konservasi lima jenis bambu ditinjau dari stimulus … · bahan dan alat 2 jenis data 3 ......

39
KONSERVASI LIMA JENIS BAMBU DITINJAU DARI STIMULUS MANFAAT REBUNG EVA FAUZIAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: dangnhi

Post on 09-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KONSERVASI LIMA JENIS BAMBU DITINJAU DARI

STIMULUS MANFAAT REBUNG

EVA FAUZIAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konservasi Lima

Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat Rebung adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Eva Fauziah

NIM E34090116

2

ABSTRAK

EVA FAUZIAH. Konservasi Lima Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat

Rebung. Dibimbing oleh ERVIZAL AM. ZUHUD dan SYAMSUL HIDAYAT.

Rebung merupakan bagian tumbuhan yang berfungsi sebagai nutraceutical

satau sering disebut makanan fungsional, selain dapat dijadikan sebagai pangan

juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

jenis rebung terbaik dan mengkaji stimulus manfaat mengenai rebung serta

mengidentifikasi aksi konservasi bambu yang dilakukan oleh masyarakat

Kampung Pasir Peundeuy. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Uji

Organoleptik IPB, Balai Besar Industri Agro (BBIA), dan Kampung Pasir

Peundeuy Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor pada bulan Juni-Agustus 2013.

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan uji Organoleptik dan uji HCN

untuk mengetahui jenis rebung yang unggul, observasi lapang dan wawancara

dengan metode snowball untuk kajian pemanfaatan rebung dan kondisi umum

bambu. Berdasarkan hasil penelitian, rebung dari bambu gombong merupakan

jenis terbaik dengan parameter warna sebesar 5.49, aroma 4.71, tekstur 5.60 dan

rasa 4.20 dan kandungan asam sianida terendah sebesar 53 mg/kg. Adapun bentuk

pemanfaatan rebung yang dilakukan masyarakat yaitu untuk pangan sebesar 80%

dan obat 20%. Konservasi terhadap bambu masih kurang, karena hanya 30%

responden yang pernah melakukan budidaya bambu.

Kata Kunci: konservasi, rebung, stimulus manfaat.

ABSTRACT

EVA FAUZIAH. Conservation of the Five Types of Bamboo are Reviewed from

Stimulus Benefits of Bamboo Shoots. Supervised by ERVIZAL AM. ZUHUD

and SYAMSUL HIDAYAT.

Bamboo shootsis a part plant that useful as nutraceuticals or commonly

called as functional foods, and also beneficial for health. The purpose of this

research is to identify the best type of bamboo shoots and review stimulus

benefits of bamboo shootand identified bamboo conservation actions by the

community Kampung Pasir Peundeuy. This research was done at Organoleptic

Test Laboratory IPB, Center for Agro Industry (BBIA), and Kampung Pasir

Peundeuy Bogor from June-August 2013. The data was collected by Organoleptic

test and cyanide test to determine the type of bamboo shoots superior, field

observation and interviewing by snowball method. Based on the research, the

bamboo shoots of bamboo gombong the best type with color parameters of 5.49,

4.71 for scent, 5.60 for texture and 4.20 for flavor. Bamboo gombong has the

lowest levels of cyanide at 53 mg/kg. The usefulness type of bamboo shoot which

is done by village public are 80% for food and 20% for medicine. Conservation of

bamboo is still less, because 30 % of respondents who ever did the cultivation of

bamboo.

Keywords: bamboo shoots , conservation, stimulus benefits.

3

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KONSERVASI LIMA JENIS BAMBU DITINJAU DARI

STIMULUS MANFAAT REBUNG

EVA FAUZIAH

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

2

3

Judul Skripsi :Konservasi Lima Jenis Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat

Rebung

Nama : Eva Fauziah

NIM : E34090116

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS

Pembimbing I

Ir R Syamsul Hidayat, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

4

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT.atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konservasi Lima Jenis

Bambu Ditinjau dari Stimulus Manfaat Rebung”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud,

MSselaku pembimbing pertama dan Ir R Syamsul Hidayat, MSi selaku

pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis

dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Mama dan Bapak atas

motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis dalam menjalankan studinya.

Terima kasih kepada suami tercinta Eko Suhardiono dan putri kecil Nadhifa Al-

Fathiyya yang telah memberi motivasi dan semangat dalam menyelesaikan

penelitian ini.Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang

telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Bogor, Februari 2014

Eva Fauziah

5

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Jenis Data 3

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Bambu di Kampung Pasir Peundeuy 6

Uji Organoleptik 7

Kandungan Asam Sianida pada Rebung 10

Pengetahuan Masyarakat terhadap Pemanfaatan Rebung 12

Aksi Konservasi Bambu 16

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

6

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan teknik pengolahan data 3

2 Jenis bambu yang tumbuh di Kampung Pasir Peundeuy 7

3 Kandungan HCN pada lima jenis rebung 11

4 Komposisi rebung per 100 gram 13

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi lahan bambu 7

2 Nilai organoleptik warna terhadap lima jenis rebung 8

3 Warna rebung 8

4 Nilai organoleptik aroma terhadap lima jenis rebung 9

5 Nilai organoleptik tekstur terhadap lima jenis rebung 9

6 Nilai organoleptik rasa terhadap lima jenis rebung 10

7 Persentase pemanfaatan jenis rebung 12

8 Contoh bentuk pemanfaatan rebung 13

9 Persentase responde yang membudidayakan bambu 14

10 Teknik budidaya bambu 15

11 Kaitan stimulus rebung dan bambu dengan sikapmasyarakat 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data uji organoleptik warna rebung 20

2 Data uji organoleptik aroma rebung 21

3 Data uji organoleptik tekstur rebung 22

4 Data uji organoleptik rasa rebung 23

5 Data responden dan pemanfaatan rebung oleh masyarakat 24

6 Bambu di Kampung Pasir Peundeuy 26

7 Teknik budidaya bambu 27

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu adalah salah satu hasil hutan non kayu yang mempunyaiperanan

sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Selain itu, bambu juga dapat

digunakan sebagai alternatif pengganti kayu, sehingga penggunaan bambu ini

diharapkan dapat mengurangi penebangan pohon di hutan. Bambu dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, perabotan rumah tangga, kerajinan, alat

musik dan salah satu bagian bambu yang dapat dimanfaatkan adalah bambu muda

atau biasa disebut rebung yaitu tunas muda tanaman bambu yang muncul di

permukaan dasar rumpun. Tunas muda bambu tersebut digolongkan ke dalam

sayuran atau pangan dan memiliki cita rasa yang enak. Bambu yang penting

sebagai penghasil rebung yaitu dari genus Gigantochloa dan Dendrocalamus.

Rebung mempunyai posisi yang cukup penting dalam menu masyarakat di

berbagai Negara Asia timur, sepert Cina, Taiwan, Korea dan Jepang, sehingga

budidaya dan teknologi pengolahannya sudah jauh berkembang (Winarno 1992).

Rebung merupakan bagian tumbuhan yang memiliki potensi sebagai obat

dan sumber nutrisi yang cukup baik. Namun demikian masyarakat belum banyak

yang mengetahui bahwa tidak semua jenis rebung aman untuk dikonsumsi. Hal ini

karena setiap rebung memiliki kandungan asam sianida (HCN) yang berbeda-beda.

Menurut Asrori (2008) HCN atau asam sianida merupakan asam lemah yang

bersifat korosif dan apabila dikonsumsi langsung akan membahayakan tubuh.

Andoko (2003) menyatakan apabila rebung bambu mengandung HCN yang tinggi

maka akan memiliki ciri rasa yang pahit dan berbahaya untuk dikonsumsi.

Berdasarkan kasus yang terjadi di masyarakat, banyak masyarakat yang memanen

rebung tanpa mengetahui jenis rebung mana yang aman dikonsumsi. Pemanenan

rebung yang salah dapat menganggu kelestarian bambu, karena rebung yang

seharusnya dapat tumbuh menjadi bambu terbuang sia-sia. Oleh karena

itu,diperlukan analisis lebih lanjut mengenai uji organoleptik dan kandungan asam

sianida (HCN) dari beberapa rebung yang tidak membahayakan bagi kesehatan

sehingga diperoleh spesies bambu yang menghasilkan rebung terbaik yang aman

dikonsumsi.

Konsep Tristimulus Amar Pro-Konservasi merupakan pendorong utama

untuk membangun sikap masyarakat yang pro-konservasi. Sikap masyarakat

tersebut dipengaruhi oleh tiga stimulus yaitu stimulus alamiah, stimulus manfaat

dan stimulus rela (Zuhud et al. 2007). Dalam penelitian ini mengkaji stimulus

manfaat dari rebung yang sepatutnya dapat mendorong sikap dan aksi konservasi

masyarakat terhadap bambu. Adapun pemilihan lima jenis bambu dalam

penelitian ini yaitu berdasarkan jumlah populasi bambu penghasil rebung dari

bambu betung, gombong, tali, ater dan mayan yang cukup banyak di masyarakat,

namun pemanfaatannya belum optimal. Kajian pemanfaatan rebung yang

dilakukan oleh masyarakat Kampung Pasir Peundeuy Desa Sukaharja Bogor

merupakan salah satu lokasi yang banyak ditumbuhi oleh berbagai jenis bambu.

Oleh karena itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan

untuk memotivasi masyarakat dalam pemanfaatan rebung baik sebagai pangan

2

maupun obat dan selanjutnya masyarakat terdorong untuk melakukan aksi

konservasi terhadap bambu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi spesies bambu yang menghasilkan rebung pangan terbaik

dan mengkaji stimulus manfaat rebung dari lima jenis bambu berdasarkan uji

organoleptik dengan parameter warna, aroma, tekstur dan rasa.

2. Mengidentifikasi aksi konservasi bambu yang dilakukan oleh masyarakat

Kampung Pasir Peundeuy.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenaijenis rebung yang aman dikonsumsi dan bermanfaat baik untuk pangan

maupun obat. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan sosialisasi dan

penyuluhan kepada masyarakat sehingga diharapkan masyarakat akan terdorong

untuk melakukan aksi konservasi terhadap bambu.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan diLaboratorium uji Organoleptik Fakultas

Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Balai Besar Industri Agro (BBIA)

dan Kampung Pasir Peundeuy Ciomas Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan

Juni-Agustus 2013.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 (lima) jenis

bambu muda atau rebung yang terdiri dari bambu betung (Dendrocalamus asper),

bambu ater (Gigantochloa atter), bambu gombong (Gigantochloa verticillata),

bambu mayan (Gigantochloa robusta) dan bambu tali (Gigantochloa apus).

Adapun Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis kandungan HCN (asam

sianida) adalah Aquadest (H2O), Argenti nitrat (AgNO3), NaOH dan NH4OH dan

Kl.

Peralatan yang digunakan dalam uji organoleptik adalah pancistainless

steel, toples, pisau, alat tulis dan kamera digital. Adapun peralatan untuk uji

kandungan HCN adalah buret 50 ml, corong gelas, erlenmeyer, labu ukur 100 ml,

label, pipet tetes, pipet volume dan timbangan analitik.

3

Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan teknik pengolahan data

No. Jenis Data Uraian Sumber Data Metode

1 Kondisi umum

bambu Budidaya bambu

Jenis dan jumlah

bambu

Masyarakat

Kampung

Pasir

Peundeuy

Observasi

lapang dan

wawancara

2 Jenis unggul

rebung Parameter warna,

aroma, tekstur dan

rasa

Laboratorium Uji

Organoleptik

3 Kandungan

asam sianida

(HCN)

Menganalisis

kandungan HCN

dari setiap jenis

rebung yang

diujikan

Laboratorium Titrimetri

4 Pemanfaatan

Rebung

Jenis rebung yang

dimanfaatkan

Cara olah

Masyarakat

Kampung

Pasir

Peundeuy

Wawancara

Metode Pengumpulan Data

Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mencari informasi-informasi tentang teori,

metode dan konsep yang relevan dengan permasalahan. Literatur yang

digunakanyaitu berkaitan dengan bioekologis bambu, manfaat dan kandungan

nutrisi rebung dan teknik pengurangan kandungan asam sianida.

Uji Organoleptik

Menurut SNI 01-2346-2006 pengujian organoleptik merupakan cara

pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk

pengukuran daya terima terhadap makanan. Menurut Riwan (2008) indera yang

digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah:

1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan

bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta

bentuk bahan.

2. Indera peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur, dan konsistensi. Struktur

merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan

yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi

merupakan tebal, tipis, dan halus.

3. Indera pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator

terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan

produk tersebut telah mengalami kerusakan.

4

4. Indera pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan

mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa pahit pada bagian belakang lidah.

Uji organoleptik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Uji rating

hedonik. Pada uji rating hedonik, panelis diminta untuk menilai atribut sensori

tertentu produk meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa berdasarkan tingkat

kesukaannya (Adawiyah dan Waysima 2009). Dalam penelitian ini, digunakan

panelis tidak terlatih yang bertujuan agar tidak terjadi bias sebanyak 30 orang.

Panelis tidak terlatih merupakan orang awam yang hanya diperbolehkan untuk

menilai sifat-sifat oranoleptik yang sederhana, seperti sifat kesukaan (hedonik).

Uji organoleptik dilakukan terhadap lima jenis rebung yang sudah diolah.

Para panelis dibimbing untuk menempati ruang uji organoleptik yang bersekat

(booth) sehingga antara satu panelis dengan panelis lain tidak dapat saling

berdiskusi. Panelis diminta untuk mencicipi sampel dan memberikan pendapat

dalam kuisioner dengan memberikan tanda cek (√) pada pilihan menurut persepsi

panelis. Kuisioner yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala

kategori 7-pointyaitu 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4

= netral; 5 = agak suka; 6 = suka dan 7 = sangat suka.

Berikut ini adalah prosedur persiapan sampel untuk pengujian

organoleptik :

Penyiapan Bahan

Pada awal pelaksanaan penelitian ini dilakukan pemanenan atau

pengambilan sampel lima jenis rebung yaitu bambu betung, bambu gombong,

bambu ater, bambu mayan dan bambu tali. Umumnya rebung yang diambil adalah

rebung yang masih muda atau yang baru keluar dari dalam tanah. Rebung yang

dipanen didalam tanah akan menghasilkan rebung yang berwarna putih dan

lembut sedangkan rebung yang sudah hijau dan kuncupnya membuka tidak

diambil karena rasanya yang pahit. Disamping itu, tinggi rebung yang siap panen

adalah sekitar 20 cm dengan diameter 7 cm atau umur 2 bulan.

Pencucian Bahan

Pencucian adalah membuang kotoran dan mengurangi residu yang masih

tertinggal pada rebung. Rebung yang sudah dipanen dapat dibersihkan dari tanah

yang menempel dengan menggunakan air yang mengalir. Proses selanjutnya yaitu

pengupasan kulit rebung dengan secepat mungkin untuk menghindari perubahan

warna. Setelah itu dapat dilakukan pemotongan bagian atas dan bagian bawah

(bonggol) rebung dan rebung siap untuk diolah.

Pengolahan Rebung

Pengolahan rebung dilakukan dengan teknik perebusan. Perebusan

menggunakan alat yang terbuat dari stainless steel untuk menghindari terbawanya

ion-ion logam (besi atau logam) yang dapat mempercepat timbulnya reaksi

browning sehingga warna bahan makanan khususnya rebung menjadi kecoklatan

(Sulistyiowati 2001). Penambahan garam secukupnya pada rebusan rebung itu

sangat diperlukan untuk mengurangi dan menetralisir rasa pahit dan bau

menyengat yang keluar dari rebung tersebut. Menurut Choudhury (2010) fungsi

penambahan garam adalah untuk memperbaiki rasa yaitu untuk menetralkan rasa

5

pahit dan rasa asam, membangkitkan selera, mempertajam rasa manis,

mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, bersifat higroskopis dan dapat

mengurangi kelarutan oksigen. Adapun waktu perebusan untuk kelima jenis

rebung sama yaitu sekitar 20 menit sampai tekstur rebung tidak keras dan dapat

dimakan.

Uji Kandungan Asam Sianida (HCN)

Pengujian kandungan asam sianida (HCN) menggunakan metode titrimetri.

Metode titrimetri adalah pengukuran jumlah larutan yang digunakan untuk

mentitrasi yang bereaksi dengan analit. Menurut Suciati (2012) metode titrimetri

dapat dilakukan yaitu dengan menimbang 20 gram sampel rebung yang telah

dihaluskan kemudian ditambahkan 100 ml aquadest dalam erlenmeyer dan

didiamkan selama 2 jam. Selanjutnya ditambahkan 100 ml aquadest dan

didestilasi dengan uap. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi

dengan 20 ml NaOH (Natrium hidroksida) 2.5%. Setelah didestilasi mencapai

volume 150 ml maka proses destilasi dihentikan. Destilatsi kemudian

ditambahkan 5 ml Kl (Kalium iodide) 5% dan 8 ml NH4OH (amoniak). Campuran

destilat tersebut dititrasi dengan larutan AgNO3 (Argenti nitrat) 0.02 N sampai

terjadi kekeruhan.

Wawancara

Wawancara dilakukan kepada masyarakat Kampung Pasir Peundeuy untuk

mengetahui pemanfaatan rebung dengan menggunakan kuisioner sebagai panduan

wawancara. Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka.

Pemilihan responden dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu

menentukan responden kunci (key person) untuk kemudian menentukan

responden lainnya berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Wawancara

dihentikan ketika tidak ada penambahan informasi dari responden. Jumlah

responden yang diwawancarai sebanyak 30 orang.

Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh akan dianalisis dengan cara sebagai

berikut:

Uji organoleptik

Data hasil uji rating hedonik diolahdengan menghitung hasil rata-rata skor

penilaian responden pada lima jenis rebung yang diujikan terhadap parameter

warna, aroma, tekstur dan rasa. Rata-rata skor penilaian responden dapat dihitung

dengan rumus :

Uji kandungan asam sianida (HCN)

Kandungan asam sianida dihitung dengan rumus :

6

Wawancara

Data hasil wawancara dengan masyarakat mengenai jenis dan pemanfaatan

rebung dianalisis dengan cara sebagai berikut:

Pemanfaatan jenis rebung

Persentase pemanfaatan jenis rebung yang dilakukan oleh masyarakat

Kampung Pasir Peundeuy dapat dihitung dengan cara berikut:

Bentuk pemanfaatan rebung

Persentase bentuk pemanfaatan rebung oleh masyarakat Kampung Pasir

Peundeuy dapat dihitung dengan cara berikut:

Budidaya bambu

Persentase masyarakat yang melakukan budidaya terhadap bambu di

Kampung Pasir Penudeuy dapat dihitung dengan cara berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Bambu di Kampung Pasir Peundeuy

Bambu merupakan tanaman berumpun, termasuk suku poaceae.Bambu

mudah dibedakan dengan tumbuhan lain karena bambu memiliki batang yang

berbentuk buluh, beruas, berbuku-buku, berongga, mempunyai cabang, berimpang

dan mempunyai daun buluh yang menonjol (Sutarno 1996). Tanaman inimudah

tumbuh dalam berbagai kondisi yaitu dapat tumbuh pada iklim kering sampai

tropika basah, pada kondisi subur dan kurang subur serta dari dataran rendah

sampai lereng-lereng gunung atau tebing-tebing sungai.

Kampung Pasir Peundeuy merupakan salah satu lokasi yang cocok

ditanami bambu, hal ini terlihat dari populasi bambu yang cukup banyak dan

beragam.Bambu yang tumbuh di RW 5 dan 7 Kampung Pasir peundeuy terdapat 8

jenis. Bambu-bambu tersebut tumbuh disekeliling rumah warga. Adapun jenis-

jenis bambu di Kampung Pasir Peundeuy disajikan pada Tabel 2.

7

Tabel 2 Jenis bambu yang tumbuh di Kampung Pasir Peundeuy

No Jenis bambu Nama Latin Jumlah (rumpun)

1 Bambu betung Dendrocalamus asper 8

2 Bambu gombong Gigantochloa verticillata 7

3 Bambu tali Gigantochloa apus 5

4 Bambu ampel Bambusa vulgaris 4

5 Bambu ater Gigantochloa atter 3

6 Bambu hitam Gigantochloa atroviolacea 4

7 Bambu mayan Gigantochloa robusta 3

8 Bambu krisik Bambusa tuldoides 10

Berdasarkan observasi lapang yang telah dilakukan, jenis bambu yang

mendominasi Kampung Pasir Peundey adalah bambu krisik sebanyak 10 rumpun.

Bambu krisik memiliki ukuran batang yang kecil dan tidak menghasilkan rebung

yang dapat dikonsumsi, sehingga bambu tersebut hanya berfungsi sebagai pagar.

Disamping itu, jenis bambu betung dan bambu gombong juga cukup mendominasi

Kampung Pasir Peundeuy. Kedua bambu tersebut menghasilkan rebung yang

dapat dikonsumsi masyarakat. Namun menurut salah satu warga jumlah tersebut

terus berkurang setiap tahunnya karena pemilik lahan bambu lebih memilih

menjual lahannya untuk dijadikan perumahan, villa dan rumah-rumah makan

karena lebih menguntungkan secara ekonomi.

(a) (b)

Gambar 1 Kondisi lahan bambu (a) lahan yang ditebangi (b) lahan bambu

dijadikan bangunan

Uji Organoleptik

Warna

Warna merupakan karakteristik sensori yang mempengaruhi kesukaan

konsumen terhadap suatu produk. Warna makanan yang menarik dapat

menggugah selera konsumen dan meningkatkan penilaian konsumen terhadap

makanan tersebut. Warna merupakan atribut sensori yang pertama dilihat oleh

konsumen.

8

Gambar 2 Nilai organoleptik terhadap warna lima jenis rebung

Skor kesukaan terhadap warna rebung berkisar antara 3.08 sampai 5.49.

Berdasarkan penilaian responden warna yang paling menarik dan disukai adalah

rebung dari bambu gombong sebesar 5.49 (suka), sedangkan rebung dari bambu

tali memiliki skor kesukaan terendah sebesar 3.08 (agak tidak suka). Data ini

menunjukan bahwa warna rebung bambu gombong lebih disukai responden

dibandingkan jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena warna rebung yang baik

biasanya berwarna putih bersih. Adapun warna yang dihasilkan oleh bambu

gombong yang telah melewati proses perebusan yaitu putih kekuningan dan bersih

sedangkan warna yang dihasilkan bambu tali yaitu hampir kecokelatan. Rebung

yang baik biasanya berwarna putih bersih dan rebung tersebut muncul dari dalam

tanah (Kencana et. al 2012).

(a) (b)

Gambar 3 Warna rebung (a) Bambu Gombong (b) Bambu Tali

Aroma

Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subjektif serta sulit diukur, karena

setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Timbulnya

aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap.

Aroma yang ditimbulkan setiap makanan berbeda-beda dan cara memasak yang

berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula (Widjajarta 2007). Adapun

aroma yang dihasilkan rebung dipengaruhi oleh senyawa HCN yang mudah

menguap dan tercium menyengat.

3.08

4.114.77

5.175.49

0

1

2

3

4

5

6

Bambu tali Bambu

betung

Bambu

ater

Bambu

mayan

Bambu

gombong

Sk

or

9

Gambar 4 Nilai organoleptik terhadap aroma lima jenis rebung

Skor kesukaan tertinggi untuk aroma adalah rebung dari bambu gombong

sebesar 4.71 (agak suka), sedangkan skor kesukaan terendah yaitu rebung dari

bambu tali sebesar 3.46 (netral). Namun, aroma pada rebung bambu tali tidak

berbeda nyata dengan rebung bambu betung, bambu ater dan bambu mayan. Hal

itu terlihat pada nilai skala yang hampir sama pada ketiga jenis rebung tersebut.

Data ini menunjukan bahwa aroma rebung bambu gombong lebih disukai

dibandingkan keempat jenis lainnya yang memiliki aroma yang menyengat. Skor

kesukaan terhadap rebung berkisar antara 3.46 – 4.71 (mendekati netral-agak

suka). Hal ini berkaitan dengan kandungan HCN pada rebung, dimana semakin

tinggi kandungan HCN maka akan semakin menyengat aroma yang dihasilkan

dari rebung tersebut.

Tekstur

Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari, gigi dan langit-

langit. Menurut Meilgaard et al. (1999) faktor tekstur diantaranya adalah rabaan

oleh tangan, keempukan dan kemudahan dikunyah. Skor kesukaan tertinggi

diperoleh rebung bambu gombong dan yang paling rendah yaitu rebung bambu

tali. Tekstur pada rebung bambu mayan tidak berbeda nyata dengan rebung

bambu ater dan bambu betung. Data pada gambar 5 menunjukan tekstur rebung

bambu gombong lebih disukai dibandingkan jenis lainnya. Skor kesukaan tekstur

rebung berkisar antara 4.20-5.60 (agak suka-suka).

Gambar 5 Nilai organoleptik terhadap tekstur lima jenis rebung

Tekstur rebung yang baik adalah yang lunak, lembut dan tidak keras ketika

diiris. Rebung yang keras menandakan sudah tua seratnya pun kasar dan sulit

3.46 3.54 3.57 3.71

4.71

0

1

2

3

4

5

Bambu

tali

Bambu

betung

Bambu

ater

Bambu

mayan

Bambu

gombong

Skor

4.24.91 5 5.09

5.6

0

1

2

3

4

5

6

Bambu

tali

Bambu

betung

Bambu

ater

Bambu

mayan

Bambu

gombong

Skor

10

terpotong bila digigit atau dikunyah (Choudhury 2010). Berdasarkan penilaian

responden, bambu gombong memiliki tekstur paling renyah dan lembut

dibandingkan dengan keempat jenis rebung lainnya.

Rasa

Rasa merupakan faktor terpenting dalam penerimaan suatu produk

makanan. Meskipun warna, aroma dan tekstur baik namun jika rasanya tidak enak

maka konsumen akan menolak makanan itu.

Gambar 6 Nilai organoleptik terhadap rasa lima jenis rebung

Skor kesukaan rasa rebung berkisar antara 2.11-4.20 (agak tidak suka-agak

suka). Rasa yang dihasilkan rebung umumnya adalah pahit dan menyengat. Hal

ini disebabkan karena dalam rebung terdapat kandungan asam sianida yang cukup

membahayakan kesehatan. Namun, kandungan asam sianida tersebut berbeda-

beda pada setiap jenis rebung. Berdasarkan uji organoleptik, rebung bambu

gombong yang paling disukai oleh responden, karena memiliki rasa yang relatif

manis dibandingkan dengan jenis lainnya yang memiliki rasa pahit. Menurut

Winarno (1992) rebung dari bambu betung terkenal paling enak dimakan. Namun

dalam pengujian kali ini, bambu gombong yang memiliki rasa manis

dibandingkan keempat rebung lainnya. Menurut Choudhury (2010) bahwa rasa,

bentuk dan ukuran rebung dipengaruhi oleh lokasi, kedalaman dan nutrisi dari

tanah, kondisi drainase, suhu, pH dan kesuburan tanah.

Berdasarkan pengujian dari beberapa parameter meliputi warna, aroma,

tekstur dan rasa yang memiliki skor kesukaan tertinggi adalah rebung bambu

gombong, sehingga dapat disimpulkan bahwa rebung dari bambu gombong paling

disukai oleh responden.

Kandungan Asam Sianida pada Rebung

Kandungan Asam Sianida pada Lima Jenis Rebung

Asam sianida disebut juga Hidrogen sianida (HCN), biasanya dikenal

sebagai racun yang mematikan. HCN akan menyerang langsung dan menghambat

sistem antar ruang sel, yaitu menghambat sistem cytochroom oxidase dalam sel-

sel, hal ini menyebabkan zat pembakaran (oksigen) tidak dapat beredar ketiap-tiap

2.11 2.2 2.34 2.46

4.2

0

1

2

3

4

5

Bambu

tali

Bambu

betung

Bambu

ater

Bambu

mayan

Bambu

gombong

Sk

or

11

jaringan sel-sel dalam tubuh. Dengan sistem keracunan ini maka menimbulkan

tekanan dari alat-alat pernafasan yang menyebabkan kegagalan pernafasan,

menghentikan pernafasan dan jika tidak tertolong akan menyebabkan kematian.

Bila dicerna, HCN sangat cepat terserap oleh alat pencernaan masuk ke dalam

saluran darah (Winarno 2004).

Semua rebung mengandung HCN (asam sianida) yang merupakan

senyawa beracun dengan tingkat beragam. Berdasarkan hasil uji di laboratorium

kandungan asam sianida pada beberapa jenis rebung dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 3 Kandungan HCN pada lima jenis rebung

Nama Bambu

Kandungan asam sianida (mg/kg)

Ulangan Rata-rata

I II

Bambu tali 121 126 123.5

Bambu ater 112 114 113

Bambu mayan 73 75 74.0

Bambu betung 69 72 70.5

Bambu gombong 53 54 53.5

Sumber : Hasil analisa laboratorium Balai Besar Industri Agro (2013)

Berdasarkan uji laboratorium rebung yang memiliki kandungan asam

sianida yang rendah adalah rebung dari jenis bambugombong, bambu betung dan

bambu mayan. Adapun rebung dari bambu gombong merupakan jenis rebung

yang memiliki kandungan asam sianida paling rendah yaitu 53 mg/kg, hal ini

ditandai dengan rasa manis yang dihasilkan dari rebung tersebut. Menurut Andoko

(2003) rebung dengan kandungan asam sianida yang rendah memiliki rasa yang

tidak pahit. Hal ini sejalan dengan uji organoleptik yang telah dilakukan, bahwa

jenis rebung paling disukai oleh responden adalah rebung dari bambu gombong.

Kandungan HCN memiliki batas normal konsumsi yaitu < 50 ppm atau

mg/kg. Dalam hal ini, bambu tali dan bambu ater memiliki kandungan asam

sianida yang cukup tinggi, sehingga diperlukan pengolahan yang tepat agar tidak

membahayakan jika dikonsumsi. Choudhury (2010) menyatakan bahwa besarnya

racun dalam setiap rebung dapat berubah, hal ini dipengaruhi oleh kondisi iklim,

keadaan tanah, budidaya dan perlakuan pada rebung itu sendiri seperti perebusan

dan pemberian garam.

Pengurangan Kandungan Asam Sianida

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan

asam sianida yang terdapat pada rebung yaitu dengan cara perendaman, pencucian,

perebusan, pengukusan, penggorengan dan pengolahan lain. Berdasarkan hasil

wawancara,cara yang dilakukan masyarakat Kampung Pasir Peundeuy untuk

mengurangi rasa pahit pada rebung yaitu dengan proses perebusan, kemudian

dibuang airnya dan direndam dengan air selama beberapa jam. Hal tersebut karena

asam sianida memiliki sifat mudah larut dalam air, sehingga cara yang paling

mudah yaitu dengan merendam dan merebus rebung dalam air (Winarno 2004).

Menurut Asrori (2008) bahwa asam sianida juga bersifat mudah menguap

pada suhu diatas 260C dan hydrogen sianida akan ikut terbuang pada saat proses

12

pengolahan. Oleh karena itu disarankan ketika mengolah rebung tidak perlu

menggunakan penutup sehingga asam sianida akan terbuang melalui uap yang

dikeluarkan. Menurut Ferreira et al. (1995) diacu dalam Hunter (2002) merebus

rebung dalam waktu 20 menit dengan suhu 980C akan menghilangkan 70% kadar

asam sianida.

Pengetahuan Mayarakat terhadap Pemanfaatan Rebung

Pemanfaatan Jenis Rebung

Jenis bambu yang tumbuh di Kampung Pasir Peundeuy memang cukup

banyak, namun hanya beberapa jenis saja yang dimanfaatkan masyarakat untuk

dijadikan olahan rebung. Jenis-jenis rebung yang digunakan masyarakat

diantaranya bambu betung, bambu gombong, bambu hitam dan bambu kuning.

Gambar 7 Persentase pemanfaatan jenis rebung

Berdasarkan hasil wawancara bahwa masyarakat terlihat sangat kurang

pengetahuannya mengenai rebung, bahkan sekitar 40% masyarakat tidak

mengetahui jenis rebung yang mereka olah. Persentase bambu betung dan bambu

gombong sama yaitu 20% karena kedua bambu tersebut memang memiliki rasa

yang manis dibandingkan jenis bambu lainnya. Sebagian besar masyarakat sudah

mengetahui cara menghilangkan rasa pahit pada rebung, namun jika masih terasa

pahit karena penggunaan jenis bambu yang tidak tepat, maka mereka langsung

membuang rebung tersebut. Hal ini tentu akan menjadi sia-sia dan rebung tidak

dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga akan mengganggu kelestarian bambu

tersebut.

Bentuk Pemanfaatan Rebung

Masyarakat sudah sejak jaman dahulu memanfaatkan rebung sebagai

bahan masakan. Bentuk pemanfaatan oleh masyarakat Kampung Pasir Peundeuy

berupa pemanfaatan pangan dan obat saja. Berdasarkan hasil wawancara terhadap

masyarakat bahwa bentuk pemanfaatan rebung yang paling dominan adalah

sebagai pangan sebesar 80%. Sebagian besar masyarakat hanya mengetahui

manfaat rebung sebagai pangan saja. Adapun cara pengolahan rebung oleh

masyarakat Kampung Pasir Peundeuy adalah dengan sayur lodeh, tumis rebung

dan acar. Adapun pengetahuan masyarakat mengenai manfaat rebung sebagai obat

20%

20 %

10%10%

40%

B. betung

B. gombong

B. hitam

B. kuning

Tidak tahu

13

hanya sebesar 20%. Pengolahan rebung sebagai obat sangat sederhana yaitu hanya

dengan mengambil air rebusan dari rebung saja.

(a) (b)

Gambar 8 Contoh bentuk pemanfaatan rebung (a) rebung digunakan sebagai

bahan pangan; (b) rebung digunakan sebagai obat.

Secara umum rebung merupakan bahan makanan yang kaya akan gizi.

Nutrisi dalam rebung adalah protein, karbohidrat, asam amino, mineral, lemak,

gula, serat, dan garam-garam anorganik. Rebung juga mempunyai kandungan

kalium serta serat yang cukup tinggi. Kadar kalium per100 gram rebung adalah

533 mg. Kandungan lemak cukup rendah (0.26 % sampai 0.94 %) dan kadar gula

rata-rata 2.5% lebih rendah dibandingkan dengan sayuran lain. Adapun komposisi rebung mentah per 100 gram dapatdilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi rebung mentah per 100 gram

Komposisi Jumlah

Protein (gram) 2.60

Kalori (cal) 27.00

Lemak (gram) 0.30

Karbohidrat (gram) 5.20

Serat (gram) 1.00

Air (gram) 91.00

Fosfor (mg) 59.00

Kalsium (mg) 13.00

Besi (mg) 0.50

Abu (gram) 0.90

Kalium (mg) 533.00

Vitamin A (SI) 20.00

Thiamin (mg) 0.15

Riboflavin (mg) 0.70

Niasin (mg) 0.60

Vitamin B1 (mg) 0,15

Vitamin C (mg) 4.00 Sumber : Salahudin (2004)

14

Berdasarkan analisis gizi, rebung merupakan makanan dengan sumber

nutrisi yang baik dan saat ini sedang diproyeksikan sebagai makanan kesehatan

yang baru. Namun demikian, hanya sedikit masyarakat yang mengetahui manfaat

rebung sebagai obat. Berdasarkan hasil wawancara, umumnya hanya responden

yang berusia diatas 50 tahun yang mengetahui manfaat rebung sebagai obat,

mereka memperoleh informasi tersebut berdasarkan pengetahuan turun menurun.

Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi mengenai manfaat rebung sebagai obat,

sehingga rebung dapat dimanfaatkan secara optimal baik dalam bentuk

pemanfaatan pangan maupun obat.

Adapun karakteristik rebung yang bermanfaat bagi kesehatan adalah

sebagai berikut :

1. Fungsi sebagai nutraceuticals : nutraceuticals sering disebut functional food

atau makanan fungsional, dimana selain dapat dijadikan bahan makanan juga

memiliki manfaat bagi kesehatan. Rebung mengandung pitosterol dan tinggi

serat, pitosterol berfungsi sebagai penurun kolesterol (Brufauet al. 2008).

2. Rebung bambu memiliki kandungan serat yang cukup tinggi sehingga sangat

bermanfaat dalam proses pencernaan, mencegah kanker usus, menetralisir

lemak dan melancarkan peredaran darah (Andoko 2003).

3. Kandungan lemak yang sangat rendah dalam rebung (2.46gr/100gr) sangat baik

dikonsumsi bagi orang-orang yang sedang diet.

4. Rebung memiliki kandungan kalium sebesar 533 mg. Makanan yang sarat

kalium minimal 400 mg sudah dapat mengurangi resiko stroke dan penyakit

kardiovaskular (WHO 2003).

5. Menurut Fujimura et al. (2005) rebung mengandung agen antikanker,

antibakteri dan aktivitas antivirus karena adanya lignin yang merupakan

komponen penting dari serat.

Budidaya Bambu

Masyarakat Kampung Pasir Peundeuy yang pernah melakukan budidaya

bambu masih sangat kurang. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat yang

pernah menanam bambu hanya sekitar 30% sedangkan 70% responden tidak

pernah melakukan budidaya bambu. Bambu-bambu yang berada di Kampung

Pasir Peundeuy merupakan bambu yang tumbuh secara liar.

Gambar 9 Persentase responden yang membudidayakan bambu

Namun demikian masyarakat memiliki pengetahuan mengenai teknik

budidaya bambu.Menurut responden di Kampung Pasir Peundeuy, budidaya

bambu sangat mudah dilakukan dan tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit

30%

70%

Menanam

Tidak menanam

15

karena bambu mudah tumbuh. Budidaya bambu dapat dilakukan sembarang orang

dengan peralatan sederhana dan tidak memerlukan bekal pengetahuan yang tinggi.

Teknik budidaya bambu dapat dilakukan secara generatif (dengan biji) dan

vegetatif (tanpa biji).Namun di Indonesia tidak ditemukan jenis bambu yang

menghasilkan bunga dan biji, sehingga pembibitan dilakukan secara vegetatif

(Sutiyono et.al 1999). Menurut Kencana et. al (2012) budidaya bambu dengan

stek atau bibit cukup efektif. Budidaya tersebut menggunakan potongan batang

bambu yang memiliki mata tunas yang masih segar, kemudian batang tersebut

ditimbun dengan sedikit tanah dan mata tunas akan tumbuh menjadi bambu

dewasa. Masyarakat Kampung Pasir Peundeuy melakukan budidaya bambu

dengan stek rimpang dan stek batang. Adapun teknik penanaman yang dilakukan

masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Stek rimpang

Pemilihan bambu untuk stek rimpang umumnya bambu yang muda, agar

tidak mengalami pengeringan ketika ditanam. Kemudian cabut batang bambu

hingga ke akar (rhizome). Siapkan lubang tanam berukuran 30cm x 30cm x

30cm, kemudian tanam batang bambu dan timbun dengan tanah dan siram

dengan air. Pada bagian atas bambu ditutup dengan plastik untuk menghindari

pembusukan akibat terkena air hujan.

2. Stek batang

Pemilihan batang bambu untuk stek batang umumya bambu yang masih muda

sekitar umur 1 tahun. Stek dilakukan pada bagian bawah bambu dengan

memotong bambu secara menyerong. Siapkan lubang tanam berukuran 30cm

x 30cm x 30cm, kemudian tancapkan stek bambu pada tanah, timbun dengan

tanah dan siram dengan air secukupnya. Pada bagian atas bambu ditutup

dengan plastik untuk menghindari pembusukan akibat terkena air hujan.

Menurut masyarakat penanaman bambu tanpa pemberian pupuk dan

pemeliharaan lainnya bambu akan tetap tumbuh. Adapun pemanenan bambu

dilakukan dengan sistem tebang pilih. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian

bambu. Cara menebang bambu dengan sistem tebang pilih adalah sebagai berikut:

batang di tebang kurang dari 30 cm diatas tanah serta rebung dan akar-akar

diperhatikan agar tidak terganggu. Keuntungan dari tebang pilih adalah untuk

mempermudah penebangan berikutnya dan memberikan kesempatan pada rebung

untuk berkembang dengan baik. Hal tersebut merupakan salah satu aksi

konservasi yang dilakukan masyarakat Kampung Pasir Peundeuy.

(a) (b)

Gambar 10 Teknik budidaya bambu (a) stek rimpang (b) stek batang

16

Aksi Konservasi Bambu

Stimulus rebung sepatutnya menjadi pendorong untuk sikap dan aksi

konservasi masyarakat terhadap bambu. Berdasarkan hasil wawancara, aksi

konservasi terhadap bambu masih belum terwujud sepenuhmya di Kampung Pasir

Peundeuy, hal ini terlihat dari keengganan masyarakat untuk menanam bambu.

Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih memilih untuk menjual lahan bambu

dengan alasan lebih menguntungkan sehingga tidak ada lagi lahan untuk

budidaya bambu. Adapun lahan berupa sempadan sungai yang dikuasai oleh

Negara merupakan lokasi yang cocok untuk penanaman bambu, karena secara

ekologi bambu mempunyai pertumbuhan yang cepat, sistem perakaran yang kuat

dan luas sehingga dapat mencegah tanah longsor, erosi dan banjir (BAPEDAL

2010). Sempadan sungai di Kampung Pasir Peundeuy tidak dapat dimanfaatkan

masyarakat karena menurut pengakuan masyarakat lahan tersebut sudah ada

pemiliknya masing-masing. Hal ini terbukti dengan dibangunnya rumah-rumah di

pinggir sungai, sehingga diperlukan penyuluhan oleh pemerintah setempat

mengenai kepemilikan lahan terutama di sekitar sempadan sungai.

Disamping keterbatasan lahan, pada dasarnya masyarakat tidak memiliki

keinginan untuk melakukan budidaya bambu. Masyarakat menganggap manfaat

ekonomi bambu sudah berkurang. Dahulu bambu sangat berguna untuk rangka

atap bangunan dan peralatan rumah tangga, namun saat ini kegunaan bambu

sudah mulai berkurang karena masyarakat lebih cenderung menggunakan kayu

untuk rangka atap bangunan dan peralatan rumah tangga dari hasil pabrik. Hal ini

yang menjadi penyebab masyarakat tidak tertarik untuk menanam bambu. Oleh

karena itu diperlukan stimulus untuk memotivasi masyarakat dalam melakukan

aksi konservasi terhadap bambu.

Keterangan : (+) = terwujud; (-) = tidak terwujud

Gambar 11 Kaitan stimulus rebung dan bambu dengan sikap masyarakat

Pernyataan

1. Stimulus Alamiah

Pengetahuan bambu

untuk pangan

Pengetahuan

budidaya bambu

2. Stimulus Manfaat

Pangan

Obat

Ekonomi

3. Stimulus Rela

Aksi Budidaya

Sikap

(-)

(+)

(+)

(-)

(+)

(-)

Perilaku

Pro-

Konservasi

(-)

Aksi

Konservasi

(-)

17

Tristimulus Amar Pro-Konservasi merupakan suatu konsep untuk

membangun sikap masyarakat yang pro-konservasi. Menurut Zuhud et. al (2007)

sikap Konservasi masyarakat harus dibangun melalui tiga konteks pemahaman

yaitu berupa nilai-nilai alamiah (bioekologis dan kelangkaan), nilai-nilai manfaat

(ekonomi) dan nilai-nilai religious (agama, keikhlasan, sosial-budaya). Sikap

masyarakat tersebut merupakan prasyarat terwujudnya aksi konservasi di

lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian, stimulus alamiah di Kampung Pasir

Peundeuy adalah berupa pengetahuan masyarakat mengenai cara budidaya bambu.

Disamping itu, masyarakat mengetahui teknik penebangan bambu secara lestari.

Namun stimulus ini tidak sepenuhnya terwujud, karena pengetahuan masyarakat

mengenai pemilihan jenis bambu untuk pangan atau obat masih sangat kurang.

Oleh karena itu, penyampaian informasi mengenai jenis-jenis bambu yang aman

dikonsumsi harus sampai pada masyarakat, sehingga tidak terjadi pemanenan

bambu yang sia-sia.

Stimulus manfaat bagi masyarakat Kampung Pasir Peundeuy berupa

pemanfaatan rebung sebagai pangan. Tetapi stimulus ini tidak menjadi pendorong

bagi sikap dan aksi konservasi masyarakat di lapangan. Hal ini terkait dengan

terbatasnya pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan rebung, dimana

masyarakat hanya mengetahui manfaat rebung sebagai pangan, sedangkan

pengetahuan mengenai manfaat obat masih sangat kurang. Oleh karena itu,

informasi mengenai manfaat rebung yang memiliki kandungan nutrisi yang baik

dan berkhasiat sebagai obat harus ditingkatkan, sehingga pemanfaatan rebung

dapat dilakukan secara optimal.

Stimulus rela akan muncul ketika stimulus alamiah dan manfaat sudah

terwujud. Kerelaan masyarakat untuk menanam bambu belum terwujud di

Kampung Pasir Peundeuy, hal ini dikarenakan keterbatasan lahan untuk budidaya

bambu, anggapan masyarakat mengenai berkurangnya kegunaan bambu dan

bambu dapat tumbuh secara alamiah atau liar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan dari

lima jenis rebung yang diujikan bahwa rebung bambu gombong merupakan

penghasil rebungpangan terbaik, dimana rebung tersebut memiliki rasa yang

enak dan paling disukai dengan parameter warna sebesar 5.49 (suka), aroma

sebesar 4.71 (agak suka), tekstursebesar 5.60 (suka) dan rasa sebesar 4.20.

Hal ini sejalan dengan kandungan asam sianida dari rebung bambu gombong

yang memiliki kandungan HCN yang paling rendah diantara jenis lain. Oleh

karena itu masyarakat perlu mengetahui tentang rebung mana sajakah yang

dapat dijadikan bahan pangan, sehingga tidak terjadi pemanenan yang sia-sia

dan kelestarian bambupun dapat terjaga.

2. Aksi konservasi bambu belum terwujud sepenuhnya di Kampung Pasir

Peudeuy karena belum adanya stimulus untuk menanam bambu. Hal ini

terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai manfaat rebung,

18

tidak adanya lahan yang cukup untuk budidaya bambu dan anggapan

masyarakat terhadap kegunaan bambu yang sudah berkurang dan bambu

dapat tumbuh secara alamiah atau liar.

Saran

1. Perlu dilakukan upaya penyuluhan untuk membangun pengetahuan dan

kesadaran masyarakat mengenai manfaat rebung sebagai bahan pangan juga

berkhasiat sebagai obat.

2. Lahan di sekitar sempadan sungai yang merupakan lahan publik sepatutnya

dikelola oleh pemerintah untuk memaksilmalkan fungsinya dengan budidaya

bambu.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Produk Pangan. Edisi ke-1.

Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Andoko. 2003. Budidaya Bambu Rebung. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Asrori A. 2008. Efektivitas penghambatan ekstrak daging biji picung (Pangium

edule) terhadap pertumbuhan Rhizoctonia sp. secara In Vitro [skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BAPEDAL].2010.Pelestarian Bambu dan Manfaatnya Terhadap Lingkungan

Hidup.http://members.fortunecity.com/ [21 Nov 2013].

Brufau G, Canela MA, Rafecas M. 2008. Phytosterols: physiologic and metabolic

aspects related to cholesterol-lowering properties. Nutr Res28(4): 217–25.

Choudhury D, Sahu JK, Sharma D. 2010. Biochemistry of bitterness in bamboo

shoots. Assam University Journal of Science and Technology 6(11): 105-

111.

[SNI] Standar Nasional Indonesia (01-2346-2006) tentang pengujian Organoleptik.

Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perikanan.

Fujimura M, Ideguchi M, Minami Y, Watanabi K, Tadera K. 2005. Amino acid

sequence and antimicrobial activity of chitin binding peptides, Pp-AMP 1

and Pp-AMP2, from japanese bamboo shoots(Phyllostachys pubescens).

Biosci Biotech Biochem 69 (2005) :642–5.

Hunter I, Yang F. 2002. Cyanide in bamboo shoot. INBAR Working Paper. 39:7.

Publisher International Network for Bmaboo and Rattan.

Kencana PKD, Widia W, Antara NS. 2012. Praktek Baik Budidaya Bambu Tabah

(Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ). Denpasar (ID): UNUD-USAID-

TPC Project.

Meilgaard M, Civille GV, Car BT. 1999. Sensory Evaluation Technique. 3rd

Edition. Washington DC (US) : CRC Pr.

Suciati A. 2012. Pengaruh lama perendaman dan fermentasi terhadap kandungan

HCN pada tempe kacang koro (Canavalia ensiformis L) [skripsi]. Makasar

(ID). Universitas Hasanudin.

19

Sutarno H, Harjadi SS, Sutiyono.1996. Budidaya Bambu Guna Meningkatkan

Produktivitas Lahan. Bogor (ID): Prosea Indonesia-Yayasan Prosea.

Sutiyono, Hendromono, M. Wardani, I. Sukardi. 1999. Teknik BudidayaTanaman

Bambu. Info Hutan 114.Bogor(ID). Puslitbang Hutan.

[WHO] World Health Organization. 2003. Diet, nutrition, and the prevention of

chronic diseases. Geneva (US): WHO.

Widjajarta M. 2007. Memilih bahan pangan yang alami. Jurnal

penelitian.http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/SNI. [20 Nov 13].

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT.Gramedia Pustaka

Utama.

Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT.Gramedia Pustaka

Utama.

Zuhud EAM, Sofyan K, Prasetyo LB, Kartodiharjo H. 2007. Masyarakat dan

konservasi: Suatu analisis kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.)

sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat, kasus di Taman

Nasional Meru Betiri. Media Konservasi 7(2): 22-32.

20

Lampiran 1 Data uji organoleptik warna rebung

Panelis Kode Bahan

B. Tali B. Gombong B. Betung B. Ater B. Mayan

1 1 6 6 6 6

2 1 6 3 6 6

3 2 6 3 5 6

4 3 6 6 6 6

5 1 6 2 2 6

6 4 5 4 5 5

7 2 6 6 6 6

8 2 6 4 4 6

9 1 6 3 5 5

10 3 6 3 4 6

11 1 6 2 2 4

12 4 6 6 6 6

13 1 2 2 3 3

14 3 7 6 5 6

15 6 3 4 6 2

16 7 2 4 6 1

17 6 6 6 6 6

18 2 6 4 4 5

19 2 5 2 4 5

20 4 6 6 6 6

21 6 7 5 6 3

22 2 5 4 3 5

23 4 6 6 6 6

24 5 3 2 2 6

25 4 6 6 6 6

26 6 6 2 6 4

27 4 6 6 6 6

28 2 6 3 5 6

29 4 5 3 5 5

30 2 6 4 3 4

31 2 6 5 5 6

32 4 5 3 4 5

33 4 6 6 6 6

34 1 6 4 4 6

35 2 5 3 3 5

Rata-rata 3.09 5.50 4.10 4.77 5.17

21

Lampiran 2 Data uji organoleptik aroma rebung

Panelis Kode Bahan

B. Tali B. Gombong B. Betung B. Ater B. Mayan

1 4 5 4 5 4

2 3 4 3 3 2

3 3 3 3 3 3

4 3 5 4 3 5

5 4 5 4 4 4

6 3 5 4 3 4

7 2 5 5 5 6

8 4 6 4 5 4

9 4 5 4 3 3

10 4 6 2 2 4

11 5 5 4 4 4

12 6 4 4 4 5

13 4 5 3 4 2

14 4 4 4 4 4

15 3 7 2 4 5

16 4 4 4 4 4

17 2 4 5 4 3

18 4 5 4 4 4

19 2 4 3 2 2

20 2 5 5 2 2

21 3 5 4 3 2

22 3 3 3 3 3

23 1 2 3 4 5

24 2 4 2 2 2

25 5 6 3 3 3

26 3 5 4 4 4

27 5 6 4 5 5

28 4 4 4 4 4

29 3 5 5 3 3

30 3 5 5 4 5

31 6 6 4 4 4

32 3 4 2 2 1

33 3 5 4 4 3

34 4 4 4 4 3

35 3 5 4 4 3

Rata-rata 3.46 4.71 3.71 3.57 3.54

22

Lampiran 3 Data uji organoleptik tekstur rebung

Panelis Kode bahan

B. Tali B. Gombong B. Betung B. Ater B. Mayan

1 6 6 5 4 3

2 6 6 6 6 6

3 2 6 6 6 6

4 6 6 6 6 6

5 5 6 6 6 5

6 3 6 6 6 6

7 4 4 4 4 4

8 3 7 6 6 6

9 3 6 6 6 6

10 4 5 4 4 4

11 6 6 6 6 6

12 4 4 4 4 4

13 4 4 4 4 4

14 5 6 4 3 3

15 6 7 6 6 7

16 2 5 4 4 4

17 4 5 4 3 3

18 6 6 6 6 6

19 6 6 6 6 6

20 6 6 6 6 6

21 6 6 6 6 6

22 2 6 6 6 6

23 1 2 3 3 3

24 4 6 6 6 6

25 5 6 3 5 4

26 4 4 4 4 4

27 1 6 5 5 5

28 3 6 5 5 5

29 3 6 5 2 4

30 4 5 5 5 4

31 6 6 4 5 4

32 6 6 6 6 6

33 4 6 5 4 4

34 1 6 4 5 4

35 6 6 6 6 6

Rata-rata 4.20 5.60 5.09 5.00 4.91

23

Lampiran 4 Data uji organoleptik rasa rebung

Panelis

Kode bahan

B. Tali B.

Gombong B. Betung B. Ater B. Mayan

1 3 5 1 3 1

2 2 4 3 2 1

3 1 3 1 1 1

4 3 4 3 2 3

5 2 4 2 2 2

6 1 3 1 1 1

7 2 5 2 3 5

8 3 6 4 5 1

9 2 3 2 2 1

10 2 6 5 4 4

11 1 1 1 1 1

12 3 4 2 2 2

13 1 5 2 2 2

14 1 4 1 1 1

15 5 7 2 4 6

16 2 4 2 3 2

17 5 6 6 3 4

18 2 3 2 2 2

19 1 4 1 1 1

20 1 3 2 2 1

21 1 3 1 2 1

22 2 5 2 3 2

23 1 1 1 3 4

24 2 2 2 2 2

25 5 6 2 2 2

26 4 4 2 2 2

27 2 4 2 2 2

28 5 5 3 3 3

29 2 5 1 2 1

30 2 5 2 2 4

31 5 6 2 2 2

32 2 3 2 2 1

33 5 6 5 3 4

34 3 5 3 4 1

35 2 3 2 2 1

Rata-rata 2.46 4.20 2.20 2.34 2.11

24

Lampiran 5 Data responden kajian pemanfaatan rebung

No. Nama Umur

Jenis bambu Cara

Khasiat (tahun) memperoleh

1 Iyam 61 B. gombong Pasar Obat pegal-pegal

2 Iyah 65 B. hitam, Kebun Obat liver

3 Sati 45 B. betung Kebun Pangan

4 Emar 40 B. betung Kebun Pangan

5 Yati 71 B. betung, Kebun Obat liver, stroke, darah tinggi

6 Tini 38 B. gombong Kebun Pangan

7 Lia 52 B. kuning Kebun Obat stroke dan asam urat

8 Ami 75 B. betung Kebun Obat stroke, asma dan darah tinggi

9 Hj. Itoh 64 B. betung Pasar Obat liver dan pegal-pegal

10 Imas 28 - Pasar Pangan

11 Dilah 23 - Pasar Pangan

12 Cahya 22 - Pasar Pangan

13 Sumiati 52 B. Hitam Kebun Pangan

14 Erna 34 - Pasar Pangan

15 Nunung 36 B. kuning Pasar Pangan

16 Isro 31 B. gombong Pasar Pangan

17 Yani 32 - Pasar Pangan

18 Utas 65 B. gombong Pasar Obat stroke

19 Warni 53 B. gombong Kebun Pangan

20 Novi 28 - Pasar Pangan

21 Hj. Yaya 49 B. gombong Pasar Pangan

24

25

Lampiran 5 Data responden kajian pemanfaatan rebung (lanjutan)

No. Nama Umur

(tahun) Jenis bambu Cara memperoleh Khasiat

22 Lilih 32 - Pasar Pangan

23 Juju 29 - Pasar Pangan

24 Neneng 36 - Pasar Pangan

25 Asih 70 B. betung Kebun Darah tinggi, asam urat dan batu ginjal

26 Ani 45 - Pasar Pangan

27 Nengsih 43 - Pasar Pangan

28 Eroh 39 - Pasar Pangan

29 Marsah 42 B. kuning Pasar Pangan

30 Iyum 58 B. hitam Kebun Pangan

25

26

Lampiran 6 Bambu di Kampung Pasir Peundeuy

27

Lampiran 7 Teknik Budidaya Bambu

Stek Rimpang

Bambu dengan stek rimpang Penanaman bambu Penimbunan dengan tanah

Stek Batang

Pembuatan lubang tanam Penyetekan bambu Pembungkusan dengan plastik

27

1

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 November 1991 di Bogor, Jawa Barat.

Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Ikhwan Khoerudin dan Ibu

Nuraeni. PadaTahun 2009, penulis lulus dari MAN 2 Bogor sertaberhasil masuk IPB

melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan

diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas

Kehutanan.

Penulis aktif sebagai anggota organisasi kemahasiswaan Himpunan Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada tahun 2010 sebagai anggota

Kelompok Pemerhati Flora (KPF). Pada tahun 2011 penulis mengikuti Praktek

Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Tangkuban Perahu-Cikeong dan Praktek

Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun

2012 serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Kebun Raya Bogor padatahun

2013.

Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Konservasi Lima Jenis Bambu

Ditinjau dari Stimulus Manfaat Rebung” untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

IPB, dibimbing oleh Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS dan Ir R Syamsul Hidayat,

MSi.