kontribusi pemikiran kh. abdul wahab jombang...
TRANSCRIPT
KONTRIBUSI PEMIKIRAN KH. ABDUL WAHAB
CHASBULLAH DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS
JOMBANG JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
ACHMAD ISTIKHORY YAHYA
NIM : 108011000002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
i
ABSTRAK
Nama : Achmad Istikhory Yahya
NIM : 108011000002
Judul : Kontribusi Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan
Pendidikan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa
Timur.
Sumbangsih atau kontribusi dalam pengembangan pendidikan itu sangat penting.
Apalagi pendidikan untuk pondok pesantren. Saat ini pendidikan pesantren adalah warisan
yang sangat berharga untuk anak bangsa. Apa mereka dibelakali dengan ilmu maka hidup
mereka akan sejahtera. Semua orang juga berhak menerima pendidikan pesantren, oleh
karena itu pada saat ini banyak bermunculan berbagai pondok pesantren di Indonesia.
Kontribusi adalah sumbangsi yang dilakukan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah
dalam pengembangan pendidikan pondok pesantren dengan meneruskan ayahnya KH.
Chasbullah di Tambakberas Jombang Jawa Timur. Kontribusinya baik dibidang
kelembagaan, ide dan gagasan.
Dari penelitian yang dilakukan, penulis mencoba menganalisa mengenai kontribusi
KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam pengembangan pendidikan di Pondok Pesantren Bahrul
Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur.
Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah
mengalisa data. Proses analisa data dimulai menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, atau
dokumentasi lainnya. Kemudian, data tersebut dibaca, dipelajari secara cermat. Dan
dideskripsikan memberikan gambaran, penafsiran dan uraian.
Hasil penelitian yang penulis lakukan adalah kontribusi yang dilakukan oleh KH.
Abdul Wahab Chasbullah diantaranya: 1. Dibidang Kelembagaan, dibidang kelembagaan ini
KH. Abdul Wahab Chasbullah dengan memperbaharui system yang dulunya system salafi
yang komponen pendidikannya hanya antara pengajar dan pendidik (Kyai dan Santri)
menjadi system modern atau system madrasah yang beliau adopsi dari system pendidikan
luar/ barat dan system pendidikannya selalu mengikuti perkembngan zaman. 2. Ide dan
Gagasan KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah ide-ide yang lahir hanya sekedar teori,
melainkan diwujudkan dengan praktek. Sebagai bukti nyata kebenaran ide tersebut adalah
kebesaran pesantren Bahrul „Ulum serta kebesaran Jam‟iyyah Nahdlatul Ulama.
Dari hasil kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah tidak ada lagi rasa khawatir untuk
masyarakat untuk bisa meraih mimpi menjadi Kyai atau Ulama Besar yang bisa mendirikan
Pondok Pesantren.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha
Penyayang dan Maha Kuasa karena dengan izin dan kekuatan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Kontribusi Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah
dalam Pengembangan Pendidikan pondok pesantren Bahrul Ulum”, yang merupakan
persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan strata 1 (S1) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu kepada Nabi Muhammad SAW
sehingga selama pemyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan yang dihadapi penulis, baik
menyangkut waktu, pengumpulan data, maupun biaya yang tidak sedikit dan sebagainya.
Namun dengan niat, tekad dan kesungguhan hati serta dorongan dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan meskipun disadari masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu dengan rasa syukur serta hormat penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam hal menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu
dengan kerendahan hati, ucapan terima kasih ini penulis tujukan terutama kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta Pembantu Dekan, Bagian
Akademik, Administrasi dan Keuangan.
2. Bahrissalim, MA selaku Ketua Jurusan. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag selaku Sekretaris
Jurusan dan Faza Amri, S.Th.I selaku Staf Jurusan.
3. Abdul Ghofur, MA selaku Penasehat Akademik
4. Drs. Abdul Haris, M.Ag sebagai pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya
guna memberi bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Hj. Hizbiyah Rochim, MA dan Ir. H. Edi Labib Patriaddin yang telah mengizinkan
penulis melakukan penelitian dan telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Kedua Orangtuaku tersayang dan tercinta Ayahanda Yahya dan Ibunda Suherni, yang
selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan moril, spiritual
maupun material yang tiada henti. Terima kasih semua atas jasamu, semoga apa yang
Ayahanda dan Ibunda berikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Amin.
7. Untuk Adik-adikku tersayang (Achmad Siyamul Hakiki & Qayatullah Farhan) yang
telah mendoakan dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, semoga kalian
bisa melebihi pencapaian Aa. Amin.
iii
8. Kawan-kawan seperperjuangan untuk kelas PAI A 08, terima kasih untuk kalian yang
menemani hari-hari penulis selama kuliah.
9. Kawan-kawan Langkar Hijau Hitam HMI Cabang Ciputat dan Inada Ciputat.
10. Teruntuk My Honey Sarah Zein yang menginspirasi dan juga memotivasi penulis, terima
kasih sudah membantu dan menemani penulis dari kejauhan sampai skripsi ini selesai dan
selalu ada untuk penulis baik suka maupun duka.
11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terima kasih atas
segala bantuan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis.
Penulis memohon kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada semua yang telah membantu penulis, sebagai imbalan jasa yang telah dilakukan.
Hanya kepada Allah SWT sajalah penulis berharap semoga apa yang penulis kerjakan
mendapatkan keridhaan dan kecintaan-Nya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin.
Jakarta, 21 Desember 2012
Penulis
Achmad Istikhory Yahya
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ........... ............................................................................ ii
DAFTAR ISI …………………………………………………...……………… iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………. 6
C. Pembatasan Masalah ………………………………………… 6
D. Rumusan Masalah …………………………………………… 7
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………………. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Pondok Pesantren
1. Pengertian Pesantren ………………………………..…….. 8
2. Sejarah Perkembangan Pesantren ……………….....…...…. 9
3. Unsure-unsur Pondok Pesantren ………………….….….. 14
a. Kiai …………………………………….….….………. 14
b. Santri ………………………………………..…….….. 14
c. Masjid ………………………………………..…..…… 15
d. Pondok …………………………………...…..…....….. 15
e. Kitab Kuning ……………………………...…..………. 15
f. Sistem Pendidikan Pesantren ………………...…....….. 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Objek Penelitian ……...…………………………….. 26
B. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………….…… 27
C. Metode Penelitian ……………………………………….…….. 27
D. Analisis …………..…………………………………….……… 29
E. Teknik Penulisan …………………………………….…...…… 29
v
BAB IV PERAN KH. ABDUL WAHAB CHASBULLAH DALAM
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN
BAHRUL ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR
A. Deskripsi Pondok Pesantren …………………………..…….. 30
1. Lokasi …………………………………………………………. 31
2. Sejarah singkat pendok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jawa Timur
a. Periode Rintisan Pertama …………………….……..… 31
b. Periode Rintisan Kedua …………………….…..…….. 32
c. Periode Pengembangan Pertama …………….……..…. 32
3. Visi dan Misi …………………………………….………….... 33
4. Sejarah dan Lambang Pesantren…………….…………….….. 35
5. Struktur Organisasi ……………………….………….….....… 38
6. Sistem Pendidikan …………………….………………….….. 38
7. Daftar Unit Asrama ………………………….………….….... 40
8. Daftar Unit Pendidikan Formal ……………….…….…....….. 41
9. Pengasuh dan Tenaga Pengajar …………………..……..…… 42
10. Alumni ………………………………………….……...…….. 42
11. Susunan Pengurus Yayasan Pesatren …………….……..…… 43
B. Biografi KH. Abdul Wahab Chasbullah
1. Latar Belakang Keluarga ……………………………………. 47
2. Masa Pendidikan dan Pengalaman ……………….………….. 49
3. Latar Belakang Sosial Politik …………………..……………. 52
4. Karya-karyanya ………………………………….….………... 58
5. Guru-gurunya …………………………………..…………….. 58
C. Kontribusi Pengembangan KH. Abdul Wahab Chasbullah
1. Periode Pengembangan Pertama ………………....…....….... 58
2. Periode Pengembangan Kedua …………..........….………… 59
3. Periode Pengembangan Tahun 2012 ………………...…..….. 63
4. Bidang Kelembagaan ………………………………..……… 64
5. Ide dan Gagasan ……………………………………………. 69
vi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………… 71
B. Saran ………………...……………………………………… 72
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 73
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak Indonesia merdeka pendidikan Islam sebagai lembaga telah
dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional. Dalam setiap perundang-
undangan yang muncul, pendidikan Islam selalu saja dimasukkan di dalam
undang-undang tersebut, setidaknya dalam peraturan pemerintah yang
berkenaan dengan pendidikan, seperti halnya Undang-undang Nomor 4 tahun
1950 dan undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, begitu juga pada Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989 terakhir Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003.
Di dalam mengaplikasikan pendidikan Islam tersebut, pemerintah
memberi wewenang kepada Kementerian Agama untuk mengelola, mengatur
agar lebih dapat dilaksanakan peranannya sebagai lembaga pendidikan yang
mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkenaan dengan itu dilakukan berbagai
hal untuk merevitalisasi pendidikan Islam, baik sebagai mata pelajaran
maupun sebagai lembaga.1
Revitalisasi juga terjadi pada berbagai pondok pesantren. Dengan kata
lain pondok pesantren juga mengalami pergeseran yang sangat signifikan
terutama dalam pendidikan Islam.
1 Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Mencerdaskan
bangsa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), Cet. I. hal. 1
2
Pondok pesatren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang
merupakan produk budaya Indonesia. Pesatren di Indonesia mengadopsi
sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang
sebelum datangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama ada di
negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap
perjalanan sejarah bangsa. Pesantren tidak hanya melahirkan tokoh-tokoh
nasional yang berpengaruh di negeri ini, tetapi juga diakui telah berhasil
membentuk watak bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Asal asul pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengaruh
walisongo abad XV-XVI di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan
yang unik di Indonesia. Lembaga pendidikan ini telah berkembang khususnya
di Jawa selama berabad-abad.2Dengan mendasarkan pada latar belakang
kesejarahan itu, seperangkat teori pendidikan harus diajukan dalam
pengembangan pondok pesantren. Kepemimpinan kyai-ulama di pondok
adalah sangat unik, karena mereka memakai sistem kepemimpinan pra
modern. Relasi sosial antara kya-ulama-santri dibangun atas landasan
kepercayaan, bukan karena patron klien sebagaimana dilakukan masyarakat
pada umumnya. Ketaatan santri kepada kiai-ulama lebih diutamakan karena
mengharapkan barakah.
Hubungan yang kurang harmonis antara pemerintahan colonial disatu
sisi dengan pesantren disisi lain berlanjut hingga memasuki era kemerdekaan
Republik ini. Hal ini tercermin dalam berbagai dokumen sejarah, misalnya
hasil rapat BPKNIP tanggal 12 Desember 1945 yang diantaranya menyebutkan
bahwa madrasah dan pesantren hendaklah mendapatkan perhatian dan
bantuan. Artinya, pesantren tidak diperlukan sebagai bagian internal dari
sistem pendidikan nasional ketika itu seperti halnya sekolah. Keadaan
semacam ini disatu sisi dapat mempertegas kemandirian pesantren, tetapi disisi
lain membuat pesantren semakin tertinggalkan. Akibatnya, ada semacam
2 Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain Ke Nusantara jejak Intelektual Arsitek
Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. 1, hal. 56
3
kendala ketika pemerintah Orde Baru bermaksud menggelindingkan roda
medernisasi, termasuk dalam wilayah pesantren.
Belakangan ini, seiring dengan gencarnya program-program
pemberdataan pesantren, baik yang diprakarsai Pemerintah maupun LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat), lambat laun asumsi itu semakin kabur. Kini,
label “tradisional” yang diidentikan dengan dunia pesantren tampaknya mulai
diabaikan. Hingga saat ini, dunia pesantren terus mengalami perubahan atas
sistem pendidikan yang sering dilabelkan tradisional itu.
Dalam pengamatan Zamakhsyari Dhofier, banyak pendidikan formal
model madrasah-madrasah tentunya termasuk yang berada dalam lingkungan
pesntren berubah status menjadi sekolah umum berciri khas Islam, mulai dari
Madrasah Ibtidaiyyah (MI) yang ditransformasikan menjadi Sekolah Dasar
(SD) yang berciri khas Islam, Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang
ditransformasikan menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berciri
khas Islam, sampai Madrasah Aliyah (MA) yang ditransformasikan juga
menjadi Sekolah Menengah Ats (SMA) yang berciri khas Islam pula. Meski
tidak semua pesantren mengalami perubahan dengan seperti itu, tetapi seiring
perkembangan dunia pendidikan umumnya dan kebutuhan tenaga kerja
terampil, tampaknya gejala transformasi dunia pesantren tidak bisa dielakan.
Selain perubahan status kelembagaan, metode pembelajaran, dan sistem
pengelolaan, perubahan-perubahan yang menandai transformasi pesantren juga
terjadi pada pergeseran spectrum keilmuan yang dikembangkan di pesantren
itu sendiri.3
Perubahan juga terjadi pada pesantren-pesantren NU sebuah organisasi
besar yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (31 Januari 1926) di
Surabaya. Pendiri NU adalah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur.
Secara Etimologi Nahdhatul Ulama terdiri dari dua bahasa Arab, Nahdlatul
artinya bangkit dan Ulama adalah komunitas cendikiawan yang mampu
menerima, melestarikan dan meneruskan tradisi dan budaya generasi
3 Amin Haedar, Transformasi Pesantren, (Jakarta: LekDis dan Media Nusantara
2006), hal. 3-5
4
bermanfaat. NU adalah organisasi berhaluan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah
dengan berpegang teguh pada salah satu dari 4 madzhab yaitu: Syafi’I, Maliki,
Hambali, dan Hanafi.4
Sebenarnya keinginan mendirikan organisasi ini telah lama muncul
sejak 1924. Waktu itu KH. Abdul Wahab Hasbullah telah menyampaikan
kepada KH. Hasyim Asy’ari masih belum berkenan. KH. Abdul Wahab
Hasbullah menyadari arti pentingnya organisasi untuk memperkokoh kesatuan
diantaranya para ulama. KH. Hasyim Asy’ari baru merestui berdirinya
organisasi para ulama setelah adanya desakan-desakan perlunya mendirikan
organisasi oleh situasi ketika itu dan setelah memperoleh restu dari KH. Khalil
Madura.
NU berasasakan Islam dan bertujuan diantaranya: menegakkan Syari’at
Islam dengan berhaluan salah satu pada empat madzhab yaitu: Syafi’I, Hanafi,
Maliki, dan Hambali, serta melaksanakan berlakunya hukum-hukum Islam
dalam masyarakat.
Diawal masa berdirinya, NU menitik beratkan perjuangan dibidang
pendidikan, sosial, dan perkembangan. Sedangkan dibidang pendidikan
Nahdlatul Ulama berupaya memperbanyak lembaga-lembaga pendidikan
berbasiskan Islam. Sistem Madrasah atau Sekolah diperkenalkan dengan tetap
melestarikan sistem pendidikan ala pesantren.
Dibidang pendidikan dan pengajaran formal, Nahdlatul Ulama
membentuk satu bagian khusus mengelola kegiatan bidang ini dengan nama
Al-Ma’rifah yang bertugas untuk membuat dan perundangan dan program
pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan atau sekolah yang berada di
bawah naungan NU. Dalam salah satu keputusan dari suatu konferensi besar
Al-Ma’rifah NU seluruh Indonesia yang berlangsung pada tanggal 23-26
Februari 1954, ditetapkan susunan sekolah atau madrasah Nahdlatul Ulama
sebagai berikut: Raudhatul Athfal, SR (Sekolah Rakyar) atau SD, SMP NU,
4 Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: CV
Pustaka Setia 1999). Hal. 94
5
MMP NU (Madrasah Menengah Pertama), MMA NU (Madrasah Menengah
Atas), Mualimin atau NU.5
Dengan demikian, tampak organisasi NU bermaksud mempertahankan
praktek keagamaan yang sudah mentradisi di Nusantara untuk mengimbangi
gencarnya ekspansi pembaharuan Islam. Para ulama yang tergabung dalam
organisasi ini khawatir bila pembaharuan atau modernisasi Islam akan
melenyapkan paham keagamaan yang selama ini mereka jalani.
Pembaharuan pendidikan yang diterapkan di pesantren Tebuireng
merupakan awal yang bagus bagi kemajuan, khususnya di pulau Jawa dan
Madura, pada perkembangan berikutnya, mdernisasi tersebut merupakan
contoh bagi pesatren di Jawa untuk lebih terbuka lagi terhadap sistem
pendidikan modern.
Berbarengan dengan itu Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU)
didirikan oleh KH. Abdus Salam seorang keturunan Raja Majapahit, pada
tahun 1838 M di desa Tambakberas, 5 km arah utara kota Jombang Jawa
Timur. Cerita yang mengisahkan kenapa KH. Abdus Salam seorang keturunan
ningrat, bisa sampai ke desa kecil yang kala itu masih berupa hutan belantara
penuh dengan binatang buas dan dikenal sebagai daerah angker. KH. Abdus
Salam meninggalkan kampung halamannya menuju Tambakberas untuk
bersembunyi menghindari kerajaan tentara Belanda. Bersama pengikutnya
kemudian beliau membangun perkampungan santri dengan mendirikan sebuah
langgar (Musholla) dan tempat pondokkan sementara untuk 25 orang
pengikutnya. Karena itu, pondok pesantren itu juga dikenal dengan pondok
selawe (dua Puluh Lima). Perkembangan pondok pesantren ini menonjol saat
kepemimpinan pesantren dipegang oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, dan
pada tahun 1967 beliau memberikan nama dengan Bahrul Ulum yaitu lautan
ilmu.6 Beliau adalah cicit KH. Abdus Salam. Setelah kembali dari belajar di
Mekkah, ia segera melakukan revitalisasi pondok pesatren. Ia yang pertama
kali mendirikan madrasah Mubdil Fan. Ia juga membentuk kelompok diskusi
5 Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. 10, hal. 181-182
6 Jejak Pesantren, tvOne Hari Minggu, 25 Agustus 2012 Jam: 16.00
6
Taswirul Afkar dan mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Deklarasi
itu ia lakukan bersama dengan KH. Hasyim Asy’ari dan ulama lainnya pada
tahun 1926.
Nama Bahrul Ulum itu tidak muncul saat KH. Abdus Salam megasuh
pesantren tersebut. Nama itu justru berasal dari KH. Abdul Wahab Hasbullah.
Beliau memberikan nama resmi pesantren pada tahun 1967. Beberapa tahun
kemudian pendiri NU itu pulang ke Rahmatullah.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengangkat
permasalahan kontribusi pemikiran pendidikan yang diterapkan oleh pondok
pesantren Bahrul Ulum ke dalam sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi
dengan judul “KONTRIBUSI PEMIKIRAN KH. ABDUL WAHAB
HASBULLAH DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
PESANTREN BAHRUL TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR”
B. Identifikasi Masalah
1. Alasan yang melatarbelakangi KH. Abdul Wahab Hasbullah untuk
membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
2. Konsep pemikiran pendidikan pesantren Bahrul Ulum KH. Abdul Wahab
Hasbullah
3. Tantangan dan hambatan apa saja yang dihadapi KH. Abdul Wahab
Hasbullah untuk membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
4. Respon masyarakat terhadap gagasan KH. Abdul Wahab Hasbullah
tentang pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
5. Landasan filosofis pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah dan
membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
C. Pembatasan Masalah
Ranah pemikiran pendidikan KH. Abdul Wahab Hasbullah yang
sangat luas. Maka penulis membatasi penelitian mengenai:
1. Bagaimana landasan filosofis KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam
membentuk pendidikan pesantren Bahrul Ulum Jombang
7
2. Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah tentang kelembagaan pondok
pesantren Bahrul Ulum
3. Bagaimana Ide-ide KH Abdul Wahab Chasbullah
D. Rumusan Masalah
1. Pemikiran KH. Abdul Wahab Hasbullah tentang kelembagaan pendidikan
pesantren Bahrul Ulum Jombang
2. Ide-ide KH Abdul Wahab Chasbullah
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Memberikan informasi mangenai pengembangan pendidikan pesantren
Bahrul Ulum Jombang yang ditawarkan oleh KH. Abdul Wahab
Hasbullah
b. Memberikan sebuah wacana dalam pengembangan pendidikan
pesantren Bahrul Ulum Jombang
c. Memberikan wacana tentang pentingnya pengembangan pendidikan
pesantren Bahrul Ulum Jombang
2. Kegunaan Penelitian
a. Menambah wacana kajian sejarah pengembangan pendidikan
pesantren Bahrul Ulum Jombang
b. Meningkatkan kualitas pengembangan pendidikan pesantren Bahrul
Ulum Jombang
c. Memberikan kontribusi pemikiran pengembangan pendidikan
pesantren Bahrul Ulum Jombang
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Pesantren
1. Pengertian Pesantren
Pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu; “pondok” dan
“pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa Arab “fundug” yang berate
hotel atau asrama. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian
asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang
dibuat dari bambu (karena pondok memang merupakan tempat
penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat
tinggalnya).1 Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata pondok mempunyai
dua arti, yaitu bangunan untuk tempat sementara seperti yang didirikan di
ladang, hutan dan lain sebagainya dan diartikan juga dengan tempat
mengaji dan belajar ilmu agama Islam.2
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dengan bentuk khas
sebagai tempat dimana proses pengembangan keilmuan, moral dan
ketrampilan para santri menjadi tujuan utamanya. Istilah pesantren berasal
dari kata santri dengan awalan “Pe” dan akhiran “An” yang berarti tempat
tinggal santri. Kata santri sendiri John berasal dari Bahasa Tamil yang
berarti guru mengaji. Sedangkan Berg berasal dari kata Shantri yang dalam
1 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1982), Cet,1, hal. 18
2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 695
9
Bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau
sarjana ahli kitab Hindu. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren
memilki lima elemen penting yaitu pondok tempat penginapan santri,
masjid, pengajaran kitab-kitab kalsik, dan Kiai.
Sedangkan dalam pandangan KH Abdurrahman Wahid, terdapat
tiga elemen dasar yang membentuk pondok pesantren sebagai subkultur
(1). Pola kepemimpinan pondok pesantren yang madiri tidak terkooptasi
oleh Negara, (2). Kitab-kitab rujukan umum yang selalu digunakan dari
berbagai abad, (3). Sistem nilai (value sistem) yang digunakan adalah
bagian dari masyarakat luas. Kepemimpinan Kiai di pondok menggunakan
sistem kepemimpinan pra-modern dengan mendasarkan pada asas saling
percaya. Ketaatan santri pada Kiainya lebih didasarkan pada sebuah
pengharapan yaitu dapat limpahan barakah (grace).
Pengertian pondok pesantren versi KH. Imam Zarkasyi:
a. Pesantren harus berbentuk asrama (full residential Islamic Boarding
School)
b. Funngsi kyai sebagai central figure (Uswah Hasanah) yang berperan
sebagai guru (mu‟allim), pendidik (murabbi), dan pembimbing
(mursyid)
c. Masjid sebagai pusat kegiatan
d. Materi yang diajarkan tidak terbatas kepada kitab kuning saja.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pondok merupakan
tempat tinggal sementara bagi para pelajar yang mengaji dan belajar ilmu
agama Islam yang jauh dari rumahnya.
2. Sejarah Perkembangan Pesantren
Tumbuh pesantren berawal dari keberadaan seorang alim yang
tinggal di suatu daerah tertentu yang kemudian berdatangan santri-santri
untuk belajar padanya. Lama kelamaan kediaman alim tersebut tidak
mencukupi sehingga santri bersama-sama membangun pemodokkan
sehingga banyak didirikan bangunan-bangunan baru di sekitar rumah kyai.
10
Lembaga seperti pesantren dikenal di Jawa, di Sumatera disebut
dengan surau, meunasah, dayah, rangkang. Dalam lembaga-lembaga seperti
itula tradisi perkumpulan atau halaqah diperkenalkan. Delam perkumpulan itu,
secara tradisonal dikenal istilah „kaji‟ atau „ngaji‟, di mana murid (santri)
menyimak, sementara guru (kyai) menerangkan. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa salah satu alasan pokok munculnya pesantren adalah untuk
menyampaikan ajaran Islam sebagimana yang terdapat dalam kitab-kitab
klasik atau kitab kuning.3
Diketahui secara persis pada pesantren pertama Wakullah yaitu yang
dipimpin oleh Sunan Ampel muncul sebagai pusat pendidikan agama di
Indonesia. Namun kita bisa melihat arah perkembangan dari masa awal
kedatangan agama Islam ke Indonesia. Sejarah membuktikan bahawa Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M/I H/ tetapi baru meluas pada abad ke-13
M. perluasan Islam ditandai berdirinya kerajaan Islam tertua di Indonesia,
seperti Perlak dan Samudra Pasai di Aceh pada tahun 1292 dan tahun 1297.
Melalui pusat-pusat perdagangan di daerah pantai Sumatra Utara dan melalui
urat nadi perdagangan di Malaka, agama Islam kemudian menyebar ke pulau
Jawa dan seterusnya ke Indonesia bagian Timur. Walaupun di sana ada
peperangan, tetapi Islam masuk ke Indonesia, dan peralihan dari agama Hindu
ke Islam secara umum berlangsung dengan damai.4
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan
wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi
historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga
mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga yang serupa
pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak pada masa kekuasaan Hindu-
Buddha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga
pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan
Islam dalam memelopori pendidikan di Indonesia.
3 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 2 4 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan
adan Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), Cet-1, hal. 17
11
Seandainya negeri ini tidak mengalami penjajahan, mungkin
pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh
pesantren-pesatren itu. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada
sekarang ini tidak akan berupa UI, ITB, IPB, UGM, Unair, atau pun yang lain,
tetapi mungkin namanya “Universitas” Tremas, Krapyak, Tebuireng,
Bangkalan, Lasem, dan seterusnya. Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah
melihat dan membandingkan secara kasar dengan pertumbuhan sistem
pendidikan di negeri-negeri Barat sendiri, dimana hampir semua universitas
terkenal cikal-bakalnya adalah perguruan-perguruan yang semula berorientasi
keagamaan. Mungkin juga, seandainya kita tidak pernah dijajah, pesantren-
pesantren itu tidaklah begitu jauh terpencil di daerah pedesaan seperti
kebanyakan pesantren sekarang ini, melainkan akan berada di kota-kota pusat
kekuasaan atau ekonomi, atau sekurang-kurangnya tidak terlalu jauh dari sana,
sebagaimana halnya sekolah-sekolah keagamaan di Barat yang kemudian
tumbuh menjadi universitas-universitas tersebut.5
Pondok Pesantren merupakan salah satu cikal bakal dan pilar
pendidikan di Indonesia, selain pendidikan umum dan madrasah. Pesatren
merupakan suatu lembaga yang telah terbukti berpern penting dalam
melakukan transmisi ilmu-ilmu keagamaan di masyarakat. Jumlah pesantren di
Indonesia pada tahun 2003-2004 terdapat 14.656 pesantren. Sebanyak 4.692
buah (32%) merupakan pesantren salafiyah (jalur luat persekolahan yang
hanya memfokuskan pada bentuk pengkajian kitab dengan metode tradisional,
halaqah), sebanyak 3.368 buah (23%) merupakan pesantren ashriyah-
khalafiyah (jalur sekolah), dan 6.596 buah (45%) sebagai pesantren kombinasi,
yaitu pesantren yang memadukan sistem salafiyah dan ashriyah-khalafiyah.
Jumlah santri seluruhnya sebanyak 3.369.193 orang, terdiri dari 1.699.474
(50.4%) sebagai santri mukim dan sisanya sebagai santri kalong (tidak
menetap). Dari besarnya jumlah santri ini, belum lagi alumni, tentunya tidak
dapat diabaikan peranannya dalam berpartisipasi dan mendorong pencapaian
tujuan pendidikan nasional.
5 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: PT
Temprint, 1997), hal. 3-4
12
3. Unsur-unsur Pondok Pesantren
a. Kyai
Kyai adalah tokoh ulama atau tokoh yang memimpin pondok
pesantre. Sebutan kyai sangat popular digunakan di kalangan kominitas
santri. Kyai merupakan elemen sentral dalam kehidupan pesantren, tidak
saja Karen kyai yang menjadi penyangga utama kelangsungan sistem
pendidikan di pesantren, tetapi juga karena sosok kyai merupakan
cerminan dari nilai yang hidup di lingkungan komunitas asntri.
Kyai juga mempunyai pengaruh yang sangat besar di lingkungan
komunitas santri. Kedudukan dan pengaruh kterletak pada keutamaan yang
dimiliki pribadi kyai, yaitu penguasaan dan kedalaman ilmu agama;
kesalehan yang tercermin dalam sikap danperilakunya sehari-hari yang
sekaligus mencerminkan nilai-nilai yang hidup di lingkungan komunitas
santri. Nilai-nilai yang hidup dan menjadi cirri dari pesantren seperti
ikhlas, tawadhu‟, dan orientasi kepada kehidupan ukhrowi untuk mencapai
riyadhah. 6
b. Santri
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata santri berarti orang
yang mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sunguh-
sungguh, orang yang saleh.7 Santri merupakan sebutan bagi seorang yang
mendalami ilmu agama Islam di suatu tempat atau di pedesaan, dalam hal
ini santri terbagi menjadi dua, yaitu santri mukin dan santri kalong (setelah
mengaji pulang ke rumah). Santri mukim adalah santri yang bertempat
tinggal di pondokkan yang sudah ditetapkan oleh kyainya dan harus
mentaati peraturan yang sudah ditetapkan oleh pesantren itu sendiri, ini
sering kita temui pada Boarding School yang berada di Indonesia.
Sedangkan santri kalong adalah santri yang kerjanya cuma mengaji saja di
pondok tersebut setelah selesai mengaji langsung pulang ke rumah dan
6 Nurhayati Djmas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan,
(Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hal. 55 7 Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), ed. 3, cet. 4, hal. 997
13
tidak terikat dengan peraturan pondok, biasanya santri kalong ini berada di
pondok-pondok salafiyah.
c. Masjid atau Mushalla
Pada zaman Rasulullah masjid sudah digunakan untuk
bermusyawarah oleh para sahabat-sahabat, kemudian pada zaman
walisongo pun sama, kedudukan masjid sangat signifikan terutama pada
pondok pesantren karena masjid digunakan untuk pengajian kitab-kitab
kuning yang dipimpin langsung oleh kyai dan merupakan pusat pendidikan
Islam.
d. Pondok
Pada dasarnya pondok adalah tempat tinggal seorang santri-santri
yang dibimbing langsung oleh kyai, pondokkan ada yang berupa asrama
atau komplek-komlpek yang di dalam terdapat rumah pada Ustad atau
Ustdzah yang mengajar para santru-santri dan rumah kyai itu sendiri yang
masih satu lingkungan dengan para santri-santri. Karena untuk
memudahkan pengawasan santri-santri maka para Ustad, Ustadzah, dan
Kyai tinggal di tempat yang sama.
e. Kitab Kuning
Kitab kuning adalah sebutan untuk literature yang digunakan
sebagai rujukan umum dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan
Islam tradisional pesantren. Kitab kuning digunakan secara luas di
lingkungan pesantren, terutama pesantren yang masih menggunakan
metode pengajaran dalam bentuk halaqah. Penggunaan kitab kuning
merupakan tradisi keilmuan yang melekat dalam sistem pendidikan di
pesantren. Sebagai elemen utama dalam sistem pendidikan Islam di
pesantren.
4. Sistem Pendidikan Pesantren
Perubahan pola sistem pendidikan di pesantren merupakan respons
terhadap modernisasi pendidikan Islam dan perubahan sosial ekonomi pada
masyarakat. Seperti dikemukakan Azyumardi Azra yang menyebutkan empat
bentuk respons pesantren terhadap modernisasi pendidikan Islam yaitu:
14
Pertama, pembaharuan substansi atau isi pendidikan pesantren dengan
memasukan subjek-subjek umum dan vocational.
Kedua, pembaharuan metodologi, seperti sistem klasikal dan
penjenjangan.
Ketiga, pembaharuan kelembagaan, seperti perubahan kepemimpinan
pesantren dan diversifikasi lembaga pendidikan.
Keempat, pembaharuan fungsi sosial ekonomi. Di anatara bentuk
perubahan yang terjadi dalam sistem pendidikan di pesantren adalah
penyelenggaraan pendidikan umum, madrasah regular, madrasah diniyah di
samping pesantren salafiyah secara bersamaan, dan pelaksanaan pesantren
kilat secara terporer.8
Terdapat dua macam pengajian di pesantren, yaitu weton dan sorogan.
Weton adalah pengajian yang ini siatifnya berasal dari kyai sendiri, baik
dalam menetukan tempat, waktu, maupun lebih-lebih lagi kitabnya.
Sedangkan sorongan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari
seorang atau beberapa orabf santri kepada kyainya untuk diajari kitab tertentu.
Pengajian sorongan biasanya hanya diberikan kepada santri-santri yang cukup
maju, khususnya yang berminat untuk menjadi kyai.9
Pada lembaga pendidikan pesantren tradisional (salaf) kurikulum
(materi pengajaran) sangatlah bervariasi, karena kurikulum pada model
pesantren ini sangat ditentukan oleh pengelola lembaganya (kyai). Tapi secara
umum pengajaran pada lembaga pendidikan pesantren salaf adalah kitab-kitab
kalsik, terutama karangan para ulama yang menganut faham Syafi;iyah yang
merupakan satu-satunya materi pengajaran yang diberikan dalam lingkungan
lembaga pesantren pada saat itu. Pada perkembangan selanjutnya, banyak
lembaga pesantren yang telah member pengajaran ilmu-ilmu umum yang
dianggap tidak menyimpang dari tujuan utamanya, yaitu mendidik para calon
ulama yang tetap konsisten pada ajaran agama Islam.
8 Nurhayati Djmas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan,
(Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hal.19-20 9 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 1997), cet-1, hal. 28
15
Pada saat ini kita-kitab yang idjarakan pada beberapa lembaga
pendidikan pesantren sifatnya mulai beragam, meskipun lembaga pesantren
tersebut tidak atau belum menggunakan bentuk klasikal atau menggunakan
kurikulum nasional. Namun, pada hakikatnya lembaga-lembaga tersebut mulai
berusaha melakukan perubahan kurikulum berdasarkan pada tenaga
pendidikan yang tersedia pada lembaga tersebut. Maka tidaklah heran yang
terjadi kemudian adalah adanya variasi yang unik yang muncul pada lembaga
ini mulai berusaha memunculkan cirri khasnya masing-masing. Dengan
demikian tampaklah lembaga pendidikan pesantren yang lebih dikenal dengan
spesialisasi jenis keahliyannya, meski keahlian tersebut masih sebatas pada
keahlian di bidang keagamaan.
Dari gambaran di atas, maka sudah barang tentu setiap lembaga
pendidikan pesantren menetapkan sendiri kurikulumnya (bila tidak
menggunakan kurikulum nasional terutama pada bentuk lembaga terpada
dengan madrasah). Karen itu lembaga pendidikan pesantren bebas menetapkan
secara mandiri kitab-kitab yang harus diajarakan kepada para santrinya.
Sebagai gambaran, pada umumnya kitab-kitab yang diajarkan oleh
kebanyakan lembaga pendidikan pesantren dari tingkat yang dianggap
terendah sampai pada kitab yang dianggap tertinggi adalah:
a. Nahwa Sharaf, terdiri dari Matan „Awamil, Matan Jurumiyah,
Mutammimah, Imriti, dan Alfiyah ibn Malik, Matan Bina, Al-Kailani,
Matan Izi, Yaqulu, dan sebagainya.
b. Fiqih, terdiri dari Durus al-fiqh, Matan Taqrib, Al-Bajuri, Fath al-Mu‟in
atau I‟anat al-Talibin.10
Sistem pendidikan pesantren juga terjadi pada semua pesantren yang
berada di Indonesia diantaranya:
a. Pondok Salafiyah
Berbicara Pesantren Salafiyah tidak terlepas dengan Kitab Kuning.
Istilah Kitab Kuning pada mulanya diperkenalkan oleh kalangan pesantren
10
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 83-85
16
sekitar dua dasawarsa yang silam. Dalam pandangan mereka dianggap
sebagai kitab berkadar keilmuan rendah, ketinggalan zaman, dan menjadi
salah satu penyebab terjadi stagnasi berpikir umat.
Ada dua metode yang dikembangkan di lingkungan pesantren
untuk mempelajari Kitab Kuning: Metode sorogan dan metode bandungan.
Pada cara pertama santri membaca Kitab Kuning di hadapan Kyai Ulama
yang langsung menyaksikan keabsahan para santri, baik dalam konteks
makna maupun bahasa (nahwu dan sharaf). Sementara itu, pada cara
kedua, santri secara kolektif mendengarkan bacaan dan penjelasan sang
Kyai Ulama sambil masing-masing memberikan catatan pada kitabnya.
Catatan itu bias berupa syakl atau makna mufradat atau penjelasan
(keterangan tambahan). Penting ditegaskna bahwa kalangan pesantren,
terutama yang klasik (Salafi), memiliki cara membaca sendiri,yang dikenal
dengan cara utawi-iki-uki, sebuah cara membaca dengan pendekatan
grammar (nahwu dan sharaf) yang ketat.
Selain kedua metode di atas, sejalan dengan usaha kontekstualsasi
kajian Kitab Kuning, di lingkungan pesantren dewasa ini telah
berkembang metode jalasah (diskusi kelompok) dan halaqah (seminar).
Kedua metode ini lebih sering digunakan di tingkat Kyai Ulama atau
pengasuh pesantren untuk, antara lain, membahas isu-isu kontemporer
dengan bahan-bahan pemikiran yang bersumber dari Kitab Kuning.11
Dan ada juga Halaqah metode yang Unik dalam sistem pendidikan
Islam. Melalui halaqah pembelajaran di masjid terjadi secara intrnsif dan
massif. Pelayanan individual oleh seorang syaikh dapat dilakukan karena
lingkaran murid atau mahasiswa yang belajar jumlahnya tidak banyak.
Dengan pengertian lain, rasio guu murid cukup ideal sehingga proses
belajara mengajar dapat berjalan dengan baik.12
11
KH. Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan, (Bandung, Pustaka Hidayah), Cet,
1, hal, 223-224 12
KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren,
(Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 52-53
17
Waktu mengajar biasanya diberikan pada malam hari agar tidak
mengganggu pekerjaan orang tua sehari-hari. Tempat-tempat pendidikan
Islam nin-formal seperti inilah yang menjadi embirio terbentuknya sistem
pendidikan pondok pesantren. Ini berarti bahwa sistem pendidikan pada
pondok pesantren masih hamper sama seperti sistem pendidikan di langgar
atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Dapat ditarik kesimpulan Pondok Salafiyah adalah Pondok yang
mengajarkan para santri-santrinya mengaji kitab-kitab saja selama santri
tersebut masih mempunyai niat belajar yang kuat dan tinggi, tidak ada
batasan sampai berapa tahun untuk belajar di Pondok Salafiyah, biasanya
santri-santri yang mengaji di Pondok Salafiyah tidak terikat dengan
peraturan yang ada, bahkan tidak ada peraturan yang terpenting ketika
mengaji ada, dan yang paling ditekankan adalah kesadaran dari santri-
santri untuk menuntut ilmu Allah SWT.
b. Pondok Salafiyah dan Bersekolah di luar
Dalam Pondok Salafiyah dan bersekolah di luar itu ada sedikit
perbedaan yang mana para santrinya datang ke Pondok Salafiyah hanya
untuk mengaji kitab-kitab saja, sedang mereka melakukan kegiatan
sekolah di luar Pondok Salafiyah yang mana para santrinya tidak
mengikuti disiplin yang ada dan tidak terikat asalkan ketika mengaji
mereka datang.
Biasanya setelah selesai sekolah para santrinya tidak langsung
pulang ke Pondok melaikan ada yang bermain dengan teman-temannya,
dan ketika adzan maghrib tiba barulah para santri-santrinya pulang ke
pondok untuk mengikuti pengajian yang akan dipimpin oleh Kyai, setelah
shalat subuh juga biasa ada pengajian lagi tapi biasanya berbeda kitabnya
dengan setelah shalat maghrib.
Banyak yang menyebut santri ini dengan sebutan santri kalong
yang mana mengajinya hanya di malam hari saja.
18
c. Pesantren Klasikal Berjenjang atau Boarding School Kurikulum
Sesuai Pemerintah.
Sistem pendidikan yang diterapkan di Pesantren ini terbagi pada
dua wilayah: wilayah pengasuhan dan wilayah pengajaran. Seluruh
kegiatan belajar formal di dalam kelas termasuk daalam wilayah
pengajaran. Sementara kegiatan di luar belajar formal di dalam kelas
tersebut, yakni soal asrama, soal makan di dapur, soal ibadah di masjid,
soalh berbahsa Arab-Inggris sehari-hari, soal berlatih pidato dalam tiga
bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia), soal berolah-raga dan lainnya,
masuk dalam wilayah penagsuhan. Tampaknya wilayah pengasuhan inilah
yang mampu membentuk dan mengembangkan kemampuan dan sikap
pribadi sehingga secara emosional dan spiritual para santri mampu
melakukan berbagai tindakan secara mudah dalam segala kondisi.
Aspek pendidikan model pesantren (Boarding School) ini, yang
meliputi aspek pengajaran dan pengasuhan sekaligus, memiliki beberapa
keunggulan yang umumnya tidak dimilki oleh sekolah-sekolah yang
siswanya pilang ke rumah alias tidakn mukim. Dengan pola pengasuhan
yang penuh disiplin, menjadikan para santri memiliki pribadi-pribadi
terdidik dan terpelajar (Being Educated) dengan tingkatan kemandirian
dan kewirausahaan (Entrepreneurship) yang tangguh dan karakter yang
kuat. Aspek-aspek itulah yang kini oleh para sarjana luar dan dalam negeri
disebut dengan personality development dan character building. Dan
dalam hidup ini, berdasarkan survey dan penelitian mutakhir yang
dilakukan oleh banyak ahli, justru aspek-aspek yang terakhir disebutkan
itulah yang lebih menentukan sukses tidaknya seseorang di kemudian
hari.13
Menarik kesimpulan di atas bahwasannya pesantren boarding
school itu adalah suatu yayasan atau lembaga yang di dalamnya ada
peraturan yang harus ditaati oleh para santri-santrinya, dan bagi santri
13
Muhamad Wahyuni nafis, Pesantren Daar El-Qolam Menjawab Tantangan Zaman,
(Tangeran, daar el-qolam press, 2008), Cet, I. hal: 62-63
19
yang melanggar akan dikenakan hukuman atau ikob. Dan setiap harinya
harus menggunakan dua bahasa Arab dan Inggris yang harinya ditentukan
oleh para pengurusa santri (santri kelas akhir Niha‟i).
Jenjang pada bording school berpariasi ada yang 6 tahun MTs
sampai Aliyah dan ada yang 3 atau 4 tahun Aliyah saja, kebanyakan
lulusan dari boarding school biasanya diarahkan oleh kyainya untuk
mengabdi selama 1 tahun dan tempatnya sudah ditentukan oleh kyai itu
sendiri, agar mempunyai bekal dikehidupan yang mendatang.
d. Boarding School Kurikulum Sendiri.
1) Tujuan Pendidikan
Peran Imam Zarkasyi di Pondok Modern baru dimulai pada
tahun 1936, pada kesempatan hari terjadinya yang ke-10. Pada waktu
itu ia sedang menjalankan tugas dari gurunya, Mahmud Yunus untuk
mengepalai sekolah Muhammadiyah di Padang Sidempuan. Di
panggial kakaknya, Ahmad Sahal, untuk kembali ke Gontor guna
menetukan masa depan Tarbiyatul Atfal (Pendidikan Kanak-kanak).
Dalam musyawarah Trimurti (Ahmad Sahal, Zainudin Fanani, dan
Imam Zarkasyi) muncul beberapa program usulan. Imam Zarkasyi
mengusulkan program Kulliyatul Mu‟alimin al-Islamiyah (KMI).
Usaha tersebut diterima. Maka dia sendiri kemudian disepakati untuk
memimpinnya karena dipandang lebih menguasai tentang program
tersebut.
Mulai sejak itu, terjadi pembagian tugas di antara tiga tokoh
tersebut. KH Ahmad Sahal bertugas sebagai pengasuh yang
bertanggung jawab atas pendidikan para santri (urusan kesantrian),
Zainuddin Fanani menjadi penasihat yang bertindak sebagai konsultan
dan penyeimbang di antara dua pimpinan, dan Imam Zarkasyi menjadi
direktur KMI yang bertanggung jawab atas pendidikan siswa (urusan
sekolah).
20
Pembaharuan pondok pesantren yang dilakukan Imam Zarkasyi
juga didasarkan pada hasil penelitian para ahli yang melihat sejumlah
kelemahan pondok pesantren tradisional yang perlu dan diatasi sebagai
berikut.
Pertama, dalam bidang kurikulum pesantren tradisional hanya
mengajarkan pengetahuan agama, sehingga lulusannya tidak dapat
memasuki lapangan kerja yang mensyarakat memiliki pengetahuan
umum, penguasaan teknologi dan keterampilan.
Kedua, dalam bidang metodologi pengajaran, pesantren
tradisional kurang dapat memperdayakan lulusannya. Para pelajar
pesantren tradisional (santri) diajari berbagai ilmu bahasa Arab dengan
susah payah dan menjelimet, tapi mereka tidak dapat berbicara dan
menulis bahasa Arab dengan baik. Mereka terlihat minder dan kurang
memiliki rasa percaya diri.
Ketiga, dalam bidang manajemen, pesantren tradisional
menerapkan sistem manajemen yang sentralistik, tertutup, emosional,
dan tidak demokrastis. Semua hal yang berkaitan dengan pengaturan
pesantren sepenuhnya di tangan kyai yang memiliki otorits penuh
sampai ia merasa tidak sanggup lagi, atau meninggal dunia.
Imam Zarkasyi terpanggil untuk mengatasi berbagai kelemahan
pendidikan pondok pesantren tersebut, dengan menekankan pada
tujuan pendidikan yang diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik
agar siap dan mampu hidup bermasyarakat sesuai dengan bidang
keahliannya.
Dasar pemikiran lainnya yang mendasari pengembangan
Pesantren Gontor Ponorogo tersebut adalah ide-ide yang berkembang
dalam Kongres Umat Islam yang berlangsung di Surabaya dan
dilaksanakan pada pertengahan tahun 1926.
2) Kurikulum Pendidikan
Kesan-kesan yang diperoleh dari hasil kunjungan ke
mancanegara dan catatatn dalam kongres tersebut telah mendorong
21
Imam Zarkasyi untuk menjadikan Pesantren Gontor Darussalm selain
sebagai lembaga pendidikan yang dapat menghasilkan lulusannya yang
mahir dalam bahasa Arab dan Inggris. Hal ini mendorong Imam
Zarkasyi untuk melakukan pembaharuan terhadap kurikulum
pendidikan yang ada di pondok pesantren modern Gontor Ponorogo.
Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi di Pondok Pesantren
Modern Gontor adalah 100% umum dan 100% agama. Di samping
pelajaran tafsir, hados fiqih, ushul fiqih yang biasa diajarakan di
pesantren tradisional, Imam Zarkasyi menambahkan ke dalam
kurikulum lembaga pendidikan yang diasuhnya itu ilmu pengetahuan
umum, sperti ilmu alam, ilmu hayat, ilmu pasti (berhitung, aljabar, dan
ilmu ukur), sejarah, tata Negara, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmu
jiwa, dan sebagainya. Selain itu ada pula mata pelajaran yang amat
ditekankan dan harus menjadi karakteristik lembaga pendidikannya itu,
yaitu pelajaran bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pelajaran bahasa Arab
lebih ditekankan pada penguasaan kosa kata, sehingga para santri kelas
satu sudah diajarkan mengarang dalam bahasa Arab dengan
perbendaharaan kosa kata yang dimilikinya. Pelajaran ilmu alat, yaitu
nahwu dan sharaf diberikan kepada santri saat menginjak kelas II,
yaitu ketika mereka sudah lancer berbicara dan memahami struktur
kalimat. Bahakan pelajaran Balaghah dan Adabullaghah baru diajarkan
pada saat santri menginjak kelas V. Demikian halnya dengan bahasa
Inggris, Grammar baru diajarkan ketika para santri menginjak kelas III,
sedangkan materi bahasanya sudah diajarkan dari kelas 1.
3) Metode Pengajaran Bahasa
Ide Imam Zarkasyi untuk memperbaiki metode pengajaran
bahasa didasarkan atas ketidakpuasannya melihat metode pengajaran
bahasa yang diterapkan di pesantren. Untuk mengatasi hal yang
demikian, khususnya untuk pengajaran bahsa Arab ditempuh dengan
metode (direct method) yang diarahkan kepada penguasaan bahasa
secara aktif dengan cara memperbanyak latihan (drill), baik lisan
22
maupun tulisan, Imam Zarkasyi juga menerapkan semboyan al-
karimah al-wahidah fi alf jumlatin khairun min alf kalimah fi jumlatin
wahidah (kemampuan menggunakan satu kalimat dalam seribu
susunan kalimat lebih baik daripada penguasaan seribu kata secara
hafalan dalam satu kalimat saja).14
4) Pembaharuan Manajemen Pesantren
Demi kepentingan dan pengajaran Islam yang tetap sesuai
dengan perkembangan zaman, Imam Zarkasyi dan dua saudaranya
telah mewakafkan Pondok Pesantren Gontor kepada sebuah lembaga
yang disebut Badan Wakaf Pondok Pesantren Gontor. Ikrar pewakafan
ini telah dinyatakan di muka umum oleh tiga pendiri pondok tersebut.
Dengan ditandatanganinya Piagama Penyerahan Wakaf itu, maka
Pondok Modern Gontor tidak lagi menjadi milik pribadi atau
perorangan sebagimana yang umumnya dijumpai dalam lembaga
pendidikan tradisional. Dengan cara demikian, secara kelembagaan
Pondok Modern Gontor menjadi milik umat Islam, dan semua umat
Islam bertanggung jawab atasnya.
5) Independensi Pesantren
Keberadaan lembaga pendidikan pesantren di Indonesia pada
umumnya berada di bawah organisasi keagamaan tertentu, khususnya
Nahdlatul Ulama. Jika organisasi tersebut memihak pada salah satu
pertain tertentu maka lembaga pendidikan yang ada di bawahnya
menjadi bagian dari kepentingan partai politik tertentu.
Gagasan independensi Imam Zarkasyi tersebut direalisasikan
dengan menciptakan Pondok Modern Gontor yang benar-benar steril
dari kepentingan politik dan golongan apa pun. Hal ini diperkuat
dengan semboyan: Gontor di atas dan untuk semua golongan.
Selanjutnya untuk mewujudkan kebeasan dan kemadirian
tersebut, di Gontor para santri diberi kebebasan memilih pilihan-
14
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta PT
Raja Grafindo Persada,2005), cet. 1, hal. 210
23
pilihan mata pelajaran yang ada. Dalam pelajaran hukum Islam
misalnya, kitab yang diajarkan adalah Kitab Bidayah al-Mujtahid,
karya Ulama Besar Ibn Rusyd yang hidup pada abad ke-12 M. ulama
yang dikenal sebagai komentator Aristoteles ini menulis bukunya
dengan pendekatan komparatif (perbandingan mazhab). Hal ini
merupakan salah satu bukti, di mana paham keagamaan para santri
berada di atas semua aliran politik, mazhab dan golongan. Dengan
demikian, semua mazhab diajarkan kepada para santri, tinggal terserah
mereka mau meilih mazhab mana yang lebih cocok.
Jiwa indenpensi juga terlihat pada adanya kebebasan para
lulusannya dalam menetukan jalan hidupnya kelak. Menurut Imam
Zarkasyi bahwa Pondok Pesantren Ponorogo tidak mencetak pegawai,
tetapi mencetak majikan untuk dirinya sendiri.15
Pondok Pesantren Gontor merupakan satu dari sekian banyak
pesantren yang berada di Indonesia, tapi Pondok Pesantren Gontor
sangat unik yang mana tidak mengikuti peraturan pemerintah, mereka
membuat kalender sendiri yang akui oleh pemerintah.
15
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia….. hal. 214-
216
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih pondok pesantren bahrul
Ulum Tambakberas Jombang Jawa Timur secara keseluruhan sebagai objek
penelitian dengan menekankan dan focus terhadap pemikiran pendidikan yang
dilaksanakan di pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang Jawa
Timur.
Penetapan objek tersebut di atas, berdasarkan atas pemangatan penulis
bahwa pondok pesantren Bahrul Ulum cukup menarik dan dianggap tepat
dijadikan objek penelitian karena pemikiran pengembangan pendidikan yang
dilaksanakannya adalah mengembangkan pendidikan yang modern yaitu
mencampurkan antara kurikulum pesantren dengan kurikulum Diknas.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari tanggal 28 November 2012 sampai 1
Desember 2012. Sedangkan tempat dijadikan penelitian adalah pondok
pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis, yaitu pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek
25
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta dan data yang penulis peroleh
sebagaimana adanya, kemudian dianalisa, diinterprestasikan untuk mengambil
sebuah kesimpilan. Dalam melakukan penelitian lapangan ini, digunakan
beberapa teknik mengumpulkan data-data yang sesuai dengan permasalahan
yang diteliti, yaitu:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Receach)
Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data atau teori dari
berbagai sumber seperti buku, majalah, atau sumber-sumber lain yang ada
hubungannya dengan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan (field research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangkan langsung ke
objek penelitian yaitu pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas,
Jombang, Jawa Timur. Untuk mendapatkan data di lapangan ini, penulis
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu sebgai berikut:
a. Observasi
Observasi dapat disebut dengan pengamatan yang meliputi
pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan
seluruh panca indra.
Dengan menggunakan teknik obsevasi ini, peneliti
mengobservasi antara lain:
1) Lokasi penelitian
2) Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di dalam kelas
3) Kegiatan santri sehari-hari di pondok pesantren
b. Interview
Istilah interview atau wawancara mempunya arti sebagai
sesuatu percakapan atau Tanya jawab secara lisan antara dua orang
atau lebih, yang duduk berhadapan secara fisik, dan diarahkan pada
masalah tertentu.
Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai Ketua Badan
Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Bahrul dan Wakapes Kurikulum.
26
Penulis menggunakan metode interview untuk mendapatkan informasi,
keterangan atau pernyataan yang berkaitan dengan personal yang
diteliti. Adapun interview yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah interview bebas terpimpin, yaitu wawancara dilakukan dengan
berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya
tetpi tidak mengikat atau bebas disesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang ada pada saat wawancara tengah berlangsung. Dengan kata lain,
di dalam menyampaikan pertanya-pertanyan kepada informasi, penulis
tidak sepenuhnya terkait kepada pedoman wawancara (interview
guide) yang telah penulis susun sebelumnya.
c. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi merupakan teknik mengumpulkan data
yang dilakukan dengan cara menganalisis data-data tertulis dalam
dokumentasi-dokumentasi yang relevan dengan tujuan penelitian:
1) Nama dan Latar Belakang berdirinya pondok pesantren Bahrul
Ulum
2) Kurikulum pendidikan pondok pesantren Bahrul Ulum termasuk
pengajaran umum dan kepesantrenan beserta tujuan pembelajaran
pesantren
3) Program unggulan dan kegiatan pengembangan diri santri pondok
pesantren Bahrul Ulum
4) Dokumentasi sarana dan prsarana yang dimiliki pondok pesantren
Bahrul Ulum
5) Struktur kepengurusan pondok pesantren Bahrul Ulum
6) Profil guru dan staf pesantren Bahrul Ulum beserta daftar nama-
namanya
7) Profil santri, latar belakang ekonomi santri
8) Buku panduan pesantren dan tata tertib santri.
27
D. Analisa Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Analisis Isi (content
analysis), dan dengan menggunakan bentuk deskriptif yaitu berupa catatan
informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan
mencakup penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi
yang terkait dengan semua aspek yang diteliti. Maka, di sini penulis
menggambarkan permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi
yang relevan dengan permasalahan, kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga
dihasilkan suatu kesimpulan.
E. Teknik Penulisan
Secara teknik, penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini
merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.
28
BAB IV
YAYASAN PONDOK PESANTREN BAHRUL ULUM
TAMBAKBERAS JOMBANG JAWA TIMUR
A. Deskripsi Pondok Pesantren
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, merupakan
salah satu pondok pesantren tertua dan terbesar di Jawa Timur yang hingga
hari ini masih survive di tengah kecenderungan kuat sistem pendidikan formal.
Dengan kultur dan kesederhanaan yang mandiri serta dekat dengan
masyarakat, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang terus
melakukan pengembangan dan perubahan seiring dengan dinamika
perkembangan dan tuntutan global, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai
luhur kepesantrenan dan prinsip-prinsip Aqidah Ahlussunnah Wal-Jama‟ah.
Salah satu upaya yang telah dilakukan di tengah kecenderungan kuat
sistem pendidikan formal, Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas
Jombang hingga saat ini telah mendirikan 18 unit pendidikan formal mulai
dari tingkat Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi. Disamping itu
Pondok Pesantren Bahrul Ulum juga menjalin kerjasama dalam bidang
pendidikan dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri diantaranya adalah
Makkah, Syiria, Lebanon dan Al-Azhar Kairo.
Secara struktural Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas
Jombang berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
29
Yayasan ini berdiri sejak tahun 1966 melalui Akte Notaris No. 03 Tanggal 06
September 1966 dihadapan Notaris Soembono Tjiptowidjojo dahulu wakil
notaris di Mojokerto.
B. Lokasi dan Sejarah Pondok Pesantren Bahrul Ulum
1. Lokasi
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, terletak di
Dusun Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten
Jombang, Propinsi Jawa Timur, tepatnya ± 3 Km sebelah utara kota
Jombang. Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, secara
keseluruhan menempati areal tanah ± 10 Ha, dengan sosio kultur religious
agraris.
2. Sejarah Pondok Pesantren Bahrul Ulum
a. Periode Rintisan Pertama
(Pondok Selawe / Pondok Telu 1825 M)
Sekitar tahun 1825 di sebuah Desa yang jauh dengan
keramaian kota Jombang, tepatnya di sebelah utara kota Jombang
yakni di Dusun Gedang kelurahan Tambakrejo, datanglah seorang
yang „alim, pendekar ulama atau ulama pendekar bernama Abdus
Salam, yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Shoichah (artinya:
bentakan yang membuat orang gemetar). Kedatangannya di dusun ini
membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang dimilikinya.
Menurut silsilah beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya (kerajaan
Majapahit) dan merupakan salah seorang pengikut Pangeran
Diponegoro.
Abdus Salam adalah putra Abdul Jabbar (Mbah Jabbar ) putra
Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Abdurrohman (Jaka Tingkir).
Selengkapnya Baca Silsilah Kyai Abdussalam halaman 19.
30
Sebelum kedatangan Abdus Salam, Desa ini (sekarang Desa
Tambakrejo) masih merupakan hutan belantara. Selama kurang lebih 13
tahun beliau bergelut dengan semak belukar dan kemudian menjadikan
Desa ini sebagai perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia.
Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, pada tahun 1838
beliau mendirikan gubuk tempat beliau berdakwah yaitu sebuah pesantren
kecil yang terdiri dari sebuah langgar (musholla), bilik kecil untuk santri
dan tempat tinggal yang sederhana. Pesantren ini terletak disebalah timur
sungai gedang. Pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan
Pondok Selawe dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang.
Disebut juga dengan Pondok Telu karena bidang atau materi keilmuan
yang diajarkan meliputi tiga bidang ilmu yaitu Syari‟at, Hakikat dan
Kanuragan. Dari sisi lain dinamakan Pondok Telu karena jumlah
bangunannya terdiri dari 3 lokal. Pesantren inilah yang menjadi embrio
Pondok Pesantren Bahrul Ulum sekarang ini.
b. Periode Rintisan Kedua
Setelah Kyai Shoichah (Abdussalam) berusia lanjut (sepuh: bahasa
jawa) tampuk pimpinan Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan
kepada dua menantunya yang tidak lain adalah santrinya sendiri, yaitu
Kyai Ustman (Mbah Ustman) dan Kyai Sa‟id (Mbah Sa‟id). Pada tahap
selanjutnya, atas restu dari Mbah Shoichah keduanya melakukan
pengembangan pondok pesantren. Kyai Ustman memegang Pondok
Selawe sementara Kyai Sa‟id mendirikan pesantren disebelah barat sungai
yang tidak jauh dari Pondok Selawe. Kyai Ustman lebih menitikberatkan
pada ajaran-ajaran Thoriqoh pada santrinya, sementara Kyai Sa‟id lebih
fokus pada kajian-kajian yang bersifat Syari‟at. Karena itulah Pondok
Pesantren Mbah Sai‟d yang berada di sebelah barat sungai dikenal dengan
sebutan Pondok Syari‟at, dan pondok yang dikembangkan oleh Mbah
Ustman dikenal dengan sebutan Pondok Thoriqot.
31
c. Periode Pengembangan Pertama
Setelah Kyai Ustman dan Kyai Sa‟id wafat, pesantren Kyai
Ustman tidak ada yang meneruskan karena beliau tidak memiliki putra
laki-laki. Sedangkan pesantren Kyai Sa‟id diteruskan oleh putra beliau
yang bernama Kyai Hasbulloh. Karena Pesantren Kyai Ustman tidak ada
penerusnya maka sebagian santri Kyai Ustman diboyong oleh menantunya
yang bernama Kyai Asy‟ari ke Desa Keras yang akhirnya berkembang
menjadi PONDOK Pesantren Tebuireng sekarang. Sedangkan sebagian
yang lain diboyong ke pesantren sebelah barat sungai dijadikan satu
dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh. Adapun untuk pusat jama‟ah thoriqoh
akhirnya dipindah ke Desa Kapas dan diteruskan oleh menantunya yang
bernama Abdulloh.
Kyai Hasbulloh adalah seorang yang kaya raya dan dermawan,
beliau memiliki tanah pertanian yang sangat luas. Dari hasil pertanian ini
beliau banyak memiliki gudang-gudang beras yang menyebar dimana-
mana bagaikan tambak. Konon karena hal itu daerah ini disebut Dusun
Tambakberas dan pondok pesantren beliau dikenal dengan sebutan
Pondok Tambakberas.
Dibawah pimpinan Kyai Hasbulloh pondok pesantren berkembang
sangat pesat. Guna kelanjutan pondok pesantren yang diasuhnya, Kyai
Hasbulloh mengirimkan putra-putranya untuk belajar di pesantren bahkan
hingga ke Makkah untuk belajar di tanah kelahiran Nabi Muhammad
SAW tersebut.
3. Visi, Misi, Landasan dan Tujuan
1. Visi
“Menjadikan Tambakberas sebagai pusat peradaban Islam yang
berfungsi sebagai penyeimbang segala peri kehidupan umat manusia,
hingga mampu membentuk masyarakat aman, damai, sejahtera”.
32
2. Misi
a. Menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
serta memiliki rasa tanggung jawab mengembangkan dan
menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama‟ah.
b. Melahirkan manusia yang berakhlaq mulia, dan memiliki rasa
tanggung jawab sosial terhadap kemashlahatan umat.
c. Melahirkan manusia yang cakap, trampil, mandiri, memiliki
kemampuan keilmuan dan mampu menerapkan serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang ada
pada dirinya dan lingkungannya.
3. Landasan
a. Islam ahlussunnah wal jama‟ah „ala thoriqoti jam‟iyyati Nahdlatul
Ulama
b. Nilai-nilai Dasar Falsafah Bangsa
c. Pancasila, UUD 1945, dan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
d. Nilai-nilai Dasar Kepesantrenan
e. AD/ART Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Sunnah-sunnah
kepesantrenan yang positif, dan tradisi belajar dan bekerja untuk
ibadah
4. Tujuan
Dalam perkembangannya ke depan, Pondok Pesantren Bahrul
Ulum Tambakberas Jombang diharapkan bisa menjadi lembaga
Pendidikan, agama dan sosial sekaligus menjadi sentra katalisator
pembangunan kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang :
a. Potensial dan terpercaya
b. Produktif dan bermanfaat
c. Mandiri dan konsisten
d. Bertahan dengan nilai-nilai lama, akomodatif terhadap unsur-unsur
baru.
33
e. Mampu menyumbangkan konsep-konsep pemikiran yang Islami dalam
berbagai aspek, kepada negara, lembaga atau perorangan yang
membutuhkannya.
Dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum diharapkan lahir sumber daya
manusia yang berupa :
a. Individu-individu yang tangguh, ulet dan amanah.
b. Individu yang berkualitas, mandiri dan berakhlaqul karimah.
c. Pemimpin atau profesional yang menguasai teknologi dan memahami
agama secara mendalam (mutafaqqih fid-dien) jujur, amanah, cerdas
dan komunikatif.
5. Sejarah Nama dan Lambang Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Sejarah panjang pondok pesantren ini, sejak awal rintisannya oleh Kyai
Shoichah, dikenal dengan nama Pondok Selawe atau Pondok Telu. Dan pada
masa KH. Hasbulloh pondok pesantren ini dikenal dengan sebutan Pondok
Tambakberas. Hingga pada masa KH. Abdul Wahab, pada tahun 1965 empat
orang santri beliau dipanggil menghadap (sowan), keempat santri beliau
tersebut adalah Ahmad Junaidi (Bangil), M. Masrur Dimyati (Dawar
Blandong Mojokerto), Abdulloh Yazid Sulaiman (Keboan Kudu Jombang),
dan Moh. Syamsul Huda As. (Denanyar Jombang). Waktu itu yang menjabat
sebagai sekretaris pondok adalah Ahmad Taufiq dari Pulo Gedang. Keempat
santri beliau ini ditugasi mengajukan alternatif nama pondok pesantren.
Walhasil keempat santri ini mengajukan 3 nama alternatif yaitu, Bahrul
Ulum, Darul Hikmah, dan Mamba‟ul Ulum. Dari ketiga nama yang diajukan,
Kyai Abdul Wahab memilih nama Bahrul Ulum yang artinya “Lautan Ilmu”
yang kelak diharapkan Tambakberas benar-benar menjadi lautan ilmu.
Setelah itu beliau mengadakan sayembara pembuatan logo/lambang pondok
pesantren. Setelah didapatkan pemenang pembuatan logo Kyai abdul Wahab
meminta pada logo/lambang pondok pesantren (Hasil Pemenang Sayembara)
disisipkan ayat Al-qur‟an surat Al-Kahfi ayat 109, bahkan untuk prosesi
ritualnya Kyai Abdul Wahab memerintahkan salah seorang santri bernama
Djamaluddin Ahmad (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhibbin sekarang),
34
asal Gondang Legi Nganjuk untuk membacakan manaqib. Hingga saat ini
nama dan lambang tersebut abadi menjadi identitas resmi, eksistensi Pondok
Pesantren Bahrul Ulum.
Lambang Pondok Pesantren Bahrul Ulum
6. Struktur Organisasi
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, diurus dan
dikelola dibawah manajemen Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
sedangkan untuk pengelolaan perguruan tinggi dibentuk Yayasan Pendidikan
Tinggi Bahrul Ulum. Secara hierarki organisatoris kepengurusan tersebut bisa
uraikan sebagai berikut :
1. Majelis Pengasuh/Dewan Pembina
Majelis Pengasuh adalah badan tertinggi di lingkungan Pondok
Pesantren Bahrul Ulum yang memiliki kewenangan tak terbatas.
Kewengan tersebut diantaranya adalah Mengangkat dan memberhentikan
Ketua Umum Yayasan, menentukan arah kebijakan pondok pesantren ke
dalam dan ke luar, memberikan legalisasi terhadap semua kebijakan-
kebijakan yang diambil oleh pengurus harian.
2. Dewan Pengawas
35
Dewan Pengawas adalah sebuah badan pengurus yang berfungsi
sebagai pendamping Majelis Pengasuh dalam hal memberikan masukan
dan melakukan pengawasan terhadap kebijakan, kinerja dan pelaksanaan
program-program Yayasan.
3. Pengurus Harian
Pengurus harian adalah pelaksana harian seluruh program-program
yayasan yang telah digariskan sekaligus penanggungjawab seluruh
kebijakan-kebijakan yang diambil. Pada periode 2009 – 2013 ini
pengurusnya terdiri dari 9 orang dengan struktur sebagai berikut : Ketua
Umum, Ketua I dan Ketua II, Sekretaris Umum, Sekretaris I Sekretaris II,
Bendahara Umum, Bendahara I dan Bendahara II. Dalam tatanan
operasionalnya Ketua Umum dengan dibantu oleh Sekretaris Umum
berfungsi sebagai Top Leader, yang bertanggungjawab terhadap seluruh
kebijakan-kebijakan umum yayasan. Ketua I dengan dibantu oleh
Sekretaris I, bertanggungjawab terhadap semua kebijakan dan program
Departemen Pendidikan, Departemen HUMASY, Departemen KAMTIB,
dan Departemen Infokom. Sedangkan Ketua II dengan dibantu oleh
Sekretaris II bertanggungjawab terhadap kebijakan dan program
Departemen Wirausaha, Departemen Sarana Prasarana dan Departemen
Pelayanan Kesehatan dan Olahraga, Departemen Pengelola Asset,
Departemen Ekonomi dan Koperasi.
4. Pengurus Bidang/Departemen
Pengurus Departemen adalah ujung tombak bagi perkembangan
yayasan. Selain sebagai pelaksana program yang telah digariskan,
Pengurus Departemen juga dituntut berkreatifitas dengan daya inovasi
yang tinggi guna menentukan berbagai program dan kebijakan yang
diharapkan mampu melahirkan terobosan baru bagi pengembangan dan
kemajuan masing-masing bidang. Ada 9 departemen dalam struktur
kepengurusan yayasan yaitu : Departemen Pendidikan dan
36
Kepesantrenan, Departemen HUMASY, Departemen KAMTIB,
Departemen Wirausaha, Departemen Sarana Prasarana dan Departemen
Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Hidup, Departemen Infokom,
Departemen Ekonomi dan Koperasi, dan Departemen Pengelola Asset.
Organisasi
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
Keterangan : : Garis Komando
: Garis Koordinasi
7. Sistem Pendidikan
Pendidikan (Kegiatan Belajar Mengajar) di Pondok Pesantren Bahrul
Ulum Tambakberas Jombang, dilaksanakan melalui dua jalur yaitu:
UNIT ASRAMA/RIBATH PONDOK PESAN(14 Unit
TREN (34 UNIT)
DEWAN PEMBINA / MAJELIS PENGASUH
DEWAN PENGAWAS YAYASAN PENDIDIKAN TINGGI
BAHRUL ULUM
PENGURUS YAYASAN PONDOK PESANTREN
BAHRUL ULUM
DEWAN PENGAWAS YAYASAN PONDOK PESANTREN
BAHRUL ULUM
PENGURUS YAYASAN PENDIDIKAN TINGGI
BAHRUL ULUM
UNIT SEKOLAH/MADRASAH Sekolah/Madrasah)
UNIT PERGURUAN TINGGI
37
Pendidikan Formal (Pendidikan di Sekolah/Madrasah), dan Pendidikan Non
Formal (Pendidikan di Pesantren/Diniyyah). Pendidikan di Pesantren
menggunakan kitab-kitab kuning sebagai kajian.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakan secara klasikal di sekolah/madrasah dengan menggunakan
kurikulum tertentu (Kurikulum Kementerian Agama dan Kurikulum
Kementerian Pendidikan Nasional) ditambah dengan kurikulum pesantren
sebagai muatan lokal. Hingga saat ini terdapat 18 unit pendidikan formal
mulai dari jenjang Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi. Secara
struktural unit pendidikan formal di bawah naungan Yayasan Pondok
Pesantren Bahrul Ulum, dimana unit-unit pendidikan formal bertanggung
jawab untuk menjalankan segala kebijakan yang telah ditetapkan bersama
oleh Pengurus Yayasan.
Namun demikian, sekolah/madrasah tetap memiliki hak otonom
yang segala administrasinya dilakukan tersendiri. Untuk memimpin tiap-
tiap jenjang pendidikan sekolah/madrasah ini pengurus Yayasan
mengangkat seorang kepala dan beberapa orang wakil kepala untuk tiap-
tiap tingkatan, kecuali untuk sekolah/madrasah yang telah berstatus Negeri
mengikuti ketetapan dari instansi terkait.
2. Pendidikan Non Formal (Pendidikan Pesantren/Diniyyah)
Selain pendidikan formal di sekolah/madrasah, Pondok Pesantren
Bahrul Ulum juga memiliki sistem pendidikan non formal pada masing-
masing unit asrama pondok pesantren. Pendidikan non formal ini
pelaksanaannya ditangani langsung oleh pengasuh masing-masing
asrama/ribath pondok pesantren atau orang yang telah mendapat mandat
dari pengasuh (biasanya santri senior).
38
Ada dua sistem pendidikan ini yaitu : Pendidikan Diniyyah dengan
sistem Klasikal dengan kurikulum yang telah ditetapkan, dan Pengajian
Kitab-kitab kuning oleh pengasuh. Dalam pengajian kitab kuning ini
menggunakan dua metode yaitu metode WETON dan SOROGAN. Metode
WETON adalah pengasuh membacakan kitab dan menerangkannya
sementara santri mendengarkan, memahami dan memaknai kitabnya
masing-masing. Sedangkan metode SOROGAN adalah santri yang
membaca kitab dan menjelaskannya dihadapan pengasuh untuk diuji.
Pengajian kitab oleh pengasuh asrama dilaksanakan tiap-tiap selesai shalat
wajib di ndalem, mushalla atau di masjid, dan kitab yang dibaca masing-
masing pengasuh sangat variatif.
8. Daftar Unit Asrama/Ribath Pondok Pesantren Bahrul Ulum
No Nama Unit
Asrama/Ribat Nama Pengasuh Nomor Telepon
1 PONDOK INDUK KH. Abd. Nashir Fattah 865281
2 AL-LATHIFIYYAH I Nyai. Hj. Machfudloh Aly Ubaid 874180
3 AL-FATHIMIYYAH Nyai. Hj. Salma Nashir 861832
4 AS-SA‟IDIYYAH 1 Nyai. Hj. Zubaidah Nasrulloh 862435
5 AL-MUHAJIRIN 1 Nyai. Hj. Fathimah Sholeh 862017 / 868124
6 AL-MUHAJIRIN 2 Nyai. Hj. Chafshoh Yahya 876015
7 AL-MUHAJIRIN 3 Nyai. Hj. Churun Ain Malik 862024 / 876097
8 AL-LATHIFIYYAH 2 /
AL-WAHABIYYAH 1 Nyai. Hj. Mundjidah Wahab 861355
9 AL-HAMIDIYYAH KH. M. Irfan Sholeh 865257
10 AL-GHOZALI Nyai. Hj. Muhtaroh Al-Fatich 862197 / 876062
11 AL-AMANAH KH. Abd. Kholiq Hasan, M.HI 862401
12 AL-MUHIBBIN KH. M. Idris Djamaluddin 865309
13 AL-HIKMAH KH. M. Sulthon Abd. Hadi 863329
14 AN-NAJIYYAH Nyai. Hj. Nurfiatin Amanulloh 862377
15 AL-ROUDLOH Nyai. Hj. Ummu Hanifah 863490
16 AL-MARDLIYAH KH. M. Yahya Chusnan 867604
17 AL-LATHIFIYYAH 3 /
AL-WAHABIYYAH 2 H. Shilahuddin Asy‟ari, S.Ip. 876013
18 AL-MASLAKUL HUDA KH. Abd. Nashir Fattah 861832
19 AL-HIDAYAH K. Abdul Jabbar Hubbi -
20 AL-MALIKI KH. M. Fadlulloh Malik, M.HI 873426
21 AL-USTMANY Drs.KH.M.Fatkhulloh Abd. Malik 876180
22 AL-WARDIYYAH / AS- Drs. KH. Abd. Choliq, SH.,M.Si. 872066
39
SA‟IDIYYAH 3
23 AL-FATTAH TIMUR KH. M. Hasyim Yusuf 876054
24 PONDOK TERPADU
CHASBULLOH KH. Moh. Hasib Wahab 876019
25 AS-SA‟IDIYYAH 2 Drs. KH. Ach. Hasan, M.Pd.I 878161
26 AN-NAJIYAH PUTRA KH. Salman Al-Fariesi, Lc.M.HI 876041
27 Al-MUHAJIRIN 3
PUTRA KH. M. Imron Rosyadi 876097
28 PP. AS-SALMA Drs. KH. Abd. Kholid, M.Ag. 876039
29 PP. AL-ASY‟ARI KH. Rofi‟uddin Asy‟ari, S.Ag -
30 PP. AL-MUBTADIEN Drs. KH. Asrori Alfa, M.Ag -
31 PP. AL-MALIKI 2 KH. M. Syifa‟ Malik, M.Pd.I. 3868277
32 PP. DARUL QUR‟AN KH. Wahyudin, Lc. -
33 AL-GHOZALI PUTRA Hj. Imadul Ummah, M.Pd.I -
34 AL-FATICH KH. Muhyiddin Zainul A, MM. -
9. Unit Pendidikan Formal Dan Keadaan Peserta Didik Tahun Pelajaran
2011/2012
Di bawah manajemen Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum dan
Pendidikan Tinggi Bahrul Ulum, berdiri lembaga pendidikan formal yang
meliputi :
No Unit Pendidikan Jumlah Pes. Didik
Jumlah Lk Pr
1 Play Group 12 20 32
2 TK Bahrul Ulum 64 48 112
3 MI Bahrul Ulum 194 156 350
4 MTs. Mu‟allimin Mua‟allimat Bu 80 48 128
5 MTs. Bahrul Ulum 34 39 73
6 Mts.N Tambakberas 568 691 1.259
7 SMP Bahrul Ulum 25 14 39
8 SMA Bahrul Ulum 44 37 81
9 SMK Bahrul Ulum 31 - 31
10 MA Bahrul Ulum 62 89 151
11 MA Al-I‟dadiyyah 58 35 93
12 MAWH Bahrul Ulum 40 75 115
13 MA Mu‟allimin Mu‟allimat Bu 550 447 997
14 MAN Tambakberas 550 1.069 1.619
15 SMKTI Bahrul Ulum 53 13 66
40
16 MTs. Fattah Hasyim Bahrul Ulum 116 74 190
17 STAI Bahrul Ulum - - -
18 STMIK Bahrul Ulum - - -
19 STIKES Bahrul Ulum - - -
20 STIBAFA Bahrul Ulum - - -
J u m l a h 2.365 2.781 5.546
Keterangan : Data jumlah peserta didik/mahasiswa Perguruan Tinggi
(STAI, STIMIK, STIKES, STIBAFA) belum tercantum.
10. Pengasuh dan Tenaga Pengajar
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, sejak awal
berdirinya (1825)¸ telah berkembang pesat dan menjadi salah satu Pusat Studi
Islam yang representatif di negeri ini. Kolaborasi antara menajemen klasik dan
modern dalam sistem manajemen pesantren ini mampu melahirkan produk-
produk yang handal bahkan tidak jarang menjadi tokoh terkemuka. Seperti
misalnya KH. Abdurrahman Wahid yang pernah menjabat sebagai Presiden
RI. Hal ini tentunya bukan karena faktor kebetulan, tetapi karena Pondok
Pesantren Bahrul Ulum selalu mengembangkan desain kreativitas dan inovasi
sistem pendidikannya dengan dukungan tenaga pengajar yang berkualitas.
Sampai saat ini telah tersedia tidak kurang dari 500 orang tenaga
pengajar unit pendidikan formal dengan dikawal ketat oleh 76 pengasuh yang
mendampingi selama 24 jam. Kesemuanya mempunyai kemampuan dan
capabilitas yang tinggi sesuai denganbidangnya. Sebagian besar adalah
lulusan perguruan tinggi dari dalam dan luar negeri. Namun demikian
komitmen, wawasan dan kompetensi mereka terus dikembangkan secara
sistematis dan konsisten dari waktu ke waktu, baik dengan cara inservice
training ataupun outservice training, secara formal, non formal ataupun
informal. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan solusi yang efektif bagi
perkembangan Pondok Pesantren Bahrul Ulum sesuai dengan dinamika
perkembangan dan tuntutan global.
11. Alumni
Untuk memberi wadah bagi para alumni Pondok Pesantren Bahrul
Ulum, maka dibentuklah suatu organisasi yang bernama Ikatan Keluarga
Alumni Bahrul Ulum (IKABU). Organisasi ini berfungsi :
41
1. Menjadi kekuatan penggerak silaturrahim dan ukhuwah diantara alumni
beserta keluarga dengan keluarga Pondok Pesantren Bahrul Ulum
sehingga mampu meningkatkan peran dan tanggungjawabnya secara
optimal dengan membina dan meningkatkan kesejahteraan diri, keluarga,
masyarakat, nusa, bangsa dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang
adil dan makmur serta diridhoi oleh Allah SWT.
2. Menjadi kekuatan penggerak peran serta alumni terhadap pengembangan
Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
Sedangkan tujuannya adalah :
a. Membina silaturrahim dan ukhuwah diantara alumni beserta keluarga
dengan keluarga Pondok Pesantren Bahrul Ulum sehingga mampu
meningkatkan peran dan tanggungjawabnya dalam mewujudkan
masyarakat madani dengan membina dan meningkatkan kesejahteraan
diri , keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa dalam negara kesatuan
Republik Indonesia, yang adil dan makmur serta diridhoi Allah SWT.
b. Meningkatkan peran serta alumni terhadap pengembangan Pondok
Pesantren Bahrul Ulum.
12. Susunan Personalia Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Tambakberas Jombang
1. Majelis Pengasuh/Dewan Pembina Yayasan Pondok Pesantren Bahrul
Ulum
No Nama Jabatan
1 Drs. KH. Hasib Wahab Ketua
2 KH. Abd. Nashir Fattah Wakil Ketua
3 Drs. KH. M. Fadlulloh Malik, M.HI Wakil Ketua
4 H. M. Sholachul Am NB, SE. Katib
5 KH. Djamaluddin Ahmad Anggota
6 KH. M. Sulthon Abd. Hadi Anggota
7 Nyai. Hj. Machfudloh Anggota
8 Nyai. Hj. Mundjidah Wahab Anggota
9 Nyai. Hj. Churun „Ain Anggota
10 Nyai. Hj. Chafshoh Yahya Anggota
11 Nyai. Hj. Hj. Muchtaroh Anggota
12 Nyai. Hj. Zubaidah Nasrulloh Anggota
42
2. Dewan Pengawas Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
No Nama Jabatan
1 KH. Roqib Wahab Koordinator
2 Ainur Rofiq AlAmin, M.Ag. Anggota
3 Nyai. Hj. Salma Nashir Anggota
4 Hj. Sa‟adatul Athiyah, S.Pd. Anggota
3. Pengurus Harian Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
No Nama Jabatan
1 KH. M. Irfan Sholeh, M.MPd. Ketua Umum
2 H. Wafiyul Ahdi, SH. Ketua I
3 Ema Umiyyatul Chusnah, M.MPd. Ketua II
4 Ir. Edi Labib Patriadin Sekretaris Umum
5 Hj. Zumrotus Sholihah, S.Pd. Sekretaris I
6 Moch. Syifa‟ Malik, M.Pd.I. Sekretaris II
7 Hj. Bashirotul Hidayah, S.Ag. Bendahara Umum
8 Hj. Emi Tahmidah, M.Ag. Bendahara I
9 H. M. Khusnurrofiq, S.KH. Bendahara II
4. Pengurus Bidang / Departemen, Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
No Nama Jabatan
1. Departemen Pendidikan & Kepesantrenan
a. H. M. Idris Jamaluddin Koordinator
b. H. Abdurrozaq Sholeh Anggota
c. Adatul Istiqomah, M.Pd.I Anggota
d. Hj. Nidaus Sa‟adah, S.Ag. Anggota
2. Departemen Humasy
a. Maslahatul Ammah, M.Pd.I Koordinator
b. H. Abdul Latif Malik, Lc. Anggota
c. Lailatun Ni‟mah, SH. Anggota
d. Fatin Fadhilah, M.Si. Anggota
e. Agus Chumaidi Abdillah Anggota
3. Departemen Kamtib
a. Abdul Jabbar Hubbi Koordinator
b. H. AR. Jauharuddin, S.Hum. Anggota
4. Departemen Pengelola Asset
a. Iid Wahiduddin Najib Koordinator
b. H. M. Salman Al Faris, Lc.,M.HI Anggota
5. Departemen Wirausaha
a. H. Abd. Wahab Yahya, S.Pd.I Koordinator
43
b. Hj. Sunniah Wibawati, S.Ag. Anggota
c. Chimayatulloh, SE. Anggota
6. Departemen Kesehatan Dan Lingkungan Hidup
a. H. M. Chusnurrofiq, S.KH Koordinator
b. H. Shilahuddin Asy‟ari, S.Ip. Anggota
c. Novi Nurlaily, S.Keb. Anggota
7. Departemen Sarana Dan Prasarana
a. H. M. Imron Rosyadi Malik Koordinator
b. H. Hasyim Yusuf Anggota
c. H. Moh. Chabiburrohman, S.Ip. Anggota
d. H. Ahmad Amin Yahya Anggota
8. Departemen Infokom
a. Azam Khoiruman Koordinator
b. Hj. Imadul Ummah Anggota
c. Mumtazul Azizi Anggota
9. Departemen Ekonomi Dan Koperasi
a. H. Abd. Wahab Rochim, SE. Koordinator
b. M. Afifuddin Sholeh Anggota
c. Farid Al Farisi Anggota
d. H. Abd. Hannan Majdy, S.Kom Anggota
e. M. Fathoni Syaifuddin, M.Si. Anggota
f. H. Nuril Hida Anggota
44
Silsilah KH. Abdus Salam (Kyai Shoichah)
Perintis Pondok Pesantren Bahrul Ulum
NABI MUHAMMAD, SAW
SAYYIDAH FATHIMAH
AZ-ZAHRO’
SAYYIDINA HUSSEIN
BIN ALI
SAYYIDINA ALI ZAINAL
ABIDIN
SAYYIDINA MUHAMMAD AL-BAKHON
SAYYIDINA JA’FAR
SHODIQ
SAYYIDINA ALI AL-
RIDLI
SAYYIDINA
MUHAMMAD AN-NAQIB
SAYYIDINA ISA AL-
BASHORI
SAYYIDINA AHMAD
MUHAJIR
SAYYIDINA ABDULLOH
SAYYIDINA ALWI
SAYYIDINA
MUHAMMAD
SAYYIDINA ALI ALWI
SAYYIDINA AMIR
ABDUL MALIK
SAYYIDINA ABDULLOH
KHON
SYEIKH JAMALUDDIN HUSSEIN (Makam di
Baqi’ Madinah)
SYEIKH MAULANA ISHAK
(Orang tua Sunan GIRI)
SAYYID ABDULLOH FAQIH SYIHABUDDIN
(Pangeran Pandan Arum)
SYEIKH ABDURROHMAN
(Joko Tingkir)
SYEIKH ABDUL HALIM
(Pangeran Benowo)
SYEIKH ABDUL JABBAR (Makam di Jojogan
Tuban)
SYEIKH ABDUSSALAM
(Kyai Shoichah)
45
J. Profil KH. Abdul Wahab Chasbullah
1. Latar Belakang Keluarga
KH. Abdul Wahab Chasbullah lahir di Jombang pada bulan maret
tahun 1888.1 Beliau adalah putra tertua dari pasangan KH. Chasbullah dan
Nyai Hj. Lathifah. Dari rahim Nyai Hj. Lathifah, lahir pula KH. Abdul
Hamid, KH. Abdurrahim, Nyai Hj. Fatimah, Nyai Hj. Khadijah yang
merupakan saudara kandung KH. Abdul Wahab Chasbullah.
Kakek beliau KH. Sa‟id adalah salah seorang santri terbaik
sekaligus menantu dari pendiri pesantren Tambakberas, KH.Abdussalam
(Mbah Shihah). KH. Sa‟id beristrikan Nyai Hj. Fatimah.
KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah keturunan darah biru
(ningrat). Dalam buku yang ditulis oleh Hamdan Rasyid, Ali Zawawi,
Mubtadi Faisal, menerangkan :
Menurut cerita, Sa‟id masih keturunan dari Sunan Pandan Arang
Semarang yang apabila silsilahnya diurut ke atas bersambung
kepada Siti Fatimah binti Muhammad SAW. Begitupun Istri KH.
Chasbullah, Nyai Lathifah, ibu kandung Kiai Wahab, masih
keturunan Sunan Ampel. Dengan demikian dalam diri Kiai Wahab
mengalir darah ningrat dari banyak jalur. Itulah sebabnya kenapa di
depan nama Kiai Wahab sering dicantumkan gelar „Raden‟ yang
merupakan tanda bahwa yang bersangkutan masih tergolong dari
kalangan bangsawan atau aristokrat masyarakat Jawa.2
Dari runtutan silsilah keturunan, KH. Wahab Chasbullah juga
masih kerabat dekat dengan KH. Hasyim Asy‟ari, pendiri Pesantren Tebu
Ireng dan Ra‟is Akbar Nahdlatul Ulama. Nasab Wahab dengan Hasyim
bertemu pada datuk yang bernama KH. Abdussalam.
KH. Abdul Wahab Chasbullah mempunyai banyak istri, namun
bukan berarti beliau sosok Kyai yang suka berpoligami, karena beliau
menikah berkali-kali dengan suatu alasan yang jelas, misalnya lantaran
istrinya meninggal dunia, tidak mempunyai keturunan, dan istri beliau
1 http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Wahab_Hasbullah, diakses 04 September 2012
2 Hamdan Rasyid, Ali Zawawi, Mubtadi Faisal, KH. Abdul Wahab Chasbullah, Perintis,
Pendiri, dan Penggerak NU, ed. Saifullah Ma‟sum (Jakarta : Panitia Penulisan Buku Sejarah
Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah, 1999), hlm 29
46
juga rata-rata adalah seorang janda. Istri-istri dan anak KH.Wahab
Chasbullah diantaranya adalah :
a. Maemunah binti Musa, dikaruniai putra bernama KH. Wahib Wahab
(Menteri Agama pada zaman orde lama)
b. Alwiyah binti Alwi Tamim dari pondok pesantren Kertopaten,
pernikahan ini berlangsung setelah istri pertama beliau meninggal, dari
Nyai Alwiyah juga dikaruniai satu putri yaitu Khodijah.
c. Asna binti Sa‟id dari Surabaya, memiliki satu putra bernama KH.
Najib.
d. Fathimah binti Burhan, dari pernikahan ini tidak dikaruniai putra
namun Nyai Fathimah mempunyai putra dari pernikahannya
sebelumnya yaitu Achmad Sjaichu (salah satu tokoh NU).
e. Fathimah binti Ali asal Mojokerto, tidak berputra.
f. Askanah binti Idris dari Sidoarjo, tidak berputra.
g. Masmah asal Surabaya, sepupu Asna binti Sa‟id, berputra KH.
Mohammad Adib.
h. Aslihah binti Abdul Majid asal Bangil, Pasuruan, mempunyai dua
putri, yaitu Djumi‟atin dan Mu‟tamaroh.
i. Sa‟diyyah (Nyai Hj. Rohmah) binti Abdul Majid asal Bangil,
Pasuruan, merupakan kakak dari Aslihah, mempunyai lima putra,
yaitu: Machfudhoh, Hizbiyyah, Munjidah, Muhammad Hasib dan
Muhammad Roqib.3
Hampir lima tahun KH. Abdul Wahab Chasbullah menderita sakit
mata yang menyebabkan kebutaan. Awal dari sakitnya tersebut adalah
ketika suatu hari beliau melakukan perjalanan ke salah satu daerah, dalam
kereta api tanpa beliau sadari sebuah handbag seorang penumpang
menimpa kepalanya. Hal tersebut tidak begitu dihiraukan oleh beliau
hingga pada kemudian hari baru beliau merasakan ada kelainan pada
penglihatannya. Pengobatan sudah dilakukan, namun Allah menentukan
lain. Sakit matanya tidak tertolong dan menyebabkan kebutaan, disertai
3 Ibid., hlm 29-30
47
dengan komplikasi sakit yang lain. Hingga akhirnya tepat empat hari
pasca mu‟tamar NU ke-25 di Surabaya pada tanggal 20-25 Desember
1971.4 KH. Abdul Wahab Chasbullah menutup usia pada tanggal 29
Desember 1971 dalam rumah beliau di komplek Pesantren Tambakberas.5
2. Latar Belakang Pendidikan
Sejak kecil hingga usia 13 tahun KH. Abdul Wahab Chasbullah
mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya, KH. Chasbullah di
pesantren Tambakberas, terutama pendidikan al-Qur‟an dan tasawuf.6
Sejak kecil beliau memang memperoleh pendidikan yang bernafaskan
keislaman secara langsung dari pondok pesantren dengan menjalani hidup
sebagai seorang santri, karena ayahandanya adalah seorang pengasuh
pondok pesantren Tambakberas Jombang pada masa itu.7
Setelah menjadi santri di pondok ayahnya sendiri, untuk
memperdalam keilmuannya selama kurang lebih 15 tahun, Wahab menjadi
santri kelana yang belajar dari satu pesantren ke pesantren lain. Dengan
menjadi santri kelana beliau mendalami berbagai ilmu agama dengan
spesifikasi berbeda.8 Karena berbagai pesantren mempunyai kelebihan dan
keistimewaan masing-masing.
Ada beberapa pesantren yang pernah jadi tempat menuntut ilmu
KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah sebagai berikut:
a. Pesantren Langitan Tuban,
b. Pesantren Mojosari Nganjuk, beliau belajar selama empat tahun dan
mempelajari serta mendalami kitab-kitab fiqih.
c. Pesantren Cempaka, Nganjuk
d. Pesantren Tawangsari Sepanjang
4 Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kyai Nasionali Pendiri NU (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2010), hlm 154. 5 Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 50
6 Ibid, hlm 31.
7 Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah, hlm 137.
8 Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 31.
48
e. Pesantren Kademangan Bangkalan, beliau belajar tata bahasa arab
kepada Syaikhona Kholil selama kurun waktu tiga tahun. Pada saat
belajar di sini Wahab dinasihati oleh Kyai Kholil untuk belajar kepada
KH. Hasyim Asy‟ari. Oleh Kyai Kholil, Wahab muda juga di anggap
macan, yang pada kemudian hari anggapan Kyai Kholil tersebut benar
adanya, KH. Abdul Wahab Chasbullah dikenal sebagai macan oleh
kawan maupun lawan.9
f. Pesantren Branggahan Kediri
g. Pesantren Tebu Ireng, selama empat tahun dan diangkat sebagai lurah
pondok oleh KH. Hasyim asy‟ari
h. Di Makkah Mukarromah, beliau belajar kurang lebih lima tahun. Dan
selama di Makkah, beliau belajar kepada beberapa Ulama, antara lain:
1) Syekh Mahfudz termas
2) Syekh Muchtarom banyu Mas
3) Syekh Baqir Yogyakarta
4) Syekh Abdul Khamid Kudus
5) Syekh Achmad Chatib Minangkabau
6) Syekh Said Alyamaning
7) Syekh Asy‟ari Bawean
8) Syekh Said Achmad Bakri Sjath
9) Syekh Abdul karim al-Daghestany
10) Syekh Umar Badjened10
Melihat dari riwayat pendidikan beliau tersebut, KH. Abdul Wahab
Chasbullah memang tampak paling menonjol pemikiran dan keilmuannya
dikalangan Ulama dan pejuang sebayanya waktu itu. Bukan hanya itu,
dalam memberikan pengajian di pesantrennya, keilmuan dan pemikiran
beliau juga tidak diragukan lagi. Seperti yang di jelaskan oleh Syamsul
Huda, salah seorang santri beliau;
9 Samsul Munir Amin, Karomah Para Kiai, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2008), Cet
III, hlm 199 10
Buletin Kresan Al Lathifiyyah I, edisi XXXIX Maret-Agustus 2006, hlm 5
49
Saya mengaji kepada KH. Abdul Wahab Chasbullah pada waktu
beliau sudah dalam keadaan buta, saya yang membaca (Minhajul
Qowim), beliau yang mengartikan. KH. Abdul Wahab Chasbullah
ilmunya sangat mumpuni, jadi mengaji itu bukan hanya sekedar
mengartikan, melainkan dengan penjelasannya yang sangat luas,
penjelasan tersebut kepermasalahan lain namun fokusnya tetap ke
permasalahan yang di ngajikan.11
KH. Abdul Wahab Chasbullah memang seorang Ulama yang
menguasai berbagai cabang ilmu agama, seperti Tafsir, Hadits, Fiqh,
„Aqaid, Tasawwuf, Nahwu, Sharaf, Ma‟ani, Mantiq, Arudl, hingga Ilmu
Munadzarah dari cabang ilmu diskusi dan retorika.12
Selain itu beliau juga
seorang organisator ulung yang mampu mengorganisir para ulama dalam
sebuah organisasi dengan segala sumberdayanya.13
KH. Abdul Wahab Chasbullah terkenal dalam kemampuan dan
keampuhannya dalam retorika, hal ini karena beliau menguasai betul ilmu
Ushul Fiqh dan Mantiq.14
Banyak tulisan dalam buku yang menceritakan
tentang keampuhan retorika beliau, baik itu dengan Kyai, dewan
parlement, dan beberapa tokoh lainnya.
Kecerdasan dan bakat kepemimpinan yang dimiliki KH. Abdul
Wahab Chasbullah sesungguhnya sudah tampak sejak di bangku
pesantren. Beliau mudah bersosialisasi dengan santri-santri lain. Beliau
juga memimpin kelompok belajar dan diskusi santri yang dibuatnya.
Dalam diskusi tersebut disamping pembahasan tentang pelajaran agama,
permasalahan sosial kemasyarakatan juga dibahas. Dengan kebiasaan-
kebiasaan yang dilakukan tersebut, maka sepulangnya dari pesantren KH.
Abdul Wahab Chasbullah sama sekali tidak canggung untuk berinteraksi
dengan segenap lapisan masyarakat.15
Dengan segenap kecerdasan
11
Hasil wawancara dengan Drs. KH.Edi. pada tanggal 29 November 2012 di Pondok
Pesatren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang Jawa Timur 12
Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah, hlm 138 13
Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 33 14
Hasil wawancara dengan Drs. KH.Edi. pada tanggal 29 November 2012 di Pondok
Pesatren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang Jawa Timur 15
Buletin Kresan, hlm 5
50
intelektual dan skill yang dimiliki, KH. Abdul Wahab Chasbullah mulai
berjuang dan mengabdikan dirinya untuk umat.
3. Latar Belakang Sosial Politik
KH. Abdul Wahab Chasbullah memang seorang ulama besar yang
hidup dan berjuang di tiga zaman, yaitu; zaman pergerakan dan perjuangan
merebut kemerdekaan, setelah Indonesia merdeka, dan awal masa Orde
Baru. Beliau memang pernah merasakan pahit getirnya dunia politik16
Pada zaman pergerakan dan perjuangan merebut kemerdekaan,
Sepulangnya KH. Abdul Wahab Chasbullah dari tempat menimba ilmu di
kota suci Makkah, beliau tidak langsung kembali ke Tambakberas untuk
membantu dan mengajar di pesantren asuhan ayahnya, hal ini tak berarti
beliau tak mampu untuk menjalankan tugas itu, namun ada hal lain yang
menggerakkan minat dari jiwanya yang energik dan penuh ambisi, seperti
halnya berjuang di tengah-tengah kota besar yang penuh tantangan.
Ambisinya tergugah akibat penjajahan yang dilakukan Belanda, beliau
sangat bisa merasakan sakitnya menjadi negeri jajahan, dimana banyak
rakyat yang menderita, kemiskinan, hancurnya tatanan adat dan budaya,
serta kekayaan alam yang terkuras. Yang lebih parah adalah kobodohan
yang merajalela akibat sistem atau kebijakan penjajah yang tidak memihak
pada peningkatan kecerdasan bangsa Indonesia.17
Oleh karena itu, beliau
memilih kota Surabaya menjadi tempat memulainya untuk berjuang,
dimana kota Surabaya pada waktu itu adalah kota terbesar kedua sesudah
Jakarta yang menjadi pusat perdagangan yang sedang berkembang. Lebih
dari itu, pada tahun 1910-an Surabaya juga menjadi pusat politik berbagai
organisasi, salah satu diantaranya adalah SI (Sarekat Islam), KH. Abdul
16
Muhammad Rifa‟i, KH. Wahab Hasbullah: Biografi Singkat 1888-1971, (Jogjakarta:
Garasi House of Book, 2010), hlm 121 17
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan
Penggerak NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm
151
51
Wahab Chasbullah pernah mendirikan cabang Sarekat Islam ini di
Makkah.
Perjuangan dimulai, akibat kesadaran persatuan dan kesatuan
dalam diri para anak bangsa belum seutuhnya menjadi satu sehingga
banyak perjuangan perlawanan yang mudah dipatahkan oleh penjajah,
maka KH. Abdul Wahab Chasbullah mulai berjuang dengan menekankan
penciptaan kesadaran kolektif untuk berjuang bersama-sama dalam
melakukan perlawanan. Hal itu diwujudkan dengan menggagas pendirian
sebuah wadah organisasi, dan konsep awal yang ditawakan KH. Abdul
Wahab Chasbullah adalah dalam bidang pendidikan dan sosial. Pada
waktu itu beliau mengajar di Madrasah Qur‟an milik mertuanya KH.
Musa, dan dengan dibantu Mas Mansur, KH. Abdul Wahab Chasbullah
mendirikan Tashwirul Afkar (Potret Pemikiran); semacam grup diskusi
atau forum tukar informasi yang membahas berbagai permasalahan umat,
baik masalah hukum agama, perkembangan dunia internasional maupun
aspirasi masyarakat Indonesia yang berkembang akibat penjajahan
Belanda. Selain itu Tashwirul Afkar juga sebagai jembatan komunikasi
antara generasi muda dengan generasi tua, dan sebagai forum pengkaderan
kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.
Dalam forum Tashwirul Afkar terdapat unsur-unsur kekuatan politik untuk
menantang penjajah, hal ini yang menyebabkan forum tersebut dengan
cepat menyebar luas bukan hanya di daerah Surabaya, melainkan berbagai
daerah di Jawa Timur.
Lembaga lain yang didirikan KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah
Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air); sebuah lembaga pendidikan
Islam (Madrasah) yang dikelola dengan sistem klasikal, kurikulum modern
dengan fasilitas gedung yang besar dan bertingkat yang bertujuan untuk
menggembleng para calon pemimpin muda dalam bidang dakwah, di
samping itu Nahdlatul Wathan juga merupakan sebuah perhimpunan atau
organisasi yang mempunyai tujuan politis. Nahdlatul Wathan pertama kali
didirikan di Surabaya pada tahun 1916. Sama halnya dengan Tashwirul
52
Afkar, perkembangan Nahdlatul Wathan juga cukup melejit hingga
lembaga tersebut memiliki cabang pada beberapa daerah di Jawa Timur;
Malang, Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, dan juga di daerah Semarang Jawa
Tengah. Melalui Nahdlatul Wathan, KH. Abdul Wahab Chasbullah mulai
memimpin dan menggerakkan perjuangan pemikiran berdasarkan
keagamaan dan nasionalisme. Untuk menghimpun kalangan muda selaku
kader-kader pemimpin masa depan, KH. Abdul Wahab Chasbullah
membentuk wadah Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Beliau
menunjuk KH. Abdullah Ubaid, seorang aktifis muda untuk menjadi
pemimpin Syubbanul Wathan.
Dari dua lembaga tersebut lahirlah generasi-generasi nasionalis dan
berwawasan luas. Pendirian sekolah atau madrasah diberbagai daerah di
tanah air telah menjadikan penjajah gentar terhadapnya. Dari sini dapat
disimpulkan, bahwa perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam
memederkakan bangsa lebih menekankan ranah kesadaran kebangsaan
agar masyarakat terbebas dari kebodohan, kemiskinan, dan perselisihan.
Dalam keadaan bangsa yang terjajah, untuk menghidupi keluarga
dan membiayai pendidikan serta pergerakan nasional memang bukan suatu
hal yang mudah, KH. Abdul Wahab Chasbullah berprofesi sebagai agen
perjalanan haji dan pedagang; beras, gula dan batu mulia untuk bekal
materi dalam perjuangannya. Beliau memang selalu punya ide-ide
cemerlang, maka di tahun yang sama beliau ikut mendirikan Nahdlatul
Tujjar (Kebangkitan Kaum Pedagang); badan kerjasama perdagangan
berbentuk koperasi antara orang-orang Islam dari Jombang dan Surabaya.
Yang diketuai oleh KH. Hasyim Asy‟ari dan KH. Abdul Wahab
Chasbullah sebagai bendahara.
Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah yang penuh kegigihan
adalah saat membela kaum tradisionalis, yang pada waktu itu timbul
pertentangan dari kaum modernis (Muhammadiyyah dan Al Irsyad)
terhadap kaum tradisionalis. Paham Muhammadiyyah; Bahwa umat Islam
harus kembali kepada al-Qur‟an dan Hadits Nabi, kebenaran fatwa dan
53
kitab para ulama dan amalan-amalan umat Islam harus ditinjau kembali
dengan Ijtihad. Umat Islam harus melepaskan diri dari sikap taqlid kepada
pendapat dan fatwa ulama tersebut, selain itu umat Islam harus
meninggalkan tradisi-tradisi dan praktek keagamaan yang tidak murni dari
Islam; selametan (Kenduri), ziarah kubur para ulama dan wali. Paham
tersebut sangat bertentangan dengan sendi-sendi keislaman yang dianut
kaum tradisionalis. Menurut kaum tradisionalis, ulama adalah pewaris
Nabi dan penjaga hukum Islam, mereka sangat teliti dalam ber ijtihad dan
menggali hukum Islam. Tidak sembarang orang bisa ber ijtihad, karna
syarat seorang mujtahid adalah harus mengetahui nash al-Qur‟an dan
Hadits, memahami betul Ijma‟ ulama terdahulu, mengetahui bahasa Arab,
asbabun nuzul, asbabul wurud. Hubungan kaum tradisionalis dan
modernis semakin buruk karena timbulnya perpecahan rancangan untuk
Kongres Dunia Islam.
Kaum muslim tradisionalis khawatir Ibnu Saud akan melakukan
reaksi terhadap pendidikan dan ritual beraliran syafi‟i di Hijaz, sedangkan
kaum modernis justru senang dengan tampilnya penguasa Wahabi di
panggung kekuasaan. Dan hasil konferensi yang di pimpin oleh kaum
modernis tentang pengiriman delegasi ke Makkah hanya dari kaum
modernis yang mengirim utusan dan tidak mengundang kaum tradisional
untuk ikut serta. Karena rentetan peristiwa tersebut maka KH. Abdul
Wahab Chasbullah atas restu KH. Hasyim Asy‟ari mengumpulkan para
ulama tradisional terkemuka se- Jawa dan Madura untuk membicarakan
serta mendukung pembentukan komite hijaz. Pada tanggal 31 Januari 1926
pertemuan antar Kyai dan Ulama berlangsung, yang dihadiri oleh KH.
Abdul Wahab Chasbullah sebagai tuan rumah, KH. Hasyim Asy‟ari, KH.
Bisri Syansuri (Jombang), KH. Ridwan (Semarang), KH. Asnawi (Kudus),
KH. Nawawi (Pasuruan), KH. Nahrawi (Malang), KH. Alwi Abdul Aziz
(Surabaya) serta ulama-ulama lainnya tersebut menghasilkan dua
keputusan penting, yaitu: peresmian serta pengukuhan Komite Hijaz
sebagai delegasi ke Kongres Dunia Islam di Makkah untuk
54
memperjuangkan perlindungan dan kebebasan hukum-hukum Islam
menurut empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hambali) dalam
wilayah kekuasaannya pada Raja Ibnu Saud, dan membentuk suatu
Jam‟iyyah bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan para ulama) sebagai
wadah persatuan para ulama dalam tugasnya memimpin umat serta
bertujuan menegakkan berlakunya syari‟at Islam yang berhaluan pada
empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali.18
Sungguh pun KH.
Abdul Wahab Chasbullah adalah pencetus ide sekaligus perintis dan
penggerak utama pembentukan Nahdlatul Ulama, beliau tidak bersedia
menduduki jabatan Ra‟is Akbar, jabatan tertinggi dalam NU, beliau
menyerahkan jabatan itu kepada KH. Hasyim Asy‟ari, sebagai wujud rasa
tawadlu‟nya kepada sang guru. Dan KH. Abdul Wahab Chasbullah
menduduki jabatan sebagai Katib „Am (Sekretaris Umum).
Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah untuk membesarkan
Nahdlatul Ulama benar-benar penuh totalitas. Perjuangan tetap berlanjut,
Jepang yang berhasil menghancurkan bangunan-bangunan, serta politik
ekonomi sosial yang didirikan Hindia-Belanda, maka berhasil menggeser
kedudukan Belanda menjajah Indonesia. Dalam penjajahan Jepang,
suasana sangat tidak menentu, ditambah pula penangkapan KH. Hasyim
Asy‟ari oleh tentara Jepang karena menolak melakukan saikeirei; suatu
ritual berupa membungkukkan badan kearah kaisar Jepang yang
menyerupai gerakan ruku‟ dalam shalat, sehingga dinilai bertentangan
dengan ajaran Islam. Disinilah perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah
tampak tidak hanya dalam gerakan pendidikan dan sosial, melainkan juga
berjuang secara fisik. Bahkan beliau sendiri yang turun tangan langsung
dalam pembebasan KH. Hasyim Asy‟ari. Keberhasilan pembebasan
tersebut juga dibantu oleh KH. Abdul Wahid Hasyim, mereka berusaha
melakukan diplomasi serta melakukan kunjungan ke saikoo sikikan
(panglima tertinggi tentara Jepang), shuutyokan (Residen Jepang di
Surabaya), dan para petinggi Jepang dalam rangka melakukan negosiasi
18
Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 75
55
pembebasan KH. Hasyim Asy‟ari. Belum selesai sampai disitu,
perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah berlanjut dalam pembebasan 12
tokoh Nahdlatul Ulama yang merupakan tulang punggung NU di Jawa
Tengah.19
KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam gerakannya melakukan
perjuangan melawan penjajah selalu menggunakan cara dan taktik yang
cerdas. Beliau melakukan gerakan perlawanan melalui negosiasi dan
pembentukan kekuatan militer. Beliau membentuk Laskar Hizbullah,
Laskar Sabilillah dan barisan Kyai. Dengan adanya pasukan militer
tersebut beliau terus melakukan gemblengan atau memberikan semangat
dan motivasi kepada para kyai dan pemuda akan pentingnya perjuangan
untuk memperoleh kemerdekaan.20
Totalitas yang dilakukannya menunjukkan bahwa beliau
merupakan sosok pejuang yang memiliki nasionalisme yang kuat dengan
mencurahkan seluruh potensinya dalam upaya melakukan perjuangan
dalam melakukan perlawanan terhadap penjajah demi tercapainya
kemerdekaan Indonesia.
Pasca proklamasi kemerdekaan, presiden Soekarno mengangkat
KH. Abdul Wahab Chasbullah sebagai anggota DPA (Dewan
Pertimbangan Agung) bersama Dr. Douwes Dekker dan Dr. Rajiman
wedyodiningrat yang bertugas memberikan nasihat baik diminta maupun
tidak kepada presiden.21
Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia, KH. Adul Wahab
Chasbullah bergabung dalam gerilya menentang kembalinya kekuasaan
Belanda dengan menyumbangkan hartanya untuk perlengkapan militer,
19
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan Penggerak
NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm 152 20
Ma‟sum (ed), KH. Abdul Wahab Chasbullah, hlm 98 21
Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah, hlm 59
56
bekerjasama dengan unit-unit gerilya, dan membantu mengkoordinasi
rekrutmen-rekrutmen dsn pelatihan santri di Jawa Timur.22
Perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah habis-habisan untuk
membesarkan Jam‟iyyah Nahdlatul Ulama baik itu jauh sebelum Indonesia
merdeka hingga Indonesia merdeka. Dengan segenap jiwa, raga, harta, dan
tenaga beliau curahkan untuk mewujudkan cita-cita Islam melalui
Nahdlatul Ulama,23
oleh karena itu hingga beliau sudah udzur pun masih
terpilih menjadi Ra‟is Aam Nahdlatul Ulama. Jika kita melihat perjuangan
dan pengabdian beliau, memang tidak ada yang lebih pantas untuk
menggeser jabatan itu. Hingga akhirnya beliau wafat, jabatan itu
digantikan oleh adik iparnya sekaligus teman berjuangnya, KH. Bisri
Syansuri.
1. Karya-karya
KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah sosok orang besar yang tak
menuliskan karyanya di atas kertas, melainkan menuliskan karyanya di atas
bumi, dengan segala perjuangan yang beliau persembahkan untuk umat, baik
itu dalam dunia pesantren dan bangsa Indonesia. Dengan hasil karya
perjuangannya, kita bisa menikmati dan merasakannya hingga saat ini. Maka
dari karya-karya KH. Abdul Wahab Chasbullah melalui perjuangan yang
terbingkai dalam ucapan dan perbuatannya, kita bisa menyimpulkan
pemikiran-pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah walaupun beliau tidak
pernah menggoreskan tinta tentang pemikiran ataupun pandangan hidupnya
pada selembar kertas.24
2. Guru-guru KH. Abdul Wahab Hasbullah
a. Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy‟ari
b. KH. Faqihuddin
22
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan
Penggerak NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm
153 23
Rifa‟i, KH. Wahab Hasbullah, hlm 121 24
Wawancara KH. Edi Desember 2012
57
c. Syaikhona Cholil Bangkalan
d. Syaikh Muhtarom Banyumas
e. Syaikh Baqir Yogjakarta
f. Ahmad Khatib Minangkabau.25
c. Kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan
Pendidikan Pesantren Bahrul Ulum
Kontribusi adalah sumbangan atau masukan yang dapat diberikan baik
berupa materi atau non materi. Adapun kontribusi yang dilakukan oleh KH.
Abdul Wahab Chasbullah dalam pengembangan pendidikan pesantren Bahrul
Ulum antara lain:
1. Dibidang Kelembagaan
KH. Abdul Wahab Chasbullah senang akan perkembangan
pendidikan.26
Melihat akan perkembangan yang cukup pesat di kedua
lembaga yang beliau dirikan tersebut, maka KH. Abdul Wahab Chasbullah
mencoba menerapkan sistem belajar di Tashwirul Afkar dan Nahdlatul
Wathan pada sistem pendidikan di pesantren Tambakberas.
Sistem pendidikan yang ditawarkan beliau yaitu dengan
memperbarui sistem yang dulunya sistem salafi yang komponen
pendidikannya hanya antara pengajar dan pendidik (Kyai dan Santri)
dengan metode pengajaran yang sangat sederhana; kyai ceramah, santri
mencatat. Beliau menerapkan sistem modern atau sistem madrasah yang
beliau adopsi dari sistem pendidikan luar/barat dengan cara menambah
komponen sistem pendidikan lainnya yang bisa menunjang minat santri
untuk belajar, komponen tersebut berupa fasilitas; ruangan untuk kelas serta
papan tulis sebagai media pembelajaran.
Menurut Gus Edi, kelas yang digunakan KH. Abdul Wahab
Chasbullah pada masa itu adalah wustho dan kurikulumnya pada
penguasaan ilmu alat; Nahwu dan Shorof, Fiqih, Tauhid, al-Qur‟an dan
25
Majalah Nahdlatul Ulama AULA hal. 15 26
Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab
Chasbulloh, pada 20 Desember 2012.
58
Hadits. Tujuan KH. Abdul Wahab Chasbullah menambahkan komponen
sistem pendidikan pesantren tersebut agar para santri lebih terarah dalam
penguasaan ilmu agama. Seperti yang dituturkan oleh Gus Edi, menurut
KH. Abdul Wahab Chasbullah, bahwa dasar pendidikan agama yang
meliputi al-Qur‟an; Tajwid dan Tafsir, Fiqih, Tauhid, serta Hadits harus
dikuatkan pada pribadi anak didik, karena dasar pendidikan agama tersebut
sebagai modal utama masa depan, agar anak didik kuat prinsip dan
pendirian dalam langkah kehidupannya.27
Tentang kenapa banyaknya santri yang suka dan mengikuti
pengajian KH. Abdul Wahab Chasbullah, Nyai Hizbiyah menuturkan hal
itu dikarenakan ketika mengkaji satu ayat penjelasan yang diberikan oleh
beliau begitu luas. Beliau lebih banyak bercerita tentang sejarah Rasulullah
dan sahabat-sahabatnya, memberikan contoh nyata ucapan dan perbuatan
Rasulullah.28
Menurut Nyai Hizbiyah, KH. Abdul Wahab Chasbullah memang
terkenal akan penguasaan ilmu Tafsir, fiqh dan mantiq.29
dan oleh karena itu
beliau lebih menekankan penguasaan ke ilmu-ilmu tersebut.
Dalam kurikulun pendidikan pesantren Tambakberas juga terdapat
ilmu-ilmu yang berkaitan tentang Ahlussunah wal jama‟ah (ASWAJA).
Pengertian Ahlussunah wal jama‟ah sendiri adalah golongan mengikuti
sunnah dan ajaran-ajaran Rasulullah diatas garis yang dipraktekan oleh
sahabat-sahabat Nabi.30
Dalam ASWAJA terdapat istilah manhajul fikr dan
manhaj taghayyur al-ijtima‟i, bahwasanya Ahlussunah wal jama‟ah sebagai
manhajul fikr merupakan metode berpikir yang digariskan oleh para sahabat
Nabi dan tabi‟in yang sangat erat kaitannya dengan situasi politik dan sosial
yang meliputi masyarakat muslim waktu itu. Dari manhajul fikr inilah lahir
27
Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab
Chasbulloh, pada 20 Desember 2012 28
Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab
Chasbulloh, pada 20 Desember 2012 29
Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab
Chasbulloh, pada 20 Desember 2012 30
Jamal Ghofir, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan Penggerak
NU, Cetakan Pertama (Tuban: GP Anshor dan Yogyakarta : Aura Pustaka, 2012), hlm 6.
59
pemikiran-pemikiran keislaman, baik di bidang aqidah, syari‟ah, maupun
akhlak/tasawuf. Begitu juga dengan Ahlussunah wal jama‟ah sebagai
manhaj taghayyur al-ijtima‟i, yaitu pola perubahan sosial-kemasyarakatan
yang sesuai dengan nafas perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya. Inti
dari keduanya adalah sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ma ana
„alaihi wa ashabi (segala sesuatu yang datang dari rasulullah dan
sahabatnya). Inti Ahlussunah wal jama‟ah kemudian diwujudkan dengan
empat nilai: Tawassuth (moderat), Tasamuh (toleran), Tawazun
(keseimbangan), dan Ta‟adul (keadilan). Dapat disimpulkan bahwa
keberadaan ilmu ASWAJA di pesantren Tambakberas dimaksudkan oleh
KH. Abdul Wahab Chasbullah agar santri mampu memahami dan
mengilhami serta mengamalkan metode berpikir serta perjuangan yang
digariskan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dalam perubahan sosial
masyarakat.
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa secara tidak langsung KH. Abdul
Wahab Chasbullah menanamkan unsur ilmu politik dalam sistem
pendidikan pesantren Tambakberas. 31
Hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya alumni yang terjun dalam dunia politik, salah satunya adalah
KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang menjadi presiden RI ke-IV.
Berbicara tentang KH. Abdul Wahab Chasbullah, tidak akan pernah
lepas dari Pondok Pesantren Tambakberas, yang merupakan salah satu
pondok pesantren terbesar di Jawa Timur, tempat dimana beliau dilahirkan
dan berpulang. Selain pengabdian KH. Abdul Wahab Chasbullah untuk
umat yang terbungkus dalam organisasi masyarakat terbesar Nahdlatul
Ulama, beliau juga mengabdikan diri sepenuhnya dalam pesantren
Tambakberas, pesantren yang didirikan oleh kakeknya sendiri, KH.
Abdussalam (Mbah Shichah) yang merupakan Pembabat pertama dusun
Gedang, cikal bakal Pondok Pesantren Tambakberas. Kedatangannya di
dusun ini membawa misi untuk menyebarkan agama dan ilmu yang
31
Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab
Chasbulloh, pada 20 Desember 2012
60
dimilikinya. Menurut silsilah, beliau termasuk keturunan Raja Brawijaya
(kerajaan Majapahit) dan merupakan salah seorang pengikut Pangeran
Diponegoro. Abdussalam adalah putra Abdul Jabbar (Mbah Jabbar ) putra
Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Abdurrohman (Jaka Tingkir/Mas
Karebet). Sebelum kedatangan Abdusaalam, desa itu masih merupakan
hutan belantara yang tidak dihuni. Selama kurang lebih 13 tahun beliau
bergelut dengan semak belukar dan kemudian menjadikan desa itu sebagai
perkampungan yang dihuni oleh komunitas manusia. Setelah berhasil
merubah hutan menjadi perkampungan, mulailah beliau membuat gubuk
tempat beliau berdakwah yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari
sebuah langgar, bilik kecil untuk santri dan tempat tinggal yang sederhana.
Pondok pesantren tersebut dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pondok
Selawe dikarenakan jumlah santri yang berjumlah 25 orang. Disebut juga
dengan Pondok Telu karena bidang atau materi keilmuan yang dikaji
meliputi tiga ilmu yaitu syari‟at, hakikat dan kanuragan. Dari sisi lain
dinamakan Pondok Telu karena jumlah bangunannya terdiri dari 3 lokal.
Hal ini terjadi pada tahun 1825 Masehi.32
Setelah KH. Abdussalam berusia lanjut, tampuk kepemimpinan
Pondok Selawe atau Pondok Telu diserahkan kepada dua menantunya yang
tidak lain adalah santrinya sendiri, yaitu KH. Ustman dan KH. Sa‟id. Pada
tahap selanjutnya, atas restu dari Mbah Shoichah keduanya kemudian
melakukan pengembangan terhadap pondok pesantren. Jika KH. Usman
lebih menitikberatkan pesantrennya dalam ritual thoriqoh di timur sungai
Tambakberas, maka sebaliknya KH. Sa‟id lebih fokus pada pengembangan
pesantren dengan kajian-kajian yang bersifat syari‟at. Karena itulah maka
Pondok Pesantren KH. Sai‟d yang berada di sebelah barat sungai
Tambakberas ini dikenal dengan sebutan Pondok Syari‟at. Dan karena
pondok yang dikembangkan oleh KH. Ustman yang lebih fokus pada
thoriqot, maka pondok ini dinamakan Pondok Thoriqot.33
32
http://tambakberas.com/sejarah.html (online) diakses 04 April 2012 33
Ibid.
61
Setelah KH. Ustman dan KH. Sa‟id wafat, yang meneruskan tampuk
pimpinan pesantren adalah KH. Chasbullah, putra KH. Sa‟id. Sedangkan
pesantren KH. Ustman tidak ada yang meneruskan karena beliau tidak
mempunyai putra laki-laki. Oleh sebab itu santrinya diboyong ke pesantren
sebelah barat sungai dijadikan satu dibawah pimpinan KH. Chasbullah.
Beliau adalah seorang yang kaya raya dan dermawan, beliau memiliki tanah
pertanian yang sangat luas. Dari hasil pertanian ini beliau banyak memiliki
gudang-gudang beras yang menyebar dimana-mana bagaikan tambak.
Konon karena hal itu daerah ini disebut Dusun Tambakberas dan pondok
pesantren beliau dikenal dengan sebutan Pondok Tambakberas. Dibawah
pimpinan KH. Chasbullah pondok pesantren berkembang sangat pesat.
Pada tahun 1914 KH. Abdul Wahab Chasbullah (Putra tertua KH.
Chasbullah) kembali dari tugas belajarnya di tanah suci Makkah. Namun
beliau tidak langsung kembali ke Tambakberas untuk membantu dan
mengajar di pesantren asuhan ayahnya, melainkan menggembara ke
Surabaya. Dan beliau berhasil berdakwah serta mendirikan dua lembaga
madrasah yaitu Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan, baru pada tahun
1918 beliau kembali ke Tambakberas. Sejak saat itu KH. Abdul Wahab
Chasbullah mulai melakukan pembaharuan pondok pesantren
Tambakberas.34
Untuk mengelola pesantren, KH. Abdul Wahab Chasbullah dibantu
oleh kedua adiknya, yaitu KH. Abdul Hamid yang berkonsentrasi terhadap
pengelolaan pondok sedangkan untuk Pengelolaan madrasah dibantu oleh
KH. Abdurrochim, dan ketika KH. Abdurrochim wafat, pengelolaan
dilimpahkan kepada keponakannya, KH. Abdul Fattah Hasyim. Karena
kesibukan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam perjuangan NU dan
kenegaraan, beliau hanya memantau perkembangan madrasah, hal tersebut
yang menjadikan nama beliau tak sepopuler KH. Abdul Fattah Hasyim
dalam hal pengembangan pendidikan di Tambakberas.35
34
Ibid. 35
http://tambakberas.com 20 April 2012
62
Karena perkembangan yang ada, maka dalam pengelolaan pesantren
KH. Abdul Wahab Chasbullah juga mengadakan perubahan, yaitu dengan
memberikan nama untuk pesantrennya, pada tahun 1965, Pondok Pesantren
Tambakberas berganti nama menjadi Pondok Pesantren Bahrul „Ulum.
Nama tersebut diambil dari bahasa Arab, Bahr berarti Laut dan „Ulum
adalah jama‟ dari isim mufrod Ilmu yang jika digabungkan menjadi Bahrul
„Ulum yang bermakna Lautan Ilmu. Bersamaan dengan itu juga diadakan
sayembara pembuatan simbol (logo) Pondok Pesantren Bahrul „Ulum, yang
berhasil memenangkan sayembara tersebut adalah Abdullah Yazid BA.
Hingga pada tanggal 6 September 1966, KH. Abdul Wahab Chasbullah
mendirikan yayasan Pondok Pesantren Bahrul „Ulum.36
KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan pilar dan kiblat utama
dalam kelanggengan wujudnya pesantren Tambakberas. Pemikiran-
pemikiran beliau yang menjadikan pesatnya perkembangan pesantren
Bahrul „Ulum, pemikiran melakukan pembaharuan selalu ada di benak KH.
Abdul Wahab Chasbullah. Salah satunya adalah adanya pembangunan Al-
Ma‟had Al-Aly, menurut cerita yang dituturkan Machfudhoh, bahwa KH.
Abdul Wahab Chasbullah membeli tanah milik orang cina yang dulunya
dipakai gudang susu, beliau membelinya untuk diberikan kepada KH. Najib
nanti setelah pulang dari Makkah. Dan membangun Al-Ma‟had Al-Aly di
tempat itu.37
2. Periode Pengembangan Kedua (1914)
Pada tahun 1914 KH. Abdul Wahab (Putra tertua Kyai Hasbulloh)
kembali dari tugas belajarnya di tanah suci Makkah. Sejak saat itu Kyai
Abdul Wahab mulai melakukan pembaharuan pondok pesantren
Tambakberas. Sistem pendidikan yang tadinya berbentuk halaqoh
kemudian diubah menjadi sistem pendidikan madrasah yang
penanganannya diserahkan kepada salah satu adiknya yaitu KH.
Abdurrochim. Dengan sistem pendidikan Madrasah yang dikembangkan,
36
http://tambakberas.com/ 37
Wawancara di kediaman Hj. Hizbiyah Rochim (Putri ke 2 KH. Abdul Wahab
Chasbulloh, pada 20 Desember 2012
63
pondok pesantren Tambakberas berkembang semakin pesat, dan pada
tahun 1915 Kyai Abdul Wahab mendirikan Madrasah yang pertama
(terletak di sebelah barat masjid, sekarang dibangun gedung Yayasan
PPBU), Madrasah tersebut diberi nama Madrasah Mubdil Fan.
Pada tahun 1920 Kyai Hasbulloh wafat. Maka pesantren ini
dilanjutkan oleh KH. Abdul Wahab, dengan dibantu oleh kedua adiknya
yaitu KH. Abdul Hamid dan KH. Abdurrochim yang juga baru kembali
dari studinya di tanah suci Makkah. Dalam penataan manajemen
pengelolaannya, KH. Abdul Hamid lebih berkonsentrasi terhadap
pengelolaan pondok, sedangkan KH. Abdurrohim bertanggungjawab
mengelola Madrasah. Sementara KH. Abdul Wahab banyak berkiprah di
kancah organisasi sosial kemasyarakatan. Salah satu organisasi yang
didirikannya adalah kelompok diskusi yang diberi nama Tashwirul Afkar
yang berpusat di Surabaya pada waktu itu. Dan pada tahun 1926 beliau
mendirikan organisasi yang diberi nama Nahdlatul Wathon dan pada
akhirnya berganti nama menjadi Nahdlatul Ulama yang berkembang
sampai sekarang.
Guna mengangkat derajad kaum perempuan dan memberikan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan, maka Pada tahun
1942 atas perintah Nyai Lathifah (Ibu kandungnya), Kyai Wahab
mendirikan pondok pesantren putri yang pertama yang diberi nama Al-
Lathifiyyah.
3. Periode Pengembangan Ketiga
Pada tahun 1942 Kyai Abdul Hamid dan Kyai Abdurrohim
memanggil keponakannya yang bernama KH. Abdul Fattah menantu KH.
Bisri Syamsuri Denanyar. KH. Bisri Syamsuri adalah juga adik Ipar KH.
Abdul Wahab. Pemanggilan ini dilakukan sebagai upaya regenerisasi
pengelolaan Madrasah.
Pada tahun 1943 Kyai Abdurrahim wafat, tugas-tugas beliau
diteruskan oleh KH. Abdul Fattah. Mengingat semakin banyak jumlah
santri semakin bertambah banyak, Kyai Abdul Fattah mendirikan gedung
64
Madrasah di dekat rumahnya yang oleh KH. Abdul Wahab diberi nama
Madrasah Ibtida‟iyyah Islamiyyah (MII) dan kemudian berganti nama
Madrasah Ibtida‟iyyah (MI). Pada tahun 1944/1945 lahirlah Madrasah
putri yang pertama yang diprakarsai oleh Nyai. H.R. Mas Wardiyah (istri
Kyai Abdurrochim) dengan didampingi oleh Nyai. Chasbiyah (putri Kyai
Aqib Gedang ) dan Nyai Masyhuda binti Kyai Nur.
Pada tahun 1951 KH. Abdul Fattah dengan restu para sesepuh,
mendirikan pondok pesantren putri Al-Fathimiyyah, serta pada tahun 1956
mendirikan Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat 4 Tahun.
Pada tanggal 6 Juni 1956 KH. Abdul Hamid wafat, maka
pengelolaan pondok pesantren Tambakberas dilanjutkan oleh KH. Abdul
Fattah, sedangkan pengelolaan Madrasah diserahkan kepada KH.
Achmad Al fatich, putra sulung KH. Abdurrohim. Dibawah pimpinan
beliau Madrasah lebih berkembang, sehingga pada tahun 1964, Madrasah
Mu‟allimin Mu‟allimat 4 tahun ditambah masa studinya menjadi 6 tahun
dan berubah nama menjadi Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat Atas.
Sedangkan untuk teknis monitoringnya diserahkan kepada KH. Ahmad
Al-Fatih sekaligus sebagai direkturnya.
Pada tahun 1965 KH. Abdul Wahab memberi nama pondok
pesantren ini dengan nama Pondok Pesantren Bahrul Ulum. Pada tanggal
29 Desember 1971/11 Dzulqo‟dah 1391 H. KH. Abdul Wahab pulang ke
rahmatulloh. Selanjutnya kepengasuhan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
diteruskan oleh KH. Abdul Fattah dibantu oleh para dzurriyah Bani
Chasbulloh yang lain.
Pada tahun 1974 KH. Abdul Fattah mulai merintis Perguruan
Tinggi yang diberi nama AL-Ma‟had Al-Aly. Setelah KH. Abdul Fattah
wafat pada tahun 1977, tampuk kepengasuhan Pondok Pesantren Bahrul
Ulum, dilanjutkan oleh KH. M. Najib Abd. Wahab, putra ketiga dari KH.
Abdul Wahab. KH. M. Najib Abd. Wahab, LML memiliki reputasi
cemerlang dalam membawa lembaga Pondok Pesantren Bahrul Ulum pada
pentas nasional. Selain pernah menjabat sebagai Ro‟is Syuriah PBNU,
65
pada tahun 1985 beliau bersama pengasuh yang lain juga menghidupkan
Al-Ma‟had Al-Aly menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) dengan
menunjuk Drs. KH. Moh. Syamsul Huda As, SH.,M.HI sebagai ketua.
Dalam kapasitas sebagai ketua Robithotul Ma‟ahid (Asosiasi Pondok
Pesantren Nahdlatul Ulama), KH. M. Najib Abd. Wahab.L.ML
menyelenggarakan Usbu‟ul Ma‟ahid (Pekan Pesantren se-Jawa). Salah
satu hasilnya adalah lahirnya Kompilasi Hukum Islam, yang kemudian
dijadikan pedoman hakim agama Islam di Indonesia.
KH. M. Najib Abd. Wahab, LML menata manajemen pondok
putra dengan menyusun struktur kepengurusan. Sejak saat itu muncullah
istilah Rois Khos (ketua komplek). Beliau juga mengamanatkan
kepengurusan masjid kepada KH. Moh. Sholeh abd. Hamid sebagai ketua
ta‟mirnya, dan menyelenggarakan pengajian sentral tiap Senin malam
Selasa di masjid. Pada 20 November 1987, KH. M. Najib Abd. Wahab,
LML pulang rahmatulloh. Sepeninggal beliau, Pondok Pesantren Bahrul
Ulum diasuh dengan menggunakan sistem kepengasuhan kolektif.
4. Periode Pengembangan Ke-4 (Kepengasuhan Kolektif)
Seiring dengan perkembangan Pondok Pesantren Bahrul Ulum
yang semakin pesat dari tahun ke tahun, baik jumlah santri maupun
lembaga-lembaga pendidikan formal dan non-formal yang ada di
dalamnya, maka untuk memaksimalkan potensi yang sudah ada
diperlukan suatu manajemen kepengasuhan Pondok Pesantren yang
konstruktif, jelas, terprogram dan terarah. Berangkat dari ide dasar itulah
maka kemudian lahir pemikiran untuk membagi Manajemen
kepengasuhan Pondok Pesantren menjadi;
1) Majelis Pengasuh, yang berfungsi sebagai lembaga legislatif yang
memiliki otoritas atau pemegang kebijakan tertinggi.
2) Pengurus Yayasan, yang berfungsi sebagai eksekutif yang
menjalankan semua program pengembangan dan pemberdayaan
pendidikan semua lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan
Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum.
66
3) Dewan Pengawas, yang berfungsi sebagai yudikatif, yaitu mengawasi,
memberikan pertimbangan kepada pengurus yayasan dan memberikan
masukan kepada Majelis Pengasuh. Dibentuknya dewan pengawas
dalam struktur manajemen Pondok Pesantren Bahrul Ulum sejak tahun
2006, hal ini sebagai konsekuensi diberlakukannya Undang-undang RI
No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Hingga saat ini, sejak kepemimpinan kolektif ini diterapkan, sudah
mengalami dua/tiga periode kepemimpinan Majelis Pengasuh;
1) Almaghfurlah KH. M. Sholeh Abdul Hamid (1987 – 2006)
Pada masa kepengasuhan beliau, jabatan Ketua Umum
Yayasan PPBU telah mengalami beberapa kali pergantian, yaitu KH.
Ahmad Alfatich Abdur Rohim (1990 – 1994), Drs. KH. M Hasib
Wahab (1994 – 1998), Drs. KH Fadhlulloh Abd. Malik (1998 – 2002),
KH Taufiqurrohman Fattah yang menjabat dua periode, 2002 – 2006
dan 2006 – 2009.
Pada saat Ketua Umum Yayasan dijabat oleh KH. Ach.
Taufiqurrohman Fattah, kemudian dimunculkan Peran Yudikatif
(Dewan Pengawas) sebagai konsekuensi diberlakukannya Undang-
Undang No 16 tahun 2001 tentang Yayasan.
2) Almaghfurlah Drs. KH. Amanulloh Abdur Rochim (2007-2008)
Ketika KH. M Sholeh Abd. Hamid wafat pada Senin malam
Selasa tanggal 16 Syawal 1427 / 7 November 2006 tampuk pimpinan
Majelis Pengasuh dipegang oleh Drs. KH Amanulloh AR. Sedangkan
Ketua Umum Yayasan masih dijabat oleh KH. Ach. Taufiqurrohman
Fattah. Beberapa kebijakan penting yang diambil pada saat KH.
Amanulloh AR menjadi Ketua Majelis adalah diselenggarakannya
pertemuan Alumni Bahrul Ulum tingkat nasional yang akhirnya
membentuk suatu ikatan wadah alumni yang berrnama Ikatan Alumni
Bahrul Ulum atau yang disingkat dengan nama IKABU.
Selain itu, untuk terus mengharumkan kembali nama Pondok
Pesantren Bahrul Ulum di bumi nusantara beliau juga mengadakan
67
Pertemuan Ulama dan Umara se Jawa dan Madura. Satu program besar
lain yang digagas oleh beliau adalah pembangunan Gedung Serba
Guna yang direncanakan berfungsi sebagai balai pertemuan maupun
sarana olah raga santri Bahrul Ulum. Namun sebelum sempat
pembangunan itu terealisir, beliau dipanggil oleh Allah pada 13
November 2007 pada usia 65 tahun, satu tahun persis setelah wafatnya
KH. M. Sholeh Abd. Hamid.
Semenjak KH. Amanulloh wafat, jabatan Ketua Majelis
Pengasuh – sesuai dengan kebijakan yang diambil semua anggota
Majelis Pengasuh - dikosongkan untuk sementara waktu sampai
berakhirnya kepengurusan tahun 2009. Dan untuk menjalankan roda
organisasi di Majelis Pengasuh – sesuai dengan mekanisme dan job
yang telah ditetapkan - maka untuk pengambilan kebijakan yang
berkaitan dengan lembaga pondok pesantren dipegang oleh KH. Abd.
Nashir Abd. Fattah, sedangkan yang berkaitan dengan lembaga
pendidikan formal dan hubungan dengan lembaga di luar Pesantren
dipegang oleh Drs. KH. M. Hasib Wahab, dan sebagai Katibnya adalah
KH. M. Irfan Sholeh, S.Pd.
3) KH. Moh. Hasib Wahab (2009 – Sekarang).
Semenjak wafatnya KH. Moh. Sholeh Abd. Hamid jabatan
Majelis Pengasuh dikosongkan hingga berakhirnya masa bhakti
kepengurusan Yayasan. Pada tanggal 01 – 02 November 2009 melalui
forum Musyawarah Besar Bani KH. Hasbulloh Sa‟id di Taman Wisata
Selorejo Ngantang Malang, diputuskan untuk mengangkat KH. Moh.
Hasib Wahab (Putra KH. Abdul Wahab Chasbulloh) sebagai Ketua
Majelis Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum dan KH. Moh. Irfan
Sholeh, S.Pd. (Putra KH. Moh. Sholeh Abd. Hamid) sebagai Ketua
Umum Yayasan.
Tahun 2012
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, sampai
dengan tahun 2012 ini sudah berusia 186 tahun, sedangkan Madrasahnya
berusia 96 tahun. Di usianya yang jauh melebihi kemerdekaan bangsa ini
68
Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang telah berkembang
pesat dan memiliki beragam jenis dan jenjang pendidikan. Hingga saat ini
Pondok Pesantren Bahrul Ulum memiliki 34 unit asrama pondok pesantren
(putra-putri) dan 18 unit pendidikan formal mulai dari Pra Sekolah sampai
dengan Perguruan Tinggi.
5. Ide dan Gagasan
Kiai Wahab memulai karir atau jalan hidupnya sebagai pemimpin
masyarakat dari pondok pesantren. Dari pondok pesantren lahirlah ide-ide
yang hidup dan segar, ide-ide yang bukan cuma teoritis yang mati di tengah
cetusannya. Ide kebangkitan kaum ulama, ide pentingnya pengorganisasian
perjuangan, ide pendekatan-pendekatan golongan Islam-Nasionalis, ide
perlawanan terhadap penjajah, ide menetuskankemerdekaan dan
mempertahankannya, ide mengisi kemerdekaan, ide mempertemukan antara
cita-cita dan kenyataan, dan tentu saja ide pembangunan di segala bidang,
membangun karakter bangsa, membangun taraf hidup dan membangun
prestasi nasional untuk kepentingan seluruh warga negara Indonesia.38
Jadi, ide Kiai Wahab hanya dicetus dengan ucapan saja ke anak-
anaknya dan yang menjalakan ide-ide tersebut adalah anak-anaknya dan cucu-
cucunya.
Ide-ide yang lahir tersebut bukan hanya sekedar teori, melainkan
diwujudkan dengan praktek. Sebagai bukti nyata kebenaran ide tersebut
adalah kebesaran pesantren Bahrul „Ulum serta kebesaran Jam‟iyyah
Nahdlatul Ulama.
KH. Abdul Wahab Chasbullah adalah reformer dunia pesantren.
Kiprahnya dalam dunia pesantren mampu merubah sistem pendidikan di
pesantren yang semula belajarnya memakai sistem halaqoh, maka mulai
dikenalkan dengan sistem madrasah yang pengelolaannya secara klasikal.
Pemikiran KH. Abdul Wahab Chasbullah tersebut bersifat terbuka, inovatif
dan progresif.
38
Saifuddin Zuhri, Mbah Wahab Hasbullah Kyai Nasionali Pendiri NU (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2010), hlm 138-139
69
Menurut Gus Edi, pendidikan di Tambakberas aspirasinya dari
Tashwirul Afkar yang merupakan cikal bakal penampilan sistem pendidikan
pesantren yang berbeda.39
Jadi latar belakang sistem pendidikan pesantren
yang ditawarkan oleh KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan aspirasi
beliau dari Tashwirul Afkar dan Nahdlatul Wathan. Kedua lembaga yang
beliau dirikan di Surabaya tersebut memang menyerupai model barat.
Sistem yang dipakai Tashwirul Afkar cukup unik pada masa itu, sesuai
dengan makna perkumpulan tersebut, potret pemikiran; metode yang
digunakan adalah bentuk diskusi
39
Wawancara KH. Edi Labib 29 November 2012.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian dari penelitian yang penulis lakukan pada
obyek permasalahan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
Kontribusi KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam Pengembangan
Pendidikan Pesantren Bahrul Ulum Jombang Jawa Timur yaitu:
a. Dibidang kelembagaan ini KH Abdul Wahab Chasbullah memperbaharui
system pengajaran yang awalnya hanya salafi menjadi sitem Madrasah
yang diadopsi sampai skarang dan berdiri juga perguruan tinggi KH Abdul
Wahab Chasbullah
b. Ide KH Abdul Wahab Chasbullah tidak dipraktekkan secara langsung oleh
beliau tetapi dipraktekkan oleh anak-anaknya dan cucu-cucunya hingga
saat ini.
Pondok pesantren Bahrul Ulum menjadi sentral pendidikan pesantren
yang sangat diperhatikan oleh pemerintah Jawa Timur dan masyarakat di
sekitar pondok pesantren Bahrul Ulum hidup berkecukupan dikarenakan
semua masyarakat sekitar bisa berpartisipasi dalam kegiatan sosial di
lingkungan pondok, saya melihat sendiri begitu rukunnya warga sekita
71
pesantren dengan para pengurus pesantren semua berbaur tanpa ada pembatas
antara masyarakat sekitar, pengurus pesantren, dan santri-santrinya.
B. Saran
1. Pendidikan pesantren harus berkembang secara bebas tanpa adanya
tuntutan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
2. Pendidikan pesantren jangan terkesan dikomersilkan, tetapi harus dengan
keikhlasan, megutamakan hak para santri.
3. Pondok pesantren sebaiknya tidak hanya mengutamakan kitab-kitab
klasikal, tetapi harus mengajarkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk
bekal para santri setelah mereka terjun ke masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Haidar Putra Daulay, MA dan Nurgaya Pasa, MA, Pendidikan Islam dalam
Mencerdaskan bangsa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012).
Abdurrahman Mas’ud, Dari Haramain Ke Nusantara jejak Intelektual Arsitek
Pesantren, (Jakarta: Kencana, 2006).
Amin Haedar, Transformasi Pesantren, (Jakarta: LekDis dan Media Nusantara
2006)
Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: CV
Pustaka Setia 1999).
Zuhairi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1982).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005).
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah
Pertumbuhan adan Perkembangannya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995)
Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: PT
Temprint, 1997)
Nurhayati Djmas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan,
(Jakarta: Rajawali Pres, 2009)
KH. Abdurrahman Wahid, Pesantren Masa Depan, (Bandung, Pustaka Hidayah)
Muhamad Wahyuni Nafis, Pesantren Daar El-Qolam Menjawab Tantangan
Zaman, (Tangeran, daar el-qolam press, 2008)
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta
PT Raja Grafindo Persada,2005)
Rasyid, Ali Zawawi, Mubtadi Faisal, KH. Abdul Wahab Chasbullah, Perintis,
Pendiri, dan Penggerak NU, ed. Saifullah Ma’sum (Jakarta : Panitia
Penulisan Buku Sejarah Perjuangan KH.Abdul Wahab Chasbullah, 1999).
Muhammad Rifa’i, KH. Wahab Hasbullah: Biografi Singkat 1888-1971,
(Jogjakarta: Garasi House of Book, 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Abdul_Wahab_Hasbullah, diakses 04 September
2012
Buletin Kresan Al Lathifiyyah I, edisi XXXIX Maret-Agustus 2006, hlm 5
http://tambakberas.com/sejarah.html (online) diakses 04 April 2012
Majalah Nahdlatul Ulama
Departemen Agama RI, Nama dan Data Potensi Pondok-pondok Pesantren
Seluruh Indonesia, (Jakata 1984-1985)
A. Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Pembangunan Perguruan
Agama, Dermaga (Jakarta 1982) hal. 18
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pendidikan Indonesia dari Zaman
ke zaman, Badan Litbang Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta 1979)
hlm. 166
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Tranformasi Metodologi Menuju
DemokratisasiInstitusi (Jakarta, Gelora Aksara Pratama) hal. 7-9