kpk kitosan produk kepiting _scylla serrata _forskal__ dalam pemanfaatan limbah rumah makan seafood...

18
 i USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA “KPK”: KITOSAN PRODUK KEPITING (Scylla serrata (Forskal)) DALAM PEMANFAATAN LIMBAH RUMAH MAKAN SEAFOOD SEBAGAI BAHAN PEMBENTUKAN TULANG PASCA OPERASI ODONTEKTOMI BIDANG KEGIATAN: PKM-P Diusulkan oleh: Tiara Oktavia Saputri NIM: 10/302473/KG/8751 Bramita Beta Arnanda NIM: 10/299220/KG/86 83 Hayu Qommaru Zala NIM: 10/299060/KG/86 71 Fitriana Chandra Mayasari NIM: 11/316130/KG/89 46 Yohanes Robertoshan Hastapustaka NIM: 11/312537/KG/88 58 UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Upload: bramita-beta-arnanda

Post on 04-Oct-2015

69 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bljhfjh

TRANSCRIPT

  • i

    USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

    KPK: KITOSAN PRODUK KEPITING (Scylla serrata (Forskal)) DALAM PEMANFAATAN LIMBAH RUMAH MAKAN SEAFOOD SEBAGAI BAHAN

    PEMBENTUKAN TULANG PASCA OPERASI ODONTEKTOMI

    BIDANG KEGIATAN:

    PKM-P

    Diusulkan oleh:

    Tiara Oktavia Saputri NIM: 10/302473/KG/8751

    Bramita Beta Arnanda NIM: 10/299220/KG/8683

    Hayu Qommaru Zala NIM: 10/299060/KG/8671 Fitriana Chandra Mayasari NIM: 11/316130/KG/8946

    Yohanes Robertoshan Hastapustaka NIM: 11/312537/KG/8858

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2012

  • ii

  • iii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN KULIT MUKA i HALAMAN PENGESAHAN ii DAFTAR ISI, DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL iii A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 B. PERUMUSAN MASALAH 2 C. TUJUAN 2 D. LUARAN YANG DIHARAPKAN 2 E. KEGUNAAN 2 F. TINJAUAN PUSTAKA 2

    a. Kepiting Bakau (Scylla serrata (Forskal)) 2 b. Pencabutan Gigi dengan Odontektomi 3 c. Proses Pembentukan Tulang 4

    G. METODE PENELITIAN 5 H. JADWAL KEGIATAN 9 I. RANCANGAN BIAYA 10 J. DAFTAR PUSTAKA 11 K. LAMPIRAN 12

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Kepadatan serat kolagen 8

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Durasi remodelling tulang pada fraktur tulang sederhana 5

  • 1

    A. LATAR BELAKANG MASALAH Pencabutan gigi merupakan salah satu tindakan perawatan dalam bidang Kedokteran

    Gigi. Umumnya penderita datang ke dokter gigi dengan kondisi kerusakan gigi yang sudah parah dan telah menimbulkan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Kondisi tersebut akan mempersulit dalam tindakan pencabutannya dan membutuhkan teknik khusus. Kasus-kasus seperti gigi impaksi, jumlah dan bentuk akar yang abnormal, hipersementosis akar, fraktur gigi dan akar, ankilosis, sklerosis tulang, mahkota gigi yang rapuh terutama pasca perawatan endodontik merupakan faktor-faktor yang dapat mempersulit tindakan pencabutan gigi (Riawan, 2009). Untuk mengatasi kesulitan dalam kasus-kasus tersebut dapat dilakukan tindakan pencabutan gigi dengan teknik odontektomi.

    Odontektomi merupakan suatu prosedur pembedahan dalam pengambilan gigi dengan pembukaan flap mukoperiosteal dan menghilangkan tulang yang menutupinya (Archer, 1975). Tindakan pencabutan gigi dengan odontektomi perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya berbagai komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul akibat tetap dipertahankannya gigi geligi dengan kondisi yang parah. Teknik pencabutan gigi dengan odontektomi berbeda dengan teknik pencabutan gigi sederhana atau tertutup yang hanya melibatkan prosedur invasi intraoral minimal untuk pengambilan gigi tanpa menginsisi mukosa gingival atau membuang jaringan tulang alveolar (Vlaminck, 2007). Berbeda dengan teknik pencabutan gigi dengan odontektomi, yaitu melibatkan pengangkatan flap mukoperiosteal dan pembuangan jaringan keras. Sehingga dengan odontektomi dapat menimbulkan trauma jaringan sekitar yang luas, perforasi sinus maksilaris, perdarahan hebat dan parestesi karena terkenanya canalis mandibularis (Dym, 2001; Peterson, 2003).

    Tindakan pencabutan gigi dengan odontektomi juga dapat menimbulkan terjadinya kerusakan yang lebih luas pada tulang alveolar. Setelah odontektomi, tulang akan mengalami proses penyembuhan dengan melibatkan pembentukan tulang baru. Penyembuhan tulang diawali dengan terjadinya jendalan darah dan terbentuknya jaringan granulasi yang didalamnya terdapat sel-sel inflamasi seperti makrofag dan neutrofil yang berfungsi untuk menghilangkan jaringan mati. Selain itu, juga terdapat osteoklas yang akan meresorpsi tulang yang mengalami kerusakan. Sel-sel progenitor kemudian akan berproliferasi dan diferensiasi dengan membentuk kalus fibrokartilago yang kemudian terjadi aktivasi osteoblast untuk memulai osteogenesis.

    Penyembuhan pasca odontektomi dipengaruhi oleh usia. Odontektomi sesudah usia 25-26 tahun mengakibatkan pencabutan lebih sulit dan lebih traumatik karena terjadi mineralisasi tulang dan celah ligament periodontium atau folikular mengecil atau sudah tidak ada (Dwipayanti dkk., 2009). Timbulnya trauma pasca odontektomi yang melibatkan hilangnya tulang alveolar yang lebih luas, maka diperlukan suatu bahan yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan pembentukan tulang.

    Kepiting bakau di Indonesia diperoleh dari penangkapan stok alam di perairan pesisir, khususnya di area mangrove atau estuaria dan dari hasil budidaya di tambak perairan (Wijaya dkk., 2010). Saat ini dibutuhkan sekitar enam ton kepiting perhari untuk konsumsi di Jakarta (Widyastuti dan Husni, 2007). Pemanfaatan kepiting umumnya terbatas untuk keperluan makanan, dan biasanya hanya daging kepiting saja yang diambil sedangkan cangkangnya dibuang. Cangkang kepiting yang telah terbuang menjadikannya sebagai limbah yang tidak mempunyai nilai tambah bagi masyarakat. Namun sebetulnya, cangkang kepiting mengandung protein 15,60-23,90%, kalsium karbonat 53,70-78,40%, dan khitin 18,70-32,20% yang juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Puspawati dan Simpen, 2010). Kandungan mineral berupa kalsium karbonat memiliki elemen kalsium yang lebih tinggi dibanding jenis kalsium lainnya. Kalsium berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang dan gigi dan mengatur pembekuan darah (Guthrie, 1975). Cangkang

  • 2

    kepiting merupakan sumber potensial pembuatan kitin. Kitin dapat diolah untuk menghasilkan kitosan melalui proses deasetilasi. Kitosan dalam tubuh berperan dalam mempercepat penyembuhan luka dalam rongga mulut, mengontrol perdarahan dan memingkatkan pembentukan jaringan tulang (Puspawati dan Simpen, 2010; Berlianty, 2011).

    Mengingat limbah cangkang kepiting bakau yang kaya akan kandungan kitin dan mineral terutama kalsium karbonat, maka dalam penelitian ini dititikberatkan terhadap produksi kitosan dari kitin dengan campuran kalsium karbonat dalam bentuk serbuk sebagai bahan yang memercepat proses pembentukan tulang pasca pencabutan gigi dengan teknik odontektomi. Pemilihan cangkang kepiting bakau sebagai sumber kitosan turunan kitin dan kalsium dalam penelitian ini bertujuan untuk mengurangi limbah hasil pengolahan dan meminimalkan pencemaran lingkungan.

    B. PERUMUSAN MASALAH Apakah serbuk kitosan cangkang kepiting (Scylla serrata (Forskal)) yang berasal dari

    limbah rumah makan seafood dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembentukan tulang pasca operasi odontektomi.

    C. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan cangkang kepiting (Scylla serrata

    (Forskal)) dari limbah rumah makan seafood sebagai bahan pembuatan serbuk kitosan dengan campuran kalsium karbonat dalam menambah potensi dan mengaplikasikannya sebagai alternatif bahan untuk mempercepat proses pembentukan tulang pasca operasi odontektomi.

    D. LUARAN YANG DIHARAPKAN Luaran yang diharapkan dalam penelitian ini adalah publikasi artikel dan paten

    E. KEGUNAAN 1. Mengetahui efek dari cangkang kepiting bakau terhadap proses pembentukan tulang

    pasca operasi odontektomi 2. Memanfaatkan cangkang kepiting bakau untuk mengurangi limbah padat lingkungan 3. Mengembangkan pengetahuan mengenai bahan baru yang alami dan berkhasiat

    F. TINJAUAN PUSTAKA a. Kepiting Bakau (Scylla serrata (Forskal))

    Klasifikasi kepiting bakau menurut Sulistiono, Watanabe, dan Tsuchida (1994) adalah filum dari Arthropoda, kelas Crustacea, ordo Decapoda, family Portunidae, genus Scylla dan spesies Scylla serrata. Sebagian besar siklus hidupnya berada di perairan pantai meliputi muara atau estuarine, perairan bakau dan sebagian kecil di laut. Morfologi kepiting bakau antara lain mempunyai cangkang atau karapas yang berbentuk bulat, kaki bercapit pendek dan gemuk. Karapas kepiting bakau mempunyai pinggiran samping depan yang bergerigi dan jumlah gigi berjumlah sembilan buah. Perut atau abdomen terlipat edean di bawah karapas (Juwana dan Kasijan, 2000).

    Cangkang kepiting mengandung senyawa kimia yang cukup banyak antara lain protein 15,60-23,90%, kalsium karbonat 53,70-78,40% dan kitin 18,70-32,20% yang juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Puspawati dan Simpen, 2010). Pemanfaatan kepiting oleh masyarakat umumnya terbatas untuk keperluan makanan, dan biasanya hanya daging kepiting saja yang diambil sedangkan cangkangnya dibuang (Hendri, 2008).

    Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan jenis kalsium yang mengandung elemen kalsium lebih tinggi daripada jenis kalsium yang lain (Yudaniayanti dkk., 2008). Kalsium merupakan salah satu makromineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100mg/hari. Fungsi dari kalsium dalam tubuh manusia adalah sebagai mineral dalam

  • 3

    pertumbuhan dan perkembangan tulang dan gigi, pengatur pembekuan darah, dan mineral yang mempengaruhi pertumbuhan tubuh (Guthrie, 1975).

    Kitin (C8H13NO5)n adalah biopolimer dari unit N-asetil-D-glukosamin yang saling berikatan dengan ikatan (14). Kitin berbentuk kristal amorf berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak dapat larut dalam air, pelarut organik pada umumnya adalah asam-asam anorganik dan basa encer. Kepiting mengandung presentase kitin paling tinggi (70%) diantara bangsa-bangsa crustacean, insekta, cacing, maupun fungi (Hendri, 2008; Rahayu dan Purnavita, 2007). Kitin bersifat tidak larut dalam air sehingga penggunaannya terbatas. Namun, dengan memodifikasi struktur kimianya maka akan diperoleh suatu senyawa turunan kitin yaitu kitosan yang mempunyai sifat kimia lebih baik. Kitin dan kitosan dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri antara lain industri farmasi, biokimia, biomekanik, biomedikal, gizi, membran dan kesehatan.

    Kitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin dengan menggunakan alkali kuat (Rahayu dan Purnavita, 2007). Pemanfaatan kitosan telah meningkat sehubungan dengan sifat biologisnya yang unggul, seperti biokompatibilitas yang baik, mudah terdegradasi tanpa meninggalkan racun, tidak karsinogenik terhadap hewan maupun manusia, bioaktif serta memiliki efek anti bakterial dan efek penyembuhan yang cepat bagi jaringan (Berlianty, 2011). Kitosan memiliki keunggulan dibanding kitin yaitu dapat diserap dalam jaringan tubuh dan tahan lama (Yeh1 dkk, 2005). Dalam bidang biomedis kitosan dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka dalam rongga mulut, mengontrol perdarahan, dijelaskan pula bahwa kitosan dalam bentuk puder berefek positif terhadap poket periodontal, luka pada palatal, dan soket bebas ekstraksi (Park dkk, 2003). Mikropartikel kitosan diketahui dapat meningkatkan drug delivery ke area lokal dan mempercepat pertumbuhan tulang (Ardakani, 2011). Kitosan berperan dalam peningkatan pembentukan jaringan tulang dan dapat digunakan sebagai matriks dalam teknik pembuatan jaringan gingival. Dilaporkan bahwa kitosan dapat meningkatkan sintesis kolagen tipe I pada tahap awal, dan memfasilitasi diferensiasi sel-sel osteogenik pada percobaan in vitro fibroblast ligament periodontal manusia. Kitosan diketahui dapat mempercapat migrasi sel dan membantu pematangan jaringan (Berlianty, 2011).

    b. Pencabutan Gigi dengan Odontektomi Pencabutan gigi adalah proses pengambilan gigi dari tulang alveolar. Pencabutan

    gigi dapat terbagi menjadi dua teknik yaitu teknik terbuka atau pembedahan dan teknik tertutup atau sederhana. Teknik pencabutan gigi sederhana melibatkan prosedur invasi intraoral yang minimal untuk pengambilan gigi tanpa menginsisi mukosa gingival atau membuang jaringan tulang alveolar. Teknik ini merupakan pilihan pertama dalam prosedur pencabutan sebagian besar gigi berakar tunggal atau gigi yang sakit parah dengan perlekatan periodontal yang minimal (Vlaminck, 2007). Apabila ditemukan kasus-kasus pencabutan gigi yang tidak dapat dilakukan dengan teknik sederhana seperti gigi impaksi, jumlah dan bentuk akar yang abnormal, hipersementosis akar, fraktur gigi dan akar, ankilosis, sklerosis tulang, mahkota gigi yang rapuh terutama pasca perawatan endodontik maka hal tersebut menjadi indikasi untuk dilakukan pencabutan gigi dengan teknik pembedahan atau odontektomi (Riawan, 2009).

    Menurut Archer (1975) odontektomi merupakan suatu prosedur pembedahan dengan pengambilan gigi melalui pembukaan atau pengangkatan flap mukoperiosteal dan menghilangkan tulang yang menutupi gigi. Prosedur-prosedur pencabutan gigi dengan odontektomi dapat menimbulkan trauma jaringan sekitar yang luas, fraktur tulang alveolar, perforasi sinus maksilaris, perdarahan hebat dan parestesi karena terkenanya canalis mandibularis (Dym, 2001; Peterson, 2003). Namun, perlu diketahui bahwa tujuan

  • 4

    dilakukannya odontektomi adalah untuk mencegah terjadinya karies pada gigi tetangganya, kelainan periodontal, perikoronitis dan mencegah keparahan tingkat lanjut (Retnosari, 2012). Pada umumnya setelah pencabutan gigi dengan teknik odontektomi terdapat beberapa respon fisiologis yang normal, yaitu perdarahan ringan, pembengkakan, kekakuan dan rasa nyeri. Respon negatif tersebut menimbulkan ketidaknyamanan jangka pendek bagi pasien yang berlangsung selama 4-7 hari setelah pembedahan (Miloro, 2004)

    c. Proses Pembentukan Tulang Tulang merupakan jaringan ikat khusus berperan sebagai alat penyokong,

    perlekatan, perlindungan dan penyimpanan mineral (Samuelson, 2007). Penyusun utama tulang adalah protein yang disebut kolagen serta mineral tulang berupa kalsium (Ca). Tulang tersusun atas tiga jenis sel utama yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas (Samuelson, 2007). Osteoblas ialah sel pembentuk tulang, dengan cara mensekresi kolagen untuk mineralisasi matriks organik (Trihapsari, 2009). Ketika aktivitas sintesis matriks, osteoblas berubah menjadi osteosit. Osteoklas merupakan sel raksasa multinukleus yang terlibat dalam resorpsi dan remodeling tulang yang secara kontinu akan melakukan penyerapan (osteoclasia) (Samuelson, 2007). Selama pertumbuhan tulang, maka daerah metafisis mengalami pembentukan (bone remodeling) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang tulang secara progresif. Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan resorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan. Proses ini juga terjadi setelah penyembuhan suatu fraktur (Rasjad, 1998). Remodelling berperan untuk mempertahankan massa tulang serta integritas dan fungsi kerangka. Proses ini bergantung pada keterpaduan aksi dari osteoblas, osteosit, dan osteoklas (Mills, 2007).

    Proses remodeling tulang terjadi dalam beberapa fase, yaitu: 1. Aktivasi : pre-osteoklas terstimulasi menjadi osteoklas yang aktif 2. Resorpsi : osteoklas meresorbsi tulang tua 3. Pembalikan : akhir dari tahap resorbsi, osteoklas digantikan oleh osteoblas 4. Pembentukan : osteoblas menghasilkan matriks organik tulang yang baru 5. Fase pasif : osteoblas selesai menghasilkan matriks, kemudian terbenam di

    dalamnya. Beberapa osteoblas berderet di permukaan tulang baru.

    Ketika tulang mengalami kerusakan, atau sering disebut fraktur, reaksi pertama yang akan terjadi adalah pembentukan hematom. Dari suatu hematoma, kemudian terbentuk jaringan granulasi. Dalam jaringan granulasi terdapat sel-sel inflamasi meliputi makrofag dan granulosit neutrofil yang akan menghilangkan jaringan yang mati dan osteoklas yang baru akan menghabiskan pecahan-pecahan tulang yang ada. Makrofag dan granulosit neutrofil merupakan komponen seluler pertahanan pertama yang bersifat fagositosit. Kemudian jaringan granulasi diubah menjadi jaringan ikat padat dan dengan penambahan tulang rawan berbentuk kalus fibrokartilagosa di antara keping-keping tulang yang fraktur. Pada saat yang bersamaan, periosteum dan endosteum di sekitar daerah fraktur memberi respon berupa proliferasi hebat dari sel osteoprogenitor. Periosteum mengalami reaktivasi oleh trauma dan memulai pembentukan kalus tulang, yang akan menyatukan sementara ujung-ujung yang fraktur. Endosteum juga melakukan aktivitas serupa untuk menggantikan kalus fibrokartilagonosa yang secara perlahan-lahan mengalami erosi. Setelah beberapa minggu, kalus tulang akan mengalami remodeling untuk mengembalikan tulang seperti kondisi sebelum fraktur. Jaringan tulang yang berlebihan akan diresorpsi oleh osteoklas untuk menjaga keutuhan rongga sumsum dan mengembalikan bentuk permukaan tulang yang normal (Derek dkk., 2007). Fraktur

  • 5

    tulang sembuh melalui osifikasi endokondral. Ketika tulang mengalami cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut. Namun, tulang mengalami regenerasi sendiri.

    Tabel 1: Durasi remodelling tulang pada fraktur tulang sederhana (Cheville, 2006)

    G. METODE PENELITIAN 1. Variabel Penelitian

    a) Variabel pengaruh Serbuk kitosan dengan campuran kalsium karbonat sebanyak 7,5 mg dari 600

    gram cangkang kepiting bakau (Scylla serrata (Forskal)). b) Variabel terpengaruh

    Kepadatan sel inflamasi, jumlah osteoblast dan kepadatan kolagen tulang alveolar pada soket gigi marmut (Cavea cobaya).

    c) Variabel terkendali Marmut jantan berumur 8-10 minggu dengan berat 200-250 gram, makanan

    marmut berupa sayuran segar dan rumput, odontektomi pada gigi incisivus sentralis rahang bawah kanan dengan perlukaan pada marginal tulang alveolar bagian bukal dan insisi intrasulcular yang meluas ke distal papilla dan marginal gingival, serbuk kitosan dan CaCO3 cangkang kepiting bakau dan waktu marmut dikorbankan setelah 7, 14, 21, 28, 42 hari pasca odontektomi.

    d) Variabel tak terkendali Kondisi rongga mulut individual marmut dan kondisi sistemik individual

    marmut. 2. Model yang digunakan

    Marmut galur Cavea cobaya 45 ekor berjenis kelamin jantan, berumur 8-10 minggu dengan berat badan 200-250 gram.

    3. Rancangan Penelitian a) Alat dan Bahan Penelitian

    a. Alat dan bahan untuk odontektomi

    Waktu Perubahan yang terjadi < 1 hari Hemorarghi dan pembentukan hematoma

    Penggumpalan darah pada area fraktur Invasi makrofag untuk menghilangkan debris, eritrosit, fibrin Nekrosis sel osteosit pada area fraktur

    Hari ke 1-5 Edema dan deposisi fibrin pada jaringan sekitar fraktur Jaringan granulasi menginvasi bekuan darah Proliferasi kondroblas dan osteoblas dari bagian pinggir periosteal

    dan endosteal Hari ke 3-7 Pembentukan kalus sementara seiring dengan tulang dihubungkan

    oleh jaringan granulasi dan pulau-pulau kartilago Minggu ke 1-

    4 Bony callus terbentuk oleh kalsifikasi. Penghubung kalus sementara

    oleh jaring-jaring trabekula osteoid yang dihasilkan osteoblas > 4 minggu Remodeling tulang : proses penyerapan dan pembentukan tulang

    terus berlangsung Penghilangan kalus eksternal Pelekukan kalus internal untuk membentuk sumsum tulang

  • 6

    Ekskavator, mandibular universal forcep no.151, elevator lurus, scalpel blade no. 11 dengan handle Bard-Parker no. 3, round bur no.010, pinset, jarum bedah dan benang jahit, kapas dan gloves

    Spuit injeksi, phenobarbital 100 mg/kg BB , pehacain 0,2 ml/kg BB dan larutan povidon iodine

    b. Alat dan bahan untuk pembuatan sediaan serbuk kitosan dan kalsium karbonat cangkang kepiting bakau meliputi timbangan digital, magnetic stirrer, etanol 96%, NaOH 0,5 N, NaOH 50% dan HCl 1 N

    c. Alat dan bahan untuk pembuatan sediaan histologis Obyek glass, mikroskop cahaya, glass cover slip, straining jar, handy tally

    counte, automatic tissue processor, clearing xylol, water bath, hot plate dan deck glass

    Alkohol absolute 99%, 95%, 90%, 80%, 70% dan akuades Bahan pengecatan Hematoksilin Eosin dan Trichrom Mallory Pembuatan parafin blok menggunakan parafin cair, blok parafin, dan freezer,

    fiksasi jaringan menggunakan buffer formalin 10% dan dekalsifikasi dengan asam nitrat 5%

    b) Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT)

    UGM, UPT BPPTK LIPI Gunung Kidul Yogyakarta, Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UGM dan Laboraturium Terpadu Fakultas Kedokteran Gigi UGM

    c) Cara Kerja 1. Isolasi kitosan cangkang kepiting

    Metode isolasi kitin yang digunakan adalah metode optimasi yang dilakukan oleh Suhardi, dkk.(1992). Mula-mula limbah cangkang kepiting yang telah dikumpulkan, dicuci bersih dan digiling hingga menjadi serbuk cangkang kepiting. Kemudian serbuk cangkang kepiting dicuci dengan etanol 96% 1:4 (b/v) untuk menghilangkan lemak dan pigmen lalu disaring, sehingga akan terdapat residu, lalu dilakukan pengeringan. Dilanjutkan dengan tahap deproteinasi menggunakan NaOH 0,5 N dengan perbandingan serbuk cangkang kepiting terhadap pereaksi 1:5 (b/v), pada suhu 100oC selama 3 jam. Selama proses deproteinasi ini selalu ditambahkan akuades sedikit demi sedikit untuk mempertahankan volume sistem. Deproteinasi dilakukan 2 kali dan antara deproteinasi pertama dan kedua dilakukan pencucian dengan akuades sebanyak 2 kali untuk menghilangkan sisa NaOH dan protein yang terlepas pada deproteinasi pertama. Setelah deproteinasi kedua, sampel disaring dan residu dicuci dengan akuades. Melalui proses deproteinasi diperoleh pula filtrat CaCO3. Selanjutnya tahap demineralisasi dengan menggunakan HCl 1N dengan perbandingan bahan terhadap pereaksi 1:5 (b/v) dengan cara diaduk menggunakan magnetic stirer pada suhu kamar. Demineralisasi dilakukan 3 kali dan setiap selesai demineralisasi sampel dicuci dengan akuades 2 kali kecuali setelah demineralisasi ketiga dicuci 4 kali. Demineralisasi pertama selama 3 jam, yang kedua selama 6 jam, dan yang ketiga selama 3 jam. Residu yang diperoleh dari demineralisasi ini selanjutnya dicuci dengan etanol 2 kali dengan perbandingan 1:4 (b/v) untuk menyempurnakan pelarutan lemak dan pigmen serta mempermudah pengeringan. Pengeringan dilakukan pada suhu 40-50oC selama 8-12 jam. Dari proses ini telah didapatkan kitin.

  • 7

    Selanjutnya kitin dideasetilasi menggunakan NaOH 50% dengan perbandingan kitin dan NaOH 1:10 (b/v) pada suhu 100oC selama 5 jam. Selama proses deasetilasi ini selalu ditambahkan akuades sedikit demi sedikit untuk mempertahankan volume sistem. Deasetilasi ini dilakukan 2 kali dan setelah deasetilasi pertama dicuci akuades 4 kali, sedangkan deasetilasi kedua dicuci sampai netral. Pengeringan dilakukan pada suhu 40-50oC selama 8-12 jam. Dari proses ini telah didapatkan kitosan.

    2. Permohonan Ethical clearance di Fakultas Kedokteran Gigi UGM 3. Pelaksanaan

    a. Semua marmut yang akan dipakai sebagai hewan coba diadaptasikan selama 3 hari di dalam kandang individual. Empat puluh lima marmut di bagi menjadi tiga kelompok, masing-masing 15 ekor untuk kelompok perlakuan, kontrol positif dan kontrol negatif

    b. Sebelum dilakukan perlakuan, semua marmut diinjeksi phenobarbital 100 mg/kg BB secara intramuskular pada paha bagian atas untuk memberikan efek sedasi dan dianestesi infiltrasi dengan pehacain 0,2 ml/kg BB.

    c. Pencabutan gigi dengan odontektomi dilakukan pada gigi incisivus sentralis rahang bawah kanan dengan prosedur insisi intrasulcular yang meluas ke distal papilla dan marginal gingival menggunakan scalpel blade no 11 handle Bard-Parker no. 3, memberikan perlukaan pada marginal tulang alveolar bagian bukal menggunakan round bur no.010. Dilanjutkan dengan ekstraksi gigi menggunakan elevator lurus dan mandibula universal forcep no. 151.

    d. Serbuk kitosan dan kalsium karbonat sebanyak 0,5 mg diisi pada soket bekas ekstraksi gigi pada kelompok perlakuan. Kelompok kontrol positif diaplikasikan spongostan. Kelompok kontrol negatif diberikan akuades. Setelah pengaplikasian serbuk kitosan dan kalsium karbonat dalam soket bekas ekstraksi gigi, pada bagian bekas insisi dilakukan 2 jahitan untuk mencegah pembukaan soket dan terpapar material lain. Dilanjutkan dengan pemberian larutan povidon iodine sebagai antiseptik.

    4. Pembuatan sediaan Histopatologis a. Untuk mendapatkan gambaran histopatologis, marmut dikorbankan setelah 7, 14,

    21, 28, 42 hari pasca odontektomi. Marmut-marmut tersebut dianestesi menggunakan ketalar 100 mg/kg BB sebelum dilakukan pengorbanan. Pengorbanan dilakukan dengan cara memotong leher marmut kemudian jaringan luka beserta sedikit tulang rahang disekitarnya diambil dan dibersihkan dengan cairan fisiologis. Jaringan yang diambil tersebut dilakukan fiksasi dengan buffered formalin 10% selama 24 jam.

    b. Pada tahap dekalsifikasi, tulang direndam dengan menggunakan larutan dekalsifikasi asam nitrat 5% sampai lunak selama 2 minggu. Setelah itu, tulang dicuci dengan air mengalir selama 24 jam, kemudian dinetralkan dengan larutan formalin 10% untuk menghilangkan mineral seperti kalsium dan magnesium yang masih tersisa. Selanjutnya dicuci kembali dengan air mengalir selama 1-2 hari.

    c. Jaringan selanjutnya dimasukkan ke dalam automatic tissue processor. Dehidrasi dengan alkohol 70%-100% secara bertahap untuk membersihkan sisa-sisa fiksatif.

    d. Clearing xylol untuk kemudian dilakukan prosedur penanaman. Prosedur penanaman diawali dengan infiltrasi parafin cair pada suhu 57-59C ke dalam box parafin untuk mengisi rongga dalam jaringan yang ditempati oleh air sehingga terbentuk blok parafin dan didinginkan sebentar ke dalam frezzer agar tidak terlalu lunak.

  • 8

    e. Setiap blok parafin dilakukan pengirisan jaringan setebal 5 m dengan menggunakan mikrotom. Irisan jaringan tersebut dimasukkan ke dalam water bath pada suhu sekitar 50 C kemudian diinkubasi dengan hot plate pada suhu 40-50C selama 15 menit untuk menguapkan air pada jaringan. Irisan jaringan kemudian dideparafinasi dengan xylol dilanjutkan dengan rehidrasi dengan alkohol secara bertingkat turun untuk menghilangkan xylol dan memasukkan air ke dalam jaringan.

    f. Sisa alkohol dihilangkan dengan membasuh preparat di bawah air mengalir dengan aplikasi dengan cat Haematoxylin Eosin dan Trichrom Mallory yang memberikan warna biru pada inti sel. Proses diikuti pembasuhan di bawah air mengalir untuk menghilangkan sisa cat. Setelah itu dilakukan clearing xylol untuk memberikan warna bening pada jaringan dan dilakukan mounting agar preparat awet dan menambah kejernihan.

    g. Preparat ditutup dengan deck glass dan diberi label. 5. Tehnik pengumpulan data

    a. Kepadatan sel inflamasi Kepadatan sel inflamasi dihitung dari banyaknya sel leukosit PMN pada

    potongan melintang 5 lapang pandang yang berbeda. Pewarnaan menggunakan pengecatan Haematoxylin Eosin (HE). Pada mikroskop cahaya perbesaran 200x sel PMN tampak berbentuk bulat dengan inti berlobus 2-5 dan berwarna ungu kebiruan dengan sitoplasma berwarna merah terang, sedangkan pembuluh darah tampak berupa rongga berisi eritrosit dan dikelilingi endotel berwarna merah.

    b. Kepadatan sel osteoblast Perhitungan jumlah sel osteoblas pada 10 lapangan pandang. Dengan

    pengecatan Haematoxylin Eosin (HE), osteoblas teridentifikasi pada permukaan tulang, berjajar menyerupai susunan sel-sel pada lapisan epitel.

    c. Kepadatan Kolagen Penghitungan kepadatan kolagen pada 6 lapang pandang menggunakan

    mikroskop cahaya perbesaran 400X dengan pengecatan Trichrom mallory. Penilaian kepadatan kolagen dilakukan dengan skoring oleh 1 orang pengamat sesuai gambaran kepadatan kolagen seperti tampak pada gambar 4.

    Gambar 1. Kepadatan serat kolagen (a) skor 1 tipis, (b) skor 2 sedang, (c) skor 3 padat (Tandelilin dkk., 2006)

    d. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data Data yang diperoleh dilakukan ANOVA test untuk menguji kepadatan sel

    inflamasi dan osteoblast antar hari dalam satu kelompok dilakukan. Kemudian Post-Hoc test yaitu LSD dilakukan untuk membandingkan rerata kepadatan sel inflamasi dan osteoblast antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Data kepadatan sel inflamasi dan osteoblast berupa data kuantitatif berskala rasio. Sedangkan, uji Kruskal-Wallis untuk menguji kepadatan kolagen antar hari dalam satu kelompok, kemudian uji Mann Whitney dilakukan untuk membandingkan rerata kepadatan kolagen antara

  • 9

    kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Data kepadatan kolagen berupa data kualitatif berskala ordinal.

    e. Cara Penafsiran dan penyimpulan hasil penelitian Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikansi

  • 10

    d

    e

    Pembuatan serbuk kitosan dan CaCO3 Pemilihan subjek

    a b

    c

    Odontektomi pada subjek Pemberian perlakuan pada 3 kelompok subjek Pembuatan sediaan histopatologi

    a b

    Analisis data Penulisan Laporan

    I. RANCANGAN BIAYA

    Jenis Acara Barang/jasa Jumlah Biaya Satuan Harga Total Tahap Persiapan

    Kesekretariatan Penulisan proposal dan surat ijin Rp 50.000 Rp 50.000 Fee lab Lab. LPPT UGM Rp 100.000 Rp 100.000

    Lab. Terpadu FKG UGM Rp 100.000 Rp 100.000

    UPT BPPTK LIPI Gunung Kidul Yogyakarta

    Rp 100.000 Rp 100.000

    Lab. Patologi Klinik FK UGM Rp 100.000 Rp 100.000

    Pembelian marmut Marmut umur 8-10 minggu 45 ekor Rp 20.000

    Rp 900.000

    Pemeliharaan Hewan Coba

    Pemberian makan, minum, pembersihan

    45 ekor x 60 hari Rp 2.000 Rp 5.400.000

    Sewa Kandang Kandang marmut 3 sekat

    9 sekat x 2 bulan Rp 20.000 Rp 360.000

    Pembuatan serbuk kitosan dan CaCO3 dari cangkang kepiting

    Alat dan bahan Rp 700.000 Rp 700.000

    Pembelian spongostan

    Obat kontrol positif 15 tablet Rp 5.000 Rp 75.000

    Pembelian phenobarbital Obat sedasi

    3 x 45 ekor Rp 1.000 Rp 135.000

    Pembelian pehacain Obat anestesi 15 ampul Rp 4.000 Rp 60.000 Tahap Pelaksanaan

    Odontektomi Alat dan bahan 45 ekor Rp 31.000 Rp 1.395.000 Pembuatan sediaan histopatologis pewarnaan HE

    Sediaan histopatologis 45 slide Rp 25.000 Rp 1.125.000

    Pembuatan sediaan Sediaan 45 slide Rp 40.000 Rp 1.800.000

  • 11

    histopatologis pewarnaan Trichrome mallory

    histopatologis

    Tahap Penyelesaian

    Kesekretariatan Penyusunan laporan Rp 100.000 Rp 100.000

    TOTAL Rp 12.500.000

    J. DAFTAR PUSTAKA

    Archer HW. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Philadelphia: W. B. Sounders Company

    Ardakani FE, Azam AN, Yassaei S. 2011. Effects of chitosan on dental bone repair. Health. Vo. 3. No. 4: 200-205

    Berlianty A. 2011. Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental pada Tulang Domba yang Diimplan dengan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan (HA-K). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

    Cheville J. C. 2006. Formation of the 12q14-q15 amplicon precedes the development of a well-differentiated liposarcoma arising from a nonchondroid pulmonary hamartoma. Am J Surg Pathol. Vol 30 (10): hlm 1326-9

    Derek dkk. 2007. Kerja Osteoklas pada Perombakan Tulang. BK Biomed. Vol 3 (3): hlm 97-107

    Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. 2009. Komplikasi post odontektomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi. Jurnal PDGI. Vol.58. No. 2: 20-24

    Dym H, Ogle OE. 2001. Atlas of Minor Oral Surgery. Philadelphia, W.B. Saunders: Company.

    Ensminger AH, Ensminger ME, Konlande JE, Robson RK. 1995. The Concise Encyclopedia of Foods and Nutritions. Boca Raton: CRC Press Limited.

    Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. 3rd ed. St. Louis: The C.V. Mosby Company. Hendri J. 2008. Teknik deproteinasi kulit rajungan (Portunus pelagicus) secara enzimatik

    dengan menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa untuk pembuatan polimer kitin dan deasetilasinya. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat: 271-283

    Juwana S, Kasijan R. 2000, Rajungan Perikanan, Cara Budidaya dan Menu Masakan, Jakarta: Djambatan

    Mills, SE 2007. Histology for Pathologists. 3th ed. Philadelphia Lippincott Williams & Wilkins

    Miloro M. 2004. Petersons of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. BC Decker Inc. Hamilton, London. p.140-153.

    Park JS, Choi SH, Moon IS, Cho KS, Chai JK, Kim CK. 2003. Eight week histological analysis on the effect of chitosan on surgically created one-wall intrabony defects in beagle dogs. Journal of Clinical Periodontology, 30; pp: 443-453

    Peterson LJ. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 4th ed. St Louis : Mosby Puspawati NM, Simpen IN. 2010. Optimasi deasetilasi khitin dari kulit udang dan cangkang

    kepiting limbah restoran seafood menjadi khitosan melalui variasi konsentrasi NaOH. Jurnal Kimia. Vol. 4 (1): 79-90

    Rahayu LH, Purnavita S. 2007. Optimasi pembuatan kitosan dari kitin limbah cangkang rajungan (Portunus pelagicus) untuk absorben ion logam merkuri. Reaktor. Vol. 11. No. 1: 45-49

  • 12

    Rasjad, C. 1998. Pengantar ilmu Bedah Orthopedi. Makasar: Bagian Ilmu Bedah Mulut Universitas Hasanudin

    Retnosari A, Andi. 2012. Mengetahui Prevalensi Edema Pasca Odontektomi Gigi Impaksi Molar Tiga Rahang Bawah. FKG UNHAS

    Riawan L. 2009. Teknik dan Trik Pencabutan Gigi dengan Penyulit. Bandung: Prosiding Temu Ilmiah Bandung Dentistry 6 PDGI.

    Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Philadelphia: Saunders Elsevier. Sulistiono S, Watanabe dan Tsuchida. 1994. Biology and fisheries of crab in Segara Anakan

    Lagoon, Cilacap, Central Java. NODAI Center for International Program, Tokyo University of Agricultur.

    Trihapsari A. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Osteoporosis Tulang. Jakarta: FKM UI

    Vlaminck L, Verhaert L, Steenhaut M, Gasthuys F. 2007. Tooth Extraction Techniques in Horses, Pet Animals and Man. Vlaams Diergeneeskundig Tijdschrift; 76: 249-261

    Widyastuti YR, Husni. 2007. Pemanfaatan tambak udang idle untuk produksi kepiting cangkang lunak (shoft shell crab). Media Akuakultur. Vol. 2. No. 1: 169-172

    Wijaya NI, Yulianda F, Boer M, Juwana S. 2010. Biologi populasi kepiting bakau (Scylla serrata F.) di habitat mangrove taman nasional kutai kabupaten Kalimantan timur. Oseanologi dan Limnologi di Indnesia. 36 (3): 443-461

    Williams MH. 1995. Nutrition for Fitness and Sport. Chichago: Brown and Brenchmark Publishers.

    Yeh1 MH, Wul KH, Jan1 YY, Lai HM. 2005. Preparation and structural analysis of chemically modified chitosan. Taiwan: Biomedical Engineering Center.

    Yudaniayanti IS, Hartiningsih, Santoso AB. 2008. Gambaran hitopatologi kesembuhan patah tulang femur dengan terapi kalsium karbonat dosis tinggi pada tikus jantan. Jurnal Veteriner. Vol. 9. No. 4: 182-187

    K. LAMPIRAN 1. BIODATA KETUA DAN ANGGOTA

    Biodata Ketua Kelompok Nama : Tiara Oktavia Saputri Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 6 Oktober 1992 Alamat Asal : Keparakan Lor Mg I/874 Yogyakarta Alamat di Yogyakarta : Keparakan Lor Mg I/874 Yogyakarta No. Handphone : 085643817037 Alamat e-mail : [email protected] Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada Fakultas/Program Studi : Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi NIM : 10/302473/KG/8751 Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Waktu penelitian : 8 jam/minggu Pendidikan :

    Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi UGM (2010-sekarang) SMA Negeri 7 Yogyakarta (2007-2010) SMP Negeri 2 Yogyakarta (2004-2007) SD Negeri Kintelan 1 Yogyakarta (1998-2004)

    Pengalaman Organisasi : Staff Departemen Pengabdian Masyarakat KM FKG UGM 2011

  • 13

    Wakil Ketua Internal BEM KM FKG UGM 2012 Organisasi yang sedang diikuti : BEM KM FKG UGM Pengalaman Penelitian :

    PKM-P 2011 Pemanfaatan bubuk ekstrak tulang ayam (BETA) sisa usaha rumah makan ayam sebagai suplemen pakan pellet induk tikus wistar untuk mengoptimalkan pertumbuhan gigi anakan

    Anggota I Nama : Bramita Beta Arnanda Tempat Tanggal Lahir : Karanganyar, 6 Desember 1991 Alamat Asal : Papahan RT 10/05 Tasikmadu Karanganyar, Solo Alamat di Yogyakarta : Sagan GK V No. 918, Kab. Sleman Yogyakarta No. Handphone : 085729110302 Alamat e-mail : [email protected] Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada Fakultas/ Program Studi : Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi NIM : 10/299220/KG/8683 Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Waktu penelitian : 8 jam/minggu Pendidikan :

    Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi UGM (2010-sekarang) SMA Negeri 1 Karanganya (2007-2010) SMP Negeri 2 Karanganyar (2004-2007) SD Negeri 3 Jati Jaten (1998-2000) SD Negeri 1 Papahan (2000-2004)

    Pengalaman Organisasi : - Organisasi yang sedang diikuti : - Pengalaman Penelitian : -

    Anggota II Nama : Hayu Qommaru Zala Tempat Tanggal Lahir : Klaten, 18 Oktober 1992 Alamat Asal : Ngingas Kidul Rt 03 Rw 05, Barenglor, Klaten Utara Alamat di Yogyakarta : Pogung Rejo Rt 20 D Rw 51, Sinduadi, Mlati, Sleman No. Handphone : 085643491020 Alamat e-mail : [email protected] Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada Fakultas/ Program Studi : Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi NIM : 10/299060/KG/8671 Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Waktu penelitian : 8 jam/minggu Pendidikan :

    Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi UGM (2010- sekarang) SMA Negeri 1 Klaten (2007 2010) SMP Negeri 1 Klaten (2004 2007) SD Negeri 4 Barenglor (1998 2004)

    Pengalaman Organisasi :

  • 14

    Koordinator mahasiswa stand Research Week FKG UGM 2012 Anggota sie Pemandu PPSMB FKG UGM 2012 Organisasi yang sedang diikuti : Asisten mata kuliah Fisiologi II FKG UGM 2011-sekarang Staf Departemen Pemberdayaan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) Keluarga

    Mahasiswa (KM) FKG UGM 2010-sekarang Pengalaman Penelitian : -

    Anggota III

    Nama : Fitriana Chandra Mayasari Tempat Tanggal Lahir : Sleman, 22 Mei 1993 Alamat Asal : Keparakan Lor MG I / 830 RT 42 RW 09 Yogyakarta

    55152 Alamat di Yogyakarta : Keparakan Lor MG I / 830 RT 42 RW 09 Yogyakarta

    55152 No. Handphone : 085729227711 Alamat e-mail : [email protected] Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada Fakultas/ Program Studi : Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi NIM : 11/316130/KG/8946 Kewarganegaraan : Indonesia Agama : Islam Waktu penelitian : 8 jam/minggu Pendidikan :

    Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, UGM (2011 sekarang) SMA Negeri 1 Yogyakarta (2008 2011) SMP Negeri 9 Yogyakarta (2006 2008) SMP Negeri 1 Sewon, Bantul, Yogyakarta (2005 2006) SD Negeri Pujokusuman 1 Yogyakarta (1999 2005)

    Pengalaman Organisasi : Staff Humas Keluarga Mahasiswa Muslim FKG UGM (2011-sekarang)

    Organisasi yang sedang diikuti : Staff Humas Keluarga Mahasiswa Muslim FKG UGM (2011-sekarang)

    Pengalaman Penelitian : Perbandingan Pendapatan Nelayan pada Berbagai Metode Penangkapan Ikan di Pangandaran (2010)

    Anggota IV

    Nama : Yohanes Robertoshan Hastapustaka Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 17 Mei 1993 Alamat Asal : Jl. Lor Pasar No. 51 Yogyakarta Alamat di Yogyakarta : Jl. Lor Pasar No. 51 Yogyakarta No. Handphone : 087880065678 Alamat e-mail : [email protected] Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada Fakultas/ Program Studi : Fakultas Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi NIM : 11/312537/KG/8858 Kewarganegaraan : Indonesia

  • 15

    Agama : Katolik Waktu penelitian : 8 jam/minggu Pendidikan :

    Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, UGM (2011 sekarang) SMA Kolese De Britto Yogyakarta (2008-2011) SMP Stella Duce 1 Yogyakarta (2005-2008) SD Pangudi Luhur Yogyakarta (1999-2005)

    Pengalaman Organisasi : - Organisasi yang sedang diikuti :

    Anggota Keluarga Mahasiswa Katolik FKG UGM Pengalaman Penelitian :

    Karya Ilmiah Remaja (KIR)

    2. BIODATA DOSEN PENDAMPING a. Nama Lengkap dan gelar : drg. Tetiana Haniastuti, M.Kes., Ph.D b. Golongan pangkat dan NIDN : Golongan III d/0023127203 c. Jabatan fungsional : Lektor Kepala d. Jabatan Struktural : Wakil Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut

    Fakultas Kedokteran Gigi UGM e. Fakultas/Program Studi : Kedokteran Gigi/Pendidikan Dokter Gigi f. Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Mada g. Bidang Keahlian : Biologi Mulut h. Waktu untuk kegiatan PKM : 2 jam/minggu