kti meck (repaired)
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
(Manuaba, 2008 :157). Persalinan seringkali mengakibatkan perlukaan jalan
lahir.Perlukaan jalan lahir terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya.Perlukaan jalan lahir dapat mengenai
vulva, perineum, uterus, vagina, dan serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 665).
Salah satu jenis perlukaan jalan lahir adalah ruptur perineum.Ruptur perineum
adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir, baik secara spontan maupun
dengan menggunakan alat atau tindakan. Ruptur perineum dibagi menjadi empat
tingkatan, yaitu ruptur perineum derajat I, II, III, dan IV.Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya ruptur perineum adalah paritas (Manuaba, 2008: 308).
Berdasarkan data puskesmas Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro,dari 978
ibu bersalin di Kecamatan Kanor pada bulan Januari sampai Desember tahun
2010, ±75% diantaranya mengalami ruptur perineum.
Menurut Stefen, seorang tokoh WHO dalam bidang Obgyn, di seluruh
dunia pada tahun2009 terjadi 2,7 juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin.
Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050. Berdasarkan hasil
2
survey depkes RI tahun 2008, ibu bersalin yang mengalami perlukaan jalan lahir
terdapat 85% dari 20 juta jumlah ibu bersalin di Indonesia. Dari prosentase 85%
jumlah ibu bersalin yang mengalami perlukaan, terdapat, 35% ibu bersalin yang
mengalami ruptur perineum, 25% mengalami robekan serviks, 22% mengalami
perlukaan vagina, dan 3% mengalami ruptur uretra.Selama tahun 2009 dilaporkan
terjadi 640.271 kelahiran di Propinsi Jawa Timur., dari seluruh kelahiran tercatat
427.254 atau ±68% ibu bersalin mengalami ruptur perineum.
(http://www.depkes.go.id, 10 Mei 2012 ) Sedangkan di BPS “M” Desa Kanor
Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro dari bulan Januari sampai Desember
tahun 2010 terdapat 124 ibu bersalin. Dari survey awal, 10 ibu bersalin yang
mengalami kejadian ruptur perineumdi BPS “M” Desa Kanor Kecamatan Kanor
Kabupaten Bojonegoro tahun 2010, 6 orang diantaranya adalah ibu bersalin
primipara, berbagai hal mendasari terutama pada faktor keelastisan jalan lahir.
Persalinan seringkali mengakibatkan perlukaan jalan lahir.Perlukaan
yang paling sering terjadi adalahruptur perineum,ruptur dapat terjadi secara
spontan maupun dengan menggunakan alat atau secara sengaja melebarkan jalan
lahir dengan melukai daerah perineum, ruptur perineum umumnya terjadi pada
garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat lahir. Pada
umumnya ruptur perineum terjadi pada tempat dimana muka janin menghadap,
robekan perineum dapat mengakibatkan pula robekan jaringan pararektal,
sehingga rektum terlepas dari jaringan sekitarnya.Pada tempat terjadinya
perlukaan akan timbul perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes dan
3
terjadinya infeksi apabila luka tidak dirawat secara aseptic. (Wiknjosastro,
2008).
Upaya dalam mengatasi kejadian ruptur perineum dapat dilakukan
dengan promotif, preventif, dan kuratif, upaya promotif dengan meningkatkan
keterampilan penolong persalinan dalam pelaksanaan asuhan persalinan normal,
dan dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama ibu hamil tentang
waktu dan cara yang tepat untuk mengejan, sehingga diharapkan dapat mencegah
kemungkinan terjadinya ruptur perineum,upaya preventif dengan senam hamil,
hypno birthing atau melahirkan dengan terapi hipnotis, dan tehnik pemijatan pada
daerah perineum beberapa minggu sebelum persalinan untuk melancarkan aliran
darah dan meningkatkan elastisitas perineum, penolong persalinan dapat
mencegah terjadinya ruptur perineum dengan menjaga agar kepala janin tidak
lahir terlalu cepat, dan upaya kuratif dilakukan dengan penjahitan pada daerah
perineum apabila derajat ruptur lebih dari dua. (http://www.hypno-
birthing.web.id, 10 Mei 2012)
Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang : “Studi komparasi terjadinya perlukaan jalan lahir pada ibu bersalin
primipara dan multipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten
Bojonegoro tahun 2012”.
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah
yaitu :
1. Berapakah angka terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin primipara di
BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro tahun 2012 ?
2. Berapakah angka terjadinya ruptur perineum lahir pada ibu bersalin multipara
di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro tahun
2012 ?
3. Adakah perbandingan angka terjadinya ruptur perineum lahir pada ibu
bersalin primipara dan multipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor
kabupaten Bojonegoro tahun 2012 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Sebagai pembuktian teori yang menyatakan bahwa, persalinan pada ibu
primipara lebih cenderung terjadi robekan jalan lahir daripada ibu bersalin
multipara.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui angka terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin
primipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro
tahun 2012.
2. Untuk mengetahui angka terjadinya ruptur perineumpada ibu bersalin
multipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro
tahun 2012.
5
3. Untuk membandingkan angka kejadian ruptur perineumpada ibu bersalin
primipara dan multipara di BPS “M” desa Kanor kecamatan Kanor kabupaten
Bojonegoro tahun 2012.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan
mengaplikasikan ilmu yang di peroleh di bangku kuliah dengan kejadian yang
terjadi di lapangan.
2. Bagi Institusi Kesehatan Rajekwesi
Digunakan sebagai bahan masukan, bahan bacaan dan studi banding untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan terjadinya ruptur
perineum pada ibu bersalin primipara dan multipara.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Responden
Hasil penelitian tentang perbandingan angka kejadian terjadinya ruptur
perineum pada ibu bersalin primipara dan multipara dapat diketahu oleh
responden.
2. Bagi Mahasiswa DIII
Sebagai masukan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian
selanjutnya tentang ruptur perineum pada ibu bersalin primipara dan multipara.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini peneliti akan menguraikan beberapa konsep yaitu : konsep
persalinan, konsep perlukaan jalan lahir,konsep paritas, kerangka konsep dan
hipotesa.
2.1 Konsep Persalinan
2.1.1 Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
(Manuaba, 2008 : 157).
Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta, selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah kehamilan 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit (Winknjosastro, 2008 :37).
2.1.2 Klasifikasi Persalinan
Berdasarkan definisi:
a. Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
7
b. Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
c. Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan
jalan rangsangan.
(Manuaba, 2008 : 157).
Menurut cara persalinan dibagi menjadi :
a. Persalinan biasa atau normal (eutosia)
adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42
minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang
disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir
dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan tanpa
komplikasi.
b. Persalinan abnormal
adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun melalui
dinding perut dengan operasi caesarea.
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
1. Power
· His (kontraksi uterus).
· Kontraksi otot dinding perut.
· Kontraksi diafragma pelvis / kekuatan mengedan.
· Ketegangan dan kontraksi ligamentum rotondum.
8
· Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang.
2. Passanger
· Janin dan plasenta.
3. Passage
· Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang.
4. Psikologi ibu bersalin
5. Penolong
Dalam persalinan masih terdapat subfaktor yang mempengaruhi jalannya
persalinan sehingga dapat terjadi kemungkinan (1) persalinan yang berlangsung
dengan kekuatan sendiri yang disebut persalinan eutosia dan (2) persalinan yang
berlangsung dengan penyimpangan dari kekuatan sendiri disebut persalinan
distosia. (Manuaba, 2008 : 160).
2.1.5 Tahap Persalinan
Tahap persalinan meliputi 4 fase/kala :
1) Kala I
Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka sampai
terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase :
a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam,
pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal dalam waktu 2
jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm dan fase
9
deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan
dari 9 cm menjadi lengkap 10 cm.
Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada multigravida 8 jam.
Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan multigravida 2 cm tiap jam.
2) Kala II
Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan
janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada
primigravida dan 0,5 jam pada multipara.
3) Kala III
Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Prosesnya 6-
15 menit setelah bayi lahir.
4) Kala IV
Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang
dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tandatanda vital
(tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya
perdarahan.Persalinan seringkali mengakibatkan perlukaan jalan lahir.
2.2 Konsep Perlukaan Jalan Lahir
2.2.1 Pengertian Perlukaan Jalan Lahir
Perlukaan jalan lahir karena persalinan adalah perlukaan saat persalinan
yang dapat mengenai vulva, vagina, perineum, serviks, dan uterus.Jenis perlukaan
10
ringan berupa luka lecet, yang berat berupa robekan yang disertai perdarahan
hebat. (Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 409).
2.2.2 Klasifikasi Perlukaan Jalan Lahir
1. Ruptur perineum
Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik
secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya.Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil daripada bisaa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan
ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
(Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 665)
Perinium merupakan kumpulan berbagai jaringan yang membentuk
perinium (Cunningham,1995 : 5). Terletak antara vulva dan anus, panjangnya
kira-kira 4 cm (Prawirohardjo, 2009 : 2). Jaringan yang terutama menopang
perinium adalah diafragma pelvis dan urogenital.Diafragma pelvis terdiri dari
muskulus levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung
fasia dari otot-otot ini.Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang lebar
bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari permukaan dalam
spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
11
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina
dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan
garis tengah
antara vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum
dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma
pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskial dan simpisis phubis.
Diafragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda,
muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna
(Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina
diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus,
muskulus perinialis transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna.Jaringan ini
yang membentuk korpus perinialis dan merupakan pendukung utama perinium,
sering robek selama persalinan, kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada
saat yang tepat.Infeksi setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa
puerperium yang paling sering ditemukan pada genetalia eksterna.
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
1) Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perinium
2) Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea
transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
3) Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
4) Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum .
12
(Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2006 : 462)
1. ruptur perineum
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
bisaa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada bisaa, kepala
janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginial. (Sarwono Prawiroharjo, 2008 : 665)
2. Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan per vaginam.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke
segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun
plasenta sudah lahir lengkap,dan uterus berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan
perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
3. Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.(Obstetri dan
Ginekologi ). Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang
kebidanan karena angka kematiannya yang tinggi.Janin pada ruptur uteri yang
terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum
abdomen.
13
Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih
banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme
persalinan yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan
dorongan pada fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.
Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau
diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium.
Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus macet atau
traumatik.
Ruptura uteri termasuk salah satu diagnosis banding apabila wanita dalam
persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan
perdarahan pervaginam. Robekan tersebut dapat mencapai kandung kemih dan
organ vital di sekitarnya. Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi
sangat tinggi pada kasus ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan
hematoma pada para metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali
sehingga menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang
terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarahan heat
dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini, sangat perlu
untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep. Ruptur Uteri adalah robekan atau
diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium.
(buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal)
Menurut cara terjadinya ruptur uteri diadakan perbedaan antara: 1) ruptur
spontan; 2) ruptur uteri traumatik; 3) ruptur uteri pada parut uterus. (Sarwono
Prawiroharjo, 2008 : 669)
14
2.2.3 Etiologi Perlukaan Jalan Lahir
1. Ruptur perineum
Menurut Fadil (2008), beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya
robekan perineum sebagai berikut :
1) Umumnya terjadi pada persalinan.
2) Kepala janin terlalu cepat lahir.
3) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya.
4) Jaringan parut pada perineum.
5) Distosia bahu.
Sedangkan Enggar (2010) menambahkan beberapa faktor yang bisa
menjadi penyebab ruptur perineum adalah posisi persalinan, cara meneran dan
berat bayi baru lahir yang terlalu besar (> 4000 gram).
USU (2006) menjelaskan beberapa hal yang menjadi faktor terjadinya
ruptur perineum :
a. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup
maupun mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian ruptur perineum.
Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami robekan perineumdaripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini
dikarenakan jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-
otot perineum belum meregang. (Wiknjosastro, 2008 dalam USU, 2008)
15
b. Jarak Kelahiran
jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang
dengan kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun
tergolong resiko tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan.
Jarak kelahiran 2-3 tahun merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu
dan janin. Begitu juga dengan keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan
terdahulu mengalami robekan perineum derajat tiga atau empat, sehingga
pemulihan belum sempurna dan robekan perineum dapat terjadi. (Depkes, 2004
dalam USU, 2006)
c. Berat Bayi Lahir
Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineumyaitu
berat badan janin lebih dari 3500 gram, karena resiko trauma partus melalui
vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan
berat janin bergantung pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi. Pada masa
kehamilan hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran berat badan janin.
2. Robekan serviks
1) Partus presipitatus.
2) Trauma krn pemakaian alat-alat operasi.
3) Melahirkan kepala pd letak sungsang scr paksa, pembukaan blm lengkap.
4) Partus lama.
3. Ruptur uteri
1) riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uteri.
2) induksi dengan oksitosin yang sembarang atau persalinan yang lama.
16
3) Presentasi abnormal terutama terjadi penipisan pada segmen bawah
uterus .( Helen, 2007).
4) Panggul sempit
5) Letak lintang.
6) Hydrosephalus.
7) Tumor yg menghalangi jalan lahir.
8) Presentasi dahi atau muka.
2.2.4 Patofisiologis Perlukaan Jalan Lahir
1. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan
lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin,
dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan
terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
bisaa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada bisaa, kepala
janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginial.
17
Pada robekan perineum derajat I dan II tidak perlu dilakukan penjahitan,
sedangkan pada robekan derajat III dan IV perlu dilakukan penjahitan guna
menghentikan perdarahan, dengan penatalaksanaan sebagai berikut.
Langkah klinik
A. persiapan alat
1. Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan:
Wadah DTT berisi: sarung tangan; pemegang jarum; jarum jahit;
benang jahit kromik atau catgut no. 2/0 atau 3/0; kasa steril; pinset.
Povidin-iodin.
Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam
wadah DTT.
Patahkan ampul lidokain (lidokain tanpa epinefrin) – perkirakan
jumlah lidokain yang akan digunakan (sesuaikan dengan
luas/dalamnya robekan perineum).
2. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur.
3. Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
4. Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva/perineum ibu.
5. Pastikan lengan/tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan
sabun dan air mengalir
6. Pakai sarung tangan DTT pada tangan kanan.
7. Ambil spuit sekali pakai 10 ml dengan tangan yang bersarung tangan, isi
tabung suntik dengan lidokain 1% tanpa epinefrin dan letakkan kembali
18
kedalam wadah DTT.
8. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada kedua tangan.
9. Gunakan kasa bersih, basuh vulva dan perineum dengan larutan povidin-
iodin dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum. tunggu selama
±2 menit sebelum menyuntikkan lidokain 1%.
B. anastesi lokal
1. Betitahu ibu akan disuntik yang akan terasa nyeri dan menyengat.
2. Tusukkan jarum suntik pada ujung luka robekan perineum, masukkan
jarum suntik secara subkutan sepanjang tepi luka.
3. Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap. bila
ada darah tarik jarum sedikit kemudian masukkan. Ulangi melakukan
aspirasi.
4. Puntikkan anastesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah
perineum.
5. Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka, arahkan jarum suntik
sepanjang tepi luka pada mukosa vagina, lakukan aspirasi dan suntikkan
anastesi sambil menarik jarum suntik.bila robekan luas dan dalam,
anastesi darah bagian dalam robekan – alur suntikan anastesi akan
berbentuk seperti kipas: tepi perineum, dalam luka, mukosa vagina.
6. Lakukan langkah no. 2 – 5 di atas pada kedua tepi robekan.
7. Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan untuk mendapatkan
hasil optimal dari anastesi lokal.
C. Penjahitan ruptur perineum tingkat III
19
1. Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan.
2. Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang
tampon atau kasa ke dalam vagina (sebaiknya digunakan tampon
berekor benang.
3. Pasang jarum jahit pada pemegang jarum kemudian kunci pemegang
jarum.
4. Pasang benang jahit (kromik no. 2/0) pada mata jarum.
5. Tentukan dengan jelas luka robekan perineum.
6. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, diklem
dengan menggunakan pean uterus.
7. Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan melakukan 2-3 jahitan
angka 8 (figure of eight) catgut kromik no. 2/0 sehingga bertemu
kembali
8. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan
pada robekan perineum tingkat III.
D. Penjahitan pada ruptur perineum tingkat IV
1. Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan.
2. Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang
tampon atau kasa kedalam vagina (sebaiknya digunakan tampon berekor
benang.
3. Pasang jarum jahit pada pemegang jarum kemudian kunci pemegang
jarum.
4. Pasang benang jahit (kromik no 2/0) pada mata jarum.
20
5. Tentukan dengan jelas luka robekan perineum.
6. Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit dengan jahitan
jelujur menggunakan catgut kromik no. 2/0
7. Jahit fasia perirektalis dengan menggunakan benang yang sama,
sehingga bertemu kembali.
8. Jahit fasia septum rektovaginalis dengan menggunakan benang yang
sama, sehingga bertemu kembali.
9. Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, diklem
dengan menggunakan pean lurus.
10. Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan melakukan 2-3 jahitan
angka 8 (figure of eight) catgut kromik no. 2/0 sehingga bertemu
kembali
11. Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan
pada robekan perineum tingkat III.
table 2.1 Penatalaksanaan ruptur perineum dengan penjahitan.
(Abdul Bari Saifudin, 2006 : 463)
2.3 Konsep Paritas
2.3.1 Pengertian paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang
wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009), paritas dapat dibedakan
menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.
21
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu
hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008).Sedangkan menurut Manuaba
(2008), paritas adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm.
2.3.2 Klasifkasi Paritas
1. primipara: wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali.
2. multipara: wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapakali,
dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.
3. Grandemultipara: wanita yang telah melahirkan bayi aterm lebih dari lima kali.
pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu
dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan
semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3)
maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan.
(Manuaba, 2008 : 157).
2.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Paritas
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam memperoleh menerima
informasi, sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang
mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir rasional bahwa jumlah anak
yang ideal adalah 2 orang.
22
2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat.Pekerjaan
jembatan untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan
untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan.Banyak
anggapan bahwa status pekerjaan seseorang yang tinggi, maka tidak terpikir
mempunyai banyak anak karena kesibukan.
3. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya adalah unsur-unsur kebudayaan yang bersifat
menyeluruh, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan
bahasa dan khasanah dasar, cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-
penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh
sikap terhadap berbagai masalah.
Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena
kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang
menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya.Hanya kepercayaan individu
yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan
dalam pembentukan sikap individual.
Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas antara lain adanya
anggapan bahwa semakin banyak jumlah anak, maka semakin banyak rejeki.
23
4. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata
lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal.(Friedman, 2005).
24
2.4 Kerangka konsep
Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir
dalam kegiatan ilmu. (Nursalam, 2007:56)
Keterangan:
: diteliti
: tidak ditelit
grandemultipara
Perlukaan jalan lahir
Robekan serviks
Ruptur uteri
Faktor terjadinya ruptur perineum
Jarak kelahiran
Posisi persalinan
BBL
Terjadi ruptur
Tidak terjadi perlukaan jalan lahir
persalinan
Paritas :
Tidak terjadi ruptur
Ruptur perineum
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Studi Komparasi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Primipara dan Multipara
primipara
multipara
25
2.5 Hipotesa
Hipotesa berasal dari kata hupo dan thesis.hupo artinya
sementara/lemah kebenarannya dan thesis artinya pernyataan/teori. Dengan
demikian, hipotesis berarti pernyataan sementara yang perlu diuji kebenarannya
(Sabri Luknis, 2008).Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Ho)
yaitu tidak terdapat perbedaan antara ibu bersalin primipara dan multipara yang
mengalami perlukaan jalan lahir.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan
metode ilmiah (Notoatmodjo S, 2005 : 19). Pada bab ini akan diuraikan tentang
desain penelitian, kerangka kerja (frame work), populasi, sampel dan sampling,
identifikasi variabel, definisi operasional, pengumpulan dan analisa data, etika
penelitian dan keterbatasan penelitian.
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang
dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa
diterapkan (Nursalam Dan Siti Pariani, 2007 : 46).
desainyang akan digunakan dalam penelitian adalah analitik komparatif
(Nursalam, 2008).Dimana peneliti membandingkan dua kejadian dengan melihat
penyebabnya.Artinya dua subyek dibandingkan dengan mengukur variabel
dependent saat pengambilan data.(Arikunto, 2008).
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, merupakan jenis
penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran/ observasi data variabel
independent dan dependent hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam, 2008 : 80-
82).
27
3.2 Kerangka Kerja
Kerangka operasional (kerangka kerja) adalah langkah-langkah dalam
aktivitas ilmiah mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya yaitu
kegiatan sejak awal dilaksanakannya penelitian (Nursalam, 2008 : 55).
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Studi Komparasi Terjadinya Ruptur Perineum Pada Ibu Bersalin Primipara dan Multipara
Populasi : Seluruh ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur perineum di Desa Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro adalah 51 multipara dan 47 primipara.
Sampel : ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur perineum di Desa Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro adalah 40 multipara dan 42 primipara.
Penyajian hasil
Kesimpulan
Identifikasi variabel
Pengolahan data: editing, coding, skoring, tabulating
Sampling yang digunakan probability sampling dengan tehnik simple random sampling
Variabel dependent Kejadian ruptur perineum
Pengumpulan data dengan mencatat partograf
Variabel independent paritas
Analisa data dengan chi-square
Pengumpulan data dengan mencatat lembar balik partograf
28
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia, pasien) yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008 : 89). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum di BPS “M” Desa
Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro adalah 51 multipara dan 47
primipara
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, S, 2005 : 79).
Sampel adalah bagian populasi yang terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008 : 91). ibu bersalin
yang mengalami ruptur perineum di BPS “M” Desa Kanor Kecamatan Kanor
Kabupaten Bojonegoro adalah 51 multipara dan 47 primipara.
Multipara: Primipara:
n =
N1+N (d ²) n =
N1+N (d ²)
=
511+51(0 , 05 ²) =
471+47( 0 ,05 ² )
=
511,275 =
471, 1175
29
= 40 = 42 , 05
= 40 responden = 42 responden
Keterangan :
n : Besar sampel.
N : Besar populasi.
d : Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan.
3.3.3 Kriteria sampel
Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bisa
hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel control ternyata mempunyai
pengaruh terhadap variabel yang diteliti (Nursalam, 2008 : 92). Kriteria sampel
dalam penelitian ini adalah kriteria inklusi dan kriteria eksklusi :
1. Kriteria inklusi
Kriteria adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2008 : 92).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1) Ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur perineum di
BPS “M” Desa Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro.
2) Ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur perineum
dan tercatat datanya di partograf.
3.3.4 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk
mewakili populasi, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
30
keseluruhan obyek penelitian (Nursalam, 2008 : 93). Pada penelitian ini
menggunakan teknik probability sampling dengan tehnik simple random sampling
yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil semua anggota populasi
menjadi sampel, istilah lain adalah sampling jenuh yaitu sensus, dimana seluruh
anggota populasi dijadikan sampel (Hidayat, 2007 : 83).
3.4 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian adalah satu ukuran atau ciri yang dimiliki anggota suatu
kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
kelompok tersebut (Nursalam, 2008 : 97).
3.4.1 Variabel Dependent
Variabel penelitian adalah satu ukuran atau ciri yang dimiliki anggota
suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
kelompok tersebut (Nursalam, 2008 : 97).
3.4.2 Variabel Independent
Variabel independent adalah variabel yang nilainya menentukan variabel
yang lain (Nursalam, 2007 : 102). Variabel independent pada penelitian ini adalah
paritas.
3.4.3 Variabel Dependent
Variabel dependent adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel
lain (Nursalam, 2007 : 102). Variabel dependent pada penelitian ini adalah
kejadian ruptur perineum.
31
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008 : 101).
Tabel 3.1 Definisi Operasional Studi komparasi terjadinya perlukaan jalan
lahir pada ibu bersalin primipara dan multipara di BPS “M” desa
Kanor kecamatan Kanor kabupaten Bojonegoro tahun 2012
variabel Definisi
Operasional
Indikator Alat Ukur Skala Kode/ Skore
Variabel dependent Kejadian ruptur perineum
Robekan yang terjadi pada perineum secara sepontan maupun dengan tindakan saat persalinan
Derajat I= 1-1,5 cm melukai kulit perineum
Derajat II= sampai ke otot
Derajat III= sampai otot sphingter ani
Derajat V= sampai dinding depan rektum
Lembar balik partograf
Ordinal Score
Derajat 1 = 1
Derajat 2 = 2
Derajat 3 = 3
Derajat 4 = 4
Variabel independent
Paritas
Jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi, atau bayi telah mencapai titik mampu bertahan
Primipara = wanita yang telah melahirkan bayi eterm sebanyak satu kali.
Multipara = wanita yang telah melahirkan bayi eterm beberapa kali dimana kelahiran
Partograf Nominal Primipara diberi code 1.Multipara diberi code 2.
32
hidup tersebut tidak lebih dari lima kali.
3.6 Pengumpulan Data Dan Analisa Data
3.6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan
proses pengumpulan karakteristik subyek yang dikumpulkan dalam suatu
penelitian (Nursalam, 2008 : 111).
3.6.1.1 Proses Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data pada penelitian ini dimulai setelah peneliti
mendapat rekomendasi dari kepala puskesmas Kecamatan Kanor Kabupaten
Bojonegoro, kepala dinas kesehatan bojonegoro. selanjutnya peneliti meminta ijin
untuk mengambil data penelitian kepada Kepala Puskesmas Kanor, Bidan Desa
Kanor dan Kepala Desa Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat angka kejadian ruptur
perineum pada partograf di BPS Kanor, Data penelitian ini diperoleh dari primer
dan data sekunder :
1. Data Primer
Data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan langsung oleh
peneliti (Budiarto E, 2008 : 5). Data penelitian ini diperoleh dari responden
secara langsung yang dikumpulkan melalui survey lapangan dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari
BPS Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten bojonegoro.
2. Data Sekunder
33
Data sekunder adalah pengumpulan data yang diinginkan dari orang lain
atau tempat lain dan tidak dilakukan sendiri (Budiarto E, 2008 : 5).
1. Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dengan melihat partograf di
BPS Kanor Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro yang meliputi
jumlah ibu bersalin primipara dan multipara yang mengalami ruptur
perineum.
2. Data persalinan dari puskesmas Kanor Kabupaten Bojonegoro.
3.6.1.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dengan mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik dalam arti lebih cermat, lengkap, sistematis sehingga mudah diolah
(Arikunto, 2006 : 149). Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian ini adalah dokumentasi.
Dokumentasi adalah Setiap bahan tertulis yang sering digunakan untuk
keperluan penelitian dan merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Guba
dan Lincoln, 2008 : 228).
3.6.1.3 Waktu Dan tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September tahun
2012.
2. Tempat pengumpulan data
Lokasi penelitian dilakukan di BPS “M” Desa Kanor Kecamatan Kanor
Kabupaten Bojonegoro.
34
3.6.2 Analisa Data
3.6.2.1 Pemeriksaan data (Editing)
Yang dimaksud dengan proses editing adalah memeriksa data yang telah
dikumpulkan baik berupa daftar pertanyaan, kartu atau buku register (Budiarto E,
2008 : 29). Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan data
yang telah dikumpulkan.Juga memonitor jangan sampai terjadi kekosongan data
yang dibutuhkan.
3.6.2.2 Pemberian kode (Coding)
Untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya variabel diberi kode,
dilakukan sebelumatau sesudah pengumpulan data dilaksanakan (Budiarto, 2008 :
30). Setiap responden diberi kode sesuai dengan nomor urut.Jika ibu bersalin
primipara mengalami ruptur perineum diberi kode 1, jika ibu multipara
mengalami kejadian ruptur perineum diberi kode 2.
3.6.2.3 Pemberian nilai (Scoring)
Pengolahan dataterjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin primipara dan
multipara dilakukan dengan cara pemberian nilai, yaitu :
Skor 1 = untuk derajat ruptur 1.
Skor 2 =untuk derajat ruptur 2.
Skor 3 =untuk derajat ruptur 3.
Skor 4 =untuk derajat ruptur 4
35
3.6.2.4 Penyusunan Data (Tabulating)
dari pengolahan data yang dilakukan kemudian dimasukkan dalam tabel
distribusi yang dikonfirmasikan dalam bentuk scoring dan narasi kemudian
dilakukan tabulasi untuk mengetahui hubungan antara dua variabel independent
dengan uju chi-square, dengan rumus:
x2=¿
Keterangan :
x2= Nilai chi kuadrat
fℯ = Frekuensi yang diharapkan
f₀= Frekuensi yang diperoleh/diamati
Jika data sudah ditabulasi dan diprosentase kemudian dilakukan uji chi-
square dengan bantuan program SPSS 16.0 dengan nilai α=0,05, jika Ho< 0,05
artinya tidak ada perbedaan antara ibu bersalin primipara dan multipara yang
mengalami ruptur dan jika Ho> 0,05 artinya ada perbedaan antara ibu bersalin
primipara dan multipara yang mengalami ruptur.
3.7 Etika Penelitian
36
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan ijin
kepada pihak terkait terlebih dahulu.Setelah mendapatkan persetujuan barulah
peneliti mencatat data dokumentasi.
3.7.1 Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subyek dijamin oleh
peneliti data tersebut hanya akan disajikan atau dilaporkan kepada yang
berhubungan dengan penelitian.
3.8 Keterbatasan Penelitian (Limitasi)
Limitasi adalah keterbatasan dalam suatu penelitian dan mungkin
mengurangi kesimpulan secara umum (Nursalam, 2008 : 45). Peneliti menyadari
penelitian ini masih jauh dari sempurna dan masih ada beberapa kekurangan, ini
disebabkan karena :
Instrumen yang digunakan adalah Dokumentasi dan merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu sehingga peneliti tidak mengetahui apakah
pencatatan yang dilakukan valid ataukah tidak, jika ada pencatatan yang tidak
lengkap karena sesuatu hal, disengaja atau tidak disengaja, dan kelemahan dari
data sekunder adalah bias karena merupakan hasil interpretasi orang lain.
37
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2008. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Dorlan, WA.Neuman, 2007 Kamus Kedokteran Dorlan. EGC Jakarta.
Saifudin, Abdul Bahri. 2007. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Varney, Hellen. 2007. Buku Saku Bidan. Jakarta: EGC.
Http://www.hypno-birthing.web.id,10 Mei 2012.
Arikunto S, 2007 Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Rineka Cipta.Jakarta.
Sugiyono DR, 2008. Statistika Untuk Penelitian, CV. Alfabeta : Bandung.
Arikunto Suharsimi. 2007. Prosedur penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, edisi Revisi V : Rineka Cipta : Jakarta.
Nursalam, 2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skrips, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta, Salemba Medika.
Http://www.depkes.go.id, 10 Mei 2012 / kejadian ruptur perineum. Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. (2008). Ilmu Kebidanan. EGC : Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gede. (2008). Ilmu Kebidanan. Penyakit Kandungan dan KeluargaBerencana untuk Pendidikan Bidan. EGC : Jakarta.
Farrer, Helen. (2007). Perawatan Maternitas. EGC : Jakarta.
Notoatmojo, Soekidjo. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Medika Cipta : Jakarta.