kuliah obat anastesi raisya

22
BAB I PENDAHULUAN Istilah anestesi pertama kali digunakan pada tahun 1846 yang artinya tidak ada rasa sakit. Anastesi sendiri berasal dari bahasa Yunani an- yang berarti ‘tidak, tanpa’ sedangkan aesthētos yang berarti ‘persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum anastesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu anestesi lokal dan umum. Anastesi lokal berarti menghilangkan rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran, sedangkan anestesi umum berarti menghilangkan rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran. Selain menghilangkan rasa sakit dari operasi, obat anestasi umum juga menghilangkan kesadaran. Untuk beberapa operasi, anastesi juga merelaksasikan otot sehingga dapat memperlancar jalannya operasi. Obat anestesi memiliki trias yang harus dipenuhi yaitu efek hipnotik, efek analgesia, dan efek relaksasi otot. Menentukan dosis yang optimal untuk suatu obat, dimana dalam selang dosis tersebut obat akan mempunyai

Upload: raisya-farah-monica

Post on 11-Apr-2016

13 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kuliah Obat Anastesi Raisya

TRANSCRIPT

Page 1: Kuliah Obat Anastesi Raisya

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah anestesi pertama kali digunakan pada tahun 1846 yang artinya

tidak ada rasa sakit. Anastesi sendiri berasal dari bahasa Yunani an- yang berarti

‘tidak, tanpa’ sedangkan aesthētos yang berarti ‘persepsi, kemampuan untuk

merasa. Secara umum anastesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit

ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan

rasa sakit pada tubuh.

Obat anestesi dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu anestesi lokal dan

umum. Anastesi lokal berarti menghilangkan rasa sakit tanpa disertai hilang

kesadaran, sedangkan anestesi umum berarti menghilangkan rasa sakit yang

disertai hilangnya kesadaran.

Selain menghilangkan rasa sakit dari operasi, obat anestasi umum juga

menghilangkan kesadaran. Untuk beberapa operasi, anastesi juga merelaksasikan

otot sehingga dapat memperlancar jalannya operasi. Obat anestesi memiliki trias

yang harus dipenuhi yaitu efek hipnotik, efek analgesia, dan efek relaksasi otot.

Menentukan dosis yang optimal untuk suatu obat, dimana dalam selang

dosis tersebut obat akan mempunyai efek terapi tanpa menimbulkan efek toksik

merupakan hal yang penting dalam anastetik klinis. Besar jumlah yang

diperlukan dengan menentukan tingkat konsentrasi minimal yang dapat

menimbulkan efek terapi yang diharapkan, dan tingkat konsentrasi maksimal

yang umumnya ditentukan pada jumlah konsentrasi obat.

Page 2: Kuliah Obat Anastesi Raisya

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anastesi Intravena

Obat anestesi intravena adalah obat anestesi dengan tujuan hipnotik,

analgetik maupun pelumpuh otot yang diberikan melalui vena lalu akan

diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan menuju target organ masing-masing

melalui sirkulasi sistemik yang akhirnya diekskresikan sesuai dengan

farmakodinamiknya masing-masing. Obat anestesi yang ideal memiliki sifat

hipnotik dengan onset cepat serta mengembalikan kesadaran dengan cepat

segera sesudah pemberian dihentikan; analgetik; amnesia; memiliki antagonis;

cepat dieliminasi; depresi kardiovaskular dan pernafasan tidak ada atau

minimal; farmakokinetik tidak dipengaruhi atau minimal terhadap disfungsi

organ.

1. Propofol

Propofol merupakan kelompok derivat fenol yang sering digunakan

untuk anastesia intravena yang dikemas dalam cairan emulsi berwarna putih

susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg)

Dosis induksi cepat propofol dapat menimbulkan sedasi (30-45 detik)

dengan durasi berkisar antara 20-75 menit tergantung dosis dan redistribusi

dari sistem saraf pusat. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan

kesadaran dibandingkan obat anestesia lain yang disuntikan secara cepat

kerena setelah pemberian bolus intravena, konsentrasi dalam plasma

berkurang dengan cepat dalam 10 menit pertama (waktu paruh 1-3 menit)

kemudian diikuti bersihan lebih lambat dalam 3-4 jam (waktu paruh 20-30

menit) yang menunjukkan distribusi dari plasma dan ambilan oleh jaringan

terjadi dengan cepat.

Propofol cepat dimetabolisme di hati melalui konjugasi ke glukuronida

dan sulfat untuk menghasilkan senyawa yang larut dalam air, yang

diekskresikan dalam urin dan feses. Paru-paru bertanggung jawab untuk

sekitar 30% dari serapan dan eliminasi pertama setelah dosis bolus.

Page 3: Kuliah Obat Anastesi Raisya

Dosis induksi menyebabkan pasien kehilangan kesadaran dengan cepat

akibat ambilan obat lipofilik yang cepat oleh SSP, dimana dalam dosis yang

kecil dapat menimbulkan efek sedasi tanpa disertai efek analgetik. Propofol

dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke otak dan konsumsi oksigen

otak sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan tekanan

intraokular sebanyak 35%. Namun, apnoe sering terjadi pada pemberian

propofol selama 30 detik, tetapi dapat memanjang dengan pemberian opioid

sebagai premedikasi. Penggunaan propofol juga dapat menurunkan frekuensi

pernafasan dan volume tidal sementara.

Dengan dosis induksi dapat menyebabkan depresi pada jantung dan

tekanan pembuluh darah dapat turun namun biasanya tidak disertai

peningkatan denyut nadi. Hal ini disebabkan karena propofol menurunkan

resistensi vaskular sistemik sebanyak 30%. . Pemberian drip melalui infus

(dibandingkan dengan pemberian melalui bolus) mengurangi depresi

jantung. Sedangkan usia berbanding lurus dengan efek depresi jantung

Dosis yang dianjurkan untuk induksi pada pasien lebih dari 3 tahun dan

kurang dari 55 tahun adalah 2-2.5 mg/kgBB dan untuk pasien lebih dari 55

tahun, pasien lemah atau dengan ASA III/IV: 1-1.5 mg/kgBB. Untuk

pemeliharaan dosis yang dianjurkan pada pasien lebih dari 3 tahun dan

kurang dari 55 tahun adalah 0.1-0.2 mg/menit/kgBB dan untuk pasien lebih

dari 55 tahun, pasien lemah atau dengan ASA III/IV: 0.05-0.1

mg/menit/kgBB

Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik

sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2mg/kgBB intravena. Insidens nyeri

lebih sedikit didapatkan pada penyuntikan di vena yang lebih besar seperti di

fossa antecubiti. Bradikardi serta hipotensi kadang didapatkan setelah

penyuntikan propofol, namun dapat diatasi dengan penyuntikkan obat

antimuskarinik, misalnya: atropin. Efek samping eksitatorik seperti

myoclonus, opisthotonus serta konvulsi kadang dihubungkan dengan

pemberian propofol dan dapat terjadi pada masa pemulihan.

Page 4: Kuliah Obat Anastesi Raisya

2. Ketamin

Onset pada pemberian intravena adalah 30 detik dengan durasi kerja

didapatkan lebih singkat yakni 5-10 menit. Metabolisme terjadi di hepar

dengan bantuan sitokrom P450 di reticulum endoplasma halus menjadi

norketamine yang kemudian mengalami konjugasi oleh glukoronida menjadi

senyawa larut air untuk selanjutnya diekskresikan melalui urin. Ketamin

kurang digemari untuk induksi anesthesia karena sering menimbulkan

takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anesthesia dapat

menimbulkan mual muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.

Ketamine memiliki efek analgetik yang kuat tapi efek hipnotiknya

kurang dan anestesia disosiasi. Bila diberikan intravena maka dalam 30 detik

akan mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada

mata berupa kelopak mata terbuka spontan, dilatasi pupil dan nistagmus.

Kadang-kadang juga dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic

appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Pada

pasien yang diberikan ketamin juga mengalami amnesia anterograde. Sering

mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan

sehingga pasien mengalami agitasi. Selain itu, ketamin menyebabkan

peningkatan aliran darah ke otak, konsumsi oksigen otak, dan tekanan

intrakranial. Tekanan darah akan naik dengan rerata antara 20-25% dan akan

turun kembali dalam 15 menit kemudian. Denyut jantung juga meningkat

karena adanya aktivitas saraf simpatis yang meningkat dan depresi

baroreseptor. Dapat dicegah dengan pemberian premedikasi opioid. Ketamin

menyebabkan dilatasi bronkus dan bersifat antagonis terhadap efek

konstriksi bronkus oleh histamin, sehingga baik untuk penderita asma dan

untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih

ringan.

Dosis yang dianjurkan untuk induksi pada pasien dewasa adalah 1-

4mg/kgBB. Ketamin dapat diberikan bersama dengan diazepam atau

midazolam dengan dosis 0.1mg/kgBB intravena dan untuk mengurangi

salvias dapat diberikan sulfas atropine 0.01mg/kgBB. Ketamin dipakai untuk

Page 5: Kuliah Obat Anastesi Raisya

prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada koreksi

jaringan sikatriks daerah leher, prosedur diagnostic pada bedah saraf atau

radiologi (radiografi), tindakan ortopedi, misalnya reposisi, pada pasien

dengan resiko tinggi karena ketamin yang tidak mendepresi fungsi vital,

untuk tindakan operasi kecil, di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada,

dan pada pasien asma. Sebaliknya tidak dianjurkan pada pasien hipertensi

(>160mmHg/100mmHg), pasien dengan riwayat CVD, dan hati-hati pada

pasien dengan riwayat kelainan jiwa & operasi-operasi pada daerah faring

karena reflex masih baik.

3. Petidin atau meperidin

Secara kimia petidin adalah etil-1metil-fenilpiperidin-4-karboksilat.

Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan

sangat bervariasi antar individu. Ketika pemberian intravena, dalam 1-2 jam

pertama kadar dalam plasma menurun secara cepat, kemudian berlanjut

lambat. Petidin dimetabolisme didalam hati, dan mengalami konjugasi

setelah dihidrolisis menjadi asam meperidinat.

Bekerja sebagai agonis reseptor m (mu). Dosis toksik petidin

menimbulkan perangsangan SSP, berupa tremor, kedutan otot, dan konvulsi.

Pemberian petidin tidak mempengaruhi kardiovaskular pada pasien

berbaring. Menyebabkan penurunan tidal volume dan depresi nafas dimana

menurunkan kepekaan pusat nafas terhadap CO2 dan mempengaruhi pusat

pengatur irama nafas di pons. Dosis terapi saat partus tidak mengubah

kontraksi uterus dan tidak menambah frekuensi perdarahan pasca persalinan.

Sediaan intravena 1ampul 2cc = 100 mg dengan dosis 1-2 mg/kgBB.

Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis

untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

Beberapa efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan petidin

yakni pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual, muntah, perasaan

lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi. Kurangi

dosis pada pasien penyakit hati, geriatri, penggunaan bersama antipsikosis,

hipnotik sedatif.

Page 6: Kuliah Obat Anastesi Raisya

4. Fentanil

Fentanil merupakan opioid sintetik dari fenilpiperedin yang lebih larut

lemak dan lebih mudah menembus sawar jaringan.

Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi dan hidroksilasi.

Setelah pemberian didapatkan di darah dalam 1-2 menit. Sisa metabolisme

dieksresikan di urin dalam beberapa hari.

Fentanil bekerja dalam mengurangi nyeri dan respon emosional

terhadap nyeri pada reseptor spesifik di otak dan medulla spinalis. Kadang

dalam dosis besar dapat menyebabkan bradikardi sehingga memerlukan

terapi atropin. Fentanil juga memiliki efek depresi pernafasan yang

berlangsung lebih lama bergantung dosis pemberiannya.

Dosis 1-3µgr/kgBB dengan analgesia hanya berlangsung 30 menit

hanya digunakan dalam pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.

Efek samping yang ditimbulkan adalah kekakuan otot punggung yang

dapat dicegah dengan pemberian.

5. Sedative (midazolam)

Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Miloz)

merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Bekerja sebagai

hipnotik, sedative, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja

sentral pada reseptor GABAA. Reseptor spesifiknya akan berikatan pada

komponen gamma yang terdapat pada reseptor GABA. Midazolam (short-

lasting) merupakan benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan

dengan PH 3,5.

Rasio bersihan midazolam cukup besar berkisar antara 6-11

ml/kg/menit sehingga setelah anastesi atau pemberian berulang kadar

midazolam dalam darah turun lebih cepat. Midazolam diubah menjadi

hydroxymidazolam yang lebih poten melalui biotransformasi. Metabolit-

metabolit ini diekskresikan melalui urin dan dapat menyebabkan sedasi yang

dalam pada pasien dengan gangguan ginjal. Pada pasien dengan kebiasaan

mengkonsumsi alkohol klirens midazolam akan mengalami percepatan.

Onset midazolam adalah 30-60 detik dan waktu paruh berkisar antara

Page 7: Kuliah Obat Anastesi Raisya

2-3 menit. Efek yang ditimbulkan pada penggunaan obat ini adalah amnesia,

anti kejang, hipnotik, relaksasi otot, sedasi tanpa efek analgetik, efek

proteksi dari hipoksia serebral.

Midazolam dapat menimbulkan depresi pernafasan, menurunkan

frekuensi nafas serta volume tidal. Puncak depresi setelah pemberian 0.13-

0.2 mg/kg dalam 3 menit selama 60-120 menit. Semakin cepat obat

diberikan, semakin cepat terjadi depresi pernafasan. Depresi pernafasan akan

tampak lebih nyata dan berlangsung lebih lama pada pasien PPOK.

Dosis yang digunakan adalah 0,07-0,1 mg/kgBB dengan tujuan sebagai

premedikasi, selama pembedahan atau pun untuk pasca operasi. Selain itu

digunakan juga untuk mengurangi kecemasan dan efek amnesia. Namun

dapat menyebabkan depresi pernafasan.

B. Anastesi Inhalasi

Obat anestesia inhalasi adalah obat anestesia berupa gas atau cairan

mudah menguap, yang diberikan melalui pernafasan pasien. Campuran gas

atau uap obat anestesia dan oksigen masuk mengikuti udara inspirasi, mengisi

seluruh rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler

sesuai dengan sifat fisik masing-masing gas.

Anestesi inhalasi adalah obat yang paling sering digunakan pada anestesia

umum. Penambahan sekurang-kurangnya 1% anestetik volatil pada oksigen

inspirasi dapat menyebabkan keadaan tidak sadar dan amnesia, yang

merupakan hal yang penting dari anestesia umum. Bila ditambahkan obat

intravena seperti opioid atau benzodiazepin, serta menggunakan teknik yang

baik, akan menghasilkan keadaan sedasi/hipnosis dan analgesi yang lebih

dalam.

Obat anestesi inhalasi biasanya dipakai untuk pemeliharaan pada anestesi

umum, akan tetapi juga dapat dipakai sebagai induksi, terutama pada pasien

anak-anak. Gas anestesi inhalasi yang banyak dipakai adalah isofluran dan dua

gas baru lainnya yaitu sevofluran dan desfluran. sedangkan pada anak-anak,

halotan dan sevofluran paling sering dipakai. Walaupun dari obat-obat ini

Page 8: Kuliah Obat Anastesi Raisya

memiliki efek yang sama (sebagai contoh : penurunan tekanan darah

tergantung dosis), namun setiap gas ini memiliki efek yang unik, yang menjadi

pertimbangan bagi para klinisi untuk memilih obat mana yang akan dipakai.

Perbedaan ini harus disesuaikan dengan kesehatan pasien dan efek yang

direncanakan sesuai dengan prosedur bedah.

Sebagai anastesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing –

masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan

otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang

secepat – cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis

tinggi, yang kemudia diturunkan sampai hanya sekadar memelihara

keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran (ekshalasi). Keuntungan

anastetika-inhalasi dibandingkan dengan anastesi-intravena adalah

kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan

mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi

umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara

kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan

bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk

hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi

transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.

Hampir semua anastetika inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping

dan yang terpenting adalah :

1. Menekan pernapasan, yang ada pada anastesi dalam terutama ditimbulkan

oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan

eter.

2. Sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini

juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang SS simpatis,

maka efek keseluruhannya menjadi ringan.

3. Merusak hati (dan ginjal), terutama senyawa klor, misalnya kloroform.

4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga

pasien perlu dihidratasi secukupnya.

5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan

Page 9: Kuliah Obat Anastesi Raisya

(menggigil) pasca-bedah.

1. Nitrous Oksida

Nitrous oksida merupakan gas inhalan yang digunakan sebagai agen

pemelihara anestesi umum dimana penggunaannya bersamaan dengan

oksigen atau udara. Efek anestesi nitrous oksida ini menurun bila digunakan

secara tunggal, sehingga perlu pula penambahan agen anstetik lainnya

dengan dosis rendah. Nitrous oksida memiliki efek analgetik yang baik.

N2O nerupakan zat anestesi lemah, menimbulkan efek analgesia dan

hipnotik lemah. Efek kardiovaskular minimal, sehingga perubahan pada

frekuensi jantung, irama dan curah jantung maupun EKG juga minimal.

Pernapasan tidak banyak dipengaruhi. Depresi napas terjadi pada pemakaian

N2O tanpa oksigen. Sensitivitas laring dan trakea terhadap manipulasi

menurun.

2. Isofluran

Seperti anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga mendepresi

napas.Volume tidal dan frekuensi napas dapat menurun menimbulkan

dilatasi bronkus, sehingga baik untuk kasus penyakit paru obstruksi

menahun.

Depresi terhadap jantung minimal dibandingkan enfluran dan halotan.

Pada beberapa kasus dapat menyebabkan takikardi. Isofluran memiliki efek

relaksasi otot yang baik dan berpotensiasi dengan obat relaksan otot, namun

tidak terlalu merelaksasi otot uterus pada kasus obstetri.

Berbeda dengan enfluran, obat ini tidak menimbulkan perubahan

gambaran epileptiform pada EEG, serta tidak begitu mempengaruhi aliran

darah otak. Metabolisme yang minimal menyebabkan obat ini aman bagi

fungsi hepar dan ginjal.

3. Sevofluran

Penggunaan sevofluran dapat diberikan bersama oksigen dan N2O.

Onset kerja obat sangat cepat, dan konsentrasinya dalam darah relatif

Page 10: Kuliah Obat Anastesi Raisya

rendah.

Sevofluran dapat membentuk 2 senyawa hasil degradasi selama

anestesi dilakukan, yaitu senyawa A dan senyawa B, yang pembentukannya

akan meningkat terutama bila suhu terlalu tinggi atau sodalime telah rusak.

Senyawa A dapat menyebabkan nekrosis renal pada tikus, sedangkan pada

manusia, derajat kerusakan jaringan ginjal masih sedang dalam penelitian.

Dengan memperhatikan hal ini, sevofluran dianjurkan diberikan dengan

minimum aliran gas 2 liter/menit, karena aliran yang rendah akan memicu

peningkatan temperatur sodalime.

C. Anastesi Lokal

nestesi lokal adalah hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu tanpa

kehilangan kesadaran atau kerusakan fungsi kontrol saraf pusat dan bersifat

sementara. Obat anestesi lokal pertama yang ditemukan pada tahun 1860 oleh

Albert Neimann adalah kokain.

Obat anestesi lokal diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu

golongan amida dan ester. Golongan ester dihidrolisis dalam plasma dan hepar

oleh enzim kolinesterase dan diekskresikan melalui ginjal, sedangkan golongan

amida dihidrolisis oleh enzim mikrosom hepar dan diekskresikan melalui

ginjal.

Mekanisme kerja obat anestesi lokal adalah melalui hambatan hantaran

dan konduksi impuls saraf. Obat anestesi lokal menghambat kanal natrium dan

mencegah depolarisasi membran sel. Terdapat dua teori tentang cara kerja obat

pelali lokal dalam menghambat kanal natrium, yaitu pertama bekerja melalui

reseptor spesifik, dan kedua terjadi akibat penyempitan kanal natrium.

Efek samping obat anestesi lokal dapat mempengaruhi beberapa organ,

misalnya sistem saraf pusat, kardiovaskuler, otot polos, dan neuromuscular

junction, selain dapat menyebabkan reaksi hipersentivitas dan refleks

vasovagal. Teknik anestesi lokal yang sering digunakan adalah teknik infiltrasi

Page 11: Kuliah Obat Anastesi Raisya

1. Lidokain

Lidokain (Xilokain) adalah anestetik lokal yang kuat yang digunakan

secara luas dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih

cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang

ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan aminoetilamid. Pada

larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik

daripada prokain.

Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia infiltrasi,

sedangkan larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia

ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs

dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain

merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap prokain

dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk sediaan berupa

larutan 0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1:

200.000).

2. Bupivakain

Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung

amin dan butyl piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai

masa kerja yang panjang, dengan efek blockade terhadap sensorik lebih

besar daripada motorik. Karena efek ini bupivakain lebih popular

digunakan untuk memperpanjang analgesia selama persalinan dan masa

pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukan bahwa bupivakain dapat

mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri pada pasca

pembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih

kardiotoksik daripada lidokain.

Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat saluran Na+

jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain

terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama diastolic, sehingga

ada fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolik.

Manifestasi klinik berupa aritma ventrikuler yang berat dan depresi

miokard. Keadaan ini dapat terjadi pada pemberian bupivakain dosis

Page 12: Kuliah Obat Anastesi Raisya

besar. Toksisitas jantung yang disebabkan oleh bupivakain sulit diatasi

dan bertambah berat dengan adanya asidosis, hiperkarbia, dan

hipoksemia. Ropivakain juga merupakan anestetik lokal yang mempunyai

masa kerja panjang, dengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah

daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit

kurang kuat dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain.

Larutan bupivakain hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25% untuk

anestesia infiltrasi dan 0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa

epinefrin, dosis maksimum untuk anesthesia infiltrasi adalah sekitar 2

mg/KgBB.

Page 13: Kuliah Obat Anastesi Raisya

BAB III

KESIMPULAN

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 10 th edition.

Singapore : Mc Graw Hill Lange. 2007.

2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th edition.

2006. USA: McGraw-Hill Companies, Inc

3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi

kedua. 2001. Jakarta: FKUI

4. Miller Ronald D. Miller’s Anasthesia. 7th edition. Volume 1. 2010. USA:

Churchill Livingstone

5.

6.

7. Mangku, Gde.; Senapathi, Tjokorda Gde Agung Senaphati. Obat-obat

anestetika. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta : Indeks Jakarta.

2010.

8. Barash, Paul G.; Cullen, Bruce F.; Stoelting, Robert K. Basic principles of

clinical pharmacology. Dalam Clinical Anesthesia 5th edition. Lippincott

Williams & Wilkins. 2006.

1. Dachlan R. Farmakologi obat-obat anestesia. Dalam Anestesiologi FKUI.

Editor: Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dachlan R. Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI, Jakarta, 1989

2. Santoso S, Hadi RD. Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas

Kedokteran Indonesia., Jakarta, 1995.

3. Kedokteran dan Linux. Barbiturat. 2007. (Diakses dari

www.medlinux.blogspot.com, tanggal 6 November 2015)

4. Tjay TH, Rahardja K. Sedativa dan Hipnotika. In : Obat-obat Penting Edisi

Page 14: Kuliah Obat Anastesi Raisya

Ke-5. Jakarta : Gramedia; 2002.

5. Kedokteran dan Linux. Ketamin. 2009. (Diakses dari

www.medlinux.blogspot.com, tanggal 6 November 2015)

6. Stoelting RK, Hillier SC. Nonbarbiturate Intravenous Anesthetic Drugs. In :

Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia :

Lipincott William & Wilkins; 2006.

7. Stoelting RK, Hillier SC. Opioid Agonists and Antagonists. In :

Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia :

Lipincott William & Wilkins; 2006.