dengan 16sRNA atau

18sRNA untuk mengetahui keberlimpaphan mikroba dalam proses bioremediasi

dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja bioproses. Teknologi molekular ini

sudah tersedia dan dibandingkan dengan teknik identifikasi konvesional yang saat

Page 360: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

ini umum digunakan di Indonesia memberikan waktu pemeriksaan lebih cepat.

Namun demikian, penggunaan teknik molekular ini masih mahal dan belum perlu

sebagai prioritas.

2.3. Sumber Energi dan Nutrisi Tanah2.3.1. Sumber energi

Senyawa yang dioksidasi oleh suatu organisme untuk menyediakan energi

bagi proses metabolismenya disebut sebagai substrat (Sylvia, et al. 1998). Secara

definisi, substrat organisme khemoauototrof adalah bahan bentuk organik. Istilah

substart dalam biokimia adalah senyawa kimia yang bereaksi dengan enzim dalam

proses metabolisme. Istilah ini digunakan bidang ekologi mikroba untuk

menggambarkan sisa organik seperti daun, batang, kotoran dll atau komposisi

penyusunnya seperti selulosa, lignin, gula, asam amino dll. Jadi, dalam biologi

tanah, istilah substart dapat digunakan agak mirip biokimia tetapi memiliki arti lebih

luas. Sebagian besar oksidasi biologi berlangsung berikut ini:

AH2 + B BH2 + A

Reaksi tersebut dikenal dengan istilah dehidrogenasi, dan melibatkan

transfer atom hydrogen (dan elektron) dari donor hidrogen, atau substrat(AH2), ke

akseptor hidrogen (B). berdasarkan spesifikasi akseptor hidrogen, terdapat tiga

macam proses penghasil energi, yakni respirasi, respirasi anaerob dan fermentasi.

Atas dasar reaksi mikroorganisme terhadap oksigen, dikenal empat

kelompok mikroorganisme yaitu (Handayanto dan Hairiah. 2009):

1. Mikroaerofil, adalah organisme aerop obligat yang berkembang dengan baik

pada kandungan oksigen rendah

2. Aerob, organisme hanya tumbuh jika ada oksigen dan sangat tergantung pada

respirasi sumber energi

3. Anaerob, pertumbuhan organisme terhambat atau mati jika ada oksigen, jadi

tergantung pada fermentasi atau respirasi anaerop sumber energi

4. Anaerob fakultatif, organisme yang aktif pada kondisi aerob maupun anaerob

Empat jenis hubungan antara mikroba dengan oksigen tersebut di atas tidak

dijumpai pada semua kelompok taksonomi mikroba. Sebagian besar organism,

seperti fauna dan tanaman, adalah aerob, tetapi yeast dan beberapa jamur lainnya

adalah anaerob fakultatif. Semua jenis hubungan dengan oksigen tersebut

ditemukan pada kelompok bakteri.

Page 361: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

2.3.2. Nutrisi tanahSuatu organisme tidak hanya memerlukan sumber energi dalam

lingkungannya, tetapi juga harus menemukan semua bahan yang diperlukan untuk

membentuk dan mempertahankan organisasi selnya (Atlas and Bartha. 1998).

Dengan kata lain, dalam lingkungannya harus tersedia nutrisi. Pagotrof memperoleh

semua nutrisinya dari bahan yang di lumatnya, tetapi penyerapan nutrisi oleh

osmotrof sagant tergantung dari larutan di sekitarnya. Dua faktor yang menentukan

bisa tidaknya suatu senyawa dapat digunakan sebagai nutrisi oleh osmotrof , adalah

(1) kemampuan senyawa untuk penetrasi membran sitoplasma dan memasuki sel,

dan (2) kemampuan organisme untuk metabolisme senyawa setelah memasuki sel.

Molekul yang terlalu besar untuk penetrasi membran plasma mungkin dapat

digunakan sebagai sumber nutrisi jika organisme dapat menghidrolisisnya secara

enzimatik di luar sel.

2.3.3. Nutrisi mineral/anorganikMenurut Handayanto dan Hairiah (2009), nutrisi mineral dalam tanah berasal

dari sumber atmosfer atau geologi. Masukkan dari atmosfer dapat berupa curah

hujan, aerosol pada vegetasi, dan penambatan gas oleh proses-proses biologi.

Adanya berbagai unsur kimia dalam air hujan sangat penting di daerah pesisir atau

di daerah yang dipengaruhi oleh polusi industri. Masukkan sulfur yang berasal dari

cerobong asap pabrik dapat menyebabkan terjadinya ‘hujan asam’ yang

menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Penambahan nitrogen secara

bilogi, baik secara simbiosis maupun non simbiosis, merupakan utama nitrogen bagi

semua organisme, karena batuan hampir tidak mengandung unsur nitrogen yang

diperlukan oleh tanaman dan mikroorganisme. Karbon juga harus ditambat secara

biologi(terutama melalui fotosintetis), dan atmosfer merupakan sumber utama

oksigen yang digunakan dalam respirasi aerob.

Selanjutnya menurut Handayanto dan Hairiah (2009), beberapa unsur nutrisi

mineral lainnya dapat berasal dari batuan yang merupakan bahan induk tanah,

tetapi hasil pelapukan batuan tidak dapat dinyatakan sebagai sumber nutrisi untuk

pengembangan ekosistem kecuali yang dihasilkan di daerah perakaran tanaman.

Kepekaan pelapukan mineral primer bervariasi, dan sebagian dari hasil pelapukan

yang larut dapat tercuci dar daerah perakaran. Unsur fosfor sangat penting dalam

prosespembentukan tanah karena peran utamanya dalam proses-proses biokimia.

Unsur fosfor bersama besi dan aluminium dapat membentuk komplek yang tidak

Page 362: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

larut dan tahan terhadap pencucian. Dengan demikian jumlah fosfor dalam tanah

mencerminkan konsenterasinya dalam bahan induk, hal ini pada gilirannya

mempengaruhi jenis tanaman yang tumbuh.

Menurut Paul (2015), Handayanto dan Hairiah (2009) masin masing

organisme tanah memiliki ketergantungan berbeda terhadap lingkungan tanah

dalam hal pasokan energi dan nutrisi untuk pertumbuhannya. Sebagian besar

organisme mendapatkan energi dan nutrisi langsung dari tanah. Untuk memahami

fungsi organisme tanah dalam ekosistem, yaitu aliran energi dan dekomposisi

bahan organik, serta siklus unsur hara, diperlukan pemahaman hal-hal terkait

dengan kebuthan energi dan nutrisi organisme tanah sebagai berikut:

1. Pergerakkan nutrisiNitrogen dan karbon adalah unsur yang mencapai organisme tanah langsung

dari sumber utamanya, jika organisme tersebut mampu menambat dinitrogen atau

karbon langsung dari atmosfer. Kebanyakan karbon dan nitrogen, dan unsur

lainnya, dapat diakses mikroorganisme melalui subsistem vegetasi. Mekanisme

utama yang terlibat dalam pemindahan nutrisi dari vegetasi ke tanah adalah

konsumsi oleh herbivora, pencucian dan kanopi, dan seresah(litter-fall) serta akar

tanaman yang mati. Atas dasar berbagai mekanisme tersebut, sebagian besar

nutrisi dipindahkan ke organisme tanah melalui sisa tanaman, termasuk masukan

seresah dalam ekosistem hutan.

2. Distribusi nutrisi dalam tanahSalah satu ciri utama tanah yang paling mencolok adalah distribusi hara tanah

bersifat acak, baik secara vertikal maupun horizontal. Unsur seperti nitrogen dan

sulfur, yang sebagian besar dalam bentuk organik, konsenterasinya menurun dari

lapisan atas ke lapisan bawah tanah. Pola yang sama juga dijumpai pada fosfor

serta kalsium dan kalium dapat dipertukarkan. Sebagai akibatnya, keberadaan

tanah umumnya terkait dengan pola sebaran unsur hara didalam tanah.

3. Nutrisi anorganik karbonKarbon adalah unsur yang diperlukan oleh organisme dalam jumlah besar.

Semua organisme fotosintetis dapat mereduksi CO2 atmosfer, tetapi tidak

semuanya dapat menggunakan CO2 tersebut sebagai satu-satunya sumber karbon.

Pada bakteri ungunon-sulfur yang fotoheterotof, senyawa organik seperti asam

asetat dan asam suksinat berperan sebagai donor pada reduksi CO2. Mikroba

khemoautotrof seperti bakteri nitrifikasi mengunakan senyawa anorganik dalam

jumlah besar, jadi harus menggunakan CO2 udara sebagai satu-satunya sumber

Page 363: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

karbon. Sebagian besar organisme khemotrof mengoksidasi senyawa organik tidak

hanya sebgai substrat dalam reaksi-reaksi penghasil energi, tetapi juga sebagai

sumber karbon.

Karbohidarat adalah di antara sekian banyak sumber karbon yang cepat

tersedia untuk mikroorganisme tanah. Monosakarida, terutama heksosa, digunakan

secara luas oleh mikroorganisme, tetapi alkohol polihidrat seperti manitol dan

gliserol juga merupakan sumber karbon yang baik, terutama untuk jamur dan

aktinomisetes. Asam-asam organik dari siklus asam trikarboksilat(siklus TCA)

biasanya tidak dapat mempenetrasi mebran sitoplasma, tetapi asam amino banyak

tersedia untuk digunakan sebagai sumber karbon beberapa mikroorganisme.

Menurut Handayanto dan Hairiah (2009), penggunaan senyawa aromatik

seperti lignin cukup banyak pada kondisi aerob, tetapi jika ada keterbatasan oksigen

(anaerob) lignin sulit didekomposisi dan kemuadian terakumulasi menjadi misalnya

gambut dan batubara. Jamur adalah perombak lignin, terutama untuk genus

Basidiomycetes

NitrogenUnsur N diperlukan dalam jumlah besar untuk sintesis asamamino dan

protein, nekleotida purin dan pyrimidin, dan vitamin tertentu. Di alam, atom N

berbeda dalam berbagai bentuk oksidasi yang semuanya dapat digunakan oleh

mikroorganisme. Bentuk yang paling disenangi adalah ion amonium (NH4+), karena

dalam bentuk amonium ini unsur N dileburkan dalam bentuk organik. Namun

demikian, ion nitrat (NO3-) juga dapat digunakan oleh beberapa ganggang dan

jamur, walau tidak sebanyak bakteri.

FosforFosfor berada dalam organisme hidup terutama sebagai fosfat gula dalam

nukeotida dan asam nukleat, dan sebagai pytat dan fospolipida. Pytat adalah ester

fosfat inositol yang banyak dijumpai dalam organisme hidup. Fosfor biasanya

sebagai fosfat anorganik, maka perlu disediakan dalam jumlah besar untuk

pertumbuhan organisme. Sebagian besar fosfat ini berasal dari mineral, tetapi

beberapa dapat berasal dari pelapukan enzimatik terhadap inositol heksafosfat

dalam bahan organik tanah oleh mikroba penghasil pytase.

SulfurSulfur berada dalam organisme dalam bentuk sulfudril (-SH) cystein asam

amino, dan senyawa sulfur lainnya yang dijumpai dalam sel, seperti metionin, asam

amino, vitamin, biotin, thiamin berasal dari cystein. Sebagian besar mikroorganisme

Page 364: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

menyerap sulfur dalam bentuk ion sulfat (SO42-), jadi harus mereduksinya menjadi

sulfudril. Thiosulfat (S2O32-) juga dapat digunakan sebagai sumber S bagi beberapa

organisme (Killham, dalam Handayanto dan Hairiah, 2009). Namun demikian ada

juga mikroba yang tidak dapat mereduksi thiosulfat, sehingga memerlukan senyawa

sulfur yang telah tereduksi sebagai nutrisi, seperti hidrogen sulfida atau cystein.

2.4. Mikroba Tanahdengan kapas lalu disterilisasi pada suhu 121°C selama 15 Susunan mikroba

di dalam tanah yang dapat mendegadrasi produk minyak menurut Thapa, et al

(2012) yaitu Pseudomonas, Aeromonas, Moraxella, Beijerinckia, F lavobacteria,

chrobacteria, Nocardia, Corynebacteria, Atinetobacter, Mycobactena,, Modococci,

Streptomyces, Bacilli, Arthrobacter, Aeromonas, Cyanobacteria dll.

Populasi mikroba dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu:

Jumlah dan macam zat hara

Kelembaban

Tingkat aerasi

Suhu

pH dan

Perlakuan pada tanah seperti penambahan pupuk atau banjir yang dapat

menyebabkan peningkatan jumlah mikroba.

Bakteri dapat hidup subur dalam tanah, terutama tanah dengan kelembaban,

temperatur dan pH yang optimal, dengan mengandung kandungan substrat yang

cukup banyak. Diperkirakan terdapat tidak kurang satu juta bakteri dalam 1 gram

tanah. Jumlah tersebut akan berkurang pada kedalaman tanah.

Berdasarkan struktur dinding sel dan pergerakannya, bakteri dapat dibagi

menjadi tiga kelompok, yaitu (Thapa, et al, 2012):

Eubacteria

Mycobacteria

Spirochetes

Eubacteria merupakan bakteri terbanyak yang terdapat di dalam tanah yang

umumnya bergerak menggunakan flagella dan mempunyai dinding sel yang tebal

dan kaku. Sedangkan mycobacteria bergerak dengan melayang (gliding) dan

spirochetes bergerak menggunakan filamen. Berdasarkan dinding selnya,

mycobacteria dan spirochetes memiliki dinding sel yang tipis dan fleksibel.

Page 365: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

Berdasarkan bentuknya Eubacteria dapat berbentuk bulat (cocci), tongkat (rod) dan

helix seperti vibrio dan spirilla. Contoh Eubacteria berbentuk vibrio yaitu Desulfurbio,

merupakan bakteri yang dapat mereduksi sulfat menjadi sulfide. Bakteri yang dapat

digunakan dalam mendegradasi zat pencemar dalam tanah antara lain

Pseudomonas, Nocardia, Mycobacterium, Arthrobacter dan Bacillus. Bakteri dari

kelompok Actinomycetes seperti Nocardia dan Mycobacterium memiliki peran

penting dalam mendegradasi hidrokarbon yang berasal dari minyak bumi.

Menurut Paul, (2015), Handayanto dan Hairiah, (2009) lingkungan tanah

akan berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi

dan menentukan jenis mikroba pada suatu sampel tanah adalah kelembaban, pH,

temperatur, kandungan gas oksigen dan komposisi organik maupun anorganik

tanah. Jenis mikroba tanah sangat bervariasi sehingga untuk menganalisanya

diperlukan salah satu metodenya yaitu metode pengenceran.

Jenis medium yang digunakan adalah agar yeast glycerol untuk media

pertumbuhan actinomycetes, agar Sabouroud untuk isolasi jamur dan agar nutrisi

untuk bakteri. Selain agar kedua jenis mdium lain ditambahkan 10mg Aureomycin

(klortetrasiklin) per mililiter medium untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga

digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,

dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana

yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. NA merupakan salah satu media

yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air,

sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel

pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Untuk

komposisi nutrien adar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat

1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi

dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit. Kemudian siapkan wadah sesuai

yang dibutuhkan.

Yeast Glycerol Agar berfungsi untuk isolasi, enumerasi, dan menumbuhkan sel

khamir. Dengan adanya dekstrosa yang terkandung dalam media ini, PGYA dapat

digunakan untuk mengidentifikasi mikroba terutama sel khamir. Untuk membuatnya,

semua bahan dicampur dengan ditambah CaCO3 terlebih dahulu sebanyak 0,5 g

lalu dilarutkan dengan akuades. Kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan

disumbat.

Page 366: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

2.5. Pemanfaatan Air Lindi Limbah Domestik pada Bioremidiasi TanahTerkontaminasi Minyak Bumi di PT CPI Pematang DuriAir lindi mempunyai potensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai pupuk

organik karena mengandung berbagai macam bahan organik seperti nitrat, mineral

dan mikroorganisme.

Menurut Campbell (dalam Rilawati, 2016), bakteri perombak (decomposer)

merupakan kelompok terbesar yang mengkonsumsi senyawa karbon sederhana,

seperti eksudat akar, dan sisa tanaman segar. Melalui proses ini, bakteri

mengkonversi energi dalam bahan organik tanah menjadi bentuk yang bermanfaat

untuk organisme tanah lain di dalam rantai makanan (food web) tanah. Sejumlah

bakteri perombak dapat merombak pestisida dan pencemar tanah. Bakteri

perombak terutama penting dalam imobilisasi, atau menahan unsur hara seperti

nitrogen.

Sejumlah strategi bioremidiasi dapat memperbaiki kualitas tanah dan lingkungan.

Pada kontaminan tertentu khususnya minyak bumi di PT CPI Duri menggunakan

strategi landfarming yaitu suatu aplikasi atau pencampuran kontaminan atau limbah

ke dalam permukaan tanah yang tidak terkontaminasi. Secara khusus hal ini

dilakukan pada petak yang bagian bawahnya diberi lapisan tanah liat untuk

mencegah pencucian kontaminan masuk ke air tanah. Tanah diolah agar tercampur

serta memperbaiki aerasi dan kelengasan tanah. Jika kontaminan terlalu tinggi

untuk didegradasi, pengolahan tanah juga membantu menurunkan konsentrasi

kontaminan. Saat ini pengolahan yang dilakukan digabung dengan biostimulasi C,

N dan P dengan perbandingan 100:5:1 dan dolomit untuk mendapatkan kisaran pH

6 – 9, dan strategi selanjutnya dengan penambahan air lindi limbah domestik

sebagai tambahan nutrisi, kelembaban dan juga pH yang dibutuhkan untuk

percepatan perkembangan bakteri. Menurut Handayanto dan Hairiah (2009)

penggunaan mikroorganisme thermofilik aerobik pada timbunan tanah untuk

mendegradasi kontaminan. Timbunan tanah dicampur secara fisik dan dibasahi

secara periodik untuk merangsang aktivitas mikroba. Pemanfaatan air lindi limbah

domesti pada bioremidiasi tanah terkontaminasi minyak bumi akan mempercepat

proses pemulihan tanah sehingga diharapka dapat:

1. Mengurangi timbunan tanah terkontaminasi yang belum diolah di Pematang

Duri, dengan adanya percepatan proses pengolahan/penurunan kontaminan

minyak pada tanah.

Page 367: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

2. Mencegah konflik dengan masyarakat karena timbunan tanah kontaminan

dapat dilah seluruhnya.

3. Diharapkan dengan adanya pemanfaatan air limbah domestik ini pemerintah

dapat memberikan izin perluasan tempat pengolahan tanah kontaminan.

Page 368: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

III. DAMPAK PEMANFAATAN AIR LINDI LIMBAH DOMESTIK PADABIOREMIDIASI TANAH TERKONTAMINASI MINYAK MENTAH DI PT CPIDURI

3.1. Aspek EkonomiBila air lindi limbah tanah terkontaminasi minyak mentah di PT CPI Duri tidak

dikelola, akibatnya, kegiatan perusahaan dan proses produksinya dapat

menurunkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat sebagaimana yang

dialami oleh warga masyarakat yang mengeluhkan empat sumur di daerah

Wonosobo Ujung, Kelurahan Talang Mandi, Kabupaten Bengkalis, Riau,

terkontaminasi minyak yang diduga berasal dari pengolahan limbah PT CPI. “Air di

empat sumur milik warga sebenarnya sudah bercampur dengan minyak sejak tahun

2010, tapi baru sekarang keluhan kita dapat respons,” Air sumur itu kini berwarna

hitam dan tidak bisa lagi dikonsumsi (Purba. 2014).

Biasanya tempat yang terkontaminasi diperlakukan dengan metode tradisional

seperti fisik, kimia dan proses termal menyerupai penggalian dan transportasi.

Dengan metode ini, biaya pengolahan 1 m3 tanah dari daerah yang terkontaminasi

1-acre diperkirakan US $ 0,6-2.5 juta (McIntyre, 2003 dalam Shukla, Singh, and

Sharma, 2010). Miliaran dolar yang dibutuhkan untuk dapat digunakan

membersihkan semua situs tercemar dengan hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH)

dalam beberapa dekade mendatangi.

Akibat diduga mencemari lingkungan aktifitas PT CPI sempat terhambat

produksinya oleh masyarakat, namun dampak positifnya dapat menciptakan

lapangan pekerjaan dan peningkatan ekonomi, bagian mana yang lebih menonjol

dari kedua dampak tersebut tergantung dari sudut mana masyarakat

memandangnya. Apabila dampak positif lebih menonjol dibandingkan dampak

negatif di mata masyarakat sekitar, maka hal tersebut tentu akan menguntungkan

bagi perusahaan. Hal yang tidak diinginkan adalah apabila yang terjadi merupakan

hal yang sebaliknya. Akibatnya, kegiatan perusahaan dan proses produksinya.

Bila dilakukan pengelolaan dengan memanfaatkan air lindi limbah domestik

pada bioremidiasi tanah terkontaminasi minyak bumi di PT. CPI Duri akan

memberikan dampak ekonomi yang positif bagi

- Perusahaan PT. CPI

Dengan memanfaatkan air lindi limbah domestik akan mengurangi biaya

belanja pupuk NPK, dan dengan memanfaatkan air lindi diharapkan waktu

Page 369: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

18

proses bioremidiasi akan menjadi lebih cepat sehingga biaya untuk membayar

operator menjadi berkurang.

- Masyarakat Duri

Dengan dimanfaatkannya air lindi limbah domestik, menjadikan

sistempengolahan limbah padat domestik PT CPI di Pematang Duri tidak ada

lagi buangan air limbah (zero waste discharge) ke lingkungan masyarakat,

sehingga masyarakat dapat dengan aman daan nyaman menggunakan

sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air minum dan bersih.

- Pemda

Dapat dijadikan sebagai model percontohan perusahaan di Provinsi Riau

khususnya di Kabupaten Bengkalis dalam pengelolaan dan pemanfaatan

limbah domestik yang dihasilkan oleh perusahaan dalam kegiatannya selama

beroperasi.

3.2. Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat DuriAspek sosial, keberadaan PT. CPI dalam pemnglolaan limbah yang dihasilkan

dan bermitra dengan komunitas setempat melalui berbagai macam cara untuk

memberikan kontribusi bermakna bagi pengembangan sosial, ekonomi dan upaya

investasi dalam bentuk program-program yang bertujuan meningkatkan

kesejahteraan sosial dan ekonomi di komunitas lapangan operasionalnya yaitu pada

masyarakat Duri. CSR di dalam perusahaan terbagi menjadi empat bagian dan

setiap bagian memiliki cabang yang berfungsi untuk lebih memfokuskan kegiatan

CSR perusahaan terhadap masyarakat di daerah operasional perusahaan. Bagian

CSR perusahaan antara lain :

1. Ekonomi

2. Kesehatan

3. Bantuan Lepas

4. Pendidikan

Dalam bidang pendidikan, PT. CPI memiliki bermacam program yang berjalan

di sekitar daerah operasional.Seperti bantuan pembangunan gedung-gedung

sekolah, pemberian bantuan lepas dalam mendukung kegiatan yang mengandung

unsur pendidikan dan bermanfaat bagi masyarakat banyak dan program beasiswa.

Dalam program beasiswa, perusahaan memiliki beberapa kegiatan beasiswa yang

bergerak di daerah operasional perusahaan, diantaranya: Darmasiswa-Riau,

bantuan pendidikan Suku Sakai, pemberian bantuan sarana dan prasarana untuk

sekolah-sekolah dan lainnya. Untuk program Darmasiswa, program ini merupakan

Page 370: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

program perusahaan yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Pekanbaru

dalam hal pelaksanaan dan penyeleksian calon penerima dana bantuan beasiswa.

Darmasiswa adalah salah satu program investasi sosial Chevron di bidang

Pendidikan. Program Darmasiswa diperuntukkan bagi pelajar berprestasi tingkat

SLTA/SMK/MA di seluruh penjuru Riau untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi

(Fithri, 2015).

Aspek budaya masyarakat Duri khususnya Mandau yang berbatasan

langsung dengan daerah operasional PT CPI, telah membawa perubahan budaya

dari masyarakat tempatan (Sakai), terhadap pengelolaan limbah rumah tangga

terutama dalam pemilahan dan pemanfaatan limbah seperti yang dilakukan oleh

warga (pegawai PT CPI) di Perumahan sampai dengan disiplin kerja yang

diperlihatkan oleh para karyawan. Dan juga sebagai contoh untuk perusahaan lain

yang berada di Pemerintahan Kabupaten Bengkalis tata cara dan pemanfaatan

limbah yang dihasilkan oleh PT CPI sebagai perusahaan yang patuh terhadap

budaya hukum yang diberlakukan oleh pemerintah.

Disisi lain tidak sedikit keluarga dan karyawan PT CPI yang tinggal diluar

perumahan perusahaan berbaur dengan masyarakat sekitar perusahaan sehingga

terjadi ragam budaya dan adat istiadat antara melayu dengan barbagai budaya

yang dibawa oleh warga pendatang,misanya Jawa, Minang, Batak, dan juga budaya

dari bangsa manca negara. Dengan demikian meskipun Mandau hanya merupkan

daerah kecamatan namun masyarakaynya mempunyai budaya metropolitan karena

hampir semua suku di Indonesia dapat ditemukan di Duri.

3.3. Aspek Linkungan dan KesehatanAir tanah merupakan salah satu sumber yang paling penting dari air minum di

bumi. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, telah terkontaminasi dengan

hidrokarbon minyak bumi, yang tumpah di tanah. senyawa organik ini telah

menyebabkan kekhawatiran masyarakat yang serius karena benzena, toluena, etil

benzena, dan xilena (BTEX) adalah polutan yang berbahaya bagi kesehatan

manusia (Shukla, et al. 2010). Jika PT CPI tidak mengelola limbah tanah yang

terkontaminasi minyak bumi dengan baik hal ini tentu akan terjadi di Pematang Duri.

Dengan pemanfaatan limbah air lindi limbah domestik pada proses

bioremidiasi di Pematang Duri, dapat diharapkan menjadikan proses pengolahan

menjadi lebih cepat, efisien dan ekonomis sehingga timbunan limbah tanah

terkontaminasi minyak bumi menjadi kecil atau tidak ada lagi serat tidak ada lagi

Page 371: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

limpasan air limbah yang mencemari lingkungan meskipun terjadi hujan yang lebat

di wilayah operasi PT CPI, seperti harapan dari warga masyarakat di Pematang Duri

tidak ada pencemaran baik tanah maupun air oleh polutan minyak bumi.

Page 372: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

21

IV. UPAYA PENYEMPURNAAN KEGIATAN DENGAN PEMANFAATAN AIRLINDI LIMBAH DOMESTIK PADA BIOREMIDIASI TANAHTERKONTAMINASI MINYAK BUMI

4.1. Mengurangi Timbunan Tanah Terkontaminasi yang belum dioalah4.1.1. Jangka panjang

Bioremediasi merupakan pilihan yang menawarkan kemungkinan untuk

mendegradasi atau menurunkan kandungan kontaminan minyak bumi pada tanah

menjadi tidak berbahaya lagi dengan menggunakan aktivitas biologis alami. Dengan

menggunakan biaya yang relatif murah, teknik-teknologi sederhana, dan yang

umumnya penerimaan publik yang tinggi dan dapat dilakukan di tempat (Vidali

dalam Shukla, 2010). Dibandingkan dengan metode lain, bioremediasi adalah cara

yang lebih menjanjikan dan lebih murah untuk membersihkan tanah yang

terkontaminasi minyak bumi. Bioremediasi menggunakan agen biologis, terutama

mikroorganisme, misalnya ragi, jamur atau bakteri untuk membersihkan tanah dan

air yang terkontaminasi (Strong and Burgess dalam Shukla, 2010).

Proses Bioremediasi dapat ditingkatkan, dengan penggunaan landfarming

digabung dengan penambahan air lindi limbah domestik untuk mengaktivkan

mikroba dalam proses biologis.

Menurut Handayanto dan Hairiah, (2009) proses metabolisme dan degradasi

mikroba terjadi pada kondisi mulai dari sangat aerob sampai sangat anaerob. Akhir-

akhir ini sebagian besar uapaya dan keberhasilan dalam bioremidiasi terpusat pada

proses-proses aerobik, akan menjadi lebih efektif jika pada sistem anaerob juga

dijalankan sehingga mikroba anaerob dapat mendegradasi molekul polutan

dinyatakan lebih bandel.

4.1.2. Jangka pendek

Dalam jangka pendek PT CPI untuk mengurangi timbunan tanah

terkontaminasi minyak bumi telah melibatkan pihak ke tiga yaitu: PT Semen

Indonesia (Padang), PT Holcim Indonesia yang mempunyai izin untuk pemanfaatan

limbah B3 sebagai bahan capuran produsi semen, dan PT Prasada Pamunah

Limbah Industri (PPLI) untuk pengolahan dengan sitem landfill.

Page 373: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

4.2. Konflik dengan MasyarakatSeperti dalam kasus warga yang mengeluhkan empat sumur di daerah

Wonosobo Ujung, Kelurahan Talang Mandi, Kabupaten Bengkalis, Riau,

terkontaminasi minyak yang diduga berasal dari pengolahan limbah PT Chevron

Pacific Indonesia.

Dalam hal ini Humas dari PT CPI melibatkan Staf Teknis Penegakan

Hukum Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bengkalis dan PT

Sucofindo sebagai pihak ketiga untuk mengambil sampel air sumur guna diteliti

dilaboratorium PT Sucofindo sesuai dengan kesepakatan dari warga dan

perusahaan.

Untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan netralitas perusahaan. PT

CPI sengaja melibatkan pihak pemerintah dan laboratorium pihak ketiga untuk

memastikan kandungan zat yang terkandung di dalam air, ada tidaknya rembesan

minyak di sumur tersebut, dan jika terbukti minyak tersebut berasal dari PT CPI,

perusahaan akan membayar ganti rugi kepada masyarakat.

4.3. Kesulitan Perizinan Perluasan Tempat PengolahDengan kemampuan pengolahan limbah yang ada saat ini akan sangat

sulit untuk menyelesaikan atau mengembalikan tanah yang terkontaminasi minyak

bumi, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 18/1999 jo Peraturan

Pemerintah No. 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun dan KepmenLH No. 128 tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan

Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak

Bumi Secara Biologis. PT CPI harus mengajukan perluasan lahan untuk tempat

pengolahan tanah terkontaminasi minyak bumi. Dengan melakukan terobosan-

terobosan atau inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, pemerintah tentunya akan

melihat kesungguhan dari PT CPI untuk mengelola limbah hasil produksinya

sehingga dimungkinkan untuk mendapatkan izin perluasan tempat pengolahan

limbah.

Dengan melampirkan data-data penanganan limbah yang telah dilakukan

oleh perusahaan kepada pemerintah daerah dalam hal ini melibatkan BLH

Bengkalis untuk memberikan rekomendasinya ke pemerintah pusat untuk dapat

memberikan izin perluasan tempat pengolahan limbah minyak bumi di PT CPI.

Page 374: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

DAFTAR PUSTAKA

Atlas, R.M. and R. Bartha. 1998. Microbial Ecologi : Fundamental and applications.

Cummings, Menio Park, California

Damanhuri, T.P, 2004. Pengelolaan Persampahan, Erlangga, jakarta

Fithri, A., 2015. Efektivitas Pelaksanaan Program DCR pada PT Chevron Pacific

Indonesia di Provinsi Riau (http://download.portalgaruda.org, diakses 25 Juli

2016)

Handayanto, E dan K. Hairiah. 2009. Biologi Tanah, Pustaka Adipura, Yogyakarta

Menteri LH. 2003. Keputusan Menteri L.H No. 128 tahun 2003 tentang Tatacara dan

Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah

Terkontaminasi Minyak Bumi Secara Biologis. Kementerian LH, Jakarta

Paul, E.A. 2015. Soil Microbiology, Ecology, and Biochemistry: An Exciting Present

and Great Future Built on Basic Knowledge and Unifying Concepts, pp. 1 –

14. In E.A Paul (ed) Soil Microbiology, Ecology and Biochemistry. Elsevier,

N.Y

Prasetyo, B dan L.M Jannah. 20012. Metode Penelitian Kuantitatif., Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Purba, J. 2014. Persepsi Masyarakat Wonosobo terhadap Aktivitas PT CPI di

Kelurahan Talang Mandi Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis

(http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/2476, diakses 25 Juli

2016)

Rilawati, D. 2016 Kajian Penggunaan BOISCA untuk Pemanfaatan Air Lindi

(Leachate) Menjadi Pupuk Cair

(https://core.ac.uk/download/files/478/12349618.pdf, diakses 29 Juli 2016)

Romanus, A.A, E.A Omolola, A.S Patrick, and O.A Ifeoma., 2015. Bacterial

Degradation of Petroleum Hydrocarbon in Crude Oil Polluted Soil Amended

With Cassava Peels. American Journal of Research Communication., 3 (7) :

99 - 118

Sharma, S. 2012. Bioremidoation: Features, Strategies and Application. Asian

Journal of Pharmacy and Life Science. 2 (2) : 202 - 213

Shukla, K.P., N.K. Singh, and S. Sharma,2010. Bioremidiation: Developments,

Current Practices and Perspectives. Genetic Engineering and Biotechnology

Journal (3) : 1 – 20

Suhardi, 2016. Bioremediasi.

Page 375: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

http://blogs.itb.ac.id/rennisuhardi/bioremediasi/. Diakses tanggal 29 Juli 2016

Sylvia, D.M., J.L. Furhmann., P.G. Hartel and D.A. Zuberer. 1998. Principles and

Application of Soil Microbiology. Prentice-Hall, Inc., New Jersey

Thapa, B., A.KC. Kumar, and A. Ghimire, 2012. A Review on Bioremidiation of

Petroleum Hydrocarbon Contaminants in Soil, Kathmandu University Journal

of Sciene 8 (1):164

Page 376: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

Lampiran 1. Peta Propinsi Riau

Lampiran 2. Peta Kabupaten Bengkalis

Page 377: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

26

Lampiran 3. Peta Areal PT Cevron Pacific Indonesia

Page 378: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

27

s

Page 379: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PENURUNAN PENDENGARAN PEMOTONG RUMPUT AKIBAT

KEBISINGAN MESIN PEMOTONG RUMPUT di KECAMATAN

MANDAU - DURI

Disusun Oleh

Sonny Pratama

NIM :1510248211

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 380: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 3

II. PENGARUH PENURUNAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PEMOTONG RUMPUT AKIBAT KEBISINGAN DARI MESIN PEMOTONG RUMPUT

2.1. Kebisingan ....................................................................................... 4

2.1.1. Definisi Kebisingan ................................................................. 4

2.1.2. Klasifikasi Kebisingan ............................................................. 5

2.1.3. Sumber Kebisingan ................................................................ 6

2.1.4. Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja ..... 7

2.2. Pendengaran Manusia ..................................................................... 10

2.2.1. Sistem pendengaran manusia ................................................ 10

2.2.2. Gangguan pendengaran ........................................................ 12

2.2.3. Keluhan pendengaran subyektif ............................................. 13

2.3. Pengendalian Kebisingan ................................................................ 14

2.4. Audiometri ........................................................................................ 15

2.4.1. Gambaran umum Audiometri ................................................. 15

2.4.2. Manfaat Audiometri ................................................................ 17

2.4.3. Tujuan Audiometri .................................................................. 17

2.4.4. Waktu pelaksanaan Audiometri .............................................. 18

2.4.5. Komponen Audiometri ............................................................ 19

2.4.6. Audiogram .............................................................................. 19

2.4.7. Prosedur Audiometri ............................................................... 19

Page 381: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iii

2.5. Alat Pelindung Diri ........................................................................... 22

2.5.1. Pengertian alat pelindung diri ................................................. 22

2.5.2. Penggunaan alat pelindung diri .............................................. 24

2.6. Penurunan Pendengaran Pemotong Rumput Akibat Kebisingan

Mesin Pemotong Rumput di Kecamatan Mandau - Duri .................. 29

III. DAMPAK PENURUNAN PENDENGARAN PADA PEKRJA PEMOTONG RUMPUT AKIBAT KEBISINGAN DARI MESIN PEMOTONG RUMPUT DI KECAMATAN MANDAU

3.1. Dampak Ekonomi ............................................................................. 32

3.2. Dampak Sosial Budaya .................................................................... 33

3.3. Dampak Lingkungan dan Kesehatan ............................................... 34

IV. UPAYA MINIMALISASI PENURUNAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PEMOTONG RUMPUT AKIBAT KEBISINGAN MESIN PEMOTONG RUMPUT DI KECAMATAN MANDAU

4.1. Rendahnya Kesadaran Pekerja Pemotong Rumput Menggunakan

Alat Pelindung Diri ............................................................................ 36

4.2. Lamanya Masa Kerja Pemotongan Rumput dalam Satu Hari .......... 36

4.3. Kurangnya Tingkat Kepedulian Perusahaan dalam Menangani

Kebisingan dan Penurunan Pendengaran Bagi Pemotong Rumput . 37

4.4. Kurangnya Tingkat Kepedulian Pemerintah dalam Menangani

Kebisingan dan Penurunan Pendengaran Bagi Pemotong

Rumput ............................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 382: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

2.1. Skala intensitas kebisingan dan sumber kebisingan yang

menyebabkannya ............................................................................... 9

2.2. Nilai ambang batas kebisingan .......................................................... 30

Page 383: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar

2.1. Anatomi Telinga Manusia................................................................... 10

2.2. Masker ............................................................................................... 25

2.3. Kacamata Keselamatan ..................................................................... 25

2.4. Sepatu Keselamatan .......................................................................... 27

2.5. Pelindung Telinga .............................................................................. 28

2.6. Pakaian Keselamatan ........................................................................ 29

Page 384: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran

1. Peta Provinsi Riau ................................................................................ 40

2. Peta Kabupaten Bengkalis .................................................................... 41

3. Peta Kecamatan Mandau...................................................................... 42

Page 385: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebisingan merupakan salah satu faktor bahaya fisik yang sering di

jumpai di lingkungan kerja. Menurut Rotinsulu (2008), di lingkungan kerja,

kebisingan merupakan masalah kesehatan kerja yang selalu timbul baik di

industri besar, kecil, ataupun pekerjaan yang menggunakan peralatan yang

memiliki kebisingan yang tinggi, seperti pekerjaan memotong rumput

menggunakan mesin pemotong rumput. Pada proses pemotongan rumput,

terdapat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin-mesin pemotong rumput.

Bising mesin pemotong rumput ini bervariasi dan cukup tinggi sehingga

berpengaruh langsung pada tenaga kerja maupun orang lain yang berada

ditempat kerja yaitu berupa gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi,

gangguan kenyamanan pendengaran, dan gangguan seperti ini akan

dirasakan para tenaga kerja pada setiap melakukan pekerjaan sehingga

akan dapat menimbulkan ketidaknyamanan kerja.

Gangguan pendengaran akibat terpapar suara yang bising atau Noise

Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan salah satu penyakit akibat kerja

paling banyak dijumpai pada saat ini. Noise Induced Hearing Loss dalam

bahasa Indonesia disebut Tuli Akibat Bising. Tuli Akibat Bising adalah suatu

kelainan atau gangguan pendengaran berupa penurunan fungsi indera

pendengaran akibat terpapar oleh bising dengan intensitas yang berlebih

terus-menerus dalam waktu lama.

Beberapa kondisi lain ikut berperan pada gangguan pendengaran

seperti intoksikasi, trauma pada usia 55 tahun ke atas juga presbiakusis.

Page 386: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

Pernyataan ini sesuai dengan yang dilaporkan Tasbeh (1999) dalam

penelitiannya yang dilakukan terhadap enam perusahaan di Jakarta,

menunjukkan bahwa noise induce permanent treshold shift meningkat terus

setelah masa kerja 10 tahun dan perubahan ini bukan diakibatkan oleh

penuaan namun disebabkan oleh pengaruh pemaparan terhadap kebisingan.

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau

kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan

gangguan kesehatan masyarakat dan kenyamanan lingkungan. Sedangkan

getaran adalah pergerakan bolak-balik suatu massa / berat melalui keadaan

seimbang terhadap suatu titik tertentu (Keputusan MENLH No: 48, Tahun

1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan).

Kebisingan dari mesin pemotong rumput ini merupakan salah satu

sumber kebisingan yang melebihi nilai ambang batas (NAB). Proses

pemotongan rumput sendiri dengan menggunakan mesin-mesin pemotong

rumput tipe gendong. Mesin-mesin pemotong rumput yang disertai suara

yang keras, akan meningkatkan pemaparan suara pada pekerja serta

menambah risiko bahaya terhadap para pekerja. Berdasarkan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per 13/Men/X/2011 tentang

Kebisingan adalah sebesar 85 dB (A) untuk pemaparan 8 jam sehari dan 40

jam seminggu.

Proses mekanis pemotongan rumput sendiri adalah dengan

menggunakan mesin-mesin pemotong rumput tipe gendong. Mesin-mesin

pemotong rumput yang disertai suara yang keras, akan meningkatkan

pemaparan suara pada pekerja serta menambah risiko bahaya terhadap

Page 387: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

para pekerja. Pekerjaan memotong rumput ini memerlukan waktu kurang

lebih 6 jam untuk setiap pemotongannya.

Kecamatan Mandau adalah salah satu kecamatan di kota Duri pada

kabupaten Bengkalis yang kegiatan penduduknya sebagai karyawan industri.

Pada setiap industri selalu ada kawasan hijau yang ditumbuhi rerumputan,

yang secara berkala harus dirawat dengan salah satu caranya adalah

dengan memotong rumput tersebut. Pemotongan rumput dilakukan oleh

karyawan khusus pemotong rumput yang sudah terlatih dan menggunakan

peralatan lengkap karena proses pemotongannya menggunakan mesin yang

mana telah diatur dengan seksama oleh setiap industri atau perusahaan.

Namun dalam pelaksanaannya di lapangan seringkali aturan dan alat

pelindung diri yang diwajibkan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Hal ini tentu menimbulkan berbagai masalah.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah yang berkaitan dengan gangguan pendengaran akibat

kebisingan terhadap pekerja adalah

1. Rendahnya kesadaran tenaga kerja pemotong rumput menggunakan

alat pelindung diri khususnya untuk pendengaran.

2. Lamanya masa kerja pemotongan rumput dalam satu hari.

3. Kurangnya tingkat kepedulian perusahaan dalam menangani kebisingan

dan penurunan pendengaran bagi pemotong rumput.

4. Kurangnya tingkat kepedulian pemerintah dalam menangani kebisingan

dan penurunan pendengaran bagi pemotong rumput.

Page 388: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4

II. PENURUNAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PEMOTONG RUMPUT

AKIBAT KEBISINGAN DARI MESIN PEMOTONG RUMPUT DI KECAMATAN

MANDAU

2.1. Kebisingan

2.1.1. Definisi Kebisingan

Menurut Suma‟mur (2009), bunyi atau suara didengar sebagai

rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga oleh gelombang

longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan

gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya,

dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena

mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan, maka

bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi

kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki

(noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga

kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara / bunyi yang tidak

dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat

kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Sementara dalam bidang kesehatan kerja, kebisingan diartikan

sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara kualitatif

(penyempitan spektrum pendengaran) maupun secara kuantitatif

(peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas,

frekuensi, dan pola waktu Buchari (2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa

kebisingan adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan

dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan

gangguan pendengaran (ketulian).

Page 389: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

2.1.2. Klasifikasi kebisingan

Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis

golongan besar Tambunan, (2005):

1. Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)

Kebisingan ini berupa “nada-nada” murni pada frekuensi yang beragam,

contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.

2) Broad band noise

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama

digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya

adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi

(bukan “nada”murni).

2. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis,

yaitu:

1) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

2) Intermittent noise

Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise adalah kebisingan yang

terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan

lalu lintas.

3) Impulsive noise

Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi

(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan

senjata api dan alat sejenisnya.

Page 390: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

Menurut Yanri (dalam Srisantyorini, 2002), pengaruh kebisingan

terhadap tenaga kerja khususnya pengaruh terhadap manusia dapat dibagi

menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Bising yang mengganggu (Irritating noise)

Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya

mendengkur.

2. Bising yang menutupi (Masking noise)

Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara

tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan

tenaga kerja,karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam

bising dari sumber lain.

3. Bising yang merusak (Damaging/ Injurious noise)

Merupakan bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang batas.

Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

2.1.3. Sumber Kebisingan

Menurut Ada (2008), peningkatan mekanisasi akan mengakibatkan

meningkatnya tingkat kebisingan. Pembangunan yang banyak memakai

peralatan modern di suatu industri atau perusahaan untuk meningkatkan

produktivitas memberikan dampak terhadap tenaga kerja oleh karena bunyi

yang dihasilkan mesin dalam proses tersebut akan berdampak negatif

terhadap tenaga kerja. Salah satu dampak yang dihasilkan oleh mesin

produksi terhadap tenaga kerja adalah menimbulkan bising di tempat kerja

sehingga mengganggu kenyamanan dalam bekerja. Ketulian atau

Page 391: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

berkurangnya pendengaran juga disebabkan oleh kebisingan dimana tenaga

kerja berada. Sumber-sumber kebisingan di industri antara lain adalah mesin

produksi, mesin potong atau gergaji, ketel uap untuk pemanas air,dan mesin

diesel.

2.1.4. Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja

Roestam (2004), seperti:

1. Gangguan fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila

terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan ini dapat berupa

peningkatan tekanan darah (mmHg), peningkatan nadi, konstriksi

pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat

menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2. Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang

konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam

waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa

gastritis, stress, kelelahan, dan lain-lain.

3. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang

menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara.

Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak.

Gangguan ini bisa menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada

Page 392: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau

tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung

membahayakan keselamatan tenaga kerja.

4. Gangguan keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang

angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis

berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat

menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat

sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber

bising namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar

akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.

Menurut Srisantyorini (2002), kebisingan mempunyai pengaruh

terhadap tenaga kerja, antara lain sebagai berikut:

1. Gangguan terhadap konsentrasi kerja dapat mengakibatkan

menurunnyakualitas pekerjaan. Hal ini pernah dibuktikan pada sebuah

perusahaan film dimana penurunan intensitas kebisingan berhasil

mengurangi jumlah film yang rusak sehingga menghemat bahan baku.

2. Gangguan terhadap komunikasi, akan menganggu kerja sama antara

pekerjadan kadang-kadang mengakibatkan salah pengertian secara tidak

langsung dapat menurunkan kualitas atau kuantitas kerja. Kebisingan juga

mengganggu persepsitenaga kerja terhadap lingkungan sehingga

mungkin sekali tenaga kerja kurang cepat menanggapi adanya situasi

Page 393: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

yang berbahaya dan lambat dalam bereaksi sehingga dapat menimbulkan

kecelakaan.

3. Gangguan dalam kenikmatan kerja berbeda-beda untuk tiap-tiap orang.

Padaorang yang sangat rentan kebisingan dapat menimbulkan rasa

pusing, gangguankonsentrasi, dan kehilangan semangat kerja.

4. Penurunan daya pendengaran akibat yang paling serius dan

dapatmenimbulkan ketulian total sehingga seseorang sama sekali tidak

dapat mendengarkan pembicaraan orang lain.

Suma‟mur (2009) mengelompokkan skala intensitas kebisingan dan

sumber kebisingan yang menyebabkannya seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Skala intensitas kebisingan dan sumber kebisingan yang

menyebabkannya

Sumber: Suma‟mur (2009)

Intensitas (desibel) Sumber Kebisingan

Kerusakan alat pendengar 120 (Batas dengar tertinggi)

Menyebabkan tuli 110

100

Halilintar Meriam

Mesin uap

Sangat hiruk 90

80

Jalan hiruk pikuk Perusahaan sangat gaduh

Peluit polisi

Kuat 70

60

Kantor bising Jalanan pada umumnya

RadioPerusahaan

Sedang 50

40

Rumah gaduh Kantor pada umumnya

Percakapan kuat Radio perlahan

Tenang 30

20

Rumah tenang Kantor perorangan

Auditorium Percakapan

Sangat tenang 20

10

Suara daun Berbisik (Batas dengar

terendah)

Page 394: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

2.2. Pendengaran Manusia

2.2.1. Sistem pendengaran manusia

Menurut Tambunan (2005), telinga manusia dibagi menjadi tiga

bagian utama, yaitu bagian luar (outer ear), bagian tengah (middle ear) dan

bagian dalam (inner ear). Ketiga bagian tersebut memiliki komponen-

komponen berbeda dengan fungsi masing-masing dan saling berkelanjutan

dalam menanggapi gelombang suara yang berada di sekitar manusia.

Anatomi telinga manusia Gambar 2.1

Gambar 2.1 Anatomi Telinga Manusia

Bagian luar telinga terdiri dari daun telinga (earflap) dan saluran

telinga manusia (ear canal) yang panjangnya kurang lebih 2 cm. Fungsi

utama bagian luar telinga ini adalah sebagai saluran awal masuknya

gelombang suara di udara ke dalam sistem pendengaran manusia.

Page 395: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

Bagian kedua, bagian tengah (middle ear) terdiri dari gendang telinga

(eardrum) dan tiga tulang, yaitu hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup

(stapes). Bagian tengah telinga manusia, tepatnya pada bagian belakang

gendang telinga berhubungan dengan hidung melalui tabung eustachius

(arah masuknya gelombang suara dari saluran telinga luar dianggap sebagai

bagian depan gendang telinga).

Secara fisik gendang telinga dapat berlubang karena beberapa hal

yang bersifat traumatik, seperti tertusuk oleh benda-benda lancip yang

masuk terlalu dalam hingga mencapai gendang telinga, retak pada tulang

tengkorak, noise last seperti ledakan yang sangat keras, percikan arang las

pada proses pengelasan, atau karena percikan zat-zat kimia tertentu,

misalnya asam. Selain penyebab-penyebab traumatik, lubang pada gendang

telinga juga dapat terjadi karena adanya infeksi pada bagian tengah telinga

yang menjalar hingga gendang telinga. Saat hal ini terjadi, terkadang akan

keluar darah dari telinga.

Gangguan lubang pada telinga menyebabkan gangguan pada sistem

[pendengaran manusia dan biasanya tidak disertai oleh rasa sakit. Sebagian

besar kasus-kasus yang terjadi adalah temporary hearing loss dan umumnya

gendang telinga yang berlubang dapat sembuh dengan sendirinya asal

selama proses penyembuhan telinga aman dari kemasukan benda-benda

apa pun, termasuk air. Penyembuhan beberapa jenis kasus berat pada

gendang telinga harus melalui operasi yang disebut tympanoplasty.

Page 396: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

Gelombang suara yang mencapai gendang telinga akan

membangkitkan getaran pada selaput gendang telinga tersebut. Getaran

yang terjadi akan diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu hammer (malleus),

anvil (incus), dan stirrup (stapes) yang saling terhubung di bagian tengah

telinga (middle ear) yang akan menggerakkan fluida (cairan seperti air)

dalam organ pendengaran berbentuk keong (cochlea) pada bagian dalam

telinga (inner ear).

Selanjutnya, gerakan fluida ini akan menggetarkan ribuan sel

berbentuk rambut halus (hair cells) di bagian dalam telinga yang akan

mengkonversikan getaran yang diterima menjadi impuls bagi saraf

pendengaran. Oleh saraf pendengaran (auditory nerve), impuls tersebut

dikirim ke otak untuk diterjemahkan menjadi suara yang kita dengar.

Terakhir, suara akan ”ditahan” oleh otak manusia kurang lebih selama 0,1

detik.

2.2.2. Gangguan pendengaran

Gangguan pada telinga, baik telinga luar, telinga tengah, maupun

telinga dalam dapat menyebabkan ketulian. Dikenal tiga jenis gangguan

pendengaran Tambunan (2005), yaitu:

1. Condutive hearing loss

Jenis gangguan ini diklasifikasikan sebagai masalah mekanis

(mechanical hearing loss) karena menyerang bagian luar dan tengah

telinga pekerja, tepatnya selaput gendang telinga dan ketiga tulang utama

Page 397: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

(hammer, anvil, dan stirrup) menjadi sulit atau tidak bisa bergetar.

Akibatnya, pekerja menjadi agak sulit mendengar.

2. Sensorineural hearing loss

Sesuai dengan namanya, sensorineural hearing loss diklasifikasikan

sebagai masalah pada sistem sensor, dan bukan masalah mekanis.

Sensorineural hearing loss disebabkan oleh ketidakberesan pada bagian

dalam telinga, khususnya cochlea.

3. Mixed hearing loss

Tuli gabungan disebabkan oleh kombinasi antara tuli konduktif dan tuli

saraf.

Jika kedua threshold konduksi menunjukan adanya

kehilangan/gangguan pendengaran, namun porsi kehilangan lebih besar

pada konduksi udara.

2.2.3. Keluhan Pendengaran Subyektif

Keluhan pendengaran subyektif merupakan gangguan yang dirasakan

oleh seseorang akibat dari keadaan lingkungan kerja yang bising, namun

dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan, melainkan hanya berupa persepsi

atau pendapat pekerja Srisantyorini (2002). Gangguan yang dirasakan oleh

pekerja tersebut dapat bervariasi, seperti gangguan dalam hal

berkomunikasi, gejala kelainan fisiologis pada telinga (misalnya tinnitus), dan

gejala penurunan pendengaran.

Page 398: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

2.3. Pengendalian Kebisingan

Menurut Pramudianto ( dalam Babba ,2007), pada prinsipnya

pengendalian kebisingan di tempat kerja terdiri dari:

1. Pengendalian secara teknis

Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media

yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja.

Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang

sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber bising yang paling

tinggi.

Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain:

1) Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian yang

bergerak, menambah muffler pada masukan maupun keluaran suatu

buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan

desain peralatan yang lebih baik.

2) Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian yang

bersuara dan melumasi semua bagian yang bergerak.

3) Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari

pekerja/penerima, menutup mesin ataupun membuat barrier/penghalang.

4) Meredam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk

mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya sesuatu

benda dari atas ke dalam bak maupun pada sabuk roda.

5) Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada ruang

kerja.

Page 399: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

Pemasangan peredam ini dapat dilakukan pada dinding suatu

ruangan bising.

1. Pengendalian secara administratif

Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang terpapar oleh

kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih

rendah, cara mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran.

2. Pemakaian alat pelindung telinga

Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang tepat

untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan.

Jenis-jenis alat pelindung telinga (Roestam, 2004) :

1. Sumbat telinga (ear plugs), dimasukkan dalam telinga sampai menutup

rapat sehingga suara tidak mencapai membrane timpani. Sumbat telinga

dapat mengurangi bising s/d 30 dB.

2. Tutup telinga (ear muff), menutupi seluruh telinga eksternal dan

dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB.

3. Helmet (enclosure), menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk

mengurangi bising maksimum 35dB.

2.4. Audiometri

2.4.1. Gambaran Umum Audiometri

Menurut Qomarya (2014), Audiometri berasal bahasa Latin yaitu dari

kata audire yang bearti pendengaran dan metrios yang bearti mengukur, jadi

secara harfiah audiometri adalah pemeriksaan untuk menguji fungsi

pendengaran. Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk

Page 400: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

mengetahui level pendengaran seseorang. Pemeriksaan audiometri dalam

ilmu medis maupun ilmu hiperkes tidak saja dapat digunakan untuk

mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat untuk menentukan

lokasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.

Audiometri merupakan tes kemampuan pendengaran, selain

menentukan tingkat pendengaran tetapi juga mengukur kemampuan

membedakan intensitas suara dan mengenali pitch. Alat yang digunakan

untuk menguji pendengaran adalah audiometer yang diujikan pada kedua

belah telinga secara bergantian. Audiometer merupakan suatu peralatan

elektronik yang digunakan untuk menguji pendengaran, dimana

audiometer mampu menghasilkan suara yang memenuhi syarat sebagai

bahan pemeriksaan yaitu frekuensi (125-8000 dan intensitas suara yang

dapat diukur (-10 s/d 110 dB).

Selanjutnya Menurut Qomarya (2014), Indikasi pemeriksaan

Audiometri diantaranya adalah:

1. Adanya penurunan pendengaran

2. Telinga berbunyi dengung (tinitus)

3. Rasa penuh di telinga

4. Riwayat keluar cairan

5. Riwayat terpajan bising

6. Riwayat trauma

7. Riwayat pemakaian obat ototoksik

8. Riwayat gangguan pendengaran pada keluarga

9. Gangguan keseimbangan

Page 401: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara,

audiologis, dan pasien yang kooperatif. Prinsip dasar pemeriksaan

audiometri ini adalah pemeriksaan pada bermacam-macam frekuensi dan

intensitas suara (dB) ditransfer melalui headset atau bone conductor ke

telinga atau mastoid dan batasan intensitassuara (dB) pasien yang tidak

dapat didengar lagi dicatat melalui program komputer atau diplot secara

manual pada kertas grafik.

2.4.2. Manfaat Audiometri

Menurut Qomarya (2014), terdapat tiga manfaat Audiometri yaitu :

1. Untuk kedokteran klinik, khususnya menentukan penyakit telinga.

2. Untuk kedokteran kehakiman, sebagai dasar ganti rugi.

3. Untuk kedokteran pencegahan, mendeteksi ketulian pada anak-anak

dan pekerja pabrik.

2.4.3. Tujuan Audiometri

Menurut Qomarya (2014), terdapat empat tujuan dari pemeriksaan

audiometri yaitu sebagai berikut:

1. Mendiagnostik penyakit telinga.

2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menangkap percakapan

sehari – hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran seperti

untuk tugasdan pekerjaan, apakah membutuhkan alat bantu dengar,

pendidikan khusus, atau gantu rugi (misalnya dalam bidang kedokteran

kehakiman dan asuransi).

Page 402: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

18

3. Skrining pada anak balita dan sekolah dasar (SD).

4. Monitoring untuk pekerja yang bekerja di tempat bising.

Selain itu Audiometri juga bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui ambang dengar, yaitu kadar suara (dB) minimal yang

masih bisa didengar oleh telinga.

2. Untuk mengetahui apakah kerusakan pendengaran (pergeseran ambang

dengar) memang disebabkan oleh kebisingan (NIHL-Noise Induced

Hearing Loss).

3. Sebagai kebutuhan indikator pada Hearing Loss Prevention Program

(HLPP) yaitu kehilangan kemampuan pendengaran terjadi secara

bertahap, sehingga pekerja tidak merasakan perubahan pada

pendengaran mereka.

4. Memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen untuk perbaikan

lingkungan kerja.

2.4.4. Waktu pelaksanaan Audiometri

Menurut Qomarya (2014), Audiometri dilakukan pada:

1. Masa rekruitmen pekerja (Pre-employment).

2. Masa sebelum penempatan di lingkungan kerja yang bising (Pre-

replacement).

3. Pemeriksaan berkala di tempat kerja bising (85-100 dB) atau dua kali

setahun untuk pemaparan tingkat kebisingan diatas 100 dB.

4. Saat akan ditempatkan di luar area bising.

5. Saat pemutusan hubungan kerja.

Page 403: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

2.4.5. Komponen Audiometri

Menurut Qomarya (2014), Komponen yang ada pada audiometri yaitu:

1. Oscilator : untuk menghasilkan bermacam nada murni.

2. Amplifier : alat untuk menambah intensitas nada.

3. Interuptor / pemutus: alat pemutus nada.

4. Atteneurator : alat mengukur intensitas suara.

5. Earphone : alat merubah sinyal listrik yang ditimbulkan audiometer

menjadi sinyal suara yang dapat didengar.

6. Masking noise generator : untuk penulian telinga yang tidak diperiksa.

2.4.6. Audiogram

Audiogram merupakan hasil pemeriksaan dengan audiometer yang berupa

catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer,

yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap

intensitas suara dalam desibel (dB).

2.4.7. Prosedur Audiometri

Menurut Qomarya (2014), Prosedur Audiometri dilaksanakan menurut

aturan sebagai berikut :

1. Persiapan Alat

1) Nyalakan power audiometer 10 menit sebelum pemeriksaan

2) Tombol :

Output, untuk memilih earphone (kiri atau kanan), AC atau BC

Frekuensi, memilih nada

Page 404: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

Hearing Level, mengatur Intensitas

Tone, memberikan Sinyal

Masking, memberikan bunyi Masking pada NTE (Non-Test Ear) apabila

diperlukan

2. Persiapan Pasien

1) Pemeriksaan kemampuan komunikasi penderita sebelum pemeriksaan

Telinga mana yang mampu mendengar lebih jelas

Telinga mana yang lebih sering digunakan bertelpon

Pemeriksaan tinitus

Daya tahan terhadap suara yang keras.

2) Pemeriksaan Liang Telinga, periksa dan bersihkan dahulu liang

telingadari serumen.

3) Memberikan instruksi secara singkat dan sederhana

Penderita menekan tombol (atau mengangkat tangan) saat

mendengar sinyal yang diberikan.

Saat sinyal tidak terdengar, penderita diminta untuk tidak menekan

tombol

3. Posisi Pemeriksaan

1) Penderita duduk di kursi

2) Penderita tidak boleh melihat gerakan pemeriksa, minimal menghadap

30° dari posisi pemeriksa.

4. Presentasi Sinyal

1) Nada harus diberikan selama 1 – 3 detik.

2) Nada harus diberikan secara acak.

Page 405: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

21

3) Pasien tidak boleh melihat gerakan pemeriksa dan menebak interval

waktu pemberian sinyal.

5. Pemeriksaan Air Conduction (AC)

1) Mulai pada telinga yang lebih baik.

2) Atur frekuensi dengan ketentuan sebagai berikut:

Mulai pada 1000 Hz, kemudian naik setiak 1 oktaf ke 8000 Hz, dan

kembali lagi ke 500 Hz dan 250 Hz.

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang pada frekwensi 1000 Hz.

3) Bila terjadi perubahan 20 dB atau lebih, antar oktaf perlu

dilakukan pemeriksaan pada ½ oktaf.

4) Intensitas awal diperoleh dengan memberikan sinyal yang terdengar

jelas(50 dB atau 60 dB)

Bila tidak terdengar, naikkan 20 dB secara gradual hinggamemperoleh

respon.

Bila ada respon, turunkan 10 dB hingga tidak terdengar.

Bila telah tidak tidak terdengar, naikkan 5 dB hingga terdengar.

Lakukan berulang hingga diperoleh ambang terendah

Ambang terendah diperoleh pada respon terhadap 2

kali perangsangan ulangan dengan cara yang sama (turun 10 dB, naik

5dB).

5) Lakukan cara tersebut pada semua frekuensi.

6. Pemeriksaan Bone Conduction

1) Hanya dilakukan bila ambang AC meningkat. Bila AC berada dalam batas

normal, BC tidak diperlukan.

Page 406: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

2) Vibrator harus dipasang pada mastoid pasien dengan baik, dengan

sedikit penekanan.

3) Cara pemeriksaan sama dengan AC, tetapi dengan frekuensi

danintensitas yang terbatas (500 Hz s.d. 4000 Hz, hanya sampai

45 dB – 80dB).

7. Masking

1) Pada prinsipnya masking perlu dilakukan apabila salah satu

telinganormal dan satu telinga mengalami gangguan pendengaran.

AC: perbedaan lebih besar dari 40 dB antara AC TE dan AC NTE

BC: Perbedaan lebih besar dari 5 dB antara BC TE dan BC NTE

2) Pemeriksaan dimulai pada frekuensi 1000 Hz

2.5. Alat Pelindung Diri

2.5.1. Pengertian alat pelindung diri

Menurut Anizar (2009), alat pelindung diri (APD) adalah suatu

kewajiban dimana biasanya para pekerja atau buruh bangunan yang bekerja

disebuah proyek atau pembangunan sebuah gedung, diwajibkan

menggunakannya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui

Departemen tenaga Kerja Republik indonesia. Alat-alat demikian harus

memenuhi persyaratan tidak mengganggu kerja dan memberikan

perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.

Alat pelindung diri (APD) berperan penting terhadap Kesehatan dan

Keselamatan Kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki

peranan dan kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan.

Page 407: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

Sebagai pelaku pembangunan perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan

baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan

kesejahteraan tenaga kerja.

Bahaya yang mungkin terjadi pada proses produksi dan diprediksi

akan menimpa tenaga kerja adalah sebagai berikut:

1. Tertimpa benda keras dan berat

2. Tertusuk atau terpotong benda tajam

3. Terjatuh dari tempat tinggi

4. Terbakar atau terkena aliran listrik

5. Terkena zat kimia berbahaya pada kulit atau melalui pernafasan.

6. Pendengaran menjadi rusak karena suara kebisingan

7. Penglihatan menjadi rusak diakibatkan intensitas cahaya yang tinggi

8. Terkena radiasi dan gangguan lainnya.

Sedangkan kerugian yang harus ditanggung oleh pekerja maupun

pihak pemberi kerja apabila terjadi kecelakaan adalah:

1. Produktivitas pekerja berkurang selama sakit

2. Adanya biaya perawatan medis atas tenaga kerja yang terluka, cacat,

bahkan meninggal dunia.

3. Kerugian atas kerusakan fasilitas mesin dan yang lainnya.

4. Menurunnya efesiensi perusahaan.

Alat Pelindung Diri (APD) bukanlah alat yang nyaman apabila

dikenakan tetapi fungsi dari alat ini sangatlah besar karena dapat mencegah

penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan pada waktu bekerja. Pada

Page 408: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

kenyataannya banyak pekerja yang masih belum menggunakan alat

pelindung diri ini karena merasakan ketidaknyamanan.

2.5.2. Penggunaan alat pelindung diri

Peraturan yang mengatur penggunaan alat pelindung diri ini tertuang

dalam pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

dan Kesehatan Kerja, dimana setiap pengusaha atau pengurus perusahaan

wajib menyediakan Alat Pelindung Diri secara cuma-cuma terhadap tenaga

kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Berdasarkan peraturan

tersebut secara tidak langsung setiap pekerja diwajibkan untuk memakai

APD yang telah disediakan oleh perusahaan.

Alat Pelindung Diri yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh

tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertifikat.

Tenaga kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang disediakan

jika tidak memenuhi syarat.

Macam-macam alat pelindung diri sebagai berikut ini Anizar (2009):

1. Masker

Masker digunakan untuk pada tempat-tempat kerja tertentu dan seringkali

udaranya kotor yang diakibatkan oleh bermacam-macam hal antara lain.

1) Debu-debu kasar dari penggerinderaan atau pekerjaan sejenis

2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap

3) Uap sejenis beracun atau gas beracun dari pabrik kimia

4) Gas beracun seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen diudara.

Page 409: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

Gambar 2.2. Masker

Untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran tersebut, kita dapat

menggunakan alat yang biasa desebut dengan “masker” (pelindung

pernafasan). Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan

masker yaitu:

1) Bagaimana cara menggunakan secara benar

2) Macam dan jenis dari kotoran yang perlu dihindari

3) Lamanya menggunakan alat tersebut

2. Kacamata

Kacamata pengaman digunakan untuk melindungi mata dari debu

kayu, batu, atau serpihan besi yang berterbangan di tiup angin. Mengingat

partikel-partikel debu berukuran sangat kecil dan halus yang terkadang tidak

terlihat oleh kasat mata. (Gambar 2.3)

Gambar 2.3. Kacamata Keselamatan

Page 410: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

26

Oleh karenanya bagian mata perlu mendapat perhatian dan diberikan

perlindungan dengan menggunakan alat pelindung mata, biasanya pekerjaan

yang membutuhkan kacamata yaitu saat pekerjaan mengelas atau pekerjaan

yang lainnya. Salah satu masalah tersulit dalam pencegahan kecelakaan

adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata dimana jumlah

kejadiannya demikian besar.

Kebanyakan tenaga kerja merasa enggan memakai kaca mata karena

ketidaknyamanan sehingga dengan alasan tersebut merasa mengurangi

kenyamanan dalam bekerja. Sekalipun kaca mata pelindung yang memenuhi

persyaratan demikian banyaknya. Upaya untuk pembinaan kedisiplinan pada

pekerja, atau melalui pendidikan dan keteladanan, agar tenaga kerja

memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan bahwa resiko kecelakaan

terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauan dan

kesadarannya sendiri. Sebaliknya tenaga kerja yang merasa bahwa bahaya

itu kecil, maka mereka tidak begitu mengindahkannya dan tidak akan mau

memakainya. Kesulitan akan pemakaian kacamata ini dapat diatasi dengan

berbagai cara. Pada beberapa perusahaan, tempat kerja dengan bahaya

pekerjaan mata hanya boleh di masuki jika kaca mata pelindung di kenakan.

Sebagaimana fungsi sebagai tempat kerja tersebut, maka suatu keharusan

setiap tenaga kerja akan selalu memakai kaca mata pelindung selama jam

kerja, dan bagi barang siapa tidak memakai kaca mata pelindung akan

merasa paling tidak bersaing bila dibandingkan dari kelompok tenaga kerja

yang memakai kaca mata pelindung.

Page 411: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

27

3. Sepatu Pengaman

Sepatu pengaman harus dapat melindungi tenaga kerja terhadap

kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa

kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungkin terinjak, logam pijar,

larutan asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat

dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan

tertimpa benda-benda berat masih perlu sepatu dengan ujung berttutup baja

dan lapisan baja didalam solnya. Lapisan baja dalam sol sepatu perlu untuk

melindungi pekerja dari tusukan benda runcing khususnya pada pekerjaan

bangunan. (Gambar 2.4)

Gambar 2.4. Sepatu Keselamatan

Untuk keadaan tertentu kadang-kadang harus diberikan kepada

tenaga kerja sepatu pengaman yang lain. Misalnya, tenaga pekerja yang

bekerja dibidang listrik harus mengenakan sepatu konduktor, yaitu sepatu

tanpa paku dan logam, atau tenaga kerja ditempat yang menimbulkan

peledakan diwajibkan memakai sepatu yang tidak menimbulkan loncatan

bunga api.

Page 412: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

28

4. Perlindungan Telinga

Alat ini digunakan untuk menjaga dan melindungi telinga dari bunyi-

bunyi yang yang bersumber atau dikeluarkan oleh mesin yang memiliki

volume suara yang cukup keras dan bising. Alat perlindungan telinga harus

dilindungi terhadap loncatan api, percikan logam, pijar atau partikel yang

melayang. Perlindungan terhadap kebisingan dilakukan dengan sumbat atau

turup telinga. (Gambar 2.5)

Gambar 2.5. Pelindung Telinga

5. Alat Pelindung Diri Lainnya

Masih banyak terdapat alat-alat pelindung diri lainnya seperti “tali

pengaman” bagi tenaga kerja yang mungkin terjatuh, selain itu mungkin pula

diadakan tempat kerja khusus bagi tenaga kerja dengan segala alat

proteksinya. Juga „‟pakaian khusus’’ bagi saat terjadinya kecelakaan atau

untuk proses penyelamatan. (Gambar 2.6)

Page 413: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

29

Gambar 2.6. Pakaian Keselamatan

Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap

bahaya-bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja

melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada

dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang

mungkin mendatangkan bahaya. Bagi tenaga kerja wanita sebaiknya

memakai juga celana panjang, ikat rambut, baju yang pas dan tidak

memakai perhiasan-perhiasan yang dapat mengganggu saat bekerja.

Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia korosif, tetapi

justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahan-bahan yang dapat

meledak oleh aliran listrik statis.

2.6 Penurunan Pendengaran Pemotong Rumput Akibat Kebisingan

Mesin Pemotong rumput di Kecamatan Mandau Duri

Erman (2014), mengemukakan hasil pengukuran terhadap beberapa

mesin pemotong rumput menggunakan alat Sound Level Meter pada bulan

September 2013, ditemukan tingkat kebisingan yang bervariasi dan

semuanya memiliki tingkat kebisingan yang sudah melebihi NAB yang telah

Page 414: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

30

di tentukan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Nomor Per 13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

Faktor Kimia di Tempat Kerja. Hasil pemantauan tingkat kebisingan

berdasarkan hasil observasi, kebisingan dari mesin pemotong rumput

tersebut sudah melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan, yaitu

berkisar antara 95 db(A) s/d 105 db(A), seperti pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Nilai ambang batas kebisingan

Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan dalalm dBA

8 Jam 85

4 88

2 91

1 94

30 Menit 97

15 100

7.5 103

3.75 106

1.88 109

0.94 112

28.12 Detik 115

14.06 118

7.03 121

3.52 124

1.76 127

0.88 130

0.44 133

0.22 136

0.11 139

Catatan : Tidak boleh terpijan lebih dari 140 dBA, Walaupun sesaat Sumber : Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2011)

Berkurangnya pendengaran akibat kebisingan terjadi secara perlahan-

lahan dalam waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Grantham (1992),

Page 415: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

31

hal ini sering tidak disadarai oleh penderitanya, sehingga pada saat

penderita mulai mengeluh berkurangnya pendengarannya biasanya sudah

dalam stadium irreversible. Dalam hubungan ini, jalan yang paling baik

adalah mencegah terjadinya ketulian sedini mungkin. Kecepatan penurunan

pendengaran tergantung pada tingkat kebisingan, lamanya pemaparan dan

kepekaan individu.

Gangguan pendengaran atau tuli secara klinis dapat disebabkan oleh

gangguan penyaluran suara di telinga luar atau tengah yang disebut sebagai

tuli konduktif dan kerusakan sel rambut atau jalur saraf yang disebut tuli

sensorineural. Penurunan kemampuan pendengaran akibat dari tingginya

intensitas kebisingan dari mesin pemotong rumput, disertai waktu

pemaparan yang terus menerus selama 6 jam sehari dan 18 jam seminggu

akan mengganggu fungsi pendengaran dalam melakukan aktifitas sehari-hari

khususnya dalam melakukan pekerjaan.

Masalah lain yang berkaitan dengan gangguan pendengaran akibat

kebisingan terhadap pekerja adalah rendahnya kesadaran tenaga kerja

untuk menggunakan alat pelindung diri khususnya untuk pendengaran,

Masih kurangnya pengawasan dari atasan langsung di lapangan sebagai

perwakilan dari perusahaan dan kurangnya tingkat kepedulian pemerintah

setempat dalam menangani masalah kebisingan dan gangguan

pendengaran pekerja yaitu kurangnya penyediaan alat pelindung diri

pendengaran bagi tenaga kerja dan tidak dilakukannya pemeriksaan

kesehatan pekerja secara berkala secara gratis dan sesuai dengan

kebutuhan pekerjaan memotong rumput tersebut.

Page 416: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

32

III. DAMPAK PENURUNAN PENDENGARAN PADA PEKERJA PEMOTONG

RUMPUT AKIBAT KEBISINGAN DARI MESIN PEMOTONG RUMPUT DI

KECAMATAN MANDAU

3.1 Dampak Ekonomi

Dampak Ekonomi yang dapat diambil apabila tidak dilakukan

pencegahan terhadap penurunan pendengaran pada pekerja pemotong

rumput maka akan berakibat terhadap menurunnya kualitas pekerjaan,

Gangguan terhadap komunikasi akan menganggu kerja sama antara

pekerjaan kadang-kadang mengakibatkan salah pengertian yang mana

secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas atau kuantitas kerja, dan

penurunan daya pendengaran yang paling serius dapat menimbulkan

ketulian total sehingga seseorang sama sekali tidak dapat mendengarkan

pembicaraan orang lain dan kehilangan pekerjaannya.

Penurunan pendengaran pada pekerja pemotong rumput maka juga

akan berdampak terhadap perusahaan, pekerja yang tidak produktif

menyebabkan terhalangnya laju produksi dari suatu perusahaan, karena

akan mengeluarkan biaya tambahan untuk pengobatan pekerja yang terkena

dampak penurunan pendengaran tersebut serta harus memberikan biaya

tambahan untuk pekerja pengganti dan secara tidak langsung waktu

produksi akan mengalami penurunan yang bisa mengakibatkan kerugian

pada perusahaan tersebut.

Kebisingan juga mengganggu persepsi tenaga kerja terhadap

lingkungan sehingga mungkin sekali tenaga kerja kurang cepat menanggapi

adanya situasi yang berbahaya dan lambat dalam bereaksi sehingga dapat

Page 417: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

33

menimbulkan kecelakaan dan akan mengakibatkan mengeluarkan biaya

untuk penanganannya.

Dengan dilakukannya pencegahan penurunan pendengaran terhadap

pekerja pemotong rumput ini, diharapkan pekerja tersebut mengetahui

tingkat pendengaran dari aktifitas pemotongan rumput. Dampak ekonomi

yang dapat diambil dari aspek ini yaitu mengurangi efek rusaknya

pendengaran sehingga indera pendengar masih bisa digunakan. Oleh

karena itu, aktifitas untuk melakukan sesuatu tidak terhalang dan masih

produktif, serta Laju produksi dari perusahaan bisa dipertahankan. Hal ini

pernah dibuktikan pada sebuah perusahaan film dimana penurunan

intensitas kebisingan berhasil mengurangi jumlah film yang rusak sehingga

menghemat bahan baku.

3.2 Dampak Sosial Budaya

Dampak sosial budaya yang dapat diambil apabila tidak dilakukan

pencegahan terhadap penurunan pendengaran pada pekerja pemotong

rumput maka akan berakibat terganggunya komunikasi di dalam keluarga

atau bahkan antara sesama anggota masyarakat seperti mengakibatkan

salah pengertian yang mana secara tidak langsung dapat mempengaruhi

hubungan sesama anggota masyarakat menjadi tidak baik karena

mengalami kendala dalam berkomunikasi. Dampak yang paling serius

adalah anggota masyarakat tersebut akan dikucilkan dari anggota

masyarakat lainnya sehingga hubungan dalam suatu masyarakat tersebut

menjadi tidak harmonis. Hal ini juga berdampak terhadap perusahaan,

karena berhubungan dengan nama baik perusahaan di mata perusahaan lain

Page 418: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

34

karena tidak mempunyai sistem atau program yang baik sehubungan dengan

kesejahteraan pekerjanya dan dinilai hanya memprioritaskan produksi saja

diatas kesejahteraan pekerjanya. Demikian juga terhadap lingkungan

sehingga mungkin sekali tenaga kerja kurang cepat menanggapi adanya

situasi yang berbahaya dan lambat dalam bereaksi sehingga dapat

menimbulkan kecelakaan dan kerusakan terhadap lingkungan sehingga

mengakibatkan mengeluarkan biaya untuk penanganannya.

Dampak sosial budaya yang dapat diambil dengan dilakukannya

pencegahan penurunan pendengaran terhadap pekerja pemotong rumput

ini, diharapkan pekerja tersebut mengetahui dan mendapatkan pengetahuan

sehingga memberikan kesadaran bahwa pentingnya memiliki pendengaran

yang normal baik dalam pekerjaan dan dikehidupan sehari-hari yang

membutuhkan komunikasi. Nama besar perusahaan akan terjaga dengan

baik karena memiliki program yang memprioritaskan kesejahteraan pekerja

diatas produksi serta budaya yang harmonis akan tercipta sesama pekerja

dan juga dengan perusahaan. Lingkungan akan tetap terpelihara karena

tidak adanya kesalahan selama melakukan pemotongan rumput sehingga

kerusakan dari lingkungan tersebut dapat dihindari.

3.3 Dampak Lingkungan dan Kesehatan

Dampak lingkungan dan kesehatan yang dapat diambil apabila tidak

dilakukan pencegahan terhadap penurunan pendengaran pada pekerja

pemotong rumput maka akan berakibat rusaknya lingkungan baik terjadi

dengan sengaja atau tidak dan jika lingkungan telah rusak akan berdampak

Page 419: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

35

kepada kesehatan pekerja tersebut, seperti gangguan fisiologis, psikologis,

dan terutama gangguan komunikasi. Nama baik perusahaan akan terkena

dampak juga karena akan ditetapkan sebagai perusahaan yang tidak peduli

dengan lingkungan sekitarnya dan kesehatan pekerja serta masyarakat.

Dampak lingkungan dan kesehatan yang dapat diambil Dengan

dilakukannya pencegahan penurunan pendengaran terhadap pekerja

pemotong rumput ini, diharapkan memberikan lingkungan yang baik karena

memliki kesadaran untuk menjaganya serta melakukan pekerjaan

pemotongan rumput sesuai dengan yang diperintahkan, membuat

lingkungan menjadi indah dan tidak adanya keinginan untuk merusaknya dan

didukung dengan terjaminnya kesehatan pekerja karena perusahaan sangat

peduli dengan kesehatan pekerjanya dengan memberikan program dan

memberikan kesejahteraan terhadap pekerjanya sehingga nama baik

perusahaan akan tetap terjaga.

Page 420: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

36

IV. UPAYA MINIMALISASI PENURUNAN PENDENGARAN PEKERJA

PEMOTONG RUMPUT AKIBAT KEBISINGAN MESIN PEMOTONG RUMPUT

DI KECEMATAN MANDAU

4.1. Rendahnya Kesadaran Tenaga Kerja Pemotong Rumput

Menggunakan Alat Pelindung Diri

Upaya yang bisa dilakukan agar penurunan pendengaran pada

pekerja pemotong rumput dapat diminimalisasi dan meningkatkan kesadaran

pekerja menggunakan alat pelindung diri khususnya pendengaran

diantaranya dengan cara melakukan sosialisasi yang dilakukan perusahaan

ke pekerja mengenai hasil pengukuran mesin potong rumput. Hal ini

dilakukan agar pekerja mengetahui berapa bunyi dan standar yang

diperbolehkan untuk menggunakan alat pemotongan rumput agar tidak

berpengaruh kepada pendengar pekerja. Melakukan edukasi terhadap

pekerja, bahwa pentingnya menjaga atau melindungi diri dari kebisingan.

Karena efeknya akan terasa beberapa tahun kemudian.

4.2. Lamanya Masa Kerja Pemotongan Rumput dalam Satu Hari

Penentuan dan pengaturan waktu yang sesuai dalam pelaksanaan

pemotongan rumput untuk setiap harinya sangat dibutuhkan karena ini

berpengaruh terhadap produktivitas pekerja dan produksi perusahaan, jika

tidak adanya aturan yang jelas mengenai hal ini maka bisa saja terjadi

kelebihan jam kerja atau malah sebaliknya. Perusahaan wajib membuat

aturan mengenai lamanya masa kerja pemotongan rumput dan

konsekuensinya jika pekerja tidak mengikuti aturan tersebut

Page 421: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

37

Kemudian di sosialisasikan kepada pekerja. Misalnya, waktu lama kerja 8

jam satu hari dapat diatur agar pemotongan rumput dilakukan dalam waktu

tertentu dengan diselingi waktu istirahat

4.3. Kurangnya Tingkat Kepedulian Perusahaan dalam Menangani

Kebisingan dan Penurunan Pendengaran Bagi Pemotong Rumput

Kurangnya kepedulian perusahaan dalam mengatasi kebisingan dan

mencegah penurunan pendengaran pada pemotong rumput dapat

berpengaruh terhadap produktivitas pekerja dan laju produksi perusahaan.

Upaya yang bisa dilakukan oleh perusahaan antara lain, memberikan

pengawasan yang baik dilapangan, menegur atau mengingatkan untuk

selalu bekerja sesuai aturan dan menggunakan alat pelindung diri yang

sesuai serta melakukan kontrol terhadap mesin pemotong rumput secara

periodik, karena kondisi alat akan berubah. Untuk itu perusahaan perlu

melakukan pengukuran kebisingan dan perawatan secara berkala supaya

mesin tetap terawat dan bunyi yang dihasilkan bisa diketahui.

4.4. Kurangnya Tingkat Kepedulian Pemerintah dalam Menangani

Kebisingan dan Penurunan Pendengaran Bagi Pemotong Rumput

Peran pemerintah sangat dibutuhkan dengan cara mengeluarkan

peraturan pemerintah daerah setempat dalam hal penggunaan alat

pelindung diri (sumbat telinga) yang merupakan salah satu cara untuk

mengatasi dampak dari kebisingan. Untuk menjaga agar alat pelindung diri

digunakan dengan baik, maka harus dilakukan pengawasan ketat kepada

pekerja pemotongan rumput di Kecamatan Mandau- Duri.

Page 422: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Ada, Y., 2008. Kebisingan, Pencahayaan, dan Getaran di Tempat Kerja. Mitra No. 3 : XIV Tahun 2008

Anizar, 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta.

Babba, J., 2007. Hubungan antara Intensitas Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada Karyawan PT Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan). Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang. (Tidak diterbitkan)

Buchari, 2008. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. USURepository. http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1435/3/07002749.pdf.txt . Diakses tanggal 3 Maret 2013.

Erman, D. 2014. Analisis Gangguang Pendengaran pada Pekerja Pemotong Rumput Akibat Kebisingan dari Mesin Pemotongan Rumput. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Riau.

Grantham, D., 1992. Occupational health and hygiene guidebook for the WHSO. The Australian occupational health and safety trust.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per 13/ Men/ X/ 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, Jakarta

Menteri Negara Lingkungan Hidup 1996. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta

Qomarya, R.I., 2014. Audiometri http://www.academia.edu/4377667/TINJAUANPUSTAKA. Diakses tanggal 6 Juli 2014.

Roestam, A.W., 2004. Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja. Cermin Dunia Kedokteran No. 144, Jakarta

Rotinsulu, 2008. Cara mengatasi gangguan pendengaran. http://www.indofamily. net/health/index.php?option=com content&task=view&id=120&Itemid=47. Diakses tanggal 13 Agustus 2009.

Page 423: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

39

Soetjipto, D., 2007. Gangguan Pendengaran Akibat Bising /GPAB Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas PGPKT) - Version 1.0. http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=15

Suma‟mur, P.K., 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Sagung Seto, Jakarta.

Srisantyorini, 2002. Tingkat Kebisingan dan Gangguan Pendengaran pada Karyawan PT Friesche Vlag Indonesia Tahun 2002. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta. (Tidak diterbitkan)

Tambunan, S.T.B., 2005. Kebisingan di Tempat Kerja (Occupational Noise). ANDI, Yogyakarta.

Page 424: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

40

Peta Provinsi Riau

Page 425: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

41

Peta Kabupaten Bengkalis

Page 426: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

42

Peta Kecamatan Mandau

Page 427: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PABRIK PULP DAN KERTAS

PT RAPP TERHADAP PERBAIKAN KUALITAS SUNGAI KAMPAR DI

PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN RIAU

oleh

BARKATUL AULIA

NIM 1510248511

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 428: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................v

I PENDAHULUAN ............................................................................................11.1. Latar Belakang ............................................................................................ 11.2. Perumusan Masalah..................................................................................... 2

II PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPP TERHADAPKUALITAS PERAIRAN SUNGAI KAMPAR DI PANGKALAN KERINCI4

2.1. Pabrik dan Proses Pembuatan Pulp dan Kertas ........................................... 42.2. Pengolahan Limbah Cair ............................................................................. 72.3. Karakteristik Limbah Cair Industri Pulp dan Kertas................................... 92.4. Proses Pengolahan Limbah Cair Industri Pulp dan Kertas........................ 112.5. Penanggulangan Limbah Cair Pulp dan Kertas di PT RAPP terhadap

Perbaikan Kualitas Perairan di Sungai Kampar ........................................ 132.5.1 Pengolahan Primer ............................................................................. 142.5.2 Pengolahan Sekunder ......................................................................... 162.5.3 Sludge Handling ................................................................................. 172.5.4 Pembuangan Limbah Cair PT RAPP ke Perairan Sungai Kampar .... 172.5.5 Penanggulangan Limbah Cair PT RAPP Terhadap Perbaikan Kualitas

Sungai Kampar................................................................................... 18

III DAMPAK PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPP TERHADAPPERBAIKAN KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KAMPAR DIPANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN ..........................................21

3.1. Aspek Ekonomi ......................................................................................... 213.2. Aspek Sosial Budaya................................................................................. 223.3. Aspek Lingkungan dan Kesehatan ............................................................ 23

IV OPTIMALISASI PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPPPANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN ..........................................24

4.1 Tingginya COD dari limbah yang masuk ke instalasi pengolahan limbah(IPAL) ....................................................................................................... 24

4.2 Tingginya kerusakan yang terjadi pada unit IPAL.................................... 254.3 Keterbatasan kapasitas Emergency pond .................................................. 254.4 Internal target untuk sludge yang di proses pada sludge handling............ 26

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27

LAMPIRAN...........................................................................................................29

Page 429: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Tipikal karakteristik dari effluent proses Pulp dan Kertas…………………….112. Karakteristik Limbah Cair yang diolah di PT RAPP………………………….133. Kadar Limbah Cair yang telah diolah PT RAPP………………………………174. Biaya Pengolahan Limbah dan COD pada Limbah PT RAPP………………...19

Page 430: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Siklus rekoveri pada pembuatan pulp dalam proses kraft.................................52. Limbah pada tahapan proses Pulp dan Kertas ..................................................63. Diagram alir sederhana pengolahan limbah cair di PT RAPP ..........................14

Page 431: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman1. Peta Provinsi Riau .............................................................................................292. Peta Kabupaten Pelalawan dan Lokasi PT. RAPP............................................303. Baku Mutu Air Limbah Pembuatan Pulp dan Kertas........................................31

Page 432: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri Pulp dan Kertas adalah salah satu industri yang menggunakan serta

menghasilkan energi dan material berbasis biomassa (Svensson dan Berntsson,

2014). Dari proses kegiatan produksi ini menghasilkan tiga tipe polutan yang

utama yaitu emisi udara, limbah cair dan limbah padat (World Bank Group,

1998a,b). Namun, Industri Pulp dan Kertas sekarang menghadapi tantangan untuk

mematuhi peraturan lingkungan yang ketat. Pabrik-pabrik ini menghasilkan

sejumlah besar air limbah. Air limbah yang dihasilkan oleh operasi industri

memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan. Industri Pulp dan Kertas adalah

konsumen besar air tawar. Air tawar merupakan sumber penting bagi industri

kertas yang digunakan pada berbagai tahapan kegiatan pembuatan Pulp dan

Kertas. Air limbah yang dihasilkan memiliki dampak yang merugikan pada

lingkungan dan menimbulkan ancaman serius pada ekosistem dan kehidupan

manusia. Industri ini menghasilkan jumlah terbesar ketiga air limbah setelah

industri logam dan industri bahan kimia (Savant, Abdul-Rahman dan Ranade,

2006).

Untuk meminimalkan dampak lingkungan dari air limbah maka dirancang

sistem pengolahan air limbah sehingga air limbah yang dibuang ke badan air

dalam level aman bagi lingkungan (Dosary, Galal dan Halim, 2015). Jika

meminimalisasi dampak lingkungan merupakan salah satu fungsi utama dari

sistem pengolahan air limbah maka pengolahan harus dirancang sehingga total

dampaknya terhadap lingkungan berkurang (Dixon, Simon dan Burkitt, 2003).

Sebagian besar pabrik pengolahan memiliki pengolahan primer (Penghilangan

padatan tersuspensi dan terapung) dan pengolahan sekunder (Penghilangan

padatan biologis terlarut) (Dosary et al., 2015).

Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara penghasil Pulp dan Kertas di

dunia (Swedish Forest Industries Federation, 2014) berdasarkan data Kementerian

Perindustrian, realisasi produksi Pulp dan Kertas Indonesia masing-masing

mencapai 6,4 juta ton dan 10,4 ton per tahun yang menempatkan industri pulp

Page 433: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

nasional pada peringkat ke-9 dan industri kertas peringkat ke-6 di dunia,

sedangkan di Asia dikutip dari antaranews.com (2016) menempati peringkat ke-

3 untuk industri pulp maupun kertas. dan memiliki beberapa perusahaan kertas

yang tersebar di pulau Sumatera dan Jawa.

Salah satu perusahaan Pulp dan Kertas terbesar di Asia berada di Pangkalan

Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau yaitu PT RAPP (Lampiran 1 dan 2).

Dengan produksi pulp sebesar lebih kurang 7.500 ton/hari dan mengkonsumsi air

sebanyak 280.000 m3/hari. Limbah cair yang telah diolah dibuang ke lingkungan

(sungai) pun berkisar sekitar 280.000 m3/hari. Walaupun limbah yang telah diolah

masih memenuhi baku mutu limbah Pulp dan Kertas yang diatur dalam

PERMENLH No 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Limbah Cair (Lampiran 3),

perusahaan memiliki target yang lebih jauh lagi yaitu mendapatkan peringkat

hijau dimana berdasarkan PERMENLH No 06 tahun 2013 tentang Kriteria dan

Mekanisme PROPER; Nilai hijau, diberikan kepada penanggung jawab usaha

dan/atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang

dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem

manajemen lingkungan.

1.2. Perumusan Masalah

Pengolahan limbah cair yang dilakukan oleh PT RAPP menggunakan metode

pengolahan biologi dengan activated sludge, yang memiliki dua tahap pengolahan

yaitu pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Beberapa variabel yang

mempengaruhi hasil pengolahan limbah cair adalah COD influent, soda dan black

liquor dari limbah yang masuk, tipe dari kayu yang diolah menjadi pulp,

pengolahan sludge, dan performa dari peralatan. Selain itu, shutdown di beberapa

area proses juga menghasilkan peningkatan beban pada proses pengolahan limbah

cair.

Saat ini nilai PROPER untuk PT RAPP masih Biru perusahaan menargetkan

untuk mendapatkan nilai Hijau, dengan tujuan untuk perbaikan kualitas sungai

Kampar. Salah satunya yaitu mengurangi kadar limbah cair yang dibuang ke

Lingkungan. Oleh karena itu, Perusahaan berusaha untuk mendapatkan hasil

Page 434: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

pengolahan limbah cair dimana nilai parameter seperti Biological Oxygen

Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solid

(TSS) setengah dari nilai baku mutu pemerintah (175 ppm , 50 ppm dan 50 ppm).

Dengan target ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas perairan sungai

Kampar sehingga dampak negatif dari limbah dapat berkurang.

Penanggulangan limbah cair yang dilakukan dengan proses biologi sejauh ini

parameter BOD, TSS telah dapat diturunkan diatas target. Akan tetapi parameter

COD masih belum tercapai dan berfluktuasi, sehingga ini menjadi hambatan

dalam pencapaian peringkat hijau serta dapat berdampak buruk pada kualitas

sungai kampar. Perusahaan telah melakukan beberapa cara seperti; memberi

polymer pada tahap primary treatment untuk menurunkan beban organik, dan

mengoptimalkan penggunaan Emergency pond. Akan tetapi, masih belum bisa

mendapatkan nilai COD yang stabil sesuai dengan target karena masih ditemukan

masalah yaitu sebagai berikut:

1. Tingginya COD dari limbah yang masuk ke instalasi pengolahan limbah

(IPAL),

2. Kerusakan yang terjadi pada unit IPAL,

3. Keterbatasan kapasitas Emergency pond, dan

4. Internal target untuk sludge yang di proses pada sludge handling.

Sejauh mana dengan target yang ingin dicapai PT RAPP yaitu rating hijau

dan perbaikan kualitas sungai Kampar, tentu memiliki dampak dari segi aspek

ekonomi, sosial budaya, lingkungan dan kesehatan, serta kendala-kendala yang

dihadapi dan sekaligus solusinya akan dibahas.

Page 435: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4

II PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPP TERHADAP

KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KAMPAR DI PANGKALAN

KERINCI

2.1. Pabrik dan Proses Pembuatan Pulp dan Kertas

Pembuatan pulp adalah tahap awal dari pembuatan industri kertas dan sebagai

bahan baku untuk pengolahan lainnya. Proses ini adalah sumber terbesar dari

polusi di seluruh proses pembuatan kertas. Dalam jumlah besar air limbah yang

dihasilkan pada berbagai tahapan proses ini.

Untuk membuat pulp dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara

mechanical, kimia dan fisika (menggunakan panas) atau dengan gabungan dari

beberapa cara tersebut. Menurut Pokhrel dan Viraraghavan (2004) untuk membuat

pulp terdiri dari operasi terdiri dari dua bagian utama; pertama adalah persiapan

stok dengan mengolah pulp ke tingkat konsistensi yang diperlukan dan yang

seterusnya adalah membuat kertas di mana pulp yang diolah dilewatkan secara

terus menerus melalui cetakan/kabel untuk membentuk lembaran kertas.

Prosesnya sebagai berikut:

1. Pembuatan Pulp secara Mekanis, Yield hasil dari proses ini sangat tinggi yaitu

90-95% (Smook dalam Pokhrel dan Viraraghavan, 2004) tetapi kualitas pulp

yang dihasilkan merupakan grade tingkat rendah, berwarna dan memiliki serat

yang pendek.

2. Pembuatan Pulp secara Kimia, Potongan kayu (chip) dimasak dengan dalam

larutan bahan kimia dengan penaikan temperature untuk memutus chip menjadi

serat fiber. Yield yang dihasilkan sekitar 40-50% (Smook dalam Pokhrel dan

Viraraghavan, 2004) ada dua tipe media larutan yang digunakan yaitu basa

(kraft proses) dan asam (proses sulfite).

1). Proses Kraft: Chip dimasak dengan larutan sodium hydroxide (NaOH) dan

sodium sulfide (Na2S). Proses ini yang paling sering digunakan. Proses ini

memiliki keunggulan yaitu efisiensi dari rekoveri bahan kimia yang

digunakan. Gambar 1, memperlihatkan prinsip operasi dari proses kraft:

evaporasi weak black liquor, pembakaran thick black liquor dalam

tungku/furnace menjadi smelt, kemudian didilusi dengan air menjadi green

Page 436: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

liquor; causticizing sodium carbonate (Na2CO3) dalam green liquor menjadi

(NaOH) atau white liquor dan pembentukan limemud (CaCO3) di lime kiln.

Black liquor direkoveri setelah proses pemasakan chip dan proses

pembakaran di Recovery boiler untuk menghasilkan panas sebagai

pembangkit listrik. Sehingga tidak diperlukan power tambahan pada proses

ini. Pengecualian hanya pada lime kiln yang menggunakan minyak atau gas

alam, akan tetapi dapat digantikan dengan gas diperoleh dari kulit kayu yang

telah digasifiyer (proses membuat gas dari bahan padat) (Gambar 1).

Gambar 1. Siklus rekoveri pada pembuatan pulp proses kraft (Henricson, 2005)

2). Proses Sulfite: Chip dimasak dengan campuran sulfurous acid (H2SO3) dan

bisulfide ions (HSO-3) untuk melarutkan lignin

3. Pembuatan Pulp secara Kimia-Mekanis

Bahan baku pertama-tama diolah secara kimia kemudian dilanjutkan dengan

pengolahan mekanikal untuk memisahkan seratnya. Effisiensi pulp yang

dihasilkan berkisar 85-90% dan kekuatan pulpnya lebih baik dibandingkan

dengan proses mekanik.

4. Pembuatan Pulp secara Fisika-Mekanis

Proses ini menggunakan steam pada material dibawah tekanan atmosfer pada

Page 437: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

waktu yang singkat, sebelum dan selama pemisahan. Proses termo-mekanis lebih

lanjut lagi dimodifikasi dengan menggunakan kimia selama tahapan proses steam.

Proses pembuatan kertas dan kertas karton secara umum dapat dibagi

menjadi dua tahap: pengolahan pulp, dan pembentukan kertas. Pengolahan pulp

yaitu menjadikan pulp dengan derajat kekentalan sesuai dengan mesin pengolah

kertasnya. Selanjutnya pulp diproses pada mesin dimana pulp diolah melewati

kawat/cetakan sehingga membentuk lembaran kertas.

Limbah pada setiap tahapan proses dapat dilihat pada Gambar 2. Setiap

tahapan proses pembuatan pulp menggunakan sejumlah besar air, dimana akan

berakhir di effluent. Sumber yang paling banyak adalah tahapan proses persiapan

kayu (wood preparation), proses pemasakan pulp (digester house), pencucian

pulp (pulp washing), pemisahan, pemutihan (bleaching) dan pembuatan kertas

(paper making).

Gambar 2. Limbah pada tahapan proses Pulp dan Kertas (Pokhrel dan

Viraraghavan, 2004)

Page 438: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

Dari keseluruhan proses, pembentukan pulp menghasilkan limbah cair yang

kuat. Limbah ini terdiri dari sisa lignin dan material kayu terlarut. Pemutihan pulp

menghasilkan konten limbah yang beracun berasal dari penggunaan klorin untuk

pencerahan kertas. Serat pulp dapat diambil dari berbagai tanaman dari alam

seperti kayu, ilalang, rumput dan bambu. Kayu merupakan sumber utama untuk

pembuatan kertas. Kayu terdiri dari berbagai macam komponen (lignin,

karbohidrat, dan ekstraktif material) dimana sangat sulit untuk dibiodegradasi dan

turunan lainnya dicuci dari fiber selama proses pencucian, pengeringan dan proses

pemisahan. Limbah yang dihasilkan tergantung dari proses pulp yang digunakan.

2.2. Pengolahan Limbah Cair

Pengelolaan air limbah jelas terkait dengan pengelolaan seluruh siklus air.

pengelolaan air limbah yang tidak memadai dapat mencemari badan air yang juga

merupakan sumber penting untuk air minum, perikanan dan jasa lainnya. Oleh

karena itu, pembuangan air limbah, tanpa atau dengan pengolahan yang tidak

memadai, melibatkan biaya yang signifikan, termasuk terhadap lingkungan dan

sosial.

Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) atau

bahan baku menjadi keluaran (output) bahan jadi atau setengah jadi. Keluaran

yang dihasilkan suatu industri adalah berupa produk yang diinginkan beserta

limbah. Limbah dapat yang bernilai ekonomis sehingga dapat dijual atau

dipergunakan kembali dan yang tidak bernilai ekonomis yang akan menjadi beban

lingkungan. Limbah yang masuk ke lingkungan inilah yang dapat menjadi bahan

pencemar.

Shoba (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahan pencemar yang masuk

ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau lebih komponen

lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan biologi

sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan perubahan

kualitas lingkungan.

Limbah yang mengandung bahan pencemar akan mengubah kualitas

lingkungan. Apabila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya

Page 439: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu, sangat perlu

diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung dalam

limbah tersebut.

Usaha pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya.

Salah satunya dengan mengolah limbah sebelum dibuang ke alam. Pengolahan

limbah juga termasuk dari bentuk tanggung jawab industri pada lingkungan dan

masyarakat, selain itu untuk mendukung industri yang sesuai dengan

pembangunan berkelanjutan. Pembangunan industri di Indonesia yang lebih

menitik beratkan pada aspek pertumbuhan ekonomi telah menjadikan

pertumbuhan di sektor lain tidak seimbang. Aspek sosial-budaya dan aspek

lingkungan seperti diabaikan. Setelah muncul berbagai masalah barulah disadari

bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu keharusan. Berdasarkan World

Comission on Environment and Development yang dilaksanakan di tahun 1987,

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan

masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi

kebutuhan mereka sendiri.

Keraf (2002) menjelaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan

dimaksudkan untuk mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang

sama bagi tiga aspek utama pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial-

budaya dan aspek lingkungan hidup. Gagasan dibalik itu bahwa pembangunan

ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup harus dipandang sebagai terkait

erat satu sama lain, sehingga unsur-unsur dari kesatuan yang saling terkait ini

tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan lainnya.

Pengolahan limbah adalah salah satu upaya untuk melindungi lingkungan,

selain untuk memenuhi peraturan pemerintah tentang baku mutu lingkungan juga

merupakan tanggung jawab industri terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

Sejauh mana dampak yang diberikan oleh sistem pengolahan limbah oleh industri

Pulp dan Kertas diuraikan dari segi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.

Page 440: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

2.3. Karakteristik Limbah Cair Industri Pulp dan Kertas

Karakteristik atau sifat dasar dari limbah cair terbagi atas fisika, kimia dan

biologi. Fisika seperti temperatur, bau, TSS dan warna, kimia yaitu kandungan

organik, nonorganik, logam berat, pH dan gas terlarut, biologi berupa total

bakteri. Untuk limbah cair pulp dan kertas sesuai dengan baku mutu yang

diberikan oleh pemerintah maka yaitu COD, BOD, pH, TSS dan temperatur.

1. COD

Konten zat organik di dalam limbah cair harus ditentukan secara kulitas

maupun kuantitas. Pengukuran kandungan zat organik dapat dilakukan dalam

bentuk pengukuran Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochecmical Oxygen

Demand (BOD).

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah kebutuhan oksigen dalam

air untuk proses reaksi kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD

dinyatakan dalam ppm (part per million) atau ml O2/liter. Menurut Alaerts dan

Santika (1987) nilai COD mencakup kebutuhan oksigen untuk reaksi biokimia,

karena senyawa organik yang dapat dirombak oleh mikroorganisme dapat pula

mengalami oksidasi lewat reaksi kimia. Jadi nilai COD memiliki nilai numerik

yang lebih besar dari pada BOD. COD merupakan kunci untuk pendeteksian

tingkat pencemaran air. Semakin tinggi COD semakin jelek kualitas air

COD digunakan untuk mengukur kadar materi organik air limbah dan air

bersih serta pada industri dan limbah yang mengandung senyawa beracun untuk

biotik. Tchobanoglous, Burton dan Stensel (2003) menyatakan bahwa COD dalam

limbah biasanya lebih tinggi dari BOD karena senyawa-senyawa lebih mudah

dioksidasi secara kimia daripada biologi. COD lebih sering digunakan karena

COD dapat ditentukan dalam waktu 3 jam, dibandingkan dengan BOD yang

memerlukan waktu 5 hari. COD biasa digunakan sebagai control treatment plant

dan operasional

2. BOD

Biochemical Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen terlarut

yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk menguraikan atau

mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Jadi, menurut Alaerts dan

Page 441: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

Santika (1987) nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang

sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan

untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi,

yang ditunjukkan dengan semain kecilnya sisa oksigen terlarut dalam air, maka

berarti konten bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi.

Parameter polusi zat organik yang terjadi pada air limbah dan air permukaan

adalah BOD selama lima hari (BOD5). Hasil tersebut merupakan kadar oksigen

terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme pada proses oksidasi biokimia

materi organik. Menurut Tchobanoglous et al (2003) alasan dilakukan pengujian

BOD adalah untuk menentukan jumlah oksigen yang digunakan mikroorganisme.

Menentukan ukuran system pengolahan air limbah, serta mengukur efisiensi dari

tiap unit pengolahan.

3. Total suspended solid (TSS)

TSS adalah semua zat yang masih ada/tersisa setelah terjadi penguapan dalam

suhu 103-105 oC. zat yang mempunyai tekanan uap pada temperatur ini akan

menguap dan tidak dikelompokkan sebagai padatan. Total solid setelah

penguapan dapat dikelompokkan sebagai padatan yang tidak dapat tersaring

(mengendap) (Tchobanoglous et al 2003).

TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan

yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganik yang

dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang

tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi

penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang

menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produsen (Huda, 2009).

4. pH

Kadar pH yang baik adalah kadar pH dimana masih memungkinkan

kehidupan biologis di dalam air berjalan baik. pH yang baik bagi air limbah

adalah netral.

5. Temperatur

Temperatur dari limbah cair biasanya lebih tinggi dari air bersih dikarenakan

penambahan panas dari aktifitas industri. Secara spesifik, panas dari air limbah

Page 442: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

lebih tinggi daripada udara, kecuali pada musim panas. Temperatur merupakan

parameter yang penting berkaitan dengan efeknya pada reaksi kimia, laju reaksi,

kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktifitas. Selain itu

oksigen yang terlarut dalam air panas lebih sedikit dibandingkan dengan air

dingin.

Karakteristik limbah cair yang dihasilkan pada proses pembuatan Pulp dan

Kertas tergantung dari jenis proses yang digunakan. Tipikal karakteristik dari

limbah cair dari berbagai tipe proses produksi pulp dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tipikal karakteristik dari effluent proses Pulp dan Kertas

Sumber: Kamali dan Khodaparast (2014)

2.4. Proses Pengolahan Limbah Cair Industri Pulp dan Kertas

Polusi dari Industri Pulp dan Kertas dapat diminimalkan dengan berbagai

perubahan proses dan langkah-langkah manajemen seperti Teknologi Tersedia

Terbaik (TTT) (Pokhrel dan Viraraghavan, 2004). Proses pengolahan limbah di

pabrik kertas terdiri dari dua tahapan utama yaitu pengolahan primer dan

pengolahan sekunder. Pengolahan primer yaitu memisahkan limbah cair dari

padatan tersuspensi dan terapung, pengolahan sekunder yaitu pengolahan secara

biologis untuk mengurai limbah menjadi rantai yang lebih pendek dan

memisahkannya. Pengolahan yang sering digunakan yaitu secara aerobik dengan

activated sludge.

Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi diolah dengan menggunakan

Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Sistem pengelolaan limbah cair

Page 443: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

berdasarkan unit operasinya dibedakan menjadi tiga (Pokhrel dan Viraraghavan,

2004) yaitu :

1. Fisik

Pada unit operasi ini, salah satu hal yang digunakan ialah proses screening

(penyaringan). Screening merupakan proses untuk menyisihkan bahan tersuspensi

yang berukuran besar seperti kayu, kulit kayu. Selanjutnya bahan yang

tersuspensi diendapakan (sedimentasi) di unit pengendapan (clarifier). Prinsip

clarifier yaitu proses pemisahan berdasarkan berat jenis dimana padatan

tersuspensi akan mengendap kebagian dasar clarifier setelah waktu tinggal kurang

lebih 24 jam. Sedimentasi ialah pemisahan antara limbah cair dengan padatan

tersuspensi. Padatan tersuspensi yang terdapat dalam air limbah Pulp dan Kertas

yang terutama terdiri dari partikel kulit, serat, puing-puing serat, pengisi dan

bahan pelapis. sedimentasi adalah pilihan yang lebih sering digunakan dalam

pabrik kertas di dan kontribusi untuk pengurangan lebih dari 80% dari padatan

tersuspensi. Nilai desain utama clarifier rata-rata adalah 70-80%.

2. Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk

menghilangkan partikel-partikel yang sukar mengendap, senyawa fosfor, logam-

logam berat, dan zat organik beracun. Dinamakan secara kimia karena pada

proses ini dibutuhkan bahan kimia yang akan mengubah sifat bahan terlarut

tersebut dari sangat terlarut menjadi tidak terlarut atau dari ukuran sangat halus

menjadi gumpalan (flok) yang dapat diendapkan maupun dipisahkan dengan

filtrasi.

3. Biologi.

Tujuan utama dari pengolahan limbah cair secara biologi adalah

menggumpalkan dan menghilangkan/menguraikan padatan organic terlarut yang

biodegradable dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Pengolahan

secara biologis mengurangi kadar racun dan meningkatkan mutu buangan (bau,

warna, potensi yang menggangu dan rasa air). Apabila terdapat lahan yang

memadai, laguna fakultatif dan laguna aerasi bisa digunakan. Laguna aerasi akan

mengurangi 80% BOD buangan pabrik dengan waktu tinggal 10 hari

Page 444: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

Proses lumpur aktif telah menjadi metode pengolahan utama untuk limbah

cair Pulp dan Kertas dalam beberapa tahun terakhir dalam bentuk konvensional

dan modifikasi, yang mampu memenuhi pengolahan sekunder batas limbah.

Dalam hal ini, telah ditunjukkan bahwa penerapannya lebih efisiensi untuk

mengurangi BOD dan COD dari limbah.

2.5. Penanggulangan Limbah Cair Pulp dan Kertas di PT RAPP terhadap

Perbaikan Kualitas Perairan di Sungai Kampar

Proses pengolahan limbah cair di PT RAPP menggunakan pengolahan secara

biologi dengan metode activated sludge. Pengolahan biologi yang dilakukan yaitu

dengan menggunakan bakteri aerob untuk mengurai limbah cair sehingga dapat

memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan oleh pemerintah. IPAL ini mampu

mengolah 330.000 m3 limbah cair per hari dan beban organik 422 ton perhari

(Sanyoto, 2013). Dimana karakteristik dari limbah yang masuk dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair yang diolah di PT RAPP

No Parameter Satuan Nilai

1 Warna pt.Co 800-1300

2 TSS ppm 600-800

3 COD ppm 1000-1400

4 pH - 7-12

5 Temperatur oC 60-65

Sumber: RAPP (2016)

Tahapan proses dapat dibagi dua yaitu pengolahan primer dan pengolahan

sekunder. Pada pengolahan primer limbah diolah di Bucket Screen, kemudian

dilanjutkan dengan Primary Clarifier, setelah itu limbah di netralisasi pada kolam

Neutralization. Pada pengolahan sekunder prosesnya dimulai setelah limbah di

netralisasi maka limbah diproses secara biologi didalam kolam aerasi selanjutnya

limbah dipisah dari padatan tersuspensi pada Secondary Clarifier. Sementara

lumpur (sludge) dari pengolahan di primary dan secondary clarifier diolah untuk

mengurangi kadar airnya sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar.

Page 445: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

Proses pengolahan limbah di PT RAPP menggunakan tahapan pengolahan

primer dan sekunder. Tahapan proses secara singkat ditampilkan seperti pada

diagram alir proses pengolahan yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir sederhana pengolahan limbah cair di PT RAPP

2.5.1. Pengolahan Primer

Berdasarkan Sanyoto (2013) tahapan pengolahan primer pada IPAL di PT

RAPP adalah sebagai berikut:

1. Pre-treatment dan Emergency Pond

Sumber limbah yang berasal dari tiap tahapan proses pengolahan bersifat

basa. Sehingga perlu dilakukan netralisasi. Netralisasi dengan menggunakan asam

klorida. Penambahan asam ini dilakukan di bucket screening.

Selain itu, jika kuantitas limbah yang masuk sangat besar dan diatas dari

target maka limbah yang masuk dialihkan sementara ke kolam emergensi. Kolam

emergensi dilapisi dengan geomembran agar limbah yang masuk ke kolam ini

tidak merembes ke dalam badan dan air tanah. Tidak ada perlakuan khusus di

kolam ini. Limbah hanya ditampung dengan harapan dapat menurunkan kadar

limbah dengan bantuan alam seperti oleh air hujan. Sedikit demi sedikit limbah

dipompakan ke unit pengolahan.

BucketScreen

PrimaryClarifier

Equal and NeutralBasin

Coolingtower

AerationBasin

SecondaryClarifier

Limbah

Sludgehandling

RiverFurnace

EmergenyPond

Page 446: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

2. Screening (bucket screen)

Tujuan dari screening adalah untuk memisahkan limbah dari material yang

besar/kasar seperti ranting kayu, sampah pelastik dsb. Material ini diangkat

dengan menggunakan bucket dan dikirim ke bunker dengan menggunakan belt

conveyor. Setelah proses screening, limbah diolah di primary clarifier. Bucket

screen dilengkapi dengan alat ukur pH dan konduktifitas untuk memantau dan

mengontrol parameter dari limbah yang masuk.

3. Clarification (primary clarifier)

Serat dan padatan tidak terlarut dipisahkan dari limbah cair di primary

clarifier dengan menggunakan prinsip sedimentasi. Lumpur yang mengendap

dipompakan ke sludge handling (sistem pengolahan lumpur). Target TSS limbah

cair yang diinginkan adalah dibawah 100 ppm.

4. Equalization and Neutralization

Limbah cair yang masuk sangat berfluktasi sehingga perlu diaduk terlebih

dahulu untuk mendapatkan hasil yang lebih merata. Tujuan dari Equalization

basin adalah agar menyamakan kualitas dan kuantitas dari limbah yang masuk

sehingga lebih mudah dalam pengontrolan parameter pada proses pengolahan

sekunder. Unit ini dilengkapi dengan floating mixer (alat pengaduk terapung) dan

pengaturan aliran. Setelah Equalization basin, limbah di netralisasi dengan

menggunakan asam klorida (HCl) untuk mendapatkan pH yang sesuai untuk

aktifitas mikrobiologi yaitu 6-7.

5. Cooling tower

Cooling tower berfungsi untuk menurunkan suhu limbah. Karena

karakteristik temperatur limbah yang masuk sangat tinggi (60-65 oC) tidak cocok

untuk aktifitas mikroba. Temperatur untuk aktifitas mikrobiologi pengurai limbah

yaitu berkisar 35-38 oC. Sehingga perlu dikontrol agar temperatur yang keluar dari

cooling tower tidak melebihi 38 oC.

Pada Cooling tower ditambahkan nutrisi untuk perkembangan

mikroorganisme. Nutrisi ditambahkan sesuai dengan dosis yang dibubutuhkan

oleh mikroba. Nutrisi tersebut yaitu larutan campuran dari Diammonium

Page 447: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

Phosphate (DAP) dan (NH2)2CO (urea). Selain itu Defoamer juga ditambahkan

pada keluaran Cooling tower untuk mengontrol busa saat proses aerasi.

2.5.2 Pengolahan Sekunder

Berdasarkan Sanyoto (2013) setelah tahapan pengolahan primer limbah

selanjutnya diolah dengan pengolahan Sekunder. Untuk pengolahan sekunder

pada IPAL di PT RAPP adalah sebagai berikut:

1. Aeration basin

Unit Aeration basin (kolam aerasi) berfungsi sebagai tempat perkembangan

mikroba untuk menguraikan dan medekomposisi limbah sehingga menjadi lebih

aman saat masuk ke lingkungan. Mikroorganisme yang digunakan berasal dari

proses activated sludge, dimana mikroba ini berkembang dengan menggunakan

oksigen. Oleh karena itu, diperlukan aerasi sebagai sumber oksigen bagi

perkembangan dan aktifitas mikroba.

Terdapat dua tipe proses aerasi pada IPAL di RAPP yaitu surface aerator

dan Membrane aerator. Surface aerator dengan menggunakan pengaduk mekanis

terapung yang membuat kontak oksigen dengan limbah cair, terdapat beberapa

surface aerator pada satu kolam aerasi. Sedangkan membrane aerator

menggunakan blower untuk menghasilkan gelembung udara yang disebarkan oleh

membrane sehingga kontak udara atau oksigen lebih merata.

2. Secondary Clarifier

Proses yang digunakan pada unit Secondary clarifier adalah proses

sedimentasi. Limbah yang telah diproses di unit aerasi memiliki jumlah padatan

tidak terlarut yang tinggi. Padatan ini berupa campuran material organik dan

nonorganik yang kemudian diendapkan pada unit Secondary clarifier. Endapan

(berupa lumpur) ini sebagian dikembalikan lagi ke proses aerasi dan sebagian lagi

diproses pada sludge handling. Lumpur yang ini terdiri dari komponen organik

dan mikroba yang dapat digunakan lagi pada proses aerasi sebagi sumber

mikroba atau lebih sering activated sludge. Lumpur tersebut mengendap didasar

unit ini sementara itu limbah yang telah diolah mengalir melalui atas dan

dikembalikan ke sungai melalui kanal.

Page 448: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

2.5.3 Sludge Handling

Lumpur yang berasal dari pengolahan primer dan sekunder diolah pada unit

ini. Unit ini terdiri dari beberapa alat yaitu mixing tank, rotary screen thickner dan

screw press. Lumpur pada alat ini dikurangi kadar airnya sehingga dapat

digunakan sebagai bahan bakar di Power boiler untuk membangkitkan tenaga

listrik. Kadar air yang masuk ke unit ini 95-98% setelah pengolahan lumpur

tersebut diharapkan memiliki kadar air 60-55%. Filtrat hasi pengolahan ini

dikembalikan kembali ke unit primary clarifier (Sanyoto, 2013).

Untuk mendapatkan target kadar air maka ditambahkan polymer sehingga

lumpur lebih mudah menggumpal. Selain itu rasio perbandingan antara lumpur

dari primary clarifier dengan secondary clarifier harus diperhatikan, karena

lumpur dari secondary sangat encer dan sulit untuk ditekan. Rasio yang tepat

yaitu berkisar 65-75% lumpur primary, semakin banyak lumpur dari primary

semakin rendah kadar air, akan tetapi menyebabkan tingginya lumpur di

secondary clarifier dapat menyebabkan tingginya TSS yang masuk kesungai.

2.5.4 Pembuangan Limbah Cair PT RAPP ke Perairan Sungai Kampar

Semua limbah cair dari proses pembuatan pulp dan kertas pada PT RAPP

diolah pada IPAL. Limbah yang telah diolah harus memenuhi baku mutu yang

telah ditetapkan pemerintah sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah Cair PT

RAPP dari IPAL dibuang ke sungai Kampar.

Hasil pengolahan limbah cair PT RAPP dapat dilihat pada Tabel 3. Serta

sebagai pembanding baku mutu dan target yang ingin dicapai. Dari Baku Mutu

limbah cair telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Tabel 3. Kadar Limbah Cair Hasil IPAL PT RAPP dengan Baku Mutu dan Target

No Parameter Satuan Baku Mutu TargetRAPP

HasilPengolahan

1 BOD ppm 100 50 18-20

2 TSS ppm 100 50 50-70

3 COD ppm 350 175 180-210

4 pH - 7-9 7-9 7-9

5 Temperatur oC 30 30-35

Sumber: PermenLH No 5 2014 dan RAPP (2016)

Page 449: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

18

Kegagalan dalam pencapaian target merupakan permasalahan tersendiri bagi

perusahaan dalam keinginan perusahaan akan target hijau dan perbaikan kualitas

sungai Kampar. Dapat dilihat nilai BOD dan TSS sudah dapat dikurangi dengan

baik melewati target yang diberikan. Akan tetapi, COD yang masih belum

mencapai target.

Penyebab utama target COD yang belum tercapai yaitu tingginya COD dari

limbah yang masuk. Sehingga diperlukan upaya lebih lanjut agar COD dapat

diturunkan. Walaupun dibatasi dengan kapasitas dan kemampuan IPAL itu sendiri

yaitu kemampuan untuk mereduksi limbah, untuk IPAL pada PT RAPP

kemampuan mereduksi limbah yaitu sebesar 85%.

2.5.5 Penanggulangan Limbah Cair PT RAPP terhadap Perbaikan Kualitas

Sungai Kampar

Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam pembuangan limbah cair PT

RAPP masih ada yang belum mencapai target. Tentu ini akan berdampak buruk

terhadap kualitas perairan sungai Kampar bila limbah tersebut masuk ke sungai

Kampar. Guna memperbaiki kualitas limbah cair PT RAPP di Pangkalan Kerinci

ditemukan masalah yaitu:

1. Tingginya COD dari limbah yang masuk ke instalasi pengolahan limbah

(IPAL), Unit-unit operasi yaitu Woodyard, Fiberline (digester), Pulp dan Paper

Machine serta Recovery Boiler adalah sumber terbesar limbah cair. Limbah

tersebut memiliki material organik dan kimia yang tinggi. Setiap unit ini memiliki

target produksi dan kualitas tersendiri yang harus dicapai dan menjadi perioritas

utama. Sedangkan limbah yang dihasilkan bukan perioritas utama. Semakin tinggi

produksi semakin besar limbah cair yang dihasilkan. Sehingga limbah yang

masuk sangat sulit untuk dikontrol. Ditambah lagi kerusakan alat pada unit-unit

operasi tersebut. Limbah yang dibuang akan semakin banyak dan dengan konten

COD yang sangat tinggi yaitu dengan kadar diatas 1200 ppm. Dengan COD diatas

1200 ppm dan dengan kemampuan reduksi limbah dari IPAL 85% maka COD

yang dihasilkan diatas dari target yang ditentukan. Akibatnya kualitas dari limbah

yang diolah tidak dapat mencapai target.

Page 450: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

Tingginya beban COD dari sumber limbah membuat peningkatan terhadap

biaya pengolahan untuk mereduksi limbah. Pada Tabel 4 dapat dilihat COD dari

limbah yang masuk dan yang keluar dari IPAL serta biaya yang dikeluarkan untuk

mengolah limbah dari segi nutrient, polymer dan listrik. Pada bulan juli COD dari

limbah yang masuk memang lebih kecil akan tetapi reduksi lebih kecil

dibandingkan dengan bulan Juni sehingga membuat biaya pengolahan pada bulan

Juli lebih kecil dibandingkan dengan bulan Juni.

Tabel 4. Biaya Pengolahan Limbah dan COD pada Limbah PT RAPP

Parameter Harga($)

Satuan Budget/Target

Juni Juli

Produksi Pulp ton/bulan 224772 223831Defoamer 1.67 kg/ton pulp 0.031 0.032 0.03DAP 0.88 kg/ton pulp 0.024 0.017 0.024Urea 0.35 kg/ton pulp 0.01 0.008 0.007Polymer 4 kg/ton pulp 0.112 0.09 0.091Power 36.98 MWH/ton pulp 0.024 0.06 0.024Steam 4.02 ton/ton Pulp 0.011 0.023 0.011Biaya Total 0.212 0.23 0.187COD inlet ppm 1200 1340 1191COD outlet ppm 175 202 187Persenreduksi % 85.4 84.9 84.3

Sumber: RAPP (2016)

Ini menandakan semakin tinggi COD yang akan direduksi maka akan

semakin tinggi biaya untuk pengolahan. Selain itu pada tabel ini juga

menunjukkan bahwa efek dari limbah yang masuk juga mempengaruhi hasil dari

pengolahan. Apabila COD yang masuk tinggi maka nilai COD hasil pengolahan

akan meningkat pula.

2. Kerusakan yang terjadi pada unit IPAL, unit pengolahan krusial yaitu

aeration basin, cooling tower, dan sludge handling. Sebaliknya unit-unit tersebut

yang paling sering mengalami kerusakan. Kerusakan pada aeration basin atau

salah satu aerator akan mengakibatkan tidak sempurnanya penggunaan oksigen

oleh mikroorganisme sehingga proses penguraian limbah terganggu dan reduksi

limbah menjadi berkurang. Kerusakan pada cooling tower mengakibatkan

tingginya temperatur dari limbah yang masuk ke aeration basin, sehingga aktifitas

mikroba terhambat serta mempercepat kematian mikroba itu sendiri, sehingga

Page 451: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

kemampuan pengurangan kadar limbah oleh IPAL akan turun. Sludge handling

seperti ginjal pada manusia, apabila unit ini mengalami kerusakan padatan

tersuspensi dari Primary dan Secondary Clarifier akan menumpuk sehingga

beban organik akan meningkat, akibatnya beban pengolahan akan berat untuk

menurunkan kadar limbah. Dengan kata lain apabila salah satu unit pengolahan

limbah terjadi kerusakan, sehingga unit lain kelebihan beban dan mengakibatkan

tidak optimalnya proses pengolahan.

3. Keterbatasan kapasitas Emergency pond, volume yang tidak cukup untuk

menampung semua limbah apabila terjadi shutdown. Keterbatasan ini diakibatkan

terjadinya pendangkalan akibat adanya pengendapan dari padatan tersuspensi

yang tidak bisa dipompakan ke unit pengolahan. Dengan terbatasnya volume

Emergency pond ini, maka apabila terjadi shutdown, limbah harus diproses segera

walaupun nilai kadar limbah COD, TSS dan pH tinggi. Dengan beban yang tinggi

mengakibatkan hasil yang diolah akan menjadi tinggi, menjadikan kualitas limbah

yang dibuang ke Sungai Kampar menjadi menurun.

4. Internal target untuk sludge yang di proses pada sludge handling. Target

dari sludge handling yaitu untuk memperoleh lumpur yang diproses di sludge

handling dengan kadar air kurang dari 60%, sehingga dapat mengorbankan target

utama dari pengolahan limbah cair dan peningkatan kualitas limbah. Untuk

mendapatkan kadar air yang rendah maka dilakukan pengurangan rasio dari

lumpur yang diambil dari unit secondary clarifier (biosludge). Dengan

berkurangnya bioslude yang diambil dari secondary clarifier. Akibatnya, beban

organik lebih banyak kembali ke sistem (aeration basin) Sehingga beban

pengolahan semakin meningkat dan menjadikan persen reduksi dari COD

berkurang. Penurunan reduksi COD dari IPAL tentunya menjadikan kualitas

limbah yang dibuang ke sungai Kampar juga turun.

Page 452: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

21

III DAMPAK PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPP

TERHADAP PERBAIKAN KUALITAS PERAIRAN SUNGAI

KAMPAR DI PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN

3.1. Aspek Ekonomi

Apabila tidak diterapkan penanggulangan limbah ini maka dapat

berdampak negatif baik pada perusahaan, masyarakat dan pemerintah sekitar

aliran buangan limbah yaitu sebagai berikut:

1. Perusahaan; Predikat dan gambaran terhadap perusahaan akan menurun

sehingga dapat mengurangi tingkat pembelian dari pelanggan. Selain itu

perusahaan melanggar peraturan pemerintah yang dapat menyebabkan

ditutupnya perusahaan oleh pemerintah.

2. Masyarakat; Pencemaran yang diakibatkan tidak optimalnya pengolahan

limbah maka masyarakat sekitar yang akan langsung menerima akibatnya.

Mata pencaharian mereka dapat hilang akibat terjadinya pencemaran di

sekitar tempat tinggal mereka.

3. Pemerintah Kabupaten; Kontaminasi dari limbah yang tinggi pada sungai

akan mengurangi investasi yang masuk ke daerah kabupaten. Sebab

dibatasi oleh daya dukung dan daya tampung lingkungan. Sehingga dapat

mengurangi pendapatan daerah.

Dengan diterapkannya penganggulangan ini maka diharapakan

memberikan dampak positif pada perusahaan, masyarakat serta pemerintah

kabupaten:

1. Perusahaan; Peningkatan kepercayaan pelanggan terhadap kemampuan

perusahaan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dari segi penjualan,

kepercayaan masyarakat pada perusahaan sehingga putra-putri terbaik ikut

untuk mengembangkan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang

lebih banyak. Menunjukkan pemenuhan dan kepatuhan terhadap

peraturan.

2. Masyarakat; Peningkatan kualitas limbah yang dibuang perusahaan maka

akan memudahkan lingkungan untuk memperbaiki diri sehingga mata

Page 453: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

pencaharian mereka tidak terganggu. Maka dari itu, terjadi peningkatan

ekonomi masyarakat disekitar aliran sungai.

3. Pemerintah Kabupaten; Pemerintah dapat membuat peraturan baru agar

Pabrik Kertas yang ada untuk menerapkan penanggulangan limbah yang

dapat meningkatkan kualitas air sungai. Dengan peningkatan kualitas air

sungai investor dapat menanamkan modalnya kedaerah dan laju

pembangunan ekonomi meningkat. Terciptanya lapangan pekerjaan baru

dan peningkatan pendapatan masyarakat akan memberikan keberhasilan

dari pemerintahan.

3.2. Aspek Sosial Budaya

Penerapan penanggulangan limbah ini berdampak secara sosial seperti

pada perusahaan mendapatkan keuntungan sosial. Keuntungan sosial yang

dimaksud yaitu penerimaan masyarakat sekitar akan buangan limbah yang masuk

ke daerah tempat mereka berkehidupan berkaitan dengan mata pencaharian

dibidang pertanian, perkebunan dan perikanan. Untuk pemerintah dapat

menjadikan acuan untuk pabrik pembuatan pulp dan kertas lainnya agar dapat

mengurangi kadar limbah yang dibuang ke lingkungan.

Sedangkan apabila tidak dilakukan penanggulangan limbah cair ini maka

akan banyak terjadi konflik dengan masyarakat sekitar. Pada tahun lalu disadur

dari Metroterkini.com (2015), Hampir seratus warga sepanjang Sungai Kampar

mendatangi Kantor PT. Riau Pulp and Paper di Rukan Komplek Perkantoran

RAPP menuntut kejelasan nasib pengusaha Ponton yang selama ini terkesan

diabaikan. Selain itu dalam pertemuan anatar warga dan Perusahaan yang di hadiri

Kapolres Pelalawan, AKBP, Ade Johan Sinaga, juga terungkap perusahaan RAPP

pilih kasih dalam menerima tenaga kerja tidak mempekerjakan putra tempatan.

"kami kecewa kelakuan RAPP, yang selama ini tidak memperhatikan warga kami,

sementara sungai kami tempat pembuang limbah mereka," Jelas salah seorang

perwakilan warga. Kekecewaan warga ini dipicu oleh pelecehan yang dilakukan

oknum perusahaan yang menjanjikan setiap desa dapat pekerjaan mengangkut

kayu RAPP melewati Sungai Kampar.

Page 454: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

3.3. Aspek Lingkungan dan Kesehatan

Dari segi lingkungan dan kesehatan penerapan penanggulangan limbah pada

PT RAPP ini jelas berdampak positif. Beban kepada lingkungan akan berkurang

ekosistem dapat berkembang lebih baik lagi selain itu kesehatan masyarakat

sekitar tidak terganggu terutama masyarakat yang menggunakan air sungai untuk

mandi dan mencuci. Dengan meningkatkan kualitas limbah tentunya dapat

mengurangi dari dampak yang diberikan ke lingkungan terutama sungai Kampar.

Walaupun sungai Kampar tidak bisa digunakan sebagai baku air minum, tetapi air

sungai ini masih dapat dimanfaatkan untuk budi daya ikan air tawar, peternakan,

dan mengairi tanaman atau peruntukan kelas III.

Apabila tidak dilakukan optimalisasi pada penanggulangan limbah cair ini

dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Seperti yang dikutip

berdasarkan Riauterkini (2010) Ribuan ekor ikan berbagai jenis mati mendadak

dan mengapung di kanal yang bermuara pada Sungai Kampar, di Desa Sering,

Kecamatan Pelalawan. Pihak manajemen PT RAPP, melalui Kepala Coporate

Comunication, Geraldin Jensen ketika dikomfirmasi terkait masalah ini

mengatakan, kemungkinan pencemaran terjadi akibat matinya listrik di

lingkungan komplek PT RAPP sehingga instalasi limbahnya tak berfungi optimal.

Pada kesehatan masyarakat gagalnya penanggulangan limbah menyebabkan

terganggunya kesehatan masarakat sekitar. Penyakit kulit adalah penyakit yang

dapat langsung terasa apabila limbah mengkontaminasi perairan bersentuhan

dengan kulit dari manusia. Selain itu terganggunya pernapasan akibat bau busuk

dari limbah yang mencemari perairan.

Page 455: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

IV OPTIMALISASI PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPP

PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN

4.1 Tingginya COD dari Limbah yang Masuk ke Instalasi Pengolahan Air

Limbah (IPAL)

Untuk mengatasi COD dari limbah yang masuk ke IPAL dari unit-unit

operasi dapat dilakukan dua cara berikut:

1. Pengendalian limbah setiap tahapan proses pembuatan Pulp dan Kertas

Kadar COD dari limbah yang masuk tergantung dari tahapan proses

pengolahan pulp dan kertas. Oleh karena itu, Pengendalian limbah harus dimulai

dari setiap tahapan proses dimana setiap proses harus ditingkatkan efisiensinya,

misalnya penggunaan air untuk pencucian kayu di woodyard harus dapat

digunakan dengan optimal seperti dengan menaikkan tekanan air serta membuat

nozzle sehingga pencucian lebih maksimal. Jika dimungkinkan air dapat

digunakan kembali dengan melakukan pencucian bertahap.

Kadar COD limbah juga berkaitan dengan stabilitas proses. Apabila dari

tahapan proses terjadi masalah misalnya ada kerusakan pada unit pulp washing,

sehingga terjadi peningkatan limbah dari unit ini. Oleh karena itu, perlu adanya

upaya untuk menjaga stabilitas proses dengan melakukan tindakan pencegahan

dan perawatan mesin serta peralatan. Kemudian menindaklanjuti dengan cepat

apabila ada terjadi kebocoran, kerusakan pada tahapan proses karena dapat

meningkatkan kapasitas buangan limbah.

Pencegahan kerusakan pada unit pengolahan limbah harus dapat dicegah.

Kerusakan pada alat dapat menimbulkan berkurangnya efisiensi pengolahan

limbah serta dapat mengganggu parameter proses lainnya. Oleh karena itu, perlu

dilakukan tindakan perawatan mesin secara berkala untuk mencegah terjadinya

kerusakan tiba-tiba pada mesin.

2. Pemberian Polymer pada Primary Clarifier

Tujuan utama pemberian polymer pada unit primary clarifier yaitu agar

padatan tersuspensi lebih mudah dalam pembentukan flok. Semakin cepat

terbentuknya flok maka akan semakin cepat terjadinya pengendapan. Padatan

Page 456: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

tersuspensi pada limbah cair dari proses Pulp dan Kertas sebagian besar adalah

organik. Dengan penurunan beban organik diharapkan dapat mengurangi beban

dari limbah yang diolah sehingga pada proses biologi tingkat reduksi dari COD

lebih tinggi dan dicapainya target.

Berdasarkan Irfan, Butt, Imtiaz, Abbasa, Khana dan Shafique (2013)

dengan menggunakan polyacrylamide kationic dan anionic yang dikombinasikan

dengan ferric chloride dan aluminium chloride maka reduksi yang diperoleh dapat

lebih tinggi yaitu sekitar 95% COD dan 95% TSS .

4.2 Tingginya Kerusakan yang Terjadi pada Unit IPAL

Untuk mencegah kerusakan pada unit IPAL langkah yang dapat dilakukan

adalah total productive maintenance. Total Productive Maintenance atau

disingkat dengan TPM adalah suatu sistem yang digunakan untuk memelihara dan

meningkatkan kualitas produksi melalui perawatan perlengkapan dan peralatan

kerja seperti Mesin, Equipment dan alat-alat kerja. Fokus utama Total Productive

Maintanance atau TPM ini adalah untuk memastikan semua perlengkapan dan

peralatan Produksi beroperasi dalam kondisi terbaik sehingga menghindari

terjadinya kerusakan ataupun keterlambatan dalam proses produksi

Tim produksi dan tim maintenance berkerjasama dalam pemeliharaan

peralatan proses. Segala kerusakan kecil harus dideteksi dan diperbaiki sesegera

mungkin untuk mencegah kerusakan yang lebih besar.

4.3 Keterbatasan Kapasitas Emergency pond

Untuk mengatasi keterbatasan emergency pond ada dua cara untuk optimalisasi

limbah yang berada di kolam ini:

1. Mengoksidasi limbah dengan menggunakan oksidator, salah satu oksidator

yaitu dengan menggunakan ozon (O3). Menurut Karat (2013) oksidasi dengan

ozon lebih aman bagi lingkungan dibandingkan dengan chemical treatment

(precipitation/flocculation) dimana dapat menurunkan COD, warna dan tingkat

racun tanpa harus membutuhkan penanganan sejumlah besar lumpur.

Page 457: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

26

2. Memodifikasi untuk kemudahan pembuangan lumpur yang mengendap.

Modifikasi dilakukan untuk membuat lumpur dapat dengan mudah mengalir

sehingga dapat dipompakan ke unit pengolahan lumpur.

4.4 Internal Target untuk Sludge yang di Proses pada Sludge Handling

Perlu diperhatikan kapasitas dan kemampuan alat ini terbatas maka perlu

dijalankan dengan proses parameter optimal. Operasi produksi yang melebihi

kapasitas dapat menurunkan efektifitas dari unit pengolahan. Selain itu, perlu

dijaga agar rasio lumpur dari secondary dan primary. Rasio yang tepat

berdasarkan Sanyoto (2013) adalah 65-75% untuk lumpur yang diambil dari

primary clarifier. Dengan rasio 65-75% maka akan diperoleh konsistensi sekitar

40%. Walaupun selain rasio masih ada parameter lain yang berpengaruh seperti

polymer. Parameter seperti jumlah polymer juga perlu diperhatikan agar tidak

terlalu berlebihan. Selain itu, instruksi dan standard pengoperasian harus jelas dan

tertulis serta dimengerti agar mudah diikuti oleh operator.

Untuk konsistensi di atas 40% akan sulit dicapai oleh unit Sludge handling.

Oleh karena itu, perusahaan dapat menambah unit baru untuk pengeringan sludge.

Atau bisa juga memisahkan pengolahan biosludge dengan primary sludge.

Biosludge dapat digunakan sebagai pupuk untuk kegiatan pengembangbiakan

tanaman akasia. Sehingga akan diperoleh konsistensi sludge yang akan dikirim ke

boiler diatas 40%.

Page 458: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

27

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan S.S Santika, 1987, Metoda Penelitian Air, Usaha National,Surabaya

Anonim, 2010, Ribuan Ikan Mati Mendadak di Desa Sering, Pelalawan(http://riauterkini.com/lingkungan.php?arr=33568, diakses 25 juli 2016)

----------, 2015, Tak Tahan Limbah RAPP 5 Warga Minta Kompensasi(http://metroterkini.com/berita-15177-tak-tahan-limbah-rapp-warga-5-desa-minta-kompensasi-pekerjaan.html diakses 25 Juli 2016)

----------, 2016, Industri Pulp dan Kertas,

(http://www.antaranews.com/foto/101152/industri-pulp-dan-kertas, diakses25 Juli 2016)

Dixon, A., M. Simon, dan T. Burkitt, 2003, Assessing The Environmental Impactof Two Options For Small-Scale Wastewater Treatment: Comparing A ReedBed And An Aerated Biological Filter Using A Life Cycle Approach.Journal Ecological Engineering, 20:297–308

Dosary, A.S., M.M Galal dan A.H Halim, 2015, Environment Impact ofWastewater Treatment Plants (Zenien and 6th October WWTP), JournalCurr. Microbial. App. Sci., 4(1):953-964

Henricson, K., 2005, Chemical Recovery Cycle: An Introduction to ChemicalPulping Technology, Lapperanta University of technology, Lapperanta

Huda, T., 2009, Hubungan antara Total Suspended Solid Dengan Turbidity danDissolved Oxygen, (http://thorik.staff.uii.ac.id/2009/08/23/hubungan-antara-total-suspended-solid-dengan-turbidity-dan-dissolved-oxygen/, diakses 3Agustus 2016)

Irfan, M., T. Butt, N. Imtiaz, N. Abbas, R.A. Khan, dan A. Shafique, 2013, TheRemoval of COD, TSS and Colour of Black Liquor by Coagulation–Flocculation Process at Optimized pH, Settling and Dosing Rate, ArabianJournal of Chemistry,(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1878535213002682,diakses 9 September 2016)

Kamali, M. dan Z. Khodaparast, 2014, Review on Recent Developments on Pulpand Paper Mill Wastewater Treatment, Journal Ecotoxicology andEnvironmental Safety, 114:326–342

Karat, I. 2013, Advanced Oxidation Processes for Removal of COD from Pulpand Paper Mill Effluents, (http://www.diva-portal.org/smash/get/diva2:618554/FULLTEXT02, diakses 9 September2016)

Keraf, A.S., 2002, Etika Lingkungan, Buku Kompas, Jakarta

Page 459: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

28

Pokhrel, D. dan T. Viraraghavan, 2004, Treatment of Pulp and Paper MillWastewater-A Review, Journal Science of the Total Environment, 333:37–58

RAPP, 2016, Monthly Report RKE, PT RAPP, Pangkalan Kerinci

Sanyoto, A.A, 2013, Effluent Treatment Operating Philosophy: Modul TrainingEffluent PT RAPP, PT RAPP, Pangkalan Kerinci

Savant, D.V., R. Abdul-Rahman dan D.R Ranade, 2006. Anaerobic Degradationof Adsorbable Organic Halides (AOX) From Pulp And Paper IndustriWastewater. Journal Bioresources Technology, 97:1092-1104.

Shoba, A., 2006, Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkunganpada Beberapa Industri di Kabupaten Tangerang, Tesis, UniversitasDiponegoro, Semarang

Svensson, E. dan T. Berntsson, 2014, The Effect of Long Lead Times forPlanning ff Energy Efficiency and Biorefinery Technologies at a Pulpmill,Journal Renewable Energy, 61:12–16.

Swedish Forest Industries Federation, 2014, Production and Exports of Paper,(http://www.forestindustries.se/documentation/statistics_ppt_files/international/production-and-exports-of-paper diakses 25 Juli 2016)

Tchobanoglous, G., F.L. Burton, dan H.D. Stensel, 2003, WastewaterEngineering: Treatment and Reuse, McGraw-Hill, Michigan

World Bank Group, 1998, Pollution Prevention and Abatement Handbook: PulpAnd Paper Mills,(http://ifclnl.ifc.org/ifcext/enviro.nsf/AttachmentsByTitle/gui_pulp_WB/$FILE/pulp_PPAH.pdf, diakses 25 Juli 2016)

World Bank Group,1998, Pollution Prevention and Abatement Handbook:Electroplating(http://ifclnl.ifc.org/ifcext/enviro.nsf/AttachmentsByTitle/gui_electroplating_WB/$FILE/electroplating_PPAH.pdf, diakses 25 Juli 2016)

Page 460: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

29

LAMPIRAN

1. Peta Provinsi Riau

Page 461: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

30

2. Peta Kabupaten Pelalawan dan Lokasi PT RAPP

Page 462: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

31

3. Baku Mutu Air Limbah Pembuatan Pulp dan Kertas (PermenLH No 5 Tahun 2014)

Page 463: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PEMANFAATAN CAMPURAN ARANG SEKAM PADI DAN KARBON

AKTIF UNTUK MENURUNKAN KESADAHAN DAN BESI (Fe) AIR

DARI SUNGAI JURONG - DURI

Disusun Oleh

Welman Afero Simbolon

NIM : 1510248300

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 464: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi kehidupanbumi ini terutama air

bersih bagi manusia. Sumber air bersih merupakan kekayaan alam yang perlu dijaga

kelestariannya. Air bersih penting untuk manusia, karena air tidak pernah dapat

digantikan oleh senyawa lain manapun. Tubuh manusia terdiri dari 70% air (Orang

dewasa). Sekitar 2,50 liter air dalam tubuh manusia harus diganti dengan air yang

baru setiap hari. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti, 1,5 liter berasal

dari air minum dan sekitar 1 liter berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi

(Bachtiar, 2007).

Air adalah materi esensial di dalam kehidupan dan merupakan substansi kimia

dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang

terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak

berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan

temperatur 273,15 K (0°C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang

memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-

garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.

Sumber-sumber air yang ada di bumi ini antara lain adalah air laut, air atmosfer,

air permukaan dan air tanah. Manusia dan makhluk hidup lainnya yang tidak hidup

dalam air senantiasa mencari tempat tinggal dekat air supaya mudah untuk

mengambil air untuk keperluan hidupnya. Selain itu pemenuhan kebutuhan air bersih

dapat tercukupi sehingga mereka dapat hidup sehat dan tidak mudah terkena

penyakit. Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagaimacam penularan

penyakit. Air bersih adalah air yang jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak berbau.

Melalui penyediaan air bersih dan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Salah satu sumber air yang berasal dari air permukaan adalah sungai. Sungai

merupakan alur atau wadah air alami dan/ atau buatan berupa jaringan pengaliran air

beserta air dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri

oleh garis sempadan. SungaiJurong merupakan salah satu sungai yang berada di

DuriKabupaten Bengkalis yang memiliki peranan penting dalam keberlangsungan

Page 465: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

31

kehidupan masyarakat. Kesadahan dan besi (Fe) merupakan parameter kimia dalam

perairan sungai, jika parameter ini memiliki kandungan yang tinggi dan dimanfaatkan

terus menerus, maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi penggunanya.

Menurut Anonim (2016),Kesadahan dan besi (Fe) merupakan parameter

tentang kualitas air bersih, karena kesadahan, dan besi (Fe) menunjukkan ukuran

pencemaran air secara kimia. Parameter kesadahan menunjukkan ukuran pencemaran

air oleh mineral-mineral terlarut berupa Ca2+dan Mg2+. Air yang kesadahannya tinggi

apabila dikonsumsi secara terus menerus akan mengakibatkan terjadinya gangguan

kesehatan, yaitu perut menjadi mual bahkan terjadinya gangguan pada fungsi ginjal.

Selain itu dapat pula mengurangi daya aktif sabun, membentuk kerak pada alat

pemasak dan penyumbatan pada pipa.

Parameter besi (Fe) termasuk golongan tidak beracun/toksisitas rendah, tetapi

apabila dikonsumsi secara regular melebihi 10 tahun dan melebihi standar baku mutu

diperbolehkan, akan dapat menyebabkan pembengkakkan ginjal, lever, batu ginjal/

kandung kemih, iritasi usus besar (lambung) dan penyakit pinggang. Selain itu juga

dapat menimbulkan perkaratan pada pipa besi dan boros dalam penggunaan sabun

maupun deterjen oleh karena tidak berbuih serta dapat memunculkan partikel-partikel

berwarna kuning, kuning kecoklatan, coklat kehitaman dan hitam dalam air.

Sekam padi sebagai limbah pertanian masih memungkinkan untuk

dimanfaatkan dengan adanya kandungan bahan-bahan organiknya. Senyawa utama

dinding sel sekam padi adalah polisakarida yaitu serat kasar atau selulosa, lignin, dan

hemiselulosa yang memiliki gugus hidroksil yang dapat berperan dalam proses

adsorpsi (Bachtiar, 2007).

Menurut Nurulita(2010), kesadahanbisa diturunkan menggunakan karbon aktif

termasuk ion-ion logam berat. Karbon aktif dipilih karena memiliki sejumlahsifat

kimia maupun fisika yang menarik, diantaranya mampu menyerap bahanorganik

maupun anorganik, dapat berlaku sebagai penukar kation, dan sebagaikatalis untuk

berbagai reaksi.

Karena sekam padi dan karbon aktif memiliki kandungan bahan organik dan

sejumlah sifat kimia maupun fisika yang mampu menurunkan bahan pencemar logam

berat dan kesadahan, maka penulis tertarik untuk membahas campuran karbon aktif

Page 466: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

32

dan arang sekam padi untuk menurunkan bahan pencemar pada air sungai yang

memiliki kandungan kesadahan yang tinggi dan besi (Fe).

Sungai Jurong merupakan sungai di daerah Duri. Kawasan Sungai Jurong

merupakan tempat kehidupan penduduk sekitarnya. Segala aktivitas dilakukan penduduk

di Sungai Jurong ini, baik untuk menangkap ikan, penggunaan air untuk mandi, cuci dan

kakus serta tempat pembuangan limbah. Sungai Jurong juga dimanfaatkan sebagai

sumber air baku untuk pengolahan air minum untuk kawasan swasta dan PDAM Duri.

Pemerintahan sendiri memiliki sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan pola

pengelolaan air sungai dengan memberikan:

1. Arahan tentang kebijakan dalam konservasi sumber daya air di Sungai Jurong.

2. Arahan tentang kebijakan pendayagunaan sumber daya air di Sungai Jurong dengan

memperhatikan kebijakan daerah, termasuk arahan dalam penataan ruang

wilayah.

3. Arahan tentang kebijakan dalam pengendalian daya rusak air.

4. Arahan tentang kebijakan dalam meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha

dalam pengelolaan sumberdaya air.

5. Arahan tentang kebijakan pelaksanaan Sistim Informasi Sumber Daya Airdisungai

Jurong.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah yang timbul adalah :

1. Tidak adanya sistem pengolahan air sungai menggunakan arang sekam padi dan

karbon aktif untuk menurunkan kesadahan dan besi (Fe) air di Sungai

Jurong,Duri.

2. Kurangnya upaya yang dilakukan masyarakat desa sungai jurong agar

penyempurnaan pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif dapat

digunakan oleh masyarakat.

3. Kurangnya peran pemerintah daerah dalam sistem pengolahan air sungai

menggunakan arang sekam padi dan karbon aktif untuk menurunkan kesadahan

dan besi (Fe) air di Sungai Jurong - Duri.

Page 467: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

II. PEMANFAATAN CAMPURAN ARANG SEKAM PADI DAN KARBON

AKTIF UNTUK MENURUNKAN KESADAHAN, DAN BESI (Fe) AIR

DARI SUNGAI JURONG- DURI

2.1 Pengertian Sungai

Sungai adalah mengalirnya massa air tawar dari sumbernya menuju atau

bermuara di laut, danau, atau sungai yang lebih besar. Sungai yang ada di permukaan

bumi ini tidak semuanya sama. Oleh karena itu, sungai dibedakan menjadi beberapa

jenis.Berdasarkan letaknya, sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian yakni (Hartono,

2009):

1. Bagian hulu

Arus sungai deras, arah erosi ke dasar sungai (erosi vertikal), lembahnya curam,

lembahnya berbentuk V, kadang-kadang terdapat air terjun, terdapat erosi mudik,

tidak terjadi pengendapan (sedimentasi), terdapat batu-batu besar dan runcing.

2. Bagian tengah

Arus air sungai tidak begitu deras, erosi sungai mulai ke samping (erosi

horizontal), aliran sungai mulai berkelok-kelok, mulai terjadi proses sedimentasi dan

(pengendapan) karena kecepatan air mulai berkurang, batu-batu bersudut bulat,

dengan ukuran lebih kecil dari daerah hulu.

3. Bagian hilir

Arus air sungai tenang, terjadi banyak sedimentasi, erosi ke arah samping

(horizontal), sungai berkelok-kelok (terjadi proses meandering), terkadang ditemukan

meander yang terpotong sehingga membentuk kali mati/danau tapal kuda (oxbow

lake), di bagian muara kadang-kadang terbentuk delta, terdapat batu-batu kecil

bersudut bulat.

Berdasarkan pola alirannya, sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian

yakni(Hartono, 2009):

1. Pola Aliran Radial

Aliran sungai radial itu mirip menjari (telapak tangan dan jari). Aliran ini ada

dua macam yakni radial sentrifugal dan radial sentripetal.

Page 468: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

34

2. Pola Aliran Dendritis

Pola dendritis, ciri-cirinya adalah bahwa anak-anak sungainya bermuara pada

sungai induk secara tidak teratur yaitu membentuk sudut yang berlainan besarnya dan

tidak tentu besarnya. Pola ini terdapat di daerah yang menunjukkan tidak adanya

pengaruh struktur. Pola ini sering terdapat pada batuan horizontal (mendatar).

3. Pola Aliran Trellis

Pola aliran trellis, yaitu sungai yang memperlihatkan letak yang paralel. Anak-

anak sungainya bergabung secara tegak pada sungai yang paralel (sejajar) tadi. Pola

ini terjadi di daerah dengan struktur lipatan.

4. Pola Aliran Rektanguler

Pola aliran sungai ini saling membentuk sudut siku, pada daerah patahan atau

pada batuan yang tingkat kekerasannya berbeda. Ciri cirinya adalah sungai induk

dengan anakanak sungainya membelok dengan membentuk sudut 90°. Pola aliran ini

terdapat di daerah patahan.

5. Pola Aliran Anular

Pola aliran ini merupakan pola aliran yang semula merupakan aliran radial

sentrifugal, selanjutnya muncul sungai subsekuen yang sejajar, sungai obsekuen, dan

resekuen. Pola aliran ini terdapat di daerah dome stadium dewasa.

Berdasarkan sumber airnya, sungai dapat kita bedakan menjadi tiga macam

yakni:

1. Sungai Hujan, yakni sungai yang airnya berasal dari air hujan

2. Sungai Gletser, yakni sungai yang airnya berasal dari es

3. Sungai Campuran, yakni sungai yang airnya berasal dari es dan air hujan

2.2Kesadahan dan Kandungan Fe dalam Air

1. Kesadahan

Menurut Kristyanto(2011), kesadahan air didefinisikan sebagai kemampuan air

untuk mengendapkan sabun, sehingga keaktifan/ daya bersih sabun menjadi

berkurang atau hilang sama sekali. Sabun adalah zat aktif permukaan yang berfungsi

menurunkan tegangan permukaan air, sehingga air sabun dapat berbusa. Air sabun

Page 469: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

35

akan membentuk emulsi atau sistem koloid dengan zat pengotor yang melekat dalam

benda yang hendak dibersihkan.

Selanjutnya dikatakan Kristyanto(2011), ketika kesadahan kadarnya adalah lebih

besar dibandingkan penjumlahan dari kadar alkali karbonat dan bikarbonat, yang

kadar kesadahannya eqivalen dengan total kadar alkali disebut “ kesadahan karbonat;

apabila kadar kesadahan lebih dari ini disebut “kesadahan non-karbonat”. Ketika

kesadahan kadarnya sama atau kurang dari penjumlahan dari kadar alkali karbonat

dan bikarbonat, semua kesadahan adalah kesadahan karbonat dan kesadahan

noncarbonate tidak ada. Kesadahan mungkin terbentang dari nol ke ratusan miligram

per liter, bergantungkepada sumber dan perlakuan dimana air telah subjeknya.

Kesadahan sangat penting artinya bagi para akuaris karena kesadahan

merupakan salah satu petunjuk kualitas air yang diperlukan bagi ikan. Tidak semua

ikan dapat hidup pada nilai kesadahan yang sama. Dengan kata lain, setiap jenis ikan

memerlukan prasarat nilai kesadahan pada selang tertentu untuk hidupnya.

Disamping itu, kesadahan juga merupakan petunjuk yang penting dalam

hubungannya dengan usaha untuk memanipulasi nilai pH.

Secara lebih rinci kesadahan dibagi dalam dua tipe, yaitu: (1) kesadahan umum

dan (2) kesadahan karbonat. Disamping dua tipe kesadahan tersebut, dikenal pula

tipe kesadahan yang lain yaitu yang disebut sebagai kesadahan total atau total

hardness.Kesadahan total merupakan penjumlahan dari kesadahan umum dan

kesadahan karbonat.

Kesadahan dalam air dapat disebabkan oleh adanya garam-garam anorganik

atau persenyawaan antara lain(Kristyanto, 2011):

1. Kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dengan bikarbonat

2. Kalsium dan magnesium dengan sulfat, nitrat dan klorida

3. Garam-garam besi, seng dan silica

Kandungan ion Ca dan Mg dalam air dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor Alamiah : karena sumber air berdekatan dengan lokasi penambangan

batu kapur atau pun daerah tersebut dekat lokasi persawahan.

Page 470: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

36

2. Faktor non alamiah : karena ditambahkan dalam air baik disengaja atau pun

tidak sengaja.

Air dengan batasan kesadahan lebih dari 3 mEq/l (150 ppm) akan menimbulkan

kerugian-kerugian sebagai berikut:Menyebabkan pemakaian sabun meningkat karena

sulit larut dan sulit berbusa. Bila air dididihkan akan menimbulkan endapan dan

kerak pada cerek/boiler. Penggunaan bahan bakar akan meningkat, tidak efisien dan

dapat meledakkan boiler. Menyebabkan biaya produksi yang tinggi pada industri

yang menggunakan air dengan kesadahan tinggi.

Penggunaan paramater kesadahan total sering sekali membingungkanoleh

karena itu, sebaiknya penggunaan parameter ini dihindarkan. Menurut Bintoro

(2000), kesadahan dikategorikan sebagai berikut :

1. Kesadahan umum

Kesadahan umum atau "General Hardness" merupakan ukuran yang

menunjukkan jumlah ion kalsium (Ca++) dan ion magnesium (Mg++) dalam air. Ion-

ion lain sebenarnya ikut pula mempengaruhi nilai kesadahan umum, akan tetapi

pengaruhnya diketahui sangat kecil dan relatif sulit diukur sehingga diabaikan.

Apabila nilai kesadahan umum terlalu rendah bagi suatu jenis ikan, ia dapat

dinaikkan dengan menambahkan kalsium sulfat, magnesium sulfat, atau kalsium

karbonat. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa penambahan garam-garam tersebut

membawa dampak lain yang perlu mendapat perhatian. Pemberian garam sulfat akan

memberikan tambahan sulfat kedalam air, sehingga perlu dilakukan denganhati-hati.

Sedangkan penambahan garam karbonat akan menyumbangkan ion karbonat kedalam

air sehingga akan menaikkan kesadahan karbonat. Untuk mendapat kondisi yang

diinginkan perlu dilakukan manipulasi dengan kombinasi pemberian yang

sesuai.Penurunan nilai kesadahan umum dapat dilakukan dengan perlakuan-perlakuan

yang mampu menghilangkan kadar kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dari dalam air.

2.Kesadahan karbonat

Kesadahan karbonat merupakan besaran yang menunjukkan kandungan ion

bikarbonat (HCO3-) dan karbonat (CO3--) di dalam air. Dalam akuarium air tawar,

Page 471: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

37

pada kisaran pH netral, ion bikarbonat lebih dominan, sedangkan pada akuarium laut,

ion karbonat lebih berperan.

Kesadahan karbonat sering disebut sebagai alkalinitas yaitu suatu ekspresi dari

kemampuan air untuk mengikat kemasaman (ion-ion yang mampu mengikat H+).

Oleh karena itu, dalam sistem air tawar, istilah kesadahan karbonat, pengikat

kemasaman, kapasitas pem-bufferan asam, dan alkalinitas sering digunakan untuk

menunjukkan hal yang sama. Dalam hubungannya dengan kemampuan air mengikat

kemasaman, kesadahan karbonat berperan sebagai agen pem-buffer-an yang

berfungsi untuk menjaga kestabilan pH.

Kesadahan karbonat pada umumnya sering dinyatakan sebagai derajat

kekerasan dan diekspresikan dalam CaCO3 seperti halnya kesadahan

umum. Kesadahan karbonat dapat diturunkan dengan merebus air yang bersangkutan,

atau dengan memperlakukan air melewati gambut. Perlakuan perebusan air tentu saja

tidak praktis, kecuali untuk akuarium ukuran kecil.

2. Besi (Fe)

Menurut Agusnar (2011),Keberadaan besi dalam air bersamaan dengan mineral

mangan, tetapi besi didapatkan lebih sering dari pada managan, berdasarkan data

survai air tanah yang pernah dilakukan di beberapa kota Illinois (USA) tahun 1963

pernah didapatkan bahwa konsentrasi besi kira-kira 10 kali konsentrasi mangan.

Selanjutnya Agusnar(2011), mengatakan pada dasarnya besi dalam air dalam

bentuk Ferro (Fe2+) atau Ferri (Fe3+), hal ini tergantung dari kondisi pH dan oksigen

terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion

ferro yang terlarut dapat teroksidasi menjadi ion ferri dan selanjutnya membentuk

endapan Ferrihidrosida yang sukar larut, berupa hablur (presipitat) yang biasanya

berwarna kuning kecoklatan, oleh karena pada kondisi asam dan aerobic bentuk

ferrolah yang larut dalam air. Pada pH di atas 12 ferri hedroksida dapat terlarut

kembali membentuk Fe(OH)4.

Prinsip penurunan kadar besi adalah proses oksidasi dan pengendapan. Adapun

prosesnya adalah besi dalam bentuk ferro dioksidasi terlebih dahulu bentuk ferri,

Page 472: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

38

kemudian pengendapan dengan membentuk endapan ferrihidroksida. Proses ini

mudah terjadi pada kondisi pH +7 di mana kelarutannya minimum.

Persamaan Reaksi :

Fe(HCO)3 + O2 Fe(HCO)2 + 2 HCO2 + O2

Fe(OH)2 +2 H2O + O2 Fe(OH)3 + H2O + O2 + H+

Jadi penurunan kadar besi dalam air pada hakikatnya mengubah dari bentuk

yang larut dalam air menjadi yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu hasil reaksi

oksidasi ini selalu menghasilkan endapan.Mengingat hal ini, dalam penerapannya

biasanya disertai penyaringan. Proses penyaringan ini dilakukan apabila kadar besi

lebih rendah dari 5 mg/l.

Hal yang mempengaruhi Kelarutan Besi (Fe) dalam air adalah (Agusnar, 2011):

1. Kedalam resapan air

Air hujan yang turun jatuh ketanah dan mengalami infiltrasi masuk ke dalam

tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah dan

membentuk Fe(HCO3)2 di mana semakin dalam air yang meresap ke dalam tanah

semakin tinggi juga kelarutan besi karbonat dalam air tersebut.

2. pH

pH air akan terpengaruh terhadap kesadahan kadar besi dalam air, apabila pH

air rendah akan berakibat terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan larutnya

besi dan logam lainnya dalam air, pH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan

logam. Dalam keadaan pH rendah, besi yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri,

di mana bentuk ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air dan tidak dapat dilihat

dengan mata dan berakibat terdajinya warna pada air, air berbau dan adanya rasa

karat pada air.

3. Temperatur air

Temperatur air yang baik menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat- syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Minum Bersih adalah sama dengan temperatur udara. Temperatur yang tinggi akan

menyebabkan menurunnya kadar O2 dalam air, kenaikan temperature air juga akan

menguraikan derajat kelarutan sehingga kelarutan Fe pada air tinggi.

Page 473: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

39

4. Bakteri Besi

Bakteri besi (Crenothrix dan Lepothrix) adalah bakteri yang dapat mengambil

unsur besi dari sekeliling lingkungan hidupnya sehingga mengakibatkan turunnya

kandungan besi dalam air.

Dalam aktivitasnya bakteri besi memerlukan oksigen dan besi sehingga bahan

makanan dari bakteri besi tersebut. Hasil aktivitas bakteri besi tersebut menghasilkan

presipitat (oksida besi) yang akan menyebabkan warna kuning pada pakaian dan

bangunan.

2.3 Klasifikasi Air

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan

fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan

komponen penting Dalam bahan makanan, air dapat mempengaruhi penampakan,

tekstur, serta cita rasa makanan kita. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan

dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan

biopolimer, dan sebagainya (Agusnar, 2011).

Air merupakan pelarut yang baik, oleh karena itu air alam tidak pernah murni,

air alam mengandung berbagai zat terlarut maupun tidak larut. Air alam juga

mengandung mikroorganisme. Apabila kandungan air itu tidak mengganggu

kesehatan manusia, maka air itu dianggap bersih. Selain itu air yang tidak layak untuk

diminum, masih dapat digunakan untuk keperluan lain, seperti irigasi atau untuk

industri.

Air dikatakan tercemar apabila ada gangguan terhadap kualitas air sehingga air

tidak dapat digunakan untuk tujuan penggunaannya. Air minum yang ideal

seharusnya jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa. Air minum pun

seharusnya tidak mengandung kuman patogen dan segala makhluk yang

membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang dapat

merubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan dapat merugikan secara

ekonomis.

Standar kualitas air adalah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan sifat-sifat

fisik, kimia, radioaktif maupun bakteriologis yang menunjukkan persyaratan kualitas

Page 474: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

40

air tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air menurut

kegunaannya digolongkan menjadi :

1. Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan

atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

2. Kelas II : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, Peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan

air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain

yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas IV : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut (Lail,2008).

2.4 Arang Sekam Padi

Sekam adalah bagian dari bulir padi-padian (serealia) berupa lembaran yang

kering, bersisik, dan tidak dapat dimakan, yang melindungi bagian dalam

(endospermium dan embrio). Sekam dapat dijumpai pada hampir semua anggota

rumput-rumputan (Poaceae).

Sekam padi dihasilkan dari proses penggilingan padi. Dari proses penggilingan

padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%, dedak 8- 12% dan beras giling 50-

63,5% data bobot awal gabah (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian).

Dalam pertanian, sekam dapat dipakai sebagai campuran pakan, alas kandang,

dicampur di tanah sebagai pupuk, dibakar, atau arangnya dijadikan media tanam

(Anonim, 2005). Tetapi hingga saat ini, pemanfaatan Arang Sekam Padi mulai

beragam. Selain sebagai bahan bakar, juga tengah dikembangkan sebagai bahan alami

penjernih air yang dapat menyerap bau serta warna dari air yang kotor sehingga

menghasilkan air jernih. Dalam pemanfaatannya yang tersebut biasanya arang sekam

Page 475: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

41

padi dimasukkan dalam sistem filterisasidalam pengolahan air bersih (Supriadi,

2005).

Dalam bidang industri dikenal bermacam-macam arang yang berhubungan

dengan pembuatan dan kegunaannya, tetapi yang banyak dimanfaatkan ada dua yaitu

arang aktif dan arang briket. Pembuatan arang briket terutama dimaksudkan untuk

keperluan bahan bakar, sedangkan pembuatan arang aktif bukan untuk keperluan

bahan bakar, akan tetapi keperluan bahan penyerap dalam berbagai industri pangan

dan non pangan. Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa

unsur kimia yang penting, sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Adapun komposisi komponen kimiawi dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1 Komposisi Kimiawi Sekam Padi

No. Komponen Persentase %

1 Kadar Air 9.02

2 Protein Kasar 3.03

3 Lemak 1.18

4 Serat Kasar 35.68

5 Abu 17.71

6 Karbohidrat Kasar 33.71

7 Karbon (Zat Arang) 1.33

8 Hidrogen 1.54

9

10

Oksigen 33.64

Silika 16.98

Sumber:Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,Departemen

Pertanian (2006)

Menurut Subroto(2007), arang adalah bahan padat yang berpori-pori dan

merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon (C).

Sebagian besar pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, dan senyawa

organik lain yang komponennya terdiri dari fixed carbon, abu, air, nitrogen dan

sulfur. arang dengan komponen penyusun utamanya berupa karbon dapat digunakan

Page 476: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

42

sebagai bahan bakar, filter atau penyerap dengan diolah menjadi karbon aktif,

pewarna dengan diolah menjadi karbon black dan berbagai kebutuhan industri kimia

lainnya. Penggunaan arang yang lain sebagai reduktor sebagaimana halnya coke pada

industri logam, karena mengandung karbon bebas yang tinggi (>70%). Kegunaan

lainnya dari arang diantaranya adalah sebagai bahan penjernih, arang kompos, dan

baterai Lithium.Berikut ini komposisi kimia arang sekam padi table 2:

Tabel 2 Komposisi Kimia Arang Sekam Padi

No. Komponen Persen (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

SiO2

Carbon

Al2O3

Fe2O3

CaO

MgO

SO4

Na2O

K2O

52

31

1,05

1,05

0,25

0,23

1,13

0,78

1

Sumber : Tanti (2009)

Sekam Bakar atau Arang Sekam adalah sekam/kulit padi yang dibakar dengan

teknik sedemikian rupa, sehingga menghasilkan sekam yang menjadi arang. Sekam

bakar yang baik adalah sekam yang sudah terbakar, tetapi tidak terlalu hancur. Sifat

sekam bakar yang porous dan mampu menyimpan air.

Arang Sekam atau Sekam Bakar adalah Sekam yang sudah melewati proses

pembakaran yang tak sempurna berwarna hitam. Proses sama dengan pembuatan

arang, yaitu menghentikan pembakaran sebelum sekam jadi abu dengan cara ditutup

atau disiram dengan air. Struktur bentuk tak jauh beda dengan sekam mentah/putih –

berwarna hitam, karena sudah ikut hangus terbakar(Supriadi, 2005).

Page 477: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

43

2.5 Karbon Aktif

Karbon aktif adalah karbon yang di proses sedemikian rupa sehingga

pori-porinya terbuka, dan dengan demikian akan mempunyai daya serap yang

tinggi. Karbon aktif merupakan karbon yang bebas serta memiliki permukaan

dalam (internal surfece), sehingga mempunyai serap yang baik. Keaktifan daya

menyerap dari karbon aktif ini tergantung dari jumlah senyawa kabonnya yang

berkisar antara 85 % sampai 95% karbon bebas.

Adapun keuntungan dari pemakaian karbon aktif ialah:

1. Pengoperasian mudah karena air mengalir dalam media karbon.

2. Proses berjalan cepat karena ukuran butiran karbonnya lebih besar.

3. Karbon tidak tercampur dengan lumpur sehingga dapat diregenerasi.

Secara umum dalam pembuatan karbon aktif terdapat dua tingkatan proses

yaitu (Supriadi, 2005):

1. Proses pengarangan (karbonisasi)

Proses ini merupakan proses pembentukan arang dari bahan baku. Secara

umum, karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku tanpa adanya

udara, sampai temperatur yang cukup tinggi untuk mengeringkan dan

menguapkan senyawa dalam karbon. Hasil yang diperoleh biasanya kurang aktif dan

hanya mempunyai luas permukaan beberapa meter persegi pergram.Selama

proses karbonisasi dengan adanya dekomposisi pirolitik bahan baku, sebagian

elemen-elemen bukan karbon, yaitu hydrogen dan oksigen dikeluarkan dalam

bentuk gas dan atom-atom yang terbebaskan dari karbon elementer membentuk

Kristal yang tidak teratur, yang disebut sebagai Kristal grafit elementer. Struktur

kristalnya tidak teratur dan celah-celah kristal ditempati oleh zat dekomposisi

tar. Senyawa ini menutupi pori-pori karbon, sehingga hasil proses karbonisasi

hanya mempunyai kemampuan adsorbsi yang kecil. Oleh karena itu karbon aktif

dapat juga dibuat dengan cara lain, yaitu dengan mengkarbonisasi bahan baku

yang telah dicampur dengan garam dehidrasi atau zat yang dapat mencegah

terbentuknya tar, misalnya ZnCl, MgCl, dan CaCl. Perbandingan garam dengan

bahan baku adalah penting untuk menaikkan sifat – sifat tertentu dari karbon.

Page 478: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

44

2. Proses aktivasi

Secara umum, aktivasi adalah pengubahan karbon dengan daya serap

rendah menjadi karbon yang mempunyai daya serap tinggi. Untuk menaikan

luas permukaan dan memperoleh karbon yang berpori, karbon diaktivasi, misalnya

dengan menggunakan uap panas, gas karbondioksida dengan temperatur 700-

1100°C, ataupenambahan bahan-bahan mineral sebagai activator. Selain itu aktivasi

juga berfungsi untuk mengusir tar yang melekat pada permukaan dan pori-pori

karbon. Aktivasi menaikan luas permukaan dalam (internal area), menghasilkan

volume yang besar, berasal dari kapiler-kapiler yang sangat kecil, dan mengubah

permukaan dalam dari stuktur pori.

Karbon aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat, penyerap gas, penyerap

logam, menghilangkan polutan mikro misalnya zat organic, detergen, bau, senyawa

phenol dan lain sebagainya. Pada saringan arang aktif ini terjadi proses adsorbsi,

yaitu proses penyerapan zat - zat yang akan dihilangkan oleh permukaan arang aktif,

termasuk CaCO3 yang menyebabkan kesadahan, serta ion-ion logam berat. Apabila

seluruh permukaan arang aktif sudah jenuh, atau sudah tidak mampu lagi menyerap

maka kualitas air yang disaring sudah tidak baik lagi, sehingga arang aktif harus diganti

dengan arang aktif yang baru. Banyak penelitian yangmempelajari tentang manfaat/kegunaan

dari kegunaan karbon aktif yang dapat menyerap senyawa organik maupun

anorganik, penyerap gas, penyerap logam, menghilangkan polutan mikro misalnya

detergen, bau, senyawa phenol dan lain sebagainya. Pada saringan arang aktif ini

terjadi proses adsorbsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan dihilangkan oleh

permukaan arang aktif. Apabila seluruh permukaan arang aktif sudah jenuh, atau

sudah tidak mampu lagi menyerap maka kualitas air yang di saring sudah tidak baik

lagi,sehingga arang aktif harus di ganti dengan arang aktif yang baru.

2.6 Pemanfaatan Campuran Arang Sekam Padi dan Karbon Aktif untuk

Menurunkan Kesadahan dan Besi (Fe) Air Sungai Jurong-Duri

Sungai Jurong merupakan anak sungai Rokan yang berhulu di Rokan Hulu

dengan melewati Kota Duri bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang

dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Lampiran 1,2 dan 3) (Wikipedia, 2015).

Page 479: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

45

Sungai Jurongmempunyai potensi sumberdaya alam yang cukup besar. Hal ini dilihat

dari peranannya yang cukup andil sebagai sumber utama dan pelengkap bagi

pemenuhan kebutuhan sehari-hari rumah tangga masyarakat setempat seperti makan,

minum, mandi, dan cuci.Kesadahan dan besi (Fe) merupakan parameter kimia air

sungai yang harus di kendalikan karena air sungai digunakan sebagai sumber

kehidupan.

Menurut Siregar, (2010) air sadah adalah air yang mengandung ion Kalsium

(Ca) dan Magnesium (Mg). Ion-ion ini terdapat dalam air dalam bentuk sulfat,

kionda, dan hidrogenkarbonat. Kesadahan air alam biasanya disebabkan garam

karbonat atau garam asamnya. Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk

membentuk busa apabila dicampur dengan sabun.Sedangkan, besi dalam air dalam

bentuk Ferro (Fe2+) atau Ferri (Fe3+), hal ini tergantung dari kondisi pH dan oksigen

terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion

ferro yang terlarut dapat teroksidasi menjadi ion ferri dan selanjutnya membentuk

endapan.Ferrihidrosida yang sukar larut, berupa hablur (presipitat) yang biasanya

berwarna kuning kecoklatan, oleh karena pada kondisi asam dan aerobic bentuk

ferrolah yang larut dalam air. Pada pH di atas 12 ferri hedroksida dapat terlarut

kembali membentuk Fe(OH)4.

Selanjutnya dikatakan Siregar(2010), karbon aktif dan arang sekam padi dapat

digunakan sebagai bahan pemucat, penyerap gas, penyerap logam, menghilangkan

polutan mikro misalnya zat organik, detergen, bau, senyawa phenol dan lain

sebagainya. Dalam reaksinya munurunkan kesadahan dan logam dengan

mekanismenya yaitu air baku yang banyak mengandung zat CaCO3 dan logam

dialirkan ke filter karbon aktif . Selama mengalir melalui media tersebut, zat CaCO3

dan logam yang terdapat dalam air baku akan diserap oleh karbon aktif. Pada

saringan karbon aktif ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat - zat

yang akan dihilangkan oleh permukaan karbon aktif, termasuk CaCO3 yang

menyebabkan kesadahan dan logam. Apabila seluruh permukaan karbon aktif sudah

jenuh, atau sudah tidak mampu lagi menyerap maka kualitas air yang disaring sudah

tidak baik lagi, sehingga karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif yang baru.

Banyak penelitian yang mempelajari tentang manfaat/kegunaan dari kegunaan karbon

Page 480: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

46

aktif dan arang sekam padi yang dapat menyerap senyawa organik maupun

anorganik, penyerap gas, penyerap logam, menghilangkan polutan mikro misalnya

detergen, bau, senyawa phenol dan lain sebagainya.

Pengolahan air sungai menggunakan sistem yang menggunakan campuran

arang sekam padi dan karbon aktif sebagai filter air sungai jurong merupakan hal

yang baru bagi masyarakat sekitar sungai Jurong. Karena jika tidak ditangani, akan

menimbulkan masalah kesehatan yang berdampak jangka panjang. Di desa Jurong

tidak ada sistem pengolahan air sungai seperti yang dikemukakan. Oleh karena itu,

masyarakat harus mengetahui bagaimana cara pengolahan air menggunakan arang

sekam padi dan karbon aktif untuk menurunkan parameter kesadahan dan besi (Fe).

Selanjutnya masyarakat di Desa sungai jurong berupaya dalam pemanfaatan

campuran arang sekam padi dan karbon aktif sebagai filtrasi air sungai agar

memperoleh air bersih.

Peran Pemerintah daerah kecamatan Mandau juga diaharapkan berupaya

menggalang keterlibatan peran swasta dan masyarakat terutama dalam pemanfaatan

sistem pengolahan air sungai menggunakan arang sekam padi dan karbon aktif untuk

menurunkan kesadahan dan besi (Fe) air di Sungai Jurong–Duri.

Page 481: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

III. DAMPAK PEMANFAATAN CAMPURAN ARANG SEKAM PADI DAN

KARBON AKTIF UNTUK MENURUNKAN KESADAHAN DAN BESI

(Fe) AIR DARI SUNGAI JURONG-DURI

3.1 Dampak Ekonomi

Pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif untuk menurunkan kesadahan,

dan besi air sungai Jurongbanyak dampak ekonomi yang dapat diperoleh oleh warga

sekitar sungai Jurong, diantaranya sebagai berikut:

Bila pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif dilakukan, maka:

1. Kesadahan menjadi tinggi dan mempengaruhi kemampuan air untuk

mengendapkan sabunmenjadi berkurang atau hilang sama sekali.

2. Masyarakat masih harus membeli air bersih untuk kebutuhan air minum.

Bila pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif dilakukan, maka:

1. Pembuatan arang sekam padi dapat menjadi usaha untuk warga sekitar.Sekam

padi merupakan sisa hasil dari gilingan padi yang tidak digunakan kembali.

Karena sekam padi merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar

pencemar, maka sekam padi dapat dimanfaatkan dengan optimal.

2. Merupakan pendapatan sampingan bagi petani/ penggilingan padi. Selain itu,

sekam padi yang akan diolah menjadi arang, dilakukan oleh masyarakat sekitar

dan ini merupakan nilai jual yang menghasilkan keuntungan bagi warga sekitar.

3. Menurunkan nilai kesadahan. Jika nilai kesadahan turun di sungai Jurong, maka

penggunaan sabun akan menjadi lebih hemat. Selanjutnya dampak ekonomi

lainnya yang diperoleh yaitu para pengumpul batok kelapa juga merasakan

dampak ekonomi dari pemanfaatan sistem ini.

4. Menghemat pengeluaran untuk membeli bahan baku air minum dan juga akan

merubah prilaku warga untuk menjaga kondisi air sesuai dengan yang diharapkan.

Page 482: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

48

3.2 Dampak Sosial Budaya

Sungai merupakan tempat sumber kehidupan masyarakat. Bila kondisi air dari

sungai Jurongbaik setelah dilakukan pengolahan pemanfaatan arang sekam padi dan

karbon aktif maka warga bisa memanfaatkan airnya sebagai berikut :

Bila pemanfaatan arang sekam padi tidak dilakukan, maka:

1. Kebiasaan masyarakat membeli air bersih untuk kebutuhan air minum dan

kebutuhan sehari-hari tidak akan berubah.

2. Masyarakat akan tetap membakar sekam padi karena berfikir sekam padi hanya

sampah yang tidak dapat digunakan kembali.

Bila pemanfaatan arang sekam padi dilakukan, maka:

1. Sebagai sumber untuk air minum. Selanjutnya kondisi sosial dan kebiasaan

masyarakat sekitar akan berubah seperti pemakaian air sebagai sumber air

minum.

2. Mengubah kebiasaan masyarakat yang biasanya membakar sekam padi.

3. Masyarakat tergerak dan akan berperan aktif untuk memelihara kondisi sungai

jurong agar tetap bersih.

3.3 Dampak Lingkungan dan Kesehatan

Bila tidak dilakukan penggunaan arang sekam dan karbon aktif antara lain

sebagai barikut:

1. Pembakaran arang sekam padi dan karbon aktif mengakibatkan polusi udara

2. Terjadinya penumpukan limbah arang sekam padi dan karbon padi setelah

digunakan.

3. Mengeluarkan biaya untuk pengolahan dan perlu ada perawatan berkala supaya

tempat pengolahan air sungai terpelihara dengan baik.

4. jika tidak dimanfaatkan akan menjadi limbah hasil produksi penggilingan padi

sehingga akan mengganggu sanitasi dan menjadi sumber vector tikus dan

nyamuk.

Page 483: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

49

Bila dilakukan pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif yaitu :

1. Memanfaatkan sekam padi untuk pengolahan sehingga mengurangi jumlah

timbulan sampah sekam di tempat penggilingan padi.

2. Dapat menurunkan parameter sumber pencemar seperti kesadahan dan besi.

3. Menjaga ekosistem dan biota perairan di sekitar sungai

4. Turun parameter air setelah dilakukan pengolahan mengurangi penyakit yang

akan ditimbulkan oleh kesadahan dan besi jika dijadikan sumber air minum

5. Manjaga sanitasi air sungai Jurong agar tetap selalu bersih dari bahan pencemar.

6. Masyarakat yang memanfaatkan air Sungai Jurong yang bersih dari bahan

pencemar (kesadahan dan besi (Fe) rendah) akan terhindar dari penyakit yang

timbul dari pengaruh kesadahan dan besi (Fe) air sungai jurong.

Page 484: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

IV. UPAYA PENYEMPURNAANPEMANFAATAN CAMPURAN ARANG SEKAM

PADI DAN KARBON AKTIF UNTUK MENURUNKAN KESADAHAN, DAN

BESI (Fe) AIR DARISUNGAI JURONG- DURI

Upaya untuk penyempurnaan pemanfaatan campuran arang sekam padi dan karbon aktif,

upaya yang dilakukan antara lain sebagai berikut:

4.1 Pengolahan Menggunakan Campuran Arang Sekam Padi dan Karbon Aktif

Di Sungai Jurong belum terdapat pengolahan air yang dapat menurunkan kesadahan dan

kadar besi. Jika kesadahan dan kandungan besi tidak diturunkan, maka akan menimbulkan

penyakit bagi masyarakat. Sehingga perlu penanganan yang efisien untuk hal ini.

Sekam padi yang merupakan limbah pertanian dan karbon aktif mengandung bahan-

bahan kimia yang dapat menurunkan tingkat kesadahan pada Sungai Jurong. Tetapi, karena

pengolahan air untuk menurunkan kesadahan dan besi menggunakan sekam padi dan karbon

aktif merupakan hal yang baru. Masyarakat belum mengenal bagaimana cara pengolahan.

Oleh karena itu, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat sekitar sungai Jurong untuk sistem

pengolahan air sungai menggunakan arang sekam padi dan karbon aktif untuk menurunkan

kesadahan dan besi (Fe) air di Sungai Jurong –Duri

4.2 Kurangnya Upaya yang Dilakukan agar Penyempurnaan Pemanfaatan Arang

Sekam Padi dan Karbon Aktif Dapat Digunakan Oleh Masyarakat

Untuk penyempurnaan pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif, masyarakat

disekitar Sungai Jurong melakukan upaya untuk pemanfaatan arang sekam padi dan karbon

aktif. Selanjutnya, melakukan penyempurnaan dengan menciptakan secara inovatif agar

campuran arang sekam padi dan karbon aktif bisa digunakan dan mudah dalam

pengoperasiannya oleh masyarakat.

Page 485: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4.3 Kurangnya Peran Pemerintah Daerah Dalam Sistem Pengolahan Air Sungai

Menggunakan Arang Sekam Padi dan Karbon Aktif Untuk Menurunkan

Kesadahan dan Besi (Fe) Air di Sungai Jurong, Duri Peran Pemerintah

Pengolaan air sungai memerlukan sistem kelembagaan yang kuat dan multi sektoral

yang bertanggung jawab. Selain pemerintah daerah dan dinas terkait, pemerintahan tingkat

kecamatan harus berperan aktif dalam meningkatkan upaya pengembangan sistem ini.

Pemerintah juga berupaya menggalang keterlibatan peran swasta dan masyarakat terutama

dalam hal upaya penyempurnaan sistem pengolahan air sungai menggunakan arang sekam

padi dan karbon aktif untuk menurunkan kesadahan dan besi (Fe) air di Sungai Jurong–Duri.

Diharapkan pengembangan sistem ini, dapat digunakan oleh masyarakat untuk menurunkan

kesadahan dan besi (Fe) Sungai Jurong agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat disekitar

Sungai Jurong-Duri.

Page 486: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. Skripsi,

Universitas Sumatera Utara. Medan (Tidak diterbitkan)

Anonimus. 2007. Kesadahan Air

http://id.wikipedia.org.(diakses pada tanggal 02 Juni 2016).

2010a. Adsorpsi Karbon Aktif

http://smk3ae.wordpress.com/2010/08/28/adsorpsi-karbon-aktif/. (Diakses 14

Mei 2016)

2010b. Adsorpsi.

http://www.scribd.com/doc/47299413/ADSORPSI-2. (diaksesPadatanggal 02

Juni 2016)

2013.Sekam Padi. http://subhanesa.wordpress.com/2013/04/03/abu-sekam-padi-

indonesia/ (Diaksespadatanggal 14 Mei 2016)

Bahtiar, A. R., 2007, Penurunan Kesadahan Air Menggunakan Serbuk Sekam Padi

Perlakuan dengan NaOH. Skripsi, Politeknik Kesehatan Makasar, Makasar.

(Tidak diterbitkan)

Bintoro. 2008. Penentuan Kesadahan Sementara dan Kesadahan Permanen.

http://aabin.blogsome.com. (Diakses pada tanggal 3 Juni 2016)

Cahyana, H. Gede. 2009. Karbon Aktif.

http://gedehace.blogspot.com/2009/03/adsorpsi-karbon-aktif.html.(Diakses

padatanggal 02 Juni 2016)

Hartono, 2009 Geografi: Jelajah Bumi dan Alam Semesta. Citra Praya.Bandung

Kristyanto. 2011. Kesadahan.

http://studilingkungan. blogspot. com/2011_03_01_archive. html (Diakses pada

tanggal 09 September 2016)

Lail, N. 2008. Penggunaan Tanaman Eceng Gondok sebagai Pre Treatment

Pengolahan Air Minum. Skripsi, Universitas Islam Indonesia, Solo (Tidak

diterbitkan)

Page 487: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

53

Supriadi, A. 2010. AdsorpsiKarbonaktif.

http://smk3ae.wordpress.com/2010/08/28/adsorpsi-karbon-aktif/. (Diakses 14

Mei 2016)

Tanti. 2009. Protein. Terhubung berkala.

http://id.shvoong.com/exactsciences/biology/1902571-Protein.(Diakses 4 Juli

2016)

Wikipedia, 2016. Profil Sungai Rokan. http://id.m.wikipedia.org (Diakses 18 Agustus

2016)

Page 488: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

54

Lampiran 1 Peta Propinsi Riau

Page 489: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

55

Lampiran 2 Peta Kabupaten Bengkalis

Page 490: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

56

Lampiran 3 Peta Sungai Jurong

Page 491: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PERBAIKAN LINGKUNGAN TEMPAT TUMBUHTANAMAN DALAM RANGKA MENAIKKAN

PRODUKSI KAYU MELALUI PEMUPUKAN TANAHULTISOL DI HTI PT. RAPP KAB. KUANSING

OlehWahyudi

1510248204

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU

2016

Page 492: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini ini salah satu program pembangunan bidang kehutanan yang

sedang digalakkan adalah pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Program ini

direncanakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan kayu, baik untuk

konsumsi langsung di dalam negeri maupun sebagai pemenuhan bahan baku industri

saat ini dan masa yang akan datang melalui tindakan peningkatan produktivitas

lahan-lahan kritis, padang alang-alang dan semak belukar. Atas dasar program ini

dan didorong pula oleh pembangunan hutan tanaman yang lestari dan

berkesinambungan serta ramah lingkunan.

Menurut PP Nomor 7 tahun 1990 Pasal 2 mengenai Hak Pengusahaan Hutan

Tanaman Industri, HTI merupakan hutan tanaman yang dibangun dalam rangka

meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur

intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Tujuan

pengusahaan HTI adalah menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri

guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktivitas lahan dan

kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha .

Adanya pembangunan HTI maka diharapkan dapat menyelamatkan hutan alam dari

kerusakan karena HTI merupakan potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

dimanfaatkan secara maksimal dan lestari bagi pembangunan nasional secara

berkelanjutan untuk kesejahteraan penduduk

Instruksi Presiden R.I Nomor 1 tahun 2010 tanggal 19 Februari 2010 tentang

Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010, antara lain

Page 493: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

192

menetapkan pengembangan hutan tanaman industri adalah salah satu prioritas

pembangunan nasional yang perlu percepatan pelaksanaan. Pengelolaan HTI sering

menemui kendala pada saat perusahaan berhadapan dengan kondisi tanah yang

memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Kendala ini dihadapi oleh PT. Riau

Andalan Pulp and Paper (PT.RAPP), dimana kondisi tanah Ultisol yang menjadi

tempat tumbuh bagi tanaman pokok menghasilkan produksi kayu yang kurang

memuaskan. Tanaman Eucalyptus sp yang dibudidayakan di PT. RAPP memiliki

pertambahan volume kayu tahunan jauh di bawah target 30 ton/ha/tahun. Untuk

memperbaiki kondisi lingkungan terutama tanah yang kurang baik bagi pertumbuhan

tanaman pokok, PT. RAPP sudah melakukan pemupukan saat penanaman dengan

menggunakan pupuk TSP,MOP dan ZA, kemudian pada saat tanaman berumur

sekitar 4 bulan dilakukan pemupukan ulang untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman. Disamping melakukan pemupukan yang teratur, telah dilakukan penerapan

teknik silvikultur intensif seperti pemilihan bibit ungul, pengolahan tanah secara

mekanik, pengendalian hama dan penyakit, mengatur jarak tanam termasuk

pencegahan terhadap kebakaran.

Walaupun sudah dilakukan pemupukan yang berulang, namun masih

ditemukan tanaman pokok Eucalyptus spp. memiliki pertumbuhan yang kurang baik,

antara lain tanaman yang memiliki tinggi, diameter yang tidak seragam pada saat

umur 2,5 Tahun dan 5 Tahun.

Adanya tanaman pokok yang tidak seragam pada umur 2,5 tahun dan 5 tahun

menjadi motivasi bagi saya untuk menganalisis lebih jauh adanya kemungkinan

unsur hara yang tidak cukup bagi tanaman pokok seiring bertambahnya volume

Page 494: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

193

pohon, sedangkan unsur hara yang disediakan oleh proses dekomposisi seresah

belum bisa mencukupi kebutuhan unsur hara yang meningkat.

1.2. Rumusan Masalah

Tanah Ultisol merupakan tanah dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah

yang menjadi lingkungan tempat tumbuh bagi tanaman Eucalyptus spp yang

dibudidayakan oleh PT. RAPP dalam memproduksi serat kayu untuk keperluan

bubur kertas. Untuk menaikan tingkat kesuburan tanah Ultisol tersebut perusahaan

sudah melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk TSP, MOP dan ZA pada

saat penanaman dengan dosis TSP 100 gr/pokok tanaman, MOP 40 gr/pokok

tanaman dan ZA 50 gr/pokok tanaman. Pada saat tanaman berumur 4 bulan

dilakukan kembali pemupukan dengan menggunakan pupuk MOP dan ZA dengan

dosis MOP 50 gr/pokok tanaman dan ZA 10 gr/pokok tanaman.

Walaupun sudah dilakukan pemupukan dua kali yaitu pada saat penanaman

dan pada saat tanaman berumur 4 bulan namun masih ditemukan masalah pada

pertumbuhan tanaman Eucalyptus spp. dimana masih ditemukan tanaman tidak

seragam pertumbuhannya pada saat berumur 2.5 tahun dan 5 tahun, demikian juga

MAI (Mean Annual Increment) atau penambahan riap tahunan yang masih rendah

jauh dibawah 30 ton/ha/tahun yang ditargetkan oleh perusahaan.

Adapun permasalahan lingkungan tempat tumbuh yang menjadi kendala bagi

pertumbuhan tanaman Eucalyptus spp. yang belum diselesaikan oleh PT. RAPP

terkait sifat fisika dan kimia tanah Ultisol adalah :

1. Kegiatan pemanenan dengan alat berat yang tidak konsisten dilakukan

operator mengikuti Microplan yang sudah dibuat oleh Divisi Perencanaan.

Page 495: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

194

2. Masih ditemukan alat berat yang memotong alur atau drainase yang

menyebabkan terjadinya waterlog.

3. Belum ada dilakukan kegiatan pengapuran pada tanah Ultisol sebelum

dilakukan kegiatan penanaman.

4. Belum ada usaha melakukan pemupukan pada saat tanaman berumur 2.5

tahun atau petengahan daur.

Page 496: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

II. PERBAIKAN KESUBURAN TANAH DAN PENGELOLAAN HTI DIPT.RAPP KABUPATEN KUANSING

2.1. Ekosistem HutanTanaman Industri

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 6 Tahun 2007 tentang Tata

Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Pasal

1 Ayat 4 sampai 8 menyebutkan bahwa Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk

memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil

hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara

optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga

kelestariannya. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang

tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi

secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan jasa

lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan

tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan hasil

hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan

berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi

pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan

dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan

dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

Kemudian dalam Undang Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa ekosistem

adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan utuh

menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas

dan produktivitas. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,

Page 497: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

196

daya, keadaan, dan makluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan, perikehidupan, dan kesejahteraan

manusia serta makluk hidup lain. Menurut Kasry (2016), untuk keperluan deskriptif ,

komponen-komponen yang merupakan bagian dari ekosistem adalah komponen

abiotik, komponen biotik.

Menurut Supangat et al. (2013), pembangunan hutan tanaman di Indonesia

merupakan kegiatan utama yang mendukung program rehabilitasi kawasan hutan dan

lahan kritis. Selain untuk merestorasi fungsi kawasan hutan, pembangunan hutan

tanaman juga diharapkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri kayu

yang tidak dapat dipenuhi dari hutan alam. Khusus untuk fungsi yang kedua, di

Indonesia dikenal adanya Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan berbagai jenis

komoditas seperti kayu penghasil pulp maupun kayu pertukangan. Selain pada

kawasan hutan yang terdegradasi, alokasi lahan untuk pembangunan HTI

diarahkan pada lahan-lahan yang tidak produktif (kritis) dengan produktivitas

rendah. Jenis tanaman yang dikembangkan pada HTI khususnya HTI pulp

kebanyakan merupakan fast growing species (FGS), yang berdaur pendek sekitar 4

sampai 6 tahun.

Menurut Santoso (2006), kebutuhan bahan baku kertas terus meningkat dari

tahun ke tahun seiring dengan kemajuan zaman. Pada saat ini, sebagian besar bahan

baku kertas diperoleh dari bubur kayu, tetapi di masa mendatang akan mengalami

kesulitan karena tanaman yang menjadi sumber bahan baku tersebut juga digunakan

untuk bangunan dan industri mebel.

Page 498: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

197

2.2. Tanah Ultisol

Poerwowidodo (1992) mengatakan bahwa tanah di dunia ini dikelompokan

ke dalam dua kelompok ordo, yaitu : 1). Kelompok ordo tanah pelican, terdiri dari :

Alfisol, Aridisol, Entisol, Inseptisol, Moliso, Oksisol, Spodosol, Ultisol, dan Vertisol.

2). Kelompok ordo tanah organik, terdiri dari Histosol. Pembagian kelompok ordo

tanah ini hanya didasarkan pada perbedaan jenis tanah induk. Ordo-ordo tanah

pelican mempunyai bahan induk yang bersal dari batuan, sedangkan ordo tanah

organik mempunyai bahan induk bahan induk yang bersal dari sisa-sisa organik.

Tanah di dunia ini oleh USDA (1975 dalam Wahyudi, 2001) dikatakan

bahwa yang termasuk Order Ultisol adalah tanah yang disebut tanah Red-Yelow

Podzolic dan Reddish Brown Lateritic bersama dengan Kubrozem disebut tanah

Humic Glay, Low Humic Glay dan Ground water Laterite.

Ultisol mencakup 1.14 juta km2 di tenggara China dan merupakan jenis tanah

yang dominan di Amerika Selatan dan Asia Tenggara. Penggunaan lahan yang tidak

tepat, topografi yang bergelombang yang bisa menyebabkan erosi tanah yang parah

di daerah Ultisol yang menjadi salah satu masalah lingkungan yang paling

menantang di China.( Wang, et al. 2015).

Terkait erosi tanah Ultisol, Sharma et al. (1987) berpendapat bahwa sulit

untuk menekankan pentingnya infiltrasi di daerah tangkapan air karena proses ini

menentukan limpasan permukaan air yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman atau

drainase. Pengetahuan kuantitatif diperlukan agar tahu sifat infiltasi tanah untuk

memprediksi perilaku tangkapan hidrologi.

Page 499: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

198

Menurut Rachman, Latifa dan Nurida (2015), tanah Podzolik memiliki

karakteristik tertentu dan potensi tingkat kesuburan yang cukup rendah sehingga

memerlukan manajemen khusus agar dapat berproduksi secara optimal. Untuk dapat

mengoptimalkan lahan suboptimal, dapat dilakukan pendekatan melalui perbaikan

dari segi sifat fisik, kimia maupun biologi tanahnya. Dengan sifat dan karakteristik

yang dimilikinya, sistem pengolahan tanah pada tanah Podzolik dapat

memberikan efek yang sangat besar, baik terhadap produksi tanaman maupun

beberapa sifat fisik tanah utama. Dalam sistem pengolahan tanah dikenal ada tiga

cara, yaitu: 1) pengolahan tanah intensif (konvensional), 2) pengolahan tanah

minimum, dan 3) tanpa pengolahan tanah. Dua sistem pengolahan tanah terakhir

tergolong sistem pengolahan tanah konservasi. Teknik pengolahan tanah yang baik

akan berdampak pada perbaikan sifat-sifat tanah dan peningkatan hasil produksi.

Supangat et al. (2013) mengatakan bahwa lahan yang digunakan untuk

pembangunan HTI banyak dilakukan di lahan kritis yang tanahnya salah satunya

masuk dalam kategori tanah Ultisol. Tanah Ultisol memiliki sifat fisik, kimia maupun

biologi yang kurang bagus untuk pertumbuhan tanaman Eucalyptus petlita.

Da Silva et al. (2016) mengatakan bahwa dengan memberikan tambahan

pupuk pada tanaman Eucalyptus spp. dengan komposisi NPK 2.5 ton/ha, Single

superphosphat 800 kg/ha, kapur 4 ton/ha dan unsur mikro FTE 300 kg/ha pada saat

tahun ke 2 pada tanah Ultisol akan menaikan pertumbuhan volume kayu rata-rata 62

m³/ha/tahun saat umur 7 tahun, dibandingkan tanaman yang tidak dilakukan

pemupukan pada tahun ke-2 rata-rata pertumbuhannya hanya 49 m³/ha/tahun.

Page 500: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

199

Umur 1 Tahun Umur 2.5 Tahun Umur 5 Tahun

Gambar 1. Ketidak Seragaman Pertumbuhan Tanaman Eucalyptus spp. Umur1 tahun, 2.5 Tahun dan 5 Tahun

2.3. Kesuburan Tanah

Menurut Poerwowidodo (1992), kesuburan tanah merupakan kemampuan

tanah sebagai medium untuk menunjang pertumbuhan tanaman yang digunakan

dalam berbagai batasan. Dua batasan yang sering digunakan secara rancu adalah

produktivitas tanah dan kesuburan tanah. Produktivitas tanah diberi batasan sebagai

kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan suatu tanaman (sekuen tanaman) yang

diusahakan dengan sistem pengelolaan tertentu. Produktvitas tanah merupakan

perwujudan dari seluruh faktor (tanah dan bukan tanah) yang mempengaruhi hasil

tanaman. Kesuburan tanah diberi batasan sebagai mutu kemampuan suatu tanah

untuk menyediakan anasir unsur hara, pada takaran dan keseimbangan tertentu secara

sinambung, untuk menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan

dengan faktor pertumbuhan lainnya dalam keadaan menguntungkan.

Menurut Sutedjo (2008) hasil analisis para pakar sehubungan dengan

kesuburan tanah per tanaman, telah menyatakan bahwa apa yang tersedia atau

diberikan di dalam tanah (yaitu bahan bahan mineral) tidaklah langsung dapat

Page 501: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

200

terhisap akar-akar tanaman, melainkan banyak dari bahan-bahan mineral tersebut

akan diikat secara kimiawi, adsorbtif ataupun biologis, setelah itu baru bahan-bahan

tadi secara berangsur angsur terlepas dari ikatannya dalam bentuk yang dapat dihisap

oleh akar dan organ lainnya dari tanaman.

Tanaman memerlukan sejumlah anasir hara dalam takaran cukup, seimbang

dan sinambung untuk terus tumbuh dan berkembang, menyelesaikan daur hidupnya.

Anasir hara tanaman ini diambil dari atmosfer dan sistem tanah. Paling sedikit ada 16

macam anasir hara yang diperlukan secara teratur untuk pertumbuhan vascular

tanaman. Anasir hara yang dibutuhkan dalam takaran banyak disebut anasir hara

makro, sedangkan yang dibutuhkan dalam takaran sedikit anasir hara mikro

(Poerwowidodo, 1992).

Menurut Supangat et al. (2013) bahwa kesuburan tanah adalah mutu tanah

untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat kimia, fisika

dan biologi bagian tubuh tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman.

Menurut Peng et a.l (2014), struktur tanah adalah sifat dasar dari tanah menentukan

kemampuan untuk mengangkut dan menyimpan air, udara dan nutisi dan untuk

menyediakan habitat bagi mikroba dan fauna. Struktur tanah agregat dapat menyerap

lebih banyak Carbon, meningkatkan produktivitas agronomi dan meningkatkan

ketahanan terhadap erosi tanah.

Menurut Nugroho (2009), lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebagian

besar berada pada tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang cukup rendah seperti

tanah podzolik dimana ciri-ciri umum tanah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut

: jenis tanah ini sering disebut dengan tanah kuarsa, tersusun atas horison organik

Page 502: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

201

dan mineral organik tipis, sedangkan ke bawahnya merupakan horison tanah yang

banyak mengandung lempung (clay), berwarna merah hingga kekuningan beralih ke

bahan induk silika. Tanah ini terbentuk dari batuan beku dan tufa, pada umumnya

bertekstur halus, berstruktur gumpal, agregat tanahnya kurang stabil dan

permeabilitas tanahnya rendah. Kandungan unsur hara umumnya juga rendah,

sehingga dapat dikatakan kesuburan tanah jenis ini juga rendah, baik, secara fisik

maupun kimianya.

Supangat et al. (2013) mengatakan bahwa evaluasi status kesuburan tanah

dilakukan melalui tiga tahapan kegiatan lapangan. Ketiga kegiatan tersebut adalah

kegiatan pembuatan profil tanah untuk melihat lapisan tanah (horison tanah),

pengambilan sampel fisik, kimia dan biologi tanah untuk analisis karakteristik

kesuburan fisika, kimia dan biologi, serta analisis laboratorium terhadap sampel

tanah. Profil tanah dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m x 1,5 m (dalam). Profil tanah

dibuat sebanyak satu ulangan pada setiap umur tanaman, serta dilakukan

kroscek dengan bor tanah sebanyak tiga kali ulangan. Sampel fisik tanah (ring

sampel) diambil sebanyak dua kali ulangan (titik) pada setiap umur tanaman.

Masing-masing titik diambil dua kedalaman, yaitu 0 – 15 cm dan 15 – 30 cm.

Sampel kimia dan biologi tanah diambil secara komposit, sebanyak tiga kali

ulangan (titik) pada setiap umur tanaman.

Menurut Nugroho (2009) dan Zahrawani (2015) parameter tanah yang

sering di gunakan dalam penelitian tanah dan metode yang digunakan dalam analisa

tanah bisa dilihat dalam Tabel 1.

Page 503: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

202

Tabel 1. Parameter dan Metode Analisis Sampel Tanah

Parameter Metode Analisis Satuan

- Bulk density Gravimetri g/cm3

- Partikel density Gravimetri g/cm3

- Porositas Volumetri %

- Kadar Air Gravimetri %

- pH pH Meter -

- C-Organik Pengabuan Kering %

- P2O2 (P-Potensial) Extraksi HCl 25 % mg/100 g

- K2O (K Potensial) Extraksi HCl 25 % mg/100 g

- Jumlah Mikroba Total Plate Count Cfu/g tanah

2.4. Pengelolaan HTI PT. RAPP di Kabupaten Kuansing

Dalam Buku Revisi Rencana Kerja Umum (RKU) tahun 2010 sampai tahun

2019 bahwa Izin HTI PT. RAPP berdasarkan pada Kepmenthut No 180 Tanggal 21

Maret 2013 yang merupakan perubahan IV dari Kepmenthut No 130 tanggal 27

Februari 1993 PT. RAPP mendapat izin seluas 338.536 Ha di Riau termasuk yang

berlokasi di Kabupaten Kuansing. Di Kab.Kuansing tepatnya di Kecamatan Baserah

terdapat 24.855 ha areal konsensi yang dikelola oleh PT. RAPP.

Berikut Kondisi Areal PT. RAPP di Kabupaten Kuansing yang yang terdapat dalam

Buku Revisi RKU tanggal 27 Februari 2016 PT. RAPP.

- Secara Geografi PT. RAPP di Kuansing berlokasi di 1010 30' 00” – 1010 54’ 00”

BT dan 00 07’ 00” – 00 54’ 00” LS.

Page 504: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

203

- Topografi masuk kedalam kategori landai

- Ketinggian tempat berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia sakala 1 : 250.000

berkisar 5 sampai dengan 160 m dpl.

- Tipe Iklim A (Schmidt & Ferguson 1955), Curah hujan rata-rata 2315

mm/tahun

- Data sosial Ekonomi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Kependudukan dan Luas Wilayah Kab. Kuansing

Uraian Satuan Jumlah

Jumlah Penduduk

1. Total penduduk Orang 292.116

2. Anak-anak ≤ 14 Tahun Orang 92.253

3. Angkatan kerja ≥ 15 Tahun Orang 173.747

4. Angkatan Tidak Produktif ≥ 55 tahun Orang 26.116

Luas Wilayah Ha 520.216

Kepadatan Penduduk Jiwa/Ha 0.56

Sumber : Buku Revisi RKU PT. RAPP tanggal 27 Februari 2016.

Tanaman pokok yang dibudidayakan di perusahaan PT.RAPP di Kuansing

adalah tanaman Eucalytus spp. yang termasuk tanaman cepat tumbuh dengan jarak

tanam yang bervariasi 3 m x 3 m, 3 m x 2.5 m dan 3 m x 2 m dengan daur tanaman 5

tahun.

Untuk meningkatkan kesuburan tanah Ultisol di PT. RAPP dilakukan

pemupukan pada dengan dosis TSP 100 gr /pokok, ZA 50 gr/pokok dan MOP 40

gr/pokok. Pemupukan dilakukan bersamaan dengan kegiatan penanaman.

Page 505: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

204

2.5. Perbaikan Lingkungan Pertumbuhan Produksi Kayu MelaluiPemupukan Tanah Ultisol di HTI PT. RAPP di Kabupaten Kuansing

Tanaman Eucalyptus spp. membutuhkan kondisi lingkungan yang cocok bagi

pertumbuhannya, kondisi lingkungan yang kurang bagus seperti tanah yang padat,

Waterlog, keasaman tanah yang tinggi, unsur hara yang kurang akan menyebabkan

pertumbuhan yang kurang bagus yang pada gilirannya akan menyebabkan tanaman

memiliki diameter dan tinggi yang tidak seragam. Tanaman yang pertumbuhannya

tidak seragam akan menghasilkan penambahan volume kayu per tahun menjadi lebih

kecil dari target perusahaan yaitu 30 ton/ha/tahun.

Sudah ada usaha perbaikan tingkat kesuburan tanah Ultisol oleh perusahaan

tapi belum optimal dengan cara melakukan kegiatan operasional sesuai dengan SOP

yang sudah ada mulai dari pemanenan, penanaman sampai pada pemeliharaan

tanaman. Hal-hal yang sudah dilakukan oleh PT. RAPP dalam operasional sehari-hari

dalam rangka meningkatkan kesuburan tanah Ultisol sebagai berikut :

1. Membuat Mikroplan sebelum kegitan pemanenan dilakukan.

Hal ini bertujuan agar pada saat pemanenan alat berat yang digunakan untuk

menarik kayu dari dalam areal ke jalan harus mengikuti jalur yang sudah ditentukan.

Dengan sistem ini tanah tidak banyak mengalami pemadatan yang akan berpengaruh

ke penurunan sifat fisik tanah. Walaupun sudah dibuat Microplan yang baik namun

operator alat berat kurang peduli untuk mengikuti aturan yang sudah dibuat dengan

alasan tidak paham membaca tanda-tanda yang dibuat di lapangan dan kurang paham

dalam membaca peta Microplan yang sudah dibuat dari kantor. Kepedulian seorang

operator Excavator sangat diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mengalami

pemadatan yang parah.

Page 506: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

205

2. Mengurangi terjadinya Waterlog

Salah satu usaha yang sudah dilakukan agar tidak terjadi waterlog dengan

melakukan kegitan microplan salah satu tujuanya agar alat berat saat melakukan

pemanenan tidak memotong alur/drainase. Namun dalam prakteknya masih ada

operator alat berat yang melanggar aturan yang sudah ada dengan alasan lebih cepat

dalam menarik kayu dan tidak perlu berputar.

3. Mengurangi keasaman tanah dengan menggunakan Pupuk TSP dan MOP

Sudah ada usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi

keasaman tanah Ultisol di PT. RAPP dengan pemupukan dengan pupuk MOP,ZA

dan TSP. Pemupukan dengan menggunakan dosis TSP 100 gr /pokok, ZA 50

gr/pokok dan MOP 40 gr/pokok, pemupukan dilakukan bersamaan dengan kegiatan

penanaman. Pemupukan tambahan dengan pupuk TSP dan ZA dilakukan pada saat

tanaman berumur 4 bulan dengan dosis MOP 50 gr/pokok dan ZA 100 gr/pokok agar

tanaman mendapatkan unsur hara yang cukup bagi pertumbuhannya. Meskipun sudah

dilakukan pemupukan pada saat tanam dan umur 4 bulan keasaman tanah belum juga

sepenuhnya teratasi dengan pupuk TSP dan MOP.

4. Pemupukan saat tanam dan umur 4 bulan

Pemupukan saat tanam dan saat tanaman berumur 4 bulan sudah dilakukan,

tapi masih belum menyelesaikan masalah pertumbuhan tanaman Eucalytusp spp.

karena masih ditemukan tanaman yang tidak seragam pada umur 2.5 tahun dan pada

saat umur 5 tahun yang pada giliran MAI yang diharapkan 30 ton/ha/tahun belum

bisa dicapai. Tanaman butuh unsur hara yang cukup sampai tanaman berumur 5

Page 507: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

206

tahun atau sampai tanaman tersebut dipanen, namun pemupukan belum dilakukan

pada saat tanaman berumur 2,5 tahun atau pertengahan daur.

Page 508: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

207

III. DAMPAK PERBAIKAN KESUBURAN TANAH ULTISOL HTI PT.RAPP DI KABUPATEN KUANSING

3.1. Dampak Ekonomi

Apabila kondisi tanah Ultisol tidak diperbaiki tingkat kesuburannya akan

berdampak kurang baik pada pertumbuhan tanaman Eucalyptus spp. Di HTI PT.

RAPP, dampak negatifnya bagi perusahaan dan karyawan PT.RAPP adalah :

1. Tanaman tumbuhnya tidak seragam sehingga kayu yang dipanen jauh dari

target produksi.

2. MAI akan jauh dari target perusahaan pada akhirnya berpengaruh juga pada

finansial perusahaan.

3. Adanya tambahan biaya bagi perusahaan bila mau meningkatkan kesuburan

tanah Ultisol menjadi lebih baik.

4. Bagi karyawan akan berpengaruh pada kurangnya bonus produksi yang didapat

Dampak negatifnya bagi Masyarakat dan Pemerintah Daerah (PEMDA)

1. Tanah Ultisol memiliki kandungan liat yang tinggi sehingga pada saat hujan

aliran air hujan yang melewati permukaan tanah cukup kuat yang bisa memicu

luapan air sungai sehingga tangkapan ikan masyarakat bisa berkurang.

2. Jika tanah Ultisol tidak diperbaiki akan mengakibatkan produksi kayu menjadi

berkurang sehingga pendapatan perusahaan juga akan berkurang. Hal ini juga

akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan PEMDA yang berupa pajak air

dalam tanah dan uang retribusi kayu.

Page 509: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

208

Dampak positif bagi Perusahaan dan karyawan jika tingkat kesuburan tanah

Ultisol bisa diperbaiki adalah:

1. Produksi kayu yang digunakan untuk pulp dan kertas meningkat.

2. Produksi pulp dan kertas yang meningkat menyebabkan penjualan meningkat

sehingga finansial perusahaan menjadi baik.

3. Meningkatnya produksi kayu juga akan meningkatkan bonus produksi yang

diterima karyawan.

Dampak positifnya bagi Masyarakat dan PEMDA bila kondisi tanah Ultisol bisa

diperbaiki adalah

1. Menyerap banyak tenaga kerja

Apabila kondisi tanah Ultisol bisa diperbaiki maka pertumbuhan tanaman

bisa mencapai 30 ton/ha/tahun yang dikenal dengan MAI (Mean annual Increment),

dengan demikian perusahaan akan mendapatkan keuntungan. Kondisi perusahaan

yang sehat akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang banyak pula bagi

masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan. Penyerapan tenaga kerja produktif

yang ada di sekitar kawasan hutan tentu akan meningkatkan taraf ekonomi keluarga

mereka. Semakin banyak tenaga kerja yang bisa diserap oleh perusahaan akan sangat

berpengaruh pada peningkatan ekonomi masyarakat yang ada di sekitar areal

operasional perusahaan.

Page 510: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

209

2. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan pajak untuk

negara

Produksi kayu yang meningkat akan mendatangkan keuntungan bagi

perusahaan dan juga mendatangkan tambahan pendapatan bagi daerah setempat

dalam bentuk uang retribusi kayu, retribusi dari pakir kendaraan, pajak bumi dan

bangunan, pajak air bawah tanah dan untuk negara berupa Provisi Sumber Daya

Hutan (PSDH) yang merupakan pajak kayu yang diangkut ke pabrik tiap m3.

3. Peluang usaha baru bagi masyarakat di sekitar hutan

Pertumbuhan perusahaan yang baik akan memicu terjadinya Multiplayer

Effect dimana akan ada usaha-usaha baru di sekitar kawasan hutan yang berupa

berbagai macam toko yang menjual keperluan karyawan maupun perusahaan.

Bengkel-bengkel berkembang serta penjualan sparepart untuk kendaraan juga

meningkat seiring dengan berkembangnya perusahaan.

3.2. Dampak Sosial dan Budaya

Dampak sosial yang timbul bila tanah Ultisol tidak diperbaiki adalah :

Dampak negatifnya bagi perusahaan dan karyawan PT. RAPP :

1. Perusahaan akan mengalami keterbatasan dana untuk mengembangkan

masyarakat di sekitar hutan dalam bentuk program CSR.

2. Produksi kayu yang kurang bisa memicu terjadinya Pemutusan Hubungan

Kerja PHK) antara perusahaan dengan karyawan.

Page 511: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

210

Dampak Positifnya bagi perusahaan dan karyawan adalah :

1. Dana untuk pengembangan masyarakat melalui CSR bisa meningkat seiring

dengan meningkatnya produksi kayu.

2. Perusahaan yang berada dalam kondisi stabil akan mendatangkan kepercayaan

diri yang kuat dari karyawan maupun dari konsumen.

Dampak negatifnya dari sisi sosial bagi masyarakat adalah :

1. Dana sosial dari perusahaan akan berkurang dibandingkan pada saat finansial

perusahaan dalam kondisi bagus.

2. Banyak kegiatan sosial kemasyarakatan terkendala karena sedikitnya bantuan

dari perusahaan.

Dampak positifnya bagi masyarakat dari aspek sosial bila kondisi tanah

Ultisol bisa diperbaiki yang bisa memicu produsksi kayu yang baik adalah dana

untuk program CSR (Coorporate Sosial Responsibility) di Kabupaten Kuansing

akan meningkat.

Perusahaan sudah mengeluarkan dana yang cukup banyak dalam rangka

mengembangkan dan memberdayakan masyarakat sekitar melalui program sosial

budaya maupun peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan antara lain:

- Membuat koperasi simpan pinjam.

- Melatih pemuda pemudi yang putus sekolah menjadi tenaga kerja yang siap

pakai baik sebagai petani, mekanik, nelayan dll.

Page 512: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

211

- Membangun sarana prasarana berupa jalan, sekolah, tempat ibadah untuk

meningkatkan kualitas perikehidupan masyarakat yang ada di sekitar kawasan

PT. RAPP.

- Memberikan Beasiswa bagi anak anak yang tidak mampu untuk bisa

melanjutkan sekolahnya bahkan ke perguruan tinggi seperti UGM, IPB, UI,

INSTIPER, UNRI, dll.

Selain itu, PT. RAPP juga mendukung secara dana maupun ikut

berpartisipasi langsung dalam rangka melestarikan budaya daerah Kab. Kuantan

Singingi dalam Even Tahunan Pacu Jalur termasuk mengijinkan pengambilan kayu

untuk pembuatan jalur selagi ada izin dari Dinas Kehutanan, serta membantu

merenovasi rumah rumah adat yang menjadi simbol budaya masyarakat setempat.

3.3. Dampak Lingkungan.

Apabila kondisi tanah Ultisol tidak dikelola dengan baik akan berdampak

negatif bagi lingkungan antara lain :

1. Erosi tanah akan meningkat yang akan menyebabkan banyaknya unsur hara

tanah yang hanyut ke sungai.

2. Terjadinya Waterlog yang bisa menyebabkan tanaman banyak yang mati

Dampak negatifnya bagi masyarakat bila tanah Ultisol tidak diperbaiki

adalah :

1. Erosi dari tanah Ultisol akan menyebabkan air sungai menjadi keruh yang

akan berdampak pada banyak ikan yang mati sehingga jumlah ikan yang

menjadi mata pencarian masyarakat juga berkurang.

Page 513: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

212

2. Air sungai yang keruh dari erosi tanah Ultisol tidak baik digunakan untuk

mandi oleh masyarakat.

Apabila kondisi tanah Ultisol bisa diperbaiki tingkat kesuburannya akan

berdampak positif bagi bagi perusaan PT. RAPP dari aspek lingkungan antara lain :

1. Erosi akan berkurang.

2. Waterlog bisa diatasi.

Dampak positifnya bagi masyarakat bila kondisi tanah Ultisol bisa diperbaiki

sifat fisik maupun kimianya dari aspek lingkungan adalah :

1. Erosi tanah Ultisol berkurang sehingga air sungai menjadi jenih, ikan yang

menjadi mata pencarian masyarakat produksinya meningkat.

2. Erosi tanah Ultisol yang kurang akan menjaga kondisi air sungai tetap jernih

sehingga bisa digunakan masyarakat untuk mandi.

Page 514: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

213

IV. UPAYA PERBAIKAN LINGKUNGAN TEMPAT TUMBUHTANAMAN EUCALYPTUS SPP. DALAM RANGKA MENAIKANPRODUKSI KAYU

Upaya yang bisa dilakukan agar kesuburan tanah Ultisol secara fisik maupun

kimia bisa ditingkatkan dalam rangka menaikkan produksi kayu pada saat panen

umur 5 tahun adalah :

1.1. Kegiatan Pemanenan dengan alat berat yang tidak konsisten dilakukan

operator mengikuti Microplan yang sudah dibuat oleh Divisi Perencanaan.

Solusinya dengan memberikan training pada operator alat berat yang

melakukan kegiatan pemanenan kayu agar mereka mengetahui cara membaca tanda-

tanda yang dipakai dalam Microplan di lapangan. Memberikan pengertian betapa

pentingnya mengikuti Mikroplan yang dibuat untuk menjaga agar alat berat tidak

menimbulkan pemadatan tanah yang merusak lingkungan tempat tumbuh bagi

tanaman Eucalytus spp. Bagi operator alat berat yang tidak mengikuti apa yang

menjadi kesepakatan bersama akan dikenakan tindakan pinalti yang berupa

pemotongan bayaran. Kalau masih ada tanah yang padat akibat operasional alat berat

maka dilakukan penggemburan tanah dengan menggunakan ripper dengan sistem

Mecanical Soil Cultivation. Solusi ini akan meningkatkan kesuburan tanah secara

fisik, seperti perbaikan agregat dan porosistas tanah.

1.2. Masih ditemukan alat berat yang memotong alur atau drainase yang

menyebabkan terjadinya waterlog.

Waterlog yang disebabkan oleh adanya alat berat yang memotong alur dapat

dicegah dengan memberikan training tentang pentingnya mengikuti Microplan saat

aktivitas pemanenan dengan alat berat berlangsung. Kalau masih ditemukan kondisi

Page 515: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

214

air yang tergenang di daerah cekungan maka solusi terbaik adalah pembuatan

drainase yang bertujuan mengalirkan air yang tergenang ke sungai. Pembuatan

drainase dapat mencegah perakaran ataupun tanaman tergenang, tanaman yang

berada dalam kondisi tergenang oleh air dapat menyebabkan tanaman mati karena

proses sirkulasi udara di dalam tanah terhambat dan akar mudah terserang oleh

penyakit pada akhirnya akar akan membusuk.

1.3. Belum ada dilakukan kegiatan pengapuran pada tanah Ultisol sebelum

dilakukan kegiatan penanaman.

Solusinya adalah mendesak bagian Research and Development (R and D)

untuk merekomendasikan ke perusahaan untuk membuat kebijakan melakukan

pengapuran tanah Ultisol sebelum dilakukan penanaman. Pengapuran tanah Ultisol

sangat bermanfaat untuk meningkatkan sifat kimia dan fisik tanah seperti

menurunkan tingkat keasaman tanah, memperbaiki agregat tanah, memperbaiki

porosistas tanah, meningkatkan unsur P, Magnesium dalam tanah.

4.4. Belum ada usaha melakukan pemupukan pada saat tanaman berumur 2.5 tahun

atau petengahan daur.

Meminta ke R & D untuk mengkaji secara ilmiah dan membuat plot percobaan

untuk aplikasi pupuk NPK, Single superphosphat dan FTE (unsur mikro) saat

tanaman berumur 2.5 tahun atau setengah daur. Hal ini sangat penting karena tanah

Ultisol memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan di sisi lain tanaman Eucalyptus

spp. membutuhkan unsur hara yang cukup selama masa pertumbuhannya, jadi tidak

hanya dilakukan pemupukan di saat tanam dan pada saat tanaman berumur 4 bulan

Page 516: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

215

saja. Dosis pupuk yang dipakai dengan komposisi NPK 2.5 ton/ha, Single

superphosphat 800 kg/ha, kapur 4 ton/ha dan unsur mikro FTE 300 kg/ha

Page 517: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Da Silva R.L.M., R.E. Hakamada, J.H. Bazani, M.S.G. Otto and J.L. Stape. 2016.Fertilization Response, Light Use, and Growth Efficiency in EucalyptusPlantations Across Soil and Climate Gradients in Brazil.MDPI.Forest Journalof Forest. 7(117) : 1-12

Kasry,A. 2016. Ekologi dan Lingkungan Hidup (Untuk Sains danLingkungan).Program Studi Ilmu Lingkungan Program PascasarjanaUniversitas Riau, Pekanbaru

Nugroho, Y. 2009. Analisis Sifat Fisik-Kimia dan Kesuburan Tanah pada LokasiRencana HTI PT. Prima Multibuwana. Jurnal Hutan Tropis Borneo.10 (27) :222-229.

Presiden RI. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutandan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan.Sekretariat Negara, Jakarta

Presiden RI., 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No 32 Tahun 2009 tentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkunhan Hidup.Sekretariat Negara,Jakarta

Peng, X., X. Yan, H. Zhou, Y.Z. Zhang and H. Sun. 2014. Assessing TheContributions of Sesquioxdes and Soil Organic Matter to Aggregation in AnUltisol under Long-term Fertilization. Soil & Tillage Research. G.Model.Still 3285 : 1-10.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung

PT.RAPP, 2016. Revisi Rencana Kerja Umum Tahun 2010 Sampai Tahun 2019.Pangkalan Kerinci

Rachman,L.M.,N. Latifa dan N.L. Nurida. 2015. Efek Sistem Pengolahan Tanahterhadap Bahan Organik Tanah Sifat Fisik Tanah, dan Produksi Jagung padaTanah Podsolik Merah Kuning di Kabupaten Lampung Timur : ProsidingSeminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober2015.Balai Penelitian Tanah Institut Pertanian Bogor. Palembang

Supangat,A.B, H. Supriyo, P. Sudira dan E. Poedjirahajoe. 2013. Status KesuburanTanah dibawah Tegakan Eucalyptus pellita F. Muell : Studi Kasus di HPHTIPT. Arara Abadi, Riau.Jurnal Manusia dan Lingkungan 20 (1) : 22-34

Sutedjo,M.M. 2008. Analisis Tanah, Air, dan Jaringan Tanaman.Rineka Cipta.Jakarta

Page 518: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

217

Santoso, B. 2006. Pemberdayaan Lahan Podsolik Merah Kuning dengan TanamanRosela (Hibiscus sabdariffa L.) di Kalimantan Selatan. Jurnal BalaiPenelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 5 (1) : 01 – 12

Sharma, M.I., R.J.,W. Barron and M.S. Fernie. 1987. Areal Distribution ofInfiltration Parameters and Some Soil Physical Proporties in LateriticCathcments. Journal of Hydrologi, 94 : 109-127.

Wahyudi 2001. Pengaruh Pemupukan dengan Amina Cair dan TSP pada TanahTypic Hapludult terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina arborea Roxb.Skripsi Fakultas Kehutanan UGM, Jogjakarta (Tidak diterbitkan).

Wang, J.G., W. Yang, B. Yu, Z.X. Li, F.C. Cai and R.M. Ma. 2015. Estimating TheInfluence of Related Soil Properties on Macro and Micro-aggregate Stabilityin Ultisols of South-Central China. Catean. Catena. 137 : 545-553.

Zahrawani. R.A.2015. Analisis dan Strategi Pengelolaan Hutan Tanaman Industri diAreal IUPHHK-HT PT. Satria Perkasa Agung Kabupaten Pelalawan. TesisProgram Studi Ilmu Lingkungan. Pascasarjana Universitas Riau. (Tidakditerbitkan).

Page 519: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

Lampiran 1. Peta Administratif Propinsi Riau 218

Page 520: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

Lampiran 2. Peta Administratif Kabupaten Kuantan Singgingi 219

Page 521: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

Lampiran 3. Peta Konsensi PT. RAPP 220

Page 522: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process
Page 523: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process
Page 524: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process
Page 525: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PEMANFAATAN ITIK SEBAGAI PENGGANTIPESTISIDA DALAM MEMBASMI HAMA DAN GULMA

DESA PULAU INGU KECAMATAN BENAIKABUPATEN KUANTAN SINGINGI

OLEH:

WILIA ELVIONITA

NIM: 1510248336

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

Page 526: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

i

Page 527: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIDAFTAR LAMPIRAN

Halamaniiiii

I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang1.2. Masalah

114

II PEMANFAATAN ITIK SEBAGAI PENGGANTI PESTISIDADALAM MEMBASMI HAMA DAN GULMA PERSAWAHANDESA PULAU INGU KECAMATAN BENAI KABUPATENKUANTAN SINGINGI2.1. Tanaman Padi (Oryza sativa L.)2.2. Gulma2.3. Keong Emas (Pomacea canaliculata L.)2.4. Penggunaan Pestisida (Metode Anorganik)2.5. Pestisida dan Pencemaran Tanah2.6. Pemanfaatan Itik Petelur (Metode Organik)2.7.Pemanfaatan Itik sebagai Pengganti Pestisida dalam

Membasmi Hama dan Gulma Persawahan Desa PulauIngu Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

2.7.1.Jumlah Itik yang Dipelihara Peternak di Desa PulauIngu

2.7.2.Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantansinging Terhadap Peternak Itik

5

57899

1112

15

16

III DAMPAK PEMANFAATAN ITIK SEBAGAI PENGGANTIPESTISIDA DALAM MEMBASMI HAMA DAN GULMAPERSAWAHAN DESA PULAU INGU KECAMATAN BENAIKABUPATEN KUANTAN SINGINGI3.1. Aspek Ekonomi3.2. Aspek Sosial Budaya3.3. Aspek Lingkungan dan Kesehatan

17

172921

IV PENINGKATAN PEMANFAATAN ITIK SEBAGAI PENGGANTIPESTISIDA DALAM MEMBASMI HAMA DAN GULMAPERSAWAHAN DI DESA PULAU INGU KECAMATAN BENAIKABUPATEN KUANTAN SINGINGI4.1. Jumlah Itik yang Dipelihara Peternak di Desa Pulau Ingu4.2. Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan

Singingi Terhadap Peternak Itik

24

2425

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

2729

Page 528: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

iii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Peta Provinsi Riau2. Peta Kabupaten Kuantan Singingi3. Peta kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi4. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman di Provinsi

Riau Tahun 2009-20135. Luas daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Kuantan Singingi

Tahun 20136. Jumlah dan Rasio Penduduk Kabupaten Kuantan Singingi

Menurut Kecamtan dan Jenis Kelamin Tahun 20147. Banyaknya Petani Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan dan

Jenis Komoditas di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2014

Halaman

29303132

33

34

35

Page 529: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Padi merupakan salah satu tanaman pangan paling penting di

Indonesia karena masyarakatnya rata- rata mengkonsumsi beras sebagai

makanan pokok. Menurut Damardjati, (1990), padi juga tanaman pangan

penghasil beras yang mengandung berbagai gizi yang diperlukan tubuh

antara lain karbohidrat 86,67%, protein 8,67%, lemak 2,45%, abu 1,22%,

dan serat kasar 0,88%. Disamping itu, beras juga mengandung beberapa

mineral antara lain, kalsium, magnesium, sodium, fosfor dan sebagainya.

Suryana (2003), mengungkapkan bahwa 95% penduduk Indonesia masih

sangat tergantung pada beras.

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau (2014), mencatat luas tanaman

padi pada tahun 2011 sebesar 123.038 ha dengan produksi sebesar

481.911 ton, pada tahun 2012 sebesar 117.649 ha dengan produksi

sebesar 453.294 ton dan pada 2013 menurun menjadi 97.796 ha dengan

produksi 387.849 ton (Lampiran 4). Dari data tersebut dapat disimpulkan

bahwa luas lahan dan produksi tanaman padi mengalami penurunan.

Penurunan luas padi sawah disebabkan karena alih fungsi lahan,

sedangkan penurunan produksi dikarenakan luas panen yang menurun

serta adanya faktor lain, diantaranya adalah serangan hama seperti gulma

dan Keong emas.

Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang dapat menurunkan

hasil padi bila tidak dikendalikan secara efektif. Di lahan irigasi,

persaingan gulma dengan padi dapat menurunkan hasil padi 10-40%

Page 530: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

sedangkan pada tingkat pengelolaan petani, kehilangan hasil padi

berkisar 10-15% (Pane dan Jatmiko, 2009).

Kehadiran gulma di sawah sebagai tumbuhan yang tidak

dikehendaki akan mengurangi hasil gabah karena tanaman padi bersaing

dengan gulma dalam pengambilan hara, air, udara dan ruang (Bangun

dan Syam, 1993). Selain itu kehadiran gulma diantara tanaman padi atau

di pinggiran sawah akan menjadi inang bagi hama dan penyakit

(Tjitrosoedirjo, Utomo dan Wiroatmodjo, 1984). Selain gulma gangguan

yang dapat menimbulkan kerugian pada tanaman padi adalah hama

keong emas.

Keong emas (Pomacea canaliculata L.) merupakan hama penting

pada tanaman padi di Indonesia, terutama pada areal sawah beririgasi.

Budiyono (2006) menyatakan, tingkat serangan keong emas ini tergolong

cukup tinggi karena berkembang biak dengan cepat dan menyerang

tanaman yang masih muda. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama

keong emas berkisar 10-40%.

Keong emas memakan berbagai tanaman yang lunak termasuk

padi yang masih muda. Menurut Hermawan (2007), biasanya keong emas

memarut pangkal batang padi dengan radulanya hingga patah, kemudian

patahan tanaman yang rebah tersebut dimakan. Bila populasi keong emas

tinggi dan air selalu tergenang, bisa mengakibatkan rumpun padi mati.

Teknik pengendalian gulma dan keong emas yang dilakukan petani

sampai saat ini masih banyak menggunakan pestisida kimia sintetis.

Pengendalian dengan cara ini mempunyai beberapa keunggulan seperti:

Page 531: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

jenis pestisida ini mudah didapat, mudah diaplikasikan dan hasil

pengendaliannya cepat terlihat (Girsang, 2009). Namun penggunaan

pestisida kimia sintetis yang secara terus menerus dan tidak bijaksana

dapat menimbulkan dampak negatif seperti resistensi hama, matinya

spesies non target, terjadinya ledakan hama sekunder dan terdapatnya

residu pada tanaman. Selain itu penggunaan pestisida kimia secara

kontiniu dapat merusak lingkungan di sekitar area penanaman padi dan

dapat juga mengganggu kesehatan manusia.

Perlu dicari alternatif pengendalian lain yang tidak menimbulkan

dampak negatif sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan

terhadap penggunaan pestisida kimia sintetis seperti pemanfaatan itik

sebagai penyiang dan pengendali hama keong emas.

Sebagai unggas air, itik cocok dikembangkan di agroekosistem

sawah (Guntoro, 2011). Teknologi intensifikasi padi dengan itik (Inditik)

adalah suatu sistem mix farming yang merupakan suatu terobosan

intensifikasi padi dengan menggunakan ternak itik. Ternak itik difungsikan

sebagai fertilizer, pestisider, herbisider dan tenaga untuk menyiangi padi.

Suwandi (2008), menyatakan bahwa aktivitas itik di sawah ternyata juga

mampu meningkatkan oksigen dalam tanah serta meminimalkan

pertumbuhan rumput dan gulma lain serta hama, seperti serangga, siput,

dan keong emas.

Suwandi (2008), juga menyatakan bahwa selain tambahan

pendapatan dari memelihara itik, usahatani terintegrasi memberikan

keuntungan lain. Keuntungan dimaksud yaitu: (1) berkurangnya biaya

Page 532: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4

produksi padi karena menurunnya penggunaan pupuk, pestisida,

herbisida, dan tenaga kerja penyiang rumput. (2) Meningkatnya mutu dan

kondisi lahan akibat adanya bahan organik dari kotoran itik dan

berkurangnya pupuk anorganik

1.2. Masalah

Pestisida digunakan untuk membasmi hama keong mas dan gulma

persawahan, namun penggunaan pestisida secara terus menerus

menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Hama yang dibasmi dengan pestisida juga akan resistan terhadap

pertisida, dapat juga menimbulkan resurgansi hama dan ledakan populasi

hama sekunder. Sebagai pengganti penggunakan pertisida, Dimanfaatkan

itik sebagai pengganti penggunaan pestisida untuk membasmi hama

berupa keong mas dan gulma persawahan di Desa Pulau Ingu Kecamatan

Benai Kabupaten Kuantan Singingi. Namun pemanfaatan Itik

menimbulkan masalah baru, dimana jumlah itik yang diperlukan sebagai

pembasmi tidak seimbang dengan luasnya lahan sawah di Desa Pulau

Ingu. Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi juga belum

mengerti tentang pentingnya manfaat itik di persawahan sehingga

perhatian pemerintah terhadap peternak tidak ada.

Page 533: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

II. PEMANFAATAN ITIK SEBAGAI PENGGANTI PESTISIDADALAM MEMBASMI HAMA DAN GULMA PERSAWAHANDI DESA PULAU INGU KECAMATAN BENAIKABUPATEN KUANTAN SINGINGI

2.1. Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) merupakan komoditas

andalan dan bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya

tercukupi sepanjang tahun. Hasil produksinya berupa beras yang

dibutuhkan sebagai bahan makanan pokok 90% masyarakat indonesia.

Beras yang dihasilkan dari padi mengandung zat makanan penting yang

diperlukan tubuh antara lain karbohidrat, protein, lemak, serat kasar,

vitamin dan berbagai unsur mineral antara lain kalsium, magnesium,

sodium, dan fosfor (Indasari, Wibowo, dan Drajad, 2008).

Tanaman padi secara sitematis tergolong ke dalam kingdom:

Plantae, Divisi: Spermatophyte, Subdivisi: Angiuspermeae, Kelas:

Monocotyledoneae, Ordo: Poales, Famili: Gramineae, Genus: Oryza,

Spesies: sativa (Purwono dan Purnamawati, 2007) Nama ilmiah: Oryza

sativa L.

Morfologi padi terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif

yang meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian kedua adalah

bagian generatif yang meliputi malai yang terdiri dari bunga dan bulir-bulir

atau buah padi (Alreza, 1990).

Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), akar padi adalah akar

serabut yang sangat efektif dalam penyerapan unsur hara, tetapi peka

terhadap kekeringan. Akar terkonsentrasi pada kedalaman 10-20 cm dari

Page 534: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

permukaan tanah. Batang padi berbuku dan berongga, dari buku batang

ini tumbuh anakan atau daun sedangkan bunga atau malai muncul dari

buku terakhir pada tiap anakan produktif.

Menurut Manurung dan Ismunadji (1988), daun padi tumbuh pada

batang dalam susunan yang berselang seling, pada setiap buku terdapat

satu daun. Tiap daun terdiri dari helaian daun, pelepah daun yang

membungkus ruas, telinga dan lidah daun. Daun yang terakhir muncul

adalah daun bendera, yang merupakan daun terpendek dan terlebar dari

daun yang lainnya. Anakan mulai tumbuh setelah memiliki 4 atau 5 daun,

tumbuh pada dasar batang, memiliki pola anakan berganda. Anakan

primer adalah anakan yang tumbuh pada kedua ketiak daun pada batang

utama sedangkan anakan sekunder adalah anakan yang tumbuh pada

ketiak anakan primer dan seterusnya yang biasanya bertambah kecil.

Surowinto (1982) menyatakan, bagian generatif tanaman padi

terdiri dari malai dan buah padi. Malai adalah sekumpulan bunga padi

(spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Panjang malai dapat

mencapai 30 cm, mempunyai cabang-cabang yang mempengaruhi besar

rendemen suatu varietas. Bunga padi merupakan bunga telanjang dan

menyerbuk sendiri yang mempunyai satu bakal buah, benang sari serta

tangkai putik. Buah padi merupakan benih ortodok yang ditutupi oleh

palea dan lemma. Buah padi adalah biji padi atau gabah yang tertutup

oleh lemma, palea dan nerver atau kulit gabah.

Padi sebagai komoditas yang potensial untuk dikembangkan di

Provinsi Riau, maka diperlukan tindakan budidaya yang tepat untuk

Page 535: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

memperoleh hasil produksi yang lebih optimal dengan kualitas hasil yang

lebih baik dan sehat. Namun dalam budidaya tanaman padi tidak terlepas

dari ganguan organisme pengganggu tanaman (OPT). Yang termasuk

dalam OPT padi adalah gulma, hama dan penyakit.

2.2. Gulma

Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang dapat menurunkan

hasil padi bila tidak dikendalikan secara efektif. Menurut Pane dan Jatmiko

(2009), gulma berdasarkan morfologinya bentuk gulma dapat dibedakan

menjadi gulma rumput, teki dan berdaun lebar.

Gulma rumput (Grasses) umumnya gulma ini termasuk ke dalam

famili Gramineae/poaceae. Tumbuhan tersebut memiliki batang berbentuk

bulat kadang-kadang agak pipih dan kebanyakan berongga. Gulma teki

(Sedges) umumnya termasuk ke dalam famili Cypperacea. Gulma ini

merip dengan gulma rumput, batang berbentuk segitiga, kadang-kadang

bulat dan berongga.Sedangkan gulma berdaun lebar (Broadleaf weeds)

tidak termasuk golongan gulma teki dan gulma rumput. Ada yang

monokotil dan banyak yang dikotil, daun melebar sepenuhnya, berbentuk

agak bulat atau lonjong dengan urat daun seperti jala tidak teratur.

Menurut Nantasomsaran dan Moody (1993), dilahan sawah

keragaman spesies gulma yang tinggi tergantung pada curah hujan,

intensitas genangan air, tingkat intensitas pola tanam atau pengelolaan

lahannya. Menurut Moenandir (1981), Poaceae spp. lebih dari 80 spesies

dan Cyperaceae spp. lebih dari 50 spesies. Gulma berdaun lebar terdiri

Page 536: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

dari Alismataceae, Asteraceae, Fabaceae, Lythraceae dan

Scrophulariaceae. Selain gulma yang termasuk ke dalam OPT padi adalah

hama, yaitu keong emas.

2.3. Keong Emas (Pomacea canaliculata L.)

Keong emas (Pomacea canaliculata L.) dari Famili Ampularidae

merupakan keong air tawar dari Amerika Selatan seperti Argentina,

Suriname, Brazil dan Guatemala (Suharto, 2010). Awal mula keong emas

masuk ke kawasan Asia Tenggara adalah melalui perdagangan (Ardika,

2012).

Klasifikasi keong emas menurut Darma 1988 dalam Isnaningsih

(2006), adalah Kingdom: Animalia, Filum: Mollusca, Kelas: Gastropoda,

Subkelas: Ampularidae, Genus: Pomacea, Species: canaliculata Nama

ilmiah: Pomacea canaliculata L. Menurut Isnaningsih dan Marwato (2011),

Pamocea canaliculata memiliki ciri khas cangkang berbentuk bulat,

bewarna kuning hingga coklat tua. Pada sekitar satura warna cangkang

menjadi lebih muda, sulur tinggi dan meruncing, satura melekuk

membentuk kanal yang dalam, mulut cangkang lonjong dan pada bagian

atasnya meruncing.

Tingkat serangan keong emas ini tergolong cukup tinggi karena

berkembang baik dengan cepat dan menyerang tanaman yang masih

muda. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama keong emas berkisar

10-40% (Budiyono, 2006). Keong emas memakan berbagai tanaman yang

lunak termasuk padi yang masih muda. Biasanya keong emas memarut

pangkal batang padi dengan radulanya hingga patah, kemudian patahan

Page 537: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

tanaman yang rebah tersebut dimakan. Bila populasi keong emas tinggi

dan air selalu tergenang, bisa mengakibatkan rumpun padi mati

(Hermawan, 2007).

2.4. Pengunaan Peptisida (Metode Anorganik)

Teknik pengendalian gulma dan keong emas yang dilakukan petani

sampai saat ini masih banyak menggunakan pestisida kimia sintetis.

Pengendalian dengan cara ini mempunyai beberapa keunggulan seperti:

jenis pestisida ini mudah didapat, mudah diaplikasikan dan hasil

pengendaliannya cepat terlihat (Girsang, 2009). Namun penggunaan

pestisida kimia sintetis yang secara terus menerus dan tidak bijaksana

dapat menimbulkan dampak negatif seperti resistensi gulma dan hama,

matinya spesies non target, terjadinya ledakan hama sekunder dan

terdapatnya residu pada tanaman. Selain itu penggunaan pestisida kimia

secara kontiniu dapat merusak lingkungan di sekitar area penanaman padi

dan dapat juga mengganggu kesehatan manusia.

Perlu dicari alternatif pengendalian lain yang tidak menimbulkan

dampak negatif sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan

terhadap penggunaan pestisida kimia sintetis seperti pemanfaatan itik

petelur untuk penyiangan gulma dan pengendalian hama keong emas.

2.5. Pestisida dan Pencemaran Tanah

Menurut Nuraintan (2012), pertisida secara umum diartikan sebagai

bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad

Page 538: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

pengganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dibidang pertanian

penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk

meningkatkan produksi, terutama digunakan untuk melindungi tanaman

dan hasil tanaman yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu.

Petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad

pengganggu tanaman berupa gulma dan hama. Pestisida memang

menguntungkan bagi petani, namun ada beberapa pengaruh negatif dari

pemakaian pestisida yaitu sebagai pencemar tanah, yang pada akhirnya

akan berpengaruh terhadap manusia dan makhluk lainnya.

Menurut Haikal (2011), pencemaran tanah dapat memberikan

dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat

timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis

yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan

metabolisme dari mikroorgannisme endemik dan antropoda yang hidup di

lingkungan tanah tersebut. Akibatnya dapat memusnahkan beberapa

spesies primer dari rantai makanan, yag dapat memberikan akibat yang

besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut.

Bebrapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dari

pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan

pencemar tanah utama. Hal lainnya juga akan berdampak pada unsur

hara, dimana tanah akan miskin hara. Kondisi ini akan sangat merugikan

bagi petani, karena ketika tanah miskin akan hara maka tanah tidak lagi

berproduksi sebagimana mestinya, sehingga tanaman apapun yang

ditanam di tanah tersebut tidak akan tumbuh dengan baik dan subur.

Page 539: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

2.6. Pemanfaatan Itik Petelur (Metode Organik)

Itik merupakan jenis ternak unggas yang umum dipelihara di

Indonesia untuk menghasilkan telur. Masyarakat sudah terbiasa

mengkonsumsi telur itik. Menurut Susilorini (2010), secara zoologi

taksonomi itik adalah Kingdom; Animalia, Filum; Chordata, Kelas; Aves,

Ordo; Anseriformis, Famili; Anatidae, Genus; Anas danm Spesies; Anas

plathyrynchos.Sebagai unggas air, itik cocok dikembangkan di

agroekosistem sawah (Guntoro, 2011).

Teknologi intensifikasi padi dengan itik adalah suatu sistem mix

farming yang merupakan suatu terobosan intensifikasi padi dengan

menggunakan ternak itik.Ternak itik difungsikan sebagai fertilizer,

pestisider, herbisider dan tenaga untuk menyiangi padi (Indreswari,

Henny, dan Muyasyaroh, 2014).

Menurut Pudjiatmoko (2009), itik mempunyai beberapa manfaat

untuk budidaya padi, yaitu; (1) manfaat untuk penyiang gulma, (2) manfaat

pengendalian hama penyakit, (3) Manfaat pemupukan, (4) manfaat

pembajakan dan penggemburan tanah sepanjang waktu, (5) manfaat

pengendalian Keong Mas, dan (6) manfaat stimulasi pertumbuhan padi.

Disisi lainnya sawah padi mempunyai manfaat untuk pemeliharaan padi

yaitu; (1) penggunaan sumber alami sebagai makanan seperti gulma dan

keong mas, (2) penggunaan ruang yag tersisa di sawah padi sebagai

habitat itik, (3) penggunaan air yang berlimpah, dan (4) sebagai tempat itik

bersembunyi di bawah daun padi. Pemanfaatan itik dipersawahan untuk

biaya keseluruhan lebih murah.

Page 540: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

Teknologi itik dengan padi sawah selain menekan biaya produksi

dan meningkatkan hasil juga meningkatkan efisiensi, karena pada

lahan yang sama dan dalam waktu yang bersamaan dapat diproduksi

dua komoditas sekaligus yaitu padi dan itik. Selain itu, menurut

Supriyadi (2009), keuntungan pemeliharaan ternak itik adalah mudah

berkembang biak dan tidak mudah diserang penyakit. Hasil penelitian

Mahfudz, Limbongan dan Khairani (2001), menyatakan teknologi Inditik

dapat menekan pakan itik sampai 50% dan produksi padi dapat meningkat

35% dibanding intensifikasi padi biasa.

2.7. Pemanfaatan Itik sebagai Pengganti Pestisida dalamMembasmi Hama dan Gulma Persawahan di Desa Pulau InguKecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Pulau Ingu adalah salah satu Desa di Kecamatan Benai Kabupaten

Kuantan Singingi (Lampiran 1,2 dan 3). Berdasarkan data dari Badan

Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi (2013), Kecamatan Benai

memiliki luas wilayah 124.66 km2 atau sekitar 1.63% dari keseluruhan

luas Kabupaten Kuantan Singingi. Jumlah penduduk Kecamatan Benai

15.822 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 103,62 jiwa/km2

(Lampiran 5 dan 6). Kondisi geografis untuk curah hujannya besar dari

1500 mm/tahun, ketinggian tanah 25-30 meter di atas permukaan air.

Aspek geologi tata lingkungan dengan marfologi daratan hingga

bergelombang, berada pada zona geseran, patahan dengan arah yang

belum diketahui, potensi terhadap banjir disekitar Daerah Aliran Sungai

(DAS), berpotensi erosi dan longsor pada bagian tengah. Mata

Page 541: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

pencaharian penduduk Kecamatan Benai sebagain besar sebagai petani

perkebunan Karet, Sawit, Kakao, dan Tanaman Sawah (Padi). Data

statistik tanaman pangan Kabupaten Kuantan Singingi (2014) menyatakan

sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih menjadi

andalan penduduk benai yang bekerja dibidang pertanian padi yaitu

sebanyak 1.722 jiwa (Lampiran 7). Kecamatan Benai mempunyai lahan

sawah dan irigasi seluas 2.980 Ha dan potensi pada areal pertanian

didominasi oleh Desa Pulau Ingu.

Dalam bertani padi petani mengalami kesulitan dengan

berkurangnya hasil panen karena adanya musuh padi berupa hama

berupa Keong Mas dan Gulma. Hama dan gulma yang menyerang

tanaman padi dibasmi oleh petani dengan menggunakan pestisida.

Pengunaan pestisida dalam membasmi hama dan gulma sangat efektif

bagi petani karena pertisida mudah digunakan, harganya terjangkau, dan

hasil pengendaliannya cepat. Terbukti Pada tahun 2011 tanaman padi

Kabupaten Kuantan Singingi mengalami peningkatan hasil panen dari

43.460,74 ton menjadi 48.681,67 ton, tapi pada tahun 2013 hasil panen

mengalami penurunan menjadi 47.408,63 ton, dan terus mengalami

penurunan hasil panen setiap tahunnya, bahkan sesuai fakta dilapangan

pada tahun 2016 hampir 50% petani mengalami gagal panen karena padi

yang mereka tanam diberisi (hampa). Sawah petani juga dipenuhi dengan

hama keong mas yang menyebabkan batang padi jatuh dan tidak dapat

berkembang lagi.

Page 542: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

Pengunaan pertisida secara terus menerus ternyata tidak bijaksana

karena menimbulkan dampak negatif, pertisida dapat menjadi pencemar

bagi tanah, air, udara, dan tanaman padi itu sendiri. Menurut hasil survey

yang dilakukan dilapangan keong mas resistan terhadap pestisida

sehingga penggunaan pestisida tidak efektik digunakan untuk

pengendaliannya. Oleh sebab itu, perlu digunakan alternatif lain dalam

membasmi hama dan gulma dipersawahan. Sebagai pengganti pestisida

petani memanfaat itik petelur sebagai pembasmi hama Keong Mas dan

gulma.

Secara umum itik memakan hama kecil berupa cacing dan keong

serta beberapa rerumputan. Atas dasar inilah itik dapat dimanfaatkan

dalam membasmi hama dan gulma dipersawahan. Apabila itik yang

dimanfaatkan dalam membasmi hama dan gulma maka pencemaran

tanah, air, udara, dan menurunnya produksi padi dapat dihindari.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Pujiatmoko (2009),

pemanfatan itik untuk pertanian padi dapat meningkatkan hasil panen

karena itik membasmi keong mas secara teratur. Itik yang dilepaskan ke

sawah menjadikan keong mas sebagai makanannya sehingga keong mas

berkurang setiap hari dan tidak ada perkembangbiakannya di sawah

tersebut. Padi juga semakin subur dengan adanya tambahan pupuk

organik dari kotoran itik hal ini menunjang peningkatan hasil panen padi

bagi petani.

Dalam aplikasinya itik disebarkan pada petak sawah dengan

perbadingan 20m x 20m sawah disebarkan sebanyak 10 ekor itik. Dalam

Page 543: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

penerapan ini umur itik juga disesuaikan dengan umur padi, itik akan

dilepaskan ke sawah apabila padi sudah berumur dua minggu (padi baru

tanam) dan itik yang dilepaskan kurang lebih berumur 1-2 bulan (anak

itik). Hal ini dimaksudkan agar menghindari kemungkinan itik memakan

padi, jika anak itik yang dilepaskan pada umur padi yang masih 2 minggu,

maka itik tidak akan memakan padi karena padi terlalu keras untuk

dimakan itik. maka dengan ini, itik akan membasmi hama dan gulma yang

baru bermunculan di sawah tersebut.

2.7.1. Jumlah Itik yang Dipelihara Peternak di Desa Pulau Ingu

Berdasarkan hasil survey lapangan, peternak itik terbesar di Desa

Pulau Ingu rata-rata memiliki 200 ekor itik. Sedangkan peternak kecil-

kecilan memiliki 35 sampai 40 ekor itik, dari keseluruhan jumlah total itik di

Desa Pulau Ingu sekitar 900 ekor. Secara umum, makanan pokok itik

berupa sagu dan ampas tahu. Sau didapatkan oleh para peternak

sebagian ada di Desa Pulau Ingu atau desa-desa lain di Kecamatan Benai

dan ada pula sebagian yang mencari sagu di desa-desa Kecamatan

Pangean dan Kecamatan Sentajo Raya yang merupakan Kecamatan

Tetangga dari Kecamatan Benai. Sedangan ampas tahu didapakan

peternak dari industri tahu di Desa Pulau Ingu atau desa-desa lain yang

memiliki industri tahu.

Makanan tambahan untuk itik berupa hama seperti keong mas dan

gulma yang ada di persawahan Desa Pulau Ingu pada musim tanam

tanaman padi. Ketika padi sudah dipanen, itik akan mendapat tambahan

makanan dari sekam padi yang diperoleh peternak di tempat-tempat heler

Page 544: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

atau penggilingan padi. Luas lahan pertanian padi yang digarap di Desa

Pulau Ingu sekitar 100 Ha (1.000.000 m2) dari keseluhan lahan di

Kecamatan Benai. Pada lahan 100 Ha jika dilepaskan 10 ekor itik setiap

20x20 m (400 m2), maka total keseluruhan itik yang diperlukan Desa

Pulau Ingu adalah 25.000 ekor itik. Secara mamtematis, Desa Pulau Ingu

kekurangan sebanyak 24.100 ekor itik.

2.7.2. Perhatian Pemerintah Daerah Kabuapaten Kuantan SingingiTerhadap Peternak Itik

Sampai saat ini, belum ada program pemerintah yang mendukung

pemanfaatan itik sebagai pengganti pestisida dipersawahan. Peternak

mengalami kesulitan dengan minimnya tumbuhan sagu yang tidak

mencukupi pakan itik. Selain di Desa Pulau Ingu jumlah tidak mencukupi

sagu, tanaman sagu pun dikhawatiran semakin berkurang dan bahkan

bisa punah dengan di ambilnya terus menerus tanpa ada penanaman

kembali.

Page 545: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

III. DAMPAK PEMANFAATAN ITIK SEBAGAI PENGGANTIPESTISIDA DALAM MEMBASMI HAMA DAN GULMAPERSAWAHAN DI DESA PULAU INGU KECAMATANBENAI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

3.1. Aspek Ekonomi

Bila tidak dimanfaatkan itik sebagai pengganti pestisida maka,

penggunaan pestisida dapat mengakibatkan dampak negatif bagi petani

dan Pemerintah kabupaten Kuantan Singingi.

1. Dampak Pestisida bagi Petani Desa Pulau Ingu

Munculnya resistansi hama dan gulma terhadap pestisda.

Munculnya resistansi adalah sebagai reaksi evolusi menghadapi

suatu tekanan yang didapat dari penggunaan pestisida yang terus

menerus.

Terjadi resurgansi hama. Resurgansi hama terjadi apabila setelah

diberi pestisida populasi hama menurun dengan cepat dan secara

tiba-tba justru meningkat lebih tinggi dari jenjang populasi

sebelumnya.

Ledakan populasi hama sekunder. Peristiwa ledakan populasi

hama sekunder apabila, setelah pemberian pestisida terjadi

penurunan populasi hama utama. Namun kemudian terjadi

peningkatan populasi pada spesies yang sebelumnya bukan

merupakan hama utama.

Page 546: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

18

Dari ketiga dampak penggunaan pestisida di atas, akan menimbulkan

kerugian ekonomi yang besar bagi petani di Desa Pulau Ingu Kecamatan

Benai Kabupaten Kuantan Singigi dan masyarakat disekitarnya.

Resistansi hama, resurganis hama, dan ledakan populasi hama sekunder

akan menimbulkan masalah baru yang lebih merugikan petani.

2. Dampak Pestisida bagi Pemerintah Daerah Kabupaten KuantanSingingi

Pestisida ketika digunakan secara terus menerus dapat

menyebabkan pencemaran pada tanah, air, udara, dan padi itu sendiri.

Dengan tercemarnya tanah, maka akan mempersempit luas lahan

pertanian di Kabupaten Kuantan Singingi. Apabila air tercemar, maka

biota air akan terancam keselamatannya. Udara yang tercemar juga akan

mengakibatkan polusi yang merusak kesehatan masyarakat, serta padi

yang mengalami dampak penggunaan pestisida akan menurun

produksinya. Hal ini, secara ekonomi tentu sangat merugikan bagi

Kabupaten Kuantan Singingi.

Bila dimanfaatkan itik sebagai pengganti pestisida maka itik akan

memberikan dampak positif bagi petani dan Pemerintah kabupaten

Kuantan Singingi.

1. Manfaat Itik bagi Petani Desa Pulau Ingu

Dampak ekonomi bagi petani yaitu, tiga hal yang ditakutkan petani

seperti resisitansi hama, resurgansi hama dan ledakan populasi hama

sekunder tidak akan terjadi karena keong mas dan gulma akan dimakan

oleh itik. Itik setiap hari dilepaskan kesawah, maka hama keong mas dan

Page 547: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

gulma akan setiap hari secara teratur dibasmi oleh itik, sehingga tidak aka

nada perkembangbiakan hama keong mas dan gulma yang akan

menggangu pertumbuhan padi. Seiring dengan hal tersebut petani akan

lebih diuntungkan dengan tidak perlunya mengeluarkan biaya untuk

membeli pestisida. Pendapatan petani pun kian bertambah dengan

adanya peternakan itik tersebut karena telur itik baik ttelur itik maupun itik

yang telah dewasa dapat dijual.

2. Manfaat Itik bagi Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi

Itik yang dimanfaat untuk membasmi hama dan gulma tidak akan

merusak unsur tanah, air, udara maupun tanaman padi itu sendiri. tidak

akan terjadi penyempitan lahan pertanian yang diakibatkan tanah yang

tercemar. Pemanfaatan itik memberikan kontribusi tambahan pada padi

seperti kotoran itik yang menjadi pupuk bagi tanaman padi yang dibuang

itik ketika sedang berada di sawah. Tanaman padi akan semakin subur

sehingga hasil panen juga akan meningkat, dengan meningkatnya hasil

panen maka pendapatan daerah Kabupaten Kuantan Singingi juga akan

bertambah.

3.2. Aspek Sosial Budaya

Bila tidak dimananfaatkan itik sebagai penggati pestisida maka

penggunaan pestisida akan menimbulkan dampak negatif bagi Petani dan

Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi

1. Dampak Pestisida bagi Petani Desa Pulau Ingu dan

Page 548: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

Bila tidak dimananfaatkan itik sebagai penggati pestisida maka

penggunaan pestisida sebagai proses yang berkelanjutan memiliki

dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat Desa Pulau Ingu. Dampak

tersebut meliputi perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap

ekosistem, yaitu terganggunya keseimbangan lingkungan alam dan

kepunahan keanekaragaman hayati. Salah satunya pencemaran di air,

jika air tercemar maka besar kemungkinan biota airnya akan punah.

Masyarakat yang pekerjaan sehari-harinya mencari ikan disungai tentu

akan mengalami kesulitan jika biota air semakin hari semakin berkurang

bahkan banyak ikan yang tidak ada lagi populasinya.

2. Dampak Pestisida bagi Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi

Masalah kerusakan tanah, air dan udara yang akan menyebabkan

terganggunya keseimbangan ekosisten dan keanekaragaman hayati

harus menjadi perhatian karena peletarian keanekaragaman hayati adalah

kewajiban bersama agar dapat dinikmati generasi yang akan datang.

Apabila ekosistem dan keanekaragaman hayati terganggu maka

pemerintah juga akan terancam akan kehilangan aset wisatanya berupa

keanekaragaman hayati.

Bila dimanfaatkan itik sebagai pengganti pestisida maka, itik dapat

memberikan dampak positif bagi petani dan Pemerintah kabupaten

Kuantan Singingi.

1. Manfaat Itik bagi Petani Desa Pulau Ingu

Bila dimanfaatan itik sebagai penganti penggunaan pestisida maka

secara aspek sosial dan budaya keseimbangan ekosistem yang

Page 549: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

21

terganngu akibat penggunaan pestisida tidak perlu ditakutkan lagi.

Masyarakat Desa Pulau Ingu juga akan saling meningkatkan tali

silaturrahmi antara petani padi dan peternak itik karena mereka akan

saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Itik yang dilepaskan

kesawah akan lebih bagus perkembangannya dibandingkan dengan itik

yang diternakkan dirumah. Di sawah itik juga bisa memakan organisme

lain seperti belalang kecil dan anak-anak katak. Jika itik memakan

belalang kecil maka akan menguntungkan padi karena dahan padi tidak

akan terganggu lagi oleh belalang. Jika itik memakan anak katak maka

akan menguntungkan itik itu sendiri, katak dapat menambah nutrisi pada

itik sehingga pertumbuhan itik menjadi lebih baik.

2. Manfaat Itik bagi Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi

Dampak sosial budaya bagi Pemerintah Daerah Kabupaten

Kuantan Singingi yaitu air, tanah, udara dan padi itu sendiri tidak akan

terganggu oleh itik. Dengan pemanfaatan itik kesuburan tanah tidak

terganggu., air juga tidak tercemar sehingga biota sungai akan terlindungi.

3.3. Aspek Lingkungan dan Kesehatan

Bila tidak dimanfaakan itik sebagai pengganti pestisida akan

memberikan dambak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan.

1. Dampak Pestisida pada Lingkungan

Pestisida pada polusi udara karena pestisida dapat tersuspensi di

udara sebagai partikulat yang terbawa oleh angin ke area selain

target dan mengkontaminasinya. Kondisi cuaca seperti temperatur

Page 550: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

dan kelembaban juga menjadi penentu kualitas pengaplikasian

pestisida karena sama dengan halnya fluida yang mudah menguap.

Pestisida pada sistem perairan, pestisida mengkontaminasi

perairan bisa melalui udara dan bisa melalui aliran air permukaan.

Dampak pestisida dalam perairan yaitu pestisida dapat merusak

biota air dan mencemari sungai.

Senyawa kimia yang digunakan sebagai pestisida merupakan

bahan pencemar tanah yang persisten (sulit terurai). Penggunaan

pestisida mengurangi keragaman hayati secara umum di tanah.

Dalam penerapannya tidak semua pestisida sampai kesasaran.

Kurang dari 20% pertisida sampai ke tumbuhan, dan selebihnya

lepas begitu saja. Akumilasi dari pestisida dapat mencemari lahan

pertanian dan dapat masuk dalam rantai makanan sehingga

menimbulkan berbagai macam penyakit.

2. Dampak Pestisida pada Kesehatan

Dampak bagi kesehatan petani, penggunaan pestisida bisa

mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga

mengakibatkan keracunan. Keracunan terbagi beberapa dalam tiga

kategiri yaitu; keracunan akut ringan, Keracunan akur berat dan

Keracunan krinis .

Dampak pestisida bagi konsumen, pada umumnya berbentuk

keracunan kronis yang tidak segera terasa. Namun, dalam jangka

waktu lama bisa menimbukan gangguan kesehatan.

Page 551: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

Bila dimanfaatkan itik sebagai pengganti pestisida dalam

membasmi hama dan gulma dipersawahan maka akan memberikan

dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan.

1. Manfaat Pemanfaatan Itik bagi Lingungan

Dengan memanfatkan itik tidak ditakutkan lagi adanya polusi udara,

pencemaran sungai, dan pencemaran tanah yang biasa terjadi ketika

menggunakan pestisida. Unsur hara tanah akan terjaga sehingga tidak

terjadi penyempitan luas lahan pertanian, bahkan itik akan menambah

kesuburan tanah dengan kotorannya. Itik juga dapat dijadikan alternatif

sebagai penggembur dan pembajakan tanah sepanjang itik berada di

sawah tersebut.

2. Manfaat Pemanfaatan Itik bagi Kesehatan

Itik membasmi hama dan gulma secara alami tanpa adanya bahan

berbahaya dan beracun yang mencemari sawah. Hal ini sangat

meguntungkan baik bagi petani maupun konsumen. Padi yang tumbuh

dengan tidak terkontaminasi pestisida tentu lebih baik dikonsumsi karena

tidak akan menggangu kesehatan.

Page 552: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

IV. PENINGKATAN PEMANFAATAN ITIK SEBAGAIPENGGANTI PESTISIDA DALAM MEMBASMI HAMADAN GULMA PERSAWAHAN DI DESA PULAU INGUKECAMATAN BENAI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

4.1. Jumlah Itik yang Dipelihara Peternak di Desa Pulau Ingu

Jumlah itik di Desa Pulau Ingu sekitar 900 ekor. Untuk membasmi

hama keong mas dan gulma itik dilepaskan sebanyak 10 ekor setiap

400 m2. Dengan lluas keseluhan lahan persawahan di Desa Pulau Ingu

sekitar 1.000.000 m2 maka dibutuhkan sebanyak 25.000 ekor itik. Sesuai

perhitungan matematis pada saat ini Desa Pulau Ingu kekurangan itik

sebanyak 24.100 ekor. Agar itik tetap bisa membasmi hama keong mas

dan gulma persawahan di Desa Pulau Ingu tanpa harus menghiraukan

kekurangan jumlah itik, diperlukan adanya pengaturan periode pelepasan

itik di sawah.

Desa Pulau Ingu terdiri dari tiga RT, bila satu RT itik dapat

membasmi hama dan gulma dalam dua minggu maka itik bisa digilir

pelepasan setiap per dua minggu pada masing-masing RT dengan siklus

yang berulang-ulang sampai datang masa panen pada Gambar 1.

Itik dapat membasmi hama keong mas dan gulma selama dua

minggu dalam satu RT. (a) setelah dua minggu di RT I, itik digiring ke RT

II, (b) setelah dua minggu di RT II itik digiring ke RT III, (c) setelah dua

minggu di RT III itik dikembalikan ke RT I. hal ini dilakukan secara terus

Page 553: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

menerus sampai panen padi atau sampai keong mas dan gulma hilang di

persawahan.

Gambar 1 : Periode Pelepasan Itik di Persawahan Desa Pulau InguKecamatan Benai

4.2. Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan SingingiTerhadap Peternak Itik

Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan Singingi, sampai saat ini

belum memperhatikan ketersediaan itik untuk membasmi hama keong

mas dan gulma di persawahan. Sebaiknya pemerintah memberikan

bantuan kepada petani padi agar para petani tidak menggunakan

pestisida dan menggatinya dengan memanfaatkan itik. Peran pemerintah

seharusnya memberikan bantuan pakan ternak kepada pada peternak itik.

Jika pakan ternak disubsidi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kuantan

Singingi, maka peternak itik tidak akan susah mencari sagu dikecamatan

selain tempat tinggalnya (Kecamatan Benai) dan tumbuhan sagu pun

tidak dikhawatirkan punah jika ditebangl terus menerus.

Page 554: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

26

Sagu menghasilkan nilai ekonomi dan budaya bagi Kabupaten

Kuantan Singingi. Sagu menghasilkan buah Enau yang dapat dimakan

dan dikenal sebagai buah kolang kaling. Air dari buah enau dimanfaatkan

juga oleh masyarakat sebagai air nira untuk membuat gula merah.

Sedangkan batang enau itu sendiri dijadikan tradisi pada penyambutan

hari kemerdekaan oleh sebagian masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi

yaitu Pacu Jalur Enau yang dilombakan di darat sebelum Pacu Jalur

Kuantan Singingi di gelar. Dengan alasan inilah Pemerintah Kabupaten

Kuantan Singingi wajib melestarikan tanaman sagu.

Page 555: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

27

DAFTAR PUSTAKA

Alreza. 1990. Budidaya Tanaman Padi Aksi Agri Kanisius. Kanisius. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2012. Riau Dalam Angka. Pekanbaru.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi. 2013. Kuantan Singingi DalamAngka. Teluk Kuantan.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi. 2014. Kuantan Singingi DalamAngka. Teluk Kuantan.

Bangun, P. dan M. Syam. 1993. Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi. PadiBuku 2. Puslitbangtan. Bogor.

Budiyono, S. 2006. Teknik Mengendalikan Keong Emas pada Tanaman Padi. JurnalIlmu-Ilmu Pertanian. 2 (2): 128-133.

Damardjati, D. 1990. Pembuatan Tepung Campuran (Gaplek, Terigu, Padi danKacang Hijau) untuk Kue Basah. Mizan. Medan.

Girsang, W. 2009. Dampak Penggunaan Pestisida. Fakultas Pertanian UniversitasSimalungun Pematang Siantar. Medan.

Guntoro, S. 2011. Studi Eksplorasi Potensi Ekowisata Pesisir Desa CikaputKecamatan Sijuk Kabupaten Belitung. Skripsi, Fakultas Ilmu Pemeintahandan Politik Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Pekanbaru.

Haikal, M. 2011. Penggunaan Pestisida dalam Pertanian. Aksi Agri Kanisius.Kanisius. Yogyakarta.

Hermawan, H. 2007. Media Pembelajaran. UPI Press. Bandung.

Indasari, S.D., P. Wibowo dan A. A. Drajad, 2008. Kandungan Mineral BerasVarietas Unggul Baru. (Abstrak), Seminar Nasional Padi. Erlangga.Surabaya.

Indreswari, K., L. Henny dan Muyasyaroh. 2014. Itik sebagai Penyiang diPersawahan. Jurnal Teori dan Praktik Pertanian 10 (2): 87-89.

Isnaningsih, N.R. 2006. Variasi Struktur Cangkang Keong Emas Pomaceacanaliculata (Lamarck, 1822) di Indonesia. Jurnal Biolog. 6 (1): 125-129.

Isnaningsih, N.R dan R. M. Marwoto, 2011. Keong Emas Hama Pomacea diIndonesia: Karakter Morfologi dan Sebarannya (Mollusca, Gastropoda:Ampullariidae). Jurnal Biologi. 10 (4): 411-446.

Page 556: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

28

Mahfudz, Y. T., J. Limbongan dan C. Khairani. 2001. Seleksi Pohon Induk NangkaLokal Palu sebagai Sumber Entris untuk Produksi Bibit secara Vegetatif.Agroland. 8 (3): 237-244.

Manurung, R. dan I. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Buku 1. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Moenandir, J. S. 1981. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma (Ilmu Gulma-BukuI). Rajawali. Jakarta.

Nantasomsaran, P dan K. Moody. 1993. Weed Management for Rainfed Lowland.Rice. Paper to be Presented at the Second Annual Technical Meeting ofthe Rainfed Lowland Rice Consortium. USM. Semarang.

Nuraintan, S. 2012. Pencemaran Tanah Akibat Penggunaan Pestisida Sistesis padaPertanian. Aksi Agri Kanisius. Kanisius. Yogyakarta.

Pane, H. dan S. Y. Jatmiko. 2009. Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi.Puslitbangtan. Depok.

Pujiatmoko. 2009. Pertanian Terpadu Padi, Bebek, dan Azolla untuk SiklusEkosistem Produktif yang Kekal. Farming Japan 43 (3): 10-13

Purwono, dan Purnamawati. 2007. Budidaya Tanaman Pangan. Agromedia. Jakarta.

Suharto, H. 2010. Teknik Mengendalikan Keong Mas pada Tanaman Padi. JurnalIlmu-Ilmu Pertanian. 2 (2): 128-133.

Supriyadi. 2009. Panen Itik Pedaging dalam Enam Minggu. Penebar Swadaya.Jakarta.

Surowinoto, S. 1982. Tegnologi Produksi Tanaman Padi Sawah dan Gogo. InstitutPertanian Bogor. Bogor.

Suryana, A. 2003. Kewirausahaan. Pedoman Praktis, Kiat, dan Proses MenujuSukses. Salemba Empat. Jakarta.

Susilorini, T. E. 2010. Budidaya Ternak Potensial pada Produksi Bersih. PenebarSwadaya. Jakarta.

Suwandi. 2008. Integrasi Tiktok dengan Padi Sawah di Pinggiran Kota Jakarta.Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30 (4): 98-102.

Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma diPerkebunan. Gramedia .Jakarta.

Page 557: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

29

Lampiran 1. Peta Provinsi Riau

Sumber: www.kuansing.go.id (2016)

Page 558: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

30

Lampiran 2. Peta Kabupaten Kuantan Singingi

Sumber: www.kuansing.go.id (2016)

Page 559: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

31

Lampiran 3. Peta Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Sumber: www.kuansing.go.id (2016)

Page 560: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

32

Lampiran 4. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman di ProvinsiRiau Tahun 2009-2013

Jenis Tanaman 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Padi Sawah 127.522 131.263 123.038 117.649 97.796

2 Padi Ladang 21.901 24.825 22.204 26.366 20.722

3 Jagung 25.016 18.044 14.139 13.284 11.748

4 Ubi Kayu 4.379 4.237 4.144 3.642 3.863

5 Kacang Tanah 2.023 2.188 1.819 1.732 1.325

6 Ubi Jalar 123 1.252 1.203 1.137 1.028

7 Kacang Kedelai 4.906 5.252 6.452 3.686 1.949

8 Kacang HIjau 958 114 938 865 585

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Riau 2009-2013.

Page 561: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

33

Lampiran 5. Luas daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Kuantan SingingiTahun 2013

KecamatanLuas Daerah Persentase

(%)

Km2 Ha(1) (2) (3) (4)

1. Kuantan Mudik 564,28 56.428 7,372. Hulu Kuantan 384,4 38.440 5,023. Gunung Toar 165,25 16.525 2,164. Pucuk Rantau 821,64 82.164 10,735. Singingi 1.953,66 195.366 25,526. Singingi Hilir 1.530,97 153.097 20

7. Kuantan Tengah 270,74 27.074 3,54

8. Sentajo Raya 145,7 14.570 1,99. Benai 124,66 12.466 1,6310. Kuantan Hilir 148,77 14.877 1,9411. Pangean 145,32 14.532 1,9

12. Logas Tanah Darat 380,34 38.034 4,97

13. Kuantan Hilir Seberang 114,29 11.429 1,49

14. Cerenti 456 45.600 5,9615. Inuman 450,01 45.001 5,88

Kabupaten Kuantan Singingi 7.656,03 765.603 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi 2013.

Page 562: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

34

Lampiran 6. Jumlah dan Rasio Penduduk Kabupaten Kuantan SingingiMenurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2014

Kecamatan2013 2014

Laki – laki Perempuan Jumlah Laki – laki Perempuan JumlahMale Female Total Male Female Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)1. Kuantan Mudik 11650 11422 23072 11549 11329 228782. Hulu Kuantan 4334 4135 8469 4386 4191 85773. Gunung Toar 6727 6599 13326 6807 6689 134964. Pucuk Rantau 5588 4729 10317 5895 5040 109355. Singingi 16056 14330 30386 16248 14524 307726. Singingi Hilir 19360 17328 36688 19593 17563 371567. Kuantan Tengah 23698 22487 46185 23981 22791 467728. Sentajo Raya 14124 13413 27537 14293 13595 278889. Benai 7807 7817 15624 7900 7922 1582210. Kuantan hilir 7326 7227 14553 7414 7325 1473911. Pangean 8979 9040 18019 9085 9163 1824812. Logas Tanah Darat 10411 9492 19903 10535 9620 2015513. Kuantan HilirSeberang 6426 6343 12769 6502 6428 12930

14. Cerenti 7522 7238 14760 7612 7336 1494815. Inuman 7589 7521 15110 7680 7623 15303

Jumlah Total 157597 149121 306718 159.480 151.139 310.619

Sumber : Proyeksi Penduduk Hasil Sensus Penduduk 2014

Page 563: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

35

Lampiran 7. Banyaknya Petani Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan danJenis Komoditas di Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2014

No Kecamatan Karet Kakao Sawit Padi Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 Kuantan Mudik 4.268 88 5.665 1.598 11.619

2 Hulu Kuantan 4.238 24 222 1.156 5.640

3 Gunung Toar 6.221 181 93 517 7.012

4 Pucuk Rantau 4.130 19 3.684 1.089 8.922

5 Singingi 6.460 12 7.117 458 14.047

6 Singingi Hilir 3.000 41 9.444 199 12.684

7 Kuantan Tengah 4.461 149 4.032 504 9.146

8 Sentajo Raya 2.372 35 5.252 306 7.965

9 Benai 5.339 596 2.007 1.722 9.664

10 Kuantan Hilir 4.175 53 230 1.666 6.124

11 Pangean 3.803 813 1.804 2.495 8.915

12Logas Tanah

Darat5.153 63 4.691 2.184 12.091

13Kuantan Hilir

Seberang2.799 11 222 1.363 4.395

14 Cerenti 5.001 132 1.090 1.979 8.202

15 Inuman 3.755 861 317 816 5.743

Jumlah Total 65.175 3.078 45.870 18.052 132.175

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi 2014.

Page 564: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

PENINGKATAN KEBUTUHAN KAPASITAS PENGOLAHAN AIR LINDI

DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH RUMAH TANGGA

MUARA FAJAR KEC.RUMBAI PESISIR PEKANBARU

OLEH :

WILYANDA1510248158

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU

2016

Page 565: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR ISI........................................................................................................ iiDAFTAR GAMBAR........................................................................................... ivDAFTAR TABEL ............................................................................................... vDAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viI. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................ 11.2 Masalah ................................................................................................... 2

II. PENINGKATAN KEBUTUHAN KAPASITAS PENGOLAHAN AIRLINDI DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH RUMAHTANGGA MUARA FAJAR KEC.RUMBAI PESISIR PEKANBARU.... 4

2.1 Pengertian Sampah.................................................................................. 42.2 Tempat Pembuangan Akhir .................................................................... 6

2.2.1 Pengertian TPA ........................................................................... 62.2.2 Dampak Pengelolaan Sampah..................................................... 82.2.3 Metode pembuangan sampah ..................................................... 122.2.4 Persyaratan lokasi TPA............................................................... 142.2.5 Jenis dan fungsi fasilitas TPA..................................................... 142.2.6 Teknis operasional TPA.............................................................. 172.2.7 Pemeliharaan TPA ...................................................................... 222.2.8 Pengawasan dan pengendalian TPA ........................................... 25

2.3 Perlindungan Lingkungan TPA .............................................................. 282.4 Metode Analisis Peningkatan Kapasitas Pengolahan Air Lindi di

Tempat Pemrosesan Akhir Sampah ........................................................ 372.4.1 Menghitung prediksi jumlah sampel........................................... 382.4.2 Menghitung prediksi jumlah penduduk dan laju pertumbuhan

penduduk..................................................................................... 392.4.3 Menghitung prediksi timbulan sampah....................................... 402.4.4 Menghitung prediksi kebutuhan luas lahan TPA........................ 422.4.5 Menghitung prediksi kebutuhan luas IPAL lindi TPA ............... 42

2.5 Pengelolaan Air Lindi di TPA Muara Fajar Pekanbaru.......................... 43III. DAMPAK PENINGKATAN KEBUTUHAN PENGOLAHAN LINDI DI

TPA MUARA FAJAR KECAMATAN RUMBAI PESISIRPEKANBARU .............................................................................................. 513.1 Dampak Ekonomi ................................................................................... 513.2 Dampak Sosial Budaya ........................................................................... 523.2 Dampak Lingkungan dan Kesehatan ...................................................... 52

IV. UPAYA MAKSIMALISAI PENINGKATAN KEBUTUHANKAPASITAS PENGOLAHAN AIR LINDI DI TPA MUARA FAJARPEKANBARU .............................................................................................. 554.1 Keterlambatan Proses Penutupan Sampah yang Disebabkan Minimnya

Anggaran untuk Pembelian Tanah Penutup Kepada Pihak Ketiga ........ 554.2 Pembuangan Sampah dengan Sistem “Open Dumping” ....................... 564.3 Penurunan Faktor Pertumbuhan Lindi Melalui Konversi Sampah

Menjadi Energi Listrik ........................................................................... 574.4 Pendangkalan dan Penurunan Kinerja IPAL .......................................... 58

Page 566: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

4.5 Peningkatan Kebutuhan Kapasitas Pengolahan Air Lindi Pemko KotaPekanbaru................................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 60LAMPIRAN......................................................................................................... 62

Page 567: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Diagram rata-rata komposisi sampah di TPA Bantar Gebang Tahun 2010... 52. Perubahan paradigma tentang manajemen sampah ...................................... 73. Dampak pengelolaan sampah dibidang konomi ............................................ 104. Pengelolaan sampah metode sanitary landfill ............................................... 135. Lapisan kedap air TPA................................................................................... 306. Penampang melintang jaringan pengumpul lindi .......................................... 317. Denah instalasi pengelolaan lindi .................................................................. 34

Page 568: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Baku mutu efluent .......................................................................................... 352. Perbandingan parameter desain IPAL air lindi TPA ..................................... 373. Rumus menentukan luas kebutuhan IPAL lindi TPA.................................... 434. Hasil analisis air lindi ( outlet bak ke empat) unit pengolahan air lindi TPA

Muara Fajar .................................................................................................... 455. Hasil pengujian limbah air lindi (outlet ipal) TPA Muara Fajar oleh

Darmayanti..................................................................................................... 466. Dasar Perencanaan Penetapan kapasitas IPAL lindi di TPA ......................... 59

Page 569: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman1. Peta Provinsi Riau ............................................................................................ 622. Peta Kota Pekanbaru ........................................................................................ 633. Peta lokasi TPA Muara Fajar Pekanbaru ......................................................... 644. Lokasi TPA Muara Fajar Pekanbaru ................................................................ 65

Page 570: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah padat rumah tangga menjadi fenomena masalah lingkungan yang

terus berkembang hingga saat ini. Selain pertumbuhan penduduk dan daya

konsumsi masyarakat yang terus meningkat di iringi petumbuhan industri

makanan dan produk kemasan yang beraneka ragam serta budaya yang

berkembang di tengah masyarakat modern saat ini, hal tersebut menyebabkan

peningkatan timbulan sampah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga

sehingga jika terlambat untuk ditangani akan menjadi tumpukan limbah yang

mengganggu kebersihan udara serta merusak estetika keindahan sebuah kota. Hal

tersebut tentu saja menjadi indikasi pencemaran lingkungan yang tidak

diinginkan baik bagi masyarakat maupun pemerintah khususnya di bidang yang

terkait. Oleh sebab itu dibutuhkan tempat yang memadai baik kapasitas, prasarana

serta lingkungannya untuk menapung dan mengelola limbah-limbah masyarakat

yang aman bagi lingkungan.

Upaya yang dilakukan pemerintah dengan membangun tempat-tempat

pemrosesan sampah sementara dan tempat pemrosesan akhir sampah dengan

mengubah sistem dari penumpukan sampah dan pembakaran menjadi sanitary

landfill merupakan langkah positif untuk menjaga kelestarian lingkungan karena

meskipun mampu mereduksi jumlah timbunan sampah namun dapat

mengakibatkan pencemaran udara dari sisa gas emisi pembakaran bahkan

beresiko mengakibatkan ledakan karena gas methan yang dihasilkan dari

penimbunan sampah yang cukup tinggi. Namun sistem pengelolaan sanitary

landfill tentu saja memiliki rintangan tersendiri karena harus melakukan

perencanaan yang baik untuk mereduksi sampah, menentukan kapasitas TPA dan

fasilitas pengumpulan serta pengolahan air lindi yang dapat timbul akibat

tumpukan sampah yang terkena air hujan baik yang langsung turun maupun

berupa limpasan sehingga mampu menangani permasalahan sampah serta aman

dan ramah bagi lingkungan.

Kandungan bahan organik yang tinggi dari air lindi yang dihasilkan di

tempat pemrosesan akhir sampah memiliki sifat toksik/ beracun menjadikan unit

Page 571: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

2

pengolahan air lindi sebagai salah satu perhatian khusus dalam merencanakan

tempat pemrosesan akhir sampah. Berdasarkan hasil periksaan P3KLL Kementian

lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah TPST Bantar Gebang pada tahun

2010 berdasarkan PP No82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air

permukaan dan pengendalian pencemaran air bahwa telah terjadi indikasi

pencemaran air di TPST tersebut, dengan parameter yang tercemar adalah DO,

BOD, COD, TSS, DHL, Cl2, Fosfor dan Bakteri (Pusarpedal, 2010). Terjadinya

pencemaran ini merupakan indikasi manajemen perencanaan pengelolaan tempat

pengelolaan limbah yang tidak efektif, sehingga air hasil olahan lindi tidak

bekerja secara optimal dan langsung dibuang keperairan alam sehingga

menyebabkan pencemaran lingkungan.

Oleh sebab itu berdasarkan keterangan-keterangan diatas dilihat perlu

untuk menghitung peningkatan kebutuhan kapasitas pengolahan air lindi agar

proses pengolahan limbah berjalan efisien, efektif dan terkendali sehingga

diharapkan tempat pemrosesan akhir sampah yang ramah lingkungan dan

berkelanjutan.

1.2 Masalah

Pekanbaru sebagai kota metropolitan seiring dengan pertumbuhan

penduduk, pertumbuhan berbagai kegiatan masyarakat, industri serta pertanian,

akan mengakibatkan pertumbuhan jenis dan timbulan sampah. Jumlah sampah

yang meningkat setiap hari akan menibulkan masalah dalam pengelolaannya

termasuk pengolahan air lindi yang dihasilkan. Di TPA pengelolaan air lindi

mengalami berbagai masalah yaitu:

1. Keterlambatan proses penutupan sampah yang terjadi akibat minimnya

anggaran untuk pembelian tanah penutup megakibatkan peningkatan

laju pertumbuhan lindi.

2. Pembuangan sampah dengan sistem “open dumping” yang harusnya

diganti dengan “sanitary landfill” tidak berjalan menyebabkan

timbulan lindi yang tidak terkendali.

3. Laju pertumbuhan pembentukan lindi yang tinggi mengakibatkan

terjadinya pendangkalan dan penurunan kinerja IPAL sehingga luas

efektivitas kolam tidak lagi memadai.

Page 572: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

3

4. Rencana penurunan faktor pertumbuhan lindi melalui konversi sampah

menjadi energi listrik tidak berjalan sehingga peningkatan kapasitas

kebutuhan pengolahan lindi akan terus terjadi.

5. Belum adanya kebijakan Pemko Pekanbaru dalam upaya peningkatan

kinerja pengolahan air lindi untuk menetukan peningkatan kebutuhan

kapasitas pengolahan air lindi yang optimal dan berkelanjutan.

Page 573: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

II. PENINGKATAN KEBUTUHAN KAPASITAS PENGOLAHAN AIR LINDI

DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH RUMAH TANGGA

MUARA FAJAR KEC.RUMBAI PESISIR PEKANBARU

2.1. Pengertian Sampah

Yustina dan Purnomo (2008), menyatakan sampah atau limah rumah tangga

adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi berupa bahan

buangan yang berasal dari rumah tangga. Sedangkan menurut ilmu kesehatan

lingkungan sampah adalah sebagian dari benda yang dipandang tidak berguna, tidak

disenangi atau harus dibuang sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup.

Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk

maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian barang rusak atau

bercacat dalam pembuatan manufktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau

buangan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2005). Dalam Undang-Undang No.18

tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dinyatakan definisi sampah sebagai sisa

kegiatan sehari- hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.

Menurut Hartono (2008), berdasarkan sifatnya sampah dapat dibagi menjadi

dua yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik atau sampah basah adalah

sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti dedaunan dan sampah dapur.

Sampah seperi ini dapatdengan mudah terurai (degradable). Sementara itu sampah

anorganik atau sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terurai

(undegradable) seperti karet, plastik karet dan logam.

Volume tumpukan sampah memiliki nilai sebanding dengan tingkat

konsumsi masyarakat tehadap material yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Output jenis materialpun tergantung dari jenis material yang dikonsumsi. Secara

umum dapat ditarik benang merah bahwa peningkatan jumlah penduduk dan gaya

hidup masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap volume sampah beserta

komposisinya. Di Indonesia sekitar 60-70% dari total volume sampah yang

dihasilkan merupakan sampah basah dengan kadar air antara 65-75%. Sumber

sampah terbanyak berasal dari pasar tradisional dan pemukiman. (Hartono, 2008).

Page 574: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

5

Menurut Pambagio (2015), dari hasil penelitaian yang dilakukan oleh UI di

TPST Bantar Gebang, komposisi sampahnya adalah 67% sampah organik, 17%

sampah plastik, 7% sampah tekstil, 6% sampah kertas, 1,5% sampah karet, 0,9%

sampah kaca, 0,4% sampah logam dan 0,2% sampah lainnya. Jadi jelas yang

bermasalah adalah sampah organik rumah tangga (67%). Komposisi sampah di

TPST Bantar Gebang dapat dilihat dari diagram (Gambar 1):

Gambar 1. Diagram rata-rata komposisi sampah di TPA Bantar Gebang tahun 2010Sumber : Pambagio (2015)

Keanekaragaman komposisi, waktu untuk terdekomposisi sempurna yang

cukup lama, dan sebagainya, dapat menimbulkan beberapa kesulitan dalam

pengelolaannya. Misalnya, kebutuhan lahan yang luas, masalah dalam pengangkutan,

begitu juga dengan masalah pemisahan komponen-komponen tertentu sebelum

proses pengolahan. Oleh sebab itu kurang memadainya prasarana dalam pengelolaan

sampah tentu akan mempersulit pengelolaan sampah untuk meminimalisir bahaya

dampak penumpukan sampah yang tidak terkontrol, sehingga dapat menimbulkan

dampak negatif bagi lingkungan.

Page 575: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

6

2.2 Tempat Pembuangan Akhir

2.2.1 Pengertian TPA

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah

mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,

pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA

merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan

gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas

dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Selama

ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya

merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah

Daerah masih merasa berat untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan

fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas dibanding dengan pembangunan

sektor lainnya.

Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan

jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara

yang lain lebih lambat, bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai

puluhan tahun, misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA

selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan

beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan

pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.

Dalam konteks inilah, perlu dicari solusi penanganan sampah kota yang tepat,

yang mampu mengeliminir menumpuknya timbunan sampah, sampai mencapai taraf

zero waste. Tidak akan ada lagi cerita tentang menumpuknya sampah di TPA atau di

pinggir jalan atau di kali/ selokan yang mengganggu aliran air. Salah satu solusi yang

telah diterakan oleh negara-negara maju di dunia adalah pengelolaan sampah

terpadu. Pengelolaan sampah terpadu dapat didefinisikan sebagai pemilihan dan

penerapan teknik-teknik, teknologi, dan program-program manajemen yang sesuai

untuk mencapai sasaran dan tujuan yang spesifik dari pengelolaan sampah.

Perubahan paradigma penanganan sampah padat perkotaan melalui konsep

pengelolaan sampah terpadu dapat merubah hirarki manajemen sampah lama atau

Page 576: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

7

tradisional menjadi paradigma manajemen limbah baru yang diharapkan mampu

meminimalisir volume sampah akhir yang dibuang secara landfill. Sehingga

diharapkan dapat memperkecil kapasitas kebutuhan sell landfill di area TPA.

(Gambar 2)

Gambar 2. Perubahan paradigma tentang manajemen sampahSumber : Saefuddin (2014)

Menurut Damanhuri dan Padmi (2010), pengelolaan sampah pada masyarakat

modern bertambah lama bertambah kompleks sejalan dengan kekomplekan

masyarakat itu sendiri. Pengelolaan sampah pada masyarakat modern membutuhkan

keterlibatan beragam teknologi dan beragam disiplin ilmu. Termasuk di dalamnya

teknologi-teknologi yang terkait dengan bagaimana mengontrol timbulan

(generation), pengumpulan (collection), pemindahan (transfer), pengangkutan

(transportation), pemrosesan (processing), pembuangan akhir (final disposal)

sampah yang dihasilkan pada masyarakat tersebut. Pendekatannya tidak lagi

sesederhana menghadapi masyarakat non-industri, seperti di perdesaan. Seluruh

proses tersebut hendaknya diselesaikan dalam rangka bagaimana melindungi

kesehatan masyarakat, pelestarian lingkungan hidup, namun juga secara estetika dan

ekonomi dapat diterima.

Beragam pertimbangan perlu dimasukkan, seperti aspek adminsitratif,

finansial, legal, arsitektural, planning, kerekayasaan. Semua disiplin ini diharapkan

saling berkomunikasi dan berinteraksi satu dengan yang lain dalam hubungan

Page 577: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

8

interdipliner yang positif agar sebuah pengelolaan persampahan yang terintegrasi

dapat tercapai secara baik.

Pengelolaan sampah terpadu dapat didefinisikan sebagai pemilihan dan

penerapan teknik-teknik, teknologi, dan program-program manajemen yang sesuai

untuk mencapai sasaran dan tujuan yang spesifik dari pengelolaan sampah. USEPA

di Amerika Serikat mengidentifikasi empat dasar pilihan manajemen strategi yaitu

(Damanhuri dan Padmi 2010) :

• Reduksi sampah di sumber

• Recycling dan pengomposan

• Transfer ke enersi (waste-to-energy)

• Landfilling

Selanjutnya menurut Damanhuri dan Padmi (2010), konsep pengelolaan

sampah permukiman secara terintegrasi, bahwa penanganan sampah yang terintegrasi

bertujuan untuk meminimalkan atau mengurangi sampah yang terangkut menuju

pemrosesan akhir. Pengelolaan sampah yang hanya mengandalkan proses kumpul-

angkut-buang menyisakan banyak permasalahan dan kendala, antara lain

ketersediaan lahan untuk pembuangan akhirnya. Daur ulang sampah sudah menjadi

dasar yang diamanatkan oleh UU-18/2008

2.2.2 Dampak Pengelolaan Sampah

Dampak sampah bagi manusia dan lingkungan sangat besar, sudah kita sadari

bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat

merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan

perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan.

Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang

tidak sedikit (Saefuddin, 2014).

Jika pengelolaan sampah diiringi dengan perencanaan lokasi, penerapan

metode pembuangan dan operasional yang baik, pengawasan, pemeliharaan,

pengendalian dan perencanaan fasilitas pendukung yang benar maka sampah dapat

memberikan dampak positif baik nilainya secara ekonomi, sosial budaya dan

kesehatan serta lingkungan, akan tetapi jika terjadi pengelolaan sampah yang tidak

Page 578: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

9

baik di TPA justru dapat memberikan dampak negatif bagi seluruh aspek baik

terhadap ekonomi, sosial budaya, kesehatan dan lingkungan

1. Dampak terhadap Ekonomi

Pengelolaan sampah yang baik dengan perencanaan dan penangan yang tepat

tentu akan sangat membantu dalam mengatasi permasalahan sampah yang ada di

tengah-tengah masyarakat. Selain meminimalisir berbagai macam dampak yang

timbul akibat menumpuknya volume sampah yang menumpuk, sampah juga

memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak

langsung. Tidak dipungkiri bahwa kegiatan pengumpulan sampah baik di TPS

maupun TPA memberikan dampak ekonomi bagi sebagian masyarakat khusunya

yang bekerja sebagai pemulung, tersedianya sampah yang dapat diambil dalam

jumlah yang besar, akses dan lokasi yang baik, kemudahan transaksi jual beli hingga

berbagai program dan bantuan pemerintah memberikan dampak perekonomian yang

cukup memadai. Beberapa jenis sampah plastik yang dibunag di TPA juga

dimanfaatkan oleh industri rumah tangga sebagai bahan baku kerajinan tangan yang

meningkatkan nilai jual. Bagi pelaku industri, sampah yang dikumpulkan oleh

pemulung dibeli untuk dijadikan bahan baku biji plastik maupun diolah langsung

menjadi produk jadi seperti mainan, kemasan, maupun produk rumah tangga dimana

harga plastik daur ulang lebih murah dari pada harga platik dari pengolahan bahan

baku fraksi minyak bumi yang semakin lama semakin menipis ketersediaannya.

Sampah yang tergolong kedalam sampah organik seperti sisa sampah pasar

dan sebagian dari sampah rumah tangga jika dimanfaatkan menggunakan teknologi

tepat guna hasil bioteknologi berupa effective Mcroorganism (EM) yang

berwawasan ramah lingkungan, maka sampah organik dapat diolah menjadi

produk yang bermanfaat yaitu pupuk organik.

Timbunan sampah organik tersebut juga mampu menghasilkan gas methan

dimana jika dikelola maka dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar bagi masyarakat

yang berada disekitar kawasan TPA. Manfaat yang bernilai ekonomi yang telah

dimanfaatkan oleh sebagian negara-negara maju di dunia yaitu pemanfaatan sampah

sebagai salah satu sumber energi pembangkit listrik dimana sampah dibakar didalam

Page 579: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

10

ruang insenerasi kemudian dimanfaatkan sebagai penggerak turbin. Secara ringkas

dampak pengelolaan sampah dibidang ekonomi dapat dilihat dari (Gambar 3).

Gambar 3.Dampak pengelolaan sampah dibidang konomi

2. Dampak terhadap Sosial Budaya

Pengelolaan sampah yang tidak baik ternyata tidak hanya berdampak pada

lingkungan fisik tetapi juga lingkungan sosial. Hal ini dikarenakan adanya konsep

yang mengatakan bahwa masyarakat di pandang sebagai bagian dari ekosistem. Jadi

masalah sampah tidak hanya berdampak pada lingkungan fisik saja tetapi juga

berdampak pada sosial atau lebih di kenal dengan istilah “Dampak Sosial”. Menurut

Hadi (2005), dampak sosial merupakan perubahan yang terjadi pada manusia dan

masyarakat yang di akaibatkan oleh proses pembangunan.

Menurut Hakim,Wijaya dan Sudirja (2006), dampak sosial yang timbul akibat

pembungan/ penimbunan sampah sampai saat ini belum banyak mengubah

pandangan para pengambil kebijakan dan operatornya. Apabila sampah tidak

dikelola dengan baik selain menyebabkan kota menjadi kotor dan kumuh juga

menyebabkan pendangkalan sungai yang berakibat timbulnyabencana banjir.

Dampak sosial dapat merupakan akibat tidak langsung baik dari lingkungan

alam seperti kontaminasi air tanah dan polusi udara, serta dari ekonomis seperti

Sumber : Saefuddin (2014)

Page 580: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

11

menurunya harga tanah dan bangunan dan kenaikan pajak. Dapat juga sebagai akibat

langsung dari aktifitas dari kontruksi atau operasi dari proyek seperti bau, debu,

kebisingan, serta kemacetan lalu lintas. Akibat langsung yang lebih lebih sempit

misalnya kehilangan keterikatan dengan teman dan tetangga( karena harus pindah ke

tempat lain).

Dampak yang demikian dapat berlangsung dalam jangka pendek maupun

jangka panjang . Akan tetapi tanpa pengelolaan sampah di TPA justru akan

memberikan dampak penurunan nilai estetika yang besar disuatu wilayah dimana

timbulan sampah yang tidak terkendali akan mengakibatkan tumpukan sampah

dijalan-jalan, aliran sungai serta kawasan padat pemukiman. Hal ini tentu saja akan

mengakibatkan bau busuk, sumber penyakit, pendangkalan sungai serta menjadikan

pemandangan yang tidak mengenakkan.

3. Dampak terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Sampah yang dibuang sembarangan ke berbagai tempat dibedakan menjadi

dua yaitu sampah organik dan sampah an-organik. Pada satu sisi sampah organik ini

juga dianggap dapat mengurangi kadar oksigen ke dalam lingkungan perairan,

sampah an-organik dapat juga mengurangi sinar matahari yang memasuki ke dalam

lingkungan perairan, sehingga mengakibatkan proses esensial dalam ekosistem

seperti fotosintesis akan menjadi terganggu. Sampah organik dan an-organik

membuat air menjadi keruh, kondisi akan mengurangi organisme yang hidup dalam

kondisi seperti itu. Sehingga populasi hewan kecil-kecil akan terganggu.

Rembesan cairan yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan tercemari.

Berbagai mahluk hidup seperti ikan dipastikan akan mati sehingga beberapa spesies

ikan akan musnah sehingga akan merubah kondisi ekosistem perairan secara

biologis. Penguraian sampah yang dibuang secara langsung ke dalam air atau sungai

akan tercipta asam organik dan gas cair organik, seperti misalnya metana, selain

menimbulkan gas yang berbau, gas ini dengan konsentrasi yang tinggi akan

menimbulkan peledakan.

Permasalahan sampah bagi kesehatan timbul salah satunya akibat

pembuangan sampah secara langsung dalam ekosistem darat, sehingga akan

Page 581: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

12

mengundang organisma tertentu menimbulkan perkembangbiakan seperti tikus,

kecoa, lalat, dan lain sebagainya. Perkembangbiakan serangga atau hewan tersebut

dapat meningkat tajam.

Pengolahan sampah yang kurang sehat sehingga menimbulkan pembuangan

sampah yang tidak terkontrol, merupakan koloni yang cocok dari beberapa

orangisma dan menarik beberapa serangga-serangga yang menyukai tempat seperti

itu, yang biasanya menjangkitkan beberapa penyakit seperti: penyakit diare, tifus,

kolera yang dengan sigap menyebar dengan cepat karena virus dan bakteri yang

berasal dari sampah dengan pengelolaannya yang tidak tepat bercampur dengan air.

2.2.3 Metode pembuangan sampah

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara metoda pembuangan sampah

mengacu pada Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir

Sampah (Kementrian PU, 2002) pembuangan sampah mengenal beberapa metode

dalam pelaksanaannya yaitu:

1. Open dumping

Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan

sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka

tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda

yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana,

dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran

lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:

Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll

Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan

Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul

Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor

2. Control landfill

Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik

sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi

gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan

Page 582: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

13

perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan

dan kestabilan permukaan TPA.

Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota

sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan

beberapa fasilitas diantaranya:

Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan

Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan

Pos pengendalian operasional

Fasilitas pengendalian gas metan

Alat berat

3. Sanitary landfill

Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional dimana

penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul

dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana

yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru

dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan (Gambar 4).

Gambar 4. Pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfillSumber : Saefuddin (2014)

Metode sanitary landfill ini merupakan salah satu metode pengolahan sampah

terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat

Pembuanagan Akhir). Kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya

di tutup tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar tempat

Page 583: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

14

tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran limbah

cair sampah atau ke lingkungan. Pada metode sanitary landfill tersebut juga dipasang

pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas penguraian sampah.

2.2.4 Persyaratan lokasi TPA

Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan

maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini

ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam

SNI 03-3241(1994) tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah yang

diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan:

Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan

gempa, dll)

Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air

tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan

sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi)

Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)

Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal

1,5 – 3 km)

Bukan daerah/kawasan yang dilindungi

2.2.5 Jenis dan fungsi fasilitas TPA

Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan

prasarana dan sarana yang meliputi (Dep. PU. Balitbang, 2002) :

1. Prasarana Jalan

Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA.

Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan

sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi.Konstruksi jalan TPA cukup beragam

disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPA dengan konstruksi:

Hotmix, Beton, Aspal, Perkerasan sirtu

Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:

Jalan masuk/akses; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah

tersedia

Page 584: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

15

Jalan penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain

dalam wilayah TPA

Jalan operasi/kerja; yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik

pembongkaran sampah. Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang

terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan

kerja/operasi

2. Prasarana drainase

Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan

dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti

diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan.

Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin

kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil

kebutuhan unit pengolahannya.

Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air

hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase

penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu,

untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai

penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut.

Untuk itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada

saluran drainase.

3. Fasilitas penerimaan

Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang

datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya

fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar

dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan

penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan. Sementara

TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus sebagai kantor TPA

sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.

Page 585: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

16

4. Lapisan kedap air

Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk

di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus

dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. Bila tersedia

di tempat, tanah lempung setebal ±50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai

lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan

sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi.

5. Fasilitas pengamanan gas

Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan

dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit

jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan

global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut

tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi

agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu

diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous

atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara

bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan

potensinya dalam pemanasan global.

6. Fasilitas pengamanan lindi

Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan

banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya

zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik

air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.

Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang

dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun

pengaturan kemiringan dasar TPA, sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai

dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik

pengumpulan yang disediakan.

Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya

dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke

Page 586: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

17

dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila

topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan.

Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/

evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke

dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas

pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah.

7. Alat berat

Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator

dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam

operasionalnya.

Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam

kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi

kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan

baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan.

Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara

TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.

8. Penghijauan

Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah:

peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat

yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan ini perlu memperti m

bang kan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya,

dll).

9. Fasilitas penunjang

Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian

TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower),

kesehatan/keselamatan kerja, toilet dan lain lain.

2.2.6 Teknis operasional TPA

Untuk memperlancar kegiatan operasioanal pengelolaan TPA, baik persiapan

hingga penimbunan harus memperhatikan beberapa tahapan kegiatan sebagai teknis

operasional TPA meliputi (Dep. PU. Balitbang, 2002):

Page 587: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

18

1. Persiapan lahan TPA

Sebelum lahan TPA diisi dengan sampah maka perlu dilakukan penyiapan

lahan agar kegiatan pembuangan berikutnya dapat berjalan dengan lancar. Beberapa

kegiatan penyiapan lahan tersebut akan meliputi:

Penutupan lapisan kedap air dengan lapisan tanah setempat yang dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya kerusakan atas lapisan tersebut akibat operasi alat

berat di atasnya. Umumnya diperlukan lapisan tanah setebal 50 cm yang

dipadatkan di atas lapisan kedap air tersebut.

Persediaan tanah penutup perlu disiapkan di dekat lahan yang akan dioperasikan

untuk membantu kelancaran penutupan sampah; terutama bila operasional

dilakukan secara sanitary landfill. Pelatakan tanah harus memperhatikan

kemampuan operasi alat berat yang ada.

2. Tahapan operasi pembuangan

Kegiatan operasi pembuangan sampah secara berurutan akan meliputi:

Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana sampah diperiksa, dicatat dan

diberi informasi mengenai lokasi pembongkaran.

Pengangkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan;

dilakukan sesuai rute yang diperintahkan.

Pembongkaran sampah dilakukan di titik bongkar yang telah ditentukan dengan

manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas.

Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis demi lapis agar tercapai

kepadatan optimum yang diinginkan. Dengan proses pemadatan yang baik dapat

diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua kali lipat.

Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah yang

cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat diharapkan untuk

menyangga lapisan berikutnya.

Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi kontrol

atau sanitary landfill.

Page 588: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

19

3. Pengaturan lahan

Seringkali TPA tidak diatur dengan baik. Pembongkaran sampah terjadi di

sembarang tempat dalam lahan TPA sehingga menimbulkan kesan yang tidak baik,

disamping sulit dan tidak efisiennya pelaksanaan pekerjaan perataan, pemadatan dan

penutupan sampah tersebut. Agar lahan TPA dapat dimanfaatkan secara efisien,

maka perlu dilakukan pengaturan yang baik yang mencakup:

1) Pengaturan sel

Sel merupakan bagian dari TPA yang digunakan untuk menampung sampah

satu periode operasi terpendek sebelum ditutup dengan tanah. Pada sistem sanitary

landfill, periode operasi terpendek adalah harian; yang berarti bahwa satu sel adalah

bagian dari lahan yang digunakan untuk menampung sampah selama satu hari.

Sementara untuk control landfill satu sel adalah untuk menampung sampah selama 3

hari, atau 1 minggu, atau operasi terpendek yang dimungkinkan. Dianjurkan periode

operasi adalah 3 hari berdasarkan pertimbangan waktu penetasan telur lalat yang

rata-rata mencapai 5 hari dan asumsi bahwa sampah telah berumur 2 hari saat ada di

TPS sehingga sebelum menetas perlu ditutup tanah agar telur/larva muda segera

mati.

Untuk pengaturan sel perlu diperhatikan beberapa faktor:

Lebar sel sebaiknya berkisar 1,5-3 lebar blade alat berat agar manuver alat berat

dapat lebih efisien

Ketebalan sel sebaiknya berukuran 2-3 meter. Ketebalan terlalu besar akan

menurunkan stabilitas permukaan, sementara terlalu tipis akan menyebabkan

pemborosan tanah penutup

Panjang sel dihitung berdasarkan volume sampah padat dibagi dengan lebar dan

tebal sel.

Sebagai contoh bila volume sampah padat adalah 150 m3/hari, tebal sel

direncanakan 2 m, lebar sel direncanakan 3 m, maka panjang sel adalah 150/(3x2) =

25 m. Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok-patok dan tali agar

operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.

Page 589: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

20

2) Pengaturan blok

Blok operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk

penimbunan sampah selama periode operasi menengah misalnya 1 atau 2 bulan.

Karenanya luas blok akan sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode

operasi menengah dan pendek. Sebagai contoh bila sel harian berukuran lebar 3 m

dan panjang 25 m maka blok operasi bulanan akan menjadi 30 x 75 m2 = 2.250 m2

3) Pengaturan zona

Zona operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk jangka

waktu panjang misal 1 – 3 tahun, sehingga luas zona operasi akan sama dengan luas

blok operasi dikalikan dengan perbandingan periode operasi panjang dan menengah.

Sebagai contoh bila blok operasi bulanan memiliki luas 2.250 m2 maka zona operasi

tahunan akan menjadi 12 x 2.250 = 2,7 Ha.

4) Persiapan sel pembuangan

Sel pembuangan yang telah ditentukan ukuran panjang, lebar dan tebalnya

perlu dilengkapi dengan patok-patok yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk

membantu petugas/operator dalam melaksanakan kegiatan pembuangan sehingga

sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Beberapa pengaturan perlu disusun dengan

rapi diantaranya:

Peletakan tanah penutup

Letak titik pembongkaran sampah dari truk

Manuver kendaraan saat pembongkaran

5) Pembongkaran sampah

Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara jelas kepada

pengemudi truk agar mereka membuang pada titik yang benar sehingga proses

berikutnya dapat dilaksanakan dengan efisien.

Titik bongkar umumnya diletakkan di tepi sel yang sedang dioperasikan dan

berdekatan dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah

mencapainya. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa titik bongkar yang ideal

sulit dicapai pada saat hari hujan akibat licinnya jalan kerja. Hal ini perlu diantisipasi

Page 590: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

21

oleh penanggungjawab TPA agar tidak terjadi. Jumlah titik bongkar pada setiap sel

ditentukan oleh beberapa faktor:

Lebar sel

Waktu bongkar rata-rata

Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak

Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang datang dapat segera mencapai

titik bongkar dan melakukan pembongkaran sampah agar efisiensi kendaraan dapat

dicapai.

6) Perataan dan pemadatan sampah

Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi

pemanfaatan lahan yang efisien dan stabilitas permukaan TPA yang baik. Kepadatan

sampah yang tinggi di TPA akan memerlukan volume lebih kecil sehingga daya

tampung TPA bertambah, sementara permukaan yang stabil akan sangat mendukung

penimbunan lapisan berikutnya. Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah

sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan efisiensi operasi alat berat.

Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi, perataan dan

pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah dibongkar. Penundaan pekerjaan

ini akan menyebabkan sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya akan

kurang efisien dilakukan.

Pada TPA dengan frekuensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan

pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik, misalnya pagi dan siang.

Perataan dan pemadatan sampah perlu dilakukan dengan memperhatikan kriteria

pemadatan yang baik:

Perataan dilakukan selapis demi selapis

Setiap lapis diratakan sampah setebal 20 cm – 60 cm dengan cara mengatur

ketinggian blade alat berat

Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas sampah

tersebut 3-5 kali

Perataan dan pemadatan dilakukan sampai ketebalan sampah mencapai

ketebalan rencana

Page 591: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

22

7) Penutupan tanah

Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi maksud sebagai berikut:

Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi lalat

Mencegah perkembangbiakan tikus

Mengurangi bau

Mengisolasi sampah dan gas yang ada

Menambah kestabilan permukaan

Meningkatkan estetika lingkungan

Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan metode/

teknologi yang diterapkan. Penutupan sel sampah pada sistem sanitary landfill

dilakukan setiap hari, sementara pada control landfill dianjurkan tiga kali sehari.

Ketebalan tanah penutup yang perlu dilakukan adalah:

Untuk penutupan sel (sering disebut dengan penutup harian) adalah dengan

lapisan tanah padat setebal 20 cm

Untuk penutupan antara (setelah 2 - 3 lapis sel harian) adalah tanah padat

setebal 30 cm

Untuk penutup terakhir, yang dilakukan pada saat suatu blok pembuangan

telah terisi penuh, dilapisi dengan tanah padat setebal minimal 50 cm

2.2.7 Pemeliharaan TPA

Pengoperasian dan pemeliharaan TPA dengan sistem sanitary landfill membutuhkan

pengawasan dan pengendalian untuk meyakinkan bahwa setiap kegiatan yang

dilaksanakan di TPA sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Pemeliharaan

TPA mengacu kepada Petunjuk Teknis Tata Cara Pereancanaan Tempat Pembuangan

Akhir Sampah (Badan Standarisasi Nasional, 2002):

1. Umum

Pemeliharaan TPA dimaksudkan untuk menjaga agar setiap prasarana dan

sarana yang ada selalu dalam kondisi siap operasi dengan unjuk kerja yang baik.

Seperti halnya program pemeliharaan lazimnya maka sesuai tahapannya perlu

diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah

Page 592: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

23

terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan rutin. Pemeliharaan

kolektif dimaksudkan untuk segera melakukan perbaikan kerusakan-kerusakan kecil

agar tidak berkembang menjadi besar dan kompleks.

2. Pemeliharaan alat bermesin (Alat berat, pompa, dll)

Alat berat dan peralatan bermesin seperti pompa air lindi sangat vital bagi

operasi TPA sehingga kehandalan dan unjuk kerjanya harus dipelihara dengan

prioritas tinggi. Buku manual pengoperasian dan pemeliharaan alat berat harus selalu

dijalankan dengan benar agar peralatan tersebut terhindar dari kerusakan. Kegiatan

perawatan seperti penggantian minyak pelumas baik mesin maupun transmisi harus

diperhatikan sesuai ketentuan pemeliharaannya. Demikian pula dengan pemeliharaan

komponen seperti baterai, filter-filter, dan lain-lain tidak boleh dilalaikan ataupun

dihemat seperti banyak dilakukan.

3. Pemeliharaan jalan

Kerusakan jalan TPA umumnya dijumpai pada ruas jalan masuk dimana

kondisi jalan bergelombang maupun berlubang yang disebabkan oleh beratnya beban

truk sampah yang melintasinya. Jalan yang berlubang / bergelombang menyebabkan

kendaraan tidak dapat melintasinya dengan lancar sehingga terjadi penurunan

kecepatan yang berarti menurunnya efisiensi pengangkutan; disamping lebih cepat

ausnya beberapa komponen seperti kopling, rem dan lain-lain.

Keterbatasan dana dan kelembagaan untuk pemeliharaan seringkali menjadi

kendala perbaikan sehingga kerusakan jalan dibiarkan berlangsung lama tanpa

disadari telah menurunkan efisiensi pengangkutan. Hal ini sebaiknya diantisipasi

dengan melengkapi manajemen TPA dengan kemampuan memperbaiki kerusakan

jalan sekalipun bersifat temporer seperti misalnya perkerasan dengan pasir dan batu.

Bagian lain yang juga sering mengalami kerusakan dan kesulitan adalah jalan

kerja dimana kondisi jalan temporer tersebut memiliki kestabilan yang rendah;

khususnya bila dibangun di atas sel sampah. Cukup banyak pengalaman memberi

contoh betapa jalan kerja yang tidak baik telah menimbulkan kerusakan batang

hidrolis pendorong bak pada dump truck; terutama bila pengemudi memaksa

membongkar sampah pada saat posisi kendaraan tidak rata / horizontal.

Page 593: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

24

Jalan kerja di banyak TPA juga memiliki faktor kesulitan lebih tinggi pada

saat hari hujan. Jalan yang licin menyebabkan truk sampah sulit bergerak dan harus

dibantu oleh alat berat; sehingga keseluruhan menyebabkan waktu operasi

pengangkutan di TPA menjadi lebih panjang dan pemanfaatan alat berat untuk hal

yang tidak efisien.

Sekali lagi perlu diperhatikan untuk memperbaiki kerusakan jalan sesegera

mungkin sebelum menjadi semakin parah. Pengurugan dengan sirtu umumnya sangat

efektif memperbaiki jalan yang bergelombang dan berlubang.

4. Pemeliharaan lapisan penutup

Lapisan penutup TPA perlu dijaga kondisinya agar tetap dapat berfungsi

dengan baik. Perubahan temperatur dan kelembaban udara dapat menyebabkan

timbulnya retakan permukaan tanah yang memungkinkan terjadinya aliran gas keluar

dari TPA ataupun mempercepat rembesan air pada saat hari hujan. Untuk itu retakan

yang terjadi perlu segera ditutup dengan tanah sejenis.

Proses penurunan permukaan tanah juga sering tidak berlangsung seragam

sehingga ada bagian yang menonjol maupun melengkung ke bawah.

Ketidakteraturan permukaan ini perlu diratakan dengan memperhatikan kemiringan

ke arah saluran drainase. Penanaman rumput dalam hal ini dianjurkan untuk

mengurangi efek retakan tanah melalui jaringan akar yang dimiliki.

Pemeriksaan kondisi permukaan TPA perlu dilakukan minimal sebulan sekali

atau beberapa hari setelah terjadi hujan lebat untuk memastikan tidak terjadinya

perubahan drastis pada permukaan tanah penutup akibat erosi air hujan.

5. Pemeliharaan drainase

Pemeliharaan saluran drainase secara umum sangat mudah dilakukan.

Pemeriksaan rutin setiap minggu khususnya pada musim hujan perlu dilakukan untuk

menjaga agar tidak terjadi kerusakan saluran yang serius. Saluran drainase perlu

dipelihara dari tanaman rumput ataupun semak yang mudah sekali tumbuh akibat

tertinggalnya endapan tanah hasil erosi tanah penutup TPA di dasar saluran. TPA di

daerah bertopografi perbukitan juga sering mengalami erosi akibat aliran air yang

deras. Lapisan semen yang retak atau pecah perlu segera diperbaiki agar tidak mudah

Page 594: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

25

lepas oleh erosi air; sementara saluran tanah yang berubah profilnya akibat erosi

perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar dapat berfungsi mengalirkan air

dengan baik.

6. Pemeliharaan fasilitas penanganan lindi

Kolam penampung dan pengolah lindi seringkali mengalami pendangkalan

akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume efektif

kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal yang akan berakibat pada

rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu perlu diperhatikan agar

kedalaman efektif kolam dapat dijaga.

Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus

segera dikeluarkan. Alat berat excavator sangat efektif dalam pengeluaran lumpur

ini. Dalam beberapa hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar juga dapat

digunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat

dibiarkan mengering dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah.

7. Pemeliharaan Fasilitas Lainnya

Fasilitas-fasilitas lain seperti bangunan kantor / pos, garasi dan sebagainya

perlu dipelihara sebagaimana lazimnya bangunan umum seperti kebersihan,

pengecatan dan lain-lain.

2.2.8 Pengawasan dan pengendalian TPA

Pengawasan dan pengendalian adalah proses untuk mengamati secara terus

menerus pelaksanaan kegiatan berupa penerapan pencatatan dan pelaporan sesuai

dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi

ketidak sesuaian. Controlling atau pengawasan adalah fungsi manajemen dimana

peran dari personal yang sudah memiliki tugas, wewenang dan menjalankan

pelaksanaannya perlu dilakukan pengawasan agar supaya berjalan sesuai dengan

tujuan, visi dan misi perusahaan.

Page 595: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

26

1. Pengawasan kegiatan pembuangan

1). Tujuan pengawasan dan pengendalian

Pengawasan dan pengendalian TPA dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa

setiap kegiatan yang ada di TPA dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan dan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

Apakah sampah yang dibuang merupakan sampah perkotaan, dan bukan

jenis sampah yang lain?

Apakah volume dan berat sampah yang masuk TPA diukur dan dicatat

dengan baik?

Apakah sel pembuangan dan titik bongkar sudah ditentukan?

Apakah pengemudi sudah diarahkan ke lokasi yang benar?

Apakah truk membongkar sampah pada titik yang benar?

Apakah tanah penutup telah tersedia?

Apakah perataan dan pemadatan dilakukan sesuai rencana?

Apakah penutupan telah dilakukan dengan baik?

Apakah prasarana dan sarana dioperasikan dan dipelihara dengan baik?

2). Tata cara pengawasan dan pengendalian

Pengawasan dilakukan dengan kegiatan pemeriksaan/ pengecekan yang

meliputi:

Pemeriksaan kedatangan sampah

Pengecekan rute pembuangan

Pengecekan operasi pembuangan

Pengecekan unjuk kerja fasilitas

Pengendalian TPA meliputi aktivitas untuk mengarahkan operasional

pembuangan dan unjuk kerja setiap fasilitas sesuai fungsinya seperti:

Pemberian petunjuk operasi pembuangan bila petugas lapangan/ operator

melaksanakan tidak sesuai dengan rencana

Pemeriksaan kualitas pengolahan leachate dan pemberian petunjuk cara

pengoperasian yang baik

Page 596: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

27

2. Pendataan dan pelaporan

1). Pendataan TPA

Data-data TPA yang diperlukan akan mencakup:

Data kedatangan kendaraan pengangkut sampah dan volume sampah yang

diperlukan untuk mengetahui kapasitas pembuangan harian; yang akan

digunakan untuk mengevaluasi perencanaan TPA yang telah disusun

berkaitan dengan kapasitas tampung dan usia pakai TPA. Data ini dapat

dikumpulkan di Pos Pengendali TPA dimana terdapat petugas yang secara

teliti memeriksa, mengukur dan mencatat data tersebut dengan bantuan form

kedatangan truk.

Data kondisi instalasi pengolahan lindi khususnya kualitas parameter

pencemar untuk mengetahu efisiensi pengolahan lindi dan potensi

pencemaran yang masih ada. Data ini diperoleh melalui pemeriksaan

kualitas air lindi di laboratorium.

Data operasi dan pemeliharaan alat berat yang merupakan data unjuk kerja

alat berat dan pemantauan pemeliharaannya.

2). Pelaporan

Data-data di atas perlu dirangkum dengan baik menjadi suatu laporan yang

dengan mudah memberikan gambaran mengenai kondisi pengoperasian dan

pemeliharaan TPA kepada para pengambil keputusan maupun perencana bagi

pengembangan TPA lebih lanjut.

3. Pengendalian TPA

1). Pengendalian lalat

Perkembangan lalat dapat terjadi dengan cepat yang umumnya disebabkan

oleh terlambatnya penutupan sampah dengan tanah sehingga tersedia cukup waktu

bagi telur lalat untuk berkembang menjadi larva dan lalat dewasa. Karenanya perlu

diperhatikan dengan seksama batasan waktu paling lama untuk penutupan tanah.

Semakin pendek periode penutupan tanah akan semakin kecil pula kemungkinan

perkembangan lalat.

Page 597: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

28

Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan

insektisida dengan menggunakan mistblower. Tersedianya pepohonan dalam hal ini

sangat membantu pencegahan penyebaran lalat ke lingkungan luar TPA.

2). Pencegahan kebakaran dan ledakan

Kebakaran terjadi karena gas metan terlepas tanpa kendali dan bertemu

dengan sumber api. Terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya sangat

ditentukan oleh kondisi dan kualitas tanah penutup. Sampah yang tidak tertutup

tanah sangat rawan terhadap bahaya kebakaran. Sementara ledakan karena gas bisa

terjadi akibat tekanan gas metan yang yang terlalu tinggi didalam timbunan sampah

tanpa ventilasi gas yang berfungsi untuk mengalirkan dan mengurangi akumulasi

tekanan gas. Untuk mencegah kasus ini perlu diperhatikan pemeliharaan lapisan

tanah penutup TPA dan ventilasi gas metan.

3). Pencegahan pencemaran Air

Pencegahan pencemaran air di sekitar TPA perlu dilakukan dengan menjaga

agar leachate yang dihasilkan di TPA dapat:

Terbentuk sesedikit mungkin; dengan cara mencegah rembesan air hujan

melalui konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik

Terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar

Diolah dengan baik pada kolam pengolahan yang kualitasnya secara

periodik diperiksa.

2.3 Perlindungan Lingkungan TPA

Air lindi merupakan air dengan konsentrasi kandungan organik yang tinggi

yang terbentuk dalam landfill akibat adanya air hujan yang masuk ke dalam landfill.

Air lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya karena selain kandungan

organiknya tinggi, juga dapat mengandung unsur logam (seperti Zn, Hg). Jika tidak

ditangani dengan baik, air lindi dapat menyerap dalam tanah di area penimbunan

sampah kemudian dapat mencemari air tanah di sekitar area TPA. Berdasarkan

Permen PU No.03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana

Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis

Page 598: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

29

Sampah Rumah Tangga, untuk menghindari dampak negatif dari infiltrasi cairan lindi

kedalam tanah maupun air permukaan disekitar TPA maka harus diperhatikan

prasarana fasilitas perlindungan TPA antara lain:

1. Lapisan dasar TPA

Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran

lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap,

baik dengan menggunakan lapisan dasar dengan beberapa persyaratan:

1) Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap kedalam

tanah dan tidak mencemari air tanah. Koefisien permeabilitas lapisan dasar TPA

harus lebih kecil dari 10 –6 cm/det

2) Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA

dengan tanah lempung yang dipadatkan (30 cm x 2) atau geomembran setebal

1,5 – 2 mm, terkandung pada kondisi tanah.

3) Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan kemiringan

minimal 2 % kearah saluran pengumpul maupun penampung lindi.

4) Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan urutan

zona/blok dengan urutan pertama sedekat mungkin ke kolam pengolahan lindi.

5) Bila menurut desain perlu digunakan geositentis seperti geomembran, geotekstil,

non woven, geonet, dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya

disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direncanakan, dan dilaksanakan oleh

kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini.

Geomembrane/ geotextile maupun lapisan tanah lempung dengan

kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10-6 cm/det). Lapisan tanah

lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm. Hal

tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan

lapisan pertama karena terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari

terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum dilakukan

peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung”. Sebagai contoh dapat

dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang memadai (Gambar 5).

Page 599: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

30

Gambar 5. Lapisan kedap air TPASumber : PERMEN PU No.03 Tahun 2013

2. Pengumpulan dan Pengolahan Lindi

Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan

lindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Adapun

rancangan pengumpulan dan pengolahan lindi sebagai berikut:

1) Penyaluran lindi saluran pengumpul lindi terdiri dari saluran pengumpul

sekunder dan primer.

1. Kriteria saluran pengumpul sekunder adalah sebagai berikut :

Dipasang memanjang ditengah blok/ zona penimbun

Saluran pengumpul tersebut menerima aliran dari dasar lahan dengan

kemiringan minimal 2 %

Saluran pengumpul terdiri dari rangkaian pipa PVC

Dasar saluran dapat dilapisi dengan liner (lapisan kedap air)

2. Kriteria saluran pengumpul primer : Menggunakan pipa PVC/HDPE dengan

diameter minimal 3,00 mm, berlubang (untuk pipa ke bak pengumpul lindi

tidak berlubang saluran primer dapat dihubungkan dengan hilir saluran

sekunder oleh bak kontrol, yang berfungsi pula sebagai ventilasi yang

dikombinasikan dengan pengumpul gas vertikal).

3. Syarat pengaliran lindi adalah : Pengaliran lindi dilakukan seoptimal mungkin

dengan metode gravitasi, dengan kecepatan pengaliran 0,6 – 3 m/det.

Kedalaman air dalam saluran / pipa (d/D) maksimal 80 %, dimana d = tinggi

air dan D= diameter pipa.

Page 600: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

31

4. Perhitungan disain debit lindi adalah menggunakan model atau dengan

perhitungan yang didasarkan atas asumsi. Hujan terpusat pada 4 jam

sebanyak 90% (Van Breen), sehingga faktor puncak = 5,4. Maksimum hujan

yang jatuh 20 – 30% diantaranya menjadi lindi. Dalam 1 bulan, maksimum

terjadi 20 hari hujan. Data presipitasi diambil berdasarkan data harian atau

tahunan maksimum dalam 5 tahun terakhir.

Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tinggi

timbunan, debit lindi dan lain-lain. Sebagai contoh penampang melintang

jaringan pengumpul lindi untuk dialirkan kekolam penampung dapat

ditunjukkan oleh (Gambar 6).

Tampak atas

Tampak samping

Gambar 6. Penampang melintang jaringan pengumpul lindiSumber : PERMEN PU NO.03 Tahun 2013

2) Pengolahan lindi

Proses pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi

dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan

pemilihan proses pengolahan, penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta

perhitungan waktu detensi. Beberapa pilihan alternatif teknologi yang diterapkan di

Indonesia adalah:

Page 601: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

32

1. Kolam anaerobik, fakultatif, maturasi dan biofilter (alternatif I)

2. Kolam anaerobik, fakultatif, maturasi dan land treatment/ wetland (alternatif 2)

3. Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan aerated lagoon (alternatif 3)

4. Proses koagulasi , flokulasi, sedimentasi, kolam anaerobik atau ABR (alternatif

4).

5. Proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi I, aerated lagoon, sedimentasi II

(alternatif 5).

Untuk TPA di Indonesia umumnya menggunakan pilihan alternatif I sebagai

teknologi pengolahan air limbah dimana pengolahan tersebut merupakan bagian dari

sistem pengolahan limbah melalui kolam stabilisasi seperti ditunjukkan (gambar 7).

Menurut Nayono (2015), kolam stabilisasi dapat diklasifikasikan berdasarkan

pada proses biologis yang utama pada kolam tersebut, pola pembebanan hidrolis atau

tingkat pengolahan yang diinginkan. Berdasarkan pada hal tersebut, kolam stabilisasi

dapat digolongkankan menjadi: kolam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam

pematangan.

- Kolam anaerobik (anaerobic ponds)

Kolam anaerobik didesain agar partikel padat yang dapat terurai secara biologis

dapat mengendap dan diuraikan melalui proses anaerobik. Kolam ini biasanya

mempunyai kedalaman 3 sampai 5 meter dengan masa tinggal hidrolis (hydraulic

retention time) antara 1 sampai 20 hari.

- Kolam fakultatif (facultative ponds)

Kolam fakultatif biasanya mempunyai kedalaman berkisar 1 sampai 2 meter

dengan proses penguraian secara aerobik dibagian atas dan penguraian secara

anaerobik di lapisan bawahnya. Jenis kolam ini mempunyai masa tinggal hidrolis

antara 5 sampai 30 hari. Penggunaan kolam fakultatif bertujuan untuk

menyeimbangkan input oksigen dari proses fotosintesis alga dengan pemakaian

oksigen yang digunakan untuk penguraian zat organik.

- Kolam pematangan (maturation ponds)

Kolam pematangan adalah kolam dangkal dengan kedalaman hanya 1 sampai

1,5 meter. Hal ini ditujukan agar keseluruhan kolam tersebut dapat ditumbuhi oleh

Page 602: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

33

alga sehingga oksigen yang dihasilkan selama proses fotosintesis dapat dipergunakan

untuk proses penguraian secara aerobik. Kolam ini digunakan untuk memperbaiki

kualitas air yang dihasilkan oleh pengolahan di kolam fakultatif dan untuk

mengurangi jumlah organisme patogenik.

- Kolam Wetland

Kolam Wetland merupakan salah satu pilihan pengolahan yang tepat mengingat

karakteristik air limbah grey water dengan beban organik relatif kecil serta unsur

nitrogen dan fosfat yang cukup tinggi. Unsur N serta P pada air limbah ini merupakan

pupuk alami bagi tumbuhan sehingga sistem pengolahan dapat dilaksanakan dengan

teknologi yang sederhana, praktis, mudah dan murah dalam pemeliharaannya.

Pengolahan grey water menggunakan wetland dengan konsep fitoremediasi ini

memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dengan akar tumbuhan yang

mengeluarkan oksigen.

Bahan organik yang terdapat dalam air limbah akan dirombak oleh

mikroorganisme menjadi senyawa lebih sederhana dan akan dimanfaatkan oleh

tumbuhan sebagai nutrient, sedangkan sistem perakaran tumbuhan air akan

menghasilkan oksigen yang dapat digunakan sebagai sumber energi/ katalis untuk

rangkaian proses metabolisme bagi kehidupan mikroorganisme. Jenis tumbuhan

dapat disesuaikan dengan jenis sistem wetland yang digunakan. Pada sistem wetland

ini, air tidak menggenang di atas media tanam tetapi air mengalir di bawah media

sehingga memiliki berbagai keuntungan.

Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa

tahap sebagai berikut (gambar 7) :

Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul

Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2 meter). Proses ini

diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %

Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di

kolam fakultatif. Proses ini diharapkan menurunkan BOD sampai 70%

Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi

proses 80 %

Page 603: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

34

Land treatment (Biofilter), dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi

sebagai saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat

menyerap bahan polutan.

Gambar 7. Denah instalasi pengolahan lindiSumber : PERMEN PU NO.03 Tahun 2013

3. Pengendalian Lindi

1). Bila pada TPA yang akan ditutup belum terdapat IPL dan efluen dari lindi pada

TPA tesebut dianggap belum stabil, maka diperlukan pengkajian dan desain

khusus untuk membangun IPL yang sesuai. Namun bila desain penutup cukup

Page 604: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

35

efektif, maka air yang masuk ke dalam timbunan akan menurun secara

signifikan. Jumlah lindi pada TPA yang sudah ditutup akan tergantung pada

desain lapisan tanah penutup akhir, jenis sampah yg ditimbun dan iklim,

khususnya jumlah hujan.

2). Bila pada lokasi belum tersedia sistem pengumpul dan penangkap lindi, maka

penangkapan lindi perlu dibangun di bagian terbawah dari timbunan tersebut.

3). Jika pada TPA telah ada IPL, maka lakukan evaluasi pada IPL, spesifikasi teknik

jaringan under-drain pengumpul lindi, sistem pengumpul lindi, bak kontrol dan

bak penampung dan pipa inlet ke instalasi.

4). Jika IPL dibangun baru dengan sistem biologi, maka lakukan seeding dan

aklimatisasi terlebih dahulu sesuai SOP IPL, sebelum dilakukan proses

pengolahan lindi sesungguhnya. Langkah ini kemungkinan besar akan terus

dibutuhkan, bila terjadi perubahan kualitas dan beban seperti akibat hujan, atau

akibat tidak berfungsinya sistem IPL biologis ini sehingga merusak

mikrorganisme semula.

5). Efluen IPL lindi harus memenuhi persyaratan seperti tercantum dalam Tabel 1.

Tabel 1. Baku mutu efluent

Komponen Satuan Baku Mutu

Zat padat terlarut mg/L 4000

Zat padat tersuspensi mg/L 400

Ph - 6-9

N-NH3 mg/L 5

N-NO3 mg/L 30

N-NO2 mg/L 3

BOD mg/L 150

COD mg/L 300

Sumber : PERMEN PU No.03 Tahun 2013

6). Dianjurkan agar pada saat tidak hujan, sebagian lindi yang ditampung

dikembalikan ke timbunan sampah sebagai resirkulasi lindi, misalnya melalui

Page 605: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

36

sistem ventilasi gas bio. Lakukan pengecekan secara rutin pompa dan perpipaan

resirkulasi lindi untuk menjamin sistem resirkulasi tersebut.

7). Lakukan secara rutin dan periodik updating data curah hujan, temperatur dan

kelembaban udara, debit lindi, kualitas influen dan efluen hasil IPL, untuk

selanjutnya masuk ke informasi recording/ pencatatan. Umur TPA lama

mempengaruhi beban pengolahan yang dapat dilakukan sehingga perlu di

monitoring dan disesuaikan apabila diperlukan.

8). Kolam penampung dan pengolah lindi seringkali mengalami pendangkalan

akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume

efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal, yang akan

berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu,

perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam tetap terjaga.

9). Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera

dikeluarkan. Gunakan excavator dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa

hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar, dapat digunakan truk tinja untuk

menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengering

dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah.

10). Lindi dapat keluar dari timbunan sampah lama secara lateral. Dibutuhkan sistem

penangkap, misalnya dengan menggali sisi miring timbunan sampah yang

mengeluarkan lindi sekitar 0,5 m ke dalam, lalu ditangkap dengan pipa 100 mm,

diarahkan menuju drainase pengumpul untuk dialirkan ke IPL.

11). Jika lahan TPA luas, maka IPL yang dibuat terdiri dari serangkaian kolam

stabilisasi anaerob, kolam fakultatif dan kolam maturasi serta lahan sanitasi.

Kolam biologis tanpa bantuan aerasi mempunyai waktu detensi yang lama dan

mempunyai dimensi yang besar. Sehingga untuk memperkecil ukuran dan

mempersingkat waktu detensi maka dapat digunakan kolam biologis dengan

bantuan aerasi. Hanya saja aerasi memerlukan biaya untuk energi listrik pada

operasionalnya. Untuk melihat perbandingan rangkaian IPL dan ukurannya

dapat dilihat dalam Tabel 2.

Page 606: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

37

Tabel 2. Perbandingan parameter desain IPAL air lindi TPA

2.4 Metode Analisis Kebutuhan Kapasitas Pengolahan Air Lindi di Tempat

Pemrosesan Akhir Sampah

Menurut Damanhuri dan Padmi (2010), perkiraan timbulan sampah baik untuk

saat sekarang maupun dimasa mendatang merupakan dasar dari perencanaan,

perancangan dan pengkajian sistem pengelolaan persampahan . Perkiraan rerata

timbulan sampah akan merupakan langkah awal yang biasa dilakukan dalam

pengelolaan persampahan. Satuan timbulan sampah ini biasanya dinyatakan sebagai

satuan skala kuantitas perorang atau perunit bangunan dan sebagainya. Bagi kota-kota

dan negara berkembang, dalam hal mengkaji besaran timbulan sampah, agaknya

perlu diperhitungkan adanya faktor pendaurulangan sampah mulai dari

sumbernyasampai di TPA. Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari

hari ke hari, antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan

negara lainnya. Variasi ini terutama disebakan oleh beberapa perbedaan antara lain:

Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya, tingkat hidup, musim, cara hidup,

iklim dan cara penangannan makanannya.

Adapun tahapan dalam menentukan kebutuhan luas area pemrosesan akhir

sampah serta kebutuhan luas pengolahan air lindi dapat ditentukan dengan berbagai

metode diantaranya:

Page 607: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

38

2.4.1 Menghitung prediksi jumlah sampel

Penentuan jumlah sampel yang biasa digunakan dalam analisis timbulan

sampah adalah adalah dengan pendekatan statistika, yaitu:

1. Metode Stratified Random Sampling: yang biasanya didasarkan pada komposisi

pendapatan penduduk setempat, dengan anggapan bahwa kuantitas dan kualitas

sampah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan masyarakat.

2. Jumlah sampel minimum: ditaksir berdasarkan berapa perbedaan yang bisa

diterima antara yang ditaksir dengan penaksir, berapa derajat kepercayaan yang

diinginkan, dan berapa derajat kepercayaan yang bisa diterima.

3. Pendekatan praktis: dapat dilakukan dengan pengambilan sampel sampah

berdasarkan atas jumlah minimum sampel yang dibutuhkan untuk penentuan

komposisi sampah, yaitu minimum 500 liter atau sekitar 200 kg. Biasanya

sampling dilakukan di TPS atau pada gerobak yang diketahui sumber

sampahnya.

Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah

di Indonesia biasanya dilaksanakan berdasarkan SNI M 36-1991-03 Penentuan

jumlah sampel sampah yang akan diambil dapat menggunakan formula berikut:

Bila jumlah penduduk ≤ 106 jiwa

P = Cd . ............................................. (2.1)

Ps = Jumlah penduduk

Cd = Koefisien

Cd =1 Bila kepadatan penduduk normal

Cd <1 Bila kepadatan penduduk jarang

Cd >1 Bila kepadatan penduduk padat

Bila jumlah penduduk ≥ 106 jiwa

P = Cd . Cj . .............................................. (2.2)

Cj =106

Contoh :

Page 608: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

39

Jumlah penduduk = 900 jiwa, Cd = 1

Penyelesaian : P = 1 x = 9,5 102 jiwa = 950 jiwa

Setiap rumah diasumsikan terdiri atas 6 jiwa

Jumlah rumah =

Jumlah sampel yang harus diambil dari masing-masing strata pendapatan yaitu:

High income : X =

Medium income : Y =

Low income : Z =

2.4.2 Menghitung prediksi jumlah penduduk dan laju pertumbuhan penduduk

Dalam memprediksi jumlah penduduk pada tahun tertentu maka dapat

menggunakan persamaan geometrik sebagai berikut:

Pn = Pa(1+r)n .............................................. (2.3)

Pn = Jumlah penduduk pada tahun n proyeksi

Pa = Jumlah penduduk pada awal tahun proyeksi

r = Rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun

n= Selang waktu proyeksi (tahun)

Sementara itu untuk menentukan laju pertumbuhan penduduk dapat dihitung

dengan menghitung terlebih dahulu laju pertumbuhan penduduk tiap tahun seperti

persamaan berikut:

X = x 100%

P1 = Jumlah penduduk tahun awal

P2= Jumlah penduduk tahun berikutnya

Mencari rata-rata pertumbuhan penduduk pertahun :

r =

X1, X2, Xn = Laju pertumbuhan penduduk pada tahun n

n = Selang waktu proyeksi (tahun)

Page 609: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

40

2.4.3 Menghitung prediksi Timbulan Sampah

Timbulan sampah yang dihasilkan dari sebuah kota dapat diperoleh dengan

survey pengukuran atau analisa langsung di lapangan, yaitu:

1. Mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah tangga

dan non rumah tanga) yang ditentukan secara random proporsional di sumber

selama 8 hari berturut- turut (SNI 19-3964-1995 dan SNI M 36-1991- 03 )

2. Load-count analysis: mengukur jumlah (berat dan/atau volume) sampah yang

masuk ke TPS, misalnya diangkut dengan gerobak, selama 8 hari berturut-turut.

Dengan melacak jumlah dan jenis penghasil sampah yang dilayani oleh gerobak

yang mengumpulkan sampah tersebut, akan diperoleh satuan timbulan sampah

per-ekivalensi penduduk

3. Weigh-volume analysis: bila tersedia jembatan timbang, maka jumlah sampah

yang masuk ke fasilitas penerima sampah akan dapat diketahui dengan mudah dari

waktu ke waktu. Jumlah sampah sampah harian kemudian digabung dengan

perkiraan area yang layanan, dimana data penduduk dan sarana umum terlayani

dapat dicari, maka akan diperoleh satuan timbulan sampah per-ekuivalensi

penduduk

4. Material balance analysis: merupakan analisa yang lebih mendasar, dengan

menganalisa secara cermat aliran bahan masuk, aliran bahan yang hilang dalam

system, dan aliran bahan yang menjadi sampah dari sebuah sistem yang ditentukan

batas-batasnya (system boundary) Dalam survei, frekuensi pengambilan sampel

sebaiknya dilakukan selama 8 (delapan) hari berturut-turut guna menggambarkan

fluktuasi harian yang ada. Dilanjutkan dengan kegiatan bulanan guna

menggambarkan fluktuasi dalam satu tahun. Penerapannya di Indonesia biasanya

telah disederhanakan, seperti:

Hanya dilakukan 1 hari saja

Dilakukan dalam seminggu, tetapi pengambilan sampel setiap 2 atau 3 hari

Dilakukan dalam 8 hari berturut-turut

Metode yang umum digunakan untuk menentukan kuantitas total sampah

yang akan dikumpulkan dan dibuang adalah sebagai berikut:

Page 610: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

41

Rata-rata angkutan perhari dikalikan volume rata-rata pengangkutan dan

dikonversikan ke satuan berat dengan menggunakan densitas rata-rata yang

diperoleh melalui sampling.

Mengukur berat sampel di dalam kendaraan angkut dengan menggunakan

jembatan timbang, kemudian rata-ratanya dikalikan dengan total angkutan per hari

Mengukur berat setiap angkutan di jembatan timbang di TPA.

Jumlah sampah yang sampai di TPA sulit untuk dijadikan indikasi yang akurat

mengenai timbulan sampah yang sebenarnya di sumber. Hal ini disebabkan oleh

terjadinya kehilangan sampah di setiap tahapan proses operasional pengelolaan

sampah tersebut, terutama karena adanya aktivitas pemulungan atau pemilahan

sampah.

Untuk keperluan tertentu, misalnya menentukan volume yang dibutuhkan

untuk pewadahan sampah atau menentukan potensi daur ulang, perlu diupayakan

untuk mengukur jumlah sampah di sumber. Hal ini dapat dilakukan dengan

melakukan sampling sampah langsung di sumbernya. Karena aktivitas domestik

bervariasi dari hari ke hari dengan siklus mingguan, sampling sampah di sumber

harus dilaksanakan selama satu minggu (umumnya 8 hari berturut-turut).

Untuk memprediksi timbulan sampah dapat digunakan persamaan berikut

(Damanhuri,E dan T. Padmi, 2010) :

Qn = Qt (1 + Cs)n ............................................. (2.4)

Dengan Cs =

Dimana :

Qn = Timbulan sampah pada n tahun mendatang

Qt = Timbulan sampah pada tahun awal perhitungan

Cs = Peningkatan/ pertumbuhan kota

Ci = Laju pertumbuhan sektor industri

Cp = Laju pertumbuhan sektor pertanian

Cqn = laju peningkatan pendapatan perkapita

P = Laju pertumbuhan penduduk

Page 611: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

42

Untuk menghitung volume sampah yang di proses di TPA dihitung dengan

memasukkan asumsi dalam persamaan berikut:

Vn = Pn .Qn . 65%............................................. (2.5)

Dimana :

Vn = Prediksi volume sampah pada tahun n

Pn= Prediksi jumlah penduduk pada tahun n

Qn = Prediksi jumlah sampah yang dihasilkan pada tahun n

2.4.4 Menghitung Prediksi Kebutuhan Luas Lahan TPA

Asumsi:

Tinggi tumpukan sampah dalam unit pengolahan sampah 15 (meter)

Faktor bentuk lahan: 0,7

Densitas sampah di TPA= 750 (kg/m3) & (memadat hingga 3 kali)

Sehingga untuk menentukan jumlah luas lahan yang dibutuhkan untuk

menerima total volume sampah yang dihasilkan pada dari awal prediksi hingga

prediksi tahun ke-n dapat di hitung dengan persamaan sebagai berikut:

Luas lahan = ∑Vn .

Dengan asumsi tersebut di atas, maka kebutuhan luas unit pengolahan

sampah: = ∑Vn (m3) x

2.4.5 Menghitung prediksi kebutuhan luas IPAL lindi TPA

Adapun data yang dibutuhkan antara lain:

curah hujan tahunan

koefisien infiltrasi air lindi

waktu detensi proses: unit anaerobik, unit fakultatif, dan unit aerobik

kedalaman unit anaerobik, unit fakultatif dan unit aerobik

Untuk mempermudah pemerintah kota dalam memberikan penilaian desain dari

instalasi pengolahan lindi (IPL), dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

dalam (Tabel 3)

Page 612: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

43

Tabel 3. Rumus menentukan luas kebutuhan IPAL lindi TPA

Unit Operasi IPAL Rumus Rumus manual Unit

Bak Anaerobik 1.232 x 10-1 x CH x LUPS

laju alir lindi (m3/hari) x waktu

detensi (hari) ÷ kedalam bak

(m) 2

Bak Fakultatif 1.643 x 10-1 x CH x LUPS

laju alir lindi (m3/hari) x waktu

detensi (hari) ÷ kedalam bak

Bak Aerobik 1.643 x 10-1 x CH x LUPS

laju alir lindi (m3/hari) x waktu

detensi (hari) ÷ kedalam bak

Bak Adsorpsi 3.583 x 10-2 x CH x LUPS

laju alir lindi (m3/hari) x waktu

detensi (hari) ÷ kedalam bak

Catatan:

1. CH = intensitas curah hujan (mm/tahun) ; LUPS = luas area pengolahan sampah

/landfill (ha)

2. Waktu detensi dan kedalaman dari bak adalah: 30 hari dan 4 m, 20 hari dan 2 m ;

10 hari dan 1 m, masing-masing untuk bak anaerobik, fakultatif dan bak aerobik

Kebutuhan total luas unit pengolahan air lindi = (Jumlah total luas

keseluruhan bak kolam pengolahan limbah (m2)

2.5 Pengelolaan Air Lindi di TPA Muara Fajar Pekanbaru

Selain pertambahan penduduk yang pesat, peningkatan daya konsumsi dan

perkembangan di bidang industri dan pertanian mengakibatkan naiknya timbulan

sampah padat di perkotaan. Hampir semua produk yang dikonsumsi masyarakat

setiap harinya seperti jajanan anak-anak sekarang, shampo, sabun mandi hingga

mayones semua tersedia dalam kemasan plastik. Kemasan plastik tersebut tentu

menghasilkan limbah yang tidak sedikit. Bukan rahasia umum bahwa timbunan

sampah menimbulkan banyak permasalahan, baik secara langsung maupun tidak

langsung bagi masyarakat sekitar. Mulai dari pemandangan yang merusak nilai

estetika hingga bau busuk yang meresahkan. Hal tersebut merupakan dampak

langsung dari tumbunan sampah, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya

adalah penyakit menular dari pernafasan dan kulit dan bahaya banjir yang disebabkan

Sumber: Bramono (2016)

Page 613: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

44

oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang

ke sungai.

Sampah yang dikumpulkan langsung dari sumbernya akan diangkut menuju

tempat pemrosesan sementara limbah untuk dilakukan pemilahan dan pemisahan

limbah secara 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Sampah organik akan diolah menjadi

kompos, sementara untuk kemasan plastik akan dikumpulkan untuk bahan daur

ulang, pemanfaatan kembali dan kerajinan. Sampah sisa akan dibawa ke tempat

pemrosesan akhir sampah (TPA) untuk dilalukan penimbunan.

TPA yang berada di RT 01/RW 03 Kelurahan Muara Fajar Kecamatan

Rumbai merupakan Tempat Pemrosesan Akhir sampah yang berasal dari semua

kecamatan yang ada di Pekanbaru (Lampiran 1, 2 dan 3). Menurut Ertawati, Ilza dan

Nofrizal ( 2015), TPA ini berupa lahan yang berbentuk lembah yang mempunyai luas

kira-kira 9 Ha, dimana sebelumnya merupakan lokasi pengolahan tinja yang

sekarang tidak berfungsi lagi. Sampah yang masuk setiap harinya kira-kira 400-450

ton, yang di dalamnya terdapat berbagai jenis sampah seperti sampah rumah tangga,

sampah bongkaran bangunan, sampah dari tempat komersial dan lain sebagainya.

Perumahan penduduk sudah mengelilingi TPA Muara Fajar tersebut, dimana

penduduk yang berdomisili di sekitar TPA sebahagian besar adalah warga yang

mempunyai pekerjaan sebagai pemulung. Mereka hidup menggunakan air tanah

dangkal untuk keperluan sehari-hari. Jika pengolahan sampah dan pengolahan lindi

di TPA tersebut tidak dilakukan dengan metode yang baik maka akan dapat

mencemari lingkungan sekitarnya, khususnya air tanah.

Menurut Ertawari et al (2015), sampah yang masuk ke TPA Muara Fajar

ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui beratnya, dimana kategori sampah yang

masuk adalah sampah yang berasal dari rumah tangga, sampah dari daerah komersial

(pasar), bongkaran bangunan dan lain-lain. Truk yang berisi sampah dibongkar di

tempat pembongkaran, kemudian pemulung mengambil barang-barang yang masih

dapat dijual. Setelah kegiatan pemulung selesai sampah dipindahkan ke tempat

penimbunan yaitu pada daerah cekungan dengan menggunakan bulldozer lalu

dipadatkan. Pemadatan sampah dilakukan setiap hari mengunakan alat seperti

Page 614: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

45

bulldozer hingga mencapai ketinggian 2-3 meter sebelum dilakukan penutupan yang

bertujuan untuk mencegah berkembangbiaknya vektor penyakit, memperlambat

tingginya sampah, mencegah keluarnya gas ke udara bebas, dan mengurangi bau

yang berasal dari sampah.

Menurut Elysita dan Asmura (2014), hasil analisis air lindi yang berasal dari

outlet bak ke empat unit pengolahan air lindi TPA Muara Fajar juga terdapat

beberapa parameter yang melebihi baku mutu diantaranya: BOD, COD, nitrat,

amoniak, nitrit, sulfida, timbal, tembaga, besi dan krom terlihat dari (Tabel 4).

Selanjutnya menurut Elysita dan Asamura (2014), limpasan air hujan (run off)

yang masuk ke TPA sampah dapat melarutkan zat organik dan anorganik dengan

konsentrasi tinggi yang disebut sebagai lindi (leachate). Lindi tersebut timbul akibat

adanya perombakan sampah oleh mikroorganisme secara aerob.

Tabel 4. Hasil analisis air lindi ( outlet bak ke empat) unit pengolahan air lindi TPAMuara Fajar

Sumber: Elysita, (2014)

Page 615: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

46

Lindi akan mudah terangkut bersama-sama limpasan air hujan dan dapat

merembes masuk ke sumur-sumur penduduk yang di sekitarnya. Masuknya air hujan

kedalam timbunan sampah akan menghanyutkan komponen-komponen sampah yang

telah proses dekomposisi yang menghasi lkan air lindi sampah (leachate) kemudian

merembes keluar dari TPA. Perembesan lindi yang bersifat toksik, mengakibatkan

menurunnya kualitas air sumur sesuai dengan peruntukannya. Nilai pH yang asam,

BOD5, amonia dan kandungan logam berat yang tinggi , mengindikasikan bahwa air

sumur tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi dan digunakan untuk kebutuhan

sehari-hari.

Pengukuran limbah lindi yang dilakukan pada outlet limbah yang dibuang ke

lingkungan di TPA Muara Fajar terdapat parameter yang melampui baku mutu

menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup NO. 51 Tahun 1995 Lampiran C

kategori I adalah parameter besi yaitu 5,5192 mg/L, parameter COD 819 mg/L,

parameter BOD 488 mg/L dan nitrat. (NO3) 130 mg/L. Pada air lindi juga terdeteksi

adanya beberapa logam berat seperti mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn),

kromium (Cr), cadmium (Cd), meskipun dalam konsentrasi kecil dan tidak melebihi

baku mutu, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengujian limbah air lindi (outlet IPAL) TPA Muara Fajar

Sumber: Ertawati et al. (2015)

Page 616: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

47

Dari data dan keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa air

lindi yang dihasilkan pada TPA Muara fajar masih terdapat beberapa parameter yang

tidak memenuhi baku mutu air limbah KEPMENLH NO 51 tahun 1995 Lampiran C

sehingga jika dibuang akan berbahaya bagi lingkungan. Hal tersebut disebabkan

tumpukan sampah yang terlalu lama ditimbun ke dalam sel sehingga jika terjadi

hujan akan mengakibatkan laju pembentukan lindi yang tinggi.

Pengolahan sampah dan pengolahan cairan lindi yang tidak berjalan

dengan baik sudah berpengaruh terhadap kualitas air tanah di sekitar TPA Muara

Fajar, dimana cairan lindi yang belum layak dibuang ke lingkungan telah

mengakibatkan terjadinya perembesan di dalam tanah sehingga kualitas air tanah

pada sumur pantau 1 sudah tercemar. Didukung oleh penelitian Darmayanti (dalam

Elysita dan Asmura, 2014) bahwa tanah di sekitar TPA Muara Fajar Pekanbaru telah

tercemar lindi. Dari hasil pengujian resistivitas tanah tersebut didapat nilai 3,58 Um

sampai dengan 9219 Um sepanjang bentang 37 m dari titik TPA, nilai resistivitas ini

menunjukkan rembesan lindi bergerak secara horizontal. Pada kedalaman 0-1,6 m

terdapat nilai resistivitas 13,5-30 Um, secara vertical lindi telah merembes pada

kedalaman tersebut. Menurut hasil penelitian Juandi dalam Ertawati et al. (2015),

yang juga dilaksanakan di TPA Muara Fajar tersebut mendapatkan bahwa air lindi

sudah bergerak dari tengah TPA kemudian menyebar ke sekeliling TPA hingga

mencapai lapisan air tanah pemukiman penduduk. Hal ini tidak boleh dibiarkan terus

berlangsung karena berbahaya bagi kesehatan masyarakat disekitar TPA, terutama

yang memanfaatkan air tanah tersebut untuk konsumsi air besih setiap harinya.

Lambannya proses penutupan sampah yang terjadi karena tanah untuk

penimbunan sampah pada sell TPA dibeli dari pihak ketiga sementara anggaran

untuk pembelian tanah penutup terbilang cukup minim, hal tersebut mengakibatkan

penutupan sampah di TPA Muara Fajar Kecamatan Rumbai Pekanbaru hanya

dilakukan 2-3 bulan sekali. Sedangkan menurut metode “sanitary landfill” sampah

yang sudah dipadatkan akan dilakukan penutupan dengan tanah secara rutin yaitu

setiap 5 hari sekali untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan di

Page 617: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

48

sekitarnya dan untuk mencegah infiltrasi oleh air hujan yang akan melarutkan zat-zat

organik yang terdapat dalam sampah dan akan menghasilkan lindi.

Pada awal pembukaan lahan, TPA Muara Fajar menerapkan sistem controlled

landfill dalam pengolahan sampah, hal ini ditandai dengan adanya saluran drainase

untuk mengendalikan air hujan, saluran pengumpul lindi (leachate), kolam

penampung, fasilitas pengendalian gas metan dan lain-lain tetapi peningkatan jumlah

sampah yang melebihi kapasitas lahan penampungan sampah menjadikan TPA

menerapkan sistem open dumping dalam pengolahan sampah (Bali dan Hanifah,

2013). Tindak lanjut dari pemerintah kota melalui Walikota Firdaus (dalam Hendri,

2013) melakukan pantauan lapangan ke Tempat Pembuangan Sampah (TPA) sampah

Muara Fajar, pada Sabtu (9/2/2013). Lewat kunjungannya tersebut, Firdaus

didampingi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Syafril, Sekretaris

DKP Erwad Husnan, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) A Mius, dan

Kabag Humas Setdako Pekanbaru Azharisman Rozie. Kepada Tribun, Firdaus

menyebutkan, kedatangannya ke TPA sampah Muara Fajar kali ini untuk

memastikan sistem pembuangan sampah di TPA yang sistem open dumping sudah

ditutup, dan sudah menggunakan sistem sanitary. "Sistem open dumping sudah tidak

boleh lagi, maka mulai tahun 2013 ini sudah harus menggunakan sistem sanitary,

namun pengarahan yang telah diberikan tentang bagaimana cara kerja sistem

sanitary landfill itu sendiri pada kenyataannya tidak berjalan. Para pengangkut

sampah membongkar sampah hanya pada pinggir tempat pembuangan sampah,

sehingga mengalami penumpukan disatu tempat saja mengakibatkan alat berat sulit

untuk mengakses jalan dan meratakan tumpukan sampah tersebut.

Menurut hasil penelitian Ertawati et al. (2015), pengolahan sampah di TPA

Muara Fajar kurang sempurna, sehingga cairan lindi yang terbentuk di TPA Muara

fajar tersebut sebanyak 0,4 liter/detik. Laju pembentukan lindi tersebut

mengakibatkan terjadinya pendangkalan pada kolam IPAL akibat limpasan air hujan

yang membawa padatan yang bersifat tersuspensi dan mengalir pada saluran

pengumpul lindi. Terjadinya pendangkalan pada kolam IPAL dan tingginya laju

pembentukan lindi mengakibatkan penurunan efektivitas pengolahan air lindi,

Page 618: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

49

sehingga komposisi bahan polutan dalam lindi tidak mengalami degradasi, hal ini

dapat disebabkan karena oksigen yang tidak mencukupi dalam air limbah sehingga

bakteri aerob dan anaerob tidak dapat tumbuh dan bekerja mendegradasi limbah,

selain itu lama waktu tinggal yang singkat juga menyebabkan kontak antara bakteri

pengurai dengan polutan limbah tidak maksimal. Menurut Yenita dan Ade (2015),

TPA Muara Fajar memiliki empat kolam pengolahan air lindi dan empat bak kontrol.

Akan tetapi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang dimiliki sangat sederahan

dan tidak yang modern dan canggih sehingga belum mampu secara optimal

menurunkan polutan yang terdapat dalam air lindi

Dari luas sanitary yang ada, dan melihat jumlah sampah Pekanbaru yang

setiap hari sudah mencapai 300 ton, maka sanitary hanya mampu menampung

sampah selama dua tahun. Setelah itu diperlukan lahan lagi. Namun, lahan akan

disiapkan hanya jika hasil kerjasama dengan pihak Australia dan China tidak jadi.

"Kerjasama dengan Australia dan China ini, sampah ini bisa diproses dijadikan

energi listrik. Sampah yang sudah ada, bisa melayani mesin berkapasitas 10 kilowatt

sebanyak empat unit dan selama satu tahun. Artinya, jika kerjasama itu jadi, tidak

diperlukan lagi lahan untuk TPA sampah, cukup dibuang ke kawasan ini yang

nantinya akan diubah menjadi kawasan industri listrik. Walikota Pekanbaru Firdaus

(Riauterkini, 2014) mengatakan saat ini sudah banyak investor yang hendak

mengelola, namun untuk menjadi pengelola ada persyaratan yang harus penuhi yaitu

harus mengikuti terder investasi yang nilai dananya minimal Rp 500 miliar, ini

menjadi kendala bagi investor untuk memenuhi persyaratan tender sehingga rencana

konversi sampah menjadi listrik tidak kunjung terealisaikan.

Selanjutnya disampaikan Firdaus (dalam Hendri, 2013), untuk anggaran

sampah di tahun 2013 ini menghabiskan dana Rp 80 miliar. Sebanyak Rp 40 miliar

berada di DKP dan Rp 40 miliar berada di kecamatan. "Jumlah ini belum terpenuhi

dari anggaran dan retribusi sampah yang dipungut dari masyarakat. Hasil yang

diperoleh dari retribusi sampah hanya mencapai 10 persen, sehingga tidak mampu

mengembalikan tingginya biaya operasional sampah yang dikeluarkan. Untuk itu,

masyarakat harus menyadari bahwa pengolahan sampah ini telah menguras keuangan

Page 619: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

50

daerah. Maka masyarakat sendiri harus ikut ambil bagian dalam penghematan biaya

operasional sampah dengan membuang sampah pada tempatnya, sehingga dana itu

bisa berkurang.

Seharusnya kebijakan pengelolaan sampah tidak dibebankan kepada

pemerintah daerah semata, namun dibutuhkan peran aktif dari Pemerintah Pusat

karena permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh sampah seperti air lindi

merupakan permasalahan lingkungan dengan cakupan nasional. Minimnya lahan

TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar.

Akibatnya sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah

satelitnya, hal ini menimbulkan aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang

merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah

tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi,

hidrogeologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya

AMDAL membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi

akibat kerusakan lingkungan yang mendukung masalah AMDAL sehingga seringkali

kita temui TPA yang berada di tempat tinggi, sehingga air limpasan lindi yang

dihasilkan mengalir keluar kawasan TPA. (Kompasiana, 2015)

Masih tingginya polutan yang terdapat dalam air lindi dibeberapa TPA

seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk mengatasi permasalahan

tersebut. Selain memantau kondisi fasilitas pengelolaan sampah, memastikan

operasional persampahan berjalan sesuai prosedur yang tepat serta ketersediaan lahan

yang mencukupi untuk melakukan pengelolaan sampah dan limbah yang dihasilkan,

kapasitas kebutuhan tempat pengolahan limbah juga harusnya menjadi pertimbangan

mengingat laju pertumbuhan lindi yang semakin meningkat serta efektifitas IPAL

yang menurun akibat pendangkalan. Oleh sebab itu dibutuhkan kebijakan dari

pemerintah pusat dalam menetapkan pedoman upaya peningkatan kebutuhan IPAL

berdasarkan pertimabangan laju pertumbuhan lindi yang dihasilkan sehingga

permasalahan lingkungan akibat air lindi sampah dapat diatasi.

Page 620: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

III. DAMPAK PENINGKATAN KEBUTUHAN PENGOLAHAN LINDI DI

TPA MUARA FAJAR KECAMATAN RUMBAI PESISIR PEKANBARU

3.1 Dampak Ekonomi

Jika pengelolaan air lindi pada IPAL TPA tidak dikelola dengan baik dan

sempurna maka akan mengakibatkan air lindi yang dihasilkan akan mencemari

lingkungan pada akhirnya dapat berdampak bagi perekonomian karena air yang telah

tercemar dapat mengakibatkan kerugian berupa:

1. Air tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan rumah tangga

Air yang telah tercemar dan kemudian tidak dapat digunakan lagi sebagai

penunjang kehidupan manusia, terutama untuk keperluan rumah tangga, akan

menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang sangat luas sebab masyarakat yang

air tanahnya tercemar harus membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari mereka.

2. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan industri

Kalau terjadi pencemaran air yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat

digunakan untuk keperluan industri berarti usaha untuk meningkatkan kehidupan

manusia tidak akan tercapai.

3. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan pertanian.

Air tidak dapat digunakan lagi sebagai air irigasi, untuk pengairan di

persawahan dan kolam perikanan karena adanya senyawa-senyawa anorganik yang

mengakibatkan perubahan drastis pada pH air. Air yang bersifat terlalu basa atau

terlalu asam akan mematikan tanaman dan hewan air. Selain itu banyak senyawa

anorganik yang bersifat racun yang menyebabkan kematian. Air yang mengandung

racun seringkali justru bening, seolah-olah tidak tercemar. Sudah sering terdengar

adanya kematian ikan maupun udang di kolam perikanan dan tambak yang

disebabkan air lingkungan yang tercemar.

Air lindi jika dikelola dan diproses dengan baik maka bisa menjadi sumber

penghasil biogas, menghasilkan bahan pupuk cair atau starter mikroba. Air lindi juga

mempunyai potensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena

mengandung berbagai macam bahan organik seperti nitrat, mineral dan

Page 621: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

52

mikroorganisme sehingga hal tersebut dapat meningkatkan perekonomian dari nilai

jual produk yang dihasilkan dari lindi tersebut, peningkatan dibidang energi sebagai

sumber energi baru dari gas yang dihasilkan serta peningkatan bidang pertanian

dengan sumber nutrisi tambahan bagi tanaman pertanian.

3.2 Dampak Sosial Budaya

Seiring berjalannya kegiatan pengelolaan sampa di suatu kawasan maka jumlah

penduduk yang bertempat tinggal disekitar TPA semakin bertambah yang sebagian

besar dari mereka adalah pemulung yang bekerja di TPA tersebut. Sehingga jika air

lindi di TPA tidak di kelola dengan baik maka air lindi akan masuk ke sungai/ ke

badan air dimana warna yang gelap (kotor) dan bau yang tidak sedap akan

mengakibatkan sungai/ badan air yang selayaknya dapat menjadi sarana bermain dan

memberikan nilai keindahan/ nilai estetika akan rusak secara kualitas dan bahkan

membahayakan bagi masyarakat sekitar TPA dimana umumnya kebiasaan

masyarakat menjadikan sungai dan badan air sebagai tempat rekreasi (memancing),

tempat bermain, budidaya ikan bahkan kadang untuk keperluan sehari-hari seperti

mandi,cuci dan kakus tidak bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Sebaliknya pengelolaan air lindi akan memberikan dampak yang baik bagi

kehidupan sosial budaya masyarakat yang bertempat tinggal disekitar TPA dimana

masyarakat sekitar aliran sungai masih dapat menikmati jasa ekosistem sungai

tersebut sebagai penyedia lahan rekreasi masyarakat, sebagai penyedia lahan

budidaya perikanan bahkan untuk digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari oleh

masyarakat sekitar TPA.

3.3 Dampak Lingkungan dan Kesehatan

Lindi merupakan cairan yang sangat berbahaya bagi lingkungan jika tidak

dikelola dengan baik. Leachate atau air lindi yang telah mencapai air tanah akan

terbawa oleh aliran air tanah. Bersama aliran air tanah, air lindi dapat mencemari air

sumur dengan bahan pencemar yang terkandung di dalamnya. Terkontaminasinya

sumber air tanah dangkal oleh zat-zat kimia yang terkandung dalam lindi seperti

misalnya nitrit, nitrat, ammonia, kalsium, kalium, magnesium, kesadahan, klorida,

sulfat, BOD, COD, pH yang konsentrasinya sangat tinggi akan menyebabkan

Page 622: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

53

terganggunya kehidupan makhluk hidup disekitar TPA. Selanjutnya air lindi yang

tidak terkelola dengan baik jika masuk kedalam drainase atau sungai akan

mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa

spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.

Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan

gas-gas organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam

konsentrasi tinggi dapat meledak.

Pengelolaan lindi yang tidak memadai akan mengakibatkan peningkatan

beberapa organisme patogen dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan

anjing yang dapat menimbulkan bermacam penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang

dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut :

1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal

dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat dapat bercampur dengan air

minum. Penyakit demam berdarah dapat juga meningkat dengan cepat di daerah

yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.

2. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).

3. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya

adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini

sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya

yang berupa sisa makanan/sampah

4. Sampah beracun. Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang

meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa

(Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang

memproduksi baterai dan akumulator.

Pengelolaan air lindi yang memadai bertujuan untuk menjaga agar air lindi

yang timbul akibat pemrosesan sampah di TPA tidak mencemari lingkungan di

sekitar lokasi TPA agar dapat menghindari berbagai dampak negatif yang dapat

ditimbulkan oleh pencemaran air lindi, sehingga air tanah disekitar TPA yang

merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat bisa dimanfaatkan oleh masyarakat

untuk kebutuhan air bersih sehari-hari. Dengan pengelolaan lindi yang baik

Page 623: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

54

masyarakat sekitar juga akan terhindar dari berbagai sumber penyakit yang dapat

timbul akibat masuknya air lindi kedalam perairan/badan air di sekitar TPA,

lingkungan perairan sebagai habitat biota, ikan dan makhluk hidup lainnya akan tetap

terjaga dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat disekitar TPA sebagai sarana

rekreasi, tempat bermain dan petualangan bagi anak-anak, juga dapat dimanfaatkan

sebagai tempat budidaya perikanan sehingga menjadi tambahan pemasukan bagi

masyarakat sekitar TPA.

Perencanaan sistem pengelolaan persampahan merupakan bagian dari tugas

pemerintah pusat dan daerah, dimana dalam pengelolaan prasarana persampahan ini

menjadi wewenang kementrian Dinas Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Cipta

Karya Bidang Pengembangan Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman untuk

menyediakan fasilitas pengelolaan sampah serta fasilitas penunjang untuk mengatasi

permasalahan persampahan dikota tersebut. jika terjadi permasalahan pencemaran

yang disebabkan oleh air limbah lindi yang dihasilkan oleh TPA maka akan

menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kotanya sendiri

selain itu pemerintah akan mengalami kesulitan dalam pemulihan lingkungan sebab

untuk mengembalikan fungsi lingkungan kembali membutuhkan biaya yang tinggi

dan waktu yang sangat lama.

Page 624: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

IV MAKSIMALISAI PEMENUHAN KEBUTUHAN KAPASITASPENGOLAHAN AIR LINDI DI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

Kenaikan timbulan sampah yang terus terjadi akibat pertumbuhan jumlah

penduduk, pertumbuhan sektor industri, pertanian dan pendapatan perkapita

sebaiknya diimbangi dengan optimalisasi pemanfaatan limbah baik melalui

peningkatan industri daur ulang sampah, pemanfaatan sampah menjadi pupuk

kompos, pemanfaatan sampah bagi industri kerajinan, meningkatkan peran serta

masyarakat dalam penglolaan sampah secara langsung maupun melalui bank

sampah, selain itu juga pengembangan teknologi sampah menjadi sumber

pembangkit tenaga listrik. Sehingga penanganan sampah dapat dioptimal dari

sumbernya bukan lagi penanganan sampah ditempat pemrosesan akhir sampah

saja. Adapun upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan dalam pengelolaan lindi

di TPA dapat dilakukan dengan upaya-upaya berikut:

4.1 Keterlambatan Proses Penutupan Sampah yang Disebabkan Minimnya

Anggaran untuk Pembelian Tanah Penutup

Guna mengatasi keterlambatan proses penutupan sampah yang disebabkan

minimnya anggaran untuk pembelian tanah penutup kepada pihak ketiga harus

cepat diatasi, biaya operasi dan pemeliharaan yang mencukupi untuk kebutuhan

pengoperasian sarana prasarana persampahan perhitungannya harus didasarkan

pada kebutuhan alternatif pengoperasian seluruh kegiatan penanganan sampah

dari sumber sampai TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) sampah untuk jangka

panjang.

Tarif atau retribusi yang disusun untuk membantu kegiatan operasional

persampahan harus dihitung berdasarkan beberapa aspek pertimbangan antara

lain:

1 struktur/ klasifikasi wajib retribusi (cross subsidi),

2 kemampuan daerah,

3 kemampuan masyarakat

4 dapat mencukupi kebutuhan operasional pengelolaan sampah (mengarah pada

pola cost recovery);

Dana yang diperoleh untuk kegiatan seluruh operasional persampahan

sebaiknya tidak hanya mengharapkan retribusi dari masyarakat dan dana daerah

Page 625: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

56

saja namun juga dengan membuat kebijakan melalui kewajiban membayar

retribusi sampah bagi produsen atau industri penghasil sampah itu sendiri,

khususnya bagi sampah yang tidak dapat didaur ulang. Setelah memperoleh dana

dari berbagai sumber melalui kewajiban retribusi, pendapatan dari penarikan tarif

atau retribusi tersebut harus terkoordinasi dan tercatat secara baik dan transparan

serta diinvestasikan kembali untuk kepentingan pengelolaan sampah.

4.2 Pembuangan Sampah dengan Sistem “Open Dumping”

Guna menghindari terjadinya open dumping yang disebabkan kelebihan

kapasitas penampungan sampah, seharusnya dapat dilakukan melalui pengawasan

secara rutin pelaksanaan program operasional persiapan lahan dilapangan,

diantaranya dengan memastikan:

1. pengaturan sel lahan pembuangan dan penimbunan telah benar-benar siap dan

memadai untuk menapung dan menutup sampah yang diterima diTPA,

2. pengaturan zona dan blok yang benar sehingga kontinuitas proses pembuangan

sampah dapat berjalan dengan lancar,

3. pengaturan lahan pembongkaran guna mempermudah akses alat berat untuk

melakukan penimbunan sampah.

4. Sampah yang masuk kedalam tempat pembuangan akhir tidak hanya berasal

dari sumber sampah saja, akan tetapi terlebih dahulu dipilah di tempat

pembuangan sampah sementara sehingga telah mengalami proses 3R terlebih

dahulu untuk mengurangi volume sampah yang ditimbun di TPA.

Selain dengan mengawasi kegiatan operasional persampahan untuk

mencegah terjadinya open dumping dalam penanganan operasional, tenaga teknis

kegiatan persampahan harus mendapatkan bimbingan dan pelatihan sehingga

operasi kegiatan pemrosesan akhir sampah benar-benar berjalan sesuai prosedur

yang telah ditetapkan.

Dalam membantu kegiatan pemilahan sampah di TPA sebaiknya dilakukan

organisir pemulung melalui penggabungan mereka secara resmi dalam sistem,

sehingga sampah yang mereka dapatkan dapat menjamin keberlangsungan hidup

mereka, selain itu dengan memberikan bantuan biaya kesehatan dan pendidikan

anak-anak mereka, akan memberikan etos kerja bagi pemulung untuk tetap

berada didalam sistem tersebut.

Page 626: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

57

4.3 Penurunan Faktor Pertumbuhan Lindi Melalui Konversi Sampah Menjadi

Energi Listrik

Guna menarik investor dalam mengembangkan konversi sampah

menjadi energi listrik berbagai insentif telah disediakan oleh pemerintah untuk

menarik minat investor mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

(PLTSa) di Indonesia, misalnya dengan mengeluarkan Payung hukum

pengembangan sampah yang di tulis dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor

19 Tahun 2013. Terkait pengolahan sampah dari sisi hilir sudah diterbitkan

Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2013 tentang pembelian tenaga

listrik oleh PLN dari pembangkit listrik berbasis sampah kota. Kewajiban PLN

membeli listrik yang nantinya dihasilkan oleh PLTSa selain itu pemerintah

juga mengeluarkan peraturan terkait penetapan tarif harga listrik melalui

Permen ESDM Nomor 44 Tahun 2015 yang menetapkan Feed in Tariff sebesar

US$ 18,77 sen/kWh untuk listrik dari PLTSa. Perizinan untuk

pembangunannya juga dipermudah, seperti penyederhanaan perizinan melalui

BKPM dan sebagainya sehingga investor lebih mudah dalam mengeurus proses

administrasi perusahaan agar percepatan pembangunan PLTSa dapat terealisasi

secepat mungkin.

Dukungan dalam bentuk lain harusnya diberikan dalam kegiatan proyek

pembangunan PLTSa baik dari pemerintah pusat maupun daerah tidak hanya

menunggu investor untuk menanamkan modal dan memberi kelonggaran dalam

pengurusan izin. Namun melalui anggaran yang diperoleh dari dana

pengendalian sampah dari pemungutan retribusi bagi produsen penghasil

sampah, serta dari anggaran belanja negara melalui dana pengembangan sumber

daya energi pembangkit listrik sebaiknya dialokasikan untuk pengembangan

PLTSa tahap demi tahap sehingga dibalik itu semua kita dapat memanfaatkan

sumber daya manusia yang ada di Indonesia sendiri nantinya melalui pelatihan

dan studi langsung kenegara maju yang telah menjalankan PLTSa serta

memanfaatkan ilmuan dan tenaga kerja yang ada diluar negeri yang telah

memiliki pengalaman khususnya dibidang energi untuk saling bekerja

merealisasikan pengembangan PLTSa di Indonesia.

Page 627: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

58

4.4 Pendangkalan dan Penurunan Kinerja IPAL

Kolam penampung dan pengolah lindi seringkali mengalami pendangkalan

akibat endapan tersususpensi yang timbul dari limpasa air hujan yang mengalir

pada tumpukan sampah yang ada di TPA. Hal ini akan menyebabkan semakin

kecilnya volume efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal

yang akan berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung.

Untuk itu perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam dapat dijaga dengan

selalu melakukan pengawasan housekeeping pada tempat pengolahan air limbah

dengan melakukan pengerukan lumpur endapan menggunakan alat berat

excavator serta juga dapat menggunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang

terkumpul secara rutin sehingga tidak terjadi pendangkalan pada dasar IPAL.

Lumpur dan lindi yang diperoleh dari penumpukan padatan pada kolam

IPAL bisa dimanfaatkan untuk penyiraman dalam proses pembuatan pupuk

kompos dari sampah organik yang ada di TPA sehingga dapat menambah nutrisi

bagi senyawa pengurai untuk membantu mempercepat proses pelapukan sampah.

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi pendangkalan dan

penurunan kinerja IPAL yaitu dengan membuat fasilitas drainase air hujan

yang terpisah dengan saluran air lindi sehingga tidak semua air hujan dan

limpasannya yang mengalir menuju tumpukan sampah masuk dan tercampur

kedalam saluran pengamanan lindi yang dapat mengakibatkan peningkatan laju

pertumbuhan lindi sehingga menyebabkan pendangkalan.

4.5 Peningkatan Kebutuhan Kapasitas Pengolahan Air Lindi Pemko Kota

Pekanbaru

Mencegah terjadinya dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh air

lindi di TPA sebaiknya ada kebijakan dari pemerintah pusat, bekerja sama dengan

pemerintah daerah atau kota terutama yang memiliki permasalahan dalam

pengelolaan air lindi untuk melakukan upaya peningkatan kebutuhan kapasitas

pengolahan air lindi melalui peraturan daerah untuk menjalankan “Rencana

Teknik Rinci” sebagai pedoman dalam perencanaan pembangun fasilitas

pengolahan air lindi di TPA dan satelitnya atau TPS pembantu, sehingga melalui

perencanaan pemenuhan kebutuhan luas IPAL tersebut dapat diperoleh luas

kebutuhan optimal kolam IPAL dan wetland dengan mempertimbangkan

Page 628: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

59

berbagai faktor yang dapat meningkatkan laju timbulan lindi. Adapun faktor-

faktor yang menjadi pertimbangan dalam upaya peningkatan kebutuhan kapasitas

pengolahan lindi parameternya dapat dilihat dari dasar perancangan sebagai

berikut (tabel 6):

Tabel 6. Dasar Perencanaan Penetapan kapasitas IPAL lindi di TPA

Sumber: Bramono (2016)

Nilai-nilai dari parameter yang menjadi faktor pertumbuhan lindi bisa

didapatkan dari data instansi terkait yang berhubungan dengan kegiatan

pemantauan parameter tersebut. Sehingga dengan adanya data yang valid dan

langsung diambil pada tahun pengamatan dan dari data beberapa tahun

sebelumnya maka dapat dilakukan prediksi peningkatan pertumbuhan lindi untuk

beberapa tahun kedepan dengan persamaan regresi linnier sehingga dapat

diperoleh kapasitas kebutuhan IPAL yang mampu bekerja secara optimal sesuai

dengan laju pertumbuhan lindi dan dapat berjalan hingga waktu umur TPA yang

ditentukan.

Page 629: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 1994. Standar Nasional Indonesia. SNI03.3241.1994, Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah. DewanStandarisasi Indonesia. Jakarta.

________________________. 2002. Standar Nasional Indonesia. SNI19.2454.2002, Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan SampahPerkotaan. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.

________________________. 1994. Standar Nasional Indonesia. SNI19.3964.1994, Tentang Metode Pengambilan dan PengukuranContoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. DewanStandarisasi Indonesia. Jakarta.Bali S dan A Hanifah. 2013. Analisis Tembaga, Krom, Sianida dan KesadahanAir Lindi TPA Muara Fajar Pekanbaru. Jurusan Kimia FakultasMatetamatika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau.Pekanbaru.

Balitbang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman 2002. PetunjukTeknis Pt.T-19-2002-C, Tata Cara Pereancanaan TempatPembuangan Akhir Sampah (TPA) di Daerah Pasang Surut.Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Bramono SE. 2016. Rencana Teknik Rinci TPA Sampah (Satuan Proses danSatuan Operasi). Direktorat Pengembangan PenyehatanLingkungan Permukiman Direktorat Jendral Cipta KaryaKementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jakarta.

Damanhuri E. 2008. Pengelolaan Leachate (Lindi) Pada Landfill. DiktatLandfilling Limbah. Teknik Lingkungan. Universitas InstitutTeknologi Bandung. Bandung (Tidak diterbitkan).

___________ dan T Padmi. 2010. Pengelolaan Sampah. Diktat Kuliah TeknikLingkungan. Universitas Institut Teknologi Bandung. Bandung(Tidak diterbitkan).

Elystia S dan J Asmura. 2014. Uji Ekokinetik Air Lindi TPA Muara FajarKecamatan Rumbai Pesisir. Program Studi Teknik LingkunganUniversitas Riau. Pekanbaru.

Ertawati M, Ilza dan Nofrizal. 2015. Sistem Pengolahan Limbah TPA MuaraFajar dan Pengaruh Terhadap Kualitas Air Tanah di Sekitarnya.Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan UniversitasRiau. Pekanbaru.

Hadi SP. 2005. Aspek Sosial AMDAL: Sejarah, Teori dan Metode . UniversitasGajah Mada. Yogyakarta.

Hakim N, J Wijaya dan R Sudirja. 2006. Mencari Solusi Penangan MasalahSampah Kota. Fakultas Petanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Page 630: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

61

Hartono. 2008. Sistem Informasi Lingkungan, Bahan Ajar Mata Kuliah SIG.Magister Pengelolaan Lingkungan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta (Tidak diterbitkan).

Hendri N. 2013. Walikota Pekanbaru Firdaus, M.T Mengaku Akan PantauPengolahan Sampah Muara Fajar. Tribunpekanbaru.Com.Pekanbaru. Diakses 17 februari 2013.

Kompasiana, 2015. Pengelolaan Sampah dan Kebijakan Pemerintah dalamPenanggulangan Kasus Sampah DKI Jakarta. Diakses 26 Juni2015. Kompasiana.com. Jakarta

Mentri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2013. PERMEN PU No 03/PRT/M/2013, Penyelenggaraan Prasarana dan SaranaPersampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga danSampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jakarta.

Nayono SE. 2015. Metode Pengolahan Air Limbah Alternatif Untuk NegaraBerkembang. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan FakultasTeknik, Universitas Negeri. Yogyakarta.

Pambagio A. 2015. Pengelolaan Sampah dan Regulasi Salah Sasaran.Detiknews.com. Jakarta. Diakses 23 juli 2015.

Presiden RI. 2008. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Tentang PengelolaanSampah. Sekretariat Negara. Jakarta.

Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan. 2010. Laporan HasilPemantauan TPST Bantar Gebang Bekasi Dan TPK Sarimukti.Bandung.

Riauterkini. 2013. Pemko Pekanbaru Terus Lakukan Antisipasi PermasalahanSampah. Tahun 2014, DKP Akan Membangun 10 TPS di SetiapKecamatan. Diakses 08 Mei 2013. Riauterkini.com. Pekanbaru.

Saefuddin A. 2014. Tenologi Pengolahan Limbah untuk PerlindunganLingkungan Hidup. Universitas Triologi. Jakarta

Wibowo IF. 2011. Prediksi Kebutuhan Daya Tampung Tempat PembuanganAkhir Sampah (TPA) Sukosari Sumantono Karanganyar PadaTahun 2016. Tugas Aknir. Program D3 Teknik Sipil InfrastrukturPerkotaan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta (Tidakditerbitkan).

Yustina dan S Purnomo. 2008. Pengelolaan Sampah Perkotaan. PusatPengembangan Pendidikan Universitas Riau. Pekanbaru.

Yenita RN dan AP Siprana. 2015. Pengaruh Parameter Fisika dan MikribiologiLeachet Terhadap Kesehatan Lingkungan di TPA Muara FajarPekanbaru. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Al-Insyirah.Pekanbaru.

Page 631: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

62

Lampiran 1. Peta Provinsi Riau

5555555555

Page 632: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

63

Lampiran 2. Peta Kota Pekanbaru

LOKASI TPA MUARA FAJAR

Page 633: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

64

Lampiran 3. Peta Lokasi TPA Muara Fajar Pekanbaru

Page 634: KUMPULAN MAKALAH PENGANTAR ILMU LINGKUNGANil-s2.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/2015.2-Makalah-Ekologi-dan... · itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process

65

Lampiran 4. Lokasi TPA Muara Fajar Pekanbaru