konsep zikir menurut al-ghazali dan meditasi dalam...
TRANSCRIPT
KONSEP ZIKIR MENURUT AL-GHAZALI DAN MEDITASI
DALAM AGAMA BUDDHA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.A.g)
Oleh:
Muhammad Syafiq Ashfa Hubbi
NIM: 1112032100052
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
v
ABSTRAK
Muhammad Syafiq Ashfa Hubbi
Konsep Zikir Menurut Al Ghazali dan Meditasi Dalam Agama Buddha
Penelitian ini merupakan studi atas Konsep Zikir yang diterapkan dari
seorang tokoh Sufi yaitu Imam Al Ghazali dan Meditasi dalam ajaran Agama
Buddha. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi teologis, historis, dan
komparasi, memberikan wawasan yang lebih tepat tentang sekelompok data dari
fenomena, karena data data tersebut bisa saling menerangkan satu sama lainnya.
Data juga akan dianalisa berdasar kerangka teori yang disusun secara efektif dari
berbagai sumber, dengan mengklasifikasikan dan mengkomparasikan konsep zikir
Al Ghazali dan meditasi dalam agama Buddha. Studi ini berjenis Library reaserch
atau studi pustaka, sehingga karya karya tulis tokoh tersebut khususnya yang
membahas tema zikir dan meditasi digunakan sebagai data primer, sedangkan data
sekunder didapat dari buku buku atau hasil penelitian yang dianggap relevan
dengan penelitian ini.
Al-Ghazali memandang zikir atau meditasi sufi adalah serangkaian disiplin
pendidikan akhlaq (perilaku) yang menekankan pada ilmu dan amal perbuatan
serta diakhiri dengan al-mauhibah (kecintaan) yang nantinya akan
mengantarkan seseorang pada ma`rifatullah. Dalam konsepsi Agama Buddha
meditasi dipandang sebagai bentuk latihan spiritual bagi umat Buddha, satu-
satunya jalan paling efektif melepaskan dari penderitaan (dukkha); badan
berpenyakit, kematian, usia tua, kemelekatan dan tumimbal lahir.
Dalam zikir atau meditasi sufi al-Ghazali dan meditasi agama buddha sama-
sama menggunakan tiga (3) teknik yang lazim ada dalam sebuah meditasi yaitu teknik
konsentrasi, teknik kontemplasi dan teknik abstraksi. Perbedaan diantara keduanya
terletak pada objek meditasi yang dipilih. Meditasi sufi al-Ghazali cenderung memilih
objek yang berkaitan dengan tema keTuhanan dan serangkaian ibadah. contoh, nama-
nama Tuhan, berpuasa, dll. Sedangkan objek meditasi dalam agama Buddha, tidak
mengharuskan objek penghormatan keagamaan.
KATA PENGANTAR
ه ات كبروللاهة مح روم ك ي لعم لالس
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi, yang
penulis beri judul “KONSEP ZIKIR MENURUT Al-GHAZALI DAN
MEDITASI DALAM AGAMA BUDDHA”. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan untuk baginda nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi
umat seluruh dunia hingga akhir zaman.
Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari
rintangan dan kebimbangan yang harus dihadapi. Penulis yakin bahwa adanya
bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidaklah mungkin skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Baik itu bantuan secara moril ataupun material
selama selama menempuh perkuliahan pada jenjang strata 1 (S1) Fakultas
Ushuluddin Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan penuh
rasa hormat, Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhinggga kepada Kedua Orang tua, yang telah banyak memberikan dukungan
baik materil maupun spirituil sehingga penulis dapat lebih bersemangat dalam
menyelesaikan laporan ini.
Dan tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih yang sedalam – dalamya
kepada Ibu Dra. Marjuqoh, MA selaku pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan masukan kepada
penulis.
Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan berupa bimbingan
baik moral maupun berupa materil, terutama kepada yang terhormat :
1. KH. Syamsul Ma’arif Hamzah, Syarifah Hayati, selaku orangtua tersayang.
2. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA, selaku rektor Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Syaiful Azmi, S.Ag, MA, dan Lisfa Sentosa, MA, selaku ketua dan sekertaris
Program Ptudi Agama-Agama
5. Dra. Marjuqoh, MA, selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing
penulis hingga tersusun skripsi ini.
6. Mahmudin, S.Ag, Muhammad Fitriyadi, S.H.I, Saiful Hidayat, S.H.I,
Muhammad Zarkasyi, S.H.I, MH, selaku senior yang selalu memberikan
bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. kakakku tersayang Muhammad Fatih farha lubbi terima kasih atas segala
Do’a serta dukungannya kebaikan-kebaikanmu tidak bisa terbalaskan;
2. Adik-adikku tersayang, Fatihatul Izzah, Intan Azimatul Iffah.
3. Teman - teman : Jamiludin, S,Ag, Bambang Romaidi, S.Ag, Khoirul Ulam,
S.Ag dan seluruh angkatan 2012.
4. Serta para pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu terima kasih atas
semua dukungan, masukan, dan perhatiannya.
Semoga laporan tugas akhir ini berguna bagi Penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya serta semoga Allah S.W.T.melimpahkan pahala, rahmat,
dan hidayahnya kepada kita semua, aamiin ya Robbal ‘Alamin.
Jakarta, 09 Juli, 20019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL …………………..……………………………. …….. i
LEMBAR PERNYATAAN ………...……………………………. …….. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………...…………………………… …….. iii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………… …….. iv
ABSTRAK ……………………………………………………….............. v
KATA PENGANTAR ……………………………………………. . …… vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………... viii
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……..……………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………….. 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………… 11
D. Tinjauan Pustaka ………………………………………………….. 11
E. Metodologi Peneliti………………………………………………… 14
F. Sistematika Penulisan……….…………………………………….. 16
BAB II KONSEP ZIKIR DAN MEDITASI SECARA UMUM
A. Pengertian Zikir …………………………………………………… 18
B. Macam-macam Zikirdan Keutamaannya …………………………. 23
C. Pengertian Meditasi ………………………………………………. 33
D. Fungsi Meditasi …………………………………………………… 38
BAB III BIOGRAFI IMAM AL GHAZALI
A. Sejarah Hidup Imam Al Ghazali ………………………………….. 44
B. Karya Karya Imam Al Ghazali …………………………………… 49
C. Pemikiran Imam Al Ghazali ……………………………………… 54
BAB IV ANALISIS KOMPARATIF TENTANG PERSAMAAN DAN
PERBEDAAN KONSEP ZIKIR MENURUT AL GHAZALI DAN
MEDITASI DALAM AGAMA BUDDHA
A. Konsep Zikir Menurut Al Ghazali ………………………………. 57
B. Konsep Meditasi Dalam Agama Buddha ………………………... 63
viii
C. Analisis Konsep Zikir menurut Al Ghazali dan Meditasi dalam Agama
Buddha ………………………………………………………….. 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 72
B. Saran ……………………………………………………………… 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Surat Pengajuan Proposal Skripsi
2. Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengalaman keagamaan dalam arti merasakan religiousitas sangat
didambakan oleh setiap pemeluk agama. Ini terjadi karena pengalaman
keagamaan terkait erat dengan pemenuhan kebutuhan kehidupan manusia.
Kebutuhan tersebut adalah sesuatu yang bersifat universal, yang merupakan
kebutuhan kodrati setelah kebutuhan fisik terpenuhi, yakni kebutuhan akan
cinta dan mencintai Tuhan yang kemudian melahirkan kesediaan pengabdian
kepada Tuhan.1
Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulumuddin
mengatakan bahwa zikir artinya ,mengingat Allah. Melakukannya tidak
terikat waktu, dilakukan kapan dan dimana saja. Lebih utama jika zikir
ketika duduk sehabis shalat atau zikir yang dilakukan dalam satu waktu diluar
setelah shalat. Zikir tidak hanya menyibukkan lisan, namun zikir yang benar
ialah yang disertai dengan konsentrasi. Sebab yang dituju adalah kesenangan
dengan Allah dan hal itu terwujud dengan selalu berzikir dengan khusyuk.2
Firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Ra’d ayat 28 :
ٱلذين ءامنوا وتطمئن قلوبهم بذكر ٱلل ت بذك ل أ ٢٨طمئن ٱلقلوب ر ٱلل
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d: 28)
1Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), h. 41.
2Imam Al Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin (Surabaya: Gitamedia Press, 2003), h.
107-108.
2
Usaha manusia untuk berada sedekat-dekatnya, bahkan manunggal
dengan Tuhan adalah merupakan cermin kerinduan nurani manusia terhadap
Tuhannya. Usaha semacam itu bermula dari kesadaran manusia bahwa ia
berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Kesadaran ini
menimbulkan pengalaman keagamaan pada dirinya mengenai hubungan
dengan Tuhannya itu, yang terefleksikan dalam sikap takut, cinta, rindu, dan
ingin dekat kepada-Nya. Pengalaman keagamaan itu kemudian terpolakan
menjadi suatu sistem ajaran yang mengajarkan bagaimana cara, metode
ataupun jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan yakni kembali
menyatu dengan Tuhan.3
Untuk mencapai tujuan tersebut manusia harus bisa keluar dari
kungkungan jasmani atau materi, sehingga dapat menemukan nilai-nilai
rohani yang dia dambakan. Untuk itu manusia harus berusaha melepaskan
rohnya dari kungkungan jasmaninya dengan jalan latihan yang memakan
waktu cukup lama. Latihan ini juga bertujuan untuk mengasah roh supaya
tetap suci.4
Terdapat dua jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan mistik, yaitu
jalan purgative dan contemplative. Jalan purgative adalah jalan pembersihan.
Jalan ini ada dua model yaitu yang bersifat etika dan yang bersifat asketika.
Etika disini berwujud keharusan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik
dan keharusan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dianggap kurang
baik. Sedangkan asketika merupakan kegiatan pembersihan yang lebih berat
3Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan, (Semarang : Aneka Ilmu, 1999), h.99.
4Asmaran AS, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), h. 17.
3
dan bersifat penyiksaan diri, seperti mengurangi makan, minum, bertapa atau
lainnya. Jalan yang kedua merupakan jalan kontemplasi atau konsentrasi.5
Dalam kontemplasi ini terdapat unsur pengosongan pikiran dari segala
sesuatu serta memenuhi pikiran hanya dengan Tuhan.6 Hal ini dikarenakan
dalam diri manusia ada ego sejati, yaitu ego ketuhanan, tetapi ego ketuhanan
itu ditutupi dengan ego palsu yang setiap manusia memilikinya.7
Dalam Tasawuf, aspek purgative dan kontemplative dilakukan melalui
praktek zikir. Zikir sebagai aspek purgative, karena zikir merupakan perilaku
baik yang dilakukan untuk membersihkan rohani dari segala sifat yang
merintangi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Zikir juga sebagai aspek
kontemplative, karena dengan berzikir akan melatih konsentrasi kesatu titik
yaitu Allah.
Zikir secara harfiah berarti mengingat, menyebut, mengagungkan, dan
menyucikan.8 Yang dimaksud adalah mengucapkan dengan mengulang-ulang
salah satu nama-Nya dengan lisan dan mengingat-Nya dengan hati serta
mensucikan-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya.9
Kemudian Ibnu Atha’, seorang Ulama Sufi yang menuliskan Kitab Al
Hikam (kata kata hikmah) membagi zikir atas beberapa bagian yaitu Zikir Jali
(zikir jelas nyata), yaitu suatu perbuatan mengingat Allah SWT dalam bentuk
5Romdon, Tasawuf dan Aliran Kebathinan,(Yogyakarta : PT. Kurnia Kalam Semesta, 1995),
h. 32.
6Romdon, Tasawuf kebathinan, h. 43.
7Hazrat Inayat Khan, The Heart Of Sufism, Terj. Andi Haryadi,(Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 255.
8Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, (Bandung : Pustaka Hidayah, 2004), h. 77.
9Zainun Kamal, Tasawuf dan Tarekat : Ajaran Esoterisme Islam, dalam Ahmad Najib Burhani (ed.), Manusia Modern Mendambakan Allah, Iman dan Hikmah, (Jakarta : 2002), h. 16.
4
ucapan lisan yang mengandung arti pujian , rasa syukur, dan do’a kepada
Allah SWT yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak
hati, mula mula zikir ini diucapkan secara lisan, mungkin tanpa dibarengi
ingatan hati. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong agar hatinya hadir
menyertai ucapan lisan itu. Yang kedua Zikir Khofi (Zikir samar samar),
yaitu zikir yang dilakukan secara khusuk oleh ingatan hati bai, disertai zikir
lisan ataupun otak, orang yang sudah mampu melakukan zikir ini merasa
dalam hatinya senantiasa memiliki hubungan dengan Allah SWT ia selalu
merasakan kehadiran Allah SWT kapan dan dimana saja, dalam dunia sufi
terdapat ungkapan bahwa seorang sufi10.
Tujuan dari berzikir terus menerus, pertama-tama adalah untuk melatih
konsentrasi kesatu titik tertentu. Seorang yang semula dicemari oleh pikiran
yang bercabang-cabang dan keinginan yang beraneka ragam, secara bertahap
akan terkonsentrasikan seluruh kekuatan mentalnya kepada satu titik yaitu
Allah.11Al-Ghazâlî seperti yang disimpulkan oleh Kojiro Nakamura: “Zikir
adalah Ikhtiar sungguh-sungguh untuk mengalihkan gagasan, pikiran, dan
perhatian kita menuju Tuhan dan akhirat12.
Jika ikan diibaratkan sebagai manusia, maka zikir adalah airnya. Tanpa
zikir, manusia tak akan bisa hidup dengan baik, bahkan mati. Persis seperti
matinya ikan jika tidak berada di dalam habitat air. Maka, kebutuhan manusia
10Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Houve t.t), jilid 6, h. 332.
11Romdon, Tasawuf kebathinan, h. 17.
12 Kojiro Nakamura, Metode Zikir dan Doa al-Ghazali, (Bandung: Mizan Pustaka, 2005),
Cet. I, h. 79.
5
terhadap zikir, sejatinya jauh lebih agung dari kebutuhan manusia kepada
makan dan minum yang batas dominannya hanya kebutuhan fisik.
Sayangnya, banyak yang lalai dan tak menyadari hal ini dengan baik13
Didalam buku kimiya al-assa’dah karangan imam Al-Ghazali
berpendapat bahwa Orang yang berzikir adalah yang selalu ingat bahwa
Allah mengamati seluruh tindakan dan pikirannya. manusia hanya mampu
melihat yang terindra, sementara Allah melihat yang terindra dan yang
tersembunyi. Karenanya, orang yang mempercayai pengawasan Allah atas
dirinya pasti bisa melatih jasad dan batinnya sekaligus14.
Sebagai metode penyucian diri, zikir dapat membersihkan hati dan
pikiran dari segala sesuatu selain Allah. Dengan menyebut kata-kata suci,
khususnya nama-nama Allah beserta sifat-sifat-Nya secara berulang-ulang,
dapat menjadikan ingatan kepada-Nya benar-benar tertanam dalam hati.15
Hal ini menunjukkan bahwa, zikir merupakan praktek sekaligus
keadaan esoteris. Sebagai keadaan esoteric zikir mengandung paradoks,
karena sekalipun zikir berarti ingat, tetapi pengalaman puncak yang dituju
praktek zikir adalah melupakan segalanya kecuali Allah.16 Dalam aliran sufi,
seseorang diharuskan untuk melupakan segala sesuatu yang dapat dilihat,
13http://kisahikmah.com/empat-tingkatan-dzikir-menurut-imam-al-ghazali/diakses 25
April 2019.
14 Imam Al-Ghazali, kimia kebahagiaan ( The Alchemy of Happiness), (Jakarta: zaman,
2001), h.97.
15Abdul Hadi W.M., Adab Berdzikir dan Falsafahnya, dalam Komarudian SF (ed.) dzikir sufi,
serambi ilmu semesta, (Jakarta : 2000), h. 180.
16Sara Suiri, The Taste of Hidden Thing : Images on The Sufi Path, Terj. Ilyas Hasan, Demikian Kaum Sufi Berbicara, Citra Puisi, Mimpi, Ucapan, dan Anekdot dalam Tasawuf, (Bandung : Pustaka Hidayah, 2002), h. 159.
6
benda-benda fisik duniawi dan apa saja selain Allah, dengan tujuan agar
dapat kembali pada ingatan orisinil ialah pengingatan kepada Allah.17
Dalam kondisi ini semua rahasia yang membatasi diri sufi dengan
Tuhan menjadi satu dalam baqanya abid dan ma’bud. Disini esensi, sifat dan
tindakan sufi akan menjadi esensi, sifat dan tindakan Tuhan, sehingga pada
tahap inilah seorang sufi telah menjadi insan Kamil (manusia sempurna).
Al Ghazali sebagai salah satu tokoh sufi sunni memiliki serangkaian
metode yang bernuansa meditatif. Serangkaian metode tersebut pada
umumnya disebut thariqat yaitu seperangkat serial moral yang menjadi
pegangan pengikut tasawuf yang dijadikan metode pengarah jiwa dan
moral18. Sedangkan thariqatnya Al Ghazali sendiri menekankan pada ilmu
dan amal perbuatan, diakhiri dengan al-mauhibah (kecintaan) yang nantinya
akan mengantarkan seseorang pada ma’rifatullah19. Dengan demikian, segala
bentuk dan teknik meditasi sufi ala Al Ghazali akan berorientasi pada
ma’rifatullah (penyaksian Tuhan secara langsung) sehingga didapat
pengetahuan yang benar tanpa ada keraguan.
Kata “meditasi” berasal dari bahasa Latin, meditatio, artinya hal
bertafakur, hal merenungkan, memikirkan, mempertimbangkan atau latihan,
pelajaran persiapan. Dalam Kamus Teologi meditasi adalah do’a batin,
merenungkan Kitab Suci atau tema-tema rohani yang lain, bertujuan
17Fadhlalla Haeri, The Element of Sufism, Terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah, Jenjang-Jenjang
Sufisme,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), h. 108.
18H. A. Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufiesme, h. 111.
19Al Ghazali, Minhaj Kaum ‘Arifin Apresiasi Sufistik untuk Para Salikin (terj). Masyhur
Abadi dan Hasan Abrori (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), h. 29.
7
mencapai kesatuan dengan Allah dan memperoleh pemahaman atas kehendak
Illahi. Sebagai suatu bentuk doa bagi pemula, latihan meditasi langkah demi
langkah akan membawa orang kepada tingkatan kontemplasi yang lebih
tinggi dan sederhana.20
Akar kata Meditasi berasal dari bahasa latinmeditant, berinfleksi
menjadi meditari, dari akar kata med yang berarti “fikiran” atau “perhatian”.
Meditasi didefinisikan oleh webster’s New World Dictionary sebagai:
tindakan bermeditasi ; fikiran yang terus mendalam, refleksi yang mendalam
tentang berbagai hal sebagai tindakan kebaktian keagamaan (ibadah)21.
Meditasi merupakan peranan penting dalam praktek Buddha,. Konon ia
membantu untuk meningkatkan dan menyempurnakan karakter serta
merangsang intuisi dan kearifan. Meditasi Buddha dimulai dengan latihan
nafas yang sederhana; dengan belajar mengontrol nafas , seseorang belajar
untuk tenang dan pada akhirnya untuk mengontrol tubuh. Dengan mengontrol
tubuh, tugas untuk mengontrol fikiran yang lebih sulit dan lebih penting bisa
dilanjutkan. Dengan mengontrol dan membersihkan fikiran, maka karakter
seseorang akan menjadi sempurna; dengan begitu, kearifan dan kematangan
intuisi hingga pencapaian akhir mistik akan tercapai22
20Krishnanda Wijaya-Mukti. Wacana Buddha-Dharma.(Jakarta: Yayasan Dharma
Pembangunan, 2003), h.212.
21Soraya Susan Behbehani, Ada Nabi Dalam Diri: Melestarikan Kecerdasan Bathin
Lewat Zikir dan Meditasi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003), h. 25.
22Soraya Susan Behbehani, Ada Nabi Dalam Diri: Melestarikan Kecerdasan Bathin
Lewat Zikir dan Meditasi, h. 51.
8
Meditasi pada umumnya dimaksudkan untuk mengembangkan
kesempurnaan spiritual, mengurangi akibat penderitaan, menenngkan fikirn
dan membuka kebenaran mengenai eksistensi dan hidup bagi fikiran.
Keramahan dan simpati bersama dengan sikap yang terang atas fakta
kematian dan arti kehidupan adalah hasil dari meditasi. Meditasi membantu
untuk menyadari kefanaan segala sesuatu yang ada dan mencegah
keterlibatan dalam keberadaan. Para pertapa Buddha sering menyatakan
kebebasan mereka dari rasa takut dan cemas yang telah mereka capai dengan
meditasi.23
Dalam hal berdo’a, umat Buddha mempraktekkan meditasi untuk
pelatihan bathin dan pengembangan spiritual. Tidak ada seorang pun yang
dapat merealisasi Nibbana atau keselamatan tanpa mengembangkan batin
melalui meditasi. Sejumlah perbuatan baik saja tidak cukup membawa
seseorang utuk mencapai tujuan akhir tanp pemurnian batin yang sesuai.
Secara alamiah, batin yang tak terlatih sangat sukar dikendalikan dan merayu
orang untuk membuat buruk dan menjadi budak indera. Khayalan dan emosi
selalu menyesatkan manusia jika batin tidak dilatih dengan benar. Seseorang
yang tahu bagaimana caranya bermeditasi akan dapat mengendalikan
batinnya jika tersebut oleh indera-indera.
Meditasi juga berarti pendekatan psikologi untuk pengembangan,
pelatihan dan pemurnian fikiran.24 Satu hal yang sangat penting dan
23Marisusai Dhavamony, Fenomology Agama, (Yogyakarta, Kanisius: 1995),h. 253.
24Dr. Sri Dhammananda, Keyakinan Umat Budha, (Jakarta Barat: Ehipassiko founfation,
2012), h.288.
9
diperlukan serta bagian dari perkembangan dan penghubung pada sebuah
perasaan spiritual adalah meditasi. Hasil dari praktek ini mengizinkan
manusia dan menghubungkan manusia dengan kebijaksanaan serta higher self
(diri sejati).
Sedangkan tujuan terakhir meditasi dalam agama Buddha sekte
Theravada adalah tercapainya nirwana. Dimana manusia yang telah mencapai
nirwana akan merasakan kebahagiaan tertinggi, terbebas dari dukkha
(penderitaan), terhindar dari samsara dan rentetan tumimbal lahir, yang
berarti merealisasi kebebasan mutlak.25
Manusia yang melaksanakan meditasi dapat melihat hidup dan
kehidupan ini dengan sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkeram oleh anicca
(ketidakkekalan), dukkha (penderitaan), dan anatta (tanpa aku yang kekal),
sehingga dapat menuju kearah pembersihan bathin, pembebasan sempurna
dan pencapaian nirwana.26
Bila kita bandingkan zaman sekarang dengan zaman sebelum masehi,
seperti pada zaman Buddha dan zaman guru-guru besar khususnya di India,
bisa dikatakan perbedaannya seperti Bumi dan Langit. Dimana pada zaman
sbekum masehi tersebut yang diutamakan adalah kemajuan batin. Sedangkan
zaman sekarang yang diutamakan adalah dalam hal materi. Pada umumnya
pelaksanaan meditasi hanya dalam konteks kehidupan rohani (spiritual). Oleh
25Simuh, Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, (Yogyakarta : Bentang
Budaya, 2002), h. 199-200.
26Mettadewi W., Bhavana (Pengembangan Batin), (Jakarta : Akademi Budhis Nalanda, 1984), h. 8.
10
Karena itu berbagai tehnik meditasi dikembangkan dalam konteks suatu
agama27
Meditasi itu seperti ilmu pengetahuan yang lainnya, diajarkan bahwa
manusia harus bersedia menerima kebijaksanaan yang akan diberikan kepada
dirinya. Kita belajar dengan mendengar dan berlatih ketika kita duduk diam
dalam keheningan, kelak akan ada banyak informasi, berkah, cinta kasih dan
kekuatan yang dilimpahkan ke dalam diri kita. Kita akan merasa berbeda
setelah bermeditasi. Semakin lama kita bermeditasi, kita akan menjadi lebih
bijaksana, lebih damai28.
Berangkat dari paparan diatas, maka penulis ingin mengangkat masalah
ini dalam skripsi yang berjudul: “ KONSEP ZIKIR MENURUT AL-
GHAZALI DAN MEDITASI DALAM AGAMA BUDDHA”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
a. Pelaksanaan zikir dalam Islam dan meditasi dalam agama Buddha.
b. Fungsi dan substansi zikir dalam Islam dan meditasi dalam agama
Buddha.
c. Implementasi zikir menurut Al Ghazali dan meditasi bagi umat Buddha.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep zikir menurut Al Ghazali dan meditasi dalam agama
Buddha?
27Sutandi. Meditasi Untuk Mengatasi Rasa Sakit (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,
t.t), h. 1.
28Sutandi. Meditasi Untuk Mengatasi Rasa Sakit (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,
t.t), h. 15.
11
b. Apa persamaan dan perbedaan konsep Zikir Menurut Al Ghazali dan
meditasi dalam agama Buddha?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep Zikir menurut Al Ghazali dan meditasi dalam
agama Buddha.
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan konsep zikir dalam tasawuf
dan meditasi dalam agama Buddha.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu :
1. Aspek teoritis, yaitu untuk memperkaya khazanah kepustakaan Fakultas
Ushuluddin khususnya jurusan Studi Agama-Agama, disamping sebagai
syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ushuluddin.
2. Aspek praktis, yaitu untuk dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat,
agar lebih baik dalam membina kerukunan antar umat beragama.
E. Tinjauan Pustaka
Hasil penelitian penulis terhadap terhadap buku-buku yang beredar di pasaran,
belum ada yang membahas secara khusus dan mendalam terhadap judul diatas.
Sedangkan terhadap sejumlah skripsi yang ada di perpustakaan fakultas Ushuluddin
pun belum ada yang membahas secara khusus judul tulisan diatas. Akan tetapi yang
dapat penulis temukan hanya beberapa skripsi yang pada bagian tertentu dari isinya
dapat dijadikan bahan studi banding dalam mengangkat judul diatas. Skripsi-skripsi
dimaksud sebagai berikut :
1. Skripsi Pengaruh Zikir Al Asmaul - Husna Terhadap Perilaku Keagamaan
Siswa-Siswi Panti Asuhan Wira Adi Karya Ungaran, disusun oleh
12
Mohammad Taufikin (2010), Fakultas Dakwah Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Walisongo Semarang. Hasil dari keseluruhan penelitian ini
menyimpulkan bahwa Zikir Al Asmaul - Husna memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku keagamaan siswa-siswi Panti Asuhan
Wira Adi Karya Ungaran.
2. Penelitian yang ditulis oleh Agus Riyadi pada tahun 2005 dengan judul
"Konsep Zikir Menurut Al Qur'an Sebagai Terapi Mnetal Penderita
Psikoneurotik (Studi Analisis Bimbingan Konseling Islam)". Inti dari
penelitian ini berangkat dari fenomena sosial masyarakat yang sedang
mengalami perubahan-perubahan sosial yang cepat serta komunikasi tanpa
batas pada kehidupan di era modern. Dimana kehidupan hanya berorientasi
pada matearialistik, sekuleristik, rasionalistik dengan kemajuan iptek yang
tidak bisa terbendung lagi. Kondisi ini ternyata tidak selamanya
memberikan kesejahteraan, tetapi justru menjadi malapetaka bagi
masyarakat luas. Dari sinilah muncul psikoneurotik (gangguan kejiwaan)
termasuk di dalamnya adalah kecemasan. Peneliti menawarkan terapi zikir
menurut Al-Qur'an sebagai alternatif untuk mengatasinya.
3. Penelitian yang ditulis oleh Bahjah (2001) dengan judul "Zikir Kolektif
sebagai Metode Dakwah serta Pengaruh Terhadap Pengikutnya (Studi
Kasus Kegiatan Zikir di Majlis Zikir Asmawiyah Menurut Sistem Thariqat
Qadariyah Naqsyabandiyah)." Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar manfaat zikir kolektif sebagai metode dakwah bagi
pengikutnya dan untuk mengetahui pengaruh zikir bagi kehidupan sehari-
13
hari pengikutnya. Zikir kolektif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
zikir yang dilakukan secara bersama-sama, berkumpul dalam satu majlis,
menyebut-nyebut kalimat Allah berulang-ulang memohon ampunan dan
keridhoan-Nya. Kegiatan zikir yang dilakukan di majlis zikir Asnawiyah
dengan pimpinan Buya Panji Sukma menggunakan sistem Thariqah
Qodariyah Naqsyabandiyah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
didapatlah hasil bahwa selain kehadiran majelis zikir ini diharapkan dapat
12 memberikan pengaruh bagi pengikutnya dan ternyata hal itu dapat
dirasakan sangat positif oleh pengikutnya.
4. “Al Ghazali dan Sayadaw (Kajian tentang konsep Meditasi), disusun oleh
Muhammad Taqiyuddin (fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama),
dalam penelitiannya banyak membahas tentang bagaimana pandangan Al
Ghazali dan Mahasi Sayadaw tentang meditasi.
Dari tinjauan pustaka yang telah dikemukakan diatas dapat ditegaskan
bahwa kajian kajian yang pernah dilakukan sebelumnya terhadap Zikir
menurut Al Ghazali dan meditasi dalam agama budha tidak ada yang
mempunyai kesamaan dengan substansi kajian ini. Dalam penelitian ini
penulis akan meneliti jalan atau praktek untuk mencapai manusia sempurna
yaitu meditasi dalam agama Budha sekte Theravada yang dikomparasikan
dengan Zikir menurut Al Ghozali.
14
F. Metode Penelitian
Sebagai metode dan teknik yang penulis gunakan dalam penyusunan
skripsi ini sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan kajian skripsi ini, maka penelitian yang penulis lakukan
ialah menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu
jenis penelitian yang data-datanya berasal dari dokumen-dokumen, baik
berupa buku, makalah maupun catatan-catatan lain yang terdapat didalam
perpustakaan.
2. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan Historis secara umum dapat dimengerti bahwa pendekatan
historis merupakan penelaahan serta sumber sumber lain yang berisi
informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis.
Atau dengan kata lain yaitu penelitian yang mendeskripsikan gejala,
tetapi bukan yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan29.
b. Pendekatan Teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan
keyakinan peneliti itu sendiri, dimana agama tidak lain merupakan hak
preogratif Tuhan sendiri. Realitas sejati dari agama adalah sebagaimana
yang dikatakan oleh masing masing agama. Pendekatan sepert ini
biasanya dilakukan dalam penelitian suatu agama untuk kepentingan
agama yang diyakini peneliti tersebut untuk menambah pembenaran
keyakinan terhadap agama yang dipeluknya itu. Yang termasuk
kedalam penelitian teologis ini adalah penelitian penelitian yang
29Sejarah (http;//www.penalaran-umn.org/indeks.php/artikel-nalar/penelitian/162-
penelitian-historis-sejarah.html, diakses tanggal 10 april 2019 jam 21.50, AM
15
dilakukan oleh ulama ulama, pendeta, rahib terhadap suatu objek
maasalah dalam agama yang menjadi tanggung jawab mereka, baik
disebabkan oleh adanya pertanyaan dari jamaah maupun dalam rangka
penguatan dan mencari landasan yang akurat bagi suatu mazhab yang
sudah ada. Pendekatan Teologis memahami agama secara harfiah atau
pemahaman yang menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak
dari suatu keyakinan bahwa wujud empiric dari suatu keagamaan
dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.
c. Penelitian Komparasi adalah penelitian yang membandingkan keadaan
satu variable atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau
dua waktu yang berbeda. Adapun penerapan penelitian komparatif pada
penelitian ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara
perencanaan produksi hasil penelitian di tahun 2017.
3. Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan terdiri dari :20
a. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh dari
bahan-bahan kepustakaan yang ada relevansinya dengan
penelitian ini, seperti buku-buku, majalah, skripsi, tesis, disertasi
dan laporan-laporan ilmiah lainnya. Diantara data tersebut Al
Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, Al Qusyairy An Naisabury, Risalatul
Qusyairiyah, Mahavirothavaro Mahathera, Samma Samadhi,
Terj. Prha Chaluai Sujiwo Mahathera, Samadhi Yang Benar,
Mettadewi W., Bhavana (Pengembangan Batin), dan
sebagainya.
16
b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang merupakan data
penunjang yang dijadikan bahan untuk dapat menganalisa dalam
pembahasan skripsi ini. Berupa buku-buku atau sumber-sumber
lain yang relevan dengan kajian penelitian ini. Diantara buku
tersebut : Mir Valiuddin, Contemplative Disciplines in Sufism,
Terj. M.S. Nasrullah, Zikir dan Kontemplasi Dalam Tasawuf,
M. Zain Abdullah, Tasawuf dan Zikir, M. Afif Anshori, Zikir Demi
Kedamaian Jiwa, SomdetPhra Buddhaghosacariya, Maha Sathipatana
Sutta Girimananda Suttadan Rahulavada Sutta, Terj. Goey Tek
Jong, Samadhi.
4. Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan pendekatan
analisis data kualitatif yaitu menganalisis dengan tidak menggunakan
pendekatan angka-angka statistik. Dengan perkataan lain analisis yang
tidak bisa diukur atau dinilai secara langsung dengan angka.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Pembahasan skripsi ini agar dapat terarah dan mudah dipahami, maka
dalam pembahasan ini penulis bagi menjadi lima bab yang masing-masing
menampakkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan yang
berkorelasi. Sistematika ini penulis kemukakan secara garis besarnya yaitu
sebagai berikut :
Bab I : bab ini berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum secara
global namun integral komprehensif dengan memuat latar belakang; pokok
17
permasalahan; tujuan penelitian; manfaat penelitian; tinjauan pustaka; metode
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II : bab ini berisi Konsep Zikir dan Meditasi yang meliputi
pengertian zikir, macam-macam zikir dan keutamaannya, pengertian meditasi
dan fungsi meditasi.
Bab III : bab ini berisi Biografi Imam Al Ghazali, yang meliputi Sejarah
hidup Imam Al Ghazali, Karya karya Imam Al Ghazali dan Pemikiran Imam Al
Ghazali.
Bab IV : bab ini berisi analisis komparatif tentang persamaan dan
perbedaan konsep zikir menurut Al Ghazali dan meditasi dalam agama Buddha,
yang meliputi Konsep Zikir menurut Al Ghazali, Konsep Meditasi dalam Agama
Buddha, dan Analisis Konsep Zikir menurut Al Ghazali dan Meditasi dalam
Agama Buddha.
Bab V : bab ini berisi penutup meliputi kesimpulan; saran dan penutup.
18
BAB II
KONSEP ZIKIR DAN MEDITASI SECARA UMUM
A. Pengertian Zikir
Zikir secara etimologi, berakar pada kata dzakara-yadzkuru-dzikran,
artinya mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran,
mengenal atau mengerti, ingat.1 Demikian juga menyebut dengan lidah dapat
mengantarkan hati untuk mengingat lebih banyak lagi apa yang disebut-sebut
itu, yaitu sifat, perbuatan, atau peristiwa yang berkaitan dengannya. Dari sini
dapat dipahami bahwa kata Zikrullah dapat mencangkup penyebutan nama
Allah atau ingatan menyangkut sifat-sifat atau perbuatan Allah, Surga atau
Neraka-Nya, bahkan segala yang dikaitkan dengan-Nya demikian arti kata
zikir secara bahasa.30
Kata mengingat dan menyebut adalah dua kata yang sering digunakan
untuk memahami kata zikir. Karena mengingat dan menyebut dalam bahasa
zikir bersifat komplementer (saling terkait dan melengkapi). Ditemukan
dalam Al- Qur‟an kata zikir dalam berbagai bentuknya tidak kurang dari 200
ayat yang menyebutkan kata yang berakar dari kata zikir, semuanya bermuara
pada proses zikrullah itu sendiri, walaupun sejumlah ayat menyebutnya
dengan kata yang disandarkan langsung pada Allah SWT, pada nama-Nya,
pada nikmat, peringatan, atauayat-ayat-Nya31.
30 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah,
2012), h.34.
31Qomaruddin SF, (ed.), Zikir Sufi: Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf, (Jakarta,
Serambi, 2002), cet. Ke-3, h. 19.
19
Ibn Hajar As-qalany mendefiniskan zikir dengan segala lafal yang
dianjurkan untuk banyak membacanya seperti tasbih, tahmid, tahlil, takbir,
hawqalah, basmalah, hasbalah, istighfar, dan sebagainya. Disamping itu,
beliau menjelaskan bahwa melakukan perbuatan yang diwajibkan dan yang
disunnahkan termasuk pula dalam pengertian zikir, hal ini senada dengan
pendapat Said bin Zubair, yang tidak membatasi pengertian
zikir.Menurutnya, segala bentuk ketaatan kepada Allah SWT adalah zikir.
Orang yang tidak taat kepada Allah SWT berarti dia tidak berzikir.32
Sedangkan zikir menurut pendapat yang lain diistilahkan dengan kata
meditasi, yang tujuannya semata-mata untuk memudahkan pemahaman awal
dan membandingkan zikir dengan bentuk meditasi lainnya.
Dengan menyebut zikir sebagai meditasi dasar, maka dapat memberi
gambaran bahwa :
1. Zikir dengan menyeru nama-nama Dzat Allah (zikir ismu Dzat) sebagai
zikir dasar yang akan menjadi pondasi zikirselanjutnya.
2. Adapun zikir lanjutan antaran lain Tasbih, Doa, Tadabbur Qur’an,
Tadabbur Alam, Tafakur, dan yang lebih sempurna dan yang paling luar
biasa adalah shalat.
Zikir disebut dasar karena sederhana, terbuka, dan telah diajarkan sejak
Nabi Adam sampai Rasulullah SAW, dan terus tumbuh dan berkembang
32Ibn Hajar al-Asqalany, Fathal-Bary, (Beirut,Daral-Ma‟rifah,1379H), juz11,h.209
20
dalam berbagai bentuk meditasi untuk berbagai tujuan33
Dalam pandangan Sayyid Sabiq, zikir adalah apa yang diucapkan oleh
lisan dan hati berupa tasbih atau mensucikan Allah SWT, memuji dan
menyanjung-Nya, menyebutkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan sertan
sifat- sifat keindahan dan kesempurnaan yang telah dimiliki-Nya34.
Kemudian ada juga yang berpendapat bahwa zikir adalah mengulang-
ulang nama Allah dalam hati maupun lewat lisan. Ini bisa dilakukan dengan
mengingat lafal jalalah (Allah), sifat-Nya, perbuaatan-Nya, atau suatu
tindakan yang serupa35.
Mengutip dari kitab al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah dan al-Futuhat ar-
Rabbaniyyah, al-Khumais menyimpulkan pengertian zikir sebagain berikut:
Zikir menurut syariah adalah setiap ucapan yang dirangkai untuk tujuan
memuji dan berdoa. Yakni lafal yang kita gunakan untuk beribadah kepada
Allah SWT, berkaitan dengan pengagungan terhadap-Nya dan pujian
terhadap-Nya, dengan menyebut nama-nama-Nya atau sifat-Nya, dengan
memuliakan dan mengesakan-Nya, dengan bersyukur dan mengagungkan
Dzat-Nya, dengan membaca kitab-Nya, dengan memohon pada-Nya dan
berdoakepada-Nya.36
33 HM Munadi bin Zubaidi, The Power Of Zikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan
dan Ketenangan, (Klaten: Image Press, 2007), cet. Ke-1, h. xi
34 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (t.t., Dar al-Hadits, 2004), h. 384.
35 Ibn Atha‟ilah, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006),
cet.Ke-2, h. 29
36Muhammad bin Abdurrahman, Adz-Dzikral- Jama‟I Bainal- Ittiba’ waal- Ibtida’,
terjemahan Abu Harkaan, (solo, At-Thibyan, t.th) h.,27.
21
Sedangkan pelaksanaanya sama sekali tak ada batasannya baik dalam
metode, jumlah, atau waktu berzikir. Pembatasan terhadap metode yang
berkaitan dengan beberapa amalan wajib tertentu tidak dibahas disini,
misalnya shalat.Syariat cukup jelas dan semua orang mengetahui kewajiban
ini, bahkan Rasulullah SAW bersabda bahwa para penghuni surga hanya
menyesali satu hal, yakni tidak cukup mengingat Allah selama di dunia.37
Usman Najaty mengatakan bahwa dalam realitasnya semua ibadah
adalah zikir atau membutuhkan zikir.38 Tatkala manusia sedang melakukan
hubungan yang intens dengan sang Khalik tidak terlepas dari zikir karena
dengan wahana zikir manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah, menurut
Ahmad Mahmud Subhy, zikir bukan sekedar repetisi lisan, melainkan
memikirkan keagungan Allah SWT, nikmat-nikmat-Nya, dan memikirkan
kekurangan diri sendiri dalam bersyukur dan kelemahannya dalam memenuhi
hak-hak Allah SWT, serta mengakui nikmat-nikmat lahiriah dan batiniah.
Jadi dalam zikir terdapat pemikiran dan perenungan.39
Seperti halnya dalam praktek zikir yang dijalankan oleh kaum sufi, pada
prinsipnya seluruh praktek kaum sufi bermuara ke Hadirat Ilahi Rabbi.
Perbedaan terletak pada metode dan sikap dalam merefleksikan kebutuhan
pengakomodasian keanekaragaman paramurid.
37 Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir dan Salawat, (Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 10
38Muhammad Usman Najaty, Al-Qur’an wa Uluman Nafs, terjemahan ibn Ibrahim,
(Jakarta Cendekia Sentra Mulia, 2001), h. 331
39 Ahmad Mahmud shubhy, Al-Falsafah al-Akhlaqiyyah fi al-Fikr al-Islamy, terjemah
Yunan Askaruzzaman Ahmad, (Jakarta, Serambi, 2001), h. 251
22
Berdasarkan pemaparan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
zikir memiliki makna umum dan makna khusus. Makna umum dari zikir ialah
mengingat Allah SWT dalam bentuk ketaatan maupun penghambaan, baik
dilakukan secara hati, lisan, maupun anggota tubuh yang lain.
Dengan zikir yang seperti ini bisa diartikan bahwa zikir dapat dilakukan
dalam kondisi apapun, baik dalam kondisi duduk, berdiri, berbaring, diam,
bicara, maupun berjalan dan seseorang dapat berzikir selagi di dalam hatinya
masih ingin mengingat Allah, dan bahkan seorang tatkala hembusan nafasnya
bisa dikatakan zikir selagi ingin selalu menyebut nama Allah SWT, dan pada
waktu hembusan nafasnya menjadikan dia mengingat kepada Allah SWT.
Zikir kepada Allah merupakan komunikasi antara hamba dengan Tuhan
dalam berbagai bentuk ibadah, sujud dan tasbih. Nash (Al-Quran dan Hadis)
menyebut zikir merupkan mukjizat ilmiah tersendiri, sebab ia
menghubungkan ingatan manusia akan Tuhan-Nya.
B. Macam-macam Zikir
Telah kita ketahui dari uraian di atas bahwa banyaknya seluruh ketaatan
kepada Allah SWT. Hati, lisan dan anggota tubuh manusia sebagai mediasi
untuk berzikir kepada Allah SWT, adapun macam-macam zikir banyak
ragamnya dengan mengacu dari pemaparan di atas, dengan demikian zikir
terdiri dari enam macam yaitu :
1. Zikir Seluruh Indra
Yang dimaksud dengan zikir seluruh indra ialah dengan
mengaplikasikan seluruh indra tubuhnya hanya untuk mengingat kepada
23
Allah, seperti pada waktu mata memandang ciptaan Tuhan yang indah,
lalu lisan menyebut Alhamdulillah, dan selalu menjaga seluruh indra
yang ada dalam dirinya untuk tidak berpaling dari mengingat Allah „azza
wazalla. Firman Allah SWT :
ن بطون أم أخرجكم م تكم ل تعلمون شي وٱلل ر أ ه وجعللكم ٱلسمع وٱلبص
٧٨ دة لعلكم تشكرون وٱلف
Artinya : Dan Allah mengeluakan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran
dan penglihatan. dan hati agar kamu bersyukur. (Qs. Al-Nahl:
78)
Bersyukur kepada Allah merupakan salah satu bentuk zikir kepada-
Nya. dalam ayat ini zikir dihubungkan dengan indra.
2. Zikir dalam bentuk Shalat
Firman Allah SWT:
لم ٱلغيب قيكم ثم تردون إلى ع ون منه فإنهۥ مل قل إن ٱلموت ٱلذي تفر
دة فينب ئكم بما كنتم تعملون ه ة ٨وٱلش لو ا إذا نودي للص أيها ٱلذين ءامنو ي
لكم خير من يوم ٱلجمعة وذروا ٱلبيع ذ إن كنتم لكم ا فٱسعوا إلى ذكر ٱلل
٩تعلمون
Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diserukan sembahyang pada
hari Jumat, bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang,
bertebarnlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung (QS. Al-
Jumu’ah: 8-9)
Kita lihat dalam ayat di atas, di satu sisi zikir bermakna shalat dan di
sisi lain bermakna interaksi dengan sesama manusia. masuk ke masjid untuk
shalat berjamaah dan keluar masjid untuk bekerja dan berusaha sama-sama
dihubungkan dengan Allah SWT. Artinya, kedua hal itu dipandang sebagai
24
zikir kepada Allah, bahkan di ujung ayat terdapat perintah untuk berzikir
kepada Allah dalam segala situasi.
3. Zikir dengan Lisan
Zikir dengan lisan merupakan salah satu zikir yang cara praktiknya
dengan lisan, yaitu dengan mngucapkan lafaz-lafaz yang berisi pujian kepada
Allah, dan zikir tersebut berupa tasbih, tahmid dan tahlil.
Zikir yang hanya terucap dengan lisan adalah tingkatan zikir yang
paling rendah, pada waktu lisan berzikir sedangkan hatinya lalai, dan bahkan
Sarraj dan Kalabadhi mengatakan bahwan zikir yang semacam ini adalah
zalim, yang tidak mengetahui apapun tentang zikirnya, dan tidak mengetahui
tentang yangdisebutnya.
Zikir yang seperti ini akan tetap mendapatkan pahala dari Allah, selama
itu dilakukan masih mengharapkan ridha dari Allah, dan zikir tersebut bukan
untuk tujuan yang lain, seperti mengharapkan pujian ataupun sanjungan dari
orang lain. Firman Allah SWT:
فٱستغفروا لذنوبهم ومن ا أنفسهم ذكروا ٱلل حشة أو ظلمو وٱلذين إذا فعلوا ف
وا على ما فعلوا وهم يعلمون ولم يصر ١٣٥يغفر ٱلذنوب إل ٱلل
Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan
keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi
yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka
mengetahui. (al- Imran: 135)
4. Zikir dalam jiwa
Firman Allah SWT
25
ع بك في نفسك تضر ودون وخيفة ا وٱذكر ر ٱلجهر من ٱلقول بٱلغدو
فلين ن ٱلغ ٢٠٥وٱلصال ول تكن م
Artinya : “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai. (al-A‟raf: 205)
Zikir dalam jiwa ini ditegaskan dalam hadis Qudsi, Nabi SAW
bersabda dalam hadis qudsi, Allah „Azza wa Jalla berfirman, “Aku
mengikuti persangka hamba-ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya
bila ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, Aku pun
mengingatnya dalamjiwa-Ku.”
Dari Firman Allah dan hadis qudsi diatas betapa seseorang begitu
mudah untuk berzikir, bahkan Allah selalu mengingat dalam jiwa-Nya, tatkala
ada seorang hamba yang mengingat Allah dalam jiwanya.
5. Zikir dengan Hati
Zikir hati ialah zikir yang menghadirkan sifat-sifat Tuhan dalam diri
seorang hamba, dan memikirkan seluruh aturan, keutamaan, dan kenikmatan
dari-Nya. Seseorang yang hatinya berzikir dia tidak akan lalai dari segala
perintah-Nya dan selalu akan menjauhi segala larangan-Nya, karena dia
menyadari bahwa Allah SWT, Maha Melihat lagi Maha Mengetahui segala
apa saja yang dilakukan oleh hamba-Nya. Hati yang berzikir senantiasa selalu
memikirkan aturan-aturan atau hukum-hukum yang dibuat oleh AllahSWTdan
telah ditetapkan di alam jagad rayaini. Dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman
:
م قي ت خلق في ويتفكرون جنوبهم وعلى اوقعود اٱلذين يذكرون ٱلل و م ٱلس
26
ذا ماخلقت ربنا وٱلرض طل ه نك ب ١٩١ٱلنار عذاب فقنا سبح
Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan
Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci
Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS. Al-Imran:
191)
Zikir dari hati mengakibatkan keakraban yang semakin besar, dan
akhirnya pelaku menjadi seakan seluruhnya terdiri atas hati. Setiap anggota
tubuhnya adalah sebuah hati yang mengingat Tuhan.
Menurut Fakhrurrazy yang berpendapat bahwa, zikir itu terdiri dari tiga
macam yaitu40:
a. Memikirkan dan merenungkan berbagai dalil tentang zat dan sifat
Allah SWT, serta mendapat jawaban atas berbagai kekeliruan dalam
memahami dalil tersebut.
b. Memikirkan dan merenungi dalil-dalil tentang berbagai kewajiban
dari- Nya, hukum-hukum-Nya, perintah dan larangan-Nya, serta janji
dan ancaman-Nya.
c. Memikirkan dan merenungi seluruh rahasia berbagai ciptaaan Allah
SWT.41
6. Zikir amal
Zikir dengan amal adalah berzikir dengan cara menjadikan anggota tubuh
melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan selu bersyukur atas apa-apa nikmat
40Ibn „Atha‟ilah, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006),
cet.Ke-2, h. 28. 41 Fahrurrazy, Tafsir Kabir wa Mafatih al-Ghaib, (Baerut, darul Fikr, 1985), Jilid 2, cet.
Ke-3, h. 158-159.
27
yang telah diberikan-Nya kepada kita, sebagaimana dalam Firman-Nya:
عليكم أيها ٱلناس ٱذكروا نعمت ٱلل لق غي من هل ي يرزقك خ ماء م م ر ٱلل ن ٱلس
ه إل هو فأنى تؤفكون ٣وٱلرض ل إل
Artinya : “Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah
Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari
langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka Mengapakah kamu
berpaling (dari ketauhidan).(al-Fathir/35:3)
Menurut Ahmad Bahjat, zikir kepada Allah haruslah ada dampak pengaruh
dalam kehidupan dan memberikan keutamaan bagi seluruh kehidupan manusia,
dan ini semua tidak akan terjadi kecuali dengan zikir alam, yang mana di
dalamnya seseorang tegak berdiri, sebagaimana fungsinya dimuka bumi sebagai
khalifah untuk menjaga dan melestarikan kelangsungan alam semesta42
Keutamaan – Keutamaan Zikir
Zikir kepada Allah adalah perbuatan yang paling baik bagi siapa orang yang
ingin mendekatkan diri kepada Allah dan ingin mendapatkan pahala yang besar, dan
zikir itu sesuatu yang sangat besar yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an.43
Zikir adalah salah satu aktivitas manusia sebagai intropeksi diri yang mana
bertujuan untuk menyucikan manusia dan membuat faqr, maka kemiskinan yang
mulia, mengendalikan diri, zikir, mengucapkan firman Allah merupakan sarana untuk
menyampaikan kepada faqr itu kekayaan-Nya yang tidakterbatas.Sesuai dengan
perintah Al-Quran untuk memperbanyak zikir, karena zikir adalah sebaik-baik amalan
yang mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabbnya, bahkan ia merupakan kunci
semua kebaikan yang diinginkan seorang hamba didunia dan akhirat, kapan saja yang
42 Ahmad Bahjat, Allah fi al-Aqidah al-Islamiyyah, (terj) Abdul Ghaffar, (Bandung,
Pustaka Hidayah, 1998), h.222.
43Abdul Aziz Fathi Sayyid Nada, al-Adab al-Islamiyyah, (Riyadh: Daar Thoyyibah
linnasar wattauji‟, 2007), h. 327
28
Allah berikan kunci ini pada seorang hamba maka Allah inginkan ia membukanya
dan jika Allah menyesatkannya maka pintu kebaikan tersisa jauh darinya, sehingga
hatinya gundah gulana, bingung, pikiran kalut, depresi dan lemah semangat dan
keinginannya, apabila ia menjaga zikirnya serta terus berlindung kepada Allah maka
hatinya akan selalu tenang. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
ٱلذين ءامنوا وتطمئن قلوبهم بذكر ٱلل ت بذك ل أ ٢٨طمئن ٱلقلوب ر ٱلل
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d: 28)
Begitu pentingnya berzikir kepada Allah maka banyak sekali manfaat dan
kegunaannya bagi siapapun yang mengerjakannya, Ibn Qoyyim al-Jawziyyah
menjelaskan dalam kitabnya al-Wabil as-Shayyib Wa Raafi’ al-Kalimi al- Thoyyib,
beliau menyebutkan bahwa ada seratus keutamaan bagi orang yang mengerjakan
zikir, dan beliau merinci tujuh puluh tiga keutamaan saja.44
Diantara keutamaan zikir yang akan dijelaskan oleh penulis, disini penulis
hanya menjelaskan sepuluh keutamaan. Adalah sebagai berikut:
1. Zikir dapat mengusir syetan dan dapat melindungi orang yang berzikir, Allah
SWT berfirman :
هم ط ن ائف إن ٱلذين ٱتقوا إذا مس ن ٱلشي م بصرون هم افإذ روا تذك ط ٢٠١ م
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was- was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, Maka ketika itu
juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (QS. al-‘Araf:201)
2. Zikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan dan depresi dan dapat
mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan hidup, hal ini sesuai
44IbnQoyyimal-Jawjiyyah,al-Wabilas-Shayyib,(terj)abd.RohimMu‟thidanZulqarnain,
(Jakarta, Akbar media Eka, 2004), cet. Ke.I,h.65
29
dengan firman Allah SWT
ٱلذين ءامنوا وتطمئن قلوبهم بذكر ٱلل ت بذك ل أ ٢٨طمئن ٱلقلوب ر ٱلل
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d: 28)
Sahl bin Abdullah berkata jika hati seorang hamba merasa senang dan
tenang kepada Tuhannya, maka kondisi spiritualnya akan menjadi kuat. Jika
kondisi spiritualnya kuat maka segala sesuatu akan senang dan simpati
kepadanya.45
3. Zikir dapat menghidupkan hati
Bahkan zikir itu sendiri pada hakekatnya adalah kehidupan bagi hati
tersebut, apabila hati kehilangan zikir maka seakan-akan kehilangan
kehidupannya sehingga tidak hidup sebuah hati tanpa zikir kepada Allah.
Rasulullah saw bersabda :
Artinya : Dari Abu Musa ra berkata, bahwa Nabi saw telah bersabda:
Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dan orang
yang tidak berzikir kepada Tuhannya seperti orang yang hidup dan
orang yang mati. (HR.Bukhari)46
4. Zikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari adzabAllah
Karena zikir merupakan suatu kebaikan yang besar dan diampuninya
segala dosa-dosa, tentu hal ini dapat menyelamatkan orang yang berzikir dari
azab Allah SWT, sebagaimana Rasulullah saw bersabda :
45Dikutip dari Syekh Abu nashras- Sarrajal - Thusi, al-luma‟ (t.t:Tsaqafaal-Dhiniyyah),h.98
46Muhammad Ibn Ismail abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut, Dar Ibn
Katsir, 1987), juz 5, h. 2353
30
Artinya : Dari Muadz bin Jabal berkata, sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda: tidak ada amal yang dapat dilakukan oleh seseorang dari
siksa Allah kecuali berzikir kepada Allah. (HR. IbnMajah)47
5. Zikir menghasilkan pahala, keutamaan dan karunia Allah
Padahal sangat mudah mengamalkannya, karena gerakan lisan lidah
mudah dari pada gerakan tubuh, diantara pahala zikir yang disebutkan
Rasulullah SAW adalah : Artinya: telah menceritakan kepada kami Abullah
bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami, Malik dari Sumai maula, Abi
Bakrin, dari Abi Shaleh, dari Abi Hurairah RA. Sesungguhnya Nabi saw
bersabda: orang yang mau mengucapkan “Laailaha illallah wahdahu laa
syarikalahu lahul mulku walahulhamdu wa huwa ala kulli say’in kodiir”. Pada
setiap hari sebanyak seratus kali, maka orang itu seperti membebaskan
sepuluh hamba sahay, dan baginya ditulis seratus kebaikan dan baginya
dihapus seratus kejelekan, dan baginya terjaga dari setan pada hari itu sampai
sore, dan tidak ada orang yang bisa melebihi kemuliannya dari pada orang
yang mau mengamalkan kalimat yang diatas yang lebih banyak. (HR.
Bukhari)48.
6. Zikir dapat menjadi cahaya penerang bagi yang berzikir di dunia, di alam
kubur, dan diakhirat.
Orang yang berzikir dapat menerangi dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat, sehingga tidaklah hati dan kuburan memiliki cahaya seperti cahaya
dzikrullah. Allah SWT berfirman:
47Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Amman, al-Khatib) juz 2, h. 1345
48http://www.maktabah-syamilah.com diakses tanggal 10 april 2019 jam 21.50, AM.
31
ه اأو من كان ميت ثلهۥ كمن ٱلناس في ۦبه ييمش انور لهۥ وجعلنا فأحيين في م
ت نها بخارج ليس ٱلظلم لك م فرين لل زي ن كذ ١٢٢ لون يعم انوا ك ما ك
Artinya: dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan
dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan
cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam
gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik
apa yang telah mereka kerjakan. (QS.al-An’am:122)
7. Zikir menjadikan seseorang termasuk kepada golongan yang istimewa dan
terkemuka.
Rasulullah saw bersabda:
ام ا و و ال ق ن و د ر ف لم ا ق ب س م ل س و ه ي ل ع ى للا ل ص للا ل و س ر ال ق ة ر ي ر ه ي ب أ ن ع
)رواه مسلم( ات ر اك الذ ا و ر ي ث ك للا ن و ر اك الذ ال ق للا ل و س ر يا ن و د ر ف الم
Artinya: Dari Abu Hurairah: Rasulullah saw bersabda: Telah mendahului orang-orang yang istimewa! Mereka bertanya: Siapakah orang-orang yang istimewa wahai Rasulullah? Beliau menjawab: mereka ialah orang-orang yang berzikir kepada Allah SWT, baik laki-laki maupun wanita. (HR. Muslim)49
8. Zikir menjadi sebab mendapatkan shalawat dari Allah dan paramalaikat-Nya
Allah SWT berfirman:
ذكر أيها ٱلذين ءامنوا ٱذكروا ٱلل هو ٤٢ وأصيل بكرة وسب حوه ٤١ ار ثيك اي
ئكتهۥ عليكم يصل ي ٱلذي ت ٱلظ ن م ليخرجكم ومل نين بٱلمؤم وكان ور ٱلن إلى لم
٤٣ ارحيم
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut
nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. dan bertasbihlah
kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat
kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu),
supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang
terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang
beriman. (QS. al-Ahzab:41-43)
49Silsilah al-‘Alim wa al-Muta’alim, Muslim: Sahih Muslim, (Amman, al Khatib), juz 4,
h. 2062
32
9. Zikir mencegah orang dari sifat kemunafikan
Orang yang berzikir kepada Allah SWT akan terpelihara dirinya dari sifat
kemunafikan, karena salah satu ciri orang munafik adalah jarang sekali berzikir
kepada Allah SWT, Allah SWT berfirman:
ة قاموا كسالى لو ا إلى ٱلص دعهم وإذا قامو وهو خ دعون ٱلل فقين يخ إن ٱلمن
إل قليل يراءون ٱلن ١٤٢ اس ول يذكرون ٱلل
Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah
kecuali sedikit sekali. (QS. an-Nisa: 142)
Dalam ayat di atas telah disebutkan bahwa tipuan orang-orang munafik dan
segala fitnahnya yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam jurang
kemunafikan sebagaimana Allah SWT berfirman :
لك ومن يفعل ذ دكم عن ذكر ٱلل لكم ول أول أيها ٱلذين ءامنوا ل تلهكم أمو ي
سرون ئك هم ٱلخ ٩فأول
Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.
10. Zikir menjadikan seseorang diingat
Allah SWT Allah SWTberfirman:
١٥٢فٱذكروني أذكركم وٱشكروا لي ول تكفرون
Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. al-Baqarah: 152)
C. Pengertian Meditasi
33
Yoga dan meditasi adalah semacam jalan untuk membentuk diri lebih
damai dan bijak dalam membaca kehidupan. Satu cara yang dilakukan dalam
sela-sela rutinitas. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, meditasi diartikan
sebagai pemusatan dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Meditasi adalah cara
melepas yaitu dalam bermeditasi, anda melepas dunia luar yang ruwet untuk
meraih kedamaian batin yang mantap. Dalam semua mistisisme49dan pelbagai
tradisi spiritual, meditasi adalah jalan menuju pikiran yang murni dan kokoh50.
Meditasi dalam bahasa Pali disebut bhavana, yang berarti pengembangan.
Secara terminologis bhavana ialah pengembangan batin dalam melaksanakan
pembersihan. Kata bhavana berasal dari bentuk kata kerja “bhu” dan “bhavati”,
yang berarti sebabnya dari ada, atau menjadi, penyebutan dalam keadaan dan
perkembangan. Istilah lain yang memiliki arti dan corak pemakaian istilah yang
sama adalah Samadhi. Samadhi berarti pemusatan pikiran pada suatu objek.
Samadhi yang sebenar (Samma Samadhi) merupakan pemusatan pikiran pada
obyek yang dapat menghilangkan kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan
bentuk-bentuk karma yang baik51.
Istilah Samadhi diterangkan di dalam sutta-sutta sebagai keadaan pikiran
yang ditujukan pada suatu obyek. Ditinjau dari arti yang luas, istilah ini mengacu
kepada suatu tingkatan tertentu dari pemikiran yang tidak dapat dipisahkan dari
unsur-unsur kesadaran. Oleh sarjana Barat, kata Samadhi dianggap biasa saja
dan secara tidak tepat disinonimkan dengan kata meditasi dan meditasi itu sendiri
50Somdet Phra Buddhagosacariya (Nanavara Thera), Samadhi (Pencerahan
Agung),(Jakarta, Penerbit Sri Manggala : 2004), h. 8
51Dr. Sri Dhammananda, Keyakinan Umat Buddha (Jakarta Barat: Ehipassiko
founfation, 2012),h. 20
34
merupakan bahasa Inggeris dari bhavana yaitu meditation. Samadhi bukan hanya
berkenaan dengan pemahaman akan unsur-unsur dalam Jalan Tengah, tetapi
lebih lagi mencakup latihan pemikiran dalam tingkat yang lebih tinggi. Latihan
samadhi yang dimaksudkan untuk pembersihan pikiran dari berbagai kilesa
(kotoran) melalui tahapan-tahapan pengendalian dan pengembangan pikiran
dengan cara-cara yang teratur dansistematis.52
Secara terminologi di kalangan Buddha langkah awal pertama dikenal
sebagai “perhatian murni” (smrti), yang kemudian diikuti dengan “keheningan
yang dipenuhi kebahagiaan” (Samadhi) dan “kebijaksanaan” (prana).53 Kata
bhavana juga secara terminologi berarti pengembangan batin dalam
melaksanakanpembersihannya.
Meditasi pada umumnya dimaksudkan untuk mengembangkan
kesempurnaan spiritual, mengurangi akibat penderitaan, menenangkan pikiran
dan membuka kebenaran mengenai eksistensi dan hidup bagi pikiran. Keramahan
dan simpati bersama dengan sikap yang terang atas fakta kematian dan arti
kehidupan adalah hasil dari meditasi. Meditasi membantu untuk menyadari
kefanaan segala sesuatu yang ada dan mencegah keterlibatan dalam keberadaan.
Para pertapa Buddha sering menyatakan kebebasan mereka dari rasa takut dan
cemas yang telah mereka capai dengan meditasi.54
52 Somdet Phra Buddhagosacariya (Nanavara Thera), Samadhi (Pencerahan
Agung),(Jakarta, Penerbit Sri Manggala : 2004), h. 15
53 Edward Conze, Sejarah Singkat Agama Buddha, ( Jakarta Barat, Karyania :
2010), h.14.
54 Marisusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Terj. (Yogjakarta, Kanisius :
1995), h. 253.
35
Dalam hal berdoa, umat Buddha mempraktekkan meditasi untuk
pelatihan batin dan pengembangan spiritual. Tidak ada seorang pun yang dapat
merealisasi Nibbana atau keselamatan tanpa mengembangkan batin melalui
meditasi. Sejumlah perbuatan baik saja tidak cukup membawa seseorang untuk
mencapai tujuan akhir tanpa pemurnian batin yang sesuai. Secara alamiah, batin
yang tak terlatih sangat sukar dikendalikan dan merayu orang untuk membuat
buruk dan menjadi budak indera. Khayalan dan emosi selalu menyesatkan
manusia jika batin tidak dilatih dengan benar. Seseorang yang tahu bagaimana
caranya bermeditasi akan dapat mengendalikan batinnya jika tersesat oleh
indra-indra.
Meditasi juga berarti pendekatan psikologi untuk pengembangan,
pelatihan dan pemurnian pikiran.55 Satu hal yang sangat penting dan diperlukan
serta bagian dari perkembangan dan penghubung pada sebuah perasaan spiritual
adalah meditasi. Hasil dari praktik ini mengizinkanmanusia dan
menghubungkan manusia dengan kebijaksanaan serta higher self (diri sejati).
Kebanyakkan masalah yang kita hadapi saat ini terjadi karena batin yang
tak terlatih dan tidak berkembang. Telah diketahui bahwa meditasi adalah obat
untuk banyak penyakit badan dan batin. Pakar medis dan psikologi besar di
seluruh dunia menyatakan bahwa frustasi, kecemasan, kesengsaraan,
kegelisahan, ketegangan dan ketakutan adalah penyebab dari berbagai penyakit,
tukak lambung, gastritis, keluhan saraf dan penayakit jiwa. Bahkan penyakit
55 Dr. Sri Dhammananda, Keyakinan Umat Buddha (Jakarta Barat: Ehipassiko
founfation, 2012),h. 288.
36
yang laten akan diperburukkan dengan kondisi mental seperti demikian.56
Meditasi , seperti diketahui bersama telah menjadi sebuah solusi untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang bersumber dari gangguan emosi dan mental.57
Meditasi itu seperti ilmu pengetahuan yang lainnya, diajarkan bahwa
manusia harus bersedia menerima kebijaksanaan yang akan diberikan kepada
dirinya. Kita belajar dengan mendengar dan berlatih. Ketika kita duduk diam
dalam keheningan, kelak akan ada banyak informasi, berkah, cinta kasih dan
kekuatan yang dilimpahkan ke dalam diri kita. Kita akan merasa berbeda setelah
bermeditasi. Semakin lama kita bermeditasi, kita akan menjadi lebih bijaksana ,
lebih damai. Inilah caranya agar dunia ini menjadi lebih damai.
Meditasi dalam cara pandang orang Cina adalah juga sebuah pendidikan,
sejenis proses belajar. Itu seperti ketika anda pergi ke perguruan tinggi, anda
bertanya sesuatu kepada profesor atau guru anda dan kemudian anda harus duduk
dengan tenang dan mendengarkan ajaran serta kebijaksanaannya. Jika pelajar
hanya pergi ke perguruan tinggi dan bertanya sesuatu kepada profesor tetapi ia
malah keluar dan melakukan hal yang lainnya, apakah ia akan menjadi
bijaksana? Jadi, meskipun profesor berada di depannya, akan tetapi dia tidak
mendapatkanapa-apa, itu karena dia tidak memberikan sebuah kesempatan
kepada dirinya untukberbicara.
Meditasi menurut pandangan Anand Krishna pula adalah jaya hidup.
Meditasi harus menjadi dasar kehidupan seseorang, barulah dapat disebutkan
56 Diddi Agephe, The Power Of Sound (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
2010). h. 168. 57 Luh Ketut Suryani, Atasi Masalah Dengan Kemampuan Spiritual Anda,
(Jakarta, PT Intisari Mediatama, 2004), h. 20.
37
pengamal tersebut dapat dipanggil seorang meditator. Ia juga menyatakan
meditasi sama dengan perluasan kesadaran. Keseimbangan diri yang dicapai
akan membebaskan diri dari kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan serta
kecemasan dan sesungguhnya kehidupan baru dimulai setelah pencapaian
keseimbangan diri berlaku.58
Pandangan K.L. Reicheit di bawah pengaruh Chinanya, meditasi ialah
sebagai refleksi suci menangani daya-daya yang terdalam dan tertinggi dalam
alam semesta dan sebagai pertimbangan yang tenang dan salah mengenai arti
terdalam dalam hidup, pendengaran suara Syurga dalam jiwa. Sedangkan bagi
para guru Zen memandang meditasi sebagai latihan untuk membimbing ke satori,
pandangan tajam mengenai totalitas dari kenyataan sebagaimana dipusatkan pada
satuobyek.59
Menurut Kathleen McDonald, meditasi ialah suatu bentuk aktivitas
kesadaran mental, yang melibatkan salah satu bagian dari pikiran untuk
mengamati, menganalisis dan berhadapan dengan bagian yang lain dari pikiran
kita. Meditasi wujud dalam banyak bentuk yaitu memusatkan perhatian pada
suatu obyek (internal), berusaha memahami beberapa masalah pribadi,
membangkitkan kasih sayang bahagia bagi seluruh umat manusia, berdoa pada
obyek yang dipuja atau berkomunikasi dengan kebijaksanaan yang ada dalam
batinkita.
58 Anand Krishna, Seni Memberdaya Diri 1, Meditasi untuk Manajemen Stress
dan Neo Zen Reiki, (Jakarta, PT. Gramedia : 2002), h. 11.
59 Marisusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Terj. (Yogjakarta, Kanisius :
1995),h. 253.
38
Dengan demikian, dapat diambil inti dari berbagai perngertian meditasi ini
adalah lebih tertuju pada pemusatan pemikiran untuk memperoleh ketenangan
dalam mencapai tingkat tertinggi, dengan maksud pengendalian diri terhadap
segala macam keinginan yang mengakibatkan penderitaan. Pengendalian pikiran
yang baik juga akan berimbas pada tingkah laku serta kehidupan yang lebih baik
pula. Jika pengendalian dalam diri sudah didapatkan, maka sesuatu yang di luar
pun juga akan dapat dikendalikan dengan baik.
D. Fungsi Meditasi
Perhatian murni adalah inti meditasi Buddhis. Pada dasarnya, perhatian
murni adalah konsep yang sederhana. Kekuatan terletak pada latihan dan
penerapannya.60 Perhatian murni berarti memperhatikan dengan cara tertentu,
mempunyai tujuan, pada saat ini dan apa adanya tanpa menilai. Perhatian
semacam ini mengembangkan kesadaran, kejernihan dan penerimaan kenyataan
saat ini. Ini menyadarkan kita pada fakta bahwa kehidupan kita hanya
berlangsung dari momen ke momen. Jika kita tidak sadar pada momen-momen
kini, maka kita tidak hanya kehilangan sesuatu yang sangat berharga di dalam
hidup kita, tetapi juga gagal meraih kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang.61
Perhatian murni sangatlah sederhana tetapi sangatlah ampuh untuk
membebaskan diri dari himpitan masalah dan menghubungkan kembali pada
60 Katleen McDonald, Meditasi Sebuah Petunjuk Praktis, (Bandung, Yayasan
Penerbit Karaniya, t.th), h. 9.
61 Jon, Kabat, Where You Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, (Jakarta Barat, Karaniya : 2013), h. 4
39
kebijaksanaan dan semangat. Inilah cara untuk meningkatkan kualitas hidup kita
termasuk hubungan dengan keluarga, hubungan dengan pekerjaan dan hubungan
dengan diri sendiri secara pribadi.
Perhatian murni adalah praktik Buddhis kuno yang memiliki relevansi
kuat dengan hidup kita saat ini. Relavansi ini tidak berhubungan dengan agama
Buddha atau menjadi seorang Buddhis dan dunia dalam keharmonian. Ini
berhubungan dengan menyelidiki siapa kita sebenarnya, dengan bertanya
bagaimana kita melihat dunia dan di mana posisi kita dan juga dengan
menghargai seluruh hidup kita. Biasanya, berhubungan dengan kontak. 62
Mungkin latihan perhatian murni itu sederhana, tetapi belum tentu mudah.
Perhatian murni memerlukan usaha dan disiplin untuk alasan yang sederhana
karena dorongan yang menentang keadaan perhatian murni yaitu
ketidaksadaran dan tindakan otomatis, sangatlah kuat. Dorongan tersebut benar-
benar kuat dan melebihi kesadaran kita sebagai komitmen dalam diri dan usaha
yang serius diperlukan untuk menjaga usaha-usaha kita agar tetap dalam momen
kewaspadaan dan mempertahankan perhatian murni.Walaupun sulit, hal tersebut
adalah usaha yang memberikan kepuasan dengan banyak aspek di dalam
kehidupan yang biasanya luput dari pengamatan kita dan hilang begitu sahaja.63
Meditasi juga adalah merupakan latihan mental yang dilakukan untuk tiga
tujuan yang berbeda, tetapi saling berhubungan:
62 Jon, Kabat, Where You Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, (Jakarta Barat, Karaniya : 2013), h. 4 63 Jon, Kabat, Where You Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, (Jakarta Barat, Karaniya : 2013), h. 7.
40
1. Ditujukan untuk membebaskan perhatian dari keasyikan normal dengan
stimulasi indra dan gagasan yang selalu berubah dan terpusat pada diri
sendiri.
2. Ditujukan untuk mengalihkan perhatian dari dunia indra ke dunia lainnya
yang lebih tidak kentara dan karenanya menenangkan kekacauan pikiran.
Pengetahuan yang berdasarkan indra tidak memuaskan sebagaimana
kehidupan yang berdasarkan indra. Perasaan dan fakta- fakta historis
seperti ini tidak pasti, tidak bermafaat, sepele dan sebagian besar
merupakan hal-hal yang tidak penting. Hanya hal-hal yang berharga
untuk diketahui yang diperoleh dalam meditasi, ketika pintu-pintu indra
terkawal. Kebenaran religi yang luhur ini pastinya luput dari jangkauan
orang rata-ratayang pengetahuan dan wawasannya didasarkan pada indra
duniawi.
3. Ditujukan untuk memahami realitas-relitas yang melampaui indra itu
sendiri, untuk menjelajahi fakta-fakta transeden yang menghasilkan
pemahaman kesunyaan (Sunyataan ) sebagai realitastertinggi.64
Hubungan ketiganya ditunjukkan oleh diagram berikut ini:
64 Edward Conze, Sejarah Singkat Agama Buddha, ( Jakarta Barat, Karyania :
2010), h.14
41
Perhatian Murni
PikiranTenang Pandangan Terang B
A C
Keheningan Dipenuhi Kebahagiaan Kebijaksanaan
Batin Yang Tidak Berobyek Kesunyaan Tak Bersubstansi
Nirwan
Diagram 1.
42
Inilah klasifikasi meditasi sesuai dengan tujuannya. Dari sudut pandang
lain, meditasi dapat diklasifikasikan sesuai dengan subyek atau topiknya.
Sejumlah besar topik ditawarkan kepada orang yang berlatih di mana pilihannya
disesuaikan dengan bakal mental dan kecenderungan-kecenderungannya. Begitu
luas jangkauan pilihan yang mungkin sehingga tidak dapat disebutkan satu
persatu di sini.65
Bhavana atau meditasi yang benar akan memberikan respon bagi
setiap pelakunya. Antara fungsi meditasi dalam kehidupan sehari-hari
adalah:66
a. Meditasi akan membantu bagi mereka yang sibuk untuk mendapatkan
kebebasan diri dari ketenangan dan mendapatkan relaksasi
ataupelemasan.
b. Meditasi dapat membantu menenangkan diri dari kebingungan dan
mendapatkan ketenangan yang bersifat tetap.
c. Meditasi membantu menimbulkan ketabahan dan keberanian serta
mengembangkan kekuatan bagi mereka yang mempunyai banyak
masalah.
d. Meditasi membantu untuk memberikan pengertian terhadap diri sendiri
yang sangat dibutuhkan, keadaan atau sifat yang sebenarnya dari hal-hal
65Anand Krishna, Seni Memberdaya Diri 1, Meditasi untuk Manajemen Stress
dan Neo Zen Reiki, (Jakarta, PT. Gramedia : 2002), h. 11.
66Edward Conze, Sejarah Singkat Agama Buddha, ( Jakarta Barat, Karyania :
2010), h.14
43
yang menyebabkan takut dan selanjutnya akan dapat mengatasi rasa takut
dalam pikirannya bagi mereka yang mempunyai rasa takut dalam hati
ataukebimbangan.
e. Meditasi dapat menguatkan ingatan dan akan lebih efisien terhadap
pelajar atau mahasiswa dalambelajar.
f. Meditasi dapat membantu untuk memiliki rasa puas dan ketenangan
serta tidak melempiaskan rasa iri hati terhadap orang lain.
g. Meditasi dapat membantu utnuk melihat sifat dan kegunaan dari
kekayaan dan bagaimana cara menggunakan harta tersebut untuk
kebahagiaan diri sendiri serta oranglain.
h. Meditasi akan membantu untuk belajar menguasai nafsu-nafsu dan
keinginan manusiawi.
44
BAB III
BIOGRAFI IMAM AL GHAZALI
A. Sejarah Hidup Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali merupakan figur yang tidak asing dalam dunia
pemikiran Islam, karena begitu banyak orang menemukan namanya dalam
berbagai literatur, baik klasik maupun modern.67 Pemikir besar dalam dunia
Islam abad ke 5H, yang terkenal dengan julukan hujjatul al-Islam68(bukti
kebenaran Islam) ini tidak pernah sepi dari pembicaraan dan sorotan, baik pro
dan kontra.69
Imam Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy- Syafi’i Al-Ghazal. Versi lain
menyebutkan bahwa nama lengkap beliau dengan gelarnya adalah Syaikh al-
ajal al-imam al-zahid, al-said al muwafaq Hujjatul Islam. Secara singkat,
beliau sering disebut al-Ghazali atau Abu Hamid. Beliau dilahirkan tahun
450H/1058M di Ghazalah, sebuah desa di Pinggiran Kota Thus, kawasan
Kurasan Iran. Sumber lainnya menyebutkan bahwa ia lahir di kota kecil dekat
Thus di Kurasan, ketika itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan dan
wilayah kekuasaan Baghdad yang dipimpin oleh Dinasti Saljuk.70 Beliau
67M. Sholihin, Epistemologi Ilmu dalam Pandangan Imam Al-Ghazali, (Jakarta: Pustaka
Setia, 2001), h. 9.
68 Yusuf Qordawi, Al-Ghozali antara Pro dan Kontra, (Surabaya: Pustaka Progesif, 1996),
h. 39-42
69 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h.
41-46
70 A. Saefuddin, Percikan Pemikiran Imam Al-Ghzali (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 96
45
wafat di Tabristan wilayah propinsi Thus pada hari senin tanggal 14 Jumadil
Akhir 505 H bertepatan dengan 01 Desember 1111 M.71
Imam Al-Ghazali lahir dari keluarga yang taat beragama dan hidup
sederhana. Ayahnya seorang pemintal dan penjual wol yang hasilnya
digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan para fuqaha serta
orang-orang yang membutuhkan pertolongannya, dan juga seorang pengamal
tasawuf yang hidup sederhana. Ia sering mengunjungi para fuqaha, memberi
nasihat, duduk bersamanya, sehingga apabila dia mendengar nasehat para
ulama’ ia terkagum menangis dan memohon kepada Allah SWT agar
dikaruniai anak yang seperti ulama’ tersebut. Ketika ayahnya menjelang
wafat, ia berwasiat Imam Al-Ghazali dan saudaranya, Ahmad diserahkan
kepada temannya yang dikenal dengan ahli tasawuf dan orang baik, untuk
dididik dan diajari agar menjadi orang yang teguh dan pemberi nasehat.72
Kota kelahiran Imam Al-Ghazali Thus, bagian wilayah kurasan
merupakan wilayah pergerakan tasawuf dan pusat pergerakan anti
kebangsaan Arab. Pada masa Imam Al-Ghazali di kota tersebut terjadi
interaksi budaya yang sangat intelek, antara filsafat serta interprestasi sufistik.
Sementara itu pergolakan dalam bidang politik juga cukup tajam misalnya:
pertentangan antara kaum Sunni dan kaum Syi’ah, sehingga Nidham Muluk
71 Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 216.
72Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan
Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 56.
46
menggunakan lembaga madrasah Nidhamiyah sebagai tempat pelestarian
paham Sunni.73
Imam Al-Ghazali sejak kecil dikenal sebagai anak pencinta ilmu
pengetahuan dan seorang pencari kebenaran sekalipun keadaan orang tua
yang kurang mampu serta situasi dan kondisi sosial politik dan keagamaan
yang labil tidak menggoyahkan tekad dan kemauannya untuk belajar dan
menuntut ilmu pada beberapa ulama’.74
Perjalanan keilmuan Imam Al-Ghazali diawali dengan belajar Al-
Qur’an, al-Hadits, riwayat para wali dan kondisi kejiwaan mereka pada
seorang sufi yang juga teman ayahnya. Pada waktu bersamaan, dia menghafal
beberapa syair tentang cinta dan orang yang mabuk cinta.75
Kemudian Imam Al-Ghazali dimasukkan ke sebuah sekolah yang
menyediakan beasiswa bagi para muridnya, karena bekal yang telah dititipkan
ayahnya pada Muhammad Al-Rizkani habis. Di sini gurunya adalah Tusuf al-
Nassy, seorang sufi yang telah tamat ia melanjutkan pelajarannya ke kota
Jurjan berguru kepada Imam Abu Nasr al-Ismail, mendalami bahasa Arab,
Persia dan pengetahuan agama.76 Setelah itu ia menetap di Thus untuk
mengulang-ulang pelajaran yang diperolehnya di Jurjan selama 3 tahun dan
73 Ali al-Jumbulati dan Abdul Fatah at-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 128-129
74 Yusuf al-Nassy dan Ali al-Farm, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve,
1993), jilid 5, h. 26
75 Achmad Faizur Rosyad, Mengenal Alam Suci Menapak Jejak Al-Ghazali, (Yogyakarta:
KUTUB, 2004), h. 115
76 M. yusron Asmuni, Pertumbuhan dan Perkembangan Berfikir dalam Islam, (Surabaya:
Al Ikhlas, 1994), h. 8-9
47
mempelajari tasawuf dibawah bimbingan Yusuf al-Nassy, selanjutnya ia pergi
ke Nishapur, di sana ia belajar di Madrasah Nidhamiyah yang dipimpin oleh
ulama’ besar Abu Al-Ma’ali al-Juwairi yang bergelar Imam al-Haramain
adalah salah seorang teolog aliran Asy’ariyah.77
Melalui peraturan al-Haramain inilah Imam Al-Ghazali memperoleh
ilmu fiqh, ilmu ushul fiqh, mantiq dan ilmu kalam serta tasawuf pada Abu Ali
al-fahmadi, sampai ia wafat pada tahun 478 H. Melihat kecerdasan dan
kemampuan Imam Al-Ghazali, Al-Haramain memberikannya gelar “Bahrun
Mughriq” (suatu lautan yang menggelamkan).
Setelah Imam Al-Haramain wafat, Imam Al-Ghazali pergi ke Al Ashar
untuk berkunjung kepada Mentri Nizam al Mulk dari pemerintahan dinasti
Saljuk. Ia disambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang ulama’ besar.
Kemudian dipertemukan dengan para alim ulama’ dan para ilmuwan.
Semuanya mengakui akan ketinggian ilmu yang dimilki oleh Imam Al-
Ghazali. Menteri Nizam al Mulk akhirnya melantik Imam Al-Ghazali sebagai
guru besar (professor) pada Perguruan Tinggi Nizamiyah yang berada di kota
Baghdad. Pada tahun 181H/1091M Imam Al-Ghazali diamgkat sebagai
rektor dalam bidang agama Islam.78 Di madrasah ini Imam Al-Ghazali
bertugas selama 4 tahun atau 5 tahun (1090- 1095H).79
77 Abu Al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazami, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung: Pustaka,
1979),h. 148 78 Yahya Jaya, Spritualisme Islam dalam Mengembangkan Kepribadian dan Kesehatan
Mental, (Jakarta: Ruhana, 1994), h. 21-22
79 Margareth Smith, Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghazali, (Jakarta: Riora Cipta,
2000), h. 66-68
48
Meskipun Imam Al-Ghazali tergolong sukses dalam kehidupannya di
Baghdad semua itu tidak mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan bahkan
membuatnya gelisah dan menderita, ia bertanya apakah jalan yang
ditempuhnya sudah benar atau belum? Perasaannya itu muncul setelah
mempelajari ilmu kalam (teologi) Imam Al-Ghazali ragu, mana diantara
aliran-aliran yang betul-betul benar, kegelisahan intelektual dan rasa
kepenasarannya dilukiskan dalam bukunya al-Munqidz min al-Dalal.80Dalam
bukunya itu Imam Al-Ghazali ingin mencari kebenaran yang sebenarnya dan
dimulai dengan tidak percaya dengan pengetahun yang dimulai dengan panca
indera sering kali salah atau berdusta. Ia kemudin mencari kebenaran dengan
sandaran akal, tetapi akal juga tidak dapat memuaskan hatinya. Hal ini
diungkapkan dalam bukunya Tahafut al-Falasifah.81 Yang isinya berupa
tanggapan dan sanggahan terhadap para filosof.
Kegelisahan dan perasaan terus meliputinya kemudian Imam Al-
Ghazali mulai menemukan pengetahuan kebenaran melalui kalbu yaitu
tasawuf, ia belum memperoleh kematangan keyakinan dengan jalan tasawuf
setelah meninggalkan Baghdad pada bulan Zulkaidah 448 H/1095 M dengan
alasan naik haji ke Mekkah, ia memperoleh izin ke luar Baghdad.
Kesempatan itu ia pergunakan untuk mulai kehidupan tasawuf di Syiria yaitu:
dalam masjid Damaskus, kemudian ia pindah ke Yerussalem Palestina untuk
80 Penjelasan ini dapat dilihat, Imam Al-Ghazali: Al-Munaqidz min al-Dalal, (Istanbul: Daar
Darus Safeka, tt), h.4
81 Imam Al-Ghazali, Tahfut al-Falasifah, diedit oleh Sulaiman Dunian, (Kairo: Dar al-
Ma’arif, 1996), h. 20
49
melakukan hal yang sama di masjid Umar dan Monumen suci Dome of the
Roch.82 Sesudah itu tergeraklah hatinya untuk menunaikan ibadah haji, dan
setelah selesai ia pulang ke negeri kelahirannya sendiri yaitu kota Thus dan di
sana ia tepat seperti biasanya berkhalawat dan beribadah. Perjalanan tersebut
ia lakukan selama 10 tahun yaitu; dari 498-988 H atau 1095-1105.83
Karena desakan penguasa pada masanya, yaitu Muhammad saudara
Berkijaruk, Imam Al-Ghazali mau kembali mengajar di sekolah Nidzamiyah
di Naisabur pada tahun 499 H. Akan tetapi pekerjaannya ini hanya
berlangsung selama dua tahun untuk akhirnya kembali ke kota Thus lagi
dimana ia kemudian mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan sebuah
biara (khangak) untuk para mutasawwifin yang diasuhnya sampai ia wafat
pada tahun 505 H / 111 M.84 Dengan melihat kehidupan Imam Al-Ghazali
dalam biografi di atas dapat diketahui bahwa sepanjang hayatnya selalu
digunakan dan diisi dengan suasana ilmiah, mengajar dan tasawuf. Semua itu
menjadikan pengaruh terhadap pemikiran sumbangan bagi peningkatan sosial
kebudayaan, etika dan pandangan metafisik alam.
B. Karya-Karya Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali adalah seorang ulama’, guru besar, sufi dan pemikir
yang produktif, menulis di dunia Islam. Jumlah kitab yang ditulisnya sampai
kini belum disepakati secara definitif oleh para penulis sejarahnya. Sebagian
para peneliti mengatakan bahwa Imam Al-Ghazali menulis hampir 100 buku
82 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-
Ma’arif, 1980), h. 107-108
83 Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 63
84 Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 135-136
50
yang meliputi: berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti: ilmu kalam,
tasawuf, filsafat, akhlaq, dan otobiografi, karangannya ditulis dalam bahasa
Arab dan Persia.85
Menurut Sulaiman Dunya, karangan Imam Al-Ghazali mencapai 300
buah.86 Ia mulai mengarang pada usia 25 tahun, sewaktu masih di Naisabur.
Waktu yang ia pergunakan untuk mengarang terhitung selama 30 tahun.
Dengan perhitungan ini, setiap tahunnya ia mengarang/ menghasilkan karya
tidak kurang dari 10 buku kitab besar dan kecil, meliputi: beberapa karangan
ilmu, antara lain filsafat dan ilmu kalam,87 fiqh, ushul fiqh,88 tafsir,89
tasawuf dan akhlaq.90
Dalam penelitian terakhir yang dilakukan dalam waktu yang relatif
lama dan cermat sekali yang menunjukkan bahwa kitab-kitab karya Imam Al-
Ghazali yang sudah diterbitkan dan diterjemahkan dan masih dalam bentuk
naskah yang tersimpan dalam berbagai perpustakaan di negeri-negeri Arab
dan Eropa serta suatu pemaparan singkat tentang kandungan masing-masing
85 Muhammad Nawawi El-Jawi, Maraqi al-Ubudiyah Fi Syarkhi Bidayatul Hidayah,
(Semarang: Toha Putra, 2000), h. 25
86 Sulaiman Dunya, Al-Haqiqat fi Nazhri al-Ghazali, (Mesir: Dar Al-Ma’arif, 1119H), h. 6
87 Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam meliputi: 1) Maqdsid al-Falasifah, 2) Tahafut al-
Falashifah, 3) al-Iqtishad i al-I’tihad, 4) al-Munqidz min adh-Dhalal, 5) Maqasid asnafi ma’ani
asma’ al husna, 6) Faisal at-Tafriqot, 7) Qisthas al-Mustaqim, 8) al-Mustazhiri, 9) hujja al-Naqq,
10) Munfashil al-Khilaf fi Ushul ad-Dia, 11) al-Muntahal fi’ilmal-jadal, 12) al madhun bin al-
Ghairahlihi, 13) Mahku nadzar, 14) ara Ilm, 15) arba’in fi ushul ad-Din, 16) Iljam al-‘awam’an
‘ilm al-kalam, 17) Miyar al-ilm, 18) al-Inthoisar, 19) Isbat an-Nadzar.
88 Kelompok Fiqh dan Ushul Fiqh meliputi: 1) Al-Basith, 2) Al-Washit, 3) Al-Wajiz, 4) Al-
Khulasah al-Mukhtashar, 5) Al-Mustasyid, 6) Al-Mankhul, 7) Syifakh al-Alif fiqiyas wa Ta’wil,
8) Adz-Dzari’ah Ila Makdrim Asy-Syari’ah.
89 Kelompok Tafsir meliputi: 1) Yaqut-at Ta’wil Fi Tafsirat-Ta’wil, 2) Jawahir Al-Qur’an. 90 Kelompok Ilmu Tasawuf dan Akhlaq, antara lain: 1) Ihya’ ulum ad-Din, 2) Mizan
al’amal, 3) Kimiya sa’adah, 4) Misykat al-Anwar, 5) Mukasyatal al-qulub, 6) Muhaj al-‘abidin, 7)
al-Dar al Fakhirat F. Kasyfi’ulum al-Akhirat, 80 al dinis fi al wahdat, 9) al qurbqt Ila Allah azza
wajalla, 10) Akhlaq al abrar wa wajat min asrar, 11) Bidayal al hidayah, 12) Al Mabadi wa al-
wajalla, 13) nashihat al-mulk, 14) tables al iblis, 15) al-Risalah al-Qudhusiyah, 16) Al-Ma’kadz,
17) al-amali, 18) al-ma’arif al-quds, 19) Risalah al-Jaduniyyah, 20) Ayyuh al walad.
51
kitab khusus tentang karangan Imam Al-Ghazali dengan judul “Mu’allaqot”
Imam Al-GHazali pada tahun 1961. Buku ini ditulis dalam rangka
memperingati tahun kelahiran Imam Al-Ghazali yang ke 900 di Damaskus
tahun 1961.
Di dalam buku tersebut Abdurrahman Badawi mengklasifikasikan
kitab-kitab yang ada hubungannya dengan Imam Al-Ghazali dalam 3
kelompok yaitu:
1. Kelompok kitab yang dapat dipastikan sebagai karya Imam Al-Ghazali
terdiri dari 69 kitab kelompok yang diragukan sebagai karyanya terdiri
dari 22 kitab.
2. Kelompok kitab yang dipastikan bukan karyanya 31 kitab.
Kitab-kitab Imam Al-Ghazali tersebut meliputi bidang-bidang ilmu
pada zaman itu seperti: al-Qur’an, aqidah, ilmu kalam, ushul fiqh, tasawuf,
mantiq, filsafat, tafsir, fiqh dan lain-lain. Dalam bidang filsafat di
antaranya maqdsid al-falasifah yang menguraikan ilmu kealaman dan
ketuhanan dari para filosof sesuai aliran filsafat Ibnu Sina dan Tahafut al-
Falasifah yang menguraikan penolakan terhadap pendapat para filosof dan
kelemahan-kelemahan filsafat mereka. Dalam bidang teologi seperti: al-
Iqtishad fi al-I’tiqad dan Iljam al-‘awam’an’ilm al-Kalam, yang di
dalamnya mendiskripsikan aliran Sunni dibidang logika, yang terkenal
adalah mi’yar al-ilm. Dalam bidang ushul fiqh yang terkenal adalah al-
Mushtasfa. Sementara dibidang tasawuf yang paling monumental adalah
ihya’ulum ad-Din.
3. Secara rinci buku yang benar-benar disebut sebagai karangan Imam Al-
Ghazali berjumlah 69 buah, yaitu:
1) Al-Ta’liqat fi Furu’ al-Madzhab,
52
2) Al-Mankhul fi al-Usul 3) Al-Basit fi al-Furu’ 4) Al-Wasit 5) Al-Wajiz, 6) Khulasat al-Mukhtasar wa Naqawat al-Mu’tasar, 7) Al-Muntakhal fi ’Ilm al-Jidal, 8) Ma’akhiz al-Khilaf, 9) Lubab al-Nazr, 10) Tahsin al-Ma’akhiz (fi Ilm al-Khilaf), 11) Kitab al-Mabadi wa al-Ghayat, 12) Kitab Syifa al-Galil fi al-Qiyas wa al-Ta’lil, 13) Fatwa al-Ghazali, 14) Fatwa, 15) Gayat al-Gaur fi Dirayat al-Daur, 16) Maqasid al-Falasifah, 17) Tahafut al-Falasifah, 18) Mi’yar al-Ilm fi Fann al-Mantiq, 19) Mi’yar al-Uqul, 20) Mahk al-Nazr fi al-Mantiq, 21) Mizan al-Amal 22) Kitab al-Mustazhiri fi al-Radd ’ala al-Batiniyyah 23) Kitab Hujjat al-Haqq 24) Qawasim al-Batiniyyah 25) Al-Iqtisad fi al-I’tiqad 26) Al-Risalah al-Qudsiyyah fi Qawa’id al-Aqa’id 27) Al-Ma’arif al-Aqliyyah wa Lubab al-Hikmah al-Illahiyyah 28) Ihya’ Ulum al-Din 29) Kitab fi Mas’alat Kulli Mujtahid Musib 30) Jawab al-Ghazali an da’wat Mu’ayyid al-Mulk lahu li Mu’awadat al-
Tadris bi al-Nizamiyyah fi Bagdad, 31) Jawab Mafsal al-Khilaf, 32) Jawab al-Masa’il al-Arba allati 33) Al-Maqsad al-Asna Syarh Asma’ Allah al-Husna, 34) Risalah fi Ruju Asma Allah ila Zat Wahidah ’ala Ra’yi al-Mu’tazilah
wa al-Falasifah, 35) Bidayat al-Hidayah, 36) kitab al-Wajiz fi al-Fiqh 37) Jawahir Al-Qur’an, 38) Kitab al-Arba’in fi Usul al-Din, 39) Kitab al-Madnunu bihi ’ala Gairi Ahlihi, 40) Al-Madnunu bihi ala Ahlihi 41) Kitab al-Durj al-Marqum bi al-Jadawil, 42) al-Qistas al-Mustaqim, 43) Faisal al-Taqriqah baik al-Islam wa al-Zandaqah 44) Al-Qanun al-Kulli fi al-Ta’wil, 45) Kimiyay Sa’adat (dalam bahasa Persi) 46) Ayyuha al-Walad 47) Nasihat al-Muluk 48) Zad akhirat (dalam bahasa Persi) 49) Risalah ila Abi al-Fath Ahmad ibn Salamah al-Dimami bi al-Mausil, 50) AlRisalah al-Laduniyyah
53
51) Risalah ila Ba’di Ahli Asrih, 52) Misykat al-Anwar, 53) Tafsir Yaqut al-Ta’wil 54) Al-Kasyf wa al-Tabyin fi Gurur al-Khalaq Ajma’in, 55) Talbisu Iblis 56) Al-Munqiz min al-Dalal wa al-Mufsih ’an al-Ahwal, 57) Kutub fi al-Shir wa al-Khawas wa al-Kimiya 58) Gaur al-Daur fi al-Mas’alat al-Suraijiyyah, 59) Tahzib al-Usul, 60) kitab Haqiqat Al-Qur’an 61) Kitab Asas al-Qiyas, 62) Kitab Haqiqat al-Qaulain 63) Al-Mustasfa min Ilm al-Usul, 64) Al-Imla’ ala Musykil al-Ihya’, 65) Al-Istidraj, 66) Al-Durra al-Fakhirah fi Kasyf Ma fil al-Darain, 67) Sirr al-’Alamain wa Kaysf ma fi al-Darain, 68) Asrar Mu’amalat al-Din, 69) Jawab Masa’il Su’ila ’anha fi Nusus Asykalat ’ala al-Sa’il, 70) risalat al-Aqtab, 71) Iljam al-Awam ’an ’Ilm al-Kalam 72) Minhaj al-Abidin.91
Dari karangan-karangan Imam Al-Ghazali tersebut banyak
mempengaruhi terhadap para penulis ternama sesudahnya, seperti:
Jalaluddin Runni, syeikh al-Ashari, Ibnu Rusyd dan Syah Waliyullah yang
mencerminkan gagasan rasional Imam Al-Ghazali pada karya mereka.
Penyair utama Persia seperti: Attar, Sa’adi, Hafiz, dan al-Iraqi, juga
diilhami oleh Imam Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali lah penyebab utama
perembesan aliran tasawuf kedalam puisi Persia dan mengarahkannya
kejalan yang benar. Karya besarnya ihya’ ulum ad-Din dibaca luas oleh
kaum muslimin, Yahudi, Nasrani dan mempengaruhi Thomas Aquinus92.
91 Saeful Anwar, Filsafat Ilmu Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan Aksiologi, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2007), h.34
92Saeful Anwar, Filsafat Ilmu Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan Aksiologi,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), h.45.
54
C. Pemikiran Imam Al-Ghazali
Berbicara tentang kapasitas intelektual seorang tokoh dalam masyarakat
luas, tentu harus mengungkapkan beberapa variabel yang berhubungan
dengan aktifitas intelektual dari tokoh tersebut. Diantara variabel yang
terpenting dari kapasitas intelektual adalah sejauh mana dia dapat
mempublikasikannya, ide-idenya sebagai wacana yang responsif terhadap
fenomena yang berlaku. Proses pengekspresian ide-ide tersebut, diantaranya
adalah publikasi idenya kepada masyarakat luas yang tentunya memerlukan
kecakapan dalam mengupas wacana yang begitu terbatas dalam karya ilmiah
tersebut, disamping keberanian mengungkapkan berbagai ide yang tidak
jarang menjadi sumber kontroversi bagi komunitas intelektual lain.
Dalam hal ini Imam Al-Ghazali merupakan seorang intelektual yang
dapat dikatakan setuju atas publikasi berbagai pemikirannya. Dengan
ketulusan hatinya dalam menulis dan keluasan wawasan yang ia miliki,
berbagai buah karyanya dapat dimiliki oleh khalayak luas sebagai karya yang
menarik dan memuaskan. Sebagai seorang tokoh dan ulama’ besar Imam Al-
Ghazali memiliki corak pemikiran yang unik sebagai mana terlihat dalam
perkembangan pemikirannya. Corak pemikiran Imam Al-Ghazali dapat
diklarifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu: epistemologi, metafisika,
filsafat, moral, pendidikan, politik, dan filsafat sejarah.93
Sebagai seorang faqih, Imam Al-Ghazali berafialisasi pada aliran
Asy’ariyah. Disamping menguasai ilmu-ilmu agama, ia menguasai ilmu
93 Zainuddin, Seluk Beluk Pemikiran Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) dikutib dari
A. Syaifuddin, Percikan Pemikiran Ak-Ghazali, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 106
55
filsafat dan logika sehingga sebagian kritis memandang bahwa pengetahuan
para filosof sendiri, meskipun ia telah mengktitik para teolog, Imam Al-
Ghazali tetaplah seorang teolog yang menganut aliran Asy’ariyah, sekalipun
telah menjadi seorang sufi, ia lebih memandang teologi (ilm al kalam) hanya
sebagai fardu kifayah sebab tasawufnya selalu berdasarkan pada fiqh dan
ilmu kalam. Kritiknya terhadap para teolog, pada dasarnya berkaitan dengan
doktrin-doktrin yang hendak mereka buktikan / pertahankan, yang menjadi
landasan semua tasawuf.94
Dalam tasawuf Imam Al-Ghazali jatuh pada tasawuf Sunni yang
berdasarkan pada ahlul sunnah wal jamaah. Dari paham tasawufnya itu, ia
menjauhkan semua kecenderungan genotis yang mempengaruhi para filosof
Islam, sekte Isma’iliyah dan aliran Syi’ah Ikhwanus Shofa dan lain-lain. Juga
menjauhkan tasawufnya dan teori ketuhanan menurut Aristoteles., antara lain
dari teori emanasi dan penyatuan sehingga dapat dikatakan bahwa tasawuf
Imam Al-Ghazali bercorak Islam.
Tasawuf Imam Al-Ghazali ditandai dengan ciri-ciri psiko-moral. Dalam
tasawufnya, seperti halnya para sufi abad ke-3 dan ke-4 hijriah lainnya, ia
begitu menaruh perhatiannya terhadap iiwa manusia dengan kebutuhannya
maupun cara membinanya secara moral.
Menurut Abul ‘A’la Al-Maududi dikutib dari A. Syaifuddin Percikan
Pemikiran Imam Al-Ghazali, bahwasannya Imam Al-Ghazali telah
94 Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi Al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung: Pustaka,
1974), 148 dikutib dari A. Syaifuddin, Percikan Pemikiran Al-Ghazali, (Bandung: Pustaka Setia,
2005), h. 107
56
mengadakan pembaharuan dalam 8 lapangan segi amaliah selama hidupnya,
yaitu:
1. Mengkaji filsafat barat secara mendalam sekaligus mengkritiknya.
2. Meluruskan kekeliruan yang diakibatkan kekeliruan pada masa
mutakallimin.
3. Menjelaskan kaidah-kaidah Islami dan prisip-prinsipnya melalui logika
yang tidak bertentangan dengan filsafat dan ilmu logika yang
berkembang pada masa itu.
4. Menentang semua aliran yang berkembang pada masanya serta berusaha
mempertemukan segi perbedaan mereka.
5. Memperbaharui pemahaman keagamaan umat Islam.
6. Melakukan kritik terhadap sistem pendidikan pengajaran yang sudah
usang dan menggantinya dengan sistem baru.
7. Mengkaji moral umat dengan pengkajian mendalam, mengungkapkan
kehidupan ulama’, tokoh-tokoh agama, umara dan orang awam.
8. Mengkritik pemerintahan yang bebas dan berani serta menghimbau
perbaikan-perbaikan.
57
BAB IV
ANALISIS KOMPARATIF TENTANG PERSAMAAN DAN
PERBEDAAN KONSEP ZIKIR MENURUT
AL-GHAZALI DAN MEDITASI DALAM AGAMA BUDDHA
A. Konsep Zikir Menurut Al Ghazali
Al Ghazali sebagai salah satu tokoh sufi sunni memiliki serangkaian
metode yang bernuansa meditatif. Serangkaian metode tersebut pada
umumnya disebut Thoriqoh yaitu seperangkat serial moral yang menjadi
peganngan pengikut tasawuf yang dijadikan metode pengarah jiwa dan
moral95. Sedangkan Thoriqoh nya Al Ghazali sendiri menekankan pada
Ilmu dan Amal perbuatan, diakhiri dengan Al Muhibbah (kecintaan) yang
nantinya akan mengantarkan seseorang pada Ma’rifatulloh96
Meditasi sufi al-Ghazali secara teknis dan praktis terdapat dalam
serangkaian kegiatan meliputi : (1) uzlah &khalwat, (2) zikir, (3) riyadhoh
dengan cara mujahadah lahir (berpuasa, dll) dan mujahadah batin.
(mengkondisikan hati tidak berpaling dari Allah dalam segala bentuk &
keadaan, dll), (4) tafakkur, (5) muraqabah.97
Tergolong sebagai teknik konsentrasi adalah uzlah &khalwat, zikir
dan riyadhoh (mujahadah lahir & batin). Uzlah adalah bentuk latihan
konsentrasi yang berfokus perilaku dan sikap individu yaitu perilaku atau
95 H.A. Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufeisma, hal. 111.
96 Al Ghazali, Minhaj Kaum ‘Arifin, Apresiasi Sufistik untuk para Salikin (terj), Masyhur
Abadi dan Hasan Abrori (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), hal. 29.
97Dale Cannon, Enam Cara Beragama (terj.), Djam`annuri dan Sahiron, hal. 66.
58
sikap mana saja yang mengandung dorongan nafsu serta keburukan untuk
dihindarkan, sedangkan perilaku dan sikap yang dihalalkan oleh syari`at
atau mengandung kebaikan adalah untuk dikembangkan. Jika teknik
meditasi uzlah dirasa tidak optimal atau banyak gangguan dari luar, maka
seorang siswa musti melakukan khalwat. Khalwat tergolong sebagai
bentuk latihan konsentrasi fisik yaitu seseorang pergi mencari tempat
yang tepat untuk melatih meditasi dan meninggalkan segala kegiatan atau
aktifitas harian untuk beberapa waktu98.
Di dalam khalwat siswa meditasi (Salik) kembali melakukan
konsentrasi yaitu konsentrasi zikir. Zikir sebagai teknik konsentrasi
dilakukan dengan pengulangan kalimat-kalimat Suci seperti, lafadz Laa
ila ha illallah dengan diverbalkan secara jelas (jahar) maupun lafadz
Allah di hati ( dzikr Sirr), sampai kalimat tersebut mengalir ke seluruh
anggota tubuh dan urat-uratnya, yang kemudian akan mengantar pada
hatinya. Sementara zikirnya terus berdetak di hati, ia terus mengamati apa
yang menjadi tuntutannya, dia luruh bersamaNya, terkait dan rindu
kepadaNya, lantas menyaksikanNya. Setelah itu, dengan kesaksian yang
dialaminya, membuatnya raib dari ke-diri-annya, dan akhirnya mengalami
kefanaan dari totalitasNya. Sehingga sepertinya dia beradad ihadapan
hadirat Ilahi. Kondisi yang demikian, disebut sebagai kondisi“al-
huduur”(hadir); Al-Haq SWT menampakkan Diri didalam kalbunya. Hal
98HM Munadi bin Zubaidi, The Power Of Zikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan dan
Ketenangan, (Klaten: Image Press, 2007), cet. Ke-1, h. xi
59
itu selaras dengan pendapat Elieade (1987) bahwa meditasi Sufi
merupakan cara mengingat Tuhan yang meliputi disiplin pengendalian
nafas, visualisasi kata-kata suci dan pengulangan kata-kata suci dengan
tujuan pencapaian ekstasi (penyatuandengan Tuhan)99. Meskipun
demikian, al-Ghazali dalam konsep meditasi sufinya tidak menyebut
proses al-Haq menampakkan wajahNya di dalam kalbu (hatinya) sebagai
penyatauan dengan Tuhan (ekstasi) akan tetapi sebagai al-wishal
(keterhubungan) dan ma`rifatullah. Lebih lanjut akan dibahas secara
khusus pada sub pembahasan “orientasi meditasi” dan“content”.
Konsentrasi ruhaniah (mental) yang telah didapat akan semakin
menguat jika siswa calon sufi juga menyertakan disiplin mujahadah
jasmaniah seperti mengurangi makan, atau berpuasa,s halat malam,dan
mujahadah ruhaniahsendiri meliputi kegiatan menghilangkan rasa
khawatir & selalu mengkondisikan hati tidak berpaling dari Allah dalam
segala bentuk&keadaan.
Mengurangi makan atau berpuasa menurut al-Ghazali diantaranya
bertujuan untuk melemahkan nafsu sahwat yang bersumber dari kekuatan
yang dihasilkan dari makanan sehingga anggota tubuh menjadi tenang,
konsentrasi lebih mudah didapat dengan frekuensi dan intensitas yang
lebih baik, sehingga zikirullah dan shalat malam sebagai bentuk
penyadaran diri akan Realitas Mutlak (Tuhan) menjadi lebih tenang dan
99Mercea Eliade, The Encyclopedia of religion, hal. 327
60
intim. Cannon (2002) juga berpendapat bahwa disiplin-disiplin seperti itu
digunakan untuk menyelingi, meredakan, memusatkan, atau memisahkan
dorong-dorongan dan pola pengalaman biasa agarmemungkinkannya
untuk semakin lama semakin menyadari langsung tentang realitas mutlak
yang dicarinya100. Dengan demikian, mujahadah lahiriah dan ruhaniah
dikategorikan sebagai teknik konsentrasi fisik dan mental sekaligus.
Tafakkur lebih bisa dikategorikan sebagai tipe meditasi bersifat
kontemplasi dan abstraksi. Kontemplasi berarti renungan disertai kebulatan
pikiran atau perhatian penuh, sedangkan abstraksi mengandung pengertian
metode untuk mendapatkan kepastian hukum atau pengertian melalui
penyaringan terhadap gejala atau peristiwa 101. Disiplin tafakkur menekankan
pengolahan pikiran, bisa berupa proses pemaduan antara dua ilmu yang
berhubungan dengan ilmu yang sedang dipelajari (diteliti), sehingga dicapai
sebuah pemahaman.Atau proses pemaduan ilmu dengan pengamatan
kenyataan-kenyataan atau peristiwa langsung yang kemudian melahirkan
pemahaman. Objek tafakkur dalam konsepsi meditasial-Ghazali berfokus
pada hubungan atau pertalian antara perbuatan,sifat- sifat manusia (eksistensi
manusia sebagi ciptaan atau makhluq ) dengan Allah Pencipta / al-Khaliq
(eksistensi absolut Tuhan). Dari sini diketahui sejauh mana keadaan diri,
apakah perbuatan telah sesuai dengan perintahNya, atau masih mengandung
kebatilan, dll.
100Dale Cannon, Enam Cara Beragama (terj.), Djam`annuri dan Sahiron, hal. 66.
101Pusat Bahasa DepdikNas, KBBI dalam www. pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi, diakses
tanggal 1 Oktober 2009.
61
Proses tafakkur dalam kalangan sufi selalu dikontrol oleh hati dengan
berzikir, bukan bersandar pada rasio murni. Sehingga pengetahuan yang
didapat nantinya membekas di hati dan memberi pengaruh terhadap
pembentukan perilaku budi pekerti. Jadi, teknik abstraksi dalam bentuk
taffakur berguna untuk mendapatkan kepastian hukum / pemahaman apakah
amal, perilaku seseorang (peristiwa) tersebut telah sejalan dengan perintah
Allah (Realitas Mutlak)102.
Disiplin muroqabah tergolong sebagai teknik konsentrasi lebih
mendalam jika dibandingkan dengan teknik konsentrasi uzlah, khalwat, zikir,
dan mujahadah. Halini, karena teknik konsentrasi muroqabah didasari oleh
kesadaran (rasa malu) kepada Tuhan (Realitas Mutlak) sedangkan keempat
teknik lainnya masih berdasar pengkondisian-pengkondisian yang ketat
bahkan jika perlu dipaksa lebih dahulu. Teknik muroqabah hanya bisa
dijalankan bagi siswa kelas tinggi atau khusus yaitu kaum moqarrrobin.
Dengan adanya rasa malu kepada Allah maka hatinya terjaga dari perbuatan
yang dilarangNya dan menjalankan perintahNya serta hak-hakNya. Rasa
malu karena anugerahNya begitu melimpah, sedangkan ia merasa belum
mampu melaksanakan seluruh perintahNya. Selain itu, rasa malu muncul
karena ia meyakini bahwa Allah melihatnya dimana pun dan dalam keadaan
bagaimanapun.Semuanya itu menunjukkan tingginya tingkat kesadaran akan
102Pusat Bahasa DepdikNas, KBBI dalam www. pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi, diakses tanggal
1 Oktober 2009.
62
kedekatan seseorang dengan Realitas Mutlak yang dicarinya (Allah)103.
Hasil akhir dari pelatihan meditasi dalam bentuk uzlah, khalwat, zikir,
riyadhoh/ mujahadah, dan tafakkur bermuara pada terbukanya pintu hakekat.
Dalam kerangka ilmu, hakekat berwujud pengetahuan yang benar, tidak
terdapat keraguan dan kekeliruan didalamnya, sebab ilmu yang didapat oleh
seseorang pada tahap ini bersumber dari pancaran nur Ilahi yang
melapangkan dada (hati) seseorang (Salik). Adapun kegiatan penyusunannya
dalam bentuk paparan lisan dan tulisan adalah bagian proses artikulasi dari
ilham yang diperoleh. Dalam kerangka moral, hakekat berwujud sebagai
orientasi memperhalus sikap kehidupan dengan adab dalam rangka mencapai
maqomat dan ahwal (alam kondisi), sebab dengan menunaikannya si Salik
secara bertahap akan pindah ke alam kondisi yang satu ke alam kondisi yang
lainnya (ini yang disebut al-Ziyadah atau pertambahan). Dalam kerangka
pengalaman rasa, hakekat terdapat dalam dzauq (keindahan dan kenikmatan
yang disaksikan berupa cahaya kilatan). Sedangkan hasil dari teknik
muroqabah adalah hakekat kebahagiaan dan hakekat Penyaksian Wajah
Tuhan secara langsung melalui matahatinya. Disamping bentuk bentuk
pelatihan meditasi diatas, masih ada bentuk pelatihan meditasi lainnya yaitu ;
(4) Tafakkur, (5) Muroqqobah.104
103 Al Ghazali, Minhaj Kaum ‘Arifin, Apresiasi Sufistik untuk para Salikin (terj), Masyhur
Abadi dan Hasan Abrori (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), hal. 30 104 Al Ghazali, Ihya Ulumuddin (terj), Moh. Zuhri (dkk), V. Hal 86
63
B. Konsep Meditasi Dalam Agama Buddha
Meditasi sebagai pelatihan mental secara teoritik terdiri dari berbagai
teknik konsentrasi, kontemplasi, dan abstraksi. Orientasi meditasi secara
umum adalah untuk mendapatkan kesadaran tinggi. Instrumen atau alat
meditasisendiri adalah pikiran (mental). Objek yang dipilih dalam meditasi
biasanya merupakan objekpenghormatan,nilai-nilai kebenaran, dll.
Sedangkan Isi atau muatan-muatan (content) dari meditasi biasanya diambil
dari beberapa ajaran dari akar historis agamamasing-masing105.
Kerangka teoritik di atas digunakan untuk proses klasifikasi, yang
dilanjutkan dengan proses analisa secara komparasi baik bersifat inter-relasi
maupun kausalitas dengan merujuk pada akar historis ajaran agama yang
mendasari teknik meditasi tersebut.
Meditasi Buddha theravada dalam konsepsi Mahesi Sayadaw, terbagi
menjadi dua jenis yaitu samatha dan vipassana (satipatthana dan
vipassana).106Meditasi samatha bertujuan untuk mendapatkan ketenangan,
dan metodenya yaitu pengamatan (perenungan) pada satu objek. Objek
pengamatan biasanya diambil dari salah satu 40 mata pokok meditasi,
diantaranya : kasina, cinta kasih (metta), refleksi/renungan terhadap sang
105Mercea Eliade, The Encyclopedia of religion, hal. 325. Lihat juga, Merriam-
Webster, Encyclopedia of world religions, hal. 704. Lihat juga, Pusat Bahasa DepdikNas, KBBI
dalam www. pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi, diakses tanggal 1 Oktober 2009. Lihat juga, Soraya
Susan Behbehani, Ada Nabi dalam Diri, Melesatkan Kecerdasan Batin Lewat Zikir & Meditasi
(terj.) Cecep Ramli Bihar
106 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj), M.U.
Panasiri, hal.11.
64
Buddha (8 objek refleksi)107. Meditasi vipassana bertujuan mendapat
Pandangan-Terang atau Tafsiran-Lurus, dan Metode dasarnya adalah
pengamatan (perenungan) pada beberapa objek, disertai pencatatan dalam
bathin. Objek pengamatan yang paling dasar adalah gerakan “timbul
tenggelam atau kembang kempisnya” perut108.
Kedua jenis meditasi tersebut sama-sama menggunakan teknik
konsentrasi, samatha menggunakan teknik konsentrasi pada satu objek yang
dipilih. Sedangkan Vipassana menggunakan teknik konsentrasi pada dua
objek (materi dan mental). Selain itu, Vipassana melengkapinya dengan
teknik kontemplasi serta abstraksi109.
Teknik konsentrasi dalam samatha adalah dimana seorang siswa diberi
tugas pengamatan (perenungan) pada satu objek. Objek pengamatannya
dapat diambil dari salah satu 40 mata-pokok meditasi, diantaranya ; kasina,
cinta kasih (metta), refleksi /renungan terhadap sang budha (8 objek
refleksi).. Selain itu, objek pengamatan juga dapat difokus pada keluar
masuknya nafas di ujung hidung Anapana-sati. Singkatnya, pengamatan
model samatha berfungsi sebagai latihan dasar konsentrasi. Hasil yang
dicapai dari metode ini adalah ketenangan berbentuk rupajhana dan empat
arupa Jhana. Rupajhana terdiri dari unsur-unsur gembira (rapture), bahagia
107 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj), M.U.
Panasiri, hal.11-15.
108 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj), M.U.
Panasiri, hal.11.
109Anwar, hal. 26. Lihat juga, John Bowker, The Oxford dictionary of world religions, hal.
631.
65
(happiness), keseimbangan (equanimity), dan panunggalan (one-
pointedness). Dan empat arupa jhana, yaitu menikmati pengheningan dalam
keadaan ruang tanpa batas, menikmati pengheningan dalam keadaan
Kesadaran tanpa batas, menikmati pengheningan dalam keadaan “Sang
kosong”, dan menikmati pengheningan dalam keadaan bukan pencerapan.
Jadi, yang dihasilkan dari tahapan awal adalah pelatihan konsentrasi untuk
mencapai keadaan tenang dan hening di dalam diri110.
Sedangkan teknik konsentrasi dalam vipassana dimulai dengan latihan
satipatthana yaitu latihan-latihan konsentrasi meliputi, posisi-posisi,
pemahaman jernih, dan unsur-unsur yang bertujuan untuk memperkuat
kesadaran dan konsentrasi. Prinsip dasarnya adalah mengamati objek dari sisi
materi dan mental. Pelatihan diawali dari hal-hal jasmaniah, seperti
‘kembang-kempisnya’ perut saat bernafas, Yaitu yang ada hanya “gerakan
perut mengembang-mengempis’sebagai materi, dan proses mengetahui
gerakan itu, sebagai mental. Latihan berlanjut, dengan disertai pencatatan
sederhana. Pencatatan bukan berbentuk tulis, tetapidi batin.
Setelah melakukan teknik konsentrasi satipatthana maka masuklah
siswa tersebut pada teknik konsentrasi vipassana yang mengandung unsur
kontemplasi dan abstraksi. Prinsip dasarnya mengamati objek meditasi
apapun,baik yang ada didalam diri maupun di luar, baik yang kasat,
berbentuk (rupa), seperti duduk, jalan, berdiri, makan, dll, maupun yang
bersifat halus atau mental/pikiran (nama)seperti perasaan-perasaan yang
110 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj), M.U.
Panasiri, hal.29
66
muncul saat melakukan gerakan (perasaan yang muncul saat berjalan atau
makan dicatat), atau objek cita-cita, sifat-sifat serakah, dll111.
Setiap objek meditasi tersebut di atas akan ditangkap oleh salah satu
dari enam pintu indera, diamati dari materi dan mentalnya, dilakukan
pencatatan dalam batin secara berkesinambungan, dengan menganalis
berdasar tiga karakteristik eksistensi kehidupan: (1) kesementaraan atau
“tidak kekal”(anicca), (2) penderitaan (dukkha), dan (3) tanpa-roh yang
kekal/Ketiadaan inti (anatta)112.
Ketika seorang siswa telah mendapat pemahaman mendalam dari
pengalamannya bahwa dalam kehidupan yang ada ini, segalanya mengadung
karakter kesementaraan, selalu berubah “tidak kekal”, penuh penderitaan,
dan tidak memiliki inti, maka seiring waktu bersama dengan berlanjutnya
pelatihan yang demikian akan menghasilkan Pandangan-Terang yang akan
membawa pada pembebasan akhir (nibbana).
C. Analisis Konsep Zikir menurut Al Ghazali dan Meditasi dalam Agama
Buddha
Penjelasan di atas pada poin A menggambarkan bahwa baik dalam
meditasi sufi al-Ghazali dan meditasi dalam agama Buddha theravada
Mahesi Sayadaw terdapat berbagai macam teknik meditasi meliputi teknik
konsentrasi, teknik kontemplasi dant eknik abstraksi. Perbedaannya hanya
pada bentuk / kegiatan pelatihanan serta istilah penamaannya saja. Perbedaan
111 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj), M.U.
Panasiri, hal.60.
112Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj), M.U.
Panasiri, hal.26.
67
diantara keduanya terletak pada objek meditasi yang dipilih. Meditasi sufi al-
Ghazali cenderung memilih objek yang berkaitan dengan tema keTuhanan
dan serangkaian ibadah. contoh, nama-nama Tuhan, berpuasa, dll. Sedangkan
objek meditasi Buddha theravada dalam konsepsi Mahesi, tidak
mengharuskan objek penghormatan keagamaan (seperti, Buddha dan 8 sifat-
sifatnya) namun objek bisa diambil dari perwujudan-perwujudan eksistensi.
Seperti, objek kasina, empat unsur, dll. Persamaan keduanya, juga tampak
dari cara memandang objek. Setiap teknik dalam meditasi sufi maupun
meditasiBuddhatheravada,sama-sama memandang objek dari dua sudut;
materi/ lahir & mental / batin. Namun begitu, terdapat perbedaan dalam hal
penentuan alat/instrumen yang digunakan untuk bermeditasi.Meditasi sufi
menjadikan hati/ kalbu sebagai alat menyaksikan Tuhan dan menyerap
pengetahuan yang benar, sedangkan meditasi sufi menjadikan pikiran sebagai
alat yang digunakan untuk bermeditasi, menganalisa eksistensi hidup dan
Pencerahan.
Perbedaan-perbedaan tersebut dikarenakan adanya konteks budaya dan
sumber ajaran /doktrin agama yang berbeda. Sebagai contoh, meditasi Sufi
dengan teknik konsentrasi zikir mengambil objek nama Tuhan (Allah) yang
dibaca secara berulang-berulang. Allah dalam keyakinan seorang muslim
adalah Satu, Dia Pencipta seluruh jagad raya beserta isinya, Maha Pengasih
Penyayang, Maha Mengetahui artinya Tuhan adalah sumber dari segala
pengetahuan. Dengan cara mengulang-ulang namaNya Yang Suci dan sakral
(dengan aturan tertentu) maka diharapkan seseorang terhubung dengan Nya
sebagai Sumber Pengetahuan yang benar. Sehingga diharapkan manusia
68
memiliki pengetahuan dengan tanpa lagi ada keraguaan atau kebohongan.
Begitupun dengan meditasi Buddha theravada, dalam kepercayaan agama
Buddha tidak menyebut secara terang adanya Tuhan Pencipta Alam, yang
ada dan dominan adalah tema kesengsaraan/ penderitaan manusia dari roda
samsara akibat ketidaktahuan (avidya) atas Jalan Pelepasan di dalam
menjalani hidup ini.Oleh sebab itu teknik konsentrasi meditasi vipassana
yang disertai teknik abstraksi bahwa terdapat perenungan tentang ketidak-
permanenan segalasesuatu, danketiadaan-inti, menjadi bekal menuju
pelepasan dan mendapat Pandangan-Terang,
Dalam rangka penentuan bentuk latihan meditasi yang tepat bagi
seseorang diperlukan peran GuruMeditasi .Baikal-Ghazali maupun Mahesi
Sayadaw memiliki kesamaan pandangan bahwa Guru meditasi berperan
penting atas terpatatau tidak tepatnya satu teknik latihan meditasi bagi
se se o r a n g /murid. Dengan kemampuan mata-batin dan keterampilan yang
telah teruji seorang Guru dapat melihat masa lalu kehidupan seorang murid
dan diketahui teknik konsetrasi mana yang tepat untuk seseorang. Sehingga
diharapkan proses latihan berjalan secara efektif. Menurut Subandi(2003)
bahwa meditasi bukan suatu kemampuan kognitif, melainkan suatu
ketrampilan (skill) maka seseorang yang akan memberikan pelatihan meditasi
sudah semestinya ia telah melaksanakannya dan berpengalaman.113
Perbedaan dari segi Isi meditasi (content)
Isi dari meditasi sufi al-Ghazali meliputi taubat, sabar, kefakiran,
113Subandi, Psikoterapi Pendekatan Konvensionaldan Kontemporer;Latihan Meditasi
Untuk Psikoterapi, hal. 37.
69
zuhud, tawakkal dan cinta114. Kesemuannya itu merupakan nilai-nilai yang
harus diinternalisasikan pada diri siSalikse belum dan saat bermeditasi, yang
kemudian diwujudkan dalam sikap serta perbuatan amal yang lebih nyata.
Seorang siswa sufi yang secara sungguh mengamalkan nilai-nilai tersebut
maka semakin cepat pula proses ia dalam mencapai wushul (keterhubungan)
dengan Tuhan (Realitas Mutlak). Sebaliknya, ketika seorang siswa sufi
melakukan berbagai macam teknik konsentrasi seperti zikir, puasa, dll,
namun tidak menyertakan nilai, sikap, dan perilaku seperti di atas, seperti
berzikir namun masih saja bermaksiat maka meditasinya akan ‘hambar’
ataugagal115.
Al-Ghazali menerapkan komponen isi (content) dari meditasi menurut
klasifikasi tingkat atau kelas seorang Salik (tingkat pemula yaitu muridun
muthalibun, tingkat menengah yaitu tingkatan Sairun dan kelas tinggi yaitu
tingkatan al-washil). Sebagai contoh kongkrit adalah pada tema taubat. Tipe
taubat yang pertama dipraktekkan di kelas pemula (muridun muthalibun)
dalam disiplin meditasi uzlah yaitu meniggalkan segala perilaku buruk dan
tuntunan hawa nafsu. Tipe taubat kedua dipraktekkan untuk tingkatan Salik
Sairun yang mana ia telah memasuki alam ahwal, sehingga kewajiban
baginya adalah menghias diri dengan akhlaq yang terpuji dan menghindari
114Menurut Suryadilaga bahwa al-Ghazali tidak secara eksplisit menjelaskan urutan
maqamat dan ahwal, akan tetapi Ia menyebutkan keseluruhan maqamat dan ahwal tersebut dalam kitabnya Ihya` Ulumuddin. Lihat al-Fatih Suryadilaga, Miftahus Sufi (Yogyakarta: Teras, 2008),
hal.97. Suryadilaga, H.A. Siregar, dan para penyusun buku-buku tasawuf lainnya
mengklasifikasikan taubat, sabar, kefakiran,dll sebagai suatu maqamat atau jenjang tingkatan bagi Salik atau murid sufi. Namun penulis memandang bahwa taubat, sabar, zuhud,dll yang disebutkan
oleh al-Ghazali lebih mengarah pada content (isi) dari sebuah meditasi sufi. Lebih lanjut, untuk
memahami pengertiannya masing-masing baca di bab II dari naskah skripsi ini.
115 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj), M.U.
Panasiri, hal.25.
70
dari penyakit-penyakit hati, sehingga ia mendapati dirinya memiliki sifat iri,
takabbur, dll maka segeralah ia akan melakukan taubat. Sedangkan taubat,
untuk kelas muqarrabin, adalah ketika sekejap saja hatinya terlepas dari
mengingat Allah maka ia akan merasa malu dan ia akan segerabertaubat.
Sedangkan Mahesi Sayadaw mengaitkan isi atau content meditasi
Theravada secara khusus pada teknik vipassana dengan tiga corak
karekteristik eksistensi sesuatu dan jalan pelepasannya : (1) Pengetahuan dan
perenungan tentang “ketidak-permanenan” (Anicca), (2) Pengetahuan dan
perenungan tentang “Penderitaan” (Dukkha), (3) Pengetahuan dan
perenungan tentang “Tiada Inti / tanpa Roh(Anatta)116.
Secara ringkas diterangkan oleh Mahesi bahwa kasunyatan makhluk
hidup itu memiliki dua unsur yakni bentuk dan batin, bahwa kedua bentuk
tersebut dirangkai berdasar sebab dan akibat, dan sebagaimana kedua unsur
tadi selalu dalam keadaan berubah, karena itu keduanya adalah tidak-kekal
(anicca), dan perubahan terus menerus tersebut adalah penderitaan dan
tanpa-Roh atau tanpa inti(anatta)117.
Dengan bekal pengetahuan tentang kasunyataan makhluk hidup, maka
seorang siswa meditasi teknik vipassana pada saat mana ia sedang
mengamati objek di hadapannya maka dengan segera pula ia berkontemplasi
dan melakukan abstraksi sehingga seiring waktu ia menjadi terlatih,
berwawasan luas, dan akan mendapat Pandangan- Terang. Sebaiknya,
116 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist
(terj), M.U. Panasiri, hal.30
117Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, hal. 22
71
sekalipun siswa tersebut telah mahir dalam samatha atau Jhana namun ia
tidak melatih vipassana yang diserti kontemplasi dengan tiga karekteristik
eksistensi makhluk hidup makan ia tidak akan sampai pada Pelepasan dan
Pandangan Terang (nibbana).
Berdasar penjelasan diatas maka diketahui bahwa kedua metode
meditasi tersebut memiliki kesamaan bahwa isi meditasi (content) meditasi
yang sangat menentukan akan berhasil atau tidaknya latihan mental /
meditasi seorang siswa dalam mencapai tujuan. Sedangkan perbedaan isi
meditasi sama halnya dengan tekniknya, hal tersebut dipengaruhi akar
historis dan ajaran agamanya masing-masing. Maisng masing-masing mas
ing-mas
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasar pembahasan di muka, maka dapat ditarik kesimpulan
penelitian sebagai berikut :
1) Al-Ghazali memandang meditasi sufi adalah serangkaian disiplin
pendidikan akhlaq (perilaku) yang menekankan pada ilmu dan amal
perbuatan serta diakhiri dengan al-mauhibah (kecintaan) yang
nantinya akan mengantarkan seseorang pada ma`rifatullah. Disiplin
meditasi tersebut meliputi teknik konsentrasi, kontemplasi dan
abstraksi yang secara praktis terdapat dalam serangkaian kegiatan :
(1) uzlah dan khalwat, (2) zikir, (3) mujahadah jasmaniah dan
ruhaniah, (4) tafakkur, (5) muraqabah. Isi atau content yang musti
ada dalam setiap disiplin tersebut yaitu taubat, sabar, kefakiran,
zuhud, tawakkal dan cinta. Orientasi dari meditasi sufi al-Ghazali
adalah penyaksian Tuhan secara langsung dalam kerangka mendapat
pengetahuan yang benar dan tanpa keraguan (ma`rifatullah).
2) Dalam konsepsi Mahesi Sayadaw meditasi dipandang sebagai bentuk
latihan spiritual bagi umat Buddha, satu-satunya jalan paling efektif
melepaskan dari penderitaan (dukkha); badan berpenyakit, kematian,
usia tua, kemelekatan dan tumimbal lahir. Disiplin meditasi Buddha
dalam pandangan Mahesi Sayadaw terdiri dari teknik konsentrasi,
kontemplasi dan abstrak. Jenis meditasi samatha menggunakan teknik
73
konsentrasi pada satu objek, sedangkan Vipassana menggunakan
teknik konsentrasi pada dua objek (materi dan mental) yang
dilengkapi lagi dengan teknik kontemplasi serta abstraksi. Mahesi
Sayadaw meletakkan isi meditasi (content) Buddha berupa tiga corak
eksistensi makhluk hidup yaitu anicca, dukkha, dan anatta. Orientasi
meditasi Buddha theravada menurut Mahesi Sayadaw adalah
didapatnya Pencerahan (nibbana) sebagai pembebasan / pelepasan
manusia dari penderitaan-penderitaan abadi yang membelenggunya.
3) Persamaan dan perbedaan antara konsep meditasi al-Ghazali dan
Mahesi Sayadaw dalam agama Buddha yaitu:
(1) Kesamaan dan perbedaan berdasar teknik meditasinya
Dalam meditasi sufi al-Ghazali dan meditasi Buddha theravada
Mahesi Sayadaw sama-sama menggunakan tiga (3) teknik yang
lazim ada dalam sebuah meditasi yaitu teknik konsentrasi, teknik
kontemplasi dan teknik abstraksi. Perbedaannya hanya pada bentuk /
kegiatan pelatihanan serta istilah penamaannya saja. Perbedaan
diantara keduanya terletak pada objek meditasi yang dipilih.
Meditasi sufi Al-Ghazali cenderung memilih objek yang berkaitan
dengan tema keTuhanan dan serangkaian ibadah. contoh, nama-
nama Tuhan, berpuasa, dll. Sedangkan objek meditasi Buddha
theravada dalam konsepsi Mahesi, tidak mengharuskan objek
penghormatan keagamaan (seperti, Budha dan 8 sifat-sifatnya)
namun objek bisa diambil dari perwujudan-perwujudan eksistensi.
74
Seperti, objek kasina, empat unsur, dll. Persamaan keduanya, juga
tampak dari cara memandang objek. Setiap teknik dalam meditasi
sufimaupun
meditasi Buddha theravada, sama-sama memandang objekdari dua
sudut; materi / lahir & mental / batin. Namun begitu, terdapat
perbedaan dalam hal penentuan alat/instrumen yang digunakan
untuk bermeditasi. Meditasi sufi menjadikan hati / kalbu sebagai alat
menyaksikan Tuhan dan menyerap pengetahuan yang benar,
sedangkan meditasi sufi menjadikan pikiran sebagai alat yang
digunakan untuk bermeditasi, menganalisa eksistensi hidup dan
Pencerahan. Dalam hal penentuan bentuk latihan meditasi yang tepat
bagi satu siswa dan yang lainnya, keduanya memiliki pandangan
sama bahwa diperlukan peran Guru Meditasi.
(2) Kesamaan dan perbedaan berdasar Isi atau content meditasi
Kesamaan keduanya dalam hal pentingnya fungsi isi meditasi
(content) yang sangat menentukan akan berhasil atau tidaknya
latihan mental / meditasi seorang siswa dalam mencapai tujuan.
Sedangkan perbedaannya terletak pada jenis muatannya atau isinya.
Dalam meditasi Buddha muatannya adalah pengetahuan dan
perenungan atas tiga corak eksistensi makhluk hidup yaitu anicca,
dukkha, dan anatta. Sedangkan meditasi sufi muatannya adalah
nilai-nilai, sikap dan perilaku, seperti, taubat, zuhud, dll. Perbedaan
itu dipengaruhi oleh doktrin agama dan akar histories dari masing-
masing meditasi.
75
(3) kesamaan dan perbedaan berdasar orientasinya
Orientasi dari kedua meditasi ini berbeda, meditasi sufi al-Ghazali
berorientasi pada penyaksian Tuhan secara langsung dalam
kerangkamendapat pengetahuan yang benar dan tanpa keraguan
(ma`rifatullah). Orientasi meditasi Buddha theravada menurut
Mahesi Sayadaw adalah didapatnya Pencerahan (nibbana) sebagai
pembebasan / pelepasan manusia dari penderitaan-penderitaan abadi
yang membelenggunya.
B. Saran
Dalam kesempatan ini penulis ingin memberikan beberapa saran yang
nanti dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam berbagai hal
yang berhubungan dengan masalah etika. Adapun saran tersebut sebagai
berikut :
1. Bagi Penelitian selanjutnya.
Penelitian komparatif ini masih bersifat studi kepustakaan (library
research), sehingga alangkah baiknya studi-studi selanjutnya dilakukan
dengan pendekatan lapangan (fenomenologis) sekaligus pada dua tradisi
agamatersebut. sehingga diharap hasilnya jauh lebih‘membumi’.
2. Bagi Umat Buddha dan Umat Islam
Metode meditasi sufi al-Ghazali, yang terdapat dalam kegiatan
seperti zikir, tafakkur, dll, terbukti dapat menjadi salah satu jalan untuk
mengenal Tuhan dan dapat juga memperbaiki perilaku moral. Bagi kaum
muslimin pada umumnya dan para pengikut jalan tasawuf, diharapkan
dapat menggiatkan laku disiplin- disiplin spiritual yang sejenis, pada
76
ruang lingkup yang lebih luas. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan
oleh lebih banyakorang.
Metode meditasi yang dijelaskan oleh Mahesi Sayadaw
menunjukkan betapa pentingnya disiplin meditasi bagi peningkatan
spiritual dan banyaknya manfaat bagi seseorang yang
mendisiplinkannya. Oleh karenanya bagi umat budha pada umumnya
dan bagi madzhab Theravada khususnya, sekiranya dapat menggiatkan
lagi disiplin meditasi yang sudah ada, sehingga tercapai kedamaian
didalam diri yang memberi efek kedamaian bagi sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abu Abdillah al-Bukhari, Muhammad Ibn Ismail, Shahih al-Bukhari, Beirut, Dar
Ibn Katsir, 1987, juz 5.
Agephe, Diddi, The Power Of Sound , Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
2010.
Al Ghazali, Imam. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Surabaya: Gitamedia Press, 2003.
Al Ghazali, Imam. Minhaj Kaum ‘Arifin Apresiasi Sufistik untuk Para Salikin
(terj). Masyhur Abadi dan Hasan Abrori, Surabaya: Pustaka Progresif,
2002.
Al-Asqalany, Ibn Hajar. Fath al-Bary, Beirut, Dar al-Ma‟rifah, 1379 H, juz 11.
Al-Jawjiyyah, Ibn Qoyyim , al-Wabil as-Shayyib, (terj) abd. Rohim Mu‟thi dan
Zulqarnain, Jakarta, Akbar media Eka, 2004, cet. Ke.I.
Al-Naqsyabandi, Syaikh Ahmad Khumuskhanawy. Jami‟ al-Ushul fi al-Awliya,
Surabaya: al- Haramayn, 2006.
AS, Pengantar Studi Tasawuf, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Atha’illah, Ibn, Zikir: Penentram Hati, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006,
cet. Ke-2.
Bahjat, Ahmad. Allah fi al-Aqidah al-Islamiyyah, (terj) Abdul Ghaffar, Bandung,
Pustaka Hidayah, 1998.
Buddhagosacariya, Somdet Phra (Nanavara Thera), Samadhi (Pencerahan
Agung), Jakarta, Penerbit Sri Manggala : 2004.
Conze, Edward, Sejarah Singkat Agama Buddha, Jakarta Barat, Karyania : 2010.
Dhavamony, Marisusai. Fenomenologi Agama, Terj. Yogjakarta, Kanisius:1995.
Disputhera, Oka, Meditasi II, Pendidikan Tinggi Agama Buddha, Jakarta, Penerbit
Vajra Dharma Nusantara : 2004.
Fahrurrazy, Tafsir Kabir wa Mafatih al-Ghaib, Baerut, darul Fikr, 1985, Jilid 2,
cet. Ke-3, h.
Fathi Sayyid Nada, Abdul Aziz, al-Adab al-Islamiyyah, Riyadh: Daar Thoyyibah
linnasar wattauji‟, 2007.
Hadi W.M., Abdul, Adab Berdzikir dan Falsafahnya, dalam Komarudian SF (ed.)
dzikir sufi, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2000
Haeri, Fadhlalla, The Element of Sufism, Terj. Ibnu Burdah dan Shohifullah,
Jenjang-Jenjang Sufisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
Hazrat Inayat Khan, The Heart Of Sufism, Terj. Andi Haryadi, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2002.
Hisyam Kabbani, Syekh Muhammad. Energi Zikir dan Salawat, Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta, 2007.
H. A. Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufiesme, Krishnanda
Wijaya-Mukti. Wacana Buddha-Dharma, Jakarta: Yayasan Dharma
Pembangunan, 2003.
Jon, Kabat, Where You Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, Jakarta Barat, Karaniya : 2013.
Krishna, Anand, Seni Memberdaya Diri 1, Meditasi untuk Manajemen Stress
dan Neo Zen Reiki, Jakarta, PT. Gramedia : 2002.
Majah, Ibnu, Sunan Ibn Majah. Amman, al-Khatib, juz 2.
Marisusai Dhavamony, Fenomology Agama, Terj. Yogyakarta, Kanisius: 1995.
McDonald, Katleen, Meditasi Sebuah Petunjuk Praktis, Bandung, Yayasan
Penerbit Karaniya, t.th
Mettadewi W., Bhavana. Pengembangan Batin & Akademi Budhis Nalanda,
Jakarta, 1984
Muhammad bin Abdurrahman, Adz-Dzikr al-Jama’I Bain al-Ittiba’ wa al-
Ibtida‟, terjemahan Abu Harkaan, solo, At-Thibyan, t.th.
Munadi bin Zubaidi, HM. The Power Of Zikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan
dan Ketenangan, Klaten: Image Press, 2007, cet. Ke-1.
Nakamura, Kojiro. Metode Zikir dan Doa al-Ghazali, Bandung: Mizan Pustaka,
2005. Cet. I.
Rivay Siregar, H. A. Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufiesme.
Romdon, Tasawuf dan Aliran Kebathinan, PT. Kurnia Kalam Semesta,
Yogyakarta, 1995.
Sabiq, Sayyid. Fiqh as-Sunnah, t.t., Dar al-Hadits, 2004.
Sayadaw, Mahsi. 40 Mata Pokok Mula Dasar Dalam Meditasi Budhist, (terj.),
(M. U, Panasari)
Sara Suiri, The Taste of Hidden Thing : Images on The Sufi Path, Terj. Ilyas
Hasan, Demikian Kaum Sufi Berbicara, Citra Puisi, Mimpi, Ucapan,
dan Anekdot dalam Tasawuf, Pustaka Hidayah, Bandung, 2002.
Silsilah al-‘Alim wa al-Muta’alim, Muslim: Sahih Muslim, Amman, al Khatib, juz
4.
Simuh, Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, Bentang
Budaya, Yogyakarta, 2002.
Shubhy, Ahmad Mahmud. Al-Falsafah al-Akhlaqiyyah fi al-Fikr al-Islamy,
terjemah Yunan Askaruzzaman Ahmad, Jakarta, Serambi, 2001.
Sri Dhammananda, Dr., Keyakinan Umat Buddha , Jakarta Barat: Ehipassiko
founfation, 2012.
Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik, Pustaka Hidayah, Bandung, 2004.
Sugiarto, Ryan. Rahasia Sukses Bisnis Orang Cina, Jakarta Selatan : Jenius
Publisher, 2012.
SF. Qomaruddin, Zikir Sufi: Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf, Jakarta, Serambi,
2002, cet. Ke-3.
Usman Najaty, Muhammad. Al-Qur‟an wa Ulum an-Nafs, terjemahan ibn Ibrahim,
Jakarta Cendekia Sentra Mulia, 2001.
Zainun Kamal, Tasawuf dan Tarekat : Ajaran Esoterisme Islam, dalam Ahmad
Najib Burhani (ed.), Manusia Modern Mendambakan Allah, Iman dan
Hikmah, Jakarta, 2002.
Internet, Jurnal
Kutipan dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma’ t.t: Tsaqafa al-
Dhiniyyah.
Sejarah (http;//www.penalaran-umn.org/indeks.php/artikel-nalar/penelitian/162-
penelitian-historis-sejarah.html,diakses tanggal 10 april 2019 jam
21.50, AM..