konsep kenabian dalam agama-agama samawi perspektif tafsir...

67
Konsep Kenabian dalam al-Man PROGRAM ST FA UNIVERSITAS ISLAM N m Agama-agama Samawi Perspek nar dan Tafsir al-Maraghi Disusun oleh: Anggi Suryadi NIM 11140340000193 TUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR AKULTAS USHULUDDIN NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JA 1440 H/2019 M ktif Tafsir AKARTA

Upload: others

Post on 21-Oct-2019

58 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsiral-Manar dan Tafsir al-Maraghi

Disusun oleh:

Anggi Suryadi

NIM 11140340000193

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M

Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsiral-Manar dan Tafsir al-Maraghi

Disusun oleh:

Anggi Suryadi

NIM 11140340000193

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M

Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsiral-Manar dan Tafsir al-Maraghi

Disusun oleh:

Anggi Suryadi

NIM 11140340000193

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

i

Page 3: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

ii

Page 4: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

iii

Page 5: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

iv

KATA PENGANTAR

Bismillāhirrahmānirrāhīm

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dankarunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang tentunya tidak terlepasdari dukungan semua pihak.

Maka, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh sivitas akademika Rektor UINSyarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, M.A, Kepada DekanFakultas Ushuluddin UIN Jakarta, Dr. Yusuf Rahman, M.A., Kepada ketua program studi dansekretaris jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Dr. Lilik Umi Kaltsum, M.A. dan Dra. BanunBinaningrum, M.Pd.

Untuk dosen pembimbing penulis, Dr. Kusmana, MA, Ph.D. terima kasih atas saran yangmembangun dan setiap masukan yang selalu mencerahkan. Untuk keluarga yang selalupenulis cintai yang senantiasa mendukung dan bertanya kapan wisuda, penulis ucapkanberibu terima kasih.

Untuk teman-teman seperjuangan, terima kasih telah meyakinkan penulis untuk bisa melaluisemua tahap ujian. Terima kasih sudah menjadi tempat berdiskusi dan berbagi ilmu sehinggapengetahuan penulis dapat terus berkembang. Untuk teman-teman kosan, terima kasih selamaini sudah bermurah hati mau menampung penulis dan membantu penilis dalamkeberlangsungan penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk teman-teman satu kos denganpenulis atas kecerian dan kebahagiaan penuh tawa selama itu. Semoga Allah SWT selalumemberikan kebaikan kepada semua pihak yang mendukung penulis, Amin.

Jakarta, 07 Mei 2019

Anggi Suryadi

Page 6: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

v

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bersumber dari

pedoman Arab-Latin yang diangkat dari Keputusan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 158 Tahun

1987 dan Nomor 0543 b/U/1987, selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf ArabHuruf Latin Keterangan

اTidak dilambangkan

ب BBe

ت TTe

ث

ṠEs dengan titik di atas

ج

JJe

ح

ḤHa dengan titik di bawah

خ

KhKa dan ha

Page 7: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

vi

د

DDe

ذ

ŻZet dengan titik di atas

ر

REr

ز

ZZet

س

SEs

ش

SyEs dan ye

ص

ṢEs dengan titik di bawah

ض

ḌDe dengan titik di bawah

ط

ṬTe dengan titik di bawah

ظ

ẒZet dengan titik di bawah

ع

‘Koma terbalik di atas hadap kanan

Page 8: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

vii

غ

GGe

ف

FEf

ق

QiKi

ك

KKa

ل

LEl

م

MEm

ن

NEn

و

W

We

ه

HHa

ء

’Apostrof

ي

YYe

Page 9: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

viii

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau difting. Untuk vokal tunggal,

ketentuan alih aksaranya adalah sebegai berikut.

Tanda Vokal ArabTanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah

I Kasrah

U Ḍammah

Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal ArabTanda Vokal Latin Keterangan

كم ین بAi A dan I

قول Iu A dan U

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harkat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal ArabTanda Vokal Latin Keterangan

جاھلیةĀ A dengan garis di atas

Page 10: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

ix

مجیدĪ I dengan garis di atas

فروضŪ U dengan garis di atas

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun

huruf qomariyah. Contoh: al-rijāl, al-ṭīn.

5. Syaddah/Tasydid

Syaddah/Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda () dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Page 11: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

x

ABSTRAK

Anggi Suryadi. Konsep Kenabian dalam Agama-agama Besar Dunia

Perspektif Tafsir al-Manar dan Tafsir al-Maraghi, 2019

Skripsi ini membahas konsep kenabian menurut agama-agama besar di dunia serta

mengupas pendapat Muhammad Abduh, Rasyid Ridho dalam kitab Tafsir al-

Manar dan Ahmad Musthafa bin Muhammad bin Abdul Mun’im al-Maraghi

dalam Tafsir al-Maraghi. Hal menarik yang ada di dalam pembahasan ini adalah

ketiga ulama tersebut membuka batasan-batasan atas pengertian kenabian dalam

pandangan umat Islam. Seperti dalam Tafsir al-Manar yang menyebutkan Hindu,

Budha, Zoroaster, Konfusius (Konghucu) dll, sebagai Ahlul Kitab yang artinya di

dalam agama-agama tersebut terdapat Nabi dan Rasul untuk menyampaikan

firman Tuhan kepada umat manusia.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Semua data

tentang Kenabian dan Kerasulan dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan

metode pengolahan muqoranah (perbandingan) dengan beberapa kitab tafsir dan

membandingkan konsep kenabian antar agama.

Penelitian ini menemukan bahwasanya di setiap agama yang sudah penulis teliti,

yaitu: Yahudi, Kristen, Zoroaster, Hindu dan Budha memiliki Rasul dan Nabi

untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan berupa kitab suci yang membimbing

segenap manusia untuk meniti jalan kebaikan dalam ketaatan pada Tuhan.

Kenabian di antara Islam dan kelima agam tersebut memiliki kesamaan dalam

menyampaikan pesan-pesan kebajikan dan keesaan Tuhan. Artinya, setiap Nabi

dalam agama-agama di atas sudah jelas bahwa mereka telah menerima wahyu dari

Tuhan

Page 12: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

ix

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................................... i

Pengesahan Pembimbing ........................................................................................... ii

Lembar Pernyataan ................................................................................................... iii

Kata Pengantar .......................................................................................................... iv

Pedoman Transliterasi ............................................................................................... v

Abstrak ....................................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................... 6C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................................... 9D. Tinjauan Pustaka......................................................................................... 10E. Metode Penelitian ....................................................................................... 11F. Sistematika Penulisan ................................................................................. 12

BAB II AGAMA SAMAWI DAN KONSEPN KERASULAN .................................. 9

A. Agama Samawi............................................................................................ 91. Definisi Agama Samawi......................................................................... 92. Ciri-ciri Agama Samawi......................................................................... 103. Macam-macam Agama Samawi ............................................................. 11

B. Kerasulan Dalam Agama Samawi................................................................ 181. Definisi Rasul ........................................................................................ 182. Rasul Dalam Agama Yahudi .................................................................. 203. Rasul Dalam Agama Nasrani ................................................................. 234. Rasul Dalam Agama Islam..................................................................... 25

BAB III MENGENAL TAFSIR AL-MANAR DAN TAFSIR AL-MARAGHI........ 27

A. Tafsir al-Manar............................................................................................ 271. Muhammad Abduh ................................................................................ 272. Rasyid Ridho ......................................................................................... 27

B. Tafsir al-Maraghi ......................................................................................... 30

BAB IV KONSEP KERASULAN DALAM TAFSIR AL-MANAR DAN TAFSIR AL-MARAGHI .................................................................................................................. 33

A. Penafsiran Kerasulan ................................................................................... 33B. Jenis Kelamin dan Ciri-ciri Kerasulan.......................................................... 35C. Proses Menjadi Rasul dan Tugas-tugasnya................................................... 39D. Kerasulan Dalam Tradisi Agama Samawi .................................................... 43

BAB V KESIMPULAN............................................................................................... 48

A. Kesimpulan.................................................................................................. 48

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 50

Page 13: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kitab yang memancar darinya aneka ilmu keislaman, karena kitab suci

itu mendorong untuk melakukan pengamatan dan penelitian. Kitab suci ini juga dipercaya

oleh umat Islam sebagai kitab petunjuk yang hendaknya dipahami.1

Dalam memahaminya, M. Quraish Shihab menilai bahwa al-Qur’an yang mulia ini dapat

mendorong manusia untuk melakukan pengamatan dan penelitian. Untuk merefleksikan

pendapat tersebut, penulis mencoba melakukan sebuah penelitian tentang tafsir yang

terkandung dalam surah Yunus ayat 47. Dalam surah Yunus ayat 47 tersebut, penulis tertarik

untuk menelisik tiga agama samawi, karena ayat tersebut memberikan informasi bahwa pada

setiap umat memiliki Rasul. Berikut ini ayatnya:

“Tiap-tiap umat mempunyai Rasul; Maka apabila telah datang Rasul mereka,diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidakdianiaya.” (QS. Yunus [10]: 47)

Selanjutnya ayat yang berhubungan dengan masalah kerasulan adalah sebagaiberikut:

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, diantara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada(pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rasulmembawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; Maka apabila telahdatang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. dan ketika iturugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.” (QS. Ghafir [40]: 78)

Ayat tersebut memberikan isyarat bahwasanya ada sebagian besar di antara mereka tidak

tercantum dalam al-Qur’an, Perjanjian Baru (Injil) atau di dalam Perjanjian Lama (Taurat).

Seakan-akan Allah Swt. membuka pintu yang seluas-luasnya kepada kita untuk melakukan

1 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Ciputat: Lentera Hati, 2013), h. 5

Page 14: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

2

kajian dan peneliatian terkait masalah ini. Begitu pula mengenai firman Allah yang memberi

informasi tentang adanya Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw. Berikut adalah ayatnya:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu danKami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hakbagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan denganizin Allah. bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu).” (QS. Ra’d [13]: 38)

Dari penggalan ayat 38 surah al-Ra’du di atas menerangkan, bahwa “Allah Swt.

menurunkan kitab pada setiap masa.” Allah tidak menurunkan kitab pada setiap individu,

melainkan Allah memilih Rasul sebagai pelantara untuk menyampaikan risalahNya agar

dapat tersampaikan kepada segenap umat manusia. Agama Islam menganggap Rasul sebagai

manusia biasa sebagaimana pada umumnya. Satu-satunya perbedaan adalah mereka

menerima wahyu dari Tuhan,2 sementara kita tidak menerima wahyu.

“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengandia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau denganmengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya denganseizinNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagiMahabijaksana. Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Quran)dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-kitab(al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikanal-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendakidi antara hamba-hamba Kami, dan Sesungguhnya kamu benar-benar memberipetunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Syūrâ [42]: 51-52)

Orientalis asal Jepang, Tokohiko Izutsu berpendapat bahwa wahyu adalah sebagai

berikut: 1) wahyu adalah fenomena dari sebuah perkembangan bahasa yang dinamis. Namun,

2 Sayyid Yahya Yatsribi, Agama dan Irfan, terj. Muhammad Syamsul Arif, (Jakarta: Sadra Press,2012), h. 117

Page 15: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

3

meski begitu, “bahasa” wahyu telah mengalami dinamikanya, tetapi tetap bagian dari bahas

yang dapat dipahami. 2) wahyu adalah fenomena supranatral. Uraian kesupranaturalannya

dimulai dari Allah Swt. melakukan hubngan (dialogis) dengan dzat yang netral (Nabi

Muhammad Swt. dan Rasul-rasul yang lain.)3

Pendapat Mana' Khalil al-Qoththan mengenai wahyu adalah merupakan suatu

pemberitahuan secara tersembnyi dan cepat. Bisa juga naluriah pada hewan. Di dalam al-

Qur’an, makna wahyu cukup beragam, seperti; insting yang diberikan kepada manusia (QS.

al-Qashash [28]: 7), insting yang diberikan kepada binatang atau hewan (QS. al-Nahl [16]:

68), isyarat yang disampaikan dengan cepat (QS. Maryam [19]: 11), pemberitahuan Allah

kepada malaikat (QS. al-Anfl [8]: 12), dan wahyu bisa juga bermakna bisikan setan (QS. al-

An’am [6]: 112) terakhir adalah wahyu sebagai kalam Allah kepada manusia yang dipilihNya

melalui pelantara atau di belakang tabir (QS. al-Syu’ara [42]: 51).4

Merujuk pada ayat ke 38 surah al-Ra’du di atas, yang memberikan informasi bahwa Allah

menurunkan kitab di setiap masa adalah benar adanya. Logika sederhananya, masa atau

zaman dari hari ke hari, bulan ke bulan dan tahun ke tahun itu pasti ada perubahan di

berbagai sisi, terutama dalam pola pikir manusi dan ilmu pengetahuan juga kultur budaya

mereka. Untuk itu, Allah Swt. yang maha Mengetahui memberikan modal berupa kitab

petunjuk sebagai tuntunan agar manusia tidak keliru dalam berbuat. Ketika Nabi

Mauhammad Saw. diutus oleh Allah Swt., secara otomatis, Allah Swt. menurunkan

wahyunya kepada diri Nabi Muhammad Saw. Wahyu itu adalah al-Qur’an yang mesti

disampaikan kepada umatnya. Di zaman Nabi Ibrahim, Allah menurunkan wahyu kepadanya,

dari wahyu-wahyu itu sering kita dengar dengan sebutan Shuhuf Ibrahim, Nabi Musa

diturukan wahyu berupa kitab Taurat atau Torah, dan Nabi Isa yang sudah kita ketahui bahwa

Allah menurunkan Wahyu berupa Injil kepadanya.

Demikianlah apa yang penulis sampaikan untuk mengungkapkan apa yang

melatarbelakangi penulis dalam melakukan penelitian ini.

B. Identifkasi, Batasan dan Perumusan Masalah

3 Abdullah Hadlir, “Konsep Izutsu Tentang Wahyu,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UniversitasIslam Negeri, 2007), h. 105

4 Ibrahim Eldeeb, be a Living Qur’an, terj. Faruq Zini. (Ciputat: Lntera Hati, 2005), h. 28

Page 16: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

4

Belakangan ini, isu tentang benturan antar umat manusia semakin mencuat. Perbedaan

menjadi penyebab utamanya. Perbedaan antar agama adalah yang paling sensitif. Ribuan

nyawa manusia melayang akibat perbedaan ini. Penulis hanya berusaha untuk mencari titik

temu antara umat beragam melalui konsep kerasulan sehingga dapat memahami bahwa

Tuhan telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul. Penulis sendiri tidak berkesimpulan

bahwa semua agama itu sama. Konsep ketuhanan dan syari’at antar agama mestilah berbeda,

meskipun setiap agama mengakui keesaan Tuhan dan mengajarkan kebaikan.

Antara Islam, Kristen dan Yahudi, di dalam Kitab Suci masing-masing menyebutkan

bahwa Allahlah Tuhan semesta alam. Mereka mengakui bahwa Allah adalah sang pencipta,

namun konsepnya yang berbeda. Islam menyebutkan di dalam al-Qur’an bahwa: “Padahal

sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan (Allah Swt.) yang

Mahaesa” (QS. Al-Mâidah [5]:73), dan “Tidak ada yang sederajat sesuatu apapun

denganNya.” (QS. Al-Ikhlash [112]: 4). Di dalam Perjanjian Baru, orang Kristen mengakui

Allah sebagai Tuhan ditambah Isa/Yesus dan Roh Kudus sebagai satu kesatuan. Jadi, mereka

selain mengakui keesaan Tuhan, juga menganggap bahwa Yesus adalah Tuhan itu sendiri.

“Dialah firman yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah dan Allah adanya.”

(Yohanes 1:1), dan “yang kemudian menjadi manusia, serta diam di antara kita.” (Yohanes

1:14).5 Di dalam kitab Yahudi, Perjanjian Lama pun menyebutkan asma Allah:

“Mereka memberitakan semuanya kepadanya. Perempuan itu menjawab mereka:“Beginilah firman Tuhan, Allah Israel ‘Katakanlah kepada orang yang menyuruhkamu kepadaku!’ beginilah firman Tuhan ‘Sesungguhnya Aku akan datangkanmalapetaka atas tempat ini dan atas penduduknya, yakni segala perkataan kitabyang sudah dibaca dibaca oleh raja Yehuda” (II Raja-raja, 22: 14-17)

Atas dasar latar belakang yang sudah ditulis sebelumnya, maka saya sebagai penulis atau

peneliti ingin mengidentifikasi masalah yang akan ditulis dalam skripsi ini. Pertama,

menganalisa konsep kerasulan dalam agama samawi, Kedua, penulis ingin mengenalisa

pemahaman Rasyid Ridho, Muhammad Abduh dan al-Maraghi mengenai ayat-ayat Kerasulan

yang berhubungan dengan para Rasul dalam agama Samawi. Ketiga, mengenal para tokoh

atau para Rasul dalam agama Samawi. Keempat, mengomparasi hasil penelitian tentang

Kerasulan dalam agama-agama Samawi.

Agar tidak meluas kemana-mana, pembahasan yang dibatasi hanya membahas masalah

sebagai berikut: penulis ingin menganalisis pendapat-pendapat para mufasir, seperti tafsir al-

5 Harun Hadiwijono Kebatinan dan Injil (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), cet. 11, h. 140

Page 17: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

5

Maraghi yang ditulis oleh Ahmad Musthafa al-Maraghi6 dengan tafsir al-Manar yang ditulis

oleh Muhammad Abduh7 dan Rasyid Ridha.8 Agama-agama yang ingin ditelisik tentang

Rasul-rasulnya yaitu hanya pada agama Yahudi, Kristen/Nasrani dan Islam.

Maka dari itu penulis ingin mengungkapkan rumusan masalah dalam penelitan ini sebagai

berikut: Bagaimana penafsiran Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan Ahmad Musthafa al-

Maraghi tentang ayat kerasulan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Secara umum, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. mengamati bagaimana konsep kerasulan dalam agama Yahudi, Kristen dan Islam.

2. menganalisis pandangan para Mufassir (Ahmad Musthafa al-Maraghi, Muhammad

Abduh dan Rasyid Ridha) terhadap Rasul-rasul Allah Swt.

3. Untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Setrata satu dalam bidang Ilmu Al-

Qur’an dan Tafsir.

Adapun manfaat dalam penulisan ini adalah:

1. ditinjau dari segi teoritis, penulisan ini melengkapi tulisan dari Abdul Haq Vidharti

dan Abdul Ahad Dawud dalam buku mereka yang sudah diterjemahkan judulnya

menjadi Ramalan tentang Muhammad Saw. Di dalam buku itu, mereka secara lengkap

mengupas tentang nubuwah yang terdapat di dalam kitab suci agama-agama dunia

6 Nama lengkap al-Maraghi adalah Ahmad Musthafa bin Muhammad bin Abdul Mun’im al-Maraghi.Iyazi, Muhammad Ali, al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Muassasah al- Thibâ’ah wa al-Nasyri Wuzâratu al-Tsaqafah al-Irsyâdu al-Islâmi, 1373), cet.ke-1, h. 357. Beliau lahir pada tanggal 9 Maret1883M/1300H di kota al-Maraghah, propinsi Suhaj, kira-kira 700 km. arah selatan kota Kairo. DepartemenAgama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: IAIN Jakarta, 1988), h. 128. Sebutan al-Maraghi pada diribeliau bukanlah dikaitkan dengan nama suatu suku/marga atau keluarga, melainkan dinisbahkan kepada kotakelahiran beliau yaitu kota al-Maraghah. Syekh Umar Ridha Kahhalah dalam kitab “Mu’jam al-Mu’allifîn”mencantumkan 13 orang al-Maraghi di luar keluarga Syekh Abdul Mun’im al-Maraghi, yaitu para ulama yangahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dihubungkan dengan kota asalnya al-Maraghah. UmarRidha Kahhalah, Mu’jam al-Muallifîn, (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-‘Ulûm, 1376H), h. 319

7 Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Abduh bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa MahallatNasr di kebupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya bernama‘Abduh bin ‘Abdullah bin Hasan al-Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. SedangkanIbunya mempunya silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Ummar bin Khathab. Lihat Harun Nasution,Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional Mu’tazilah (Jakarta: Universitas Indonesia, 1981), h. 19

8 Rasyid Ridha adalah murid Muhammad ‘Abduh yang terdekat. Dia lahir di desa al-Qolamun, dekat kotaTripoli, Lebanon tahun 1865. Lihat Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. 1, h. 91

Page 18: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

6

tentang kenabian Muhammad Saw. sementara dalam tulisan ini, penulis

menambahkan dan memberi simpulan, bahwa kemungkinan besar pendiri agama-

agama di dunia ini termask Nabi atau utusan dari Allah Swt. atas dasar firmanNya.

2. dari segi praktis, penulis berharap dengan adanya penelitian ini dapat menciptakan

pluralisme antar umat agama di Indonesia bahkan dunia dengan menumbuhkna pola

pikir bahwa tidak ada yang patut untuk saling menjelek-jelekkan anatara satu agama

dengan agama lainnya karena semuanya berasal dari Yang Mahaesa.

D. Tinjauan Kepustakaan

Kajian pustaka dalam penelitian ini adalah menelaah karya-karya tulis baik yang

berwujud buku, skripsi, tesis maupun disertasi. Untuk kemudian penulis cari perbedaannya

dengan karya tulis yang sedang penulis susun. Berdasarkan pencarian penulis yang sudah

dilakukan, ditemukan beberapa buku yang berkaitan denggan apa yang hendak penulis teliti

nantinya. Tulisan-tulisan tersebut adalah:

1. Ramalan tentang Muhammad Saw.; isyarat nama Nabi Muhammad pada Kitab Suci

agama-agama besar dunia karya Abdul Haq Vidyarthi dan Abdul Ahad Dawud

diterjemahkan oleh Arfan Achyar terbitan Noura Books tahun 2013, dalam buku ini

penulisnya mengulas tentang ramalan adanya nama Nabi yang termaktub dalam

kitab-kitab agama besar di dunia.

2. Satu Tuhan Banyak Agama: Pandangan sufistik Ibn Arabi, Rumi dan al-Jili karya

Media Zainul Bahri terbitan Mizan tahun 2011, buku ini menguraikan pengalaman-

pengalaman mistik para sufistik.

3. Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwal wa al-Nihal karya Abu Muhammad Ali bin

Ahmad bin Said bin Hazm al-Andalusi atau yang dikenal dengan kunyah Ibn Hazm

yang wafat di tahun 456 H, buku ini ditulis sebagai pelajaran bagi perkembangan

pemikiran dialog antar agama dari salah satu pribadi menonjol dalam sejarah Islam

di Andalusia.

4. Risalah Tauhid karya Muhammad Abduh buku tersebut lahir untuk menerangkan

agama Islam dengan metode baru yang berbeda dengan yang sebelumnya yang

mampu menarik pemahaman orang secara rasional. Buku itu berbicara tentang

ketauhidan melalui wahyu yang diturunkan oleh Tuhan.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Page 19: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

7

Penelitian ini dilakukan dengan menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (library

research), dengan mengumpulkan data dan menganalisis bahan-bahan yang dibutuhkan

dari berbagai buku, jurnal, majalah-majalah dan bacaan-bacaan lain yang berkaitan

dengan tema yang akan dibahas.

2. Sumber Data

a. Data Primer, yaitu data yang menjadi sumber utama dalam penulisan karya

ilmiah ini. Data primer tersebut adalah ayat-ayat Kerasulan seperti yang ada di

dalam surah Yunus: 47, Ghafir: 78, Ra’d: 38, al-Syuura: 51-52 dan al-Maidah: 5.

Terkait kitab tafsir yang menafsirkan ayat Kerasulan tersebut adalah Tafsir al-

Manar, Tafsir al-Maraghi, buku Agama-agama Dunia, kitab suci agama Yahudi

(Perjanjian Lama), Kristen (Injil) dan Islam (al-Qur’an).

b. Data Sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku yang mengangkat tema

perbandingan agama seperti Risalah Tauhid, al-Wahyu al-Muhammadiyah, al-

Fashl fi al-Milal wa al-Ahwal wa al-Nihal dan sumber-sumber lain yang relevan

dengan kajian penelitian.

3. Teknik Pengolahan Data

Dalam mengolah data pada penelitian ini, penulis menggunakan konsep analisis data.

Dalam buku Lexy J. Moleong, menurutnya, analisis data kualitatif adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilihnya

menjadi suatu yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.9

F. Sistimatika Penulisan

Adapun penulisan ini untuk memperoleh analisis yang komprehensif, berikut akan

diuraikan dengan membagi beberapa bab dan sub bab. Masing-masing bab dan sub bab

memiliki keterkaitan yang erat dan tidak terpisahkan. Penyusunan skripsi ini penulis

membagi lima bab, dengan sistimatika penulisan sebagai berikut:

Bab Pertama: merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah,

pembatasan dan rumusan maslah, tujun dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode

penelitian serta sistematika penulisan.

9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda, 2006), h. 248

Page 20: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

8

Bab Kedua: merupakan penerangan konsep Kerasulan agama-agama Samawi.

Bab Ketiga: merupakan pengenalan terhadap tafsir al-Manar dan al-Maraghi.

Bab Keempat: menelaah konsep Kerasulan dalam sudut pandang tafsir al-Manar dan

tafsir al-Maraghi.

Bab Kelima: merupakan bab penutup, isinya terdiri dari kesimpulan sebagai jawaban

permasalahan penelitian ini. Kritik dan saran sebagai rekomendasi untuk penelitian

selanjutnya.

Page 21: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

9

BAB II

AGAMA SAMAWI DAN KONSEP KERASULAN

A. Agama Samawi

1. Definisi Agama Samawi

Agama Samawi dalam bahasa Arab adalah al-Dīn al-Samā berasal dari kata al-Dīn

dan al-Samā, kata al-Dīn memiliki akar kata dāna-yadīnu memiliki banyak pengertian

seperti ketaatan dan kemaksiatan, kemuliaan dan kehinaan, paksaan, kesalehan,

perhitungan, pembalasan, putusan, kekuasaan, pengaturan, tingkah laku, adat, tauhid,

ibadah, kepercayaan.1 Sementara al-Samā memiliki arti langit. Jadi, al-Dīn al-Samā

adalah kepercayaan dari langit. Maksud dari kepercayaan langit atau agama langit adalah

agama yang bersumber dari wahyu langit2 dari Tuhan yang disampaikan melalui malaikat

atau wahyu yang langsung Tuhan sendiri yang berfirman namun di balik hijab.

Manna’ Khalil al-Qaththan menjelaskan bahwa Allah Swt. berfirman kepada malaikat

tanpa melalui perantara dengan firman yang dimengerti olehnya.3 Penyampaian wahyu

kepada para Rasul dengan tanpa melalui perantara, yaitu dengan cara bermimpi yang

benar dalam tidur, kemudian Tuhan berfirman dari belakang hijab. Selanjutnya para

Rasul juga mendapatkan wahyu melalui perantara, yaitu melalui wahyu yang

disampaikan malaikat Jibril.4

Sa’dullah Affandi menyebutkan ada tiga agama yang termasuk ke dalam agama

samawi. Ketiga agama tersebut adalah, Yahudi, Kristen/Nasrani dan Islam.5 Ketiga

agama tersebut memiliki titik kesamaan, yaitu sebagai agama kedamaian yang

berlandaskan pada kepasrahan kepada Tuhan.6 Lebih luas lagi, agama samawi adalah

agama yang ditetapkan oleh Tuhan untuk Nabi Nuh, Nabi Irahim, Nabi Musa dan Isa

seperti yang tercantum dalam al-Qur’an dalam surah al-Syûrā ayat 13.

1 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama-agama Pra-Islam (Jakarta: Mizan, 2015), cet. 1, h. 1632 Lihat, Komaruddin Hidayat, Wahyu di Langit Wahyu di Bumi: Doktrin dan Pradaban Islam di

Panggung Sejarah (Jakarta: Paramadina, 2003), h.23 Manna’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulūm al-Qur’an, (Riyadh: Dār al-Rasyid, tt), h. 344 Manna’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulūm al-Qur’an, h. 385 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama-agama Pra-Islam, h. 2076 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama-agama Pra-Islam, h. 48

Page 22: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

10

2. Ciri-ciri Agama-agama Samawi

Agama samawi adalah agama yang dibawa oleh para Rasul untuk menyempaikan

wahyu dari Tuhan seperti yang telah diungkapkan bada sub bab definisi agama samawi

di atas. Menurut Komaruddin Hidayat agama samawi adalah agama yang bersumber dari

wahyu langit.7 Untuk menerima wahyu dari Tuhan pasti dipilih Rasul-rasul agar wahyu

dari Tuhan itu dapat tersebar pada setiap individu.

Ketiga agama samawi yang sudah dipaparkan di atas, memiliki Rasul yang Tuhan

pilih untuk menerima wahyuNya. Nabi Musa diutus untuk membebaskan bani Israel

untuk keluar dari Mesir yang pada masa itu Fir’aun memperbudak banga Israel. Hal itu

digambarkan dalam Alkitab:

Tetapi Musa berkata kepada Allah: “Siapakah aku ini, maka aku yang akanmenghadapi Fir’aun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir.(Keluaran3:11)

Al-Qur’an menggambarkan dalam surah Thāhā. Allah berfirman:

“Pergilah enkau kepada Fir’aun, sesungguhnya dia sudah melampaui batas.”(QS. Thāhā [20]: 43).

Sedang Nabi Isa As. juga adalah seorang utusan Tuhan (Allah Swt.). hal tersebut

bisa dibuktikan dalam Alkitab:

“Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diriku sendiri; aku menghakimi sesuaidengan apa yang aku dengar, dan penghakimanku adil, sebab aku tidakmengikuti kehendakku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus aku.”(Yohanes 5:30)

“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan menggenal Yesus Kristus yang telah Engkauutus.” (Yohanes 17:3)

“Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepadaku, telah aku sampaikankepada mereka dan mereka telah menerimanya.maka tahu benar-benar, bahwaaku datang dari padaMu, dan mereka percaya bahwa Engkaulah yang telahmengutus aku.” (Yohanes 17:8)

Dan dalam al-Qur’an, Allah membenarkan apa yang disebutkan dalam Injil,

bahwasanya, Nabi Isa adalah utusan Allah. Hal tersebut tercantum dalam surah al-Shaf

ayat 1.

7 Komaruddin Hidayat, Wahyu di Langit Wahyu di Bumi: Doktrin dan Pradaban Islam di PanggungSejarah, h. 2

Page 23: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

11

“Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata: “Hai Bani Israel,sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan apa yangsebelumnya dari Taurat, dan memberi kabar gembira dengan seorang utusanyang datang setelahku namanya (adalah) Ahmad.” Maka ketika Rasul (Isa) itudatang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata:“Ini adalah sihir yang nyata.” (QS. Al-Shaf [61]: 6)

Sedang Islam memiliki Rasul yang Allah utus untuk membawa kabar gembira dan

peringatan. Allah berfirman:

“Sesungguhnya kami telah engkau (Muhammad) dengan kebenaran sebagai

pembawa kabar gembira dan sebagagai pemberi peringatan.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 199).

Selain itu, Rasul dalam Islam juga membenarkan apa yang terdapat dalam kitab-

kitab terdahulu seperti kitab Taurat dan Injil. Allah berfirman:

3. Macam-macam Agama Samawi

a. Agama Yahudi

Agama Yahudi dalam literatur Barat disebut dengan Judaism dan di dalam literatur

Arab disebut Yahudiyyah. Sebutan Judaism itu bermula dipergunakan di dalam liretur

pihak Yahudi itu sendiri sekitar 100 tahun sebelum masehi, yakni di dalam II Makkabi,

2:21 dan 8:1, yang disusun dalam paduan bahasa Grik-Yahudi.8 Dalam buku Dirâsât al-

Adyân al-Yahūdiyyah wa al-Nashrâniyyah dikatakan bahwa kata Yahudi adalah kata

turunan dari kata al-Hūd dan itu bermakna taubat atau kembali. Allah berfiman dalam al-

Qur’an yang merupakan do’a Musa As. “Innâ hudnâ ilaika” “Sesungguhnya Kami

kembali (bertaubat) kepada Engkau” (QS. al-A’raf [7]: 156). Sedangkan pendapat lain

menyatakan bahwa kata Yahudi bukan berasal dari kata yang berbahasa Arab, namun

kata Yahudi itu adalah penisbatan kepada Yahudza, salah seorang dari keturunan Bani

Israel.9 Bani Israel itu sendiri adalah keturunan dari Nabi Ya’qub putra Nabi Ishaq, Nabi

Ishaq adalah putra dari Nabi Ibrahim.10

Hermawati, seorang dosen di UIN Syarif Hidayatullah menyebutkan bahwa di dalam

Perjanjian Lama tertulis “Setelah Ya’qub datang dari padang Aram, Allah menampakkan

diri kepadanya dan memberkati dia, firman Allah kepadanya namamu Ya’qub, dari

8 Josef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, terj. PT. Al-Husna Zikra (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra,1996), cet. 3, h. 268

9 Abd. Aziz Khalaf, Dirâsât al-Adyân al-Yahūdiyyah wa al-Nashrâniyyah (Riyadh: Maktabah AdwâiSalaf, 2004), cet. 4, h. 45

10 Abd. Aziz Khalaf, Dirâsât al-Adyân al-Yahūdiyyah wa al-Nashrâniyyah, h. 47

Page 24: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

12

sekarang namamu bukan Ya’qub, melainkan Israel, itulah yang akan menjadi namamu,

maka Allah menamai dia Israel”.11 Sedangkan Israel itu sendiri memiliki arti “hamba

Allah yang sangat taat.”12

Mayoritas ahli sejarah mencatat bahwa sejarah agama dan bangsa Yahudi berawal

dari zaman Nabi Musa, akan tetapi orang Yahudi telah menggambarkan sejarah bangsa

mereka, berawal dari Nabi Ibrahim sebagai suatu sejarah umat manusia dan peradaban

dunia. Ibrahim dalam sejarah Israel dikenal dengan nama Abraham yang diyakini sebagai

salah seorang bapak bangsa dan bapak segala orang yang beriman yang melakukan

perjanjian dengan Tuhan.13 Di dalam literatur bangsa Yahudi, Nabi Ismail tidak disebut

sebagai salah-satu Nabi mereka meskipun Nabi Ismail merupakan anak keturunan

Ibrahim dari istrinya yang bernama Hajar. Bahkan dengan sengaja mereka mengganti

nama Isma’il dengan nama Ishaq pada ayat kedua, keenam dan ketujuh dari pasal kedua

puluh dua Kitab Kejadian dan membiarkan kalimat “anakmu yang tunggal itu”14

Awal mula lahirnya agama Yahudi ini ketika Tuhan menurunkan Taurat kepada

Musa, sebagai kitab suci yang esensinya terletak pada sepuluh perintah Tuhan15. Sepuluh

perintah Tuhan itu adalah:

1. tidak ada Tuhan selain Allah;

2. jangan menyembah berhala;

3. jangan menyebut nama Allah dengan sia-sia;

4. memuliakan hari Sabt;

5. menghormati Ibu Bapak;

6. jangan membunuh;

7. jangan berzina;

8. jangan mencuri;

9. jangan bersaksi palsu/dusta;

10. jangan menginginkan isteri/milik orang lain.16

Allah berfirman dalam al-Qur’an:

11 Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), cet. 3, h.22

12 M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia (Yogyakarta: Ircisod, 2015), cet. 1, h.347

13 Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, h. 23-2414 Abdul Haq Vidyarthi dan Abdul Ahad Dawud, Ramalan Tentang Muhammad, terj. Arfan Achyar

(Jakarta: Noura Book, 2013), cet. 1, h. 23315 M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia, h. 35216 Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, h. 43. Lihat juga kitab Keluaran 20: 1-17, ulangan

5: 1-21

Page 25: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

13

“Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu olehTuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuatbaiklah terhadap kedua orang tua, dan janganlah kamu membunuh anak-anakkamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepadamereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yangnampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuhjiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab)yang benar, demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamumemahaminya.

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebihbermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dantimbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorangmelainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, maka hendaklahkamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah.yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.

Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, makaikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itudiperintahkan Allah agar kamu bertakwa” (QS. al-An’am [6]: 151-153)

Pertama kali Musa As. menerima wahyu untuk menyelamatkan bangsa Israel dari

perbudakan orang-orang Mesir yaitu di “gunung Allah”, yakni gunung Horaeb ketika

sedang mengembala kambing-kambing milik mertuanya. Murtuanya itu bernama Rahuel

Page 26: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

14

atau Yitroh (lireratur Islam menyebutnya dengan Syu’aib). Musa menikah dengan puteri

Rahuel yang bernama Zipora, ada yang menyebutkan Shafrawa, Safora, Zepoporah, atau

Shafura.17

Setelah mendapatkan wahyu tersebut, Musa As. yang ditemani Harun As.,

saudaranya, menghadap Fir’aun untuk meminta agar bangsa Israel dibebaskan.

Permintaan Musa akhirnya ditolak oleh Fir’aun. Ajakan agar Fir’aun kembali ke jalan

yang benar pun ditolakanya. Bahkan saat menunjukkan beberapa mukjizat bahwa dia

adalah seorang utusan Tuhan, Fir’aun tetap bergeming. Karena usahanya sia-sia, Musa

mengajak pengikutnya dan keturunan Bani Israel untuk meninggalkan Mesir menuju

tanah yang dijanjikan (Kan’an).18

b. Agama Kristen/Nasrani

Dalam banyak lieratur disebutkan bahwa agama Kristenlah yang paling banyak

penyebarannya di muka bumi ini. Huston Smith mengemukakan bahwa satu dari tiga

orang penduduk dunia dewasa ini adalah penganut Kristen. Hal ini berarti bahwa jumlah

seluruh umat Kristen adalah sekitar 800 juta manusia.19

Kristen berpusat pada kehidupan Yesus di Nezareth. Beliau lahir di Palestina,

mungkin 4 SM dan tumbuh besar di Nezareth.20 Injil menjuluki Yesus seorang Nasrani.

Matius menjelaskan julukan itu dengan kaitannya pada kota Nezaret, dimana menurutnya

Yesus dibesarkan, meskipun injil-injil kanonikal dan apokrifal terbelah tentang kelahiran

dan masa muda Yesus antara Nezaret dan Betlehem. Al-Qur’an menceritakan kembali

sebuah kisah yang menyiratkan bahwa istilah Nasrani adalah julukan bagi para pengikut

Yesus, bukan Yesus itu sendiri.21

Yesus dibaptis oleh seorang Nabi Yohanes (dalam Islam disebut Nabi Yahya).22

Namun menurut Louay Fatoohi, injil menampilkan Yahya sebagai pendahulu Mesias

17 M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia, h. 35518 M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia, h. 355-35619 Huston Smith, Agama-agama Manusia, ter. Saafroedin Bahar (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

1985), cet. 1, h. 355.20 Huston Smith, Agama-agama Manusia, ter. FX Dono Sunardi dan Satrio Wahono (Jakarta: PT

Serambi Ilmu Semesta, 2015), cet. 1, h. 35521 Louay Fatoohi, Historical Jesus, ter. Yuliani Liputo (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2012), cet. 1, h.

12122 Huston Smith, Agama-agama Manusia, ter. FX Dono Sunardi dan Satrio Wahono , h. 355

Page 27: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

15

tetapi sumber-sumber itu memberikan gambaran yang agak tidak konsisten tentang

hubungannya dengan Yesus dan apakah dia mengakui Yesus sebagai Mesias? Hanya dua

injil yang secara eksplisit bahwa Yahya membaptis Yesus.23

Sementara Yesus sendiri menurut keyakinan orang Kristen, Alkitab adalah firman

Tuhan Allah, namun bukan dalam arti firman yang diturunkan dari sorga dengan cara

didiktekan kata demi kata. Sebab firman Allah yang sejati yang turun dari sorga, menurut

Alkitab mereka, adalah Yesus Kristus. “dialah firman yang pada mulanya bersama-sama

dengan Allah dan Allah adanya.” (Yohanes 1:1) “yang kemudian menjadi manusia, serta

diam di antara kita.” (Yohanes 1:14).24 Alasan mereka menuhankan Yesus itu karena

menganggap bahwa apa yang diucapkan Yesus merupakan firman Allah Swt. Jadi, Yesus

adalah firman Allah itu sendiri yang sebenarnya menurut umat Islam disebut sebagai

wahyu yang Allah turunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Isa atau yang mereka

sebut Yesus.

Selain mereka menganggap bahwa Yesus itu adalah firman Allah yang tidak bisa

dipisahkan antara Yesus dengan Allah, mereka pun memperanakkan Tuhan. Mereka

menganggap bahwa Yesus itu putera Tuhan. Dalam Alkitab mereka disebutkan sebagai

berikut; a) “Yesus dikatakan sebagai satu-satunya Putera Tuhan” (Yohanes 3:18). b)

Tentang David, Bibel menyatakan “Tuhan telah berfirman kepadaku bahwa Engkau

adalah PuteraKu, hari ini aku telah memperanakkan Engkau (Psalm [Mazmur] 2:7).

Telah diklaim bahwa Yesus adalah salah satu unsur dalam Trinitas, karena dia adalah

satu-satunya Putera Tuhan, tetapi terdapat terdapat Putera-putera Tuhan yang lain yang

telah disebutkan dalam Bibel sebagai berikut;

a) Demikianlah, difirmankan oleh Tuhanmu bahwa Israel adalah Puterakubahkan Putera SulungKu (Keluaran 4:22).

b) Terberkatilah para pencipta perdamaian karena mereka akan disebut sebagaiputera-putera Tuhan (Yohanes 5:9).

c) Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadianak-anak Allah (Yohanes 1:2)

d) Seth yang merupakan putera Adam yang adalah Putera Tuhan (Lukas 4:41)25

Dalam Alkitab disebutkan bahwa “Dari banyak orang, keluar juga setan-setan sambil

berteriak: “Engkau anak Allah.” Lalu dia dengan keras melarang mereka dan tidak

23 Louay Fatoohi, Historical Jesus, ter. Yuliani Liputo, h. 33324 Harun Hadiwijono Kebatinan dan Injil (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), cet. 11, h. 14025 Tejemahan Injil Barnabas The Gospel Of Barnaba, terj. Achmad Kahfi, h. xli

Page 28: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

16

memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa dia adalah Mesias.

(Lukas 4:41). Semua relasi-relasi kemanusiaan dari Tuhan yang telah disebutkan dalam

Injil, jika dilihat sebagai metafora, maka tidak akan ada kebingungan. Di sisi lain, jika

pernyataan-pernyataan di atas dianggap eksis pada tataran fisik, maka ia tidak akan

mengarah pada doktrin trinitas tetapi mengarah pada politeisme.26

c. Agama Islam

Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Tahun lahir

beliau adalah 570 Masehi.27 Lahir dari Bani Hasyim, kabilah yang kurang berkuasa dalam

suku Quraisy. Kabilah tersebut memegang jabatan Siqayah. Nabi Muhammad lahir dari

keluarga terhormat. Sang Nabi lahir dari rahim Aminah binti Wahab, nama Ayah sang

Nabi adalah Abdullah bin Abdul Muthalib.28 Beliau diutus di Qurasy yang memiliki

tradisi menyembah berhala-berhala yang mereka buat sendiri, padahal mereka tahu bahwa

Allah lah Tuhan mereka. Namun begitu lah sifat mereka yang berlebihan dapat menutup

mata hati mereka dari kebenaran.

Mereka menyembah Hubal dan berhala Moabit yang telah berdiri sejak dari beberapa

generasi di rumah Allah Swt. (Ka’bah), akan tetapi, seorang yang dikenal sebagai penjaga

rumah Allah tidak pernah menyembah berhala-berhala yang berdiri di sana. Dia tetap

memegang erat ajaran nenek moyangnya yang hanif yaitu Nabi Ibrahim As. Dia (penjaga

ka’bah) itu bernama ‘Abdul Muththalib, kakek dari Nabi Muhammad Saw.29

Selain di Ka‘bah, di sekitaran tanah Arab, terdapat temapt penyembahan yang juga

dianggap suci oleh masyarakat, temapt itu adalah kuil tiga “Puteri Tuhan”, para

penyembahnya menyebutnya al-Lât, al-‘Uzzah dan al-Manât.30

Setidaknya ada 360 berhala di sekeliling Ka’bah, yang tidak seberapa jauh darinya,

ditambah lagi dengan berhala-berhala kecil dan besar yang disimpan di setiap rumah di

Mekah sebagai penjaga rumah mereka.31

26 Tejemahan Injil Barnabas The Gospel Of Barnaba, terj. Achmad Kahfi, h. xlii27 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Wali Pres, 2008), h. 928 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Wali Pres, 2008), h. 1629 Martin Lings, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, terj. Qamaruddin SF

(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014), cet. 14, h. 2230 Martin Lings, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, h. 2231 Martin Lings, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, h. 24

Page 29: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

17

Kaum Quraisy sendiri terletak di sekitar kota Mekkah. Kota tersebut mulanya hanya

persinggahan kafilah-kafilah yang lewat. Nabi Ibrahim As. adalah orang pertama kali

yang menjadikaknnya sebagai tempat pemukiman istri beliau, Hajar, bersama puternya

bernama Isma’il As. Qushai (kakek Nabi Muhammad Saw. yang keempat) yang berjasa

menjadikan Mekkah sebagai tempat pemukiman masyarakat melalui upaya menghimpun

sukunya untuk bermukim di sana tanpa menghalangi suku-suku lain untuk bermukim.

Qushai menempatkan bahwa semakin tinggi kedudukan satu suku, maka semakin berhak

anggotanya untuk mendiami lokasi terdekat dengan Ka’bah. Karena itu suku Quraisy

menempati lokasi-lokasi tersebut. Di samping masyarakat Arab, di Mekkah ketika itu

bermukim juga aneka keluarga non Arab.32

Alasan kenapa Allah mengutus seorang Rasul di tanah Arab adalah karena bangsa

Arab berada dalam lingkaran kebodohan. Bodoh dalam artian kemerosotan moral, juga

kekeliruan dalam beragama. Mereka menyembah berhala-berhala dan bukan bodoh dalam

intelektualiatas. Itulah sebabnya Martin Lings mengungkapkan bahwa bangsa Arab lebih

membutuhkan seorang Nabi dari pada bangsa Yahudi,33 ketika bangsa Yahudi

memaksakan pendapat yang menyebutkan bahwa Nabi terakhir harus dari keturunan

mereka.

Bangsa Arab, terutama suku Quraisy adalah bangsa cerdas dan maju, hal tersebut

dibuktikan dengan mahirnya mereka dalam berdagang dan bersastra. Itu menandakan

meraka bukanlah bangsa yang bodoh. Salah satu contoh bangsa Arab adalah bangsa yang

maju dalam bidang sastra pada waktu itu adalah ketika Umar memeluk Islam yang

disebabkan karena mukjizat al-Qur’an yang sarat dengan tingkatan sastra yang tinggai.

Nabi Muhammad menurut al-Qur’an bukanlah hanya untuk bangsa Arab saja, namun

beliau diutus sebagai rahmat untuk seluruh alam. Allah Swt. berfirman:

“Tidak lah Kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untukseluruh alam.” (QS. al-An’am [6]: 151-153).

B. Kerasulan Dalam Agama-agama Samawi

1. Definisi Rasul

32 M Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW. : Dalam Sorotan al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih (Ciputat: Lentera Hati, 2014), cet. 4, h. 53

33 Martin Lings, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, h. 24

Page 30: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

18

Kata “Kerasulan” berawal dari kata Rasul. Jika mendapat imbuhan ke di awal kata

dan an di akhirnya maka menjadi kata sifat, yaitu sifat kerasulan yang menempel pada

diri seorang Rasul. Kerasulan dalam bahasa Arab disebut Risalah.34 Rasul berasal dari

bahasa Arab, yaitu Rasūlun, menurut A.W. Munawwir dalam kamus karyanya, artinya

adalah seorang utusan35 dan Rusulun adalah bentuk jamaknya. Allah Swt. berfirman:

ألیم ذاب ع تیھم أن یأ ل ن قب ك م م قو ر أنذ ھۦ أن م قو ا إلى نا نوح ل س إنا أر

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan perintah),“Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih.”(QS. Nuh: 01)

Sami bin Abdullah al-Maghluts memberi definisi bahwa Rasul adalah orang yang

diberi wahyu dengan syari‘at tertentu dan diperintahkan untuk menyampaikannya.

Menurut pendapat ini, setiap Rasul adalah Nabi dan tidak setiap Nabi adalah Rasul.

Kemudan Sami bin Abdullah al-Maghluts mengutip pendapat Syaikh Umar al-Asyqar

dalam kitab al-Rusul dan al-Risâlât bahwa Rasul adalah orang yang menerima wahyu

dengan syari‘at baru, sedangkan Nabi adalah orang yang diutus untuk memantapkan

syari‘at Rasul sebelumnya merumuskan Nabi sebagai orang yang diberi wahyu dengan

syari‘at tertentu dan tidak diperinthkan untuk menyebarkannya. Sedangkan Rasul itu

lebih luas cakupannya dari Nabi.36

Kerasulan dan wahyu seperti dua sayap yang dimiliki seekor burung, jika salah satu

sayapnya patah, maka burung itu tidak akan bisa terbang. Kerasulan dan wahyu tidak

akan terpisahkan, karena wahyu yang diterima oleh manusia merupakan salah satu ciri

kerasulan. Pendapat Mana' Khalil al-Qoththan mengenai wahyu, merupakan suatu

pemberitahuan secara tersembnyi dan cepat.37 Dalam Islam, diyakini bahwa sumber

makrifat hanyalah wahyu Ilahi. Wahyu dalam terminologi agama adalah proses transmisi

(perpindahan atau penyaluran) kehendak dan instruksi Ilahi kepada orang tertentu.38 Nabi

dan Rasul menerima wahyu di belakang tabir atau melalui malaikat, sebagaimana Allah

Swt. berfirman:

34 A.W .Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif,1997), cet. 14, h. 496

35 .W .Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, h. 49636 Sami bin Abdullah al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, terj. Qasim Shaleh dan

Muhammad Abdul Ghoffar (Jakarta Timur: Penerbit Almahira, 2012), cet. 4, h. 4237 Mana’ Khalil al-Qoththân, Mabâhits fî Ūlūm al-Qur’an, h. 3238 Sayyid Yahya Yatsribi, Agama dan Irfan, terj. Muhammad Syamsul Arif (Jakarta: Sadra Press,

2012), cet. 1, h. 45

Page 31: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

19

“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengandia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau denganmengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya denganseizinNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagiMahabijaksana.” (QS. Al-Syūra: 51)

Allah Swt. juga telah memberikan fasilitas kepada setiap Rasul dan Nabi berupa

peristiwa yang seringkali akal kita tidak mampu menjangkaunya. Dalam bahasa arab,

peristiwa itu dikenal khâriq (dalam bentuk tunggalnya) dan khawâriq (dalam bentuk

jamaknya). Kemuliaan yang dianugerahkan Allah Swt. kepada para Nabi dan Rasul itu

bernama mukjizat. Mukjizat berasal dari kata i‘jâz, artinya lemah, ketidaksanggupan juga

berarti akhir dari sesuatu.39

Dalam hal ini Ibn Taymiyyah membagi khawâriq menjadi beberapa macam. Pertama,

mukjizat yang dianugerahkan kepada Nabi dan Rasul berupa hal-hal luar biasa yang

mengalahkan yang lain (musuh-musushnya). Kedua, khawâriq bisa juga terjadi pada

selain Nabi dan Rasul yaitu kepada para shiddiqîn dan shalihîn yang disebut karomah

(keramat) kesemuanya itu adalah kemuliaan yang Allah berikan pada hamba-hambanya

yang terpilih. Ketiga, khawâriq bisa dimiliki orang-orang yang tercela disebut istidraj dan

dapat pula terdapat pada orang-orang yang tidak terpuji dan tidak pula tercela.40

“Mukjizat, kembaran wahyu”, itulah yang diungkapkan Muhammad Baqir Said

Rousyan dalam salah satu sub bab karyanya yang sudah diterjemahkan menjadi Menguak

Tabir Mukjizat. Seorang Rasul dan Nabi pasti akan menerima wahyu, dan wahyu

merupakn mukjizat dari Allah. Mukjizat yang nyata itu adalah bayi kembar wahyu

kenabian sedemikian rupa sehingga keduanya tidak terpisahkan.41

39 Muhammad Baqiri Saidi Rousyan, Menguak Tabir Mukjizat, terj. Ammar Fauzi Heryadi (Jakarta:Sadra Pres, 2012), cet. 1, h. 5

40 Ibn Taymiyyah, Mukjizat Nabi dan Keramat Wali, terj. al-Mu’jizat wa Karamat al-Auliya (Jakarta:PT Lentera Basritama, 1999), cet. 1, h. 12

41 Muhammad Baqiri Saidi Rousyan, Menguak Tabir Mukjizat, h. 2

Page 32: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

20

Dari semua mukjizat yang telah ada, hanya satu mukjizat yang seutuh dengan hakikat

wahyu, yang akan tetap abadi sepanjang sejarah dan berlaku sebagai bukti Ilahi dan fakta

kebenaran. Mukjizat yang abadi itu adalah al-Qur’an yang mulia.42

2. Rasul Dalam Agama Yahudi

Agama Yahudi dikenal sebagai agama yang memiliki banyak Nabi.43 Hal itu karena

Yahudi yang disebut juga anak keturunan Israel (Ya’qub) suka mengeluh dan

mengingkari Nabi-nabi mereka. Karakter mereka bisa dilihat ketika Nabi Musa As.

berhasil membawa mereka dari Mesir. Padahal ketika di Mesir, mereka menjadi pekerja-

pekerja kasar, di antaranya mereka disuruh untuk kerja paksa membuat piramida, menjadi

petani, peternak, dan buruh juga hamba sahaya yang berada di bawah tekanan Fir’aun.44

Mereka malah mengeluh dan menyalahkan Musa juga Harun yang sudah membawa

mereka keluar dari Mesir itu. Allah sudah memberi mereka kemudahan dalam segala hal.

Mereka dianugerahi makanan dari sisiNya yang dikenal Manna dan Salwa,45 bahkan

setiap kali mereka melangkah, gumpalan awan di langit selalu menaungi mereka.

Ketika Nabi Musa hendak membawa mereka ke tanah yang sudah dijanjikan Tuhan

(Kan’an), dan telah sampai di Tursina, Musa pergi ke bukit Tursina selama 40 hari untuk

mendapatkan wahyu dari Allah berupa Taurat. Dari peristiwa inilah ajaran agama Yahudi

dimulai. Namun kepergian Musa untuk memperoleh wahyu dimanfaatkan oleh salah

seorang pengikutnya yang bernama Samiri, yang mengajak Bani Israel untuk menyembah

patung anak sapi.

Sekembalinya dari bukit Tursina, Musa mengajak seluruh Bani Israel untuk beriman

kepada Taurat, namun mereka ragu dan ingkar, bahkan mereka menolak ketika diajak

berjihad memasuki tanah yang dijanjikan itu.46

Hal lain yang menjadi sebab banyak diturunkannya Nabi-nabi di sekitar mereka

karena sering terjadi ketika Yahudi masih berada di tanah air mereka, para penguasa

mereka selalu membuat kecurangan dan pemimpin mereka sering menyeleweng dari

42 Muhammad Baqiri Saidi Rousyan, Menguak Tabir Mukjizat, h. 3-543 Rahmat Fajri, dkk., ed., Agama-agama Dunia (Yogyakarta: Jurusan Perbandingan Agama Fakultas

Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012), cet.1, h. 44844 Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, h. 3645 Hermawati, Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, h. 41-4346 M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia, h. 348

Page 33: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

21

ketentuan hukum yang diajarkan agama mereka.47 Demikianlah watak Bani Israel itu,

tidak heran jika Allah mengutus banyak para Nabi di sekitar mereka.

Periode klasik dalam perkembangan eskatologi Israel adalah Zaman Nabi-nabi.

Penghakiman dan keselamatan digambarkan dengan sejelas-jelasnya dalam pemberitaan

mereka seperti yang tampak pada hampir setiap halaman tulisan mereka. Nabi-nabi

sebelum pembuangan menyerang optimisme Israel yang pupuler dan memberikan

penghakiman Allah yang radikal; sedangkan Nabi-nabi pada masa pembuangan

memperkenalkan suatu optimisme yang baru sambil menunjuk kepada permulaan baru,

ciptaan baru dan keselamatan baru. Sedikit-dikitnya ada empat ciri utama yang dapat

dipindahkan dalam pengharapan para Nabi akan masa depan yakni yang menyangkut:

suatu waktu, umat, tempat dan tokoh.48

Nabi-nabi itu menjelaskan kepada mereka apa yang menjadi penyebab mereka

ditimpa malapetaka. Mereka juga menyerukan supaya orang-orang kembali ke jalan yang

benar, meninggalakan kejahatan dan bersedia hidup di jalan Tuhan dengan sebaik-

baiknya. Nabi-nabi tersebut hampir semuanya terdiri dari orang-orang miskin yang

datang dari bukit-bukit Yudea, turun ke kota dan kuil-kuil. Di mana saja mereka dapat

berkumpul dengan pendengar-pendengarnya, di situlah dia perdengarkan khatbah-

khatbahnya yang penuh dengan ajaran-ajaran moral dan keimanan. Tugas mereka itu

adalah menyampaikan pernyataan-pernyataan ketuhanan dan memegang kendali agama.49

Menurut al-Qur’an, semua Nabi Bani Israel itu adalah manusia pilihan yang berbudi

pekerti mulia, sama seperti Nabi-nabi lainnya.50

Di samping Nabi-nabi mereka adalah orang-orang pilihan dan yang berbudi pekerti

mulia, Ahmad Syabli mengatakan bahwa orang yang diakui oleh umat Yahudi sebagai

Nabi itu tidak pantas semuanya disebut Nabi. Sebagian mereka terdiri dari tukang-tukang

tenun yang berusaha membaca hati manusia untuk sekedar mendapatkan upah. Ada juga

di anatara mereka yang fanatik tidak sadar menyanyikan lagu yang membangkitkan emosi

orang banyak, atau minum-minuman keras atau menari sampai tidak sadarkan diri. Dalam

keadaan seperti itu keluarlah ucapan-ucapan yang dianggap oleh yang percaya sebagai

wahyu dari Tuhan.51

47 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 44848 Dr. David L. Baker, Satu Alkitab Dua Perjanjian (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2010), cet. 6, h.

2349 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 44850 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 44951 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 450

Page 34: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

22

Mulder pun berpendapat bahwa bukan semua yang mengaku Nabi memang benar-

benar Nabi; ada Nabi-nabi palsu yang tidak berbuat sesuai firman Tuhan. Dalam Alkitab

ada garis pemisah antara Nabi palsu dan Nabi yang sesungguhnya. Nabi palsu adalah

tukang tenun dan ahli nujum, sedangkan Nabi yang asli seperti Musa sifatnya. Beberapa

Nabi yang dianggap sejati oleh Yahudi adalah Isaiyah atau Yasey, Yermia, Ezekil,

Daniel, Amos, Obaya, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Maleakhi, Hagai,

Zakaria, Elia, Natum dan Debora. Orang Yahudi menggolongkan Nabi-nabi mereka

menjadi dua bagian, yaitu Nabi-nabi yang dahulu dan Nabi-nabi yang kemudian atau

Nabi-nabi besar dan Nabi-nabi kecil. Mengenai Musa, Harun, Daud, Sulaiman oleh umat

Yahudi dianggap sebagai pemimpin atau raja-raja mereka yang mula-mula.52

Dalam teradisi agama Yahudi ada beberapa Nabi di antara mereka yang memiliki

jenis kelamin perempuan. Di dalam Alkitab disebut Nabiah. Seperti dalam kitab

Keluaran, II Raja-raja dan Nehemia yang menyebutkan;

Lalu Miryam, Nabiah itu, saudara perempuan Harun mengambil rebana ditangannya, dan tampillah semua perempuan mengikutinya memukul rebana sertamenari-nari. (Keluaran, 15: 20);Maka pergilah Imam Halkia, Ahikam, Safan dan Asaya kepada Nabiah Hulda,isteri seorang yang mengurusi pakaian-pakaian, yaitu Salum bin Tikwa binHarhas; Nabiah itu tinggal di Yerusalem, di perkampungan baru. Merekamemberitakan semuanya kepadanya. Perempuan itu menjawab mereka:“Beginilah firman Tuhan, Allah Israel ‘Katakanlah kepada orang yang menyuruhkamu kepadaku!’ beginilah firman Tuhan ‘Sesungguhnya Aku akan datangkanmalapetaka atas tempat ini dan atas penduduknya, yakni segala perkataan kitabyang sudah dibaca dibaca oleh raja Yehuda. (II Raja-raja, 22: 14-17);Ya Allahku, ingatlah bagaimana Tobia dan Sanbalat masing-masing telahbertindak! Pun tindakan Nabiah Noaja dan Nabi-nabi yang lain yang maumenakut-nakuti aku. (Nehemia, 6: 14).

Demikian yang penulis temukan dalam Alkitab (Perjanjian Lama) mengenai Nabi-

nabi perempuan di dalam tradisi agama Yahudi. Dalam kutiapan kitab tersebut terdapat

nama Nabiah Miryam, Hulda dan Noaja. Mungkin ada beberapa nama Nabiah lain lagi

yang tidak penulis cantumkan dalam penelitian ini. Penulis hanya ingin mengungkapkan

bahwa di dalam agama Yahudi ada beberapa Nabi yang berjenis kelamin perempuan.

3. Rasul Dalam Agama Kristen/Nasrani

52 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 450

Page 35: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

23

Yesus memiliki dua belas murid utama. Dalam Eskatologi dan Teologi Kristen dua

belas murid Yesus disebut Apstole53 juga sebagai Rasul-rasul Yesus.54 Dua belas murid

itu adalah: Simon Petrus, Andreas, Yakobus (anak Zabedus), Yohanes, Filipus,

Bartholomeus, Matius (Tomas), Yakobus (anak Alfeus), Tadeus, Simon, Yudas

Iskaryot.55

Ketika hari siang, ia memanggil murid-muridnya kepadanya, lalu memilih dariantara mereka dua belas orang, yang disebutnya rasul.

Simon yang diberinya nama Petrus, dan Andreas saudara Simon, Yakobus danYohanes, Filipus dan Bartolomeus,

Matius dan Tomas, Yakobus anak Alfeus, dan Simon yang disebut Zelot,

Yudas anak Yakobus, Yudas Iskaryot yang kemudian menjadi pengkhianat.(Lukas, 22:14)56

Tugas Apostle adalah memberitakan Inji ke dalam jamaat dan kepada segala bangsa.57

Abineno menyebutnya sebagai sebagai saksi mata dan saksi telinga.58 Adapun ciri-ciri

Apostle adalah persekutuan dengan Yesus dan pengutusan oleh Yesus.59 Apostle

persekutuan dan pengutusan adalah kata yang sejajar dan bersifat sebab akibat.

Kesejajaran kata tersebut ditujukan pada kata saksi Allah kepada dunia.60

Dua belas murid itu disebut dalam al-Qur’an sebagai Hawariyyūn yang siap

menolong agama Allah. Allah Swt. berfirman:

53 Cross, F.L., The Oxford Dictionary of the Christian Cruch (New York: Oxford University Press,2005), h. 35

54 Perjanjian Baru, Lukas, 22:1455 Matius, 10:256 Lukas, 6: 13-1657 Henk ten Nepal, Kamus Teologi Inggris Indonesia (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), h. 3758 Johannes Ludwig Chrisostomus, Abineno Sekitar Teologi Praktika 2 (Jakarta: Gunung Mulia, 1969),

h. 3259 Johannes Ludwig Chrisostomus, Sekitar Teologi Praktika 2, h. 2160 Johannes Ludwig Chrisostomus, Sekitar Teologi Praktika 2, h. 21

Page 36: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

24

“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia:"Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama)Allah?" Para Hawariyyūn (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilahpenolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah, dan saksikanlahbahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. Ya Tuhankami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telahkami ikuti Rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orangyang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)." (QS. Ali ‘Imran [3]: 52-53)

Kata Hawariyyūn di dalam al-Qur’an adalah sebutan untuk murid-murid Isa As. yang

berjumlah dua belas orang. Kata Hawariyyūn bukan berarti dua belas. Hawariyyūn adalah

bahasa Arab yang berasal dari kata Hūri, artinya adalah “sangat pahit”61

Salah satu dari Hawariyyūn terdapat nama Yakobus (anak Zebedus) yang memiliki

nama lain sebagai Barnabas.62 Barnabas adalah seorang Yahudi yang lahir di Siprus.

Nama aslinya adalah Joses, dan dalam pengabdiannya kepada Yesus, para rasul lain

memberi nama Barnabas yang sering diterjemahkan sebagai “Anak pelipur lara” atau

“Anak nasihat bijak”. Keistimewaannya sebagai seorang yang pernah begitu dekat

dengan Yesus, telah membuatnya menjadi anggota terkemuka dari kelompok kecil murid-

murid di Yerusalem yang menjalin kebersamaan setelah Yesus lenyap. Mereka

mencermati hukum kenabian yang dibawa oleh Yesus, “bukan untuk menghancurkan,

tapi untuk memenuhi” (Matius 5:17).

Mereka meneruskan hidup sebagai orang Yahudi dan mempraktikkan apa yang

diajarkan oleh Yesus kepada mereka. Bahwa Kristen yang dapat dianggap sebagai sebuah

agama baru, tidak terjadi di kalangan mereka. Mereka adalah orang-orang saleh yang

menjalankan tradisi Yahudi dan mereka dibedakan dari pada tetangga mereka hanya

karna faktor keimanan mereka pada ajaran-ajaran Yesus.63

4. Rasul Dalam Agama Islam

61 Muhammad Musadiq Marhaban, Yudas Bukan Pengkhianat (Jakarta: Istifad Publishing, 2003), h. 962 Muhammad Musadiq Marhaban, Yudas Bukan Pengkhianat, h. 963 Tejemahan Injil Barnabas The Gospel Of Barnaba, terj. Achmad Kahfi (Surabaya: PT Bina Ilmu

Surabaya, 2008, h. xiii-xiv

Page 37: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

25

Rasul dalam agama Islam adalah mereka yang Allah beri keistimewaan wahyu dan

tersingkapnya ilmu-ilmu, dia tidak berdusta dan tidak cela baginya.64 Seorang laki-laki

yang mendapatkan wahyu dari Allah menjadi tolok ukur kerasulan dan kenabian.

Sebagai mana Allah berfirman:

ض ر وا في ٱأل یر یس أفلم ى قر ٱل ل أھ ن ھم م إلی ي نوح اال رج لك إال ن قب نا م ل س ا أر م فی و لھم ن قب م ین قبة ٱلذ ع كان ف ی وا ك نظر

قلون تع أفال ا ٱتقو ین للذ ر ی ة خ ر خ ٱأل ار لد ١٠٩و

“Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu (Muhammad), kecuali dari kalanganlaki-laki yang Kami wahyukan kepada mereka, di kalangan penduduk negeri.(QS. Yusuf [12]: 109).

Hadirnya Nabi Muhammad sebabgai Rasul Allah swt. yang membawa agama Islam

sesunngguhnya hendak menyempurnakan segala kekurangan yang ada pada agama-

agama samawi sebelumnya. Secara teologis, Islam memperkuat monoteisme dengan

menempatkan Tuhan bebas dari segala unsur antropomorfisme serta mengukuhkan

Tuhan sebagai zat yang trasenden (tanzih). Ringkasnya, menurut Ibn Katsir dalam

tafsirnya berpendapat tentang kedatangan Nabi Muhammad Saw. adalah untuk

mendukung, mengukuhkan, meluruskan kembali, dan menyempurnakan agama-agama

terdahulu.65

Islam juga memperkuat aspek moralitas dengan meluruskan berbagai penyimpangan

moral dan meletakkan moral sebagai landasan utama dalam penegakan diri individu

maupun masyarakat. Untuk itu, Rasul dalam Islam adalah seperti yang telah

dideklarasikan oleh Nabi Muhammad sendiri. Beluiau bersabda: “Sesungguhnya tidak

lah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan akhlak.” (Musnad al-Imam Ahmad Ibn

Hanbal, no. 8595)66

Dalam Islam, tidak ada penolakan dalam mengakui Ibrahim, Ishaq, Ismail, Musa dan

Isa sebagai utusan Tuhan. Allah memerintahkan umat Islam agar mengimani para Rasul

dan kitab-kitab terdahulu (QS. Al-Baqarah [2]: 285).67

64 Muhammad Abduh, Rislah Tauhid, terj. H. Firdaus A. N (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1965), cet. 2,h. 103

65 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama-agama Pra-Islam, h. 5466 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama-agama Pra-Islam, h. 5467 “Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya kepadanya dari Tuhannya,

demikian pula orang-orang yang beriman. Semuuanya beriman kepada Allah , malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan Rasul-rasulNya. (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun

Page 38: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

26

Selain Nabi dan Rasul yang disebutkan di atas, dan 25 Nabi dan Rasul lainnya dalam

al-Qur’an, ada Nabi-nabi dan Rasul-rasul lain yang tidak dikisahkan dalam al-Qur’an. (

QS. Ghafir [40]: 78)68 Dan kesemuanya itu wajib diimani tanpa ada penolakan.

Ibn Jarir al-Thabari menafsirkan ayat tersebut: Allah berfirman: “Dan sesungguhnya

Kami telah mengutus,” wahai Muhammad, “Beberapa orang Rasul sebelum kamu.”

Para Rasul itu diutus kepada umat-umat mereka. “Di antara mereka ada yang Kami

ceritkan kepadamu,” berita tentang mereka. “Dan di antara berapa ada pula yang tidak

Kami ceritakan kepadamu,” berita tentang mereka. Diriwayatkan dari Anas bahwa

jumlah mereka delapan ribu.69

(dengan yang lain) dari Rasul-rasulNya,” dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (merekaberdoa): “Ampunilah kami wahai Tuhan kami dan kepada Engkau lah tempat kembali.” (QS 2:285)

68 “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara merekaada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakankepadamu. tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah;Maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil, dan ketika iturugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.” (QS. 40:78)

69 Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari, terj. Akhmad Affandi, jilid. 22 (Jakarta: Pustaka Azzam,2008), cet. 1, h. 640

Page 39: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

27

BAB III

MENGENAL TAFSIR AL-MANAR DAN TAFSIR AL-MARAGHI

A. Tafsir al-Manar

1. Biografi Muhammad Abduh

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin ‘Abduh bin Hasan Khairullah.

Dilahirkan di desa Mahallat Nasr di kebupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M

dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya bernama ‘Abduh bin ‘Abdullah bin Hasan al-

Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. Sedangkan Ibunya

mempunya silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Ummar bin Khathab.1

2. Biografi Rasyid Ridha

Rasyid Ridha adalah murid Muhammad ‘Abduh yang terdekat. Dia lahir di desa

al-Qolamun, dekat kota Tripoli, Lebanon tahun 1865. Semasa kecil, belajar di madrasah

tradisional untuk belajar membaca al-Qur’an, menulis dan berhitung. Tahun 1882, ia

melanjutkan pelajaran di Madrasah al-Wathaniyyah al-Islamiyyah di Tripoli. Sekolah

yang didirikan oleh Syeikh Husain al-Jisri ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran-

pemikiran modern. Besar kemungkinan, pemikiran Rasyid Ridha terpengaruh dengan

pemikiran Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh di madrasah ini. Tahun 1315

H, Rasyid Ridha menemui Muhammad Abduh yang menjadi gurunya di Mesir. Dengan

pemikiran, aqidah, pendapat dan akhlak yang sema dengan gurunya, akhirnya Rasyid

Ridha mampu menyelesaikan karya gurunya yang berjudul Tafsir al-Manar.2

3. Latar Belakang Penafsiran al-Manar

Kumpulan Tafsir al-Manar dalam penulisannya dipengaruhi oleh situasi dan

kondisi sosial, politik dan budaya yang sangat memprihatikan. Pesatnya ilmu

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat mendorong untuk menjajah

negara-negara Arab, sehingga pada akhir abad ke-19 sampai awal abad 20 atau pasca

1 Lihat Harun Nasution, Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional Mu’tazilah (Jakarta: Universitas

Indonesia, 1981), h. 192 Lihat Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern (Ciputat:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. 1, h. 91

Page 40: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

28

perang Dunia II, Musthafa Kemal al-Tatruk menghapus kekhallifahan Utsmani dan

negara-negara Arab berstatus negara jajahan. Di lain sisi, bermunculan berbagai aliran

seperti Marxisme, Kapitaliseme, Nasionalisme dan lainnya, maka para cendikiawan

termasuk Muhammad Abduh menghimbau umat Islam untuk kembali kepada ajaran

agama dan mengamalkan sebagai sumber insfirasi dalam menghadapi penjajahan dan

penindasan.3

Tafsir al-Manar ini pada mulanya adalah hasil dari kajian tafsir yang dibawakan

oleh Muhammad Abduh di Masjid al-Azhar dan dicatat oleh Rasyid Ridho. Materi tafsir

ini kemudian dipublikasikan secara berkala di majalah al-Manar yang diterbitkan di

Kairo.4 Setelah ditulis oleh Rasyid Ridho, tulisan itu kemudian dikoreksi oleh

Muhammad Abduh.5

Secara kuantitatif, dalam Tafsir al-Manar Muhammad Abduh menafsirkan

sebanyak 143 ayat dari surah al-Fatihah sampai surah al-Nisa ayat 125, (lima jilid

pertama) karena beliau wafat tahun 1323 H. Penafsiran kemudian dilanjutkan oleh

muridnya, yang bernama Rasyid Ridho.6

Tujuan ditulisnya tafsir tersebut dalam pandangan Muhammad Abduh adalah

menekankan fungi-fungsi kehidayahan al-Qur’an untuk manusia agar mereka benar-

benar dapat menjalankan kehidupan dalam bimbingan al-Qur’an.7

4. Sumber Penafsiran

Sumber penafsiran dalam tafsir al-Manar menurut Jauhar Azizi menggunakan

sumber bi al-Ma’tsur dan bi al-Ra’yi, yang memadukan sumber penafsir berdasarkan

riwayat dan logika. Hal itu tampak jelas ketika dalam tafsir tersebut mengutip ayat al-

Qur’an Hadits dan ulama terdahulu seperti al-Thabari sebagai sumber penafsirannya.

Penafsiran tersebut juga menggunakan logika untuk menjawab tantangan zaman pada

masa itu.8

3 Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 894 Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 935 Muhammad Abduh, Tafsir al-Manar, jilid. 1 (Mesir: al-Maktabah al-Taufiqiyah), h. 2756 Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 937 Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 948 Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 95

Page 41: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

29

5. Metode Penafsiran

Dalam menafsirkan al-Qur’an ada beberapa ragam metode yang digunakan.

Metode-metode tersebiut adalah: metode analisis (tahlili), metode menafsirkan secara

global (ijmali), menafsirkan dengan cara komparatif (muqoron) dan dengan

menggolongkan pertema atau tematik (madhu’i)9

Penafsiran yang penulis amati dalam tafsir al-Manar yaitu menggunakan metode

Tahlili atau secara terperinci, karena dimulai dari surah al-Fatihah sampai surah al-Nas

dari rasm Utsmani dan diuraikan ayat per ayat.

6. Corak Penafsiran

Corak yang dihasilkan tafsir ini tidak hanya cukup satu saja. Zauhar Azizi

mengungkap corak tafsir yang dihasilkan dalam Tafsir al-Manar setidaknya ada tiga,

yaitu: corak Adabi Ijtima’i, al-Hida’i dan corak Ilmi.

Adabi Ijtima’i adalah salah satu corak tafsir yang ditandai dengan adanya sastra

budaya dan kemasyrakatan dalam sebuah karya tafsir, dan pelopor corak ini adalah

Muhammad Abduh sendiri.10

al-Hida’i adalah memotivasi untuk kembali kepada petunjuk al-Qur’an. Dalam

poin latar belakang diungkapkan bahwa pada masa itu Muhammad Abduh dan tokoh

cendikiawan lainnya berusaha mengembalikan masyarakat pada petunjuk al-Qur’an

karena pada masa itu berbagai aliran muncul, seperti marxisme, kapitalisme, sosialisme

dan lain sebagainya.

Ilmi adalah salah satu corak tafsir yang di dalam tafsir al-Manar Muhammad

Abduh mencoba menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan dan

hukum alam yang berlaku dalam masyarakat. Upaya tersebut dimaksudkan agar

masyarakat lebih bisa memahami dan mencerna pesan-pesan Tuhan dalam al-Qur’an.11

9 Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 9610 Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 9711 Faizah Ali Syibrmalisi dan Zauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, h. 97

Page 42: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

30

B. Tafsir al-Maraghi

1. Biografi Ahmad Musthafa al-Maraghi

Nama lengkap al-Maraghi adalah Ahmad Musthafa bin Muhammad bin Abdul

Mun’im al-Maraghi.12 Beliau lahir pada tanggal 9 Maret 1883M/1300H di kota al-

Maraghah, propinsi Suhaj, kira-kira 700 km. arah selatan kota Kairo.13 Sebutan al-

Maraghi pada diri beliau bukanlah dikaitkan dengan nama suatu suku/marga atau

keluarga, melainkan dinisbahkan kepada kota kelahiran beliau yaitu kota al-Maraghah.

Syekh Umar Ridha Kahhalah dalam kitab “Mu’jam al-Mu’allifîn” mencantumkan 13

orang al-Maraghi di luar keluarga Syekh Abdul Mun’im al-Maraghi, yaitu para ulama

yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dihubungkan dengan kota

asalnya al-Maraghah.14

2. Latar Belakang Penafsiran

a. Faktor eksternal

Beliau banyak menerima pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat yang berkisar

pada masalah tafsir apakah yang paling mudah difahami dan paling bermanfaat bagi para

pembacanya serta dapat dipelajari dalam masa yang singkat. Mendengar pertanyaan-

pertanyaan tersebut, beliau merasa agak kesulitan dalam memberikan jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan tersebut. Masalahnya, sekalipun kitab-kitab tafsir itu bermanfaat,

karena telah mengungkapkan persoalan-persoalan agama dan macam-macam kesulitan

yang tidak mudah untuk difahami, namun kebanyakkan kitab tafsir itu telah banyak

dibumbui dengan menggunakan istilah-istilah ilmu lain, seperti ilmu balaghah, nahwu,

sorof fiqh, tauhid dan ilmu-ilmu lainnya, yang semuanya itu merupakan hambatan bagi

pemahaman al- Qur’an secara benar bagi pembacanya.15

Di samping itu ada pula kitab tafsir pada saat itu sudah dilengkapi pula dengan

penafsiran-penafsiran atau sudah menggunakan analisa-analisa ilmiah tersebut belum

dibutuhkan pada saat itu dan juga menurutnya al-Qur’an tidak perlu ditafsirkan dengan

menggunakan analisa-analisa ilmiah yang mana ilmu ini, (analisa ilmiah) hanya berlaku

untuk seketika (reatif), karena dengan berlalunya atau waktu, sudah tentu situasi tersebut

12 Iyazi, Muhammad Ali, al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Muassasah al-Thibâ’ah wa al-Nasyri Wuzâratu al-Tsaqafah al-Irsyâdu al-Islâmi, 1373), cet.ke-1, h. 357.

13 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta: IAIN Jakarta, 1988), h. 128.14 Umar Ridha Kahhalah, Mu’jam al-Muallifîn, (Beirut: Dâr Ihyâ’ al-‘Ulûm, 1376H), h. 31915 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj: Bahrun Abu Bakar, (Semarang: PT.CV.Toha

Putra, 1992), Juz.1, Hal. 1

Page 43: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

31

akan berubah pula, sedangkan al-Qur’an tidak berlaku hanya untuk zaman-zaman

tertentu, tetapi Al-Qur’an berlaku untuk sepanjang zaman.

b. Faktor Internal

Faktor ini berasal dari diri al-Maraghi sendiri yaitu bahwa beliau telah mempunyai

cita-cita untuk menjadi obor pengetahuan Islam terutama di bidang ilmu tafsir, untuk itu

beliau merasa berkewajiban untuk mengembangkan ilmu yang sudah dimilikinya.

Barangkat dari kenyataan tersebut, maka al-Maraghi yang sudah berkecimpung

dalam bidang bahasa arab selama setegah abad lebih, baik belajar, maupun mengajar,

merasa terpanggil untuk menyusun suatu kitab tafsir dengan metode penulisan yang

sistematis, bahasa yang simple dan elektif, serta mudah untuk difahami, kitab tersebut

diberi nama dengan Tafsir Al-Maraghi.16

3. Metode Dan Sistematika Penulisan Kitab Tafsir al-Maraghi

Adapun metode penulisan dan sistematika tafsir al-Maraghi sebagaimana yang

dikemukakan dalam muqaddimah tafsirnya adalah sebagai berikut:

Pertama, mengemukakan ayat-ayat di awal pembahasan Al-Maraghi memulai setiap

pembahasan dengan mengemukakan satu, dua atau lebih ayat-ayat al-Qur’an yang

mengacu kepada suatu tujuan yang menyatu.17

Kedua, menjelaskan Kosa Kata (syarh al-Mufradat) Kemudian al-Maraghi

menjelaskan pengertian kata-kata secara bahasa, bila ternyata ada kata-kata yang sulit

difahami oleh para pembaca. Menjelaskan pengertian ayat secara global.

Ketiga, al-Maraghi menyebut makna ayat-ayat secara global, sehingga sebelum

memasuki penafsiran yang menjadi topik utama, para pembaca terlebih dahulu

mengetahui makna ayat-ayat tersebut secara umum.18

Keempat, menjelaskan sebab-sebab turun ayat, jika ayat-ayat tersebut mempunyai

asbab al-Nuzul berdasarkan riwayat shahih yang menjadi pegangan para mufassir, maka

al-Maraghi menjelaskan terlebih dahulu.

Meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahwan Al-Maraghi

sengaja meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain yang

16 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj: Bahrun Abu Bakar, h. 217 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj: Bahrun Abu Bakar, h. 1618 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj: Bahrun Abu Bakar, h. 17

Page 44: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

32

diperkirakan bisa menghambat para pembaca dalam memahami isi al-Qur’an. Misal ilmu

nahwu, saraf, ilmu balaghah dan sebagainya.19

19 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj: Bahrun Abu Bakar, h. 18

Page 45: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

33

BAB IV

KONSEP KERASULAN DALAM TAFSIR AL-MANAR DAN TAFSIR AL-

MARAGHI

A. Penafsiran Kerasulan

Kenabian dan Rasul bagi agama-agama samawi sangatlah penting. Seperti Islam,

Yahudi, Kristen, sangat memposisikan Rasul dan Nabi sebagai wahyu Tuhan. Dalam

Islam, jika Rasul bersabda, berbuat atau bahkan diamnya bisa menjadi sebuah syari’at.

Nabi dan Rasul menurut Muhammad Abduh adalah mereka yang mendapatkan

keistimewaan wahyu yang diterimanya, dan terbukanya rahasia-rahasia ilmu bagi mereka.

Mereka bersih dari cacat dan segala cela yang dapat menjadikan penolakan bagi yang

ingkar untuk mengingkari pengakuan mereka sebagai Rasul. Mereka tidak berdusta, dan

juga tidak lalai dalam menyampaikan akidah-akidah yang diwajibkan bagi mereka untuk

menyampaikannya.1 Sami bin Abdullah al-Maghluts pun berpendapat bahwa Nabi adalah

orang yang diberi wahyu dengan syari‘at tertentu dan tidak diperintahkan untuk

menyebarkannya. Sedangkan Rasul itu lebih luas cakupannya dari Nabi. Rasul adalah

orang yang diberi wahyu dengan syari‘at tertentu dan diperintahkan untuk

menyampaikannya.2 Setiap Rasul itu adalah Nabi, dan tidak semua Nabi itu Rasul.3

Menurut al-Maraghi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa sesungguhnya Allah

mengutus Rasul sebagai saksi terhadap orang-orang yang diutus kepada mereka,

memerhatikan prilaku mereka, amal mereka, dan memerhatikan kesaksian hati mereka

yang di antara mereka ada yang membenarkan dan ada yang mendustakan, serta seluruh

apa yang mereka perbuat dari cahaya petunjuk dan gelapnya kesesatan. Itu semua akan

terbalas pada hari kiamat. Allah mengutus Rasul kepada mereka sebagai pemabawa kabar

gembira dengan janji surga jika mereka mempercayai Rasul, dan jika mereka

mengamalkan apa yang telah sampai kepada mereka dari sisi Allah.

1 Muhammad Abduh, Rislah Tauhid, terj. H. Firdaus A. N (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1965), cet. 2, h.103

2 Sami bin Abdullah al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, h. 423 Muhammad Rasyid Ridha, al-Wahyu al-Muhammadi (Beirut: al-Maktab al- Islami, tt), cet. 8, h. 47

Page 46: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

34

Rasul pun diutus sebagai pemberi peringatan kepada mereka berupa neraka, yang

mereka memasukinya dengan siksaan jika mereka mendustakan dan menentang apa yang

diperintahkan serta apa yang dilarang oleh Allah dan Nabinya untuk mereka.4

Tidak bisa dipungkiri memang, manusia sangat membutuhkan Nabi dan Rasul untuk

menjadi panutan dan tuntunan dalam kehidupan di dunia ini, bahkan Ali Muhammad al-

Shallabi meringkas menjadi beberapa poin, berikut ringkasannya:

1. manusia memerlukan pengetahuan yang benar lagi sempurna mengenai tabi’at

kemanusiaan dari manusia itu sendiri;

2. memerlukan pengetahuan yang baik lagi sempurna dari segala aspeknya mengenai

masa lalu umat manusia, masa sekarang, dan masa depan;

3. kemudian manusia juga membutuhkan aturan hidup yang jelas, tidak berpihak,

tidak memandang kepentingan dirinya sendiri dalam perkara apapun, serta tidak

memandang hawa nafsu dan syahwat;

4. aturan hidup yang jelas memerlukan pengetahuan yang sempurna mengenai siapayang akan menaatinya pada saat tersembunyi maupun terang-terangan.5

“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagaipembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. dan tidak ada suatuumatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. dan jikamereka mendustakan kamu, Maka Sesungguhnya orang-orang yang sebelummereka telah mendustakan (rasul-rasulnya); kepada mereka telah datang rasul-rasulnya dengan membawa mukjizat yang nyata, zubur, dan kitab yang memberipenjelasan yang sempurna.” (QS. Fathir [35]: 24-25)

Setiap orang beriman wajib meyakini bahwa Allah telah mengutus beberapa orang

Rasul dari golongan manusia untuk menyampaikan pelajaran kepada umat dan apa saja

yang diperintahkan kepada mereka (Rasul) untuk menyampaikannya, serta menjelaskan

hukum-hukum yang berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang mulia dan sifat-sifat

yang dituntut untuk mengerjakannya. Begitu juga sebaliknya, dengan larangan

4 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid. 8 (Bairut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt), h.16

5 Ali Muhammad al-Shallabi, Iman kepada Rasul, terj. M. Fakih (Jakarta: Umul Qura, 2015), cet. 1, h.64-65

Page 47: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

35

melakukannya. Kita juga wajib membenarkan para Rasul itu, bahwa misi mereka

berdasarkan perintah Allah.6

B. Jenis Kelamin dan Ciri-ciri Kerasulan

Nabi dan Rasul menurut pendapat yang mashur dan yang sudah kita ketahui, adalah

orang yang menerima wahyu (kalam Allah) entah itu melalui pelantara ataupun tidak.

Melalui perantara, artinya Allah Swt. menyampaikan wahyu melalui malaikat yang telah

diutusNya. Tidak melalui pelantara, artinya Allah Swt. berfirman langsung kepada

Nabinya di balik hijab.7

Pendapat di atas bersifat umum tanpa pengkhususan hanya untuk Nabi laki-laki saja,

maka kesemipulannya adalah terdapat kemungkinan para Nabi juga ada yang diutus dari

kalangan perempuan. Di dalam al-Qur’an, Allah Swt. mengisahkan bahwasanya Dia yang

Mahakuasa telah mewahyukan kepada Ibunya Musa untuk menyusui Musa dan

mengalirkan tubuh Musa di sungai Nil.

“Dan Kami wahyukan kepada Ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamukhawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil)! dan janganlahkamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kamiakan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) daripara Rasul.” (QS. Al-Qoshash [28]: 7)

Begitu juga Allah telah mengirimkan kepada Maryam puteri Imran melalui perantara

malaikat Jibril yang menyerupai seorang laki-laki yang sempurna untuk menyampaikan

wahyu. Allah Swt. berfirmna:

“Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka, lalu Kamimengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam

6 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, h. 1007 Lihat Manna’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulūm al-Qur’an, h. 37-78

Page 48: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

36

bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: "Sesungguhnya akuberlindung dari padamu kepada Tuhan yang Mahapemurah, jika kamu seorangyang bertakwa." Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorangutusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.". (QS.Maryam [19]: 17-19)”

Dari dua ayat tersebut, sudah mengindikasikan bahwa ada Nabi atau Rasul dari

kalangan perempuan, jika kita berpegangan kepada pendapat Manna al-Qoththan di atas.

Namun jika kita telisik pada pendapat Ulama lain seperti Sami bin Abdullah al-Maghluts

misalnya, yang berpendapat bahwa Nabi adalah orang yang diberi wahyu dengan syari‘at

tertentu dan tidak diperinthkan untuk menyebarkannya, sedangkan Rasul itu lebih luas

cakupannya dari Nabi. Rasul adalah orang yang diberi wahyu dengan syari‘at tertentu dan

diperintahkan untuk menyampaikannya.8

Al-Maraghi pun menyebutkan bahwa sesungguhnya Allah mengutus Rasul sebagai

saksi bagi umatnya, memerhatikan prilaku mereka, amal mereka, dan memerhatikan

kesaksian hati mereka yang di antara mereka ada yang membenarkan dan ada yang

mendustakan, serta seluruh apa yang mereka perbuat dari cahaya petunjuk dan gelapnya

kesesatan. Itu semua akan terbalas pada hari kiamat. Allah mengutus Rasul kepada

mereka sebagai pemabawa kabar gembira dengan janji surga jika mereka mempercayai

Rasul, dan jika mereka mengamalkan apa yang telah sampai kepada mereka dari sisi

Allah. Rasul pun diutus sebagai pemberi ancaman kepada mereka berupa neraka, yang

mereka memasukinya dengan siksaan jika mereka mendustakan dan menentang apa yang

diperintahkan serta apa yang dilarang oleh Allah dan Nabinya untuk mereka.9

Jadi, fungsi Rasul itu adalah menghidupkan syari’at, memberi tuntunan kepada

manusia tentang perkara yang diperbolehkan dan dilarang oleh Tuhan, memberi kabar

gembira kepada orang yang taat dan memberi ancaman kepada orang yang maksiat. Jika

kita sudah mendapatkan garis besar fungsi atau tugas Nabi dan Rasul, maka masih

bisakah kita menyebutkan bahwa setiap makhluk yang hanya menerima wahyu tanpa

dibebani tugas untuk menyampaikan risalah sebagai Nabi atau Rasul?

Seperti Allah Swt. telah mewhyukan kepada lebah-lebah untuk membangun rumah

mereka di atas bukit. Allah Swt. berfirman:

8 Lihat Sami bin Abdullah al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, h. 429 Lihat Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid. 8, h. 16

Page 49: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

37

“Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah; Buatlah sarang di bukit-bukit,di pohon-pohon kayu, dan di rumah-rumah yang didirikan manusia!” (QS. al-Nahl [16]:68).

Tentu saja lebah bukan Nabi atau pun Rasul yang Allah utus untuk manusia atau jin,

karena lebah tidak memberi kabar gembira untuk orang yang taat maupun peringatan

untuk orang yang bermaksiat.

Mengenai permasalahan ini, Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia mengutus para Rasul

itu dari kalangan laki-laki. Allah berfirman:

“Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu (Muhammad), kecuali dari kalanganlaki-laki yang Kami wahyukan kepada mereka, di kalangan penduduk negeri.(QS. Yusuf [12]: 109).

Tepapi menurut Ibn Hazm al-Andalusi membagi permasalahan tersebut menjadi tiga

pendapat. Di zamannya ada satu golongan berpendapat menolak atau membatalkan

dugaan adanya sejumlah Nabi dari jenis perempuan dan bahkan dihukumi bid’ah.

Gologan lain berpendapat memang sungguh telah ada Nabi perempuan. Satu golongan

lagi memilih tawaquf atau berdiam tanpa memberi pendapat. Kata Ibn Hazm sendiri

dalam bukunya menyatakan bahwa beliau tidak mengetahui dasar hujjah yang digunakan

orang-orang yang menolak adanya Nabi dari golongan perempuan kecuali sebagian

mereka mendebat hal itu dengan firman Allah Swt. dalam surah Yusuf ayat seratus

sembilan tersebut.10

Dalam ungkapan Ibn Hazm sendiri pada masa lampau telah terjadi perbedaan

pendapat dalam masalah tersebut. Jadi tidak aneh jika zaman sekarang orang

membid’ahkan bahkan menganggap sesat jika tidak sesuai dengan apa yang mereka

pahami, seperti adanya Nabi dari golongan perempuan. Ibn Hazm berhadapan dengan tiga

pendapat tersebut. Namun begitu, ulama yang sangat ‘alim (Ibn Hazm) ini tetap berdiri di

atas kakinya yang menerima adanya dugaan Nabi dari kalangan permepuan, bahkan

beliau menuliskan ‘Kenabian Perempuan’ di salah satu sub bab dalam bukunya yang

berjudul al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ wa al-Nihal.

Ibn Hazm kembali menuturkan bahwa masalah ini tidak ada perselisihan dan tidak

ada seorang pun yang menyerukan bahwa sesungguhnya Allah telah mengutus seorang

10 Ibn Hazm al-Zhahiri al-Andalusy, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ wa al-Nihal, jilid. 5 (Kairo:Penerbit Muhammad Ali Shabil wa auladuh, 1964), h. 87

Page 50: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

38

perempuan dan sesungguhnya jika hanya kalam saja dalam kenabian tanpa risalah itu

maka wajib dicari kebenarannya.11

Artinya jika kalam itu datang kepada manusia tanpa menyampaikan risalah,

sedangkan orang yang diduga telah didatangkan wahyu kepadanya tapi tidak

menyampaikan sebuah risalah yang baru atau sebuah risalah yang dibawa oleh Rasul

terdahulu, maka wajib mencari kebenaran atas kenabian orang tersebut.

Dengan berpandangan pada makna lafazh kenabian, dalam bahasa yang dengan

kenabian itu Allah telah mengajak bicara kepada kaita, maka kita menemukan lafazh ini

dijadikan sebagai penjlasan-penjelasan dan juga sebagai informasi, yang lebih

mengetahuinya adalah Allah ‘Azza wa Jalla termasuk sebelum-sebelumnya yang

diwahyukan kepada seseorang sebuah kabar untuknya dengan suatu urusan maka dia

adalah seorang Nabi, tanpa ragu dan bukan sebagian dari pada ilham, karena ilham adalah

tabiat seperti firman Allah kepada lebah dalam surah al-Nahl [16]:68.12

Ibnu Hazm kembali menguatkan pendapatnya dengan mengatakan bahwa telah ada

dalam al-Qur’an sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mengutus malaikat kepada

perempuan-perempuan, maka malaikat itu memberikan kabar gembira kepada umat

dengan wahyu yang benar dari Allah ‘Azza wa Jalla seperti kabar gembira kepada Ibu

Nabi Ishaq dengan akan hadirnya Nabi Ishaq. Allah Swt. berfirman:

Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikankepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahirputeranya) Ya'qub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akanmelahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupundalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yangsangat aneh.". Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentangketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan ataskamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Mahaterpuji lagi Mahapemurah." (QS.Hud [11]: 71-73).

Ayat ini mengisahkan bahwa malaikat telah mengabarkan kepada Ibu Nabi Ishaq dari

Allah dengan kabar gembira akan kehadirannya Nabi Ishaq kemudian Nabi Ya’qub. Ibnu

Hazm selanjutnya mengutip firman Allah yang berbunyi:

11 Ibn Hazm al-Zhahiri al-Andalusy, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ wa al-Nihal, jilid. 5, h. 8712 Ibn Hazm al-Zhahiri al-Andalusy, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ wa al-Nihal, jilid. 5, h. 87

Page 51: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

39

Ia (Jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu,untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci" (QS. Maryam [19]: 19).

Ini adalah Nubuwah yang benar dengan wahyu yang benar pula dan juga sebuah

risalah dari Allah untuk Maryam, Nabi Zakariya As. menemukan rizki di sisi Maryam itu

dari Allah Swt.13

C. Proses menjadi Rasul dan Tugas-tugasnya

Al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah Swt. adalah mukjizat terbesar dan tanda

kenabian dan Krasulan Nabi Muhammad Saw. yang diturunkan melalui malaikat Jibril

As. Selain dari pada al-Qur’an, para Nabi menerima wahyu melalui perantara terkadang

juga tidak melalui perantara,14 sedangkan cara malaikat Jibril menerima wahyu dari

Allah menurut Manna’ Khalil al-Qaththan adalah Allah Swt. berfirman kepada malaikat

tanpa melalui perantara dengan firman yang dimengerti olehnya.15 Beliau menjelaskan

bagaimana caranya Allah Swt. berfirman kepada malaiktnya, termasuk malaikat Jibril As.

sebagai berikut: pertama, Jibril menangkap wahyu secara pendengaran dari Allah Swt.

dengan lafazh yang khusus, kedua, Jibril menghafalnya dari Lauh al-Mahfuzh, ketiga,

maknanya disampaikan kepada Jibril—lafazh-lafazhnya dari Jibril atau dari Nabi

Muhammad Saw.16

Kemudian proses penyampaian wahyu kepada para Nabi dengan tanpa melalui

perantara, yaitu dengan cara bermimpi yang benar dalam tidur, kemudian Tuhan

berfirman dari belakang hijab. Selanjutnya para Nabi juga mendapatkan wahyu melalui

perantara, yaitu melalui wahyu yang disampaikan malaikat Jibril.17

Muhammad Abduh berpendapat bahwa wahyu itu adalah kalam Allah yang

diturunkan kepada para Nabi. Sudah kita ketahui bahwa wahyu itu adalah pencerahan

yang didapat seseorang dari Allah disertai keyakinan bahwa itu dari Allah melalui

perantara atau pun tidak. Dengan suara seperti yang didengarnya (dengan perantara) atau

tidak dengan suara (tanpa perantara).

13 Ibn Hazm al-Zhahiri al-Andalusy, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ wa al-Nihal, jilid. 5, h. 87-8814 Manna’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulūm al-Qur’an (Riyadh: Dâr al-Rasyîd, tt), cet. 3, h. 3715 Manna’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulūm al-Qur’an, h. 3416 Manna’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulūm al-Qur’an, h. 3517 Manna’ Khalîl al-Qaththân, Mabâhits fî ‘Ulūm al-Qur’an, h. 38

Page 52: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

40

Pencerahan (wahyu) itu menyingkap apa yang telah luput dari kemaslahatan manusia

umumnya. Allah mengkhususkan orang yang dipilihnya dengan wahyu itu, memberi

kemudahan untuk memahaminya melalui akal sehat, tidak memberikan kesulitan untuk

mencapai pemahamannya kecuali kepada manusia yang tidak diingingkanNya untuk

memahami wahyu itu.18

Seperti yang sudah penulis paparkan di atas, kesimpulan yang didapat adalah Nabi

berbeda dengan Rasul dalam tugas dan tanggung jawabnya. Rasul diwajibkan

menyampaikan wahyu kepada umat, sedangkan Nabi tidak. Seorang Nabi cenderung

mengikuti risalah-risalah yang sudah ada sedangkan Rasul membawa risalah baru. Untuk

menjadi Rasul, sepanjang penulis amati, memerlukan waktu yang cukup lama, misalnya,

Nabi Muhammad diutus Allah di usianya yang ke empat puluh tahun, enam bulan delapan

hari (qomariyah) atau tiga puluh Sembilan tahun, tiga bulan delapan hari (kabisah).19

Beliau menerima wahyu kerasulannya pada malam ke tujuh belas Ramadhan, bertepatan

dengan enam Agustus enam ratus sepuluh Masehi, di waktu beliau bertahannus di gua

Hira.20 Nabi Nuh, menurut pendapat Muakharūn diutus di usia lima puluh tahun.21

Sedangkan Nabi Isa diangkat menjadi Nabi versi Injil di usia tiga puluh, sementara dalam

al-Qur’an tidak disebutkan. Akan tetapi menurut ulama Tauhid berpendapat bahwa

kenabian Isa dimulai pada umur empat puluh tahun lebih.22

Kedatangan para Nabi dan Rasul sangat diperlukan bagi keberlangsungan kehidupan.

Kedudukan mereka seperti akal dalam diri manusia. Tidak heran jika Tuhan

mengkhususkan sebagian makhluk dengan wahyu dan ilham, karena jiwa mereka telah

tinggi dan dapat menerima limpahan Tuhan dan rahasiaNya.23

Allah menurunkan Rasul kepada suatu umat, dikarenakan pada umat itu memang

sangat membutuhkan seorang Rasul sebagai pembimbing yang memberi petunjuk ke jalan

yang benar. Allah berfirman:

“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberipetunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka

18 Muhammad Abduh, Risâlah al-Tauhid (Bairut: Dâr al-Syurūq, 1994), cet. 1, h. 10219 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993), cet. 1,

h. 36220 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi, h. 36121 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi, h. 22122 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi, h. 32623 Ibrahim Madzkour, Filsafat Islam: Metode dan Penerapan, h. 302

Page 53: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

41

mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanyakepada kamilah mereka selalu menyembah” (QS. Al-Anbiya [21]: 73)

Seperti pada zaman Arab Jahiliyah, pada masa itu bangsa Arab sangat mengalami

kemerosotan moral, mereka suka meminum minuman keras, berzina, berjudi dan

menyembah berhala. Akibat kemerosotan moral itulah sebagai salah satu alasan

diutusnya seorang Rasul untuk meluruskan dan memberi penerangan ke jalan yang benar.

Ketika Allah telah mengutus seorang dari utusanNya, maka mereka (umat) wajib

mengimani Rasul itu, kalau mereka tidak ingin mendapat akibat yang buruk. Jika Rasul

baru telah diutus, maka risalah baru akan turun, segenap manusia wajib mengimani

risalah-risalah Rasul tersebut, Allah Swt. berfirman:

“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami,menjelaskan (syari'at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) Rasul-rasulagar kamu tidak mengatakan: "tidak ada datang kepada kami baik seorangpembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan". Sesungguhnyatelah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. AllahMahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah [5]: 19).

Allah Swt. Tuhan yang Mahabijaksana, tidak akan mengazab suatu umat ketika tidak

ada seorang Nabi dan Rasul yang diutus atas mereka. Allah Swt. berfirman:

“Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al-Isra [17]: 15)

Adapun tugas-tugas para Nabi dan Rasul menurut Muhammad Abduh akan penulis

sajikan sebagai berikut:

Para Rasul membimbing akal untuk mengenali Allah dan mengenali sifat-sifat

ketuhanan yang wajib diketahui oleh manusia. Mereka juga memberikan batasan-batasan

tertentu dimana orang wajib berhenti dalam menggali pengetahuan tentang Tuhan pada

tempat yang menyulitkan posisi manusia guna menentramkan hati kepadaNya serta tidak

menyia-nyiakan kekuatan akal yang telah diberikan Allah kepada manusia.24

Mereka mengumpulkan kalimat yang hak atas Tuhan yang Esa, melapangkan jalan

manusia menuju Allah. Mereka meningkatkan jiwa-jiwa manusia kepada hubungan

semua perbuatan dan mu’amalah. Mereka juga mengingatkan manusia akan kebesaran

Tuhannya dengan menjalankan berbagai ibadah yang menguatkan keyakinan mereka.

24 Muhammad Abduh, Risâlah al-Tauhid, h. 110

Page 54: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

42

Mereka menjadi pengingat untuk manusia yang lupa, menjadi penyuci bagi orang yang

takut (takwa). Para Rasul itu menerangkan kepada manusia apa yang menjadi perselisihan

pikiran dan keinginan-keinginan manusia, pertentangan dalam hal kepentingan dan yang

menjadi kesenangan-kesenangan mereka. Maka dalam perselisihan itu para Rasul

memisahkannya dengan perintah (petunjuk) Allah yang hebat. Mereka (para rasul)

memperkuat ajaran-ajaran yang mereka sampaikan dengan apa yang berguna untuk

kepentingan umum serta tidak menhilangkan manfaat yang didapat oleh perseorangan.

Mereka mengembalikan manusia kepada keharmonisan dan mereka menyebarkan

kelembutan cinta untuk manusia.25

Mereka memberikan kepada manusia batas-batas larangan umum yang diperintahkan

oleh Allah sehingga memudahkan manusia itu mengembalikan perbuatan mereka ke

dalam batas-batas yang telah ditentukan Allah secara umum, seperti: menghormati darah

manusia artinya tidak membunuh kecuali dengan cara yang hak.26

Mereka membawa manusia untuk memalingkan hawa nafsu mereka dari mengecap

kelezatan dunia yang fana kepada cita-cita yang tinggi. Para Rasul juga menjelaskan

semuanya kepada manusia apa yang sesuai dengan ridha Allah untuk manusia, dan

perkara yang memalingkan manusia kepada murka Allah. Kemuadian para Rasul meliputi

penjelasan kepada manusia dengan kabar negeri akhirat yang telah Allah sediakan di

dalamnya berupa pahala dan indahnya tempat kesudahan bagi orang yang berpegang pada

aturan-aturan Allah, serta selalu setia dengan perintahNya, menjauhkan dari terjatuhnya

diri dalam kutukanNya. Para Rasul mengajarkan mereka tentang kabar ghaib apa-apa

yang telah Allah ijinkan untuk hambanya dalam mengetahuinya yang sekiranya hal itu

termasuk hal yang sulit bagi akal manusia untuk mengetahui hakikatnya, tetapi tidak suka

untuk mengakui adanya berita ghaib itu.27

Sedangkan tugas-ugas para Rasul menurut M. Ali Ash-Shabuniy adalah sebagai

berikut:

1. mengajak makhluk untuk beribadah kepada Allah SWT.

2. menyampaikan perintah Allah dan laranganNya.

3. menunjukkan manusia ke jalan yang lapang.

25 Muhammad Abduh, Risâlah al-Tauhid, h. 110-11126 Muhammad Abduh, Risâlah al-Tauhid, h. 11127 Muhammad Abduh, Risâlah al-Tauhid, h. 111

Page 55: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

43

4. sebagai teladan yang sempurna bagi umat.

5. menerangkan kebangkitan dari kubur, memperlihatkan manusia dengan hal-hal

setelah kematian.

6. mengubah keinginan manusia dari kehidupan yang fana kepada kehidupan yang

kekal.

7. agar tidak ada ketetapan berhujah atau membantah di sisi Allah SWT.28

D. Kerasulan dalam Tradisi Agama-agama Samawi

Surah al-Maidah ayat lima, menjelaskan tetang kehalalan sesuatu yang baik—

makanan Ahli Kitab, dan menikahi perempuan yang menjaga kehormatan di antara

perempuan-perempuan beriman dan perempuan yang menjaga kehormatan di antara

orang-orang yang diberi kitab. Mengenai ayat itu, ternyat terdapat munasabah dengan

surah al-Baqarah ayat 221 yang menjelaskan tentang keharaman menikahi perempuan-

perempuan musyrik sehingga mereka beriman. Lantas siapakah orang yang disebut Ahli

Kitab?

Rasyid Ridha dalam tafsirnya yang mengutip pendapat Ibn Jarir al-Thabari

bahwasanya di dalam surah al-Baqarah, Allah telah mengharamkan menikahi perempuan-

perempuan musyrik. Konteksnya dalam surah al-Baqarah adalah perempuan-perempuan

musyrik Arab. Menurutnya juga bahwa agama Majusi, agama Shabiîn, agama Hindu,

agama orang Cina (Khonghucu) dan semisal mereka adalah termasuk Ahlul Kitab (yang

diturunkan kitab suci) yang mengandung ajaran tauhid sampai sekarang, yang jelas

menurut sejarah dan dari penjelasan al-Qur’an bahwa semua umat telah diutus Rasul-

rasul. Kitab mereka adalah kitab samawi (yang turun dari langit) yang sudah terjadi

pemalsuan di dalamnya, seperti yang sudah terjadi di dalam kitab agama Yahudi dan

Nasrani (Kristen).29

Beliau juga menjelaskan bahwasanya al-Qur’an sudah menyebutkan dalam nash yang

sharih tentang hukum menikahi perempuan yang tidak musryik, yang telah menerima

kitab dari Ahlul Milal, yaitu orang-orang yang memiliki kitab dari langit, atau semisal

kitab itu seperti Majusi, Shabiîn, Budha, Brahman (Hindu) dan orang-orang yang

mengikuti Konfusius (agama Konghucu) di Cina. Beliau berkata:

“Sungguh aku telah tahu bahwasanya para ulama yang sebagian dari merekaberkeinginan untuk mengkategorikan Alhul Kitab itu termasuk dalam bilangan

28 Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi, h. 39-`4429 Muhammad Abduh, Tafsir al-Manâr, jilid. 6 (Mesir: al-Maktabah al-Taufiqiyah, tt), h. 166-167

Page 56: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

44

orang-orang musyrik dan mereka tidak ragu untuk mengkategorikan itu semuake dalama kategori musyrik secara umum. Jika dalam al-Qur’an dan sunnah, itubukan rujukan yang sharih dalam pemisahan yang berubah.”30

Dari sudut pandang Ahmad Musthafa al-Maraghi yang menafsirkan surah al-Mai’dah

ayat 48 sebagai berikut:

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkansebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu. (QS. Al-Maidah:48)

Kami menurunkan kepadamu wahai Rasul kitab (al-Qur’an) yang telah kemi

sempurnakan dengannya itu sebuah agama yang mencakup atas kebenaran yang

ditetapkan. “Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan, baik dari depan maupun

dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Mahabijaksana lagi Mahaterpuji.”

(QS. Fushilat [41]: 42) membenarkan kitab-kitab Tuhan yang terdahulu seperti Taurat

(kitab yang diturunkan pada Bani Israil yaitu bangsa Yahudi) dan seperti Injil (kitab suci

Nasrani), yang terjaga dan menjadi saksi atas apa yang telah dijelaskannya dari perkara

yang benar, dan tidak ada keadaan orang-orang yang dipanggil dengannya (kitab-kitab

Tuhan) rasa lupa sebagian besar dari kitabnya dan pemalsuan yang banyak dari apa yang

tersisa dan penjelasan, serta keberpalingan dari amal dengan kitabnya.31

Artinya dalam tafsir tersebut, kitab suci al-Qur’an membenarkan kitab-kitab

sebelumnya yang terjaga dan menjadi saksi atas kebenarannya. Tidak ada celah untuk

orang-orang melupakan dan memalsukan al-Qur’an atau berpaling darinya.

Lanjutnya lagi, beliau berpendapat mengenai penggalan ayat berikut:

“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan terang.”(Al-Maidah: 48)

Al-Maraghi menafsirkan:

Untuk masing-masing umat dari kalian, hai manusia telah Kami buatkan satusyari’at tersendiri, yang Kami wajibkan menegakkan hukum-hukumnya dan

30 Muhammad Abduh, Tafsir al-Manâr, jilid. 6, h. 16131 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid. 2, h. 446-447

Page 57: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

45

Kami buatkan suatu sunnah dan jalan yang Kami wajibkan merekamenempuhnya, untuk membersihkan jiwa dan memperbaiki hati mereka. Dariarah, syari’at-syari’at amaliyah berbeda dengan macam-macam keadaanmasyarakat dan tabiat manusia juga kecenderungan syari’at amaliyah denganmereka. Sesungguhnya para Rasul itu sepakat semua akan dasar-dasar agamayaitu adalah tauhid kepada Allah dengan ikhlas dalam keadaan rahasia atauterang-terangan, dan Islamlah wajahnya.32

Dari penjelasannya itu mengindikasikan bahwa al-Maraghi mengedepankan konsep

pluralisme, dimana beliau ingin menyampaikan bahwa semua manusia di muka bumi ini

memiliki satu agama saja. Agama itu sendiri asalnya dari Allah Swt. Tuhan seluruh alam.

Bahkan beliau berpendapat yang bersumber dari Qatadah bahwa agama akan tertolak

selain mengesakan Allah dengan ikhlas, dan para Rasul telah datang membawa agama

tauhid. Diriwayatkan pula dari Qatadah bahwa agama itu satu, dan syari’atnya itu

berbeda-beda.33

Dari pendapat ketiga ulama moderen ini, yaitu; Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan

Musthafa al-Maraghi kita bisa kawinkan dengan data yang sudah didapat dan ditulis

dalam sub bab “Macam-macam Agama Samawi” yang lalu.

Di dalam agama Yahudi, bahkan banyak Nabi-nabi yang diutus untuk mereka.34 Di

antara mereka, ada yang disebut Nabi-nabi kecil dan Nabi-nabi besar. Nama-nama Nabi

mereka di antaranya adalah Isaiyah atau Yasey, Yermia, Ezekil, Daniel, Amos, Obaya,

Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Maleakhi, Hagai, Zakaria, Elia, Natum dan

Debora, sedangkan Musa, Harun, Daud, Sulaiman oleh umat Yahudi dianggap sebagai

pemimpin atau raja-raja mereka yang mula-mula.35 Kitab suci mereka adalah Taurat atau

Torah yang esensinya terletak pada sepuluh perintah Tuhan.36 Konsep Kerasulan atau

konsep Kenabian dalam agama Yahudi adalah Nabi-nabi itu menjelaskan kepada bangsa

Israel apa yang menjadi penyebab mereka ditimpa malapetaka. Mereka juga menyerukan

supaya orang-orang kembali ke jalan yang benar, meninggalakan kejahatan dan bersedia

hidup di jalan Tuhan dengan sebaik-baiknya. Nabi-nabi tersebut hampir semuanya terdiri

dari orang-orang miskin yang datang dari bukit-bukit Yudea, turun ke kota dan kuil-kuil.

Di mana saja mereka dapat berkumpul dengan pendengar-pendengarnya, di situlah dia

32 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid. 2, h. 447.33 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid. 2, h. 44734 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 44835 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 45036 M. Ali Imran, Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia, h. 352

Page 58: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

46

perdengarkan khatbah-khatbahnya yang penuh dengan ajaran-ajaran moral dan keimanan.

Tugas mereka itu adalah menyampaikan pernyataan-pernyataan ketuhanan dan

memegang kendali agama.37 Menurut al-Qur’an, semua Nabi Bani Israel itu adalah

manusia pilihan yang berbudi pekerti mulia, sama seperti Nabi-nabi lainnya.38

Di dalam agama Kristen, para penganutnya beranggapan bahwa Yesus atau Nabi Isa

itu sebagai Tuhan, sedangkan menurut agama Islam, Nabi Isa adalah seorang Nabi dan

Rasul yang diutus oleh Allah. Kitab yang Allah turunkan kepadanya adalah kitab Injil.

Menurut keyakinan mereka (Kristen), Alkitab (Injil) adalah firman Tuhan Allah, namun

bukan dalam arti firman yang diturunkan dari sorga dengan cara didiktekan kata demi

kata. Sebab firman Allah yang sejati yang turun dari sorga, menurut Alkitab mereka,

adalah Yesus Kristus. “Dialah firman yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah

dan Allah adanya.” (Yohanes 1:1) “yang kemudian menjadi manusia, serta diam di

antara kita.” (Yohanes 1:14).39

Sementara Rasul dalam Agama Kristen adalah Apostle. Tugas Apostle adalah

memberitakan Inji ke dalam jamaat dan kepada segala bangsa.40 Abineno menyebutnya

sebagai sebagai saksi mata dan saksi telinga.41 Adapun ciri-ciri Apostle adalah

persekutuan dengan Yesus dan pengutusan oleh Yesus.42 Apostle persekutuan dan

pengutusan adalah kata yang sejajar dan bersifat sebab akibat. Kesejajaran kata tersebut

ditujukan pada kata saksi Allah kepada dunia.43

Terakhir, adalah Rasul dalam tradisi Isilam. Secara teologis, Islam memperkuat

monoteisme dengan menempatkan Tuhan bebas dari segala unsur antropomorfisme serta

mengukuhkan Tuhan sebagai zat yang trasenden (tanzih). Ringkasnya, menurut Ibn Katsir

dalam tafsirnya berpendapat tentang kedatangan Nabi Muhammad Saw. adalah untuk

mendukung, mengukuhkan, meluruskan kembali, dan menyempurnakan agama-agama

terdahulu.44

37 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 44838 Rahmat Fajri, Agama-agama Dunia, h. 44939 Harun Hadiwijono Kebatinan dan Injil, h. 14040 Henk ten Nepal, Kamus Teologi Inggris Indonesia (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), h. 3741 Johannes Ludwig Chrisostomus, Abineno Sekitar Teologi Praktika 2 (Jakarta: Gunung Mulia, 1969),

h. 3242 Johannes Ludwig Chrisostomus, Sekitar Teologi Praktika 2, h. 2143 Johannes Ludwig Chrisostomus, Sekitar Teologi Praktika 2, h. 2144 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama-agama Pra-Islam, h. 54

Page 59: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

47

Islam juga memperkuat aspek moralitas dengan meluruskan berbagai penyimpangan

moral dan meletakkan moral sebagai landasan utama dalam penegakan diri individu maupun

masyarakat. Untuk itu, Rasul dalam Islam adalah seperti yang telah dideklarasikan oleh Nabi

Muhammad sendiri. Beluiau bersabda: “Sesungguhnya tidak lah aku diutus, kecuali untuk

menyempurnakan akhlak.” (Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hanbal, no. 8595)45

Dalam Islam, tidak ada penolakan dalam mengakui Ibrahim, Ishaq, Ismail, Musa dan

Isa sebagai utusan Tuhan. Allah memerintahkan umat Islam agar mengimani para Rasul dan

kitab-kitab terdahulu (QS. Al-Baqarah [2]: 285).46

Selain Nabi dan Rasul yang disebutkan di atas, dan 25 Nabi dan Rasul lainnya dalam

al-Qur’an, ada Nabi-nabi dan Rasul-rasul lain yang tidak dikisahkan dalam al-Qur’an. (QS.

Ghafir [40]: 78)47 Dan kesemuanya itu wajib diimani tanpa ada penolakan.

45 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama-agama Pra-Islam, h. 5446 “Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya kepadanya dari Tuhannya,

demikian pula orang-orang yang beriman. Semuuanya beriman kepada Allah , malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan Rasul-rasulNya. (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun(dengan yang lain) dari Rasul-rasulNya,” dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat.” (merekaberdoa): “Ampunilah kami wahai Tuhan kami dan kepada Engkau lah tempat kembali.” (QS 2:285)

47 “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara merekaada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakankepadamu. tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah;Maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil, dan ketika iturugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.” (QS. 40:78)

Page 60: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

48

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Agama-agama yang telah penulis analisa pada konsep kenabiannya

masing-masing, penulis berkesimpulan bahwa persamaan di antara

agama-agama tersebut dalam konesep Rasul dan Nabi. Nabi merupakan

orang pilihan Tuhan yang menyampaikan sebuah kalimat dari Tuhan

untuk segenap umat dan apa yang disampaikan mereka itu adalah

kebajikan-kebajikan. Meski ada perbedaan di dalam ajaran-ajarnnya yang

disebabkan beberapa faktor, yang di antara faktor tersebut bisa

disebabkan karena pemalsuan oleh orang-orang yang setelah Rasul Nabi-

nabi itu wafat, namun pada intinya yang sudah penulis teliti bahwa setiap

Rasul dan Nabi itu membawa dasar ketuhanan yang sama, yaitu

mengakui keesaan Tuhan.

Rasul dan Nabi menurut Muhammad Abduh adalah mereka

mendapatkan keistimewaan wahyu yang diterimanya, dan terbukanya

rahasia-rahasia ilmu bagi mereka. Mereka bersih dari cacat dan segala

cela yang dapat menjadikan penolakan bagi yang ingkar untuk

mengingkari pengakuan mereka sebagai Rasul. Mereka tidak berdusta,

dan juga tidak lalai dalam menyampaikan akidah-akidah yang

diwajibkan bagi mereka untuk menyampaikannya. Rasyid Ridha

mengungkapkan pernyataan bahwa Setiap Rasul itu adalah Nabi, dan

tidak semua Nabi itu Rasul.

Sedangkan menurut al-Maraghi menyebutkan bahwa sesungguhnya

Allah mengutus Nabi sebagai saksi terhadap orang-orang yang diutus

kepada mereka, memerhatikan prilaku mereka, amal mereka, dan

memerhatikan kesaksian hati mereka yang di antara mereka ada yang

Page 61: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

49

membenarkan dan ada yang mendustakan, serta seluruh apa yang

mereka perbuat dari cahaya petunjuk dan gelapnya kesesatan. Itu semua

akan terbalas pada hari kiamat. Allah mengutus Nabi kepada mereka

sebagai pemabawa kabar gembira dengan janji surga jika mereka

mempercayai Nabi, dan jika mereka mengamalkan apa yang telah

sampai kepada mereka dari sisi Allah. Nabi pun diutus sebagai pemberi

ancaman kepada mereka berupa neraka, yang mereka memasukinya

dengan siksaan jika mereka mendustakan dan menentang apa yang

diperintahkan serta apa yang dilarang oleh Allah dan Nabinya untuk

mereka.

Ketiga ulama tersebut pada intinya mengungkapkan bahwa Rasul

dan Nabi itu adalah manusia pilihan Tuhan sebagai pembimbing umat

manusia ke jalan yang benar. Setiap agama besar yang sudah penulis

kaji masing-masing memiliki Nabi, bahkan satu agama dan bangsa, bisa

memiliki banyak Nabi, bangsa dan agama tersebut adalah Yahudi dan

Tokoh Nabi yang Tuhan turunkan kitab (Taurat/Torah) kepadanya untuk

bangsa Yahudi adalah Nabi Musa As. Agama Kristen memiliki satu

Nabi yaitu Nabi Isa As.

Page 62: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

50

DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad. Rislah Tauhid, terj. H. Firdaus A. N. Jakarta:

PT. Bulan Bintang, 1965.

. Risâlah al-Tauhid. Bairut: Dâr al-Syurūq, 1994

al-Andalusy, Ibn Hazm al-Zhahiri. al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ

wa al-Nihal. Kairo: Penerbit Muhammad Ali Shabil wa

auladuh, 1964.

Ali, Iyazi Muhammad. al-Mufassirûn Hayâtuhum wa

Manhajuhum. Teheran: Muassasah al- Thibâ’ah wa al-

Nasyri Wuzâratu al-Tsaqafah al-Irsyâdu al-Islâmi, 1373

Anwar, Ali dan Tono TP. Rangkuman Ilmu Perbandingan Agama

dan Filsafat. Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Azmi, Siti Nadroh Saiful Agama-agama Minor. Ciputat: UIN

Jakarta Press, 2013.

Baker, David L. Satu Alkitab Dua Perjanjian. Jakarta: PT. BPK

Gunung Mulia, 2010.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada, 2009.

Conze, Edward. Sejarah Singkat Agama Budha, terj. Hustiati.

Jakarta: Karanya, 2010.

Departemen Agama RI. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta:

IAIN Jakarta, 1988

al-Dimsyqy, Al-Hafizh ‘Imadu al-Din Abu al-Fida Isma’il Ibnu

Katsir. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim. Riyadh: Maktabah Dâr

al-Fiyyah, 1994

Eldeeb, Ibrahim. be a Living Qur’an. Ciputat: Lntera Hati, 2005

Fajri, Rahmat dkk. Agama-agama Dunia. Yogyakarta: Jurusan

Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, Studi Agama

Page 63: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

51

dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2012.

Fatoohi, Louay. Historical Jesus, ter. Yuliani Liputo. Bandung: PT

Mizan Pustaka, 2012.

Hadlir, Abdullah. “Konsep Izutsu Tentang Wahyu”. Skripsi,

Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2007

Hadiwijono, Harun. Kebatinan dan Injil. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2009

Harahap, Iqbal. Ibrahim Bapak Semua Agama. Ciputat: Lentera

Hati, 2014

Harsananda, Savami. Deva-Devi Hindu, terj. I Wayan Maswinari.

Surabaya: Paramita, 2007

Hermawati. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2005.

Ibn Taymiyyah. Mukjizat Nabi dan Keramat Wali. Jakarta: PT

Lentera Basritama, 1999

Imran, M. Ali. Sejarah Terlengkap Agama-agama di Dunia.

Yogyakarta: Ircisod, 2015.

Jr, A.G Huning. Ilmu Agama. Jakarta: BPK Gunung Mlia, 1997

Kahhalah,Umar Ridha. Mu’jam al-Muallifîn. Beirut: Dâr

Ihyâ’ al-‘Ulûm, 1376 H

Kajeng, Nyoman. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramita, 1997.

Khalaf, Abd. Aziz. Dirâsât al-Adyân al-Yahūdiyyah wa al-

Nashrâniyyah. Riyadh: Maktabah Adwâi Salaf, 2004.

Keluaran 20: 1-17

Lings, Martin. Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan

Sumber Klasik. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2014.

Lester, Robert C. Buddhism. New York: Harper & Row,

Publishers, 1987.

Page 64: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

52

Lukas. Yogyakarta: Kanisius, 1993

Madzkour,Ibrahim. Filsafat Islam: Metode dan Penerapa. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1993

al-Maghluts, Sami bin Abdullah. Atlas Sejarah Para Nabi dan

Rasul. Jakarta Timur: Penerbit Almahira, 2012

al-Maghlouth, Sami bin Abdullah. Atlas Agama-agama, terj.Fuad

Saifuddin Nur, Ahmad Ginanjar Sya’ban. Jakarta:

Almahira, 2012.

al-Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir al-Maraghi. Bairut: Daar al-

Kutub al-‘Ilmiyyah, tt.

Marhaban, Muhammad Musadiq. Yudas Bukan Pengkhianat.

Jakarta: Istifad Publishing, 2003.

Mittal, Mahendra. Intisari Veda: Pesan Tuhan untuk Kesejahteraan

Umat Manusia, terj. I Wayan Punia. Surabaya: Paramita,

2003.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

Rosda, 2006

Munawwir, A.W. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia

Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997

Menzies, Allan. Sejarah Agama-agama; Studi Sejarah,

Karakteristik dan Praktik Agama-agama Besar di Dunia,

terj. Dion Yulianto, EmIrfan. Yogyakarta: Penerbit Forum,

2004

Nasution, Harun. Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional

Mu’tazilah. Jakarta: Universitas Indonesia, 1981.

Noor, Fauz. Berpikir Seperti Nabi: Perjalanan Menuju

Kepasrahan. Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang,

2009.

Pendit, Nyoman S. Aspek-aspek Agama Hindu: Seputar Weda dan

Kebajikan. Jakarta: Pustaka Manikgeni, 1993.

Page 65: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

53

Permatasari, Indah. Nabi Muhammad SAW..: Hikayat Hidup Sang

Pembawa Cahaya dari Lahir Hingga Menutup Mata.

Tngerang: La Tahzan, 2014.

Perjanjian Baru. Jakarta: BPK-GM, 2009.

. Yogyakarta: Kansius, 1993.

Pudja, G. Bhagavat Gita (Pancama Veda). Surabaya: Penerbit

Paramita, 2004.

al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an. terj.

Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2012.

al-Qoththân, Mana’ Khalil. Mabâhits fî Ūlūm al-Qur’an. Riyadh:

Dâr al-Rasyîd, tt

Quthb, Sayid. Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an, terj. Aunur Rafiq Shaleh

dan Khoirul Halim. Jakaarta: Robbani Press, 2002.

Ridha, Muhammad Rasyid. al-Wahyu al-Muhammadi. Beirut: al-

Maktab al- Islami, tanpa tahun.

Ridha, Rasyid. Tafsir al-Manâr. Mesir: al-Maktabah al-

Taufiqiyah, tanpa tahun.

Rousyan, Muhammad Baqiri Saidi. Menguak Tabir Mukjizat.

Jakarta: Sadra Pres, 2012.

al-Shallabi, Ali Muhammad. Iman kepada Rasul, terj. M. Fakih.

Jakarta: Umul Qura, 2015.

Ash-Shabuniy, Muhammad Ali. Kenabian dan Para Nabi.

Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993

Shihab, Quraish. Kaidah Tafsir. Ciputat: Lentera Hati, 2013

. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW. : Dalam Sorotan al-

Qur’an dan Hadits-hadits Shahih Ciputat: Lentera Hati,

2014

. Tafsir al-Mishbah. Ciputat: Lentera Hati, 2002

Page 66: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

54

Smith, Huston. Agama-agama Mansia. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2001.

. Agama-agama Manusia, ter. Saafroedin Bahar. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 1985.

. Agama-agama Manusia, ter. FX Dono Sunardi dan Satrio

Wahono. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2015

Sou’yb, Josef. Agama-agama Besar di Dunia, terj. PT. Al-Husna

Zikra. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1996.

. Agama-agama Besar di Dunia. Jakarta: Pustaka Alhusna,

1983

Syakir, Ahmad. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, terj. Suharlan, Lc

dan Suratman, Lc. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014

Syibrmalisi, Faizah Ali dan Zauhar Azizi. Membahas Kitab Tafsir

Klasik-Modern. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2011

al-Thabari, Ibnu Jarir. Tafsir al-Thabari, terj. Akhmad Affandi.

Jakarta: Pustaka Azzam, 2008

Tejemahan Injil Barnabas The Gospel Of Barnaba, terj. Achmad

Kahfi. Surabaya: PT Bina Ilmu Surabaya, 2008.

Tanggok, M Ikhsan. Agama Budha. Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN Jakarta, 2009.

Tim Penerjemah Kitab Suci Tripitaka. Pengetahuan Budha Darma.

Jakarta: Lembaga Penerjemah Kitab Suci Tripitaka, 2011.

Vidyarthi, Abdul Haq dan Abdul Ahad Dawud. Ramalan Tentang

Muhammad, terj. Arfan Achyar. Jakarta: Noura Book, 2013.

Viresvarananda, Savami. Brahma Sutra, ter. I Wayan Maswinara.

Surabaya: Paramita, 2004.

Warsana. Riwayat Hidup Budha Gotama. Jakarta: CV. Yanwreko

Wahana Karya, 2009.

Page 67: Konsep Kenabian dalam Agama-agama Samawi Perspektif Tafsir ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46595/1/ANGGI...Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

55

Widyadharma, Pandita. S. Riwayat Hidup Budha Gotama. Jakarta:

Nitra Buana, 1979.

Wijawaya-Mukti, Krishnanda. Wacana Budha Dharma, terj. Alvin

Sebastian dan S. Mulyono. Jakarta: Yayasan Dharma

Pembangunan, 2006.

Yatsribi, Sayyid Yahya. Agama dan Irfan. Jakarta: Sadra Press,

2012