konversi atribut data spasial format shp dari arcgis ke ms excel untuk persiapan regresi dengan

29
KONVERSI ATRIBUT DATA SPASIAL FORMAT SHP DARI ARCGIS KE MS EXCEL UNTUK PERSIAPAN REGRESI DENGAN SPSS FEBRUARI 18, 2014 BY DWI PUTRO SUGIARTO Salah satu cara untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gangguan tertentu di suatu kawasan hutan tertentu adalah dengan melakukan analisis regresi spasial. Untuk mendukung analisis tersebut, data spasial yang sebelumnya berformat shp dapat dikonversi menjadi format MS Excel. Proses konversi ini dapat dilakukan dengan baik oleh ArcGIS. Konversi perlu dilakukan apabila dalam analisis statistik akan dilakukan analisis regresi pada beberapa variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya menggunakan software SPSS. ArcGIS sendiri sebenarnya telah cukup mampu meregresikan beberapa variabel bebas menggunakan analisis statistik khususnya untuk regresi linier. Akan tetapi bagi banyak orang, penggunaan software semacam SPSS sepertinya lebih disukai, karena memang software ini dirancang khusus untuk mengolah data-data statistik. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk persiapan data penginput program SPSS tersebut adalah sebagai berikut : Buka ArcGIS, panggil file-file yang akan dilakukan analisis regresi

Upload: frenki-pangloli

Post on 08-Apr-2016

279 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

KONVERSI ATRIBUT DATA SPASIAL FORMAT SHP DARI ARCGIS KE MS EXCEL UNTUK PERSIAPAN REGRESI DENGAN SPSSFEBRUARI 18, 2014 BY DWI PUTRO SUGIARTO

Salah satu cara untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gangguan tertentu di suatu kawasan hutan tertentu adalah dengan melakukan analisis regresi spasial. Untuk mendukung analisis tersebut, data spasial yang sebelumnya berformat shp dapat dikonversi menjadi format MS Excel. Proses konversi ini dapat dilakukan dengan baik oleh ArcGIS. Konversi perlu dilakukan apabila dalam analisis statistik akan dilakukan analisis regresi pada beberapa variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya menggunakan software SPSS. ArcGIS sendiri sebenarnya telah cukup mampu meregresikan  beberapa variabel bebas menggunakan analisis statistik khususnya untuk regresi linier. Akan tetapi bagi banyak orang, penggunaan software semacam SPSS sepertinya lebih disukai, karena memang software ini dirancang khusus untuk mengolah data-data statistik.

Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk persiapan data penginput program SPSS tersebut adalah sebagai berikut :

Buka ArcGIS, panggil file-file yang akan dilakukan analisis regresi

Lakukan intersek data-data spasial pada beberapa variabel yang berfungsi sebagai variabel bebas penyusun regresi logistik dengan

Page 2: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

ArcGIS. Cara intersect Buka ArcToolbox : Analysis Tools >> Overlay >> Intersect.

Lakukan kembali intersek hasil intersek variabel bebas dengan variabel tak bebasnya sehingga terbentuk data spasial dengan atribut terdiri atas beberapa variabel bebas dan satu variabel tak bebas,

Lakukan konversi data spasial yang masih berformat shp ke MS Excel. Caranya buka tabel atribute data hasil intersect, lalu eksport data.

Page 3: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Beri nama file Excel hasil eksport data.

Buka data MS Excel, Copy data-data tersebut, Paste-kan ke SPSS

Page 5: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Data telah siap diregresikan dengan SPSS. Untuk cara membuat regresi logistik silahkan mengunjungi link berikut ini :  REGRESI LOGISTIK : Alat Analisis Spasial dan Evaluasi Kawasan (Bagian 2)

EGRESI LOGISTIK : ALAT ANALISIS SPASIAL DAN EVALUASI KAWASAN (BAGIAN 2)MEI 21, 2013 BY DWI PUTRO SUGIARTO

I. Regresi Logistik pada SPSS

Untuk dapat mengolah data spasial kategorik menggunakan analisis regresi logistik, ada beberapa hal yang perlu didefinisikan pada tahap pra pengolahan :

1. Definisi atau dasar teoritik yang digunakan untuk pembentukkan kelas/kategori. Dasar pengkelasan ini sangat penting khususnya untuk mengelompokkan data-data yang memiliki tingkatan rasio, interval maupun ordinal.

2. Unit analisis yang dipergunakan seperti apa. Pengamatan dapat dilakukan dengan membandingkan antara kejadian dan tidak adanya kejadian pada kondisi area tertentu. Area analisis dapat berupa unit spasial dimana area-area dalam unit yang sama memiliki homogenitas.Dalam banyak kasus bidang kehutanan, banyak peneliti menggunakan unit area analisis yang dibatasi oleh wilayah administrasi, petak dan area hasil intersek data vector. Area analisis juga dapat menggunakan piksel dengan luasan tertentu. Kelemahan penggunaan batas piksel ini adalah batas-batas unit pengamatan tidak halus sehingga menyulitkan interpretasi kejadian pada batas antar unit pengamatan yang bersinggungan. Contohnya : terkadang ditemukan kebakaran di mangrove padahal di kondisi nyatanya terjadi di savana dekat mangrove. Sekali lagi, kondisi area dalam satu unit pengamatan diasumsikan homogen

Page 6: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

3. Penentuan kelas yang berfungsi sebagai kontrol atau pembanding. Misalnya ingin mengetahui pengaruh penunjukkan suatu kawasan dari semula bersatus sebagai Hutan Produksi menjadi Cagar Alam terhadap penurunan tingkat illegal logging. untuk kasus seperti ini maka dapat memilih area berstatus Hutan Produksi dengan kondisi biofisik yang mirip di sekitarnya sebagai kontrol/pembanding. Dari hasil analisis akan terlihat sejauh mana aktivitas manajemen di Cagar Alam dapat menurunkan illegal logging.

II. Tahapan Pengolahan Data

Setelah ketiga pertanyaan tersebut terjawab, pembentukkan kelompok dan input data spasial dapat dilakukan. Sebagai studi kasus teknik ini maka akan dilakukan analisis faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.

Untuk mempermudah pemahaman, dalam contoh ini akan dilakukan penyederhanaan. Faktor yang akan diuji meliputi 2 variabel, yaitu penutupan lahan dan slope (dalam kondisi nyata tentunya banyak variabel). Variabel responnya berupa kejadian kebakaran hutan dan lahan di TNRAW yang diindikasikan olehhotspot (asumsi : hotspot telah diverifikasi).

Langkah-langkah analisis regresi logistik dengan SPSS sebagai berikut :

Variabel penutupan lahan, slope dan  hotspot dibuat dalam bentuk data raster dengan ukuran tiap piksel 1 km x 1 km. Pengkelasan yang digunakan sebagai berikut : Jenis tutupan lahan : Hutan rawa; hutan mangrove; hutan pegunungan; pertanian dan pemukiman; badan air; savanna. Untuk kelerengan (slope) : 0-8 (datar) ; 8-30 (sedang); >30 (curam). Variabel respon : ada hotspot = 1; tidak ada hotspot = 0.

Lakukan intersek ketiga variabel dengan Arc GIS, maka akan terbentuk unit-unit area dengan 3 atribut, yaitu penutupan lahan, slope dan  variabel respon.

Page 7: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Dengan ArcGIS lakukan ekspor data spasial menjadi data atribut berbentuk Excel. Copy data Excel ini dan Paste kan di SPSS. Gunakan klik kanan. Hasilnya akan tampak seperti Gambar di bawah ini.

Kelas 1, 2, 3 dst merupakan symbol untuk masing-masing kelas dalam variabel. Untuk memberi definisi tiap symbol tersebut maka kita lakukan langkah berikut.

Pertama kali klik ‘Variable View (1)’, lalu ‘Values (2)’. Pada ‘Value (3)’ masukkan nilai angka symbol yang digunakan pada Data View. Pada ‘Label (4)’ isikan apa yang diwakili oleh symbol tersebut. Kalau sudah klik ‘Add (5)’. Lakukan sampai semua symbol didefinisikan lalu tekan ‘OK (6)’.

Lakukan hal yang sama pada variabel kedua. Setelah selesai tekan ‘OK’

Page 8: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Lakukan analisis regresi logistik. Caranya tekan ‘Analysis (1)’, ‘Regression (2)’ lalu ‘Binary Logistic (3)’

Masukkan variabel respon pada ‘Dependent (1)’ dan variabel independent di ‘Covariate (2)’

Lakukan pemilihan kelas pembanding. Caranya : klik tombol ‘Catagorical’, lalu pindahkan variabel bebas dari bar kiri ke kanan dengan ‘Panah (1)’, pilih ‘First (2)’ lalu klik ‘Change (3)’. Kalau sudah selesai klik ‘Continue (4)’

Page 9: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Sekarang klik tombol ‘Option (1)’, centrang ‘Hosmer and Lemeshow Test (2)’ lalu ‘Continue (3)’

Tekan ‘OK’

Hasil out put regresi logistik akan keluar seperti gambar di atas.III. Interpretasi Out Put Regresi Logistik

Page 10: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Interpretasi : unit analisis yang diolah dalam regresi ini berjumlah 1060 sel dan tidak ada data missing.

Interpretasi : Variabel bebas yang digunakan adalah penutupan lahan dan slope. Sebagai kontrol (pembanding), variabel penutupan lahan menggunakan kelas hutan mangrove (parameter coding 0.000 semua) dengan frekuensi 53 sel. Hutan rawa dalam out put dikodekan dengan (1) ditandai angka 1.000 pada kolom (1), demikian juga kelas-kelas lainnya. Ketentuan ini juga berlaku untuk variabel slope.

Interpretasi : signifikansi model 0.000 < 0.05 berarti secara umum, model signifikan secara statistik.

Page 11: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Interpretasi : Cox and Snell sebesar 0,259 yang berarti 25,9 persen variasi dari

kejadian kebakaran (hotspot) di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dapat dijelaskan oleh variabel independent yang digunakan.

Nagelkerke sebesar 0,381 yang berarti 38,1 persen variasi dari kejadian kebakaran (hotspot) di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dapat dijelaskan oleh variabel independent yang digunakan.

Interpretasi : probabilitas 0.552 > 0.05, artinya model regresi binary layak dipakai untuk analisis selanjutnya karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.

Interpretasi :

Kejadian kebakaran pada penutupan lahan savanna (sig. 0.000) berbeda secara signifikan terhadap hutan mangrove, sedangkan peluang kejadian kebakaran pada hutan rawa, hutan pegunungan dataran rendah, area

Page 12: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

pertanian/pemukiman dan badan air (terbakar saat air surut) tidak berbeda secara signifikan terhadap hutan mangrove.

Peluang terjadinya kebakaran di area savanna 17 kali lipat dibandingkan area control. Dari sisi kelerengan, kelas lereng datar (sig. 0.000) berbeda signifikan terhadap kelas lereng curam dimana peluang kejadian kebakaran pada kelas lereng ini 5.5 kali dibandingkan control.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil regresi logistik, area yang paling rawan kebakaran di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai adalah pada area-area bertopografi datar yang ditumbuhi vegetasi savanna. Berdasarkan kriteria pembagian kelas slope di atas, maka pengaruh tutupan lahan savana lebih tinggi dari pada pengaruh slope datar dengan pembanding kelas kontrol masing-masing, dimana nilai Odd Rasio untuk penutupan lahan savanna 17.19 dan kelas topografi datar 5.5

Bermula dari SK Menteri Pertanian.

Metode skoring untuk penentuan fungsi kawasan hutan diawali penerbitan beberapa peraturan oleh Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan tahun 1980-an.  Beberapa aturan terkait kriteria fungsi kawasan hutan tersebut sebagai berikut :

1. Kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 837/Kpts/Um/11/80.

2. Kriteria dan tata cara penetapan hutan suaka alam dan hutan wisata diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 681/Kpts/Um/8/81.

3. Kriteria dan tata cara penetapan hutan produksi konversi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 682/Kpts/Um/8/81.

4. Kriteria dan tata cara penetapan hutan produksi diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 683/Kpts/Um/8/81.

5. Penetapan Batas Hutan Produksi diatur dalam SK Menteri Kehutanan Nomor 83/KPTS/UM/8/1981.

Page 13: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Kriteria hutan produksi dan lindung yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian memberikan kriteria fungsi kawasan hutan berdasarkan sistem skoring. Faktor-faktor yang dinilai mencakup 3 komponen utama :

Kelerengan Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi, dan Curah hujan rata-rata (mm/hari hujan)

II. Nilai Skor Parameter dan Kriteria Area

Tiga komponen utama (kelerengan, jenis tanah, curah hujan) diberi angka penimbang (bobot) masing-masing sebagai berikut : faktor kelerengan = 20, jenis tanah = 15 dan intensitas hujan = 10. Adapun skor parameter menurut aturan-aturan di atas untuk tiap komponen faktor sebagai berikut :

Skor setiap kelas kelerengan sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Skor setiap kelas jenis tanah sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Page 14: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Skor setiap kelas curah hujan sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Untuk membuat rekomendasi fungsi kawasan hutan, hal pertama yang perlu dilakukan adalah penentuan batas area yang akan dianalisis. Area tersebut dapat berstatus sebagai kawasan hutan atau calon kawasan hutan. Idealnya, kawasan yang akan dilakukan proses skoring (hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas) hendaknya berada di luar kawasan lindung sesuai aturan yang berlaku, seperti :

1. Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan > 40 %2. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas

permukaan laut 2.000 m atau lebih.3. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol,

organosol, renzina dengan lereng lapangan > 15 %4. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya

100 meter di kiri dan kanan sungai/aliran air5. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari

200 meter di sekeliling mata air6. Tanah bergambut dengan ketebalan 3 m atau lebih yang terdapat di

bagian hulu sungai dan rawa7. Daratan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan

bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat

8. Memenuhi kriteria sebagai kawasan hutan konservasi, seperti Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, dll.

9. Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai hutan lindung.

Berkenaan pengecualian tersebut maka area-area yang memenuhi syarat-syarat di atas secara otomatis memenuhi kriteria kawasan lindung dan tidak memerlukan sistem skoring untuk rekomendasi fungsi kawasan hutan. Langkah-langkah penentuan fungsi kawasan hutan secara umum dapat digambarkan oleh bagan alir berikut ini :

Page 15: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Adapun nilai skor masing-masing fungsi kawasan hutan (hutan lindung, hutan produksi dan hutan produksi terbatas) adalah sebagai berikut :

1. Skor >= 175, maka dicadangkan sebagai hutan lindung.2. Skor 125-174, maka dicadangkan sebagai hutan produksi terbatas.3. Skor <= 124, maka dicadangkan sebagai hutan produksi tetap.

Kawasan yang memenuhi kelayakan skor hutan produksi tetap dapat saja dicadangkan sebagai kawasan hutan produksi konversi dengan pertimbangan khusus, seperti pengembangan transmigrasi, permukiman, pertanian, dan perkebunan.

Tutorial langkah-langkah dalam menyusun analisis spasial (metode skoring) dengan ArcGIS dapat dibaca pada artikel ini : Tahapan Skoring Fungsi Kawasan Hutan dengan ArcGIS 10

III. Bahan Diskusi

Page 16: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Semangat yang ingin ditunjukkan oleh sistem skoring ini adalah upaya untuk tetap mempertahankan fungsi-fungsi ekologis pada kawasan-kawasan yang rentan terhadap kerusakan/bencana khususnya terkait degradasi lahan (erosi, penurunan kesuburan tanah) dan fungsi tata air. Ini terlihat pada penggunaan parameter sistem skoring yang menggambarkan tingkat kerentanan area. Pemilihan 3 parameter fisik (kelerengan, jenis tanah, curah hujan) merupakan penyederhanaan dari sekian banyak parameter yang diduga paling berpengaruh terhadap kerentanan lahan saat itu (tahun 1980-an), dimana ketiga data ini perlu disediakan untuk mendukung penunjukkan fungsi kawasan hutan pada TGHK.

Dengan adanya perkembangan jaman, kriteria penetapan kawasan hutan telah berkembang. Ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ketersediaan data-data lapangan yang lebih baik serta penelitian-penelitian relevan yang dapat mendukung optimalisasi fungsi kawasan hutan. Lahirlah aturan penyempurnaan seperti Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung serta berbagai peraturan yang muncul setelahnya.

Sesuai Kepres tersebut, dikenal beberapa jenis kawasan lindung, yaitu kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, kawasan perlindungan setempat, Kawasan Suaka Alam dan Cagar Alam dan kawasan rawan bencana. Dalam konsep ini, kawasan lindung mengakomodir klausal mengenai kriteria sumber daya alam hayati dan ekosistemnya disamping kriteria mengenai kondisi fisik kawasan. Semangat yang ingin diwujudkan tetap sama, yaitu bagaimana kawasan-kawasan yang rentan terhadap kerusakan/bahaya dan memiliki fungsi lindung yang tinggi tetap terjaga dan secara ekologis berfungsi optimal (pencegahan erosi, kesuburan tanah, pengaturan tata air, dll).

Pengelolaan kawasan lindung pada prakteknya sering terintegrasi dengan pengelolaan kawasan non lindung, seperti kawasan lindung sekitar sungai atau mata air yang berada di dalam kawasan hutan produksi. Untuk kasus seperti ini, kawasan lindung berada di dalam cakupan pengelolaan hutan produksi, sehingga dalam operasi spasial kawasan hutan produksi tidak dikurangkan oleh kawasan lindung. Hanya saja dalam sistem pengelolaan, kepentingan kawasan lindung diakomodir.

Page 17: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Penyempurnaan kriteria kawasan lindung ke depan tentu akan terbuka lebar seiring dengan kebutuhan untuk mempertahankan salah satu kaki dalam pembangunan keberlanjutan, yaitu pilar ekologis disamping pilar ekonomi dan sosial. Pilar ini paling rentan tergerus akibat adanya peningkatan jumlah penduduk, aktivitas pemanfaatan SDA dan pembangunan infrastruktur (termasuk di dalamnya pemukiman dan pusat aktivitas perekonomian). Indikasi ini terlihat pada fenomena kesulitan kawasan perkotaan (kota besar) untuk menyediakan RTH minimal 30 % sesuai amanat UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Kriteria kawasan lindung selain memperhatikan karakteristik kerentanan biofisik yang ada di dalamnya, juga perlu dipandang dalam perspektif lebih luas dengan melihat keterkaitannya terhadap aspek sosial-ekonomi, politik serta penataan ruang wilayah. Kebutuhan penetapan kawasan lindung (khususnya di perkotaan) seiring makin padatnya area terbangun seharusnya perlu mendapat perhatian. Dalam konteks ini kawasan lindung diperlukan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan hidup dalam hal tata air. Terjaminnya keberadaan RTH dengan sebaran dan luasan yang memadai dan proporsional menjadi poin penting perlunya pencadangan sebagian RTH dalam bentuk kawasan lindung.

Di sisi lain, pembahasan mengenai kriteria kawasan lindung belakangan juga makin menarik dengan hadirnya argumentasi tentang peran teknologi dalam memitigasi dampak kerusakan kawasan lindung. Ini terlihat misalnya pada pembangunan tanggul penahan erosi dimana infrastruktur ini dapat meningkatkan kesesuaian lahan untuk aktivitas budidaya pertanian di area kelerengan > 40 %.  Sejauh mana regulasi kawasan lindung mengakomodir argumentasi-argumentasi tersebut, ini masih menjadi polemik. Tentunya harapan banyak pihak, kriteria-kriteria yang ada akan semakin baik seiring dengan kebutuhan untuk mempertahankan fungsi-fungsi ekologis disamping fungsi ekonomi dan sosial.

TAHAPAN SKORING FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN ARCGIS 10JUNI 26, 2013 BY DWI PUTRO SUGIARTO

Analisis Spasial dengan metode skoring dapat dilakukan dengan software ArcGIS 10. Dalam tutorial ini, data-data yang digunakan hanya sekedar

Page 18: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

contoh dan tidak menggambarkan lokasi tertentu. Berikut ini langkah-langkah untuk membuat skoring dalam rangka rekomendasi fungsi kawasan hutan :

Siapkan data shapefiles dari peta-peta pendukung, seperti data batas kawasan, kelerengan, jenis tanah, curah hujan dan data-data terkait kawasan lindung seperti data sungai, garis pantai, sebaran gambut, elevasi, mata air atau batas area yang memiliki kepentingan khusus (budaya, RTH, dll).

Data kelerengan, jenis tanah dan curah hujan disimpan dalam bentuk data vektor (shp), jika masih berupa raster rubah menjadi shp. Data kelerengan dapat diekstrak dari data DEM yang bersumber pada GDEM atau SRTM. Untuk mendapatkan data SRTM dan DEM lainnya dapat diakses dari situsini. Unduh data SRTM saja silahkan  mengunjungi link : ini , atau Aster GDEM : link ini.

Kelaskan data kelerengan, jenis tanah dan curah hujan sesuai pengkelasan data pada 3 tabel mengacu SK Mentan Nomor  837/Kpts/Um/11/80.

Skor setiap kelas kelerengan sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Skor setiap kelas jenis tanah sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Page 19: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Skor setiap kelas curah hujan sesui SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11/80 (diolah)

Buka tabel pada layer kelerengan dengan klik kanan dan ‘Open Table’ (langkah 1), buat kolom baru untuk menempatkan skor kelas lereng dengan tool ‘Add Field’ (langkah 2) dan beri nama kolom dengan type Double (langkah 3).

Tekan tombol ‘Editor’ (langkah 1), masukkan nilai skor pada masing-masing kelas (langkah 2).

Kalau sudah selesai tekan ‘Stop Editing’

Page 20: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Simpan hasil pengeditan dengan memilih tombol ‘Yes’. Lakukan hal yang sama untuk layer jenis tanah dan curah hujan.

Lakukan operasi union : Analysis Tools >> Overlay >> Union (langkah 1), lalu masukkan ketiga layer (langkah 2), lihat hasilnya (langkah 3), beri nama file out put (langkah 4) lalu tekan ‘OK’ (langkah 5).

Page 21: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Buka tabel file hasil operasi Union dengan klik kanan ‘Open Table’ (langkah 1), hapus kolom-kolom ID yang tidak diperlukan dengan klik kanan dan pilih “Delete Field’ (langkah 2).

Tambahkan kolom untuk skor total dengan ‘Add Field’ (langkah 1) dan beri nama kolom dengan type Double (langkah 2). Lalu klik tombol ‘OK’ (langkah 3).

Sorot kolom skor total dan klik kanan, pilih ‘Field Calculator’.

Page 22: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Masukkan formula penjumlahan skor kelerengan + skor jenis tanah + skor curah hujan (langkah 1), klik ‘OK’ (langkah 2).

Lakukan ‘Select by attribute’ dan masukkan kriteria skor (langkah 1), klik tombol ‘Apply’ (langkah 2) dan beri nama “Kawasan Hutan Produksi Tetap” (langkah 3). Klik tombol ‘OK’ (langkah 4).

Page 24: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Atur tampilan file out put jenis kawasan hutan dengan klik kanan layer : Properties >> Symbology. Hasilnya tampak seperti gambar berikut.

Untuk mengeluarkan area-area yang memiliki kriteria sebagai kawasan lindung, masukkan layer-layer shp yangmenunjukkan kriteria kawasan lindung, misalnya peta sebaran gambut dengan kedalaman > 3 m.

Page 25: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Lakukan operasi Union : Analysis Tools >> Overlay >> Union (langkah 1), lalu masukkan kedua layer (langkah 2), lihat hasilnya (langkah 3), beri nama file out put (langkah 4) lalu tekan ‘OK’ (langkah 5).

Lakukan pemblokan untuk select/ pemilihan baris-baris di luar atribut area gambut > 3 m (langkah 1), klik kanan pada kolom keterangan untuk memilih ‘Field Calculator’ dan masukkan nama kolom jenis kawasan hutan (langkah 2).  Klik tombol ‘OK’ (langkah 3).

Page 26: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Tampilkan hasilnya dengan klik kanan layer : Properties >> Symbology. Hasilnya tampak seperti gambar berikut.

Page 27: Konversi Atribut Data Spasial Format Shp Dari Arcgis Ke Ms Excel Untuk Persiapan Regresi Dengan

Lakukan pula identifikasi kawasan lindung lainnya selain kriteria terkait gambut dengan operasi Union. Beberapa kriteria kawasan lindung dapat dibaca pada artikel : Kawasan Lindung dan Metode Skoring (Kelerengan, Tanah, Hujan) Fungsi Kawasan Hutan

Rekomendasi fungsi kawasan hutan telah jadi