konsep seni kerajinan dalam wisata islam di aceh
TRANSCRIPT
296
297
298
299
I. Pendahuluan
Seni kerajinan merupakan bagian integral dari seni, seni kerajinan bahkan bisa
dikatakan sebagai cabang seni rupa tertua. Keberadaan seni kerajinan diawali dari
kebutuhan manusia akan peralatan yang bisa membantunya dalam mempertahankan
hidup. Manusia adalah animal tools (makhluk yang menggunakan peralatan) untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani dan rohani/material dan spiritual). Hal ini dapat
kita lihat jika kita melihat kembali ke belakang (zaman pasejarah) dimana pada masa itu
tujuan pokok manusia adalah mempertahankan hidup. Dari hasil cipta, rasa dan karsa
manusia pada masa itu, saat ini masih bisa kita lihat sisa-sisa peninggalannya berupa
peralatan-peralatan dalam berbagai bentuk dan fungsi. Seiring dengan kemajuan
kebutuhan dan cara berpikir manusia berkembang pula tekhnologi yang dibuat manusia.
Kemajuan tekhnologi ini yang pada akhirnya perlahan namun pasti menggeser peran dan
fungsi dari benda-benda hasil karya manusia itu sendiri.
Pariwisata sebagai salah satu pendorong bangkitnya industri seni kerajinan
dengan memproduksi berbagai bentuk cinderamata atau oleh-oleh khas yang memiliki
KONSEP SENI KRAF DALAM KONTEKS WISATA ISLAM DI KOTA MADYA BANDA ACEH Oleh : Rida Safuan Selian
Abstrak : Kerajinan atau kriya seni merupakan suatu karya seni rupa dengan fungsi untuk digunakan atau dipakai. Kerajinan Aceh adalah kerajinan yang menggunakan karakter atau ciri khas budaya Aceh. Kerajinan dengan ciri atau karakter budaya Aceh menggunakan unsur-unsur motif yang distilisasi dari bentuk tumbuh-tumbuhan, benda alam dan bentuk geometris. Sedangkan motif dengan penggambaran hewan atau manusia sangat jarang ditemui dalam kerajinan Aceh.
Berkaitan dengan program pemerintah daerah kota madya Banda Aceh yang menjadikan Banda Aceh sebagai daerah tujuan wisata Islami, maka segala hal; yang berkaitan dengan wisata baik sovenir atau cinderamata harus memiliki motif atau bentuk dengan karakteristik budaya yang Islami.
Bentuk-bentuk motif yang digunakan merupakan stilisasi dari penggambaran tumbuh-tumbuhan seperti bungong kapah, pucok rebong, bungong seulanga dan lain-lain. Sedangkan motif dengan bentuk benda alam berupa motif bintang buleun, awan meucanek, dan sebagainya. Sedangkan motif dengan penggambaran hewan atau manusia hanya bagian-bagian tertentu dari tubuh yang dijadikan sebagai motif seperti gigo darut, tapak seleman dan lain-lain
Kata Kunci : Seni kerajinan, wisata Islami
300
ciri suatu daerah. Demikian juga dengan kota madya Banda Aceh sebagai salah satu
tujuan wisata Islami yang menawarkan berbagai macam karakter budaya dan karya seni
yang bernafaskan budaya Islam.
Tetapi yang lebih penting sekarang adalah bagaimana kita mengolah ciri dan
karakter budaya tersebut, karena karakter budaya pada saat ini merupakan aset yang
sangat berharga bagi pengembangan dan pemberdayaan kebudayaan itu sendiri. Aceh
merupakan salah satu wilayah dari NKRI yang memiliki kekayaan seni budaya yang
cukup unik. Aceh merupakan salah satu wilayah yang notabene masyarakatnya mayoritas
beragama Islam, hal ini merupakan nilai plus yang harus senantiasa dijaga dan
diberdayakan secara lebih serius melalui sumber daya budayanya. Agama merupakan
suatu sistem yang berintikan pada kepercayaan akan kebenaran-kebenaran yang mutlak,
disertai perangkat yang teritegrasi di dalamnya, meliputi tata peribadatan, tata peran para
pelaku, dan tata benda yang diperlukan untuk mewujudkan agama bersangkutan (Edi
Sedyawati, 2006: 66). Kemampuan mengelola sumber daya seni budaya dengan tetap
membawa nilai-nilai Islam akan sangat mendukung keberhasilan perencanaan program-
program lainnya di Aceh. Salah satu sarana yang bisa membawa nama aceh dan seni
budayanya adalah sektor pariwisata. Kita semua ketahui sektor pariwisata merupakan
salah satu media yang paling efektif guna mengenalkan berbagai jenis kekayaan sumber
daya budaya kepada dunia luar. Tetapi kita tahu suatu sektor yang ada pada sebuah
sistem tidak akan bisa berjalan tanpa dukungan dari sektor yang lainnya. Demikian pula
halnya perwujudan konsep seni kerajinan dalam wisata Islam di Aceh. Membangun
hubungan yang sinergis antar bidang merupakan kunci dari perencanaan dan pelaksanaan
suatu program yang baik dan benar. Dunia seni kerajinan aceh memiliki potensi yang
cukup besar di dalamnya, aceh memiliki berbagai macam jenis seni kerajinan yang bisa
membawa masyarakat aceh semakin dikenal. Untuk itu perlu kiranya kita semua
memikirkan bagaimana membangun dan mengembangkan wisata Islam dengan media
seni kerajinan di Aceh.
301
II. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana konsep seni kerajinan dalam wisata Islam di kota Madya Banda Aceh?
III. Pembahasan
Pariwisata dan seni kerajinan merupakan dua hal yang senantiasa berjalan seiring
di wilayah manapun. Ketika seseorang mengadakan perjalanan wisata dengan tujuan
wilayah tertentu selain untuk melihat suatu fenomena (alam maupun buatan) yang ada di
wilayah tersebut, tetapi juga akan mencari sesuatu yang menjadi ciri khas “karya seni
budaya” dari wilayah tersebut sebagai kenangan. Setiap wilayah budaya pasti memiliki
karya seni budaya (kerajinan) yang dapat dijadikan sebagai simbol budayanya. Simbol-
simbol budaya inilah yang nantinya akan menandai eksistensi kebudayaan tersebut.
Sebagai contoh jika kita ke wilayah Jawa maka perhatian orang akan tertuju pada kain
batik, keris, wayang, topeng, candi borobudur, candi prambanan atau simbol-simbol
budaya yang lain yang menjadi ciri khas wilayah itu. Ke wilayah Aceh kita akan temukan
Rencong, kain Songket., Seni ukir kerawang, Gunongan, Lonceng Cakradonya, Rumah
Aceh, Pinto Aceh dan lain-lain.
Pemberdayaan sumber daya budaya merupakan tugas kita semua sebagai
pendukung kebudayaan. Karena program tersebut bukanlah tugas ringan yang dapat
dilakukan dalam seketika. Untuk mendukung program tersebut diperlukan kesadaran dan
pemahaman terhadap substansi yang ada dalam sumber budaya itu sendiri. Sumber daya
budaya dapat bersifat tangible (sesuatu yang dapat disentuh atau benda konkret) maupun
intangible (bersifat tak benda , tak dapat diraba). Istilah “sumber daya” sendiri mengacu
pada suatu penggunaan, atau pemanfaatan tertentu dari sesuatu, untuk pencapaian tujuan
yang dapat diukur dari segi ‘produktivitas’. Jika kata tersebut disertai dengan keterangan
sifat “budaya” maka artinya adalah bahwa yang digunakan atau dimanfaatkan itu adalah
hal-hal yang bersifat budaya atau lebih jelasnya hasil-hasil dari kebudayaan. Hasil
kebudayaan yang akan dimanfaatkan dan ditingkatkan daya gunanya, tentu memerlukan
penanganan dan pengelolaan yang tepat, efisien dan seefektif mungkin. Dalam konteks
inilah diperlukan manajemen sumber daya budaya (cultural resource management )
CRM. Sumber daya budaya secara umum dapat ditinjau dari berbagai aspek; pertama,
302
dilihat dari proses keberadaannya, kedua pemeliharaan, ketiga, upaya pemanfaatan untuk
pemenuhan kebutuhan. Untuk masing-masing aspek tentunya membutuhkan perhatian
khusus sesuai dengan substansinya. Upaya pemanfaatan sumberdaya budaya dapat
ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan, bina bangsa, industri dan
kepariwisataan. Demikian halnya dengan sumber daya budaya seni kerajinan di Aceh.
Propinsi Aceh memiliki lima sub etnis besar yaitu Suku bangsa Aceh, Suku bangsa
Aneuk Jamee, Suku bangsa Tamiang, dan Suku bangsa Gayo serta Alas. Kelima Sub
etnis tersebut memiliki potensi sumber daya budaya khas masing- masing yang jika
ditangani secara serius maka bukan tidak mungkin Aceh akan menjadi daerah tujuan
wisata. Aceh memiliki juga kearifan-kearifan lokal “kearifan dalam kebudaya
tradisional” atau “ local genius” yang belum tergarap secara baik . Kearifan lokal
hendaknya dimengerti dalam arti luasnya, yaitu tidak hanya berupa norma-norma dan
nilai-nilai budaya, melainkan juga segala unsur gagasan , yang termasuk berimplikasi
pada teknologi, penanganan ksehatan, dan estetika. Dalam artian yang luas, dapat
diartikan bahwa “kearifan lokal” itu terjabar kedalam seluruh warisan budaya, baik yang
“tangible” maupun yang “intangible” . Aceh memiliki itu semua dan salah satunya
adalah seni kerajinan. Kerajinan merupakan sumber daya budaya yang bersifat “tangible”
tetapi mengandung aspek yang “intangible”. Seni kerajinan (kriya) dalam kehidupan
manusia merupakan suatu kebutuhan yang tidak terpisahkan dan seni kerajinan (kriya)
yang pada awalnya menyandang tugas untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari
sedikit demi sedikit fungsi tersebut mengalami pergeseran. Tetapi pergeseran salah satu
fungsi seni kerajinan ini tidak menyurutkan eksistensi seni kerajinan dalam kehidupan
manusia. Bahkan dalam perkembangannya hasil-hasil seni kerajinan (kriya) justru
mendapatkan tempat khusus dalam konteks seni dan budaya. Hal tersebut terjadi karena
seni kerajinan memiliki kekhasannya sendiri sebagai benda seni. Kekhasan karya seni
kerajinan sebenarnya dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor khusus dan faktor umum.
Faktor khususnya adalah hasil karya seni kerajinan membawa ciri dan karakter budaya
masyarakat dimana seni kerajinan tersebut berasal. Sedangkan faktor umumnya adalah
karya seni kerajinan (kriya) adalah (1) karya seni kerajinan dibuat dengan tangan, dengan
kekriyaan tinggi, (2) umumnya dibuat dengan sangat dekoratif atau secara visual sangat
indah (3) sering merupakan barang fungsional (benda guna). Bahkan dalam Encyclopedia
303
of World Art ditambahkan bahwa bisa saja dalam pembuatannya menggunakan alat,
dengan syarat bahwa sepanjang proses pembuatan si pembuat harus sepenuhnya dapat
menguasai alat tersebut (Soedarso, 2006: 107). Sifat craftsmanship yang tinggi
menjadikan beberapa jenis hasil seni kerajinan menjadi seni “adiluhung” yaitu seni yang
mempunyai implikasi kepada perenungan; didukung oleh teknik yang cukup rumit; ada
perangkat konsep yang mendasarinya (Edi Sedyawati, 2006:130)
Hal lain yang tidak bisa dilupakan adalah pertama sesuai namanya seni kriya
harus terbuat dengan rapi, dengan kekriyaan atau craftsmanship yang tinggi, dengan
menggunakan, penentuan bahan dan teknik kerja sesuai dengan bentuk yang akan
dicapai, perhatian atas karakter dan sifat bahan, serta finishing secara penuh. Kedua, seni
kriya memiliki tendensi sebagai barang guna atau applied arts karena seni kriya bermula
dari pembuatan benda-benda guna dalam kehidupan manusia. Ketiga seni kriya
berorientasi pada keindahan atau memiliki fungsi dekoratif. Bahkan dalam
perkembangannya muncul istilah kriya seni, istilah yang muncul karena berkurangnya
fungsi praktis bendanya. Kriya seni penciptaannya lebih ditekankan pada ekspesi
seniman, dan kriya seni adalah jenis kriya yang bagus buatannya (craftsmanship-nya
tinggi), bentuknya indah dan dekoratif, tetapi kriya jenis ini tidak lagi menyandang fungsi
praktis baik karena keindahannya maupun karena sejak awal memang didesain untuk
tidak digunakan sebagai benda guna. Memang sejak sebelum kelahiran kriya seni, seni
kriya sudah kehilangan fungsi praktisnya
Kerajinan sebagai seni yang membawa ciri dan karakter kultur, seni kerajinan
memiliki corak dan motif yang sudah menjadi ciri umum seni kerajinan setempat. Corak
dan motif tersebut merupakan hasil kesepakatan dari masyarakat pendukungnya. Corak
dan motif tersebut dikenal sebagai motif ragam hias. Dalam seni kerajinan (kriya )
dikenal ada empat motif ragam hias yaitu: 1)Motif Flora (tumbuh-tumbuhan), artinya
tumbuh-tumbuhan sebagai modelnya kemudian distilir (digubah atau digayakan)
sedemikian rupa sehingga menjadi lebih indah. 2) Motif Fauna (manusia / binatang),
artinya bentuk manusia/binatang sebagai modelnya distilir sedemikian rupa sehingga
memperindah hasil karya 3) Motif Geometris atau motif ragam hias yang berupa susunan
garis-garis, bidang, garis lurus, lengkung atau bidang datar. 4) Motif Alam, yaitu motif
yang mengambil unsur-unsur dari alam seperti, awan, batu karang, matahari, bulan,
304
bintang dan lain-lain (Suwaji Bastomi,2003: 20-21). Untuk memperoleh corak dan motif
tertentu biasnya dilakukan distorsi, stilasi atau deformasi. Distorsi artinya merubah
menjadi lebih atau disangatkan sehingga hasilnya menjadi lebih kuat atau tegas.
Tujuannya untuk memperoleh keindahan atau sifat-sifat ekspresif suatu bentuk. Stilasi
berasal dari bahasa Belanda “stileren atau styleren ” artinya menyederhanakan bentuk
alam dengan tidak meninggalkan substansi bentuk aslinya sehingga hasilnya berkesan
dekoratif dan lebih indah. Deformasi adalah merubah susunan bentuk aslinya menjadi
berbeda tanpa menghiraukan lagi bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi lebih indah.
Gambar : Beberapa bentuk kerajinan Aceh dengan konsep budaya Islam
Ada begitu banyak hasil seni kerajinan di Aceh dengan kualitas estetis keacehan
yang belum tergarap. Tugas kita saat ini adalah bagaimana mengemas hasil-hasil seni
kerajinan Aceh menjadi kemasan-kemasan yang menarik tanpa mengurangi substansi
keAcehannya.
305
Industri pariwisata merupakan sebuah tantangan dan harapan bagi pelestarian dan
pengembangan sumber daya seni budaya suatu daerah. Kehadiran industri pariwisata
akan sangat menguntungkan, bahkan industri pariwisata akan memperkaya kasanah dunia
kesenian wilayah tersebut. Industri pariwisata akan melahirkan komunitas wisata yang
akan melahirkan pula seni wisata (seni kerajinan wisata). Konsep seni wisata ini seperti
dikemukakan J. Maquet dalam Juju Masunah (2003: 184) menyebut seni wisata (di
negara berkembang) dengan art by metamorphosis dan untuk seni yang diciptakan untuk
kepentingan daerahnya sendiri disebut sebagai art by destination. Maquet juga
menamakan seni wisata sebagai art of acculturation, karena bentuk seni wisata tersebut
masih mengacu pada seni tradisional yang ada, akan tetapi menjadi semu karena nilai-
nilai sakral, magis, dan simbolisnya telah dikesampingkan. Lain dari itu ada lima ciri
seni pertunjukan pariwisata yang dirumuskan R.M. Soedarsono yang dapat dijadikan
sebagai rujukan bagi pengembangan seni wisata yang lain (seni kerajinan). Adapun ciri-
ciri tersebut adalah 1) tiruan dari aslinya; 2) dikemas singkat atau padat; 3) penuh dengan
variasi; 4) dikesampingkan nilai sakral dan magis; 5) murah harganya.
Seni pariwisata dalam konteks Islam merupakan konsep yang menjadi harapan
bagi pelestarian dan pengembangan seni (kerajinan) di Daerah Istimewa Aceh. Islam
merupakan satu-satunya agama yang menjadi pegangan dan tutunan bagi masyarakat
Aceh dalam semua sendi-sendi kehidupan. Membangun hubungan yang sinergis antara
islam dan seni merupakan modal utama, seni dengan islam sebenarnya dua fenomena
yang tidak terpisahkan. Dalam islam sarat dengan muatan seni dan estetika, hal tersebut
dapat kita pahami melalui berbagai aspek keislaman yang kasat mata, mulai dari
penulisan kitab suci Al-Quran dan ornamen-ornamen yang disematkan pada bangunan-
bangunan masjid. Kita semua tahu bahwa salah satu wujud / nilai keindahan muncul
karena seni, dan seni muncul karena aktivitas kreatif manusia. Fenomena-fenomena
kasatmata tersebut merupakan hasil “kerajinan” manusia. Seni dan keindahan dalam
islam sudah menjadi jalinan yang unik dan senantiasa menjadi fenomena bagi masyarakat
islam sendiri. Meskipun masih sering terjadi salah pengertian dalam memahami seni
sehingga seolah-olah seni senantiasa bertentangan dengan agama.
Banyaknya konsepsi seni memang kadang membingungkan terutama bagi
masyarakat awam. Tetapi untuk memberikan sedikit gambaran tentang konsepsi seni, ada
306
tiga konsepsi seni yang lazim diaplikasikan dalam kehidupan, yaitu: 1) seni sebagai
keindahan, 2) seni sebagai hiburan, dan 3) seni sebagai media komunikasi (Soehardjo,
2005:127). Dalam konteks konsep seni kerajinan dalam wisata islam ketiga konsep seni
tersebut bisa saja diaplikasikan salah satu atau bahkan ketiga-tiganya. Kenapa demikian?,
karena ketiga konsep seni tersebut merupakan suatu kebutuhan yang meskipun bukan
pokok tetapi penting bagi manusia (kelompok masyarakat dengan segala
kompleksitasnya). Dalam konteks pemberdayaan seni kerajinan dalam wisata islam
tentunya diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang akurat, karena menyangkut aqidah
dan akhlak. Mungkin memang cukup berat karena harus mengkolaborasikan antara seni,
agama dan pariwisata. Tetapi masyarakat Aceh tidak perlu berkecil hati karena sudah ada
banyak contoh wilayah-wilayah yang berkembang sumber daya budayanya karena
mengkolaborasikan antara seni, agama dan pariwisata, seperti Jawa, Bali dan beberapa
daerah lain di Indonesia.
Untuk itu perlu kiranya masyarakat aceh meramu suatu formula yang tepat
sehingga mampu mengangkat keunikan seni budaya aceh. Dalam konteks ini masyarakat
Aceh justru harus tetap mengedepankan nilai-nilai islami dalam konsep seni kerajinan.
Mengeksplorasi berbagai sumber daya seni kerajinan khas aceh dan
mengimplementasikan nuansa islami di dalamnya. Aceh memiliki banyak sumber daya
seni kerajinan, mulai dari pakaian, perhiasan, peralatan dan hasil-hasil seni kerajinan
yang tinggal menambahkan aspek-aspek keislaman ke dalamnya. Sebagai contoh
Rencong merupakan ikon Aceh yang masih bisa diolah kembali dengan menambahkan
berbagai ornamen dengan motif khas aceh atau dengan memberikan sentuhan kaligrafi
padanya. Dapat juga memadukan antara ornamen-ornamen khas aceh dengan kaligrafi
huruf arab, karena dua hal tersebut sudah menjadi bagian dari masyarakat Aceh. Saat ini
tinggal bagaimana kita mampu mengolah dengan sentuhan kreatif dan estetis aspek-aspek
tersebut membentuk suatu harmonisasi sebagai simbol budaya. Yang terpenting adalah
bahwa pengembangan dan pemberdayaan karya seni budaya senantiasa harus tetap
memperhatikan dan mengindahkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Sebagai contoh akhir terkait dengan wisata kerajinan daerah yang mampu
menembus jangkauan yang relatif cukup luas adalah Yogyakarta dan Bali; di Yogyakarta
ada Malioboro (sentra wisata kerajinannya Jogjakarta), Kasongan (sentra kerajinan
307
keramik), Kota Gede (sentra kerajinan perak), Manding (sentra kerajinan kulit). Di Bali
jika kita berkunjung ke Pasar Sukowati maka kita akan menemukan hampir semua bentuk
kerajinan di Bali. Tetapi Semua itu adalah karena adanya koordinasi yang baik antar
bidang.
IV. Kesimpulan
Seni kerajinan Aceh sebagai salah satu khasanah budaya bangsa Indonesia
memiliki karakter yang sangat melekat dengan sistem dan budaya masyarakat Aceh yang
berkarakter Islami. Konsep-konsep seni kerajinan Aceh yang bernafaskan budaya Islam
hendaknya tetap di pertahankan dengan tetap memperhatikan nilai estetis dan nilai guna
dari suatu karya seni kerajinan. Dalam konteks wisata Islam di Kota Madya Banda Aceh,
seni kerajinan menjadi salah satu cinderamata yang banyak diminati oleh para wisatawan
baik wisatawan lokal maupun wisatawan manca negara. Motif atau ornamen pada benda-
benda seni kerajinan Aceh merupakan simbol-simbol dalam kehidupan masyarakat Aceh
yang dimanifestasikan dalam suatu produk benda kerajinan, seperti motif bintang buleun
(bintang bulan) merupakan manifestasikan atau simbol tentang keagungan dan ketinggian
sang khalik (pencipta), motif pucok rebong merupakan manifestasi atau simbol dari
tumbuh kembangnya generasi muda, motif tapak seleman merupakan manifestasi atau
simbol sesuatu yang ghaib yaitu kepercayaan masyarakat terhadap cerita dan sejarah
masa lalu dalam konteks keagamaan. Demikian juga halnya dengan motif-motif lainnya
yang merupakan manifestasi dari kehidupan masyarakat Aceh. Kualitas suatu karya
kerajinan yang berkarakter keacehan dan Islami perlu dijaga dan ditingkatkan guna
menunjang industri pariwisata di Aceh.
308
V. DAFTAR PUSTAKA A.J., Soehardjo. 2005. Pendidikan Seni Dari Konsep Sampai Program. Semarang :BKSD Jurusan Al-Faruqi, Ismail Raji. 1986, Seni Tauhid Esensi dan Ekspresi Estetika Islam.
Yogyakarta: Bentang Budaya.Seni dan Desain FS. Bastomi, Suwaji. 2003.
Maran, Rafael Raga, 2000. Manusia dan Kabudayaan Dalam Perpektif Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Rohidi, Tjetjep Rohendi, Prof. Dr.. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaaan.
Bandung: STISI Press Sedyawati, Edi, 2006. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Perkasa. Soelaeman, Munandar. 2007. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar, Bandung: Refika
Aditama. Sp.,Soedarso. 2006, Trilogi Seni Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: Penerbit ISI Yogyakarta. WM, Dr. Abdul Hadi. 2000. Islam Cakrawala Estetik dan Budaya. Jakarta: Pustaka
Firdaus