konveksi atmosfer.docx

27
KONVEKSI DALAM ATMOSFER Makalah Energi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika Lingkungan Disusun Oleh : Nama : Rahayu Agustia NPM : 140310100041 JURUSAN FISIKA

Upload: rahayu-agustia

Post on 01-Jan-2016

304 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Proses konveksi adalah faktor yang mempengaruhi curah hujan karena berperan dalam proses pembentukan butiran awan dan hujan konveksi. Sebagian besar radiasi matahari terserap di permukaan bumi yang berakibat pemanasan di permukaan. Dengan demikian lapisan di permukaan bumi lebih panas sehingga menimbulkan paket udara tidak stabil dan mengalami proses konveksi. Suhu paket udara menurun bila terangkat ke atas, hal ini diakibatkan proses adiabatik. Proses perubahan wujud uap air menjadi butiran awan akan melepas panas laten saat terjadi kondensasi.

TRANSCRIPT

Page 1: Konveksi atmosfer.docx

KONVEKSI DALAM ATMOSFER

Makalah Energi

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Fisika Lingkungan

Disusun Oleh :

Nama : Rahayu Agustia

NPM : 140310100041

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013

Page 2: Konveksi atmosfer.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses konveksi adalah faktor yang mempengaruhi curah hujan karena

berperan dalam proses pembentukan butiran awan dan hujan konveksi. Sebagian

besar radiasi matahari terserap di permukaan bumi yang berakibat pemanasan di

permukaan. Dengan demikian lapisan di permukaan bumi lebih panas sehingga

menimbulkan paket udara tidak stabil dan mengalami proses konveksi. Suhu

paket udara menurun bila terangkat ke atas, hal ini diakibatkan proses adiabatik.

Proses perubahan wujud uap air menjadi butiran awan akan melepas panas laten

saat terjadi kondensasi.

Indonesia merupakan wilayah dengan proses konveksi yang paling aktif di

dunia dan proses ini merupakan salah satu faktor yang mendominasi cuaca dan

iklim di wilayah ini. Hal ini terjadi karena wilayah benua-maritim Indonesia, yang

berada di khatulistiwa, menerima energi radiasi matahari yang besar sehingga

merupakan daerah surplus energi dan uap air, yang keduanya merupakan bahan

bakar utama dari konveksi.

Dengan efek koriolis yang kecil, wilayah ini diatur terutama oleh

kesetimbangan hidrostropik antara gaya gravitasi dan buoyancy, sehingga

dinamika di wilayah ini banyak didominasi oleh gelombang (stabil) dan konveksi

(tidak stabil). Wilayah ini juga merupakan daerah konvergensi inter-tropis

(ITCZ), di mana konveksi terkait erat dengan dan merupakan penggerak dari

sirkulasi global. Selain itu, efek titik-panas dari daratan pulau-pulau yang

dikelilingi lautan, sirkulasi angin darat-laut, dan topografi pegunungan, semuanya

sangat mendorong terjadinya proses konveksi. Tidak mengherankan jika wilayah

benua-maritim Indonesia merupakan salah satu penghasil awan dan hujan terbesar

di dunia.

Page 3: Konveksi atmosfer.docx

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sabagai

berikut:

1. Apa itu konveksi atmosfer ?

2. Bagaimana proses konveksi mempengaruhi curah hujan ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui proses konveksi yang terjadi di atmosfer

2. Mengetahui pemanfaatan proses konveksi untuk menambah curah hujan

1.4 Manfaat

Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan

pengetahuan kepada pembaca mengenai proses konveksi yang terjadi pada

atmosfer yang sangat berperan dalam proses pembentukan awan sehingga

mempengaruhi curah hujan

Page 4: Konveksi atmosfer.docx

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Konveksi

Dalam ilmu fisika, istilah konveksi menggambarkan suatu proses

perpindahan energi kalor yang terjadi melalui perpindahan massa/partikelnya.

Tetapi, dalam ilmu sains atmosfer, konveksi didefinisikan secara lebih spesifik,

yaitu pergerakan vertikal dari massa udara yang disebabkan oleh perbedaan

kerapatan massa udara.

Teori konveksi telah dikenal sejak Archimedes yang mengatakan bahwa

apabila sebuah benda yang lebih ringan dari pada suatu zat cair dipaksa masuk ke

dalamnya, benda itu akan terdorong ke atas dengan gaya yang sama dengan

perbedaan antara beratnya dan berat dari zat cair yang digantikannya. Gaya

dorong ke atas ini dikenal juga sebagai gaya apung (buoyancy).

Proses konveksi terjadi karena perbedaan relatif antara berat suatu massa

udara terhadap massa udara di sekelilingnya, dimana massa udara yang lebih berat

akan turun ke bawah sedangkan massa udara yang lebih ringan akan terdorong ke

atas. Jadi, gaya yang paling berperan dalam proses konveksi adalah gaya tarik

bumi (gravitasi). Massa udara dapat menjadi lebih ringan karena suhunya lebih

tinggi sehingga kerapatannya menjadi lebih rendah, atau karena mengandung uap

air (H2O) yang mempunyai berat yang lebih ringan daripada udara.

Konveksi memainkan peran yang penting dalam perpindahan dan

distribusi massa dan energi di dalam medium atmosfer. Konveksi juga

memungkinkan pembentukkan awan dan hujan, yang merupakan salah satu mata

rantai dalam siklus hidrologi, yang penting bagi kehidupan di muka bumi. Proses

konveksi merupakan penggerak utama dari sirkulasi atmosfer dan berperan dalam

kesetimbangan radiasi-awan. Dengan demikian, tidak mengherankan jika proses

konveksi mempengaruhi hampir semua variabel atmosfer.

Page 5: Konveksi atmosfer.docx

2.2 Proses Pembentukan Awan

Udara di sekeliling kita banyak mengandung uap air. Tidak terhitung

banyaknya gelembung udara yang terbentuk oleh busa laut secara terus-menerus

dan menyebabkan partikel-partikel air terangkat ke langit.Partikel-partikel yang

disebut dengan aerosol inilah yang berfungsi sebagai perangkap air dan

selanjutnya akan membentuk titik-titik air. Selanjutnya aerosol ini naik ke

atmosfer, dan bila sejumlah besar udara terangkat ke lapisan yang lebih tinggi,

maka ia akan mengalami pendinginan dan selanjutnya mengembun. Kumpulan

titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang mengembun inilah yang terlihat

sebagai awan. Makin banyak udara yang mengembun, makin besar awan yang

terbentuk.

Gambar 2.1 Proses Pembentukan Awan

Page 6: Konveksi atmosfer.docx

Dalam atmosfer tetes awan terbentuk pada aerosol yang berfungsi sebagai

inti kondensasi atau inti pengembunan. Kecepatan pembentukan tetes tersebut

ditentukan oleh banyaknya inti kondensasi. Proses dimana tetes air dari fasa uap

terbentuk pada inti kondensasi disebut pengintian heterogen. Adapun

pembentukan tetes air dari fasa uap dalam suatu lingkungan murni yang

memerlukan kondisi sangat jenuh (supersaturation) disebut pengintian homogen.

Pengintian homogen yaitu pembekuan pada air murni hanya akan terjadi pada

suhu dibawah -40 °C. Akan tetapi dengan keberadaan aerosol sebagai inti

kondensasi maka pembekuan dapat terjadi pada suhu hanya beberapa derajat

dibawah 0°C.

Inti kondensasi adalah partikel padat atau cair yang dapat berupa debu,

asap, belerang dioksida, garam laut (NaCl) atau benda mikroskopik lainnya yang

bersifat higroskopis, dengan ukuran 0,001 – 10 mikrometer.

Secara singkat proses kondensasi dalam pembentukan awan adalah

sebagai berikut :

Udara yang bergerak ke atas akan mengalami pendinginan secara adiabatik

sehingga kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, tetapi sebelum RH

mencapai 100 yaitu sekitar 78 ondensasi telah dimulai pada inti

kondensasi yang lebih besar dan aktif. Perubahan RH terjadi karena

adanya penambahan uap air oleh penguapan atau penurunan tekanan uap

jenuh melalui pendinginan.

Tetes air kemudian mulai tumbuh menjadi tetes awan pada saat RH

mendekati 100 Karena uap air telah digunakan oleh inti-inti yang lebih

besar dan inti yang lebih kecil kurang aktif tidak berperan maka volume

tetes awan yang terbentuk jauh lebih kecil dari jumlah inti kondensasi.

Tetes awan yang terbentuk umumnya mempunyai jari-jari 5 – 20 mm.

Tetes dengan ukuran ini akan jatuh dengan kecepatan 0,01 – 5 cm/s sedang

kecepatan aliran udara ke atas jauh lebih besar sehingga tetes awan

tersebut tidak akan jatuh ke bumi. Bahkan jika kelembaban udara kurang

Page 7: Konveksi atmosfer.docx

dari 90 aka tetes tersebut akan menguap. Untuk dapat jatuh ke bumi tanpa

menguap maka diperlukan suatu tetes yang lebih besar yaitu sekitar 1 mm

(1000 mikrometer), karena hanya dengan ukuran demikian tetes tersebut

dapat mengalahkan gerakan udara ke atas (Neiburger, et. al., 1995).

Jadi perbedaan antara tetes awan dan tetes hujan adalah pada ukurannya.

Jika sebuah awan tumbuh secara kontinyu, maka puncak awan akan

melewati isoterm 0 °C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih berbentuk

cair dan sebagian lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika terdapat

inti pembekuan. Jika tidak terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes awan

tetap berbentuk cair hingga mencapai suhu -40 °C bahkan lebih rendah

lagi.

Jenis-jenis awan berdasarkan ketinggiannya dapat dlihat pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Jenis-jenis awan berdasarkan ketinggian

Page 8: Konveksi atmosfer.docx

Awan yang dijadikan sasaran dalam kegiatan hujan buatan adalah jenis

awan Cumulus (Cu) yang aktif, dicirikan dangan bentuknya yang seperti bunga

kol. Awan Cumulus terjadi karena proses konveksi. Secara lebih rinci awan

Cumulus terbagi dalam 3 jenis, yaitu: Strato Cumulus (Sc) yaitu awan Cumulus

yang baru tumbuh ; Cumulus, dan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan Cumulus yang

sangat besar dan mungkin terdiri beberapa awan Cumulus yang bergabung

menjadi satu.

Gambar 2.3 Jenis awan Cumulus (Cu)

2.3 Awan Dingin dan Awan Hangat

Berdasarkan suhu lingkungan fisik atmosfer dimana awan tersebut

berkembang, awan dibedakan atas awan dingin (cold cloud) dan awan hangat

(warm cloud). Terminologi awan dingin diberikan untuk awan yang semua

bagiannya berada pada lingkungan atmosfer dengan suhu di bawah titik beku

yaitu (< 00C), sedangkan awan hangat adalah awan yang semua bagiannya berada

diatas titik beku ( > 00C).

Awan dingin kebanyakan adalah awan yang berada pada daerah lintang

menengah dan tinggi, dimana suhu udara dekat permukaan tanah saja bisa

mencapai nilai <00C. Di daerah tropis seperti halnya di Indonesia, suhu udara

dekat permukaan tanah sekitar 20-300C, dasar awan mempunyai suhu sekitar

180C. Namun demikian puncak awan dapat menembus jauh ke atas melampaui

Page 9: Konveksi atmosfer.docx

titik beku, sehingga sebagian awan merupakan awan hangat, sebagian lagi

diatasnya merupakan awan dingin. Awan semacam ini disebut awan campuran

(mixed cloud).

Gambar 2.4 awan dingin dan awan panas berdasarkan suhu lingkungan fisik

atmosfer

2.4 Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Dingin

Pada awan dingin hujan dimulai dari adanya kristal-kristal es. yang

berkembang membesar melalui dua cara yaitu deposit uap air atau air super dingin

(supercooled water) langsung pada kristal es atau melalui penggabungan menjadi

butiran es. Keberadaan kristal es sangat penting dalam pembentukan hujan pada

awan dingin, sehingga pembentukan hujan dari awan dingin sering juga disebut

proses kristal es.

Sewaktu udara naik lebih tinggi ke atmosfer, terbentuklah titik-titik air,

dan terbentuklah awan. Ketika sampai pada ketinggian tertentu yang sumbunya

berada di bawah titik beku, awan itu membeku menjadi kristal es kecil-kecil.

Page 10: Konveksi atmosfer.docx

Udara sekelilingnya yang tidak begitu dingin membeku pada kristal tadi. Dengan

demikian kristal bertambah besar dan menjadi butir-butir salju. Bila menjadi

terlalu berat, salju itu turun. Bila melalui udara lebih hangat, salju itu mencair

menjadi hujan. Pada musim dingin salju jatuh tanpa mencair.  

2.5 Proses Terjadinya Hujan Pada Awan Hangat

Ketika uap air terangkat naik ke atmosfer, baik oleh aktivitas konveksi

ataupun oleh proses orografis (karena adanya halangan gunung atau bukit), maka

pada level tertentu partikel aerosol (berukuran 0,01 - 0,1 mikron) yang banyak

beterbangan di udara akan berfungsi sebagai inti kondensasi (condensation

nucleus) yang menyebabkan uap air tersebut mengalami pengembunan.Sumber

utama inti kondensasi adalah garam yang berasal dari golakan air laut. Karena

bersifat higroskofik maka sejak berlangsungnya kondensasi, partikel berubah

menjadi tetes cair (droplets) dan kumpulan dari banyak droplets membentuk

awan. Partikel air yang mengelilingi kristal garam dan partikel debu menebal,

sehingga titik-titik tersebut menjadi lebih berat dari udara, mulai jatuh dari awan

sebagai hujan.

(Sumber : http://rst.gsfc.nasa.gov/sect14/sect141d.html)

Gambar 2.5 Tipikal ukuran diameter tetes hujan (Rain Drop), Tetes awan (Cloud

Droplet) dan inti kondensasi (Condensation Nucleus)

Page 11: Konveksi atmosfer.docx

Jika diantara partikel terdapat partikel besar (Giant Nuclei : GN : 0,1 - 5

mikron) maka ketika kebanyakan partikel dalam awan baru mencapai sekitar 30

mikron, ia sudah mencapai ukuran sekitar 40 - 50 mikron. Dalam gerak turun ia

akan lebih cepat dari yang lainnya sehingga bertindak sebagai kolektor karena

sepanjang lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain yang lebih kecil,

bergabung dan jauh menjadi lebih besar lagi (proses tumbukan dan

penggabungan).

Ilustrasi proses tumbukan dan penggabungan (collision and coalescense)

dalam awan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.6 Ilustrasi Proses Tumbukan dan Penggabungan

Kererangan Gambar :

A. Tetes-tetes awan (droplets) yang berukuran kecil bergerak naik keatas terbawa

gerakan udara secara vertikal (updraft); sementara itu sudah ada tetes awan yang

Page 12: Konveksi atmosfer.docx

menjadi partikel berukuran lebih besar (Giant Nuclei) yang karena beratnya

melebihi berat dari udara sehingga sudah mulai bergerak jauh ke bawah.

B. Partikel Besar (GN) ini bertindak sebagai "pengumpul" tetes-tetes awan yang

lain, karena sepanjang lintasannya ke bawah ia menumbuk tetes lain yang lebih

kecil, bergabung dan jauh menjadi lebih besar lagi (proses tumbukan dan

penggabungan).

C. Semakin banyak tetes lain yang tertumbuk dan bergabung, maka partikel

tersebut akan semakin besar ukurannya, dan lama kelamaan akan terbelah

membentuk partikel (GN) baru.

D. Proses ini berlangsung berulang-ulang dan merambat keseluruh bagian awan,

dan bila dalam awan terdapat cukup  banyak GN maka proses berlangsung secara

autokonversi atau reaksi berantai (Langmuir Chain Reaction) di seluruh awan,

dan dimulailah proses hujan dalam awan tersebut, secara fisik terlihat dasar awan

menjadi lebih gelap. Hujan turun dari awan bila melalui proses tumbukan dan

penggabungan, droplets dapat berkembang menjadi tetes hujan berukuran 1.000

mikron atau lebih besar. Pada keadaan tertentu partikel-partikel dengan spektrum

GN tidak tersedia, sehingga proses hujan tidak dapat berlangsung atau dimulai,

karena proses tumbukan dan penggabungan tidak terjadi.

2.6 Klasifikasi Hujan

Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air, basah dan

panas. Tiga tipe hujan yang umum dijumpai didaerah tropis dapat disebutkan

sebagai berikut:

1. Hujan konvektif ( convectional storms )

Tipe hujan ini disebabkan oleh adanya beda panas yang diterima

permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan udara diatas

permukaan tanah tersebut. Sumber utama panas di daerah tropis adalah berasal

Page 13: Konveksi atmosfer.docx

dari matahari. Beda panas ini biasanya terjadi pada akhir musim kering yang

menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi sebagai hasil proses kondensasi

massa air basah pada ketinggian di atas 15 km.

2. Hujan Frontal ( frontal/ cyclonic storms )

Tipe hujan yang umumnya disebabkan oleh bergulungnya dua massa

udara yang berbeda suhu dan kelembaban. Pada tipe hujan ini, massa udara

lembab yang hangat dipaksa bergerak ketempat yang lebih tinggi. Tergatung pada

tipe hujan yang dihasilkanya, hujan frontal dapat dibedakan menjadi hujan frontal

dingin dan hangat. Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan frontal yang

lazim dijumpai.

3. Hujan Orografik ( Orographic storms )

Jenis hujan yang umum terjadi didaerah pegunungan, yaitu ketika massa

udara bergerak ketempat yang lebuh tinggi mengikuti bentang lahan pegunungan

sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Tipe hujan orografik di anggap sebagai

pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai karma berlangsung di daerah

hulu DAS.

2,7 Presipitasi berdasarkan mekanisme dominan dari gerak vertikal :

1. Presipitasi stratiform.

Yaitu presipitasi dari awan stratifom yang terbentuk karena gerak vertikal

yang kontinu dan menyebar luas.Hal ini terjadi karena kenaikan frontal atau

orografik atau konvergensi dalam skala besar.

Presipitasi dari awan stratiform tumbuh dari proses kristal es. Awan ini

mempunyai kadar air lebih rendah sehingga koalisensi tidak efektif. Masa hidup

awan relatif lama. Jika suhu lingkungan awan mencapai -15 0C, maka proses

kristal es dapat menyebabkan presipitasi.

Page 14: Konveksi atmosfer.docx

2. Presipitasi konvektif.

Yaitu presipitasi dari awan konvektif karena kondisi udara yang tidak

stabil yang menyebabkan gerak vertikal tetapi terlokalisir dalam skala yang tidak

luas. Hujan yang terjadi umumnya tiba-tiba dan sangat lebat (heavy shower) tetapi

terjadi dalam waktu yang singkat. Dalam awan konvektif waktu presipitasi lebih

pendek tetapi kadar air lebih tinggi dari stratiform sehingga koalisensi sangat

berperan menghasilkan hujan.

Jadi mekanisme presipitasi antara awan stratiform dan awan konvektif

sangat berbeda.Sebagai pendekatan, hujan kontinu dapat dipandang sebagai

keadaan mantap (steady-state process) dimana besaran awan dapat berubah

dengan ketinggian tetapi konstan terhadap waktu pada ketinggian

tertentu.Sebaliknya, hujan shower dapat didekati sebagai sistem dimana sifat-sifat

awan berubah dengan waktu tetapi konstan terhadap ketinggian pada waktu

tertentu.

Page 15: Konveksi atmosfer.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Curah hujan sangat bergantung pada bagaimana proses konveksi. Dengan

cara mempengaruhi proses fisika yang terjadi dalam awan, kita dapat mennambah

curah hujan sehingga proses terjadinya hujan menjadi lebih efektif.

Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, tergantung dimana lingkungan

awan tersebut berada. Untuk bagian awan dingin, curah hujan akan bertambah jika

proses pembentukan es di dalam awan juga semakin efektif. Proses pembentukan

es dalam awan akan semakin efektif jika awan disemai dengan menggunakan

bahan semai berupa perak iodida (Agl).

Untuk bagian awan hangat, upaya dilakukan dengan menambahkan

partikel higroskopik dalam spektrum Ultra Giant Nuclei (UGN : berukuran lebih

dari 5 mikron ) ke dalam awan yang sedang dalam masa berkembang atau matang

sehingga proses hujan dapat segera dimulai serta berkembang ke seluruh awan.

Penambahan partikel dengan spektrum CCN (Cloud Condencation Nucleus) : Inti

Kondensasi Awan) tidak perlu dilakukan, karena partikel dengan spektrum ini

sudah disediakan sendiri oleh alam. Dengan demikian awan tidak perlu dibuat,

karena dengan tersedianya CCN awan dapat terbentuk dengan sendirinya bila

kelembaban udara cukup. Pada kondisi tertentu, dengan masuknya partikel

higroskopik berukuran UGN kedalam awan, maka proses hujan (tumbukan dan

penggabungan) dapat dimulai lebih awal, durasi hujan lebih lama, dan daerah

hujan pada awan semakin luas, serta frekuensi hujan di tanah semakin tinggi. Dari

sinilah didapatkan tambahan curah hujan.

Injeksi partikel berukuran UGN ke dalam awan memberikan dua manfaat

sekaligus, yang pertama adalah mengefektifkan proses tumbukan dan

penggabungan sehingga menginisiasi (mempercepat) terjadinya proses hujan, dan

yang kedua adalah mengembangkan proses hujan ke seluruh daerah di dalam

awan. Bahan semai yang digunakan adalah bahan yang memiliki sifat higroskopik

Page 16: Konveksi atmosfer.docx

dalam bentuk super fine powder (berbentuk serbuk yang berukuran sangat halus),

paling sering digunakan adalah NaCl, atau bisa juga berupa CaCl2 atau Urea.

Berikut menggambarkan perbedaan antara sekuens pertumbuhan awan

yang tidak disemai dengan awan yang disemai :

 

Gambar 3.1 sekuens pertumbuhan awan yang tidak disemai

Page 17: Konveksi atmosfer.docx

Gambar 3.2 sekuens pertumbuhan awan yang disemai

Page 18: Konveksi atmosfer.docx

BAB IV

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :

Proses konveksi terjadi karena perbedaan relatif antara berat suatu massa

udara terhadap massa udara di sekelilingnya, dimana massa udara yang lebih berat

akan turun ke bawah sedangkan massa udara yang lebih ringan akan terdorong ke

atas. Jadi, gaya yang paling berperan dalam proses konveksi adalah gaya tarik

bumi (gravitasi). Massa udara dapat menjadi lebih ringan karena suhunya lebih

tinggi sehingga kerapatannya menjadi lebih rendah, atau karena mengandung uap

air (H2O) yang mempunyai berat yang lebih ringan dari pada udara.

Konveksi memainkan peran yang penting dalam perpindahan dan

distribusi massa dan energi di dalam medium atmosfer. Konveksi juga

memungkinkan pembentukkan awan dan hujan, yang merupakan salah satu mata

rantai dalam siklus hidrologi, yang penting bagi kehidupan di muka bumi. Proses

konveksi merupakan penggerak utama dari sirkulasi atmosfer dan berperan dalam

kesetimbangan radiasi-awan. Dengan demikian, tidak mengherankan jika proses

konveksi mempengaruhi hampir semua variabel atmosfer.

        

Page 19: Konveksi atmosfer.docx

DAFTAR PUSTAKA

Bayong, T.H.K, 1999. Klimatologi. Bandung : Institut Teknologi

Bandung..

Bayong, T.H.K, 1988. Proses Mikrofisis Dan Modifikasi Awan. Seminar

Hujan Buatan, Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

BPPT, 2004. Jurnal Sains Dan Teknologi Modifikasi Cuaca. Jakarta.

Satiadi, Didi dkk. Mekanisme Pemicuan Proses Konveksi Berdasarkan

Data Observasi Koto Tabang. Pdf. Dirgantara-Lapan.

SIP, Mahmudin. 2005. Model 1-D Pertumbuhan Butiran Awan Konveksi

Di Daerah Bandung. Tesis Oceanography and Atmospheric Sciences.

Bandung : Institut Teknologi Bandung

http://idkf.bogor.net/yuesbi/e-DU.KU/edukasi.net/Fenomena.Alam/

Mengenal.Teknologi.Modifikasi.Cuaca/semua.html (diakses pada tanggal

3 November 2013)