kti meck (repaired)

55
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 2008 :157). Persalinan seringkali mengakibatkan perlukaan jalan lahir.Perlukaan jalan lahir terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.Perlukaan jalan lahir dapat mengenai vulva, perineum, uterus, vagina, dan serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 665). Salah satu jenis perlukaan jalan lahir adalah ruptur perineum.Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir, baik secara spontan maupun dengan menggunakan

Upload: meck-delapan-tuju

Post on 30-Jul-2015

364 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: KTI Meck (Repaired)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang

telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau

melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).

(Manuaba, 2008 :157). Persalinan seringkali mengakibatkan perlukaan jalan

lahir.Perlukaan jalan lahir terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada persalinan berikutnya.Perlukaan jalan lahir dapat mengenai

vulva, perineum, uterus, vagina, dan serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 665).

Salah satu jenis perlukaan jalan lahir adalah ruptur perineum.Ruptur perineum

adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir, baik secara spontan maupun

dengan menggunakan alat atau tindakan. Ruptur perineum dibagi menjadi empat

tingkatan, yaitu ruptur perineum derajat I, II, III, dan IV.Salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya ruptur perineum adalah paritas (Manuaba, 2008: 308).

Berdasarkan data puskesmas Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro,dari 978

ibu bersalin di Kecamatan Kanor pada bulan Januari sampai Desember tahun

2010, ±75% diantaranya mengalami ruptur perineum.

Menurut Stefen, seorang tokoh WHO dalam bidang Obgyn, di seluruh

dunia pada tahun2009 terjadi 2,7 juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin.

Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050. Berdasarkan hasil

Page 2: KTI Meck (Repaired)

2

survey depkes RI tahun 2008, ibu bersalin yang mengalami perlukaan jalan lahir

terdapat 85% dari 20 juta jumlah ibu bersalin di Indonesia. Dari prosentase 85%

jumlah ibu bersalin yang mengalami perlukaan, terdapat, 35% ibu bersalin yang

mengalami ruptur perineum, 25% mengalami robekan serviks, 22% mengalami

perlukaan vagina, dan 3% mengalami ruptur uretra.Selama tahun 2009 dilaporkan

terjadi 640.271 kelahiran di Propinsi Jawa Timur., dari seluruh kelahiran tercatat

427.254 atau ±68% ibu bersalin mengalami ruptur perineum.

(http://www.depkes.go.id, 10 Mei 2012 ) Sedangkan di BPS “M” Desa Kanor

Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro dari bulan Januari sampai Desember

tahun 2010 terdapat 124 ibu bersalin. Dari survey awal, 10 ibu bersalin yang

mengalami kejadian ruptur perineumdi BPS “M” Desa Kanor Kecamatan Kanor

Kabupaten Bojonegoro tahun 2010, 6 orang diantaranya adalah ibu bersalin

primipara, berbagai hal mendasari terutama pada faktor keelastisan jalan lahir.

Persalinan seringkali mengakibatkan perlukaan jalan lahir.Perlukaan

yang paling sering terjadi adalahruptur perineum,ruptur dapat terjadi secara

spontan maupun dengan menggunakan alat atau secara sengaja melebarkan jalan

lahir dengan melukai daerah perineum, ruptur perineum umumnya terjadi pada

garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat lahir. Pada

umumnya ruptur perineum terjadi pada tempat dimana muka janin menghadap,

robekan perineum dapat mengakibatkan pula robekan jaringan pararektal,

sehingga rektum terlepas dari jaringan sekitarnya.Pada tempat terjadinya

perlukaan akan timbul perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes dan

Page 3: KTI Meck (Repaired)

3

terjadinya infeksi apabila luka tidak dirawat secara aseptic. (Wiknjosastro,

2008).

Upaya dalam mengatasi kejadian ruptur perineum dapat dilakukan

dengan promotif, preventif, dan kuratif, upaya promotif dengan meningkatkan

keterampilan penolong persalinan dalam pelaksanaan asuhan persalinan normal,

dan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama ibu hamil tentang

waktu dan cara yang tepat untuk mengejan, sehingga diharapkan dapat mencegah

kemungkinan terjadinya ruptur perineum,upaya preventif dengan senam hamil,

hypno birthing atau melahirkan dengan terapi hipnotis, dan tehnik pemijatan pada

daerah perineum beberapa minggu sebelum persalinan untuk melancarkan aliran

darah dan meningkatkan elastisitas perineum, penolong persalinan dapat

mencegah terjadinya ruptur perineum dengan menjaga agar kepala janin tidak

lahir terlalu cepat, dan upaya kuratif dilakukan dengan penjahitan pada daerah

perineum apabila derajat ruptur lebih dari dua. (http://www.hypno-

birthing.web.id, 10 Mei 2012)

Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang : “Studi komparasi terjadinya perlukaan jalan lahir pada ibu bersalin

primipara dan multipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten

Bojonegoro tahun 2012”.

Page 4: KTI Meck (Repaired)

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah

yaitu :

1. Berapakah angka terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin primipara di

BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro tahun 2012 ?

2. Berapakah angka terjadinya ruptur perineum lahir pada ibu bersalin multipara

di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro tahun

2012 ?

3. Adakah perbandingan angka terjadinya ruptur perineum lahir pada ibu

bersalin primipara dan multipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor

kabupaten Bojonegoro tahun 2012 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Sebagai pembuktian teori yang menyatakan bahwa, persalinan pada ibu

primipara lebih cenderung terjadi robekan jalan lahir daripada ibu bersalin

multipara.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui angka terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin

primipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro

tahun 2012.

2. Untuk mengetahui angka terjadinya ruptur perineumpada ibu bersalin

multipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro

tahun 2012.

Page 5: KTI Meck (Repaired)

5

3. Untuk membandingkan angka kejadian ruptur perineumpada ibu bersalin

primipara dan multipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten

Bojonegoro tahun 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan

mengaplikasikan ilmu yang di peroleh di bangku kuliah dengan kejadian yang

terjadi di lapangan.

2. Bagi Institusi Kesehatan Rajekwesi

Digunakan sebagai bahan masukan, bahan bacaan dan studi banding untuk

melakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan terjadinya ruptur

perineum pada ibu bersalin primipara dan multipara.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Responden

Hasil penelitian tentang perbandingan angka kejadian terjadinya ruptur

perineum pada ibu bersalin primipara dan multipara dapat diketahu oleh

responden.

2. Bagi Mahasiswa DIII

Sebagai masukan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian

selanjutnya tentang ruptur perineum pada ibu bersalin primipara dan multipara.

Page 6: KTI Meck (Repaired)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti akan menguraikan beberapa konsep yaitu : konsep

persalinan, konsep perlukaan jalan lahir,konsep paritas, kerangka konsep dan

hipotesa.

2.1 Konsep Persalinan

2.1.1 Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang

telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau

melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).

(Manuaba, 2008 : 157).

Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta, selaput ketuban keluar

dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia

kehamilan cukup bulan (setelah kehamilan 37 minggu) tanpa disertai adanya

penyulit (Winknjosastro, 2008 :37).

2.1.2 Klasifikasi Persalinan

Berdasarkan definisi:

a. Persalinan spontan

Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.

Page 7: KTI Meck (Repaired)

7

b. Persalinan buatan

Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.

c. Persalinan anjuran

Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan

jalan rangsangan.

(Manuaba, 2008 : 157).

Menurut cara persalinan dibagi menjadi :

a. Persalinan biasa atau normal (eutosia)

adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42

minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang

disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir

dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan tanpa

komplikasi.

b. Persalinan abnormal

adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun melalui

dinding perut dengan operasi caesarea.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

1. Power

· His (kontraksi uterus).

· Kontraksi otot dinding perut.

· Kontraksi diafragma pelvis / kekuatan mengedan.

· Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotondum.

Page 8: KTI Meck (Repaired)

8

· Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang.

2. Passanger

· Janin dan plasenta.

3. Passage

· Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang.

4. Psikologi ibu bersalin

5. Penolong

Dalam persalinan masih terdapat subfaktor yang mempengaruhi jalannya

persalinan sehingga dapat terjadi kemungkinan (1) persalinan yang berlangsung

dengan kekuatan sendiri yang disebut persalinan eutosia dan (2) persalinan yang

berlangsung dengan penyimpangan dari kekuatan sendiri disebut persalinan

distosia. (Manuaba, 2008 : 160).

2.1.5 Tahap Persalinan

Tahap persalinan meliputi 4 fase/kala :

1) Kala I

Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka sampai

terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase :

a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan terjadi sangat lambat

sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.

b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam,

pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal dalam waktu 2

jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm dan fase

Page 9: KTI Meck (Repaired)

9

deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan

dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm.

Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.Pada

primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada multigravida 8 jam.

Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan multigravida 2 cm tiap jam.

2) Kala II

Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan

janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada

primigravida dan 0,5 jam pada multipara.

3) Kala III

Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Prosesnya 6-

15 menit setelah bayi lahir.

4) Kala IV

Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini

dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang

dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tandatanda vital

(tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya

perdarahan.Persalinan seringkali mengakibatkan perlukaan jalan lahir.

2.2 Konsep Perlukaan Jalan Lahir

2.2.1 Pengertian Perlukaan Jalan Lahir

Perlukaan jalan lahir karena persalinan adalah perlukaan saat persalinan

yang dapat mengenai vulva, vagina, perineum, serviks, dan uterus.Jenis perlukaan

Page 10: KTI Meck (Repaired)

10

ringan berupa luka lecet, yang berat berupa robekan yang disertai perdarahan

hebat. (Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 409).

2.2.2 Klasifikasi Perlukaan Jalan Lahir

1. Ruptur perineum

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik

secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan

perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga

pada persalinan berikutnya.Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan

dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis

lebih kecil daripada bisaa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan

ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

(Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 665)

Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk

perinium (Cunningham,1995 : 5). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya

kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 2009 : 2). Jaringan yang terutama menopang

perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital.Diafragma pelvis terdiri dari

muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung

fasia dari otot-otot ini.Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar

bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam

spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.

Page 11: KTI Meck (Repaired)

11

Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina

dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan

garis tengah

antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum

dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma

pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis.

Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda,

muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna

(Cunningham, 1995).

Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina

diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus,

muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna.Jaringan ini

yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium,

sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada

saat yang tepat.Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa

puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.

Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :

1) Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa

mengenai kulit perinium

2) Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea

transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani

3) Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani

4) Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum .

Page 12: KTI Meck (Repaired)

12

(Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2006 : 462)

1. ruptur perineum

Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada

bisaa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada bisaa, kepala

janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada

sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan

vaginial. (Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 665)

2. Robekan Serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks

seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam.

Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke

segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun

plasenta sudah lahir lengkap,dan uterus berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan

perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

3. Ruptur Uteri

Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau

dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.(Obstetri dan

Ginekologi ). Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang

kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi.Janin pada ruptur uteri yang

terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum

abdomen.

Page 13: KTI Meck (Repaired)

13

Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih

banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme

persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan

dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.

Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau

diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium.

Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau

traumatik.

Ruptura uteri termasuk salah satu diagnosis banding apabila wanita dalam

persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan

perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan

organ vital di sekitarnya. Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi

sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan

hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali

sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang

terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarahan heat

dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu

untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep. Ruptur Uteri adalah robekan atau

diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium.

(buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal)

Menurut cara terjadinya ruptur uteri diadakan perbedaan antara: 1) ruptur

spontan; 2) ruptur uteri traumatik; 3) ruptur uteri pada parut uterus. (Sarwono

Prawiroharjo, 2008 : 669)

Page 14: KTI Meck (Repaired)

14

2.2.3 Etiologi Perlukaan Jalan Lahir

1. Ruptur perineum

Menurut Fadil (2008), beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya

robekan perineum sebagai berikut :

1) Umumnya terjadi pada persalinan.

2) Kepala janin terlalu cepat lahir.

3) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya.

4) Jaringan parut pada perineum.

5) Distosia bahu.

Sedangkan Enggar (2010) menambahkan beberapa faktor yang bisa

menjadi penyebab ruptur perineum adalah posisi persalinan, cara meneran dan

berat bayi baru lahir yang terlalu besar (> 4000 gram).

USU (2006) menjelaskan beberapa hal yang menjadi faktor terjadinya

ruptur perineum :

a. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup

maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian ruptur perineum.

Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk

mengalami robekan perineumdaripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini

dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-

otot perineum belum meregang. (Wiknjosastro, 2008 dalam USU, 2008)

Page 15: KTI Meck (Repaired)

15

b. Jarak Kelahiran

jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang

dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun

tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan.

Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu

dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan

terdahulu mengalami robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga

pemulihan belum sempurna dan robekan perineum dapat terjadi. (Depkes, 2004

dalam USU, 2006)

c. Berat Bayi Lahir

Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineumyaitu

berat badan janin lebih dari 3500 gram, karena resiko trauma partus melalui

vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan

berat janin bergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi. Pada masa

kehamilan hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran berat badan janin.

2. Robekan serviks

1) Partus presipitatus.

2) Trauma krn pemakaian alat-alat operasi.

3) Melahirkan kepala pd letak sungsang scr paksa, pembukaan blm lengkap.

4) Partus lama.

3. Ruptur uteri

1) riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uteri.

2) induksi dengan oksitosin yang sembarang atau persalinan yang lama.

Page 16: KTI Meck (Repaired)

16

3) Presentasi abnormal terutama terjadi penipisan pada segmen bawah

uterus .( Helen, 2007).

4) Panggul sempit

5) Letak lintang.

6) Hydrosephalus.

7) Tumor yg menghalangi jalan lahir.

8) Presentasi dahi atau muka.

2.2.4 Patofisiologis Perlukaan Jalan Lahir

1. Robekan Perinium

Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang

juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi

dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan

cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan

lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin,

dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan

terlalu lama.

Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada

bisaa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada bisaa, kepala

janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada

sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan

vaginial.

Page 17: KTI Meck (Repaired)

17

Pada robekan perineum derajat I dan II tidak perlu dilakukan penjahitan,

sedangkan pada robekan derajat III dan IV perlu dilakukan penjahitan guna

menghentikan perdarahan, dengan penatalaksanaan sebagai berikut.

Langkah klinik

A. persiapan alat

1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan:

Wadah DTT berisi: sarung tangan; pemegang jarum; jarum jahit;

benang jahit kromik atau catgut no. 2/0 atau 3/0; kasa steril; pinset.

Povidin-iodin.

Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam

wadah DTT.

Patahkan ampul lidokain (lidokain tanpa epinefrin) – perkirakan

jumlah lidokain yang akan digunakan (sesuaikan dengan

luas/dalamnya robekan perineum).

2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur.

3. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu

4. Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva/perineum ibu.

5. Pastikan lengan/tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan

sabun dan air mengalir

6. Pakai sarung tangan DTT pada tangan kanan.

7. Ambil spuit sekali pakai 10 ml dengan tangan yang bersarung tangan, isi

tabung suntik dengan lidokain 1% tanpa epinefrin dan letakkan kembali

Page 18: KTI Meck (Repaired)

18

kedalam wadah DTT.

8. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada kedua tangan.

9. Gunakan kasa bersih, basuh vulva dan perineum dengan larutan povidin-

iodin dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum. tunggu selama

±2 menit sebelum menyuntikkan lidokain 1%.

B. anastesi lokal

1. Betitahu ibu akan disuntik yang akan terasa nyeri dan menyengat.

2. Tusukkan jarum suntik pada ujung luka robekan perineum, masukkan

jarum suntik secara subkutan sepanjang tepi luka.

3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap. bila

ada darah tarik jarum sedikit kemudian masukkan. Ulangi melakukan

aspirasi.

4. Puntikkan anastesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah

perineum.

5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka, arahkan jarum suntik

sepanjang tepi luka pada mukosa vagina, lakukan aspirasi dan suntikkan

anastesi sambil menarik jarum suntik.bila robekan luas dan dalam,

anastesi darah bagian dalam robekan – alur suntikan anastesi akan

berbentuk seperti kipas: tepi perineum, dalam luka, mukosa vagina.

6. Lakukan langkah no. 2 – 5 di atas pada kedua tepi robekan.

7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan untuk mendapatkan

hasil optimal dari anastesi lokal.

C. Penjahitan ruptur perineum tingkat III

Page 19: KTI Meck (Repaired)

19

1. Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan.

2. Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang

tampon atau kasa ke dalam vagina (sebaiknya digunakan tampon

berekor benang.

3. Pasang jarum jahit pada pemegang jarum kemudian kunci pemegang

jarum.

4. Pasang benang jahit (kromik no. 2/0) pada mata jarum.

5. Tentukan dengan jelas luka robekan perineum.

6. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, diklem

dengan menggunakan pean uterus.

7. Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan melakukan 2-3 jahitan

angka 8 (figure of eight) catgut kromik no. 2/0 sehingga bertemu

kembali

8. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan

pada robekan perineum tingkat III.

D. Penjahitan pada ruptur perineum tingkat IV

1. Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan.

2. Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang

tampon atau kasa kedalam vagina (sebaiknya digunakan tampon berekor

benang.

3. Pasang jarum jahit pada pemegang jarum kemudian kunci pemegang

jarum.

4. Pasang benang jahit (kromik no 2/0) pada mata jarum.

Page 20: KTI Meck (Repaired)

20

5. Tentukan dengan jelas luka robekan perineum.

6. Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit dengan jahitan

jelujur menggunakan catgut kromik no. 2/0

7. Jahit fasia perirektalis dengan menggunakan benang yang sama,

sehingga bertemu kembali.

8. Jahit fasia septum rektovaginalis dengan menggunakan benang yang

sama, sehingga bertemu kembali.

9. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, diklem

dengan menggunakan pean lurus.

10. Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan melakukan 2-3 jahitan

angka 8 (figure of eight) catgut kromik no. 2/0 sehingga bertemu

kembali

11. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan

pada robekan perineum tingkat III.

table 2.1 Penatalaksanaan ruptur perineum dengan penjahitan.

(Abdul Bari Saifudin, 2006 : 463)

2.3 Konsep Paritas

2.3.1 Pengertian paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang

wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan

menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.

Page 21: KTI Meck (Repaired)

21

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu

hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008).Sedangkan menurut Manuaba

(2008), paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm.

2.3.2 Klasifkasi Paritas

1. primipara: wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali.

2. multipara: wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapakali,

dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.

3. Grandemultipara: wanita yang telah melahirkan bayi aterm lebih dari lima kali.

pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu

dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani

komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan

semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3)

maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan.

(Manuaba, 2008 : 157).

2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Paritas

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi

tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima

informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang

mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak

yang ideal adalah 2 orang.

Page 22: KTI Meck (Repaired)

22

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat.Pekerjaan

jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan

untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan.Banyak

anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka tidak terpikir

mempunyai banyak anak karena kesibukan.

3. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat

menyeluruh, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan

bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-

penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh

sikap terhadap berbagai masalah.

Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena

kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang

menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya.Hanya kepercayaan individu

yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan

dalam pembentukan sikap individual.

Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain adanya

anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak, maka semakin banyak rejeki.

Page 23: KTI Meck (Repaired)

23

4. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata

lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal.(Friedman, 2005).

Page 24: KTI Meck (Repaired)

24

2.4 Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir

dalam kegiatan ilmu. (Nursalam, 2007:56)

Keterangan:

: diteliti

: tidak ditelit

grandemultipara

Perlukaan jalan lahir

Robekan serviks

Ruptur uteri

Faktor terjadinya ruptur perineum

Jarak kelahiran

Posisi persalinan

BBL

Terjadi ruptur

Tidak terjadi perlukaan jalan lahir

persalinan

Paritas :

Tidak terjadi ruptur

Ruptur perineum

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Studi Komparasi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Primipara dan Multipara

primipara

multipara

Page 25: KTI Meck (Repaired)

25

2.5 Hipotesa

Hipotesa berasal dari kata hupo dan thesis.hupo artinya

sementara/lemah kebenarannya dan thesis artinya pernyataan/teori. Dengan

demikian, hipotesis berarti pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya

(Sabri Luknis, 2008).Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Ho)

yaitu tidak terdapat perbedaan antara ibu bersalin primipara dan multipara yang

mengalami perlukaan jalan lahir.

Page 26: KTI Meck (Repaired)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan

metode ilmiah (Notoatmodjo S, 2005 : 19). Pada bab ini akan diuraikan tentang

desain penelitian, kerangka kerja (frame work), populasi, sampel dan sampling,

identifikasi variabel, definisi operasional, pengumpulan dan analisa data, etika

penelitian dan keterbatasan penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang

dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa

diterapkan (Nursalam Dan Siti Pariani, 2007 : 46).

desainyang akan digunakan dalam penelitian adalah analitik komparatif

(Nursalam, 2008).Dimana peneliti membandingkan dua kejadian dengan melihat

penyebabnya.Artinya dua subyek dibandingkan dengan mengukur variabel

dependent saat pengambilan data.(Arikunto, 2008).

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, merupakan jenis

penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/ observasi data variabel

independent dan dependent hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam, 2008 : 80-

82).

Page 27: KTI Meck (Repaired)

27

3.2 Kerangka Kerja

Kerangka operasional (kerangka kerja) adalah langkah-langkah dalam

aktivitas ilmiah mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya yaitu

kegiatan sejak awal dilaksanakannya penelitian (Nursalam, 2008 : 55).

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Studi Komparasi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Primipara dan Multipara

Populasi : Seluruh ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur perineum di Desa Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro adalah 51 multipara dan 47 primipara.

Sampel : ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur perineum di Desa Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro adalah 40 multipara dan 42 primipara.

Penyajian hasil

Kesimpulan

Identifikasi variabel

Pengolahan data: editing, coding, skoring, tabulating

Sampling yang digunakan probability sampling dengan tehnik simple random sampling

Variabel dependent Kejadian ruptur perineum

Pengumpulan data dengan mencatat partograf

Variabel independent paritas

Analisa data dengan chi-square

Pengumpulan data dengan mencatat lembar balik partograf

Page 28: KTI Meck (Repaired)

28

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, pasien) yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008 : 89). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum di BPS “M” Desa

Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro adalah 51 multipara dan 47

primipara

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, S, 2005 : 79).

Sampel adalah bagian populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008 : 91). ibu bersalin

yang mengalami ruptur perineum di BPS “M” Desa Kanor Kecamatan Kanor

Kabupaten Bojonegoro adalah 51 multipara dan 47 primipara.

Multipara: Primipara:

n =

N1+N (d ²) n =

N1+N (d ²)

=

511+51(0 , 05 ²) =

471+47( 0 ,05 ² )

=

511,275 =

471, 1175

Page 29: KTI Meck (Repaired)

29

= 40 = 42 , 05

= 40 responden = 42 responden

Keterangan :

n : Besar sampel.

N : Besar populasi.

d : Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan.

3.3.3 Kriteria sampel

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bisa

hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel control ternyata mempunyai

pengaruh terhadap variabel yang diteliti (Nursalam, 2008 : 92). Kriteria sampel

dalam penelitian ini adalah kriteria inklusi dan kriteria eksklusi :

1. Kriteria inklusi

Kriteria adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008 : 92).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1) Ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur perineum di

BPS “M” Desa Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro.

2) Ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur perineum

dan tercatat datanya di partograf.

3.3.4 Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk

mewakili populasi, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan

Page 30: KTI Meck (Repaired)

30

keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2008 : 93). Pada penelitian ini

menggunakan teknik probability sampling dengan tehnik simple random sampling

yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi

menjadi sampel, istilah lain adalah sampling jenuh yaitu sensus, dimana seluruh

anggota populasi dijadikan sampel (Hidayat, 2007 : 83).

3.4 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah satu ukuran atau ciri yang dimiliki anggota suatu

kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok tersebut (Nursalam, 2008 : 97).

3.4.1 Variabel Dependent

Variabel penelitian adalah satu ukuran atau ciri yang dimiliki anggota

suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh

kelompok tersebut (Nursalam, 2008 : 97).

3.4.2 Variabel Independent

Variabel independent adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

yang lain (Nursalam, 2007 : 102). Variabel independent pada penelitian ini adalah

paritas.

3.4.3 Variabel Dependent

Variabel dependent adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain (Nursalam, 2007 : 102). Variabel dependent pada penelitian ini adalah

kejadian ruptur perineum.

Page 31: KTI Meck (Repaired)

31

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008 : 101).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Studi komparasi terjadinya perlukaan jalan

lahir pada ibu bersalin primipara dan multipara di BPS “M” desa

Kanor kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro tahun 2012

variabel Definisi

Operasional

Indikator Alat Ukur Skala Kode/ Skore

Variabel dependent Kejadian ruptur perineum

Robekan yang terjadi pada perineum secara sepontan maupun dengan tindakan saat persalinan

Derajat I= 1-1,5 cm melukai kulit perineum

Derajat II= sampai ke otot

Derajat III= sampai otot sphingter ani

Derajat V= sampai dinding depan rektum

Lembar balik partograf

Ordinal Score

Derajat 1 = 1

Derajat 2 = 2

Derajat 3 = 3

Derajat 4 = 4

Variabel independent

Paritas

Jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi, atau bayi telah mencapai titik mampu bertahan

Primipara = wanita yang telah melahirkan bayi eterm sebanyak satu kali.

Multipara = wanita yang telah melahirkan bayi eterm beberapa kali dimana kelahiran

Partograf Nominal Primipara diberi code 1.Multipara diberi code 2.

Page 32: KTI Meck (Repaired)

32

hidup tersebut tidak lebih dari lima kali.

3.6 Pengumpulan Data Dan Analisa Data

3.6.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan

proses pengumpulan karakteristik subyek yang dikumpulkan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2008 : 111).

3.6.1.1 Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data pada penelitian ini dimulai setelah peneliti

mendapat rekomendasi dari kepala puskesmas Kecamatan Kanor Kabupaten

Bojonegoro, kepala dinas kesehatan bojonegoro. selanjutnya peneliti meminta ijin

untuk mengambil data penelitian kepada Kepala Puskesmas Kanor, Bidan Desa

Kanor dan Kepala Desa Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat angka kejadian ruptur

perineum pada partograf di BPS Kanor, Data penelitian ini diperoleh dari primer

dan data sekunder :

1. Data Primer

Data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan langsung oleh

peneliti (Budiarto E, 2008 : 5). Data penelitian ini diperoleh dari responden

secara langsung yang dikumpulkan melalui survey lapangan dengan

menggunakan teknik pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari

BPS Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten bojonegoro.

2. Data Sekunder

Page 33: KTI Meck (Repaired)

33

Data sekunder adalah pengumpulan data yang diinginkan dari orang lain

atau tempat lain dan tidak dilakukan sendiri (Budiarto E, 2008 : 5).

1. Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dengan melihat partograf di

BPS Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro yang meliputi

jumlah ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur

perineum.

2. Data persalinan dari puskesmas Kanor Kabupaten Bojonegoro.

3.6.1.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dengan mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik dalam arti lebih cermat, lengkap, sistematis sehingga mudah diolah

(Arikunto, 2006 : 149). Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data

penelitian ini adalah dokumentasi.

Dokumentasi adalah Setiap bahan tertulis yang sering digunakan untuk

keperluan penelitian dan merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Guba

dan Lincoln, 2008 : 228).

3.6.1.3 Waktu Dan tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September tahun

2012.

2. Tempat pengumpulan data

Lokasi penelitian dilakukan di BPS “M” Desa Kanor Kecamatan Kanor

Kabupaten Bojonegoro.

Page 34: KTI Meck (Repaired)

34

3.6.2 Analisa Data

3.6.2.1 Pemeriksaan data (Editing)

Yang dimaksud dengan proses editing adalah memeriksa data yang telah

dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register (Budiarto E,

2008 : 29). Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan data

yang telah dikumpulkan.Juga memonitor jangan sampai terjadi kekosongan data

yang dibutuhkan.

3.6.2.2 Pemberian kode (Coding)

Untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya variabel diberi kode,

dilakukan sebelumatau sesudah pengumpulan data dilaksanakan (Budiarto, 2008 :

30). Setiap responden diberi kode sesuai dengan nomor urut.Jika ibu bersalin

primipara mengalami ruptur perineum diberi kode 1, jika ibu multipara

mengalami kejadian ruptur perineum diberi kode 2.

3.6.2.3 Pemberian nilai (Scoring)

Pengolahan dataterjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin primipara dan

multipara dilakukan dengan cara pemberian nilai, yaitu :

Skor 1 = untuk derajat ruptur 1.

Skor 2 =untuk derajat ruptur 2.

Skor 3 =untuk derajat ruptur 3.

Skor 4 =untuk derajat ruptur 4

Page 35: KTI Meck (Repaired)

35

3.6.2.4 Penyusunan Data (Tabulating)

dari pengolahan data yang dilakukan kemudian dimasukkan dalam tabel

distribusi yang dikonfirmasikan dalam bentuk scoring dan narasi kemudian

dilakukan tabulasi untuk mengetahui hubungan antara dua variabel independent

dengan uju chi-square, dengan rumus:

x2=¿

Keterangan :

x2= Nilai chi kuadrat

fℯ = Frekuensi yang diharapkan

f₀= Frekuensi yang diperoleh/diamati

Jika data sudah ditabulasi dan diprosentase kemudian dilakukan uji chi-

square dengan bantuan program SPSS 16.0 dengan nilai α=0,05, jika Ho< 0,05

artinya tidak ada perbedaan antara ibu bersalin primipara dan multipara yang

mengalami ruptur dan jika Ho> 0,05 artinya ada perbedaan antara ibu bersalin

primipara dan multipara yang mengalami ruptur.

3.7 Etika Penelitian

Page 36: KTI Meck (Repaired)

36

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan ijin

kepada pihak terkait terlebih dahulu.Setelah mendapatkan persetujuan barulah

peneliti mencatat data dokumentasi.

3.7.1 Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijamin oleh

peneliti data tersebut hanya akan disajikan atau dilaporkan kepada yang

berhubungan dengan penelitian.

3.8 Keterbatasan Penelitian (Limitasi)

Limitasi adalah keterbatasan dalam suatu penelitian dan mungkin

mengurangi kesimpulan secara umum (Nursalam, 2008 : 45). Peneliti menyadari

penelitian ini masih jauh dari sempurna dan masih ada beberapa kekurangan, ini

disebabkan karena :

Instrumen yang digunakan adalah Dokumentasi dan merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu sehingga peneliti tidak mengetahui apakah

pencatatan yang dilakukan valid ataukah tidak, jika ada pencatatan yang tidak

lengkap karena sesuatu hal, disengaja atau tidak disengaja, dan kelemahan dari

data sekunder adalah bias karena merupakan hasil interpretasi orang lain.

Page 37: KTI Meck (Repaired)

37

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2008. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Dorlan, WA.Neuman, 2007 Kamus Kedokteran Dorlan. EGC Jakarta.

Saifudin, Abdul Bahri. 2007. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Varney, Hellen. 2007. Buku Saku Bidan. Jakarta: EGC.

Http://www.hypno-birthing.web.id,10 Mei 2012.

Arikunto S, 2007 Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Rineka Cipta.Jakarta.

Sugiyono DR, 2008. Statistika Untuk Penelitian, CV. Alfabeta : Bandung.

Arikunto Suharsimi. 2007. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, edisi Revisi V : Rineka Cipta : Jakarta.

Nursalam, 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skrips, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta, Salemba Medika.

Http://www.depkes.go.id, 10 Mei 2012 / kejadian ruptur perineum. Jakarta.

Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan. EGC : Jakarta

Manuaba, Ida Bagus Gede. (2008). Ilmu Kebidanan. Penyakit Kandungan dan KeluargaBerencana untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta.

Farrer, Helen. (2007). Perawatan Maternitas. EGC : Jakarta.

Notoatmojo, Soekidjo. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Medika Cipta : Jakarta.