kti dompu full
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN DIABETES
MELITUS TIPE II (NIDDM) DENGAN KOMPLIKASI GANGRENE
DI LANTAI V KIRI TERATAI MERAH
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
JAKARTA
Di susun oleh :
GUSTI AYU SENTANA
05037
DIPLOMA III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KARYA HUSADA JAKARTA
TAHUN 2008
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Diabetes
Melitus Tipe II (NIDDM) dengan Komplikasi Gangrene di Lantai V Kiri IRNA B
Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta” ini telah disetujui untuk
diujikan pada Ujian Sidang dihadapan Tim Penguji.
Jakarta, 2008
Pembimbing Karya Tulis Ilmiah
(Ns. Dewi Arga S.KM, S.Kep)
Mengetahui
Diploma III Keperawatan Politeknik Karya Husada Jakarta
Direktur
(Dr. Brata Ketut Punia)
2
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Diabetes
Melitus Tipe II (NIDDM) dengan Komplikasi Gangrene di Lantai V Kiri IRNA B
Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta” ini telah diujikan dan
dinyatakan “Lulus” dalam ujian siding dihadapan Tim Penguji pada tanggal 05 Agustus
2008.
Jakarta, 05 Agustus 2008
Penguji I,
(R. Yeni Mauliawati, S.Kp)
Penguji II,
(Ns. Dewi Arga S.KM, S.Kep)
Penguji III,
(Ns. Anna Farida, S.Kep)
3
KATA PENGANTAR
Puja dan Puji Syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atas Asung Kertha Wara Nugraha–Nya, karena akhirnya penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. S Dengan
Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) Dengan Komplikasi Gangrene Di Lantai V Kiri
Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta”.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma II Keperawatan Politeknik Karya Husada Jakarta.
Dalam penyusunan Karya Tul;is Ilmiah ini penulis banyak mengalami hambatan
dan kesulitan namun berkat bantuan, bimbingan, pengarahan serta motivasi dari
berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang setulusnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Kemas M. Akib Amar SpR. MARS selaku Direktur Utama Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
2. Bpak Dr. Ketut Brata Punia selaku Direktur Diploma III Keperawatan Politeknik
Karya Husada Jakarta.
3. Ibu R. Yeni Mauliawati, S.Kp selaku Penguji Nasional Ujian Akhir Program.
4. Ibu Ns. Dewi Arga, S.KM, S.Kep, selaku Penguji dari Institusi Diploma III
Keperawatan Politeknik Karya Husada Jakarta sekaligus sebagai Pembimbing dari
Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Ibu Ns. Anna Farida, S.Kep selaku penguji Lahan Ujian Akhir Program.
4
6. Seluruh perawat di ruang IRNA B Lantai V Kiri Teratai Merah Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan dalam praktek
diruangan.
7. Ibu Nelwetis, Spd, S.Kep dan Ibu Ety Nurhayati, SKp selaku wali tingkat III yang
telah banyak membimbing kami.
8. Seluruh Staf dan Dosen Diploma III Keperawatan Politeknik Karya Husada Jakarta
yana telah memberikan bantuan Ilmu Pengetahuan dan bimbingan selama penulis
mengikuti pendidikan.
9. Bapak, Mama, Adek_Agus, Adek_Uthi serta seluruh keluarga tercinta yang selalu
memberikan dukungan Moril maupun Materiil juga Doa Restu selama penulis
menjalani pendidikan (Yun SAYANG kalian…..)
10. Bli WAHANA Bagoes Genjing yang kusayangi, terima kasih untuk semuanya:
Canda, Tawa, Tangis, Omelan, Dukungan, Semangat, Cinta, Kasih dan Sayang serta
Doa yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan.
11. My Plenz in the Lucky kost, Lida, Emy, Eli, Ulan, Erna, Fitri, Rike and My Best
Partner MALA & SISKA I WILL MISSING YOU GUYS, THAKS FOR OUR
FRIENDSHIP.
12. Bocah – bocah Interna (Mala – Malarangeng, Belen – Beklen, Yulik – Culeng,
Mitha – Mithong) Canda, Tawa, Tangis dalam perjuangan besar kita tak akan pernah
terlupakan.
13. Rekan – rekan ANGPUH Angkatan 2005: Ulan, Eli, Lida, Emy, Erna, Ami, Lia,
D’Dewi, Nengah, Nita, Perni, Nani, Mira, Kristia, Ewis, Agung, Ngurah, Mbok
Tinik, Dayu, Cok Sri, Cok Diah, Tri, Yulina, Dwi, N.Linda, Irma, Alim, Dewi
5
Crazy, Linda Jenong, yanti terima kasih atas semangat dan dukungan yang diberikan
kepada penulis sehingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.
14. Kru AZZAM.NET A’a Ipank, kak Ganzil, si mungil Angga, terutama Mas Hari
thanks atas pengorbanannya untuk membantu penulis menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
15. South of Jakarta yang telah memberikan banyak kenangan yang berharga dan tak
kan terlupakan Like’s Tukang Koran, Siomay, es buah, rujak, mie ayam, gulai, pecel
ayam, ketoprak, warteg, counter pulza, dan my transport like’s D01, S03, 509, 608,
MM611, Bajaj, Deborah, Kopaja, Busway dan semua tempat wisatanya.
Semoga Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dalam bidang
keperawatan pada umumya. Walaupun demikian penulis menyadari adanya kekurangan
– kekurangan yang ditemui didalamnya untuk itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan mutu penyusunan Karya Tulis
Ilmiah ini.
Akhir kata dari penulis, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melindungi
dan melimpahkan Anugrah-Nya kepada kita semua,Astung Kara….
Jakarta, Juli 2008
Penulis
6
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................
B. Tujuan Penulisan ..................................................................
1. Tujuan Umum .................................................................
2. Tujuan Khusus ................................................................
C. Metode Penulisan ..................................................................
D. Ruang Lingkup ......................................................................
E. Sistematika Penulisan ...........................................................
BAB II : TINJAUAN TEORI
A. Pengertian ............................................................................
B. Etiologi ..................................................................................
C. Patofisiologi ..........................................................................
1. Proses perjalanan penyakit ..............................................
2. Manifestasi Klinis ...........................................................
3. Komplikasi ......................................................................
D. Penatalaksanaan Medis .........................................................
E. Pengkajian Keperawatan .......................................................
7
F. Diagnosa Keperawatan .........................................................
G. Perencanaan Keperawatan ....................................................
H. Pelaksanaan Keperawatan .....................................................
I. Evaluasi Keperawatan ...........................................................
BAB III : TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan .......................................................
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................
C. Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi Keperawatan................
BAB IV : PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan .......................................................
B. Diagnosa Keperawatan .........................................................
C. Perencanaan Keperawatan.....................................................
D. Pelaksanaan Keperawatan......................................................
E. Evaluasi Keperawatan............................................................
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................
B. Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mewujudkan Indonesia sehat 2010, diperlukan adanya peningkatan
mutu kesehatan terutama dalam hal mendeteksi secara dini tentang penyakit
degeneratif. Dengan adanya pergeseran gaya hidup masyarakat terutama yang
bermukim di perkotaan memicu tingginya angka penyakit degeneratif Jantung,
Hipertensi, Gagal Ginjal dan Diabetes Melitus. Yang merupakan faktor pencetus
penyakit diabetes melitus, antara lain : pola makan yang saat ini menjadi trend
seperti mengkonsumsi makanan siap saji, minuman ringan dengan kadar glukosa
tinggi dan kurang olahraga. Selain itu karena kesibukan kerja, kebiasaan di depan
TV dan komputer dalam waktu yang lama sambil mengkonsumsi makanan ringan
menyebabkan orang dewasa malas untuk bergerak sehingga orang dewasa
cenderung mengalami kegemukan, sehingga hal ini dapat menyebabkan penyakit
diabetes melitus baik pada anak – anak maupun orang dewasa.
Selama ini dikenal ada dua tipe diabetes melitus yaitu tipe I (IDDM)
diabetes tergantung dengan insulin dan tipe II (NIDDM) diabetes yang tidak
tergantung dengan insulin. Tipe II mencakup 80 – 90% dari seluruh kasus diabetes
melitus dan umumnya penderita mengalami kelebihan berat badan.
Diabetes melitus tipe II biasanya ditandai dengan adanya poliphagia,
poliuri, polidipsia, kesemutan, kelelahan / kelemahan fisik dan berat badan
menurun. Pada diabetes melitus lanjut dapat mengakibatkan gangguan metabolik
9
akut (ketoasidosis), komplikasi vaskuler jangka panjang (retinopati dibetik),
mikroangiopaty, makroangiopaty dan gangrene (Smeltzer, C. Suzzane, 2001).
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-empat terbesar dalam
jumlah penderita diabetes melitus di dunia. Pada tahun 2000, terdapat sekitar 5,6
juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006
diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14
juta orang, dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan diantara mereka baru
sekitar 30% yang datang berobat teratur. Jumlah yang tergolong banyak dan dapat
terus bertambah jika tidak dilakukan upaya dalam mengatasi permasalahan ini.
(http://www.medicastore.com)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati, Jakarta untuk tiga bulan terakhir (Mei, Juni, Juli) tahun 2008
adalah 72 orang dari 549 yang masuk dilantai V Kiri IRNA B Teratai Merah RSUP
Fatmawati yang mengalami diabetes melitus, Pada bulan Mei klien dengan
diabetes melitus murni sebanyak 29 orang (5,28%) dan diabetes melitus
komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%), pada bulan Juni klien dengan diabetes
melitus murni sebanyak 16 orang (2,91%) dan diabetes melitus komplikasi
sebanyak 2 orang (0,36%),dan pada bulan Juli klien dengan diabetes melitus murni
sebanyak 23 orang (4,19%) dan klien dengan diabetes melitus komplikasi
sebanyak 1 orang (0,18%). Data diatas menunjukkan bahwa penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang dapat mengancam kesehatan. Walaupun
prosentase diabetes melitus yang mengalami komplikasi masih rendah tetapi peran
perawat sangatlah penting terutama ditekankan pada upaya promotif dan preventif
dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai diit, olahraga, cara pemberian
10
insulin dan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya luka serta cara
perawatan luka.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus
dengan judul ”Asuhan Keperawatan Dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM)
dengan Komplikasi Gangrene” sebagai karya tulis ilmiah.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mendapat gambaran dan pengalaman secara nyata tentang penetapan
proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien Diabetes
Melitus tipe II (NIDDM) dengan kompilasi gangrene di lantai V kiri IRNA B
Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan Diabetes Melitus
tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene mahasiswa/i diharapkan mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
b. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus
tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
11
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusinya.
h. Mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.
C. Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada satu kasus Asuhan
Keperawatan pada Tn. S dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) dengan
komplikasi Gangrene selama 3x24 jam yang dimulai dari tanggal 22 Juli sampai
dengan 24 Juli 2008 di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Pusat
Fatmawati, Jakarta.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode pengamatan
kasus melalui pendekatan proses asuhan keperawatan pada klien Tn. S dengan
Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) komplikasi gangrene, diperoleh melalui:
1. Wawancara dengan melakukan pengkajian langsung melalui pertanyaan pada
klien dan keluarga tentang masalah klien.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung pada
klien tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.
12
3. Studi pendokumentasian dengan cara mencari sumber informasi yang didapat
dari status klien dan hal yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang
dihadapi.
4. Studi kepustakaan dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan dengan
Diabetes Melitus.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini terdiri dari 5 bab, yang
tersusun secara sistematis dengan urutan: BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar
belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika
penulisan. BAB II : Tinjauan teoritis yang meliputi konsep dasar penyakit yaitu
terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi (proses perjalanan penyakit,
manifestasi klinik, komplikasi), penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan,
evaluasi keperawatan. BAB III : Tinjauan kasus yang meliputi pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, evaluasi keperawatan. BAB IV :
Pembahasan yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan. BAB
V : Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA.
LAMPIRAN. DAFTAR RIWAYAT HIDUP.
13
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer Suzzane C &
Brenda G.Bare, 2001).
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolic yang berlangsung kronik
dimana penderita diabetes tidak bias memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup
atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan
gula didalam darah (Harrison, 2001).
Diabetes Melitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
adalah diabetes yang terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (yang
disebut resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin (Smeltzer
Suzzane C & Brenda G.Bare, 2001).
Diabetes Melitus Tipe II/NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
adalah diabetes yang ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin (Price.A.Sylvia dan Lorraine M.Wilson, 2005).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
diabetes melitus tipe II adalah diabetes yang terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin yang ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin.
14
B. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan diabetes melitus tipe II menurut Suzanne,
C. Smeltzer (2002) adalah usia, obesitas, genetik dan diet atau pola makan yang
salah, yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 30 tahun, pada
kelompok usia ini jumlah insulin yang terdapat dalam tubuh berjumlah banyak,
namun kurang dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Faktor Genetik
Orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus cenderung akan menurunkan
kepada anaknya karena diperkirakan genetik locus yang menurunkan penyakit
diabetes melitus tipe II yaitu kromosom tipe II yang menyebabkan resistensi
insulin.
3. Obesitas
Orang yang gemuk, insulin yang beredar didalam tubuh menjadi tidak efektif,
yang disebabkan banyaknya glukosa didalam tubuh meskipun pankreas telah
bekerja keras mengeluarkan insulin untuk menormalkan kadar glukosa dalam
darah.
4. Diet atau pola makan yang salah
Orang yang mengkonsumsi lemak yang lebih tinggi dari kebutuhannya akan
mempunyai resiko yang tinggi terkena penyakit diabetes melitus. Diet atau pola
makan yang salah dengan mengkonsumsi lemak yang tinggi akan menurunkan
kepekaan reseptor di pankreas untuk menghasilkan insulin. Hal ini akan
diperburuk dengan mengkonsumsi gula yang tinggi.
15
C. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) disebabkan oleh adanya faktor usia,
genetik, obesitas, diet/pola makan yang salah. Pola makan yang salah seperti
mengkonsumsi makanan yang mengandung terlalu banyak gula, dapat
menyebabkan penumpukan glukosa sehingga terjadi peningkatan kerja reseptor,
menyebabkan kompensasi reseptor sehingga terjadi resistensi insulin, dari faktor
usia, keturunan, obesitas dapat menyebabkan kerusakan sel pankreas yang dapat
menimbulkan kerusakan pada sel beta, yang dapat mengakibatkan sensitivitas
insulin menurun dan terjadi gangguan sekresi insulin dan dapat terjadi defisiensi
insulin sehingga dapat meningkatkan kadar gula dalam darah yang disebut
hiperglikemia. Dari glukosa yang tidak bisa masuk dalam sel lemak dan protein
diperoleh sehingga terjadi peningkatan lipolisis.
Peningkatan oksidasi asam lemak dan pembentukan keton sehingga
produksi badan keton meningkat dan terjadi ketoasidosis. Akibat dari
hiperglikemia dan defisiensi insulin dapat mengakibatkan tidak efektifnya kerja
insulin untuk mengantarkan glukosa ke dalam sel, sehingga sel kelaparan
(asthenia) sehingga timbul rasa lapar yang terus-menerus (poliphagi). Selain itu
juga dapat mengakibatkan energi sel berkurang, mengakibatkan metabolisme
meningkat, metabolisme lemak meningkat dan biasanya terjadi penurunan berat
badan dan lemah. Glukosa tidak masuk dalam sel dapat juga mengakibatkan
hipoglikemia, ini dikarenakan makan yang kurang namun aktivitas insulin
berlebih.
16
2. Manifestasi klinis
a. Poliphagia (banyak makan)
Karena kurangnya insulin sehingga nutrisi tidak dapat msuk kedalam sel,
sehingga sel lapar (astenia) sebagai respon klien pun merasa lapar dan ingin
makan terus.
b. Poliuria (banyak kencing)
Karena pada klien diabetes melitus terjadi hiperosmolar vaskular
(melebarnya dinding pembuluh darah) akibat hiperglikemia yang
menyebabkan glukosa plasma melebihi ambang batas ginjal sehingga terjadi
perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel sehingga klien sering BAK.
c. Polidipsia (banyak minum)
Respon ini terjadi karena sering BAK, mengakibatkan klien merasa haus
terus.
d. Kesemutan
Peningkatan gukosa darah dalam waktu yang lama mengakibatkan terjadinya
perubahan konduksi saraf sehingga kaki terasa baal/kesemutan.
e. Kelelahan/kelamahan tubuh
Disebabkan glukosa didalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Hal ini
disebabkan karena tubuh kekurangan insulin sehingga untuk menghasilkan
energi yang dibutuhkan untuk beraktifitas tubuh membakar cadangan lemak
yang ada. Jika cadangan lemak dibakar dalam jumlah yang berlebihan
menimbulkan ketoasidosis diabetik yang ditandai dengan nyeri abdomen,
nausea, mual dan muntah.
17
3. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik akut :
1). Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah. Dimana
kadar glukosa darah turn dibawah 50-60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi
akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang kuat.
2). Diabetes ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata. Keadaan ini mangakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah
glukosa yang memasuki sel juga akan berkurang dan prosuksi glukosa
oleh hati menjadi tidak terkendali. Dua faktor ini akan menimbulkan
hiperglikemia. Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan
(poliuria) dikarenakan ginjal mengekskresikan glukosa yang berlebihan
dalam tubuh bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium)
yang menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Akibat defisiensi
insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas diubah menjadi badan keton oleh
hati. Bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton menimbulkan
asidosis metabolik. Jadi, tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes
ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis metabolik.
18
b. Komplikasi kronik jangka panjang :
1). Mikroangiopati
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (netropati diabetik) dan
saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit.
2). Makroangiopati
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa
gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufiensi
insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler. Gangguan-
gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam intimavaskuler,
hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
c. Neuropati
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada kelompok penyakit yang
menyerang sistem saraf termasuk saraf perifer (sensori motor), otonom dan
spinal.
Kerusakan saraf perifer terjadi karena glukosa tidak dimetabolisir secara
normal dan karena aliran darah ke kulit berkurang dan hilangnya rasa yang
menyebabkan cedera berulang yang tidak kunjung sembuh (gangrene).
Gangrene adalah kelainan pada syaraf, kelainan pembuluh darah dan
kemudian adanya infeksi. (www.medicastore.com)
Etiologi dari gangrene ; bakteri streptococcus grup A, staphylococcus aureus,
neuropati, penyakit vaskuler perifer, penurunan daya imunitas.
Manifestasi klinis antara lain ; nyeri, peningkatan glukosa dalam darah,
penurunan kadar insulin, pembengkakan, kemerahan, abses / pus, ulserasi.
19
Patofisiologi ; kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya
gangguan pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Pada
gangguan pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin,
jika ada luka sukar sembuh, karena aliran darah ke bagian tersebut sudah
berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau
kebiru-biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi jaringan busuk
kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur sehingga menjadi gangrene.
Hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh
tubuh (sepsis).
Gangrene bisa menyebabkan komplikasi ; deformitas, kelumpuhan, nekrosis
jaringan, luksasi (bergesernya sendi), kaput metatarsal, charcaot (perubahan
bentuk kaki), kematian saraf.
D. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi insulin
Indikasi pemberian insulin pada pasien diabetes melitus yang berusia lanjut sama
seperti non usia yanitu adanya kegagalan terapi otoketoasidosis, koma
hiperoosmolar, adanya infeksi (stres). Dianjurkan memakai insulin intermediet
acting yang dicampur dengan insulin short-acting dan dapat diberikan 1-2x/hari,
dengan dosis tetap serta kalori dalam makanan harus tetap dengan waktu tertentu
(sebelum/sesudah makan).
2. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Obat hipoglikemia oral diberikan jika pengaturan diet dan latihan tidak berhasil.
Di Indonesia OHO yang dipakai adalah 2-3x500 mg/dl.
20
3. Pemberian Antibiotik
4. Pemberian Analgetik
E. Pengkajian Keperawatan
Dalam pengkajian diabetes, menurut Marilyn E. Doengoes (2000).
1. Pemeriksaan fisik :
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : lemah letih, sulit bergerak atau berjalan, kram, otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaaan istirahat atau dengan
aktifitas, letargi atau disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : ada riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : takikardia, perubahan tekanan darah, hipertensi, nadi menurun/
tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan serta bola
mata cekung.
c. Integritas Ego
Gejala : stress, tergantung pada orang lain dan masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsangan.
d. Eliminasi
21
Gejala : perubahan pola berkemih (poliuri), nokturia, rasa nyeri atau
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi) saluran kemih berulang,
nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri atau dapat berkembang menjadi
oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat, urine berkabut,
bau busuk atau infeksi abdomen keras, adanya asites, bising usus
lemah dan menurun.
e. Makanan dan minuman
Gejala : hilang nafsu makan, mual, muntah, haus, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu, penggunaan
diuretik (tiazid).
Tanda : kulit kering atau bersisik, turgor kulit buruk, kekakuan atau
distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan
kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah / bau
halitosis atau manis, bau buah (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : pusing atau pening sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap lanjut),
gangguan memori (baru atau masa lalu), kacau mental, aktivitas
kejang (tahap lanjut dari DKA).
g. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala : abdomen yang dipegang nyeri (sedang/berat).
22
Tanda : wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda : batuk dengan atau tanpa sputum dan frekuensi pernapasan.
i. Kemanan
Gejala : kulit kering, gatal, dan ulkus kulit.
Tanda : demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum atau rentang gerak, parastesia atau paralisis otot,
termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan
cukup tajam).
j. Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impotent pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
k. Pengkajian luka pada diabetic
1) Lokasi atau letak luka
Lokasi atau letak luka dapat digunakan sebagai indikator terhadap
kemungkinan penyebab terjadinya luka sehingga kejadian luka dapat
diminimalkan.
2) Stadium luka
a) Anatomi kulit
(1) Partial thickness (hilangnya lapisan
epidermis hingga lapisan dermis atas).
23
(2) Full thickness (hilangnya lapisan dermis
hingga lapisan subcutan).
(a) Stadium I : Kulit berwarna merah, belum tampak adanya
lapisan epidermis.
(b) Stadium II : Hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai
batas dermis paling atas.
(c) Stadium III : Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga
lapisan subcutan.
(d) Stadium IV : Rusaknya lapisan subcutan hingga otot dan
tulang.
b) Warna dasar luka
(1) Merah (red) : Jaringan sehat, granulasi atau epitalisasi,
vaskuterisasi.
(2) Kuning (yellow) : Jaringan mati yang lunak, fibrinotik, slough,
apaskularisasi.
(3) Hitam (black) : Jaringannekrotik, apaskularisasi.
c) Stadium wagner untuk luka diabetic
(1) Superficial ulser
(a) Stadium 0 : Tidak terjadi lesi, kulit dalam keadaan baik,
tapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol.
(b) Stadium I : Hilang lapisan kulit hingga dermis dan kadang-
kadang tampak menonjol.
(2) Deep Ulcer
24
(a) Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau
tendon.
(b) Stadium III : Penetrasi dalam, osteomielitis, pyarthrosis,
plantar, abses hingga infeksi tendon.
(3) Gangrene
(a) Stadium IV : Gangrene sebagian menyebar hingga sebagian
dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis,
gangrene lembab atau kering.
(b) Stadium V : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik atau
ganrene.
3) Status Vaskuler
Menilai status vaskuler berhubungan dengan pengangkutan atau
penyebaran oksigen yang adekuat, keseluruhan lapisan sel dan
merupakan ungsur penting dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian
status vaskuler meliputi : palpasi, pengisian kapiler, edema, temperatur.
4) Status neurologik
Klien diabetic sangat beresiko terhadap kejadian luka kaki oleh karena
neuropatik. Perubahan bentuk hingga kehilangan sensasi menyebabkan
trauma menjadi tidak terasa. Pengkajian status neurologik terbagi dalam
pengkajian status fungsi motorik, fungsi sensorik dan fungsi autonom.
5) Infeksi
Infeksi merupakan masalah yang paling serius pada klien dengan luka
diabetic pseudomonas aureginosa dan staphyrococcus aureus, keduanya
merupakan organisme patogenik yang paling sering muncul saat
25
perawatan luka, penilaian terhadap ada tidaknya infeksi pada luka kronik
adalah jenis luka yang terkontaminasi oleh adanya kolonisasi bakteri tapi
tidak semuanya terinfeksi.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
e. Eklektrolit : natrium dapat normal, meningkat atau menurun,
kalium dapat normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun, fosfor lebih sering menurun.
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama
empat bulan terakhir.
g. Gas darah arteri: menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik).
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi).
i. Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal
(dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal).
j. Insulin darah : mungkin menurun atau tidak ada (diabetes
melitus tipe I) atau normal (tipe II) yang mengindikasikan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
26
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
l. Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien diabetes melitus menurut
Marilyn E. Doengoes (2000) adalah sebagai berikut :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan ketidakadekuatan
insulin, penurunan masukan oral.
3. Resiko tinggi infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perceptual berhubungan
dengan perubahan ketidakseimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit atau progresif yang
tidak dapat diobati.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
F. Perencanaan Keperawatan
27
Perencanaan keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan dengan
menetapkan tujuan, kriteria hasil dan menentukan rencana tindakan yang akan
dilakukan :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari
hiperglikemia).
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
cairan klien terpenuhi
b. Kriteria hasil : Tanda-tanda vital stabil (TD=120/80 mmHg, N : 80-
100x/menit, S : 36-37.50C). Nadi perifer dapat diraba, turgor
kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara
individu, kadar elektrolit dalam batas normal.
c. Intervensi :
1) Observasi nadi perifer, pengisian kapiler, turgor, kulit, dan membrane
mukosa.
Rasional : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume
sirkulasi yang adekuat.
2) Pantau tanda-tanda vital (suhu, TD, nadi, pernapasan)
Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia.
3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti,
fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
4) Ukur berat badan setiap hari
Rasional : mengetahui status hidrasi / volume sirkulasi.
28
5) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
Rasional : mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
6) Kolaborasi : berikan terapi cairan sesuai indikasi dan pantau pemeriksaan
laboratorium (Ht, BUN/kreatinin, natrium, kalium)
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan dan mengobservasi tingkat
hidrasi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan ketidakadekuatan
insulin, penurunan masukan oral.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
klien terpenuhi.
b. Kriteria hasil : Berat badan stabil, menghabiskan diet sesuai porsi, nilai
hasil laboratorium (Hb, Albumin, Gula darah).
c. Intervensi :
1) Observasi status nutrisi klien
Rasional : mengetahui asupan nutrisi klien.
2) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntah.
Rasional : hiperglikemi dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat menurunkan motilitas / fungsi lambung
(distensi / ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan
intervensi.
3) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : mengkaji pemasukan yang adekuat.
4) Beri makanan porsi kecil tapi sering
29
Rasional : mengurangi rasa mual dan memberi rasa nyaman.
5) Kolaborasi
a) Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH
dan HCO3, Hb dan albumin.
b) Berikan pengobatan insulin secara teratur
Rasional : menurunkan insiden hipoglikemia
c) Dengan ahli diet
Rasional : untuk memperhitungkan dan penyesuaian diet klien
3. Resiko tinggi infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi
tidak terjadi.
b. Kriteria hasil : Mendemonstrasikan teknik perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya infeksi.
c. Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (demam, kemerahan, pus,
luka)
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan mengintervensi segera
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik
pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien
sendiri.
Rasional : mencegah timbulnya infeksi silang (nasokomial)
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasife
Rasional : mencegah timbulnya infeksi
30
4) Berikan perawatan kulit secara teratur seperti massage
Rasional : untuk menghindari kerusakan pada kulit
5) Kolaborasi :
a) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai indikasi
Rasional : untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat
memilih / memberikan terapi antibiotik yang terbaik
b) Berikan obat antibiotik yang sesuai
Rasional : untuk membantu mencegah infeksi
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perceptual berhubungan
dengan perubahan ketidakseimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
perubahan sensori-perceptual tidak terjadi.
b. Kriteria hasil : mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori
c. Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental
Rasional : suhu meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
2) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat
klien.
Rasional : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat
memperbaiki daya pikir
3) Pelihara aktivitas rutin pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungan.
Rasional : membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan
realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
31
4) Bantu klien untuk ambulasi atau perubahan posisi
Rasional : meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa
keseimbangan dipengaruhi
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kelelahan
klien dapat diatasi
b. Kriteria hasil : mengungkapkan peningkatan energi, menunjukkan
partisipasi dalam aktivitas
c. Intervensi :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas, buat jadwal
perencanaan aktivitas klien
Rasional : memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat, yang cukup atau
tanpa gangguan
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan
3) Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum atau
sesudah melakukan aktivitas
Rasional : mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis
4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang positif
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit atau progresif yang
tidak dapat diobati.
32
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien
dapat mengatasi ketidakberdayaannya.
b. Kriteria evaluasi : klien tidak putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat
untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan
aktivitas perawatan diri secara mandiri.
c. Intervensi :
1) Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang
perawatan di rumah sakit dan penyakit secara umum.
Rasional : mengidentifikasi cara pemecahan masalah
2) Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu
Rasional : membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan
penanganan
3) Tentukan tujuan/harapan pasien atau keluarga
Rasional : harapan yang tidak realistis dapat mengakibatkan frustasi
4) Berikan dukungan kepada pasien untuk ikut berperan serta dalam
perawatan diri
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pengetahuan klien tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan bertambah
33
b. Kriteria hasil : mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,
mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses
penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
c. Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh
perhatian dan selalu ada untuk pasien
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengambil bagian dalam
proses belajar
2) Bekerja sama dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang
diharapkan
Rasional : partisipasi dalam perencanaan, meningkatkan antusias dan
kerjasama pasien
3) Beri pendidikan kesehatan mengenai penyakit dan pencegahannya
Rasional : klien dan keluarga paham tentang hal-hal yang belum
diketahui sehubungan dengan penyakitnya
4) Evaluasi tingkat pemahaman klien dan keluarga setelah penyuluhan
kesehatan
Rasional : mengetahui pemahaman klien dan keluarga setelah diberi
pendidikan kesehatan
G. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan (Kozier, 1991).
34
1. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau diagnosa
keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan klien.
2. Tahap pelaksanaan terdiri dari :
a. Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan adalah :
1) Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan
memecahkan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan penilaian
yang kreatif.
2) Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktivitas perawat
yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi support yang termasuk
dalam kemampuan interpersonal diantaranya adalah perilaku, penguasaan
ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya klien,
serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang tinggi dalam
hubungan interpersonal jika mereka mempunyai kesadaran akan
sensitivitas terhadap yang lain.
3) Tekhnikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan
interpersonal skill seperti memanipulasi alat, memberikan suntikan,
pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
b. Tindakan Keperawatan
1) Mandiri atau independen adalah suatu tindakan perawat yang berorientasi
pada tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan
dan mengevaluasi tindakannya :
a) Seorang perawat tidak dapat melakukan tindakan keperawatan
sendiri, contoh : merubah posisi klien yang obesitas di atas tempat
tidur.
35
b) Asisten memerlukan tingkat stres pada klien, contoh mengganti posisi
klien yang obesitas di atas tempat tidur.
c) Perawat yang kurang mengerti tentang pemasangan infus harus
mencari pertolongan yang mengerti pertolongan tersebut.
2) Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan bersifat kolaboratif
tim kesehatan lainnya dalam menentukan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian obat analgetik
untuk mengatasi nyeri pada klien diperlukan kolaborasi dengan dokter.
c. Pendokumentasian Implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan tersebut
dan respon dari pasien dengan menggunakan format khusus
pendokumentasian pada pelaksanaan.
H. Evaluasi
Evaluasi terhadap klien diabetes melitus tipe II (NIDDM) disesuaikan dengan
masalahnya:
1. Intake–output cairan dan elektrolit adekuat.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Infeksi tidak terjadi.
4. Perubahan sensori-perceptual tidak terjadi.
5. Terjadi peningkatan energi dan menunjukkan partisipasi dalam aktivitas.
6. Mampu mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
7. Tingkat pengetahuan klien dan keluarga meningkat.
36
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan dikemukakan tentang hasil pelaksanaan asuhan keperawatan
yang telah dilakukan pada Tn. S dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan
komplikasi gangrene yang dirawat di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang dimulai pada tanggal 22 Juli sampai 24 Juli 2008,
melalui pendekatan proses keperawatan yang meliputi tahapan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama yang dilakukan dalam proses
keperawatan. Berdasarkan pengkajian ini perawat dapat memberikan intervensi
keperawatan yang tepat sesuai kebutuhan dan masalah klien dengan diabetes melitus
tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
Pengkajian pada klien dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan
komplikasi gangrene adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien
Klien bernama Tn. S berusia 43 tahun, status perkawinan menikah, beragama
Islam, suku Jawa, bangsa Indonesia dan pendidikan terakhir SLTA serta bahasa
37
yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Klien beralamat di Jl. Syaridin No. 35
Jakarta Pusat, sumber biaya ASKES, sumber informasi berasal dari klien dan
keluarga.
Resume
Tn. S masuk ke UGD Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta pada tanggal
19 Juli 2008, dengan keluhan nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu
sebelum masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli
2008, Hb = 9,9 g/dl, Ht = 28%, leukosit = 18,6 rb/ul, trombosit = 313 rb/ul,
eritrosit = 3,61 juta/ul, GDS = 449 mg/dl, Na = 132 mmol/l, K = 4,00 mmol/l, Cl
= 112 mmol/l. Kemudian klien dipindahkan ke lantai V selatan pada tanggal 20
Juli 2008 pada buku status didapatkan data TTV = TD = 110/70 mmHg, N =
80x/mnt, Suhu = 36,80 C, pernapasan = 20x/mnt. Sesak napas positif, BAK
sedikit warna kuning jernih. Masalah keperawatan yang muncul, resiko tinggi
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko kurang volume cairan tubuh, pola
napas tidak efektif, gangguan integritas kulit, intoleransi aktifitas.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Awalnya karena klien sering olahraga dengan
kaki telanjang di jalan yang pernah terkena banjir, karena merasa gatal-gatal
pada telapak kakinya, kemudian digaruk dan menjadi luka yang tidak
sembuh-sembuh, satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pada
akhirnya klien dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
38
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien menderita diabetes melitus sejak lima tahun yang lalu pada tahun 2003.
Sejak menderita diabetes melitus klien menjadi alergi dengan makanan/ikan
laut. Klien mengkonsumsi obat glibenklamid 1x2 tablet sejak lima tahun
yang lalu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keterangan :
: Laki-laki : Laki-laki yang
: Perempuan menderita penyakit
: Laki-laki meninggal yang sama
: Perempuan meninggal
: Klien
Klien mempunyai tiga orang kakak laki-laki dan satu orang kakak
perempuan, satu orang adik perempuan dan dua orang adik laki-laki. Kakak
laki-laki ketiga mengalami penyakit yang sama, tetapi klien dan keluarga
39
43
mengatakan orang tua mereka tidak ada yang mengalami penyakit yang sama
dengan klien.
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Klien dekat dengan istri dan kakak ketiganya. Pola komunikasi dalam
keluarga terbuka, cara pembuatan keputusan yaitu dengan musyawarah.
Kegiatan kemasyarakatan yang diikuti oleh klien adalah gotong royong.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga merasa sedih dan
khawatir. Mekanisme koping klien dalam mengatasi stres adalah dengan
pemecahan masalah.
Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah kesembuhannya, klien berharap
bisa cepat pulang dan bekerja kembali seperti semula setelah menjalani
perawatan, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah klien menjadi
bergantung dengan istri dan keluarga jika ingin melakukan aktivitas. Tidak
ada nilai kepercayaan klien yang bertentangan dengan kesehatan. Aktivitas
agama yang biasa dilakukan klien adalah sholat lima waktu.
e. Kondisi Lingkungan Rumah
Klien dan keluarga mengatakan rumahnya jauh dari jalan raya. Ventilasi dan
penerangan cukup dan selalu dibersihkan setiap hari, sehingga tidak
mempengaruhi dan tidak beresiko terhadap kesehatan.
f. Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum dan Sesudah Sakit
1) Pola Nutrisi
40
Sebelum sakit klien biasa makan 3 kali sehari dalam sehari, nafsu makan
baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu porsi. Tidak ada
makanan yang tidak disukai dan makanan yang membuat alergi adalah
ikan laut dan makanan pantangan klien adalah makanan yang manis-
manis. Klien tidak pernah diet terhadap makanan, klien mengkonsumsi
obat glibenklamid 2 kali sehari sebelum makan, klien tidak menggunakan
alat bantu pada saat makan.
Saat dirawat di rumah sakit frekuensi makan 3 kali dalam sehari, nafsu
makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu porsi. Tidak ada
makanan yang tidak disukai dan makanan yang membuat alergi.
Makanan pantangan adalah yang manis-manis. Makanan diet yang
diberikan pada klien adalah diet diabetes melitus 2100 kalori, klien
diberikan terapi insulin (50 unit + NaCl 0,9% 50 cc) dalam syringe pump
dan 5 unit 3 kali sehari sebelum makan. Klien tidak menggunakan NGT.
2) Pola Eliminasi
Sebelum sakit klien buang air kecil 8-10 kali dalam sehari, warna kuning
jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan alat bantu seperti
kateter pada saat buang air kecil. Frekuensi klien buang air besar adalah 1
kali dalam sehari, pada pagi hari berwarna coklat, bau khas, konsistensi
lembek, tidak ada keluhan saat buang air besar dan tidak pernah
menggunakan laxative.
Di rumah sakit klien buang air kecil 5-6 kali dalam sehari berwarna
kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan alat kateter.
Klien buang air besar 1 kali sehari, waktu tidak tentu, warna coklat, bau
41
khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat buang air besar dan tidak
menggunakan laxative.
3) Pola Personal Hygiene
Pada saat sebelum sakit klien mandi dua kali dalam sehari , pagi dan sore
hari, dengan menggunakan sabun mandi serta menggosok gigi dua kali
dalam sehari. Klien mencuci rambut sebanyak tiga kali dalam seminggu
dengan menggunakan shampoo.
4) Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit lama tidur siang klien kurang lebih 1 jam, lama tidur
malam klien 7-8 jam perharinya, sebelum tidur klien biasanya berdoa.
Saat dirawat di rumah sakit klien tidur siang 2-3 jam, lama tidur malam
7-8 jam perharinya. Dan sebelum tidur klien selalu berdoa.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit klien bekerja, waktu bekerja tergantung jadwal shift. Klien
berolahraga jogging dua kali dalam seminggu, tidak ada keluhan dalam
beraktifitas.
Saat di rumah sakit aktivitas sehari-hari (BAK, BAB, personal hygiene)
dibantu istri dan keluarga, dan klien tidak pernah melakukan olahraga.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi klien
Sebelum dan sesudah sakit klien tidak pernah merokok dan meminum
minuman keras.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
42
Keadaan umum klien sakit sedang. Berat badan sekarang tidak dapat dikaji,
berat badan sebelum sakit 76 kg dengan tinggi badan 160 cm. Tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 88x/mnt, frekuensi napas 24x/mnt, suhu 370C, tidak
didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah bening.
b. Sistem Penglihatan
Posisi mata klien simetri, kelopak mata normal, pergerakan bola mata
normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sklera ikterik, pupil isokor, otot
mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-tanda
radang, klien tidak memakai kaca mata ataupun lensa kontak dan reaksi
terhadap cahaya baik.
c. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, tidak ada cairan dari telinga, kondisi telinga normal,
tidak ada perasaan penuh di telinga, tinitus tidak ada, fungsi pendengaran
baik dan tidak menggunakan alat bantu dengar.
d. Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan dalam berbicara atau berkomunikasi, cara
berbicara klien jelas dan mudah dipahami.
e. Sistem Pernapasan
Jalan napas klien bersih, pernapasan tidak sesak, dalam bernapas klien tidak
menggunakan alat bantu pernapasan. Frekuensi 24x/menit dan irama teratur,
jenis pernapasan spontan, kedalaman napas dangkal, tidak ada batuk, tidak
ada sputum, pada palpasi dada tampak simetris, perkusi dada klien resonan,
43
suara napas vesikuler, tidak ada nyeri saat bernapas dan tidak menggunakan
alat bantu napas.
f. Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi peripher nadi 88 kali/menit , irama teratur, tekanan darah 110/80
mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat, warna kulit
pucat, pengisian kapiler lebih dari 3 detik dan tidak ada edema.
Sirkulasi jantung klien, kecepatan denyut apikal 88x/menit, irama teratur,
tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada sakit dada.
g. Sistem Hematologi
Klien tampak pucat dan tidak ada perdarahan.
h. Sistem syaraf Pusat
Tingkat kesadaran klien kompos mentis, tidak ada keluhan sakit kepala, GCS
= E : 4, M : 6, V : 5, dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (muntah,
nyeri kepala, papil edema). Tidak ada gangguan sistem persyarafan.
i. Sistem Pencernaaan
Keadaan mulut klien, gigi tidak karies, klien tidak menggunakan gigi palsu,
stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, salifa normal, muntah tidak ada, nyeri
daerah perut tidak ada, bising usus 6x/menit, tidak ada diare, tidak ada
konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen kembung.
j. Sistem Endokrin
Tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak berbau keton, poliuri
dan polidipsi tidak ada, poliphagi ada pada klien. Terdapat luka gangrene
pada pedis sinistra yaitu telapak kaki dengan diameter luka 0,5 cm, keadaan
44
luka : tampak adanya pus berwarna putih susu dan coklat serta mengeluarkan
darah.
k. Sistem Urogenital
Tidak ada perubahan pola berkemih pada klien, tidak ada distensi kandung
kemih dan sakit pinggang, intake ; minum 600 ml/24 jam, parenteral : 1500
ml/24 jam. Output : BAK : 900 ml/24 jam, IWL : 900 ml/24 jam sehingga
balance cairan 2100 ml – 1800 ml = +300 ml/24 jam.
l. Sistem integument
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat, keadaan kulit
baik, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah penusukan syringe pump
bengkak dan klien merasa nyeri, syringe pump dipasang pada tanggal 20 juli
2008. Keadaan rambut tekstur baik dan kebersihan baik.
m. Sistem Muskuloskeletal
Klien tidak mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada
tulang, sendi, kulit, tidak ada fraktur, tidak ada kelainan bentuk tulang, sendi
dan kelainan struktur tulang belakang, keadaan tonus otot baik.
n. Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)
Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab dan makanan yang harus
dihindari.
4. Data penunjang
Pada tanggal 19 Juli 2008 dilakukan:
a. Pemeriksaan Laboratorium
45
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 2
1) Hematologi/darah lengkap; Hb: 9,9 g/dl(N; P:13,2-17,3),
Ht: 28% (N; 33%-45%), Leukosit: 18.000/ul (N: 5000-10000/ul),
Trombosit: 313000/ul (N: 150-440 rb/ul), Eritrosit: 3,61 juta/ul (N: 4,40-
5,90 juta/ul).
2) Cairan elektrolit ; natrium = 132 mmol/l (N = 135-147
mmol/l), Kalium = 4,00 mmol/l (N = 3,10-5,10 mmol/l), klorida = 112
mmol/l (N = 95-108 mmol/l).
3) Fungsi ginjal ; kreatinin darah = 1,2 mg/dl (N = 0,6-1,5
mg/dl).
4) Glukosa darah sewaktu = 449 mg/dl (N = 70 – 140
mg/dl).
5) Urinalisa ; berat jenis = 1,020 (N = 1,003 – 1,030).
Warna = kuning, kejernihan = jernih).
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto pedis AP, hasil = pelvis : kontur dan struktur tulang normal tak tampak
lesi titik dan sklerotik, sela sendi normal soft tissue swelling, kesan : tak
tampak kelainan tulang
Pada tanggal 21 Juli 2008 dilakukan :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Fungsi hati : protein total = 6,69 (N= 6,00 – 8,00), albumin =
2,50 g/dl (N = 3,40 – 4,80 g/dl), globulin = 4,19 g/dl (N = 2,50 – 3,00
g/dl).
46
2) Fungsi ginjal ; kreatinin darah = 1,1 mg/dl (N = 0,6 – 1,5
mg/dl).
Pada tanggal 22 Juli 2008 dilakukan :
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Glukosa darah sewaktu = 217 mg/dl (N = 70 – 140 mg/dl)
5. Penatalaksanaan
Tanggal 21 Juli 2008, klien mendapat terapi obat yaitu : ceftriaxone 1 x 2 gram,
captopril 2 x 6,25 gram, metronidazole 3 x 500 mg, paracetamol 3 x 500 mg.
Terapi cairan IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/menit. Diet diabetes melitus 2100 kalori.
Terapi insulin, drip insulin 50 unit (Actrapid) +NaCl 0,9 % 50 cc dalam syringe
pump = 2 unit/jam = 2 cc/jam. Actrapid 3 x 5 iu sebelum makan (pagi, siang,
sore). Terapi perawatan luka : kompres NaCl 0,9 % 2 x dalam sehari.
Pemeriksaan sleeding scale per 6 jam dalam sehari dan pemeriksaan GDN/2 PP 1
minggu 2 kali.
6. Data Fokus
Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. S (43 tahun) pada tanggal 22 Juli 2008,
didapatkan data fokus sebagai berikut :
Data subjektif = klien mengatakan nyeri pada luka apabila luka dibersihkan,
skala nyeri 6. Klien mengatakan infus NaCl 0,9 % dipasang pada tanggal 19 Juli
2008 dan syringe pump dipasang sejak tanggal 20 Juli 2008, merasa nyeri pada
daerah penusukan syringe pump. Klien mengatakan BAK ± 5 – 6 kali sehari.
Minum ± 600 ml/hari. Berat badan klien sebelum sakit (1 bulan yang lalu) 76 kg,
keluarga klien mengatakan berat badan klien menurun sejak sakit (1 bulan yang
lalu). Klien mengatakan terasa lemas.
47
Data objektif :
Tampak rembesan pus pada balutan luka, terdapat akses pada pedis sinistra, klien
tampak meringis saat luka dibersihkan, diameter luka 0,5 cm, keadaan luka :
tampak adanya pus berwarna putih susu dan coklat, serta mengeluarkan darah.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008 leukosit = 18,4 ribu/ul.
Tanggal 22 Juli 2008 = 217 mg/dl, balutan infus NaCl tampak bersih, daerah
penusukan syringe pump tampak bengkak, agak merah. Klien terpasang infus
NaCl 0,9 % 500 ml/8 jam = 20 tts/menit. Insulin drip 50 unit (Actrapid) + NaCl
50 cc dalam syringe pump. TTV : TD = 110/80 mmHg, N = 88x/menit,
pernapasan : 24x/menit, suhu : 370C. Pengisian kapiler lebih dari 3 detik, intake ;
minum = 600 ml/24 jam, parenteral = 1500 ml/24 jam. Output ; BAK = 900
ml/24 jam, IWL = 900 ml/24 jam. Balance cairan : 2100 ml – 1800 ml = +300
ml/24 jam. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Ht = 28 %,
tanggal 21 Juli 2008, albumin 2,50 gr/dl. Klien tampak lemas, konjungtiva klien
anemis, warna kulit klien pucat, LILA klien 28 cm, bising usus klien 6x/menit,
berat badan sekarang belum dapat dikaji, hasil pemeriksaan laboratorium tanggal
19 Juli 2008 Hb = 9,9 gram/dl, tanggal 22 Juli 2008 GDN/2 PP belum ada, klien
mendapatkan actrapid 3x5 iu sebelum makan (pagi, siang, sore), keadaan umum
sedang, klien tampak lemas, kesadaran kompos mentis, GCS = E : 4, M : 6, V :
kongjungtiva klien anemis.
48
7. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1. Data subjektif :
- Klien mengatakan nyeri pada luka
apabila luka dibersihkan.
- Skala
nyeri 6
Data objektif :
- Tampak
rembesan pus pada balutan
- Terdapat
Resiko tinggi
perluasan infeksi
Meningkatnya
kadar glukosa
dalam darah
49
No Data Masalah Etiologi
abses pada pedis sinistra
- Diameter
luka 0,5 cm, keadaan luka: tampak
adanya pus berwarna putih susu
dan coklat, serta mengeluarkan
darah
- Hasil
pemeriksaan gula darah sewaktu
tanggal 19 Juli 2008
Leukosit : 18,4 ribu/ul, tanggal 22
Juli 2008 GDS : 217 mg/dl,
2. Data subjektif
- Klien mengatakan BAK ± 5-6 x /
hari
- Minum ± 600 ml/24 jam
Data objektif :
- Intake ; minum 600 ml/24 jam,
parenteral 1500 ml/24 jam,
- Output ; BAK = 900 ml/24 jam,
IWL : 900 ml/24 jam
- Hasil laboratorium tanggal 19 Juli
2008 Ht : 28 %. Tanggal 21 Juli
Resiko kelebihan
volume cairan
Penurunan tekanan
osmotic koloid
50
No Data Masalah Etiologi
2008 Albumin 2,50 gr/dl.
3. Data subjektif :
- Klien mengatakan berat badan
sebelum sakit (1 bulan yang lalu)
- Keluarga klien mengatakan berat
banda klien menurun sejak sakit (1
bulan yang lalu)
Data objektif:
- Klien tampak lemas
- Konjungtiva klien anemis
- Warna kulit klien pucat
- LILA klien 28 cm
- Bising usus klien 6x/menit
- Berat badan sekarang belum dapat
dikaji
- Hasil pemeriksaan laboratorium tgl
19 Juli 2008 Hb = 9,9 gr/dl, tgl 21
Juli 2008 albumin = 2,50 gr/dl, tgl
22 Juli 2008 GDN/2 PP belum ada,
GDS : 217 mg/dl
- Klien terpasang insulin drip 50 unit
(actrapid) + NaCl 0,9 % 50 cc
Resiko perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Ketidakcukupan
insulin untuk
transport glukosa ke
dalam sel
51
No Data Masalah Etiologi
dalam syringe pump
- Klien mendapatkan actrapid 3x5 iu
sebelum makan (pagi, siang, sore)
4. Data subjektif :
Klien mengatakan merasa lemas
Data objektif :
Keadaan umum sedang
Klien tampak lemas
Kesadaran kompos mentis, GCS = E :
4, M : 6, V : 5
Konjungtiva klien anemis
Wajah klien tampak pucat
Hasil pemeriksaan laboratorium tgl
19 Juli 2008 Hb : 9,9 gr/dl, leukosit :
18,4 ribu/ul,
- TTV Klien
TD = 110/80 mmHg
N = 88x/menit
P = 24x/menit
S = 370 C
Intoleransi aktivitas Kelemahan fisik:
perfusi jaringan
tidak adekuat,
kelemahan fisik,
proses inflamasi
5. Data subjektif :
- Klien mengatakan :
Infus NaCl 0,9 % dipasang sejak
Resiko terhadap
infeksi
Tempat masuknya
mikroorganisme
sekunder terhadap
52
No Data Masalah Etiologi
tanggal 19 Juli 2008 dan syringe
pump dipasang sejak tanggal 20
Juli 2008
Merasa nyeri pada daerah
penusukan syringe pump
Data objektif :
- Balutan infus NaCl 0,9 % tampak
bersih
- Daerah penusukan syringe pump
tampak bengkak, agak merah
- Klien terpasang infus NaCl 0,9 %
500 ml/8 jam = 20 tts/mnt, insulin
drip 50 unit (actrapid) + NaCl 0,9
% 50 cc dalam syringe pump
- Hasil pemeriksaan laboratorium tgl
19 Juli 2008 Leukosit = 18,4 ribu/ul
TTV :
TD = 110/80 mmHg
N = 88x/menit
P = 24x/menit
S = 370 C
pemasangan
infus/syringe pump
B. Diagnosa Keperawatan
53
Diagnosa yang muncul berdasarkan hasil pengkajian adalah :
1. Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = belum teratasi
2. Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan
tekanan osmotik koloid.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = belum teratasi
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = belum teratasi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan
tidak adekuat (Hb menurun), proses inflamasi.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = 24 Juli 2008
5. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
mikroorganisme-mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus / syringe
pump.
Tanggal ditemukan = 22 Juli 2008
Tanggal teratasi = belum teratasi
C. Rencana Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi
54
Tanggal 22 Juli 2008
1. Diagnosa I
Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perluasan
infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor, kalor, dolor, tumor, pus, bau) tidak
ada tanda-tanda vital dalam batas normal terutama suhu (360 C – 37.50C), hasil
laboratorium terutama leukosit dalam batas normal (5.000-10.000/ul). Hasil gula
darah sewaktu dalam batas normal (70-140 mg/dl).
Data subjektif :
- Klien mengatakan nyeri pada luka apabila luka dibersihkan,
skala nyeri 6.
Data objektif :
- Tampak rembesan pus pada balutan, terdapat abses pada
pedis sinistra, diameter luka 0,5 cm, keadaan luka: tampak adanya pus
berwarna putih susu dan coklat, serta mengeluarkan darah, hasil pemeriksaan
gula darah sewaktu tanggal 22 Juli 2008 GDS : 217 mg/dl (N : 70 – 140
mg/dl).
Rencana tindakan
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor,
kalor, dolor, tumor, pus, bau).
55
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan mengintervensi segera.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional : sebagai proteksi diri dan mencegah terjadinya infeksi silang
(nasokomial).
c. Lakukan perawatan luka 2 kali dalam sehari dengan
teknik septik dan aseptik.
Rasional : menurunkan resiko infeksi.
d. Observasi nilai laboratorium terutama leukosit.
Rasional : leukosit meningkat mengindikasikan terjadinya infeksi.
e. Observasi tanda-tanda vital (terutama suhu).
Rasional : dugaan adanya infeksi.
f. Kolaborasi : lakukan pemeriksaan kultur dan sehingga
dapat memilih/ memberikan terapi antibiotik yang tepat.
g. Berikan obat antibiotik sesuai program.
Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
h. Berikan terapi insulin sesuai program.
Rasional : meningkatkan keadekuatan insulin.
Pelaksanaan :
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 10.00 WIB memberikan obat antibiotik (metronidazole 500 mg/100 ml),
obat masuk melalui IV dengan lancar.
56
Pukul 11.00 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor,
kalor, dolor, tumor, pus, bau). Terdapat tanda-tanda infeksi pada kaki kiri klien
seperti : panas, nyeri, kemerahan dan bengkak, pus berwarna putih susu dan
coklat serta mengeluarkan darah.
Pukul 11.10 WIB meningkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan (perawatan luka), perawat
mencuci tangan.
Pukul 11.20 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik,
luka klien terdapat pus berwarna putih susu dan coklat serta terdapat darah,
mengambil sampel pus untuk pemeriksaan kultur pus, hasil pemeriksaan kultur
pus belum ada.
Pukul 12.00 WIB memberikan terapi insulin (actrapid), klien mendapatkan
actrapid 5 iu sebelum makan.
Pukul 16.00 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik
(oleh perawat ruangan), luka terdapat pus berwarna putih susu dan coklat serta
terdapat darah.
Pukul 17.30 WIB memberikan terapi insulin (oleh perawat ruangan), klien
mendapatkan actrapid 5 iu.
Pukul 18.00 WIB memberikan obat antibiotik (metronidazole 500 mg/100 ml)
(oleh perawat ruangan), obat masuk melalui IV dengan lancar.
Pukul 21.00 WIB memberikan terapi insulaktad (oleh perawat ruangan),
mendapatkan insulaktad 5 iu.
Pukul 22.00 WIB memberikan antibiotik ceftriaxone 2 gram (oleh perawat
ruangan), obat masuk melalui intravena.
57
Pukul 02.00 WIB memberikan obat antibiotik Metronidazole 500 mg/100 ml,
(oleh perawat ruangan), obat masuk melalui intravena.
Pukul 06.30 WIB memberikan terapi insulin actrapid (oleh perawat ruangan),
klien mendapatkan actrapid 5 iu.
Evaluasi
Tanggal : 23 Juli 2008
Pukul 07.30 WIB
S : Klien mengatakan masih merasa nyeri pada lukanya apabila luka
dibersihkan, skala nyeri 6
O : terdapat rembesan pus pada balutan, tanda-tanda vital, hasil TD = 110/70
mmHg (N : 120/80 mmHg), N = 80x/menit (N : 60-100x/menit), P =
22x/menit (N : 16-20x/menit), S = 370 C (N : 36 - 37.50 C). Hasil
laboratorium : leukosit =untuk tanggal 23 Juli 2008 tidak ada, hasil : GDS
pukul 06.00 = 105 mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl).
A : Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah masih ada
P : Intervensi
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
3. Lakukan perawatan luka 2 kali dalam sehari
4. Observasi nilai laboratorium terutama leukosit
5. Observasi tanda-tanda vital
7. Berikan obat antibiotik
8. Berikan terapi insulin
Pelaksanaan
58
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 08.00 WIB mengobservasi nilai laboratorium leukosit, tidak ada hasil
laboratorium leukosit untuk tanggal 23 Juli 2008.
Pukul 07.30 WIB mengobservasi tanda-tanda vital (terutama suhu), S = 370 C
(N : 36 – 37.50 C).
Pukul 10.00 WIB memberikan obat antibiotik (metronidazole 500 mg/100 ml),
obat masuk melalui intravena dengan lancar.
Pukul 11.00 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik
(bersama perawat ruangan), luka klien terdapat pus berwarna putih susu dan
coklat serta terdapat darah.
Pukul 12.00 WIB memberikan terapi insulin (actrapid), klien mendapatkan
actrapid 5 iu sebelum makan.
Pukul 16.00 WIB melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan aseptik
(oleh perawat ruangan), luka klien terdapat pus berwarna putih susu dan coklat
serta terdapat darah.
Pukul 17.30 WIB memberikan terapi insulin, klien mendapatkan actrapid 5 iu.
Pukul 18.00 WIB memberikan obat antibiotik metronidazole 500 mg/100 ml,
(oleh perawat ruangan) obat masuk melalui intravena dengan lancar.
Pukul 21.00 WIB memberikan terapi insulin insulaktad (oleh perawat ruangan),
klien mendapatkan insulaktad 5 iu.
Pukul 22.00 WIB memberikan antibiotik ceftriaxone 2 gram (oleh perawat
ruangan), obat masuk melalui intravena.
Pukul 02.00 WIB memberikan obat antibiotik metronidazole 500 mg/100 ml
(oleh perawat ruangan), obat masuk melalui intravena dengan lancar.
59
Pukul 06.30 WIB memberikan terapi insulin actrapid (oleh perawat ruangan)
klien mendapatkan actrapid 5 iu.
Evaluasi
Tanggal: 24 Juli 2008
Pukul 08.30 WIB
S : Klien mengatakan masih merasa nyeri pada lukanya saat dibersihkan
kemarin, skala nyeri 6
O : Tampak rembesan pus pada balutan, tanda-tanda vital, TD = 120/80 mmHg
(N : 120/80 mmHg), Nadi = 80x/menit (N : 60 - 100x/menit, pernapasan =
20x/menit (N : 16-20 x/menit), suhu = 36.90 C (N : 36 - 37.50 C), hasil
laboratorium tanggal 24 Juli 2008 leukosit = 4.800/ul (N : 5.000 –
10.000/ul), GDS = 202 mg/dl (N : 70-140 mg/dl)
A : Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah masih ada
P : Intervensi
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
3. Lakukan perawatan luka 2 kali dalam sehari
5. Observasi tanda-tanda vital
7. Berikan obat antibiotik
8. Berikan terapi insulin
Pelaksanaan
Tanggal 24 Juli 2008
60
Pukul 08.00 WIB mengobservasi nilai laboratorium leukosit, leukosit 4.800/ul
(5.000 -10.000/ul). Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu), suhu = 36.90 C (N :
36 – 37.50 C).
Pukul 10.00 WIB memberikan obat antibiotik metronidazole 500 mg/100 ml,
obat masuk melalui intravena dengan lancar.
Evaluasi
Tanggal: 24 Juli 2008
Pukul 12.10 WIB
S : Klien mengatakan masih merasa nyeri pada lukanya saat dibersihkan
kemarin, skala nyeri 6
O : Tampak membesar pus pada balutan, tanda-tanda vital, TD = 120/80
mmHg (N : 120/80 mmHg), Nadi = 76x/menit (N : 60-100x/menit),
pernapasan = 20x/menit (16-20x/menit), suhu = 36.50 C (N : 36-37,50 C),
hasil laboratorium tanggal 24 Juli 2008 leukosit = 4.800 ul (N : 5.000-
10.000/ul), GDS = 202 mg/dl (N: 70 – 140 mg/dl)
A : Resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah masih ada
P : Klien rencana operasi debridement pukul 01.00 WIB
Intervensi post debridement : dilanjutkan dan didelegasikan kepada perawat
ruangan.
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan
5. Observasi tanda-tanda vital (terutama suhu)
61
7. Berikan obat antibiotik
8. Berikan terapi insulin
2. Diagnosa II
Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan Penurunan tekanan
osmotic koloid, ditandai dengan:
Data subjektif :
- Klien mengatakan BAK ± 5-6 x/hari, minum ± 600 ml/sehari
Data objektif:
- Intake ; minum : ± 600 ml/24 jam, parenteral = 1500 ml/24
jam, output ; BAK = 900 ml/24 jam, IWL = 900 ml/24 jam. Balance cairan
2100 – 1800 = ± 300 ml/24 jam. Hasil laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Ht =
28 % (N : 33 – 45%), tanggal 21 Juli 2008 albumin = 2,50 gr/dl (N : 3,40 –
4,80 g/dl)
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kelebihan
volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Intake dan output seimbang, tanda-tanda vital dalam batas normal (TD = 120/80
mmHg, Nadi = 60-100x/menit, pernapasan = 16-20x/menit, suhu = 36-37.50 C),
tidak ada edema, hasil laboratorium : hematokrit dalam batas normal (33-45%).
Albumin dalam batas normal (3,40 – 4,80 gr/dl).
Rencana tindakan
a. Ukur intake dan output tiap hari
62
Rasional : menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan
perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi.
b. Observasi derajat perifer/edema dependen
Rasional : perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium
dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH
c. Anjurkan untuk tirah baring (bila ada asites)
Radional : dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis
d. Kolaborasi : pantau albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan
nutrisi)
Rasional : penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid
plasma, mengakibatkan pembentukan edema
e. Berikan albumin sesuai indikasi
Rasional : albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan
osmotik koloid dalam kompartemen vaskuler
Pelaksaan
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 11.00 WIB mengukur intake dan output klien, intake ; minum : ± 200 ml/8
jam., parenteral : 500 ml/8 jam. Output ; urine : 300 ml/8 jam, IWL = 300/8 jam.
Pukul 11.05 WIB mengobservasi derajat edema, tidak terdapat edema pada
kedua esktremitas klien.
Pukul 13.00 WIB memantau albumin serum dan elektrolit, tidak ada hasil
pemeriksaan albumin serum dan elektrolit untuk tanggal 22 Juli 2008.
63
Pukul 19.30 WIB mengukur intake dan output klien (oleh perawat ruangan),
intake ; minum = ± 200 ml/8 jam. Parenteral 500ml/8 jam, output; urine = 300
ml/8 jam, IWL = 300 ml/8 jam.
Pukul 07.30 WIB mengukur intake dan output klien (oleh perawat ruangan),
intake ; minum ± 200 ml/8 jam, parenteral : 500 ml/8 jam, output ; urine : 300
ml/8 jam, IWL : 300 /8 jam.
Evaluasi
Tanggal : 23 Juli 2008
Pukul 07.40 WIB
S : Klien mengatakan kemarin BAK ± 5-6x/hari, minum ± 600 ml/hari
O : Output dan intake klien, intake ; minum : ± 600 ml/24 jam, parenteral =
1500 ml/24 jam, output ; urine = 700 ml/24 jam, IWL = 900 ml/24 jam.
Balance cairan = 2100 – 1800 = +300 ml/24 jam. Tanda-tanda vital TD :
110/70 mmHg (N : 120/80 mmHg), N : 80x/menit (N : 60 – 100x/mnt), P :
22x/menit (N : 16 – 20 x/mnt), S : 370C (N : 36 – 37,50C). Hasil
laboratorium albumin dan hematokrit tidak ada untuk tanggal 23 Juli 2008
A : Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan
tekanan osmotik koloid, masih ada
P : Intervensi
1. Ukur intake dan output tiap hari
2. Observasi derajat perifer / edema dependen
4. Pantau albumin serum dan elektrolit
64
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 13.00 WIB mengukur intake dan output klien : intake ; minum = 300 ml/8
jam, parenteral 500 ml/8 jam, output ; urine : 450 ml/8 jam, IWL : 300 ml/8 jam,
mengukur tanda-tanda vital, TD = 110/70 mmHg, Nadi = 84x/menit, pernapasan
= 20x/menit, suhu = 370 C, mengobservasi derajat edema, tampak edema lokal
pada daerah bekas penusukan syringe pump (tangan kanan).
Pukul 19.30 WIB mengukur intake dan output klien intake ; minum ± 400
ml/8jam, parenteral 300 ml/8 jam, transfusi darah 250 ml. output ; urine : 500
ml/8 jam, IWL : 300 ml/8 jam.
Pukul 06.00 WIB mengukur tanda-tanda vital klien, TD = 120/80 mmHg (N :
120/80 mmHg). Nadi : 80x/menit (N : 60 – 100 x/mnt), pernapasan : 20x/menit
(N : 16 – 20 x/mnt), suhu : 36.90C (36 – 37,50C).
Pukul 07.30 WIB mengukur intake dan output klien, intake ; minum : 300 ml/8
jam, parenteral 300 ml/8 jam, transfusi darah 250 ml. output ; urine : 500 ml/8
jam.
Evaluasi
Tanggal : 24 Juli 2008
Pukul 08.10 WIB
S : Klien mengatakan kemarin BAK ± 8- 9x/hari, minum ± 1000 ml/8 jam, dan
klien puasa sejak pukul 04.00 pagi
O : Intake dan output, intake ; minum : ± 1000 ml/24 jam, parenteral : 1100
ml/24 jam, transfuse : 500 ml/24 jam, output ; urine : 1550 ml/24 jam, IWL
: 900 ml/24 jam. Balance cairan = 2600 – 2350 = +250 ml/24 jam. Tanda-
65
tanda vital TD : 120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg). , N : 80x/menit (N :
60 – 100 x/mnt, P : 20x/menit (N : 16 – 20x/mnt), S : 36.90C (N : 36 –
37,50C. Oedema pada daerah bekas penusukan syringe pump sudah
berkurang
A : Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan
tekanan osmotik koloid, masih ada
P : Intervensi
1. Ukur intake dan output tiap hari
2. Observasi derajat perifer / edema dependen
4. Pantau albumin serum dan elektrolit
Pelaksanaan
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 11.00 mengukur intake dan output klien. Intake ; minum : klien puasa
sejak pukul 04.00 pagi, parenteral : 300 ml/8 jam. Output ; urine : 300 ml/8 jam.
Pukul 11.20 mengobservasi derajat edema. edema sudah berkurang.
Pukul 11.30 mengukur tanda-tanda vital, TD : 120/80 mmHg (N : 120/80
mmHg), Nadi : 76x/menit (N : 60 – 100x/mnt), pernapasan : 20x/menit (N : 16 –
20x/mnt), suhu : 36.50 C (36 – 37.50C).
Pukul 11.40 memantau albumin serum dan elektrolit dan albumin untuk tanggal
24 Juli 2008 tidak ada dan hematokrit : 27% (33 – 45%).
66
Evaluasi :
Tanggal : 24 Juli 2008
Pukul 12.10 WIB
S : Klien mengatakan masih puasa, BAK 2 kali
O : Balance cairan klien, intake ; minum : klien puasa, parenteral : 300 ml/8
jam. Output ; urine : 300 ml/8 jam, IWL : 300 ml/8 jam. Balance cairan :
300 – 600 = -300 ml/8 jam. Edema sudah berkurang..
A : Kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan
terjadi perubahan
P : Intervensi
1. Ukur intake dan output tiap hari
2. Observasi derajat perifer / edema dependen
4. Pantau albumin serum dan elektrolit
5. Berikan albumin bebas garam/ plasma, proten 3 x 48 gram/hari extra
telur 3 butir / hari
3. Diagnosa III
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel, ditandai dengan :
Data subjektif :
- Klien mengatakan berat badan sebelum sakit (1 bulan yang
lalu) 76 kg, keluarga klien mengatakan berat banda klien menurun sejak sakit
(1 bulan yang lalu).
67
Data objektif :
- Klien tampak lemas, konjungtiva klien anemis, warna kulit klien pucat, LILA
klien 28 cm, bising usus klien 6x/menit, berat badan sekarang belum dapat
dikaji, hasil pemeriksaan laboratorium tgl 19 Juli 2008 Hb = 9,9 gr/dl (N :
13,2 – 17,3 g/dl), tgl 21 Juli 2008 albumin = 2,50 gr/dl (N : 3,40 -4,80 gr/dl),
tgl 22 Juli 2008 GDN/2 PP belum ada, GDS : 217 mg/dl (N : 70 – 140
mg/dl), klien terpasang insulin drip 50 unit (actrapid) + NaCl 0,9 % 50 cc
dalam syringe pump, klien mendapatkan actrapid 3 x 5 iu sebelum makan
(pagi, siang, sore).
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko
perubahan nutrisi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Berat badan klien stabil, menghabiskan diet sesuai porsi, nilai hasil laboratorium
normal (Hb, albumin, gula darah).
Rencana tindakan :
a. Observasi status nutrisi klien
Rasional : mengetahui asupan nutrisi klien
b. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntah.
Rasional : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi /ileus paralitik) yang
akan mempengaruhi pilihan intervensi.
68
c. Timbang berat badan sesuai yang adekuat
Rasional : mengkaji pemasukan yang adekuat
d. Beri makanan porsi kecil tapi sering
Rasional : mengurangi rasa mual dan memberi rasa nyaman
e. Kolaborasi : pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton,
pH dan HCO3, Hb, albumin
f. Berikan pengobatan insulin secara teratur
Rasional : menurunkan insiden hipoglikemia
g. Kolaborasi = dengan ahli diet
Rasional : untuk memperhitungkan dan penyesuaian diet
Pelaksanaan
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 12.10 WIB mengobservasi status nutrisi klien, klien menghabiskan 1 porsi
makanannya.
Pukul 10.30 WIB mengauskultasi bising usus, mencatat adanya nyeri abdomen /
perut kembung, mual, muntah, bising usus klien 6x/menit, nyeri abdomen tidak
ada, mual dan muntah tidak ada, memantau pemeriksaan laboratorium seperti
glukosa darah aseton, pH dan HCO3, glukosa darah sewaktu tanggal 22 Juli 2008
= 217 mg/dl (70 – 140mg/dl), tgl 21 Juli 2008 HCO3 = 23,3 mmol/l (N : 21,0 –
28,0 mmol/l).
Pukul 12.00 WIB memberikan insulin actrapid 5 iu sebelum makan. Kolaborasi
dengan ahli diet, klien mendapatkan diet diabetes melitus 2100 kalori.
Pukul 17.30 WIB memberikan terapi insulin, klien mendapatkan actrapid 5 iu.
69
Pukul 21.00 WIB memberikan terapi insulin insulaktad (oleh perawat ruangan),
mendapatkan insulaktad 5 iu.
Evaluasi
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 07.30 WIB
S : Klien mengatakan menghabiskan 1 porsi makanannya
O : Berat badan klien tidak dapat dikaji, klien tampak menghabiskan 1 porsi
makanannya. Nilai hasil laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Hb = 9,9 g/dl (N
: 13,2 – 17,3 g/dl), tanggal 21 Juli 2008 : Albumin : 2,50 g/dl (N : 3,40 –
4,80 g/dl), tanggal 23 Juli 2008 GDS : 105 mg/dl (70 – 140 mg/dl).
A : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel.
P : Intervensi
1. Observasi status nutrisi klien.
2. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual muntah.
3. Timbang berat badan sesuai indikasi.
4. Beri makanan porsi kecil tapi sering.
5. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH,
HCO3, Hb, albumin.
6. Berikan pengobatan insulin secara teratur.
7. Pemeriksaan sleeding scele / 6 jam diganti dengan KGDH setiap pukul
06.00, 11.00, 18.00.
70
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 08.20 WIB mengobservasi status nutrisi klien, klien mengatakan
menghabiskan 1 porsi makanannya.
Pukul 08.30 WIB mengauskultasi bising usus, mencatat adanya nyeri
abdomen/perut kembung, mual, muntah, bising usus klien 9x/menit, nyeri
abdomen tidak ada, perut klien agak kembung, mual muntah tidak ada, berat
badan klien belum dapat dikaji.
Pukul 12.00 WIB mengambil darah untuk pemeriksaan KGDH, darah klien
diambil 1 cc.
Pukul 12.00 WIB memberikan insulin actrapid 5 iu sebelum makan.
Pukul 17.30 WIB memberikan terapi insulin (oleh perawat ruangan),
mendapatkan actrapid 5 iu.
Pukul 18.00 WIB mengambil darah untuk pemeriksaan KGDH (oleh perawat
ruangan), darah klien diambil 1 cc, hasil KGDH belum ada.
Pukul 21.00 WIB memberikan terapi insulin insulaktad (oleh perawat ruangan),
klien mendapatkan insulaktad 5 iu.
Pukul 06.30 WIB memberikan terapi insulin actrapid (oleh perawat ruangan),
klien mendapatkan actrapid 5 iu.
71
Evaluasi
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 08.20 WIB
S : Klien mengatakan puasa sejak pukul 04.00
O : Berat badan klien tidak dapat dikaji, klien puasa karena akan menjalani
operasi debridement. Nilai laboratorium KGDH (Kurve Gula Darah
Harian) tanggal 23 Juli 2008, hasil GDS Pukul 06.00 : 105 mg/dl (N = 80-
145 mg/dl), GDS Pukul 11.00 : 167 mg/dl (N = 70-140 mg/dl), GDS Pukul
16.00 : 260 mg/dl (N = 70-140 mg/dl). Insulin drip dihentikan.
A : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel.
P : Intervensi
1. Observasi status nutrisi klien.
5. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH,
HCO3, Hb albumin.
Klien rencana operasi debridement pukul 13.00 WIB.
Pelaksanaan
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 11.00 mengobservasi status nutrisi klien : klien mengatakan masih puasa.
Memantau pemeriksaan laboratorium seperti : Glukosa darah, Hb, albumin. GDS
tanggal 24 Juli 2008 = 202 mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl), Hb = 9,0 g/dl (N : 13,2 –
17,3 g/dl), albumin tidak ada.
72
Evaluasi
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 12.10
S : Klien mengatakan puasa sejak pukul 04.00 pagi
O : Berat badan klien tidak dapat dikaji, klien puasa karena akan menjalani
operasi debridement, nilai hasil laboratorium, glukosa darah = 202 mg/dl
(N : 70 – 140 mg/dl), Hb = 9,0 g/dl (N : 13,2 – 17,3 g/dl), albumin tidak
ada.
A : Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel masih ada.
P : Intervensi dilanjutkan : dan didelegasikan kepada perawat ruangan
1. Observasi status nutrisi klien.
2. Timbang berat badan sesuai indikasi.
5. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH,
HCO3, Hb, albumin.
6. Berikan pengobatan insulin secara teratur.
7. Pemeriksaan sleeding scele / 6 jam diganti dengan KGDH setiap pukul
06.00, 11.00, 18.00. Berikan albumin, proten 3x48 gram/hari, extra
telur 3 butir/hari.
4. Diagnosa IV
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan tidak
adekuat (Hb menurun) proses inflamasi, ditandai dengan :
73
Data subjektif:
- Klien mengatakan merasa lemas
Data objektif :
- Keadaan umum sedang, klien tampak lemas, kesadaran
kompos mentis, GCS = E : 4, M : 6, V : 5, konjungtiva klien anemis, wajah
klien tampak pucat, hasil pemeriksaan laboratorium tgl 19 Juli 2008 Hb : 9,9
gr/dl (N : 13,2 – 17,3 g/dl), leukosit : 18,4 ribu/ul (N : 5000 – 10000/ul ),
TTV Klien : TD = 110/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), N = 88x/menit (N : 60
-100x/mnt), P = 24x/menit (N : 16 – 20x/mnt), S = 370 C (N : 36 – 37,50C)
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien
mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Kriteria hasil :
Klien mengungkapkan peningkatan energi, dapat beraktivitas secara bertahap.
Rencana tindakan
a. Observasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan
b. Batasi aktivitas klien, misal mandi/lap di tempat tidur / mandi dengan duduk.
Rasional : membatasi pengeluaran energi yang berlebihan
c. Bantu/dorong perawatan dan kebersihan diri
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan kebersihan tubuh
d. Ubah posisi klien sesuai kemampuan
Rasional : menurunkan resiko infeksi
74
Pelaksanaan
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 12.30 WIB mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-
hari, hasil : klien mengkonsumsi snack (bubur kacang hijau dari rumah sakit)
dengan dibantu keluarga (karena kedua tangannya dipasang infus NaCl 0,9 &
dan syringe pump).
Pukul 13.00 WIB mengubah posisi klien sesuai kemampuan, hasil : klien
mampu miring kiri-miring kanan secara mandiri.
Pukul 16.30 WIB membantu perawatan dan kebersihan diri (mandi dan sikat
gigi, oleh keluarga klien), hasil : klien dibantu oleh keluarga.
Pukul 06.00 WIB mengukur TTV klien (oleh perawat ruangan) = TD : 110/70
mmHg, N : 80x/menit, pernapasan : 22x/menit, suhu : 370C.
Evaluasi
Tanggal 23 Juli 2008
S : Klien mengatakan pagi ini merasa lebih segar.
O : Keadaan umum klien sedang, wajah klien tampak lebih segar. Klien
tampak dibantu keluarga saat makan, hasil pemeriksaan laboratorium untuk
tanggal 23 Juli 2008 Hb dan leukosit tidak ada. TTV klien, TD : 120/80
mmHg (N : 120/80 mmHg), N : 80x/menit (N : 60 – 100x/mnt), pernapasan
: 20x/menit (N : 16 – 20x/mnt), suhu : 36.90 C (36 – 37,50C).
A : Masalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi
jaringan tidak adekuat (Hb menurun), proses inflamasi teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan :
75
1. Observasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-
hari.
3. Bantu / dorong perawatan dan kebersihan diri.
4. Ubah posisi klien sesuai kemampuan.
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 12.30 WIB mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-
hari, klien mampu makan sendiri (karena syringe pump sudah dilepas).
Pukul 12.40 WIB mengubah posisi klien sesuai kemampuan, klien sudah mampu
miring kiri dan miring kanan sendiri tanpa dibantu perawat dan keluarga.
Pukul 06.00 WIB mengukur tanda-tanda vital (oleh perawat ruangan) TD =
120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), Nadi : 80x/menit (N : 60 – 100x/mnt),
pernapasan 20x/menit (N : 16-20 x/mnt), suhu = 36.90C (36 – 37,50C).
Evaluasi
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 08.30 WIB
S : Klien mengatakan hari ini puasa, tetapi klien tidak merasa lemas.
O : Keadaan umum klien sedang, klien tampak mampu miring kiri dan miring
kanan secara mandiri. hasil pemeriksaan laboratorium Hb : 9,0 g/dl (13,2 –
13,7g/dl), leukosit = 4,8 ribu/ul (5000 – 10000/ul), TTV klien, TD : 120/80
mmHg (N : 120/80 m(N : 60 – 100x/mnt), mmHg), N : 80x/menit (N : 60 –
100x/mnt), pernapasan : 20x/menit (N : 60 – 100x/mnt), suhu : 36.90 C (N
: 36 – 37,50C).
76
A : Masalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi
jaringan tidak adekuat (Hb menurun), proses inflamasi teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
5. Diagnosa V
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan infus/syringe pump, ditandai dengan :
Data subjektif :
- Klien mengatakan Infus NaCl 0,9 % dipasang sejak tanggal
19 Juli 2008 dan syringe pump dipasang sejak tanggal 20 Juli 2008, merasa
nyeri pada daerah penusukan syringe pump
Data objektif :
- Balutan infus NaCl 0,9 % tampak bersih, daerah penusukan syringe pump
tampak bengkak, agak merah, klien terpasang infus NaCl 0,9 % 500 ml/8 jam
= 20 tts/mnt, insulin drip 50 unit (actrapid) + NaCl 0,9 % 50 cc dalam
syringe pump, hasil pemeriksaan laboratorium tgl 19 Juli 2008 Leukosit =
18,4 ribu/ul (N : 5000 – 10000/ul), TTV : TD = 110/80 mmHg (N : 120/80
mmHg), N = 88x/menit (N : 60 – 100x/mnt), P = 24x/menit (16 – 20 x/mnt),
S = 370 C (N : 36 – 37,5 0C).
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi.
Kriteria hasil
77
Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesa), leukosit
dalam batas normal (5000-10.00/ul). Tanda-tanda vital dalam batas normal, TD :
120/80 mmHg , N : 60-100x/menit , P : 16-20x/menit, S : 36-37.50C.
Rencana tindakan
a. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor, kalor, dolor, tumor,
fungsiolesa)
Rasional : mengetahui tanda-tanda infeksi dan mengintervensi segera
b. Pertahankan teknik septic dan aseptic pada prosedur invasife dengan
mengganti balutan pada area pemasangan infuse.
Rasional : mencegah timbulnya infeksi
c. Observasi tanda-tanda vital (terutama suhu)
Rasional : dugaan adanya infeksi
d. Observasi nilai laboratorium terutama leukosit
Rasional : leukosit meningkat mengindikasikan terjadinya infeksi
e. Berikan obat antibiotik
Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
Pelaksanaan
Tanggal 22 Juli 2008
Pukul 09.30 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan (rubor,
kalor, dolor, tumor, fungsiolesa), daerah penusukan syringe pump tampak
bengkak, agak merah, aliran insulin tampak lancar.
78
Pukul 10.00 WIB melepas balutan syringe pump dan mengganti daerah tempat
penusukan syringe pump, hasil : tempat penusukan syringe pump diganti, aliran
lancar. Memberikan obat antibiotic (metronidazole 500 mg/ml), obat masuk
melalui intravena.
Pukul 22.00 WIB memberikan antibiotic ceftriaxone 2 gr (oleh perawat ruangan)
hasil : obat masuk melalui intravena.
Pukul 06.00 WIB mengukur TTV klien = TD : 110/70mmHg (N : 120/80
mmHg), N : 80x/menit (60 – 100x/mnt), pernapasan : 22x/menit (N : 16 –
20x/mnt), suhu : 370 C (36 - 370C).
Evaluasi
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 07.30 WIB
S : Klien mengatakan rasa nyeri pada daerah bekas penusukan syringe pump
sudah berkurang.
O : Daerah bekas penusukan syringe pump bengkak agak berkurang, merah
tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium untuk tanggal 23 Juli 2008 tidak
ada. Tanda-tanda vital klien, TD : 110/70 mmHg (N : 120/80 mmHg), N :
80x/menit (60 – 100x/mnt), pernapasan : 22x/menit (N : 16 – 20x/mnt),
suhu : 370 C (36 – 37,50C).
A : Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan infuse/syringe pump masih ada.
P : Intervensi dilanjutkan
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
79
2. Pertahankan teknik-teknik septik dan aseptik pada prosedur invasife
dengan mengganti balutan pada area pemasangan infus.
3. Observasi tanda-tanda vital.
4. Observasi nilai laboratorium terutama leukosit.
5. Berikan obat antibiotik.
Pelaksanaan
Tanggal 23 Juli 2008
Pukul 09.30 WIB mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, daerah
bekas penusukan syringe pump tampak oedema, merah tidak ada, tetesan infuse
NaCl 0,9% tidak lancar.
Pukul 11.30 WIB melepas infus NaCl 0,9 %.
Pukul 12.30 WIB melepas tusukan syringe pump, memasang infuse NaCl 0,9 %,
tetesan infuse lancar 20 tetes/menit.
Pukul 18.00 WIB memberikan antibiotik (metronidazole 500 mg/100 ml) oleh
perawat ruangan, obat masuk obat masuk melalui intravena.
Pukul 22.00 WIB, memberikan antibiotik ceftriaxone 2 gr (oleh perawat
ruangan) obat masuk melalui intravena.
Pukul 02.00 WIB memberikan obat antibiotik metronidazole 500 mg/100 ml
(oleh perawat ruangan) obat masuk melalui intravena.
Pukul 06.00 WIB mengukur TTV (oleh perawat ruangan) : TD = 120/80 mmHg
(N : 120/80 mmHg), Nadi 80 x/menit (N : 60 – 100x/mnt), pernapasan :
20x/menit (N : 16 – 20x/mnt), suhu : 36.90C (N : 36 – 37,50C).
80
Evaluasi
Tanggal 24 Juli 2008
Pukul 08.00 WIB
S : Klien mengatakan tidak merasa nyeri lagi pada daerah bekas penusukan
syringe pump.
O : Daerah bekas penusukan syringe pump tampak tidak bengkak, oedema dan
merah lagi. Nilai laboratorium tanggal 24 Juni 2008 leukosit : 4800/ul (N :
5000 – 10000/ul), TTV = TD : 120/80 mmHg (N : 120/80 mmHg), N :
80x/menit (N : 60 – 100x/mnt), P : 20x/menit (N : 16 – 20x/mnt), suhu :
36.90 C (N : 36 – 37,50C).
A : Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya
mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus / syringe pump
masih ada.
P : Intervensi pertahankan dan didelegasikan kepada perawat ruangan.
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
2. Pertahankan teknik septik dan aseptik pada prosedur invasife.
3. Observasi tanda-tanda vital.
4. Observasi nilai laboratorium terutama leukosit.
5. Berikan obat antiseptik.
81
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai kesenjangan antara teori dan kasus
yang terdiri dari pengkajian diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi. Dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan diabetes melitus
tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah
Rumah Sakit Umum Fatmawati, Jakarta, yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juli sampai
24 Juli 2008, penulis menemukan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus
mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2008, yang
didapatkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik serta didokumentasikan,
ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus.
Dalam teori dikatakan etiologi terjadinya diabetes melitus adalah faktor usia,
faktor genetik, obesitas dan diet atau pola makan yang salah, sama seperti etiologi
82
yang terjadi pada klien. Manifestasi klinis yang ditemukan pada klien sama seperti
pada teori diantaranya banyak makan, kelemahan atau kelelahan dan berat badan
menurun. Pemeriksaan penunjang yang ada pada kasus tetapi tidak ada dalam teori
adalah pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan fungsi hati (protein total,
albumin, globulin).
Pada saat pemeriksaan fisik melalui pengkajian penulis menemukan adanya
tanda-tanda infeksi seperti tampak ada rembesan pus pada balutan luka. Faktor
pendukung dalam melakukan pengkajian, klien dan keluarga kooperatif dan data
yang diperoleh tidak terlalu menyimpang dari teori yang ada, kerja sama dengan
perawat ruangan baik, dokumen yang ada cukup lengkap, standar yang dipakai di
ruangan sesuai dengan standar yang ada dalam teori. Faktor penghambat selama
proses pengkajian penulis tidak menemukannya.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada teori dengan diabetes melitus diagnosa keperawatan yang muncul
menurut Marlyn E. Doengoes, at all, 2000, ada tujuh diagnosa yaitu : kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari hiperglikemia), perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, resiko tinggi infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar
glukosa tinggi, resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan
dengan perubahan ketidakseimbangan glukosa/insulin/elektrolit, kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, ketidakberdayaan
berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat diobati
dan kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
83
berhubungan dengan kurangnya informasi. Sedangkan pada kasus yang muncul
adalah resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah yang ditandai dengan keadaan balutan luka dengan pus yang
merembes dan luka klien sudah terdapat pus dan darah. Resiko kelebihan volume
cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid ditandai
dengan klien mengatakan BAK ± 5-6 kali perhari, balance cairan klien 2100 ml –
1800 ml = +300 ml/24 jam. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa dalam sel
ditandai dengan keluarga klien mengatakan berat badan klien menurun sejak sakit (1
bulan yang lalu), hasil laboratorium gula darah sewaktu = 217mg/dl (N : 70 –
140mg/dl). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi
jaringan tidak adekuat (Hb menurun) ditandai dengan klien tampak lemas, hasil
laboratorium : Hb = 9,9 g/dl (N : 13,2 – 17,3g/dl). Resiko terhadap infeksi
berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap
pemasangan infus/syringe pump, ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri
pada daerah penusukan syringe pump, daerah penusukan syringe pump tampak
bengkak, agak merah.
Diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak muncul pada kasus terdapat lima
diagnosa, yaitu : kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
(dari hiperglikemia), resiko tinggi terhadap perubahan sensori persepsual
berhubungan dengan perubahan ketidakseimbangan glukosa atau insulin/elektrolit,
kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang
tidak dapat diobati dan kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan
84
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi, dikarenakan tidak
ada data informasi yang menunjang untuk diagnosa tersebut.
Faktor pendukung untuk kelima diagnosa yang diangkat pada kasus, data
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi klien saat itu. Pada waktu
mengangkat diagnosa penulis tidak menemukan faktor penghambat.
C. Perencanaan
Perencanaan dibuat berdasarkan prioritas masalah sebagai berikut : observasi
tanda-tanda infeksi dan peradangan, ganti balutan dengan teknik septik dan aseptik,
ukur intake dan output tiap hari, observasi status nutrisi klien, observasi kemampuan
klien melakukan aktivitas sehari-hari, pertahankan teknik septik dan aseptik pada
prosedur invasif. Dalam membuat perencanaan penulis menemukan bahwa diagnosa
keperawatan yang diangkat tidak sesuai dengan prioritas dalam teori. Pada kasus
prioritas yang diangkat yaitu resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah, diagnosa ini diangkat sebagai prioritas
karena sesuai dengan kondisi klien saat itu dengan keadaan balutan luka dengan pus
yang merembes dan luka klien sudah terdapat pus dan darah. Pada teori tidak
terdapat kriteria waktu sedangkan pada kasus kriteria waktu selama 3x24 jam, dari
masing-masing diagnosa. Begitu pun dengan kriteria hasil disusun sesuai dengan
keadaan klien sehingga dapat dicapai dan diukur. Faktor pendukung dalam membuat
perencanaan keperawatan penulis mendapatkan melalui literatur, sedangkan faktor
penghambatnya tidak penulis temukan.
85
D. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis sesuaikan dengan rencana
tindakan yang telah penulis susun berdasarkan prioritas masalah yang dilakukan
3x24 jam antara lain mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, mengganti
balutan luka dengan teknik septik dan aseptik, mengukur intake dan output tiap hari,
mengobservasi status nutrisi klien, mengobservasi kemampuan klien melakukan
aktivitas sehari-hari, mempertahankan teknik septik dan aseptic pada prosedur
invasif. Namun dalam pelaksanaan keperawatan dari beberapa rencana tindakan
yang penulis tidak dapat lakukan seperti memberikan obat pada malam hari,
dikarenakan penulis hanya bertugas pada pagi hari. Alternatif pemecahan masalah
yang penulis lakukan adalah mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk
melanjutkan rencana tindakan keperawatan pada klien Tn. S. Faktor pendukung
klien dan keluarga cukup kooperatif serta perawat ruangan dapat bekerja sama
sehingga implementasi terlaksana dengan baik. Faktor penghambat yaitu klien
terpasang infus di tangan kanan dan terpasang syringe pump di tangan kiri dan kaki
kiri klien tidak mampu untuk menapak dengan baik sehingga berat badan klien tidak
dapat diukur, solusinya menunggu keadaan luka di kaki kiri klien sedikit membaik
sehingga klien dapat menapak di atas timbangan untuk mengukur berat badan klien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan bertujuan untuk
menilai perkembangan kesehatan klien mengacu kepada kriteria evaluasi dan tujuan.
Dari lima diagnosa yang terdapat pada kasus, yang sudah teratasi adalah intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik: perfusi jaringan tidak adekuat (Hb
86
menurun) ditunjukkan dengan klien tidak merasa lemah lagi, dan klien mampu
mengubah posisi (miring kiri dan miring kanan) secara mandiri sedangkan empat
diagnosa lainnya belum teratasi yaitu resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan
dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah dimana keadaan luka klien masih
terdapat pus dan darah. Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik koloid dimana balance cairan klien 300 ml-600 ml = -
300 ml/8 jam. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel dimana hasil
GDS tanggal 24 Juli 2008 : 202mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl). Resiko terhadap infeksi
berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap
pemasangan infus/syringe pump, dimana klien masih terpasang infus NaCl 0,9% 20
tts/menit pada tangan kanannya, namun penulis tetap melanjutkan rencana tindakan
tersebut yang belum teratasi, dengan mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk
melanjutkan rencana tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.
Faktor pendukung adalah klien, keluarga kooperatif dan perawat ruangan
dapat bekerjasama sehingga mudah dalam melaksanakan rencana tindakan, program
pengobatan dan penulis tidak menemukan hambatan.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penerapan proses keperawatan yang penulis lakukan pada klien
Tn. S dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene di
lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta,
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 22 Juli 2008, dimana yang menjadi
penyebabnya adalah obesitas dan pola makan yang salah. Dengan gejala seperti
banyak makan, kelemahan tubuh, atau kelelahan dan berat badan menurun, serta
adanya luka gangrene yang merupakan komplikasi dari diabetes melitus.
Penulis menemukan lima diagnosa yaitu : resiko tinggi perluasan infeksi
berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Resiko kelebihan
volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan osmotic koloid.
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel. Intoleransi aktivitas
88
berhubungan dengan kelemahan fisik:Perfusi jaringan tidak adekuat (Hb menurun).
Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikro organisme
sekunder terhadap pemasangan infus/syringe pump.
Dalam membuat rencana keperawatan, tiap-tiap rencana tindakan
berdasarkan prioritas masalah yang ada pada klien. Rencana yang sudah dilakukan
sesuai kondisi klien adalah mengobservasi tanda-tanda vital, mengobservasi tanda-
tanda infeksi dan peradangan, mengganti balutan luka dengan teknik septik dan
aseptik, mengukur intake dan output tiap hari, mengobservasi status nutrisi klien,
mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari dan
mempertahankan teknik septic dan aseptik pada prosedur invasife. Untuk tindakan
keperawatan yang belum dilakukan penulis didelegasikan kepada perawat ruangan.
Pada tahap evaluasi terdapat satu diagnosa yang sudah teratasi yaitu
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan tidak
adekuat (Hb menurun) sedangkan empat diagnosa yang belum teratasi yaitu resiko
tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam
darah, resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan
tekanan osmotic koloid, resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel
dan resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan infus / syringe pump.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas setelah penulis melakukan asuhan
keperawatan dan interaksi dengan klien, tim keperawatan dan tim kesehatan di lantai
89
V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta, penulis
memberikan saran sebagai berikut :
1. Mahasiwa/i atau perawat, hendaknya dapat mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan diabetes melitus dengan komplikasi gangrene.
2. Klien diharapkan untuk menciptakan pola hidup yang baik dengan menghindari
konsumsi makanan dan minuman yang berkadar gula tinggi serta melakukan
perawatan luka yang septik dan aseptik untuk menghindari infeksi lebih lanjut.
3. Untuk institusi meningkatkan sarana dan prasarana kampus seperti alat-alat
laboratorium, dan literatur-literatur sehingga dapat memperlancar proses belajar
mengajar serta penyusunan karya tulis ilmiah, menyediakan tenaga kerja dan
dosen yang berpengalaman dan berkualitas dalam memberikan bimbingan
kepada mahasiswa/i sehingga dapat menghasilkan perawat-perawat yang
berkualitas dan profesional.
90
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Juall Lynda.(1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan (Alih Bahasa : Ester Monica Skp, et all).Edisi 2.Jakarta : EGC
Doengoes, E. Marilyn, dkk.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3 (Alih Bahasa : I Made Kariasa dkk).Jakarta : EGC
Enggram, Barbara.(1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3 (Alih Bahasa : Suharyati samba).Jakarta : EGC
Harnowo, Sapto.(2001). Keperawtan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
Lewis, Sharon.(2003). Medical Surgical Nursing assessment of clinical Problem. Missouri : Mosby
Noer, Sjaifoellah Prof. dr. H. M.(2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I.Edisi 3.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry.(2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik, volume 2.Edisi 4.Jakarta:EGC
Priscilia lemone, Karen M. Burke.(2004). Medical Surgical Nursing. Addison Wesley Nursing.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong.(2006). Buku Ajar Ilmu Badah. Edisi 2.Jakarta : EGC
Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth Vol.2.Edisi 8.Jakarta EGC
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.(2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Volume 1.Edisi 4.Jakarta : EGC
http://id.wikipedia.org/wiki/diabetes-melitus
91
www.blogdokter.net/2007/06/13/diabetes-melitus
www.medicastore.com/diabetes
ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil
sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa
melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon.
Dalam sistem endokrin terdapat delapan kelenjar : Hipotalamus, pituitary /
hipofise, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal, pineal, kelenjar reproduksi
dan kelenjar pankreas.
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan pajang 12.5 cm dan
tebal kurang lebih 2.5 cm. Pankreas terdiri dari :
- Kepala pankreas, merupakan bagian yang paling lebar terletak di sebelah kanan
rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum.
- Badan pankreas, merupakan bagian utama dan letaknya di belakang lambung dan
vertebra lumbalis I.
- Ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri.
Dua jaringan utama yang menyusun pankreas :
- Asini
- Pulau Langerhans
92
Sel-sel dalam pulau ini dapat dibagi menjadi beberapa jenis :
a. Sel Alpha, berfungsi mensekresikan glukogen.
b. Sel Beta, berfungsi mensekresikan insulin.
c. Sel Delta, berfungsi mensekresikan somatostatin.
d. Sel F, berfungsi mensekresikan polipeptida pankreas.
Fisiologi
Fungsi insulin adalah :
- Meningkatkan metabolisme karbohidrat.
- Meningkatkan timbunan glikogen.
- Meningkatkan sintesa asam lemak.
93
PENGAMBILAN DARAH VENA
Alat dan bahan
1. Spuit ukuran 5-10 cc
2. Kapas alkohol dalam tempatnya
3. Antikoagulan (untuk mencegah hemolisis), seperti EDTA (ethylene diaminetetra
acetate)
4. Botol/tabung untuk menampung darah.
5. karet pembendung (opsional)
Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. cuci tangan
3. ambil spuit sesuai kebutuhan sampel yang akan diambil (5>10 cc).
4. tentukan vena yang akan diambil darahnya.
5. lakukan disinfeksi dengan kapas alkohol.
6. lakukan pengikatan dengan karet pembendung bagian atas vena yang akan
dilakukan pengambilan darah (bila pengambilan dilakukan oleh satu orang).
95
7. lakukan penusukan pada vena dengan jarum spuit menghadap ke atas dengan
sudut 30-450 terhadap kulit. Lanjutkan pengambilan darah dan saat pengambilan
karet pembendung dilepaskan lebuh dahulu.
8. Setelah didapatkan sampel yang diperlukan lakukan penekanan pada area
penusukan selama 2-5 menit dan masukkan darah ke dalam tabung yang telah
diberi antikoagulan (sesuaikan dengan jenis pemeriksaan).
9. Isi formulir permintaan pemeriksaan laboratorium dengan tepat dan kirimkan ke
laboratorium.
10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
11. Catat tanggal prosedur, jumlah dan jenis sampel, serta respons pasien.
96
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : GUSTI AYU SENTANA
Nama panggilan : YUYUN
Tempat / Tgl. Lahir : Dompu, 19 SEPTEMBER 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 Tahun
Agama : Hindu
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Udayana No.64 Antugan, Blahbatuh, Gianyar Bali
PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN 02 WOJA : Tahun 1993 – 1999
2. SLTP NEGERI 1 DOMPU : Tahun 1999 – 2002
3. SLTA NEGERI 1 DOMPU : Tahun 2002 – 2005
4. DIPLOMA III Keperawatan Politeknik Karya Husada Jakarta : Tahun 2005 – 2008
97