krisis hipertensi referat

24
I. PENDAHULUAN Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini. 1,2,3 Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan secara garis besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini menjadi 2 golongan yaitu : hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak). 3 Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal. HT emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara penaggulangan keduanya berbeda. 1,3

Upload: vorez

Post on 02-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Krisis Hipertensi Referat

I. PENDAHULUAN

Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan

10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu

kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan

jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di

negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan

pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam

10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih

kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan

tentang angka kejadian ini. 1,2,3

Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan secara garis besar,

The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High

Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini menjadi 2 golongan yaitu : hipertensi emergensi

(darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak).3

Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi dari

kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita dipikirkan suatu

keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif dari sistem syaraf sentral,

miokardinal, dan ginjal. HT emergensi dan urgensi perlu dibedakan karena cara penaggulangan

keduanya berbeda.1,3

Gambaran kilnis krisis HT berupa TD yang sangat tinggi (umumnya TD diastolik > 120

mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang tinggidan terjadi dalam waktu yang singkat dan

menimbulkan keadaan klinis yang gawat. Seberapa besar TD yang dapat menyebabkan krisis HT

tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya

nomortensi atau HT ringan/sedang.2,3 Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan HT,

namu para kilinisi harus tetap waspada akan kejadian krisis HT, sebab penderita yang jatuh

dalam keadaan ini dapat membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat

dan tepat. Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosesur

diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis HT bersifat reversible.1,3

Page 2: Krisis Hipertensi Referat

II. DEFENISI DAN KLASIFIKASI KRISIS HIPERTENSI

Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat

tinggi ( tekanan diastolic > 120 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah

terjadinya kelainan organ target.4,5

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas pengobatan,

sebagai berikut : 3

1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai

kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih

penyakit/kondisi akut. (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan

timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam

satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau

(ICU).

2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa

kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan dalam 24 jam

sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel II).

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain : 3

1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,

walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan

kepatuhan pasien.

2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan

funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130

mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan

intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila

penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita

dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita

yang sebelumnya mempunyai TD normal.

Page 3: Krisis Hipertensi Referat

4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit

kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila

TD diturunkan.

Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat ) 3

TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.

Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.

Hipertensi ensefalopati.

Aorta diseksi akut.

Oedema paru akut.

Eklampsi.

Feokhromositoma.

Funduskopi KW III atau IV.

Insufisiensi ginjal akut.

Infark miokard akut, angina unstable.

Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :

- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.

- Cedera kepala.

- Luka bakar.

- Interaksi obat.

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak ) 3

Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal

atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.

KW I atau II pada funduskopi.

Hipertensi post operasi.

Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

Page 4: Krisis Hipertensi Referat

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari

tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa,

seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih

tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang

terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai

bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita

hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati

demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110

mmHg. 2,3,6

III. PATOFISIOLOGI

Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi dalam

merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan aliran (mekanisme

autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi.

Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds

(terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan

ini akan terjad efek local dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain

yang mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi

miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin, vesopresin,

antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ target. Jantung, SSP, ginjal

dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari

iskemia yang akut, bila tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu

normotensi, mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan

arteri rata-rata.

Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)

Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan arteri rata-

rata (110-180mmHg).

Page 5: Krisis Hipertensi Referat

Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang mendadak naik (krisis

hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian juga halnya

dengan jantung, ginjal dan mata.3

IV. DIAGNOSIS1,3,7

Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi

tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan

yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa

suatu krisis hipertensi.

IV.1. Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting

ditanyakan :

Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.

Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).

Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri

dada ).

Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

IV.2. Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri ) mencari

kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, gagal jantung kongestif). Perlu

dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung,

kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung

koroner.

Page 6: Krisis Hipertensi Referat

IV.3. Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1. Pemeriksaan yang segera seperti :

a. darah : rutin, BUN, creatinine, elektrolit.

b. urine : Urinalisa dan kultur urine.

c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.

d. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan

terlaksana ).

2. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang

pertama ) :

a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus tertentu ), biopsi renal

( kasus tertentu ).

b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CAT Scan.

c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk Katekholamine,

metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).

V. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 3

Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi seperti :

- Hipertensi berat

- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.

- Ansietas dengan hipertensi labil.

- Oedema paru dengan payah jantung kiri.

VI. PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI

VI.1. Dasar-Dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi: 1,8,9

Page 7: Krisis Hipertensi Referat

Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis hipertensi sebaiknya

dirawat di ruang perawatan intensif. Pengobatan krisis hipertensi dapat dibagi:

1. Penurunan tekanan darah

Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin tapi

seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh terlalu

rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk menentukan

tingkat tekanan darah yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi kasus. Dalam

pengobatan krisis hipertensi, pengurangan Mean Arterial Pressure (MAP) sebanyak

20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi

penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah

jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan bisa lebih rendah lagi

dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi ensefalopati,

penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun

pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan

harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.

2. Pengobatan target organ

Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki fungsi

target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus

untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada krisis

hipertensi dengan gagal jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus termasuk

pemberian diuretic, pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan afterload.

Pada krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan pengelolaan khusus

untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan hemodialisis.

3. Pengelolaan khusus

Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama

yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia gravidarum.

Page 8: Krisis Hipertensi Referat

VI. 2. Penanggulangan Hipertensi Emergensi : 1,7

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera diturunkan.

Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada

indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume intravaskuler.

Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.

- tentukan penyebab krisis hipertensi

- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT

- tentukan adanya kerusakan organ sasaran

Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD sebelumnya, cepatnya

kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.

- Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak kurang dari

160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama,

kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal : disecting aortic aneurysm ).

Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari MAP ataupun TD yang didapat.

- Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal pengobatan dapat

menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus

dihindari pada beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal :

dissecting anneurysma aorta.

- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua minggu.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi 1,2,7,9

Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi

tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi

Page 9: Krisis Hipertensi Referat

emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan

intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodilator direkuat baik arterial maupun venous.

Secara IV mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg / menit.

Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.

2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis

tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of action

3 – 5 menit.

Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus IV.

Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.

3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara IV bolus.

Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12 jam.

Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai

TD yang diinginkan.

Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia,

aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam,

IV :10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam.

Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m.

Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk

mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular.

Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put,

eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 – 60

menit.

Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.

Page 10: Krisis Hipertensi Referat

6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama

untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.

Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m.

Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem

simpatis dan parasimpatis.

Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v.

Onset of action : 1 – 5 menit.

Duration of action : 10 menit.

Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi,

mulut kering.

8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.

Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.

Onset of action 5 – 10 menit

Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll.

Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam

dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering

dijumpai.

9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf

simpatis.

Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.

Onset of action : 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.

Page 11: Krisis Hipertensi Referat

Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal

sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten,

obat ini kurang disukai untuk terapi awal.

10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.

Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc

dekstrose dengan titrasi dosis.

Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam.

Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila

dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang

cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan

Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD dapat diturunkan baik secara perlahan

maupun cepat sesuai keinginan dengan cara menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD

berlebihan, infus distop dan TD dapat naik kembali dalam beberapa menit.

Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus intermitten

intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang diinginkan telah dicapai, injeksi

dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat bila digunakan obat parenteral yang long

acting ataupun obat oral, penurunan TD yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.

*Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi 1,6,10

Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang sebaiknya

dihindari adalah sbb :

1. Hipertensi encephalopati:

Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.

Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.

2. Cerebral infark :

Page 12: Krisis Hipertensi Referat

Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,

Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.

3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :

Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol

Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.

4. Miokard iskemi, miokrad infark :

Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside dan loop

diuretuk.

Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.

5. Oedem paru akut :

Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.

Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.

6. Aorta disseksi :

Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-antagonist,

labetalol.

Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil

7. Eklampsi :

Anjuran : Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium nitroprusside.

Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist

8. Renal insufisiensi akut :

Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist

Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan

9. KW III-IV :

Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist.

Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.

10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :

Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.

Hindarkan : B-antagonist.

Page 13: Krisis Hipertensi Referat

Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium

nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena

pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring ketat,

penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.

Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang diperukan

secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah kecil) dan

tampaknya memberikan harapan yang baik.

• Obat oral untuk hipertensi emergensi : 7,8

Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk menggunakan obat

oral seperti Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam penanganan hipertensi emergensi.

Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual dan captoprial

pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup memuaskan setelah menit ke 20.

Captopril dan Nifedipine sublingual tidak berbeda bermakna dam menurunkan TD.

Captopril 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara sublingual kepada

pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60 menit dan juga dicatat tanda-tanda

efek samping yang timbul. Pasien digolongkan non-respon bila penurunan TD diastolik

<10mmHg setelah 20 menit pemberian obat. Respon bila TD diastolik mencapai <120mmHg

atau MAP <150mmHg dan adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran

yang dinilai secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60

menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih >120mmHg atau MAP

masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.

V.3. Penanggulangan hipertensi urgensi :1,1 0

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.

Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali

dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan.

Page 14: Krisis Hipertensi Referat

Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini

dan hasilnya cukup memuaskan.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l :

Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal (onset 5 –10 menit),

oral (onset 15-20 menit), duration 5 – 15 menit secara sublingual/ buccal).

Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.

Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit Duration of Action 8-12 jam.

Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg.

Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree, heart

block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan tolazoline.

Captopril : pemberian secara oral/sublingual.

Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.

Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita bilateral renal

arteri sinosis.

Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.

Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP sebanyak

20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin terutama digunakan pada

penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan katekholamine.

Page 15: Krisis Hipertensi Referat

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat menyebabkan

penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas hipotensi (walaupun hal ini

jarang sekali terjadi).

Dikenal adanya “first dose” efek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi hipotensi akibat

pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark miokard dan stroke.

Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD dapat

diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.

Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih sensitive

terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita dengan riwayat penyakit

cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua dan pasien dengan volume depletion

maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine harus dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling

sedikit selama 6 jam setelah TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan

timbulnya orthotatis. Bila TD penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita

dirawat dirumah sakit.

VI. PROGNOSIS3

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah

20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), gagal jantung kongestif (13%),

cerebro vascular accident (20%), gagal jantung kongestif disertai uremia (48%), infrak Miokard

(1%), diseksi aorta (1%).

Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan penanggulangan

penderita gagal ginjal dengan analisis dan transplantasi ginjal.

Page 16: Krisis Hipertensi Referat

KEPUSTAKAAN

1. Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New Engl J Med, 323 :

1177-83. Diakses dari www.nejm.com tanggal 28 Oktober 2008.

2. Kaplan N.M, 1986 : Clinical Hypertention, 4th Edition, William & Elkins, Baltimore, 2273-

89.

3. Sanif E, 2008. Krisis Hipertensi, Metode Baru Pengobatan. Diakses dari

www.jantunghipertensi.com tanggal 28 Oktober 2008.

4. Roesma J, 2006. Krisis Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat

Penerbitan FKUI.

5. Raharjo JP, 2001. Hipertensi Krisis. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Di Bidang Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.

6. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive Crissis with

Clonidine (catapres ), Med. Journal. Aust. 1 :829-831. Diakses dari

www.medicaljournal.com tanggal 28 Oktober 2008.

7. Angeli.P. Chiese. M, Caregaro,et al, 1991 : Comparison of sublingual Captopril and

Nifedipine in immediate Treatment of hypertensive Emergencies, Arch, Intren. Med

Journal, 151 : 678-82. Diakses dari www.medicaljournal.com tanggal 28 Oktober 2008.

8. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut obat anti hipertensi

(Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita hipertensi sedang dan berat ; naskah

lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta, 279-83. Diakses dari www.jantunghipertensi.com

tanggal 28 Oktober 2008.

9. Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983:Nifedipine in Hypertensive

Emergencies, Brmmed J, 286; 19-21. Diakses dari www.brmmedicaljournal.com tanggal

28 Oktober 2008.

10. Gifford R.W, 1991 : Mamagement of Hypertensivi Crisis, JAMA SEA,266; 39-45. Diakses

dari www.jam.com tanggal 28 Oktober 2008