kti tb paru (keseluruhan)

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan terbaru WHO 2008, yang menggambarkan situasi dunia tahun 2006, menunjukkan bahwa setiap tahun diperkirakan ada 9,2 juta kasus TB baru (139/100.000 penduduk), 4,1 juta diantaranya (44%) adalah pasien dengan basil tahan asam (BTA) positif dan 0,7 juta pasien TB yang juga terinfeksi virus HIV (Human Immunodefficiency Virus) (8%). 1, 2 Indonesia masih menempati urutan ketiga di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. 1 Penderita penyakit tuberkulosis di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 tercatat sebanyak 15.614 orang. Dari jumlah tersebut terdapat kasus tuberkulosis paru 1

Upload: muchrizalmuchtar

Post on 19-Jul-2016

440 views

Category:

Documents


42 download

DESCRIPTION

all items

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting di dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization

(WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan

terbaru WHO 2008, yang menggambarkan situasi dunia tahun 2006, menunjukkan

bahwa setiap tahun diperkirakan ada 9,2 juta kasus TB baru (139/100.000

penduduk), 4,1 juta diantaranya (44%) adalah pasien dengan basil tahan asam

(BTA) positif dan 0,7 juta pasien TB yang juga terinfeksi virus HIV (Human

Immunodefficiency Virus) (8%).1, 2

Indonesia masih menempati urutan ketiga di dunia untuk jumlah kasus TB

setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar

140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor

satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga

setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan

usia.1

Penderita penyakit tuberkulosis di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010

tercatat sebanyak 15.614 orang. Dari jumlah tersebut terdapat kasus tuberkulosis

paru sebanyak 12.145 orang dengan angka kesembuhan 67,07% (8.145 orang).

Kabupaten/kota dengan penderita penyakit tuberkulosis paru terbanyak berada di

Kabupaten Tapanuli Selatan dengan jumlah kasus sebanyak 5.303 orang. Kasus

tuberkulosis paru di Kota Medan tahun 2010 tercatat sebanyak 918 orang dengan

prevalensi 45,9 % per 100.000 penduduk. Dibandingkan seluruh kabupaten/kota

di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penderita tuberkulosis paru di Kota Medan

cukup tinggi, hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti perilaku

masyarakat, keluarga, penderita, lingkungan dan kondisi rumah.3

Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain

disebabkan: 1. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia, 2. Kemiskinan

1

pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi

juga pada penduduk perkotaan tertentu dinegara maju, 3. Adanya perubahan

demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur

usia manusia yang hidup, 4. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada

penduduk di kelompok yang rentan terutama di negara-negara miskin, dan 5.

Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik dan pengawasan

kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.4, 5

Robert Koch, dokter yang menemukan Mycobacterium tuberculosis sebagai

penyebab tuberkulosis paru pada tahun 1882. Mycobacterium tuberculosis ini

merupakan bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4 x 3 µm, tidak berspora,

bersifat aerob dan memiliki selubung berlilin. Sebagian besar dinding bakteri

terdiri atas asam lemak (lipid), protein dan polisakarida. Lipid inilah yang

membuat bakteri lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut

bakteri tahan asam (BTA) dan juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan

fisis.2, 4, 6

Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan bakteriologis dan pemeriksaan

radiologis. Untuk menemukan TB pada pemeriksaan bakteriologis adalah dengan

cara pemeriksaan dahak pada sediaan langsung. Pemeriksaan dilakukan dengan

metode pengecatan Ziehl Neelsen. Pengecatan ini disebut pengecatan tahan asam,

karena sekali dapat tercat tidak mudah untuk dilunturkan meskipun dengan

menggunakan zat peluntur (decolorizing agent) asam. Untuk dapat melakukan

pemeriksaan sputum BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan kuman baru yang

jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam satu mililiter dahak.7, 8

Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17 % penderita TB

paru memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh karena itu, apabila diagnosis TB paru

ditegakkan hanya semata-mata berdasarkan pemeriksaan sputum BTA (+), akan

banyak penderita TB paru yang tidak terdiagnosis dan menambah jumlah TB paru

yang menular, karena TB paru dengan sputum BTA yang negatif bisa juga

menjadi sumber penularan, apalagi jika disertai gejala klinis batuk dan kavitas

pada foto toraks.9

2

Pada pemeriksaan radiologis yang paling sering digunakan dalam membantu

mendiagnosis TB adalah foto toraks. Kelainan foto toraks biasanya baru terlihat

setelah 10 minggu terinfeksi oleh kuman TB. Bila secara klinis ada gejala TB

paru, hampir pasti ada kelainan pada foto toraks. Bila secara klinis ada gejala TB

paru, tetapi foto toraks tidak memperlihatkan kelainan, hal ini merupakan tanda

kuat bukan TB. Lesi-lesi berukuran 2 mm sudah dapat dilihat dengan foto toraks

walaupun secara klinis belum ada gejala. Disamping membantu menegakkan

diagnosis, foto toraks berperan penting untuk menilai tindakan yang dilakukan

serta mengontrol keberhasilan terapi.9

Pemeriksaan radiologis dapat memprediksi penderita TB paru dikarenakan

pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang tinggi. Walaupun demikian sebagai

konfirmasinya harus dilakukan pemeriksaan sediaan langsung bakteri tahan asam

dikarenakan pemeriksaan ini memiliki spesifitas yang tinggi. Hasil positif dari

pemeriksaan ini juga bermakna penderita tersebut berada dalam virulensi yang

tinggi sehingga dapat menularkan penyakit. Faktor pra analitik dan jumlah kuman

juga mempengaruhi hasil pemeriksaan terutama pewarnaan BTA. Gomes dari

penelitian terhadap 153 penderita TB paru dengan BTA (-) mendapati lesi infiltrat

lebih banyak dijumpai daripada lesi kavitas. Sedangkan BTA (+) lebih banyak

dijumpai penderita dengan kavitas daripada dengan lesi infiltrat.10

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: bagaimana gambaran pemeriksaan basil tahan asam (BTA) dan foto

roentgen pada penderita tuberkulosis paru di RSUD Pirngadi Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan

foto roentgen pada penderita Tuberkulosis Paru (TB Paru) di RSUD Pirngadi

Medan.

3

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui seberapa besar peranan pemeriksaan Basil Tahan Asam

(BTA) dalam menegakkan diagnosa Tuberkulosis Paru (TB Paru).

2. Untuk mengetahui seberapa besar peranan pemeriksaan foto thoraks dalam

menegakkan diagnosa Tuberkulosis Paru (TB Paru).

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Klinisi

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi klinisi terhadap informasi

mengenai sejauh mana pemeriksaan BTA dan pemeriksaan radiologis dapat

menunjang diagnosis tuberkulosis paru (TB paru).

2. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dan RSUD Dr. Pirngadi

Medan

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan penyusunan perencanaan

promosi kesehatan, evaluasi program, dan upaya peningkatan pelayanan

kesehatan, khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit

Tuberkulosis Paru (TB Paru).

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan masyarakat tentang

tuberkulosis paru dan bagaimana cara pengobatannya.

4. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat dalam memperluas wawasan peneliti tentang

penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru).

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru

2.1.1. Pengertian

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang

telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh

kuman mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

85 % dari seluruh kasus TB adalah TB paru, sisanya (15 %) menyerang organ

tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak

dan lainnya.9

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

basil TB (mycobacterium tuberculosis). Tuberkulosis paru merupakan salah satu

penyakit saluran pernapasan bagian bawah dan sebagian besar basil TB ini

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lainnya.11

2.1.2. Etiologi

Penyebab tuberkulosis paru adalah mycobacterium tuberculosis. Dimana

dalam jaringan, basil tuberkel adalah bakteri batang lurus dengan ukuran sekitar

0,4 – 3 µm. Ciri-ciri bakteri ini adalah tidak bergerak, tidak berspora, dan tidak

bersimpai. Bakteri merupakan bakteri Gram-positif yang bersifat tahan asam

karena memiliki asam mikolat. Pertumbuhan bakteri ini berlangsung cukup

lambat dengan waktu generasi 12-18 jam. Permukaan sel mycobacterium

tuberculosis bersifat hidrofobik dan dinding sel mempunyai kandungan lemak

yang tinggi.6, 12

Mycobacterium tuberculosis tipe humanus adalah mikobakterium yang

paling banyak menimbulkan penyakit tuberkulosis pada manusia. Basil tersebut

5

mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80oC dan mudah mati apabila

terkena sinar ultraviolet (sinar matahari). Identifikasi basil dapat dilakukan dengan

cara hapusan langsung dan bahan untuk identifikasi dapat diambil dari dahak

secara langsung, kerokan laring dengan bantuan alat bronkoskopi dan dari cairan

pleura. Kemudian bahan hapusan tersebut di cat dengan cara Ziehl Neelsen.11

2.1.3. Cara Penularan

Melalui udara (inhalasi):

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan

sekitar 3000 percikan dahak.

3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada

dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang

dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil

pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh

konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.5

2.1.4. Patogenesis

Tuberkulosis Primer

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infektif ini dapat menetap

dalam udara bebas selama 1-2 jam, bergantung pada keberadaan sinar UV,

ventilasi yang baik, dan kelembapan. Apabila terhirup oleh seseorang, partikel

infektif ini akan menempel pada saluran napas atau paru-paru.

Apabila menetap pada jaringan paru, bakteri akan tumbuh dan berkembang

biak dalam sitoplasma makrofag, yang kemudian akan terbawa masuk ke organ-

6

organ tubuh lain. Bakteri yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk

sarang tuberkulosis pneumonia kecil, yang disebut sarang primer atau sarang

Ghon. Peradangan saluran getah bening akan timbul dari sarang primer menuju

hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening

(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dan limfadenitis regional

dapat membentuk komplek primer. Proses ini dapat berlangsung sekitar 3-8

minggu. Dan selanjutnya dapat berkembang menjadi:

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus, dan menyebabkan lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5

mm. Sebanyak 10 % diantaranya dapat mengalami reaktivasi.1, 4, 12

Tuberkulosis Post Primer (TB Sekunder)

TB post primer dimulai dari sarang dini yang berlokasi di segmen apikal

lobus superior maupun inferior dan berinvasi ke daerah parenkim paru. Sarang

dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil. Sarang pneumonia ini

akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:

1. Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sarang mula-mula meluas, tetapi segera membaik dengan meninggalkan

jaringan fibrosis. Ada juga yang membungkus diri menjadi keras dan

menimbulkan pengapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma

berkembang menghancurkan jaringan ikat disekitarnya. Bagian tengahnya

mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju. Kavitas akan

terbentuk apabila jaringan keju dibatukkan keluar. Kavitas ini kemudian dapat

mengalami:

Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. TB milier akan

terjadi apabila isi kavitas tersebut masuk ke dalam peredaran darah arteri.

Memadat dan membungkus diri sehingga terbentuk tuberkuloma yang dapat

mengapur dan menyembuh atau aktif kembali menjadi cair dan menjadi

kavitas kembali.

7

Bersih dan menyembuh, yang disebut juga open healed cavity. Kavitas

kadang kala berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut, dan

berbentuk seperti bintang (stellate shaped).1, 4, 12

2.1.5. Klasifikasi Tuberkulosis

A. Tuberkulosis Paru

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis (BTA)

a. Tuberkulosis paru BTA (+):

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu, Pagi,

Sewaktu) menunjukkan hasil BTA positif.

Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak SPS menunjukkan BTA positif

dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak SPS menunjukkan BTA positif

dan biakan positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-):

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis

aktif.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan

biakan mycobacterium tuberculosis positif.

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien, yaitu:

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan Obat

Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari

satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan

dahak BTA positif atau biakan positif.

8

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi

dicurigai lesi aktif atau perburukan dan gejala klinis, maka harus

dipikirkan beberapa kemungkinan:

Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan,

dll).

TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang

berkompeten menangani kasus tuberkulosis.

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak

mengambil obat 2 bulan beturut-turut atau lebih sebelum masa

pengobatannya selesai.1, 5, 13

B. Tuberkulosis Ekstra Paru

Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal maupun saluran kencing.1

2.1.6. Gejala Klinis

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Gejala respiratori:

Batuk ≥ 2 minggu

Batuk darah

Sesak napas

Nyeri dada

2. Gejala sistemik:

Demam

Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan

berat badan menurun.1, 13

2.1.7. Diagnosis

2.1.7.1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik pasien TB sering tidak menunjukkan suatu kelainan

apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara

9

asimtomatik. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian

apeks (puncak) paru. Beberapa kelainan yang didapat pada pemeriksaan fisik:

1. Bila dicurigai adanya infitrat yang agak luas, maka didapatkan:

Palpasi: fremitus akan teraba mengeras.

Perkusi: redup.

Auskultasi: suara napas bronkial dan didapatkan juga suara napas tambahan

berupa ronkhi basah, kasar dan nyaring.

2. Bila dicurigai adanya infiltrat yang diliputi oleh penebalan pleura:

Palpasi: fremitus akan teraba mengeras.

Perkusi: redup.

Auskultasi: suara napasnya menjadi vesikuler melemah.

3. Bila terdapat kavitas yang cukup besar:

Perkusi: memberikan suara hipersonor atau timpani.

Auskultasi: memberikan suara amforik.4

2.1.7.2. Pemeriksaan Laboratorium

Darah

Pemeriksaan darah tidak spesifik sebagai pegangan untuk menyokong

diagnosa TB paru. Ketika tuberkulosis baru mulai aktif, jumlah leukosit dan

monosit akan ditemukan sedikit meninggi. Jumlah limfosit masih dibawah

normal dan laju endap darah mulai meningkat. Namun, ketika penyakit mulai

sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit tinggi. Laju

endap darah mulai turun ke arah normal.1

Sputum

Pemeriksaan sputum merupakan cara yang paling penting karena diagnosis

tuberkulosis sudah dapat ditegakkan jika ditemukan bakteri BTA. Kriteria

sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 5000 kuman

dalam 1 mililiter sputum.

10

Untuk pewarnaan sediaan yang dianjurkan menggunakan cara Ziehl Neelsen

dengan hasil bakteri tahan asam (BTA) memberi gambaran berwarna merah

dan bakteri tidak tahan asam berwarna biru.14, 15

Uji tuberkulin

Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas

seluler yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama

dengan basil tuberkulosis. Uji ini dilakukan dengan menggunakan uji Mantoux,

yaitu dengan menyuntikkan 1 ml tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative)

secara intrakutan dan mengamati reaksi yang terjadi setelah 48-72 jam.11, 12

2.1.8. Pengobatan

Tabel 2.1. Berikut jenis-jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang digunakan di

Indonesia:

Jenis OAT SifatDosis yang direkomendasikan (mg/kg)

HarianLanjutan (3x

seminggu)

Isoniazid (H) Bakterisid5

(4-6)

10

(8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid10

(8-12)

10

(8-12)

Pyrazinamide (Z) Bakterisid25

(20-30)

35

(30-40)

Streptomycin (S) Bakterisid15

(12-18)

15

(12-18)

Ethambutol (E) Bakteriostatik30

(20-35)

30

(20-35)

11

Tahap awal (intensif)

Pada tahap ini, pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi langsung

untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA (+) menjadi BTA (-) dalam 2 bulan.

Tahap lanjutan

Pada tahap ini, pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama. Dan pada tahap ini juga penting untuk membunuh

kuman persister, sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.5, 13

2.1.9. Pencegahan

Pemberian vaksin BCG (Bacille Calmette Guerin) segera setelah bayi lahir

(0-1 bulan) dapat memberikan kekebalan aktif terhadap tuberkulosis. Tingkat

efektivitas vaksin BCG berkisar 70-80%. Oleh karena itu, harus tetap waspada

terhadap serangan bakteri penyebab tuberkulosis.12

2.2. Pemeriksaan Bakteriologik (pengecatan BTA metode Ziehl Neelsen)

Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopis).

Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1

mikron = 10-3 mm). Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk

melihat bagian-bagiannya. Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu

diisi dengan zat warna, pewarnaan ini disebut pengecatan bakteri.7

Pengecatan bakteri sudah dilakukan sejak permulaan berkembangnya

mikrobiologi di pertengahan abad ke-19 oleh Loius Pasteur dan Robert Koch.

Pada umumnya, ada 2 macam zat warna (bahan cat) yang sering dipakai, yaitu: 1.

Zat warna yang bersifat asam, dengan komponen warna anion, biasanya dalam

bentuk garam natrium. 2. Zat warna yang bersifat alkalis, dengan komponen

warna kation, biasanya dalam bentuk klorida. Setelah dilakukan pengecatan,

dalam tubuh bakteri akan terjadi proses pertukaran ion-ion zat warna dengan ion-

ion protoplasma (misalnya asam nukleat) bakteri.7

12

Walaupun urin dari kateter, cairan otak dan isi lambung dapat diperiksa

secara mikroskopis, tetapi pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk

diagnosis TB paru adalah pemeriksaan sputum dengan metode pengecatan Ziehl

Neelsen. Sputum terbaik untuk diperiksa adalah sputum pagi hari, karena paling

banyak mengandung mikobakteria dibandingkan dengan sputum pada saat-saat

lain.14, 16

Pengecatan metode Ziehl Neelsen ini disebut pengecatan tahan asam,

karena dapat tercat tidak mudah untuk dilunturkan meskipun dengan

menggunakan zat peluntur (decolorizing agent) asam. 7

Keuntungan dari pengecatan tahan asam ini adalah basil tahan asam (BTA)

dapat segera ditemukan bila memang ada didalam bahan hapusan. Tetapi cara ini

kurang peka sebab untuk mendapatkan hasil positif paling sedikit didalam 1 cc

dahak harus mengandung 10.000 sampai 100.000 basil.11

Berbagai teori telah dikemukakan untuk menerangkan sifat tahan asam ini,

antara lain dinyatakan bahwa sifat tahan asam ini ditentukan oleh adanya sifat

permeabilitas yang selektif dari membran sitoplasma. Menonjolnya warna merah

disebabkan oleh penyerapan warna karbolfuksin yang larut dalam sel. Bila sel ini

rusak, maka sifat tahan asam itu pun akan hilang. Bakteri tahan asam sangat

banyak mengandung lipida, asam lemak, dan kandungan inilah yang

mencerminkan sifat tahan asam pada golongan bakteri tersebut.7

2.3. Gambaran Radiologis TB Paru

Pemeriksaan roentgen adalah sangat penting untuk diagnosis TB paru:

1. Bila klinis ada gejala-gejala TB paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada

foto roentgen.

2. Bila klinis ada persangkaan terhadap penyakit TB paru, tetapi pada foto

roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bahwa

penyakit yang diderita bukannlah tuberkulosis.1

Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis:9

1. TB primer

13

Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus dan paru kanan lebih

sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, lobus tengah dan lingula serta

segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks yang dominan adalah berupa

limfadenopati hilus dan mediastinum.

Gambaran abnormal pada foto toraks dapat disembuhkan dengan terapi

adekuat, tetapi dapat pula meninggalkan gambaran fibrosis, kalsifikasi serta

nodul residual, serta penebalan pleura.

2. TB paru post primer (Sinonim TB reaktif atau TB sekunder)

Biasanya terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya. Selama infeksi primer

kuman terbawa aliran darah ke daerah apeks dan segmen posterior lobus atas

dan ke segmen superior lobus bawah, untuk selanjutnya terjadi reaktivasi

infeksi didaerah ini karena tekanan oksigen di lobus atas tinggi. Infeksi ini

dapat menimbulkan suatu gejala TB bila daya tahan tubuh host menurun.

Mikroorganisme yang laten dapat berubah menjadi aktif dan menimbulkan

nekrosis.

Gambaran foto toraks yang dicurigai lesi aktif:

1. Bayangan berawan atau nodular di segmen apikoposterior atas dan

superior lobus bawah.

2. Kavitas terutama lebih dari satu dan dikelilingi konsolidasi atau nodul.

3. Bercak milier.

4. Efusi pleura bilateral.

Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tidak aktif:

1. Fibrosis.

2. Kalsifikasi.

3. Penebalan pleura.

Klasifikasi TB post primer (TB sekunder):

1. Lesi minimal

14

Luas lesi yang terlihat tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis

median, apeks dan iga 2 depan, lesi soliter dapat berada dimana saja,

tidak ditemukan adanya kavitas.

2. Lesi lanjut sedang

Luas sarang-sarang yang berupa bercak tidak melebihi luas satu paru,

bila ada kavitas ukurannya tidak lebih 4 cm, bila ada konsolidasi tidak

lebih dari satu lobus.

3. Lesi sangat lanjut

Luas lesi melebihi lesi minimal dan lesi lanjut sedang, tetapi bila ada

kavitas ukuran lebih dari 4 cm.

BAB III

METODE PENELITIAN

15

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan cross sectional. Artinya, pengamatan atau pengukuran dilakukan

secara bersamaan, yaitu pengukuran dilakukan dengan 1 kali pengamatan.18

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada tersangka penderita TB paru yang berobat

di RSUD Dr. Pirngadi Medan selama kurun waktu pada bulan September 2012

sampai Desember 2012.

3.3. Populasi dan Besar Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Pasien yang datang ke RSUD Dr. Pirngadi Medan yang mempunyai sarana

pemeriksaan BTA dan pemeriksaan roentgen.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari penderita TB paru yang datang ke RSUD Dr.

Pirngadi Medan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Jumlah Sampel

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus:18, 19

n =

Keterangan:

n = Besar sampel

Zα2 = Batas kepercayaan (10 % = 1,64)

P = Proporsi penderita TB paru 45,9 %

d = Ketepatan penelitian (20 % = 0,20)

Zα2 . P (1-P)

d2

16

sehingga:

n =

=

= 33, 39 digenapkan menjadi 33 sampel.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi:

a) Penderita TB paru kasus baru dengan pemeriksaan BTA dan

pemeriksaan roentgen.

b) Penderita TB paru kasus baru yang berusia > 14 tahun.

c) Bersedia mengikuti penelitian.

3.5.2. Kriteria Eksklusi:

a) TB paru ekstra pulmonal.

b) Tidak bersedia mengikuti penelitian.

3.6. Kerangka Konsep

Variabel terikat Variabel bebas

3.7. Definisi Operasional

1. Penderita TB paru adalah pasien yang menderita TB paru yang didapat di

RSUD Dr. Pirngadi Medan.

Pemeriksaan Basil Tahan

Asam (BTA):

Sputum

Pewarnaan Ziehl NeelsenPenderita

Tuberkulosis

Paru (TB Paru)

1,642 . 0,459 (1 – 0,459)

0,22

2,6896 . 0,459 (0,541)

0,02

Pemeriksaan Radiologis

Analisa

17

2. Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) adalah pemeriksaan mikroskopis untuk

menemukan basil atau kuman pada penderita TB paru dengan menggunakan

metode Ziehl Neelsen.

3. Sputum adalah dahak yang diambil pada penderita TB paru, dilakukan dengan

mengumpulkan 3 spesimen sputum atau dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari

kunjungan yang berurutan, berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

S (Sewaktu): dahak sewaktu saat kujungan.

P (Pagi): keesokan harinya.

S (Sewaktu): pada saat mengantarkan dahak pagi.

- 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif.

- 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian apabila tetap 1

kali positif, 2 kali negatif BTA positif.

- Bila 3 kali negatif BTA negatif.1

4. Pewarnaan Ziehl Neelsen adalah metode pewarnaan yang dipakai pada

pemeriksaan bakteriologik dalam menemukan basil tahan asam pada penderita

TB paru. Prinsipnya adalah kuman micobacterium tuberculosis tahan terhadap

pelunturan atau alkohol.

Bahan reagensia yang dipergunakan pada pengecatan Ziehl Neelsen:

Fuksin karbol: zat warna ini dilarutkan dengan 5% fenol sehingga mudah

larut dalam bahan yang mengandung lipoid seperti dinding sel bakteri

mycobacterium.

Asam alkohol (HCL 3% + alkohol 95%) yang berfungsi sebagai

dekolorisasi.

Methylene blue merupakan zat warna terakhir yang dipergunakan dalam

pengecatan Ziehl Neelsen.

Cara kerja pengecatan Ziehl Neelsen:

18

a. Sediakan sputum yang telah difiksasi, dituangkan larutan fuchsin karbol

selama 5 menit sambil dipanasi dengan api kecil sampai keluar uap (tidak

boleh mendidih).

b. Cuci dengan air.

c. Tuangi larutan Asam Alkohol (HCL 3% + alkohol 95%) sampai tidak ada

lagi warna merah yang mengalir dari sediaan.

d. Cuci dengan air, kemudian tuangi larutan Methylene Blue selama 2 menit.

e. Cuci dengan air.

f. Keringkan dengan kertas saring, lihat sediaan yang telah diwarnai dibawah

mikroskop dengan minyak emersi dan pembesaran lensa objektif 100 kali

dalam 100 lapangan pandang.

Interpretasi hasil melalui pewarnaan bakteri tahan asam (BTA) menurut skala

International Union Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD):

Bila tidak ditemukan BTA dalam 100 LP negatif .

Bila ditemukan 1-9 BTA dalam 100 LP ditulis jumlah BTA

yang ditemukan.

Bila ditemukan 10-99 BTA dalam 100 LP 1 + atau +.

Bila ditemukan 1-10 BTA dalam 1 LP 2 + atau ++.

Bila ditemukan lebih dari 10 BTA dalam 1 LP 3 + atau +++.15

5. Pemeriksaan radiologis adalah pemeriksaan dengan foto toraks yang dibuat

pada penderita TB paru dengan posisi PA.

Hasil foto toraks dapat dijumpai:9

Infiltrat

Kavitas

Bercak milier

3.8. Cara Kerja

19

1. Sebelum penelitian dimulai, diminta persetujuan dan kesediaan penderita untuk

mengikuti penelitian.

2. Penderita yang memenuhi kriteria inklusi, dilakukan anamnesis, bila terdapat

gejala klinis seperti gejala respiratori dan gejala sistemik. Maka dilakukan

pemeriksaan fisik oleh dokter dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan sputum

BTA dan bila hasil pemeriksaan menunjukkan positif TB paru dicatat nama,

umur, alamat, lama keluhan, dan riwayat pengobatan.

3. Dilakukan pemeriksaan radiologis foto dada.

4. Hasil pemeriksaan foto dada dinilai, bila terdapat lesi atau kelainan, maka

pasien termasuk kriteria penderita TB paru.

3.9. Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil penelitian ini diformulasikan dengan menggunakan

langkah-langkah berikut:

1. Penyuntingan Data (editing): untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan

kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk menjawab tujuan

penelitian.

2. Pengkodean (coding): untuk mengkuantifikasi data kualitatif atau membedakan

aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka

pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

3. Memasukkan Data (entry): data yang telah terkumpul dan tersusun secara tepat

sesuai variabel penelitian kemudian dimasukkan dalam program komputer

untuk diolah.

4. Pembersihan Data (cleaning): pemeriksaan data yang telah dimasukkan ke

dalam program komputer guna untuk menghindari terjadinya kesalahan pada

pemasukan data.18, 19

3.9.2. Analisis Data

20

Data yang berhasil dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan menggunakan

program komputer menggunakan perangkat lunak Statistical Product and Service

Silutiont (SPSS).

DAFTAR PUSTAKA

21

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika, 2006; 1-40.

2. Aditama TY. Tuberkulosis, Masalah dan Perkembangannya. Dalam: Putra

AD, Multazam E, et al eds. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical

Digest. Jakarta: Etika Media Utama, 2008; 61-72.

3. Masdalena. Pengaruh Faktor Higiene dan Sanitasi Lingkungan Terhadap

Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru Pada Warga Binaan Pemasyarakatan di

Blok D Rumah Tahanan Negara Klas I Medan, Skripsi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Medan. 2012.

Available from:

http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/31317 .pdf , diakses pada tanggal

29 Juni 2012.

4. Amin Zulkifli, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo Aru W,

Setiyohadi B, et al eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

InternaPublishing, 2009; 2230-2239.

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian

Tuberkulosis. Jakarta. 2011.

Available from:

http://www.tbindonesia.or.id, diakses pada tanggal 17 Mei 2012.

6. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikobakteria. Dalam: Mudihardi E,

Kuntaman, Wasito EB, et al eds. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: . Salemba

Medika, 2005; 453-469.

7. Irianto K. Pengecatan Bakteri. Dalam: Nurhayati N, eds. Mikrobiologi

Menguak Dunia Mikroorganisme. 1th ed. Bandung: Yrama Widya, 2006; 59-

72.

8. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis Klinis. 2nd ed. Jakarta: Widya

Medika, 2002; 1-120.

22

9. Icksan A, Luhur R. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru. Jakarta: Sagung

Seto, 2008; 1-35.

10. Gomes M. Pulmonary Tuberculosis: Relationship Between Sputum

Bacilloscopy and Radiological Lesions. Rev. inst. Med. Trop. Sao Paulo:

2003, 45 (5); 275-281.

11. Alsagaff H, Mukty A. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 7th ed. Surabaya:

Airlangga University Press, 2010; 73-109.

12. Radji M. Mycobacterium Tuberculosis. Dalam: Manurung J. Buku Ajar

Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta: EGC,

2010; 165-173.

13. Algoritma. Tuberkulosis Pada Dewasa. Dalam: Putra AD, Multazam E, et al

eds. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest. Jakarta: Etika Media

Utama, 2011; 72-76.

14. Misnadiarly. Pemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis dan Mikobakterium

Atipik. Jakarta: Dian Rakyat, 2006; 52-57.

15. Kumala W. Diagnosis Laboratorium Mikrobiologi Klinik.. Jakarta:

Universitas Trisakti, 2006; 15-18.

16. Price SA, Standridge MP. Tuberkulosis Paru. Price SA, Wilson LM.

Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC,

2005, vol. 2; 852-864.

17. Rasad S. Tuberkulosis Paru. Dalam: Ekayuda I, eds. Radiologi Diagnostik.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 131-144.

18. Notoatmodjo Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta, 2010; 24-187.

19. Sopiyudin MD. Besar Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.

Jakarta: PT. ARKANS, 2006.

23

Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Calon Responden

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tanda tangan dibawah ini:

Nama : Muchrizal

Nim : 091001187

Pendidikan : Mahasiswa Fakultas Kedokteran UISU

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran Pemeriksaan Basil

Tahan Asam (BTA) dan Foto Roentgen Pada Penderita Tuberkulosis Paru di

RSUD Pirngadi Medan”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang

merugikan bagi saudara sebagai responden, kerahasian informasi yang diberikan

akan dijaga dan hanya digunakan untuk penelitian.

Apabila saudara menyetujui menjadi responden dan menjawab pertanyaan

dan pernyataan yang peneliti ajukan saya ucapkan terima kasih.

Medan, 06 Agustus 2012

Peneliti,

(Muchrizal)

24

Lampiran 2

FORMAT PERSETUJUAN

(Informed Consent)

Setelah membaca penjelasan yang dijelaskan oleh peneliti, saya bersedia ikut

berpatisipasi sebagai responden penelitian yang berjudul “Gambaran Pemeriksaan

Basil Tahan Asam (BTA) dan Foto Roentgen Pada Penderita Tuberkulosis Paru di

RSUD Pirngadi Medan”

Yang dilakukan oleh:

Nama : Muchrizal

Nim : 091001187

Pendidikan : Mahasiswa Fakultas Kedokteran UISU

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap saya

dan keluarga. Saya dengan sukarela menyetujui untuk diikutsertakan dalam

penelitian ini. Bila sewaktu-waktu saya sebagai pihak yang diteliti (responden)

merasa dirugikan oleh pihak peneliti, maka berhak membatalkan persetujuan ini

tanpa menuntut kerugian.

Medan, 06 Agustus 2012

Responden,

(...................................)

Peneliti,

(Muchrizal)

25

Lampiran 3

Formulir Isian / Data Penelitian (Subyek)

1. Nama :

2. Alamat :

3. Jenis Kelamin : a. Laki-laki

b. Perempuan

4. Umur : a. 15 – 25 tahun

b. 26 – 35 tahun

c. 36 – 45 tahun

d. 46 – 55 tahun

e. > 55 tahun

5. Apa keluhan / gejala yang pertama sekali pada penyakit anda?

a. Batuk-batuk

b. Sesak napas

c. Batuk berdahak

d. Batuk darah

e. Nyeri dada

f. Lain-lain, sebutkan...........

26

6. Disamping keluhan atau gejal diatas, keluhan atau gejala apalagi yang anda

rasakan?

a. Penurunan berat badan

b. Keringat malam

c. Demam

7. Pemeriksaan BTA :

I.

II.

III.

8. Gambaran foto roentgen:

27

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM (BTA) DAN

FOTO ROENTGEN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

Oleh :

MUCHRIZAL

09.1001.187

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

28

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM (BTA) DAN

FOTO ROENTGEN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

Nama : MUCHRIZAL

NIM : 091001187

Pembimbing Penguji

( dr. Budi Dermawan, Sp. PK ) ( dr. Bilkes Harris, Sp. KK )

Medan, 06 Agustus 2012

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Sumatera Utara

(dr. H. Rahmat Nasution DTM & H, M. Sc, Sp. ParK, DK)

i29

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian dengan Judul :

GAMBARAN PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM (BTA) DAN

FOTO ROENTGEN PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

Yang dipersiapkan oleh :

MUCHRIZAL

09.1001.187

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk

dilanjutkan ke Lahan Penelitian

Medan, 06 Agustus 2012

Disetujui,

Dosen Pembimbing

(dr. Budi Dermawan, Sp. PK)

ii30

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya Proposal Karya Tulis Ilmiah ( KTI ) yang berjudul “Gambaran

Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dan Foto Roentgen Pada Penderita

Tuberkulosis Paru di RSUD Dr. Pirngadi Medan”.

Walaupun banyak kesulitan Penulis harus hadapi ketika penyusunan Karya

Tulis Ilmiah (KTI) ini, namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak,

akhirnya Proposal ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis

mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Rahmat Nasution, DTM & K, MSc, Sp. (Park), selaku Dekan

FK-UISU.

2. Bapak Prof. dr. Gusbakti, Msc, PKK, AIFM, selaku Pembantu Dekan I

(PD I) Tim Penyusun Karya Tulis Ilmiah FK – UISU.

3. Bapak dr. Jensen Lautan, M.Kes, selaku ketua Karya Tulis Ilmiah FK-

UISU.

4. Bapak dr. Budi Dermawan, Sp. PK, selaku Dosen Pembimbing Karya

Tulis Ilmiah.

5. Ibu dr. Bilkes Harris, Sp. KK, selaku Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah.

6. Terima kasih penulis persembahkan kepada kedua Orang Tua Tercinta,

H. Muchtar Hasan dan Hj. Sri Mulyati dan keluarga yang tiada bosan-

bosannya mendo’akan serta memberikan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu Penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang

membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Medan, 06 Agustus 2012

Muchrizal

iii31

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan............................................................................................i

Halaman Persetujuan........................................................................................ ii

Kata Pengantar.................................................................................................. iii

Daftar Isi............................................................................................................ iv

Daftar Tabel....................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang............................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah....................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 3

1.4. ManfaatPenelitian........................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5

2.1. Tuberkulosis Paru........................................................................ 5

2.1.1. Pengertian............................................................................ 5

2.1.2. Etiologi................................................................................ 5

2.1.3. Cara Penularan..................................................................... 6

2.1.4. Patogenesis.......................................................................... 6

2.1.5. Klasifikasi Tuberkulosis...................................................... 8

2.1.6. Gejala Klinis........................................................................ 9

2.1.7. Diagnosis............................................................................ 10

2.1.7.1. Pemeriksaan Fisik..................................................... 10

2.1.7.2. Pemeriksaan Laboratorium....................................... 10

2.1.8. Pengobatan.......................................................................... 11

2.1.9. Pencegahan......................................................................... 12

2.2. Pemeriksaan Bakteriologik (Pengecatan BTA).......................... 12

2.3. Gambaran Radiologis TB Paru................................................... 13

BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 16

3.1. Jenis Penelitian........................................................................... 16

iv32

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................... 16

3.3. Populasi dan Besar Sampel Penelitian....................................... 16

3.3.1. Populasi Penelitian.............................................................. 16

3.3.2. Sampel Penelitian............................................................... 16

3.4. Jumlah Sampel........................................................................... 16

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...................................................... 17

3.5.1. Kriteria Inklusi.................................................................... 17

3.5.2. Kriteria Eksklusi................................................................. 17

3.6. Kerangka Konsep....................................................................... 17

3.7. Definisi Operasional................................................................... 18

3.8. Cara Kerja................................................................................... 20

3.9. Pengolahan dan Analisis Data.................................................... 20

3.9.1. Pengolahan Data................................................................. 20

3.9.2. Analisis Data....................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 22

LAMPIRAN

iv33

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Jenis-jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

yang digunakan di Indonesia.....................................................11

iv34