korelasi genetik pertumbuhan dan hasil 15 jagung …repository.unib.ac.id/14519/1/skripsi nora...
TRANSCRIPT
KORELASI GENETIK PERTUMBUHAN DAN HASIL
15 JAGUNG HIBRIDA
SKRIPSI
Oleh :
Nora Oktarina
NPM. E1J012093
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
2016
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Korelasi Genetik Pertumbuhan dan
Hasil 15 Jagung Hibrida” ini merupakan karya saya sendiri (ASLI), dan isi dalam skripsi
ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademis di suatu institusi pendidikan, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis dan/atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Bengkulu, 14 Oktober 2016
Nora Oktarina
NPM. E1J012093
SUMMARY
GENETIC CORRELATION OF GROWTH AND YIELD CHARACTERISTIC IN 15 MAIZE
HYBRIDS (Nora Oktarina, supervised by Rustikawati and Mohammad Chozin, 2016, 21 pages)
High yielding varieties are the ultimate goal commonly addressed in maize hybrid breeding
program. However, yield of maize is quantitative character that sensitive to environmental
condition and direct selection on yield performance could be ineffective and misleading. Yield
improvement by indirect selection against other characters can be gained if such characters a highly
associated with the yield. Objective of this study was to estimate the phenotypic and genotypic
correlation coefficients among growth and yield characteristics in 15 maize hybrids for
determination of selection criteria for yield improvement in maize hybrid breeding program.
Study was conducted from September to December 2015 at Experimental Orchard of
University of Bengkulu at Muara Bangkahulu, City of Bengkulu. A randomized complete block
design with three replications was used to allocate 15 maize hybrids (CT1, CT2, CT3, CT4, CT5,
CT6, CT7, CT8, CT9, CT10, CT11, CT12, CT13, CT14, and CT15) on 3 m x 3.6 m experimental plots.
Observations were made on plant height, leaf number, stem diameter, plant biomass, husked ear
diameter, husked ear weight, husked ear length, kernel number per ear row, kernel number per ear,
kernel weight per ear, ear yield per plot. Both phenotypic and genotypic coefficients of correlation
were estimated to measure the degree of relationship among the characters.
Based on phenotypic correlation analysis, high yielding plants were associated with high
plant dry weight, high husked ear weight, high kernel number per ear row, high kernel number ear,
and high kernel weight per ear. With respect to breeding program, however, all characters (except
husked ear diameter) should be considered simultaneously for yield improvement in maize hybrid.
(Agroecotechnology Study Progam, Department of Agriculture Production, Faculty of Agriculture,
University of Bengkulu, 2016).
RINGKASAN
KORELASI GENETIK PERTUMBUHAN DAN HASIL 15 JAGUNG HIBRIDA (Nora Oktarina,
dibawah bimbingan Rustikawati dan Mohammad Chozin, 2016, 24 halaman)
Varietas berdaya hasil tinggi umumnya merupakan tujuan akhir bagi program pemuliaan
jagung hibrida. Namun demikian, hasil jagung adalah sifat kuantitatif yang sangat mudah
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan seleksi secara langsung terhadap hasil menjadi tidak
efektif dan tidak tepat sasaran. Pengingkatan hasil melalui seleksi secara tak langsung melalui sifat-
sifat lain dapat dicapai sekiranya sifat-sifat tersebut berkaitan erat dengan hasil. Tujuan penelitiann
ini adalah untuk menaksir koefisien korelasi fenotipik dan genotipik antara sifat-sifat pertumbuhan
dan hasil 15 jagung hibrida untuk menentukan kriteria seleksi guna peningkatan hasil melalui
program pemuliaan jagung hibrida.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan September sampai Desember 2015 di Kebun
Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Muara Bengkahulu, Kota Bengkulu.
Rancangan acak kelompok lengkap dengan tiga ulangan digunakan utnuk mengalokasik 15 hubrida
jagung (CT1, CT2, CT3, CT4, CT5, CT6, CT7, CT8, CT9, CT10, CT11, CT12, CT13, CT14, dan CT15)
pada petak percobaan berukuran 3 m x 3.6 m. Pengamatan dilakukan pada tinggi tanaman, jumlah
daun, diameter batang, biomasa tanaman, diameter tanpa kelobot, bobot tongkol tanpa kelobot,
panjang tongkol tanpa kelobot, jumlah biji per baris, jumlah biji per tongkol, dan hasil per petak.
Baik koefisien korelasi fenotipik maupun genotipik ditaksir untuk mengukur derajat keeratan antar
sifat-sifat yang diamati.
Berdasarkan analisis korelasi fenotipik, tanaman yang hasilnya tinggi dicirikan oleh postur
tanaman yang tinggi, bobot tongkol tanpa kelobot tinggi, jumlah biji per baris banyak, jumlah biji
per tongkol banyak, bobot biji per tongkol tinggi. Namun demikian, terkait dengan program
pemuliaan tanaman, seluruh sifat (kecuali diameter tongkol tanpa kelobot) harus dipertimbangkan
secara bersamaan untuk peningkatan hasil jagung hibrida.
(Program studi Agriekoteknologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Bengkulu, 2016).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Agung Kecamatan Sungai Serut Kota Bengkulu pada
tanggal 14 Oktober1993, anak dari pasangan Johan Syafri, Amd danYusmalinda. Penulis
merupakan anak ke-1 dari 2 bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 08 Bengkulu pada tahun
2006 dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 02 Bengkulu, tamat
pada tahun 2009. Selanjutnya penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri
6 Bengkulu dan tamat pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis melanjutkan studi di
Universitas Bengkulu (UNIB) melalui jalur PPA dan penulis diterima sebagai mahasiswa
di Program Studi Agroekoteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu. Selama kuliah penulis pernah menerima beasiswa PPA selama 1
semester.
Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi
(HIMAGROTEK) sebagai Anggota. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Kelurahan Kandang Mas, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu pada tanggal 1
Agustus 2015 sampai 31 September 2015. Serta melaksanakan Praktek Kerja Lapangan
(PKL) di PT. Kusuma Agrowisata Kota Batu – Malang Jawa Timur pada tanggal 22 Maret
– 22 April 2016.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Sebuah tantangan akan menjadi beban, jika itu hanya dipikirkan. Sebuah cita-cita
juga adalah beban jika itu hanyalah angan-angan.
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang.
Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh
(Andrew Jackson)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Kedua orang tuaku ayah dan ibu yang selalu mendoakanku setiap waktu, mereka
yang selama ini berkorban dan berjuang bermandikan keringat mencari uang
untuk biaya pendidikanku.
Adekku tersayang Dwi Ekonanda yang juga mensupport semangat dan memberi
motivasi
Keluargaku Nenek Dang Lili, Kak Lalan, Ayuk Mory, Ayuk Yosi, Bucik, Ibu Wen,
Ceni, Keke. Trimakasih atas suport dan motivasi dari kalian
Agama, Bangsa dan Almamaterku.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Rustikawati, M.Si. Selaku Dosen Pembimbing Akademik serta dosen
Pembimbing Utama yang telah banyak membantu baik moril maupun material,
masukan, petunjuk, arahan, nasehat, saran dan membagi ilmu pengetahuannya kepada
penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
2. Ir. Mohammad Chozin, M.Sc. Ph.D. Selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang
juga memberikan banyak saran, motifasi dan masukkan dalam menyelesaian penelitian
dan skrpsi ini.
3. Ir. Hasanudin,M.P. Selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran dan
motivasi.
4. Dr. Ir. Hendri Bustamam, M.S. Selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan, koreksi dan saran dalam penulisan skripsi ini.
5. Sahabat khusunya Agrotek C 2012 dan adik saya yang telah membantu selesainya
penelitian dan skripsi ini Denny, Niko, Eko, Reko, Sadam, Ringki, Meko, Senja, Vera,
Ervi, Farika, Dianing, Rayuli, Mbak Nurul, Stefanny dan Napsiah.
6. Teman KKN Kelurahan Kandang Mas terkhusus kelompok 1. Fenny Febrianti, Adityo
Pamungkas, Yura Pinata, Abelardo Pasaribu, Adelina Siburian, Deden Rahmat, Deni
Syafran, Meli Oktavia, Luciana Afritiwi.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunianya serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan skripsi yang berjudul “ Korelasi Genetik Pertumbuhan Dan Hasil 15 Jagung
Hibrida”. Tak lupa pula penulis ucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dan tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rustikawati,
M.S. Selaku dosen Pembimbing Utama dan Bapak. Ir. Mohammad Chozin M.Sc. Ph.D.
Selaku dosen Pembimbing Pendamping yang telah banyak membantu serta meluangkan
waktu untuk memberikan saran dan masukan selama penelitian hingga selesai, sampai
tersusunnya skripsi ini.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada
bulan September sampai dengan bulan Desember 2015 di Zona Pertanian Universitas
Bengkulu, Kecamatan Muara Bangkahulu Kota bengkulu. Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna serta masih
banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran serta masukan yang
bermanfaat untuk perbaikan di skripsi selanjutnya. Dan penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.
Bengkulu, Juni 2016
Nora Oktarina
NPM. E1J012093
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1 Botani Tanaman Jagung .................................................................................. 3
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung.................................................................... 4
2.3 Jagung Hibrida ................................................................................................ 4
2.4 Korelasi ........................................................................................................... 5
III. METODE PENELITIAN ...................................................................................... 7
3.1 Pelaksanaan Penelitian .................................................................................... 7
3.2 Tahapan Penelitian .......................................................................................... 7
3.3 Penetapan Tanaman Sampel ........................................................................... 8
3.4 Variabel Pengamatan ...................................................................................... 8
3.5 Analisis Data ................................................................................................... 9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 11
4.1 Gambaran Umum Penelitian ........................................................................... 11
4.2 Analisis Keragaman ........................................................................................ 13
4.3 Analisis Korelasi ............................................................................................. 13
4.4 Korelasi Genotipe Antar Sifat Tanaman Jagung ............................................ 15
V. KESIMPULAN ...................................................................................................... 17
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 17
5.2 Saran ............................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 21
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Analisis varian dan keragaman varian .................................................................. 10
2. Analisis kovarian dan keragaman kovarian .......................................................... 10
3. Penampilan Umum Populasi Tanaman Yang Diteliti ........................................... 12
4. Hasil Analisis Keragaman Beberapa Sifat Tanaman Jagung Hibrida .................. 13
5. Korelasi Fenotipik Antar Sifat Tanaman Jagung .................................................. 14
6. Korelasi genotipik antar sifat tanaman jagung...................................................... 16
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Denah Penelitian ................................................................................................... 22
2. Karakteristik Tanah Penelitian .............................................................................. 23
3. Data curah hujan, suhu udara, penyinaran matahari, dan kelembaban ................. 23
4. Analisis varian variabel yang diamati .................................................................... 24
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan dunia yang penting, selain
gandum dan padi. Penduduk di Indonesia seperti Madura dan Nusa Tenggara
menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung
juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari
biji), dibuat menjadi tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena),
dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya), dan pakan ternak
(Purwanto, 2008).
Permintaan atau kebutuhan jagung nasional yang terus meningkat dalan setiap
tahunnya, maka pemenuhannya harus diupayakan dari produksi jagung dalam negeri.
Produksi jagung tahun 2014 sebanyak 19,03 juta ton pipilan kering atau mengalami
kenaikan sebanyak 0,52 juta ton (2,81%) dibandingkan tahun 2013. Kenaikan produksi
jagung tersebut terjadi di pulau Jawa dan luar Jawa masing-masing sebanyak 0,06 juta ton
dan 0,46 juta ton. Kenaikan produksi jagung karena kenaikan luas areal panen seluas 16,51
kwintal/ha (2,37%) dan akan diperkirakan meningkat di tahun 2015 menjadi 20,66 juta ton
(BPS, 2014). Menurut data yang di himpun oleh bappebti (2014) kebutuhan jagung dalam
negeri pada tahun 2012 mencapai 22 juta ton.
Melihat kondisi demikian, produksi jagung nasional juga perlu di tingkatkan.
Upaya peningkatan produksi jagung akan berhasil jika didukung oleh pemanfaatan
varietas-varietas berdaya hasil tinggi. Untuk itu perakitan varietas hibrida merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam peningkatan produksi.Pada umumnya jagung hibrida
terbaik memberikan hasil lebih tinggi daripada jagung varietas bersari bebas (Taufik et al.,
2010).
Keberhasilan pemuliaan jagung hibrida memerlukan pengetahuan tentang
hubungan antar sifat, terutama dengan hasil. Pengetahuan tersebut berguna di dalam
menentukan sifat-sifat yang harus diseleksi guna meningkatkan hasil tanaman. Korelasi
merupakan teknik statistik yang digunakan untuk meguji derajat keeratan hubungan antar
dua variabel atau lebih (Mustofa et al., 2013).
Hasil jagung merupakan produk dari proses pertumbuhan yang terjadi pada fase-
fase sebelumnya dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karena itu, dalam
program pemuliaan jagung, seleksi terhadap hasil secara langsung selain tidak efisien juga
harus dilakukan hingga tanaman dipanen. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa sifat tanaman jagung saling memiliki keterkaitan ( Kashiani et al., 2010).
2
Dengan adanya fenomena tersebut maka efisiensi seleksi akan dapat ditingkatkan
melalui penggunaan kriteria seleksi yang didasarkan pada sifat-sifat yang berkaitan erat
terhadap hasil. Dalam pemuliaan tanaman keterkaitan antar sifat diukur melalui analisis
korelasi, baik secara fenotipik maupun genotipik. (Indradewa et al., 2005).
Pada penelitian ini, korelasi antar sifat hibrida baru perlu diketahui untuk
meneruskan seleksi pada selanjutnya. Hibrida baru yang diteliti merupakan rakitan peneliti
Universitas Bengkulu. CT 1 sampai CT 15 adalah kode hibrida hasil persilangan setengah
dialel dari 6 galur murni jagung.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menaksir koefisien korelasi fenotipik dan
genotipik antara sifat-sifat pertumbuhan dan hasil 15 jagung hibrida untuk menentukan
kriteria seleksi guna peningkatan hasil melalui program pemuliaan jagung hibrida.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani tanaman jagung
Tanaman jagung merupakan tanaman semusim yang memiliki nama ilmiah Zea
mays L. Jagung termasuk salah satu jenis tanaman biji-bijian yang memiliki klasifikasi
sebagai berikut : kingdom plantae, divisio spermatophyta, sub divisio angiospermae, class
monocotyledone, ordo graminae, familia graminaceae, genus zea, species : zea mays L.
(Warisno, 1998).
Jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar. yakni
akar seminal, akar udara dan akar adventif. Akar seminal tumbuh dari radikula dan
embrio, akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat
permukaan tanah sedangkan akar adventif disebut juga akar tunjang. Perkembangan akar
pada tanaman jagung tergantung pada varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air tanah
(Riwandi et al., 2014).
Tanaman jagung tumbuh tegak dengan tinggi tanaman 60 - 300 cm. Batang jagung
berwarna hijau hingga kekuningan, tidak bercabang, beruas-ruas biasanya berjumlah 14
ruas, panjang ruas batang tidak sama, ruas yang paling bawah pendek dan tebal, semakin
ke atas ukurannya semakin panjang (Riwandi et al., 2014). Pada buku ruas terdapat tunas
yang berkembang menjadi tongkol, dua tunas berkembang menjadi tongkol yang produktif
(Subekti et al., 2007). Daun tanaman jagung berwarna hijau, berbentuk pita tanpa tangkai
daun, memiliki pelepah yang berfungsi untuk membungkus batang dan melindungi buah,
sertamemiliki lidah daun yang terletak di pangkal helai daun. Tanaman jagung di daerah
tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibandingkandengan tanaman jagung
yang tumbuh di daerah beriklim sedang (temperate) (Riwandi et al., 2014).
Bunga tanaman jagung termasuk monoecious, yaitu bunga jantan dan betina
terdapat pada satu tanaman. Bunga jantan terletak di ujung batang yang berbentuk malai
dan bunga betina terletak di pertengahan batang, berbentuk tongkol. Jumlah baris biji
dalam tongkol sebanyak 10 - 14, setiap tongkol terdiri dari 200 - 400 butir. Tanaman
jagung adalah protandri, dimana pada sebagian besar varietas, bunga jantannya muncul
(anthesis) 1 - 3 hari sebelum rambut bunga betina muncul (silking). Dalam keadaan
tercekam (stress) karena kekurangan air, keluarnya rambut tongkol kemungkinan tertunda
sedangkan keluarnya malai tidak terpengaruh. Semakin besar interval antara keluarnya
bunga jantan dan betina semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan
terhambat sehingga hasil berkurang (Subekti et al., 2007).
4
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Tanaman jagung dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0 - 1300 m di atas
permukaan laut. Suhu yang optimal untuk pertanaman jagung adalah 23 - 270 C. Riwandi
et al. (2014) menyatakan bahwa suhu yang terlalu panas dan kelembapan udara rendah
dapat menyebabkan rusaknya daun dan terganggunya persarian bunga. Curah hujan yang
dibutuhkan oleh tanaman jagung adalah 250 - 500 mm per bulan. Pada saat pertumbuhan
awal dan pada saat berbunga tanaman jagung memerlukan banyak air. Kekurangan air
yang terjadi pada saat pertumbuhan mengakibatkan hasil tanaman jagung berkurang.
Tanaman jagung dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tetapi petumbuhan
tanaman jagung akan lebih baik jika ditanam pada tanah yang gembur dan subur, tidak
tergenangi air, drainase baik, keasaman tanah (pH) 5,5 - 7,5. Pada tanah yang pH nya
kurang dari 5,5 perlu dilakukan pengapuran untuk menaikkan pH tanah (Wijayanto et al.,
2012). Tanah yang ideal untuk pertumbuhan jagung adalah tanah yang mempunyai solum
yang dalam, beraerasi baik, serta mempunyai daya menahan air (water holding capacity)
yang tinggi (Wirosoedarmo et al., 2011). Tanaman jagung yang dibudidayakan pada tanah-
tanah yang terlalu masam akan memberikan hasil yang rendah (Riwandi et al., 2014).
2.3 Hibrida Jagung
Jagung hibrida merupakan hasil dari persilangan sepasang atau lebih tetua (galur
murni) yang mempunyai sifat unggul. Jagung hibrida merupakan keturunan pertama (F1)
dari hasil persilangan antara galur-galur, antara galur single cross dengan varietas bersari
bebas atau antar dua varietas bersari bebas. Langkah awal yang dilakukan dalam program
hibrida adalah mencari populasi-populasi superior yang merupakan pasangan heterotik
atau melakukan pembentukkan populasi baru. Dengan tujuan yaitu untuk memaksimalkan
karakter penting, selain mempertahankan karakter lain pada tingkat yang sama atau di atas
standar minimum untuk diterima sebagai varietas komersial (Takdir et al., 2007).
Menurut Yuwono et al. (2015) faktor terpenting dalam pembentukkan hibrida
adalah pemilihan plasma nutfah pembentukkan populasi dasar yang akan menentukan
tersedianya tetua unggul. Tetua yang berasal dari plasma nutfah superior dengan karakter
agronomi ideal akan menghasilkan galur yang memiliki daya gabung umum dan daya
gabung khusus yang tinggi. Dalam proses perakitan hibrida dibutuhkan sedikitnya dua
populasi yang memiliki latar belakang plasma nutfah dengan keragaman genetik yang luas,
penampilan persilangan yang menonjol, dan menunjukkan tingkat heterosis tinggi.
5
Pembentukkan hibrida diutamakan persilangan-persilangan antara bahan genetik atau
populasi yang kontras atau berbeda sumber plasma nutfahnya.
Hibrida menunjukkan sifat yang lebih baik secara morfologi, sedangkan secara
fisiologi dinyatakan lebih tahan terhadap cekaman lingkungan. Penyebab keunggulan
hibrida adalah heterosis, akumulasi gen dominan yang diharapkan, interaksi antara alel
berbeda dan kelipatan antara komponen produksi (Pesireron, 2011). Sedangkan menurut
Iriany et al. (2007) jagung hibrida dikembangkan berdasarkan gejala hybrid vigor atau
heterosis dengan menggunakan populasi atau generasi F1 sebagai tanaman produksi. Oleh
karena itu varietas hibrida selalu dibuat dan diperbaharui untuk mendapatkan generasi F1.
2.4 Korelasi
Korelasi merupakan suatu ukuran keeratan hubungan antara antara kedua sifat.
Kedua sifat dikatakan berkorelasi apabila perubahan pada sifat yang satu akan diikuti
perubahan pada sifat yang lainnya secara teratur, dengan arah yang sama atau berlawanan.
Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 hingga +1. Jika diperoleh koefisien korelasi nol,
bermakna dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara kedua sifat tersebut. Jika
didapat nilai koefisien semakin mendekati +1 atau -1 hubungan yang ditunjukkan semakin
erat. Jika nilai korelasi semakin mendekati +1 berarti peningkatan suatu sifat akan diikuti
oleh peningkatan sifat yang lainnya dan semakin mendekati -1 berarti peningkatan suatu
sifat akan mengurangi sifat yang lain nya (Nugroho et al., 2008).
Korelasi antar sifat pada tanaman disebabkan oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik yang menyebabkan korelasi adalah peristiwa pleiotropi dan
Rangkaian (linkage). Pleiotropi adalah peristiwa yang terjadi bila satu gen pada satu gen
lokus atau set gen pada beberapa lokus mengendalikan dua atau lebih sifat yang berbeda.
Jika dua sifat menunjukkan nilai korelasi yang tinggi, maka korelasi tersebut disebabkan
oleh pleiotropi. Jika dua sifat menunjukkan nilai korelasi yang rendah, maka kedua sifat
tersebut diwariskan secara bebas atau dikawal oleh gen yang berbeda. Rangkaian
merupakan dua sifat atau lebih yang diwariskan secara bersamaan, disebabkan oleh dua
gen atau lebih terdapat pada kromosom yang sama. Kekuatan rangkaian tergantung pada
kedudukan gen. Jarak rangkaian gen-gen yang berdekatan mempunyai kekuatan rangkaian
yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak rangkaian gen-gen yang lebih jauh (Falconer,
1981).
Korelasi antar sifat dapat memberikan petunjuk apakah dua sifat dapat diperbaiki
sekaligus atau tidak. Jika seleksi langsung terhadap hasil tidak mudah dilakukan, maka
6
seleksi tidak langsung dapat dilakukan melalui sifat-sifat lain yang berkorelasi dengan
hasil. Pendugaan korelasi fenotipik dan genotipik antar sifat sangat berguna dalam
merencanakan dan mengevaluasi program pemuliaan tanaman. Pengetahuan tentang
korelasi sifat komponen hasil sangat penting sebagai dasar dalam pemuliaan tanaman, yang
sasaran pengembangannya adalah untuk menaikkan hasil tiap satuan luas dan satuan waktu
(Yakub et al., 2012). Disamping itu, dengan adanya korelasi yang erat antara sifat hasil
dengan sifat lainnya maka seleksi terhadap sifat hasil dapat dilakukan melalui sifat tersebut
sehingga usaha perbaikan genetik diharapkan dapat dicapai dalam kurun waktu yang relatif
singkat.
Hasil penelitian Kang et al. (1983), melaporkan bahwa korelasi positif antara hasil
jagung dengan tinggi tanaman (r = 0,67) dan berat tongkol (r = 0,78). Hasil penelitian yang
diperoleh susanto et al. (2001) menunjukkan bahwa sifat panjang tongkol berkorelasi
positif terhadap hasil (r = 0,76). Sedangkan hasil penelitian lainnya pada jagung , Saleemi
et al. (2007) mendapatkan tinggi tanaman yang menunjukkan korelasi positif dengan hasil
biji.
7
III. METODE PENELITIAN
3.1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September – Desember 2015 di Zona
Pertanian Terpadu Medan Baru Universitas Bengkulu Kecamatan Muara Bangkahulu Kota
Bengkulu dengan ketinggian tempat ± 10 mdpl. Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor dan
tiga ulangan, yang selanjutnya digunakan untuk mengalokasikan 15 varietas jagung
hibrida. Varietas jagung hibrida yang digunakan yaitu CT1, CT2, CT3, CT4, CT5, CT6, CT7,
CT8, CT9, CT10, CT11, CT12, CT13, CT14, dan CT15.
3.2. Tahapan Penelitian
Lahan yang digunakan untuk penelitian dibersihkan dari vegetasi secara manual
dan diolah satu kali dengan menggunakan cangkul hingga kedalaman 20 cm. Lahan
selanjutnya dibagi menjadi tiga blok yang berjarak 100 cm dan di dalam masing masing
blok dibuat petak-petak percobaan yang berukuran 3m x 3,6 m. Dengan jarak antar petak
50 cm dengan jarak tanam 60 cm x 30 cm. Di dalam satu petak percobaan terdapat 5 baris
dan dalam satu baris terdapat 12 tanaman sehingga total keseluruhan tanaman dalam satu
petak yaitu 60 tanaman. sebelum penanaman, ditaburkan pupuk kandang sebanyak 20
ton/ha digunakan sebagai pupuk dasar dan di sebar secara merata pada petak-petak
percobaan, tiga hari sebelum tanam. Denah percobaan dicantumkan pada (Lampiran 1).
Penanaman dilakukan dengan menempatkan 1 benih jagung pada lobang tugal yang
dibuat dalam bentuk barisan. Jarak antar baris adalah 60 cm dan jarak tanam dalam barisan
adalah 30 cm. Setelah itu, lobang tanam diberi insektisida berbahan aktif carbofuran 3G
kira-kira 5 sampai 10 butir yang diberikan pada setiap lobang tanam sebelum benih di
letakkan untuk menghindari benih dari gangguan semut. Penyulaman dilakukan 5 hari
setelah tanam untuk menggantikan benih yang tidak tumbuh dan tanaman yang tidak
normal.
Pemeliharaan meliputi pemupukan, pembubunan, pengairan, pengendalian gulma
dan hama penyakit. Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali, pemupukan dasar dengan
menggunakan pupuk urea, SP36, dan KCL masing-masing 100 kg/ha, 100 kg/ha, 100
kg/ha yang diberikan pada petak-petak percobaan bersamaan dengan waktu tanam dan
ditempatkan sekitar 5 cm dari lubang tanam. Sedangkan pemupukan kedua yaitu dilakukan
tiga minggu setelah tanam, menggunakan urea dengan dosis 100 kg/ha.
8
Pembubunan dilakukan pada saat tanaman jagung berumur satu bulan setelah
tanam. Pembubunan dilakukan dengan cara tanah di bagian kanan dan kiri barisan tanaman
digemburkan dengan cangkul kecil, kemudian ditimbun pada barisan tanaman sehingga
terbentuk guludan yang memanjang. Tujuan pembubunan adalah untuk memperkokoh
posisi batang dan menutup akar yang muncul ke permukaan tanah.
Pengairan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari dengan menggunakan
gembor yang berkapasitas 10 liter per petak percobaan. Karena pada saat penelitian
memasuki musim kemarau sehingga perlunya melakukan penyiraman setiap pagi dan sore
guna untuk memenuhi kebutuhan tanaman jagung.
Gulma yang tumbuh dikendalikan secara mekanik dengan menggunakan sabit pada
saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan
saat muncul gejala serangan dengan menggunakan pestisida berbahan aktif propineb
70WP dengan dosis 3 g/l . Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi.
Pemanenan dilakukan ketika tanaman berumur 120 hst atau telah memasuki fase
masak fisiologis dengan ciri-ciri tongkol jagung sudah berwarna kuning, jika tongkol
dikupas biji akan tampak keras, bernas dan mengkilap serta bila ditekan dengan
menggunakan kuku tidak menunjukkan bekas tekanan atau tidak pecah (Murcitro et al.,
2004).
3.3 Penetapan tanaman sampel
Ketika tanaman berumur 60 HST, sampel sebanyak 5 tanaman ditetapkan secara
acak pada tiap petak. Sampel yang digunakan tidak menyertakan tanaman pinggir.
3.4 Variabel pengamatan
1. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman diukur pada dua minggu setelah anthesis dari tanaman
sampel dengan menggunakan meteran mulai dari pangkal batang hingga ruas terakhir.
2. Diameter batang (mm)
Pengukuran diameter batang dilakukan pada bagian ruas kedua pada batang dengan
menggunakan jangka sorong digital pada saat memasuki fase generatif.
3. Jumlah daun (helai)
Penghitungan jumlah daun saat tanaman memasuki fase generatif.
4. Bobot kering berangkasan (g)
Pengamatan bobot kering berangkasan dilakukan dengan cara menimbang seluruh
bagian tanaman sampel yang telah dikeringkan dengan menggunakan oven (Linberg /
9
Blue model 60135000) selama 48 jam pada suhu 750 C. Alat yang digunakan untuk
mengukur adalah timbangan analitik.
5. Bobot tongkol (g)
Pengamatan bobot tongkol dilakukan dengan cara menimbang tongkol yang telah
dipisahkan dari klobotnya dengan menggunakan timbangan digital Sortarius
AG.Gotitiungen B.P 3100 P.122406736
6. Panjang tongkol (cm)
Pengukuran panjang tongkol diukur dari tanaman sampel dengan menggunakan
penggaris dari pangkal hingga pucuk tongkol.
7. Bobot biji per tongkol (g)
Pengamatan bobot biji per tongkol diukur dari tanaman sampel dengan menimbang
pipilan kering jagung dari satu tongkol.Pengukuran dilakukan setelah panen dengan
menggunakan timbangan digital Sortarius AG.Gotitiungen B.P 3100 P.122406736
8. Diameter tongkol tanpa berkelobot (mm)
Pengukuran diameter tongkol tanpa berkelobot diukur dari tanaman sampel pada
bagian tengah tongkol dengan menggunakan jangka sorong digital
9. Jumlah biji per tongkol (biji)
Penghitungan jumlah biji per tongkol dihitung berdasarkan jumlah biji dalam satu
tongkol tanaman sampel.
10. Jumlah biji per baris (biji)
Pengamatan jumlah biji per baris dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung
banyaknya baris biji pada tongkol.
11. Hasil pipilan kering per petak (g)
Hasil pipilan kering per petak diukur pada kadar air 13-15%. Pengukuran dilakukan
dengan cara menimbang pipilan kering jagung satu petak menggunakan timbangan 15
kg.
3.5 Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis untuk menaksir koofisien korelasi fenotipe dan
korelasi genotipe. Koofisien korelasi fenotipe ditaksir dengan analisis korelasi sederhana
(pearson correlation). Koofisien korelasi genotipe ditaksir melalui perbandingan
komponen varian dan karakter berdasarkan RAKL sebagai berikut :
10
Tabel 1. Analisis varian dan keragaman varian Sumber
keragaman (SK)
Derajat bebas
(DB)
Jumlah kuadrat
(JK)
Kuadrat tengah
(KT)
Nilai harapan kuadrat
tengah (NHKT)
Blok db Blok JK Blok KT Blok σ2e+gσ2
B
Hibrida db Hibrida JK Hibrida KT Hibrida σ2e+rσ2
g
Galat db Galat JK Galat KT Galat σ2e
Total db Total JK Total
Tabel 2. Analisis kovarian dan keragaman kovarian Sumber
keragaman (SK)
Derajat bebas
(DB)
Jumlah Hasil kali
(JHK)
Hasil Kuadrat
tengah (HKT)
Nilai harapan kuadrat
tengah (NHKT)
Blok db Blok JHK Blok HKT Blok cove xy+gcovB xy
Hibrida db Hibrida JHK Hibrida HKT Hibrida cove xy+rσ2g xy
Galat db Galat JHK Galat HKT Galat cove xy
Total db Total JHK Total
Selanjutnya untuk mengetahui korelasi genetik antar karakter digunakan formula menurut
Zobel and Talbert (1984) :
rG= cov g
(xy)
√σ2g(x)
.σ2g(y)
σg2=
KT Hibrida-KT Galat
3
𝑐𝑜𝑣𝑔= HKT Hibrida-HKT Galat
3
Keterangan:
rG = koofesien korelasi genotype xy
cov g(xy) = kovarians genotype xy
σ2g(x) = varians genotype x
σ2g(y) = varians genotype y
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian
Lahan penelitian yang digunakan adalah lahan bekas penelitian sebelumnya,
sehingga kondisi lahan bersih dari berbagai jenis rumput dan gulma. Tetapi masih terdapat
bekas akar jagung yang masih tersisa di tanah, sehingga tanah harus digemburkan terlebih
dahulu sebelum dibuat blok agar tanah benar-benar bersih dari seresah tanaman jagung.
Kondisi fisik lahan pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa tekstur tanah adalah
lempung liat berpasir (sany clay loam) yang mana memiliki kandungan pH H2O (sangat
masam) dengan nilai pH 4,3. pH yang masam, unsur P tidak dapat diserap oleh tanaman
karena diikat oleh Al. Kandungan C-Organik sebesar 1,51% dimana tergolong rendah, dan
K-dd sebesar 0,77 me/100g yang tergolong tinggi serta memiliki kandungan Al-dd yang
sangat tinggi dengan nilai 1,03 me/100g (Lampiran 2).
Secara umum, pertumbuhan tanaman hingga berumur 2 minggu setelah tanam
(mst) berlangsung merata. Hal ini diduga karena pada fase tersebut (fase V1) tanaman
masih mendapatkan cadangan makanan dari endosperm yang menyertai embrio (Subekti et
al., 2007). Namun pada fase selanjutnya keragaman antar individu tanaman mulai terjadi,
terlebih karena kondisi kemarau yang berlangsung hingga akhir fase vegetatif. Berdasarkan
data cuaca yang di peroleh dari BMKG Bengkulu, pada saat penelitian rata-rata curah
hujan yaitu sebesar 352,58 mm/bulan dan dengan kelembapan rata-rata sebesar 83,79 %
sedangkan penyinaran matahari rata-rata sebesar 65,43 cal/cm2/hari (Lampiran 3).
Saat memasuki fase generatif dan fase pingisian biji (antara 6-7 MST), tanaman
terserang penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), namun intensitas serangan masih
tergolong ringan pada tanaman. Tanaman yang terserang penyakit bulai di cabut dan
dijauhkan dari lahan percobaan. Untuk mencegah penyebaran penyakit bulai dikendalikan
dengan menggunakan fungisida Propineb 70WP dengan dosis 3 gram per 15 liter air, lalu
di aplikasikan ke bagian tanaman yang terkena penyakit bulai. Penyemprotan dilakukan
secara teratur 3-5 hari yang bertujuan untuk mengendalikan serta mencegah serangan
penyakit bulai.
Pada saat tanaman berumur 61 HST pada tanaman terdapat hama penggerek
tongkol (Helicoverpa armigera). Pengendalian hama penggerek tongkol ini dilakukan
secara kimiawi dengan menyemprotkan insektisida Deltamethrin 25 EC dengan dosis 1
mL/L.
12
Tabel 3. Penampilan umum populasi tanaman yang diteliti
Sifat Tanaman Minimum Maksimum Rata-
Rata
Simpangan
Baku
KK
(%)
Tinggi tanaman (cm) 92.80 163.40 124.51 18.43 14.81
Diameter batang (mm) 13.67 22.27 18.56 2.01 10.84
Jumlah daun 9.20 15.40 11.40 1.41 12.32
Bobot tongkol tanpa kelobot (g) 38.00 118.80 77.52 17.81 22.98
Panjang tongkol (cm) 9.40 15.80 13.02 1.31 10.07
Diameter tongkol tanpa kelobot (mm) 31.51 53.25 38.89 3.46 8.89
Jumlah biji per baris 16.20 31.40 24.77 3.17 12.79
Bobot biji per tongkol (g) 28.40 88.40 59.76 14.11 23.61
Jumlah biji per tongkol 159.80 372.60 274.81 54.94 19.99
Biomasa (g) 21.62 72.28 46.93 12.23 26.06
Hasil (g) 200.00 3000.00 1741.14 603.97 34.69
Dari 11 sifat tanaman yang diamati, hasil menunjukkan keragaman paling tinggi
(KK= 34,69 %) yang diikuti oleh biomassa, bobot biji per tongkol,dan bobot tongkol tanpa
kelobot. Menurut Steel dan Torrie (1993), nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan
penelitian atau dapat juga menyatakan suatu persentase standar deviasi terhadap rataan.
Gomez dan Gomez (1995) berpendapat bahwa semakin tinggi nilai KK maka semakin
rendah keandalan penelitian tersebut. Keempat sifat tersebut merupakan produk akhir dari
proses pertumbuhan tanaman yang secara fisiologis sangat tergantung pada faktor genetik
dan kondisi lingkungan sekitar baik lingkungan makro maupun mikro. Karena itu,
individu-individu yang secara genetik berbeda akan menghasilkan penampilan tanaman
berbeda. Demikian juga jika individu-individu dalam populasi memberi respon yang
berbeda maka penampilan akhir juga akan sangat berbeda. Hasil penelitian yang laporkan
oleh (Kumar et al., 2014) juga menunjukkan penampilan akhir lebih beragam dibanding
penampilan awal tanaman.
Berdasarkan tampilan pertumbuhannya terlihat bahwa populasi tanaman yang
diteliti menunjukkan gejala cekaman kekurangan air. Tinggi tanaman yang memiliki
kisaran nilai 92,80 sampai 163,40 cm, dapat menjadi indikator tingkat cekaman yang
berlangsung. Dalam kondisi tanpa cekaman, jagung hibrida akan mampu tumbuh hingga
100 cm – 300 cm (Warisno, 1998). Sebaliknya tinggi tanaman hanya mencapai di bawah
60 cm dalam kondisi cekaman air (Wijayanto et al., 2012).
Tanda-tanda kondisi cekaman dapat dilihat juga dari diameter batang yang
memiliki rata-rata 18,56 cm. Bahkan, Wijayanto et al., (2012) melaporkan bahwa dalam
kondisi cekaman diameter batang jagung hanya dapat mencapai 13,32 mm. Dalam kondisi
tanpa cekaman, diameter batang jagung berkisar 3 – 4 mm (Warisno, 1998). Gejala serupa
13
juga terlihat pada biomasa tanaman. pada penelitian ini biomasa yang didapatkan memiliki
kisaran antara 21,62 g dan 72,28 g dengan rata-rata 46,93 g. Ukuran biomasa tersebut
termasuk sangat rendah jika dibanding biomassa pada kondisi tanaman tanpa cekaman
yang dapat mencapai 85,35 g (Ekowati dan Nasir, 2011).
Selain sifat-sifat pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman jagung juga
mengalami penurunan akibat cekaman kekurangan air. Dalam kondisi normal, tongkol
jagung dapat memiliki ukuran panjang tongkol 18,63 cm, diameter tongkol 4,80 mm,
bobot tongkol 79,30 g (Subekti dan Jafri, 2011). Namun dalam penelitian ini tongkol yang
diperoleh hanya memiliki ukuran panjang 13,02 cm, diameter 38,89 mm, bobot tongkol
77,52 g. Demikian juga dari segi hasil mengami penurunan.
4.2 Analisis Keragaman
Penguraian keragaman total menjadi beberapa komponen melalui analisis
keragaman disajikan pada (Tabel 4). Dari sebelas sifat yang diamati, delapan sifat
diantaranya tinggi tanaman, jumlah daun, bobot tongkol tanpa kelobot, diameter tongkol
tanpa kelobot, bobot biki pertongkol, jumlah biji per tongkol, biomassa dan hasil
menujukkan keragaman nyata antar genotipe. Sedangkan tiga sifat lainnya yaitu diameter
batang, panjang tongkol dan jumlah biji per baris tidak menunjukkan keragaman antar
genotipe.
Tabel 4. Hasil analisis keragaman beberapa sifat tanaman jagung hibrida
Variabel KT
genotipe KT Galat F hitung
P
Tinggi tanaman (cm) 2.32 165.93 3.88 * 0.028
Diameter batang (mm) 1.16 2.89 2.09 tn 0.365
Jumlah daun 3.36 0.65 6.64 * 0.003
Bobot tongkol tanpa kelobot (g) 3.32 169.14 3.41 * 0.028
Panjang tongkol (cm) 1.50 1.49 1.42 tn 0.173
Diameter tongkol tanpa kelobot (g) 3.51 6.54 3.27 * 0.002
Jumlah biji per baris 1.72 6.75 2.33 tn 0.107
Bobot biji per tongkol (g) 2.20 107.52 3.34 * 0.037
Jumlah biji per tongkol 2.26 1678.6 3.20 * 0.032
Biomassa 3.54 83.04 3.21 * 0.002
Hasil 2.50 214980.04 2.92 * 0.019
Keterangan : tn = tidak nyata pada taraf 1 % dan 5 %; * = nyata pada taraf 5 %.
14
4.3 Analisis Korelasi
Koefisien korelasi memperlihatkan hubungan yang erat antar dua variabel. Nilai
koefisien korelasi berkisar antara -1 hingga +1. Jika diperoleh koefisien korelasi nol,
bermakna dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara kedua sifat tersebut. Jika
didapat nilai koefisien semakin mendekati +1 atau -1 hubungan yang ditunjukkan semakin
erat. Jika nilai korelasi semakin mendekati +1 berarti peningkatan suatu sifat akan diikuti
oleh peningkatan sifat yang lainnya dan semakin mendekati -1 berarti peningkatan suatu
sifat akan mengurangi sifat yang lain nya. Sedangkan kriteria derajat keeratan berdasarkan
koefisien korelasi nya yaitu 0 : Tidak ada korelasi antara dua variable, 0 – 0,25: Korelasi
sangat rendah, 0,25 – 0,5: Korelasi sedang, 0,5 – 0,75: Korelasi tinggi, 0,75 – 0,99:
Korelasi sangat tinggi, sedangkan 1: Korelasi sempurna (As’ari, 2014).
Tabel 5 di sajikan koefisien kolerasi fenotipik antar karakter yang diamati.
Sebagian besar sifat berkorelasi positif dengan hasil, kecuali jumlah daun. Berdasarkan
derajat keeratannya, bobot tongkol tanpa kelobot memiliki keeratan dengan hasil paling
tinggi (r=0,74), diikuti berturut-turut oleh bobot biji per tongkol (r=0,68), jumlah biji per
tongkol (r=0,73), dan jumlah biji per baris (r=0,63). Temuan serupa juga dilaporkan oleh
beberapa peneliti sebelumnya. Hasil berkorelasi erat dengan panjang tongkol (r= 0,72) dan
jumlah biji pertongkol (r= 0,87) (Inamullah et al., 2011). Hasil juga berkorelasi erat
dengan jumlah biji per baris (r=0,82) (Amini et al., 2013).
Tabel 5. Korelasi fenotipik antar sifat tanaman jagung
Variabel Diameter
batang
Jumlah
daun biomass
Bobot
tongkol
tanpa
kelobot
Panjang
tongkol
Diameter
tongkol
tanpa
kelobot
Jumlah
biji per
baris
Jumlah
biji per
tongkol
Bobot
biji per
tongkol
Hasil
Tinggi
tanaman 0.03ns 0.63** 0.41** 0.10ns 0.23* 0.23* 0.06ns 0.04ns 0.01ns 0.10ns
Diameter
batang -0.06ns 0.53** 0.65** 0.41** 0.26* 0.62** 0.66** 0.62** 0.46**
Jumlah daun 0.36** -0.13ns 0.07ns -0.24* -0.02ns -0.11ns -0.19ns -0.05ns
Biomass 0.61** 0.55** 0.35** 0.54** 0.56** 0.52** 0.51**
Bobot
tongkol
tanpa
kelobot
0.56** 0.54** 0.79** 0.89** 0.97** 0.74**
Panjang
tongkol 0.40** 0.70** 0.63** 0.57** 0.43**
Diameter
tongkol
tanpa
kelobot
0.28* 0.49** 0.55** 0.30*
Jumlah biji
per baris 0.83** 0.79** 0.63**
Jumlah biji
per tongkol 0.93** 0.73**
Bobot biji
per tongkol 0.68**
Keterangan: tn: tidak nyata pada taraf 1 % dan 5 %, *: nyata pada taraf 5 %
** : nyata pada taraf 1 %
15
Biomasa (bobot kering tanaman) merupakan cerminan dari tingkat pertumbuhan
tanaman. Pertumbuhan adalah proses pertambahan dan pembesaran sel yang irevversible
dan terakumulasi sebagai bahan kering (Salisbury dan Ross, 1992). Dengan demikian,
semakin besar biomassa berarti semakin tinggi tingkat pertumbuhannya. Dalam penelitian
ini, biomassa diwujudkan dalam bentuk tinggi tanaman,diameter batang dan jumlah daun
dengan derajat keeratan yang sedang (r=0,36) hingga tinggi (r=0,53)
Hubungan antara sifat pertumbuhan dengan komponen hasil berkisar antara sangat
rendah hingga tinggi (0,02 < r < 0,66) dengan arah positif maupun negatif. Diameter
batang merupakan sifat pertumbuhan yang memiliki hubungan erat dengan sebagian besar
komponen hasil. Batang merupakan organ penyimpan cadangan makanan, selain akar dan
umbi, sehingga semakin besar ukuran batang semakin banyak cadangan makanan
(Tjitrosoepomo, 1988). Dengan demikian, pertumbuhan komponen hasil jagung juga
dipengaruhi oleh ukuran batang.
Secara umum, komponen-komponen hasil jagung saling keterkaitan dengan derajat
keeratan antara cukup erat hingga sangat erat. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya koefisien
korelasi antar sifat-sifat yang merupakan komponen hasil, yaitu bobot tongkol tanpa
kelobot, panjang tongkol, diameter tongkol tanpa kelobot, jumlah biji per baris, dan bobot
biji per tongkol. Hubungan sangat erat ditunjukkan oleh bobot tongkol tanpa kelobot
dengan bobot biji per tongkol (r = 0,97), jumlah biji per tongkol dengan bobot biji per
tongkol (r = 0,93), bobot tongkol tanpa kelobot dengan jumlah biji per tongkol (r = 0,89),
jumlah biji per baris dengan jumlah biji per tongkol (r = 0,83), bobot tongkol tanpa kelobot
dengan jumlah biji per baris (r = 0,79) dan jumlah biji per baris dengan bobot biji per
tongkol (r = 0,79). Sebaliknya, diameter tongkol tanpa kelobot umumnya berkorelasi
sedang dengan komponen hasil lainnya. Dengan demikian diameter tongkol bukan sifat
yang dapat digunakan sebagai ukuran yang akurat untuk komponen hasil maupun hasil
jagung.
4.3 Korelasi Genotipe Antar Sifat Tanaman Jagung
Menurut Falconer (1981), korelasi fenotipik dapat diurai menjadi korelasi genotipik
dan korelasi lingkungan. Korelasi genotipik terjadi karena pleiotropi dan atau pautan antar
gen. Pleiotropi adalah gejala dua sifat atau lebih dikendalikan oleh gen yang sama.
Korelasi lingkungan terjadi karena faktor lingkungan mempengaruhi penampilan sifat-sifat
yang saling berkaitan. Dengan demikian, jika hubungan genotipik antar sifat lebih besar
atau berubah arah dari hubungan fenotipiknya berarti peran faktor lingkungan sangat kecil.
Dalam kondisi koefisien korelasi genotipik lebih besar dibanding koefisien korelasi
16
fenotipik berarti peran faktor lingkungan relatif kecil. Penaksiran korelasi genotipik sangat
berguna dalam program pemuliaan tanaman sebagai sarana untuk menentukan kriteria
seleksi yang sesuai untuk meningkatkan hasil tanaman ( Falconer dan Mackay, 1996).
Dalam penelitian ini, hubungan genotipik antar sifat yang diamati memiliki arah
yang sama dengan hubungan fenotipik, kecuali jumlah daun dengan diameter batang dan
beberapa komponen hasil (Tabel 6). Demikian juga, nilai koefisien korelasi genotipe
cenderung lebih tinggi di banding koefisien korelasi fenotipik. Secara teoritis koefisien
korelasi maksimum bernilai 1, sehingga nilai koefisien korelasi yang nilainya lebih besar
dari satu diasumsikan sama dengan 1 (Hartawan, 2010). Beberapa pasangan sifat memiliki
koefisien lebih besar dari 1, pada sesama variabel pertumbuhan nilai korelasi yang lebih
besar dari satu terdapat pada diameter batang dengan jumlah daun (r= 1,82), diameter
batang dengan biomassa (r= 1,38). Korelasi genotipik yang tinggi antara variabel
pertumbuhan dengan komponen hasil terdapat pada diameter batang dengan jumlah biji per
baris (r= 1,57), diameter batang dengan bobot bij per tongkol (1,55), jumlah daun dengan
jumlah biji per baris (r= 1,09). Komponen hasil yang lain adalah bobot tongkol dengan
panjang tongkol (r= 1,51), biomassa dengan panjang tongkol (r= 1,49), panjang tongkol
dengan jumlah biji per tongkol (r= 1,46), panjang tongkol dengan jumlah biji per baris (r=
1,20), biomassa dengan jumlah biji per baris (r=1,06), biomassa dengan bobot tongkol (r=
1,01). Dan variabel komponen hasil dengan hasil jumlah biji per baris (r= 1,18), panjang
tongkol (r= 1,12). Temuan serupa juga dilaporkan oleh beberapa peneliti (Amare et al.,
2015). Oleh karena sebagian besar sifat, kecuali diameter tongkol tanpa kelobot, secara
genotipik berhubungan erat dengan hasil tanaman maka proses seleksi dalam program
pemuliaan yang diarahkan untuk meningkatkan hasil jagung perlu memperhatikan
penampilan tanaman secara umum. Dari hasil diatas, pemuliaan jagung untuk hasil tinggi
dapat dilakukan dengan seleksi terhadap jumlah daun, biomassa, panjang tongkol, dan
jumlah biji per baris.
17
Tabel 6. Korelasi genotipik antar sifat tanaman jagung
Diameter
batang
Jumlah
daun Biomass
Bobot
tongkol
tanpa
kelobot
Panjang
tongkol
Diamete
r
tongkol
tanpa
kelobot
Jumlah
biji per
baris
Jumlah
biji per
tongkol
Bobot biji
per
tongkol
Hasil
Tinggi
tanaman 0.11 0.21 0.62 0.47 0.59 0.52 0.15 0.31 0.54 0.8
Diameter
batang 1.82 1.38 0.44 2.14 -1 1.57 0.31 1.55 0.7
Jumlah daun
0.74 0.67 1 -0.31 1.09 0.58 0.8 0.97
Biomass
1.01 1.49 0.19 1.06 0.97 1.13 0.95
Bobot
tongkol
tanpa
kelobot
1.51 0.55 0.86 0.99 0.92 0.83
Panjang
tongkol 0.08 1.2 1.46 1.24 1.12
Diameter
tongkol
tanpa
kelobot
-0.12 0.58 0.39 0.28
Jumlah biji
per baris 0.84 0.85 1.18
Jumlah biji
per tongkol 0.87 0.69
bobot biji
per tongkol 0.8
18
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis fenotipik, hibrida jagung yang berproduksi tinggi
dicirikan dengan variabel bobot tongkol, jumlah biji per baris, bobot biji per
tongkol, jumlah biji pertongkol dan biomassa yang tinggi.
2. Secara genotipik sifat-sifat pertumbuhan dan komponen hasil ( tinggi tanaman,
diameter batang, jumlah daun, biomass, bobot tongkol tanpa kelobot, panjang
tongkol, jumlah biji per baris, jumlah biji per tongkol, bobot biji per tongkol)
berkorelasi dengan hasil kecuali diameter tongkol tanpa kelobot.
5.2 Saran
Untuk lebih memantapkan hasil penelitian ini maka perlu dilakukan
penelitian yang mendalam dengan melalukan penamanan pada berbagai lingkungan
dan musim.
19
DAFTAR PUSTAKA
Amare, K., H. Zeleke., dan G. Bultosa. 2015. Variabilty for yield, yield related traits and
association among traits of sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench) varieties in wollo.
Journal of Plant Breeding and Crop Science, 7(5): 125-133.
Amini, Z., Khodambashi, M., dan Houshmand, S. 2013. Correlation and path coefficient
analysis of seed yield related traits in maize. International Journal of Agriculture and
Crop Sciences, 5(19): 22-17.
As’ari, N. P. 2014. Proportion reduction in error (pre) dalam mengukur asosiasi
penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap kejadian hipertensi. Skripsi Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.
Badan Pusat Statistika. 2014 .Kualitas produksi pipilan kering. Statistik Pertanian,
Bengkulu.
Ekowati, D., dan M. Nasir. 2011. Pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) varietas
bisi-2 pada pasir reject dan pasir asli di pantai trisik kulonprogo. Jurnal Manusia dan
Lingkungan, 18(3): 220-231.
Falconer, D. S dan T. F.C. Mckay. 1996. Introduction to Quantitave. 4th Ed. Longmans
Green. Harlow Essex. UK.
Falconer, D. S. 1981. Introduction to Quantitative. 2th Ed. Longmans Green. Harlow Essex.
UK.
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Statistical Procedures for Agriculture Research.
Diterjemahkan oleh E. Sjamsudin dan J. S. Baharsjah. Prosedur Statistika Untuk
Penelitian Pertanian. Penerbit UI Press. Jakarta.
Hartawan, Y.T. 2010. Heritabilitas dan korelasi genotipik antar sifat kuantitatif 10 genotip
kacang hijau. Skripsi Fakultas Pertanian UNEJ. Jember. (tidak dipublikasikan).
Inamullah., N. Rehman., N. H. Shah., M. Arif., dan M. Siddiq. 2011. Correlations among
grain yield and yield attributes in maize hybrids at various nitrogen levels. Sarhad
Journal Agric, 27(4): 532-538.
Indradewa, D., dan M. Nasir. Kemungkinan peningkatan hasil jagung dengan pemendekan
batang. Jurnal Ilmu Pertanian, 12(2): 117-124.
Iriany, R. N., M. Yasin. H. G., dan A. M. Takdir. 2007. Asal, Sejarah, Evolusi, dan
Taksonomi Tanaman Jagung. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Bogor.
Kang , M.S., Zuber, M.S. dan Krause, G.F. 1983. Path coefficient analysis of grain yield
and harvest grain moisture in maize. Tropics Agriculture (Trinidad), 60 (4) : 253-
256.
Kashiani, P., G. Saleh., N. A. P. Abdullah., S. N. Abdullah. Variation and genetic studies
in selected sweet corn inbred lines. Asian Journal of Crop Science, 2(2) : 78-84.
Kumar. G. P., V. N. Reddy., S. S. Kumar., dan P. V. Rao. 2014. Genetic variability,
heritability and genetic advance studies in newly developed maize genotypes (Zea
mays L.). International Journal of Pure and Applied Bioscience, 2(1): 272-275
20
Murcitro, B. G., Purwanto., B. W. Simanihuruk., dan J. Arto. 2004. Pertumbuhan dan hasil
jagung pada lahan gambut dengan penerapan teknologi tampurin. Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian Indonesia, 6(1): 14-21.
Mustofa, Z., I. M. Budiarsa., dan G. B. N. Samdas. 2013. Variasi genetik jagung (Zea mays
L) berdasarkan karakter fenotipik tongkol jagung yang dibudidyakan di desa jono
oge. Jurnal Ilmu Pengetahuan Biologi, 1 : 33-41.
Nugroho, S., S. Akbar., dan R. Vusvitasari. 2008. Kajian Hubungan Koefisien Korelasi
Pearson (r), Spearman-rho (ρ), Kendall – Tau (τ), Gamma (G), dan Somers (dyx).
Jurnal Gradien, 4(2): 372-381.
Pesireron, M., dan R. E. Senewe. 2011. Keragaan 10 varietas/galur jagung komposit dan
hibrida pada agroekosistem lahan kering di maluku. Jurnal Budidaya Pertanian, 7(2):
53-59.
Purwanto, S. 2008. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi
Jagung. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Bogor.
Riwandi., M. Handajaningsih., dan Hasanudin. 2014. Teknik Budidaya Jagung dengan
Sistem Organik di Lahan Marjinal. UNIB Press. Bengkulu.
Salami, A. E., Adegoke, S. A. O., dan O. A. Adegbite. (2007). Genetic variability among
maize cultivars grown in Ekiti-State, Nigeria. Middle-East J. Sci. Res, 2(1), 09-13.
Salisbury, F. B., dan C. W. Ross. 1992. Plant Physiology. Diterjemahkan oleh Lukman, D.
R. Dan Sumaryono. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 3. ITB. Bandung.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan
Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Subekti, A. dan Jafri. 2011. Penampilan Karakter Agronomis dan Hasil Beberapa Varietas
Jagung pada Lahan Ultisol Singkawang, Kalimantan Barat. Seminar Nasional
Serealia.
Subekti, N. A., Syafuddin., R. Efendi., dan S. Sunarti. 2007. Morfologi Tanaman dan Fase
Pertumbuhan Jagung. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Bogor.
Takdir, A.M., S. Sunarti., dan M. J. Mejaya. 2007. Pembentukkan Varietas Jagung
Hibrida. Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Bogor.
Taufik, M., Suprapto., dan H. Widiyono. 2010. Uji daya hasil pendahuluan jagung hibrida
di lahan ultisol dengan input rendah. Jurnal Akta Agrosia, 13(1): 70-76.
Warisno, 1998. Budi Daya Jagung Hibrida. Kanisus. Yogyakarta.
Wijayanto, T., G. R. Sadimantara, dan M. Etikawati. 2012. Respon fase pertumbuhan
beberapa genotipe jagung lokal sulawesi tenggara terhadap kondisi kekurangan air.
Jurnal Agroteknos, 2(2): 86-91.
Wirosoedarmo, R., A. T. Sutanhaji., E. Kurniati., dan R. Wijayanti. 2011. Evaluasi
kesesuaian lahan untuk tanaman jagung menggunakan metode analisis spasial. Jurnal
Agritech, 31(1): 71-78.
21
Yakub, S., Kartina AM., S. Isminingsih., dan S. M. Leksono. 2012. Pendugaan parameter
genetik hasil dan komponen hasil galur-galur padi lokal asal banten. Jurnal
Agrotropika, 17(1): 1-6.
Yuwono, P. D., R. H. Murti., dan P. Basunanda. 2015. Studi keragaman genetik dua puluh
galur inbred jagung manis generasi S7. Jurnal Ilmu Pertanian, 18(3): 127-134.