kti asfiksia

47
BAB 2 TINJAUAN KHUSUS 2.1 Batasan Batasan judul dalam KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini adalah : 2.1.1 Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu, menugaskan orang lain untuk melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya (Effendi Nasrul, 1995 : 3). 2.1.2 Neonatus adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan (Prawirohardjo Sarwono, 2000) 2.1.3 Premature atau preterm adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan < 37 minggu, dengan berat badan yang sesuai (Mochtar Rustam, 1998). Sejak tahun 1961, WHO telah mengganti istilah prematur dengan BBLR, BBLR sendiri dikelompokkan menjadi 2 : Sesuai masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi sesuai masa kehamilan. Kecil masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi kecil dibandingkan dengan usia kehamilan. Pada karya tulis ini penulis mengambil BBLR yang sesuai masa kehamilan, yaitu bayi yang lahir usia kehamilan < 37 minggu dengan berat lahir <2500 gram. 7

Upload: agung-jagik

Post on 06-Aug-2015

95 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: KTI Asfiksia

BAB 2

TINJAUAN KHUSUS

2.1 Batasan

Batasan judul dalam KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini adalah :

2.1.1 Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan secara

sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk

mengatasinya, melaksanakan rencana itu, menugaskan orang lain untuk

melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah

yang diatasinya (Effendi Nasrul, 1995 : 3).

2.1.2 Neonatus adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan (Prawirohardjo Sarwono,

2000)

2.1.3 Premature atau preterm adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan < 37

minggu, dengan berat badan yang sesuai (Mochtar Rustam, 1998).

Sejak tahun 1961, WHO telah mengganti istilah prematur dengan BBLR,

BBLR sendiri dikelompokkan menjadi 2 :

Sesuai masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi sesuai masa

kehamilan.

Kecil masa kehamilan (SMK) yaitu berat badan bayi kecil dibandingkan

dengan usia kehamilan.

Pada karya tulis ini penulis mengambil BBLR yang sesuai masa kehamilan,

yaitu bayi yang lahir usia kehamilan < 37 minggu dengan berat lahir <2500

gram.

2.1.4 Post Asfiksia berat adalah masa sesudah bayi baru lahir tidak dapat bernafas

secara spontan dan adekuat dengan AS (0-3)(Wirjoatmodjo, 1994).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Post Asfiksia Berat

2.2.1 Pengertian

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh

hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-

faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro

Hardjo, Sarwono, 1997).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa

bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994).

Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang

tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan

7

Page 2: KTI Asfiksia

ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta

sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak

dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan

untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut

yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa

faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa

Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor

etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut:

2.2.2.1 Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.

Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika

atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena

pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.

2.2.2.2 Faktor Placenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta

tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

2.2.2.3 Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali

pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan

lain-lain.

2.2.2.4 Faktor Persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995).

2.2.3 Patofisiologi

Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam

pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat

CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,

sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga

paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini

sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh

karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi

darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk

kedalam arteriol paru.

Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali

(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli

akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli

8

Page 3: KTI Asfiksia

akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol

paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat

secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan

dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari

jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam

Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole

paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk

sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.

Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan

diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan

alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang

beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan

menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan

normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk

mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang

perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada

pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan

sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat

lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama

setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli

masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini

janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan

tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa

terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang

dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar.

Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara

kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi

dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara

lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi

paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh

vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan

terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus

Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.

Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh

tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan

tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau

menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun

9

Page 4: KTI Asfiksia

kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan

pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis

respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi

metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang

terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan

keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan

mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan

sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan

frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada

penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya

kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya

sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang

biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada

bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa

pasca neonatus.

Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan

penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan

terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga

penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan

meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi

miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen

pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic

Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap

pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru

lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara

cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

2.2.4 Gejala Klinik

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :

2.2.4.1 Pernafasan terganggu

2.2.4.2 Detik jantung berkurang

2.2.4.3 Reflek / respon bayi melemah

2.2.4.4 Tonus otot menurun

2.2.4.5 Warna kulit biru atau pucat

2.2.5 Diagnosis

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau

hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan

dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang

10

Page 5: KTI Asfiksia

akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu

mendapatkan perhatikan.

2.2.5.1 Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his

frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan

semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak

artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit,

dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2.2.5.2 Mekanisme Dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada

prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus

timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase

kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu

dapat dilakukan dengan mudah.

2.2.5.3 Pemeriksaan PH Pada Janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat

sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah

ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila

pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :

Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Sikor Apgar Derajat Asfiksiaa Nilai pH

1. 0 – 3 Berat < 7,2

2. 4 – 6 Sedang 7,1 – 7,2

3. 7 – 10 Ringan > 7,2

Sumber : Wiroatmodjo, 1994

2.2.5.4 Dengan Menilai Apgar Skor

Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan

penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil

penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada

umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan

resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan

prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan

11

Page 6: KTI Asfiksia

neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,

yaitu :

Tabel 2.2 Penilaian Apgar

Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2

1. Appearance

(warna kulit)

Seluruh tubuh

biru atau putih

Badan merah,

kaki biru

Seluruh tubuh

kemerah-merahan

2. Pulse

(bunyi jantung)

Tidak ada Kurang dari

100 x/ menit Lebih dari

150 x/ menit

3. Grimance

(reflek)

Tidak ada

Lunglai

Menyeringai

Fleksi ekstremitas

Batuk dan bersin

4. Activity

(tonus otot)

Tidak ada

Fleksi kuat, gerak

aktif

5. Respirotary

effort

(usaha bernafas)

Lambat atau

tidak ada Menangis kuat

atau keras

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena

peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan

akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun

paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan.

Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi

yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang

diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung

dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :

1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

12

Page 7: KTI Asfiksia

Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerah-

merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan

tindakan istimewa.

2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali

permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali

permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat,

reflek iritabilitas tidak ada.

2.2.6 Pelaksanaan Resusitasi

Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal

secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau

tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir.

Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat

dan cepat (tidak terlambat).

2.2.6.1 Membuka Jalan Nifas

1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.

2. Metode :

Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak eksentensi/

tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang

berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara

yang masuk ke paru-paru terhalangi.

Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga

terangkat 2-3 cm diatas matras.

Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi

dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings

bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.

Membersihkan Jalan Nafas

Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan

hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.

Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,

sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).

Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan

terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan

jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera

13

Page 8: KTI Asfiksia

setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan

keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan

menghisap mulut, farings dan hidung.

2.2.6.2 Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas

1. Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.

2. Metode

Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)

dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.

Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan

selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah

kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian

rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan

pernafasan.

Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila

suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik

tipis yang tembus pandang.

2.2.6.3 Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

1. Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.

2. Metode :

Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.

Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan

ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.

Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :

Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.

Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.

Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya

compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.

Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang

mempunyai pengukur tekanan.

Observasi gerak dada bayi

Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup

terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik

nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas

14

Page 9: KTI Asfiksia

panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan

diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.

Observasi gerak perut bayi

Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.

Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.

Penilaian suara nafas bilateral

Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di

kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang

benar.

Observasi pengembangan dada bayi

Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi

meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh

salah satu sebab berikut :

Perlekatan sungkup kurang sempurna.

Arus udara terhambat.

Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).

2.2.6.4 Pemberian Obat-Obatan Penunjang

Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit

walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan

kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :

1. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat

badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual

atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai

pernafasan buatan.

2. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat

badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam

perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus

dalam waktu 5 menit.

3. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

2.2.6.5 Sedangkan Untuk Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor

Adalah Sebagai Berikut :

1. Apgar skor menit I : 0-3

Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis

dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi

obat perangsang nafas lekukan resusitasi.

15

Page 10: KTI Asfiksia

Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to

tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth

respiration kemudian dibawa ke ICU.

Ventilasi Biokemial

Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan

Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium

Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8

meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang

dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x

menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu

Kesehatan Anak, 1994 : 167).

2. Apgar skor menit I : 4-6

Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.

Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-

30 detik.

Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang

dihangatkan).

Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit

lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.

3. Apgar skor menit I : 7-10

Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena

bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia

choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring.

Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,

suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari

aspirasi paru.

Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk

rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah

kepala.

Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

2.2.7 Komplikasi

2.2.7.1. Sembab Otak

2.2.7.2. Pendarahan Otak

2.2.7.3. Anuria atau Oliguria

2.2.7.4. Hyperbilirubinemia

2.2.7.5. Obstruksi usus yang fungsional

2.2.7.6. Kejang sampai koma

16

Page 11: KTI Asfiksia

2.2.7.7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax

(Wirjoatmodjo, 1994 : 168)

2.2.8 Prognosa

2.2.8.1 Asfiksia ringan / normal : Baik

2.2.8.2 Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa

baik.

2.2.8.3 Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,

atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan

kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya

cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68).

2.3. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan

sistematis untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk

mengatasinya, melaksanakan rencana itu / menugaskan orang lain untuk

melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah

yang diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).

2.3.1 Tahap pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar

dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Efendi nasrul,

1995 : 18).

Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data,

pengelompokan data dan perumusan masalah.

2.3.1.1 Pengumpulan Data

1. Data Subyektif

Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah

kesehatan (Allen Carol V. 1993 : 28).

Data subyektif terdiri dari

Biodata atau identitas pasien :

Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis kelamin

Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau

kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat (Talbott

Laura A, 1997 : 6).

Riwayat kesehatan

Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal

pada kasus asfiksia berat yaitu :

17

Page 12: KTI Asfiksia

Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk,

merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti

diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.

Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran

multiple, inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital,

riwayat persalinan preterm.

Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak

teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.

Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.

Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan

(kehamilan postdate atau preterm).

Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat

erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :

Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik

solusio plasenta maupun plasenta previa.

Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan,

persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi).

Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu sistem pernafasan.

Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian obat

penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernafasan.

Riwayat post natal

Yang perlu dikaji antara lain :

Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3)

asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.

Berat badan lGahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).

Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm 2500 gram lingkar kepala

kurang atau lebih dari normal (34-36 cm).

Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial

aesofagal.

Pola nutrisi

Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan

absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap

sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai dengan

kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan

juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi

disamping untuk pemberian obat intravena.

Kebutuhan parenteral

18

Page 13: KTI Asfiksia

Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%

Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

Kebutuhan nutrisi enteral

BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per 24 jam

BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

Kebutuhan minum pada neonatus :

Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari

(Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)

Pola eliminasi

Yang perlu dikaji pada neonatus adalah

BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

BAK : frekwensi, jumlah

Latar belakang sosial budaya

Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia

Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama

jenis psikotropika

Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu

melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.

Hubungan psikologis

Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan

ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi

akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta dapat mempererat

hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia

karena memerlukan perawatan yang intensif

2. Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan

pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku

(Effendi Nasrul, 1995)

Keadaan umum

Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih.

Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan

19

Page 14: KTI Asfiksia

menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya

terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai

dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan

kondisi neonatus yang baik.

Tanda-tanda Vital

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan

asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya

hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila

suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C –

37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal

antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat

pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).

Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk

menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).

Kulit

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada

bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.

Kepala

Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,

ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya

peningkatan tekanan intrakranial.

Mata

Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding

conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi

terhadap cahaya.

Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan

lendir.

Mulut

Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

Telinga

Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan

Leher

Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

Thorax

Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing

dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.

20

Page 15: KTI Asfiksia

Abdomen

Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae

pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya

asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus

timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi

karena GI Tract belum sempurna.

Umbilikus

Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda –

tanda infeksi pada tali pusat.

Genitalia

Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara

uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor

dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

Anus

Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta

warna dari faeses.

Ekstremitas

Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang

atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta

jumlahnya.

Refleks

Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.

Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf

pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan

Potter Patricia A, 1996 : 109-356).

3. Data Penunjang

Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam

menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat

memberikan obat yang tepat pula.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

Darah

Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung

turun karena O2 dalam darah sedikit.

Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena

bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.

Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

21

Page 16: KTI Asfiksia

Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena

sering terjadi hipoglikemi.

Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis

metabolik.

PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia

cenderung naik sering terjadi hiperapnea.

PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung

turun karena terjadi hipoksia progresif.

HCO3 (normal 24-28 mEq/L)

Urine

Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

Natrium (normal 134-150 mEq/L)

Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)

Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

Photo thorax

Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

2.3.1.2 Analisa data dan perumusan masalah

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan

menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang

relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah

kesehatan dan keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).

Tabel 2.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Sign / SymptornKemungkinan

PenyebabMasalah

1. Pernafasan tidak

teratur,

pernafasan

cuping hidung,

cyanosis, ada

lendir pada

hidung dan

mulut, tarikan

inter-costal,

abnormalitas gas

darah arteri.

- Riwayat partus lama

- Pendarahan peng-

obatan.

- Obstruksi pulmonary

- Prematuritas

Gangguan pemenuhan

kebutuhan O2

2. Akral dingin, - lapisan lemak dalam Resiko terjadinya

22

Page 17: KTI Asfiksia

cyanosis pada

ekstremmitas, keadaan

umum lemah, suhu

tubuh dibawah

normal

kulit tipis hipotermia

3. Keadaan umum

lemah, reflek

menghisap lemah,

masih terdapat retensi

pada sonde

- Reflek menghisap

lemah

Resiko gangguan

pemenuhan kebutuhan

nutrisi.

4. Suhu tubuh diatas

normal, tali pusat

layu, ada tanda-tanda

infeksi, abnormal

kadar leukosit, kulit

kuning, riwayat

persalinan dengan

ketuban mekoncal

- Sistem Imunitas yang

belum sempurna

- Ketuban mekoncal

- Tindakan yang tidak

aseptik

Resiko terjadinya infeksi

5. Akral dingin

Ekstremitas pucat,

cyanosis, hipotermi,

distrostik rendah atau

dibawah harga

normal.

- Metabolisme

meningkat

- Intake yang kurang.

- Obstruksi pulmonary

Resiko terjadinya

hipoglikemia

6. Bayi dirawat di dalam

inkubator di ruang

intensif, belum ada

kontak antara ibu dan

bayi

- Perawatan Intensif Gangguan hubungan

interpersonal antara ibu

dan bayi.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu,

keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang aktual atau potensial (Allen carol vestal, 1998 : 67).

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien post asfiksiaa berat

antara lain:

2.2.2.1 Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.

23

Page 18: KTI Asfiksia

2.2.2.2 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek

menghisap lemah.

2.2.2.3 Resiko terjadinya hipoglikemia

2.2.2.4 Resiko terjadinya hipotermia

2.2.2.5 Resiko terjadinya infeksi

2.2.2.6 Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan

rawat terpisah.

2.3.3 Rencana Perawatan

Rencana perawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan

yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya

kebutuhan pasien (Santoso NI,1993 : 20). Langkah-langkah penyusunan

rencana perawatan terdiri dari 3 kegiatan yaitu menetapkan urutan prioritas

masalah, merumuskan tujuan perawatan yang akan dicapai, menentukan

rencana tindakan perawatan.

Prioritas masalah

Penentuan prioritas berdasarkan diagnosa keperawatan, dimana prioritas

tertinggi diberikan kepada masalah yang mengancam kehidupan atau

keselamatan pasien. Masalah nyata diberikan perhatian / prioritas terlebih

dahulu dari pada masalah potensial. Penentuan prioritas dilakukan karena

tidak semua masalah dapat diatasi pada waktu yang sama (Syahlan, 2000).

24

Page 19: KTI Asfiksia

Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan pemenuhan

kebutuhan O2

sehubungan dengan post

asfiksiaa berat

Tujuan:

Kebutuhan O2 bayi terpenuhi

Kriteria:

- Pernafasan normal 40-60 kali

permenit.

- Pernafasan teratur.

- Tidak cyanosis.

- Wajah dan seluruh tubuh

1. Letakkan bayi terlentang

dengan alas yang data,

kepala lurus, dan leher

sedikit tengadah/ekstensi

dengan meletakkan

bantal atau selimut diatas

bahu bayi sehingga bahu

terangkat 2-3 cm

1. Memberi rasa nyaman

dan mengantisipasi flexi

leher yang dapat

mengurangi kelancaran

jalan nafas.

Berwarna kemerahan (pink

variable).

- Gas darah normal

PH = 7,35 – 7,45

PCO2 = 35 mm Hg

PO2 = 50 – 90 mmHg

2. Bersihkan jalan nafas,

mulut, hidung bila perlu.

2. Jalan nafas harus tetap

dipertahankan bebas

dari lendir untuk

menjamin pertukaran

gas yang sempurna.

3. Observasi gejala kardinal

dan tanda-tanda cyanosis

tiap 4 jam

3. Deteksi dini adanya

kelainan.

Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi36

25

Page 20: KTI Asfiksia

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

4. Kolaborasi dengan team

medis dalam pemberian

O2 dan pemeriksaan

kadar gas darah arteri.

4. Menjamin oksigenasi

jaringan yang adekuat

terutama untuk jantung

dan otak. Dan

peningkatan pada kadar

PCO2 menunjukkan

hypoventilasi

2. Resiko terjadinya

hipotermi sehubungan

dengan adanya roses

persalinan yang lama

dengan ditandai akral

Tujuan

Tidak terjadi hipotermia

Kriteria

Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C

Akral hangat

1. Letakkan bayi terlentang

diatas pemancar panas

(infant warmer)

1. Mengurangi kehilangan

panas pada suhu

lingkungan sehingga

meletakkan bayi

menjadi hangat

dingin suhu tubuh

dibawah 36° C

Warna seluruh tubuh

kemerahan

2. Singkirkan kain yang

sudah dipakai untuk

mengeringkan tubuh,

letakkan bayi diatas

handuk / kain yang

kering dan hangat.

2. Mencegah kehilangan

tubuh melalui konduksi.

26

Page 21: KTI Asfiksia

Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Observasi suhu bayi tiap

6 jam.

3. Perubahan suhu tubuh

bayi dapat menentukan

tingkat hipotermia

4. Kolaborasi dengan team

medis untuk pemberian

Infus Glukosa 5% bila

ASI tidak mungkin

diberikan.

4. Mencegah terjadinya

hipoglikemia

3. Resiko gangguan

penemuan kebutuhan

nutrisi sehubungan

dengan reflek

menghisap lemah.

Tujuan

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria

- Bayi dapat minum pespeen /

personde dengan baik.

1. Lakukan observasi BAB

dan BAK jumlah dan

frekuensi serta

konsistensi.

1. Deteksi adanya kelainan

pada eliminasi bayi dan

segera mendapat

tindakan / perawatan

yang tepat.

- Berat badan tidak turun lebih

dari 10%.

- Retensi tidak ada.

2. Monitor turgor dan

mukosa mulut.

2. Menentukan derajat

dehidrasi dari turgor

dan mukosa mulut.

Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi

27

Page 22: KTI Asfiksia

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Monitor intake dan out

put.

3. Mengetahui

keseimbangan cairan

tubuh (balance)

4. Beri ASI/PASI sesuai

kebutuhan.

4. Kebutuhan nutrisi

terpenuhi secara

adekuat.

5. Lakukan control berat

badan setiap hari.

5. Penambahan dan

penurunan berat badan

dapat di monito

4. Resiko terjadinya

infeksi

Tujuan:

Selama perawatan tidak terjadi

komplikasi (infeksi)

Kriteria

1. Lakukan teknik aseptik

dan antiseptik dalam

memberikan asuhan

keperawatan

1. Pada bayi baru lahir

daya tahan tubuhnya

kurang / rendah.

- Tidak ada tanda-tanda

infeksi.

- Tidak ada gangguan fungsi

tubuh.

2. Cuci tangan sebelum dan

sesudah melakukan

tindakan.

2. Mencegah penyebaran

infeksi nosokomial.

Tabel 2.4 Perencanaan / Intervensi

28

Page 23: KTI Asfiksia

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Pakai baju khusus/ short

waktu masuk ruang

isolasi (kamar bayi)

3. Mencegah masuknya

bakteri dari baju

petugas ke bayi

4. Lakukan perawatan tali

pusat dengan triple dye 2

kali sehari.

4. Mencegah terjadinya

infeksi dan memper-

cepat pengeringan tali

pusat karena mengan-

dung anti biotik, anti

jamur, desinfektan.

5. Jaga kebersihan (badan,

pakaian) dan lingkungan

bayi.

5. Mengurangi media

untuk pertumbuhan

kuman.

6. Observasi tanda-tanda

infeksi dan gejala

kardinal

6. Deteksi dini adanya

kelainan

Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi

29

Page 24: KTI Asfiksia

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

7. Hindarkan bayi kontak

dengan sakit.

7. Mencegah terjadinya

penularan infeksi.

8. Kolaborasi dengan team

medis untuk pemberian

antibiotik.

8. Mencegah infeksi dari

pneumonia

9. Siapkan pemeriksaan

laboratorat sesuai advis

dokter yaitu pemeriksaan

DL, CRP.

9. Sebagai pemeriksaan

penunjang.

5. Resiko terjadinya

hipoglikemia

sehubungan dengan

metabolisme yang

meningkat

Tujuan:

Tidak terjadi hipoglikemia

selama masa perawatan.

Kriteria

- Akral hangat

- Tidak cyanosis

- Tidak apnea

- Suhu normal (36,5°C -

37,5°C)

1. Berikan nutrisi secara

adekuat dan catat serta

monitor setiap pemberian

nutrisi.

1. Mencega pembakaran

glikogen dalam tubuh

dan untuk pemantauan

intake dan out put.

Tabel 2.4. Perencanaan / Intervensi

30

Page 25: KTI Asfiksia

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

- Distrostik normal

(> 40 mg)

2. beri selimut dan bungkus

bayi serta perhatikan

suhu lingkungan

2. Menjaga kehangatan

agar tidak terjadi proses

pengeluaran suhu yang

berlebihan sedangkan

suhu lingkungan

berpengaruh pada suhu

bayi.

3. Observasi gejala kardinal

(suhu, nadi, respirasi)

3. Deteksi dini adanya

kelainan.

4. Kolaborasi dengan team

medis untuk pemeriksaan

laborat yaitu distrostik.

4. Untuk mencegah

terjadinya hipoglikemia

lebih lanjut dan kompli-

kasi yang ditimbulkan

pada organ - organ

tubuh yang lain.

Tabel 2.4 Perencanaan / Intervensi

31

Page 26: KTI Asfiksia

No Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

6. Gangguan hubungan

interpersonal antara

bayi dan ibu

sehubungan dengan

perawatan intensif.

Tujuan :

Terjadinya hubungan batin

antara bayi dan ibu.

1. Jelaskan para ibu /

keluarga tentang keadaan

bayinya sekarang.

1. Ibu mengerti keadaan

bayinya dan mengura-

ngi kecemasan serta

untuk kooperatifan

ibu/keluarga.

Kriteria:

- Ibu dapat segera

menggendong dan meneteki

bayi.

2. Bantu orang tua / ibu

mengungkapkan

perasaannya.

2. Membantu memecah-

kan permasalahan yang

dihadapi.

- Bayi segera pulang dan ibu

dapat merawat bayinya

sendiri.

3. Orientasi ibu pada

lingkungan rumah sakit.

3. Ketidaktahuan

memperbesar stressor.

4. Tunjukkan bayi pada saat

ibu berkunjung (batasi

oleh kaca pembatas).

4. Menjalin kontak batin

antara ibu dan bayi

walaupun hanya melalui

kaca pembatas.

5. Lakukan rawat gabung

jika keadaan ibu dan bayi

jika keadaan bayi

5. Rawat gabung

merupakan upaya

mempererat hubungan

32

Page 27: KTI Asfiksia

memungkinkan. ibu dan bayi/setelah

bayi diperbolehkan

pulang.

33

Page 28: KTI Asfiksia

2.3.4 Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang

merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap

perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal

(Santosa NI, 1995).

2.3.5 Tahap Evaluasi

Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan

yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai

atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan (Santosa NI,

1995). Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,

perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya

suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang,

disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan

keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil

yang sesuai dengan kriteria evaluasi.

34

Page 29: KTI Asfiksia

DAFTAR PUSTAKA

Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan, EGC : Jakarta

Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono

Prawirohardjo: Jakarta.

Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia

(Perinasia): Jakarta

Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC : Jakarta

Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

Margareth. G.M, 1998, Intrudcutory Pediatric Nursing,Lippincott : New York

Rustam Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, EGC : Jakarta.

Tucher Martin Susan, 1999, Standart Perawatan Pasien, Proses keperawatan,

Diagnosa dan Evaluasi, EGC : Jakarta.

Talbot Laura A. 1997, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

Tueng Yoseph, 1994, Prinsip-Prinsip Merawat Berdasarkan Pendekatan Proses

Keperawatan, EGC : Jakarta.

Wahidiyat Iskandar, dkk. 1991, Diagnosis Fisik Pada Anak, Fakultas kedokteran

Universitas Indonesia : Jakarta.

, 1993, Asuhan Kesehatan Pada Anak Dalam Konteks

Keluarga,Pusat pendidikan tenaga kesehatan Depkes RI : Jakarta.

, 1999, Pelayanan Kesehatan Neonatal Essensial, Depkes RI: Jakarta.

, 1994, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF, Ilmu Kesehatan

Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga: Surabaya.

, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternas dan Neonatal, Yayasan Bina

Pustaka prawirohardjo:Jakarta.

35