kultur organ1.ppt
TRANSCRIPT
KULTUR ORGANKULTUR ORGAN
KULTURKULTUR ORGANORGAN Kultur organ merupakan topik penelitian yang penting
antara tahun 1940-1960 (Gunawan 1988)
Setelah itu penelitian ini berkurang kecuali kultur meristem, karena mempunyai kegunaan dalam cara perbanyakan klon yang cepat dan bebas penyakit
sudah digunakan komersil di pembibitan-pembibitan
Kultur akar pernah banyak diteliti sekitar tahun 80-an , karena mempunyai kegunaan dalam penyediaan produk sekunder
Kebutuhan nutrisi dan lingkungan dapat disesuaikan dengan jenis tanamanyang doollturkan dan tujuannya
Kultur AkarKultur Akar
Kote dan Robbins (Gautheret, 1982) merupakan orang pertama yang melakukan kultur potongan akar tanaman serealia dan legume belum berhasil
White melanjutkan pada tanaman tomat yang dikulturkan pada media yang diberi sukrosa dan ekstrak ragi (pada tanaman tomat dan tembakau)
Hasil kultur akar ini biasanya sama dengan induknya, pada ujung akar "quiscent center" dan pola penyebaran pembuluh yang spesifik dari spesies.
Sifat-sifat fisiologis dari akar in vivo masih diperlihatkan pada basil kultur in vitro seperti pada tembakau produksi alkaloid, anabasine, nikotin (Solt, et, al, 1960)
Beberapa kultur akar terjadi perubahan genotipenya.
Seperti tomat menjadi tetra ploid, tidak diketahui apakah karena dari kultur in vitro ataukah sudah ada pada tanaman asalnya
Pada serealia terjadi perubahan kromosom setelah disubkulturkan berulang (Beuzenberg, et. al. 1969)
Hasil pekerjaan White pada kultur tomat, akarnya tumbah dalam kultur in vitro dengan menggunakan ion jodium dan Fe-nya dalam bentuk kelat
Pada tanaman graminae glokosa lebih baik dari sukrosa
Kedalam media dapat ditambahkan beberapa vitamin seperti thiamine, pyridixine nicotinic acid, dan gycine, untuk menggantikan ekstrak ragi
Auksin dan sitokinin eksogen tidak selalu dibutuhkan, tergantung tanamannya
Auksin dibutuhkan oleh tanaman pinus dan graminae, sedangkan tomat tidak membutuhkan.
Sitokinin diproduksi pada akar sehingga kebanyakan tanaman tidak memerlukan sitokinin
Giberelin diperlukan bila akar yang dikulturkannya kerdil
Untuk memudahkan pelaksanaan kultur in vitro akar, sebaiknya digunakan eksplan in vitro, karena akar yang dari tanaman in vivo sulit disterilkan
Prosedur dalam kultur akar: 1. Pengecambahan biji secara aseptik 2. lnisiasi kultur akar 3. Subkultur dan pemantapan klon
Kultur Meristem
Kultur meristem adalah kultur jaringan dengan menggunakan jaringan-jaringan yang meristematik
Meristem yang digunakan dapat berupa meristem pucuk atau meristem tunas aksilar
Kultur meristem sudah banyak digunakan dalam perbanyakan terutama tanaman hortikultura
Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena mitisis terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan, hal ini yang dapat menghasilkan tanaman yang sesuai dengan induknya
Selain untuk perbanyakan kultur meristem ini dapat digunakan untuk eliminasi virus, terutama bila mati melakukan penyimpanan plasma nutfah biasanya menggunakan teknik cryopreservation yaitu penyimpanan dalam suhu dingin (Kartha, 1981)
Sekelompok tanaman berupa klon yang dihasilkan dari kultur meristem biasanya disebut meriklon
Morel pada tahun 60-an mencoba membebaskan virus dari tanaman anggrek Cymbidium
Meristem protocrom dipisahkan tanaman baru
Merupakan revolusi dalam peranggrekan
Murashige adalah orang yang banyak mengembangkan kultur meristem pada tanaman bias da tanaman buah-buahan
Kultur meristim pada Morel melalui kultur kalus (protocrom), sedangkan Hussey dan Stecey (1980) pada tanaman kentang dengan menggunakan teknik penanaman subkultur berulang
Teknik isolasi meristem
Peralatan yang penting harus disediakan : 1. Laminar air flow cabinet 2. Mikroskop binokuler (stereoscope )dengan lampu 3. Pinset berujung runcing 4. Scalpel dan jarum suntik
Gambar 5.2. Skema Usaha Perbanyakan Kentang Bebas Virus
Kultur Pucuk
Pucuk yang berisi meristem dan jaringan-jaringan digunakan sebagai eksplan
Tujuan utama kultur pucuk adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman
Dari satu eksplan dapat tumbuh sekitar 4 - 20 pucuk/ tunas yang baru. Setelah diinduksi akarnya akan tumbuh tanaman baru yang diharapkan sesuai dengan induknya
Sudah banyak digunakan dalam usaha komersil di pembibitan-pembibitan
Untuk kultur pucuk ini diperlukan zat pengatur tumbuh Auksin : IAA, NAA, IBA. Penggunaan 2,4-D dihindarkan karena akan menstimulasi pertumbuhan kalus, dalam kultur pucuk kalus tidak dikehendaki.
Sitokinin yang biasa digunakan adalah : BAP, 2iP, kinetin.
Pada kultur pucuk penggunaan nisbah dari konsentrasi sitokinin lebih tinggi dibanding auksin
Pada tanaman berkayu penggunaan auksin dan sitokinin
pada kultur pertama digunakan konsentrasi rendah,
sedangkan pada kultur selanjutnya digunakan sitokinin
konsentrasi tinggi untuk stimulasi prolifirasi
Kultur Embrio
Embrio sering dipergunakan sebagai eksplan dalam stimulasi kalus, tetapi pada prakteknya lebih dikehendaki pembentukan tanaman baru.
Kultur embrio ini diperlukan untuk embrio yang mempunyai masalah :
1. menunjukkan masa dormansi yang panjang
2. embrio hibrida hasil persilangan interspesifik yang tidak kompatibel dengan endospermnya
3. embrio dengan endosperm yang rusak seperti kelapa kopyor
4. embrio tanpa endosperm seprti pada anggrek
Usaha pertama menumbuhkan embrio dilakukan oleh Cochleria dan Raphanus, selanjutnya Laibach yang berhasil menumbuhkan embrio dari biji hasil silangan Linum perone dengan Linum austrucum
Biji tersebut ringan, keriput, dan tidak berkecambah.
Embrionya diisolasi ditumbuhkan pada kertas saring/kapas yang lembab ditambah 15% glokosa
Pekerjaannya berhasil embrio yang biasa gugur dapat diselamatkan
Masalah inkompatibel post zygitic yang diatasi dengan kultur embrio dikenal dengan istilah ”embryo rescue"
Sekalipun keberhasilan kultur embrio ini masih rendah tetapi dimasa yang akan datang dapat diharapkan lebih baik
Contoh keberhasilan kultur embrio pada tanaman kentang Solanum melongena dengan Solanum khasianum untuk introduksi tanan serangan insek.
Beberapa tanaman hibrida berhasil menjadi tanaman
Perkembangan embrio meliputi dua rase :
1. Fase heterotropic
Yaitu fase awal perkembangan embrio dimana embrio tergantung dari endosperm dan jaringan meternal disekelilingnya
2. Fase autotropic
Yaitu embrio mampu mensintesa persenyawaan-persenyawaan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
Gambar 5.3. Tahapan Perkembangan dalam Embrio Gambar 5.3. Tahapan Perkembangan dalam Embrio Capsella Capsella bursa-pastoris.bursa-pastoris.
Sumber : Raghwan, 1966 dalam Bhojwani & Razdan, 1983.Sumber : Raghwan, 1966 dalam Bhojwani & Razdan, 1983.
Kultur KalusKultur Kalus
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus-menerus
Dalam keadaan in vivo kalus dapat dilihat pada pelukaan dan pada gigitan atau tusukan serangga, dapat juga terjadi akibat stress
Kalus yang terbentuk karena serangan bakteri Agrobacterium tumefasiens sering disebut sebagai tumor
Kultur kalus bertujuan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali, diharapkan dapat tumbuh terus-menerus.
Sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel parenkhima yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lainnya
Kultur kalus membutuhkan auksin dan sitokinin, tetapi bila eksplan yang digunakan mempunyai kanibium kalus dapat terbentuk tanpa adanya zat pengatur tumbuh.
Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus, jaringan tanaman dapat digolongkan kedalam 4 grup :
1. Jaringan tanaman yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-garam mineral untuk dapat membentuk kalus seperti umbi artichoke
2. Jaringan yang membutuhkan auksin dan sitokinin selain gula dan garam-garam mineral seperti empelur tembakau
3. Jaringan yang tidak perlu auksin dan sitokinin, hanya gula dan garam-garam mineral seperti jaringan kambium
4. Jaringan yang membutuhkan hanya sitokinin, gula dan garam-garam mineral, seperti parenkhima xylem dari akar turnip
Pada umumnya kemampuan pembentukan kalus dari jaringan tergantung pada :
1. Umur fisiologis dari jaringan waktu diisolasi
2. Musim pada waktu bahan tanaman diisolasi
3. Bagian tanaman yang dipakai
4. Jenis tanaman
Kalus dapat diinisiasi dari semua bagian tanaman, tetapi kecepatan pertumbuhannya berbeda-beda
Bagian-bagian tanaman yang mudah berdeferensiasi membentuk kalus adalah : embrio muda, hipokotil kotiledon, dan batang muda
lnisiasi pembelahan sel yang hanya terbatas di lapisan luar dari jaringan menurut Yeoman (1970) kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Ketersediaan oksigen yang lebih tinggi
2. Ke luarnya gas CO2
3. Ketersediaan hara yang lebih banyak
4. Penghambat yang bersifat folatik lebih cepat menguap
5. Cahaya
Proses pembentukan kalus dipelajari oleh Foket dan Roberts pada tahun 1965 (Yeoman, 1970) mengamati lapisan sel yang berbeda dari kultur tanaman wortel, tiga hari setelah tanaman, ternyata :
1. Lapisan luar sel pecah2. Lapisan ke-dua terdiri dari dua lapisan sel dorman 3. Lapisan dengan sel yang aktif membelah terdiri dari 1- 6
lapis 4. Lapisan tengah (core) yang selnya tidak membelah
lnisiasi kalus dalam jaringan ini disertai dengan aktifitas enzim-enzim NAD-diaphorase, succinic dehydrogenase, dan cytochrome oksidase yang meningkat.
Eksplan batang, akar, dan daun menghasilkan kalus yang heterogenous
Terkadang jaringan yang kelihatannya seragam histologinya seperti pembuluh tembakau, ternyata menghasilkan kalus dengan sel yang mempunyai DNA yang berbeda yang mencerminkan level ploidi yang berbeda (Patau dan grupnya dalam Yeoman, 1970)
Torey(1961) yang bekerja dengan akar ercis menemukan bahwa kalus yang terbentuk merupakan campuran sel dengan tingkat ploidi yang berbeda
Sel-sel yang heterogen selain berasal dari materi asal, dapat juga akibat masa kultur yang panjang melalui sub kulrur berulang. Perubahan yang terjadi dapat merupakan :
1. Aberasi kromosom
2. Mutasi gen
3. Endore duplikasi yang menghasilkan poliploidi
4. Transposisi urutan DNA(DNA sequence transpotstion)
5. Amplifikasi gen : jumlah gen untuk suatu sifat tertentu per genom haploid bertambah 6. Hilangnya suatu gen
(deletion)
Perubahan-perubahan dalam kromosom ini tergantung juga pada : mecam media yang digunakan dan jenis tanamannya.
Ketidakstabilan ini menyulitkan dalam usaha perbanyakan yang seragam dan untuk produk sekunder, tetapi menguntungkan untuk pemuliaan in vitro bila diperoleh sesuai dengan yang diinginkan
Seperti resisten terhadap penyakit, tahan terhadap kekering-an, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, diperoleh warna dan bentuk bunga yang eksotik dan yang lainnya
Tumor yang terbentuk karena infeksi dari bekteri Agrobacterium tumifaciens, ciri dari tumor tersebut adalah :
1. Terjadi penyakit ini melalui luka (Crown gall disease)
2. Jaringan tumor yang terjadi dapat tumbuh terus walaupun penyebabnya bakteri Agrobacterium tumefacienciens telah dihilangkan. Hal ini telah dibuktikan dalam penyambungan bagian yang terserang dengan tanaman yang sehat
3. Tumor ini bila ditumbuhkan pada media buatan tidak memerlukan auksin maupun sitokinin. Ketidak tergan-tungan jaringan tanaman untuk tumbuh dan terus membelah disebut hebituation
Kalus yang telah tumbuh perlu disubkulturkan karena selain haranya sudah berkurang pada media bahkan mungkin habis, kalus tersebut dapat mengeluarkan persenyawaan-persenya-waan hasil metabolik yang merugikan pertumbuan kalus sendiri.
Subkultur dapat dilakukan setiap 28 hari sekali (setiap 4 minggu sekali), tetapi tergantung dari kecepatan tumbuh kalusnya.
Kultur Suspensi Set
Kalus yang diperoleh dari kultur kalus dapat dipindahkan ke media cair untuk inisiasi kultur suspensi sel, atau dipindahkan ke media lain untuk memperoleh regenerasi menjadi tanaman.
Kalus yang didahului dengan pembentukan akar, akan sulit membentuk tunas, sebaliknya bila tunas terlebih dahulu terbentuk kemungkinan pembentukan akar akan lebih mudah
Dalam embriogenesis pembentukan tunas dan akar sudah terintegrasi dalam satu sumber dan merupakan sistem tertutup (closed system) yang tidak berhubungan dengan jaringan selnya.
Kultur suspensi sel merupakan suatu sistem yang sesuai untuk mempelajari metabolisme sel, pengaruh berbagai persenyawa-an pada sel, serta diferensiasi sel.
Dalam prakteknya kultur suspensi sel digunakan sebagai sumber :
1. Sel-sel untuk protoplasma
2. Sel-sel yang akan diberi perlakuan mutagen kimia
3. Sel untuk studi hubungan host-patogen dalam fitopatologi
4. Massa untuk produksi bahan-bahan sekunder
5. Sel-sel untuk media seleksi
Kalus seberat 299-250 mg tempatkan pada 45 ml media cair pada botol erlenmeyer 125 ml.
Kultur tersebut letakkan pada shaker dikocok dengan kecepatan 90-100 rpm secara terus-menerus.
Penambahan auksin akan menghasilkan kultur sel yang terpisah
Kultur suspensi dikocok agar:
1. Pemecahan gumpalan sel menjadi agregat kecil dan sel tunggal
2. Distribusi sel yang merata dalam media
3. Pertukaran gas antara media dan udara
Dikenal dua kelompok kultur suspensi :
1. Kultur batch adalah kultur dalam media hara dengan volume tetap, tetapi dengan konsentrasi yang berubah sesuai dengan tingkat pertumbuhan sel.
Contoh 20- 75 ml media selama inkubasi terjadi pertambahan sel/biomass secara sigmoid. Setelah mencapai massa tertentu sel berhenti membelah karena kekurangan hara dan akumulasi metabolik yang toksik. Setelah fase ini kultur harus diperbaharui, sejumlah sel dipindahkan.
3. Kultur Continuous merupakan kultur sel jangka panjang dengan suplai hara yang konstan dalam wadah yang besar, dalam sistem ini terdapat sirkulasi mengeluarkan media lama untuk diganti dengan media baru
Terdapat sistem tertutup yaitu sel bertambah terus tanpa dipanen, sedang sistem terbuka penambahan media baru disertai dengan panen sel.
Tipe kultur yang terbuka dapat menggunakan chemostat atau turbidostat
Chemostat menggunakan standar konsentrasi bahan-bahan kimia tertentu yang mengatur laju pertumbuhan misalnya, konsentrasi N, P, atau glukosa.
Turbidostat, diatur jumlah tertentu yang diukur turbiditasnya
Kultur Haploid
Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai jumlah kromosom sama dengan gametofitik dalam sel-sel sporofitiknya (Bajaj, 1983)
Kejadiannya di alam sangat rendah sekali 0,001 0,01% terjadi melalui proses partenokarpi dari sel telur yang tidak dibuahi
Dari hasil percobaan diketahui haploid diperoleh melalui :
1. Hibridisasi jenis tanaman yang berbeda
2. Polinisasi tertunda
3. Penggunaan polen yang sudah diradiasi
4. Perlakuan hormon
5. Shock dengan temperatur tinggi
Guha dan Maheshwari (1964 - 1966) bekerja pada tanaman Datura innoxai memperoleh tanaman haploid dari kultur anter
Haploid pada tanaman dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu :
1. Monoploid, dengan jumlah kromosom setengah dari kromosom species yang diploid
2. Polihaploid, dengan jumlah kromosom setengah dari kromosom species poliploidi
Kegunaan haploid dalam pemuliaan tanaman :
1. Menditeksi mutasi dan rekombinan yang unik, mutasi yang resesuf tidak muncul dalam keadaan diploid
2. Pada penggandaan jumlah kromosom akan diperoleh tanaman yang homozigot. Tanaman homozigot sangat penting untuk menghasilkan hibrida terkendali, seperti pada asparagus dari kultur anter akan diperoleh tanaman yy disebut super male penyilangan dengan xx akan menghasilkan progeni 100% xy (mempunyai hasil rebung yang baik)