kristenisasi di margorejo kecamatan dukuhseti

96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ZENDING : KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI TAHUN 1852-1942 SKRIPSI Oleh : LISTYARINI DYAH WULANDARI K4407029 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: doanhanh

Post on 13-Jan-2017

261 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ZENDING : KRISTENISASI DI MARGOREJO

KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI

TAHUN 1852-1942

SKRIPSI

Oleh :

LISTYARINI DYAH WULANDARI

K4407029

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ZENDING : KRISTENISASI DI MARGOREJO

KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI

TAHUN 1852-1942

Oleh :

LISTYARINI DYAH WULANDARI

K4407029

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 3: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Listyarini Dyah Wulandari. ZENDING: KRISTENISASI DI MARGOREJO,

KECAMATAN DUKUHSETI, KABUPATEN PATI 1852-1942. Skripsi,

Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas

Maret Surakarta, Maret. 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Sejarah terbentuknya desa Kristen di Margorejo,Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati (2) Pelaksanaan

pendidikan Kristen di Margorejo oleh zending, (3) Proses perkembangan gereja di Margorejo menjadi gereja yang mandiri, lepas dari zending

Penelitian ini menggunakan metode historis. Langkah- langkah yang ditempuh dalam metode historis meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan oleh penulis terutama adalah sumber

primer dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik studi pustaka, wawancara, dan observasi. Teknik analisis yang digunakan adalah

teknik analisis historis yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dalam menginterpretasikan fakta sejarah. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan: (1) Sejarah

terbentuknya desa Kristen Margorejo berawal dari pekerjaan Doopgezinde Zendingsvereeniging (DZV) yang dipimpin oleh Pieter Janz di kawasan Jepara.

Dalam beberapa tahun lamanya, Pieter Janz berhasil mengkristenkan beberapa orang di wilayah Jepara dan Kedungpenjalin. Jemaat yang makin banyak itu kemudian dikumpulkan dalam suatu desa persil untuk dijauhkan dari pengaruh

budaya pribumi yang tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Desa persil itu disebut Margorejo yang artinya jalan menuju kesejahteraan. Margorejo terbuka bagi siapa

saja, baik orang Kristen maupun yang bukan Kristen, yang ingin masuk dan tinggal dengan syarat harus bersedia mentaati tata hidup Kristen. (2) Keberhasilan Pieter Janz dalam mengkristenkan penduduk didukung oleh penyelenggaraan

pendidikan oleh zending, dan pelaksanaannya terbuka untuk umum dan dengan biaya yang rendah. Sekolah yang didirikan zending ini dibagi menjadi dua, yakni

Sekolah Jemaat yang setingkat dengan sekolah dasar dan Sekolah Guru Zending. Kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah itu terdiri dari pelajaran pengetahuan umum dan Agama Kristen. (3) Gereja Jawa Muria lahir pada tanggal

16 April 1854, ditandai dengan pelaksanaan upacara pembaptisan oleh Pieter Janz. Sejak tahun 1854 sampai dengan tahun 1909, segala sesuatu yang berkaitan

dengan desa persil, gereja, dan pelayanan jemaat dilakukan sepenuhnya oleh zending. Konferensi para zendeling di Margorejo memutuskan gereja Margorejo resmi menjadi gereja yang dewasa dan dapat mengatur keuangannya sendiri,

namun masih didampingi oleh zending. Pendampingan zending terhadap pengelolaan gereja ini akhirnya harus benar-benar berakhir ketika Perang Dunia II

dan Belanda jatuh ke tangan Jerman maka terputuslah hubungan antara pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Indonesia dengan pusatnya. Putusnya hubungan ini berarti pula putusnya hubungan zending yang bekerja di Indonesia

dengan pengurus pusat zending di Belanda, termasuk Zending Menonit di Margorejo.

Page 6: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Listyarini Dyah Wulandari. K4407029. ZENDING : CHRISTIANIZATION

IN MARGOREJO, DUKUHSETI, PATI. 1852-1942. Skripsi. Surakarta:

Faculty of Education and Teacher Training, Sebelas Maret University, Maret

2011.

This research for describing: (1) the established history of Christian Village in Margorejo, Dukuhseti, Pati. (2) the Christian religion school of Zending

in Margorejo,Dukuhseti, Pati (3) the independent of Christian church of Zending This study uses historical method. The steps taken in historical methods

include heuristic, criticism, interpretation and historiography. The sources of data tha used by the writer are primary and secondary sources. The techniques of collecting datas used bibliography study, interviews, and observation. The

analyzing technique used technique of historical analysis which prioritizes acurity in interpreting the facts of history.

Based on the result of the research, it can be concluded: (1) ) the established history of Christian Village in Margorejo, Dukuhseti, Pati originated from the work Doopgezinde Zendingsvereeniging (DZV) led by Pieter Janz in the

district of Jepara. In recent years, Pieter Janz managed to convert some people in the region and Kedungpenjalin Jepara. Then, the increasingly of the congregations

were gathered in a village to be maintained and kept away from the influence of indigenous culture that is incompatible with Christian doctrine. The village called Margorejo which means the road to prosperity. Margorejo open to everyone, both

Christians and non-Christians, who want to go and live with requirement that must obey the Christian life. (2) The success of Pieter Janz in Christianize is

supported by the implementation of education by zending, and their implementation is open to the public and with low cost. School founded by zending is divided into two, namely the Church School; it is the same level with

the primary school and the Teacher School Zending. The curriculum is taught consisted of subjects of general knowledge and the Christian Religion. (3) Java

Moriah Church (Gereja Jawa Muria) was born on April 16, 1854, marked by the ceremony of baptism by Pieter Janz. From 1854 until 1909, all things relating to the village, church, and service for the congregation conducted entirely by

zending. The Conference of the Zendeling in Margorejo decided Margorejo church officially became an independent church and can manage its own finances,

but still accompanied by zending. Accompaniment zending in manage this church finally ended when World War II and . Large-scale war that led to the east invaded Poland and attacked the Dutch. Successful Dutch occupied on May 10,

1940 experienced a sudden change in the world of international politics. These political changes also affect the life of Christian congregations around muria.

With the fall of the Netherlands from Germany then the relations between the Dutch East Indies colonial government in Indonesia is ended. It is give impact to the end of relationships of zending who works in Indonesia with central

committee of zending in the Netherlands, including Zending Menonit in Margorejo.

Page 7: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Karena masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang”

( Amsal 23 : 18 )

“Bermimpilah maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”

(Andrea Hirata)

“Hasil yang positif berawal dari pikiran yang positif”

(penulis)

Page 8: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada :

Bapak dan Ibuku atas doa dan dukungannya

Saudara-saudaraku yang terkasih : Mas Wikan, Mas

Sigit, dan Thomas

Simbah, om, dan bulik atas doa dan motivasinya

Sepupuku, Stefanus Dwi, yang sudah membantu

dalam pemilihan judul skripsi

Leley, Renda, Aga, Margi, Fitri, Djoko, Dian,

Gandul, Aul, Siti, Puji dan teman-teman FKIP

Sejarah Angkatan 2007 atas bantuan dan

kebersamaannya selama ini

Kakak dan adik tingkat di FKIP Sejarah yang selalu

membantu dan menyemangatiku

Saudara-saudariku di Persekutuan Hosea dan

Yohanes yang selalu mendukungku dalam doa

Almamater

Page 9: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas berkat dan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat penulis

selesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan.

Banyak hambatan yang penulis temui dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-

kesulitan yang timbul dapat teratasi. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta, yang telah memberikan ijin penulisan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang telah menyetujui

permohonan penyusunan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah dan Pembimbing Akademik yang

telah memberikan pengarahan dan rekomendasi atas penyusunan skripsi ini.

4. Drs Leo Agung S.,M.Pd selaku pembimbing I atas bimbingan dan arahan

sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

5. Drs. Djono, M.Pd selaku pembimbing II atas bimbingan dan arahan sehingga

penelitian ini dapat terselesaikan.

6. Berbagai pihak yang tidak bisa ditulis satu persatu.

Semoga kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan dari Tuhan Yang

Maha Esa.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.

Surakarta, Maret 2011

Penulis

Page 10: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iv

ABSTRAK ......….. ............................................................................. v

ABSTRACT ......................................................................................... vi

HALAMAN MOTTO .......................................................................... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... viii

KATA PENGANTAR .......................................................................... ix

DAFTAR ISI .............. ........................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................. 6

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ................................................................. 8

1. Kolonialisme ................................................................... 8

2. Pendidikan Kolonial ....................................................... 11

3. Zending............................................................................ 15

4. Kristenisasi ...................................................................... 20

B. Kerangka Berfikir ................................................................. 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 31

B. Metode Penelitian.................................................................. 32

C. Sumber Data ................................................................ ......... 34

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 35

E. Teknik Analisis Data ............................................................ 37

Page 11: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

F. Prosedur Penelitian ................................................................ 37

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Kristenisasi di Margorejo ....................................... 41

1. Permulaan Pekerjaan Doopgezinde Zendingvereeniging

di Jepara.......................................................................... 41

2. Usaha Kristenisasi oleh Pieter Jansz di Sekitar Jepara ... 46

3. Pembentukan Desa Kristen Margorejo ........................... 49

B. Pelaksanaan Pendidikan oleh Zending di Margorejo ......... 59

1. Sekolah Jemaat Margorejo ............................................. 60

2. Sekolah Guru Zending Margorejo .................................. 67

D. Perkembangan Gereja di Margorejo Menjadi Gereja yang

Mandiri Lepas dari Zending ................................................ 73

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................ 80

B. Implikasi ................................................................................ 82

C. Saran ...................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 85

LAMPIRAN

Page 12: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Daftar informan .......................................................................... 88

Lampiran 2. Hasil Wawancara ........................................................................ 89

Lampiran 3. Staatbladen van Nederlandsch Indie 1854 .................................. 100

Lampiran 4. Peta .............................................................................................. 101

Lampiran 5. Foto .............................................................................................. 104

Lampiran 6. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ................................... 109

Lampiran 7. Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan .................................................................................... 110

Lampiran 8. Surat Permohonan Ijin Research ................................................. 111

Lampiran 9. Surat Rekomendasi Penelitian Kabupaten Pati ........................... 112

Lampiran 10.Surat Rekomendasi Penelitian Kecamatan Dukuhseti ............... 113

Page 13: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia mengakui enam agama sebagai agama yang

resmi di Indonesia. Agama-agama tersebut ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu,

Budha, dan Kong Hu Cu. Tiap pemeluk agama dilindungi oleh pemerintah dan

Undang-Undang Dasar 1945 sehingga bebas melaksanakan ajaran agamanya

masing-masing. Agama yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Agama

Kristen. Agama Kristen adalah agama yang mengakui dan menyembah Yesus

Kristus sebagai Tuhan (Ensiklopedi Alkitab, 2000: 237).

Menurut Pater G. Van Schie, Agama Kristen sebenarnya sudah

menyentuh Nusantara pada awal abad ke-7 Masehi, bersamaan dengan tumbuhnya

Gereja Mar Thoma di Barus Sumatera. Disebutkan bahwa di Jawa Timur sudah

pernah ada dua tempat Kristiani Chaldea, yaitu Gereja Nestorian yang induknya

terdapat di Asia Barat dan telah bersatu kembali dengan Gereja Roma, akan tetapi

di Jawa, gereja itu sudah lenyap tanpa meninggalkan bekas (Pater G. Van Schie,

1994 : 104). Hal senada diungkapkan oleh Sukoco, bahwa jauh sebelum

datangnya Portugis di Asia Tenggara pada awal abad ke-16, diduga gereja Kristen

telah berkembang di Asia Tenggara sebagai bagian dari Gereja Kristen yang

tumbuh di India. Agama Kristen yang dimaksud ini adalah Agama Kristen

Katolik. Jemaat Kristen Katolik ini berkembang sebagai buah aktivitas para

pedagang-pedagang Kristen dari Mesir dan Persia yang menetap di Arabia

Tenggara, India Barat, dan Selatan serta Sri Lanka. Jemaat-jemaat Kristen

Nestorian yang tumbuh di sana tetap bertahan sampai sekarang dengan nama

Gereja Mar Thoma. Bukan tidak mungkin bahwa diantara pedagang Kristen itu

ada yang sampai di Asia Tenggara dan Nusantara. Dalam beberapa sumber yang

ditulis sekitar tahun 1050 Masehi dan tulisan salah seorang sejarawan Islam yang

menulis pada tahun 800-an M, menyatakan bahwa terdapat banyak Gereja

Nestorian yang berada di pantai barat Sumatera, di sebuah tempat yang bernama

1

Page 14: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Fanshur, yang letaknya diduga di sebelah utara kota Sibolga sekarang (Soekoco,

2010 : 14).

Pada beberapa abad sesudah Masehi, pedagang-pedagang Kristen dari

Mesir dan Persia menetap di Arabia Tenggara, di India barat dan Selatan, dan di

Sri Lanka. Jemaat-jemaat mereka di India selatan bertahan terus sampai sekarang

(Gereja Mar Thoma). Bukan tidak mungkin bahwa dari sana pedagang-pedagang

Kristen datang ke Nusantara juga. Diketahui bahwa pada abad ke-14 dua kali

seorang misionaris dari Barat singgah di Sumatera, tetapi bagaimanapun juga

kehadiran orang-orang Kristen dari luar itu tidak meninggalkan bekas di

Indonesia (Van Den End, 1980:19-20).

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak sekitar 700

tahun sebelum datangnya Kristen Barat di Indonesia, sudah terdapat orang Kristen

dan gereja Kristen Timur di wilayah Nusantara. Namun ketika Vasco da Gama

dan pelaut Portugal yang lain mulai berlayar ke Indonesia lewat Afrika Selatan

pada tahun 1498, gereja-gereja Nestorian itu telah lenyap. Diperkirakan karena

adanya tekanan penganiayaan oleh penganut kepercayaan pribumi yang telah

berlangsung lebih dahulu.

Agama Kristen dibawa kembali ke Nusantara adalah ketika Portugis

datang ke Indonesia mencari rempah-rempah, mereka juga membawa serta para

misionaris Katolik. Misi diartikan sebagai organisasi-organisasi yang

menyebarluaskan Agama Katolik kemana dan kapanpun juga (Burhanuddin Daya,

2004:98). Kegiatan Misi ini didukung sepenuhnya oleh penguasa Portugal dan

Spanyol. Raja Portugal dan Spanyol memiliki tiga tujuan pokok yang dikenal

dengan semboyan 3G, yakni Gold (kekayaan), Glory (kejayaan), dan Gospel

(menyebarkan Agama Katolik). Misionaris yang terkenal adalah Fransiscus

Xaverius, yang melancarkan usaha penginjilan yang cukup hebat di pulau rempah-

rempah ini. Sekitar 200 misionaris Dominikan dan Fransiskan melayani di

Indonesia Timur sepanjang abad ke-16 (Sukoco, 2010 : 16). Namun ketika para

misionaris sampai di Maluku, mereka harus menghadapi tantangan-tantangan

seperti iklim yang buruk, kekurangan bahan pangan dan gangguan dari kaum

Muslim. Maju mundurnya pekerjaan itu semata-mata bergantung pada kuasa

Page 15: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

militer Portugis. Sampai tahun 1570, pengaruh Misi berkembang dengan

memuaskan. Keadaan ini berubah sejak tahun 1600, sebab pada waktu itu Belanda

dan Inggris telah merebut kuasa laut dari Spanyol dan Portugal. Dengan

kandasnya kekuasaan Portugis, maka masuklah agama baru yakni Agama Kristen

Protestan.

Tidak seperti kedatangan Bangsa Portugis yang mempunyai tujuan pasti

untuk menyebarkan Agama Katolik, kedatangan Belanda ke Indonesia lebih

mengutamakan tujuan ekonomi dan mengesampingkan tujuan untuk menyebarkan

Agama Kristen Protestan. Hal ini terkait erat dengan karakteristik orang Belanda

yang datang ke Indonesia. Orang-orang Belanda tersebut datang ke Indonesia

untuk berdagang. Sebagai pedagang, orang-orang Belanda tidak mengutamakan

pekabaran Injil. Mereka lebih berkonsentrasi pada bidang ekonomi dan

penguasaan daerah. Mereka mengakui kewajiban negara untuk mendukung

kehidupan gereja pada umumnya dan usaha pekabaran Injil pada khususnya. Akan

tetapi pemerintah koloni ini hanya memperhatikan penyiaran Agama Kristen ke

luar apabila itu menguntungkan baginya, misalnya di Maluku. Di Maluku,

penduduk pribumi berusaha dikristenkan dengan harapan bahwa orang Indonesia

yang beragama Kristen akan lebih mudah diatur daripada orang Indonesia yang

masih beragama Islam atau memeluk kepercayaan asli. Namun rupanya keyakinan

mereka meleset, terbukti ketika rakyat Maluku yang beragama Kristen juga

mengadakan perlawanan dengan sengit terhadap Belanda, dibawah pimpinan

Pattimura dan pejuang lainnya (Sukoco, 2010:17).

Di daerah lain, khususnya di daerah-daerah Islam, VOC tidak

mengusahakan pekabaran Injil karena mereka takut apabila hal itu terjadi maka

akan menyebabkan pemberontakan orang-orang Islam sehingga akan mengganggu

usaha dagang mereka. Pada intinya gereja dan aktivitasnya di wilayah benteng

didukung dan dibiayai serta diawasi, sedangkan gereja dan aktivitas pekabaran

Injil di luar benteng tidak diperhatikan apalagi didukung. Agama Kristen yang

dibawa oleh Bangsa Belanda ke Indonesia baru dapat berkembang lebih pesat

pada akhir abad XVIII. Secara umum penyebaran Agama Kristen bersumber dari

Page 16: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

para Zending, meskipun ada beberapa orang Jawa (pribumi) yang menyebarkan

agama tersebut.

Berbeda dengan Misi, Zending diartikan sebagai pekabaran Injil, usaha-

usaha kaum Protestan untuk menyebarkan agama Kristen Protestan dan

menegakkan gereja-gereja Protestan (Burhanuddin Daya, 2004: 99). Pada masa

kekuasaan Belanda di Indonesia terdapat kerancuan terhadap penggunaan istilah

gereja untuk menyebutkan sebuah perkumpulan agama. Karena tindakan

pemerintah Hindia Belanda yang mengistimewakan gereja, maka ada beberapa

perkumpulan agama yang menyebut diri sebagai gereja. Snouck Hurgronje

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan gereja adalah perkumpulan yang

mendasarkan ajarannya dari Alkitab, baik Kitab perjanjian lama maupun perjanian

baru (Snouck Hurgronje, 1932:1146). Untuk dapat memahami aktivitas Zending,

sebaiknya perlu dibahas dahulu mengenai beberapa lembaga pekabaran Injil yang

berkembang pada masa itu. Minat baru terhadap Zending yang timbul di Inggris

pada akhir abad ke XVIII yang kemudian diikuti oleh Belanda. Sebelum Belanda

mengirimkan penginjil ke Indonesia, pada tahun 1813 Inggris telah mengutus

Robinson, seorang pekabar Injil yang bertugas mengkristenkan penduduk

bumiputra Indonesia. Tahun 1814 London Missionary Society (LMS) mengirim 3

missionaris lagi. Sejenis dengan LMS, di negeri Belanda pun dibentuk lembaga

misonaris Nederlandsche Zendeling-Genootschap (NZG) pada tahun 1797

(Guillot, 1985 : 5). Namun karena ada perselisihan dalam badan NZG di Belanda

maka ada beberapa anggota yang keluar dari NZG, kemudian mendirikan badan

pekabaran Injil yang baru bernama: Nederlandsche Zendelingvereniging (NZV).

Setelah itu mulai bermunculan lembaga-lembaga pekabaran Injil yang bermacam-

macam aliran, yakni : Java Committee, Salatiga Zending, Het Genootschap voor

In-en Uitwendige Zending (GIUZ), Nederlandsche Gereformede

Zendingsvereniging (NGZV), dan Doopsgezinde Zendingvereniging (DZV).

Lembaga-lembaga Zending yang tertulis di atas memiliki perbedaan dalam hal

aliran, prinsip-prinsip rohani, wilayah kerja, dan cara-cara Kristenisasi yang

diterapkan (Sukoco, 2009: 110).

Page 17: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Ketika Belanda menerima kembali Hindia Belanda dari tangan Inggris

pada tahun 1816 mereka harus menata lagi hubungan antara Gereja dan Negara.

Maka, Raja Wilhem I, yang memperhatikan nasib daerah jajahan, merasa prihatin

dengan masalah penyebaran agama ini. Sebab itu, dengan alasan agar lebih

berdaya guna, ia meminta kepada gereja-gereja yang terdapat pada waktu itu di

daerah jajahan supaya lebih bersatu memusatkan usaha mereka secara bersama-

sama daripada bergerak sendiri-sendiri pada wilayah masing-masing. Persatuan

ini terwujud pada tahun 1835. Landasannya Kristen Protestan, organisasi ini

terdiri dari berbagai aliran : Calvinisme, Lutherian, Remontran, dan Mennonite

(Guillot, 1985 : 5).

Aliran-aliran ini kemudian menyebar ke beberapa daerah di Hindia

Belanda, termasuk di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati.

Zendeling yang menyebarkan agama Kristen, yang mengadakan baptisan pertama

kemudian dilanjutkan dengan pembangunan Desa Kristen Margorejo bernama

Pieter Jansz. Pieter Jansz, misionaris kelahiran 1820 ini tiba di Jawa tahun 1851,

dikirim oleh DZV (Doopsgezinde Vereeniging ter bevordering

derEvangelieverbreiding in Nederlandsche bezittingen), yaitu masyarakat

misionaris Mennonite yang baru terbentuk di Belanda. Tahun 1852 Jansz pindah

tempat dari Semarang ke Jepara, kemudian menyebarkan agama di daerah sekitar

Jepara dan Pati. Tiga tahun setelah itu, Jansz mengadakan baptisan pertama di

Margorejo, Pati, dan mendirikan sekolah pemuridan agama Kristen. Dalam

perkembangannya, pekerjaannya digantikan oleh putranya yang bernama Pieter

Anthonie Jansz yang menjadi pendeta I di Margorejo pada tahun 1883 (Guillot,

1985: 6).

Margorejo adalah sebuah desa yang unik karena sebagian besar

penduduknya beragama Kristen Protestan. Bila dibandingkan dengan jumlah

penduduk Kristen dengan desa-desa tetangganya, seperti Banyutowo, Tegalombo,

Margokerto, dan lain-lain, maka Margorejo dapat dikatakan mempunyai jumlah

penduduk Kristen yang banyak dengan pengaruh Agama Kristen yang paling kuat.

Dari kenyataan di atas mendorong penulis untuk memaparkan bagaimana proses

Kristenisasi yang dilakukan oleh Zending di Margorejo. Oleh karena itu penulis

Page 18: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

mengangkat suatu pokok permasalahan “Zending : Kristenisasi di Margorejo

Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati Pada Tahun 1852-1942” sebagai judul

skripsi.

B. Perumusan Masalah

Sejalan dengan latar belakang masalah seperti yang telah disebut di

depan, dapat diungkapkan masalah inti : bagaimana sejarah Kristenisasi di

Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati. Masalah ini dijabarkan

menjadi tiga sub masalah, yaitu:

1. Bagaimana sejarah Kristenisasi di Margorejo?

2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh Zending

di Margorejo?

3. Bagaimana perkembangan gereja di Margorejo sampai menjadi gereja

yang mandiri setelah lepas dari Zending?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini

adalah untuk :

1. Mengetahui Sejarah pembentukan Desa Kristen Margorejo

2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan yang diselenggarakan oleh Zending

di Margorejo

3. Mengetahui perkembangan gereja di Margorejo sampai menjadi gereja

yang mandiri setelah lepas dari Zending

Page 19: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini bermanfaat:

a. Menambah wawasan pemikiran dan pengetahuan bagi peneliti

b. Memberikan pengetahuan lebih luas Ilmu Pengetahuan Sosial dan

Sejarah Indonesia Madya bagi peneliti dan pembaca

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat:

a. Dapat menarik minat peneliti lain untuk ikut serta berpartispasi

mengenai penyebaran Agama Kristen Protestan dengan benar dan

yang belum terjangkau dalam penelitian ini

b. Dapat menambah koleksi penelitian di perpustakaan khususnya,

mengenai Sejarah Kristenisasi oleh Zending

c. Untuk memenuhi salah satu syarat guna meraih gelar sarjana

pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan Jurusan

IPS Program Studi Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 20: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kolonialisme

a. Pengertian Kolonialisme

Kata kolonialisme berasal dari Bahasa Latin colonia yang berarti tanah

pertanian atau pemukiman atau jajahan. Berdasarkan Oxford English Dictionary

yang dikutip oleh Ania Lomba (2000 : 1), yang dimaksud dengan koloni adalah :

Sebuah pemukiman dalam negara baru ..... sekumpulan orang yang

bermukim dalam sebuah lokalitas baru, membentuk sebuah komunitas

yang tunduk atau terhubung dengan negara asal mereka; komunitas yang

dibentuk seperti itu terdiri dari para pemukim asli dan para keturunan

mereka dan pengganti-penggantinya, selama hubungan dengan asal

masih dipertahankan.

Edward W. Said (1996 : 32) mendefinisikan koloni adalah daerah jajahan

sebagai tempat bagi penduduk atau sekelompok orang yang bermukim di daerah

baru yang merupakan daerah asing serta jauh dari daerah asal akan tetapi masih

tetap mempertahankan ikatan dengan daerah asalnya. Kata kolonialisme menurut

Kansil dan Julianto (1988 : 22) diartikan sebagai serangkaian nafsu suatu bangsa

untuk menaklukkan bangsa lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan

kebudayaan dengan jalan dominasi politik, eksploitasi ekonomi, dan penetrasi

kebudayaan.

Kolonialisme juga dipandang sebagai nafsu dan sistem yang merajai atau

mengendalikan ekonomi atas negeri atau bangsa lain. (Cahyobudi Utomo, 1995

:2). Hasan Alui (2002 : 582) memberikan definisi tentang kolonialisme adalah

paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan

maksud untuk memperluas negara itu. Lebih lanjut International Encyclopedi of

The Social Sciences (1972) memberikan definisi kolonialisme adalah pengelolaan

tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan pada orang asing yaitu dari

suatu bagian tertentu terhadap peran kekuasaan tersebut.

8

Page 21: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

yang dimaksud dengan kolonialisme adalah usaha dari suatu bangsa atau negara

menaklukkan bangsa lain di luar daerah kekuasaannya sendiri yang meliputi aspek

politik, eksploitasi ekonomi, dan penetrasi kebudayaan

b. Tujuan Kolonialisme

Pelaksanaan kolonialisme di berbagai Negara mempunyai tujuan yang

meliputi berbagai aspek, antara lain :

1) Tujuan Ekonomi

Eksploitasi ekonomi terutama sumber daya alam yang dipengaruhi

sepenuhnya untuk kepentingan negara kolonial, demi kelangsungan industrinya.

Daerah kolonial juga dijadikan pasar paksaan bagi barang-barang Eopa (Ania

Lomba, 2000 : 5).

2) Tujuan Politik

Proses membentuk komunitas dalam negara baru, yang berarti

membubarkan atau membentuk kembali komunitas-komunitas yang sudah ada

akibat terjadi praktek-praktek perdagangan, penjarahan, negosiasi, perang,

pembunuhan massal, perbudakan, dan pemberontakan-pemberontakan. Dengan

demikian kolonialisme merupakan penaklukkan dan penguasaan atas tanah dan

harta benda rakyat lain. (Ania Lomba, 2000 : 2).

3) Tujuan Sosial

Kolonialisme bukan hanya penguasaan ekonomi dan politik saja, tetapi

juga merupakan hasrat penguasaan identitas. Pada saat perkembangan

kolonialisme digerakkan dalam kerangka kekerasan yang sama sekali tidak

memanusiakan manusia ditimpangkan lewat tajamnya gap kehidupan sosial

ekonomi. Manusia dibagi berdasarkan kasta dengan faktor nilai dan bukan milik

suatu ras tertentu. (Mubiddin M. Doblani, 2001 : 4).

4) Tujuan Budaya

Salah satu ciri kolonialisme yaitu diskriminasi ras atau teknis. perspektif

kolonial superioritas-inferioritas mendasari prinsip diskriminasi. Sistem kolonial

Page 22: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

menghendaki diskriminasi rasial sebagai dasar pembentukan struktur dan pola

hubungan sosial dalam masyarakat kolonial yang secara hierarkis menempatkan

golongan bangsa yang memerintah di puncak teratas dari struktur masyarakat

tanah jajahan. (Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo, 1991 : 6).

c. Pengelolaan Daerah Kolonial

Daerah jajahan atau yang disebut dengan koloni adalah tempat atau

wilayah yang dijadikan sebagai obyek dari praktek kolonial. Ada dua macam cara

untuk melakukan pengelolaan daerah koloni yaitu pengelolaan langsung (direct

rule) dan pengelolaan tidak langsung (indirect rule). Pengelolaan politik kolonial

yang diterapkan tidak menggunakan tangannya langsung tetapi melalui penguasa

tradisional atau feodal disebut dengan penguasaan tidak langsung (indirect rule).

Dalam sistem ini rakyat atau golongan petani dikuasai dan dieksploitasi ganda

oleh kaum feodal dan kaum kolonialis.(Noer Fauzi, 1999 : 41). Pada sistem

pengelolaan tidak langsung seperti yang dilakukan oleh Belanda dalam mengatur

daerah wilayah kekuasaannya menggunakan tenaga-tenaga atau penguasa-

penguasa lokal sebagai tangan panjang dari kekuasaan Belanda.

d. Aktivitas Kolonialisme

Tujuan utama politik kolonialisme adalah menguasai sumber kekayaan

daerah koloni untuk kelangsungan industri negara induk. Sejarah perkembangan

politik kolonial modern dimulai abad XV yang dimulai dari perjalanan panjang

dari Portugis ke Afrika pada tahun 1498 yang dibawa oleh Vasco da Gama di

India. Negara pendukung kolonialisme yang pertama di dunia adalah Portugis dan

Spanyol. Dalam abad ke XVII muncul Bangsa Inggris, Perancis, dan Belanda.

Abad ke XIX merupakan puncak perkembangan politik kolonial. Pada abad ini

pula muncul negara-negara kolonial baru seperti Jerman, Italia, dan Belgia.

(Ensiklopedi Indonesia, 1990 : 812).

Diskriminasi ras atau etnis menjadi suatu ciri sistem kolonial, hal ini

didasari oleh perspektif superioritas-inferioritas. Sistem kolonial menghendaki

Page 23: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

diskriminasi rasial sebagai dasar pembentukan struktur dan pola hubungan sosial

dalam masyarakat kolonial yang secara hierarkis menempatkan golongan bangsa

yang memerintah di puncak teratas dari struktur masyarakat tanah jajahan.

(Sartono Kartodirjo, 1991: 6).

Dalam struktur masyarakat kolonial, diskriminasi mendasari sistem

pergaulan dalam berbagai dimensi kehidupan baik sosial, ekonomi, politik

maupun kebudayaan. Diskriminasi menjadi inti hubungan sosial dan menjadi

faktor penguatan dalam hubungan kolonial antara golongan yang memerintah

dengan yang diperintah. (Sartono Kartodirjo, 1991 : 60). Salah satu aktivitas

kolonial adalah eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia terhadap

daerah koloni. Hal ini berarti kolonialisme memandang tanah jajahan menjadi

sumber kekayaan bagi negara induk, tersedianya tanah dan tenaga kerja yang

murah dan melimpah memungkinkan untuk dilaksanakan eksploitasi produksi

pertanian yang menguntungkan bagi sasaran dunia. (Tauchid, 1952 : 189).

2. Pendidikan Kolonial

a. Konsep Pendidikan

1) Arti Pendidikan

Ditinjau secara etimologi istilah pendidikan berasal dari Bahasa Latin

educate yang berarti membimbing keluar. Kata tersebut sama dengan educare

yaitu memelihara, membimbing, serta memperkaya. Jadi mendidik adalah usaha

membimbing, memelihara, dan melengkapi seseorang agar mandiri di masa

depan. (Samuel Sidjabat, 1987:3). Sementara Winarno Surakhmad (1982:77),

meninjau pendidikan tidak terlepas dari pengajaran sebab di dalamnya terdapat

usaha sadar dan tujuan sistematis dan terarah untuk mengubah tingkah laku anak

agar menjadi dewasa. Pendidikan merupakan proses edukatif yang meliputi

unsur-unsur pendidikan, yaitu tujuan yang jelas, bahan yang menjadi isi interaksi,

pelajar yang aktif, guru, metode, lingkungan penunjang dan penilaian terhadap

interaksi.

Page 24: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Pendidikan adalah suatu konsep, sedangkan konsep pendidikan menurut

Dimyati Mahmud (1982:43), adalah sebagai berikut :

a) Pendidikan itu menyentuh setiap aspek kepribadian anak.

b) Pendidikan merupakan proses belajar yang terus menerus.

c) Pendidikan itu dipengaruhi oleh kondisi-kondisi dan pengalaman- pengalaman,

baik di dalam maupun di luar sekolah.

d) Pendidikan itu dipersyarati oleh kemampuan dan minat anak, oleh tepat atau

tidak tepatnya situasi belajar dan efektif tidaknya cara belajar.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan

bahwa arti pendidikan ialah upaya manusia dalam membantu perkembangan anak

didik dalam menghadapi kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.

Mengingat anak didik berada dalam masyarakat dimana anak tersebut hidup.

Pendidikan adalah suatu kegiatan yang tidak bebas nilai, sistem yang berkembang

dalam masyarakat akan dipengaruhi usaha yang dilakukan.

2) Tujuan Pendidikan

Pendidikan yang diterapkan kepada anak didik mempunyai tujuan

tertentu. Adapun tujuan pendidikan menurut Vembrianto (1984:5), ada 3 macam

yaitu : (a) pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir, tidak

sekedar menyampaikan informasi; (b) pendidikan bertujuan mengejar kebaikan

dan bukannya sekedar memberikan keterampilan teknik; (c) pendidikan bertujuan

mengejar kebenaran berdasarkan akal dan bukannya memberikan pendapat dan

pengetahuan praktis.

Dalam pendidikan seseorang dibantu mengenali unsur-unsur budaya

dalam masyarakat dan bersedia untuk menyelami segala segi kebudayaan baik

kesenian, cara hidup, adat istiadat, sistem nilai dan kekayaan rohaninya.

Pendidikan ini membantu orang untuk menyumbangkan saran, peran serta dan

penyempurnaan kebudayaan dan sampai pada pemanfaatannya dalam kontak

dengan kebudayaan lain. Dengan begitu proses pendidikan membantu seseorang

untuk berkembang sebagai individu yang mandiri dan berhubungan dengan

lingkungan secara otonom. (Mardiaatmaja, 1986:88).

Page 25: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Melihat batasan dan tujuan tersebut diatas disimpulkan bahwa

pendidikan pada dasarnya lebih dari latihan keterampilan saja, melainkan

pendidikan juga suatu pembinaan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan

juga suatu pendamping agar anak didik mengenal dan menghayati nilai-nilai

manusiawi yang paling luhur.

b. Pendidikan Kolonial

Istilah kolonial telah lama muncul dan dipakai dalam berbagai pustaka.

Beberapa ahli memberikan definisi kolonial sebagai daya upaya suatu bangsa

untuk menaklukkan bangsa lain. Suhartoyo Hardjosatoto (1985:8) mengartikan

kolonial sebagai nafsu menguasai dan sistem penguasaan wilayah bangsa atau

negara lain. Disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa kolonial merupakan

rangkaian nafsu suatu bangsa untuk menaklukkan bangsa lain dalam bidang

politik, sosial, ekonomi, dan penetrasi kebudayaan (Kansil dan Julianto, 1986:66).

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan

bahwa kolonial adalah nafsu suatu bangsa untuk menaklukkan dan menguasai

daerah dan bangsa lain dalam segi kehidupan baik politik, ekonomi, sosial,

maupun kebudayaan. Menurut Poerwanto (1993:9), pendidikan kolonial adalah

suatu pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial sehingga di

dalamnya terdapat pengaruh kolonial yang sangat kuat. Pendidikan dan

pengajaran di dalam paradigma kolonial diselenggarakan demi memenuhi

kebutuhan-kebutuhan pihak monopoli dan bukan untuk kepentingan rakyat

pribumi. Warga pribumi yang memperoleh pendidikan dididik menjadi pelaksana

setia dari pengambilan keputusan yang datang dari penguasa dan bukan untuk

menjadi pemikir, konseptor yang kreatif dan terampil. Pendidikan dan pengajaran

dalam paradigma demikian menunjukkan ciri selalu menjaga kelangsungan dan

konsolidasi hak-hak istimewa kaum elit dengan segala mekanismenya yang pada

hakekatnya mengacu pada feodalisme dan fasis. (Y.B. Mangunwijaya, 1980:23).

Sejalan dengan pendapat Y.B Mangunwijaya, Hilmar Farid S. (1991:90)

menyatakan bahwa tujuan paling dasar dari penyelenggaraan pendidikan yakni

Page 26: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

mencetak kaum pribumi yang berpendidikan untuk mengisi berbagai bidang kerja

yang ada. Lebih jauh kaum etis pada masa itu melihat pendidikan sebagai satu-

satunya jalan bagi pribumi untuk mengenal peradaban barat demi kepentingan

penyesuaian. Tujuan utama pendidikan bagi masyarakat jajahan bukan didasarkan

pada kemauan baik untuk menjadikan kaum bumiputera sejajar dengan tuan

Belanda, melainkan hanya kebutuhan praktis dari perkembangan kapitalisme di

Hindia Belanda. Pendidikan barat yang diciptakan di negeri jajahan mulai

menyebar di dalam masyarakat Hindia Belanda, sebagai jawaban atas

meningkatnya kebutuhan personel yang terlatih bagi dinas-dinas yang tumbuh

cepat dan untuk mendukung kantor-kantor perusahaan ekonomi barat. (Linda

Christandty, 1994:76).

Menurut Y.B. Mangunwijaya (1980:78), Sistem pendidikan kolonial

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Tujuan utama pendidikan kaum terpelajar ialah membentuk orang-orang yang

terampil yang diperlukan sebagai pembantu dalam pelaksanaan operasional

mekanisme Hindia Belanda.

2) Mata pelajaran dan sistem sasaran pengajaran disesuaikan pada pedoman

kebutuhan struktur-struktur industri dan bisnis.

3) Dunia persekolahan dibuat dengan bermacam-macam mekanisme dan

persyaratan sehingga selalu merupakan dunia kaum elit.

4) Devide at impera dilakukan antar lapisan-lapisan berijazah yang diperketat

oleh mekanisme pengganjaran dan penghukuman, penganakemasan, dan

penganaktirian jenis-jenis sarjana dan tenaga-tenaga ahli. Demikian juga

sistem kemasyarakatan diatur, agar para pemikir yang sejati diberi status yang

kurang daripada para kaum terampil pelaksanaan setia.

Dari pernyataan-pernyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan nasional diartikan sebagai suatu kesatuan yang terorganisasi, yang

terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam

usaha untuk menguasai daerah jajahan dalam segi politik, ekonomi, sosial,

maupun kebudayaan dengan penyelenggaraan pengajaran yang bertujuan untuk

Page 27: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

mencetak kaum pribumi berpendidikan guna memenuhi kebutuhan praktis dari

perkembangan kapitalisme di negara koloni, dalam hal ini yang dimaksud adalah

Hindia Belanda. Penerapan pendidikan barat yang meliputi cabang-cabang ilmu

pengetahuan dan teknologi serta keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan oleh

industri-industri penunjang mendapatkan promosi pengembangan dan bantuan

dana yang banyak. Siswa hanya dipersiapkan untuk menjadi pelaksana setia demi

kepentingan kolonial.

3. Zending

Zending diartikan sebagai organisasi-organisasi yang menyebarluaskan

Agama Kristen Prostestan ke mana dan kapan pun jua (Burhanudin Daya, 2004:

98). Lebih lanjut dijelaskan bahwa Zending adalah pekabaran Injil, usaha-usaha

kaum Protestan dalam menyebarluaskan agama Protestan dan menegakkan

gereja-gereja Protestan. Bagi mereka, pekabaran Injil atau Zending sama saja

dengan gereja karena keduanya merupakan dwi tunggal yang tak terpisahkan.

Ketika gereja lahir pada hari turunnya Roh Kudus maka pada saat itu pula sebuah

mandat diamanatkan pada umatnya, yaitu menyebarkan Injil kemana-mana.

Lebih lanjut H. Kraemer (1987:332) menyatakan bahwa “Zending

menurut cirinya yang hakiki bersifat universal dan supranasional, karena

merupakan pengejawantahan dari alam dan panggilan gereja Kristen yang harus

dilaksanakan Yesus Kristus dan ajaran-Nya dalam kata dan perbuatannya kepada

semua bangsa sampai ke ujung dunia”. Selain Zending, dikenal juga istilah

zendeling, yaitu paderi atau orang Kristen Protestan yang melaksanakan tugas

pekabaran Injil di antara orang-orang yang dianggap kafir untuk dijadikan Kristen

dengan membawakan ajaran Kristen kepada mereka.

Walaupun Zending baru dicetuskan lima belas abad setelah misi Katolik

(sejak abad ke-16 M) tugas pekabaran Injil tersebut cepat menjangkau Indonesia,

mulai permulaan abad ke-17 M. Bangsa Belanda dan juga bangsa-bangsa

Protestan lainnya terutama Inggris, baru mendapat kesempatan untuk melakukan

pekabaran Injil ke luar Eropa, setelah mereka berhasil merebut kekuasaan di laut

Page 28: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

dari tangan Spanyol dan Portugis yang beragama Katolik. Pada awal abad ke-17,

dibentuk kongsi dagang perkapalan Belanda, Verenidge Oost-Indische

Compagnie (VOC), tepatnya tahun 1602 di Belanda. Kompeni ini melakukan

tugas-tugas perdagangan dari Belanda sampai ke Jepang melalui Tanjung Harapan

dan Indonesia. Di Indonesia, di bawah seorang Gubernur Jenderal, kompeni juga

membawa penghibur atau perawat penderita rohani atau jasmani yang

memperoleh hak dari gereja untuk membaptiskan orang dan mengusahakan

penyebaran Injil atau Zending. (Burhanudin Daya, 2004: 99).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Zending adalah

organisasi keagamaan yang menyebarluaskan Agama Kristen Prostestan dan

menegakkan gereja-gereja Protestan, bersifat universal dan supranasional yakni

mewartakan ajaran Kristen kepada semua bangsa di dunia. Zending Belanda

mulai memasuki Pulau Jawa pada tahun 1848, ketika Hindia Belanda diperintah

oleh Stamford Raffles. Di bawah ini adalah Zending-Zending yang memasuki

Pulau Jawa, antara lain:

a) Nederlandsch Zendelinggenootschap (NZG)

Badan Zending NZG didirikan pada tanggal 19 Desember 1797 di

Rotterdam Belanda oleh orang-orang yang tergerak untuk melakukan penginjilan

berkat pengaruh gerakan Reviel-Pietisme di Belanda. Zending NZG merupakan

Zending yang non-gerejawi karena tidak didirikan oleh gereja sehingga tidak

bertanggung jawab kepada gereja mana pun. Zending NZG juga bukan Zending

konvensional karena tidak berdasarkan dogma gereja tertentu. Mula-mula NZG

mengirim tiga orang zendeling, yaitu : J.Kam, J.C. Supper, dan G. Bruckner ke

Hindia Belanda bertepatan dengan pemerintahan Letnan Gubernur Thomas

Stamford Raffles di Jawa. (Soekotjo, 2009:107).

Mereka tiba di Batavia tanggal 26 Mei 1814. Oleh pemerintah, J.Kam

dikirim ke Ambon, J.C. Supper dijadikan pendeta di Batavia, sedangkan

G.Bruckner ditempatkan di Semarang, dan tercatat dalam sejarah bahwa ia

berhasil menerjemahkan Alkitab dalam Bahasa Jawa pada tahun 1823, namun

sayang sekali Alkitab tersebut setelah dicetak di Serampore disita oleh Pemerintah

Page 29: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Belanda. (Imam Sugiri, 1986:15) . Angkatan zendeling berikutnya semua dikirim

ke Indonesia bagian timur, terutama ke Maluku, Timor, dan Minahasa. NZG

mulai mendapatkan ijin untuk mengadakan penginjilan di Jawa, pada Februari

1848, zendeling Jelle Eeltjes Jellesma ditempatkan di Surabaya.

Sejak Juli 1851 Jellesma pindah ke Mojowarno bersatu dengan jemaat

Kristen asuhan Kyai Paulus Tosari. Sejak itu NZG bekerja di tengah-tengah

masyarakat Jawa Timur. Dari pekerjaan mereka di Jawa Timur ini lahirlah Gereja

Kristen Djawi Wetan. Di Jawa Tengah, pekerjaan Zending tidak sebaik pekerjaan

mereka di Jawa Timur. Karena pekerjaan mereka berhenti di tengah jalan maka

jemaat Semarang dan Nyemoh (Salatiga) diserahkan kepada Salatiga Zending,

sedangkan jemaat Kayuapu dan Ngalapan diserahkan kepada Doopsgezinde

Zendingsvereninging (DZV).

b) Java Committee

Java Commite merupakan bagian dari Vereniging ter verbreiding der

Waardheid. Organisasi ini didirikan di Amsterdam pada tanggal 24 Maret 1855

dengan tokohnya J. Esser bekas Residen Timor dan pembentuk Het Genootschap

voor in-en Uitwendige Zending (GIUZ) di Batavia. Sama seperti NZG, Zending

ini pun tidak berafiliasi dengan gereja tertentu dan mengusung ajaran gereja

tertentu. Tujuan membangun gereja yang dewasa dan berdiri sendiri bukan

merupakan tujuan utama bagi Zending ini. Karena di Batavia pekerjaan mereka

kurang berhasil, maka mereka mengalihkan sasaran ke etnis Madura di Jawa

Timur. Namun rupanya di Madura pekerjaan Zending ini juga kurang berhasil,

terbukti hanya satu orang saja yang mau menerima baptisan, yakni Ebing, yang

nantinya akan membantu mengabarkan Injil ke daerah sekitarnya.

c) Doopsgezinde Zendingsvereniging (DZV)

Bersamaan dengan bekerjanya zendeling Jellesma di Surabaya, pada

Bulan Agustus 1852 telah bertugas seorang zendeling utusan dari Doopsgezinde

Zendingsvereniging (DZV) yang bernama Pieter Jansz di Jepara. DZV sendiri

merupakan perkumpulan Zending warga gereja Doopsgezinde (Menonite)

Belanda yang didirikan pada tanggal 21 Oktober 1847. Sebagai perkumpulan

Page 30: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

gereja, ternyata Zending ini bukan Zending gerejawi. Jadi bisa dikatakan bahwa

Zending ini hampir sama dengan NZG dan Java Commite yang non-gerejawi,

namun terdapat sedikit perbedaan, yakni pada sifat DZV yang konvensional. DZV

berpegang pada ajaran Gereja Menonite. Ciri khas ajarannya adalah bersifat

kontekstual, pembaptisan hanya dilakukan pada orang dewasa, menolak segala

bentuk kekerasan, dan prinsip pemisahan yang tegas antara gereja dan negara.

(Soekotjo, 2009: 109).

Pieters Jansz dan penerusnya cenderung menekankan pertobatan manusia

untuk membuahkan kesusilaan yang nyata. Bersamaan dengan bekerjanya di

kawasan sekitar Muria, terdapat penginjil pribumi yakni Kyai Tunggul Wulung.

Kyai Tunggul Wulung melakukan penginjilan di Kayuapu-Kudus, Ngalapan-Pati,

Bangsal-Juana, Bondo-Jepara, dan sekitarnya. Meskipun demikian Zending DZV

tetap terus bekerja. Beberapa zendeling berikutnya datang membantu Jansz adalah

H.C Klinkert (Jepara), N.D Schuurman (Jepara), Pieter Anthonie Jansz

(Margorejo), Johann Hubert (Kedung Penjalin), Johann Fast (Kayuapu), Johann

Klassen (Margorejo), H. Thieesen (Margorejo), dan masih banyak lagi. Mereka

dibantu oleh guru Injil yang berasal dari daerah setempat yakni : Pasrah Karsa,

Semuel Sampir, Petrus, Ngangkah, Andreas Ngariman, Tresna Wiradiwangsa, dan

penginjil-penginjil generasi berikutnya. Dari pekerjaan mereka telah tumbuh desa

Kristen di Kedungpenjalin, Margorejo, Margokerto, dan Pakis Suwawal. Dari

pusat-pusat ini Injil menyebar ke daerah sekitar Muria. Pekerjaan Zending DZV

ini melahirkan dua gereja di kawasan kerjanya yakni Gereja Injili di Tanah Jawi

(GITJ) dan Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI).

d) Salatiga Zending

Lembaga Zending yang dikenal dengan Salatiga Zending ini sebenarnya

Die Waisen und Missionssanstaalt zu Niukirchen yang didirikan pada tahun 1878

oleh Dr. L.Doll di Niurchen, Jerman. Mereka muncul sebagai akibat lanjutan

adanya jemaat Nyemoh Salatiga hasil pekerjaan Ny. E.J.Le Jolle yang mendapat

bantuan dari zendeling W.Hoezoo-Semarang dan zendeling J.Kruyt-Mojowarno.

Salatiga Zending ini juga bukan Zending yang bersifat gerejawi dan konvensional,

Page 31: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

bahkan tanpa tata gereja dan tanpa pengakuan iman tertentu. Kecuali menggarap

kawasan Salatiga ke arah timur sampai Blora, Salatiga Zending di penghujung

abad ke-20 dengan bubarnya NGZV menerima limpahan jemaat Muaratuwa dan

sekitarnya di Tegal. Bahkan pada tahun 1933 menerima penggabungan jemaat

Kyai Sadrach yang berada di kawasan Jawa Tengah Utara. Dari pekerjaan

Salatiga Zending inilah lahir Gereja Kristen Jawa Tengah Utara-Parepatan Agung

(GKJTU-PA). (Soekotjo, 2009: 111).

e) Het Genootschap voor in-en Uitwendige Zending (GIUZ)

GIUZ didirikan di Batavia pada tahun 1852 atas prakarsa tiga serangkai,

yaitu: Mr. F.L.Anthing, Ds. E.W.King, dan J.Esser yang merasa prihatin dengan

kehidupan orang-orang yang berada di luar gereja, dan yang murtad dari gereja.

Mereka ingin mendapatkan orang-orang ini bagi Kristus melalui penginjilan.

Prinsip GIUZ ialah memberitakan Injil keselamatan bagi kaum pribumi dengan

menggunakan penginjil kaum pribumi pula. Zending ini bersifat non-gerejawi dan

non-konvensional.

Lewat penginjil-penginjil pribumi yang dididik, seperti Ibrahim Sujana,

mereka berhasil menumbuhkan jemaat di sekitar Batavia. Jemaat ini dikenal

dengan “jemaat Anthing”, tumbuh di Kampung Sawah, Pondok Melati, Gunung

Putri, Cigelam, Cikuya, Tanah Tinggi, Cakung, dan Ciater. Di samping itu mereka

mengutus kelompok penginjil seperti Johannes Vrede, Laban, Hebron Lilie,

Jonathan Saridja, dan Leonard ke Karesidenan Tegal dan Banyumas untuk tugas

yang sama. Pekerjaan di Jawa Tengah ini nanti diteruskan oleh Zending NGZV

sampai akhir abad ke-19.

f) Nederlandsche Gereformeerde Zendingsvereniging (NGZV)

Di kalangan Nederlandsche Hervormd Kerk (NHK), sayap kanan

Gereformeerd juga muncul kerinduan untuk ikut serta dalam pekabaran Injil di

negeri jajahan. Keinginan ini terjawab dengan dibentuknya Nederlandsche

Gereformeerde Zendingsvereniging (NGZV) pada tanggal 6 Mei 1859 di

Amsterdam. Lembaga ini berbadan hukum sejak tanggal 19 Oktober 1850. NGZV

Page 32: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

juga bersifat non-gerejawi tetapi bersifat konvensional, yakni berpegang teguh

pada ajaran Calvin.(Soekotjo, 2009: 112).

g) Nederlandsche Zendingsvereniging (NZV)

NZV didirikan di Amsterdam pada tanggal 2 Desember 1858. NZV

menetapkan hati untuk bekerja di Pasundan dengan kota-kota sebagai sasaran

utama pekerjaannya. NZV lebih menekankan pada kesalehan dan spontanitas

daripada ilmu pengetahuan dan persiapan kekristenan yang matang. Dengan

demikian praktek para zendeling lebih bersifat anthroposentrisme, yaitu membawa

umat kepada pertobatan dan hidup kesusilaan yang baik.

Beberapa zendeling seperti : D.J. van der Linden (Indramayu), C.Albers

(Cianjur), A.Dijkstra (Cirebon), S. Coolsma (Bogor), dan lain-lain. Setelah

melakukan penginjilan selama beberapa waktu, bisa dikatakan bahwa mereka

gagal mendekati etnis Sunda. Hal ini disebabkan terutama karena fanatisme

masyarakat Jawa Barat terhadap agama yang telah dipeluknya serta sebab lain,

yakni karena para zendeling tidak benar-benar mendalami lingkungan social-

budaya dan religius tempat mereka bekerja. (Soegijanto Padmo, 2008: 21).

Perlawanan demi perlawanan dari Islam sangat kuat sehingga pekabaran Injil

berjalan sangat lambat dan itu pun hanya terbatas pada daerah perkotaan yang

tidak terlalu kuat tradisinya. Setelah bekerja puluhan tahun, pada tahun 1934

gereja asuhan NZV di tanah Pasundan ini mencapai kedewasaannya dengan

sebutan Gereja Kristen Pasundan (GKP) dengan warga jemaat sejumlah 6.215

orang yang sebagian besar terdiri dari etnis Jawa, Ambon, Manado, dan

Cina.Warga gereja dari etnis Sunda sendiri boleh dikatakan sangat kecil

jumlahnya.

4. Kristenisasi

a. Pengertian Agama Kristen

Agama Kristen ialah agama yang mengakui Tuhan Yesus Kristus

sebagai Tuhan dan juruselamat manusia, berdasarkan pernyataan Allah yang

tertulis di dalam Alkitab yang berisi kitab Perjanjian Lama dan Baru (Timotius

Page 33: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Haryono, 2009: 6). Iman Kristen adalah iman yang berkeyakinan bahwa Tuhan

Allah di dalam Yesus Kristus telah mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya

sendiri (Harun Hadiwijoyo, 1995:24).

Agama Kristen memiliki dasar-dasar ajaran yang memiliki kekhususan

dibandingkan dengan agama yang lain. Kekhususan-kekhususan tersebut antara

lain :

1) Agama Kristen sebagai agama

Unsur-unsur utama dalam agama lain juga terdapat dalam Agama

Kristen. Unsur-unsur tersebut antara lain: doa, upacara, fungsi kemasyarakatan,

dan lainnya. Alkitab menyatakan bahwa Agama Kristen menyembah kepada

Allah yang esa.

2) Yesus Kristus

Allah yang disembah oleh umat Kristen adalah Yesus Kristus. Yesus

ialah Putera Allah yang datang dari surga ke bumi. Ia dilahirkan seorang perawan

Maria dalam sebuah kandang di Betlehem. Ia memperlihatkan kemahatahuan-Nya

dengan meramalkan keadaan sekitar pada saat kematian-Nya. Ia menegaskan diri-

Nya sebagai Al-Masih dan Putera Tuhan, pribadi kedua dalam Trinitas ini

dibuktikan dengan mukjizat-Nya yang menakjubkan, yaitu kemampuan-Nya

meredakan badai, mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, dan bukti

yang paling hebat adalah meninggalkan kubur pada hari ketiga setelah kematian-

Nya. Ia bangkit dari kematian dan naik ke surga.

Yesus mengajarkan bahwa kerajaan Tuhan ada dalam hati manusia.

Mengetahui saat kematian-Nya sudah dekat, Ia kemudian mewariskan gereja yang

didirikan selama kehidupan-Nya di dunia. Ia memilih 12 rasul menjadi wakil-Nya,

kemudian disebut Uskup yang akan menjadi pengganti dalam mengajarkan dan

memerintah gereja sampai akhir jaman (Peter de Rosa, 2006:4).

Gereja ini menjadi simbol persatuan dan cinta kasih sebagai tanda bahwa

Yesus merupakan sumber dari segala kehidupan. Yesus Kristus menjadi

kekhususan dalam Agama Kristen disebabkan oleh pernyataan Alkitab atau

wahyu Allah tentang Yesus Kristus yang menjelaskan bahwa ke-Allah-an Yesus

Page 34: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Kristus terbukti. Keistimewaan pelayanan Yesus Kristus dalam tindakan-Nya

mewujudkan kehendak Allah; sikap-Nya yang penuh kasih terhadap orang-orang

yang sederhana, manusia berdosa dan orang-orang yang menderita. Konsekuensi

sikap Yesus Kristus sampai mengorbankan diri dan wafat di kayu salib karena

dosa manusia; Kebangkitan-Nya dari antara orang mati dan kenaikan-Nya ke

sorga sebagai pembenaran kehidupan-Nya.

3) Alkitab

Alkitab adalah wahyu Allah atau pernyataan Allah yang diinspirasikan

oleh Roh Kudus dan tertulis dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang

terdiri dari 66 kitab. Inspirasi Alkitab hendak menyatakan bahwa kebenaran iman

Kristen dapat dibuktikan.

4) Keselamatan

Jalan keselamatan adalah inisiatif Allah yang Maha Pengasih itu, dan

bahwa manusia dipanggil untuk menggantungkan diri seluruhnya kepada karya

Allah di dalam Yesus Kristus. Keselamatan diterima manusia hanya oleh iman

kepada Yesus Kristus dan diikuti dengan pertobatan serta perbuatan yang sesuai

dengan ajaran cinta kasih yang tertulis di dalam Alkitab.

5) Gereja

Allah memanggil setiap manusia berdosa dari kegelapan untuk datang

kepada terang-Nya yang ajaib. Manusia berdosa yang menanggapi panggilan

Allah itu secara bersama-sama diterima menjadi umat Allah (gereja). Jadi gereja

tidak hanya diartikan sebagai sebuah gedung tempat umat Kristen beribadah, tapi

merupakan umat Kristen itu sendiri. Yesus Kristus diibaratkan sebagai kepala

gereja dan umat Kristen sebagai tubuh. Keikutsertaan dalam tubuh Kristus

merupakan sarana untuk bertumbuh dalam iman dan saling melayani satu sama

lain (Timotius Haryono, 2009:8).

b. Asas-Asas Etika Kristen

Asas-asas etika Kristen yang harus diperhatikan oleh umat Kristen, yaitu

pertama: kasih. Kasih mengandung arti orang Kristen harus takut dan penuh

Page 35: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

hormat kepada Allah, mentaati kehendak Allah, dan mewujudkan hidup sebagai

ibadah yang berkenan kepada Allah. Kedua, Alkitab. Alkitab adalah wahyu

normatif yang harus menjadi patokan dalam pengambilan keputusan pribadi umat

Kristen. Ketiga, Kristusentris. Allah mewajibkan orang Kristen untuk hidup sama

seperti Kristus hidup dan berpusatkan pada Kristus. Oleh karena itu ajaran dan

teladan kehidupan Yesus harus mendasari keputusan hidup umat Kristen.

Keempat, hidup normal di dunia abnormal. Setiap umat Kristen adalah

manusia yang sudah diperbarui oleh kuasa Roh Kudus yang harus berkarya dan

memuliakan nama Tuhan. Dalam konteks ini Allah menuntut dan menunjukkan

cara hidup yang harus lebih baik dibandingkan umat kebanyakan. Kelima, relasi

intim dengan Allah. Agar umat Kristen senantiasa hidup berkenan kepada Allah,

maka ia harus membina hubungan yang intim dengan Allah. Keintiman relasi

dengan Allah akan membuat umat Kristen memiliki kepekaan ilahi yang tinggi

sehingga mampu membuat keputusan hidup yang sesuai dengan pimpinan Roh

Kudus.

Keenam, Allah menghendaki kesempurnaan. Sekalipun umat Kristen

hidup dalam dunia yang telah berdosa di hadapan Tuhan, namun Tuhan

menghendaki umat Kristen hidup sempurna dalam melaksanakan perintah-Nya,

sebagaimana Allah itu kudus dan sempurna adanya. Ketujuh, berlaku universal.

Firman Allah menjadi patokan normatif dalam pengambilan keputusan etis dan

prinsip ini berlaku bagi semua manusia di manapun berada dan dalam kondisi

apapun.

c. Pengertian Kristenisasi

Masdum Muharram (2003 : 3) berpendapat bahwa Kristenisasi adalah

sebuah gerakan keagamaan yang bersifat politis kolonialis. Gerakan yang muncul

akibat kegagalan Perang Salib sebagai upaya penyebaran agama Kristen ke

tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia ketiga. Pada awalnya para pengikut Yesus

Kristus tidak menyebut diri mereka dengan suatu nama, sebutan Kristen justru

diperkenalkan oleh orang-orang Yahudi di Anthiokia sebagai nama ejekan atau

Page 36: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

sindiran kepada pengikut Kristus. Dalam perkembangannya para pengikut Kristus

itu tidak mempermasalahkan penggunaan nama Kristen bagi kelompok mereka,

karena dirasa tidaklah memalukan apabila pengggunaan nama tersebut berisi

nama Juruselamat mereka, yakni Kristus. Dan bagaimanapun juga sebutan

„Kristen‟ telah baku pada tahun 60-an. (Ensiklopedi Alkitab Masa Kini,

2004:594).

Yang dinamakan Kristenisasi ialah mengkristenkan orang atau membuat

seseorang memeluk agama Kristen. Arti kata-kata itu menurut istilah ialah

mengkristenkan orang secara besar-besaran dengan segala daya upaya yang

mungkin agar supaya adat dan pergaulan dalam masyarakat mencerminkan ajaran

agama Kristen. Masyarakat yang demikian akan lebih melancarkan tersiar luasnya

agama Kristen. Akhirnya kehidupan rohani dan sosial penduduk diatur dan

berpusat ke gereja. Pengkristenan dipercayai sebagai satu tugas suci yang dalam

keadaan bagaimanapun tidak boleh ditinggalkan. Mengkristenkan orang dianggap

sebagai membawa kembali anak-anak domba yang tersesat, dibawa kembali

kepada induknya. Manusia-manusia sebagai anak domba akan dibawa kepada

kerajaan Allah.

Kristenisasi adalah usaha internasional, artinya mereka bermaksud

menyebarkan agama Kristen ke seluruh dunia. Dapat diakui bahwa ini adalah

mutlak hak asasi mereka, sebagaimana orang Muslim juga mempunyai tugas

menyiarkan Islam ke seluruh dunia. Namun demikian memang perlu sama-sama

disadari perlunya suatu garis pengamanan yang dapat menghindarkan terjadinya

pergesekan dan perselisihan, sehingga masing-masing pemeluk agama tertentu

tidak merasa cemas untuk dipaksa atau dibujuk atau diusahakan pindahnya

kepada agama lain. Garis ini harus jelas dan ditaati terutama oleh para pemeluk

agama yang telah disahkan oleh Negara Republik Indonesia seperti misalnya

agama Islam dan Kristen. (http://www.scribd.com/doc/7856963/Sejarah-

Kristenisasi-Di-Indonesia,18 Januari 2011).

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kristen

berarti pengikut Kristus, maka Kristenisasi adalah usaha untuk menjadikan

Page 37: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

seseorang maupun suatu kelompok menjadi pengikut Kristus. Di dalam usaha

tersebut terdapat pengajaran-pengajaran maupun bimbingan-bimbingan untuk

membawa jemaat akan pengenalan terhadap Yesus Kristus dan ajaran-Nya.

d. Usaha-Usaha Kristenisasi

Usaha Kristenisasi pada masa kolonial dilakukan dengan segala daya,

biaya peralatan yang lengkap, rencana yang masak, teknik yang tinggi, kemauan

dan kesungguhan yang mantap dan kuat, dan keyakinan yang mendalam. Usaha-

usaha itu dilakukan melalui segala jalan dan saluran yang meresap dalam hampir

semua aspek kehidupan manusia, yakni aspek sosial, budaya, ekonomi, dan

pendidikan.

1). Sosial

Suatu kenyataan yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam kegiatan

Kristenisasi adalah begitu rendahnya tingkat kesehatan dan tingginya tingkat

kemiskinan di masyarakat. Usaha Kristenisasi yang dilakukan oleh para

zendeling adalah mengarahkan usaha dalam bidang pengabdian sosial, kerajinan

tangan, dan terutama pendidikan. (Guillot, 1985:18).

Untuk memperbaiki kesehatan masyarakat, pihak Zending mendirikan

pos-pos pelayanan kesehatan dengan membagikan obat-obatan secara gratis yang

diperolehnya dari perorangan, badan sosial maupun pemerintah (Sukoco, 2010:

235). Pos-pos pelayan itu di kemudian hari berkembang menjadi poliklinik dan

rumah sakit yang dapat digunakan oleh seluruh masyarakat. Pelayanan sosial yang

tidak kalah penting adalah pendirian panti asuhan yang menampung anak-anak

hasil peranakan orang-orang Eropa yang awalnya bertugas di Hindia Belanda dan

mengawini perempuan-perempuan pribumi. Sehingga muncul kebiasaan untuk

mengambil perempuan pribumi sebagai gundik, yang biasa disebut “nyai”. Praktik

itu, sesungguhnya didorong dan dilembagakan oleh adanya kebijakan VOC pada

tahun 1652 yang membatasi imigrasi perempuan Belanda, dan menuntut

persyaratan rumit kepada perkawinan resmi antara laki-laki Belanda dengan

perempuan Jawa. (Gouda, 2007: 197). Apabila bapak pulang ke Eropa atau pindah

Page 38: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

ke tempat yang jauh, nyai dan anak-anaknya kerap kali ditinggal begitu saja.

Banyak bapak-bapak itu yang meskipun tidak beragama Kristen minta supaya

anaknya dibaptis dengan harapan bahwa kelak bila anak tersebut ditinggalkan,

gereja akan merawatnya. Dengan alasan tersebut maka gereja mendirikan rumah

yatim piatu, yang pertama didirikan di Semarang (1809), disusul di Jakarta

(1856), dan Surabaya (1862). (Soegijanto Padmo, 2008: 27).

2). Budaya

Dalam hal budaya, Kristenisasi dilakukan dengan menulis, menerbitkan

dan menyebarkan buku/ selebaran berbahasa Jawa (Sukoco, 2010: 170). Cara ini

dianggap kurang berhasil karena banyak orang yang belum bisa membaca, dan

Alkitab sebagai dasar penulisan buku tersebut belum diterjemahkan dalam Bahasa

Jawa. Salah satu cara Kristenisasi dalam bidang budaya yang cukup berhasil

adalah lewat jalur perkawinan.

Agama Kristen melarang perkawinan campuran sehingga mewajibkan

bagi pasangan yang akan menikah, keduanya harus beragama Kristen. Dengan

aturan agama yang ketat, maka orang-orang yang hendak menjadi istri atau suami

orang yang sudah beragama Kristen maka diwajibkan memeluk Agama Kristen

terlebih dahulu.

3). Ekonomi

Metode kerja Zending dalam memperkenalkan Injil di kalangan pribumi

di Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain adalah dengan mendirikan desa

Kristen. (Soegijanto Padmo, 2008: 20). Dengan adanya pembukaan desa persil

sehingga masyarakat dapat memperbaiki nasibnya dengan bekerja mengolah tanah

untuk meningkatkan pendap atan sekaligus terbebas dari kemiskinan dan kerja

paksa dari pemerintah kolonial. (Guillot, 1985:18). Selain harus memerangi

kemiskinan dan penyakit, Zending juga memerangi para lintah darat yang sering

merugikan rakyat kecil. Untuk menolong mereka kemudian diadakan bank

pinjaman sosial yang dapat menyediakan fasilitas pinjaman dengan bunga dan

aturan yang adil. (Sukoco, 2010: 170).

Page 39: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

4). Pendidikan

Salah satu usaha Kristenisasi yang berperan besar adalah bidang

pendidikan. Usaha ini dilakukan dengan penyelenggaraan pendidikan di

masyarakat. Sekolah-sekolah bernafaskan Kristen mulai didirikan di berbagai

daerah penginjilan. Tujuan persekolahan itu memang membawa anak-anak itu

terhadap pemahaman Agama Kristen. Bagi murid-murid pria dipersiapkan sebagai

guru atau pekabar Injil, sedangkan bagi murid-murid wanita disiapkan semata-

semata sebagai ibu rumah tangga yang baik (Sukoco, 2010: 158-159).Khusus

dalam bidang pendidikan ini mereka mendapatkan hasil yang menggembirakan.

Orang-orang mengharapkan mereka memindahkan ilmu Barat kepada anak-anak

mereka. Anggapan mereka, ilmu adalah satu-satunya kunci sukses dalam

masyarakat baru. (Guillot, 1985:18).

Perlu diketahui bahwa sekolah Zending ini menggunakan kurikulum

yang cukup baik dengan mata pelajaran yang meliputi : Bahasa Jawa, Bahasa

Melayu, Bahasa Belanda, berhitung, sejarah umum, sejarah Bangsa Jawa, sejarah

suci, ilmu bumi umum, ilmu bumi dari Hindia Belanda teristimewa dari Pulau

Jawa, ilmu bumi Palestina, dasar-dasar ilmu alam dan menyanyi. Khusus bagi

yang ingin menjadi guru atau pekabar Injil mendapatkan pelajaran tambahan.

Sampai tahun 1920 pemerintah Belanda tidak menyediakan pendidikan

tingkat lanjutan atas sebagai persiapan ke universitas. Zending secara konsisten

mengikuti pola kebijakan semacam itu. Pada akhir dasawarsa 1920-an, lembaga

pendidikan setingkat lanjutan pertama dan lanjutan atas didirikan oleh misi dan

Zending di kala pemerintah telah membuka kesempatan untuk itu. Di kalangan

Zending dirasakan perlunya meningkatkan pendidikan teologia di Indonesia.

Untuk itu pada tahun 1930 dibentuklah suatu panitia untuk membangun sekolah

tinggi teologia. (Soegijanto Padmo, 2008: 28).

Page 40: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

B. Kerangka Berpikir

Sesuai judul penelitian ini, yaitu “Zending : Kristenisasi di Margorejo

Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati Pada Tahun 1852-1942”, maka dapat

digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Keterangan:

Agama Kristen pertama kali masuk ke Indonesia di bawa oleh orang-orang

Nestorian, namun sejak beberapa abad sejak kedatangannya segera mengalami

penurunan dan akhirnya agama tersebut hilang akibat berbagai hambatan yang

terjadi pada masa itu. Agama Kristen masuk kembali ke nusantara dibawa oleh

misionaris Katolik dari Portugis. Seiring dengan perkembangan jaman,

kolonialisme Belanda berkuasa di Indonesia, dan melakukan tindakan represif

terhadap perkembangan Agama Kristen Katolik. Agama yang diijinkan untuk

berkembang adalah Agama Kristen Protestan.

Perlindungan dan ijin mengembangkan Agama Kristen Protestan dilakukan

oleh Belanda dengan membuat peraturan resmi mengenai pelaksanaan penyebaran

agama yakni dengan Staatblad Van Netherland Indie 1854. Peraturan tersebut

mengatur, mengawasi dan memberikan perlindungan pada Zending untuk

mengadakan Kristenisasi di Hindia Belanda.

Kolonialisme

Staatbladen Van

Netherlandsch Indie

1854

Kristenisasi

Sekolah

Zending

Desa Margorejo

Rumah Sakit

Gereja

Page 41: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Peraturan tersebut didukung oleh perkembangan Zending di luar negeri,

yang nantinya mengirimkan utusan-utusannya untuk melaksanakan misi

penyebaran Agama Kristen Protestan di Hindia Belanda. Kegiatan Zending di

Hindia Belanda dapat berjalan lancar karena dukungan dan perlindungan dari

Pemerintah Hindia Belanda. Melalui para zendeling yang bekerja di Hindia

Belanda untuk menyebarkan Agama Kristen Protestan, maka dapat dikatakan

bahwa proses Kristenisasi di Indonesia dimulai sejak itu.

Usaha Kristenisasi yang berkembang melibatkan lebih banyak zendeling,

baik oleh lembaga pekabaran Injil resmi utusan pemerintah maupun yang berdiri

secara mandiri. Kristenisasi di Hindia Belanda mulai berkembang dan menyebar

ke wilayah yang lebih luas, bahkan di daerah pedalaman. Salah satu wilayah

Kristenisasi adalah Kabupaten Pati. Usaha pertama yang dilakukan oleh Zending

untuk melaksanakan misinya adalah dengan mendirikan sekolah-sekolah bagi

pribumi.

Usaha mendirikan sekolah ini berjalan dengan baik sehingga menghasilkan

para petobat baru untuk masuk Agama Kristen Protestan. Semakin hari pekerjaan

para Zending membuahkan hasil yang baik, sehingga jemaat yang dibina menjadi

semakin banyak. Oleh karena berbagai pertimbangan, maka dicetuskanlah ide

untuk membuat sebuah tempat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan

semua jemaat hasil penginjilan. Pada tanggal 3 Januari 1881, Pieter Jansz selaku

penaggung jawab kegiatan Zending di daerah Muria, mengajukan permohonan

kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menyewa sebuah tanah di kawasan

Desa Puncel, di Distrik Margotahu. Enam bulan kemudian berdasarkan

persetujuan Gubernur tertanggal 13 Agustus 1881 no. 29 keluarlah besluit no. 37

tertanggal 21 September 1881, disusul dengan surat tanda hak (akte) nomor 5

tertanggal 13 November 1881 yang isinya menyetujui permohonan Pieter jansz

untuk membuka tanah sewa jangka panjang di tempat yang di kehendaki.

Desa persil khusus untu jemaat binaan Zending tersebut dinamakan Desa

Margorejo. Di desa inilah Zending dapat membina dan mengembangkan jemaat

binaannya dengan baik. Sekolah-sekolah yang mereka dirikan dapat berkembang

Page 42: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

dengan baik. Untuk menunjang kegiatan penginjilan dan pemeliharaan jemaat,

didirikanlah poliklinik dan rumah sakit untuk melayani kesehatan para jemaat.

Di desa inilah Zending yang dipimpin oleh Pieter Jansz dapat mengadakan

baptisan pertama dan membentuk suatu komunitas Kristen. Dalam

perkembangannya, jemaat tersebut terus berkembang baik dalam hal jumlah

maupun kualitas iman mereka, sehingga suatu saat menjadi jemaat dan gereja

yang berdiri sendiri, lepas dari naungan Zending Belanda tersebut.

Page 43: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data melalui

studi pustaka. Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data baik berupa

dokumen, buku, karangan, tulisan, catatan maupun sumber tertulis lain yang

diperoleh dari museum-museum, perpustakaan, instansi pemerintahan, koleksi

swasta maupun perorangan dan di tempat-tempat yang menyimpan dokumen-

dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. (Dudung

Abdurrahman, 1999: 55). Adapun perpustakaan yang digunakan sebagai berikut .

a. Perpustakaan Akademi Kristen Wiyata Wacana Pati

b. Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana Jogjakarta

c. Perpustakaan Sekolah Tinggi Teologi Gamaliel Surakarta

d. Perpustakaan Reksapustaka Mangkunegaran Surakarta

e. Perpustakaan Program Pendidikan Sejarah Universitas Negeri

Sebelas Maret Surakarta

f. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan

Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

g. Perpustakaan Pusat Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini mulai dari disetujuinya judul

skripsi yaitu pada bulan Juli 2010, sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini

yaitu pada bulan Maret 2011.

31

Page 44: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

B. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, peranan metode ilmiah sangat penting karena

keberhasilan tujuan yang akan dicapai tergantung dari penggunaan metode yang

tepat. Kata metode berasal dari Bahasa Yunani methodos yang terdiri dari dua

kata, yaitu methos berarti jalan atau cara dan theodos yang berarti masalah.

Menurut Helius Sjamsudin (1994:2), metode ada hubungannya dengan suatu

prosedur, proses atau teknik yang sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin

ilmu tertentu untuk mendapatkan obyek/ bahan-bahan yang diteliti. Lebih lanjut

kata metode diartikan sebagai cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah,

maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami

obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. (Koentjaraningrat, 1977:

16).

Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan,

mendiskripsikan dan memaparkan Kristenisasi di Margorejo pada tahun 1852-

1942. Mengingat peristiwa yang menjadi pokok penelitian adalah peristiwa masa

lampau, maka metode yang digunakan adalah metode sejarah. Dengan metode

sejarah ini, penulis mencoba merekonstruksi kembali suatu peristiwa di masa

lampau sehingga dapat menghasilkan historiografi sejarah yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan demikian metode historis

merupakan langkah (cara) ilmiah yang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.

Tujuan penelitian historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara

sistematis dan objektif (Sumadi S, 1992, 16).

Menurut Louis Gottchalk (1985:32) metode historis adalah: proses

menguji dan menganalisa secara kritis terhadap sumber yang berupa rekaman,

tulisan, dan peninggalan masa lampau, kemudian diadakan rekonstruksi yang

imajinatif, berdasarkan data yang diperoleh sehingga menghasilkan historiografi.

Menurut Nugroho Notosusanto (1971:17) metode historis terdiri dari

empat langkah, yaitu : (a) heuristik, yang merupakan kegiatan menghimpun jejak

masa lampau. Dalam penelitian ini heuristik dilakukan dengan cara

mengumpulkan sumber-sumber informasi baik yang tertulis maupun lisan; (b)

Page 45: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

kritik, yang merupakan kegiatan menyelidiki apakah jejak-jejak itu sah baik isi

maupun bentuknya; (c) interpretasi, yaitu menetapkan makna yang saling

berhubungan dari data-data yang diperoleh tersebut; (d) penyajian atau penulisan,

yaitu kegiatan yang menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk suatu

kisah atau historiografi.

Hadari Nawawi (1995: 78-79) mengemukakan bahwa metode penelitian

sejarah adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu

atau peninggalan-peninggalan baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan

yang berlangsung pada masa lalu dan terlepas dari keadaan masa sekarang.

Gilbert J.Garraghan yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 43),

mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan

prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif,

menilai secara kritis, dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam

bentuk tertulis.

Menurut Louis Gottschalk yang dikutip Dudung Abdurrahman (1999: 44),

menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian

sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha

sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya.

Menurut Helius Sjamsuddin dan Ismaun (1996: 61), yang dimaksud metode

sejarah adalah proses menguji dan mengkaji kebenaran rekaman dan peninggalan-

peninggalan masa lampau dengan menganalisis secara kritis bukti-bukti dan data-

data yang ada sehingga menjadi penyajian dan ceritera sejarah yang dapat

dipercaya.

Nugroho Notosusanto (1971: vii) menyatakan pengertian tentang metode

penelitian sejarah yaitu :

“Metode penelitian sejarah merupakan proses pengumpulan, menguji,

menganalisis secara kritis rekaman-rekaman dan penggalian-penggalian

masa lampau menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya, metode ini

merupakan proses merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau,

sehingga menjadi kisah yang nyata”.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode

penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan

Page 46: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji.

Sehingga dapat memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan

menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam

bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut, agar dapat dijadikan suatu cerita

sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya.

C. Sumber Data

Sumber data ialah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai bahan tulisan

atau penelitian sejarah. Nugroho Notosusanto (1978 : 36) mengklasifikasikan

sumber sejarah menjadi tiga, yaitu: (a) Sumber benda (misalnya bangunan,

perkakas, batu nisan, senjata); (b) Sumber tertulis (misanya dokumen); (c) Sumber

lisan (misal wawancara dengan narasumber). Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sumber data sejarah. Sumber data sejarah sering disebut juga

data sejarah. Menurut Kuntowijoyo (1994: 94) kata ”data” merupakan bentuk

jamak dari kata tunggal datum (bahasa latin) yang berarti pemberitaan.

Helius Sjamsuddin (1996: 73) mengemukakan tentang pengertian sumber

sejarah, yaitu:

”Segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada

kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu

(past actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw

materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang

telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas

mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata

yang diucapkan (lisan)”.

Dalam usaha untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan sumber

tertulis. Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 31), sumber tertulis merupakan

data verbal yang berbentuk tulisan, yang dapat berupa artefak, foto, buku-buku,

dokumen, arsip, laporan, surat, maupun catatan. Sumber tertulis dibedakan

menjadi dua, yaitu sumber tertulis primer dan sumber tertulis sekunder. Louis

Gottshalck (1986: 35) mengemukakan bahwa sumber tertulis primer adalah

kesaksian dari seorang saksi dengan mata kepala sendiri. Sumber tertulis primer

juga dapat diartikan sebagai data yang didapatkan dari masa yang sejaman dan

Page 47: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

berasal dari orang yang sejaman. Sedangkan sumber tertulis sekunder merupakan

kesaksian dari pada siapapun yang bukan merupakan saksi mata, yakni dari

seseorang yang tidak hadir dari peristiwa yang dikisahkannya. Sumber tertulis

sekunder juga dapat diartikan sebagai data yang ditulis oleh orang yang tidak

sejaman dengan peristiwa yang dikisahkannya.

Sumber primer yang penulis gunakan di dalam penelitian ilmiah ini

berupa Staatblad van Indie Tahun 1854; buku Catatan Harian Pieter Janz pada

tahun 1854, 1855, dan 1856. Sumber primer tersebut berisi data-data yang terkait

dengan Kristenisasi di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati.

Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa

buku-buku literature, maupun artikel-artikel yang relevan dengan penelitian.

Sumber tertulis sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain:

Ragi Carita, Sejarah Gereja di Indonesia 1500-1860, karangan Dr. Th. Van Den

End; Benih Yang Tumbuh, karangan Dra. Martati Ins. Kumaat; Nusa Jawa :

Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan, karangan Dennis Lombard; Kyai

Sadrach, Riwayat Kristenisasi di Jawa, karangan C. Guillot; Harta Dalam

Bejana, Sejarah Gereja Ringkas, karangan Dr. Th. Van Den End; dan lain-lain

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (in-depth

interview). Wawancara mendalam ini dilakukan untuk memperoleh data secara

terperinci. Wawancara mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari, biasanya

berjalan lama dan seringkali dilanjutkan pada kesempatan berikutnya. Dalam

penelitian ini wawancara dilakukan dengan beberapa responden yang terpilih dan

teknik wawancara tidak dilakukan secara tertutup, kaku, dan formal melainkan

dilakukan secara luwes, terbuka, akrab, dan penuh kekeluargaan. Dalam

pelaksanaan wawancara, peneliti sudah mempersiapkan daftar pertanyaan yang

terkait dengan judul penelitian. Cara ini diterapkan dengan tujuan menangkap

kejujuran informan untuk menjawab informasi yang sebenarnya terutama yang

Page 48: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

berkaitan dengan Kristenisasi di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten

Pati. Agar informasi ini mengarah pada permasalahan maka dipersiapkan daftar

pertanyaan interview guide yang disusun dengan sikap terbuka dan terstruktur.

2. Observasi

Observasi dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan terhadap

objek yang diteliti. Observasi merupakan salah satu cara untuk mencocokan data

dari informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dengan keadaan sebenarnya

dilapangan. Dengan cara demikian maka akan didapatkan data-data yang akurat.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi langsung

yaitu peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian di Margorejo, Kecamatan

Dukuh Seti, Kabupaten Pati.

3. Studi Pustaka

Dalam penelitian ini teknik yang dilakukan adalah studi pustaka, yakni

mengumpulkan dan membaca buku-buku yang relevan dengan penelitian yang

ada. Untuk menjaring data sebanyak-banyaknya maka penulis memanfaatkan

perpustakaan. Menurut Nugroho Notosusanto (1971) perpustakaan merupakan

himpunan dari dokumen-dokumen yang diperoleh dengan cara membeli,

menerima sebagai hadiah atau sebagai hasil dari tukar-menukar. Lebih lanjut

Koentjaraningrat (1986: 3) menyatakan studi pustaka penting sebagai proses

bahan penelitian. Tujuannya sebagai pemahaman secara menyeluruh tentang topik

permasalahan. Teknik studi pustaka adalah suatu metode penelitian yang

dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data atau fakta sejarah, dengan cara

membaca buku-buku literatur, majalah, dokumen atau arsip, surat kabar atau

brosur yang tersimpan di dalam perpustakaan, museum ataupun instansi yang

menyediakan sumber tertulis lainya.

Page 49: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data sejarah. Teknik analisis

data sejarah adalah analisis data yang mengutamakan ketajaman dalam melakukan

interpretasi data sejarah. Interpretasi dilakukan karena fakta sejarah tidak bisa

berbicara sendiri. Kategori dari fakta-fakta sejarah bersifat sangat kompleks,

sehingga suatu fakta tidak dapat dimengerti atau dilukiskan oleh fakta itu sendiri.

Fakta merupakan bahan utama yang digunakan sejarawan dalam menyusun

historiografi, dan fakta itu sendiri merupakan hasil pemikiran dari para sejarawan,

sehingga fakta terkumpul mengandung kadar subyektifitas.

Oleh karena itu Sartono Kartodirjo (1992) berpendapat bahwa untuk

menganalisis suatu karya sejarah diperlukan adanya kritik eksternal dan internal.

Dalam penelitian ini analisis data dilaksanakan setelah kegiatan pengumpulan

data. Dari data yang terkumpul kemudian dibandingkan antara sumber data yang

satu dengan sumber data yang lain. Dari hasil perbandingan sumber data yang satu

dengan sumber data yang lain akan menghasilkan fakta sejarah. Fakta-fakta

tersebut kemudian diseleksi, diklasifikasi, kemudian ditafsirkan sehingga fakta

tersebut dapat dijadikan bahan dalam penulisan ini.

F. Prosedur Penelitian

Agar suatu penelitian mendapatkan hasil penelitian yang optimal, maka

diperlukan adanya proses yang harus dilalui. Prosedur itu berisikan langkah-

langkah sistematis yang menggambarkan kegiatan penelitian dari awal sampai

dengan membuat hasil hasil penelitian. Adapun prosedut penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

Heuristik Kritik Interpretasi Historiografi

Fakta

Page 50: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Keterangan :

1. Heuristik

Heuristik adalah kegiatan yang di dalamnya mencari dan

mengumpulkan jejak peristiwa masa lampau. Jejak-jejak sejarah sebagai peristiwa

merupakan sumber bagi penulisan sejarah. Sumber sejarah perlu adanya

pengklasifikasian atau penggolongan agar penelitian tidak mengalami kesulitan

sebab sumber sejarah baru berupa bagian politik, ekonomi, sosial, budaya,

maupun militer. (Nugroho Notososanto, 1978 : 36).

Dalam penelitian ini sumber-sumber sejarah yang dipergunakan dalam

penulisan adalah berupa arsip-arsip maupun dokumen yang disimpan di beberapa

perpustakaan di Kabupaten Pati serta buku-buku yang relevan. Data-data diambil

dari arsip maupun dokumen yang berisi penjelasan tentang sejarah Kristenisasi di

Indonesia, kegiatan dan aktivitas Zending di Indonesia, sejarah pembentukan Desa

Margorejo, pelaksanaan pendidikan di Desa Margorejo, dan proses perkembangan

gereja yang menjadi gereja mandiri setelah lepas dari Zending.

2. Kritik

Kritik adalah kegiatan meneliti dan memberi penilaian terhadap data

yang diperoleh, apakah data tersebut sejati atau bukan, kredibel atau tidak.

Penelitian ini menggunakan dua kritik, yaitu :

a). Kritik Ekstern

Yaitu kritik terhadap keaslian sumber yang berkenaan dengan

keberadaan sumber, apakah sumber tersebut dikehendaki atau tidak, masih asli

atau sudah jiplakan. Kritik ekstern juga memberikan penilaian terhadapa

kredibilitas sumber dengan melihat sumber itu utuh atau sudah diubah. Uji

keaslian sumber minimal dilakukan dengan pertanyaan berupa: kapan, dimana,

siapa, bahan apa, serta bentuknya bagaimana sumber dibuat. (Dudung

Abdurrahman, 1999: 38). Dalam penelitian ini kritik ekstern terhadap sumber

primer yakni Staatblad van Indie Tahun 1854. Keaslian sumber dilihat dari tahun

pembuatan yakni abad ke-19, dibuat di Hindia Belanda, bahan terbuat dari kertas

Page 51: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

tebal berserat khas Belanda dengan huruf berbahasa Belanda dicetak dengan

mesin ketik yang rapi sehingga dapat dipastikan keaslian sumber.

b).Kritik Intern

Kritik intern dilakukan untuk mencari kesahihan. Kritik ini digunakan

untuk membuktikan apakah kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber dapat

dipercaya atau tidak. Dalam penelitian ini kritik intern dilakukan dengan cara

mengidentifikasikan watak dan sifatnya, membandingkan isi dari sumber yang

satu dengan sumber lain sehingga didapatkan fakta sejarah yang relevan dengan

tema penelitian. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap buku yang satu dengan

yang lain, terdapat perbedaan mengenai penjelasan mengenai ijin dari pemerintah

Hindia Belanda untuk Pieter Janz. Di buku Kyai Sadrach karangan C.Guillot

hanya dijelaskan bahwa Pieters Janz mendapatkan ijin dari pemerintah untuk

melaksanakan Kristenisasi di daerah Jepara, sedangkan di buku Tata Injil di Bumi

Muria karangan Sukoco dijelaskan lebih rinci bahwa Pieter Janz mendapatkan dua

surat ijin dari pemerintah Hindia Belanda, yakni surat ijin untuk mengadakan

Kristenisasi dan menyelenggarakan pendidikan di Jepara. Untuk menghindari

kesalahan dan keterangan yang kurang akurat, maka diperlukan kehati-hatian

supaya tidak mengandalkan data dari satu sumber saja melainkan perlu sumber

yang lain sebagai pelengkap dan pembanding.

3. Interpretasi

Interpretasi data dilakukan dengan menafsirkan, memberi makna dari

data yang diperoleh serta menghubungkan antara sumber satu dengan sumber

yang lain yang dikaitkan dengan teori maupun konsep yang mendukungnya

sehingga muncul fakta sejarah yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada

saat terjadinya peristiwa sejarah, sehingga perlu menghubungkan dan

membandingkan antar sumber yang satu dengan sumber yang lain.

4. Historiografi

Historiografi adalah suatu penyajian yang menghubungkan data yang

satu dengan data yang lain dengan hubungan kausalitas sehingga teruraikan

Page 52: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

sebuah peristiwa sejarah dalam bentuk karya tulis setelah melalui langkah-langkah

di atas. Pada saat sejarawan memasuki tahap menulis, maka sejarawan

mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis

penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama

penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena pada akhirnya sejarawan

harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian dan penemuannya

secara utuh yang disebut historiografi (Helius Sjamsuddin, 1996). Historiografi

merupakan langkah terakhir dalam metodologi atau prosedur penelitian historis.

Historiografi merupakan karya sejarah dari hasil penelitian, dipaparkan dengan

bahasa ilmiah dengan seni yang khas, menjelaskan apa yang ditemukan, beserta

argumentasinya secara sistematis.

Pada tahap historiografi, dilakukan penulisan hasil penelitian tentang

Zending: Kristenisasi di Margorejo, Kecamatan Dukuh Seti, Kabupaten Pati

Tahun 1852-1942. Zending yang merupakan organisasi pekabaran Injil juga

mengadakan kontak dengan nusantara untuk tujuan yang sama yakni

mengabarkan Injil. Dalam aktivitasnya, Zending mendapat perlindungan sekaligus

pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Dalam

perkembangannya daerah target pekerjaan Zending mulai meluas di berbagai

daerah di Hindia Belanda termasuk di Pati. Di daerah ini pekerjaan Zending mulai

berkembang seiring dengan perkembangan pendidikan yang didirikan oleh

Zending. Keberhasilannya dilihat dari jumlah jemaat yang makin bertambah dan

berhasil mendirikan sebuah gereja bernama Gereja Injili di Tanah Jawi (GITJ)

Margorejo. Gereja ini sampai tahun 1940-an masih di bawah pengawasan

Zending. Namun setelah pendudukan Jepang di Indonesia maka mau tidak mau

GITJ Margorejo harus berdiri sendiri lepas dari Zending.

Page 53: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Kristenisasi di Margorejo

1. Permulaan Pekerjaan Doopgezinde Vereeniging di Jepara

Sekitar akhir abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, di Eropa mulai

didirikan perkumpulan untuk menyebarluaskan Agama Kristen ke luar negeri.

Didirikannya perkumpulan atau organisasi misi ini merupakan wujud permulaan

gerakan misi Protestan yang besar dan berkembang sepanjang awal abad 19.

Gerakan ini diawali di Inggris yang kemudian meluas ke Eropa dan koloni

mereka di Amerika. Dari Amerika, gerakan tersebut meluas lagi ke Belanda dan

negara-negara lain.

Pada tahun 1797 berdiri sebuah perhimpunan pekabaran Injil yang

pertama dengan nama Nederlandsche Zendelingen Genootschap (NZG) di Negeri

Belanda. Berdirinya perhimpunan ini menggerakkan orang-orang Doopsgezind di

Belanda yang tertarik dalam pengutusan pekabaran Injil. Doopsgezinden dalam

bahasa Inggris disebut sebagai Mennonites, atau Mennonit dalam sebutan di

Indonesia. Mennonit merupakan pengembangan dari kaum Anabaptis yang

muncul pada abad ke-16. Aliran ini kini terjelma dalam puluhan organisasi gereja

yang tersebar di lima benua, kendati jumlah warganya tidak besar dibanding

beberapa rumpun gereja protestan lainnya. Aliran ini termasuk salah satu aliran

yang sudah lama hadir di Indonesia, lewat dua organisasi GITJ (Gereja Injili di

Tanah Jawa) yang berpusat di Pati, dan PGKMI (Perhimpunan Gereja Kristen

Moria Indonesia). Nama Mennonit berasal dari nama Menno Simons, tokoh

gerakan Anabaptis di Belanda, yang menurut garis moderat dan anti

kekerasan.(Jans Ari Tonang, 1995:104-105).

Kelompok Mennonit ini mendukung usaha NZG, tetapi keinginan untuk

memelihara ciri khas kelompoknya mendorong mereka untuk medirikan lembaga

pekabaran Injil sendiri. Ciri-ciri ajaran Mennonit ialah : penolakan baptisan anak-

41

Page 54: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

anak, sumpah serta dinas militer, dan pemakaian asas-asas kongregationalistis

dalam hal organisasi gereja.(Van Den End, 1993:18).

Langkah mereka yang pertama yaitu mengadakan kontak dengan Baptist

Mission Society (Persekutuan Misi Baptis) di Inggris, yang ajarannya mirip

dengan ajaran Mennonit. Kerjasama ini bertujuan untuk memperoleh dukungan

dalam hal keuangan, karena keuangan mereka belum mencukupi untuk

membentuk organisasi yang berdiri sendiri. Menindaklanjuti maksud itu, pada

tahun 1821 orang-orang Mennonit Belanda mendirikan sebuah cabang dari

Persekutuan Misi Baptis Inggris tersebut di Belanda. Kerjasama inilah yang

digunakan sebagai batu loncatan untuk membentuk organisasi Zending sendiri.

(Sukoco, 2010: 117).

Pendirian kantor cabang Persekutuan Misi Baptis Inggris di Belanda ini

rupanya menimbulkan ketidakpuasan pengurus Mennonit Belanda. Hal ini

disebabkan karena sedikitnya kegiatan Persekutuan Misi Baptis Inggris di wilayah

jajahan Belanda, padahal justru jajahan Belanda tersebut yang menjadi perhatian

utama orang Mennonit Belanda. Pada tanggal 21 Oktober 1847 diadakan sebuah

pertemuan yang dihadiri oleh sekelompok orang yang tertarik dengan pekabaran

Injil dan pada hari itu juga dibentuk badan pekabaran Injil dengan nama

Vereeniging van Doopsgezinden tot Bevordering des Evangelie Verspreiding,

Voornamejilk in de Nederlansche Overzeesche Bezittingen Zendingsvereeniging,

yang disingkat Doopgezinden Zendingsvereeniging (DZV) atau Persekutuan

Mennonite Belanda.(Sukoco, 2010: 119). Kegiatan Kristenisasi yang dilakukan

oleh DZV didukung oleh pemerintah Hindia Belanda dengan keluarnya ketetapan

pemerintah yang mengatur kegiatan dan pengawasan terhadap gereja Protestan di

Hindia Belanda. Peraturan itu dimuat di Staatbladen Nederlansch van Indie, tahun

1854, yang berisi:

Ketetapan kerajaan pada tanggal 28 Februari 1854 no.63, yang telah

disetujui dan dikukuhkan untuk menjalankan kegiatan dan pengawasan

terhadap gereja-gereja Protestan di seluruh Hindia Belanda. Peraturan ini

berbunyi :

a. Pengawasan kegerejaan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dewan

gereja di daerah-daerah setempat dan pengurus gereja di Batavia.

Page 55: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

b. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan adat-adat keagamaan dan juga

pengawasan terhadap anggota-anggota dari wilayah atau maupun pejabat-

pejabat gereja dan pembantu-pembantunya dalam melaksanakan ajaran

dari penginjil, untuk menjaga kemurnian adat dan mengupayakan

kemajuan gereja sedapat mungkin.

c. Pengawasan ini tidak hanya dilakukan untuk mengawasi perbuatan-

perbuatan yang menyimpang dalam penguasan sipil melainkan

menjatuhkan hukuman untuk kelakuan-kelakuan yang tidak baik. Begitu

juga atas perbuatan-perbuatan yang menyalahi atau menelantarkan

pegawai gereja dalam hal menjalankan kewajiban mereka.

Dengan bekal dan pengalaman yang memadai, Mennonit Belanda ini

mulai bergerak dan mengirim utusan Injil ke Hindia Belanda. Dengan demikian

mereka mulai mencari orang-orang yang memenuhi kriteria untuk diutus ke

Hindia Belanda.

Para pemuda yang melamar pada lembaga-lembaga pekabaran Injil

karena ingin menjadi zendeling, biasanya berasal dari kalangan rakyat kecil.

Banyak di antara mereka, sebelumnya telah bekerja sebagai tukang kayu atau

tukang roti. Jarang ada yang telah menerima pendidikan yang tingkatnya melebihi

tingkat Sekolah Dasar (SD). Pada abad ke-19 ada beberapa calon yang telah

menjadi guru SD, dan pada abad ke-20 mulai ada zendeling yang berpendidikan

akademis. Calon zendeling harus memenuhi beberapa syarat. Syarat pertama

menyangkut kesehatannya yang diperiksa secara teliti. Syarat kedua, calon

zendeling harus memenuhi patokan keadaan rohani sesuai dengan yang diinginkan

oleh lembaga. Patokan yang dipakai dalam menentukan apakah keadaaan rohani

calon itu cocok atau tidak bagi pekerjaan Zending, sedikit berbeda pada masing-

masing lembaga. DZV menuntut supaya para utusannya “sungguh-sungguh

mengalami kebangunan rohani, memiliki iman yang hidup, terlatih baik dalam

kehidupan Kristen dan dalam kesalehan, didorong hanya oleh kasih kepada

Kristus dan hasrat untuk memenangkan jiwa-jiwa.(Van Den End, 1993:24-25).

Dari beberapa orang yang terpanggil untuk menjadi penginjil, terpilihlah

Pieter Jansz sebagai utusan resmi dari Mennonit Belanda. Pieter Jansz lahir di

Negeri Belanda pada tanggal 25 September 1820 dari keluarga pedagang buku.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Jansz bekerja sebagai guru sekolah

setingkat sekolah dasar di Kota Delft. Untuk persiapan dalam melaksanakan

Page 56: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

tugasnya nanti, Pieter Jansz belajar dan berlatih secara khusus di Koninlijke

Akademie di Deft tentang Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu, serta mengikuti

kursus-kursus perseorangan tentang ilmu bumi, sosial, dan kebudayaan bangsa-

bangsa di Hindia Belanda. (Sukoco, 2010:120).

Setelah dirasa cukup menguasai berbagai pengetahuan tentang Hindia

Belanda, Pieter Jansz pindah ke Amsterdam untuk menerima pelajaran teologia

dan pengetahuan Kitab Suci dari Prof. Jan Van Gilse yang mengajar di seminari

Mennonit di Amsterdam. Langkah selanjutnya adalah mencari pasangan hidup

untuk menemani Pieter Jansz dalam melaksanakan tugasnya di Hindia Belanda.

Pilihan akhirnya jatuh pada Nn. Jacoba Wihelmina Frederica Schmilau dari

Rotterdam. Keduanya segera mengikat diri dalam tali pernikahan dan pada

tanggal 5 Juni 1851 sepasang suami istri ini berangkat menuju pos pelayanannya

di Jawa. Pada tanggal 15 November 1851 mereka tiba di Batavia (sekarang

Jakarta) disambut oleh Hunnich dan Bleeker, dua sahabat yang lebih dulu bekerja

di Jawa. (Sukoco, 2010:121).

Dari Batavia Pieter Jansz melanjutkan perjalanannya dan tiba di

Semarang pada bulan Desember 1851.(Van Den End, 1993: 220). Mula-mula

Pieter Jansz bekerja sebagai guru privat bagi anak-anak Pangeran Ario

Tjondronegoro IV, Bupati Demak, kakek R.A Kartini. Dengan bantuan Pangeran

Ario Tjondronegoro IV, Pieter Jansz dapat mengajar anak-anak dari Margar

Soekiazian, seorang tuan tanah perkebunan tebu yang berkebangsaan Armenia.

Margar Soekiazan, atau yang disebut Markar Sukias adalah orang Kristen yang

kaya dari kawasan Jepara. Dia memiliki sebuah persil erfpach (tanah sewaan

jangka panjang) di Cumbring, Kabupaten Jepara. Tanah persilnya ini meliputi luas

lebih kurang 6 Km dari Mlonggo ke arah selatan di lereng Gunung Muria. Tanah

sewaan ini terdiri dari 12 desa dengan penduduk sekitar 6.000 s.d 7.000 orang.

(Van Den End, 1993:220). Sukias menyambut Pieter Jansz dan menawarkan

pekerjaan di persilnya sebagai pengelola sekolah di perkebunan bagi anak-anak di

sekitarnya. Dalam persil milik Sukias ini, tiap-tiap desa dipimpin oleh kepala desa

dan masing-masing bertanggung jawab melaksanakan pemerintahan di desa persil.

Oleh Sukias, persil ini diusahakan sebagai perkebunan padi dan kelapa, tetapi

Page 57: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

karena pasaran barang komoditi sering mengalami perubahan maka tanah persil

ini juga ditanami panili, gula, atau tom (semacam nila untuk mewarnai pakaian).

(Jensma, 1968:17).

Untuk menarik minat Pieter Jansz, Sukias menjanjikan akan memberikan

fasilitas penuh di sana seperti : perumahan, biaya pembangunan sekolah, dan

bantuan moril untuk mendorong anak-anak supaya bersedia bersekolah di sekolah

Jawa. Karena janji inilah Pieter Jansz akhirnya mengawali pekerjaannya di

Cumbring. Dengan segera Pieter Jansz mengajukan permohonan pada Gubernur

Jenderal Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan ijin bekerja di lapangan

pendidikan dengan mengusahakan sekolah partikelir sendiri yang terbuka untuk

anak-anak usia sekolah baik anak-anak Belanda maupun anak-anak pribumi.

Sambil menunggu ijin dari pemerintah Pieter Jansz segera berangkat

meninggalkan Semarang menuju Jepara. Pada tanggal 14 Agustus 1852 Jansz

dengan keluarga naik perahu dari Semarang ke Jepara. Tetapi karena perumahan

yang dijanjikan Sukias di Cumbring belum disiapkan, untuk sementara Pieter

Jansz tinggal di kota Jepara, menempati rumah Sukias yang ada di sana. Pada

bulan Agustus 1852 Pieter Jansz mulai membuka sekolah untuk anak-anak

pribumi maupun Belanda. (Jensma, 1968:17).

Pada tanggal 3 Februari 1853 surat ijin tersebut tiba berupa Besluit

Gubernur Jenderal dan ijin pemerintah No. 64/9 tertanggal 17 Februari 1853.

Isinya memberi ijin pada Pieter Jansz untuk membuka sekolah untuk anak-anak

pribumi di Karesidenan Jepara dibawah pengawasan pemerintah dan untuk

mengabarkan Injil di antara orang-orang Islam di daerah Jepara. (Jensma,

1968:18). Setelah dibaca dengan seksama maka Pieter Jansz merasa keberatan

mengenai isi surat ijin tersebut. Sebetulnya Pieter Jansz hanya meminta ijin untuk

membuka sekolah di kalangan anak-anak pribumi, sedangkan untuk masalah

pekabaran Injil tidak perlu dengan ijin pemerintah. Bagi Pieter Jansz, soal

mengabarkan Injil tidak memerlukan ijin dari pemerintah sebab menurut

keyakinan Mennonit, pemerintah tidak mempunyai hak untuk melarang orang

mengabarkan Injil dan berarti tidak perlu pula memberikan ijin untuk itu.

Page 58: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Pada tanggal 26 Februari 1853 Jansz datang untuk berbicara dengan

residen dan menyampaikan keberatannya mengenai surat ijin itu. Residen

menganjurkan supaya Jansz mendapat keterangan langsung dari pemerintah pusat.

Bagi Jansz itu tidak dirasa perlu, dan dia tetap melanjutkan pekerjaannya tanpa

berpegang pada ijin Kristenisasi dari pemerintah. Dengan demikian Pieter Jansz

dengan istrinya sudah siap untuk memulai tugas pokoknya, yaitu mengabarkan

Injil kepada masyarakat Jawa yang ada di daerah Jepara.(Sukoco, 2010: 124).

2. Usaha Kristenisasi oleh Pieter Jansz di Sekitar Jepara

Sejak keluarnya ijin dari pemerintah, Pieter Jansz merasa sudah tiba

saatnya untuk mengawali tugas pokoknya. Setiap hari Minggu Pieter Jansz

mengabarkan Injil di tanah sewaan Cumbring itu dengan memberi ceramah

kepada 10 s.d. 20 orang yang dikumpulkan oleh Sukias untuk urusan dinas.

Mereka terdiri dari para kepala desa bersama orang-orang kampung. Namun

rupanya mereka kurang tertarik dengan kabar keselamatan yang disampaikan oleh

Pieter Jansz, lagipula mereka sudah terlalu lelah duduk berjam-jam untuk urusan

dinasnya. Ternyata tanpa disadari, usaha pekabaran Injil yang pertama ini Pieter

Jansz terbentur dengan sistem ekonomi kolonial Belanda yakni dengan kerja

paksa, menindas beratus-ratus ribu orang selama bertahun-tahun. Sehingga

meskipun benar isi ceramahnya, namun Injil yang disampaikannya menjadi kabur

karena sistem ekonomi jajahan yang menindas rakyat.

Pieter Jansz baru memahami bahwa pengetahuannya tentang budaya

Jawa yang dipelajari di Belanda tidak cukup untuk memahami sikap dan

kebiasaan hidup masyarakat setempat. Dia tidak mengetahui bahwa kepala-kepala

desa ini mempunyai sikap dan pandangan tertentu. Mereka terlalu menyadari

keberadaannya sebagai pemimpin rakyatnya di bidang pemerintahan, hidup

kemasyarakatan, lebih-lebih di dalam adat. Karena kesadaran ini mereka tidak

dapat begitu saja menerima apa yang diceramahkan oleh orang yang tidak begitu

mereka kenal. Ketaatan mereka hanya tertuju semata-mata pada Sukias yang

merupakan tuan tanah mereka. Jiwa mereka tidak dapat diatur dengan cara yang

sama. (Wawancara dengan Martati Ins Kumaat, 6 Februari 2011).

Page 59: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Kegagalan usaha Kristenisasi yang dilakukan oleh Pieter Jansz pada para

kepala desa ini tidak membuatnya berhenti di situ saja. Pieter Jansz mengalihkan

sasaran Kristenisasi kepada pengemis-pengemis di Jepara yang setiap hari Minggu

pagi mendatangi rumahnya. Pengemis-pengemis itu diberi makanan oleh Pieter

Jansz baru setelah itu diperdengarkan ajaran-ajaran Kristen. Para pengemis itu

selalu datang sesuai perintah Pieter Jansz dan dengan setia mendengar ceramah

yang disampaikan Jansz. Pada awalnya usaha Kristenisasi pada para pengemis ini

terlihat berhasil, namun keberhasilan itu rupanya bukan karena ketertarikan para

pengemis terhadap Injil melainkan kebutuhan mereka akan makanan. Sayang

sekali Pieter Jansz tidak bisa menekuni lahan barunya itu karena harus pindah ke

Cumbring dan tentu saja tidak bisa membawa para pengemis itu.(Sukoco, 2010:

126-127).

Pekabaran ajaran Kristen juga ditujukan kepada para pembantu di rumah

Pieter Jansz dengan cara memberi pelajaran agama pada mereka. Karena

kedudukannya yang lebih tinggi maka pembantu-pembantu ini juga menjadi

pendengar setia dari pengajaran Pieter Jansz, meskipun membutuhkan waktu

yang cukup lama pada akhirnya nantinya Jansz dapat memetik buah dari

pekerjaannya ini. Baik pengemis maupun pembantu rumah tangga ini disapa

Pieter Jansz dari posisi sosial dan ekonomi yang lebih tinggi, karena itu dapat

dikatakan bahwa mereka terpaksa untuk mendengarkan Injil yang disampaikan.

Orang-orang yang mendengarkan ceramahnya selalu mengamini apa yang ia

sampaikan, namun hanya sampai disitu dan tidak berdampak apa-apa dalam

kehidupan mereka.

Pada permulaan pekerjaannya, Pieter Jansz harus mengalami kegagalan

dalam usaha mengabarkan Injil kepada orang-orang di tanah sewaan Sukias di

Cumbring. Namun pada tanggal 23 Juni 1853, Pieter Jansz dan istrinya akhirnya

dapat pindah rumah ke Cumbring. Di sinilah cita-citanya terwujud, yakni tinggal

bersama dengan masyarakat pribumi. Pieter Jansz kini menghadapi kenyataan,

bagaimana sebenarnya hidup orang-orang Jawa yang jauh dari kabar keselamatan.

Mereka yang sudah sejak lama dijajah oleh orang asing, sudah tidak lagi terikat

oleh ikatan-ikatan norma tata nilai yang benar. Orang-orang ini telah tercabut dari

Page 60: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

dasar aturan moral dan nilai kebudayaannya sendiri. Pergunjingan dan perzinahan

merupakan hal yang biasa bagi masyarakat. Karena kurangnya pengetahuan,

mereka menjadi orang kolot dalam mempertahankan kebiasaan hidup. Para

penduduk ini mudah percaya kepada nasib, serta beranggapan bahwa agama

hanyalah semacam pakaian yang sama saja fungsinya. Perbedaan agama yang ada

hanyalah corak dan warnanya. (Wawancara dengan Martati Ins Kumaat, 6

Februari 2011).

Berbagai tantangan yang ada menyadarkan bahwa Pieter Jansz

membutuhkan bantuan dari orang pribumi untuk menghadapi masyarakat Jawa.

Pengetahuan mengenai bahasa dan kebudayaan Jawa yang dipersiapkan sebagai

bekal ternyata tidak cocok dengan medan yang dihadapi. Karena itu Jansz segera

menghubungi zendeling Jellesma di Mojowarno dari persekutuan Zending

Nederland (NZG) untuk minta dikirim kepadanya seorang pembantu pekabar Injil

yang bersuku Jawa. Yang perlu diperhatikan adalah orang Belanda seperti

Jellesma mampu menghasilkan banyak penginjil bersuku Jawa, hal itu

dimungkinkan karena metode penginjilannya sendiri yang dari permulaannya

selalu mendorong orang Jawa yang sudah bergama Kristen untuk menyebarkan

ajaran agamanya kepada siapa saja yang ia temui. Dengan senang hati Jellesma

memenuhi permintaan Pieter Jansz dengan mengirim seorang Jawa, yaitu Sem

Sampir, atau Sem Sam. Kedatangann Sem Sam di Jepara diberitahukan lewat

surat bertanggal 11 November 1853. (Sukoco, 2010: 128). Sem Sam adalah

seorang pemuda berusia 21 tahun yang sangat bersemangat. Karena semangatnya

ini, kedatangnya Sem Sam ke Jepara ini memberi dampak yang sangat baik bagi

perkembangan pekerjaan Pieter Jansz. Sem Sam berhasil mendekatkan hati

orang-orang Jawa pada pekabaran Injil dengan teladan hidup dan kesaksiannya

sebagai orang Jawa yang telah menerima ajaran Kristen. Dengan bantuan Sem

Sam, Pieter Jansz berhasil membaptis beberapa orang yang mau menerima ajaran

Kristen.

Pada hari Paskah tanggal 16 April 1854, Pieter Jansz akhirnya

membaptis lima orang pendengarnya melalui penyaringan yang ketat.

Pembaptisan dilakukan tidak semata-mata untuk mendapatkan anggota sebanyak-

Page 61: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

banyaknya melainkan supaya orang benar-benar mengimani Agama Kristen dan

bertobat dari kehidupannya yang lama. Lima orang yang menerima pembaptisan

pertama oleh Pieter Jansz adalah : Dja Santika dengan nama baptis Paulus, Mbok

Setro dengan nama baptis Elizabeth, Dimah dengan nama baptis Suzanna, rasinah

dengan nama baptis Magdalena, dan Janiah dengan nama baptis Anna. (Sukoco,

2010: 132). Selesai upacara pembaptisan Pieter Jansz menyelenggarakan

perjamuan kudus yang pertama bagi anggota-anggota barunya. Pada tahun 1855

pembaptisan dilakukan kepada dua orang, dan setahun kemudian bertambah tujuh

orang lagi. (Guillot, 1985:12). Meskipun upacara pembaptisan semacam ini

pernah dilakukan kepada sekelompok orang di Kayuapu yang dibaptis delapan

bulan sebelumnya di Semarang, namun kebaktian baptisan dan perjamuan kudus

di Jepara ini merupakan yang pertama diselenggarakan di sekitar Gunung Muria.

Maka tanggal 16 April 1854 disebut hari kelahiran Gereja Jawa Muria. (Sukoco,

2010:133).

Dari anggota yang berjumlah lima orang tersebut dapat berkembang

menjadi banyak dan dalam perkembangannya, beberapa anggota gereja mulai

terpengaruh oleh kehidupan luar yang bertentangan dengan ajaran Kristen seperti

kebiasaan menonton wayang, tayub, sunat, pelacuran, perjudian, dan sebagainya.

Karena hal itu, Pieter Jansz mulai memikirkan sebuah tempat yang dapat

menampung mereka agar dapat dipelihara imannya dan menghindarkan jemaat

dari pengaruh luar yang bertentangan dengan ajaran Kristen. Rencana tersebut

direalisasikan berupa pembukaan sebuah desa persil Margorejo.

3. Pembentukan Desa Kristen Margorejo

Melihat jumlah jemaatnya yang bertambah banyak, Pieter Jansz berniat

untuk mengumpulkan jemaat pada satu tempat dengan adanya gembala di tengah-

tengahnya. Agar tidak menimbulkan kesukaran, Pieter Jansz merencanakan

sebaiknya desa yang akan dibuka tersebut tidak jauh dari Jepara sehingga

memudahkan Pieter Jansz maupun pembantunya untuk melayani kebaktian tanpa

menimbulkan prasangka-prasangka buruk. Baru sesudah semuanya berjalan

dengan baik, dia akan mengajukan ijin untuk tinggal di tengah-tengah mereka

Page 62: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

untuk sementara, lalu kemudian meminta perpanjangan ijin tinggal. Demikian

dapat dilihat bahwa tenaga zendeling berbangsa Eropa tetap dibatasi meskipun

sudah diberi ijin untuk memberitakan Injil kepada masyarakat Jawa di wilayah itu.

Ide awal untuk membuka sebuah desa khusus untuk mengumpulkan

jemaat berasal dari Pieter Jansz, namun baru benar-benar terlaksana pada saat

kepemimpinan Zending Mennonit digantikan oleh Pieter Anthonie Jansz, putra

Pieter Jansz. Pergantian kepemimpinan ini dipicu oleh konflik yang dialami

Pieter Jansz dengan pemerintah. Konflik ini berawal ketika Jansz mengarang

sebuah buku yang berjudul Landontginning en Evangelisatie op Java. Buku ini

berisi tentang pembukaan hutan dan penginjilan di Jawa.(Lombard, 2008:102).

Tulisan Pieter Jansz ini menimbulkan protes dari pihak Islam yang didengar oleh

residen oleh sebab itu Pieter Jansz dilaporkan kepada Gubernur Jenderal, sebagai

pihak yang memberikan ijin kepada Pieter Jansz untuk melakukan penginjilan.

Sebelumnya Pieter Jansz juga sempat menulis sebuah selebaran dalam bahasa

Jawa yang berjudul “Waktoene woes Tekan, Kratone Allah woes Tjedhak, Padha

Mratobata lan Pratjajaa Marang Indjil” (waktunya sudah tiba, Kerajaan Allah

sudah dekat, bertobatlah dan percayalah pada Injil). Karangan ini bertujuan untuk

mendorong siapapun untuk bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus,

lebih-lebih kepada lapisan masyarakat yang sudah mampu membaca dan menulis

tetapi belum dapat bertatap muka dengan Pieter Jansz. (Guillot, 1985:12).

Sesuai aturan pasal 123 tentang pekabaran Injil,Pieter Jansz mengirimkan

naskah tersebut ke pemerintah Karesidenan Semarang agar diteliti dan memberi

ijin beredar. Satu eksemplar dari karangan itu dikirim kepada Asisten Residen

Jepara, H.J Dagneaux, pada akhir Desember 1858. Namun Dagneaux khawatir

kalau isi karangan ini mendatangkan dampak yang tidak menguntungkan bagi

pemerintah. Oleh karena itu Dagneaux menyampaikan karangan itu kepada Bupati

Jepara dan Residen pati, C.Cartens. Berdasarkan kekhawatiran yang sama maka

tulisan Pieter Jansz tersebut dilarang untuk diedarkan. (Van Den End, 1993:220).

Dengan pertimbangan dan dukungan para pembantunya, Pieter Jansz

tetap mengedarkan karangan itu kepada penduduk. Karena tindakannya ini,

pemerintah mengeluarkan keputusan Gubernur Jenderal Ch. F. Pahud tanggal 17

Page 63: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Maret 1860, yang menyatakan bahwa ijin pekabaran Injil yang diberikan kepada

Pieter Jansz dicabut, namun tetap diperbolehkan untuk tinggal di Hindia Belanda

tapi tidak boleh melakukan Kristenisasi pada orang non-Kristen.(Sukoco,

2010:148). Pieter Jansz menolak keputusan tersebut dan tetap melanjutkan

pekerjaannya. Karena tindakannya itu, Asisten Residen dan Bupati disertai para

serdadunya mendatangi Pieter Jansz untuk memastikan bahwa Pieter Jansz hanya

melayani orang-orang yang sudah beragama Kristen. Pada waktu itu jemaat sudah

beranggotakan 42 orang. (Guillot, 1985:12-13). Reaksi dari Pieter Jansz adalah

tetap pada pendiriannya, Jansz merasa bahwa sejak semula dia tidak pernah

meminta ijin dari pemerintah untuk mengabarkan Injil, maka pemerintah juga

tidak berhak melarangnya untuk melakukan pekabaran Injil. (Sukoco, 2010:149).

Sejak konflik pertama dan ditambah dengan konfliknya yang kedua

dengan pemerintah, Pieter Jansz makin ditekan dan akhirnya menarik diri dari

aktivitas pelayanan yang terlibat langsung dengan jemaat. Pieter Jansz pindah ke

Solo dan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jawa, sebuah pekerjaan yang

dulu telah dirintis oleh zendeling lain yakni Bruckner dan Gericke. Setelah resmi

menjadi pegawai British and Foreign Society dan menerjemahkan Alkitab, maka

sejak saat itu Pieter Jansz sudah bukan menjadi zendeling lagi.( Guillot, 1985:13).

Pada tahun 1892 setelah menyelesaikan tugas penerjemahan Alkitab ini, Pieter

Jansz dan istrinya menetap di Kayuapu, di rumah anak perempuannya yang

bernama Jacoba Johanna Maria. Pieter Jansz meninggal di Kayuapu pada tanggal

6 Juni 1904. Sedangkan istrinya meninggal di Wonorejo, Nyemoh, Salatiga pada

tanggal 29 Maret 1909. Keduanya dimakamkan di makam Kristen

Kayuapu.(Sukoco, 2010:176).

Sejak ayahnya menarik diri dari pelayanan jemaat, Pieter Anthonie Jansz

melanjutkan pekerjaan Zending di Jepara. Pieter Anthonie Jansz dilahirkan di

Jawa pada tanggal 29 Mei 1853. Karena itu Pieter Anthonie Jansz sejak kecil

mengerti tentang kehidupan di Jawa. Pada tahun 1867 Pieter Anthonie Jansz

dikirim ke Belanda untuk belajar di sekolah guru di Utrecht. Studi ini berhasil

diselesaikan pada tahun 1875 dengan baik dan melanjutkan sekolah dalam bidang

teologi di Badan Studi Zending dan Penginjilan di Amsterdam. (Sukoco,

Page 64: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

2010:165). Dalam hal tugas belajar lanjutan ini terjadi ketegangan antara Pieter

Jansz dan pengurus pusat Zending Mennonit. Pieter Jansz menghendaki supaya

anaknya memiliki bekal yang tidak hanya penguasaan terhadap masalah

pendidikan saja tetapi juga menguasai teologi, karena dalam praktek pekabaran

Injil di Jawa tidak mungkin seseorang hanya berbekal pengetahuan pendidikan

saja.

Pengurus pusat Zending di Belanda justru hanya menginginkan supaya

Pieter Anthonie Jansz nanti menjadi penerus Shuurmans yang “mengkristenkan

suatu bangsa melalui pendidikan” merupakan proses peradaban atau akulturasi,

dimana masyarakat yang dianggap kurang berkebudayaan akan diberi kebudayaan

yang baik, dalam hal ini yang dimaksud dengan kebudayan yang baik adalah

Agama Kristen. (Sukotjo, 2010: 165). Tetapi Pieter Jansz dan putranya yakin

bahwa pekerjaan penginjilan bukan sekedar itu.

Sejak Pieter Jansz menyerahkan pimpinan pekerjaan Zending Mennonit

ke tangannya, Pieter Anthonie Jansz, yang masih muda itu tinggal bekerja

sendirian melayani jemaat Tuhan di Jepara dan sekitarnya. Sesuai dengan

rencananya untuk merombak lapangan pekerjaan Injil. Pieter Anthonie Jansz

mulai mencari tempat untuk melanjutkan cita-cita ayahnya untuk membangun

sebuah desa Kristen. Tempat ini nantinya akan diolah menjadi suatu perusahaan

perkebunan, tetapi sedikit berbeda dengan apa yang dicita-citakan ayahnya. Kalau

dalam karangan Pieter Jansz bahwa zendeling tidak dibenarkan ikut campur

dalam urusan perusahaan, dan para pengolah tanah boleh terdiri dari orang Kristen

ataupun bukan Kristen. Tetapi Pieter Anthonie Jansz justru menempatkan

zendeling sebagai pemilik tanah, yaitu dirinya sendiri, dan yang berhak mengolah

tanah hanya orang-orang Kristen. (Wawancara dengan Suharto, 8 Februari 2011).

Menurut Pieter Anthonie Jansz, perusahaan perkebunan persil ini

merupakan sarana pelayanan atas jemaat yang masih muda itu. Dengan tegas

Pieter Anthonie Jansz berkeinginan membangun perusahaan itu menjadi semacam

desa Kristen dengan penghuni-penghuninya terdiri dari orang-orang Kristen.

Dalam persetujuan dengan pemerintah, Pieter Anthonie Jansz mendapat

wewenang untuk menerima siapa saja yang disukai dan menolak yang tidak

Page 65: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

disenangi, dan kalau perlu mengusir orang-orang yang tidak mentaati peraturan

desa. Dengan mendirikan tempat yang baru ini Pieter Anthonie Jansz bermaksud

memindahkan jemaatnya di daerah Jepara itu, termasuk jemaat Kedungpenjalin.

Beberapa orang Kedungpenjalin sudah menyatakan kesediaannya untuk

mengikuti Pieter Anthonie Jansz ke desa yang baru. (Wawancara dengan Suharto,

8 Februari 2011).

Dukungan dari pemerintah daerah terhadap rencana Pieter Anthonie

Jansz dinilai sangat baik. Bahkan Residen J.W. Moojen menyatakan kesediaannya

untuk membantu rencana Pieter Anthonie Jansz. Dengan sikap terbuka dan penuh

perhatian residen memberikan saran-saran yang cukup bermanfaat dan

menganjurkan supaya rencana ini segera ditindaklanjuti mengingat masa

jabatannya yang tinggal satu tahun. Selama itu residen akan membantu dan

memberi jaminan secara diam-diam, karena sebagai aparat pemerintah yang

seharusnya bersikap tidak memihak dia tidak bisa dibenarkan oleh atasannya oleh

perilakunya ini. Karena itu kalau perlu residen menyarankan supaya Pieter

Anthonie Jansz tidak terlalu lama menunggu persetujuan dari pengurus Zending,

melainkan segera mengajukan permohonan untuk membangun usaha perkebunan

atas namanya sendiri dulu. Tidak hanya residen, bahkan Bupati Juana maupun

Wedana Tayu yang membawahi daerah yang dipilih Pieter Anthonie Jansz juga

setuju dan bersedia membantu. Bupati ini sangat mendukung rencana Pieter

Anthonie Jansz karena dengan menetapnya Pieter Anthonie Jansz dan jemaatnya

di daerahnya akan membantu dan membawa pengaruh yang baik bagi orang-orang

Jawa. (Sukoco, 2010:181).

Setelah melakukan pencarian dan pemeriksaan kelayakan, Pieter

Anthonie Jansz akhirnya menentukan tempat yang sesuai dengan keinginannya,

yaitu Desa Puncel di distrik Margotahu, wilayah Kabupaten Juana, Karesidenan

Jepara. Area tersebut berupa lahan semak-semak yang tidak jauh dari pantai.

Sesuai saran residen, Pieter Anthonie Jansz segera mengajukan permohonan

kepada pemerintah pada tanggal 3 Januari 1881 untuk menyewa tanah itu dengan

jangka panjang selama 75 tahun. Luas tanah tersebut kira-kira 200 bau. Enam

bulan kemudian berdasarkan persetujuan Gubernur Jenderal tertanggal 13 Agustus

Page 66: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

1881 No. 29 keluarlah besluit No.37 tertanggal 21 Sepetember 1882, disusul

dengan surat tanda hak (akte) No. 5 tertanggal 13 November 1882 yang isinya

menyetujui permohonan Pieter Anthonie Jansz untuk membuka tanah sewa jangka

panjang di tempat yang dikehendaki seluas 192 bau. Adapun batas-batasnya

antara lain berupa hutan dan ara-ara (semak) di sebelah utara, hutan di sebelah

timur, hutan dan ara-ara di sebelah barat, dan di sebelah selatan merupakan jalan

raya menuju Tayu. Ijin ini berlaku dengan empat syarat tertentu, antara lain :

a. Pemilik erfpacht (tanah sewa jangka panjang) harus melindungi sumber-

sumber air yang ada dengan jalan menghutankan daerah sekitarnya paling

tidak sampai dengan 25 RR.

b. Jalan besar antara Tayu dan Puncel maupun jalan dari Tegalombo ke pantai

harus dipelihara.

c. Tidak dibenarkan menanam kopi.

d. Setiap bau tanah tersebut dikenakan uang sewa f 2.10 per tahun

Desa Kristen yang akan dibuka tersebut tidak dibuka untuk semua orang

melainkan dengan syarat-syarat dan ketentuan yang diatur oleh Pieter Anthonie

Jansz. Peraturan-peraturan yang ditetapkan itu antara lain :

a. Diakui berkelakuan baik. Bersedia mentaati tata hidup Kristen

b. Bagi yang melakukan perbuatan tercela akan diusir dari desa persil

c. Keturunan penduduk yang meninggalkan tata hidup Kristen tidak mendapat

bagian tanah

d. Dilarang memiliki, menyelundupkan, dan menggunakan candu atau minuman

keras

e. Taat pada pimpinan persil atau diusir dari desa

f. Bersedia mentaati hari Minggu dengan tidak bekerja dan bersedia dengan

sungguh-sungguh mengikuti kebaktian gereja maupun kegiatan yang lain.

g. Menyekolahkan anak-anaknya dalam Sekolah Zending dalam usia tujuh

tahun sampai selesai secara gratis, dan bersedia mengasuh anaknya menurut

tata hidup Kristen sampai dewasa.

h. Bersedia dengan sungguh-sungguh menghindari sikap dan perbuatan

penyembahan berhala seperti memelihara punden, jimat, tumbal,

Page 67: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

berhubungan dengan setan dan danyang, mengikuti primbon, perhitungan

hari, dan sebagainya yang bertentangan dengan ajaran Agama Kristen.

i. Tidak boleh berbuat zina, melacur, atau kawin lebih dari satu orang.

j. Dilarang berjudi dan tayuban.

k. Dilarang melakukan gadai atau merentenkan uang dan memperkaya diri

dengan merugikan orang lain.

l. Harus menjaga kebersihan jalan-jalan, jembatan, pengairan, dan kubur.

m. Membayar f 18 per tahun dan pada tahun keempat sesudah mereka

menempati dan menerima 1 bau sawah dan satu bau tanah tegal dan bebas

dari kerja paksa. Bila menginginkan menambahkan sawah maka untuk tiap

bau membayar f5,-.

n. Tiap petani/ penggarap tidak boleh memiliki sawah lebih dari tujuh bau.

o. Mereka yang setelah menduduki tanah selama dua tahun tetapi belum

mengolah tanah tersebut, akan dicabut haknya atas tanah itu.

p. Tiap penduduk pada waktu membangun rumah dan pagar halaman harus

bersedia mengikuti petunjuk-petunjuk dan perjanjian pemilik persil.

q. Kerbau, sapi, dan ternak yang lain ditempatkan dalam satu kandang bersama,

kecuali kuda yang diperbolehkan dibuatkan kandang di halaman rumah.

r. Para penduduk wajib taat pada peraturan-peraturan pemilik tanah/ persil

dalam hal kebersihan, kesusilaan, kesehatan, ketenteraman, dan ketertiban.

s. Mulai tahun keenam sejak menempati tanah, tiap petani memberi bantuan

untuk pembangunan dan perawatan gedung gereja dan sekolah, perawatan

orang-orang miskin dan sakit, maksimal sepersepuluh dari hasil tanahnya.

Apabila ada kelebihan dari dana tersebut, uang itu menjadi fonds dana

jemaat, ditangani oleh pemilik tanah.

t. Fonds ini digunakan untuk pengeluaran luar biasa bagi kepentingan bersama

setelah dirundingkan bersama dengan orang-orang tua di desa.

u. Kepala desa terpilih oleh rakyat dengan persetujuan pemilik tanah. Calon-

calon diajukan oleh pemilik tanah untuk dipilih oleh rakyat. Para calon tidak

diperkenankan mencari atau mengumpulkan suara dengan jalan “membeli”

suara secara suap.

Page 68: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

v. Bagi yang melanggar peraturan-peraturan di atas data diusir dari tanah-tanah

itu. Dan kalau selama itu mereka telah menambah sawahnya dengan usaha

sendiri, maka waktu meninggalkan persil akan menerima pengganti biaya

mengolah sawahnya sebanyak f 10,- per bau. (Sukoco, 2010:182).

Tujuan didirikannya desa Kristen ialah supaya orang-orang yang ingin

memeluk Agama Kristen tidak mundur karena takut diusir dari desanya sendiri.

(Van Den End, 1993:221). Selain orang yang sudah Kristen, orang-orang yang

non-Kristen juga diperbolehkan untuk menempati desa persil dengan syarat harus

memenuhi tata hidup Kristen. Secara tidak langsung, orang-orang yang non-

Kristen harus meninggalkan agamanya yang lama dan memeluk Agama Kristen

apabila ingin menempati desa persil.(Wawancara dengan Sulistyo, 7 Februari

2011).

Peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Pieter Anthonie Jansz tersebut

tidak mendapat larangan dari pemerintah karena pemberian ijin pembukaan tanah

sewa jangka panjang itu merupakan kebijaksanaan yang umum pada waktu itu.

Hanya saja, dalam kasus desa persil Kristen Margorejo ini disamping

persyaratan-persyaratan umum tersebut masih ada persyaratan lain. Misalnya

kayu-kayu yang ditebang dari hutan itu masih menjadi milik dari pemerintah

sehingga rakyat atau penduduk persil yang menginginkannya masih harus

merogoh kantong sendiri. Penanganannya diserahkan pada pemilik persil yang

bekerja sama dengan kantor yang mengurus kayu-kayu. Biarpun ada kebebasan

dari pemerintah untuk pengelolaan tanah persil itu, tetapi ada satu larangan yang

tidak boleh dilanggar yaitu tentang penanaman kopi.(Sukoco, 2010:188)

Larangan pemerintah agar tidak menanam kopi disebabkan pada waktu

itu kopi merupakan komoditi yang sedang ramai dibutuhkan di pasaran dunia,

sehingga pemerintahan kolonial mendapat keuntungan yang besar sekali dari

penanaman kopi. Supaya harga dapat terus dipertahankan pada tingkat

maksimum, maka produksi selalu diusahakan tidak bertambah. Produksi yang

bertambah akan menyebabkan harga menjadi merosot, sehingga keuntungan

menjadi berkurang pula. Itulah mengapa di tanah sewa jangka panjang dilarang

keras menanam kopi, karena dikhawatirkan hasilnya akan membanjir dan

Page 69: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

menggoncangkan harga dasar. Adanya pembatasan-pembatasan itu tidak terlalu

mengganggu maksud dan tujuan Pieter Anthonie Jansz untuk desa persil ini.

Sebab sejak dahulu ia sudah menetapkan bahwa tanahnya akan diusahakan melulu

demi tercapainya cita-cita pekabaran Injil, bukan untuk keuntungan semata-mata.

Atas dasar non-komersialisasi tanah, maka desa ini akan diusahakan untuk sawah

dan tegalan tanpa mengharapkan keuntungan berlebihan atau laba material,

kecuali tanaman kapuk yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai demi

berlangsungnya penyelenggaraan desa persil tersebut. (Wawancara dengan

Martati Ins Kumaat, 6 Februari 2011).

Setelah persiapan-persiapan untuk membuka desa persil ini memadai,

Pieter Anthonie Jansz segera meminta pada Nicodemus Sudjalmohardjo untuk

memimpin pekerjaan membuka lahan. Dibantu oleh 160 orang yang lain,

Sudjalmohardjo mulai bekerja di awal tahun 1882. Dengan cepat tanah tersebut

dibuka dan disusul dengan pembangunan rumah tinggal sementara untuk

zendeling dan bangunan sekolah yang sekaligus digunakan sementara sebagai

gereja. Sudjalmohardjo inilah yang nantinya banyak menurunkan pemuka-pemuka

jemaat GITJ.

Pieter Anthonie Jansz mengadakan pesta pembukaan untuk meresmikan

desa persil baru pada tanggal 9 Juni 1883 dan memberi nama Margorejo bagi

desa persil ini. Margorejo dipilih sebagai nama karena mengandung arti “jalan

kepada kesejahteraan”. Fasilitas dan keuntungan seperti tanah garapan, rumah,

dan terbebas dari kerja paksa, membuat banyak orang Kristen maupun orang-

orang yang bukan Kristen berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk tinggal

di Margorejo, namun baru tinggal sebentar di sana kemudian tanpa alasan yang

jelas mereka pergi dari Margorejo. Mungkin mereka menjadi tidak sanggup untuk

memenuhi aturan persil yang diberikan Jansz, atau mereka takut tidak mampu

mengerjakan tanah yang masih perawan itu, apalagi ternyata tanah tersebut belum

memiliki sumber yang cukup. (Wawancara dengan Suparsono, 8 Februari 2011).

Pada awal musim tanam tahun 1884 datang 13 orang yang di antaranya

merupakan tiga anggota jemaat. Lima orang datang dari Tegalombo dan tiga

orang yang lain mengaku Islam tetapi bersedia mentaati peraturan desa

Page 70: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Margorejo. Dihitung dengan isteri-isteri mereka, anak-anak, murid-murid sekolah

dan para pegawai, Margorejo pada tahun 1884 berpenduduk 91 jiwa. (Sukoco,

2010:190).

Pekerjaan di Margorejo di bidang rohani dibantu oleh Yakobus Semadin

sebagai utusan dari Kedungpenjalin. Sedangkan sebagian besar anggota jemaat

Kedungpenjalin tetap tinggal di tempat semula dengan dilayani oleh Pasrah Karso

yang sudah sangat tua. Dia dibantu oleh pekabar Injil Yokanan Semadin, saudara

tua Yakobus Semadin yang sama-sama menantu Pasrah Karso, serta Yahuda

Limbun, menantu yang lain yang sifatnya lebih senang mengabarkan Injil ke

Kedungpenjalin. Sebagai pekabar Injil Yakobus Semadin diharapkan dapat

menjadi teladan yang baik bagi jemaat muda. Apagi berkenaan dengan peraturan-

peraturan desa persil yang demikian ketat. Tetapi bukannya menjadi teladan yang

baik justru dia terjerumus menjadi pemadat candu yang tidak tanggung-

tanggung. Oleh sebab itu terpaksa Yakobus Semadin diminta meninggalkan

persil. Demikian juga seorang guru sekolah dasar yang bernama Sis Kerso pun

terpaksa diminta untuk meninggalkan Margorejo karena dia pun jatuh dalam

kehidupan yang kurang baik.(Sukoco, 2010: 190). Setahun kemudian jumlah

penduduk di Margorejo ini kecuali pegawai-pegawai guru dan keluarga zendeling

berkembang menjadi 18 orang di antara 137 warga. Sedangkan tanah desa persil

yang telah digarap mencapai 44 bau, diantaranya berhasil ditanami padi dan

palawija. Untunglah tanaman kapuk segera tumbuh sehingga hasilnya masih

dapat digunakan untuk bertahan hidup.

Dalam hal urusan administrasi, Pieter Anthonie Jansz mengangkat

adminstratur J. Schroot Betting sebagai tenaga yang mengurus administrasi desa

persil. Kegiatan administratif desa persil meliputi pendataan warga dan

penempatan tempat tinggal warga di desa persil. Sedangkan yang bertugas

menangani urusan pemerintahan desa persil diserahkan pada seorang lurah yang

bertindak sebagai kepala desa. Demikian kehidupan jemaat asuhan Zending

Mennonit sampai tahun 1884. Sebagian ada di daerah Kabupaten Jepara dengan

Kedungpenjalin sebagai intinya. Sebagian lagi jemaat boyongan Margorejo,

tempat barunya di Kabupaten Juana, yang sangat diperhatikan oleh pengasuh.

Page 71: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

(Sukoco, 2010: 191). Selain mendirikan desa-desa Kristen, Zending memiliki

pandangan bahwa mereka dapat mempengaruhi lingkungannya yang tidak mau

mendengarkan pekabaran Injil secara langsung dengan menulis berbagai buku

bacaan Kristen. Selama 30 tahun, Pieter Jansz dan putranya membaktikan diri

untuk menyelesaikan tugas itu. Hasilnya berupa kamus bahasa Jawa; terjemahan

Alkitab Perjanjian Baru yang selesai pada tahun 1891 dan Perjanjian Lama-Baru

yang selesai pada tahun 1896; Katekismus Heidelberg, dan lainnya. Di samping

itu ada usaha pendidikan dan pelayanan di bidang sosial.(Van Den End, 1993:

222). Usaha Kristenisasi dalam bidang sosial adalah pendirian sebuah rumah sakit

di Margorejo untuk memelihara kesehatan penduduk Margorejo dan orang-orang

di luar Margorejo yang membutuhkan perawatan kesehatan. Selain rumah sakit,

usaha Kristenisasi yang memainkan peranan penting bagi kemajuan pekabaran

Injil di Indonesia adalah pendidikan.

B. Pelaksanaan Pendidikan oleh Zending

Munculnya sekolah di Indonesia pada jaman penjajahan Belanda

merupakan keinginan dari penjajah itu sendiri. Meski demikian, tujuan pendirian

sekolah ini berbeda jauh dari tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Sekolah

hanya dimanfaatkan untuk mendukung kekuasaan pemerintah dan bukan untuk

kepentingan pribumi. Pada jaman VOC (1600-1800), sebenarnya sudah ada

sekolah untuk anak-anak pribumi, yaitu sekolah khusus untuk orang-orang

beragama Kristen. (Poerwanto, 1993:9). Hal ini secara jelas ditulis dalam instruksi

terhadap Gubernur Jenderal dan VOC tahun 1617 yang menyebutkan bahwa

sekolah-sekolah itu bertujuan untuk menancapkan pengaruh Agama Kristen di

Hindia Belanda.

Tahun 1799 VOC bangkrut dan kekuasaan Hindia Belanda diambil alih

oleh pemerintah Inggris dari tahun 1811-1816. Pada masa pemerintahan Inggris,

sekolah untuk anak-anak pribumi ditiadakan, dan baru dibuka kembali pada tahun

1818 setelah kekuasaan dipegang lagi oleh Belanda. Saat itu diberlakukan

peraturan baru yang mengatur pelaksanaan pengajaran bagi anak pribumi. Namun

Page 72: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

peraturan itu akhirnya hanya menjadi sebuah peraturan tanpa ada realisasinya. Hal

ini disebabkan karena pada waktu itu pemerintah Hindia Belanda sedang

mengalami kesulitan keuangan, sehingga tidak bisa mengeluarkan uang untuk

pelaksanaan pendidikan untuk pribumi bahkan justru memeras segala sumber

alam dan manusia Indonesia untuk mengisi kas pemerintah. (Poerwanto, 1993:

51).

Pada tahun 1848, ditetapkan sebuah bergrooting (anggaran belanja)

sebanyak 25.000 Gulden untuk mendirikan dan membiayai sekolah-sekolah di

Indonesia. Sekolah-sekolah untuk pribumi memang benar-benar didirikan, tapi

tujuannya hanya untuk mencetak ambtenaar (pegawai) yang nantinya

dipekerjakan sebagai mandor atau juru tulis di perkebunan-perkebunan. Pada

tahun 1850, ada ketentuan supaya sekolah-sekolah Belanda di Indonesia

menyelaraskan kurikulum sesuai kurikulum sekolah di Belanda. Di sekolah

Belanda ini anak-anak pribumi juga diterima tapi terbatas bagi para putra priyayi

gedhe. Sedangkan putra priyayi cilik hanya bisa sekolah di sekolah kelas dua.

(Poerwanto, 1993:51).

Demikianlah pelaksanaan sekolah yang didirikan oleh pemerintah Hindia

Belanda, yang walaupun memiliki teori yang mulia tetapi tidak berjalan

sebagaimana mestinya. Peraturan-peraturan yang diberlakukan di sekolah-sekolah

milik pemerintah Hindia belanda ini tidak berlaku bagi sekolah yang didirikan

oleh Zending. Ketika Zending memulai pekerjaannya di suatu daerah, hampir

dipastikan mereka mendirikan sekolah untuk anak-anak pribumi. Pendirian

sekolah ini bertujuan untuk mengangkat martabat dan taraf kehidupan masyarakat

setempat. Diharapkan setelah taraf hidup meningkat dan para pribumi beroleh

pengetahuan, maka mereka akan lebih mudah menerima ajaran Kristen. Zending

Mennonit di Jepara memprakarsai dua sekolah yang diperuntukkan bagi anak-

anak pribumi. Kedua sekolah itu antara lain :

1. Sekolah Jemaat Margorejo

Pembahasan mengenai Sekolah Jemaat yang didirikan oleh Zending ini

dapat dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah sekolah yang dikelola oleh

Page 73: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Pieter Jansz dan kedua, sekolah yang dilanjutkan oleh putra Pieter Jans, Pieter

Anthonie Jansz.

a. Sekolah Jemaat yang didirikan Pieter Jansz

Pieter Jansz memulai pekerjaannya sebagai pekabar Injil dengan

mendirikan sekolah pada Agustus 1852. Sekolah ini masih sangat sederhana dan

belum dilengkapi dengan fasilitas-faslitas penting. Gedung yang dipakai adalah

rumahnya sendiri, ia bertindak sebagai guru dan dibantu oleh istrinya. Hal tersebut

disebabkan karena jumlah murid yang masih terbatas. Pelajaran yang diajarkan di

sekolah juga masih sangat sederhana, yaitu pelajaran membaca, menulis, dan

menyanyi. Sekolah yang didirikan Pieter Jansz kurang mendapat perhatian

penduduk disebabkan pada waktu itu kesadaran penduduk untuk menyekolahkan

anaknya masih sangat kurang, sedangkan Pieter Jansz sendiri juga mempunyai

pekerjaan untuk mengabarkan Injil dengan metode ceramah pada penduduk yang

lainnya. Kondisi ini berlangsung sampai kedatangan zendeling baru bernama

Nicholas Dirk Schuurmans tahun 1863. (Sukoco, 2010:157).

Schuurmans sampai di Jawa pada bulan Juni 1863 dan bekerja

mendampingi Pieter Jansz di Jepara sejak bulan Agustus. Sebelum menjadi

zendeling, mula-mula Schuurmans yang masih muda ini bekerja sebagai pandai

besi, tetapi kemudian dia meninggalkan pekerjaannya dan berniat melayani Tuhan

dengan masuk sebagai tenaga Zending Mennonit untuk menyebarkan Injil.

Selama lima tahun sejak 1857, Schuurmans menjalani masa persiapan dalam

pendidikan sebagai zendeling dan pada tanggal 18 Maret 1863, sesudah

pernikahannya, Schuurmans berangkat ke Jawa untuk memulai tugasnya.

Schuurmans, yang oleh orang-orang Jawa setempat dipanggil sebagai Tuan

Kirman, dan Pieter Jansz setuju kalau pekerjaan yang ada akan dibagi di menjadi

dua. Pieter Jansz menangani khusus pemeliharaan jemaat dan perluasan pekabaran

Injil, sedangkan Schuurmans menangani penyelenggaraan sekolah, sesuai dengan

kegemarannya di bidang pendidikan.

Kedatangan Schuurmans ini sungguh membawa angin segar bagi

kehidupan sekolah Zending yang dibangun oleh Pieter Jansz. Schuurmans

mempunyai minat dan bakat sebagai pendidik yang baik. Dengan tekun sekolah

Page 74: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

ini diasuhnya sehingga makin lama makin banyak anak-anak yang disekolahkan

di situ. Perkembangan sekolah membuat sekolah itu tidak kalah mutunya dengan

sekolah lain yang sudah ada, didukung dengan jumlah uang pembayaran sekolah

yang relatif murah dan terbuka untuk umum. Sampai tahun 1865 sekolah ini telah

memiliki 19 murid. Setahun kemudian bertambah menjadi 26 orang murid, dan 14

diantaranya tinggal di asrama yang memang disiapkan untuk anak-anak yang

tempat tinggalnya jauh dari sekolah. Untuk penanganan asrama yang masih

sederhana, yakni terbuat dari bambu, mula-mula cukup dipegang oleh Ny.

Schuurmans sendiri, yang bekerja dibantu pengawas untuk mengawasi anak-anak

supaya tertib dan teratur.

Tujuan pendirian sekolah itu memang untuk membawa anak-anak

kepada Kristus. Tentang pembagian persiapan, bagi pria dipersiapkan sebagai

guru Injil, sedangkan wanita disiapkan semata-mata sebagai ibu rumah tangga

yang baik. Untuk menunjang tujuan tersebut tiap minggu diadakan kebaktian

khusus buat mereka antara pukul 09.00-10.00. Selain itu diberikan katekisasi

(pembekalan khusus) yang dilayani langsung oleh Pieter Jansz. Dengan penuh

ketekunan penyelenggaraan sekolah ini dilaksanakan sehingga untuk itu saja

memerlukan biaya f 100,-/ bulan disamping biaya asrama per anak f 0,11/ hari.

Jadi sekolah yang didirikan oleh Pieter Jansz ada dua yakni sekolah guru dan

sekolah jemaat. (Sukoco, 2010:158).

Dalam perkembangan sekolah tersebut timbul persoalan antara Jansz dan

Schuurmans. Keduanya memiliki visi yang berbeda dalam hal memajukan

sekolah. Jansz yang merasa lebih senior selalu berusaha untuk mengawasi,

menegur, dan mengarahkan Schuurmans dalam penyelenggaraan sekolah

sehingga sering terjadi benturan-benturan kecil antara dia dan Schuurmans.

Benturan-benturan itu antara lain dalam hal penamaan sekolah, pembagian

kelompok murid, dan pelajaran. Dalam hal penamaan, Schuurmans menamakan

sekolah tersebut dengan Sekolah Pendidikan, bukan Sekolah Jemaat. Alasannya

sebagian besar dari anak didiknya tidak berasal dai jemaat. Sebaliknya Jansz

menghendaki supaya sekolah itu disebut Sekolah Jemaat. Akhirnya dalam hal ini

Page 75: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Schuurmans mengambil sikap mengalah sehingga sekolah itu tetap disebut

sebagai Sekolah Jemaat.

Persoalan yang kedua adalah mengenai usul Jansz untuk memisahkan

anak-anak antara usia di bawah 12 tahun dan di atas 12 tahun. Schuurmans

sebenarnya bukan bermaksud untuk tidak setuju, karena sebelum Jansz

mengusulkan hal tersebut sudah diterapkan. Tetapi ternyata pemisahan ini tidak

banyak memberi keuntungan dan justru menimbulkan kerugian. Apabila hal itu

tetap diterapkan, maka akan dibutuhkan tempat dan pengawas baru sehingga

pengeluaran akan bertambah, karena otomatis pemisahan juga dilakukan untuk

murid putra dan putri. Inilah yang menjadi alasan Schuurmans tidak menghendaki

pembagian kelas tersebut mengingat pengurus Zending sudah memberi lampu

kuning untuk penghematan.

Persoalan terakhir yang lebih berat adalah ialah soal pelajaran Bahasa

Belanda. Sejak semula Schuurmans telah memberikan pelajaran Bahasa Belanda

pada murid-muridnya, sedangkan selama itu pula Jansz tidak mempersoalkannya.

Mendadak pada pada tahun 1870 Jansz menegur Schuurmans dengan pernyataan

tidak setuju kalau anak-anak diberikan pelajaran Bahasa Belanda. Alasannya

murid-murid akan menjadi sombong, membaca bacaan yang tidak baik, dan

keluar dari lingkungannya. (Wawancara dengan Martati Ins Kumaat, 6 Februari

2011). Schuurmans dengan tegas menolak alasan-alasan yang disertakan Jansz

karena dianggap alasan-alasan tersebut bukan hal yang prinsip.

Di saat persoalan ini terjadi, jumlah murid mencpai 39 anak, 29

diantaranya tinggal di asrama. Setahun kemudian jumlah itu naik menjadi 53

anak, 43 diantaranya tinggal di asrama. Akibat ledakan siswa yang diasramakan

ini diambil dua tindakan penting, yakni pertama, membuka cabang sekolah di

Desa Bondo dena guru bernama Wagiman yang adalah anak didik Schuurmans.

Pembukaan cabang ini bertujuan untuk melayani anak-anak Bondo yang jauh dari

Jepara. Tindakan yang kedua yaitu mendatangkan seorang perawat asrama khusus

untuk membantu atau menggantikan pekerjaan Ny. Schuurmans yang cukup lama

mengabdi untuk pekabaran Injil tanpa imbalan apapun. Untuk itu didatangkan Nn.

Sjoukje Deinum yang mulai bekerja per April 1874.

Page 76: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Partisipasi orang tua dan pendidikan anak mereka sangat kurang.

Mereka tidak mau memikirkan bagaimana anak-anaknya seharusnya sebagai anak

sekolah, bahkan kesadaran ini menjadi turun ke titik nol pada tahun 1873 ketika

anak-anak Bondo dan Banyutowo ditahan orang tuanya untuk tidak sekolah lagi.

Demikian pula sekolahan di Bondo pun terpaksa ditutup karena tidak ada murid

yang masuk karena Tunggul Wulung, yang lebih dulu melakukan kegiatan

pekabaran Injil di tempat itu tidak mengijinkan pendirian sekolah di

lingkungannya. Bahkan ketika pengurus pusat memutuskan untuk tidak lagi

memperbolehkan pengajaran Bahasa Belanda kecuali kepada murid yang

menunjukkan minat besar dan ada kemungkinan menjadi guru sekolah maka

banyak orang tua yang mencabut anaknya, terutama para kepala desa.

Dengan segala usaha dan pengorbanan sampai dengan tahun 1875

sekolah-sekolah asuhan Schuurmans berhasil mencetak 88 orang lulusan, tetapi

hanya tiga orang yang menjadi guru sekolah cabang yakni Wagiman (guru

sekolah di Bondo), Sanjan (guru sekolah di Petekeyan), Siput (guru sekolah di

Karang Gondang). Selanjutnya dibuka pula cabang sekolah di Cumbring,

Kedungpenjalin, dan Pengkol. Karena gedung sekolah yang selama ini dipakai di

Jepara terbuat dari bangunan bambu sehingga kekuatannya mengkhawatirkan

maka gedung ini dirombak dan diganti dengan gedung yang terbuat dari batu

dengan biaya f 1600,-.(Sukoco, 2010:162).

Sekolah Zending ini sudah menggunakan kurikulum sekolah yang cukup

baik dengan mata pelajaran yang meliputi : Bahasa Jawa, Bahasa Melayu, Bahasa

Belanda, berhitung, sejarah umum, sejarah Bangsa Jawa, sejarah suci, ilmu bumi

umum, ilmu bumi dari Hindia Belanda teristimewa dari Pulau Jawa, ilmu bumi

Palestina, dasar-dasar ilmu alam, dan pelajaran menyanyi. Khusus bagi yang

menginginkan mendapatkan pendidikan untuk menjadi pekabar Injil atas guru

maka akan mendapatkan pelajaran tambahan. Setelah beberapa tahun mengabdi

dalam pekerjaan Zending, Schuurmans harus berhenti karena faktor kesehatan.

Tahun 1878 ia mengambil cuti untuk beristirahat di Nederland atas nasehat

dokter, dan ternyata Schuurmans tidak bisa kembali ke Indonesia karena

kesehatannya yang tidak kunjung membaik. Sekolah Jemaat asuhan Schuurmans

Page 77: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

ini kemudian dilanjutkan oleh putra Pieter Jansz yakni Pieter Anthonie Jansz,

yang sudah beberapa tahun belajar di Negeri Belanda dan kembali ke Indonesia

dengan berbekal banyak pengetahuan mengenai pendidikan.

b. Sekolah Jemaat yang Dikelola oleh Pieter Anthonie Jansz

Memasuki masa pengembangan desa persil Margorejo, sekolah

mengalami sedikit kesulitan mengenai tenaga guru pengajar sejak Schuurmans

pergi. Selama beberapa waktu Zending Mennonit meminjam seorang guru

bernama Poerna dari zendeling Hoezoo sampai calon guru yang disiapkan oleh

Zending menyelesaikan pendidikannya. Pada tahun 1890 Poerna harus kembali

kepada Hoezoo karena tiga orang calon guru yang dididik di Depok, dekat

Batavia, melanjutkan studi praktis perawatan orang sakit dan sekolah taman

kanak-kanak di Mojowarno telah selesai dan kembali, yaitu Naftali Wirodito,

Dirdjo Soerodirono, serta Moersidin Semangoen Ardjo. Demikian juga telah

kembali Talidjo Kromoatmodjo yang dikirm khusus untuk belajar di Mojowarno.

Kedatangan beberapa tenaga terdidik ini yang mula-mula

menggembirakan berubah menjadi mengecewakan ketika Moersidin Semangoen

yang baru bekerja dua hari di lingkungan jemaat mendadak menyatakan tidak

sanggup bekerja dan minta keluar dengan alas an yang tidak jelas. Dengan

perginya Semangoen, maka sekolah Zending diasuh oleh tenaga-tenaga

Nicodemus Soedjalmahardjo sebagai pengawas sekolah jemaat; Jusuf

Wirodiwongso sebagai guru; dan Naftali Wirodito,Dirdjo soerodirono

(Ronodirjo), dan Talidjo Kromoatmodjo sebagai calon-calon guru. Sedangkan

rencana pembangunan taman kanak-kanak yang sedianya akan diserahkan kepada

Talidjo ditangguhkan untuk sementara waktu. Sekolah Jemaat yang dipindah ke

Margorejo berkembang cukup pesat. Tetapi tujuan sekolah ini kurang tercapai

meskipun muridnya mencapai 65 anak (41 putra, 24 putri), tetapi 43 diantaranya

berasal dari luar Margorejo. Keadaan murid di Margorejo berkembang pula

sehingga pada tahun 1890 jumlah murid mencapai 82 anak. Dari jumlah ini, anak

penduduk desa persil Kristen ada 37 anak, anak-anak penduduk Non Kristen ada

23 anak, sedangkan 22 anak yang lain berasal dari luar. Dari jumlah 37 anak

Page 78: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Kristen ini ternyata hanya 14 anak yang berasal dari margorejo karena yang lain

berasal dari Kedungpenjalin, Bondo, dan Tempuran; disamping ada 3 orang anak

lain yang belajar di sore hari. (Sukoco, 2010: 195).

Selain di Margorejo, sekolah di Kedungpenjalin masih juga berjalan

seperti biasa. Tahun 1890 ini juga sekolah Kedungpenjalin masih memiliki 30

murid yang belajar pagi hari, sedangkan yang belajar sore hari ada 9 anak. Tetapi

dua sekolah lain, yaitu Sekolah Banyutowo walaupun hanya dengan tujuh murid

saja, serta Sekolah Bondo yang hanya memiliki 10 murid yang keadaannya

menyedihkan diputuskan akan tetap dipertahankan. Walaupun sekolah-sekolah ini

kurang begitu berhasil, tetapi demi pekabaran Injil, kedua sekolah ini tetap

dipertahankan dengan harapan akan timbul kesadaran dari orang tua di kedua

kelompok bekas asuhan Tunggul Wulung ini untuk menyekolahkan anak-

anaknya.

Sekolah yang dibuka semakin lama semakin berkembang. Banyak

masyarakat Islam di sekitar jemaat, lebih-lebih dari Puncel, menggunakan fasilitas

pendidikan ini. Antusiasme masyarakat luar untuk bersekolah di Sekolah Jemaat

di Margorejo ini disebabkan karena keuntungan yang ditawarkan di Sekolah

Jemaat Margorejo, antara lain Zending memberikan sekolah gratis, buku, sabak,

pen untuk menulis, pakaian, makanan, dan hadiah setiap perayaan Natal.

(Wawancara dengan Dirdjotono, 9 Februari 2011). Sebaliknya andaikata tidak ada

peraturan wajib sekolah mungkin orang-orang Kristen sendiri tidak terlalu

tertarik dengan sekolah. Begitulah manusia, yang tidak memiliki berusaha untuk

ikut menikmati fasilitas yang ada, tetapi yang memiliki fasilitas justru tidak

memanfaatkan dengan baik. (Wawancara dengan Sulistyo, 8 Februari 2011).

Tidak hanya Sekolah Dasar tujuh tahun, serta Sekolah Petang tetapi pada tahun

1896 dibuka pula Sekolah Taman Kanak-Kanak seperti yang diidam-idamkan di

bawah asuhan kakak Pieter Jansz, yaitu Ny. De Boer. Taman Kanak-Kanak ini

diberi nama Pamong Rini. Sama seperti persekolahan jaman N.D. Schuurmans,

anak-anak putri pun diberi tambahan pelajaran berupa keputrian yang

diselenggarakan sore hari dan malam hari. (Sukoco, 2010:212).

Page 79: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

2. Sekolah Guru Margorejo

Tempat-tempat pekabaran Injil dan jemaat yang dikerjakan Zending

makin berkembang luas, terdiri dari Margokerto, Tegalombo, Banyutowo, Tayu,

Pati, Kayuapu, Pulojati, Srobyong, Kedungpenjalin, dan Bondo. Di pihak lain

Zending selalu berusaha mendirikan sekolah-sekolah di masing-masing jemaat

yang ada. Bahkan di tempat-tempat yang belum ada orang Kristen didirikan pula

sekolah sebagai alat pekabaran Injil, biarpun banyak kesulitan yang dialami

karena tentangan dari orang-orang Islam dan sikap pemerintah yang tidak tegas.

Karena itu para zendeling merasa kekurangan tenaga yang memenuhi syarat, baik

untuk guru sekolah maupun untuk membantu dalam pekabaran Injil. Tidak

mungkin Zending harus berpuas diri dengan guru-guru lulusan sekolah Zending

yang masih setingkat Sekolah Dasar. Lebih tidak memungkinkan apabila

mengirim tenaga-tenaga untuk dididik di luar daerah, karena selain biaya yang

relatif mahal juga ilmu pengetahuannya yang tidak sesuai dengan kebutuhan

lapangan. Selain alasan-alasan di atas, Zending Mennonit juga mewajibkan

supaya guru-guru sekolah dapat merangkap sebagai pelayan jemaat. Oleh karena

itu guru-guru itu memerlukan pendidikan dan persiapan khusus.

Mengacu pada pertimbangan yang ada maka Zending di Margorejo

membuka sebuah Kursus Sekolah Guru Zending sejak Juni 1896. Ternyata kursus

ini mendapat sambutan yang baik, dan pada tahun 1902 Zending mengubah

kursus itu menjadi Sekolah Guru Zending dengan status swasta penuh. Murid

pertama Sekolah Guru Zending ini adalah Anna, putri dari Pak Kobis dari Desa

Puncel yang mendaftarkan diri pada tanggal 1 Juli 1902.

Pada tanggal 1 Januari 1904, Sekolah Guru Margorejo ini berubah status

dari swasta ke subsidi, karena permintaan subsidi pada pemerintah dikabulkan

berupa bantuan guru, yaitu mengakui dan mengangkat zendeling Pieter Anthonie

Jansz yang menjadi direktur, baik untuk Sekolah Jemaat maupun Sekolah Guru

Zending ini sebagai guru yang dibiayai oleh pemerintah. Hal ini dikukuhkan

dengan pernyataan yang tertulis di Staatbladen Nederlandsch van Indie tahun

1854, yang berisi:“Keputusan Gubernur Jenderal, 9 Desember 1854 memuat

ketentuan untuk misi Kristen. art.1 pandangan resolusi 6 September 1835 No.24

Page 80: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

yang menyatakan bahwa beban dalam perjalanan guru dari komunitas Kristen di

Jawa diatur menurut kantor audit umum”.

Sekolah guru pada umumnya bertujuan untuk mendidik calon guru untuk

mengajar di sekolah-sekolah dasar sampai tingkat menengah. Sedangkan Sekolah

Guru Zending Margorejo ini mengajarkan supaya murid-muridnya sanggup

menjadi guru sekolah dan mengurus jemaat. Cara ini erat kaitannya dengan pola

yang berlaku di gereja-gereja Mennonit di Belanda. Para zendeling telah melihat

perekonomian Jawa terlebih di desa yang masih sangat lemah. Sistem ekonomi

uang masih belum berjalan dengan baik sehingga dimungkinkan para penduduk

desa tidak sanggup untuk membayar seorang pendeta professional. Karena itu

dirasa akan lebih baik apabila pendeta-pendeta awam yang telah memiliki profesi

dan penghasilan sendiri. Hanya saja dalam kenyataannya Zending Mennonit

berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan di atas. Terbukti bahwa guru-

guru hasil pendidikan Sekolah Guru Zending ini ketika diangkat sebagai pemuka

jemaat mereka digaji oleh Zending sesuai pola pendeta professional, walaupun

kapabilitasnya belum sesuai dengan standar pendeta professional.

Sekolah Guru Zending Margorejo ini hanya menerima murid dari lulusan

Sekolah Dasar tujuh tahun dengan menunjukkan ijasah aslinya serta keterangan

dari jemaat setempat dari mana calon ini berasal. Setelah diterima, calon-calon ini

tidak dapat langsung duduk di tingkat satu Sekolah Guru Zending melainkan

disaring dulu pada tingkat calon (persiapan) selama satu tahun. Kalau berhasil

menempuh tingkat ini dengan baik, calon bisa duduk di tingkat satu dan

seterusnya sampai tamat sekolah. (Wawancara dengan Dirdjotono, 8 Februari

2011). Kurikulum yang terdapat di Sekolah Guru Zending ini terbagi menjadi dua

bagian yaitu teori dan praktek. Keduanya terdiri dari dua bagian mata pelajaran,

yaitu mata pelajaran pendidikan umum serta mata pelajaran agama dan Alkitab.

Mata pelajaran pada Sekolah Guru Zending Margorejo ini terdiri dari 16 mata

pelajaran, yaitu :

a. Vak Agama (Bijbelsche vakken)

b. Sejarah Kitab Suci (Bijbel Geschiedenis)

c. Ilmu Bumi Kitab Suci (Bijbel Aardrijkskunde)

Page 81: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

d. Sejarah Gereja ( Kerk Geschiedenis)

e. Pengetahuan Kitab Suci (Bijbelkennis)

f. Dogmatika (Geloofsleer)

g. Vak Umum (Schoolen vakken)

h. Bahasa Jawa (Janaansch taal)

i. Bahasa Melayu (Maleisch taal )

j. Menulis Halus (Schrijven)

k. Ilmu Bumi (Aardrijkunde)

l. Ilmu Ukur (Vorm I)

m. Ilmu Mengajar (Op Voedkunder)

n. Berhitung (Rekenen)

o. Sejarah (Geschiedenis)

p. Ilmu Alam (Natuur kunde)

q. Menyanyi (Zang)

r. Menggambar (Teekenen) (Sukoco, 2010:224).

Kurikulum yang ada tidak menyertakan pengajaran bahasa Belanda

kepada pribumi. Bahasa Belanda tidak diajarkan karena beberapa alasan, antara

lain :

a. Biasanya anak-anak yang diajari Bahasa Belanda akan berubah menjadi

kemlanda (Kebelanda-belandaan), kalau berbicara lebih senang dan bangga

menggunakan Bahasa Belanda. Ini tidak sesuai dengan tujuan yang

tersembunyi dari persekolahan yang ingin membentuk jiwa anak-anak

didiknya betul-betul berjiwa nasional. Apabila diajari Bahasa Belanda

dikhawatirkan akan menjauhkan diri dari pergaulan dengan bangsanya

sendiri. (Wawancara dengan martati Ins Kumaat, 6 Februari 2011).

b. Tujuan pendirian sekolah ini adalah untuk memenuhi kebutuhan guru yang

akan mengajar di sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa pengantar

Bahasa Jawa atau Bahasa Melayu, sehingga dirasa bahwa Bahasa Belanda

tidak diperlukan.

Alasan-alasan yang dimukakan oleh Zending itu melandasi kebijakan

untuk tidak mengajarkan Bahasa Belanda di Sekolah Guru Zending Margorejo.

Page 82: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Dipandang dari sisi budaya, tindakan Zending ini patut dipuji karena dengan

demikian orang-orang Jawa yang telah dikristenkan ini tidak dicabut dari akarnya

dan kemudian didandani dengan gaya budaya Barat.. Sedangkan dari sisi lain, hal

ini dianggap sebagai suatu kelemahan dari kurikulum Sekolah Guru Zending

Margorejo karena kurang memperhitungkan masa depan para lulusannya. Para

lulusan dari Sekolah Guru Zending di Margorejo ini hanya mampu menjadi guru

sekolah maupun pemimpin agama saja. Padahal kalau mereka dibekali dengan

Bahasa Belanda maka mereka bisa mendapatkan pekerjaan dan jabatan yang lebih

tinggi dan dapat berkomunikasi dalam bahasa asing Internasional. Sehingga para

lulusan yang dicetak memiliki peluang untuk menjadi pemuka-pemuka jabatan

yang dapat berinteraksi langsung dengan orang-orang Belanda. (Wawancara

dengan Martati Ins Kumaat, tanggal 6 Februari 2011).

Sekolah Guru Zending Margorejo sangat memperhatikan mata pelajaran

sejarah dan bahasa Jawa dengan tujuan supaya para murid tetap menyadari bahwa

mereka adalah bagian dari masyarakat Jawa. Di bidang kesenian, tembang dan

gending Jawa juga diajarkan pada murid-murid. Dalam pemakaian bahasa

pengantar, baik guru (termasuk yang berkulit putih) maupun murid-murid,

semuanya menggunakan Bahasa Jawa tinggi (krama inggil). (Wawancara dengan

Dirdjotono, 8 Februari 2011). Ilmu Kimia dan pertanian tidak diajarkan karena

alasan praktis. Ilmu kimia tidak relevan bagi lulusan Sekolah Guru, dan ilmu

pertanian sudah merupakan latar belakang kehidupan murid-murid sehingga tidak

diperlukan. Bagian tertentu dari kedua pelajaran itu disatukan dalam ilmu alam.

Namun rupanya kebijakan ini kurang memperhitungkan kemajuan-kemajuan

dalam bidang pertanian yang kelak pasti berkembang lebih kompleks.

Mata pelajaran umum seperti menyanyi, bahasa Jawa, dan bahasa

Melayu diajarkan tidak semata-mata bersifat umum begitu saja, melainkan untuk

menunjang pelajaran agama. Pelajaran praktek pun terbagi atas dua bagian

menurut vak agama dan umum. Untuk mata pelajaran agama, praktek dilakukan

dengan pengamalan langsung. Masing-masing siswa diminta untuk membuat

catatan serta karangan tentang kotbah yang didengar di gereja. Karangan yang

disiapkan nantinya dibacakan dan didiskusikan di kelas. Para murid tidak diberi

Page 83: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

kewajiban khusus untuk praktek mengajar di gereja, tetapi diharapkan mereka

dapat menguasai keterampilan itu dengan sendirinya. Sebaliknya praktek

mengajar betul-betul dilakukan dengan cermat di sekolah-sekolah Zending,

dilanjutkan dengan evaluasi dan diskusi tentang hasil praktek oleh guru dan murid

secara bersama-sama. (Wawancara dengan Dirdjotono, 8 Februari 2011).

Perbandingan alokasi waktu antara pelajaran agama dan pelajaran umum

untuk setiap kelas per minggu di dalam kegiatan belajar mengajar di Sekolah

Guru Zending di Margorejo diatur sedemikian rupa untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Perbandingan jumlah jam pelajaran agama dan pelajaran umum itu

antara lain:

a. Kelas I 6:25

b. Kelas II 5:11

c. Kelas III 5:11

d. Kelas IV 5:11

e. Kelas V 25:61

Jumlah jam pelajaran keseluruhan = 107: 388 jam. (Sukoco, 2010:227).

Beberapa waktu lamanya Sekolah Guru Zending di Margorejo

menggunakan dua gedung yang dibangun di atas tanah Margorejo. Mulai tahun

1925 gedung lama tidak dipergunakan karena Sekolah Guru mendapat gedung

tembok baru yang lebih meha, lengkap dengan asrama dengan sarana-sarana

lengkap dari mulai kamar mandi, WC, dapur, dan penerangan listrik serta gedung

tempat tinggal direktur. Gedung yang lama nantinya diboyong ke Tayu sebagai

gedung Sekolah Peralihan yang didirikan di sana.

Selama hampir 25 tahun sekolah dipimpin oleh Pieter Anthonie Jansz

dan mendapat subsidi dari pemerintah Belanda, Pieter Anthonie Jansz memang

pernah berhenti sebentar sebagai guru dan direktur sekolah ini karena dia telah

pensiun sebagai guru yang dibayar oleh pemerintah. Untuk waktu yang singkat itu

ia digantikan oleh keponakannya yakni C.P. Jansz. Tetapi karena C.P. Jansz ini

tidak pernah berhasil memperoleh ijasah sebagai kepala guru, maka C.P Jansz

dengan kemauannya sendiri mengundurkan diri dan Pieter Anthonie Jansz mau

tidak mau kembali ke tempatnya semula dengan dicabut hak pensiunnya untuk

Page 84: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

sementara guna diaktifkan kembali untuk memimpin Sekolah Guru Margorejo.

Tetapi pada tahun 1925 Sekolah Guru Margorejo ini terpaksa harus siap untuk

ditutup karena subsidi dari pemerintah telah dicabut. Pieter Anthonie Jansz yang

merintis dan membimbing Sekolah Guru ini berkeberatan apabila sekolah ini

ditutup hanya karena tidak ada subsidi. Pieter Anthonie Jansz ingin supaya

Zending di Negeri Belanda memikirkan kelangsungan hidup sekolahnya. Tetapi

ketika usahanya ini tidak mendapat perhatian, Pieter Anthonie Jansz patah arang

dan meninggalkan Margorejo dengan segala permasalahannya untuk menerima

tawaran menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Jawa di Yogyakarta.

Sepeninggal Pieter Anthonie Jansz, zendeling-zendeling lain menjadi

kebingungan mengenai ditutup atau tidaknya Sekolah Guru Zending di

Margorejo. Johann Hubert menyatakan persetujuannya kalau Sekolah Guru ini

ditutup dan gedungnya digunakan sebagai rumah sakit, namun Thiessen tidak

setuju dengan keputusan penutupan sekolah. Tahun 1932 merupakan tahun

penentuan bagi Sekolah Guru tersebutapakah ditutup atau tetap dilanjutkan. Akhir

dari persoalan ini diputuskan oleh Pengawas Pusat Zending dengan menutup

sekolah ini untuk selamanya.

Dokter Gramberg, kepala pelayanan medis Zending menyayangkan

keputusan pengurus pusat yang begitu mudah menutup sekolah ini. Thiessen juga

berkeras tetap melanjutkan sekolah ini namun rupanya kesulitan demi kesulitan

menghadang. Karena kondisi keuangan dan kurangnya dukungan dari berbagai

pihak, ahirnya Thiessen menyerah pada keputusan pemerintah untuk menutup

sekolah guru tersebut. Sebagai gantinya, Thiessen merintis sebuah sekolah

peralihan dimana murid-murid Sekolah Guru yang akan melanjutkan sekolah

untuk mendapatkan pelajaran bahasa Belanda dapat melanjutkan pendidikan di

Sekolah Peralihan di Tayu.(Sukoco, 2010:229).

Page 85: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

C. Proses Perkembangan Gereja Menjadi Gereja yang Mandiri Lepas

Dari Zending

Hasil pekabaran Injil yang dilakukan oleh Zending dapat dilihat dari

berapa jumlah jemaat Kristen yang dibaptis. Jemaat tersebut akan berkumpul dan

bersekutu dalam suatu wadah yaitu gereja, dan pada waktu itu disebut Gereja

Jawa Muria. Gereja itu sekarang dikenal dengan nama Gereja Injili di Tanah Jawa

(GITJ), menggantikan beberapa sebutan yang pernah digunakan sebelumnya.

(Sukoco, 2010:8). Jemaat-jemaat yang ada lahir dan berkembang di wilayah

Jepara, Kudus, dan Pati dalam tiga akar melalui kegiatan penginjil pribumi jawa

dan zendeling-zendeling Belanda.

Akar yang pertama adalah jemaat hasil Kristenisasi yang dilakukan oleh

penginjil pribumi dan penyebar kekristenan Jawa bernama Kyai Tunggul Wulung

yang muncul di kawasan Jepara pada awal tahun 18. (Lombard, 2008:101). Kyai

Tunggul Wulung lahir pada permulaan abad ke-19 di Kawedanan Juana dari selir

keluarga bangsawan Mangkunegaran. Sebelum menjadi Kristen, Tunggul Wulung

telah memeluk Agama Islam . Setelah melakukan pertapaan dan berjumpa dengan

zendeling Jellesma di Mojowarno. Oleh Jellesma dan Endang Sampurnawati,

Tunggul Wulung diperkenalkan dengan ajaran Kristen. (Sukoco, 2010:30).

Pada tanggal 11 Januari 1854 terjadi pertemuan antara Tunggul Wulung

dan Pieter Jansz di Jepara yang menimbulkan sedikit gesekan antara keduanya.

Gesekan itu timbul dari perbedaan visi dan misi Kristenisasi di Jepara. Pieter

Jansz menghendaki supaya tunggul Wulung belajar lebih dalam lagi tentang

kekristenan kepadanya, dibaptis, baru kemudian menjadi pembantunya untuk

mengabarkan Injil di daerah muria. Bagi seorang kyai ngelmu yang sekian lama

berusaha bebas dari kolonialisme Belanda tentu saja tidak tertarik akan tawaran

dari Pieter Jansz. Dengan saran dari Pieter Jansz, Tunggul Wulung kembali ke

Mojowarno untuk dibaptis oleh Jellesma. Melalui pembaptisan itu ia mendapat

nama baptis Ibrahim Tunggul Wulung. (Danang Kristiawan, 2009:11). Kyai

Tunggul Wulung mengembangkan jemaat ”Kristen Jawa” di daerah Muria dekat

dengan Desa Bondo, Kawedanan Banjaran, sekitar 20 Kilometer di sebelah utara

Page 86: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Kota Jepara, dan menyusul kemudian dibangunnya jemaat serupa di Banyutowo

dan Tegalombo di sebelah utara Kota Tayu. Setelah Ibrahim tunggul Wulung

meninggal, orang-orang kristen di desa-desa itu berada di bawah naungan gereja

Mennonit yang dibawah pengelolaan Pieter Jansz. (Guillot, 1985:47).

Akar yang kedua, zendeling DZV bernama Pieter Jansz dan beberapa

kawan sekerjanya yang tinggal dan melayani di Jepara mulai tahun 1852 serta

mengembangkan jemaat di daerah itu. (Sukoco, 2010:9). Akar ketiga, zendeling

Hervormd bernama Hoezoo, menetap di semarang, tetapi sering berkunjung di

Kayuapu, Kudus. Pada waktu yang hampir bersamaan untuk memperhatikan

kelompok orang yang tertarik akan Injil di tempat itu. Beberapa orang Kayuapu

dibaptis di semarang pada tahun 1853. Mengacu pada kebaktian baptisan dan

perjamuan kudus yang pertama yang dipimpin oleh Pieter Jansz di kota Jepara

pada tanggal 16 April 1854, maka tanggal itu diperingati sebagai hari kelahiran

Gereja Jawa muria.

Sampai tahun 1909, jemaat setempat tidak diberi kesempatan untuk

terlibat aktif dalam pengelolaan gereja. Hal ini sengaja dilakukan karena jemaat

dirasa belum mampu dan tidak memiliki pengetahuan mengenai pengelolaan

gereja. Namun walau tidak diucapkan dalam kata-kata, bagi para jemaat

seharusnya sudah jelas bahwa mereka harus menjadi dewasa. Para pembinanya,

yaitu para zendeling, sejak 1910 tetap mengupayakan supaya jemaat Margorejo

makin maju untuk menjadi gereja yang mandiri. Selama ini jemaat diberi

kesempatan untuk duduk sebagai wakil jemaat dalam “lembaga pemerintahan”

jemaat, tetapi pembagian tugas dan tanggung jawab di antara mereka belum

pernah diatur. (Wawancara dengan Sulistyo, 7 Februari 2011). Semuanya masih

dipegang oleh zendeling atau pembantu zendeling. Fungsi para wakil jemaat ini

hanya menjadi penyalur aspirasi antara zendeling dengan jemaat atau sebaliknya.

Tindakan Zending yang mendominasi kegiatan penyelenggaraan dan

pengelolaan gereja mulai berubah di Margorejo sejak tahun 1917 yakni dengan

diangkatnya majelis gereja (kerkand) yang diambil dari wakil jemaat. Dengan

adanya majelis gereja ini, Margorejo dan Kedungpenjalin telah diserahi tangung

jawab untuk berlatih mengatur diri sendiri. Lembaga majelis gereja ini hanya

Page 87: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

semacam latihan bagi jemaat andaikata sewaktu-waktu mereka didewasakan.

Mulai saat itu Margorejo diberi kesempatan untuk berlatih tanggung jawab dalam

membiayai diri sendiri dengan cara menarik iuran (persembahan) dari anggotanya.

Langkah-langkah pendewasaan selanjutnya yang dilakukan oleh zendeling

Schmitt dan Thiessen adalah usulan supaya Margorejo diberi seorang pamomong

yang berhak membaptis dan melayani Perjamuan Kudus. Sebagaimana Margorejo

merupakan satu-satunya jemaat di sekitar Muria yang dapat memenuhi

persyaratan bagi suatu jemaat untuk didewasakan. Oleh karena itu telah

diputuskan untuk mendewasakan jemaat Margorejo agar dapat berdiri sendiri

lepas dari Zending dengan memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Membiayai keperluan kegiatan gereja secara mandiri

b. Mampu mengelola organisasi gereja secara mandiri

c. Dapat mengambil langkah-langkah untuk kemajuan gereja

d. Sanggup berkorban untuk keutuhan jemaat dan kemajuan gereja (Sukoco,

2010:274).

Melalui suatu pertemuan dengan wakil-wakil jemaat, terbukti Margorejo

dapat memenuhi syarat pertama sampai dengan ketiga, sedangkan syarat keempat

akan dipenuhi dalam jangka waktu lima tahun yang akan datang. Mengenai

keuangan, zendeling pembina Margorejo sudah menjanjikan akan mengaturnya.

Untuk sementara pembukuan keuangan akan diurus oleh zendeling sampai dengan

tahun 1929. Selanjutnya akan dipegang oleh seorang guru yang dipilih oleh

jemaat di bawah pengawasan zendeling. Sebagai pelengkap kedewasaan

Margorejo, jemaat ini dipersilakan memilih pamomongnya sendiri antara Roeben

Martoredjo dan Samuel Saritruno. Pemilihan untuk pertama kali ini dilakukan

oleh wakil-wakil jemaat dari hasil pemilihan yang dilaksanakan dalam rapat

wakil-wakil jemaat pada tanggal 27 Juni 1928, terpilihlah Roeben Martoredjo

sebagai pamomong di Margorejo.(Sukoco, 2010:275).

Pemilihan pamomong bagi jemaat Margorejo ini lalu diberitahukan

kepada pengurus pusat Zending Mennonit di Belanda melalui surat bertanggal 20

Juli 1928. Pengurus pusat sangat terkejut dengan hasil-hasil yang diperoleh

Konferensi Para Zendeling di Margorejo. Mereka merasa dilangkahi oleh petugas-

Page 88: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

petugasnya di Jawa. Sebaliknya para zendeling berpikir bahwa soal pendewasaan

ini merupakan urusan jemaat setempat itu sendiri, bukan urusan pusat.

Bagaimanapun tingkat kedewasaan jemaat tidak dapat dinilai dan ditentukan oleh

tuan-tuan besar di negeri Belanda seperti pengurus pusat. Di pihak lain jemaat

Margorejo sudah terlanjur dilanda semangat pendewasaan dan betul-betul ingin

berdiri sendiri. Bahkan Pieter Anthonie Jansz juga mendukung tindakan jemaat di

Margorejo agar segera berdiri sendiri.

Pada tahun 1928 Konferensi Zendeling sudah memutuskan bahwa

Margorejo akan didewasakan. Tetapi prosesnya berjalan terus sampai tahun 1929,

dan keputusan untuk tetap mendewasakan Margorejo baru diambil secara bulat

dalam Konferensi Para Zendeling pada tanggal 4 s.d.6 Maret 1929. Sedangkan

penetapan Roeben Martoredjo sebagai pamomong berlangsung tanggal 12

Agustus 1929.

Permasalahan baru timbul mengenai status kedewasaan jemaat

Margorejo. Catatan Konferensi Para Zendeling dalam Sukoco ( 2010:276)

menjelaskan bahwa kalau para zendeling mengetahui apa yang dikatakan di dalam

surat-surat pengurus, mereka akan dapat mengundurkan satu bulan lagi untuk

memberikan waktu kepada pengurus agar menyetujui keputusan para zendeling.

Konferensi amat menyesal bahwa begitu jadinya, tetapi para zendeling akan

meyakinkan pengurus bahwa bukanlah maksud mereka untuk melangkahi

pengurus. Apalagi adanya pernyataan bahwa Margorejo dinyatakan dewasa untuk

sementara saja. Dalam waktu percobaan lima tahun lamanya harus membuktikan

bahwa Margorejo betul-betul dapat berdiri sendiri. Karena kas jemaat belum

diserahkan, itu berarti bahwa jemaat adalah dalam waktu percobaan lima tahun

lamanya. Dalam jangka waktu lima tahun jemaat akan lambat laun dipercayakan

untuk mengatur keuangannya sendiri. Berdasarkan notulen rapat pada Konferensi

Para Zendeling, Margorejo dinyatakan masih dalam tahap percobaan menuju

status kedewasaan jemaat. Berbagai urusan keuangan gereja masih ditangani

langsung oleh zendeling karena antara urusan keuangan jemaat dan desa persil

masih saling terkait. Selain itu jemaat belum memiliki kemampuan utuk

Page 89: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

mengelola sendiri karena sejak awal memang tidak dilibatkan untuk mengatur

keuangan secara langsung.

Akhirnya pada tahun 1933 pengurus pusat menyetujui Margorejo diberi

tanggung jawab untuk mengurus keuangannya sendiri, tetapi urusan persil tetap

dikelola oleh Zending Mennonit sendiri. Dengan dewasanya Margorejo dan tetap

dikuasainya persil oleh Zending Mennonit, maka Zending tidak perlu lagi

memikirkan Margorejo, terutama dalam hal keuangan. Sisi positif yang bisa

diambil dari pendewasaan gereja adalah hasil pengolahan tanah persil tetap

masuk ke kas Zending tanpa diganggu dengan kebutuhan Margorejo. Ini berarti

tugasn dan beban Zending sedikit berkurang.

Menjelang Perang Dunia II gereja sekitar Muria telah berkembang

demikian luas dan masing-masing jemaat telah memiliki pemulang atau guru Injil

tersendiri. Oleh Zending Mennonit sebagai pengasuhnya, jemaat-jemaat ini dibagi

dalam tida resort pengawasan zendeling. Masing-masing resort ialah Resort

Kudus dengan zendeling Herman Schmitt, Resort Kedungpenjalin dengan

zendeling Otto Stauffer, dan Resort Kelet, termasuk di dalamnya adalah

Margorejo di bawah pengasuhan zendeling Daniel Amstutz. Resort Kelet

meliputi 6 kelompok jemaat, satu diantaranya sudah dinyatakan sebagai jemaat

dewasa yang berdiri sendiri yaitu Margorejo dengan seorang pendeta bernama

Samoeel Saritroeno Harsosudirjo. Jemaat ini anggotanya berjumlah paling besar

dibanding kelompok jemaat yang lain, yakni sekitar 1488 anggota. Jumlah yang

demikian besar ini disebabkan karena Margorejo memiliki pepanthan atau cabang

yang banyak seperti jemaat Tegalombo, Kembang, Tawangrejo, Puncel,

Bumihardjo, dan Karangsari. Kenyataan lain yang menunjukkan kelebihan

Margorejo dari yang lain dapat dilihat dari banyaknya organisasi-organisasi yang

dimilikinya seperti kumpulan kaum ibu Rukun Wanita Kristen, Pakempalan

Rukun Tani, Muda Kristen Djawi, Kumpulan Strijk-Orkest, Persatuan Guru

Christen (PGC), dan Organisasi Kematian Bandha Pralena.

Sebelum Perang Dunia II pecah, jemaat-jemaat ini masih diliputi oleh

suasana tenang. Masing-masing hidup dalam kelompoknya dan dengan tenang

mereka berlindung di bawah Zending dan bantuan luar negeri. Tetapi segalanya

Page 90: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

berubah ketika Perang Dunia II dikobarkan oleh pemerintah Nazi Jerman mulai

tanggal 1 September 1939. Perang besar-besaran yang mengarah ke timur

menyerang Polandia kemudian menyerang Belanda. Belanda yang berhasil

diduduki pada tanggal 10 Mei 1940 mengalami perubahan mendadak di dunia

politik internasional. Perubahan politik ini berpengaruh juga terhadap kehidupan

jemaat Kristen di sekitar muria. Dengan jatuhnya negeri Belanda ke tangan

Jerman maka terputuslah hubungan antara pemerintah Kolonial Hindia Belanda di

Indonesia dengan pusatnya. Putusnya hubungan ini berarti pula putusnya

hubungan Zending yang bekerja di Indonesia dengan pengurus pusat Zending di

Belanda, termasuk Zending Mennonit. Biaya pelaksanaan pekerjaan Zending dan

bantuan jemaat di negeri Belanda kepada para zendeling di Indonesia ikut terhenti

secara mendadak.

Gereja Jawa Muria yang baru benar-benar berdiri sendiri tanpa campur

tangan Zending harus mengalami ujian yang sangat berat pada ujung tahun 1942.

Jepang yang ikut terlibat di dalam Perang Dunia II dengan menyerbu Cina,

Vietnam, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dengan cepat Jepang berhasil

mengalahkan penguasa-penguasa kolonial di Indonesia. Jepang yang anti Barat

segera membersihkan orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia, termasuk

para zendeling dan para rohaniawan Kristen. Masa transisi ini digunakan oleh

kaum Islam fanatik untuk menyerang dan melemahkan jemaat Kristen di sekitar

Muria. Mereka menyerbu dan membakar gereja yang ada termasuk di Margorejo.

Para pemimpin Kristen ditangkap dan dibunuh. Orang-orang Tiong Hoa yang

tinggal dekat dengan mereka ditangkap dan dianiaya. (Wawancara dengan

Suharto, 8 Februari 2011).

Kondisi genting akibat serangan pemuda Ansor menyebabkan gereja

yang baru dewasa itu mengalami masa pasang surut. Dengan dukungan dari

gereja-gereja tetangga, yakni dari Gereja Kristen Jawa Tengah Selatan (GKJTS)

yang diwakili oleh Pendeta Samidjo Wirjotenojo dari Purworedjo, dan Pendeta

Yudokusumo dari Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU), jemaat Margorejo

mendapat semangat untuk berbenah diri. Pada tahun 1943, gedung-gedung yang

sempat roboh karena dirusak dan dibakar massa mulai dibangun kembali. Jemaat

Page 91: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

yang tercerai berai akibat serbuan Pemuda Ansor mulai dicari dan dikumpulkan

kembali. Sekalipun waktu itu masih dalam pengawasan Pemerintahan Jepang,

namun kehidupan Jemaat dapat berangsur-angsur pulih. Kemandirian jemaat

makin terlihat karena saat itu mereka benar-benar harus sanggup mengatur segala

sesuatunya sendiri tanpa bantuan dari Zending. Biaya untuk operasional

pelayanan jemaat berasal dari hasil tanah milik jemaat seluas 150 bau (diantaranya

sawah seluas kurang lebih 45 bau), ditambah sedikit dengan kolekte atau

persembahan proliman yang dikumpulkan tiap kebaktian Minggu sejumlah f 120

per tahun dan iuran anggota. (Wawancara dengan Dirdjotono, tanggal 8 Februari

2011).

Gereja Jawa Muria di Margorejo di kemudian hari disebut Gereja Injili di

Tanah Jawa (GITJ) Margorejo. Pada tahun 2011 telah berkembang menjadi gereja

yang dewasa dan dikelola sendiri oleh jemaat pribumi. Sesuai data yang dimiliki

oleh Majelis, jumlah jemaat GITJ Margorejo sebanyak 768 kepala keluarga, atau

sekitar 3.072 jiwa. Jumlah yang besar ini disebabkan karena hampir semua warga

penduduk di Margorejo merupakan anggota jemaat gereja. Biaya operasional

gereja berasal dari persembahan warga jemaat, ditambah dengan hasil sewa sawah

dan tambak milik gereja seluas 12 hektar. Desa persil ini disewa selama 70 tahun

sehingga ketika batas waktu sewa tanah itu habis maka tanah itu seharusnya di

kembalikan pada pemerintah Belanda. Tapi karena saat waktu sewa sudah habis,

Belanda sudah tidak berkuasa lagi maka urusan tanah diurus oleh pemerintah

Republik Indonesia. Pada tahun 1950-an ada peluang bagi penduduk untuk

memiliki sertifikat atas tanah desa Margorejo. Ada hak guna bangunan sehingga

penduduk bisa mendapatkan sertifikat tanah. Jadi saat ini sebagian besar tanah

yang ada sudah dibeli oleh penduduk Margorejo. Namun beberapa bagian tanah

masih dimiliki oleh pihak gereja, tanah tersebut dikenal dengan tanah pasamuwan.

Tanah pasamuwan atau tanah milik gereja ini meliputi RT 05, RT 01 dan daerah

di sebelah selatan makam. (Wawancara dengan Suparsono, 8 Februari 2011).

Page 92: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari permasalahan yang telah diuraikan dimuka, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kegiatan pekabaran Injil di Margorejo diawali oleh Pieter Jansz yang

merupakan utusan dari Zending Mennonit di Belanda (DZV). Pieter Jansz

mengawali pekerjaannya dengan memberikan ceramah pada para kepala desa

di Cumbring, Jepara. Upaya pertama yang ia lakukan kurang berhasil karena

kurang mempertimbangkan pola pikir dan kebudayaan setempat. Usaha

pekabaran Injil yang ia lakukan akhirnya dapat berkembang setelah ada

bantuan tenaga yang dikirim oleh rekannya dari Mojowarno, Jawa Timur,

yang bernama Sem Sampir. Utusan tersebut merupakan orang pribumi,

sehingga dapat menjangkau orang-orang Jawa untuk lebih mengenal dan

menerima Injil dengan baik. Dalam perkembangannya, Pieter Jansz memiliki

ide untuk membuka sebuah lahan dan mengumpulkan seluruh jemaatnya di

dalam suatu tempat. Daerah tersebut terbuka untuk siapapun, baik orang

Kristen maupun bukan Kristen, dengan syarat mereka yang bersedia masuk

harus menuruti tata hidup Kristen. Pembukaan desa persil (sewaan) baru

dapat terealisasi ketika Zending DZV dipimpin oleh Pieter Anthonie Jansz,

putra Pieter Jansz. Setelah mencari-cari akhirnya P.A Jansz menemukan

sebuah tanah untuk dijadikan desa persil yang akan menampung jemaat dan

melanjutkan usaha Kristenisasi. Setelah proses pembukaan dan pembangunan

sarana serta prasarana selesai, daerah tersebut dinamakan Margorejo yang

berarti jalan menuju kesejahteraan.

2. Pekerjaan Zending di Indonesia tidak akan bisa lepas dari pendirian sekolah

dan rumah sakit di wilayah kerjanya. Hal itu terjadi karena kondisi penduduk

Indonesia yang masih sangat terbelakang dan tingkat kehidupan yang rendah

sehingga dimungkinkan tidak akan dapat menerima ajaran Kristen dengan

80

Page 93: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

baik. Oleh karena itu para zendeling berusaha untuk meningkatkan taraf

hidup penduduk dengan pelayanan kesehatan dan pendidikan supaya

penduduk dapat lebih mudah diajari tentang Agama Kristen. Sekolah yang

didirikan Zending DZV ada dua, yakni Sekolah Jemaat dan Sekolah Guru.

Sekolah jemaat ini terbagi dalam dua tahap, yang pertama adalah sekolah

yang didirikan oleh Pieter Jansz di Jepara dan Kedungpenjalin, kedua, adalah

sekolah yang didirikan oleh Pieter Anthonie Jansz di Margorejo. Sekolah

yang pertama tadi akhirnya dipindahkan di Margorejo. Sekolah jemaat ini

memiliki jenjang pendidikan tujuh tahun dan dalam perkembangannya

dibuka Sekolah petang dan sekolah Taman Kanak-Kanak yang dinamakan

Pamong Rini. Sekolah yang kedua adalah Sekolah Guru Margorejo, yang

dibuka pada bulan Juni 1896. Sekolah ini memiliki tujuan ganda, yakni

mencetak lulusan yang mampu mengajar di sekolah-sekolah jemaat binaan

Zending, dan mencetak lulusan yang mampu menjadi penginjil atau pendeta.

Karena tujuan yang kurang fokus akhirnya pada tahun 1925 sekolah guru ini

ditutup dan digantikan dengan Sekolah peralihan dimana murid-murid

Sekolah Guru yang akan melanjutkan sekolah untuk mendapatkan pelajaran

Bahasa Belanda dapat melanjutkan sekolah di Sekolah Peralihan di Tayu.

3. Gereja Jawa Muria berdiri atas prakarsa Zending sehingga otomatis

pelaksana kegiatan dan pengelola gereja adalah pihak Zending. Sampai tahun

1909 jemaat sama sekali tidak dilibatkan dalam pengelolaan gereja karena

dirasa belum mampu karena tidak mempunyai pengetahuan mengenai hal itu.

Tahun 1917 terjadi perubahan dalam hierarki gereja, yakni jemaat diberi

kesempatan untuk menjadi majelis gereja. Hal tersebut digunakan oleh

jemaat untuk berlatih mengelola gereja atas bimbingan para zendeling. Tahun

1928, zendeling DZV di Margorejo mengusulkan pada pengurus pusat DZV

si Belanda supaya mengijinkan gereja Margorejo untuk dewasa. Setelah

mengalami proses yang cukup panjang,maka pada tahun 1933 Gereja

Margorejo resmi menjadi gereja yang dewasa, namun masih berada dalam

perlindungan dan bimbingan Zending. Pada tahun 1939 terjadi Perang Dunia

II yang menimbulkan perubahan besar dalam poltik internasional. Dengan

Page 94: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

jatuhnya negeri Belanda ke tangan Jerman maka terputuslah hubungan antara

pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Indonesia dengan pusatnya. Putusnya

hubungan ini berarti pula putusnya hubungan Zending yang bekerja di

Indonesia dengan pengurus pusat Zending di Belanda. Para zendeling masih

bertahan di Margorejo sampai tahun 1942 dengan keadaan yang tidak stabil.

Di penghujung tahun 1942, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, semua

pengaruh Barat dihapuskan, termnasuk para pekerja Zending dari Belanda.

Pada masa itu terjadi penganiayaan, pembakaran, dan penjarahan tergadap

aset orang Cina dan orang Kristen. Kehidupan jemaat kristen turun secara

drastis, para zendeling dibunuh dan banyak yang kembali ke negeri asalnya.

Semenjak itu dimulailah babak baru bagi jemaat untuk benar-benar

memperbaiki keadaan gereja dan jemaat secara mandiri, lepas dari campur

tangan Zending.

B. Implikasi

1. Teoritis

Zending adalah organisasi keagamaan yang menyebarluaskan Agama

Kristen Prostestan dan menegakkan gereja-gereja Protestan, bersifat universal dan

supranasional yakni mewartakan ajaran Kristen kepada semua bangsa di dunia.

Seseuai dengan definisinya, Zending utusan Belanda di Indonesia juga

menjalankan tugasnya untuk mengabarkan Injil kepada penduduk Indonesia.

Usaha-usaha Kristenisasi oleh Zending menitiberatkan pemberian bantuan kepada

penduduk Indonesia dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Usaha

tersebut dimaksudkan untuk mengangkat derajat dan martabat penduduk

Indonesia serta memperbaiki kelayakan hidup penduduk. Apabila hal tersebut

sudah tercapai maka penyebaran pengaruh Agama Kristen akan lebih mudah

diserap oleh penduduk Indonesia.

Page 95: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

2. Praktis

Implikasi praktis dari hasil penelitian terutama dikaji mengenai masuknya

pengaruh praktek kolonialisme Belanda di Indonesia. Pengaruh tersebut dapat

dilihat secara positif dan negatif. Secara negatif, Indonesia mengalami banyak

penindasan dan kesengsaraan akibat pratek kolonialisme. Secara positif, bangsa

kolonial sedikit banyak telah menyumbang bagi kemajuan pendidikan di

Indonesia. Sumbangan dalam hal pendidikan itu terbukti dengan pendirian

berbagai sekolah untuk pribumi yang dibuka oleh Zending Kristen. Hal tersebut

terjadi karena Zending Kristen, selain menyebarkan Agama Kristen di Indonesia

juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang terbuka untuk penduduk

pribumi bukan untuk tujuan komersil tetapi untuk misi kemanusiaan.

Implikasi di bidang pendidikan formal yang dapat diambil dari penelitian

ini adalah menambah wacana baru bagi materi pengajaran sejarah di Indonesia.

Wacana baru tersebut berupa materi pelajaran sejarah perkembangan Agama

Kristen dan pelaksanaan pendidikan kolonial di Indonesia. Selama ini pelajaran

sejarah hanya terfokus pada pembahasan mengenai praktek politik kolonial tanpa

melihat sisi lain pengaruh kolonialisme di bidang agama dan pendidikan.

Diharapkan dengan penelitian ini maka pelajaran sejarah kolonialisme di sekolah

menengah akan lebih kaya dan berwawasan luas.

3. Metodologis

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode historis yang

bertujuan untuk merekonstruksi kembali suatu peristiwa di masa lampau sehingga

dapat menghasilkan historiografi yang dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah

melalui prosedur sejarah yang sistematis dengan menggunakan tahap-tahap

tertentu. Dalam tehnik pengumpulan data, peneliti kesulitan dalam mencari

sumber-sumber primer terutama buku maupun arsip-arsip yang berangka tahun

1852-1942, disebabkan karena sumber-sumber tersebut sudah rusak dan beberapa

sumber primer yang masih berbahasa Belanda maupun bahasa Jawa yang ditulis

dengan huruf Jawa.

Page 96: KRISTENISASI DI MARGOREJO KECAMATAN DUKUHSETI

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

C. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat diajukan saran sebagai

berikut :

1) Bagi Peneliti Lain

Sampai saat ini penelitian-penelitian sejarah di Indonesia yang bertema

Kristen masih terbatas sehingga perlu dikaji dan dikembangkan lebih

lanjut.

2) Bagi Mahasiswa Pendidikan Sejarah

Sampai saat ini pembahasan mengenai Zending di Indonesia masih sangat

terbatas. Hal ini disebabkan karena seringkali Zending dibahas dengan

cara yang kurang seksama dan diletakkan sebagai salah satu bagian dari

berbagai macam aspek kehadiran Belanda di Indonesia. Oleh karena itu

diperlukan sebuah kecermatan dan pendalaman khusus dalam mempelajari

Zending di Indonesia.