konsultasi publik rancangan permenhut tentang … · 2 mengkoordinasikan kegiatan dalam pelaksanaan...
TRANSCRIPT
1
KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN PERMENHUT TENTANG REDD
Jakarta, 25 Maret 2009
Peserta Konsultasi Publik : Pejabat eselon I lingkup Departemen Kehutanan, Departmen terkait dan Lembaga
Pemerintah Non Departemen terkait, para Kepala Dinas Kehutanan Propinsi yang
menangani Kehutanan, para Dekan Fakultas kehutanan, kalangan pengusaha bidang
kehutanan, lembaga swadaya masyarakat, NGO dan wakil-wakil dari masyarakat sipil
lainnya.
Pembukaan :
I. Laporan Penyelenggaraan dari Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim Lingkup Departemen Kehutanan (oleh Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang
Kemitraan).
1. Tujuan acara adalah untuk :
a. Menjaring pandangan, masukan, tanggapan dan saran perbaikan atas
rancangan Permenhut dari para stakeholder baik dalam bentuk tertulis
maupun secara lisan, dengan demikian diharapkan agar Permenhut yang
diterbitkan tersebut dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan dapat
menjadi acuan peraturan yang memadai dalam rangka pelaksanaan REDD di
Indonesia.
b. Menjaring masukan dan saran dari peserta untuk penyempurnaan “REDDI
Framework” dan Readiness Plan (R-Plan).
II. Sambutan pembukaan dari Menteri Kehutanan (diwakili oleh Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial).
1. Salah satu keputusan COP 13 adalah tentang REDD yang mendorong negara para
pihak untuk melaksanakan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi
hutan antara lain melalui pilot/demonstration activities on REDD, capacity building
& technology transfer (yang didukung oleh negara-negara annex 1). Pada
Keputusan tersebut ( Doc2/CP13) dihasilkan Indicative guidance untuk
2
Pilot/Demonstration Activities. Guidance tersebut disusun sebagai panduan oleh
negara para pihak dalam melakukan demonstration activities.
2. Penerbitan Permenhut ini adalah sebagai salah satu agenda roadmap Indonesia
menuju implementasi REDD. Pada akhir tahun 2008 Departemen Kehutanan telah
menerbitkan Permenhut No. 68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan
Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan. Substansi Permenhut tersebut disusun secara umum dan
fleksibel, dimaksudkan untuk memberikan pedoman awal bagi tingginya minat
investor yang ingin memperdagangkan jasa penyimpanan karbon dari hutan.
3. Mengingat belum ada keputusan COP tentang skema perdagangan Carbon
melalui REDD, maka berbagai skema muncul antara lain : pasar carbon sukarela
REDD maupun Demonstration Activites yang merupakan amanah dari COP-13.
4. Namun seiring dengan makin bertambahnya pemahaman kita tentang skema
REDD ini, maka peraturan berkaitan dengan pelaksanaan REDD tersebut,
substansinya perlu diperdalam untuk menjawab berbagai kondisi yang perlu
diantisipasi akan terjadi. Draft permenhut yang akan didiskusikan ini berusaha
untuk sejauh mungkin menterjemahkan hasil-hasil kesepakatan di COP dengan
tetap mengacu dan konsisten dengan kebijakan dan tujuan pembangunan
nasional. Dengan demikian diharapkan Permenhut tentang REDD ini dapat
membuat REDD implementatif dan tujuan pembangunan nasional tercapai.
5. Belum diketahui secara jelas mengenai sejauh mana kesiapan Indonesia dalam
rangka menyongsong pelaksanaan REDD. Untuk itu, Departemen Kehutanan
merasa perlu untuk melakukan assessmen tingkat kesiapan REDD. Departemen
Kehutanan melalui proses IFCA 2007 dan proses tindak lanjut tahun 2008 telah
menyiapkan kerangka kerja nasional REDDI (REDDI Framework) dan pada waktu
yang sama, saat ini sedang dalam proses menyiapkan Readiness-PLAN untuk
mendapatkan dukungan pendanaan melalui Forest Carbon Partnership Facility
(FCPF) dan juga sumber-sumber lain.
6. “Readiness Framework” dan “Readiness Plan” tersebut akan memberikan
informasi yang cukup jelas kepada kita tentang sampai seberapa siap/jauh kita
telah mempersiapkan diri dan upaya-upaya apa saja yang diperlukan untuk dapat
mengimplementasikan REDD. Kegiatan-kegiatan yang belum dilaksanakan yang
memerlukan dana yang besar dan anggaran dari Pemerintah tidak mencukupi,
dapat dimintakan dukungan dari para partner kita. Dengan demikian para partner
akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas untuk berkontribusi dan
memberikan dukungan finansialnya.
3
PEMBAHASAN RANCANGAN PERMENHUT
Sessi I. Penjelasan REDDI Framework, Rencana Readiness dan Rancangan
Permenhut
1. Kerangka Kerja REDDI (REDDI Framework) dan Rencana READINESS (FCPF
Readiness Plan), oleh Sekretaris Badan Litbang Kehutanan
a. Rekomendasi studi IFCA dan stakeholder communication 2007 ada 6 (enam)
point :
a.1. Mengembangkan kerangka kerja REDD berdasarkan hasil studi IFCA yang
akan menjadi guidance selama Readiness Phase.
a.2. Ada sejumlah gab yang perlu dianalisis dari sisi teknis maupun metodologis
serta melanjutkan stakeholder comunication karena merupakan prasyarat
utama untuk keberhasilan implementasi REDD.
a.3. Memulai testing dan implementasi a pilot, serta mengupayakan terjaganya
distribusi yang proportional antar region dalam pelaksanaan demostration
activity.
a.4. Membangun kapasitas di semua level, yang diharapkan adanya kontribusi
dan sinergi dari semua pihak karena sumber daya terbatas dan masuknya
ke negeri ini melalui berbagai chanel, tidak hanya pemerintah, NGO, private,
lembaga seperti CIFOR dll. Sinergi sangat penting dalam membangun
kapasitas di semua level. Sumber daya yang besar diperlukan untuk
membangun kapasitas.
a.5. Membangun kerangka kerja nasional yang kredible
a.6. Readiness phase dapat berjalan dengan baik.
b. Kerangka kerja REDD yang dibangun berdasarkan studi IFCA 2007 dan
dikembangkan sesuai hasil negosiasi dan arah/fokus kebijakan kehutanan di level
nasional. Ada 5 komponen penting yang harus disiapkan selama Readiness
Phase :
b.1. Reference Emission Level (REL) : historical emission, future scenario
b.2. Strategy : national approach with sub national implementation
b.3. Monitoring : forest cover and carbon stock changes, national registry
b.4. Market / Funding : attractiveness, source of fund
b.5. Distribution : responsibilities and benefits
Untuk menggerakkan semua komponen tersebut, kita memerlukan
guideline/regulasi dan komisi REDD (komite/working group interdept) yang akan
memfasilitasi proses. Aspek lainnya yang juga merupakan prasyarat untuk
mendukung keberhasilan implementasi REDD adalah awareness raising, capacity
building, access to data, access to technology.
4
c. Rencana Readiness di bawah kerangka FCPF (Forest Carbon Partnership Facility),
ada 9 (sembilan) komponen :
c.1. Land use, forest policy and governance quick assessment
c.2. Management of readiness (Convene National REDD working Group, Prepare a
REDD consultation and Outreach Plan)
c.3. Design the REDD strategy
c.4. REDD implementation framework
c.5. Assess the social and environmental impacts of candidate REDD strategy
activities
c.6. Assess investment and capacity building requirements
c.7. Develop reference scenario of deforestation and degradation,
c.8. Design and implement a monitoring, reporting and verification system for
REDD
c.9 Design a system of management, implementation, and evaluation of
readiness preparation activities.
Penting untuk menjadi catatan bagi kita semua, apapun inisiatif yang
masuk/dilakukan, seharusnya melihat kerangka kerja yang kita bangun, dimana yang
masih ada gab, maka disitulah inisiatif perlu mengisi. Dengan demikian tidak ada
overlapping/pengulangan yang tidak diperlukan.
2. Rancangan Permenhut tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan (REDD) dalam Kerangka Konvensi Perubahan Iklim, oleh Staf Ahli
Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan.
Rancangan Permenhut tentang REDD terdiri atas 11 Bab dan 6 Lampiran
Bab 1. Pengertian
Bab 2. Maksud dan Tujuan
Bab 3. Lokasi, Pelaku dan Persyaratan
Bab 4. Tata Cara Permohonan, Penilaian dan Persetujuan
Bab 5. Jangka Waktu
Bab 6. Hak dan Kewajiban
Bab 7. Penetapan Referensi Emisi, Pemantauan, dan Pelaporan
Bab 8. Verifikasi dan Sertifikasi
Bab 9. Distribusi Insentif dan Liabilitas
Bab 10. Peralihan
BAb 11. Penutup
Lampiran Rancangan Permenhut tentang REDD:
1. Pedoman pemberian rekomendasi pemerintah daerah untuk kegiatan REDD
2. Kriteria lokasi dan kegiatan REDD 3. Pedoman penyusunan usulan kegiatan REDD
4. Pedoman penilaian usulan kegiatan REDD
5. Pedoman penetapan referensi emisi, monitoring dan pelaporan kegiatan REDD
6. Pedoman verifikasi dan sertifikasi kegiatan REDD
5
Sessi II. Pembahasan Rancangan Permenhut tentang REDD
1. Pembahasan oleh Agus Purnomo, MM, MBA (DNPI)
a. Pembagian tugas antara DNPI dan Dephut (kesepakatan tanggal 22-01-09 antara
Ketua Harian DNPI dengan Menhut)
NO DNPI** DEPHUT
1 Merumuskan kebijakan nasional, strategi, program dan kegiatan pengendalian
perubahan iklim*
Menyusun rencana kerja pengendalian perubahan iklim di sektor kehutanan,
sejalan dengan kebijakan Sustainable
Forest Management di Indonesia*
2 Mengkoordinasikan kegiatan dalam
pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi kegiatan
adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan
pendanaan.
Uraian tugas: (a) Bersama Dephut membuat
komitmen2, MOU, dan negosiasi
internasional berkaitan dengan kerjasama kegiatan perubahan iklim.
(b) Bersama Dephut merumuskan standar dan kriteria REDD dan voluntary carbon market yang dapat diterima secara internasional.
(c) Melakukan mobilisasi dan pengelolaan
pendanaan internasional
(a) Membangun base line, metoda
penghitungan karbon, standar dan kriteria untuk pelaksanaan kegiatan
penurunan dan penyerapan emisi
karbon pada sektor kehutanan, baik di tingkat Pusat maupun Daerah.
(b) Sebelum 2012: (1)Menyelenggarakan dan memperluas kegiatan
demonstration activities REDD di
beberapa daerah terpilih; (2) Melaksanakan voluntary carbon
market activities. (c) Setelah 2012: Melaksanakan dan
memonitor pelaksanaan REDD secara nasional dan sub-nasional sebagai
complementary scheme activities.
(d) Melaksanakan kegiatan adaptasi, mitigasi, dan alih teknologi perubahan
iklim di sektor kehutanan.
3 Merumuskan kebijakan pengaturan mekanisme dan tata-cara perdagangan
karbon: Uraian tugas:
(a) Bersama Dephut dan DepKeu
menyusun mekanisme perdagangan karbon di sektor Kehutanan baik
perdagangan yang bersifat mandatory maupun voluntary carbon market.
(b) Memberikan evaluasi dan persetujuan pada tiap proyek
kehutanan apabila pada suatu saat
masuk dalam skema CDM
(a) Membuat prosedur pendaftaran, pengajuan permohonan dan
pemberian ijin melakukan kegiatan REDD atau kegiatan perubahan iklim
lainnya di dalam kawasan hutan,
termasuk penentuan standar dan kriteria bagi perdagangan karbon di
sektor kehutanan (b) Menyusun data base kegiatan
perdagangan karbon di sektor kehutanan, berkoordinasi dengan
DNPI
4 Melaksanakan pemantauan dan evaluasi
implementasi kebijakan tentang
pengendalian perubahan iklim.
Uraian tugas: (a) Melaksanakan national registry
untuk kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
(a) Bersama-sama Bappenas, melakukan
evaluasi atas proyek kerja sama
(a) Melaksanakan monitoring dan evaluasi
kegiatan REDD, LULUCF, dan
kaitannya dengan alih teknologi, kapasitas sumberdaya, dan
perdagangan karbon di sektor kehutanan.
(b) Membuat laporan tahunan kegiatan perubahan iklim berkaitan dengan
perkembangan kegiatan, alih
teknologi, kapasitas sumberdaya, dan
6
NO DNPI** DEPHUT
internasional dalam bidang perubahan iklim di sektor kehutanan.
perdagangan karbon di sektor kehutanan, berkoordinasi dengan
DNPI. (c) Menyampaikan secara berkala
kepada DNPI kemajuan kegiatan,
maupun hasil yang telah dicapai dalam hal pengurangan emisi GRK
yang akan digunakan sebagai pemutakhiran database emisi GRK
nasional.
5 Memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju / industri
untuk lebih bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim
Uraian tugas: (a) Koordinasi pembuatan posisi Delri dan
menjadi Koordinator Negosiasi Perubahan Iklim di berbagai forum
UNFCCC, multi-lateral dan bilateral (b) Sebagai focal point dalam kerja sama
internasional yang berhubungan
dengan perubahan iklim. (c) Sebagai focal point untuk mendorong
perundingan dan kesepakatan internasional dalam bidang kehutanan
(a) Mempersiapkan dan mengikuti negosiasi internasional pada berbagai
isu terkait dengan perubahan iklim dan kehutanan, termasuk
keterkaitannya dengan pelestarian
biodiversity, perlindungan masyarakat adat dan masyarakat yang bertumpu
pada keberlanjutan fungsi ekosistem kawasan hutan.
(b) Memberikan kontribusi substansi dan teknis untuk isu-isu terkait perubahan
iklim di sektor kehutanan.
*) Disesuaikan dengan mekanisme dan kesepakatan-kesepakatan dalam UNFCCC dan mengacu pada RPJM dan RAN-PI
**) Sesuai dengan Pasal 3 PP 46/2008
b. Tanggapan terhadap Rancangan Permenhut tentang REDD
NO PERIHAL URAIAN Tanggapan 1 April 2009
1 Umum Draft yang ada perlu disepakati
secepatnya karena merupakan
persyaratan awal agar kita dapat
menangkap peluang yang ada
2 Komisi REDD Pembentukan Komisi REDD
Departemen Kehutanan diperlukan
untuk menangkap peluang
Voluntary Market dan Kerjasama
Bilateral untuk Demonstration
Activities
Komisi REDD bertanggung
jawab untuk semua
kegiatan REDD, tidak
terbatas di VM (anggotanya
berbagai instansi, tidak di
tingkat dephut saja)
3 REDD di luar
kawasan hutan ?
Diperlukan mekanisme Pengaturan
REDD di luar Kawasan Hutan yang
bersifat lintas departemen
melibatkan DNPI, Depdagri dan
Kementerian Lingkungan Hidup
REDD berlaku di forested
lad, tidak masalah di
kawasan atau non
kawasan, sdh diatur dalam
pasal 3 dan 4
4 Tim Diperlukan Tim Inter-departemen Tim Sd no 2
7
NO PERIHAL URAIAN Tanggapan 1 April 2009
Interdepartemen (Depkeu, Dephut, Depdagri) dan
DNPI untuk menyepakati Sistem
Pengelolaan Asset Karbon dan
Pemberian Insentif untuk
Pengembangan Investasi REDD
- Definisi aset karbon
- Konsep pengelolaan aset karbon
- Mekanisme pemberian insentif
- Proporsi pembagian insentif
- karbon jgn dilihat
sebagai aset
- REDD adalah isu
pembangunan, tidak
sekedar perdagngan
karbon
- karbon jangan dilihat
sebagai komoditi
perdagangan,
melainkan salah satu
upaya untuk meraih
SFM
2. Pembahasan oleh Prof. Dr. Daniel Murdyarso (CIFOR)
NO PERIHAL /
BAB
URAIAN Tanggapan 1 April 2009
1 Pengertian • Hutan, perlu ditambahkan definisi hutan yang disampaikan dalam
submission dalam rangka UNFCCC.
• Hutan negara, tidak jelas maksud
definisi butir 4 dalam kaitannya
beban atas hak.
• Hutan negara lainnya, pengertian
no.23, sebaiknya dipindahkan setelah butir no.4. (mengesankan sebagai
hutan yang nantinya akan dikelola
dengan model yang berbeda dengan model pengelolaan saat ini : benar
tidak kesan ini ?)
• Lembaga Penilai Independen (15)
dan Komisi REDD (16) perlu ditukar tempatnya.
• Definisi hutan akan dicek sesuai submisi
• HN sdh ada di pengertian
• Nomor 23 akan dipindah
ke no 5
• Tidak perlu ditukarkan
2 Maksud dan
Tujuan
Benarkah hanya itu saja maksud dan
tujuan (begitu sempit) ? Seharusnya :
• REDD perlu memiliki maksud yang
lebih mendasar dalam kaitannya
dengan forest governance sendiri
• Perlu dikaitkan dengan kriteria
pemilihan lokasi seperti tercantum dalam Lampiran2 Permenhut ini
• REDD juga perlu diarahkan untuk mendukung tujuan yang lebih hakiki
seperti :
– pengelolaan hutan lestari (SFM)
– peningkatan kesejahteraan
masyarakat
Maksud dan tujuan perlu
direformulasi :
Maksud :
… dalam rangka memantapkan tata kelola kehutanan
Tujuan :
…..dalam rangka mencapai
pengelolaan hutan
berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
8
NO PERIHAL /
BAB
URAIAN Tanggapan 1 April 2009
3 Kegiatan REDD Kesan : kegiatan REDD ada 2 yaitu
Demonstration Activity dan Perdagangan Karbon, dan terkesan
hanya karbon aset.
Barangkalo permenhut ini dapat dikembangkan untuk melihat lebih jauh
dan mengantisipasi kemungkinan co-lateral benefits di daerah yang mungkin
lebih penting dari karbonnya itu sendiri. Mungkin jasa lingkungan lainnya dapat diangkat dalam konteks ini.
Akan diakomodasikan dalam
petunjuk teknis.
Jika berbicara pembangunan
kehutanan berkelanjutan, hal-hal yang bersifat
colateral benefit sdh implisit di dalamnya.
4 Persyaratan
(BAB III)
• Kesan : ada 5 kelompok kelas usaha REDD.
• Pasal 5, 6 dan 7 berbeda sekali
formatnya, bahkan antara pasal 5 dan 7 ada sedikit overlap, ketika
dilihat pada IUPHHK restorasi ekosistem dengan hutan konservasi.
• Kelima kelompok ini memiliki
persyaratan yang berbeda. Yang agak fundamental adalah
kelemahannya di 2 yang terakhir yaitu di kelompok hutan adat, hutan
desa dan hutan negara lainnnya,
seolah 2 hanya SK pemda yang merilis proses perijinan dsbnya tsb
bisa diterbitkan
• Konsekuensinya yang bisa dilihat dan
perlu di test dalam Readiness phase adalah seberapa besar dalam
konteks volume karbon tersebar di 5 kelompok kelas usaha REDD. Hal ini penting dalam kaitannya dengan
equity institusi benefit itu sendiri ketika project ini diimplementasikan.
• Point terakhir akan diakomodir di proses
readiness
5 Umum • Banyak peraturan lain yang belum
diatur untuk mendukung peraturan ini (kapan di atur dan bagaimana bisa integrated dengan permenhut REDD ini), antara lain :
– Lemb. Penilai Independen (Bab I
Ps.1 butir 15) – Komisi REDD (Bab I Ps. 1 butir
16) – Penerimaan dan pembagian
insentif (Ps. 24)
– Penggunaan dana jaminan (Ps. 25)
• Hal ini akan menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) bagi
para pemangku kepentingan, saat
• LPI ?
• SK Komisi sdh hampir keluar
• Ps. 24 bukan di dephut
• Pas 25 bukan di dephut
9
NO PERIHAL /
BAB
URAIAN Tanggapan 1 April 2009
permenhut ini diundangkan pada
bulan April nanti
• Untuk mengurangi ketidakpastian
bisa beberapa hal sudah dapat
dipastikan sehingga april nanti dapat muncul sebuah permenhut yang
lebih solid.
• Badan Layanan Umum (BLU)
– Adakah peranan BLU dalam REDD?
– Apakah BLU perlu dimobilisasi
dalam mekanisme finansial REDD?
– Bagaimana peluang dan caranya?
Trust fund sedang dibahas,
Masalah keuangan diluar
otoritas dephut
Menhut sudah
menginstruksikan agar dephut membuat konsep
6 REDD – MRV
(Measureable,
Reportable,
Verifiable)
• Apakah kita pernah simulasi. Jangka
waktu 30 hari perlu dicermati, mungkin bisa 5 hari jika mudah dan 3 bulan jika sulit.
• Apa justifikasi penentuan 30 hari
• Pasal 13 ayat (3) bisa
karena sudah final dari komisi
• Pasal 13 ayat (4) dan (5)
: tidak ada masalah
• Pasal 20 ayat (5) : akan
dicermati, ditambah kata kerja setelah kata hari.
“dalam hal semua
persyaratan terpenuhi, paling lambat…..
7 Lampiran • Rekomendasi: perlu merujuk
Lampiran2 yang lain di bawahnya
(mis. Kriteria Pemilihan Lokasi)
• Kriteria lokasi :
- Perlu mendorong penyatuan (bundling) lokasi REDD lain yang berdekatan
- Kriteria tata kelola (governance) perlu dipisahkan dari kriteria lain
(data, kondisi awal, ancaman, sosekbud)
- Kriteria tata kelola perlu dibunyikan secara tegas
• RPL (rencana pelaksanaan) REDD :
- Perlu template yang sederhana dan mudah diikuti/dinilai, format
seperti pada saat CDM di submit, sehingga tidak ada variasi antara
submission satu dengan lainnya
(mungkin dapat dilengkapi di lampiran).
- Penekanan terhadap peta lokasi
• Akan didetailkan di juknis
• RPL didetailkan di juknis
- peta dimasukan di Lamp
3, pasal 5 butir b (skala
10
NO PERIHAL /
BAB
URAIAN Tanggapan 1 April 2009
REDD dan kawasan sekitarnya
• Penilaian REDD
• REL, Monitoring, Reporting : sangat
sederhana formulasinya di dalam
lampirannya, padahalnya sangat kompleks tergambar dalam
diagramnya. Monitoring dan reporting yang dilakukan tidak hanya
monitoring projek oleh komisi, tapi termasuk monitoring aktivitas ketika aset arbon/kegiatan REDD dicoba
didemonstrasikan menunjukkan pengurangan emisi dari deforestasi
dan degradasi.
• Lampiran 6, verifikasi : penggunaan
IPCC, GPG- LULUCF atau GL-AFOLU ?
GL-AFOLU lebih komprehensif untuk 2 hal :
- Hutan di luar kawasan hutan (dengan AFOLU hal ini akan
tercakup)
- Jika melihat land base emission di Indonesia, lebih 80% bisa jadi
berada di kawasan di luar yuridiksi Dephut misalnya kawasan konversi kelapa sawit,
lahan gambut dsbnya, perlu di addres di sini ketika kita lebih
mempertimbangkan guideline yang baru ketimbang yang lama
• MRV perlu dijadikan dalam lampiran / petunjuk yang praktis ketika orang
melaksanakan REDD.
peta dimasukkan di
juknis)
- REL akan dijabarkan dlm
petunjuk teknis
- MRV dilampiran, ok
- Dibelakang REL
ditambahkan MRV (pada lampiran)
- MRV akan menjadi penjabaran lampiran 5 butir C2 (pada juknis)
3. Pembahasan oleh Mr. Lex Hovani (TNC)
NO PERIHAL URAIAN
Key topics in permenhut that relate to the proposed approach in Berau
1 Bundling • Important that regulation now allows bundling of projects by
district government: Article 3 (2)
• Will this involve creating a single project, or just streamlining
application for separate projects with separate reference levels?
2 APL There is significant forest carbon outside forest estate, but it as not clear from the regulation how APL could be included, and therefore
whether a district-scale approach is really possible: Article 3 (1)
3 REL How should a district-level reference emission level (REL) be developed ?
11
NO PERIHAL URAIAN
• Programmatic as well as site-based emission reduction approaches.
• Eligible areas? Not all land in district will meet project-based eligibility criteria, but can contribute to emission reductions.
• REL is a crucial issue, but there is little guidance for projects:
Appendix 5 (c) 3.
- GOI could prioritize development of guidance documents
outside of the regulations and hold workshops to both develop the guidance and disseminate guidance to avoid
wasted effort and unreasonable expectations
- Could refer to VCS and other external sources, or build on them if appropriate
• In the medium and long-term, sub-national reference-emission levels (within a national program) will probably need to be
substantially different from project-based approaches developed
so far.
- Performance standards should be considered rather than
“business as usual” baselines for guiding project-level and even perhaps district-level incentives
• Distinguishing benefits from improved governance vs. improved management
- At project-level, non-financial incentives will be extremely
important tools, as will financial incentives not directly linked to carbon performance
Coordination across the central government and between GOI, Provinces, Districts
4 Umum • Diverse composition of REDD Commission is very positive:
Decree on REDD Commission, Appendix 1.
• Very substantial coordination and regulation, going beyond
current draft regulation, will be required for the following :
- Inclusion of areas outside of the national forest estate - Coordination on siting of oil palm
- Mining sector integration into REDD planning - Clarifying and streamlining monitoring and oversight of
HPHs - Data sharing across each level and between levels to
improve planning and decision-making
• Could consider additional task for REDD Commission that members proactively identify opportunities and risks related to
alignment of institutions they represent with REDD activities, and develop a mechanism for addressing issues that are
identified: Decree on REDD Commission, Sixth specification.
Incorporating learning more explicitly into the draft regulation
5 Umum • Getting started is important, but can also acknowledge that changes may be needed due to improved approaches
- Regulation does a good job of creating context for starting REDD-I, but need to realize that new, perhaps dramatically
better, implementation approaches may be developed
• Need to avoid “lock-in” to highly projectized approach:
12
NO PERIHAL URAIAN
Article 15 (2)
• Could acknowledge that regulation may change due to
internal changes as well as external changes : Article 26
- Project approach can build on existing carbon approaches,
but these have high transaction costs
• Need to move over time to programmatic approaches,
and be ready for this in regulations
• Simplicity should be sought wherever possible, and
close alignment with existing frameworks is key for this
• Collecting information
- Monitoring of non-carbon project outcomes (e.g.
development and biodiversity benefits): Appendix 5 (c)
- Harnessing demonstration projects for more detailed data collection to build national database—small investment in data management could yield big results: Appendix 5 (c)
4. Pembahasan oleh Mr. Dan Heldon (AusAID)
Note: The views expressed in this paper are personal and do not represent the official views of AusAID, the Australian Embassy in Jakarta or the Australian Government. We will prepare a better considered list of comments and questions to submit to you by 6 April.
NO PERIHAL URAIAN
1 Draft Permenhut The lessons learned on REDD in Indonesia will be extremely
important for progressing negotiations on REDD in the UNFCCC
leading to COP15 in Dec 2009.
This regulation on implementation procedures will be very useful
for stakeholders who are working to develop demonstration or
commercial REDD activities, and we note there are now at least 20
REDD activities in Indonesia at various stages of development by
government and donors, NGOs and the private sector.
• What is the role of Provincial Governments under this
Regulation? Can Provincial Governments be REDD proponents?
• Can Local (District) Governments be REDD proponents? Or can
they be proponents as Managers of FMUs (KPH)?
• Does the Regulation cover areas where Local Government has
issued permits for environmental services in Protection Forest
(IUPJL)?
• If both concessions and FMUs (KPH) can be REDD proponents,
what happens if there are concessions within a KPH and both
want to be a REDD proponent? Who will take precedence or
will the KPH and concession have to be joint proponents?
• Verification and peat: Given that there are no internationally
13
NO PERIHAL URAIAN
agreed methodologies for measuring and monitoring peat GHG
emissions, how can verification be done, ie. how will the
Independent Appraiser Institutions be able to verify emissions
from peat swamp forests if efficient and credible methodologies
are still being developed?
- Is it intended that the regulation will cover peat GHG
emissions within REDD activity frameworks?
• FORDA accrediting Independent Appraiser Institutions: We
think some principles for this should be that the process aims
for international standards and should be a process that is
acceptable to and builds confidence in the market. We think
CDM provides a useful model by requiring the publication of
appraisals and methodologies – this is good for international
standardisation, transparency and credibility of Indonesia’s
carbon market
2 REDD Commission We welcome the draft SK on a REDD commission. We note that it
has a broad spectrum of government representatives and hope
that this will encourage harmonisation of policies across sector
agencies. However the size of the commission may make it difficult
to manage – especially if the commission has to approve every
REDD activity proposal. Perhaps the commission should be
responsible for policy and establishing processes rather than
actually approving activity proposals. It would not be ideal if the
Commission delayed the approval of proposals for months. It is
also important that NGOs/civil society and local governments are
represented as a means of encouraging, openness, transparency
and contestability, although they are a small minority of the
Commission members.
The size of the technical team is also a strength but I wonder if
everybody in the technical team will be able to read and consider
applications and wonder if the 14 day response period to
applications in the draft SK is realistic. I also wonder if REDD
applications can be submitted for approval at any time or whether
there will be a few periods per year when applications can be
received?
5. Pembahasan oleh Prof. Singgih Rifat (Depkeu)
• Di Depkeu ada Pokja Kebijakan Fiskal untuk Perubahan Iklim. Pokja ini baru melaporkan kepada Menkeu tentang REDD.
NO PERIHAL/BAB URAIAN
1 BAB IX Pasal 24 Ayat (1) : Penerimaan negara yang bersumber dari pelaksanaan
REDD diatur dengan peraturan perundang-undangan
tersendiri.
Jawab : sudah diatur dalam UU PNBP No 20/1997
Ayat (2) : Distribusi penerimaan negara pada ayat (1) diatur
tersendiri
14
NO PERIHAL/BAB URAIAN
Jawab : sudah ada Permenkeu yang mengatur penetapan bagi
hasil SDH kehutanan dan distribusi ke daerah-daerah,
yang setiap tahun diperbaharui.
2 Payung Hukum dan
Petunjuk Teknis
• Yang paling mendesak adalah kebutuhan adanya payung
hukum/regulasi atau petunjuk teknis yang akan menjadi acuan
bagi stakeholder yaitu terutama Pemda, instansi terkait,
penduduk lokal dan investor.
3 BAB III, X dan XI • Ada beberapa pasal yang mengkhawatirkan jika permenhut ini
ditetapkan segera yaitu BAB III, X dan XI. Hal ini karena diatur
begitu longgar dan peranan pemda belum terlihat dengan baik.
4 Insentif Fiskal • Depkeu peranannya mengurus insentif fiskal. Hal ini akan dapat
dilakukan jika aturannya sudah jelas. Kami siap untuk
memberikan insentif fiskal, yang pentung sejauh mana insentif
fiskal tsb bermanfaat untuk kita.
• Bahwasanya perlu tim interdept.
• Perlu diperhatikan Kepmendagri No. 3/2008 tentang hubungan
pemda dan pihak LN.
5 Mekanisme
Penerimaan Dana
• Hal ini penting ditetapkan, walaupun penerimaan dana untuk
climate change saja belum ditetapkan.
• Sampai saat ini kita belum punya konsep/oeraturan pengelolaan
dana climate change secara keseluruhan, trust fund nya saja
belum ada. Oleh karena itu harus ada linknya antara bagaimana
mekanisme penerimaan dana dari LN untuk REDD, bagaimana
mekanisme jika menggunakan dana sendiri, bagaimana
distribusi insentif dari hasil REDD untuk para stakeholder terkait
serta bagaimana memanfaatkan dananya.
• Depkeu akan siap berpartisipasi agar adanya payung hukum
bagi REDD, sehingga proses ini bisa lebih cepat dengan hasil
yang lebih komprehensif.
Tanggapan Bapak Ir. Wahjudi Wardojo, M.Sc (moderator)
• Negara Indonesia agak tertinggal dengan negara lain dalam hal ini. Sebagai contoh negara Brazil dengan sangat cepat membangun amazon fund, sehingga dalam waktu singkat milyaran US dolar masuk ke negaranya.
• Depkeu diminta meluangkan waktu untuk menyiapkan mekanisme ini sehingga peluang kita tidak hilang.
6. Pembahasan oleh Mr. Heiner von Luepke (GTZ)
NO PERIHAL/BAB URAIAN
1 BAB I � The terms REDD credit and REDD certificate and REDD incentive require definitions. There seem to be some
inconsistencies in the use of these 3 terms. (CHAPTER 1
ARTICLE 1)
� Definition of forest degradations lacks the aspects of change of
quality in forest composition (CHAPTER 1 ARTICLE 1)
� Definition of forest (and deforestation) is not consistent with
15
NO PERIHAL/BAB URAIAN
UNFCCC terminology (CHAPTER 1 ARTICLE 1)
- Later consistency with UNFCCC framework should be
ensured
� REL: can be based on historical or future development trends?
2 BAB II The differentiation between aim and objective of REDD is not clear
(CHAPTER II: AIMS AND OBJECTIVES)
3 BAB III Bundling as such supports subnational activities e.g. districts- or
province-based approaches, however it is not clear how the
benefit-sharing is than arranged (CHAPTER III: LOCATION AND
REQUIREMENTS)
4 BAB IV The transparent work flow and time schedule for processing REDD
proposals, might create work overload for the commission given
the tasks stated. Depending on application the proposed set up for
the commission needs to have sufficient institutional resources for
this task. (CHAPTER IV: PROPOSAL, ASSESSMENT AND APPROVAL
PROCEDURES)
5 BAB VIII � Verification process refers to two steps, first the REDD proposal
and than monitoring. It is suggested to split the Article for more
clarity (CHAPTER VIII: VERIFICATION AND CERTIFICATION)
� Role of independent appraiser might be further defined
6 BAB IX � Benefit sharing in general is not clear yet
� What is management of emission reduction in the national
level? (CHAPTER IX: INCENTIVES DISTRIBUTION AND
LIABILITIES)
- Referring also to responsibilities of REDD proponents (Art
17)
7 Lampiran 5 dan 6 � Reference Emission levels on different implementation levels
have to be consistent with national REL, the procedure to
ensure so is not elaborated (APPENDIX 5)
� Appendix 5 and 6 needs further scrutiny
� Further comments will be submitted to Ministry of Forestry in due time
7. Pembahasan oleh Dr. Agus Setyarso (DKN)
NO PERIHAL URAIAN
1 Isu Dasar � Peraturan mengenai strategi nasional untuk REDD sebaiknya
diprioritaskan sebagai acuan penyusunan rencana Permenhut
dan pelaksanaannya.
� Posisi REDDI pada strategi nasional untuk perubahan iklim perlu
diketahui dan menjadi pembelajaran publik secara luas.
� Perlu dirumuskan penempatan posisi ekonomi insentif yang
16
NO PERIHAL URAIAN
mendasari persiapan, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di
dalam konteks strategi ekonomi nasional maupun ekonomi
sektor kehutanan.
� Perlu ditegaskan bahwa ekonomi insentif selalu terkait dengan
kepentingan publik, dan oleh karenanya peran multi-pihak.
Oleh sebab itu, REDD dan perdagangan karbon berbasis hutan
perlu ditampung di dalam RKTN yang menjadi acuan bagi
rencana-rencana kehutanan lainnya.
� Action plan untuk REDD dan perdagangan karbon berbasis
hutan perlu disusun sesuai dengan RKTN.
2 Isu Spesifik REDDI
dan RPermenhut
� Definisi mengenai hutan, hutan negara tidak sama dengan
definisi yang ada dalam sistem kehutanan (sistem peanganan
perubahan iklim dan sistem kehutanan belum klop)
� Dimana hasil konsultasi publik pertama yang diakomodasikan ke
dalam draft ini? Disarankan untuk menjaga traceability.
� Disarankan agar menempatkan karbon sebagai salah satu HHBK
dan menjadi bagian integral dari skema PHL � Kelas
perusahaan karbon setara dengan kelas perusahaan HHBK dan
jasa lingkungan yang sudah ada.
� Disarankan agar rancangan peraturan menteri menjadi lebih
efisien – menggunakan peraturan yang sudah ada mengenai
HHBK dan jasa lingkungan.
� Dugaan : belum mantapnya “knowledge” dan solidnya aspirasi
nasional mengenai REDD dan perdagangan karbon. Hal ini
dilihat dari ketiadaan strategi nasional dan terbitnya Permenhut
68/2008, Kepmenhut 455/2008, Kepmenhut 13/2009 dan
RPermenhut ini. Jika dugaan ini benar, maka disarankan untuk
tidak tergesa-gesa dalam penerbitan permenhut ini.
� Pendekatan sistemik kurang nampak pada rancangan
Permenhut, alur judul - maksud dan tujuan – lokasi dan
persyaratan, sampai dengan aturan peralihan.
� Permenhut ini terlihat seperti perangkat untuk perijinan usaha
bidang kehutanan untuk perdagangan karbon, sementara
lembaga perijinan sudah banyak.
� Setting komisi penanganan REDD termasuk tim teknis terlihat
sebagai tambahan birokrasi baru.
� Beberapa hal kurang dimengerti publik: pemantauan dari pelaku
REDD, sertifikasi perdagangan karbon, LPI yang disetujui Komisi
REDD, LPI yang diakreditasi oleh Badan Litbang, penerimaan
negara bersumber dari pelaksanaan REDD, jaminan
pelaksanaan REDD pada tingkat nasional, regristrasi nasional,
panganan pengurangan emisi nasional � yang diperlukan
adalah resource center yang dapat diakses oleh semua pihak
dan menjadi pembelajaran publik
� Peran lembaga asing perlu dioptimalkan tetapi diatur dan
dikendalikan secara jelas dan tegas.
� Peran dan posisi masyarakat tidak banyak diatur, mengapa?
Sebaiknya dilihat informasi dan pembelajaran dari pilot-pilot dan
pelaksanaan yang sedang berjalan.
� Pelaksanaan peraturan : berapa investasi dan pembiayaan
untuk persiapan, sosialisasi, instrumentasi, penyelenggaraan,
17
NO PERIHAL URAIAN
dan pengendalian peraturan ini?
� Terakhir : apakah ini peraturan untuk departemen kehutanan
hanya dalam kerangka merespon berbagai inisiatif dalam REDD/
perdagangan karbon? Atau ini peraturan untuk menyiapkan
program yang lebih komprehensif bagi seluruh segmen/pihak
yang berurusan dengan REDD di Indonesia ?
8. Pembahasan oleh Abdon Nababan (AMAN)
NO PERIHAL URAIAN
1 Proses penyusunan Prosesnya tidak dirancang dan difasilitasi sedemikian rupa untuk
menjamin adanya partisipasi yang efektif dari Masyarakat Adat.
Pengabaian struktural ini juga sangat nyata dalam draft
susunan/komposisi Komisi REDD yang tidak mengakomodasi
keberadaan Masyarakat Adat. Masyarakat adat adalah ‘rights-holders’, bukan semata-mata ‘stakeholders’
2 Isi RPermenhut � Isinya tidak mengandung inovasi (terobosan hukum) yang bisa
menjamin keberadaan hak-hak Masyarakat Adat atas karbon,
atas pohon-pohonan yang menyimpan karbon, dan atas
tanah/wilayah dimana pohon-pohonan (hutan) tersebut
tumbuh.
� Baik dari sisi proses maupun dari sisi isi, draft Permenhut dan
Kepmenhut ini sangat jauh dari semangat dan norma hukum
yang diamanatkan oleh UUD 1945 [Ps. 18 B dan Ps. 28 I] dan
juga tidak memenuhi Standar Internasional yang minimum
sebagaimana dimuat dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak
Masyarakat Adat
� Draft ini mengabaikan 2 realitas penting:
- Keberadaan hutan alam yang tersisa saat ini berada di
wilayah-wilayah adat yang terselamatkan oleh masih
bekerjanya kelembagaan dan hukum adat setempat.
- Areal-areal yang saat ini dibebani ijin usaha pemanfaatan
hasil hutan (IUPHH) pada umumnya sedang berkonflik
dengan Masyarakat Adat.
� REDD akan melanjutkan proses penentuan kebijakan yang
sentralistis dan kontrol yang semakin besar dari Pemerintah dan
lembaga-lembaga internasional atas sumberdaya hutan yang
secara turun-temurun diwarisi oleh Masyarakat Adat. Konflik
internal (yang menerima dan yang tidak dapat dana REDD) dan
eksternal akan meningkat di Masyarakat Adat
� REDD akan menjadi ancaman serius untuk penggusuran
Masyarakat Adat dari wilayahnya yang ditunjuk/diberi ijin oleh
Pemerintah menjadi “penyimpan karbon”
� Soal posisi hutan adat di UU 41 akan jadi persoalan. Dalam
REDD ini akan ada komoditisasi, kalau tidak jelas pemiliknya
maka tidak bisa diperjualbelikan. Jika ada hak atas karbon,
maka harus ada hak atas pohon dan hak atas tanah.
18
NO PERIHAL URAIAN
� Korupsi dan penipuan atas dana-dana internasional oleh elit
nasional dan daerah. Manipulasi representasi Masyarakat Adat
akan semakin meningkat.
� Dana dari REDD ini akan lebih banyak diraup oleh para perusak
hutan selama ini (perusahaan pemegang konsesi hutan dan
perkebunan), bukan bagi Masyarakat Adat yang secara turun-
temurun mempertahankan hutan alam di wilayah adatnya
� Istilah perambah hutan dan peladang liar akan potensial
digunakan kembali memojokkan praktek tradisional Masyarakat
Adat
SARAN :
� Diperlukan terobosan hukum untuk REDD yang mengacu pada
standar norma yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan standar
HAM internasional yang sudah tertuang dalam Deklarasi PBB
tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UN DRIPs).
� Pastikan partisipasi Masyarakat Adat yang efektif dalam
keseluruhan proses REDD. Untuk masyarakat adat, perlu politik
pengakuan, tidak bisa politik perijinan.
� Laksanakan prinsip “free, prior and informed consent” (FPIC)
untuk proyek REDD di wilayah-wilayah adat.
� Pastikan dukungan yang cukup bagi komunitas dan organisasi
Masyarakat Adat untuk memetakan wilayahnya, meningkatkan
kapasitasnya merevitalisasi kelembagaan adat dan menegakkan
hukum adat dalam pengelolaan tanah, wilayah dan hutan yang
ada didalamnya.
9. Pembahasan oleh Dishut Kaltim
NO PERIHAL/BAB URAIAN
1 Menimbang huruf a � Apakah konvensi ini sudah diratifikasi menjadi peraturan
perundang-undangan? Sehingga dapat menjadi payung hukum
penerbitan permenhut ini?
2 Mengingat � Perlu ditambah dengan Peraturan Pemerintah No. 38/2007
tentang pembagian urusan pemerintah....
3 Pasal 2 ayat (1) � Sebaiknya dimasukkan ke dalam BAB I. Pengertian
4 Pasal 4 ayat (3) � Pemerintah daerah dapat mengkoordinir pengusulan dan
pelaksanaan REDD. Perlu dipertegas mekanisme pengusulan :
oleh Gubernur atau Bupati, usulan kepada siapa (menteri)?
� Perlu diatur mekanisme entitas internasional dalam rangka
pelaksanaan REDD bersama entitas lokal
5 Pasal 5 ayat (1)
diubah menjadi
(1) Persyaratan REDD untuk areal IUPHHK-HA/HT/KM/HTR/RE
adalah :
a. (b)
b. (c)
c. (d)
(2) disesuaikan
ayat lama
19
NO PERIHAL/BAB URAIAN
6 Pasal 5 � Rekomendasi oleh pemda perlu dipertegas, apakah oleh
Gubernur atau Bupati
Saran : rekomendasi Gubernur kepada Menhut setelah ada
pertimbangan teknis dari Bupati, seperti pada permohonan/
perpanjangan IUPHHK/HA/HT.
7 Pasal 6 ayat (1) � Perlu rekomendasi Gubernur setelah ada “pertimbangan teknis”
dari Bupati, karena pembentukan KPHP/HL ada peran
GubernurBupati dalam (lihat PP 38/2007)
8 Pasal 7 ayat (1) � Perlu rekomendasi Gubernur setelah ada pertimbangan teknis
dari Bupati
9 Pasal 13 � Rekomendasi pemda (Gubenur/Bupati) sebaiknya masuk dalam
pasal ini
10 Pasal 24 � Distribusi penerimaan dari pelaksanaan REDD diatur dengan
peraturan perundang-undangan tersendiri : perlu diatur
masalah ini secara pararel dengan permenhut ini.
11 Lampiran 1 � Pemerintah daerah dapat memberikan rekomendasi
pelaksanaan REDD di daerahnya.
Saran :
- Rekomendasi Gubernur setelah ada pertimbangan teknis dari
Bupati
- Rekomendasi disampaikan kepada Menteri seperti pada
permohonan/perpanjangan IUPHHK/HA/HT
12 Lain-Lain � Permenhut ini setelah diundangkan, perlu disosialisasikan
kepada Gubernur dan Bupati se-Indonesia berkoordinasi dengan
Depdagri.
10. Pembahasan oleh APHI
• Adanya mekanisme untuk mengakses sumber dana, adalah insentif • Pada saat menginternalisasi kelola sosial dan kelola lingkungan tidak ada yang membayar, maka dana karbon ini dapat jadi alternatif pendanaan untuk kelola lingkungan dan kelola sosial.
1
Matrik Masukan dari APHI
NO PASAL MASUKAN KETERANGAN Tanggapan Kita (1
April 2009)
A Draft Permenhut tentang REDD
1. Mengingat Ditambah dengan : � UU No 20/1997 tentang PNBP � UU No 36/2008 tentang
Perubahan Keempat atas UU No 7/1983 tentang Pajak
Penghasilan
UU 36/2008 dimasukan karena bisa jadi penerimaan dari REDD adalah pajak,
karena bukan insentif melainkan pembayaran. Hal
ini dapat jadi bahan pertimbangan dalam
penyempurnaan bab 9 yang
masih rancu.
Dimasukan UU No 20/1997 (PNBP)
PP No.22/1997
UU 36/2008 (pajak)
2. Pasal 1 ayat (10) : Deforestasi adalah perubahan
secara permanen dari areal
berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan
oleh kegiatan manusia
Pasal 1 ayat (10) : Deforestasi adalah perubahan
secara permanen dari kawasan
hutan menjadi non kawasan hutan yang diakibatkan oleh kegiatan
manusia
Definisi FAO : Konversi hutan menjadi
kawasan untuk peruntukan
non hutan atau pengurangan tutupan tajuk pohon dalam
jangka waktu yang lama dengan tutupan di bawan
10% ambang minimum
(Global Forest Resources Assessment Update 2005.
Term and definitions – final version. FAO Rome, 2004)
Pasal 1 ayat (11) :
Degradasi hutan adalah penurunan kuantitas tutupan
hutan dan stok karbon selama periode tertentu yang
diakibatkan oleh kegiatan
manusia
Definisi kurang jelas Definisi FAO :
Perubahan-perubahan yang terjadi di hutan yang
berdampak negatif terhadap struktur atau fungsi tegakan
atau kawasan, dan dengan
demikian mempunyai
2
NO PASAL MASUKAN KETERANGAN Tanggapan Kita (1 April 2009)
kapasitas yang rendah untuk
menghasilkan produk-produk atau jasa-jasa lainnya (Global
Forest Resources Assessment
Update 2005. Term and definitions – final version. FAO
Rome, 2004).
Pasal 1 ayat (13) :
Demonstration activity REDD adalah kegiatan penyiapan infrastruktur pelaksanaan
REDD termasuk aspek teknis/metodologis, institusi
dan penanganan penyebab
deforestasi dan degradasi hutan
Demonstration activity adalah pengujian dan pengembangan metodologis, teknologi dan institusi pengelolaan hutan secara
berkelanjutan yang berupaya untuk mengurangi emisi karbon.
Sesuaikan dengan Permenhut
tentang Demonstration activity
3 Pasal 2 ayat (1) : Pengurangan emisi dari
deforestasi dan degradasi
hutan yang selanjutnya disebut REDD adalah semua
upaya pengelolaan hutan dalam rangka atau yang
menghasilkan pengurangan
penurunan kuantitas tutupan hutan dan pengurangan
penurunan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai
kegiatan, seperti demonstration activity dan/atau perdagangan karbon
untuk mendukung pembangunan nasional yang
berkelanjutan
Pengurangan emisi dari deforestasi
dan degradasi hutan yang
selanjutnya disebut REDD adalah semua upaya pengelolaan hutan
dalam rangka pencegahan dan atau pengurangan penurunan kuantitas
tutupan hutan yang dilakukan
melalui berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan nasional
yang berkelanjutan.
Statement Joseph Stiglizt : Mempertahankan hutan yang
ada dan membangun hutan
yang baru juga harus masuk dalam skema REDD
3
NO PASAL MASUKAN KETERANGAN Tanggapan Kita (1 April 2009)
Pasal 2 ayat (2) :
Maksud dari kegiatan REDD adalah untuk mengurangi
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
Pasal 2 ayat (2) :
Maksud dari kegiatan REDD adalah untuk mencegah dan mengurangi
emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.
4 Pasal 4 ayat (1) : Entitas nasional bersama
entitas internasional.
Pasal 4 ayat (1) : Entitas nasional baik secara mandiri
ataupun bersama entitas internasional dalam kemitraan yang
sinergis.
Pasal 4 ayat (4) : Pelaku dari entitas
internasional terdiri dari Pemerintah/Badan
Usaha/Organisasi internasional
yang menyandang dana untuk pelaksanaan REDD.
Pasal 4 ayat (4) : Pelaku dari entitas internasional
terdiri dari Pemerintah/Badan Usaha/Organisasi internasional,
yayasan/perorangan (philantrophy)
yang menyandang dana untuk pelaksanaan REDD.
5 Pasal 16 ayat (1) butir a : Pelaku demonstration activities REDD mempunyai hak : Entitas nasional
memperoleh insentif atas upaya penurunan emisi dari
deforestasi dan degradasi
yang dilakukan.
Pasal 16 ayat (1) butir a : Pelaku demonstration activities REDD mempunyai hak : Entitas nasional memperoleh insentif atas
upaya demonstration activity yang dilakukan.
6 Pasal 20 ayat (6) :
Sertifikasi perdagangan
karbon REDD dapat dilakukan oleh lembaga independen
yang disetujui oleh Komisi REDD.
Pasal 20 ayat (6) :
Sertifikasi perdagangan karbon
REDD dilakukan oleh lembaga independen yang disetujui oleh
Komisi REDD
4
NO PASAL MASUKAN KETERANGAN Tanggapan Kita (1 April 2009)
7 Pasal 22 ayat (1) :
Sebelum ada keputusan negara pihak Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim
mengenai mekanisme pelaksanaan REDD ditingkat
internasional, Menteri menugaskan unit organisasi yang bertanggung jawab di
bidang penelitian dan pengembangan kehutanan
untuk melakukan akreditasi
Lembaga Penilai Independen
Mohon penjelasan, apakah yang dimaksud adalah ratifikasi ?
8 Pasal 24 ayat (1) : Penerimaan negara yang
bersumber dari pelaksanaan
REDD diatur dengan peraturan perundang-undangan
tersendiri.
Pasal 24 ayat (1) :
Penerimaan negara yang bersumber
dari pelaksanaan REDD diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ada.
Pasal 24 ayat (2) :
Distribusi penerimaan negara pada ayat (1) diatur tersendiri.
Pasal 24 ayat (2) :
Jenis penerimaan negara sebagaimana dimaksud ayat (1)
terdiri dari : a. Provisi Sumber Daya Hutan
(PSDH)
b. Pajak penghasilan atas transaksi jasa lingkungan
yang menghasilkan karbon
Pasal 24 ayat (3) :
5
NO PASAL MASUKAN KETERANGAN Tanggapan Kita (1 April 2009)
Untuk REDD yang berasal dari
hutan negara dikenai PSDH dan pajak penghasilan.
Pasal 24 ayat (4) : Untuk REDD yang berasal dari
hutan hak dikenai pajak penghasilan.
9 Pasal 25 ayat (1) :
Dihapus, diganti menjadi
Pasal 25 ayat (1) :
Pelaku REDD yang melakukan kerjasama kemitraan dengan
entitas internasional berhak
menerima pembayaran dari mitranya :
a. Minimal sebesar biaya yang telah dikeluarkan (opportunity cost) akibat perubahan pola produksi dan tata guna lahan
yang ramah lingkungan,
ditambah keuntungan wajar sesuai kesepakatan; dan/atau
b. Minimal sebesar kehilangan penghasilan (opportunity lost)
sebagai akibat dari perubahan
pola produksi dan tata guna lahan yang ramah lingkungan,
ditambah keuntunugan wajar sesuai kesepakatan.
Pasal 25 ayat (2) : Dihapus, diganti menjadi
Pasal 25 ayat (2) :
Pelaku REDD yang tidak melakukan
kerjasama kemitraan dengan
6
NO PASAL MASUKAN KETERANGAN Tanggapan Kita (1 April 2009)
entitas internasional dapat
menggunakan jasa perantara dengan imbalan sesuai dengan
kebiasaan yang berlaku umum
sebesar ± 2%.
Pasal 25 ayat (3) : Dihapus, diganti menjadi
Pasal 25 ayat (3) :
Kesepakatan entitas nasional
dengan para pihak harus dilaporkan kepada komisi REDD.
B Draft Lampiran Permenhut tentang REDD
1 Lampiran 1 3. Kesesuaian antara rencana
pelaksanaan REDD dengan prioritas pembangunan
termasuk program
pengentasan kemiskinan
Agar menjadi perhatian ketika
rencana pelaksanaan REDD misalnya avoiding deforestation
tidak sesuai dengan prioritas
pembangunan termasuk program pengentasan kemiskinan.
2 Lampiran 2
A.5. Kelayakan ekonomi
� Kelayakan ekonomi harus dapat
mengcover opportunity cost dan opportunity lost serta seluruh
biaya transaksi. � Harus ada kesepakatan
mengenai cost component.
Tata kelola (governance): efisiensi dan efektifitas
birokrasi (kejelasan tentang peran, tanggung jawab dan
tanggung gugat antar pihak),
dan penegakan hukum
Diganti menjadi : Tata kelola (governance): efisiensi dan efektifitas birokrasi (kejelasan tentang peran, tanggung jawab dan
tanggung gugat antar pihak), dan
kerangka hukum, serta komitmen pelaku REDD untuk mengubah
7
NO PASAL MASUKAN KETERANGAN Tanggapan Kita (1 April 2009)
perilaku (pola produksi dan tata
guna lahan yang ramah lingkungan)
3. Lampiran 4. No. 1 Perlu ditambah dengan kelayakan
ekonomi
4. Lampiran 5.
C.3. Pemantauan dilakukan secara periodik oleh pelaku,
Pemerintah Daerah dan
Dephut paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali kecuali
untuk periode sampai dengan 2012 dilakukan setiap tahun.
Apakah tidak lebih baik dilakukan oleh lembaga independen yang sama (surveillance) ?
5. Lampiran 6. 1.f. Transparansi dan fairness dalam pembagian insentif kegiatan REDD dan kontribusi
terhadap tujuan konvensi dan
pembangunan nasional
Diganti menjadi : Transparansi dan fairness dalam
pembagian manfaat kegiatan REDD dan kontribusi terhadap tujuan
konvensi dan pembangunan
berkelanjutan (PHL).
C Draft Kepmenhut tentang Komisi REDD
1 Lampiran 1. Susunan anggota komisi REDD
� Personil komisi REDD 100% birokrat, apakah akan efektif ?
� Perlu dipelajari pengalaman lembaga serupa yang telah ada.
2 Lampiran 2. Susunan anggota
tim teknis
Sebaiknya ada wakil dari APHI