konservasi owa jawa

Upload: ika-bhineka-lestari-pertiwi

Post on 10-Jan-2016

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

owa jawa

TRANSCRIPT

  • KONSERVASI OWA JAWA

    Ika Bhineka Lestari Pertiwi

    Caisar Aditya

    Mukaromatul Afsoh

  • Pendahuluan Owa jawa (Hylobates moloch) merupakan satu-satunya

    jenis kera kecil yang terdapat di pulau Jawa.

    Owa Jawa memiliki tubuh yang ditutupi rambut berwarna keperakan atau kelabu. Bagian atas kepalanya berwarna hitam. Bagian muka seluruhnya juga berwarna hitam dengan alis berwarna abu-abu yang menyerupai warna keseluruhan tubuh. Panjang tubuh berkisar antara 750 - 800 mm. Berat tubuh jantan antara 4-8 kg sedangkan betina antara 4-7 kg. Owa jawa tidak memiliki ekor, dengan tangan jauh lebih panjang daripada kaki serta memiliki suara yang lantang dan khas. Suara khas owa jawa betina yang dikeluarkan pada pagi hari (morning call) bisa terdengar sampai radius 1 km. sistim organisasi sosial owa jawa adalah keluarga monogami, beranggotakan 2-6 individu (Supriatna & Wahyono, 2000).

  • Menurut Jolly (1972) dan Haimoff (1983),

    klasifikasinya sebagai berikut :

    Phylum : Chordata

    Class : Mamalia

    Ordo : Primata

    Famili : Hylobatidae

    Genus : Hylobates

    Spesies : Hylobates moloch Audebert,1798

  • Didalam peraturan perundangan Indonesia, owa jawa termasuk jenis satwa yang dilindungi:

    PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar.

    Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 57/Menhut-II/2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008 2018 Owa Jawa berada pada status konservasi prioritas tinggi

    Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) merupakan spesies Critically Endangered.

    Convention on International Trade of Endangered Spesies of Flora and Fauna (CITES) (UNEP-WCMC 2009) menggolongkan Owa jawa masuk dalam kategori apendiks 1 yang berarti satwa ini terancam punah dan perdagangannya harus diatur sangat ketat hanya boleh untuk hal-hal khusus.

  • Owa jawa berada pada kawasan hutan hujan

    tropis mulai dari dataran rendah, hingga

    pegunungan dengan tinggi 1.400 1.600 mdpl. Ada kemungkinan Owa jawa hanya terdapat

    sampai ketinggian 1.400 1.600 m karena lebih dari ketinggian tersebut telah terjadi perubahan

    tipe vegetasi yang tidak mendukung sebagai

    habitat Owa jawa.

    Daerah jelajah berkisar antara 16-17 ha, dan

    jelajah hari-annya dapat mencapai 1500 m.

    (Supriatna & Wahyono, 2000).

  • Peta penyebaran Owa jawa di Jawa Barat dan sebagian

    Jawa Tengah

  • Distribusi owa jawa meliputi kawasan hutan di

    Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah.

    Penyebaran di Jawa Barat seperti di Taman

    nasional Gunung Gede Pangrango, Taman

    nasional Gunung Halimun, Taman nasional Ujung

    Kulon, Cagar Alam Gunung simpang dan leuweng

    sancang sedangkan didaerah Jawa Tengah sekitar

    Gunung slamet dan Pegunungan dieng. (Supriatna

    dan Tilson, 1994).

    Selain penyebarannya yang terbatas, populasinya

    pun diperkirakan kurang dari jumlah 5.000 ekor di

    alam.

  • Ancaman bagi kelangsungan hidup owa jawa:

    Perambahan di habitat owa jawa di dalam kawasan konservasi

    dan hutan lindung

    Ancaman fragmentasi habitat owa jawa

    Perburuan, perdagangan dan kepemilikan.

    Masih terdapat pembalakan liar, perambahan dan pemukiman di

    dalam kawasan konservasi

    Belum optimalnya penegakan hukum

    Konversi hutan: aktivitas geothermal, penambangan, kebakaran

    hutan, pembuatan jalan infra struktur, pemukiman.

    Sistem monogami dengan Jarak kelahiran 3-4 tahun, masa

    kehamilan 197 210 hari jumlah anak yg dilahirkan 1- 2 ekor.

  • Menurut Supriatna dan Wahyono (2000),

    awalnya owa jawa terdapat di sebagian

    hutan-hutan di Jawa Barat, dan Jawa

    Tengah menempati habitat seluas 43.274

    km2, tetapi kini keberadaannya semakin

    terdesak dan hanya tinggal di daerah yang

    dilindungi yang luasnya sekitar 600 km2,

  • Tabel 1 . Luas Habitat dan Perkiraan Jumlah Populasi yang

    penting untuk langkah-langkah konservasi yang efektif

  • Tabel 2. Konservasi In situ dan Eks Situ Owa Jawa

    berdasarkan Gates (1998) dan Nijman (2002). Mengacu

    pada jumlah rata-rata individu per populasi.

  • Tabel 3. Kondisi habitat owa jawa pada masing-masing

    tingkat kesesuaian sebagai acuan konservasi

  • Beberapa upaya konservasi Owa Jawa

    Workshop Population dan Habitat Viability Analysis

    Berfokus pada distribusi, status, dan ancaman populasi

    owa jawa di alam, dan pada tahun 1997, diselenggarakan untuk

    membahas strategi untuk penyelamatan dan rehabilitasi. Hasil

    yg didapat telah digunakan untuk pedoman untuk

    penyelamatan owa jawa di alam dan untuk petunjuk lebih lanjut

    dalam penelitian, dan pemantauan populasi. Sampai saat ini,

    prestasi besar yang telah dilakukan adalah penciptaan Taman

    Nasional Gunung Ciremai dan pengembangan kawasan

    konservasi dengan menggabungkan TN Gunung Salak-Gunung

    Halimun dan memperluas TN Gunung Gede Pangrango dan

    lebih dari dua kali lipat luas habitat yang dilindungi untuk Owa

    jawa.

  • Javan Gibbon Center

    Pada Kongres Internasional Primatological Society

    (IPS), yang diselenggarakan di Adelaide, Australia, pada tahun

    2001 organisasi nonpemerintah internasional (LSM)

    Conservation International (CI) dan Silvery Gibbon Project

    (SGP) dan Silvery Gibbon Project (SGP, Australia) sepakat

    untuk bekerja sama untuk membangun Javan Gibbon Center

    (JGC) untuk :

    (1) Menyita owa jawa peliharaan

    (2) Mengelola populasi ex situ

    (3) Melakukan penelitian noninvasif, termasuk genom sumber

    daya ekonomi

    (4) memberikan penyuluhan untuk kesadaran masyarakat

    dan program pendidikan yang berfokus pada Owa jawa

    dan statusnya terancam di alam liar.

  • Perlindungan terhadap owa jawa telah dilindungi sejak

    1924 ketika ordonasi perburuan pertama diberlakukan

    (Kappeler, 1984). Pemerintah Indonesia melalui UU No. 5

    Tahun 1990, SK Menteri Kehutanan No. 301/ kpts-ii/1991

    dan SK Menteri Kehutanan No 882/ kpts-ii/ 1992, dengan

    hukuman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

    denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta

    rupiah), bagi mereka yang memburu atau memelihara

    tanpa ijin.

  • Terima Kasih