konsep soisologi

5
Konsep-Konsep dalam Buku “URBANISASI dan ADAPTASI” : No . Konsep dan Pengertian Halama n 1. Misi Budaya: Seperangkat tujuan yang diharapkan dicapai oleh anggota-anggota suatu masyarakat tertentu, yang didasarkan pada nilai-nilai dominan dari pandangan dunia masyarakat tersebut, contoh:Imperialisme perancis, Merkantilisme Belanda Bab 1 hlm.1 2. Voluntary association(asosiasi sukarela): Dipakai sebagai mekanisme adaptasi dan sebagai alat perjuangan dalam bersaing dengan kelompok etnik yang berbeda untuk menyembunyikan kenyataan- kenyataan identitas etnik serta kepentingan-kepentingan kesukuan mereka dibalik asosiasi tersebut Bab 1, hlm 2 3. Paradigma Push and Pull: Pengarahan dan pembimbingan para perantau bagaimana beradaptasi di perkotaan dan cara- cara bagaimana mereka menyelenggarakan hubungan dengan daerah asal(biasa disebut tekan-kumpul) Bab 1, hlm3 4. Migrasi oleh perantauan bukan disebabkan oleh perilaku acak, sebab orang-orang yang memutuskan bermigrasi dapat dianggap sebagai orang-orang pilihan dari antara populasi Bab 1 Hlm8 5. Merantau: Suatu model migrasi dari rakyat Minangkabau yang terdiri dari perpindahan tradisional, institusional, dan normatif Bab 1 Hlm 8 6. Dalam masyarakat Minangkabau dikenal “Rantau Cinta”: Orang Minangkabau pergi merantau meninggalkan daerah asalnyadengan keluarga, atau seorang suami pergi lebih dulu baru kemudian mendatngkan isteri dan anak-anaknya. Bab 1 Hlm 9 7. Orang Minangkabau mendorong kaum mudanya untuk merantau;namun ketika mereka kembali dari daerah rantau, Bab 1

Upload: khoirul-huda-milanisti

Post on 24-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas pengantar ilmu sosiologi

TRANSCRIPT

Konsep-Konsep dalam Buku URBANISASI dan ADAPTASI :No.Konsep dan PengertianHalaman

1.Misi Budaya: Seperangkat tujuan yang diharapkan dicapai oleh anggota-anggota suatu masyarakat tertentu, yang didasarkan pada nilai-nilai dominan dari pandangan dunia masyarakat tersebut, contoh:Imperialisme perancis, Merkantilisme BelandaBab 1 hlm.1

2.Voluntary association(asosiasi sukarela): Dipakai sebagai mekanisme adaptasi dan sebagai alat perjuangan dalam bersaing dengan kelompok etnik yang berbeda untuk menyembunyikan kenyataan- kenyataan identitas etnik serta kepentingan-kepentingan kesukuan mereka dibalik asosiasi tersebutBab 1,

hlm 2

3.Paradigma Push and Pull: Pengarahan dan pembimbingan para perantau bagaimana beradaptasi di perkotaan dan cara-cara bagaimana mereka menyelenggarakan hubungan dengan daerah asal(biasa disebut tekan-kumpul)Bab 1,hlm3

4.Migrasi oleh perantauan bukan disebabkan oleh perilaku acak, sebab orang-orang yang memutuskan bermigrasi dapat dianggap sebagai orang-orang pilihan dari antara populasiBab 1Hlm8

5.Merantau: Suatu model migrasi dari rakyat Minangkabau yang terdiri dari perpindahan tradisional, institusional, dan normatifBab 1Hlm 8

6.Dalam masyarakat Minangkabau dikenal Rantau Cinta: Orang Minangkabau pergi merantau meninggalkan daerah asalnyadengan keluarga, atau seorang suami pergi lebih dulu baru kemudian mendatngkan isteri dan anak-anaknya.Bab 1Hlm 9

7.Orang Minangkabau mendorong kaum mudanya untuk merantau;namun ketika mereka kembali dari daerah rantau, mereka harus membawa sesuatu, harta atau pengetahuan, sebagai simbol berhasilnya misi mereka. Kalau tidak, maka mereka tidak akan diterima oleh sesama orang kampung,dan biasanya mereka akan disebut dengan beberapa julukan, pulang lakitang, baitu pai baitu pulang,laruit di rantau urang.Bab 1Hlm 10

8.Rantau Cino: Orang Minangkabau yang merantau dan memutuskan untuk menetap di daerah rantau, biasanya disebabkan oleh kegagalan di tanah rantau atau malu untuk kembali ke daerah asal(migrasi permanen)Bab 1Hlm 10

9.Perbedaan dengan suku Batak: Mereka lebih menekankan migrasi dengan misi perluasan teritorial. Mereka menempati lahan baru dan menguasainya sebagai bagian dari kerajaan batak(Batak harajoan). Anak dan tanah menyimbolkan kekuasaan dan kekayaan yang mereka anggap sebagai hasil dari harga diri(sahala hasangopon) yang diperoleh dari kerajaan(harajoan)Bab 1Hlm 12

10Motto masyarakat Batak Mandailing carilah anak, carilah tanah(halului anak halului tano)Bab 1Hlm 12

11.Kompleks harga diri ini menggerakkan suku Batak merantau untuk mendirikan kerajaan-kerajaan(harajoan-harajoan) baru. Selain itu dapat juga diartikan sebagai keinginan untuk menjadi yang nomer satuBab 1Hlm 12

13.Perantau Mandailing berbeda dengan suku Minangkabau, mereka tidak mempunyai kewajiban untuk membawa pulang harta dan pengetahuan ke kampung halamannya. Hal itu dikarenakan kampung halaman hanyalah suatu tempat training atau latihan untuk migrasi, tempat mempersiapkan anak-anak muda merantau berbekal harta dan pendidikan.Bab 1Hlm 12

14.Suku Minangkabau tidak pernah memberikan modal pada anak-anak mereka, karena semua harta di kampung adalah milik kerabat matrilineal. Sedangkan pada masyarakat Mandailing, anak-anak muda Mandailing memiliki hak pemilikan dan dapat menjualnya bila perlu.Bab 1Hlm 12

15.Orang Mandailing memberi perlakuan baik terhadap perantau mereka yang gagal maupun berhasil, mereka hanya menyesali para keluarga yang berada di rantau sehingga menjadikan keluarga mereka di rantau sebagai kambing hitam bagi kegagalan itu.Bab 1Hlm 12

16.Identitas etnik: Bukan saja merupakan persoalan mengetahui siapa orang itu, tetapi juga masalah mengetahui bagaimana seseorang itu dipandang oleh orang lainnya. Identitas etnik memerlukan dipeliharanya perilaku yang cukup konsisten sehingga memungkinkan orang-orang lain untuk meletakkan seseorang atau suatu kelompok ke dalam kategori sosial tertentu, dengan demikian memungkinkan interaksi-interaksi yang diperlukan.Bab 1Hlm 14

17.Paradigma perbatasan(border line) menurut Barth: Perbatasan-perbatasan kelompok etnik sebagai segi-segi penegas yang penting bukannya hal-hal budaya di dalam perbatasan-perbatasan tersebut. Maka dalam pengenalan suatu etnik tidak hanya mengenali budayanya saja, melainkan jugasikap dan perilaku masyarakatnyaBab 1Hlm 14

18.Kekuatan sosio-demografik: Usaha yang diperlukan untuk bisa menjadi populasi tuan rumah(house population) yang dominan. Umumnya hal ini menyebabkan para perantau dianggap lebih rendah, dan memiliki kekuasaan lebih kecil dibandingkan tuan rumah.Bab 1Hlm 15

19.Para perantau Minangkabau dan Mandailing menganggap diri mereka lebih berpendidikan dibanding tuan rumah orang melayuBab 1Hlm 15

20.Orang minang menolak berasimilasi dengan budaya melayu muslim yang dianggap berbeda dengan tradisi masyarakat muslim mereka, sehingga organisasi reformis Islamnya digunakan untuk menentang legitimasi konsep islam masyarakat Melayu-Muslim. Kelompok etnik Minang tidak selalu tinggal tetap disatu daerah rantau, sehingga tidak merasa perlu membangun hubungan baik dengan tuan rumah mereka. Kelompok etnik Minangkabau juga merasa enggan masuk dalam peleburan wadah melayu muslim dan lebih suka bekerja secara merdeka(berdagang) atau bersifat pasar bebas.Bab 1Hlm 16

21.Kelompok etnis Mandailing secara formal telah mengasimilasikan diri ke dalam budaya Melayu-Muslim meskipun hanya di permukaan, misalnya mereka berbahasa melayu,menanggalkan nama-nama marga Batak mereka, serta mengaku diri sebagai Melayu. Hal tersebut ditujukan agar mereka dapat berhubungan dekat dengan orang melayu karena mereka memerlukan tanah dan rumah untuk tetap menegakkan kerajaan(harajoan) mereka. Sementara itu pekerjaan yang diperoleh orang Mandailing umumnya yang berpendidikan, memasuki dinas kepegawaian orang melayu.Bab 1Hlm 16

22.Orang minangkabau yang dibesarkan dalam masyarakat egalitarian yang relatif demokratis cenderung sangat menghargai kebebasan Individual merekaBab 1Hlm 17

23.Orang Mandailing dibesarkan dalam masyarakat aristokrasi turun temurun yang menghormati ketua adat, sehingga lembaga formal sangat dihormati.Bab 1Hlm 17

24.

25.

26.

27.

28.