kritik review jurnal camp

18
TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 1 ARSITEKTUR POSTMODERN DI KAWASAN PARIWISATA KUTA, BALI By : Sulistyawati Reviewer : Angela Ayu Desmaria I0212012 Retno Ningsih I0212066 Rika Fajriyani M. I0212070 A. TUJUAN Tujuan dari penulisan jurnal ini untuk menerangkan penggunaan langgam arsitektur postmodern pada pembangunan pariwisata di Bali. B. PERMASALAHAN Penulis ingin melihat seberapa jauh bentuk arsitektur postmodern dekonstruktif ditandai dengan pemakaian idiom-idiom estetis pastiche, parody, kitsch, camp, dan skizofrenia yang telah berpengaruh di Kawasan Pariwisata Kuta, dapat dilihat dengan dasar pertimbangan : (a). Kawasan Pariwisata Kuta dalam perkembangannya lebih bersifat alami dan tidak ada perencanaan matang; (b). Dari pengamatan awal, kawasan ini lebih kaya dengan gaya arsitektur postmodern; (c). Kawasan pariwisata ini, lebih disukai oleh wisatawan generasi muda dengan budaya postmodern, yang berorientasi pada gaya hidup Fun, yang juga akan berpengaruh pada keberadaan arsitektur post modern ini. C. METODE PENULISAN Metode penulisan yang digunakan penulis adalah studi pustaka, yang dikaitkan dengan asumsi-asumsi dari hasil pengamatan lapangan oleh penulis tentang keberadaan arsiektur postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta. Dalam hal ini, sumber-sumber yang diacu mungkin masih sangat terbatas karena terbatasnya literature yang dimiliki,juga akibat dari keterbatasan waktu dan kemampuan pemahaman penulis.

Upload: rika-fajriyani

Post on 15-Nov-2015

86 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Teori Arsitektur 2

TRANSCRIPT

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 1

    ARSITEKTUR POSTMODERN DI KAWASAN PARIWISATA KUTA, BALI

    By : Sulistyawati

    Reviewer :

    Angela Ayu Desmaria I0212012 Retno Ningsih I0212066 Rika Fajriyani M. I0212070

    A. TUJUAN

    Tujuan dari penulisan jurnal ini untuk menerangkan penggunaan langgam arsitektur

    postmodern pada pembangunan pariwisata di Bali.

    B. PERMASALAHAN

    Penulis ingin melihat seberapa jauh bentuk arsitektur postmodern dekonstruktif

    ditandai dengan pemakaian idiom-idiom estetis pastiche, parody, kitsch, camp, dan

    skizofrenia yang telah berpengaruh di Kawasan Pariwisata Kuta, dapat dilihat dengan dasar

    pertimbangan : (a). Kawasan Pariwisata Kuta dalam perkembangannya lebih bersifat alami

    dan tidak ada perencanaan matang; (b). Dari pengamatan awal, kawasan ini lebih kaya

    dengan gaya arsitektur postmodern; (c). Kawasan pariwisata ini, lebih disukai oleh

    wisatawan generasi muda dengan budaya postmodern, yang berorientasi pada gaya hidup

    Fun, yang juga akan berpengaruh pada keberadaan arsitektur post modern ini.

    C. METODE PENULISAN

    Metode penulisan yang digunakan penulis adalah studi pustaka, yang dikaitkan

    dengan asumsi-asumsi dari hasil pengamatan lapangan oleh penulis tentang keberadaan

    arsiektur postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta. Dalam hal ini, sumber-sumber yang diacu

    mungkin masih sangat terbatas karena terbatasnya literature yang dimiliki,juga akibat dari

    keterbatasan waktu dan kemampuan pemahaman penulis.

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 2

    D. KRITIK REVIEW

    Jurnal yang berjudul Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali oleh

    Sulistyawati ini mengacu pada penggunaan arsitektur postmodern pada bangunan

    bangunan di kawasan pariwisata. Pada sebuah kawasan pariwisata akan terjadi perjumpaan

    antar budaya yang saling pengaruh mempengaruhi perubahan gaya hidup dunia pariwisata

    yang secara tidak langsung juga akan berpengaruh pada budaya pada kawasan tersebut.

    Pada jurnal tersebut dijelaskan bahwa gaya hidup konsumerisme adalah produk dari budaya

    postmodern. Hal ini sesuai dengan pendapat Baudrillard yang mencoba membaca karakter

    khas masyarakat Barat pada era kebudayaan baru yaitu kebudayaan postmodern. Melalui

    bukunya yang berjudul Simulations (1983), Baudrillard memaparkan kondisi sosial budaya

    masyarakat barat yang disebutnya tengah berada dalam dunia simulacra, simulacrum dan

    simulasi. Inilah dunia yang terbangun dari konsekuensi relasi perkembangan ilmu dan

    teknologi, kejayaan kapitalisme lanjut, konsumerisme, serta runtuhnya narasi narasi besar

    modernisme. Jadi, menurut Baudrillard, konsumerisme adalah salah satu karakteristik

    kondisi sosial masyarakat barat pada era kebudayaan postmodern.

    Oleh karena itu seperti yang telah dijelaskan dalam jurnal di atas, pada kawasan

    wisata di Bali akan terjadi perjumpaan antar budaya yang saling mempengaruhi. Termasuk

    gaya hidup masyarakat Barat yang mempengaruhi sosial budaya di kawasan wisata

    tersebut. Sehingga gaya hidup konsumerisme yang berorientasi pada gaya hidup Fun juga

    berpengaruh pada kawasan wisata tersebut. Seiring dengan merebaknya gaya hidup

    konsumerisme tersebut, budaya belanja atau shopping mall menjadi salah satu ciri

    masyarakat dewasa ini. Shopping mall hadir sebagai pusat aktivitas masyarakat konsumer.

    Oleh karena itu, kawasan pariwisata tidak bisa hanya mengandalkan satu objek wisata,

    seperti : pantai, danau, pura, persawahan, dan sebagainya. Karena akibat pengaruh budaya

    konsumerisme tersebut akan memunculkan sebuah aktivitas baru di kawasan wisata

    tersebut, yaitu aktivitas berbelanja. Munculnya berbagai fasilitas perbelanjaan juga dapat

    menunjang perekonomian masyarakat dan dapat dijadikan sebagai aset kawasan.

    Tanpa disadari gaya hidup konsumerisme yang merupakan produk gaya postmodern

    ini akan berpengaruh pada dunia arsitektur di kawasan pariwisata tersebut. Dalam jurnal

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 3

    tersebut dijelaskan bahwa pariwisata dan arsitektur merupakan dua hal yang tidak dapat

    dipisahkan dalam perkembangannya di kawasan wisata. Hal tersebut tentu benar, karena

    sebuah tempat wisata akan cenderung untuk menampilkan keunikan daerahnya dengan

    penampilan bangunan yang dapat mencerminkan identitas di daerah tersebut. Sehingga

    orang orang akan benar benar dapat merasakan kekhasan di daerah tersebut. Selain itu

    sebuah kawasan pariwisata akan sangat menarik apabila di dalamnya terdapat fasilitas yang

    lengkap untuk menunjang para wisatawan. Dengan demikian, dalam suatu pengolahan

    daerah pariwisata perlu diperhatikan bagaimana sebuah kawasan pariwisata dapat diolah

    dan dikemas dengan baik dengan memperhatikan segi kelengkapan fasilitas penunjang dan

    keselarasan dengan budaya di daerah pariwisata tersebut, sehingga kawasan tersebut dapat

    menjadi tujuan yang sangat diminati oleh para wisatawan. Arsitektur berperan untuk

    mengatur dan menjaga suatu kawasan pariwisata agar tetap memberikan citra visual yang

    indah selain pemenuhan kebutuhan sebagai wadah sebuah aktivitas. Pentingnya peranan

    arsitektur dalam sebuah kawasan pariwisata adalah bahwa sebuah karya arsitektur dapat

    menjadi sebuah kekuatan daya tarik bagi pengunjung kawasan wisata tersebut. Dan citra

    visual suatu karya arsitektur tersebut diharapkan dapat mencerminkan karakter daerah

    wisata tersebut.

    Seiring dengan pembangunan di Bali yang menitikberatkan pada pembangunan

    pariwisata, perkembangan arsitektur di Bali tidak lepas dari Perda No. 4/PD/DPRD/1974

    tentang bangunan-bangunan, yang sampai kini masih dipakai sebagai dasar penilaian dan

    pemberian IMB. Pada Perda tersebut dijelaskan bahwa masalah pemberian izin dikaitkan

    dengan usaha mempertahankan dan mengembangkan inti dan gaya arsitektur tradisional

    bali yang sekaligus mencerminkan falsafah hidup tradisional masyarakat Bali (pasal 31 ayat

    1). Selain itu, bangunan juga wajib memperhatikan prinsip prinsip arsitektur tradisional

    Bali (pasal 31 ayat 2). Dari Perda tersebut, dapat kita lihat bahwa untuk membangun sebuah

    kawasan pariwisata, pembangunan di daerah Bali perlu memperhatikan prinsip - prinsip

    arsitektur tradisional di Bali. Hal ini bertujuan agar pembangunan tersebut tetap

    mencerminkan identitas budaya di Bali.

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 4

    Namun di sisi lain, selain mencerminkan identitas budaya, arsitektur juga berperan

    sebagai pemenuh kebutuhan untuk mewadahi seluruh aktivitas di kawasan wisata di Bali.

    Seiring dengan pengaruh kebudayaan postmodern yang ditandai dari gaya hidup

    konsumerisme yang mempengaruhi kawasan wisata tersebut, menyebabkan suatu kawasan

    wisata tidak bisa hanya mengandalkan suatu objek wisata. Untuk pemenuhan gaya hidup

    konsumerisme, arsitektur berperan dalam membentuk kawasan yang memiliki daya tarik

    bagi pengunjung, sehingga dapat menunjang perekonomian masyarakat dan menambah

    aset kawasan. Dengan demikian untuk mendukung hal di atas, pemilihan bentuk dan gaya

    arsitektur yang diterapkan dalam bangunan menjadi permasalahan dalam pembangunan

    pariwisata di Bali. Bentuk dan gaya arsitektur yang diterapkan dalam kawasan pariwisata di

    Bali ini diharapkan mampu memberikan daya tarik bagi pengunjung, selain itu juga dapat

    menggambarkan identitas daerah tersebut.

    Perlu diketahui bahwa perkembangan pembangunan pariwisata di Kuta, Bali

    merupakan salah satu yang paling cepat perkembangannya. Tetapi dalam proses

    pengembangan tersebut juga diwarnai oleh berbagai permasalahan. Berdasarkan jurnal,

    permasalahan yang terjadi di kawasan pariwisata Kuta, Bali diantaranya adalah

    permasalahan bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari

    Turner (1998) dalam bukunya yang berjudul The Structure of Sociological Theory, bahwa

    postmodern dapat dilihat dari dua sisi, baik itu aspek sosial maupun budaya. Selain itu,

    Frederic Jameson (1984) juga berpendapat bahwa masih ada kontinyuitas antara

    modernitas dengan postmodernitas. Ada persambungan antara keduanya. Dunia

    kapitalisme saat ini memasuki masa akhirnya, meskipun memang telah menumbuhkan

    logika kultural baru, yakni postmodernisme. Meskipun kulturalnya berubah namun struktur

    ekonomi yang terjadi masih dengan basis pola yang lama. Ia melihat sekaligus sisi positif

    dan negatif dari postmodernitas. Ia menemukan ada tiga tahapan dalam kapitalisme yang

    dimulai dengan kapitalisme pasar, diikuti dengan lahirnya jaringan kapitalis global, dan

    akhirnya kapitalisme akhir dengan semakin bebasnya pergerakan modal di seluruh dunia.

    Perubahan dalam struktur ekonomi ini memperngaruhi pula pada bentuk-bentuk kultural.

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 5

    Satu ciri kultural baru adalah elemen yang lebih heterogen. Tidak terdominasi hanya pada

    satu kultur tertentu, melainkan ada banyak kultural yang hadir secara bersamaan.

    Selain itu, arsitektur postmodern juga berusaha menyajikan penyajian yang berbeda

    dibandingkan dengan arsitektur modern. Hal ini dilakukan dalam upaya membangkitkan

    perasaan atau suasana baru dengan suatu hal yang sekiranya tidak mungkin. Sesuai dengan

    pendapat dari Sonny Sutanto, salah satu anggota dari AMI (Arsitek Muda Indonesia) yang

    mengatakan bahwa postmodern dalam posisinya di dalam modern berupaya menyajikan

    sesuatu yang tidak dapat disajikan di dalam penyajian itu sendiri. Postmodern juga menolak

    pesona bentuk-bentuk yang indah, konsensus selera yang memungkinkan pengalaman

    nostalgia secara kolektif dari hal-hal yang tak terjangkau. Serta mencari bentuk-bentuk

    penyajian baru, tidak untuk menikmatinya tetapi untuk membangkitkan perasaan

    ketidakmungkinan penyajian tersebut.

    Kemudian, ditambah dengan perkembangan teknologi dan informasi yang semakin

    canggih yang berpengaruh terhadap gaya hidup dan kebudayaan masyarakat membuat

    arsitektur postmodern tidak lagi hanya sebuah seni dan komoditi. Melainkan arsitektur

    mulai berkembang pada penggunaan titik ruang, objek serta bentuk yang diciptakan. Sesuai

    dengan pendapat dari Heidegger (1995), yaitu perkembangan teknologi dan informasi yang

    semakin canggih di zaman sekarang memungkinkan manusia untuk hidup dalam suatu

    ruang di mana mitos telah meleburkan dirinya dalam dunia citraan, yang dipresentasikan

    melalui media massa, melalui computer dan televisi yang nyata. Hal ini juga berkaitan

    dengan pendapat dari Piliang, dalam bukunya yang berjudul Hipersemiotika : Tafsir Cultural

    Studies Atas Matinya Makna, bahwa dalam ruang dan citraan hiperealitas, nilai seni dan

    komoditi dalam kebudayaan tidak lagi berkaitan dengan substansi nilai, melainkan dengan

    permainan tanda dan kode-kodenya, yaitu penciptaan citra-citra yang melimpah ruah

    sebagai tanda, dalam rangka menandai diferensi dan penciptaan efek humoristik.

    Oleh karena itu, dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan

    kawasan wisata di Kuta, Bali cenderung mengalami pergeseran ke arah wisata komersial.

    Sehingga kawasan pariwisata Kuta tidak hanya dituntut menyediakan wisata budaya,

    namun telah berkembang menjadi wisata komersial. Inilah pengaruh dari kebudayaan

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 6

    postmodern yang masuk ke dalam kawasan pariwisata Kuta bersama para wisatawan yang

    datang. Pengaruh kebudayaan postmodern ini juga mempengaruhi langgam dan bentuk

    arsitektur. Seiring dengan itu arsitektur cenderung berkembang mengarah kepada

    kepentingan industri dan kepentingan masyarakat consumer yang cenderung ingin

    memanjakan gaya hidup wisatawan, dimana konsumsi menjadi titik sentral kehidupannya.

    Dengan demikian, langgam arsitektur yang digunakan lebih mengarah kepada kepentingan

    komersial yang mengekspresikan gaya hidup. Dalam jurnal ini, langgam arsitektur

    postmodern yang berkembang dalam kawasan pariwisata Kuta ini dibahas lebih jauh

    mengenai idiom estetika yang digunakan pada bangunan bangunan di kawasan wisata

    tersebut. Berikut beberapa langgam dan bentuk arsitektur di kawasan pariwisata Kuta

    dengan idiom estetika postmodern dekonstruksi pastiche, parody, kitsch, camp, dan

    skizofrenia.

    1. Pastiche

    Idiom ini menghasilkan suatu karya yang mempunyai konotasi negatif karena

    mengandung unsur pinjaman, miskin kreativitas, orisinilitas, keontetikan, dan

    kebebasan.

    Dalam hal ini ditunjukkan pada bangunan kompleks pertokoan Kuta Square yang

    menggunakan gaya atau langgam arsitektur Romawi dengan begitu saja tanpa adanya

    sebuah kreativitas untuk memodifikasi, sehingga terlihat sebuah karya arsitektur dengan

    imitasi murni. Hal yang sama ditunjukkan pada Show Room Harley-Davidson karena gaya

    atau langgam arsitektur Amerika digunakan begitu saja tanpa adanya sebuah kreativitas

    untuk memodifikasi, sehingga bangunan ini sangat miskin dari pembaharuan.

    Gambar 1. Kompleks pertokoan Kuta Square

    Gambar 2. Show Room Harley-Davidson

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 7

    Selain itu dalam materi Estetika Idiomatik merupakan bagian dari Arsitektur

    Postmodern (oleh Wiwik Setyaningsih-Nov 2013) dijelaskan mengenai ciri-ciri pastiche

    lainnya. Ciri lain yang terdapat pada bangunan kompleks Kuta Square adalah prinsip

    kesamaan dan kekakuan dalam tampilan bangunannya. Hal tersebut dapat dilihat gaya

    romawi yang dipakai tidak ada perubahan , misalnya pada bentuk kolom, pediment, dan

    elemen lain yang diterapkan pada bangunan ini.

    2. Parody

    Karya arsitektur yang komposisi desainnya cenderung diambil dari dan dengan

    mempermainkan sedemikian rupa gagasan, gaya atau ungkapan khas seseorang atau

    suatu budaya arsitektur.

    Dalam pengaplikasian desainnya, idiom parody lebih cenderung tampak absurd,

    tidak jelas. Seperti pada bentuk fasad bangunan Istana Kuta Galleria yang

    menggabungkan bentuk bangunan modern dengan kombinasi bentuk payung serta

    dengan ornamen bali untuk menghasilkan gaya arsitektur bentuk baru yang lucu dan

    aneh.

    Gambar 3. Idiom Pastiche pada Istana Kuta Galeria Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

    Selain itu dalam materi Estetika Idiomatik merupakan bagian dari Arsitektur

    Postmodern (oleh Wiwik Setyaningsih-Nov 2013) dijelaskan mengenai ciri-ciri parody

    lainnya. Ciri lain yang terdapat pada bangunan ini adalah penyimpangan arah dan

    makna. Hal tersebut dapat dilihat pada pemakaian elemen tradisional yang

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 8

    dikombinasikan dengan elemen modern sehingga makna tradisional pada bangunan ini

    kurang terealisasikan.

    3. Kitsch

    Kitsch memassakan objek langka, objek precious dan unik, dan sekaligus

    mempopulerkan juga nilai-nilai kebudayaan dari objek-objek tersebut. Hal ini

    dikarenakan kitsh masih sangat tergantung dengan objek dan konsep yang bersifat

    eksternal seperti seni tinggi, mitos, tokoh dan sebagainya. Idiom estetika ini

    memberikan tempat bagu berbagai bentuk reproduksi dan daur ulang melalui

    rekonstualisasi dan reinterpretasi. Sehingga kitsh sering disebut sebagai sampah artistic

    atau selera rendah yang menyiratkan miskinnya kreativitas, orisinalitas, serta kriteria

    estetik.

    Dalam hal ini, bangunan yang menerapkan idiom kitsch pada kawasan Kuta adalah

    Istana Kuta Galeria dan Batavia Interior. Pada Istana Kuta Galeria massa yang digunakan

    adalah bentuk-bentuk topi yang sangat unik dan precious, sehingga dapat dilihat bahwa

    bangunan ini mengutamakan keindahan saja. Selain itu pada Batavia Interior, bangunan

    ini merupakan sebuah karya arsitektur dengan kreatifitas, serta semangat reproduksi

    karya yang inovatif serta mempopulerkan bentuk-bentuk langka dan unik.

    Gambar 4. Bentuk unik pada Istana Kuta Galeria

    Gambar 5. Bentuk langka pada Batavia Interior

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 9

    4. Camp

    Camp adalah satu idiom estetik, yang meskipun sering diperbincangkan, namun

    masih menimbulkan pengertian yang kontradiktif. Disatu pihak sering diasosiasikan

    dengan pembentukan makna; di pihak lain, justru diasosiasikan dengan kemiskinan

    makna. Camp sangat menjunjung tinggi konsep-konsep keindahan, kebaruan, dan

    keotentikan. Sebagai bentuk seni, camp menekankan dekorasi, tekstur, permukaan

    sensual, dan gaya dengan mengorbankan isi. Arsitektur dengan ciri camp adalah karya

    arsitektur yang komposisi desainnya dicirikan oleh sifat estetisasi, pengindahan atau

    penggayaannya yang sangat berlebihan, distorsif, artificial dan teatrikal.

    Dalam hal ini, bangunan yang menerapkan idiom camp yaitu Istana Kuta Galeria.

    Dimana bangunan ini menampilkan bentuk baru yang luar biasa dan sangat jauh dari

    kesan alami. Tetapi terlihat penggunaan duplikat besi. Penggunaan lempengan besi yang

    ditatah terlihat menekankan dekorasi dan mengorbankan fasade untuk ditutupi. Selain

    itu, Bangunan ini tidak terlihat adanya unsur otentik terhadap objek daun. Bangunan ini

    sangat menonjolkan kegairahan untuk menciptakan bentuk baru melalui penggunaan

    dekorasi dengan distorsi objek daun seperti misalnya perpanjangan bentuk daun.

    Idiom camp dapat dilihat pula pada penggunaan elemen-elemen arsitektur di

    bangunan ini. Misalnya, Elemen dekorasi tanaman pot yang sudah didistorsikan

    sehingga tidak terlihat orisinil atau otentik serta penggunaan balok pelengkung yang

    hanya mementingkan nilai eksotik fasade dengan mengorbankan isi serta fungsi.

    Gambar 6. Penggunaan duplikat besi untuk dekorasi

    Gambar 7. DIstorsi bentuk daun

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 10

    Gambar 8. Balok pelengkung yang mengorbankan isi

    Gambar 9. Distorsi bentuk daun dan kipas

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

    Selain itu dalam materi Estetika Idiomatik merupakan bagian dari Arsitektur

    Postmodern (oleh Wiwik Setyaningsih-Nov 2013) dijelaskan mengenai ciri-ciri parody

    lainnya. Ciri-ciri lain yang terdapat pada bangunan Istana Kuta Galeria, antara lain :

    a. Kontradiktif Makna

    Kontradiktif makna pada bangunan ini ditunjukkan dengan bentuk yang tidak

    beraturan. Sedangkan berdasarkan Peraturan Daerah No. 4/PD/DPRD/1974 tentang

    bangun-bangunan yang dikaitkan dengan usaha mempertahankan dan

    mengembangkan gaya arsitektur tradisional Bali yang mencerminkan falsafah hidup

    tradisional masyarakat Bali, bangunan mengkombinasikan unsur tradisional dengan

    modern. Sehingga bangunan tersebut tetap mengikuti perkembangan zaman

    dengan mempertahankan unsur tradisional Bali.

    Gambar 10. Pemakaian material Fabrikasi

    Gambar 11. Pemakaian ornamen tradisional Bali Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 11

    Gambar 12. Patung khas daerah Bali sebagai ornamen Sumber : http://files.dogster.com/pix/listings/35/111335/111335_1194794307.jpg

    b. Estetik Artifisial/Penggayaan

    Bangunan yang berfungsi sebagai mall ini merupakan modifikasi dari bentuk-bentu

    dasar yang ada. Modifikasi tersebut menimbulkan suatu nilai estetika tersendiri baik

    karena penonjolan, pengurangan, penambahan, maupun ornamentasi yang ada

    pada bangunan tersebut. Estetik artifisial yang ada pada bangunan ini meliputi

    bentuk bangunan yang mengkombinasikan bentuk persegi dan lingkaran yang diolah

    dengan teknik tertentu sehingga menimbulkan bentuk yang fleksibel, serta

    pemilihan material pelapis dinding luar dengan secondary skin yang menimbulkan

    kesan bangunan tersebut memiliki gaya postmodern.

    Gambar 13. Bentuk lengkung dari Lingkaran

    Gambar 14. Bentuk lengkung dari Lingkaran

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 12

    Gambar 15. Bentuk persegi memanjang pada bangunan

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

    c. Tidak Normal, Berlebihan, dan Glamour

    Tidak normal dan berlebihan dapat dilihat dari bentuk bangunan yang pada dasarnya

    yaitu kombinasi persegi dan lingkaran namun karena mengalami distorsi, bentuk

    tersebut menjadi tidak teratur dengan penambahan-pengurangan pada bentuk

    bangunan. Estetik artifisial bangunannya berlebihan karena banyak ruang yang tidak

    dapat dimaksimalkan sesuai fungsinya. Sedangkan, glamour ditunjukkan dengan

    penggunaan elemen-elemen dan material tambahan pada bagian dinding dan

    eksterior bangunan untuk mempercantik fasad bangunan.

    Gambar 16. Bentuk lengkung pada Bangunan Sumber :

    http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

    Gambar 17. Material eksterior bangunan

    Sumber : http://www.streetdirectory.com/

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 13

    d. Anti Sifat Alamiah

    Sifat alamiah pada bangunan ditunjukkan dengan material yang digunakan. Namun

    bangunan ini menggunakan material buatan, yaitu beton sebagai balok pelengkung,

    lempengan besi sebagai secondary skin, alumunium sebagai elemen bentuk daun

    yang diperpanjang, dll.

    Gambar 18. Balok pelengkung berbahan beton

    Gambar 20. Ornamen daun berbahan alumunium

    Gambar 19. Secondary skin berbahan besi

    Gambar 21. Ornamen payung berbahan

    alumunium Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 14

    e. Menjawab kebosanan secara ilusif dari kedangkalan, kekosongan dan kemiskinan

    kehidupan modern

    Kehidupan modern merupakan kehidupan yang monoton serta tidak memiliki

    karakteristik atau miskin akan seni, hal ini tidak ingin diterapkan dalam bangunan ini.

    Sehingga bangunan ini memiliki bentuk yang tidak beraturan (asimetris) agar tidak

    monoton. Serta ketidak beraturan bentuk memunculkan seni dan karakteristik yang

    hanya pada bangunan tanpa meninggalkan unsur tradisional daerah tersebut.

    Gambar 22. Bentuk asimetris bangunan

    Gambar 23. Bentuk asimetris bangunan

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

    f. Bentuk-bentuk Asimetris dan Nilai Eksotik-Emosi Pribadi

    Bangunan post modern merupakan bangunan-bangunan yang banyak memiliki

    emosi-emosi pribadi dari pembuatnya yang digambarkan melalui ekspresi bangunan

    itu sendiri. Bentuk bangunan ini memiliki bentuk dasar persegi dan lingkaran,

    dimana bentuk dasar tersebut mengalami modifikasi atau distorsi sehingga menjadi

    bentuk yang terlihat tidak beraturan. Bentuk tidak beraturan pada bangunan ini

    menjadikan bangunan ini memiliki bentuk asimetris yaitu ukuran setiap sisi atau

    bagian bangunan tidak sama atau tidak seimbang.

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 15

    Gambar 24. Bentuk lengkung pada Bangunan

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmod

    ern-di-kuta.pdf

    Gambar 25. Material eksterior bangunan

    Sumber : http://www.streetdirectory.com/

    g. Sentimentil dengan Masa Lalu

    Masa lalu di sini merupakan masa di mana bangunan mengadopsi dengan gaya

    modern yang membosankan dan monoton sehingga bangunan ini memiliki bentuk

    yang lebih ekspresif dan tidak beraturan. Hal ini bertujuan agar bangunan ini tidak

    memiliki kesan bangunan modern yang monoton. Selain itu pemakaian elemen atau

    ornamen yang tidak ada pada masa lalu, sekarang diterapkan pada bangunan ini.

    Sehingga bangunan ini terlihat lebih indah dengan penambahan elemen atau

    ornamen.

    Gambar 26. Elemen modern dan tradisional pada Istana Kuta Galeria Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 16

    h. Bentuk menjadi Isi

    Bentuk menjadi isi disini merupakan suatu bangunan yang memiliki ruang di

    dalamnya, dimana ruang tersebut bukan terbentuk dari pola hubungan yang ada,

    tetapi terbentuk dari mengikuti bentuk bangunannya. Bangunan ini memiliki ruang-

    ruang didalamnya yang disesuaikan dengan bentuk bangunannya, yaitu berupa

    modifikasi bentuk persegi dan lingkaran. Sehingga ruang di dalamnya memiliki

    bentuk yang tidak tegak lurus, serta salah satu bagian yang melengkung mengikuti

    bentuk bangunan itu sendiri.

    Gambar 27. Interior Istana Kuta Galeria

    Sumber : http://static.asiawebdirect.com/

    5. Skizofrenia

    Idiom skizofrenia ini terletak pada keambiguan salah satu sudut fasad bangunan

    istana Kuta Galleria yang tidak terlihat adanya suatu hubungan, rangkaian kesatuan,

    sehingga antara elemen arsitektur yang satu dengan yang lain saling tumpang tindih.

    Ketidaksatuan antar elemen ini menyebabkan kesulitan di dalam menterjemahkan

    bahasa arsitektur yang ditampilkan.

    Selain itu, bangunan Papas cafe di Alam Kulkul Hotel Kuta-Bali terlihat

    penggunaan elemen Arsitektur Tradisional Bali, arsitektur modern, dan arsitektur

    postmodern yang saling tumpang tindih sehingga tidak terlihat adanya kesatuan antara

    elemen bangunan tersebut. Ketidak-nyambungan antar elemen ini menyebabkan

    kesulitan di dalam menterjemahkan bahasa arsitektur yang ditampilkan.

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 17

    Gambar 28. Istana Kuta Galeria yang saling tumpang tindih Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

    Gambar 29. Papas caf dengan elemen yang saling tumpang tindih

    Sumber : http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

    E. KESIMPULAN

    Pengaruh kebudayaan postmodern di kawasan pariwisata Kuta telah mempengaruhi

    citra arsitektur Bali. Hal ini menyebabkan pembangunan di kawasan Pariwisata tidak

    memperhatikan peraturan membangun pada Perda No. 4/PD/DPRD/1974, yang berisi

    bahwa pembangunan di daerah Bali perlu memperhatikan prinsip-prinsip arsitektur

    tradisional di Bali. Karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengaruh

    ekonomi, sosial, dan budaya postmodern, perkembangan arsitektur di kawasan pariwisata

    Kuta ini cenderung mengarah kepada kepentingan komersial. Perkembangan arsitektur di

    kawasan pariwisata Bali dapat dilihat dari bentuk dan langgam arsitektur dengan idiom

    estetika Pastiche, Parody, Kitsch, Camp, dan Skizofrenia.

  • TEORI ARSITEKTUR II | Arsitektur Postmodern di Kawasan Pariwisata Kuta, Bali 18

    F. REFERENSI

    Estetika Idiomatik merupakan bagian dari Arsitektur Postmodern oleh Wiwik

    Setyaningsih (Nov 2013)

    http://beta.lecture.ub.ac.id/files/2014/02/postmodern-di-kuta.pdf

    http://gumilarganjar.wordpress.com/2013/01/10/sedikit-mengenai-idiom-estetik-

    postmodern-menurut-fredric-jameson/

    http://dakokong.blogspot.com/2013/02/pengertian-arsitektur-postmodern.html

    http://titispitana.blogspot.com/2012/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html

    http://wahyumuliatmi.blogspot.com/2012/03/arsitektur-post-modern.html

    http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/