konsep kostum carnival lidut

13
PENDAHULUAN Penonjolan karakter khusus pada kostum saya adalahkeris Sumatera Selatan, selanjutnya ada beberapa aset lingkungan dari Sumatera Selatan yang saya angkat terapkan pada tema/konsep tersebut, adalah aset fauna yang kabarnya sangat teran yaitu Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera dan juga aset rumah adat Sumatera Sela (rumah limas). Keris Sumatera Selatan etertarikan saya dengan keris Sumatera Selatan sebab keris Sumatera Selat keris pertama yang ada di babatan tanah Sumatera karena tempatnya paling dekat d !a"a. Saya menggunakan karakter luk,pamor dan "arna pada keris tersebut untuk dimasukkan pada bentuk kostum, dan keris ini menjadi karakter utama pada kostum Definisi untuk keris secara detail adalah sebagai berikut: #enurut kamus umum bahasaindonesia keris adalah senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua (bilahnya ada yg lurus, ada yg berkeluk$keluk). atas menggambarkan beberapa ciri keris namun terasa kurang lengkap karena tidak senjata tajam bermata dua berujung tajam dan bersarung dapat disebut keris, peda dua dan bersarung dapat memenuhi definisi di atas tapi tetap tidak dapat disebut &nsiklopedi keris yang ditulis 'ambang Harsrinuksmo menyebutkan kriteri yang harus dipenuhi sebuah senjata sehingga dapat disebut keris, ris disk karya !ensen menyebutkan kriteria bilah dan ganja asimetris sebagai keunikan keris. 'e sumber$sumber di atas, dapat disimpulkan bah"a untuk dapat disebut sebagai keris tajam harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut *.eris harus bermata dua dan berujung tajam berbeda dengan badik yang hanya memiliki satu mata (sisi tajam) keris selalu memiliki dua mata. +. eris harus terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian bilah keris terma bagian ganja. . 'ilah keris harus membuat sudut tertentu terhadap ganja, tidak tegak lurus . -kuran panjang bilah keris yang la im adalah antara cm sampai cm. keris luar !a"a panjang bilahnya bisa mencapai 1 cm, bahkan keris buatan 2 Selatan panjangnya ada yang mencapai 3 cm. #engenai senjata tikam menyerup keris yang panjangnya di ba"ah ukuran yang la im, menurut banyak ahli belum dikategorikan sebagai keris, tetapi keris$kerisan. 1. eris yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga macam logam, minimal du besi, baja, dan bahan pamor. eris$keris tua, atau lebih tepatnya misalnya keris 'uda, belum menggunakan pamor (Harsrinuksmo, +44 ). 3. eris memiliki bentuk yang tidak simetris /asimetris mengikuti bentuk gan asimetris 'ambang Harsrinuksmodalam bukunya &nsiklopedi eris hanya menyebutkan empat kriteria keris yaitu kriteria ke$+, ke$ , ke$ dan ke$1. 'ambang Harsrinuksmo perpendapat bah"a keempat kriteria tersebut adalah k paling utama, dan senjata yang tidak memenuhi kriteria utama tersebut keris. 'enda menyerupai keris yang terbuat dari tembaga, kuningan, dan logam$log disebut di atas, tidak dapat digolongkan sebagai keris. 'egitu juga keris yang d melaui proses penempaan melainkan dicor, meskipun terbuat dari besi atau baja, j bisa disebut keris.

Upload: deny-ined

Post on 04-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gyhg

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Penonjolan karakter khusus pada kostum saya adalah keris Sumatera Selatan, selanjutnya ada beberapa aset lingkungan dari Sumatera Selatan yang saya angkat untuk saya terapkan pada tema/konsep tersebut, adalah aset fauna yang kabarnya sangat terancam punah yaitu Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera dan juga aset rumah adat Sumatera Selatan (rumah limas).

Keris Sumatera Selatan Ketertarikan saya dengan keris Sumatera Selatan sebab keris Sumatera Selatan adalah keris pertama yang ada di babatan tanah Sumatera karena tempatnya paling dekat dengan Jawa. Saya menggunakan karakter luk, pamor dan warna pada keris tersebut untuk dimasukkan pada bentuk kostum, dan keris ini menjadi karakter utama pada kostum saya.

Definisi untuk keris secara detail adalah sebagai berikut:Menurut kamus umum bahasa indonesia keris adalah senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua (bilahnya ada yg lurus, ada yg berkeluk-keluk). Definisi di atas menggambarkan beberapa ciri keris namun terasa kurang lengkap karena tidak semua senjata tajam bermata dua berujung tajam dan bersarung dapat disebut keris, pedang bermata dua dan bersarung dapat memenuhi definisi di atas tapi tetap tidak dapat disebut keris. Ensiklopedi keris yang ditulis Bambang Harsrinuksmo menyebutkan 4 kriteria utama yang harus dipenuhi sebuah senjata sehingga dapat disebut keris, Kris disk karya Karsten sejr Jensen menyebutkan kriteria bilah dan ganja asimetris sebagai keunikan keris. Berdasarkan sumber-sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat disebut sebagai keris senjata tajam harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: 1.Keris harus bermata dua dan berujung tajam berbeda dengan badik yang umumnya hanya memiliki satu mata (sisi tajam) keris selalu memiliki dua mata.2. Keris harus terdiri dari dua bagian utama, yaitu: bagian bilah keris termasuk paksi, dan bagian ganja. 3. Bilah keris harus membuat sudut tertentu terhadap ganja, tidak tegak lurus. 4. Ukuran panjang bilah keris yang lazim adalah antara 33 cm sampai 38 cm. Namun bilah keris luar Jawa panjang bilahnya bisa mencapai 58 cm, bahkan keris buatan Filipina Selatan panjangnya ada yang mencapai 64 cm. Mengenai senjata tikam menyerupai keris yang panjangnya di bawah ukuran yang lazim, menurut banyak ahli belum bisa dikategorikan sebagai keris, tetapi keris-kerisan. 5. Keris yang baik harus dibuat dan ditempa dari tiga macam logam, minimal dua, yaitu besi, baja, dan bahan pamor. Keris-keris tua, atau lebih tepatnya prototipe keris, misalnya keris Buda, belum menggunakan pamor (Harsrinuksmo, 2004). 6. Keris memiliki bentuk yang tidak simetris /asimetris mengikuti bentuk ganjanya yang asimetris Bambang Harsrinuksmo dalam bukunya Ensiklopedi Keris hanya menyebutkan empat kriteria keris yaitu kriteria ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5. Bambang Harsrinuksmo perpendapat bahwa keempat kriteria tersebut adalah kriteria paling utama, dan senjata yang tidak memenuhi kriteria utama tersebut tidak bisa disebut keris. Benda menyerupai keris yang terbuat dari tembaga, kuningan, dan logam-logam selain disebut di atas, tidak dapat digolongkan sebagai keris. Begitu juga keris yang dibuat bukan melaui proses penempaan melainkan dicor, meskipun terbuat dari besi atau baja, juga tidak bisa disebut keris.Beliau tidak menyebutkan kriteria penting yang terkandung dalam definisi keris menurut Kamus umum bahasa indonesia yaitu senjata bermata dua dan berujung tajam. Karena itu penulis memasukan kriteria tersebut dalam kriteria pertama. Beliau juga tidak memasukan bentuk asimetris sebagai kriteria keris, mungkin beliau berpendapat sudah termasuk dalam kriteria kecondongan, tetapi penulis berpendapat kriteria asimetris ini perlu dipisahkan karena selain menunjukan bentuk bilah asimetris juga menunjukan asimetrisnya ganja. Beberapa kriteria yang disebutkan di atas membuat keris menjadi senjata yang unik dan dapat dibedakan dari jenis senjata lainnya. Banyak anggapan keliru mengenai keistimewaan keris sehingga ada yang menganggap bahwa hanya keris senjata yang memiliki luk, hal ini tidak benar karena beberapa senjata persia memiliki luk. Ada juga yang menganggap bahwa pamor hanya ada pada keris dan bahwa pamor hanya dibuat oleh bangsa kita, anggapan seperti ini juga keliru karena pedang-pedang bangsa Eropa banyak dihiasi dengan berbagai motif pamor bahkan pedang bangsa Viking (eropa) yang dibuat jauh sebelum Masehi sudah mengenal pamor, pedang katana jepang dan pedang-pedang Persia pun sejak dahulu dihiasi dengan pamor Bukan luk dan pamor yang membuat keris menjadi unik tapi gabungan dari beberapa kriteria di atas dan fungsinya yang begitu kompleks dalam kehidupan bangsa kita yang membuat keris menjadi unik. Jenis keris yang saya gunakan untuk menjadi karakter pada kostum ini adalah keris Sempana Palembang. Definisinya adalah sebagai berikut: Keris Luk 7 Dapur Sempana Tangguh Palembang Pamor slewah pulo tirto dan tunggul kukus

Batik Motif Ceplok Kata Batik berasal dari bahasa Jawa amba yang berarti menulis dan titik. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan malam (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam Bahasa Inggrisnya wax-resist dyeing Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya Batik Cap yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak Mega Mendung, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Tradisi falsafah Jawa yang mengutamakan pengolahan jati diri melalui praktek-praktek meditasi dan mistik dalam mencapai kemuliaan adalah satu sumber utama penciptaan corak-corak batik tersebut selain pengabdian sepenuhnya kepada kekuasaan raja sebagai pengejawantahan Yang Maha Kuasa di dunia. Sikap ini menjadi akar nilai-nilai simbolik yang terdapat di balik corak-corak batik menurut Djajasoebrata (dalam Anas, Biranul, 1995: 64). Pola, motif dan warna dalam batik, dulu mempunyai arti simbolik. Ini disebabkan batik dulu merupakan pakaian upacara ( kain panjang, sarung, selendang, dodot, kemben, ikat kepala ), oleh karena itu harus dapat mencerminkan suasana upacara dan dapat menambah daya magis. Karena itu diciptakanlah berbagai pola dan motif batik yang mempunyai simbolisme yang bisa mendukung atau menambah suasana religius dan magis dari upacara itu. Jadi batik tidak hanya untuk memperindah tubuh dan menyenangkan pandangan mata saja, tapi merupakan bagian dari upacara itu sendiri bersama dengan alat-alat upacara yang lain ( Iwan Tirta, 1985: 3). Motif-motif batik tidak sekedar gambar atau ilustrasi saja namun motif-motif batik tersebut dapat dikatakan ingin menyampaikan pesan, karena motif-motif tersebut tidak terlepas dari pandangan hidup pembuatnya, dan lagi pemberian nama terhadap motif-motif tersebut berkaitan dengan suatu harapan ( Kuswadji, K, 1985:10-11). Ragam corak dan warna.Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh orang Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing. Teknik membatik telah dikenal sejak ribuan tahun yang silam. Tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini batik bisa ditemukan di banyak negara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, batik juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia, terutama dari Jawa. Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta. Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedagang Muslim melawan perekonomian Belanda. Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur. Jaman Majapahit Batik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, dapat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit. Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahit, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli. Daerah pembatikan sekarang di Mojokerto terdapat di Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo. Diluar daerah Kabupaten Mojokerto ialah di Jombang. Pada akhir abad ke-XIX ada beberapa orang kerajinan batik yang dikenal di Mojokerto, bahan-bahan yang dipakai waktu itu kain putih yang ditenun sendiri dan obat-obat batik dari soga jambal, mengkudu, nila tom, tinggi dan sebagainya. Obat-obat luar negeri baru dikenal sesudah perang dunia kesatu yang dijual oleh pedagang-pedagang Cina di Mojokerto. Batik cap dikenal bersamaan dengan masuknya obat-obat batik dari luar negeri. Cap dibuat di Bangil dan pengusaha-pengusaha batik Mojokerto dapat membelinya dipasar Porong Sidoarjo, Pasar Porong ini sebelum krisis ekonomi dunia dikenal sebagai pasar yang ramai, dimana hasil-hasil produksi batik Kedungcangkring dan Jetis Sidoarjo banyak dijual. Waktu krisis ekonomi, pengusaha batik Mojoketo ikut lumpuh, karena pengusaha-pengusaha kebanyakan kecil usahanya. Sesudah krisis kegiatan pembatikan timbul kembali sampai Jepang masuk ke Indonesia, dan waktu pendudukan Jepang kegiatan pembatikan lumpuh lagi. Kegiatan pembatikan muncul lagi sesudah revolusi dimana Mojokerto sudah menjadi daerah pendudukan. Ciri khas dari batik Kalangbret dari Mojokerto adalah hampir sama dengan batik-batik keluaran Yogyakarta, yaitu dasarnya putih dan warna coraknya coklat muda dan biru tua. Yang dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu tempat pembatikan didesa Majan dan Simo. Desa ini juga mempunyai riwayat sebagai peninggalan dari zaman peperangan Pangeran Diponegoro tahun 1825. Meskipun pembatikan dikenal sejak jaman Majapahait namun perkembangan batik mulai menyebar sejak pesat didaerah Jawa Tengah Surakarta dan Yogyakata, pada jaman kerajaan di daerah ini. Hal itu tampak bahwa perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung berikutnya lebih dipenagruhi corak batik Solo dan Yogyakarta. Didalam berkecamuknya clash antara tentara kolonial Belanda dengan pasukan-pasukan pangeran Diponegoro maka sebagian dari pasukan-pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri kearah timur dan sampai sekarang bernama Majan. Sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan ini desa Majan berstatus desa Merdikan (Daerah Istimewa), dan kepala desanya seorang kiyai yang statusnya Uirun-temurun.Pembuatan batik Majan ini merupakan naluri (peninggalan) dari seni membuat batik zaman perang Diponegoro itu. Warna babaran batik Majan dan Simo adalah unik karena warna babarannya merah menyala (dari kulit mengkudu) dan warna lainnya dari tom. Sebagai batik setra sejak dahulu kala terkenal juga didaerah desa Sembung, yang para pengusaha batik kebanyakan berasal dari Sala yang datang di Tulungagung pada akhir abad ke-XIX. Hanya sekarang masih terdapat beberapa keluarga pembatikan dari Sala yang menetap didaerah Sembung. Selain dari tempat-tempat tesebut juga terdapat daerah pembatikan di Trenggalek dan juga ada beberapa di Kediri, tetapi sifat pembatikan sebagian kerajinan rumah tangga dan babarannya batik tulis. Jaman Perkembangan Islam Riwayat pembatikan di daerah Jawa Timur lainnya adalah di Ponorogo, yang kisahnya berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Riwayat Batik. Disebutkan masalah seni batik didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Konon, di daerah Batoro Katong, ada seorang keturunan dari kerajaan Majapahit yang namanya Raden Katong adik dari Raden Patah. Batoro Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo dan petilasan yang ada sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan. Perkembangan selanjutanya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh Kyai Hasan Basri atau yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah Raden Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja Kraton Solo. Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan kraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-pengiringnya. disamping itu banyak pula keluarga kraton Solo belajar dipesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni bafik keluar dari kraton menuju ke Ponorogo. Pemuda-pemudi yang dididik di Tegalsari ini kalau sudah keluar, dalam masyarakat akan menyumbangkan dharma batiknya dalam bidang-bidang kepamongan dan agama. Daerah perbatikan lama yang bisa kita lihat sekarang ialah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan sekarang dan dari sini meluas ke desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut. Waktu itu obat-obat yang dipakai dalam pembatikan ialah buatan dalam negeri sendiri dari kayu-kayuan antara lain; pohon tom, mengkudu, kayu tinggi. Sedangkan bahan kainputihnyajugamemakai buatan sendiri dari tenunan gendong. Kain putih import bam dikenal di Indonesia kira-kira akhir abad ke-19. Pembuatan batik cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia pertama yang dibawa oleh seorang Cina bernama Kwee Seng dari Banyumas. Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal batiknya dalam pewarnaan nila yang tidak luntur dan itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo. Akibat dikenalnya batik cap maka produksi Ponorogo setelah perang dunia petama sampai pecahnya perang dunia kedua terkenal dengan batik kasarnya yaitu batik cap mori biru. Pasaran batik cap kasar Ponorogo kemudian terkenal seluruh Indonesia. Batik Solo dan Yogyakarta Dari kerjaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta sekitamya abad 17,18 dan 19, batik kemudian berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, pleh masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi perdagamgan. Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Tetapi antara lain terkenal dengan Sidomukti dan Sidoluruh. Sedangkan Asal-usul pembatikan didaerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I dengan rajanya Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah didesa Plered. Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada keluarga kraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi kerajaan keluarga kraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombonasi batik dan lurik. Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat tertarik pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga kraton dan ditiru oleh rakyat dan akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok kraton. Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan menetap didaerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, dan kedaerah Timur Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Meluasnya daerah pembatikan ini sampai kedaerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai abad ke-18. Keluarga-keluarga kraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam dan daerah baru itu. Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda, mendesak sang pangeran dan keluarganya serta para pengikutnya harus meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut pangeran Diponegoro mengembangkan batik. Ke Timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulung Agung. Selain itu juga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkem-bang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta. Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin. Motif batik yang saya gunakan adalah motif batik ceplok, motif ini biasa dipakai golongan menengah kebawah, agar terlihat gagah. Motif ini sengaja saya pilih sesuai dengan karakter keris Sempana yang merupakan keris prajurit, bukan keris tahta, kostum ini saya konsep layaknya prjurit perang yang memiliki kesetiaan dan menjaga keseimbangan alam dengan budaya dan makhluk hidup yang ada disekitarnya.

Aset Fauna dan Aset Rumah Adat Harimau Sumatera Selatan (Panthera Tigris Sumatrae) Harimau Sumatra adalah spesies yang terancam punah, kini tercatat hanya sekitar kurang dari 500 ekor dan tinggal di pulau Sumatera, Indonesia. Mereka lebih kecil dari spesies harimau lainnya, jantan dengan berat hanya 300 kilogram. Tapi mereka bisa mencapai panjang mulai kepala ke ekor hingga 6 meter, sehingga memberikan penampilan yang sangat ramping. Para peneliti menyimpulkan bahwa mereka lebih kecil dalam ukuran karena habitat alam yang terbatas bagi mereka untuk melangsungkan hidupnya. Selain itu, mereka juga lebih kecil dalam ukuran karena mereka mengkonsumsi mangsa yang lebih kecil dari mereka dan jumlah mangsa mereka sangat terbatas. Garis-garis pada bulu Harimau Sumatera lebih erat bila dibandingkan dengan yang ditemukan pada spesies harimau lain. Hal ini karena habitat alami mereka penuh semak belukar yang tinggi dan memungkinkan mereka untuk dengan mudah berkamuflase dengan alam. Harimau ini juga memiliki bulu yang lebih lebat pada bagian wajah dan leher daripada spesies harimau lain. Salah satu taktik terbaik mereka adalah ketika mengejar mangsanya di air. Mereka adalah perenang yang sangat cepat sehingga mereka dapat dengan mudah dapat menangkap mangsa yang lebih besar, yang mungkin tidak bisa mereka dapatkan ketika berburu di darat. Mereka memiliki anyaman antara jari-jari mereka yang mereka gunakan untuk berenang di air. Mereka juga dapat membingungkan hewan lainnya, karena mereka memiliki bintik-bintik putih di belakang telinga mereka, yang membuat hewan lain berpikir bahwa ini adalah mata. Hal ini diyakini untuk membantu mereka tetap aman dari predator lain yang akan cenderung datang kepada mereka dari belakang. Seperti banyak terjadi pada spesies lain dari harimau, masalah besar adalah bahwa angka dengan sisa genetik yang rendah, prospek yang tidak begitu baik. Terlalu banyak harimau di luar sana yang terkait atau memiliki materi genetik yang terkait erat satu sama lain. Inilah mengapa para peneliti terus melakukan tes DNA sebelum Harimau Sumatera diperbolehkan untuk kawin di penangkaran. Jika bahan genetik terlalu erat terkait, maka ini akan dapat menghasilkan keturunan yang tidak sehat, yang memiliki masalah fisik yang lemah, atau sulit untuk bertahan hidup dalam lingkungan alam mereka. Masalah terbesar bagi mereka sekarang adalah hilangnya habitat alami mereka. Akibatnya, sangat sulit bagi mereka untuk bertahan hidup. Mereka harus pindah ke daerah lain untuk dapat menemukan mangsa yang cukup. Mereka juga mungkin masih merasa sulit untuk dapat menemukan makanan dan air yang memadai di lingkungan baru yang telah mereka tempati dengan terpaksa. Sayangnya, Harimau Sumatra sekarang berada pada risiko yang sangat tinggi untuk terancam punah. Diyakini kurang dari 500 ekor dari mereka yang tersisa di alam liar. Beberapa peneliti percaya bahwa ada beberapa penanda genetik pada spesies harimau ini yang dapat menghasilkan subspesies lain yang akan populer. Itu jika mereka bisa bertahan dari kepunahan, meskipun sekarang sangat sulit bagi mereka untuk bisa bertahan hidup dan berkembangbiak. Harimau Sumatera sampai saat ini terus diburu biarpun mendapat perlindungan hukum yang kuat. Banyak pemburu di pulau Sumatera sana yang mencetak banyak uang dari membunuh harimau sumatera dan mereka tidak akan berhenti melakukan hal itu kecuali mereka tertangkap tangan. Selain itu, Harimau Sumatera akan segera musnah karena habitat alami mereka sekarang dihancurkan pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh kegiatan pembalakan liar yang terjadi di habitat alami mereka. Sejak tahun 2007, telah ada upaya besar di Indonesia untuk melindungi masa depan untuk Harimau Sumatera seperti seminar yang pernah diadakan di UGM. Namun banyak orang yang khawatir jika hal itu sudah terlambat dan hanya akan memperpanjang kepunahan yang tak akan terelakan lagi untuk mereka. Tapi sebagian besar para pecinta Harimau banyak yang tidak menyerah dalam memberantas perburuan liar sampai para pemburu itu berhenti dari aktivitas ilegalnya. Mereka terus berjuang untuk melestarikan dan melindungi Harimau Sumatera dari kepunahan yang sudah di ambang pintu. Saya begitu miris melihat video video yang diunggah di sosial media ketika harimau aset milik Indonesia ini sedang diburu hanya untuk kepentingan dan keserakahan manusia, untuk itu saya mengkonsep karakter sayap pada bagian bentuk keris dengan menggunakan motif loreng harimau Sumatera Selatan ini.

Gajah Sumatera Selatan (Elephas Maximus Sumatranus)

Gajah merupakan satwa yang unik karena memiliki tingkat intelejensi yang tinggi dan ukuran tubuh yang sangat besar. Gajah Sumatera sebagai species gajah asli Indonesia populasinya kian menurun seiring adanya perburuan gading gajah oleh para pemburu yang tidak bertaanggung jawab. Aset fauna untuk gajah, saya mengambil karakter bentuk telinga dan belalai gajah pada kostum ini, bentuk telinga gajah saya terapkan pada mahkota dengan warna emas dan untuk belalai gajah saya terapkan juga pada sayap dengan warna yang sama. Manusia pada kehidupannya selalu berdampngan dengan makhluk lain, penggabungan dua karakter fauna ini tidak lain bertujuan untuk melestarikan dua hewan tersebut yang sangat terancam punah, setidaknya jika punah nanti kita tidak melupakannya bahwa Indonesia memiliki banyak spesies hewan. Lebih baiknya lagi kalau manusia lebih terketuk pintu hatinya agar melestarikan, menjaga, dan menyayangi hewan hewan tersebut, manusia yang memiliki akal harusnya bisa berfikir lebih bijaksan`a.

Rumah adat Sumatera Selatan ( Rumah Limas)

Selanjutnya untuk aset rumah adat (rumah limas), rumah adat Sumatera Selatan bernama Rumah Limas, Ia merupakan rumah panggung, untuk tempat tinggal para bangasawan. Rumah Limas berjenjang lima dengan bermakna Lima Emas, yaitu keagungan, rukun dan damai, sopan santun, aman dan subur, kemudian makmur dan sejahtera. Pintu Gerbang Emas harus ada pada setiap Rumah Limas. Saya mengambil bentuk rumah tersebut yang berupa rumah panggung yang dibagian depan pada rumah tersebut terdapat tangga untuk akses naik turunnya, yaitu di bagian kanan dan kiri yang juga sangat berkarakter. Saya beranggapan bahwa bentuk dan warna warna yang ada pada kostum tersebut mempunyai korelasi yang baik dengan menjunjung tinggi pelestarian aset daerah.Bentuk rumah limas ini saya terapkan pada bentuk sayap pada bagian bawah dengan motif batik ceplok.

Pakaian adat Sumatera Selatan

Pakaian Adat pria Sumatera Selatan mamakai pakaian adat berupa mahkota , kalung bersusun dengan baju yang khas. Ia juga memakai celana panjang dan kain songket pada bagian tengah badan. Wanitanya memakai pakaian yang mirip dengan prianya, yaitu bermahkota, kalung susun, pending dan gelang pada kedua belah tangan. Ia juga memakai kain songket yang melingkar pada bagian tengah badan serta berkain songket. Pakaian ini dipakai untuk upacara pernikahan.

KONSEP KOSTUM

Definisi Bentuk Kostum Sayap Pada urutan sayap dari atas hingga ke bawah, sayap pertama ialah karakter dari sayap ini, yang teratas adalah bentuk keris yang menjadi tema utama, keris Sempana dengan luk 7, saya terapkan untuk bentuk sayap urutan pertama ini dengan motif loreng harimau Sumatera Selatan agar tampak seperti pamor keris. Selanjutnya bentuk belalai gajah, saya terapkan pada bentuk sayap pada urutan kedua dengan wrna emas, bentuk ini juga bisa diartikan simbol kelenturan, seperti belalai gajah, simbol kelenturan dapat diartikan sebagi suatu keseimbangan dan keluwesan antar budaya yang ada di Indonesia. Pada urutan terakhir saya terapkan rumah adat Sumatera Selatan yaitu rumah limas sebagai bentuk wadah atau rumah yang mencakup dan melindungi, dengan bentuk menyerupai bentuk rumah panggung yang kanan kirinya terdapat tangga yang digunakan untuk akses naik turun.

Definisi Bentuk Kostum MahkotaMahkota adalah simbolisasi kehormatan, maka dari itu pada mahkota kostum ini saya mempersatukan bentuk dari semua aset Sumatera Selatan yang saya pakai dari Keris, telinga Gajah, motif loreng Harimau, semuanya saya kemas menjadi satu kesatuan bentuk yang simetris. Pada bagian tengah mahkota saya terapkan bentuk seperti tanduk yang saya ambil dari bentuk keris Sempana Palembang dengan menggunakan kain songket yang merupakan warisan budaya Indonesia. Pada bagian samping terdapat bentik seperti telinga yang saya ammbil dari bentuk telinga gajah dengan warna emas dan ditengahnya terdapat bentuk keris dengan motif loreng harimau Sumatera Selatan. Pada bagian bawah pada tanduk bagian tengah juga terdapat bentuk keris dengan motif batik ceplok.

Definisi Baju Pada bagian baju saya gunakan bentuk baju adat pernikahan masyarakat Sumatera Selatan yaitu dengan kain songket yang saya terapkan pada bentuk seperti rompi yang ada pada bagian dada, kemudian pada bagian rok saya desain dengan rok dengan menggunakan petticoat dengan warna emas dan saya beri sedikit modifikasi dengan kain songket. Pada bagian rok saya desain dengan bentuk keris luk 7 dengan motif batik agar terlihat mendominasi. Bentuk keris luk 7 berjumlah 5 buah, merupakan keseimbangan antar agama yang ada di bumi pertiwi ini.

Akar Wangi, Klinting, dan Tongkat

Akar wangi yang saya gunakan pada bagian badan, mahkota, dang tongkat. Merupakan simbol budaya yang mengakar, dengan harapan agar budaya Indonesia selalu harum mewangi dan kuat akan arus globalisasi sekarang ini. Bau yang wangi saya harmonisasikan dengan bunyi, yaitu klinting yang terdapat pada bagian mahkota dan tongkat. Tongkat saya tambahkan untuk aksesorisnya, bermakna simbol berpegang teguh dan kekuatan untuk berpijak di bumi, tongkat ini saya buat dengan motif batik.

Sumber: http://malangnews.blogspot.com/2011/06/harimau-sumatera-panthera-tigris.html http://www.internet.web.id/2012/10/hewan-dan-tumbuhan-langka-di-indonesia.html#sthash.5hGev06b.dpuf http://gjb3111ary.wordpress.com/tugas/uas/rumah-adat/ http://dunianyamaya.wordpress.com/2008/04/09/makna-batik-dalam-pernikahan-adat-yogyakarta/Harimau Sumatera ( Panthera Tigris Sumatrae ) | @Warkop Aremania

TUGAS FESYEN DASARKONSEP BUSANA KARNIVALTEMA KERIS SUMATERA SELATAN

OLEH :KHOLIDA NUR OCTANIANIM 12154110PROGRAM STUDI SENI BATIKJURUSAN KRIYAFAKULTAS SENI RUPA DAN DESAININSTITUT SENI INDONESIASURAKARTA2014