kualitas pemberian informasi obat pada pelayanan resep

12
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255 244 Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep Berdasarkan Kepuasan Pasien BPJS Puskesmas Kecamatan Cilandak Quality of Providing Drug Information Services Based on Satisfaction of BPJS Patient in Prescription Services Puskesmas Kecamatan Cilandak Ekadipta * , Muhammad Sadikin, Muhammad Rizqi Yusuf Department of Pharmacy, Faculty of Science and Tecnology, Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal, Jl. Raya Kedoya Al-Kamal No. 2 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11520, Indonesia *Corresponding author email: [email protected] Received 25-7-2019 Accepted 25-11-2019 Available online 30-12-2019 ABSTRAK Pelayanan kefarmasian di puskesmas berperan penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan bagi masyarakat, yaitu dengan pelaksanaan pemberian informasi obat untuk mendukung penggunaan obat. Pemberian informasi obat harus jelas agar pasien puas. Kualitas pelayanan kesehatan yang baik apabila dilakukan dengan standar dan menimbulkan kepuasan bagi pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pemberian informasi obat pada pelayanan resep berdasarkan kepuasan pasien BPJS rawat jalan di Unit Pelayanan Obat, Puskesmas Kecamatan Cilandak periode Agustus 2018. Desain penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan menerapkan Permenkes nomor 74 tahun 2016 dan Permenpan nomor 14 tahun 2017. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa kualitas pemberian informasi obat secara keseluruhan mendapatkan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebesar 77,21 dengan mutu B dan kualitas baik. Berdasarkan karakteristik responden yang menyatakan kualitas baik yaitu jenis kelamin perempuan, usia 19-49 tahun dan 50-59 tahun, pendidikan terakhir SMP ke atas. Kualitas kurang baik dinyatakan oleh jenis kelamin laki- laki dan pendidikan terakhir SD ke bawah. Berdasarkan perunsur dengan kualitas sangat baik diperoleh pada sediaan, dosis, cara pakai, dan indikasi. Kualitas baik diperoleh pada nama obat. Kualitas kurang baik diperoleh pada cara penyimpanan dan efek samping. Kualitas tidak baik diperoleh pada kontraindikasi, stabilitas, dan interaksi obat. Kata kunci: BPJS, IKM, kepuasan pasien, pelayanan informasi obat, puskesmas.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

244

Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep Berdasarkan Kepuasan Pasien BPJS Puskesmas Kecamatan Cilandak

Quality of Providing Drug Information Services Based on Satisfaction of BPJS Patient in Prescription Services Puskesmas Kecamatan Cilandak

Ekadipta*, Muhammad Sadikin, Muhammad Rizqi Yusuf

Department of Pharmacy, Faculty of Science and Tecnology, Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal,

Jl. Raya Kedoya Al-Kamal No. 2 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11520, Indonesia

*Corresponding author email: [email protected]

Received 25-7-2019 Accepted 25-11-2019 Available online 30-12-2019

ABSTRAK

Pelayanan kefarmasian di puskesmas berperan penting dalam pelaksanaan upaya kesehatan bagi masyarakat, yaitu dengan pelaksanaan pemberian informasi obat untuk mendukung penggunaan obat. Pemberian informasi obat harus jelas agar pasien puas. Kualitas pelayanan kesehatan yang baik apabila dilakukan dengan standar dan menimbulkan kepuasan bagi pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pemberian informasi obat pada pelayanan resep berdasarkan kepuasan pasien BPJS rawat jalan di Unit Pelayanan Obat, Puskesmas Kecamatan Cilandak periode Agustus 2018. Desain penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan menerapkan Permenkes nomor 74 tahun 2016 dan Permenpan nomor 14 tahun 2017. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa kualitas pemberian informasi obat secara keseluruhan mendapatkan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebesar 77,21 dengan mutu B dan kualitas baik. Berdasarkan karakteristik responden yang menyatakan kualitas baik yaitu jenis kelamin perempuan, usia 19-49 tahun dan 50-59 tahun, pendidikan terakhir SMP ke atas. Kualitas kurang baik dinyatakan oleh jenis kelamin laki-laki dan pendidikan terakhir SD ke bawah. Berdasarkan perunsur dengan kualitas sangat baik diperoleh pada sediaan, dosis, cara pakai, dan indikasi. Kualitas baik diperoleh pada nama obat. Kualitas kurang baik diperoleh pada cara penyimpanan dan efek samping. Kualitas tidak baik diperoleh pada kontraindikasi, stabilitas, dan interaksi obat. Kata kunci: BPJS, IKM, kepuasan pasien, pelayanan informasi obat, puskesmas.

Page 2: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

245

ABSTRACT

Pharmacy services at the Community Health Centers, particularly drug information service, play an important role in the implementation of health efforts for the community. The provided drug information service must be clear for patient satisfaction. A good quality health service can be achieved by following the standards and hence resulted in satisfaction for patients. The purpose of this study was to determine the quality of drug information provided by the drug service unit of Cilandak Community Health Center based on the satisfaction of BPJS outpatients in August 2018. This study used a quantitative descriptive method by applying Permenkes number 74 of 2016 and Permenpan number 14 of 2017. The results of the study showed that the overall quality of drug information service received the Community Satisfaction Index value of 77.21, which represented B for good quality. The characteristics of respondents who stated good quality were female, age 19-49 and 50-59 years old, junior high and higher education, while those stated not good one were male with elementary school and below education. The elements with very good quality were drug preparations, dosage, method of use, and indication; while that with good quality was the name of the drug. In addition, poor quality element was the storage method and side effects, with contraindications, stability, and drug interactions were named as the bad quality elements. Key words: BPJS, drug information services, IKM, patient satisfaction, Puskesmas. Pendahuluan

Peraturan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan nomor 3 tahun

2017 menjelaskan bahwa BPJS

Kesehatan adalah badan hukum yang

dibentuk untuk menyelenggarakan

program jaminan kesehatan. Upaya

kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan

kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Pelayanan kefarmasian di

puskesmas menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 74

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas merupakan

satu kesatuan yang tidak terpisahkan

dari pelaksanaan upaya kesehatan.

Sesuai dengan perkembangan di bidang

kefarmasian, telah terjadi pergeseran

orientasi pelayanan kefarmasian, tidak

saja sebagai pengelola obat, namun

lebih luasnya mencakup pelaksanaan

pemberian informasi untuk mendukung

penggunaan obat (Kemenkes, 2010).

Informasi yang tepat dan benar dalam

penggunaan obat sangat penting dalam

menunjang keberhasilan terapi

(Kemenkes, 2011). Tidak

tersampaikannya informasi secara baik,

mutlak menjadi tanggung jawab

apoteker atau petugas penyerah obat

(Oscar dan Jauhar, 2016).

Laporan kinerja Direktorat

Jenderal Pelayanan Kefarmasian tahun

2017 menjelaskan bahwa puskesmas

yang melaksanakan pelayanan

kefarmasian sesuai standar adalah

puskesmas yang telah menerapkan

pemberian informasi obat (PIO) dan

terdokumentasi. Berdasarkan laporan

Page 3: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

246

tersebut, puskesmas yang telah

melaksanakan pelayanan kefarmasian

sesuai standar pada tahun 2016 adalah

sebesar 45,39% dengan target 45%.

Diharapkan pada tahun 2018 puskesmas

yang melaksanakan pelayanan

kefarmasian sesuai standar mencapai

target 55% (Kemenkes, 2017).

Terdapat sepuluh unsur PIO

pada pelayanan resep yang tercantum

dalam Permenkes nomor 74 tahun 2016.

Namun tidak semua unsur informasi

obat tersebut diberikan kepada pasien.

Berdasarkan penelitian oleh Adityawati

et al. (2016), unsur informasi obat yang

tidak disampaikan di puskesmas adalah

penyimpanan dan stabilitas obat. Serta

dalam pemberian informasi obat harus

jelas agar pasien puas. Kualitas

pelayanan dinilai berdasarkan nilai

persepsi dari kepuasan masyarakat

menurut Peraturan Menteri

Pemberdayagunaan Aparatur Sipil

Negara dan Reformasi Birokrasi Republik

Indonesia nomor 14 tahun 2017. Kualitas

pelayanan kesehatan yang baik apabila

dilakukan dengan standar dan

menimbulkan kepuasan bagi pasien

(Permatasari, 2015).

Puskesmas Kecamatan Cilandak

merupakan salah satu fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama yang

menyelenggarakan upaya kesehatan

bagi masyarakat. Survei yang telah

dilakukan di Unit Pelayanan Obat

Puskesmas Kecamatan Cilandak

terhadap pemberian informasi obat

pada pelayanan resep sudah terlaksana.

Namun, belum mencakup seluruh unsur

pemberian informasi obat yang

tercantum pada Permenkes nomor 74

tahun 2016. Selain itu, masih ada pasien

yang meminta penjelasan ulang

mengenai informasi obatnya. Hal ini

menunjukkan bahwa pasien belum puas

terhadap pemberian informasi obat

pada pelayanan resep. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui kualitas

pemberian informasi obat pada

pelayanan resep berdasarkan kepuasan

pasien BPJS rawat jalan di Unit

Pelayanan Obat, Puskesmas Kecamatan

Cilandak periode Agustus 2018.

Metode Penelitian

Penelitian ini didesain dengan

metode deskriptif kuantitatif. Penelitian

deskriptif kuantitatif merupakan metode

dengan memperoleh data berupa angka

dari sampel populasi penelitian,

dianalisis sesuai dengan metode statistik

yang digunakan untuk diintrepretasikan

(Riduwan, 2006).

Waktu pengambilan data pada

hari Senin sampai dengan Jumat dari

tanggal 1 Agustus 2018 hingga 31

Agustus 2018. Tempat pengambilan data

adalah di Unit Pelayanan Obat,

Puskesmas Kecamatan Cilandak,

beralamat di Jalan Komplek BNI 46

nomor 57 RT 04/RW 05, Kelurahan

Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak,

Jakarta Selatan.

Jumlah populasi berdasarkan

Laporan Penerimaan dan Lembar

Permintaan Obat (LPLPO), yaitu jumlah

kunjungan pasien BPJS rawat jalan pada

bulan April 2018 yang berjumlah 7.984.

Maka jumlah unit sampel pasien dapat

Page 4: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

247

dihitung dengan menggunakan rumus

Lwanga dan Lemeshow (Aprinansyah,

2017):

n =

n =

n = 367

Keterangan: n = jumlah sampel, N = Jumlah populasi Zα=Nilai baku distribusi normal pada

derajat kepercayaan 95% adalah 1,96.

P = Estimastor proporsi populasi sebesar 50%.

d = Toleransi kesalahan sebesar 5%.

Hasil perhitungan tersebut

sesuai dengan jumlah sampel untuk

populasi sebesar 8.000 menurut

Permenpan nomor 14 tahun 2017 adalah

sebanyak 367. Dengan kriteria inklusi:

1. Pasien BPJS rawat jalan.

2. Pasien dewasa (19 sampai 49

tahun) dan pasien pralansia (50

sampai 59 tahun) yang menebus

obatnya sendiri.

3. Pasien anak dan remaja (18 tahun

ke bawah), pasien lansia (60 tahun

ke atas), dan pasien jiwa yang

menebus obatnya diwakilkan orang

dewasa atau pralansia.

Kualitas pemberian informasi

obat berdasarkan kepuasan pasien BPJS

rawat jalan dapat diketahui dengan

menggunakan metode perhitungan yang

mengacu kepada Permenpan nomor 14

tahun 2017.

Tabel 1. Nilai persepsi, konversi, dan kualitas kinerja

Nilai Persepsi Nilai Konversi Kualitas Kinerja

1 25,00 – 64,99 Tidak baik 2 65,00 – 76,60 Kurang baik 3 76,61 – 88,30 Baik 4 88,31 – 100,00 Sangat baik

Hasil dan Pembahasan

Kualitas Pemberian Informasi Obat Per- responden

Kategori laki-laki menghasilkan

nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)

sebesar 74,90 di antara nilai 64,99 dan

76,60 dengan kualitas kurang baik.

Sedangkan pada kategori perempuan

menghasilkan nilai IKM sebesar 78,07 di

antara nilai 76,60 dan 88,30 dengan

kualitas baik. Jenis kelamin merupakan

salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi individu dalam

menyikapi suatu produk jasa pelayanan

(Kotler dan Keller, 2009). Mengetahui

jenis kelamin, maka akan mempengaruhi

pendapat atau penilaian seseorang

mengenai sesuatu. Dalam hal ini

mengenai penilaian kualitas pemberian

informasi obat di Puskesmas Kecamatan

Page 5: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

248

Cilandak. Jenis kelamin laki-laki kurang

peduli dibandingkan perempuan

terhadap kesehatan, sehingga jenis

kelamin memiliki pengaruh pada

pandangan terhadap jasa yang diberikan

(Gunarsa dan Gunarsa, 2008).

Gambar 1. Diagram indeks kepuasan masyarakat berdasarkan jenis kelamin.

Kategori usia yaitu dewasa 19-49

tahun dan pralanjut usia (pralansia) 50-

59 tahun. Pengelompokkan usia

berdasarkan poli di Puskesmas

Kecamatan Cilandak. Hasil IKM pada

kedua kategori memperoleh nilai yang

sama yaitu di antara 76,60 dan 88,30

dengan kualitas baik. Bertambahnya

umur seseorang dapat berpengaruh

pada kesehatannya, dimana terjadi

kemunduran struktur dan fungsi organ,

sehingga masyarakat yang berusia lebih

tua cenderung lebih banyak

memanfaatkan pelayanan kesehatan

dibandingkan dengan usia dewasa

(Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Usia

merupakan salah satu faktor dalam

menentukan penilaian seseorang.

Berdasarkan usia seseorang, dapat

ditentukan penilaian konsumen, karena

dengan pengetahuan, pandangan, dan

pengalaman pada masa lalu akan

mempengaruhi penilaian atau persepsi

seseorang dalam mendapatkan

pelayanan yang memuaskan terhadap

sesuatu (Kotler dan Keller, 2019).

Kualitas pemberian informasi

obat berdasarkan pendidikan terakhir

dengan kategori yaitu SD ke bawah,

SMP, SMA, D1-D3-D4, S1, dan S2 ke atas.

Pendidikan terakhir dengan kategori SD

ke bawah memperoleh IKM terkecil

dengan nilai 74,86 di antara nilai 64,99

dan 76,60 dengan kualitas kurang baik.

Sedangkan pada kategori SMP, SMA, D1-

D3-D4, S1, dan S2 ke atas memperoleh

IKM di antara 76,60 dan 88,30 dengan

kualitas baik. Salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi adalah tingkat

pendidikan. Tingkat pendidikan yang

semakin tinggi akan berpengaruh

terhadap pengetahuan, daya tangkap,

Page 6: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

249

informasi atau pilihan sehingga dengan

pendidikan yang tinggi diharapkan akan

memberikan penilaian yang obyektif

(Arimbawa, 2014). Dengan demikian

seseorang berpendidikan tinggi akan

lebih mudah menerima informasi

sehingga merespon kualitas pemberian

informasi obat pada pelayanan resep

dengan baik.

Gambar 2. Diagram indeks kepuasan masyarakat berdasarkan usia.

Gambar 3. Diagram indeks kepuasan masyarakat berdasarkan pendidikan

terakhir.

Kualitas Pemberian Informasi Obat Perunsur

Unsur-unsur pemberian

informasi obat ditentukan berdasarkan

Permenkes nomor 74 tahun 2016.

Kategori pemberian informasi obat yang

pertama adalah nama obat. Untuk

kategori ini mendapatkan nilai IKM 88,15

dengan kualitas baik. Pemberian

informasi obat tentang nama obat

Page 7: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

250

haruslah diberikan agar pasien

mengetahui nama obat khususnya nama

generik.

Pemberian informasi obat

kategori kedua adalah sediaan obat. Nilai

IKM yang diperoleh sebesar 93,26

dengan kualitas sangat baik. Semua

bentuk obat mempunyai karakteristik

dan tujuan tersendiri. Maka pemberian

informasi obat tentang sediaan perlu

diberikan agar tepat dalam penggunaan

obat.

Gambar 4. Diagram indeks kepuasan masyarakat berdasarkan perunsur.

Dosis obat memperoleh nilai IKM

93,87 dengan kualitas sangat baik.

Pemberian informasi obat di Puskesmas

Kecamatan Cilandak tentang dosis obat

meliputi aturan pakai dan jumlah gram

zat aktif yang dikandung obat. Obat pada

dasarnya merupakan bahan yang hanya

dengan dosis tertentu dan dengan

penggunaan yang tepat dapat

dimanfaatkan untuk mendiagnosa,

mencegah penyakit, menyembuhkan,

atau memelihara kesehatan (Kemenkes,

2008). Sehingga pemberian informasi

obat tentang dosis perlu diberikan

kepada pasien agar obatnya bermanfaat.

Nilai IKM tertinggi yaitu 95,03

dengan kualitas sangat baik diperoleh

pemberian informasi obat pada kategori

cara pakai. Jadwal waktu dan rute

penggunaan obat merupakan bagian

dari cara pakai obat (Zeenot, 2013).

Pemberian informasi obat tentang cara

pakai terkait jadwal waktu penggunaan

obat yang dinyatakan dalam berapa kali

sehari atau setiap beberapa jam seperti

3 kali sehari setiap 8 jam (Widodo,

2004). Pada rute penggunaan obat

dibedakan menjadi pemakaian dalam

dan luar. Maka pemberian informasi

obat tentang cara pakai perlu diberikan

agar tepat penggunaannya, seperti obat

wasir jangan ditelan (Kemenkes, 2008).

Cara penyimpanan

mendapatkan IKM dengan nilai 76,23

dengan kualitas kurang baik.

Berdasarkan pengamatan pemberian

informasi obat tentang cara

penyimpanan diberikan hanya untuk

Page 8: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

251

obat tertentu, jika tidak mendapatkan

obat tertentu maka tidak diberikan

informasi cara pemakaian obat,

sehingga mendapatkan kualitas kurang

baik. Obat tertentu seperti suppositoria

disimpan di tempat sejuk karena dalam

suhu kamar akan mencair. Obat

disimpan sesuai aturan dengan tujuan

obat terhindar dari kerusakan. Bila cara

penyimpanan obat tidak memenuhi

persyaratan cara menyimpan obat yang

benar, maka akan terjadi perubahan

sifat obat tersebut, sampai terjadi

kerusakan obat (Kemenkes, 2008). Oleh

sebab itu, pemberian informasi obat

tentang cara penyimpanan perlu

diberikan agar obat tidak rusak.

Kategori pemberian informasi

obat selanjutnya adalah indikasi obat.

Nilai IKM yang diperoleh pada kategori

ini sebesar 93,19 dengan kualitas sangat

baik. Indikasi obat merupakan informasi

mengenai khasiat obat untuk suatu

penyakit dan obat yang diberikan harus

sesuai penyakit (Kemenkes, 2008).

Sehingga pemberian informasi obat

tentang indikasi perlu diberikan supaya

pasien mengetahui manfaat obat untuk

suatu penyakit.

Setelah kategori indikasi adalah

kontraindikasi obat. Kategori ini

memperoleh IKM dengan nilai terendah

yaitu 49,59 dengan kualitas tidak baik.

Menurut pengamatan, pemberian

informasi obat tentang kontraindikasi

diberikan jika pasien hamil dan atau

menyusui. Sehingga pemberian

informasi obat tentang kontraindikasi

mendapatkan nilai yang tidak baik.

Kejelasan tentang pemberian informasi

obat terkait kontraindikasi bertujuan

agar pasien tidak menggunakan obatnya

jika memiliki kontraindikasi yang

dimaksud (Trihono, 2005).

Kategori pemberian informasi

obat yang berikutnya adalah stabilitas.

Untuk kategori ini mendapat nilai 58,72

dengan kualitas tidak baik. Pemberian

informasi obat tentang stabilitas terkait

dengan tanggal kadaluarsa yang

menunjukkan bahwa sampai dengan

tanggal yang dimaksud, mutu dan

kemurnian obat dijamin masih tetap

memenuhi syarat, yang biasanya

dinyatakan dalam bulan dan tahun

(Kemenkes, 2006). Berdasarkan

pengamatan, stabilitas obat diberikan

untuk obat tertentu seperti puyer terkait

lama waktu penyimpanan dan obat yang

mendekati tanggal kadaluarsa atau

kemasan obat yang dipotong. Jika tidak

mendapatkan obat tersebut, maka tidak

diberikan informasi obat tentang

stabilitas, sehingga kualitasnya tidak

baik. Oleh karena itu pemberian

informasi obat tentang stabilitas perlu

diberikan agar pasien menggunakan obat

dengan mutu yang terjamin.

Efek samping obat merupakan

bagian dalam pemberian informasi obat

dengan nilai 68,60 dan kualitas kurang

baik. Efek samping obat adalah efek

yang tidak diinginkan untuk tujuan

terapi (Siregar, 2004). Karena efeknya

tidak diinginkan sehingga perlu berhati-

hati ketika memberikan informasi

tentang efek samping obat agar pasien

tidak takut untuk menggunakan obat.

Pemberian informasi obat terkait efek

samping di Puskesmas Kecamatan

Page 9: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

252

Cilandak seperti mengantuk pada obat

klorfeniramin maleat (Granthina, 2016).

Tujuan pemberian informasi obat ini

agar pasien tidak menggunakan obat

tersebut ketika akan berkendara.

Sehingga pasien waspada terhadap efek

samping.

Kategori interaksi obat

mendapat nilai 55,45 dengan kualitas

tidak baik. Obat dapat berinteraksi

dengan makanan atau minuman, zat

kimia atau dengan obat-obatan lain

(Noviana dan Nurilawati, 2017).

Pemberian informasi obat terkait

interaksi berdasarkan pengamatan,

seperti pemberian sediaan besi dengan

kalsium laktat yang absorbsinya

berkurang dengan pemberian kalsium.

Adapun amlodipin berinteraksi dengan

simvastatin berpotensi meningkatkan

miopati (Medscape, 2018). Pemberian

informasi obat di Unit Pelayanan Obat

Puskesmas Kecamatan Cilandak

terhadap obat tersebut yaitu kalsium

laktat digunakan pada pagi hari,

sedangkan ferro sulfat pada malam hari.

Penggunaan amlodipin dan simvastatin

tidak secara berbarengan. Jika pasien

tidak mendapatkan obat itu, maka tidak

diberikan informasi interaksi obat,

sehingga kualitas pemberian

informasinya tidak baik. Pemberian

informasi obat tentang interaksi obat

bertujuan agar obat tidak digunakan

secara berbarengan.

Tabel 2. Nilai indeks kepuasan masyarakat keseluruhan

No Unsur Pemberian Informasi Obat Indeks Kepuasan Masyarakat

1 Nama 88,15 2 Sediaan 93,26 3 Dosis 93,87

4 Cara pakai 95,03 5 Cara penyimpanan 76,23 6 Indikasi 93,19 7 Kontraindikasi 49,59

8 Stabilitas 58,72 9 Efek samping 68,60

10 Interaksi obat 55,45 Jumlah 772,07 Nilai Indeks Kepuasan Masyarakat 77,21 Mutu pelayanan B

Kualitas kinerja Baik

Kualitas Pemberian Informasi Obat Keseluruhan

Kualitas pemberian informasi

obat di Unit Pelayanan Obat, Puskesmas

Kecamatan Cilandak secara keseleruhan

mendapatkan nilai IKM sebesar 77,21

dengan kualitas kinerja baik. Maka

penerapan Permenkes no. 74 tahun

Page 10: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

253

2016 tentang standar pelayanan

kefarmasian pada kategori pemberian

informasi obat terlaksana dengan

kualitas baik. Cara pemberian informasi

obat kepada pasien harus mudah

dimengerti, singkat tetapi jelas

(Kemenkes, 2008). Informasi yang tepat

dan benar dalam penggunaan obat

sangat penting dalam menunjang

keberhasilan terapi (Kemenkes, 2011).

Pemberian informasi obat bermaksud

agar pasien mengetahui tujuan dan

mematuhi aturan pengobatan (Oscar

dan Jauhar, 2016).

Simpulan

Penerapan Permenkes nomor

74 tahun 2016 tentang standar

pelayanan kefarmasian di puskesmas

pada Unit Pelayanan Obat, Puskesmas

Kecamatan Cilandak terkait pemberian

informasi obat sudah terlaksana dengan

nilai IKM 77,21 dan kualitas baik.

Kualitas baik dinyatakan oleh jenis

kelamin perempuan, usia 19-49, 50-59

tahun, pendidikan terakhir SMP, SMA,

D1-D3-D4, S1, dan S2 ke atas, sedangkan

kualitas kurang baik dinyatakan oleh

jenis kelamin laki-laki dan pendidikan

terakhir SD ke bawah. Kualitas sangat

baik diperoleh pada sediaan, dosis, cara

pakai, dan indikasi. Kualitas baik

diperoleh pada nama obat. Kualitas

kurang baik diperoleh pada

penyimpanan dan efek samping. Serta

kualitas tidak baik diperoleh pada

kontraindikasi, stabilitas, dan interaksi

obat.

Saran

Saran yang diberikan bagi

Puskesmas Kecamatan Cilandak, pada

kualitas pemberian informasi obat

berdasarkan perunsur yang memperoleh

nilai sangat baik dan baik, perlu

dipertahankan, sedangkan kualitas yang

kurang baik dan tidak baik, perlu

ditingkatkan. Untuk selanjutnya,

teknologi seperti pesan SMS dan

WhatsApp untuk memberikan informasi

obat sebagai reminder bagi pasien perlu

dimanfaatkan. Penelitian ini perlu

dikembangkan menjadi hubungan antara

kualitas pemberian informasi obat dan

kepuasan pasien.

Daftar Pustaka

Adityawati, R., Latifah, E., Hapsari, W.S. 2016. Evaluasi pelayanan informasi obat pada pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi Puskesmas Kecamatan Grabag. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis, 1(2):6-10.

Aprinansyah, A. 2017. Kajian pelayanan

informasi obat di apotek wilayah Kota Tanggerang. Skripsi. Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Arimbawa, E., Suarjana, Wijaya, G. 2014.

Hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan konsumen menggunakan jasa apotik di Kota Denpasar. Public Health and Preventive Medicine Archive, 2(2):198-203.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan. 2017. http://www.pio.binfar.depkes.g

Page 11: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

254

o.id. Data diakses pada 1 Oktober 2018.

Gunarsa, S.D. dan Gunarsa, Y.S.D. 2008.

Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.

Granthina. 2016. Praktikum Spesialit

dan Terminologi Kesehatan. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2008. Materi Pelatihan dan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2010. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2011. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian.

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2017. Laporan Akuntabilitas Kinerja 2016.

Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Kefarmasian.

Kotler, P. dan Keller, K.L. 2009.

Manajemen Pemasaran. Edisi 13. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Medscape.

https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker. Data diakses pada 1 Oktober 2018.

Notoatmodjo, S. 2010. Promosi

Kesehatan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi 2010. Jakarta: Rineka Cipta.

Noviana, N. dan Nurilawati, V. 2017.

Bahan Ajar Keperawatan Gigi Farmakologi. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Oscar, L. dan Jauhar, M. 2016. Dasar-

Dasar Manajemen Farmasi. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Permatasari, D.W. 2015. Hubungan

antara pemberian informasi obat dan lama pelayanan farmasi resep jadi dengan kepuasan pasien umum rawat jalan di Instalasi Farmasi RSUD Jendral Ahmad Yani. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Lampung.

Riduwan. 2006. Metode dan Teknik

Penyusunan Tesis. Bandung: Alfabeta.

Siregar, C. 2004. Farmasi Klinik.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Page 12: Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Resep

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.16 No. 02 Desember 2019:244-255

255

Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Cetakan 1. Jakarta: Sagung Seto.

Widodo, R. 2004. Panduan Keluarga

Memilih dan Menggunakan

Obat. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Zeenot, S. 2013. Pengelolaan dan

Penggunaan Obat Wajib Apotek. Yogyakarta: D- Mediko.