kritikal appraisal

Upload: doroteya

Post on 12-Jul-2015

366 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kajian kritis terhadap bukti sangat penting dilakukan untuk mengetahui isi setiap makalah atau jurnal. Dalam epidemiologi klinik, kemampuan mengkaji suatu penelitian sangat diperlukan karena ketidakmampuan dalam hal tersebut dapat menyebabkan salah persepsi terhadap hasil suatu penelitian. Telaah kritis jurnal merupakan hal yang sangat diperlukan sebelum informasi yang kita peroleh dari jurnal tersebut dapat kita terapkan karena tidak semua jurnal/makalah valid dapat diterima sebagai tambahan ilmu pengetahuan. Kami memilih jurnal dengan judul Smoking and asthma in adults dibuat dengan menggunakan metode population-based incident case-control study, perlu kami telaah secara evidence based medicine sebelum diterima sebagai tambahan ilmu pengetahuan. Asthma adalah satu penyakit kronik yang menjangkiti lebih kurang 5 hingga 20% penduduk dunia. Asthma menyebabkan morbiditi dan mortality yang signifikan Asthma bronchial adalah suatu keadaan klinik yang ditandai adanya kepekaan yang tinggi dari percabangan saluran pernapasan terhadap berbagai rangsangan. Gambaran awal berupa dyspnea, wheezing akibat obstruksi saluran napas. Keluhan-keluhan tersebut adalah akibat spasme bronchus, edema dan inflamasi dinding bronchus serta sekresi berlebih dari kelenjar mukosa, semuanya berakibat hiperinflasi dan pertukaran gas jadi jelek sehingga kerja respirasi meningkat. Penyebab asthma pada umumnya adalah rangsangan alergi (bisa alergan makanan bisa airborne allergan), rangsangan bahan toksik dan iritan (asap rokok, obat nyamuk, gasoline, Toluene Diisocyanate), infeksi (virus, jamur, bakteri), obat (penicilin, aspirin dilaporkan paling banyak menyebabkan asthma), faktor-faktor lainnya (tertawa berlebih, kesedihan berlebih, perubahan suhu ektrim).

1

Agar jurnal berjudul Smoking and asthma in adults yang dibuat dengan menggunakan metode population-based incident case-control study dan merupakan studi tentang faktor risiko scukup valid, maka perlu diketahui tentang desain penelitian yang digunakan, pengendalian bias, kemaknaan statistik dan kemaknaan klinis dari hasil penelitian, konsistensi hubungan yang diteliti dengan hasil penelitian di tempat lain, apakah faktor risiko mendahului kejadian penyakit dan pengaruh tingkat paparan faktor risiko terhadap terjadinya penyakit. Untuk melakukan telaah kritis terhadap suatu jurnal dibutuhkan pengetahuan tentang metodologi dan biostatistik yang cukup baik serta pengetahuan mengenai evidence based medicine, sehingga dapat diketahui apakah penelitian itu cukup valid dan dapat diterapkan secara akademis maupun praktis. 1. Rumusan Masalah 1. Apakah penelitian pada jurnal ini dibuat sesuai dengan pedoman telaah kritis jurnal? 2. Apakah penelitian pada jurnal ini sahih? 1. Tujuan1. Menentukan kesesuaian jurnal Smoking And Asthma In Adults dengan pedoman

telaah kritis evidence based medicine2. Menentukan kesahihan jurnal Smoking And Asthma In Adults

1. Manfaat 1. Memberikan informasi tentang layak tidaknya suatu hasil penelitian digunakan sebagai rujukan.

2

2. Memberikan pengalaman pada penulis untuk meneliti kesesuaian sebuah jurnal

dengan pedoman telaah kritis evidence based medicine.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sebagai tambahan dalam menentukan kekerapan dari terjadinya penyakit, epidemiologi klinik berusaha untuk menentukan adanya asosiasi antara penyakit dan faktorfaktor disposisi atau kausalnya. Kalau penelitian awal suatu asosiasi yang diperkirakan ada mencoba untuk mengidentifikasi kondisi atau perilaku yang menambah risiko terjadinya suatu penyakit, pada akhirnya, penelitian-penelitian yang sedemikian itu bertujuan pula untuk mengungkap hubungan sebab akibat yang berguna bagi strategi pengobatan dan pencegahan yang efektif. Menerangkan juga perihal penyakit Asma pada orang dewasa, etiologi, patofisiologi, diagnosa serta tatalaksananya. 2.1 FAKTOR RISIKO 2.1.1 Batasan Faktor Risiko Istilah risiko digunakan untuk menyatakan adanya kemungkinan yang ada (likelyhood) bahwa orang-orang yang tidak sakit, namun terpapar pada faktor-faktor tertentu (faktor risiko) akan menjadi sakit. Dapat pula dikatakan bahwa faktor risiko adalah suatu kondisi, sifat fisik atau perilaku yang menambah probabilitas (yaitu risiko) bahwa orang yang sekarang sehat akan mendapatkan suatu penyakit tertentu (Soeparto et al,1998)

3

2.1.2 Jenis Faktor Risiko Beberapa jenis faktor risiko adalah: 1. faktor risiko lingkungan 2. faktor risiko perilaku atau kebiasaan hidup 3. faktor risiko sosial 4. faktor risiko genetik (Soeparto et al, 1998). 2.1.3 Penggunaan Faktor Risiko Faktor risiko dapat berguna sebagai: 1. Prediksi Faktor risiko utama digunakan untuk memprediksi kejadian penyakit. Kualitas prediksi tergantung pada kesamaan orang-orang dengan dasar orang-orang yang diprediksikan. Faktor-faktor risiko dapat memperkuat peningkatan risiko seseorang terhadap penyakit. 2. Kausa Suatu faktor risiko secara tidak langsung dapat merupakan marka dari suatu luaran penyakit karena adanya asosiasi dengan beberapa determinan lain dari penyakit dalam arti bahwa ia tercampur baur dengan suatu faktor kausal. Dengan demikian maka faktor risiko tidak perlu menjadi kausa. Suatu faktor risiko yang bukan merupakan kausa penyakit disebut marker, karena ia menandai (mark) meningkatnya probabilitas penyakit. 3. Diagnosis4

Didapatkannya suatu faktor risiko akan menambah probabilitas bahwa suatu penyakit itu ada. Pengetahuan mengenai risiko yang demikian, dapat digunakan dalam proses diagnosis. 4. Prevalensi Apabila faktor risiko merupakan pula suatu kausa dari penyakit, menghilangkannya dapat dipakai untuk mencegah penyakit, apakah mekanisme terjadinya penyakit diketahui atau tidak. 2.1.4 Studi Faktor Risiko Terdapat berbagai rancang bangun yang digunakan untuk menilai asosiasi antara suatu penyakit dengan suatu faktor risiko yang diperkirakan. Walaupun studi eksperimental secara ilmiah lebih baik daripada studi observasional, namun pertimbangan etis dan praktis membatasi penggunaannya pada studi risiko. Di lain pihak, studi observasional seringkali merupakan satu-satunya jalan untuk mengevaluasi asosiasi dari penyakit-faktor risiko. Pada studi observasional, individu-individu mengadakan seleksi sendiri (self select) menjadi kelompok-kelompok komparasi. Keterbatasan dalam penggunaan studi observasional adalah peneliti tidak mengontrol penempatan subyek dalam kelompok-kelompok pembandingnya, lingkungan penelitian atau tingkat pemaparan sehingga studi observasional lebih rawan terhadap bias daripada studi eksperimental. Dengan demikian tantangan mendasar dalam studi observasional adalah menemukan dan mengendalikan sumber-sumber potensial dari bias. Di dalam jurnal ini peneliti menggunakan metode studi kasus kontrol (case control study).

5

2.1.5 Studi Kasus Kontrol Studi kasus kontrol atau disebut juga case control study adalah salah satu studi analitik yang digunakan untuk mengetahui faktor risiko atau masalah kesehatan yang diduga memiliki hubungan erat dengan penyakit yang terjadi di masyarakat. Studi kasus kontrol sangat bermanfaat untuk kasus penyakit yang jarang dijumpai dan berkembang secara laten di masyarakat. Studi ini bersifat retrospektif, yaitu menelusuri ke belakang penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan suatu penyakit di masyarakat. Studi kasus kontrol membandingkan antara kelompok studi, yaitu orang-orang yang sakit, dan kelompok kontrol, yaitu orang-orang yang sehat tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan orang yang sakit atau kelompok studi. Dari hasil perbandingan antara kelompok studi dan kelompok control, didapatkan nilai rasio, yaitu proporsi antara orang sakit yang memiliki faktor risiko dan orang sehat (tidak sakit) yang memiliki faktor risiko. Rasio tersebut adalah estimasi resiko relatif atau odds ratio.

2.1.5.1 Diagram Studi Seleksi Sampel Faktor Risiko (+) Kelompok Studi (orang sakit) Faktor Risiko (-)

6

Faktor Risiko (+) Kelompok Kontrol (orang tidak sakit) Faktor Risiko (-) Retrospektif Lampau Sekarang

2.1.5.2 Seleksi Sampel Pemilihan sampel dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, kita memilih sampel untuk kelompok studi, yaitu orang-orang yang menderita suatu penyakit di rumah sakit, puskesmas atau tempat lain. Tahap kedua, kita harus memilih sampel untuk kelompok kontrol yang cocok dengan kelompok studi. Jadi subyek-subyek diklasifikasi sebagai sakit (kasus) dan tidak sakit (kontrol), kemudian dilakukan penelusuran dimasa lampau untuk menentukan adanya pemaparan terhadap faktor risiko yang dihipotesakan.

2.1.5.3 Langkah-langkah

Pilih/ tentukan suatu sampel dari populasi orang dengan penyakit (kasus). Pilih/ tentukan suatu sampel dari populasi berisiko tetapi tanpa penyakit (kontrol). Ukur variabel-variabel prediktor.

2.1.5.4 Seleksi Kasus Kelola

7

Bias seleksi akan dapat dikurangi apabila kasus maupun kontrol diambil secara acak dari populasi yang sama.

Kasus dan kontrol harus diseleksi dengan kriteria yang sama. Karena kesulitan dalam mendapatkan kelompok-kelompok sakit dan tidak sakit yang benar-benar sebanding, studi kasus kontrol sering mengambil kelompok-kelompok kontrol yang multipel.

Kasus dan kontrol dapat disepadankan (match) dalam hal karakteristik dari variabel respon.

2.1.5.5 Penentuan Paparan

Informasi mengenai pemaparan sebelumnya dari faktor risiko yang dicurigai dapat diperoleh dari catatan medis yang ada, wawancara pribadi atau survai (kuesioner).

Paparan dapat diukur berdasarkan skala dikotom, polikotom atau kontinus.

2.1.5.6 Odds Ratio atau Estimasi Resiko Relatif Hubungan antara penyakit dan faktor risiko pada studi kasus kontrol dinyatakan sebagai estimasi risiko relatif atau odds ratio (OR) karena angka insidensi penyakit pada kelompok studi ataupun kelompok kontrol tidak dapat diukur. Pada keadaan tertentu, kita dapat melakukan pengujian uji hipotesis terhadap nilai OR dengan cara menentukan interval kepercayaan (confidence interval = CI) untuk OR seperti pada rumus di bawah ini. Analisis data: Faktor Risiko Penyakit Total

8

Positif Positif Negatif Total a c ni

Negatif b d no ( Tabel Kontingensi 2 x 2 ) Mi Mo T

Rumus: = OR = Odds bahwa seseorang yang terpapar menjadi sakit ad Odds bahwa seseorang yang tidak terpapar menjadi sakit bc a. Interval kepercayaan OR Upper = OR(1+Z/x) Lower = OR(1-Z/x) b. Uji chi-square (Mantel and Haenszel): X MH = (t-1) [ (ad bc) ] ni no mi mo

c. Nilai Z: Interval Kepercayaan 90% Nilai Z 1,64

9

95% 99%

1,96 2,56

Interpretasi OR: Bila nilai: OR = 1, diperkirakan tidak ada asosiasi antara faktor risiko dan penyakit OR>1, diperkirakan terdapat asosiasi positif antara faktor risiko dan penyakit OR3%, IgE >300IUTingkat Asma Serangan Keluhan 2x/minggu, asimtomatik, faal paru normal diluar serangan Keluhan >2x/minggu, eksaserbasi bila beraktivitas Tiap hari, tiap hari menggunakan short-acting bronchodilator 2 agonis, Serangan malam hari Faal paru FEV1 atau PEFR=80%, 2x/bulan PEF variabilitas2x/bulan Variabel PEF2030% >1x/minggu FEV1 atau PEF60%-80%, Variabilitas PEF>30% 2 agonis short acting, controller inhalasi anti inflamasi steroid dosis sedang 2 agonis short acting 2 agonis short acting Pengobatan pelega&controller

Mild Intermitten

Mild Persistent

Moderate Persistent

16

eksaserbasi bila beraktivitas Setiap hari, eksaserbasi kumat dengan aktivitas terbatas 2 agonis short acting, controller inhalasi anti inflamasi steroid dosis tinggi serta aminophillin sustained release

Severe Persentis

sering

PEF dan FEV1 60%

2.2.6 Tatalaksana Asma Tujuan utama cegah proses menahun dengan cegah eksaserbasi(hindari factor pencetus), kedua mengembalikan faal paru ke normal atau mendekati normal, ketiga mengembalikan ke aktivitas normal, keempat minimalisasi frekuensi serangan yang mengakibatkan perawatan di Rumah Sakit, kelima kurangi jumlah obat yang dikonsumsi. Pengobatan saat serangam yaitu obat pelega yaitu golongan adrenergik (adrenalin, efedrin, isoprenaline, salbutamol), golongan antikolinergik, golongan xanthinergik (aminophillin), golongan anti inflamasi (steroid). Untuk obat pengendali jangka panjang meliputi long acting 2 agonis(salmeterol), slow release xanthinergik, hormon steroid, Leukotriene modifier, Cromolyne Sodium.

17

BAB 3 BAHAN DAN CARA 3.1 Sumber Artikel ini diambil dari European Respiratory Journal Volume 24, tanggal 1 Juni 2004, halaman 734 - 739. 3.2 Judul dan Penulis Judul artikel ini adalah Smoking and Asthma in Adults. Artikel ini ditulis oleh R. Piipari, J. J. K. Jaakkola, N. Jaakkola, M. S. Jaakkola dari Finnish Institute of Occupational Health and Environmental Epidemiology Unit University of Helsinki Finland, dan Institute of Occupational and Environmental Medicine University of Birmingham - United Kingdom. 3. Abstrak Latar Belakang Merokok adalah salah satu factor risiko utama penyakit dan kematian secara umum. Merokok dapat menyebabkan penyakit kronis termasuk Penyakit Jantung Koroner dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Pada rokok tembakau yang sering digunakan mengandung campuran lebih dari 4000 zat yang berbeda, sebagian besar zat tersebut merupakan bahan karsinogenik atau bahan iritatif. Dilihat dari proporsi jumlah perokok, sampai saat ini jumlah perokok makin bertambah di negara negara berkembang, terutama pada perempuan. Asma merupakan salah satu dari penyakit kronis yang paling sering pada populasi usia kerja. Prevalensi asma terus meningkat di negara18

barat dan penyebab peningkatan ini masih belum dapat dijelaskan. Peningkatan ini kemungkinan dapat disebabkan oleh perubahan pola hidup, kondisi lingkungan sekitar, penerapan diagnosis yang benar dan pengobatan asma itu sendiri. Penelitian penelitian pada perokok dan asma sebelumnya telah memberikan hasil yang bertentangan. Pada sebagian besar penelitian Cross Sectional, risiko asma tidak meningkat pada perokok aktif dibanding kelompok yang tidak pernah merokok, sedangkan pada penelitian lainnya mendapatkan adanya peningkatan risiko asma pada perokok aktif. Pada beberapa penelitian longitudinal yang telah diterbitkan mengatakan bahwa di dapatkan hasil yang tidak konsisten pada perokok aktif dan asma. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh dari perokok aktif dan perokok dahulu terhadap kejadian asma pada populasi usia kerja (21 63 tahun). Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian case control (retrospective study) berbasis insiden di populasi pada tahun 1997 2000 untuk kasus asma baru yang terdiagnosis secara klinis di Pirkanmaa Hospital District, Finlandia Selatan dengan total populasi 400.913 penduduk pada tahun 1997. Individu terdiri dari orang dewasa usia 21 63 tahun dengan total individu pada kelompok kasus asma baru yang terdiagnosis secara klinis sebesar 521 orang dan kelompok kontrol yang dipilih secara acak dari populasi sebesar 932 orang. Proses pengambilan kelompok kasus dilakukan oleh tenaga medis di semua tempat pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas untuk mendiagnosis asma (termasuk Department of Pulmonary Medicine di the Tampere University Hospital, praktek dokter swasta maupun pusat pelayanan kesehatan), sedangkan pengambilan

19

kelompok control dilakukan secara random berdasarkan data registrasi populasi nasional tahun 1997 melalui seleksi criteria eksklusi. Metode pengukurannya menggunakan kuesioner yang diisi sendiri mengenai karakteristik pribadi, informasi kesehatan, perokok aktif dan paparan terhadap lingkungan perokok, lingkungan pekerjaan, lingkungan rumah, dan kebiasaan diet. Hasil Risiko kejadian asma meningkat secara signifikan pada kelompok perokok dahulu dengan angka adjusted odd ratio sebesar 1,49 (95% CI : 1,12 1,97) dibanding dengan kelompok yang tidak pernah merokok sama sekali. Sedangkan pada kelompok perokok aktif dengan angka adjusted odd ratio sebesar 1,33 (95% CI : 1,00 1,77) tidak signifikan terhadap peningkatan kejadian asma. Kesimpulan Perilaku merokok pada perokok dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kejadian asma pada usia dewasa (21 63 tahun), sedangkan pada perokok aktif tidak signifikan. Pengaruh perokok dahulu terhadap kejadian asma didapatkan lebih besar dibandingkan dengan pengaruh perokok aktif. Faktor parental atopy dan faktor jenis kelamin perempuan ikut mempengaruhi kejadian asma baik pada kelompok perokok aktif maupun perokok dahulu.

3.4 Cara Artikel ini dikaji sesuai dengan beberapa langkah telaah kritis suatu jurnal faktor risiko (causation) dalam evidence based medicine.20

3.5 Hasil Penelitian Pengaruh merokok dengan kejadian asma ditunjukkan dalam angka odds ratio , yaitu odd ratio perokok dahulu terhadap kejadian asma adalah 1,49 (95% CI : 1,12 1,97) dan Odd ratio perokok aktif terhadap asma adalah 1,33 (95% CI : 1,00 1,77). Hal ini menunjukkan bahwa risiko asma berhubungan secara signifikan terhadap perokok aktif, sedangkan terhadap perokok dahulu tidak signifikan. Pengaruh independen dan gabungan antara parental atopy dan perilaku merokok terhadap kejadian asma ditunjukkan dalam angka adjusted odd ratio dan peningkatan risiko (risk increase), antara lain:1. Kelompok dengan parental atopy dan bukan perokok didapatkan adjusted odd ratio

sebesar 2,15 (95% CI : 1,52 3,06) dengan peningkatan risiko sebesar 115%.2. Kelompok tanpa parental atopy dan perokok aktif didapatkan adjusted odd ratio

sebesar 1,43 (95% CI : 1,02 1,99) dengan peningkatan risiko sebesar 43%.3. Kelompok tanpa parental atopy dan perokok dahulu didapatkan adjusted odd ratio

sebesar 1,60 (95% CI : 1,14 2,24) dengan peningkatan risiko sebesar 60%.4. Kelompok dengan parental atopy dan perokok aktif didapatkan adjusted odd ratio

sebesar 2,43 (95% CI : 1,52 3,90) dengan peningkatan risiko sebesar 143%.5. Kelompok dengan parental atopy dan perokok dahulu didapatkan adjusted odd ratio

sebesar 2,70 (95% CI : 1,70 4,27) dengan peningkatan risiko 170%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor parental atopy ikut mempengaruhi kejadian asma baik pada kelompok perokok aktif maupun perokok dahulu.

21

Pengaruh independen dan gabungan antara jenis kelamin dan perilaku merokok terhadap kejadian asma ditunjukkan dalam angka adjusted odd ratio dan peningkatan risiko (risk increase), antara lain:1. Kelompok perempuan dan bukan perokok didapatkan adjusted odd ratio sebesar 1,57

(95% CI : 1,09 2,27) dengan peningkatan risiko sebesar 57%.2. Kelompok laki-laki dan perokok aktif didapatkan adjusted odd ratio sebesar 1,04

(95% CI : 0,66 1,65) dengan peningkatan risiko sebesar 4%.3. Kelompok laki-laki dan perokok dahulu didapatkan adjusted odd ratio sebesar 1,34

(95% CI : 0,86 2,09) dengan peningkatan risiko sebesar 34%.4. Kelompok perempuan dan perokok aktif didapatkan adjusted odd ratio sebesar 2,43

(95% CI : 1,56 3,79) dengan peningkatan risiko sebesar 143%.5. Kelompok perempuan dan perokok dahulu didapatkan adjusted odd ratio sebesar 2,38

(95% CI : 1,51 3,76) dengan peningkatan risiko 138%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin perempuan lebih mempengaruhi kejadian asma baik pada kelompok perokok aktif maupun perokok dahulu dibanding dengan jenis kelamin laki-laki.

22

BAB 4 PEMBAHASAN Jurnal Smoking And Asthma In Adults dikritisi sesuai dengan pedoman epidemiologi klinik. Tujuan dari epidemiologi klinik adalah untuk mengembangkan dan menerapkan metode epidemiologi berdasar pengamatan klinik yang akan menghasilkan kesimpulan yang sahih. 4.1 Kritisi jurnal faktor risiko dari sudut pandang epidemiologi klinik. 1. Apakah desain studi yang digunakan cukup kuat? Tidak cukup kuat. Perlu diketahui urutan desain studi dengan urutan kekuatan yang paling tinggi sampai yang paling rendah adalah sebagai berikut: 1. Clinical Trial 2. Cohort 3. Case Control 4. Cross Sectional 5. Case Series 6. Case Report Seperti yang dijelaskan pada tinjauan pustaka, desain yang ideal untuk meneliti asosiasi penyakit dengan suatu faktor risiko adalah studi eksperimental. Akan tetapi, pada penelitian ini yang bertujuan menilai hubungan/asosiasi faktor resiko merokok dengan kejadian asma tentu tidak etis jika menggunakan desain eksperimental. Dalam penelitian23

ini, digunakan studi desain Case Control yang dalam hirarki kekuatannya masih kurang kuat dibanding dengan Cohort. Dimana terdapat kelemahan, antara lain: Data tidak lengkap, seperti jenis rokok yang dikonsumsi Tidak ada batasan yang jelas mengenai tempat pengambilan sampel kasus Sulit menghindari terjadinya bias. (akan dibahas pada pertanyaan nomor dua)

o o o

2. Apakah penilaian paparan dan keluaran bebas dari bias? Tidak. Bias merupakan hal yang harus mendapat perhatian khusus pada studi observasional. Usaha meminimalkan bias dapat menjaga validitas internal, sehingga kesimpulan yang diperoleh akan cukup kuat. Ada beberapa titik kemungkinan bias pada studi Case Control, antara lain: 1. Bias Seleksi Bias ini sering terjadi pada saat melakukan seleksi sampel penelitian karena sampel terdiri dari dua populasi yang berbeda, yaitu yang menderita penyakit dan yang sehat (tidak menderita penyakit) sehingga sulit untuk memastikan bahwa kedua populasi itu betul-betul cocok dan bebas dari kesalahan memilih. Pada jurnal ini kelompok kasus terdiri dari 521 orang dewasa yang berusia 21-63 tahun, yang berasal dari Pirkanmaa Hospital District di Finlandia Selatan. Sedangkan kelompok kontrol terdiri dari 932 orang dewasa usia 21-63 tahun, berasal dari tempat yang sama dengan kelompok kasus. Di dalam jurnal tidak dijelaskan berapa prevalensi asma di daerah tersebut.

24

2 . Bias Informasi Bias ini disebabkan oleh ketidaktepatan informasi mengenai faktor risiko pada responden karena data mengenai faktor risiko didapat setelah penyakit terjadi sehingga mungkin pada waktu wawancara pasien lupa atau tidak mengerti mengenai faktor risiko yang dapat menimbulkan terjadinya penyakit. Bias informasi juga mungkin disebabkan oleh data rekam medis pasien tidak lengkap. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan untuk mencari informasi tentang merokok adalah kuesioner, tetapi tidak dijelaskan jenis rokok di dalam kuesioner tersebut.3. Bias confounding

Bias ini berupa penyimpangan yang berasal dari faktor eksternal atau variabel confounding yang dapat mempengaruhi hubungan antara faktor risiko dan penyakit. Dalam penelitian ini antara lain jenis kelamin, riwayat alergi pada orang tua, pendidikan, paparan terhadap asap, dan hewan peliharaan. 3. Apakah ada hubungan yang bermakna secara statistik? Ya. Odd ratio perokok dahulu terhadap kejadian asma adalah 1,49 (95% CI : 1,12 1,97), satu (1,00) tidak termasuk dalam CI, hal ini menunjukkan terdapat asosiasi uji statistik bermakna antara perokok dahulu dengan kejadian asma. Angka ini dapat diartikan odds terjadinya asma 1,49 lebih besar pada kelompok perokok dahulu daripada kelompok yang tidak pernah merokok.

25

Odd ratio perokok aktif terhadap asma adalah 1,33 (95% CI : 1,00 1,77), satu termasuk dalam CI, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat asosiasi uji statistik bermakna antara perokok aktif dengan kejadian asma. 4. Apakah hubungan yang diteliti konsisten dengan penelitian yang lain ? Ya. Pada penelitian lain yang telah dilakukan mengenai hubungan antara merokok dengan asma menggungakan cohort prospektif di Copenhagen antara tahun 1974-1994, didapatkan Odds ratio merokok 2,3 (interval kepercayaan 95%, CI 1,2-4,3). 5. Apakah faktor risiko tampak mendahului kejadian ? Tidak jelas. Pada penelitian yang menggunakan desain studi case control akan ditemui keterbatasan dalam menentukan adanya pendahulu (antecedent) dan akibat (concequence). Sehingga dengan penelitian ini tidak dapat ditentukan apakah merokok mendahului terjadinya asma. 6.Apakah ada hubungan tingkat paparan (dose relationship) antara faktor risiko dengan penyakit? Tidak Pada penelitian ini kriteria merokok dibagi menjadi : tidak pernah merokok, perokok dahulu (ex-smoker), kadang-kadang, 1-14 batang perhari, lebih dari 15 batang perhari. Terdapat kenaikan resiko kejadian asma dari kriteria kadang-kadang merokok dan 1-

26

14 batang rokok perhari, tetapi terdapat penurunan resiko kejadian asma pada kriteria merokok lebih dari 15 batang rokok perhari. 4.2 THE PICO PRINCIPLE 1. What is the question of the study? Population/ problem : orang dewasa berusia 21-63 tahun, yang berasal dari Pirkanmaa Hospital District di Finlandia Selatan. Intervention/ indicator : merokok Comparator/ control : tidak merokok Outcome : asma Reseach Question: Apakah merokok meningkatkan resiko terjadinya asma pada usia dewasa (21-63 tahun)?

2. what is the purpose of the study? Untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan terjadinya asma pada usia dewasa (21-63 tahun). 3. which primary study type would give the highest quality evidence to answer the question? Randomized Clinical Trial (RCT)27

4. Which is the best study type is also feasible? Cohort Prospective 5. What is the study type used? Case Control Study 4.3 VALIDITAS INTERNAL Recruitment Apakah Subyek penelitian cukup representatif? Ya, subyek pada penelitian ini representatif. Sesuai tujuan penelitian ini, adalah semua kasus baru pada suatu populasi pada waktu penelitian. Subyek pada penelitian ini adalah usia dewasa dengan umur berkisar antara 21-63 tahun sebanyak 521 orang. Sedangkan populasinya, disebutkan dalam jurnal sebesar 440.913 orang. Kelompok kontrol dalam jurnal disebutkan sebesar 932 orang setelah mengeksklusi 84 orang karena termasuk kriteria eksklusi. Kriteria Inklusi: 1. Mempunyai minimal 1 gejala asma (tercantum pada tabel) 2. FEV >= 15%, FVC >= 15%, dan PEF >= 23% 1. dan/atau >= 20% variasi harian 2. dan/atau >= 15% perbaikan sebagai respon bronkodilator pada >= 2 hari dalam 2 minggu 3. dan/atau perbaikan signifikan pada pemeriksaan spirometri 4. dan/atau >= 20% perbaikan pada rerata hasil PEF pada penggunaan steroid selama 2 minggu28

Kriteria Eksklusi: 1. Usia < 21 tahun atau > 63 tahun 2. Tinggal di salah satu wilayah penelitian 3. Mempunyai riwayat asma 4. Pernah menggunakan obat-obatan asma 5. Pernah menderita PPOK Allocation/Adjustment Tidak, karena penelitian ini merupakan penelitian case control. Pada penelitian, pengambilan sampel tidak dilakukan secara random, namun mengambil seluruh kasus asma dari dua tempat, yaitu data dari 2 rumah sakit yang berbeda dan data suatu lembaga asuransi kesehatan. Terdapat pula pengambilan kontrol yang dilakukan dengan mengambil seluruh penduduk di suatu tempat sebelum dieksklusi.

Maintenance Tidak, karena dalam penelitian ini kelompok kasus dan kelompok kontrol tidak mendapat perlakuan sama, yakni kelompok kasus diberikan kuesioner untuk diisi dan dilakukan pemeriksaan spirometri untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Sedangkan pada kelompok kontrol hanya diberikan kuesioner untuk diisi tanpa dilakukan pemeriksaan spirometri.

29

Measurement Tidak ada blind dalam penelitian ini karena penelitian ini adalah case control. Hasil penelitian ini subjektif karena berupa adanya riwayat asma pada keluarga dan jumlah rokok yang dikonsumsi.

30

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 1. Jurnal Smoking and Asthma In Adults kurang sesuai dengan pedoman epidemiologi klinik. 2. Kesahihan jurnal Smoking and Asthma In Adults dipengaruhi oleh bias yang ada di dalam penelitian.

5.2 Saran 1. Wilayah pengumpulan data sebaiknya lebih diperjelas 2. Agar penelitian menghasilkan estimasi langsung dari faktor resiko, maka penelitian mengenai hubungan merokok dengan kejadian asma dilakukan dengan desain yang lebih kuat seperti kohort prospektif.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra, Budiman. 2008, Metodologi Penelitian Kesehatan, EGC, Jakarta. 2. Paul Glazhiou, Chris Del Mar and Janet Salisbury 2nd edition, 2007, Evidence-Based

Practise Workbook.3. Soeparto, P. Soedibyo, EP. Soeroso, J. 1998, Epidemiologi Klinis, Gramik FK Unair,

Surabaya.4. Hood Alsagaff, M. Jusuf Wibisono and Winariani, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit

Paru, Bagian Ilmu Penyakit Paru FK Unair-RSU Dr.Soetomo, Surabaya.

30

32